Anda di halaman 1dari 215

HALAMAN JUDU L

SKRIPSI

PENAMAAN PENYAKIT PADA ANAK OLEH ETNIS BUGIS


(STUDI RAPID ETHNOGRAPHY DI KABUPATEN SIDRAP)

FATMAWATY
K111 14 025

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan


gelar Sarjana Kesahatan Masyarakat

DEPARTEMEN PROMOSI KESEHATAN DAN ILMU PERILAKU


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
LEMBAR PERSETUJUAN
ii
LEMBAR PENGESAHAN

iii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

iv
RINGKASAN

Universitas Hasanuddin
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Fatmawaty
“Penamaan Penyakit Pada Anak Oleh Etnis Bugis (Studi Rapid Ethnography
di Kabupaten Sidrap)”
(xvi + 136 halaman + 4 matriks + 7 lampiran)

Salah satu keunikan etnis Bugis adalah perilakunya dalam pemberian nama
tertentu pada beberapa penyakit, tidak terkecuali penamaan penyakit pada anak
dengan menggunakan bahasa lokal (Bugis). Akibat dari penamaan tersebut, maka
seringkali tenaga medis tidak mengetahui nama penyakit tersebut secara medis
sehingga sulit memberikan diagnosa dan pengobatan secara tepat. Padahal
penanganan penyakit yang tidak tepat pada anak bisa berdampak pada masalah
kesehatan lebih lanjut, bahkan berujung pada kecacatan ataupun kematian. Angka
kematian anak pada tahun 2017 di Kabupaten Sidrap sebesar 41 kasus.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aspek yang melatarbelakangi
penamaan penyakit pada anak oleh etnis Bugis di Kabupaten Sidrap. Jenis
penelitian adalah kualitatif dengan pendekatan Rapid Ethnography. Pemilihan
informan menggunakan metode snowball dengan pengumpulan data melalui
wawancara mendalam terhadap 7 orang dukun anak, 2 orangtua balita, 2 keluarga
balita, 2 petugas kesehatan dan 1 orang tokoh adat serta diskusi kelompok terarah
dengan 5 orang petugas kesehatan. Data dianalisis dengan “content analysis”
kemudian diinterprestasikan dan disajikan dalam bentuk narasi, matriks, dan
skema. Uji keabsahan data menggunakan triangulasi sumber dan metode.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pemikiran dan perasaan etnis
Bugis di Kabupaten Sidrap dalam penamaan penyakit pada anak meliputi 18 nama
penyakit yang diberikan berdasarkan ciri yang nampak pada badan anak, gejala
yang ditimbulkan penyakit, dan bagian tubuh yang sakit; penyebab penyakit baik
secara naturalistik maupun personalistik; pencegahan dan pengobatan penyakit
yang dilakukan menggunakan campuran minyak, obat-obat herbal dan atau
membacakan jampi-jampi sambil dipijat. Tokoh acuan atau panutan dalam
penamaan penyakit pada anak adalah leluhur atau nenek moyang, sedangkan
acuan dalam pencegahan dan penanganan penyakit pada anak adalah dokter dan
dukun. Nilai yang terkait dengan penamaan penyakit pada anak adalah pamali,
tradisi mappallesso dan makkatenni sanro yang berlaku secara turun-temurun.
Saran bagi tenaga kesehatan di seluruh fasilitas kesehatan di wilayah
Kabupaten Sidrap agar kiranya memberikan sosialisasi terkait padanan nama
penyakit oleh etnis Bugis dan melakukan kemitraan dengan pengobat tradisional
setempat, sehingga dapat meminimalisir kesalahan dalam penanganan dan
pengobatan penyakit pada anak.

Kata Kunci : Penamaan, Penyakit, Etnis Bugis


Daftar Pustaka : 123 (1963 – 2017)

v
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

berkah, rahmat, serta perlindungan dan bantuan-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penamaan Penyakit Pada Anak Oleh Etnis

Bugis (Studi Rapid Ethnography di Kabupaten Sidrap)”. Skripsi ini disusun

sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada program Strata-1

Peminatan Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku (PKIP) Fakultas Kesehatan

Masyarakat (FKM), Universitas Hasanuddin Makassar.

Penghargaan dan terima kasih yang tidak terhingga penulis ucapkan

kepada kedua orangtua saya Ayahanda tercinta Drs. Abidin Ladju dan Ibunda

Sundusiah, kakak-kakak saya tersayang Asmawaty, SH., Rahmawaty, dan Nur

Utary serta seluruh keluarga atas segala dukungan moril maupun materil, serta

segala doa yang tak pernah henti untuk kesuksesan penulis. Semoga gelar Sarjana

yang penulis perjuangkan saat ini menjadi kado awal menuju sukses dan

kebahagiaan bagi keluarga di masa mendatang. Tak lupa pula terima kasih

kepada Andi Muhammad Nur Ikhsan, SH atas bantuan, motivasi dan doa yang tak

berujung, pengertian, nasihat yang tiada henti sehingga penulis dapat

menyelesaikan studi.

Dengan tidak melupakan uluran tangan dan bantuan yang telah penulis

peroleh dari berbagai pihak, penulis mengucapkan terima kasih atas segala bentuk

bantuan baik materil maupun moril, kepada:

1. Bapak Prof. Dr. drg. Andi Zulkifli, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Hasanuddin beserta seluruh staf atas kemudahan

birokrasi serta administrasi selama penyusunan skripsi ini.

vi
2. Ibu Dr. Suriah, SKM, M.Kes selaku Ketua Departemen Promosi Kesehatan

dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.

3. Ibu Dr. Suriah, SKM, M.Kes dan Bapak Muhammad Arsyad Rahman, SKM,

M.Kes sebagai dosen pembimbing yang telah banyak mencurahkan tenaga

dan pikirannya, meluangkan waktunya yang begitu berharga untuk memberi

bimbingan dan pengarahan dengan baik, dan memberikan dukungan serta

motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Dr. Ridwan M. Thaha, MSc., Bapak Indra Dwinata, SKM, MPH, dan

Ibu Ir. Nurhayani MS, sebagai dosen penguji yang telah meluangkan

waktunya dan banyak memberi masukan, kritikan serta arahan sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan dengan lebih baik.

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat, terkhusus kepada

seluruh dosen Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, yang telah

memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berharga selama penulis

mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Hasanuddin.

6. Seluruh staf pegawai FKM Unhas atas segala arahan dan bantuan yang

diberikan selama penulis mengikuti pendidikan terkhusus kepada staf jurusan

Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Kak Aty dan Kak Yuli atas segala

bantuannya dalam pengurusan administrasi penulis.

7. Kakanda Mesra Rahayu, SKM., M.Kes, Muhammad Iqbal Ahmad, SKM.,

M.Kes dan Abdul Kadir Gazali, SKM yang tidak pernah bosan memberi

motivasi yang menginspirasi untuk pengembangan diri penulis. Terima kasih

vii
atas segala kebaikan dan bantuannya selama ini terutama ilmu yang

bermanfaat untuk perbaikan penyusunan skripsi ini.

8. Pihak Pemerintahan Kabupaten Sidrap yang telah memberikan izin

penelitian serta seluruh informan pada penelitian ini yang telah bersedia

diwawancarai dan meluangkan waktunya untuk berbagi cerita dan

pengalamannya.

9. Teman-teman terbaikku M. Furqan Ramadhan dan Herlinda yang tidak

pernah lelah mendengarkan keluh kesah dan senantiasa memberikan suntikan

semangat.

10. Teman-teman Srikandi Angkatan 2014 Peminatan PKIP FKM Unhas, terima

kasih atas segala kebersamaan dalam menempuh pendidikan dan meraih cita-

cita bersama, terima kasih atas segala kritik, dan saran yang sangat

membangun bagi pribadi penulis.

11. Teman-teman S-Squad seperjuangan, sesama bimbingan, terima kasih untuk

kekompakan dan kerjasamanya melewati setiap tahapan skripsi dengan penuh

semangat.

12. Teman-teman PBL Desa Kalumpang Loe Kecamatan Arungkeke Kabupaten

Jeneponto, Kepala Desa, dan masyarakat atas segala suka dan duka kenangan

bersama.

13. Teman-teman KKN Reguler Angkatan 96 Desa Banyuanyara Kecamatan

Sanrobone Kabupaten Takalar atas kenangan dan pengalaman yang tak

terlupakan.

14. Teman-teman seperjuangan angkatan 2014 VAMPIR Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Hasanuddin yang selalu berjuang bersama dari

viii
pertama kali penulis menginjakkan kaki di FKM Unhas sampai saat ini.

Semoga kebersamaan kita menjadi kenangan dan pelajaran yang tidak

terlupakan.

15. Serta semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan

namanya satu persatu.

Penulis menyadari skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari

berbagai pihak demi kesempurnaan dan perbaikannya. Akhir kata, semoga skripsi

ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat secara serta dapat memberi

kontribusi nyata bagi pendidikan dan penerapan ilmu di lapangan guna

pengembangan lebih lanjut.

Makassar, Mei 2018

Penulis

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT....................................................... iv
RINGKASAN ......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR MATRIKS ............................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR ISTILAH PENYAKIT ........................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 8
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 10
A. Tinjauan Umum tentang Penamaan Penyakit pada Anak .......................... 10
B. Tinjauan Umum tentang Etnis Bugis ......................................................... 25
C. Tinjauan Umum tentang Variabel Penelitian ............................................. 34
D. Kerangka Teori........................................................................................... 40
BAB III KERANGKA KONSEP ......................................................................... 46
A. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti ..................................................... 46
B. Kerangka Variabel yang Diteliti ................................................................ 47
C. Definisi Konseptual .................................................................................... 47
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 50
A. Jenis Penelitian ........................................................................................... 50
B. Waktu dan Lokasi Penelitian ..................................................................... 51
C. Penentuan Informan Penelitian .................................................................. 52
D. Instrumen Penelitian................................................................................... 53

x
E. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 54
F. Pengolahan dan Analisis Data .................................................................... 57
G. Uji Keabsahan Data.................................................................................... 58
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 60
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .......................................................... 60
B. Karakteristik Informan Penelitian .............................................................. 61
C. Hasil Penelitian .......................................................................................... 68
D. Pembahasan .............................................................................................. 106
E. Keterbatasan Penelitian ............................................................................ 134
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 135
A. Kesimpulan .............................................................................................. 135
B. Saran ......................................................................................................... 135
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi
DAFTAR MATRIKS

Matriks 5. 1 Penamaan Penyakit pada Anak Menurut Informan Etnis Bugis ..... 80
Matriks 5. 2 Penyakit dan Penyebabnya Menurut Informan Etnis Bugis ............ 86
Matriks 5. 3 Penyakit dan Pencegahannya Menurut Informan Etnis Bugis ........ 91
Matriks 5. 4 Prinsip-Prinsip yang Dianut oleh Keluarga Masyarakat Menurut
Informan Etnis Bugis ..................................................................... 103

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Teori WHO ........................................................................................43


Gambar 2. 2 Kerangka Teori ..................................................................................45
Gambar 3. 1 Kerangka Konsep ..............................................................................47
Gambar 5. 1 Skema Pengobatan Penyakit pada Anak .......................................... 94
Gambar 5. 2 Skema Alur Fungsi Penamaan Penyakit pada Anak ...................... 106

xiii
DAFTAR ISTILAH PENYAKIT

Padanan Penyakit
Nama Penyakit Gejala Penyakit
secara Medis
Lingkau bolong Sianosis Tubuh anak terlihat hitam
(memar/ membiru), baik mulut
dan seluruh badan.
Lingkau pute Anemia defisiensi zat Badan anak terlihat putih pucat,
besi putih seperti kain kafan, seolah-
olah tidak ada darah yang
mengalir di tubuhnya
Sawengeng Gizi kurang Gejala kurang gizi, seperti
lambat berjalan, kurus, ukuran
kepala lebih besar.
Mattuo-tuo Varisella Ruam dikulit yang berbentuk
bintik kemerahan, berisi air
ataupun bernanah.
Mattuo-tuo sarampa Rubella Ruam di kulit berbentuk bintik
merah yang gejalanya hanya 2-3
hari.
Bolokeng Influenza/pilek Hidung beringus.
Masemmeng Demam Peningkatan suhu tubuh anak.
Peddi babuwa/ Sakit perut Rasa sakit yang muncul di
Peddi wettang bagian perut anak, sensasi kram
dan tertusuk di area perut.
Benra wettang Perut kembung Perut anak membuncit atau
kembung
Serru’ matana - Mata anak membelalak, lebar,
dan melihat ke atas. Biasanya
disebabkan oleh demam tinggi.
No ise’ Thypoid Anak tidak mampu duduk
disertai demam hanya ketika
menjelang malam hari.
Sikeppo Pectus excavatum Gejala mirip asma, seperti sesak
nafas. Tulang rusuk bagian dada
menonjol.
Maridi-ridi Ikterus/jundice Menguningnya kulit pada tubuh
anak.
Turi Anak rewel dan menangis terus-
terri/Pabborengeng menerus.
Balippuru Granuloma annulare Gangguan kulit yang ditandai
dengan timbulnya ruam
melingkar yang berbentuk
benjolan kemerahan dan
jumlahnya sepasang.

xiv
Jambang-jambang Diare Encernya tinja yang dikeluarkan
dengan frekuensi buang air
besar (BAB) lebih sering
dibandingkan biasanya.
Bitokeng Cacingan Infeksi parasit yang disebabkan
oleh cacing yang ditandai
dengan wajah agak pucat, kurus
dan perut agak buncit, serta
berat badan anak tidak naik-
naik.
Asingeng - Anak rewel dikarenakan ibunya
hamil kembali dengan jarak
kehamilan cukup dekat.
Sulomettiang Hiperhidrosis Keringat berlebih yang
cenderung terjadi pada malam
hari ketika anak sedang tidur.
Kehilangan cairan tubuh
mengakibatkan anak kehilangan
kekuatan.
Sissi manukeng Epilepsi Anak mengalami kejang secara
berulang.

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pedoman Wawancara


Lampiran 2. Panduan FGD
Lampiran 3. Surat Izin Penelitian
Lampiran 4. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 5. Matriks Wawancara
Lampiran 6. Dokumentasi Kegiatan
Lampiran 7. Riwayat Hidup

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Etnis Bugis memberikan penamaan tertentu pada beberapa penyakit, tidak

terkecuali penamaan penyakit pada anak. Penamaan penyakit oleh etnis Bugis

tersebut biasanya menggunakan bahasa lokal (Bugis). Sesuai dengan namanya,

seringkali masyarakat memilih memberikan pengobatan secara tradisional

tanpa ditolong oleh tenaga kesehatan.

Akibat penamaan tersebut pula, maka seringkali tenaga medis tidak

mengetahui nama penyakit tersebut secara medis sehingga sulit memberikan

diagnosa dan pengobatan secara tepat. Padahal penanganan penyakit yang tidak

tepat pada anak bisa berdampak pada masalah kesehatan lebih lanjut, bahkan

berujung pada kecacatan ataupun kematian.

Selain angka kematian, masalah kesehatan anak juga menyangkut angka

kesakitan atau morbiditas. Penyakit-penyakit tertentu seperti ISPA, infeksi

cacing, diare dan tetanus yang sering diderita oleh bayi dan anak sering kali

berakhir dengan kematian (Khasanah, 2011). Menurut Foster dan Anderson

(1986) persepsi terhadap penyebab penyakit akan menentukan cara

pengobatannya. Perbedaan pandangan terhadap penyebab penyakit inilah yang

menimbulkan perbedaan dalam pencarian pengobatan. Dari sudut pandang

sistem medis modern adanya persepsi masyarakat yang berbeda terhadap

penyakit seringkali menimbulkan permasalahan. Sebagai contoh, ada

masyarakat pada beberapa daerah beranggapan bahwa bayi yang mengalami

1
kejang-kejang disebabkan kemasukan roh halus, dan hanya dukun yang dapat

menyembuhkannya. Padahal kejang-kejang tadi mungkin disebabkan oleh

demam yang tinggi, atau adanya radang otak yang bila tidak disembuhkan

dengan cara yang tepat dapat menimbulkan kematian (Khasanah, 2011).

Perbedaan persepsi masyarakat dengan petugas kesehatan tentang penyakit

juga terdapat pada temuan Elisa (2015) dalam penelitiannya yang berjudul

“Kesehatan Perorangan Siswa Penderita Skabies di Madrasah Ibtidaiyah Guppi

Borongbulo Desa Paranglompoa Kecamatan Bontolempangan Kabupaten

Gowa”, menyatakan bahwa semua jenis penyakit kulit gatal dikenal dengan

istilah “puru-puru” oleh masyarakat setempat yang disamakan dengan skabies.

Padahal tidak semua penyakit kulit termasuk dalam penyakit skabies.

Salah satu persepsi budaya terhadap kesehatan adalah dengan adanya

penamaan penyakit dalam bahasa dialek masyarakat setempat. Kajian tentang

penamaan penyakit dalam konteks budaya tidak hanya penting untuk

menjelaskan kedudukannya secara kebahasaan, namun dapat menjadi salah

satu pintu masuk dalam memahami budaya serta konsep sehat dan sakit

masyarakat tertentu. Penelitian yang sama pernah dilakukan Sakinah dkk

(2016). Dalam hasil penelitiannya, didapatkan 101 leksikon nama penyakit

dalam bahasa Melayu dialek Sekadau yang dilakukan di desa Peniti,

Kecamatan Sekadau Hilir, Kabupaten Sekadau. Jumlah 101 leksikon nama

penyakit dideskripsikan sesuai dengan ciri penyakit, gejala yang ditimbulkan

oleh penyakit, dan bagian tubuh yang terkena penyakit. Dari 101 leksikon

tersebut didapatkan 7 leksikon nama penyakit perempuan, 5 leksikon nama

2
penyakit laki-laki, 7 leksikon nama penyakit anak-anak, dan 83 penyakit umum

yang bisa diderita perempuan dan laki-laki pada usia anak-anak maupun usia

dewasa.

Fuadah (2016) juga melakukan penelitian terkait istilah-istilah penyakit

kulit dan kelamin pada masyarakat Jawa Desa Tegal Pare Kecamatan Muncar

Kabupaten Banyuwangi. Melalui kajian etimologi dan semantik didapatkan

beberapa istilah-istilah berupa kata asal, frasa, kata berimbuhan, kata majemuk,

dan berupa singkatan yang tidak hanya berasal dari bahasa Jawa, tetapi terdapat

juga bahasa Jawa Kuno, Sansekerta, Prancis, dan bahasa Latin. Selain itu,

Fuadah juga memaparkan makna istilah-istilah penyakit kulit dan kelamin

tersebut.

Selain mengenal istilah-istilah penyakit, masyarakat juga melakukan

pengobatan yang berbeda-beda terhadap setiap penyakit. Penyakit dan

pengobatan merupakan dua hal yang berkaitan. Setiap penyakit memerlukan

pengobatan yang sesuai. Pengobatan dapat berfungsi dengan baik bila

digunakan pada jenis penyakit yang tepat. Hal ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Wulandari (2017) yang meneliti tentang istilah-istilah

penyakit dan pengobatan tradisional orang Jawa yang membahas 364 leksikon

penyakit dalam bahasa Jawa. Identifikasi penyakit perlu dilakukan untuk

mengetahui penyakit dan memilih pengobatan yang tepat.

Hal ini sejalan dengan penelitian Wicaksono (2013), yang berjudul

“Pengobatan Dongke dalam Konteks Kosmologi Jawa pada Masyarakat

Tanggulangin Kabupaten Tuban (Suatu Kajian Etnomedisin Jawa)”

3
memaparkan tingginya animo masyarakat pergi ke dongke disebabkan dongke

selain dianggap mampu menyembuhkan penyakit, ternyata dongke juga

sekaligus orang yang dipercaya mampu mengetahui hari baik melalui

petungan. Kepercayaan yang tertanam kuat inilah yang menjadi sumber

mengapa masyarakat tetap memanfaatkan pengobatan tradisional dongke.

Setiap kebudayaan telah mengembangkan suatu sistem kesehatan yang

mendukung hubungan timbal balik yang tidak lekang oleh zaman. Tingkah

laku medis dari individu-individu dan kelompok-kelompok tidak akan

dimengerti jika terpisah dari kebudayaan secara umum (Pellegrino, 1963).

Pernyataan Pellegrino (1963) tersebut menunjukkan bahwa setiap etnis

memiliki sistem kesehatan yang berbeda-beda, termasuk dalam hal penyakit.

Perbedaan sistem kesehatan setiap etnis terbukti dari penelitian sebelumnya,

antara lain “Cultural Care Terhadap Kesehatan Ibu dan Anak Adat Tolotang”

oleh Marhani (2016), “Identifikasi dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat Suku

Dani di Kabupaten Jayawijaya Papua” oleh Mabel dkk (2016) dan “Ritual

Penyembuhan dalam Shamanic Psychotherapy (Telaah Terapi Budaya di

Nusantara)” oleh Khair (2015).

Tidak hanya di Indonesia, penelitian yang dilakukan Niang (2004)

terhadap etnis Kebemer di Senegal menunjukkan bahwa setiap etnis memiliki

sistem kesehatan yang berbeda-beda. Masyarakat Kebemer di Senegal

memiliki kepercayaan menyembunyikan kehamilan dan kelahiran bayinya.

Mereka percaya bahwa mengungkapkan kehamilan pada masa awal akan

menjadi risiko serius bagi kelangsungan hidup baik wanita dan anak yang

4
belum lahir, dan larangan keluar rumah bagi ibu dan bayi baru lahir selama

tujuh hari setelah kelahiran untuk melindunginya dari kekuatan jahat yang

mereka sebut dengan “wѐ”.

Hasil penelitian Niang (2004) menunjukkan beberapa nama atau istilah

penyakit pada bayi oleh etnis Kebemer di Senegal Afrika, diantaranya socc

(pilek, masalah pernapasan, dan penurunan atau kenaikan suhu tubuh); seqet

(batuk akibat kelainan pada tulang rusuk); gunoor (muntah, diare, sakit perut,

dan atau perut kembung); toppum siti, kurobet, kuli (bayi lahir dengan luka

bakar disekujur tubuh); mbasset, ngapati (lesi dan bintik melepuh pada kulit);

xiboon, yamp (bayi terlahir sangat kurus); serta wex (bayi yang menangis

melihat roh). Penelitian yang dilakukan Jegede (2002) terhadap etnis Yoruba di

Nigeria juga menunjukkan beberapa nama atau istilah penyakit pada anak,

diantaranya iko eyin (batuk disertai pertumbuhan gigi); out (kedinginan); iba

(demam); igbe eyin (diare yang menyertai pertumbuhan gigi); inu dodo

(kontraksi otot); dan paanu (ruam kulit bayi setelah lahir).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Harjati (2012) yang berjudul

“Konsep Sehat Sakit terhadap Kesehatan Ibu dan Anak pada Masyarakat Suku

Bajo, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan” menjelaskan bahwa masyarakat suku

Bajo memiliki kepercayaan tentang penyakit pada anak berdasarkan pemikiran

dan perasaan (thoughts and feeling) yang mereka miliki. Masyarakat suku Bajo

menganggap anak yang demam biasanya disebabkan oleh Kaka. Kaka adalah

ari-ari yang dianggap sebagai saudara kembar dari adiknya. Jika Kaka tidak

diperhatikan biasanya akan mengganggu adiknya. Keluarga mempunyai

5
pengaruh yang besar dalam pengambilan keputusan pengobatan. Keputusan

dalam melakukan pengobatan dilakukan sesuai petunjuk dari orang yang

dianggap penting (personal references). Pada pengobatan tradisional orang

Bajo biasa memanggil atau mendatangkan sanro (dukun) yang tinggal di

Dusun Bajo. Hal ini sejalan dengan penelitian Niang (2004), yang

menyebutkan bahwa pengobat tradisional yang mereka sebut dengan marabout

menjadi rujukan dalam pengobatan yang berhubungan dengan kesehatan ibu

dan anak pada etnis Kebemer di Senegal.

Kesehatan dalam konteks budaya tidak terlepas dari nilai-nilai yang ada

dan hidup dalam masyarakat itu sendiri. Nilai siri’ yang berkembang dalam

masyarakat Bugis di Pekkae menjadi pegangan dalam perilaku menyusui

wanita Bugis sehingga tidak menyusui bayinya di tempat umum dan memilih

tempat tertutup untuk menyusui bayinya (Hamzah dkk, 2007). Hal ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan Istiana (2014) yang berjudul “Pemmali

sebagai Kearifan Lokal dalam Mendidik Anak pada Keluarga Bugis di

Kelurahan Kalukuang Kecamatan Tallo Kota Makassar” menunjukkan bahwa

masyarakat Bugis menjadikan pemmali sebagai pengendali diri dalam

bertindak, salah satunya mengajarkan anaknya pemmali tudangi angkalungeng,

nasaba’ kempangekki (tidak boleh menduduki bantal dapat menyebabkan

bisulan) serta pemmali mangitta bale, nasaba’ bitokekki (Tidak boleh makan

ikan saja tanpa nasi, dapat menyebabkan cacingan).

Konteks penamaan secara budaya menurut Soeparno (2002) dapat dikaji

dengan etnolinguistik, yakni subdisiplin ilmu linguistik yang mempelajari

6
bahasa dalam kaitannya dengan faktor-faktor etnis. Pendapat tersebut dapat

dikatakan bahwa studi linguistik juga dapat dilakukan terhadap objek-objek

etnis kebudayaan seperti nama-nama penyakit. Etnolinguistik merupakan

bidang linguistik yang menganalisis tentang hubungan kebudayaan dengan

bahasa. Sebagai bahasa yang digunakan, penamaan penyakit memiliki bentuk,

fungsi, dan makna sesuai dengan budaya penuturnya. Bentuk, fungsi, dan

makna bahasa seperti itulah menjadi objek kajian etnolinguistik.

Berdasarkan uraian dan hasil penelitian sebelumnya, penelitian mengenai

penamaan penyakit pada anak belum pernah diteliti secara khusus dan

mendalam pada etnis Bugis di Kabupaten Sidrap. Merujuk pada data sekunder

yang tersedia di Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan KB Kabupaten

Sidrap (2017), didapatkan jumlah kesakitan menurut umur pada tahun 2016 di

Kabupaten Sidrap antara lain: demam pada neonatal 37 kasus, bayi 898 kasus,

balita 4.207 kasus; diare pada neonatal 6 kasus, bayi 610 kasus, balita 2.697

kasus; penyakit kulit alergi pada neonatal 8 kasus, bayi 294 kasus, balita 1.765

kasus; pneumonia pada neonatal 3 kasus, bayi 101 kasus, balita 206 kasus; dan

penyakit kecacingan pada bayi 5 kasus dan balita 130 kasus.

Angka kematian anak pada tahun 2017 di Kabupaten Sidrap mencakup

kematian neonatal 27 kasus, kematian bayi 35 kasus, dan kematian balita 41

kasus. Sementara jumlah kunjungan ke pengobatan tradisional pada triwulan I

tahun 2017 sebanyak 1.286 kunjungan dan pada triwulan II sebanyak 1.002

kunjungan (Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk & KB Kabupaten

Sidrap, 2017).

7
Berdasarkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada anak, maka

peneliti merasa penting untuk meneliti penamaan penyakit pada anak terutama

pada balita oleh etnis Bugis sehingga penyakit yang diderita oleh si anak dapat

terdiagnosis secara medis dan mendapat pengobatan secara tepat.

B. Rumusan Masalah

Penamaan penyakit pada anak oleh etnis Bugis memiliki kekhususan dan

keunikan tersendiri yang membedakannya dengan etnis lain. Pemberian nama

tersebut menggunakan dialek dalam bahasa Bugis. Berdasarkan latar belakang

di atas, maka yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah bagaimana

penamaan penyakit pada anak oleh etnis Bugis di Kabupaten Sidrap?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut:

1. Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian adalah untuk menganalisis aspek yang

melatarbelakangi penamaan penyakit pada anak oleh etnis Bugis di

Kabupaten Sidrap.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pemikiran dan perasaan etnis Bugis di Kabupaten

Sidrap dalam penamaan penyakit pada anak.

b. Untuk mengetahui tokoh acuan atau panutan etnis Bugis di Kabupaten

Sidrap dalam penamaan penyakit pada anak.

c. Untuk mengetahui nilai dari etnis Bugis di Kabupaten Sidrap dalam

penamaan penyakit pada anak.

8
D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat ilmiah

Manfaat ilmiah dalam penelitian ini adalah sebagai bahan dalam

pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kesehatan

masyarakat.

2. Manfaat institusi:

a. Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan di seluruh fasilitas

kesehatan di wilayah Kabupaten Sidrap dalam melakukan penanganan

ataupun pengobatan penyakit pada anak.

b. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Sidrap dalam

pelaksanaan program penurunan angka kesakitan dan kematian pada

bayi, anak, dan balita.

3. Manfaat praktis

Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah sebagai proses belajar bagi

penulis dalam menyelesaikan studi di Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Hasanuddin.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Penamaan Penyakit pada Anak

1. Sistem Penamaan Penyakit

Ada beberapa cara atau sistem dalam memberikan nama untuk sebuah

penyakit yang biasanya digunakan oleh para penemu atau ahli kesehatan

dalam mendefinisikan kasus penyakit yang mereka hadapi. Sistem

penamaan penyakit tersebut diantaranya (Dewi, 2017):

a. Penambahan Kata di Belakang Nama Penyakit

Dalam penamaan penyakit, sering kita jumpai istilah-istilah yang

disandingkan di belakang nama penyakit. Istilah-istilah tersebut dapat

menunjukkan lama waktu penyakit, riwayat muncul penyakit, ataupun

tingkat keparahan penyakit. Contoh kata yang sering ditambahkan pada

belakang nama penyakit, meliputi:

1) Akut dan Kronis

Pemberian nama akut dan kronis bertujuan untuk menerangkan

perkembangan penyakit.

a) Akut, yakni penyakit yang terjadi tiba-tiba dalam waktu singkat

dan sifatnya serius. Akut berarti perjalanan penyakit cepat diikuti

perkembangan yang cepat.

b) Kronis, yaitu penyakit yang terjadi secara perlahan, namun semakin

lama semakin parah atau berbahaya. Kronis berarti perjalanan

10
penyakit lambat agak tersembunyi dan berlangsung lama sampai

bulanan dan tahunan.

2) Primer dan Sekunder

Pemberian nama primer dan sekunder bertujuan untuk

menerangkan penyebab munculnya penyakit.

a) Primer, mengartikan bahwa penyakit tersebut muncul dengan

sendirinya, tanpa disebabkan dari penyakit atau komplikasi

penyakit lain.

b) Sekunder, yakni penyakit yang muncul karena efek dari penyakit

atau kondisi lain, atau suatu perkembangan dari penyakit primer.

Istilah sekunder dipakai untuk penyakit yang terjadi akibat

komplikasi penyakit.

3) Jinak dan Ganas

Pemberian nama jinak dan ganas bertujuan untuk menentukan

klasifikasi penyakit sesuai hasil keluarannya atau tingkat

keparahannya.

a) Jinak (benigna) digunakan untuk kelainan sel tubuh yang tidak

memengaruhi fisiologi organ tubuh sampai waktu tertentu. Jinak,

menandakan bahwa suatu penyakit dianggap belum

membahayakan dan tidak memengaruhi organ lain.

b) Ganas (maligna) digunakan bila terjadi penyebaran dari tempat

asal dan berakibat fatal pada organ lain. Ganas, menunjukkan

11
bahwa suatu penyakit sudah membahayakan dan dapat

memengaruhi organ lain.

b. Tambahan Awalan

Selain adanya penambahan kata di belakang nama penyakit,

beberapa tambahan awalan yang menempel dari suatu nama penyakit

juga dapat mencirikan kondisi dari suatu penyakit tertentu, diantaranya:

1) Ana-, yaitu tidak ada atau absen. Sebagai contoh pada kondisi

anafilaksis yang artinya ketiadaan (ana-) perlindungan terhadap

serangan infeksi penyakit (filaksis). Anafilaksis merupakan suatu

reaksi alergi berat terhadap suatu agen alergi.

2) Dis-, yang menunjukkan adanya kelainan atau penyimpangan, seperti

dislipidemia, yakni adanya kelainan kolesterol/lemak (lipid) dalam

darah.

3) Hiper-, yakni adanya kelebihan di atas normal. Contoh penyakit yang

sering kita dengar adalah hipertensi, menunjukkan adanya tekanan

darah (tensi) di atas normal.

4) Hipo-, menunjukkan adanya kekurangan dibawah normal. Sebagai

contohnya adalah hipotensi, dimana tekanan darah seseorang berada

dibawah tekanan darah normal.

5) Meta-, merupakan ciri adanya perubahan dari satu bentuk ke bentuk

yang lain. Contohnya adalah metaplasia yang menunjukkan adanya

perubahan satu jenis sel normal menjadi jenis sel normal lainnya.

12
c. Tambahan Akhiran

Beberapa penyakit juga ada yang diberi tambahan akhiran untuk

menunjukkan kondisi penyakit yang lebih spesifik, seperti:

1) –itis, menunjukkan adanya proses peradangan. Contohnya adalah

tonsilitis atau yang biasa disebut sebagai radang amandel (tonsil).

2) –oma, yang menunjukkan adanya suatu tumor, seperti sarkoma yang

merupakan kelompok tumor yang menyerang di jaringan tubuh bagian

tengah atau luar.

3) –osis, yakni keadaan atau kondisi yang tidak selalu patologis

(disebabkan oleh penyakit), seperti osteoporosis yang merupakan

kondisi saat kepadatan tulang (osteon) menurun, tidak selalu

disebabkan adanya penyakit tertentu.

4) –oid, menunjukkan kemiripan pada sesuatu, contohnya reumatoid

yang merupakan penyakit dengan kemiripan pada rheumatism, yakni

berbagai varietas gangguan yang disebabkan oleh inflamasi

(peradangan), degenerasi, atau kekacauan metabolisme dari struktur

jaringan ikat (terutama pada sendi).

5) –penia, yakni ketiadaannya. Contohnya adalah trombositopenia.

Namun, hal ini bukan berarti tidak ada trombosit sama sekali di dalam

darah, melainkan jumlahnya yang jauh lebih sedikit dari kadar normal.

6) –sitosis, yakni naiknya jumlah sel, berlawanan dari kata –penia.

Contohnya adalah leukositosis yang merupakan naiknya jumlah sel

leukosit (sel darah putih).

13
7) –ektasis, menunjukkan adanya proses dilatasi (pelebaran atau

peregangan struktur). Contohnya adalah bronkiektasis yang

merupakan penyakit saluran napas kronik ditandai dengan dilatasi

abnormal permanen disertai rusaknya dinding bronkus (cabang batang

tenggorokan).

8) –plasia, menandakan adanya kelainan pertumbuhan. Sebagai contoh

penyakitnya adalah hiperplasia, yang menunjukkan bahwa adanya

pertumbuhan jumlah sel sehingga merubah ukuran organ.

9) –opati, yakni bentuk tidak normal yang kehilangan karakteristik,

contohnya adalah limfadenopati yang merupakan pembengkakan pada

kelenjar limfe.

d. Nama Eponimosa

Pada dasarnya, tidak semua sistem penamaan penyakit dapat

mendefinisikan suatu peyakit terntentu. Dalam hal ini ada suatu sistem

penamaan penyakit yang tidak memiliki arti khusus, yakni dengan

menggunakan nama eponimosa. Nama eponimosa merupakan nama yang

berkaitan dengan nama seseorang atau tempat. Sebagai contohnya adalah

penyakit Graves yang ditemukan oleh Sir Robert Graves dan penyakit

Paget yang pertama kali dilaporkan oleh Sir James Paget.

Contoh lain adalah penyakit Parkinson yang ditemukan oleh James

Parkinson. Penyakit Parkinson merupakan sebuah gejala kelumpuhan

dengan tangan atau kaki yang bergetar atau tremor secara terus menerus.

Serta penyakit Alzheimer yang dikemukakan pertama kali oleh seorang

14
psikiater Jerman Aloysius „Alois‟ Alzheimer, sejenis sindrom dengan

apoptosis sel-sel otak pada saat yang hampir bersamaan, sehingga otak

tampak mengerut dan mengecil.

Namun, saat ini WHO menyarankan untuk tidak memberikan nama

penyakit baru berdasarkan nama seseorang, wilayah, ataupun yang

berkaitan dengan hewan tertentu, seperti yang terjadi pada penamaan Flu

Babi, Flu Spanyol dan Sindrom Pernapasan Timur Tengah, dimana

disebutkan lokasi yang cukup spesifik. Hal ini dapat menghalangi

perdagangan atau perjalanan seseorang karena merasa takut, dan

dianggap dapat menimbulkan reaksi terhadap anggota komunitas atau

etnis tertentu. Bahkan, dalam beberapa kasus penamaan penyakit yang

berkaitan dengan hewan tertentu, dapat memicu pemotongan hewan yang

sebenarnya tidak perlu dilakukan (WHO, 2015).

e. Sistem Koding Angka

Selain nama eponimosa, sistem penamaan penyakit dengan

menggunakan koding angka juga tidak dapat digunakan bagi orang awam

untuk mendefinisikan suatu penyakit tertentu. Sistem ini lebih bertujuan

untuk pengklasifikasian penyakit dan memudahkan para tenaga

kesehatan dalam memberikan tindakan sesuai dengan kriteria penyakit

yang telah disepakati. Beberapa jenis sistem penamaan penyakit yang

menggunakan koding angka, diantaranya: ICD (International

Classification of Disease) yang dirumuskan oleh WHO, serta SNOP

15
(Systematized Nomenclature of Pathology) dan SNOMED (Systematyzed

Nomenclature of Medicine) yang biasa digunakan di USA.

Walaupun sistem penamaan penyakit tidak bisa menjamin orang

awam untuk mengetahui tentang penyakit lebih spesifik, namun hal ini

dapat memudahkan pemahaman bagi pasien atau keluarga pasien dalam

menerima penjelasan dari dokter. Tentu, dalam memahami sistem

penamaan ini pun harus diiringi juga dengan pembelajaran istilah medis

sederhana.

2. Pengertian dan Kelompok Umur Anak

a. Pengertian Anak

Merujuk dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengenai

pengertian anak secara etimologis diartikan dengan manusia yang masih

kecil ataupun manusia yang belum dewasa. Menurut The Minimum

Age Convention Nomor 138 tahun 1973, pengertian tentang anak adalah

seseorang yang berusia 15 tahun ke bawah. Sebaliknya, dalam

Convention on The Right Of the Child tahun 1989 yang telah diratifikasi

pemerintah Indonesia melalui Keppres Nomor 39 Tahun 1990 disebutkan

bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun ke bawah. Sementara

itu, UNICEF mendefinisikan anak sebagai penduduk yang berusia antara

0 sampai dengan 18 tahun (Huraerah, 2006).

Di Indonesia sendiri terdapat beberapa pengertian tentang anak

menurut peraturan perundang-undangan. Namun di antara beberapa

pengertian tidak ada kesamaan mengenai pengertian anak tersebut,

16
karena dilatar belakangi dari maksud dan tujuan masing-masing undang-

undang.

Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan

Anak, menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang belum berusia 21

tahun dan belum menikah. Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 23

Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menyebutkan anak adalah

seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak

yang masih dalam kandungan. Sementara, menurut Pasal 1 ayat (5)

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,

anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 (delapan belas)

tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan

apabila hal tersebut demi kepentingannya.

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang

perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa

anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai

dari bayi (0-1 tahun) usia bermain/oddler (1-2,5 tahun), prasekolah (2,5-

5), usia sekolah (5-11 tahun) hingga remaja (11-18 tahun) (Hidayat &

Aziz, 2008).

b. Pembagian Kelompok Umur Anak

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik

Indonesia Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia

Dini, pembagian kelompok usia anak sebagai berikut:

17
a. Tahap usia 0 sampai < 2 tahun

b. Tahap usia 2 sampai < 4 tahun

c. Tahap usia 4 sampai ≤ 6 tahun

Menurut Depkes RI (2009), Masa kanak-kanak adalah 5 - 11 tahun.

Kategori Umur Menurut Depkes RI (2009):

1) Masa balita : 0 - 5 tahun

2) Masa kanak-kanak : 5 - 11 tahun

3) Masa remaja awal : 12 - 16 tahun

4) Masa remaja akhir : 17 - 25 tahun

5) Masa dewasa awal : 26- 35 tahun

6) Masa dewasa akhir : 36- 45 tahun

7) Masa lansia awal : 46- 55 tahun

8) Masa lansia akhir : 56 - 65 tahun

9) Masa manula : > 65 tahun

Sedangkan pembagian kelompok umur anak yang dipakai dalam

program kesehatan di Kementerian Kesehatan adalah sebagai berikut:

1) Bayi: umur 0 sampai < 1 tahun

Bayi adalah anak yang berumur dibawah satu tahun atau sebelum

mencapai hari ulang tahun yang pertama. Jadi anak yang berusia tepat

1 tahun tidak termasuk dalam kelompok bayi, tetapi sudah tergolong

dalam kelompok balita dan atau anak balita. Bayi adalah masa anak

yang berumur 0 sampai 1 tahun. Terdapat dua masa pada bayi yaitu

18
masa neonatal usia 0-28 hari dan masa pasca neonatal 29 hari sampai

1 tahun.

Masa neonatal adalah masa sejak lahir sampai dengan 4 minggu

(28 hari) sesudah kelahiran. Neonatus adalah bayi berumur 0 (baru

lahir) sampai dengan usia 28 hari. Neonatus dini adalah bayi berusia

0-7 hari. Neonatus lanjut adalah bayi berusia 8-28 hari (Muslihatun,

2010).

2) Balita: umur 0 sampai < 5 tahun

Balita adalah anak yang berumur dibawah lima tahun atau

sebelum mencapai hari ulang tahun yang kelima. Anak yang berusia

tepat lima tahun tidak termasuk dalam kelompok Balita tetapi sudah

tergolong dalam kelompok Anak Prasekolah.

Balita adalah anak yang berumur 0-59 bulan, pada masa ini

ditandai dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat

pesat. Masa balita adalah masa anak mulai berjalan dan merupakan

masa yang paling hebat dalam tumbuh kembang, yaitu pada usia 1

sampai 5 tahun. Masa ini merupakan masa yang penting terhadap

perkembangan kepandaian dan pertumbuhan intelektual (Mitayani,

2010).

Balita adalah anak dengan usia dibawah 5 tahun dengan

karakteristik pertumbuhan cepat pada usia 0-1 tahun, dimana umur

5 bulan berat badan naik 2 kali berat badan lahir dan berat badan

naik 3 kali dari berat badan lahir pada umur 1 tahun dan menjadi 4

19
kali pada umur 2 tahun. Pertumbuhan mulai lambat pada masa pra

sekolah kenaikan berat badan kurang lebih 2 kg per tahun,

kemudian pertumbuhan konstan mulai berakhir (Soetjiningsih,

2001).

Balita merupakan masa pertumbuhan tubuh dan otak yang

sangat pesat dalam pencapaian keoptimalan fungsinya,

pertumbuhan dasar yang akan memengaruhi serta menentukan

perkembangan kemampuan berbahasa, kreatifitas, kesadaran

sosial, emosional dan intelegensia (Supartini, 2004).

3) Anak Balita: umur 1 sampai < 5 tahun

Balita adalah anak yang berumur satu sampai 5 tahun atau

sebelum mencapai hari ulang tahun yang kelima. Anak yang berusia

kurang dari satu tahun tidak termasuk dalam kelompok Balita tetapi

tergolong dalam kelompok Bayi, sedangkan anak yang berusia tepat

lima tahun tergolong dalam kelompok Anak Prasekolah.

4) Anak Prasekolah: umur 5 sampai < 6 tahun

Anak Prasekolah adalah kelompok anak yang berumur antara

lima sampai enam tahun kurang satu hari. Anak yang berusia tepat

enam tahun tergolong dalam kelompok Anak Usia Sekolah.

5) Anak Usia Sekolah: umur 6 sampai < 18 tahun

Anak Usia Sekolah adalah anak yang berumur antara enam

sampai 18 tahun. Anak yang berusia tepat 18 tahun atau lebih

tergolong dalam kelompok dewasa.

20
6) Anak Pra Remaja

Anak Pra Remaja adalah kelompok anak yang berumur antara 10

sampai kurang dari 13 tahun.

7) Anak Remaja

Anak Remaja adalah kelompok anak yang berumur antara 13

tahun sampai kurang dari 18 tahun.

3. Penyakit pada Anak

Bayi dan anak-anak dibawah lima tahun adalah kelompok yang rentan

terhadap berbagai penyakit karena sistem kekebalan tubuh mereka belum

terbangun sempurna. Penyakit yang paling umum pada anak antara lain:

a. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran

pernafasan akut yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru

yang berlangsung kurang lebih 14 hari, ISPA mengenai struktur saluran

di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran

atas dan bawah secara stimulan atau berurutan (Muttaqin, 2008).

Menurut Depkes RI (2005), Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau

lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli

(saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga

telinga tengah dan pleura.

21
b. Cacar air

Penyakit Varicella disebut juga dengan Chickenpox, di Indonesia

penyakit ini biasa dikenal dengan cacar air. Penyakit ini disebabkan

oleh Varicella Zoster Virus (VZV) (Zulkoni, 2011). Gejala yang

ditimbulkan dari penyakit cacar air yaitu sakit kepala, demam, kelelahan

ringan kemudian diikuti dengan munculnya ruam pada kulit dan rasa

gatal (Esson et al, 2014). Infeksi cacar air menyerang semua usia dengan

puncak insidensi pada usia 5-9 tahun. 90% pasien Varicella berusia

dibawah 10 tahun, sangat sedikit sekali terjadi pada orang dewasa

(Widoyono, 2011). Angka kematian akibat penyakit ini sangat kecil

sekali kecuali adanya komplikasi.

c. Diare

Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai

bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari

tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair)

dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga macam sindroma

diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten. Sedangkan

menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-

tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang

melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar

biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari. Penyebab diare paling umum

adalah infeksi virus. Penyebab lainnya adalah infeksi bakteri, efek

samping antibiotik, dan keracunan.

22
d. Difteri

Difteri adalah infeksi berat pada tenggorokan yang disebabkan oleh

bakteri dan dapat dicegah dengan imunisasi. Infeksi saluran respiratorik

atas atau nasofaring menyebabkan selaput berwarna keabuan dan bila

mengenai laring atau trakea dapat menyebabkan ngorok (stridor) dan

penyumbatan. Sekret hidung berwarna kemerahan. Toksin difteri

menyebabkan paralisis otot dan miokarditis, yang berhubungan dengan

tingginya angka kematian (Hospital Care for Children, 2016).

Gejala penyakit ini antara lain demam, radang tenggorokan,

kelumpuhan tangan dan kaki, dan sesak napas. Difteri yang parah dapat

menyebabkan gagal jantung, kerusakan saraf dan mati lemas. Penyakit

ini ditularkan melalui batuk, bersin dan kontak tangan.

e. Pertusis

Pertusis yang berat terjadi pada bayi muda yang belum pernah diberi

imunisasi. Setelah masa inkubasi 7-10 hari, anak timbul demam,

biasanya disertai batuk dan keluar cairan hidung yang secara klinik sulit

dibedakan dari batuk dan pilek biasa. Pada minggu ke-2, timbul batuk

paroksismal yang dapat dikenali sebagai pertusis. Batuk dapat berlanjut

sampai 3 bulan atau lebih. Anak infeksius selama 2 minggu sampai 3

bulan setelah terjadinya penyakit (Hospital Care for Children, 2016).

f. Tetanus

Tetanus atau Lockjaw merupakan penyakit akut yang menyerang

susunan saraf pusat yang disebabkan oleh racun tetanospasmin yang

23
dihasilkan oleh Clostridium Tetani. Penyakit ini timbul jika kuman

tetanus masuk ke dalam tubuh melalui luka, gigitan serangga, infeksi

gigi, infeksi telinga, bekas suntikan dan pemotongan tali pusat. Dalam

tubuh kuman ini akan berkembang biak dan menghasilkan eksotoksin

antara lain tetanospasmin yang secara umum menyebabkan kekakuan,

spasme dari otot bergaris (Ritarwan, 2004).

g. Campak

Campak merupakan penyakit infeksi akut, kebanyakan menyerang

anak-anak dan disebabkan oleh virus (WHO, 2004). Penyakit campak

adalah penyakit menular dengan gejala bercak kemerahan berbentuk

makulo popular selama 3 hari atau lebih yang sebelumnya didahului

panas badan 380C atau lebih juga disertai salah satu gejala batuk pilek

atau mata merah (Parker & James, 2015).

Virus penyebab penyakit campak termasuk ke dalam genus

morbilivirus dan famili paramixovirus. Penyakit campak dikenal juga

dengan istilah morbili dalam bahasa latin dan measles dalam bahasa

Inggris. Campak, pada masa lalu dianggap sebagai suatu hal yang harus

dialami oleh setiap anak, mereka beranggapan, bahwa penyakit campak

dapat sembuh sendiri bila ruam sudah keluar, sehingga anak yang sakit

campak tidak perlu diobati. Ada anggapan bahwa semakin banyak ruam

keluar semakin baik. Bahkan ada upaya dari masyarakat untuk

mempercepat keluarnya ruam, dan ada pula kepercayaan bahwa penyakit

campak akan berbahaya bila ruam tidak keluar pada kulit sebab ruam

24
akan muncul dirongga tubuh lain seperti dalam tenggorokan, paru-paru,

perut atau usus. Hal ini diyakini akan menyebabkan sesak napas atau

diare yang dapat menyebabkan kematian (Parker & James, 2015).

B. Tinjauan Umum tentang Etnis Bugis

1. Sejarah Berdirinya Suku Bugis di Indonesia

Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku Deutero Melayu.

Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia

tepatnya Yunan. Kata “Bugis” berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang

Bugis. Penamaan ugi merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang

terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi

(Pelras, 1996).

Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka

merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi yang

berarti orang-orang atau pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah

ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayahanda dari

Sawerigading. Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan

melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra

terbesar di dunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio (Pelras,

1996).

Dalam perkembangannya, komunitas ini berkembang dan membentuk

beberapa kerajaan. Masyarakat ini kemudian mengembangkan kebudayaan,

bahasa, aksara, dan pemerintahan mereka sendiri. Beberapa kerajaan Bugis

klasik antara lain Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Suppa, Sawitto, Sidenreng

25
dan Rappang. Meski tersebar dan membentuk suku Bugis tapi proses

pernikahan menyebabkan adanya pertalian darah dengan Makassar dan

Mandar. Saat ini orang Bugis tersebar dalam beberapa Kabupaten yaitu

Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Sinjai, dan Barru. Daerah

peralihan antara Bugis dengan Makassar adalah Bulukumba, Sinjai, Maros,

Pangkajene Kepulauan. Daerah peralihan Bugis dengan Mandar adalah

Kabupaten Polmas dan Pinrang. Kerajaan Luwu adalah kerajaan yang

dianggap tertua bersama kerajaan Cina (yang kelak menjadi Pammana),

Mario (kelak menjadi bagian Soppeng) dan Siang (daerah di Pangkajene

Kepulauan) (Baki, 2005).

2. Bahasa Suku Bugis

Bahasa Bugis adalah bahasa yang digunakan oleh orang-orang Bugis

dalam berkomunikasi antara sesama manusia. Bahasa Bugis merupakan

bahasa yang paling besar jumlah pemakainya di Sulawesi Selatan, dengan

berbagai varian dan dialek. Pada masa lampau bahasa Bugis digunakan

untuk semua kegiatan kebudayaan orang Bugis, baik dalam aktivitas

keagamaan, politik, pertanian, perdagangan, maupun dalam kesusastraan

(Rahman, 2009).

Data bahasa Bugis masih terpelihara dengan baik, karena orang Bugis

mengenal aksara yang lebih popular disebut dengan lontara. Melalui aksara

lontara itulah orang Bugis dapat mengabadikan berbagai ilmu dan kearifan

masa lampaunya. Kata lontara berasal dari bahasa Bugis/Makassar yang

berarti daun lontar. Disebut demikian karena pada awalnya tulisan tersebut

26
dituliskan di atas daun lontar. Aksara lontara biasa pula disebut dengan

aksara sulapa eppa yang berarti persegi empat. Disebut demikian karena

bentuk dasarnya yang segi empat belah ketupat. Beberapa orang juga

menyebutnya hurupu pallawa (huruf pallawa). Pallawa bisa bermakna

pembatas tapi dapat pula bermakna huruf yang berasal dari Pallawa

(Rahman, 2006).

Bahasa Bugis yang digunakan dalam berbagai naskah lontara, dapat

diklasifikasikan ke dalam empat macam, yaitu (Rahman, 2009):

a. Bahasa Bissu atau biasa juga disebut bahasa to ri langiq (bahasa orang di

langit), bahasa yang digunakan di kalangan para Bissu (pemimpin

upacara adat)

b. Bahasa La Galigo, bahasa sastra yang digunakan dalam naskah-naskah

La Galigo

c. Bahasa Lontara, bahasa yang digunakan dalam berbagai naskah lontara

d. Bahasa Umum, adalah bahasa Bugis yang dipakai oleh orang-orang

Bugis secara umum dalam kehidupan sehari-hari.

3. Sistem Kepercayaan Kebudayaan Suku Bugis Makassar

Orang Bugis-Makassar lebih banyak tinggal di Kabupaten Maros dan

Pangkajene Kepulauan. Mereka merupakan penganut agama Islam. Agama

Islam masuk ke Sulawesi Selatan sejak abad ke-17. Mereka dengan cepat

meneriman ajaran Tauhid. Proses Islamisasi di daerah ini dipercepat dengan

adanya kontak terus-menerus dengan pedagang-pedagang melayu Islam

yang sudah menetap di Makassar (Kadir, 2004).

27
Pada zaman pra-Islam, kepercayaan orang Bugis-Makassar seperti

tampak dalam Sure’ Galigo, mengandung suatu kepercayaan kepada satu

dewa tunggal yang disebut dengan beberapa nama, yaitu (Rahman, 2006):

a. Patoto-e, yaitu Dia yang menentukan nasib.

b. Dewata Seuwa-e, yaitu Dewa yang tunggal.

c. Turie a’rana, yaitu Kehendak yang tertinggi.

Sisa-sisa kepercayaan ini masih terlihat pada masyarakat To Lotang di

Kabupaten Sidenreng Rappang. Menurut sejarahnya, pada awalnya nenek

moyang To Lotang berasal dari daerah Wajo. Ketika Islam diterima sebagai

agama kerajaan, seluruh rakyat tunduk dan patuh untuk menerima agama

tersebut, kecuali sekelompok kecil penduduk Desa Wani yang menolak.

Raja pun mengusir mereka, sebagian masih menetap di Desa Buloe

Kabupaten Wajo, sebagian lagi mengungsi dan menetap di Amparita

(Rahman, 2006).

Penganut agama To Lotang mengakui dan mempercayai adanya Tuhan

yang Maha Esa, yang mereka sebut Dewata Seuwae. Kitab suci penganut

agama To Lotang adalah La Galigo dan Sawerigading adalah nabinya.

Pemimpin agama tertinggi disebut Uwaq. Kepadanya segala persembahan

dan doa disampaikan, kemudian menyampaikan permohonan-permohonan

tersebut langsung kepada Dewa (Rahman, 2006).

Suku Bugis terikat oleh sistem norma dan aturan-aturan adat yang

keramat dan sakral, yang disebut panngaderreng. Sistem budaya ini menjadi

acuan bagi orang Bugis dalam kehidupan sosialnya, mulai dari kehidupan

28
keluarga sampai pada kehidupan yang lebih luas sebagai kelompok etnik

(Melalatoa, 1995). Sebagai suatu sistem, panngaderreng mempunyai

beberapa unsur, yaitu (Melalatoa, 1995; Matullada dalam Koentjaraningrat,

1997):

a. Ade’ adalah bagian dari panngaderreng yang terdiri atas:

1) Ade’ Akkalabinengneng, yaitu norma mengenai perkawinan, kaidah-

kaidah, keturunan, aturan-aturan mengenai hak dan kewajiban warga

rumah tangga, etika dalam berumah tangga, dan sopan santun

pergaulan antar kaum kerabat.

2) Ade’ tana, yaitu norma mengenai pemerintahan, yang terwujud dalam

bentuk hukum negara, hukum antarnegara, dan etika serta pembinaan

insan politik. Pembinaan dan pengawasan ade’ dalam masyarakat

Bugis-Makassar dilakukan oleh beberapa pejabat adat, seperti pakka-

tenni ade’, pampawa ade’, dan parewa ade’.

b. Bicara, bagian dari panngaderreng terkait semua kegiatan dan konsep-

konsep yang bersangkut paut dengan hukum adat, acara di muka

pengadilan, dan mengajukan gugatan.

c. Rappang, berarti perumpamaan, kias, atau analogi. Sebagai bagian dari

panngaderreng, rappang menjaga kepastian dan kesinambungan suatu

keputusan hakim tak tertulis masa lampau sampai sekarang dan membuat

analogi hukum kasus yang dihadapi dengan keputusan di masa lampau.

Rappang juga berupa perumpamaan-perumpamaan tingkah laku ideal

29
dalam berbagai bidang kehidupan, baik kekerabatan, politik, maupun

pemerintahan.

d. Wari’, adalah bagian dari panngaderreng yang berfungsi

mengklasifikasikan berbagai benda dan peristiwa dalam kehidupan

manusia. Misalnya, dalam memelihara garis keturunan dan hubungan

kekerabatan antar raja.

e. Sara’, adalah bagian dari panngaderreng yang mengandung pranata

hukum, dalam hal ini ialah hukum Islam.

Kelima unsur keramat di atas terjalin menjadi satu dan mewarnai alam

pikiran orang Bugis-Makassar. Unsur tersebut menghadirkan rasa sentimen

kewargaan masyarakat, identitas sosial, martabat, dan harga diri yang

tertuang dalam konsep siri. Siri ialah rasa malu dan rasa kehormatan

seseorang (Melalatoa, 1995).

4. Konsep Sehat-Sakit, Persepsi dan Kebiasaan Etnis Bugis terhadap

Penyakit dan Pengobatannya

Persepsi masyarakat Bugis tentang sakit tercermin dalam berbagai

istilah yang digunakan dalam pembicaraan sehari-hari, antara lain seperti

malasa, madoko, maddokkong. Istilah tersebut mengacu pada konsep sakit

yang berarti kondisi atau keadaaan fisik maupun rohani seseorang yang

sedang mengalami ketidakseimbangan menurut pengetahuan budaya orang

Bugis terjadinya ketidakseimbangan tersebut disebabkan oleh dua faktor

yaitu faktor intern dan faktor ekstern (Lestari, 2016).

30
Faktor intern yang menyebabkan tumbuhnya ketidakseimbangan dalam

diri manusia ialah karena adanya kondisi organ-organ tubuh manusia itu

sendiri yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, disamping adanya

pengaruh faktor keturunan. Sebaliknya faktor ekstern terdiri atas beberapa

unsur berupa wabah penyakit, perubahan keadaan suhu udara, gangguan

mahluk halus, keracunan, praktik magik, kutukan dewata dan unsur

lingkungan termasuk buatan manusia (Lestari, 2016).

Sesuai dengan wujud dan faktor penyebabnya, maka masyarakat Bugis

mengenal aneka ragam jenis penyakit. Namun demikian, setiap jenis

penyakit dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu penyakit dalam dan

penyakit luar. Kedua jenis penyakit tersebut biasa pula disebut lasa

massobbu (penyakit tersembunyi) dan lasa talle (penyakit nyata). Selain

dari istilah-istilah tersebut, dikenal pula pengelompokan jenis penyakit

menjadi dua kategori masing-masing: lasa ati (penyakit hati, jiwa dan

rohani) dan lasa watakkale (penyakit jasmani). Persepsi masyarakat tentang

adanya kategori lasa ati, di samping lasa watakkale itu bersumber dari

pemahaman atau pengetahuan mereka tentang diri makhluk manusia yang

terdiri atas dua unsur, yaitu jasmani dan rohani, raga dan jiwa, lahiriah dan

batiniah. Perpaduan antara dua unsur itulah yang menjelma menjadi sosok

tubuh manusia sebagai satu kesatuan organisme, bersama dengan sejenak

potensi yang dibawah sejak lahir ke dunia. Menurut budaya orang Bugis,

maka tubuh manusia yang berbentuk ragawi merupakan hasil perpaduan

dari empat zat alami yaitu: tanah, air, angin, api sedangkan aspek rohaniah

31
dikenal sebagai sumange (sukma). Dalam hal ini tubuh manusia dipandang

tidak lebih hanya sebagai tempat berdiam bagi sukma, untuk suatu jangka

waktu tertentu. Manakala sukma tersebut berpisah dari raganya maka sosok

tubuh manusia itupun mengalami peristiwa yang disebut mati (Lestari,

2016).

Sebelum ilmu pengobatan modern dan ilmu kedokteran ditemukan,

nenek moyang kita (Bugis-Makassar) juga telah mengenal cara-cara

pengobatan tradisional dalam bentuk ritual-ritual khusus dan memanfaatkan

tanaman atau tumbuhan yang ada di sekitarnya, sedangkan orang yang

melakukan ritual ini disebut sanro (Lestari, 2016). Orang yang dipercaya

mampu menyembuhkan penyakit disebut sebagai sanro (dukun). Sebagian

besar masyarakat masih percaya kepada orang pintar. Jika obat yang

diberikan oleh para medis dirasa tidak manjur maka mereka segera pergi ke

orang pintar untuk berobat (Laksono dkk, 2016).

Kehidupan masyarakat etnis Bugis tidak bisa terlepas dari sanro

(dukun) karena terkait adat setempat yang tidak bisa dilepaskan. Mereka

percaya khasiat jampi-jampi yang diberikan oleh sanro (dukun) jauh lebih

baik dari obat yang diberikan oleh para medis (Laksono dkk, 2016).

Mantra pengobatan digunakan untuk menolong anggota keluarga atau

orang lain, baik digunakan sendiri atau dibacakan oleh sanro (dukun).

Membaca mantra berarti berniat untuk menolong orang lain dari penyakit

yang dideritanya. Biasanya masyarakat Bugis lebih percaya pada

pengobatan dengan mantra dibanding dengan pengobatan medis. Mantra

32
memiliki cara-cara dan media pengobatan tersendiri bergantung dari sakit

yang diderita oleh penderitanya. Adapun mantra-mantra pengobatan

diantaranya (Yahya, 2016):

a. Pabbura Parakang (Mantra untuk mengobati gangguan kuyang)

Fungsi mantra ini adalah untuk mengobati penyakit akibat gangguan

kuyang yang biasanya mengganggu anak kecil dan ibu hamil. Dengan

mantra ini dipercayai dapat menyembuhkan penyakit seperti disentuh dan

diikuti oleh kuyang. Media yang digunakan berupa air yang sudah

dibacakan mantra kemudian diminumkan dan diusapkan kepada si

penderita.

b. Pabbura 41 lasa (Mantra untuk mengobati 41 macam jenis penyakit)

Mantra ini berfungsi untuk mengobati 41 macam jenis penyakit

diantaranya sakit perut, sakit gigi, sakit kepala, dan berbagai macam sakit

yang lain. Dengan mengambil air liur dari pembaca mantra kemudian

diusapkan dibagian yang sakit dipercaya dapat menyembuhkan penyakit

yang diderita seseorang.

Sama halnya dengan masyarakat Bugis yang memeluk kepercayaan

adat Tolotang masih menggunakan cara pengobatan alternatif dalam hal ini

terkait dengan kelancaran proses persalinan. Mereka menyebutnya

“mabbura lomo”, yaitu meminum air yang telah dibuatkan oleh orang yang

mempunyai ilmu tersebut. Caranya adalah membawa air kepada orang

pintar tersebut agar dibacakan doa-doa kemudian diminum oleh ibu hamil

yang akan segera melahirkan. Selain itu juga dikenal kebiasaan menyiapkan

33
air untuk diminum oleh kucing, setelah itu sisanya diminum sebagai

“pabbura lomo”. Masyarakat adat Tolotang menganggap bahwa kelancaran

proses persalinan merupakan hal yang tidak pernah diketahui, ada yang

dimudahkan, ada pula yang tidak, karena itu mereka melakukan berbagai

upaya agar diberi kemudahan dalam persalinan, yang pertama adalah

minum dari bekas kucing, mereka percaya dapat menjadi “pabbura lomo“.

Minum dari sisa kucing dipercaya dapat membantu kelancaran dalam

persalinan, karena kucing mudah melahirkan sebanyak tiga anak atau lebih

sekaligus, meskipun hanya seorang diri tak ada yang membantu (Marhani,

2016).

Selain pengobatan dengan bantuan sanro (dukun), penggunaan obat

tradisional dari bahan alam di Sulawesi Selatan telah dibukukan sejak awal

abad 15. Pengobatan obat tradisional dari bahan alam tersebut dikenal

dengan sure lontara pabbura yang berisi jenis tanaman, khasiat dan cara

penggunaannya (Hamid, 2008).

C. Tinjauan Umum tentang Variabel Penelitian

1. Pemikiran dan Perasaan (thoughts and feeling)

Pemikiran dan perasaan adalah sesuatu yang dimiliki oleh setiap

individu dapat berupa pengetahuan, sikap, dan kepercayaan seseorang, atau

lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek dan

stimulus, merupakan modal awal untuk bertindak atau berperilaku (WHO,

1984 dalam Notoatmodjo, 2010). Teori WHO tersebut menjelaskan bahwa

thoughts and feeling dibagi dalam tiga bentuk. Terdiri dari pengetahuan,

34
sikap dan kepercayaan seseorang terhadap objek (dalam hal ini adalah objek

kesehatan) (Nazira & Devy, 2015).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Harjati (2012) yang berjudul

“Konsep Sehat Sakit terhadap Kesehatan Ibu dan Anak pada Masyarakat

Suku Bajo, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan” menjelaskan bahwa

masyarakat suku Bajo memiliki upaya pencegahan penyakit pada anak

berdasarkan pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling) yang mereka

miliki. Upaya pencegahan tersebut adalah dengan memberikan nutrisi secara

teratur, mandi pagi dan menjelang magrib anak-anak dianjurkan untuk

masuk ke rumah. Berdasarkan kepercayaannya hal itu dilakukan supaya

anak terhindar dari penyakit. Setiap anak di Suku Bajo biasanya

menggunakan jimat untuk menangkal makhluk halus atau terhindar dari

kiriman yang ingin berbuat jahat. Masyarakat suku Bajo juga menganggap

anak yang demam biasanya disebabkan oleh Kaka. Kaka adalah ari-ari yang

dianggap sebagai saudara kembar dari adiknya. Jika Kaka tidak diperhatikan

biasanya akan mengganggu adiknya. Setelah anak yang diobati sembuh,

orang tua biasanya melakukan acara mappalupa kaka yang bertujuan agar

kaka tidak lagi mengganggu adiknya.

Penelitian yang dilakukan Jegede (2002) yang berjudul “The Yoruba

Cultural Construction of Health and Illness” menyatakan bahwa etnis

Yoruba di Nigeria memiliki kepercayaan sendiri tentang penyebab penyakit

pada anak. Penyakit pada anak disebabkan oleh empat hal yakni: sihir dan

35
ilmu sihir (aje dan oso), dewa atau nenek moyang (orisa atau ebora),

penyakit alami (aare), serta penyakit keturunan (aisan idile).

Sedangkan menurut penelitian Ester (2013), perilaku masyarakat etnis

Papua terhadap malaria umumnya berdasarkan pengalaman. Hal ini dapat

dilihat dari pemahaman masyarakat tentang malaria yang secara umum

diungkapkan berdasarkan pengalaman yang mereka alami ketika sakit,

mereka belum dapat menyebutkan dengan tepat penyebab langsung malaria.

Pada dasarnya pemahaman masyarakat tentang malaria masih sangat minim.

Pengetahauan masyarakat tentang kesehatan terutama malaria yang masih

sangat minim ini sangat berpengaruh terhadap cara masyarakat dalam

menyikapi masalah kesehatan khususnya malaria, sehingga masih belum

sesuai dengan yang diharapkan. Sebagian masyarakat belum mengetahui

tempat-tempat perindukan dari malaria, bahkan masyarakat pun belum

mengetahui waktu atau jamnya nyamuk Anopheles menggigit. Sehingga

masyarakat tidak melakukan tindakan yang dapat mencegah malaria. Hasil

penelitian ini juga menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang

menggunakan pengobatan tradisional yang mereka percayai dapat

menyembuhkan malaria. Bahkan terkadang juga masyarakat tidak

melakukan upaya apapun untuk mengobati penyakit yang dideritanya

karena mereka menganggap hal itu tidak berbahaya selama mereka masih

bisa melakukan pekerjaan sehari-sehari.

36
2. Tokoh Acuan atau Panutan (personal references)

Tokoh acuan atau panutan adalah orang yang dianggap penting dalam

hidup dan dijadikan sebagai panutan dalam kehidupan, seperti guru, kepala

suku, tokoh masyarakat dan lain-lain. Dengan kata lain, apabila seseorang

itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung

untuk dicontoh (WHO, 1984 dalam Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian

yang dilakukan Harjati (2012), keputusan dalam melakukan pengobatan

dilakukan sesuai petunjuk dari orang yang dianggap penting (personal

references). Keluarga mempunyai pengaruh yang besar dalam pengambilan

keputusan pengobatan. Pada pengobatan tradisional orang Bajo biasa

memanggil atau mendatangkan sanro (dukun) yang tinggal di Dusun Bajo.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Widyasari (2012) yang

menyatakan bahwa yang menjadi rujukan dalam pencarian pengobatan yang

dilakukan oleh masyarakat Madura, khususnya di Desa Jrangoan, yaitu kiai

dan dukun. Pengobatan dengan pertolongan kiai dilakukan jika anak

mengalami demam yang ditengarai akibat perbuatan makhluk halus. Maka,

kiai akan memberikan air yang sudah didoakan, lalu diminumkan atau

disemburkan ke pasien. Kiai dianggap sebagai orang yang dapat mengusir

setan karena kiai merupakan tokoh agama yang menguasai ilmu agama dan

dekat dengan Tuhan. Sedangkan masyarakat meminta pertolongan dukun

pijat jika mereka merasa pegal-pegal, terjatuh, atau bermasalah dengan

tulang, termasuk juga pijat pada bayi yang sakit saben dan oleh. Hasil

penelitian Niang (2004) menyebutkan bahwa etnis Kebemer di Senegal

37
Afrika menjadikan pengobat tradisional yang mereka sebut sebagai

marabout hampir sama kedudukannya dengan kiai yang dijadikan sebagai

rujukan dalam pengobatan yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan

anak.

3. Nilai

Theodorson dalam Pelly (1994) mengemukakan bahwa nilai merupakan

sesuatu yang abstrak, yang dijadikan pedoman serta prinsip-prinsip umum

dalam bertindak dan bertingkah laku. Keterikatan orang atau kelompok

terhadap nilai menurut Theodorson relatif sangat kuat dan bahkan bersifat

emosional. Oleh sebab itu, nilai dapat dilihat sebagai tujuan kehidupan

manusia itu sendiri. Nilai-nilai budaya merupakan konsep-konsep mengenai

apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu

masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga dan

penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang

memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat

(Kasmini, 2012).

Setiap individu dalam melaksanakan aktivitas sosialnya selalu

berdasarkan serta berpedoman kepada nilai-nilai atau sistem nilai yang ada

dan hidup dalam masyarakat itu sendiri. Artinya nilai-nilai itu sangat banyak

memengaruhi tindakan dan perilaku manusia, baik secara individual,

kelompok atau masyarakat secara keseluruhan tentang baik buruk, benar

salah, patut atau tidak patut. Suatu nilai apabila sudah membudaya didalam

38
diri seseorang, maka nilai itu akan dijadikan sebagai pedoman atau petunjuk

didalam bertingkah laku (Supsiloani, 2008).

Hasil penelitian Hamzah dkk (2007) menyebutkan bahwa perilaku

perempuan Bugis di Pekkae dalam menyusui bayinya tidak lepas dari Siri’.

Siri’ tidak lain adalah inti kebudayaan Bugis yang mendominasi serta

menjadi kekuatan pendorong terhadap Panngaderreng selaku wujud

totalitas kebudayaan Bugis. Nilai siri’ yang berkembang dalam masyarakat

Bugis di Pekkae menjadi pegangan dalam perilaku menyusui wanita Bugis

sehingga tidak menyusui bayinya di tempat umum dan memilih tempat

tertutup untuk menyusui bayinya. Perilaku perempuan Bugis yang tidak

memberikan bayinya sesuatu yang jelek atau kotor, bermakna perempuan

Bugis melindungi anak dari penyakit. Hal ini terkait dengan nilai normatif

masyarakat Bugis yaitu Acca dan Paccing (pintar dan bersih), bermakna

anak yang tidak sakit-sakitan dan bersih akan menjadi anak yang pandai

kelak di kemudian hari.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Istiana (2014) yang

berjudul “Pemmali sebagai Kearifan Lokal dalam Mendidik Anak pada

Keluarga Bugis di Kelurahan Kalukuang Kecamatan Tallo Kota Makassar”

menunjukkan bahwa masyarakat Bugis mengajarkan anaknya beberapa

pemmali, diantaranya pemmali tudangi angkalungeng, nasaba’

kempangekki (tidak boleh menduduki bantal dapat menyebabkan bisulan)

serta pemmali mangitta bale, nasaba’ bitokekki (tidak boleh makan ikan saja

tanpa nasi, dapat menyebabkan cacingan). Hal ini menegaskan bahwa

39
masyarakat Bugis menjadikan pemmali sebagai pengendali diri dalam

bertingkah laku.

D. Kerangka Teori

Untuk membangun kerangka konsep dalam penelitian penamaan penyakit

pada anak oleh etnis Bugis, peneliti mengacu pada teori perilaku oleh WHO

dan konsep Etnolinguistik.

1. Teori WHO

Perilaku adalah hasil atau resultan antara stimulus (faktor eksternal)

dengan respons (faktor internal) dalam subjek atau orang yang berilaku

tersebut. Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia,

baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati dunia

luar (Notoatmodjo, 2010).

Dalam bidang kesehatan, teori yang sering menjadi acuan dalam

penelitian-penelitian kesehatan masyarakat adalah teori WHO (1984). Teori

WHO (1984) menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu

berperilaku tertentu adalah karena adanya alasan seseorang untuk

berperilaku. Oleh sebab itu, perilaku yang sama diantara beberapa orang

dapat disebabkan oleh sebab atau latar belakang yang berbeda-beda, baik

dari culture, resources, personal references, maupun karena thoughts and

feeling yang berbeda (Notoatmodjo, 2010).

a. Pemikiran dan Perasaan (thoughts and feeling)

Pemikiran dan perasaan adalah sesuatu yang dimiliki oleh setiap

individu dapat berupa pengetahuan, kepercayaan, sikap, dan nilai-nilai

40
hasil pemikiran dan perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan

pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek dan stimulus,

merupakan modal awal untuk bertindak atau berperilaku.

1) Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri ataupun pengalaman

orang lain.

2) Kepercayaan sendiri, orang tua, kakek atau nenek. Seseorang

menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya

pembuktian terlebih dahulu.

3) Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek.

Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri ataupun dari orang

lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau

menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap tindakan-

tindakan kesehatan tidak selalu terwujud didalam suatu tindakan

tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh tindakan

mengacu kepada pengalaman orang lain, sikap diikuti atau tidak

diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya

pengalaman seseorang.

4) Pemikiran seseorang berdasar dari pengalaman sendiri maupun

pengalaman orang lain.

5) Pertimbangan pribadi berdasarkan dari keyakinan individu tentang

baik buruknya suatu objek.

41
b. Tokoh Acuan atau Panutan (personal references)

Tokoh acuan atau panutan adalah orang yang dianggap penting

dalam hidup dan dijadikan sebagai panutan dalam kehidupan, seperti

guru, kepala suku, tokoh masyarakat dan lain-lain. Dengan kata lain,

apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau

perbuat cenderung untuk dicontoh.

c. Sumber Daya (resources)

Sumber daya adalah suatu nilai potensi yang dimiliki oleh suatu

unsur tertentu dalam kehidupan. Sumber daya tidak selalu bersifat fisik,

tetapi juga non-fisik (intangible). Sumber daya mencakup fasilitas, uang,

waktu, tenaga kerja, pelayanan, keterampilan dan sebagainya.

d. Sosial Budaya (culture)

Sosial budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki

bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi

yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat. Sosial

budaya juga sangat berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku

seseorang.

42
Uraian tersebut dapat digambarkan dalam bagan berikut:

Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling)

Tokoh acuan atau panutan (personal references)


Determinan
Perilaku
Sumber daya (resources)

Sosial budaya (culture)

Gambar 2. 1 Teori WHO


(Sumber: Notoatmodjo, 2010)

2. Etnolinguistik

Menurut Soeparno (2002), etnolinguistik adalah subdisiplin ilmu

linguistik yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan faktor-faktor

etnis. Bahasa erat kaitannya dengan kebudayaan. Menurut Kramsch (1998)

ada tiga hal mengapa bahasa dan budaya tidak dapat dipisahkan satu sama

lain, yaitu: (1) language express cultural reality (bahasa mengespresikan

realitas budaya), (2) language embodies cultural reality (bahasa sebagai

penjelmaan realitas budaya), (3) language syimbolizes cultural reality

(bahasa sebagai simbol realitas budaya).

Goodenough (1957 dikutip dalam Tyler, 1969) menjelaskan bahwa dari

nama-nama yang dipakai dalam ranah tertentu dapat diketahui patokan apa

yang dipakai oleh suatu masyarakat untuk membuat klasifikasi, yang berarti

dapat diketahui “pandangan hidup” pendukung kebudayaan tersebut. Selain

itu, Putra dan Shri (1985) juga menekankan bahwa melalui bahasa, kita

43
dapat mengungkap berbagai pengetahuan baik yang tersembunyi (tacit)

maupun yang tidak (ekspicit).

Secara ontologis Linguistik Kebudayaan menjadikan bentuk, fungsi,

dan makna pemakaian bahasa sebagai objek materi kajiannya. Bahasa yang

dihasilkan oleh alat ucap manusia untuk mengungkapkan pikiran dan

perasaannya mempunyai bentuk atau struktur bahasa. Bentuk atau struktur

bahasa dalam Linguistik Kebudayaan lebih menekankan pada variasi-variasi

bentuk, kode, dan subkode yang bisa meliputi semua pemakaian bahasa

bermakna kultural dalam berbagai bidang kehidupan. Itu berarti bahwa

bahasa yang menjadi kajian Linguistik Kebudayaan adalah bahasa yang

sudah digunakan secara kontekstual yang dibatasi oleh ruang dan waktu

tertentu atau bahasa itu telah berfungsi. Selanjutnya, struktur bahasa yang

telah digunakan secara fungsional dan kontekstual memiliki makna dan

tujuan tertentu (Mbete, 2004).

44
Berikut kerangka teori dalam penelitian ini:

Pemikiran dan perasaan


- Pengetahuan
- Sikap
- Kepercayaan
- Pemikiran
- Pertimbangan
Bentuk

Tokoh Acuan atau Panutan

Etnolinguistik Sumber Daya Determinan


Fungsi
- Fasilitas Perilaku
- Uang
- Tenaga Kerja
- Pelayanan
- Keterampilan

Makna
Sosial Budaya
- Adat istiadat
- Norma
- Nilai
- Kebiasaan

Gambar 2. 2 Kerangka Teori


Penamaan Penyakit pada Anak oleh Etnis Bugis Modifikasi
Teori WHO (1984) dalam Notoatmodjo (2010) dan
konsep Etnolinguistik dalam Mbete (2004)

45
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti

Berdasarkan modifikasi dari Teori WHO (1984) dalam Notoatmodjo

(2007) dan konsep Etnolinguistik dalam Mbete (2004), menyatakan bahwa

masyarakat etnis Bugis berperilaku (memberikan penamaan penyakit pada

anak) berdasarkan pada pemikiran dan perasaan, tokoh acuan atau panutan,

sumber daya yang tersedia, serta sosial budaya masyarakat etnis Bugis. Untuk

mengetahui bentuk kebahasaan nama penyakit pada anak maka dapat dilihat

dari pemikiran dan perasaan etnis Bugis terkait penamaan penyakit tersebut,

sementara untuk mengetahui fungsi serta makna yang terkandung dalam nama

penyakit pada anak maka dapat dilihat dari nilai budaya masyarakat etnis

Bugis. Ada banyak keunikan nilai dalam penamaan penyakit, sehingga aspek

ini menarik untuk ditelusuri pada etnis Bugis.

Variabel dalam penelitian ini adalah pemikiran dan perasaan (thoughts and

feeling) etnis Bugis tentang penamaan penyakit pada anak, tokoh acuan atau

panutan (personal references) etnis Bugis dalam pemberian nama penyakit

pada anak, serta nilai budaya etnis Bugis dalam pemberian nama penyakit pada

anak. Sementara variabel sumber daya tidak diteliti dalam penelitian ini karena

penamaan tidak berkaitan dengan sumber daya, sebagaimana yang dijelaskan

dalam Chaer (2009) sebab-sebab terjadinya penamaan atau penyebutan

terhadap sejumlah kata dalam bahasa Indonesia terjadi karena beberapa hal

yang melatarbelakangi, seperti peniruan bunyi, penyebutan bagian, penyebutan

46
sifat khas, penemu dan pembuat, tempat asal, bahan, keserupaan, pemendekan,

dan penamaan baru.

B. Kerangka Variabel yang Diteliti

Secara konseptual peneliti mengacu pada teori WHO (1984) dalam

Notoatmodjo (2010) dan konsep Etnolinguistik dalam Mbete (2004),

berdasarkan modifikasi dari kedua teori tersebut maka disusunlah kerangka

konsep sebagai berikut:

Pemikiran dan perasaan


Perilaku dalam
Penamaan
Tokoh acuan atau panutan Penyakit pada
Anak
oleh Etnis Bugis
Nilai

Gambar 3. 1 Kerangka Konsep


Perilaku Penamaan Penyakit pada Anak oleh Etnis Bugis

C. Definisi Konseptual

1. Pemikiran dan Perasaan

Pemikiran dan perasaan adalah sesuatu yang dimiliki oleh setiap

individu dapat berupa pengetahuan, kepercayaan, sikap, dan nilai-nilai hasil

pemikiran dan perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan-

pertimbangan pribadi terhadap objek dan stimulus, merupakan modal awal

untuk bertindak atau berperilaku. Dalam penelitian ini maka akan ditelusuri

pemikiran dan perasaan etnis Bugis yang berupa pengetahuan, pemikiran

dan pertimbangan pribadi terhadap penamaan penyakit pada anak.

47
a. Pengetahuan

Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

pengetahuan tentang semua jenis penyakit yang biasa menyerang anak

balita baik personalistik (penyakit-penyakit yang dianggap timbul karena

adanya intervensi dari agen tertentu seperti perbuatan orang, hantu,

mahluk halus dan lain-lain) maupun naturalistik (penyakit-penyakit yang

disebabkan oleh kondisi alam seperti cuaca, makanan, debu dan lain-

lain), pengetahuan tentang nama penyakit pada anak menurut etnis Bugis,

penyebab penyakit pada anak, pencegahan dan pengobatan penyakit pada

anak oleh etnis Bugis baik yang didapat dari pengalaman pribadi ataupun

dari pengalaman orang lain.

b. Pemikiran dan pertimbangan pribadi

Pemikiran dan pertimbangan pribadi yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah pemikiran etnis Bugis tentang sebab-sebab atau

yang melatarbelakangi serta asal mula penamaan penyakit pada anak oleh

etnis Bugis baik yang didapat dari pengalaman pribadi ataupun dari

pengalaman orang lain.

2. Tokoh Acuan atau Panutan

Tokoh acuan atau panutan adalah orang yang dianggap penting dan

memiliki pengaruh dalam hidup dan dijadikan sebagai panutan dalam

kehidupan, seperti orang tua, nenek moyang, guru, kepala suku, tokoh adat,

tokoh masyarakat dan lain-lain. Dalam penelitian ini akan ditanya siapa

48
yang menjadi acuan atau panutan dan atau memiliki pengaruh bagi etnis

Bugis dalam penamaan penyakit pada anak.

3. Nilai

Theodorson dalam Pelly (1994) mengemukakan bahwa nilai merupakan

sesuatu yang abstrak, yang dijadikan pedoman serta prinsip-prinsip umum

dalam bertindak dan bertingkah laku. Adapun nilai yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah nilai-nilai budaya yang menjadi pegangan, pedoman,

atau prinsip masyarakat etnis Bugis dalam penamaan penyakit pada anak.

49
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian

kualitatif. Bogdan & Biklen (1992) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif

adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

ucapan atau tulisan dari perilaku orang-orang yang diamati (Bungin, 2010;

Sugiyono, 2012).

Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi dengan rancangan

metode Rapid Ethnography. Menurut Lecompte Schensul (1999) dalam Emzir

2010 etnografi adalah sebuah metode penelitian yang bermanfaat dalam

menemukan pengetahuan yang tersembunyi dalam suatu budaya atau

komunitas. Etnografi bertujuan untuk mendeskripsikan suatu kebudayaan,

terutama untuk memahami cara hidup kelompok manusia ditinjau dari sudut

pandang masyarakatnya. Inti Rapid Ethnography adalah mencoba memahami

makna perbuatan dan kejadian bagi orang yang bersangkutan menurut

kebudayaan dan pandangannya (Nasution, 1992).

Rapid Ethnography merupakan rancangan etnografi yang sudah di

modifikasi karena masalah yang diteliti sudah dipahami, sehingga peneliti

harus sudah tahu konteks budaya dan mampu berbicara bahasa lokal. Fokus

pada satu aspek budaya saja (Marzali, 2016). Metode penilaian cepat telah

digunakan baik di Indonesia maupun di luar negeri. Ini telah digunakan oleh

lembaga seperti United States Agency for International Development, United

50
Nations University, United Nations Internasional Children’s Education Fund,

dan World Health Organization (WHO) (Taplin et al, 2002).

Penelitian ini menggunakan pendekatan Rapid Ethnography karena

peneliti merupakan bagian dari etnis Bugis dan telah mengerti bahasa lokal dan

hanya fokus pada satu aspek budaya saja yaitu penamaan penyakit pada anak

oleh etnis Bugis di Kabupaten Sidenreng Rappang ditinjau dari sudut pandang

masyarakatnya.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini mulai dilaksanakan pada tanggal 8 Februari sampai

dengan 21 Maret 2018.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sidenreng Rappang.

Pertimbangan pemilihan lokasi penelitian ini berdasarkan data sekunder

yang tersedia di Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan KB

Kabupaten Sidrap didapatkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi

pada usia balita di Kabupaten Sidenreng Rappang.

Kabupaten Sidrap sebagai salah satu daerah yang mayoritas

penduduknya adalah etnis Bugis dan masuk dalam salah satu wilayah

geografis persebaran etnis Bugis di beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan

seperti Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Pinrang, Sinjai, dan Barru. Etnis Bugis

Sidrap memiliki ciri dan karakter yang khas, keunikan atau pandangan

tersendiri tentang kesehatan. Keunikan ini terlihat dari adanya

51
penggolongan penyakit, antara lain: lasa massobbu (penyakit tersembunyi)

dan lasa talle (penyakit nyata) serta lasa ati (penyakit hati, jiwa, dan rohani)

dan lasa watakkale (penyakit jasmani).

C. Penentuan Informan Penelitian

Dalam penelitian ini, pemilihan informan menggunakan metode snowball

(bola salju). Metode snowball merupakan teknik pengambilan data yang pada

awalnya bernilai sedikit, lama-lama menjadi besar. Hal ini dilakukan dari

jumlah sedikit tersebut belum mampu memberikan data yang memuaskan,

maka mencari informan lain lagi yang dapat digunakan sebagai sumber data.

Cara pemilihan informan menggunakan tiga cara yakni: pencarian

informan untuk diwawancarai, menentukan informan untuk diteliti atau

dimintai keterangan sesuai dengan masalah yang diteliti, dan berhenti mencari

informan jika informasi yang diperoleh sudah cukup dan tidak lagi

memerlukan informasi baru. Adapun informan dalam penelitian ini adalah

orangtua dan keluarga yang memiliki anak berumur lima tahun ke bawah,

dukun anak, petugas kesehatan, dan tokoh adat/tokoh masyarakat.

Informan pertama untuk diwawancarai adalah dukun anak yang menerima

pengobatan anak dari berbagai daerah di Kabupaten Sidrap. Dari informan

pertama tersebut ditelusuri informasi mengenai alamat orangtua balita dari

berbagai daerah yang kemudian dijadikan informan selanjutnya, begitu

seterusnya.

Informan pertama dalam penelitian ini merupakan dukun anak dengan

inisial HR. Pemilihan HR sebagai informan pertama karena HR menerima

52
pengobatan anak dari berbagai daerah di Kabupaten Sidrap, bahkan dari luar

kabupaten seperti Pare-Pare, Soppeng dan Makassar. Pengobatan tersebut rutin

dilakukannya pada hari jumat setiap minggunya sehingga memungkinkan

peneliti menelusuri informan berikutnya bahkan menemui orangtua dan

keluarga balita yang membawa anaknya berobat ke sana. Informan selanjutnya

ditentukan berdasarkan informasi alamat dukun anak serta tokoh adat yang

peneliti dapatkan dari masyarakat setempat.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Peneliti

kedudukannya dalam penelitian ini sebagai alat mengumpulkan data pada

penelitian kualitatif. Peran instrumen yang dilakoni peneliti yakni telaah,

analisis data, dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil penelitiannya. Dalam

melaksanakan penelitian ini, peneliti melengkapi diri dengan:

1. Daftar pertanyaan sebagai pedoman wawancara di lapangan.

2. Tape Recorder/Handphone yang berfungsi untuk merekam hasil wawancara

antara peneliti dan informan.

3. Kamera digital/Handphone untuk memotret keadaan di lapangan serta alat

dokumentasi visual proses wawancara yang hanya digunakan jika mendapat

persetujuan dari informan.

4. Alat tulis menulis untuk membuat catatan lapangan.

53
E. Teknik Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam (Indepth

Interview) dengan menggunakan pedoman wawancara serta Focus Group

Discusion (FGD).

a. Wawancara Mendalam (Indepth Interview)

Wawancara mendalam merupakan suatu cara mengumpulkan data

atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan

dengan maksud mendapatkan gambaran lengkap tentang topik yang

diteliti (Bungin, 2015).

Dalam melakukan wawancara dengan informan, peneliti berkunjung

dari rumah ke rumah informan untuk penggalian informasi langsung

dengan sumber data di lapangan (door to door). Materi wawancara

adalah tema yang ditanyakan kepada informan, berkisar antara masalah

atau tujuan penelitian. Materi wawancara terdiri dari: pembukaan, isi dan

penutup. Pembukaan wawancara adalah kata-kata tegur sapa, perkenalan

diri, menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian ini serta meminta

persetujuan dan partisipasi untuk dijadikan sebagai informan dalam

penelitian ini. Isi wawancara sudah jelas, yaitu pertanyaan pokok yang

menjadi masalah atau tujuan penelitian. Sedangkan, penutup adalah

bagian akhir dari suatu wawancara. Bagian ini dihiasi dengan kalimat-

kalimat penutup pembicaraan, antara lain: saya kira cukup sampai disini

wawancara kita, terima kasih atas bantuan bapak/ibu, bapak/ibu sudah

54
banyak membantu saya. Bagian penutup biasanya dihiasi dengan janji

untuk ketemu lagi pada waktu lain. Wawancara mendalam pada

penelitian ini dilakukan terhadap 7 orang dukun anak, 2 orangtua balita, 2

keluarga balita, 2 petugas kesehatan dan 1 orang tokoh adat.

b. Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Discusion/FDG)

FGD adalah sebuah teknik pengumpulan data dalam penelitian

kualitatif untuk mengetahui pandangan atau pikiran kelompok tentang

suatu hal, bukan pandangan individual. Peneliti bertanya dan merangsang

sejumlah informan pada waktu yang sama untuk berdiskusi guna

menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan (Afrizal, 2015).

FGD dilakukan hanya pada petugas kesehatan untuk mengetahui

pandangan mereka tentang penamaan penyakit pada anak oleh etnis

Bugis. Jumlah peserta FGD adalah 5 orang yang merupakan pegawai di

Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk & KB Kabupaten Sidrap pada

bidang pencegahan dan pengendalian penyakit.

Berikut diuraikan matriks pengumpulan data:

Metode Instrumen
Informan Jenis Informasi Pengumpulan Pengumpulan
Data Data
1. Pemikiran dan
perasaan tentang
penamaan
Pedoman
penyakit pada
Wawancara,
anak
Orangtua Wawancara Tape Recorder,
2. Tokoh acuan atau
Balita Mendalam Kamera
panutan dalam
Digital/HP,
penamaan
Alat Tulis
penyakit pada
anak

55
3. Nilai budaya
dalam penamaan
penyakit pada
anak
1. Pemikiran dan
perasaan tentang
penamaan
penyakit pada
anak Pedoman
2. Tokoh acuan atau Wawancara,
Keluarga panutan dalam Wawancara Tape Recorder,
Balita penamaan Mendalam Kamera
penyakit pada Digital/HP,
anak Alat Tulis
3. Nilai budaya
dalam penamaan
penyakit pada
anak
Pedoman
1. Jenis penyakit Wawancara,
pada anak Wawancara Panduan FGD,
Petugas
2. Penanganan Mendalam, Tape Recorder,
Kesehatan
penyakit pada FGD Kamera
anak Digital/HP,
Alat Tulis
1. Pemikiran dan
perasaan tentang
penamaan
penyakit pada
anak Pedoman
2. Tokoh acuan atau Wawancara,
Dukun panutan dalam Wawancara Tape Recorder,
Anak penamaan Mendalam Kamera
penyakit pada Digital/HP,
anak Alat Tulis
3. Nilai budaya
dalam penamaan
penyakit pada
anak
1. Pemikiran dan
Pedoman
perasaan tentang
Wawancara,
penamaan
Wawancara Tape Recorder,
Tokoh Adat penyakit pada
Mendalam Kamera
anak
Digital/HP,
2. Tokoh acuan atau
Alat Tulis
panutan dalam

56
penamaan
penyakit pada
anak
3. Nilai budaya
dalam penamaan
penyakit pada
anak

2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari instansi yang terkait dalam penelitian ini,

yakni Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan dan Dinas Kesehatan,

Pengendalian Pendudukan & KB Kabupaten Sidenreng Rappang.

F. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil wawancara dilakukan secara manual sesuai

dengan petunjuk pengolahan data kualitatif serta sesuai dengan tujuan

penelitian ini dan selanjutnya dianalisis dengan metode “Content Analysis”

kemudian diinterprestasikan dan disajikan dalam bentuk narasi, matriks, dan

skema. Kajian isi (content analysis) menurut Holsti adalah teknik apapun yang

digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik

pesan, dan dilakukan secara objektif dan sistematis (Bungin, 2003).

Bungin juga menambahkan bahwa, teknik ini merupakan strategi verifikasi

kualitatif, teknik analisis data ini dianggap sebagai teknik analisis data yang

sering digunakan. Artinya teknik ini adalah yang paling abstrak untuk analisis

data-data kualitatif. Secara teknik, Content Analysis mencakup upaya-upaya,

klasifikasi lambang-lambang yang dipakai dalam komunikasi, menggunakan

kriteria dalam klasifikasi, dan menggunakan teknik analisis tertentu dalam

membuat produksi. Analisis ini sering digunakan dalam analisis-analisis

57
verifikasi. Cara kerja atau logika analisis ini sesungguhnya sama dengan

kebanyakan analisis data kualitatif. Peneliti memulai analisis dengan

menggunakan lambang-lambang tertentu, mengklasifikasi data tersebut dengan

kriteria-kriteria tertentu serta melakukan prediksi dengan teknik analisis yang

tertentu pula. Proses inilah yang dilakukan dalam menganalisis hasil penelitian

ini.

G. Uji Keabsahan Data

Salah satu cara penting dan mudah dalam uji keabsahan data penelitian

yaitu melalui pendekatan triangulasi. Triangulasi merupakan teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data

untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.

Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi

sumber dan metode.

Teknik triangulasi sumber berarti membandingkan dan pengecekan balik

derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat

yang berbeda dengan jalan (Moleong, 2006):

1. Membandingkan apa yang dikatakan tentang situasi penelitian dengan apa

yang dikatakan sepanjang waktu.

2. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang berpendapat sebagai

rakyat biasa, dengan yang berpendidikan dan pejabat pemerintah atau tokoh

masyarakat.

58
3. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

berkaitan. Hasil dari perbandingan yang diharapkan adalah berupa

kesamaan atau alasan-alasan terjadinya perbedaan.

Triangulasi sumber dilakukan dengan membandingkan hasil wawancara

dari beberapa informan. Dalam penelitian ini, triangulasi sumber dilakukan

dengan menanyakan hal yang sama pada informan yang berbeda, yakni ibu dan

keluarga balita, petugas kesehatan, dukun maupun tokoh adat. Pengecekan

keabsahan data dalam penelitian ini juga dilakukan dengan triangulasi metode.

Triangulasi metode dilakukan dengan membandingkan hasil wawancara

dengan hasil FGD.

59
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) adalah salah satu kabupaten di

provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di

Pangkajene. Kabupaten Sidenreng Rappang memiliki luas wilayah 2.506,19

km2 dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 264.955 jiwa dengan batas-batas

wilayah sebagai berikut:

a. Bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Enrekang dan Kabupaten

Pinrang

b. Bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Soppeng dan Kabupaten Barru

c. Bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Pare Pare dan Kabupaten

Pinrang

d. Bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Luwu dan Kabupaten Wajo

Secara administratif, kabupaten Sidrap terdiri atas 11 kecamatan, antara

lain Kecamatan Baranti, Kecamatan Dua Pittue, Kecamatan Kulo, Kecamatan

Maritengngae, Kecamatan Panca Lautang, Kecamatan Panca Rijang,

Kecamatan Pitu Riase, Kecamatan Pitu Riawa, Kecamatan Tellu Limpoe,

Kecamatan Wattang Pulu, dan Kecamatan Wattang Sidenreng. Di Kabupaten

Sidrap fasilitas kesehatan tercatat sebanyak 2 buah Rumah Sakit, 13

Puskesmas, 37 Pustu, 2 Balai Pengobatan, 2 BKIA/Rumah Bersalin dan 1

Klinik.

60
Kabupaten Sidrap sebagai salah satu daerah yang mayoritas

penduduknya adalah etnis Bugis dan masuk dalam salah satu wilayah

geografis persebaran etnis Bugis di beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan

seperti Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Pinrang, Sinjai, dan Barru. Etnis Bugis

Sidrap memiliki ciri dan karakter yang khas, keunikan atau pandangan

tersendiri tentang kesehatan. Keunikan ini terlihat dari adanya

penggolongan penyakit, antara lain: lasa massobbu (penyakit tersembunyi)

dan lasa talle (penyakit nyata) serta lasa ati (penyakit hati, jiwa, dan rohani)

dan lasa watakkale (penyakit jasmani).

Pada tahun 2016 di Kabupaten Sidrap tercatat penyakit pada anak

dengan prevalensi tinggi mencakup demam, diare, penyakit kulit alergi,

pneumonia dan penyakit kecacingan. Sementara, angka kematian anak pada

tahun 2017 di Kabupaten Sidrap mencakup kematian neonatal 27 kasus,

kematian bayi 35 kasus, dan kematian balita 41 kasus.

B. Karakteristik Informan Penelitian

1. Karakteristik Informan

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap)

dengan sebaran informan yang bermukim di Kecamatan Maritengngae,

Kecamatan Wattang Pulu, Kecamatan Pitu Riawa, Kecamatan Kulo,

Kecamatan Dua Pittue, Kecamatan Tellu Limpoe, dan Kecamatan Panca

Lautang. Sumber data informasi diperoleh melalui wawancara mendalam

(indepth interview) dengan instrumen penelitian adalah peneliti sendiri

dilengkapi dengan daftar pertanyaan sebagai pedoman wawancara di

61
lapangan, tape recorder/handphone yang berfungsi untuk merekam hasil

wawancara antara peneliti dan informan, kamera digital/handphone untuk

memotret keadaan di lapangan, serta alat tulis menulis untuk membuat

catatan lapangan. Sumber data informasi juga diperoleh melalui Focus

Group Discusion (FGD) yang dimulai pada tanggal 8 Februari s/d 21 Maret

2018.

Informan yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah 19 orang, yang

terdiri dari 7 orang informan dukun, 2 orang informan orangtua balita, 2

orang informan keluarga balita, 1 orang informan tokoh adat, dan 7 orang

informan petugas kesehatan. Umur informan yang diwawancarai berkisar

antara 27 sampai 85 tahun. Sedangkan alamat dari informan tersebar dari

beberapa kelurahan maupun kecamatan yang ada di Kabupaten Sidrap.

Tabel 5. 1
Karakteristik Informan
Jenis Umur
No. Nama Alamat Ket.
Kelamin (tahun)
1. HR P 72 Amparita Dukun Anak
2. DT P 56 Kalosi Alau Dukun Anak
3. HK P 61 Lautang Benteng Dukun Anak
4. ST P 64 Majjelling Wattang Dukun Anak
5. IM P 58 Lancirang Dukun Anak
6. WR P 85 Pangkajene Dukun Anak
7. MT P 64 Bampu‟e Dukun Anak
8. HN P 27 Massepe Orangtua Balita
9. FR P 40 Allakuang Orangtua Balita
10. IN P 54 Pangkajene Keluarga Balita
11. IC P 51 Mario Keluarga Balita
12. IR P 27 Pangkajene Petugas Kesehatan

62
13. SV P 31 Kanie Petugas Kesehatan
14. HS L 53 Wattang Pulu Petugas Kesehatan
15. HH L 56 Pangkajene Petugas Kesehatan
16. HT P 35 Wesabbe Petugas Kesehatan
17. BR L 38 Wattang Pulu Petugas Kesehatan
18. NH P 28 Pangkajene Petugas Kesehatan
19. AU L 31 Saoraja Bilokka Tokoh Adat
Sumber: Data Primer, 2018.

2. Profil Informan

a. Dukun Anak

Informan dukun anak sebanyak 7 orang dengan inisial HR, DT, HK,

ST, IM, WR, dan MT. HR berusia 72 tahun dengan latar belakang

pendidikan terakhir S1. HR merupakan purnabakti PNS dan berdomisili

di Amparita Kecamatan Tellu Limpoe. HR mengaku menjadi dukun anak

karena mendapat wahyu dari Allah SWT dan ilmu pengobatannya telah

3x menurun dalam keluarganya. HR menjadi dukun anak sudah lebih dari

30 tahun. Praktik pijat dan pengobatan yang ia lakukan diadakan setiap

hari Jumat mulai pada pagi hingga siang hari. Orang-orang yang

membawa anaknya berobat berasal dari berbagai daerah di kabupaten

Sidrap, bahkan dari luar kabupaten seperti dari Pare-Pare, Soppeng,

Makassar, dan lain-lain.

DT berusia 56 tahun dengan pendidikan terakhir SMP dan

berdomisili di Kalosi Alau Kecamatan Dua Pitue. DT mengaku menjadi

dukun anak karena peristiwa pasca melahirkan, ketika DT menderita

penyakit yang menurut orang tidak ada obatnya. DT kemudian bermimpi

63
bertemu dengan wanita yang mengatakan jika ia membantu tetangganya

dalam persalinan maka ia dapat sembuh dari penyakitnya. Sejak saat itu

DT menjadi dukun anak di daerah tersebut. DT menjadi dukun anak

sudah lebih dari 20 tahun. DT terakhir mendampingi persalinan 2 hari

sebelum wawancara dengan peneliti.

HK berusia 61 tahun dengan tingkat pendidikan terakhir SMA dan

berdomisili di Lautang Benteng Kecamatan Maritengngae. HK mengaku

menjadi dukun anak karena mendapatkan wahyu/petunjuk dari Allah

SWT dan sudah menjalani profesi tersebut selama 20 tahun. HK terakhir

mendampingi persalinan seminggu sebelum wawancara dengan peneliti.

Kegiatannya memberikan pengobatan pada anak dilakukan setiap kali

ada yang datang ke rumahnya.

ST berusia 64 tahun dengan tingkat pendidikan terakhir SMA dan

berdomisili di Majjelling Wattang Kecamatan Maritengngae. ST

mengaku menjadi dukun anak karena pengetahuan tentang cara

pengobatan yang dilakukannya telah turun-temurun dalam keluarganya

dan ia sudah menjalani profesi tersebut selama lebih dari 20 tahun. ST

memberikan pengobatan pada anak setiap kali ada yang datang ke

rumahnya. ST rutin mengikuti pelatihan yang diadakan oleh puskesmas.

ST mempunyai prinsip pengobatan tradisional dukun harus ditunjang

pula dengan pengobatan medis oleh dokter.

IM berusia 58 tahun dengan tingkat pendidikan terakhir SD dan

berdomisili di Lancirang Kecamatan Pitu Riawa. IM mengaku menjadi

64
dukun anak karena pengetahuan tentang cara pengobatan yang

dilakukannya telah turun-temurun dalam keluarganya dan ia sudah

menjalani profesi tersebut selama lebih dari 10 tahun. IM memberikan

pengobatan pada anak setiap kali ada yang datang ke rumahnya.

WR berusia 85 tahun dengan tingkat pendidikan terakhir SD dan

berdomisili di Pangkajene Kecamatan Maritengngae. WR mengaku

menjadi dukun anak karena pengalamannya yang banyak dalam

membantu persalinan dan sudah menjalani profesi tersebut selama lebih

dari 40 tahun. WR tidak lagi mendampingi persalinan karena tidak

sanggup lagi berjalan keluar rumah. Kini WR hanya menerima

pengobatan di rumahnya seperti memijat, memberikan obat serta

membacakan jampi-jampi.

MT berusia 64 tahun dengan tingkat pendidikan terakhir SMP dan

berdomisili di Bampu‟e Kecamatan Maritengngae. MT mengaku menjadi

dukun anak karena pengalamannya yang banyak dalam membantu

persalinan membuatnya tahu tentang penyakit anak dan sudah menjalani

profesi tersebut selama lebih dari 20 tahun. Selain menjadi dukun anak,

MT setiap harinya bekerja sebagai penjaga kantin di kantor Bulog Sidrap.

MT terakhir mendampingi persalinan sebulan sebelum wawancara

dengan peneliti.

b. Orangtua Balita

Informan orangtua balita sebanyak 2 orang dengan inisial HN dan

FR. HN berusia 27 tahun dengan tingkat pendidikan terakhir SMP dan

65
berdomisili di Massepe Kecamatan Tellu Limpoe. Anaknya berusia 15

bulan. HN rutin membawa anaknya ke dukun anak di Amparita untuk

dipijat dan mendapatkan minyak serta campuran obat-obat herbal. Alasan

HN membawa anaknya ke dukun anak karena rekomendasi dari

kakaknya yang juga pernah melakukan pengobatan di sana.

FR berusia 40 tahun dengan tingkat pendidikan terakhir SMP dan

berdomisili di Allakuang Kecamatan Maritengngae. Anaknya berusia 4

tahun. Anak pertama FR yang sekarang berusia 15 tahun memiliki dinru

(saudara kembar) yang tinggal di sungai. Di rumahnya disediakan kamar

khusus untuk dinru (saudara kembar) anaknya tersebut. Itu FR lakukan

agar anak pertamanya tidak diganggu dan tidak membuat anaknya sakit.

c. Keluarga Balita

Informan keluarga balita terdiri dari 2 orang dengan inisial IN dan

IC. IN berusia 54 tahun dengan tingkat pendidikan terakhir SMA dan

berdomisili di Pangkajene Kecamatan Maritengngae. Cucunya berusia 3

tahun. Selain mengetahui banyak penyakit pada anak, IN juga

mengetahui beberapa pengobatan tradisional dan jampi-jampi sehingga

bila cucunya sakit, selain membawanya ke dokter IN sendiri yang

memberikan pengobatan dan membacakan jampi-jampi.

IC berusia 51 tahun dengan tingkat pendidikan terakhir SMA dan

berdomisili di Mario Kecamatan Kulo. Cucunya berusia 3 tahun. Bila

cucunya sakit, selain dibawa ke dokter IC juga membawanya ke dukun

anak. Ini disebabkan dalam keluarganya ada tradisi makkatenni sanro

66
atau memilih dukun khusus untuk anak, yang akan membantu mulai dari

proses persalinan, akikah, khitanan, sampai memberikan pengobatan dan

jampi-jampi saat anak sakit.

d. Petugas Kesehatan

Informan petugas kesehatan sebanyak 7 orang dengan inisial IR, SV,

HS, HH, HT, BR, dan NH. IR dan SV merupakan informan dengan

menggunakan metode wawancara mendalam (indepth interview),

sedangkan yang lain melalui metode diskusi kelompok terarah (Focus

Group Discusion/FDG). IR berusia 27 tahun dengan tingkat pendidikan

terakhir D3 dan beralamat di Pangkajene Kecamatan Maritengngae. IR

bekerja sebagai staff di Puskesmas Pangkajene bagian Poliklinik Anak

selama 5 tahun. Sementara SV berusia 31 tahun dengan tingkat

pendidikan terakhir D3 dan beralamat di Kanie Kecamatan

Maritengngae. SV merupakan bidan desa Kanie.

HS berusia 53 tahun dengan tingkat pendidikan terakhir S2 dan

beralamat di Lawawoi Kecamatan Wattang Pulu. HH berusia 56 tahun

dengan tingkat pendidikan terakhir S2 dan berdomisili di Pangkajene

Kecamatan Maritengngae. HT berusia 35 tahun dengan tingkat

pendidikan terakhir S1 dan berdomisili di BTN Wesabbe Kecamatan

Wattang Pulu. BR berusia 38 tahun dengan tingkat pendidikan terakhir

S1 dan berdomisili di BTN Batulappa Kecamatan Wattang Pulu.

Sementara NH berusia 28 tahun dengan tingkat pendidikan terakhir S1

dan berdomisili di Pangkajene Kecamatan Maritengngae. Kelimanya

67
merupakan pegawai di Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk & KB

Kabupaten Sidrap pada bidang pencegahan dan pengendalian penyakit.

e. Tokoh Adat

Informan tokoh adat adalah AU yang berusia 31 tahun dengan

tingkat pendidikan terakhir S1 dan beralamat di salah satu saoraja

(rumah adat suku Bugis yang dihuni oleh keturunan raja/kaum

bangsawan) di Bilokka Kecamatan Panca Lautang. AU menggantikan

posisi ayahnya sebagai tokoh adat di daerah tersebut sejak ia menikah,

hal ini dikarenakan ayahnya telah menginjak usia lanjut. AU rutin

mengikuti acara adat di daerahnya seperti pernikahan, pindah rumah, dan

sebagainya.

C. Hasil Penelitian

1. Pemikiran dan Perasaan

Pemikiran dan perasaan yang dimaksud dalam penelitian ini mencakup

pengetahuan, pemikiran, dan pertimbangan pribadi etnis Bugis terhadap

penamaan penyakit pada anak. Adapun yang dibahas dalam bagian

pengetahuan adalah pengetahuan etnis Bugis tentang penamaan semua jenis

penyakit yang biasa menyerang anak balita baik personalistik (penyakit-

penyakit yang dianggap timbul karena adanya intervensi dari agen tertentu

seperti perbuatan orang, hantu, mahluk halus dan lain-lain) maupun

naturalistik (penyakit-penyakit yang disebabkan oleh kondisi alam seperti

cuaca, makanan, debu dan lain-lain), penyebab penyakit pada anak,

pencegahan dan pengobatan penyakit pada anak oleh etnis Bugis baik yang

68
didapat dari pengalaman pribadi ataupun dari pengalaman orang lain.

Kemudian yang akan dibahas di bagian pemikiran dan pertimbangan pribadi

adalah pemikiran dan pertimbangan pribadi etnis Bugis tentang sebab-sebab

atau yang melatarbelakangi serta asal mula penamaan penyakit pada anak

oleh etnis Bugis baik yang didapat dari pengalaman pribadi ataupun dari

pengalaman orang lain.

a. Pengetahuan tentang penamaan penyakit pada anak menurut etnis Bugis

Berdasarkan wawancara mendalam yang dilakukan didapatkan

bahwa Etnis Bugis memberikan penamaan khusus pada penyakit anak,

antara lain:

1) Lingkau

Lingkau merupakan salah satu penyakit pada anak yang terdiri

dari lima macam, seperti yang diungkapkan informan berikut ini:

“Penyakit anak-anak itu yang namanya lingkau ada lima macam. Ada
namanya lingkau kamummu, lingkau peca’, lingkau pute, lingkau
bolong, lingkau lembe’. Iyaro yakko lingkau kamummu kennai
anana’e nak, tegang yakko dia menangis. Kalau anak-anak lingkau
pute kennai gejalanya turu puse’na yakko wenni. Ee mabolonge yakko
jennei malotong. Malotong maneng iye timunna, aganna malotong
maneng. Lingkau lembe’e tidak ada kemauannya untuk bergerak,
loyoi. Iyatosi mapeca’e biasanya tidak bisa berdiri lehernya, tidak
bisa duduk”.
(Penyakit anak yang namanya lingkau itu terdiri dari lima macam,
antara lain lingkau kamummu, lingkau peca’, lingkau pute, lingkau
bolong, dan lingkau lembe’. Bila anak terserang penyakit lingkau
kamummu maka saat anak menangis badannya tegang. Lingkau pute
gejalanya berkeringat dimalam hari. Sementara lingkau bolong ciri-
cirinya tubuh anak terlihat hitam, baik mulut dan seluruh badan. Anak
yang terserang lingkau lembe’ seolah-olah tidak ada kemauan untuk
bergerak, sedangkan anak dengan lingkau peca’ gejalanya leher tidak
bisa tegak dan tidak bisa duduk).
(HR, Dukun Anak, 72 tahun)

69
Adapula informan yang menjawab lingkau terdiri dari dua

macam, seperti kutipan berikut ini:

“Lingkau duanrupa siddi pute siddi bolong. Yaseng e lingkau bolong


nak iyero yakko makamummui yita alalena anana’e. Yaro pute mapute
sassang, mapute pada kaci-kacie yita, samanna deggaga darah ko
alalena”.
(Lingkau terdiri dari 2 macam, putih dan hitam. Dikatakan lingkau
bolong bila badan anak terlihat memar/membiru. Sedangkan lingkau
pute badan anak terlihat putih pucat, putih seperti kain kafan, seolah-
olah tidak ada darah yang mengalir di tubuhnya).
(DT, Dukun Anak, 56 tahun)

Selain mewawancarai dukun anak, peneliti juga melakukan

wawancara dengan keluarga balita. Menurut jawaban dari keluarga

balita penyakit lingkau terdiri dari lingkau bolong dan lingkau pute.

“Lingkau bolong, ko mabolong anana’, matedde alalena tapi madoko.


Iyetosi lingkau pute ko mapute anana’. Lingkau pute cinampe’ mi
nalai anana’. Ganas apana mape la, malemma anana”.
(Lingkau bolong bila badan anak terlihat hitam. Badannya kuat tapi
kurus. Sedangkan lingkau pute bila badan anak terlihat putih. Lingkau
pute biasa menyebabkan kematian dan merupakan penyakit yang
ganas karena anak lemas dan loyo).
(IN, Keluarga Balita, 54 tahun)

2) Sawengeng (Gizi Kurang)

Sawengeng merupakan gejala kurang gizi, seperti kutipan

wawancara berikut:

“Yakko sawengeng anana malamba jokka, madoko, kekurangan gizi


naseng dottoro. Iye aga komakkoro anana denamelo manre”.
(Bila anak terserang sawengeng maka anak akan lambat berjalan,
kurus, menurut dokter dia kekurangan gizi. Gejala lainnya adalah anak
tidak mau makan).
(ST, Dukun Anak, 64 tahun)

Hal ini sejalan dengan ungkapan informan berikut:

“Iyero ko sawengeng denajokka mena, ulue bawang maloppo,


madoko”.

70
(Gejala sawengeng adalah anak tidak bisa jalan, ukuran kepala lebih
besar, dan kurus).
(IM, Dukun Anak, 58 tahun)

3) Mattuo-tuo (Cacar)

Berdasarkan hasil wawancara mendalam, didapatkan penyakit

mattuo-tuo terdiri dari berbagai macam, seperti kutipan berikut:

“Mattuo-tuo. Maega rupanna, engka yaseng tuo-tuo laleng, mettapi


namatanrang, mapella bawangmi alalena. Tuo-tuo saliweng, iyetu
matanrang pole saliweng. Tuo-tuo cammane’, iyenatu mannanah e,
maloppo pada barelle. Tuo-tuo mallangkana, iyenaro tuo-tuo betteng,
sama ratae macella bawang tapi weh tenia pato’ ate’. Engkato je
yaseng tuo-tuo tanah, malotong gare ero pada tanah e rekeng. Tuo-
tuo wae, warna bening, itu maccampu wae e, maloppo maddecca
bawangmi”.
(Mattuo-tuo terdiri dari berbagai macam, antara lain tuo-tuo laleng
yang tanda-tandanya baru nampak setelah waktu yang lama, selain itu
hanya demam. Tuo-tuo saliweng, yang nampak dari luar. Tuo-tuo
cammane’, bernanah dan bentuknya mirip jagung. Tuo-tuo
mallangkana, itulah yang selanjutnya dinamakan tuo-tou betteng
berupa bintik-bintik merah tapi terasa sangat gatal. Adapula yang
dinamakan tuo-tuo tanah, yang bentuknya nampak hitam seperti
tanah. Serta tuo-tou wae yang berwarna bening dan besar).
(IN, Keluarga Balita, 54 tahun)

Informan lain mengatakan bahwa mattu-tuo terdiri dari dua

macam, seperti ungkapan berikut ini:

“Matuo-tuo itu dua macam. Ada itu yang kayak jagung, ada to yang
kayak kembang keringat. Ko itu maloppoe mabbekas tu yaseng i
mattuo-tuo barelle. Iyatosi mabiccue padami turu puse’e yasengi tuo-
tuo betteng”.
(Mattuo-tuo terdiri dari dua macam. Ada yang menyerupai jagung,
dan ada pula yang menyerupai kembang keringat. Yang besar dan
membekas itu dinamakan mattuo-tuo barelle. Sedangkan yang kecil
yang menyerupai kembang keringat dinamakan tuo-tuo betteng).
(FR, Orangtua Balita, 40 tahun)

71
Selain yang disebutkan di atas, informan lain mengatakan salah

satu jenis mattuo-tuo adalah sarampa dengan gejala bintik-bintik

merah di badan anak, seperti kutipan wawancara berikut:

“Iyatosi sarampae iye bang macella-cellae okko isaliweng


watakkalena anana’. Hanya 2-3 hari saja. Dena metta yakko
sarampa”.
(Sarampa gejalanya hanya bintik-bintik merah di bagian luar tubuh
anak. Penyakit sarampa tidak lama, hanya 2-3 hari saja).
(HR, Dukun Anak, 72 tahun)

“Mattuo-tuo. Yekko iyemi mabbeni-benie ma sarampa mi asenna”.


(Mattuo-tuo yang hanya bintik-bintik maka dinamakan sarampa).
(ST, Dukun Anak, 64 tahun)

4) Bolokeng (Influenza/Pilek)

Bolokeng merupakan penyakit dengan gejala hidung beringus

sebagaimana ungkapan informan berikut:

“Bolokeng kan yakko ingusan i ananae”.


(Bolokeng ketika anak beringus).
(DT, Dukun Anak, 56 tahun)

Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara dengan keluarga balita,

seperti kutipan berikut:

“Bolokeng, itu kalau beringus i”.


(Bolokeng itu ketika beringus)
(IN, Keluarga Balita, 54 tahun)

5) Masemmeng (Demam)

Masemmeng merupakan suatu kondisi saat terjadi peningkatan

suhu tubuh, sebagaimana kutipan wawancara berikut:

“Masemmeng iyanaritu ko mapellai alalena anana’.


(Masemmeng itu ketika suhu badan anak panas).
(IN, Keluarga Balita, 54 tahun)

72
Peningkatan suhu tubuh pada anak dapat memicu step atau kejang

demam, sebagaimana ungkapan informan berikut:

“Apa iye yekko mapellai anana’ maderri tappa kejang”.


(Karena ketika badan anak panas biasanya tiba-tiba kejang).
(ST, Dukun Anak, 64 tahun)

6) Peddi babuwa/Peddi wettang (Sakit perut)

Peddi babuwa/ peddi wettang adalah rasa sakit yang muncul di

bagian perut anak. Anak yang menderita peddi babuwa/peddi wettang

merasakan sensasi kram dan tertusuk di area perut, sebagaimana

kutipan wawancara berikut:

“Peddi babuwa iyenatu mapeddi pada ko letoddo-toddo wettang na


anana’ e”.
(Peddi babuwa adalah sakit serasa ditusuk-tusuk di bagian perut
anak).
(DT, Dukun Anak, 56 tahun)

“Peddi wettang itu ko mangillu wettangna anana”.


(Peddi wettang itu ketika perut anak mengalami kram).
(IM, Dukun Anak, 58 tahun)

7) Benra wettang (Perut kembung)

Benra wettang adalah kondisi saat perut anak membuncit atau

kembung, sebagaimana kutipan wawancara berikut:

“Benra wettang ko kembung wettangna anana’e”.


(Benra wettang ketika perut anak kembung).
(IN, Keluarga Balita, 54 tahun)

Hal ini sejalan dengan ungkapan informan berikut:

“Ko benra wettang e pada gendang e ko itettei”.


(Bila anak menderita benra wettang maka ketika perut anak ditepuk
akan mengeluarkan suara seperti gendang).
(IM, Dukun Anak, 58 tahun)

73
8) Serru’ matana

Serru’ matana adalah kondisi saat mata anak membelalak.

Sebagaimana ungkapan informan berikut ini:

“Serru’ matana iye ko sulla’ matanna anana’e”.


(Serru’ matana iyalah ketika mata anak membelalak, lebar, dan
melihat ke atas).
(AU, Tokoh Adat, 31 tahun)

Sejalan dengan hal tersebut, informan lain mengatakan serru’

matana biasanya diakibatkan karena demam tinggi seperti dalam

kutipan wawancara berikut ini:

“Engka totu yaseng serru’ matana anana’e. Iyaro yakko nabibe’i


pella anana’ e”.
(Adapula yang dinamakan serru’ matana, disebabkan demam tinggi
pada anak).
(DT, Dukun Anak, 56 tahun)

9) No ise’ (Thypoid)

No ise’ adalah salah satu penyakit dengan ciri-ciri anak tidak

mampu duduk, sebagaimana ungkapan informan berikut:

“Ko denullei tudang anana’ no ise’ tu”.


(Bila anak tidak mampu duduk, maka anak menderita no ise’ ).
(IM, Dukun Anak, 58 tahun)

Sejalan dengan hal tersebut, informan lain menambahkan salah

satu gejala penyakit no ise’ adalah demam ketika menjelang malam

seperti dalam kutipan wawancara berikut ini:

“Yekko maladde nakenna no ise’ anana’ de nullei tudang.


Masemmeng, yekko labu esso menreni pellana”.
(Bila penyakit no ise’ anak parah, maka anak tidak mampu duduk.
Gejala lain adalah demam, ketika menjelang malam maka suhu
tubuhnya naik).
(MT, Dukun Anak, 64 tahun)

74
Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara dengan keluarga balita,

seperti kutipan berikut:

“Iyemi ko wenni na mapella alalena”.


(Hanya saat malam saja badan anak demam).
(IN, Keluarga Balita, 54 tahun)

10) Sikeppo (Pectus excavatum)

Sikeppo adalah salah satu penyakit dengan gejala mirip asma

salah satunya anak sesak nafas, sebagaimana ungkapan informan

berikut:

“Engka to yaseng sikeppo, pada laona ko mese’i, posoi rekeng”.


(Adapula yang dinamakan sikeppo, mirip dengan asma, kesulitan
bernafas).
(IM, Dukun Anak, 58 tahun)

Hal ini sejalan dengan ungkapan informan berikut:

“Sikeppo, seddeng-seddeng anana’ loloe. Denulle mannyawae”.


(Sikeppo menyebabkan anak sesak nafas).
(IM, Dukun Anak, 85 tahun)

Tanda lain ketika anak menderita sikeppo adalah tulang rusuk

bagian dada menjadi menonjol, sebagaimana kutipan wawancara

berikut:

“Keppo ero aroe, makkelebbong. Iyenaro na matanrang buku arusu’


e”.
(Bagian dada menyusut menjadikan tulang rusuk terlihat menonjol).
(HK, Dukun Anak, 61 tahun)

11) Maridi-ridi (Ikterus/jundice)

Maridi-ridi adalah suatu kondisi yang ditandai dengan

menguningnya kulit pada tubuh anak. Sebagaimana kutipan

wawancara berikut:

75
“Iya mettotu anana’e engkato lerita maridi-ridi alalena to, lasa ana’
maneng asenna ero”.
(Terkadang ada anak yang tubuhnya terlihat menguning. Itu semua
termasuk dalam penyakit anak).
(HK, Dukun Anak, 61 tahun)

12) Turi terri/Pabborengeng

Turi terri/ pabborengeng adalah suatu kondisi yang ditandai

dengan anak rewel dan menangis terus-menerus seperti dalam kutipan

wawancara berikut ini:

“...mappammula rekeng ko mageribi na terri biasa lettupi subuh


nappa paja”.
(Menangis dimulai saat magrib dan biasanya baru berhenti setelah
subuh).
(HK, Dukun Anak, 61 tahun)

Hal ini sejalan dengan ungkapan informan berikut:

“Lasana totu anana’e itu turi terri. Decco ko tengah benni. Degga
mariga, terri bammi”.
(Turi terri termasuk dalam penyakit anak. Terutama saat tengah
malam, terkadang anak tiba-tiba menangis tanpa sebab).
(IN, Keluarga Balita, 54 tahun)

13) Balippuru (Granuloma annulare)

Balippuru adalah kondisi gangguan kulit yang ditandai dengan

timbulnya ruam melingkar yang berbentuk benjolan kemerahan dan

jumlahnya sepasang, sebagaimana kutipan wawancara berikut:

“Balippuru, tappa macella bawammi, maccampu, malleppa wirinna,


mallebba macella, iyenatu makkebali”.
(Ballipuru langsung memerah, membentuk benjolan kemerahan dan
memiliki pasangan).
(IN, Keluarga Balita, 54 tahun)

76
Sejalan dengan hal tersebut, hasil wawancara dengan dukun anak

mengatakan bahwa penyebab balippuru adalah kuman yang terbawa

angin sebagaimana kutipan berikut:

“Balippuru ko miri angingnge luttuni maderri kama-kamae. Iyenaro


pamate’i. Iyero balippuru engka balinna.”.
(Balippuru itu disebabkan oleh kuman yang terbawa angin, yang
menyebabkan ruam gatal dan jumlahnya sepasang).
(IM, Dukun Anak, 58 tahun)
14) Jambang-jambang (Diare)

Jambang-jambang adalah suatu kondisi yang ditandai dengan

encernya tinja yang dikeluarkan dengan frekuensi buang air besar

(BAB) yang lebih sering dibandingkan dengan biasanya seperti

kutipan wawancara berikut:

“Kalau jambang-jambang itu anana’ buang air besar terus, biasanya


encer, tidak bisa tahan tainya. Itu biasa karena salah susunya”.
(Bila anak menderita jambang-jambang akan BAB terus menerus,
tinja encer, biasanya disebabkan kesalahan pada ASI yang diproduksi
atau pada saat menyiapkan susu formula).
(IC, Keluarga Balita, 51 tahun)

Sejalan dengan hal tersebut, informan lain juga mengatakan anak

mudah terserang jambang-jambang sebagaimana kutipan wawancara

berikut:

“Marommo’na tu anana’e jambang-jambang”.


(Anak-anak mudah terserang jambang-jambang).
(IM, Dukun Anak, 58 tahun)

“Marommo totu jambang-jambang anana’. Ko tuo i isinna anana”.


(Anak-anak mudah terserang jambang-jambang terutama saat giginya
akan tumbuh).
(IN, Keluarga Balita, 54 tahun)

77
15) Bitokeng (Cacingan)

Bitokeng adalah infeksi parasit yang disebabkan oleh cacing yang

ditandai dengan wajah agak pucat, kurus dan perut agak buncit, serta

berat badan anak tidak naik-naik sebagaimana yang diungkapkan

informan berikut:

“Bitokeng, mapute tosi ero kobitokeng taue, tuli terri anana’e.


Madoko, dena melo menre timbanganna, maloppo wettangna”.
(Ciri-ciri anak yang bitokeng adalah putih pucat, selalu menangis,
kurus, timbangan tidak naik-naik dan perut membuncit).
(IM, Dukun Anak, 58 tahun)

16) Asingeng

Asingeng adalah suatu kondisi anak rewel yang dikarenakan

ibunya hamil kembali seperti yang diungkapkan informan berikut:

“Asingeng ko mattampu indona anana’. Apa’ tassellei onronna, tuli


terri cia paja, tuli masussa nyawana”.
(Asingeng terjadi ketika ibu sang anak hamil kembali dengan jarak
kehamilan berdekatan. Ini dikarenakan anak merasa tempatnya
tergantikan, sehingga menangis terus menerus dan rewel).
(MT, Dukun Anak, 64 tahun)

Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan informan berikut:

“Yakko mattampui indo’na natuli malasa anana’ asingengi asenna”.


(Bila ibu sang anak hamil kembali dengan jarak kehamilan yang
cukup dekat dan anak menjadi rewel itulah yang dinamakan
asingeng).
(IM, Dukun Anak, 58 tahun)

Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara mendalam dengan

keluarga balita seperti kutipan wawancara berikut:

“Asingeng, yonroi onroangna (mattampu’i indo na)” (Asingeng


berarti anak merasa tempatnya tergantikan atau dengan kata lain
ibunya hamil kembali dengan jarak kehamilan cukup dekat).
(IN, Keluarga Balita, 54 tahun)

78
17) Sulomettiang (Hiperhidrosis)

Sulomettiang adalah suatu kelainan yang ditandai dengan keringat

berlebih, cenderung terjadi pada malam hari ketika anak sedang tidur

dan kehilangan cairan tubuh mengakibatkan anak kehilangan kekuatan

sebagaimana kutipan wawancara berikut:

“Sulomettiang, iyetu ko arakkoangngi. Tuli turu puse’na anana’. Tuli


massu wae jaji teddeng kekuatan e. Turi turu puse’na tu, terutama ko
wenni”.
(Sulomettiang yaitu anak keringat berlebih, kehilangan cairan tubuh
menyebabkan kehilangan kekuatan. Anak terus berkeringat terutama
pada malam hari).
(IM, Dukun Anak, 85 tahun)

Hal ini sejalan dengan ungkapan informan berikut:

“Sulomettiang ero tuli pusekeng, de namelo pekke’ anana”.


(Sulomettiang adalah keringat berlebih, anak tidak bisa tumbuh
dengan baik)
(MT, Dukun Anak, 64 tahun)

Sejalan dengan hal tersebut, informan lain juga mengatakan

sulomettiang bisa membuat anak menjadi kurus seperti kutipan

wawancara berikut:

“Iyatosi ko engka anana namo wettu bosi, namo lempe bosie magae,
mitti maneng to puse’na e sulomettiangi asenna ero. Nadokoi toi
ananae ko makkuiro”.
(Bila ada anak yang meskipun hujan deras namun tetap keringat
berarti menderita sulomettiang. Hal itu dapat menyebabkan anak
kurus).
(ST, Dukun Anak, 64 tahun)

18) Sissi Manukeng (Epilepsi)

Sissi manukeng adalah suatu kondisi yang menjadikan anak

mengalami kejang secara berulang seperti yang diungkapkan informan

berikut:

79
“Ko sissi manukeng itu piri-piri anana’ pada manu”.
(Penyakit sisi manukeng menyebabkan anak kejang-kejang seperti
ayam).
(MT, Dukun Anak, 64 tahun)

Penamaan penyakit pada anak menurut informan etnis Bugis dapat

disimpulkan dalam matriks berikut:

Matriks 5. 1
Penamaan Penyakit pada Anak Menurut Informan Etnis Bugis
Nama Penyakit Gejala Penyakit
Lingkau bolong Tubuh anak terlihat hitam (memar/
(Sianosis) membiru), baik mulut dan seluruh badan.

Lingkau pute (Anemia Badan anak terlihat putih pucat, putih seperti
defisiensi besi) kain kafan, seolah-olah tidak ada darah yang
mengalir di tubuhnya
Lingkau kamummu Badan anak kaku dan tegang ketika
menangis.
Lingkau peca’ Leher anak tidak bisa tegak dan tidak bisa
duduk.
Lingkau lembe’ Loyo, anak seolah-olah tidak ada kemauan
untuk bergerak.
Sawengeng (Gizi Gejala kurang gizi, seperti lambat berjalan,
kurang) kurus, ukuran kepala lebih besar.
Mattuo-tuo laleng Cacar yang tanda dan gejalanya baru muncul
setelah waktu yang lama, selain itu hanya
demam.
Mattuo-tuo saliweng Cacar yang tanda dan gejalanya nampak dari
luar seperti ruam berbentuk bintik merah
bernanah.
Mattuo-tuo barelle/ Cacar dengan tanda bintik merah bernanah
mattuo-tuo cammane’ dan bentuknya mirip jagung, setelah sembuh
biasanya akan menimbulkan bekas.
Mattuo-tuo betteng/
Cacar dengan tanda bintik merah dan
mattuo-tuo
bentuknya mirip biang keringat.
mallangkana
Mattuo-tuo tanah Cacar dengan tanda ruam berwarna hitam
seperti tanah.
Mattuo-tuo wae Cacar dengan tanda ruam berwarna bening,
besar dan berisi air (melepuh).
Sarampa (Rubella) Ruam di kulit berbentuk bintik merah yang
gejalanya hanya 2-3 hari.
Bolokeng (Influenza) Hidung beringus.

80
Masemmeng (Demam) Peningkatan suhu tubuh anak.
Peddi babuwa/ Peddi Rasa sakit yang muncul di bagian perut
wettang (Sakit perut) anak, sensasi kram dan tertusuk di area
perut.
Benra wettang (Perut
Perut anak membuncit atau kembung
kembung)
Serru’ matana Mata anak membelalak, lebar, dan melihat
ke atas. Biasanya disebabkan oleh demam
tinggi.
No ise’ (Thypoid) Anak tidak mampu duduk disertai demam
hanya ketika menjelang malam hari.
Sikeppo (Pectus Gejala mirip asma, seperti sesak nafas.
excavatum) Tulang rusuk bagian dada menonjol.
Maridi-ridi (Ikterus) Menguningnya kulit pada tubuh anak.
Turi
Anak rewel dan menangis terus-menerus.
terri/Pabborengeng
Balippuru (Granuloma Gangguan kulit yang ditandai dengan
annulare) timbulnya ruam melingkar yang berbentuk
benjolan kemerahan dan jumlahnya
sepasang.
Jambang-jambang Encernya tinja yang dikeluarkan dengan
(Diare) frekuensi buang air besar (BAB) lebih sering
dibandingkan biasanya.
Bitokeng (Cacingan) Infeksi parasit yang disebabkan oleh cacing
yang ditandai dengan wajah agak pucat,
kurus dan perut agak buncit, serta berat
badan anak tidak naik-naik.
Asingeng Anak rewel dikarenakan ibunya hamil
kembali dengan jarak kehamilan cukup
dekat.
Sulomettiang Keringat berlebih yang cenderung terjadi
(Hiperhidrosis) pada malam hari ketika anak sedang tidur.
Kehilangan cairan tubuh mengakibatkan
anak kehilangan kekuatan.
Sissi manukeng
Anak mengalami kejang secara berulang.
(Epilepsi)
Sumber: Data Primer, 2018.

Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan didapatkan

bahwa nama penyakit pada anak oleh etnis Bugis dikenal dengan nama

yang sama di daerah manapun sesama rumpun masyarakat Bugis seperti

dalam kutipan wawancara berikut:

81
“Iya mappakkoro maneng, pokokna namo lettu kega yakko idi’ mo ogie
makkoro maneng ro asenna”.
(Iya sama. Pokoknya sampai manapun asalkan sesama orang Bugis
namanya sama saja).
(DT, Dukun Anak, 56 tahun)

Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara mendalam dengan orangtua

balita sebagaimana diungkapkan informan berikut:

“Sama ji karena di kampungnya suamiku di Batu-Batu juga begitu ji


namanya”.
(Sama saja karena di daerah asal suami saya Batu-Batu Kabupaten
Soppeng namanya juga demikian).
(HN, Orangtua Balita, 27 tahun)

Sementara hasil wawancara mendalam dengan petugas kesehatan

diperoleh ada beberapa perbedaan istilah atau nama penyakit pada anak

antara petugas kesehatan dengan masyarakat etnis Bugis sebagaimana

kutipan wawancara berikut:

“Ada beberapa perbedaan. Contohnya itu varicella, orang Bugis


bilangnya mattuo-tuo. Itu juga sarampa mereka bilang, tapi kalau kami
golongkan itu kedalam rubella. Itu karena di badan anak muncul bintik-
bintik merah, biasanya disertai demam tinggi, dan gejalanya hanya 2-3
hari saja”
(IR, Petugas Kesehatan, 27 tahun)

Hal ini diperkuat oleh hasil FGD dengan petugas kesehatan yang

menyebutkan beberapa perbedaan istilah atau nama penyakit pada anak

antara petugas kesehatan dengan masyarakat etnis Bugis seperti:

varicella yang mereka kenal dengan istilah mattuo-tuo, thypoid yang

mereka kenal dengan no ise’, hiperhidrosis yang mereka kenal dengan

istilah sulomettiang, diare yang mereka kenal dengan jambang-jambang,

dan lain sebagainya.

82
b. Pengetahuan tentang penyebab penyakit pada anak menurut etnis Bugis

Berdasarkan wawancara mendalam yang dilakukan didapatkan

bahwa penyebab penyakit pada anak menurut etnis Bugis adalah karena

kurangnya pemeliharaan kebersihan susu, makanan, pakaian dan tempat

tinggal sebagaimana ungkapan informan berikut:

“Yakko saba’na takkutanang, iyero anana’e nakenna lingkau sibawa


sawengeng karna kurang pemeliharaan dari orangtua. Nomor satu tidak
diperhatikan makanannya, susunya, kebersihannya, engka menengni ero
nak, tidak terpelihara. Saba’na ero mattuo-tuo biasanya kurang
pemeliharaan badannya. Penyakit anak-anak memang termasuk mi
kebersihan pakaian, tempat”.
(Kalau sebabnya yang ditanyakan, anak-anak terserang lingkau dan
sawengeng karena kurangnya pemeliharaan dari orangtua. Nomor satu
tidak memperhatikan kebersihan makanan, susu, dan sebagainya.
Penyebab penyakit mattuo-tuo biasanya karena kurangnya pemeliharaan
kebersihan badan, termasuk kebersihan pakaian dan tempat tinggal).
(HR, Dukun Anak, 72 tahun)

Sejalan dengan hal tersebut, ada pula informan yang mengatakan

penyebab penyakit pada anak adalah karena kekurangan vitamin seperti

kutipan berikut:

“Iye ko dottoro, ko nakennai anana sawengeng makkadai kekurangan


vitamin i”.
(Menurut dokter bila anak sawengeng itu dikarenakan kekurangan
vitamin).
(ST, Dukun Anak, 64 tahun)

Ada pula informan yang mengatakan salah satu penyebab penyakit

pada anak adalah karena faktor cuaca dan keturunan sebagaimana

kutipan wawancara berikut:

“Penyebabnya itu biasa karena faktor cuaca, dingin-dingin biasa


dimandi anak-anak, sakit mi”.
(HN, Orangtua Balita, 27 tahun)

83
“Itu sabana lasa ana’ biasa faktor cuaca, ada memang juga faktor
keturunan”.
(Penyebab penyakit pada anak biasanya karena faktor cuaca dan ada pula
faktor keturunan).
(IN, Keluarga Balita, 54 tahun)

Selain pernyataan di atas, ada pula informan yang mengatakan salah

satu penyebab penyakit pada anak adalah karena kebiasaan memandikan

anak terlalu pagi sebagaimana ungkapan informan berikut:

“Iye maderri nassabari ko mele nadio. Apa iyetu darae yakko elei na ko
wenni maggaroang. Jaji depa namakanja silele jokka-jokka darae
natamaini wae”.
(Penyebabnya biasa karena memandikan anak terlalu pagi. Karena saat
pagi dan malam hari pembuluh darah terbuka. Jadi membuat air masuk
ke pembuluh darah).
(IM, Dukun Anak, 85 tahun)

Informan lain justru mengatakan penyebab penyakit pada anak

karena kebiasaan mandi sore semasa hamil sebagaimana kutipan

informan berikut:

“Ko mattampui taue natuli dio araweng, iyenaro biasa mega saki’na
anana. Tacciceng memengmi taue dio ko mattammpui”.
(Bila seseorang sedang hamil dan sering mandi sore itulah yang biasa
memicu banyak penyakit anak. Cukup sekali saja mandi saat hamil).
(IM, Dukun Anak, 58 tahun)

Ada pula informan yang mengatakan penyebab penyakit pada anak


karena anak pernah terkejut seperti kutipan wawancara berikut:
“Biasa ko purai maseleng. Turi terrini jolo pertama to, nappa
makkoniro”.
(Biasanya karena anak pernah terkejut. Awalnya menangis terus hingga
menyebabkan penyakit pada anak).
(HK, Dukun Anak, 61 tahun)

“Ko sinruruangi anana’ loloe. Purai tasseleng, iyenaro mancaji lasa


ana’. Takkitte’i rekeng”.
(Bayi terkejut. Bila anak pernah terkejut itulah yang menyebabkan
penyakit anak).
(MT, Dukun Anak, 64 tahun)

84
Bukan hanya itu, informan lain mengatakan penyebab penyakit pada

anak karena anak tidak pernah dipijat seperti ungkapan informan berikut:

“Biasa ko de naengka lao taue okko sanroe to. De naengka leboka-


bokari taue. Kan ko tullao massanro engka boka yaleangngi taue. De
naengka le yesse’i anana”.
(Biasanya karena tidak pernah ke dukun anak. Tidak pernah digosokkan
minyak. Bila kita ke dukun anak biasanya diberikan minyak. Anak tidak
pernah dipijat).
(AU, Tokoh Adat, 31 tahun)

Selain penyebab-penyebab di atas, informan lain mengatakan

penyebab penyakit pada anak karena mendapat teguran dari makhluk

halus sebagaimana kutipan wawancara berikut:

“Engka to naseng tomatoae ampareng-parengi. Setang-setang dena


lerita nak. Naseng ogie pangonroangna kamponge”.
(Ada pula omongan orangtua mendapat teguran dari makhluk halus yang
tidak terlihat. Menurut kepercayaan orang Bugis disebut sebagai
penunggu kampung).
(DT, Dukun Anak, 56 tahun)

Informan lain juga mengatakan penyebab penyakit pada anak karena

tidak memperhatikan dinru (saudara kembar) anaknya seperti ungkapan

informan berikut:

“Itu biasa sakit anak-anak karena dinrunna. Yekko delejampangi ero


dinru biasa ni nalasai anana’, idi aga indo’e na lasai to”.
(Biasanya anak sakit karena dinru (saudara kembar) anaknya. Bila tidak
memperhatikan dinru tersebut maka akan membuat anak sakit, bahkan
ibunya juga)
(FR, Orangtua Balita, 40 tahun)

Selain itu, ada pula informan yang mengatakan penyebab penyakit

pada anak karena anak diganggu oleh ari-arinya bila tidak dibacakan

jampi-jampi sebagaimana kutipan informan berikut:

85
“Engka to biasa pada ko ipakatulu-tului okko ari-arina ko dejappi i”.
(Ada juga yang biasanya diganggu oleh ari-arinya dalam mimpi bila
tidak dijampi-jampi).
(HK, Dukun Anak, 61 tahun)

“Yacculei-culei okko ari-arina. Iyanatu maderri anana’e rekeng matinro


tappa micawa, maderri mattengang matinro tappa terri bawang”.
(Diganggu oleh ari-arinya. Itulah kenapa biasanya anak sementara tidur
tiba-tiba ketawa ataupun sebaliknya sementara tidur tiba-tiba langsung
menangis).
(IN, Keluarga Balita, 54 tahun)

Penyakit dan penyebab penyakit pada anak oleh etnis Bugis dapat

disajikan dalam matriks berikut:

Matriks 5. 2
Penyakit dan Penyebabnya Menurut Informan Etnis Bugis
Padanan
Nama Penyakit Penyakit Secara Penyebab Penyakit
Medis
Lingkau Sianosis Kurangnya pemeliharaan
kebersihan susu dan makanan,
anak tidak pernah dipijat.
Sawengeng Gizi Kurang Kurangnya pemeliharaan
kebersihan susu, makanan,
serta kekurangan vitamin.
Mattuo-tuo Cacar Kurangnya pemeliharaan
kebersihan badan, termasuk
kebersihan pakaian dan tempat
tinggal.
Bolokeng Influenza/pilek Faktor cuaca, kebiasaan
memandikan anak terlalu pagi,
kebiasaan mandi sore semasa
hamil.
Masemmeng Demam Faktor cuaca, teguran dari
makhluk halus, tidak
memperhatikan dinru (saudara
kembar) anak, diganggu oleh
ari-arinya.
Peddi babuwa/ Sakit perut Kurangnya pemeliharaan
Peddi wettang kebersihan susu, makanan, dan
diganggu oleh ari-arinya.
Benra wettang Perut kembung Anak terlalu kenyang.
Serru’ matana - Demam tinggi, anak pernah
terkejut.

86
Turi - Anak pernah terkejut, teguran
terri/Pabboreng dari makhluk halus, tidak
eng memperhatikan dinru (saudara
kembar) anak, diganggu oleh
ari-arinya.
Balippuru Granuloma
Angin jahat.
annulare
Jambang- Diare Tumbuhnya gigi anak, serta
jambang kurangnya pemeliharaan
kebersihan makanan, ASI
ataupun susu formula.
Asingeng - Tempatnya tergantikan (jarak
kehamilan ibu berdekatan).
Sumber: Data Primer, 2018.

c. Pengetahuan tentang pencegahan penyakit pada anak menurut etnis

Bugis

Untuk mencegah penyakit pada anak menurut etnis Bugis salah

satunya adalah dengan memperhatikan timbangan dan imunisasi anak

sesuai umurnya serta memberikan vitamin sebagaimana kutipan

wawancara berikut:

“Untuk mencegah penyakit itu apa yang diperintahkan oleh pemerintah,


bagiannya dokter, perawat kesehatan harus diikuti semua anjurannya.
Timbanganna anana’e, sontikenna anana’e, engka menenni okkoro.
Umur sekian anak-anak harus diimunisasi”.
(Untuk mencegah penyakit itu dengan mengikuti anjuran dari
pemerintah, dokter dan petugas kesehatan. Memperhatikan timbangan,
imunisasi anak sesuai umurnya dan semuanya).
(HR, Dukun Anak, 72 tahun)

“Ko iya ajana mupassanroi, bawani lao dottoro anana. Apa okko dottoro
engka yaseng vitamin untuk tulang, untuk otak. Makanja maneng ero”.
(Menurut saya tidak usah berobat di dukun. Bawa saja ke dokter. Karena
di dokter anak bisa mendapat vitamin untuk tulang, untuk otak, dan itu
semua bagus untuk mencegah penyakit).
(ST, Dukun Anak, 64 tahun)

Sejalan dengan hal tersebut, ada pula informan yang mengatakan

untuk mencegah penyakit pada anak adalah dengan merawat anak dengan

87
baik dan memperhatikan semua kebutuhannya, berikut ungkapan

informan:

“Untuk cegah penyakit anak harus bagus carata rawat anak-anak. Harus
diperhatikan semua kebutuhannya”.
(Untuk mencegah penyakit anak, harus merawat anak dengan baik. Harus
memperhatikan semua kebutuhannya).
(HN, Orangtua Balita, 27 tahun)

Selain itu, ada pula informan yang mengatakan untuk mencegah

penyakit pada anak adalah dengan menghindari kebiasaan memandikan

anak terlalu pagi. Berikut pernyataan salah satu dukun anak:

“Ipakanjaki tungke’-tungke’na. Ajana tammele ladde idio anana”.


(Merawat dengan baik. Jangan memandikan anak terlalu pagi).
(WR, Dukun Anak, 85 tahun)

Informan lain justru mengatakan untuk mencegah penyakit pada

anak adalah dengan menghindari kebiasaan mandi sore semasa hamil

seperti kutipan informan berikut:

“Ero ko mattampui taue aja natuli dio araweng. Tacciceng na bawang


dio lalengna sesso e”.
(Bila kita sedang hamil jangan mandi sore. Cukup sekali saja dalam
sehari).
(IM, Dukun Anak, 58 tahun)

Ada pula informan yang mengatakan untuk mencegah penyakit pada

anak adalah ibu yang telah bepergian membasuh payudaranya terlebih

dahulu sebelum menyusui anaknya sebagaimana kutipan informan

berikut:

“... di cuci juga tete e kalau dari jalan baru dikasi tete anana”.
(.. juga membasuh payudara sehabis bepergian sebelum menyusui anak).

(IC, Keluarga Balita, 51 tahun)

88
Bukan hanya itu, informan lain mengatakan untuk mencegah

penyakit pada anak adalah dengan membacakan jampi-jampi dan

memasangkan panini (bangle) pada pakaian anak seperti dalam kutipan

wawancara berikut:

“Jappi-jappi manengmi je nak idi tau ogie. Apa iya yakko jajini ana’
sanro ku okko bolana bidan e upasimulang maneng mettoni rekeng yekko
bunge’ jajiwi. Ujappiangeng maneng metto ni ero bisae ganggu-ganggui
anana’e. Jaji matu pekke’ na maraja-raja ni denatu nakennai lasa
taccedde’-cedde’ anana’e”.
(Kita orang Bugis menggunakan jampi-jampi. Karena saat ana’ sanro ku
lahir di rumah bidan, langsung saya bacakan. Semua jampi-jampi saya
bacakan guna menghindarkan dari segala hal-hal yang dapat
mengganggunya. Sehingga saat besar anak tidak akan lagi menderita
penyakit).
(DT, Dukun Anak, 56 tahun)

“Epakeangi aga ananae panini”.


(Juga dipasangkan pada pakaiannya panini atau bangle).
(IN, Keluarga Balita, 54 tahun)

Selain itu, informan juga mengatakan untuk mencegah penyakit pada

anak adalah dengan menanam ari-ari anak dengan baik disertai ikan

kering, Al-Qur‟an, asam, garam dan buku. Berikut kutipan

wawancaranya:

“Ripakanjaki lemme’na irung. Ipasibawai bale rakko, Qur’an, paccukka,


pejje, bo”.
(Menanam ari-ari dengan baik disertai ikan kering, Al-Qur‟an, asam,
garam dan buku).
(IN, Keluarga Balita, 54 tahun)

Sejalan dengan hal tersebut, informan lain juga mengatakan untuk

mencegah anak dari gangguan ari-arinya adalah dengan membacakan

jampi-jampi disertai nasi ketan dan pisang seperti kutipan informan

berikut:

89
“Bare de naipakatulu-tului okko ari-arina le jappi-jappi. Itanriangi
okkoro ari-ari na, letaroang ni sokko sibawa loka”.
(Agar tidak diganggu oleh ari-arinya adalah dengan membacakan jampi-
jampi dan menyediakan nasi ketan serta pisang).
(HK, Dukun Anak, 61 tahun)

Informan lain mengatakan untuk mencegah penyakit pada anak

adalah dengan memperhatikan dinru (saudara kembar) anaknya

sebagaimana ungkapan informan berikut:

“...kalau mau dicegah supaya ndak sakit harus diperhatikan itu


dinrunna. Yakko engka yelliang i anana’e ero jolo, pura pi ipangolo
nappa wedding na pake adikna”.
(Bila ingin mencegah agar anak tidak sakit harus memperhatikan dinru
atau saudara kembar anak. Bila membelikan sesuatu pada anak harus
mengutamakan dinru tersebut, baru setelah itu bisa dipakai oleh
adiknya).
(FR, Orangtua Balita, 40 tahun)

Sementara itu, dua informan lain mengatakan untuk mencegah

penyakit pada anak adalah dengan menghindari pamali atau pantangan

yang tidak boleh dilakukan seperti dalam kutipan wawancara berikut:

“Iye bare’ de nakennai lasa ana’ anana’e inini maneng ero


nappemmaliang to riyoloe. Idi kang tau ogi e maega pemmali”.
(Agar anak tidak terserang penyakit maka harus menghindari semua
pantangan atau pamali. Kita orang Bugis memang banyak pamali).
(AU, Tokoh Adat, 31 tahun)

“Inini maneng ero aga pemmali-pemmali. Yekko makkadasi taue aja


lepigaui desi lepigaui. Riyolo kang mega pemmali”.
(Menghindari semua pantangan atau pamali. Jika orang melarang, maka
tidak akan dilakukan. Dulu itu banyak pamali).
(MT, Dukun Anak, 64 tahun)

Penyakit dan pencegahan penyakit pada anak oleh etnis Bugis dapat

disajikan dalam matriks berikut:

90
Matriks 5. 3
Penyakit dan Pencegahannya Menurut Informan Etnis Bugis
Padanan
Nama Penyakit Penyakit Pencegahan Penyakit
Secara Medis
Lingkau Sianosis Merawat anak dengan baik dan
memperhatikan semua
kebutuhannya
Sawengeng Gizi Kurang Memperhatikan timbangan dan
memberikan vitamin
Mattuo-tuo Cacar Imunisasi anak sesuai umurnya
Bolokeng Influenza/pilek Menghindari kebiasaan
memandikan anak terlalu pagi,
dan menghindari kebiasaan
mandi sore semasa hamil.
Masemmeng Demam Membacakan jampi-jampi dan
memakaikan panini (bangle)
pada anak, memperhatikan dinru
(saudara kembar) anak.
Peddi babuwa/ Sakit perut Ibu yang sehabis bepergian
Peddi wettang membasuh payudaranya terlebih
dahulu sebelum menyusui
anaknya dan menanam ari-ari
anak dengan baik.
Benra wettang Perut kembung Ibu yang sehabis bepergian
membasuh payudaranya terlebih
dahulu sebelum menyusui
anaknya
Serru’ matana - Membacakan jampi-jampi dan
memasangkan panini (bangle)
pada pakaian anak, menanam
ari-ari anak dengan baik
Turi - Membacakan jampi-jampi dan
terri/Pabboreng memasangkan panini (bangle)
eng pada pakaian anak, menanam
ari-ari anak dengan baik
Jambang- Granuloma Ibu yang sehabis bepergian
jambang annulare membasuh payudaranya terlebih
dahulu sebelum menyusui
anaknya.
Bitokeng Diare Menghindari pamali atau
pantangan.
Asingeng - Memandikan anak di dalam
sarung tepat di atas ibunya.
Sumber: Data Primer, 2018.

91
d. Pengetahuan tentang pengobatan penyakit pada anak menurut etnis Bugis

Pengobatan penyakit pada anak menurut etnis Bugis adalah dengan

menggunakan campuran minyak, obat-obat herbal dan membacakan

jampi-jampi sambil dipijat sebagaimana hasil wawancara dengan dukun

anak berikut:

“Daung-daung mi nak eburangngi nappa ibaca-bacangi doa ero agagae


bara nappabbarakkai puang Alla ta’ala nancaji pabbura”.
(Hanya menggunakan daun-daun lantas membacakan doa agar Allah
SWT memberkahi dan menjadikannya obat).
(ST, Dukun Anak, 64 tahun)

“Bansanana ko lingkau bolong jintang lotong mi bawang na jintang pute


na boka. Jappi-jappi tona”.
(Misalkan bila anak lingkau bolong diobati dengan jintan hitam dan
jintan putih dicampur dengan minyak serta dibacakan jampi-jampi).
(IM, Dukun Anak, 58 tahun)

“Ijappi ni. Yakkebbuareng ni rekeng pabbura lasa ana’. Yebbuareng ni


boka, itaroini pabbura-bura okko boka e. Iyenaro ipakeangi, yesse’ ni
aga to”.
(Di bacakan jampi-jampi. Dibuatkan obat khusus penyakit anak.
Dibuatkan minyak dicampur dengan obat-obat herbal. Itulah yang
digunakan pada anak sambil dipijat).
(HK, Dukun Anak, 61 tahun)

Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan orangtua balita seperti

dalam kutipan wawancara berikut:

“Saya selalu bawa anak saya berobat ke dukun. Di sana di pijit dlu, baru
dikasi minyak sama obat-obat. Banyak isinya, ada panini, bawang putih,
kunyit. Sudah 3 kali mi berobat”
(HN, Orangtua Balita, 27 tahun)

Alasan penggunaan obat herbal oleh masyarakat etnis Bugis adalah

mudah didapat dan berkhasiat, seperti ungkapan berikut:

“Iyero pabbura bansanana daung-daung, jintang lotong, jintang pute’


magampang mi lairuntu okko pasa’. Makkasia topi”.

92
(Obat semacam dedaunan, jintan hitam, jintang putih mudah didapatkan
di pasar, selain itu sangat berkhasiat).
(HR, Dukun Anak, 72 tahun)

Adapun alasan pemilihan panini (bangle) sebagai obat dikarenakan

panini (bangle) berkhasiat untuk meredakan perut kembung, penurun

panas, dan obat cacing. Berikut kutipan wawancaranya:

“Iyero panini e lepakeangi anana’ nasaba makkasia murai benra


wettang, pabbura yakko masemmeng anana’, pabbura bito’ tona”
(Panini/bangle digunakan pada anak karena berkhasiat mengobati perut
kembung, penurun panas, serta obat cacing).
(IM, Dukun Anak, 56 tahun)

Selain itu, pemilihan obat herbal dilihat berdasarkan kemiripannya

dengan gejala yang ditunjukkan ketika anak sakit, sebagaimana ungkapan

informan berikut:

“Engkato biasa yaseng daung karairaikamummu, warna ungu metto


warnana. Iyenaro biasa lejemmuangngi nappa idiongeng yakko lingkau
kamummu anana”
(Dulu ada daun yang disebut daun karairaikamummu, berwarna ungu.
Itulah yang biasanya digunakan pada anak yang terkena lingkau
kamummu dengan cara diremas lalu dimandikan).
(ST, Dukun Anak, 64 tahun)

“Iyero biasa ko sawengeng anana’ tuli sikolli ajena. Iyenatu idi riyolo
iburanggi lare’ sikolli-kolli. Iyenaro yala lejemmu ko jumai nappa
idiongeng. Lare’ iye malampe, iye lorong tenia ero lare’ cabu”.
(Biasanya bila anak menderita sawengeng maka kakinya berpilin. Itulah
yang menyebabkan dahulu kita mengobatinya menggunakan kangkung
berpilin. Kangkung tersebut diremas dan dimandikan pada hari Jumat.
Kangkung yang dimaksud adalah yang panjang, bukan kangkung cabut).
(ST, Dukun Anak, 64 tahun)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, pengobatan penyakit pada

anak menurut kategori informan digambarkan dalam skema berikut:

93
Dukun Anak Campuran Minyak

Orangtua Balita Obat-obat Herbal

Keluarga Balita Pijat

Tokoh Adat Jampi-jampi

Gambar 5. 1
Skema Pengobatan Penyakit pada Anak
Menurut Kategori Informan
(Sumber: Data Primer, 2018)

e. Pemikiran dan pertimbangan pribadi etnis Bugis tentang sebab-sebab

dalam pemberian nama penyakit pada anak

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan dukun

anak diperoleh pemikiran dan pertimbangan pribadi etnis Bugis tentang

sebab-sebab dalam pemberian nama penyakit pada anak adalah ciri-ciri

yang nampak pada badan anak, berikut kutipan wawancaranya:

“Kalau ditanya sebab-sebabnya nak karena diliat i dari ciri-cirina.


Iyatosi nampai leasengi lingkau bolong apa mabolong maneng yita
alalena anana’e, lingkau pute apa maputei sammanna deggaga dara.
Lingkau peca’ nasaba mapeca’ anana’e, tidak bisa berdiri lehernya”.
(Kalau ditanya sebab-sebabnya nak karena melihat dari ciri-cirinya.
Dikatakan lingkau bolong karena badan anak yang menghitam, dikatakan
lingkau pute karena badan anak yang putih seolah-olah tidak ada darah,
dikatakan lingkau peca’ karena badan anak yang loyo dan lehernya tidak
dapat berdiri tegak).
(HR, Dukun Anak, 72 tahun)

Hal ini sejalan dengan ungkapan orangtua balita melalui wawancara

mendalam, berikut kutipannya:

94
“Kalau itu matuo-tuo itu kan dua macam. Mattuo-tuo barelle karna dia
kayak jagung, ada to yang kayak kembang keringat, mabiccue padami
turu puse’e yasengi tuo-tuo betteng. Iyaro bettenge dek tumbuhan dulu,
makabiccu ero yaseng betteng, padami benni”.
(Kalau itu penyakit mattuo-tuo kan ada dua macam. Dinamakan mattuo-
tuo barelle karena bentuknya yang mirip jagung. Adapula yang
bentuknya mirip kembang keringat, kecil sehingga dinamakan tuo-tuo
betteng. Betteng adalah nama tanaman tempo dulu, bentuknya sangat
kecil hanya seukuran benih).
(FR, Orangtua Balita, 40 tahun)

Selain itu, pemikiran dan pertimbangan lain etnis Bugis tentang

sebab-sebab dalam pemberian nama penyakit pada anak adalah gejala

yang ditimbulkan dari penyakit tersebut sebagaimana kutipan wawancara

berikut:

“Yasengi turi terri apana ero anana’e turi terri bawang tea paja”.
(Dimanakan turi terri karena anak selalu menangis dan tidak mau
berhenti).
(IM, Dukun Anak, 58 tahun)
“Sissi manukeng nasaba ero anana’ piri-piri pada manu”
(Dinamakan sissi manukeng karena anak kejang-kejang seperti ayam).
(MT, Dukun Anak, 64 tahun)

Selain pernyataan di atas, pemikiran dan pertimbangan lain etnis

Bugis tentang sebab-sebab dalam pemberian nama penyakit pada anak

adalah bagian tubuh yang sakit, berikut kutipan wawancara dengan

dukun anak:

“Magi nariyaseng i peddi babuwa, itu babuwa wettang. Babuwa mi


nasengi taue okko kampong ta idie. Mapeddi i wettangna jaji makkadani
taue peddi babuwa. Iyero riasengi serru’ matana apana matanna
anana’e tappa serru’. Makkita lo yase rekenna. Samanna bulla yaro
matae”.
(Mengapa dinamakan peddi babuwa, karena babuwa berarti perut.
Orang-orang di kampung ini menyebutnya babuwa. Karena yang sakit
adalah perut maka dinamakan peddi babuwa. Sementara itu, dinamakan
serru’ matana karena mata anak-anaklah yang langsung membelalak,
melihat keatas, dan melotot).
(DT, Dukun Anak, 56 tahun)

95
Hal ini sejalan dengan ungkapan tokoh adat melalui wawancara

mendalam, berikut kutipannya:

“...matanna anana’e serru’ jadi leyasengini serru’ matana”.


(Mata anaklah yang melotot sehingga dinamakan serru matana).
(AU, Tokoh Adat, 31 tahun)

2. Tokoh Acuan

Tokoh acuan yang dimaksud dalam penelitian ini mencakup siapa yang

menjadi acuan atau panutan dalam pemberian nama penyakit pada anak

serta siapa yang menjadi acuan atau panutan dalam pemilihan pencegahan

dan pengobatan penyakit pada anak menurut etnis Bugis.

a. Tokoh acuan atau panutan dalam pemberian nama penyakit pada anak

Acuan atau panutan dalam pemberian nama penyakit pada anak

adalah leluhur atau nenek moyang dan nama tersebut telah berlaku secara

turun-temurun, seperti ungkapan informan berikut:

“Metta ni itu engka yaseng lasa ana’ idi tau ogi. Tau riyolota biasa ro
mabbere aseng makkoaro”.
(Nama penyakit pada menurut orang Bugis sudah lama ada. Leluhur kita
yang dulunya memberikan nama demikian).
(HK, Dukun Anak, 61 tahun)

Hal ini dipertegas dengan ungkapan informan tokoh adat melalui

wawancara mendalam, berikut kutipan wawancaranya:

“Pole okko tau riyolo ta. Iye aseng lasa ana’e riyolo mopa engka
memengni. Idi yangkalingami tomatoae jadi yisseng toni”.
(Dari leluhur kita. Nama penyakit pada anak ini sudah ada sejak dahulu.
Kami mendengarnya dari orangtua jadi kami tahu).
(AU, Tokoh Adat, 31 tahun)

96
b. Tokoh acuan atau panutan dalam pemilihan pencegahan dan pengobatan

penyakit pada anak

Acuan atau panutan dalam pemilihan pencegahan dan pengobatan

penyakit pada anak adalah dukun anak dan dokter, sebagaimana

ungkapan informan berikut:

“Sanroe, bansanaku maneng e. Tapi ko bansa bolokengmi anana’e lao


mi ta wita ko dottoroe. Iyemi ko nakennani lasa ana’ bansa lingkau
sibawa sawengeng lao ni ko sanro”.
(Dukun anak seperti saya ini. Tapi bila anak hanya beringus maka
orangtua mereka lebih memilih ke dokter. Kecuali bila penyakitnya
semacam lingkau dan sawengeng ia akan lebih memilih ke dukun anak).
(IM, Dukun Anak, 58 tahun)

Hal ini dipertegas dengan ungkapan informan keluarga balita melalui

wawancara mendalam, berikut kutipan wawancaranya:

“Dokter sama dukun. Kalau menantuku lebih na pilih ke dokter, tapi


karena memang ada sanro anana’nya cucuku jadi biasa juga dibawa ke
sana”.
(Dokter dan dukun. Kalau menantu saya lebih memilih ke dokter, tapi
dikarenakan cucu saya memang punya sanro ana’ jadi biasa juga dibawa
ke sana).
(IC, Keluarga Balita, 51 tahun)

Informan juga mengatakan dokter menjadi acuan atau panutan dalam

penanganan penyakit pada anak karena ilmunya telah dipelajari dibangku

sekolah dan kuliah seperti kutipan informan berikut:

“Kalau dokter tidak diragukan mi apana nassikolang”.


(Kalau dokter sudah tidak diragukan lagi karena ilmunya dipelajari di
sekolah).
(IC, Keluarga Balita, 51 tahun)

Sedangkan dukun anak menjadi acuan atau panutan dalam

penanganan penyakit pada anak karena dukun anak mengaku mendapat

97
wahyu/petunjuk dari Allah dan pengetahuan tentang cara pengobatan

yang dilakukannya telah turun-temurun, berikut kutipan wawancaranya:

“Sudah 3x mih ini pindah nak. Nenek dulu, sudah itu ibu, baru saya.
Baru ini kedatangannya itu obat nak bukan dipelajari, bukan di apa, ini
dari Allah. Pammase rekenna nak”.
(Sudah 3x ini menurun. Nenek dulu, kemudian ibu, dan saya.
Kedatangan pengobatan ini nak bukan dipelajari atau apa, tapi ini
datangnya dari Allah, semacam wahyu).
(HR, Dukun Anak, 72 tahun)

“Petunjukna puang Allah ta Ala. Apana magiro yisseng i makkada


makkie anana’e. Engkatoro yaseng nak. Kalau mabbicara ettana,
mettana engkana dua pulo taung”.
(Ini merupakan petunjuk dari Allah SWT, bagaimana mungkin saya tau
kalau bukan karena Allah. Kalau berbicara soal lamanya, saya sudah 20
tahun menjadi dukun anak).
(HK, Dukun Anak, 61 tahun)

Informan lain mengatakan dukun anak menjadi acuan atau panutan

dalam penanganan penyakit pada anak karena dukun anak di kelurahan

Amparita telah mendapat izin praktik pengobatan tradisional dari dinas

kesehatan, sebagaimana kutipan berikut:

“Iyero sanroe okko Amparita engka massu izinna pole kesehatan.


Keturunan topa, turun-temurun ni alena. Pada ceritana ko mukjizat”.
(Dukun anak di Amparita telah mendapat izin praktik dari dinas
kesehatan, keturunan pula, dikeluarganya sudah turun-temurun. Sama
halnya dengan mukjizat).
(AU, Tokoh Adat, 31 tahun)

Ada pula informan yang mengatakan dukun anak menjadi acuan atau

panutan dalam penanganan penyakit pada anak karena berdasar pada

pengalaman orang lain yang telah berobat di dukun anak, seperti dalam

kutipan berikut:

“Kalau saya tau itu sanro dari kakak. Anaknya juga pernah sakit begitu
dan sembuh setelah dibawa ke sana. Jadi setiap sakit anak saya dibawa
juga berobat ke sana”
(HN, Orangtua Balita, 27 tahun)

98
Selain itu, informan mengatakan dukun anak menjadi acuan atau

panutan dalam penanganan penyakit pada anak karena tradisi makkatenni

sanro, berikut ungkapan informan:

“Kalau dukun karena memang ada tradisi makkatenni sanro”


(IC, Keluarga Balita, 51 tahun)

“Begitu tradisi orangtua dek. Dianjurkan anak ta harus punya sanro


sendiri. Jadi kalau masemmeng-semmengi sanroe mi dipanggil”.
(Sudah tradisi orangtua dek. Dianjurkan anak kita harus punya sanro
sendiri. Jadi setiap anak demam atau sakit kita tinggal memanggil sanro).
(FR, Orangtua Balita, 40 tahun)

3. Nilai

Nilai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai-nilai budaya yang

menjadi pegangan, pedoman, atau prinsip masyarakat etnis Bugis dalam

penamaan penyakit pada anak.

a. Nilai yang menjadi pedoman, pegangan atau prinsip dalam penamaan

penyakit pada anak

Nilai-nilai etnis Bugis yang menjadi pedoman, pegangan, atau

prinsip dalam penamaan penyakit pada anak adalah pamali. Pamali

merupakan pantangan yang tidak boleh dilakukan dan berfungsi sebagai

pengendali diri dalam bertindak. Berikut beberapa contoh pamali

masyarakat etnis Bugis dalam kaitannya dengan penamaan penyakit pada

anak seperti dalam kutipan wawancara berikut:

“Ko mattuo-tuoi pemmali jolo idio. Ibokarimi nappa ipakkemmekeki


onyi, lasuna, na pelleng”.
(Pamali memandikan anak saat mattuo-tuo. Cukup dengan membasuhnya
dengan campuran minyak, kunyit, bawang dan kemiri).
(IM, Dukun Anak, 58 tahun)

99
Ada pula informan yang mengatakan pamali menggoreng makanan

saat anak mattuo-tuo sebagaimana ungkapan informan berikut:

“Ko mattuo-tuo anana’e de nawedding ko majenno-jenno okko bolamu”.


(Bila anak mattuo-tuo maka tidak boleh menggoreng makanan di rumah).
(MT, Dukun Anak, 64 tahun)

Informan lain menambahkan pamali memasukkan buah-buahan

berduri ke dalam rumah saat anak terkena penyakit mattuo-tuo karena

bisa menyebabkan gatal seperti ungkapan informan berikut:

“Yakko mattuo-tuo i anana’ de nawedding tama bolae misalnya anu


maddori-dori, bansanana durian, salak, panasa, mate’ itu. Detto
nawedding mabbette-bette tau”.
(Bila anak mattuo-tuo maka pamali memasukkan buah-buahan berduri ke
dalam rumah, seperti durian, salak, dan nangka karena menyebabkan
gatal. Tidak boleh pula menggoreng makanan).
(IN, Keluarga Balita, 54 tahun)

Sejalan dengan hal tersebut, salah satu pamali saat anak demam

adalah tidak boleh memandikan anak, seperti dalam kutipan wawancara

berikut:

“Iye yekko turi liwe pellana, pemmali idio. Leanuangmi bawang wae
pella nappa ipakkuangengngi, supaya takkabbakka ero pellana”.
(Bila anak demam tinggi maka pantang memandikan anak. Cukup
membasuhnya dengan air hangat).
(ST, Dukun Anak, 64 tahun)

Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan orangtua balita

sebagaimana kutipan berikut:

“Banyak pemmalinya dek kalau anak sakit. Salah satunya tidak boleh
dimandi kalau panas badannya”
(HN, Orangtua Balita, 27 tahun)

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan tokoh

adat diperoleh nilai pamali berlaku secara turun-temurun dan berguna

100
untuk menghindarkan dari hal-hal yang negatif, berikut ungkapan

informan:

“Iye turun-temurun. Iyero gunana pemmali bare denapolei ki anu maja


naseng tomatoa ta”.
(Iya turun-temurun. Menurut orang-orang terdahulu pamali berguna agar
tidak mendatangkan hal-hal negatif).
(AU, Tokoh Adat, 31 tahun)

Hal ini sejalan dengan yang diungkapan informan dukun anak,

berikut kutipan wawancaranya:

“Iya turun-temurun maneng makkoaro. De nacciang bawang ki


tomatoae, engkamitu inini maja na nappemmaliang i”.
(Iya semuanya turun-temurun. Leluhur kita tidak sekedar melarang, ada
hal-hal negatif yang dihindari sehingga membuat pantangan).
(HK, Dukun Anak, 61 tahun)

b. Prinsip-prinsip tertentu yang dianut oleh keluarga masyarakat etnis Bugis

kaitannya dengan penamaan penyakit pada anak

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan tokoh

adat diperoleh salah satu prinsip tertentu yang dianut oleh keluarga

masyarakat etnis Bugis kaitannya dengan penamaan penyakit pada anak

adalah tradisi makkatenni sanro atau memilih dan menetapkan dukun

anak tertentu untuk membantu ibu dan bayinya dalam proses persalinan

dan memberikan jampi-jampi agar anak tidak sakit, berikut kutipan

wawancaranya:

“Kalau orang di sini, engka yaseng makkatenni sanro yakko tamani pitu
puleng tampu’e. Jaji iyenaro matu sanrona pimmana’i. Maleangngi
jappi-jappi ana loloe bare de nakennai lasa ana”.
(Masyarakat di sini, ada namanya makkatenni sanro yakni memilih dan
menetapkan dukun anak tertentu bila usia kehamilan memasuki bulan ke-
7. Jadi dukun anak tersebutlah yang akan membantu proses persalinan.
Memberikan jampi-jampi pada anak agar tidak sakit).
(AU, Tokoh Adat, 31 tahun)

101
Sejalan dengan hal tersebut, informan lain mengatakan prinsip

tertentu yang dianut oleh keluarga masyarakat etnis Bugis kaitannya

dengan penamaan penyakit pada anak adalah percaya pada berkah dari

pengobatan dukun anak seperti dalam kutipan berikut:

“Iyetu maderri wita prinsipna tau mabbura okko iya nak, mateppe’
rekeng barakka’na ero agagae. Jappi-jappi e rekeng. Mateppe’ makkada
tidak semua penyakit bisa disembuhkan dottoro”.
(Prinsip yang biasa saya lihat pada orang yang berobat di saya adalah
percaya pada berkah pengobatan dukun, seperti jampi-jampi. Percaya
bahwa tidak semua penyakit bisa disembuhkan oleh dokter).
(HK, Dukun Anak, 61 tahun)

Selain itu, prinsip tertentu yang dianut oleh keluarga masyarakat

etnis Bugis kaitannya dengan penamaan penyakit pada anak adalah

memberikan perlakuan khusus pada dinru (saudara kembar) anaknya,

berikut ungkapan informan terkait hal tersebut:

“Iye itu mi tadi dinru dek. Percaya saya keluargaku ada begitu to. Kan
pitu puleng tampukku messui ero. Wae mi leyita messu. Weddengeng ero
wae e. Wenni meni napakatulu-tului ka, okko saloe monro. Nappa pas 9
bulan nappa jaji anakku. Engkana niatku yakko engka dallekku mabbola
meloka makkibbuarengngi kamara toh, iyenatu kamarae ilaleng dek”.
(Itu tadi memberikan perhatian khusus pada dinru (saudara kembar) anak
dek. Keluarga saya percaya akan adanya dinru. Saat saya hamil 7 bulan
keluar dinru tersebut, bentuknya mirip air tapi saya harus ngejan baru dia
keluar. Dan malam hari saya bermimpi, dinru itu tinggal di sungai. Baru
setelah 9 bulan anak saya lahir. Jadi setelah kejadian itu saya sudah
berniat bila ada rejeki membangun rumah akan saya buatkan kamar
khusus, nah itulah kamar yang di dalam sekarang).
(FR, Orangtua Balita, 40 tahun)

Ada pula informan yang mengatakan, prinsip tertentu yang dianut

oleh keluarga masyarakat etnis Bugis kaitannya dengan penamaan

penyakit pada anak adalah mengikat ari-ari anak tepat setelah anak lahir,

berikut kutipan wawancaranya:

102
“Asetta ero ko lepessu anana’ na de natappa ipesse’, erona
nallalelengeng maderri mate anana’ ko massaui. Tappa isiyoi lolona. Ko
de nayanu iyenaro irung maderi nalai denna. Asetta macoai ki nairo
irung”.
(Biasanya saat anak lahir dan tidak langsung mengikat ari-ari, itulah yang
biasanya menyebabkan anak tersebut meninggal. Jadi harus langsung
diikat. Bila tidak demikian, ari-ari tersebut biasanya mengambil
kakaknya. Kan anak kita lebih tua dari pada ari-arinya).
(IM, Dukun Anak, 58 tahun)

Prinsip-prinsip tertentu yang dianut oleh keluarga masyarakat etnis

Bugis dapat disimpulkan dalam matriks berikut:

Matriks 5. 4
Prinsip-Prinsip yang Dianut oleh Keluarga Masyarakat
Menurut Informan Etnis Bugis
Masa/Periode Prinsip yang dianut
Tradisi makkatenni sanro atau memilih dan
menetapkan dukun anak tertentu untuk membantu
7 bulan
ibu dan bayinya dalam proses persalinan dan
memberikan jampi-jampi agar anak tidak sakit
Mengikat ari-ari anak tepat setelah anak lahir agar
Pasca persalinan
tidak membahayakan nyawa bayi dan ibunya
Memberikan perlakuan khusus pada dinru (saudara
Bila anak
kembar) anak, misalnya membuatkan kamar
memiliki dinru
khusus. Bila membelikan sesuatu pada anak harus
(saudara
mengutamakan dinru tersebut, baru setelah itu bisa
kembar)
dipakai oleh adiknya.
Percaya pada berkah dari pengobatan dukun anak
Bila anak sakit seperti jampi-jampi. Percaya bahwa tidak semua
penyakit bisa disembuhkan oleh dokter
Sumber: Data Primer, 2018.

c. Ritual tertentu dalam penanganan penyakit pada anak

Ritual tertentu dalam penanganan penyakit pada anak adalah setelah

anak selesai berobat (sembuh) diharuskan melakukan ritual maccera’

atau mappallesso yang terdiri dari berre’ tudang sigantang, sepasang

ayam jantan dan betina, kelapa, serta lilin yang kemudian dibacakan doa

103
untuk keselamatan. Barang tersebut dapat digantikan dengan uang setara

harga barang-barang tersebut, berikut kutipan wawancaranya:

“Iye wita tau lotang e ko engkai lao okko nak e, najalankan maneng
sesuai dengan adat-adatnya dulu. Seperti ada yang namanya maccera’.
Mappalleppe’i kennana. Beras 4 liter (sigantang istilahna), ayam biasa 1
jantan 1 betina, baru ada lilinnya (pesse’ pelleng ko tau lotang). Tapi ko
iya dena je ga pake makkuaro nak. Na rampung maneng meni taue
sekaligus na uangkan”.
(Saya lihat tau lotang bila selesai berobat menjalankan semua ritual
sesuai adat istiadat dulu, misalnya maccera’. Semacam membayar yang
terdiri dari beras 4 liter (sigantang), ayam biasanya 1 jantan 1 betina, lilin
atau biasa disebut pesse’ pelleng. Tapi kalau saya sudah tidak ada lagi,
dirampungkan semua sekaligus diuangkan).
(HR, Dukun Anak, 72 tahun)

Sejalan dengan hal tersebut, informan tokoh adat mengatakan ritual

mappallesso dengan menyembelih hewan seperti ayam, sapi, atau

kambing hanya dilakukan dahulu dan atau bila sakit yang diderita anak

parah. Namun sekarang mappallesso digantikan dengan memberikan

uang kepada dukun anak seperti dalam kutipan wawancara berikut:

“Iye itella mappallesso ko degaga dui ijamakengngi sanroe. Kan


makkue-kue dui meni najamakengngi taue. Iye biasa tenia dui.
Mappallesso manu ga nagere. Nacera’ anunna to. Kecuali biasa ko
makkadai liwe’ lasanna anana’e, musti sapi atau bembe pa iseleangngi.
Pake tumbal. Yah dunia gaiblah. Iniakengngi makkada etukara’i
nyawana sibawa nyawana sapie to. Tapi sekarang tidak ada. Dui meni
lejamakengngi sanroe”.
(Yang dinamakan mappallesso itu bila tidak memberikan uang kepada
dukun. Sekarang kan uang saja. Dulu bukan uang, mappallesso dilakukan
dengan menyembelih ayam. Kecuali bila penyakit yang diderita anak
parah harus menyembelih sapi atau kambing, semacam tumbal. Yah
dunia gaiblah. Berniat menukar nyawa anak dengan nyawa sapi. Tapi
sekarang sudah tidak lagi. Cukup memberikan dukun anak uang saja).
(AU, Tokoh Adat, 31 tahun)

Informan lain menambahkan, mappallesso bertujuan agar penyakit

tidak kambuh kembali seperti kutipan berikut:

104
“Iyenatu mappallesso. Maccera rekeng ero. Iniakeng i bare de nalisu
pemeng ero lasa e”.
(Itulah yang dinamakan mappallesso/maccera’. Diniatkan agar penyakit
tidak kambuh kembali).
(MT, Dukun Anak, 64 tahun)

d. Fungsi dibalik penamaan penyakit pada anak menurut etnis Bugis

Fungsi dibalik penamaan penyakit pada anak menurut etnis Bugis

adalah untuk mengetahui jenis penyakit yang diderita anak, sebagaimana

ungkapan informan berikut:

“Bare wedding i lerupa. Ceritana yakko engka asenna masing-masing


langsung i lerupa. Misalna mabolong-bolong i lerita anana’e berarti
lingkau bolong ro kennai. Ko mapute mawiya lerita berarti lingkau pute
kennai. Makkoatoniro seterusna”.
(Berguna untuk mengenali jenis penyakitnya. Bila ada namanya masing-
masing maka dapat dikenali jenis penyakitnya. Misalnya, ketika anak
menunjukkan ciri-ciri badan hitam berarti anak menderita lingkau
bolong, ketika badan anak putih pucat berarti anak menderita lingkau
pute, begitu seterusnya).
(HK, Dukun Anak, 61 tahun)

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dengan mengetahui jenis

penyakit yang diderita anak maka dapat memilih perlakuan yang tepat,

menentukan pilihan dan jenis pengobatan serta jampi-jampi yang tepat

sesuai dengan penyakit yang diderita anak seperti dalam kutipan

wawancara berikut:

“Iyero gunana rialengi aseng lasa-lasana anana’ bare wedding i


ipasilengeng to. Makkada lingkau bolong iye, lingkau pute iye, peddi
babuwa iye. Yakko yisseng ni pasilengengngi le yisseng toni makkada
akkue leburangi to. Akkue lejappiangi”.
(Fungsi dibalik penamaan penyakit adalah agar bisa membedakan setiap
jenis penyakit, misalnya ini penyakit lingkau bolong, ini lingkau pute, ini
peddi babuwa. Dengan membedakannya maka dapat ditentukan
pengobatan dan jampi-jampi apa yang tepat).
(DT, Dukun Anak, 56 tahun)

105
Hal ini sejalan dengan ungkapan informan berikut:

“Iyetu leyalengi aseng bare wedding lepasilengeng lasa e. Nasaba laingi


lasa e laing to pabbura sibawa jappi-jappi na” (Penyakit anak diberikan
nama agar bisa dibedakan karena berbeda penyakit berbeda pengobatan
dan jampi-jampinya).
(MT, Dukun Anak, 64 tahun)

Berdasarkan uraian di tersebut, fungsi penamaan penyakit pada anak

oleh etnis Bugis menurut informan dapat digambarkan dalam skema

berikut:

Melihat
1. Ciri-Ciri
2. Gejala Memberikan
3. Bagian Penamaan Penyakit
tubuh yang
sakit

Perlakuan Campuran Minyak

Obat-obat Herbal
Pengobatan
Pijat

Jampi-jampi

Gambar 5. 2
Skema Alur Fungsi Penamaan Penyakit pada Anak
Menurut Informan Etnis Bugis
(Sumber: Data Primer, 2018)

D. Pembahasan

1. Pemikiran dan Perasaan

Pemikiran dan perasaan adalah sesuatu yang dimiliki oleh setiap

individu dapat berupa pengetahuan, kepercayaan, sikap, dan nilai-nilai hasil

pemikiran dan perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan-

106
pertimbangan pribadi terhadap objek dan stimulus, merupakan modal awal

untuk bertindak atau berperilaku WHO (1984 dikutip dalam Notoatmodjo,

2010).

Dari hasil penelitian ini, pemikiran dan perasaan meliputi pengetahuan

tentang penamaan penyakit pada anak, pengetahuan tentang penyebab

penyakit pada anak, pengetahuan tentang pencegahan penyakit pada anak,

pengetahuan tentang pengobatan penyakit pada anak, serta pemikiran dan

pertimbangan pribadi etnis Bugis tentang sebab-sebab atau yang

melatarbelakangi serta asal mula penamaan penyakit pada anak oleh etnis

Bugis baik yang didapat dari pengalaman pribadi ataupun dari pengalaman

orang lain, yang akan diuraikan sebagai berikut:

a. Pengetahuan tentang penamaan penyakit pada anak menurut etnis Bugis

Dari hasil penelitian tentang penamaan penyakit pada anak menurut

etnis Bugis didapatkan 18 istilah penyakit pada anak yang menggunakan

bahasa dialek lokal masyarakat Bugis di Kabupaten Sidrap, antara lain:

1) Lingkau

Lingkau merupakan salah satu penyakit pada anak yang terdiri

dari lima macam, antara lain lingkau bolong, lingkau pute, lingkau

kamummu, lingkau peca’, dan lingkau lembe’. Hasil wawancara

dengan beberapa kategori informan menyatakan bahwa lingkau

bolong merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan tubuh anak

terlihat hitam (memar/membiru), baik mulut dan seluruh badan. Tanda

dan gejala yang demikian serupa dengan tanda penyakit sianosis.

107
Penelitian yang dilakukan Maramis dkk (2014) menyebutkan bahwa

salah satu tanda dan gejala penyakit jantung bawaan (PJB) yang

mungkin terlihat pada bayi atau anak-anak adalah sianosis, yakni

suatu warna kebiru-biruan pada kulit, bibir, dan kuku jari tangan.

Lingkau pute merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan

badan anak terlihat putih pucat pasi, seolah-olah tidak ada darah yang

mengalir di tubuhnya. Tanda dan gejala yang demikian serupa dengan

anemia defisiensi zat besi. Anemia secara fungsional didefinisikan

sebagai penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat

memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah cukup ke

jaringan perifer (Kemenkes RI & IDI, 2014). Bayi lahir dari ibu yang

menderita anemia kemungkinan akan menderita anemia gizi,

mempunyai berat badan lahir rendah, prematur dan meningkatnya

mortalitas (Wahyuni, 2004).

Selain lingkau bolong dan lingkau pute yang dikenal oleh

masyarakat etnis Bugis, temuan lain dalam penelitian ini adalah

lingkau kamummu merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan

badan anak kaku dan tegang ketika menangis. Lingkau peca’

merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan leher anak tidak bisa

tegak dan tidak bisa duduk. Sedangkan lingkau lembe’ merupakan

suatu kondisi yang ditandai dengan anak loyo, seolah-olah tidak ada

kemauan untuk bergerak.

108
2) Sawengeng (Gizi Kurang)

Sawengeng merupakan penyakit dengan gejala mirip kurang gizi,

seperti lambat berjalan, kurus, dan ukuran kepala lebih besar. Hal ini

sesuai dengan ciri dan gejala kurang gizi.

Tingginya angka kejadian gizi kurang tentunya tidak lepas dari

faktor-faktor penyebabnya, baik penyebab langsung maupun tidak

langsung. Penyebab langsung adalah kurangnya kecukupan zat gizi

dan penyakit infeksi pada balita. Penyebab tidak langsung adalah

rendahnya pengetahuan ibu tentang gizi, kepercayaan ibu yang kurang

baik terhadap makanan tertentu, tidak tersedianya fasilitas kesehatan,

tidak adanya kebijaksanaan pemerintah terhadap penanggulangan

masalah gizi dan penghasilan keluarga yang rendah (Fatimah dkk,

2008).

3) Mattuo-tuo (Cacar)

Mattuo-tuo merupakan penyakit dengan ruam dikulit yang

berbentuk bintik kemerahan yang menurut masyarakat setempat

disamakan dengan penyakit cacar. Hal ini juga ditegaskan oleh

petugas kesehatan baik melalui wawancara mendalam maupun FGD

bahwa mattuo-tuo secara medis dikenal dengan cacar air (varisella).

109
Mattuo-tuo terdiri dari beberapa macam, antara lain mattuo-tuo

laleng, mattuo-tuo saliweng, mattuo-tuo barelle/cammane’, mattuo-

tuo betteng/mallangkana, mattuo-tuo tanah, mattuo-tuo wae, dan

sarampa. Mattuo-tuo laleng merupakan cacar yang tanda dan

gejalanya baru muncul setelah waktu yang lama, selain itu hanya

demam. Mattuo-tuo saliweng merupakan cacar yang tanda dan

gejalanya nampak dari luar seperti ruam berbentuk bintik merah

bernanah. Mattuo-tuo barelle/cammane’ merupakan cacar dengan

tanda bintik merah bernanah dan bentuknya mirip jagung, setelah

sembuh biasanya akan menimbulkan bekas. Mattuo-tuo

betteng/mallangkana merupakan cacar dengan tanda bintik merah dan

bentuknya mirip biang keringat. Mattuo-tuo tanah merupakan cacar

dengan tanda ruam berwarna hitam seperti tanah. Mattuo-tuo wae

merupakan cacar dengan tanda ruam berwarna bening, besar dan

berisi air (melepuh). Beragamnya tanda yang muncul dan berbeda

pada setiap orang diduga menunjukkan tingkat keparahan dan

komplikasi penyakit. Dengan demikian, untuk menegakkan diagnosis

perlu dilakukan pemeriksaan klinis lebih lanjut. Hal ini sejalan dengan

Panduan Praktik Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan primer, yang

menyebutkan bahwa untuk penegakan diagnosis klinis varisella

berdasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik lebih lanjut

(Kemenkes RI & IDI, 2014).

110
Temuan lain dari lokasi penelitian adalah penyakit sarampa,

merupakan ruam di kulit berbentuk bintik merah yang gejalanya

hanya 2-3 hari. Tanda dan gejala yang demikian serupa dengan tanda

Campak Jerman (Rubella). Ruam yang khas berbentuk bintik-bintik

kemerahan yang awalnya muncul di wajah lalu menyebar ke badan,

tangan, dan kaki. Ruam ini umumnya berlangsung hanya selama 2-3

hari (WHO Indonesia, 2009).

4) Bolokeng (Influenza/pilek)

Bolokeng merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan hidung

beringus. Bolokeng merupakan gejala awal dari penyakit flu ataupun

pilek. Hal ini sesuai dengan keluhan influenza antara lain demam,

bersin, batuk, sakit tenggorokan, hidung meler, nyeri sendi dan badan,

sakit kepala, dan lemah badan (Kemenkes RI & IDI, 2014).

5) Masemmeng (Demam)

Masemmeng merupakan suatu kondisi saat terjadi peningkatan

suhu tubuh (demam). Peningkatan suhu tubuh pada anak dapat

memicu step atau kejang demam. Menurut Kemenkes RI dan IDI

(2014) menyebutkan bahwa kejang demam (KD) adalah bangkitan

kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal > 38o C)

akibat dari suatu proses ekstra kranial.

6) Peddi babuwa/Peddi wettang (Sakit perut)

Peddi babuwa/ peddi wettang adalah rasa sakit yang muncul di

bagian perut anak. Anak yang menderita peddi babuwa/peddi wettang

111
merasakan sensasi kram dan tertusuk di area perut. Sakit perut pada

bayi dan anak, baik akut maupun kronis, sering dijumpai sehari-hari.

Pada anak di bawah 4 tahun sebagian besar penyebabnya adalah

organik, sedangkan pada anak besar kelainan fungsional saluran cerna

merupakan penyebab terbanyak (Dianne & Fitria, 2014).

7) Benra wettang (Perut kembung)

Benra wettang adalah kondisi saat perut anak membuncit atau

kembung. Kembung (meteorism, tympanities) ialah suatu simtom/

gejala yang menunjukkan adanya udara atau gas dalam rongga

abdomen atau usus. Distensi abdomen adalah kesan secara inspeksi

adanya abdomen lebih besar dari ukuran biasa pada anak (Hospital

Care for Children, 2016).

Patomekanisme terjadinya kembung berasal dari pembentukan

gas dalam usus, disebabkan menelan udara (aerofagi) yang

berlebihan. Posisi menyusui bayi yang salah akan membuat anak

menelan banyak udara yang dapat memicu terjadinya benra wettang

(perut kembung).

8) Serru’ matana

Serru’ matana adalah kondisi saat mata anak membelalak, lebar,

dan melihat ke atas. Serru matana biasanya diakibatkan demam

tinggi. Mata anak yang membelalak, lebar dan melihat ke atas

merupakan suatu reaksi dari demam yang kadang diikuti kejang

112
atau kejang demam yang disertai meneteskan air liur, muntah, tubuh

yang berkedut, serta tubuh kaku (Kemenkes RI & IDI, 2014).

9) No ise’ (Thypoid)

No ise’ adalah salah satu penyakit dengan ciri-ciri anak tidak

mampu duduk. Salah satu gejala penyakit no ise’ adalah demam

ketika menjelang malam. Hal ini sejalan dengan keluhan yang

dirasakan ketika demam Tipoid menurut Kemenkes RI dan IDI

(2014), antara lain:

a) Demam turun naik terutama sore dan malam hari dengan pola

intermiten dan kenaikan suhu step-ladder. Demam tinggi dapat

terjadi terus menerus (demam kontinu) hingga minggu kedua.

b) Sakit kepala (pusing-pusing) yang sering dirasakan di area frontal.

c) Gangguan gastrointestinal berupa konstipasi dan meteorismus atau

diare, mual, muntah, nyeri abdomen dan BAB berdarah.

Masyarakat etnis Bugis beranggapan anak yang menderita no ise’

ditandai dengan tidak mampu duduk, hal ini dikarenakan nyeri

abdomen yang dirasakan anak.

10) Sikeppo (Pectus excavatum)

Sikeppo adalah salah satu penyakit dengan gejala mirip asma

salah satunya anak sesak nafas. Tanda lain ketika anak menderita

sikeppo adalah dada cekung. Gejala yang demikian menunjukkan

kemiripan dengan Pectus excavatum.

113
Pectus excavatum juga dikenal sebagai corong dada (funnel chest)

adalah kondisi di mana tulang dada tumbuh ke dalam. Ini

menghasilkan penampakan dinding dada yang cekung. Pectus

excavatum sering terlihat sejak bayi dan bisa memburuk secara

signifikan selama masa remaja. Penderitanya akan mengalami gejala

fisik, seperti sesak napas dan nyeri dada, serta tekanan psikologis

(Harris, 2016).

11) Maridi-ridi (Ikterus/jundice)

Maridi-ridi adalah suatu kondisi yang ditandai dengan

menguningnya kulit pada tubuh anak. Menurut ungkapan

Winkjosastro (2007), kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Prancis

„jaune‟ yang berarti kuning. Ikterus adalah keadaan klinis pada bayi

yang ditandai oleh perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan

lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan

oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah.

Keadaan ini merupakan tanda penting dari penyakit hati atau kelainan

fungsi hati, saluran empedu, dan penyakit darah.

Ikterus (jundice) juga merupakan salah satu tanda dari penyakit

Hepatitis pada anak dengan tanda mata dan kulit menguning akibat

peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Hal inilah yang

menyebabkan penyakit Hepatitis acap kali disebut sebagai “penyakit

kuning” oleh masyarakat.

114
12) Turi terri/Pabborengeng

Turi terri/ pabborengeng adalah suatu kondisi yang ditandai

dengan anak rewel dan menangis terus-menerus. Menangis merupakan

jalan utama bayi untuk berkomunikasi. Dalam beberapa hari pertama

dari hidupnya, bayi yang baru lahir menangis dikarenakan reaksi dari

kedua internal dan eksternal stimuli dengan tujuan untuk menguatkan

fungsi jantung dan paru-paru. Setelah bayi dilahirkan, tangisannya

akan menjadi respons terhadap kebutuhan atas perubahan temperatur,

rasa lapar, dan rasa sakit atau tidak nyaman (Brazelton, 2011).

13) Balippuru (Granuloma annulare)

Balippuru adalah kondisi gangguan kulit yang ditandai dengan

timbulnya ruam melingkar yang berbentuk benjolan kemerahan dan

jumlahnya sepasang. Penyebab balippuru adalah kuman yang terbawa

angin. Ciri-ciri yang nampak dari penyakit balippuru memiliki

kemiripan dengan granuloma annulare.

14) Jambang-jambang (Diare)

Jambang-jambang adalah suatu kondisi yang ditandai dengan

encernya tinja yang dikeluarkan dengan frekuensi buang air besar

(BAB) yang lebih sering dibandingkan dengan biasanya. Gejala yang

demikian serupa dengan diare.

Menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan

tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang

melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air

115
besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari. Penyebab diare paling

umum adalah infeksi virus. Penyebab lainnya adalah infeksi bakteri,

efek samping antibiotik, dan keracunan.

Anak mudah terserang jambang-jambang (diare) karena berkaitan

erat dengan kebersihan. Menurut penelitian yang dilakukan Wulandari

(2009), didapatkan sumber air minum, tempat pembuangan tinja, serta

jenis lantai rumah berhubungan dengan kejadian diare pada anak

balita di Desa Blimbing, Kecamatan Sambirejo, Sragen.

15) Bitokeng (Cacingan)

Bitokeng adalah infeksi parasit yang disebabkan oleh cacing yang

ditandai dengan wajah agak pucat, kurus dan perut agak buncit, serta

berat badan anak tidak naik-naik. Ini merupakan gejala penyakit

cacingan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Siregar (2006),

menyatakan bahwa infeksi cacing usus menimbulkan berbagai gejala

penyakit seperti anemia, diare, sindroma disentri dan defisiensi besi.

Sehingga anak penderita infeksi cacing usus merupakan kelompok

risiko tinggi untuk mengalami malnutrisi. Hal inilah yang

menyebabkan anak yang bitokeng menunjukkan ciri-ciri pucat dan

kurus.

16) Asingeng

Asingeng adalah suatu kondisi anak rewel yang dikarenakan

ibunya hamil kembali dengan jarak kehamilan yang cukup dekat.

Peneliti berasumsi bahwa asingeng merupakan gangguan psikis pada

116
anak. Hal ini terjadi karena anak merasa adanya perubahan sikap dan

perilaku ibu sejak hamil. Anak-anak cenderung menyukai segala hal

yang terstruktur dan bisa ditebak. Perubahan sedikit membuatnya

merasa khawatir dan merasa tidak aman. Anak merasa terangsingkan

dan posisinya akan tergantikan yang menyebabkannya menjadi manja

dan rewel.

17) Sulomettiang (Hiperhidrosis)

Sulomettiang adalah suatu kelainan yang ditandai dengan keringat

berlebih, cenderung terjadi pada malam hari ketika anak sedang tidur

dan kehilangan cairan tubuh mengakibatkan anak kehilangan

kekuatan. Gejala yang demikian serupa dengan hiperhidrosis.

Hiperhidrosis merupakan gangguan keringat berlebih melampaui

fisiologis yang dibutuhkan untuk termoregulasi (Tabri, 2016).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Zahara (2013), salah satu

gangguan tidur yang berhubungan dengan pertumbuhan pada anak

usia 3-6 tahun di Kota Semarang adalah hiperhidrosis dengan

persentase sebesar 6,2%.

18) Sissi Manukeng (Epilepsi)

Sissi manukeng adalah suatu kondisi yang menjadikan anak

mengalami kejang secara berulang. Gejala tersebut serupa dengan

gejala epilepsi.

Epilepsi merupakan serangan kejang berulang dua kali atau lebih

tanpa penyebab yang jelas dengan interval serangan lebih dari 24 jam,

117
akibat lepas muatan listrik berlebihan di neuron otak. Berdasarkan

hasil penelitian Suwarba (2011) tentang insidens dan karakteristik

klinis epilepsi pada anak tercatat insidens terbanyak ditemukan pada

kelompok umur 1-5 tahun yakni 116 (42,0%), sedangkan onset

epilepsi terbanyak pada kelompok umur <1 tahun 127 (46,0%).

Penamaan ataupun pengistilahan penyakit dengan menggunakan

bahasa lokal masyarakat setempat sejalan dengan hasil penelitian yang

dilakukan Sakinah dkk (2016). Dalam hasil penelitiannya, didapatkan

101 leksikon nama penyakit dalam bahasa Melayu dialek Sekadau yang

dilakukan di desa Peniti, Kecamatan Sekadau Hilir, Kabupaten Sekadau.

Dari 101 leksikon tersebut didapatkan 7 leksikon nama penyakit anak-

anak.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Fuadah (2016),

yang meneliti tentang istilah-istilah penyakit kulit dan kelamin pada

masyarakat Jawa Desa Tegal Pare Kecamatan Muncar Kabupaten

Banyuwangi. Dalam hasil penelitiannya, didapatkan beberapa istilah-

istilah penyakit kulit dan kelamin yang tidak hanya berasal dari bahasa

Jawa, tetapi terdapat juga bahasa Jawa Kuno, Sansekerta, Prancis, dan

bahasa Latin. Selain itu, Fuadah juga memaparkan makna istilah-istilah

penyakit kulit dan kelamin tersebut.

Temuan di lokasi penelitian juga menunjukkan terdapat perbedaan

istilah atau nama penyakit pada anak antara masyarakat etnis Bugis dan

petugas kesehatan, seperti varicella yang mereka kenal dengan istilah

118
mattuo-tuo, rubella yang mereka sebut dengan istilah sarampa, thypoid

yang mereka kenal dengan no ise’, hiperhidrosis yang mereka kenal

dengan istilah sulomettiang, diare yang mereka kenal dengan jambang-

jambang, dan lain sebagainya.

Perbedaan ini terjadi karena masyarakat etnis Bugis memberikan

penamaan penyakit pada anak menggunakan bahasa dan dialek lokal,

sementara petugas kesehatan mengacu pada diagnosa medis yang

diberikan oleh dokter. Hal ini sejalan dengan temuan Elisa (2015) dalam

penelitiannya yang berjudul “Kesehatan Perorangan Siswa Penderita

Skabies di Madrasah Ibtidaiyah Guppi Borongbulo Desa Paranglompoa

Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa”, menyatakan bahwa

semua jenis penyakit kulit gatal dikenal dengan istilah “puru-puru” oleh

masyarakat setempat yang disamakan dengan skabies. Padahal tidak

semua penyakit kulit termasuk dalam penyakit skabies.

b. Pengetahuan tentang penyebab penyakit pada anak menurut etnis Bugis

Penyakit pada anak menurut etnis Bugis disebabkan oleh beberapa

hal antara lain kurangnya pemeliharaan kebersihan susu, makanan,

pakaian dan tempat tinggal, kurangnya asupan vitamin, faktor cuaca,

keturunan, kebiasaan memandikan anak terlalu pagi, kebiasaan mandi

sore semasa hamil, anak pernah terkejut, serta tidak pernah memijat anak.

Penyebab ini berkaitan dengan penyebab penyakit secara naturalistik,

yakni penyakit-penyakit yang disebabkan oleh kondisi alam seperti

cuaca, makanan, debu dan lain-lain. Sedangkan penyebab penyakit yang

119
dianggap karena teguran dari makhluk halus, tidak memperhatikan dinru

(saudara kembar) anaknya, serta diganggu oleh ari-arinya dianggap

sebagai penyakit personalistik, yakni penyakit-penyakit yang dianggap

timbul karena adanya intervensi dari agen tertentu seperti perbuatan

orang, hantu, makhluk halus dan lain-lain (Foster & Anderson, 1986).

c. Pengetahuan tentang pencegahan penyakit pada anak menurut etnis

Bugis

Berdasarkan penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa

pencegahan penyakit pada anak menurut etnis Bugis meliputi

memperhatikan timbangan dan imunisasi anak sesuai umurnya serta

memberikan vitamin. Sebagaimana yang tertuang dalam Pedoman

Imunisasi di Indonesia, imunisasi merupakan pencegahan penyakit

infeksi yang paling efektif dan murah. Imunisasi bukan saja dapat

melindungi individu dari penyakit yang serius namun juga menghindari

tersebarnya penyakit menular (Ranuh dkk, 2008).

Cara lain untuk mencegah penyakit adalah merawat anak dengan

baik dan memperhatikan semua kebutuhannya. Hal ini sejalan dengan

ungkapan dr. Nia Kania, SpA., M.Kes dalam Seminar “Stimulus Tumbuh

Kembang Anak” pada 11 Maret 2006 di Bandung, yakni untuk

mewujudkan tumbuh kembang yang optimal tentu saja orang tua harus

selalu memperhatikan, mengawasi, dan merawat anak secara seksama.

Masyarakat etnis Bugis percaya bahwa menghindari kebiasaan

memandikan anak terlalu pagi dapat mencegah penyakit. Anak terutama

120
bayi sangat rentan terhadap penyakit. Mandi merupakan salah satu

paparan dingin pada bayi, dengan memandikan bayi terlalu pagi berisiko

pada hiportemia. Hipotermia merupakan suatu kondisi dimana

mekanisme tubuh untuk pengaturan suhu kesulitan mengatasi tekanan

suhu dingin (Puspita dkk, 2007).

Ibu yang sehabis bepergian membasuh payudaranya terlebih dahulu

sebelum menyusui anaknya. Hal yang sama juga dilakukan oleh

masyarakat etnis Bugis di Pekkae Kabupaten Barru, sebelum menyusui

para ibu terlebih dahulu harus mencuci tangan dan apabila ibu kembali

dari bepergian harus mencuci payudara terlebih dahulu sebelum

menyusui bayi. Hal tersebut jelas berhubungan dengan kebersihan

personal yang berguna untuk mencegah penyakit infeksi seperti diare

(Hamzah dkk, 2007).

Selain itu, untuk mencegah penyakit pada anak adalah dengan

membacakan jampi-jampi dan memasangkan panini (bangle) pada

pakaian anak. Dalam kepercayaan masyarakat etnis Bugis dikenal istilah

parakang, merupakan manusia yang dapat berubah wujud menjadi apa

saja, namun perubahannya tidak pernah sempurna. Parakang dipercaya

merupakan jelmaan manusia yang dulunya menuntut ilmu hitam, tapi

salah menerima. Parakang menyukai darah dan rektum terutama bayi,

ibu hamil, dan orang sakit. Untuk melindungi anak dari gangguan

parakang, masyarakat etnis Bugis memasangkan panini (bangle) yang

telah dibacakan jampi-jampi pada pakaian anak dengan menggunakan

121
peniti. Panini dalam bahasa Bugis memiliki arti “menghindarkan”.

Panini dipercaya dapat menghindarkan dari gangguan makhlus halus.

Hal ini sejalan dengan tradisi masyarakat suku Banjar di Kalimantan

Selatan. Untuk menghindari gangguan makhluk gaib, melakukan

pembentengan, dan penyembuhan penyakit adalah dengan menggunakan

jimat berupa benda bertuah, antara lain: arigading, kalimbutuhan,

kuwari, caping, samban, gelang buyu, gelang sawan, baju berajah,

cincin berajah dan gelang berajah, saputangan berajah, tempurung

berajah, gelang haikal, basal (Arni, 2016).

Penelitian yang dilakukan Niang (2004) terhadap etnis Kebemer di

Senegal Afrika juga menyebutkan bahwa untuk melindungi kehamilan

dan bayi setelah lahir dari gangguan kekuatan jahat yang mereke kenal

dengan istilah we adalah dengan menggunakan jimat berupa naan (doa),

nandal (ramuan untuk diminum), fass atau muslaay (jimat yang diikat di

sekitar pinggul), saafara (air suci), dan jatt.

Masyarakat etnis Bugis percaya, salah satu cara untuk mencegah

penyakit pada anak adalah menanam ari-ari anak dengan baik disertai

ikan kering, Al-Qur‟an, asam, garam, dan buku. Ikan kering berfungsi

sebagai makanan bagi ari-ari, Al-Qur‟an dimaksudkan agar anak pandai

membaca Al-Qur‟an, asam dan garam berfungsi sebagai pengawet

maupun peredam bau amis pada ari-ari, serta buku bermakna agar saat

besar nanti anak menjadi cerdas. Hal ini sejalan dengan tradisi

masyarakat Bali Aga Desa Pekraman Bayung Gede Kecamatan

122
Kintamani Bangli Kota Bali, yang melakukan tradisi penguburan ari-ari

disertai kelapa, penjepit, pisau, kunyit, jeruk lemon, kapur sirih, merica,

abu dapur, dan tali. Namun, penguburan yang dilakukan oleh masyarakat

Bali Aga adalah dengan cara menggantungkan ari-ari tersebut di pohon

Bukak yang dipercaya sebagai asal muasal manusia, yaitu dari kayu

(Lisiana, 2014).

Salah satu tradisi lisan masyarakat etnis Bugis adalah pamali.

Dengan menghindari pamali atau pantangan dipercaya mampu mencegah

penyakit dan menghindari hal-hal negatif yang dapat membahayakan

anak dan juga ibunya. Hal ini sejalan dengan tradisi suku Banjar di

Kalimantan Selatan. Mereka masih mempertahankan pantangan yang

diturunkan dari nenek moyang. Pantangan ini dilaksanakan baik pada

saat kehamilan dan setelah melahirkan. Pantangan ini dimaksudkan agar

selama hamil dan bersalin ibu dan bayi terhindar dari keadaan yang dapat

membahayakan ibu dan bayi selama kehamilan dan persalinan (Lia dkk,

2016).

d. Pengetahuan tentang pengobatan penyakit pada anak menurut etnis Bugis

Hasil penelitian yang dilakukan menyebutkan bahwa pengobatan

penyakit pada anak menurut etnis Bugis adalah dengan menggunakan

campuran minyak, obat-obat herbal dan atau membacakan jampi-jampi

sambil dipijat. Penggunaan obat tradisional dari bahan alam di Sulawesi

Selatan telah dibukukan sejak awal abad 15. Pengobatan dengan obat

tradisional dari bahan alam tersebut dikenal dengan sure lontara pabbura

123
yang berisi jenis tanaman, khasiat dan cara penggunaannya (Hamid,

2008).

Hal ini sejalan dengan pengobatan tradisional masyarakat Suku

Osing di Banyuwangi yang menggunakan bermacam-macam cara yaitu

pijat dan urut, mantra, obat herbal, pantangan, menempelkan benda

magis, serta perpaduan diantara beberapa metode tersebut (Wahjudi dkk,

2015). Semua cara pengobatan ini sudah lazim digunakan di masyarakat

etnis lainnya di Indonesia, misalnya metode pijat atau urut yang

dipraktikkan pada Etnik Sumba Provinsi NTT. Metode pijat atau urut

dilakukan dengan mengurut bagian tubuh pasien dengan gerakan yang

bervariasi, karena antara satu dukun dengan dukun yang lainnya

memiliki cara yang berbeda dalam mengurut (Dwiningsih, 2014).

Hal yang sama juga dilakukan oleh masyarakat Suku Baduy di

Banten yang menyembuhkan berbagai penyakit medis maupun nonmedis

dengan menggunakan sarana berupa obat-obatan herbal yang ada di

sekeliling kampung Baduy. Pengobat tradisional tidak hanya

menggunakan tumbuhan dan hewan saja tetapi disertai juga jampe-jampe

atau mantera yang diucapkan sebagai doa kesembuhan (Ipa, 2014). Hal

ini sesuai dengan kebudayaan suku Wawonii di Desa Wawolaa dan

Lampeapi, Kecamatan Wawonii, Kabupaten Kendari, Provinsi Sulawesi

Tenggara yang memanfaatkan sekitar 73 jenis tumbuhan sebagai bahan

obat tradisional dan perawatan pasca persalinan (Rahayu dkk, 2006).

124
e. Pemikiran dan pertimbangan pribadi etnis Bugis tentang sebab-sebab

dalam pemberian nama penyakit pada anak

Hasil penelitian menyebutkan bahwa pemikiran dan pertimbangan

pribadi etnis Bugis tentang sebab-sebab dalam pemberian nama penyakit

pada anak adalah dengan melihat ciri-ciri yang nampak badan badan

anak, gejala yang ditimbulkan penyakit, serta bagian tubuh yang sakit.

Hal ini sejalan dengan pemikiran masyarakat di Desa Peniti, Kecamatan

Sekadau Hilir, Kabupaten Sekadau yang mendeskripsikan 101 nama

penyakit sesuai dengan ciri penyakit, gejala yang ditimbulkan oleh

penyakit, dan bagian tubuh yang terkena penyakit (Sakinah dkk, 2016).

2. Tokoh Acuan

Tokoh acuan yang dimaksud dalam penelitian ini mencakup siapa yang

menjadi acuan atau panutan dalam pemberian nama penyakit pada anak

serta siapa yang menjadi acuan atau panutan dalam pemilihan pencegahan

dan pengobatan penyakit pada anak menurut etnis Bugis.

Acuan atau panutan dalam pemberian nama penyakit pada anak adalah

leluhur atau nenek moyang dan nama tersebut telah berlaku secara turun-

temurun. Hal ini sejalan dengan hasil pengkajian budaya leluhur oleh

Rustan (2010), menyatakan bahwa banyak tatanan nilai-nilai budaya masa

lampau masyarakat Bugis yang dapat dijadikan acuan dalam menjalankan

kehidupan bermasyarakat saat sekarang dan yang akan datang.

Adapun acuan atau panutan dalam pemilihan pencegahan dan

pengobatan penyakit pada anak adalah dukun anak dan dokter. Dokter

125
menjadi acuan atau panutan dalam penanganan penyakit pada anak karena

ilmunya telah dipelajari dibangku sekolah dan kuliah. Hal ini sejalan dengan

Standar Pendidikan Profesi Dokter yang menyebutkan bahwa pendidikan

dokter adalah pendidikan yang diselenggarakan untuk menghasilkan dokter

yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan kesehatan primer

dan merupakan pendidikan kedokteran dasar sebagai pendidikan universitas.

Pendidikan kedokteran dasar terdiri dari 2 tahap, yaitu tahap sarjana

kedokteran dan tahap profesi dokter (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006).

Sementara dukun anak menjadi acuan atau panutan dalam penanganan

penyakit pada anak karena dukun anak mendapat wahyu/petunjuk dari Allah

dan ilmu pengobatannya telah turun-temurun dalam keluarganya. Hal ini

sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Kasniyah (2008), dalam

sistem kepercayaan masyarakat etnis Jawa sehubungan dengan

penyembuhan penyakit, peranan dukun menjadi penting. Menjadi

penyembuh dapat diperoleh melalui belajar dan keturunan. Namun

umumnya, dukun menjadi penyembuh diperoleh melalui keturunan

berdasarkan sistem kekerabatan melalui garis keturunan sejenis.

Alasan lain karena salah satu informan dukun anak di kelurahan

Amparita telah mendapat izin praktik pengobatan tradisional dari dinas

kesehatan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Iriani (2014)

tentang pola pengasuhan anak pada suku Tolaki di Sulawesi Tenggara

menyebutkan bahwa dukun bayi di desa tersebut merupakan dukun terlatih,

ia mendapatkan izin praktik dan bekerja sama dengan bidan atau para medis

126
yang ada di desa tersebut, bahkan bekerjasama dengan dokter yang

berkedudukan di ibu kota kecamatan maupun ibu kota kabupaten. Demikian

pula sebaliknya, rumah sakit atau para dokter memberikan akomodasi

kepada dukun bayi untuk membantu persalinan warga masyarakat.

Adapula anggapan masyarakat etnis Bugis bahwa dukun anak menjadi

acuan atau panutan dalam penanganan penyakit pada anak karena berdasar

pada pengalaman orang lain yang telah berobat di dukun anak. Hal ini

sejalan dengan penelitian Fanani dan Dewi (2014) tentang health belief

model pada pasien pengobatan alternatif supranatural dengan bantuan dukun

menyebutkan bahwa keluarga atau orang terdekat menjadi faktor yang

paling menentukan dalam pengambilan keputusan untuk melakukan

pengobatan ke dukun. Keluarga atau orang terdekat yang merasakan

manfaat terhadap pengobatan dukun menjadi pertimbangan masyarakat

tetap mempercayakan penangan penyakitnya pada dukun.

Alasan lain yang mendukung dukun anak menjadi acuan atau panutan

dalam penanganan penyakit pada anak karena tradisi makkatenni sanro.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Triratnawati (2017) terhadap

Suku Sumuri, Teluk Bintuni, Papua Barat menyebutkan bahwa sekitar 40%

persalinan ditolong oleh dukun, ini menyiratkan masyarakat setempat masih

tinggi animonya terhadap dukun dalam persalinan. Ada alasan kuat

mengapa ibu-ibu generasi tua di Sumuri lebih menyukai bersalin ke dukun

bayi daripada bidan. Kedekatan hubungan mereka dengan dukun bayi

hampir tanpa jarak karena mereka memiliki persamaan budaya. Sementara

127
itu bidan tetap dianggap sebagai orang luar, baik karena asalnya memang

dari luar Sumuri maupun adanya perbedaan dasar dalam praktik pelayanan

biomedis mereka. Persamaan bahasa sehari-hari antara pasien dan dukun

bayi juga menjadi ikatan yang kuat di antara mereka (Alesich, 2008). Secara

budaya pun pengaruh relasi kuasa antara dukun terhadap pasien masih kuat,

dukun merupakan orang tua yang sangat dihormati di masyarakat, sehingga

setiap perkataan dan nasihat dukun pun dituruti pasiennya.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Musadad (2007)

bahwa pada masyarakat Kampung Naga memiliki kecenderungan memilih

pengobatan tradisional dalam hal ini meminta pertolongan jasa dukun yang

mereka kenal dengan istilah “Tukang Nyampe” terlebih dahulu sebelum

memeriksakan kesehatan kepada tenaga medis atau pengobatan modern.

3. Nilai

Nilai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai-nilai budaya yang

menjadi pegangan, pedoman, atau prinsip masyarakat etnis Bugis dalam

penamaan penyakit pada anak.

a. Nilai yang menjadi pedoman, pegangan atau prinsip dalam penamaan

penyakit pada anak

Nilai-nilai etnis Bugis yang menjadi pedoman, pegangan, atau

prinsip dalam penamaan penyakit pada anak adalah pamali. Pamali

merupakan pantangan yang tidak boleh dilakukan dan berfungsi sebagai

pengendalian diri dalam bertindak. Hal ini sejalan dengan penelitian

Istiana (2014), pamali memiliki fungsi sebagai pengendalian diri dalam

128
bertindak. Dimana orang tua mengajarkan ke anak-anaknya tentang

bertutur dan berperilaku dengan mengedepankan nilai-nilai dan moralitas

dalam berinteraksi terhadap sesama. Proses penanaman nilai-nilai pamali

dalam keluarga Bugis dilakukan sejak dini kepada anak. Sejak anak

sudah dapat mengerti yang mana baik dan buruk.

Hasil penelitian menunjukkan nilai pamali berlaku secara turun-

temurun dan berguna untuk menghindarkan dari hal-hal yang negatif.

Berikut beberapa contoh pamali masyarakat etnis Bugis dalam kaitannya

dengan penamaan penyakit pada anak yakni tidak boleh memandikan

anak saat deman dan mattuo-tuo, tidak boleh menggoreng makanan

ataupun memasukkan buah-buahan berduri ke dalam rumah saat anak

terkena penyakit mattuo-tuo karena dianggap bisa menyebabkan gatal.

Dikutip dari Tribun Lampung (2016), Dokter Spesialis Anak RS

Graha mengatakan memandikan anak pada saat demam bisa

menyebabkan penurunan suhu mendadak. Hal ini dikhawatirkan akan

mengganggu fungsi tubuh karena perbedaan suhu sangat tajam.

Sedangkan rasa gatal pada anak tidak berkaitan dengan aktivitas

menggoreng makanan ataupun keberadaan buah-buahan berduri. Rasa

gatal pada saat anak menderita cacar diakibatkan karena reaksi dalam

tubuh.

129
b. Prinsip-prinsip tertentu yang dianut oleh keluarga masyarakat etnis Bugis

kaitannya dengan penamaan penyakit pada anak

Prinsip tertentu yang dianut oleh keluarga masyarakat etnis Bugis

kaitannya dengan penamaan penyakit pada anak adalah tradisi

makkatenni sanro atau memilih dukun anak tertentu untuk membantu ibu

dan bayinya dalam proses persalinan dan memberikan jampi-jampi agar

anak tidak sakit. Hal ini sejalan dengan penelitian Mayasaroh (2013),

tenaga dukun bayi sejak dahulu kala sampai sekarang merupakan

pemegang peran penting dalam penanganan kesehatan ibu dan anak.

Dukun bayi yang telah dipilih akan membantu wanita pada masa

kehamilan, mendampingi wanita saat bersalin, sampai persalinan selesai

dan mengurus ibu dan bayinya serta penanganan setelah masa nifas.

Temuan lain di lokasi penelitian tentang prinsip tertentu yang dianut

oleh keluarga masyarakat etnis Bugis kaitannya dengan penamaan

penyakit pada anak adalah percaya pada berkah dari pengobatan dukun

anak. Hal ini sejalan dengan penelitian Iriani (2014), masyarakat di Desa

Labela sampai saat ini masih percaya pada kepandaian seorang dukun,

yakni mulai dari mengandung (masa prenatal) hingga melahirkan. Bila

dukun anak memberikan ramuan kepada ibu hamil, maka ibu merasa

nyaman dan bisa tidur lelap.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prinsip tertentu yang dianut

oleh keluarga masyarakat etnis Bugis kaitannya dengan penamaan

penyakit pada anak adalah memberikan perlakuan khusus pada dinru

130
(saudara kembar) anak. Menurut tradisi dan kepercayaan masyarakat

etnis Bugis, dinru (saudara kembar) anak merupakan makhlus halus yang

tidak terlihat dan terbagi menjadi dua macam: dinru langi (saudara

kembar yang berasal dari langit) dan dinru wae/salo (saudara kembar

yang berasal dari air atau sungai). Dinru (saudara kembar) ini dipercaya

menampakkan diri dalam wujud manusia dalam mimpi sang ibu dan

menuntut untuk diperlakukan secara khusus. Hal ini tidak sejalan dengan

penelitian yang dilakukan Iriani (2014) terhadap suku Tolaki di Sulawesi

Tenggara, menyebutkan bahwa yang mereka yakini sebagai saudara

kembar bayi adalah ari-ari atau plasenta. Tetapi masyarakat suku Tolaki

juga memperlakukan ari-ari tersebut seperti layaknya manusia.

Temuan di lokasi penelitian menunjukkan prinsip tertentu yang

dianut oleh keluarga masyarakat etnis Bugis kaitannya dengan penamaan

penyakit pada anak adalah mengikat ari-ari anak tepat setelah anak lahir.

Hal ini sejalan dengan penelitian Adang (2016) dengan judul “Tradisi

Melahirkan dengan Perantara Dukun Beranak di Desa Taramana

Kecamatan Alor Timur Laut Kabupaten Alor” menyatakan bahwa setelah

bayi keluar dari rahim ibu dengan ari-ari (plasenta), dukun memijat tali

pusar bayi kemudian diikat dengan benang yang sudah disiapkan. Setelah

mengikat tali pusar, dukun menggunting tali pusar tersebut dengan

gunting dan diobati dengan alkohol.

Saat bayi dilahirkan masih terhubung dengan ibunya melalui tali

pusat. Bayi dipisahkan dari plasenta dengan melakukan penjepitan dan

131
pemotongan tali pusat. Penjepitan dan pemotongan tali pusat dilakukan

pada kala III persalinan, kemudian tali pusat diklem memakai cunam dan

dipotong dengan jarak 3-5 cm dari umbilikus (Prawirohardjo, 2009).

c. Ritual tertentu dalam penanganan penyakit pada anak

Berdasarkan temuan penelitian, informan mengungkapkan bahwa

ritual tertentu dalam penanganan penyakit pada anak adalah setelah anak

selesai berobat (sembuh) diharuskan melakukan ritual maccera’ atau

mappallesso yang terdiri dari berre’ tudang sigantang, sepasang ayam

jantan dan betina, kelapa, serta lilin yang kemudian dibacakan doa untuk

keselamatan. Hal serupa juga diungkapkan oleh informan tokoh adat,

bahwa ritual mappallesso dengan menyembelih hewan seperti ayam,

sapi, atau kambing hanya dilakukan dahulu dan atau bila sakit yang

diderita anak parah. Masyarakat etnis Bugis percaya bahwa penyakit

pada anak dapat ditransfer pada hewan, serta kesembuhan anak ditukar

dengan menyembelih hewan tersebut. Informan lain menambahkan,

mappallesso bertujuan agar penyakit tidak kambuh kembali.

Hal tersebut sejalan dengan penelitian Kasniyah (2008), salah satu

tradisi penyembuhan oleh masyarakat suku Jawa adalah dengan transfer

penyakit melalui media binatang, biasanya menggunakan kambing,

anjing dan kelinci sebagai media transfer. Pemilihan binatang sebagai

media didasari oleh pertimbangan ekonomi. Semakin besar laksa (daya

tampung organ tubuh) suatu binatang, maka transfer penyakit bisa lebih

total. Biasanya kambing dan anjing digunakan untuk penyakit yang

132
sudah berat/kronik. Kelinci digunakan untuk penyakit yang lebih ringan

dengan pertimbangan laksa untuk transfer penyakit lebih sedikit. Kelinci

juga digunakan sebagai media pembersihan, artinya jika sesudah

melakukan transfer kambing atau anjing, selanjutnya transfer digunakan

kelinci untuk membersihkan sisa-sisa penyakit yang masih ada agar

penyakit tidak kambuh kembali.

Namun sekarang ritual mappallesso pada masyarakat etnis Bugis

sudah mulai bergeser. Ritual tersebut kini digantikan dengan memberikan

uang kepada dukun anak. Ini bermaksud untuk membayarkan jasa

pengobatan yang dilakukan dukun anak tersebut.

d. Fungsi dibalik penamaan penyakit pada anak menurut etnis Bugis

Fungsi dibalik penamaan penyakit pada anak menurut etnis Bugis

adalah untuk mengetahui jenis penyakit yang diderita anak. Dengan

mengetahui jenis penyakit yang diderita anak maka dapat memilih

perlakuan yang tepat, menentukan pilihan dan jenis pengobatan serta

jampi-jampi yang tepat sesuai dengan penyakit yang diderita anak. Hal

ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2017),

yang meneliti tentang istilah-istilah penyakit dan pengobatan tradisional

orang Jawa yang membahas 364 istilah penyakit dalam bahasa Jawa.

Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa identifikasi penyakit perlu

dilakukan untuk mengetahui penyakit dan memilih pengobatan yang

tepat.

133
E. Keterbatasan Penelitian

Pada proses wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan

terkait pengobatan penyakit, tidak semua informan mampu memberikan alasan

dibalik pemilihan jenis obat herbal untuk penyakit yang disebutkan, sehingga

informan kurang menjelaskan secara holistik pengobatan penyakit pada anak.

134
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pemikiran dan perasaan etnis Bugis di Kabupaten Sidrap dalam penamaan

penyakit pada anak meliputi 18 nama penyakit yang diberikan berdasarkan

ciri yang nampak pada badan anak, gejala yang ditimbulkan penyakit, dan

bagian tubuh yang sakit; penyebab penyakit baik secara naturalistik maupun

personalistik; pencegahan dan pengobatan penyakit yang dilakukan dengan

menggunakan campuran minyak, obat-obat herbal dan atau membacakan

jampi-jampi sambil dipijat.

2. Tokoh acuan atau panutan etnis Bugis di Kabupaten Sidrap dalam

penamaan penyakit pada anak adalah leluhur atau nenek moyang.

Sedangkan acuan dalam pencegahan dan penanganan penyakit pada anak

adalah dokter dan dukun.

3. Nilai dari etnis Bugis di Kabupaten Sidrap dalam penamaan penyakit pada

anak adalah pamali, tradisi mappallesso dan makkatenni sanro yang berlaku

secara turun-temurun.

B. Saran

1. Bagi Instansi Terkait

a. Dinas Kesehatan Kabupaten Sidrap agar kiranya memberikan sosialisasi

terkait padanan nama penyakit oleh etnis Bugis sehingga masyarakat

dapat memilih pengobatan yang tepat dalam rangka penurunan angka

kesakitan dan kematian pada bayi, anak, dan balita.

135
b. Bagi tenaga kesehatan di seluruh fasilitas kesehatan di wilayah

Kabupaten Sidrap agar kiranya melakukan kemitraan dengan pengobat

tradisional setempat, sehingga dapat meminimalisir kesalahan dalam

penanganan dan pengobatan penyakit pada anak.

2. Bagi Masyarakat

Bagi masyarakat yang memilih pengobatan tradisional sebaiknya lebih

memperhatikan manfaat dan efektifitas obat tradisional itu sendiri dengan

sering mengikuti penyuluhan yang dilakukan di wilayah tempat tinggalnya

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Jika akan melakukan penelitian yang sama, sebaiknya menambahkan

variabel diluar dari penelitian ini seperti sumber daya maupun aspek

sosial budaya yang lain misalkan adat istiadat, norma, ataupun kebiasaan.

b. Terutama bagi peneliti dari bidang kedokteran, keperawatan, maupun

kebidanan hendaknya melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk

menegakkan diagnosa penyakit menurut etnis Bugis.

136
DAFTAR PUSTAKA

Adang. F.R. 2016. Tradisi Melahirkan dengan Perantara Dukun Beranak Di


Desa Taramana Kecamatan Alor Timur Laut Kabupaten Alor. Skripsi.
Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Afrizal. 2015. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Alesich, S. 2008. Dukun and Bidan: The Work of Traditional and Government
Midwives in Southeast Sulawesi. In: Ford M Parker L (eds) Women and
Work in Indonesia. London: Routledge.

Amin, A. 2012. Skrining Farmakognosi Tanaman Etnofarmasi Asal Kabupaten


Bulukumba Yang Berpotensi Sebagai Antikanker. J. Trop. Pharm. Chem Vol
1 No. 4. Hal 263-272.

Arni. 2016. Kepercayaan dan Perlakuan Masyarakat Banjar Terhadap Jimat-


Jimat Penolak Penyakit. Jurnal Studia Insania Vol. 4, No.1, hal 39-56.

Badan Pusat Statistik. 2013. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
2012. Jakarta: Direktorat Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS.

Baki, N. 2005. Pola Pengasuhan Anak dalam Keluarga Bugis (Studi tentang
Perubahan Sosial dalam Keluarga Rappang di Sulawesi Selatan). Disertasi.
Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Bogdan, R.C. & Biklen, S.K. 1992. Qualitative Research for Education: an
Introduction to Theory and Methods, Boston: Allyn & Bacon.

Brazelton, T.B. 2011. A Child Oriented Approach To Toilet Training. Pediastrics


Vol. 29 hal 121-128.

Bungin, B. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan


Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.

Bungin, B. 2010. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada.

Bungin, B. 2011. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,


dan Ilmu Sosial Lainnya. Edisi Kedua. Cetakan ke-5. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.

Bungin, B. 2015. Metodologi Peneltian Kualitatif (Aktualisasi Metodologis ke


Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Chaer, A. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

DepKes RI, 1992. Asuhan Kesehatan Anak dalam Konteks Keluarga. Jakarta:
Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan.

Depkes RI. 2005. Tatalaksana Penderita Diare. www.Depkes.go.id

Depkes RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Pusat Pendidikan Tenaga
Kesehatan.

Dewi, A. 2017. Mengenal Jenis Penyakit dengan Sistem Penamaan Penyakit.


[online]. https://news.labsatu.com/mengenal-jenis-penyakit-dengan-sistem-
penamaan-penyakit/ [diakses 2 Januari 2018].

Dianne, Y & Fitria, L. 2014. Sakit Perut Berulang Pada Anak. Jurnal CDK 219
Vol. 41, No.8, hal 598-594.

Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk & KB Kabupaten Sidrap. 2017.


Laporan Bulanan Data Kesakitan dan Kematian Tahun 2016. Sidrap: Bidang
Pelayanan Kesehatan.

Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk & KB Kabupaten Sidrap. 2017. Data


Kunjungan Program Kesehatan Tradisional Tahun 2017. Sidrap: Bidang
Pelayanan Kesehatan.

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. 2016. Profil Kesehatan Provinsi


Sulawesi Selatan Tahun 2016. Makassar: Dinkes Provinsi Sul-Sel.

Dwiningsih, S. 2014. Belenggu Apung. Jakarta. Lembaga Penerbitan


Balitbangkes.

Elisa, C.S. 2015. Kesehatan Perorangan Siswa Penderita Skabies di Madrasah


Ibtidaiyah Guppi Borongbulo Desa Paranglompoa Kecamatan
Bontolempangan Kabupaten Gowa. Skripsi. Departemen Promosi Kesehatan
dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin,
Makassar.

Emzir. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kuantitatif dan Kualitatif.


Jakarta: Rajawali Pers.

Ester. 2013. Perilaku Etnis Papua Mengenai Penyakit Malaria di Kabupaten


Nabire Papua. Tesis. Pasca Sarjana. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Fanani, S & Dewi, T.K. 2014. Health Belief Model pada Pasien Pengobatan
Alternatif Supranatural dengan Bantuan Dukun. Jurnal Psikologi Klinis dan
Kesehatan Mental Vol. 03, No. 1, hal 54-59.
Fatimah, S. Nurhidayah, I. Rakhmawati, W. 2008. Faktor-faktor Yang
Berkontribusi Terhadap Status Gizi Pada Balita Di Kecamatan Ciawi
Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Kesehatan Vol 10, No. 18, hal 37-51.

Foster & Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan (terjemahan). Jakarta:


Universitas Indonesia.

Fuadah, N. 2016. Istilah – Istilah Penyakit Kulit dan Kelamin pada Masyarakat
Jawa di Desa Tega Pare Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi
(Tinjauan Semantik dan Etimologi). Skripsi. Jurusan Sastra Indonesia
Fakultas Sastra. Universitas Jember, Jember.

Hamid, A. 2008. Pengobatan Tradisional Berbasis Lontara di Sulawesi Selatan.


Makassar: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sulawesi Selatan.

Hamzah, A. Sukri. Jompa, H. 2007. Perilaku Menyusui Bayi pada Etnik Bugis di
Pekkae, 2003. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 1, No.5 hal 195-
201.

Harjati. 2012. Konsep Sehat Sakit terhadap Kesehatan Ibu dan Anak pada
Masyarakat Suku Bajo, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Tesis. Pasca
Sarjana. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Harris, C. 2016. Pectus Excavatum. Annals of Cardiothoracic Surgery. Vol. 5, No.


5 hal 528.

Hidayat, A & Aziz A. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika

Hospital Care for Children. 2016. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di
Rumah Sakit. [Online].
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:rtQUt-
foNu0J:www.ichrc.org/452-difteri+&cd=8&hl=id&ct=clnk&gl=id [diakses
14 Januari 2018]

Huraerah, A. 2006. Kekerasan terhadap Anak. Bandung: Penerbit Nuansa.

Ipa, M. 2014. Balutan pikukuh Persalinan Baduy. Jakarta. Lembaga Penerbitan


Balitbangkes.

Iriani. 2014. Pola Pengasuhan Anak Pada Suku Tolaki di Sulawesi Tenggara.
Jurnal Walasuji Vol 5, No.2, hal 265-276.

Istiana, I.A.D. 2012. “Pemmali” sebagai Kearifan Lokal dalam Mendidik Anak
pada Keluarga Bugis di Kelurahan Kalukuang Kecamatan Tallo Kota
Makassar. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Hasanuddin. Makassar.

Jegede. 2002. The Yoruba Cultural Construction of Health and Illness. Nordic
Jurnal of African Studies Vol 11, No.3, hal 322-335.

Kadir, A. 2004. Masuknya Islam di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.


Makassar: Balai Litbang Agama Makassar.

Kania, Nia. 2006. Stimulus Tumbuh Kembang Anak Untuk Mencapai Tumbuh
Kembang Yang Optimal. Seminar Tumbuh Kembang Anak. Bandung, 11
Maret.

Kasmini, O.W. 2012. Kontribusi Sistem Budaya dalam Pola Asuh Gizi Balita
pada Lingkungan Rentan Gizi (Studi Kasus di Desa Pecuk, Jawa Tengah).
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 11, No.3, hal 240-250.

Kasniyah, N. 2008. Fenomena Budaya dalam Penyembuhan Penyakit Secara


Tradisional: Pijat Refleksi dan Transfer Penyakit dengan Media Binatang.
Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik Vol 22, No.4, hal 333-342.

Kemenkes RI & IDI. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta: Direktur Jenderal Bina Upaya
Kesehatan.

Khair, N. 2015. Ritual Penyembuhan dalam Shamanic Psychotherapy (Telaah


Terapi Budaya di Nusantara). Buletin Psikologi Volume 23, No.2, hal 82-91.

Khasanah. 2011. Dampak Persepsi Budaya terhadap Kesehatan Reproduksi Ibu


dan Anak di Indonesia. Muwazah Vol 3 No.2. Hal 487-492.

Koentjaraningrat. 1997. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:


PT.Gramedia Pustaka Utama

Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Standar Pendidikan Profesi Dokter. Jakarta:


Konsil Kedokteran Indonesia.

Kramsch, C. 1998. Languange and Culture Oxford: Oxford University Press.

Harun, A. 2016. Ini Bahaya Memandikan Anak Saat Demam. Tribun Lampung,
13 Januari 2016.

Laksono, A.D., Nggeolima, R.A., & Margareth, M. 2016. Buku Seri Riset
Etnografi Kesehatan 2016: Bugis Tukak Relokasi Sanitasi. Yogyakarta: PT.
Kanisius.
Lestari, D.S. 2016. Adat Istiadat yang Berhubungan dengan Kesehatan Ibu dan
Bayi di Lingkungan Suku Bugis. Akademi Kebidanan Delima Persada,
Gresik.

Lia, S.S., Husaini., Ilmi, B. 2016. Kajian Budaya dan Makna Simbolis Perilaku
Ibu Hamil dan Ibu Nifas. Jurnal Berkala Kesehatan Vol 1, No,2, hal 78-87.

Lisiana, N.L.G. 2014. Pemertahanan Tradisi Penguburan Ari-Ari Pada


Masyarakat Bali Aga di Desa Pekraman Bayung Gede, Kintamani, Bangli
(Studi tentang Representasi Nilai Keagamaan pada Ritual dalam Masyarakat
Pra Aksara dan Potensinya sebagai Sumber Belajar IPS di SMP). Skripsi.
Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja.

Maas, L.T. Kesehatan Ibu dan Anak : Persepsi Budaya dan Dampak.
Kesehatannya. USU Digital Library. 2004. [diakses tanggal 13 Januari 2018].

Mabel, Y., Simbala, H & Koneri, R. 2016. Identifikasi dan Pemanfaatan


Tumbuhan Obat Suku Dani di Kabupaten Jayawijaya Papua. Jurnal MIPA
UNSRAT Online Vol 5 (2), hal 103-107.

Maramis, P.P., Kaunang, E.D., Rompis, J. 2014. Hubungan Penyakit Jantung


Bawaan dengan Status Gizi Pada Anak Di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado Tahun 2009-2013. Jurnal e-Clinic (eCl) Vol (2) No.2.

Marhani. 2016. Cultural Care Terhadap Kesehatan Ibu dan Anak Adat Tolotang.
Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri
Alauddin, Makassar.

Marzali, A. 2016. Antropologi dan Pembangunan Indonesia. Jakarta: Prenada


Media.

Mattulada. 1974. Bugis-Makassar: Manusia dan Kebudayaannya” dalam Terbitan


Khusus Berita Antropologi No 16. Jurusan Antropologi Fakultas Sastra UI.

Mattulada. 1975. Latoa: Satu Lukisan Analitis terhadap Antropologi Politik


Orang Bugis. Jakarta: Universitas Indonesia.

Mayasaroh, 2013. Peran Dukun Bayi Dalam Penanganan Kesehatan Ibu dan
Anak di Desa Bolo Kecamatan Demak Kabupaten Demak. Solidarity: Jurnal
of Education, Society and Culture Vol. 2, No. 1, hal 36-44.

Mbete, A. M. 2004. Linguistik Kebudayaan: Rintisan Konsep dan Beberapa


Aspek Kajiannya. (peny I. W Bama dan I. W Cika). Bahasa dalam Perspektif
Kebudayaan. Hal 16-34. Denpasar: Universitas Udayana.
Melalatoa. 1995. Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Mitayani. 2010. Buku Saku Ilmu Gizi. Jakarta: Trans Info Media.

Moleong. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Musadad. 2007. Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan Masyarakat Kampung


Naga Kabupaten Tasikmalaya. Media Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Vol. 7, No. 3, hal 37-40.

Muslihatun, W.F. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta:


Fitramaya.

Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan


Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.

Nasution. 1992. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.

Nazira, A & Devy, S.R. 2015. Pengaruh Personal Reference, Thought and
Feeling terhadap Kesehatan Reproduksi Santri Putri Pondok Pesantren X.
Jurnal Promkes, Vol. 3 No.2, halaman 229-240.

Niang, C.I. 2004. Formative Research on Peri/Neonatal Health in Kebemer


Health District (Senegal): Final Report. Published by the Basic Support for
Institutionalizing Child Survival Project (BASICS II) for the United States
Agency for International Development. Arlington, Virginia.

Notoatmodjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Parker A. F, & James L. G. (2015). Measles (Rubeola). CDC. [Online].


www.cdc.gov/measles [diakses tanggal 13 Januari 2018].

Pectus Forum. 2009. Pectus Excavatum. [Online]


http://www.pectusforum.com/en/pectus-excavatum.html [diakses 26 April
2018]

Pellegrino, E.D. 1963. Medicine, History, dan the Idea of Man. Dalam Medicine
and Society, The Annals of the American Academy of Political and Social
Science 346. J.A Clausen dan R. Straus (Editor). Hlm. 9-20.

Pelly. 1994. Teori-Teori Sosial Budaya. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan


Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Pelras, C. 1996. The Bugis: The Peoples of South-East Asia and The Pacific.
Cambridge: Blackwell Publishers.

Permendiknas RI No.58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD).

Prawirohardjo. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Puspita, I.R. Suradi, R. Munasir, Z. 2007. Insidens dan Faktor Risiko Hipotermia
Akibat Memandikan pada Bayi Baru Lahir Cukup Bulan. Jurnal Sari Pediatri,
Vol. 8, No.4, hal 258-264.

Putra, A. Shri, H. 1985. Etnosains dan Etnometodologi: Sebuah Perbandingan.


Masyarakat Indonesia Jilid XII Nomor 2, halaman 103-132.

Rahayu, M. Sunarti, S. Sulistiarini, D. Prawiroatmodjo, S. 2006. Pemanfaatan


Tumbuhan Obat secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau
Wawonii, Sulawesi Tenggara. Jurnal Biodiversitas Vol 7, No.3, hal 245-250.

Rahman, N. 2006. Cinta, Laut, dan Kekuasaan Dalam Epos La Galigo. Makassar:
La Galigo Press.

Rahman, N. 2009. Kearifan Lingkungan Hidup Manusia Bugis Berdasarkan


Naskah Meong Mpaloe. Makassar: La Galigo Press.

Ranuh, dkk. 2008. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Ritarwan, K. 2004. Tetanus. Jurnal [Online].


http://library.usu.ac.id/download/fk/penysaraf-kiking2.pdf [diakses tanggal
13 Januari 2018].

Rustan, E. 2010. Budaya Leluhur dalam Memperkukuh Tatanan Masyarakat di


Era Globalisasi. Seminar Internasional Pemertahanan Identitas Masyarakat
Multikultural di Era Globalisasi. Surabaya, 23-23 Juni, pp 79-86.

Sahara, D.S. Hubungan Antara Gangguan Tidur dengan Pertumbuhan pada Anak
Usia 3-6 Tahun di Kota Semarang. Skripsi. Program Pendidikan Sarjana
Kedokteran Fakultas Kedokter. Universitas Diponegoro, Semarang.

Sakinah., Muzammi, A.R & Syahrani, A. 2016. Leksikon Nama Penyakit dalam
Bahasa Melayu Dialek Sekadau. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sasta
Indonesia. Universitas Tanjungpura, Pontianak.
Saryono. 2011. Metode Penelitian Kualitatif Dalam Bidang Kesehatan.
Yogyakarta: Nuha Media.

Semiawan, D.C.R. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Grasindo.

Siddalingappa, K., Murthy, S.C., Herakal, K., Kusuma, M.R. 2015. Multiple
granuloma annulare in a 2-year-old child. Indian Jurnal Dermatology Vol.
60, No.6, hal 636.

Siregar, C.D. 2006. Pengaruh Infeksi Cacing Usus yang Ditularkan Melalui
Tanah pada Pertumbuhan Fisik Anak Usia Sekolah Dasar. Jurnal Sari
Pediatri Vol. 8, No. 2, hal 112-117.

Soeparno. 2002. Dasar-Dasar Linguistik Umum. Yogyakarta: PT Tiara Wacana.

Soetjiningsih. 2001. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.

Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Cetakan ke-7. Jakarta:


Alfabeta.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Jakarta:


Alfabeta.

Supartini, Y. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.

Supsiloani. 2008. Analisa Nilai Budaya Masyarakat dan Kaitannya dalam


Pembangunan Wilayah di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun. Medan:
Universitas Sumatera Utara.

Suwarba, I.G.N.M. 2011. Insidens dan Karakteristik Klinis Epilepsi pada Anak.
Sari Pediatri Vol.13, No. 2, hal:123-128.

Tabri, F. 2016. Hiperhidrosis Pada Anak. Makassar: Al Hayaatun Mufidah

Taplin, Dana. et al. 2002. Rapid Ethnographic Assessment in Urban Parks: A


Case Study of Independence National Parks. Human Organization 61(1):80-
93.

Triratnawati, A. 2017. Dominasi Medis Modern Atas Medis Tradisional Suku


Sumuri, Teluk Bintuni, Papua Barat. Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan
Politik Vol 30, No.2, hal 174-187.

Tyler. 1969. The Work of The Counselor. New York: Appleton Century.

Undang-undang No 23 tahun 2002 tentang perlidungan anak, (Jakarta :


Visimedia, 2007), hal. 4
Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

Undang-undang HAM Nomor 39 tahun 1999, (Jakarta : Asa Mandiri, 2006), hal. 5

Wahjudi, P., Luthviatin, N., Muslichah, S. 2015. Pengobatan Tradisional Suku


Osing Banyuwangi. Universitas Jember.

Wahyuni, A.S. 2004. Anemia Defisien Besi Pada Balita. Skripsi. Bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat/Ilmu Kedokteran Pencegahan/Ilmu Kedokteran
Komunitas Fakultas Kedokteran. Universitas Sumatera Utara, Medan.

WHO. 2015. WHO issues best practices for naming new human infectious
diseases. Note for the media. [Online]. Media centre.
http://www.who.int/mediacentre/news/notes/2015/naming-new-diseases/en/
[diakses 2 Januari 2018].

WHO Indonesia. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
Jakarta: WHO Indonesia.

Wicaksono, H. 2013. Pengobatan Dongke dalam Konteks Kosmologi Jawa pada


Masyarakat Tanggulangin Kabupaten Tuban (Suatu Kajian Etnomedisin
Jawa). Tesis. Program Pascasarjana Antropologi Fakultas Ilmu Budaya.
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Widoyono. 2011. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan


Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.

Widyasari, R. 2012. Etnik Madura, Desa Jrangoan, Kecamatan Omben,


Kabupaten Sampang, Provinsi Jawa Timur. Jakarta: Badan Litbang
Kesehatan Kemkes RI.

Winkjosastro, H. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan BinaPustaka Sarwono


Prawirohardjo

Wulandari, A. 2017. Istilah Penyakit dan Pengobatan Tradisional Orang Jawa:


Sebuah Kajian Linguistik Antropologis. Disertasi. Program Pascasarjana
Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Gadja Mada, Yogyakarta.

Wulandari, A.P. 2009. Hubungan Antara Faktor Lingkungan dan Faktor


Sosiodemografi dengan Kejadian Diare pada Balita di Desa Blimbing
Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen tahun 2009. Skripsi. Program Studi
Kesehatahan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas
Muhammadiyah, Surakarta.

Yahya, A.M. 2016. Kajian Jenis, Fungsi, dan Makna Mantra Bugis Desa Tanjung
Samalantakan (A Study Of Types, Functions, And Meanings Buginese
Mantras Of Tanjung Samalantakan Village). Jurnal Bahasa, Sastra dan
Pembelajaran hal 163-179.

Zahara, D.S. 2013. Hubungan Antara Gamgguan Tidur dengan Pertumbuhan


Anak Usia 3-6 Tahun di Kota Semarang. Skripsi. Program Pendidikan
Sarjana Kedokteran, Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro,
Semarang.

Zulkoni, A. 2011. Parasitologi untuk Keperawatan, Kesehatan Masyarakat,


Teknik Lingkungan.Yogyakarta: Nuha Medika.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Pedoman Wawancara

DEPARTEMEN PROMOSI KESEHATAN DAN ILMU PERILAKU


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

PENJELASAN PENELITIAN
(Informed Consent)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Fatmawaty
NIM : K11114025
Prodi/Jurusan : Kesehatan Masyarakat/ Promosi Kesehatan dan Ilmu
Perilaku (PKIP)
Alamat : Jalan Ir. Sutami Km.8,45 Villa Mutiara Cluster Jelita 7
No.12 Makassar
Jalan Andi Maramat Pangkajene Sidrap

Bermaksud melakukan penelitian tentang “Penamaan Penyakit pada Anak


Oleh Etnis Bugis (Studi Rapid Ethnography di Kabupaten Sidrap)”. Penelitian ini
akan menggunakan desain kualitatif dengan pendekatan rapid ethnography. Oleh
karena itu, saya akan menjelaskan beberapa hal terkait dengan pelaksanaan
penelitian saya sebagai berikut:
1. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis aspek yang melatarbelakangi
penamaan penyakit pada anak oleh etnis Bugis di Kabupaten Sidrap.
2. Manfaat penelitian ini secara garis besar diharapkan menjadi salah satu
sumber pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang yang
berkaitan dengan program penurunan angka kesakitan dan kematian pada
bayi, anak, dan balita.
3. Informan penelitian ini adalah orangtua yang memiliki anak balita, dukun
anak, petugas kesehatan, dan tokoh adat/tokoh masyarakat.
4. Pengambilan data akan dilakukan melalui wawancara mendalam (indepth
interview) dan berlangsung dengan menyesuaikan waktu yang dibutuhkan,
sebagaimana disepakati. Selama wawancara berlangsung diharapkan
informan dapat menyampaikan informasi secara utuh.
5. Waktu dan tempat wawancara disesuaikan dengan keinginan informan.
6. Selama wawancara dilakukan, peneliti akan menggunakan alat bantu
penelitian berupa catatan dan alat tulis, perekam suara, serta kamera
digital/handphone untuk membantu kelancaran pengumpulan data.
7. Proses wawancara akan dihentikan jika informan mengalami kelelahan,
kesedihan atau ketidaknyamanan dan akan dilanjutkan lagi jika informan
sudah merasa tenang untuk memberikan informasi, baik pada hari yang sama
maupun hari yang berbeda.
8. Penelitian ini tidak akan berdampak negatif bagi informan dan keluarganya.
9. Semua catatan dan data yang berhubungan dengan penelitian ini akan
disimpan dan dijaga kerahasiaannya. Hasil rekaman akan dihapus segera
setelah penelitian selesai.
10. Pelaporan hasil penelitian ini akan menggunakan kode, bukan nama
sebenarnya dari informan.
11. Informan dalam penelitian ini bersifat sukarela dan informan berhak untuk
mengajukan keberatan kepada pihak peneliti jika terdapat hal-hal yang tidak
berkenan dan selanjutnya akan dicari penyelesaian masalah berdasarkan
kesepakatan antara peneliti dan informan.
12. Setelah dilakukan wawancara, peneliti akan memberikan transkrip hasil
wawancara kepada informan jika dibutuhkan untuk dibaca dan dilakukan
klarifikasi.

Sidrap,..................................2018
Peneliti

(Fatmawaty)
PERSETUJUAN MENJADI INFORMAN PENELITIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Alamat :
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa setelah mendapatkan penjelasan
penelitian dan memahami informasi yang diberikan oleh peneliti serta mengetahui
tujuan dan manfaat dari penelitian, maka dengan ini saya secara sukarela bersedia
menjadi informan dalam penelitian ini.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya serta penuh
kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak manapun.

Sidrap,..................................2018
Yang menyatakan

(...................................................)
PERSETUJUAN PENGAMBILAN GAMBAR INFORMAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Alamat :
Menyatakan dengan ini saya bersedia jika foto/gambar saya dipublikasikan
untuk kepentingan ilmiah dalam rangka penyusunan skripsi bagi peneliti dan tidak
akan merugikan saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya serta penuh
kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak manapun.

Sidrap,..................................2018
Yang menyatakan

(...................................................)
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM (INDEPTH INTERVIEW)
PENAMAAN PENYAKIT PADA ANAK OLEH ETNIS BUGIS
(STUDI RAPID ETHNOGRAPHY DI KABUPATEN SIDRAP)

Form untuk Orangtua/Keluarga Balita


A. Identitas Informan
1. Nama Informan :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Pendidikan :
5. Fokus Wawancara : Penamaan penyakit pada anak oleh etnis
Bugis
6. Waktu Wawancara : Tanggal................................... Jam:................

B. Pedoman Wawancara
1. Pemikiran dan Perasaan
a. Pengetahuan
1) Penyakit apa saja yang biasa menyerang anak usia balita? Jelaskan!
2) Apakah ada penamaan khusus oleh etnis Bugis tentang penyakit pada
anak tersebut? Jelaskan!
3) Apakah penyakit tersebut juga dikenal dengan nama demikian di
daerah lain? Jika nama penyakit tersebut berbeda di daerah lain, apa
yang membedakannya? Dan kenapa terjadi perbedaan nama?
Jelaskan!
4) Apa penyebab penyakit pada anak tersebut? Jelaskan!
5) Bagaimana pencegahan penyakit pada anak tersebut? Jelaskan!
6) Bagaimana pengobatan penyakit pada anak tersebut? Jelaskan!
b. Pemikiran dan Pertimbangan
1) Apa sebab-sebab atau yang melatarbelakangi pemberian nama
penyakit pada anak oleh etnis Bugis? Dan apa saja yang menjadi
pertimbangan dalam penamaan penyakit pada anak oleh etnis Bugis?
Jelaskan!

2. Tokoh Acuan atau Panutan


a. Siapa yang menjadi acuan atau panutan dalam pemberian nama penyakit
pada anak oleh etnis Bugis? Jelaskan!
b. Siapa yang menjadi acuan atau panutan dalam pemilihan pencegahan dan
pengobatan penyakit pada anak? Jelaskan!
c. Mengapa orang tersebut yang menjadi acuan atau panutan? Dan apa
peranannya dalam penanganan penyakit pada anak? Jelaskan!

3. Nilai
a. Nilai etnis Bugis apa yang menjadi pedoman, pegangan, atau prinsip
dalam penamaan penyakit pada anak? Jelaskan!
b. Apakah nilai tersebut berlaku secara turun-temurun? Jelaskan!
c. Apakah ada prinsip tertentu yang dianut oleh keluarga dalam penamaan
penyakit pada anak? Jelaskan!
d. Apakah ada ritual tertentu dalam penanganan penyakit pada anak?
Jelaskan!
e. Apa fungsi dibalik penamaan penyakit pada anak oleh etnis Bugis?
Jelaskan!
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM (INDEPTH INTERVIEW)
PENAMAAN PENYAKIT PADA ANAK OLEH ETNIS BUGIS
(STUDI RAPID ETHNOGRAPHY DI KABUPATEN SIDRAP)

Form untuk Dukun Anak/Tokoh Adat


A. Identitas Informan
1. Nama Informan :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Pendidikan :
5. Fokus Wawancara : Penamaan penyakit pada anak oleh etnis
Bugis
6. Waktu Wawancara : Tanggal................................... Jam:................

B. Pedoman Wawancara
1. Pemikiran dan Perasaan
a. Pengetahuan
1) Penyakit apa saja yang biasa menyerang anak usia balita? Jelaskan!
2) Apakah ada penamaan khusus oleh etnis Bugis tentang penyakit pada
anak tersebut? Jelaskan!
3) Apakah penyakit tersebut juga dikenal dengan nama demikian di
daerah lain? Jika nama penyakit tersebut berbeda di daerah lain, apa
yang membedakannya? Dan kenapa terjadi perbedaan nama?
Jelaskan!
4) Apa penyebab penyakit pada anak tersebut? Jelaskan!
5) Bagaimana pencegahan penyakit pada anak tersebut? Jelaskan!
6) Bagaimana pengobatan penyakit pada anak tersebut? Jelaskan!
b. Pemikiran dan Pertimbangan
1) Apa sebab-sebab atau yang melatarbelakangi pemberian nama
penyakit pada anak oleh etnis Bugis? Dan apa saja yang menjadi
pertimbangan dalam penamaan penyakit pada anak oleh etnis Bugis?
Jelaskan!

2. Tokoh Acuan atau Panutan


a. Siapa yang menjadi acuan atau panutan dalam pemberian nama penyakit
pada anak oleh etnis Bugis? Jelaskan!
b. Siapa yang menjadi acuan atau panutan dalam pemilihan pencegahan dan
pengobatan penyakit pada anak? Jelaskan!
c. Mengapa orang tersebut yang menjadi acuan atau panutan? Dan apa
peranannya dalam penanganan penyakit pada anak? Jelaskan!

3. Nilai
a. Nilai etnis Bugis apa yang menjadi pedoman, pegangan, atau prinsip
dalam penamaan penyakit pada anak? Jelaskan!
b. Apakah nilai tersebut berlaku secara turun-temurun? Jelaskan!
c. Apakah ada prinsip tertentu yang dianut oleh keluarga dalam penamaan
penyakit pada anak? Jelaskan!
d. Apakah ada ritual tertentu dalam penanganan penyakit pada anak?
Jelaskan!
e. Apa fungsi dibalik penamaan penyakit pada anak oleh etnis Bugis?
Jelaskan!
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM (INDEPTH INTERVIEW)
PENAMAAN PENYAKIT PADA ANAK OLEH ETNIS BUGIS
(STUDI RAPID ETHNOGRAPHY DI KABUPATEN SIDRAP)

Form untuk Petugas Kesehatan


A. Identitas Informan
1. Nama Informan :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Pendidikan :
5. Fokus Wawancara : Penamaan penyakit pada anak oleh etnis
Bugis
6. Waktu Wawancara : Tanggal................................... Jam:................

B. Pedoman Wawancara
1. Penyakit anak apa saja yang sering diderita oleh masyarakat Bugis di daerah
ini?
2. Apakah ada perbedaan istilah atau nama penyakit pada anak antara petugas
kesehatan dengan masyarakat etnis Bugis? Apa saja itu?
3. Bila terjadi perbedaan istilah atau nama penyakit pada anak, bagaimana
etnis Bugis menangani penyakit tersebut?
Lampiran 2. Panduan FGD
PANDUAN FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD)
PENAMAAN PENYAKIT PADA ANAK OLEH ETNIS BUGIS
(STUDI RAPID ETHNOGRAPHY DI KABUPATEN SIDRAP)

1. Nama Fasilitator :
2. Waktu FGD : Tanggal......................................... Jam:........................
3. Nama Informan :

No. Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Alamat

1.
2.
3.
4.
5.

Gali Informasi dengan FGD (Focus Group Discussion)


1. Penyakit anak apa saja yang sering diderita oleh masyarakat Bugis di daerah
ini?
2. Apakah ada perbedaan istilah atau nama penyakit pada anak antara petugas
kesehatan dengan masyarakat etnis Bugis? Apa saja itu?
3. Bila terjadi perbedaan istilah atau nama penyakit pada anak, bagaimana
etnis Bugis menangani penyakit tersebut?
Lampiran 3. Surat Izin Penelitian
Lampiran 4. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 5. Matriks Wawancara
MATRIKS HASIL WAWANCARA MENDALAM
PENAMAAN PENYAKIT PADA ANAK OLEH ETNIS BUGIS (STUDI RAPID ETHNOGRAPHY DI KABUPATEN SIDRAP)
Variabel Pemikiran dan Perasaan
Pertanyaan Informan Jawaban Informan Reduksi Kesimpulan
Penyakit apa saja yang biasa Informan mengetahui tiga macam Penyakit yang biasa
HR Kalau penyakit anak itu nak ada 3 macam.
menyerang anak usia balita? penyakit pada anak. menyerang anak usia balita
Informan mengatakan bahwa penyakit antara lain lasa ana’,
Anak saya sendiri biasanya sakit demam, berat
HN yang biasa menyerang anaknya adalah lingkau, sawengeng, lasa
badan tidak naik.
demam dan berat badan tidak naik. ana’ terri, bitokeng,
Informan mengetahui macam-macam mattuo-tuo, sikeppo,
Maddupa-dupang. Engka yaseng lasa ana’,
DT penyakit pada anak, antara lain lasa ana’ sulomettiang, jambang-
engka to yaseng lingkau. jambang, asingeng, sissi
dan lingkau.
Informan mengetahui penyakit yang manukeng, serru’ matana,
FR Banyak dek. Demam, influenza, diare juga. biasa menyerang anak usia balita adalah no ise’, demam, berat
demam, influenza dan diare. badan tidak naik, influenza,
Informan mengatakan penyakit yang dan diare.
HK Iye biasa anana’e kennai lasa ana’ asenna. biasa menyerang anak balita dinamakan
lasa ana’.
Informan mengatakan bahwa banyak
Maega nak. Demam, beringus, cacar, banyak penyakit yang biasa menyerang anak
IN
kalau penyakit anak. diantaranya demam, influenza, dan
cacar.
Aseng ogina mi iya wisseng nak. Engka yaseng Informan mengetahui macam-macam
ST lingkau, sawengeng, lasa anak terri, maega penyakit pada anak, antara lain lingkau,
rupanna. sawengeng, lasa ana’ terri, dll.
Informan mengetahui macam-macam
Maega rupanna, engka lingkau, bitokeng,
IM penyakit pada anak, antara lain lingkau,
engkato sawengeng, mattuo-tuo.
bitokeng, sawengeng, mattuo-tuo, dll.
Informan mengatakan bahwa banyak
Maega ko lasa ana’. Engka yaseng lingkau, penyakit yang biasa menyerang anak
WR
sikeppo, sulomettiang. diantaranya lingkau, sikeppo,
sulomettiang, dll.
Informan mengatakan bahwa penyakit
Kalau biasa cucuku kena penyakit demam, yang biasa menyerang cucunya adalah
IC
jambang-jambang, bolokeng. demam, jambang-jambang, mattuo-tuo
dan bolokeng.
Informan mengetahui macam-macam
Engka yaseng lingkau pute, lingkau bolong, penyakit pada anak, antara lain lingkau
MT sissi manukeng, sulomettiang, asingeng, pute, lingkau bolong, sissi manukeng,
sikeppo, sibawa no ise’. sulomettiang, asingeng, sikeppo dan no
ise’.
Informan mengetahui macam-macam
Maega ko lasa ana’. Engka yaseng lingkau penyakit pada anak, antara lain lingkau
AU
bolong, lingkau pute, sibawa serru’ matanna bolong, lingkau pute, dan serru’
matanna.
Apakah ada penamaan Iye ada nak. Pertama lingkau. Penyakit anak- Informan mengetahui penamanaan Etnis Bugis memberikan
khusus oleh etnis Bugis anak itu yang namanya lingkau ada lima khusus oleh etnis Bugis tentang penyakit penamaan khusus penyakit
tentang penyakit pada anak macam. Ada namanya lingkau kamummu, pada anak. Pertama lingkau, yang terdiri pada anak yang terdiri dari:
tersebut? Jelaskan! lingkau peca’, lingkau pute, lingkau bolong, dari lingkau kamummu, lingkau peca’, 1. Lingkau
lingkau lembe’. Iyaro yakko lingkau kamummu lingkau pute, lingkau bolong, lingkau a. Lingkau Kamummu
kennai anana’e nak, tegang yakko dia lembe’. Kedua sawengeng. Ketiga b. Lingkau Peca’
menangis. Kalau anak-anak lingkau pute mattuo-tuo, yang terdiri dari mattuo-tuo c. Lingkau Bolong
kennai gejalanya turu puse’na yakko wenni. Ee saliweng, tuo-tuo laleng, dan sarampa. d. Lingkau Pute
mabolonge yakko jennei malotong. Malotong e. Lingkau Lembe’
maneng iye timunna, aganna malotong 2. Sawengeng
maneng. Lingkau lembe’e tidak ada 3. Mattuo-tuo
kemauannya untuk bergerak, loyoi. Iyatosi a. Mattuo-tuo saliweng
HR
mapeca’e biasanya tidak bisa berdiri lehernya, b. Mattuo-tuo laleng
tidak bisa duduk. c. Sarampa
Kedua sawengeng. Nah, kalau saweng itu nak d. Mattuo-tuo barelle
anak-anak kurus, tidak mau naik e. Mattuo-tuo betteng
timbangannya, jalannya tidak lancar, f. Mattuo-tuo
terlambat duduknya, anu juga biasa tidak mallangkana
pintar bicara. Perkembangannya kurang. g. Mattuo-tuo
Lambat semua alat indranya. cammane’
Ketiga mattuo-tuo. Biasanya itu timbul cacar- h. Mattuo-tuo tanah
cacar yang kecil. Biasa tau riyolota makkada i. Mattuo-tuo wae
iye mopa ro mattuo-tuoe tabbage. Engka 4. Bolokeng
yaseng mattuo-tuo saliweng, rekengnge 5. Masemmeng
maccennang-cennange, cawai rekeng ero 6. Peddi babuwa /Peddi
agagae. Engka to tuo-tuo laleng e, biasa wettang
berbahaya tuh karna tidak kentara dilihat. 7. Benra wettang
Iyanatu biasa makkasolang. Iyatosi sarampae 8. Serru’ matana
iye bang macella-cellae okko isaliweng 9. No ise’
watakkalena anana’. Hanya 2-3 hari saja. 10. Sikeppo’
Dena metta yakko sarampa. 11. Maridi-ridi
Kalau menurut sanronya katanya sawengeng Informan mengetahui nama penyakit 12. Turi
HN karena anak saya selalu demam, pada anaknya yaitu sawengeng karena terri/Pabborengeng
timbangannya juga tidak mau naik. gejalanya demam,berat badan tidak naik. 13. Balippuru
Oh engka. Lingkau duanrupa siddi pute siddi Informan mengetahui penamanaan 14. Jambang-jambang
bolong. Yaseng e lingkau bolong nak iyero khusus oleh etnis Bugis tentang penyakit 15. Bitokeng
yakko makamummui yita alalena anana’e. pada anak, antara lain lingkau bolong, 16. Asingeng
Yaro pute mapute sassang, mapute pada kaci- lingkau pute, bolokeng, peddi babuwa, 17. Sulomettiang
kacie yita, samanna deggaga darah ko dan serru’ matana. 18. Sissi manukeng
alalena.
DT Bolokeng kan yakko ingusan i ananae.
Peddi babuwa iyenatu mapeddi pada ko
letoddo-toddo wettang na anana’. Mapeddi
taccedde-cedde babuwana. Taccinampe mi
pajasi, cinampe mapeddisi.
Engka totu yaseng serru’ matanna anana’e.
Iyaro yakko nabibe’i pella anana’e.
Ada dek. No ise’ biasa nasengi tau tipes. Informan mengetahui penamanaan
Yakko tuli samemmeng i anana’e esso-esso khusus oleh etnis Bugis tentang penyakit
denamelo paja akkonnatu nonno’. Yakko pada anak, antara lain no ise’, serta
engka anana masemmeng nappa denaengka mattuo-tuo yang terdiri dari mattuo-tuo
berassingeng adammu no ise’ tu. barelle dan mattuo-tuo betteng.
FR
Matuo-tuo itu dua macam. Ada itu yang kayak
jagung, ada to yang kayak kembang keringat.
Ko itu maloppoe mabbekas tu yaseng i mattuo-
tuo barelle. Iyatosi mabiccue padami turu
puse’e yasengi tuo-tuo betteng.
Lasa ana’ asenna. Engka lingkau pute. Mapute Informan mengetahui penamanaan
anana’e, mawiya rita to. Yakko lingkau bolong khusus penyakit pada anak oleh etnis
HK
mabolong to rita alalena anana’e. Lingkau Bugis yang secara umum dinamakan
peca’ biasa maggempung posina anana’e. lasa ana’. Lasa ana’ terdiri dari lingkau
Mapeca’ rita ananae, sehat sa lerita tapi pute, lingkau bolong, lingkau peca’,
mapeca’. sikeppo, maridi-ridi, dan turi
Engka to itu sikeppo’ asenna. Engkatu keppo’ boreng/pabborengeng.
biasa arona anana’e, engka keppo’ loyyolo.
Engka to alekke’na biasa keppo’ lo monri.
Keppo ero aroe, makkelebbong. Iyenaro na
matanrang buku arusu’.
Iya mettotu anana’e engkato lerita maridi-ridi
alalena to, lasa ana’ maneng asenna ero.
Turi boreng/Pabborengeng. Mappammula
rekeng ko mageribi na terri biasa lettupi subuh
nappa paja.
Masemmeng iyanaritu ko mapellai alalena Informan mengetahui penamanaan
anana’. khusus oleh etnis Bugis tentang penyakit
Bolokeng, itu kalau beringus i. pada anak, antara lain masemmeng,
Mattuo-tuo. Maega rupanna, engka yaseng bolokeng, balippuru, lingkau bolong,
tuo-tuo laleng, mettapi namatanrang, mapella lingkau pute, jambang-jambang, benra
bawangmi alalena. wettang, peddi wettang, turi terri, serru’
Tuo-tuo saliweng, iyenaro tuo-tuo betteng. matana, asingeng, no ise’ serta mattuo-
Tuo-tuo cammane’, iyenatu mannanah e, tuo yang terdiri dari mattuo-tuo laleng,
maloppo pada barelle. mattuo-tuo saliweng, tuo-tuo cammane’,
Tuo-tuo mallangkana, sama ratae macella tuo-tuo mallangkana, tuo-tuo tanah, dan
bawang tapi weh tenia pato’ ate’. tuo-tuo wae.
Engkato je yaseng tuo-tuo tanah, malotong
IN gare ero pada tanah e rekeng.
Tuo-tuo wae, warna bening, itu maccampu
wae e, maloppo maddecca bawangmi.
Balippuru, tappa macella bawammi,
maccampu, malleppa wirinna, mallebba
macella, iyenatu makkebali.
Lingkau bolong, ko mabolong anana’, matedde
alalena tapi madoko. Iyetosi lingkau pute ko
mapute anana’. Lingkau pute cinampe’ mi
nalai anana’. Ganas apana mape la, malemma
anana’. Itu medderi na sikolli ajena.
Marommo totu jambang-jambang anana’. Ko
tuo i isinna anana’.
Benra wettang ko kembung wettangna. Laing
toitu peddi wettang, yakko peddi wettang
mapeddi bawangmi. Malampe siwali tuh ajena
anana’.
Lasana totu anana’e itu turi terri. Decco ko
tengah benni. Degga mariga, terri bammi.
Serru’ matana, iyetu ko cicca’ matae.
Asingeng, yonroi onroangna (mattampu’i indo
na).
No ise’. Ko no ise’ i tau e ko turi buang i
wettuna anana’. Iyemi ko wenni na mapella
alalena.
Iyero yaseng e lingkau tuli mapeca anana’. Informan mengetahui penamanaan
Yakko mawiya anana’e lingkau pute asenna khusus oleh etnis Bugis tentang penyakit
kennai. Yakko mabolong alalena mappada anu pada anak, antara lain lingkau pute,
mabasseng lingkau bolong asenna. lingkau bolong, sawengeng, tuli terri,
Iye tosi ro yaseng e sawengeng maka doko mattuo-tuo, sarampa, mapella/
ajena, tuli sikolli iye aje. Yakko sawengeng masemmeng, dan sulomettiang.
anana malamba jokka, madoko. Kekurangan
gizi naseng dottoro. Iye agako makkoro anana
denamelo manre.
Engka to lasa ana’ pada ko kejang i anana’e.
Engka to lasa ana’ tuli terri.
ST
Mattuo-tuo. Yekko iyemi mabbeni-benie ma
sarampa mi asenna. Ko ero maccennang-
cennang pada ko nanre api iyenatu tuo-tuo.
Pellae tona. Maderri tappa ma pella, maderri
tappa macekke. Apa iye yekko mapellai anana’
maderri tappa kejang. Iyemaneng na ro
nasabbasari na kenna lasa ana’.
Iyatosi ko engka anana namo wettu bosi, namo
lempe bosie magae, mitti maneng to puse’na e
sulomettiangi asenna ero. Nadokoi toi ananae
ko makkuiro.
Erota’ napau tauwe ko lasa ana’ lingkau. Informan mengetahui penamanaan
IM Duanrupa, lingkau pute na lingkau bolong. khusus oleh etnis Bugis tentang penyakit
Iyero lingkau pute mapute ki, mapeca. Lingkau pada anak, antara lain lingkau pute,
bolong mabolong tokki. lingkau bolong, bitokeng, sawengeng,
Bitokeng, mapute tosi ero kobitokeng taue, tuli asingeng, mattuo-tuo, peddi wettang,
terri anana’e. Madoko, dena melo menre benra wettang, balippuru, jambang-
timbanganna, maloppo wettangna. jambang, turi terri, serru’ matana, no
Engkato sawengeng, iyero ko sawengeng ise’, dan sikeppo.
denajokka mena. Ulue bawang maloppo,
madoko.
Yakko mattampui indo’na natuli malasa
anana’ asingengi asenna.
Iye mattuo-tuo duanrupa. Engka maloppo,
engka madenni. Iyero madenni tuo-tuo betteng
asenna, mate. Iyero maloppoe pada barelle
tuo-tuo barelle asenna.
Silaingeng tu peddi wettang sibawa benra
wettang. Peddi wettang itu ko mangillu
wettangna anana. Ko benra wettang e pada
gendang e ko itettei.
Balippuru ko miri angingnge luttuni maderri
kama-kamae. Iyenaro pamate’i. Iyero
balippuru engka balinna.
Marommo’na tu anana’e jambang-jambang.
Engkato lasa ana’ turi terri. Turi terri-terri mi
bawang, ko pajai terri labe’ toni.
Serru matana itu ko sisitta-sitta anana’.
Mattokka-tokka ajena. Serru matanna.
Ko denullei tudang anana’ no ise tu.
Engka to yaseng sikeppo, pada laona ko
mese’i, posoi rekeng.
Lingkau bolong iyetu lasa ana’ iye Informan mengetahui penamanaan
makamummu, mabolong. khusus oleh etnis Bugis tentang penyakit
Lingkau pute, makurang darana. Dena pada anak, antara lain lingkau bolong,
macella yita. Iyenatu maderri macoani na de lingkau pute, sikeppo, dan sulomettiang.
WR najokka.
Sikeppo, seddeng-seddeng anana’ loloe.
Denulle mannyawae.
Sulomettiang, iyetu ko arakkoangngi. Tuli turu
puse’na anana’. Tuli massu wae jaji teddeng
kekuatan e. Turi turu puse’na tu, terutama ko
wenni. Madoko, narang lenne’. Teani manre,
madokoni. Pada meni aju-ajue, degga je,
teddeng juku, cabbela.
Ituji yang biasa saya dengar jambang- Informan mengetahui penamanaan
jambang, mattuo-tuo. khusus oleh etnis Bugis tentang penyakit
Kalau jambang-jambang itu anana’ buang air pada anak, antara lain jambang-
besar terus, biasanya encer, tidak bisa tahan jambang, serta mattuo-tuo yang terdiri
tainya . Itu biasa karena salah susunya. dari mattuo-tuo barelle dan mattuo-tuo
IC
Kalau mattuo-tuo itu yang ku tau ada dua betteng.
macam. Tuo-tuo barelle sama tuo-tuo betteng.
Tuo-tuo barelle itu yang besar seperti jagung,
kalau tuo-tuo betteng itu yang kecil-kecil
seperti biji keringat.
Lingkau pute ero ko mapute anana’. Ko Informan mengetahui penamanaan
makamummui lingkau bolong asenna. khusus oleh etnis Bugis tentang penyakit
Ko sissi manukeng itu piri-piri anana’ pada pada anak, antara lain lingkau pute,
manu. lingkau bolong, sissi manukeng,
Sulomettiang ero tuli pusekeng, de namelo sulomettiang, asingeng, sikeppo dan no
pekke’ anana’. ise’.
Asingeng ko mattampu indona anana’. Apa’
MT
tassellei onronna, tuli terri cia paja, tuli
masussa nyawana.
Sikeppo itu pammesekengngi anana’. Malamu
no iye aroe, de nulle pasirapi nyawana.
No ise’. Yekko maladde nakenna no ise’
anana’ de nullei tudang. Masemmeng, yekko
labu esso menreni pellana.
Ko lingkau bolongi anana’e ma bolong
Informan mengetahui penamanaan
maneng alalena. Mabolong maneng pelle’
khusus oleh etnis Bugis tentang penyakit
kajena.
pada anak, antara lain lingkau pute,
Ko lingkau pute maderri mapute. Yekko
AU lingkau bolong, dan serru matana.
lepesse’i makkoe denamacella. Denalisu
macella. Mapute bawangmi makkoro.
Serru’ matana iye ko sulla’ matanna anana’e.
Apakah penyakit tersebut Informan tidak mengetahui apakah Nama penyakit pada anak
Denatu wissengi nak. Apa agamma lengngi
juga dikenal dengan nama HR penyakit tersebut juga dikenal dengan menurut etnis Bugis dikenal
taue patteppuna okkoro.
demikian di daerah lain? Jika nama demikian di daerah lain. dengan nama yang sama di
nama penyakit tersebut Informan mengatakan penyakit tersebut daerah manapun sesama
Sama ji karena di kampungnya suamiku di
berbeda di daerah lain, apa HN juga dikenal dengan nama demikian di rumpun masyarakat Bugis.
Batu-Batu juga begitu ji namanya.
yang membedakannya? Dan Batu-Batu Kab.Soppeng.
kenapa terjadi perbedaan Informan mengatakan nama penyakit
nama? Iya mappakkoro maneng, pokokna namo lettu
tersebut dikenal dengan nama yang sama
DT kega yakko idi’ mo ogie makkoro maneng ro
oleh masyarakat Bugis di daerah
asenna.
manapun.
Informan mengatakan nama penyakit
Iye sama ji dek. Biar dimana tetap itu
FR tersebut di daerah manapun dikenal
namanya na kenal orang.
dengan nama yang sama.
Informan mengatakan nama penyakit
HK Iya, iye metotu yasengi. tersebut juga disebut demikian di daerah
lain.
Iye, pada manengmua asenna. Itumi maderri Informan mengatakan nama penyakit
lain yakko mattekka kampong ki. Apana tersebut sama saja di daerah lain di
IN
maderri silaingeng bahasa ta tau saliweng Kab.Sidrap. Perbedaan nama terjadi jika
kampong. sudah pindah kabupaten atau provinsi.
Informan mengatakan nama penyakit
ST Iye, iye metotu. Itu kanja’na. tersebut juga disebut demikian di daerah
lain, dan itulah keunggulannya.
Informan mengatakan nama penyakit
tersebut dikenal dengan nama yang sama
IM Iyasahatu. Namo lao kegaki iye metotu asenna.
oleh masyarakat Bugis di daerah
manapun kita pergi.
Informan mengatakan nama penyakit
Ko pappada mokki ogi iya maneng motu
WR tersebut dikenal dengan nama yang sama
nasengi taue.
oleh masyarakat Bugis.
Informan mengatakan nama penyakit
Iya sama ji namanya, saya juga ada keluarga tersebut di daerah manapun dikenal
IC
di Pangkajene dan begitu meto asenna. dengan nama yang sama termasuk di
Pangkajene.
Informan mengatakan nama penyakit
MT Selama to ogi mua iyemetotu nasengngi. tersebut dikenal dengan nama yang sama
oleh masyarakat Bugis.
Informan mengatakan nama penyakit
tersebut dikenal dengan nama yang sama
AU Iye iye maneng mua tuh nasengi to ogie.
oleh masyarakat Bugis di daerah
manapun.
Apa penyebab penyakit pada Yakko saba’na takkutanang, iyero anana’e Informan mengatakan penyebab lingkau, Penyebab penyakit pada
anak tersebut? Jelaskan! nakenna lingkau sibawa sawengeng karna sawengeng, dan mattuo-tuo karena anak menurut etnis Bugis
kurang pemeliharaan dari orangtua. Nomor kurangnya pemeliharaan kebersihan antara lain:
satu tidak diperhatikan makanannya, susunya, susu, makanan, pakaian, dan tempat 1. Kurangnya
HR kebersihannya, engka menengni ero nak, tidak tinggal. pemeliharaan
terpelihara. Saba’na ero mattuo-tuo biasanya kebersihan susu,
kurang pemeliharaan badannya. Penyakit makanan, pakaian dan
anak-anak memang termasuk mi kebersihan tempat tinggal.
pakaian, tempat. 2. Kekurangan Vitamin
Penyebabnya itu biasa karena faktor cuaca, Informan mengatakan penyebab sakit 3. Faktor Cuaca
HN dingin-dingin biasa dimandi anak-anak, sakit pada anak karena faktor cuaca. 4. Faktor Keturunan
mi. 5. Kebiasaan memandikan
Maderri macekke-cekkei, narang mapella- Informan mengatakan penyebab sakit anak terlalu pagi
pella sih. Pura mapecekke, pura mapella pada anak karena suhu badan anak yang 6. Kebiasaan mandi sore
iyenaro maderri nakennai anana’e lasa ana’. naik turun dan karena mendapat teguran semasa hamil
DT 7. Anak pernah terkejut
Engka to naseng tomatoae ampareng-parengi. dari makhluk halus yang menurut
Setang-setang dena lerita nak. Naseng ogie kepercayaan orang Bugis penunggu 8. Anak tidak pernah
pangonroangna kamponge. kampung. dipijat
Itu biasa sakit anak-anak karena dinrunna. Informan mengatakan penyebab 9. Teguran dari makhluk
Dinru itu tellu rupa, engka dinru menre’ penyakit pada anak karena tidak halus
(mallajang) yase’ langie monro. Engka dinru memperhatikan dinru (kembar) anaknya. 10. Tidak memperhatikan
wae, wae rekenna messu jolo nappa anana’. dinru (kembar) anaknya
Iya tosi dinru noe iyanatu biasa engka ana’ na 11. Diganggu oleh ari-
FR arinya
buaya, okko saloe monro.
Yekko delejampangi ero dinru biasa ni nalasai
anana’, idi aga indo’e na lasai to. Yakko
engka yelliang i anana’e ero jolo, pura pi
ipangolo nappa wedding na pake adikna.
Biasa ko purai maseleng. Turi terrini jolo Informan mengatakan penyebab
pertama to, nappa makkoniro. Ko takkitte’i penyakit pada anak karena anak pernah
HK rekeng to. Engka to biasa pada ko ipakatulu- terkejut serta diganggu oleh ari-arinya.
tului okko ari-arina ko dejappi i.
Itu sabana lasa ana’ biasa faktor cuaca, ada Informan mengatakan penyebab
memang juga faktor keturunan. Pole okko aga penyakit pada anak karena faktor cuaca,
susuna anana’. faktor keturunan, kebersihan susu, angin
Biasa to pada ko engka nita, araju-rajungngi. jahat, teguran dari makhluk halus, tidak
Riganggu-ganggu i. memperhatikan dinru (kembar)nya, serta
Iye tosi balippuru e angin jahat, yakko poleki diganggu oleh ari-arinya.
mangoto maderri na kenna ki.
IN Biasa to gara-gara dena jampangi dinru na.
Engka metto dinruna taue messu. Iyetu
maderri nasenge taue pole yase, pole wae e
ituna lasai taue.
Yacculei-culei okko ari-arina. Iyanatu maderri
anana’e rekeng matinro tappa micawa,
maderri mattengang matinro tappa terri
bawang.
Informan mengatakan penyebab
Iye ko dottoro, ko nakennai anana sawengeng
ST penyakit sawengeng pada anak menurut
makkadai kekurangan vitamin i.
dokter karena kekurangan vitamin.
Ko miri angingnge luttuni maderri kama- Informan mengatakan penyebab
kamae. Iyenaro pemate’i tau balippuru. penyakit pada anak karena hama,
Ko masemmeng anana’ nadena lerisseng demam tinggi, kebiasaan mandi sore
murai, tuli kerra’ni mallessu makkoaniro, na semasa hamil, teguran dari makhluk
kennani lasa ana’. halus, serta diganggu oleh ari-arinya.
Ko mattampui taue natuli dio araweng,
IM
iyenaro biasa mega saki’na anana. Tacciceng
memengmi taue dio ko mattammpui.
Ko tujjokka-jokka na detumaringerrang, iyena
maderri engka mamparangki.
Maderri to yagi-yagi ko irungna, maderri to
napaterri anana’ ko de nalebati-bati ero irung.
Informan mengatakan penyebab
penyakit pada anak karena kebiasaan
Iye maderri nassabari ko mele nadio. Apa
memandikan anak terlalu pagi. Informan
iyetu darae yakko elei na ko wenni
WR mengatakan pembuluh darah di pagi dan
maggaroang. Jaji depa namakanja silele
malam hari terbuka, sehingga dengan
jokka-jokka darae natamaini wae.
memandikan terlalu pagi akan membuat
air masuk ke pembuluh darah.
Informan mengatakan penyebab
Itu biasa karena faktor makanan, cuaca, biasa penyakit pada anak karena faktor
IC
juga na bilang orang ampareng-parengi. makanan, cuaca, dan teguran dari
makhlus halus.
Informan mengatakan penyebab
Ko sinruruangi anana’ loloe. Purai tasseleng,
MT penyakit pada anak karena anak pernah
iyenaro mancaji lasa ana’. Takkitte’i rekeng.
terkejut.
Informan mengatakan penyebab
Biasa ko de naengka lao taue okko sanroe to.
penyakit pada anak karena tidak pernah
De naengka leboka-bokari taue. Kan ko tullao
AU membawa anak ke dukun anak untuk
massanro engka boka yaleangngi taue.
dipijat dengan campuran minyak dan
De naengka le yesse’i anana’.
obat herbal.
Bagaimana pencegahan Untuk mencegah penyakit itu apa yang Informan mengatakan untuk mencegah Untuk mencegah penyakit
penyakit pada anak tersebut? diperintahkan oleh pemerintah, bagiannya penyakit adalah mengikuti anjuran dari pada anak antara lain:
Jelaskan! dokter, perawat kesehatan harus diikuti semua pemerintah, memperhatikan timbangan 1. Memperhatikan
HR
anjurannya. Timbanganna anana’e, dan imunisasi anak sesuai umurnya. timbangan dan
sontikenna anana’e, engka menenni okkoro. imunisasi anak sesuai
Umur sekian anak-anak harus diimunisasi. umurnya serta
Informan mengatakan untuk mencegah memberikan vitamin
Untuk cegah penyakit anak harus bagus carata
penyakit anak adalah merawat anak 2. Merawat anak dengan
HN rawat anak-anak. Harus diperhatikan semua
dengan baik dan memperhatikan semua baik dan
kebutuhannya.
kebutuhannya. memperhatikan semua
Jappi-jappi manengmi je nak idi tau ogie. Apa Informan mengatakan orang Bugis kebutuhannya
iya yakko jajini ana’ sanro ku okko bolana dalam mencegah penyakit anak adalah 3. Menghindari kebiasaan
bidan e upasimulang maneng mettoni rekeng dengan jampi-jampi. Sejak lahir, anak memandikan anak
DT yekko bunge’ jajiwi. Ujappiangeng maneng dibacakan jampi-jampi untuk terlalu pagi
metto ni ero bisae ganggu-ganggui anana’e. menghindarkan dari segala hal yang 4. Menghindari kebiasaan
Jaji matu pekke’ na maraja-raja ni denatu dapat mengganggunya. Sehingga saat mandi sore semasa
nakennai lasa taccedde’-cedde’ anana’e. besar anak tidak lagi menderita penyakit. hamil
Informan mengatakan anak pertamanya 5. Ibu yang telah
Kalau saya dek, kan anak pertamaku itu ada memiliki dinru (kembar) yang berjenis bepergian membasuh
dinrunna. Makkunrai to gare’ ero kelamin perempuan. Untuk mencegah payudaranya sebelum
kembaranna. Jadi kalau mau dicegah supaya penyakit pada anak maka harus menyusui anaknya
FR
ndak sakit harus diperhatikan itu dinrunna. memperhatikan dinru tersebut. Bila 6. Memakaikan bangle
Yakko engka yelliang i anana’e ero jolo, pura membelikan sesuatu, harus (panini) pada anak
pi ipangolo nappa wedding na pake adikna. mengutamakan kembarannya terlebih 7. Membacakan jampi-
dahulu. jampi
Informan mengatakan untuk mencegah 8. Memperhatikan dinru
Bare de naipakatulu-tului okko ari-arina le
anak dari gangguan ari-arinya adalah (kembar) anaknya.
HK jappi-jappi. Itanriangi okkoro ari-ari na,
dengan jampi-jampi disertai 9. Menanam ari-ari anak
letaroang ni sokko sibawa loka.
memberikan nasi ketan dan pisang. dengan baik
Informan mengatakan untuk mencegah 10. Menghindari pemmali
Ibissai susu e yakko pole ki jokka, bare penyakit adalah ibu yang telah bepergian atau larangan-larangan
denaccioriki ero anu maja. membasuh payudaranya sebelum
IN Epakeangi aga ananae panini. menyusui anaknya. Memakaikan bangle
Ripakanjaki lemme’na irung. Ipasibawai bale (panini) pada anak. Menanam ari-ari
rakko, Qur’an, paccukka, pejje, bo’. anak disertai ikan kering, Al-Qur‟an,
asam, garam, buku.
Ko iya ajana mupassanroi, bawani lao dottoro Informan mengatakan untuk mencegah
anana. Apa okko dottoro engka yaseng vitamin penyakit pada anak adalah dengan
ST
untuk tulang, untuk otak. Makanja maneng membawanya ke dokter untuk
ero. mendapatkan vitamin.
Informan mengatakan untuk mencegah
Iyanatu onnang, ero ko mattampui taue aja penyakit pada anak adalah menghindari
natuli dio araweng. Tacciceng na bawang dio kebiasaan mandi sore semasa hamil,
IM lalengna sesso e. cukup sekali dalam sehari. Sedangkan,
Bara de naasingengi anana’e le dioi okko untuk mencegah penyakit asingeng
yawa ta. adalah memandikan anak dibawah
ibunya.
Informan mengatakan untuk mencegah
penyakit pada anak adalah dengan
Ipakanjaki tungke’-tungke’na. Ajana tammele
WR merawat dengan baik serta menghindari
ladde idio anana’.
kebiasaan memandikan anak terlalu
pagi.
Informan mengatakan untuk mencegah
Bismillah-bismillah ki kalau mau kasi jalan penyakit adalah membaca doa sebelum
IC anana’. Di cuci juga tete e kalau dari jalan hendak bepergian dan ibu yang telah
baru dikasi tete anana’. bepergian membasuh payudaranya
sebelum menyusui anaknya.
Informan mengatakan orang Bugis
Ipasimulang memengni anana’ jappi-jappi.
dalam mencegah penyakit anak adalah
Inini maneng ero aga pemmali-pemmali.
MT dengan jampi-jampi. Sejak lahir, anak
Yekko makkadasi taue aja lepigaui desi
dibacakan jampi-jampi untuk
lepigaui. Riyolo kang mega pemmali.
menghindarkan dari segala hal-hal yang
dapat mengganggunya. Sehingga saat
besar anak tidak akan lagi menderita
penyakit. Informan juga mengatakan
menghindari pemmali atau larangan-
larangan sehingga anak tidak sakit.
Informan mengatakan orang Bugis
Iye bare’ de nakennai lasa ana’ anana’e inini dalam mencegah penyakit anak adalah
AU maneng ero nappemmaliang to riyoloe. Idi dengan menghindari pemmali atau
kang tau ogi e maega pemmali. larangan-larangan sehingga anak tidak
sakit.
Bagaimana pengobatan Itu cara pengobatannya ituna iya ujalangkan Informan mengatakan pengobatan yang Pengobatan penyakit pada
penyakit pada anak tersebut? okko yawa satu kali satu minggu, hari jumat. dijalankannya sekali seminggu, yakni anak antara lain dengan
Jelaskan! Pertama pake boka. Campuranna itu minyak pada hari jumat dengan menggunakan menggunakan:
kelapa, daun sirih, kunyit, kayu manis. Dipakai minyak dan obat dari bahan-bahan 1. Campuran minyak
dua kali satu hari, pagi saja sama sore sambil herbal yang direbus, dipakaian pada 2. Obat-obat herbal
dipijit-pijit. anak pada waktu tertentu sambil dipijat. 3. Pijat
HR
Yang kedua obat yang dimasak itu 4. Jampi-jampi
campuranna panini, lempuyang, kayu manis,
langi lullu, kemiri, bawang putih, jintang
lotong. Pemakaiannya setiap saat, lepa’bosoi
anana’e mulai dari kepala sampai seluruh
badan.
Informan mengatakan rutin membawa
Saya selalu bawa anak saya berobat ke dukun.
anaknya ke dukun, disana anaknya
Di sana di pijit dlu, baru dikasi minyak sama
HN dipijat dengan diberikan minyak dan
obat-obat. Banyak isinya, ada panini, bawang
obat-obat herbal serta telah melakukan
putih, kunyit. Sudah 3 kali mi berobat.
3x pengobatan.
Lejappi-jappi manengmi nak idi. Pada ko Informan mengatakan mengobati
serru’ matanna anana’e le pesse okko yawana penyakit anak dengan jampi-jampi serta
DT
posina narang lejappi ni. Yebbureng toni membuatkan campuran minyak yang
minnya’ lesapu-sapuangi ulunna anana’. kemudian dibasuh pada kepala anak.
Informan mengatakan mengobati
Le baca-bacai dulu dek. Di kasi mi sokko penyakit anak dengan membacakan
FR cella’, sokko ridi, tello manu kampong, otti jampi-jampi disertai nasi ketan merah
lereng tona. dan kuning, telur ayam kampung dan
pisang.
Ijappi ni. Yakkebbuareng ni rekeng pabbura Informan mengatakan mengobati dengan
lasa ana’. Yebbuareng ni boka, itaroini jampi-jampi. Membuatkan minyak
HK
pabbura-bura okko boka e. Iyenaro ipakeangi, dengan campuran obat-obatan yang
yesse’ ni aga to. dibasuhkan pada anak sambil dipijat.
Ko balippuru makkoro yammiccuimi, engka Informan mengatakan mengobati dengan
meto wita tau ikarawami aga. obat-obat herbal yang dicampur dengan
Ko asingengi anana’ letaro okko yawata minyak dan membacakan jampi-jampi.
nappa dioki okko yase na.
Ko no ise’ anana’, daung cana gori, upadidi
jolo nappa upeco’, nappa letaroi lasuna cella
sibawa puale cedde areggi pelleng sibawa
salakeng tello. Nappa ubebbekeng utaroi care-
IN care bare de nataddenne’ ero agagae. Yakko
silalona isapuang namarakko adammu no ise’
itu anana’. Tappa manyameng toje bajanna.
Pabbura tenri jappi ero.
Iyetosi mattuo-tuoe engkato tau wae napake
pinungengngi. Engka to pake boka lasuna
isapuangngi serre’ na.
Iye lingkaue boka lasuna na jintang lotong.
Jappi-jappi tona.
Daung-daung mi nak eburangngi nappa ibaca- Informan mengatakan mengobati dengan
bacangi doa ero agagae bara nappabbarakkai obat-obat herbal dan membacakan
puang Alla ta’ala nancaji pabbura. jampi-jampi.
Ko sawengengi anana idi tomatoae riyolo
lare’mi eburangi. Tapi denata’ makkue-kue,
angkana engka yaseng dottoro dettona. Balala
nituje tau mabbura ogi. Ongko maneng meni
dottoro. Kan engkani dottoro ana’. Tapi biasa
ST
to ko sawengengi anana’ denisseng burai
dottoro. Idi riyolo lare’ sikolli-kolli. Iyenaro
yala lejemmu ko jumai nappa idiongeng. Lare’
iye malampe, iye lorong tenia ero lare’ cabu.
Iyetosi ko lingkaue lasuna pute sibawa jintang
lotong, ipasi nasu maneng nappa
ibokarengngi. Engkato biasa yaseng daung
karairaikamummu, tapi denagaga kapang
makkua-kua. Warna ungu metto warnana,
iyero yekko lingkau kamummu akkoaro
ijemmuangngi nappa idiongeng. Iye aga biasa
ko lingkaurengi anana’ daung pacci
itettekengngi sibawa lasuna pute nappa itaroi
wae hangat-hangat.
Idi riyolo ko sulomettiangi tummalana oring
tana, nappa tummala ampekka na itunu ero
agagae wenninna jumae. Ko eleni iyenaro
idiongengngi. Iyenaro ampekkae papellaiwi.
Biasa to iyero ko tumallojang werre
ipattimangi ero wae berre e nappa ero halusu
pada labbue iyenaro ipabbeddakengngi
anana’.
Iye idi riyolo nak kumakkoiro anumi
yabburang, bansanana daung paria, itaroi
onyi, lasuna cella. Denaje namelo mempang
agagae makkue-kue. Iye mettona tenia dottoro
dena paja. Makkua toiha wita.
Ko maladde’i tuo-tuona maderri colli daungmi Informan mengatakan mengobati dengan
ipallipakengngi bare macekke. obat-obat herbal yang dicampur dengan
Iye ko sawengengngi anana’ daung-daung. minyak dan membacakan jampi-jampi.
Ko lingkau bolong jintang lotong mi bawang
IM na jintang pute na boka. Ko lingkau pute
jintang lotong, jintang pute na boka.
Yakko balippurue anumi, polu bolong, golla na
kaluku iporokengngi.
Jappi-jappi tona.
Informan mengatakan mengobati dengan
Baca-bacami. Sininna lasa ana’ engka maneng
jampi-jampi karena setiap penyakit anak
pajjappi-jappi na.
WR memiliki jampi-jampi tersendiri.
Jintang pute, jintang lotong, lasuna pute,
Informan juga mengobati dengan obat-
lasuna cella tona.
obat herbal.
Informan mengatakan mengobati
Kalau cucuku dulu mattuo-tuo saya kasi
cucunya yang mattuo-tuo dengan
IC minumkan welong pugi dicampur sama wae
memberikan kasumba bugis dicampur
kaluku lolo.
dengan air kelapa muda.
Ko asingengi anana’ idio okko yawana lipana Informan mengatakan mengobati dengan
indona yakko jumai. jampi-jampi. Membuatkan minyak
Yakko sikeppo kennai anana’e minyak tancho dengan campuran obat-obatan yang
merek putri duyung sibawa minyak tanah dibasuhkan pada anak sambil dipijat.
MT isapuangi.
Yakko lingkaukengngi jintang lotong na boka,
ko lingkau pute jintang pute meto sibawa boka
Yesse’i aga.
Lejappi-jappi toni.
Informan mengatakan mengobati dengan
Boka, mega daung-daung nataroi wita aga,
minyak dengan campuran obat-obat
onyi.
AU herbal serta memandikan anak dengan
Engka mato wae pute lebaca-baca, nappa
air putih yang dibacakan jampi-jampi.
idioangengngi anana’.
Apa sebab-sebab atau yang Kalau ditanya sebab-sebabnya nak karena Informan mengatakan sebab-sebab dan Yang menjadi sebab-sebab
melatarbelakangi pemberian diliat i dari ciri-cirina. Iyatosi nampai leasengi pertimbangan penamaan penyakit pada dan pertimbangan dalam
nama penyakit pada anak lingkau bolong apa mabolong maneng yita anak karena melihat ciri-ciri yang pemberian nama penyakit
oleh etnis Bugis? Dan apa alalena anana’e, lingkau pute apa maputei nampak atau gejala yang ditimbulkan pada anak antara lain:
saja yang menjadi sammanna deggaga dara. Lingkau peca’ dari penyakit tersebut. 1. Ciri-ciri yang nampak
HR
pertimbangan dalam nasaba mapeca’ anana’e, tidak bisa berdiri pada badan anak.
penamaan penyakit pada lehernya. Iyatosi ro mattuo-tuo laleng nasaba 2. Gejala yang
anak oleh etnis Bugis? marilaleng ero agagae, tidak kentara dilihat. ditimbulkan dari
Jelaskan! Tuo-tuo saliweng karna matanrang lerita pole penyakit.
saliweng maccennang-cennang ero agagae. 3. Bagian tubuh yang
Kurang tau mi juga dek. Karna saya tau nama Informan mengatakan tidak mengetahui sakit.
HN sebab-sebab penamaan penyakit.
penyakitnya dari sanrona ji anakku.
Iyetu passabarenna ritellai lingkau apana Informan mengatakan menamai penyakit
balik-balik i. Iyaro artinna lingkau balik-balik. pada anak berdasarkan ciri-ciri yang
Pura ma pute ma bolong sih. Makkoani tuh nampak atau gejala yang ditimbulkan
yaseng ni lingkau bolong, lingkau pute. dari penyakit tersebut, serta bagian
Magi nariyaseng i peddi babuwa, itu babuwa tubuh yang sakit.
DT wettang. Babuwa mi nasengi taue okko
kampong ta idie. Mapeddi i wettangna jaji
makkadani taue peddi babuwa.
Iyero riasengi serru matana apana matanna
anana’e tappa serru. Makkita lo yase rekenna.
Samanna bulla yaro matae.
No ise’ dibilang dek karena ise’ wettangna no. Informan mengatakan penamaan
Ususna ro lemaksud. penyakit disebabkan karena melihat ciri-
Kalau itu matuo-tuo itu kan dua macam. ciri yang nampak dari penyakit tersebut
Mattuo-tuo barelle karna dia kayak jagung, serta bagian tubuh yang sakit.
FR
ada to yang kayak kembang keringat,
mabiccue padami turu puse’e yasengi tuo-tuo
betteng. Iyaro bettenge dek tumbuhan dulu,
makabiccu ero yaseng betteng, padami benni.
Yasengi lingkau bolong nasaba mabolong yita Informan mengatakan sebab-sebab
anana’e. Laingi rekeng bolongna. Tenia pada penamaan penyakit pada anak karena
makkada mabolong olina.Tappa makalelleng melihat gejala yang timbul di badan
HK metto yita. Iyero pute mapute mawiya. anak.
Sikeppo’ nasaba keppo’ ero aro sibawa
alekke’na anana’, makkalebbong lerita.
Makkoaro nak, pole alalena anana’e yita.
Yitami bawang pole okko alalena anana’. Informan mengatakan sebab-sebab
Itellai lingkau bolong apana mabolong penamaan penyakit pada anak karena
IN
anana’. Itellai balippuru apana makkebali ero melihat gejala yang timbul di badan
agagae. anak.
Iyero yasengi makkoro yitai pole ko gejalana Informan mengatakan sebab-sebab
ananae, yakko mabolongi yasengi ni lingkau penamaan penyakit pada anak karena
ST
bolong, yakko mapute i yasengi ni lingkau melihat gejala yang timbul di badan
pute. anak.
Itu nassabari yasengi balippuru apana Informan mengatakan sebab-sebab
makkebali ero agagae. penamaan penyakit pada anak karena
IM
Yasengi turi terri apana ero anana’e turi terri ciri-ciri dan gejala yang nampak dari
bawang tea paja. penyakit tersebut.
Yitami bawang pole ko anana’. Itellai lingkau Informan mengatakan sebab-sebab dan
bolong nasaba makamummu lerita, mabolong. pertimbangan penamaan penyakit pada
WR Itellai lingkau pute nasaba mapute lerita anak karena melihat ciri-ciri yang
anana’, makurang darana. nampak atau gejala yang ditimbulkan
Itellai sikeppo nasaba keppo iye aroe. dari penyakit tersebut.
Dilihat dari modelnya itu penyakit. Informan mengatakan sebab-sebab dan
Dinamakan i mattuo-tuo barelle karena pertimbangan penamaan penyakit pada
IC modelnya yang mirip jagung. Sedangkan itu anak karena melihat ciri-ciri yang
mattuo-tuo betteng karena modelnya yang nampak atau gejala yang ditimbulkan
kecil-kecil seperti betteng. dari penyakit tersebut.
Informan mengatakan sebab-sebab dan
Pole okko ciri-cirina ero lasae. Lingkau pute
pertimbangan penamaan penyakit pada
nasaba mapute anana’. Lingkau bolong
anak karena melihat ciri-ciri yang
MT nasaba makamummu yita anana’. Sissi
nampak pada badan anak dan atau
manukeng nasaba ero anana’ piri-piri pada
melihat gejala yang ditimbulkan dari
manu, sikeppo nasaba keppo ero aroe.
penyakit tersebut.
Iyero leyaleng aseng makkuaro berdasarkan Informan mengatakan sebab-sebab dan
ciri-cirina. Leritai mabolong anana’e jadi pertimbangan penamaan penyakit pada
AU leyasengini lingkau bolong, leritai mapute anak karena melihat ciri-ciri yang
anana’ jadi leyasengini lingkau pute, matanna nampak pada badan anak serta bagian
anana’e serru’ jadi leyasengini serru’ matana. tubuh yang sakit.
Variabel Tokoh Acuan atau Panutan
Pertanyaan Informan Jawaban Informan Reduksi Kesimpulan
Siapa yang menjadi acuan Informan mengatakan yang menjadi Acuan atau panutan dalam
atau panutan dalam acuan atau panutan dalam pemberian pemberian nama penyakit
Orangtua dulu. Tau riyolota rekeng. Kita kan
pemberian nama penyakit HR nama penyakit pada anak adalah leluhur, pada anak adalah leluhur
Cuma melanjutkan nak.
pada anak oleh etnis Bugis? sekarang hanya melanjutkan nama dan nama tersebut telah
tersebut. berlaku secara turun-
Informan mengatakan orangtua dan temurun.
Orangtua, dari sanro biasanya ditaui nama
HN sanro menjadi acuan dan panutan dalam
penyakitnya ana’ ta.
pemberian nama penyakit.
Informan mengatakan leluhur menjadi
Tau riyolota nak. Turun-temurun ni rekenna acuan atau panutan dalam pemberian
DT
iye asenna lasa ana’e. nama penyakit dan nama tersebut telah
berlaku turun-temurun.
Informan mengatakan leluhur menjadi
Dari orang dulu dek. To matoae mi idi
FR acuan dan orangtua mengajarkan tentang
pagguruki na engkasi yisseng.
nama penyakit pada anak.
Informan mengatakan leluhur
Metta ni itu engka yaseng lasa ana’ idi tau ogi.
memberikan nama penyakit pada anak
HK Tau riyolota biasa ro mabbere aseng
dan telah lama ada dan dikenal di
makkoaro.
masyarakat Bugis.
Informan mengatakan leluhur menjadi
Dari tau riyolo ta, sudah turun-temurun. acuan dalam pemberian nama penyakit
IN
Orangtua aga podakki. dan orangtua mengajarkan tentang nama
penyakit pada anak.
Informan mengatakan leluhur menjadi
Tau riyoloe mi idi yacceri. Aga napagguruangi
ST acuan dan apa yang diajarkan orangtua
tomatoae riyolo iyenatu yacceri.
dulu menjadi acuan hingga sekarang.
Informan mengatakan leluhur menjadi
IM Manessani tau riyolo ta. acuan atau panutan dalam pemberian
nama penyakit pada anak.
Informan mengatakan yang menjadi
WR Appagguruang na maneng tau riyolo ta. acuan atau panutan dalam pemberian
nama penyakit pada anak adalah leluhur.
Informan mengatakan yang menjadi
IC Dari orangtua dulu toh. acuan atau panutan dalam pemberian
nama penyakit pada anak adalah leluhur.
Informan mengatakan leluhur menjadi
MT To riyoloe. Nisseng maneng sa tau riyoloe. acuan atau panutan dalam pemberian
nama penyakit pada anak.
Informan mengatakan leluhur menjadi
Pole okko tau riyolo ta. Iye aseng lasa ana’e acuan atau panutan dalam pemberian
AU riyolo mopa engka memengni. Idi nama penyakit dan orangtua
yangkalingami tomatoae jadi yisseng toni. mengajarkan tentang nama penyakit
pada anak.
Siapa yang menjadi acuan Informan mengatakan di Amparita Acuan atau panutan dalam
atau panutan dalam informan sendiri yang menjadi acuan pemilihan pencegahan dan
Kalau di Amparita ini nak, saya. Bahkan dari
pemilihan pencegahan dan atau panutan dalam pemilihan pengobatan penyakit pada
HR luar Pare-Pare, Soppeng, Makassar juga
pengobatan penyakit pada pencegahan dan pengobatan penyakit anak adalah dukun anak
datang semua disini berobat kalau jumat.
anak? pada anak. Bahkan, yang berobat juga dan dokter.
berasal dari kabupaten lain.
Informan mengatakan yang menjadi
acuan atau panutan dalam pemilihan
Kalau saya rutin ku bawa anakku ke sanro
pencegahan dan pengobatan penyakit
HN untuk dipijit toh, supaya tidak sakit i. Kalau
pada anak adalah dukun anak. Informan
sakit-sakit juga minyak dari sanro saya kasi i.
rutin membawa anaknya ke dukun untuk
dipijat.
Informan mengatakan di daerahnya
informan sendiri yang menjadi acuan
Ko okko kampong e nak iyami. Alaleku mi
DT dalam pemilihan pencegahan dan
okkoe. Mate maneng ni ero sesa’e.
pengobatan penyakit pada anak karena
dukun lain telah meninggal.
Informan mengatakan yang menjadi
acuan atau panutan dalam pemilihan
Dukun dek. Kan ada memang dukunnya
pencegahan dan pengobatan penyakit
FR anana’e. Ko genne’ni pitu puleng tampu’e
pada anak adalah dukun anak. Sejak usia
laoni mappenre ota, makketenni sanro asenna.
kehamilan 7 bulan, ada tradisi memilih
dukun untuk anaknya.
Informan mengatakan di daerahnya
informan sendiri yang menjadi acuan
HK Iye, iya mi okkoe. atau panutan dalam pemilihan
pencegahan dan pengobatan penyakit
pada anak.
Informan mengatakan yang menjadi
acuan atau panutan dalam pemilihan
Engka meto tau lokko dottoro. Engka meto tau
pencegahan dan pengobatan penyakit
IN lokko sanro. Tapi yakko appoku lebawa metoi
pada anak adalah dukun dan dokter,
lokko sanroe, ujappi-jappi metoi.
termasuk cucunya selain berobat
didokter juga diberikan jampi-jampi.
Informan mengatakan informan sendiri
Iya, okkomi iya mabbura taue. Tapi ko iya lao
yang menjadi acuan atau panutan dalam
metokko mabbura ko dottoro. Mateppekkassa
pemilihan pencegahan dan pengobatan
ko makkadai taue engka makkoe, tapi abbura
penyakit pada anak. Namun, informan
ST ogi tokko, abbura dottoro tokko. Apana
juga menyarankan berobat di dokter
makkadai dottoro engka iya wisseng
karena ada penyakit yang bisa diobati
demuisseng iko, engka to misseng iko
secara tradisional bugis dan adapula
dewisseng iya.
dengan pengobatan medis.
Informan mengatakan yang menjadi
Sanroe, bansanaku maneng e. Tapi ko bansa acuan atau panutan dalam pemilihan
bolokengmi anana’e lao mi ta wita ko pencegahan dan pengobatan penyakit
IM
dottoroe. Iyemi ko nakennani lasa ana’ bansa pada anak adalah dukun anak, terutama
lingkau sibawa sawengeng lao ni ko sanro. pada penyakit anak lingkau dan
sawengeng.
Informan mengatakan di daerahnya
Iya tau okko kamponge lao manengmi ko iya informan sendiri yang menjadi acuan
WR
bawai ana’ na mai. dalam pemilihan pencegahan dan
pengobatan penyakit pada anak.
Dokter sama dukun. Kalau menantuku lebih na Informan mengatakan yang menjadi
IC
pilih ke dokter, tapi karena memang ada sanro acuan atau panutan dalam pemilihan
anana’nya cucuku jadi biasa juga dibawa ke pencegahan dan pengobatan penyakit
sana. pada anak adalah dokter dan dukun
anak.
Informan mengatakan di daerahnya
informan sendiri yang menjadi acuan
MT Sanroe. Padani iya ko okkoe kamponge. atau panutan dalam pemilihan
pencegahan dan pengobatan penyakit
pada anak.
Informan mengatakan di daerahnya di
Belokka yang menjadi acuan atau
Yekko wita tau e okko Belokka na lebbirengni
AU panutan dalam pemilihan pencegahan
lao ko sanro ero okko Amparita.
dan pengobatan penyakit pada anak
adalah dukun anak di Amparita.
Mengapa orang tersebut yang Informan mengatakan ia menjadi acuan Dokter menjadi acuan atau
Sudah 3x mih ini pindah nak. Nenek dulu,
menjadi acuan atau panutan? atau panutan dalam penanganan panutan dalam penanganan
sudah itu ibu, baru saya. Baru ini
Dan apa peranannya dalam penyakit pada anak karena ilmu penyakit pada anak karena
HR kedatangannya itu obat nak bukan dipelajari,
penanganan penyakit pada pengobatannya merupakan wahyu dari ilmunya telah dipelajari
bukan di apa, ini dari Allah. Pammase rekenna
anak? Jelaskan! Allah dan telah menurun sebanyak 3x di dibangku sekolah dan
nak.
keluarganya. kuliah. Sedangkan dukun
Informan mengatakan dukun anak anak menjadi acuan atau
Kalau saya tau itu sanro dari kakak. Anaknya
menjadi acuan atau panutan dalam panutan dalam penanganan
juga pernah sakit begitu dan sembuh setelah
HN penanganan penyakit pada anaknya penyakit pada anak
dibawa ke sana. Jadi setiap sakit anak saya
karena pengalaman dari kakaknya yang disebabkan beberapa
dibawa juga berobat ke sana.
telah berobat juga di dukun tersebut. alasan, antara lain:
Jadi rekeng ero anaku jaji maloloe wancaji Informan menceritakan ia menjadi acuan 1. Dukun anak mendapat
makkoe. Iyero iya puraka malasa, mekkeka. atau panutan dalam penanganan wahyu/petunjuk dari
Tellu pulenga mekke cia paja. Makkadani taue penyakit pada anak karena bertemu Allah
iyetu lasamu degga urangenna, makkadana dengan wanita yang mengatakan jika 2. Dukun anak mendapat
agayaseng? Engka ga pale lasa deggaga informan membantu tetangganya dalam izin praktek pengobatan
urangenna. Jaji ero essona juma engkani persalinan maka ia dapat sembuh dari tradisional dari dinas
DT kesehatan
makkunrai tenia tau mallino wita menre bola. penyakitnya. Sejak saat itu informan
Naseng magani musedding? Pajani malasa? menjadi dukun anak di daerah tersebut. 3. Ilmu pengobatan dukun
Adakku tuli mekke mopa usedding. Degaga anak yang telah turun-
gare urangenna lasaku. Naseng engkasatu temurun
matu, tuli lao mokko bantui bali bolamu. 4. Pengalaman orang lain
Makkadaka iya tuli lao mokka sa bantui, yang telah berobat di
koengka tau mimmana aga lao mokka. dukun
Nakkada iya angakuini itu. Denatu mu mekke. 5. Tradisi orangtua
Yakko engka naseng demuisseng i engka makkatenni sanro
mokkatu mitako ko matinro ko. Sisenna mella
matakku deni gaga ero taue. Jaji bajani esso
sattu rekeng dena nengka umekke gangkanna
makkuwe-kuwe. Mappakkuniro iya wancaji
makkoe.
Informan mengatakan dukun anak
Begitu tradisi orangtua dek. Dianjurkan anak
menjadi acuan atau panutan dalam
FR ta harus punya sanro sendiri. Jadi kalau
penanganan penyakit pada anaknya
masemmeng-semmengi sanroe mi dipanggil.
karena tradisi dari orangtua.
Informan mengatakan ia menjadi acuan
Petunjukna puang Allah ta Ala. Apana magiro atau panutan dalam penanganan
yisseng i makkada makkie anana’e. Engkatoro penyakit pada anak karena mendapat
HK
yaseng nak. Kalau mabbicara ettana, mettana petunjuk dari Allah SWT dan telah
engkana dua pulo taung. menjalani profesi dukun anak selama 20
tahun.
Informan mengatakan dukun menjadi
Apana ero dottoro deggaga jappi-jappina. Jaji
acuan atau panutan dalam penanganan
IN selain ipabbura dottoro le jappi-jappi toni
penyakit pada anak karena dokter tidak
bare masijai paja lasana.
memiliki jampi-jampi.
Informan mengatakan ia menjadi acuan
Indokku mi riyolo sanro to mimmana. Iya
atau panutan dalam penanganan
wancaji sanro sipunge’na mate indokku.
penyakit pada anak karena ilmu
ST Lebbini 20 tahun. Apa iye iya nak nenek uttuku
pengobatannya telah turun-temurun di
jolom nappa nenekku si, nappa indokku nappa
keluarganya dan sudah 20 tahun lebih
letteni okko iya.
menjadi dukun anak.
Informan mengatakan dukun anak
Nasaba iye makkoro, pasti turun-temurun. menjadi acuan atau panutan dalam
IM Pada ni iya, mustini engka matu anakku penanganan penyakit pada anaknya
mana’i. karena ilmu pengobatannya turun-
temurun di keluarganya.
Mettana iya mancaji sanro. Malolo mopa. Informan mengatakan ia menjadi acuan
WR Dena wisseng makkada siaga. Yang jelas dalam penanganan penyakit pada anak
lebbini kapang 40 tahun. karena telah lama menjadi dukun anak
yang membantu persalinan dan
pengobatan anak, lebih dari 40 tahun.
Informan mengatakan dokter menjadi
acuan atau panutan dalam penanganan
Kalau dokter tidak diragukan mi apana
penyakit pada anaknya karena ilmunya
IC nassikolang. Kalau dukun karena memang ada
telah dipelajari dibangku sekolah dan
tradisi makkatenni sanro.
kuliah, sedangkan dukun anak karena
tradisi makkatenni sanro.
Informan mengatakan ia menjadi acuan
Iyemi iya wancaji sanro nasaba marepe’ ka
atau panutan dalam penanganan
balingngi taue ko engka melo mimmana. Iya
penyakit pada anak karena
MT mimmana alaleku tomi. Okko ma bolae.
pengalamannya dalam membantu
Makkuani ro. Marepe’ ku mi balingngie taue
persalinan yang membuatnya tau tentang
na wisseng toni lasa-lasa ana’.
penyakit anak.
Informan mengatakan dukun anak
menjadi acuan atau panutan dalam
Iyero sanroe okko Amparita engka massu penanganan penyakit pada anaknya
AU izinna pole kesehatan. Keturunan topa, turun- karena ilmu pengobatannya turun-
temurun ni alena. Pada ceritana ko mukjizat. temurun di keluarganya dan telah
mendapat izin praktek pengobatan
tradisional dari dinas kesehatan.
Variabel Nilai
Pertanyaan Informan Jawaban Informan Reduksi Kesimpulan
Nilai etnis Bugis apa yang Mattuo-tuoe itu letungke’pa. Biasa itu letaroi Informan mengatakan dalam menangani Nilai-nilai etnis Bugis yang
menjadi pedoman, pegangan, bendera yolona bola ta, tidak bisa naik orang penyakit mattuo-tuo ada nilai-nilai yang menjadi pedoman,
atau prinsip dalam penamaan kalau begitu karena pindah-pindah. Dena menjadi pedoman, yakni memasang pegangan, atau prinsip
penyakit pada anak? HR wedding ma goreng, pemmali. bendera di depan rumah sebagai upaya dalam penanganan penyakit
Jelaskan! pencegahan agar penyakit tersebut tidak pada anak adalah pemmali,
menular. Pemmali menggoreng saat ada yang berfungsi sebagai
yang menderita penyakit mattuo-tuo. pengendalian diri dalam
Informan mengatakan salah satu nilai bertindak.
Banyak pemmalinya dek kalau anak sakit.
yang menjadi pedoman adalah pemmali
HN Salah satunya tidak boleh dimandi kalau
memandikan anak saat anak demam
panas badannya.
tinggi.
Pemmali le tojang anana’e yakko Informan mengatakan nilai yang
DT
masemmengngi. Ko nabibe’i pella anana’e menjadi pedoman dalam penanganan
maddoja pi gangka tette’ eppa subuh. penyakit adalah anak-anak pemmali
diayun saat sakit dan harus begadang
sampai jam 4 subuh ketika anak demam.
Informan mengatakan salah satu nilai
Kalau pura baca-baca tau dek, aja yala yang dipegang teguh adalah sebelum
FR bawangi ero agagae. Ebaca pi makkada “wala mengambil makanan yang telah
soro tekku wala yolo” didoakan harus membaca “wala soro
tekku wala yolo”
Ko bansanana mattuo-tuo i anana’e aja ta dio Informan mengatakan dalam menangani
i. Dena wedding yassenruruang ko makkeiro. penyakit mattuo-tuo prinsipnya adalah
HK Dena wedding macai tau. To sabbarami. Pada sabar dalam merawatnya, dan tidak
ero lingkau peca’ e aja idio i jolo. Taroi jolo boleh dimandi sama halnya dengan
turi ibokari to. lingkau peca’.
Informan mengatakan salah satu nilai
Yakko mattuo-tuo i anana’ de nawedding tama yang menjadi pedoman adalah pemmali
bolae misalnya anu maddori-dori, bansanana menggoreng dan memasukkan buah-
durian, salak, panasa, mate’ itu. Detto buahan berduri ke dalam rumah seperti
IN
nawedding mabbette-bette tau. durian, salak, dan nangka saat anak
Iye ko masemmeng ana’ loloe de nawedding terkena penyakit mattuo-tuo karena bisa
massu wenni. menyebabkan anak gatal. Selain itu, saat
anak demam pemmali keluar malam.
Informan mengatakan salah satu nilai
Iye yekko turi liwe pellana, pemmali idio.
yang menjadi pedoman adalah pemmali
Leanuangmi bawang wae pella nappa
ST memandikan anak saat anak demam
ipakkuangengngi, supaya takkabbakka ero
tinggi. Cukup membasuhnya dengan air
pellana.
hangat.
Informan mengatakan salah satu nilai
yang menjadi pedoman adalah pemmali
Ko mattuo-tuoi pemmali jolo idio. Ibokarimi memandikan anak saat anak terkena
IM
nappa ipakkemmekeki onyi, lasuna, na pelleng. penyakit mattuo-tuo, cukup dengan
membasuhnya dengan campuran
minyak, kunyit, bawang, dan kemiri.
Informan mengatakan salah satu nilai
yang menjadi pedoman adalah pemmali
Yekko mapellai alalena anana’ de nawedding
WR memandikan anak saat anak demam
idio. Akamma mattuo-tuoi.
tinggi jangan sampai anak terkena
penyakit mattuo-tuo.
Informan mengatakan salah satu nilai
Pemmali mabbette-bette sama dimandi anana’ yang menjadi pedoman adalah pemmali
IC
kalau mattuo-tuo ki. menggoreng dan memandikan anak saat
anak terkena penyakit mattuo-tuo.
Riyolo maka ega pemmali. Informan mengatakan salah satu nilai
Ko mattuo-tuo anana’e de nawedding ko yang menjadi pedoman adalah pemmali
majenno-jenno okko bolamu. De nawedding menggoreng dan memotong bambu saat
mabbetta-betta. Aja mappue awo. anak terkena penyakit mattuo-tuo, anak
Ko mimmana lolo ki de nawedding ipalele tidak boleh keluar rumah sebelum
anana’ messu angka’na nadapi petappulo berusia 40 hari, larangan mandi sore
MT
wenni. untuk ibu hamil, dll.
Aja tuli mudio araweng ko mattampu ko.
Aja mangolo ladde ko bempae ko temeko bare
de namega wae messu ko mimmana ki.
Ko mannasuki aja murangka, darami mega
massu.
Engka. Maderri de nawedding ledio labu kesso Informan mengatakan salah satu nilai
sibawa ele anana’ ko malasai. yang menjadi pedoman adalah saat anak
AU Denawedding lepassu ko magaribi anana’ ko sakit, pemmali memandikan atau
malasai. membawanya keluar rumah saat magrib.
Pemmali asenna ero.
Apakah nilai tersebut berlaku Iye nak. Tau riyolota mopa na engka Informan mengatakan nilai pemmali Nilai pemmali telah ada
HR
secara turun-temurun? memengni ero pemmali-pemmali. tersebut telah ada dari dulu. dari dulu dan berlaku
Informan mengatakan nilai pemmali secara turun-temurun dan
HN Iye dek. Turun-temurun itu.
tersebut berlaku secara turun-temurun. berguna untuk
Manessani tu nak. Appagguruang na tau Informan mengatakan nilai pemmali menghindarkan dari hal-hal
riyolota maneng itu. Maccai tau riyoloe to. merupakan ajaran nenek moyang yang negatif.
DT
Maega ni pengalamanna. Makkuaniro berdasarkan pengalamannya dimasa
yappemmaliang ni iye nasaba makkuei matu. lampau.
Turun-temurun dek. Dari orang dulu semua itu Informan mengatakan nilai pemmali
FR dek. To matoae mi idi pagguruki na engkasi berlaku turun-temurun karena
yisseng. merupakan ajaran dari orangtua.
Informan mengatakan nilai pemmali
Iya turun-temurun maneng makkoaro. De
berlaku turun-temurun. Pemmali
HK nacciang bawang ki tomatoae, engkamitu inini
berguna untuk menghindarkan dari hal-
maja na nappemmaliang i.
hal yang negatif.
Informan mengatakan nilai pemmali
Iye turun-temurun. Sudah dari dulu mi itu
IN tersebut telah ada dari dulu dan berlaku
pemmali nak.
secara turun-temurun.
Informan mengatakan nilai pemmali
Turun-temurun.. Aga napagguruangi tomatoae
ST berlaku turun-temurun karena
riyolo iyenatu yacceri.
merupakan ajaran dari orangtua.
Informan mengatakan nilai pemmali
Iye turun-temurun nak. Nenek ta mopa riyolo
merupakan ajaran nenek moyang dan
IM mappagguruangi. Iyero gunana bare inini anu
berguna untuk menghindarkan dari hal-
maja e.
hal yang negatif.
Iya turun-temurun. Neneku mopa riyolo Informan mengatakan nilai pemmali
WR mappemmaliangi. Lettu makkue-kue merupakan ajaran nenek moyang dan
yappemmaliang mopi. masih berlaku hingga sekarang.
Iye turun-temurun. Tidak mungkin ditau semua Informan mengatakan nilai pemmali
IC
sampai kita sekarang kalau tidak diturunkan. tersebut berlaku secara turun-temurun.
Informan mengatakan nilai pemmali
Iya turun-temurun. Riyolo pa na riyolo engka
MT tersebut berlaku secara turun-temurun
memeng yaseng pemmali.
dan telah ada sejak dahulu.
Informan mengatakan nilai pemmali
Iye turun-temurun. Iyero gunana pemmali bare merupakan ajaran nenek moyang dan
AU
denapolei ki anu maja naseng tomatoa ta. berguna untuk menghindarkan dari hal-
hal yang negatif.
Apakah ada prinsip-prinsip Iye ada nak. Seperti mi itu kalau berobat di Informan mengatakan prinsip yang Prinsip-prinsip yang dianut
tertentu yang dianut oleh saya itu harus 3x. Bukan uang saya cari nak, dianutnya adalah berobat harus 3x agar oleh keluarga kaitannya
keluarga dalam penamaan HR tapi barakka’na ero agagae. Apana dena bisa melihat perkembangan anak. Bukan dengan penyakit pada anak
penyakit pada anak? liyessengi perkembanganna anana’e kalau uang yang ia kejar, tapi berkah dari menurut etnis Bugis antara
Jelaskan! satu kali ji to. pengobatannya. lain:
Informan mengatakan tidak ada prinsip 1. Makkatenni sanro atau
Tidak ada ji saya dikeluargaku dek. Itu ji tadi
HN tertentu yang dianut oleh keluarganya, memilih dukun anak
yang pemmali-pemmali e.
hanya sebatas pemmali saja. tertentu untuk
Engka na. Pada manengni ero musti ni membantu ibu dan
makkatenni sanro yakko genne’ni pitu puleng Informan mengatakan prinsip yang bayinya.
tampuna. Iyenaro iya waseng ana’ sanroku. dianut oleh keluarga orang yang berobat 2. Percaya pada berkah
DT Iyana metu bantui mimmana, ko jaji ni iyana padanya adalah memilih dukun anak dari pengobatan dukun
messe’e, gangkanna battoa matu, maccani yang akan membantu persalinan, anak.
massahada le sunna sih ko burane, le katte’ ko memijat, hingga proses khitanam anak. 3. Memberikan perlakuan
makkunrai. Ia maneng rekeng bantui to. khusus pada dinru
Iye itu mi tadi dinru dek. Percaya saya (kembar) anaknya.
keluargaku ada begitu to. Kan pitu puleng 4. Mengikat ari-ari anak
tampukku messui ero. Wae mi leyita messu. Informan mengatakan prinsip yang tepat setelah anak lahir.
Weddengeng ero wae e. Wenni meni dianut oleh keluarganya adalah percaya
FR napakatulu-tului ka, okko saloe monro. Nappa akan adanya dinru (kembar) anaknya,
pas 9 bulan nappa jaji anakku. Engkana dan membuatkan kamar khusus untuk
niatku yakko engka dallekku mabbola meloka dinru (kembar) anaknya tersebut.
makkibbuarengngi kamara toh, iyenatu
kamarae ilaleng dek.
Informan mengatakan prinsip yang
Iyetu maderri wita prinsipna tau mabbura
dianut oleh keluarga orang yang berobat
okko iya nak, mateppe’ rekeng barakka’na ero
padanya adalah tidak semua penyakit
HK agagae. Jappi-jappi e rekeng. Mateppe’
bisa disembuhkan oleh dokter. Mereka
makkada tidak semua penyakit bisa
percaya pada berkah dari
disembuhkan dottoro.
pengobatannya.
Informan mengatakan prinsip yang
dianut oleh keluarganya adalah
IN Yekko jaji anana’ musti tappa isiyo ero lolona.
mengikat ari-ari anak tepat setelah anak
lahir.
Informan mengatakan prinsip yang
To mateppe’ na bawang nak. Yakko dianut oleh keluarga orang yang berobat
ST napabbarakkai puang Allah ta’ala mancaji padanya adalah percaya bahwa Allah
pabburai ero baca-bacae. SWT akan memberikan berkah atas
pengobatannya.
Ko pitu pulengni tampue makkatenni sanroni Informan mengatakan prinsip yang
taue. Asetta ero ko lepessu anana’ na de dianut oleh keluarganya adalah memilih
natappa ipesse’, erona nallalelengeng maderri dukun anak yang akan membantu
IM
mate anana’ ko massaui. Tappa isiyoi lolona. persalinan. Informan juga mengatakan
Ko de nayanu iyenaro irung maderi nalai prinsip mengikat ari-ari anak tepat
denna. Asetta macoai ki nairo irung. setelah anak lahir.
Informan mengatakan prinsip yang
dianut oleh keluarga orang yang berobat
Yakko genne’ ni pitu puleng, laoni taue
padanya adalah bila usia kehamilan
WR makkatenni sanro. Iyenaro matu sanro
memasuki bulan ke-7 maka memilih
pimmana’i, cera’i ana’ na.
dukun anak yang akan membantu
persalinan hingga akikah.
Informan mengatakan prinsip yang
dianut oleh keluarganya adalah bila usia
Itumi tadi saya bilang. Ada prinsip yang
kehamilan memasuki bulan ke-7 maka
makkatenni sanro kalau cukup mi 7 bulan.
IC memilih dukun anak yang akan
Itumi nanti bantuki melahirkan, pijat ki anana’
membantu persalinan, pijat bayi dan ibu
sama ibunya, sama jappi-jappi kalau sakit i.
serta memberikan jampi-jampi saat anak
sakit.
Informan mengatakan prinsip yang
Pas messu anana’ e tappa isiyoi ero lolona.
dianut oleh keluarganya adalah
MT Kan ero nyawae mallesu-lesu jaji isiyoi. Biasa
mengikat ari-ari anak tepat setelah anak
mate indoe ko de natappa isiyoi.
lahir.
Kalau orang di sini, engka yaseng makkatenni Informan mengatakan prinsip yang
sanro yakko tamani pitu puleng tampu’e. Jaji dianut oleh keluarga di daerahnya adalah
AU iyenaro matu sanrona pimmana’i. Maleangngi makkatenni sanro atau memilih dukun
jappi-jappi ana loloe bare de nakennai lasa anak yang akan membantu persalinan
ana’. dan memberikan jampi-jampi.
Apakah ada ritual tertentu Informan mengatakan ritual tertentu Ritual tertentu dalam
Iye wita tau lotang e ko engkai lao okko nak e,
dalam penanganan penyakit yang dijalankan tau lotang dalam penanganan penyakit pada
najalankan maneng sesuai dengan adat-
pada anak? Jelaskan! penanganan penyakit pada anak adalah anak adalah setelah anak
adatnya dulu. Seperti ada yang namanya
setelah anak sembuh diharuskan selesai berobat (sembuh)
maccera’. Mappalleppe’i kennana. Beras 4
melakukan ritual maccera’ diharuskan melakukan
HR liter (sigantang istilahna), ayam biasa 1 jantan
(mappalleppe’) yang terdiri dari beras 4 ritual maccera’ atau
1 betina, baru ada lilinnya (pesse’ pelleng ko
liter, sepasang ayam jantan dan betina. mappallesso yang terdiri
tau lotang). Tapi ko iya dena je ga pake
Tapi sekarang kebanyakan orang dari berre’ tudang
makkuaro nak. Na rampung maneng meni taue
menggantikannya dengan uang setara sigantang, sepasang ayam
sekaligus na uangkan.
harga barang-barang tersebut. jantan dan betina, kelapa,
Informan mengatakan ritual tertentu serta lilin yang kemudian
dalam penanganan penyakit pada anak dibacakan doa untuk
Itu dek, kalau selesai mi 3x berobat anana’e
adalah setelah anak berobat 3x keselamatan. Barang
maccera’ mki. Diuangkan saja sehargami itu
HN diharuskan melakukan ritual maccera’ tersebut dapat digantikan
beras, ayam, lilin tambahmi barakka’na
yang diuangkan setara harga beras, dengan uang setara harga
cenning-cenning ati.
ayam, lilin, serta berkah untuk dukun barang-barang tersebut.
seikhlasnya.
Mappallesso asenna. Mega rupanna. Engka Informan mengatakan ritual tertentu
yaseng baca doang salama. Engka yaseng dalam penanganan penyakit pada anak
DT
majama’-jama’ ki sanroe yeleangi dui, atau adalah setelah berobat diharuskan
berre’ tudang itiwirengi. Iyasenge berre’ melakukan ritual mappallesso, yang
tudang berre’ itaroangi taccedde itaroi toni dapat berupa baca doa untuk
dui, kaluku tona itiwirengi lao bolana. De keselamatan, memberikan uang pada
namasalah, cenning-cenning ati yang penting dukun anak, atau membawakan berre’
barakka’na pabburae. tudang ke rumah dukun anaknya.
Informan mengatakan saat sembuh dari
penyakit diharuskan melakukan ritual
Setiap itu penyakit dek harus ki mappallesso.
mappallesso meskipun hanya dengan
Namo sokkomi si penne na tello baca doang ni
FR sepiring nasi ketan dan telur kemudian
sudah. Apa ko de mabbaca akkoaro lisui
dibacakan doa.
pemeng.
Bila tidak dilakukan maka penyakit akan
kambuh kembali.
Informan mengatakan saat sembuh dari
Ko sauni lasanna mappallessoni. Engka to ro
penyakit kemudian melakukan ritual
wita tau dui meni nabbereang makkada siaga
HK mappallesso. Biasanya memberikan
angke’na rekeng manu to. Dua manu siddi lai
uang seharga sepasang ayam 1 jantan 1
siddi birang, berre’ tudang sigantang.
betina, berre’ tudang sigantang.
Informan mengatakan ritual mappallesso
Biasa to engka tau mappallesso, biasa to
IN tergantung dari orang yang berobat
engka de. Tergantungmi okko tau mabbura.
apakah ingin melakukannya atau tidak.
Informan mengatakan bahwa dirinya
Aii dewakkoaro iya nak. Dewala. Yekko tidak menerima upah ataupun
ST napabbarakkai puang Allah ta’ala pajai. Dega melakukan tradisi mappallesso karena
yaseng bawako akkoe. dia lebih percaya pada keberkahan Allah
SWT.
Informan mengatakan saat anak sembuh
dari penyakit kemudian melakukan
Yakko pajani lasanna anana’e mappallessoni.
IM ritual mappallesso. Biasanya
Maderri manu, berre’ tudang na kaluku.
memberikan ayam, berre’ tudang, dan
kelapa.
Informan mengatakan ritual tertentu
yang dijalankan dalam penanganan
penyakit pada anak adalah setelah anak
Maccera’ ni ko sauni lasa. Maderri meto taue
sembuh diharuskan melakukan ritual
WR nasengi mappallesso. Tapi iye makkue-kue dui
maccera’ (mappallesso). Tapi sekarang
meni nabbereang taue.
cukup menggantikannya dengan uang
setara harga barang-barang dalam ritual
tersebut.
Informan mengatakan ritual tertentu
dalam penanganan penyakit pada anak
Mappallesso. Kalau sembuhmi dibayar mi adalah ketika anak sembuh dari
IC sanro senilai sama sepasang ayam, beras 4 penyakitnya maka diharuskan
liter, sama kelapa. melakukan ritual mappallesso dengan
membayar sanro uang setara harga
sepasang ayam, beras 4 liter, dan kelapa.
Informan mengatakan saat sembuh dari
Iyenatu mappallesso. Maccera rekeng ero. penyakit diharuskan melakukan ritual
MT
Iniakeng i bare de nalisu pemeng ero lasa e. mappallesso yang berguna agar
penyakit tidak kambuh kembali.
Iye itella mappallesso ko degaga dui
ijamakengngi sanroe. Kan makkue-kue dui
Informan mengatakan ritual mappallesso
meni najamakengngi taue. Iye biasa tenia dui.
dengan menyembelih hewan seperti
Mappallesso manu ga nagere. Nacera’ anunna
ayam, sapi, atau kambing hanya
to. Kecuali biasa ko makkadai liwe’ lasanna
AU dilakukan dahulu dan atau bila sakit
anana’e, musti sapi atau bembe pa
yang diderita anak parah. Namun
iseleangngi. Pake tumbal. Yah dunia gaiblah.
sekarang mappallesso digantikan dengan
Iniakengngi makkada etukara’i nyawana
memberikan uang kepada dukun anak.
sibawa nyawana sapie to. Tapi sekarang tidak
ada. Dui meni lejamakengngi sanroe.
Apa fungsi dan makna Kalau berbicara fungsi dan maknanya nak itu Informan mengatakan fungsi dan makna Fungsi dan makna dibalik
dibalik penamaan penyakit berguna untuk kita toh. Karena beda penyakit dibalik penamaan penyakit pada anak penamaan penyakit pada
pada anak oleh etnis Bugis HR beda obatnya. Bettuangenna laing metoi oleh etnis Bugis adalah berguna untuk anak oleh etnis Bugis
tersebut? Jelaskan! pabburana lingkau e, laing toi sawengeng e, pemilihan pengobatannya, karena beda antara lain:
laing to mattuo-tuoe. penyakit beda obatnya. 1. Untuk mengetahui jenis
Informan mengatakan fungsi dan makna penyakit yang diderita
dibalik penamaan penyakit pada anak anak.
Supaya ditau i dek. Jadi kalau di tau ini
oleh etnis Bugis adalah berguna untuk 2. Untuk memilih
HN anakku sakit apa ditau juga harus dibawa
mengetahui pengobatannya, dengan perlakuan yang tepat
kemana berobat.
mengetahui nama penyakitnya maka sesuai dengan penyakit
akan diketahui kemana harus berobat. yang diderita anak.
Iyero gunana rialengi aseng lasa-lasana Informan mengatakan fungsi dan makna 3. Untuk menentukan
anana’ bare wedding i ipasilengeng to. dibalik penamaan penyakit pada anak pilihan dan jenis
DT Makkada lingkau bolong iye, lingkau pute iye, oleh etnis Bugis adalah berguna untuk pengobatan serta jampi-
peddi babuwa iye. Yakko yisseng ni membedakan setiap jenis penyakit, jampi yang tepat sesuai
pasilengengngi le yisseng toni makkada akkue dengan membedakannya maka dapat dengan penyakit anak.
leburangi to. Akkue lejappiangi. ditentukan pengobatan dan jampi-jampi
apa yang tepat.
Informan mengatakan fungsi dan makna
dibalik penamaan penyakit pada anak
Gunanya itu supaya ditau dek anak ta sakit
oleh etnis Bugis adalah berguna untuk
apa. Karna kalau kita orang Bugis dek
FR mengetahui jenis penyakit yang diderita
mateppe’ki makkada engka metto lasa ugi.
oleh anak. Orang Bugis percaya akan
Pabbura ugi topa buraiwi.
adanya lasa ugi, dan hanya pabbura ugi
pula yang dapat menyembuhkannya.
Informan mengatakan fungsi dan makna
dibalik penamaan penyakit pada anak
Bare wedding i lerupa. Ceritana yakko engka
oleh etnis Bugis adalah berguna untuk
asenna masing-masing langsung i lerupa.
mengidentifikasi jenis penyakitnya.
Misalna mabolong-bolong i lerita anana’e
HK Ketika anak menunjukkan ciri-ciri badan
berarti lingkau bolong ro kennai. Ko mapute
hitam berarti anak menderita lingkau
mawiya lerita berarti lingkau pute kennai.
bolong, ketika badan anak putih pucat
Makkoatoniro seterusna.
berarti anak menderita lingkau pute,
begitu seterusnya.
Informan mengatakan fungsi dan makna
dibalik penamaan penyakit pada anak
Supaya lerissengngi lasana anana’.
oleh etnis Bugis adalah berguna untuk
IN Lerissengngi makkoe ipigau, lerisseng toni
mengetahui jenis penyakit pada anak,
pabbura.
mengetahui perlakuan yang tepat, dan
mengetahui pengobatan yang tepat.
Informan mengatakan fungsi dan makna
dibalik penamaan penyakit pada anak
Iyanatu gunana learengi aseng bara weddingi
oleh etnis Bugis adalah berguna untuk
ST lerisseng lasa aga kennai anana’. Lepodang
mengidentifikasi jenis penyakitnya
toni tomatoanna anana’e toh.
sehingga bisa memberitahukan kepada
orangtua si anak tersebut.
Informan mengatakan fungsi dan makna
dibalik penamaan penyakit pada anak
oleh etnis Bugis adalah berguna untuk
Bare lerisseng i lasanna anana’e, lerisseng
IM mengetahui jenis penyakit pada anak,
toni aga leburangi.
dengan mengetahuinya maka dapat
ditentukan pengobatan yang tepat.
Informan mengatakan setiap penyakit
Sininna lasa ana’ engka maneng pajjappi- anak ada jampi-jampi tersendiri. Itulah
WR jappina. Iyenatu gunana le yaleang aseng. fungsi dibalik penamaan penyakit pada
Laing lasae laing to pajjappina. anak, karena setiap penyakit berbeda
pengobatannya.
Informan mengatakan fungsi dan makna
dibalik penamaan penyakit pada anak
Gunanya itu untuk ditaui penyakit apa yang
oleh etnis Bugis adalah berguna untuk
IC kena ki anana’, kalau ditaumi penyakitnya
mengetahui pengobatannya, dengan
ditaumi dimana harus berobat.
mengetahui nama penyakitnya maka
akan diketahui kemana harus berobat.
Informan mengatakan fungsi dibalik
Iyetu leyalengi aseng bare wedding
penamaan penyakit pada anak, karena
MT lepasilengeng lasa e. Nasaba laingi lasa e
setiap penyakit berbeda pengobatan dan
laing to pabbura sibawa jappi-jappi na.
jampi-jampinya.
Informan mengatakan fungsi dan makna
Iyetu fungsina leyaleng aseng supaya dibalik penamaan penyakit pada anak
lerissengngi makkada lasa agana kennai oleh etnis Bugis adalah berguna untuk
AU
anana’. Narekko lerisseng lasana, mengetahui jenis penyakit pada anak,
lasapparengni pabbura iye sicocok. dengan demikian dapat ditentukan
pengobatan yang tepat.
MATRIKS HASIL WAWANCARA MENDALAM
PENAMAAN PENYAKIT PADA ANAK OLEH ETNIS BUGIS (STUDI RAPID ETHNOGRAPHY DI KABUPATEN SIDRAP)

Pertanyaan Informan Jawaban Informan Reduksi Kesimpulan


Penyakit apa saja yang biasa Informan mengatakan penyakit yang Penyakit yang biasa diderita
Kalau di sini penyakit yang sering diderita
diderita oleh anak biasa diderita oleh anak di daerahnya oleh anak masyarakat bugis
IR anak-anak itu ISPA, diare, dermatitis, alergi,
masyarakat Bugis di daerah adalah ISPA, diare, dermatitis, alergi, adalah demam, ISPA, diare,
varisella dan karies gigi.
ini? varisella, dan karies gigi. dermatitis, alergi, varisella,
Informan mengatakan penyakit yang dan karies gigi.
Yang saya sering tangani bayi banyak yang
SV biasa diderita oleh bayi adalah demam
demam, diare. Itu saja.
dan diare.
Apakah ada perbedaan istilah Informan mengatakan ada beberapa Ada beberapa perbedaan
Ada beberapa perbedaan. Contohnya itu
atau nama penyakit pada perbedaan istilah atau nama penyakit istilah atau nama penyakit
varicella, orang Bugis bilangnya mattuo-tuo.
anak antara petugas pada anak antara petugas kesehatan pada anak antara petugas
Itu juga sarampa mereka bilang, tapi kalau
kesehatan dengan masyarakat dengan masyarakat etnis Bugis, antara kesehatan dengan masyarakat
IR kami golongkan itu kedalam rubella. Itu
etnis Bugis? Apa saja itu? lain varicella yang mereka kenal etnis Bugis, antara lain:
karena di badan anak muncul bintik-bintik
dengan istilah mattuo-tuo. Rubella 1. Varicella yang mereka
merah, biasanya disertai demam tinggi, dan
yang mereka kenal dengan istilah kenal dengan istilah
gejalanya hanya 2-3 hari saja.
sarampa. mattuo-tuo.
2. Rubella yang mereka
Informan mengatakan ada perbedaan kenal dengan istilah
Iye biasa ada perbedaan. Dukun anak yang istilah atau nama penyakit pada anak sarampa.
saya temani bermitra biasa menyebutkan antara petugas kesehatan dengan 3. Kurang gizi yang mereka
SV beberapa penyakit, misalnya sawengengeng itu masyarakat etnis Bugis, antara lain kenal dengan istilah
kita kenal dengan kurang gizi. No ise’ itu kurang gizi yang mereka kenal dengan sawengeng.
demam thypoid. istilah sawengeng. Thypoid yang 4. Thypoid yang mereka
mereka kenal dengan istilah no ise’. kenal dengan istilah no
ise’.
Bila terjadi perbedaan istilah Bila terjadi perbedaan istilah
Informan mengatakan bila terjadi
atau nama penyakit pada atau nama penyakit pada
perbedaan istilah atau nama penyakit
anak, bagaimana etnis Bugis anak maka etnis Bugis
Beda-beda. Ada beberapa masyarakat yang pada anak maka etnis Bugis
menangani penyakit menangani penyakit dengan
IR langsung periksakan anaknya ke dokter. Ada menangani penyakit dengan dua cara,
tersebut? dua cara, yakni
juga yang bawa anaknya ke sanro. yakni memeriksakan anaknya ke
memeriksakan anaknya ke
dokter serta membawa anaknya ke
dokter serta membawa
sanro (dukun).
anaknya ke sanro (dukun).
Informan mengatakan bila terjadi
Kalau ada perbedaan begitu, biasanya
perbedaan istilah atau nama penyakit
keluarga bayi dan anak lebih napercayaki
SV pada anak maka etnis Bugis lebih
sanro. Jadi mereka lebih pilih bawa anaknya
mempercayakan penanganan anaknya
ke sanro dibandingkan ke puskesmas.
ke dukun (sanro).
MATRIKS HASIL FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD)
PENAMAAN PENYAKIT PADA ANAK OLEH ETNIS BUGIS (STUDI RAPID ETHNOGRAPHY DI KABUPATEN SIDRAP)

Nama Fasilitator : Fatmawaty


Kelompok : Petugas Kesehatan
Waktu FGD : 5 Maret 2018

Topik Temuan Penting


Penyakit apa saja yang biasa diderita oleh anak Dari lima informan semuanya menyebutkan penyakit yang biasa diderita oleh
masyarakat Bugis di daerah ini? anak masyarakat etnis Bugis di daerah Kabupaten Sidrap, antara lain adalah
ISPA, diare, penyakit kulit alergi, pneumonia, cacingan dan varisella.
Apakah ada perbedaan istilah atau nama penyakit Tiga dari lima informan mengatakan ada beberapa perbedaan istilah atau nama
pada anak antara petugas kesehatan dengan penyakit pada anak antara petugas kesehatan dengan masyarakat etnis Bugis,
masyarakat etnis Bugis? Apa saja itu? antara lain varicella yang mereka kenal dengan istilah mattuo-tuo. Thypoid yang
mereka kenal dengan istilah no ise’, hiperhidrosis yang mereka kenal dengan
istilah sulomettiang, serta diare yang mereka kenal dengan istilah jambang-
jambang.
Bila terjadi perbedaan istilah atau nama penyakit Sebagian informan mengungkapkan bila terjadi perbedaan istilah atau nama
pada anak, bagaimana etnis Bugis menangani penyakit pada anak maka etnis Bugis menangani penyakit dengan dua cara, yakni
penyakit tersebut? memeriksakan anaknya ke dokter serta membawa anaknya ke sanro (dukun).
Lampiran 6. Dokumentasi Kegiatan

Wawancara dengan informan dukun anak


Wawancara dengan informan orangtua balita

Wawancara dengan informan keluarga balita Wawancara dengan informan tokoh adat

Wawancara dengan informan Focus Group Discussion (FGD) dengan


petugas kesehatan petugas kesehatan
Lampiran 7. Riwayat Hidup
RIWAYAT HIDUP

Nama : FATMAWATY
NIM : K11114025
Tempat/Tanggal Lahir : Pare Pare, 13 Agustus 1996
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Bugis
Alamat : Jl. Ir. Sutami Km.8,45 Villa Mutiara Cluster Jelita 7 No.12
Makassar
HP : 085343986416
Email : fatmawaty313@yahoo.co.id
Riwayat Pendidikan :
1. TK Kemala Bhayangkari Belawa Wajo Tahun 2001-2002
2. SD Negeri 64 Ongkoe Wajo Tahun 2002-2003
3. SD Negeri 21 Pangsid Tahun 2003-2008
4. SMP Negeri 1 Pangsid Tahun 2008-2011
5. SMA Negeri 1 Pangsid Tahun 2011-2014
6. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (2014-Sekarang)
Riwayat Organisasi :
1. Keluarga Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
2. Anggota Divisi Litbang Forum Mahasiswa Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
(Forma PKIP) FKM Unhas Periode 2016/2017
3. Koordinator Divisi Litbang Forum Mahasiswa Promosi Kesehatan dan Ilmu
Perilaku (Forma PKIP) FKM Unhas Periode 2017/2018
Riwayat Prestasi :
1. Juara III Debat Tingkat SMP/Sederajat dalam rangka PENSI Bahasa dan Sastra
Indonesia STKIP Muhammadiyah Sidrap Tahun 2010
2. Juara II Lomba Mathematics Match dalam ajang Macca Expo 2010 se-Sulawesi
Selatan Tahun 2010
3. Juara I Debat Tingkat SMP/Sederajat dalam rangka PENSI Bahasa dan Sastra
Indonesia STKIP Muhammadiyah Sidrap Tahun 2011
4. Olimpiade Sains Nasional (OSN) SMA tingkat Provinsi Sulawesi Selatan mata
pelajaran Fisika Tahun 2013
5. Top 10 Pemilihan Duta Pangan Nusantara 2016 dalam acara National Agriculture
Innovation Festival (NAIF) 2016
6. Duta Pemudi Kabupaten Sidrap (Jong Sidrap) Tahun 2017
7. Top 5 Duta Pemudi Sulawesi Selatan dalam acara pemilihan Jong Celebes Tahun
2017

Anda mungkin juga menyukai