Anda di halaman 1dari 121

i

IMPLEMENTASI PROGRAM KARTU INDONESIA SEHAT (KIS)


DALAM MENDUKUNG PROGRAM KESEHATAN GRATIS DI
KABUPATEN SINJAI
TAHUN 2016

FITRI RIYANTI UMAR


P1802212504

PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
i

IMPLEMENTASI PROGRAM KARTU INDONESIA SEHAT (KIS)


DALAM MENDUKUNG PROGRAM KESEHATAN GRATIS DI
KABUPATEN SINJAI
TAHUN 2016

Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi
Kesehatan Masyarakat

Disusun dan diajukan oleh

FITRI RIYANTI UMAR

kepada

PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
iii

ABSTRAK
Fitri Riyanti Umar. Implementasi Program Kartu Indonesia Sehat (KIS) Dalam
Mendukung Program Kesehatan Gratis Di Kabupaten Sinjai (dibimbing oleh
Amran Razak dan Siti Haerani).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui; Impelementasi program kartu


Indonesia sehat (KIS) dalam mendukung program kesehatan gratis dikabupaten
Sinjai.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Sinjai. Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah observasi, dokumentasi, dan wawancara. Instrumen penelitian
yang digunakan adalah pedoman observasi, pedoman wawancara dan
dokumentasi. Penelitian ini menggunakan teknik analisis diskripsi yang terdiri
atas reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Teknik keabsahan
data menggunakan teknik triangulasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa 1) Terdapat beberapa regulasi yang
mengatur tentang jaminan sosial terhadap pelayanan kesehatan bagi warga miskin
khususnya di Kabupaten sinjai , yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Sinjai Nomor
6 Tahun 2014 dan Peraturan Gubernur Sul-Sel Nomor 2 Tahun 2009, 2)
Pemberian pelayanan kesehatan gratis kepada seluruh warga khususnya warga
miskin selain memberikan kemudahan, program ini menjadi upaya untuk
mencapai derajat kesehatan yang diinginkan, 3) Hambatan dalam implementasi
terhadap regulasi yang diwujudkan melalui program JKN KIS adalah mengenai
proses administrasi yang ada serta sosialisasi yang belum optimal dari pihak
penyelenggara JKN-KIS.
Kata Kunci : Implementasi, JKN-KIS, kebijakan Publik
iv

ABSTRACT
Fitri Riyanti Umar. Card Program Implementation Healthy Indonesia (KIS) to
Support Health Programs Guide in Sinjai (guided by Amran Razak and Siti
Haerani).

This study aims to determine; Implementation of the card program Healthy


Indonesia (KIS) in supporting free health program in the county Sinjai.
This research is a descriptive qualitative approach. This research was
conducted at Sinjai hospital. Data collection techniques are observation,
documentation, and interviews. The research instrument used is the guidelines for
observation, interview and documentation. This study uses analysis techniques
description consisting of data reduction, data presentation and conclusion.
Technique authenticity of data using triangulation techniques.
The results showed that 1) There are few regulations governing social
security to health care for the poor, especially in the district of Sinjai, namely the
Regional Regulation Sinjai District No. 6 of 2014 and Governor Regulation
Sulawesi No. 2 of 2009, 2) The provision of health services free to all citizens,
especially the poor in addition to providing convenience, the program became an
effort to achieve the degree of desired health, 3) barriers in the implementation of
the regulation is realized through program JKN KIS is the administrative
processes that exist and socializing is not optimal from the organizers JKN -KIS.

Keywords: Implementation, JKN-KIS, Public Policy


v

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS


Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : FITRI RIYANTI UMAR


Nomor Induk Mahasiswa : P1802212504
Program Studi : Kesehatan Masyarakat

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tuliskan ini

benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambil

alihan tulisan atau pemikiran orang lain.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa

sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, Januari 2017


Yang Menyatakan

FITRI RIYANTI UMAR


vi

PRAKATA
Bismillahirahmanirahim

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

segala rahmat dan hidayah yang tiada henti sehingga penulisan tesis ini

dapat terselesaikan dengan baik yang sekaligus menjadi syarat untuk

menyelesaikan studi di Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan program Pascasarjana

Unhas.

Sembah sujud dan kupersembahkan tesis ini terkhusus kepada

orang tua tercinta Ayahanda Umar Sulaiman dan Ibunda Hj. Sitti Fatimah

Terima kasih atas segala pengorbanan, kesabaran, dukungan, semangat,

dan doa restu disetiap langkah ini, kiranya amanah yang diberikan kepada

penulis tidak tersia-siakan. Terima kasih juga penulis berikan kepada

seluruh keluarga atas dukungan dan perhatian yang diberikan kepada

penulis selama menempuh pendidikan di Program Magister Kesehatan

Masyarakat Unhas. Terima kasih yang tak terhingga kepada saudari

tercinta Fajriah A. Ningsih Umar SH, dengan kasih dan cinta serta

keikhlasannya memberikan ruang dan dukungan kepada saya untuk

menempuh pendidikan dan menggapai cita-cita. Setia dan sabar

mendampingi baik suka maupun duka.

Secara khusus dengan hormat ucapan terima kasih penulis kepada

Prof. Dr. H. Amran Razak, SE, M.Sc selaku Ketua Komisi Penasehat dan

Prof. Dr. Hj. Siti Haerani, SE, M.Si selaku Anggota Komisi penasehat atas
vii

bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis sejak proses

awal hingga akhir penyusunan tesis ini. Demikian pula kepada Prof. Dr H.

Indar, SH, MPH, Prof. Dr. Hj. Asiah Hamzah, Dra. Ma serta Dr Jamil

Thalib, SE, MS yang secara aktif telah memberikan masukan untuk

perbaikan tesis ini, penulis ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya.

Dalam proses penyusunan tesis ini berbagai hambatan, rintangan

dan kesulitan penulis hadapi. Namun, atas bantuan dari berbagai pihak

hal tersebut dapat diatasi. Dalam kesempatan ini perkenankalah penulis

menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :

1. Rektor Universitas Hasanudin dan Direktur Program Pascasarjana

Universitas Hasanuddin yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis melanjutkan studi pada Program Pascasarjana Universitas

Hasanuddin Makassar.

2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Ketua Program Studi

Pascasarjana Kesehatan Masyarakat dan Ketua Konsentrasi S2 AKK

beserta seluruh staf pengelola yang telah banyak membantu dan

membimbing penulis selama mengikuti pendidikan di Pascasarjana

Universitas Hasanuddin Makassar.

3. Seluruh staf pengajar pascasarjana Magister Administrasi dan

Kebijakan kesehatan Universitas Hasanuddin Makassar yang telah

memberikan bekal ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis.


viii

4. Seluruh Dosen dan Staf Bagian Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Fakultas Kesehatan Masyarakat atas segala bantuan dan

dukungannya selama ini.

5. Untuk teman-teman Angakatan 2012 atas segala motivasi dan

kebersamaannya selama proses pendidikan ini berjalan.

6. Rekan-rekan seangkatan pada Program Pascasarjana Magister

Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Hasanuddin Kelas

Non Reguler angkatan 2012 atas segala kekompakan dan segala

kebersamaannya selama mengikuti pendidikan.

7. Para responden yang telah bersedia meluangkan waktu untuk

membantu penulis dalam proses pengumpulan data dan bersedia

menjawab pertanyaan penelitian.

8. Serta semua pihak yang telah membantu penulis selama ini.

Akhirnya tiada yang dapat penulis lakukan selain memohon maaf

atas segala kekhilafan dan keterbatasan yang ada, sekaligus semoga

Allah SWT membalas segala budi baik yang telah diberikan dan

memberkati kita semua. Akhir kata semoga Tesis ini dapat bermanfaat

bagi kita semua. Amin.

Makassar, Mei 2017

Penulis
ix

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................... I

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... II

ABSTRAK ............................................................................................ III

ABSTRACK.......................................................................................... IV

PERYATAAN KEASLIAN TESIS ......................................................... V

KATA PENGANTAR ........................................................................... VI

DAFTAR ISI ......................................................................................... IX

DAFTAR TABEL .................................................................................. XI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................... 8

C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 9

D. Manfaat Penelitian .................................................................... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Kebijakan Publik ......................................................... 11

B. Tinjauan Umum tentang Implementasi Kebijakan ..................... 13

C. Tinjauan Umum tentang JKN-KIS ............................................. 15

D. Tinjauan Tentang BPJS……………. ......................................... 17

E. Tinjauan Tentang Sumber Pembiayaan Kesehatan.……. ......... 21

F. Tinjauan Tentang SDM Dan Pemberdayaan Masyarakat ......... 29

G. Sintesa Penelitian Terdahulu .................................................... 33


x

H. Kerangka Teori .......................................................................... 34

I. Kerangka Konsep ...................................................................... 35

J. Definisi Konseptual ................................................................... 36

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ..................................................................... 39

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................ 39

C. Informan ................................................................................ 39

D. Sumber Data ......................................................................... 40

E. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 40

F. Teknik Analisis Data .............................................................. 42

G. Instrumen Penelitian ............................................................. 43

H. Analisis dan Penyajian Data ................................................. 43

I. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ................................. 44

IV. Hasil Penelitian

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...................................... 45

B. Karakteristik Informan ........................................................... 47

C. Hasil dan Pembahasan ........................................................ 49

V. Kesimpulan dan Saran

D. Kesimpulan ........................................................................... 91

E. Saran..................................................................................... 92

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................

LAMPIRAN
xi

DAFTAR TABEL
Tabel Judul hal
Tabel.1 sintesa penelitian 33
Tabel. 2 Karakteristik Informan 48
Tabel. 3 Jumlah Kunjungan Pasien JKN di RSUD Sinjai 49
Tabel. 4 Alokasi Anggaran Pembayaran Iuran PBI JKN/KIS 88
Tabel. 5 Realisasi Pembayaran Iuran PBI JKN/KIS 88
xii

DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul hal
Gambar. 1 Model Implementasi Menurut Van Meter dan Van Horn 34
Gambar. 2 Kerangka Konsep 35
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-

Undang Nomor 23/1992, menetapkan bahwa kesehatan adalah hak

fundamental setiap warga. Karena itu setiap individu, keluarga dan

masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap

kesehatannya dan negara bertanggungjawab mengatur agar

masyarakat terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk

bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. (Depkes RI, 2010)

Dalam rangka memberikan perlindungan kesehatan kepada

masyarakat melalui Program Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu

Indonesia Sehat (JKN-KIS), peran Pemerintah Daerah diharapkan

hadir dalam upaya meningkatkan kualitas program JKN-KIS sesuai

dengan amanat UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan

Sosial Nasional. Saat ini Pemerintah Daerah yang

mengintegrasikan program jaminan kesehatan daerah (Jamkesda)

ke dalam Program JKN-KIS sudah bertambah dan diharapkan

seluruh Pemerintah Daerah dapat melakukan hal serupa,

disamping masih banyak hal lain yang dapat dilakukan oleh

Pemerintah Daerah dalam mendukung implementasikan Program

JKN-KIS yang berkesinambungan


2

Dalam hal penyediaan layanan kesehatan, sampai dengan 9

Desember 2016, BPJS Kesehatan telah bermitra dengan 20.740

Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang terdiri atas

dokter praktik perorangan, klinik pratama dan puskesmas. Selain

itu, di tingkat Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan

(FKRTL), BPJS Kesehatan juga telah bermitra dengan 2.017 rumah

sakit dan 2.991 fasilitas kesehatan penunjang di seluruh

Indonesia.(Humas BPJS, 2016).

Salah satu masalah yang perlu diantisipasi adalah

pembiayaan kesehatan di masa depan. Oleh karena itu perlu

dikembangkan suatu sistem pemeliharaan kesehatan yang

memadai bagi masyarakat yang dapat melindungi mereka terhadap

beban biaya yang tinggi. Sistem ini harus dapat mengatasi

hambatan-hambatan di bidang pembiayaan dan sekaligus dapat

mengarahkan sistem pemeliharaan kesehatan ke suatu

pelaksanaan yang lebih terkoordinir.

Di dalam rencana Strategi Departemen Kesehatan (Renstra

Depkes) tahun 2005-2009 disebutkan bahwa pembangunan

kesehatan di Indonesia dalam tiga dekade ini yang dilaksanakan

secara berkesinambungan telah cukup berhasil meningkatkan

derajat kesehatan. Namun demikian, derajat kesehatan di

Indonesia tersebut masih terhitung rendah apabila dibandingkan

dengan negara-negara tetangga.


3

Hingga 16 Desember 2016, jumlah peserta JKN-KIS telah

mencapai 171.677.176 jiwa. Dari angka tersebut, kepesertaan

masyarakat yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah atau

integrasi Jamkesda telah mencapai lebih dari 15,3 juta jiwa, yang

berasal dari 388 Kabupaten/Kota

Mutu pelayanan yang berhubungan dengan kepuasan

pasien, sangat terkait dengan pembiayaan kesehatan. Oleh karena

itu, perlu dikembangkan suatu sistem pemeliharaan kesehatan

yang memadai bagi masyarakat yang dapat melindungi mereka

terhadap beban biaya yang tinggi, agar setiap orang dapat

memperoleh pelayanan kesehatan tanpa terhambat oleh

kemampuan ekonominya.

Dalam rangka memenuhi hak masyarakat miskin sebagaimana

diamanatkan konstitusi dan undang-undang, departemen

kesehatan menetapkan kebijakan untuk lebih memfokuskan pada

pelayanan kesehatan masyarakat miskin. Dasar pemikirannya

adalah selain memenuhi kewajiban pemerintah juga berdasarkan

kajian bahwa indikator-indikator kesehatan akan lebih baik apabila

lebih memperhatikan pelayanan kesehatan yang terkait dengan

kemiskinan.

Dari sisi kepesertaan, pendataan sasaran masyarakat miskin

belum tuntas. Akibatnya perlu ada solusi sementara menggunakan

kartu yang dimiliki seperti Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM),


4

jaring pengaman sosial, kartu sehat, dan lain-lain yang semuanya

rawan disalahgunakan. Dari sisi pelayanan, Rumah Sakit belum

melakukan kendali mutu pelayanan dan kendali biaya yang baik.

Disamping itu, verifikasi tidak optimal sehingga pembayaran klaim

terlambat. Anggaran yang ada bisa sebesar-besarnya dirasakan

langsung oleh rakyat miskin. Harus efektif dan efisien dengan tetap

memperhatikan standar layanan yang berkualitas

Pada hari ke-14 menjabat sebagai presiden ke-7 Republik

Indonesia, Presiden Jokowi meluncurkan tiga macam kartu . Salah

satu kartu yang diluncurkan adalah Kartu Indonesia Sehat (KIS).

Kehadiran KIS ini cukup membingungkan masyarakat lantaran saat

ini telah berlaku program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang

dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Kesehatan.

KIS adalah program jaminan kesehatan untuk keluarga

kurang mampu, sedangkan BPJS adalah lembaga atau Badan

pengelola-nya. KIS menyasar masyarakat miskin dan rentan

miskin, bentuknya berupa kartu kesehatan yang dananya disubsidi

oleh pemerintah melalui APBN. Sementara itu, Kartu Jaminan

Sosial Nasional atau (JKN) yang juga dikelola BPJS, lebih

menjurus pada iuran yang harus dibayarkan perbulannya oleh

peserta mandiri.
5

Pemerintah daerah dapat mengoptimalkan anggaran

Jamkesda dan diintegrasikan dengan Program JKN-KIS. Dasar

hukum atau kebijakan integrasi Jamkesda (penduduk yang

didaftarkan oleh Pemda) sudah jelas, sesuai dengan, Perpres No

12 Nomor 111 Tahun 2013, Perpres Nomor 74 Tahun 2014 tentang

Pedoman Penyusunan Peta Jalan Penyelenggaraan Jaminan

Sosial Bidang Kesehatan dan Bidang Ketenagakerjaan, Perpres

Nomor 19 Tahun 2016 jo. Perpres 28 Tahun 2016 tentang Jaminan

Kesehatan, Surat Menteri Dalam Negeri nomor 440/3890/SJ

tanggal 19 Oktober 2016.

Jumlah peserta integrasi Jamkesda sampai dengan November

2016 adalah 15.151.350 jiwa. Dari 34 provinsi sudah 32 provinsi

telah mengintegrasikan sebagian atau seluruh Jamkesda

Kabupaten/Kota di wilayahnya.Terdapat 15 provinsi yang

berkontribusi melalui sharing iuran/peserta dalam pembiayaan

integrasi Jamkesda dengan pola yang bervariasi, misalnya 40%

iuran dibayar oleh pemerintah provinsi, 60 % oleh Pembab/Pemkot.

15 provinsi tersebut adalah Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera

Barat, Bengkulu, Bangka Belitung, Jakarta, Banten, Jawa Tengah,

Jawa Barat, Kalimantan Tengah, NTB, Sulawesi Barat, Gorontalo,

Sulawesi Selatan. ( Data Humas BPJS Regional XI)

Untuk sementara, awal pelaksanaan program KIS diberikan

kepada 4.451.508 individu yang merupakan kepala dan anggota


6

keluarga dari 1 juta keluarga kurang mampu dan tersebar di 19

Kabupaten/Kota di 9 provinsi Program kesehatan gratis ini masih

belum mencakup seluruh masyarakat yang kurang mampu

disebabkan karena kurangnya sosialisasi dari Badan Pelaksana

(Bapel) BPJS di seluruh lapisan masyarakat untuk memberikan

pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk menjadi peserta

dan menggunakannya dalam rangka memperoleh pelayanan

kesehatan.

Pelayanan kesehatan bagi warga miskin memang menjadi

sorotan karena masih tingginya angka kemiskinan di negeri ini. Kita

kerucutkan pada satu daerah tertentu yang menjadi domain

penelitian terhadap pelayanan kesehatan ini, berdasarkan pada

hasil survey yang dilakukan oleh Kabupaten sinjai tahun 2015

menunjukkan tercatat ada 448.398 jiwa atau 128.647 KK warga

miskin. Jumlah tersebut meningkat dibanding hasil survei tahun

2014 sebanyak 398.009 jiwa. (Data Kependudukan Kab. Sinjai

2016)

Sedangkan jumlah warga miskin yang medapatkan KIS dari

128.647 KK hanya 103.543 KK yang baru mendapatkan layanan

program tersebut.(data Humas BPJS Kab. Sinjai)

Dalam rangka mendorong UHC, BPJS Kesehatan juga

mendorong Pemerintah Daerah yang warganya terdaftar dalam

peserta mandiri namun menunggak dan tergolong masyarakat tidak


7

mampu dapat diakomodir menjadi peserta Jamkesda dan

diintegrasikan ke program JKN-KIS. Peran Pemda yang tidak kalah

penting adalah mengadvokasi masyarakat dengan

mengimplementasikannya melalui pendaftaran Badan Usaha

menjadi peserta JKN-KIS diBadan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(BPTSP)

Hal ini semakin membuka mata kita terhadap upaya-upaya

yang dilakukan oleh pemerintah daerah sendiri dalam

mengakomodir pelayanan kesehatan bagi warga miskinnya. Dapat

diketahui oleh semua orang di negeri ini, tidak terkecuali wilayah

Sinjai untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak masih

jauh dari yang diharapkan, hal ini serta merta dialami oleh kaum

miskin. Persoalan kompleks memang ketika berbicara mengenai

kesehatan yang semestinya diperoleh bagi warga miskin, biaya

kesehatan merupakan kata yang sangat menakutkan karena ketika

sakit, apalagi harus dirawat, kaum dhuafa dihadapkan pada

kenyataan membayar biaya pengobatan yang teramat tinggi.

Memang pemerintah selama ini telah memberikan layanan

kesehatan bagi rakyat miskin. Mulai dari program Social Safety Net

(jaring pengaman sosial bidang kesehatan) kemudian program

Askeskin, dan terakhir program Jamkesmas (Jaminan Pelayanan

Kesehatan Masyarakat). Pemerintah telah membuktikan betapa


8

mereka peduli terhadap rakyatnya. Namun, banyak yang menilai

pelayanan dari pemerintah masih dilakukan setengah hati

Adapun Hambatan yang menjadi kendala Bapel BPJS saat ini

adalah masalah kepuasan pasien yang merupakan kendala utama

karena kepuasan itu sifatnya terus berubah. Bisa jadi hari ini dan

kemarin mereka puas, namun besok tidak puas. Kendala kedua

adalah distribusi penduduk tidak merata. Wilayah Indonesiai terdiri

dari pulau, dataran rendah, dan dataran tinggi. Ini menyebabkan

belum semua masyarakat Indonesia yang kurang mampu terdaftar

sebagai peserta KIS terkhusus di Kabupaten sinjai.

Kendala selanjutnya adalah KIS hanya terbatas untuk rakyat

miskin dan kurang mampu, sedangkan kartu Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN) yang juga dikelolah oleh BPJS wajib dimiliki semua

warga Negara Indonesia baik mampu ataupun kurang mampu.

Adanya keluhan masyarakat yang ketika mendaftar kartu JKN yang

dikelola BPJS terdapat biaya yang harus dibayarkan setiap

bulannya. Sedangkan KIS merupakan kartu kesehatan yang

disubsidi oleh pemerintah, masyarakat cukup mendaftar tanpa

mengeluarkan biaya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka perlu

dikaji berbagai hal yang berkaitan dengan Implementasi Program

Kesehatan Indonesia Sehat (KIS) Dalam Mendukung Program


9

kesehatan Gratis di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan

Tahun 2016. dengan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Regulasi JKN-KIS terhadap pelayanan Kesehatan bagi

warga miskin di kabupaten sinjai ?

2. Bagaimana implementasi kebijakan JKN-KIS terhadap peyananan

yang diberikan kepada warga pengguna JKN-KIS ?

3. Bagaimana Hambatan dalam implementasi kebijakan JKN- KIS

terhadap pelayanan kesehatan bagi pengguna kartu JKN-KIS ?

4. Bagaimana alokasi anggaran dalam pelaksanaan JKN-KIS ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum Penelitian

Untuk mengetahui gambaran tentang pelaksanaan program

Kartu Indonesia Sehat (KIS) dalam mendukung program

kesehatan gratis di Kabupaten Sinjai.

2. Tujuan Khusus Penelitian

a) Untuk mengetahui Regulasi JKN-KIS terhadap pelayanan

Kesehatan bagi warga miskin di kabupaten sinjai

b) Untuk Mengetahui implementasi kebijakan JKN-KIS terhadap

peyananan yang diberikan kepada warga pengguna JKN-KIS

dikabupaten sinjai

c) Untuk mengetahui Hambatan dalam implementasi kebijakan JKN-

KIS terhadap pelayanan kesehatan bagi peserta JKN-KIS di

kabupaten Sinjai
10

d) Untuk mengetahui alokasi anggaran pembiayaan dalam

pelakasanaan JKN-KIS untuk peserta penerima bantuan iuran PBI

D. Manfaat Penelitian

1) Manfaat Teoritis

a. Sebagai wahana yang sangat berharga bagi peneliti untuk

menambah wawasan dan pengalaman di bidang ilmu

kesehatan masyarakat serta merupakan sumbangan ilmiah

dan informasi tambahan bagi peneliti selanjutnya.

b. Bagi peneliti sendiri merupakan pengalaman berharga dalam

memperluas wawasan dalam mengaplikasi pengetahuan

selama kuliah di Pasca Sarjana FKM UNHAS

2) Manfaat Praktis

a. Manfaat bagi Masyarakat

Sebagai informasi bagi masyarakat terutama peserta KIS

tentang pelayanan kesehatan gratis.

b. Manfaat bagi Pemerintah

Sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam

upaya meningkatkan Jaminan Kesehatan Masyarakat di

Kab. Sinjai.
11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
E. Tinjauan Kebijakan Publik

Kebijakan publik adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi

orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang

dibuat oleh pemegang otoritas publik sebagai keputusan yang

mengikat publik, maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas

politik, yakni mereka yang menerima mandat dari publik atau orang

banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak

atas nama rakyat banyak.

Selanjutnya kebijakan publik akan dilaksanakan oleh

administrasi negara yang dijalankan oleh birokrasi pemerintah.

Kebijakan itu sebagai keputusan yang diambil untuk bertindak dalam

rangka memberikan pelayanan publik sesuai dengan norma-norma

yang ada pada publik. Norma-norma tersebut menyangkut akan hal

interaksi penguasa, penyelenggara negara dengan rakyat serta

bagaimana seharusnya kebijakan-kebijakan publik itu dilaksanakan.

Ukuran normatifnya adalah keadilan sosial, partisipasi dan aspirasi

warga negara, masalah-masalah lingkungan, pelayanan,

pertanggungjawaban administrasi dan analisis yang etis (Akira,

2013).

1. Tahap-Tahap dalam Perumusan Kebijakan

Suharto (2007), mengemukakan suatu keputusan kebijakan

mencakup tindakan-tindakan oleh seorang pejabat atau lembaga


12

resmi menyetujui, mengubah atau menolak suatu alternatif

kebijakan yang dipilih. Tahap-tahap dalaam perumusan

kebijakan itu terlahir dari beberapa tahapan atau langkah-

langkah mekanisme pembuatan sebuah kebijakan, yaitu;

a. Perumusan Masalah

Mengenali dan merumuskan masalah merupakan langkah

yang paling fundamental dalam perumusan kebijakan. Untuk

dapat merumuskan kebijakan dengan baik, maka masalah-

masalah publik harus dikenali dan didefinisikan dengan baik

pula. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk

memecahkan masalah yang ada dalam masyarakat.

b. Agenda Kebijakan

Tidak semua masalah publik akan masuk ke dalam agenda

kebijakan. Masalah-masalah tersebut saling berkompetisi

antara satu dengan yang lain. Hanya masalah-masalah

tertentu yang pada akhirnya akan masuk pada agenda

kebijakan. Suatu masalah untuk masuk untuk masuk ke dalam

agenda kebijakan harus memenuhi syarat-syarat tertentu,

seperti masalah tersebut mempunyai dampak yang besar bagi

masyarakat dan membutuhkan penanganan yang harus

dilakukan.

c. Pemilihan Alternatif Kebijakan untuk Pemecahan Masalah


13

Setelah masalah-masalah publik didefinisikan dengan baik dan

para perumus kebijakan sepakat untuk memasukkan masalah

tersebut dalam agenda kebijakan, maka langkah selanjutnya

adalah membuat pemecahan masalah. Para perumus kebijakan

akan berhadapan dengan alternatif-alternatif pilihan kebijakan

yang dapat diambil untuk memecahkan masalah tersebut.

d. Tahap Penetapan Kebijakan

Setelah salah satu dari sekian alternatif kebijakan diputuskan

diambil sebagai cara untuk memecahkan masalah kebijakan,

maka tahap paling akhir dalam pembentukan kebijakan adalah

menetapkan kebijakan yang dipilih tersebut sehingga

mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Alternatif

kebijakan yang diambil pada dasarnya merupakan kompromi

dari berbagai kelompok kepentingan yang terlibat dalam

pembuatan kebijaka tersebut. Selain itu, proses penyusunan

keputusan dan peranan dari analisis serta perencanaan

kebijakan.

B. Tinjauan Tentang Implementasi Kebijakan

Abdul Wahab (2012 h.130-132) menguraikan bahwa implementasi sebagian

besar kebijakan publik atau program-program pemerintah pasti akan

melibatkan sejumlah pembuat kebijakan, yang masing-masing berusaha

keras untuk memengaruhi perilaku birokrat garda de-pan/pejabat lapangan

(street level bureucrats) dalam rangka memberikan pelayanan atau jasa


14

tertentu kepada masyarakat, atau mengatur peri-laku dari satu atau lebih

kelompok sasaran.

1. Model Implementasi Kebijakan Publik

Menurut model Edward III dalam Widodo (2012, h. 96-107)

mengajukan empat faktor atau variabel yang berpengaruh terhadap

keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan. Empat variabel

atau faktor tadi antara lain meliputi variabel atau faktor communication,

resources, dispositions, dan bureaucratic structure.

a) Faktor komunikasi (communication)

Komunikasi diartikan sebagai proses penyampaian informasi

komunikator kepada komunikan. Komunikasi kebijakan berarti

merupakan proses penyam-paian informasi kebijakan dari pembuat

kebijakan (policy maker) kepada pelaksana kebijakan (policy

implementors).

b) Sumber Daya (Resources)

Sumber-sumber dalam implementasi kebijakan memegang peranan

penting, karena implementasi kebijakan tidak akan efektif bilamana

sumber-sumber pendukungnya tidak tersedia. Sumber daya yang

dimaksud adalah sumber daya manusia, sumber daya anggaran,

sumber daya peralatan, dan sumber da-ya informasi dan

kewenangan.

c) Dispotition or Attitude (sikap)


15

Disposisi merupakan kemauan, ke-inginan, dan kecenderungan

para pelaku kebijakan untuk melaksanakan kebijakan tadi secara

sungguh-sungguh se-hingga apa yang menjadi tujuan ke-bijakan

dapat diwujudkan.

d) Bureaucratic structure (struktur birokrasi)

Menurut Edward III dalam Lathifah (2011), implementasi

kebijakan bisa jadi masih belum efektif karena adanya ketidak-

efisienan struktur birokrasi (deficiencies in bureaucratic structure).

Struktur bi-rokrasi ini mencakup aspek-aspek seperti strukrur

organisasi, pembagian kewenangan, hubungan antara unit-unit

organisasi yang ada dalam organisasi yang bersangkutan, dan

hubungan or-ganisasi dengan organisasi luar dan sebagainya.

C. Tinjauan Umum Tentang Kartu Indonesia Sehat (KIS)

KIS adalah program jaminan kesehatan untuk keluarga kurang

mampu, sedangkan BPJS adalah lembaga atau Badan pengelola-

nya. KIS menyasar masyarakat miskin dan rentan miskin, bentuknya

berupa kartu kesehatan yang dananya disubsidi oleh pemerintah

melalui APBN. Sementara itu, Kartu Jaminan Sosial Nasional atau

(JKN) yang juga dikelola BPJS, lebih menjurus pada iuran yang

harus dibayarkan perbulannya oleh peserta mandiri. Unuk tahap

awal diberikan kepada peserta Penerima Biaya Iuran (PBI) yang

berjumlah 86,4 juta orang.


16

Kartu Indonesia sehat (KIS) sendiri adalah kartu yang memiliki

fungsi untuk memberikan jaminan kesehatan kepada masyarakat

untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara gratis.

Penggunanya sendiri dapat menggunakan fungsi KIS ini di setiap

fasilitas kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjut. Kartu ini sendiri

merupakan program yang bertujuan untuk melakukan perluasan dari

program kesehatan yang sebelumnya yaitu BPJS Kesehatan yang

telah di luncurkan oleh mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono

pada tanggal 1 Maret 2014.

Dalam prosedur pelayanannya, KIS memiliki prinsip yang sama

dengan jaminan kesehatan lainnya seperti juga BPJS. Prosedurnya

Anda sebagai pemilik KIS harus terlebih dahulu mendatangi

puskesmas sebagai pelayanan kesehatan tingkat pertama untuk

melakukan pemeriksaan tahap awal. Jika memang kondisi

penyakitnya memang harus mendapatkan pelayanan kesehatan

tingkat lanjut, maka puskesmas akan memberikan surat rujukan

untuk mendapatkan pelayanan kesehatan lanjutan yaitu rumah sakit

daerah. Namun peraturan ini tidak berlaku jika pemilik KIS sedaang

dalam keadaan darurat. Jika hal ini terjadi maka peserta bias

langsung mendapatkan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan

Jadi Kartu Indonesia Sehat (KIS) menjamin dan memastikan

masyarakat kurang mampu untuk mendapat manfaat pelayanan


17

kesehatan seperti yang dilaksanakan melalui jamina Kesehatan

Nasional (JKN) yang di selenggarakan oleh BPJS kesehatan.

D. Tinjauan Umum Tentang BPJS

BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Kesehatan) merupakan Badan Usaha milik Negara yang ditugaskan

khisisu oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jamina

pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama

untuk pegawai negeri sipil, penerima pension PNS dan TNI/POLRI,

Veteran, Perintis kemerdekaan beserta keluarganya dan badan

usaha lainnya ataupun rakyat biasa. BPJS Kesehatan bersama

BPJS Ketenagakerjaan (dahulu bernama Jamsostek) merupakan

program pemerintah dalam kesatuan Jaminan Kesehatan Nasional

(JKN) yang diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013.

Untuk BPJS Kesehatan mulai beroprasi sejak tanggal 1 Januari

2014, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan mulai beroprasi sejak 1 juli

2014. BPJS Kesehatan sebelumnya bernama ASKES (Asuransi

Kesehatan), yang dikelola oleh PT Askes Indonesia (persero),

Namun sesuai UU No. 24 tahun 2011 tentang BPJS, PT. Askes

Indonesia berubah menjadi BPJS Kesehatan sejak tanggal 1 januari

2014.

1. Sejarah Singkat Bpjs Kesehatan


18

1968 – Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang

secara jelas mengatur pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai

Negeri dan Penerima Pensiun (PNS dan ABRI) beserta anggota

keluarganya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 230 Tahun

1968. Menterikesehatan membentuk Badan Khusus di lingkungan

Dapartemen Kesehatan RI yaitu Badan Penyelenggara dana

Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK) di mana oleh Menteri

Kesehatan RI pada waktu itu (Prof. Dr. G.A. Siwabessy) dinyatakan

sebagai cikal-bakal Asuransi Kesehatan Nasional.

1984 – Untuk lebih meningkatkan program jaminan

pemeliharaan kesehatan bagi peserta dan agar dapat dikelola

secara profesional, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah

Nomor 22 Tahun 1984 tentang Pemeliharaan Kesehatan bagi

Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun (PNS, ABRI dan Pejabat

Negara) beserta anggota keluarganya. Dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 23 Tahun 1984, status badan penyelenggara

diubah menjadi Perusahaan Umum Husada Bhakti.

1991 – Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun

1991, kepesertaan program jaminan pemeliharaan kesehatan yang

dikelola Perum Husada Bhakti ditambah dengan Veteran dan

Perintis kemerdekaan beserta anggota keluarganya. Di samping

itu, perusahaan diizinkan memperluas jangkauan kepesertaannya

ke badan usaha dan badan lainnya sebagai peserta sukarela.


19

1992 – Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun

1992 status Perum diubah menjadi Perusahaan perseroan (PT.

Persero) dengan pertimbangan fleksibilitas pengelolaan keuangan,

kontribusi kepada pemerintah dapat dinegosiasi untuk kepentingan

pelayanan kepada peserta dan manajemen lebih mandiri.

2005 – PT. Askes (Persero) diberi tugas oleh Pemerintah

melalui Departemen Kesehatan RI, sesuai Keputusan Menteri

Kesehatan RI Nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor

56/MENKES/SK/I/2005, sebagai Penyelenggara Program Jaminan

Kesehatan Masyarakat Miskin (PJKMM/ASKESKIN).

- Dasar Penyelenggaraan :

• UUD 1945

• UU No. 23/1992 tentang Kesehatan

• UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

(SJSN)

• Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor 56/MENKES/SK/I/2005

- Prinsip Penyelenggara mengacu pada :

• Diselenggarakan secara serentak di seluruh Indonesia dengan

asas gotong royong sehingga terjadi subsidi silang

• Mengacu pada prinsip asuransi kesehatan social

• Pelayanan kesehatan dengan prinsip managed care

dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang


20

• Program diselenggarakan dengan prinsip nirlaba

• Menjamin adanya protabilitas dan ekuitas dalam pelayanan

kepada peserta

• Adanya akuntabilitas dan transparansi yang terjamin dengan

mengutamakan prinsip kehati-hatian, efisiensi dan efektifitas

2014 – Mulai tanggal 1 januari 2014, PT. Askes Indonesia

(Persero) berubah nama menjadi BPJS Kesehatan sesuai dengan

Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS.

2. Kepesertaan Wajib

Setiap warga Negara Indonesia dan warga Asing yang sudah

berdiam di Indonesia selama minimal enam bulan wajib menjadi

anggota BPJS, ini sesuai pasal 14 UU BPJS.Setiap perusahaan

wajib mendaftarkan pekerjaannya sebagai anggota BPJS.

Sedangkan orang atau keluarga yang tidak bekerja pada

perusahaan wajib mendaftarkan diri dan anggota keuarganya pada

BPJS. Setiap peserta BPJS akan di taik iuran yang besarnya

ditentukan kemudian. Sedangkan bagi warga miskin, iuran BPJS

ditanggung pemerintah melalui program Bantua Iuran.

Menjadi peserta BPJS tidak hanya wajb bagi pekerja di

sector formal, namun juga pekerja informal. Pekerja informal juga

wajib menjadi anggota BPJS Kesehatan. Para pekerja wajib

mendaftarkan dirinya dan membayar iuran sesuai dengan tingkatan

manfaat yang diinginkan.


21

Jaminan Kesehatan secara Universal diharapkan bias

dimulai secara bertahap pada 2014 dan pada 2019, diharapkan

seluruh warga Indonesia sudah memiliki jaminan kesehatan tersebut.

Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menyatakan BPJS Kesehatan akan

diupayakan untuk menanggung segala jenis penyakit namun

melakukan upaya efisiensi.

3. Dasar Hukum

1. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Nasional.

2. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan

Sosial Nasional, Pasal 5 Ayat (1) dan Pasal 52.

E. Tinjauan Tentang Sumber Pembiayaan Kesehatan

Pembiayaan kesehatan terkait adanya visi menuju Indonesia

Sehat 2010. Hal ini menuntut semua institusi untuk mensinergikan

semua program kerjanya dengan keadaan dukungan dana yang

tersedia demi tercapainya target tersebut. Satu hal yang akan

mempengaruhi proses itu adalah komitmen ekspenditur untuk sektor

kesehatan dari semua tingkatan.

Menurut RPJPK tahun 2009, pembiayaan kesehatan bagi

pembangunan kesehatan di Indonesia berasal dari dua sumber, yaitu

(APBN, APBD I, APBD II) dan masyarakat (rumah tangga,

perusahaan dan asuransi). Sumber biaya pemerintah berasal dari

pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota. Sumber biaya


22

masyarakat dan swasta berasal dari pengeluaran rumah tangga atau

perorangan (out of focket), perusahaan swasta/BUMN untuk

membiayai karyawannya dan lembaga non pemerintah yang

umumnya digunakan untuk kegiatan kesehatan yang bersifat social

dan kemasyarakatan.

Kontribusi masyarakat dan swasta dalam pembiayaan

kesehatan di Indonesia cukup besar. Pembiayaan kesehatan per

kapita di Indonesia terendah dibandingkan Negara-negara ASEAN

lainnya.

Pembiayaan merupakan factor yang signifikan mempengaruhi

kualitas kesehatan masyarakat suatu Negara. Secara umum

Indonesia masih dikategorikan negara yang rendah dalam

membiayai kesehatannya, yaitu rata-rata 2,2% dari GDP, sementara

negara lain yang memiliki sistem kesehatan yang baik rata-rata total

ekspenditur untuk kesehatan mencapai 8% - 15% dari GDP.

Besarnya alokasi biaya untuk kesehatan sangat dipengaruhi

pula oleh pola kebijakan politik, ekonomi dan perundangan yang ada

di Indonesia. Hal inilah sebenarnya hambatan utama membentuk

sistem kesehatan yang dapat diandalkan sehingga diharapkan

political will pemerintah pada semua tingkatan dalam kebijakan

alokasi biaya kesehatan dapat berperan banyak demi sistem

kesehatan yang lebih reliable dan tahan goncangan.


23

Adapun asas hukum yang dijadikan landasan pengaturan

sistem Pembiayaan Kesehatan nasional adalah sebagai berikut :

1. Pasal 28H UUD 1945 amandemen tahun 2000 “setiap penduduk

berhak atas pelayanan kesehatan.”

2. Amandemen UUD 1945 tanggal 11 agustus 2002 dimana MPR

telah mengamanatkan agar “Negara Mengembangkan jaminan

Sosial bagi seluruh rakyat”

3. Pasal 34 Ayat 2 UUD 1945 yang mengamanatkan agar sistem

pendanaan kesehatan Indonesia dimasa datang harus menjamin

cakupan seluruh rakyat.

4. Kepmenkes No. 131/MENKES/SK/II/2004 tentang sistem

kesehatan nasional, dimana di salah satu sub sistemnya di atur

tentang pembiayaan kesehatan.

5. Undang – Undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah

daerah.

6. Undang – Undang No. 23 Tahun 2004 tentang perimbangan

keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.

7. Undang – Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan

Social Nasional.

8. UU No. 3 Tahun 1992 tentang jaminan social tenaga kerja.

9. UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan.

Menurut Thabarany (2005), salah satu kunci utama dalam

sistem kesehatan dari berbagai negara adalah pendanaan


24

kesehatan. Sistem pendanaan yang adil dan merata (equity)

mempunyai arti bahwa beban pembiayaan kesehatan yang

dikeluarkan dari kantong persorangan tidak memberatkan

masyarakat. Sebagian besar Negara maju telah menerapkan konsep

adil dan merata tersebut pada seluruh penduduknya berdasarkan

sistem pelayanan kesehatan nasional (National Health Service,

NHS), sistem asuransi kesehatan nasional atau social, atau melelui

sistem jaminan social.

Sementara itu, selain di Indonesia, pendanaan kesehatan

secara tradisional menggantungkan pada mekanisme campuran

pendanaan dari sumber anggaran pemerintah dan biaya kantong

sendiri. Sistem ini menimbulkan masalah dimana pendanaan kantong

sendiri memberatkan masyarakat karena biayanya terlalu besar

ditambah lagi pendanaan pemerintah yang semakin berkurang.

Pada saat ini Indonesia telah mengalami suatu perubahan

tatanan pemerintahan, dimana perubahan tersebut mengarah

kepada desentralisasi daerah. Adapun peraturan perundang –

undangan mengenai desentralisasi seperti undang – undang No. 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah dan undang – undang No.

33 Tahun 2004 Tentang perundangan Keuangan antara pemerintah

pusata dan daerah yang merupakan inti kebijakan desentralisasi.

Menjelang berlakunya undang – undang tentang otonomi

daerah, Menteri Kesehatan meminta komitmen para Bupati untuk


25

mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar 15% dari APBD.

Menurut hasil evaluasi sementara, ternyata komitmen tersebut pada

umumnya tidak dipenuhi oleh berbagai daerah karena berbagai

alasan seperti terbatasntya dana Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan

Dana Alokasi Umum (DAU).

Karena alasan di atas, maka perlu dibuat format baru sistem

pembiayaan kesehatan agar dapat menjamin tingkat kesehatan

masyarakat. Pencarian format ini harus disesuaikan dengan sistem

otonomi daerah yang telah berjalan dimana pembiayaan kesehatan

sangat tergantung pada daerah itu sendiri. Apakah program

kesehatan dijadikan prioritas program daerah atau tidak, tergantung

dari keputusan pemerintah daerah masing-masing.

Dalam membuat suatu format pembiayaan kesehatan di era

otonomi ini ada tiga hal utama yang diperhatikan, yaitu sumber biaya,

alokasi biaya, dan efisiensinya. Mengenai sumber biaya dapat

diperoleh dari pemerintah maupun masyarakat. Dana kesehatan dari

pemerintah dapat diperoleh dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana

Alokasi Khusus (DAK), dana perimbangan, pinjaman, dan bantuan.

Sementara itu, dana kesehatan dari masyarakat dapat diperoleh dari

penyesuaian tarif pelayanan kesehatan, asuransi kesehatan, dan

jaminan pemeliharaan kesehatan, serta donator kemanusiaan.

Berikut ini akan dibahas lebih lanjut mengenai sumber

pendanaan kesehatan di Indonesia.


26

1. Pembiayaan Kesehatan Pemerintah Pusat

Telah disebutkan sebelumnya bahwa pembiayaan alokasi belanja

kesehatan pemerintah pusat sangat rendah. Namun, dalam kurun

waktu empat tahun terakhir sejak pascakrisis mulai tahun

1998/1999 terjadi peningkatan proporsi alokasi belanja belanja

pembangunan untuk kesehatan. Peningkatan ini disebabkan oleh

besarnya pinjaman luar negeri untuk membiayai Jaring

Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK) guna membantu

penduduk miskin memperoleh pelayanan kesehatan gratis

difasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta.

2. Pembiayaan Kesehatan Pemerintah Provinsi

Dalam mobilitas dana kesehatan pemerintah terdapat hal pokok

yang harus diketahui daerah, yaitu informasi seberapa besar

biaya kesehatan yang dibutuhkan. Oleh karena itu pemerintah

dituntut untuk mampu merencanakan dan menganggarkan biaya

untuk kesehatan. Selain itu pemerintah daerah juga harus mampu

menghitung potensi dana kesehatan daerah dan besar biaya

yang dibutuhkan serta alokasinya.

3. Pembiayaan Kesehatan pemerintah Kabupaten/Kota

Berdasarkan analisis data tahun anggaran 1994/1995 sampai

dengan tahun 2000 diketahui bahwa alokasi belanja

pembangunan kesehatan provinsi/kabupaten/kota juga masih

rendah.
27

4. Sumber Biaya dari Masyarakat

Sebagaimana telah disebut di atas, dana masyarakat dapat digali

dengan cara penyesuaian tarif rumah sakit, atau puskesmas,

asuransi kesehatan dan JPKM, serta mobilisasi dana kesehatan

melalui donator kemanusiaan.

Masyarakat diminta untuk membayar biaya pelayanan

kesehatan yang telah mereka terima sesuai dengan tarif yang

telah ditetapkan. Penyesuaian tariff pusat-pusat pelayanan

kesehatan akan menimbulkan masalah terutama bagi penduduk

tidak mampu. Disini subsidi perlu di arahkan kepada masyarakat

yang tidak mampu, bagi masyarakat yang mampu membayar

sendiri tidak perlu lagi disubsidi.

Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah penyesuaian

pola tarif harus diingat prinsip kemampuan untuk membayar

(ability ton pay) dan kemauan untuk membayar dari masyarakat

(willingness to pay). Jika kedua hal tersebut tidak merupakan

suatu masalah lagi, kemungkinan dapat diterapkan konsep

otonomi yang lebih luas. Dengan konsep ini unit pelayanan

kesehatan leluasa mengelola rancangan pelayanan dan

menyusun insentif sendiri.

Selain itu, mobilisasi pembiayaan kesehatan dari

masyarakat dapat kembangkan melalui asuransi kesehatan dan

JPKM. Namun, sampai dengan abad ke-20 cakupan asuransi


28

kesehatan masih tetap rendah. Padahal Azwar (1996),

mekanisme penunjang pendanaan biaya pelayanan kesehatan

yang paling efektif adalah melalui program asuransi.

Berangkat dari konsep kesehatan masyarakat, maka

seharusnya alokasi anggaran program kesehatan gratis

diperuntukkan bagi upaya-upaya promotif-preventif kepada

penduduk agar tidak menderita kesakitan. Bila angka kesakitan

dan kematian penduduk semakin tinggi, maka bisa dianggap

pemerintah tidak mampu memberikan pelayanan kesehatan

masyarakat.

Karena program kesehatan gratis harus dikembalikan dan

diluruskan sebagai upaya promosi hidup sehat. Apalagi esensi

kehadiran pemerintah bukan mengurusi kesehatan orang per

orang, tetapi kesehatan orang banyak (masyarakat).

Namun demikian, program kesehatan gratis di Sulawesi

Selatan yang sejatinya membantu pengobatan masyarakat minus

pemeliharaan kesehatan tetap perlu diapresiasi sebagai sebuah

upaya-upaya menuju masyarakat sehat. Kita tahu, tahun 2010-

2011 adalah tahap pemantapan program ini, maka diharapkan

semoga pelaksanaan program ini pada tahun 2011 mendatang

akan semakin banyak masyarakat yang memanfaatkannya demi

peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia pada

umumnya, dan masyarakat Sulawesi selatan pada khususnya.


29

F. Tinjauan Tentang Sumber Daya Manusia dan Pemberdayaan


Masyarakat

1. Sumber Daya Manusia

Dalam penyelenggaraan upaya kesehatan diperlukan

sumber daya manusia. Pada tahun 2009 tercatat sebanyak

970.864 orang tenaga kesehatan dengan perincian 917.475

orang tersebar di daerah dan 53.389 orang di pusat. Jumlah

sumber daya manusia kesehatan yang ada saat ini belum

memadai karena rasio tenaga kesehatn dengan jumlah penduduk

masih rendah.

Dalam konteks internal, perencanaan SDM kesehatan

meliputi perencanaan SDM kesehatan prigram SDM kesehatan,

analisis dan desain pekerjaan serta sistem informasi SDM

kesehatan. Pengadaan SDM kesehatan meliputi pendidikan SDM

kesehatan dan pelatihan SDM kesehatan.

Sementara itu, pendayagunaan SDM kesehatan meliputi

rekrutmen, seleksi dan penempatan SDM kesehatan,

pengembangan dan evaluasi SDM kesehatan, pemberian

kompensasi pada SDM kesehatan serta pembinaan dan

pengawasan SDM kesehatan. Dalam rangka mengantisipasi

kebutuhan SDM diperlukan pola pendidikan dan pelatihan yang

mantap serta akomodatif terhadap berbagai perkembangan di

segala sector, termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi

kesehatan.
30

2. Pemberdayaan Masyarakat

Merupakan tatanan yang menghimpun berbagai upaya

perorangan, kelompok dan masyarakat umum di bidang kesehatan

secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Sesuai

dengan perundangan berlaku, masyarakat memiliki kesempatan

untuk berperan serta dalam penyelenggaraan upaya kesehatan

beserta penyediaan sumber dayanya.

Selanjutnya pemerintah mempunyai kewajiban dan wewenang

untuk membina, mendorong dan menggerakkan swadaya

masyarakat agar dapat lebih berhasil guna dan berdaya guna

dengan mempersiapkan perangkat peraturan dan tata caranya.

Peran serta masyarakat di bidang kesehatan telah banyak

berkembang, antara lain dimulai dengan tumbuhnya PKMD

(Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa) yang sekarang

berkembang menjadi Upaya Kesehatan Bersumber Daya masyarakat

(UKBM).

Pemberdayaan masyarakat diselenggarakan melalui upaya

promosi kesehatan yang pada waktu lalu dikenal dengan sebutan

pendidikan kesehatan masyarakat atau penyuluhan kesehatan

masyarakat. Pasal 38 UU Nomor 23 Tahun 1992 menyebutkan

bahwa penyuluhan kesehatan masyarakat diselenggarakan guna

menningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan dan kemampuan


31

masyarakat untuk hidup sehat, aktif dan berperan seta dalam upaya

kesehatan.

Hal ini disebabkan masalah kesehatan adalah tangggung

jawab bersama setiap individu, masyarakat, pemerintah dan swasta.

Pemerintah dalam hal ini departemen kesehatan merupakan sektor

paling bertanggung jawab. Menurut Notoatmodjo (2010), dalam

mengimplementasikan kebijakan dan program intervensi bidang

kesehatan harus bersama-sama dengan sektor lain, baik pemerintah

maupun swasta. Dengan kata lain, sektor kesehatan harus menjalin

kerja sama atau kemitraan dengan sektor-sektor terkait.

Pemberdayaan manusia merupakan ujung tombak

keberhasilannya harus didukung oleh upaya-upaya dalam

masyarakat itu sendiri. Namun demikian, selama ini dirasakan bahwa

upaya pemberdayaan manusia kurang mendapat perhatian

khususnya di daerah. Upaya promosi kesehatan saat ini cenderung

pada kegiatan bina suasana, yaitu penyuluhan kesehatan melalui

media massa, pemasangan spanduk, billboard, poster dan

penyelenggaraan pameran.
32

G. Sintesa Penelitian
Tabel 1. Sintesa Penelitian Terdahulu
No Penulis Tujuan Metode Hasil
1 Latifah Implementasi program Wawancara Penelitian ini menyatakan pelayanan
pelayanan kesehatan mendalam, kesehatan masyarakat dengan
(2011) masyarakat dengan observasi menggunakan Kartu Jakarta Sehat (KJS)
di RSAB Harapan Kita sebagai rumah
menggunakan kartu dan sakit pemerintah dan RS Zahirah sebagai
jakarta sehat (studi pada dokumentasi rumah sakit swasta sudah berjalan secara
RSAB Harapan Kita dan RS . baik dan sesuai dengan peraturan yang
Zahira DKI Jakarta dibuat oleh Pemprov DKI Jakarta serta
sesuai dengan Kemenpan Nomor 63
Tahun 2003 tentang pedoman umum
penyelenggaraan pelayanan publik.
2 Adiputra Implementasi Kebijakan Kualitatif penelitian menunjukkan bahwa kurangnya
Jaminan Kesehatan pemahaman masyarakat terhadap
(2013) daerah di kabupaten program tersebut, tetapi tingkat
penerimaan masyarakat terhadap
Sinjai program tersebut sangat tinggi. Jumlah
pegawai yang kurang sehingga
pelaksanaan pelayanan pada masyarakat
tidak maksimal. Kurangnya pegawai
pelaksana program tersebut berdampak
pada kerjasama yang tidak baik pada
pemberi layanan kesehatan dalam hal ini
Puskesmas dan Rumah Sakit.
3 Akira (2013) Implementasi program kualitatif hasil penelitian ini dapat diperoleh penjelasan
pelayanan kesehatan di mengenai Isi Kebijakan dimana Dinas
Kota Makassar (studi Kesehatan Kota Makassar sebagai pemantau,
Kasus pada Pelaksanaan manfaat serta keputusan strategis yang
ditempuh serta konteks kebijakan dimana
Jaminan Kesehatan
program ini diperuntukkan bagi seluruh
daerah di RSUD Daya warga kota Makassar dengan sistem kerja
Kota Makassar). berkesinambungan antara pemerintah
provinsi dan kota makassar. Kendala terbesar
ada pada proses sosialisasi program yang
belum menjangkau seluruh masyarakat kota
Makassar.
4 Pratomo Implementasi Inpres No. kualitatif Hasil penelitian yang diperoleh gambaran
07 Tahun 2014 Tentang bahwa secara keseluruhan Implementasi
(2016) Program Kartu Indonesia Inpres No 07 Tahun 2014 khususnya
mengenai program kartu Indonesia sehat
Sehat di Kelurahan di kelurahan sempaja selatan kecamatan
Sempaja Selatan samarinda utara kota
Kecamatan Samarinda samarinda sebagian besar program yang
Utara menjadi fokus penelitian penulis dapat
terlaksana dan sebagian program lagi ada
yang belum terlaksana.
33

H. Kerangka Teori

Secara garis besar implementasi merupakan setiap kegiatan yang dilakukan

menurut rencana untuk mencapai tujuan yang telah di tentukan. Dalam

penelitian ini peneliti ingin mengatahui keberhasilan implementasi sebuah

program sehingga penelitian ini menggunakan teori menurut Van meter dan

Van Horn. Dimana menurutnya implementasi kebijakan dipengaruhi oleh

ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya, karakteristik Agen pelaksana,

sikap/kecenderungan (disposisi) para pelaksana, komunikasi antar organisasi

dan aktivis Pelaksana dan lingkungan ekonomi, social dan politik.

Gambar 1. Model Implementasi Menurut Van Meter dan Van Horn

Sumberdaya Aktivitas Implementasi dan


Komunikasi

Kecenderungan/ Kinerja
Karakteristik dari kebijakan
Kebijakan disposisi dari
Agen Pelaksana publik
Publik pelaksana
Standard dan
Tujuan
Kondisi Ekonomi, social,
dan politik
Sumber : Novayanti S. (2013 : 36)
34

I. Kerangka Konsep

UUD 45

UU. No. 40 Tahun 2004 (SJSN)


UU No. 24 Tahun 2011
PP No. 86 Tahun 2013
PerPres No. 12,111 tahun 2013
Kepmenkes No. 131/MENKES/SK/II/2004
Peraturan Gubernur Sul-Sel No. 2 Tahim 2009
Perda Kab. Sinjai No. 6 Tahun 2014

Variabel yang mempengaruhi Implementasi Program KIS


kinerja kebikan public : a) Membantu dan meringankan
beban masyarakat dalam
1. Sumber daya pembiayaan pelayanan
2. Karakteristik Agen Pelaksana kesehatan.
3. Sikap/kecendenrungan b) Meningkatkan cakupan
(disposition) para pelaksana masyarakat dalam mendapatkan
4. Komunikasi antar organisasi pelayanan kesehatan di
dan aktivis pelaksana Puskesmas serta jaringannya
5. Lingkungan ekonomi ,social dan di Rumah Sakit milik
dan politik Pemerintah dan pemerintah
daerah
c) Meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan bagi masyarakat.
d) Meningkatkan pemerataan
pelayanan kesehatan bagi
masyarakat.
e) Terselenggaranya pembiayaan
Program Kesehatan Gratis pelayanan kesehatan
masyarakat dengan pola jaminan
pemeliharaan kesehatan

Sumber :Novayanti S. (2013 : 36) dan (Pradika ,2013 )


35

J. Definisi konseptual
1) Program Kartu Indonesia Shat (KIS) adalah upaya

pemeliharaan kesehatan yang disubsidi oleh pemerintah dan

dikelolah berdasarkan jaminan pemeliharaan kesehatan

masyarakat dan tujuannya untuk mewujudkan derajat

kesehatan masyarakat yang optimal melalui pembudayaan

perilaku hidup sehat, penciptaan kemandirian masyarakat

dalam memilih dan membiayai pelayanan kesehatan yang

diperlukan, penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan dengan

mengutamakan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan

penyakit

2) BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Kesehatan) merupakan Badan Usaha Milik Negara yang

ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi seluruh rakyat

Indonesia terutama untukPegawai negeri Sipil, penerima

Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis kemerdekaan

beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya ataupun rakyat

biasa BPJS kesehatan sebelumnya bernama Askes (Asuransi

Kesehatan), yang dikelola oleh PT Askes Indonesia (persero),

namun sesuai UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS, PT Askes

Indonesia berubah menjadi BPJS Kesehatan sejak tanggal 1

Januari 2014.
36

3) KIS terbatas hanya untuk rakyat miskin dan kurang mampu,

sedangkan kartu Jaminan Kesehatan Nasional yang juga di

kelola BPJS wajib di miliki warga Negara Indonesia baik mampu

ataupun kurang mampu.

4) Pembiayaan kesehatan adalah tatanan yang menghimpun


berbagai upaya penggalian, penglokasian dan pembelanjaan
sumber daya keuangan secara terpadu dan saling mendukung
guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.
5) Tanggapan Masyarakat adalah bagaimana pendapat
masyarakat tentang adanya program KIS di Kabupaten Sinjai.
6) Membantu dan meringankan beban masyarakat dalam
pembiayaan pelayanan kesehatan adalah bagaimana
masyarakat merasa terbantu dalam hal pembiayanaan
kesehatan.
7) Meningkatkan cakupan masyarakat dalam mendapatkan
pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di
Rumah Sakit milik Pemerintah dan pemerintah daerah adalah
bagaimana terjadi peningkatan akses terhadap pelayanan
kesehatan di fasilitas-fasilitas kesehatan milik pemerintah dan
pemerintah daerah.
8) Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat
Adalah terjadinya peningkatan kesehatan personal bagi setiap
penduduk di Kabupaten Sinjai.
9) Meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat adalah terjadinya peningkatan pelayanan
kesehatan secara merata bagi setiap penduduk Kabupaten
Sinjai.
10) Terselenggaranya pembiayaan pelayanan kesehatan
masyarakat dengan pola jaminan pemeliharaan kesehatan
37

adalah telah terealisasinya program pembiayaan jaminan


pemeliharaan kesehatan di Kabupaten Sinjai.
38

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu untuk

mengetahui Implementasi program Kartu Indonesia Sehat dalam

mendukung program Kesehatan gratis di Kabupaten Sinjai. Dalam

penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan analisis deskriptif

yaitu melakukan wawancara mendalam, yang kemudian hasil

wawancara diolah dan akan diperoleh data. Dalam menganalisis

data dilakukan berdasarkan teori Van Meter dan Van Horn yaitu teori

implementasi atau dengan menggunakan metode deduktif yang

mengangkat permasalahan Internal dan External.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Badan Pelaksana (Bapel) BPJS dan

di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Sinjai.

C. Informan

Informan dalam penelitian ini adalah informan Biasa dan

Informan kunci, dengan Perincian :

1. Informan biasa, pada penelitian ini adalah pasien peserta KIS

atau keluarga pasien yang pernah dirawat di rumah sakit yang

dipilih secara purposive sampling dengan kriteria (peserta istri,

suami, dan anak) yang sedang dalam perawatan selama 2 hari.


39

2. Informan Kunci pada penelitian ini adalah Kepala Bapel BPJS dan

direktur Rumah Sakit serta 5 pasien.

D. Sumber Data

a. Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan

wawancara mendalam (Indepth Interview) terhadap Informan.

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari pengumpulan data-data yang

berkaitan dengan Implementasi Kartu Sehat Indonesia dalam

mendukung program kesehatan gratis di Kabupaten Sinjai.

E. Teknik Pengumpulan data

I. Observasi merupakan kegiatan pengamatan dan pencatatan

secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek

penelitian. Fokus observasi (pengamatan) dilakukan terhadap tiga

komponen utama yaitu:

1) Lokasi

Yaitu tempat di mana interaksi dalam situasi sosial sedang

berlangsung, dalam penelitian ini lokasi penelitiannya adalah

Kabupaten Sinjai.

2) Pelaku

Yaitu orang-orang yang sedang memainkan peran tertentu,

dalam penelitian ini pelaku adalah direktur BPJS Sinjai,

Direktur Rumah Sakit, serta Pasien pengguna JKN-KIS.


40

3) Aktivitas (kegiatan)

Yaitu kegiatan yang dilakukan oleh aktor dalam situasi sosial

yang sedang berlangsung, dalam penelitian ini kegiatannya

adalah pengguna JKN-KIS.

II. Dokumentasi

Dokumentansi merupakan teknik pengumpulan data yang

digunakan untuk memperoleh data mengenai gambaran secara

umum mengenai implementasi JKN-KIS di Kabupaten Sinjai,

pasien pengguna JKN-KIS. Dokumentasi ini digunakan sebagai

pendukung dari data atau informasi yang diperoleh melalui

observasi dan wawancara.

III. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan

mengadakan kontak langsung secara lisan atau tatap muka

dengan subjek penelitian. Wawancara dilakukan dengan teknik

wawancara bebas terpimpin, dengan menggunakan pedoman

wawancara (interview guide), tetapi penyajiannya tidak terikat

oleh pedoman yang ada. Metode wawancara dilakukan untuk

mendapatkan data tentang implementasi JKN-KIS di kabupaten

Sinjai. Adapun subjek penelitian yang diwawancarai adalah

Direktur BPJS kabupaten sinjai , Direktur Rumah sakit Sinjai,

pasien pengguna JKN-KIS di kabupaten Sinjai. Pengumpulan


41

data antara lain keterangan-keterangan selama wawancara

berlangsung, seperti alur komunikasi intern yang digunakan.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis deskriptif. Analisis ini berarti bahwa data yang diperoleh dari

penelitian disajikan apa adanya kemudian dianalisis secara deskriptif

untuk mendapatkan gambaran terhadap fakta yang terjadi. Model

analisis yang digunakan ada dua, yaitu analisis data model interaktif

dan analisis data deskriptif. Pada teknik analisis data model interaktif

terdiri atas tiga tahapan, yakni sebagai berikut :

1) Reduksi Data

Reduksi data yang dilakukan dalam penelitian ini dengan cara

merangkum, memilih hal-hal yang pokok dan memfokuskan pada

hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan regulasi JKN-KIS.

Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih

jelas dan mempermudah untuk melakukan pengumpulan data

selanjutnya apabila diperlukan.

2) Penyajian Data

Penyajian data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan teks

yang bersifat naratif dari catatan lapangan, teks naratif dari

catatan lapangan seringkali membingungkan penelitian jika tidak

digolong-golongkan sesuai dengan topik masalah. Penyajian data


42

merupakan tahapan untuk memahami apa yang sedang terjadi

dan apa yang harus dilakukan selanjutnya, untuk dianalisis dan

diambil tindakan yang dianggap perlu.

3) Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini akan diperoleh jawaban

atas rumusan masalah yang telah ada. Kesimpulan sementara

atau awal yang telah didukung dengan bukti-bukti yang valid dan

konsisten, maka kesimpulan yang dikemukan merupakan

kesimpulan yang kredibel.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pedoman wawancara dan catatan lapangan (field notes) yang telah

disiapkan. Alat dan bahan penelitian yaitu Tape recorder, kamera

dan alat tulis menulis.

H. Analisis dan Penyajian Data


Analilisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis

deskriptif kualitatif, yakni bahan hukum yang didapatkan berupa

informasi dalam bentuk bahasa sederhana, kemudian disajikan

dalam bentuk teks (textular)yaitu penyajian data hasil penelitian

dalam bentuk kalimat secara terpadu untuk mendapatkan gambaran

konkret mengenai Implementasi kesehatan gratis dalam lingkup kerja

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) kabupaten Sinjai.

I. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data


43

Menurut Hamidi (2005), dalam penelitian kualitatif jumlah

informan biasanya sedikit. Oleh karena itu validitas yang digunakan

dalam penelitian kualitatif disebut Triangulasi yang meliputi

Triangulasi sumber, Triangulasi metode, Triangulasi peneliti,

Triangulasi teori, dan Triangulasi situasi. Untuk menentukan

keabsahan data pada penelitian ini digunakan 2 Triangulasi :

1. Triangulasi Sumber

Menggunakan sumber informasi kualitatif yang berbeda berupa

informan kunci yakni Kepala Rumah Sakit Kabupaten Sinjai dan

Kepala Bagian Pengelola Jamkesda Kabupaten Sinjai serta

informan biasa yakni petugas Jamkesda Kabupaten Sinjai dan

sebagian masyarakat peserta Jamkesda yang sedang mengalami

perawatan selama 2 hari.

2. Triangulasi Metode

Dilakukan dengan menggunakan metode pengumpulan data

yakni wawancara mendalam dan observasi tak terstruktur.


44

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Secara geografis, wilayah Kabupaten Sinjai terletak di bagian timur

Provinsi Sulawesi Selatan, dengan potensi sumberdaya alam yang

cukup menjanjikan untuk dikembangkan, disamping memiliki luas

wilayah yang relatif luas. Kabupaten Sinjai secara astronomis terletak

502’ 56” - 5021’ 16” Lintang Selatan (LS) dan antara 1190 56’ 30” –

1200 25’ 33” Bujur Timur (BT), yang berada di Pantai Timur Bagian

SelatanProvinsi Sulawesi Selatan dengan batas-batas sebagai berikut:

Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bone;Sebelah Timur

berbatasan dengan Teluk Bone;Sebelah Selatan berbatasan dengan

Kabupaten Bulukumba; danSebelah Barat berbatasan dengan

Kabupaten Gowa.

Secara administrasi Kabupaten Sinjai terdiri dari 9 (sembilan)

kecamatan, dan sebanyak 80 (delapan puluh) desa/kelurahan.

Kabupaten Sinjai terletak arah timur dari Kota Makassar dengan jarak

233 Km dari Kota Makassar, Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan.

Kabupaten Sinjai memiliki 3 (tiga) dimensi wilayah, yakni wilayah

laut/pantai, wilayah dataran rendah dan wilayah dataran tinggi. Secara

morfologi, kondisi topografi wilayah Kabupaten Sinjai sangat

bervariasi, yaitu dari area dataran hingga area yang bergunung.

Sekitar 38,26 persen atau seluas 31.370 Ha merupakan kawasan

dataran hingga landai dengan kemiringan 0 - 15 persen. Area


45

perbukitan hingga bergunung dengan kemiringan di atas 40 persen,

diperkirakan seluas 25.625 Ha atau 31,25 persen.

Perkembangan atau pertumbuhan penduduk merupakan indeks

perbandingan jumlah penduduk pada suatu tahun terhadap jumlah

penduduk pada tahun sebelumnya. Perkembangan jumlah penduduk

dalam suatu wilayah dipengaruhi oleh faktor kelahiran dan kematian

(pertambahan alami), selain itu juga dipengaruhi adanya faktor migrasi

penduduk yaitu perpindahan keluar dan masuk. Pada dasarnya tingkat

pertumbuhan jumlah penduduk, dapat digunakan untuk

mengasumsikan prediksi/perkiraan jumlah penduduk dimasa yang

akan datang.

Prediksi jumlah penduduk dimasa yang akan datang dilakukan

melalui suatu metode pendekatan matematis dengan pertimbangan

pertumbuhan jumlah penduduk tahun terakhir. penduduk menurut

struktur usia dimaksudkan untuk mengetahui jumlah penduduk

padasetiap kelompok umur tertentu, terutama kelompok umur yang

ada kaitannya dengan usia sekolah, usia kerja dan produktif

Pengelompokan umur di Kabupaten Sinjai pada Tahun 2010 dapat

dibagi menurut kelompok usia sebagai berikut:Usia Balita (0 - 4) tahun:

22.607 jiwa, Usia Sekolah (5 - 14) tahun : 51.826 jiwa, Usia Angkatan

Kerja (15 - 54) tahun : 124.545 jiwa.Usia angkatan kerja yang terdapat

di Kabupaten Sinjai relatif memadai dan termasuk dalam kelompok

usia produktif yang lebih baik. Disamping itu golongan tersebut juga
46

termasuk penduduk usia sekolah dan kemungkinan mereka sekolah

sambil bekerja. Berdasarkan pada uraian tersebut maka kelompok usia

15 - 54 tahun adalah kelompok usia produktif dandigolongkan sebagai

angkatan kerja dengan jumlah penduduk 124.545 jiwa, selebihnya

dapat diasumsikan sebagai kelompok usia non produktif yang menjadi

tanggungan kelompok usia produktif.

Angka kelahiran di wilayah Kabupaten Sinjai, secara kumulatif juga

mengalami peningkatan tidak sebanding dengan tingkat kematian,

namun pertumbuhannya mengalami peningkatan. Hal ini

mengindikasikan, bahwa di wilayah ini tingkat kesejahteraan penduduk

semakin membaik.

Pemerintah Kabupaten Sinjai sendiri telah mengeluarkan kebijakan

program Jaminan Kesehatan Daerah (JAMKESDA) itu mewujudkan

dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Kabupaten Sinjai

yang optimal, dilakukan upaya pemeliharaan kesehatan masyarakat

bagi semua penduduk Kabupaten Sinjai. Pelayanan kesehatan ini

dengan di keluarkannya Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2004

tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Daerah dan

Dokter Keluarga. Tujuan dari program adalah untuk mewujudkan

derajat kesehatan masyarakat yang optimal.. Program JAMKESDA di

Kabupaten Sinjai merupakan bentuk jaminan kesehatan dari

pemerintah yang pelaksanaannya berupa pemberian Kartu Asuransi

Kesehatan untuk masyarakat agar mereka mendapatkan pelayanan


47

kesehatan berupa pengobatan secara gratis, pemeriksaan kesehatan,

dan rawat inap di puskesmas maupun rumah sakit.

B. Karakteristik Informan

Informan yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah 16 orang yang

mana diantaranya adalah informan yang terdiri dari informan biasa dan

informan kunci. Informan biasa adalah biasa yakni petugas Jamkesda

Kabupaten Sinjai dan sebagian masyarakat peserta Jamkesda yang

sedang mengalami perawatan selama 2 hari, sedangkan informan

kunci yakni Kepala Rumah Sakit Kabupaten Sinjai dan Kepala Bagian

Pengelola KIS Kabupaten Sinjai. Dengan kriteria sebagai berikut:

Tabel 2
Karakteristik Informan Biasa, Dan Informas Kunci
Umur Lokasi Pendidikan
No Informan JK Pekerjaan Keterangan
(Thn) (Tempat Tinggal) Terakhir

Dr. H. Amaluddin, Jl. Jend. Sudirman Direktur Rumah


1 L 53 S1 dokter
Sp.PD Sinjai utara Sakit
Kepala Bagian
Pegawai
2 Abdul Jabbar L 51 Jl. Sultan Hasanuddin S1 Operasional BPJS
BPJS
Kesehatan Sinjai
Desa jekka,Sinjai
3 P 27 SMP IRT
Nina Selatan

Desa Aska,Sinjai
4 P 39 SMP IRT
Sri Selatan

Desa Kanrung,Sinjai
5 Siti P 34 SMA IRT
Tengah

6 Rahmat L 29 Manaipi, Sinjai Barat SMA Petani

Desa
7 Halima P 35 Batu,Belereng,Sinjai S1 IRT
Borong

Desa Panaikang,Sinjai
8 Samsul L 38 SD Petani
Timur

Desa Sinjai,Sinjai
9 Uking L 37 SD Buruh
Timur
48

Desa Palae,Sinjai
10 Budiarti P 25 SMP IRT
Selatan

11 Haris L 38 Bulupoddo SMA Petani

Jl.Manimpahoi,Sinjai Supir
12 Muh Rizky L 22 S1
Utara Mobil

Desa Alenangka,Sinjai
13 Salmiah P 60 SD IRT
Utara

Takalalla ,Sinjai Karyawan


14 Rismal P 26 S1
Timur BUMN
Pulau Kambuno,Pulau
15 Hj.Wati P 30 SMA Pedagang
Sembilan
Kel.Lappa,Sinjai Karyawan
16 Rere P 26 S1
Utara BUMN
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Univariat

Tabel 3. Jumlah Kunjungan Pasien JKN di RSUD Sinjai Tahun 2015


Jenis Kepesertaan Jumlah Kunjungan
Januari Desember
BPJS 1567 2457
Sumber : Rekapitulasi kunjungan RSUD Sinjai 2016
Dari tabel jumlah kunjungan pasien JKN dan hasil wawancara

tersebut, jika disimpulkan dapat dirata-ratakan perhari pasien yang

berobat ke RSUD Sinjai dengan menggunakan kartu BPJS bisa

mencapai 45-60 peserta setiap harinya dan akan terus bertambah

seiring animo masyarakat terhadap program ini, pasien-pasien

tersebut sering menumpuk pada jam-jam padat pelayanan, seperti

hasil observasi peneliti jam padat pelayanan yaitu pada pukul

09.00–12.00 WITA, sedangkan pembukaan pendaftaran untuk

peserta dengan menggunakan Jaminan BPJS dari pukul 07.30 -

13.00 WITA. Estimasi peneliti untuk melayani 1 orang dalam 1 kali

kunjungan adalah kurang lebih 4-10 menit tergantung kemudahan


49

dalam pendataan dan pendaftaran pasien, belum lagi jika ada

pasien yang sangat sering memerlukan informasi lebih mengenai

alur pelayanan yang akan mereka peroleh selanjutnya. Terlihat

kesulitan dari bagian administrasi yang hanya berjumlah 2 orang

dalam melayani pasien dengan berbagai bermacam kendala,

seperti surat rujukan dan keterangan lainnya yang tidak lengkap

dan memerlukan waktu untuk memberikan penjelasan lebih lanjut.

Tabel 4. Laporan Pelayanan JKN-KIS di Kabupaten Sinjai 2016


Jenis Kunjungan
Tahun Jumlah
Rawat Inap Rawat Jalan
2014 276 1489 1765
2015 965 22.567 23.532
Sumber : Rekapitulasi data RSUD Sinjai
Diatas menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan dari

tahun 2014 ke tahun 2015 dimana pengguna BPJS pada tahun

2014 saat pertama kali program BPJS di jalankan jumlah pasien

rawat inap hanya 276 pasien dan rawat jalan sebanyak 1489

pasien hal tersebut terjadi karena belum maksimalnya sosialisasi

tentang BPJS di kalangan masyarakat, akan tetapi pada tahun

2015 terjadi peningkatan yang sangat besar dimana jumlah pasien

rawat inap sebesar 965 dan rawat jalan sebesar 22.567 pasien hal

ini mengindikasikan bahwa manfaat dari penerapan BPJS di

kalangan masyarakat sinjai telah terasa manfaatnya.


50

Implementasi kebijakan menghubungkan antara tujuan

kebijakan dan realisasinya dengan hasil kegiatan pemerintah.

Dimana tugas implementasi adalah membangun jaringan yang

memungkinkan tujuan kebijakan publik direalisasikan melalui

aktivitas instansi pemerintah yang melibatkan berbagai pihak yang

berkepentingan policy stakeholders (akira,2013).

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2009

tentang Kerjasama Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Gratis,

bahwa dalam rangka memberikan kesempatan bagi masyarakat

Sulawesi Selatan terkhusus masyarakat Sinjai guna mengakses

pelayanan kesehatan, disamping itu dapat memberi solusi terhadap

masalah-masalah kesehatan yang selama ini menjadi beban

pemerintah dan masyarakat serta akan memberikan sumbangan

yang sangat besar bagi terwujudnya percepatan pencapaian

indikator pembangunan kesehatan yang lebih baik.

B. Regulasi terkait kebijakan JKN-KIS

I. Program Pemerintah Tentang Kesehatan Gratis

Program pemerintah dalam berbagai bentuknya merupakan

sebuah hasil dari proses penelahan akademik yang panjang.

Pada penjabaran yang lebih jauh program adalah regulasi,

dalam pengertian kamus besar Bahasa Indonesia adalah

pengaturan. Dalam konteks Indonesia, regulasi diartikan

sebagai sumber hukum formil berupa peraturan perundang-


51

undangan yang memiliki beberapa unsur, yaitu merupakan

suatu keputusan yang tertulis, dibentuk oleh lembaga negara

atau pejabat yang berwenang, dan mengikat umum. Pada

pembahasan kali ini, tidak mencoba untuk membahas lebih

jauh terkait Regulasi dan program.

Dalam UU No 40 tahun 2004 tentang SJSN dijelaskan

bahwa yang dimaksud dengan SJSN adalah suatu tata cara

penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan

penyelenggara jaminan sosial.

Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat

(JKN-KIS) yang dikelola BPJS Kesehatan dalam rangka

menjalankan amanat UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional (SJSN), terbukti telah memberikan

harapan baru bagi seluruh rakyat Indonesia akan adanya

kepastian perlindungan atas hak jaminan sosial. Sebagaimana

disebutkan dalam Pasal 28 H Ayat (3) UUD 1945 bahwa setiap

orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan

pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang

bermartabat.

Sesuai dengan Undang-Undang SJSN, jaminan

kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan

prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Jaminan kesehatan

diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta


52

memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan

perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.

Ketentuan dalam Undang-Undang SJSN tersebut sejalan

dengan Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 34 Undang-Undang

Dasar 1945.

Dan yang dimaksud dengan jaminan sosial adalah salah

satu perlindungan sosial untuk menjamin seuruh rakyat agar

dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak.

Sedangkan JKN adalah perlindungan kesehatan agar peserta

memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan

perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran

atau iurannya dibayar oleh Pemerintah. (PP No 101 Tahun

2012). Kata “jaminan” menurut kamus besar bahasa Indonesia

sejatinya memiliki arti menanggung. Jika mengacu pada arti

kata jaminan tersebut, seharusnya pemerintahlah yang

menanggung kebutuhan masyarakat. Namun yang terjadi

dalam SJSN justru masyarakat sendirilah yang menanggung

biaya pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya dengan

membayar iuran kepada BPJS. Sehingga SJSN dan JKN

sejatinya hanyalah asuransi sosial nasional yang diberi label

jaminan sosial nasional oleh pemerintah. Dalam pasal 47 UU

SJSN dan pasal 11.b UU BPJS dinyatakan bahwa BPJS


53

mempunyai wewenang untuk menempatkan Dana Jaminan

Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang.

meskipun namanya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial,

isinya bukan tentang jaminan sosial; tetapi cara mengumpulkan

dana masyarakat secara paksa, termasuk dana APBN untuk

masyarakat miskin. Dana dari 250 juta rakyat Indonesia disetor

ke BPJS lalu dikuasakan ke segelintir orang yang namanya wali

amanah. Lembaga ini sangat independen, tidak boleh ada

campur tangan Pemerintah. Dana yang terkumpul nantinya

akan digunakan untuk kepentingan bisnis kelompok tertentu,

termasuk perusahaan asing, yang sulit dipertanggungjawabkan.

UUD 1945 mengamanatkan bahwa jaminan kesehatan

bagi masyarakat, khususnya yang miskin dan tidak mampu,

adalah tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah. Pada

UUD 1945 Perubahan, Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa

negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh

rakyat Indonesia. Pemerintah menjalankan UUD 1945 tersebut

dengan mengeluarkan UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional (SJSN) untuk memberikan jaminan

sosial menyeluruh bagi setiap orang dalam rangka memenuhi

kebutuhan dasar hidup yang layak menuju terwujudnya

masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur. Dalam

UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juga ditegaskan


54

bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam

memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan

memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan

terjangkau.

Sesuai dengan UU No 40 Tahun 2004, SJSN

diselenggarakan dengan mekanisme Asuransi Sosial dimana

setiap peserta wajib membayar iuran guna memberikan

perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta

dan/atau anggota keluarganya. Dalam SJSN, terdapat Jaminan

Kesehatan Nasional (JKN) yang merupakan bentuk komitmen

pemerintah terhadap pelaksanaan jaminan kesehatan

masyarakat Indonesia seluruhnya. Sebelum JKN, pemerintah

telah berupaya merintis beberapa bentuk jaminan sosial di

bidang kesehatan, antara lain Askes Sosial bagi pegawai

negeri sipil (PNS), penerima pensiun dan veteran, Jaminan

Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek bagi pegawai

BUMN dan swasta, serta Jaminan Kesehatan bagi TNI dan

Polri. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu, sejak tahun

2005 Kementerian Kesehatan telah melaksanakan program

jaminan kesehatan sosial, yang awalnya dikenal dengan nama

program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat

Miskin (JPKMM), atau lebih populer dengan nama program

Askeskin (Asuransi Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin).


55

Kemudian sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2013,

program ini berubah nama menjadi program Jaminan

Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).

Seiring dengan dimulainya JKN per 1 Januari 2014,

semua program jaminan kesehatan yang telah dilaksanakan

pemerintah tersebut (Askes PNS, JPK Jamsostek, TNI, Polri,

dan Jamkesmas), diintegrasikan ke dalam satu Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan).

Sama halnya dengan program Jamkesmas, pemerintah

bertanggungjawab untuk membayarkan iuran JKN bagi fakir

miskin dan orang yang tidak mampu yang terdaftar sebagai

peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI)

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945

Lahirnya sebuah regulasi sudah seharusnya

berlandaskan pada undang-undang dasar 1945. Yang

kemudian tertuang dalam alinea ke IV dalam pembukaan

undang-undang dasar, yang merupakan tujuan Negara

kesatuan Republik Indonesia;

“Kemudian dari pada itu, untuk membentuk suatu


Pemerintahan, Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesehjateraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,
maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia
56

itu yang terbentuk dalam suatu Undang-Undang Dasar


Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan,
serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.”

Menjadi dasar dari setiap lahirnya regulasi, maka sudah

hal yang pasti bahwa dalam penyelenggaraannya, Negara

harusmelindungi segenap warga Negara termasuk

didalamnya tentang kesehatan bagi warganya. Secara

khusus pula Negara memiliki kewajiban untuk melindungi

warganya yang tidak hanya diartikan sebagai suatu bentuk

perlindungan tentang pertahanan dan keamanan saja, akan

tetapi lebih mencakup pada segenap apa yang dibutuhkan.

Dalam hal ini, kesehatan warga Negara diinterpretasikan

termasuk kedalam keharusan yang perlu dilindungi oleh

Negara khususnya bagi warga Negara yang tidak mampu.

Pada pelaksanaannya kewajiban negara menurut

pembukaan undang-undang dasar tersebut haruslah

terjelaskan dalam memberikan perlakuan dan perlindungan

bagi setiap warga negara tanpa terkecuali.

Selain itu, dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebagai

bentuk interpretasi dari pembukaan Undang-Undang Dasar

1945 diwujudkan dalam pasal yang memuat tentang hak-hak

yang menjadi hak dasar yang diperoleh oleh setiap warga


57

Negara, yakni yang tercantum pada Pasal 28 H ayat (1)

berbunyi:

Pasal 28 H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.

Berdasarkan pasal tersebut diatas, dapat dilihat bahwa

pelayanan kesehatan menjadi hal pokok dan mendasar yang

harus terpenuhi bagi setiap warga negara dan sudah pasti

berdasar pada amanat pembukaan undang-undang dasar

1945.

Kemudian ditegaskan kembali bahwa bahwa sejatinya

Negara harus menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan

yang baik guna menunjang hak-hak setiap warganya. Ini

mencerminkan pentingnya suatu pelayanan kesehatan yang

baik yang diterima oleh seluruh warga Indonesia. Hal

tersebut dapat dilihat Pasal 34 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (2)

yang berbunyi;

Pasal 34
(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara
oleh Negara
(2) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum
yang layak

Pada pasal 34 ayat (1) menunjukkan seluruh warga

miskin wajib dipelihara oleh Negara, bentuk dari

pemeliharaan tersebut tanpa terkecuali pelayanan.


58

kesehatan. Selaras dengan itu, pada pasal 34 ayat (3)

Negara bertanggung jawab terhadap fasilitas pelayanan

kesehatan yang artinya seluruh fasilitas yang berkaitan

dengan pelayanan kesehatan mutlak menjadi tanggung

jawab Negara. Dengan demikian Negara tidak boleh

melakukan pembiaran jika terdapat fasilitas pelayanan

kesehatan yang tidak memadahi. Dengan demikian sudah

keharusan bagi negara untuk memberikan pelayanan dan

tidak dibenarkan untuk melakukan pembiaran.

b. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan dan undang-undang jaminan sosial

Tujuan nasional bangsa tercantum dalam pembukaan

undang-undang dasar harus dicapai pada penyelenggaraannya

dalam berbagai upaya pembangunan yang berkesinambungan

yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang

menyeluruh terarah dan terpadu, termasuk di antaranya

pembangunan kesehatan. Kesehatan merupakan hak asasi

manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus

diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Oleh

karena itu, setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif,

perlindungan, dan berkelanjutan yangsangat penting artinya


59

bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia,

peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, serta

pembangunannasional.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

merupakan upaya pembangunan yang tertuang dalam bentuk

regulasi aturan. Didalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2009 adalah ragulasi pertama yang menjelaskan tentang hak-

hak yang diperoleh khususnya dalam pelayanan kesehatan.

Adapun pasal yang terkait yakni:

Pasal 4
Setiap orang berhak atas kesehatan.
Pasal 5
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh akses atas sumber daya di bidang
kesehatan.
(2) Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan
terjangkau.
(3) Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung
jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang
diperlukan bagi dirinya.

Pada pasal 4 dapat dipahami, bahwa dalam mengakses dan

memperoleh pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh

negara merupakan hak bagi setiap warga negara dan tanpa

terkecuali, dan tidak memandang latarbelakang dan status

sosial warga negara. Artinya baik warga negara dengan status

ekonomi miskin berhak mendapatkan dan memperoleh

pelayanan kesehatan, begitun juga halnya dengan status sosial

warga negara. Lanjut dari itu, dalam pelayanan kesehatan yang


60

diberikan haruslah diperoleh sebaik-bainya pelayanan

kesehatan untuk setiap warga negara. Hal itu, terjelaskan dalam

ayat selanjutnya pada ayat (2) adanya jaminan hak atas

pelayanan yang diperolehnya secara baik yang termuat dalam

kata aman, bermutu, dan terjangkau.

Pada Pasal 54 kembali dipertegas terkait adanya kesetaraan

untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Pasal 54 tersebut

berbunyi:

Pasal 54
(1) Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilaksanakan
secara bertanggung jawab, aman, bermutu, serta
meratadan nondiskriminatif.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung
jawabatas penyelenggaraan pelayanan kesehatan
sebagaimanadimaksud pada ayat (1).

Selain kembali mempertegas kesetaraan, pada ayat 2 diatas

mengatur tentang pemerintah daerah ikut bertanggungjawab

terhadap pelayanan kesehatan bagi warga nya yang miskin

dan/atau tidak mampu.

Selanjutnya, untuk mengatur lebih jauh lagi terkait

penjaminan aspek kesehatan bagi seluruh warga negara, maka

negara memperjelas dalam aturan uu no. 40 tahun 2004

tentang sistem jaminan sosial nasional. Dalam menjamin proses

penyelenggaran dilakukan dengan tanpa menghianati undang-

undang dasar, maka sistem jaminan sosial nasional diatur


61

berdasarkan aspek kemanusiaan, manfaat dan keadilan, hal itu

dapat dilihat sebagai berikut;

Pasal 2
Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan
berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pasal 3
Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk
memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup
yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota
keluarganya.

Pada pasal 2 dan 3secara tegas mengatur tentang proses

penyelenggaraan jaminan sosial menjamin setiap warga negara

dapat memperoleh akses terhadap pelayanan kesehatan di

setiap fasilitas kesehatan pemerintah dan pemerintah daerah.

A. Impelemtasi Program Kartu Indonesia Sehat (KIS)

Dalam kaitan dengan pelayanan kesehatan sesuai pada

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 yang menetapkan bahwa

setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena

itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh

perlindungan terhadap kesehatannya, dan Negara

bertanggungjawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi

penduduknya termasuk bagi warga miskin dan atau tidak mampu.

Kehadiran program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu

Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang dikelola BPJS Kesehatan dalam

rangka menjalankan amanat UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), terbukti telah memberikan


62

harapan baru bagi seluruh rakyat Indonesia akan adanya kepastian

perlindungan atas hak jaminan sosial. Sebagaimana disebutkan

dalam Pasal 28 H Ayat (3) UUD 1945 bahwa setiap orang berhak

atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya

secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.

Pelaksanaan SJSN Bidang Kesehatan, salah satunya

dilakukan melalui peningkatan cakupan kepesertaan JKN-KIS

melalui pendistribusian Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang

merupakan salah satu sasaran pokok yang tertuang dalam RPJMN

2015-2019 sebagai penjabaran dari Sembilan Agenda Prioritas

(Nawacita).

Pemerintah Pusat sudah berkomitmen dan memutuskan

untuk memberikan jaminan kesehatan bagi penduduk kurang

mampu. Sebanyak kurang lebih 40% dari total 257 juta penduduk

Indonesia dibiayai negara. Mereka tergolong sebagai Penerima

Bantuan Iuran (PBI) dalam program JKN-KIS, dengan besaran

iurannya yang dibayarkan negara sebesar Rp 23.000 per orang per

bulan atau sekitar Rp25 triliun dari APBN.

Menurut Van meter dan van Horn dalam (Novayanti 2013),

tahap awal yang paling krusial dalam melakukan analisis

impelemtasi kebijakan adalah identifikasi indicator-indikator kenerja

yang ingin dicapai. Dalam penyelenggaraan program KIS sendiri,

pemerintah dalam hal ini pemerintah pusat sudah mengeluarkan


63

beberapa regulasi dalam penyelnggaraan KIS, hal ini sebagai

upaya pemerintah dalam memberikan penguatan dalam

penyelenggaraan KIS di lapangan.

Pada penyelenggaraan Program KIS, kemudian didukung

dalam beberapa paying hukum yang saling bersinergi, dengan

demikian sampai saat ini pada beberapa pelaksanaan program KIS

di lapangan belum mengalami masalah berarti dari segi

pelaksanaan peraturan. Menurut Van Meter dan Van Horn, bahwa

ada beberapa hal yang menyebabkan tidak berjalan dengan

baiknya peraturan yang dibuat oleh pemerintah, yaitu: pertama

disebabkan oleh bidang program yang terlalu luas dan sifat tujuan

yang kompleks. Kedua, akibat dari ketidakjelasan dan kontruksi

dalam pernyataan ukuran-ukuran (peraturan) dsar dan tujuan

tujuan. Kadang kala ketidak-jelasan dalam ukuran (peraturan) oleh

pembuat keputusan agar dapat menjamin tanggapan psoitif dari

orang-orang yang diserahi tanggung jawab implemetasi pada

tingkat-tingkat organisasi yang lain atau system penyampaian

kebijakan.

Selain itu, Ditinjau dari beberapa kondisi, derajat kesehatan

masyarakat yang masih rendah dipengaruhi oleh berbagai faktor

seperti daya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan

yang sangat rendah, hal ini dikarenakan kemampuan ekonomi

masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan yang cukup


64

mahal. Peningkatan biaya kesehatan yang diakibatkan oleh

berbagai faktor seperti perubahan pola penyakit, perkembangan

teknologi kesehatan dan kedokteran, pola pembiayaan kesehatan

berbasis pembayaran out of pocket, kondisi geografis yang sulit

untuk menjangkau sarana kesehatan. Derajat kesehatan yang

rendah berpengaruh terhadap rendahnya produktifitas kerja, yang

pada akhirnya menjadi beban masyarakat dan pemerintah.

Dengan demikian sebuah regulasi yang telah disebutkan diatas

yaitu mulai dari Undang-undang Dasar 1945, Undang-Undang

Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. perlu adanya

implementasi yang baik. Perwujudan regulasi dalam bentuk

program milik pemerintah dilakukan melalui upaya implementasi

yang terlaksana dalam berbagai kondisi. Berawal dari program

pemerintah dalam rangka mewujudkan hak setiap penduduk untuk

memperoleh pelayanan kesehatan yang baik yaitu program KIS

(kartu Indonesia Sehat) untuk masyarakat, hal tersebut merupakan

program pusat yang dibiayai menggunakan unsur pembiayaan

pemerintah pusat. Terakhir yang menjadi fokus tentunya adalah

kabupaten Sinjai yang mewujudkannya melalui program kesehatan

gratis yaitu KIS (kartu Indonesia Sehat) untuk masyarakat

Kabupaten dengan pembiayaan dari pemerintah pusat.

Berdasarkan Data kemiskinan terbaru, Kabupaten Sinjai tercatat

78.675 jiwa yang dimasukkan dalam kategori penduduk miskin,


65

data tersebut mengalami peningkatan setiap tahunnya. Kepala

Bagian Operasional BPJS Kesehatan Sinjai, hal ini mengatakan

bahwa:

Tiap Tahun itu jumlah penduduk miskin di Kabupaten Sinjai


meningkat, hal ini membuat kami semakin berusaha untuk
menangani warga miskin. (wawancara tanggal 12 September
2016)

Semakin meningkatnya angka kemiskinan berdasarkan data

orang miskin, pelayanan kesehatan yang diberikan perlu lebih

cermat lagi dalam hal menentukan kategori warga miskin. Mengacu

pada regulasi yang ada seharusnya dapat diimplementasikan

dalam realita yang ada, tentunya melihat kembali pada Pasal 1

ketentuan umum tentang definisi warga miskin dan/atau warga

tidak mampu.

Hal itu kemudian terjelaskan dalam penerima bantuan iuran

jaminan kesehatan (PBI): fakir miskin dan orang tidak mampu,

dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun

2011 Tentang penanganan fakir miskin yang berbunyi sebagai

berikut:

Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak
mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai
sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya
dan/ataukeluarganya.
Pasal 3
Fakir miskin berhak:
66

a. memperoleh kecukupan pangan, sandang, dan perumahan;


b. memperoleh pelayanan kesehatan;
Dengan demikian, bahwa sudah merupakan kewajiban bagi

pemerintah untuk menangani warga miskin khususnya pelayanan

kesehatan. Untuk menjawab kebutuhan pelayanan kesehatan bagi

warga miskin, maka pemerintah melalui BPJS (badan

penyelenggara jaminan kesehatan) mengakomodir kebutuhan

tersebut dengan mengcover warga miskin. Penanganan tersebut

terwujud dalam program KIS (kartu Indonesia sehat) yang

diselenggarakan BPJS kesehatan yaitu PBI (penerima bantuan

iuran), hal itu dalapt dilihat dalam surat edaran:

SURAT EDARAN
Nomor HK. 03.03/n.I/3555/2014
TENTANG
Pelaksanaan Kartu Indonesia Sehat (KIS) di Fasilitas Kesehatan

Sehubungan dengan diluncurkannya Program Indonesia Sehat


melalui Kartu Indonesia Sehat (KIS) pada tanggal 3 November
2014 dalam rangka menjamin dan memastikan masyarakat
kurang mampu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
sebagaimana yang dilaksanakan dalam program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN).

Untuk memastikan terlaksananya Program Indonesia Sehat


dengan KIS tersebut kami sampaikan beberapa hal untuk
menjadi perhatian sebagai berikut:

1. Pemegang KIS merupakan peserta yang termasuk dalam


daftar PBI JKN ditambah peserta Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan bayi baru lahir dari orang tua
peserta PBI. KIS secara bertahap akan menggantikan seluruh
identitas peserta PBI JKN.

2. Pelayanan kesehatan bagi pemegang KIS adalah sama dan


tidak ada perbedaan sebagaimana pelayanan kesehatan bagi
peserta PBI JKN.
67

3. Kartu peserta PBI JKN Kesehatan yang masih digunakan


oleh peserta PBI JKN karena belum digantikan, tetap berlaku
sebagaimana KIS sampai seluruh peserta PBI JKN telah
mempunyai KIS.

Dengan demikian, menurut peneliti peraturan pelaksanaan

untuk program KIS di lapangan sudah sangat baik dan bagi setiap

impelemtor (pelaksana) telah memahami secara rijit setiap detail

informasi dari aturan yang mengatur dan mendukung program KIS.

Hal itu sejalan dengan pelaksanaan teknis, namun jika berkenaan

dengan pengambilan keputusan terkait program KIS harus melalui

alur dan prosedur struktur organisasi badan pelaksana program

KIS.

Menurut peneliti, pemahaman terhadap peraturan sebuah

kebijakan terkait dalam hal ini program KIS, menjadi sangat penting

untuk terselenggaranya program ini dengan baik. Hal tersebut

sesuai dengan pernyataan Indarjati (2001) dalam bukunya bahwa

partisipasi para pemegang kekuasaan dalam memberikan

pengaruh perupa informasi dan hubungan kerja harus sesuai

dengan sistem (regulasi). Selanjutnya pertisipasi para pelaksana

(pemimpin dari institusi terkait) harus memperkuat dengan

pengambilan keputusan yang mendukung terselenggaranya sistem

KIS.

Upaya implementasi yang akan diwujudkan oleh pemerintah

daerah, Program pemerintah diatas (KIS) memiliki tujuan yang

sama dengan regulasi yang telah dibuat yakni meningkatkan


68

cakupan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan secara

menyeluruh bagi warga miskin dan/atau tidak mampu maupun

seluruh warga negara khususnya kebupaten Sinjai. Program KIS

merupakan implementasi yang diwujudkan melalui keterlibatan

semua pihak dari keseluruhan regulasi yang ada. Program KIS

diapliaksikan pada seluruh wilayah Puskesmas dan Rumah Sakit

yang ada di seluruh wilayah kabupaten Sinjai. Berdasarkan

penjelasan Kepala Bagian Operasional BPJS Kesehatan Sinjai,

bahwa:

Masyarakat sinjai sangat berantusias, untuk mendaftarkan diri


untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan di Sinjai. Sampai saat
ini kepesertaannya telah mencapai sekitar 60 persen dari
jumlah total penduduk Sinjai, mungkin masih ada sekitar 200
ribu jiwa yang belum masuk anggota.(wawancara 12 september
2016)

Faktanya bahwa meningkatnya antusias masyarakat untuk

terdaftar sebagai peserta BPJS kesehatan merupakan gambaran

dari kebutuhan medesak masyarakat terkait pelayanan kesehatan.

Untuk beberapa situasi dimana masyarakat sangat bmembutuhkan

perawatan jangka panjang dan kondisi kegawat daruratan yang

dimana membutuhkan biaya cukup tinggi, Hal itu dapat dilihat pada

wawancara bersama R dan H sebagai berikut:

Pernah ada tetangga saya berobat dirumah sakit, waktu itu


katanya sakit DBD. Terus katanya diminta untuk membayar
mahal. Iyah waktu itu dia belum terdaftar jamkesda. Tidak
sempatki dia urus. Makanya, saya sekarang daftar, tapi
sekarang bukanmi JAMKESDA namnya sudah berubah jadi
KIS. Tapi Samaji dengan JAMKESDA, sama-sama gratis kalau
pergi berobat berobat.(wawancara, 16 september)
69

Bagaimana dih, kalau tiba-tiba sakit dan uang kita pegang dan
tidak cukup untuk berobat, ujung-ujungnya nanti jadi susah.
untung ada KIS katanya kalo daftar bisaji gratis kalo
berobat.(wawancara 13 september)

Pelaksanaan Program JKN-KIS di Kabupaten Sinjai memang

masih banyak menghadapi kendala-kendala baik secara internal

maupun eksternal. Berbagai permasalahan masih sering ditemui

terkait dengan kebijakan tersebut, baik karena kurang siapnya

kelembagaan pengelola maupun ketersediaan anggaran untuk

menjalankan program dengan baik. Masalah-masalah tersebut

semula diharapkan akan memperoleh bantuan dari pemerintah

daerah. Namun secara umum, distribusi tersebut sulit diperoleh.

Dalam hal kepentingan masyarakat yang dipengaruhi oleh

adanya program kesehatan gratis ini, ternyata tidak terlalu baik

pengaruhnya terhadap rumah sakit. Dimana kepentingan

masyarakat dalam hal pembiayaan proses pelayanan kesehatan

dan pengembangan rumah sakit mulai berkurang. Ini dikarenakan

adanya pemahaman yang salah dari masyarakat tentang program

kesehatan gratis ini. Mereka beranggapan bahwa program

kesehatan gratis ini akan membiayai seluruh proses pelayanan

kesehatan di rumah sakit. Padahal, partisipasi masyarakat dalam

membiayai proses pelayanan kesehatan di rumah sakit masih

sangat dibutuhkan demi menunjang pendapatan asli daerah

(melalui retribusi).
70

Kebutuhan pelayanan kesehatan kini telah menjadi kebutuh

mendasar untuk kehidupan warga kabupaten sinjai. Mengingat

kebutuhan pelayanan kesehatan tidak hanya berkaitan dengan

pelayanan kurativ dan rehabilitative saja. Edukasi dan

pemberdayaan masyarakat yang termasuk dalam rangkaian

tindakan promotif dan preventif yang terjelaskan dalam pelayanan

kesehatan.

Dengan demikian peneliti menyimpulkan bahwa

penyelenggaraan program KIS dengan baik adalah hasil

pemahaman dan komitmen pelaksana program sesuai dengan

petunjuk pelaksaan dan aturan yang melingkupi program KIS. Hal

ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Saputra (2012) bahwa

terelenggaranya sebuah program JKN merupakan hasil dari

komitmen pelaksanaan dan kepahaman para pelaksanan terhadap

peraturan/kebijakan yang ada serta mampu membuat kebijakan-

kebijakan local untuk memperkuat penyelenggaraan program JKN

di daerah.

1. Komunikasi dalam implementasi kebijakan JKN-KIS

Komunikasi diartikan sebagai proses penyampaian informasi

komunikator kepada komunikan. Komunikasi kebija-kan berarti

merupakan proses penyam-paian informasi kebijakan dari pembuat

kebijakan (policy maker) kepada pelak-sana kebijakan (policy

implementors).
71

Sebuah program pemerintah tidak dapat berjalan dengan

baik jika program tersebut tidak disosialisasikan terlebih dahulu.

Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer

kebiasaan atau nilai serta aturan dari satu generasi ke generasi

lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat.

Sebagai bentuk komitmen menjalankan amanah undang-

undang terkait pelaksanaan program jaminan kesehatan di

Indonesia terkhusus wilayah kabupaten Sinjai, BPJS Kesehatan

menjalin kerjasama dengan beberapa pihak terkait untuk

mensosialisasikan program JKN KIS kepda masyarakat.. Melalui

sinergi ini, diharapkan dapat mendukung BPJS Kesehatan

mencapai universal health coverage tahun 2019 mendatang.

Dalam sesi wawancara yang dilakukan penulis ;

“iya dalam hal ini kita telah melakukan kerjasama kepada


pihak puskesmas, rumah sakit serta kader-kader kesehatan
untuk memaksimalkan informasi kepada masyarakat terkait
dengan JKN-KIS yang ada di kabupaten sinjai”

Berdasarkan hasil wawancara :

“memang kita mengakuai bahwa upaya sosialisasi terkait


JKN-KIS di kabupaten Sinjai belum optimal, akan tetapi kami
dari pihak yang bertanggung jawab akan meningkatkan lagi
kerjasama dengan tokoh-tokoh setempat untuk
mengoptimalkan informasi terkait JKN-KIS di kabupaten
sinjai”
Menurut Goggins (1990) dalam Hill dan Hupe (2002)

menyatakan komunikasi menjadi sangat penting bagi pelaksana

sebuah kebijakan karena dari komunikasi permasalahan seperti

kolaborasi dari setiap pelaksana terjadi.


72

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 tahun 2013

pasal 2 ayat 1 dan 3 menyatakan, Penyelenggara Pelayanan

Kesehatan meliputi semua fasilitas yang bekerja sama dengan

BPJS Kesehatan seperti Klinik Utama, Rumah Sakit Umum, dan

Rumah Sakit Khusus. Hal tersebut telah dilakukan oleh pihak BPJS

di kabupaten Sinjai akan tetapi belum optimal berdasarkan

pernyataan salah seorang petinggi BPJS mengungkapkan bahwa

akan meningkatkan lagi sosialisasi kepada masyarakat Sinjai

dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat setempat agar dapat

memaksimalkan pengetahuan masyarakat sinjai terkait program

JKN-KIS.

Dalam hal ini komunikasi yang utama yang terbentuk dari

sistem pada program JKN ini sendiri salah satunya adalah

pelaporan, pelaporan menjadi sangat krusial untuk kedua belah

pihak (Rumah Sakit dan BPJS Kesehatan) untuk membangun

komunikasi. Selain itu saat ini posisi verifikator BPJS Kesehatan

yang memang ditempatkan di rumah sakit langsung mempermudah

rumah sakit dan BPJS Kesehatan untuk saling bertukar informasi

terkait penyelenggaraan program. Sehingga dengan demikian

koordinasi yang intensif dapat terbentuk secara baik antara BPJS

Kesehatan dan rumah sakit.

Berikut penuturan direktur Utama BPJS Kesehatan :

“Untuk mewujudkan hal tersebut, BPJS Kesehatan sebagai


penyelenggara program JKN-KIS senantiasa berupaya
73

menjalin kerjasama dan memperkuat hubungan kemitraan


dengan berbagai pihak, baik dari pemerintah maupun
organisasi kemasyarakatan dan kegamaan, sehingga
implementasi program JKN-KIS di lapangan dapat berjalan
lancar," kata Fachmi.(Detik News Senin 11 Apr 2016)

2. Peran Struktur Birokrasi dalam implementasi JKN-KIS

Salah satu faktor dari konteks kebijakan dalam

mengimplementasikan suatu kebijakan adalah suatu kekuasaan

atau struktur birokrasi yang ada, kepentingan dan strategi aktor

yang terlibat. Dimana mereka yang akan mengimplementasikan

program mungkin akan mencakup partisipan tingkat pemerintahan

pusat dan pemerintahan daerah, baik itu kalangan birokrat,

pengusaha, maupun masyarakat umum.

Partipasi secara langsung pemerintah (pemerintah daerah

dan pemerintah provinsi) dan masyarakat (khususnya masyarakat

kabupaten Sinjai) merupakan bagian aktor-aktor atau stakeholders

yang sangat berperan dalam pelaksanaan program JKN-KIS di

suatu rumah sakit. Dengan kata lain keterlibatan aktor-aktor dan

stakeholders yang terkait, sangat menentukan tercapai atau tidak

tercapainya implementasi yang baik dari program JKN-KIS ini.

Analisis atas implementasi dari program yang spesifik dalam

interaksinya akan mempertimbangkan penilaian kapabilitas

kekuasaan dari para aktor, kepentingan-kepentingannya, dan

strategi untuk mencapainya, serta karakteristik dari penguasa.


74

Program JKN-KIS yang tengah diimplementasikan di

Kabupaten Sinjai saat ini merupakan salah program pemerintah dan

prioritas Gubernur Sulawesi Selatan periode . Program ini merupakan

janji Gubernur terpilih saat PILKADA 2008 yang harus

diimplementasikan selama periode kepemimpinannya. Implementasi

janji tersebut telah dituangkan dalam Peraturan Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan Nomor 2 Tahun 2009 tentang Kerja Sama

Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Gratis di Provinsi Sulawesi

Selatan serta Peraturan Daerah Kabupaten Sinjai Nomor 6 Tahun

2014. Jadi dari aturan tersebut seluruh pihak dapat menjalankan

amanah undang-undang serta aturan Gubernur dan aturan daerah.

3. Peningkatan cakupan masyarakat dalam pelayanan

kesehatan

Kartu Indonesia Sehat (KIS) adalah kartu identitas peserta

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Penggantian

kartu BPJS Kesehatan menjadi KIS dimulai 1 Maret 2015.pada

implementasi KIS (Kartu Indonesia Sehat), masih banyak

masyarakat yang tidak memahami prosedur dan hubungan KIS

dengan BJPS. Hal itu terjelaskan dalam pernyataan Direktur

Rumah Sakit dapat dilihat sebagai berikut:

Dari beberapa keluhan yang masuk, warga yang terdaftar


sebagai anggota BPJS, mengeluhkan mengenai KIS terkait
cara penggunaannya di fasilitas kesehatan yang
75

terintegrasi dengan BPJS. Namun, untuk Kesehatan Gratis


sendiri yang merupakan program otonomi pemerintah
daerah, kini telah dialihkan kepada pihak BPJS sebagai
badan pelaksana jaminan sosial khususnya kesehatan.
Jadi, utuk prosedur penggunaannya tetap seperti alur yang
terjelaskan dalam sistem pelayanan BPJS.(wawancara
tanggal 13 september 2016)
Implementasi dianggap belum maksimal, mengingat masih

terdapat warga yang belum memahami fungsi dan kegunaan KIS.

Sehingga hal ini berdampak pada proses pelaksanaan KIS

menuai masalah bagi warga. Dari pengamatan menjelaskan

bahwa keterbatasan pemahaman warga terkait program KIS

dikarenakan kurangnya pendistribusian informasi yang mestinya

dilakukan oleh pemerintah daerah ataupun peihak pengelola

program KIS yaitu BPJS. Proses sosial yang dilakukan oleh BPJS

sebagai media pendistribusian informasi dianggap tdak merata

dalam impelemtasinya. Mengingat proses tersebut tidak

mengakomodir seluruh lapisan warga kabupaten sinjai. Masih

terdapat warga yang tidak memahami sama skali. Seperti

keluarga Samsul dan uking walaupun meraka termasuk dalam

keangontaan PBI BPJS namun tidak memahami program KIS dan

proses peralihan Jamkesda ke dalam KIS.

Saya tahu jamkesda, karena ada tetangga yang kasi tahu


saya dan sekaligus menolong saya untuk didaftarkan.
Jamkesda itu kan kesehatan gratis. BPJS itu sama ji mungkin
jamkesda, tapi tidak tahu bagaimana cara urusnya jadi
jamkesda sekarang yang ada. Kalau KIS, iyah saya pernah
dengar tapi tidak tahu apa itu, mungkin sama saja seperti
BPJS (SM).(wawncara tanggal 15 september 2016)
KIS, yang kartu yang biasa muncul di iklan TV, tapi tidak saya
tahu untuk apa itu. Saya hanya punya Jamkesda, BPJS saya
76

tahu. Tidak tahu bagaimana cara pengurusan, bisa lewat


kepala desa ? Karena Jamkesda yang uruskan biasa dari RK
(UK).(wawancara, 15 september).
Dibutuhkan upgread informasi dimasyarakat terkati jaminan

sosial khususnya jaminan kesehatan. Pemahaman jaminan

kesehatan yang masih stagnan diseputar JAMKESDA

mengindikasikan bahwa pendistribusian informasi melalui

aktivitas sosialisasi masih sangat minim. baik itu berupa, alur

pengurusan jaminan kesehatan BPJS, alur pelayanan kesehatan

dari fasilitas kesehatan tignkat Pertama hingga Lanjutan, cakupan

pelayanan kesehatan dalam BPJS, sampai peralihan Jamkesda

ke KIS (kartu Indonesia Sehat). Kondisi ini menjadi gambaran

bahwa cakupan implementasi program KIS masih belum

berlangsung secara maksimal. Peran multi sector dibutuhkan

untuk memaksimalkan proses pendistribusian informasi.

Sehingga program KIS melalui pelayanan kesehatan dapat

mencakup seluruh lapisan masyarakat.

TATA CARA MENDAPATKAN PELAYANAN KESEHATAN


1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
a. Setiap peserta harus terdaftar pada satu fasilitas
kesehatan tingkat pertama yang telah bekerja sama
dengan BPJS Kesehatan.
b. Peserta memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas
Kesehatan tingkat pertama tempat Peserta terdaftar.
c. Peserta dapat memperoleh pelayanan rawat inap di
Fasilitas Kesehatan tingkat pertama sesuai dengan
indikasi medis.
2. Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan
a. Peserta datang ke BPJS Center Rumah Sakit dengan
menunjukkan Kartu Peserta dan menyerahkan surat
rujukan dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama / surat
perintah kontrol pasca rawat inap.
77

b. Peserta menerima Surat Eligibilitas Peserta (SEP) untuk


mendapatkan pelayanan lanjutan.
c. Peserta dapat memperoleh pelayanan rawat inap di
Fasilitas Kesehatan tingkat lanjutan sesuai dengan
indikasi medis.
3. Pelayanan Kegawat Daruratan (Emergency):
a. Pelayanan Gawat Darurat adalah pelayanan kesehatan
yang harus diberikan secepatnya untuk mencegah
kematian, keparahan dan atau kecacatan, sesuai dengan
kemampuan fasilitas kesehatan. b. Peserta yang
memerlukan pelayanan gawat darurat dapat langsung
memperoleh pelayanan di setiap fasilitas kesehatan.
Kriteria kegawatdaruratan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
b. Peserta yang menerima pelayanan kesehatan di fasilitas
kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan, akan segera dirujuk ke fasilitas kesehatan
yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan setelah
keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dalam
kondisi dapat dipindahkan.
c. Biaya akibat pelayanan kegawatdaruratan ditagihkan
langsung oleh Fasiltas Kesehatan kepada BPJS
Kesehatan.

Sejatinya upaya tersebut akan memberikan nilai manfaat bagi

masyarakat untuk memahami program secara mendalam.

Pemahaman yang mendalam berarti masyarakat memahami

segala bentuk proses dan persyaratan terkait dengan program

kesehatan tersebut. Namun demikian, hal yang terpenting dalam

melakukan sosialisasi program adalah tercapainya tujuan yang

terkandung dalam program tersebut. Hal ini sejalan dengan teori

Van Meter dan Van Horn dalam (Novayanti, 2013) bahwa

kepahaman alur pelaksanaan terhadap standar dan tujuan

program sangat menentukan keberhasilan proses impelmentasi

suatu program.
78

Selain itu, menurut Rosidin (2010), bahwa pengawasan dan

peraturan meruakan dimensi dari pemerintah yang dapat

menjamin peforma pelaksanaan jaminan kesehatan yang

mandatory. Berkaitan erat dengan KIS yang merupakan program

jaminan sosial kesehatan yang berasal dari atas maka, setiap

pelaksana dituntut untuk dapat paham akan perturan serta terus

dilakukan pengawasan oleh pemerintah terkait.

Bentuk pemahaman yang diharapkan bukan hanya sekedar

keberadaan dari program itu, tetapi lebih jauh adalah pemahaman

akan prosedur yang harus dilakukan oleh pengguna untuk

mendapatkan pelayanan terkait dengan program tersebut.

Masyarakat sebagai obyek dari Program KIS di Kabupaten Sinjai,

pada kenyataannya belum sepenuhnya memahami secara detail

dan mendalam terkait kebijakan ini. Di mana pemahaman

sebagian masyarakat terbatas pada adanya layanan kesehatan

gratis yang disediakan oleh pemerintah daerah, tetapi secara

teknis lainnya belum terlalu dipahami. Selanjutnya informan

lainnya mengemukakan bahwa pemahaman akan Program KIS

terbatas pada keberadaan program ini sebagai layanan

kesehatan gratis, dan tidak memahami sejak kapan program ini

dilaksanakan. Bahkan menganggap bahwa untuk mendapatkan

layanan tersebut, harus melalui pengurusan administrasi yang

berbelit-belit, dan tidak pernah merasakan langsung sosialisasi


79

dari pihak pelaksana program. Kondisi ini mencerminkan bahwa

tingkat pemahaman masyarakat terhadap program beraneka

ragam tergantung cara mereka memandangnya. Jika kemudian

dikaitkan dengan konsepsi kebijakan, maka semestinya

pemahaman dari penerima program harus sejalan dan sinergi

dengan keinginan program.

Kaitannya dengan implementasi KIS dalam hal cakupan

pelayanan kesehatan, direktur RSUD Sinjai menjelaskan bahwa

pelayanan kesehatan yang terjelaskan dalam BPJS diberikan

sesuai dengan peruntukkannya:

Untuk pemberian pelayanan bagi warga yang telah


terdaftar ke dalam program KIS atau BPJS diberikan
seusai dengan kebutuhan warga dalam pelayanan
kesehatan di fasilitas kesehatan. Dan sudah pasti
setelah semua prosedur dan alur pelaksanaannya
dipenuhi, seperti telah memegang rujukan dari faskes
wialyahnya..(wawancara,15 september)
Dengan demikian, untuk mencapai cakupan pelayanan

kesehatan yang sesuai dengan peruntukkannya, maka sudah

sejatinya bagi warga untuk memahami program pemerintah yang

berkaitan dengan kebutuhan warga sendiri yaitu KIS baik

prosedur pengurusan dan cakupan pelayanan kesehatan.a

maksimal dan khusunya lagi bagi warga sebagai objek dari

kebijakan dapat memperoleh manfaat secara langsung. Sama

halnya dengan Tarigan (2011), permasalahan peserta JKN yang

masih sering tidak dilayani hal ini dikarenakan masih terdapat


80

keterbatasan dalam sumberdaya manusia dalam hal ini petugas

penyelenggara program JKN.

4. Pemerataan pelayanan kesehatan bagi masyarakat

menggunakan KIS di Kabupaten Sinjai

Dalam sebuah kebijakan tujuan yang telah ditetapkan telah

melalui proses ilmiah yang jelas dan pasti logis, namun dalam

upaya impelemntasinya banyak factor yang saling terkait dalam

mempengaruhi proses tersebut. Salah satunya dalam hal ini yaitu

kertesediaan seumber daya dalam pelaksanaan sebuah program,

dimana ketersediaan sumberdaya merupakan factor yang harus

selalu ada dan diperhatikan. Mengingat persoalan sumber daya

selalu dikaitkan dengan kualitas pelaksanaan dan pemerataan

pelayanan program KIS.

Pemberian pelayanan kesehatan yang terjelaskan melalui

program-program kesehatan juga harus diiringi dengan

penjaminan kualitas pelayanan dan pemerataan pelayanan. Hal

ini dimaksudkan untuk tidak menghianati pasal 5 ayat 1 dan 2

yang berbunyi:

Pasal 5
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh akses atas sumber daya di bidang
kesehatan.
(2) Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan
terjangkau.

a) Sumberdaya manusia
81

Sumber daya utama dalam impelemtasi program

adalah sumberdaya manusia (staff). Tak jarang kegagala

yang kerap ditemui atau terjadi dalam proses implementasi

kebijakan disebabkan oleh manusianya yang tidak

mencukupi, memadai, ataupun tidak kompeten

dibindangnya. Penambahan jumlah staf yang cukup serta

memiliki kemampuan yang sesuai untuk menjalankan

program.

Menurut Azwar (1996), seumber daya manusia

merupakan makhluk yang unik dan mempunyai

karakteristik yang multi kompleks, dan hal ini dapat dilihat

dai berbagai aspek, yang diantaranya: SDM merupakan

komponen kritis, SDM tidak instan, SDM tidak di-stok, SDM

adalah subjek yang absolut.

Untuk tenaga medis dan non-medis sendiri,

berdasarkan hasil wawancara bersama Kepala Bagian

Operasional BPJS Kesehatan Sinjai bahwa ketersediaan

tenaga medis untuk pencapaian impelemntasi yang

maksimal dan merta telah cukup terpenuhi, namun masih

terdapat kendala dalam hal pendistribusian tenaga medis

ke beberapa puskesmas yang berada di daerah terpencil.

Hasil wawancara sebagai berikut:

Tenaga medis seperti dokter umum, dokter gigi,


perawat, bidan, tenaga kesehatan masyrakat, dan
82

apoteker untuk beberapa tempat pelayanan kesehatan


sperti rumah sakit menurut data yang kami peroleh
telah memenuhi standar pelayanan. Namun untuk
beberapa FASKES (fasilitas kesehatan) seperti
puskesmas masih belum terpenuhi secara merata
terlebih lagi di daerah yang cukup
terpencil.(wawancara, 14 september 2016)

Terpenuhi kebutuhan petugas kesehatan sangat

mempengaruhi kualitas dan pemerataan pelayanan

kesehatan. Sejalan dengan hasil pengamantan lapagan

(observasi) yang dilakukan peneliti, sumberdaya yang

tersedia telah memenuhi kebutuha pelayanan seperti yang

diperoleh dari pengamatan (observasi) di RSUD Sinjai,

bahwa ketersediaan tenaga petugas kesehatan seperti

dokter umum, perawan, dokter gigi, bidan, tenaga

kesehatan masyarakat, tenaga gizi, dan apoteker cukup

untuk memenuhi kebutuhan pelayanan sesuai standar

pelayanan Rumah Sakit tipe C . Namun dalam beberapa

kondisi didatapi petugas kesehatan yang lembur untuk

menutupi kekosongan shif, atau bagi petugas yang sedang

absen karena keperluan dan kebutuhan lain, kondisi ini

biasa di dapati pada petugas kesehatan dokter umum dan

dokter spesialis yang terkadang tidak masuk bertugas

malakukan pelayanan kesehatan. Hal ini harusnya

sejalanlan dengan PMK No. 340/2010 menyatakan pada

pelayanan medik dasar minimal harus ada 9 (Sembilan)


83

orang dokter umum dan 2 (dua) orang dokter gigi sebagai

tenaga tetap, dan saat ini RSUD Sinjai telah memiliki 23

dokter umum dan spesialis, 2 dokter gigi. Selanjutnya,

untuk jumlah perawat berdasarkan PMK No. 340/2010

adalah 2:3 dengan jumlah tempat tidur sehingga jika dilihat

dari jumlah tenaga perawat sudah lebih dari cukup untuk

kebutuhan perawatan di RSUD Kabupaten Sinjai, yaitu

berjumlah 235 orang yang terdiri dari pegawai negri dan

pegawai tidak tetap, dengan jumlah 112 tempat tidur.

Selain itu, pentingnya pemenuhan kebutuhan tenaga

petugas kesehatan, hal lain yang mesti diperhatikan adalah

petugas BPJS ksehatan sebagai tim verfikator administrasi

KIS di rumah sakit. Mengingat tuntutan kebutuhan

adminsitrasi yang menghasurskan setiap peserta harus

melengkapi beberapa berkas untuk pengkaliman

palayanan KIS di BPJS. Ketersediaan SDM BPJS di rumah

sakit harus terpenuhi untuk kelancaran porses adminitrasi

dan pelayanannya. Menurut De Cenzo dan Robbins dalam

(Dodo, 2012), manajemen sumberdaya manusia

merupakan bagian dari organisasi yang memberikan

perhatian dan dimensi orang. Manajemen sumber daya

manusia dapat diliha dalam dua cara yaitu:


84

a) Manajemen sumber daya manusia merupakan

penyediaan pegawai untuk mendukung fungsi

organisasi. Perannya untuk membantu

menyelesaikan permasalahan manajemen

sumber daya manusia, yaitu menyediakan

pekerja atau setiap hal yang terlihat langsung

dalam memproduksi barang dan jada suatu

organisasi.

b) Manajemen sumber daya manusia merupakan

fungsi dan tugas dari setiap manajer untuk

mengelola pekerja secara efekftif.

Dengan demikian perlunya pehatian khusus

terhadap sumber daya manusia untuk pelaksanaan

program KIS kedepannya. Dan penataan SDM

pada sebuah institusi harus berjalan dengan

masksimal agar program dapat terus berjalan.

b) Sumber daya sarana dan prasana

Secara umum sarana dan prsasana adalah alat

penunjang keberhasilan suatu proses upaya yang

dilakukan di dalam pelayanan public, karena

apabila kdua hal ini tidak tersedia maka semua

kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat


85

mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan

rencana.

RSUD kabupaten Sinjai denngan kategori

rumah sakit tipe C sudah meiliki peralatan yang

cuup lengakap dan termanfaatkan secara baik dan

benar, dan sudah sesuai dengan perturan yang

dikeluarkan Mentri Kesehatan mengenai

ketgorisasi rumah sakit berdasarkan pelayanan

yang dapat diberikan.

Sudah merupakan kewajiban bagi pemerintah

untuk menyediakan pelayanan yang layak bagi

setiap warganya dan terjangkau secara

merata.Pelayanan kesehatan sebagai bagian dari

pelayanan jasa publik ketersediaannya harus lebih

memperhatikan pada aspek pemerataan sesuai

dengan amanat konstitusi. Ketersediaan pusat

layanan kesehatan yang belum menjangkau

seluruh wilayah pelayanan, menyebabkan adanya

ketidakmerataan dan kesenjangan sosial di

Kabupaten Sinjai.

Puskesmas iya ada, tapi cukup jauh dan


seperti ini jalanannya beraspal dan berlubang
jadi kalau seperti ibu yang akan bersalin nanti
tidak mehirkan diperjalanan, yah akhirnyakami
memakai jasa dukun. Seperti mamanya waktu
86

melahirkan, iya dukunnya sudah dipercaya


(RH).(wawancara, 14 september 2016)

Puskesmas cukup jauh tapi bias dijangkau,


kalau dirumah sakit sinjai, pelayananny bagus
tapi kadang kalau mau periksa dokternya biasa
tidak masuk, jdai harus menunggu dokter yang
lain (Nn). (wawancara 13, September 2016)

Fasilitas, bagus dan nyaman seperti tempat


tidur. Perawatnya ramah tapi biasa juga tidak
mau senyum, mungkin karena sudah terlalu
capek (St). (wawancara, 13 september 2016)

Selain itu, Pelayanan Kesehatan belum

tersebar secara merata sehingga belum

sepenuhnya memberikan pelayanan yang

maksimal. Ketersediaan pelayanan kesehatan

yang memadai bagiwarga tidak cukup untuk

memaksimalkan pemerataan pelayanan

kesehatan, dibutuhkan factor lain seperti sarana

dan prasana jalan sehingga memungkinkan warga

untuk dapat mengakses pelayanan kesehatan

tersebut. Sehingga hal tersebut menjadi

penunjang bagi pencapaian kualitas kesehatan

warga.

Ketersediaan sarana dan prasarana

dibutuhkan sebagai penggerak organisasi dalam

mendukung kelancaran program KIS adalah faktor


87

yang penting dalam maksimalisasi pelayanan

kesehatan.

Kami memiliki peralatan medis masih sangat


terbatas, terutama dalam pemberian pelayanan
pengobatan kecelakaan dan membantu proses
pelahiran, walaupun dengan kondisi seperti itu
kami tetap menjalankan pemberian pelayanan
kesehatan untuk menunjang kesehatan yang
optimal bagi warga (kepala puskesmas).
(wawancara, 16 september 2016)

Akibat dari kurangnya sarana dan prasarana

tersebut, berbagai kegiatan yang seharusnya

dilakukan untuk mendukung kelancaran program

dan pelayanan kepada peserta tidak dapat

dimaksimalkan. Di antaranya adalah perlengkapan

medis serta fasiltas penunjang lainnya.

Walaupun masih terdapat keterbatasan dalam

ketersediaan fasilitas medis untuk menunjang

pelayanan kesehatan yang maksimal, warga

merasa terbantu untuk beberapa pelayanan

kesehatan. Hal itu ketika berkaitan dengan

kebutuhan pelayanan kesehatan untuk tingkat

lanjutan. Walaupun disis lain warga masih belum

mengetahi secara detail tentang program KIS.

Namun, Program KIS dirasa oleh warga memberi

kemudahan dalam hal pemyabayaran selama

mengakses pelayanan kesehatan. Artinya bahwa


88

program KIS sejatinya telah mencapai sasaran

yaitu memberi kemudahan dalam hal

keterjangkauan pada pelayanan kesehatan bagi

warga yang tidak mampu secara ekonomi.

Saya sangat dibantu denga kesehatan gratis


ini, iyah KIS. Waktu anak dirawat inap di rumah
sakit biayanya semua ditanggung dengan
Kartu ini (H. 35 tahun). (wawancara 14
september 2016)
Sama dengan keterangan Budiarti keterangan dari
H, 35 Tahun:
selama saya menggunakan BPJS dan
sekarang berubah KIS, kalau saya pergi
berobat saya tidak pernah dipungut biaya,
gratis (S,30 tahun).(wawancara, 14 september
2016)

Dengan demikian, keberadaan program

layanan kesehatan Gratis memberikan peluang

secara merata kepada setiap warga negara

khususnya kebupaten Sinjai dalam hal ini akses

terhadap pelayanan kesehatan. Pemberian

pelayanan kesehatan gratis kepada seluruh warga

khususnya warga miskin selain memberikan

kemudahan, program ini menjadi upaya untuk

mencapai derajat kesehatan yang diinginkan.

Mengingat dalam beberapa kondisi upaya

peningkatan derajat kesehatan selalu terkendala

dengan persoalan ekonomi warga. Hal ini


89

dikarenakan kemampuan ekonomi setiap warga

yang tidak merata, hal ini secara tidak langsung

berdampak pada daya jangakau warga terhadap

pelayanan kesehatan.

C. Hambatan dalam Implementasi Regulasi Jaminan Sosial

Terhadap Pelayanan Kesehatan Bagi Masyarakat Kabupaten

Sinjai

Mengutip dari pernyataan yang dikemukakan Direktur Rumah

Sakit Daerah Kabupaten Sinjai bahwa ada beberapa hal yang

menjadi kendala kami dalam melakukan pelayanan pengguna KIS

diantaranya:

a. Kelengkapan administrasi seperti KTP sudah tidak berlaku,


kartu keluarga.
b. Warga tidak mengetahui FASKES (fasilitas kesehatan)
mereka terdaftar.
c. Ketiadaan surat rujukan dari FASKES (fasilitas kesehatan)
tingkat pertama.
d. Pengetahuan warga tentang alur rujukan dan syarat
administrasi.
(wawancara, 16 september 2016)
Hambatan utama yang dialami Rumah sakit daerah adalah

proses administrasi yang menjadi persyaratan bagi penggunaan

KIS. Dalam hal permasalahan utama adalah berkaitan dengan

pengetahuan peserta KIS terkati KIS itu sendiri, sehingga dalam

proses penggunaan KIS di faslitas kesehatan banyak menuai

permasalahan terkati prosedur administrasi.

Berdasarkan pada hal pengalaman yang sudah terjadi,

permasalah banyak terjadi dipelayana BPJS kesehatan dalam


90

proses pengurusan keanggotan dan KIS, dimana warga miskin

memiliki tingkat sensitifitasnya tinggi serta rasa sabar yang kurang.

Hal ini sering kali menjadikan kegaduhan dalam pelayanan

administrasi di pihak peyelenggara pelayanan administrasi di BPJS

Wilayah Kabupaten Sinjai, bagi warga miskin yang sedang

mengurus syarat-syarat yang harus dipenuhi. Tidak hanya itu,

jumlah warga miskin yang ingin mengurus kepesertaan PBI yang

harus ditangani pihak BPJS wilayah juga tidak sebanding dengan

petugas yang ada. Selain itu, tak jarang petugas mengaku sering

bersitegang dengan para warga miskin yang ingin mendapatkan

pelayanan kesehatan, hal ini juga ditengarai adalah proses ataupun

prosedur dalam syarat-syarat administrasi yang ada. Seringkali,

ketidak lengkapan syarat yang seharusnya dipenuhi menjadi

problem tersendiri. Dengan keterbatasan pemahaman yang dimiliki

warga miskin dijadikan sebab terjadinya kesalahpahaman antara

petugas administrasi dengan warga yang ingin mengakses

pelayanan kesehatan. Dari sejumlah informasi yang didapat,

kendala-kendala utama yang disebutkan oleh warga miskin adalah

masalah administratif. Misalnya dikemukakan oleh N, 27 Tahun:

Proses untuk mengurus BPJS PBI susah, karena bnyak yang


harus saya lengkapi, belum lagi kalau antriki dari pagi untung
kalau bisaki dilayani.
(wawancara, 14 september)

Berbanding terbalik dengan Nina, salah satu warga penerima PBI


yaitu S, 39 tahun mengatakan:
91

Tidak adaji kendala dalam proses administrasi, cukup dilengkapi


sesuai syarat-syarat yang ada langsung dapat di proses, karena
saya juga sudah terbiasa mengurus-urus kayak begini.
(wawancara, 14 september 2016)

Namun sebenarnya beragam, ada yang menganggap tidak

menjadi permasalahan adapula yang menganggap sulit sehingga

menjadi permasalahan. Hal ini patut dipahami oleh semua pihak

terkait, warga mengaku proses administratif yang ada

mengharuskan warga bolak-balik dari tempat pengurusan syarat

administratif. Hal ini yang sering dikeluhkan oleh warga miskin

yang merasa dalam mengakses pelayanan kesehatan dirasa

dipersulit. Ditambahkan pula, khusus untuk pelayanan dalam

ruangan yang disediakan dirasa sempit dan perlu adanya ruang

yang cukup untuk membuat kenyamanan bagi warga miskin saat

mengakses pelayanan kesehatan. Alih-alih merespon hal tersebut,

pihak BPJS sinjai membantah jika tidak ada upaya untuk

melakukan perbaikan bagi kenyamanan warga miskin dalam

pengaksesan pelayanan kesehatan. BPJS sinjai berdalih bahwa

sudah ada perbaikan dalam hal ruangan , mulai dari ruang di dalam

kantor BPJS sinjai , sampai sekarang ada ruangan khusus. Akan

tetapi, dibenarkan bahwa ruangan khusus tersebut tidak dapat

menampung semua warga miskin dengan baik yang diistilahkan

dalam bentuk kenyamanan karena warga miskin yang mengakses

pelayanan kesehatan.
92

D. Alokasi Anggaran dalam pelaksanaan JKN-KIS bagi peserta

penerima bantuan iuran (PBI)

Berdasarkan studi literatur, jumlah dokumen kebijakan realisasi

iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) JKN/KIS ” terpenuhi

sesuai dengan target, yaitu 2 (dua) hal yang terdiri dari : 1.

perencanaan penganggaran dana iuran PBI JKN/KIS tahun 2015 dan,

2. laporan pembayaran iuran peserta PBI JKN/KIS tahun 2015.

1. Perencanaan Penganggaran Dana Iuran PBI JKN/KIS Tahun

2015

Pada perencanaan anggaran untuk tahun 2015 Satker

Pusat Pembiayaan dan jaminan kesehatan telah

mengalokasikan dana yang diperuntukan bagi peserta

penerima bantuan iuran sebesar Rp. 19.932.480.000.000,-

(sembilan belas triliun sembilan ratus tiga puluh dua milyar

empat ratus delapan puluh juta rupiah) namun seiring dengan

pergerakan kepesertaan maka terdapat nilai tambah yang

berasal dari Program Indonesia Sehat melalui KIS sehingga

terdapat perluasan cakupan peserta yaitu disamping PBI yang

saat ini sudah dianggarkan pemerintah, KIS juga akan

diberikan kepada bayi-bayi baru lahir dari orang tua PBI,

narapidana/tahanan miskin serta penyandang masalah

kesejahteraan sosial (PMKS) untuk menjadi peserta JKN/KIS.

(Pusat pembiayaan jaminan kesehatan, 2015)


93

Dengan adanya tambahan kuota kepesertaan maka tidak

akan luput dengan bergeraknya besaran pendanaan yang akan

dianggarkan, terkait dengan hal tersebut Pusat Pembiayaan

dan Jaminan Kesehatan melakukan perencanaan terhadap

anggaran terkait dengan cakupan kepesertaan tersebut,

perencanaan anggaran untuk mendanai peserta Penerima

Bantuan Iuran (PBI) secara keseluruhan tahun 2015 menjadi

sebesar Rp. 20.355.080.000.000,-(dua puluh triliun tiga ratus

lima puluh lima milyar delapan puluh juta rupiah) sehingga pada

tahun 2015 anggaran PBI mengalami kenaikan sebesar Rp.

422.600.000.000,-(empat ratus dua puluh dua milyar enam

ratus juta rupiah) untuk tambahan peserta PBI sebanyak

1.831.816 jiwa yang terdiri dari :

a) Peserta bayi baru lahir dari orang tua PBI sebanyak

950.400 jiwa;

b) Narapidana/tahanan miskin sebanyak 32.409 jiwa;

dan

c) Peserta Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial

(PMKS) sebanyak 849.007 jiwa

Tambahan anggaran untuk perluasan PBI pada program

JKN/KIS sebesar Rp. 422.600.000.000 dibahas dalam

pembahasan anggaran APBN-P Tahun 2015 antara Komisi IX

DPR RI dengan Kementerian Kesehatan dan pada


94

pembahasan tersebut Komisi IX DPR RI menyetujui terhadap

tambahan anggaran untuk perluasan PBI tersebut. Setelah

Tambahan anggaran untuk perluasan PBI pada program

JKN/KIS sebesar Rp. 422.600.000.000,-disetujui oleh DPR

maka pembahasan selanjutnya dilakukan secara trilateral

antara Kementerian Keuangan (DJA), Bappenas dan

Kementerian Kesehatan. Pada tanggal 09 Maret 2015 Revisi

Anggaran terkait Tambahan anggaran untuk perluasan PBI

pada program JKN KIS sebesar Rp. 422.600.000.000,-t elah

turun dari Kementerian Keuangan

2. Laporan Pembayaran Iuran Peserta PBI JKN/KIS

Tahun 2015

Berdasarkan pada hasil studi literature, pada laporan

pembayaran iuran peserta PBI JKN/KIS tahun 2015

memberikan informasi, di antaranya, sasaran kepesertaan,

alokasi anggaran pembayaran dan realiasi pembayaran.

Sasaran Kepesertaan PBI JKN/KIS 2015 Kepesertaan PBI

JKN pada tahun 2015 direncanakan berjumlah 88.231.816 jiwa

yang terdiri dari peserta PBI tahun 2014 sebanyak 86.400.000

Jiwa dan perluasan cakupan (APBN-P) tahun 2015 sebanyak

1.831.816 jiwa. Namun, sampai dengan akhir Desember 2015

penetapan untuk peserta PBI tambahan hanya sebanyak

1.482.867jiwa sehingga total keseluruhan peserta PBI yang


95

dibayarkan iurannya pada tahun 2015 sebanyak 87.882.867

jiwa. Pusat pembiayaan jaminan kesehatan, 2015).

Pembayaran peserta tambahan tersebut dilakukan pada

bulan Desember 2105 Besaran Iuran dan Alokasi PBI JKN/KIS

2015 2015 Besaran iuran PBI untuk tahun 2015 adalah sebesar

Rp 19.225,- (Sembilan belas ribu dua ratus dua puluh lima

rupiah) perbulan per jiwa, sehingga total alokasi anggaran

pembayaran iuran PBI JKN/KIS tahun 2015 di mana termasuk

penambahan anggaran sebesar Rp. 422.600.000.000,-sesuai

APBN-P adalah sebesar Rp 20.355.080.000.000,-(Dua puluh

triliun tiga ratus lima puluh lima milyar delapan puluh juta

rupiah).

Tabel 5. Alokasi Anggaran Pembayaran Iuran PBI JKN/KIS


Tahun 2015

Sumber : ( Data, Pusat dan pembiayaan jaminan kesehatan (LAK) 2015)

Realisasi Pembayaran Iuran PBI JKN/KIS 2015. Berikut

uraian pembayaran Premi/ Iuran PBI JKN tahun 2015 yang

telah dibayarkan oleh Pusat Pembiayaan dan Jaminan

Kesehatan selama tahun 2015 dengan total nilai sebesar

Rp19.884.364.285.200,- dengan rincian sebagai berikut :


96

Tabel 6. Realisasi Pembayaran Iuran PBI JKN/KIS Tahun 2015

Sumber : ( Data, Pusat dan pembiayaan jaminan kesehatan (LAK) 2015)


Waktu Pembayaran iuran PBI JKN/KIS Tahun 2015

dilakukan setiap bulan, kecuali pembayaran pada bulan Mei sd.

Julidan Agustus sd. Oktober yang dibayarkan sampai 3 (tiga)

bulan ke depan, hal ini disebabkan keadaan likuiditas yang

dialami oleh BPJS Kesehatan. Pada bulan Desember 2015

terjadi beberapa kebijakan yang dilakukan oleh Pusat

Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan maupun oleh BPJS

Kesehatan antara lain : (1) Dilakukannya pemotongan

anggaran yang ditagihkan oleh BPJS Kesehatan pada bulan

Desember 2015 sebesar Rp. 79.300.183.575 (tujuh puluh

sembilan milyar tiga ratus juta seratus delapan puluh tiga ribu

lima ratus tujuh puluh lima rupiah), hal ini dilakukan terkait

dengan Surat Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan Nomor : S-345/K/D2/2015 perihal Laporan Hasil

Audit Kinerja Program Jaminan Kesehatan Nasional Tahun

2014. (2) Adanya Tagihan untuk Peserta PBI tambahan


97

JKN/KIS Tahun 2015 yang didistribusikan secara langsung

Bapak Presiden serta didasari dengan Surat Keputusan Menteri

Sosial Nomor : 44B/HUK/2015, 58/HUK/2015 dan

128/HUK/2015 dan 132/HUK/2015. (Pusat pembiayaan jaminan

kesehatan, 2015)

Pada tahun 2015 pencapaian sasaran indikator

berdasarkan perjanjian kinerja untuk Jumlah penduduk yang

menjadi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) melalui Jaminan

Kesehatan Nasional (JKN)/Kartu indonesia Sehat (KIS) adalah

99,60%. Adapun realisasi untuk 2 (dua) indikator yang lain,

yaitu jumlah dokumen hasil Health Technology Assessment

(HTA) yang disampaikan kepada Menteri Kesehatan dan

Jumlah dokumen kebijakan realisasi iuran peserta Penerima

Bantuan Iuran (PBI) JKN/KIS, telah dicapai sesuai

perencanaan yaitu sebesar 100%. (Pusat pembiayaan jaminan

kesehatan, 2015)
98

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai

Implementasi Regulasi KIS (kartu Indonesia Sehat) terhadap

Pelayanan Kesehatan bagi Warga di Kabupaten Sinjai, maka dapat

disimpulakan sebagai berikut :

a. Terdapat beberapa regulasi yang mengatur tentang jaminan

sosial terhadap pelayanan kesehatan bagi warga miskin

khususnya di Kabupaten sinjai , yaitu amanat UU Nomor 40

Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN),

Peraturan Daerah Kabupaten Sinjai Nomor 6 Tahun 2014 dan

Peraturan Gubernur Sul-Sel Nomor 2 Tahun 2009.

Berdasarkan bentuk-bentuk regulasi yang ada mulai dari

Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 36 tahun

2009, Peraturan Gubernur Nomor 3 Tahun 2008, hingga

Peraturan Bupati Sinjai Nomor 3 tahun 2013 semua bertujuan

untuk memenuhi hak-hak warga miskin dalam memperoleh

pelayanan kesehatan yang baik.

b. keberadaan program layanan kesehatan gratis memberikan

peluang secara merata kepada setiap warga negara khususnya

kebupaten Sinjai dalam hal ini yang mempengaruhi

implementasi kebijakan adalah komunikasi, SDM, pihak-pihak


99

birokrasi yang terlibat terhadap Implementasi JKN-KIS.

Pemberian pelayanan kesehatan gratis kepada seluruh warga

khususnya warga miskin selain memberikan kemudahan,

program ini menjadi upaya untuk mencapai derajat kesehatan

yang diinginkan. Mengingat dalam beberapa kondisi upaya

peningkatan derajat kesehatan selalu terkendala dengan

persoalan ekonomi warga.

c. Hambatan dalam implementasi terhadap regulasi yang

diwujudkan melalui program JKN KIS adalah mengenai proses

administrasi yang ada. Proses administrasi menjadi faktor

utama sebagai kendala baik bagi warga miskin maupun bagi

pihak penyelenggara pemberi pelayanan kesehatan, proses

administratif yang ada mengharuskan warga bolak-balik dari

tempat pengurusan syarat administratif. Hal ini yang sering

dikeluhkan oleh warga yang merasa dalam mengakses

pelayanan kesehatan dirasa dipersulit.

d. Alokasi anggaran pembiayaan JKN-KIS pada peserta PBI

bersumber dari APBN. Sasaran Kepesertaan PBI JKN/KIS 2015

Kepesertaan PBI JKN pada tahun 2015 direncanakan berjumlah

88.231.816 jiwa yang terdiri dari peserta PBI tahun 2014

sebanyak 86.400.000 Jiwa dan perluasan cakupan (APBN-P)

tahun 2015 sebanyak 1.831.816 jiwa. Namun, sampai dengan

akhir Desember 2015 penetapan untuk peserta PBI tambahan


100

hanya sebanyak 1.482.867jiwa sehingga total keseluruhan

peserta PBI yang dibayarkan iurannya pada tahun 2015

sebanyak 87.882.867 jiwa

2. Saran

Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai

Implementasi Regulasi KIS (kartu Indonesia Sehat) terhadap

Pelayanan Kesehatan bagi Warga Kabupaten Sinjai, maka penulis

perlu memberikan saran sebagai berikut :

a. Dengan adanya regulasi terhadap pelayanan kesehatan bagi

warga diharapkan dapat menjadi landasan yang bersifat

fundamental demi terwujudnya pelayanan kesehatan yang

baik setiap warga. Meskipun demikian, penulis merasa perlu

kiranya ada regulasi tambahan secara khusus dalam bentuk

Peraturan Daerah tentang pelayanan kesehatan bagi warga

miskin di kabupaten Sinjai.

b. Dalam hal proses administrasi dengan melihat berbagai

persoalan yang ada di lapangan, penulis menganggap perlu

adanya sosialisasi lebih terhadap syaratsyarat dalam

pengajuan untuk mendapatkan kartu layanan KIS (kartu

Indonesia Sehat). Sistem birokrasi yang ada perlu kiranya

dijadikan lebih mudah dan lebih pendek sehingga

memudahkan warga khususnya warga miskin di Kabupaten


101

Sinjai dalam mengakses pelayanan kesehatan melalui

program KIS (Kartu Indonesia Sehat).


102

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab, Solichin. (2012) Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke
Penyusunan Model model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta,
Bumi Aksara.
Adi, Rianto.2010. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Jakarta: Granit
Adiputra Muhlis, (2013). Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan
Daerah di Kabupaten Sinjai. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.
Universitas Hasanuddin. Makassar (diakses November 2016)
Akira Zahara Rahmatullah, (2013). Implementasi Program Pelayanan
Kesehatan di Kota Makassar (Studi Kasus Pada Pelaksanaan
Jaminan Kesehatan Daerah di Rumah Sakit Umum Daya Kota
Makassar. Jurusan Ilmu Sosial dan Politik. Universitas Hasnuddin.
Makassar. (DiaksesDesember 2016)
Ashofa, Burhan.2010. Metode penelitian hukum.Jakarta : PT. Rhineka Cipta
Azwar, Azul.1996. Standar Pelayanan Medis dalam Menuju Pelayanan
Kesehatan Yang Lebih Bermutu. Jakarta: YP.IDI
Azwar, A. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan Jakarta: Binarupa
Aksara.
Bahar, (2011). Peran Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat Dan Dinas
Kesehatan Kaimana Dalam Pembinaan Dan Pengawasan Kebijakan
Bantuan Operasional Kesehatan, Jamkesmas Dan Jampersal Tahun
2011. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Volume 01 No. 04
Desember 2012 Halaman 182 –
189.http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/indeks.
Diaksesagustus 2016.
Chazawi, Adami. 2007. Malpraktik kedokteran. Malang: Banyumedia
Depkes, (2009). Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta : Depkes, RI.
Dinas Kesehatan Kabupaten Sinjai. (2015), Profil Kesehatan Kabupaten
Sinjai Tahun.
103

Dodo,(2012). Analisis Pembiayaan Program Kesehatan Ibu dan Anak


Bersumber Pemerintah dengan Pendekatan Health Account .Jurnal
Kebijakan Kesehatan Indonesia Volume 01 No. 01 Maret2012
Halaman 13 –23.
http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/indeks. Diakses
agustus 2016.
El-Muhtaj, Majda.2005. Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia.
Jakarta: Kencana
Guwandi, J.1981. Dokter dan Hukum. Jakarta: Monella
Hanafiah, Jusuf. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta :
EGC
Indarjati, A., 2001. Kepuasan Konsumen. Pranata No. 1 Th IV.
Isfandyarie, Anny.2006.Tanggungjawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter.
Jakarta: Prestasi Pustaka
Lathifah, Indah (2011). Implementasi Program Pelayanan Kesehatan
Masyarakat Dengan menggunakan Kartu Jakarta Sehat. Fakultas
Ilmu Administrasi. Universitas Brawijaya Malang. (diakses
November 2016)
Marzuki. 2002. Metodologi Riset. Yogyakarta : UII
Moleong, Lexy.J.2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
PT.Remaja Rosdakarya
Nasution, Bader Johan.2005. Hukum Kesehatan :Pertanggungjawaban
Dokter.Jakarta : PT. Rhineka cipta
Nasution M.N. 2004. Manajemen Jasa Terpadu. Jakarta: PT. Ghalia
Indonesia
Nawawi, Ismail. 2009. Public Policy, Analisis, Strategi Advokasi Teori dan
Praktek. Surabaya: PMN
Notoatmodjo, Soekidjo.2010. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta: PT.
Rhineka Cipta.
104

Novayanti,(2013). Implementasi Program Jaminan Kesehatan Gratis Daerah


Di Puskesmas Sumbang Kecamatan Curio Enrekang Tahun2012.
jurnal.akk.unhas@gmail.com. Diakses agustus 2016.
Pani,(2011). Evaluasi Implementasi Kebijakan Bantuan Operasional
Kesehatan (BOK) di 3 Puskesmas Kabupaten Ende Provinsi Nusa
Tenggara Timur Tahun 2011.Electronic Theses & Dissertation
Journal Universitas Gajah Mada.Jurnal Kebijakan Kesehatan
Indonesia Volume 01 No. 03 September, Halaman 161 -
167.http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/indeks.
Diaksesagustus 2016.
Pohan, S, Imbalo. 2007. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan, Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Pradika Yezi Anggoro, (2016). Implementasi regulasi Jaminan Sosial
Terhadap Pelayanan Kesehatan Bagi Warga Miskin di Kota
Semarang. Fakultas Hukum. Universitas Negeri Semarang.
(diakses November 2016)
Pratomo Aji Arif, (2016). Implementasi Inpres No. 07 Tahun 2014 Tentang
Proram Kartu Indonesia Sehat di Kelurahan Sempaja Selatan
Kecamatan Samarinda Utara. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.
Universitas Mulawarman. Samarinda. (diakses Januari 2017).
Purba H., (2011). Pelaksanaan Program Persalinan (Jampersal) di Kota
Pekanbaru tahun 2011. http://www.pdf.search.engine.com. Diakses
november2016.
Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan. (2015), Laporan Akuntabilitas
Kinerja. Kemenkes RI ; www.Depkes.go.id (diakses 20 januari
2017)
Rosidin, Utang.2010. Otonomi Daerah dan Desentralisasi.Bandung: CV.
Pustaka Setia
Saputra, RF. (2012). Studi tentang Pelayanan Program Jamkesda di
Puskesmas Sidomulyo Kecamatan Samarinda Ilir Kota Samarinda.
Jurnal Administrasi Negara, 2013,.
105

Sinambela, L.P. 2010. Reformasi Pelayanan Publik; Teori, Kebijakan dan


Implementasi, cetakan kelima Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Soekanto, Soerjono.2007. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press
Suharto, Edi. 2007. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik: Peran
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial dalam
Mewujudkan Negara Kesejahteraan (Welfare) di Indonesia.
Bandung: ALFABETA.
Supranto, J. (2001), Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan Untuk
Menaikkan Pangsa Pasar, Rineke Cipta, Jakarta.
Tarigan, (2011). Efektivitas Pengelolaan Program jamkesda di Kabupaten
Gorontalo. Jurnal Health and Sport, Vol.3, No.1, Agustus2011 :
199-284, diakses 25 november 2016
Wirawan, Sarlito. 1994. Psikologi Remaja, Jakarta. PT. Raja Grafindo
Perkasa.
Widodo, Joko.(2012). Analisis Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia.
Yusnan, (2010).Analisis Penyelenggaraan Program Kesehatan Gratis Di
Puskesmas Waradan Sendana Kota Palopo Provinsi Sulawesi
Selatan. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Makassar
106

PERTANYAAN IMPLEMENTASI PROGRAM KIS

5. Apakah dengan adannya Program pemerintah tentang Kesehatan gratis

yang salah satunya adalah program KIS?

i. Apakah program KIS telah diakses oleh masyarakat di Kabupaten

Sinjai? Berapa banyak?

ii. Bagaimana alur program KIS dalam pelayanan di fasilitas kesehatan?

iii. Bagiamana proses kalim pembiayaan dari KIS?

iv. Apakah masyarakat sudah terbantu dengan adanya program tersebut?

6. Bagaimana upaya meningkatkan cakupan masyarakat dalam mendapatkan

pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di Rumah Sakit

milik Pemerintah dan pemerintah daerah ?

i. Upaya apa saja yang dilakukan agar masyarakat memperoleh

informasi terkait fasilitas kesehatan milik pemerintah dan

pemerintah daerah?

ii. Komponen apa saja (aparat kecamatan, desa, tokoh adat, tokoh

agama dan petugas kesehatan) yang berperan dalam proses upaya

peningkatan cakupan masyarakat dalam pelayanan kesehatan

difasilitas kesehatan?

iii. Bagimana proses tersebut berlangsung dan keterlibatan masyarakat

dalam upaya tersebut?


107

7. Bagaimana cara Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi

masyarakat menggunakan KIS ?

i. Upaya apa saja yang dilakukan untuk meningkatkan pelayanan

kesehatan bagi masyarakat yang menggunakan KIS?

ii. Bagaimana keterlibatan petugas kesehatan dan ketersediaan

fasilitas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi

masyarakat demi kesuksessan program KIS?

iii. Respon masyarakat penguna KIS terhadap pelayanan kesehatan?

8. Bagaimana cara Meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan bagi

masyarakat di kab. Sinjai ?

i. Upaya apa saja yang dilakukan untuk meingkatkan pemerataan

pelayanan kesehatan?

ii. Komponen apa saja ( aparat kecamatan, desa, took hadat, tokoh

agama dan petugas kesehatan) yang terlibat dalam proses

pemerataan pelayanan kesehatan?

iii. Bagiamana proses tersebut berlangsung dan sejauh mana program

KIS?

iv. Resepon masyarakat terhadap upaya tersebut?

9. Bagaimana mewujudkan Terselenggaranya pembiayaan pelayanan

kesehatan masyarakat dengan pola jaminan pemeliharaan kesehatan

tersebut serta apa yang menjadi hambatannya?

i. Upaya apa saja yang dilakukan dalam penyelenggaraan program

KIS?
108

ii. Bagaimana prosesnya?

iii. Siapa saja yang dilibatkan dalam mewujudkan penyelenggaraan

program KIS?

Anda mungkin juga menyukai