Anda di halaman 1dari 76

i

ANALISIS PEMBENTUKAN DAN PELAKSANAAN PROGRAM


PROMOSI KESEHATAN DI RSUD ANUNTALOKO
KABUPATEN PARIGI MOUTONG
PROPINSI SULAWESI TENGAH

THE ANALYSIS ON FORMATION AND IMPLEMENTATION OF HEALTH


PROMOTION PROGRAM IN REGIONAL GENERAL HOSPITAL,
ANUNTALOKO, PARIGI MOUTONG REGENCY CENTRAL SULAWESI
PROVINCE

KARFAWATI. K. TIMUMUN

PROGRAM PASCA SARJANA


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
i

HALAMAN JUDUL
ANALISIS PEMBENTUKAN DAN PELAKSANAAN PROGRAM
PROMOSI KESEHATAN DI RSUD ANUNTALOKO
KABUPATEN PARIGI MOUTONG
PROPINSI SULAWESI TENGAH
TAHUN 2017

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister

Program studi

Kesehatan Masyarakat

Disusun dan diajukan oleh

KARFAWATI. K. TIMUMUN

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017
ii

vLEMBAR

s
iii

BAR PPERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : Karfawati. K. Timumun

Nomor Pokok : P 1805215016

Program Studi : Kesehatan Masyarakat

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis benar-benar

merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau

pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dibuktikan bahwa

sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, Agustus 2017

Yang Menyatakan,

Karfawati. K. Timumun
iv

PRAKATA

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT penulis panjatkan atas karunia yang

dilimpahkan kepada penulis, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan

penyusunan tesis ini dengan judul “Analisis Pembentukan dan Pelaksanaan

Program Promosi Kesehatan di RSUD Anuntaloko Kabupaten Parigi Moutong

Propinsi Sulawesi Tengah.”.

Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister

Pascasarjana Program Studi Magister Promosi Kesehatan Universitas Hasanuddin

Makassar. Keberhasilan penyusunan tesis ini tidak lepas dari bantuan dan

dorongan semua pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu., MA selaku Rektor Universitas

Hasanuddin.

2. Prof. Dr. Ir. Mursalim, M.Sc selaku Direktur Program Pasca Sarjana

Universitas Hasanuddin.

3. Prof. Dr. drg. Andi Zulkifli, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Hasanuddin.

4. Dr. Ridwan M. Thaha, M.Sc selaku Ketua Program Studi Kesehatan

Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin

5. Dr. Suriah, SKM., M.Kes selaku Ketua Konsentrasi Promosi Kesehatan

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.

6. Sudirman, S.Ked, MWH, Ph.D dan Prof. Dr. drg. A. Arsunan, M.Kes, selaku

pembimbing I dan pembimbing II, terima kasih atas bimbingan dan arahan sejak

awal sampai tersusunnya tesis ini.


v

7. Prof. Dr. dr. Muhammad Syafar, Dr. dr. Arifin Seweng, MPH dan Prof. Dr.

dr. M. Alimin Maidin, MPH selaku tim penguji, terima kasih atas kritik dan

saran serta masukan yang bersifat membangun.

8. Seluruh dosen pengajar dan staf pada Program Studi Kesehatan masyarakat,

Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, yang namanya tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu.

9. Dr. Nurlaela Harate, MPH bersama seluruh staf RSUD Anuntaloko Kabupaten

Parigi Moutong, atas izin untuk melanjutkan studi kepada penulis, semoga

penulis dapat diterima kembali dan berkarya bersama-sama.

10. Muh. Sofyan, SKM, M.Kes bersama Tim PKRS atas waktu dan bantuannya

selama penulis melakukan penelitian di RSUD Anuntaloko.

11. Masyarakat khususnya pasien di RSUD Anuntaloko yang telah bersedia

menjadi informan dan memberikan informasi yang penulis butuhkan dalam

penelitian.

12. Seluruh rekan-rekan seperjuangan kelas Promkes 2015, akhirnya kita sampai

juga digaris finish, semoga persahabatannya tidak berakhir sampai disini, tetap

berkarya dan produktif.

13. Seluruh rekan-rekan angkatan 2015 Pascasarjana Kesehatan Masyarakat

Universitas Hasanuddin, yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu.

14. Seluruh sahabat-sahabat penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu,

terima kasih untuk semangat dan dukungannya.

15. seluruh pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu, terima kasih atas doa dan kerjasamanya.

16. Teristimewa untuk Suami dan anak-anakku tercinta, Almarhum Papa, Mama,

Mama Mertua, Nenek, Kakak dan adik-adikku tersayang beserta keluarga


vi

besarku, terima kasih untuk doa-doanya kepada penulis, dukungan moril

maupun materil, semoga penulis selalu menjadi salah satu kebanggaan kalian.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih banyak memiliki

kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis sangat

mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan tesis ini

dan pembuatan karya tulis lainnya dimasa yang akan datang. Akhir kata semoga

tesis ini dapat bermanfaat, utamanya bagi penulis sendiri maupun bagi siapa saja

yang membacanya.

Makassar, Agustus 2017


Penulis

Karfawati. K. Timumun
vii

SUMMARY

Perilaku promosi kesehatan rumah sakit adalah upaya rumah sakit


meningkatkan kemampuan pasien ataupun kelompok masyarakat agar dapat
mandiri dalam mempercepat kesembuhannya, meningkatkan kesehatan, mencegah
masalah-masalah kesehatan dan mengembangkan upaya kesehatan yang
bersumberdaya masyarakat dan sesuai dengan sosial budaya mereka serta
didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Promosi kesehatan di
rumah sakit berusaha mengembangkan pengertian pasien dan keluarganya tentang
penyakit yang diderita pasien, termasuk hal-hal yang perlu diketahui dan dikerjakan
oleh pasien dan keluarganya untuk membantu penyembuhan dan mencegah
terserang kembali oleh penyakit yang sama.
Di Indonesia perkembangan promosi kesehatan di rumah sakit telah
dimulai sejak tahun 1994 dengan nama Promosi Kesehatan Masyarakat Rumah
Sakit (PKMRS). Dalam perkembangannya pada tahun 2003 istilah PKMRS berubah
menjadi Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS). Sejumlah kegiatan dalam
program PKRS telah dilakukan, seperti penyusunan program PKRS, advokasi dan
sosialisasi program PKRS kepada direktur rumah sakit pemerintah, pelatihan
PKRS, pengembangan dan penyebaran media serta pengembangan model PKRS.
Promosi kesehatan di RSUD Anuntaloko telah dilakukan sejak berdirinya
rumah sakit ini, namun hanya sekedar pemberian informasi kepada masyarakat
tentang penyakit serta cara pengobatan dan pencegahannya melalui poster-poster
dan leaflet. Atau dengan kata lain sudah ada tapi belum terstruktur dan belum
optimal dalam pelaksanaannya. Dan sejak diwajibkannya Promosi Kesehatan
Rumah Sakit (PKRS) melalui Akreditasi Rumah Sakit Versi 2012, maka RSUD
Anuntaloko pada tahun 2015 mulai membentuk unit dan tim PKRS dan berupaya
melaksanakan program-program yang ada dalam Pedoman PKRS.
Karena unit dan tim ini baru dibentuk maka belum semua program yang
ada dalam kegiatan promosi kesehatan rumah sakit dapat berjalan dengan baik dan
sesuai dengan pedoman yang ada. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukanlah
penelitian ini melalui analisis pembentukan dan pelaksanaan program promosi
viii

kesehatan di RSUD Anuntaloko untuk melihat bagaimana proses pembentukan unit


dan tim PKRS, sudah sejauh mana pelaksanaannya serta apa saja yang telah
dicapai selama ini beserta hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan program
PKRS ini.
Penelitian ini dilakukan di RSUD Anuntaloko Kabupaten Parigi Moutong
Propinsi Sulawesi Tengah. Dalam penelitian ini dipilih 12 (dua belas) orang sebagai
informan yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan
program promosi kesehatan di RSUD Anuntaloko Parigi, antara lain direktur RSUD
Anuntaloko, tim PKRS, pemberi layanan dan pasien. Penelitian ini dilakukan untuk
memperoleh informasi mengenai promosi kesehatan di RSUD Anuntaloko melalui
wawancara mendalam dan observasi. Wawancara mendalam dilakukan dengan
menggunakan daftar pertanyaan yang ada pada panduan wawancara mendalam.
Hasil wawancara dicatat/direkam dan kemudian data yang sudah terkumpul diolah
menjadi informasi untuk penelitian ini.
Penelitian ini menunjukan bahwa terbentuknya unit dan tim PKRS di RSUD
Anuntaloko Parigi karena adanya kegiatan akreditasi rumah sakit yang
dilaksanakan pada bulan April tahun 2015 dimana pembentukan unit dan tim PKRS
adalah program yang wajib ada disetiap rumah sakit dan sebagai salah satu
indikator penilaian akreditasi rumah sakit yang tertuang dalam salah satu program
kerja yaitu Hak Pasien dan Keluarga. Oleh karena itu dibentuklah tim PKRS RSUD
Anuntaloko melalui SK Direktur RSUD Anuntaloko Kabupaten Parigi Moutong
dengan Nomor : 21.55/800/RSUD yang ditetapkan di Parigi tanggal 26 September
2015.
Secara umum pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan di RSUD
Anuntaloko telah dilakukan sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan yaitu
pemberian informasi melalui media cetak maupun elektronik, baik di dalam maupun
di luar gedung rumah sakit, penyuluhan kesehatan baik penyuluhan umum maupun
penyuluhan kolaboratif yang dilaksanakan disetiap instalasi dan bekerja sama
dengan pihak internal. Perkembangan promosi kesehatan di RSUD Anuntaloko
tersebut adalah suatu upaya dalam meningkatkan kualitas pelayanan di rumah sakit
ix

yang didukung oleh kebijakan manajemen dengan dibentuknya tim dan pedoman
promosi kesehatan di RSUD Anuntaloko.
Capaian dalam pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan di RSUD
Anuntaloko sudah mencapai 90% dari target 100%, yaitu pemberian informasi
melalui media cetak dan elektronik disemua instalasi. Belum mencapai 100%
karena 10% media yang ada dalam kondisi rusak atau tidak layak pakai (TV yang
rusak dan poster ataupun papan pemberitahuan yang sudah tidak terbaca
tulisannya). Sedangkan kegiatan promosi kesehatan melalui penyuluhan masih
mencapai 50% dari target yang ditetapkan ≥ 80%, hal ini disebabkan masih
kurangnya tenaga promosi kesehatan yang terampil dan terlatih serta kurangnya
materi penyuluhan sehingga kegiatan penyuluhan yang seharusnya dilakukan
setiap minggunya, hanya dapat dilaksanakan 2 (dua) minggu sekali.
Dengan adanya program PKRS ini juga dapat dilihat bahwa seluruh
petugas di rumah sakit semakin mengerti tentang promosi kesehatan di rumah sakit
dengan meningkatkan peran dan kapasitas mereka terutama dalam berbagi
informasi kesehatan kepada pasien, keluarga dan pengunjung rumah sakit.
Sementara itu untuk media-media promosi kesehatan tersedia berbagai poster
tentang penyakit, himbauan dan ajakan untuk tetap berperilaku hidup bersih dan
sehat serta selebaran hasil penyuluhan yang bisa di bawa pulang.
Sedangkan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan di
RSUD Anuntaloko yaitu berupa kurangnya tenaga promosi kesehatan yang terlatih,
anggota tim PKRS sebagian masih merangkap tugas, serta masih kurangnya
anggaran untuk sarana, pengadaan dan pemeliharaan alat promosi kesehatan.
Dari hasil penelitian ini diharapkan tim PKRS menyusun rencana anggaran
pelatihan dan pengadaan serta pemeliharaan sarana dan peralatan promosi
kesehatan secara akurat dan terinci agar target program dapat tercapai, menjalin
kemitraan dengan pihak-pihak terkait, serta advokasi dan bina suasana lebih
ditingkatkan lagi agar tercapai lingkungan rumah sakit yang aman, bersih dan sehat.
x

ABSTRAK

KARFAWATI. K. TIMUMUN. Analisis Pembentukan dan Pelaksanaan Program


Promosi Kesehatan di RSUD Anuntaloko Kabupaten Parigi Moutong Propinsi
Sulawesi Tengah. (dibimbing oleh Sudirman Nasir dan A. Arsunan).

Penelitian ini bertujuan mengetahui pembentukan dan pelaksanaan program


promosi kesehatan di RSUD Anuntaloko kabupaten Parigi Moutong provinsi
Sulawesi Tengah.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Informan penelitian adalah Direktur, Tim PKRS dan pemberi layanan
di RSUD Anuntaloko dan pasien. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara
mendalam, observasi nonpartisipatif, dan penelusuran dokumen. Data dianalisis
dengan model analisis konten yang dilakukan melalui tahapan pengumpulan data,
pereduksian data (data etik), penyajian data (data emik) dan penarikan kesimpulan
(konsep).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembentukan unit dan tim PKRS di
RSUD Anuntaloko dimulai sejak adanya kegiatan akreditasi rumah sakit pada awal
tahun 2015. Sejak unit dan tim PKRS di RSUD Anuntaloko terbentuk, kegiatan-
kegiatan promosi kesehatan di rumah sakit telah dilaksanakan sesuai dengan
pedoman yang ada di RSUD Anuntaloko. Capaian dalam pelaksanaan program
promosi kesehatan di RSUD Anuntaloko dalam hal pemberian informasi melalui
media cetak dan elektronik sudah mencapai 90% sedangkan promosi kesehatan
melalui penyuluhan hanya mencapai 50% dari target yang ditentukan ≥ 80%.
Hambatan yang ditemui selama proses pelaksanaan program promosi kesehatan di
RSUD Anuntaloko adalah SDM yang terampil dan terlatih masih kurang, anggaran
dalam penyediaan sarana dan peralatan promosi kesehatan serta pemeliharaannya
juga masih kurang.

Kata kunci : pembentukan, pelaksanaan, capaian, hambatan promosi kesehatan di


rumah sakit.
xi

ABSTRACT

KARFAWATI. K. TIMUMUN. The Analysis on Formation and Implementation of the


Health Promotion Program in Regional General Hospital, Anuntaloko, Parigi
Moutong Regency, Central Sulawesi Province. (supervised by Sudirman Nasir and
A. Arsunan).

This research aimed at analyzing qualitatively the formation and


implementation of the health promotion program.
This research used the qualitative method with the phenomenological
approach. The research informants were the Director, hospital health promotion
team, service provider, and patients in the Regional General Hospital, Anuntaloko,
Parigi Moutong Regency, Central Sulawesi Province. Data were collected through
an in-depth interview, non-participative observation, document search. The data
were analyzed using the content analysis model conducted through the stages of
the data collection, reduction (ethic data), data presentation (emic data), and
conclusions (concept).
The research result indicates that the formation of the unit and the hospital
health promotion team in the Regional General Hospital, Anuntaloko starts since the
hospital accreditation activity in the early 2015. Since the formation the hospital unit
and health promotion team, the health promotion activities in the hospital have been
conducted in accordance with the guidelines existing in the hospital. The
achievement in the health promotion program the information provision through
printed and electronic media has reached 90%, whereas the health promotion
through the counselling only reaches 50% from the target determined namely ≥
80%. The obstacles encountered during the process of the health promotion
program implementation are still lack of trained and skillful human resources, still
lack of the budget in the provision of facilities and equipment for the health
promotion and maintenance.

Key words : Formation, implementation, achievement, health promotion obstacle in


hospital.
xii

DAFTAR SINGKATAN

Lambang / Singkatan Arti / Keterangan

ABG Advokasi, Bina suasana dan Gerakan Masyarakat


BLUD Badan Layanan Umum Daerah
BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
BUMN Badan Usaha Milik Negara
Depkes RI Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Dkk Dan kawan-kawan
DVD Digital Video Disc
HPH Health Promotion Hospital
HPK Hak Pasien dan Keluarga
ICU Intensive Care Unit
IGD Instalasi Gawat Darurat
IPAL Instalasi Pengelolaan Air Limbah
IPSRS Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit
JKN Jaminan Kesehatan Nasional
Kab Kabupaten
KARS Komite Akreditasi Rumah Sakit
KB Keluarga Berencana
Kec Kecamatan
Kel Kelurahan
Kemenkes Kementerian Kesehatan
Kepmenkes Keputusan Menteri Kesehatan
Km Kilo Meter
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
xiii

Lambang / Singkatan Arti / Keterangan

Menkes Menteri Kesehatan


PHBS Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
PHL Pekerja Harian Lepas
PKMRS Promosi Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit
PKRS Promosi Kesehatan Rumah Sakit
PNS Pegawai Negeri Sipil
POAC Planning, Organizing, Actuating dan Controlling
Pokja Program Kerja
Polindes Pondok Bersalin Desa
Poskesdes Pos Kesehatan Desa
PPK Pejabat Pembuat Komitmen
Pustu Puskesmas Pembantu
RS Rumah Sakit
RSUD Rumah Sakit Umum Daerah
SDM Sumber Daya Manusia
SK Surat Keputusan
SKN Sistem Kesehatan Nasional
Sulteng Sulawesi Tengah
TB Dots Tuberkolosis Directly Observed Treatment Short Course
THT Telinga, Hidung, Tenggorokan
TPB Theory Planing Behavioral
TT Tempat Tidur
UTD Unit Transfusi Darah
UU RI Undang-undang Republik Indonesia
VCD Video Compact Disc
xiv

Lambang / Singkatan Arti / Keterangan

VIP Very Important Personal (Ruangan di rumah sakit)


WHO World Health Organization
xv

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ..........................................................................................ii
LEMBAR PERNYATAAN..........................................................................................iii
PRAKATA.................................................................................................................iv
SUMMARY ..............................................................................................................vii
ABSTRAK................................................................................................................. x
DAFTAR SINGKATAN............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................... xviii
DAFTAR TABEL .....................................................................................................xix
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................................xx
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian............................................................................................. 9
1. Tujuan Umum ............................................................................................ 9
2. Tujuan Khusus ........................................................................................... 9
D. Manfaat Penelitian........................................................................................... 9
E. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 12
A. Rumah Sakit.................................................................................................. 12
B. Promosi Kesehatan ....................................................................................... 17
1. Pengertian ............................................................................................... 17
2. Sasaran Promosi Kesehatan ................................................................... 18
3. Strategi Promosi Kesehatan .................................................................... 21
4. Ruang Lingkup Promosi Kesehatan......................................................... 22
C. Promosi Kesehatan Di Rumah Sakit ............................................................. 24
1. Promosi Kesehatan di Dalam Gedung..................................................... 29
2. Promosi Kesehatan di Luar Gedung ........................................................ 30
3. Langkah-langkah Pengembangan Promosi Kesehatan di Rumah Sakit .. 31
xvi

4. Indikator Keberhasilan Promosi Kesehatan di Rumah Sakit .................... 36


D. Kerangka Teori.............................................................................................. 39
1. Teori Sistem............................................................................................. 40
2. Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) ......................... 42
E. Kerangka Konsep Penelitian ......................................................................... 52
F. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional ............................................... 53
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................................. 57
A. Rancangan Penelitian ................................................................................... 57
B. Waktu dan Lokasi Penelitian ......................................................................... 58
C. Informan Penelitian ....................................................................................... 58
D. Sumber Data ................................................................................................. 60
1. Data Primer.............................................................................................. 60
2. Data Sekunder ......................................................................................... 60
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................ 61
1. Wawancara Mendalam ............................................................................ 61
2. Observasi................................................................................................. 62
G. Instrumen Penelitian...................................................................................... 65
H. Teknik Analisis dan Penyajian Data .............................................................. 65
I. Uji Keabsahan Data ...................................................................................... 66
J. Tahap-Tahap Penelitian ................................................................................ 68
1. Tahap Pra-lapangan ................................................................................ 68
2. Tahap Pekerjaan Lapangan..................................................................... 69
3. Tahap Analisis Data................................................................................. 70
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 71
A. HASIL PENELITIAN ...................................................................................... 71
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................................ 71
2. Karakteristik Informan .............................................................................. 87
3. Hasil Penelitian ........................................................................................ 90
B. PEMBAHASAN ........................................................................................... 105
1. Proses Pembentukkan dan Perkembangan Promosi Kesehatan Rumah
Sakit....................................................................................................... 105
xvii

2. Proses Pelaksanaan Kegiatan Promosi Kesehatan Rumah Sakit ......... 108


3. Capaian Pelaksanaan Promosi Kesehatan Rumah Sakit ...................... 111
4. Hambatan Pelaksanaan Promosi Kesehatan Rumah Sakit ................... 115
BAB V PENUTUP ................................................................................................. 119
A. KESIMPULAN ............................................................................................. 119
B. SARAN........................................................................................................ 120
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 121
LAMPIRAN ........................................................................................................... 126
xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Struktur Organisasi PKRS RSUD Anuntaloko Parigi………… 11

Gambar 2.1 Proses Promosi Kesehatan……………………………………... 18

Gambar 2.2 Modifikasi Kerangka Teori………………………………………. 51

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian……………………………………. 52

Gambar 3.1 Skema Teknik Content Analysis………………………………... 66

Gambar 4.1 Struktur Organisasi dan Tata Kerja BLUD RSUD Anuntaloko
78
Parigi..........................................................................................

Gambar 4.2 Kegiatan Penyuluhan Kesehatan Mengenai Penyakit Tb di


Instalasi Rawat Inap di RSUD Anuntaloko.............................. 97

Gambar 4.3 Kegiatan Penyuluhan Kesehatan Mengenai Etika Batuk dan


Bersin di Instalasi Rawat Jalan di RSUD Anuntaloko................ 97

Gambar 4.4 Kegiatan Sosialisasi 6 Langkah Mencuci Tangan Kepada


Keluarga Pasien Rawat Inap..................................................... 98
xix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Sintesa Penelitian………………………………………..…………. 54

Tabel 3.1. Matriks Pengumpulan Data……………………………………....... 63

Tabel 4.1. Komposisi Tenaga Menurut Jabatan dan Pendidikan BLUD

RSUD Anuntaloko…………………………………………………. 85

Tabel 4.2. Karakteristik Informan...……………………………………………. 89

Tabel 4.3. Capaian Pelaksanaan Promosi Kesehatan di RSUD Anuntaloko 98


xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Wawancara 1……………………………….………… 126

Lampiran 2 Pedoman Wawancara 2...……………………………………..... 129

Lampiran 3 Matriks Wawancara...………………………………………........ 131

Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian….………….…………………………... 142

Surat Keputusan Direktur RSUD Anuntaloko Tentang Pembentukan Tim

PKRS…………………………………………………………………………….. 147

Surat Keputusan Direktur RSUD Anuntaloko Tentang Pemberlakuan

Pedoman PKRS…………………………………………………………………. 152

Surat Permohonan Izin Penelitian……………………………………………… 154

Surat Rekomendasi Penelitian…………………………………………………. 155

Surat Keterangan Selesai Penelitian…………………………………………... 156

Daftar Riwayat Hidup Penulis…………………………………………………... 157


1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) 2009, dinyatakan bahwa

salah satu subsistem dari SKN adalah subsistem upaya kesehatan. Upaya

kesehatan merupakan salah satu unsur dalam subsistem upaya

kesehatan. UU Nomor 44 Tahun 2009 Pasal 1 tentang Rumah Sakit

menyebutkan pengertian rumah sakit yaitu institusi pelayanan kesehatan

yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprakarsai Jaringan

Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) dengan tujuan untuk reorientasi

institusi perawatan kesehatan untuk mengintegrasikan promosi kesehatan

dan pendidikan, pencegahan penyakit dan pelayanan rehabilitasi dalam

perawatan kuratif. Banyak kegiatan telah dilakukan dan lebih dari 700

rumah sakit di 25 negara Eropa dan di seluruh dunia telah bergabung

dengan jaringan WHO sejak pembentukan jaringan (WHO, 2004).

Pengembangan rumah sakit menjadi suatu organisasi yang sehat

melalui pemberian penyuluhan kesehatan kepada pasien, karyawan rumah

sakit, dan masyarakat, telah menghasilkan reorientasi rumah sakit menjadi

rumah sakit promotor kesehatan (health promoting hospital). Promosi

Kesehatan Rumag Sakit (PKRS) berusaha mengembangkan pengertian

pasien dan keluarganya tentang penyakit yang diderita pasien, mencakup


2

hal-hal yang perlu diketahui dan dikerjakan oleh pasien dan keluarganya

untuk membantu penyembuhan dan mencegah terserang kembali oleh

penyakit yang sama.

Beberapa tugas promosi kesehatan telah dilaksanakan oleh

beberapa rumah sakit di Iran. Untuk meningkatkan kualitas layanan

kesehatan, maka para pembuat kebijakan dan manajer layanan kesehatan

harus membuat kebijakan dan panduan layanan promosi kesehatan yang

jelas. Dan bahwa rumah sakit harus didesain dengan menggunakan sistem

tertentu untuk meningkatkan dan mengevaluasi promosi kesehatan

sehingga dapat mendorong para pembuat kebijakan dan administrator

layanan kesehatan untuk berinvestasi pada sumber daya di PKRS. Setelah

lebih dari satu dekade inisiasi proyek promosi dari WHO, PKRS sekarang

terbukti tidak hanya visi, tetapi juga fokus terhadap strategi pembangunan

rumah sakit (Afshari et al, 2016; Yoghobi et al, 2014).

WHO sebagai sebuah lembaga kesehatan dunia menginisiasi

terbentuknya kelompok kerja pada konferensi Promosi Kesehatan Rumah

Sakit (PKRS) ke-9 di Kopenhagen pada bulan Mei tahun 2001. Sejak saat

itu beberapa kelompok kerja dan jaringan kerja dari beberapa negara

bekerjasama mengembangkan sebuah standar rumah sakit promotor

kesehatan. Sehingga dihasilkannya 5 (lima) standar inti yang dapat

diaplikasikan pada semua rumah sakit yang telah dikembangkan

berdasarkan persyaratan internasional. Kelima standar tersebut adalah :


3

1. Rumah sakit sebaiknya memiliki kebijakan manajemen tentang promosi

kesehatan di rumah sakit;

2. Sebaiknya dilaksanakan kajian kebutuhan masyarakat rumah sakit

sebelum direncanakannya kegiatan promosi kesehatan di rumah sakit

(PKRS);

3. Sebaiknya dilakukan pemberdayaan masyarakat dirumah sakit;

4. Tempat kerja yang aman, bersih dan sehat;

5. Aspek kelestarian dan kemitraan terkait dengan upaya promosi

kesehatan di rumah sakit (WHO, 2004).

Di Indonesia perkembangan paradigma promosi kesehatan di

rumah sakit ini telah dimulai sejak tahun 1994 dengan nama Promosi

Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS). Dalam perkembangannya

pada tahun 2003 istilah PKMRS berubah menjadi Promosi Kesehatan

Rumah Sakit (PKRS). Sejumlah kegiatan dalam naungan program PKRS

telah dilakukan. Sejumlah program tersebut seperti penyusunan program

PKRS, advokasi dan sosialisasi program PKRS kepada direktur rumah

sakit pemerintah, pelatihan PKRS, pengembangan dan distribusi media

serta pengembangan model PKRS (Depkes, RI 2010).

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dimulai per 1 Januari

2014 dan penerapan akreditasi rumah sakit versi 2012 mewajibkan rumah

sakit untuk menerapkan pelayanan secara paripurna sebagaimana amanat

UU RI No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit. Upaya promotif dan

preventif menjadi suatu upaya terintegrasi dalam pelayanan rumah sakit.


4

Upaya promotif dan preventif dapat dijadikan kendali mutu dan biaya

dengan melalui peningkatan dan pemberdayaan pasien dan keluarga serta

masyarakat rumah sakit untuk berpartisipasi aktif dalam mendukung upaya

penyembuhan dan rehabilitasi.

Mengacu kepada peraturan perundang-undangan tersebut di atas,

maka dapat dinyatakan bahwa disetiap rumah sakit harus dilaksanakan

upaya peningkatan kesehatan, salah satunya melalui kegiatan promosi

kesehatan. Menurut Kemenkes (2011) promosi kesehatan dikembangkan

untuk membantu pasien dan keluarganya untuk bisa menangani

kesehatannya, hal ini merupakan tanggung jawab bersama yang

berkesinambungan antara dokter dan pasien atau petugas kesehatan

dengan pasien dan keluarganya.

Rumah sakit memerlukan dukungan organisasi yang sistematis

untuk memenuhi peran mereka dalam promosi kesehatan, termasuk faktor

transformasi dan transaksional dalam organisasi.

Faktor transformasi yaitu termasuk dukungan dalam konteks

kebijakan, dukungan operasional eksternal, dukungan pimpinan, misi

promosi kesehatan di rumah sakit secara inklusif dan strategi, membuat

prioritas promosi kesehatan di rumah sakit, mendukung budaya promosi

kesehatan di rumah sakit dan mendirikan struktur promosi kesehatan di

rumah sakit.
5

Sedangkan faktor-faktor transaksional yaitu mencakup sumber

daya yang tersedia, integrasi kebijakan kesehatan ke dalam subsistem,

pengelolaan proyek promosi kesehatan yang efektif, keterlibatan staf,

penggabungan promosi kesehatan ke dalam deskripsi pekerjaan dan

diakuinya upaya anggota staf pada promosi kesehatan. Dukungan budaya

promosi kesehatan di rumah sakit yang mengacu pada pandangan holistik

dan salutogenik kesehatan daripada penyakit dan menekankan kualitas

daripada hanya kuantitas. Sumber daya yang tersedia mencakup personil,

pendanaan, mengalokasikan waktu, dukungan tenaga terampil, akses ke

alat dan fasilitas fisik (Lee et al, 2016).

Promosi kesehatan rumah sakit berusaha menggugah kesadaran

dan minat pasien dan keluarganya untuk berperan serta secara positif

dalam usaha penyembuhan dan pencegahan penyakit. Karena itu

penyuluhan kesehatan haruslah merupakan bagian yang tak terpisahkan

dari program pelayanan kesehatan di rumah sakit dan bukan merupakan

bagian tambahan yang terlepas (Fizran, 1998).

Selain itu efektivitas suatu pengobatan dipengaruhi juga oleh pola

pelayanan masyarakat yang ada, sikap dan keterampilan para

pelaksananya serta lingkungan, sikap dan pola hidup pasien serta

keluarganya. Ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lubis, dkk

dalam “Gambaran Perilaku Petugas Rawat Inap Dalam Pelaksanaan

Promosi Kesehaan Rumah Sakit (PKRS) di RSUD Tanjung Pura

Kabupaten Langkat, Sumatera Utara Tahun 2012” mengatakan bahwa


6

sebagian besar responden tidak setuju apabila PKRS adalah tanggung

jawab petugas promosi kesehatan saja. Menurut penelitian ini bahwa

jawaban responden sudah sesuai, karena PKRS itu adalah tugas dari

seluruh perangkat yang ada di rumah sakit, tanpa terkecuali dan

merupakan bagian dari pemberdayaan.

Promosi kesehatan di RSUD Anuntaloko telah dilakukan sejak

berdirinya rumah sakit ini, namun hanya sekedar pemberian informasi

kepada masyarakat tentang penyakit serta cara pengobatan dan

pencegahannya melalui poster-poster dan leaflet. Pemberian poster dan

leaflet pun hanya dilakukan jika ada pembagian poster dan leaflet dari

Dinas Kesehatan Propinsi maupun Kabupaten. Atau dengan kata lain

sudah ada tapi belum terstruktur dan belum optimal dalam

pelaksanaannya.

Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Umum

Anuntaloko adalah rumah sakit milik pemerintah daerah kabupaten Parigi

Moutong dengan status Kelas C dengan alamat Jl. Sis Aljufri No.214 Kel.

Masigi Kab. Parigi Moutong. Rumah sakit umum daerah Parigi berdiri pada

tahun 1960-an (diperkirakan sekitar tahun 1968) dengan status rumah sakit

pembantu wilayah Parigi. Rumah sakit Parigi saat itu merupakan hasil

pengembangan Puskesmas Perawatan Kecamatan Parigi. Pengembangan

ini dilakukan mengingat banyaknya pasien rawat inap yang dilayani oleh

Puskesmas Parigi saat itu, serta luasnya cakupan wilayah pelayanannya.


7

RSUD Anuntaloko berusaha menerapkan pelayanan paripurna

dalam rangka mensukseskan program JKN. Upaya promosi kesehatan

telah direvitalisasi sejak tahun 2015 dan saat ini pengelolaan promosi

kesehatan di RSUD Anuntaloko telah memiliki struktur yang jelas. Masih

kurangnya minat masyarakat dalam meningkatkan kesehatannya

merupakan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini. Juga

bagaimana upaya petugas kesehatan dalam memberdayakan masyarakat

khususnya pasien dan kelurganya serta masyarakat dilingkungan rumah

sakit agar mau berpartisipasi dalam meningkatkan kesehatannya.

Sejak diwajibkannya Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)

melalui akreditasi rumah sakit versi 2012, maka RSUD Anuntaloko pada

tahun 2015 mulai membentuk unit dan tim PKRS dan berupaya

melaksanakan program-program yang ada dalam Pedoman PKRS. Karena

unit dan tim ini baru dibentuk, maka dalam pelaksanaannya belum semua

program yang ada dalam kegiatan promosi kesehatan rumah sakit dapat

berjalan dengan baik dan sesuai dengan pedoman yang ada. Berdasarkan

hal tersebut maka diperlukan suatu analisis untuk mengetahui bagaimana

proses pembentukan PKRS di RSUD Anuntaloko, kegiatan apa saja yang

telah dilakukan dan apa saja yang telah dicapai selama pembentukkan

PKRS tersebut serta apa saja yang menjadi hambatan sehinga belum

semua program dapat dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang ada.


8

RSUD Anuntaloko merupakan rumah sakit rujukan dari seluruh

Puskesmas dari ujung utara hingga selatan Kabupaten Parigi Moutong,

sehingga jumlah pengunjung pada tahun 2015 mencapai 61.317 orang,

yang terdiri dari kunjungan rawat jalan 37.076 orang, rawat inap 12.427

orang dan IGD 11.814 orang (Profil RSUD Anuntaloko tahun 2015). Dari

jumlah tersebut maka sebagai petugas kesehatan di RSUD Anuntaloko

seharusnya dapat melihat peluang dalam memberdayakan masyarakat

khususnya pengunjung rumah sakit dalam meningkatkan kesehatan

mereka. Karena fokus kegiatan promosi kesehatan adalah konsep

pemberdayaan (empowerment) dan kemitraan (partnership) (Hitchcock et

al, 1999).

B. Rumusan Masalah

Dari permasalahan diatas dapat dirumuskan masalah yang ada


melalui pertanyaan penelitian berikut :
1. Bagaimana proses pembentukan dan perkembangan promosi

kesehatan di RSUD Anuntaloko.

2. Bagaimana proses pelaksanaan kegiatan-kegiatan promosi

kesehatan di RSUD Anuntaloko.

3. Apa yang telah dicapai dalam pelaksanaan promosi kesehatan di

RSUD Anuntaloko.

4. Apa hambatan dalam pelaksanaan promosi kesehatan di RSUD

Anuntaloko.
9

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menganalisis pembentukan dan pelaksanaan program promosi

kesehatan di RSUD Anuntaloko.

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis proses terbentuknya dan perkembangan promosi

kesehatan di RSUD Anuntaloko.

b. Menganalisis proses pelaksanaan kegiatan-kegiatan promosi

kesehatan di RSUD Anuntaloko.

c. Menganalisis capaian dalam pelaksanaan promosi kesehatan di

RSUD Anuntaloko.

d. Menganalisis hambatan yang ada dalam pelaksanaan promosi

kesehatan di RSUD Anuntaloko.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai karya tulis ilmiah yang memberi manfaat dalam

pengembangan ilmu dalam bidang kajian promosi kesehatan di rumah

sakit.

2. Bagi RSUD Anuntaloko :

a. Memberikan masukan kepada manajemen rumah sakit untuk

mengevaluasi pelaksanaan program promosi kesehatan rumah sakit

yang telah dibuat.


10

b. Sebagai dasar untuk mengetahui apa saja yang menjadi faktor

pendorong dan penghambat dalam pelaksanaan program promosi

kesehatan di RSUD Anuntaloko.

3. Bagi Peneliti :

a. Menambah pengetahuan tentang promosi kesehatan di rumah sakit.

b. Menambah wawasan tentang pelaksanaan program promosi

kesehatan di rumah sakit.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini ditujukan kepada penentu kebijakan yaitu direktur

RSUD Anuntaloko, petugas PKRS dan pasien yang ada di RSUD

Anuntaloko tentang bagaimana pelaksanaan program promosi kesehatan

di RSUD Anuntaloko dan apa saja hambatan dan capaian yang telah ada

sejak dibentuknya tim PKRS di RSUD Anuntaloko. Keilmuan yang

digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah ilmu promosi kesehatan

khususnya dalam lingkup institusi rumah sakit. Dengan metode yang

digunakan adalah metode kualititatif dengan pendekatan Fenomenologi.

Rencana subyek dalam penelitian ini adalah petugas pelaksana

program PKRS, pihak manajemen dan pasien maupun keluarga pasien

yang dipilih secara acak (Purposive Random Samplling). Penelitian ini

dilaksanakan di RSUD Anuntaloko kabupaten Parigi Moutong, yang

terletak di tepi jalan Trans Sulawesi Palu – Makassar, dengan jarak tempuh

83 km dari kota Palu dan 135 km dari kota Poso.


11

Jarak yang cukup jauh dari RSUD Poso dan BLUD RSUD Palu ini

yang membuat Puskesmas dari beberapa kecamatan tetangga banyak

merujuk pasiennya ke RSUD Anuntaloko. Luas wilayah rujukan  6.311,83

Km2 yang terdiri dari 23 Kecamatan, 283 desa/kelurahan (278 desa, 5

kelurahan) 22 Puskesmas, dengan jumlah penduduk 449.157 jiwa dengan

jumlah penduduk laki-laki sebanyak 230.489 jiwa dan jumlah penduduk

perempuan sebanyak 218.668 jiwa (Badan Statistik Parigi Moutong Tahun,

2015 ).

Tempat penelitian adalah di RSUD Anuntaloko, dengan waktu

pelaksanaan penelitian yaitu pada bulan April – Mei 2017. Berikut struktur

organisasi Tim Pelaksana Program PKRS di RSUD Anuntaloko :

Direktur RSUD Anuntaloko

Ketua Tim PKRS


RSUD Anuntaloko

Sekretaris PKRS
RSUD Anuntaloko

Koordinator PKRS Koordinator PKRS Koordinator PKRS


Rawat Inap Rawat Jalan Luar Gedung
RSUD Anuntaloko RSUD Anuntaloko RSUD Anuntaloko

Gambar 1.1. Struktur Organisasi PKRS RSUD Anuntaloko


12

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit

adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna

adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan

rehabilitatif.

Organisasi kesehatan dunia (WHO) menjelaskan mengenai rumah

sakit dan peranannya, bahwa rumah sakit merupakan suatu bagian integral

dari organisasi sosial dan medis yang fungsinya adalah untuk memberikan

pelayanan kesehatan menyeluruh pada masyarakat baik pencegahan

maupun penyembuhan dan pelayanan pada pasien yang jauh dari

keluarga dan lingkungan tempat tinggalnya, serta sebagai tempat

pendidikan bagi tenaga kesehatan dan tempat penelitian biososial

(Adisasmito, 2009).

Berdasarkan Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 tentang rumah

sakit disebutkan bahwa rumah sakit mempunyai fungsi sebagai :

1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan

sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.


13

2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui

pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai

kebutuhan medis.

3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia

dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan

kesehatan.

4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan

teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan

kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang

kesehatan.

Menurut Siregar dan Amalia (2004), rumah sakit dapat

diklasifikasikan berdasarkan kriteria sebagai berikut:

1. Klasifikasi berdasarkan kepemilikan, terdiri dari :

a. Rumah sakit pemerintah, terdiri dari :

i) Rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen

Kesehatan.

ii) Rumah sakit pemerintah daerah.

iii) Rumah sakit militer.

iv) Rumah sakit Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

b. Rumah sakit yang dikelola oleh masyarakat (swasta).

2. Klasifikasi berdasarkan jenis pelayanan, terdiri dari 2 jenis:

a. Rumah sakit umum, memberi pelayanan kepada berbagai penderita

dengan berbagai penyakit.


14

b. Rumah sakit khusus, memberi pelayanan diagnosa dan pengobatan

untuk penderita dengan kondisi medik tertentu baik bedah maupun

non bedah, contoh : rumah sakit kanker maupun rumah sakit

jantung.

3. Klasifikasi berdasarkan afiliasi pendidikan, terdiri dari 2 jenis :

a. Rumah sakit pendidikan, yaitu rumah sakit yang menyelenggarakan

program latihan untuk berbagai profesi.

b. Rumah sakit non pendidikan, yaitu rumah sakit yang tidak memiliki

program pelatihan profesi dan tidak ada kerjasama rumah sakit

dengan universitas.

Rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan

menjadi rumah sakit kelas A, B, C dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan

pada unsur pelayanan, ketenagaan, fisik dan peralatan (Siregar dan

Amalia, 2004).

1. Rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat)

spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas)

spesialis lain dan 13 (tiga belas) subspesialis.

2. Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat)

spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan)

spesialis lain dan 2 (dua) subspesialis dasar.


15

3. Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat)

spesialis dasar dan 4 (empat) spesialis penunjang medik.

4. Rumah sakit umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sedikitnya 2 (dua) spesialis

dasar.

Pengembangan rumah sakit menjadi suatu organisasi yang sehat

melalui pemberian penyuluhan kesehatan kepada pasien, karyawan rumah

sakit, dan masyarakat telah menghasilkan reorientasi rumah sakit menjadi

rumah sakit promotor kesehatan (health promoting hospital). Promosi

Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) berusaha mengembangkan pengertian

pasien dan keluarganya tentang penyakit yang diderita pasien, mencakup

hal-hal yang perlu diketahui dan dikerjakan oleh pasien dan keluarganya

untuk membantu penyembuhan dan mencegah terserang kembali oleh

penyakit yang sama.

Promosi kesehatan dikembangkan untuk membantu pasien dan

keluarganya untuk bisa menangani kesehatannya, hal ini merupakan

tanggung jawab bersama yang berkesinambungan antara dokter dan

pasien atau petugas kesehatan dengan pasien dan keluarganya. Selain itu

efektivitas suatu pengobatan dipengaruhi juga oleh pola pelayanan

masyarakat yang ada, sikap dan keterampilan para pelaksananya serta

lingkungan, sikap dan pola hidup pasien serta keluarganya (Maulana,

2013).
16

PKRS dimulai sejak pasien masuk rumah sakit atau sejak ia

berinteraksi dengan tenaga kesehatan, pengalaman pertama pasien

tersebut sangat mempengaruhi kesuksesan program PKRS. Promosi

kesehatan di rumah sakit berusaha menggugah kesadaran dan minat

pasien serta keluarganya untuk berperan serta secara positif dalam usaha

penyembuhan dan pencegahan penyakit. Karena itu promosi kesehatan

merupakan bagian yang tak terpisahkan dari program pelayanan rumah

sakit. PKRS dibeberapa rumah sakit memang sudah dilaksanakan sejak

lama, namun dalam pelaksanaannya tidak sistematik dan tidak terorganisir

secara terarah melainkan hanya berdasarkan minat dan kesempatan yarg

dimiliki oleh beberapa petugas tertentu saja (Hartono, 2010).

Berbagai reaksi baik pro maupun kontra muncul terhadap promosi

kesehatan rumah sakit antara lain kegiatan pelayanan demikian padat

sehingga tidak ada waktu, tidak ada biaya. Namun pendapat positif

menyatakan bahwa upaya PKRS dapat berkembang di rumah sakit apabila

ada pengertian dan kemauan pengelola dan penyelenggaranya. Beberapa

unsur penunjang yang diperlukan agar program PKRS dapat dilaksanakan

sebaik-baiknya adalah kesepakatan konsep, kebijaksanaan yang

menunjang, tenaga, sumber daya, teknologi dan pengelolaan.

Secara umum begitu banyak kesempatan yang dapat digunakan

dalam mempromosikan kesehatan oleh rumah sakit, yaitu di dalam gedung

dan di luar gedung. Dalam terwujudnya sebuah promosi kesehatan oleh

rumah sakit yang berhasil dibutuhkan aspek pendukung yang berupa


17

metode dan media serta sumber daya manusia yang standarnya

berdasarkan Kepmenkes No. 11 Tahun 2006 Tentang Pedoman

Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah yaitu S1 kesehatan/kesehatan

masyarakat sebanyak 1 orang untuk membantu petugas rumah sakit selain

merancang pemberdayaan dan D3 kesehatan ditambah minat & bakat di

bidang promosi kesehatan sebanyak 2 orang untuk

membantu/memfasilitasi pelaksanaan pemberdayaan, bina suasana dan

advokasi.

B. Promosi Kesehatan

1. Pengertian

Menurut Green dan Ottoson (1998) promosi kesehatan adalah

kombinasi berbagai dukungan menyangkut pendidikan, organisasi,

kebijakan dan peraturan perundang-undangan untuk perubahan

lingkungan dan perilaku yang menguntungkan kesehatan (Maulana,

2013).

Promosi kesehatan adalah proses pemberdayaan masyarakat

untuk dapat memelihara dan meningkatkan derajat kesehatannya.

Dengan promosi kesehatan diharapkan masyarakat mampu

mengendalikan determinan kesehatan. Partisipasi merupakan sesuatu

yang penting dalam upaya promosi kesehatan. Promosi kesehatan

merupakan proses komprehensif sosial dan politik, bukan hanya

mencakup upaya peningkatan kemampuan dan ketrampilan individual,

tetapi juga upaya yang bertujuan mengubah masyarakat, lingkungan dan


18

kondisi ekonomi, agar dampak negatif terhadap kesehatan individu dan

masyarakat dapat dikurangi.

Menurut Depkes RI tahun 2007 proses promosi kesehatan

dapat digambarkan sebagai berikut :

Proses Pemberdayaan
Masyarakat

Pembelajaran
Mampu
(Kesadaran, Kemauan, Kemampuan)
Memelihara
dan
Dari, Oleh, Untuk dan Bersama Meningkatkan
Masyarakat Kesehatannya

Sesuai Sosial Budaya

Mempengaruhi Lingkungan

Gambar 2.1 Proses Promosi Kesehatan


(Sumber Depkes RI, 2007)

2. Sasaran Promosi Kesehatan

Sasaran Promosi Kesehatan diarahkan pada :

a. Individu/keluarga yang diharapkan :

i) Memperoleh informasi kesehatan melalui berbagai saluran (baik

langsung maupun melalui media massa).

ii) Mempunyai pengetahuan dan kemauan untuk memelihara,

meningkatkan dan melindungi kesehatannya.


19

iii) Mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

iv) Berperan serta dalam kegiatan sosial, khususnya yang berkaitan

dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kesehatan.

b. Masyarakat diharapkan :

i) Menggalang potensi untuk mengembangkan gerakan atau upaya

kesehatan.

ii) Bergotong royong mewujudkan lingkungan sehat.

c. Pemerintah/lintas sektor/politisi/swasta diharapkan :

i) Peduli dan mendukung upaya kesehatan, minimal dalam

mengembangkan perilaku dan lingkungan sehat.

ii) Membuat kebijakan sosial yang memperhatikan dampak

dibidang kesehatan.

d. Petugas atau pelaksana program diharapkan :

i) Memasukkan komponen promosi kesehatan dalam setiap

program kesehatan.

ii) Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang memberi

kepuasan kepada masyarakat.

Sasaran promosi kesehatan perlu dikenali secara khusus, rinci

dan jelas agar promosi kesehatan lebih efektif. Oleh karena itu, sasaran

promosi kesehatan tersebut dihubungkan dengan tatanan rumah

tangga, tatanan tempat kerja, tatanan institusi kesehatan, tatanan

institusi pendidikan dan tatanan tempat-tempat umum (Maulana, 2013).


20

Menurut Weiss (1991) program promosi dikembangkan dalam

tiga daerah utama, yaitu sekolah, tempat kerja dan kelompok

masyarakat. Dalam pelaksanaan program promosi kesehatan telah

terbukti bahwa promosi kesehatan dimasyarakat, sekolah dan tempat

kerja cenderung paling efektif (Carleton, 1991). Kolbe (1998)

menambahkan sasaran lain dalam promosi kesehatan adalah

pelayanan medis dan media.

Lebih spesifik lagi sasaran promosi kesehatan dibagi dalam 3

(tiga) sasaran, yaitu :

a. Sasaran Primer :

Adalah sasaran yang mempunyai masalah, yang diharapkan mau

berperilaku sesuai harapan dan memperoleh manfaat paling besar

dari perubahan perilaku tersebut.

b. Sasaran Sekunder :

Adalah individu atau kelompok yang memiliki pengaruh atau

disegani oleh sasaran primer. Sasaran sekunder ini diharapkan

mampu mendukung pesan-pesan yang disampaikan kepada

sasaran primer.

c. Sasaran Tersier :

Adalah para pengambil kebijakan, penyandang dana, pihak-pihak

yang berpengaruh diberbagai tingkatan (pusat, propinsi, kabupaten,

kecamatan dan desa/kelurahan).


21

3. Strategi Promosi Kesehatan

Penerapan promosi kesehatan dalam program-program

kesehatan pada dasarnya merupakan bentuk penerapan strategi global.

Strategi global promosi kesehatan dari WHO (1984) dikenal dengan

strategi ABG (Advokasi kesehatan, Bina suasana dan Gerakan

masyarakat).

a. Advokasi kesehatan :

Yaitu upaya pendekatan kepada para pimpinan atau pengambil

keputusan supaya dapat memberikan dukungan, kemudahan dan

semacamnya pada upaya pembangunan kesehatan.

b. Bina suasana :

Yaitu upaya membuat suasana yang kondusif atau menunjang

pembangunan kesehatan sehingga masyarakat terdorong untuk

melakukan perilaku hidup bersih dan sehat.

c. Gerakan masyarakat :

Yaitu upaya memandirikan individu, kelompok dan masyarakat agar

berkembang kesadaran, kemauan dan kemampuan dibidang

kesehatan atau agar secara proaktif masyarakat mempraktikkan

perilaku hidup bersih dan sehat.


22

4. Ruang Lingkup Promosi Kesehatan

Berdasarkan konferensi internasional promosi kesehatan di

Ottawa, Kanada 1986, Promosi kesehatan dikelompokkan menjadi 5

(lima) area berikut :

a. Kebijakan pembangunan berwawasan kesehatan (Healthy Public

Policy) :

Kegiatan ini ditujukan kepada para pembuat atau penentu kebijakan.

Hal ini berarti setiap kebijakan pembangunan dalam bidang apapun

harus mempertimbangkan dampak kesehatan bagi masyarakat.

b. Mengembangkan jaring kemitraan dan lingkungan yang mendukung

(Create Partnership and Supportive Enviroment) :

Kegiatan ini bertujuan mengembangkan jaringan kemitraan dan

suasana yang mendukung terhadap kesehatan. Dan ditujukan

kepada pemimpin organisasi masyarakat serta pengelola tempat-

tempat umum dan diharapkan memperhatikan dampaknya terhadap

lingkungan, baik lingkungan fisik maupun non fisik yang mendukung

atau kondusif terhadap kesehatan masyarakat.

c. Reorientasi pelayanan kesehatan (Reorient Health Service) :

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan merupakan tanggung jawab

bersama antara pemberi dan penerima pelayanan. Orientasi

pelayanan diarahkan dengan menempatkan masyarakat sebagai

subjek (melibatkan masyarakat dalam pelayanan kesehatan) yang

dapat memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatannya sendiri.


23

Hal tersebut berarti pelayanan kesehatan lebih diarahkan pada

pemberdayaan masyarakat.

d. Meningkatkan keterampilan individu (Increase Individual Skills) :

Kesehatan masyarakat adalah kesehatan agregat yang terdiri atas

kelompok, keluarga dan individu. Kesehatan masyarakat terwujud

apabila kesehatan kelompok, keluarga dan individu terwujud. Oleh

sebab itu, peningkatan keterampilan anggota masyarakat atau

individu sangat penting untuk meningkatkan kesadaran, kemauan

dan kemampuan masyarakat dalam memelihara serta meningkatkan

kualitas kesehatannya.

e. Memperkuat kegiatan masyarakat (Strengthen Community Action) :

Derajat kesehatan masyarakat akan terwujud secara efektif jika

unsur-unsur yang terdapat dimasyarakat tersebut bergerak

bersama-sama. Memperkuat kegiatan masyarakat berarti

memberikan bantuan terhadap kegiatan yang sudah berjalan

dimasyarakat sehingga lebih dapat berkembang. Disamping itu,

kegiatan ini memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk

berimprovisasi, yaitu melakukan kegiatan dan berperan secara aktif

dalam pembangunan kesehatan.


24

C. Promosi Kesehatan Di Rumah Sakit

Reformasi perumahsakitan menghendaki adanya perhatian rumah

sakit juga kepada mereka yang tidak sakit. Dengan demikian dapat

dikatakan pula bahwa berdasarkan status kesehatannya, klien rumah sakit

sebenarnya terdiri atas dua segmen, yaitu : (1) segmen masyarakat yang

sakit, dan (2) segmen masyarakat yang sehat. Untuk mereka yang sakit

memang sebaiknya diterapkan paradigma sakit, yaitu mengutamakan

upaya kuratif dan rehabilitatif yang terintegrasi dengan upaya preventif dan

promotif. Sedangkan untuk mereka yang sehat, hendaknya diterapkan

paradigma sehat, yaitu mengutamakan upaya preventif dan promotif yang

terintegrasi dengan upaya kuratif dan rehabilitatif.

Penerapan paradigma tersebut tentu akan sangat berpengaruh

terhadap pendekatan yang harus dilaksanakan dalam promosi kesehatan.

Terhadap mereka yang sakit, promosi kesehatan diutamakan kepada

upaya untuk menciptakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang

mendukung atau bahkan mempercepat kesembuhan dan rehabilitasi dari

sakitnya. Sedangkan terhadap mereka yang sudah sehat atau masih

sehat, promosi kesehatan kepada upaya untuk menciptakan PHBS serta

gaya hidup sehat yang mendukung peningkatan kesehatan mereka dan

pencegahan terhadap penyakit-penyakit.

Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) adalah upaya rumah

sakit meningkatkan kemampuan pasien atau kelompok masyarakat agar

dapat mandiri dalam mempercepat kesembuhan dan rehabilitasinya.


25

Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 004 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Promosi

Kesehatan Rumah Sakit, promosi kesehatan adalah upaya untuk

meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh,

untuk, dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong diri sendiri.

Menolong diri sendiri artinya masyarakat mampu menghadapi

masalah-masalah kesehatan potensial (yang mengancam) dengan cara

mencegahnya, dan mengatasi masalah-masalah kesehatan yang sudah

terjadi dengan cara menanganinya secara efektif serta efisien. Dengan

kata lain, masyarakat mampu berperilaku hidup bersih dan sehat dalam

rangka memecahkan masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya

(problem solving), baik masalah kesehatan yang sudah diderita maupun

yang potensial (mengancam), secara mandiri (dalam batas-batas tertentu).

a. Health Promotion Hospital (HPH)

Rumah sakit adalah suatu organisasi khusus untuk upaya

promosi kesehatan, memberikan pilihan pada pengunjung untuk sehat

atau sakit, namun rumah sakit memiliki kekurangan dalam pemantauan

kestabilan kondisi pasien.

Hal ini juga didukung Otawa Charter, dengan explisit

menjelaskan perlunya pembaharuan dalam pelayanan kesehatan, dan

rumah sakit memiliki pengaruh besar dalam menyehatkan suatu

populasi, sehingga dalam dua dekade ini WHO gencar mempromosikan

HPH (Health Promotion Hospital).


26

Strategi WHO selanjutnya untuk pelaksanaan HPH adalah

dengan membuat instrumen dalam penilaian HPH yang disebut sebagai

self-assessment tool for health promotion in hospitals. Kegiatan promosi

kesehatan biasanya tidak mendapat pertimbangan dalam proses

penilaian kualitas dalam mendapatkan akreditasi rumah sakit, sehingga

perhatian terhadap hal ini hanya mendapat porsi sedikit. Dalam mengisi

kesenjangan dan mengevaluasi proses promosi kesehatan di rumah

sakit, WHO mempromosikan lima standar indikator kerja dari promosi

kesehatan di rumah sakit.

Selanjutnya disusun instrumen self-assessment tool dan

manual yang diuji cobakan kebeberapa rumah sakit, tujuan self

assessment tool adalah untuk menentukan standar penilaian, apakah

profesional kesehatan di rumah sakit mampu mengumpulkan informasi

yang diperlukan untuk menilai kepatuhan standar dan apakah

dokumentasi mendukung mereka dalam meningkatkan kualitas

kegiatan promosi kesehatan. Tujuan dari instrumen manual ini adalah

untuk memberikan informasi secara komprehensif tentang latar

belakang, bukti, proses pembangunan dan terminologi standar serta

sebagai indikator untuk promosi kesehatan di rumah sakit.


27

Indikator standar penilaian promosi kesehatan di rumah sakit

terdiri atas :

1) Standar 1 : Kebijakan manajemen rumah sakit (Hospital

Management Policy) :

Kebutuhan rumah sakit untuk memiliki kebijakan tertulis tentang

promosi kesehatan, kebijakan ini harus dilaksanakan sebagai

bagian dari mutu organiasai untuk meningkatkan pelayanan

kesehatan, kebijakan ini diperuntukkan untuk klien, keluarga

klien, dan staff tenaga kesehatan rumah sakit tersebut.

2) Standar 2 : Penilaian pasien (Patient Assessment) :

Kewajiban untuk memberikan penilaian pada klien sesuai

dengan kebutuhan promosi kesehatan dalam rangka

pencegahan penyakit dan rehabilitasi.

3) Standar 3 : Informasi dan intervensi (Information and

Intervention) :

Rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan harus

menyediakan dan merencanakan informasi kepada klien tentang

faktor yang signifikan mengenai penyakit, kondisi kesehatan dan

promosi kesehatan harus dibentuk di area pelayanan klien.

4) Standar 4 : Tempat kerja yang sehat (A Healthy Workplace) :

Memberikan manajemen tanggung jawab untuk menetapkan

kondisi dalam pengembangan rumah sakit sebagai tempat kerja

yang sehat.
28

5) Standar 5 : Kontinuitas serta kerjasama dengan provider lain dari

layanan promosi kesehatan (Continuity and Cooperation With

Other Providers Of Health Promotion Services).

Penawaran dan kerjasama, menuntut pendekatan yang

direncanakan untuk bekerja sama dengan sektor pelayanan

kesehatan dan lembaga lainnya.

b. Standar Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)

1) Tujuan PKRS

Terciptanya masyarakat rumah sakit yang menerapkan perilaku

hidup bersih dan sehat melalui perubahan pengetahuan, sikap,

dan perilaku pasien/klien rumah sakit serta pemeliharaan

lingkungan rumah sakit dan termanfaatkannya dengan baik

semua pelayanan yang disediakan rumah sakit.

2) Sasaran PKRS

Sasaran promosi kesehatan di rumah sakit adalah masyarakat di

rumah sakit, yang terdiri dari : petugas, klien, keluarga klien,

pengunjung, masyarakat yang tinggal atau berada di sekitar

rumah sakit.

Perilaku promosi kesehatan rumah sakit adalah upaya rumah sakit

meningkatkan kemampuan pasien kelompok masyarakat agar dapat

mandiri dalam mempercepat kesembuhan dan rehabilitasinya, klien dan

kelompok-kelompok masyarakat dapat mandiri dalam meningkatkan

kesehatan, mencegah masalah-masalah kesehatan dan mengembangkan


29

upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat sesuai sosial budaya

mereka serta didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan

(Depkes RI 2008).

Konsekuensi dari hal-hal tersebut diatas adalah bahwa rumah

sakit harus menyediakan pelayanan-pelayanan yang tidak terbatas bagi

mereka yang sakit saja (seperti rawat jalan dan rawat inap), tetapi juga

pelayanan-pelayanan bagi mereka yang sehat (seperti pemeriksaan

kesehatan, konsultasi kesehatan, imunisasi, bimbingan untuk kebugaran,

bahkan juga pendidikan seks, keluarga berencana dan penyehatan

lingkungan). Jika pelayanan-pelayanan tersebut telah dapat

diselenggarakan oleh rumah sakit, maka promosi kesehatan pun harus

diselenggarakan dalam 2 (dua) bentuk, yaitu promosi kesehatan terhadap

pasien (mereka yang sakit) dan promosi kesehatan terhadap klien lain

(mereka yang sehat), (Hartono, 2010).

1. Promosi Kesehatan di Dalam Gedung

Didalam gedung rumah sakit, promosi kesehatan rumah

dilaksanakan seiring dengan pelayanan yang diselenggarakan rumah

sakit. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa didalam gedung, terdapat

peluang-peluang :

a) Promosi kesehatan diruang pendaftaran/administrasi, yaitu diruang

dimana pasien/klien harus melapor/mendaftar sebelum

mendapatkan pelayanan rumah sakit.


30

b) Promosi kesehatan dalam pelayanan rawat jalan bagi pasien, yaitu

di poliklinik-poliklinik.

c) Promosi kesehatan dalam pelayanan rawat inap bagi pasien, yaitu

diruang rawat darurat, rawat intensif dan rawat inap.

d) Promosi kesehatan dalam pelayanan penunjang medik bagi pasien,

yaitu terutama dipelayanan obat/apotek, pelayanan laboratorium,

pelayanan rontgen, pelayanan rehabilitasi medis dan bahkan kamar

mayat.

e) Promosi kesehatan dalam pelayanan bagi klien (orang sehat), yaitu

pelayanan keluarga berencana, konseling gizi, bimbingan senam

(senam ibu hamil, senam lansia dan lain-lain), pemeriksaan

kesehatan (check up), konseling kesehatan jiwa, konseling

kesehatan remaja dan lain-lain.

f) Promosi kesehatan diruang pembayaran rawat inap, yaitu diruang

dimana pasien rawat inap harus menyelesaikan pembayaran biaya

rawat inap, sebelum meninggalkan rumah sakit.

2. Promosi Kesehatan di Luar Gedung

Kawasan luar gedung rumah sakitpun dapat dimanfaatkan

secara maksimal untuk promosi kesehatan, misalnya :

a) Promosi kesehatan ditempat parkir, yakni pemanfaatan ruang yang

ada dilapangan/gedung parkir sejak dari bangunan gardu parkir

sampai kesudut-sudut lapangan/gedung parkir.

b) Promosi kesehatan ditaman rumah sakit.


31

c) Promosi kesehatan di dinding luar rumah sakit.

d) Promosi kesehatan dikantin/warung-warung/toko-toko/kios-kios

yang ada dikawasan rumah sakit.

e) Promosi kesehatan ditempat ibadah yang tersedia dirumah sakit

(misalnya masjid atau musholla).

f) Promosi kesehatan dipagar pembatas kawasan rumah sakit.

3. Langkah-langkah Pengembangan Promosi Kesehatan di Rumah

Sakit

Promosi kesehatan dirumah sakit hendaknya tidak hanya

dipandang sebagai tugas dari unit promosi kesehatan belaka, tetapi

sebagai bagian dari tugas direksi rumah sakit dalam mewujudkan

keberhasilan pelayanan rumah sakit kepada masyarakat. Oleh karena

itu, langkah awal dalam spiral proses pengembangan promosi

kesehatan di rumah sakit harus diawali dengan rencana umum dan

komitmen direksi rumah sakit. Oleh karena promosi kesehatan akan

melibatkan hampir seluruh tenaga rumah sakit, maka komitmen seluruh

jajaran rumah sakit juga perlu dibina terlebih dahulu. Jika hal ini telah

dicapai, barulah para petugas promosi kesehatan merencanakan

secara terinci, mengembangkan kerjasama dengan pihak-pihak lain

dirumah sakit dan menyelenggarakan promosi kesehatan bersama

pihak-pihak tersebut sesuai rencana yang terinci.


32

a. Rencana dan komitmen Direksi

Pertama harus menyadari tentang pentingnya promosi kesehatan

adalah pimpinan tertinggi rumah sakit (Direktur Utama). Sehingga

langkah awal pengembangan promosi kesehatan diawali dengan

kemauan kuat pimpinan tertinggi tersebut untuk mempelajari dan

memahami seluk beluk promosi kesehatan di rumah sakit.

Pada saat pimpinan tertinggi sudah yakin benar akan pentingnya

promosi kesehatan dan dalam benaknya mulai tumbuh ide untuk

mengembangkan promosi kesehatan dirumah sakitnya, kemudian

menyelenggarakan rapat-rapat direksi untuk mendapatkan

komitmen dari pimpinan-pimpinan setingkat dibawahnya. Begitu

komitmen tercapai, segera meningkatkan kualitas rapat-rapatnya

untuk menghasilkan rencana umum pengembangan promosi

kesehatan.

b. Komitmen jajaran rumah sakit :

Pengembangan komitmen ini dapat dilakukan secara berjenjang

mengikuti hirarki organisasi rumah sakit. Sehingga proses akan

berlangsung tahap demi tahap mengikuti strata organisasi, yaitu

komitmen pimpinan lapis ketiga, lapis keempat dan seterusnya

sampai kepada para pelaksana fungsional.

Proses ini selain untuk menciptakan komitmen seluruh jajaran

rumah sakit, sekaligus juga untuk mematangkan rencana umum


33

yang sudah dirumuskan Direksi. Bisa saja rencana tersebut akan

mengalami modifikasi atau bahkan perubahan setelah dihadapkan

kepada kondisi rumah sakit yang ada saat ini. Rencana umum yang

sudah siap selanjutnya dijadikan acuan bagi tersusunnya rencana

opersional yang lebih terinci yang akan dilaksanakan.

c. Pembentukan unit koordinasi promosi kesehatan :

Jika komitmen seluruh jajaran rumah sakit sudah didapat, Direksi

kemudian membentuk unit yang akan ditugasi sebagai koordinator

promosi kesehatan. Unit ini sebaiknya berada pada posisi yang

dapat menjangkau seluruh unit yang ada di rumah sakit, sehingga

fungsi koordinasinya dapat berjalan secara efektif dan efisien.

Pembentukan unit ini selanjutnya diikuti dengan penugasan

sejumlah petugas rumah sakit sebagai pengelola purna waktu

(fulltimer). Kualifikasi petugas tersebut mengacu kepada standar

minimal tenaga promosi kesehatan rumah sakit. Demikian pula

dengan perlengkapan atau perlatan yang dibutuhkan, segera

diadakan dengan mengacu kepada standar peralatan promosi

kesehatan rumah sakit.

d. Pelatihan petugas unit koordinasi :

Pelatihan tersebut adalah pelatihan atau kursus yang mengajarkan

tentang pengertian promosi kesehatan dirumah sakit dan

bagaimana melaksanakannya. Pada saat pelatihan, hendaknya

petugas-petugas tersebut sudah dibekali dengan rencana umum


34

yang ada. Sehingga petugas tersebut dapat berkonsultasi dengan

pembimbingnya dan sekaligus menghubungkan hal-hal yang

dipelajarinya dengan aplikasi ditempat kerja.

e. Penyusunan rencana operasional :

Rencana operasional sebaiknya disusun oleh petugas yang telah

ditunjuk untuk mengelola unit koordinasi promosi kesehatan.

Penyusunan rencana opersional ini dapat dilakukan pada hari-hari

terakhir pelatihan, dapat pula setelah kembalinya dari pelatihan.

Penyusunan pada saat pelatihan memiliki keuntungan karena si

penyusun dapat berkonsultasi langsung kepada pembimbingnya.

Setelah rencana operasional tersusun, haruslah dilaporkan dan

dibahas dalam rapat Direksi. Dalam rapat tersebut rencana

operasional dimatangkan dan kemudian dituangkan kedalam bentuk

rencana anggaran. Selanjutnya dibuatlah surat-surat tugas

pelaksanaan promosi kesehatan dan rekrutmen tenaga-tenaga lain

yang diperlukan (instruktur senam, instruktur paduan suara, dan

lain-lain).

f. Pelatihan petugas di rumah sakit :

Dari rencana operasional dapat diketahui siapa bertugas

melaksanakan apa. Jika diperlukan, sebelum promosi kesehatan

dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan pelatihan petugas rumah

sakit. Misalnya pelatihan dokter atau perawat mahir yang akan

bertugas melakukan konseling, memandu diskusi dan lain-lain.


35

g. Pengadaan media dan sarana komunikasi :

Media dan sarana komunikasi adalah hal yang paling mendukung

dalam pelaksanaan promosi kesehatan dirumah sakit, misalnya

pembuatan flashcard, flipchart, poster, leaflet, pemasangan

billboard, pembuatan VCD/DVD pesan-pesan, pemasangan

VCD/DVD players, pembenahan koleksi perpustakaan, penyiapan

ruang konsultasi dan ruang diskusi, dan lain-lain.

h. Pelaksanaan promosi kesehatan :

Saat memulai pelaksanaan promosi kesehatan sebaiknya ditandai

semacam peresmian, dengan mengundang perwakilan dari

pasien/klien dan pihak-pihak lain, selain para petugas dirumah sakit.

Disamping untuk memantapkan kembali komitmen petugas rumah

sakit dalam melaksanakan promosi kesehatan, acara ini juga

sekaligus sebagai pemberitahuan kepada pihak-pihak lain akan

adanya pembaruan pelayanan rumah sakit.

i. Pemantauan dan evaluasi :

Begitu promosi kesehatan mulai dilaksanakan, maka dimulai pula

upaya untuk memantaunya. Ini merupakan tugas dari Direksi,

walaupun instrumen untuk memantaunya dapat saja disiapkan oleh

pihak lain. Pemantauan hendaknya dilakukan terhadap

perkembangan dari masukkan (input), proses dan keluaran (output)

dengan menggunakan indikator-indikator tertentu.


36

Setelah sekian lama berjalan dan dipantau, sebaiknya promosi

kesehatan juga di evaluasi. Evaluasi ini terutama dilakukan terhadap

dampak dari promosi kesehatan yang telah diselenggarakan. Agar

objektif, evaluasi sebaiknya dilakukan oleh pihak diluar rumah sakit,

misalnya perguruan tinggi atau lembaga lainnya.

Hasil-hasil pemantauan dan evaluasi digunakan oleh Direksi rumah

sakit untuk memperbaiki dan mengarahkan pelaksanaan promosi

kesehatan.

4. Indikator Keberhasilan Promosi Kesehatan di Rumah Sakit

Indikator keberhasilan perlu dirumuskan untuk keperluan

pemantauan dan evaluasi PKRS (Kemenkes, 2010), indikator

keberhasilan mencakup indikator masukan (input), indikator proses,

indikator (output) dan indikator dampak.

a. Indikator masukan

Masukan yang perlu diperhatikan adalah yang berupa komitmen,

sumber daya manusia, sarana/peralatan dan dana. Oleh karena itu,

indikator masukan ini dapat mencakup :

1) Ada/tidaknya komitmen direksi yang tercermin dalam rencana

umum PKRS

2) Ada/tidaknya komitmen seluruh jajaran yang tercermin dalam

rencana operasional PKRS

3) Ada/tidaknya unit dan petugas rumah sakit yang ditunjuk sebagai

koordinator PKRS dan mengacu kepada standar


37

4) Ada/tidaknya petugas koordinator PKRS dan petugas-petugas

lain yang sudah dilatih

5) Ada/tidaknya sarana dan peralatan promosi kesehatan yang

mengacu pada standar

6) Ada/tidaknya dana yang mencukupi untuk penyelenggaraan

PKRS

b. Indikator proses

Proses yang dipantau adalah proses pelaksanaan PKRS yang

meliputi PKRS untuk pasien (rawat inap, rawat jalan, pelayanan

penunjang), PKRS untuk klien sehat dan PKRS diluar gedung RS.

Indikator yang digunakan disini meliputi :

1) Sudah/belum dilaksanakannya kegiatan (pemasangan poster,

konseling dan lain-lain) dan atau frekuensinya.

2) Kondisi media komunikasi yang digunakan (poster, leaflet, giant

banner, spanduk, neon box dan lain-lain) yaitu masih bagus atau

sudah rusak.

c. Indikator keluaran

Keluaran yang dipantau adalah keluaran dari kegiatan-kegiatan

yang dilaksanakan, baik secara umum maupun secara khusus, oleh

karena itu, indikator yang digunakan disini adalah berupa cakupan

kegiatan, yaitu misalnya :


38

1) Apakah semua bagian RS sudah tercakup PKRS

2) Berapa pasien/klien yang sudah terlayani oleh berbagai kegiatan

PKRS (konseling, biblioterapi, senam dan lain-lain)

d. Indikator Dampak

Indikator dampak mengacu pada tujuan dilaksanakannya PKRS,

yaitu berubahnya pengetahuan, sikap dan perilaku pasien/klien

rumah sakit serta terpeliharanya lingkungan rumah sakit dan

dimanfaatkannya dengan baik semua pelayanan yang disediakan

rumah sakit. Oleh sebab itu kondisi ini sebaiknya dinilai setelah

PKRS berjalan beberapa lama, yaitu melalui upaya evaluasi. Kondisi

lingkungan dapat dinilai melalui observasi dan kondisi pemanfaatan

pelayanan dapat dinilai dari pengolahan terhadap catatan/data

pasien/klien rumah sakit. Sedangkan kondisi pengetahuan, sikap,

perilaku pasien/klien hanya dapat diketahui dengan menilai diri

pasien/klien tersebut.

Oleh karena itu data untuk indikator ini biasanya didapat melalui

survei. Survei pasien/klien yang berada di rumah sakit maupun

mereka yang tidak berada di rumah sakit tetapi pernah

menggunakan rumah sakit.

Penyuluhan merupakan suatu sistem pendidikan diluar sekolah

yang berfungsi untuk menjembatani kesenjangan antara praktik

yang biasa dijalankan dengan pengetahuan dan teknologi yang

selalu berkembang menjadi kebutuhan.


39

Dengan demikian, penyuluhan merupakan penghubung yang

bersifat 2 (dua) arah antara :

1) Pengetahuan yang dibutuhkan dan pengalaman yang biasa

dilakukan;

2) Pengalaman baru yang terjadi pada pihak para ahli dan kondisi

yang nyata dialami setelah menerima penyuluhan (Setiana,

2005).

D. Kerangka Teori

Terbentuknya suatu sistem pada dasarnya bertujuan untuk

mencapai suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Untuk terbentuknya

sistem tersebut perlu dirangkai berbagai unsur atau elemen sedemikian

rupa sehingga secara keseluruhan membentuk suatu kesatuan dan secara

bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan kesatuan.

Karena sistem terdiri dari kumpulan elemen atau bagian yang

mempunyai fungsi masing-masing, maka untuk dapat menjamin baiknya

sistem tersebut, haruslah dapat diupayakan agar fungsi yang dimaksud

tetap sesuai dengan yang direncanakan. Sehingga perlu dilakukan

penilaian berkala terhadap sistem tersebut. Penilaian yang dapat dilakukan

banyak macamnya, jika penilaian tersebut berupa kajian terhadap setiap

kumpulan elemen atau bagian yang ada didalam sistem, maka kajian ini

disebut dengan analisis sistem (system analysis), (Azrul Azwar, 1996).


40

1. Teori Sistem

Menurut Azrul Azwar (1996) elemen-elemen dari suatu sistem

dapat dikelompokkan dalam enam unsur, yaitu :

a. Masukan :

Adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem

dan yang diperlukan untuk dapat mengfungsikan sistem tersebut.

b. Proses :

Adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem

dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran

yang direncanakan.

c. Keluaran :

Adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari

berlangsungnya proses dalam sistem.

d. Umpan balik :

Adalah kumpulan bagian atau elemen yang merupakan keluaran

dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut.

e. Dampak :

Adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem.

f. Lingkungan :

Adalah dunia diluar sistem yang tidak dikelola oleh sistem tetapi

mempunyai pengaruh besar terhadap sistem.


41

Masalah-masalah dalam pelaksanaan sebuah program dapat

dipisahkan dalam 2 (dua) :

a. Masalah input (masukan) :

Dapat berupa jumlah staf yang tidak memadai, kurangnya

profesionalisme, keterampilan dan motivasi kerja yang rendah

(Man); jumlah peralatan medis kurang memadai, sejumlah peralatan

sudah rusak, jumlah persediaan obat tidak memadai (material),

jumlah dana untuk pengembangan program sangat terbatas,

turunnya sering terlambat dan penggunaannya tidak efisien

(Money); waktu kerja tidak digunakan untuk mengembangkan tugas-

tugas pokok staf sehingga produktivitas unit kerja tersebut rendah

(Minutes); persepsi masyarakat tentang sehat-sakit, harapan

(ekspektasi) konsumen kesehatan tentang pelayanan yang diterima

(Market); cara yang digunakan oleh staf kesehatan kurang tepat

atau tidak sesuai dengan budaya dan norma-norma masyarakat

setempat (Method).

b. Masalah proses :

Masalah ini dapat dikaitkan dengan fungsi manajemen (POAC:

Planning, Organizing, Actuating, Controlling). Misalnya, kurang

jelasnya tujuan program, rumusan masalah program tidak ditunjang

data sehingga rencana kerja operasional tidak relevan dengan

upaya pemecahan masalah (Planning), pembagian tugas staf sering

tidak jelas bahkan sering tidak lengkap (Organizing), koordinasi dan


42

motivasi staf rendah serta kepemimpinan kurang efektif (Actuating),

pengawasan/supervise lemah dan jarang dilakukan, pencatatan

data untuk pemantauan program kurang akurat, data tidak

dimanfaatkan dan tidak ada umpan balik (Controlling), (Muninjaya,

2011).

Pemantauan dan evaluasi PKRS dilakukan berdasarkan

standar PKRS menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Pusat Promosi Kesehatan tahun 2010. Pemantauan dilakukan terhadap

perkembangan dari input, proses dan output. Evaluasi dilakukan

terhadap dampak dari PKRS yang telah diselenggarakan.

Green (1980) yang dikutip dari Notoatmodjo (2010)

merumuskan defenisi promosi kesehatan adalah sebagai bentuk

kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan

ekonomi, politik dan organisasi yang dirancang untuk memudahkan

perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan.

2. Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior)

Teori Perilaku Terencana atau TPB (Theory of Planned

Behavior) merupakan pengembangan lebih lanjut dari Teori Perilaku

Beralasan (Theory of Reasoned Action). TPB merupakan kerangka

berpikir konseptual yang bertujuan untuk menjelaskan determinan

perilaku tertentu. Menurut Ajzen (2005), faktor sentral dari perilaku

individu adalah bahwa perilaku itu dipengaruhi oleh niat individu

(behavior intention) terhadap perilaku tertentu tersebut.


43

Niat untuk berperilaku dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu (1)

sikap (attitude), (2) norma subjektif (subjective norm) dan (3) persepsi

kontrol keperilakuan (perceived behavior control). Seseorang dapat saja

memiliki berbagai macam keyakinan terhadap suatu perilaku, namun

ketika dihadapkan pada suatu kejadian tertentu, hanya sedikit dari

keyakinan tersebut yang timbul untuk mempengaruhi perilaku. Sedikit

keyakinan inilah yang menonjol dalam mempengaruhi perilaku individu

(Ajzen, 2005).

Keyakinan yang menonjol ini dapat dibedakan menjadi :

a. Behavior belief yaitu keyakinan individu akan hasil suatu perilaku

dan evaluasi atas hasil tersebut. Behavior belief akan

mempengaruhi sikap terhadap perilaku (attitude toward behavior).

b. Normative belief yaitu keyakinan individu terhadap harapan normatif

orang lain yang menjadi rujukannya seperti keluarga, petugas

kesehatan, serta motivasi untuk mencapai harapan tersebut.

Harapan normatif ini membentuk variabel norma subjektif (subjective

norm) atas suatu perilaku.

c. Control belief yaitu keyakinan individu tentang keberadaan hal-hal

yang mendukung atau menghambat perilakunya dan persepsinya

tentang seberapa kuat hal-hal tersebut mempengaruhi perilakunya.

Control belief membentuk variabel persepsi kontrol keperilakuan

(perceived behavior control).


44

Dalam TPB, sikap, norma subjektif dan persepsi kontrol

keperilakuan ditentukan melalui keyakinan-keyakinan utama.

Determinan suatu perilaku merupakan hasil dari penilaian keyakinan-

keyakinan dari individu, baik sebagai cara positif maupun negatif.

Teori Perilaku Terencana atau TPB (Theory of Planned

Behavior) didasarkan pada asumsi bahwa manusia adalah makhluk

yang rasional dan menggunakan informasi-informasi yang mungkin

baginya secara sistematis (Achmat, 2010). Orang memikirkan implikasi

dari tindakan mereka sebelum mereka memutuskan untuk melakukan

atau tidak melakukan perilaku-perilaku tertentu.

a. Sikap

Sikap merupakan suatu ekspresi perasaan seseorang yang

merefleksikan kesukaan atau ketidaksukaannya terhadap suatu

obyek. Sikap seseorang merupakan hasil dari suatu proses

psikologis, oleh karena itu sikap tidak dapat diamati secara

langsung, tetapi harus disimpulkan dari apa yang dikatakan atau

dilakukannya (Suprapti, 2010).

Chatzisarantis et al. (2005) menyatakan bahwa sikap

merupakan anteseden terpenting atau sebagai prediktor dari niat

untuk aktivitas fisik dan perilaku. Sikap (attitudes) konsumen adalah

faktor terpenting yang akan mempengaruhi keputusan konsumen.

Konsep sikap sangat terkait dengan konsep kepercayaan (belief)

dan perilaku (behavior) (Sumarwan 2004).


45

Arunkumar (2013) menyatakan bahwa terdapat hubungan

yang kuat dan signifikan antara sikap dengan intention terhadap

objek. Sikap disebut juga sebagai konsep yang paling khusus dan

sangat dibutuhkan dalam psikologis sosial kontemporer.

Allport (dalam Suprapti, 2010) mengemukakan sikap adalah

predisposisi yang dipelajari untuk merespon suatu obyek atau

sekelompok obyek dalam suatu cara yang menyenangkan atau tidak

menyenangkan secara konsisten. Sikap konsumen terhadap suatu

obyek adalah berupa tendensi atau kecenderungan yang disukainya

untuk mengevaluasi obyek itu dalam suatu cara yang

menyenangkan atau tidak menyenangkan secara konsisten, yaitu

evaluasinya terhadap obyek tersebut secara keseluruhan dari yang

paling buruk sampai yang paling baik.

Menurut Suprapti (2010), sikap memiliki sifat sebagai

berikut :

1) Sikap adalah predisposisi yang dipelajari. Sikap merupakan

sesuatu yang dipelajari, artinya bahwa sikap yang relevan

dengan perilaku pembelian terbentuk sebagai suatu hasil

pengalaman langsung dengan produk, sosialisasi dari keluarga

khususnya orang tua, atau informasi yang diperoleh dari pihak

lain. Penting untuk dicatat bahwa sikap mungkin dihasilkan oleh

perilaku tetapi sikap itu sendiri tidak sama dengan perilaku.

Sikap merefleksikan evaluasi yang menyenangkan atau tidak


46

menyenangkan tentang suatu obyek. Sebagai suatu predisposisi

yang dipelajari, sikap bersifat motivasional, karena bisa

mendorong atau menghindarkan konsumen untuk berperilaku

tertentu.

2) Sikap memiliki konsistensi

Sikap bersifat relatif konsisten dengan perilaku yang

direfleksikannya. Meski bersifat konsisten, sikap tidak selalu

permanen karena sikap bisa berubah.

3) Sikap terjadi di dalam sebuah situasi.

Situasi yang dimaksudkan merupakan peristiwa atau keadaan

yang pada suatu waktu tertentu mempengaruhi hubungan antara

sikap dan perilaku. Suatu situasi spesifik dapat menyebabkan

konsumen berperilaku tidak konsisten dengan sikapnya.

Selain memiliki sifat, sikap juga memiliki fungsi. Memahami

fungsi sikap berarti memahami bagaimana sikap itu menyampaikan

sesuatu tentang seseorang. Katz (dalam Setiadi, 2013)

mengklasifikasikan empat sikap yaitu:

1) Fungsi utilitarian

Adalah fungsi yang berhubungan dengan prinsip – prinsip dasar

imbalan dan hukuman. Disini konsumen (pasien)

mengembangkan beberapa sikap terhadap produk/layanan atas

dasar apakah suatu produk/layanan memberikan kepuasan atau

kekecewaan.
47

2) Fungsi ekspresi nilai

Konsumen (pasien) mengembangkan sikap terhadap suatu

merek produk (jenis layanan) bukan didasarkan atas manfaat

produk/layanan itu, tetapi lebih didasarkan atas kemampuan

merek produk (jenis layanan) itu mengekspresikan nilai-nilai

yang ada pada dirinya.

3) Fungsi mempertahankan ego

Sikap yang dikembangkan oleh konsumen (pasien) cenderung

untuk melindungi dirinya dari tantangan eksternal maupun

perasaan internal, sehingga membentuk fungsi mempertahankan

ego.

4) Fungsi pengetahuan

Sikap membantu konsumen (pasien) mengorganisasikan

informasi yang begitu banyak yang setiap hari dipaparkan pada

dirinya. Fungsi pengetahuan dapat membantu konsumen (pasien)

mengurangi ketidakpastian dan kebingungan dalam memilah-

milah informasi yang relevan dan tidak relevan dengan

kebutuhannya.

b. Norma Subjektif

Norma subjektif merupakan keyakinan individu mengenai

harapan orang-orang disekitarnya yang berpengaruh, baik

perorangan maupun kelompok untuk melakukan atau tidak

melakukan suatu perilaku tertentu. Untuk memahami niat seseorang


48

perlu juga mengukur norma-norma subjektif yang mempengaruhi

niatnya untuk bertindak. Norma subjektif dapat diukur secara

langsung dengan menilai perasaan konsumen (pasien) tentang

seberapa relevan orang lain yang menjadi panutannya (seperti

keluarga, petugas kesehatan, atau orang-orang disekitarnya) yang

akan menyetujui atau tidak menyetujui tindakan tertentu yang

dilakukannya (Suprapti, 2010).

Norma Subjektif diasumsikan sebagai suatu fungsi dari

beliefs yang secara spesifik seseorang setuju atau tidak setuju untuk

menampilkan suatu perilaku (Achmat, 2010). Seorang individu akan

berniat menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia mempersepsikan

bahwa orang-orang lain yang penting berfikir bahwa ia seharusnya

melakukan hal itu.

Menurut Ajzen (2001) dalam Sarwoko (2011), norma

subjektif adalah keyakinan individu akan norma, orang di sekitarnya

dan motivasi individu untuk mengikuti norma tersebut. Menurut

Marselius (2002) norma subjektif adalah tekanan sosial yang

dipersepsikan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu

perilaku.

c. Persepsi kontrol keperilakuan

Persepsi kontrol keperilakuan (perceived behavioral control)

menggambarkan tentang perasaan kemampuan diri (self control)

individu dalam melakukan suatu perilaku. Menurut Teo dan Lee


49

(2010), kontrol perilaku yang dirasakan mengacu pada persepsi

kemudahan atau kesulitan dalam melaksanakan perilaku dan

sejumlah pengendalian seseorang atas pencapaian tujuan dari

perilaku tersebut.

Masalah kontrol keperilakuan (behavioral control) hanya

dapat terjadi dalam batas-batas tindakan tertentu dan tindakan lain

terjadi karena pengaruh faktor-faktor di luar kontrol seseorang

(Dharmmesta, 1998). Kontrol keperilakuan yang dirasakan dapat

berpengaruh pada niat atau secara langsung pada perilaku itu

sendiri.

Persepsi kontrol keperilakuan merupakan keyakinan

tentang ada atau tidaknya faktor-faktor yang memfasilitasi dan

menghalangi individu untuk melakukan suatu perilaku. Persepsi

kontrol keperilakuan ditentukan oleh pengalaman masa lalu individu

dan juga perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya

untuk melakukan suatu perilaku.

Dalam model Teori Perilaku Berencana, Perceived

Behavioral Control mengacu kepada persepsi seseorang terhadap

sulit tidaknya melaksanakan tindakan yang diinginkan, terkait

dengan keyakinan akan tersedia atau tidaknya sumber dan

kesempatan yang diperlukan untuk mewujudkan perilaku tertentu

(Ajzen, 2005).
50

Persepsi kontrol keperilakuan menunjuk suatu derajat

dimana seorang individu merasa bahwa tampil atau tidaknya suatu

perilaku yang dimaksud adalah dibawah pengendaliannya. Orang

cenderung tidak akan membentuk suatu intensi yang kuat untuk

menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia percaya bahwa ia tidak

memiliki sumber atau kesempatan untuk melakukannya meskipun ia

memiliki sikap yang positif dan ia percaya bahwa orang-orang lain

yang penting baginya akan menyetujuinya. Persepsi kontrol

keperilakuan dapat mempengaruhi perilaku secara langsung ataupun

tidak langsung melalui intensi (Achmat, 2010).

d. Niat (Intention)

Ajzen (2005) mengartikan niat sebagai disposisi tingkah

laku, yang hingga terdapat waktu dan kesempatan yang tepat akan

diwujudkan dalam bentuk tindakan. Wijaya (2008) menyatakan

intensi adalah kesungguhan niat dari seseorang untuk melakukan

perbuatan atau memunculkan suatu perilaku tertentu. Niat

menunjukkan seberapa keras seseorang berani mencoba

(Dharmmesta, 1998).

Dharmmesta (1998) menyatakan persepsi kontrol

keperilakuan merupakan kondisi dimana orang percaya bahwa

suatu tindakan itu mudah atau sulit dilakukan, mencakup juga

pengalaman masa lalu disamping rintangan-rintangan yang ada

yang dipertimbangkan oleh orang tersebut.


51

Lingkungan

Masukan : Keluaran :

1. Adanya 1. Semua
Proses :
komitmen bagian RS Dampak :
Direksi; sudah
1. Sudah
2. Adanya tercakup Adanya
dilaksanaka
komitmen dalam perubahan
nnya
seluruh jajaran; kegiatan
kegiatan pengetahuan
3. Adanya unit PKRS;
PKRS; sikap dan
PKRS 2. Semua
2. Kondisi perilaku
4. Adanya Petugas pasien/klien
media yang pasien/klien
PKRS; sudah
digunakan
5. Adanya sarana terlayani
& peralatan; kegiatan
6. Adanya dana. PKRS

Umpan Balik Program PKRS

Skema 1 : Teori Hubungan Unsur-unsur Sistem (Azwar, 2010)

Sikap

Gambar 2.2 Modifikasi Kerangka Teori Hubungan Unsur-unsur Sistem (Azwar,


Norma
Subjektif
2010)dan Theory PlanBehavior/TPB
Niat Perilaku (Ajzen, 2005)

Kontrol
Perilaku
Persepsi
Skema 2. Teori TPB (Ajzen, 2005)

Gambar 2.2 Modifikasi Kerangka Teori Azwar (2010) dan Teori Ajzen (2005)
52

E. Kerangka Konsep Penelitian


Dari kerangka teori yang dijabarkan diatas maka penulis membuat
suatu kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Indikator
Keberhasilan
Program PKRS: Output :

1. Proses Program Adanya perubahan


Pembentukan; PKRS pengetahuan, sikap
2. Pelaksanaan dan perilaku
Program; pasien/klien
3. Capaian;
4. Hambatan.

Sikap

Norma
Niat Perilaku
Subjektif

Kontrol
Perilaku
Persepsi

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan gambar :
: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti


53

F. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional

1. Proses Pembentukan dan Perkembangan Promosi Kesehatan

Rumah Sakit

Yaitu proses pembentukan unit dan tim PKRS yang dilakukan oleh

pihak RSUD Anuntaloko. Dan perkembangannya setelah dibentuknya

unit dan tim PKRS di RSUD Anuntaloko.

2. Proses Pelaksanaan Kegiatan-kegiatan Promosi Kesehatan Rumah

Sakit

Yaitu upaya-upaya yang dilaksanakan dalam mempromosikan

kesehatan di RSUD Anuntaloko.

3. Capaian Pelaksanaan Promosi Kesehatan Rumah Sakit

Hal-hal yang telah dicapai selama pelaksanaan program PKRS sejak

dibentuknya unit dan tim PKRS RSUD Anuntaloko

4. Hambatan Pelaksanaan Promosi Kesehatan Rumah Sakit

Hal-hal yang menghambat terlaksananya kegiatan promosi kesehatan

di RSUD Anuntaloko.
54

.G. Hasil-hasil Penelitian Yang Relevan

Tabel 2.1 Sintesa Penelitian

Nama Judul Penelitian Metode & Subjek Penelitian Hasil Penelitian


Peneliti
(Tahun)

1. Kar et al, Heath Promoting Penelitian ini menggunakan Jaringan internasional dari
2012 Hospital : A Noble metode penelitian kualitatif promosi kesehatan rumah
Concept deskriptif dengan subjek sakit (PKRS) bertindak
penelitian pasien dan sebagai sebuah jaringan yang
keluarganya serta petugas menghubungkan semua
kesehatan dirumah sakit. jaringan nasional/regional
yang secara total terdiri dari 38
negara/ regional jaringan
PKRS, berkolaborasi untuk
mengarahkan kembali layanan
kesehatan terhadap promosi
kesehatan dengan 800 rumah
sakit dan anggota layanan
kesehatan di lebih dari 40
negara. Konsep promosi
kesehatan rumah sakit di India
sangat baru dan sampai saat
ini hanya tiga rumah sakit
sedang mengembangkan
berbagai tahap PKRS. Namun
inisiatif ini harus berevolusi
dari model proyek ke model
program.

Penelitian ini menggunakan Uji Analisis faktor yang jelas


2. Yaghobi Health Promotion in
Bartlet Sphericity untuk digunakan untuk
et al, Isfahan Private
menetapkan apakah korelasi mengidentifikasi faktor yang
2014 Hospital : An
matriks adalah matriks paling efektif mempengaruhi
Exploratory Factor
identitas dan menggunakan promosi kesehatandan juga
Abalysis
pendekatan Kaiser-Meyer- untuk mengetahui jumlah
Olkin untuk menentukan faktor yang ada. Pendekatan
kecukupan sampel dalam probabilitas maksimum
menangani sampel yang digunakan untuk
dilatih selama intervensi. mengeksplorasi dan
menganalisis 16 faktor
tersebut. Sehingga diperoleh
kesimpulan bahwa rumah sakit
harus didesain dengan
menggunakan sistem tertentu
untuk meningkatkan dan
mengevaluasi promosi
kesehatan
55

Sambungan Tabel Sintesa Penelitian……………….


Dengan subyek penelitian sehingga dapat mendorong
terdiri dari 33 perawat, 20 para pembuat kebijakan dan
manajer (para perawat administrator layanan
yang memiliki kontak kesehatan untuk berinvestasi
langsung dengan pasien pada sumber daya di PKRS.
dan administrator rumah Setelah lebih dari satu dekade
sakit menyadari program- inisiasi proyek promosi dari
program dan keputusan di WHO, PKRS sekarang terbukti
rumah sakit) yang dipilih tidak hanya visi, tetapi juga
melalui sampling acak fokus terhadap strategi
berlapis. pembangunan rumah sakit.

Panelitian ini Beberapa tugas promosi


3. Afshari et Health
menggunakan metode kesehatan telah dilaksanakan
al, 2016 Promoting
Cross Sectional Survey oleh beberapa rumah sakit di
Hospitals : A
dengan subyek penelitian Iran. Untuk meningktakan
Study On
9 rumah sakit pendidikan kualitas layanan kesehatan,
Educational
di Iran. maka para pembuat kebijakan
Hospitals of
dan manajer layanan
Isfahan, Iran
kesehatan harus membuat
kebijakan dan panduan
layanan promosi kesehatan
yang jelas.

4. Parsay et Designing a Penelitian ini Intervensi pencegahan yang


al, 2014. Model For menggunakan metode dilakukan di rumah sakit dalam
Providing kualitatif dengan mempromosikan kesehatan
Preventive pendekatan literatur dikelompokkan kedalam 2
Clinical Service review, dengan subjek faktor utama, yaitu:
in Hospital, penelitian 10 orang ahli
Tehran, Iran. dan berpengalaman 1. Intervensi dengan
dibidang layanan promosi pendekatan medis :
kesehatan rumah sakit termasuk mengenali faktor
dan 40 pihak yang risiko yang berhubungan
berwenang yang diberikan dengan obat-obatan seperti
kuisioner. meningkatnya tekanan
darah, imunisai dan
vaksinansi;

Anda mungkin juga menyukai