Anda di halaman 1dari 94

SKRIPSI

ANALISIS KANDUNGAN ZAT PEWARNA PADA JAJANAN MAKANAN


DAN PRAKTEK HIGIENE SANITASI PENJAMAH MAKANAN DI SD
NEGERI KOMPLEKS IKIP KOTA MAKASSAR

MARISKA ESTER AWI NEROKOU


K21113701

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
1
SKRIPSI

ANALISIS KANDUNGAN ZAT PEWARNA PADA JAJANAN MAKANAN


DAN PRAKTEK HIGIENE SANITASI PENJAMAH MAKANAN DI SD
NEGERI KOMPLEKS IKIP KOTA MAKASSAR

MARISKA ESTER AWI NEROKOU


K21113701

Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk


Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Gizi

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

i
ii
iii
RINGKASAN

Universitas Hassanuddin
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Ilmu Gizi

Mariska
“Analisis Kandungan Zat Pewarna Pada Pangan Jajanan Makanan Dan
Praktek Higiene Sanitasi Pada Penjamah Makanan Jajanan Di SD Negeri
Kompleks IKIP Kota Makassar”
(x + 68 Halaman + 7 Tabel + 2 Bagan + 4 Lampiran)

Makanan merupakan kebutuhan mendasar bagi hidup manusia. Makanan


tersebut sangat mungkin sekali terkontaminasi sehingga dapat menyebabkan suatu
penyakit yang disebut penyakit bawaan makanan. Anak-anak sering menjadi
korban penyakit tersebut. Hal ini umumnya disebabkan oleh belum diterapkannya
praktik higiene dan sanitasi yang memadai.
Zat pewarna sintesis yang sering ditambahkan pada jajanan adalah Rhodamin
B dan Methanyl Yellow, yaitu merupakan zat warna sintetik yang umum
digunakan sebagai pewarna tekstil. Kedua zat ini merupakan zat warna tambahan
yang dilarang penggunaannya dalam produk-produk pangan. Keduanya bersifat
karsinogenik sehingga dalam penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan
kanker.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya zat pewarna yang berbahaya
pada pangan jajanan dan praktek higiene sanitasi penjaja makanan di SD Negeri
Kompelks IKIP Kota Makassar. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
deskriptif dengan pemeriksaan laboratorium secara kualitatif. Penarikan sampel
dilakukan dengan teknik purposive sampel. Populasi dalam penelitian ini adalah
semua jajanan makanan sebanyak 11 sampel dan penjamah makanan jajanan
sebanyak 7 responden.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 11 sampel makanan jajanan yang
diambil di SD Negeri Kompleks IKIP Kota Makassar, kemudian dianalisis zat
warna Rhodamin B dan Methanyl Yellow dengan menggunakan metode
Kromatografi Lapis Tipis, terdapat 2 sampel yang positif mengandung zat
pewarna Rhodamin B yaitu sampel saos cireng dan saos cimol, dan terdapat 1
sampel yang positif mengandung zat pewarna Methanil Yellow yaitu sampel nasi
kuning. Sedangkan Higiene Sanitasi pada penjamah makanan jajanan di SD
Negeri Kompleks IKIP Kota Makassar yang memenuhi syarat (42,86%),
sedangkan yang tidak memenuhi syarat (57,14%).

Kata Kunci : Zat Pewarna, Higiene Sanitasi

iv
KATA PENGANTAR

Segala Syukur dan Pujian bagi Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena
anugerah-Nya yang melimpah, kemurahan serta kasih setia yang besar akhirnya
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Analisis
Kandungan Zat Pewarna Pada Jajanan Makanan Dan Praktek Higiene
Sanitasi Penjaja Makanan Di SD Negeri Kompleks Ikip Kota Makassar”
Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua (Yohanis Awi
Nerokou dan Chatarina M.E Karubaba) serta orang tua wali (Eddy Johan
Tetelepta dan Almh. Yohana Karubaba) yang telah tulus iklhas memberikan
kasih sayang, cinta, doa, perhatian, dukungan moral dan materil. Terimakasih
untuk semua waktu yang dihabiskan untuk mengasuh, mendidik, membimbing
dan mengiringi perjalanan hidup penulis. Terimakasih untuk semua untaian doa
yang tidak pernah putus agar penulis sukses dalam menjalani kehidupan
khususnya dalam proses menyelesaikan pendidikan. Teruntuk kakak, adik, dan
saudara tersayang, terimakasih atas canda tawa yang tercipta yang akhirnya
penulis sadari menjadi penyemangat bagi penulis.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, karena itu
penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat dan para Wakil Dekan Fakultas
Kesehatan Masyarakat dan seluruh Staf Fakultas kesehatan Masyarakat.
2. Dr. dr. Citrakesumasari, M.Kes.,Sp.GK selaku ketua program studi Ilmu Gizi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
3. Bapak Abdul Salam SKM., M.Kes selaku penasehat akademik yang
membimbing dan menasehati selama menempuh pendidikan di Program Studi
Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
4. Bapak Dr. Aminuddin Syam, S.KM, M.Kes, M.Med.ED dan dr. Devintha
Virani, M.Kes, Sp.GK selaku pembimbing I dan pembimbing II yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing penulis.
5. Ibu Dr. Nuhaedar Jafar Apt, M.Kes selaku penguji I, St. Khadijah Hamid,
S.Gz.,M.Kes selaku penguji II, dan Bapak Muh. Fajaruddin Natsir, SKM.,

v
M.Kes selaku penguji III yang telah memberikan saran dan masukan dalam
penulisan skripsi ini.
6. Ibu Ulfa Najamuddin S.si.,M.Kes dan Ibu Sabaria Manti Battung,
SKM.,M.Kes.,M.Sc yang telah memberikan saya bimbingan dan pelajaran dan
sangat membantu saya dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.
7. Seluruh dosen dan para staf Program Studi Ilmu Gizi FKM Unhas yang telah
memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan dan bantuan kepada penulis selama
menjalani perkuliahan.
8. Ibu Kepala Sekolah Fitriyani,S.Pd.,M.Pd dan Guru-guru SD Negeri Kompleks
IKIP Kota Makassar yang telah bersedia berpatisipasi dalam penelitian ini.
9. Teman-teman seangkatan Afirmasi Dikti 2013, terimakasih atas kebersamaan
yang terjalin diantara kita, yang sudah bersama-sama dari awal berjuang, tetap
jadi sodara dalam susah maupun senang, semoga tetap kompak, semoga
bahagia selalu dan tak saling melupakan, sukses selalu. Tuhan Memberkati
10. Teman-teman seangkatan Ilmu Gizi 2013, terimakasih atas kebersamaan
dalam perbedaan yang telah terjalin, semoga tidak pernah memudar.
11. Geng Thobias (Gloria Sembai, Herlina Epem, Natalia Rumpaisum, Angelina
Marin, Febiolla Baransano, Shelfiana Lhani Kurni, dan Rachel Madai)
Terimakasih untuk canda tawa, terlalu banyak cerita yang terukir, tetap jadi
sodara dalam susah maupun senang. Tuhan Memberkati.
12. Felix Fonataba. Yang selalu memberikan motivasi, yang selalu menjadi
penyemangat. Tetap semangat kuliahnya. Tuhan Memberkatimu.
13. Roslina Wanggai, Herlina Epem dan Glori N.R.C Sembai. Terimakasih untuk
kebersamaan yang terjalin selama perkuliahan, yang sama-sama berjuang,
susah senang dalam perkuliahan kita lewai bersama, terlalu banyak cerita yang
terukir di antara kita, sukses untuk kita berempat dan semoga tak saling
melupakan. Tuhan Memberkati.
14. Justice Assah dan Haslindah, Banyak cerita yang terukir selama perkuliahan,
semoga kita bahagia dan tak saling melupakan.
15. Untuk keluarga besar penulis dan semua pihak yang terlibat secara langsung
maupun tidak langsung penulis mengucapkan banyak terimakasih.

vi
Untuk Holy Spirit sumber segala ilham selama penulisan skripsi ini, sumber
pengetahuan utama, sumber inspirasi, sumber semangat, sumber sukacita, sumber
kekuatan, kepada Dia, Yesus dan Allah Bapa di Surga. Kiranya Skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca.Terimakasih.

Makassar, November 2017

Mariska Ester Awi Nerokou

vii
DAFTAR ISI

SAMPUL................................................................................................................. i

LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................iii

RINGKASAN ...................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR .......................................................................................... v

DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi

DAFTAR BAGAN……………………………………………………………....xii

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………….xiii

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 8

C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 8

1. Tujuan Umum ...................................................................................... 9

2. Tujuan Khusus ..................................................................................... 9

D. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 10

A. Tinjauan Umum Tentang Pangan Jajanan................................................ 10

B. Tinjauan Umum Tentang Keamanan Pangan .......................................... 13

C. Tinjauan Umum Tentang Bahan Tambahan Makanan ............................ 15

D. Tinjauan Umum Tentang Zat Pewarna .................................................... 16

viii
E. Tinjauan Umum Tentang Zat Pewarna Methanil Yellow dan Rhodamin B

.................................................................................................................. 21

F. Tinjauan Umum Tentang Higiene Dan Sanitasi ...................................... 22

G. Kerangka Teori......................................................................................... 33

BAB III KERANGKA KONSEP......................................................................... 34

A. Kerangka konsep ...................................................................................... 34

B. Definisi Operasional................................................................................. 35

C. Hipotesis ................................................................................................... 36

BAB IV METODE PENELITIAN ...................................................................... 37

A. Jenis Penelitian ......................................................................................... 37

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................... 37

C. Populasi dan Sampel ................................................................................ 37

D. Instrument Penelitian ............................................................................... 38

E. Pengolahan, Penyajian Data dan Analisis Data ....................................... 43

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 44

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................................ 44

1. Karakteristik Kantin ........................................................................... 45

2. Karakteristik Jajanan .......................................................................... 47

B. Hasil Penelitian ........................................................................................ 49

1. Identifikasi Zat Pewarna Rhodamiin B dan Methanil Yellow

pada Pangan Jajanan .......................................................................... 49

2. Higiene Sanitasi Penjamah Makanan Jajanan anak Sekolah Dasar ... 50

C. Pembahasan .............................................................................................. 51

1. Analisis Rhodamin B dengan Menggunakan Kromotografi Lapis tipis


ix
........................................................................................................... 51

2. Analisis Methanil Yellow dengan Metode Kromotografi Lapis

Tipis.................................................................................................. 55

3. Higiene Sanitasi Penjamah Makanan Jajanan Anak Sekolah Dasar 57

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 66

A. Kesimpulan .............................................................................................. 66

B. Saran......................................................................................................... 66

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Bahan Pewarna Sintesis yang Diperbolehkan di Indonesia ................ 18

Tabel 2.2 Bahan Pewarna Sintesis yang Dilarang di Indonesia .......................... 19

Tabel 2.3 Kelas-Kelas Zat Pewarna Buatan Menurut JECFA ........................... 20

Tabel 5.1 Karakteristik Kantin di SD Negeri Kompleks IKIP Kota Makassar .. 46

Tabel 5.2 Karakteristik Jajanan Beserta Harga Perporsi atau Persatuan ............ 47

Tabel 5.3 Hasil Uji Kualitatif Pewarna (Rhodamin B dan Methanil Yellow)

pada Makanan Jajanan di SD Negeri Kompleks IKIP Kota

Makassar ............................................................................................. 50

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Higene dan Sanitasi Pada Penjamah

Makanan Jajanan Di SD Negeri kompleks IKIP Kota

Makassar ............................................................................................. 51

xi
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori…………………………………………………… 33

Bagan 3.1 Kerangka Konsep………………………………………………… 34

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuisioner Higiene Sanitasi Pangan

Lampiran 2 Hasil Analisis

Lampiran 3 Foto Kegiatan

Lampiran 4 Lampiran Surat

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Beragam jenis makanan jajanan di Indonesia berkembang sangat pesat

sejalan dengan pesatnya pembangunan. Makanan jajanan didefinisikan

sebagai makanan siap makan atau dipersiapkan untuk dikonsumsi langsung

dilokasi jualan, jalanan atau tempat umum, seperti area permukiman, pusat

perbelanjaan, terminal, pasar, sekolah atau dijajakan dengan cara berkeliling.

Sebagian besar makanan jajanan dibuat di lingkungan keluarga sebagai

industri rumah tangga. Beberapa keunggulan makanan jajanan adalah

harganya yang murah, mudah didapat, cita rasanya yang enak dan cocok

dengan selera kebanyakan masyarakat. Makanan jajanan berdampak positif

terhadap penganekaragaman makanan sejak kecil dalam rangka peningkatan

mutu gizi makanan yang dikonsumsi dan pada akhirnya akan meningkatkan

status gizi (Putra, 2009).

Makanan jajanan merupakan bagian tidak terpisahkan dari kehidupan

anak sekolah dasar. Konsumsi dan kebiasaan jajan anak turut mempengaruhi

kontribusi dan kecukupan energi dan zat gizinya yang berujung pada status

gizi anak. Suhardjo (1989) menyebutkan bahwa kebiasaan jajan merupakan

istilah untuk menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang berhubungan

dengan makan dan makanan seperti frekuensi makan, jenis makanan,

1
kepercayaan terhadap makanan (pantangan), preferensi terhadap makanan, dan

cara pemilihan makanan (Suci EST, 2009).

Usia sekolah merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan anak

menuju masa remaja, sehingga asupan zat gizi yang cukup dengan

memperhatikan keamanan pangan yang dikonsumsi sangat penting untuk

diperhatikan, termasuk makanan jajanannya. Lebih dari 99% anak sekolah

jajan di sekolah untuk memenuhi kebutuhan energinya saat berada di sekolah.

Namun demikian, hasil pengawasan BPOM tahun 2008-2010 menunjukkan

bahwa 40-44% dari sampel pangan jajanan anak sekolah yang diuji, tidak

memenuhi syarat karena penyalahgunaan bahan berbahaya serta cemaran

mikroba dan atau bahan tambahan pangan yang melebihi batas. Permasalahan

tersebut mengindikasikan kurangnya pengetahuan, kepedulian, atau kesadaran

para pembuat, penjual, dan pembeli akan pentingnya keamanan pangan

(Ghaida dan Siti, 2010).

Pangan jajanan merupakan salah satu jenis makanan yang sangat dikenal

dan umum di masyarakat, terutama anak usia sekolah. WHO (1996)

mengartikan pangan jajanan sebagai makanan dan minuman yang

dipersiapkan dan/atau dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan tempat-

tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi

kemudian tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut. Anak sekolah

biasanya membeli pangan jajanan pada penjaja pangan jajanan di sekitar

sekolah atau di kantin sekolah. Oleh karena itu, penjaja berperan penting

2
dalam penyediaan pangan jajanan yang sehat dan bergizi serta terjamin

keamanannya (Ghaida dan Siti, 2010).

Aspek negatif makanan jajanan yaitu apabila dikonsumsi berlebihan dapat

menyebabkan terjadinya kelebihan asupan energi. Sebuah studi di Amerika

Serikat menunjukkan bahwa anak mengonsumsi lebih dari sepertiga

kebutuhan kalori sehari yang berasal dari makanan jajanan jenis fast food dan

soft drink sehingga berkontribusi meningkatkan asupan yang melebihi

kebutuhan dan menyebabkan obesitas. Masalah lain pada makanan jajanan

berkaitan dengan tingkat keamanannya. Penyalahgunaan bahan kimia

berbahaya atau penambahan bahan tambahan pangan yang tidak tepat oleh

produsen pangan jajanan adalah salah satu contoh rendahnya tingkat

pengetahuan produsen mengenai keamanan makanan jajanan. Ketidaktahuan

produsen mengenai penyalahgunaan tersebut dan praktik higiene yang masih

rendah merupakan faktor utama penyebab masalah keamanan makanan

jajanan (Aprilia B D, 2011).

Kasus penyalahgunaan bahan tambahan pangan yang biasa terjadi adalah

penggunaan bahan tambahan yang dilarang untuk bahan pangan dan

penggunaan bahan makanan melebihi batas yang ditentukan. Penyebab lain,

produsen berusaha memenuhi kebutuhan dengan mendapat keuntungan besar,

tetapi harga murah melalui penggunaan zat pewarna makanan yang digunakan

untuk mempertahankan kondisi makanan agar menarik (Vheriani dan Yhona,

2016).

3
Menurut data Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada tahun

2010, sekolah menempati urutan kedua (26,9 %) setelah tempat tinggal

(56,52%) kasus keracunan pangan di Indonesia. Data BPOM tahun 2010

menunjukkan adanya jajanan yang tidak memenuhi syarat dengan

ditemukannya dari 2.984 sampel yang diuji, 45% tidak memenuhi syarat

karena mengandung boraks, formalin, methanol yellow dan rhodaminB

(Zakaria dkk, 2012).

Selain itu, Badan POM juga melakukan sampling dan pengujian

laboratorium terhadap Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) yang diambil

dari 866 Sekolah Dasar Madrasah Ibtidaiyah yang tersebar di 30 kota di

Indonesia. Hasil pengujian terhadap parameter uji bahan tambahan pangan

yang dilarang yaitu pewarna bukan untuk pangan (rhodamin B) yang

dilakukan pada 3.925 sampel produk PJAS yang terdiri dari es (mambo, loli),

minuman berwarna merah, sirup, jelly/agar-agar, kudapan dan makanan ringan

diketahui bahwa 40 (1,02%) sampel mengandung rhodamin B, sedangkan

untuk pengujian pewarna yang dilarang untuk pangan yaitu methanyl yellow

yang dilakukan pada 4.418 sampel produk PJAS yang terdiri dari es (mambo,

loli), minuman berwarna, sirup, jelly, agar-agar, mie, kudapan dan makanan

ringan, diketahui 2 (0,05%) sampel mengandung methanyl yellow. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan rendahnya perlindungan pada anak sekolah,

padahal mengonsumsi jajanan saat bersekolah sudah jadi aktivitas rutin

mereka. (Zakaria dkk, 2012).

4
Rhodamin B dan metanil yellow merupakan zat warna sintetik yang

penggunaanya terlarang umum digunakan sebagai pewarna tekstil. Walaupun

memiliki toksisitas yang rendah, namun pengkonsumsian rhodamin B dalam

jumlah yang besar maupun berulang-ulang menyebabkan sifat kumulatif yaitu

iritasi saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi pada mata, iritasi pada saluran

pencernaan, keracunan, dan gangguan hati. Sedangkan untuk metanil yellow

dapat menyebabkan iritasi pada mata jika dikonsumsi dalam jangka panjang.

Kuning metanil juga dapat bertindak sebagai tumor promoting agent dan

menyebabkan kerusakan hati (Nabila, 2015).

Masalah keamanan jajanan di sekitar sekolah antara lain ditemukannya

produk pangan olahan yang tercemar bahan berbahaya (mikrobiologis dan

kimia) serta pangan siap saji yang belum memenuhi syarat hygiene dan

sanitasi, dan sumbangan pangan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan.

Penyebabnya, tata cara penanganan pangan yang mengabaikan aspek

keamanan pangan, ketidak tahuan konsumen (anak-anak sekolah & guru) akan

pangan jajanan yang aman (Amiruddin dkk, 2014).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi

Makanan Jajanan, terdapat beberapa aspek yang diatur dalam penanganan

makanan jajanan, yaitu penjamah makanan, peralatan, air, bahan makanan,

bahan tambahan makanan, penyajian dan sarana penjaja. Beberapa aspek

tersebut sangat mempengaruhi kualitas makanan (Kemenkes, 2003).

5
Menurut Penelitan Febria Agustina, dkk (2009) terdapat 47,8 % hygiene

perseorangnnya tidak baik, 62,2 % responden memiliki sanitasi peralatan yang

tidak baik dan 47,8 % responden yang memiliki sarana penjaja yang

sanitasinya tidak baik (Febria Agustina dkk, 2009).

Anak-anak sering menjadi korban penyakit tersebut. Salah satu

penyebabnya adalah karena tidak memperhatikan kebersihan perorangan dan

lingkungannya dalam proses pengelolaan makanan. Sekitar 80% penyakit

yang tertular melalui makanan disebabkan oleh bakteri pathogen. Ada

beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan makanan, antara

lain adalah hygiene perorangan yang buruk, cara penanganan makanan yang

tidak sehat dan perlengkapan pengolahan makanan yang tidak bersih. Salah

satunya penyebabnya adalah karena kurangnya pengetahuan dalam

memperhatikan kesehatan diri dan lingkungannya dalam proses pengolahan

makanan yang baik dan sehat (Ningsih 2014).

Para penjual makanan yang menjajakan makanan umumnya tidak

memiliki latar belakang pendidikan yang cukup, khususnya dalam hal hygiene

dan sanitasi pengolahan makanan. Pengetahuan penjual makanan tentang

hygiene dan sanitasi pengolahan makanan akan sangat mempengaruhi kualitas

makanan yang disajikan kepada masyarakat konsumen (Ningsih, 2014).

Salah satu produk makanan dan minuman yang paling sering ditambahkan

dengan zat warna adalah makanan jajanan. Sampel makanan yang akan diteliti

adalah makanan jajanan yang biasa dijajakan di Sekolah Dasar dengan

meneliti adanya zat pewarna terlarang (rhodamin B dan methanol yellow)

6
dalam bahan makanan tersebut. Makanan jajanan yang dipilih adalah makanan

yang memiliki warna merah dan kuning terang dan menarik.

Anak sekolah merupakan kelompok yang sangat peka untuk menerima

perubahan atau pembaharuan. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan

oleh peneliti pada bulan Maret 2017, SD Negeri Kompleks IKIP ini terdiri

dari SD Negeri IKIP 1 dan SD Negeri IKIP 2, dimana sekolah tersebut

menyediakan 3 kantin , dan tiap kantin tersebut memiliki beberapa sub kantin

didalamnya serta terdapat beberapa pedagang kaki lima yang berjualan tidak

menetap di lingkungan sekitar sekolah dan umumnya secara rutin dikonsumsi

oleh sebagian besar anak sekolah dasar.

Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan peneliti SD Negeri

Komplek IKIP letaknya cukup strategis dan sering dilalui banyak kendaraan

bermotor. Beberapa pedagang makanan jajanan banyak ditemui di sekolah-

sekolah tersebut. Pedagang tersebut kerap kali menunjukkan perilaku yang

tidak sehat dalam menjamah makanan.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis ingin meneliti Bahan

Tambahan Pangan (BTP) khususnya penggunaan zat pewarna pada makanan

jajanan serta praktek higiene sanitasi penjamah makanan jajanan di Sekolah

Dasan Negeri IKIP Makassar. Hal ini disebabkan karena penggunaan bahan

pewarna terlarang serta praktek higiene sanitasi penjamah yang kurang baik

tersebut pada pangan jajanan dapat memberikan dampak yang kurang baik

bagi kesehatan.

7
B. Rumusan Masalah

Anak Sekolah Dasar termasuk kelompok umur yang rentan terhadap

penyakit, sehingga jika kualitas makanan jajanan buruk akan mempengaruhi

proses belajar mengajar dan berdampak pada prestasi belajar anak sekolah

dasar. Lebih lanjut lagi anak sekolah dasar masih dalam masa tumbuh

kembang. Maka jika mereka mengkonsumsi makanan tidak sehat bahhkan

makanan yang mengandung zat yang berbahaya maka akan berpengaruh pada

kesehatan.

Pembinaan makanan jajanan anak sekolah masih kurang mendapat

prioritas sehingga masih banyak dijumpai permasalahan hygiene dan sanitasi

kantin sekolah yang kurang memenuhi syarat serta perilaku jajan anak sekolah

dasar yang tidak higienis.

Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk

mengetahui :

1. Apakah pangan jajanan anak di SD Negeri Kompleks IKIP mengandung

zat pewarna terlarang pada pangan jajanan?

2. Bagaimana praktek higiene dan sanitasi penjaja makanan jajanan pada SD

Negeri Kompleks IKIP?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan rumusan masalah, maka

tujuan penelitian ini adalah:

8
1. Tujuan Umum

Untuk mengidentifikasikan adanya zat pewarna yang berbahaya pada

pangan jajanan dan praktek hygiene sanitasi penjaja makanan di SD

Negeri Kompleks IKIP.

2. Tujuan Khusus

1. Untuk menganalisis zat pewarna (Rhodamin B dan Methanil Yellow)

berbahaya yang terdapat pada pangan jajanan di SD Negeri Kompleks

IKIP.

2. Untuk mengetahui praktek Higiene dan Sanitasi produsen penjaja

makanan di SD Negeri Kompleks Kompleks IKIP.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi pemerintah hasil penelitian yang diperoleh dapat digunakan

pemerintah sebagai dasar untuk membuat aturan ataupun izin dalam hal ini

penggunaan pewarna.

2. Bagi masyarakat baik orang tua siswa maupun pihak sekolah agar lebih

memperhatikan pangan jajanan yang berada disekitar sekolah.

3. Bagi peneliti sendiri diharapkan dapat menambah pengalaman dalam

rangka meningkatkan wawasan dan pengetahuan mengenai keamanan

pangan khususnya pada Pangan Jajanan Anak Sekolah.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Pangan Jajanan

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

942/MENKES/SK/VII/2003, makanan jajanan adalah makanan dan minuman

yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan

sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan

jasa boga, rumah makan atau restoran, dan hotel (Menkes, 2003).

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) jajanan berarti

kudapan atau penganan yang di jajakan. Menurut Street Agriculture

Organization (FAO) pangan jajanan didefinisikan sebagai makanan dan

minuman yang dipersiapkan atau dijual oleh pedagang kaki lima dan di

tempat-tempat keramaian umum lain yang langsng dimakan atau dikonsumsi

tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut (Rifka Triasari, 2015).

Departemen Kesehatan menyatakan bahwa makanan yang memenuhi

syarat kesehatan adalah jika tidak mengandung kuman pathogen serta tidak

mengandung zat berbahaya menurut alas an yang telah ditentukan, serta

kuman aerob dalam makanan tidak boleh melampaui jumlah angka kuman

pada makanan. Makanan jajanan memiliki harga relative murah dengan mutu

gizi yang tidak tinggi. Pada umumnya tingkat kebersihan makanan jajanan

sangat rendah, tetapi banyak digemari oleh semua lapisan masyarakat. Secara

umum makanan yang disukai adalah makanan yang memenuhi selera atau
10
citarasa/idrawi, yaitu dalam hal rupa, warna, bau, rasa, suhu dan tekstur (Rina

Yuliastuti, 2012).

Pangan jajanan atau streed food merupakan makanan dan minuman yang

dapat langsung dimakan atau dikomsumsi, telah terlebih dahulu dipersiapkan

atau dimasak ditempat produksi atau tempat berjualann. Umumnya

dipersiapkan dan atau dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan atau tempat-

tempat keramaian umum lainnya. Pangan jajanan memiliki aneka jenis dan

variasi dalam bentuk, keperluan dan harga (Winarno, 2004).

a. Makanan sepinggan

Makanan sepinggan merupakan kelompok makanan utama, yang

dapat disiapkan di rumah terlebih dahulu atau disiapkan di tempat

penjualan. Contoh makanan sepinggan seperti : gado-gado, nasi uduk,

siomay, bakso,mi ayam, lontong sayur dan lain-lain.

b. Makanan camilan

Makanan camilan adalah makanan yang dikonsumsi diantara dua

waktu makan. Makanan camilan terdiri dari :

1. Makanan camilan basah, seperti pisang goreng, lemper, lumpia,

risoles, dan lain-lain. Makanan camilan ini dapat disiapkan di rumah

terlebih dahulu atau disiapkan di tempat penjualan

2. Makanan camilan kering, seperti produk ekstrusi (brondong),

keripik,biskuit, kue kering, dan lain-lain. Makanan camilan ini

umumnya diproduksi oleh industri pangan baik industri besar, industri

kecil, dan industry rumah tangga.

11
c. Minuman

Kelompok minuman yang biasanya dijual meliputi Air minum, baik

dalam kemasan maupun yang disiapkan sendiri seperti Minuman ringan

antara lain : Dalam kemasan, misalnya teh, minuman sari buah, minuman

berkarbonasi, dan lain-lain. Disiapkan sendiri oleh kantin, misalnya es

sirup dan teh.

d. Minuman campur, seperti es buah, es cendol, es doger, dan lainlain.

Makanan jajanan sering kali lebih banyak mengandung unsur

karbohidrat dan hanya sedikit mengandung protein, vitamin, atau mineral.

Karena ketidaklengkapan gizi dalam makanan jajanan, maka pada

dasarnya makanan jajanan tidak dapat mengganti sarapan pagi atau makan

siang. Anak-anak yang banyak mengkonsumsi makanan jajanan perutnya

akan merasa kenyang karena padatnya kalori yang masuk dalam tubuh.

Sementara gizi seperti protein, vitamin, dan mineral masih sangat kurang.

Dampak positif dari makanan jajanan itu sendiri dapat menggatinkan

energi yang hilang saat beraktifitas disekolah, adapun dampak negatif dari

makanan jajanan yaitu timbulnya diare dan keracunan akibat kebersihan

kurang terjamin. (Khomsan, 2006).

Peranan makanan jajanan mulai mendapat perhatian secara

internasional yang banyak menaru perhatian terhadap studi dan

perkembangan makanan jajanan. Peranan makanan jajanan sebagai

penyumbang gizi dalam menu sehari-hari yang tidak dapat disampingkan.

Makanan jajanan mempunyai fungsi sosial ekonomi yang cukup penting,

12
dalam arti pengembangan makanan jajanan dapat meningkatkan sosial

ekonomi pedagang. Disamping itu makanan jajanan memberikan

kontribusi gizi yang nyata terhadap konsumen tertentu. Kebiasaan jajan di

sekolah sangat bermanfaat jika makanan yang dibeli sudah memenuhi

syarat-syarat kesehatan sehingga dapat melengkapi atau menambah

kebutuhan gizi anak. Akan tetapi, terlalu sering mengkonsumsi makanan

jajanan dapat berakibat negative. Dampak yang dapat ditimbulkan antara

lain (Semito, 2014):

a. Menurunnya nafsu makan pada anak.

b. Makanan yang tidak higienis akan memimbulkan berbagai penyakit.

c. Dapat menyebabkan obesitas pada anak.

d. Anak dapat mengalami kekurangan gizi, karena kandungan gizi pada

jajanan belum tentu terjamin.

e. Pemborosan

B. Tinjauan Umum Tentang Keamanan Pangan

Pada Peraturan Pemerintah No.28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu

dan Gizi Pangan, Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang

diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis,

kimia dan benda lain yang menganggu, merugikan, dan membahayakan

kesehatan manusia (Permenkes,2004).

Keamanan pangan didefiniskan sebagai kondisi dan upaya yang

diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis,

kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan

13
membahayakan kesehatan manusia. Makanan yang sehat, aman dan bergizi

adalah makanan yang mengandung zat gizi yang diperlukan seorang anak

untuk hidup sehat dan produktif. Makanan tersebut harus bersih, tidak

kadarluasa, dan tidak mengandung bahan kimia maupun mikroba berbahaya

bagi kesehatan. Gizi yang baik dan cukup akan membantu pertumbuhan dan

perkembangan anak secara optimal, dan akan meningkatkan kemampuan

kecerdasan seorang anak. Sebaliknya, jika anak kurang gizi maka

pertumbuhan dan perkembangan akan terhambat (Aci Debby, 2009).

Keamanan pangan merupakan suatu hal yang harus diperhatikan karena

dapat berdampak pada kesehatan, baik bagi anak-anak maupun orang dewasa.

Menurut data dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sepanjang

tahun 2012, insiden keracunan akibat mengonsumsi makanan menduduki

posisi paling tinggi, yaitu 66,7%, dibandingkan dengan keracunan akibat

penyebab lain, misalnya obat, kosmetika, dan lain-lain. Salah satu penyebab

keracunan makanan adalah adanya cemaran kimia dalam makanan tersebut

(Yhona dan Veriani, 2016).

Masalah keamanan pangan merupakan masalah yang kompleks yang

merupakan dampak dari hasil interaksi mikrobiologik, toksisitas kimiawi, dan

status gizi yang berkaitan satu sama lain. Ditinjau dari mata rantai timbulnya

masalah keamanan pangan, pada dasarnya masalah keamanan pangan dapat

timbul di: (1) tingkat produksi, (2) tingkat pengolahan, dan (3) tingkat

distribusi termasuk penyajian untuk konsumsi (Aci Debby, 2009).

14
C. Tinjauan Umum Tentang Bahan Tambahan Makanan

Penggunaan bahan tambahan pangan (food additives) pada masyarakat

semakin meningkat sejalan dengan berkembangnya industri pengolahan

makanan diindonesia. Pada umumnya makanan yang dikemas mengandung

bahan tambahan yang berfungsi untuk mengawetkan makanan (Alsuhendra

dan Ridawati, 2013).

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan

bahwa Bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan

sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan,

mempuyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan

ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada

pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, pewadahan, pembungkusan,

penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau

diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponan

yang mempengaruhi sifat khas makanan. (Permenkes, 1988).

Bahan tambahan makanan adalah bahan kimia yang terdapat dalam

makanan yang ditambahkan secara sengaja atau yang secara alami bukan

merupakan bagian dari bahan baku, untuk mempengaruhi dan menambah cita

rasa, warna, tekstur, dan penampilan dari makanan. Adapun Fungsi bahan

tambahan pangan antara lain, adalah (Ratnani, 2009) :

a. Sebagai pengawet pangan dengan cara mencegah pertumbuhan dan

aktivitas mikroba perusak pangan (menahan proses biokimia) atau

mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan.

15
b. Untuk membuat makanan itu dapat diproduksi secara massal

c. Menjadikan pangan lebih baik dan menarik sehingga menambah dan

merangsang timbulnya selera makan .

d. Meningkatkan kualitas pangan .

e. Menghemat biaya.

D. Tinjauan Umum Tentang Zat Pewarna

Zat pewarna dibagi menjadi dua kelompok yaitu certified color dan

uncertified color. Perbedaan antara certified dan uncertified color adalah: bila

certified color merupakan zat pewarna sintetik yang terdiri dari dye dan lake,

maka uncertified color adalah zat pewarna yang berasal dari bahan alami

(Winarno, 2004).

a. Uncertified color additive ( zat pewarna tambahan alami)

Zat pewarna yang termasuk dalam uncertified color ini adalah zat

pewarna alami (ekstrak pigmen dari tumbuh-tumbuhan) dan zat pewarna

mineral, walaupun ada juga beberapa zat pewarna seperti ß-karoten dan

kantaxantin yang telah dapat dibuat secara sintetik. Untuk penggunaannya

bebas sesuai prosedur sertifikasi da termasuk daftar yang tetap. Satu-

satunya zat pewarna uncertified yang penggunaannya masih bersifat

sementara adalah Carbon Black (Winarno, 2004).

b. Certified color (zat pewarna sintetik)

Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, zat warna hasil

rekayasa teknologipun kian berkembang. Oleh karena itu berbagai zat

16
warna sintetik diciptakan untuk berbagai jenis keperluan misalnya untuk

tekstil, kulit, peralatan rumah tangga dan sebagainya (Annis, 2014).

Pewarna buatan untuk makanan diperoleh melalui proses sintesis kimia

buatan yang mengandalkan bahan tambahan kimia, atau dari bahan yang

mengandung pewarna alami melalui ekstrasi secara kimiawi, atau dari

bahan yang mengandung pewarna almi melalui ekstrasi secara kimiawi.

Beberapa contoh pewarna buatan adalah tartazine untuk warna kuning

alhura read untuk warna merah dan sebagainya. Kelebihan pewarna

buatan adalah dapat menghasilkan warna lebih kuat meskipun jumlah

pewarna yang digunakan hanya sedikit. Selain itu, biarpun telah

mengalami proses pengolahan dan pemanasan warna yang dihasilkan dari

pewarna buatan akan tetap cerah (Cahyadi, 2009).

Beberapa jenis pewarna sintesis diizinkan penggunaannya diindonesia.

Bahan pewarna sintesis yang diizinkan disebut dengan istilah permited

color atau certified color. Jenis-jenis pewarna sintesis dan contoh aplikasi

serta batas maksimum penggunaannya pada beberapa makanan dapat

dilihat.

17
Tabel 2.1
Bahan Pewarna Sintesis yang Diperbolehkan Diindonesia

No. Indeks
Batas
Nama Warna (CI Contoh Bahan
No Maksimun
Pewarna No.) Makanan
Penggunaan
100 mg/kg
Es Krim dan sejenisnya. Kapri
1 Biru Berlian 42090 kalengan
100 mg/kg
Acar mentimun dalam botol
300 mg/kg
Minuman Ringan dan makanan 70 mg/kg
2 Cokelat HT 20285 cair.
Makanan lain 300 mg/kg
100 mg/kg
Es Krim dan sejenisnya
3 Eritrosin 45430 Jem dan jeli 200 mg/kg
Udang Beku 30 mg/kg

100 mg/kg
Es Krim dan sejenisnya.
4 Hijau FCF 42053 Acar Mentimun dalam Botol. 300 mg/kg
Jem dan Jeli
200 mg/kg
Minumana Ringan dan makanan 70 mg/kg
5 Hijau S 44090 cair. 300 mg/kg
Makanan lain. 300 mg/kg
100 mg/kg
Es krim dan sejenisnya.
6 mg/kg
Yoghurt beraroma dan produk
6 Indigotin 73015 yang dipanaskan setelah
fermentasi botol. Jem dan jeli.
Makanan lain.
200 mg/kg
300 mg/kg
Es Krim dan sejenisnya.
100 mg/kg
Yoghurt beraroma dan produk
7 Karmoisin 14720
yang dipanaskan setelah
57 mg/kg
fermentasi
100 mg/kg
Es krim dan sejenisnya. Acar
8 Kuning FCF 15985 mentimun dalam botol.
300 mg/kg
Marmalad
200 mg/kg
Kuning Es krim dan sejenisnya. 50 mg/kg
9 47005
Kuinolin Makanan lain

18
300 mg/kg
70 mg/L
Minuman Ringan dan Makanan
10 Merah Alura 16035
Cair. Makanan lain
300 mg/kg
70 mg/L
Minumana ringan dan makanan
cair.
48 mg/kg
11 Ponceau 4R 16255 Yoghurt beraroma dan produk
yang dipanaskan setelah
fermentasi. Buah pir kalengan.
200 mg/kg
100 mg/kg
Es Krim dan sejenisnya.
12 Tartrazin 19140 Jem dan jeli.
200 mg/kg
Marmalad
100 mg/kg
Sumber: SNI 01-0222-1995
Tabel 2.2
Bahan Pewarna Sintesis yang Dilarang Diindonesia

Nomor Indeks Warna


Bahan Pewarna
(C.I.No)
Citrus Red No.2 12156
Ponceau 3R (Red G) 16155
Ponceau SX (Food Red No.1) 14700
Rhodamine B (Food Red No.5) 45170
Guinea Green B (Acid Green No. 3) 42085
Magenta (Basic Violet No.14) 42510
Chysoidine (Basic Orange No.2) 11270
Butter Yellow (Solvent Yellow No.2) 11020
Sudan I (Food Yellow No.2) 12055
Methanil Yellow (Food Yellow No.14) 13065
Auramine (Ext. D & C Yellow No.1) 41000
Oil Oranges SS (Basic Yellow No. 2) 12100
Oil Oranges XO (Solvent Oranges No. 7) 12140
Oil Yellow AB (Solvent Oranges No. 5) 11380
Oil Yellow OB (Solvent Oranges No. 6 ) 11390
Sumber: Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988

Menurut Joint FAC/ WHO Expert Committee on Food Additives

(JECFA) zat pewarna buatan dapat digolongkan dalam beberapa kelas

berdasarkan rumus kimianya, yaitu azo, triarilmetana, quinolin, xanten dan

indigoid. Sedangkan berdasarkan kelarutannya dikenal dua macam pewarna

19
buatan, yaitu dyes dan lakes. Dyes adalah zat pewarna yang umumnya bersifat

larut dalam air, sehingga larutannya menjadi berwarna dan dapat digunakan

untuk mewarnai bahan pangan. Sedangkan untuk zat pewarna lakes dibuat

melalui proses pengendapan dan absorpsi dyes pada radikal (Al dan Ca) yang

dilapisi dengan aluminium hidrat (Alumina). Lapisan alumina ini tidak larut

dalam air, sehingga lakes ini tidak larut pada hamper semua pelarut. Tabel 3

berikut menunjukkan kelas-kelas zat pewarna buatan menurut Joint

FAC/WHO Expert Committee on Food Addtivies (Annis, 2014).

Tabel 2.3
Kelas-Kelas Zat Pewarna Buatan Menurut JECTA
Zat Pewarna Warna
Azo:
i. Tartazin Kuning
ii. Sunset yellow Orange
FCF Merah
iii. Allura Red AC (kekuningan)
iv. Ponceau 4R Merah
v. Red 2G Merah
vi. Azorubine Merah
vii. Fast Red E Merah
viii. Amaranth Merah (kebiruan)
ix. Brilliant Black Ungu
BN Kuning Coklat
x. Brown FK Coklat
Trialtrimetana:
xi. Brilliant blue
Biru
FCF
Biru
xii. Pantent Blue V
Biru kehijauan
xiii. Green S
Hijau
xiv. Fast Green FCF
Quinolin:
xv. Quinolin Yellow Kuning Kehijauan
Xanten:
xvi. Erythrosine Merah
Indigoid:
xvii. Indigoitine Biru Kemerahan
Sumber:Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988
20
E. Tinjauan Umum Tentang Zat Pewarna Methanil Yellow dan Rhodamin

Methanil Yellow merupakan bahan pewarna sintetik berupa serbuk yang

berwarna kuning kecoklatan. Senyawa methanol yellow adalah suatu azo amin

aromatic yang memiliki bobot molekul 375,38 g/mol dan rumus molekul C 18

N14 NaO3 S. Beberapa sifatnya, antara lain adalah dapat larut dalam air dan

alkohol, agak larut dalam aseton, serta sedikit larut dalam benzene dan eter.

Pewarna ini memiliki beberapa nama sinonim, yaitu Acidid methanol yellow,

Acid

yellow 36, Brasilan metanil yellow, Acid yellow 36, C.I, Acid yellow 36

monosodium salt, metanile yellow O, Diacid metanil yellow, Eniacid metanil

yellow (Resya Eka, 2013).

Methanil Yellow merupakan zat warna buatan yang memberikan warna

kuning pada makanan. Zat warna ini juga seringkali disalah artikan sebagai

salah satu bagian dari zat-zat makanan. Wujudnya padat kuning kecoklatan.

Methanil Yellow sebenarnya pewarna untuk tekstil dan cat. Namun sebagian

orang menggunakannya untuk mie basah, kerupuk, dan berbagai macam kue.

Methanil Yellow digunakan pada makanan dan dapat menyebabkan kanker.

Terutama pada orang yang sering mengonsumsinya juga akan menibulkan

permasalahan pada pencernaan. Zat-zat makanan ini benar-benar sangat

berbahaya (Resya Eka,2013).

Rhodamin B juga adalah zat pewarna buatan yang menghasilkan warna

merah. Wujudnya seperti serbuk Kristal berwarna merah keunguan. Jika

dilarutkan dalam air maka akan menghasilkan larutan merah terang. Rhodamin

21
B disalah gunakan oleh sebagian orang untuk mewarnai kerupuk, terasi, dan

aneka kue. Padahal zat ini apabila termakan akan menimbulkan kanker hati

(Resya Eka, 2013).

F. Tinjauan Umum Tentang Higiene Dan Sanitasi Pangan

Personal Higiene merupakan tindakan pencegahan yang menyangkut

tanggung jawab individu untuk meningkatkan kesehatan serta membatasi

persebaran penyakit menular terutama yang ditularkan melalui kontak

langsung. Personal higiene penjamah makanan sangatlah perlu dipelajari dan

diterapkan dalam pengolahan makanan untuk mencegah penyebaran penyakit

menular melalui makanan (Rizha, 2015).

Higiene sanitasi makanan dan minuman adalah upaya untuk mengendalikan

faktor tempat, peralatan, orang dan makanan yang dapat atau mungkin dapat

menimbulkan gangguan kesehatan dan keracunan makanan (Depkes RI,

2004).

Sedangkan sanitasi merupakan program yang seharusnya dijalankan bukan

untuk mengatasi masalah kotornya lingkungan atau kotornya pemrosesan

bahn, tetapi untuk menghilangkan kontaminan dari makanan dan mesin

pengolahan makanan serta mencegah terjadinya kontaminasi kembali.

Kontaminasi yang mungkin timbul berasal dari pestisida, bahan kimia,

insekta, tikus dan partikel-partikel benda asing seperti kayu, metal. Pecahan

gelas dan lain-lain, tetapi yang terpenting adalah bebsa dari kontaminasi

mikroba (Winarno, 2004).

22
Higiene sanitasi ini bermanfaat agar tercipta suatu lingkungan kerja yang

sehat, sehingga hasil produksinya terjaga pula kesehatanya. Manfaat dari

penerapan higiene sanitasi makanan adalah (Fina, 2012) :

1. Menyediakan makanan yang sehat dan aman untuk dikonsumsi.

2. Mencegah penyakit menular.

3. Mencegah kecelakaan akibat kerja

4. Mencegah timbulnya bau yang tidak sedap

5. Menghindari pencemaran

6. Mengurangi jumlah (prosentase) sakit.

7. Lingkungan menjadi bersih, sehat dan nyaman

Kualitas higiene dan sanitasi yang dipengaruhi oleh dua faktor utama,

yaitu faktor penjamah makanan dan faktor lingkungan di mana

makanantersebut diolah, termasuk fasilitas pengolahan makanan yang tersedia.

Dari kedua factor tersebut, faktor penjamah makanan dipandang lebih penting

karena sebagai manusia, bersifat aktif yang mampu mengubah diri dan

lingkungan ke arah yang lebih baik atau sebaliknya. Higiene perorangan

merupakan kunci keberhasilan dalam pengolahan makanan yang aman dan

sehat. Betapapun ketatnya peraturan telah dibuat dan dikeluarkan oleh suatu

usaha ditambah peralatan kerja dan fasilitas memadai, semua itu akan sia-sia

saja bila manusia yang menggunakannya berperilaku tidak mendukung (Trika

dan Ririh, 2013).

Makanan harus dikelola dengan baik dan benar agar tidak menyebabkan

gangguan kesehatan dan bermanfaat bagi tubuh. Cara pengelolaan makanan

23
yang baik yaitu dengan menerapkan prinsip higiene dan sanitasi makanan

(Permenkes No.3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat).

Prinsip higiene sanitasi makanan:

1. Pemilihan bahan makanan

Pemilihan bahan makanan harus memperhatikan mutu dan kualitas

serta memenuhi persyaratan yaitu untuk bahan makanan tidak dikemas;

harus dalam keadaan segar, tidak busuk, tidak rusak atau berjamur, tidak

mengandung bahan kimia berbahaya dan beracun serta berasal dari sumber

yang resmi atau jelas. Untuk bahan makanan dalam kemasan atau hasil

pabrikan; mempunyai label dan merek, komposisi jelas, terdaftar dan tidak

kadaluwarsa.

2. Penyimpanan bahan makanan

Menyimpan bahan makanan baik bahan makanan tidak dikemas

maupun dalam kemasan harus memperhatikan tempat penyimpanan, cara

penyimpanan, waktu atau lama penyimpanan dan suhu penyimpanan.

Selama berada dalam penyimpanan harus terhindar dari kemungkinan

terjadinya kontaminasi oleh bakteri, serangga, tikus dan hewan lainnya

serta bahan kimia berbahaya dan beracun. Bahan makanan yang disimpan

lebih dahulu atau masa kadaluwarsanya lebih awal dimanfaatkan terlebih

dahulu.

3. Pengolahan makanan

Empat aspek higiene sanitasi makanan sangat mempengaruhi proses

pengolahan makanan, oleh karena itu harus memenuhi persyaratan, yaitu:

24
a. Tempat pengolahan makanan atau dapur harus memenuhi persyaratan

teknis higiene sanitasi untuk mencegah risiko pencemaran terhadap

makanan serta dapat mencegah masuknya serangga, binatang pengerat,

vektor dan hewan lainnya.

b. Peralatan yang digunakan harus tara pangan (food grade) yaitu aman

dan tidak berbahaya bagi kesehatan (lapisan permukaanperalatan tidak

larut dalam suasana asam/ basa dan tidak mengeluarkan bahan

berbahaya dan beracun) serta peralatan harus utuh, tidak cacat, tidak

retak, tidak gompel dan mudah dibersihkan.

c. Bahan makanan memenuhi persyaratan dan diolah sesuai urutan

prioritas. Perlakukan makanan hasil olahan sesuai persyaratan higiene

dan sanitasi makanan, bebas cemaran fisik, kimia dan bakteriologis.

d. Penjamah makanan/pengolah makanan berbadan sehat, tidak menderita

penyakit menular dan berperilaku hidup bersih dan sehat.

4. Penyimpanan makanan matang

Penyimpanan makanan yang telah matang harus memperhatikan suhu,

pewadahan, tempat penyimpanan dan lama penyimpanan. Penyimpanan

pada suhu yang tepat baik suhu dingin, sangat dingin, beku maupun suhu

hangat serta lama penyimpanan sangat mempengaruhi kondisi dan cita

rasa makanan matang.

5. Pengangkutan makanan

Dalam pengangkutan baik bahan makanan maupun makanan matang

harus memperhatikan beberapa hal yaitu alat angkut yang digunakan,

25
teknik/cara pengangkutan, lama pengangkutan dan petugas pengangkut.

Hal ini untuk menghindari risiko terjadinya pencemaran baik fisik, kimia

maupun bakteriologis.

6. Penyajian makanan

Makanan dinyatakan laik santap apabila telah dilakukan uji

organoleptik atau uji biologis atau uji laboratorium, hal ini dilakukan bila

ada kecurigaan terhadap makanan tersebut.

Penjamah makanan menurut Depkes RI (2006) adalah orang yang

secara langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari

tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengankutan sampai penyajian.

Dalam proses pengolahan makanan, peran penjamah sangatlah besar

peranananya. Sementara itu hal-hal yang perlu diperhatikan dari perilaku

tenaga pengolah makanan selama bekerja adalah (Lily D H, 2016) :

1. Tidak mengobrol atau merokok selama mengolah makanan.

2. Tidak makan atau mengunyah selama mengolah makanan.

3. Tidak memakai perhiasan.

4. Tidak menggunakan peralatan dan fasilitas yang bukan peruntukannya

5. Selalu mencuci tangan atau kaki dengan sabun sebelum dan sesudah

bekerja, dan setelah keluar kamar kecil.

6. Selalu memakai pakaian kerja dan pakaian pelindung dengan benar.

7. Pakaian kerja harus selalu bersih dan dipakai hanya pada waktu

bekerja.

26
8. Tenaga pengolah makanan harus memakai tutup kepala untuk

menghindari rambut atau kotoran masuk ke dalam makanan.

9. Tangan, kuku, kulit, rambut, gigi harus selalu bersih.

10. Bila bersin atau batuk, mulut atau hidung harus ditutup dengan sapu

tangan.

11. Memegang alat-alat pada tempatnya, misalnya peganglah sendok dan

garpu pada tangkainya, jangan memegang gelas pada bibirnya.

12. Dilarang memegang atau mengambil makanan yang sudah dimasak

dengan tangan telanjang.

Mengingat manfaat yang diharapkan dari kantin sekolah serta

dampaknya terhadap keadaan gizi dan kesehatan peserta didik maka

pengelolaan makanan di kantin sekolah hendaknya memperhatikan

aspekaspek sebagai berikut : (1) Tenaga, (2) Dana, (3) Lokasi, (4) Fasilitas

dan Peralatan (Kemenkes,2011)

Penyelenggaraan makanan kantin sekolah memerlukan seorang

penanggung jawab kantin yang mempunyai tugas pokok sebagai

penanggung jawab kelangsungan kantin sekolah secara keseluruhan, baik

ke dalam (sekolah) maupun ke luar yaitu kepada orang tua peserta didik

dan instansi yang berwenang/ terkait terutama bila terjadi hal-hal yang

tidak di inginkan atau tidak diduga (Kemenkes, 2011)

Menurut Kemenkes 2011, fasilitas dan peralatan kantin sekolah

adalah sebagai berikut :

27
1. Fasilitas Bangunan Kantin

Kantin sekolah dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu kantin

dengan ruangan tertutup dan kantin dengan ruangan terbuka seperti

koridor atau di halaman sekolah. Meskipun kantin berada di ruang terbuka,

namun ruang pengolahan dan tempat penyajian makanan harus dalam

keadaan tertutup. Kedua jenis kantin di atas harus memiliki sarana dan

prasarana sebagai berikut: sumber air bersih, tempat penyimpanan, tempat

pengolahan, tempat penyajian dan ruang makan, fasilitas sanitasi,

perlengkapan kerja dan tempat pembuangan sampah yang tertutup.

Penyediaan makanan yang baik perlu ditunjang oleh peralatan yang

sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas yang dilayani. Kebutuhan

perlengkapan dan peralatan sesuai dengan menu yang diselenggarakan.

Kantin dengan ruang tertutup harus mempunyai bangunan tetap dengan

persyaratan tertentu, sedangkan kantin dengan ruang terbuka (koridor atau

halaman) harus mempunyai tempat tertutup untuk persiapan dan

pengolahan serta penyajian makanan dan minuman. Persyaratan bangunan

untuk kantin dengan ruangan tertutup adalah sebagai berikut:

a. Lantai kedap air, rata, halus tetapi tidak licin, kuat, dibuat miring

sehingga mudah dibersihkan.

b. Dinding kedap air, rata, halus, berwarna terang, tahan lama, tidak

mudah mengelupas dan kuat sehingga mudah dibersihkan.

28
c. Langit-langit terbuat dari bahan tahan lama, tidak bocor, tidak

berlubanglubang dan tidak mudah mengelupas serta mudah

dibersihkan.

d. Pintu, jendela dan ventilasi kantin dibuat dari bahan tahan lama.

Tidak mudah pecah, rata, halus, berwarna terang, dapat dibuka-tutup

dengan baik, dilengkapi kasa yang dapat dilepas sehingga mudah

dibersihkan.

e. Ruang pengolahan dan penyajian serta tempat makan di ruangan

memiliki lubang angin/ventilasi minimal dua buah dengan luas

keseluruhan lubang ventilasi 20% dari luas lantai.

f. Lantai, dinding, langit-langit kantin, pintu, jendela dan lubang angin/

ventilasi selalu dalam keadaan bersih.

2. Fasilitas air bersih

Kantin dengan ruangan tertutup maupun kantin dengan ruangan

terbuka harus mempunyai suplai air bersih yang cukup, baik untuk

kebutuhan pengolahan maupun untuk kebutuhan pencucian dan

pembersihan. Air bersih dapat diperoleh dari PAM maupun dari sumur.

Airbersih yang disimpan dalam ember harus selalu tertutup. Gunakan

gayung bertangkai panjang untuk mengambil air dari ember.

3. Fasilitas ruang pengolahan

Ruang pengolahan atau persiapan makanan mempunyai persyaratan

yang sama, baik untuk kantin ruang tertutup maupun kantin ruang terbuka.

Ruang pengolahan selalu dalam keadaan bersih dan terpisah dari ruang

29
penyajian dan ruang makan. Ruang pengolahan atau persiapan makanan

harus tertutup. Terdapat tempat/meja yang permanen dengan permukaan

halus, tidak bercelah dan mudah dibersihkan untuk pengolahan atau

penyiapan makanan.

4. Fasilitas Tempat Penyajian

Kantin ruang tertutup maupun kantin ruang terbuka harus mempunyai

tempat penyajian makanan seperti lemari display, etalase atau lemari kaca

yang memungkinkan konsumen dapat melihat makanan yang disajikan

dengan jelas. Tempat penyajian atau display makanan ini harus selalu

tertutup untuk melindungi makanan dari debu, serangga dan hama lainnya.

Makanan camilan harus mempunyai tempat penyajian yang terpisah dari

tempat penyajian makanan sepinggan. Makanan camilan yang dikemas

dapat digantung atau ditempatkan dalam wadah dan disajikan pada tempat

yang terlindungi dari sinar matahari langsung atau debu. Buah potong

harus mempunyai tempat display tersendiri dan dijaga kebersihannya,

terhindar dari kontaminasi debu, serta sedapat mungkin dalam keadaan

dingin.

Kantin harus menyediakan meja dan kursi dalam jumlah yang cukup

dan nyaman. Meja dan kursi harus selalu dalam keadaan bersih, tidak

berdesakan sehingga setiap konsumen dapat leluasa bergerak. Permukaan

meja harus mudah dibersihkan. Untuk kantin dalam ruang tertutup, ruang

makan harus mempunyai ventilasi yang cukup agar udara panas dan

lembab dapat dibuang keluar dan diganti dengan udara segar. Untuk kantin

30
yang menggunakan koridor, taman atau halaman sekolah sebagai tempat

makan, tempat tersebut harus selalu dijaga kebersihannya, rindang (tidak

terkena matahari langsung jika tidak ada atap), ada pertukaran udara, serta

jauh dari tempat penampungan sampah, WC dan pembuangan limbah

(jarak minimal 20 m).

5. Fasilitas Tempat Penyimpanan Bahan Pangan

Kantin harus mempunyai tempat penyimpanan bahan pangan, tempat

penyimpanan makanan jadi yang akan disajikan, dan tempat penyimpanan

peralatan yang bebas pencemaran (lemari). Peralatan yang telah

dibersihkan harus disimpan pada rak/lemari yang bersih. Sebaiknya

permukaan peralatan menghadap ke bawah, supaya terlindungi dari debu,

kotoran atau pencemar lainnya. Tempat penyimpanan khusus harus

tersedia untuk menyimpan BTP sehingga terpisah dengan produk atau

makanan yang siap disajikan.

Tempat penyimpanan khusus harus tersedia untuk menyimpan

bahanbahan bukan pangan seperti bahan pencuci peralatan dan minyak

tanah. Bahan berbahaya seperti pembasmi serangga, tikus, kecoa, bakteri

dan bahan berbahaya lainnya tidak boleh disimpan di kantin. Tempat

penyimpanan harus mudah dibersihkan dan bebas dari hama seperti

serangga, binatang pengerat, burung, dan mikroba. Tempat penyimpanan

harus ada sirkulasi udara. Penyimpanan bahan baku dan produk pangan

harus sesuai dengan suhu penyimpanan yang dianjurkan.

31
6. Peralatan Kantin

Peralatan yang digunakan dalam proses persiapan sampaipenyajian

harus mudah dibersihkan, kuat dan tidak mudah berkarat, misalnya

peralatan dari bahan stainless steel untuk pisau, panci, dan wajan.

Permukaan peralatan yang kontak langsung dengan pangan harus halus,

tidak bercelah, tidak mengelupas dan tidak menyerap air. Peralatan

bermotor seperti pengaduk dan blender hendaknya dapat dibongkar agar

bagian-bagiannya mudah dibersihkan.

7. Fasilitas Sanitasi

Fasilitas sanitasi dalam kantin mempunyai persyaratan yang sama,

baik untuk kantin ruang tertutup maupun kanting ruang terbuka, yaitu:

a. Tersedia bak cuci piring dan peralatan dengan air bersih yang

mengalir serta rak pengering.

b. Tersedia wastafel dengan sabun/deterjen dan lap bersih atau tissue di

tempat makan dan di tempat pengolahan/persiapan makanan.

c. Tersedia suplai air bersih yang cukup, baik untuk kebutuhan

pengolahan maupun untuk kebutuhan pencucian dan pembersihan.

d. Tersedia alat cuci/pembersih yang terawat baik seperti sapu lidi, sapu

ijuk, selang air, kain lap, sikat, kain pel, dan bahan pembersih seperti

sabun/deterjen dan bahan sanitasi

8. Fasilitas Pembuangan Limbah

Tempat sampah atau limbah padat di kantin harus tersedia dan

jumlahnya cukup serta selalu tertutup. Di dalam maupun di luar kantin

32
harus bebas dari sampah. Jarak kantin dengan tempat penampungan

sampah sementara minimal 20 m. Ada selokan atau saluran pembuangan

air, termasuk air limbah dan berfungsi dengan baik serta mudah

dibersihkan bila terjadi penyumbatan. Terdapat lubang angin yang

berfungsi untuk mengalirkan udara segar dan membuang limbah gas hasil

pemasakan makanan.

9. Fasilitas Lain-lain

Perlengkapan kerja karyawan kantin yang harus disediakan antar lain

baju kerja, tutup kepala, dan celemek berwarna terang, serta lap yang

bersih. Jika tidak memungkinkan menggunakan tutup kepala, rambut harus

tertata rapi dengan dipotong pendek atau diikat.

G. Kerangka Teori

BTP

Pangan
Pewarn
Keamanan a
pangan Kehalalan

Higiene Higiene
dan Penjamah
Mutu Makanan
Sanitasi
jajanan Sanitasi
Ruang
Pengolaha
Sanitasindan
Kandungan Peralatan
Gizi
Penanganan
dan
Bagan 2.1 Kerangka Teori Penyimpa
nan
Sumber: PPRI No 28, 2004 dan Permenkes, 2012 Fasilitas
Makanandan
Sanitasi
danMinu
Air
33man
BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Bahan Tambahan
Makanan
(Pewarna Makanan) Keamanan Mutu
Pangan

Perilaku Higiene dan


Sanitasi

Keterangan :

Variabel yang di teliti

Variabel yang tidak diteliti

Bagan 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

34
B. Definisi Operasial

Variabel Definisi Operasional Kriteria Objektif Instrument


Merupakan zat pewarna
buatan yang menghasilkan Laboratorium:
Dikatakan aman jika
warna merah. Wujudnya (Analisis
Rhodamin tidak ditemukan dan
seperti Kristal berwarna Rhodamin B
B dikatakan tidak aman
merah keunguan, dan dengan metode
jika ditemukan dalam
penggunaanya dilarang kromotografi
makanan jajanan
sebagai bahan tambahan Lapis Tipis)
makanan.
Merupakan zat pewarna
buatan yang memberikan
Laboratorium:
warna kuning pada makanan. Dikatakan aman jika
(Analisis
Methani Yellow sebenarnya tidak ditemukan dan
Methanil Methanil Yellow
merupakan pewarna untuk dikatakan tidak aman
Yellow dengan metode
tekstil dan cat yang jika ditemukan dalam
kromotografi
penggunaanya dilarang makanan jajanan
Lapis Tipis)
sebagai bahan tambahan
makanan.
Merupakan tindakan Kuisioner
Dikatakan baik:
pencegahan yang
Memenuhi syarat:
menyangkut tanggung jawab
jika skor >20 (>75%)
individu untuk meningkatkan
Higiene Tidak Memenuhi
kesehatan serta membatasi
Syarat Skor < 20
persebaran penyakit menular,
(<75%)
terutama yang ditularkan
melalui kontak langsung.
Sanitasi merupakan salah
satu usaha pencegahan yang
menitik beratkan kegiatan
dan tindakan yang perlu
untuk membebaskan
Dikatakan baik:
makanan dan minuman dari
Memenuhi syarat:
segala bahaya yang dapat
jika skor >20 (>75%)
Sanitasi menganggu kesehatan mulai Kuisioner
Tidak Memenuhi
dari sebelum makanan
Syarat Skor < 20
diproduksi, selama dalam
(<75%)
proses pengolahan,
penyimpanan, pengangkutan,
sampai pada saat makanan
dan minuman tersebut siap
untuk dikonsumsi.

35
C. Hipotesis

1. Terdapat zat pewarna sintetik pada pangan jajanan pada SDN Kompleks

IKIP.

2. Terdapat zat pewarna yang berbahaya Rhodamin-B dan Methanil Yellow

pada pangan jajanan di SDN Kompleks IKIP.

36
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pemeriksaan

laboratorium secara kualitatif, yaitu dengan melihat ada tidaknya zat pewarna

terlarang pada makanan jajanan anak sekolah serta higiene dan sanitasi

penjamah makanan di SD Negeri Kompleks IKIP.

B. Lokasi dan Waktu penelitian

Tempat pelaksanaan penelitian dilakukan di SD Negeri Kompleks IKIP

Makassar. Penelitian dilakukan selama 1 bulan.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah :

a. Semua jajanan makanan yang dijual di SD Negeri Kompleks IKIP

b. Semua penjamah jajanan makanan di SD Negeri Kompleks IKIP

2. Sampel

Penarikan sampel dari populasi penelitian dilakukan dengan teknik

purposive sampling. Dimana sampel tersebut pada penelitian ini

ditetapkan berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh peneliti yaitu :

1. Unit Observasi adalah penjual pangan jajanan di kantin di SD Negeri

Kompleks IKIP Makassar.

37
2. Unit analisis adalah jenis zat pewarna terlarang pada pangan jajanan di

SD Negeri Kompleks IKIP Makassar.

3. Besar sampel dalam penelitian ini didasarkan pada jumlah produksi

pangan jajanan yang terdapat di kantin SD Negeri Kompleks IKIP

Makassar.

4. Memilih pangan jajanan yang berwarna merah dan kuning karena

diduga mengandung zat pewarna terlarang.

5. Semua penjamah makanan pada lingkungan sekolah (penjamah kantin

sekolah dan pedagang kaki lima yang berada diarea sekolah) untuk

melakukan praktek higiene dan sanitasi.

D. Instrument Penelitian

a. Kuisioner

Alat ini digunakan untuk menilai praktek hygiene dan sanitasi dari

penjual makanan jajanan yang berada diarea penelitian.

b. Alat dan bahan

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu chamber elusi,

timbangan analitik, gelas ukur, gelas kimia, corong pisah, labu takar, gelas

kimia, pipet tetes, lempeng tetes, pipet volum, bulb, spatula, batang

pengaduk, plat tetes, spektafotometer UV-Vis, pemanas air dan gunting

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel

jajanan, rhodamin B, methanol yellow, benang wol, aquadest, etanol 96%,

eter, lrutan NaOH 1%, larutan ammonia 2% (yang dilarutkan dalam etanol

70%), asam asetat 10%, dan larutan ammonia 10% (yang dilarutkan dalam

38
etanol 70%), NaOH 10%, HCL, NH4OH, H2SO4, plat Kromatografi Lapis

Tipis (KLT), isopropanol, ammonia, aluminium foil, plastic, wrapping,

dan kertas lakmus.

c. Cara pengujian

1. Analisis Rhodamin B dengan Metode Kromotografi Lapis Tipis

a. Persiapan Baku Pembanding

Timbang Rhodamin B, kemudian larutkan dalam 25 ml etanol

96%.

b. Persiapan Cuplikan Sampel

1. Gunting benang wol dengan ukuran 15 cm untuk setiap

pemakaian masing-masing sampel.

2. Didihkan benang wol dalam air kemudian dikeringkan.

3. Cuci dengan eter untuk menghilangkan kotoran dan lemak.

4. Setelah itu didihkan dengan NaOH 1% kemudian bilas dengan

air.

5. Rendam 10 gram sampel (untuk sampel yang berupa padat)

dalam 10ml larutan ammonia 2% (yang dilarutkan dalam etanol

70%) selama kurang lebih 30 menit.

6. Selanjutnya saring larutan, kemudian uapkan filtrate diatas

penangas air. Larutkan residu dari penguapan dalam 10ml air

yang mengandung asam, larutan asam dibuat dengan

mencampur 10ml air dengan 5ml asam asetat 10%.

7. Masukkan benang wol dan didihkan selama 10 menit.

39
8. Kemudian angkat benang wol, pewarna dalam sampel akan

mewarnai benang wol.

9. Cuci benang wol dengan aquadest, kemudian masukkan ke

dalam larutan basa yaitu 25ml ammonia 10% (yang dilarutkan

dalam etanol 70%).

10. Didihkan sampai warna yang berada dalam benang wol luntur

atau telah tertarik dalam larutan basa.

11. Larutan basa yang didapatkan merupakan satu larutan uji yang

selanjutnya akan digunakan sebagai cuplikan sampel pada

analisis kromotografi lapis tipis.

c. Analisis dengan Metode Kromotografi Lapis Tipis

1. Totolkan sebanyak 2 µl cuplikan sampel pada plat

kromotografi lapis tipis (KLT), juga totolkan baku

pembanding.

2. Kemudian elusi dalam Chamber yang berisi isopropanol:

ammonia (100:25 v/v).

3. Setelah elusi selesai keringkan plat KLT, amati warna visual

dan fluoresensi yang terbentuk dibawahsinar UV 245 nm dan

366 nm.

4. Warna visual merah muda dan terbentuk fluoresensi kuning

atau jingga menunjukkan adanya Rhodamin B.

5. Kemudian hitung nilai Rf (Retardation Factor) kromatogram

yang diperoleh.

40
6. Bandingkan nilai Rf sampe tiap bercak dengan nilai Rf standar

baku dengan rumus:

7. Nilai Rf yang sama , membutikan adanya Rhodamin B di dalam

sampel.

2. Analisis Methanil Yellow dengan Metode Kromotografi Lapis Tips

a. Preparasi Bahan Baku

Timbang Methanil Yellow, kemudian larutkan dalam 25 ml

etanol 96%.

b. Persiapan Cuplikan Sampel

1. Gunting benang wol dengan ukuran 15 cm untuk setiap pemakaian

masing-masing sampel.

2. Didihkan benang wol dalam air kemudian dikeringkan.

3. Cuci dengan eter untuk menghilangkan kotoran dan lemak.

4. Setelah itu dididihkan dengan NaOH 1% kemudian bilas dengan

air.

5. Rendam 10 gram sampel (untuk sampel yang berupa padat) dalam

10ml larutan ammonia 2% (yang dilarutkan dalam etanol 70%)

selama kurang lebih 30 menit.

6. Selanjutnya saring larutan, kemudian uapkan filtrate diatas

penangas air. Larutkan residu dari penguapan dalam 10ml air yang

mengandung asam, larutan asam dibuat dengan mencampur 10ml

air dengan 5ml asam asetat 10%.

7. Masukkan benang wol dan didihkan selama 10 menit.

41
8. Kemudian angkat benang wol, pewarna dalam sampel akan

mewarnai benang wol.

9. Cuci benang wol dengan aquadest, kemudian masukkan ke dalam

larutan basa yaitu 25ml ammonia 10% (yang dilarutkan dalam

etanol 70%).

10. Didihkan sampai warna yang berada dalam benang wol luntur atau

telah tertarik dalam larutan basa.

11. Larutan basa yang didapatkan merupakan satu larutan uji yang

selanjutnya akan digunakan sebagai cuplikan sampel pada analisis

kromotografi lapis tipis.

c. Uji Kualitatif dengan Metode KLT

1. Larutan eluen disiapkan dengan perbandingan volume n-butanol :

asam asetat glasial : Aquadest (4 : 5 : 1). Camber KLT yang sudah

diisi eluen 5 mL disiapkan,

2. kemudian ditutup selama setengah jam supaya uap dalam chamber

menjadi jenuh sehingga homogen, sementara itu plet KLT

dipanaskan atau diaktivasi dalam suhu 70ºC selama 1 jam supaya

tidak mengikat uap air sehingga plat KLT tersebut menjadi

homogen. Setelah kering plat dikeluarkan dari dalam oven.

3. Plat KLT diberi tanda 1 cm dari tepi bawah garis. Garis ini disebut

garis mula.

42
4. Kemudian larutan standar ditotolkan dengan jarak 1 cm dengan

jarak dari totolan sampel, penotolan yang dilakukan minimal 3

totolan sampe totolan berbeda

5. Chamber ditutup rapat dengan aluminium foil, diusahakan agar

chamber tidak dibuka selama pengembangan. Eluen dibiarkan

migrasi ke atas sampai garis akhir, lalu plat di keluarkan dari

chamber dan biarkan sampai kering.

6. Noda sampel dilihat Rf-nya, kemudian dibandingkan dengan Rf

larutan standar.

E. Pengolahan, Penyajian Data Dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Data hasil penelitian diolah secara elektronik dengan menggunakan

program Microsoft Word.

2. Analisis Data

Dilakukan analisis univariat untuk mengetahui kandungan zat

pewarna terlarang pada makanan jajanan serta praktek hygiene dan

sanitasi.

3. Penyajian Data

Data yang dianalisis disajikan dalam bentuk tabel dan narasi untuk

membahas hasil penelitian.

43
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

SD Negeri Kompleks IKIP adalah salah satu sekolah dasar di kota

Makassar Provinsi Sulawesi Selatan. Sekolah ini diresmikan pada bulan April

1970 dengan status Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) yang

dikelola oleh IKIP Ujung Pandang. Sejalan dengan berakhirnya PPSP, maka

pada tahun 1986 diserahkan pengelolaanya ke Pemerintah Tingkat II Ujung

Pandang dengan nama SD Negeri Kompleks IKIP dan dibina oleh Pemerintah

pusat dengan status SDN Percobaan IKIP Ujung Pandang.

Pada tahun 1991 dimekarkan menjadi SD Negeri Kompleks IKIP dan SD

Negeri Kompleks IKIP I dengan status yang sama. Selanjutnya, tahun 2003

SD Negeri Kompleks IKIP selaku sekolah imbas bersama 5 sekolah imbas

dalam satu gugus dibina oleh Diknas sebagai Gugus Rujukan.

SD Kompleks IKIP terletak di Jl. AP. Petta Rani Kelurahan Banta-

bantaeng Kecamatan Rappocini Kota Makassar dengan luas lahan 5.509 m²,

luas bangunan 1.072 m², status tanah hak pakai, status bangunan pinjaman dari

Universitas Negeri Makassar (UNM), memiliki 7 ruang kelas, 13 rombongan

belajar (rombel) dan sekolah berakreditasikan A (baik sekali).

Lokasi SDN Kompleks IKIP Makassar berada pada lokasi yang strategis

yakni berada di dekat kampus Universitas Negeri Makassar, perkantoran dan

44
kawasan bisnis atau pusat-pusat perbelanjaan serta banyak penjual makanan

sepanjang jalan poros menuju sekolah.

Dalam bangunan sekolah memiliki 3 kantin yang didalam kantin memiliki

sub-sub kantin, sehingga mempermudah siswa mengakses jajanan.

Di dalam kantin sekolah ada yang menjual makanan sepinggan berupa nasi

ayam (bento), nasi kuning, mie ayam, dan bakso, selain makanan sepingan

kantinpun menyediakan camilan basah (pisang goreng, bakwan, roti, bakso

nugget, sosis, nugget dan lain-lain) dan produk ekstruksi seperti sanck, coklat,

permen, kerupuk, dan lain-lain. Bukan hanya siswa yang berbelanja, orang

tua, dan guru juga berbelanja di kantin sekolah.

Selain makanan jajanan yang dijual dikantin, siswa SD Negeri Kompleks

IKIP dapat membeli makanan jajanan di luar pagar sekolah yaitu penjaja

makanan, warung-warung depan sekolah dan minimarket. Penjaja makanan

disekitar sekolah mangkal dari pagi sebelum jam sekolah hingga waktu pulang

sekolah. Makanan jajanan yang dijual bermacam-macam antara lain, mpek-

mpek, bakso siomay, cimol, produk ekstruksi, minuman berkarbonasi,

minuman rasa buah, susu, teh dan yogurt dan lain-lain.

1. Karakteristik Kantin

Hasil penelitian dan wawancara pada penjual jajanan menunjukkan

bahwa penjual yang menjual di lingkungan SD Negeri Kompleks IKIP

Kota Makassar memiliki karakteristik sebagai berikut:

45
Tabel 5.1
Karakteristik Kantin di SD Negeri Komplek IKIP Kota Makassar

Jumlah Persentase
Variabel Kategori
(n=7) (%)

Kantin 7 100%

Jenis Kelamin Laki-laki 3 42,86%


Perempuan 4 57,14%

SMP 2 28,57%
Pendidikan
SMA 5 71,43%

>30 tahun 2 28,57%


Umur
30-40 tahun 5 71,43%

Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa terdapat 7 kantin yang

menjual makanan jajanan yang beredar di lingkungan SD Negeri

Kompleks IKIP Kota Makassar, dan diketahui juga bahwa dari 7

responden pedagang penjual makanan jajanan di lihat berdasarkan jenis

kelamin terdapat 42,86% responden berjenis kelamin laki-laki dan

57,14% responden berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan pendidikan

terdapat 28,57% responden yang berpendidikan SMP dan 71,43%

berpendidikan SMA. Berdasarkan umur terdapat responden berusia >30

tahun 28,57% dan 71,43% responden berusia 30-40 tahun.

2. Karakteristik Jajanan

Berikut adalah karakteristik jajanan yang berada disekitar SD Negeri

Kompleks IKIP Kota Makassar beserta harga per satuan dan perporsinya.

46
Tabel 5.2
Karaktseristik Jajanan Beserta Harga Per Porsi atau Per Satuan

Jenis Karakteristik Harga


No Dokumentasi
Jajanan Jajanan per Porsi
Berwarna kekuningan,
dengan campuran saos
1 Saos Cireng yang berwarna Rp. 1.000
kemerahan,serta memiliki
tekstur yang kenyal

Berwarna merah, memiliki


2 Bakso Nugget tekstur yang keras ketika Rp. 1.000
sudah dingin

Berwarna coklat dengan


campuran saos berwarna
3 Saos Somay Rp. 1.000
kemerahan dan tekstur
agak keras

Berwarna putih , dengan


campuran saos berwarna
4 Saos Cimol Rp.1000
kemerahan dan tekstur
kenyal dan lengket

Berwarna merah, sedikit


5 Sosis lebih asin, dan tekstur Rp. 1.000
lembut

Berwarna kuning , terasa


manis asin, memiliki
6 Spagetty Rp. 5.000
tekstur yang lembut,
kenyal dan lengket

47
Berwarna kekuningan,
7 Nugget memilki tekstur yang agak Rp. 1.000
keras

Berwarna kekuningan ,
memiliki tekstur yang
8 Nasi Kuning Rp. 5.000
lembut dan agak sedikit
kenyal

Berwarna kemerahan dan


Makaroni
9 memiliki tekstur yang Rp. 1.000
(Merah)
agak keras

Berwarna kekuningan dan


Makaroni
10 memiliki tekstur yang Rp. 1.000
(Kuning)
agak keras

Berwarna kekuningan,
terasa sedikit asin, tetapi
11 Kerupuk Rp. 1.000
memiliki tekstur yang
lembut

Sumber: Data Primer,2017

48
B. Hasil Penelitian

1. Identifikasi zat Pewarna Rhodamin B dan Methanil Yellow pada

Pangan Jajanan

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Kompleks IKIP Kota

Makassar, dimana tahap awal penelitian ini dilakukan dengan cara

observasi dan melakukan pengambilan sampel jajanan yang terdapat

dilokasi penelitian. Pangan jajanan yang diteliti merupakan pangan

jajanan yang dicurigai mengandung pewarna terlarang pada makanan,

yaitu zat pewarna Rhodamin B dan Methanil Yellow.

Setelah melakukan observasi dan mendapatkan sampel yang akan

diteliti, maka selanjutnya sampel tersebut dianalisis dengan menggunakan

metode kromotografi lapis tipis (KLT).

Sampel pangan jajanan diambil pada 7 penjual jajanan disekitar SDN

Kompleks IKIP Kota Makassar, sampel yang dipilih sebanyak 11 sampel

yang memenuhi kriteria. Sampel tersebut antara lain: Cireng, Bakso

Nugget, Somay, Cimol, Sosis, Spageety, Nugget, Nasi Kuning, Makaroni

(Kuning), Makaroni (Merah), dan Kerupuk. Adapun hasil uji laboratorium

pada ke-11 sampel diatas sebagai berikut:

49
Tabel 5.3
Hasil Uji Kualitatif Pewarna (Rhodamin B dan Methanil Yellow) pada
Makanan Jajanan Di SDN Kompleks IKIP Kota Makassar

Sampel Rhodamin B Methanil Yellow


Saos Cireng + -
Bakso Nugget - -
Saos Somay - -
Saos Cimol + -
Sosis - -
Spagetty - -
Nugget - -
Nasi Kuning - +
Makaroni (Merah) - -
Makaroni (Kunig) - -
Kerupuk jari-jari - -
Ket: (+) Positif= artinya mengandung zat pewarna Rhodamin B atau
Methanil Yellow, (-) Negatif= artinya tidak mengandung zat
pewarna Rhodamin B atau Methanil Yellow.
Sumber : Data Primer,2017

Dari hasil analisis Rhodamin B dan Methanil Yellow pada kesebelas

sampel yang telah diuji dengan menggunakan metode kromotografi lapis

tipis (KLT) , diperoleh hasil pada hasil analisis yaitu Rhodamin B terdapat

2 sampel yang positif dan pada hasil analisis Methanil Yellow terdapat 1

sampel yang positif.

2. Higiene Sanitasi Penjamah Makanan Jajanan Anak Sekolah Dasar

Higiene sanitasi penjamah makanan jajanan dikategorikan menjadi

dua yaitu memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat. Distribusi

penjamah makanan jajanan di SD Negeri Kompleks IKIP Kota Makassar

pada tahun 2017 dapat dilihat pada tabel 5.4 sebagai berikut:

50
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Higiene Sanitasi Pada Penjamah Makanan
Jajajan Di SD Negeri Kompleks IKIP Kota Makassar

Higiene Sanitasi N %
Memenuhi Syarat 3 42,86
Tidak Memenuhi Syarat 4 57,14
Total 7 100
Sumber: Data Primer,2017

Berdasarkan pada tabel tersebut dapat diketahui Higiene Sanitasi pada

penjamah makanan jajanan di SD Negeri Kompleks IKIP Kota Makassar

yang memenuhi syarat yaitu 3 responden (42,86%), sedangkan yang tidak

memenuhi syarat sebesar 4 responden (57,14%).

C. Pembahasan

1. Analisis Rhodamin B dengan Menggunakan Metode Kromotografi

Lapis Tipis

Analisis zat pewarna Rhodamin B dalam pangan jajanan yang berada

di kawasan sekitar SD Negeri Kompleks IKIP Kota Makassar. Sampel

yang didapatkan untuk analisis Rhodamin B berjumlah 8 sampel yang

berupa padatan. Sampel tersebut berasal dari 5 penjual pangan jajanan

yang berada dikawasan tersebut. Setelah sampel didapatkan, sampel

tersebut kemudian diuji di Laboratorium Kimia Organik Universitas

Hasanuddin Makassar. Sampel tersebut diuji dengan menggunakan

Metode Kromotografi Lapis Tipis (KLT)

Tahap awal dari analisis ini, sebelum dilakukan kromatografi kertas,

zat warna yang ada didalam sampel diekstraksi terlebih dahulu

51
menggunakan metode serapan benang wol. Prinsipnya adalah penarikan

zat warna dari sampel ke dalam benang wol bebas lemak dalam suasana

asam dengan pemanasan dilanjutkan dengan pelunturan atau pelarutan

warna oleh suatu basa. Selanjutnya sampel ditotolkan pada kertas saring

dan dielusi hingga sempurna. Warna sampel secara visual merah muda

terang dan dibawah sinar UV 254 nm dan 366 nm berfluoresensi kuning

atau jingga serta nilai Rf yang sama atau hampir sama dengan Rf standar

baku Rhodamin B menunjukkan adanya Rhodamin B pada sampel.

Metode Komotografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode relative

sederhana dan dapat digunakan untuk memisahkan campuran komponen

yang kompleks. Tahap awal yang dilakukan untuk mengidentifikasi

sampel adalah dengan mengekstrasi warna sampel dengan metode serapan

benang wool. Hal ini dilakukan untuk menarik zat warna pada sampel ke

benang wol bebas lemak. Dalam suasana asam dengan pemanasan dan

dilanjutkan dengan pelunturan warna dengan larutan basa. Larutan yang

diperoleh tersebut kemudian ditotolkan pada kertas lakmus kromotografi

lapis tipis (KLT) dan dielusi dalam Chamber (Dian Pertiwi, dkk 2011).

Sebelum lempeng KLT dielusi, lempeng diaktifkan dengan cara

dipanaskan dalam oven pada suhu 100°C selama 30 menit untuk

melepaskan molekul-molekul air yang menempati pusat-pusat serapan dari

penyerapan, sehingga pada proses elusi (Dian Pertiwi, dkk 2011).

Hasil penelitian Kromotografi Lapis Tipis (KLT) pada larutan standar

Rhodamin B secara visual menghasilkan warna merah muda terang dengan

52
tinggi bercak 15 cm dan tinggi eluan 17 cm sehingga Rf yang dihasilkan

0.8823. Sedangkan pada 8 sampel yang diuji, ada 2 sampel yang

terindefeksi adanya zat Rhodamin B yaitu sampel makanan saos cireng

yang menghasilkan warna bercak merah muda terang dengan nilai Rf yang

dihasilkan 0,875 dan Sampel makanan Cimol yang menghasilkan bercak

merah muda terang dengan nilai Rf yang dihasilkan 0,9062. Selain itu

dilihat menggunakan sinar UV 254 nm dan 366 nm kedua sampel tersebut

menghasilkan warna jingga, sehingga kedua sampel tersebut dikatakan

positif. Sedangkan pada 6 sampel makanan jajanan lainnya dikatakan

hasilnya negatif karena pada plat KLT yang dilihat tidak menunjukkan

bercak yang sama dengan bercak baku Rhodamin B dan tidak

menunjukkan adanya noda pada plat KLT, serta tidak menghasilkan warna

kuning-jingga pada sinar UV 254 nm dan 366 nm.

Menurut Siswati dalam uji toksisitas zat warna Rhodamin B terhadap

mencit dengan pemberian dosis Rhodamin B 150 ppm, 300 ppm, dan 600

ppm menunjukkan terjadinya perubahan bentuk dan organisasi sel dalam

jaringan hati dari normal ke patologis, yaitu perubahan sel hati menjadi

nekrosis dan jaringan di sekitarnya mengalami desintegrasi atau

disorganisasi. Kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan terjadinya

piknotik dan hiperkromatik dari nukleus, degenerasi lemak dan sitolisis

dari sitoplasma. Terjadinya degenerasi lemak ini disebabkan karena

terhambatnya pemasokan energi yang diperlukan untuk memelihara fungsi

dan struktur retikulum endoplasmik sehingga proses sintesis protein

53
menjadi menurun dan sel kehilangan daya untuk mengeluarkan

trigliserida, akibatnya menimbulkan nekrosis hati (Dian Pertiwi, dkk

2012).

Rhodamin B merupakan zat warna sintetik yang umum digunakan

sebagai pewarna tekstil yang dilarang penggunaannya pada makanan dan

dinyatakan sebagai bahan yang berbahaya menurut Peraturan Menteri

Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang zat warna yang

dinyatakan berbahaya dan dilarang di Indonesia. Rhodamin B dilarang

digunakan dalam produk makanan karena penggunaan Rhodamin B dalam

waktu lama dan jumlah yang banyak pada manusia dapat menyebabkan

gangguan fungsi hati atau kanker hati dengan cara menumpuk dilemak

yang lama kelamaan jumlahnya terus bertambah didalam tubuh. Bila

mengkonsumsi makanan berwarna yang mengandung Rhodamin B, urine

akan berwarna merah atau merah muda (Dian Pertiwi, dkk 2011).

Di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang

diizinkan dan dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan

RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan pangan.

Akan tetapi, seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna

untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan

kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan, yang jelas berbahaya bagi

kesehatan, karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut.

Timbulnya penyalahgunaan ini disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat

mengenai zat pewarna untuk industry jauh lebih murah dibandingkan

54
dengan harga zat pewarna untuk pangan, juga warna dari zat pewarna

tekstil atau kulit yang lebih menarik (Zakaria, dkk. 2012).

2. Analisis Methanil Yellow dengan Metode Kromotografi Lapis Tipis

Analisis zat pewarna Methanil Yellow dalam pangan jajanan yang

berada di kawasan sekitar SD Negeri Kompleks IKIP Kota Makassar.

Sampel yang didapatkan untuk analisis Methanil yellow berjumlah 3

sampel yang berupa padatan. Sampel tersebut berasal dari 2 penjual

pangan jajanan yang berada dikawasan tersebut. Setelah sampel

didapatkan, sampel tersebut kemudian diuji di Laboratorium Kimia

Organik Universitas Hasanuddin Makassar. Sampel tersebut diuji dengan

menggunakan Metode Kromotografi Lapis Tipis (KLT).

Sebelum lempeng KLT dielusi, lempeng diaktifkan dengan cara

dipanaskan dalam oven pada suhu 90°C selama 1 jam untuk melepaskan

molekul-molekul air yang menempati pusat-pusat serapan dari

penyerapan, sehingga pada proses elusi lempeng tersebut dapat menyerap

dan berikatan dengan sampel. Lempeng yang telah ditotolkan baku

pembanding methanyl yellow beserta larutan uji dielusi dalam chamber

yang berisi fase gerak, yaitu nbutanol : asam asetat glasial : aquadest

dengan perbandingan 4 : 5 : 1. Penggunaan fase gerak tersebut untuk

menidentifikasi zat pewarna Methanyl Yellow dengan Metode

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pada berbagai komposisi larutan

pengembang. Pengamatan bercak dengan nilai Rf (hRf) yang diperoleh

55
dengan cara membagi jarak yang ditempuh zat terlarut dengan jarak yang

ditempuh pelarut.

Hasil penelitian Kromotografi Lapis Tipis (KLT) pada larutan standar

Methanil Yellow , ada 1 sampel yang terindefeksi adanya zat Methanil

Yellow dengan nilai Rf yang dihasilkan 0,875. Selain itu dilihat

menggunakan sinar UV 254 nm dan 366 nm sampel tersebut menghasilkan

warna kuning sehingga sampel tersebut dikatakan positif. Sedangkan pada

sampel makanan jajanan lainnya dikatakan hasilnya negatif karena pada

plat KLT yang dilihat tidak menunjukkan bercak yang sama dengan

bercak baku Methanil Yellow serta tidak menunjukkan adanya noda pada

plat KLT, serta tidak menghasilkan warna kuning pada sinar UV 254 nm

dan 366 nm.

Penelitian lain oleh Sigar,dkk tahun 2012 tentang Analisis Zat Warna

Methanyl Yellow Dalam Minuman Es Sirup Di Kawasan Kota Manado

yang dilakukan pada 18 sampel minumanes sirup yang beredar di

kawasan Kota Manado yang dianalisis dengan metode pengujian Reaksi

Warna, metode Kromatografi Lapis Tipis dan metode Spektrofotometri

UV-Vis, membuktikan bahwa dalam 18 minuman es sirup tersebut tidak

teridentifikasi adanya pewarna yang dilarang yaitu Methanyl Yellow dan

bebas dari kandungan zat warna Methanyl Yellow. Tidak teridentifikasinya

pewarna Methanyl Yellow pada sampel jajanan, bukan berarti tidak

diperlukan sikap kehati-hatian dalam mengkonsumsi jajanan yang

berwarna yang dijual oleh pedagang di sekolah-sekolah (Sigar dkk, 2012).

56
Pewarna sintetis yang dilarang di Indonesia yang didasarkan pada

Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan pewarna, tidak

diizinkan menggunakan zat warna Methanil Yellow karena pewarna ini

hanya digunakan untuk pewarna industri tekstil (kain), kertas dan cat,

tidak boleh digunakan sebagai bahan tambahan untuk pangan. Methanil

yellow dengan senyawa azo yang bersifat karsinogenik dapat

menyebabkan timbulnya gangguan saluran pencernaan, serta dalam jangka

waktu lama dapat merusak jaringan hati. (Dian Pertiwi, dkk 2012).

3. Higiene Sanitasi Penjamah Makanan Jajanan Anak Sekolah Dasar

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan didapatkan hasil

melalui kuisioner dan wawancara langsung pada penjamah makanan

jajanan di SD Negeri Kompleks IKIP Kota Makassar, hasil kuisioner yang

didapatkan adalah dari ke 7 kuisioner yang dibagikan kepada para

penjamah makanan jajanan , dimana ada 3 (42,86%) penjamah makanan

jajanan yang memiliki kriteria higiene dan sanitasi yang memenuhi syarat

sesuai dengan prinsip higiene sanitasi, sedangkan 4 (57,14%) penjamah

makanan jajanan lainnya tidak memiliki kriteria yang memenuhi syarat

sesuai prinsip higiene sanitasi yang ada.

Berdasarkan pada pengamatan dan wawancara langsung tentang

riwayat penyakit yang mudah menular, ternyata tidak seorang pun

responden yang sedang menderita penyakit mudah menular pada saat

penelitian, seperti menderita batuk, pilek, influenza, diare dan penyakit

perut sejenis diare. Penjamah makanan dapat menjadi sumber pencemaran

57
terhadap makanan, terutama apabila penjamah makanan sedang menderita

suatu penyakit.

Berdasarkan pada pengamatan dan wawancara langsung pada

responden saat penelitian, ternyata semua responden tidak memiliki luka

dan atau bisul pada tubuhnya. Luka menyebabkan bakteri pada kulit akan

masuk ke bagian dalam kulit dan terjadilah infeksi. Adanya luka koreng

atau luka bernanah mempunyai risiko yang besar dalam menularkan

penyakit kepada makanan (Nunik, 2013).

Hasil penelitian Susanna (2003) menyatakan 85% penjamah makanan

tidak mengenakan celemek ketika menjamah makanan serta penelitian

Arisman (2000) di Palembang yang menyatakan hanya 6,6% penjamah

makanan yang mengenakan celemek pada saat bekerja (Nunik, 2013).

Celemek merupakan kain penutup baju yang digunakan sebagai pelindung

agar pakaian tetap bersih. Menurut Moehyi (1992) pakaian kerja yang

bersih akan menjamin sanitasi dan higiene pengolahan makanan karena

tidak terdapat debu atau kotoran yang melekat pada pakaian yang secara

tidak langsung dapat menyebabkan pencemaran makanan (Nunik,2013).

Sedangkan untuk kerapian rambut sebagian besar penjual makanan

tergolong baik, karena mereka kebanyakan memakai kerudung ketika

berjualan dan yang tidak memakai kerudung pedagang menggunakan ikat

rambut.

Kebersihan dan kesehatan rambut harus dipelihara dengan baik agar

tetap bersih dan sehat. Setiap saat rambut berhubungan dengan dunia luar

58
seperti debu, panas, sinar violet, dan sebagainya yang menyebabkan

rambut menjadi kotor maka sebaiknya mencuci rambut dilakukan sehari 2

hari sekali atau sesuai kebutuhan (Trika, 2012).

Orang yang berhubungan dengan bahan makanan tersebut harus

terpelihara higiene dan sanitasinya. Termasuk kondisi kesehatan penjamah

makanan harus bebas dari penyakit infeksi (kulit, paru-paru, saluran

pencernaan, dan lain sebagainya) serta bukan carrier dari suatu penyakit

infeksi. Untuk menghindari penyebaran penyakit tersebut dan untuk

mengantisipasi adanya carirer pada penjamah makanan, disarankan

melakukan pemeriksaan kesehatan setiap enam bulan sekali. Pakaian yang

digunakan penjamah makanan jajanan pada saat berjualan merupakan

pakaian sehari-hari. Sedangkan untuk kebersihan pakaiannya sudah cukup

baik yaitu hampir seluruh pedagang menggunakan pakaian yang bersih

dan rapi. Pakaian yang digunakan untuk berdagang selain harus bersih dan

rapi, sebaiknya pakaian kerja dibedakan dari pakaian sehari-hari dan

disarankan untuk mengganti dan mencuci secara periodik, untuk

mengurangi risiko kontaminasi (Trika,2012).

Penjamah makanan jajanan masih ada yang terlihat tidak mencuci

tangan terlebih dahulu melainkan kontak langsung dengan uang setelah itu

menjamah makanan. Pencucian tangan dengan sabun dan air hangat

membantu untuk menghentikan penyebaran kuman, para pedagang harus

diajarkan teknik pencucian tangan yang sesuai yaitu meliputi mencuci

tangan dengan air hangat (jika ada); penggunaan sabun yang sesuai dan

59
penggosokan yang termasuk membersihkan di bawah kuku jari tangan

kemudian membasuh dan mengeringkan tangan (Harish, 2009).

Hal ini sangat berpengaruh terhadap kualitas makanan yang dijual,

karena dimungkinkan terjadi kontaminasi dengan kotoran yang berasal

dari kuku tangan/jari, keringat yang dihasilkan sewaktu kerja, begitu juga

dengan uang yang selalu berpindah tangan, sangat rentan terhadap kotoran

maupun kuman penyakit yang terselip di dalamnya. Merokok juga tidak

diizinkan saat bekerja, aktivitas meludah biasanya juga muncul setelah

merokok hal ini seharusnya tidak diperbolehkan karena meludah

merupakan salah satu modus transmisi penyakit dan kontaminasi (Trika,

2012).

Berdasarkan hasil observassi, hasil penelitian menyatakan bahwa

masih ada responden yang tidak mencuci peralatannya setiap selesai

digunakan. Penelitian ini sesuai teori Purnawijayanti yang menyatakan

bahwa peralatan yang kotor harus segera dicuci setelah digunakan dan

selanjutnya didesinfeksi atau dikeringkan dengan bantuan sinar matahari.

Hampir semua responden telah melakukan praktek pencucian peralatan,

semua pedagang melakukan pencucian dengan bahan pembersih sabun

atau deterjen. Hal ini sesuai teori Purnawijayanti menyatakan bahwa bahan

dan peralatan dapur harus segera dibersihkan untuk mencegah kontaminasi

silang pada makanan, baik pada persiapan, pengolahan, penyimpanan

sementara maupun penyajian (Nunik,2013).

60
Beberapa responden lainnya mengeringkan peralatan dengan

menggunakan lap/serbet yang berfungsi untuk berbagai keperluan.

Misalnya, untuk membersihkan sarana penjaja yang kotor, mengeringkan

peralatan yang basah, Selain itu, peralatan yang sudah dicuci diletakkan di

atas rak atau di sarana penjaja dalam keadaan terbuka.

Hasil penelitian Susanna (2003) yang menyatakan penempatan piring

dilakukan pada tempat terbuka dan tidak bersih serta penggunaan kain lap

pada saat mengeringkan piring, sendok dan garpu. Hal tersebut dapat

memberi kontribusi terhadap kontaminasi kuman pada makanan.

Penelitian senada yang dilakukan oleh Tofani (2007) di Surabaya

menyimpulkan bahwa pencucian alat pada pedagang makanan jajanan di

salah satu sekolah dasar negeri di Surabaya termasuk kurang (51,67%)

(Febry Agustina,2009).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

942/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Pedoman Persyaratan Higiene dan

Sanitasi Makanan pada Bab III pasal 3 menjelaskan bahwa peralatan

makanan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan

jajanan harus sesuai dengan peruntukkannya dan memenuhi persytaran

higiene dan sanitasi. Dan untuk menjaga peralatannya yaitu peralatan yang

sudah dipakai harus segera dicuci dengan air bersih dan sabun, lalu

keringkan dengan alat pengering/lap yang bersih, kemudian peralatan yang

sudah bersih disimpan di tempat yang bebas dari pencemaran, dan dilarang

61
menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk sekali

dipakai.

Berdasarkan hasil observasi, ditemukan masih ada responden yang

tidak menggunakan air yang berasal dari sumber yang memenuhi syarat.

Hasil yang sama juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Dwi

Atmiati (2012) menyatakan bahwa untuk menunjang higiene sanitasi yang

memenuhi syarat kesehatan di tempat penjualan makanan jajanan, salah

satunya yaitu penyediaan air bersih. Sumber air bersih, tempat

penampungan dan keadaan air secara fisik harus memenuhi syarat. Secara

fisik air bersih yang digunakan harus memenuhi kesehatan, hal ini tampak

dari keadan air yang jernih, tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa

(Nunik,2013). Jika sumber air tercemar maka dampak kurang baik bagi

kesehatan, sedangkan penularan bakteri Escherichia Coli dapat terjadi

melalui air yang digunakan untuk mencuci sayuran, buah, makanan dan

alat makan (Nunik,2013).

Hasil obesrvasi menujukkkan hampir seluruh responden menjajakan

dagangannya dalam keadaan terbuka. Kalaupun ada yang ditutup, hanya

sesekali saja ketika sedang tidak ada pembeli.

Hal ini serupa dengan penelitian Hidayat di dua propinsi yaitu Jawa

Tengah dan DIY Yogyakarta. Penelitian ini menyatakan umumnya

penutup makanan jajanan tidak ada atau kurang memadai, misalnya hanya

ditutup selembar kertas atau daun pisang. Sehingga lalat banyak

menghinggapi makanan jajanan. Penelitian Arisman (2000) juga

62
menyimpulkan bahwa di Palembang, sarana penjaja makanan berupa

lemari makanan yang dipajang di warung dan kantin sebagian besar dalam

keadaan tidak tertutup. Kalaupun ada, penutup itu hanya berupa kain bekas

gorden tipis yang jarang sekali dirapatkan terutama ketika tamu sedang

ramai (Febry Agustina, 2009).

Menjajakan makanan dalam keadaan terbuka dapat meningkatkan

risiko tercemarnya makanan oleh lingkungan, baik melalui udara, debu,

asap kendaraan, bahkan serangga. Makanan yang dijajakan di pinggir

jalan akan sangat mudah terpapar debu dan asap kendaraan yang

berterbangan (Febry Agustina, 2009).

Berdasarkan pada penelitian Febry Agustina,2009 yaitu terdapat

60,9% responden membungkus makanan jajanan dengan menggunakan

pembungkus yang dapat mencemari makanan, misalnya menggunakan

kertas koran dan kantong kresek berwarna. Beberapa kertas non kemasan

(kertas koran dan majalah) yang sering digunakan untuk membungkus

pangan, terdeteksi mengandung timbal (Pb) melebihi batas yang

ditentukan. Banyak makanan jajanan seperti gorengan dibungkus dengan

koran karena pengetahuan yang kurang, padahal bahan yang panas dan

berlemak mempermudah berpindahannya timbal ke makanan tersebut.

Menurut Sartono (2002) timbal terdapat pada kertas koran dan majalah

karena terdapat pada tinta cetak. Efek toksik timbal terutama pada otak

dan sistem saraf pusat. Akibat keracunan timbal ialah gangguan sistem

63
saraf pusat, saluran cerna dan dapat juga timbul anemia (Febry Agustina,

2009).

Berdasarkan hasil penelitian masih ada responden yang tidak memiliki

rak khusus tempat penyimpanan peralatan tidak tertutup, sehingga dapat

memberikan kontribusi terhadap kontaminasi silang bakteri pada makanan.

Pencucian peralatan yang tidak sesuai ketentuan juga mempunyai

kerentanan cukup besar terhadap kontaminasi bakteri Escherichia coli

pada alat pengolah makanan. beberapa responden yang menggunakan air

pencucian dengan cara berulang-ulang, padahal air tersebut sudah tampak

kotor dan berminyak. Air memiliki kaitan erat dengan kualitas makanan

(Nunik,2013).

Di seluruh lokasi berjualan pedagang makanan jajanan terdapat tempat

sampah. Sampah yang ada berupa keranjang plastik, ember, maupun

tempat sampah permanen, tetapi tidak didukung oleh kebersihan tempat

sampah tersebut. Tempat sampah tersebut dibiarkan terbuka, tidak

memisahkan sampah basah dan kering.

Hal ini sama seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Tofani tahun

2007 di SDN Kalisari II Kecamatan Mulyorejo, terlihat bahwa kondisi

sanitasi pedagang makanan jajanan di SD Negeri Kalisari II masih kurang,

yaitu sarana pembuangan sampah yang tidak tertutup, pembuangan limbah

yang masih terbuka, tergenang dan becek.

Menurut Wahyu Dwi Atmiati (2012), air yang digunakan secara

berulang-ulang dapat menjadi tempat berkumpulnya berbagai bahan

64
pencemar, sehingga peralatan atau alat pengolah makanan yang dicuci

dengan air tersebut tidak menjadi bersih tetapi tempat berkumpulnya

kuman. Dari hasil penelitian diketahui bahwa terdapat responden

cenderung menggunakan air bersih yang tersedia digunakan secara

sberulang-ulang sehingga menyebabkan air tersebut akan terkontaminasi

kuman patogen diantaranya bakteri Escherichia coli. Air yang digunakan

pada proses pengolahan hendaknya air bersih yang memenuhi persyaratan

Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990. Penyakit-penyakit

bawaan makanan pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari penyakit-

penyakit bawaan air. Makanan dan air merupakan suatu media yang dapat

menyebabkan penyakit sampai dengan 70% semua penyakit diare.

65
BAB VI

SARAN DAN KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini :

1. Dari kesebelas sampel yang telah diuji, ditemukan ada 2 sampel yang

positif mengandung zat pewarna Rhodamin B yaitu sampel saos cireng dan

saos cimol dan 1 sampel yang positif mengandung zat pewarna Methanil

Yellow yaitu sampel nasi kuning.

2. Hasil penilaian higiene sanitasi penjamah makanan jajanan menunjukkan

bahwa sebanyak 3 responden (42,86%) telah memenuhi syarat higiene

sanitasi sedangkan 4 responden (57,14%) belum memenuhi syarat higiene

sanitasi.

B. Saran

1. Bagi pihak agar bekerja sama dengan pihak puskesmas dalam memberikan

penyuluhan makanan yan sehat kepada anakanak sekolah

2. Diharapkan kepada instansi terkait khususnya BPOM untuk mengadakan

pengawasan kepada produsen makanan jajanan anak sekolah mengenai

penggunaan bahan tambahan makanan yang digunakan

3. Diharapkan bagi pedagang sebaiknya melakukan perilaku hidup bersih dan

sehat misalnya menjaga kebersihan tangan dengan membiasakan mencuci

tangan terlebih dahulu sebelum menjamah makanan, tidak menjajakan

66
dagangannya dalam keadaan terbuka, menggunakan celemek saat

menjamah makanan.

4. Bagi orang tua siswa agar lebih memperhatikan jajanan yang sering dibeli

anak-anak, dan sebaiknya anak-anak membawa bekal berupa makanan

dari rumah.

67
DAFTAR PUSTAKA

Aci Debby, 2009. Perilaku Penjaja Pangan Jajanan Anak Sekolah Tentang Gizi
Dan Keamanan Pangan Di Lingkungan Sekolah Dasar Kota Dan Kabupaten
Bogor. Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut
Pertanian Bogor.
Alsuhendra dan Ridawati,2013. Bahan Toksik Dalam Makanan. PT Remaja
Rosdakarya. ISBN 978-979-629-161-4.
Annis, 2014. Kandungan Zat Pewarna Sintesis Pada Makanan Dan Minuman
Jajanan Di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota
Tenggerang Selatan. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan. Universitas
Islam Syarif Hidayatullah Negeri Jakarta.
Chindarwani,2007. Kajian Sistem Manajemen Keamanan Pangan Berbasis Iso
22000 Di Pt Nestle Indonesia, Kejayan Factory. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Depkes RI. 1988. Permenkes RI No. 772/Menkes/Per/IX/1988. Tentang bahan
tambahan makanan (BTM).
Erna Sofiana, 2012. Higiene Dan Sanitasi Dengan Kontaminasi Escherichia coli
Pada Jajanan DiSekolah Dasar Kecamatan Tapos Depok. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
Eka Lestari, 2015. Analisis Personal Hygiene Pada Penjual Makanan Tradisional
Gado-Gado Dikelurahan Pisangan Cempaka Putih dan Cireundeu Ciputat
Timur. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Syarif
Hidayatullah Negeri Jakarta.
Fina, 2012. Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Sarana Sanitasi Kantin Di
Universitas Negeri Semaran. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Ilmu Keolahragaan. Universitas Negeri Semarang.
Febria Agustina, Pambayun, R., Febry,F. 2009. Higiene dan Sanitasi Pada
Pedagang Makanan Jajanan Tradisional di Lingkungan Sekolah Dasar di

68
Kelurahan Demang Lebar Daun Palembang ( on line) dari http://uppm.fkm.
unsri.ac.id.
Fajar Herianto, 2016. Pengendalian Mutu Produk Pendekatan Manual Gmp Ssop
Ikm Gula Kelapa Kristal. Jurusan Ekonomi Syari’ah Fakultas Ekonomi Dan
Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri (Iain) Purwokerto.
Ghaida dan siti. Perilaku Penjaja Pangan Jajanan Anak Sekolah Terkait Gizi Dan
Keamanan Pangan Di Jakarta Dan Sukabumi. Jurnal Gizi dan Pangan, 2010,
5(3): 148–157.
Kementerian Kesehatan RI, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.
Lily D H, 2016. Hygiene Sanitasi Dapur Dan Penjamah Makanan Pada Hotel Di
Kota Parepare Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Kepariwisataan, Volume
10, No. 01.Halaman 14 – 29. P3M Politeknik Pariwisata Makassar.
Menkes. Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004. Tentang Keamanan Pangan,
Mutu Dan Gizi Pangan. Jakarta: Presiden Republik Indonesia.
Menkes, 2003. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
942/MENKES/SK/2003. Tentang Persyaratan Higiene Dan Sanitasi
Makanan Jajanan. Jakarta: Presiden Republik Indonesia.
Nabila Sr. Paparan Btp Pengawet Dan Pemanis Pada Pangan Yang Dikonsumsi
Anak Usia Sekolah Di Kota Pekanbaru, Riau. Institut Pertanian Bogor
Bogor: 2015.
Ningsih, 2014. Penyuluhan Hygiene Sanitasi Makanan Dan Minuman, Serta
Kualitas Makanan Yang Dijajakan Pedagang Di Lingkungan Sdn Kota
Samarinda. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas.
\Nunik Agustin Rahayu ,2013. Studi Deskriptif Karakteristik Higiene Dan
Sanitasi Pada Alat Pengolah Makanan Gado-Gado Di Lingkungan Pasar
Johar Kota Semarang Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu
Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.
Putra EA. Gambaran Kebiasaan Jajan Siswa Di Sekolah. Semarang: Universitas
Diponegoro; 2009.
69
Pedoman Keamanan Pangan Disekolah Dasar. Direktorat Bina Gizi Ditjen Bina
Gizi Dan Kesehatan Ibu Dan Anak Kementerian Kesehatan. 2011.
Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/1988. II ed. Jakarta: Menteri Kesehatan
Republik Indonesia.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang
Keamanan Mutu Dan Pangan Gizi. Jakarta: Presiden Republik Indonesia.
Rizha, 2015. Upaya Penjamah Makanan Dalam Menjaga Kualitas Ditinjau Dari
Aspek Food Safety Pada Warung Makan Di Sekitar Universitas Negeri
Semarang. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang.
Ratnani Rd, 2009. Bahaya Bahan Tambahan Makanan Bagi Kesehatan. Jurusan
Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang.
Momentum, Vol. 5, No. 1, April 2009.
Rina Yuliastuti, 2012. Analisis Karakterisktik Siswa, Karakteristik Orang Tua,
Dan Perilaku Konsumsi Jajanan Pada Siswa-Siswi SD Rambutan 04
Jakarta. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
Rifka Triasari, 2015. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Mengenai Jajanan pada
siswa Kelas V SD Negeri Cipayung 02 Kota Depok. Jakarta. Fakultas
Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatuiah.
Siti Fathonah. 2005. Higiene dan Sanitasi Makanan. Semarang: UNNES Press.
Sigar dkk. 2012. Analisis Zat Warna Methanyl Yellow Dalam Minuman Es Sirup
Di Kawasan Kota Manado. Jurnal Penelitian;
Suci EST. Gambaran Perilaku Jajanan Murid Sekolah Dasar Di Jakarta.
Psikobuana. 2009;1;29-38.
Semito,2014. Hubungan Antara Pengetahuan, Pola Konsumsi Jajanan Dan
Status Gizi Siswa Sekolah Dasar Di Wilayah Kabupaten Cilacap. Universitas
Negeri Yogyakarta.
Trika dan Ririh,2013. Higiene Dan Sanitasi Makanan Nasi Krawu Di Kecamatan
Gresik Kabupaten Gresik. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol.7 No. 1.

70
Vheriani dan Yhona 2016. Kandungan Bahan Tambahan Pangan Berbahaya
Pada Makanan Jajanan Anak Sekolah Dasar Di Kabupaten Bantul. Jurnal
Gizi Dan Dietetik Indonesia .Januari 2016: Vol. 4, No. 1149-55.
Winarno, 2004. Keamanan Pangan. Jakarta: Penerbit Graha Media.
Cahyadi, W, 2005. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan,
Penerbit PT Bumi Aksara, Jakarta.
Wahyu Dwi Atmiati, 2012, Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan
Keberadaan Bakteri Escherichia coli Pada Jajanan Es Buah Yang Dijual Di
Sekitar Pusat Kota Temanggung, Jurnal Kesehatan Masyarakat, Volume 1,
Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 1047-1053.

71
LAMPIRAN

72
KUESIONER HIGIENE SANITASI PANGAN
Nama TPM
Pemiliki
Alamat
Jenis TPM Makananan/Minuman Jajanan

Object Bobot Nilai


A. Kebersihan Pribadi
1. Pengelola jajanan tidak menderita batuk-batuk dan pilek 1
2. Pengelola makanan jajanan tidak menderita diare, penyakit
1
perut, dan sejenisnya
3. Pengelola makanan tidak berkuku panjang, memakai cat
1
kuku/kuku kotor
4. Pengelola makanan jajanan menjaga kebersihan rambut dan
1
memakai penutup kepala
5. Pengelola makanan jajanan memakai pakian kerja dan menutup
1
kepala
6. Pengelola makanan jajanan menutup luka atau bisul dan luka
1
lainnya
7. Pengelola makanan jajanan mencuci tangan setiap kali akan
1
menangani makanan
8. Pengelola makananan jajanan tidak menggaruk-garuk kepala,
1
mengorek telinga dan merokok.
B. Peralatan1
1. Peralatan makanan jajanan dicuci setiap selesai digunakan
dengan menggunakan sabun dan air bersih dan ganti jika sudah 1
tidak layak.
2. Peralatan makanan jajanan dikeringkan dengan cara ditiriskan
1
dan tertutup/terlindungi dari pencemaran.
3. Tidak memakai ulang peralatan yang dirancang untuk sekali
1
pakai
C. Air bersihdan Bahan Makanan

73
1. Air yang digunakan untuk memasak dan mencuci berasal dari
1
sumber yang memenuhi syarat
2. Air yang digunakan dimasak terlebih dahulu/tidak
1
menggunakan bahan air mentah untuk diminum.
3. Bahan makanan yang digunakan berasal dari bahan mentah
1
yang segar dan dicuci terlebih dahulu
4. Bahan makanan tidak menggunakan bahan yang sudah
1
kadaluarsa (Lihat tanggal kadaluarsa).
5. Bahan makanan tidak mengandung BTP (Bahan Tambahan
1
Pangan) yang dilarang (Rhodamin B, Boraks, Formalin).
6. Menggunakan BTP yang diizinkan harus sesuai dengan takaran
1
misalnya: pemanis, pewarna, penyedap dll)
D. Makanan Jadi
1. Makanan di sajikan dalam keadaan tertutup 1
2. Menggunakan penutup yang bersih 1
3. Makanan di angkut dalam keadaan tertutup/terbungkus dan
1
tidak mencemari makanan
4. Makanan di sajikan tidak bersatu dengan bahan makanan
1
mentah
5. Makanan jadi yang sudah lebih dari 6 jam di panaskan
1
kembali

1
6. Mengambil makanan dengan menggunakan alat (penjepit dll)

E. Pewadahan/Alat Menjajakan

1
1. Wadah/tempat dapat melindungi dari debu dan serangga

2. Pada tempat menjajakan terdapat tempat cuci piring/gelas 1


yang memadai (ember bersih dan air bersih)

1
3. Air pencucian piring/gelas diganti sesering mungkin

4. Pada alat menjajakan makanan ada sarana pengumpul sampah 1


sehingga tidak berceceran

74
FOTO KEGIATAN

75
76
77
78
79
80

Anda mungkin juga menyukai