Anda di halaman 1dari 133

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR SUSU DI

INDONESIA

SKRIPSI

Eka Rizki Pebriani


1112092000040

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 / 1439
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR SUSU DI
INDONESIA

Eka Rizki Pebriani


1112092000040

Skripsi

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
pada Program Studi Agribisnis Fakultas Sains dan Teknologi

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2017/1439
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Diri

Nama : Eka Rizki Pebriani


Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Tegal, 21 Februari 1994
Agama : Islam
Alamat : Jl. Setiabudi RT/RW 002/005 Desa. Dukuhwaru,
Kec. Dukuhwaru, Kab. Tegal, Jawa Tengah 52451
No. Hp : 082112183103

Email : ekarizkifebriani@gmail.com

Riwayat Pendidikan

Formal
2012 - 2017 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2009 – 2012 : MAN 1 Bogor
2006 – 2009 : MTs. Darul Ihya
2000 – 2006 : SDN 04 Dukuhwaru

Non Formal
2014 – 2015 : Sekolah Menulis Kreatif Indonesia (MSKI)

Pengalaman Organisasi

2010 – 2011 : Anggota OSIS MAN 1 Bogor


2013 – 2014 : Pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan Agribisnis
2014 – 2015 : Pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan Agribisnis
Pengalaman Kerja

2015 : Mutiara Keraton Jimmy & Co Trans Bisnis Indonesia

Pengalaman Lainnya

2014 : Panitia AGRI’S EVENT 2014


2015 : Panitian AGRI’S EVENT 2015
2016 : Committee in The International Conference on Science
and Technologi (ICOSAT)
RINGKASAN

Eka Rizki Pebriani. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impor Susu Di


Indonesia: Di bawah bimbingan Siti Rochaeni dan Junaidi.
Susu adalah salah satu komoditas dari subsektor peternakan yang
merupakan sumber protein penting dan mempunyai peran bagi peningkatan
kualitas sumber daya manusia. Indonesia merupakan salah satu negara importir
susu untuk memenuhi permintaan di dalam negeri. Dalam kurun waktu dua puluh
tahun, yaitu tahun 1996 – 2015, volume impor susu di Indonesia cenderung terus
mengalami peningkatan. Hal ini sejalan dengan peningkatan pendapatan dan
pengetahun masyarakat kearah lebih baik tentang pentingnya nilai gizi pada bahan
pangan seperti susu. Menurut data dari Direktorat Peternakan dan Kesehatan
Hewan Kementerian Pertanian Republik Indonesia, setidaknya sekitar 70%
pemintaan susu di Indonesia dipenuhi melalui jalan impor, sementara 30% lainnya
dipenuhi dari produksi dalam negeri.
Tingginya impor susu di Indoesia semakin didorong oleh perjanjian yang
ditandatangani oleh pemerintah Indonesia dengan International Monetary Fund
pada tahun 1998 yang direalisasikan dalam peraturan Inpres No. 4 tahun 1998
tentang penghapusan kebijakan rasio impor yang bertujuan untuk menekan
tingginya impor susu dan melindungi peternak dalam negeri. Selain itu adanya
tekanan dari negara-negara eksportir susu dunia karena dianggap menyalahi
keseapakan GATT/WTO yang melarang adanya kebijakan non-tarif, maka
kebijakan rasio impor atau yang dikenal dengan bukti serap (BUSEP) terpaksa
dihapus.
Ketergantungan terhadap susu impor memiliki bebarapa dampak negatif
salah satunya adalah dapat meningkatkan angka penganguran dan mengurangi
kesejahteraan peternak lokal, serta dapat menguras devisa negara. Selain itu
pemerintah Indonesia mencanangkan swasembeda susu pada tahun 2020,
sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang diduga
mempengaruhi impor susu di Indonesia. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh
adalah harga riil susu dalam negeri, harga riil susu impor, produk domestik bruto
perkapita Indonesia, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, dan
dummy kebijakan pengahpusan rasio impor susu.
Penelitian ini menggunakan model regresi linear berganda dan metode
penduga parameter adalah metode Ordinary Least Squer (OLS). Penelitian ini
menggunakan data time series dalam kurun waktu dua puluh tahun yaitu dari
tahun 1996 – 2015. Berdasarkan analisisi yang dilakukan didapat nilai koefisien
determinasi (R²) sebesar 0,7497. Hal ini menunjukan bahwa variabel bebas yang
meliputi harga riil susu dalam negeri, harga riil susu impor, produk domestik
bruto perkapita, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, dan dummy
penghapusan kebijakan rasio impor susu dapat menjelaskan variabel terikat yaitu
volime impor susu di Indonesia sebesar 74,97%. Sedangkan sisanya sebesar
25,02% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk di dalam model. Hasil
uji F menunjukan variabel bebas secara simultan berpengarus signifikan terhadap
variabel terikat. Secara persial faktor yang berpengaruh signifikan terhadap impor
susu di Indonesia adalah produk domestik bruto perkapita dan nilai tukar Rupiah
terhadap Dollar Amerika Serikat.
Kata Kunci : Impor, Susu, Indonesia, Regersi.
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Impor Susu di Indonesia”. Penulisan skripsi ini disusun sebagai

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agribisnis pada Program Studi Agribisnis

Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Selama proses penyelesaian sampai selesainya skripsi ini tidak terlepas

dari bantuan berbagai pihak. Penulis dengan penuh rasa hormat mengucapkan

banyak terimakasih kepada semua pihak yang memberikan bantuan dan dukungan

baik secara moril dan meteril, secara langsung maupun tidak langsung, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. penulis mengucapkan terimakasih

kepada:

1 Kedua orang tua, Ibu Jamilah dan Bapak Heri Sudarmanto, serta seluruh

keluarga atas semua doa, nasihat, kasih sayang, pengorbanan, cinta serta

dukungan baik secara moril maupun materil yang diberikan kepada

penulis. Penyelesaian skripsi ini merupakan salah satu bakti wujud cinta

dan kasih sayang penulis kepada Ibu, Bapak, dan seluruh keluarga yang

telah memberikan segala yang terbaik dalam hidup penulis.

2 Ibu Ir. Siti Rochaeni, M. Si dan Bapak Ir. Junaidi M. Si selaku dosen

pembimbing skripsi yang telah mencurahkan tenaga, energy, waktu,


pikiran, serta memberikan ilmu, arahan, dan dukungannya secara tulus

demi terselesaikannya skripsi ini.

3 Bapak Dr. Ujang Maman, M. Si dan Bapak Iwan Aminudin, M. Si selaku

dosen penguji skripsi yang telah memberikan ilmu, arahan, serta dukungan

yang besar kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4 Bapak Dr. Agus Salim, M. Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, para Wakil Dekan I,

II, dan III, beserta staf TU, Akademik, dan Karyawan FST lainnya.

5 Bapak Dr. Ir. Edmon Daris, MS dan Bapak Dr. Ir. Iwan Aminudin, M.Si

selaku ketua dan Sekretaris Program Studi Agribisnis yang telah

memberikan kesempatan dan dukungan untuk menimba ilmu pengetahuan

serta bantuan dalam proses akademis.

6 Bapak Mudatsir Najamuddin, MMA selaku dosen pembimbing akademik

yang telah memberikan bimbingan, motivasi, serta dukungan kepada

penulis selama perkuliahan.

7 Seluruh dosen Program Studi Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu, pengetahuan, wawasan

dan pengalaman kepada penulis hingga mendapatkan gelar Sarjana

Agribisnis.

8 Bapak Jonih Rahmat dan Ibu Sriwardani selaku orang tua angkat penulis,

tidak ada yang dapat penulis ingat tentang bapak dan ibu selain kebaikan

yang selalu diberikan dan diajarkan kepada penulis. Semoga Gusti Allah

membalas setiap kebaikan bapak dan ibu.

ix
9 Sahabat di Yayasan Ar-Rahmah (Aci, Siti, Tresna, Lina) yang selalu ada

dalam suka maupun duka di hidup penulis terimaksih karena telah menjadi

tempat dimana penulis tidak merasa malu ketika kekurangan diri terlihat.

10 Sahabat Rumpi (Dewi, Icha, Iffah, dan Dena) terimakasih untuk

persahabatan sejak awal perkuliahan hingga terselesaikannya skripsi ini.

11 Teman-teman seperjuangan Agribisnis 2012 yang selalu saling

mendukung, berbagai ilmu dan pengalaman serta menjadi teman tumbuh

dan berkembangnya penulis.

12 HMJ Agribisnis yang telah memberikan tempat, kesempatan, dan

pengalaman berorganisasi sehingga penulis bisa mendapatkan pelajaran-

pelajaran baru.

13 Keluarga besar Yayasan Ar-Rahmah yang telah memberikan penulis

kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang hebat sehingga penulis

mendapatkan ilmu dan pengalaman-pengalaman baru yang memotivasi

untuk selalu bisa melakukan yang terbaik.

14 Teman-teman KKN SATU SEGI 2015 yang telah memberikan pelajaran

dan kesempatan penulis untuk lebih bisa berfikir terbuka, mengenal dan

mencoba hal-hal yang benar-benar baru bagi penulis, memotivasi untuk

lebih berani, lugas, dn berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik

lagi. Terimaksih atas warna-warni yang telah diberikan baik secara

langsng maupun tidak langsung.

x
15 Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah

membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung untuk

menyelesaikan sekripsi ini.

semoga skripi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan

pembaca. Akhirnya hanya kepada Allah semua hal diserahkan. Semoga amal baik

kita diterima oleh Allah SWT. Aamiin Yaa Rabbal‘Aalamiin.

Wassalammu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, Desember 2017

Eka Rizki Pebriani

xi
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv


DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

I.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1


1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 8
1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 8
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 9
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................ 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 11

2.1. Pengertian Susu .......................................................................................... 11


2.2. Teori Permintaan ....................................................................................... 14
2.3. Teori Penawaran ......................................................................................... 18
2.4. Teori Perdagangan Internasional ................................................................ 20
2.5. Teori Impor ................................................................................................. 25
2.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impor ................................................. 27
2.6.1. Harga Barang ...................................................................................... 28
2.6.2. Nilai Tukar Mata Uang ........................................................................ 29
2.6.3. Produk Domestik Bruto ....................................................................... 30
2.6.4. Kebijakan Perdagangan Internasional ................................................. 30
2.6.5. Indeks Harga Konsumen...................................................................... 31

2.7. Penelitian Terdahulu.................................................................................. 33


2.8. Kerangka Pemikiran ................................................................................. 40
2.9. Hipotesis Penelitian ................................................................................... 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 45

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................... 45


3.2. Jenis dan Sumber Data .............................................................................. 45
3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ..................................................... 46
3.3.1. Analisis Regresi Linear Berganda ...................................................... 49
3.3.2. Uji Asumsi Klasik ............................................................................... 50
3.3.3. Uji Signifikansi .................................................................................... 55
3.3.4. Definisi Operasional .......................................................................... 57

BAB IV GAMBARAN UMUM .......................................................................... 59

4.1. Perkembangan Usaha Peternakan Sapi Perah Indonesia ........................... 59


4.2. Perkembangan Impor Susu di Indonesia .................................................... 68
4.3. Perkembangan Harga Susu ........................................................................ 70
4.4. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika .................. 72
4.5. Perkembangan Produk Domestik Bruto per Kapita ................................... 74
4.6. Perkembangan Kebijakan Impor Susu ...................................................... 76

BAB HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 78

5.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impor Susu Di Indonesia ................... 78


5.1.1. Hasil Uji Signifikansi .......................................................................... 79
5.1.2. Persamaan Regresi Linear Berganda ................................................... 82

5.2. Interpretasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impor Susu di Indonesia . 84


5.2.1. Harga Riil Susu Dalam Negeri (X₁) .................................................... 84
5.2.2. Harga Riil Susu Impor (X₂) ................................................................. 86
5.2.3. Produk Domestik Bruto per Kapita Indonesia (X₃)............................. 88
5.2.4. Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika Serikat (X₄) ............... 89
5.2.5. Dummy Kebijakan Penghapusan Rasio Impor Susu (Xᴅ ) ................. 91

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 94

6.1. Kesimpulan ................................................................................................. 94


6.2. Saran ........................................................................................................... 95

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 98

LAMPIRAN ....................................................................................................... 102

xiii
DAFTAR TABEL

No Hal

1. Kualitas Susu Menurut Milk Codex .................................................................. 12

2. Sumber Data dan Data ...................................................................................... 46

3. Pengujian Durbin-Watson ................................................................................. 54

4. Produksi Susu di Indonesia Periode 1996 – 2015 ............................................. 63

5. Kualifikasi Susu Segar Sebagai Bahan Baku Industri Pengolahan Susu .......... 65

6. Standarisasi Bahan Baku Susu Menurut Total Kandungan Bakteri (TPC) pada
Industri Pengolahan Susu (IPS) ........................................................................ 66

7. Hasil uji t (Persial) ............................................................................................ 81

8. Hasil Analisi Regesi Linear Berganda .............................................................. 83


DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Volume Impor Produk Subsektor Peternakan ..................................................... 2

2. Volume Produksi, Konsumsi, dan Impor Susu Di Indonesia ............................. 5

3. Pohon Industri Komoditi Susu ......................................................................... 13

4. Kurva Permintaan............................................................................................. 15

5. Kurva Perdagangan Internasional ..................................................................... 24

6. Kurva Permintaan............................................................................................. 28

7. Kerangka Pemikiran ......................................................................................... 43

8. Histogram Normalitas ...................................................................................... 51

9. Sebaran Populasi Sapi Perah di Indonesia Periode 1996-2015 ........................ 60

10. Sentra Populasi Sapi Perah di Indonesia periode 2011-2015 ......................... 61

11. Sentra Produksi Susu Sapi Perah Perah ......................................................... 64

12. Perkembangan Volume Impor Susu Di Indonesia Tahun 1996 – 2015 .......... 70

13. Perkembangan Harga Susu Impor (Skim Milk Powder) dan Susu Segar Dalam
Negeri ............................................................................................................ 71

14. Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika Periode 1996 - 2015 ............. 73

15. Perkembangan Produk Domestik Bruto Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan
Tahun Dasar 2010 .......................................................................................... 75
DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Impor Produk Pertanian Tahun 1996 – 2015 .................................................. 102

2. Produksi, Konsumsi, Impor Susu di Indonesia Tahun 1996 – 2015 ............... 103

3. Perkembagan Harga Susu Dalam Negeri dan Susu Impor Tahun 1996 – 2015
........................................................................................................................ 104

4. Produk Domestik Bruto Perkapita Indonesia Tahun 1996 – 2015 Tahun Dasar
(2010) ............................................................................................................. 105

5. Indeks Harga Konsumen Indonesia dan Amerika Serikat Tahun Dasar (2010 =
100) ................................................................................................................. 106

6. Data Penelitian Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impor Susu di


Indonesia. ...................................................................................................... 107

7. Tabel Chi Square ............................................................................................. 108

8. Tabel Durbin Watson ...................................................................................... 109

9. Tabel Uji F ...................................................................................................... 110

10. Tabel Uji t ..................................................................................................... 111

11. Inpres No. 4 Tahun 1998 (Kebijakam Penghapusan Rasio Impor Susu di
Indonesia) .................................................................................................... 112

12. Hasil Uji Normalitas dan Uji Multikolinearitas ........................................... 113

13. Hasil Uji Autokolerasi dan Uji Heterokesdatisitas ....................................... 115


BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain

melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan, dan investasi antar

negara (Krugman dan Obstfeld, 2009:281). Hampir seluruh negara di dunia

melakukan hubungan perdagangan dengan negara lain karena adanya perbedaan

antar negara baik dalam hal sumber daya alam, sumber daya manusia, maupun

pengusaan teknologi. Perdagangan internasional dapat mendatangkan keuntungan

bagi negara yang menjalankannya, terutama jika nilai impornya lebih kecil dari

nilai ekspor, meskipun demikian impor masih diperlukan untuk memenuhi

kelebihan permintaan barang dan jasa yang tidak dapat dipenuhi dengan produksi

dalam negeri ataupun yang tidak diproduksi di dalam negeri.

Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki karakteristik laju

pertumbuhan penduduk yang tergolong tinggi dan jumlah penduduk relatif padat,

sehingga ketahanan pangan menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia.

Ketahanan pangan merupakan kemampuan bangsa untuk menjamin seluruh

penduduknya untuk memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang

layak, dan aman. Oleh karena itu, sudah menjadi tugas pemerintah untuk

menetapkan kebijakan yang dapat menjamin kecukupan dan keterjangkauan

pangan bagi seluruh masyarakatnya. Dalam kaitannya dengan perdagangan

internasional, posisi tersebut menjadikan Indonesia sebagai pangsa pasar yang

menjanjikan bagi negara pengekspor untuk menjual produknya di Indonesia,


termasuk produk dari subsektor peternakan yang merupakan salah satu sumber

penghasil pangan, khususnya pangan hewani.

Pangan hewani adalah bahan makanan yang berasal dari hewan atau

olahan yang bahan dasarnya dari hasil hewan. Bahan pangan hewani yang

merupakan produk dari subsektor peternakan diantaranya adalah daging, telur, dan

susu. Bahan pangan hewani merupakan sumber protein penting yang berperan

bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan jumlah penduduk,

peningkatan pendapatan, dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya protein

hewani menjadi pendorong meningkatnya permintaan terhadap pangan hewani.

Untuk memenuhi permintaan yang terus mengalami peningkatan tersebut,

Indonesia mengandalkan produksi dalam negeri dan mengimpor dari negara lain.

Pertumbuhan impor bahan pangan hewani hasil ternak di Indonesia berfluktuatif,

namun cenderung meningkat dari tahun ke tahun seperti yang terlihat pada

gambar 1.

3500

3000

2500
(000) ton

2000 Susu

1500 Daging
Telur
1000

500

0
1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014

Gambar 1. Volume Impor Produk Subsektor Peternakan


Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2016)

2
Berdasarkan gambar 1, dapat dilihat bahwa diantara ketiga produk

subsektor peternakan tersebut, yang memiliki volume impor tertinggi dengan

trend yang cenderung terus meningkat setiap tahunnya adalah susu. Dalam kurun

waktu 20 tahun periode tahun 1996 sampai dengan 2015 rata-rata volume susu

yang diimpor Indonesia sebesar 1.647.000 ton, dengan volume impor tertinggi

pada tahun 2013 yaitu mencapai 3.065.000,824 ton atau meningkat sebesar 7,2%

dari tahun sebelumnya. Kemudian disusul oleh daging yang memilliki rata-rata

volume impor dalam periode waktu yang sama sebesar 326.727,143 ton, dan

dengan volume impor tertinggi pada tahun 2010 yaitu mencapai 922.827,741 ton

atau mengalami peningkatan sebesar 21% dari tahun sebelumnya. Telur berada

diposisi paling rendah dengan rata-rata volume impor sebesar 4.596,95 ton dan

volume tertnggi pada tahun 1999 yaitu mencapai 10.837,93 ton atau meningkat

sebesar 84% dari tahun sebelumnya.

Menurut Yusdja dan Rosmijati (2002:8), susu merupakan komoditas

pangan yang memiliki peran sangat besar bagi peningkatan kualitas sumber daya

manusia melalui protein dan mineral. Kandungan protein dan asam amino esensial

pada susu sangat penting bagi kesehatan manusia. Protein dan asam amino

dibutuhkan sebagai komponen panghasil energi, sumber pembangun dan pengatur

tubuh, baik pada masa pertumbuhan maupun pada masa perkembangan, termasuk

berfungsi sebagai nutrisi dalam perkembangan otak. Oleh karena itu, agar

pertumbuhan dan perkembangan tubuh dapat berlangsung secara optimal, maka

kebutuhan terhadap asam amino dan protein harus tercukupi. Kandungan asam

amino esensial pada susu seperti triptofa dan lysin tidak ditemukan dalam

3
tumbuhan, sehingga protein dan lemak susu mempunyai kualitas yang lebih baik

dibandingkan dengan protein nabati. Susu yang paling banyak dijumpai di pasar

baik dalam bentuk segar maupun olahan adalah susu sapi. Sapi perah

menghasilkan susu dunia sebanyak 83%, disusul kerbau, kambing, domba,

masing-masing 12, 1,5, dan 1,5% (Murti, 2014: 241 ).

Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki karakteristik

pertumbuhan penduduk yang sangat pesat. Menurut hasil proyeksi Badan Pusat

Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia terus meningkat yaitu dari 206,2 juta

jiwa pada tahun 2000 menjadi 255,4 juta jiwa pada tahun 2015. Peningkatan

jumlah penduduk tersebut dan perkembangan masyarakat ke arah lebih baik

dalam hal pendapatan maupun tingkat pengetahuan mengenai pentingnya nilai

gizi pangan diperkirakan akan semakin meningkatkan preferensi konsumsi pangan

yang bernilai gizi tinggi seperti susu.

Peningkatan permintaan terhadap susu ditandai dengan meningkatnya

konsusmsi susu per kapita dari tahun ke tahun. Pada tahun 2013 konsumsi susu di

Indonesia mencapai 14 liter/kapita/tahun, meningkat sebesar 3,51% dari tahun

sebelumnya sebesar 11.9 liter/kapita/tahun (Ditjen. Peternakan dan Kesehatan

Hewan, 2014). Realitas ini tergambar pada Gambar 2. yang menunjukan volume

produksi, konsumsi dan impor susu di Indonesia.

4
4000000

3500000

3000000

2500000
Ton

2000000 Produksi
1500000 Konsumsi

1000000 Impor

500000

0
1998

2000

2002
1996
1997

1999

2001

2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
Tahun

Gambar 2. Volume Produksi, Konsumsi, dan Impor Susu Di Indonesia


Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2016)

Interpretasi yang dapat disampaikan dari data yang terangkum pada

Gambar 2 di atas menyatakan bahwa rata-rata volume konsumsi susu di Indonesia

selama periode tahun 1996 sampai dengan tahun 2015 sebesar 2.275.851,893 ton

atau rata-rata pertumbuhan sebesar 3.14% hal ini mengakibatkan volume impor

juga ikut memiliki trend yang terus meningkat dengan rata-rata volume selama 20

tahun terakhir sebesar 1.730.756,138 ton dengan rata-rata pertumbuhan sebesar

4,65%. Tingginya angka impor diakibatkan oleh produksi susu dalam negeri tidak

mampu memenuhi konsumsi susu domestik, dengan pertumbahan yang cenderung

stagnan, selama periode 20 tahun terakhir rata-rata pertumbuhan produksi susu

domestik adalah sebesar 1,39% dengan rata-rata volume sebesar 545.095,755 ton.

Dari realitas yang ada dapat disimpulkan bahwa konsumen susu di Indonesia

sangat tergantung pada pasokan susu dari negara lain. Setidaknya sekitar 70%

5
kebutuhan konsumsi susu di Indonesia dipenuhi oleh susu impor, sedangkan

sisanya yaitu sekitar 30% dari kontribusi produksi susu domestik.

Menurut Fabiosa (2005:12), konsumsi susu domestik sangat dipengaruhi

oleh permintaan aktual konsumen atas produk susu sebagai output industri

pengolahan susu (IPS). Setidaknya, 90% dari total kebutuhan susu domestik

diutilisasi oleh industri pengolahan susu (IPS). Produsen susu segar dalam negeri

mayoritas atau sekitar 90 persen merupakan peternakan rakyat dengan jumlah

kepemilikan sapi perah sekitar 3-4 ekor dengan kemampuan produksi dan

penanganan ternak serta produk susu segar yang relatif masih rendah (Boediana,

2008:6). Kondisi ini menjadikan susu hasil produksi peternak dalam negeri tidak

mampu memenuhi permintaan susu oleh industri pengolahan susu sebagai

konsumen utama susu segar dalam negeri baik secara kuantitas maupun kualitas.

Impor menjadi jalan yang ditempuh untuk memenuhi kesenjagan antara

produksi dan konsumsi susu di Indonesia. Tingginya impor susu di Indonesia

semakin didorong oleh kesapakatan antara pemerintah Indonesia dan

International Monetary Fund (IMF) pada tahun 1998, realisasi dari komitmen

tersebut adalah dicabutnya surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri yaitu

menteri koperasi, menteri pertanian, dan menteri perindustrian dan perdagangan

No. 236/Kpb/VII/1982, No. 344/M/SK/1982 dan No. 521/Kpts/Um/1982

mengenai bukti serap (BUSEP) dan perhitungan rasio impor susu dalam kaitannya

dengan penyerapan susu impor dan domestik melalui penetapan Inpres No.

4/1998. Minimalisasi proteksi dari pemerintah tersebut menimbulkan dugaan

bahwa industri pengolahan susu sebagai konsumen utama susu mempunyai

6
preferensi yang lebih tinggi untuk menggunakan susu impor yang lebih unggul

baik secara kualitas maupun kuantitas sebagai input dalam proses produksi.

Permasalahan yang dihadapi peternak adalah besarnya ketergantungan

peternak terhadap industri pengolahan susu dalam memasarkan susu segar yang

dihasilkan. Dengan absennya keberpihakan pemerintah terhadap peternak, hal ini

menimbulkan kecenderungan harga susu segar relatif rendah. Adanya

pemberlakuan standar bahan baku yang ketat oleh kalangan industri pengolahan

susu mendudukan peternak sapi perah pada posisi tawar (bargaining potition)

yang rendah.

Di lain pihak usaha pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan

peternak dan program swasembeda susu sebesar 50% pada tahun 2020 sangat

berlawanan arah dengan realitas yang ada, sehingga impor susu seharusnya

dikurangi. Selain itu banyak dari impor susu menyebabkan terkurasnya devisa

nasional, hilangnya kesempatan terbaik (opportunity loss) yang berasal dari tidak

dimanfaatkannya potensi sumberdaya yang ada untuk pengembangan agribisnis

sapi perah, serta hilangnya revenue yang seharusnya diperoleh pemerintah dari

pajak apabila agribisnis sapi perah dikembangkan secara baik. Mengingat potensi

sumberdaya alam Indonesia yang besar bagi agribisnis sapi perah, adalah ironis

jika sebagian besar dari kebutuhan susu harus diimpor.

Permasalahan tersebut harus diselidiki secara mendalam dengan melihat

indikator yang berpengaruh terhadap impor susu di Indonesia. Oleh karena itu,

peneliti akan menganalisa faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi impor susu

di Indonesia selama 20 tahun, yaitu dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2015.

7
Yang diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan informasi bagi pihak yang

berwenang dalam menyusun kebijakan yang berkenaan dengan impor susu.

Menurut Mankiw, dkk. (2012:185) banyak sekali faktor yang mempengaruhi

impor suatu komoditi, diantaranya adalah harga barang dalam negeri dan luar

negeri, serta PDB negara tersebut, selain itu, secara langsung impor ditentukan

pula oleh nilai tukar mata uang suatu negara terhadap negara lainnya.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka permasalahan

dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi impor susu di Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh fakor-faktor tersebut tarhadap impor susu di

Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan di

atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi Impor susu di

Indonesia.

2. Menganalisis pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap impor susu di

Indonesia.

8
1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan berguna bagi:

1. Bagi Penulis

Hasil penelitian ini sebagai sarana dalam mengaplikasikan ilmu-ilmu yang

telah didapat selama penulis menempuh studi di program Studi Agribisnis

Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarata.

2. Bagi Pembaca

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan menjadi

acuan atau perbandingan untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan

dengan faktor-faktor impor susu

3. Bagi Pengambil Kebijakan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan

informasi, dan bahan pertimbangan dalam penyususnan kebijakan yang

terkait dengan kegiatan impor susu.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup susu dalam penelitian ini adalah susu dengan kode HS

empat digit yaitu 0402 (skim milk powder) di UN Comtrade, dengan pertimbangan

bahwa produk susu tersebut merupakan bahan baku susu yang mayoritas di impor

oleh industri pengolahan susu (IPS). Selanjutnya, pemilihan variabel-variabel

yang diduga berperngaruh terhadap volume impor susu di Indonesia didasarkan

pada teori yang dikemukan oleh Mankiw, dkk, (2012:185).

9
Berdasarkan periode pengamatan, data yang digunakan dalam melakukan

penelitian ini merupakan data deret waktu (time series), rentang waktu yang

digunakan dalam penelitian ini adalah 20 tahun, yaitu tahun 1996 sampai tahun

2015. Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi impor susu di Indonesia menggunakan alat regresi linear berganda.

sedangkan untuk melihat pengaruh dari faktor-faktor tersebut terhadap impor

susu, peneliti menggunakan Uji T dan Uji F.

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Susu

Susu adalah cairan berwarna putih yang disekresikan oleh mamae

(ambing) pada binatang mamalia betina yang sehat tanpa dibubuhi dan dikurangi

bahan tertentu. Susu merupakan sumber gizi terbaik bagi mamalia yang baru

dilahirkan karena mengandung protein, karbohidrat, lemak, mineral, enzim-enzim,

gas, serta vitamin A, C, dan D dalam jumlah memadai (Winarno, 1994:174).

Soeparno et all (2011:69), mengemukakan bahwa warna air susu berkisar dari

putih kebiruan hingga kuning keemasan. Hal tersebut dipengaruhi oleh lemak,

kalsium, dan kasein. Air susu terasa sedikit manis, yang disebabkan laktosa,

sedangkan rasa asin berasal dari klorida, sitrat, dan garam-garam mineral lainnya.

Menurut Bucklet et all (2009: 273-277), bahwa komposisi susu terdiri dari air

(87,9%), lactose (4,60%), vitamin, enzim, gas, dan mineral serta bahan kering

(12,1%). Bahan kering yang terdiri dari lemak (3,45%), dan bahan kering tanpa

lemak (8,65%). Bahan kering tanpa lemak terdiri dari protein (3,20%), kasein

(2,70%), dan albumin (0,50%).

Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi susu adalah jenis ternak dan

keturunannya, individu, umur ternak, nutrisi atau pakan, lingkungan, dan

sebagainya. Menurut Murti (2014:241), mayoritas ketersediaan susu di dunia

dipenuhi oleh susu sapi. Sapi perah menghasilkan susu sebesar 83%, disusul

kerbau, kambing, dan domba, masing-masing 12%, 1,5%, dan 1,5%.


Susu sapi memliki kandungan lemak dan protein yang tidak terlalu tinggi

dan tidak terlalu rendah dibandingkan dengan ternak lainnya ( Kerbau, zebu,

kambing, domba). Adapun hasil maksimum dalam produksi susu akan dicapai

ketika sapi perah berumur 8-10 tahun dan produksi susu akan meningkat ketika

musim hujan dimana pakan tersedia lebih banyak (Nugraheni, 2013:175).

Kualitas susu merupakan salah satu faktor yang penting. Penentuan

kualitas susu di Indonesia masih berdasarkan Milk Codex. Milk Codex adalah

suatu daftar satuan yang harus dipenuhi air susu sebagai bahan makanan. Daftar

tersebut sudah disepakati oleh para ahli gizi dan kesehatan dunia, walaupun

disetiap negara atau daerah mempunyai ketentuan-ketentuan sendiri. Peraturan

Milk Codex untuk kualitas susu yang dianggap normal harus memenuhi angka-

angka minimal sebagai berikut:

Table 1. Kualitas Susu Menurut Milk Codex

No Kandungan Kadar
1. Berat jenis 1,028
2. Lemak 2,8%
3. Bahan kering tanpa lemak 8%
4. Laktosa 4,2%
5. Protein murni 2,7%
6. Titik beku -0.520˚C
7. Kuman per cc maksimum 1 juta
Sumber : Nugraheni (2013 : 197)

Susu segar dibagi menjadi beberapa produk olahan. Hal ini disebabkan

karena sifat dari produk susu itu sendiri yang tidak tahan lama, mudah

terkontaminasi, sulit disimpan karena berbentuk cair serta untuk meningkatkan

nilai tambah. Produk olahan susu biasanya lebih tahan lama dan berbentuk lebih

padat dari susu itu sendiri. Produk olahan susu yang dihasilkan dengan bahan

12
baku susu segar disajikan dalam bentuk pohon industri seperti yang terlihat pada

gambar 3.

Kepala Susu Ice Cream

Susu Pasteurisasi/
Fermentasi Keju
Whey
Mentega
Susu UHT

Susu Dadih/ Tahu Susu /


Danke
Susu Bubuk
Susu Segar Yogurt  Full Milk Powder
 Susu Formula

Skim Milk Powder

Susus Kental Manis

Gambar 3 . Pohon Industri Komoditi Susu


Sumber : Kementerian Perindustrian 2016

Produk olahan susu pada gambar 3 dihasilkan oleh Industri Pengolahan

Susu (IPS) yang dibagi menjadi tiga kelompok. Industri pengolahan susu yang

pertama adalah kelompok industri hulu dengan produk utamanya susu segar.

Kedua, kelompok industri antara dengan hasil utama susu pasteurisasi, susu UHT,

dan susu fermentasi. Industi antara merupakan industri yang menghasilkan produk

antara yang menjadi bahan baku industri lain. Industri pengolahan susu yang

terakhir adalah kelompok industri hilir. Industri hilir merupakan industri yang

menghasilkan produk yang dapat langsung dikonsusmsi oleh konsumen. produk

13
yang dihasilkan dari industri ini adalah susu bubuk, susu kental manis, makanan

bayi dari susu, keju, mentega, es krim, dan yogurt. Adapun produk utama yang

sering diimpor pemerintah Indonesia untuk memenuhi permintaan susu dalam

negeri adalah dalam bentuk SMF (Skim Milk Powder) dan whole milk powder,

diikuti dengan cheese, whey, dan butter (Nugroho, 2010:66). Susu yang diimpor

akan diolah kembali oleh Industri Pengolahan Susu (IPS) dan non Industri

Pengolahan Susu.

2.2. Teori Permintaan

Permintaan merupakan jumlah komoditi yang bersedia dibeli oleh rumah

tangga maupun perusahaan selama periode tertentu. Hukum permintaan

mempunyai kemiringan negatif. Semakin rendah harga suatu komoditi, maka

semakin besar komoditi yang diminta (Salvatore, 2006:88).

Lipsey (1997:109) menyatakan, bahwa permintaan adalah hubungan

menyeluruh anatara kuantitas komoditi tertentu yang akan dibeli konsumen

selama periode tertentu dengan harga komoditi tersebut. Jumlah komoditi total

yang ingin dibeli oleh konsumen disebut yang ingin diminta. Banyaknya komoditi

yang ingin dibeli oleh konsumen pada periode waktu tertentu oleh variabel

penting berikut, yaitu harga komoditi itu sendiri, rata-rata pendapatan, harga

komoditi barang subtitusi, distribusi pendapatan dan besarnya populasi. Suatu

hipotesis ekonomi dasar menyatakan bahwa harga suatu komodi dan kuantitas

yang diminta berhubungan negatif, dengan faktor lain tetap sama (ceteris paribs).

Artinya semakin rendah harga suatu komoditi maka jumah yang akan diminta

untuk komoditi tersebut akan semakin besar. Kurva permintaan menyajikan

14
hubungan antara jumlah yang diminta pada tingkat harga tertentu, dengan faktor

lain tetap.

Gambar 4. Kurva Permintaan


Sumber: Lipsey (1997:159)

Keterangan :

P : Harga Komodias

Q : Jumlah komoditas yang diminta

Gambar 4 menunjukan gambaran umum kurva permintaan yaitu jumlah

yang diminta pada Q dengan tingkat harga pada P. titik – titik a, b, dan c

merupakan titik –titik kombinasi antara harga komoditas dan jumlah yang

diminta. Kemiringan yang semakin menurun pada kurva menunjukan hubungan

berbanding terbalik antara harga dengan jumlah komoditas yang diminta.

Arsyad (1997:125) mengemukakan bahwa dalam ilmu ekonomi istilah

permintaan menunjukan jumlah barang dan jasa yang akan dibeli konsumen pada

periode waktu dan keadaan tertentu. Dalam kenyataanya permintaan akan suatu

barang tidak hanya dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri namun juga oleh

15
faktor-faktor lain (Sukirno, 2005:76). Faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi

suatu permintaan adalah sebagai berikut:

1. Harga Barang Itu Sendiri

Jika harga barang murah, maka permintaan terhadap barang tersebut

semakin bertambah, dan sebaliknya. Asumsi faktor lain dianggap konstan

(cetris paribus). Jadi hubungan jumlah barang yang diminta dengan harga

barang adalah negatif (berlawanan arah).

2. Harga Barang Lainnya

Hubungan antara suatu barang dengan berbagai jenis barang lainnya dapat

dibedakan dalam tiga golongan : A). barang pengganti, yaitu suatu barang

yang dapat menggantikan funsi dari barang lain tersebut. Bila terjadi

penurunan harga terhadap barang tersebut, maka permintaan terhadap

barang pengganti akan menurun. B). Barang penggenap, apabila suatu

barang selalu digunakan bersama-sama dengan barang lainnya, kenaikan

atau penurunan permintaan terhadap barang penggenap selalu sejalan

dengan permintaan atas barang yang digenapkan. C). Barang netral,

apabila dua macam barang tidak mempunyai kaitan yang rapat, maka

perubahan atas permintaan suatu barang tidak akan mempengaruhi barang

lainnya.

3. Pendapatan Konsumen

Pendapatan konsumen merupakan faktor yang sangat penting dalam

menentukan permintaan terhadap berbagai jenis barang. Perubahan dalam

pendapatan selalu menimbulkan perubahan terhadap permintaan berbagai

jenis barang.

16
4. Distribusi Pendapatan Masyarakat
Distribusi pendapatan masyrakat dapat mempengaruhi corak permintaan

terhadap suatu barang. Sejumlah pendapatan yang tertentu akan

menimbulkan corak permintaan masyarakat yang berada apabila

pendapatan tersebut diubah corak distribusinya. Seandainya pemerintah

memberlakukan pajak yang tinggi terhadap barang mewah, yang kemudian

hasil pajak tersebut digunakan untuk menaikan pendapatan masyarakat

golongan pekerja rendah, maka akan terjadi penurunan permintaan

terhadap barang mewah dan meningkatnya permintaan atas barang yang

diperlukan oleh golongan masyarakat yang pendapatannya bertambah.

5. Selera Masyarakat

Selera masyarakat mempunyai pengaruh yang besar terhadap keinginan

masyarakat untuk membeli suatu barang.

6. Jumlah Penduduk

Pertambahan penduduk tidak dengan sendirinya menyebabkan jumlah

permintaan suatu barang. Akan tetapi biasanya pertambahan penduduk

diikuti oleh perkembangan kesempatan kerja, dengan demikian akan lebih

banyak orang yang menerima pendapatan dan hal ini juga akan menambah

daya beli masyarakat, pertambahan daya beli masyarakat akan menambah

permintaan.

7. Ekspektasi di Masa yang Akang Datang

Perubahan-perubahan yang diperkirakan akan terjadi masa yang akan

datang dapat mempengaruhi permintaan. Perkiraan bahwa harga-harga

akan bertambah tinggi di masa yang akan datang, dapat mendorong jumlah

17
pembelian yang lebih banyak pada saat ini, demikian juga sebaliknya bila

perkiraan harga-harga akan turun, maka hal tersebut akan mendorong

penundaan pembelian sehingga mengurangi jumlah pembelian saat ini.

Fungsi permintaan akan suatu barang dapat dirumuskan sebagai berikut:

Dx = f (Y, Py, T, U)………………………………….(2.1)

Dimana :

Dx = Jumlah barang yang diminta

Y= Pendapatan Konsumen

Py = Harga Barang Lain

T = Selera
U = Faktor-faktor lainnya

Persamaan tersebut di atas berarti jumlah X yang diminta dipengaruhi oleh

harga barang X, pendapatan konsumen, harga barang lain, selera konsumen, dan

faktor-faktor lainnya.

2.3. Teori Penawaran

Penawaran (supply) dari suatu barang didefinisikan sebagai sejumlah

barang yang akan ditawarkan oleh penjual atau produsen di pasar pada berbagai

tingkat harga, pada waktu dan keadaan tertentu (Lukman, 2007:24). Penawaran

(supply) dapat didefinisikan sebagai jumlah barang atau jasa yang ditawarkan oleh

produsen pada berbagai tingkat harga. Hukum penawaran menyatakan bahwa

“jika harga turun maka jumlah barang yang ditawarkan cenderung menurun,

sebaliknya jika harga naik, naka jumlah barang yang ditawarkan cenderung

18
meningkat. Dengan asumsi faktor-faktor lain di luar harga konstan” (Rasul, dkk,

2013:57). Beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan adanya penawaran

menurut Soekartawi (2002:143) sebagai berikut:

1. Teknologi

Dengan adanya perbaikan teknologi, misalnya penggunaan teknologi baru

sebagai pengganti teknologi lama, maka produksi akan semakin

meningkat. Tentu saja penggunaan teknologi ini mungkin memerlukan

baiaya produksi yang relatif tinggi, memerlukan keterampilan khusus dan

sebagainya, tetapi bila keterbatasan ini dapat dipecahkan, maka produksi

akan terjadi upword shift of production, yaitu fungsi produksi yang

berubah kearah atas karena adanya penggunaan teknologi baru tersebut.

2. Harag Input

Besar-kecilnya harga input juga mempengaruhi besar-kecilnya jumlah

input yang dipakai. Bila harga faktor produksi (input) turun, maka

produsen cenderung akan membeli pada jumlah yang relative besar.

Dengan demikian, dari penggunaan faktor produksi yang biasanya dalam

jumlah terbatas, maka dengan adanya tambahan penggunaan faktor

produksi (sebagai akibat dari turunnya harga faktor produksi), maka

produksi akan meningkat.

3. Harga produksi yang lain

Harga produksi yang lain adalah adanya perubahan harga produksi

alternatif. Pengaruh perubahan harga produksi alternatif ini, akan

19
menyebabkan terjadinya jumlah produksi yang semakin meningkat atau

sebaliknya, jumlah produksi semakin menurun.

4. Jumlah produsen

Seringkali karena adanya rangsangan harga untuk komoditi pertanian

tertentu, maka petani cenderung untuk mengusahakan tanaman tersebut.

Dengan kata lain, semakin bertambah produsen dalam suatu pasar maka

akan meningkatkan penawaran.

5. Harapan produsen terhadap harga produksi di masa mendatang

Seringkali juga ditemukan suatu peristiwa petani meramal besaran harga di

masa mendatang, apakah harga suatu komodidti akan menaik atau

menurun. hal ini disebabkan karena pengalaman yang mereka punyai

selama beberapa tahun mengushakan komoditi tersebut.

6. Elastisitas produksi

Elastisitas produksi adalah perubahan produksi karena perubahan harga

produk tersebut, yang dipengaruhi oleh ketersediaan faktor produksi

(tanah, tenaga kerja, dan modal) dan juga dipengaruhi oleh waktu yang

diperlukan untuk melakukan penyesuaian dalam mengubah kegiatan

produksi.

2.4. Teori Perdagangan Internasional

Ekonomi internasional adalah ilmu yang mempelajari dan menganalisis

tentang transaksi dan permasalah ekonomi internasional baik ekspor maupun

impor, perdagangan dan keuangan atau moneter, serta organisasi (baik swasta

20
maupun pemerintah) dan kerja sama antar negara. Permasalahan pokok yang

dipelajari dan dianalisis dalam ekonomi internasional yaitu masalah kelangkaan

komoditi dan masalah pilihan komoditi. Komoditi atau produk yang dimaksud

adalah barang dan jasa serta ide yang dibutuhkan dan dihasilkan atau diolah oleh

manusia. Masalah tersebut muncul karena adanya permintaan akan kebutuhan dan

keinginan manusia yang sifatnya tidak terbatas dan penawaran dari sumberdaya

yang sifatnya terbatas (Hady, 2004:86). Permasalah tersebut menjadi bersifat

internasional jika ada permintaan dari dalam maupun luar negeri begitu juga

halnya dengan penawaran. Ekonomi internasional menjadi semakin penting saat

ini karena persaingan antar negara semakin ketat dalam meningkatkan

produktivitas, efisiensi, serta efektivitas yang optimal.

Pengertian perdagangan internasional secara sederhana menurut kamus

ekonomi yaitu perdagangan yang terjadi antara dua negara atau lebih.

Perdagangan luar negeri merupakan aspek penting bagi perekonomian suatu

negara. Perdagangan internasional menjadi semakin penting tidak hanya dalam

pembangunan negara yang berorientasi keluar akan tetapi juga dalam mencari

pasar di negara lain bagi hasil-hasil produksi di dalam negeri serta pengadaan

barang-barang modal guna mendukung perkembangan industri dalam negeri.

Nopirin (1999:36), menyatakan bahwa perdagangan internasional merupakan

kegiatan pertukaran barang dan jasa yang dilakukan suatu negara dengan negara

lain atas dasar kesepakatan bersama.

Faktor utama yang menjadi alasan negara-negara melakukan perdagangan

internasional adalah adanya perbedaan antar negara dan setiap negara bertujuan

21
mencapai skala ekonomis dalam produksinya. Perbedaan antar negara yang

mendorong terjadinya perdagangan internasional adalah perbedaan sumberdaya

alam, sumber daya modal, tenaga kerja, dan teknologi yang mengakibatkan

perbedaan efisiensi produksi antar negara (Halwin, 2005:45).

Perdagangan internasional memberikan keuntungan bagi semua pelaku

meskipun salah satu negara lebih efisien dibandingkan negara lainnya. Suatu

negara dapat memperoleh keuntungan dari perdagangan internasional dengan

melakukan ekspor komoditi yang dapat diproduksi dengan sumberdaya yang

melimpah di negara tersebut dan mengimpor yang produksinya memerlukan

sumberdaya langka di negara tersebut (Krugman dan Obstfeld, 2002:281).

Menurut Sukirno (2005:121), keuntungan dari melakukan perdagangan

internasional adalah:

1. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri.

Beberapa barang tidak dapat diproduksi sendiri oleh suatu negara karena

faktor alam maupun pengetahuan dan teknologi

2. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi karena faktor-faktor produksi

yang dimilki setiap negara dapat digunakan dengan lebih efisien dan setiap

negara dapat menikmati lebih banyak barang dari yang dapat diproduksi di

dalam negeri.

3. Memperluas pasar industri dalam negeri. Dengan perluasan pasar,

kapasitas produksi dapat terus ditingkatkan dengan pasar yang luas

sehingga efisiensi dari skala ekonomi dapat tercapai.

22
4. Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara mempelajari teknik

produksi dan manajemen yang lebih baik dari negara lain mengimpor alat-

alat dengan teknologi yang lebih canggih dari negara lain untuk

meningkatkan efisiensi.

Kegiatan perdagangan internasional terjadi karena adanya penawaram dan

permintaan suatu negara terhadap produk tertentu. Secara teoritis, suatu negara

(negara A) akan mengekspor suatu komoditi ke negara lain (negara B) apabila

harga domestik negara A (sebelum terjadi perdagangan internasional) relatif lebih

rendah dibandingkan dengan harga domestik negara B. struktur harga yang terjadi

di negara A lebih rendah karena produksi domestiknya lebih besar daripada

konsumsi domestiknya sehingga di negara A telah terjadi excess suplly (kelebihan

produksi). Dengan demikian, negara A mempunyai kesempatan menjual

kelebihan produksinya ke negara lain. Di sisi lain, negara B terjadi kekurangan

supply karena konsumsi domestiknya lebih besar daripada produksinya (excess

demand) sehingga harga yang terjadi di negara B lebih tinggi. Dalam hal ini

negara B berkeinginan untuk membeli komoditi dari negara lain yang relatif lebih

murah. Jika kemudian terjadi konsumsi antara negara A dengan negara B, maka

akan terjadi perdagangan antara keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua

negara adalah sama (kementerian perdagangan, 2011:7).

23
Gambar 5. Kurva Perdagangan Internasional
Sumber : Salvatore (1997:84)

Keterangan :

PA : Harga domestik di negara A (Pengekspor) tanpa perdagangan


internasional

OQA : Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A tanpa


perdagangan internasional

A : kelebihan penewaran di negara A tanpa perdagangan internasional

X : Jumlah komoditi yang diekspor negara A

PB : Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan


Internasional

OQB : Jumlah produk domestik bruto yang diperdagangkan di negara B tanpa


perdagangan internasional

B : kelebihan permintaan di negara B tanpa perdagangan internasional


M : jumlah Komoditi yang diimpor oleh negara B

P* : harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdagangan


internasional

OQ* : Keseimbangan penawaran permintaan antara kedua negara dimana


jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor

Sebelum terjadi perdagangan internasional, harga di negara A adalah

sebesar PA dan di negara B adalah PB. Penawaran pasar internasional akan terjadi

jika harga internasional lebih tinggi dari PA, sedangkan permintaan di pasar

24
internasional akan tinggi jika harga internasional lebih rendah dari PB. Pada saat

harga internasional (P*) sama dengan PA, maka negara B akan terjadi excesss

demand (ED) sebesar B. Jika harga internasional sama dengan PB, maka di negara

A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A. dari A dan B akan terbentuk kurva

ES dan Ed yang akan menentukan harga yang terjadi di pasar Internasional

sebesar P*. dengan adanya perdagangan tersebut, maka negara A akan

mengekspor komoditi sebesar M, dimana di pasar Internasional sebesar X sama

dengan M, yaitu Q* (Kementerian Perdagangan, 2011:8).

2.5. Teori Impor

Secara umum perdagangan internasional dapat dibedakan menjadi dua,

yaitu ekspor dan impor. Ekspor adalah barang dan jasa yang diproduksi di dalam

negeri dan dijual ke luar negeri, sedangkan impor adalah barang dan jasa yang

diproduksi di luar negeri dan dijual di dalam negeri (Mankiw, dkk. 2012: 64).

Ekspor akan memberikan dampak positif terhadap kegiatan ekonomi negara

karena ekspor merupakan pengeluaran penduduk negara lain terhadap barang-

barang yang dihasilkan di dalam negeri. Sedangkan impor menimbulkan efek

sebaliknya, yaitu pengeluaran terhadap barang impor meningkat, ini berarti

pendapatan yang telah diterima telah dibelanjakan untuk memebeli barang yang

diproduksi oleh negara-negara lain dan mengurangi pembelajaan terhadap barang-

barang dalam negeri (Sukirno, 2004:86).

Permintaan dapat mengukur jumlah impor yang harus disediakan untuk

memenuhi kebutuhan dalam negeri, karena permintaan impor merupakan selisih

25
antara konsumsi domestik dikurangi produksi domestik, dan dikurangi stok pada

akhir tahun lalu. Secara matematik impor dapat digambarkan sebagai berikut.

Dimana:

Mt = Jumlah impor pada tahu ke-t

Ct = Jumlah konsumsi domestic tahun ke-t

Qt = Jumlah produksi domestic tahun ke-t

St-1 = Sisa stok pada tahun ke t-1

Besarnya impor yang dilakukan suatu negara antara lain ditentukan oleh

kesanggupan barang-barang yang diproduksi di negara lain untuk bersaing dengan

barang-barang yang dihasilkan oleh suatu negara. Apabila barang-barang dari luar

negeri mutunya lebih baik, atau harganya lebih murah daripada barang-barang

yang sama yang dihasilkan di dalam negeri, maka akan terdapat kecenderungan

bahwa negara tersebut akan mengimpor lebih banyak barang dari luar negeri.

Namuan kecenderungan ini bergantung pada kesanggupan penduduk negara itu

untuk memebaya impor tersebut. Ini berarti bahwa besaran impor lebih

dipengaruhi oleh besarnya pendapatan daripada oleh kemampuan barang-barang

luar negeri untuk bersaing dengan barang-barang produksi dalam negeri (Sakirno,

2004:90).

26
2.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impor

Mankiw, dkk. (2012: 185) mengemukakan beberapa faktor yang

mempengaruhi impor, begitu pula dengan ekspor, yaitu:

1. Selera konsumen terhadap barang-barang produksi dalam negeri dan luar

negeri

2. Harga barang di dalam negeri dan luar negeri

3. Besarnya nilai tukar yang menentukan jumlah mata uang domestik yang

dibutuhkan untuk membeli mata uang asing.

4. Pendapatan konsumen di dalam dan di luar negeri

5. Biaya transportasi barang dari satu negara ke negara lain

6. Kebijakan pemerintah terhadap perdagangan internasional.

Dari faktor-faktor impor yang dikemukakan oleh Mankiw, dkk.

(2012:185), di atas tidak semua faktor dijadikan variabel dalam penelitian ini. hal

ini didasarkan oleh adanya beberapa faktor yang tidak dapat digunakan karena

keterbatasan penulis, seperti data selera konsumen yang datanya bersifat kualitatif

dan tidak dapat dihitung. Sedangkan faktor biaya transportasi barang dari satu

negara ke negara lain, tidak dijadikan variabel karena penelitian ini tidak

membatasi negara pengimpor susu ke Indonesia secara spesifik. Sehingga dalam

penelitian ini penulis menggunakan harga dalam negeri dan luar negeri atau

impor, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika, pendapatan konsumen atau

produk domestik bruto (PDB) perkapita, serta kebijakan pemerintah terhadap

perdagangan internasional. Dalam penelitian ini kebijakan yang digunakan

27
sebagai variabel adalah kebijakan mengenai penghapusan rasio impor yang

tertuang dalam Inpres No. 4/1998.

2.6.1. Harga Barang

Gujarati (2006:140) menyatakan bahwa harga adalah sejumlah uang yang

disebakan atas suatu produk, atau jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas

manfaat karena memiliki atau menggunakan produk tersebut. Harga adalah

jumlah yang harus ditagihkan untuk suatu produk atau jasa (Kotler dan Keller,

2009 : 18). Harga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan

suatu barang atau jasa. Jika harga barang semakin mahal, maka permintaan

terhadap barang tersebut akan berkurang, begitu juga sebaliknya. Hal ini sesuai

dengan hukum permintaan, yaitu bila harga sutau barang naik, cateris paribus,

maka jumlah barang yang diminta akan berkurang. Begitu juga sebaliknya. Jika

harga suau barang turun, maka jumlah barang yang diminta akan bertambah

(Rahardja dan Manurung, 2008:24).

Gambar 6. Kurva Permintaan


sumber : Rahadja dan Manurung (2008:29)

28
2.6.2. Nilai Tukar Mata Uang

Perdagangan internasional melibatkan beberapa negara dengan mata uang

yang berbeda-beda. Untuk dapat digunakan dalam kegiatan ekonomi, maka mata

uang yang dipergunakan mempunyai harga tertentu dalam mata uang negara lain.

Nilai tukar adalah harga atau berapa banyak suatu mata uang harus dipertukarkan

untuk memperoleh satu unit mata uang lain. Nilai tukar didasari dua konsep.

Pertama adalah konsep nominal, merupakan konsep untuk mengukur perbedaan

harga mata uang yang menyatakan berapa jumlah mata uang suatu negara yang

diperoleh guna memperoleh sejumlah mata uang dari negara lain. Kedua adalah

konsep riil yang dipergunakan untuk mengukur daya saing komoditi ekspor suatu

negara di pasar internasional (Halwin, 2002:186).

Mankiw, dkk. (2012:193), menyatakan bahwa nilai tukar nominal

(nominal exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukarkan

mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain. Sedangkan nilai tkar riil

(real exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukarkan

barang dan jasa suatu negara dengan barang dan jasa negara lain. Secara umum

rumus nilai tukar riil adalah:

Nilai tukar riil diantara kedua negara dihitung dari nilai tukar nominal dan

tingkat harga di kedua negara. Jika nilai tukar riil tinggi, berarti harga barang luar

negeri relatif murah dan harga barang-barang domestik relatif mahal. Sebaliknya,

29
jika nilai tukar riil rendah berarti harga barang-brang luar negeri relatif mahal dan

barang-barang domestik relative murah (Rahardja dan Manurung, (2008:308).

2.6.3. Produk Domestik Bruto

Produk domestik bruto (PDB) dapat diartikan sebagai nilai barang-barang

dan jasa-jasa yang diproduksi di dalam negara dalam satu waktu tertentu. PDB

dapat mengukur dua hal sekaligus, yaitu pendapatan total semua orang dalam

perekonomian dan jumlah pembelajaan untuk membeli barang dan jasa hasil dari

perekonomian. Menurut Mankiw, dkk. (2012: 197), alasan mengapa PDB dapat

mengukur pendapatan total dan pengeluaran secara bersamaan adalah kedua hal

ini pada dasarnya sama saja. Untuk suatu perekonomian secara keseluruhan,

pendapatan total harus sama dengan pengeluaran total.

2.6.4. Kebijakan Perdagangan Internasional

Kebijakan merupakan ketentuan-ketentuan yang harus dijadikan pedoman,

pegangan, atau petunjuk bagi setiap usaha dan kegiatan aparatur pemerintah

sehingga tercapai kelancaran dan keterpaduan dalam upaya mencapai tujuan

(Lembaga Administrasi negara, 2006). Menurut Nopirin (1999), kebijakan

perdagangan adalah tindakan atau kebijakan ekonomi pemerinntah yang secara

langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi, arah, serta bentuk

dari perdagangan internasional.

Kebijakan perdagangan dilakukan sebagi proses proteksi terhadap produk-

produk yang dianggap sebagai penghambat dalam proses perdagangan bebas.

Hambatan dalam arus perdagangan ada dua macam, yaitu hambatan tariff (tariff

30
barrier) dan hambatan yang bersifat nontarif (non tariff barrier). Hambatan yang

bersifat tariff merupakan hambatan terhadap arus barang ke dalam suatu negara

yang disebabkan oleh diberlakukannya tarif bea masuk dan tariff lainnya.

Sedangkan hambatan yang bersifat nontarif merupakn hambatan terhadap arus

barang ke dalam suat negara yang disebabkan oleh tindakan-tindakan selain

penerapan pengenaan tarif atas suatu barang.

2.6.5. Indeks Harga Konsumen

Menurut Rahadja dan Manurung (2008 : 367), indeks harga konsumenn

adalah angka indeks yang mmenunjukan tingkat harga barang dan jasa yang harus

dibeli konsumen dalam satu periode tertentu. Angka indeks harga knsumen (IHK)

diperoleh dengan menghitung harga-harga barang dan jasa utama yang

dikonsumsi masyarakat dalam satu periode tertentu. Masing-masing harga barang

dan jasa tersebut diberi bobot berdasarkan tingkat keutamaannya. Barang dan jasa

yang dianggap paling penting diberi bobot paling besar. Indeks harga konsumen

(IHK) adalah ukuran biaya keseluruhan barang dan jasa yang dibeli konsumen

(Mankiw, dkk, 2012 : 26).

Perhitungan IHK ditujukan untuk mengetahui perubahan harga dari

sekelompok tetap barang dan jasa yang pada umumnya dikonsumsi masyarakat.

perubahan IHK dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi)

atau tingkat penurunan (deflasi) dari barang atau jasa kebutuhan rumah tangga

sehari-hari (Badan Pusat Statistik, 2016). Rahardja dan Manurung (2008:368)

menyatakan bahwa dilihat dari cakupan komoditas yang dihitung, IHK kurang

mencerminkan tingkat inflasi yang sebenarnya. Tetapi IHK sangat berguna karena

31
mengambarkan besarnya kenaikan biaya hidup bagi konsumen, sebab IHK

memasukkan komoditas-komoditas yang relevan (pokok) yang dikonsumsi

masyarakat.

Inflasi dalam tingkat tertentu dibutuhkan untuk memicu pertumbuhan

penawaran agregat karena kenaikan harga akan memacu produsen untuk

meningkatkan output-nya. Namun terdapat beberapa masalah sosial yang muncul

dari inflasi yang tinggi ( 10 % pertahun). Pertama, menurunnya tingkat

kesejahteraan rakyat yng diukur dengan tingkat daya beli pendapatan. Inflasi

mnyebabkan daya beli pendapatan makin rendah, khusunya bagi masyarakat yang

berpenghasilan rendah. Kedua, memburuknya distribusi pendapatan. Ketiga,

terganggunya stabilitas ekonomi. Inflasi mengganggu stabilitas ekonomi dengan

merusak perkiraan tentang masa depan para pelaku ekonomi. Inflasi yang kronis

menumbuhkan perkiraan bahwa harga-harga barang dan jasa akan terus naik. Bagi

konsumen perkiraan ini mendorong pembelian barang dan jasa lebih banyak dari

yang seharusnya, tujuannya untuk lebih menghemat pengeluaran konsumsi.

Akibatnya, permintaan barang dan jasa justru dapat meningkat. Sedangkan bagi

produsen, perkiraan akan naiknya barang dan jasa mendorong mereka untuk

menunda penjualan untuk mendapatnkan keuntungan yang lebih besar.

Penawaran barang dan jasa menjadi berkurang. Akibatnya, kelebihan permintaan

dan mempercepat dan memperbesarnya laju inflasi sehingga kondisi ekonomi

akan semakin memburuk (Rahardja dan Manurung, 2008 : 371-372). Inflasi yang

memburuk mengakibatkan harga-harha dalam negeri meningkat dan cenderung

akan melakukan impor untuk meredakan harga dalam negeri.

32
2.7. Penelitian Terdahulu

Penelitian faktor- faktor yang mempengaruhi impor merupakan tema

penelitian yang sebelumnya telah banyak diteliti. Terdapat 5 penelitian terdahulu

yang digunakan dalam penelitian ini sebagai acuan dalam pemilihan metode

analisis dan variabel-variabel yang dipilih. Adapun penelitian terdahulu dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

Amaliah (2008) melakukan penelitian dengan judul analisis daya saing dan

faktor-faktor impor susu di Indonesia priode 1976-2005. Tujuan dari penelitaian

tersebut adalah: 1). Menganalisa kondisi faktor-faktor yang memepengaruhi daya

saing susu domestik. 2). Mengindentifikasi dan menganalisa faktor-faktor yang

menjadi faktor-faktor determinan impor susu Indonesia pada periode 1976-2005.

3). Merumuskan rekomendasi strategi yang mampu meningkatkan daya saing susu

domestik di pasar internasional.

Metode penelitian yang digunakan terdiri atas metode deskriptif dengan

menggunakan pendekatan Porter’s Diamond dijadikan alat analisa untuk

menganalisa kondisi faktor-faktor yang memepengaruhi daya saing susu

domestik. Sedangkan untuk analisi faktor-faktor yang mempengaruhi impor susu

baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek diestimasikan secara

kuantitatif dengan metode Engle-Grenger Cointegration dan Error Correction

Model (ECM). Data yang digunakam merupakan data time series periode tahun

1976 – 2005. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah

volume impor susu Indonesia sebagai variabel terikat, serta variabel bebasnya

adalah volume produksi susu domestik, harga riil susu impor, harga riil susu

33
domestik, nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika, dan produk domestik

bruto per kapita.

Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing susu domestik

melalui pendekatan Porter’s Dimomd menghasilkan implikasi penelitian bahwa

kelemahan mendasar daya saing susu domestik terletak pada kondisi faktor.

Sebaliknya, faktor yang diduga berkontribusi besar tehadap kondisi daya saing

adalah kondisi permintaan. Sedangkan untuk analisis faktor-faktor yang

mempengaruhi impor susu Indonesia dari sisi permintaan pada jangka panjang

dipengaruhi secara signifikan oleh harag riil susu impor, harga riil susu domestik,

nilai tukar riil Rupiah, dan pendapatan perkapita. Impor susu pada jangka pendek

dipengaruhi secara signifikan oleh produksi susu domestic, haraga riil susu lag

pertama, pendapatan perkapita saat ini dan lag ketiga, serta nilai tukar riil Rupiah

pada lag kedua

Kemala (2013) melakukan penelitian dengan judul Analisis Faktor-faktor

yang Mempengaruhi Impor Garam di Indonesia dengan Mitra Dagang

Australlia,India, Selandia Baru, dan Cina. Tujuan dari penelitian tersebut adalah :

1) Menggambarkan perkembangan produksi, konsumsi, dan impor garam di

Indonesia. 2) Menganalisi faktor-faktor yang mempengaruhi impor garam di

Indonesia Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan data gabungan yaitu

data time series dan data cross section (data panel) dalam periode tahun 2001

hingga 2010 dengan empat mitra dagang utama yakni Australia, India, Selandia

Baru, dan Cina. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan

analisis kuantitatif dengan regresi Ordanary Least Square data panel program

34
Eviews 6. Dalam penelitian tersebut alat analisis yang digunakan adalah regresi

data panel. Variabel terikat dalam penelitian Analisi Faktor-faktor Impor Garam

di Indonesia adalah voleme impor garam Indonesia, sementara varibel bebasnya

adalah populasi, nilai tukar riil, harga impor garam, jumlah industri berbahan

baku garam, produksi, serta dummy negara Australia, India, dan Selandia Baru

terhadap volume impor garam. Hasil dari analisis yang dilakukan adalah nilai R²

sebesar 97,74% menunjukan keragamaan permintaan impor garam yang dapat

dijelaskan oleh variabel harga impor, GDP, populasi, jumlah industri yang

menggunakan bahan baku garam, dan nilai tukar. Sedangkan sisanya 2,30 %

dijelaskan dengan faktor lain di luar persamaan.

Penelitian terdahulu yang dijadikan acuan dalam penelitian Faktor-faktor

yang Mempengaruhi Impor Susu di Indonesia yaitu penelitian yang dilakukan

oleh Arastika (2015) dengan judul Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi

Impor Gula di Indoneisa. Penelitian tersebut bertujuan untuk 1) menidentifikasi

faktor-faktor yang mempengaruhi impor gula di Indonesia, 2) menganalisis

pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap impor gula di Indonesia. Data yang

digunakan dalam penelitian tersebut adalah data sekunder runtut waktu (time

series) mulai tahun 1986 hingga tahun 2013. Pengolahan data dilakukan dengan

menggunakan analasisi regresi liner berganda menggunakan software SPSS versi

22. Pengujian statistic dalam penelitian tersebut menggunakan Uji R², Uji- T, dan

Uji- F.

Hasil pengujian diperoleh nilai R² sebesar 0,839%, menunukan bahwa 83,

9% impor gula di Indonesia dapat dijelaskan oleh variabel bebas yang digunakan

35
dalam model yaitu produksi gula, konsumsi gula, harga gula domestik, harga gula

internasional, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika, Produk Dometik Bruto,

dan tarif impor berpengaruh terhadap impor gula di Indonesia secara signifikan.

Hasil pengujian secara persial menunjukan variabel konsusmsi, harga gula

domestik, dan produk domestit bruto memiliki memilik pengaruh positif dan

signifikan tehadap impor gula di Indonesia dengan tingkat kepercayaan α 95%.

Sedangkan variabel produksi gula, harga gula internasional, nilai tukar Rupiah

terhadap Dolar Ameriak, dan Tarif Impor memiliki pengaruh negative dan

signifikan terhadap impor gula di Indonesia dengan tingkat kepercayaan α 95%.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Fabiansyah

(2016) yang menganalisis respon impor kedelai di Indonesia terhadap konsusmsi

kedelai di Indonesia, nilai tukar valuta asing, dan harga kedelai impor. Penelitian

ini bertujuan untuk : 1) menegatahui konsumsi, nilai tukar valuta asing, dan harga

kedelai impor di Indonesia, 2) mengetahui respon impor kedelai di Indonesia

terhadap faktor-faktor tersebut. Data yang digunakan adalah data sekunder rubtut

waktu (time series) dari tahun 2002 hingga tahun 2011. Pengolahan data

dilakukan dengan menggunakan analisis regersi linear berganda menggunakan

software SPSS versi 18. Pengujian statistic dalam penelitian ini menggunaka uji

R², Uji-F, dan Uji-T.

Hasil pengujian diperoleh nilai R² sebesar 0,894, menunjukan bahwa

89,4% impor kedelai di Indonesia dapat dijelaskan oleh variabel bebas yang

digunakan dalam model yaitu konsusmsi kedelai, nilai tukar valuta asing (Rupiah

terhadap Dolar Amerika), dan harga impor berpengaruh terhadap impor kedelai di

36
Indonesia dengan nilai probabilitas 0,001 < 0,5. Hasil pengujian secara persial

menunjukan variabel konsumsi dengan nilai probabilitas 0,000 < 0,05, harga

kedlai impor dengan nilai probabilitas 0, 805 > 0,05, nilai tukar valuta asing

(Rupiah terhadap Dolar Amerika) 0,62 yang memiliki pengaruh terhadap impor

kedelai di Indoonesia. Variabel konsumsi kedelai, mempunyai pengaruh positif

dan signifikan terhadap impor kedelai di Indonesia dengan tingkat kepercayaan

95%. Sedangkan variabel harga kedelai impor dan kurs memliki pengaruh

negative dan tidak signifikan terhadap impor kedelai di Indonesia dengan tingkat

kepercayaan 95%.

Handayani (2015) melakukan penelitian dengan judul analisis faktor-

faktor yang mempengharuhi impor durian di Indonesia. Penilitian tersebut

bertujuan untuk 1) menganalisis faktor-faktor yang memepengaruhi impor durian

di Indonesia, 2) menganalisis respon masing-masing faktor yang memepengaruhi

impor durian di Indonesia. Volume impor durian di Indonesia digunakan sebagai

variabel dependen, dan sebagai variabel independen dalam penelitian ini adalah

harga durian lokal, harga durian impor, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar

Amerika, dan PDB. Data yang digunakan adalah data time series mulai dari tahun

2002 hingga tahun 2013. Metode yang digunakan yaitu metode deskriptif dan

analisis kuantitaf dengan regresi linear berganda menggunakan program IBM

SPSS versi21.

Hasil yang diperoleh pada peneliltian tersebut adalah variabel harga durian

impor berpengaruh negative yang nyata dan signifikan pada tara kepercayaan

90%. Variabel durian lokal memliki nilai positif namun tidak berpengaruh nyata

37
dan signifikan terhadap impor durian di Indonesia. Untuk variabel nilai tukar

Rupiah tehadap Dollar Amerika berpengaruh negative, namun tidak berpengaruh

nyata terhadap impor durian di Indonesia. Sedangkan variabel PDB berpengaruh

positif yang nyata dan signifikan pada tingkat kepercayaan 95%. Nilai elastisitas

harga durian impor dan harga durian lokal bersifat inlatis. Sedangkan nilai PDB

dan nilai tukar Rupiah terhadapa Dollah Amerika bersifat elastis terhadap impor

durian di Indonesia.

Singgih dan Sudirman (2015) melakukan penelitian dengan judul

pengaruh produksi, jumlah penduduk, PDB dan kurs Dollar terhadap impor

jagung di Indonesia. Tujuan dari penelitian tersebut adalah 1). Mengetahui

pengaruh produksi, jumlah penduduk, PDB, dan kurs terhadap impor jagung di

Indonesia baik secara simultan maupun persial. 2). Mengathui faktor yang paling

berpengaruh dominan terhadap impor jagung di Indonesia. Data yang digunakan

adalah data time series mulai dari tahun 1997 hingga tahun 2013. Metode yang

digunakan yaitu metode deskriptif dan analisis kuantitaf dengan regresi linear

berganda menggunakan program IBM SPSS versi21.

Hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Singgih dan

Sudirman (2015) menunjukan bahwa variabel produksi, jumlah penduduk, PDB,

dan kurs Dollar Amerika Serikat berpengaruh secara simultan terhadap impor

jagung di Indonesia periode tahun 1997 – 2013. Hal ini ditunjukan dengan nilai F

hitung (21,685) > F tabel (3,41). Secara persial, variabel PDB berpengaruh positif

dan signifikan terhadap impor jagung di Indonesia tahun 1997 – 2013, sedangkan

38
variabel produksi, jumlah penduduk, dan kurs Dollar Amerika Serikat tidak

berpengaruh terhadap impor jagung di Indonesia tahum 1997 – 2013.

Penelitian dengan judul Faktor-faktor yang mempengaruhi Impor Susu di

Indonesia ini memiliki perbedaan dari penelitian-penelitian terdahulu yang

dijadikan acuan. Penelitian yang dilakukan oleh Amalia (2008) bertujuan untuk

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing dan impor susu di

Indonesia dengan kurun waktu 1976-2005. Penelitian yang dilakukan oleh kemala

(2013) bertujuan untuk menggambarkan perkembangan produksi, konsumsi, serta

impor garam di Indonesia dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi

impor garam di Indonesia dalam kurun waktu 2001 – 2010. Arastika (2015)

melakukan penelitian dengan tujuan mengindetifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi impor gula di Indonesia dan penngaruh faktor-faktor tersebut

terhadap volume impor gula di Indonesia dalam kurun waktu 1986 – 2013.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Fabiansyah (2016) bertujuan untuk

mengetahui konsumsi kedelai, nilai valuta asing serta harga kedelai impor di

Indonesia dan respon impor kedelai di Indonesia terhadap faktor-faktor tersebut

dalam kurun waktu 2002 – 2011. Penelitian berikutnya adalah penelitian yang

dilakukan oleh Handayani (2015) mempunyai tujuan menganailisi faktor-faktor

yang mempengaruhi impor durian di Indonesia serta elastisitas faktor-faktor

tersebut terhadap impor durian di Indonesia dengan periode waktu dari tahun 2002

– 2013.

Perbedaan dalam penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah pada

penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi

39
volume impor susu di Indonesia secara keseluruhan, tidak terbatas dalam wilayah

tertentu dan negara pengimpor tertentu. Perbedaan lainnya adalah dengan

menggunakan variabel dummy kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Inpres

no. 4/1998 tentang penghapusan rasio impor susu di Indonesia, hasil dari

ditandantanganinya kesepakatan anatar Indonesia dan IMF. Penelitian ini

menggunakan data time serie dalam kurun waktu 20 tahun yaitu pada periode

1996 – 2015.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah alat

analasisi yang digunakan yaitu berupa regesi linear berganda dengan

menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Selain itu variabel-variabel

bebas yang digunakan dalam penelitian ini memeliki persamaan dengan beberapa

variabel penelitian terdahulu yaitu harga domestik, harga impor, nilai tukar

Rupiah terhadap Dollar Amerika, dan produk domestik bruto.

2.8. Kerangka Pemikiran

Meningkatnya jumlah penduduk, kesadaran masyarakat akan pentingnya

nilai gizi, dan pendapatan masyarakat di Indonesia menyebabkan konsumsi

terhadap produk pangan hewani seperti susu yang mengandung nilai gizi yang

tinggi terus mengalami peningkatan. Realitas yang terjadi, besarnya potensi

permintaan akan susu tidak mampu dipenuhi oleh kapasitas produksi susu

nasional.

Produksi susu nasional sedikitnya hanya mampu memenuhi permintaan

konsumsi sekitar 30% saja. Melalui mekanisme perdagangan internasional,

strategi yang dapat ditempuh dengan mengizinkan aliran impor susu untuk

40
menutup kondisi excess demand baik dari industri pengolahan susu sebagai bahan

baku untuk diolah lebih lanjut, maupun konsumen akhir. Akan tetapi kebijakan

impor berlawanan dengan usaha pemerintah untuk mencapai kemandirian pangan

dan kesejahteraan peternak.

Dibukanya kran impor untuk bahan baku dan produk susu, melahirkan

trade off terutama bagi peternak sapi perah. Hal ini dikarenakan kepentingan

peternak sapi perah tidak terakomodasi seperti halnya kepentingan konsumen di

pasar domestik. Atas argumentasi tersebut diberlakukan kebijkan restriktif

mekanisme Bukti Serap (BUSEP) yang mengatur rasio penyerapan susu domestik

terhadap impor.

Komitmen pemerintah Indonesia yang pro liberalisasi perdagangan di

forum perdaagangan internasional, mendorong para pengambil kebijakan dalam

hal ini kementerian pertanian, kementerian perindustrian dan perdagangan, dan

kementerian koperasi dan usaha kecil menengah untuk menghapus kebijakan rasio

impor susu yang pada awalnya dibuat untuk melindungi peternak.

Adopsi liberalisasi perdagangan terhadap komoditas susu, telah

menyebabkan pergerakan harga susu domestik lebih tinggi dibandingkan harga

susu impor, yang pada faktanya lebih unggul dari segi kualitas. Hal ini menjadi

tantangan yang lebih besar bagi produsen susu domestik untuk mengembangkan

produksi susu nasional karena secara implikatif telah meningkatkan preferensi

konsumen susu domestik untuk melakukan impor.

Untuk mengatasi permasalahan impor ini, maka diperlukan suatu upaya

untuk mengetahui perkembangan produksi, konsumsi dan impor susu di Indonesia

41
selama beberapa tahun terakhir dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

impor susu di Indonesia. Pemilihan variabel yang diduga merupakan faktor yang

mempengaruhi impor susu di Indonesia, sesuai dengan teori menurut Mankiw,dkk

(2012:185), yaitu, harga susu dalam negeri, harga susu impor atau luar negeri,

nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika, penghasilan konsumen atau PDB per

kapita, dan kebijakan pemerintah terhadap perdagangan internasional. Faktor-

faktor tersebut dijadikan variabel independen yang nantinya akan dianalisis

pengaruhnya tehadap varibel dependen dengan menggunakan alat analisis regresi

linear berganda.

Hasil analisis tersebut diharapkan dapat menjadi salah satu informasi yang

dapat dipertimbangkan oleh pihak yang bersangkutan dalam menetapka kebijakan

yang berkaitan dengan impor susu di Indonesia. Kerangka pemikiran dalam

penelitian ini ditunjukan dalam Gambar 7.

42
Produksi Susu Tidak
Konsumi Susu Dapat Memenuhi
Meningkat Konsumsi

Peningkatan Volume
Impor Susu

Faktor-faktor yang di duga mempengaruhi impor susu di


Indonesia :

1 Haraga susu domestik


2 Harga susu impor
3 Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika
4 PDB
5 Kebijakan Rasio Impor Susu di Indonesia
6
Regresi Linear Berganda

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Impor Susu di


Indonesia

Kesimpulan dan Saran

Gambar 7. Kerangka Pemikiran

2.9. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, dan kerangka pemikiran

yang telah dipaparkan sebelumnya, maka diajukan sebuah dugaan sementara atau

43
hipotesis. Beberapa hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian tentang faktor-

faktor yang mempengaruhi impor susu di Indonesia adalah :

1 Harga riil susu domestik diduga berpengaruh positif terhadap volume

impor susu di Indonesia, artinya semakin tinggi harga riil susu domestik

maka akan berpengaruh terhadap meningkatnya volume impor susu di

Indonesia.

2 Harga riil susu impor diduga berpengaruh negatif terhadap volume impor

susu di Indonesia, artinya semakin tinggi harga riil susu impor makan

semakin rendah volume impor susu di Indonesia.

3 Produk domestik bruto perkapita di Indonesia diduga berpengaruh positif

terhadap volume impor susu di Indonesia, artinya semakin meningkat PDB

perkapita Indonesia maka akan berpengaruh terhadap meningkatnya

volume impor susu di Indonesia.

4 Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika diduga berpengaruh negatif

terhadap volume impor susu di Indonesia, artinya apabila nilai tukaran

Rupiah terhadap Dollar Amerika terdepresiasi maka akan menurunkan

volume impor susu di Indonesia.

5 Dummy kebijakan pengahapusan rasio impor susu di duga berpengaruh

positif terhadap volume impor susu di Indonesia, artinya dengan

diterapkannya kebijakan pengahapusan rasio impor susu maka akan

meningkatkan volume impor susu di Indonesia.

44
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengakses website yang berkaitan dengan

judul penelitian. Website yang diakses terdiri dari website UN Comtrade, UN

CTAD, World Bank, dan instansi lainnya seperti BPS, Kementeria Pertanian,

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Adapun waktu penelitian

ini dimulai dari bulan Februari – September 2017.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif dengan

menggunakan data sekunder deret waktu (time series) periode watu 20 tahun yaitu

dari tahun 1996 hingga tahun 2015. Diolah dengan menggunakan aplikasi Eviews

9 dan Microsoft excel Data kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini terdiri

dari data volume impor susu Indonesia, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar

Amerika Serikat, Produk Domestik Bruto Indonesia, Harga riil susu dalam negeri

dan harga riil susu impor di Indonesia.

Berdasarkan sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

menggunakan data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari

lembaga-lembaga atau instansi-instasi tertentu atau data dari sumber keduanya

(Suyatno dan Sutinah, 2005 : 56). Sumber data yang digunakan untuk k

memperoleh data-data dalam penelitian ini dikumpulkan dari beberepa

instansi terkait sebagai berikut :


Table 2. Sumber Data dan Data

No Data Sekunder Penelitian Sumber Data


1. Volume Impor Susu Indonesia Uncomtrade dengan mengakses
website www.comtrade.un.org
2. Harga Susu Impor Uncomtrade dengan mengakses
website www.comtrade.un.org
3. Harga Susu Dalam Negeri Badan Pusat Statistik Diolah Pusat
Data dan Informasi Kementerian
Pertanian RI
.4. Produk Domestik Bruto World Bank dengan mengakses
Perkapita Indonesia website www.worldbank.org
5. Nilai Tukar Rupiah Terhadap UNCTAD dengan mengakses website
Dollar Amerika www.unctad.org

3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data-data yang diperoleh selama penelitian diolah dengan menggunakan

alat analisis kualitatif berupa analisis deskriptif dan alat analisis kuantitatif berupa

nalisis regresi linear berganda. Data-data yang dibutuhkan untuk analisis

kuantitatif dalam penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi impor susu

di Indonesia meliputi variabl-variabel yang digunakan dalam penelitian. Data-data

tersebut meliputi volume impor susu Indonesia, harga riil susu domestik di

Indonesia, harga riil susu impor, produk domestik bruto perkapita Indonesia, nilai

tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika, dan data indeks harga konsumen (IHK)

sebagai penunjang data penelitian. Metode pengolahan data berdasarkan variabel-

variabel dalam penelitian ini secara lebih rinci sebagai berikut :

1. Data volume impor susu Indonesia dengan satuan ribu ton (000 ton)

periode waktu 20 tahun, yaitu dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2015.

2. Data harga susu impor di Indonesia dengan satuan Rp per ribu ton (Rp/000

ton) dalam kurun waktu 20 tahun yaitu dari tahun 1996 sampai tahun

46
2015. Harga susu impor di Indonesia diperoleh dari pembagian nilai impor

susu di Indonesia (US$) dengan volume impor susu Indonesia (000 ton),

kemudian dikalikan dengan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika.

Sedangkan harga riil susu impor di Indonesia diperoleh dari pembagian

harga susu impor di Indonesia dengan indeks harga konsumen Indonesia

tahun dasar (2010:100). Secara lebIh rinci rumus mendapatkan harga riil

susu impor di Indonesia adalah sebagai berikut:

Sumber: Pindyck, dkk (2007 : 14)

a. Keterangan:
b. Harga Impor Riil = Harga riil susu susu impor di Indonesia
(Rp/000 ton)
c. Harga Impor = harga impor susu di Indonesia (Rp/000
ton)
d. IHK Pengimpor = Indeks harga konsumen Indonesia (2010 :
100)

3. Harga riil susu domestik tingkat konsumen dengan satuan Rupiah per ribu

(Rp/000 ton) dalam kurun waktu 20 tahun yaitu dari periode tahun 1996

sampai dengan tahun 2015. Data yang diperoleh dari pusat data dan

informasi kementerian pertanian ini awalnya dalam satuan Rp/Kg,

kemudian dikalikan seribu untuk memperoleh harga dalam satuan ton.

Sumber: Pindyck, dkk (2007 : 14)

47
4. Data nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat dengan satuan

Rupiah per US$ (Rp/US$) dalam kurun waktu 20 tahun, dari tahun 1996

sampai tahun 2015. Menurut Rahardja dan Manurung (2008 : 307), nilai

tukar riil adalah harga relatif dari barang-barang kedua negara, yang

menyatakan tingkat dimana kita dapat memperdagangkan barang-barang

dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Nilai tukar riil

Rupiah terhadap Dollar Amerika diperoleh dari hasil perkalian nilai tukar

nominal dengan perbandingan indeks harga konsumen (IHK) negara

pengimpor (Indonesia tahun dasar 2010 = 100) dengan nilai indeks harga

konsumen (IHK) negara Amerika (2010 = 100) (Lampiran 5). Rumus

untuk mendapatkan nilai tukar riil Rupiah terhadapa Dollar Amerika

sebagai berikut:

Sumber: Rahardja dan Manurung (2008 : 308)

Keterngan:

a. Nilai Tukar Riil : Nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar


Amerika (Rp/US$)
b. Nilai Tukar Nominal : Nilai tukar nominal Rupiah terhadap
Dollar Amerika (Rp/US$)
c. IHK Amerika : Indeks harga konsumen Amerika (2010 =
100)
d. IHK Pengimpor : Indeks harga konsumen Indonesia (2010
= 100)

48
5. PDB per kapita Indonesia diperoleh dengan satuan Dollar (US$) kemudian

dikalikan dengan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar untuk mendapatkan

nilai PDB perkapita dengan satuan Rupiah.

6. Kebijakan pemerintah yang tertulis dalam Inpres No. 4/1998 tentang

penghapusan rasio impor susu di Indonesia. Dalam penelitian ini kebijkan

Inpres No.4/1998 diwakili dengan variabel dummy, dimana:

a. Angka 1 = mewakili data setelah diberlakukanya kebijakan

pengahapusan rasio impor susu di Indonesia yaitu pada tahun 1998

b. Angka 0 = mewakili data sebelum diberlakukannya kebijakan

penghapusan rasio impor yaitu pada tahun 1996 sampai 1997

7. Indeks harga konsumen adalah ukuran biaya keseluruhan barang dan jasa

yang dibeli oleh konsumen (Mankiw, dkk. 2012 : 26). Nilai indeks harga

konsumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi indeks harga

konsumen Indonesia sebagai negara pengimpor susu, dan indeks harga

konsumen Amerika sebagai negara yang mata uangnya digunakan sebagai

alat transaksi di pasar internasional.

3.3.1. Analisis Regresi Linear Berganda

Menurut Heryanto dan Lukman (2008:111), regresi digunakan untuk

mengetahui sejauh mana hubungan antar suatu variabel dengan satu atau beberapa

variabel lainnya. Meskipun hubungan fungsional yang sesungguhnya tidaklah

selalu dapat diketahui, model yang disusun setidaknya memeberikan pendekatan

terhadap pengaruh yang terjadi terhadap variabel tak bebas atau perubahan salah

satu variabel bebasnya.

49
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regesi linear

berganda (multiple regression). Analisis ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

variabel bebas terhadap variabel tidak bebasnya (Heryanto, 2008:113). Persamaan

analisis regresi linear berganda dalam penelitian ini dirumuskan dengan

persamaan berikut ini:

Keterangan:

Y = Volume Impor Susu di Indonesia

a = Konstanta Regresi

b₁…bᴅ = Koefisien Regresi

X₁ = Harga Riil Susu Domestik

X₂ = Harga Riil Susu Impor

X₃ = Produk Domestik Bruto per Kapita Indonesia

X₄ = Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika Serikat

Xᴅ = Kebijakan Penghapusan Rasio Impor Susu

e = Standar Error

3.3.2. Uji Asumsi Klasik

Ghozali (2011:85), mengemukakan untuk mengetahui pengaruh perubahan

variabel independen terhadap variabel dependen baik secara persial maupun

simultan, maka digunakan regresi liniear berganda (Multiple regresstion) dan

alpha yang digunakan adalah 5%. Sebelum dilakukan pengujian dengan regresi

berganda, variabel-variabel penelitian diuji dengan asumsi klasik atau biasa

50
dikenal dengan uji BLUE (Best Liniear Unbiased Estimate) yaitu data terdistribusi

normal (uji normalitas), tidak terjadi heteroskedastisitas, tidak terjadi

multikolinieratas, dan tidak terjadi autokolerasi. Berikut adalah beberapa

pengujian uji asumsi klasik :

1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi, vaeiabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.

Seperti diketahui bahwa uji T dan uji F mengasumsikan bahwa nilai

residual mengikuti distribusi normal. Menurut Ghozali (2006 : 147), jika

asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah

sampel yang kecil.

a. Uji Normalitas dengan Analisis Grafik

Pengujian normalitas dengan menggunakan analisis grafik

merupakan metode yang termudah. Analisis grafik dilakukan dengan

menggunakan histogram dengan menggambarkan variabel depenen

sebagai sumbu vertikal, sedangkan nilai residual terstandarisasi

digambarkan sebagai sumbu horizontal.

Gambar 8. Histogram Normalitas


Sumber : Ghozali (2009 : 34)

51
b. Uji Normalitas dengan Jarque-bera (JB Test)

Uji ini dilakukan dengan membandingkan nilai statistik Jarque-

Bare (JB) dengan nilai Chi-Square dan nilai probabilitas Jarque-Bare

(JB) hitung dengan tingkat alpha 0,05 (5 %). Apabila nilai Prob. JB hitung

lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa residual terdistribusi

normal, dan sebaliknya apabila nilai prob. JB lebih kecil dari tingkat alpha

yang telah ditentukan maka distribusi data tidak normal (Mansuri, 2016 :

36).

Hasil dari uji normalitas dalam penelitian ini yaitu nilai nilai

statistik Jarque-Bare sebesar 1,058367 yang lebih kecil dari nilai Chi-

Square sebesar 11,0750, (1,058367 < 11,0750). Dan nilai probabilitas

Jarque-Bare sebesar 0,589086 yang lebih besar dari alpha dalam

penelitian ini yaitu 0,05 (5%), (0,5837 < 0,05), (Lampiran 12).

2. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model

regresi yang baik seharusnya tidak terjadi kolerasi diantara variabel

independen (Ghozali, 2006 : 95 – 96).

Salah satu cara dalam mendeteksi ada atau tidaknya

multikolinearitas dalam suatu model adalah dengan melihat nilai Variance

Inflation Factor (VIF). Apabilai nilai VIF > alpha maka dapat

disimpulkan terjadi masalah multikolinearitas. Model regresi yang baik

seharusnya tidak terdapat multikolinearitas.

52
Dalam model faktor-faktor yang mempengaruhi impor susu di

Indonesia tidak terdapat multikolinearitas, karena nilai Variance Inflation

Factor tidak ada yang melebih alpha, dalam penelitian ini alphanya

sebesar 5% (VIF < 5%). Hasil dari uji multikolinearitas dalam penelitian

ini dapat dilihat pada lampiran 12.

3. Uji Heterokesdastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan

ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke

pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda

disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang

homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2006 :

125). Pengujian heteroskedastisitas bisa dilakukan dengan metode Glejser.

Metode ini melakukan regresi nilai absolut dengan variabel independennya

(Widarjono, 2009 : 120).

Hasil uji Heterokesdatisitas dengan metode Harvey dalam

penelitian ini memperoleh nilai probabilitas F hitung sebesar 0,1174 yang

lebih besar dari alpha 5% (0,1174 > 0,05). Dapat disimpulkan bahwa

model dalam penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi impor susu di

Indonesia terbebas dari heterokesdatisitas. Hasil dari uji heterokedastisitas

dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 13.

53
4. Uji Autokorelasi

Secara harfiah autokolerasi berarti adanya kolerasi anatara anggota

observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu. Salah satu

metode yang digunakan untuk mendeteksi autokolerasi adalah Durbin-

Watson. Jika nilai di atas 2 maka tidak ada autokolerasi baik positif

maupun negatif (Widarjono, 2009 : 142 – 145). Adapun tabel pengujian

Durbin-Watson adalah sebagai berikut:

Table 3. Pengujian Durbin-Watson

Nilai statistik d Hasil


0 < d < dL Ada autokolerasi positif
dL d dU Daerah keragu-raguan, tidak ada keputusan
dU < d 4 – dU Tidak ada autokolerasi positif maupun negatif
4 – dU d 4 – dL Daerah keragu-raguan, tidak ada keputusan
4 – dL < d < 4 Ada autokolerasi negative
Sumber : Widarjono (2009 : 146)

Selain menggunakan metode Durbin -Watson uji autokolerasi juga

dapat dilakukan dengan metode Brisch-Godfrey atau LM (Lagrange

Multiplier) test. Keputusan ada atau tidaknya autokolerasi dalam suatu

model adalah dengan membandingkan nilai probabilitas F hitung dengan

tingkat alpha, dalam penelitian ini menggunakan tingkat alpha 0,05 (5%).

Apabila nilai probabilitas F hitung lebih besar dari alpha (0,05), maka

dapat disimpulkan tidak terdapau autokolerasi dalam model. Sebaliknya,

jika nilai probablitas F hitung lebih kecil dari alpha maka terjadi

autokolerasi dalam model (Mansuri, 2016:35).

Penelitian ini memiliki sampel n = 20, α = 0,05 dan jumlah

variabel independen k = 5. Sehingga didapat nilai kritis dL = 0,7918 dan

54
dU = 1,9908. Nilai Durbin-Watson dalam pnelitian ini adalah sebesar

1,603535, berarti nilai DW berada diantara dL (0,7918) dan dU (1,9908).

Sehingga 0,7918 < 1,603535 < 1,9908. Sedangkan hasil uji autokolerasi

dengan metode LM test menunjukan nilai probabilitas F hitung sebesar

0,2642 lebih besar dari tingkat alpha 0,05 (0,2642 > 0,05). Sehingga dapat

disimpulkan bahwa dalam model faktor-faktor yang mempengaruhi impor

susu di Indonesia tidak terjadi autokolerasi. Hasil dari uji autokolerasi

dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 13.

3.3.3. Uji Signifikansi

1. Uji Signifikan Simultan (F)

Uji statistik F menurut Ghazali (2006 : 88) pada dasarnya

menunjukan apakah semua variabel independen atau bebas yang

dimasukan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama

terhadap variabel dependen atau terikat. Untuk menguji hipotesis ini

digunakan statistik F dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai

berikut:

a. Bila nilai F lebih besar dari 4, maka H₀ dapat ditolak pada derajat

kepercayaan 5% yang menyatakan bahwa semua variabel

independen secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel

dependen.

b. Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F tabel.

Bila F-hitung > F tabel, maka H₀ ditolak dan menerima H₁.

55
2. Uji Signifikan Persial (t)

Uji t pada dasarnya menunjukan seberapa jauh pengaruh satu variabel

independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel

dependen. Cara melakukan uji t adalah sebagai berikut:

a. Jika jumlah degree of freedom (df) adalah 20 atau lebih, dan

derajat kepercayaan sebesar 0,05, maka H₀ dapat diterima dan

apabila lebih dari 0,05 maka H₀ ditolak bila nilai t lebih dari 2

(nilai absolut).

b. Membandingkan nilai statistik t dengan titik kritis menurut tabel t.

Apabila t hitung > t tabel, maka variabel independen secara persial

mempengaruhi variabel dependen (Ghozali, 2006 : 88 – 89).

3. Koefisien Determinasi (R²)

Koefisien determinasi (R²) pada intinya mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai

koefisien determinasi adalah antar 0 sampai 1. Nilai R² yang kecil berarti

kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel

dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati 1 berarti variabel

independen memberikan hamper semua informasi yang dibutuhkan untuk

memprediksi varaiasi variabel dependen. Jika nilai R² sama dengan 1,

maka pendekatan tersebut terdapat kecocokan sempurna dan jika nilai R²

sama dengan 0, maka tidak ada kecocokan pendekatan (Ghozali, 2008:77)

56
3.3.4. Definisi Operasional

Definisi oprasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang

dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik varaibel terbut yang dapat

diamati (Azwar, 2013 : 74). Berikut adalah definisi oprasional masing-masing

variabel dalam penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor

susu di Indonesia:

1. Volume impor susu di Indonesia adalah total volume impor susu Indonesia

dalam satuan ribu ton (000 ton). Data yang digunakan merupakan data

time series selama 20 tahun dari tahun 1996 sampai tahun 2015.

2. Harag riil susu domestik adalah harga yang harus dibayar oleh konsumen

konsumen untuk mendapatkan susu yang berasal dari produksi dalam

negeri dalam satuan Rupiah per ribu ton (Rp/000 ton). Data yang

digunakan merupakan data time series selama 20 tahun dari tahun 1996

sampai tahu 2015.

3. Harga riil susu impor adalah harag susu yang berlaku di pasar

internasional dalam satuan US$ per ribu ton (US$/000 ton). Data yang

digunakan merupakan data time series selama 20 tahun dari tahun 1996

sampai tahun 2015.

4. Nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika adalah nilai perbandingan

mata uang Rupiah terhadap Dollar Amerika yang berlaku dalam satuan

Rupiah per US$ (Rp/US$). Data yang digunakan merupakan data time

series selama 20 tahun dari tahun 1996 – 2015.

57
5. Produk domestik bruto (PDB) perkapita Indonesia adalah besarnya

pendapatan rata-rata penduduk di Indonesia, yang diperoleh dari

pembagian pendapatan nasional dengan jumlah penduduk di Indonesia.

6. Kebijakan pengahapusan rasio impor susu adalah kebijakan yang tertulis

dalam Inpres no. 4/1998 sebagai hasil dari kesepakatan antara pemerintah

Indonesia dengan International Monetary Fund (IMF) pada tahun 1998.

58
BAB IV
GAMBARAN UMUM

4.1. Perkembangan Usaha Peternakan Sapi Perah Indonesia

Peternakan sapi perah di Indonesia telah berkembang sebagai usaha sejak

masa penjajahan Belanda. Pemerintah Hindia Belanda pada abad ke-19

mendatangkan sapi perah bibit jenis Fries Holland (FH) sebagai perintis peternak

sapi perah Indonesia. Fries Holland mempunyai kemampuan laktasi yang tinggi

dan relatif sesuai dengan kondisi klimatologi Indonesia, sehingga dapat

dibudidayakan (Nurtini dan Muzayyanah, 2014 : 11).

Usaha peternakan sapi perah berkembang menjadi usaha skala menengah

yang terbatas pada wilayah tertentu pada dekade 70-an. Pemerintah menggerakan

perkembangan usaha peternakan sapi perah yang diawali dengan kebijakan

penenaman modal di subsektor industri manufaktur pengolahan susu segar (IPS),

sehingga turut menstimulasikan perkembangan usaha peternakan sapi perah on

farm dalam peranannya menyediakan input.

Intervensi pemerintah untuk mengembangkan peternakan sapi perah

semakin tercermin diera 1980-an. Penetapan kebijakan rasio impor susu,

merupakan puncak dari proteksi yang diberikan pemerintah untuk

mengembangkan usaha peternakan sapi perah. Kebijakan restriktif ini berlangsung

sampai tahun 1998. Pasca krisis ekonomi yang mengguncang Indonesia,

deregulasi dilakukan diberbagai sektor untuk memenuhi tuntutan dari

International Moneteary Fund (IMF), tak terkucuali pada usaha peternakan sapi

perah. Kebijaka rasio impor susu dihapuskan karena dianggap telah mendistorsi
perdagangan dan secara khusus telah menciptakan inefisiensi pada usaha

peternakan sapi perah. Hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan deregulasi

tersebut adalah penataan ulang struktur pasar susu nasional serta penyelamatan

nasib ribuan peternak sapi perah yang menerima konsekuensi logis berupa

penurunan surplus yang diterima oleh produsen (Yusdja dan Sayuti, 2002 : 16).

Perkembangan penyebaran usaha peternakan sapi perah relatif

menunjukan tingkat pendistribusian yang tidak merata di Indonesia. Hal ini dapat

dilihat pada Gambar 9. yang menunjukan data sebaran populasi sapi perah di

Indonesia periode 1996-2015.

700000

600000

500000

400000
Jawa
300000
Luar Jawa
200000

100000

0
1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014

Gambar 9. Sebaran Populasi Sapi Perah di Indonesia Periode 1996-2015


Sumber : Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2016)

Gambar 9 dapat menyimpulkan bahwa distribusi penyebaran populasi sapi

perah di Indonesia menunjukan pola yang terkonsentrasi di Pulau Jawa. Meskipun

demikian, pertumbuhan populasi sapi perah di Pulau Jawa periode 2012 – 2015

mengalami penurunan sebesar 1,14% per tahun, sedangkan di luar Pulau Jawa

mengalami peningkatan 5,01% per tahun. Kondisi peternakan sapi perah di

60
Indonesia masih didominasi usaha peternakan di Pulau Jawa yang mencapai lebih

dari 99% dari total populasi sapi perah Indonesia sebanyak 518,65 ribu ekor pada

tahun 2015. Dari jumlah tersebut, 513,51 ribu ekor berada di Pulau Jawa.

Sementara itu, tahun 2015 populasi sapi perah di luar Pulau Jawa hanya mencapai

5,13 ribu ekor atau 0,99% dari populasi sapi perah di Indonesia.

Peningkatan populasi sapi perah sangat mempengaruhi perkembangan

produksi susu domestik. Tetapi besarnya peningkatan populasi sapi perah secara

proposional tidak selalu akan meningkatkan produksi susu dengan besar kenaikan

yang sama. Hal ini dikarenakan 30% kemampuan berproduksi sapi perah

dipengaruhi oleh kemampuan genetiknya, sementara 70% lainnya dipengaruhi

oleh keadaan lingkungan, tata laksana, iklim, penyakit, dan sebagainya (Suhartini,

28:2001).

Dari sebaran populasi sapi perah yang ada, pusat populasi sapi perah

terbesar terdapat di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Realitas tersebut

dapat dilihat dari Gambar 10.

0.50%
0.78% 1.08%

Jawa Timur
22.93%
49.70% Jawa Tengah
Jawa Barat
25% DI. Yogyakarta
DKI Jakarta
Provinsi Lainnya

Gambar 10. Sentra Populasi Sapi Perah di Indonesia periode 2011-2015


Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2016)

61
Interpretasi yang dapat disampaikan dari data yang terangkum pada

Gambar 10, bahwa pada periode 2011-2015 sekita 259,57 ribu ekor atau 49,7%

dari total populasi sapi perah Indonesia berada di wilayan Jawa Timur. Provinsi

lain yang memiliki populasi sapi perah cukup besar adalah Jawa Tengah dan Jawa

Barat masing-masing 130,57 ribu ekor atau 25% dan 119,74 ribu ekor atau

22,93% dari total populasi sapi perah Indonesia.

Produksi susu domestik dalam perkembangannya menunjukan trend

perkembangan yang positif meskipun berfluktuatif. Hal ini disebebkan oleh

peningkatan populasi sapi perah yang di tempuh melalui impor sapi perah, bibit,

pengembangan teknologi inseminasi buatan, dan kemudahan akses kredit yang

diberikan oleh pemerintah pada usaha peternakan sapi perah. Injeksi modal usaha

melalui kredit koperasi ini secara operasional memiliki kelemahan. Program sapi

perah cenderung mengutamakan aspek pemerataan dan kurang

mempertimbangkan efisiensi dan kesesuain wilayah. Akibatnya usaha ternak sapi

perah yang dirintis menghadapi banyak masalah dan pada akhirnya terjadi

kemacetan dalam pelunasan kredit (Taryoto, 1993). Tabel 4 di bawah ini

merefleksikan perkembangan volume produksi susu sapi perah di Indonesia pada

periode 1996 – 2015.

62
Table 4. Produksi Susu di Indonesia Periode 1996 – 2015

Tahun Jawa Luar Jawa


1996 433634 7120
1997 369791 7529
1998 430614 5554
1999 490009 5384
2000 473960 5638
2001 487194 5987
2002 538133 6181
2003 543662 15309
2004 526360 6283
2005 604513 9600
2006 558917 12035
2007 451017 8716
2008 468187 6252
2009 481104 7497
2010 901763 7770
2011 967234 7460
2012 952724 7007
2013 779795 7077
2014 794795 5945
2015 794804 6479
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2016)

Interpretasi yang dapat disampaikan dari data di atas adalah, bahwa

produksi susu sapi perah di Indonesia sama halnya dengan populasi sapi perah

yang terkonsentrasi di Pulau Jawa. Pada kurun waktu 1996-2015, pertumbuhan

produksi susu di Pulau Jawa sebesar 8,43% per tahun, dengan peningkatan

tertinggi pada tahun 2010 sebesar 87,44% atau 420,66 ribu ton dari tahunn 2009.

Perkembangan periode 2011-2015, produksi susu justru menurun dengan rata-rata

hasil berkurang 1% per tahun atau menjadi 840,43 ribu ton. Perkembangan

produksi susu di luar Pulau Jawa kurun waktu 1996-2015 menunjukan

peningkatan rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 6,95%. Namun pada periode

5 tahun terakhir menunjukan penurunanan sebesar 3,05% pertahun.

63
Provinsi penghasil susu terbesar juga berasal dari Jawa Timur. Pada tahun

2011 sampai tahun 2015 rata-rata produksi sapi perah di Jawa Timur sebesar

475,12 ribu ton atau 55,50% dari produksi nasional. Urutan kedua adalah provinsi

Jawa Barat dengan rata-rata produksi mencapai 260,43 ribu ton atau 30,74%,

kemudian Jawa Tengah pada urutan ketiga dengan rata-rata produksi sebesar

98,86 ribu ton atau 11,67%. Sementara provinsi lainnya hanya berkontribusi

sebesar kurang dari 1%. Pada Gambar 11, menunjukkan refleksi dari penjelasan di

atas.

0.61% 0.79%
0.69%

11.64% Jawa Timur


Jawa Barat
30.74% 55.50% Jawa Tengah
DI. Yogyakarta
DKI Jakarta
Provinsi Lainnya

Gambar 11. Sentra Produksi Susu Sapi Perah Perah


Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Susu segar sebagai output dari usaha peternakan sapi perah sekaligus input

IPS merupakan komodidti peternakan yang paling mudah rusak (perishable)

dibandingkan dengan komoditi peternakan lainnya. Selain itu, wujudnya yang

berbentuk cair dan memakan banyak tempat (voluminous) mengakibatkan

penanganan pasca panen harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Beberapa

64
kualifikasi teknis yang harus dipenuhi oleh susu segar terlebih pada fungsinya

sabagai input Industri Pengolahan Susu (IPS), adalah:

Tabel 5. Kualifikasi Susu Segar Sebagai Bahan Baku Industri Pengolahan Susu

Kulifikasi Susu Segar Sebagai Bahan Baku Industri Pengolahan


No.
Susu
1 Warna, aroma, rasa, kekentalan Tidak ada perubahan
2 Berat jenis pada suhu 27,5˚ 1,0280
3 Kadar Lemak Minimal 2,8%
4 Kadar bahan kering tanpa lemak Minimal 8,0%
5 Derajat asam 4,5˚ – 7˚
6 Uji alcohol 70% Negative
7 Uji didih Negative
8 Katelase Maksimal 3 cc
9 Titik beku -0,520˚ sampai -0,560˚
10 Angka refraksi 3,40
11 Kadar protein Minimal 2,7%
12 Angka reduktase 2 – 5 jam
13 Jumlah kuam yang dapat dibiakan Maksimal 3 juta/cc
Sumber : SNI 01-3141-1998

Seluruh kriteria kualitas susu tersebut dirujuk berdasarkan SNI 01-3141-

1998. Tidak semua kriteria tersebut dapat diaplikasikan melalui serangkaian

pengujian pada usaha peternakan. Keterbatasan pengetahuan dan fasilitas menjadi

sebuah kendala dalam mengukur kualitas. Kualitas merupakan dasar penetapan

harga susu segar sebagai bahan baku industri. Berat Jenis (BJ) atau Total Solid

(TS) dan kandungan lemak (fat) merupakan kriteria yang telah digunakan secara

luas oleh industri pengolahn susu (IPS). Kriteria penting lainnya untuk menyerap

bahan baku susu adalah total kandungan bakteri atau Total Plate Cone (TPC).

Tabel 5 berikut ini menyajikan standarisasi bahan baku susu menurt total

kandungan bakteri (TPC).

65
Tabel 6. Standarisasi Bahan Baku Susu Menurut Total Kandungan Bakteri (TPC)
pada Industri Pengolahan Susu (IPS)

No Standar Total Kandungan Bakteri (TPC) per CC


1. Grade I 1 – 500.000
2. Grade II 500.000 – 1.000.000
3. Grade III 1.000.000 – 3.000.000
4. Grade IV 3.000.000 – 5.000.000
5. Grade V 5.000.000 – 10.000.000
6. Grade VI 10.000.000 – 15.000.000
7. Grade VII 15.000.000 – 20.000.000
8. Grade VIII >20.000.000
Sumber : Nurdin (2006 : 78)

Berkaitan dengan perkonsentrasin usaha peternakan sapi perah tersebut,

Sutardi (1991:76) mengemukakan bahwa usaha peternakan sapi perah di

Indonesia terletak pada dua wilayah yaitu :

1. Wilayah yang memiliki kondisi fisik alam yang rendah akan tetapi

memiliki kondisi sosial ekonomi yang tinggi. Mrupakan dataran rendah

yang terletak di sekitar kota besar dan bersuhu panas.

2. Wilayah dengan kondisi alam yang tinggi tetapi mempunyai kondisi sosial

ekonomi yang rendah. Wilayah ini menggambarkan pedesaan yang

terletak dataran tinggi dan bersehu sejuk.

Kelemahan yang timbul dari karakteristik kedua wilayah tersebut adalah

bagi tipe wilayah (1) rendahnya penyediaan hijauan dan performa produksi. Serta

minimnya penyediaan konsentrat dan rantai pemesaran susu di tipe wilayah (2).

Wilayah yang cocok untuk pengembangan usaha peternakan sapi perah di

Indonesia adalah daerah pegunungan dengan ketinggian 800 meter di atas

permukaan laut. Penelaahan hubungan produksi susu sapi perah dengan topografi

66
wilayah memperlihatkan bahwa selisih ketinggian 100 meter berkaitan erat

dengan perbedaan produksi rata-rata sekitar 4%.

Karakteristik selanjutnya yang merefleksikan usaha peternnakan sapi

perah di Indonesia adalah relative kecilnya skala usaha tersebut. Usaha peternakan

sapi sebagai supplier domestik susu merupakan usaha subsisten dan belum

mencapai skala ekonomis. Sebesar 90% pengusahaan tersebut dilakukan oleh

peternak kecil dengan rata-rata pemiliknya tiga sampai dengan empat ekor sapi

perah dan umumnya dilaksanakan sebagai usaha tambahan (Nurdin, 2006:13).

Swastika (2000:56), juga menyimpulkan hal yang serupa dimana skala

usaha peternakan sapi perah di Indonesia belum mencapai nilai yang ekonomis.

Rata-rata pemilikan sapi perah enam ekor per rumah tangga merupakan skala

usaha yang paling efisien untuk pengembangan usaha peternakan sapi perah.

Hingga saat ini, usaha peternakan sapi perah setidaknya masih dihadapkan

pada tiga permasalahan pokok sebagai berikut:

1 Tingkat produksivitas susu yang relatif rendah. Rendahnya produktivitas

ini pada umumnya disebebkan oleh tingkat pengolahan yang kurang baik

(poo management) sebagai akibat dari rendahnya tingkat pengetahuan

petani. Performa produksi susu masih berada jauh di bawah potensi

genetiknya.

2 Sistem pemasaran bahan baku susu yang mencakup bentuk pasar dan

proses pembentukan harga, fasilitas, maupun struktur kelembagaan belum

belum kondusif untuk mendorong perkembangan usaha peternakan sapi

67
perah. Lemahnya sistem pemasaran susu segar untuk bahan baku industri

mengakibatkan baiaya pemasaran menjadi tinggi.

3 Penanganan pasca panen yang masih tradisional dan belum tertangani

dengan baik mengakibatkan bahan baku susu menjadi mudah rusak

(perisable) saat memasuki proses pemasaran.

4.2. Perkembangan Impor Susu di Indonesia

Ketidak cukupan produksi susu domestik dalam memenuhi kebutuhan

susu membuat industri pengolahan susu memeilih opsi untuk melakukan impor

bahan baku susu. Susu impor di Indonesia disupply dari negara-negara produsen

dan produk susu ternama di dunia. New Zeland, Australia, Amerika dan Belanda

merupakan negara importir dengan market share terbesar. Bahan baku susu yang

diimpor merupakan poduk setengah jadi (intermediate products) yang telah

diproses menajdi bentuk bubuk. Susu bubuk terbut diimpor dalam bentuk skim

milk powder (SMP) dan anhydrous milk fat (AMF), ful cream milk powder

(FCMP), buttermilk powder (BMP) (Budiyono, 2008:217). Varian bahan baku

susu impor dijelaskan sebagai berikut:

1 Skim milk powder (SMP)

Skim milk powder merupakan hasil dari proses pengeringan dan

pasteurisasi susu segar tanpa bahan tambahan (aditif) apapun. Bahan baku

susu ini mempunya kadar lemak yang rendah, kurang dari 1% sehingga

baik untuk kesehatan. Skim milk powder adalah mayoritas bahan baku

susu yang diimpor oleh industri pengolahan susu, hal ini karena secara

68
luas digunakan sebagai campuran untuk mereduksi kadar lemak susu segar

yang diperoleh dari peternak sapi perah.

2 Anhydrous milkfat (AMF)

Anhydrous milkfat adalah kandungan lemak yang terdapat dalam susu

maupun krim yang dihasilkan dalam proses churning.

3 Full cream milk powder (FCMP)

Full cream milk powder merupakan bahan baku susu yang diproduksi

melalui proses pasteurisasi. FCMP mempunya kandungan solid susu

sekaligus lemak yang tinggi, yakni sebesar 20% dan baik digunakan dalam

pembuatan susu bayi formula.

4 Buttermilk powder (BMP)

Buttermilk powder adalah bahan baku susu yang merupakan produk

sampingan dari pengolaha cream menjadi mentega (butter) yang dikenal

dengan proses churning

Pada Gambar 12 berikut ini disajikan perkembangan volume impor susu

di Indonesia dalam periode waktu tahun 1996 – 2015.

69
3500000

3000000

2500000

2000000
Ton

1500000
Impor susu
1000000

500000

0
1996199820002002200420062008201020122014
Tahun

Gambar 12. Perkembangan Volume Impor Susu Di Indonesia Tahun 1996 – 2015
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2016)

Grafik pada Gambar 12 menampakan bahwa volume impor susu selama

kurun waktu tahun 1996 – 2015 berfluktuatif namun cenderung meningkat,

dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3,4% setiap tahunnya. Kenaikan volume

susu impor yang paling tinggi terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar 16% dengan

volume mencapai 1.110.756,035 ton, dan pada tahun 2004 yaitu tumbuh sebesar

24% dari tahun sebelumnya yaitu dengan volume impor pada tahun tersebut

mencapai 1.636.558,882 ton. Dengan memperhatikan volume impor susu yang

begitu besar ini, pada tahun 2015 sebesar 2.980.013 ton, maka diperlukan upaya

dan langkah yang efektif agar ketergantungan terhadap susu impor dapat

dikurangi atau bahkan digantikan oleh susu segar dalam negeri.

4.3. Perkembangan Harga Susu

Pergerakan harga merupakan salah satu faktor penentu pembelian oleh

konsumen terhadap suatu barang. Perkembangan harga susu di dalam negeri dan

70
harga susu impor menjadi salah satu acuan Indonesia untuk melakukan impor

susu. Perkembangan harga susu domestik ataupun impor dari beberapa eksportir

mengalami fluktuasi cenderung meningkat setiap tahunnya, sebagaimana yang

terangkum pada gambar 13 berikut :

10000
9000
8000
7000
6000
Rp/Liter

Harga Susu Segar


5000 Dalam Negeri
4000
Harga Susu Impor
3000
Setara Susu Segar
2000
1000
0
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014

Gambar 13 . Perkembangan Harga Susu Impor (Skim Milk Powder) dan Susu
Segar Dalam Negeri
Sumber : UN Comtrade dan Direktorat Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan (2006)

Data yang terangkum pada gambar 13 menunjukan bahwa harga susu

impor setara susu segar berada di bawah harga susu segar dalam negeri. selama

kurun waktu tahun 1996 – 2015 rata-rata harga susu segar dalam negeri terus

mengalami peningkatan yang cukup substansial. Pada periode waktu tersebut rata-

rata harga susu segar dalam negeri adalah sebesar Rp 5.391,7 per liter dengan

rata-rata pertumbuhan setiap tahunnya sebesar 5,9%. Sedangkan susu impor setara

susu segar rata-rata harga dalam periode waktu yang sama hanya sebesar Rp.

2.966,49 per liter, dengan rata-rata pertumbuhan setiap tahunnya sebesar 3,79%.

Harga susu impor yang lebih rendah dari harga susu dalam negeri diduga

mempengaruhi preferensi industri pengolahan susu selaku konsumen utama susu,

71
untuk menggunakan susu impor. Selain harganya yang lebih murah, susu impor

baik secara kualitas maupun kuantitas mampu memenuhi permintaan industri

pengolahan susu.

Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Lipsey (1997:65),

menyatakan bahwa harga mempengaruhi permintaan suatu barang. Apbila harga

suatu barang meningkat, maka konsumen cendurung akan beralih menggunakan

barang subtitusi yang memliki harga lebih rendah. Barang subtitusi adalah barang

pengganti yang memiliki fungsi yang sama dengan barang utama. Dalam hal ini

susu yang di impor oleh Indonesia sebagai barang subtitusi dari susu segar dalam

negeri merupakan susu skim yaitu susu yang kandungan lemaknya kurang dari

1%. Susu kim mengandung semua kandungan yang dimiliki susu pada umumnya

kecuali lemak dan vitamin yang larut dalam lemak.

4.4. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika

Nilai tukar mata uang atau kurs mempengaruhi tinggi rendahnya nilai

impor karena dalam melakukan perdagangan internasional tiap negara

menggunakan mata uang yang berbeda, maka kurs bertindak sebagai fasilitator

untuk membandingkan nilai mata uang antar negara. Nilai tukar Rupiah terhadap

mata uang asing sangat berpengaruh terhadap besarnya impor yang masuk ke

dalam wilayah negara Indonesia.

Mata uang yang seringkali digunakan sebagai standar dalam pembayaran

internasional adalah Dollar Amerika Serikat (US$). Hal ini dikarenakan Amerika

merupakan negara yang memiliki kondisi perekonomian yang cenderung kuat dan

72
stabil. Selain itu, selama beratus tahun Amerika Serikat tidak begitu bergantung

kepada perdagangan luar negeri karena memiliki semua sumber daya, faktor

produksi, dan komoditas sehingga perekonomiannya cukup mengandalakan pasar

domestik (Basri, 2010:1). Gambar 14 di bawah ini merangkum perkembangan

nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat pada periode tahun 1996 –

2015.

Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar


Amerika Serikat
16000
14000
12000
10000
Axis Title

8000 Nilai Tukar Rupiah


6000 Terhadap Dollar
Amerika Serikat
4000
2000
0
2008
1996
1998
2000
2002
2004
2006

2010
2012
2014

Gambar 14. Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika Periode 1996 - 2015
Sumber: UNCTAD (2016)

Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa nilai tukar Rupiah terhadap Dollar

Amerika Serikat periode 1996 – 2015 cenderung terdepresiasi atau melemah.

Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat dari tahun ke tahun terus

melemah. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 sampai 1998,

menyebabkan merosotnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat.

Nilai tukar Rupiah tahun 1997 berada pada posisi Rp. 2.993 dan pada tahun 1998

terus tertekan hingga berada pada posisi Rp. 10. 013. Sejak tahun 1997 tersebut,

73
nilai tukar Rupiah cenderung berfluktuatif sampai tahun 2015. Bahkan tahun 2015

nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat mengalami kemerosotan yang

sangat tajam, yaitu berada pada posisi Rp. 13.389.

Nilai tukar Rupiah yang terus tertekan dapat menyebabkan terganggunya

perekonomian nasional, dimana harga barang-barang meningkat secara tajam,

sehingga menyebabkan daya beli masyarakat dan kegiatan industri ikut melemah.

Oleh karena itu nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika diharapkan dapat

stabil atau bahkan menguat. Apabila Rupiah stabil maka harga produk impor

termasuk susu yang masuk ke Indonesia juga akan relative stabil, terlebih bila

Rupiah menguat, maka Indonesia akan membayar lebih murah, karena harga

produk impor mengalami penurunan. Sebaliknya, apabila nilati Tukar Rupiah

melemah maka Indonesia akan membayar lebih mahal karena harga produk impor

akan mengalami peningkatan.

4.5. Perkembangan Produk Domestik Bruto per Kapita

Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu

negara dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Bruto (PDB),

baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDB pada

dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha

dalam suatu negara, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang

dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi suatu negara.

PDB atas harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa

yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun. Sedangkan

74
PDB atas dasar harga konstan menunjukan nilai tambah barang dan jasa tersebut

yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai

tahun dasar. PDB atas harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran

dan struktur ekonomi, sedangkan PDB atas dasar harga konstan dapat digunakan

untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun (BPS, 2014).

PDB yang meningkat menunjukan bahwa pendapatan masyarakat suatu

negera mengalami peningkatan, dan ketika pendapatan masyarakat mengalami

peningkatan berarti daya beli masyarakat juga akan meningkat. Grafik dibawah ini

menggambarkan perkembangan PDB per kapita Indonesia periode tahun 1996 –

2015.

PDB per Kapita Harga Konstan


(2010)
1,200,000,000
1,000,000,000
000 Milyar Rp.

800,000,000
600,000,000
400,000,000 PDB Harga Konstan
200,000,000 (2010)
0
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014

Tahun

Gambar 15 . Perkembangan Produk Domestik Bruto Per Kapita Atas Dasar Harga
Konstan Tahun Dasar 2010
Sumber: World Bank (2016)

Grafik di atas memberikan gambaran bahwa produk domestik bruto per

kapita Indonesia pada tahun 1996 – 2015 mengalami pertumbuhan yang cukup

signifikan. PDB per kapita Indonesia yang terus meningkat menunjukan tingkat

75
kesejahteraan masyarkat dan pertumbuhan ekonomi yang meningkat. Pendapatan

nasional akan sangat menentukan besar kecilnya jumlah konsumsi suatu barang

termasuk di dalamnya jumlah konsumsi terhadap barang impor. Semakin tinggi

pendapatan nasional suatu negara maka jumlah konsumsi terhadap barang juga

akan meningkat, termasuk pertumbuhan terhadap konsumsi barang impor.

4.6. Perkembangan Kebijakan Impor Susu

Industri susu di Indonesia tidak lepas dari intervensi pemerintah dalam

bentuk-bentuk kebijakan yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada

peternak, IPS, dan pihak-pihak lain yang terkait di dalamnya. Salah satu kebijakan

pemerintah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah kebijakan yang

ditetapkan melalui Inpres no. 4 tahun 1998, yaitu mengenai penghapusan rasio

impor susu.

Sebelum kebijakan penghapusan rasio impor diterapkan, pada awalnya

pemerintah menerapkan kebijakan rasio impor susu yang bertujuan untuk

melindungi peternak kecil dan meningkatkan produksi susu segar dalam negeri.

Kebijakan ini dapat dikategorikan non-tariff barriers, yakni keharusan bagi

industri pengolahan susu segar produksi dalam negeri sebagai syarat dalam

menentukan jumlah impor volume impor yang diperbolehkan. Rasio impor yang

berlaku adalah 1 : 2, misalnya untuk dapat menimpor dua ton bahan baku susu,

industri pengolahan susu wajib untuk menyerap susu segar dalam negeri sebesar

satu ton, dan sebagai buktinya diberikan tanda bukti serap susu (BUSEP) yang

diperlukan untuk mengimpor (Erwidodo dan Sayaka, 1998).

76
Pemerintah menerapkan BUSEP pada tahun 1985 melalui keputusan

bersama tiga menteri, yaitu menteri koperasi, pertanian, perindustrian dan

perdagangan. Dengan adanya keputusan ini, sekalipun harga susu segar dalam

negeri relatif jauh lebih mahal dibandingkan harga bahan baku susu impor IPS

diharuskan membeli seluruh susu segar produksi dalam negeri. Pihak IPS

umumnya menganggap bahwa kebijakan ini sebagai beban dan menambahn biaya

produksi, sehingga IPS selalu mengharapkan kebijkan ini segera dicabut.

Tekanan untuk menghapus rasio impor juga datang dari negara-negara

pengekspor susu dunia, karena kebijakan ini menyalahi ratifikasi GATT dan

ketentuan World Trade Organization (WTO) serta secara langsung merugikan dan

mengurangi peluang ekspor. Kesepakatan perdagangan bebas mengharuskan

bahwa setiap negara akan menghilangkan berbagai hambatan perdagangan non

tarif dan secara bertahap mengurangi tingkat tarif yang diterapkan (Priyanti et al,

2004:84). Kebijakan rasio impor bahan baku susu merupakan salah satu hambatan

non tarif (non-tariff barriers), sehingga akhirnya dengan tekanan dari IMF pada

bulan Februari 1998 melalu Inpers No. 4/1998 tentang koordinasi pengembangan

persusuan nasional, pemrintah mencabut kebijakan rasio BUSEP tersebut.

77
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impor Susu Di Indonesia

Model regersi yang digunakan dalam penellitian ini bertujuan untuk

mengetahu faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor susu di Indonesia

dalam kurun waktu 20 tahun, dengan menggunakan metode Ordinary Least

Square (OLS) pada program Eviews 9. Data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah data deret waktu (time series) dari mulai tahun 1996 hingga tahun 2015.

Faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor susu di Indonesia

didapatkan dengan memasukan variabel-variabel bebas yang diduga

mempengaruhi volume impor susu di Indonesia (variabel terikat). Variabel-

variabel bebas yang digunakan ada lima, yaitu harga riil susu segar dalam negeri,

harga riil susu impor, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, produk

domestik bruto Indonesia, dan dummy kebijakan penghapusan rasio impor susu di

Indonesia.

Model regersi faktor-faktor yang mempengaruhi impor susu di Indonesia

dilakukan serangkaian pengujian, baik pengujian secara ekonometri (uji asumsi

klasik) maupun uji statistik (uji hipotesis). Pada uji asumsi klasik dianalisis

menggunakan uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji

autokolerasi, hasil dari uji asumsi klasik dapat dilihat pada lampiran 12 dan

lampiran 13. Pada uji hipotesis dianalisis menggunakan uji simultan (uji F), uji

persial (uji t), dan uji koefeisien determinasi (R²).


5.1.1. Hasil Uji Signifikansi

Uji signifikansi dapat dilakukan dengan pengujian parameter model

regresi linear berganda (uji t dan uji F) serta pengujian koefisien determinasi (R²).

Menurut Setiawan dan Kursini (2010:63), dalam pengujian parameter regersi

linear berganda ada dua pengujian yang harus dilakukan untuk mengetahui

signifikansi dari variabel bebas, yaitu pengujian secara simultan (uji F) serta

pengujian secara persial (uji t).

1 Uji F (Uji Simultan)

Uji F satatitik digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas

pada penelitian secara simultan (bersama-sama) berpengaruh nyata pada

variabel terikat pada tingkat kepercayaan 95% atau pada taraf nyata (α)

sebesar 5%. Nilai probablitas F statistik harus lebih kecil dari taraf nyata

(0,05) sehingga dapat diindikasikan bahwa setidaknya ada satu variabel

bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat.

Tabel 7. Hasil Uji F (Simultan)

Variabel Coefficient

Prob(F-statistic) 0.000074

Sumber : output Eviews


Keterangan : taraf nyata (α) 5%

Nilai probabilitas F statistik dalam penelitian ini adalah sebesar

0,000074, yang berarti bahwa nilai tersebut berada di bawah nilai

signifikansi 0,05 (0,000074 > 0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa

dalam model penelitian ini secara simultan variabel bebas (harga riil susu

79
dalam negeri, harga riil susu impor, produk domestik bruto Indonesia, nilai

tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, dan dummy kebijakan

penghapusan rasio impor susu) memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap variabel terikatnya (Volume impor susu di Indonesia).

Selain melihat nilai probabilitas F (P-value), untuk pengujian

secara simultan atau secara bersama-sama juga dapat dilihat dari nilai F

hitungnya. Hasil dari uji F dalam penelitian ini memperoleh nilai F hitung

sebesar 13,04886 dengan degree of freedom (df) = k - 1 = 6 - 1= 5 dan

derajat bebas penyebut (df₂) = n - k =20 – 6 = 24, dimana k adalah jumlah

variabel bebas dan terikat dan n adalah jumlah observasi/sampel pembantu

regresi. Berdasarkan tabel distribusi F (tabel bantuan jika menggunkan

statistik uji statistik F) diperoleh nilai F-tabel sebesar 2,62. Jika

dibandingkan antara F-hitung dan F-tabel, maka F-hitung (8,390192) lebih

besar dari F-tabel (2,62) (13,04886 > 2,62), sehingga dapat disimpulkan

bahwa secara simultan atau secara bersama-sama variabel bebas memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat dalam penelitian ini.

2 Uji t (Uji Persial)

Uji t digunakan untuk mengetahui apakah koefisien masing-masing

variabel bebas secara persial (individu) memberikan pengaruh signifikan

terhadap variabel terikat. Selain itu, menurut Setiawan dan Kursini

(2010:64) pengujian individu (persial) digunakan untuk menguji apakah

nilai koefisien regresi mempunyai pengaruh yang signifikan. Berikut

merupakan tabel yang menunjukan jasil dari uji t dalam model faktor-

80
faktor yang mempengaruhi impor susu di Indonesia. Signifikansi variabel

ditunjukan nilai t probabilitas yang lebih kecil dari taraf nyata (α).

Table 8. Hasil uji t (Persial)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 276407.2 70682.42 3.910551 0.0016


X1 -0.002898 0.010391 -0.278946 0.7844
X2 -0.006836 0.011492 0.594875 0.5614
X3 0.003008 0.001013 2.969378 0.0101
X4 -13.70735 5.300376 -2.586109 0.0216
XD 82820.27 40367.14 -2.051675 0.0594

Sumber : Output Eviews


Keteranga : Tingkat Taraf Nyata (α) 5%

Keterangan :

X₁ = Harga riil susu dalam negeri

X₂ = Harga riil susu impor

X₃ = Produk domestik bruto (PDB) perkapita Indonesia

X₄ = Nilai turak Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat

Xᴅ = Dummy kebikakan penghapusan rasio impor susu di Indonesia

Berdasarkan tabel 10 di atas nilai t probabilitas variabel PDB per

Kapita adalah 0,0101 lebih kecil dari alpha 0,05 (0,0101 < 0,05) dan

variabel nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat memiliki nilai

t probabilitas sebesar 0,0216 yang lebih kecil dari 0,05 (0,0216 < 0,05).

Artinya variabel PDB per Kapita dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar

Amerika Serikat berpengaruh signifikan terhadap volume impor susu di

Indonesia. Sedangkan nilai t probabilitas variabel harga riil susu dalam

negeri adalah 0,7844 > 00,05, variabel harga riil susu impor adalah 0,5614

dan variabel dummy kebijakan penghapusan rasio impor susu sebesar

81
0,0594 > 0,05. Artinya variabel harga riil susu dalam negeri, harga riil

susu impor, dan dummy kebijkan penghapusan rasio impor tidak

berpengaruh signifikan terhadap volume impor susu di Indonesia.

3 Uji Determinasi (R²)

Koefisien determinasi (R²) digunakan untuk mengetahui sejauh

mana ketepatan ata kecocokan garis regresi yang terbentuk dalam

mewakili kelompok data hasil observasi. Koefisien determinasi

menggambarkan bagian dari variasi total yang dapat diterangkan oleh

model. Semakin besar R² (mendekati 1), maka ketepatannya dikatakan

semakin baik (Setiawan dan Kursini, 2010 : 64)

Berdasarkan hasil uji regersi linear berganda dalam penelitian ini,

di peroleh nilai R square sebesar 0,823329. Nilai ini menunjukan bahwa

variabel independen yaitu harga riil susu dalam negeri, harga riil susu

impor, PDB per Kapita, nilai tukar Rupiaj terhadap Dollar Amerika Srikat

dan dummy kebijakan penghapusan raiso impor susu mampu menjelaskan

variabel dependen volume impor susu sebesar 82,33%, sedangkan sisinya

sebesar 17,67% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam

model persamaan penelitian ini.

5.1.2. Persamaan Regresi Linear Berganda

Hasil dari pengaruh harga riil susu dalam negeri (X₁) harag riil susu impor

(X₂), PDB per Kapita (X₃), nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat

(X₄), dan dummy kebijakan penghapusan rasio impor (Xᴅ ) terhadap volume

impor susu di Indonesia (Y) dapat diketahui dengan analisis regersi linear

82
berganda yang diolah dengan bantuan Eviews 9. Tabel 11 di bawah ini

menunjukan hasil analisi regersi linear berganda dalam penelitian ini.

Table 9. Hasil Analisi Regesi Linear Berganda

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 276407.2 70682.42 3.910551 0.0016


X1 -0.002898 0.010391 -0.278946 0.7844
X2 -0.006836 0.011492 0.594875 0.5614
X3 0.003008 0.001013 2.969378 0.0101
X4 -13.70735 5.300376 -2.586109 0.0216
XD 82820.27 40367.14 -2.051675 0.0594

R-squared 0.823329 Mean dependent var 183552.6


Adjusted R-squared 0.760232 S.D. dependent var 74618.86
S.E. of regression 36537.95 Akaike info criterion 24.09342
Sum squared resid 1.87E+10 Schwarz criterion 24.39213
Log likelihood -234.9342 Hannan-Quinn criter. 24.15173
F-statistic 13.04866 Durbin-Watson stat 1.136399
Prob(F-statistic) 0.000074

Sumber : Output Eviews

Berdasarkan hasil analisi regresi linear berganda pada tabel 11, maka

model faktor-faktor yang mempengaruhi impor susu di Indonesia diperoleh

persamaan sebagai berikut :

Y = 276407,2 - 0,002898 X₁ - 0,006836 X₂ + 0,003008 X₃ - 13,70735 X₄ +

82820,27 Xᴅ + e.

keterangang :

Y : Volume impor susu di Imdonesia (ton)

X₁ : Harga riil susu dalam negeri (Rp/ton)

X₂ : Harga riil susu impor (Rp/ton)

83
X₃ : PDB per Kapita (Rp)

X₄ : Nilai tukar Rupiah terhada Dollar Amerika Serikat

Xᴅ : Dummy

5.2. Interpretasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impor Susu di Indonesia

Berdasarkan hasil analisi dalam model faktor-faktor yang mempengaruhi

impor susu di Indonesia tahun 1996 – 2015, variabel terikat dalam penelitian ini

adalah volume impor susu Indonesia (000 ton), sedangkan yang merupakan

variabel bebas dalam penelitian ini adalah harga riil susu dalam negeri (Rp/000

ton), harga riil susu impor (Rp/000 ton), PDB per Kapita Indonesia (Rp), nilai

tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, dan dummy kebijakan

penghapusan rasio impor susu di Indonesia.

Hasil penelitian dalam model faktor-faktor yang mempengaruhi impor

susu di Indonesia menunjukan faktor-faktor yang mempengaruhi impor susu di

Indonesia dalam penelitian ini sebagai berikut:

5.2.1. Harga Riil Susu Dalam Negeri (X₁)

Harga barang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

permintaan suatu barang atau jasa. Jika harga barang semakin mahal, maka

permintaan terhadap barang tersebut akan berkurang, begitu juga sebaliknya. Jika

harga susu domestik meningkat maka permintaan industri pengolahan susu yang

merupakan konsumen utama susu domestik akan menurun dan akan

meningkatkan permintaan terhadap bahan baku produk susu dari luar negeri.

84
Hasil regresi linear berganda dalam model faktor-faktor yang

mempengaruhi impor susu di Indonesia menunjukan bahwa tanda koefisien harga

susu domestik adalah negatif. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian,

dimana apabila harga susu domestik meningkat maka akan meningkatkan volume

impor susu. Berdasarkan hasil analisis regersi berganda pada model dalam

penelitian ini, variabel harga susu domestik memiliki nilai koefisien regersi

sebesar -0,002898. Hal ini dapat diartikan jika harga riil susu domestik

meningkat sebesar Rp 1, maka akan murunkan volume impor susu Indonesia

sebasar 0,002898 ribu ton.

Berdasarkan hasil uji t yang telah dilakukan, variabel harga riil susu segar

dalam negeri dalam model faktor-faktor yang mempengaruhi impor tidak

berpengaruh secara signifikan atau berpengaruh tidak nyata terhadap volume

impor susu di Indonesia, karena meiliki nilai t probabilitas sebesar 0,7844 yang

lebih besar dari taraf nyata lima persen 0,0225 < 00,05. Hal ini menunjukan

bahwa meningkat maupun menurunnya harga riil susu dalam negeri tidak

menentukan besar kecilnya volume impor susu di Indonesia.

Variabel harga riil susu dalam negeri berpengaruh tidak signifikan

terhadap volume impor susu di Indonesia diduga karena negosiasi harga antara

GKSI (Gabungan Koperasi Susu Indonesia) sebagai representasi dari peternak

sapi perah dan industri pengolah susu sebagai pihak yang merefleksikan kekuatan

permintaan hanya mengakomodasi kepentingan dan kebutuhan industri

pengolahan susu secara sepihak. Posisi tawar GKSI dan peternak yang lemah

setidaknya disebabkan oleh tiga hal. Diantaranya, pertama, minimnya kapasitas

85
produksi bahan baku susu domestik dalam menghadapi permintaan yang jauh

lebih besar. Kedua, saluran pemasaran susu segar yang dipasarkan kepada industri

pengolah susu untuk diutilisasi sebagai bahan baku susu olahan melakukan

saluran utama pemasaran yang dilakukan. Ketergantungan akan saluran tersebut

dan kurang berkembangnya alternatif saluran pemasarn lain menjadikan industri

pengolahn susu sebagai oligopsoni dapat berkolusi menetapkan harga. Ketiga, isu

kualitas bahan baku susu domestik yang kerapkali berada dibawah standar industri

pengolahan susu mengakibatkan harga yang diterima ditingkat peternak belum

mampu merangsang pengembangan usaha peternakan sapi perah.

5.2.2. Harga Riil Susu Impor (X₂)

Terjadinya perdagangan internasional disebabkan oleh adanya perbedaan

harga di antara yang melakukan kegiatan perdagangan internasional sebagai

akibat dari perbedaan faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.

Negara yang memiliki produksi yang melimpah cenderung akan melakukan

kegiatan ekspor dengan tujuan mendapatkan harga yang lebih tinggi. Dan negara

yang memiliki produksi sedikit mereka akan melakukan kegiatan impor dari

negara-negara yang memiliki produksi melimpah untuk memenuhi kebutuhannya

yang tidak dapat dipenuhi oleh produksi nasional. Hal ini berlaku bagi komoditas

susu di Indonesia, dimana produksi susu Indonesia yang sedikit dan belum

memenuhi kebutuhan dalam negeri menyebabkan Indonesia melakukan impor

susu dari beberapa negara eksportir seperti Australia dan New Zeland.

86
Hasil regresi linear berganda dalam model faktor-faktor yang

mempengaruhi impor susu di Indonesia menunjukan bahwa tanda koefisien harga

riil impor susu di Indonesia adalah negatif. Hal ini sesuai dengan hipotesis dalam

penelitian. Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda pada model dalam

penelitian ini, varibel harga riil susu impor di Indonesia sebesar -0,006836. Hal ini

dapat diartikan bahwa apabila harga riil susu impor meningkat sebesar Rp. 1 maka

akan menurunkan volume impor susu di Indonesia sebesar 0,006836 ribu ,cateris

paribus.

Berdasarkan hasil uji t yang telah dilakukan, variabel harga riil susu impor

di Indonesia tidak berpengaruh secara signifikan atau tidak berpengaruh nyata

pada taraf nyata (α) lima persen terhadap volume impor susu di Indonesia. Hal ini

menunjukan bahwa variabel harga riil susu impor di Indonesia tidak

mempengaruhi besar kecilnya volume impor susu di Indonesia.

Varibel harga riil susu impor tidak mempengaruhi volume impor susu di

Indonesia secara signifikan diduga karena produk susu segar dalam negeri yang

tidak memenuhi persyaratan yang ditentukann oleh industri pengolahan susu baik

secara kualitas maupun kuantitas dikarenakan sebagian besar produsen susu segar

dalam negeri merupakan peternak rakyat dengan skala usaha ternak yang relatif

kecil, serta kemampuan penanganan ternak dan produk susu segar yang relatif

rendah atau good farming pactices belum dilakukan dengan baik. Sehingga impor

bahan baku susu dari negara-negara produsen susu dunia seperti Australia,

Amerika, dan New Zeland tetap dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam

negeri baik secara kuantitas maupun kualitas.

87
5.2.3. Produk Domestik Bruto per Kapita Indonesia (X₃)

Dalam teori dasar perdagangan internasional dinyatakan bahwa impor

merupakan fungsi dari pendapatan. Pendapatan disini bisa juga produk domestik

bruto. Semakin besar pendapatan menyebabkan impor semakin meningkat.

Menurut Salsyabilla (2010 : 9) mekanisme seperti ini dapat dijelaskan denngan

dua lajur yaitu :

1 Kenaikan produk domestik bruto menyebabkan meningkatnya tabungan

domestik yang pada akhirnya menyebabkan meningkatnyya kebutuhan

akan barang-barang modal atau bahan mentah sebagai input dalamproses

produksi. Biasanya pada negara berkembang terdapat kelangkaan baik

berupa barang modal maupun bahan mentah, sehingga harus impor.

2 Pada umumnya di negara berkembanng, kenaikan produk domestik bruto

yang menybabkan meningkatnya kesejahteraan diikuti pula oleh

perubahan selera yang semakin menggemari produk impor. Menggunakan

produk impor memberikan symbol tersendiri bagi seorang konsumen,

sehingga secara tidak langsung impor meningkat sejalan dengan

peningkatan produk domestik bruto.

Hasil regresi linear berganda dalam model faktor-faktor yang

mempegaruhi impor susu di Indoesia menunjukan bahwa tanda koefisien variabel

produk domestik bruto perkapita adalah positif. Hal ini sesuai dengan hipotesis,

karena apabila pendapatan tinggi maka daya beli pun tinggi sehingga akan

meningkatkan kemampuan impor susu. Variabel produk domestik bruto perkapita

dalam model pada penelitian ini memiliki nilai koefisien sebesar 0,003008. Hal

88
ini dapat diartikan bahwa jika produk domestik bruto perkapita Indonesia naik

sebesar Rp. 1, maka akan meningkatkan volume impor susu sebesar 0,003008 ribu

ton cateris paribus, dengan asumsi variabel lain konstan.

Varibel produk domestik bruto per kapita dalam model faktor-faktor yang

mempengaruhi impor susu di Indonesi berpengaruh positif dan signifikan atau

nyata terhadap volume impor susu di Indonesia pada taraf nyata (α) 0,05%.

Peningkatan pendapatan perkapita masyarakat akan meningkatkan daya beli

masyarakat. daya beli yang semakin tinggi akan menggerakan pola konsumsi

pangan masyarakat dari makanan pokok yang kaya karbohidrat pada jenis pangan

yang berkalori tinggi seperti produk susu olahan dengan asumsi produk susu

olahan dikonsumsi oleh seluruh masyarakat, baik di perkotaan maupun di

pedesaan (Fabiosa, 2005 : 17). Peningkatan permintaan produk susu olahan yang

dapat dikategorikan barang normal secara transmitif akan menggerkan

peningkatan devided demand industri pengolahan susu terhadap bahan baku susu.

Kondisi aktual pasokan susu domestik yang belum mampu memenuhi kebutuhan

yang terus meningkat dan rincian spesifikasi bahan baku yang dituntut industri

pengolahan susu menyebabkan industri pengolahan susu mengambil alternatif

untuk meningkatkan permintaan impor susu.

5.2.4. Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika Serikat (X₄)

Nilai tukar yang digunakan dalam model faktor-faktor yang

mempengaruhi impor susu di Indonesia adalah nilai tukar Rupiah terhadap Dollar

Amerika Serikat, karena mata uang Dollar Amerika Serikat digunakan sebagai

alat pembayaran transaksi perdagangan internasional. Hal ini terjadi karena nilai

89
mata uang Dollar Amerika Serikat dianggap sebagai mata uang yang relatif stabil

dibandingkan mata uang negara lain.

Hasil regresi linear berganda dalam model faktor-faktor yang

mempengaruhi impor susu di Indonesia menunjukan bahwa tanda koefisien nilai

tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat adalah negatif. Hal ini sesuai

dengan hipotesis dalam penelitian, karena apabila nilai tukar Rupiah meningkat

maka akan menyebabkan volume impor susu menurun, sebaliknya jika nilai tukar

Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat menurun maka akan menyebabkan

volume impor susu meningkat.

Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda pada model dalam

penelitian ini, variabel nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat

memeliki koefisien regresi sebesar -13,70735. Hal ini dapat diartikan bahwa

apabila nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat meningkat atau

terdepresiasi sebesar Rp.1 maka akan menurunkan volume impor susu di

Indonesia sebesar 13,70735 ribu ton (000 ton), cateris paribus dengan susmsi

variabel lain konstan. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Sukirno

(2000:117), bahwa nilai tukar berhubungan dengan neraca perdagangan suatu

negara. Apabila terjadi depresiasi nilai mata unga Rupiah artinya terjadi kenaikan

nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, maka harga barang-barang

domestik akan lebih murah dan penduduk domestik akan membeli sedikit barang

impor.

Variabel nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat berpengaruh

signifikan atau berpengaruh nyata pada taraf nyata (α) 0,05% terhadap volume

90
impor susu di Indonesia. Inflasi Rupiah terhadap Dollar Amerika menyebabkan

harga barang impor relatif murah dan harga barang domestik relatif mahal. Dalam

hal ini harga susu impor lebih murah dari pada harga susu dalam negeri. Sehingga

susu impor lebih memiliki daya saing dari sisi kuantitas maupun dari sisi harga,

yang mengakibatkan industri pengolahan susu akan memilih susu impor sebagai

input dalam proses produksi, karena harga susu impor relatif lebih murah

sehingga permintaan terhadap susu impor meningkat.

5.2.5. Dummy Kebijakan Penghapusan Rasio Impor Susu (Xᴅ )

Pemerintah menetapkan kebijakan-kebijakan untuk industri susu di

Indonesia yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada peternak,

industri pengolahan susu, dan pihak-pihak yang terkait di dalamnya. Salah satu

kebijakan tersebut yaitu kebijakan rasio impor susu.Untuk mengamankan

produksi susu segar dalam negeri, pada tahun 1982 pemerintah menerbitkan surat

keputusan bersama (SKB) menteri perdagangan dan koperasi, menteri pertanian,

dan menteri perindustrian.

Surat keputusan bersama (SKB) ini memuat ketentuan bahwa izin impor

bahan baku susu akan diberikan kepada industri pengolahan susu apabila ada

tanda bukti penyarapan susu segar dalam negeri yang dikenal dengan mekanisme

bukti serap (BUSEP). Namun dengan ditandatangninya kesepakatan antara

pemerintah Indonesia dengan International Monetary Fund (IMF), serta adanya

tekanan dari negara-negara pengekspor susu dunia karena menyalahi kesepakatan

91
GATT/WTO yang melarang adanya kebijakan non-tarif, kebijakan rasio impor

terpaksa dihapus yang diralisasikan dalan perarturan Inpres no.4 tahun 1998.

Hasil regresi linear berganda dalam model faktor-faktor yang

mempengaruhi impor susu di Indonesia menunjukan bahwa tanda koefisien

dummy kebijakan penghapusan rasio impor susu di Indonesia adalah positif. Hal

ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Koefisien variabel dummy kebijakan

penghapusan rasio impor sebesar 82820,7. Artinya ketika kebijakan penghapusan

rasio impor diterapkan, mengakibatkan kenaikan volume impor bahan baku susu

sebesar 82820,7 ribu ton, dibandingkan dengan diberlakukannya restriksi rasio

impor, cateris paribus. Kebijakan pengahapusan rasio impor yang mencerminkan

minimalisasi intervensi pemerintah membertikan pilihan yang lebih bebas dan

luas untuk melakukan penyerapan impor bahan baku susu tanpa melalui

persyaratan penyerapan bahan baku susu domestik.

Berdasarkan hasil uji t yang telah dilakukan, variabel dummy kebijakan

penghapusan rasio impor susu di Indonesia tidak berpengaruh secara signifikan

atau nyata terhadap volume impor susu di Indonesia pada taraf nyata (α) lima

persen. Dapat disimpulkan bahwa diterapkan atau tidaknya kebijakan

penghapusan tarif impor susu di Indonesia, tidak mempengaruhi besar kecilnya

volume susu impor di Indonesia.

Hal ini diduga karena melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar

Amerika serikat sehingga harga susu segar domestik jauh lebih rendah

dibandingkan dengan harga bahan baku susu impor. Hal ini mengakibatkan

industri pengolahan susu belum dapat memanfaatkan peluang pencabutan

92
kebijakan tersebut, dimana seharusnya industri pengolahan susu dapat melakukan

impor total untuk bahan baku susu dengan harapan harga impor lebih murah.

Dengan demikian industri pengolahn susu tetap menyerap seluruh penewaran

susu segar domestik dari peternak. Sejalan dengan hasil penelitian Amaliah

(2008), yang menyatakan bahwa variabel dummy kebijakan penghapusan rasio

impor susu tidak berpengaruh secara signifikan terhadap volume impor susu pada

jangka pendek. Hal ini diduga disebabkan oleh waktu penerapan penghapusan

kebijakan rasio impor yang relative bersamaan dengan krisis ekonomi yang terjadi

di Indnesia di tahun 1997. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia, setidaknya

mengakibatkan dua hal yaitu memicu kenaikan harga secara umum (tingkat

inflasi) dan depresiasi tajam nilai tukar Rupiah. Tingginya inflasi mengakibatkan

penurunan daya beli masyarakat serta penurunan aktivitas impor oleh industri

pengolahan susu.

93
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian

dengan judul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impor Susu di Indonesia” dalam

kurun waktu 20 tahun yaitu dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2015 dapat

disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1 Faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor susu di Indonesia yang

telah dianalisis dalam penelitian ini adalah harga riil susu dalam negeri,

harga riil susu impor, produk domestik bruto per kapita Indonesia, nilai

tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, dan dummy kebijakan

penghapusan rasio impor susu di Indonesia yang tercantum dalam Inpres

no 4 tahun 1998.

2 Hasil penelitian ini menunjukan nilai koefisien determinasi (R²) sebesar

0,823329. Artinya bahwa volume impor susu di Indonesia mampu

dijelaskan oleh variabel-variabel bebas (harga riil susu dalam negeri, harga

riil susu impor, produk domestik bruto perkapita, nilai tukar Rupiah

terhadap Dollar Amerika, dan dummy kebijakan penghapusan rasio impor

susu) sebesar 82,33%, sedangkan 17,67% dijelaskan oleh variabel-variabel

bebas lainnya yang tidak masuk dalam model. Hasil uji F menunjukan

secara simultan (bersama-sama) variabel bebas yang diteliti memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikatnya. Adapun faktor

yang paling berpengaruh secara signifikan atau nyata terhadap volume


impor susu di Indonesia dengan taraf nyata (α) lima persen adalah variabel

produk domestik bruto perkapita dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar

Amerika Serikat.

6.2. Saran

Ketergantungan yang sangat tinggi terhadap bahan baku susu impor untuk

memenuhi kebutuhan susu nasional memeiliki beberapa kelemahan, anatara lain:

menguras devisa negara, tidak menjamin kemanan pangan jangka panjang,

meningkatkan penganguran dan mengurangi kesejahteraan peternak, serta

menurunkan konsusmsi susu yang berkulitas berbahan baku susu segar dalam

negeri. Untuk itu perlu dilakukan upaya demi memenuhi kebutuhan konsumsi

susu berbasis susu segar dalam negeri Berdasarkan hasil analisis yang telah

dilakukan dalam penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi impor susu

di Indonesia, maka beberapa saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1 Produk domestik bruto per kapita merupakan faktor yang berpengaruh

signifikan terhadap volume impor susu di Indonesia. Meningkatnya

pendapatan perkapita masyarakat indonesia akan meningkatkan preferensi

konsumsi terhadap bahan pangan yang benilai gizi tinggi seperti susu,

sementara susu produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi konsumsi

susu dalam negeri. Sehingga pemerintah sebaiknya terlebih dahulu

membenahi sektor hulu produksi susu domestik melalui program

penyediaan bibit sapi perah, subsidi pakan konsentrat, dan penyediaan

lahan hijauan makanan ternak. Selain itu pemerintah masih perlu

melakukan pembinaan pembinaan dan pendampingan kepada peternak.

95
Pembinaan peternak dilakukan oleh penyuluh, atau atas rekomendasi

pemerintah oleh koperasi atau industri pengolahan susu, melalui program

CSR misalanya. Pembinaan tersebut perlu dilakukan secara berkelanjutan

untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas susu yang dihasilkan

peternak

2 Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat juga merupakan faktor

yang berpengaruh signifikan terhadap impor susu di Indonesia. Inflasi

Rupiah terhadap Dollar Amerika menyebabkan harga susu dalam negeri

lebih mahal dari susu impor. Sehingga diperlukan adanya kebijakan

pemerintah dalam nilai tukar serta harga agar nantinya lebih berpihak ke

arah petani. Seperti misalnya efisiensi produksi susu dalam negeri dan

peningkatan infrastruktur untuk meminimalisir biaya angkut susu dari

sentra produksi ke pasar, sehingga dapat menekan harga susu dalam

negeri.

3 Penelitian ini hanya menggunkan lima variabel bebas, yaitu harga riil susu

dalam negeri, harga riil susu impor, produk domestik perkapita, nilai tukar

Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, dan dummy kebijakan

penghapusan rasio impor susu dalam kurun waktu 20 tahun yaitu dari tahu

1996 sampai tahu 2015. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian

lanjutan dengan menambahkan variabel maupun rentang waktunya.

4 Susu yang diimpor oleh Indonesia berasal dari Amerika, Australia, dan

New Zeland sehingga perlu dikaji lebi dalam mengenai kehalalan susu

96
impor tersebut, mengingat sebagian besar penduduk Indonesia adalah

muslim.

97
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Titin. 2016. Outlok Susu Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan.


Jakarta : Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertania.

Amaliah, Syarifah. 2008. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi Impor Susu di Indonesia. Skripsi S1 Fakultas Ilmu
Ekonomi dan Manajemen, Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Arsyad, Lincolin. 1997. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta : STIE YKPN

Basri, Munandar dan Munandar, Haris. 2010. Dasar-Dasar Ekonomi


Internasional. Jakarta : Prenada Media Group.

Boediyana, T. 2006. Pengembangan Model Usaha Agribisnis Sapi Perah Dalam


Upaya Peningkatan Pendapatan Usaha Kecil dan Menengah. Makalah
yang dipaparkan pada Workshop yang diselenggarakan Oleh Ditje P2HP,
Bandung.

Boediyana, T. 2008. Menyongsong Agribisnis Persusuan yang Prospektif di


Tanah Air. Jakarta : Majalah Trobos Halaman 108, September 2008,
Tahun VIII,

Buckle, K.A., R. A. Edward, G.H. Flet an M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan.


Penerjemah H. Purnomo dan Adiono. Jakarta : UI-Press.

Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian.


2016. Statistik Peternakan Indnesia Komoditas Susu Ditjen PKH. Jakarta :
Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian.

Erwidodo. 1998. Dampak Krisis Moneter dan Reformasi Ekonomi terhadap


Industri Persusuan di Indonesia. Prosiding. Pusat Penelitian Sosial
Ekonomi Pertanian. Jakarta : Departemen Pertanian

Fabiosa, J.F. 2005. Growing Demand for Animal Protein-Source Products in


Indonesia Trade Implications. Center of Agricultural ans Rural
Development (CARD) Working Paper 05-WP 400. Lowa State University.

Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS.


Semarang: Badan Penerbit Universitas Dipongoro.

. 2009. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS Edisi


Keempat. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gujarati, Damodar. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta: Erlangga.


Kemala, Gita Widya Ratna. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Impor Garam Indonesia (Dari Negara Mitra Dagang Australia, India,
Selandia Baru, dan Cina). Skripsi S1 Fakultas Ilmu Ekonomi dan
Manajemen, Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Handayani, Malisa Rachmah. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor


Durian di Indonesia. Skripsi S1 Fakultas Sains dan Teknolgi, Jakarta :
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Singgih, Vita Agustria dan Sudirma, I Wayan. 2015. Pengaruh Produksi, Jumlah
Penduduk, PDB dan Kurs Dollar Terhadap Impor Jagung Indonesia. E-
Jurnal EP Unud 4 (2) : 71 – 79.

Halwin, R Hendra. 2002. Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi.


Jakarta: Ghalia Indonesia.

Heryanto dan Lukman. 2008. Statistik Ekonomi. Ciputat Jakarta Selatan :


Lembaga Penelitian Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kementerian Perdagangan. 2011. Kajian Kebijakan Pengembangan Diversifikasi


Pasar dan Produk Ekspor. Jakarta: Pusat Kebijkan Perdagangan Luar
Negeri Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan.

Kotler, Philip dan Keller, Kevin Lane. 2009. Manajemen Pemasaran Edisi Ke
Dua Belas. Jakarta: PT. Indeks.

Lipsey, Richard. G, D. D Purvis dan P. O. Steiner. 1997. Pengantar


Mikroekonomi. Edisi Kedelapan. Penerjemah : Jaka Wasana. Jakarta :
Erlangga.

Mankiw, N Gregory, Euston Quah, dan Peter Wilson. 2012. Pengamtar Ekonomi
Makro. Jakarta : Salemba Empat.

Mansuri. 2016. Modul Praktikum Eviews Analisis Regresi Linear Berganda


Menggunakan Eviews. Jakarta : Fakultas Ekonomi, Universitas
Borobudur.

Murti, Trijoko Wisnu. 2014. Ilmu Manajemen dan Industri Ternak Perah.
Bandung : Pustaka Reka Cipta.

Nopirin. 1999. Ekonomi Internasional Edisi Ketiga. Yogyakarta : BPFE –


Yogyakarta.

Nugraheni, Mutiara. 2013. Pengetahuan Bahan Pangan Hewan. Yogyakarta :


Graha Ilmu.

99
Nurtini, Sudi dan Muzayyanah, Mujtahidah Anggriani Ummul. 2014. Prospektif
Persusuan Indonesia. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada Press.

Pindyck, Robert S., Daniel L. Rubinfeld 2007. Mikroekonomi Edisi Keenam.


Jakarta: PT. Indeks.

Rahardja,Prathama dan Manurung, Mandala. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi


(Mikroekonomi & Makroekonomi). Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.

Salvotore, Dominick. 1997. Ekonomi Internasional. Jakarta : Erlangga.

Sarwono, Jhonathan. 2016. Prosedur-Prosedur Analis Populer Aplikasi Riset


Skripsi dan Tesis dengan Eviews. Yogyakarta : Penerbit Gava Media.

Setiawan dan Dwi Endah Kursini. 2010. Ekonometrika. Yogyakarta. CV. Andi
Offset.

Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi Edisi
Revisi 2002. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Sukirno, Sadono. 2000. Pengantar Teori Makroekonomi. Edisi Kedua. Jakarta :


PT. Grasindo Persada.

Sukirno, Sadono. 2005. Makroekonomi Modern Perkembangan Pemikiran dari


Klasik hingga Keynesian Baru. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Sukirno, Sadono. 2010. Makroekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga. Jakarta :


Rajawali Pres.

Sudono, A. 1999. Dairy Science. Departement of Dairy Science, Faculty of


Animal Science. Bogor : Bogor Agricultural University Press.

Sunyoto, Danang. 2010. Uji KHI Kuadrta dan Regresi Untuk Pneleitian.
Yogyakarta : Graha Ilmu.

Sutardi, T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanan. Bogor : Departemen Ilmu
Makanan Ternan. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Suyatno, Bagong & Sutinah. 2005. Metode Penelitian Sosial edisi ketiga. Jakarta :
Prenada Media Group.

Swastika, D. K. 2005. Dampak Krisis Ekonomi Terhadap Prospek Pengembangan


Peternakan Sapi Perah. Laporan Hasil Pnelitian. Bogor: Pusat Penelitian

100
Sosial Ekonomi Pertanian, Bbadan Pnelitian dan Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian.

Rasul, Agung Abdul, Nuryadi Wijiharjono, dan Tupi Setyowati. 2013. Ekonomi
Mikro Edisi Kedua. Jakarta : Penerbit Mitra Wacana Media.

Tambunan, Tulus T.H. 2004. Globalisasi dan Perdagangan Internasional. Bogor:


Ghalia Indonesia.

Widarjono, Agus. 2009. Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya Esisi Ketiga.


Yogyakarta. EKONISIA.

Winarno, F.G. 1994. Bahan Tambahan Makanan. Jakarta : Gramedia Pustaka


Utama.

Yusdja, Yusmichad dan Sayuti, Rosmijati. 2002. Skala Usaha Koperasi Susu dan
Implikasinya Bagi Pengembangan Usaha Sapi Rakyat. JAE Volume 20
No.1.

Badan Pusat Statistik. 2016. Ekspor dan Impor. Diakses dari


https://.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1002 pada Tangga 26 Desember
2016.

Khairina. 2007. Susu Sapi Juga Butuh Perhatian. http//.64.203.71.11/kompas-


cetak/0707/21/Fokus/301562.htm.21Juli2007.

Kementerian Perindustrian. 2017. Pohon Industri Susu. Diakses dari


www.kemenperin.go.id/download/.../Pohon-Industri-Minuman-dan-
Tembakau-susu. pada Tanggal 23 Maret 2017.

UN Contrade 2016. Internasional Trade in Good based on Un Comtrade data.


Diakses dari http://comtarde.un.org/labs/BIS-trade-
ingoods/?report=826&year=2015&flow=2 pada tangga16 Mei 2016.

UN CTAD. 2016. Cirrency Exchange Rate, Annual, 1996-2015. Diakses dari


http://unctadstat.unctad.org/wds/TabelViewer/TabelView.aspx?ReportId=
117 pada 16 Agustus 2016.

World Bank. 2016. Data Indicators. Diakses dari


http://data.worldbank.org/indicator pada 19 Mei 2016.

101
LAMPIRAN

Lampiran 1. Impor Produk Pertanian Tahun 1996 – 2015

Tahun Susu Daging Telur


Ton
1996 377.861,3024 169.030,3 361
1997 363.108,3915 181.763,3 242
1998 320.975,4491 82.950,31 27
1999 371.386,4606 105.814,2 1.993
2000 429.427,0688 304.563,8 1.208
2001 437.474,534 170.757 404
2002 428.217,1014 190.462,8 327
2003 480.271,0236 204.403,4 1.214
2004 477.794,7132 201.924,8 220
2005 466.084,6882 288.477,9 168
2006 536.477,7132 333.850,7 76
2007 492.469,2796 464.318,2 526
2008 562.512,2284 394.858,9 132
2009 717.780,1467 596.604,5 1.184
2010 763.497,4782 922.827,7 1.323
2011 820.107,6509 479.793,7 1.230
2012 818.524,9149 23.2450,8 1.417
2013 670.886,2969 314.288,6 1.738
2014 681.938,805 573.993,1 1.491
2015 685.119,7479 321.408,9 1.487
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2016)
Lampiran 2. Produksi, Konsumsi, Impor Susu di Indonesia Tahun 1996 – 2015

Tahun Produksi Konsumsi Impor


Ton (000)
1996 37.7861,3024 112.9585,375 751.724,0724
1997 36.3108,3915 1.067.011,251 703.902,8595
1998 320.975,4491 847.761,9261 528.786,477
1999 371.386,4606 1.059.911,921 688.525,477
2000 429.427,0688 1.358.089,54 928.662,4789
2001 437.474,534 1.241.655,663 804.181,1288
2002 428.217,1014 1.538.973.136 1.110.756,035
2003 480.271,0236 1.473859,242 993.588,2186
2004 477.794,7132 2.114.353,699 1.636.558,882
2005 46.6084,6882 2.101.906,191 1.635.821,503
2006 53.6477,7132 2.510.440,581 1.973.962,868
2007 49.2469,2796 2.750.394,467 2.257.925,188
2008 562.512,2284 2.238.280,875 1.675.768,647
2009 717.780,1467 2.761.426,611 2.043.646,464
2010 763.497,4782 3.169.964,611 2.406.466,735
2011 820.107,6509 3.490.965,702 2.670.858,051
2012 818.524,9149 3.663.519,089 2.844.994,174
2013 670.886,2969 3.736.539,264 3.065.472,967
2014 681.938,805 3.595.446,013 2.913.507,208
2015 685.119,7479 3.665.133,087 2.980.013,34
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2016)

103
Lampiran 3. Perkembagan Harga Susu Dalam Negeri dan Susu Impor Tahun 1996
– 2015

Tahun Susu Dalam Negeri (Rp / Liter ) Susu Impor (Rp/Kg )


1996 1.846 5355,99
1997 1.909 5898,20
1998 3.827 18.144,44
1999 4.184 2748,45
2000 4.056 14.007,21
2001 3.925 22.165,35
2002 4.981 15.659,91
2003 5.048 15,384,17
2004 4.870 18.417,81
2005 5.321 23,471,32
2006 5.260 21.072.03
2007 7.494 30.998,77
2008 4.884 30.998,77
2009 6.447 37.711,29
2010 6.604 26.220,26
2011 6.714 31.313,86
2012 6.417 33.817,85
2013 6.962 32.379,09
2014 8.168 52.179,83
2015 8.919 52.179,83
Sumber : Direktoraj Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dan UN Comtrade (2016)

104
Lampiran 4. Produk Domestik Bruto Perkapita Indonesia 1996 – 2015 Tahun
Dasar (2010)

Tahun PDB Perkapita


1996 5522340,801
1997 7282988,139
1998 2086944,53
1999 16272030,2
2000 18049486,27
2001 22477261
2002 2102188,97
2003 20010977,11
2004 21601683,65
2005 24449323,5
2006 2401453,28
2007 2514535,28
2008 2900031,12
2009 30855788,48
2010 28301538,97
2011 106455788,48
2012 32056486,99
2013 37242274,94
2014 4381676,22
2015 51247044,29
Sumber : World Bank (2016)

105
Lampiran 5. Indeks Harga Konsumen Indonesia dan Amerika Serikat tahun Dasar
(2010 = 100)

Tahun Indonesia Amerika Serikat


1996 20,9 71,93
1997 22,23 73,61
1998 35,22 74,75
1999 42,44 76,39
2000 44,01 78,97
2001 49,08 81,20
2002 54,91 82,49
2003 58,53 84,36
2004 62,18 86,62
2005 68,68 89,56
2006 77,68 92,44
2007 82,66 95,08
2008 90,74 98,73
2009 95,11 98,38
2010 99,99 100
2011 105,35 103,15
2012 109,86 105,29
2013 116,91 106,83
2014 124,38 108,56
2015 132,30 108.69
Sumber : World Bank (2016)

106
Lampiran 6. Data Penelitian Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impor
Susu di Indonesia.
Y X1 X2 X3 X4 XD

1996 91832.126 8819876. 25531958 5522341. 8046.958 1


1997 82068.056 8587494. 26849099 7282988. 9906.960 1
1998 66265.081 10865985 49884172 20869441 4970.390 0
1999 98348.108 9858624. 26133256 16272030 14138.46 0
2000 165147.388 9216087. 31573073 18049486 15107.07 0
2001 147369.250 7997148. 45548266 22477261 16974.01 0
2002 144250.760 9071207. 27980112 21021881 13986.85 0
2003 133238.182 8624637. 24965764 20010977 12362.56 0
2004 169437.266 7832100. 29043412 21601684 12450.45 0
2005 173522.140 7747525. 30153561 24449324 12653.55 0
2006 172723.796 6771370. 25588310 24014535 10899.33 0
2007 181534.262 9063634. 38557755 25143373 10514.51 0
2008 154204.622 5382411. 40594676 27900031 10551.85 0
2009 207601.832 6778467. 25079810 30855788 10746.22 0
2010 264454.284 6604660. 27855134 28301539 9090.188 0
2011 255539.908 6091125. 28811852 10645529 8586.994 0
2012 272465.468 6337156. 26902534 32056487 8995.357 0
2013 309211.028 6986571. 35071921 37242275 9559.394 0
2014 291551.568 7170767. 42484479 43816767 10356.01 0
2015 290285.882 6741497. 26928665 51247044 11000.11 0

Keterangan :

Y = Volume Impor Susu Di Indonesia

X₁ = Harga Riil Susu Dalam Negeri

X₂ = Harga Riil Susu Impor

X₃= PDB Perkapita Indonesia

X₄ = Nilai Tukar Riil Rupiah Terhadap Dollar Amerika Serikat

Xᴅ = Variabel Dummy Kebijakan Penghapusan Rasio Impor

107
Lampiran 7. Tabel Chi Square

Pr
0.25 0.10 0.05 0.010 0.005 0.001
d
f

1 1.32330 2.70554 3.84146 6.63490 7.87944 10.82757

2 2.77259 4.60517 5.99146 9.21034 10.59663 13.81551

3 4.10834 6.25139 7.81473 11.34487 12.83816 16.26624

4 5.38527 7.77944 9.48773 13.27670 14.86026 18.46683

5 6.62568 9.23636 11.07050 15.08627 16.74960 20.51501

6 7.84080 10.64464 12.59159 16.81189 18.54758 22.45774

7 9.03715 12.01704 14.06714 18.47531 20.27774 24.32189

8 10.21885 13.36157 15.50731 20.09024 21.95495 26.12448

9 11.38875 14.68366 16.91898 21.66599 23.58935 27.87716

10 12.54886 15.98718 18.30704 23.20925 25.18818 29.58830

11 13.70069 17.27501 19.67514 24.72497 26.75685 31.26413

12 14.84540 18.54935 21.02607 26.21697 28.29952 32.90949

13 15.98391 19.81193 22.36203 27.68825 29.81947 34.52818

14 17.11693 21.06414 23.68479 29.14124 31.31935 36.12327

15 18.24509 22.30713 24.99579 30.57791 32.80132 37.69730

16 19.36886 23.54183 26.29623 31.99993 34.26719 39.25235

17 20.48868 24.76904 27.58711 33.40866 35.71847 40.79022

18 21.60489 25.98942 28.86930 34.80531 37.15645 42.31240

19 22.71781 27.20357 30.14353 36.19087 38.58226 43.82020

20 23.82769 28.41198 31.41043 37.56623 39.99685 45.31475

21 24.93478 29.61509 32.67057 38.93217 41.40106 46.79704

22 26.03927 30.81328 33.92444 40.28936 42.79565 48.26794

23 27.14134 32.00690 35.17246 41.63840 44.18128 49.72823

24 28.24115 33.19624 36.41503 42.97982 45.55851 51.17860

25 29.33885 34.38159 37.65248 44.31410 46.92789 52.61966

26 30.43457 35.56317 38.88514 45.64168 48.28988 54.05196

108
Lampiran 8. Tabel Durbin Watson

k=1 k=2 k=3 k=4 k=5


n dL dU dL dU dL dU dL dU dL dU
6 0.6102 1.4002
7 0.6996 1.3564 0.4672 1.8964
8 0.7629 1.3324 0.5591 1.7771 0.3674 2.2866
9 0.8243 1.3199 0.6291 1.6993 0.4548 2.1282 0.2957 2.5881
10 0.8791 1.3197 0.6972 1.6413 0.5253 2.0163 0.3760 2.4137 0.2427 2.8217
11 0.9273 1.3241 0.7580 1.6044 0.5948 1.9280 0.4441 2.2833 0.3155 2.6446
12 0.9708 1.3314 0.8122 1.5794 0.6577 1.8640 0.5120 2.1766 0.3796 2.5061
13 1.0097 1.3404 0.8612 1.5621 0.7147 1.8159 0.5745 2.0943 0.4445 2.3897
14 1.0450 1.3503 0.9054 1.5507 0.7667 1.7788 0.6321 2.0296 0.5052 2.2959
15 1.0770 1.3605 0.9455 1.5432 0.8140 1.7501 0.6852 1.9774 0.5620 2.2198
16 1.1062 1.3709 0.9820 1.5386 0.8572 1.7277 0.7340 1.9351 0.6150 2.1567
17 1.1330 1.3812 1.0154 1.5361 0.8968 1.7101 0.7790 1.9005 0.6641 2.1041
18 1.1576 1.3913 1.0461 1.5353 0.9331 1.6961 0.8204 1.8719 0.7098 2.0600

109
Lampiran 9. Tabel Uji F

Titik Persentase Distribusi F untuk Probabilita = 0,05

df untuk pembilang (N1)


df untuk
penyebut
(N2) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 161 199 216 225 230 234 237 239 241 242 243 244 245 245 246
2 18.51 19.00 19.16 19.25 19.30 19.33 19.35 19.37 19.38 19.40 19.40 19.41 19.42 19.42 19.43
3 10.13 9.55 9.28 9.12 9.01 8.94 8.89 8.85 8.81 8.79 8.76 8.74 8.73 8.71 8.70
4 7.71 6.94 6.59 6.39 6.26 6.16 6.09 6.04 6.00 5.96 5.94 5.91 5.89 5.87 5.86
5 6.61 5.79 5.41 5.19 5.05 4.95 4.88 4.82 4.77 4.74 4.70 4.68 4.66 4.64 4.62
6 5.99 5.14 4.76 4.53 4.39 4.28 4.21 4.15 4.10 4.06 4.03 4.00 3.98 3.96 3.94
7 5.59 4.74 4.35 4.12 3.97 3.87 3.79 3.73 3.68 3.64 3.60 3.57 3.55 3.53 3.51
8 5.32 4.46 4.07 3.84 3.69 3.58 3.50 3.44 3.39 3.35 3.31 3.28 3.26 3.24 3.22
9 5.12 4.26 3.86 3.63 3.48 3.37 3.29 3.23 3.18 3.14 3.10 3.07 3.05 3.03 3.01
10 4.96 4.10 3.71 3.48 3.33 3.22 3.14 3.07 3.02 2.98 2.94 2.91 2.89 2.86 2.85
11 4.84 3.98 3.59 3.36 3.20 3.09 3.01 2.95 2.90 2.85 2.82 2.79 2.76 2.74 2.72
12 4.75 3.89 3.49 3.26 3.11 3.00 2.91 2.85 2.80 2.75 2.72 2.69 2.66 2.64 2.62
13 4.67 3.81 3.41 3.18 3.03 2.92 2.83 2.77 2.71 2.67 2.63 2.60 2.58 2.55 2.53
14 4.60 3.74 3.34 3.11 2.96 2.85 2.76 2.70 2.65 2.60 2.57 2.53 2.51 2.48 2.46
15 4.54 3.68 3.29 3.06 2.90 2.79 2.71 2.64 2.59 2.54 2.51 2.48 2.45 2.42 2.40
16 4.49 3.63 3.24 3.01 2.85 2.74 2.66 2.59 2.54 2.49 2.46 2.42 2.40 2.37 2.35
17 4.45 3.59 3.20 2.96 2.81 2.70 2.61 2.55 2.49 2.45 2.41 2.38 2.35 2.33 2.31
18 4.41 3.55 3.16 2.93 2.77 2.66 2.58 2.51 2.46 2.41 2.37 2.34 2.31 2.29 2.27
19 4.38 3.52 3.13 2.90 2.74 2.63 2.54 2.48 2.42 2.38 2.34 2.31 2.28 2.26 2.23
20 4.35 3.49 3.10 2.87 2.71 2.60 2.51 2.45 2.39 2.35 2.31 2.28 2.25 2.22 2.20
21 4.32 3.47 3.07 2.84 2.68 2.57 2.49 2.42 2.37 2.32 2.28 2.25 2.22 2.20 2.18
22 4.30 3.44 3.05 2.82 2.66 2.55 2.46 2.40 2.34 2.30 2.26 2.23 2.20 2.17 2.15

110
Lampiran 10. Tabel Uji t
Pr 0.25 0.10 0.05 0.025 0.01 0.005 0.001

df 0.50 0.20 0.10 0.050 0.02 0.010 0.002


1 1.00000 3.07768 6.31375 12.70620 31.82052 63.65674 318.30884
2 0.81650 1.88562 2.91999 4.30265 6.96456 9.92484 22.32712
3 0.76489 1.63774 2.35336 3.18245 4.54070 5.84091 10.21453
4 0.74070 1.53321 2.13185 2.77645 3.74695 4.60409 7.17318
5 0.72669 1.47588 2.01505 2.57058 3.36493 4.03214 5.89343
6 0.71756 1.43976 1.94318 2.44691 3.14267 3.70743 5.20763
7 0.71114 1.41492 1.89458 2.36462 2.99795 3.49948 4.78529
8 0.70639 1.39682 1.85955 2.30600 2.89646 3.35539 4.50079
9 0.70272 1.38303 1.83311 2.26216 2.82144 3.24984 4.29681
10 0.69981 1.37218 1.81246 2.22814 2.76377 3.16927 4.14370
11 0.69745 1.36343 1.79588 2.20099 2.71808 3.10581 4.02470
12 0.69548 1.35622 1.78229 2.17881 2.68100 3.05454 3.92963
13 0.69383 1.35017 1.77093 2.16037 2.65031 3.01228 3.85198
14 0.69242 1.34503 1.76131 2.14479 2.62449 2.97684 3.78739
15 0.69120 1.34061 1.75305 2.13145 2.60248 2.94671 3.73283
16 0.69013 1.33676 1.74588 2.11991 2.58349 2.92078 3.68615
17 0.68920 1.33338 1.73961 2.10982 2.56693 2.89823 3.64577
18 0.68836 1.33039 1.73406 2.10092 2.55238 2.87844 3.61048
19 0.68762 1.32773 1.72913 2.09302 2.53948 2.86093 3.57940
20 0.68695 1.32534 1.72472 2.08596 2.52798 2.84534 3.55181
21 0.68635 1.32319 1.72074 2.07961 2.51765 2.83136 3.52715
22 0.68581 1.32124 1.71714 2.07387 2.50832 2.81876 3.50499
23 0.68531 1.31946 1.71387 2.06866 2.49987 2.80734 3.48496
24 0.68485 1.31784 1.71088 2.06390 2.49216 2.79694 3.46678
25 0.68443 1.31635 1.70814 2.05954 2.48511 2.78744 3.45019
26 0.68404 1.31497 1.70562 2.05553 2.47863 2.77871 3.43500
27 0.68368 1.31370 1.70329 2.05183 2.47266 2.77068 3.42103
28 0.68335 1.31253 1.70113 2.04841 2.46714 2.76326 3.40816
29 0.68304 1.31143 1.69913 2.04523 2.46202 2.75639 3.39624
30 0.68276 1.31042 1.69726 2.04227 2.45726 2.75000 3.38518
31 0.68249 1.30946 1.69552 2.03951 2.45282 2.74404 3.37490
32 0.68223 1.30857 1.69389 2.03693 2.44868 2.73848 3.36531
33 0.68200 1.30774 1.69236 2.03452 2.44479 2.73328 3.35634
34 0.68177 1.30695 1.69092 2.03224 2.44115 2.72839 3.34793
35 0.68156 1.30621 1.68957 2.03011 2.43772 2.72381 3.34005
36 0.68137 1.30551 1.68830 2.02809 2.43449 2.71948 3.33262
37 0.68118 1.30485 1.68709 2.02619 2.43145 2.71541 3.32563
38 0.68100 1.30423 1.68595 2.02439 2.42857 2.71156 3.31903
39 0.68083 1.30364 1.68488 2.02269 2.42584 2.70791 3.31279
40 0.68067 1.30308 1.68385 2.02108 2.42326 2.70446 3.30688

111
Lampiran 11. Inpres No. 4 Tahun 1998 (Kebijakam Penghapusan Rasio Impor
Susu di Indonesia)

112
Lampiran 11. Lanjutan

Lampiran 12. Hasil Uji Normalitas dan Uji Multikolinearitas

113
Hasil Uji Normalitas
8
Series: Residuals
7 Sample 1996 2015
Observations 20
6
Mean 3.31e-11
5 Median 1515.943
Maximum 57849.18
4 Minimum -80578.26
Std. Dev. 31363.99
3 Skewness -0.469678
Kurtosis 3.622616
2

Jarque-Bera 1.058367
1
Probability 0.589086
0
-100000 -50000 0 50000

Hasil Uji Multikolinearitas

Coefficient Uncentered Centered


Variable Variance VIF VIF

C 5.00E+09 74.84530 NA
X1 0.000108 102.1569 3.059965
X2 0.000132 32.89737 1.680882
X3 1.03E-06 11.01982 1.837714
X4 28.09399 63.28724 4.098205
XD 1.63E+09 2.441169 2.197052

114
Lampiran 13. Hasil Uji Autokolerasi dan Uji Heterokesdatisitas
Hasil Uji Autokolerasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 1.490230 Prob. F(2,12) 0.2642

Obs*R-squared 3.979131 Prob. Chi-Square(2) 0.1368

Hasil Uji Heterokesdatisitas

Heteroskedasticity Test: Harvey

F-statistic 2.162766 Prob. F(5,14) 0.1174

Obs*R-squared 8.715969 Prob. Chi-Square(5) 0.1209

Scaled explained SS 7.877515 Prob. Chi-Square(5) 0.1631

115

Anda mungkin juga menyukai