i
ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN SUSU SEGAR
DALAM NEGERI DI INDONESIA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Pertanian Pada Program Studi Agribisnis
i
ii
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
PENDIDIKAN FORMAL
2003-2009 : SDN 2 Sepatan
2009-2012 : SMP Negeri 1 Sepatan
2012-2014 : SMA Negeri 11 Kab. Tangerang
2014-2019 : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
iv
RINGKASAN
Risma Kurnia Putri. Analisis Penawaran dan Permintaan Susu Segar Dalam
Negeri di Indonesia. Dibawah bimbingan Lilis Imamah Ichdayati dan Eny
Dwiningsih.
v
penambahan input produksi seperti sapi laktasi minimal sebanyak 1.204.144 ekor
dan perbaikan pakan sebagai asupan ternak sapi perah serta memperhatikan
jumlah tenaga kerja yang sesuai dengan skala usaha. Selain itu, diperlukan
kebijakan terkait harga susu segar ditingkat peternak demi menjamin adanya
kepastian harga dan pasar. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan
daya tawar peternak sapi perah dan membuat bisnis sapi perah lebih menjanjikan
dan memberikan keuntungan untuk terus dijalankan.
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat,
rahmat dan karunia-Nya yang tiada terkira besarnya. Shalawat serta salam penulis
haturkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW beserta para sahabat
sebagai salah satu syarat kelulusan program Strata-1 pada Program Studi
terselesaikan tanpa adanya bantuan dan dukungan yang diberikan dari berbagai
kasih kepada:
2. Ibu Dr. Ir. Lilis Imamah Ichdayati, M.Si dan Ibu Eny Dwiningsih, M.Si selaku
vii
3. Bapak Dr. Ujang Maman, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Iwan Aminudin, M.Si
bimbingan dan arahan kepada penulis demi kesempurnaan hasil dari skripsi
ini.
4. Bapak Dr. Ir. Edmon Daris, MS selaku Ketua Prodi Agribisnis dan Bapak Dr.
Ir. Iwan Aminudin, M.Si selaku Sekretaris Prodi Agribisnis, Fakultas Sains
5. Ibu Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud selaku Dekan Fakultas
Jakarta.
memberikan pendidikan dan ilmu yang bermanfaat bagi penulis selama masa
perkuliahan.
9. Teman-teman Agribisnis UIN Jakarta 2014, terutama Ira, Rahmi, Vonita dan
10. Seluruh pihak yang terlibat dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi
ini dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu karena keterbatasan.
viii
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki
kekurangan akibat dari keterbatasan dan kendala yang dihadapi selama masa
penyusunan skripsi. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis
berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak terutama bagi penulis
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ..................................................................................................... v
x
3.1. Waktu Penelitian ................................................................................ 50
3.2. Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 50
3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ............................................... 51
3.3.1. Penetapan Komponen Variabel ................................................. 51
3.3.2. Spesifikasi Model ..................................................................... 53
3.3.3. Merumuskan Model Persamaan ................................................ 55
3.3.4. Identifikasi Model Persamaan................................................... 59
3.3.5. Pengujian Model ...................................................................... 62
3.3.6. Definisi Operasional ................................................................. 66
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
7. Produksi dan Total Biaya Produksi Usaha Sapi Perah per Ekor
per Tahun dengan Cara Pemeliharaan Dikandangkan ................................ 75
10. Hasil Uji statistik t Model Total Biaya Produksi Susu Segar ...................... 99
11. Hasil Uji statistik t Model Jumlah Produksi Susu Segar............................ 105
12. Hasil Uji Statistik t Model Jumlah Penawaran Susu Segar ........................ 113
13. Hasil Uji Statistik t Model Permintaan Susu Segar ................................... 120
14. Hasil Uji Statistik t Model Harga Susu Segar ........................................... 127
16. Prediksi Jumlah Pemakaian Pakan Ternak Tahun 2015-2017 ................... 150
17. Prediksi Jumlah Pemakaian Pakan Ternak Tahun 2015-2017 ................... 150
18. Penggunaan dan Nilai Listrik dan Air Perusahaan Peternakan .................. 151
19. Hasil Perhitungan Rata-rata Nilai atau Biaya Listrik dan Air
Tahun 1993-2014 dan Persentase Nilai Biaya Listrik dan Air ................... 152
xii
20. Hasil Perhitungan Biaya Listrik dan Air Tahun 2015-2017....................... 153
21. Perhitungan Nilai Prediksi Harga Air dan Listrik Tahun 2015-2017 ......... 154
23. Jumlah Kuantitas Penggunaan Produksi Perusahaan Sapi Perah (Liter) .... 156
25. Kuantitas Penggunaan Produksi Perusahaan Sapi Perah (Liter) ................ 159
26. Harga Susu Segar per Liter tingkat Produsen Perusahaan Sapi Perah........ 160
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
14. Rata-rata Jumlah Produksi Susu Segar per Perusahaan Sapi Perah............. 82
xiv
20. Rata-rata Jumlah Penawaran dan Permintaan Susu Segar
per Perusahaan Peternakan Sapi Perah (Liter/Tahun)................................. 87
25. Rata-rata Total biaya produksi per Perusahaan Sapi Perah (Rp/Tahun) ...... 93
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Produk Domestik Bruto Sektor Pertanian Tahun 2014 – 2017 .................. 142
17. Sintaks Uji Model Total Biaya Produksi, Produksi, Penawaran dan
Permintaan Susu Segardengan SAS ........................................................... 166
18. Hasil Uji Model Total Biaya Produksi Susu Segar ..................................... 167
xvi
20. Hasil Uji Model Penawaran Susu Segar .................................................... 169
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
telah diakui memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional yang dapat
perolehan devisa. Dalam sektor pertanian, subsektor peternakan adalah salah satu
subsektor yang berkontribusi cukup baik terhadap nilai PDB sektor pertanian.
Menurut data Badan Pusat Statistik (2018;1) subsektor peternakan pada tahun
2017 mampu menyumbang PDB sebesar Rp. 148,5 triliun atau sebesar 15,33 %
dari total PDB sektor pertanian secara nasional. Disamping itu, Subsektor
kisaran 15,02-15,33 persen. Secara lebih rinci data kontribusi subsektor pertanian
Indonesia memiliki potensi besar dan sekaligus memiliki prospek yang cerah
untuk dikembangkan. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa bangsa Indonesia
yang terus meningkat. Salah satu komponen subsektor peternakan yang memiliki
1
banyak manfaat dan berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut di Indonesia
Susu dan produk olahannya adalah bahan pangan yang berperan sebagai
sumber protein hewani dengan kandungan nilai nutrisi baik bagi manusia. Ako,
dan selera masyarakat. Hal ini sesuai dengan data permintaan konsumsi susu di
2016 mencapai 4.284.000 ton. Secara lebih rinci data jumlah konsumsi susu di
4.500
Konsumsi Susu di Indonesia
4.000
3.500
3.000
(000 Ton)
2.500
2.000
1.500
1.000
500
0
2017*)
1999
2007
2012
1993
1994
1995
1996
1997
1998
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2008
2009
2010
2011
2013
2014
2015
2016
2
Bakri dan Saparinto (2015;3) berpendapat bahwa semakin meningkatnya
kebutuhan akan gizi yang berasal dari susu sapi akan membuka dan menambah
(2017;12), tingkat konsumsi susu per kapita bangsa Indonesia masih relatif
Asia seperti Malaysia, Myanmar, Thailand dan Filipina. Konsumsi susu Malaysia
liter/kapita/tahun.
Tingkat konsumsi susu yang relatif rendah terutama susu segar, menjadi
salah satu tantangan dan peluang pasar yang baik untuk terus dikembangkan. Ako,
menunjukkan bahwa susu cair segar hanya memberikan kontribusi sekitar 18%
dari total konsumsi susu putih, sementara 82% lainnya merupakan konsumsi susu
putih bubuk. Oleh karena itu, kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi susu
cair maupun susu cair olahan perlu ditingkatkan agar terus memaksimalkan
serapan produksi susu sapi domestik. Salah satunya adalah dengan mendorong
industri untuk meningkatkan produksi produk susu olahan segar dibanding olahan
bubuk.
dan trend konsumsi susu yang cenderung meningkat, produksi susu dalam negeri
3
sebagai bahan baku dasar susu segar maupun susu olahan justru masih belum
Pertanian (2018;1), saat ini produksi susu sapi dalam negeri hanya mampu
memasok sekitar 30% dari permintaan nasional, sedangkan 70% berasal dari
impor. Adapun secara lebih rinci data ketersediaan susu di Indonesia dapat dilihat
pada Gambar 2.
120,00
Ketersediaan Susu di Indonesia
100,00
80,00
60,00
(%)
40,00
20,00
0,00
1993
1996
1999
2015
1994
1995
1997
1998
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2016
2017*)
susu. Sampai saat ini, industri pengolahan susu nasional masih sangat bergantung
pada impor bahan baku susu. Jika kondisi ini tidak dibenahi dengan membangun
sebuah sistem agribisnis yang kuat, maka Indonesia akan terus menjadi negara
4
pengimpor susu sapi. Hal ini sejalan dengan grafik pada Gambar 3, yang
meningkat dari tahun ke tahunnya. Pada tahun 2016, total impor susu Indonesia
mencapai angka 3.485.000 ton. Apabila diperhatikan lebih spesifik, tren grafik
volume impor susu pada Gambar 3 terlihat hampir menyerupai dengan grafik
konsumsi susu dalam negeri masih didominasi oleh pasokan susu impor untuk
pada Gambar 3.
4000
3500
Impor Susu di Indonesia
3000
2500
(000 Ton)
2000
1500
1000
500
0
2017*)
1995
2004
2012
1993
1994
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2013
2014
2015
2016
rendahnya produksi susu dalam negeri dan tingginya impor komoditas susu
5
pengembangan agribisnis komoditas susu, ironis jika sebagian besar dari
menjadi salah satu upaya dalam mengurangi tingginya impor susu Indonesia dan
upaya substitusi susu impor dengan susu segar dalam negeri. Program ini harus
bersamaan. Dalam hal ini, salah satu upaya yang dapat dilakukan pemerintah
dan kualitas hasil ternak (susu) kepada para peternak melalui berbagai kebijakan.
terus berupaya mengejar kemandirian susu nasional dengan target produksi susu
segar dalam negeri mampu mencapai 60% dari kebutuhan susu nasional pada
tahun 2025 mendatang. Untuk itu diperlukan langkah dan upaya serius dalam
meningkatkan jumlah produksi susu dalam negeri demi mewujudkan target yang
susu nasional harus terus dilakukan agar tidak terjadi kesenjangan yang semakin
melebar antara produksi susu nasional dengan permintaan konsumen pada tahun-
tahun mendatang melalui berbagai peluang yang masih terbuka luas. Akan tetapi
peluang-peluang yang ada, tidaklah terlepas dari sejumlah tantangan. Salah satu
tantangan yang cukup signifikan adalah harga susu di tingkat peternak yang relatif
murah.
6
Siregar (2003;52) selanjutnya menjelaskan bahwa permintaan konsumen
susu yang selalu lebih besar dari produksi susu nasional menunjukkan masih
terbukanya pasar untuk susu. Namun fungsi pasar tidak hanya sebatas penyerapan
susu, tetapi juga sekaligus penentu harga. Walaupun pasar masih terbuka luas,
namun apabila harga tidak memadai, maka tidak akan terjadi peningkatan
produksi yang signifikan. Hal inilah yang terjadi pada usaha pemeliharaan sapi
perah di Indonesia selama ini. Dalam hal ini meskipun pasar untuk susu masih
terbuka luas, namun para peternak sapi perah tidak begitu termotivasi untuk
harga susu yang diterima para peternak umumnya masih relatif rendah, sehingga
penghasilannya.
penawaran susu segar serta harga susu segar dalam negeri, maka diperlukan suatu
penawaran dan permintaan susu segar serta harga susu segar dalam negeri di
negeri serta secara tidak langsung dapat menjadi salah satu informasi tambahan
7
1.2. Rumusan Masalah
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi total biaya produksi dan jumlah
negeri di Indonesia ?
negeri di Indonesia ?
4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi harga susu segar dalam negeri di
Indonesia ?
sebagai berikut :
negeri di Indonesia.
negeri di Indonesia.
negeri di Indonesia.
8
1.4. Manfaat Penelitian
1. Penulis
Manfaat bagi penulis yaitu, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana dan menyelesaikan program studi Agribisnis, Fakultas Sains dan
Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu, penelitian ini diharapkan
2. Pembaca
hubungan antar variabel produksi, penawaran, permintaan dan harga susu segar
dalam negeri di Indonesia. Selain itu, penelitian ini diharapkan memberi manfaat
sebagai salah satu bahan acuan atau referensi dalam penelitian berikutnya.
3. Pengambil Kebijakan
susu segar dalam negeri di Indonesia. Sehingga dengan adanya penelitian ini
9
produksi susu segar dalam negeri secara nasional untuk pemenuhan kebutuhan
dan harga susu segar dalam negeri di Indonesia melalui perumusan beberapa
berikut.
1. Variabel yang digunakan dalam model persamaan biaya produksi yaitu biaya
pakan, biaya tenaga kerja, biaya listrik dan air, biaya obat-obatan dan biaya
produksi susu segar dalam negeri di Indonesia adalah jumlah sapi laktasi,
konsentrat dan pakan lain, jumlah pemakaian air dan jumlah tenaga kerja.
dalam negeri di Indonesia adalah harga susu segar, jumlah produksi susu
3. Variabel yang digunakan dalam model permintaan susu segar dalam negeri di
Indonesia adalah harga susu segar, jumlah produksi susu segar, harga teh,
4. Variabel yang digunakan dalam model persamaan harga susu segar dalam
negeri adalah total biaya produksi dan jumlah permintaan susu segar.
10
5. Periode data kurun waktu (time series) yang digunakan dalam penelitian ini
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
mempunyai potensi yang cukup tinggi untuk terus dikembangkan. Susu yang
dihasilkan dari sapi perah dapat bermanfaat, baik sebagai sumber protein bagi
mutlak diperlukan oleh peternak dalam menjalankan usaha ternak sapi perah.
Selanjutnya Murti (2014;217) menjelaskan bahwa biaya dalam usaha ternak sapi
merupakan biaya yang harus dikeluarkan dengan jumlah yang tetap pada periode
waktu tertentu tanpa melihat jumlah produksi yang dihasilkan. Sedangkan biaya
variabel adalah biaya yang dikeluarkan dengan jumlah yang berubah sesuai
menjelaskan bahwa biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan ternak, kandang dan
peralatan. Sedangkan biaya variabel terdiri dari biaya yang dikeluarkan untuk
sapi perah, diantaranya yaitu, jumlah produktivitas sapi perah, penyakit, peternak
12
dan jumlah tenaga kerja, pergantian ternak, penguasaan lahan, dan tanaman
mempengaruhi produksi dan kualitas susu segar terdiri dari faktor internal dan
segar dari dalam atau faktor genetik dari sapi itu sendiri. Adapun faktor-faktor
internal yang mempengaruhi produksi susu segar dapat dilihat sebagai berikut.
a. Bangsa/Rumpun/Breed
berproduksi susu dalam jumlah dan kualitasnya. Dalam tabel 1, dapat dilihat
bangsa sapi.
b. Keturunan
Variasi dalam sifat produksi susu pada setiap individu sapi perah
pada bangsa yang sama disebabkan faktor keturunan dan hereditas. Bangsa
13
sapi yang telah mengalami seleksi dengan baik mampu menghasilkan
c. Masa laktasi
Masa laktasi adalah masa sapi berproduksi susu, yaitu antara waktu
beranak sampai masa kering. Masa laktasi berlangsung selama 10 bulan atau
sekitar 305 hari, sedangkan masa kering berlangsung selama 2 bulan atau 60
hari.
d. Umur
secara umum kapasitas produksi susu berbeda pada setiap periode laktasi.
puncak laktasi keempat atau kelima pada umur 6-8 tahun. Hal ini menujukkan
bahwa kenaikan produksi susu sejalan dengan bertambahnya umur sapi perah.
produksi susu pada sapi perah FH. Tubuh yang besar pada seekor sapi dapat
ambing yang besar memiliki banyak kelenjar untuk berproduksi susu serta
tubuhnya adalah sering gelisah dan nafsu makan berkurang, sehingga siklus
14
esterus biasanya menurunkan produksi susu dan kadar lemak yang cukup
berarti.
g. Kebuntingan
produksi dan komposisi air susu, tetapi secara tidak langsung selama sapi
laktasi bunting, energi pakan tidak sepenuhnya diproses menjadi air susu,
susu dari luar atau lingkungan sekitar. Adapun faktor-faktor eksternal yang
a. Musim/Iklim
proses fisiologis pada ternak perah. Suhu lingkungan yang tinggi dapat
b. Interval Pemerahan
Pada umumnya sapi diperah 2 kali sehari, pagi dan sore hari.
Pemerahan yang dilakukan lebih dari 2 kali sehari hanya dilakukan pada sapi
yang dapat berproduksi susu tinggi, misalnya pada sapi yang produksi
15
susunya 20 liter per hari dapat diperah 3 kali sehari dan sapi yang berproduksi
lama masa kering yang lalu. Sapi perah harus diberi istirahat selama 6-8
Calving interval atau jarak beranak adalah jumlah hari atau bulan
e. Penyakit
penyakit mastitis, ketosis, milk fever, dan salah pencernaan yang dapat
perawatan penyembuhan.
f. Pergantian Pemerah
Sapi perah lebih suka diperah secara teratur oleh pemerah yang sama
menyebabkan stres pada sapi perah. Hal ini terjadi karena sapi perah sangat
perah.
16
g. Makanan dan Pemberian Air
kategori, yaitu bahan pakan hijauan dan bahan pakan konsentrat. Pakan
hijauan pada umumnya merupakan pakan utama bagi ternak sapi perah.
perah. Kualitas bahan pakan konsentrat pada umumnya lebih baik jika
seekor sapi yang sedang dalam masa kering kandang dapat meningkatkan
produksi susu sebesar 10-30%. Disamping itu, faktor pemberian air juga
seekor sapi membutuhkan air sebanyak 40 liter per hari. Jumlah ini akan
mamari atau ambing mamalia atau dapat juga didefinisikan sebagai cairan yang
diperoleh dari hasil pemerahan ambing sapi sehat, tanpa dikurangi atau ditambah
sesuatu. Susu dan produk susu sudah sangat dikenal sebagai bahan makanan
bergizi tinggi dan baik untuk kesehatan. Susu mengandung zat gizi yang sangat
dibutuhkan oleh tubuh seperti air, protein, lemak, karbohidrat, mineral dan
vitamin. Sumber susu untuk manusia terutama dapat berasal dari sapi perah,
17
kerbau perah dan kambing perah. Akan tetapi, sebagian besar susu dan produk
susu berasal dari susu sapi. Perbedaan kandungan komposisi antara air susu
Khususnya pada kadar lemak. Adapun perbedaan kandungan komposisi susu dari
Spesies Air (%) Lemak (%) Protein (%) Laktosa (%) Abu (%)
Manusia
88,30 3,11 1,19 7,18 0,21
(ASI)
Sapi 87,25 3,80 3,50 4,80 0,65
Kambing 87,88 3,82 3,20 4,54 0,55
Domba 80,82 6,68 6,52 4,91 0,89
Kuda 90,70 1,20 2,00 5,70 0,40
Kerbau 76,89 12,48 6,03 3,74 0,89
Rusa 67,20 17,09 9,89 2,82 1,49
Unta 87,61 5,38 2,98 3,26 0,70
Sumber : Ako (2013;29)
bahwa secara garis besar air susu terdiri dari air, lemak dan bahan kering tanpa
Susu di Indonesia hampir 90% dihasilkan oleh peternak sapi perah kecil
dengan kepemilikan 2-4 ekor sapi perah. Setelah susu dikumpulkan kemudian
dikirim ke koperasi dan berakhir sebagian besar di industri pengolahan susu (IPS).
gizi lengkap untuk pertumbuhan. Gula susu atau laktosa yang hanya terdapat pada
susu akan mengasilkan galaktosa yang sangat penting bagi pertumbuhan bayi
diatas umur 3 tahun. Sedangkan protein yang memiliki asam amino lengkap
18
adalah esensial untuk pembangunan tubuh. Susu juga kaya akan kalsium yang
baik untuk pertumbuhan tulang. Melihat hal semacam ini maka susu menjadi
dan kegiatan yang terjadi dalam penciptaan produk agribisnis, diantaranya yaitu
Tasman dan Aima (2016;66) mendefinisikan fungsi produksi adalah suatu fungsi
atau persamaan yang menujukkan hubungan antara tingkat output dan tingkat
keluaran yang dihasilkan dan simbol X1-n menunjukkan berbagai input yang
digunakan. Adapun, fungsi produksi secara matematis dalam Tasman dan Aima
dari masukan yang digunakan dalam proses produksi. Ukuran yang paling penting
19
dari produktivitas adalah produk total, produk rata-rata dan produk marginal.
a. Produk Total, produksi total (total product - TP) adalah banyaknya produksi
tiga tahap penting dari proses perilaku produksi. Pada tahap pertama, penambahan
input faktor produksi, misalnya tenaga kerja akan meningkatkan produk total
maupun produk rata-rata. Pada tahap kedua, terjadi hukum law of deminishing
20
penurunan, namun nilai keduanya masih positif. Penambahan tenaga kerja akan
menambah produksi total sampai mencapai nilai maksimum. Pada tahap ketiga,
justru akan menurunkan jumlah produksi total yang dihasilkan. Berdasarkan hasil
uraian diatas maka dapat dikatakan bahwa produsen sebaiknya berproduksi pada
tahap II, hal ini dikarenakan pada tahap ini setiap tambahan satu unit faktor
produksi akan memberikan tambahan produksi total (TP), walaupun produk rata-
rata (AP) dan produk marginal (MP) menurun namun kondisinya masih positif
sehingga pada tahap ini akan dicapai pendapatan maksimum. Adapun secara lebih
21
2.4. Teori Penawaran
sebagai jumlah barang atau jasa yang ditawarkan oleh produsen pada berbagai
tingkat harga dan pada periode tertentu. Secara lebih rinci, Setyowati dkk
bahwa “jika harga turun, maka jumlah barang yang ditawarkan cenderung
menurun, sebaliknya jika harga naik, maka jumlah barang yang ditawarkan
(ceteris paribus)“.
dalam hukum penawaran yang menjelaskan sifat hubungan antara harga suatu
Harga barang lain yang dimaksud adalah harga barang substitusi dan
penting kepada penawaran suatu barang. Secara umum dapat dikatakan bahwa
22
apabila harga barang subtitusi naik, maka penawaran suatu barang akan
apabila harga barang komplementer naik, maka penawaran suatu barang akan
berkurang.
memproduksi lebih sedikit dengan jumlah anggaran yang tepat. Sedangkan total
biaya produksi secara umum meliputi harga faktor produksi yang digunakan.
d. Teknologi produksi
e. Tujuan perusahaan
23
f. Kebijakan Pemerintah
padi tertentu yang memberikan hasil banyak setiap panennya. Kebijakan seperti
ini, menyebabkan jumlah penawaran beras bertambah dan impor beras dapat
dikurangi.
Dimana :
Sx = Penawaran Barang X
Px = Harga Barang X
Py = Harga Barang Y (barang substitusi atau komplementer)
Pi = Harga Input (Total biaya produksi)
Tek = Teknologi
Tu = Tujuan Perusahaan
K = Kebijakan Pemerintah
24
barang dengan jumlah barang yang ditawarkan dengan faktor selain harga
menunjukkan bahwa apabila terjadi penurunan harga, maka jumlah barang yang
dilihat dari titik PA yang bergerak ke titik P 1B. Hal ini menunjukkan bahwa
apabila harga pada titik P turun menjadi titik P 1, maka jumlah barang yang
ditawarkan akan menurun dari titik Q ke titik Q1. Sebaliknya, pergerakan kurva ke
arah atas menunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan harga, maka jumlah barang
yang akan ditawarkan juga meningkat. Pergerakan kurva ini dapat dilihat dari titik
P1B yang bergerak ke titik PA. Hal ini menunjukkan bahwa apabila harga pada
titik P1 naik menjadi titik P, maka jumlah barang yang ditawarkan akan meningkat
dari titik Q1 ke titik Q. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat diketahui bahwa
harga, melainkan ditentukan pula oleh banyak faktor lain selain harga. Apabila
terdapat perubahan penawaran yang ditimbulkan oleh faktor bukan harga, maka
akan bergerak ke kanan atau ke kiri. Pergeseran dari SS menjadi S1S1 atau S2S2
menjadi S1S1 atau dari titik A ke titik A1 menyebabkan jumlah barang yang
sebesar P. Pergeseran SS menjadi S2S2 atau dari titik A ke titik A2 ke arah kiri,
25
pada harga tetap sebesar P. Gambar pergerakan dan pergeseran kurva permintaan
diminta oleh konsumen pada berbagai tingkat harga. Dalam konteks perubahan
“Jika harga turun, maka jumlah permintaan barang cenderung meningkat dengan
asumsi faktor-faktor lain diluar harga cenderung tetap. Sebaliknya jika harga naik,
26
2.5.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan.
akan bertambah. Begitu juga sebaliknya bila harga suatu barang naik, maka
Harga barang lain yang memiliki keterkaitan dengan suatu barang juga
akan mempengaruhi permintaan akan suatu barang. Keterkaitan antar dua barang
ini, bisa dalam bentuk keterkaitan barang substitusi (pengganti) dan barang
komplementer (pelengkap).
tinggi tingkat pendapatan, daya beli akan semakin kuat. Sehingga permintaan
dikarenakan selera dan kebiasaan makanan utama mereka bukan komoditas beras,
27
e. Jumlah penduduk
barang dan jasa. Artinya, semakin banyak jumlah penduduk, maka semakin
banyak pula jumlah barang yang diminta. Akan tetapi, Sukirno (2011;82)
akan diikuti oleh perkembangan dalam kesempatan kerja. Sehingga lebih banyak
orang yang menerima pendapatan dan hal ini akan menambah daya beli dalam
permintaan.
Apabila diperkirakan harga barang akan naik, maka lebih baik membeli
barang tersebut saat ini, sehingga mendorong orang untuk membeli lebih banyak
g. Distribusi pendapatan
28
2.5.2. Fungsi Permintaan
permintaan, maka dapat diketahui hubungan antar variabel tidak bebas (dependent
memiliki pengaruh besar dan secara langsung. Dalam hal ini variabel yang
dianggap mempengaruhi permintaan suatu barang adalah harga barang itu sendiri,
harga barang lain dan pendapatan. Adapun persamaan permintaan dapat ditulis
sebagai berikut :
Dimana :
Dx = Permintaan barang X
Px = Harga Barang X
Py = Harga Barang Y (barang substitusi atau komplementer)
Pc = Pendapatan per kapita
(demand curve) menyatakan hubungan antara harga suatu barang dengan tingkat
bagaimana jumlah barang yang diminta konsumen bergantung pada harga. Kurva
suatu barang dengan jumlah barang yang diminta. Pergerakan dalam kurva
29
permintaan menggambarkan hubungan antara harga suatu barang dengan jumlah
barang yang diminta dengan faktor selain harga dianggap tetap (ceteris paribus).
menujukkan bahwa apabila terjadi penurunan harga, maka jumlah barang yang
dilihat dari titik PA yang bergerak ke titik P 1B. Hal ini menunjukkan bahwa
apabila harga pada titik P turun menjadi titik P 1, maka jumlah barang yang
diminta akan meningkat dari titik Q ke titik Q1. Sebaliknya, pergerakan kurva ke
arah atas menujukkan bahwa apabila terjadi kenaikan harga, maka jumlah barang
yang diminta akan menurun. Pergerakan kurva ini dapat dilihat dari titik P 1B yang
bergerak ke titik PA. Hal ini menunjukkan bahwa apabila harga pada titik P 1 naik
menjadi titik P, maka jumlah barang yang diminta akan menurun dari titik Q1 ke
titik Q. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat diketahui bahwa hubungan dalam
harga, melainkan ditentukan pula oleh banyak faktor lain selain harga. Apabila
terdapat perubahan permintaan yang ditimbulkan oleh faktor bukan harga, maka
bergerak ke kanan atau ke kiri, yaitu seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 6.
30
Gambar 6. Pergerakan dan Pergeseran Kurva Permintaan
Sumber : Sukirno, (2011;84)
yang diminta adalah Q. Sedangkan titik A1 pada kurva D1D1 menunjukkan bahwa
pada harga P yang sama jumlah yang diminta naik menjadi Q1. Contoh ini
dan jumlah yang diperjualbelikan pada umumnya ditentukan oleh penawaran, dan
31
Disamping itu Amir (2005;165) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi keputusan penetapan harga terdiri dari faktor internal dan faktor
produknya dan total biaya produksi yang dikeluarkan dalam proses produksinya.
Sedangkan faktor eksternal diantaranya terdiri dari karakter pasar dan jumlah
permintaan.
ditentukan oleh interaksi dari semua pembeli dan penjual dalam pasar. Harga dari
suatu barang ditentukan oleh interaksi penawaran dan permintaan pasar atas
barang itu. Harga ekuilibrium adalah harga yang menyamakan kuantitas yang
diminta dengan kuantitas yang ditawarkan atau dapat dikatakan jumlah penawaran
sama dengan jumlah permintaan. Adapun diagram ekuilibrium pasar dapat dilihat
pada Gambar 7.
Defisit
32
Berdasarkan pada Gambar 7, harga barang P L pada titik B kurva
permintaan, jumlah barang yang diminta konsumen adalah sebesar Q 1 unit barang.
unit barang pada harga ini. Dengan demikian, ketika harga PL terjadi kekurangan
(defisit) barang atau barang yang diproduksi tidak cukup untuk memenuhi
harga akan naik. Konsumen yang tidak kebagian membeli barang akan
menawarkan produsen dengan harga yang lebih tinggi untuk mendapatkan produk
tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya harga barang dari P L ke Pe. Dengan
bersedia membeli lebih sedikit barang, yaitu ketika harga naik dari P L menjadi Pe,
maka kuantitas yang diminta konsumen turun dari Q1 menjadi Qe. Pada harga P e,
konsumen untuk membeli barang pada harga tersebut. Dalam hal ini pada titik E
terjadi ekulibrium yaitu, kuantitas yang diminta sama dengan kuantitas yang
ditawarkan.
(surplus) barang. Dalam situasi ini, terdapat kecenderungan natural bahwa harga
akan jatuh agar kuantitas yang ditawarkan sama dengan yang diminta. Produsen
33
yang tidak mampu menjual produknya akan menurunkan harga dari P H ke Pe.
Sejalan dengan turunnya harga, konsumen bersedia untuk membeli lebih banyak
barang. Ketika harga PH turun menjadi P e, maka kuantitas yang diminta konsumen
naik dari Q0 menjadi Qe. Dalam hal ini pada titik E terjadi ekulibrium yaitu,
ekulibrium harga pasar (P e) dan barang (Qe). Dengan demikian, tidak terjadi
defisit atau surplus barang. Harga ini disebut dengan harga ekulibrium (P e) dan
pendapatan.
1. Elastisitas harga, adalah elastisititas yang dikaitkan dengan harga barang itu
sebagai berikut.
34
2. Elastisitas silang, adalah elastisitas yang dikaitkan dengan perubahan harga
barang lain. adapun rumus untuk menghitung elastisitas silang adalah sebagai
berikut.
sebagai berikut.
bisnis dan ekonomi akan menunjukkan bahwa hubungan ekonomi terdiri atas
dijelaskan sebagai fungsi linear dari satu atau lebih variabel penjelas X. Asumsi
tersebut merupakan hubungan antara variabel Y dan X adalah searah. Akan tetapi,
35
dalam banyak situasi, hubungan sebab akibat satu arah tidak mempunyai arti.
yang bersifat dua arah. Maksud dari hubungan dua arah tersebut yaitu satu
variabel ekonomi (X) dapat mempengaruhi variabel ekonomi yang lain dan juga
variabel ekonomi (X) tersebut dapat dipengaruhi oleh variabel ekonomi lain.
Artinya dalam sebuah sistem persamaan simultan, variabel ekonomi (X) dapat
menjadi variabel eksogen atau variabel yang mempengaruhi variabel lain dalam
sebuah persamaan. Kemudian dalam persamaan lain, variabel ekonomi (X) juga
dapat berperan sebagai variabel endogen atau variabel yang dipengaruhi oleh
variabel lain. Sehingga, hal tersebut menuju pada model persamaan simultan,
yaitu suatu model yang didalamnya terdapat lebih dari satu persamaan regresi,
lainnya.
sebagai model kausalitas dua arah, karena sejumlah persamaan akan membentuk
variabel dalam model persamaan simultan terdiri atas dua jenis yaitu :
36
a. Variabel endogen (endogenous), variabel endogen atau variabel dependen
masa lalu.
identifikasi model ini dilakukan untuk mengetahui apakah model persamaan yang
identified apabila terlalu sedikit informasi yang digunakan sehingga tidak dapat
37
over identified adalah adanya variabel atau informasi yang terlalu berlebih
condition). Dalam suatu model dari M persamaan simultan, agar suatu persamaan
(predetermined) yang dikeluarkan dari persamaan tidak boleh lebih sedikit dari
satu, yaitu :
K–k>m-1
Dimana :
38
a. Indirect Least Square (ILS)
digunakan untuk persamaan reduce form, dan koefisien dari reduced form yang
autokorelasi, uji F, uji t, uji R2, dan uji validasi model. Adapun penjabaran lebih
linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode sebelumnya. Salah satu metode yang digunakan untuk
dapat dilakukan dengan membandingkan nilai duji dengan dkritis. Nilai dkritis
dibentuk dari dL (d bawah) dan dU (d atas). Nilai dL dan dU dapat diperoleh dari
39
Kriteria pengambilan keputusan menurut Sunyoto (2010;110) dibagi
menjadi tiga keputusan, keputusan pertama yaitu jika nilai dW dibawah -2 (dW < -
2), maka terjadi autokorelasi positif. Keputusan kedua, yaitu jika nilai dW berada
diantara -2 dan + 2 atau (-2< dW +2), maka dapat disimpulkan tidak terjadi
autokorelasi. Keputusan ketiga yaitu jika dW diatas +2 atau (dW > +2) maka
keputusan.
keputusan.
Pengujian serentak atau uji F dilakukan untuk menguji pengaruh secara simultan
model atau goodness of fit. Jika variabel bebas memiliki pengaruh secara simultan
terhadap variabel terikat, maka model persamaan masuk dalam kriteria cocok atau
fit. Sebaliknya, jika tidak terdapat pengaruh secara simultan maka model
persamaan masuk dalam kriteria tidak cocok atau non fit. Untuk menyimpulkan
40
hasil uji serentak (Uji F) dan kriteria cocok atau tidak, dapat digunakan kriteria
dengan ketentuan :
variabel dependen.
dependen.
41
yang diputuskan dapat diperoleh dari kriteria pengambil keputusan sebagai
berikut.
b. Kriteria pengambilan keputusan dengan nilai t hitung dan nilai t tabel, dengan
ketentuan :
variabel dependen.
secara parsial.
42
determinasi adalah 0 sampai 1. Semakin tinggi nilai koefisien determinasi maka
semakin tinggi variabel bebas dalam menjelaskan variasi perubahan pada variabel
Nilai R2 = 0, artinya tidak ada hubungan antara X dan Y, atau model yang
sempurna.
nilai uji statistik U-Theil . Uji autokorelasi dilakukan dengan uji durbin watson
dengan tujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi
periode sebelumnya. Sedangkan uji statistik U-Theil menurut Sitepu dan Sinaga
Statistik U-Theil selalu bernilai antara 0 dan 1. Jika nilai U = 0, maka model
model tersebut tidak sempurna atau naif. Statistik U dapat diuraikan ke dalam
Kemudian, nilai-nilai statistik yang dihasilkan dalam nilai U-Theil juga dapat
43
2.10. Penelitian Terdahulu
rujukan penulis dalam menyusun penelitian ini, diantaranya dapat dilihat dalam
Tabel 3 dan 4.
44
Tabel 4. Ringkasan Penelitian Terdahulu Lanjutan
Peneliti Pendekat-
No Model Variabel Hasil
dan Judul an Model
3. Pratiwi Regresi Model Harga susu cair, Faktor-faktor
(2018), Linear Permintaan harga susu kental yang
Analisis Berganda manis, pendapatan berpengaruh
Permintaan dengan perkapita dan jumlah terhadap
Susu Cair estimasi penduduk di Provinsi permintaan susu
di Provinsi OLS DKI Jakarta cair yaitu faktor
DKI harga susu cair,
Jakarta pendapatan per
kapita dan
jumlah
penduduk
4. Zuhriyah Persamaan Model Harga susu segar, Permintaan susu
(2010), simultan Permintaan harga susu bubuk, segar di Jawa
Analisis dengan harga susu kental Timur
Permintaan estimasi 2 manis, jumlah dipengaruhi oleh
dan SLS produksi industri, harga susu
Penawaran jumlah penduduk, segar, tingkat
Susu Segar konsumsi susu segar konsumsi susu
di Jawa per kapita dan segar per kapita
Timur pendapatan dan pendapatan
perkapita. per kapita
penduduk.
Model Harga susu segar, Penawaran susu
Penawaran produksi susu segar segar
peternak, stok susu dipengaruhi oleh
daerah, jumlah susu jumlah produksi
segar keluar daerah, susu segar dan
dan jumlah susu impor susu
segar masuk daerah. segar.
Model Harga susu segar, Hasil yang
Harga harga susu bubuk, diperoleh dari
harga susu kental persamaan harga
manis, jumlah susu segar yaitu,
produksi industri, harga susu
jumlah penduduk, kental manis,
konsumsi susu segar jumlah
per kapita, penduduk,
pendapatan konsumsi susu
perkapita, Harga perkapita
susu segar, produksi pendapatan
susu segar peternak, perkapita,
stok susu daerah, ekspor dan
jumlah susu segar impor memiliki
keluar daerah, dan efek pengganda
jumlah susu segar positif.
masuk daerah
45
2.11. Kerangka Pemikiran Konseptual
memiliki potensi besar dan sekaligus memiliki prospek yang cerah untuk
manfaat dan berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut adalah komoditas susu.
data permintaan konsumsi susu nasional, tingkat konsumsi susu per kapita bangsa
produk olahan yang mengandung susu. Angka ini tergolong rendah dibandingkan
terutama susu segar, menjadi salah satu tantangan dan peluang pasar yang baik
untuk terus dikembangkan Ako, (2013;1). Oleh karena itu, kesadaran masyarakat
untuk mengkonsumsi susu cair maupun susu cair olahan perlu ditingkatkan agar
Ditinjau dari sisi produksi dan penawaran, produksi susu dalam negeri
saat ini produksi susu segar dalam negeri hanya mampu memasok sekitar 30%
46
dari permintaan nasional, sedangkan 70% berasal dari impor. Untuk itu diperlukan
langkah dan upaya serius dalam meningkatkan jumlah produksi susu dalam negeri
nasional harus terus dilakukan melalui berbagai peluang yang masih terbuka luas.
Akan tetapi peluang-peluang yang ada, tidaklah terlepas dari sejumlah tantangan.
Salah satu tantangan yang cukup signifikan adalah harga susu di tingkat peternak
yang relatif murah. Dalam hal ini meskipun pasar untuk susu segar masih terbuka
luas, namun para peternak sapi perah tidak begitu termotivasi untuk
harga susu yang diterima para peternak umumnya masih relatif rendah, sehingga
penghasilannya.
47
Komoditas Susu
Tingkat konsumsi susu 1. Produksi susu segar dalam negeri (SSDN) hanya mampu
relatif rendah dengan memenuhi permintaan (30%).
trend permintaan susu 2. Persentase jumlah penyediaan SSDN 30:70 dengan jumlah
cenderung meningkat. impor susu.
3. Harga susu segar ditingkat peternak relatif murah.
Permintaan Komoditas
Susu
48
2.12. Hipotesis Penelitian
studi penelitian terdahulu yang telah dijabarkan, maka dapat diajukan beberapa
1. Model total biaya produksi diduga memiliki hubungan positif dengan variabel
biaya pakan, biaya tenaga kerja, biaya listrik dan air, biaya obat-obatan dan
2. Model produksi susu segar diduga memiliki hubungan positif dengan variabel
jumlah sapi laktasi, jumlah pakan hijauan, jumlah pakan tambahan, jumlah
variabel harga susu segar, variabel harga teh, harga kopi dan jumlah produksi
variabel harga teh, harga kopi, jumlah produksi susu segar dan jumlah
pendapatan per kapita. Sedangkan untuk variabel harga susu segar diduga
5. Model harga susu segar diduga memiliki hubungan positif dengan variabel
49
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
ini dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder time series yang berasal dari
terkait penelitian diperoleh dari beberapa instansi, studi pustaka dan publikasi
berupa deret waktu (time series) selama kurun waktu 25 tahun terakhir yaitu
yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik RI (berbagai tahun). Data tersebut
terdiri dari data jumlah sapi laktasi, jumlah pakan ternak yang digunakan, jumlah
tenaga kerja, jumlah listrik dan air yang digunakan, total biaya produksi berupa
biaya pakan, biaya tenaga kerja, biaya obat-obatan, serta biaya lain yang
digunakan oleh perusahaan peternakan per satu tahun. Dalam publikasi tersebut
juga menyajikan data jumlah produksi susu segar, serta data jumlah penggunaan
kuantitas produksi atau konsumsi susu segar yang berasal dari perusahaan
50
peternakan sapi perah. Sementara itu, data jumlah penduduk dan pendapatan
perkapita juga bersumber dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia dalam
produksi, penawaran dan permintaan serta harga susu segar dalam negeri di
simultan dengan metode Two Stages Least Squares (2SLS) dan menggunakan
program Statistical Analysis System (SAS) versi 9.1 sebagai alat bantu dalam
pengolahan data. Adapun tahapan dalam pengolahan dan analisis data sebagai
berikut.
tinjauan teori terkait model persamaan yang dibangun dalam penelitian. Selain itu,
penyedia data yang digunakan dalam penelitian ini secara lebih rinci terangkum
dalam Tabel 5.
51
Tabel 5. Komponen Variabel dan Lembaga Penyedia Data
Simbol
dalam Lembaga
No. Komponen Variabel Keterangan
Model Penyedia Data
Persamaan
Jumlah Produksi
1 QP BPS Lampiran 4
Susu Segar
2 Jumlah Sapi Laktasi SL BPS Lampiran 4
Jumlah Pakan Kompilasi
3 PH Lampiran 4 dan 8
Hijauan data BPS
Jumlah Pakan Kompilasi
4 PK Lampiran 4 dan 8
Konsentrat data BPS
Jumlah Tenaga
5 TK BPS Lampiran 4
Kerja/Peternak
Jumlah Pemakaian Kompilasi d
6 A Lampiran 4 dan 9
Air ata BPS
Jumlah Penawaran Kompilasi Lampiran 5 dan
7 QS
Susu Segar data BPS 10
Harga Susu Segar Kompilasi Lampiran 5 dan
8 HS
Dalam Negeri data BPS 11
9 Harga Teh HT BPS Lampiran 5
10 Harga Kopi HK BPS Lampiran 5
11 Total biaya produksi TB BPS Lampiran 5
12 Biaya Tenaga Kerja BTK BPS Lampiran 6
13 Biaya Pakan BP BPS Lampiran 6
14 Biaya Listrik dan Air BLA BPS Lampiran 6
15 Biaya Obat-obatan BO BPS Lampiran 6
16 Biaya Bahan Bakar BB BPS Lampiran 7
Jumlah Permintaan Kompilasi Lampiran 7 dan
17 QD
Susu Segar data BPS 12
Pendapatan Per
18 IN BPS Lampiran 7
Kapita
Sumber : Lampiran 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11 dan 12.
air tahun 2015-2017, variabel harga susu segar, serta variabel jumlah penawaran
bersumber dari BPS. Hal ini dilakukan karena keterbatasan data yang tersedia.
52
3.3.2. Spesifikasi Model
variabel dalam model pada kondisi pasar yang seimbang. Artinya, jumlah
penawaran akan sama dengan jumlah permintaan dalam kondisi pasar seimbang.
Asumsi ini digunakan karena adanya keterbatasan data jumlah permintaan susu
segar. Sehingga dalam penelitian ini jumlah permintaan susu segar diasumsikan
sama dengan jumlah penawaran susu segar yang ditawarkan oleh produsen.
Dalam skema pasar seimbang variabel harga diduga menjadi variabel penghubung
53
diatas, dapat diduga bahwa variabel harga salah satunya dipengaruhi oleh
variabel endogen (TB, QP, QS, QD dan HS) dan 13 variabel eksogen (SL, PH,
PK, A, TK, BP, BTK, BO, BL, BB, HT, HK, dan IN). Variabel QS merupakan
PK, A, TK, BP, BTK, BO, BL, BB, HT, HK, dan IN merupakan variabel yang
bersifat eksogen murni, artinya variabel tersebut hanya dapat menjadi variabel
(dua arah), maknanya variabel TB, QP, HS dan QD merupakan variabel yang
dapat dipengaruhi (endogen) dalam sebuah persamaan dan dapat menjadi variabel
yang mempengaruhi (eksogen) dalam model persamaan yang lain pada sebuah
sistem persamaan simultan. Sedangkan variabel QS, SL, PH, PK, A, TK, BP,
BTK, BO, BL, BB, HT, HK, dan IN merupakan variabel yang memiliki sifat
precursive (satu arah). Artinya, variabel tersebut hanya bersifat satu arah, yakni
hanya dapat berperan sebagai variabel yang dipengaruhi saja (endogen) atau
hanya dapat berperan sebagai variabel yang mempengaruhi saja (eksogen) dalam
54
3.3.3. Merumuskan Model Persamaan
peternakan. Adapun model persamaan identitas total biaya produksi susu dapat
................... (7)
Dimana :
= Total biaya produksi (Rp)
= Biaya pakan (Rp)
= Biaya tenaga kerja (Rp)
= Biaya listrik dan air (Rp)
BO = Biaya obat-obatan (Rp)
= Biaya bahan bakar (Rp)
= Intercept
= Koefisien regresi
= error
55
3.3.3.2. Model Persamaan Produksi Susu Segar Dalam Negeri
jumlah sapi laktasi, jumlah pakan hijauan, jumlah pakan konsentrat, jumlah
pemakaian air dan jumlah tenaga kerja. Model persamaan produksi susu dapat
........................... (4)
Dimana :
= Jumlah produksi susu segar dalam negeri (Liter)
= Jumlah sapi laktasi (Ekor)
= Jumlah pakan hijauan (Kg)
= Jumlah pakan konsentrat (Kg)
= Jumlah pemakaian air (M3)
= Jumlah tenaga kerja (Orang)
= Intercept
= Koefisien regresi
= error
Total penawaran susu segar dicerminkan oleh data jumlah susu yang
yang diduga berpengaruh terhadap penawaran susu segar yaitu jumlah produksi
susu segar, harga susu segar dalam negeri, harga teh dan kopi sebagai harga
barang lain serta nilai total biaya produksi. Variabel total biaya produksi (TB) dan
jumlah produksi susu segar (QP) dalam model persamaan total biaya produksi dan
jumlah produksi susu segar merupakan variabel bebas atau endogen. Namun,
56
variabel eksogen. Hal ini terjadi karena variabel TB dan QP bersifat timbal balik,
atau dua arah. Model persamaan penawaran susu segar dalam negeri dapat
........................... (6)
Dimana :
Q = Jumlah penawaran susu segar (Liter)
= Harga susu segar dalam negeri (Rp/Liter)
= Harga teh (Rp/Kg)
= Harga kopi (Rp/Kg)
= Jumlah produksi susu segar (Liter)
TB = Total biaya produksi (Rupiah)
= Intercept
= Koefisien regresi
= error
Mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Sugiarto dkk (2002;55) yang
........................................................................................................ (9)
57
diantaranya yaitu variabel total biaya produksi, jumlah permintaan dan jumlah
pendapatan perkapita.
variabel bebas atau eksogen. Namun, variabel HS dalam model persamaan harga
susu segar memiliki sifat timbal balik atau dua arah. Sehingga dalam model
.................................................................. (10)
Dimana :
= Harga susu segar dalam negeri (Rp/Liter)
TB = Total biaya produksi (000 Rp)
= Jumlah produksi susu segar (Liter)
= Intercept
= Koefisien regresi
= error
bahwa model permintaan dan penawaran susu segar terletak pada pasar yang
diasumsikan sama dengan jumlah penawaran susu segar. Asumsi ini juga
mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Sugiarto dkk (2002;55) bahwa tanpa
58
Variabel permintaan susu segar diestimasi dengan variabel-variabel yang
diduga mempengaruhi yaitu harga susu segar dalam negeri, harga teh, harga kopi,
jumlah produksi susu segar dalam negeri, jumlah penduduk serta pendapatan per
kapita di Indonesia. Model persamaan permintaan susu segar dalam negeri dapat
............................. (8)
K–k>m–1
Dimana :
59
Prinsip dalam menentukan identifikasi dalam model persamaan simultan,
penelitian, dapat diketahui bahwa dalam sistem terdapat 13 variabel eksogen (SL,
PH, PK, A, TK, BP, BTK, BO, BL, BB, HT, HK dan IN) dan 5 variabel endogen
(TB, QP, QS, QD dan HS). Nilai K yang merupakan jumlah variabel yang sudah
ditetapkan dalam persamaan total biaya produksi susu segar (k) terdapat 5
m - 1, diperoleh hasil 13 > 0 dan dapat disimpulkan bahwa persamaan total biaya
ditetapkan dalam persamaan produksi susu segar (k) terdapat 5 variabel. Sehingga
hasil 13 > 0 dan dapat disimpulkan bahwa persamaan produksi susu segar
60
Model persamaan penawaran susu segar (QS) memiliki variabel endogen
dalam persamaan (m) sebanyak 3 variabel yaitu variabel jumlah penawaran (QS),
variabel total biaya produksi (TB) dan jumlah produksi (QP). Sedangkan jumlah
variabel yang ditetapkan dalam persamaan penawaran susu segar (k) terdapat 5
Model persamaan harga susu segar (HS) memiliki variabel endogen dalam
persamaan (m) sebanyak 3 variabel yaitu variabel harga susu segar (HS), variabel
total biaya produksi (TB) dan jumlah permintaan (QD). Sedangkan jumlah
hasil 16 > 1 dan dapat disimpulkan bahwa persamaan harga susu segar merupakan
persamaan overidentified.
dalam persamaan (m) sebanyak 3 variabel yaitu variabel jumlah permintaan (QD),
jumlah produksi (QP) dan harga susu segar (HS). Sedangkan jumlah variabel yang
orde dengan menggunakan rumus K – k > m - 1, diperoleh hasil 13 > 2 dan dapat
61
Tabel 6. Hasil Identifikasi Model Persamaan Struktural
Model Hasil
K k M K-k m-1 Keterangan
Persamaan Identifikasi
TB 18 5 1 13 0 13>0 Overidentified
QP 18 5 1 13 0 13>0 Overidentified
QS 18 5 3 13 2 13>2 Overidentified
HS 18 2 3 16 2 16>2 Overidentified
QD 18 5 3 13 2 13>2 Overidentified
estimasi yang tepat digunakan dalam penelitian ini adalah metode 2SLS karena
(overidentified).
autokorelasi, uji nilai F, uji nilai t dan uji validasi. Adapun penjabaran rinci dari
1. Uji Autokorelasi
membandingkan nilai duji dengan dkritis. Nilai dkritis dibentuk dari dL (d bawah) dan
dU (d atas). Nilai dL dan dU dapat diperoleh dari tabel durbin watson dengan
2014;142) :
62
d. Jika 4 – dU < d < 4 – dL artinya merupakan daerah tidak ada keputusan.
2. Uji F
Uji F digunakan dalam suatu model untuk menguji apakah variabel
independen secara bersama sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel
H0: Variabel independen yang diuji tidak berpengaruh secara serentak terhadap
variabel independennya.
independen.
Untuk menghitung nilai F hitung dapat digunakan formula (Suliyanto, 2011; 62) :
Dimana :
variabel dependen.
63
2) Apabila F hitung > F tabel, maka Ho ditolak. Artinya, variabel independen
dependen.
3. Uji t
menguji apakah berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah dependen. Uji t
independen.
independen.
variabel dependen.
64
3) Apabila t hitung > t tabel, maka H o ditolak. Artinya variabel independen ke-i
R2 = 0, artinya tidak ada hubungan antara X dan Y, atau model yang terbentuk
secara sempurna.
Coefficient (U) dan hasil uji autokorelasi. Nilai koefisien U berkisar antara 0 dan
dan jika nilai U = 1 atau mendekati angka 1 maka pendugaan model tersebut tidak
sempurna. Sedangkan apabila tidak terjadi masalah autokorelasi, maka model juga
65
3.3.6. Definisi Operasional
sebagai berikut :
1. Jumlah produksi susu segar dalam negeri adalah jumlah susu yang dihasilkan
negara Indonesia.
2. Jumlah sapi laktasi adalah jumlah sapi perah yang sedang berproduksi atau
menghasilkan susu.
3. Jumlah pakan hijauan adalah jumlah segala macam jenis rumput atau
tumbuhan lain yang dapat dimakan oleh ternak. Jenis pakan ini meliputi
antara lain tanaman yang tergolong dalam bangsa gramineae dan leguminose.
4. Jumlah pakan konsentrat adalah jumlah bahan makanan hasil olahan pabrik
5. Jumlah pemakaian air adalah jumlah air yang digunakan untuk usaha
berupa barang.
7. Jumlah penawaran susu segar dalam negeri merupakan jumlah susu yang
8. Harga susu segar dalam negeri adalah harga yang harus dibayar oleh
konsumen untuk mendapatkan susu yang berasal dari produksi dalam negeri.
66
9. Harga teh adalah harga yang harus dibayar oleh konsumen untuk
10. Harga kopi adalah harga yang harus dibayar oleh konsumen untuk
11. Total biaya produksi adalah pengeluaran yang benar-benar digunakan untuk
12. Biaya pakan adalah total pengeluaran biaya yang digunakan untuk
penyediaan pakan. Biaya pakan meliputi biaya pakan konsentrat, biaya pakan
13. Biaya tenaga kerja pengeluaran yang digunakan untuk keperluan penyediaan
15. Biaya bahan bakar adalah pengeluaran yang digunakan untuk keperluan
16. Biaya listrik adalah pengeluaran yang digunakan untuk keperluan penyediaan
17. Jumlah permintaan susu segar dalam negeri adalah jumlah permintaan susu
yang dihasilkan oleh peternak, koperasi dan perusahaan peternakan yang ada
18. Pendapatan per kapita adalah pendapatan rata-rata yang dimiliki oleh
penduduk Indonesia.
67
BAB IV
GAMBARAN UMUM
Usaha peternakan sapi perah di Indonesia bermula sejak tahun 1905 yang
dikenalkan oleh Belanda untuk memenuhi kebutuhan akan susu dan produk
Nongkojajar, Malang dan Batu. Sedangkan peternakan sapi perah yang dikelola
oleh peternak lokal mulai berkembang setelah kemerdekaan yaitu sekitar tahun
dirangkum dan terbagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap I (periode sebelum tahun
periode peningkatan populasi sapi perah, dan Tahap III (Periode 1997 sampai
memenuhi kebutuhan orang Belanda di Indonesia. Pada mulanya usaha sapi perah
diusahakan oleh warga non pribumi, dan diperkiraan tahun 1925 berdiri
68
perusahaan sapi perah pertama. Sampai dengan tahun 1980, perkembangan
peternakan sapi perah masih cukup lambat karena usaha hanya merupakan usaha
perah pada awal tahun 1980-an yang bertujuan untuk menstimulus peternak agar
1982, dan dimantapkan dengan Intruksi Presiden No. 2 tahun 1985 tentang
sapi perah rakyat dengan bukti serap susu (BUSEP). Berbagai kebijakan tersebut
di atas telah dinilai berhasil dengan indikator adanya peningkatan jumlah populasi
dan produki susu segar nasional, serta berkurangnya jumlah rasio impor susu di
Pada tahap III, populasi sapi perah mengalami penurunan dan stagnasi.
Hal tersebut dipengaruhi oleh kejadian krisis ekonomi yang melanda Indonesia.
dengan menghapus kebijakan rasio susu impor dan susu lokal terhadap IPS
69
melalui Intruksi Presiden No.4 Tahun 1998. Kebijakan ini sebagai dampak adanya
tersebut, maka peternak harus mampu bersaing dengan produk susu dari luar
Negeri. Pertama, peternakan sapi perah rakyat yaitu usaha ternak sapi perah yang
diselenggarakan sebagai usaha sampingan yang memiliki sapi perah kurang dari
10 ekor sapi laktasi (dewasa) atau memiliki jumlah keseluruhan kurang dari 20
ekor sapi perah campuran. Kedua, perusahaan peternakan sapi perah, yaitu usaha
ternak sapi perah untuk tujuan komersil dengan produksi utama susu sapi, yang
memiliki lebih dari 10 ekor sapi laktasi (dewasa) atau memiliki jumlah
sapi perah saat ini didominasi oleh usaha peternakan sapi perah rakyat dengan
manajemen tradisional dan skala kepemilikian yang belum ekonomis yaitu sekitar
1-4 ekor dengan produktivitas produksi susu rata-rata sekitar 10 liter per ekor per
hari. Kondisi skala usaha yang belum ekonomis ini antara lain disebabkan oleh
terbatasnya modal peternak dan sulitnya mencari pakan hijauan karena semakin
terbatasnya lahan untuk makanan hijauan ternak. Menurut Murti (2014;187), skala
70
usaha peternakan kecil ini dianggap tidak ekonomis, karena keuntungan yang
diperoleh dari hasil penjualan susu hanya cukup untuk memenuhi sebagian
kebutuhan hidup. Skala ekonomis dapat dicapai dengan kepemilikan ternak 10-12
pertumbuhan hanya sebesar 2,54% per tahun. Data jumlah populasi sapi perah di
Indonesia secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 13. Adapun perkembangan
700.000
Populasi Sapi Perah (Ekor)
600.000
500.000
400.000
300.000
200.000
100.000
0
1999
2001
2014
2016
1993
1994
1995
1996
1997
1998
2000
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2015
2017
Gambar 10. Perkembangan Jumlah Populasi Sapi Perah (Ekor) Tahun 1993-2017
Sumber : PUSDATIN Kementerian Pertanian RI, 2017 (diolah)
71
Berdasarkan data Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian
Pertanian (2017;11), sebaran populasi sapi perah yang ada di Indonesia, pusat
populasi sapi perah terbesar terdapat di Jawa Timur sekitar 252,68 ribu ekor atau
49,66% dari total populasi sapi perah Indonesia. Provinsi lain yang memiliki
populasi sapi perah cukup besar adalah Jawa Tengah dan Jawa Barat masing-
masing 126,69 ribu ekor atau 24,9% dan 117,16 ribu ekor atau 23,02% dari total
segar dalam negeri yang dihasilkan. Peningkatan dari segi kuantitas dan kualitas
produksi susu segar merupakan aspek utama dalam pengembangan agribisnis sapi
perah di Indonesia. Berdasarkan data dari Pusat Data dan Sistem Informasi
Indonesia ditahun 2017 mencapai angka 920.093 ton susu segar yang mayoritas
dipasok sebesar 912.898 ton dari pulau Jawa dan 7.195 ton dipasok dari luar pulau
pertumbuhan sebesar 5,08% per tahun. Peningkatan produksi terbesar terjadi pada
Tahun 2010, yaitu meningkat 86,15 % dari tahun 2009 dengan peningkatan
pada tahun 2007 dan tahun 2013. Penurunan produksi di tahun 2007 mencapai
19,48 % dengan angka penurunan produksi sebesar 111.219 ton susu segar.
Kemudian ditahun 2013 kembali terjadi penurunan produksi susu segar sebesar
72
18,01 % dari tahun 2012 sebesar 172.859 ton susu segar. Perkembangan produksi
susu segar dalam negeri dapat dilihat pada Lampiran 14. Adapun Grafik
perkembangan produksi susu segar dalam negeri dapat dilihat pada Gambar 11.
1.200.000
Jumlah Produksi Susu Segar
1.000.000
Dalam Negeri (Ton)
800.000
600.000
400.000
200.000
0
2001
2003
2014
2016
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2002
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2015
2017
Gambar 11. Perkembangan Produksi Susu Segar Dalam Negeri (Ton)
Sumber : PUSDATIN Kementerian Pertanian RI, 2017 (diolah)
(2017;11), dapat diketahui bahwa daerah sentra produksi susu segar berpusat di
Provinsi Jawa Timur. Provinsi penghasil susu terbesar juga berasal dari Jawa
Timur, pada tahun 2013 sampai 2017 rata-rata produksi sapi perah di Jawa Timur
sebesar 461,73 ribu ton atau sebesar 54,25% dari produksi nasional. Urutan kedua
adalah provinsi Jawa Barat dengan rata-rata produksi mencapai 272,08 ribu ton
atau 31,97%, kemudian Jawa Tengah pada urutan ketiga dengan rata-rata produksi
sebesar 99,70 ribu ton atau 11,7%. Sementara provinsi lainnya hanya
segar sebagian besar masih berpusat di wilayah Pulau Jawa. Hal ini disebabkan
73
karena sapi perah memerlukan kriteria lingkungan yang sesuai untuk
sapi FH mampu berkembang cukup baik di daerah dengan ketinggian lebih dari
700 m dpl seperti di Jawa, Sumatera, Sulawesi, Bali dan Timor. Namun, juga
mampu berkembang baik di daerah dataran rendah 0 – 300 m dpl seperti di Grati
Struktur biaya usaha ternak sapi perah terdiri dari beberapa komponen
biaya yang menyusunnya. Badan Pusat Statistik (2017;6) dalam hasil survei
diantaranya adalah biaya upah tenaga kerja, biaya pakan, biaya bahan bakar, biaya
listrik dan air, biaya pemeriksaan kesehatan serta biaya lain-lain. Nilai biaya
terbesar yang harus dikeluarkan oleh peternak yaitu pengeluaran biaya pakan yang
mendominasi sebesar 67,09% dan diikuti oleh biaya upah tenaga kerja sebesar
23,62 %. Sedangkan untuk struktur nilai penerimaan (nilai produksi) usaha ternak
terdiri dari pertambahan bobot ternak, nilai produksi susu segar, nilai produksi
ikutan, jasa peternakan dan nilai penjualan sapi afkir. Produksi ikutan terdiri atas
pupuk kandang, biogas, pupuk cair dan kulit. Persentase penerimaan produksi
usaha ternak sapi perah didominasi oleh produksi susu segar sebesar 58,68%,
diikuti dengan pertambahan bobot ternak sapi perah sebesar 38,56% dan produksi
ikutan sebesar 1,57%. Berdasarkan struktur nilai penerimaan (nilai produksi) dan
biaya pengeluaran dapat dihitung usaha peternakan sapi perah dapat menghasilkan
74
keuntungan sebesar Rp. 1.973.440 per ekor sapi perah selama satu tahun dengan
Tabel 7. Produksi dan Total biaya produksi Usaha Sapi Perah per Ekor per Tahun
dengan Cara Pemeliharaan Dikandangkan.
75
perkembangan tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia dapat dilihat pada
Gambar 12 berikut.
5
Tingkat Konsumsi Susu
0
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
rata-rata tingkat konsumsi susu segar masyarakat Indonesia adalah sebesar 0,162
Liter/Kapita, susu bubuk 0,665 Kg/Kapita, Susu Kental Manis 3,142 (397
Gram/Kapita), dan susu cair pabrik sebesar 1,284 (250 gram/kapita). Secara lebih
rinci perkembangan konsumsi beberapa jenis susu dapat dilihat pada Lampiran
15.
dengan tingkat konsumsi susu olahan seperti susu bubuk, susu cair pabrik, dan
susu kental manis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa konsumsi susu masyarakat
76
segar. Penyebab konsumsi susu masyarakat di Indonesia didominasi oleh produk
susu olahan dibandingkan susu segar, Simatupang, et al. (1993) dalam Amaliah
pemasaran susu segar terbatas karena sifatnya yang mudah rusak dan terbatasnya
akses terhadap cold storage; dan ketiga, keunggulan susu olahan yang praktis dan
relatif tahan lama apabila disimpan; keempat, harga susu segar yang langsung
pada konsumen yang tinggal di daerah peternakan dan masyarakat kota yang
berpendapatan tinggi.
4.500
Konsumsi Susu di Indonesia
4.000
3.500
3.000
(000 Ton)
2.500
2.000
1.500
1.000
500
0
2017*)
1997
2004
2013
1993
1994
1995
1996
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2014
2015
2016
77
Kementerian Pertanian mencatat pada tahun 2017 jumlah konsumsi susu
konsumsi ini baru dipenuhi oleh produksi dalam negeri sebanyak 30% yaitu
sebesar 920.000 ton, sedangkan 70% dari pemenuhan konsumsi susu di Indonesia
dipasok oleh impor susu sebesar 2.189.000 ton. Hal ini menyebabkan Indonesia
saat ini berada pada posisi net consumer dalam peta perdagangan internasional
produk-produk susu. Sampai saat ini, industri pengolahan susu nasional masih
bergantung pada impor bahan baku susu. Apabila hal ini terus berlangsung,
tentunya akan berakibat langsung terhadap kerugian peternak sapi perah lokal.
Untuk itu, program percepatan peningkatan produksi susu segar dalam negeri
harus terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan industri sebagai peluang pasar.
Dalam hal ini Siregar (2003;50) menyatakan bahwa penambahan populasi sapi
perah betina produktif atau dalam masa laktasi merupakan salah satu alternatif
produksi dan populasi, populasi sapi perah betina produktif yang diperlukan untuk
sebanyak 1.204.144 ekor sapi perah laktasi. Adapun secara lebih rinci perhitungan
78
beberapa Kementerian terkait. Berikut merupakan penjabaran beberapa kebijakan
yang tertuang terkait pengembangan peternakan sapi perah dan komoditas susu
segar :
ditetapkan berisi ketentuan terkait kewajiban IPS dalam menyerap susu segar
dalam negeri sebagai pendamping dari susu impor sebagai bahan baku untuk
industri. Proporsi penyerapan susu segar dalam negeri ditetapkan dalam bentuk
rasio susu, yaitu perbandingan antara penyerapan susu segar dalam negeri dan
kebijakan rasio impor susu dan adanya kebijakan bukti serap yang mewajibkan
79
d. Peraturan Presiden No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional
e. Permenkeu No. 131 Tahun 2009 tentang Kredit Usaha Pembibitan Sapi
dukungan pengadaan satu juta ekor bibit sapi dalam lima tahun. Untuk
berisi ketentuan yang mengatur terkait penyediaan dan peredaran susu segar,
menguntungkan.
80
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
persamaan struktural.
segar, kuantitas penggunaan produksi susu segar, serta jumlah penggunaan input
yang digunakan dan dihasilkan perusahaan ternak sapi perah per satu tahun yang
bersumber dari Badan Pusat Statistik Indonesia dalam periode 1993-2017. Berikut
dalam penelitian.
peternakan sapi perah tahun 1993-2017, dapat diketahui jumlah produksi susu
segar perusahaan sapi perah di Indonesia memiliki angka yang berfluktuatif setiap
81
jumlah produksi susu segar perusahaan peternakan sapi perah di Indonesia dapat
140.000.000
Jumlah Produksi Susu
120.000.000
Segar (Liter)
100.000.000
80.000.000
60.000.000
40.000.000
20.000.000
0 1999
2006
2011
1993
1994
1995
1996
1997
1998
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2007
2008
2009
2010
2012
2013
2014
2015
2016
2017
Gambar 14. Produksi Susu Segar Perusahaan Peternakan Sapi Perah di Indonesia
(Liter/Tahun)
Sumber : Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah 1993-2017, Badan Pusat
Statistik (diolah, 2018)
Berdasarkan grafik pada Gambar 14, dapat diketahui bahwa pada tahun
2011, jumlah produksi susu mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun
Selain pada tahun 2011, peningkatan yang signifikan juga terjadi pada tahun 2013
dan 2017. Pada tahun 2013, jumlah produksi susu meningkat sebesar 92,5% atau
sebanyak 28.277.000 liter dari tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2017,
peningkatan produksi susu segar terjadi sebesar 85% atau sebanyak 58.144.000
liter dari tahun sebelumnya. Disamping itu, penurunan jumlah produksi susu segar
terbesar terjadi pada tahun 2008. Dengan penurunan jumlah produksi susu segar
82
5.1.2. Jumlah Sapi Laktasi
sapi perah di Indonesia memiliki rata-rata sebesar 22.958 ekor per tahun. Populasi
sapi perah terdiri dari 53% jumlah sapi betina laktasi sebanyak 12.031
11% sapi betina dalam keadaan kering sebanyak 2.564 Ekor/Tahun, 2% sapi
betina yang sudah tidak berproduksi lagi sebanyak 430 Ekor/Tahun dan 8% sapi
populasi sapi yang dimiliki oleh perusahaan peternakan sapi perah di Indonesia
2%
8%
Jumlah Sapi Betina Laktasi
11% (Ekor)
Jumlah Sapi Betina Belum
Berproduksi (Ekor)
Jumlah Sapi Betina dalam
53% Keadaan Kering (Ekor)
26% Jumlah Sapi BetinaTidak
Berproduksi Lagi (Ekor)
Jumlah Sapi Perah Jantan (Ekor)
11,57% per tahun. Peningkatan jumlah sapi laktasi terbesar terjadi pada tahun
2011, dengan peningkatan jumlah sapi laktasi sebanyak 5.794 ekor atau
meningkat sebesar 137% dari tahun 2010. Selain itu, peningkatan jumlah sapi
laktasi secara signifikan juga terjadi pada tahun 2012 dan 2017. Pada tahun 2012,
83
peningkatan jumlah sapi laktasi terjadi sebesar 84% atau sebanyak 8.493 ekor dari
tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2017, peningkatan jumlah sapi laktasi
terjadi sebesar 90% atau sebanyak 17.831 ekor dari tahun sebelumnya. Disamping
itu, penurunan jumlah sapi laktasi terbesar terjadi pada tahun 2008 dengan
penurunan jumlah sapi laktasi sebanyak 5.830 ekor atau sebesar 47,67% dari
tahun 2007. Adapun grafik perkembangan jumlah sapi laktasi dapat dilihat pada
Gambar 16.
40.000
Jumlah Sapi Laktasi
35.000
30.000
25.000
(EKor)
20.000
15.000
10.000
5.000
0
1993
2004
2015
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2016
2017
Gambar 16. Jumlah Sapi Laktasi Perusahaan Peternakan Sapi Perah per Tahun
(Ekor/Tahun)
Sumber : Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah 1993-2017, Badan Pusat
Statistik (diolah, 2018)
Pakan ternak yang dimaksud dalam usaha peternakan sapi perah pada
umumnya terdiri dari pakan hijauan dan pakan konsentrat. Jumlah penggunaan
pakan, baik pakan hijauan dan pakan konsentrat memiliki angka yang bervariasi
tiap tahunnya. Pakan hijauan berperan sebagai sumber pakan utama dalam usaha
ternak sapi perah, sedangkan pakan konsentrat merupakan pakan tambahan yang
sangat dibutuhkan sebagai pelengkap gizi ternak sapi perah. Adapun rata-rata
84
Sedangkan, rata-rata jumlah pemakaian pakan konsentrat sebesar 22.832.760
700.000.000
Jumlah Pakan Ternak (Kg)
600.000.000
500.000.000
400.000.000
300.000.000
200.000.000
100.000.000
0
1998
2005
2011
1993
1994
1995
1996
1997
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2006
2007
2008
2009
2010
2012
2013
2014
2015
2016
2017
Jumlah Pakan Hijauan (Kg) Jumlah Pakan Konsentrat (Kg)
dengan pertumbuhan sebesar -1,66% per Tahun. Penurunan jumlah tenaga kerja
terbesar terjadi pada tahun 2008, yaitu menurun sebanyak 1.836 orang atau
sebesar 57,9% dari tahun 2007. Sedangkan, peningkatan jumlah tenaga kerja
terbesar terjadi pada tahun 2012, dengan peningkatan sebanyak 951 orang atau
sebanyak 58% dari tahun 2011. Kemudian pada tahun 2017, jumlah tenaga kerja
yang bekerja dalam bidang usaha peternakan sapi perah berjumlah sebanyak 1.318
85
orang. Adapun grafik perkembangan jumlah tenaga kerja dapat dilihat pada
Gambar 18.
4.500
Jumlah Tenaga Kerja
4.000
3.500
3.000
(Orang)
2.500
2.000
1.500
1.000
500
0
1996
2000
2011
1993
1994
1995
1997
1998
1999
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2012
2013
2014
2015
2016
2017
Gambar 18. Jumlah Tenaga Kerja Perusahaan Peternakan Sapi Perah di Indonesia
(Orang/Tahun)
Sumber : Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah 1993-2017, Badan Pusat
Statistik (diolah, 2018)
pemakaian air sebesar 507.106 M3/Tahun. Adapun grafik jumlah pemakaian air
perusahaan peternakan sapi perah di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 19.
3.000.000
Jumlah Pemakaian Air
2.500.000
2.000.000
(M3)
1.500.000
1.000.000
500.000
0
1993
2004
2014
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2015
2016
2017
86
5.1.6. Jumlah Penawaran Susu Segar
penawaran dan permintaan susu segar per perusahaan peternakan sapi perah.
140.000.000
Jumlah Penawaran Susu
120.000.000
100.000.000
Segar (Liter)
80.000.000
60.000.000
40.000.000
20.000.000
0
1998
2003
2008
2013
1993
1994
1995
1996
1997
1999
2000
2001
2002
2004
2005
2006
2007
2009
2010
2011
2012
2014
2015
2016
2017
Gambar 20. Jumlah Penawaran Susu Segar Perusahaan Peternakan Sapi Perah
di Indonesia (Liter/Tahun)
Sumber : Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah 1993-2017, Badan Pusat
Statistik (diolah, 2018)
segar terbesar terjadi pada tahun 2011. Dengan peningkatan jumlah penawaran
susu sebanyak 18.149.143 liter atau meningkat sebesar 119% dari tahun 2010.
Dengan penurunan jumlah penawaran susu segar sebanyak 25.082.195 liter dari
tahun 2007, atau dengan persentase penurunan jumlah produksi sebesar 56,84%.
87
5.1.7. Jumlah Permintaan Susu Segar
sama dengan jumlah penawaran susu segar. Asumsi ini diambil karena adanya
pasar yang seimbang. Artinya, jumlah penawaran susu segar diasumsikan sama
dengan jumlah permintaan susu segar. Selain adanya keterbatasan data, asumsi
tersebut diambil berdasarkan tinjauan teori yang dikemukakan oleh Sugiarto dkk
penyediaan dan peredaran susu, harga susu segar dalam negeri ditetapkan oleh
perah dan IPS. Komponen harga susu segar dalam negeri yang dijadikan sebagai
dasar penentuan harga ditingkat peternak terdiri dari biaya SSDN (total biaya
produksi, handling cost, dan profit peternak), klasifikasi mutu SSDN dan tingkat
cemaran mikroba.
peternakan sapi perah tahun 1993-2017, menyatakan bahwa harga rata-rata susu
segar ditingkat peternak memiliki tren cenderung meningkat dengan harga pada
tahun 2017 yaitu sebesar Rp.5.500. Harga susu segar ditingkat peternak atau
88
produsen dapat dilihat pada Lampiran 10. Adapun grafik perkembangan harga
10.000,00
Harga Susu Segar
8.000,00
(Rupiah/Liter)
6.000,00
4.000,00
2.000,00
0,00
1994
2004
2014
1993
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2015
2016
2017
Gambar 21. Perkembangan Harga Susu Segar di Tingkat Produsen (Rp/Liter)
Sumber : Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah 1993-2017, Badan Pusat
Statistik (diolah, 2018)
penentu dalam suatu unit produksi. Susu segar yang dihasilkan peternak sebagian
besar diserap oleh industri pengolahan susu (IPS) sehingga peternak memiliki
posisi yang lemah dalam penetapan harga susu. Harga susu segar pada tingkat
peternak yang masih rendah menyebabkan para peternak tidak tertarik untuk
hubungan substitusi dengan komoditas susu sebagai komoditas yang sering diolah
Adapun pada tahun 2017, harga teh ditingkat konsumen yaitu sebesar Rp. 75.000
89
per kilogram. Grafik perkembangan harga teh di tingkat konsumen dapat dilihat
80.000
70.000
Harga Teh di Tingkat
Konsumen (Rp/Kg)
60.000
50.000
40.000
30.000
20.000
10.000
0
1999
2006
2013
1993
1994
1995
1996
1997
1998
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2014
2015
2016
2017
Gambar 22. Perkembangan Harga Teh di Tingkat Konsumen (Rp/Kg)
Sumber : Statistik Harga Konsumen Kelompok Makanan 1993-2017, Badan Pusat
Statistik (diolah, 2018)
minuman oleh masyarakat Indonesia selain komoditas susu segar dan komoditas
teh. Oleh karena itu, variabel harga kopi menjadi salah satu variabel harga barang
susu segar.
pertumbuhan sebesar 11,2% per tahun. Pada tahun 2017, harga kopi bubuk
ditingkat konsumen bernilai sebesar Rp. 38.330 per kilogram. Adapun grafik
90
45.000
2000
2003
2006
2009
1993
1994
1995
1996
1998
1999
2001
2002
2004
2005
2007
2008
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
Gambar 23. Perkembangan Harga Kopi Bubuk di Tingkat Konsumen (Rp/Kg)
Sumber : Statistik Harga Konsumen Kelompok Makanan 1993-2017, Badan Pusat
Statistik (diolah, 2018)
Total biaya produksi atau nilai pengeluaran dalam usaha peternakan sapi
usaha peternakan sapi perah per satu tahun. Badan Pusat Statistik dalam statistik
keperluan biaya pakan, biaya tenaga kerja, biaya bahan bakar, biaya listrik dan air,
rata-rata total biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan peternakan sapi perah,
yaitu sebesar Rp. 103.593.017.240 per tahun. Biaya yang dikeluarkan untuk pakan
59% atau sebesar Rp. 60.903.102.720. Kemudian, biaya yang dikeluarkan untuk
tenaga kerja memiliki persentase sebesar 16% dari total biaya yang dikeluarkan
91
keperluan lainnya memiliki persentase sebesar 10% atau sebesar Rp.
total biaya yang dikeluarkan, yaitu sebesar Rp. 9.641.746.320. Biaya untuk bahan
bakar sebesar Rp. 3.655.844.160 serta biaya untuk listrik dan air sebesar Rp.
Peningkatan jumlah total biaya produksi tertinggi terjadi pada tahun 2012.
Peningkatan pada tahun 2012 terjadi sebesar 179% atau sebanyak Rp 175.212.480
dari tahun 2011. Sedangkan penurunan terbesar terjadi pada tahun 2008, yaitu
dengan penurunan sebesar 45% atau sebanyak Rp. 49.301.210.000 dari tahun
92
450
400
350
(Milyar Rupiah)
Biaya Produksi
300
250
200
150
100
50
0
1993
1998
2007
2012
1994
1995
1996
1997
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2008
2009
2010
2011
2013
2014
2015
2016
2017
Gambar 25. Nilai Total biaya produksi Perusahaan Sapi Perah di Indonesia
(Milyar Rupiah/Tahun)
Sumber : Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah 1993-2017, Badan Pusat
Statistik (diolah, 2018)
perkapita terus meningkat dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 16,83% per
tahun. Pada tahun 2017, jumlah pendapatan per kapita mencapai Rp. 38.375.500
per tahun. Adapun grafik perkembangan pendapatan per kapita di Indonesia dapat
50
Jumlah Pendapatan per
40
(Juta Rupiah)
30
Kapita
20
10
0
1993
2000
2007
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
93
5.2. Uji Validasi
nilai hasil uji autokorelasi. Nilai U-Theil pada masing-masing model digunakan
menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan
sebelumnya.
diperoleh hasil bahwa setiap persamaan yang dibangun dalam model dapat
disimpulkan bahwa model yang dibangun valid dan tidak memerlukan adanya
revisi model. Sintaks dan hasil uji validasi model dapat dilihat pada Lampiran 23,
24, 25, 26 dan 27. Adapun Hasil nilai uji U Theil dapat dilihat pada Tabel 8
berikut.
94
uji berdasarkan nilai kritis diperoleh bahwa, model totak total biaya produksi
(TB), model penawaran susu segar (QS) dan harga susu segar (HS) tidak memiliki
masalah autokorelasi. Sedangkan model persamaan produksi susu segar (QP) dan
permintaan susu segar (QD) tidak dapat diambil keputusan apakah terdapat
masalah autokorelasi atau tidak. Adapun hasil uji autokorelasi dalam masing-
Nilai Uji
Model
Autokorelasi Pengambilan Keputusan Hasil
Persamaan
durbin watson
Total biaya dU<d<4-dU Tidak Terdapat
2,392
produksi (TB) (1,886<2,392<2,114) Autokorelasi
Produksi Susu dL < d < dU Tidak Ada
1,744
Segar (QP) (0,953 < 1,744 < 1,886) Keputusan
Penawaran Susu dU<d<4-dU Tidak Terdapat
1,958
Segar (QS) (1,886<1,958<2,114) Autokorelasi
Permintaan Susu dL < d < dU Tidak Ada
1,461
Segar (QD) (0,953< 1,461 < 1,886) Keputusan
Harga Susu dU<d<4-dU Tidak Terdapat
2,111
Segar (HS) (1,550<2,111<2,450) Autokorelasi
Sumber : Lampiran 18, 19, 20 dan 21.
Model persamaan produksi susu segar (QP) dan permintaan susu segar
(QD) memiliki nilai durbin watson yang berada di daerah keragu-raguan dengan
kriteria dL < d < dU. Sehingga tidak dapat diambil keputusan apakah model
Sunyoto (2010;110) apabila nilai durbin watson berada diantara -2 dan 2, maka
autokorelasi. Sehingga berdasarkan teori tersebut maka model produksi (QP) dan
model permintaan susu segar (QD) dapat dinyatakan tidak memiliki masalah
95
autokorelasi. Berdasarkan hasil uji validasi model diatas, dapat dibangun skema
TK
keterkaitan antar variabel dalam model pada kondisi pasar yang seimbang.
Artinya, jumlah penawaran akan sama dengan jumlah permintaan. Asumsi ini
sehingga dalam penelitian ini jumlah permintaan susu segar diasumsikan sama
dengan jumlah penawaran susu segar. Asumsi pasar seimbang atau keseimbangan
pasar juga mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Sugiarto, dkk (2002;55)
Dalam skema pasar seimbang variabel harga menjadi variabel penghubung antara
variabel jumlah penawaran dan jumlah permintaan. Dalam Gambar 27, dapat
96
diketahui bahwa variabel harga salah satunya dipengaruhi oleh perubahan jumlah
dipengaruhi oleh biaya pakan, biaya listrik dan air, biaya obat-obatan serta biaya
bahan bakar yang berpengaruh signifikan pada taraf nyata sebesar 0,05.
jumlah sapi laktasi dan jumlah pakan konsentrat pada taraf nyata sebesar 0,05.
Sedangkan jumlah pakan hijauan serta tenaga kerja tidak berpengaruh signifikan
segar, harga teh dan harga kopi bubuk yang berpengaruh secara signifikan
terhadap jumlah penawaran pada taraf nyata 0,05. Variabel harga susu
segar berpengaruh signifikan pada taraf nyata 0,15. Sedangkan total biaya
Model permintaan susu segar dipengaruhi oleh variabel harga teh, harga
kopi, jumlah produksi susu segar dan jumlah pendapatan perkapita pada taraf
nyata sebesar 0,05. Sedangkan variabel jumlah harga susu segar tidak
model harga susu segar dipengaruhi oleh total biaya dan jumlah permintaan pada
97
5.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Total Biaya Produksi
usaha ternak sapi perah terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap
merupakan biaya yang harus dikeluarkan dengan jumlah yang tetap pada periode
waktu tertentu tanpa melihat jumlah produksi yang dihasilkan. Sedangkan biaya
variabel adalah biaya yang dikeluarkan dengan jumlah yang berubah sesuai
menjelaskan bahwa biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan ternak, kandang dan
peralatan. Sedangkan biaya variabel terdiri dari biaya yang dikeluarkan untuk
pembelian barang dan jasa dalam usaha ternak sapi perah. Menurut BPS dalam
Survei Ongkos Usaha Ternak (2017;6) komponen variabel dalam total biaya
produksi ternak sapi perah diantaranya adalah variabel biaya pakan, biaya tenaga
kerja, biaya listrik dan air, biaya obat-obatan dan biaya bahan bakar.
uji durbin watson pada model persamaan total biaya produksi sebesar 2,392.
sebanyak 5 variabel pada taraf nyata sebesar 0,05, maka diperoleh nilai d L=
0,953 dan dU = 1,886. Sehingga kriteria yang paling tepat dengan nilai uji durbin
98
Model persamaan total biaya produksi susu segar memiliki nilai koefisien
dapat diartikan bahwa sebesar 99% keragaman nilai total biaya produksi susu
segar dapat dijelaskan oleh keragaman variabel biaya pakan, biaya tenaga kerja,
biaya listrik dan air, biaya obat-oabtan dan biaya bahan bakar.
menujukkan bahwa nilai probabilitas lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai
taraf nyata ( ) sebesar 0,05. Berdasarkan nilai uji tersebut, maka dapat
terhadap model persamaan total biaya produksi susu segar. Berdasarkan nilai uji
statistik t diperoleh hasil bahwa biaya pakan, biaya listrik dan air, biaya obat-
obatan dan biaya bahan bakar berpengaruh secara signifikan pada taraf nyata
sebesar 0,05. Sedangkan variabel biaya tenaga kerja tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap nilai total biaya produksi. Adapun hasil hasil uji statistik t
Tabel 10. Hasil Uji statistik t Model Total Biaya Produksi Susu Segar
Parameter Estimates
Sumber : Lampiran 18
99
Berdasarkan hasil analisis dengan perangkat lunak SAS, hasil penelitian
sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa kenaikan nilai biaya-biaya
yang digunakan dalam mengelola usaha ternak sapi perah akan berpengaruh satu
arah (positif) terhadap kenaikan nilai total biaya produksi. Uraian hasil analisis
pakan ternak dalam mengelola usaha peternakan sapi perah. Berdasarkan hasil uji
nilai probabilitas lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai taraf nyata ( ) sebesar
0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel biaya pakan sangat berpengaruh
signifikan terhadap jumlah total total biaya produksi yang dikeluarkan pada
tingkat sebesar 0,05. Nilai koefisien estimasi variabel biaya pakan memiliki
nilai positif dengan angka sebesar 0,97. Tanda positif menunjukkan adanya
hubungan searah antara biaya pakan dengan nilai total total biaya produksi.
Artinya apabila terjadi kenaikan satu rupiah biaya pakan maka total biaya
produksi susu segar yang dikeluarkan akan meningkat sebesar 0,97 rupiah dengan
biaya pakan memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap nilai total biaya
produksi. Menurut Ako (2013;53) biaya pakan memiliki pengaruh yang signifikan
karena pakan merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam
100
pemeliharaan ternak sapi perah dan memiliki persentase biaya pakan mencapai
60-70% dari total biaya. Sehingga, apabila terjadi kenaikan nilai rupiah dari biaya
pakan, maka akan sangat berpengaruh terhadap nilai biaya produksi yang
dikeluarkan.
pekerja yang bekerja dalam mengelola usaha peternakan sapi perah. Berdasarkan
hasil uji t, diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,20. Nilai tersebut menunjukkan
bahwa nilai probabilitas lebih besar jika dibandingkan dengan nilai taraf nyata ( )
sebesar 0,15. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel biaya tenaga kerja tidak
pada tingkat. Nilai koefisien estimasi variabel biaya tenaga kerja memiliki nilai
positif dengan angka sebesar 0,55. Tanda positif menunjukkan adanya hubungan
searah antara biaya tenaga kerja dengan nilai total biaya produksi. Artinya apabila
terjadi kenaikan satu rupiah biaya tenaga kerja maka total biaya produksi susu
segar yang dikeluarkan akan meningkat sebesar 0,55 rupiah dengan faktor lain
Biaya listrik dan air merupakan salah satu komponen variabel yang
nilai probabilitas lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai taraf nyata ( ) sebesar
0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel biaya listrik dan air sangat
101
berpengaruh signifikan terhadap jumlah total biaya produksi yang dikeluarkan
pada tingkat sebesar 0,05. Nilai koefisien estimasi variabel biaya listrik dan air
memiliki nilai positif dengan angka sebesar 5,22. Tanda positif menunjukkan
adanya hubungan searah antara biaya listrik dan air dengan nilai total biaya
produksi. Artinya apabila terjadi kenaikan satu rupiah biaya listrik dan air maka
total biaya produksi susu segar yang dikeluarkan akan meningkat sebesar 5,22
mencegah dan mengatasi penyakit pada ternak sapi perah. Berdasarkan hasil uji t,
nilai probabilitas lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai taraf nyata ( ) sebesar
0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel biaya obat-obatan dan vaksin
dikeluarkan pada tingkat sebesar 0,05. Nilai koefisien estimasi variabel biaya
obat-obatan dan vaksin memiliki nilai positif dengan angka sebesar 1,11. Tanda
positif menunjukkan adanya hubungan searah antara biaya obat-obatan dan vaksin
dengan nilai total biaya produksi. Artinya apabila terjadi kenaikan satu rupiah
total biaya produksi susu segar yang dikeluarkan sebesar 0,97 rupiah dengan
102
5.3.5. Biaya Bahan Bakar
bahan bakar yang digunakan dalam menjalankan usaha ternak sapi perah.
Berdasarkan hasil uji t, diperoleh nilai probabilitas sebesar <0,0001. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa nilai probabilitas lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai
taraf nyata ( ) sebesar 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel biaya
bahan bakar sangat berpengaruh signifikan terhadap jumlah total biaya produksi
yang dikeluarkan pada tingkat sebesar 0,05. Nilai koefisien estimasi variabel
biaya bahan bakar memiliki nilai positif dengan angka sebesar 1,57. Tanda positif
menunjukkan adanya hubungan searah antara biaya bahan bakar dengan nilai total
biaya produksi. Artinya apabila terjadi kenaikan satu rupiah biaya bahan bakar
maka total biaya produksi susu segar yang dikeluarkan akan meningkat sebesar
diantaranya yaitu variabel jumlah sapi laktasi, jumlah pakan hijauan, jumlah
pakan konsentrat, jumlah pemberian air serta jumlah tenaga kerja. Pemilihan
terdahulu. Adapun hasil uji model persamaan produksi susu segar dapat dilihat
103
Berdasarkan uji autokorelasi dengan nilai durbin watson diperoleh nilai
uji durbin watson pada model persamaan produksi sebesar 1,744. Dengan jumlah
pada taraf nyata sebesar 0,05, maka diperoleh nilai dL= 0,953 dan dU = 1,886.
Sehingga nilai uji durbin watson yang sesuai berada pada dL < d < dU dengan nilai
diambil kesimpulan apakah terdapat masalah autokorelasi atau tidak pada model
berada diantara -2 dan 2, maka dapat disimpulkan bahwa model persamaan tidak
dapat diartikan bahwa sebesar 82% keragaman produksi susu segar dapat
dijelaskan oleh keragaman variabel jumlah sapi perah laktasi, jumlah pakan
hijauan, jumlah pakan tambahan, jumlah pemakaian air dan jumlah tenaga kerja.
menujukkan bahwa nilai probabilitas lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai
taraf nyata ( ) sebesar 0,05. Berdasarkan nilai uji tersebut, maka dapat
Berdasarkan nilai uji statistik t diperoleh hasil bahwa jumlah sapi laktasi,
dan jumlah pakan konsentrat berpengaruh secara signifikan pada taraf nyata
sebesar 0,05. Kemudian variabel jumlah tenaga kerja dan pakan hijauan
104
berpengaruh signifikan pada taraf nyata sebesar 0,25. Sedangkan variabel jumlah
pemakaian air tidak berpengaruh secara signifikan. Adapun hasil hasil uji statistik
t dalam pengolahan data dengan perangkat lunak SAS 9.1 dapat dilihat pada Tabel
11.
Tabel 11. Hasil Uji statistik t Model Jumlah Produksi Susu Segar
Parameter Estimates
0,0022. Nilai tersebut menunjukkan bahwa nilai probabilitas lebih kecil jika
signifikan terhadap jumlah produksi susu segar yang dihasilkan pada tingkat
sebesar 0,05. Nilai koefisien estimasi variabel jumlah sapi laktasi memiliki nilai
105
hubungan searah antara jumlah sapi laktasi dan jumlah produksi. Artinya apabila
terjadi penambahan satu ekor jumlah sapi laktasi, maka jumlah produksi susu
segar yang dihasilkan akan meningkat sebesar 2.013,70 liter per tahun dengan
jumlah produksi susu suatu usaha peternakan sapi perah. Dalam hasil penelitian
sapi perah. Selain itu Hasanah (2015) juga menjelaskan bahwa variabel jumlah
sapi laktasi berpengaruh signifikan terhadap jumlah produksi susu. Sejalan dengan
produksi susu segar, sehingga ketika terjadi peningkatan jumlah sapi perah akan
populasi sapi perah betina merupakan salah satu alternatif dalam meningkatkan
Menurut Ako (2013;55) pakan ternak merupakan salah satu faktor yang
cukup penting dalam pemeliharaan ternak sapi perah. Pakan memiliki fungsi yang
106
ternak. Pakan hijauan merupakan pakan yang berperan sebagai pakan atau asupan
dibandingkan dengan taraf nyata sebesar 0,15. Maka dapat disimpulkan bahwa
variabel pakan hijauan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi susu
segar. Nilai koefisien estimasi jumlah pakan hijauan memilki nilai positif sebesar
0,033. Artinya apabila terjadi penambahan pakan hijauan sebanyak 1 kg, maka
jumlah produksi akan meningkat sebanyak 0,033 liter dengan asumsi faktor lain
variabel pakan hijauan memiliki hubungan positif terhadap jumlah produksi susu
segar. Hasil penelitian juga sejalan dengan teori yang dijelaskan oleh Ako
(2013;53) yang menyatakan bahwa pakan utama atau pakan hijauan merupakan
salah satu faktor yang menentukan keberhasilan peternakan sapi perah. Ternak
perah yang tidak mendapat pakan hijauan yang cukup dari kuantitas dan kualitas,
maka tidak akan menghasilkan atau memproduksi susu segar secara optimal.
Sebaliknya, apabila ternak perah mendapatkan pakan hijauan yang cukup, maka
produksi susu segar yang dihasilkan ternak perah akan optimal. Akan tetapi,
peningkatan jumlah produksi susu segar. Hal ini dapat terjadi karena, pemenuhan
kebutuhan gizi ternak sapi perah belum terpenuhi oleh penambahan jumlah pakan
hijauan. Oleh karena itu, dibutuhkan pakan konsentrat sebagai pakan tambahan
107
yang mengandung banyak gizi bagi ternak sapi perah untuk meproduksi lebih
tambahan yang berfungsi sebagai pakan tambahan terhadap pakan utama pada
sapi perah. Pakan konsentrat merupakan bahan pakan tambahan bagi sapi perah
yang umumnya memiliki kualitas yang lebih baik jika dibandingkan dengan pakan
hijauan.
dibandingkan dengan taraf nyata sebesar 0,05, nilai probabilitas uji t lebih kecil
dibandingkan dengan taraf nyata sebesar 0,05. Hal ini bermakna bahwa variabel
produksi yang dihasilkan pada tingkat sebesar 0,05. Nilai koefisien estimasi
variabel jumlah pakan konsentrat memiliki tanda positif sebesar 0,30. Tanda
produksi akan meningkat sebesar 0,3 liter dengan asumsi faktor lain dianggap
mengoptimalkan produksi susu dalam usaha ternak sapi perah dapat dilakukan
dengan dua cara, salah satunya yaitu dengan suplementasi pakan konsentrat dan
108
meningkatkan produksi susu nasional juga terbuka dengan cara perbaikan pakan
baik dari segi kuantitas dan kualitas. Dalam Siregar (2001;80) juga dijelaskan
(Jawa Barat) dengan suplementasi pakan konsentrat yang lebih tinggi kandungan
yang disertai dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali dalam sehari berdampak
kadar protein kasar. Kandungan protein kasar perlakuan pakan A sekitar 15%,
didapatkan hasil bahwa bahwa rata-rata angka produksi sapi yang diberikan
jumlah produksi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan jumlah produksi susu
pada sapi laktasi sebelum dilakukan pemberian pakan konsentrat berbagai jenis
berbagai jenis kualitas terhadap sapi yang sedang dalam masa laktasi mampu
meningkatkan jumlah produksi sebanyak 18% dari produksi air susu sebelumnya.
109
bahwa air minum memiliki berpengaruh terhadap kualitas air susu yang dihasilkan
oleh ternak sapi perah. Ternak yang sedang dalam masa laktasi sangat
membutuhkan air karena didalam air susu komponen yang paling dominan adalah
dibandingkan dengan taraf nyata sebesar 0,15, nilai probabilitas uji t lebih besar
dibandingkan dengan taraf nyata sebesar 0,15. Hal ini bermakna bahwa variabel
produksi yang dihasilkan. Nilai koefisien estimasi variabel jumlah pemakaian air,
memiliki pengaruh positif dengan nilai sebesar 4,27. Artinya apabila terjadi
penambahan jumlah pemakaian air sebesar 1 M3, maka jumlah produksi susu akan
meningkat sebesar 4,27 liter dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus).
Hasil penelitian sejalan dengan teori yang dijelaskan oleh Ako (2013;50)
yang menjabarkan bahwa kebutuhan ternak akan air merupakan salah satu faktor
yang menyebabkan peningkatan jumlah produksi susu segar ternak sapi perah.
Akan tetapi, berdasarkan hasil analisis dengan perangkat lunak SAS, variabel
susu segar yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Achmad
(2011;96) yang menyatakan bahwa faktor input air tidak dapat dikategorikan
berdasarkan hasil uji statistik t. Jika dibandingkan dengan taraf nyata sebesar
110
0,15 maka nilai probabilitas uji t lebih kecil dibandingkan dengan taraf nyata
jumlah produksi pada taraf nyata sebesar 0,15. Dengan demikian, hasil
tenaga kerja akan berpengaruh terhadap jumlah produksi susu yang dihasilkan.
negatif dengan nilai sebesar -4.747. Artinya apabila jumlah tenaga kerja
bertambah 1 orang per tahun, maka produksi akan berkurang sebanyak 4.747 liter
per tahun dengan asumsi bahwa faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus).
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting yang berkaitan dengan
tatalaksana dan pemeliharaan ternak perah. Rahardi dan Hartono (2003) dalam
kerja, sumber tenaga kerja dan sistem upah tenaga kerja. Umumnya jumlah tenaga
kerja sebaiknya disesuaikan dengan skala dan jenis usaha. Sedangkan, sumber
tenaga kerja, dapat diusahakan berasal dari keluarga sendiri ataupun tenaga kerja
dari luar.
usahaternak sapi perah dikatakan efektif jika satu hari kerja pria dapat menangani
tujuh sapi dewasa. Apabila dilakukan penambahan jumlah tenaga kerja untuk
budidaya sapi perah, maka jumlah produksi susu akan menurun karena melebihi
standar penggunaan tenaga kerja. Untuk itu, jumlah penggunaan tenaga kerja
111
perlu disesuaikan dengan skala usaha dan jumlah sapi perah yang dimiliki pada
variabel yang diduga mempengaruhi yaitu jumlah produksi dan harga susu segar.
penawaran diantaranya dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri, harga barang
lain, biaya input atau total biaya produksi dan jumlah produksi barang yang
nantinya akan ditawarkan. Harga barang lain atau komoditas lain yang dimaksud
dalam penelitian ini yaitu harga teh dan harga kopi bubuk. Adapun hasil uji model
nilai d sebesar 1,958 dengan jumlah observasi sebanyak 25 kali dan jumlah
variabel eksogen sebanyak 5 variabel, maka diketahui nilai d L = 0,953 dan nilai
dU= 1,886. Sehingga kriteria yang paling tepat dengan nilai uji durbin watson
penawaran susu segar dapat dijelaskan oleh keragaman variabel jumlah produksi
susu segar, nilai total biaya produksi dan harga susu segar sebesar 95%.
112
Berdasarkan hasil nilai uji statistik F, diperoleh nilai probabilitas sebesar
<0,0001. Apabila dibandingkan dengan nilai taraf nyata sebesar 0,05 maka dapat
segar, harga teh berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah penawaran pada
taraf nyata 0,05. Sedangkan variabel harga kopi bubuk, harga susu
segar dan total biaya produksi berpengaruh signifikan pada taraf nyata sebesar
0,25. Adapun hasil uji estimasi parameter dari model penawaran susu segar
Tabel 12. Hasil Uji Statistik t Model Jumlah Penawaran Susu Segar.
Parameter Estimates
sebesar 0,14 dengan tanda positif. Nilai tersebut menujukkan bahwa nilai
probabilitas lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai taraf nyata ( ) sebesar
113
0,25. Sehingga harga susu segar dapat dinyatakan berpengaruh secara signifikan
Nilai koefisien estimasi variabel harga susu segar memiliki tanda positif
dengan nilai 18.410. Artinya, bahwa apabila terjadi kenaikan harga sebesar 1
Rupiah, maka jumlah penawaran susu segar akan bertambah sebanyak 18.410 liter
per tahun dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). Hal ini sejalan
dengan teori yang dikemukakan oleh Rahardja dan Manurung (2010;29) yang
jumlah penawaran. Artinya apabila terjadi kenaikan harga sebesar 1 satuan, maka
penentu dalam suatu unit produksi. Susu segar yang dihasilkan peternak sebagian
besar diserap oleh industri pengolahan susu (IPS), dan harga ditentukan
peternak memiliki posisi yang lemah dalam penetapan harga susu. Menurut
Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia dalam Nurdin (2018;1), salah satu
adanya acuan harga susu segar di tingkat peternak. Dengan harga susu yang
budidaya sapi perah sebagai usaha sampingan dan bukan sebagai pekerjaan utama.
Saat ini peternak menjual susu segar dengan harga sekitar Rp. 3,800 sampai
dengan Rp. 5,300 per liter. Sedangkan, menurut perhitungan Asosiasi Peternak
Sapi Perah Indonesia (APSPI) dalam Sidik (2018;1), harga susu yang layak
114
ditingkat peternak berkisar diangka Rp. 7,500 sampai Rp. 7,800 per liter. Dengan
Indonesia.
(2017;99), teh merupakan bahan dasar yang sering dikonsumsi menjadi minuman
oleh masyarakat Indonesia dengan rata-rata konsumsi per kapita tahun 2017
sebesar 2,97 Ons/Kapita. Oleh karena itu, harga teh ditingkat konsumen diduga
dapat menjadi salah satu barang subtitusi maupun komplementer dari produk susu
segar. Sehingga dalam hal ini perubahan nilai harga variabel teh diduga
probabilitas uji statistik t sebesar 0,010 dengan tanda negatif. Nilai tersebut
menujukkan bahwa nilai probabilitas lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai
taraf nyata ( ) sebesar 0,05. Sehingga harga teh dapat dinyatakan berpengaruh
Nilai koefisien estimasi variabel harga susu segar memiliki tanda negatif
dengan nilai 784,28. Artinya, bahwa apabila terjadi kenaikan harga teh sebesar 1
115
Rupiah, maka jumlah penawaran susu segar akan berkurang sebanyak 784,28 liter
suatu barang substusi meningkat, maka penawaran suatu barang juga akan
meningkat, maka penawaran suatu barang akan menurun (bersifat tidak searah).
bagi komoditas susu segar. Kesimpulan yang sama juga ditunjukkan oleh hasil
perhitungan elastisitas silang antara harga teh terhadap penawaran susu segar.
sebesar – 0,73. Menurut Syamsuddin dan Karya (2018;81), tanda negatif pada
komplementer. Adapun secara lebih rinci perhitungan nilai elastisitas silang dapat
(2017;99), komoditas kopi bubuk merupakan bahan dasar yang paling sering
konsumsi per kapita tahun 2017 sebesar 7,99 Ons/Kapita. Oleh karena itu, harga
kopi bubuk juga diduga dapat menjadi barang subtitusi maupun komplementer
dari produk susu segar. Sehingga, variabel harga kopi bubuk juga diduga
116
Berdasarkan hasil uji statistik t, variabel harga kopi bubuk memiliki nilai
probabilitas uji statistik t sebesar 0,06 dengan tanda positif. Nilai tersebut
menujukkan bahwa nilai probabilitas lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai
taraf nyata ( ) sebesar 0,25. Sehingga harga kopi bubuk dapat dinyatakan
dengan nilai 886,42. Artinya, bahwa apabila terjadi kenaikan harga kopi bubuk
sebesar 1 Rupiah, maka jumlah penawaran susu segar akan bertambah sebanyak
886 liter per tahun dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus).
suatu barang substusi meningkat, maka penawaran suatu barang juga akan
meningkat, maka penawaran suatu barang akan menurun (bersifat tidak searah).
subtitusi bagi komoditas susu segar. Hasil penelitian juga sejalan dengan nilai
elastisitas silang antara harga kopi bubuk dengan jumlah permintaan susu segar.
0,51. Menurut Syamsuddin dan Karya (2018;81), tanda positif pada nilai
substitusi.
sebesar 0,026. Nilai tersebut menujukkan bahwa nilai probabilitas lebih kecil jika
117
dibandingkan dengan nilai taraf nyata ( ) sebesar 0,05. Sehingga dapat diambil
positif dengan nilai sebesar 1,88. Tanda positif bermakna bahwa jumlah produksi
peningkatan jumlah produksi sebesar 1 liter, maka jumlah penawaran susu segar
Berdasarkan hasil nilai uji tersebut, dapat diketahui bahwa hasil dalam
penelitian ini sejalan dengan teori Rahardja dan Manurung (2010;28) yang
dihasilkan. Sehingga secara tidak langsung, apabila jumlah produksi susu segar
meningkat maka jumlah penawaran susu segar juga akan meningkat akibat dari
taraf nyata ( ) sebesar 0,15 maka nilai probabilitas uji statistik t lebih besar.
berpengaruh secara nyata terhadap jumlah penawaran susu segar. Nilai koefisien
118
jumlah penawaran susu segar dengan nilai 0,00038. Artinya, apabila terjadi
kenaikan nilai total biaya produksi sebesar 1 Rupiah, maka jumlah penawaran
susu segar akan menurun sebesar 0,00038 liter dengan asumsi faktor lain
dianggap tetap (ceteris paribus). Hasil penelitian sejalan dengan teori yang
Artinya apabila total biaya produksi meningkat atau bertambah, maka produsen
variabel yang diduga mempengaruhi atas dasar teori Rahardja dan Manurung
oleh harga barang itu sendiri, harga barang lain dan pendapatan per kapita.
Adapun hasil uji model persamaan produksi susu segar dapat dilihat pada
Lampiran 21.
nilai d sebesar 1,461. dengan jumlah observasi sebesar 25 dan variabel eksogen
yang digunakan sebanyak 5, maka dapat diketahui nilai dL = 0,953 dan nilai dU =
1,886. Sehingga kriteria yang paling tepat dengan nilai uji durbin watson adalah
permintaan susu segar tidak dapat diputuskan apakah terjadi masalah autokorelasi
119
atau tidak. Akan tetapi menurut Sunyoto, (2010;110) apabila nilai d W berada
permintaan susu segar dapat dijelaskan oleh keragaman variabel eksogen sebesar
dengan nilai nyata 0,05. Berdasarkan uji statistik t diperoleh hasil bahwa harga
teh, harga kopi, jumlah produksi susu segar dan jumlah pendapatan perkapita
berpengaruh signifikan terhadap jumlah permintaan susu segar pada taraf nyata
sebesar 0,05. Sedangkan variabel jumlah harga susu segar berpengaruh signifikan
terhadap jumlah permintaan susu segar pada taraf nyata sebesar 0,25. Adapun
hasil pendugaan parameter dari model permintaan susu segar dapat dilihat pada
Tabel 13.
Parameter Estimates
Sumber : Lampiran 21
120
Berikut merupakan uraian hasil analisis faktor-faktor yang
taraf nyata sebesar 0,15 maka dapat diartikan bahwa harga susu segar tidak
terhadap jumlah permintaan susu segar dengan nilai parameter estimasi sebesar
2.041. Artinya, apabila harga meningkat sebesar 1 rupiah, maka permintaan susu
segar akan bertambah sebanyak 2.041 liter per tahun dengan asumsi faktor lain
dianggap tetap (ceteris paribus). Hal ini tidak sesuai dengan teori permintaan
yang menyatakan bahwa harga suatu barang memiliki hubungan tidak searah
terhadap jumlah permintaan. Artinya, secara teori dinyatakan bahwa apabila harga
yaitu harga susu segar memiliki tanda positif terhadap jumlah permintaan susu,
yang artinya bahwa apabila terjadi kenaikan harga susu segar satu Rupiah, maka
jumlah permintaan susu segar akan ikut meningkat sebanyak 1 satuan. Hal
tersebut dapat terjadi karena posisi susu segar sebagai bahan baku industri masih
belum sepenuhnya dapat digantikan oleh bahan baku susu impor. Permintaan susu
segar sebagai bahan baku industri susu masih belum maksimal terpenuhi oleh
jumlah produksi susu segar. Pemenuhan bahan baku industri selain susu segar,
121
seperti susu bubuk dan susu skim masih harus diimpor dari negara lain untuk
nasional. Sehingga, meskipun terjadi kenaikan harga susu segar, permintaan susu
probabilitas uji statistik t sebesar 0,0002 dengan tanda negatif. Nilai tersebut
menujukkan bahwa nilai probabilitas lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai
taraf nyata ( ) sebesar 0,05. Sehingga harga teh dapat dinyatakan berpengaruh
Nilai koefisien estimasi variabel harga susu segar memiliki tanda negatif
dengan nilai 1.212,60. Artinya, bahwa apabila terjadi kenaikan harga teh sebesar 1
Rupiah, maka jumlah permintaan susu segar akan berkurang sebanyak 1.212 liter
per tahun dengan asumsi faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus).
harga teh merupakan barang komplementer terhadap susu segar. Kesimpulan ini
sesuai dengan hasil perhitungan nilai elastisitas silang antara harga teh terhadap
diperoleh nilai sebesar -1,13. Menurut Syamsuddin dan Karya (2018;81), tanda
dan jumlah permintaan susu segar dapat disimpulkan sesuai dengan teori Gaspersz
122
meningkat, maka permintaan suatu barang akan berkurang. Adapun secara lebih
rinci perhitungan nilai elastisitas silang dapat dilihat pada Lampiran 28.
Berdasarkan hasil uji statistik t, variabel harga kopi bubuk memiliki nilai
probabilitas uji statistik t sebesar 0,0044 dengan tanda positif. Nilai tersebut
menujukkan bahwa nilai probabilitas lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai
taraf nyata ( ) sebesar 0,05. Sehingga harga kopi bubuk dapat dinyatakan
dengan nilai 1.125. Artinya, bahwa apabila terjadi kenaikan harga kopi bubuk
sebesar 1 Rupiah, maka jumlah penawaran susu segar akan bertambah sebanyak
1.125 liter per tahun dengan asumsi faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus).
harga kopi merupakan barang subtitusi dari komoditas susu segar. Kesimpulan ini
sesuai dengan hasil perhitungan nilai elastisitas silang antara harga kopi terhadap
diperoleh nilai sebesar 0,65. Menurut Syamsuddin Karya (2018;81), tanda positif
hubungan subtitusi. Sehingga hubungan antara harga kopi dan jumlah permintaan
susu segar dapat dikatakan sesuai dengan teori Gaspersz (2008;34) yang
suatu barang akan bertambah. Adapun secara lebih rinci perhitungan nilai
123
5.6.4. Jumlah Produksi Susu Segar
produksi yang dihasilkan oleh produsen. Apabila jumlah permintaan tinggi, maka
terhadap jumlah permintaan susu segar diperoleh nilai probabilitas uji t sebesar
<0,0001. Jika dibandingkan dengan nilai probabilitas taraf nyata sebesar 0,05,
maka hasil menunjukkan bahwa nilai probabilitas uji t lebih kecil dibandingkan
nilai probabilitas taraf nyata 0,05. Artinya, variabel jumlah produksi susu segar
memiliki tanda positif dengan nilai 0,88. Tanda positif menujukkan sifat
hubungan antara jumlah produksi susu segar dan jumlah permintaan susu segar
sebesar 1 liter, maka jumlah permintaan akan ikut meningkat seiring dengan
peningkatan jumlah produksi sebanyak 0,88 liter. Hal ini dapat terjadi karena,
susu impor sebesar 70%. Sedangkan jumlah produksi susu segar dalam negeri
hanya mampu memuhi 30% dari total permintaan susu. Sehingga apabila terjadi
susu segar dari sisi produksi dalam negeri akan meningkat dan menggantikan
124
produk susu impor dengan asumsi bahwa pemenuhan kebutuhan susu segar masih
jumlah permintaan susu segar, diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,0047. Jika
dibandingkan dengan probabilitas dengan taraf nyata sebesar 0,05, maka dapat
memiliki tanda positif dengan nilai 1,067. Artinya, apabila pendapatan perkapita
meningkat sebanyak 1,06 liter per tahun dengan asumsi faktor lain dianggap tetap
(ceteris pasribus).
cerminan dari daya beli masyarakat. Makin tinggi tingkat pendapatan masyarakat,
kapita berpengaruh nyata terhadap jumlah permintaan susu segar. Fenomena ini
terjadi karena kemampuan daya beli masyarakat yang meningkat akan mendorong
125
5.7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Susu Segar
jumlah penawaran dan permintaan, harga juga ditentukan oleh total biaya
eksogen yakni variabel total biaya yang dikeluarkan dalam mengelola perusahaan
peternakan, jumlah permintaan susu segar. Adapun hasil uji model persamaan
produksi susu segar dapat dilihat pada Lampiran 22. Berdasarkan hasil uji
autokorelasi dengan uji durbin watson diperoleh nilai d sebesar 2,111. dengan
diketahui nilai dL = 1,206. dan nilai dU = 1,550. Sehingga kriteria yang paling
tepat dengan nilai uji durbin watson adalah d U<d<4-dU dengan nilai
sebesar 0,97. Nilai tersebut memiliki arti bahwa keragaman variabel harga susu
segar dapat dijelaskan oleh keragaman variabel total biaya produksi, jumlah
bahwa nilai probabilitas F lebih kecil jika dibandingkan dengan taraf nyata
126
Berdasarkan uji statistik t diperoleh hasil bahwa total biaya produksi, dan
jumlah permintaan berpengaruh signifikan terhadap jumlah harga susu segar pada
Parameter Estimates
Sumber : Lampiran 22
uji t sebesar <0,0001. Apabila nilai tersebut dibandingkan dengan nilai taraf nyata
sebesar 0,05, maka dapat diartikan bahwa total biaya produksi berpengaruh
dengan tanda positif dengan nilai sebesar 0,0000284. Artinya, apabila terjadi
peningkatan jumlah total biaya produksi sebesar 1 Rupiah, maka harga susu segar
Hal ini sejalan dengan teori yang dijelaskan oleh Amir (2005;170) bahwa
faktor biaya merupakan bagian penting dalam penetapan harga. Selain itu, ditinjau
dari Permentan No. 25 Tahun 2017 tentang peredaran dan penyediaan susu,
127
dinyatakan bahwa penentuan harga susu segar dalam negeri selain melihat dari
segi kualitas susu yang dihasilkan oleh peternak, juga harus mempertimbangkan
nilai taraf nyata sebesar 0,05 maka dapat diartikan bahwa jumlah permintaan
peningkatan jumlah permintaan susu segar sebanyak 1 liter, maka harga susu
segar akan menurun sebesar 0,00007 Rupiah. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal
yang menduga bahwa antara variabel jumlah permintaan susu segar dengan harga
meningkat maka diduga harga juga akan menurun. Hasil penelitian dapat
dikatakan sesuai dengan teori dalam hukum permintaan yang menyatakan bahwa
pada umumnya jumlah permintaan susu segar akan meningkat apabila harga yang
128
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
sebagai berikut :
sapi perah yaitu, biaya pakan, biaya listrik dan air, biaya obat-obatan serta
jumlah produksi susu segar dalam negeri adalah jumlah sapi laktasi, jumlah
pakan konsentrat dan jumlah tenaga kerja. Semua faktor tersebut memiliki
adalah jumlah produksi susu segar, harga susu segar, harga kopi sebagai
komplementer.
dalam negeri adalah jumlah pendapatan per kapita, jumlah produksi susu
segar, harga teh sebagai komoditas komplementer dan harga kopi sebagai
129
dapat meningkatkan jumlah permintaan susu segar, kecuali faktor harga teh
4. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap harga susu segar adalah faktor total
6.2. Saran
sebagai berikut :
1. Peningkatan jumlah produksi susu segar dalam negeri perlu dilakukan untuk
ekor. Selain itu, upaya peningkatan jumlah produksi susu segar juga dapat
hijauan maupun pakan konsentrat sebagai asupan ternak sapi perah serta
menjamin adanya kepastian harga dan pasar. Hal ini dilakukan dengan tujuan
untuk meningkatkan daya tawar peternak sapi perah dan membuat bisnis sapi
130
dipasok oleh susu segar dalam negeri. Untuk itu diperlukan kebijakan
131
DAFTAR PUSTAKA
Ako, Ambo. 2013. Ilmu Ternak Perah Daerah Tropis. IPB Press, Bogor.
Asmara, Alla, Yeti Lis Purnamadewi dan Deni Lubis. 2015. Keragaan Produksi
Susu dan Efisiensi Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat di Indonesia
[Jurnal]. Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 13 No.1, Maret 2016,
Institut Pertanian Bogor.
Badan Pusat Statistik. 2018. PDB Triwulanan Atas Dasar Harga Konstan 2010
Menurut Lapangan Usaha ; 1.
https://www.bps.go.id/dynamictable/2015/05/06/827/-seri-2010-pdb-
triwulanan-atas-dasar-harga-konstan-2010-menurut-lapangan-usaha-
miliar-rupiah-2014-2018.html. Diakses pada 09 Juni 2018 pukul 21.38
WIB.
Badan Pusat Statistik. 2017. Hasil Survei Struktur Ongkos Usaha Peternakan
2017. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 1993. Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah. Badan
Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 1994. Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah. Badan
Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 1995. Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah. Badan
Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 1996. Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah. Badan
Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 1997. Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah. Badan
Pusat Statistik, Jakarta.
132
Badan Pusat Statistik. 1998. Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah. Badan
Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 1999. Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah. Badan
Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2000. Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah. Badan
Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2001. Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah. Badan
Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2002. Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah. Badan
Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2003. Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah. Badan
Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2004. Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah. Badan
Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2005. Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah. Badan
Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2006. Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah. Badan
Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2007. Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah. Badan
Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2008. Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah. Badan
Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2009. Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah. Badan
Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2010. Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah. Badan
Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah. Badan
Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah. Badan
Pusat Statistik, Jakarta.
133
Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah. Badan
Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah. Badan
Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah. Badan
Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2016. Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah. Badan
Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2017. Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah. Badan
Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 1993. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 1994. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 1995. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 1996. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 1997. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 1998. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 1999. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2000. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2001. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2002. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2003. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2004. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2005. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2006. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2007. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2008. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
134
Badan Pusat Statistik. 2009. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2010. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2016. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2017. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
135
Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Harga Konsumen Perdesaan Kelompok
Makanan. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Basis Data Konsumsi Pangan Kementerian Pertanian RI. 2017. Konsumsi per
Kapita dalam Rumah Tangga per Tahun, Kelompok Telur dan Susu ; 1.
https://aplikasi2.pertanian.go.id/konsumsi/tampil_susenas_kom2_th.php
Diakses pada 02 Februari 2019 Pukul 10.50 WIB.
Bakri, Chaidir dan Cahyo Saparinto. 2015. Sukses Bisnis dan Beternak Sapi Perah
Menuju Negara Swasembada dan Pengekspor Susu. Lily Publisher,
Yogyakarta.
Baye, Michael R dan Jeffrey T Prince. 2016. Ekonomi Manajerial dan Strategi
Bisnis. Terjemahan oleh Fabriela Sirait. Salemba Empat, Jakarta.
Daryanto, Arief. 2009. Dinamika Daya Saing Industri Peternakan. IPB Press,
Bogor.
136
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Berbagai Edisi. Statistik
Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kementerian Pertanian RI, Jakarta.
Gultom, Gabriella Stephani. 2014. Kinerja Usahaternak Sapi Perah Pada Kedua
Kelompok Ternak Di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor [Skripsi].
Departemen Agribisnis Fakultas Bisnis dan Manajemen Institut Pertanian
137
Pratiwi, Fenny. 2018. Analisis Permintaan Susu Cair di Provinsi DKI Jakarta
[Skripsi]. Program Studi Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kementerian Pertanian RI. 2018. Kemitraan Tetap Lanjut Meski ada Permentan
Persusuan yang Baru ;1
http://www.pertanian.go.id/home/?show=news&act=view&id=3322.
Diakses pada 14 Februari 2019 pukul 6:45 WIB.
Nurdin, Nazar. 2018. Pemerintah Diminta Tetapkan Acuan Harga Eceran Susu
Sapi dari Peternak ; 1.
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/08/21/144927526/pemerintah-
diminta-tetapkan-acuan-harga-eceran-susu-sapi-dari-peternak. Diakses
pada 31 Januari 2019 pukul 20:40 WIB.
Murti, Tridjoko Wisnu. 2014. Ilmu Manajemen & Industri Ternak Perah. Penerbit
Pustaka Reka Cipta, Bandung.
138
Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung. 2010. Teori Ekonomi Mikro, Suatu
Pengantar, Edisi keempat. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, Jakarta.
Sa’id, Gumbira dan Harizt Intan. 2001. Manajemen Agribisnis. Ghalia Indonesia,
Jakarta.
Setyowati, Tupi, Nuryadi Wijiharjono dan Abdul R Agung. 2013. Ekonomi Mikro
Edisi 2. Penerbit Mitra Wacana Media, Jakarta.
Sidik, Syahrizal. 2018. Belum Memadai, Harga Susu yang Layak diTingkat
Peternak Rp.7,500 – Rp. 7,800 per Liter;1.
http://www.tribunnews.com/bisnis/2018/07/30/belum-memadai-harga-
susu-yang-layak-di-tingkat-peternak-rp-7500-rp-7800-per-liter. Diakses
pada 31 Januari 2019 pukul 20:48 WIB.
Sitepu, Rasidin K dan Bonar M Sinaga. 2006. Aplikasi Model Ekonometrika. IPB
Press, Bogor.
Soeparno. 2015. Properti dan Teknologi Produk Susu. Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.
Sukirno, Sadono. 2011. Mikro Ekonomi, Teori Pengantar. PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
139
Sunyoto, Danang. 2010. Uji Khi Kuadrat dan Regresi untuk Penelitian. Graha
Ilmu, Yogyakarta.
Tasman, Aulia dan Havidz Aima. 2016. Ekonomi Manajerial dengan Pendekatan
Matematis Edisi Revisi. Rajawali Pers, Jakarta.
140
LAMPIRAN
141
Lampiran 1. Produk Domestik Bruto Sektor Pertanian Tahun 2014 - 2017
(Atas Dasar Harga Konstan 2010)
142
Lampiran 2. Perkembangan Jumlah Konsumsi Susu di Indonesia
Produksi Susu Domestik (000 ton) Susu Impor (000 ton) Konsumsi
Bahan
Tahun Bahan Bahan Pangan Susu
Pakan Tercecer Total Pakan Tercecer Total Indonesia
Makanan Makanan
(000 ton)
1993 39 10 339 388 0 0 447 447 835
1994 43 11 373 427 0 0 534 534 961
1995 43 11 379 433 0 0 975 975 1.408
1996 44 25 372 441 0 0 740 740 1.181
1997 42 24 358 424 0 0 693 693 1.117
1998 38 21 316 375 0 0 522 522 897
1999 44 25 367 436 0 0 680 680 1.116
2000 50 28 418 496 0 0 904 904 1.400
2001 51 29 425 505 0 0 783 783 1.288
2002 49 28 416 493 0 0 1.079 1,079 1.572
2003 55 32 467 553 0 0 965 965 1.518
2004 55 31 464 550 0 0 1.587 1.587 2.137
2005 54 31 452 537 0 0 1.590 1.590 2.127
2006 62 35 520 617 0 0 1.918 1.918 2.535
2007 57 32 479 568 0 0 2.195 2.195 2.763
2008 65 37 545 647 0 0 1.627 1.627 2.274
2009 83 47 697 827 0 0 1.987 1.987 2.814
2010 91 52 767 910 0 0 2.406 2.406 3.316
2011 97 56 822 975 0 0 2.677 2.677 3.652
2012 96 65 809 970 0 0 2.818 2.818 3.788
2013 79 45 663 787 0 0 2.531 2.531 3.318
2014 80 46 675 801 0 0 2.888 2.888 3.689
2015 84 48 704 836 0 0 2.948 2.948 3.784
2016 91 52 769 912 0 0 3.372 3.372 4.284
2017*) 92 52 776 920 0 0 2.189 2.189 3.109
Sumber : Neraca Bahan Makanan, Badan Ketahanan Pangan-Kementerian Pertanian (diolah,2018)
143
Lampiran 3. Perkembangan Ketersediaan Susu di Indonesia
Persentase Ketersediaan
Produksi Susu Total Pemakaian
Produksi Susu
Tahun Susu Sapi Impor Susu Indonesia
Susu Sapi Impor
(000 ton) (000 ton) (000 ton)
(%) (%)
1993 388 447 835 46,47 53,53
1994 427 534 961 44,43 55,57
1995 433 975 1.408 30,75 69,25
1996 441 740 1.181 37,34 62,66
1997 424 693 1.117 37,96 62,04
1998 375 522 897 41,81 58,19
1999 436 680 1.116 39,07 60,93
2000 496 904 1.400 35,43 64,57
2001 505 783 1.288 39,21 60,79
2002 493 1,079 1.572 31,36 68,64
2003 553 965 1.518 36,46 63,54
2004 550 1.587 2.137 25,74 74,26
2005 536 1.590 2.127 25,20 74,75
2006 617 1.918 2.535 24,34 75,66
2007 568 2.195 2.763 20,56 79,44
2008 647 1.627 2.274 28,45 71,55
2009 827 1.987 2.814 29,39 70,61
2010 910 2.406 3.316 27,44 72,56
2011 975 2.677 3.652 26,70 73,30
2012 960 2.818 3.788 25,34 74,39
2013 787 2.531 3.318 23,72 76,28
2014 801 2.888 3.689 21,71 78,29
2015 835 2.948 3.784 22,07 77,91
2016 913 3.372 4.284 21,31 78,71
2017*) 920 2.189 3.109 29,59 70,41
Sumber : Neraca Bahan Makanan, Badan Ketahanan Pangan – Kementerian Pertanian
(diolah, 2018)
144
Lampiran 4. Data yang digunakan dalam Penelitian
QP SL PH PK A TK
Tahun
(Liter) (Ekor) (Kg) (Kg) (M3) (Orang)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1993 36.850.985 10.888 132.841.377 14.856.009 1.586.013 3.889
1994 39.447.436 11.733 151.850.505 16.129.467 2.094.592 4.234
1995 41.352.640 12.405 106.792.461 24.407.000 2.476.122 4.214
1996 39.020.420 10.047 203.161.750 48.576.760 639.424 3.641
1997 35.905.630 11.305 160.954.860 15.790.710 272.903 3.534
1998 34.242.530 10.414 96.612.330 12.065.970 450.473 3.140
1999 31.815.680 9.471 106.468.740 8.271.920 356.228 2.780
2000 34.290.800 10.158 354.496.550 11.532.510 314.348 2.785
2001 35.171.800 10.073 86.186.490 10.330.780 268.335 2.936
2002 37.013.330 10.964 112.822.470 14.006.280 263.729 2.897
2003 31.639.380 9.449 80.889.700 14.257.340 110.109 2.485
2004 34.102.130 10.266 79.664.830 14.294.160 253.108 2.389
2005 33.041.830 10.079 94.936.920 10.940.470 210.485 2.213
2006 39.680.250 11.323 100.086.030 14.587.430 132.778 2.861
2007 45.036.630 12.231 109.088.270 16.195.370 166.511 3.171
2008 19.439.210 6.401 48.795.330 10.868.000 71.731 1.335
2009 19.210.490 6.368 47.887.510 10.738.870 70.991 1.753
2010 16.240.950 4.229 35.637.450 6.933.360 50.616 1.429
2011 34.550.090 10.023 54.881.000 28.749.000 58.889 1.627
2012 30.540.000 18.516 89.226.190 22.785.960 248.018 2.578
2013 58.817.000 13.710 70.761.000 23.299.000 194.167 1.569
2014 64.110.000 11.701 60.233.000 30.335.000 193.614 1.558
2015 70.758.000 11.640 73.960.855* 68.807.986* 635.777* 1.316
2016 68.440.000 19.779 91.564.708* 78.347.252* 621.274* 1.324
2017 126.584.000 37.610 590.373.869* 43.712.400* 937.414* 1.318
*Nilai Prediksi (Sumber : Lampiran 8 dan 9)
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah, 2018)
Keterangan :
QP = Jumlah Produksi Susu Segar
SL = Jumlah Sapi Perah Laktasi
PH = Jumlah Pakan Hijauan
PK = Jumlah Pakan Konsentrat
A = Jumlah Penggunaan Air
TK = Jumlah Tenaga Kerja
145
Lampiran 5. Lanjutan Data yang digunakan dalam Penelitian
QS HS HT HK TB
(Liter) (Rp/Liter) (Rp/Kg) (Rp/Kg) (Rp)
(8) (9) (10) (11) (12)
36.109.249* 655,86* 6.154 4.349 19.267.594.000
38.653.438* 736,17* 6.380 4.969 22.569.440.000
40.520.294* 729,93* 7.056 6.304 23.542.000.000
38.235.017* 812,17* 7.587 6.666 24.262.974.000
35.182.922* 926,56* 8.039 6.762 26.084.990.000
33.553.297* 1.199,48* 14.693 13.735 29.849.630.000
31.175.294* 1.448,20* 20.349 17.967 31.781.360.000
33.600.595* 1.628,04* 27.946 24.167 58.331.690.000
34.463.862* 1.700,66* 31.448 23.595 46.024.160.000
36.268.326* 1.782,31* 33.187 26.783 52.843.290.000
31.002.543* 1.884,82* 33.489 20.413 54.330.740.000
33.415.723* 1.974,88* 31.189 20.199 56.597.630.000
32.376.764* 2.234,35* 32.806 21.976 62.994.683.000
38.881.566* 2.254,39* 35.480 23.084 101.425.350.000
44.130.133* 2.793,99* 38.491 25.145 109.460.480.000
19.047.938* 3.094,36* 53.725 30.710 60.159.270.000
18.823.821* 3.099,11* 57.950 32.870 65.781.440.000
15.163.335 2.907,32* 60.813 34.500 43.878.870.000
33.312.478 3.409,67* 63.100 36.560 97.796.080.000
37.210.130 7.940,96* 66.063 38.360 273.008.560.000
58.539.467 4.381,61* 67.338 39.210 197.279.770.000
63.644.941 4.579,89* 60.825 36.530 213.413.520.000
69.333.783* 4.740,96* 64.200 36.550 247.347.800.000
67.062.440* 4.852,97* 66.050 37.310 269.575.650.000
124.036.118* 5.508,53* 75.000 38.330 402.218.460.000
* Nilai Prediksi (Sumber : Lampiran 10 dan 11)
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah, 2018)
Keterangan :
QS = Jumlah Penawaran Susu Segar
HS = Harga Susu Segar
HT = Harga Teh
HK = Harga Kopi
TB = Total Biaya Usaha Peternakan Sapi Perah
146
Lampiran 6. Lanjutan Data yang digunakan dalam Penelitian
BP BTK BLA BO
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
(13) (14) (15) (16)
11.155.960.000 4.856.413.000 440.617.000 585.258.000
13.079.170.000 5.912.950.000 416.530.000 603.640.000
13.778.010.000 6.136.730.000 350.200.000 743.320.000
14.387.810.000 5.976.590.000 405.645.000 700.650.000
15.948.880.000 6.134.940.000 426.140.000 786.980.000
18.546.110.000 6.330.060.000 513.670.000 971.720.000
19.086.430.000 7.296.780.000 562.570.000 1.176.140.000
36.685.780.000 10.668.280.000 517.730.000 5.927.390.000
25.039.560.000 11.012.790.000 630.170.000 5.099.730.000
30.853.170.000 10.474.030.000 824.790.000 6.062.280.000
28.956.370.000 10.472.600.000 796.220.000 9.009.890.000
32.315.750.000 11.903.640.000 1.436.550.000 5.778.750.000
44.172.218.000 11.353.904.000 944.905.000 2.036.190.000
53.886.990.000 16.516.810.000 1.071.770.000 22.426.430.000
63.345.700.000 19.365.360.000 1.174.090.000 17.326.460.000
35.686.440.000 10.772.120.000 1.121.270.000 6.711.560.000
35.387.680.000 15.910.190.000 1.108.630.000 6.661.540.000
25.233.550.000 10.703.390.000 980.450.000 1.566.430.000
67.441.220.000 17.339.000.000 2.455.610.000 3.121.040.000
104.389.290.000 44.580.600.000 5.173.660.000 95.811.920.000
117.204.150.000 20.045.000.000 5.314.120.000 4.827.910.000
141.094.310.000 30.041.690.000 7.558.030.000 5.645.540.000
149.055.220.000 30.409.590.000 10.325.560.000 8.770.340.000
171.305.910.000 37.423.660.000 10.090.010.000 8.730.030.000
254.541.890.000 51.621.870.000 15.224.400.000 19.962.520.000
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah, 2018)
Keterangan :
BP = Biaya Pakan
BTK = Biaya Tenaga Kerja
BLA = Biaya Listrik dan Air
BO = Biaya Obat-obatan
147
Lampiran 7. Lanjutan Data yang digunakan dalam Penelitian
BB QD IN
(Rp) (Liter) (Rupiah)
(17) (18) (19)
734.133.000 36.109.249* 1.334.821,30
791.850.000 38.653.438* 1.699.791,90
791.230.000 40.520.294* 2.018.262,70
700.039.000 38.235.017* 2.351.280,70
577.320.000 35.182.922* 2.758.437,70
656.330.000 33.553.297* 4.222.062,10
671.840.000 31.175.294* 4.649.342,20
1.039.850.000 33.600.595* 5.573.817,30
958.670.000 34.463.862* 7.232.837,80
1.090.190.000 36.268.326* 7.616.354,30
1.109.120.000 31.002.543* 8.196.210,10
1.312.320.000 33.415.723* 9.303.705,90
1.622.012.000 32.376.764* 11.179.516,40
2.683.220.000 38.881.566* 13.162.200,00
3.027.500.000 44.130.133* 15.416.800,00
1.932.590.000 19.047.938* 19.141.700,00
1.926.180.000 18.823.821* 20.935.900,00
1.556.290.000 15.163.335* 23.974.400,00
2.495.380.000 33.312.478* 24.658.700,00
6.022.470.000 37.210.130* 26.527.000,00
20.438.650.000 58.539.467* 28.890.800,00
10.116.290.000 63.644.941* 31.376.000,00
7.473.980.000 69.333.783* 32.995.100,00
6.865.270.000 67.062.440* 36.377.700,00
14.803.380.000 124.036.118* 38.375.500,00
*Nilai Prediksi (Sumber : Lampiran 12)
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah, 2018)
Keterangan :
BB = Biaya Bahan Bakar
QD= Jumlah Permintaan
IN = Jumlah Pendapatan per Kapita
148
Lampiran 8. Perhitungan Angka Prediksi Jumlah Pakan Ternak yang
digunakan untuk Tahun 2015-2017.
diperlukan adanya kompilasi data jumlah pakan ternak tahun 2015-2017. Data
jumlah pakan ternak tahun 2015-2017 adalah angka prediksi menggunakan data 3
nilai prediksi harga pakan pada tahun 2015-2017 dengan perhitungan matematis
sebagai berikut :
Dimana :
Hasil perhitungan rata-rata harga dan pemakaian pakan ternak tahun 2012-
Tabel 15. Rata-rata pemakaian dan prediksi harga pakan ternak tahun 2012-2014
Hijauan Pakan
Pakan Lain
Pakan Ternak Konsentrat
Rata-rata Pemakaian Pakan
73.406,73 25.473,32 41.951,16
Ternak 2012-2014 (Ton)
Rata-rata Nilai/Biaya Pakan
Ternak 2012-2014 (000 21.460.680 45.226.873 54.208.363
Rupiah)
Prediksi Harga Pakan
292 1.775 1.292
(000 Rupiah/Ton)
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah, 2018)
149
Apabila nilai prediksi harga pakan pada tahun 2015-2017 diketahui,
maka perhitungan nilai prediksi jumlah penggunaan pakan ternak tahun 2015-
Dimana :
Nilai Biaya Pakan Tahun 2015, 2016 dan 2017 (000 Rupiah)
= Jumlah Pemakaian Pakan Ternak 2015, 2016 dan 2017 (Ton)
Prediksi Harga Pakan (000 Rupiah /Ton)
Dimana diketahui pula nilai biaya pakan tahun 2015-2017 dapat dilihat pada
Tabel 16.
Tabel 16. Nilai Biaya Pakan Ternak Tahun 2015-2017 (000 Rupiah)
150
Lampiran 9. Perhitungan Nilai Prediksi Jumlah Air yang digunakan Tahun
2015-2017.
diperlukan adanya kompilasi data jumlah pemakaian air tahun 2015-2017. Tabel
18 merupakan data penggunaan listrik dan air perusahaan peternakan sapi perah
Tabel 18. Penggunaan dan Nilai Listrik dan Air Perusahaan Peternakan.
151
Data jumlah pemakaian dan nilai penggunaan air tahun 2015-2017 adalah
nilai prediksi menggunakan data yang tersedia, yaitu berdasarkan tahun 1993-
2014 (Tabel 18). Untuk mengetahui jumlah penggunaan air tahun 2015-2017,
langkah pertama perlu diketahui rata-rata nilai atau biaya listrik dan air tahun
1993-2014 dan persentase nilai biaya listrik dan air. Hasil perhitungan rata-rata
nilai atau biaya listrik dan air tahun 1993-2014 dan persentase nilai biaya listrik
Tabel 19. Hasil Perhitungan rata-rata nilai atau biaya listrik dan air tahun
1993-2014 dan persentase nilai biaya listrik dan air
Biaya Listrik
Biaya Air Jumlah
Keterangan dari PLN
(000 Rupiah) (000 Rupiah)
(000 Rupiah)
Rata-rata biaya listrik dan air tahun
berdasarkan tahun 1993-2014 1.455.298 100.309 1.555.608
Persentase Nilai Biaya berdasarkan tahun
1993-2014 (%) 93,55 6,45 100
Apabila telah diketahui persentase nilai biaya pada Lampiran 6b, maka
langkah kedua yaitu menghitung nilai biaya listrik dan air tahun 2015-2017.
Angka prediksi untuk biaya pemakaian air dan listrik tahun 2015-2017 diketahui
Dimana :
= Nilai Listrik Tahun 2015, 2016 dan 2017 (000 Rupiah)
= Nilai Air Tahun ke 2015, 2016 dan 2017 (000 Rupiah)
= Persentase Nilai Pemakaian Listrik 1993-2014 (%)
= Persentase Nilai Pemakaian Air 1993-2014 (%)
= Jumlah Nilai Pemakaian Listrik dan Air Tahun ke 2015, 2016 dan 2017
(000 Rupiah)
152
Hasil perhitungan biaya listrik dan air untuk tahun 2015-2017 dapat
Tabel 20. Hasil Perhitungan Biaya Listrik dan Air Tahun 2015-2017
pada tahun 2015-2017. Untuk itu, perlu diketahui nilai prediksi harga air dan
listrik tahun 2015-2017. Perhitungan nilai prediksi harga air dan listrik tahun
untuk menghitung nilai prediksi harga air dan listrik dapat lihat sebagai berikut :
Dimana :
153
Berikut merupakan hasil perhitungan nilai prediksi harga listrik dan air
harga prediksi listrik sebesar Rp. 982/kWh dan harga prediksi air sebesar Rp.
1.047/M3. Secara lebih rinci hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Perhitungan Nilai Prediksi Harga Air dan Listrik Tahun 2015-2017
Apabila telah diketahui nilai prediksi harga air dan listrik untuk tahun
2015-2017, maka nilai prediksi jumlah pemakaian air dan listrik tahun 2015-2017
Dimana :
154
Berikut merupakan hasil perhitungan prediksi jumlah penggunaan listrik
dan air berdasarkan tahun 2015-2017. Secara lebih rinci hasil perhitungan dapat
Tabel 22. Hasil Perhitungan Prediksi Jumlah Penggunaan Listrik dan Air
Tahun 2015-2017.
155
Lampiran 10. Perhitungan Jumlah Kuantitas Pengggunaan Produksi
keterbatasan data yang tersedia. Tabel 23 berikut menyajikan data yang tersedia.
Tabel 23. Jumlah Kuantitas Penggunaan Produksi Perusahaan Sapi Perah (Liter)
Dikonsumsi Disusukan ke
Tahun Dijual Tercecer Jumlah Produksi
Sendiri Anak Sapi
1993 36.850.985
1994 39.447.436
1995 41.352.640
1996 39.020.420
1997 35.905.630
1998 34.242.530
1999 31.815.680
2000 34.290.800
2001 35.171.800
2002 37.013.330
2003 31.639.380
2004 34.102.130
2005 33.041.830
2006 39.680.250
2007 45.036.630
2008 19.439.210
2009 19.210.490
2010 15.163.335 152.589 891.111 33.912 16.240.947
2011 33.312.478 132.578 1.029.196 75.835 34.550.087
2012 37.210.130 459.920 741.110 10.700 38.421.860
2013 58.539.467 37.700 232.065 7.820 58.817.052
2014 63.644.941 43.263 327.037 95.123 64.110.364
2015 70.758.000
2016 68.440.000
2017 126.584.000
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2018
156
produksi yang tersedia, yaitu tahun 2010-2014. Untuk menghitung nilai prediksi
dengan menghitung nilai rata-rata penggunaan dan jumlah produksi susu segar
jumlah susu segar yang dijual oleh usaha peternakan sapi perah.
157
Dimana :
158
Hasil perhitungan prediksi jumlah atau kuantitas penggunaan produksi
susu segar pada perusahaan peternakan sapi perah dapat dilihat pada Tabel 25.
Disusukan
Dikonsumsi
Tahun Dijual ke Anak Tercecer Jumlah
Sendiri
Sapi
1993 36.109.249 143.494 559.438 38.805 36.850.985
1994 38.653.438 153.604 598.855 41.539 39.447.436
1995 40.520.294 161.022 627.778 43.546 41.352.640
1996 38.235.017 151.941 592.372 41.090 39.020.420
1997 35.182.922 139.812 545.086 37.810 35.905.630
1998 33.553.297 133.336 519.839 36.058 34.242.530
1999 31.175.294 123.887 482.996 33.503 31.815.680
2000 33.600.595 133.524 520.571 36.109 34.290.800
2001 34.463.862 136.955 533.946 37.037 35.171.800
2002 36.268.326 144.126 561.902 38.976 37.013.330
2003 31.002.543 123.200 480.320 33.317 31.639.380
2004 33.415.723 132.790 517.707 35.911 34.102.130
2005 32.376.764 128.661 501.611 34.794 33.041.830
2006 38.881.566 154.510 602.389 41.784 39.680.250
2007 44.130.133 175.367 683.705 47.425 45.036.630
2008 19.047.938 75.694 295.108 20.470 19.439.210
2009 18.823.821 74.803 291.636 20.229 19.210.490
2010 15.163.335 152.589 891.111 33.912 16.240.947
2011 33.312.478 132.578 1.029.196 75.835 34.550.087
2012 37.210.130 459.920 741.110 10.700 38.421.860
2013 58.539.467 37.700 232.065 7.820 58.817.052
2014 63.644.941 43.263 327.037 95.123 64.110.364
2015 69.333.783 275.524 1.074.183 74.510 70.758.000
2016 67.062.440 266.497 1.038.993 72.069 68.440.000
2017 124.036.118 492.904 1.921.682 133.297 126.584.000
Sumber : Badan Pusat Statistik (2018, diolah)
159
Lampiran 11. Perhitungan Prediksi Harga Susu Segar Tingkat Produsen
maka data harga susu segar ditingkat peternak atau produsen dalam penelitian
diperoleh dari hasil pembagian nilai produksi dengan jumlah produksi susu
segar. Adapun nilai harga prediksi susu segar ditingkat produsen dapat dilihat
Tabel 26. Harga Susu Segar per Liter tingkat Produsen Perusahaan Sapi Perah
160
Lampiran 12. Perhitungan Nilai Jumlah Permintaan Susu Segar
jumlah permintaan susu segar dalam penelitian diasumsikan sama dengan jumlah
penawaran susu segar. Asumsi tersebut mengacu pada teori yang dikemukakan
oleh Sugiarto dkk (2002;55) bahwa permintaan dan penawaran dengan sendirinya
akan mencapai keseimbangan harga dan jumlah. Data jumlah permintaan susu
161
Lampiran 13. Populasi Sapi Perah di Indonesia Periode 1993-2017
Luar
Jawa Pertumbuhan Pertumbuhan Indonesia Pertumbuhan
Tahun Jawa
(Ekor) (%) (%) (Ekor) (%)
(Ekor)
1993 318.719 6,04 10.801 -7,41 329.520 5,54
1994 319.513 0,25 14.508 34,32 334.021 1,37
1995 331.531 3,76 9.803 -32,43 341.334 2,19
1996 337.874 1,91 10.115 3,18 347.989 1,95
1997 323.916 -4,13 10.455 3,36 334.371 -3,91
1998 314.159 -3,01 7.833 -25,08 321.992 -3,70
1999 324.282 3,22 7.749 -1,07 332.031 3,12
2000 346.623 6,89 7.630 -1,54 354.253 6,69
2001 339.311 -2,11 7.687 0,75 346.998 -2,05
2002 350.289 3,24 8.097 5,33 358.386 3,28
2003 365.291 4,28 8.462 4,51 373.753 4,29
2004 355.084 -2,79 8.978 6,10 364.062 -2,59
2005 352.488 -0,73 8.863 -1,28 361.351 -0,74
2006 359.596 2,02 9.412 6,19 369.008 2,12
2007 368.529 2,48 5.538 -41,16 374.067 1,37
2008 451.017 22,38 6.560 18,45 457.577 22,32
2009 468.187 3,81 6.514 -0,69 474.701 3,74
2010 481.104 2,76 7.354 12,75 488.458 2,90
2011 592.520 23,16 4.693 -36,11 597.213 22,27
2012 606.046 2,28 5.894 25,58 611.940 2,47
2013 437.579 -27,80 6.687 13,46 444.266 -27,40
2014 497.616 13,72 4.900 -26,72 502.516 13,11
2015 513.514 3,19 5.134 4,78 518.648 3,21
2016 528.453 2,91 5.480 6,73 533.933 2,95
2017 538.852 1,97 5.939 8,38 544.791 2,03
Rata-
408.884 2,79 7.803 -0,78 416.687 2,54
rata
Sumber : Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Pertanian RI, 2017
162
Lampiran 14. Perkembangan Produksi Susu Segar dalam Negeri Periode
1993-2017
163
Lampiran 15. Perkembangan Tingkat Konsumsi Susu di Indonesia
164
Lampiran 16. Perhitungan Jumlah Penambahan Populasi Sapi Laktasi
Dimana :
= Produksi Susu
= Parameter produktivitas susu (liter/ekor/tahun)
= Populasi Sapi Perah
= % betina produktif atau sapi laktasi
kg/ekor/hari dengan masa laktasi selama 265 hari serta persentase betina produktif
produksi susu yang masih dipasok oleh susu impor sebanyak 2.189.000.000 kg,
maka perhitungan jumlah populasi sapi laktasi yang perlu ditambahkan sebagai
berikut.
165
Lampiran 17. Sintaks Uji Model Total Biaya Produksi, Produksi, Penawaran
dan Permintaan Susu Segar dengan SAS
Label
QP = 'Jumlah Produksi Susu Segar'
QS = 'Jumlah Penawaran'
QD = 'Jumlah Permintaan'
HS = 'Harga Susu Segar'
HT = 'Harga Teh'
HK = 'Harga Kopi'
SL = 'Jumlah Sapi Laktasi'
PH = 'Jumlah Pakan Hijauan'
PK = 'Jumlah Pakan Konsentrat'
A = 'Jumlah Pemakaian Air'
TK = 'Jumlah Tenaga Kerja'
TB = 'Total Total biaya produksi'
BP = 'Biaya Pakan'
BTK = 'Biaya Tenaga Kerja'
BLA = 'Biaya Listrik dan Air'
BO = 'Biaya Obat-obatan'
BB = 'Biaya Bahan Bakar'
IN = 'Jumlah Pendapatan per Kapita'
;
run;
run;
166
Lampiran 18. Hasil Uji Model Total Biaya Produksi Susu Segar
Model TB
Dependent Variable TB
Label Total Total biaya produksi
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F
Parameter Estimates
Durbin-Watson 2.392589
Number of Observations 25
First-Order Autocorrelation -0.26528
167
Lampiran 19. Hasil Uji Model Produksi Susu Segar
Model QP
Dependent Variable QP
Label Jumlah Produksi Susu Segar
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F
Parameter Estimates
Durbin-Watson 1.744002
Number of Observations 25
First-Order Autocorrelation 0.12476
168
Lampiran 20. Hasil Uji Model Penawaran Susu Segar
Model QS
Dependent Variable QS
Label Jumlah Penawaran
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F
Parameter Estimates
Durbin-Watson 1.958022
Number of Observations 25
First-Order Autocorrelation 0.012766
169
Lampiran 21. Hasil Uji Model Permintaan Susu Segar
Model QD
Dependent Variable QD
Label Jumlah Permintaan
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F
Parameter Estimates
Durbin-Watson 1.461938
Number of Observations 25
First-Order Autocorrelation 0.197189
170
Lampiran 22. Hasil Uji Model Harga Susu Segar
The SAS System
Model HS
Dependent Variable HS
Label Harga Susu Segar
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F
Parameter Estimates
Durbin-Watson 2.111659
Number of Observations 25
First-Order Autocorrelation -0.07444
171
Lampiran 23. Sintaks Uji Validasi Model
Label
QP = 'Jumlah Produksi Susu Segar'
QS = 'Jumlah Penawaran'
QD = 'Jumlah Permintaan'
HS = 'Harga Susu Segar'
HT = 'Harga Teh'
HK = 'Harga Kopi'
SL = 'Jumlah Sapi Laktasi'
PH = 'Jumlah Pakan Hijauan'
PK = 'Jumlah Pakan Konsentrat'
A = 'Jumlah Pemakaian Air'
TK = 'Jumlah Tenaga Kerja'
TB = 'Total Total biaya produksi'
BP = 'Biaya Pakan'
BTK = 'Biaya Tenaga Kerja'
BLA = 'Biaya Listrik dan Air'
BO = 'Biaya Obat-obatan'
BB = 'Biaya Bahan Bakar'
N = 'Jumlah Penduduk'
IN = 'Jumlah Pendapatan per Kapita'
;
run;
parm
a0 3.83E9
a1 0.975953
a2 0.558895
a3 5.226691
a4 1.112180
a5 1.574524
b0 16624231
b1 2013.709
b2 0.033757
b3 0.306111
b4 4.276724
b5 -4747.05
172
Lampiran 24. Lanjutan Sintaks Uji Validasi Model
c0 -3.965E7
c1 18410.21
c2 -784.284
c3 886.4216
c4 1.883196
c5 -0.00038
d0 2457141
d1 2041.087
d2 -1212.60
d3 1125.307
d4 0.881097
d5 1.067846
e0 2741.325
e1 2.84E-8
e2 -0.00007
;
run;
173
Lampiran 25. Hasil Uji Validasi Model
Model Summary
Model Variables 5
Endogenous 5
Parameters 27
Equations 5
Number of Statements 5
Model Variables TB QP QS QD HS
Parameters(Value) a0(3830000000) a1(0.975953) a2(0.558895) a3(5.226691)
a4(1.11218) a5(1.574524)
b0(16624231) b1(2013.709) b2(0.033757) b3(0.306111)
b4(4.276724) b5(-4747.05)
c0(-39650000) c1(18410.21) c2(-784.284) c3(886.4216)
c4(1.883196)c5(-0.00038)
d0(2457141) d1(2041.087) d2(-1212.6) d3(1125.307)
d4(0.881097) d5(1.067846)
e0(2741.325) e1(2.84E-8) e2(-0.00007)
Equations TB QP QS QD HS
DATA= SIMULTAN
OUT= VALIDASI
Solution Summary
Variables Solved 5
Solution Method NEWTON
CONVERGE= 1E-8
Maximum CC 4.54E-16
Maximum Iterations 1
Total Iterations 25
Average Iterations 1
Observations Processed
Read 25
Solved 25
174
Lampiran 26. Lanjutan Hasil Uji Validasi
Descriptive Statistics
Actual Predicted
Variable N Obs N Mean Std Dev Mean Std Dev Label
Statistics of fit
TB 25 18611.9 0.8756 1.7897E9 2.4260 2.4621E9 3.4261 0.9994 Total Total biaya produksi
QP 25 -23.2191 4.6411 6003445 16.3265 8202030 23.3408 0.8595 Jumlah Produksi
Susu Segar
QS 25 660582 5.7755 5719004 15.3701 8329588 22.1609 0.8490 Jumlah Penawaran
QD 25 124758 2.4309 4735549 11.5939 6467644 15.1015 0.9090 Jumlah Permintaan
HS 25 61.0648 2.4120 318.6 13.8442 424.3 18.5711 0.9426 Harga Susu Segar
175
Lampiran 27. Lanjutan Hasil Uji Validasi
176
Lampiran 28. Perhitungan Nilai Elastisitas Silang dalam Model Penawaran
dan Permintaan
Elasitisitas harga teh dalam model penawaran dapat dihitung sebagai berikut.
Elastisitas harga kopi dalam model penawaran dapat dihitung sebagai berikut.
Elastisitas harga teh dalam model permintaan dapat dihitung sebagai berikut.
berikut.
177