DIAJUKAN OLEH
ZAKKA FARISY B
041411433034
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji yang terlimpahkan hanya untuk Allah Azza Wa Jalla yang dengan atas
izinNya dan dengan segala berkah serta rahmatnya sehingga karya tulis Skripsi yang
berhudul “Mengukur Multidimensional Poverty Penduduk Muslim di Indonesia dengan
Pendekatan Maqashid Syariah” dapat selesai dengan baik.
Skripsi ini disusun sebagai bagian dari persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana
Ekonomi Islam Departemen Ekonomi Syariah Program Studi Ilmu Ekonomi Islam
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga. Selama proses penyusunan skripsi
ini, penulis mendapat bimbingan, arahan serta dukungan dari beragam pihak. Oleh
sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih atas segala dukungan kepada:
1. Kedua orang tua penulis, almarhum Ibu Nurhidayah dan Bapak Basuki Raharjo
atas setiap doa dan dukungan yang tiada henti bagi penulis.
2. Kakak Afina Dhuhaini yang juga yang turut menggantikan peran orang tua
ditanah rantauan dengan selalu memberi motivasi dan dorongan yang juga tiada
henti.
3. Dr. Raditya Sukmana, S.E., M.A. selaku dosen pembimbing sekaligus orang
yang mengenalkan penulis dengan dunia riset sesungguhnya saat di perguruan
tinggi. Beliau yang dengan telaten membimbing serta memotivasi penulis di
setiap pertemuan dalam setiap bimbingan hingga penelitian ini selesai dengan
baik.
4. Ibu Dr. Atina Shofawati Selaku dosen wali
5. Para dosen penguji dan seluruh dosen Departemen Ekonomi Syariah Secara
Umum.
6. Bapak Prof. Dr. Moh. Nasih, SE., MT., Ak., CMA sebagai Rektor Universitas
Airlangga.
7. Ibu Prof. Dr. Dian Agustia, SE., M.Si., Ak. sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Airlangga.
vi
8. Bapak Noven Suprayogi, SE., M.Si., AK. Selaku Ketua Program Studi Ekonomi
Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga.
9. Seluruh dosen pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga,
khususnya para dosen pengajar Departemen Ekonomi Syariah yang telah
bersedia menyalurkan ilmunya kepada penulis.
10. Cahyani Widi Larasakti, selaku partner setia yang selalu memberikan dukungan
dan motivasi kepada penulis hingga kini.
11. Sandika Passadini, teman sekamar yang telah banyak berkorban dalam banyak
hal di kehidupan penulis semasa kuliah hingga kini. Semoga engkau sukses
wahai sahabat!.
12. Wildhan Azhar dan Hari Ramadhan selaku sahabat seperjuangan semasa kuliah
yang saat ini sedang menggeluti dunia masing-masing. Semoga mereka semua
sukses.
13. Mas Imam dan Mbak Ayu yang terus membimbing penulis dalam dunia riset dan
pengabdian semasa kuliah hingga kini.
14. Jannah, Fadhel, Lusi, Khaula, Novita dan temen-temen lainnya yang rela
memberikan waktunya untuk menemani penulis dalam mengikuti kegiatan
lomba karya tulis ilmiah semasa aktif kuliah.
15. Teman-teman seperjuangan di jurusan Ekonomi Islam angkatan 2014. Semoga
mereka sehat selalu dan berada dibawah lindungan Allah Azza Wa Jalla.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh
Surabaya, …………………...
Penulis
vii
ABSTRACT
THESIS OF ISLAMIC ECONOMIC BACHELOR
NAME : ZAKKA FARISY B.
STUDENT ID : 041411433034
YEAR OF WRITING : 2018
TITLE:
Measuring Mutidimensional Poverty of Muslim People in Indonesia by Maqashid
Syariah Approach.
CONTENT:
The concept of poverty measurement by using multidimensional poverty
approach has been widely studied until now. It could represent poverty better than using
mainstream approach in monetary poverty. This research tried to measure
multidimensional poverty level with a little modification on the indicator of poverty
aspect, which was by using maqashid syariah approach. Using maqashid syariah as a
poverty indicator will give an unique thing on final result of measurement. It is because
of the dimension of the poverty that entered into the measurement will be more
complex and comprehensive. It aimed to find out the more appropriate result of
measurement, especially measuring poverty level on muslim people and households in
Indonesia. This research used datas taken from Indonesia Family Life Survey (IFLS 5)
in 2014. Method used was Islamic Poverty Indicator and Alire-Forster Method to
measure multidimensional poverty and logistic regression that was used for getting to
know and seeing the poverty model estimation. Therefore, this research was an
existence from the measurement concept of Multidimensional Poverty Index of Alkire
and Forster’s study result, and Islamic Povertu Indicator of Saladin and Saleh. The
findings showed that the result of the poverty by using multidimensional approach
tended to higher than by using monetary approach. The result has also been supported
by the estimation result of multidimensional poverty model which showed that all
dimensions and aspects of poverty used on maqashid syariah could be used as an
estimator to measure multidimensional poverty. Furthermore, the result of poverty
estimation measurement showed that all variables existed in maqashid syariah had
strong influences to cause poverty.
ix
berdasarkan SKB Menteri Agama dan menteri P&K RI No. 0543/b/U/1987 tertanggal
22 Januari 1988.
1. Konsonan Tunggal
3 ت t -
5 ج J -
7 ﺥ Kh -
8 د D -
xi
19 ﻍ g -
20 ف f -
21 ﻕ q -
22 ﻙ k -
23 ل l -
24 م m -
25 ن n -
26 و w -
27 ه/ه h -
28 ﺀ „ Apostrof
29 ي y -
2. Konsonan Rangkap
3.1. Bila dimatikan ditulis h, kecuali untuk kata-kata arab yang sudah terserap menjadi
مكتبةditulis maktabah.
xii
4. Vokal Panjang
Fathah (baris diatas) ditulis ã, kasrah (baris dibawah) ditulis ĩ, serta dhummah (baris
ditulis almuslimũn.
Bila alif+lam diikuti huruf-huruf qamariyah yang terkumpul dalam kata ، ه، ي، ﻍ، ﺏ،ا
ت، م، ﻕ، ﻉ، ف، ﺥ، و، ﻙ،(جalif, b, g, y, h, j, k, w, kh, f, “, q, m, t) misalnya المسلمونditulis
almuslimũn. Sedangkan bila diikuti huruf syamsiyah (huruf hijaiyah selain huruf
qamariyah), huruf lam diganti dengan huruf yang mengikutinya, misalnya الرحيمditulis
arrahĩm.
Penghubung antar kata menggunakan tanda petik (‘) , sedangkan penghubung dalam
xiii
DAFTAR ISI
BAB 1. PENDAHULUAN
BAB 4. PEMBAHASAN
Multidimensional Poverty)..................................................... 63
BAB 5. PENUTUP
LAMPIRAN ..........................................................................................
xvii
DAFTAR TABEL
Index .................................................................................... 77
xviii
DAFTAR GAMBAR
xix
DAFTAR PERSAMAAN
xx
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengentasan kemiskinan masih menjadi isu yang menarik untuk dibahas. Studi
yang tepat. Salah satu konsep pengukuran kemiskinan yang saat ini sedang
Poverty Index (MPI). Pendekatan dengan konsep ini telah diadopsi dalam
penelitian di banyak negara (Alkire and Foster 2007, Alkire and Foster 2010, Alkire
and Santos 2010, Alkire, Roche et al. 2015, Mudombi, Von Maltitz et al. 2016,
semacam ini pertama kali disusun oleh Sabine Alkire dan Marie Emma Santos
1
SKRIPSI MENGUKUR MULTIDIMENSIONAL POVERTY ZAKKA
2
IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
sosioekonominya. Untuk dapat melakukan peran tersebut tentu tugas utama yang
Untuk saat ini sebagian besar lembaga maupun institusi yang mengurusi hal
kebijakannya berdampak pada reduksi kemiskinan yang menjadi tidak tepat dan
Itulah sebabnya konsep perhitungan yang umumnya dikenal saat ini dirasa
masih belum ideal untuk mengidentifikasi keadaan orang miskin. Belum idealnya
konsumsi. Karena alasan ini, pembuat kebijakan dan peneliti di negara maju telah
nonmoneter seperti yang disebutkan oleh peneliti seperti (Sen 1977, Sen 1987, Sen
and Muellbauer 1988, Sen 1992, Sen, Leon et al. 2000); (Nussbaum 2006); (Alkire
and Foster 2007, Alkire and Foster 2010, Alkire and Santos 2010, Alkire, Roche et
al. 2015) dan (Ravallion 1998, Ravallion 2012). Sementara itu (Alkire and Foster
kemiskinan menjadi bias. Biasnya pengukuran ini dibuktikn oleh (Laderchi, Saith
et al. 2003) di India, dimana 43 persen anak-anak dan lebih dari setengah orang
ternyata tidak miskin secara moneter begitu juga setngah dari anak-anak yang
Barulah mulai sejak tahun 1996 Indonesia mulai mengadopsi model pengukuran
Poverty Index / HPI) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui studi oleh
oleh (Alkire and Santos 2010). Jika HPI mengukur kemiskinan dari tiga dimensi
yaitu tingkat kematian (short life), pengetahuan dan standar kehidupan secara
keseluruhan (akses terhadap sumber daya pribadi dan publik). Demikian pula
halnya dengan MPI, indikator kesehatan, pendidikan dan standar hidup dimasukkan
ke dalam pengukuran MPI, sehingga ada sepuluh indikator yang digunakan untuk
dan standar hidup masyarakat. Jelas bahwa MPI telah diperpanjang dari HPI
Dari sudut pandang Islam, kemiskinan sendiri hingga kini dipandang sebagai
isu yang sangat krusial bagi dunia islam termasuk di Indonesia (Beik and Arsyianti
tinggal dan kebutuhan dasar lainnya seperti yang didefinisikan oleh masyarakat di
mana dia berasal (Al-Qardhawi 1998). Selain itu, Al Sabai menjelaskan bahwa
syarat individu menjadi miskin. Kemiskinan tidak hanya bersifat kompleks dan
Islam. Dasar penelitian ini mengacu pada penelitian (Rasool and Salleh 2014) yang
Islamic Poverty Indicator (IPI) yang terdiri dari dimensi Maqâṣid-Al Sharī'ah
(IMPI). Penelitian ini menggunakan satu periode observasi dengan sumber data
yang berasal dari Indonesia Family Life Survey (IFLS5) pada tahun 2014.
Hasil studi ini akan berimplikasi pada kebijakan dan langkah yang diambil
bauran kebijakan antar dimensi pada kemiskinan. Implikasinya akan merujuk pada
dimensi apa saja yang memiliki dampak terbesar pada kemiskinan, khususnya bagi
Indonesia.
di Indonesia.
2. Bagi instansi
kemiskianan dapat dilihat dari dimensi yang lebih luas. Harapannya output
tepat sasaran.
Bab 1
Pada bab ini, berisi mengenai latar belakang penulisan beserta rumusan
Bab II
Berisi mengenai tinjauan pustaka dengan isi landasan teori, serta penelitian
terdahulu.
Bab III
Pada bab ini akan dibahas mengenai metodologi penelitian yang berisi
Bab IV
Berisi mengenai Pembahasan pada skripsi yang berhubungan dengan judul dan
Bab V
faliditas data, baik berupa buku, jurnal, ataupun situs web resmi.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Teoritis Kemiskinan
Berbagai ilmuwan telah mencoba mendefinisikan kemiskinan dari sudut
belum memiliki arti baku dalam satu istilah. Hal ini tersebut bisa saja didasari
hidupnya.
yang gagal mencapai tingkat sejahtera akan menjadi miskin secara definisi.
9
SKRIPSI MENGUKUR MULTIDIMENSIONAL POVERTY ZAKKA
10
IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
pendapatan individu bertambah terus menerus maka kepuasan individu akan terus
meningkat seiring dengan semakin banyaknya barang dan jasa yang dikonsumsi,
Sehingga, dalam hal ini kemiskinan muncul ketika individu memiliki pendapatan
kepercayaan diri yang rendah, atau tidak adanya hak, seperti kebebasan untuk
seperti di Indonesia antara lain: (1) sarana dan prasarana pendidikan yang tidak
memadai yang menyebabkan tingginya penduduk buta huruf dan tidak memiliki
keterampilan atau keahlian; (2) sarana kesehatan dan pola konsumsi yang buruk
sebagian kecil penduduk yang mampu menjadi tenaga kerja produktif; (3)
papan).
2. Tidak adanya akses terhadap kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih, dan
transportasi.
alam.
7. Tidak adanya akses terhadap lapangan kerja dan mata pencarian yang
berkesibambungan.
(SMERU, 2001).
Grosh adalah pada asumsinya bahwa dengan alat analisis yang tepat metrik
moneter dapat mengukur heterogenitas diseluruh jenis individu dan situasi mereka
pada periode tertentu. Daya tarik dari pendekatan ini karena kompatibel dengan
kelompok yaitu secara absolut dan relatif. Titik perbedaan antara kedua
dari garis kemiskian atau pada jumlah orang yang miskin. Pendekatan absolut
berapa rangkai barang dan jasa yang dianggap penting untuk kesejahteraan fisik
memperoleh barang dan jasa tersebut dianggap sebagai miskin. Serangkai barang
dan jasa tersebut terdiri dari sejumlah kalori yang dibutuhkan untuk kelangsungan
2. Keberadaan kemiskinan akan terus ada dengan proporsi tetap dari populasi.
(Schiller 2010).
menuai kritik dikarenakan hanya memotret sebagian kecil dari begitu besarnya
daya beli (purchasing power parity), pendapatan atau konsumsi tapi ada dimensi
yang lebih luas dari kondisi kemiskinan. Ketika ada sebagian masyarakat tidak
bisa akses terhadap pelayanan pendidikan dasar atau kesehatan dasar akibat
ketidakmampuan dalam ekonomi maka itu bisa dikatakan miskin. Begitu juga
terhadap kualitas dari standar kehidupan seperti rumah yang berlantaikan tanah,
tidak adanya sanitasi yang baik, sumber energi untuk penerangan dan memasak
yang tidak layak, maka ini merupakan bagian dari kemiskinan (Sen, Leon et al.
2000).
Untuk memotret kemiskinan secara lebih holistic, OPHI dengan UNDP pada
Goals (MDGs), dimana setiap indikator MPI merupakan bagian dari target
Dimensi pendidikan diukur melalui lama sekolah (years of schooling) dan akses
terhadap pendidikan (attadence of school) oleh setiap individu. Indikator ini tidak
Dimensi kesehatan diukur dengan menggunakan dua indikator yaitu gizi dan
kematian anak (Alkire 2002). Indikator gizi diukur untuk tiap-tiap anggota rumah
tangga (anak-orang dewasa). Pada anak, pengukuran gizi mengacu pada standart
MDGs yaitu berat badan berbanding usia anak.Sementara itu indikator kematian
4. Lantai rumah; memiliki lantai rumah tidak dari pasir dan kotoran
makanan pokok, minuman, tempat tinggal dan kebutuhan dasar lainnya yang
Sementara itu standar hidup minimum adalah memiliki keluarga, rumah dan
ditetapkan ini membuat individu memenuhi syarat untuk menjadi miskin (Shirazi,
Dalam definisi islam, kemiskinan disebut dengan Al-miskin atau Al-faqr berarti
keadaan membutuhkan. Sementara itu, seorang faqir adalah seseorang yang hanya
mempunyai sedikit makanan pokok. Sedangkan kata al-miskin berarti orang yang
tidak punya cukup harta untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan orang-orang
2007); (Rosbi and Sanep 2010). Terdapat 12 indikator dari lima dimensi yang
seperti kesehatan, kualitas tempat tinggal atau tempat tinggal. Ketiga, ilmu
dan kemampuan suatu individu. Hal ini termasuk tingkat pendidikan dan
kemiskinan (Alkire and Foster 2007, Alkire and Santos 2010). Rumus untuk IPI
Dimana:
Dalam penelitian yang lain (Ali and Hasan 2011) mencoba menyusun sebuah
index dengan pendekatan maqashid syariah. Hal ini dilakukan karena pentingnya
lima dimensi maqashid syariah terhadap dunia dan dunia setelahnya (akhirat), maka
yang menuntun kita dalam mengembangkan atau memilih indikator yang tepat
untuk MS:
keturunannya.
indeks MS menurun
hidup meningkat
c. Time ude and Leisure Activities (Penggunaan waktu dan aktivitas waktu
luang): Indeks MS akan meningkat jika waktu lebih baik digunakan dalam
pendidikan.
untuk waktu yang dihabiskan untuk program dan pendidikan agama atau
dibutuhkan.
orang tua.
indikator yang sepenuhnya mewakili dimensi MS. Idealnya, indikator yang terkait
Tetapi praktis, kuesioner semacam itu tidak tersedia saat ini sehingga perlu mencari
proksi yang melakukan pekerjaan itu. Seperti pada data survei yang tersedia di
domain publik dan yang memberikan informasi yang agak relevan adalah data
World Values Survey (WVS). Berdasarkan tinjauan studi tersebut berikut proxi
WVS 2005-2008
WVS 2005-2008
Dimensi MS Petunjuk pertanyaan survey
(Ref. Variabel)
Intelek3 x025 tingkat pendidikan tinggi tercapai
Anak-cucu
(Posterity)
post1 a001 kepentingan dalam hidup: keluarga
seorang perempuan harus memiliki anak-anak yang
post2 d019 harus dipenuhi
post3 f118 dapat dibenarkan: homoseksualitas
post4 f119 prostitusi
post5 f120 aborsi
post6 f121 perceraian
Properti
(Property)
prop1 c006 kepuasan terhadap situasi keuangan rumah tangga
prop2 x047 skala pendapatan
prop3 x047r tingkat pendapatan
ekonomi secara multidimensi antara konsep pengukuran IPI (Rasool, Salleh et al.
2012, Rasool and Salleh 2014) dengan maqashid syariah index (Ali and Hasan
2011) sama-sama merupakan ekstensi dari dari konsep perhitungan MPI yang
dikembangkan oleh (Alkire and Foster 2007, Alkire and Santos 2010). Perbedaan
kedunya ada pada bobot tertimbang yang digunakan untuk menilai angka
Alasannya adalah karena urgensi pada IPI harus sesuai dengan prinsip maqasyid
al shariah (MS) seperti yang disarankan oleh Shatibi (Kamali 2009) sehingga
pendekatan yang sama dengan konsep yang digunakan dalam perhitungan MPI.
rinciannya:
- Variabel makroekonomi
yang kurang mendukung
variabel yang diestimasi
dapat menyebabkan
kemiskinan.
- Kemiskinan di pedesaan
lebih cenderung banyak
dibandingkan dengan
kemiskinan di perkotaan
- Untuk meningkatkan
kapabilitas seseorang
dalam mencapai
kesejahteraan, pendidikan
merupakan variabel kunci.
- Kepemilikan asuransi
kesehatan merupakan
variabel kedua yang
berpengaruh besar. Orang
yang teridentifikasi miskin
secara multidimensional
poverty ternyata 62,3%
diidentifikasi sebagai orang
yang tidak miskin secara
monetary poverty
- Dengan peningkatan
pendidikan, kemungkinan
orang menjadi miskin
multidimensional menjadi
berkurang
kemiskinan pada Islamic Poverty Indicator (Rasool and Salleh 2014) dan
Multidimensional Poverty Index (Alkire and Foster 2010, Alkire and Santos 2010).
tersebut ialah Islamic Poverty Indicator (Rasool and Salleh 2014) dan
Islamic Poverty Indicator tidak dimuat pada konsep pengukuran yang diajukan
(Saladin & Rasool 2014). Pada proses perhitungannya, penelitian ini dimulai dari
Syariah. Indikator yang dimaksudkan adalah iman, akal, jiwa, harta dan keturunan,
seperti yang juga digunakan pada penelitian (Saladin & Rasool 2014). Selanjutnya
dari lima dimensi tersebut akan dibuat batasan individu dinyatakan miskin
Setelah itu akan dilakukan pengukuran (H) Headcount ratio atau angka kemiskinan
Foster 2010). Hasil akhirnya akan memunculkan sebuah indeks kemiskinan baru
multidimensi.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan studi
(MPI) serta regresi logistic. Kombinasi konsep perhitungan IPI dan MPI ini nantinya
Multidimensional Poverty Index (IMPI). Secara lebih spesifik IPI digunakan sebagai
mengacu pada model perhitungan (Rasool and Salleh 2014). Sementara MPI
oleh (Alkire and Foster 2007, Alkire and Foster 2010, Alkire and Santos 2010,
Alkire, Roche et al. 2015). Kemudian regresi logit digunakan untuk mengestimasi
kunci yang digunakan merupakan hasil studi sebelumnya yang dilakukan oleh
disesuaikan dengan indikator pada penelitian (Rasool and Salleh 2014) dan
spesifik pada kuisioner) tidak ditemukan pada data IFLS5 maka akan dilakukan
poverty Index akan dilakukan dengan pendekatan logit. Variabel dependen yang
variabel independen yang digunakan berasal dari seluruh variabel pada lima
indikator kunci yang telah dijelaskan sebelumnya. Lebih detail terkait dengan
gambaran indikator serta variabel dependen maupun independen pada penelitian ini
variable
detail. Definisi operasional variabel yang dijelaskan sesuai dengan variabel yang
ada pada Tabel 1. Berikut ini adalah penjabaran definisi dari seluruh variabel yang
2011, Rasool and Salleh 2014). Outputnya berupa data kategorik dengan nilai
biner (0 atau 1). Nilai (0) artinya rumah tangga yang teridentifikasi tidak miskin
sesuai dengan nomor identitas pada IFLS. Sedangkan (1) artinya rumah tangga
samāʾi māʾan fa-ʾakhraja bihī mina th-thamarāti rizqan lakum fa-lā tajʿalū li-llāhi
Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap,
dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan
ayat ke-22 dari surat al-Baqarah ini, “Kemudian Allâh Azza wa Jalla menyebutkan
yaitu Dia adalah Rabb (Pencipta; Pemilik; Penguasa; Pemelihara) kamu (manusia),
Yang telah memelihara kamu dengan berbagai macam kenikmatan. Sehingga iman
individu.
a. Tingkat keimanan
yang dianutnya dalam hal ini adalah agama islam. Sehingga variabel ini
diyakininya dalam hal ini Allah Subhanahuwata a’la. Berdasarkan data yang ada
pada IFLS5, variabel keimanan ini bentuk awalnya merupakan data interval yang
bernilai (1-5) atau dalam bentuk kategori (1) Sangat beriman; (2) Beriman; (3)
Cukup Beriman; (4) Tidak Beriman dan (5) Tidak Menjawab. Karena dalam islam
keiman seseorang terhadap keyakinan yang dianutnya. Maka dari jawaban tersebut
selanjutnya diklasifikasikan lagi menjadi dua kategori yakni beriman dan tidak
beriman, dengan rincian (1) dan (2) masuk kategori beriman sedangkan (2), (3)
dan (4) masuk kategori yang tidak beriman. Nilai (0) diberikan jika responden
menyatakan beriman terhadap Islam dan Nilai (1) jika tidak menyatakan beriman
b. Intensitas ibadah
kepada Allah Azza Wa Jalla. Intensitas ibadah ini diproxikan melalui indikator
seberapa sering mereka melakukan ibadah, termasuk didalamnya solat, berdoa dan
sebagainya dalam sehari. Nilai (0) diberikan bagi mereka yang meluangkan
waktunya untuk ibadah setiap harinya. Sedangkan Nilai (1) diberikan bagi
responden yang tidak meluangkan waktunya untuk ibadah minimal sehari sekali,
yang jarang meluangkan waktunya dan yang tidak meluangkan waktunya untuk
ibadah sama-sekali.
majelis taklim dan sejenisnya. Diberikan nilai (0) bagi responden yang pernah ikut
berpartisipasi minimal sekali dalam hidupnya. Sedangakan diberikan Nilai (1) jika
seorang responden tidak pernah ikut berpartisipasi sama sekali dalam kegiatan
yang dimaksud.
karena ad-din (agama) tidak akan tegak jika tidak ada jiwa yang menjalankannya.
hak atas dirimu." (HR. Muslim). Ini menunjukkan manusia tidak boleh lalai
memenuhi hak badannya karena badan memiliki hak yang harus dipenuhi seperti
membahayakan fisiknya bahkan atas dasar untuk kegiatan agama sekalipun. Allah
berfirman:
“Wa -ʾanfiqū fī sabīli llāhi wa-lā tulqū bi-ʾaydīkum ʾilā t-tahlukati wa-ʾaḥsinū
195), dan
takūna tijāratan ʿan tarāḍin minkum wa-lā taqtulū ʾanfusakum ʾinna llāha kāna
bikum raḥīma”
dimensi ini, maka pengukuran pada dimensi ini dipecah kedalam tiga variabel.
Tiga variabel tersebut merupakan representasi dari jiwa. Sama halnya dengan
dimensi sebelumnya. Seluruh variabel pada dimensi ini bernilai biner (0 atau 1)
a. Kondisi kesehatan
rumah tangga. Bernilai (0) jika responden diidentifikasi sehat dan bernilai (1) jika
b. Kualitas Sanitasi
Variabel ini menunjukkan kualitas sanitasi yang ada pada rumah tangga,
variable ini di proxykan berdasarkan kondisi sanitasi rumah tangga yang baik
dilengkapi dengan septic tank didalam rumah sediri. Bernilai (0) untuk rumah
tangga yang memiliki kondisi sanitasi layak, artinya memiliki akses sanitasi di
rumah sendiri dilengkapi dengan septic tank, sedangkan bernilai (1) jika tidak
sebuah rumah tangga variable ini di proxikan dengan aktivitas sebuah rumah
tangga dalam mengelola sampah dilingkungan tempat tinggal mereka. Berniali (0)
jika rumah tangga mengelola sampah rumah tangga mereka dengan baik, dengan
cara membuat pembuangan sampah yang baik, dibakar atau ditanam. Sedangkan
bernilai (1) jika rumah tangga tidak mengelola sampah mereka dengan baik.
dan hadist. Salah satu hadist yang menjelaskan tentang pentingnya menuntut ilmu
menekankan bahwa secara umum hukum menuntut ilmu terbagi dua: Pertama,
hukumnya wajib; seperti menuntut ilmu tentang shalat, zakat, dan puasa. Inilah
yang dimaksudkan dalam riwayat yang menyatakan bahwa menuntut ilmu itu
cambuk, potong tangan dan lainnya), cara mendamaikan orang yang bersengketa,
dan semisalnya. Sebab, tidak mungkin semua orang dapat mempelajarinya dan
apabila diwajibkan bagi setiap orang tidak akan mungkin semua orang bisa
1
Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 224), dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallahu
‘anhu, lihat Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 3913). Diriwayatkan pula oleh Imam-imam ahli hadits
yang lainnya dari beberapa Shahabat seperti ‘Ali, Ibnu ‘Abbas, Ibnu ‘Umar, Ibnu Mas’ud, Abu Sa’id
al-Khudri, dan al-Husain bin ‘Ali radhiyallaahu ‘anhum
Karenanya, hanya beberapa orang tertentu sajalah yang diberikan kemudahan oleh
Allah dengan rahmat dan hikmah-Nya2. Sehingga dapat ditarik kesimpulan tetang
Seluruh variabel pada dimensi ini bernilai biner (0 atau 1) sesuai dengan model
a. Tingkat Pendidikan
terakhir yang ditempuh, bernilai (0) untuk responden yang berpendidikan minimal
SMA keatas dan bernilai (1) bagi responden yang memiliki tingkat pendidikan
SMA kebawah.
b. Kemampuan Membaca
(0) jika kepala rumah tangga bisa membaca, dan (1) jika kepala rumah tangga tidak
bisa membaca.
c. Kemampuan Menulis
2
Sumber: https://almanhaj.or.id/2307-menuntut-ilmu-jalan-menuju-surga.html
(0) jika kepala rumah tangga bisa menulis, dan (1) jika kepala rumah tangga tidak
bisa menulis.
ini telah dijelaskan banyak ayat dan hujjah-hujjah lainnya dalam Al-Quran dan
“ …Dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untuk kamu (yaitu anak)” [Al-
Baqarah/2 : 187] Abu Hurairah, Ibnu Abbas dan Anas bin Malik dan lain-lain
Imam dari kaum Tabi’in menafsirkan ayat di atas dengan anak (Tafsir Ibnu Jarir
dan Tafsir Ibnu Katsir di dalam menafsirkan ayat di atas) Maksudnya : Bahwa
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk mencari anak dengan jalan
bercampur (jima’) suami istri apa yang Allah telah tentukan untuk kamu.
dhurriyyatan wa-mā kāna li-rasūlin ʾan yaʾtiya bi-ʾāyatin ʾillā bi-ʾidhni llāhi li-
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum-mu dan Kami
separuh agamanya; oleh karena itu hendaklah ia bertakwa kepada Allah untuk
Cukuplah ayat di atas sebagai dalil yang tegas dan terang bahwa Islam
Dan sekaligus merupakan larangan dan celaan terhadap mereka yang tidak mau
mempunyai anak padahal ada jalan untuk memperolehnya dengan qadar Allah 3.
a. Menikah
Variable ini menunjukkan rumah tangga yang tinggal sendiri karena tidak
menikah atau pernah menikah lalu cerai dan belum menikah lagi. Bernilai (0) jika
3
Sumber:https://almanhaj.or.id/2258-islam-menganjurkan-umatnya-untuk mempunyai-banyak-
anak.html
b. Memiliki anak
Variable ini meunjukkan ada tidaknya seseorang anak pada suatu rumah
tangga. Bernilai (0) jika terdapat minimal satu anak didalam suatu rumah tangga,
dalam Islam. Pentingnya harta dalam Islam juga telah dijelaskan dalam beberapa
li-rabbihī kafūra”
harta dikenal dengan istilah israf. Menjauhi ishraf ini juga telah dijelaskan dalam
piutang.
(d). Islam mengharamkan perbuatan zhalim terhadap harta orang lain dan
wajib menggantinya.
a. Kepemilikian rumah
Variable ini menunjukkan kepemilikan asset dalam suatu rumah tangga yang
(0) jika rumah tempat tinggal saat ini milik sendiri dan (1) jika rumah yang
b. Pekerjaan
tangga, (0) jika kepala keluarga memiliki pekerjaan apapun jenisnya dan (1) jika
dengan kepemilikan asset berupa lahan pertanian. Bernilai (0) jika rumah tangga
teridentifikasi memiliki lahan pertanian dan bernilai (1) apabila rumah tangga
tidak memiliki.
berupa data cross section. Semua variabel menggunakan data tahun 2014. Data
tersebut merupakan sampel yang diambil dari data rumah tangga (Indonesian
Family Live Survey) yang dikumpulkan oleh RAND corporation bekerja sama
Indonesia (IFLS gelombang 1 dan 2) serta Population Research center & Center
for Population and Policy Studies ( CPPS ) Universitas Gadjah Mada dan Survey
METER (2012) (IFLS gelombang 3, 4 dan 5). IFLS adalah data survei rumah
2007 (ILFS4) dan 2014 (IFLS5). Survei ini berdasarkan sampel rumah tangga
mengumpulkan data dari sumber data pada penjelasan sebelumnya. Proses tabulasi
data dilakukan dengan bantun software statistik (STATA 14. Special Edition).
sampling dan variabel pada proses pengumpulan data yang cukup banyak, format
data yang digunakan dan hanya mampu diolah menggunakan software STATA
10.406 sample data rumah tangga yang mewakili total 55.550 individu pada
IFLS5. Kemudian dari jumlah tersebut difilter hanya pada variabel yang matched
dengan model perhitungan. Proses filtrasinya secara garis besar dapat dilakukan
dengan tiga tahapan, yaitu menentukan buku dan seksi pada data IFLS yang telah
Tahap filtrasi pertama adalah menentukan buku dan seksi pada data IFLS.
hampir seluruh buku pada data IFLS digunakan. Karena buku dan seksi yang
penggabungan seluruh buku pada data IFLS. Proses selanjutnya adalah melakukan
filtrasi dengan memilih variabel apa saja yang akan digunakan. Total ada 14
variabel yang tidak diperlukan. Observasi yang awalnya berjumlah 10.406 sample
dengan jumlah variabel pertanyaan sebanyak 18.277 difilter dan dipilih hanya
Jumlah sample tersebut juga telah disesuaikan dengan responden yang hanya
wilayah per-provinsi. Proses filtrasi kedua ini dilakukan karena setalah proses
kekurangan sample. Sampel minimum yang dikehendaki pada penelitian ini adalah
sebesar 100 sample. Sehingga setalah dilakukan filtrasi kedua ini observasi hanya
maka cakupan wilayah untuk keperluan justifikasi juga berkurang. Jumlah awal
wilayah yang masuk kedalam sampling pada filtrasi pertama awalnya berjumlah
et al. 2011, Rasool and Salleh 2014) utamanya pada proses pemilihan indikator,
menggunakan konsep pengukuran (Alkire and Foster 2007, Alkire and Foster
2010) sebagai ekstensi untuk melihat karakteristik kemiskinan secara lebih detail.
pembobotan yang telah ditentukan. Pertama, dari hasil tersebut akan terlihat angka
dari penelitian ini adalah Indeks kemiskinan dari hasil perhitungan yang telah
dijelaskan sebelumnya.
kemiskinan. Pada bagian ini akan dijelaskan secara lebih detail tentang konsep
pengukuran kemiskinan dari (Rasool and Salleh 2014) dan (Alkire and Santos
Kemudian akan dijelaskan konsep pemilihan model estimasi yang digunakan serta
3.6.1 Perhitungan Islamic Poverty Indicator dengan metode (Rasool and Salleh
2014)
Dimensi dalam IPI akan didasarkan pada kebutuhan manusia (maqâṣid
alSharī'ah) prinsip menurut Islam seperti yang disebutkan oleh JAWHAR (2007),
dan Rosbi dan Sanep (2010). IPI yang diusulkan akan didasarkan pada MPI yang
dikembangkan oleh Alkire dan Santos (2010). Perbedaan utama antara IPI yang
diusulkan dan MPI yang dikembangkan oleh Alkire adalah bobot IPI tidak sama
dengan prinsip maqâyah al-Sharī'ah seperti yang disarankan oleh Al-Ghazalli yang
semua umat manusia yang terletak pada pengamanan agama, fisik, pengetahuan,
keturunan dan kekayaan mereka dan berada dalam hirarki. Seorang ilmuwan lain,
Shatibi sepakat dengan lima tujuan Sharī'ah dan urutan hirarkis mereka. Meskipun
mayoritas ilmuwan setuju dengan lima dimensi maqâṣid al-Sharī'ah yang diajukan
oleh Al-Ghazalli dan didukung oleh Shatibi, ada beberapa ilmuwan yang
mengemukakan pendapat hirarkis yang diajukan oleh dua ilmuwan ini (Rasool,
Harun et al. 2011). Dengan demikian, dalam penelitian ini pendapat ahli dipilih
untuk menentukan apakah hierarki dimensi di setting Malaysia saat ini sama
dengan ide Al-Ghazalli dan Shatibi. Meski pendapat ahli bisa mengarah pada bias,
masalah ini berkurang dengan memilih panel ahli dengan pengalaman luas di
bidang kemiskinan. Selain itu, para ahli terpilih memiliki berbagai latar belakang
dll.
Proses keseluruhan formulasi IPI terdiri dari tiga tahap. Pertama, konsensus
para ilmuwan yang menjadi ahli dan berpengalaman dalam bidang fiqh dicari
anggapan bahwa semua indikator dalam dimensi tertentu memiliki bobot masing-
masing. Dimensi dan indikator terpilih ini kemudian dikirim ke pakar terpilih
berdasarkan rangking yang diberikan oleh para ilmuwan. Fungsi bobot adalah
perhitungan dan interpretasi IPI bersamaan dengan penetapan ambang batas (cut-
off) kemiskinan.
berikut:
Keterangan:
Bobot
Variabel Relatif Miskin jika…
(%)
Aama
Keimanan 7.4 Kepala Rumah Tangga tidak beriman
Kepala Rumah tangga tidak menjalankan kewajiban
Ibadah 7.4
dalam beragama dalam kehidupan sehari-hari
Partisipasi
Tidak pernah berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan
dalam kegiatan 7.4
seperti ceramah, pengajian sekalipun
keagamaan
Jiwa
Ada salah satu anggota keluarga yang mengalami sakit
Kesehatan 12.6
serius
Kondisi sanitasi yang buruk atau tidak memiliki toilet
Sanitasi
pribadi
Lingkungan Tempat tinggal tidak layak banyak sampah kotor
Akal
berdasarkan penelitian (Rasool and Salleh 2014) adalah sebesar 40%. Nilai 40%
artinya apabila suatu rumah tangga teridentifikasi miskin pada 40% aspek
multidimensi seperti yang telah ditentukan diatas maka rumah tangga tersebut
dikatakan sebagai rumah tangga yang miskin. Sedangkan ababila nilainya berada
Dalam menghitung kemiskinan pada MPI ini rentang penilaiannya dari 0-1.
Ketika seseorang dikatakan miskin atau memenuhi kriteria indikator miskin akan
dikenakan nilai 1. Sedangakan bagi individu yang tidak terindikasi miskin atau
sedangkan nilai Ii = 1 apabila rumah tangga masuk kedalam kriteria indicator i dan
perhitungan semua indikator dan dimensi dijumlahkan dan akan ditentukan sample
keseluruhannya sama dengan MPI. Sehiingga secara sederhana MPI adalah hasil
DImana, (H) adalah hasil pembagian dari jumlah individu yang terindikasi miskin
Sementara itu intensity of poverty merupakan hasil pembagian nilai score (C1)
yang hanya terindikasi miskin terhadap jumlah individu yang terindikasi miskuin
(q).
∑𝑛
𝑖=1 𝑐𝑖(𝑘)
𝐴= (3.3)
𝑞
Sehingga,
𝑀𝑃𝐼 = 𝐻 × 𝐴 (3.4)
Lanjutan
Kualitas Kehidupan 1/3
Bahan bakar untuk memasak 1/18
Sanitasi 1/18
Air bersih 1/18
Sumber penerangan 1/18
Kondisi lantai rumah 1/18
Kepemilikan asset 1/18
tangga yang teridentifikasi miskin. Selain itu regresi logit dipilih atas dasar
penelitian ini yang datanya bersifat binary (0 atau 1) baik variabel dependen
digunakan pada penelitian ini adalah model logit. Berikut ini adalah persamaan
𝑃𝑖
𝐿𝑖 = ln ( ) = 𝛽0 + 𝛽1 𝐼𝑚𝑎𝑛 + 𝛽2 𝑆𝑜𝑙𝑎𝑡 + 𝛽3 𝑃𝑎𝑟𝑡𝐾𝑔𝑚 + 𝛽4 𝐻𝑒𝑎𝑙𝑡ℎ
1𝑝𝑖
+ 𝛽14 𝐶ℎ𝑖𝑙𝑑 + 𝜇 …
(3.5)
Keterangan:
Li = Logit
Pi
Ln ( 1 − pi) = odds ratio dalam hal status kemiskinan multidimensional
dengan persepektif maqashid syariah. Jika Pi=1 maka rumah
tangga tersebut dinyatakan miskin. Jika Pi=0 maka rumah
tangga tersebut tidak dinyatakan miskin.
Iman = Tingkat keimanan
Pray = Ibadah wajib yang dilakukan minimal sehari sekali sepanjang
waktu
PartKgm = Partisipasi dalam kegiatan keagamaan
Health = Kondisi kesehatan
Trash = Kondisi lingkungan tempat tinggal rumah tangga
Toilet = Kondisi sanitasi
House = Kepemilikan rumah
HHAsset = Kepemilikan atas asset rumah tangga
Work = Status pekerjaan
Educ = Minimal pendidikan
Write = Skill membaca
Read = Skill menulis
Married = Status pernikahan
Child = Rumah tangga yang memiliki anak
analisis dan interpretasi model. Dalam proses analisis model logit peneliti
goodness of fit.
1 1
𝑃𝑖 = 𝐸 (𝑌𝑖 = 𝑥𝑖 ) = 1+𝑒 −(𝛽1+𝛽2𝑥𝑖) (3.6)
1 𝑒𝑧
𝑃𝑖 = 1+𝑒 = 1+𝑒 𝑧 (3.7)
Sehingga,
𝑃𝑖 1−𝑒 𝑧
= 1+𝑒 𝑧 = 𝑒 𝑧𝑖 (3.9)
1−𝑃𝑖
𝑃𝑖
Pada persamaan (3.5), disebut sebagai odds suatu peristiwa, yaitu rasio
1−𝑃
𝑃𝑖
𝐿𝑖 = ln[1−𝑃𝑖 = 𝑍𝑖 = 𝛽1 + 𝛽2𝑋𝑖 (3.10)
Pada persamaan (3.6) diatas dapat diketahui Li adalah log dari odds yang
bersifat linier dalam Xi dan linier dalam parameter. Sehingga Li disebut logit dan
persamaan (3.8) disebut sebagai model logit (Baum and Christopher 2006).
selanjutnya akan dijelaskan tahapan analisis model logit. Seperti yang dijelaskan
sebelumnya ada tiga tahapan analisis yang akan dipaparkan pada bagian ini.
Berikut penjelasannya:
Pada model logit, metode estimasi yang digunakan adalah metode maximum
likelihood. Sehingga proses estimasi dari nilai standar error menjadi asymptotic.
statistic. Pada model logit proses evaluasi signifikansi yang digunakan adalah nilai
variabel dikatakan berdistribusi normal apabila nilai rata-ratanya nol dan nilai
Nilai z-statistic tersebut digunakan untuk menguji koefisien secara parsial dari
model logit ini sama dengan proses pengujian uji z pada umumnya. Yakni dengan
membandingkan nilai 𝑍𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dengan nilai 𝑍ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 . Apabila nilai pada 𝑍𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 >
Likelihood Ratio (LR) Statistic disebut juga sebagai uji signifikansi koefisien
secara simultan. Kegunaan Uji LR ini sama dengan uji F pada model regresi linier.
Proses pengujian nilai LR adalah apabila nilai 𝑋 2 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑋 2 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, maka 𝐻0
tidak diterima/ditolak yang artinya ada pengaruh secara simultan dari variabel
independen terhadap variabel dependen atau ada pengaruh secara simultan dari
multidimensional. Selain itu, pengujian hipotesis pada uji LR ini dapat dilakukan
nilai p-value < α maka 𝐻0 tidak diterima/ditolak yang artinya ada pengaaruh secara
diharapkan sama dengan frekuensi yang diperoleh dari suatu distribusi. Pada
regresi binari model logit untuk melakukan pengujian goodness of fit umumnya
menggunakan nilai 𝑝𝑠𝑒𝑢𝑑𝑜𝑅2 , hal ini didasari karena pengukuran goodness of fit
konvensional yang kurang memadai. Pada penelitian ini misalnya nilai 𝑝𝑠𝑒𝑢𝑑𝑜𝑅2
syariah.
Nilai 𝑝𝑠𝑒𝑢𝑑𝑜𝑅2 adalah nilai interval (0 sampai 1). Semakin dekat nilai
artinya korelasi variabel dependen dan variabel independen semakin lemah atau
tidak ada korelasi. Catatan penting yang perlu diperhatikan pada estimasi model
logit menurut (Gujarati and Porter 2003) adalah perhatian pada nilai goodness of
fit merupakan kriteria kedua. Sehingga prioritas utama adalah dengan melihat
koefisien logit. Jika koefisien bernilai positif (+) maka nilai variabel tersebut juga
meningkat, begitu juga dengan nilai odds (kecenderungan) atau (Y=1) meningkat,
begitu juga sebaliknya. Hal tersebut berlaku pada variabel independen yang
atau seperti variabel yang digunakan dalam penelitian ini, maka nilai odds
(kecenderungan) atau (Y=1) akan lebih besar jika (Z=1), dibandingkan saat (X=0).
Dalam konteks penelitian ini misalnya, menggunakan contah variabel bebas Iman
Selain dengan melihat tanda pada koefisien model logit untuk dapat melihat
kompatibilitas variabel dapat menggunkan nilai dari odds ratio. Nilai odds ratio
diperoleh dari hasil transformasi nilai logit menjadi anti-log seperti pada
persamaan (3.4) diatas. Variabel dependen atau pada penelitian ini kecenderungan
meningkat sebesar 𝑒 𝛽 kali (x) jika dibandingkan (X=0) atau kategori (X) yang
menjadi basis.
BAB IV
PEMBAHASAN
Maqashid Syariah yang merupakan bagian inti pada penelitian ini. Beberapa hal
kemiskinan berisi tentang hasil estimasi kemiskinan model logit serta analisis
berisi tentang bahasan hasil perhitungan dan estimasi yang secara lebih mendalam
dilakukan menggunakan data IFLS gelombang ke-5 sebesar 30.34% rumah tangga
dengan jumlah rumah tangga miskin terbesar adalah Jawa Timur dengan jumlah
rumah tangga miskin yang teridentifikasi sebesar 305 rumah tangga. Sedangkan
provinsi dengan jumlah rumah tangga miskin terendah adalah Daerah Istimewa
miskin dan yang terendah teteap provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar
17.31% persen.
Jika dipoteret dari tinjauan spasial, yang secara spesifik melihat kondisi
kemiskinan untuk wilayah pedesaan dan perkotaan pada 13 provinsi yang dihitung
Provinsi dengan kondisi kemiskinan terbesar dalam tinjauan spasial adalah Jawa
Tengah (173 Rumah tangga) untuk wilayah pedesaan dan provinsi Jawa Timur
(136 Rumah Tangga) untuk wilayah perkotaan. Untuk persentase kemiskinan dari
wilayah pedesaan adalah provinsi Sulawesi Selatan dan untuk wilayah perkotaan
adalah provinsi Banten. Uniknya khusus untuk provinsi Banten dan Sumatera
memiliki jumlah rumah tangga miskin terbanyak pada penelitian ini namun secara
Meskipun demikian, jika dilihat secara akumulatif pada hasil penelitian ini
teridentifikasi miskin.
menurut dimensi dan indikator penyusun kemiskinan. Dimensi dan indikator yang
dijelaskan adalah lima dimensi maqashid syariah dan empat belas indikator seperti
6144 rumah tangga yang diobservasi memperlihatkan jika 1174 atau 19.11%
terindikasi tidak beriman kepada Allah. Hal ini sejalan dengan tingat partisipasi
responden dalam kegiatan keagamaan yang juga rendah yakni sebesar 2498 atau
menunjukkan angka yang lebih rendah, itu artinya ada beberapa responden yang
teridentifikasi lemah pada tauhid namun tetap menjalankan ibadah yang diajarkan
islam.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Iman Parisipasi Ibadah
yang di analisis yaitu kondisi lingkungan, kondisi kesehatan, dan kualitas sanitasi.
Hasil perhitungan dari total 6144 rumah tangga memperlihatkan sejumlah 4247
rumah tangga atau sebesar 69.12% terindikasi memiliki kondisi lingkungan yang
buruk. Hal ini berbanding terbalik dengan tingkat kondisi kesehatan terhitung
cukup rendah yakni sejumlah 1461 rumah tangga atau 23.78% yang terindikasi
memperlihatkan hanya 1052 rumah tangga dari 6144 rumah tangga yang
bersih dan saluran air. Secara keseluruhan kondisi jiwa pada responden terlihat
cukup baik, hal ini bisa dilihat dari tingkat masalah kondisi sanitasi dan kesehatan
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Kondisi Kesehatan Kondisi Lingkungan Kondisi Sanitasi
kemampuan membaca yakni sejumlah 845 rumah tangga atau sebesar 13.75%. Hal
sejumlah 920 responden atau sebesar 14.97%. Intinya kondisi dimensi akal pada
rumah tangga yang diobservasi menunjukkan hasil yang positif, walaupun tingkat
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Minimal pendidikan Kemampuan membaca Kemampuan menulis
kepemilikan rumah, kepemilikan aset lain dan status pekerjaan. Hasil perhitungan
jika 1196 rumah tangga dengan persentase 19.47% terindikasi tidak memiliki
rumah . Hal ini berbanding terbalik dengan variabel kepemilikan aset lain yang
memperlihatkan jika 1670 dari total 6144 rumah tangga terindikasi pengangguran.
rumah dan pekerjaan terhitung rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara
keseluruhan kondisi dimensi harta pada rumah tangga yang diobservasi memiliki
hasil yang positif, walaupun angka responden yang terindikasi tidak memiliki aset
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Sumber: Kepemilikikan rumah Kepemilikan aset rumah Status pekerjaan
tangga
6144 rumah tangga yang diobservasi memperlihatkan jika 1222 atau 19.89%
terindikasi belum menikah. Hal ini selaras dengan Status kepemilikan anak pada
terindikasi belom punya anak. Secara keseluruhan kondisi dimensi keturunan pada
Rumah tangga yang diamati memiliki hasil yang positif karena rendahnya angka
100
80
60
40
20
0
Menikah Anak
kondisi kemiskinan pada level provinsi yang ada di Indonesia. Secara umum
provinsi yang dapat diidentifikasi tingkat kemiskinannya secara garis besar berada
di wilayah barat Indonesia (Jawa dan Sumatera) dan beberapa provinsi yang
Indonesia.
table 4.2.1 dibawah. Table tersebut adalah simulasi perhitungan rumah tangga
diketahui sample yang digunakan sebanyak 4 rumah tangga dengan ID yang sesuai
dengan ID rumah tangga pada data IFLS. Table tersebut memeberikan informasi
spesifik per indikator dari masing-masing sample rumah tangga yang diidentifikasi
mengalami kemiskinan pada aspek dalam dimensi tertentu. Misalnya, pada sampel
rumah tangga dengan ID 0030141 pada kolom pertama. Sample rumah tangga
tersebut terdiri dari lima orang anggota rumah tangga dan diidentifikasi miskin
dari dimensi harta (Tidak memiliki rumah dan Tidak bekerja). Contoh lainnya
pada kolom kedua. Sample rumah tangga dengan ID 0030151 diidentifikasi miskin
pada empat dimensi kemiskinan. Dimensi iman (Iman dan Partisipasi dalam
pendidikan) dan Harta (Kepemilikan rumah dan Pekerjaan). Uniknya pada rumah
tangga yang kedua dapat dilihat bahwa meskipun sample rumah tangga tersebut
diidentifikasi miskin dalam aspek imannya namun sample rumah tangga tersebut
tetap menjalankan ibadah yang diperintahkan dalam islam. Begitu juga pada
namun pada aspek kepemilikan asset rumah tangga sample tersebut tidak
rumah tangga tersebut yang teridentifikasi miskin hanya tiga sampel rumah tangga
indeks yang disebut Multidimensional Poverty Index (MPI). Pada penelitian ini
Index seperti yang telah dijeaskan pada beberapa bagian sebelumnya. Keunggulan
yang dihitung adalah pada level provinsi di Indonesia. Hasilnya dapat dilihat pada
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
islam sebesar 0.15 yang artinya sebesar 15% rumah tangga nasional teridentifikasi
dari headcount ratio (0.30) dengan intensity of poverty (0.50). Sehingga, dari
komponen lain yang dapat diketahui adalah angka kemiskinan multidimensi pada
level nasional sebesar 30% dan tingkat keparahan kemiskinan level nasional
sebesar 50%.
Selain itu, berdasarkan informasi dari Gambar 4.2.1 dapat dilihat jika provinsi
dengan nilai IMPI pada level provinsi terbesar adalah Sulawesi Selatan (0.23) dan
miskin pada provinsi tersebut relatif lebih baik jika dibandingkan dengan provinsi
Terutama pada dimensi pendidikan pada aspek pendidikan minimal. Hal ini
Informasi lain yang didapatkan adalah terdapat tujuh provinsi yang indeks
kemiskinannya berada diatas indeks kemiskinan nasional dengan urutan dari yang
Sumatera Selatan, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat). Sementara enam
Selatan, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta dan DI Yogyakarta) indeks
Dari perhitungan diatas juga menunjukkan adanya korelasi yang positif antara
multidimensi (IMPI). Jika melihat gambar 4.2.1 pergerakan bar yang berwarna
biru berbanding lurus dengan pergerakan bar berwarna abu hal ini sejalan dengan
headcount dan index berhubungan lurus komponen ini belum tentu sama. Itu
variabel dependen. Pada penelitian ini pengaruh antar variabel tersebut dilihat
berdasarkan nilai koefisien regersi logit. Sementara itu untuk melihat tingkat
pengaruah (besarnya pengaruh) antar variabel dilihat berdasarkan nilai odds ratio.
Islamic Multidimensional
Variabel Poverty
Logit Rasio odds
Koefisien 1.87 6.3442
SE 0.090 0.5715
Iman (Agama)
Z stat 20.51
Z (prob) 0.000*
Koefisien 1.45 4.2586
Kondisi Kesehatan SE 0.074 0.3141
(Jiwa) Z stat 19.64
Z (prob) 0.000*
Koefisien 3.295 26.994
Minimal Pendidikan SE 0.132 3.5653
(Akal) Z stat 24.95
Z (prob) 0.000*
Koefisien 0.570 1.7684
Kepemilikan Rumah SE 0.088 0.1557
(Harta) Z stat 6.47
Z (prob) 0.000*
Koefisien 2.181 8.8571
SE 0.395 3.5015
Anak (Keturunan)
Z stat 5.52
Z (prob) 0.000*
Koefisien -4.465 0.0115
SE 0.139 0.0016
Konstanta
Z stat -32.08
Z (prob) 0.000*
Number of Observation 6144
Prob > Chi Square 0.000*
Pseudo R-Square 0.2769
Mc Fadden R-Square 0.2769
LR chi2 2088.06
*signifikan ditingkat 5%
Perhitungan estimasi model regresi logit yang dilakukan pada pembahasan ini
indikator kunci. Indikator kunci yang dimaksud seperti variabel iman pada dimensi
Agama misalnya. Variabel iman ini dipilih sebagai indikator kunci karena variabel
iman merupakan aspek yang paling medasar dari Islam yakni tauhid. Begitu juga
dengan indikator yang lainnya. Namun jika ingin melihat estimasi perhitungan
Dari hasil perhitungan pada table diatas menunjukkan, baik secara parsial
kemiskinan. Nilai Z (Prob) yang menunjukkan angka 0.000 pada batas nilai kritis
dengan nilai Prob > Chi Square. Estimasi diatas menunjukkan nilai Prob > Chi
Square sebesar 0.000* yang artinya ada pengaruh yang signifikan pada model
estimasi tersebut. Ini artinya orang yang tidak beriman, kondisi fisik yang tidak
sehat, pendidikan yang kurang, ketidakpemilikan atas rumah bagi rumah tangga
dan status tidak menikah dapat dijadikan estimator dan berhubungan siginifikan
Sementara itu tanda (+/-) pada koefisien pada oods ratio menunjukkan
table tersebut menunjukkan bahwa apbila semakin banyak orang yang tidak
(odds ratio). Semakin banyak orang yang sakit (tidak sehat) dapat meningkatkan
terjadinya kemiskinan sebesar 26.99 kali. Semakin banyak orang yang tidak
ini dapat menjadi estimator dan berpengaruh positif serta signifikan terhadap
4.3 Analisis
Bagian ini akan membahas tentang analisis dari hasil pengukurun dan estimasi
yang dilakukan sebelumnya. Pertama, bagian ini akan memberikan analisis pada
Badan Pusat Statistik. Komparasi tersebut dapat dilihat pada gambar 4.3 dibawah.
penelitian ini yang menggunakan data IFLS gelombang ke-5 tahun 2014 dengan
data kemiskinan BPS tahun 2014. Ini artinya baik dari pendekatan
40
35
30
25
20
15
10
0
IFLS BPS
dengan persentase kemiskinan moneter. Hal ini sejalan dengan penelitian (Artha
hanya terletak pada indikator penyusun kemiskinan. Jika pada konsep BPS
kemiskinan diukur berdasarkan pengeluaran per kapita maka pada IMPI yang
kemiskinan yang dilihat berasal dari aspek multidimensi yang dalam konteks
kota dan desa melalui hasil perhitungan IMPI menunjukkan tren yang relatif sama
baik desa maupun kota pada 13 provinsi yang diobservasi. Sementara hasil
antara wilayah desa dan kota pada 13 sample provinsi yang digunakan. Hal ini
menunjukkan ketimpangan pengeluaran yang terjadi (desa dan kota) relatif dalam
menunjukkan hasil yang berbeda dengan wilayah lainnya jika ditinjau dari
multidimensi ketimpangan berdasarkan aspek relatif sama baik kota maupun desa
dengan ketimpangan di desa yang sedikit lebih banyak. Khusus untuk provinsi
Sementara itu, berdasarkan hasil estimasi model logit sebelum bahasan pada
perhitungan IMPI adalah dimensi akal (pendidikan) dan diikuti Keturunan, Iman,
harta serta jiwa. Hal ini tentu menjadi temuan yang unik. Pentingnya pendidikan
sebagai aspek yang dapat mempengaruhi kemiskinan ini sejalan dengan temuan
kesesempatan merubah keadaan ekonomi menjadi yang lebih baik atau hubungan
sosial yang lemah. Sementara (Mihai, Ţiţan et al. 2015) yang mencoba melihat
pendek. Sejalan dengan hal tersebut (Knight, Shi et al. 2009, Knight, Shi et al.
pendidikan. Ini menunjukkan jika pendidikan merupakan hal yang essensial dalam
pendidikan sudah dimulai sejak lama seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS),
Bantuan Siswa Miskin (BSM), program Bidikmisi dan lain sebagainya. Namun
kebijkan tersebut hingga saat ini masih kurang efektif dalam reduksi kemiskinan
yang kurang optimal akibat dari program yang kurang professional, pemberian
bantuan yang tidak tepat sasaran hingga masalah sarana aksesibilitas dalam
dapat membuat pola kemiskinan baru. Hal ini didukung oleh penelitian (Lian
2009) yang dilakukan di Guangzho China menemukan lebih dari satu juta pemuda
dengan pendidikan tinggi yang berasal dari keluarga yang berpendapatan rendah
penekanan pada reduksi biaya yang mahal dengan pemberian beasiswa yang lebih
banyak seperti yang telah dilakukan pemerintah saat ini. Dan perbaikan pada
Dimensi selanjutnya adalah Keturunan yang dalam hal ini diproxikan dengan
kepemilikan anak. Hal ini mengingatkan kita dengan sebuah idiom “banyak anak
banyak rezeki” yang sering didengar dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks
ini idiom tersebut terbukti secara empiris. Karena semakin banyak orang yang
Dalam tinjauan islam memiliki banyak anak adalah sebuah anjuran. Beberapa
hujjah-hujjah baik dalam Qur’an dan Hadist telah menjelaskan tentang pentingnya
estimasi logit dari dimensi iman. Hasilnya menunjukkan jika dimensi keimanan
multidimensi.
Hasil pengukuran dimensi keimanan ini sebenarnya terdiri dari tiga aspek,
yakni tauhid, ibadah dan partisipasi dalam kegiatan keagamaan. Uniknya proporsi
tidak menjalankan ibadah adalah yang paling terkecil pada dimensi ini sementara
diantara keduanya. Hal tersebut menunjukkan jika tauhid tidak dipandang sebagai
ṭāghūta”
“Sungguh telah Kami utus kepada setiap umat seorang Rasul (yang mengajak)
“Inna llāha lā yaghfiru ʾan yushraka bihī wa-yaghfiru mā dūna dhālika li-man
dosa selain itu bagi orang-orang yang Dia kehendaki.” (An Nisaa’: 116). Dari
ayat ini dapat dipahami bahwasanya syirik menjadi larangan yang utama.
sebelum kewajiban lainnya yang harus ditunaikan oleh hamba. Allah Ta’ala
berfirman:
apapun, dan berbuat baiklah pada kedua orang tua.” (An Nisaa’: 36). Bahkan
“Wa-ʾin jāhadāka ʿalā ʾan tushrika bī mā laysa laka bihī ʿilmun fa-lā tuṭiʿhumā”
dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah
tauhid ada pada ayat yang lain (QS. Adz-Dzariyat: 56) (QS. Al Anbiya: 25).
urgensi Tauhid sebelum menjalankan ibadah yang lainnya. Ini didukung oleh
adalah pemimpin amal, dan amal adalah pengikut ilmu. Selain itu dalam
kitabnya yang lain “Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu,
kehidupan.
menunjukkan jika porsi dimensi jiwa memiliki proporsi yang cukup besar (lihat
multidimensi.
Semakin banyak yang sakit maka akan semakin miskin. Sehingga pemerintah
pengaruh yang paling kecil jika dibandingkan dengan empat dimensi lainnya.
ini menunjukkan jika harta tidak dipandang sebagai hal utama penyumbang
kemiskinan bagi sebagian besar umat muslim di Indonesia. Jika mengacu pada
hujjah hujjah syariyyah dalam Qur’an dan hadist telah dijelaskan jika harta
yang namanya ghina’ adalah hati yang selalu merasa cukup (HR. Bukhari no.
dapat dijadikan sebagai sebuah konsep pengukuran baru kemiskinan yang lebih
segar.
terbatas. Sehingga akan lebih baik apabila penelitian ini dapat melihat kemiskinan
dengan cakupan wilayah yang lebih luas terutama untuk wilayah timur Indonesia.
Selain itu penelitian ini hanya melihat satu periode kemiskinan saja, akibatnya
penelitian ini tidak dapat melihat tren kemiskinan secara berkala. Sehingga akan
penelitian ini diterapkan pada data tahunan agar tren kemiskinan dapat terlihat.
BAB V
terkecil.
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan diatas, berikut adalah saran atau rekomendasi terkait
1. Karena hasil studi ini hanya memotret satu periode kemiskinan sehingga tren
maqashid syariah ini dapat dijadikan opsi dalam menyusun bauran kebijakan
aspek yang paling mendasar menjadi penting untuk dipahami bagi tiap-tiap
muslim. Karena beberapa temuan unik yang menunjukkan jika Tauhid yang
ditekan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qardhawi, Y. (1998). "Hukum Zakat, terj." Salman Harun dkk, cet 11.
Alkire, S., et al. (2015). Multidimensional poverty measurement and analysis, Oxford
University Press, USA.
Beik, I. S. (2010). Economic role of zakat in reducing poverty and income inequality
in the province of DKI Jakarta, Indonesia: Case study of the government board of
zakat and Dompet Dhuafa Republika, Kulliyyah of Economics and Management
Sciences, International Islamic University Malaysia.
Budiantoro, S., et al. (2013). "Multidimensional Poverty Index (MPI): Konsep dan
Pengukurannya di Indonesia."
Holland, J., et al. (1998). Whose voice?, The Intermediate Technology Publications.
Knight, J., et al. (2009). "Education and the poverty trap in rural China: Setting the
trap." Oxford development studies 37(4): 311-332.
Knight, J., et al. (2010). "Education and the poverty trap in rural China: closing the
trap." Oxford development studies 38(1): 1-24.
Laderchi, C. R., et al. (2003). "Does it matter that we do not agree on the definition of
poverty? A comparison of four approaches." Oxford development studies 31(3): 243-
274.
Lian, S. (2009). "Yi Zu: Da Xue Bi Ye Sheng Ju Ju Cun Shi Lu (Ant tribe: A memoir
of agglomerated settlement of university graduates)." Beijing, China: CITIC.
Mihai, M., et al. (2015). "Education and poverty." Procedia Economics and Finance
32: 855-860.
Ramírez, J. M., et al. (2017). "Property tax revenues and multidimensional poverty
reduction in Colombia: A spatial approach." World development 94: 406-421.
Ravallion, M. (1998). Poverty lines in theory and practice, The World Bank.
Sajogyo (1996). Garis kemiskinan dan kebutuhan minimum pangan, Aditya Media.
Santos, M. E. and S. Alkire (2011). "Training material for producing national human
development reports." MPI: Construction and analysis. Oxford: Oxford Poverty and
Human Development Initiative. Google Scholar.
Sen, A. (1992). The political economy of targeting, World Bank Washington, DC.
Sen, A., et al. (2000). "Economic progress and health." Poverty, inequality and
health.
Shirazi, N. S., et al. (2009). "Poverty Elimination Through Potential Zakat Collection
in the OIC-member Countries: Revisited [with Comments]." The Pakistan
Development Review: 739-754.
Taimiyah, I., et al. (1990). Etika Beramar Ma’ruf Nahi Mungkar, terj, Al-Amru bil
Ma’ruf wan Nahyu Anil Mungkar, oleh Abu Fahmi, Jakarta: Gema Insani Press.
LAMPIRAN
Index
5%
16%
28%
27%
24%
Sumber: Indonesia Family Life Survey 5 dan Badan Pusat Statistik 2014.