Anda di halaman 1dari 118

STUDI EKSPOLRATIF TERHADAP POTENSI BUBBLE STARTUP

DIGITAL DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)

Disusun Oleh

Effa Safirah
NIM: 11140840000068

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H/2018 M
i
ii
iii
iv
DAFTAR RIWAYAH HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama Lengkap : Effa Safirah
2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 17 Mei 1996
3. Alamat : Dasana Indah, UC 6/11 Kel. Bojong
Nangka, Kec. Kelapa Dua, Kab. Tangerang 15821
4. Telepon : 0878-8438-1807
5. E-mail : effasafirah17@gmail.com

II. PENDIDIKAN FORMAL


1. SD Sunan Bonang Tahun 2002-2008
2. SMP Manbaul Ulum
Ponpes Asshiddiqiyah Jakarta Tahun 2008-2011
3. MAN Tangerang Tahun 2011-2014
4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2014-2018

III. PENDIDIKAN NON FORMAL


1. Madrasah Diniyah Ponpes
Asshiddiqiyah Jakarta Tahun 2008-2011
2. Nurul Fikri Course Tahun 2013-2014
3. Latanza English Course Tahun 2014-2015

IV. PENGALAMAN ORGANISASI


2009-2010 : Koordinator Bidang Pendidikan (OSIS) SMP
Manbaul Ulum Ponpes Asshiddiqiyah
2009-2010 : Anggota Paskibra SMP Manbaul Ulum Ponpes
Asshiddiqiyah
2014-2015 : Anggota Keilmuan FEB LDK Syahid
2015-2016 : Anggota Keilmuan FEB LDK Syahid
2015-2016 : Koordinator Internal HMJ Ekonomi Pembangunan

v
2016-2017 : Ketua Bidang Eksternal dan Internal HMJ
Ekonomi Pembangunan
2016-2017 : Anggota Riset Lingkar Studi Ekonomi Syariah
UIN Jakarta

V. PRESTASI
1. 2016 : Juara 2 Lomba Debat Microekonomi Universitas
Serang Raya Banten
2. 2017 : Finalis Lomba Business Case Competition
Universitas PGRI Kediri
3. 2017 : Finalis Lomba Business Plan Universitas Budi
Luhur
4. 2017 :Finalis Lomba Karya Tulis Ilmiah Universitas
Muhammadiyah Makassar

VI. LATAR BELAKANG KELUARGA


1. Ayah : Ale Abdullah
2. Tempat, Tanggal Lahir : Ciamis, 16 Desember 1957
3. Ibu : Siti Muyasaroh
4. Tempat, Tanggal Lahir : Nganjuk, 20 Mei 1961
5. Alamat : Dasana Indah UC 6/11 Kel. Bojong
Nangka, Kec. Kelapa Dua, Kab. Tangerang 15821
6. Telepon : (021) 5464423
7. Anak Ke Dari : 3 dari 3 bersaudara

vi
ABSTRACT

The development of digital startups in Indonesia has been experiencing rapid


growth in the past 9 years which is marked by the achievement of the largest
investment reaching 1.5 billion USD in 2018, as well as the number of digital
startups that have reached 519 startups in the same year.
The startup development is supported by internet users in Indonesia who have
been experiencing an increase in the number of users that reached 143 million in
2017. But there are major challenges faced by the digital startup industry in
Indonesia, namely the threat of bubble startup in the future.
This study using exploratory qualitative approach by examining aspects of bubble
startup to predict future conditions. An explorative qualitative approach is used so
that the research can be more flexible and the researcher can continue to evolve
along with the development of research results which can be a reference for
research further. The study shows that there has been a startup bubble in 2014-
2016 as evidenced by the peak increase in the number of startups in 2015 as many
as 119 startups compared to the year before and after.

Keyword: Digital Startup, Startup Bubble, Explorative Study

vii
ABSTRAK

Perkembangan startup digital di Indonesia telah mengalami pertumbuhan yang


sangat pesat dalam kurun waktu 9 tahun terakhir yang ditandai dengan pencapaian
investasi terbesar mencapai 1.5 milyar USD pada tahun 2018 serta jumlah startup
digital yang telah mencapai 519 startup pada tahun yang sama.
Perkembangan tersebut didukung pula oleh pengguna internet di Indonesia yang
mengalami peningkatan jumlah pengguna dimana pada tahun 2017 mencapai 143
juta pengguna. Namun terdapat tantangan besar yang harus dihadapi industri
startup digital di Indonesia yaitu ancaman bubble startup yang dapat terjadi di
masa depan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitaif eksploratif dengan meneliti
aspek-aspek bubble startup digital untuk memprediksi kondisi di masa depan.
Pendekatan kualitatif eksploratif digunakan agar penelitian yang dilakukan lebih
fleksibel dan dapat terus berkembang seiring dengan perkembangan penelitian,
sehingga hasil yang diperoleh dapat menjadi acuan penelitian selanjutnya terkait
dengan bubble startup digital di Indonesia. Kesimpulan dari penelitian ini adalah
telah terjadi bubble startup pada tahun 2014-2016 yang dibuktikan dengan puncak
peningkatan jumlah startup pada tahun 2015 sebanyak 119 startup dibandingkan
tahun sebelum dan sesudahnya.

Kata Kunci: Startup Digital, Startup Bubble, Studi Eksploratif

viii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah hiraabil „alamin

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia diberikan
sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis
Potensi Bubble Economics Pada Bisnis Startup Digital di Indonesia”. Shalawat
serta salam yang selalu tercurah kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW
yang telah membimbing umatnya dari zaman kegelapan hingga ke zaman yang
terang benderang.
Penulisan skripsi ini merupakan syarat untuk dapat menyelesaikan
program sarjana ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Terselesaikanya skripsi ini tentu dengan
dukungan, bantuan, bimbingan, semangat, dan doa dari orang-orang terbaik yang
ada di sekeliling penulis selama proses penyelesaian skripsi ini. Maka dari itu
penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua penulis yaitu bapak Ale Abdullah dan ibu Siti Muyasaroh
yang terus memberikan bantuan baik dari sisi finasial maupun dukungan
batin berupa doa dan semangat. Hingga akhirnya penulis semakin
semangat untuk dapat menyelesaikan skripsi ini agar tidak lagi ditanyai
setiap pulang kerumah “Dek kapan lulus? Mama udah beli baju buat
wisuda dede”.
2. Kedua kakak saya Mas Irfan Nurrahman dan Mbak Ulya Marfuah yang
selalu memberikan semangat dan motivasi agar semakin melampaui
mereka. Terima kasih juga atas asupan gizi yang diberikan walaupun
jarang-jarang setidaknya penulis merasa bahagia.
3. Bapak Pheni Chalid, SF, MA, Ph.D selaku dosen pembimbing saya yang
telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk dapat membantu
saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT selalu
melimpahkan kesehatan dan umur panjang kepada bapak agar dapat selalu
memberikan ilmu yang bermanfaat bagi banyak mahasiswa lainnya.

ix
4. Bapak Arief Fitrijianto M.Si dan bapak Sofyan Rizal selaku Ketua Jurusan
dan Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembagunan. Terimakasih banyak atas
waktu, saran dan semangat yang di berikan.
5. Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga mahasiswa FEB semakin
diberikan dukung penuh untuk dapat mengikuti perlombaan yang
berhubungan dengan akademik atau penelitian ilmiah.
6. Seluruh Dosen Ekonomi Pembangunan, terima kasih banyak atas ilmu
yang diberikan selama 4 tahun penulis menjalankan perkuliahan.
7. Kepada teman zigot saya Marifah Istiqomah yang selalu mau diajak jalan-
jalan oleh penulis apabila penulis mengalami sakit kepala akibat
mengerjakan skripsi.
8. Kepada teman-teman kosanku tersayang Ananda Rakhmatul Ummah,
Rosty Kaafitriana, Rohmah Adhawati, Nur Solekhatun Maryam, Amimatul
Iklillah, Kak Shefa Tarlan, Kak Haryati dan Mbak Anifah.
9. Sahabatku di Ekonomi Pembangunan yaitu Ajelita Suherman, Ulyatin
Tidhomah, Imroatul Khusna, Yushi Septiana, Astrid Nadya, Nurul
Istiqomah, Nurul Fauziah, Ramadhian Wijayanti, Choirunnisa, Gita
Apsari, Kak Aprian Subhan yang telah memberikan ide untuk
mengembangkan skripsi dan teman sejurusan lainnya.
10. Kepada sahabatku di pondok pesantren Maelawati Syafitri, Zakiyah Jamil
dan Neilla Dian terima kasih sudah mau menemani mahasiswa yang selalu
minta makan setiap datang ke rumah.
11. Teman-teman KKN Cinema 21 yaitu Avivah Hazanah dan Qory Nur
Islamiati dan khususnya anggota kopi royco Saniyyah Algadri, Humairah,
Tubagus Nabiel, Wahid Nugraha dan Akbar Ali.
12. Kepada teman-teman di Startup Scholabro, Om Ikono, Dewi Qadar,
Aisyah, dan teman-teman lainnya yang telah membantu saya untuk dapat
melengkapi keperluan penelitian terkait startup digital.

x
Akhir kata, penulis menyadari banyaknya kekurangan dalam penelitian ini
namun diharapkan dapat membantu penelitian selanjutnya selain itu kritik dan
saran sangat diperlukan agar penelitian ini dapat menjadi lebih baik.

Wassalamu‟alaikum Wr. Wb

Jakarta, 5 September 2018

Effa Safirah

xi
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ....................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI .... Error! Bookmark not defined.ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ........................... iv
DAFTAR RIWAYAH HIDUP .............................................................................. i
ABSTRACT .......................................................................................................... vii
ABSTRAK .......................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Penelitian ......................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ....................................................................................9
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ...............................................................13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 15
A. Deskripsi Teori ..........................................................................................15
1. Start-Up Digital di Indonesia................................................................ 15
1.1 Pengertian Start-Up Digital............................................................15
1.2 Sektor-Sektor Startup Digital di Indonesia ..................................16
1.3 Teknologi Finansial (Financial Technology) di Indonesia ..........21
1.4 Tahap-Tahap Pendanaan dalam Startup Digital .........................23
1.5 Contoh Startup Digital Edutech Scholabro ................................. 25
2. Bubble Economics ................................................................................. 27
2.1 Sejarah Bubble Economics.............................................................27
2.2 Pengertian Bubble Economics .......................................................31
2.3 Jenis-Jenis Bubble Economics ....................................................... 32
2.4 Faktor-Faktor Penyebab Bubble Economics ............................... 34
2.5 Kasus Bubble Yang Terjadi di Indonesia.....................................36

xii
B. Kerangka Berpikir ....................................................................................39
C. Hipotesis Penelitian ...................................................................................41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..........................................................42
A. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................42
B. Pendekatan Penelitian...............................................................................43
C. Metode Pengumpulan Data ......................................................................43
D. Jenis Data ...................................................................................................44
E. Metode Analisis Data ................................................................................45
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ...................................................... 46
A. Aspek-Aspek Bubble Startup Digital ........................................................46
1. Perilaku Pengguna Internet di Indonesia ...........................................46
2. Jumlah Startup Digital di Indonesia Tahun 2009-2018 ..................... 51
3. Investasi Startup Digital di Indonesia Tahun 2009-2018 ...................62
4. Nilai dan Estimasi Penjualan E-Commerce Terhadap PDB
Indonesia ....................................................................................................... 69
5. Jumlah Startup Digital Yang Tutup di Indonesia .............................. 70
6. Estimasi Perkembangan E-Commerce di Indonesia Pada Tahun 2025
................................................................................................................ 74
7. Kebijakan Pemerintah ......................................................................... 75
BAB V PENUTUP .............................................................................................. 81
A. Kesimpulan ................................................................................................81
B. Saran...........................................................................................................82
1. Saran Praktis ........................................................................................ 82
2. Saran Teoritis........................................................................................ 82
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 83
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 91

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 ..................................................................................................................1
Tabel 1. 2 ................................................................................................................12
Tabel 2. 1 ................................................................................................................22
Tabel 4. 1 ................................................................................................................74
Tabel 4.2 ................................................................................................................. 69

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 ..............................................................................................................4
Gambar 1. 2 ..............................................................................................................5
Gambar 1. 3 ..............................................................................................................6
Gambar 1. 4 ............................................................................................................10
Gambar 1. 5 ............................................................................................................10
Gambar 4. 1 ............................................................................................................47
Gambar 4. 2 ............................................................................................................48
Gambar 4. 3 ............................................................................................................50
Gambar 4. 4 ............................................................................................................52
Gambar 4. 5 ............................................................................................................53
Gambar 4. 6 ............................................................................................................55
Gambar 4. 7 ............................................................................................................57
Gambar 4. 8 ............................................................................................................58
Gambar 4. 9 ............................................................................................................60
Gambar 4. 10 ..........................................................................................................61
Gambar 4. 11 ..........................................................................................................63
Gambar 4. 12 ..........................................................................................................66
Gambar 4. 13 ..........................................................................................................67
Gambar 4. 14 ..........................................................................................................68
Gambar 4. 15 ..........................................................................................................69
Gambar 4. 16 ..........................................................................................................71
Gambar 4. 17 ..........................................................................................................73
Gambar 4.18 .......................................................................................................... 73

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Data Startup Digital Di Indonesia .................................................... 92


Lampiran 2: Hasil Wawancara Dengan Startup Digital Scholabro....................... 97
Lampiran 3: Surat Keterangan Magang/Penelitian ............................................... 99
Lampiran 4: Surat Keterangan Perpanjangan Waktu Magang/Penelitian
............................................................................................................................. 100
Lampiran 4: Foto Dokumentasi........................................................................... 101

xvi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian


Perkembangan teknologi di Indonesia yang telah memasuki era digital saat ini
menjadi faktor pendukung untuk dapat mengembangkan investasi dan bisnis,
dengan segala kemudahan, efisiensi dan kenyamanan dalam berbelanja menjadi
salah satu misi utama bagi pengembangan bisnis startup di Indonesia. Bisnis
startup merupakan suatu usaha rintisan yang berada pada tahap pengembangan
dan disertai dengan riset pasar (Calopa, Horvat & Lalic, 2014: Hal 19-20). Bisnis
startup sendiri dapat memberikan keuntungan apabila pengusaha mampu untuk
menciptakan inovasi teknologi serta menjadikan produk tersebut dapat dipasarkan
(Drnovsek, Wincent & Cardon, 2010: Hal 336-337).

Tabel 1. 1
Kondisi E-Commerce di Indonesia Tahun 2015

Demografi
Populasi 255.832.018 jiwa
Produk Domestik Bruto US$ 872.600.000.000
PDB Per Kapita US$ 3.416
E-Commerce and Retail
2015 e-commerce sales US$ 3.220.000.000
2015 e-commerce growth 65.6 %
2015 retail sales US$ 376.877.000.000
E-Commerce as a portion of retail 0.85 %
Internet
Jumlah pengguna internet 83.600.000
Jumlah pengguna mobile phone 55.400.000
Jumlah pembeli online 5.900.000
Sumber: Asia 500 Report Internet Retailer, 2016

1
Berdasarkan data yang ditunjukkan pada tabel diatas jumlah pengguna
internet yang mencapai 83 juta pengguna, serta jumlah pengguna belanja online
yang mencapai 5.9 juta pengguna. Menunjukkan potensi yang sangat besar akan
peningkatan perkembangan startup digital yang ditunjang dengan populasi yang
dimiliki Indonesia pada tahun 2015 yaitu sebesar 255 juta jiwa, dimana masih
terdapat setengah dari jumlah populasi di Indonesia atau sebesar 127 juta
pengguna yang dapat dikembangkan untuk menjadi pengguna internet serta
konsumen barang dan jasa online.
Selain melihat dari besarnya potensi yang dimiliki dari konsumen di
Indonesia, perkembangan tersebut dapat dilihat melalui sisi produsen startup
digital yang ditunjukkan dengan besarnya penjualan yang diperoleh dari sektor e-
commerce yaitu sebesar US$ 3.2 miliar serta pertumbuhan e-commerce di
Indonesia yang mencapai 65 persen, selain itu e-commerce juga sebagai
penyumbang sektor retail di Indonesia sebesar 0.85 persen. Respon postif dari
konsumen serta produsen dalam perkembangan startup digital di Indonesia baik
dari sisi penawaran produk oleh produsen serta permintaan dari konsumen
memberikan dampak yang baik bagi pertumbuhan investasi serta bisnis di sektor
digital di Indonesia.
Startupbisnis.com menyebutkan ada empat tahapan yang dilakukan dalam
perkembangan startup, yaitu:
1. Tahap Pertama, yaitu tahap dimana seorang founder mulai memikirkan ide
apa yang akan dikeluarkan serta menggali potensi dan passion yang ada
pada dirinya untuk dapat dikembangkan disertai dengan market research
agar ide tersebut dapat dituangkan menjadi sebuah produk yang dapat
diterima pasar.
2. Tahap Kedua, yaitu tahap dimana founder harus mulai menggali
pengetahuan dari para ahli di bidang usaha yang akan dijalankan, seperti
ahli finance, marketing, teknologi, dll. Serta mulai membangun konsep
perusahaan seperti apa yang akan di rintis, sehingga para founder memiliki
perencanaan perkembangan perusahaan yang akan dibangun nanti.
3. Tahap Ketiga, yaitu tahap pembuatan/peluncuran serta uji coba (piloting)
terhadap produk yang dihasilkan. Dimana pada tahap ini mulai fokus

2
untuk merealisasikan visi, misi, ide, dan mimpi founder untuk menjadikan
produk yang dihasilkan dapat diterima di pasaran serta menjadi produk
yang baik. Produk yang baik adalah produk yang didesain dengan baik dan
desain yang baik hanya bisa lahir dari visi yang jelas.
4. Tahap Keempat, yaitu pemasaran produk dan melihat bagaimana melihat
response pasar terhadap produk yang dijual. Pada tahap ini perusahaan
startup mulai berkompetisi untuk dapat survive pada usaha yang di
fokuskan, karena tidak sedikit startup company yang mulai tumbang pada
tahap ini dikarenakan timbulnya masalah baik dari dalam dan luar
perusahaan.
Bisnis startup digital di Indonesia yang mengandalkan kecanggihan teknologi
memberikan tujuan investasi serta investor baru yang menjadikan bisnis startup
ini sangat profitable untuk dijalankan. Kemudahan memperoleh informasi
mengenai produk yang dibutuhkan serta persaingan antara harga yang ditawarkan
dari setiap startup menjadi daya tarik tersendiri bagi para konsumen. Berdasarkan
inforgrafis masa depan bisnis startup di Indonesia oleh tech in asia, daily social
dan kumparan.com menyebutkan bahwa pada tahun 2016 terdapat 2.000 startup di
Indonesia dan diproyeksikan pada tahun 2020 jumlah startup di Indonesia
mencapai 13.000 startup, sehingga hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai
negara dengan jumlah startup lokal terbanyak di Asia Tenggara.

3
Gambar 1. 1
Jumlah Investasi Startup di Indonesia

Million U.S Dollar


Jumlah Pendanaan Start Up Indonesia

500

100
0 0 10 20
2010 2011 2012 2013 2014 2015

Sumber: Tech in Asia, 2017 (diolah)

Berdasarkan data investasi yang diperoleh dari Tech in Asia menunjukkan


peningkatan perolehan investasi yang ditujukan kepada bisnis startup di
Indonesia, peningkatan awal pada tahun 2014 disumbangkan oleh perolehan
investasi dari Tokopedia sebesar 100 juta US$ serta terjadi peningkatan yang
sangat signifikan pada tahun 2015 dimana Gojek mendapat suntikan modal
sebesar 200 juta US$ dan Mataharimall sebesar 500 juta US$. Perolehan besaran
investasi tersebut menjadi langkah awal semakin berkembangnya ekonomi digital
di Indonesia, sehingga semakin banyak masyarakat Indonesia berbondong-
bondong untuk ikut menciptakan startup dengan harapan mendapatkan banyak
kucuran dana dari para investor yang memang saat ini tengah banyak berinvestasi
pada bisnis startup di Indonesia. Lazada, Tokopedia, Blibli, Zalora, Shopee,
Bukalapak, dll menjadi segelintir startup di Indonesia yang kini tengah
memperoleh laba yang cukup besar dari bisnis tersebut.

4
Gambar 1. 2
Penetrasi Dan Jumlah Pengguna Internet di Indonesia 2005-2017

Sumber: APJII & BPS, 2017 (diolah)

Selain dari tingginya investasi yang ditanamkan pada startup digital di


Indonesia, penetrasi pengguna internet di Indonesia juga mengalami peningkatan
setiap tahunnya. Penetrasi pengguna internet merupakan persentase jumlah
populasi dan jumlah pengguna internet di Indonesia. Peningkatan jumlah
pengguna internet yang terus meningkat setiap tahunnya menjadi peluang yang
besar bagi startup digital untuk menciptakan dan mengembangkan produk atau
jasa yang akan dipasarkannya, melihat dari besarnya angka penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi yang semakin berkembang di Indonesia.
Potensi jumlah pengguna internet yang besar dapat dijadikan peluang
dalam mendirikan startup digital di Indonesia, karena jumlah tersebut dapat
menjadi sumber konsumen potensial bagi perusahaan digital dalam memasarkan
serta mengembangkan produknya. Sehingga peluang perkembangan startup
digital di Indonesia tidak hanya berasal dari investasi yang ditanamkan saja,
namun faktor lain yang berasal dari jumlah pengguna internet di Indonesia yang

5
cukup besar juga menjadi faktor pendorong untuk semakin pesatnya
perkembangan startup digital di Indonesia.

Gambar 1. 3
Perkembangan Pendanaan Startup di Indonesia

Perkembangan Pendanaan Startup di Indonesia


e-comm erce fintech

27.7%

22.2%
19%

13%

2016 2017
Sumber: Tech In Asia, The Jakarta Post & Daily Social, 2017

Infografis pendanaan startup digital di Indonesia pada tahun 2016 oleh


tech in asia, the Jakarta post dan daily social menyebutkan terdapat 88 startup
digital di Indonesia yang mendapatkan pendanaan, diantaranya sebesar 44 persen
merupakan pendanaan awal dan 22 persen merupakan pendanaan pada startup
digitallanjutan dan telah memiliki produk yang masuk di pasar. Pendanaan startup
digital pada tahun 2016 di dominasi oleh e-commerce dan financial technology
(fintech) yaitu sebesar 19 persen dan 13 persen. Perkembangan pendanaan
tersebut dapat terus meningkat dimana pada tahun 2017 pada quartal pertama
menunjukkan nilai pendanaan pada startup e-commerce sebesar 27.7 persen
disusul fintech sebesar 22.2 persen, pendanaan teratas banyak diberikan kepada
startup lanjutan dengan perolehan investasi sebesar 38.8 persen. Namun data
tersebut dapat berubah dikarenakan masih kurangnya transparansi investasi pada
perusahaan startup digital di Indonesia sehingga tidak semua startup dapat
diperoleh data secara rinci.

6
Namun jumlah pendanaan awal startup digital pada kuartal pertama tahun
2017 mengalami penurunan dibanding tahun 2016 pada kuartal serupa, dimana
hanya terdapat 3 startup yang memperoleh tahap awal pada 2017 sedangkan pada
tahun 2016 terdapat 12 startup, hal tersebut menunjukkan bahwa investor yang
didominasi lebih mempercayakan kepada perusahaan startup yang memang sudah
berpengalaman dalam industri tersebut dengan perolehan keuntungan yang besar.
Investor lebih banyak berjaga-jaga untuk menghindari terjadinya kerugian
yang besar, melihat bahwa kasus peningkatan ekonomi digital secara besar-
besaran (dot-com) pernah terjadi di Amerika Serikat pada pertengahan tahun 1999
dimana pada tahun tersebut banyak sekali perusahaan startup bermunculan serta
tingginya iklim untuk berinvestasi pada perusahaan startup tersebut (Galbraith &
Hale, 2004, Hal: 2) yang didasari oleh kesuksesan dari Facebook dan Amazon
sehingga menjadi dasar dari munculnya gelembung spekulatif (bubble) pada
perusahaan startup di Amerika Serikat. Namun keuntungan besar yang diperoleh
perusahaan startup besar tersebut yaitu Facebook dan Amazon ternyata tidak serta
merta membuat semua bisnis startup memperoleh keuntungan yang sama
besarnya, sehingga menimbulkan terjadinya penarikan investasi besar-besaran
(burst) oleh para investor dikarenakan tidak diperoleh keuntungan dari startup
tersebut menjadikan pasar saham teknologi tinggi yang disebut NASDAQ terjun
bebas di pasar saham (Ofek & Richardson. 2003. Hal: 1113-1114).
Bubble economics merupakan suatu gelembung spekulatif yang didorong
oleh munculnya inovasi keuangan sehingga investor banyak melakukan pembelian
untuk asset ekonomi yang sedang booming (Guttmann. 2009. Hal: 49-53).
Gelembung ekonomi disebabkan oleh banyaknya masyarakat yang berbondong-
bondong untuk menciptakan atau ikut serta dalam suatu trend bisnis disertai
dengan perolehan investasi yang sangat besar dan di dasari oleh motif spekulatif.
Sehingga gelembung spekulatif tersebut akan memicu krisis keuangan yang
sangat besar yang dapat terjadi cepat atau lambat (Minsky. 1986: Hal 7-8).
Kondisi tersebut dapat terjadi dikarenakan adanya perbedaan harga yang sangat
tinggi antara produk yang ditawarkan dengan nilai intrinsiknya.
Bubble economics terjadi pertama kali pada tahun 1636-1637
(Brunnermeier & Oehmke. 2012: Hal 7-8) yang terkenal dengan nama Tulipmania

7
yang melanda negara Belanda pada saat itu, dimana permintaan akan bunga tulip
meningkat tajam (bubble) mengakibatkan harga bunga tulip yang ditawarkan pun
semakin meningkat, dimana peningkatan yang terjadi setara dengan 10 kali lipat
pendapatan pengerajin selama setahun. Karena terjadi perbedaan harga yang
sangat tinggi antara bunga tulip tersebut dengan nilai intrinsiknya, maka terjadi
ledakan (burst) penurunan harga bunga tulip hingga terjun bebas di pasaran.
Bubble economics juga dapat mengancam startup digital di Indonesia
apabila tidak disertai dengan perlindungan dari pemerintah serta kualitas strategi
keseluruhan dan inovasi perusahaan (Ayrer, Upper & Warner. 2002: Hal 2-3)
untuk dapat menarik pasar serta para investor. Pada saat ini semakin banyak
kemunculan startup-startup baru yang hanya berdasarkan memperoleh
keuntungan semata dengan maraknya investor yang berinvestasi pada startup
tersebut tanpa adanya perencanaan perkembangan strategi dan inovasi produk
yang dihasilkan perusahaan secara matang kedepannya serta belum adanya
kebijakan keuangan dan moneter yang dapat menyelesaikan kasus apabila
terjadinya gelembung ekonomi yang sangat berdampak bagi sektor keuangan
negara (Girdzijauskas, dkk. 2009: Hal 268).
Berdasarkan survei yang diperoleh Daily Social terhadap startup founders
tahun 2017 di Indonesia menyebutkan terdapat permasalahan yang masih
menghambat perkembangan bisnis startup di Indonesia diantaranya akuisisi bakat
(talent acquisition), regulasi pemerintah (government regulation) dan ketersediaan
modal (capital availability). Selain itu pada tahun yang sama terdapat lima
perusahaan startup yang tutup yaitu Bornevia, Lolalo.la, Wujudkan, Cipika dan
Guvera. Diantaranya terjadi karena tidak mencapai keuntungan yang diharapkan
oleh perusahaan dan investor, adanya perbedaan pendapat dalam internal
perusahaan, serta kurangnya inovasi yang dilakukan sehingga tidak dapat bersaing
oleh produk dari perusahaan startup lain. Perlu adanya kerjasama antar berbagai
pihak guna memperbaiki serta memperkuat iklim investasi startup di Indonesia
sehingga dapat mencegah potensi terjadinya bubble economics pada bisnis
tersebut.
Penelitian ini mencoba untuk memberikan gambaran mengenai bisnis
startup digital yang sedang booming di Indonesia apakah berpotensi terjadi bubble

8
economics kedepannya dengan menggunakan studi literatur pada buku yang
membahas tentang bubble economics, jurnal, serta penelitian terdahulu, selain itu
dilakukan wawancara kepada perusahaan terkait guna menunjang penelitian
tersebut. Penelitian ini juga ingin melihat bagaimana kebijakan pemerintah dalam
memberikan perlindungan bagi konsumen dan pelaku startup di Indonesia.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti
mengenai potensi terjadinya bubble pada startup digital di masa depan dengan
judul, “STUDI EKSPOLRATIF TERHADAP POTENSI BUBBLE STARTUP
DIGITAL DI INDONESIA”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, bubble economics
dapat menjadi suatu ancaman bagi iklim bisnis startup digital di Indonesia apabila
penggelembungan tersebut terus terjadi tanpa disertai dengan prospek perolehan
keuntungan yang baik di perusahaan tersebut kedepannya, selain itu pemerintah
perlu untuk memperkuat iklim investasi pada startup company tersebut dengan
mengeluarkan kebijakan baru ataupun menyempurnakan kebijakan yang telah ada
sebelumnya sehingga dapat mencegah terjadinya penarikan investasi besar-
besaran (burst) yang dapat mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia.
Dengan begitu ancaman bubble economics dapat dihindari dengan adanya
kerjasama antara berbagai pihak

9
Gambar 1. 4
Estimasi Pengguna Internet dan Digital Buyers 2016-2022

2022 43.9
139.54
2021 42.1
133.39
2020 39.2
126.89
2019 35.5
120
2018 31.6
112.57
2017 28.1
104.96
2016 24.9
97.07
0 20 40 60 80 100 120 140 160

Digital Buyers Internet Users

Sumber: Statista, 2017 (diolah)

Gambar 1. 5
Estimasi Pertumbuhan Penjualan E-Commerce di Indonesia 2012-2022

90% 85%

80%
71%
70%
60%
50% 45%

40% 37%

30% 26%
22.1% 21.7% 20.7%
19% 16.8% 14.3%
20%
10%
0%
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022

E-Commerce Sales Growth

Sumber: Statista, 2017 (diolah)

10
Potensi terjadinya bubble dalam bisnis startup digital di Indonesia dapat
terlihat dari menurunnya pertumbuhan penjualan dari e-commerce namun terjadi
peningkatnya jumlah pengguna internet serta digital buyers yang merupakan
konsumen dari startup digital tersebut. Terjadinya peningkatan jumlah pengguna
internet dan digital buyers tidak sejalan dengan terjadinya penurunan
pertumbuhan dalam e-commerce yang mengindikasikan dapat terjadinya bubble
economics dalam startup digital yang berasal dari faktor lain, seperti investor serta
kegagalan startup tersebut untuk dapat survive dan mempertahankan jumlah
investasi serta konsumen mereka dalam sektor yang difokuskannya. Selain itu ada
indikasi lain konsumen atau jumlah digital buyers yang terus meningkat tersebut
memilih untuk menggunakan jasa atau produk dari startup digital luar negeri
sehingga terjadinya peningkatan jumlah digital buyers tidak mempengaruhi
peningkatan penjualan e-commerce tersebut.
Adanya resiko yang harus dihadapi bagi startup digital baru yang belum
memiliki kematangan model bisnis serta dalam memperluas jaringan
pemasarannya apabila memang bubble economics tersebut benar terjadi di masa
depan ialah semakin banyaknya startup digital yang tutup karena sulitnya
memperoleh investor serta penggunanya dan semakin tingginya biaya yang harus
dikeluarkan oleh startup tersebut untuk terus hidup serta menjalankan kegiatan
operasionalnya. Bubble economics dapat menurunkan kemampuan masyarakat
untuk membelanjakan pendapatannya serta menghambat sektor bisnis dalam
memperoleh investasi yang berasal dari investor asing dikarenakan kondisi
perekonomian di Indonesia yang tidak dapat menghasilkan keuntungan yang besar
apabila investor asing menanamkan modalnya pada startup digital yang sedang
mengalami kondisi bubble economics.
Startup digital di Indonesia saat ini menghadapi tantangan yang cukup
besar bagi iklim bisnis tersebut dimana tantangan tersebut merupakan adanya
potensi kemunculan bubble economics di masa depan. Berdasarkan survei yang
dilakukan daily social dalam laporan tahunan startup merangkum tantangan yang
dihadapi oleh perusahaan tersebut yaitu:
Tantangan yang dihadapi startup digital tiga tahun terakhir diantaranya
akuisisi bakat (talent acquisition) atau pembelian hak paten terhadap suatu produk

11
yang dikembangkan serta merupakan inovasi yang baru dilakukan oleh salah satu
startup digital sehingga diharapkan dengan memiliki paten pada inovasi yang
dikeluarkan tersebut tidak ada pesaing lain yang dapat masuk serta menjadi
pesaing sejenis yang dapat mengambil konsumen mereka.
Selain itu kekurangan tenaga ahli untuk mengembangkan startup yang
dimiliki karena dalam startup tersebut berbasis digital dan teknologi diperlukan
banyak insinyur informatika, sistem informasi dan web design sedangkan upah
yang harus dikeluarkan untuk mempekerjakan tenaga ahli dalam startup tersebut
harus besar tidak sesuai dengan modal awal yang dimiliki startup. Sehingga untuk
mengurangi biaya yang dikeluarkan untuk mempekerjakan tenaga ahli biasanya
sang founder dan co-founder yang merangkap menjadi tenaga ahli di bidang
teknologi tersebut.
Selain itu tantangan lain yang menjadi highlight selama tiga tahun terakhir
lainnya yaitu terkait regulasi atau kebijakan yang dikeluarkan pemerintah
(government regulation) dimana kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dirasa
belum cukup untuk melindungi pelaku bisnis startup digital untuk dapat
memajukan serta melindung inovasi yang mereka gagas dari segala bentuk plagiat
dan juga menghindari terjadinya praktik monopoli yang dapat terjadi pada startup
digital yang menjadi leader dalam sektor tertentu.

Tabel 1. 2
Issue and Challenge
2017 2016 2015

Talent Shortage Talent Acquisition Talent Acquisition

Regulatory Hurdles Capital Availability Capital Availability

Matchmaking between Government Government Regulation


Investors and Founders Regulation

Paradox of Unicorn Infrastructure

Sumber: Daily Social Startup Report, 2017

12
Tantangan lain juga berasal dari jumlah masyarakat Indonesia yang sangat
besar jumlahnya sebesar 262 juta jiwa pada tahun 2017 dengan jumlah pengguna
internet sebesar 143 juta jiwa. Sebanyak 119 juta jiwa masih belum menggunakan
intenet, potensi dari jumlah non pengguna internet tersebut perlu segera
dimanfaatkan agar startup digital di Indonesia dapat berkembang lebih baik
dengan pengguna internet yang sangat besar tersebut dapat memaksimalkan
keuntungan yang dapat diperoleh bagi startup digital, dikarenakan tanpa hadirnya
internet serta penggunanya startup digital tidak akan dapat tumbuh dan
berkembang di Indonesia.
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka diperoleh pertanyaan
penelitian yang dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimana perkembangan startup digital di Indonesia dalam kurun waktu 9
tahun terakhir?
2. Apakah bubble startup digital dapat terjadi di Indonesia di masa depan?
3. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam memberikan pelindungan kepada
masyarakat sebagai konsumen dan tetap mendukung pertumbuhan dan
perkembangan startup digital?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan


1. Tujuan Penulisan
 Untuk mengetahui perkembangan startup digital di Indonesia dalam
kurun waktu 9 tahun terakhir.
 Untuk mengetahui ada atau tidaknya potensi bubble pada startup
digital di masa depan.
 Untuk mengetahui peran pemerintah dalam memberikan pelindungan
kepada masyarakat sebagai konsumen dan tetap mendukung
pertumbuhan dan perkembangan startup digital.

13
2. Manfaat Penulisan
Adapun penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi kepada:
 Pengambil Kebijakan
Bagi pengambil kebijakan, penelitian ini diharapkan mampu
memberikan informasi mengenai bagaimana pencegahan terjadinya bubble
startup digital di Indonesia sehingga kedepannya para pengambil
kebijakan mampu menentukan kebijakan apa yang tepat untuk dapat
mendukung serta meningkatkan pemanfaatan startup sebagai peningkatan
investasi di Indonesia.

 Ilmu Pengetahuan
Secara umum diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah
khasanah ilmu ekonomi khususnya dalam bidang ekonomi pembangunan.
Manfaat khusus bagi ilmu pengetahuan yakni dapat mengetahui langkah
untuk dapat mencegah terjadinya bubble startup digital di Indonesia serta
sebagai bahan acuan bagi penelitian-penelitian yang akan dilakukan
selanjutnya.

 Pelaku Startup Digital di Indonesia


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang besar
khususnya bagi pelaku startup digital di Indonesia, sehingga mereka dapat
lebih waspada akan segala kemungkinan yang dapat terjadi di masa depan
serta turut serta dalam menciptakan iklim bisnis yang aman dan nyaman
agar semakin banyak investor baik dari dalam dan luar negeri yang
berinvestasi dalam startup digital di Indonesia.

14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori
1. Start-Up Digital di Indonesia
1.1 Pengertian Start-Up Digital
Startup atau Start-Up merupakan kata serapan yang berasal dari
bahasa inggris, dalam Kamus Oxford Advanced Learner kata “Start”
merupakan sebuah kata benda yang memiliki arti permulan dan kata “Up”
yang memiliki arti terus berkembang. Sehingga Start-up merupakan
perusahaan pemula atau perusahaaan rintisan yang terus berkembang
(Oxford Dictionary, Hal 11371). Pengertian Startup menurut Investopedia
yaitu “A startup a young company that is just beginning to develop” yang
memiliki arti bahwa startup merupakan sebuah perusahaan rintisan yang
baru akan memulai perkembangannya.
Dalam bukunya yang berjudul Zero to One, Peter Thiel yang juga
merupakan pendiri PayPal mendefinisikan Startup sebagai sekelompok
orang yang memiliki gagasan untuk menciptakan sesuatu yang baru guna
untuk pembangunan di masa depan, perubahan yang dimaksud adalah
inovasi secara vertikal yaitu suatu inovasi yang belum pernah diciptakan
sebelumnya dan bukan inovasi secara horizontal yaitu melanjutkan ciptaan
yang sudah ada sebelumnya (Thiel, 2014: Hal 4-5).
Kata “digital” yang ditambahkan untuk menunjukkan fokus dari
perusahaan yang dirintis adalah berbasis teknologi serta memanfaatkan
kemajuan dari teknologi informasi dan komunikasi yang sesuai dengan
perkembangan zaman. Sehingga perusahaan rintisan yang berbasis
teknologi kini disebut sebagai Startup Digital.
Kata “rintisan” memiliki arti memulai mengerjakan sesuatu atau
pelopor (Podo & Sullivan. 2005. Hal 1101), sehingga perusahaan rintisan
merupakan perusahaan yang baru menjalankan usahanya untuk menjadi
pelopor dalam bisnis yang akan digelutinya.

15
1.2 Sektor-Sektor Startup Digital di Indonesia
Dalam mengikuti perkembangan zaman dan kemajuan teknologi
yang mulai beralih secara online, semakin banyak perusahaan-perusahaan
lama yang juga ikut memasuki era digital serta mendirikan startup baru
yang merupakan anak dari perusahaan lama tersebut. Sehingga semakin
beragam sektor startup digital di Indonesia yang tidak semuanya
merupakan perusahaan pendatang baru.
Belum ada literatur resmi yang mengelompokkan startup digital
dalam beberapa sektor-sektor tertentu dikarenakan startup sendiri
merupakan perusahaan yang mengedepankan inovasi terbaru yang belum
pernah ada sebelumnya sehingga banyak sektor baru yang muncul atau
berkurang dalam startup digital setiap tahunnya.
Berdasarkan laporan tahunan startup di Indonesia yang dikeluarkan
oleh Daily Social dan Tech in Asia tahun 2016, beberapa sektor startup
digital di Indonesia diantaranya:

1) Financial Technology (FinTech)


Fintech merupakan startup yang bergerak dalam sektor keuangan
atau sistem pembayaran digital yang memanfaatkan serta
mengembangkan kemajuan teknologi untuk mempermudah aktivitas
transaksi pembayaran, penyimpanan uang serta kebutuhan dalam
permodalan untuk meningkatkan dan mempermudah aktivitas
perekonomian masyarakat.
Contoh dari produk yang ditawarkan dalam fintech ini diantaranya
ialah mata uang virtual (Bitcoin, Etherium, dll), pembayaran virtual
(Ovo, T-Cash, Go-Pay, dll) serta crowdfunding yang mengkhususkan
untuk menghimpun dana yang akan digunakan untuk kegiatan sosial.

2) E-Commerce
Merupakan suatu layanan jual beli online yang banyak terdapat
penjual dimana startup tersebut bertindak sebagai tangan kedua yang
menjadi penghubung antara pembeli dan penjual selain bertindak

16
sebagai penghubung, startup dalam bidang e-commerce juga ada yang
bertindak sebagai penjual yang juga bertindak sebagai distributor
barang yang akan dikirimkan langsung kepada konsumen.
Dalam sektor e-commerce barang yang dijual dan ditawarkan dapat
bermacam-macam, ada startup yang ingin mengkhususkan untuk
menjual perlengkapan fesyen seperti Berrybenka, Zalora, Sale Stock,
dll. Ada pula startup lain yang menjual bermacam-macam barang yang
dibutuhkan dari mulai pakaian, kebutuhan rumah tangga, barang
elektronik, dan lain-lain seperti Lazada, Mataharimall, Tokopedia,
Bukalapak, Elevenia, dll.

3) On-Demand Services
Merupakan startup yang berfokus untuk menjawab kebutuhan
masyarakat, selain itu startup sektor ini juga memberikan pelayanan
yang sesuai dengan keinginan serta permintaan masyarakat. Saat ini
startup digital on-demand yang sedang berkembang di kalangan
masyarakat adalah transportasi online seperti Go-Jek dan Grab yang
menguasai pangsa pasar dalam sektor ini.

4) Media/Social Media Online


Merupakan startup digital yang bergerak pada pemberian konten
informasi dan berita secara online melalui web atau aplikasi. Sektor
media/social media online tidak hanya berfokus pada berita saja
namun dapat berupa komunitas-komunitas yang memberikan informasi
secara online mengenai kegiatan serta hobi mereka seperti dalam
bidang sepak bola, otomotif dan lain sebagainya. Contoh dari startup
sektor ini diantaranya Detik.com, Winpoin, Keepo, Pulsk dan lain-lain.

5) Travel
Merupakan jenis startup digital yang memberikan jasa dalam
merencanakan serta melakukan perjalanan baik dalam negeri maupun
luar negeri, jasa yang diberikan pada startup sektor ini dapat berupa

17
pembelian tiket perjalanan seperti pesawat, kereta dan moda
transportasi lainnya serta memberikan pelayanan berupa jasa untuk
memudahkan dalam mencari dan melakukan pemesanan untuk tempat
menginap di lokasi yang akan dituju. Contoh dari startup sektor ini
diantaranya Traveloka, Pegipegi, Nusatrip, Trivago dan lain
sebagainya.

6) Games
Merupakan jenis startup digital yang meluncurkan game online
yang dapat berupa aplikasi atau melalui web. Startup ini mengelurkan
berbagai jenis game yang disesuaikan dengan permintaan pasar serta
isu-isu yang sedang berkembang saat ini, perolehan keuntungan yang
didapatkan yaitu dengan menjual fitur-fitur tambahan dalam setiap
karakter game yang dimainkan serta untuk dapat loncat ke level
tertentu akan dikenakan biaya.

7) Education Technology (EduTech)


Merupakan startup digital yang bergerak pada sektor pendidikan
namun tetap memanfaatkan kecanggihan teknologi, jasa yang
diberikan dalam sektor ini dapat berupa kursus pelajaran secara online
ataupun trik dan tips mengenai pelajaran serta informasi beasiswa dan
lain sebagainya. Selain itu, startup dalam sektor ini juga ada yang
berfokus di bidang penelitian dengan menyediakan jurnal-jurnal ilmiah
serta informasi mengenai penelitian yang sedang dilakukan oleh suatu
institusi atau individu. Contoh dari startup sektor ini adalah
Ruangguru, Neliti, Studilmu dan lain sebagainya.

8) Dating
Merupakan startup yang berfokus pada sektor online dating.
Startup disini bertindak dalam memberikan jasa sebagai fasilitator
antar individu dengan individu lainnya untuk saling mengenal satu
sama lain, seperti yang sudah berkembang di Amerika Serikat yaitu

18
online dating Tinder. Indonesia juga memiliki startup yang berfokus
pada online dating yang merupakan produk lokal seperti Wavoo,
Setipe, Woo dan lain sebagainya.

9) Agriculture
Merupakan startup yang berfokus pada sektor pertanian baik
berupa tata cara dan pendidikan dalam bertani maupun penjualan hasil-
hasil pertanian untuk memutus rantai tengkulak sehingga petani dapat
memperoleh keuntungan yang lebih besar. Sektor agriculture sangat
diharapkan untuk terus dikembangkan di Indonesia melihat dari
pesatnya perkembangan internet yang tidak sejalan dengan
pengetahuan yang dimiliki para petani sehingga pendapatan yang
mereka peroleh tidak maksimal. Startup digital yang bergerak dalam
sektor ini diantaranya iGrow, Sayurbox, Eragano, Kecipir, Tanihub
dan lain sebagainya.

10) Healthcare
Merupakan startup yang bergerak pada sektor kesehatan baik
konsultasi kesehatan dengan dokter secara online ataupun pembelian
alat-alat kesehatan yang diperbolehkan untuk diperjual belikan secara
bebas serta obat-obatan yang sebelumnya telah melalui resep dokter.
Sehingga masyarakat dapat semakin peduli dengan kesehatannya
apabila menemui gejala-gejala penyakit yang dirasakan namun takut
untuk memeriksakannya ke dokter maka dapat konsultasi melalui
dokter online untuk selanjutnya dapat ditindak secara medis apabila
diperlukan. Contoh dari startup yang bergerak dalam sektor kesehatan
ini diantaranya Aladokter, Dokter Sehat, Klikdokter dan lain
sebagainya.

19
11) Software as a Service (SaaS)
Merupakan startup digital yang bergerak dalam penyedia
perangkat lunak (Software) berbentuk layanan khusus berlangganan,
seperti software khusus yang biasanya banyak digunakan sebagai
bentuk layanan costumer services dalam suatu perusahaaan. Dimana
bentuk dari software tersebut adalah menyediakan layanan chatbot
yaitu balasan otomatis yang diberikan kepada konsumen yang
menghubungi mereka melalui email ataupun message box yang
tersedia dalam situs resmi perusahaan mereka.
Berdasarkan (Dictio.id, 2016) SaaS merupakan layanan
pengembangan aplikasi web menggunakan perangkat lunak sehingga
dapat digunakan oleh pelanggannya melalui internet. Keuntungan yang
diperoleh startup ini berasal dari penjualan layanan yang menggunakan
sistem berlangganan dari jangka waktu perbulan ataupun pertahun.
Selain itu software layanan lain adalah kasir online atau biasanya
lebih dikenal dengan Point of Sale, dimana startup digital
menyediakan layanan software yang digunakan untuk dapat mengecek
penjualan secara online tanpa harus melalui cara penghitungan
tradisional. Hal tersebut dapat dilakukan karena software tersebut
menghubungkan sistem kasir yang dimiliki pengusaha dengan aplikasi
yang disediakan startup digital tersebut, sehingga perusahaan hanya
perlu mengunduh aplikasi tersebut dan menghubungkan dengan kasir
online serta langsung dapat mengecek penjualan dengan efektif dan
efisien.

12) Advertising
Merupakan startup digital yang bergerak di bidang khusus
platform periklanan. Namun periklanan yang disediakan oleh startup
di bidang ini sangat berbeda dengan iklan yang ditawarkan oleh
pengusaha tradisional. Dimana startup dalam sektor ini menawarkan
bentuk periklanan yang lebih fleksibel serta lebih efisien dalam
penggunaan bahan-bahan untuk periklanannya.

20
Seperti periklanan dalam badan mobil ataupun bentuk monitor
LED yang terpasang dalam badan mobil sehingga lebih menarik serta
lokasi periklanannya yang sangat fleksibel. Selain itu keuntungan yang
diperoleh tidak hanya bagi startup saja namun juga bagi mitra
pengendara yang ikut bergabung menjadi agen iklan dengan
menggunakan kendaraan yang dimiliki.

1.3 Teknologi Finansial (Financial Technology) di Indonesia


Istilah penggunaan Teknologi Finansial atau Fintech menurut
International Organization of Securities Commisions (IOSCO)
digunakan untuk menggambarkan startup digital yang mengedepankan
model bisnis inovatif serta memanfaatkan teknologi baru dalam
penggunaannya sehingga berpotensi untuk dapat mengubah industri
jasa keuangan dimasa depan (IOSCO, 2017: Hal 4).
Dalam Peraturan Bank Indonesia Pasal 1 No 19/12/PBI tahun 2017
tentang Penyelengaraan Teknologi Finansial menyebutkan pengertian
dari Teknologi Finansial adalah penggunaan teknologi dalam sistem
keuangan yang menghasilkan produk, layanan, teknologi, dan/atau
model bisnis baru serta dapat berdampak pada stabilitas moneter,
stabilitas sistem keuangan, dan/atau efisiensi, kelancaran, kemanan,
dan keandalan system pembayaran.
Selain itu dalam Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia juga disebutkan
mengenai kategori dari penyelengaraan Teknologi Finansial,
diantaranya:
a) Sistem pembayaran
b) Pendukung Pasar
c) Manajemen Investasi dan Manajemen Risiko
d) Pinjaman, pembiayaan, dan penyediaan modal
e) Jasa Finansial lainnya
Dalam Pasal 4 disebutkan mengenai kriteria dari Teknologi
Finansial tersebut, yaitu:
a) Bersifat inovatif

21
b) Dapat berdampak pada produk, layanan, teknologi, dan/atau model
bisnis finansial yang telah eksis
c) Dapat memberikan manfaat bagi masyarakat
d) Dapat digunakan secara luas, dan
e) Kriteria lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
Berdasarkan laporan mengenai Financial Technology yang
dilakukan oleh IOSCO tahun 2017 mengklasifikasikan Fintech dalam
delapan kategori, diantaranya:

Tabel 2. 1
Kategori dan Jasa dalam Financial Technology
No Kategori Services Nama Produk
1. Payments Electronic payment BNI TapCash, Mandiri e-
processing (Chip money, BCA Flazz, Bank DKI
based) JakCard, BRI Brizzi
Digital money transfer T-cash, Go-Pay, TokoCash,
payments (Server XL Tunai, Finapay,
based) Dompetku, Doku, Pundi
Pundi, DimoPay, PayAccess
2. Insurance Claims, Risk tools EFL, Premiro
3. Planning Personal Finance, Tax Ngatur Duit, Jurnal,
and budgeting services Jojonomic, Dompet Sehat,
Finansialku
4. Lending/ Peer to peer landing Uang Teman, Pinjam, Kredivo,
Crowdfunding Modalku, Amartha
Crowdfunding Wujudkan, Kita Bisa, Gandeng
Platform Tangan, Akseleran, Indves
5. Blockchain Crypto Currency Bitcoin Indonesia, Quione,
Luno
6. Trading & Trading platforms, Stockbit, Bareksa, CekAja,
Investment investment Bibitnomic, IndoGold
management

22
7. Data & big data solutions, Kanopi
Analytics data providers

8. Security Digital identity, Sleekr, VeryFund


cybersecurity, data
encryption

Sumber: IOSCO, 2017

1.4 Tahap-Tahap Pendanaan dalam Startup Digital


Dalam menjalankan sebuah startup digital diperlukan modal yang
besar untuk dapat memasarkan produk yang dihasilkan agar lebih
banyak digunakan dan dapat diterima masyarakat secara luas. Dalam
hal permodalan startup digital memiliki tahapan-tahapan pendanaan
yang disesuaikan dengan kebutuhan keberlangsungan usaha tersebut.
Dalam buku StartupPedia (Uzzaman, 2015: Hal 24-32) menyebutkan
beberapa tahapan dalam pendanaan dalam startup digital, diantaranya:

1) Putaran Pendanaan Tahap Awal (seed round)


Pendanaan tahap ini bertujuan untuk mencari tahu potensi dari
produk yang ditawarkan apakah akan diterima di masyarakat secara
luas serta bagaimana respon pasar terhadap produk tersebut. Rata-
rata pendanaan yang dikeluarkan investor pada tahap ini berkisar
antara Rp 500 juta sampai Rp 2.5 miliar tergantung biaya yang
diperlukan bagi operasional serta bentuk dasar (prototype) produk
mereka.

2) Putaran Angel Investor (angel round)


Setelah produk dasar (prototype) selesai dibuat yang bersumber
dari perolehan dana pada tahap sebelumnya, maka dilakukan uji
coba pemasaran produk tersebut untuk melihat respon pasar

23
terhadap produk yang telah dibuat oleh perusahaan tersebut. Dalam
tahap ini dilakukan untuk dapat mengetahui apa kekurangan serta
kelebihan yang dimiliki oleh produk sehingga dapat dikembangkan
agar produk yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan dan
permintaan masyarakat di pasar.

3) Putaran Seri A (series A round)


Pada tahap ini produk sudah diproduksi dalam jumlah yang
sesuai dengan permintaan di pasar serta sudah mendapatkan
pengguna dalam jumlah tertentu. Selain itu pada tahap ini
dilakukan scaling terhadap produk mereka untuk dapat mengetahui
hal apa yang perlu ditambahkan serta jenis produk apa yang dapat
dikembangkan lagi untuk dapat memenuhi kebutuhan pasar. Hal
tersebut dilakukan untuk mengetahui model bisnis yang tepat
dalam startup digital. Pada tahap ini modal yang diberikan sekitar
Rp 10 miliar hingga Rp 33 miliar atau lebih besar lagi tergantung
dari besarnya potensi yang dimiliki tiap startup tersebut.

4) Putaran Seri B (series B round)


Tahap ini merupakan tahap lanjutan dari pendanaan dalam
sebuah startup digital, pendanaan dilakukan untuk memaksimalkan
model bisnis, ekspansi pasar serta konsumen yang luas. Pada tahap
ini, startup digital biasanya sudah berumur 2 sampai 4 tahun dan
sudah memiliki keuntungan serta jumlah pengguna yang besar.
Dana yang diberikan pada tahap ini berkisar dari Rp 20 miliar
sampai Rp 80 miliar atau lebih tergantung dari seberapa besar
jumlah permintaan terhadap produk tersebut di pasar.

5) Advance Round
Merupakan tahap dewasa dari startup digital tersebut, pada
tahap ini merupakan lanjutan dari putaran seri B yaitu seri C, seri
D, seri E, dan seri F sampai startup tersebut keluar (exit) dari tahap

24
pendanaan untuk melakukan penawaran perdana di pasar publik
(IPO). Jumlah modal yang diperoleh lebih dari Rp 25 miliar serta
perusahaan sudah dapat melakukan ekspansi produk atau membuka
cabang perusahaan baik secara nasional maupun internasional.

1.5 Contoh Startup Digital Edutech Scholabro


1.5.1 Sejarah Pendirian Scholabro
Scholabro merupakan sebuah startup digital yang bergerak di
bidang pendidikan. Ide pembuatan startup tersebut bermula dari
sang founder Radyum Ikono yang memiliki keinginan untuk dapat
membantu mahasiswa Indonesia untuk dapat menikmati beasiswa
baik dalam maupun uar negeri. Sehingga ide tersebut berlanjut
dengan membangun sebuah komunitas yang bernama Sahabat
Beasiswa” pada tanggal 15 Desember 2013, dimana sang founder
bertindak sebagai Direktur Utama.
Dalam pelaksanaannya komunitas tersebut menjadi jembatan
antara pencari beasiswa dengan mahasiswa sudah menerima
beasiswa sebelumnya, baik mahasiswa yang sedang dalam masa
studi maupun mahasiswa yang sudah menyelesaikan studi.
Kegiatan yang dilakukan dalam organisasi tersebut selain aktif
dalam memberikan informasi seputar beasiswa melalui sosial
media adalah dengan mengadakan kegiatan seminar mengenai
bagaimana cara memperoleh beasiswa dalam negeri dan luar
negeri, info mengenai tips dan trik dalam menghadapi persyaratan
untuk memperoleh beasiswa (Curriculum Vitae, Motivation Letter,
TOEFL dsb) serta bagaimana mengatur keuangan selama
menjalani masa studi. Selain itu setiap setahun sekali diadakan
kegiatan pertemuan antara perwakilan setiap daerah pengurus
organisasi tersebut yang terdiri dari 30 perwakilan tiap wilayah dari
komunitas sahabat beasiswa yang tersebar di Indonesia.
Hingga akhirnya melihat banyaknya pelajar/mahasiswa yang
tertarik dalam komunitas tersebut serta semakin besarnya

25
kebutuhan pendanaan dari operasional komunitas tersebut, maka
dicetuskannlah untuk mendirikan platform digital “Scholabro”
pada bulan Januari tahun 2018 dengan jumlah karyawan sebanyak
3 orang selain founder. Lokasi opeasional Scholabro masih
bertempat di rumah sang founder yaitu di Perumahan Pesona
Depok Estate, Kota Depok.

1.5.2 Kegiatan Pelaksanaan Scholabro dan Target Kedepannya


Dalam awal pelaksaannya sejak startup tersebut berdiri,
kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh pendanaan adalah
dengan menjual buku seputar informasi beasiswa serta penjualan
kalender beasiswa. Kegiatan penjualan tersebut mendapat respon
yang cukup baik dari masyarakat dimana perolehan yang diperoleh
dari penjualan tersebut sebesar 200 juta rupiah. Hal tersebut dapat
terjadi dikarenakan sebelumnya Scholabro sudah memiliki nama
serta pangsa pasar tersendiri dari komunitas yang didirikan
sebelumnya.
Setelah memdapatkan respon yang baik di masyarakat,
Scholabro kedepannya akan mengumumkan peluncuran aplikasi
digital yang dapat diunduh di Smartphone android maupun iOS.
Pelayanan yang ditawarkan pun akan semakin beragam dimana
kedepannya Scholabro akan menyediakan jasa penerjemah
tersumpah untuk dapat membantu para pencari beasiswa dalam
memenuhi persyaratan berkas-berkas beasiswa yang mewajibkan
menggunakan bahasa Inggris tersumpah. Informasi mengenai tips
dan trik seputar beasiswa juga akan terus diperbanyak serta
dipermudah bagi pelajar pencari beasiswa untuk memudahkan
mereka mencerna informasi yang diperoleh dari Scholabro.

26
1.5.3 Kendala dan Harapan Scholabro
Kendala yang dihadapi Scholabro saat ini adalah sama seperti
startup-startup yang baru berdiri pada umumnya yaitu terletak di
masalah pendanaan. Dimana pendanaan yang diperoleh merupakan
hasil dari perputaran penjualan namun masih belum dapat untuk
menutup serta mempersiapkan produk yang akan diluncurkan
kembali sehingga modal dari founder serta pengurus komunitas
juga masih diandalkan. Selain itu belum adanya badan hukum yang
resmi sehingga startup Scholabro belum dapat tercatat oleh
pemerintah sebagai suatu perusahaan yang memiliki izin resmi
terkait setiap kegiatan yang dilaksanakannya.
Serta masih kurangnya tenaga ahli dalam bidang tertentu yang
dimiliki oleh Scholabro, dimana pada saat ini startup tersebut
masih membutuhkan tenaga insinyur IT, desain grafis, desain
produk serta tenaga dibidang manajemen keuangan. Hal tersebut
masih terkendala karena kurangnya modal yang dimiliki untuk
dapat membayar tenaga ahli tersebut.
Harapan yang dimiliki oleh Scholabro adalah segera memiliki
badan hukum yang resmi sehingga pelaksanaan operasional startup
tersebut menjadi legal di mata hukum. Serta dapat meluncurkan
aplikasi Scholabro untuk Android dan iOS dengan lancar dan
mendapat respon yang baik dari masyarakat. Selain itu harapan
Scholabro adalah dapat menjadi startup unicorn dalam lima tahun
kedepan.

2. Bubble Economics
2.1 Sejarah Bubble Economics
2.1.1 Tulip Mania Bubble
Bubble economics terjadi pertama kali pada tahun 1636-1637
yang terkenal dengan nama Tulipmania yang melanda Belanda pada
saat itu. Bunga tulip berasal dari Turki yang kemudian menyebar
hingga ke Eropa Barat dan menjadi komoditas yang sangat tinggi

27
permintaannya di Belanda dan kemudian kondisi tersebut mulai
dimanfaatkan untuk mulai diperdagangkan dalam jumlah besar dimana
dana asing mulai masuk ke negara tersebut untuk ikut dalam pasar
tulip (Garber, 1989: Hal 537- 538).
Harga bunga tulip yang kian melambung terjadi akibat pasokan
bunga tulip varietas baru yang sangat terbatas (Van Der Veen, 2012:
Hal 4). Semakin banyak para investor asing yang melikuidasi aset
mereka untuk ikut beralih ke pasar tulip dikarenakan tingginya
permintaan dan sebagian besar bunga tulip hanya dimiliki oleh
masyarakat golongan atas yang menjadikan bunga tulip memiliki
pengaruh bagi yang memilikinya dan juga melambangkan status sosial.
Permintaan akan bunga tulip meningkat tajam (bubble)
mengakibatkan harga bunga tulip yang ditawarkan pun semakin
meningkat, peningkatan yang terjadi setara dengan 10 kali lipat
pendapatan pengerajin selama setahun (Brunnermeier & Oehmke,
2012: Hal 7). Karena terjadi perbedaan harga yang sangat tinggi antara
bunga tulip tersebut dengan nilai intrinsiknya, maka terjadi ledakan
(burst) penurunan harga bunga tulip hingga terjun bebas di pasaran.

2.1.2 Mississippi Bubble


Bubble Economics tersebut berawal dari Prancis mengalami
kebangkrutan akibat perang Louis XIV yang menyebabkan tingginya
hutang yang dimiliki pemerintah sehingga tidak mampu untuk
melunasinya, pada tahun 1917 John Law mengeluarkan skema dengan
cara mengkonversikan utang pemerintah menjadi saham yang dapat
diperjualbelikan (Garber, 1990: Hal 42-43).
Mississippi Bubble terjadi di Prancis pada Pasar Saham Paris
pada Tahun 1719 sampai 1720 dimana terjadi penurunan nilai saham
akibat dari perlambatan masuknya arus modal sehingga untuk
menghadapi kondisi bubble economics tersebut. Pada tanggal 12
Februari Tahun 1720 John Law mengehentikan semua transaksi
saham, pengeluaran saham perbankan, serta valuta asing dalam upaya

28
untuk memerangi inflasi dan spekulasi yang telah beredar dalam pasar
saham yang menyebabkan harga saham jatuh sangat drastis (Neal,
1985: Hal 10-14).
Penawaran saham dibuka pada bulan Maret 1720 dengan nilai
9000 lembar dan melonjak (bubble) pada bulan April menjadi 438 juta
lembar dalam kurun waktu satu bulan ledakan nilai saham tersebut
terjadi hanya dalam kurun waktu lima bulan dimana pada bulan
September terjadi ledakan (burst) nilai saham turun menjadi 2000
lembar dan Desember 1000 lembar serta jatuhnya nilai saham menjadi
500 lembar pada tahun 1921 (Garber, 2000: Hal 100-103).

2.1.3 South Sea Bubble


South Sea Bubble diambil dari nama perusahaan yang mengalami
fenomena bubble economics yaitu The South Sea Company yang
berdiri pada Tahun 1711 berbasis di Britania Raya, melakukan
perdagangan dengan Amerika dan Spanyol, namun perusahaan tersebut
lebih terlibat dalam urusan utang pemerintah dibandingkan dengan
urusan perdagangan luar negeri yang mereka lakukan (Taemin, 2004:
Hal 1655).
Hal tersebut terjadi karena utang pemerintah yang semakin besar
pada abad ke 18, maka South Sea Company menerbitkan saham ekuitas
yang merupakan hasil konversi dari utang pemerintah menjadi saham
perusahaan yang akan diperjualbelikan kepada pemegang saham
sehingga memberikan keuntungan yang sangat besar bagi perusahaan
tersebut (Frehen. dkk, 2009: Hal 1).
Karena besarnya keuntungan yang diperoleh serta minat yang
besar akan saham yang diterbitkan dari utang pemerintah tersebut
menjadikan adanya peningkatan cepat terhadap harga saham yang
menjadikan awal terjadinya bubble economics akibat dari peningkatan
harga saham yang dikeluarkan oleh The South Sea Company tersebut.
Lonjakan saham (bubble) tersebut terjadi dari harga 745 menjadi
950 dan mengalami kenaikan nilai sebesar 1.000 Poundsterling per

29
saham dalam kurun waktu 9 bulan pada Tahun 1720, namun pada
bulan Agustus terjadi ledakan harga saham (burst) dimana harga
saham jatuh drastis dari 775 menjadi 290 Poundsterling per saham
(Garber, 1990: Hal 50).

2.1.4 The Great Depression


Bubble Economics juga terjadi selama abad ke 19 di Amerika
Serikat, penggelembungan harga tanah ataupun obligasi menyebabkan
terjadinya krisis perbankan. Krisis tersebut terjadi selama periode
1921-1929, dimana aspek yang menjadi pemicu pecahnya krisis
menurut (Peicuti, 2014: Hal 55-56) diantaranya berasal dari sektor
perbankan baik kebijakan keuangan bank sentral maupun komersil
yang mempengaruhi sektor bisnis serta ekonomi secara global.
Selain itu hal tersebut berpengaruh kepada pasar saham yang
awalnya memiliki nilai jual yang sangat tinggi, penggelembungan
tersebut terus berlangsung hingga terjadinya ledakan pasar besar-
besaran (boom) pada tahun 1920 yang menyebabkan penurunan nilai
saham secara drastis pada perbankan dikenal dengan sebutan The
Great Depression (Brunnermeier & Oehmke, 2012: Hal 7-8).
Adanya perubahan fundamental keuangan telah memulai ledakan
saham serta faktor yang yang memicu ledakan ekonomi tersebut adalah
kemudahan kredit saham, dimana pembeli saham hanya memerlukan
sebagian dana saja yang perlu dipersiapkan dan sisanya dapat
diselesaikan melalui kredit sehingga mereka dapat menikmati
keuntungan dari kemudahan dana pinjaman tersebut (White, 1990: Hal
73-74).

2.1.5 Dot-com Bubble


Gelembung ekonomi yang terjadi pada pasar saham Internet di
Amerika Serikat, muncul karena banyak investor yang optimis dengan
keuntungan besar yang akan diperoleh dari perusahaan Internet
tersebut sehingga mereka berani untuk membayar dengan harga tinggi

30
dan percaya bahwa harga saham internet tersebut akan terus naik, ada
pula investor yang pesimis dengan keuntungan yang akan diperoleh
apabila membeli saham dari perusahaan internet (Ofek, 2003: Hal
1116). Namun perbandingan investor yang optimis lebih besar dari
investor yang pesimis sehingga menyebabkan terjadinya valuasi yang
tinggi dari saham internet tersebut.
Hal tersebut menyebabkan ketidakstabilan yang terjadi pada
pasar saham Internet, selama Dotcom Bubble terjadi peningkatan harga
saham namun produktivitas agregat ekonomi menurun tajam, dimana
banyak perusahaan yang menginvestasikan modal mereka untuk saham
yang sedang naik sehingga dapat mengurangi pertumbuhan
produktivitas perusahaan mereka (Basco, 2014: Hal 22-23).
Peningkatan harga saham Internet pada awal 1999 berada di poin
2.000, namun pada tahun 2000 indeks saham gabungan NASDAQ
mengalami kenaikan menjadi 5.048 poin dan kembali ke poin awal
setelah tahun 2000 (Carvalho, 2017: Hal 2-3) dengan kemunculan
teknologi Internet ini juga banyak merubah struktur bisnis dan
berpengaruh pada perekonomian di negara tersebut.

2.2 Pengertian Bubble Economics


Bubble economics merupakan suatu gelembung spekulatif yang
didorong oleh munculnya inovasi keuangan sehingga investor banyak
melakukan pembelian untuk asset atau trend ekonomi yang sedang
booming (Guttmann, 2009: Hal 49-53). Dalam penelitiannya (Garber,
2000: Hal 4) menyebutkan bahwa gelembung ekonomi merupakan suatu
pergerakan harga asset yang bukan berasal dari variabel fundamental,
dimana variabel fundamental merupakan variabel yang mendorong harga
aset.
Gelembung ekonomi disebabkan oleh banyaknya masyarakat yang
berbondong-bondong untuk menciptakan atau ikut serta dalam suatu trend
bisnis disertai dengan perolehan investasi yang sangat besar dan di dasari
oleh motif spekulatif. Sehingga gelembung spekulatif tersebut akan

31
memicu krisis keuangan yang sangat besar yang dapat terjadi cepat atau
lambat (Minsky, 1986: Hal 7-8).
Kondisi tersebut dapat terjadi dikarenakan adanya perbedaan harga
yang sangat tinggi antara produk yang ditawarkan dengan nilai
intrinsiknya. Bubble economics terjadi karena adanya perbedaan harga
instrument dari nilai intrinsiknya, yang mana kondisi bubble tersebut
menyebabkan penurunan yang cukup tajam sehingga menimbulkan
permasalahan akibat kerugian yang dialami oleh investor (Manurung,
2012: Hal 1-2).

2.3 Jenis-Jenis Bubble Economics


Ada beberapa jenis gelembung ekonomi yang dipernah terjadi di
dunia dan dibedakan berdasarkan sektor mana yang mengalami gelembung
ekonomi tersebut, diantaranya Real Estate Bubble, Stock Market Bubble,
dan gelembung di pasar lain seperti logam mulia dan sektor sumber daya
energi (Girdzijauskas, dkk. 2009: Hal 269).
Namun selain jenis tersebut, pada era modern saat ini sektor
perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi menjadi sektor yang
berpotensi mengalami gelembung ekonomi karena pangsa pasar yang
sangat luas serta ketertarikan untuk berbisnis dalam sektor ini digital
teknologi sangatlah besar. Sehingga sektor digital teknologi dapat
dikategorikan dalam satu jenis lain dari bubble economics yang
berdasarkan pada sektor kemajuan teknologi/sumber daya buatan.

2.3.1 Real Estate Bubble


Perumahan menjadi sektor kebutuhan utama bagi masyarakat,
kenaikan harga perumahan semakin besar dan dipengaruhi oleh lokasi
perumahan tersebut berada semakin dekat dengan pusat pemerintahan
dan pusat bisnis maka semakin tinggi harga perumahan yang
ditawarkan (Himmelberg, 2005: Hal 1-2).
Gelembung harga perumahan terjadi ketika kenaikan harga
perumahan terjadi secara besar-besaran. Setelah tejadinya ledakan

32
ekonomi pada sektor real estate tersebut diikuti dengan perlemahan
harga real estate yang secara drasis, hal tersebut sangat berdampak
pada peningkatan utang pemerintah dan perekonomian negara
dikarenakan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam
menangani ledakan harga perumahan (Yin. dkk, 2017: Hal 132).
Seperti kasus real estate bubble yang terjadi di Amerika Serikat,
dimana pada tahun 1926 jatuhnya harga perumahan yang
menyebabkan penurunan investasi serta melemahnya neraca
pendapatan selain itu kondisi tersebut diperparah dengan adanya krisis
ekonomi Great Depression kala itu yang menyebabkan kondisi
perekonomian Amerika Serikat semakin terpuruk (White, 2008: Hal 1-
2).

2.3.2 Stock Market Bubble


Gelembung pasar saham ini terjadi pada pasar uang akibat dari
banyaknya spekulan yang membeli saham yang sedang mengalami
kenaikan secara besar-besaran sehingga harga saham pada sektor
tersebut mengalami kenaikan harga yang sangat tinggi dan
menghasilkan perbedaan yang sangat tinggi antara harga saham dan
nilai saham yang di perjualbelikan.
Gelembung saham didefinisikan sebagai kondisi dimana nilai
spekulatif yang mengalir pada perusahaan lebih besar dibandingkan
nilai fundamental yang dimiliki sehingga terjadi kapitalisasi dalam
pasar (harga saham x jumlah saham yang diterbitkan) akibat tingginya
spekulatif tersebut (Mizuno. dkk, 2017: Hal 2). Gelembung yang
terjadi dalam pasar saham biasanya diikuti dengan jatuhnya harga
saham (Kaliva, 2006: Hal 2).
Situasi ini dapat terus berlanjut sehingga menyebabkan adanya
perlambatan ekonomi yang dapat memberikan dampak terburuk yaitu
munculnya Great Depression (Yanik, 2011: Hal 177) seperti yang
telah dialami Amerika Serikat pada periode 1920an. Ancaman
terjadinya ledakan gelembung ekonomi pada pasar saham terjadi akibat

33
dari kepemilikan saham yang dimiliki secara luas sehingga apabila
harga mulai mengalami penurunan, potensi penarikan asset secara
besar-besaran dalam jangka waktu yang hampir bersamaan sangat
mungkin terjadi.
Di Jepang pada Tahun 1980an sampai 1990an bubble economics
pernah terjadi pada bisnis real estate dan pasar saham. Liberalisasi
keuangan yang mendukung terjadinya ekspansi kredit dalam Dollar AS
menjadikan peningkatan harga asset Nikkei hingga ke level tertinggi
(Allen & Gale, 2000: Hal 236-237), penurunan harga yang sangat
drastis tersebut terjadi pada tahun 1990 dimana harga saham Nikkei
anjlok ke level 20,222.

2.4 Faktor-Faktor Penyebab Bubble Economics


Menurut (Brunnermeier, 2008: Hal 1-2) bubble economics
merupakan suatu kondisi harga barang/asset yang lebih tinggi dari nilai
fundamentalnya, terjadinya bubble tersebut menghasilkan empat model
yaitu: (1) semua investor memiliki informasi yang sama (identical
information) dan harapan yang logis (rational expectations), (2) para
investor memiliki informasi yang tidak seimbang (asymmetric
information) sehingga kemunculan bubble tidak dapat diketahui secara
umum, (3) adanya interaksi antara pedangan yang berdasar pada logika/
kondisi logis dari kondisi perdagangan (rational trader) dan pedagang
yang motifnya dipengaruhi oleh perilaku bias psikologi mereka
(behavioral trader) dan bubble yang masih bertahan karena adanya batas
arbitrase yang tidak dapat dicegah oleh rational trader akibat dari
behavioral trader, (4) investor memiliki keyakinan yang beragam, adanya
potensi bias dalam kondisi psikologis mereka, dan pendapat mengenai
nilai fundamental.
Empat model tersebut dapat memicu munculnya bubble economics
pada bisnis startup di Indonesia, dimana kondisi perkembangan startup
sangat ditentukan oleh investor yang menanamkan modalnya pada bidang
tersebut. Sehingga kondisi investor sangat mempengaruhi startup digital di

34
Indonesia, walaupun sebagian besar startup digital di Indonesia belum
memasuki pasar modal, namun sumber invesatasi mereka berasal dari
investor yang masuk dalam pasar modal sehingga secara tidak langsung
dapat berdampak kepada bisnis tersebut.
Bubble economics dapat terjadi karena adanya euphoria dari para
investor sehingga melemahkan sistem keuangan yang dimiliki, perilaku
yang tidak rasional tersebut memunculkan terjadinya penggelembungan
harga (bubble) yang tidak sesuai dengan nilai intrinsiknya (Raluca,
Witowschi & Cuza, 2010: Hal 34).
Bubble Economics merupakan suatu kondisi dari siklus ekonomi
yang terjadi secara cepat, namun adapula kondisi bubble economics yang
terjadi secara alami akibat dari siklus ekonomi yang didorong oleh
meningkatnya minat investor pada bisnis tersebut (Girdzijauskas, dkk.
2009: Hal 268). Investasi cenderung diberikan kepada bisnis yang
memiliki pertumbuhan yang sangat cepat seperti startup digital di
Indonesia, dimana pertumbuhan investasi startup digital di Indonesia pada
tahun 2012 sekitar 44 juta U.S Dollar maka pada tahun 2017 mengalami
peningkatan yang cukup besar yaitu sebesar 3 miliar U.S Dollar
(Dailysocial, 2017) sehingga banyak investor yang tertarik untuk
berinvestasi dalam startup digital dalam jumlah yang terus meningkat
yang menyebabkan munculnya potensi penggelembungan (bubble).
Pada akhir dari siklus gelembung tersebut akan terjadi apabila
startup yang diberikan investasi tersebut tidak berhasil memperoleh laba
yang diharapkan investor maka investor akan berbondong-bondong
menarik investasinya (burst) dan menanamkan pada bidang usaha lain
yang sedang menjadi trend atau mengalami perkembangan yang pesat
sehingga menyebabkan harga saham turun secara drastis (Kindleberger.
2011: Hal 120-121).
Peningkatan harga asset juga menjadi satu faktor yang
menyebabkan penggelembungan harga (bubble) (Scheinkman & Xiong,
2003: Hal 1188). Federal Reserve Bank juga berpendapat bahwa sampai
saat ini belum ada cara untuk dapat mencegah terjadinya gelembung

35
ekonomi sampai pada titik tertinggi sebelum ledakan terjadi, namun
kondisi tersebut dapat dipantau seperti kemungkinan besar apa yang dapat
terjadi akibat dari ledakan gelembung ekonomi tersebut terhadap sektor
keuangan dan moneter melalui implementasi kebijakan ekonomi sehingga
dampak yang dihasilkan dari ledakan ekonomi tersebut tidak terlalu besar.

2.5 Kasus Bubble Yang Terjadi Di Indonesia


2.5.1 Batu Akik
Tren batu akik di mulai meningkat ketika pertemuan Presiden
Indonesia dan Presiden Amerika Serikat pada tahun 2010, dimana
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan cinderamata batu
akik kepada Presiden Amerika Serikat Barack Obama (Merdeka.com,
2015). Setelah kejadian tersebut batu akik segera menjadi pembicaraan
dunia mengenai batu akik jenis apa yang digunakan oleh kedua
Presiden tersebut, dan diketahui jenis batu akik yang digunakan
keduanya adalah batu Bacan sehingga mulai saat itulah pelonjakan
harga batu akik jenis Bacan kian meroket tajam (Rizqita, 2015: Hal 1).
Fenomena peningkatan harga batu akik mencapai harga tertinggi
yaitu pada tahun 2014 sampai 2015. Peningkatan tertinggi terjadi pada
awal tahun 2015, dimana pedagang di Pasar Rawa Bening, sentra bantu
akik terbesar se-Asia Tenggara menyebutkan terjadi peningkatan harga
batu akik sehingga pedagang dapat mendapatkan untung dari 250
sampai 500 persen dari tahun sebelumnya (Kompasiana.com, 2015).
Namun harga batu akik yang meningkat secara drastis tersebut
tidak berlangsung dalam waktu yang sangat lama, tren peningkatan
harga batu akik yang dimulai pada tahun 2010 dan puncaknya pada
tahun 2014 dan awal tahun 2015. Batu akik mengalami penurunan
harga yang sangat drastis dari akhir tahun 2015 hingga awal tahun
2016, dimana para pedagang batu akik mengalami kerugian
dikarenakan harga batu akik yang mereka jual merosot tajam serta
peminat batu akik kian sepi, penurunan penjualan tersebut dapat
mencapai 50 persen atau bahkan 90 persen lebih rendah dari harga beli

36
batu akik oleh penjual. Misalnya batu jenis Bacan yang dibeli seorang
pedagang di Pasar Cinde, Palembang seharga 10 juta rupiah namun
pada saat dijual kembali hanya laku seharga 200 ribu rupiah, sehingga
pedagang batu akik tersebut mengalami kerugian yang sangat besar
akibat penurunan harga besar-besaran yang dialami batu akik
(Kompas.com, 2015).
Hilangnya tren batu akik semakin terlihat dengan semakin sepinya
peminat batu akik yang terlihat dari banyaknya kios penjual batu akik
yang tutup seperti di pasar sentra batu akik yaitu Jakarta Gems Center
atau lebih dikenal dengan Pasar Rawa Bening, Jakarta Timur. Akibat
dari sepinya pembeli serta banyaknya penjual yang tutup di pasar
tersebut menyebabkan penjual lain yang masih bertahan menurunkan
harga besar-besaran batu akik yang dijualnya namun tetap tidak dapat
menarik konsumen untuk membeli batu akik tersebut. Fenomena
bubble yang terjadi pada batu akik menyebabkan harga batu akik
mengalami penurunan (burst) secara drastis bahkan saat ini batu akik
menjadi tidak berharga untuk digunakan sebagai alat investasi.

2.5.2 Tanaman Anthurium


Tanaman Anthurium atau lebih dikenal dengan Raja Daun
dikarenakan keunikan yang terletak pada bentuk daunnya pernah
mengalami masa kejayaan yaitu pada tahun 2007-2008, dimana harga
untuk tanaman ini melambung sangat tinggi di pasaran. Karena bentuk
daunnya yang sangat unik tanaman ini juga mendapat julukan
“gelombang cinta” atau “wave of love”.
Sebagai contoh seseorang membeli tanaman Anthurium seharga
750 ribu rupiah dan dalam dua bulan tanaman tersebut dapat dijual
dengan harga 12 juta rupiah. Pada masa tren tanaman Anthurium ini
terjadi peningkatan (bubble) harga secara besar-besaran dimana satu
batang tanaman tersebut dapat terjual mulai dari 250 juta sampai satu
milyar rupiah (Tribunnews.com, 2015).

37
Melihat dari besarnya permintaan terhadap tanaman hias tersebut
menjadikan tanaman Anthurium banyak dimanfaatkan sebagai media
investasi pada saat itu. Peningkatan harga (bubble) yang terjadi besar-
besaran disebabkan oleh kepentingan segelintir pedagang dengan
tujuan memperoleh keuntungan yang sangat besar dari bisnis tanaman
hias tersebut (Harianriau.com, 2016).
Namun peningkatan harga tersebut tidak berlangsung lama, dan
hanya bertahan selama dua tahun. Dimana pada tahun berikutnya harga
tanaman Anthurium ini terjun bebas di pasaran, hal tersebut terjadi
karena masyarakat sudah tidak tertarik terhadap tanaman tersebut serta
semakin mudahnya perkembang biakan tanaman Anthurium yang
dapat dilakukan sendiri tanpa memerlukan biaya perawatan yang
cukup mahal. Semakin banyaknya masyarakat yang memiliki tanaman
ini juga menjadikan pembeli lain enggan untuk memiliki tanaman
sudah yang banyak dimiliki oleh orang lain. Fenomena bubble yang
terjadi pada tanaman hias Anthurium menyebabkan harga tanaman
tersebut sangat rendah di pasaran.

2.5.3 Ikan Louhan


Fenomena bubble economics pada ikan Louhan terjadi pada tahun
2002-2003, dimana pada tahun tersebut ikan Louhan menjadi tren di
kalangan masyarakat dan banyak diburu untuk dipelihara sebagai ikan
hias sehingga harganya meroket tajam mencapai ratusan juta rupiah.
Pada tahun 2002 satu ikan Louhan Kamfa dijual dengan harga 200 juta
rupiah atau seharga mobil baru pada saat itu (Tribunnews.com, 2017).
Meningkatnya permintaan akan ikan Louhan terjadi karena
banyaknya masyarakat yang mengikuti tren dikarenakan ikan Louhan
memiliki filosofi sebagai ikan pembawa keberuntungan bagi
pemiliknya. Penurunan harga ikan Louhan secara besar-besaran terjadi
mulai tahun 2004 sampai 2005, dimana harga ikan Louhan yang dulu
dapat terjual seharga 20 juta rupiah per ekor merosot tajam menjadi
500 ribu sampai satu juta rupiah per ekor (Kumparan.com, 2018).

38
Fenomena pada ikan Louhan tersebut terjadi karena peralihan tren
masyarakat dipasaran akan ikan hias yang lain serta adanya
kekecewaaan dari para konsumen akibat adanya tindak kecurangan
dari para penjual, dimana harga ikan Louhan yang sebenarnya murah
dinaikkan tinggi harganya karena mengikuti tren yang sedang
berkembang akan permintaan ikan Louhan (Kumparan.com, 2018).

B. Kerangka Berpikir

Studi Ekspolratif Terhadap Potensi Bubble Startup Digital Di Indonesia

Aspek Penelitian

Aspek-Aspek Startup Bubble Keterangan


1. Perilaku Pengguna Internet di  Waktu yang digunakan
Indonesia  Biaya yang dikeluarkan
 Perangkat yang digunakan
2. Jumlah Startup Digital di Indonesia  Jumlah per sektor
Tahun 2009-2018  Jumlah per tahun
 Berdasarkan status pendanaan dan nilai
investasi

3. Investasi Startup Digital di Indonesia  Berdasarkan status pendanaan


Tahun 2009-2018  Berdasarkan asal negara investor
 Berdasarkan nilai investasi

4. Nilai dan Estimasi Penjualan E-  Berdasarkan nilai total barang (Gross


Commerce Terhadap PDB Indonesia Merchandise Value) dan pertumbuhan
total retail e-commerce
5. Jumlah Startup Digital yang Tutup  Jumlah per tahun
di Indonesia  Berdasarkan lama operasional
6. Estimasi Perkembangan Startup  Berdasarkan jumlah populasi
Digital di Indonesia Tahun 2025 masyarakat Indonesia
 Berdasarkan nilai total barang (Gross
Merchandise Value)
 Berdasarkan pertumbuhan total retail
7. Kebijakan Pemerintah  Kementerian Keuangan
 Bank Indonesia

39
Pertanyaan Penelitian:
1. Bagaimana perkembangan startup digital di Indonesia dalam kurun waktu 9 tahun
terakhir?
2. Apakah bubble startup digital dapat terjadi di Indonesia di masa depan?
3. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada
masyarakat sebagai konsumen dan tetap mendukung pertumbuhan dan
perkembangan startup di Indonesia?

Pendekatan Penelitian Eksploratif Kualitatif

Perumusan Hipotesa Kerja

Hipotesis Penelitian:

 Terjadinya percepatan perkembangan startup digital di Indonesia dalam 9 tahun


terakhir
 Perkembangan startup digital di Indonesia berpotensi untuk terjadinya bubble di
masa depan.
 Kebijakan pemerintah yang sesuai terhadap perkembangan bisnis startup digital
dapat mencegah munculnya bubble di masa depan.

Kesimpulan: dapat menentukan ada atau tidaknya potensi bubble economics


pada bisnis startup digital di Indonesia

40
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan dugaan sementara yang digunakan untuk dapat
membantu merumuskan permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut.
 Terjadinya percepatan perkembangan startup digital di Indonesia dalam kurun
waktu 9 tahun terakhir.
 Perkembangan startup digital di Indonesia berpotensi untuk terjadinya bubble
di masa depan..
 Kebijakan pemerintah yang sesuai terhadap perkembangan bisnis startup
digital dapat mencegah munculnya bubble di masa depan.

41
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian


Dalam penelitian ini terdapat beberapa batasan-batasan yang dilakukan
oleh penulis agar penelitian yang dilakukan sesuai dengan tujuan yang ingin di
capai serta memfokuskan terhadap aspek-aspek yang ada dalam penelitian.
Peneliti membatasi penelitian yang akan dilakukan agar hasil yang dicapai dapat
efektif sesuai dengan tujuan penelitian. Tujuan utama dari penelitian yang
dilakukan adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya potensi bubble pada bisnis
startup digital di Indonesia, selain itu mengetahui apakah resiko yang akan
dihadapi oleh startup digital yang baru menjalankan bisnisnya di Indonesia.
Ruang lingkup penelitian yang dilakukan adalah aspek-aspek penelitian
bubble startup yang dikempokkan oleh peneliti sehingga diharapkan kesimpulan
yang diperoleh dari penelitian tersebut dapat menghubungkan fenomena antara
kemunculan startup digital dengan kondisi bubble yang terjadi bersumber dari
data yang telah diperoleh dari berbagai sumber penelitian terkait untuk
kedepannya.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan diharapkan
dapat memberikan perkiraan dari ada atau tidaknya potensi bubble pada bisnis
startup digital di Indonesia dalam jangka panjang sehingga investor, perusahaan,
pemerintah dan masyarakat dapat mempersiapkan upaya-upaya yang harus
dilakukan untuk menjaga iklim bisnis startup digital yang akan terus berkembang
agar tumbuh lebih baik dan juga membawa dampak positif bagi pertumbuhan
ekonomi Indonesia.

42
B. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian eksploratif dimana hasil
dari penelitian yang diperoleh akan disajikan untuk menggambarkan suatu
fenomena yang terjadi sehingga dapat merumuskan hipotesis dan tidak bertujuan
untuk menguji hipotesis (Mudjiyanto. 2018. Hal 66). Pendekatan penelitian
eksploratif juga bertujuan untuk menggali lebih jauh mengenai rancangan
penelitian yang akan dilakukan serta mengamati sumber-sumber yang dapat
mendukung dalam pengumpulan data agar dapat digunakan dalam penelitian yang
hendak dilakukan (Herdiansyah. 2012. Hal 84). Tujuan dari digunakannya
pendekatan eksploratif dalam penelitian ini adalah agar peneliti dapat menggali
fenomena yang terjadi dengan lebih fleksibel sehingga hasil dari penelitian yang
diperoleh dapat digunakan untuk acuan penelitian selanjutnya.

C. Metode Pengumpulan Data


Data sangat diperlukan untuk mendukung dalam tercapainya tujuan
penelitian ini, sehingga data menjadi aspek utama yang diperlukan dalam
penelitian. Data dalam penelitian kualitatif diperoleh dari hasil pengamatan atau
observasi oleh peneliti terkait aspek-aspek yang terkandung dalam penelitian baik
secara partisipatif maupun non partisipatif (Idrus. 2009. Hal 61-62). Berikut
merupakan tahap yang digunakan dalam melakukan penelitian ini:

1. Observasi
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi partisipatif pasif
dimana peneliti hanya mengamati saja namun tidak terlibat dalam kegiatan
yang akan diteliti tersebut (Herdiansyah. 2015. Hal 127). Bentuk observasi
yang dilakukan adalah dengan mengamati satu contoh startup digital
berbasis teknologi pendidikan (edutech) yang baru mulai beroperasi.
Observasi dilakukan untuk melihat bagaimana startup digital memulai
bisnis dan operasionalnya serta investasi dari mana yang diperoleh
perusahaan untuk dapat mendanai operasional dan memperoleh
keuntungan mereka.

43
a. Studi Dokumen
Peneliti mengumpulkan data berasal dari dokumentasi yang
berbentuk tulisan, gambar, peraturan dan kebijakan yang dapat
digunakan untuk melengkapi data yang telah diperoleh sebelumnya
dari kegiatan observasi yang dilakukan (Mulyana. 2013. Hal 195).

D. Jenis Data
1. Data Primer
Merupakan data yang dikumpulkan secara langsung oleh peneliti yang
dilakukan dalam penelitian kualitatif yang bersifat eksploratif baik berupa
survei, wawancara maupun observasi (Hermawan. 2006. Hal 168). Namun
dalam penelitian ini data primer yang digunakan bersumber dari observasi
berbagai sumber digital yang sesuai dengan tema penelitian ini.

2. Data sekunder
Yaitu data primer yang berasal dari pihak kedua atau ketiga dan
diperoleh dari hasil survei lembaga penelitian ekonomi berbasis teknologi
digital serta penelitian yang dilakukan mengenai startup digital, e-
commerce dan bisnis berbasis digital teknologi lainnya. Serta data
sekunder sektor pemerintahan mengenai kondisi perekonomian Indonesia
(Badan Pusat Statistik).
a. Sumber tercetak
Data yang berasal dari instansi resmi dan sudah tercetak seperti laporan
Badan Pusat Statistik dan Peraturan Bank Indonesia.
b. Sumber digital
Data yang berasal dari website resmi serta berita/wawancara dengan
pihak yang terkait dengan penelitian yang dilakukan dimana sumber
data tersebut dapat diakses melalui jaringan internet.

3. Jurnal
Merupakan sumber data dalam penelitian kualitatif yang berupa hasil dari
penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli sehingga dapat mendukung

44
topik dari penelitian yang sedang dilakukan oleh penulis selanjutnya
(Sugiyono. 2017. Hal 124-125). Jurnal yang digunakan dalam penelitian
ini menggunakan jurnal dengan topik mengenai bubble economics dan
startup digital.

E. Metode Analisis Data


Analisis yang dilakukan adalah analisis kualitatif yang bersifat eksploratif
yaitu hasil dari data yang diperoleh dalam penelitian ini yang kemudian
dikembangkan untuk mengetahui bagaimana keterkaitan dari indikator-
indikator yang diteliti untuk dapat menentukan bagaimana startup digital di
Indonesia di masa depan.
Hasil dari penelitian tersebut akan dilakukan peramalan atau prediksi dari
suatu kejadian di masa mendatang dengan data-data yang berhasil dihimpun
oleh peneliti dari berbagai survei yang dilakukan oleh lembaga-lembaga
berbasis penelitian teknologi digital serta jurnal-jurnal terkait. Proses yang
dilakukan dengan model analisis eksploratif kualitatif adalah dengan menggali
secara luas dan mendalam mengenai tema penelitian yang diambil. Dimana
dalam penelitian ini mengambil tema mengenai startup digital di Indonesia,
langkah yang dilakukan sebagai berikut:
1. Market Research
Merupakan metode dengan menggunakan hasil survei dipasar yang
dilakukan oleh tenaga peneliti terkait. Survei dihasilkan dari pendapat
konsumen, perusahaan terkait serta investor yang ikut masuk dalam iklim
bisnis dan juga regulasi pemerintah terkait kebijakan yang mempengaruhi
iklim tersebut.
2. Opini Eksekutif
Merupakan hasil analisis yang dilakukan oleh tenaga professional dari
perusahaan yang berhubungan dengan iklim bisnis untuk jangka panjang.
Dalam penelitian ini digunakan opini serta analisis dari tenaga professional
startup digital (founder dan tenaga ahli lain), tenaga professional dari
investor startup digital, serta tenaga ahli terkait dengan regulasi yang
dikeluarkan pemerintah.

45
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Aspek-Aspek Bubble Startup Digital


Aspek-aspek untuk mengetahui potensi bubble startup digital di Indonesia dapat
dilihat dari adanya perilaku irrational exuberance masyarakat (Kindleberger,
2011: Hal 183) baik sebagai investor, founders dan konsumen startup digital. Hal
tersebut dapat dilihat dari perilaku konsumen, investor dan pelaku startup digital
yaitu jumlah startup digital yang muncul serta jumlah startup yang tutup setiap
tahunnya, seberapa lama startup tersebut dapat bertahan dalam sektor tersebut,
jumlah startup digital yang mendapatkan investasi mulai dari tahap seed hingga
advance.

1. Perilaku Pengguna Internet di Indonesia


1.1 Berdasarkan Biaya yang Dikeluarkan
Berdasarkan survei yang dilakukan Daily Social tahun 2017 terhadap
perilaku pengguna internet di Indonesia menunjukkan bahwa biaya yang
biasa dikeluarkan para pengguna internet setiap bulannya untuk konsumsi
internet mereka yaitu lebih dari 100.000 rupiah perbulan baik melalui
mobile internet ataupun home internet. Selain itu survei tersebut juga
menunjukkan lama penggunaan internet yang mereka lakukan lebih dari
lima jam sehari waktu yang mereka keluarkan untuk mengakses internet.
Tingginya biaya yang rela mereka keluarkan serta lama waktu
penggunaan internet dapat menjadi suatu potensi yang besar bagi para
startup digital untuk memanfaatkan peluang dan minat yang tinggi dari
para konsumen untuk meluncurkan produk-produk yang dapat mereka
peroleh dengan mudah. Hal tersebut juga menunjukkan tingginya
permintaan konsumen akan pemenuhan kebutuhan yang berbasis digital.

46
1.2 Berdasarkan Waktu Penggunaan Internet
Berdasarkan survei yang diperoleh Asosiasi Pengguna Jasa Internet
Indonesia (APJII) terhadap waktu penggunaan internet yang digunakan
oleh masyarakat Indonesia mengelompokkan waktu penggunaan internet
berdasarkan per minggu dan per hari.

Gambar 4. 1
Waktu Penggunaan Internet Per Minggu

2014 2016

3%
13% Setiap Hari Setiap Hari
24%
Sekali Sekali
Seminggu 10% Seminggu
3-6 hari dlm 66% 3-6 hari dlm
84% seminggu seminggu

Sumber: APJII, 2017 (diolah)

Data tersebut menunjukkan waktu yang dihabiskan masyarakat


Indonesia dalam menggunakan internet dalam seminggu, dari 2.500
responden di Indonesia yang dilakukan oleh APJII pada tahun 2016 dan
2.000 responden pada tahun 2014 untuk mengetahui seberapa besar waktu
yang mereka alokasikan untuk mengunakan internet. Pada tahun 2014
diperoleh hasil sebesar 84% pengguna yang mengakses internet setiap hari
dalam seminggu.
Jumlah tersebut mengalami penurunan pada tahun 2016, dimana
pengguna internet setiap hari dalam seminggu mencapai 66%. Namun
terjadi peningkatan dalam jumlah pengguna internet yang mengalokasikan

47
waktu 3-6 hari dalam seminggu untuk menggunakan internet, yaitu pada
tahun 2014 sebesar 3% dan pada tahun 2016 sebesar 24%.
Terlihat penggunaan internet dalam seminggu mulai dibatasi oleh para
pengguna, dikarenakan jumlah pengguna internet lebih banyak berasal dari
usia produktif termasuk pelajar sekolah menengah atas dan mahasiswa
masuk dalam kategori usia produktif. Pembatasan penggunaan internet
memang perlu dilakukan khususnya oleh para orang tua untuk dapat
memberikan edukasi kepada anak mereka agar dapat lebih bijak dalam
menggunakan dan memanfaatkan penggunaan internet.

Gambar 4. 2
Waktu Penggunaan Internet Per Hari

2014 2016
> 7 jam 4-7 jam 1-3 jam > 7 jam 4-7 jam 1-3 jam

9%
26%
24% 44%

67%
30%

Sumber: APJII, 2017 (diolah)

Selain itu penyajian survei yang dilakukan oleh APJII juga


menghasilkan waktu penggunaan internet di Indonesia yang dilakukan
perhari, dimana waktu yang banyak dihabiskan masyarakat dalam
menggunakan internet selama 1-3 jam dalam sehari sebanyak 67% pada
tahun 2014 dan 44% pada tahun 2016. Angka tersebut mengalami
penurunan dikarenakan jumlah pengguna internet yang menghabiskan

48
waktu penggunaan lebih dari 7 jam dalam sehari semakin besar pada tahun
2016 yaitu sebesar 26% dari sebelumnya pada tahun 2014 sebesar 9%.
Semakin besarnya waktu yang dihabiskan oleh masyarakat dalam
menggunakan internet menunjukkan bahwa internet sudah merupakan
kebutuhan pokok sehari-hari yang sangat penting dan tidak dapat
tertinggal. Pada era modern kini selain kebutuhan sandang, pangan dan
papan, internet juga menjadi kebutuhan pokok yang perlu ditambahkan
dari tiga kebutuhan primer tersebut. Kebutuhan masyarakat akan
penggunaan internet tidak dapat dihindarkan dan penggunaan serta
pemanfaatannya terus berkembang setiap tahun.
Jika dilihat dari alokasi waktu yang dihabiskan oleh pengguna internet
di Indonesia, maka potensi tersebut dapat dimanfaatkan oleh startup
digital untuk menciptakan produk sesuai dengan pangsa pasar. Namun hal
tersebut juga dapat menjadi faktor pemicu terjadinya bubble economics
pada startup digital dikarenakan jumlanya yang terus meningkat akibat
dari peningkatan penggunaan internet oleh masyarakat Indonesia yang
tidak pernah luput dalam kegiatan sehari-hari. Hal tersebut merupakan
sumber utama dalam peningkatan perluasan produk-produk startup digital.

1.3 Aktivitas Dalam Mengakses Internet


Hasil survei yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia (APJII) juga menyebutkan perolehan aktivitas yang dilakukan
masyarakat Indonesia kerika mengakses internet.

49
Gambar 4. 3
Aktivitas Dalam Mengakses Internet

Game Online 54.13%


10.1%
Video Streaming 69.64%
27.3%
Online Shopping 40.31%
11.0%
Instant Messaging 89.35%
59.9%
Browsing 74.84%
68.7%
Social Media 87.13%
87.4%
0.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0% 70.0% 80.0% 90.0%100.0%

2016 2014

Sumber: APJII, 2017 (diolah)

Data lain yang berhasil diperoleh ialah aktivitas yang dilakukan oleh
pengguna dalam mengakses internet. Pada tahun 2014 aktivitas paling
banyak yang dilakukan yaitu dalam social media sebesar 87.4%, social
media yang banyak dimanfaatkan dan digunakan antara lain Facebook,
Twitter, Instagram dan lain sebagainya. Angka tersebut tidak jauh berbeda
pada tahun 2016 yang menunjukkan penggunaan social media sebesar
87.13%. Namun pemanfaatan social media yang berasal dari dalam negeri
masih kurang diminati penggunaannya oleh masyarakat Indonesia.
Penggunaan game online mengalami peningkatan dari tahun 2014
sebesar 10.1% menjadi 54.13% pada tahun 2016. Jumlah peningkatan
tersebut terlihat dari semakin canggihnya perangkat yang dimiliki dan
digunakan untuk bermain game online serta akses jaringan internet yang
semakin baik di Indonesia. Game online tersebut banyak yang berasal dari
Indonesia, diantara startup digital yang fokus pada sektor gaming ialah
Agate Studio, Touchten, Mojiken Studio, Gambreng Games, dan lain
sebagainya.
Selain itu penggunaan online shopping juga mengalami peningkatan
dari tahun 2014 sebesar 11% menjadi 40.31% pada tahun 2016.
Peningkatan aktivitas jual beli online oleh para pengguna internet

50
menunjukkan bahwa masyarakat semakin banyak yang percaya untuk
melakukan transaksi secara online. Kepercayaan (trust) tersebut
merupakan keputusan yang dilakukan untuk bertransaksi dan berlangsung
tanpa adanya kekhawatiran antara kedua belah pihak (Chalid. 2016: Hal 2-
5) yang dalam hal ini ialah penjual dan pembeli online.
Semakin besarnya kepercayaan antar pihak dalam bertransaksi secara
online dapat meningkatkan perkembangan startup digital di Indonesia
khususnya sektor e-commerce, on-demand services, fintech dan sektor lain
yang hampir keseluruhan transaksinya berbasis digital. Namun sebagian
besar semua sektor dalam startup digital memanfaatkan transaksi secara
online dan hanya dilandasi kepercayaan antara keduanya. Semakin
baiknya iklim jual beli online di Indonesia maka akan semakin
meningkatkan aktivitas pengguna internet dalam jual beli online serta
startup digital dalam sektor e-commerce di tahun-tahun kedepan.

2. Jumlah Startup Digital di Indonesia Tahun 2009-2018


2.1 Jumlah Startup Digital per Sektor
Jumlah startup digital yang berhasil dikumpulkan dari berbagai
sumber baik dari laporan tahunan mengenai startup yang dikeluarkan oleh
Daily Social serta media online yang berfokus tentang dunia startup dan
pendanaannya seperti Tech in Asia, Startup Ranking, Echelon 27, serta
Crunchbase.

51
Gambar 4. 4
Jumlah Startup Digital per Sektor

140 127
120
100 80
80 64
53
60 41
26 33
40 23 24 18
15 8
20
0

Jumlah

Sumber: Tech in Asia & Dailysocial, diolah

Data diatas menunjukkan jumlah startup digital tiap sektor yang ada
di Indonesia selama 9 tahun terakhir, perolehan penelitian tersebut
menunjukkan bahwa jumlah startup digital terbesar berasal dari sektor
Financial Technology (Fintech) yang berjumlah 127 startup serta disusul
dari sektor on-demand services berjumlah 80 startup. Perolehan tersebut
menunjukkan startup digital dalam sektor Fintech menjadi sektor yang
banyak diminati oleh para founder serta masyarakat, dimana dalam sektor
Fintech tersebut berupa jasa kredit, galang dana, serta digital dan virtual
currency.
Dapat diperkirakan jumlah startup dalam sektor Fintech dalam dua
atau tiga tahun kedepan dapat mengalami peningkatan dan jasa/layanan
Fintech yang masih menjadi sektor favorit para founder dan masyarakat
berasal dari layanan kredit/cicilan yang dapat membantu masyarakat
untuk memperoleh kebutuhan peminjaman modal bagi kegiatan usaha
mereka. Selain dari sektor Fintech, sektor on-demand services juga
memiliki peluang yang besar untuk mengalami peningkatan dalam 5
tahun kedepan.

52
Hal tersebut diperkirakan dapat terjadi karena semakin beragamnya
permintaan kebutuhan dari masyarakat/konsumen sehingga dapat
mendorong industri startup digital untuk dapat menciptakan serta
meningkatkan pelayanan yang dimiliki agar dapat menjangkau berbagai
kebutuhan masyarakat.

2.2 Jumlah Startup Digital per Tahun


Selain jumlah startup digital berdasarkan 12 sektor di Indonesia,
penelitian ini juga berhasil menghimpun jumlah startup digital dari 12
sektor setiap tahunnya sehingga dapat mengetahui bagaimana
kemunculan startup digital di Indonesia setiap tahunnya.

Gambar 4. 5
Jumlah Startup Digital Tahun 2009 dan 2010

2009 2010

E-Commerce 5% 5% Fintech
6% 5%
6% 12% Media/Social E-Commerce
19%
On-demand Media/Social
13% 13% Games On-demand
19% 9%
6% Education Travel
19%
Dating Games
25% 9% 29%
Agriculture Education
SaaS SaaS

Sumber: Tech in Asia (diolah)

Dari total 16 startup digital yang berhasil dikumpulkan pada tahun


2009, sebanyak 25% atau sebesar 4 startup berasal dari sektor pembuatan
games. Games menjadi startup yang banyak didirikan serta
dikembangkan dikarenakan pada tahun tersebut merupakan tahun
peralihan penggunaan dari perangkat gaming tradisional ke perangkat

53
modern (digital) serta banyaknya startup games luar negeri yang juga
sudah menjual produk mereka di dalam negeri sehingga menjadi
dorongan tersendiri bagi industri game dalam negeri untuk menciptakan
produk games yang merupakan karya asli Indonesia.
Selain sektor gaming, sektor on-demand dan sektor e-commerce juga
mulai muncul pada tahun tersebut. Dimana startup digital dari sektor on-
demand services yang saat ini sudah menjadi startup yang memiliki nilai
valuasi yang tinggi (unicorn) yaitu Gojek mulai berdiri pada tahun 2009
dengan menawarkan layanan yang sangat berbeda dari sektor lain serta
layanan lain yang ditawarkan oleh startup lain.
Walaupun dengan jumlah total startup yang berdiri pada tahun
tersebut masih sangat terbatas, namun startup-startup besar mulai merintis
pada tahun 2009. Sehingga hal tersebut dapat membuktikan bahwa untuk
menjadi startup yang besar diperlukan waktu yang cukup matang untuk
dapat merancang dan terus memperbaiki produk yang dipasarkan agar
dapat diterima masyarakat luas.
Startup yang banyak didirikan pada tahun 2010 berasal dari sektor
media/social media. Dengan jumlah total startup digital pada tahun
tersebut sebesar 21 startup, sebesar 29% atau sebanyak 6 startup berasal
dari sektor media/social media. Kebutuhan masyarakat yang semakin
besar akan media/social media online seperti berita dan informasi yang
dapat dibaca serta komunitas online yang mulai banyak dibentuk untuk
dapat mendiskusikan serta berbagi pengalaman mengenai topik yang
sedang dibahas.
Selain itu sektor fintech dan travel online juga banyak didirikan pada
tahun 2010 yang menjadi awal mula perkembangan sektor fintech di
Indonesia. Kebutuhan akan kemudahan pada sektor keuangan menjadi
jawaban atas berdirinya sektor ini di tengah masyarakat. Sektor fintech
akan terus mengalami pertumbuhan hingga tahun-tahun kedepan dan
semakin canggih pelayanan serta produk-produk yang ditawarkan bagi
masyarakat untuk dapat menjawab setiap kebutuhan jasa keuangan dan
permodalan.

54
Gambar 4. 6
Jumlah Startup Digital Tahun 2011 dan 2012

2011 2012
Fintech
4% E-Commerce
2%
4% Fintech 4% 4%
3% 2% Media/Social
E-Commerce 4%
15% 20% On-demand
Media/Social
Travel
Games
26% 13% Games
26% Travel 18%
Education
Agriculture 13%
11% 11% Dating
Healthcare 13%
7% Healthcare
Advertising
SaaS
Advertising

Sumber: Tech in Asia (diolah)

Dari jumlah 27 startup yang didirikan pada tahun 2011, sektor e-


commerce dan online travel menjadi sektor banyak didirikan pada tahun
2011 yaitu sebesar 26% atau sebanyak 7 startup. Pada tahun tersebut
menjadi awal perkembangan sektor e-commerce bagi startup digital di
Indonesia. Startup e-commerce yang saat ini sudah mengalami
pertumbuhan yang sangat besar yaitu BukaLapak dan Berrybenka dimana
kedua startup tersebut saat ini sudah memperoleh pendanaan hingga tahap
lanjutan yaitu seri D dan seri C. Pada tahun tersebut startup digital mulai
membangun kebutuhan masyarakat akan berbelanja online dengan
kemudahan dan kenyamanan yang didapatkan.
Selain itu sektor lain yang banyak didirikan pada tahun 2011 adalah
sektor travel online, dimana startup Tiket.com mulai berdiri pada tahun
tersebut. Saat ini Tiket.com telah diakuisisi oleh Blibli sehingga
pemasaran yang dilakukan juga semakin luas dan memperluas bisnis
hingga ke negara-negara lain di Asia Tenggara. Startup online travel
lainnya juga mulai berkembang pada tahun-tahun setelahnya, jasa serta

55
pelayanan yang diberikan pun hampir serupa antara startup satu dan
lainnya yaitu penyediaan jasa pembelian tiket hotel dan transportasi
umum seperti kereta api dan pesawat terbang.
Jumlah startup digital yang berdiri pada tahun 2012 yaitu sebanyak
46 startup, sektor yang banyak didirikan pada tahun tersebut yaitu fintech
sebesar 20% atau sebanyak 9 startup. Perkembangan sektor fintech mulai
terlihat pada tahun tersebut, fokus dari jasa yang ditawarkan pun semakin
beragam. Startup fintech yang berdiri pada tahun 2012 diantaranya adalah
Crowdo dan AturDuit.
Selain fintech, startup lain yang banyak berdiri pada tahun 2012
berasal dari sektor e-commerce yaitu sebesar 18% atau sebanyak 8
startup. Startup yang berdiri pada tahun tersebut di dominasi oleh e-
commerce fashion seperti Zalora, Bobobobo dan Telunjuk. Sektor online
travel yang berdiri pada tahun ini yaitu Traveloka dan PegiPegi, kedua
startup tersebut saat ini sudah menjadi startup dengan nilai valuasi serta
jumlah pelanggan yang sangat besar.

56
Gambar 4. 7
Jumlah Startup Digital Tahun 2013 dan 2014

2013 Fintech 2014 Fintech


E-Commerce E-Commerce
4% Media/Social 1% Media/Social
3%
On-demand 9% On-demand
4% 11% 15% 5% 20%
Travel 1% Travel
2% 9% Games Games
7% 6%
Education 1% Education
15% 6% 22%
6%
Dating Dating
11% 12%
7% 9% Agriculture 14% Agriculture
Healthcare Healthcare
SaaS SaaS
Advertising Advertising

Sumber: Tech in Asia (diolah)

Mulai tahun 2013 hingga tahun-tahun berikutnya, semakin beragam


sektor startup digital yang didirikan di Indonesia. Sebanyak 54 startup
yang berdiri pada tahun 2013, sebesar 15% berasal dari sektor fintech dan
media/social media. Sedangkan pada tahun 2014 sebanyak 79 startup
yang berdiri pada tahun tersebut, sebanyak 22% berasal dari sektor e-
commerce dan 20% berasal dari sektor fintech. Sektor fintech yang
menggunakan mata uang virtual semakin dikembangkan oleh startup
digital di Indonesia yaitu dengan berdirinya startup Bitcoin pertama di
Indonesia dengan nama Bitcoin Indonesia (Indodax), yang memberikan
jasa pembelian dan penjualan mata uang virtual seperti bitcoin, etherium
dan lain-lain di Indonesia.
Mata uang virtual ini tidak melibatkan layanan perbankan dalam
setiap transaksi yang dilakukan sehingga lebih mudah untuk digunakan
dan lebih efisien karena penyimpanan uang tersebut berasal dari setiap
perangkat masing-masing pengguna. Namun penggunaan mata uang
virtual di Indonesia dilarang penggunaannya oleh Bank Indonesia

57
dikarenakan kegiatan transaksi jual beli yang tidak dapat terpantau oleh
pihak manapun kecuali si penjual dan pembeli serta sangat rentan akan
aksi peretasan dari pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga
penggunaannya sangat tidak aman. Selain itu nilai tukar mata uang virtual
yang sangat fluktuatif dapat berubah sangat cepat tidak dalam hitungan
hari bahkan dalam hitungan jam, sehingga dapat mengancam sektor
keuangan di Indonesia.

Gambar 4. 8
Jumlah Startup Digital Tahun 2015 dan 2016

2015 2016
Fintech

2% E-Commerce Fintech
Media/Social E-Commerce
8%
10% On-demand Media/Social
25% 10% 25%
7%
Travel On-demand
7% 10%
Games Travel
1% 7% 4%
7% Education 7% Agriculture
9%
13% Agriculture Healthcare
1% 20% 4% 23%
Healthcare SaaS
SaaS Advertising
Advertising

Sumber: Tech in Asia (diolah)

Sektor startup terbanyak yang berdiri pada tahun 2015 dan 2016
sama-sama berasal dari sektor fintech, dimana pada tahun 2015 sektor
fintech sebesar 25% dari total 119 startup yang berdiri pada tahun yang
sama. Tahun 2016 juga memperoleh persentase sebesar 25% dari total 91
startup yang berdiri pada tahun tersebut.
Sektor fintech mengalami peningkatan yang cukup besar setiap
tahunnya, dimulai pada tahun 2010 sampai 7 tahun kedepan sektor fintech
terus mengembangkan berbagai layanan keuangan yang ditawarkan.

58
Sektor fintech selalu menjadi perkiraan sektor yang akan mengalami
peningkatan setiap tahunnya dikarenakan masih banyaknya kebutuhan
permodalan dalam masyarakat, selain itu sektor ini juga mendorong
periaku masyarakat untuk mengurangi penggunaan uang tunai (cashless)
dengan menghadirkan layanan berupa mata uang digital yang
menggunakan kartu (chip based) ataupun QR Code sehingga dapat
memudahkan transaksi jual beli bagi konsumen. Layanan tersebut aman
digunakan karena masih melibatkan sektor perbankan dalam setiap
transaksi yang dilakukan sehingga masih dapat terlindungi dan terpantau
baik dari konsumen maupun perbankan.
Sektor lain yang banyak berdiri pada tahun 2015 dan 2016 berasal
dari sektor on-demand services yaitu sebesar 20% tahun 2015 atau
sebanyak 24 startup dan 23% tahun 2016 atau sebanyak 21 startup. Jasa
yang ditawarkan pada sektor on-demand services semakin beragam selain
ada transportasi online yang tumbuh semakin besar pada kedua tahun
tersebut, jasa lain seperti jasa tukang untuk memperbaiki kerusakan alat-
alat elektronik seperti kipas angin dan air conditioner dan juga perbaikan
kerusakan pada bagian-bagian rumah sudah dapat dipesan secara online.

59
Gambar 4. 9
Jumlah Startup Digital Tahun 2017 dan 2018

2017 2018*
Fintech
2% 4% E-Commerce
5% 5% Media/Social 9%
Fintech
2% On-demand
18% E-Commerce
6% 49% Travel
On-demand
9% Education 55%
9% Education
Agriculture
9% Agriculture
9%
9% Healthcare
SaaS
Advertising

*Kuartal Pertama
Sumber: Tech in Asia (diolah)

Sektor startup terbanyak yang berdiri pada tahun 2017 dan 2018
keduanya berasal dari sektor fintech, dimana pada tahun 2017 sektor
fintech sebesar 49% dari jumlah total 59 startup yang berdiri pada tahun
tersebut. Kemudian pada tahun 2018 yang merupakan kuartal pertama
dari tahun 2018, sektor fintech terdapat sebesar 55% dari total jumlah
startup yang berdiri pada tahun 2018 kuartal pertama yaitu sebanyak 11
startup.
Pada tahun 2017 sektor lain yang paling banyak berdiri berasal dari
sektor e-commerce, on-demand services dan media/social media yang
ketiganya sama-sama memiliki persentase sebesar 9% atau sebanyak 5
startup tiap sektor. Pada tahun 2018 sektor lain yang banyak berdiri
berasal dari sektor education sebesar 18% atau sebanyak 2 startup.
Namun diprediksi pada tahun 2018 kuartal selanjutnya sektor fintech dan
education masih dapat tumbuh dan semakin banyak berdiri startup baru
hingga akhir tahun 2018.

60
Sektor on-demand services yang mengalami peningkatan cukup besar
pada dua tahun sebelumnya, ditandai dengan banyaknya kemunculan
transportasi online yang ingin mengikuti kesuksesan Gojek. Namun
euphoria tersebut semakin terlihat dari tahun 2017 dimana jumlah
pendirian startup on-demand services yang semakin sedikit dan juga
merupakan tahun dimana terjadinya penurunan jumlah pendirian startup.

2.3 Jumlah Startup Digital berdasarkan Putaran Pendanaan dan


Nilai Investasi
Penelitian ini berhasil menghimpun data berupa jumlah total startup
digital yang ada di Indonesia serta jumlah startup digital yang
mengumumkan putaran pendanaan yang mereka peroleh serta jumlah
startup yang mengumumkan perolehan nilai investasi yang mereka
terima.

Gambar 4. 10
Jumlah Startup Digital berdasarkan Putaran Pendanaan dan Nilai Investasi

Sumber: Dailysocial, Tech in Asia & Crunchbase, diolah

61
Dari data yang berhasil diperoleh yaitu tentang startup digital mulai
dari tahun 2009 sampai kuartal pertama tahun 2018, menunjukkan startup
digital yang berhasil dihimpun berjumlah 519 startup digital di Indonesia
namun hanya sebanyak 176 startup digital yang mengumumkan status
pendanaannya serta sebanyak 100 startup digital yang mengumumkan
nilai investasi yang diperoleh.
Berdasarkan data diatas menunjukkan rincian mengenai jumlah
startup digital yang baru muncul setiap tahunnya serta jumlah startup
yang mengumumkan status pendanaan dan nilai investasinya, seperti pada
tahun 2017 menunjukkan total startup digital yang baru muncul pada
tahun tersebut yaitu sebanyak 55 startup dan jumlah startup digital yang
mengumumkan status pendanaannya sebanyak 6 startup serta jumlah
startup digital yang mengumumkan perolehan nilai investasi yang
diterimanya sebanyak 2 startup.
Data tersebut juga menunjukkan terjadi peningkatan kemunculan
startup baru yang sangat signifikan pada tahun 2015, potensi bubble
startup yang terjadi dalam kurun waktu 10 tahun tersebut dapat terlihat
peningkatan startup pada tahun 2014 dan mencapai puncak pada tahun
2015 serta penurunan pada tahun 2017 dan 2018, namun adanya bubble
startup pada tahun tersebut tidak mengindikasikan adanya bubble
economics. Hal tersebut dapat terjadi karena iklim bisnis serta investasi
yang baik dan jumlahnya terus berkembang setiap tahunnya, semakin
banyaknya startup digital yang mampu memperluas jaringan bisnis
hingga ke mancanegara.

3. Investasi Startup Digital di Indonesia Tahun 2009-2018


3.1 Investasi Startup Digital Berdasarkan Putaran Pendanaan
Penelitian ini memperoleh jumlah startup digital berdasarkan putaran
pendanaan yang mereka peroleh setiap tahunnya, namun tidak semua
startup digtal di Indonesia yang mengumumkan putaran pendanaan yang
diperolehnya. Penelitian ini memperoleh 176 yang mengumumkan
putaran pendanaanya dari 473 startup digital di Indonesia.

62
Gambar 4. 11
Investasi Startup Digital Berdasarkan Putaran Pendanaan

2011 2012

11%

20%
Seed Seed
Series A Series A
20% 33% 56%
60% Series B Series C

2013 2014

4% 4%
13%
Seed
19% Seed
9% Series A
Series A
Series B
74% 77% Series E
Series D

2015 2016
1%
2% 1%
12% 4%
7% Seed
Seed Series A
Series A Series B
25% 22%
61% Series B Series C
65%
Series C Series D
Series E

63
2017 2018 (Q1)
1%
1%
6%
3%
Seed
14%
Series A Seed
17%
48% Series B 44% Series A
Series C Series B
33%
Series D 33% Series E
Series F

Sumber: Tech in Asia, Crunchbase, Echelon27 & DailySocial, diolah

Data dalam penelitian ini dapat menunjukkan pada putaran pendanaan


mana investor cenderung untuk berinvestasi. Dapat terlihat dari berbagai
tahapan pendanaan dalam gambar diatas, investor banyak menanamkan
modalnya pada putaran pendanaan tahap awal (seed) pada startup digital
disusul dengan putaran pendanaan tahap pertama (series A). Hal tersebut
dapat terjadi dikarenakan modal yang dikeluarkan untuk tahap awal dan
tahap pertama nilainya tidak terlalu besar sehingga investor cenderung
untuk berinvestasi pada putaran tersebut.
Selain itu modal lain yang dimiliki investor digunakan untuk
mendanai startup lain dengan putaran serupa sehingga dengan modal
yang tidak besar investor dapat melakukan investasi di banyak startup
digital di Indonesia dari berbagai sektor. Lain halnya apabila investor
menanamkan modalnya pada startup digital dengan putaran pendanaan
pada tahap selanjutnya (advance) modal yang dikeluarkan untuk
mendanai startup pada putaran ini sangat besar sehingga hanya sedikit
startup yang dapat mereka tanamkan modalnya.
Jumlah pendanaan pada putaran awal masih menjadi pendanaan yang
paling besar diantara putaran pendanaan lainnya, peningkatan paling
besar terjadi pada tahun 2016 dimana pada pembahasan sebelumnya

64
diprediksi terjadi penggelembungan startup pada tahun 2014-2016
sehingga banyaknya startup yang muncul pada periode tersebut dan
membutuhkan pendanaan tahap awal.
Prediksi adanya penurunan jumlah startup setelah terjadinya
penggelembungan startup pada tahun 2014-2016 ditunjukkan dengan
jumlah startup yang semakin menurun. Data pada tahun 2018 merupakan
data kuartal pertama startup digital yang menunjukkan jumlah sebesar 18
startup, jumlah yang semakin menurun dibanding tahun sebelumnya
dalam kuartal yang sama yaitu tahun 2017 sebesar 27 startup dan 2016
sebesar 20 startup.
Namun pada tahap lanjutan (advance) hanya sedikit startup yang
memperoleh dana lanjutan dimana kebanyakan pada tahap lanjutan
investor cenderung melihat bagaimana perkembangan startup digital
tersebut dari mulai keuntungan yang diperoleh serta pengembangan
produknya. Hanya startup yang mampu bertahan saja yang dapat
memperoleh pendanaan lanjutan dari investor.
Pendanaan pada tahap lanjutan (advance) ini jumlahnya masih sangat
terbatas hanya startup-startup besar saja yang mampu bertahan dan
mampu untuk terus maju sampai tahap ini. Seperti startup digital Gojek
yang fokus pada sektor on-demand transportation mampu memperoleh
pendanaan sampai putaran series E disusul dengan Tokopedia yang
mampu sampai putaran series F.

3.2 Investasi Startup Digital Berdasarkan Asal Negara Investor


Data perolehan dalam penelitian ini juga menunjukkan jumlah investor
startup digital Indonesia yang berasal dari berbagai negara di dunia mulai
tahun 2011 sampai tahun 2018 pada kuartal pertama.

65
Gambar 4. 12
Investor Startup Digital Berdasarkan Asal Negara Investor

Sumber: Crunchbase, Echelon27 & Angel.co, diolah

Gambar diatas menunjukkan Negara asal investor pada startup digital


di Indonesia. Penelitian ini menunjukkan investor terbesar berasal dari
wilayah Asia Tenggara yang didominasi oleh Indonesia dan Singapura,
wilayah Asia Timur yang didominasi oleh Jepang, China dan Korea
Selatan serta investor asal Amerika Serikat.
Namun pada awal-awal perkembangan startup digital di Indonesia
yaitupada tahun 2011-2013 investor asal Indonesia masih dalam jumlah
yang sedikit, seiring dengan perkembangan startup digital di Indonesia
semakin banyak pula jumlah investor asal Indonesia. Investor asal China
lebih cenderung berinvestasi pada sektor e-commerce sedangkan Jepang
lebih berfokus pada sektor healthcare dan agriculture.
Amerika Serikat dan negara Eropa lainnya lebih banyak berinvestasi
pada sektor fintech dan on-demand services. Kecanggihan pelayanan
teknologi serta keunggulan produk yang ditawarkan oleh startup yang
memiliki keunikan tersendiri menjadi daya tarik investor asal Negara
tersebut untuk menanamkan modalnya pada startup digital di Indonesia.

66
3.3 Nilai Investasi Startup Digital di Indonesia
Perolehan data penelitian selanjutnya adalah nominan perolehan
investasi yang diterima oleh startup digital di Indonesia namun dari 176
startup yang mengumumkan status pendanaannya, hanya 100 startup yang
mengumumkan perolehan dana yang diterimanya. Kebanyakan perolehan
investasi yang diterima berasal dari putaran pendanaan tahap awal (seed).

Gambar 4. 13
Nilai Investasi Startup Digital Tahap Seed dan Series A (Juta U.S Dollar)

Sumber: Crunchbase & Echelon 27, diolah


Berdasarkan tabel diatas, diperoleh nilai investasi yang diperoleh
startup digital di Indonesia dari berbagai macam asal investor dari seluruh
dunia. Perolehan investasi pada putaran awal (seed) mengalami
peningkatan setiap tahunnya dan peningkatan terbesar yang diprediksi
merupakan puncak ternyadinya bubble pada startup yaitu pada tahun
2015-2016, namun perolehan tersebut semakin mengalami penurunan pada
tahun selanjutnya.
Dimana pada kuartal pertama tahun 2018 perolehan investasi pada
putaran awal ini sebesar 4.42 juta USD, perolehan tersebut merupakan

67
akumulasi dari berbagai startup digital di Indonesia pada putaran awal
yang rata-rata perolehan investasinya sebsar 500 ribu sampai 1 juta USD.

Gambar 4. 14
Nilai Investasi Tahap Lanjutan Startup Digital (Juta USD)

1600 1500
1400

1200 1100
1000

800
644
600 550

400

200 147 106.5


51
0 0 0 0 0
0
2016 2017 2018 (Q1)
Series B Series D Series E Series F

Sumber: Crunchbase & Echelon 27, diolah

Selain itu penelitian ini juga menghasilkan nilai investasi tahap


lanjutan yang diperoleh oleh startup digital di Indonesia, dimana tahap
lanjutan pada putaran series B diperoleh akumulasi nilai investasi pada
tahun 2017 sebesar 644 juta USD dan nilai terbesar pada tahun 2016
berada pada putaran pendanaan series D sebesar 550 juta USD.
Nilai investasi terbesar berasal dari putaran tahap lanjutan yaitu series
E mendapatkan perolehan sebesar 1.5 milyar USD pada satu startup saja
yaitu Gojek. Dan perolehan investasi sebesar 1.1 milyar USD pada satu
startup yaitu Tokopedia. Investasi yang paling besar menyumbang dana
masuk ke dalam negeri berasal dari startup digital dengan putaran
pendanaan lanjutan karena perolehan dananya sebesar 100 juta sampai 1
milyar USD.

68
4. Nilai dan Estimasi Penjualan E-Commerce Terhadap PDB Indonesia
Penelitian ini juga memperoleh data yang didapatkan dari Statista.com
mengenai estimasi penjualan e-commerce yang berasal dari nilai penjualan
tahun-tahun sebelumnya sehingga dapat dibuat prediksi untuk lima tahun
kedepan.
Gambar 4. 15
Nilai dan Estimasi Penjualan E-Commerce di Indonesia 2016-2022 (Juta
USD)

18000 16475
16000 14415
14000 12341
12000 10369
10000 8591
8000 7056
5780
6000
4000
2000
0
2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022

E-Commerce Sales in million USD

Sumber: Statista, 2018 (diolah)

Tabel 4.1
Sumbangan Sektor Startup Digital Terhadap PDB Indonesia
Tahun PDB Kontribusi e- Fintech E-Commerce
commerce thdp
PDB
2016 932.3 Milyar 3.61% 20.14 Triliun 77 Triliun
USD (12.492
Triliun Rupiah)
2017 999.1 Milyar 4% 25.97 Triliun 97 Triliun
USD (13.588
Triliun Rupiah)
Sumber: BPS, CIPS & Indef

69
Berdasarkan gambar diatas diperoleh nilai penjualan e-commerce di
Indonesia serta dilakukan perkiraan nilai yang akan diperoleh empat tahun
kedepan, perkiraan tersebut diperoleh berdasarkan ekspektasi dari para
investor serta founder dari startup e-commerce tersebut. Berdasarkan data pada
Tabel 4.1 yang bersumber dari BPS, Center for Indonesian Policy Studies
(CIPS) dan Institute for Development of Economics and Finance (Indef)
menyebutkan kontribusi sektor ekonomi digital terhadap PDB Indonesia.
Kontribusi sektor ekonomi digital terhadap PDB Indonesia yaitu sektor e-
commerce dapat diprediksi dari nilai transaksi yang diperoleh setiap tahunnya,
dimana pada tahun 2016 nilai transaksi e-commerce sebesar 5.7 milyar USD
atau sebesar 77 triliun Rupiah. Jumlah tersebut meningkat pada tahun 2017
menjadi 7.1 milyar USD atau sebesar 97 triliun Rupiah.
Sektor e-commerce dan fintech berkontribusi terhadap PDB sebesar 3.61
% pada tahun 2016 dan meningkat sebesar 4% pada tahun 2017. Diprediksi
kontribusi sektor tersebut meningkat pada tahun 2018 menjadi 10%.
Kontribusi yang baru tercatat hanya berasal dari dua sektor tersebut dan
diharapkan sektor lain dalam startup digital juga dapat segera dicatatkan agar
dapat terakumulasi total kontribusi seluruh sektor dalam startup digital bagi
PDB Indonesia.

5. Jumlah Startup Digital Yang Tutup di Indonesia


Penelitian ini juga menunjukkan jumlah startup digital di Indonesia yang
tutup pada dari tahun 2014-2018, startup digital yang tutup pada tahun-tahun
tersebut merupakan startup yang kurang memperoleh pendanaan untuk
mengembangkan produk serta penjualan produk mereka di pasaran.

5.1 Jumlah Startup Digital Yang Tutup Tahun 2014-2018


Penelitian ini juga menampilkan jumlah startup digital yang menutup
bisnisnya. Data penutupan diperoleh mulai tahun 2014 hingga tahun 2018,
dimana penutupan tersebut berasal dari penggelembungan jumlah startup
digital pada tahun-tahun sebelumnya.

70
Gambar 4. 16
Jumlah Startup Digital Yang Tutup Tahun 2014-2018

25

20
20

15 13
12

10

5
5
1
0
2018 2017 2016 2015 2014

2018 2017 2016 2015 2014

Sumber: Tech in Asia & DailySocial, diolah

Berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian tersebut, jumlah


startup digital yang mengakhiri bisnisnya paling banyak yaitu pada tahun
2016 dimana terdapat 20 startup digital yang menutup layanannya disusul
oleh tahun 2015 dengan jumlah startup digital yang tutup pada tahun
tersebut sebanyak 13 startup.
Sektor startup digital yang banyak mengalami penutupan berasal dari
sektor on-demand services, dimana pada tahun 2014-2016 banyak
kemunculan startup baru yang ingin mengikuti kesuksesan Gojek sehingga
banyak berdirinya startup baru dalam bidang online transportation seperti
Blu-jek, Lady-jek, Ojek Syari, Top-jek, Smart-jek dan lain sebagainya
tanpa adanya persiapan yang matang sebelum peluncuran produk mereka.
Penutupan startup digital tersebut kebanyakan terjadi karena kurannya
modal yang mereka terima serta tidak dapat menentukan bagaimana arah
bisnis yang mereka jalankan kedepannya demi meraih keruntungan yang
besar. Selain itu kurangnya pengetahuan dan pengalaman founder serta tim
yang bekerja di dalamnya mengenai sektor apa yang mereka dalami
sehingga tujuan dari pendirian bisnis tersebut tidak dapat tercapai serta

71
didasari oleh adanya perbedaan pandangan antara founder dengan tim
eksekutif mereka.
Gambar 4.17
Jumlah Startup Digital Yang Tutup Per Sektor

4% 10%
E-Commerce
30% Fintech
10% On-demand
Dating
4% Media/Social Media
4% SaaS
Games
12%
Travel
26%

Sumber: Tech in Asia & DailySocial, diolah

Jumlah startup digital yang tutup paling banyak berasal dari sektor e-
commerce yaitu sebanyak 15 startup diantaranya Shopious, Paraplou dan
Lolabox. Disusul penutupan startup sektor on-demand services yaitu
sebanyak 13 startup diantaranya berasal dari startup penyedia jasa
transportasi online yaitu Smart Jek, Call Jek, Jeger Taksi dan Ojek koe yang
hanya mampu bertahan selama 1 tahun dikarenakan adanya irrational
exuberance dari pendirinya.
Sektor lain yang juga banyak mengalami penutupan yaitu fintech
sebanyak 6 startup diantaranya Wujudkan, Inapay, dan Kreditaja. Startup
tersebut tidak mampu untuk terus bertahan dikarenakan tidak mampu
mendapatkan konsumen tetap dan kurangnya inovasi yang ditawarkan
sehingga tidak adanya perbedaan jasa yang diberikan antara satu startup
dengan startup lainnya.

72
5.2 Lama Operasional Startup Digital Yang Tutup
Penelitian ini juga menghasilkan data mengenai waktu startup digital
tersebut dapat bertahan di industri teknologi yang merupakan hasil dari
pengembangan data sebelumnya yaitu jumlah startup digital yang tutup di
Indonesia.

Gambar 4. 17
Lama Operasional Startup Digital Yang Tutup

2
5
18
6

15

6 tahun 5 tahun 4 tahun 3 tahun 2 tahun 1 tahun

Sumber: Tech in Asia & Dailysocial, diolah


Berdasarkan data penelitian pada gambar diatas, diperoleh waktu
startup digital yang sudah menutup layanannya di Indonesia seberapa
lama mereka dapat bertahan dari mulai waktu pendirian startup sampai
waktu penutupan layanan. Data tersebut menunjukkan sebanyak 18 startup
yang tutup hanya mampu bertahan selama satu tahun dalam menjalankan
kegiatan operasional mereka.
Startup digital yang mendominasi waktu penutupan jangka waktu satu
tahun berasal dari sektor on-demand services yaitu online transportation
seperti Blu-jek, Smart-jek, Ojek Syari, Top-jek, Lady-jek, Bang-jek dan
ojek online lainnya. Mereka hanya mampu bertahan selama satu tahun
dikarenakan sepinya peminat akan jasa mereka dan brand mereka belum
banyak dikenal oleh masyarakat luas, masyarakat cenderung lebih memilih

73
transportasi online dari Gojek maupun Grab karena sudah memiliki
banyak mitra dan lebih terjangkau oleh masyarakat.
Selain itu selama waktu 2 tahun berjumlah 15 startup yang mampu
bertahan pada waktu tersebut. Startup yang mampu bertahan selama dua
tahun kebanyakan berasal dari sektor e-commerce serta fintech
crowdfunding, dimana sektor e-commerce apabila tidak mampu
memperoleh keuntungan dari penjualan yang mereka tawarkan maka
startup tersebut tidak bisa bertahan dikarenakan tidak mampu untuk
menutupi modal yang terus mereka keluarkan untuk ketersediaan produk
yang ditawarkan.
Sektor fintech crowdfunding juga hanya mampu bertahan selama dua
tahun dikarenakan kegiatan penggalangan dana yang mereka tawarkan
tidak dapat mencapai target serta pihak yang menerima hasil dari
penggalangan dana juga tidak tepat sasaran sehingga tujuan dari
penggalangan dana tersebut tidak tercapai dan banyak pihak pemberi dana
yang merasa dirugikan akibat tidak tepat sasarannya campaign tersebut.

6. Estimasi Perkembangan E-Commerce di Indonesia Pada Tahun 2025


Penelitian ini juga memperoleh data prediksi mengenai perkembangan
sektor e-commerce pada tahun 2025 dilihat dari estimasi populasi,
pendapatan yang diterima perusahaan baik jumlah total pendapatan maupun
jumlah perkapita
Tabel 4. 2
Estimasi Perkembangan E-Commerce di Indonesia Tahun 2025
Population 294.000.000 jiwa
E-Commerce GMV US$ 46.000.000.000
E-Commerce % of total retail 8.0 %
E-Commerce GMV per kapita US$ 157
Sumber: eCommerceIQ, 2016

GMV atau Gross Merchandise Value merupakan nilai total barang yang
diperjualbelikan selama jangka waktu tertentu (Investopedia.com, 2017).

74
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan perkiraan atau prediksi mengenai
perkembangan e-commerce di Indonesia pada tahun 2025, dimana jumlah
populasi yang diprediksi mencapai 294 juta jiwa atau mengalami peningkatan
sebesar 122% dalam kurun waktu 8 tahun kedepan dari jumlah populasi pada
tahun 2017 sebesar 262 juta jiwa atau peningkatan populasi sebesar 15.25%
setiap tahunnya.
Prediksi jumlah total retail atau barang yang ditawarkan pada sektor e-
commerce sebesar 8% pada tahun 2025. Jumlah barang tersebut diprediksi
naik seiring dengan prediksi kenaikan permintaan konsumen di Indonesia.
Total pendapatan startup digital dari sektor e-commerce diprediksi dapat
mencapai 46 milyar U.S Dollar pada tahun 2025 atau rata-rata pendapatan
yang diperoleh startup dari setiap orang adalah sebesar 157 USD. Hal
tersebut dapat diprediksi melihat dari semakin besarnya jumlah digital buyers
di Indonesia yang menghabiskan waktu dan uang yang mereka miliki dengan
berbelanja online.
Selain itu startup digital dari sektor e-commerce yang telah mendapatkan
putaran pendanaan pada tahap lanjutan memiliki peluang untuk semakin
memperluas jaringan bisnisnya serta dapat menjangkau berbagai kebutuhan
dan wilayah di Indonesia.

7. Kebijakan Pemerintah
7.1 Kebijakan Kementerian Keuangan
Kementerian Keungan Republik Indonesia melalui Direktorat Jendral
Pajak telah mengatur tentang perpajakan atas sektor e-commerce yang
telah diatur dalam Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-
62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi E-
Commerce. Pengaturan tersebut melingkupi penghitungan pajak bagi
sektor e-commerce baik pajak penghasilan ataupun pajak pertambahan
nilai.
Kementerian Keungan mengklasifikasikan e-commerce menjadi 4
model berdasarkan transaksi yang dilakukan:

75
1) Online Marketplace yaitu kegiatan jual beli berupa Toko ataupun
Mal yang berbasis online/internet dan menyediakan berbagai produk
didalamnya.
2) Classified Ads yaitu kegiatan menyediakan tempat untuk periklanan
barang/jasa yang ditujukan bagi pengguna iklan melalui situs yang
disediakan oleh penyelenggara Classified Ads.
3) Daily Deals yaitu kegiatan menyediakan tempat untuk menjual
barang/jasa kepada pembeli dengan menggunakan voucher sebagai
sarana pembayaran.
4) Online Retail yaitu kegiatan menjual barang/jasa oleh Penyelenggara
Online Retail kepada Pembeli dalam situs Online Retail.

Keempat model transaksi tersebut memiliki regulasi yang berbeda


terkait tata cara menghitung pajaknya. Namun sektor e-commerce telah
memiliki ketentuan yang jelas mengenai kewajiban pembayaran pajak bagi
penyelenggara startup digital e-commerce. Selain penyelenggara e-
commerce, pihak pembeli juga dikenakan pajak melalui pajak
pertambahan nilai (PPn) yang dibayarkan oleh pembeli setiap melakukan
transaksi melalui situs jual beli tersebut.

7.2 Kebijakan Otoritas Jasa Keuangan


Kebijakan yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan mengatur
tentang layanan peminjaman uang telah diatur dalam Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan No 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi Informasi, dimana dalam Pasal 1 ayat 3 lembaga
peminjam uang berbasis teknologi informasi yang dimaksud adalah
lembaga yang memberikan jasa untuk mempertemukan peminjam dan
pemberi pinjaman melalui sistem elektronik dan jaringan internet.
Kegiatan yang dimaksud sudah banyak dilakukan oleh startup digital di
Indonesia khususnya dalam sektor fintech dimana jasa yang diberikan
kebanyakan berupa jasa pinjam meminjam uang dan dompet elektronik.
Dalam peraturan tersebut mengatur tentang syarat bagi startup digital
yang ingin membuka usaha dalam sektor fintech ini yang memberikan jasa

76
peminjaman uang yaitu harus memiliki modal awal sebesar 2.5 milyar
rupiah tercantum dalam Pasal 4 Ayat 3 dan nominal maksimal peminjaman
yang dapat diberikan kepada peminjam ialah sebesar dua milyar rupiah
dalam Pasal 6 Ayat 2.
Peraturan yang dikeluarkan OJK tersebut telah memberikan aturan
terperinci yang harus ditaati oleh startup fintech sebagai penyelenggara
jasa, calon peminjam dan pemberi pinjaman. Sehingga diharapkan dengan
dibuatnya peraturan tersebut dapat mendorong sektor usaha kecil dan
menengah serta menghindari terjadinya penipuan agar sektor bisnis dapat
berkembang dengan baik mengikuti perkembangan zaman yang serba
digital.

7.3 Kebijakan Bank Indonesia


Kebijakan mengenai startup fintech dikeluarkan oleh institusi Bank
Indonesia yang tercantum dalam Pasal 5 dan 6 mengenai perizinan yang
tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia No 18/40/PBI/2016 tentang
Penyelengaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran untuk mendirikan
penyelenggara jasa sistem pembayaran seperti yang saat ini banyak
dilakukan oleh startup fintech yaitu sebagai penyedia payment gateway
atau dompet elektronik.
Hal tersebut tertulis dalam Pasal 9 ayat 1 dimana startup yang ingin
menyelenggarakan jasa pembayaran payment gateway atau dompet
elektronik harus memiliki aspek-aspek sebagai berikut:
a) Legalitas dan profil perusahaan
b) Hukum
c) Kesiapan operasional
d) Keamanan dan keandalan sistem
e) Kelayakan bisnis
f) Kecukupan manajemen risiko
g) Perlindungan konsumen

Aspek-aspek tersebut harus dapat dipenuhi oleh startup digital


khususnya dalam sektor fintech untuk dapat memperoleh izin operasional

77
di Indonesia dan juga memiliki legalitas mengenai jenis usaha yang di
jalankannya. Persyaratan tersebut perlu dilakukan oleh startup untuk
melindungi konsumen dari segala jenis penipuan yang dapat terjadi di
kemudian hari.
Selain itu dalam Pasal 4 Peraturan Bank Indonesia No 19/12/PBI tahun
2017 tentang Penyelengaraan Teknologi Finansial mengatur tata cara
pendafaran, ruang uji coba (regulatory sanbox), perizinan serta
pengawasan terhadap startup fintech dimana bank Indonesia mewajibkan
bagi setiap startup fintech untuk mendaftarkan perusahaannya ke Bank
Indonesia agar dapat terpantau kegiatannya serta tidak merugikan
konsumen. Karena dalam implementasinya startup fintech tersebut harus
lolos dalam tahap uji coba sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan oleh
Bank Indonesia untuk dapat beredar dipasaran.
Tata cara uji coba (regulatory sandbox) tersebut tercantum dalam Pasal
4 Peraturan Anggota Dewan 19/14/PADG tahun 2017 tentang ruang uji
coba terbatas (regulatory sandbox) teknologi finansial, dimana dalam uji
coba tersebut startup fintech diharuskan mempresentasikan mengenai
model bisnis serta produk yang ditawarkan kepada Bank Indonesia.
Selain itu, tata cara pelaksanaan pendaftaran startup fintech tercantum
dalam Peraturan Anggota Dewan No 19/15/PADG tahun 2017 tentang tata
cara pendaftaran, penyampaian informasi dan pemantauan penyelengara
teknologi finansial sudah jelas dipaparkan dalam peraturan tersebut
sehingga dapat memudahkan pelaku bisnis startup fintech untuk
mendapatkan status resmi dari pemerintah.
Kebijakan tersebut dilakukan pemerintah untuk menertibkan pelaku
bisnis startup digital untuk dapat terdata oleh pemerintah sehingga apabila
ada aduan dari masyarakat mengenai tindakan startup yang menyalahi
aturan serta undang-undang maka dapat diproses secara cepat dan
memiliki legalitas hukum yang jelas sehingga masyarakat atau konsumen
tidak dirugikan.

78
7.4 Kebijakan Peraturan Presiden Republik Indonesia
Presiden Republik Indonesia telah mengeluarkan arahan dan langkah-
langkah dalam pelaksanaan transaksi yang berbasis elektronik melalui
Peraturan Presiden Republik Indonesia No 74 Tahun 2017 tentang Peta
Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Road Map E-
Commerce) Tahun 2017-2019 atau disebut Peta Jalan SPNBE 2017-2019.
Dalam Pasal 2 Ayat 2 menjelaskan mengenai program yang tekandung
dalam Peta Jalan SPNBE 2017-2019 yaitu:
a) Pendanaan
b) Perpajakan
c) Perlindungan konsumen
d) Pendidikan dan sumber daya manusia
e) Infrastruktur komunikasi
f) Logistik
g) Keamanan siber (cyber security) dan
h) Pembentukan Manajemen Pelaksana Peta Jalan SPNBE 2017-
2019.
Tujuan yang dari pelaksaan program ini tercantum dalam Pasal 3 Ayat
1 yaitu untuk memberikan arahan dan panduan strategis dalam percepatan
pelaksanaan e-commerce sampai tahun 2019. Dimana sasaran pelaksanaan
program ini ialah para stakeholders yang dapat mempercepat iklim
pertumbuhan e-commerce di Indonesia.

79
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Perkembangan startup digital di Indonesia dalam 9 tahun terakhir kini


telah memasuki babak baru, dimana semakin banyak startup yang mulai
memasuki pendanaan tahap lanjutan dan dapat melakukan memperluas
jaringan bisnis agar dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar.
Selain itu setiap tahunnya startup digital baru terus tumbuh dan
berkembang dari berbagai fokus sektor, dengan semakin banyaknya
jumlah startup digital baru maka persaingan antar produk dan jasa yang
ditawarkan juga akan semakin besar sehingga produk-produk yang inovatif
akan terus bermunculan.
2. Bubble startup sudah terjadi di Indonesia, hal tersebut ditandai dengan
peningkatan jumlah startup digital yang sangat tajam ditunjukkan dari
peningkatan jumlah startup tahun 2012 sampai 2015 sebesar 158%. Pada
tahun 2012 jumlah startup digital sebanyak 46 startup dan semakin
bertambah hanya dalam waktu tiga tahun menjadi 119 startup yang
menjadi puncak dari bubble startup pada tahun 2015. Tingginya euphoria
untuk mendirikan startup semakin besar menjadikan banyaknya kemiripan
produk yang ditawarkan antara satu dengan lainnya. Sehingga startup
digital yang baru muncul serta hanya mengikuti startup lain yang sudah
lebih unggul tidak dapat bertahan lama dan akhirnya harus tumbang.
3. Kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah Indonesia masih bersifat
umum dan belum diatur secara spesifik tiap-tiap sektor yang ada dalam
startup. Belum adanya roadmap yang dikeluarkan khusus untuk
memperkuat ekosistem startup digital di Indonesia. Kebijakan yang
dikeluarkan sebagai bentuk dukungan agar startup digital dapat terus
tumbuh dan berkembang di Indonesia tanpa membatasi inovasi dan
kreatifitas yang dimiliki para tim namun lebih kepada melindung
masyarakat Indonesia sebagai konsumennya.

81
B. Saran
1. Saran Praktis
 Bagi pihak pengambil keputusan khususnya pmerintah dalam
mengeluarkan atau membuat regulasi yang berhubungan dengan iklim
bisnis startup digital di Indonesia agar memberikan kemudahan bagi
startup digital di Indonesia untuk memperoleh legalitas usaha yang
resmi dari pemerintah Indonesia dikarenakan sampai saat ini regulasi
yang ada belum terperinci dan lebih terfokus pada sektor fintech saja
sedangkan sektor startup digital di Indonesia memiliki berbagai
macam jenis.
Selain itu peraturan mengenai hak paten bagi ide-ide yang dikeluarkan
oleh startup digital di Indonesia perlu ditekankan dan diberikan
kemudahan bagi innovator dari startup digital untuk dapat
mendaftarkan patennya mengenai ide yang telah dibuat dan
dikembangkan agar startup digital di Indonesia dapat semakin
berkembang dengan sehat.
 Bagi pihak startup digital di Indonesia untuk terus mengembangkan
ide serta inovasi yang dimiliki untuk dapat ikut serta membangun iklim
bisnis yang kuat di Indonesia dan dapat bersaing dengan startup digital
yang berasal dari negara lain. Sehingga investor asing semakin
berminat untuk dapat menanamkan modalnya di Indonesia.

2. Saran Teoritis
 Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambahkan indikator
lain untuk dapat memprediksi kondisi startup digital di Indonesia
setelah tahun 2020 atau setelah Indonesia mencapai puncak bonus
demografi, dimana variable yang ditambahkan ialah tenaga kerja
Indonesia yang terserap oleh startup digital di Indonesia dan sektor
mana saja yang banyak menyerap tenaga kerja Indonesia.

82
DAFTAR PUSTAKA

Buku Dan Jurnal Ilmiah


Allen, Franklin. Douglas Gale. (2000). Bubbles and Crises. The Economic
Journal: January 110, 236-255.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. (2014). Penggunaan Internet
Sektor Bisnis 2013.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. (2015). Profil Pengguna Internet
Indonesia 2014.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. (2016). Infografis Penetrasi &
Perilaku Pengguna Internet Indonesia Survey 2016.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. (2017). Infografis Penetrasi &
Perilaku Pengguna Internet Indonesia Survey 2017.
Basco, S. A. Crespo. (2014). Productivity and Asset Prices: An Empirical
Analysis of The Dot-Com Bubble. Universidad Carlos III de Madrid.
European University Institute.
Brunnermeier, Markus K. (2008). Bubbles. New Palgrave Dictionary of
Economics, Second Edition.
Brunnermeier, Markus K. M. Oehemke. (2012). Bubbles, Financial Crises, and
Systemic Risk.
Calopa, Marina Klacmer, Jelena Horvat, Maja Lalic. (2014). Analysis of
Financing Sources For Start-Up Companies. Management Journal: Vol.
19, pp. 19-44.
Carvalho, A.G., R.B. Pinheiro., J.O. Sampaio. (2017). Dotcom Bubble
Underpricing. School of Business at Sao Paulo, Federal Reserve Bank of
Cleveland, School of Economics at Sao Paulo. Social Science Research
Network.
Chalid, Pheni. (2016). Trust: Modal Transaksi Ekonomi dan Relasi Sosial.
Jakarta: Center for Social Economic Studies (CSES) Press.
Daily Social Annual Startup Report 2017.
Daily Social Annual Startup Report 2016. Indonesia Tech Startup Report 2016.
Daily Social. Indonesia Startup Report 2015. DS Annual Startup Report 2015.

83
Frehen, R.G.P, W.N. Goetzmann, K.G. Rouenhorst. (2009). New Evidence on The
First Financial Bubble. Working Paper National Bureau of Economic
Research.
Garber, Peter. M. (1989). Tulipmania. The Journal of Political Economy, Vol. 97,
No. 3, pp 535-560. The University of Chicago Press.
______________ (1990). Famous First Bubble. The Journal of Economic
Prespectives, Vol. 4, No. 2, pp 35-54.
______________ (2000). Famous First Bubble: The Fundamentals of Early
Manias. The Massachusetts Institute of Technology Press, United States of
America.
Girdzijauskas, S, D. Streimikienė, J. Čepinskis, V. Moskaliova, E. Jurkonytė, R.
Mackevičius. (2009). Formation of Economic Bubbles: Causes and
Possible Preventions. Technological and Economic Development of
Economy. Baltic Journal on Sustainability Vol. 15 No. 2, pp 267-280
Guttman, Robert. (2009). Asset Bubbles, Debt Deflation, and Global Imbalances.
International Journal of Political Economy Vol. 38 No. 2, pp 45-68.
Herdiansyah, Haris. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Penerbit
Salemba Humanika.
_______________. (2015). Wawancara, Observasi, Dan Focus Groups: Sebagai
Instrumen Penggalian Data Kualitatif. Jakarta: Rajawali Press.
Hermawan, Asep. (2006). Penelitian Bisnis Paradigma Kuantitatif. Jakarta: PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo).
Himmelberg, C. C. Mayer, T. Sinai. (2005). Assesing High House Prices:
Bubbles, Fundamentals, and Misperceptions. Federal Reserve Bank of
New York Staff Reports No. 218.
Idrus, Muhammad. (2009). Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta: Penerbit
Erlangga
International Organization of Securities Commisions. (2017). IOSCO Research
Report on Financial Technology (Fintech)..
Kaliva, K. L. Koskinen. (2006). Stock Market Bubbles, Inflation, and Investment
Risk. Helsinki School of Economics, Helsinki, Finland.

84
Kindleberger, Charles P. Robert Aliber. (2011). Manias, Panics, and Crashes: A
History of Financial Crises. England: Palgrave Macmillan.
Manurung, Adler Haymans. (2012). Bubble Prices: Money Market, Stock and
Property. Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanegara.
Minsky, H. (1986). Stabilizing An Unstable Economy. United States of America:
Yale University Press.
Mizuno, T, T. Ohnishi, T. Watanabe. (2017). Stock Market Bubble Detection
based on The Price Dispersion among similar listed Firms. Grant-in-Aid
for Scientific Research. Real Estate Markets, Financial Crisis, and
Economic Growth: An Integrated Economic Approach. Working Paper
Series No. 67.
Mudjiyanto, Bambang. (2018). Exploratory Research In Communication Study.
Jurnal Studi Komunikasi Dan Media Vol 22 No 1. Kementerian Kominfo.
Mulyana, Deddy. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Neal, Larry. Eric Schubert. (1985). The First Rational Bubbles: A New Look at
The Mississippi and South Sea Schemes. Faculty Working Paper No. 1188.
College of Commerce and Business Administration University of Illinois,
Urbana-Champaign.
Ofek, Eli. M. Richardson. (2003). DotCom Mania: The Rise and Fall of Internet
Stock Prices. The Journal of Finance, Vol. VIII, No. 3.
Oxford Advanced Learner Dictionary International Student’s Edition. England:
Oxford University Press
Peicuti, Christina. (2014). The Great Depression and The Great Recession: A
Comparative Analysis of their Analogies. The European Journal of
Comparative Economics, Vol. 11, No. 1, pp 55-78.
Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 19/14/PADG/2017 Tentang Ruang
Uji Coba Terbatas (Regulatory Sandbox) Teknologi Finansial. Bank
Indonesia.
Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 19/15/PADG/2017 Tentang Tata
Cara Pendaftaran, Penyampaian Informasi, dan Pemantauan
Penyelenggara Teknologi Finansial. Bank Indonesia.

85
Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/2016 Tentang Penyelengaraan
Pemrosesan Transaksi Pembayaran. Bank Indonesia
Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelengaraan
Teknologi Finansial. Bank Indonesia.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2017 Tentang Peta Jalan
Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Road Map E-
Commerce) Tahun 2017-2019.
Podo, Hadi. Joseph J. Sullivan. (2005). Pandai Berbahasa Inggris Kamus
Ungkapan Indonesia-Inggris. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal:
1101.
Putera, Nusa. (2012). Penelitian Kualitatif: Proses & Aplikasi. Jakarta: Penerbit
Indeks.
Raluca, Irina. Busuioc Witowschi, Alexandru Ioan Cuza. (2010). Theories About
The Financial Crises. Studies and Scientific Researches, Economics
Edition No. 15.
Rizqita, A. N. (2015). Preferensi Konsumen Dan Daya Saing Bisnis Batu Akik:
Menghadapi Pasar Persaingan Kompetitif Asean 2015. UIN Jakarta.
Satori, Djam’an. Aan Komariah. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: Penerbit Alfabeta.
Sceinkman, Jose A. Wei Xiong. (2003). Overconvidence and Speculative Bubbles.
Journal of Political Economy Vol. 111 No. 6. The University of Chicago.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE- 62/PJ/2013 Tentang Penegasan
Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi E-Commerce. Direktorat Jendral
Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Taemin, P, H.J. Voth. (2004). Riding The South Sea Bubble. The American
Journal Review, Vol. 94 No. 5 pp. 1654-1668.
Thiel,P. (2014). Zero To One: Notes on Startup or How to Build The Future. New
York: Crown Publishing Group. United States.
Uzzaman, Anis. (2015). StartupPedia: Panduan Membangun Startup ala Silicon
Valley. Yogyakarta: Penerbit Bentang.

86
Van Der Veen, A. Maurits. (2012). The Dutch Tulip Mania: The Social
Foundations of a Financial Bubble. Department of Government. College
of William & Mary, Virginia, United States.
White, E.N. (1990). The Stock Market Boom and Crash on 1929 Revisited. The
Journal of Economic Perspectives, Vol. 4, No. 2, pp 67-83.
__________. (2008). The Great American Real Estate Bubble of The 1920s:
Causes and Consequences. Rutgers University and NBER, New
Brunswick, USA.
Yanik, S. Y. Ayturk. (2011). Rational Speculative Bubbles in Istanbul Stock
Exchange. The Journal of Accounting and Finance, Istanbul University.
Yin, Yip Chee. W.K. Hoong, O.K. Hoe, N.B. Aminaddin, N.B. Abu Hasan.
(2017). Boom-Bust Housing Price Dynamic: The Case of Malaysia.
International Journal of Economics and Financial Issues, Vol. 7, No. 4, pp
132-138.

Internet
https://id.techinasia.com/drama-yang-menimpa-sembilan-startup-indonesia-di-
2016 (diakses pada 23 Maret 2018 pukul 11.12 WIB).
https://dailysocial.id/post/5-startup-lokal-yang-menutup-layanan-di-tahun-2015
(diakses pada 23 Maret 2018 pukul 11.24 WIB).
https://id.techinasia.com/20-startup-gagal-asia-2015 (diakses pada 23 Maret 2018
pukul 11.30 WIB).
https://dailysocial.id/post/zeemi-ganti-model-bisnis-tutup-layanan-live-streaming-
berbasis-user-generated-content (diakses pada 23 Maret 2018 pukul 11.36
WIB).
https://dailysocial.id/post/layanan-pemesanan-hotel-budget-tinggal-dikabarkan-
segera-tutup-layanan/ (diakses pada 23 Maret 2018 pukul 11.45 WIB).
https://id.techinasia.com/aplikasi-kencan-wavoo-ditinggal-founder-bagaimana-
kelanjutannya (diakses pada 23 Maret 2018 pukul 16.20 WIB).
https://id.techinasia.com/cerita-pelajaran-tutupnya-valadoo (diakses pada 23
Maret 2018 pukul 16.34 WIB).

87
https://dailysocial.id/post/rocket-internet-segera-tutup-layanan-marketplace-
lamido (diakses pada 23 Maret 2018 pukul 16.46 WIB).
https://dailysocial.id/post/penyedia-jasa-escrow-inapay-resmi-tutup-layanan
(diakses pada 23 Maret 2018 pukul 17.01 WIB).
https://dailysocial.id/post/penyedia-jasa-kurir-serba-bisa-handymantis-dikabarkan-
akan-tutup-layanan (diakses pada 25 Maret 2018 pukul 08.41 WIB).
https://dailysocial.id/post/online-beauty-shop-beautytreats-indonesia-might-have-
been-shut-down (diakses pada 25 Maret 2018 pukul 09.11 WIB).
https://id.techinasia.com/abraresto-runtuh-menelantarkan-pekerjanya (diakses
pada 25 Maret 2018 pukul 09.15 WIB).
https://www.techinasia.com/danny-taniwan-alikolo-startup-failure-indonesia
(diakses pada 25 Maret 2018 pukul 09.18 WIB).
https://dailysocial.id/post/foodpanda-indonesia-resmi-tutup-layanan (diakses pada
25 Maret 2018 pukul 09.25 WIB).
https://dailysocial.id/post/mendapat-pendanaan-tidak-menjamin-kebertahanan-
startup (diakses pada 25 Maret 2018 pukul 09.28 WIB).
https://id.techinasia.com/inilah-alasan-yang-menyebabkan-ensogo-kolaps (diakses
pada 25 Maret 2018 pukul 09.40 WIB).
https://dailysocial.id/post/umumkan-penutupan-layanan-lolabox-kesulitan-penuhi-
pengadaan-sampel-produk-kecantikan (diakses pada 25 Maret 2018 pukul
09.47 WIB).
https://dailysocial.id/post/penutupan-jade-dan-terhentinya-coral-tanda-persaingan-
industri-e-commerce-indonesia-semakin-ketat (diakses pada 25 Maret
2018 pukul 10.00 WIB).
https://id.techinasia.com/ensogo-tutup-semua-lini-marketplace-di-asia-tenggara
(diakses pada 10 April 2018 pukul 09.15 WIB).
https://dailysocial.id/post/situs-panduan-restoran-openrice-tutup-kantor-
perwakilannya-di-indonesia (diakses pada 10 April 2018 pukul 09.33
WIB).
https://id.techinasia.com/sukamart-hentikan-layanan-untuk-pelanggan-individual
(diakses pada 10 April 2018 pukul 09.40 WIB).

88
https://id.techinasia.com/synergo-raih-pendanaan-awal (diakses pada 10 April
2018 pukul 09.46 WIB).
https://id.techinasia.com/tripal-platform-wisata-hubungkan-turis-dengan-
penduduk (diakses pada 17 April 2018 pukul 13.25 WIB).
https://id.techinasia.com/daftar-startup-teknologi-jasa-finansial (diakses pada 17
April 2018 pukul 13.36 WIB).
https://www.investopedia.com/ask/answers/12/what-is-a-startup.asp (diakses pada
17 April 2018 pukul 13.54 WIB).
https://www.statista.com/statistics/280925/b2c-e-commerce-sales-in-indonesia/
(diakses pada 10 Mei 2018, 11.59 WIB).
https://www.statista.com/statistics/254456/number-of-internet-users-in-indonesia/
(diakses pada 10 Mei 2018, pukul 12.13 WIB).
https://www.statista.com/statistics/251635/number-of-digital-buyers-in-indonesia/
(diakses pada10 Mei 2018, pukul 12.39 WIB).
https://www.statista.com/statistics/261334/b2c-e-commerce-sales-growth-in-
indonesia/ (diakses pada 10 Mei 2018, pukul 12.43 WIB).
https://dailysocial.id/post/investasi-startup-di-indonesia-tahun-ini-sudah-capai-40-
triliun-rupiah (diakses pada 15 Mei 2018 pukul 9.05 WIB).
https://id.techinasia.com/pundi-pundi-raih-pendanaan-rp53-miliar (diakses pada
18 Mei 2018 pukul 14.32 WIB).
http://fintechnews.sg/fintech-startups-in-indonesia/ (diakses pada 29 Mei 2018
pukul 14.24 WIB).
https://www.merdeka.com/peristiwa/cerita-awal-mula-batu-akik-jadi-primadona-
di-indonesia.html (diakses pada 2 Juni 2018 pukul 18.30 WIB).
https://www.kompasiana.com/hasrulhoesein/fenomena-trend-sesaat-batu-akik-di-
indonesia_55530b33b67e61330b13096c (diakses pada 2 Juni 2018 pukul
18.35 WIB).
https://regional.kompas.com/read/2015/09/10/13534201/Harga.Batu.Akik.Terjun.
Bebas.Dibeli.Rp.10.Juta.Dijual.Rp.200.000 (diakses pada 2 Juni 2018
pukul 18.50 WIB).

89
http://kaltim.tribunnews.com/2015/03/16/fenomena-batu-akik-mungkinkah-
berakhir-setragis-bisnis-anthurium?page=2 (diakses pada 2 Juni 2018
pukul 19.00 WIB).
http://harianriau.co/news/detail/16102/gelombang-cinta-yang-dulu-mahal-dan-
kini-tak-ada-harganya (diakses pada 2 Juni 2018 pukul 19.15 WIB)
http://style.tribunnews.com/2017/07/17/ternyata-ini-isi-benjolan-louhan-ikan-hias-
yang-harganya-setara-mobil-baru?page=1 (diakses pada 2 Juni 2018 pukul
19.20 WIB).
https://kumparan.com/@kumparanbisnis/tak-lagi-booming-dan-minim-peminat-
harga-ikan-louhan-menukik (diakses pada 2 Juni 2018 pukul 19.30 WIB).
https://kumparan.com/@kumparanbisnis/mengapa-bisnis-penjualan-ikan-louhan-
bisa-hancur-lebur-di-2005 (diakses pada 2 Juni 2018 pukul 19.45 WIB).
https://dailysocial.id/post/daftar-startup-fintech-di-indonesia (diakses pada
27/06/18 pukul 12.23 WIB).
https://id.techinasia.com/daftar-startup-teknologi-jasa-finansial (diakses pada
27/06/18 pukul 12.25 WIB).
https://www.investopedia.com/terms/g/gross-merchandise-value.asp (diakses pada
8/8/18 pukul 16.21 WIB)

90
LAMPIRAN-LAMPIRAN

91
Lampiran 1: Data Startup Digital Di Indonesia
Sumber data: Tech in Asia, Daily Social, Crunchbase, Echelon 27, Angel.co, Startup Ranking
No Fintech E-Commerce Media/Social On-demand Travel SaaS
Media
1 Yonk.io Tokopedia Mivo Hostnic.id Valadoo Gadjian
2 Mekar Pemmz The urban 41studio 1001malam Eresto
mama
3 Amartha Blibli Albumbaru.co Tolongin Klikhotel Konektifa
m
4 Ngatur Duit Groupon jagatReview Jagoan store Tiket2 Kofera
Indonesia
5 Sribu Evoucher Yangcanggih Waz8 Airpaz Handl.in
Laundry
6 Bistip Berrybenka Tech in Asia Gojek Yuktravel Gevv
7 Unipin Local brand Bitebrands.co Printerous Go Indonesia Turboly
8 Gerai Dana HijUp Maxmonroe FoodPanda Tiket.com Kirim.Email
Cepat
(GDC)
9 Faspay Urban Indo JagatPlay Foliodeck Nusatrip Hello Bill
10 Wujudkan Bukalapak Pandit Pixtem Utiket Quintal
Football
11 Mimopay Pink Emma Trackpacking Klik-eat ezytravel Nadi POS
12 Atur Duit Fitinline Liburan Bootstrapmad PegiPegi Meeber
anak.com e POS
13 Indo Bobobobo gettinlow Westbike Darmawisata JobSmart
Trading Massenger Indonesia
14 Crowdo Lakubgt Pulsk Print on Triptrus Kerjabilitas
demand
15 Midtrans Telunjuk Startupbisnis.c Ninja Van Traveloka HaloDiana
om
16 Raja Premi Zalora Kerjayuk Trivio Burufly Xohop
Indonesia (Zanada)
17 Espay Dimensi data kwikku Ojek Argo Catallya Studentjob
18 Ipaymu Jejualan Keepo Easy Parcel Arenatiket Kata.ai
(Yesboss)
19 Dompet Shopious Duosia.id Pumasera Qraved Loncatin
sehat
20 Bareksa Blanja Gilabola Excite point Gogonesia Akuntansi
Online
21 KreditAja Pricebook Giladiskon Uber Triptrus Amplifia
Indonesia
22 Stockbit Pembantu.com Winpoin Grab Traveloista Omega POS
Indonesia Cloud
23 Finansialku Elevenia Gadgetren Moka Travacello Deal POS
24 Bitcoin Cipika Dailymoslem Bornevia Gogonesia Smart

92
Indonesia Presence
25 Dokuku Kudo Kancyl Dewaweb Kkday Synergo
(Taiwan)
26 Kita Bisa SaleStock Qerja Pekku Wupi Sirclo
27 Cermati Dusdusan Beli mobil Talenta Befreetour GDI Lab
baru
28 Q-Payment Ensogo Sebangsa Etobee Tripal Pawoon
29 Dimo Pay Labsatu Garyawan Olsera Yellowdoor Klakat
30 Ethis Creasi Phinemo Jarvis Store Pergi.com Cloudkilat
Crowd
31 Xendit Shopback Pergi Kuliner Andalin Tinggal Foliodeck
32 Akulaku Ratakan Codepolitan MrSpeedy Zuzu Hotels Pixtem
33 Julo Bandros Jadwaltelevisi Hipcar Indonesia Lewat Mana
flight
34 PinjemDok Machtwatch Inigame Mister Kirim Tiketbusku
u
35 Tunaiku Arena leptop Otomonesia Themeson Mister Aladin
36 Ayo Peduli Bridestory The next Servolia Travelio
marketers
37 Uangku Cek Aja Cakrawala Shipper Tiketbusku
38 Premiro Livaza Akupaham 8commerce Airy Rooms
39 Halo Moladin Padangkita.co Iruna Red Doorz
Money m
40 Kredit Pasarwarga Qubicle Tulungin Zen Rooms
GoGo
41 Duit Pintar Persebaya Koneksia Ojek koe Nida Rooms
store
42 Pundi Duniamasak Labana.id Parsel Day
Pundi
43 Terimakase Hargano Resep Koki Uprint.id
44 Finansial duniamasak Wincamp Jendela360
Integrasi
teknologi
(FIT)
45 Tunai Kita Gotomalls Teknosid.com Indoworx
46 Tavest Tapp Market Mediarga Kemasaja
(Finland) event
47 Indoalliz Nyewain Jejakwaktu Pop Box
(pede)
48 Relasi Gimori Store Technologue Bluprin
49 Dana Kini Berkaos MasTekno On- Trucks
50 Qreditt Katalog.or.id Facetofeet Toptopick
51 Ammana Boneprice Kasurnet Paket.id
52 Wallezz Qlapa Detekno Anterin
53 Awan Lolalola Ngadem Teknojek

93
Tunai
54 Infradigital Murdockcruz Tukang.com
55 Dana Pintar Dafunda Tukang.id
56 Kredito WinNetNews Ahli Jasa
57 Sofis Gamebrott Cari Truk
58 Duitku Zeemi Expedito
59 Akseleran Chromplex Crazy clean
60 Disitu Hitsss Kargo
61 Kpr.online Buzz Buddies Rukamen
62 Took Qureta Berdu
Crypto
63 NaPro Beritagar Klik daily
64 Ovo mobile Kurio Arsitag
payment
65 Disitu Blu-Jek
66 GoCash Lady Jek
67 Finmas BlackGarlic
68 Credit On Monolia
69 Toko Pick Pack
Modal
70 Pinjaman Sister Ojek
Go
71 Tokenomy Ojesy
72 Aktivaku Jeger taksi
73 Tanamduit Smart jek
74 Karapoto Bang jek
75 Digiro.in Blu-jek
76 Fintegra Lady jek
77 Kredivest Porter.id
78 Cicil Top jek
79 Dana Bijak Call jek
80 Artawana Seekmi
81 Cash
wagon
82 Davestpay
83 Gradana
84 Kredit
Cepat.id
85 Jojonomic
86 Dana Cepat
87 AyoPop
88 Duithape

94
89 Xdana
90 Brankas
91 Koinworks
92 Modalku
93 Kliring.co.i
d
94 KlikACC
95 Paybill
96 Kredivo
97 Akun.biz
98 ShivApp
99 Jurnal
100 Triv
101 FinAccel
102 Kioson
103 uNIK
104 Kartoo
105 Doctor
Rupiah
106 TangBull
107 SerbaPay
108 Asuransiku.
id
109 Crowde
110 Taralite
111 Dana
mapan
112 Dana Didik
113 Indves
114 Pinjam
115 Gandeng
Tangan
116 SatuLoket
117 Doku
118 UangTema
n
119 Kapital
Boost
120 Online
Pajak
121 Luno
122 Kesles
123 Kinerjapay

95
124 Investree
125 Flip
126 Amalan
127 Cashlez
No Edutech Dating Agriculture Healthcare Games Advertising
1 Brainly Ayo Nikah Agromaret Meet Doctor Toge Karta
Production
2 Baca Asmara kita 8Villages Tanyadok Agate Studio KarAds
3 Kelas kita Waplog eFishery Insan Medika Garuda Studio DoQar
4 Nusaresear Setipe Pandawa Agri Dokter.id TouchTen Ubiklan
ch
5 Squline Jomblo Sikumis Alodokter Nightspade Stick Earn
Studio
6 Kata Anda Paktor CI-Agriculture Aladokter Duniaku.net Promogo
7 Wardaya KelasCinta iGrow Homecare24 Mintsphere Stick Car
College
8 Qlue Wavoo Magalarva Haidokter Tinker Games Payride
9 Jakpat Etanee Pasienia Educa Studio Hadiah.me
10 Gudpoin Brambang Popokbanjar Tanoshii IDAFF
Studio
11 Ruang guru i-ternak Gogobli Creacle Studio Iklanqu
12 Studilmu Panen.id Medicaboo Artoncode Adroady
13 Neliti Biteback Guesehat Agate Jogja Iklanraksasa
insect .com
14 Playable Agroindustri.i Go-dok HB Sense Access
Kids d Trade
15 IT-Jurnal GrowPal Medika App Firebeast Grivy
Studio
16 Sayur Box Halo Doc Own Games Sociabuzz
17 Simbah Riliv Gambreng Ikamart
Games
18 Angon Ovula Square Enix Jakarta by
Smileworks train
19 Jala Konsula Five Jack
20 Habibi garden Pesan Lab Ekuator games
21 Karsa Trust Medis Digital
Happines
22 Ternaknesia Lokadok Alkemis game
23 Tanihub Prosehat Mojiken Studio
24 Kecipir DokterSehat
25 Lima kilo
26 Eragano

96
Lampiran 2: Hasil Wawancara Dengan Startup Digital Scholabro

Wawancara dilakukan oleh peneliti pada hari Selasa, 15 Mei 2018 dengan nara sumber Dewi
Qadarizka Salim selaku CTO Scholabro:

1. Bagaimana sejarah pendirian startup Scholabro?


Ide awal pembuatan startup berasal dari Pak Ikono dan teman-teman kuliahnya yang
punya keinginan untuk membantu mahasiswa Indonesia mencari beasiswa dalam dan luar
negeri. Kemudian ide tersebut berlanjut dengan membangun sebuah komunitas yang
bernama Sahabat Beasiswa” pada tanggal 15 Desember 2013, dan Pak Ikono sebagai
Direktur Utama.
2. Dimana lokasi startup Scholabro didirikan?
Lokasi awal pendirian Scholabro bertempat di rumah Pak Ikono yaitu di Perumahan
Pesona Depok Estate, Kota Depok. Tapi sekarang Scholabro sudah pindah ke tempat yang
lebih luas yaitu di Nano Center, Tangerang Selatan.
3. Berapa jumlah karyawan di Schlabro?
Jumlah karyawan Scholabro pada awal pendirian berjumlah 5 orang, termasuk Pak Ikono
dan 3 orang co-founder lainnya, ditambah 2 staff. Dan saat ini bertambah 2 karyawan di
bagian pemasaran dan desain.
4. Apa fokus usaha yang dijalankan Scholabro?
Sebagai penyedia informasi seputar beasiswa melalui sosial media, info mengenai tips
dan trik untuk memperoleh beasiswa seperti tips membuat Curriculum Vitae, Motivation
Letter, TOEFL dsb.
5. Produk apa yang ditawarkan Scholabro?
Produk yang ditawarkan yaitu kaos, buku seputar beasiswa, dan kalender beasiswa.
6. Berapa pendanaan awal yang diperoleh Scolabro dan sumber investasinya?
Pada awal pendiriannya masih menggunakan dana founder dan co-founder, setelah
operasional berlangsung memperoleh hasil penjualan sebesar 200 juta rupiah.
7. Apakah Scholabro sudah memiliki badan hukum yang resmi?
Untuk saat ini Scholabro belum memiliki badan hukum dan sedang mengurus untuk
perizinannya.
8. Apa pencapaian yang sudah didapatkan sejauh ini?

97
Dari awal pendirian hingga 3 bulan berjalan, sudah memperoleh hasil penjualan awal
sebesar 200 juta. Dan Scholabro akan meluncurkan aplikasi digital yang dapat diunduh di
Smartphone android maupun iOS dengan rebranding “Schooters”.
9. Kendala apa yang dialami Scholabro sejauh ini?
Sejauh ini kendala pendanaan dan SDM terbatas yang dimiliki Scholabro karena belum
bisa menggaji karyawan tambahan. Dan profit yang dihasilkan masih setara dengan modal
yang dikeluarkan, jadi istilahnya “gali lubang tutup lubang”.
10. Apa harapan dan target kedepan untuk Scholabro?
Harapannya segera mendapat legalitas yang resmi, target kedepannya menjadi startup
unicorn dalam waktu lima tahun kedepan.
11. Menurut Scholabro apakah regulasi pemerintah sejauh ini membantu iklim bisnis
startup digital di Indonesia?
Sejauh ini kalo kita ngikutin peraturan yang dikeluarkan pemerintah masih oke saja.
Mungkin karena startup kita juga bergerak di bidang edutech jadi tidak begitu ribet
peraturannya.

98
Lampiran 3: Surat Keterangan Magang/Penelitian

99
Surat Keterangan Perpanjang Waktu Magang/Penelitian

100
Lampiran 4: Dokumentasi

101
102

Anda mungkin juga menyukai