Anda di halaman 1dari 153

TINGKAT PENGUNGKAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA LAPORAN

TAHUNAN BANK SYARIAH DI INDONESIA


(Studi pada Bank Syariah di Indonesia tahun 2014-2019)

SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:
Fatih Auliya Annas
NIM. 11150820000046

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H/2021 M
ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF

Hari ini, Senin 8 Mei 2019 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas mahasiswa/i:
1. Nama : Fatih Auliya Annas
2. NIM : 11150820000046
3. Jurusan : Akuntansi
4. Judul Skripsi : Tingkat Pengungkapan Manajemen Risiko Pada Laporan
Tahunan Bank Syariah di Indonesia (Studi pada Bank
Syariah di Indonesia tahun 2014-2019)

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang


bersangkutan selama proses Ujian Komprehensif, maka diputuskan bahwa
mahasiswa tersebut dinyatakan LULUS dan diberi kesempatan untuk melanjutkan
ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 8 Mei 2019

1. Drs. Abdul Hamid Cebba, MBA., Ak., CPA.


NIP. 19620502 199303 1 003 Penguji I

2. Masrrul Huda SE., M.Si.


NIP. 19630506 201411 1 001 Penguji II

iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Fatih Auliya Annas
2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 30 Maret 1997
3. Alamat : Jalan Antariksa No,40 RT 09/RW02 Cipedak,
Jagakarsa, Jakarta Selatan 12630
4. No. Telp : 0821-2234-7988
5. Alamat e-mail : fatihauliyaa@gmail.com

II. PENDIDIKAN
1. SDN Cipedak 03 Jakarta : Tahun 2003 – 2009
2. SMP Negeri 131 Jakarta : Tahun 2009 – 2012
3. SMA Negeri 34 Jakarta : Tahun 2012 – 2015

III. LATAR BELAKANG KELUARGA


1. Ayah : Didik Biyantoro
2. Ibu : Widyastuti Setianingsih

vi
TINGKAT PENGUNGKAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA LAPORAN
TAHUNAN BANK SYARIAH DI INDONESIA
(Studi pada Bank Syariah di Indonesia tahun 2014-2019)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menilai tingkat pengungkapan informasi


manajemen risiko pada laporan tahunan bank syariah di Indonesia tahun 2014-
2019. Indeks pengungkapan digunakan untuk melihat sejauh mana informasi
manajemen risiko yang diungkapkan dalam laporan tahunan bank syariah di
Indonesia dengan mengacu pada pedoman Islamic Financial Service Board
(IFSB). Penelitian ini menemukan perbedaan tingkat pengungkapan bank syariah
berdasarkan ketegori bank BUKU yang membagi ukuran bank berdasarkan
kemampuan modal inti.
Hasil penelitian ini dilanjutkan dengan melihat tingkat pengungkapan
manajemen risiko pada laporan tahunan bank syariah di Indonesia, dapat
disimpulkan bahwa pengungkapan atas risiko umum cukup tinggi, namun
pengungkapan risiko unik yang dihadapi bank syariah sangat rendah. Penelitian
ini selanjutnya menemukan adanya perbedaan tingkat pengungkapan diantara
bank syariah yang termasuk dalam kategori bank BUKU I, BUKU II dan BUKU
III. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan ukuran dan kemampuan bank syariah
dalam mengungkapkan risiko, namun regulasi pengungkapan manajemen risiko di
Indonesia tidak membedakan pelaksanaan aturan tsb berdasarkan ukuran dan
kemampuan bank syariah.
Kata kunci: Manajemen Risiko, Bank Syariah, Indeks Pengungkapan Manajemen
Risiko, IFSB-4, Manajemen Risiko Bank Syariah

vii
THE EXTENT OF RISK MANAGEMENT DISCLOSURE IN SHARIA
BANK ANNUAL REPORTS IN INDONESIA
(Study on Islamic Banks in Indonesia 2014-2019)

ABSTRACT

This study aims to assess the extent of disclosure of risk management


information in the annual reports of Islamic banks in Indonesia for 2014-2019.
The disclosure index is used to see the extent to which risk management
information is disclosed in the annual reports of Islamic banks in Indonesia
regarding with the Islamic Financial Service Board (IFSB) guidelines. This study
found differences in the level of disclosure of Islamic banks based on the BUKU
bank category which divides the size of the bank based on core capital
capabilities.
The results of this study are continued by looking at the level of risk
management disclosure in the annual reports of Islamic banks in Indonesia, it can
be concluded that the disclosure of general risks is quite high, but the disclosure
of unique risks faced by Islamic banks is very low. This study further finds
differences in the level of disclosure between Islamic banks which are included in
the category of BUKU I, BUKU II and BUKU III banks. This shows that there are
differences in the size and ability of Islamic banks in disclosing risk, but the
regulation on risk management disclosure in Indonesia does not differentiate the
implementation of these rules based on the size and capabilities of Islamic banks.
Keywords: Risk Management, Islamic Bank, Risk Management Disclosure Index,
IFSB-4, Islamic Bank Risk Management

viii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh.

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang telah memberikan


karunia-Nya kepada penulis, dan tak lupa pula, shalawat serta salam selalu
tercurahkan pada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Tingkat Pengungkapan Manajemen Risiko pada Laporan
Tahunan Bank Syariah di Indonesia”. Penulis sangat bersyukur atas selesainya
penulisan dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah
satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa banyak pihak yang telah membantu
dalam proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis juga ingin
menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya atas
bantuan, bimbingan, dukungan, semangat dan doa, baik langsung maupun tidak
langsung dalam penyelesaian skripsi ini, kepada:

1. Kedua orang tua saya yang telah menjadi sumber kekuatan serta dukungan dan
doa yang tiada henti-hentinya hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Seluruh keluarga penulis yang telah menyemangati, memberikan banyak
dukungan dan doa dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Rahmawati S.E., M.M. Ph.d selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, memotivasi, dan
menasihati penulis serta menjadikan penulis sebagai mahasiswa favorit beliau
meski penulis seringkali menghilang selama masa bimbingan.
4. Ibu Yessi Fitri SE., M.Si.,Ak.,CA dan Ibu Fitri Damayanti SE.,M.Si selaku
Ketua dan Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Seluruh dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah mengajari dan
membimbing saya selama masa perkuliahan.

ix
6. Ghinva yang telah menemani, menyemangati serta memberikan bantuan dan
motivasi kepada penulis sejak tahap awal penelitian hingga akhirnya penulis
berhasil menyelesaikan penelitian ini.
7. Sahabat di kampus, Bening, Yogi, Fiqih, Bagas, Hani, Umay dan Siska yang
selalu menyemangati dan mendoakan dan memberi dukungan moril kepada
penulis untuk segera menyelesaikan penelitian ini.
8. Ilham Bening yang membantu penulis untuk menjadi penguji pada simulasi
sidang serta menyediakan tempat yang nyaman bagi penulis untuk menjalani
sidang skripsi, semoga kelak disatukan dengan pujaan hatinya.
9. Abi Jaelani yang dengan senang hati membantu peneliti dalam pengolahan
data secara statistik, semoga kelak disatukan juga dengan pujaan hatinya.
10. Keluarga Tax Center UIN Jakarta yang menjadi wadah bagi penulis untuk
mengembangkan diri.
11. Seluruh teman Akuntansi B 2015 yang telah banyak memberikan motivasi dan
kenangan manis kepada penulis.
12. Teman-teman Internship KPMG, Novi, Michele Luzen dan Acha yang
memotivasi penulis untuk segera ganti judul penelitian mengingat penulis
terlalu asik magang.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kata sempurna
karena keterbatasan peneliti dari berbagai sisi. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan segala bentuk saran, masukan dan kritik yang sifatnya membangun
dari berbagai pihak. Terima kasih.

Au revoir, Fatih is signing out


Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh..

Jakarta, 16 November 2021

Fatih Auliya Annas

x
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ...................................... vii


LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ...................................................... vii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH .............................. vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................... vi
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang Penelitian .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................. 13
C. Tujuan Penelitian .............................................................................................. 13
D. Manfaat Penelitian............................................................................................ 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 15
A. Landasan Teori ................................................................................................. 15
1. Teori Stakeholder ......................................................................................... 15
2. Bank Syariah................................................................................................. 18
3. Manajemen Risiko ........................................................................................ 26
4. Pengungkapan Manajemen Risiko ............................................................... 43
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu ......................................................................... 49
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 54
A. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................ 54
B. Metode Penentuan Sampel ............................................................................... 55
1. Populasi dan Sampel ..................................................................................... 55
2. Metode Pengambilan Sampel ....................................................................... 56

xi
C. Metode Pengumpulan Data .............................................................................. 58
1. Studi Kepustakaan ........................................................................................ 58
2. Content Analysis........................................................................................... 58
D. Tahapan Penelitian ........................................................................................... 59
1. Item Indeks Pengungkapan Risiko Bank Syariah IFSB-4 ........................... 59
2. Pemberian Skor ............................................................................................ 61
3. Pemeringkatan ............................................................................................. 63
4. Pengelompokkan Bank Syariah Berdasarkan Bank BUKU ........................ 64
5. Metode Analisis Data .................................................................................. 65
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ........................................................ 68
A. Item Indeks Pengungkapan Risiko Bank Syariah IFSB-4 ............................... 68
B. Analisis Tingkat Pengungkapan (EXT) ............................................................ 78
1. Identifikasi Tingkat Pengungkapan Secara Keseluruhan (EXT) ................. 78
2. Tingkat Pengungkapan Per Dimensi Risiko ................................................ 87
a. Dimensi General Disclosure Risk Management (EXT GRM) ............... 87
b. Dimensi Credit Risk (EXT CR) .............................................................. 90
c. Dimensi Liquidity Risk (EXT LR)........................................................... 91
d. Dimensi Market Risk (EXT MR) ............................................................ 94
e. Dimensi Operational Risk (EXT OR) ..................................................... 95
f. Dimensi Rate of Return Risk (EXT ROR) ............................................... 98
g. Dimensi Displaced-Commercial Risk (EXT DCR) .............................. 101
h. Dimensi Contract-Spesific Risk (EXT CSR) ........................................ 103
C. Uji Signifikansi Perbedaan ............................................................................. 104
1. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov (EXT) ........................................... 104
2. Uji Beda Kruskal-Wallis (EXT) ................................................................ 107
3. Uji Post Hoc Mann-Whitney (EXT) .......................................................... 108
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 113
A. Kesimpulan .............................................................................................. 113
B. Saran ......................................................................................................... 116
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 118

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.0 Islamic Finance Development Indicator Report 2019 ............................ 3


Tabel 2.0 Prinsip Penyaluran Dana Bank Syariah ................................................ 22
Tabel 2.1 Jenis-Jenis Risiko Perbankan Syariah ................................................... 42
Tabel 3.0 Kriteria Pengambilan Sampel .............................................................. 57
Tabel 3.1 Sampel Bank Umum Syariah di Indonesia ........................................... 57
Tabel 3.2 Klasifikasi Pemeringkatan ................................................................... 63
Tabel 3.3 Bank syariah di Indonesia berdasarkan bank BUKU .......................... 63
Tabel 4.0 Kriteria Pengambilan Sampel .............................................................. 69
Tabel 4.1 Tingkat Pengungkapan Risiko (EXT) ................................................... 79
Tabel 4.2 Tingkat Pengungkapan pada dimensi General Disclosure Risk
Management (EXT) ............................................................................... 88
Tabel 4.3 Tingkat Pengungkapan pada dimensi Credit Risk (EXT)...................... 90
Tabel 4.4 Tingkat Pengungkapan pada dimensi Liquidity Risk (EXT) ................. 92
Tabel 4.5 Tingkat Pengungkapan pada dimensi Market Risk (EXT) .................... 94
Tabel 4.6 Tingkat Pengungkapan pada dimensi Operational Risk (EXT) ............ 97
Tabel 4.7 Tingkat pengungkapan pada dimensi Rate of Return Risk (EXT) ........ 99
Tabel 4.8 Tingkat pengungkapan pada dimensi Displaced-Commercial
Risk (EXT) .......................................................................................... 102
Tabel 4.9 Tingkat pengungkapan pada dimensi Contract Spesific Risk (EXT) .. 104
Tabel 4.10 Jumlah Bank Syariah di Indonesia berdasarkan Bank BUKU ......... 105
Tabel 4.11 Output Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov (EXT) ....................... 106
Tabel 4.12 Output Uji Beda Kruskal-Wallis (EXT) ........................................... 108
Tabel 4.13 Output Uji Homogenitas Levene’ Test (EXT) .................................. 109
Tabel 4.14 Output Uji Post Hoc (EXT) .............................................................. 110

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.0 Kerangka Pemikiran .......................................................................... 53


Gambar 4.0 Operasional Variabel Penelitian ........................................................ 67
Gambar 4.1 Rate of Return Risk (Profit Sharing) Pada Perbankan Syariah
di Indonesia Tahun 2015-2019 ......................................................... 83

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.0 Item Indeks Pengungkapan Risiko berdasarkan IFSB-4 .............. 127
Lampiran 1.1 Skor Rata-Rata Tingkat Pengungkapan EXT ............................... 132
Lampiran 1.2 Tampilan Output dan Bentuk Sebaran Data ................................. 135
Lampiran 1.3 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov ................................ 135
Lampiran 1.4 Hasil Uji Beda Kruskal-Wallis ..................................................... 136
Lampiran 1.5 Hasil Uji Levene ........................................................................... 136
Lampiran 1.6 Hasil Uji Post Hoc Mann-Whitney BUKU I vs BUKU II ........... 137
Lampiran 1.7 Hasil Uji Post Hoc Mann-Whitney BUKU I vs BUKU II ........... 137
Lampiran 1.8 Hasil Uji Post Hoc Mann-Whitney BUKU II vs BUKU II .......... 138

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Kemajuan teknologi di era globalisasi memiliki dampak yang sangat besar

terhadap berbagai sektor perekonomian termasuk diantaranya yaitu sektor

perbankan. Liberalisasi perdagangan, disrupsi model bisnis dan digitalisasi

perbankan menggambarkan dinamika perekonomian dunia saat ini. Eksistensi

industri perbankan semakin dihadapkan dengan berbagai macam tantangan

yang beragam serta persaingan ketat sebagai akibat dari revolusi digital yang

mulai mengubah landscape sektor perbankan. Peningkatan kinerja secara

umum dan kemampuan industri perbankan mengelola risiko yang ada kini

menjadi sebuah tuntutan yang harus dijalankan bagi setiap pelaku industri

perbankan saat ini (Nofitasari, 2015).

Ditengah dinamika perekonomian dunia, sektor perbankan syariah terus

menunjukkan tren pertumbuhan yang cukup pesat. Berdasarkan penilaian skor

indikator perkembangan keuangan Islam yang dilakukan di 131 negara, aset

industri keuangan Islam secara global tumbuh sebesar 14% menjadi $2,5

triliun dari tahun 2017 hingga 2018. Perbankan syariah menjadi sektor yang

paling berkontribusi karena menyumbang 71% pertumbuhan atau $1,76 triliun

dari total aset industri keuangan Islam global pada tahun 2018. Tingkat rata-

rata pertumbuhan tahunan (Compound Annual Growth Ratio) investasi

perbankan syariah sejak tahun 2012 terus tumbuh diangka 5% (IFDI, 2019).

1
Menurut Islamic Finance Development Indicator Report tahun 2019,

kontribusi pertumbuhan aset perbankan syariah terbesar terletak pada kawasan

Timur Tengah dan Asia Tenggara. Iran, Arab Saudi dan Malaysia menjadi

negara yang mewakili kawasan tersebut dengan berkontribusi sebesar 65%

dari total aset perbankan syariah global yaitu sebesar $1,6 triliun. Indonesia

juga turut menjadi salah satu negara yang memberikan kontribusi dalam

pertumbuhan industry perbankan syariah di Kawasan Asia Tenggara

(Abdullah, 2013). Cambridge IFA, sebuah institusi think thank global industri

perbankan dan keuangan yang berbasis di Inggris mempublikasikan Global

Islamic Finance Report (GIFR) yang menempatkan Indonesia pada urutan

pertama berdasarkan Islamic Finance Country Index. Kedua laporan ini cukup

mewakili pandangan internasional bahwa Indonesia dan Malaysia merupakan

dua negara dengan potensi keuangan syariah yang tinggi dan masih akan terus

mengalami perkembangan dengan adanya sistem tata kelola perbankan syariah

yang lebih baik (Nurintan, 2019).

Di kawasan ASEAN, Indonesia dan Malaysia sama-sama merupakan dua

negara yang didominasi penduduk muslim dengan tingkat pertumbuhan

perbankan syariah tertinggi. Sehingga, perbankan syariah kedua negara

tersebut dapat diperbandingkan (Herfian, 2018). Menurut Islamic Finance

Development Indicator Report (2019) prestasi industri keuangan syariah di

Malaysia sudah melampaui Indonesia. Laporan tersebut membuat indeks

perkembangan industri keuangan syariah dengan melakukan pemeringkatan

berdasarkan hasil penilaian kinerja atas lima indikator, yaitu quantitative

2
development, knowledge, governance, corporate social responsibility, dan

awareness yang secara keseluruhan menempatkan Malaysia pada peringkat

pertama dan Indonesia pada peringkat keempat (Tabel 1.0).

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa, meskipun Indonesia memiliki

potensi yang sangat besar berupa jumlah penduduk Muslim dan tingkat

pertumbuhan aset perbankan syariah yang tinggi, namun realitanya Indonesia

masih belum memiliki daya saing yang baik dengan Malaysia, khususnya

pada aspek governance dan awareness dimana Indonesia masih berada

diposisi yang cukup jauh jika dibandingkan dengan Malaysia (Cham, 2018).

Tabel 1.0
Islamic Finance Development Indicator Report 2019
IFDI IFDI Quantitative
Country Knowledge Governance CSR Awareness
2019 Value Development
Malaysia 1 115 1 1 1 11 1
Bahrain 2 71 4 6 2 7 3

United Arab
3 70 6 5 3 6 2
Emirates

Indonesia 4 68 8 2 9 13 10

Saudi
5 60 5 8 20 2 7
Arabia

Jordan 6 57 17 4 13 1 13
Pakistan 7 56 13 3 7 17 4
Kuwait 8 54 2 22 8 4 9
Oman 9 52 12 11 4 3 8

Brunei
10 45 19 7 5 24 5
Darussalam

Qatar 11 44 11 17 15 5 6
Maldives 12 37 7 18 6 10 14
Bangladesh 13 33 17 19 12 12 24
Nigeria 14 32 25 12 10 9 41
Sri Lanka 15 30 14 13 16 8 23
Sumber: Refinitiv Islamic Financial Development Indicator 2019

3
Selain Malaysia, empat negara yang terletak di kawasan MENA (Middle

East and Northern Africa) yaitu Bahrain, United Arab Emirates, Oman dan

Kuwait juga unggul pada indikator penilaian Governance jika dibandingkan

dengan Indonesia, masing-masing negara tersebut berada pada peringkat ke

2,3,4 dan 8. Selain unggul pada indikator penilaian Governance, Bahrain dan

United Arab Emirates secara keseluruhan juga berada pada peringkat yang

lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia. Bahrain berada pada peringkat

ke-2 dan United Arab Emirates berada pada peringkat ke-3 (IFDI, 2019).

Salah satu aspek penting didalam Shariah Governance adalah manajemen

risiko. Posisi Indonesia pada indikator penilaian Governance IFDI 2019 yang

masih jauh dibawah Malaysia (sebagai negara yang mewakili kawasan

ASEAN) dan Bahrain, United Arab Emirates, Oman dan Kuwait (sebagai

negara yang mewakili kawasan MENA) juga dapat dilihat dalam penelitian

Rahman dkk (2016). Dalam penelitiannya, Rahman dkk (2016) melakukan

survey atas 17 bank syariah di Malaysia dan 10 bank syariah di Indonesia.

Dapat disimpulkan bahwa secara umum nilai rata-rata tingkat praktik

manajemen risiko; tingkat pemahaman terhadap manajemen risiko; tingkat

identifikasi risiko; tingkat analisis penilaian dan analisis risiko; dan tingkat

pengawasan dan pengendalian risiko pada bank syariah di Malaysia lebih

tinggi dibandingkan dengan bank syariah di Indonesia.

Di tingkat pemahaman risiko, terdapat perbedaan yang signifikan pada

item mengenai pemahaman akan tanggung jawab, akuntabilitas, kerumitan

teknik manajemen risiko, serta tinjauan dan evaluasi manajemen risiko dari

4
waktu ke waktu. Bank syariah di Malaysia memperoleh tingkat pemahaman

yang lebih tinggi tentang manajemen risiko pada semua item yang disebutkan

dibandingkan dengan bank syariah di Indonesia. Pada tingkat praktik

manajemen risiko yang lebih rinci, penelitian Rahman dkk (2016) menemukan

bahwa bank syariah di Malaysia memiliki nilai rata-rata tingkat kebijakan

yang lebih tinggi mengenai program pelatihan manajemen risiko, peninjauan

berkelanjutan atas strategi manajemen risiko, perekrutan sumber daya yang

kompeten dan keberhasilan bank syariah dalam menerapkan pedoman/standar

Islamic Financial Service Board (IFSB) jika dibandingkan dengan di

Indonesia.

Malaysia memiliki prosedur identifikasi risiko yang lebih komprehensif

terkait dengan tujuan bank syariah. Demikian pula dalam kemampuan

mengenali perubahan risiko dan mengidentifikasinya dengan aturan dan

tanggung jawab bank syariah, bank syariah di Malaysia tampak memiliki

kemampuan identifikasi yang lebih baik dibandingkan dengan bank syariah di

Indonesia. Perbedaan yang signifikan dalam identifikasi risiko antara Malaysia

dan Indonesia mendukung temuan sebelumnya mengenai tingkat pemahaman

risiko, namun hal ini juga dapat mengindikasikan bahwa masih ada ruang

untuk perbaikan dalam teknik Indonesia dalam mengelola risiko di sektor

keuangan (Rahman dkk, 2016).

Adanya kewajiban akan pemenuhan prinsip-prinsip syariah menjadikan

industri perbankan syariah menghadapi beberapa jenis risiko yang bersifat

unik (Afriyeni, 2019). Pengawasan bank syariah dengan menggunakan standar

5
konvensional tidak dapat menilai risiko tersebut, sehingga dibutuhkan sebuah

badan pengatur dan pengawas internasional yang berkepentingan dalam

memastikan kesehatan dan stabilitas industri jasa keuangan syariah. Melalui

keterlibatan aktif Internasional Monetary Fund (IMF), Islamic Development

Bank (IDB), Bahrain Monetary Agency (BMA), Bank Negara Malaysia

(BNM) dan bank sentral lainnya, sebuah inisiatif telah diambil untuk

mendirikan IFSB (Iqbal 2005). Untuk tujuan tersebut, IFSB

merekomendasikan pengembangan industri jasa keuangan Islam yang

‘prudent’ dan transparan melalui perancangan baru, atau mengadopsi standar

internasional yang sudah ada dan konsisten dengan prinsip-prinsip syariah.

Posisi Malaysia dan Bahrain yang menempati peringkat satu dan dua dalam

indikator penilaian Governance IFDI 2019 merupakan wujud dari

keberhasilan kedua negara tersebut dalam menerapkan standar/pedoman IFSB.

Standar IFSB memang telah diadopsi pada regulasi manajemen risiko

perbankan syariah di Indonesia dan Malaysia, namun Malaysia lebih proaktif

dalam penyerapan standar IFSB dan Basel. Malaysia sebagai negara dengan

dual banking system mendukung pengembangan perbankan syariah dengan

regulasi dan perlakuan yang seimbang antara perbankan syariah dan

perbankan konvensional (Handayani, 2016). Ketika diterbitkan panduan

regulasi bagi perbankan konvensional maka dalam waktu bersamaan

diterbitkan pula regulasi perbankan syariah. Malaysia secara proaktif

menerapkan aturan Basel III yang disesuaikan dengan IFSB-15 sebagaimana

6
Panduan BNM/RH/CP 033-3 tentang Capital Adequacy Framework for

Islamic Banks (Capital Components) yang terbit pada 15 Juli 2015.

Bank Negara Malaysia (BNM) sebagai regulator perbankan syariah di

Malaysia lebih aktif dalam penerapan standar Basel dan IFSB pada perbankan

syariah, jika dibandingkan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai

regulator Indonesia. Sebagai salah satu dari 28 negara anggota Basel

Committee on Banking Supervision (BCBS) Indonesia sejatinya diharapkan

lebih cepat merespon adopsi standar Basel dibandingkan dengan Malaysia

yang hanya negara pengamat (country observers). Namun dalam prakteknya,

BNM lebih dulu membuat berbagai aturan terkait persiapan penerapan Basel

III pada industri perbankan syariah dan perbankan konvensional Malaysia.

Sedangkan di Indonesia hanya sebagian standar Basel III yang baru dibuatkan

regulasinya untuk perbankan syariah. Regulasi penerapan Basel III terkait

likuiditas belum tersedia (Handayani, 2016).

Adopsi standar IFSB pada perbankan syariah Indonesia belum se-

komprehensif Malaysia. Menurut penelitian Handayani (2016), hal ini

disebabkan karena produk-produk perbankan syariah dan keuangan syariah di

Malaysia lebih banyak dan kompleks jika dibandingkan dengan Indonesia.

Sebagai contoh, perbankan syariah di Malaysia dapat menggunakan berbagai

instrument derivatif syariah sedangkan di Indonesia belum terdapat instrument

derivatif syariah dan regulasi yang mengaturnya. Karena produk perbankan

syariah Malaysia lebih variatif dan kompleks maka dibutuhkan regulasi yang

lebih komprehensif untuk mengelola risiko yang mungkin terjadi.

7
Salah satu pedoman yang telah diterbitkan IFSB adalah IFSB 4 –

"Disclosures to Promote Transparency And Market Discipline For Institutions

Offering Islamic Financial Services". Tujuan dari Standar ini adalah: (a) untuk

memungkinkan pelaku pasar untuk melengkapi dan mendukung penerapan

standar IFSB terkait tingkat kecukupan modal, manajemen risiko, tinjauan

pengawasan dan standar tata kelola perusahaan; dan (b) untuk memfasilitasi

akses ke informasi yang relevan, andal, dan informasi oleh pelaku pasar pada

umumnya, dan oleh pemegang rekening investasi (IAH) pada khususnya,

sehingga meningkatkan kapasitas pemantauan mereka. Untuk tujuan ini, IFSB

merekomendasikan serangkaian pengungkapan yang dibedakan berdasarkan

jenis risiko diantaranya; General Disclosure Risk Management; Credit Risk;

Liquidity Risk; Market Risk; Operational Risk; Rate of Return Risk; Displaced

Commercial Risk; dan Contract-Spesific Risk.

IFSB menyatakan bahwa kebutuhan akan transparansi merupakan

pertimbangan syariah yang paling penting. Segala bentuk penyembunyian,

penipuan, atau upaya misrepresentasi dimaknai sebagai pelanggaran terhadap

prinsip keadilan dalam syari'at seperti yang disebutkan dalam Al-Qur'an di

dalam Surah An-Nisa ayat 135 dan Surah Al-Mutaffifin ayat 1-3. Standar

pengungkapan IFSB bertujuan untuk memfasilitasi akses atas informasi yang

relevan, andal, dan tepat waktu oleh para pelaku pasar pada umumnya, dan

oleh para pemegang rekening investasi bank syariah maupun lembaga

keuangan syariah lain pada khususnya, sehingga terjadi peningkatan kapasitas

pemantauan terhadap tata kelola perusahaan (Badawi, 2018).

8
Meskipun menurut Handayani (2016) Malaysia lebih proaktif dalam

penerapan standar IFSB, terkait dengan penerapan pedoman IFSB sejatinya

otoritas di Indonesia juga telah berupaya mengadopsi pedoman tersebut

dengan meskipun dalam prosesnya dilakukan secara bertahap. Bank Umum

Syariah awalnya diatur berdasarkan Peraturan BI No.5/8/2003 yang kemudian

diperbarui dengan Peraturan BI No.11/25/PBI/2009 Tentang Penerapan

Manajemen Risiko Bank Umum. Aturan ini hanya mewajibkan Bank umum

(termasuk Bank Umum Syariah) untuk menerapkan 8 jenis risiko yaitu risiko

pasar; risiko kredit; risiko likuiditas; risiko operasional; risiko hukum; risiko

reputasi; risiko stratejik dan risiko kepatuhan, namun Bank Umum Syariah

hanya diwajibkan untuk menerapkan paling kurang 4 jenis risiko pertama

yang disebutkan. PBI No.11/25/PBI/2009 kemudian diperbarui dengan

Peraturan BI No.13/23/PBI/2011 untuk mengakomodir jenis risiko unik yang

hanya dihadapi bank syariah. Risiko Imbal Hasil (Rate of Return Risk) dan

Risiko Investasi (Equity Investment Risk) mulai diterapkan meskipun belum

dimasukkan dalam penilaian profil risiko bank.

Dengan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui UU Nomor 21

Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, tugas pengaturan dan

pengawasan perbankan dialihkan dari Bank Indonesia kepada Otoritas Jasa

Keuangan. Peraturan OJK No.65/POJK.03/2016 tentang Penerapan

Manajemen Risiko pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

kemudian diterbitkan, aturan ini mewajibkan setiap bank umum syariah di

Indonesia untuk mengungkapkan 10 jenis risiko termasuk didalamnya dua

9
jenis risiko unik yaitu Risiko Imbal Hasil (Rate of Return Risk) dan Risiko

Investasi (Equity Investment Risk). Perlu waktu yang cukup lama untuk

Indonesia dalam mengadopsi pedoman IFSB jika dibandingkan dengan

Malaysia. Namun hal ini cukup dapat diprediksi karena industri keuangan

syariah di Malaysia sudah lahir sejak 1983 melalui Islamic Banking Act, jauh

lebih lama dibandingkan aturan di Indonesia yang baru lahir pada tahun 2008.

Urgensi dari kepatuhan terhadap syariat menjadi aspek yang sangat

fundamental bagi eksistensi bank syariah. Pengungkapan informasi pada

laporan tahunan menjadi salah satu cara untuk mem-validasi komitmen bank

syariah untuk patuh pada prinsip-prinsip syariah, hal yang membutuhkan

waktu cukup lama bagi Indonesia untuk dapat menerapkannya secara

komprehensif pada setiap aturan yang mengatur bank syariah di Indonesia.

Dapat dilihat bahwa keberhasilan Malaysia, Bahrain dan United Arab

Emirates mengungguli Indonesia pada penilaian atas Governance pada

Laporan IFDI 2019 merupakan dampak positif dari penerapan pedoman IFSB

secara komprehensif.

Penelitian Rahman (2013) menunjukkan bahwa Malaysia, Bahrain dan

United Arab Emirates menaruh perhatian yang cukup tinggi pada praktik

pengungkapan manajemen risiko berdasarkan standar IFSB. Bahrain bahkan

mencapai tingkat pengungkapan risiko sebesar 71%. Namun secara rata-rata,

pengungkapan manajemen risiko pada bank syariah di kawasan MENA hanya

59,8%, hal ini menunjukkan bahwa masih banyak yang perlu dilakukan untuk

meningkatkan tingkat pengungkapan risiko. Risiko umum seperti risiko pasar,

10
risiko operasional, risiko kredit Sebagian besar telah diungkapkan dengan

benar. Untuk jenis risiko unik yang perlu diungkapkan, Rate of Return Risk

(ROR) dan Displaced Commercial Risk (DCR) menunjukkan hasil yang

berbeda. ROR mendapatkan nilai rata-rata sebesar 50-70% sedangkan DCR

mencatat skor rata-rata yang sangat rendah dengan hanya sekitar 3%. Hanya

tiga Bank Syariah yang menyebut DCR sebagai salah satu risiko yang mereka

hadapi.

Belum ada penelitian di Indonesia yang melihat tingkat pengungkapan

manajemen risiko secara keseluruhan berdasarkan standar IFSB-4. Penelitian

sebelumnya yang dilakukan Badawi (2018) dan Nurdibah (2017) hanya

berfokus pada tingkat pengungkapan risiko operasional, dan penelitian Farida

(2018) hanya berfokus pada pengungkapan risiko kredit. Penelitian Saufanny

(2017) menyimpulkan tingkat pengungkapan manajemen risiko pada 11 bank

syariah di Indonesia adalah sebesar 63%. Beberapa bank diketahui tidak

mengungkapkan 10 jenis risiko secara jelas sesuai dengan Peraturan Bank

Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011, terutama pada dua jenis risiko yang

membedakan dengan bank konvensional, yaitu risiko imbal hasil dan risiko

investasi. Nilai rata-rata pengungkapan risiko imbal hasil dan investasi

berturut-turut sebesar 42,04% dan 46,59%. Hal ini menunjukkan bahwa

sedikit perbankan syariah yang sudah mengungkapakan risiko imbfal hasil dan

investasi secara jelas.

Studi sebelumnya tentang manajemen risiko pada perbankan syariah di

Indonesia lebih banyak menjelaskan tentang persepsi eksposur risiko dalam

11
kontrak syariah yang berbeda, pengaruh dari variable tertentu yang

mempengaruhi tingkat pengungkapan seperti ukuran perusahaan, Finance to

Deposit Ratio, komite audit dan variable lain yang di asosiasikan dengan

karakteristik bank syariah. Karena aspek kepatuhan terhadap prinsip syariah

menjadi aspek yang sangat fundamental bagi eksistensi bank syariah, maka

pengungkapan informasi tersebut menjadi wajib berdasarkan regulasi terbaru

yang diterbitkan oleh OJK. Ketidakpatuhan dapat mengakibatkan

permasalahan hukum yang juga menyebabkan bank kehilangan nasabahnya.

Namun, penelitian terbaru yang secara khusus berfokus pada

pengungkapan manajemen risiko oleh bank syariah di Indonesia, yang secara

khusus mengacu pada pedoman IFSB-4 masih sangat minim. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk melihat tingkat pengungkapan manajemen risiko di

dalam laporan tahunan bank syariah dengan mengacu pada pedoman IFSB-4.

Studi ini juga mengeksplorasi apakah terdapat perbedaan tingkat informasi

manajemen risiko yang diungkapkan berdasarkan bank BUKU, dimana setiap

bank diidentifikasi dan dikategorikan berdasarkan modal inti yang dimiliki.

Penelitian ini berusaha membantu bank syariah untuk berkomitmen pada

prinsip-prinsip kepatuhan syariah, mempertahankan nasabah, menghasilkan

temuan yang bermanfaat bagi regulator, dan untuk memperluas literatur

tentang pengungkapan manajemen risiko pada bank syariah. Maka dari itu

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Tingkat

Pengungkapan Manajemen Risiko pada Bank Syariah di Indonesia tahun

2014-2019”.

12
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka rumusan

masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat pengungkapan manajemen risiko pada laporan tahunan

bank syariah di Indonesia?

2. Apakah terdapat perbedaan tingkat pengungkapan manajemen risio pada

bank syariah berdasarkan kategori bank BUKU?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka dapat ditetapkan yang

menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui tingkat pengungkapan manajemen risiko pada laporan tahunan

bank syariah di Indonesia.

2. Mengetahui apakah terdapat perbedaan tingkat pengungkapan manajemen

risiko pada bank syariah berdasarkan kategori bank BUKU?

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan yang lebih mendalam terkait dan aplikasi

penerapan manajemen risiko bank syariah serta risiko yang menyertainya.

Penelitian ini juga mengembangkan kemampuan peneliti dalam menyusun

sebuah karya tulis ilmiah.

13
2. Bagi Praktisi Bank Syariah

Hasil Penelitian ini mampu untuk memberikan informasi dan

pemahaman tentang pengungkapan manajemen risiko bank syariah di

Indonesia, sehingga dapat membantu memperbaiki praktik pengungkapan

manajemen risiko di perusahaan.

3. Bagi Investor

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

investor maupun kreditor dalam pengambilan keputusan investasi dan

kredit kepada bank syariah yang menerapkan manajemen risiko dan

mengungkapkannya di dalam laporan tahunan.

4. Bagi Akademisi

Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi tambahan atau rujukan

awal agar dapat dikembangkan lebih jauh sebagai bahan penelitian bagi

peneliti selanjutnya yang akan mendalami pengungkapan manajemen

risiko.

14
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Teori Stakeholder

Pada pemahaman yang lebih umum, terminologi stakeholder atau

pemangku kepentingan dahulu seringkali didefinisikan hanya sebatas pada

pemegang saham, fokus akuntabilitas korporasi masih terkonsentrasi atau

berorientasi pada para pemegang saham (Friedman, 1962). Hal ini

memunculkan suatu dilema tersendiri karena semua benefit yang diperoleh

entitas dikembalikan hanya kepada pemegang saham maupun kepada

manajemen. Upaya untuk memaksimalkan laba kadangkala mengabaikan

bahkan merugikan pihak lain bahkan mengancam keberlangsungan

perusahaan. Sehingga muncul tuntutan akan keberlangsungan usaha (going

concern of entity) yang tidak hanya bergantung pada pengelolaan yang

dilakukan oleh manajemen dan peran serta pemegang saham saja, tetapi

juga pengaruh dan dan lingkungan eksternal perusahaan seperti asosiasi

tenaga kerja, pemerintah, supplier dan konsumen (Murtanto, 2005).

Teori Stakeholder menjelaskan bahwa perusahaan merupakan entitas

yang beroperasi untuk kepentingannya sendiri dengan tetap memberikan

manfaat bagi stakeholder-nya (Ghozali dan Chariri, 2007). Manfaat

tersebut memang akan mendukung kepentingan stakeholder, namun pada

dasarnya setiap stakeholder memiliki kepentingannya sendiri-sendiri.

15
Perbedaan tersebut akan menimbulkan konflik kepentingan yang bisa

mempengaruhi pencapaian tujuan perusahaan. Tindakan yang tepat perlu

dilakukan agar perusahaan dapat mengendalikan hubungan harmonis

dengan stakeholders. Pengungkapan informasi menjadi alat yang

digunakan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan akan informasi

sehingga keharmonisan hubungan dengan stakeholders dapat terkelola

dengan baik.

Ketika stakeholder memberikan dukungan dengan menyediakan

sumber daya yang penting bagi perusahaan, maka perusahaan akan

bereaksi dengan cara memuaskan kepentingan para stakeholder-nya. Salah

satu cara yang digunakan perusahaan menurut Ghozali dan Chariri (2007)

yaitu dengan perluasan pengungkapan dan tingkat penyediaan informasi

kepada stakeholder. Meskipun cabang etika dari teori stakeholders

mengatakan bahwa semua stakeholders memiliki hak yang sama unutk

mendapatkan informasi, namun pada praktiknya perusahaan tetap

melakukan identifikasi untuk menentukan stakeholders mana yang perlu

menjadi prioritas berdasarkan kerangka yang dinyatakan Friedman (1970)

yaitu stakeholders mana yang paling memberikan keuntungan bagi

perusahaan.

Salah satu kebutuhan informasi yang sangat berguna bagi stakeholder

dalam melakukan pengambilan keputusan adalah informasi mengenai

risiko atau dalam konteks penelitian ini yaitu risiko yang dihadapi bank

syariah. Bank syariah akan mengungkapkan informasi mengenai risiko

16
pada bagian khusus didalam laporan tahunan perusahaan. Pengungkapan

risiko sebagai salah satu praktik pengungkapan perusahaan merupakan

salah satu cara perusahaan untuk berkomunikasi dengan para stakeholder-

nya (Taures, 2011). Jika informasi risiko dapat dipahami stakeholder

melalui pengungkapan risiko, diharapkan informasi tersebut akan

memuaskan kebutuhan stakeholder terhadap informasi dan transparansi

pengelolaan bank syariah. Kondisi ini akan menaikkan bargaining power

bank syariah dalam pengendalian sumber daya ekonomi seiring dengan

meningkatnya kepercayaan stakeholder untuk menyediakan dukungan

sumber daya dalam mencapai tujuan perusahaan.

Berdasarkan teori stakeholder, perusahaan yang memiliki tingkat

risiko yang tinggi akan mengungkap rasionalisasi dan penjelasan

mengenai apa yang terjadi dalam perusahaan (Amran, dkk, 2009).

Semakin tinggi tingkat risiko perusahaan, semakin banyak pula

pengungkapan risiko yang harus dilakukan perusahaan, karena manajemen

perlu menjelaskan penyebab risiko, dampak yang ditimbulkan, serta cara

perusahaan mengelola risiko (Linsley & Shrives, 2006). Semakin banyak

informasi diungkapkan akan menguntungkan stakeholder dalam

pengambilan keputusan. Sehingga dapat dikatakan bahwa pengungkapan

risiko berpengaruh penting pada kepuasan stakeholder.

17
2. Bank Syariah

Bank syariah adalah Lembaga keuangan yang menjalankan usahanya

dengan berlandasakan prinsip muamalah, yaitu prinsip syariat yang

mengatur hubungan antarmanusia terkait ekonomi, sosial dan politik yang

mengacu pada Al-Qur’an dan hadits. Perbedaan utama antara sistem

perbankan konvensional dan perbankan Islam terdapat pada lima prinsip

fundamental industry perbankan dan keuangan syariah yaitu; (i) Bebas

bunga; (ii) Aktivitas keuangan etis dan halal (tidak terkait dengan hal yang

dilarang menurut syariat Islam); (iii) Berbasis pada aset atau didukung

oleh jaminan aset; (iv) Kerjasama investasi berdasarkan pembagian untung

atau rugi antara pemodal dan pengusaha; dan (v) Adanya pembagian risiko

(Rahahleh, 2019).

Untuk mendapatkan keuntungan tanpa melakukan praktik pembebanan

bunga, Bank Syariah menggunakan sistem partisipasi ekuitas. Partisipasi

ekuitas merupakan bentuk transaksi dimana bank meminjamkan uang

kepada seseorang/badan yang menjalankan suatu bisnis, kemudian pihak

peminjam diharuskan membayar kembali pinjaman tersebut kepada bank

dengan mengambil bagian dari keuntungan bisnis. Jika bisnis yang

dijalankan gagal atau tidak mendapat untung, maka bank juga tidak

mendapat keuntungan. Berbeda dengan praktik pengembalian bank

konvensional dalam bentuk bunga yang tidak mempertimbangkan jika

bisnis yang dijalankan gagal atau mengalami kerugian (Ikatan Bankir

Indonesia, 2014).

18
Prinsip muamalah secara luas juga mengatur bankir untuk tidak

menyimpang dari prinsip-prinsip dasar Al-Quran dalam menjalankan

bisnis perbankan. Namun seiring dengan semakin berkembangnya produk

dan bentuk transaksi perbankan syariah, praktik perbankan syariah

menjadi semakin kompleks sehingga diperlukan pemahaman Fiqih

Muamalah yang lebih dalam dan komprehensif agar praktik perbankan

syariah dapat tetap berjalan dalam koridor yang diatur menurut Syariat.

Oleh karena itu setiap bank syariah wajib memiliki seorang atau lebih

Dewan Pengawas Syariah (DPS) untuk menjamin bahwa pengelolaan dan

operasional bank syariah tidak menyimpang dari akidah syariat (Ikatan

Bankir Indonesia, 2014).

Penjelasan yang lebih mendetail terkait dengan fungsi dan prinsip

operasional bank syariah akan dijelaskan dalam beberapa poin berikut:

a. Prinsip Dasar Bank Syariah

Semua hukum yang ditentukan oleh Allah SWT memiliki maksud

dan tujuan bagi kemaslahatan manusia. Maqashid syariah merupakan

ilmu dalam memahami redaksi Al-Qur’an dan Sunnah Rasul,

menyelesaikan dalil yang bertentangan dan menetapkan hukum yang

tidak tertampung dalam Al-Qur’an dan hadits sebagai upaya untuk

melahirkan pendapat yang tidak bertentangan dengan syariat.

Maqashid syariah merupakan gagasan dalam hukum Islam bahwa

syariat diturunkan Allah untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang

terdapat didalam sumber utama hukum Islam.

19
Sebagai lembaga keuangan yang menjalankan usahanya

berdasarkan syariat Islam, Bank Syariah harus berpegang teguh pada

prinsip Maqashid Al Syariah untuk mencapai tujuan yang diatur dalam

Al-Quran dan hadist. (Ikatan Bankir Indonesia, 2014). Maqashid

syariah secara komprehensif mencakup pemeliharaan terhadap agama,

jiwa, akal, keturunan, dan harta yang dilakukan dalam beberapa

tingkatan yaitu:

1) Dharuriyah (Primer)

Perkara yang diatur dharuriyah adalah perkara yang menjadi

tempat tegaknya kehidupan manusia. Dharuriyat adalah kebutuhan

paling utama dan paling penting yang harus terpenuhi agar

manusia dapat hidup dan apabila ditinggalkan maka kehidupan

manusia akan rusak, menimbulkan fitnah, dan kehancuran.

2) Hajiyyah (Sekunder)

Perkara hajiyyah mengatur persoalan yang dibutuhkan manusia

untuk menghilangkan kesulitan yang dihadapi. Tidak terpenuhinya

kebutuhan ini tidak akan mengancam kehidupan manusia, namun

hanya timbul kesulitan dalam melakukan suatu kegiatan.

Kebutuhan ini merupakan penguat dari kebutuhan dharuriyah.

3) Tahsiniyah (Tersier/Pelengkap)

Perkara yang diatur tahsiniyah sifatnya hanya untuk menjaga

kebaikan dan kesempurnaan. Kalaupun tidak dapat diwujudkan dan

20
dicapai oleh manusia tidak akan sampai menyulitkan atau merusak

tatanan kehidupan mereka, namun perkara ini tetap dianggap

penting dan dibutuhkan untuk menyempurnakan dan memperindah

setiap perkara yang dilakukan manusia.

b. Fungsi dan Peran Bank Syariah

Fungsi umum bank syariah berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2008

tentang Perbankan Syariah dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Penghimpun Dana (Mudharib)

Bank syariah menghimpun dana masyarakat yang bersumber

dari produk simpanan, penempatan dana dan berupa setoran modal.

Perbedaannya dengan bank konvensional terdapat pada penerapan

prinsip syariah yang digunakan untuk menentukan mekanisme

pendapatan masing-masing pihak. Prinsip operasional syariah yang

secara umum diterapkan bank syariah dalam menghimpun dana

adalah prinsip wadi’ah dan mudharabah.

Prinsip wadi’ah merupakan akad penitipan barang/uang kepada

pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga

keselamatan dan keutuhan barang/uang yang disertai dengan

imbalan (ujrah) atas jasa yang diberian. Prinsip mudharabah

merupakan akad kerja sama antara Shahibul Maal (nasabah) yang

sepenuhnya menanggung modal usaha dan Mudharib (bank

syariah) yang mengelola dana dengan porsi bagi hasil yang

disepakati pada awal akad (Ifham, 2015).

21
2) Penyalur Dana (Shahibul Maal)

Dana yang dihimpun disalurkan dalam bentuk pembiayaan atau

bentuk lainnya dalam bentuk investasi pembelian sukuk, serta

penyertaan dalam bentuk bagi hasil. Penyaluran dana di bank

syariah tidak disebut dengan kredit, melainkan disebut dengan

pembiayaan. Dalam penyaluran dana bank syariah menggunakan

skema jual beli, skema investasi, dan skema sewa (Ifham, 2015.

Tabel 2.0
Prinsip Penyaluran Dana Bank Syariah

No Prinsip Skema Keterangan


Akad jual beli atas barang tertentu,
di mana penjual menyebutkan
dengan jelas barang yang
Murabahah
diperjualbelikan, termasuk harga
1. Jual Beli Salam
pembelian barang kepada pembeli,
Istishna
kemudian ia mensyaratkan atasnya
laba/keuntungan dalam jumlah
tertentu
Akad kerjasama antara Bank selaku
pemilik dana (Shahibul Maal)
Mudharabah dengan nasabah selaku mudharib
2. Investasi
Musyarakah yang mempunyai keahlian atau
keterampilan untuk mengelola suatu
usaha yang produktif dan halal.

Akad antara Bank (Muajir) dengan


nasabah (Musta’jir) untuk menyewa
suatu barang atau objek sewa
3. Sewa Ijarah
(Ma’jur) milik bank dan bank
mendapatkan imbalan jasa atas
barang yang disewakannya tersebut
Sumber: Ifham (2015)

22
3) Pelaksana Jasa Keuangan

Selain sebagai lembaga intermediasi di mana bank syariah

berfungsi sebagai penghubung antara nasabah yang membutuhkan

dana dengan nasabah yang kelebihan dana, bank syariah juga

melaksanakan fungsi keuangan perbankan dengan menggunakan

prinsip-prinsip transaksi Syariah diantaranya:

a) Prinsip Wakalah

Dalam konteks muamalah, wakalah adalah pelimpahan

kekuasaan oleh seseorang (muwakil) kepada yang lain (wakil)

dalam hal-hal yang diwakilkan. Aplikasi di perbankan syariah

dapat berupa: Letter of Credit (L/C), Setoran kliring, Kliring

Antarkota, Real Time Gross Settlement (RTGS), Inkaso,

Transfer, Pajak Online dan lain-lain. Sebagai pihak yang

mengerjakan suatu tugas, bank syariah berhak mendapatkan

imbalan sesuai dengan kesepakatan.

b) Prinsip Kafalah

Dalam fatwa DSN Nomor 11 Tahun 2000, kafalah adalah

jaminan yang diberikan penanggung (kafil) kepada pihak ketiga

untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung

(Makfuul ‘anhu ‘ashil). Prinsip kafalah dalam penerapannya di

bank syariah digunakan dalam transaksi bank garansi.

23
c) Prinsip Hawalah

Hawalah merupakan pengalihan utang dari orang yang

berutang kepada orang lain yang bersedia menanggungnya

dengan nilai yang sama dengan nilai utangnya. Dalam praktik

perbankan, prinsip hawalah digunakan untuk transaksi anjak

piutang.

d) Prinsip Sharf

Prinsip sharf adalah pertukaran mata uang (money

changer), baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang

berlainan jenis (Nurdibah, 2017). Berdasarkan fatwa DSN

Nomor 28 Tahun 2002, terdapat beberapa syarat transaksi jual

beli mata uang, yaitu (1) Tidak untuk spekulasi; (2) Ada

kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan); (3)

Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka,

nilainya harus sama dan secara tunai; (4) Apabila berlainan

jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang

berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.

e) Prinsip Ijarah

Prinsip ijarah merupakan prinsip yang sangat banyak

digunakan dalam pelaksanaan fungsi jasa keuangan bank

syariah (Nurdibah, 2017). Dalam praktik perbankan, transaksi

ini diimplementasikan dalam berupa ATM, m-Banking, dll.

24
4) Fungsi Sosial

Bank syariah juga menjalankan fungsi sosial dengan berperan

sebagai lembaga baitul maal. Fungsi sosial merupakan sesuatu

yang melekat pada bank syariah karena pada dasarnya kehadiran

bank syariah adalah untuk memberikan kemaslahatan kepada

manusia. Setidaknya terdapat dua instrumen yang digunakan oleh

bank syariah untuk memenuhi fungsi sosialnya yaitu ZISWAF

(Zakat, Infak, Sadaqah dan Wakaf) dan instrumen Qardhul Hasan.

c. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia

Bank Muamalat Indonesia (BMI) berdiri pada tahun 1991 dan

menjadi bank syariah pertama di Indonesia juga sebagai satu-satunya

bank pada saat itu yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan

prinsip bagi hasil. Beberapa bank konvensional kemudian ikut

membentuk Unit Usaha Syariah (UUS) agar dapat memberikan jasa

pembiayaan kepada para nasabahnya melalui produk yang bebas dari

unsur riba, ketidakpastian, dan spekulasi (Prasetiyo, 2012).

Eksistensi bank syariah kemudian perlahan mulai dibangun

khususnya dalam aspek legal-formal dengan disahkannya UU Nomor

21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Undang-Undang ini lah

yang masih digunakan sampai saat ini yang menjelaskan legalitas

keberadaan Perbankan Syariah di Indonesia dengan segala macam

karakteristiknya.

25
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

memiliki XIII bab dan 70 pasal. Masing-masing bab dan pasal tersebut

memiliki makna tersendiri yang berpengaruh bagi eksistensi perjalanan

perbankan syariah di Indonesia pasca ditetapkannya Undang-Undang

tersebut. Sejak mulai dikembangkannya sistem perbankan syariah di

Indonesia, dalam dua dekade sistem keuangan syariah Indonesia

menjadi salah satu sistem terbaik dan terlengkap yang diakui secara

internasional.

Fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan juga telah

berpindah dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan. OJK Visi

dan strategi kebijakan pengembangan sektor keuangan syariah hingga

kini terus dikembangkan oleh OJK selaku regulator melalui Roadmap

Perbankan Syariah Indonesia 2015-2019 (OJK, 2018).

3. Manajemen Risiko

Risiko menurut kamus bahasa diartikan sebagai peluang, potensi atau

kemungkinan terjadinya dampak negatif atau kerugian. Menurut sudut

pandang pengelolaan bank, risiko didefinisikan sebagai peluang dari

kemungkinan terjadinya situasi yang memburuk (bad outcome), termasuk

didalamnya potensi kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa tertentu.

Kerugian yang terjadi sebagai konsekuensi langsung atau tidak langsung

dari risiko bisa dirasakan dalam bentuk kerugian finansial ataupun non-

finansial (Rianto, 2013).

26
Risiko finansial merupakan kerugian langsung yang dirasakan bank

dan dapat diukur dalam satuan mata uang. Sedangkan risiko non-finansial

terkait kepada kerugian atau dampak negative yang tidak dapat

dikalkulasikan secara jelas menurut satuan angka atau mata uang. Dampak

finansial dari risiko nonfinansial tidak langsung dapat dirasakan. Kasus

seperti ketika kehilangan nasabah dan berhentinya bisnis sebagai dampak

dari risiko yang terjadi tidak langsung membuat bank menjadi rugi.

Namun menurut (Idroes, 2008) pada gilirannya, risiko non-finansial

berpotensi untuk menimbulkan kerugian finansial.

Saat ini pendefinisian risiko dilihat secara berbeda oleh individu pada

lingkungan yang berbeda. Penelitian Freeman & Malik (2013)

menunjukkan bahwa setiap individu memiliki definisinya sendiri tentang

risiko, sehingga risiko menjadi sangat subjektif dan cenderung mengikuti

latar belakang individu atau industri. Risiko yang dahulu dianggap sebagai

kemungkinan akan terjadinya akibat buruk atau merugikan kini lebih

diasosiasikan dengan ketidakpastian dalam konotasi yang positif maupun

negatif. Meskipun berada di tengah ketidakpastian, agar dapat terus

menjalankan usahanya, perusahaan harus secara tepat mengelola setiap

risiko yang dihadapi dan mengambil keuntungan dari risiko tersebut agar

mencapai keuntungan maksimal.

Risiko merupakan elemen yang bersifat inheren atau melekat dalam

dunia usaha. Risiko bagi dunia usaha bersumber dari adanya

ketidakpastian (uncertainties) yang dapat menyebabkan tertekannya

27
profitabilitas bahkan dapat menimbulkan kerugian. Menerapkan sistem

manajemen risiko telah menjadi kewajiban secara hukum dan pada saat

yang sama merupakan kewajiban moral perusahaan untuk melindungi

karyawan mereka. Khususnya bagi bank sebagai pelaku industri perbankan

yang berfungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat agar dapat

menghindari dampak negatif dari risiko (Freeman & Malik, 2013).

Tindakan preventif akan membantu perusahaan menghemat biaya

dampak dari risiko sehingga manajemen dapat berfokus pada peningkatan

keuntungan perusahaan (Freeman & Malik, 2013). Ali (2006)

menyebutkan terdapat tiga unsur utama yang wajib ketika bank

berhadapan dengan berbagai jenis risiko. Ketiga unsur utama yang

dimaksud meliputi:

a. Tindakan supervisi untuk menegakkan fungsi pengawasan berbasis

risiko yang efektif dalam risk management process.

b. Persyaratan disclosure (pengungkapan dan atau pernyataan) yang

harus dipenuhi oleh bank sehingga memungkinkan stakeholders

memperoleh akses informasi yang luas dan akurat.

c. Penetapan Good Corporate Governance (tata kelola perusahaan)

dalam manajemen perbankan.

Dalam menjalankan proses manajemen risiko terdapat beberapa proses

yang saling berkaitan antara satu kegiatan dengan kegiatan lainnya

sehingga menjadikan manajemen risiko sebagai suatu rangkaian tindakan

28
terintegrasi. Rianto (2013) dalam mengelola faktor-faktor risiko yang

bersifat material, setiap bank harus menjalankan proses berikut:

a. Identifikasi Risiko

Identifikasi risiko bersifat proaktif, mencakup seluruh aktivitas

bisnis bank, dan dilakukan dalam rangka menganalisis sumber dan

kemungkinan timbulnya risiko serta dampaknya.

b. Pengukuran Risiko

Selanjutnya, bank perlu melakukan pengukuran risiko sesuai

dengan karakteristik dan komplektisitas usaha. Bank perlu menetapkan

unit yang independent dalam pemantauan terhadap hasil pengukuran

risiko dari pihak yang melakukan transaksi untuk memantau tingkat

dan tren serta menganalisis arah risiko.

c. Pengendalian

Memilih metode atau tindakan strategis yang tepat untuk

mengontrol risiko, termasuk menentukan apakah bank akan

menghindari risiko, mengurangi risiko atau memindahkan risiko ke

pihak lain.xProses ini merupakan penyusunan prosedur atauxkebijakan

yangxmembantu memastikanxbahwa responxterhadap risikoxyang

dipilihxmemadai dan terlaksanaxdenganxbaik.

d. Pengawasan

Memonitor dan mengawasi semua tindakan yang direncanakan

untuk mengatasi risiko yang mungkin akan dihadapi. Monitoring

29
adalah tahapan terakhir dalam risk management. Prosesxpemantauan

dilakukanxsecara terus menerus untuk memastikan setiap komponen

lainnya berfungsi sebagaimana mestinya. Halxpenting yang perlu

diperhatikan dalam proses monitoring adalahxpelaporan yangxtidak

lengkapxatau berlebihan.

a. Paradigma Manajemen Risiko dalam Islam

Bagaimana bank mengimplementasikan manajemen risiko yang

dipilih umumnya berbeda disetiap bank, meskipun berada pada

industri yang sejenis dimana kemungkinan setiap bank akan

menghadapi risiko yang serupa, namun setiap bank akan memiliki

strategi pengelolaan, tingkat toleransi terhadap risiko dan tujuannya

sendiri. Sehingga, penting bagi stakeholder yang memberikan otoritas

kepada manajemen untuk lebih memperhatikan kunci risiko bisnis dan

bagaimana setiap risiko dikelola oleh bank. Perhatian terhadap

pengelolaan risiko lebih diperlukan khususnya pada bank syariah yang

memiliki jenis risiko lebih banyak jika dibandingkan dengan bank

konvensional (Taures, 2011).

Untuk menempatkan manajemen risiko dalam konteks pengelolaan

bank syariah, dalam Islam ketidaksempurnaan informasi dikenal

dengan istilah gharar, hal ini merujuk kepada ketidakpastian yang

menyebabkan seseorang berada dalam bahaya. Gharar merupakan

risiko potensial yang menyebabkan kemungkinan adanya konsekuensi

30
yang tidak diketahui. Hal ini muncul secara alami dan tidak ada unsur

kesengajaan, jika disengaja maka disebut dengan tadlis (penipuan).

Maulana (2016) dalam penelitiannya berpendapat bahwa dampak

buruk bisa muncul tanpa adanya persiapan dalam menghadapi risiko

tersebut, sehingga umat Islam diwajibkan untuk mengamankan setiap

tindakannya dan melakukan mitigasi terhadap setiap risiko yang akan

diambil.

Dengan mengambil kesimpulan berdasarkan kitab tafsir Hidayatul

Insan bi Tafsir Qur'an dapat disimpulkan bahwa penerapan manajemen

risiko pada bank syariah sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat

Yusuf ayat 67 yang berbunyi:

َ‫ل َٰ َي َبنِىَ َوقَا َل‬ َْ ِ‫عن ُكم أ ُ ْغنِى َو َماَ َۖ ُّمتَف َِرقَةَ أَب َٰ َْوبَ م‬
َ َ َ‫ن ََوٱدْ ُخلُواَ َٰ َوحِ دَ َبابَ مِ نَ تَدْ ُخلُوا‬ َ ََ‫ّلل ِمن‬
َِ ‫ٱ‬

‫ش ْىءَ مِ ن‬ َِ ‫ّلل ِإلَ ٱ ْل ُح ْك َُم ِإ‬


َ َۖ ‫ن‬ َ َُ‫علَ ْي َِه َۖ ت ََوك ْلت‬
َِ ِ َۖ ‫علَ ْي َِه‬ َِ ‫ٱ ْل ُمت ََو ِكلُونََ فَ ْل َيت ََوك‬
َ ‫ل َو‬

Artinya:

“dan Yaqub berkata:” Hai anak-anakku, janganlah kamu

bersama-sama masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari

pintu-pintu gerbang yang berlain-lain, namun demikian aku tiada

dapat melepaskan kamu barang sedikitpun daripada (takdir) Allah

SWT. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah SWT.,

kepada-Nya lah aku bertawakal dan hendaklah kepada-Nya orang

yang bertawakal berserah diri”

31
Nabi Muhammad SAW. juga telah menjelaskan konsep

manajemen risiko, bahwa setiap manusia harus berusaha menghindari

dampak buruk terlebih dahulu sebelum bertawakal kepada Allah SWT.

melalui kandungan yang terdapat di dalam hadist yang di riwayatkan

Tirmidzi.

“Pada suatu hari Rasulllah Muhammad SAW. bertemu seorang

laki-laki suku Badui yang meninggalkan untanya tanpa

mengikatnya. Rasulullah SAW. lalu bertanya: “Mengapa engkau

tak mengikat untamu? Dia akan lari dan menimbulkan musibah

bagimu.”Sang Badui menjawab: “Aku bertawakal kepada Allah

SWT. aku serahkan semua urusanku kepada-Nya.” Rasulullah

SAW. tidak serta merta menyetujui ketawakalan laki-laki itu

bahkan Beliau bersabda: “Ikatlah dahulu untamu, lalu

bertawakallah pada Allah SWT” (HR Tirmidzi).

Dengan berlandaskan Al-qur’an, Hadist dan kaidah Fiqih, dapat

disimpulkan bahwa manajemen risiko mutlak harus diimplementasikan

dan dipersiapkan sebaik mungkin sebagai pondasi sekaligus pelindung

eksistensi sistem perbankan syariah. Pondasi tersebut diwujudkan

dalam bentuk sebuah kerangka kerja yang akan menentukan kekuatan

bank syariah dalam menghadapi ketidakpastian. Karena pada dasarnya

landasan bisnis perbankan adalah kepercayaan, dan menurut Nurdibah

(2017) apabila terjadi kegagalan dampak yang terjadi akan bersifat

32
sistemik, sehingga tidak hanya membahayakan nasabah dan bank itu

sendiri namun lebih jauh lagi dapat mengganggu sistem perekonomian

suatu negara.

b. Manajemen Risiko dan Pengungkapan Manajemen Risiko pada

Bank Syariah

1) Kerangka Manajemen Risiko IFSB-4

Islamic Financial Service Board (IFSB) telah menetapkan

persyaratan umum praktik manajemen risiko untuk menyediakan

proses manajemen dan pelaporan risiko yang komprehensif.

Manajemen risiko dalam hal ini melibatkan pengawasan dewan

dan manajemen senior yang tepat untuk mengidentifikasi,

mengukur, memantau, melaporkan dan mengendalikan kategori

risiko yang relevan dan untuk memiliki modal yang memadai

terhadap risiko ini. Proses tersebut harus mempertimbangkan

langkah-langkah yang tepat untuk mematuhi aturan dan prinsip

Syariah dan untuk memastikan kecukupan pelaporan risiko yang

relevan kepada otoritas pengawas. Sehubungan dengan persyaratan

umum manajemen risiko kerangka IFSB-4 juga menetapkan

pengawasan dewan dan manajemen senior yang tepat, yaitu, untuk

mengidentifikasi, mengukur, memantau, melaporkan, dan

mengendalikan kategori risiko yang relevan.

Karakteristik pada perbankan syariah menjadi alasan utama

mengapa pedoman IFSB-4 (2007) – Disclosures To Promote

33
Transparency And Market Discipline For Institutions Offering

Islamic Financial Services merupakan pedoman yang relevan

dalam hal pengelolaan risiko unik bank syariah (Rosman, 2015).

Sifat unik dari risiko dalam keuangan Islam yang terdokumentasi

dengan baik dan cakupan standar dari pedoman ini telah

direkomendasikan kepada bank syariah secara internasional

semakin menunjukkan bahwa standar IFSB lebih relevan dengan

karakteristik bank syariah itu sendiri. IFSB-4 mengandung prinsip

dan persyaratan umum untuk manajemen risiko dan 7 area risiko

utama yaitu:

a) General Disclosure: Risk Exposures and Assesment

Dimensi pertama adalah persyaratan umum atau General

Disclosure Risk Management untuk pengawasan Direksi dan

manajemen senior atas proses manajemen risiko. Komponen

dalam prinsip ini diantaranya tinjauan berkala atas efektivitas

kegiatan manajemen risiko dan Direksi memastikan keberadaan

struktur manajemen yang efektif.

Didalam peungkapan ini juga dijelaskan terkait Rekening

investasi tidak terikat yaitu rekening yang mengakomodasi

kontrak-kontrak kerja sama seperti penggunaan akad

mudharabah dalam penghimpunan dana (tabungan dan

deposito). Hal ini dilakukan karena tabungan dan deposito

dengan akad mudharabah tidak dapat dikategorikan sebagai

34
hutang atau modal. Hal ini karena akad mudharabah

menekankan pada transaksi bagi hasil yang mengandung risiko

bisnis yaitu keuntungan atau kerugian.

Transaksi ini sejalan dengan pendapat Ayub (2007) bahwa

asumsi risiko bisnis merupakan kondisi awal dalam sebuah

investasi yang mengharap mengharapkan keuntungan. Sebuah

pernyataan yang lazim digunakan adalah “Al kharaj bi-al-

Daman” atau “Al Ghunm bil Ghurm” dimana keuntungan

secara logis berhadapan dengan adanya risiko atau dengan kata

lain seseorang yang berinvestasi dan menginginkan keuntungan

haruslah siap menghadapi risiko baik keuntungan maupun

kerugian dalam proses bisnis.

b) Credit Risk

Credit Risk atau Risiko kredit secara umum didefinisikan

sebagai eksposur terhadap kemungkinan bahwa pihak lawan

akan gagal memenuhi kewajibannya sesuai dengan persyaratan

yang disepakati. Definisi ini berlaku untuk LKI yang

mengelola eksposur pembiayaan piutang dan sewa (misalnya,

Murabahah, berkurangnya Musyarakah dan Ijarah) dan

transaksi/proyek pembiayaan modal kerja (misalnya, Salam,

Istisna` atau Muḍarabah).

Risiko kredit juga terkait dengan instrumen ekuitas yang

tidak diperdagangkan, seperti yang didasarkan pada kontrak

35
Muḍarabah dan Musyarakah, yang dimiliki untuk tujuan

investasi dan bukan untuk diperdagangkan. Modal yang

diinvestasikan melalui Muḍarabah dan Musyarakah dapat

digunakan untuk membeli saham di perusahaan publik atau

ekuitas swasta atau investasi dalam portofolio proyek tertentu

atau melalui sarana investasi gabungan. Bagaimanapun,

keduanya adalah pembiayaan bagi hasil, di mana modal yang

diinvestasikan oleh penyedia pembiayaan tidak menghasilkan

pengembalian tetap, tetapi secara eksplisit terkena penurunan

nilai modal jika terjadi kerugian. Risiko penurunan nilai modal

atas kepemilikan ekuitas tersebut diperlakukan sebagai bagian

dari risiko kredit.

LKI harus membuat pengungkapan informasi yang

mencerminkan eksposur kredit secara keseluruhan, distribusi

atau persentase eksposur risiko kredit menurut segmen

termasuk kontrak, geografif, industri, serta kualitas aset secara

keseluruhan dan berdasarkan sektor.

c) Liquidity Risk

Liquidity Risk atau risiko likuiditas adalah potensi kerugian

LKI yang timbul dari ketidakmampuan mereka untuk

memenuhi kewajiban mereka atau untuk mendanai peningkatan

aset saat jatuh tempo tanpa menimbulkan biaya atau kerugian

yang tidak dapat diterima. LKI harus membuat pengungkapan

36
mengenai kerangka manajemen likuiditasnya, secara

keseluruhan, dan secara terpisah, berdasarkan kategori

pendanaan dan pembiayaan.

Bank syariah juga harus memiliki kebijakan manajemen

likuiditas yang mencakup proses pengukuran dan pemantauan

likuiditas yang baik, sistem yang memadai untuk memantau

dan melaporkan eksposur likuiditas secara berkala, kapasitas

pendanaan yang memadai, akses likuiditas melalui realisasi

aset tetap melalui penjualan serta manajemen krisis likuiditas

yang berkembang dengan baik.

d) Market Risk

Market Risk atau Risiko pasar didefinisikan sebagai risiko

kerugian pada posisi di dalam dan di luar neraca yang timbul

dari pergerakan harga pasar – yaitu, fluktuasi nilai instrumen

yang dapat diperdagangkan dan yang dapat dipasarkan

(termasuk Sukuk), dalam investasi dalam aset sewaan dan

dalam portofolio individu rekening administratif. (misalnya,

akun investasi terbatas). Risiko timbul dari volatilitas saat ini

dan masa depan nilai pasar aset tertentu dan nilai tukar mata

uang asing.

LKI harus membuat pengungkapan mengenai kerangka

kerjanya untuk manajemen risiko pasar sehubungan dengan

semua aset yang dimiliki untuk dijual, termasuk yang tidak

37
memiliki pasar yang siap dan/atau terkena volatilitas harga

yang tinggi.

e) Operational Risk

LKI dihadapkan pada berbagai risiko operasional yang

secara material dapat mempengaruhi operasi mereka. Risiko

operasional adalah risiko kerugian akibat ketidakcukupan atau

kegagalan proses internal, orang dan sistem, atau dari peristiwa

eksternal, termasuk kerugian akibat ketidakpatuhan syariah dan

kegagalan tanggung jawab fidusia LKI terhadap penyedia dana

yang berbeda. Kegagalan pengendalian ini dapat

mempengaruhi kesehatan operasi LKI dan keandalan

pelaporannya.

LKI harus membuat pengungkapan mengenai sistem dan

kontrolnya, termasuk kepatuhan Syariah, dan mekanisme yang

ada untuk melindungi kepentingan stakeholders. Terdapat

kebutuhan atas audit dan penilaian independen oleh auditor

internal dan eksternal untuk tujuan meninjau pengendalian

internal bank. Untuk tujuan kepatuhan syariah, bank syariah

harus memastikan bahwa mereka selalu mematuhi aturan dan

prinsip syariah, termasuk dokumentasi kontrak mereka.

Melakukan tinjauan kepatuhan Syariah setidaknya setiap tahun

oleh departemen Syariah yang terpisah juga disarankan.

38
f) Rate of Return Risk

Rate of Return Risk mengacu pada kemungkinan dampak

pada laba bersih Lembaga Keuangan Islam (LKI) yang timbul

dari dampak perubahan harga pasar dan tingkat acuan yang

relevan terhadap pengembalian aset dan pengembalian yang

harus dibayar atas pendanaan. Dampak ini timbul dari dana

Unrestricted Investment Account Holder yang tidak dibatasi

yang diinvestasikan dalam aset dengan pengembalian tetap

seperti Murabahah, ketika Investment Account Holder (IAH)

mengharapkan pengembalian yang mencerminkan kondisi

pasar saat ini.

Peningkatan suku bunga acuan (atau tarif pasar) dapat

mengakibatkan IAH memiliki ekspektasi tingkat pengembalian

yang lebih tinggi, sementara pengembalian aset dapat menjadi

lebih lambat karena jatuh tempo yang lebih lama, sehingga

mempengaruhi laba bersih ke LKI selama periode referensi.

Risiko tingkat pengembalian berbeda dari risiko tingkat

bunga di LKI yang bersangkutan dengan pengembalian

kegiatan investasi mereka pada akhir periode kepemilikan

investasi dan dengan dampak pada laba bersih setelah

pembagian pengembalian dengan IAH. Sebaliknya, dalam

mengukur risiko suku bunga, biaya pendanaan secara

kontraktual tidak bergantung pada pengembalian aset.

39
g) Displaced Commercial Risk

Displaced-Commercial Risk mengacu pada besarnya risiko

yang dialihkan kepada pemegang saham untuk melindungi IAH

dari menanggung sebagian atau seluruh risiko yang mereka

hadapi secara kontraktual dalam kontrak pendanaan

Muḍarabah. Berdasarkan kontrak Muḍarabah (bagi hasil dan

kerugian), pada prinsipnya, IAH yang tidak dibatasi terkena

dampak agregat dari risiko yang timbul dari aset di mana dana

mereka diinvestasikan, tetapi mereka mendapat manfaat dari

Displaced Commercial Risk yang diasumsikan oleh LKI.

Pembagian risiko ini dicapai dengan membentuk dan

menggunakan berbagai cadangan seperti Profit Equalization

Reserve (PER), dan dengan menyesuaikan bagian keuntungan

Muḍarib untuk memuluskan pengembalian yang harus

dibayarkan kepada IAH dari paparan volatilitas pengembalian

agregat yang timbul dari risiko perbankan, dan dengan

demikian untuk memungkinkan pembayaran pengembalian

yang kompetitif di pasar. Pengalihan risiko (dan pengembalian)

dari IAH kepada pemegang saham tersebut memerlukan

pencantuman proporsi ATMR yang didanai oleh IAH dalam

penyebut CAR.

40
h) Contract Spesific Risk

Setiap jenis aset pembiayaan Islam dihadapkan pada

berbagai campuran risiko kredit dan pasar. Campuran ini juga

dapat bervariasi sesuai dengan tahap kontrak. Oleh karena itu,

adalah tepat untuk memantau total eksposur risiko pada setiap

jenis aset pembiayaan dan beban modal yang sesuai untuk

setiap jenis.

Prinsip ini berkaitan dengan risiko yang melekat pada

instrumen ekuitas, yang dimiliki untuk tujuan investasi,

khususnya untuk musyarakah dan mudarabah. Ini termasuk

penetapan tujuan, kebijakan dan prosedur investasi yang

menggunakan instrumen bagi hasil. Ada juga kebutuhan untuk

melibatkan pihak independen untuk melakukan audit dan

penilaian investasi.

2) Manajemen Risiko Menurut Peraturan OJK dan Bank Indonesia

Secara umum, bisnis perbankan dihadapkan pada sejumlah

risiko yang melekat, yaitu risiko kredit, risiko pasar, risiko

operasional, dan risiko likuiditas (Khan & Ahmed, 2007). Namun,

karena bank syariah hanya boleh terlibat dengan kegiatan yang

tidak bertentangan dengan syariat Islam.

41
Tabel 2.1
Jenis-Jenis Risiko Perbankan Syariah
Jenis
Penjelasan
Risiko
Risiko kredit merupakan risiko akibat kegagalan nasabah atau
Risiko
pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank sesuai
Kredit
dengan perjanjian yang disepakati.
Merupakan risiko pada posisi neraca dan rekening administratif
Risiko akibat perubahan harga pasar, antara lain risiko berupa
Pasar perubahan nilai dari aset yang dapat diperdagangkan atau
disewakan.
Merupakan risiko kerugian yang diakibatkan oleh proses
Risiko internal yang kurang memadai, kegagalan sistem dan atau
Operasional adanya kejadian kejadian eksternal yang mempengaruhi
operasional bank.
Risiko likuiditas adalah risiko yang terjadi akibat
ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh
Risiko
tempo dari sumber pendanaan arus kas dan atau aset likuid
Likuiditas
berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu
aktivitas dan kondisi keuangan bank.
Risiko akibat tuntutan hukum dan atau kelemahan aspek yuridis.
Risiko ini timbul antara lain karena ketiadaan peraturan
Risiko
perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan
Hukum
perikatan, seperti tidak terpenuhinya syarat sahnya kontrak atau
pengikatan agunan yang tidak sempurna.
Risiko yang diakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan para
Risiko
pemangku kepentingan yang bersumber dari persepsi negatif
Reputasi
terhadap bank.
Risiko strategis adalah risiko akibat ketidaktepatan dalam
Risiko pengambilan dan atau pelaksanaan suatu keputusan strategis
Strategis serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan
bisnis.
Merupakan risiko yang diakibatkan bank tidak mematuhi dan
Risiko
atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan
Kepatuhan
ketentuan yang berlaku serta prinsip syariah.
Risiko investasi (equity investment risk) adalah risiko akibat
Risiko
bank ikut menanggung kerugian usaha nasabah yang dibiayai
Investasi
dalam pembiayaan bagi hasil berbasis bagi hasil.
Risiko imbal hasil (rate of return risk) adalah risiko akibat
perubahan tingkat imbal hasil yang dibayarkan bank kepada
Risiko
nasabah karena terjadi perubahan tingkat imbal hasil yang
Imbal Hasil
diterima bank dari penyaluran dana, yang dapat mempengaruhi
perilaku nasabah dana pihak ketiga bank.
Sumber: POJK No.65/POJK.03/2016

42
Menurut Khan & Ahmed (2007), persyaratan khusus ini

mengekspos institusi pada risiko khusus yang hanya ditemukan

pada institusi keuangan syariah, yaitu Risiko ketidakpatuhan

syariah (Shariah Non-Compliance Risk), risiko tingkat

pengembalian (Rate of Return Risk), dan risiko investasi ekuitas

(Equity Investment Risk). Ilustrasi tabel 3.1 yang menjelaskan

tentang jenis risiko yang dihadapi bank syariah berdasarkan

Peraturan OJK No.65/POJK.03/2016 yang mengacu pada Basel

Accord II.

4. Pengungkapan Manajemen Risiko

Di dalam mekanisme pengelolaan risiko, terdapat aspek penting yang

tidak boleh dilewatkan oleh perusahaan yaitu pelaporan atau

pengungkapan risiko di dalam laporan tahunan perusahaan. Pengungkapan

risiko merupakan penyampaian informasi yang ditujukan kepada

stakeholder. Perusahaan dikatakan telah melakukan pengungkapan risiko

jika didalam laporan tahunan terdapat informasi mengenai peluang,

bahaya, ancaman atau eksposur terhadap keberlangsungan perusahaan

yang mungkin akan berdampak di masa sekarang atau di masa yang akan

datang (Linsley & Shrives, 2006).

Risiko yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat bersifat

kuantitatif/kualitatif, finansial/non-finansial, dan historis/prediktif.

Pengungkapan risiko bersifat wajib dan mencakup hal-hal yang secara

43
khusus diatur menurut konstitusi suatu negara, standar akuntansi dan

persyaratan pencatatan di bursa saham. Namun perusahaan juga dapat

melakukan pengungkapan informasi sukarela yang tidak diatur dalam

regulasi. (Ismail, dkk, 2013).

Menurut Ghozali dan Chariri (2007), pengungkapan informasi

memiliki tiga konsep. Pengungkapan yang cukup (adequate) merupakan

pengungkapan minimal yang harus dilakukan agar laporan tahunan tidak

menyesatkan pembaca. Pengungkapan yang wajar (fair) menunjukkan

tujuan etis agar dapat memberikan perlakuan yang sama dan bersifat

umum bagi semua pemakai laporan tahunan. Pengungkapan yang lengkap

(full) mensyaratkan penyajian semua informasi yang relevan secara

komprehensif.

Praktik pengungkapan risiko idealnya memenuhi ketiga konsep

pengungkapan tersebut, sehingga dapat tercipta keseimbangan informasi

antara agent (manajer) dan principal (pemilik). Dengan terciptanya

keseimbangan informasi diantara keduanya, konflik keagenan dapat

dikurangi sehingga pencapaian tujuan akhir perusahaan menjadi lebih

mudah. Pengungkapan risiko dapat dikatakan baik apabila stakeholders

atau pengguna merasa diberikan informasi yang relevan dan akurat sebagai

dasar pertimbangannya dalam mengambil keputusan.

Beberapa manfaat dan kegunaan dari pengungkapan risiko perusahaan,

diantaranya:

44
a. Menyediakan transparansi yang lebih besar dan meningkatkan

kepercayaan investor (Linsley & Shrives, 2006); (Abraham dan Cox,

2007); (Amran et al., 2009)

b. Memperbaiki reputasi perusahaan dan memberi informasi kepada

stakeholder mengenai kemampuan manajerial perusahaan dalam

mengelola risiko (Iatridis, 2008)

c. Dapat menentukan profil risiko perusahaan, estimasi nilai pasar, serta

mengurangi ketidakpastian investor dan keragaman pendapat tentang

penilaian pasar perusahaan (Linsmeir, 2002)

d. Untuk mengurangi asimetri informasi antara manajemen dan investor

serta untuk mengurangi biaya pendanaan eksternal perusahaan (Bujaki

et al., 1999 dalam Aljifri dan Hussainey, 2007).

e. Dapat menjadi indikator sensitivitas harga yang andal yang dapat

membantu investor membuat penilaian yang bijak (Ismail et al., 2013)

f. Pengungkapan informasi risiko mengarah pada peningkatan efisiensi

pasar (Linsley & Shrives, 2006)

Pengungkapan merupakan konsep abstrak yang sulit untuk diukur,

sehingga tidak ada karakteristik yang melekat untuk menentukan kualitas

pengungkapan risiko. Namun demikian, Linsley & Shrives (2006)

menjelaskan norma-norma dalam studi pengungkapan risiko perusahaan

secara umum menggunakan jumlah informasi perusahaan yang

diungkapkan sebagai proxy untuk menilai tingkat pengungkapan risiko

45
perusahaan. Pada praktiknya seringkali terjadi inkonsistensi pengungkapan

risiko perusahaan sebagai akibat dari tindakan dan kontrol penegakan yang

tidak efektif (Akhtaruddin, 2005).

Manajemen seringkali enggan untuk mengeluarkan informasi risiko

yang dianggap terlalu sensitive dan cenderung melakukan pembenaran

ketika melaporkan risiko dengan mengaitkan pada peristiwa eksternal atau

faktor yang berada di luar tanggung jawab manajemen (Linsley & Shrives,

2006). Dibutuhkan regulasi yang sesuai dengan ekosistem perbankan, serta

memberikan insentif bagi peningkatan kualitas dalam praktik manajemen

risiko di perbankan.

a. Peraturan Pengungkapan Risiko pada Bank Syariah di Indonesia

Praktik pengungkapan risiko pada institusi perbankan khusunya

perbankan syariah di Indonesia diatur berdasarkan peraturan bank

sentral, lembaga pengawas praktik jasa keuangan dan standar

akuntansi yang diadopsi dari standar akuntansi internasional. Bank

Umum Syariah awalnya diatur berdasarkan Peraturan BI No.5/8/2003

yang kemudian diperbarui dengan Peraturan BI No.11/25/PBI/2009

Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bank Umum.

Aturan ini hanya mewajibkan Bank umum (termasuk Bank Umum

Syariah) untuk menerapkan 8 jenis risiko yaitu risiko pasar; risiko

kredit; risiko likuiditas; risiko operasional; risiko hukum; risiko

reputasi; risiko stratejik dan risiko kepatuhan, namun Bank Umum

Syariah hanya diwajibkan untuk menerapkan paling kurang 4 jenis

46
risiko pertama yang disebutkan. Peraturan BI No.11/25/PBI/2009

kemudian diperbarui dengan Peraturan BI No.13/23/PBI/2011 untuk

mengakomodir jenis risiko unik yang hanya dihadapi bank syariah.

Risiko Imbal Hasil (Rate of Return Risk) dan Risiko Investasi (Equity

Investment Risk) mulai diterapkan meskipun belum dimasukkan dalam

penilaian profil risiko bank.

Dengan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui UU

Nomor 21 Tahun 2011, tugas pengaturan dan pengawasan perbankan

dialihkan dari Bank Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan.

Peraturan OJK No.65/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen

Risiko pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah kemudian

diterbitkan, aturan ini mewajibkan setiap bank umum syariah di

Indonesia untuk mengungkapkan 10 jenis risiko termasuk didalamnya

dua jenis risiko unik yaitu Risiko Imbal Hasil (Rate of Return Risk)

dan Risiko Investasi (Equity Investment Risk) (OJK, 2016).

5. Pengelompokkan Bank Syariah Berdasarkan Regulasi Bank BUKU

Jumlah modal inti industri perbankan Indonesia diatur dalam peraturan

No.6/POJK.03/2016 tentang Kegiatan Usaha Dan Jaringan Kantor

Bedasarkan Modal Inti Bank. Pada tahun 2013, Bank Indonesia

menyesuiakan ketentuan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum

(KPMM) Bank Umum yang tertuang dalam PBI No.15/12/PBI/2013 dan

mencabut PBI No.14/18/PBI/2012 sejak tanggal 1 Januari 2015.

47
Penyesuaian ini ditujukan untuk memperkuat aspek permodalan bank baik

disisi kualitas maupun kuantitas yang berlaku yaitu menurut Basel III

sehingga bank mampu menyerap risiko ketika terjadi krisis.

Modal inti dalam penelitian ini dapat diketahui melalui dua metode.

Metode pertama dengan melihat modal inti (Tier I) yang meliputi; Modal

Inti Utama (Common Equity Tier I) dan Modal Inti Tambahan (Additional

Tier I) dan Modal Pelengkap (Tier II), serta mempertimbangkan faktor-

faktor pengurang atau penambah modal inti bank berdasarkan POJK

NO.6/POJK.03/2016 (Riyadi, 2014). Metode kedua dengan melihat

pengklasifikasian Bank Umum Syariah yang terdapat di dalam Laporan

Perkembangan Keuangan Syariah di Indonesia tahun 2019 yang

diterbitkan oleh OJK setiap tahunnya.

Peraturan ini memberikan semacam keunggulan pada bank dengan

modal inti yang lebih besar untuk menawarkan berbagai macam produk

perbankan yang tidak bisa ditawarkan oleh bank dengan kemampuan

modal inti yang lebih kecil, seperti pada bank BUKU 4 sebagai satu-

satunya kelompok bank yang dapat memberikan layanan perbankan

dengan cakupan ke seluruh dunia. Bank Syariah dikategorikan sebagai

Bank BUKU I jika memiliki total modal inti < Rp 1 triliun, bank syariah

dikategorikan sebagai Bank BUKU II jika memiliki total modal inti Rp 1-

5 Triliun, bank syariah dikategorikan sebagai Bank BUKU III jika

memiliki total modal inti Rp 5-30 Triliun, dan bank syariah dikategorikan

sebagai Bank BUKU IV jika memiliki total modal inti > Rp 30 Triliun.

48
Tujuan pengelompokkan bank syariah adalah untuk membedakan bank

berdasarkan kemampuan bank. Semakin besar modal inti maka semakin

besar kemampuan bank dalam menyalurkan kredit, hal ini kemudian

berdampak pada jenis dan tingkat risiko yang dihadapi bank syariah yang

semakin besar. Namun sayangnya regulasi OJK tidak membedakan tingkat

kewajiban pengungkapan risiko bank syariah berdasarkan modal inti bank.

Bank syariah dengan kemampuan modal inti yang lebih kecil maupun

besar harus mengikuti/mengacu pada satu aturan yang sama yang diatur

oleh OJK, sehingga hal ini menjadi menarik untuk diteliti lebih lanjut.

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Adapun mengenai penelitian-penelitian terdahulu mengenai topik yang

berkaitan dengan penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 2.3

49
Tabel 2.2
Tinjauan Penelitian Terdahulu

Nama Peneliti Metode Penelitian


No. Judul Penelitian Hasil Penelitian
(Tahun) Persamaan Perbedaan
1. Azlan Amran Risk Reporting: An Mengukur tingkat Mengukur tingkat Leverage tidak signifikan terhadap
dan Mohd exploratory study on pengungkapan risiko pengungkapan risiko Pengungkapan Risiko; Ukuran dan
Hassan Che risk management pada bank syariah berdasarkan jumlah jenis industri signifikan
Haat (2009) disclosure in Malaysia dengan metode kata yang terkait mempengaruhi Pengungkapan Risiko
annual report content analysis dengan risiko
2. Mutiara Pengaruh Likuiditas, Mengukur tingkat Hanya mengukur Hasil Penelitian menunjukan bahwa
Nurdibah Kualitas Aset Produktif pengungkapan risiko tingkat pengungkapan Likuiditas, Kualitas Aset Produktif
(2017) dan Total Aset pada bank syariah di jenis risiko kredit dan Total Aset secara simultan
Terhadap Tingkat Indonesia berdasarkan mempunyai pengaruh yang
Pengungkapan Risiko pedoman IFSB signifikan terhadap tingkat
Operasional Bank pengungkapan risiko operasional
Syariah Di Indonesia bank umum syariah di Indonesia
periode 2011-2015
3. Hasan Corporate Governance Mengukur tingkat Mengukur tingkat Studi ini menemukan bahwa jumlah
Mukhibad, Mechanism and Risk pengungkapan risiko pengungkapan anggota SSB, lintas keanggotaan
Ahmad Disclosure by Islamic pada bank syariah di mengacu pada aturan SSB, rasio komisaris independen
Nurkhin dan Banks in Indonesia Indonesia berdasarkan Peraturan OJK dengan jumlah komite audit tidak
Abdul pedoman IFSB No.65/POJK.03/2016, mempengaruhi pengungkapan risiko.
Rohman Hasil penelitian ini juga
(2020) menunjukkan bahwa hanya jumlah
aset yang mempengaruhi
pengungkapan risiko.
Bersambung pada halaman selanjutnya

50
Tabel 2.2
Tinjauan Penelitian Terdahulu (lanjutan)

Nama Peneliti Metode Penelitian


No. Judul Penelitian Hasil Penelitian
(Tahun) Persamaan Perbedaan
4. Ahmad The Effect of Liquidity, Mengukur tingkat Hanya mengukur Hasil pengujian dengan Eviews
Badawi dan Quality of Productive pengungkapan risiko tingkat pengungkapan menyimpulkan bahwa hanya variabel
Nurul Hidayah Assets and Company pada bank syariah di jenis risiko kredit, ukuran perusahaan yang diproksi
(2018) Size on the Operational Indonesia berdasarkan Bank Syariah yang dengan total aset yang memiliki
Risk Disclosure of pedoman IFSB diukur hanya di pengaruh signifikan terhadap
Sharia Commercial Malaysia. Menilai pengungkapan risiko operasional,
Bank (Study on Sharia tingkat pengungkapan sedangkan variabel Likuiditas
Banking in Indonesia) berdasarkan jumlah diproksi dengan FDR dan variabel
kata yang terkait Kualitas Aktiva Produktif yang
dengan risiko diproksi dengan NPF tidak
berpengaruh terhadap pengungkapan
risiko operasional bank.
5. Nejla Ellili Corporate Risk Mengukur tingkat Membandingkan objek Rendahnya keseluruhan indeks
dan Haitham Disclosure of Islamic pengungkapan risiko antara bank syariah pengungkapan risiko perusahaan
Nobanee and Conventional pada bank syariah dan bank (risiko strategis, risiko operasional,
(2017) Banks konvensional, variabel risiko kerusakan, dan manajemen
independen “Performa risiko), untuk bank-bank yang
Bank Syariah dan terdaftar di UEA. Selain itu, hasil
Bank Konvensional” mengungkapkan perbedaan yang
signifikan dalam pengungkapan
risiko perusahaan secara keseluruhan,
antara bank konvensional dan bank
syariah.
Bersambung pada halaman selanjutnya

51
Tabel 2.2
Tinjauan Penelitian Terdahulu (lanjutan)

Nama Peneliti Metode Penelitian


No. Judul Penelitian Hasil Penelitian
(Tahun) Persamaan Perbedaan
6. Samir Srairi Determinants Of Pengungkapan Hanya mengukur Bank syariah dengan tata kelola yang
(2018) Corporate Risk manajemen risiko tingkat pengungkapan lebih kuat dan Dewan Syariah aktif
Disclosure Practices: pada bank syariah pada bank syariah di mengungkapkan lebih banyak
The Case Of Islamic menggunakan standar Kawasan MENA informasi risiko. Faktor lain yang
Banks In Gulf IFSB memengaruhi praktik pengungkapan
Cooperation Council risiko bank syariah adalah ukuran
Region bank, leverage, daftar lintas batas dan
tingkat regresi politik dan sipil. Bank
syariah harus merevisi strategi
komunikasinya dan memberikan
lebih banyak informasi risiko terkait
risiko tingkat pengembalian dan
menampilkan risiko komersial.
7. Annisa Difa Corporate Governance Objek penelitian yaitu Variabel Corporate Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Saufanny dan dan Pengungkapan bank syariah dan Governance hanya komite audit total yang
Siti Manajemen Risiko variabel dependen mempengaruhi pengungkapan
Khomsatun Bank Syariah di Pengungkapan manajemen risiko Bank Islam
(2017) Indonesia Manajemen Risiko Indonesia
Bersambung pada halaman selanjutnya

52
Laporan Tahunan Bank Syariah di Indonesia

Grand Theory: Stakeholder Theory

Terdapat perbedaan jenis risiko yang


diungkapkan menurut standar IFSB-4
dan aturan OJK

Tingkat Pengungkapan
Manajemen Risiko tahun
2014-2019

Indeks Pengungkapan
Risiko IFSB-4

Analisa Tingkat Pengungkapan


(Scoring 0-2)

Analisa Perbedaan Tingkat Pengungkapan


Berdasarkan bank BUKU

Uji Statistik dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Gambar 2.0 Kerangka Pemikiran

53
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dengan pendekatan

kuantitatif. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

content analysis (Handayani, 2016). Metode content analysis dipilih karena

merupakan metode yang paling umum dan banyak digunakan dalam penelitian

tentang pengungkapan risiko (Srairi, 2018). Teknik content analysis dilakukan

dengan mengumpulkan laporan tahunan Bank Umum Syariah di Indonesia

tahun 2014-2019 yang diperoleh dari website resmi perusahaan.

Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan

suatu gejala, peristiwa dan kejadian yang terjadi pada saat sekarang, dimana

peneliti berusaha memotret peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat

perhatian untuk kemudian digambarkan sebagaimana adanya (Sudjana &

Ibrahim, 1989). Metode penelitian deskriptif digunakan untuk memecahkan

masalah sekaligus menjawab permasalahan yang terjadi pada masa sekarang

(Ali, 1982).

Penelitian ini memiliki tujuan untuk menilai tingkat pengungkapan

manajemen risiko pada Bank Umum Syariah di Indonesia. Konstruksi atas

indeks pengungkapan manajemen risiko dibangun berdasarkan standar IFSB

(Srairi, 2018) yang berlaku secara regional maupun internasional sebagai

pedoman yang diterbitkan secara khusus untuk lembaga jasa keuangan syariah

54
yaitu, IFSB-4 “Disclosures To Promote Transparency And Market Discipline

For Institutions Offering Islamic Financial Services” sebagai benchmark

regulasi yang berlaku secara internasional. Regulasi yang berlaku secara

regional di Indonesia menggunakan POJK No.65/POJK.03/2016 tentang

Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha

Syariah dan Peraturan Bank Indonesia No.13/23/PBI/2011 tentang Penerapan

Manajemen Risiko Bagi Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah.

Indeks pengungkapan risiko didalam penelitian ini menggunakan pedoman

yang diterbitkan oleh IFSB karena regulasi yang diterbitkan OJK dan Bank

Indonesia hingga tahun 2016 belum memasukkan jenis risiko yang secara

khusus hanya dihadapi oleh bank syariah yaitu, Rate of Return Risk dan

Displaced Commercial Risk ke dalam profil risiko bank syariah yang harus

diungkapkan didalam laporan tahunan. Pedoman yang diterbitkan oleh IFSB

juga melengkapi definisi risiko operasional dalam konteks yang lebih luas

dengan menyertakan Shariah Non-Compliance Risk pada dimensi

pengungkapan risiko Bank Syariah dimana pada tingkat yang lebih jauh, jenis

risiko ini dapat berdampak pada risiko reputasi (Arief, 2012).

B. Metode Penentuan Sampel

1. Populasi dan Sampel

Menurut Sekaran (2011) yang dimaksud dengan populasi adalah

keseluruhan kelompok orang, kejadian, atau hal dan minat yang ingin

peneliti investigasi. Sedangkan sampel adalah sub-kelompok atau sebagian

55
dari populasi. Dengan mempelajari sampel, peneliti akan mampu menarik

kesimpulan yang dapat digeneralisasikan terhadap populasi penelitian

(Sekaran, 2011).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Bank Umum Syariah

yang terdaftar dibawah OJK dan Bank Indonesia. Bank Umum Syariah

dipilih sebagai populasi dalam penelitian ini karena adanya kewajiban bagi

Bank Umum Syariah untuk mempublikasikan laporan tahunannya sebagai

entitas mandiri, berbeda dengan Unit Usaha Syariah yang merupakan unit

yang masih tergabung dengan Bank Umum Konvensional sebagai entitas

induk (Harahap, 2010).

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bank Umum

Syariah yang terdaftar dibawah OJK dan Bank Indonesia yang telah

beroperasi sejak tahun 2014 dan telah menerbitkan Laporan Tahunan

secara berturut-turut yaitu dari tahun 2014-2019.

2. Metode Pengambilan Sampel

Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling yaitu sampel

dipilih berdasarkan ketersediaan informasi berdasarkan kriteria yang telah

ditentukan (Sugiyono, 2016). Alasan penggunaan teknik Purposive

Sampling adalah karena tidak semua sampel memiliki kriteria yang sesuai

dengan fenomena yang diteliti. Penulis memilih teknik Purposive

Sampling dengan menetapkan kriteria-kriteria tertentu yang harus dipenuhi

oleh sampel-sampel yang digunakan di dalam penelitian ini.

56
Bank Umum Syariah di Indonesia yang akan digunakan sebagai

sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.0
Kriteria Pengambilan Sampel
Kriteria Jumlah
1. Bank Umum Syariah di Indonesia 14
2. Bank Umum Syariah yang telah beroperasi sejak
12
tahun 2014
3. Bank Umum Syariah yang mempublikasikan Laporan
12
Tahunan berturut-turut dari tahun 2014-2019
4. Total tahun pengamatan 6
5. Total sampel 72
Sumber: Data diolah (2020)

Tabel 3.1
Sampel Bank Umum Syariah di Indonesia
No. Nama Bank Tahun
1 PT. Bank Syariah Mega Indonesia 2014-2019
2 PT. Bank Muamalat Indonesia 2014-2019
3 PT. Bank Net Indonesia Syariah 2014-2019
4 PT. Bank Panin Dubai Syariah Tbk 2014-2019
5 PT. Bank Syariah Bukopin 2014-2019
6 PT. Bank Syariah Mandiri 2014-2019
7 PT. Bank Victoria Syariah 2014-2019
8 PT. BCA Syariah 2014-2019
9 PT. Bank Jabar Banten Syariah 2014-2019
10 PT. Bank BNI Syariah 2014-2019
11 PT. Bank BRI Syariah Tbk. 2014-2019
12 PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah Tbk 2014-2019
Sumber: OJK (2020)

57
Kriteria sampel yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Merupakan Bank Umum Syariah (BUS) yang terdaftar dibawah OJK

dan Bank Indonesia.

b. Termasuk kedalam kategori Bank Umum Syariah dan bukan Unit

Usaha Syariah yang secara entitas tidak terpisah dengan Bank Induk.

c. Bank Umum Syariah yang telah beroperasi sejak tahun 2014.

d. Bank Umum Syariah yang menerbitkan Laporan Tahunan (Annual

Report) berturut-turut yaitu dari tahun 2014-2019.

C. Metode Pengumpulan Data

1. Studi Kepustakaan

Penelitian ini mengumpulkan informasi dan basis teori yang bersumber

dari buku, jurnal, thesis, artikel, internet, pedoman dan standar yang

berlaku secara global dan bahan lain yang terkait dengan permasalahan

dalam penelitian ini. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan

data sekunder berupa Laporan Tahunan periode 2014 hingga 2019 yang

diperoleh dari website setiap Bank Umum Syariah di Indonesia.

2. Content Analysis

Data kuantitatif dan kualitatif yang menjadi sumber penilaian dari

indeks pengungkapan risiko dalam penelitian ini diperoleh dengan teknik

Content Analysis yang didokumentasikan didalam Laporan Tahunan

perusahaan untuk akhirnya diseleksi sesuai dengan kebutuhan analisis

58
hasil penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan

hasil dari pemilihan berdasarkan kriteria sampel yang sudah dibuat

sebelumnya. Data Bank Umum Syariah yang akan dianalisis, jika dan

hanya jika, telah memenuhi kriteria tersebut. Dengan melihat cara

mendapatkan data yang akan digunakan, dapat disimpulkan bahwa jenis

data dalam penelitian ini adalah data sekunder (secondary data).

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data-

data kuantitatif dan kualitatif yang meliputi Laporan Tahunan Bank Umum

Syariah periode 2014-2019. Data sekunder tersebut diperoleh dengan

melakukan browsing pada situs website instansi terkait seperti Bank

Indonesia dan Bank Umum Syariah yang termasuk kedalam sampel

penelitian.

D. Tahapan Penelitian

1. Item Indeks Pengungkapan Risiko Bank Syariah IFSB-4

Penelitian ini menggunakan item indeks pengungkapan risiko

berdasarkan standar yang diterbitkan oleh IFSB untuk mengetahui jenis

risiko apa saja yang dihadapi dan perlu diungkapkan oleh bank syariah

serta metode yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur,

memantau, dan mengendalikan risiko tersebut.

Standar yang diterbitkan IFSB berlaku secara internasional dan telah

lebih dahulu diterapkan di berbagai negara baik yang menganut sistem

perbankan tunggal maupun sistem perbankan ganda (Dual Banking

59
System) seperti Malaysia. Pedoman IFSB juga sudah diadopsi sebagian

oleh OJK dan Bank Indonesia melalui aturan POJK No.65/POJK.03/2016

tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum Syariah dan Unit

Usaha Syariah dan PBI No.13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen

Risiko Bagi Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah.

Standar IFSB digunakan didalam penelitian ini untuk melihat tingkat

pengungkapan atas risiko unik yang hanya dihadapi oleh bank syariah

yaitu Rate of Return Risk, Displaced Commercial Risk dan Contract

Spesific Risk. Peraturan Bank Indonesia dan Peraturan OJK yang

diterbitkan sejak tahun 2003 hingga 2016 untuk mengatur praktik

manajemen bank syariah di Indonesia masih berfokus pada pengungkapan

jenis risiko umum seperti risiko likuiditas, risiko pasar dan risiko kredit

dan belum mengatur mengenai risiko unik yang dihadapi bank syariah.

Karakteristik pada perbankan syariah menjadi alasan utama mengapa

pedoman IFSB merupakan pedoman yang relevan dalam hal pengelolaan

risiko unik bank syariah (Rosman, 2015). Berdasarkan standar IFSB-4

yang sudah diterbitkan sejak tahun 2007, dapat disimpulkan bahwa bank

syariah harus mengungkapkan informasi umum terkait manajemen risiko,

kemudian risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar, risiko operasional,

risiko imbal hasil, risiko komersial yang dipindahkan dan risiko investasi

ekuitas dengan total 54 item pengungkapan (Srairi, 2018). Item indeks

pengungkapan risiko IFSB-4 dapat dilihat pada bagian appendix.

60
2. Pemberian Skor

Tahapan selanjutnya dalam penelitian ini adalah menilai tingkat

pengungkapan manajemen risiko dengan cara memberikan skor pada

laporan tahunan Bank Syariah. Peneliti mengidentifikasi laporan tahunan

kemudian menilai tingkat pengungkapan manajemen risiko pada laporan

tahunan bank syariah menggunakan metode content analysis sebagai

metode yang paling umum dan banyak digunakan dalam literatur

pengungkapan risiko baru-baru ini.

Content analysis adalah metode penelitian dengan menggunakan suatu

prosedur untuk membuat kesimpulan yang valid berdasarkan text (Weber,

1990 dalam Amran et al, 2009). Penilaian diberikan dengan melihat

jumlah kalimat yang memberikan informasi manajemen risiko dalam

laporan tahunan yang terkait dengan indeks. Penggunaan kalimat sebagai

dasar pengukuran dan penghitungan memiliki kelebihan karena lebih

mudah untuk dianalisis. Metode penilaian dengan content analysis dipilih

karena mengarah pada skala pengungkapan yang bervariasi (Srairi, 2018).

Dalam menilai tingkat pengungkapan, peneliti menggunakan metode

penilaian dengan rentang nilai. Pemberian skor didasarkan pada informasi

yang termuat dalam laporan tahunan bank syariah mulai dari skor

minimum hingga skor maksimum, berdasarkan parameter tertentu dari

tingkat kelengkapan informasi (Srairi, 2018). Peneliti menggunakan

rentang skor yaitu 0-2. Nilai 0 diberikan ketika tidak ada sama sekali

pengungkapan informasi atas item dalam indeks. Nilai 1 diberikan ketika

61
informasi yang diungkapan hanya bersifat hal umum. Nilai 2 diberikan

ketika informasi diungkapkan secara luas, dimana hal ini ditunjukkan

dengan pengungkapan yang bersifat kuantitatif dan terdapat informasi

spesifik terkait item di dalam indeks pengungkapan risiko (Srairi, 2018).

Menurut literatur pengungkapan risiko, indeks tidak berbobot dan

berbobot dapat digunakan untuk menyusun indeks pengungkapan, namun

metode indeks berbobot pada praktiknya seringkali dikritik karena

subjektivitasnya (Chow & Wong-Boren, 1987). Sehingga, penelitian ini

memilih untuk membangun indeks tidak berbobot.

Sarkar (2012) menunjukkan bahwa pendekatan ini memiliki

keuntungan dalam memperlakukan setiap atribut dibawah sub-indeks

secara simetris tanpa harus membuat penilaian subjektif tentang

kepentingan relatif dari setiap atribut. Selain itu, karena studi ini

membahas semua pengguna laporan tahunan, sehingga tidak perlu

memberikan tingkat kepentingan yang berbeda pada item risiko yang

diungkapkan (Oliveira, 2006).

Skor pengungkapan di perhitungkan dengan rumus seperti di bawah:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑢𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛


DISC =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑠𝑘𝑜𝑟

Sumber: (Wijantini, 2006)

62
3. Pemeringkatan

Hasil akhir dari penilaian tingkat pengungkapan risiko pada laporan

tahunan bank syariah di Indonesia kemudian diolah untuk dilakukan

pemeringkatan dengan memasukkan tiap bank syariah ke masing-masing

kelas berdasarkan hasil akhir dari rata-rata tingkat pengungkapan risiko

secara keseluruhan. Metode pemeringkatan alternatif dengan menilai

pengungkapan laporan tahunan selanjutnya diaplikasikan untuk melihat

keadaan tingkat pengungkapan manajemen risiko pada bank syariah di

Indonesia.

Hasil pemeringkatan nilai dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu

tinggi, menengah, dan rendah (Aprilia & Basuki, 2017). Kelompok tinggi

memiliki nilai rata-rata pengungkapan di atas 51 hingga 100. Kelompok

menengah memiliki nilai rata-rata pengungkapan di atas 31 hingga 50.

Nilai rendah memiliki nilai rata-rata pengungkapan 0 hingga 30 (Sarma,

2008). Tiga tingkatan kelas yang digunakan sesuai dengan tabel dibawah.

Tabel 3.2
Klasifikasi Pemeringkatan

% Pengungkapan Risiko Deskripsi

51%<X≤100% Tingkat pengungkapan tinggi

31%<X≤50% Tingkat pengungkapan menengah

0%<X≤30% Tingkat pengungkapan rendah


Sumber: (Sarma, 2008)

63
4. Pengelompokkan Bank Syariah Berdasarkan Bank BUKU

Ukuran bank syariah dalam penelitian ini kemudian dibagi kedalam

empat kategori berdasarkan BUKU (Bank Umum berdasarkan Kegiatan

Usaha), yaitu pengelompokan Bank berdasarkan Kegiatan Usaha yang

disesuaikan dengan Modal Inti yang dimiliki. Pengelompokkan ini

tertuang di dalam Peraturan OJK NO.6/POJK.03/2016 Tentang Kegiatan

Usaha Dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank yang membagi

bank umum kedalam kategori Bank BUKU I, II, III dan IV.

Tabel 3.3 Bank Syariah di Indonesia


berdasarkan Bank BUKU

No Keterangan Ukuran Modal Inti


1. Bank BUKU I < 1 Triliun
2. Bank BUKU II 1-5 Triliun
3. Bank BUKU III 5-30 Triliun
4. Bank BUKU IV >30 Triliun
Sumber: OJK

Bank Syariah dikategorikan sebagai Bank BUKU I jika memiliki total

modal inti < Rp 1 triliun, bank syariah dikategorikan sebagai Bank BUKU

II jika memiliki total modal inti Rp 1-5 Triliun, bank syariah dikategorikan

sebagai Bank BUKU III jika memiliki total modal inti Rp 5-30 Triliun,

dan bank syariah dikategorikan sebagai Bank BUKU IV jika memiliki

total modal inti > Rp 30 Triliun.

64
5. Metode Analisis Data

a. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif merupakan suatu metode analisis data yang

bertujuan untuk melihat karakteristik data yang digunakan dalam

penelitian. Karakteristik yang umum digunakan antara lain: nilai

terendah (minimum), nilai tertinggi (maksimum), nilai tengah

(median), nilai rata-rata (mean), dan standar deviasi dari setiap variabel

yang digunakan.

Untuk menyimpulkan apakah tingkat pengungkapan manajemen

risiko pada laporan tahunan bank syariah di Indonesia berada pada

tingkat yang tinggi, menengah atau rendah peneliti menggunakan nilai

rata-rata (mean) yang didapatkan dari hasil penilaian laporan tahunan

berdasarkan pedoman IFSB-4. Sejalan dengan pendapat Ghozali

(2006) yang menjelaskan bahwa gambaran atas suatu data dapat

dianalisa menggunakan metode statistic deskriptif yang didasarkan

pada nilai rata-rata (mean) standar deviasi, varian, nilai maksimum dan

minimum, total (sum), jangkauan (range), dan diagram kurtosis atau

skewness untuk melihat kemencengan distribusi.

b. Uji Beda

Tahapan terakhir adalah melakukan uji beda antara ketiga kelas

bank syariah. Hal ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidak

adanya perbedaan tingkat pengungkapan risiko pada laporan tahunan

bank syariah di Indonesia. Uji beda dalam penelitian ini dapat

65
menggunakan metode statistik parametrik dan non-parametrik. Uji

parametrik adalah prosedur statistik yang mengharuskan terpenuhinya

asumsi tentang distribusi parameter-parameter. Uji beda dengan

statistik parametrik dapat menggunakan uji t atau F dimana beberapa

asumsi perlu terpenuhi yaitu; skala data interval/rasio; kelompok data

bebas/saling berpasangan; data per kelompok berdistribusi normal;

data per kelompok tidak terdapat outlier; varians antar kelompok

homogen (Supranto, 2002).

Metode statistik nonparametrik merupakan metode statistik yang

dapat digunakan dengan mengabaikan asumsi-asumsi yang melandasi

penggunaan metode statistik parametrik, terutama yang berkaitan

dengan distribusi normal. Uji beda dengan statistik non-parametrik

yang umum digunakan diantaranya uji Mann-Whitney U Test dan uji

Kruskal-Wallis. Mann Whitney U Test adalah uji non parametrik yang

digunakan untuk mengetahui perbedaan median 2 kelompok dengan

asumsi yang harus terpenuhi yaitu; skala data variabel terikat adalah

ordinal, interval atau rasio; data berasal dari 2 kelompok; data berasal

dari kelompok yang berbeda atau tidak berpasangan; varians kedua

kelompok sama atau homogen.

Uji Kruskal-Wallis adalah uji non-parametrik yang digunakan

untuk membandingkan tiga atau lebih kelompok data sampel yang

asumsi normalitasnya tidak terpenuhi atau varians tidak sama (Vania &

Kuntardjo, 2016). Hasil akhir dari Uji Kruskal-Wallis adalah P value

66
yaitu apabila nilainya < batas kritis (dalam penelitian ini 0,05) maka

dapat ditarik kesimpulan terhadap hipotesis yaitu ada pengaruh atau

terdapat perbedaan yang signifikan dari variabel yang diuji (Hidayat,

2020). Peneliti merancang hipotesis sebagai berikut:

Ho: Tidak ada perbedaan tingkat pengungkapan risiko antara bank

syariah dengan skala besar, menengah, dan kecil di Indonesia.

H1: Ada perbedaan tingkat pengungkapan risiko antara bank

syariah dengan skala besar, menengah, dan kecil di Indonesia.

E. Operasional Variabel Penelitian

Operasional variabel penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1.

IFSB-4 “Disclosures To Promote Transparency


And Market Discipline For Institutions Offering
Islamic Financial Services”

Indeks Pengungkapan
Risiko Bank Syariah

Scoring 0-2
Analisis Tingkat
Pengungkapan

Analisis Perbedaan Uji Beda


Tingkat Pengungkapan Kruskal-Wallis
Berdasarkan bank BUKU

Gambar 4.0 Operasional Variabel Penelitian

67
BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Item Indeks Pengungkapan Risiko Bank Syariah IFSB-4

Pada sub-bab ini pembahasan akan berfokus untuk menjawab rumusan

masalah yang pertama yaitu perumusan indeks pengungkapan risiko pada

laporan tahunan bank syariah di Indonesia. Pada bagian awal, peneliti akan

menjabarkan profil demografi bank syariah yang terpilih sebagai sampel yang

akan digunakan dalam indeks pengungkapan risiko.

Laporan tahunan bank Syariah yang akan digunakan dalam penelitian ini

harus bersumber dari bank yang telah memenuhi beberapa kriteria sebagai

berikut:

a. Merupakan Bank Umum Syariah (BUS) yang terdaftar dibawah OJK dan

Bank Indonesia.

b. Termasuk kedalam kategori Bank Umum Syariah dan bukan Unit Usaha

Syariah.

c. Bank Umum Syariah yang telah beroperasi sejak tahun 2014.

d. Bank Umum Syariah yang menerbitkan Laporan Tahunan (Annual Report)

berturut-turut yaitu dari tahun 2014-2019.

Bank Umum Syariah di Indonesia yang akan digunakan sebagai

sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

68
Tabel 4.0
Kriteria Pengambilan Sampel

Kriteria Jumlah
Bank Umum Syariah di Indonesia 14

Bank Umum Syariah yang telah beroperasi sejak


12
tahun 2014

Bank Umum Syariah yang mempublikasikan


12
Laporan Tahunan berturut-turut dari tahun 2014-2019

Total tahun pengamatan 6

Total sampel 72
Sumber: Data diolah

1. Demografi Sampel Penelitian

a. BCA Syariah

Perkembangan perbankan Syariah yang tumbuh cukup pesat dalam

beberapa tahun terakhir menunjukkan minat masyarakat mengenai

ekonomi syariah semakin bertambah. Untuk memenuhi kebutuhan

nasabah akan layanan syariah, maka berdasarkan Akta Akuisisi No. 72

tanggal 12 Juni 2009 yang dibuat dihadapan Notaris Dr. Irawan

Soerodjo, S.H., M.si., PT Bank Central Asia, Tbk (BCA) mengakuisisi

PT Bank Utama Internasional Bank (Bank UIB) yang nantinya

menjadi PT Bank BCA Syariah.

Selanjutnya berdasarkan Akta Pernyataan Keputusan di Luar Rapat

Perseroan Terbatas PT Bank UIB No. 49 yang dibuat dihadapan

Notaris Pudji Rezeki Irawati, S.H., tanggal 16 Desember 2009, tentang

69
Perubahan Kegiatan Usaha dan Perubahan Nama Dari PT Bank UIB

Menjadi PT Bank BCA Syariah.

Akta perubahan tersebut telah disahkan oleh Menteri Kehakiman

Republik Indonesia dalam Surat Keputusannya No. AHU-01929.

AH.01.02 tanggal 14 Januari 2010. Pada tanggal yang sama telah

dilakukan penjualan 1 lembar saham ke PT BCA Finance, sehingga

kepemilikan saham sebesar 99,9997% dimiliki oleh PT Bank Central

Asia Tbk, dan 0,0003% dimiliki oleh PT BCA Finance.

b. BNI Syariah

Perjalanan BNI Syariah bermula dari dibentuknya Unit Usaha

Syariah (UUS) oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk

(selanjutnya juga disebut BNI Induk) pada 29 April 2000 dengan

berlandaskan pada Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. Berawal dari

lima kantor cabang, kemudian UUS BNI berkembang menjadi 28

Kantor Cabang dan 31 Kantor Cabang Pembantu.

Corporate Plan UUS BNI tahun 2000 menetapkan bahwa status

UUS hanya bersifat temporer dan oleh karena itu akan dilakukan spin

off pada 2009. Rencana spin off terlaksana pada 19 Juni 2010 dengan

didirikannya PT Bank BNI Syariah (“BNI Syariah atau Bank”) sebagai

Bank Umum Syariah (BUS) berdasarkan Surat Keputusan Gubernur

Bank Indonesia No. 12/41/KEP.GBI/2010 tanggal 21 Mei 2010.

70
c. BRI Syariah

Bank Sejarah BRI Syariah berawal pada tanggal 19 Desember

2007 saat PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., mengakuisisi

Bank Jasa Arta. Setelah mendapatkan izin dari Bank Indonesia pada

tanggal 16 Oktober 2008 melalui surat No:

10/67/KEP.GBI/DpG/2008, PT Bank BRI Syariah kemudian secara

resmi menjalankan kegiatan perbankan berdasarkan prinsip Syariah

pada tanggal 17 November 2008. Setelah sebelumnya sempat

menjalankan kegiatan usaha bank secara konvensional.

Kegiatan usaha BRI Syariah semakin kokoh setelah ditandatangani

Akta Pemisahan Unit Usaha Syariah PT Bank Rakyat Indonesia

(Persero) Tbk., untuk melebur ke dalam PT Bank BRI Syariah (proses

spin off) pada tanggal 19 Desember 2008 yang berlaku efektif pada

tanggal 1 Januari 2009. Penandatanganan yang bernilai strategis

sebagai bentuk dukungan nyata induk perusahaan kepada kegiatan

operasional Bank BRI Syariah.

d. Bank Syariah Mandiri

Krisis moneter di tahun 1998 telah menimbulkan krisis luar biasa

terhadap industri perbankan nasional yang didominasi oleh bank

konvensional. Pemerintah akhirnya mengambil tindakan dengan

merestrukturisasi dan merekapitulasi sebagian bank-bank di Indonesia.

Salah satunya dengan mengkonversi PT Bank Susila Bakti dari bank

konvensional menjadi bank syariah.

71
Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum Syariah

dikukuhkan oleh Gubernur Bank Indonesia melalui SK Gubernur BI

No.1/24/ KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat

Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No.

1/1/KEP.DGS/1999, BI menyetujui perubahan nama menjadi PT Bank

Syariah Mandiri (BSM). Menyusul pengukuhan dan pengakuan legal

tersebut, PT Bank Syariah Mandiri secara resmi mulai beroperasi sejak

Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999.

e. BTPN Syariah

BTPN Syariah dibentuk dari konversi PT Bank Sahabat Purba

Danarta (Bank Sahabat) yang berpusat di Semarang, menjadi Bank

Syariah dan kemudian spin-off Unit Usaha Syariah BTPN ke Bank

Syariah yang baru ini.

Bank Sahabat didirikan pada tahun 1991 dengan lisensi bank non-

devisa. Bank BTPN kemudian mengakuisisi 70% saham di Bank

Sahabat pada 30 Januari 2014 dan mengkonversinya menjadi Bank

Syariah berdasarkan keputusan Otoritas Jasa Keuangan tertanggal 22

Mei 2014. Unit Usaha Syariah di BTPN, yang dibentuk pada bulan

Maret tahun 2008, spin – off ke bank syariah yang baru pada 14 Juli

2014. BTPN Syariah menaikkan Standard Governance Bank dengan

melakukan Initial Public Offering (IPO) pada 8 Mei 2018.

72
f. Bank Muamalat Indonesia

Bank Muamalat merupakan bank syariah pertama di Indonesia

berdiri pada 1 November 1991. Mulai beroperasi pada 1 Mei 1992,

Bank Muamalat telah menjadi pelopor bisnis keuangan syariah

lainnya. Di tahun 1993 Bank Muamalat menjadi perusahaan publik,

namun tidak listing di Bursa Efek Indonesia. Terjadinya krisis finansial

yang menghantam Indonesia di tahun 1998 menyebabkan kondisi

ekonomi yang tidak kondusif, imbasnya NPF Bank Muamalat

mencapai >60% sehingga Bank Muamalat mengalami kerugian. Bank

Muamalat berhasil mengembalikan keadaan dari krisis di tahun 2000

dengan meraih laba. Pemegang saham terbesar Bank Muamalat

Indonesia adalah Islamic Development Bank sebesar 32.74%.

g. Bank Mega Syariah

Pada awalnya dikenal sebagai PT Bank Umum Tugu (Bank Tugu),

yang didirikan pada 14 Juli 1990 kemudian diakuisisi oleh CT Corpora

(Para Group) melalui Mega Corpora (PT Para Global Investindo) dan

PT Para Rekan Investama pada 2001. Akuisisi ini diikuti dengan

perubahan kegiatan usaha pada tanggal 27 Juli 2004 yang semula bank

umum konvensional menjadi bank umum syariah dengan nama PT

Bank Syariah Mega Indonesia serta dilakukan perubahan logo

perusahaan.

73
Pada tanggal 25 Agustus 2004, BSMI resmi beroperasi. Hampir

tiga tahun. Kemudian pada 7 November 2007, pemegang saham

memutuskan untuk merubah logo BSMI ke bentuk logo sister

company-nya, yakni PT Bank Mega Tbk, namun dengan skema warna

yang berbeda. Sejak 2 November 2010 hingga saat ini, bank dikenal

sebagai PT Bank Mega Syariah.

h. Bank Syariah Bukopin

Sejarah Perseroan dimulai tahun 2002, Muhammadiyah, salah satu

organisasi kemasyarakatan Islam di Indonesia, mengakuisisi PT Bank

Swansarindo International. Dengan persetujuan Bank Indonesia yang

dicantumkan dalam Surat Keputusan Nomor 5/4/KEP. DGS/2003

tanggal 24 Januari 2003 dan dituangkan dalam Akta Nomor 109

tanggal 31 Januari 2003, PT Bank Swansarindo International berubah

nama menjadi PT Bank Persyarikatan Indonesia.

Untuk mengembangkan bisnis perusahaan, selama 2005-2008 PT

Bank Bukopin, Tbk. terlibat dalam asistensi kegiatan operasional PT

Bank Persyarikatan Indonesia. PT Bank Persyarikatan Indonesia

mengubah arah bisnisnya dari bank konvensional menjadi bank syariah

yang dituangkan dalam Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia

Nomor 10/69/KEP.GBI/DpG/2008 pada tanggal 27 Oktober 2008.

74
i. Bank Panin Dubai Syariah

PT Bank Panin Syariah Tbk berkantor pusat di Gedung Panin Life

Center, Jl. Letjend S. Parman Kav. 91, Jakarta Barat, menjalankan

usahanya di bidang perbankan dengan prinsip bagi hasil berdasarkan

syariat Islam. Mendapatkan ijin usaha sebagai bank umum yang

melaksanakan kegiatan berdasarkan syariat Islam dari Bank Indonesia

berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia

No.11/52/KEP.GBI/DpG/2009 tanggal 6 Oktober 2009, dan mulai

beroperasi sebagai Bank Syariah pada tanggal 2 Desember 2009.

Dukungan penuh dari perusahaan induk PT Bank Panin Tbk

sebagai salah satu bank swasta terbesar di antara 10 (sepuluh) bank

swasta terbesar lainnya di Indonesia serta Dubai Islamic Bank PJSC

yang merupakan salah satu bank Islam terbesar di dunia, telah

membantu tumbuh kembang Panin Bank Syariah.

j. Bank Victoria Syariah

PT. Bank Victoria Syariah merupakan bank umum swasta non

devisa. PT Bank Victoria Syariah berawal dari PT Bank Swaguna yang

berdiri di Cirebon sejak tahun 1967. Pada tahun 2007 PT Bank

Swaguna diakuisisi oleh PT Bank Victoria International, Tbk dan

dikonversi menjadi Bank umum Syariah sesuai dengan izin

operasional dari Bank Indonesia berdasarkan Surat Keputusan

Gubenur Bank Indonesia No.12/8/KEP/DpG/2010 tanggal 10 Februari

2010.

75
Pada tahun 2011 Bank Victoria Syariah mulai melakukan ekspansi

usaha secara lebih agresif. Selain melakukan inovasi dan

pengembangan terhadap produk dasar yang dimiliki seperti giro,

tabungan dan deposito berjangka disisi penghimpunan dana serta

penyediaan berbagai fasilitas pembiayaan, Bank Victoria Syariah juga

mengembangkan jaringan kantornya. Untuk meningkatkan pelayanan

kepada para nasabahnya Bank Victoria Syariah sejak tahun 2013 mulai

bergabung dengan jaringan ATM Prima.

k. Bank Net Syariah

Pada awalnya, perusahaan bernama Maybank Nusa International

yang merupakan patungan usaha antara Maybank dan Bank Nusa

Nasional. Kemudian, pada tahun 2000, nama perusahaan berubah

menjadi Bank Maybank Indocorp karena pengalihan saham Bank Nusa

kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia dan Perusahaan

Pengelola Aset (sebelumnya Badan Penyehatan Perbankan Nasional).

Pada tahun 2010, perusahaan mulai beroperasi dengan prinsip syariah

dengan nama baru Bank Maybank Syariah Indonesia. Kemudian, pada

tahun 2011, saham milik Menteri Keuangan Republik Indonesia

dialihkan kepada PT Prosperindo.

Pada Mei 2019, Maybank dan Prosperindo menandatangani

Perjanjian Pembelian Saham dengan NTI Global Indonesia dan Berkah

Anugerah Abadi, dimana NTI dan Berkah bertindak sebagai pembeli

76
saham. Setelahnya, pada Desember 2019 kepemilikan perusahaan oleh

NTI dan Berkah mulai resmi berjalan, ditandai dengan persetujuan

akuisisi oleh OJK, dimana masing masing perusahaan memegang 70%

dan 30% saham perusahaan, yang dilanjutkan dengan perubahan nama

perusahaan pada akhir Desember 2019 dan penandatanganan akta

akuisisi oleh kedua pihak pada Januari 2020.

l. BJB Syariah

Pendirian bank bjb syariah diawali dengan pembentukan

Divisi/Unit Usaha Syariah oleh PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa

Barat dan Banten Tbk. pada tanggal 20 Mei 2000, dengan tujuan untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat Jawa Barat yang mulai tumbuh

keinginannya untuk menggunakan jasa perban perbankan syariah pada

saat itu. Setelah 10 (sepuluh) tahun operasional Divisi/Unit Usaha

Syariah, Manajemen PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan

Banten Tbk berpandangan bahwa untuk mempercepat pertumbuhan

usaha Syariah serta mendukung program Bank Indonesia yang

menghendaki peningkatan share perban perbankan syariah, maka

dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham PT Bank

Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk diputuskan untuk

menjadikan Divisi/Unit Usaha Syariah menjadi Bank Umum Syariah.

77
2. Hasil Penilaian Indeks Pengungkapan Risiko Bank Syariah

Pada pembahasan sub-bab ini akan menjawab rumusan masalah yang

pertama mengenai item apa saja yang harus diungkapkan oleh bank

syariah dalam laporan tahunannya terkait dengan pengungkapan

manajemen risiko perusahaan. Item penilaian yang digunakan dalam

indeks pengungkapan risiko ini mengacu pada standar IFSB-4

“Disclosures to Promote Transparency And Market Discipline For

Institutions Offering Islamic Financial Services” yang merupakan indeks

pengungkapan risiko bank syariah dan dibagi kedalam 8 dimensi risiko

yaitu; General Disclosure Risk Management, Credit Risk, Liquidity Risk,

Market Risk, Operational Risk, Rate of Return Risk, Displaced

Commercial Risk, dan Contract Spesific Risk

B. Analisis Tingkat Pengungkapan (EXT)

1. Identifikasi Tingkat Pengungkapan Secara Keseluruhan (EXT)

Peneliti melakukan analisis konten laporan tahunan bank syariah dan

memberikan skor terhadap tingkat pengungkapan sesuai dengan item pada

indeks. Rentang skor yang digunakan yaitu 0-2. Nilai 0 diberikan jika

tidak ada informasi yang diungkapkan atas item dalam indeks. Nilai 1

diberikan jika infomasi yang diungkapan bersifat umum. Nilai 2 diberikan

jika informasi diungkapkan secara luas, terdapat pengungkapan yang

bersifat kuantitatif dan terdapat informasi spesifik terkait item indeks

(Srairi, 2018). Hasil pemeringkatan nilai dikelompokkan menjadi tiga

78
kategori yaitu tinggi, menengah, dan rendah. Kelompok tinggi memiliki

nilai rata-rata pengungkapan 51 hingga 100. Kelompok menengah

memiliki nilai rata-rata pengungkapan 31 hingga 50. Nilai rendah

memiliki nilai rata-rata pengungkapan 0 hingga 30 (Sarma, 2008)

Tabel 4.1
Tingkat Pengungkapan Risiko EXT

Jumlah Laporan
No Keterangan Mean Min Max
Tahunan

General Disclosure Risk


1 64,04 39,29 78,57
Management

2 Credit Risk 70,33 45,45 95,45

3 Liquidity Risk 65,97 40,00 90,00

4 Market Risk 67,19 25,00 100,00


72
5 Operational Risk 62,80 42,86 85,71

6 Rate of Return Risk 26,74 12,50 62,50

7 Displaced Commercial Risk 16,57 7,14 21,43

8 Contract Spesific Risk 0,00 0,00 0,00

9 Total 54,28 37,04 68,52


Sumber: Data diolah (2020)

Secara keseluruhan tingkat pengungkapan manajemen risiko pada

laporan tahunan bank syariah di Indonesia berada di tingkat yang tinggi.

Namun pada jenis risiko unik yang hanya dihadapi bank syariah, tingkat

pengungkapan manajemen risiko unik berada pada tingkat yang rendah.

Hal ini di buktikan dengan skor rata-rata tingkat pengungkapan Rate of

Return Risk, Displaced Commercial Risk dan Contract Spesific Risk yang

tidak lebih dari 30. Berdasarkan 72 sampel laporan tahunan bank syariah

terlihat bahwa masih banyak item dalam indeks yang didasarkan pada

79
pedoman IFSB-4 “Disclosures to Promote Transparency And Market

Discipline For Institutions Offering Islamic Financial Services” tidak

diungkapkan oleh bank syariah.

Pada tabel 4.1 terdapat informasi tentang skor rata-rata tingkat

pengungkapan baik secara keseluruhan maupun secara dimensi. Rata-rata

skor tingkat pengungkapan secara keseluruhan dari 72 sample laporan

tahunan bank syariah sebesar 54,28 dengan nilai min 37,04 dan skor max

68,52. Dalam dimensi General Disclosure Risk Management rata-rata

tingkat pengungkapan sebesar 64,04 dengan skor terendah 39,29 dan skor

tertinggi 78,57. Tingkat pengungkapan pada dimensi Credit Risk mendapat

skor rata-rata sebesar 70,39 dengan nilai min 45,45 dan nilai max 95,45.

Tingkat pengungkapan pada dimensi Liquidity Risk mendapat skor rata-

rata sebesar 65,97 dengan nilai min 40,00 dan nilai max 90,00. Tingkat

pengungkapan pada dimensi Market Risk mendapat skor rata-rata sebesar

67,19 dengan nilai min 25.00 dan nilai max 100,00. Tingkat

pengungkapan pada dimensi Operational Risk mendapat skor rata-rata

sebesar 62,80 dengan nilai min 42,86 dan nilai max 85,71.

Untuk jenis risiko unik yang hanya dihadapi oleh bank syariah

diantaranya yaitu, tingkat pengungkapan pada dimensi Rate of Return Risk

mendapat skor rata-rata sebesar 26,74 dengan nilai min 12,50 dan nilai

max 62,50. Tingkat pengungkapan pada dimensi Displaced Commercial

Risk mendapat skor rata-rata sebesar 16,57 dengan nilai min 7,14 dan nilai

max 21,43. Tingkat pengungkapan pada dimensi Contract Spesific Risk

80
mendapat skor rata-rata sebesar 0,00 dengan nilai min 0,00 dan nilai max

0,00. Secara detail per item dalam setiap dimensi akan dibahas didalam

sub-bab selanjutnya.

Penelitian ini dapat dikatakan sebagai penelitian terbaru (jika bukan

yang pertama), yang membahas indeks pengungkapan seluruh jenis risiko

pada bank syariah berdasarkan guideline IFSB yang berlaku secara

internasional. Sehingga terdapat keterbatasan benchmark penelitian

terdahulu yang dapat digunakan sebagai pendukung hasil penelitian ini.

Namun, beberapa penelitian yang membahas risiko unik pada bank syariah

secara terpisah dan penelitian yang membahas tingkat pengungkapan

risiko pada industri secara keseluruhan dapat digunakan sebagai literatur

yang mendukung hasil penelitian ini.

Berkaca pada kesimpulan Mardian (2015), dapat diketahui bahwa

terdapat keterbatasan terutama sumber daya yang menyebabkan

penegakkan kepatuhan syariah belum berjalan maksimal pada bank

syariah di Indonesia. Kulitas sumber daya yang rendah inilah yang

kemudian menurut Mardian (2019) akan menyebabkan informasi terkait

risiko tidak diungkapkan secara menyeluruh. Aribi, Arun, & Gao (2016)

juga mendukung penelitian ini yang menyebutkan bahwa tingkat

pengungkapan secara keseluruhan institusi keuangan syariah di Indonesia

masih rendah.

Namun, rendahnya tingkat pengungkapan risiko yang hanya dihadapi

bank syariah di Indonesia yaitu Rate of Return Risk, Displace Commercial

81
Risk dan Contract-Spesific Risk sangat bertolak belakang dengan tingkat

pengungkapan risiko umum yang juga dihadapi bank konvensional.

Kondisi ini menunjukkan bahwa terdapat permasalahan yang jauh lebih

kompleks dari sekedar rendahnya kualitas SDM. Salah satunya adalah isu

kritis terkait produk bank syariah yang didominasi murabahah dalam

pembiayaan. Murabahah memang bukan transaksi yang dilarang, tetapi

seharusnya akad ini menjadi akad sekunder karena bank syariah idealnya

lebih banyak menggunakan akad bagi hasil.

Praktik murabahah oleh bank syariah di Indonesia juga perlu dikritisi

karena relatif tidak sesuai dengan prinsip murabahah murni yang

mensyaratkan terjadinya pertukaran secara nyata antara barang dengan

uang. Sedangkan pada praktiknya, menurut Mardian (2015), bank syariah

baru menjalankan pembiayaan murabahah, dimana bank tidak secara

langsung menyerahkan barang kepada nasabah. Selain itu, faktor

rendahnya tingkat pengungkapan risiko unik yang dihadapi bank syariah

bukan hanya karena keengganan bank syariah saja, tetapi juga disebabkan

oleh paradigma masyarakat atau nasabah yang juga belum siap dengan

akad bagi hasil. Karakter nasabah bank syariah di Indonesia masih belum

siap dengan fluktuasi bagi hasil murni atas tabungan atau deposito mereka,

dimana produk ini sangat lekat dengan Rate of Return Risk dan Displaced

Commercial Risk. Meski berdasarkan beberapa studi yang dilakukan

ditemukan bahwa Displaced Commercial Risk dapat dijumpai pada hampir

seluruh produk pembiayaan bank syariah di Indonesia (Hasanah, 2013).

82
Gambar 4.1 Rate of Return Risk (Profit Sharing) Pada Perbankan Syariah
Di Indonesia Tahun 2015-2019

16

14

12

10

0
2015 2016 2017 2018 2019

Sumber: (Cipta, 2020)

Bank Syariah di Indonesia saat ini menghadapi dua jenis karakteristik

nasabah berbeda, yaitu nasabah yang menggunakan bank Syariah karena

alasan pemenuhan nilai-nilai Islam dan nasabah rasional yang berorientasi

pada profit (Fatoni, 2019). Rendahnya tingkat pengungkapan Rate of

Return Risk dan Displaced-Commercial Risk pada bank syariah di

Indonesia dapat mengindikasikan bahwa terjadi penurunan atau

perlambatan minat nasabah untuk menggunakan produk-produk bank

syariah. Mengacu pada data dari OJK pada gambar 4.1 terlihat bahwa Rate

of Return Risk di Indonesia terus tumbuh setiap tahun. Kondisi ini

dibarengi dengan terjadinya perlambatan angka pertumbuhan aset

perbankan Syariah tahun 2017-2018 berdasarkan data yang diperoleh

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam 2 tahun terakhir.

83
Aset perbankan Syariah pada tahun 2016 tumbuh 20 persen dari tahun

sebelumnya, namun terus mengalami perlambatan menjadi 19 persen pada

tahun 2017 dan 13 persen pada tahun 2018. Dana Pihak Ketiga (DPK)

sebagai sumber pendanaan utama perbankan syariah juga mengalami hal

yang sama. Pada tahun 2016, DPK perbankan Syariah meningkat dari

tahun sebelumnya dengan tingkat pertumbuhan 21 persen. Sementara pada

tahun 2017-2018 DPK perbankan syariah mengalami perlambatan dengan

tingkat pertumbuhan masing-masing 20 persen dan 11 persen. Dari tiga

sumber utama DPK, lebih dari 50 persen didominasi oleh deposito

mudharabah yang secara prinsip didasarkan pada bagi hasil (Fatoni, 2019).

Sementara itu Taswan (2011), Hasan dan Tendelilin (2012), Omet dan

Yaseen (2015), dan Alaeddin dkk (2017) melihat adanya perilaku disiplin

pasar (market discipline) yang dilakukan oleh deposan, dimana deposan

memberikan hukuman bagi bank yang mengambil risiko tinggi dengan

menarik dananya. Dengan demikian penarikan dana yang dilakukan oleh

deposan bukan hanya disebabkan oleh persaingan imbal hasil yang

diberikan, tetapi juga sebagai respon deposan atas pengambilan risiko

yang berlebihan oleh bank. Sehingga terdapat kecenderungan bank tidak

pengungkapan Rate of Return Risk pada laporan tahunan untuk mencegah

penurunan dana nasabah yang masuk.

Bank syariah perlu mengamati fluktuasi interest rate dan faktor-faktor

penentu lainnya dan tidak hanya fokus pada Rate of Return, bank syariah

di Indonesia perlu memperhatikan Displaced Commercial Risk dengan

84
melakukan inovasi produk yang tetap memperhatikan kepatuhan syariah

untuk meningkatkan loyalitas nasabah. Sehingga, bank syariah dapat

menghindari masalah deposan mengalihkan deposito mereka ke bank-bank

konvensional atau menarik dana mereka (Cipta, 2020). Diversifikasi

produk akan membantu mengurangi ketergantungan sumber pendapatan

bank syariah di Indonesia pada produk pembiayaan murabahah.

Rendahnya tingkat pengungkapan risiko unik yang hanya dihadapi

bank syariah di Indonesia juga merupakan bukti bahwa regulator belum

menetapkan pedoman secara detail yang dapat digunakan untuk menilai

dan mengukur risiko khusus yang hanya dihadapi bank syariah. Regulasi

yang mengatur operasional bank di Indonesia masih berfokus pada

aktivitas bank konvensional.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 juga hanya

mewajibkan Bank Umum Syariah untuk menerapkan Manajemen Risiko

paling kurang untuk 4 jenis risiko, sebagaimana diatur dalam pengaturan

sebelumnya untuk Bank yang tidak memiliki ukuran dan kompleksitas

usaha yang tinggi, yaitu risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas dan

risiko operasional. Keempat risiko ini merupakan risiko umum yang

dihadapi semua jenis bank di Indonesia. Sedangkan manajemen risiko

dalam bank syariah mempunyai karakter yang berbeda dengan bank

konvensional, terutama karena adanya jenis-jenis risiko yang khas melekat

hanya pada bank-bank yang beroperasi secara syariah (Ningsih, 2021).

85
Dimensi operasional bank syariah di Indonesia menghadapi Shariah

Non-Compliance Risk, yaitu risiko kerugian yang timbul dari kegagalan

bank syariah untuk mematuhi aturan dan prinsip syariah yang ditentukan

oleh Dewan Syariah atau badan terkait di yurisdiksi tempat bank syariah

beroperasi (IFSB, 2007). Risiko ini merupakan komponen dari risiko

operasional pada bank syariah. Keberhasilan dalam menangani risiko ini

akan meningkatkan jumlah nasabah yang hanya ingin menyimpan uangnya

pada bank yang menjalankan prinsip-prinsip syariah. Kepatuhan terhadap

prinsip-prinsip Syariah merupakan proses berkelanjutan yang melibatkan

setiap proses, aktivitas dan produk bank syariah. Sehingga, pada tingkat

yang signifikan, kegagalan mengelola Shariah Non-Compliance Risk dapat

mengekspos bank pada risiko reputasi dan kebangkrutan (Global Islamic

Report, 2017).

Kecenderungan dunia perbankan di Indonesia masih sangat berfokus

pada perbankan konvensional. Hal ini terlihat dari laporan tahunan bank

syariah di Indonesia yang lebih condong mengadopsi standar IFRS dalam

laporan keuangan tahunannya. Penelitian (Mulyadi, 2019) membuktikan

bahwa jumlah laporan tahunan bank syariah di Indonesia didominasi

pemenuhan item menurut standar IFRS dalam laporan keuangannya,

dibandingkan dengan jumlah pemenuhan item yang dipilih dalam standar

AAOIFI. Ditambah dengan karakteristik nasabah yang masih sangat

berfokus pada tingkat imbal hasil, permasalahan ini membuat bank syariah

86
mengalami kendala dalam menerapkan standar yang berlaku secara

menyeluruh.

Meskipun jika dilihat melalui sudut pandang lain, skor indeks yang

rendah (kurang informatif) dapat juga diartikan bahwa entitas tersebut

melakukan tanggung jawabnya akan tetapi tidak diungkapkan dalam

laporannya (Abadi, dkk, 2020). Hal ini menyalahi keterbukaan

(transparancy) dan akuntabilitas (accountability) yang diatur dalam Pasal

1 angka 6 Peraturan Bank Indonesia No.8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan

Good Corporate Governance bagi Bank Umum. Bank merupakan

lembaga yang menjadi simbol kepercayaan masyarakat terhadap kondisi

moneter suatu negara. Begitu besarnya kepercayaan masyarakat terhadap

bank, sehingga melemahnya kondisi sebuah bank, maka pengaruhnya

cukup terasa bagi sendi-sendi perekonomian negara (Towoliu, 2013).

Sehingga tuntutan akan transparansi dan akuntabilitas pada bank syariah

merupakan suatu keniscayaan (Warno, 2016).

2. Tingkat Pengungkapan Per Dimensi Risiko

a. Dimensi General Disclosure Risk Management (EXT GRM)

Secara umum, tingkat pengungkapan manajemen risiko pada

laporan tahunan bank syariah di Indonesia ada pada tingkat yang

tinggi. Hal ini dibuktikan dengan skor rata-rata tingkat pengungkapan

dimensi General Disclosure Risk Management dari 72 sample laporan

tahunan bank syariah sebesar 64,04. Pada dimensi General Disclosure

87
Risk Management, nilai pengungkapan minimum yang didapatkan dari

sample laporan tahunan bank syariah sebesar 39,29 dan skor maximum

78,57. Berdasarkan 72 sample laporan tahunan bank syariah dapat

ditarik kesimpulan bahwa bank syariah di Indonesia secara umum telah

mengungkapkan risiko umum dalam laporan tahunannya yang

didasarkan pada pedoman IFSB.

Tabel 4.2 Tingkat Pengungkapan pada dimensi General Disclosure


Risk Management (EXT)

Jumlah Laporan
No Keterangan Mean Min Max
Tahunan

General Disclosure Risk


1 72 64,04 39,29 78,57
Management

Rincian Dimensi General Disclosure Risk Management (14 items)

Persentase
No. Item Penilaian
Pengungkapan
Penjelasan tentang tujuan, strategi, kebijakan dan
1. prosedur manajemen risiko bank menurut kategori 98
risiko atau secara agregat.
2. Penjelasan kerangka manajemen risiko. 95
3. Penyajian terminologi risiko yang dihadapi. 99
4. Informasi tentang struktur manajemen risiko. 89
Tanggung jawab jajaran Direksi atas keseluruhan
5. 94
risiko.
6. Informasi tentang komite manajemen risiko. 95
Ruang lingkup dan sifat dari sistem pengukuran dan
7. 69
pelaporan risiko.
Terdapat pembahasan risiko teratas yang muncul
8. 81
dari model bisnis dan aktivitas bank.
Pengungkapan rentang dan ukuran risiko yang
dihadapi masing-masing Restricted Investment
9 0
Account Holder berdasarkan kebijakan investasi
spesifiknya.
Pengungkapan perlakuan atas aset yang dibiayai
oleh Restricted Investment Account Holder dalam
10. 0
perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko
(ATMR) untuk tujuan kecukupan modal.

88
Rincian Dimensi General Disclosure Risk Management (14 items) (Lanjutan)

Persentase
No. Item Penilaian
Pengungkapan
Pengungkapan perlakuan atas aset yang dibiayai
oleh Unrestricted Investment Account Holder dalam
11. 0
perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko
(ATMR) untuk tujuan kecukupan modal.
Komposisi pembiayaan menurut jenis kontrak dalam
12. 75
bentuk persentase dari total pembiayaan.
Pengungkapan nilai tercatat atas aset yang
dijaminkan (tidak termasuk jumlah yang dijaminkan
13. 63
kepada bank sentral atau otoritas moneter) serta
syarat dan ketentuan yang berkaitan.
Jumlah jaminan yang diberikan oleh Lembaga
14. Keuangan Islam dan persyaratan yang menyertai 39
jaminan tersebut.
Sumber: Data diolah

Tidak ada sample laporan tahunan bank syariah di Indonesia yang

mengungkapkan informasi tentang perlakuan atas aset yang dibiayai

oleh Restricted Investment Account Holder atau Unrestricted

Investment Account Holder. Restricted Investment Account Holder

mengacu pada jenis rekening investasi dimana Pemegang Rekening

Investasi (Investment Account Holder) memberikan mandat investasi

khusus kepada lembaga keuangan Islam untuk tujuan pembelian aset,

pembiayaan sektor ekonomi dan investasi. Rekening ini biasa

digunakan oleh industri perbankan untuk menjalankan transaksi

Mudarabah dan Musyarakah. Tidak diungkapkannya item ini didukung

oleh penelitian Meutia (2019) yang menemukan masih banyak bank

syariah di Indonesia yang tidak mengungkapkan informasi yang terkait

dengan Invenstment Account Holder di dalam laporan tahunannya.

89
b. Dimensi Credit Risk (EXT CR)

Secara keseluruhan tingkat pengungkapan risiko kredit pada

laporan tahunan bank syariah di Indonesia ada di tingkat yang tinggi.

Hal ini dibuktikan dengan skor rata-rata tingkat pengungkapan dimensi

risiko kredit dari 72 sample laporan tahunan bank syariah sebesar

70,33. Nilai pengungkapan minimum yang didapatkan dari sample

laporan tahunan bank syariah sebesar 45,45 dan skor maximum 95,45.

Berdasarkan 72 sample laporan tahunan bank syariah dapat ditarik

kesimpulan bahwa bank syariah di Indonesia secara umum telah

mengungkapkan risiko kredit dalam laporan tahunannya yang

didasarkan pada pedoman IFSB-4.

Tabel 4.3 Tingkat Pengungkapan pada dimensi Credit Risk (EXT)

Jumlah Laporan
No Keterangan Mean Min Max
Tahunan

2 Credit Risk 72 70,33 45,45 95,45

Rincian Dimensi Credit Risk (11 items)

Persentase
No. Item Penilaian
Pengungkapan
Penjelasan tentang kebijakan dan tujuan manajemen
1. 91
risiko kredit.
2. Informasi tentang struktur manajemen risiko kredit. 76
Analisis kualitatif dan kuantitatif atas risiko pihak
3. 46
rekanan bank yang muncul dari transaksi derivatif.
4, Informasi kualitatif tentang mitigasi risiko kredit. 81
Penjelasan tentang jenis agunan dan mitigasi risiko
5. 83
kredit lainnya yang dilakukan oleh bank.
Jika jaminan pihak ketiga diambil sebagai langkah
6. mitigasi risiko, maka bobot risiko yang berlaku 58
untuk penjamin harus diungkapkan.

90
Rincian Dimensi Credit Risk (11 items) (Lanjutan)

Persentase
No. Item Penilaian
Pengungkapan
Pengungkapan total eksposur kredit bruto dan rata-
7. rata eksposur kredit bruto selama suatu periode 56
menurut kategori peringkat.
Total eksposur kredit bruto dan rata-rata eksposur
8. untuk struktur pembiayaan berbasis ekuitas menurut 67
jenis kontrak pembiayaan.
Pengungkapan jumlah dan perubahan provisi
9. 100
kerugian selama tahun buku.
Pengungkapan hukuman yang dikenakan kepada
10. pelanggan karena gagal bayar, dan disposisi uang 62
yang diterima sebagai hukuman.
Pengungkapan nilai aset yang dijaminkan oleh bank
11. termasuk didalamnya syarat dan ketentuan yang 54
terkait dengan gadai/lelang atas aset jaminan.
Sumber: Data diolah

c. Dimensi Liquidity Risk (EXT LR)

Secara keseluruhan tingkat pengungkapan risiko likuiditas pada

laporan tahunan bank syariah di Indonesia ada pada yang tinggi. Hal

ini dibuktikan dengan skor rata-rata tingkat pengungkapan dimensi

risiko likuiditas dari 72 sample laporan tahunan bank syariah sebesar

65,97. Nilai pengungkapan minimum yang didapatkan sebesar 40,00

dan skor maximum 90,00. Berdasarkan 72 sample laporan tahunan

bank syariah dapat ditarik kesimpulan bahwa bank syariah di Indonesia

secara umum telah mengungkapkan risiko likuiditas dalam laporan

tahunannya yang didasarkan pada pedoman IFSB-4.

Metode pemeringkatan alternatif dengan menilai pengungkapan

laporan tahunan selanjutnya diaplikasikan untuk melihat keadaan

tingkat pengungkapan manajemen risiko pada bank syariah di

91
Indonesia. Hasil pemeringkatan nilai dikelompokkan menjadi tiga

kategori yaitu tinggi, menengah, dan rendah (Aprilia & Basuki, 2017).

Kelompok tinggi memiliki nilai rata-rata pengungkapan di atas 51

hingga 100. Kelompok menengah memiliki nilai rata-rata

pengungkapan di atas 31 hingga 50. Nilai rendah memiliki nilai rata-

rata pengungkapan 0 hingga 30 (Sarma, 2008)

Tabel 4.4 Tingkat Pengungkapan pada dimensi Liquidity Risk


(EXT)

Jumlah Laporan
No Keterangan Mean Min Max
Tahunan

3 Liquidity Risk 72 65,97 40,00 90,00

Rincian Dimensi Liquidity Risk (5 items)

Persentase
No. Item Penilaian
Pengungkapan
Informasi tentang aset likuid bank yang tersedia
1. 68
termasuk sumber dan penggunaan dananya.
Informasi jatuh tempo tentang simpanan dan
2. 83
kewajiban lainnya.
Ringkasan kerangka kerja manajemen risiko
likuiditas dalam menangani eksposur risiko untuk
3. 66
setiap kategori pendanaan secara individu maupun
secara agregat.
Informasi umum tentang kebijakan untuk mengatasi
risiko likuiditas, dengan mempertimbangkan
4. 53
kemudahan akses pada sumber dana yang sesuai
dengan Syariah dan keragaman sumber pendanaan.
Indikator eksposur risiko likuiditas seperti aset
5. jangka pendek terhadap kewajiban jangka pendek, 51
rasio aset likuid atau volatilitas pendanaan.
Sumber: Data diolah

92
Dalam tabel 4.5 diatas terlihat bahwa informasi umum tentang

kebijakan untuk mengatasi risiko likuiditas, dengan

mempertimbangkan kemudahan akses pada sumber dana yang sesuai

dengan syariah menunjukkan hasil yang paling rendah. Hal ini perlu

menjadi perhatian serius bagi bank syariah karena merupakan jenis

risiko yang sangat signifikan yang disebabkan terbatasnya ketersediaan

instrumen pasar uang yang kompatibel dengan syariah dan fasilitas

lender of last resort (Sundararajan, 2007).

Selain itu, Chapra dan Khan (2000) berpendapat bahwa bank

syariah mungkin menghadapi masalah likuiditas karena bank syariah

terlalu bergantung pada giro untuk likuiditas; ada pembatasan

penjualan utang, dan pasar untuk instrumen syariah jangka pendek

masih belum berkembang. Oleh karena itu, penting bagi bank syariah

untuk memiliki sistem yang memadai untuk mengukur, memantau, dan

mengendalikan risiko likuiditas. Skor yang relatif rendah ini mungkin

disebabkan oleh bank syariah yang memiliki akses terbatas ke

likuiditas baik melalui realisasi aset tetap dan/atau pengaturan

penjualan dan penyewaan kembali. Alasan lain yang mungkin adalah

kurangnya pendekatan pengukuran risiko untuk mengukur

kompleksitas jenis risiko ini. Jika eksposur risiko ini tidak dikelola

dengan baik dan dimitigasi, pada akhirnya dapat mengancam

keberlangsungan bank syariah (Rosman, 2015).

93
d. Dimensi Market Risk (EXT MR)

Secara keseluruhan tingkat pengungkapan risiko pasar pada

laporan tahunan bank syariah di Indonesia ada pada yang tinggi. Hal

ini dibuktikan dengan skor rata-rata tingkat pengungkapan dimensi

risiko pasar dari 72 sample laporan tahunan bank syariah sebesar

67,19. Nilai pengungkapan minimum yang didapatkan dari sample

laporan tahunan bank syariah sebesar 25,00 dan skor maximum

100,00.

Tabel 4.5 Tingkat Pengungkapan pada dimensi Market Risk (EXT)

Jumlah Laporan
No Keterangan Mean Min Max
Tahunan

4 Market Risk 72 67,19 25,00 100,00

Rincian Dimensi Market Risk (4 item)

Persentase
No. Item Penilaian
Pengungkapan
Uraian umum dan pengungkapan kerangka kerja
1. 76
yang tepat untuk manajemen risiko pasar.
Pengungkapan rincian kualitatif dan kuantitatif dari
faktor risiko pasar perdagangan dan non-
2. 69
perdagangan yang signifikan dan relevan dengan
portofolio bank.
Pengungkapan kualitatif dan kuantitatif yang
menggambarkan risiko pasar yang signifikan
3. (seperti pengukuran, batasan model, asumsi, 51
prosedur validasi, penggunaan proxy, perubahan
ukuran risiko dan model secara periodik).
Pengungkapan Value at Risk (VAR) dan pendekatan
sensitivitas lainnya untuk berbagai jenis risiko pasar
4. 73
(risiko nilai tukar mata uang asing, risiko harga
komoditas, dll).
Sumber: Data diolah

94
Masih terdapat bank syariah yang mendapatkan nilai 25,00

dikarenakan bank syariah yang masih berstatus bank BUKU I belum

bisa melakukan transaksi treasury seperti spot atau transaksi derivatif

dimana hal ini termasuk dalam item indeks pengungkapan risiko.

Berdasarkan 72 sample laporan tahunan bank syariah dapat ditarik

kesimpulan bahwa bank syariah di Indonesia secara umum telah

mengungkapkan risiko pasar dalam laporan tahunannya yang

didasarkan pada pedoman IFSB.

e. Dimensi Operational Risk (EXT OR)

Secara keseluruhan tingkat pengungkapan risiko operasional pada

laporan tahunan bank syariah di Indonesia ada pada tingkat yang

tinggi. Hal ini dibuktikan dengan skor rata-rata tingkat pengungkapan

dimensi risiko operasional dari 72 sample laporan tahunan bank

syariah sebesar 62,80. Nilai pengungkapan minimum yang didapatkan

dari sample laporan tahunan bank syariah sebesar 42,86 dan skor

maximum 85,71. Berdasarkan 72 sample laporan tahunan bank syariah

dapat ditarik kesimpulan bahwa bank syariah di Indonesia secara

umum telah mengungkapkan risiko operasional dalam laporan

tahunannya yang didasarkan pada pedoman IFSB.

Di dalam risiko operasional bank syariah, terdapat satu jenis risiko

yang merupakan komponen khusus yaitu Shariah Non-Compliance

Risk atau Risiko Ketidakpatuhan Syariah. Shariah Non-Compliance

95
Risk adalah risiko kerugian yang timbul dari kegagalan bank syariah

untuk mematuhi aturan dan prinsip syariah yang ditentukan oleh

Dewan Syariah atau badan terkait di yurisdiksi tempat bank syariah

beroperasi (IFSB, 2007).

Di satu sisi, sifat profit-and-loss-sharing dari produk syariah

memperbaiki risiko tertentu bagi bank, namun di sisi lain juga

membuka peluang bagi bank syariah untuk menghadapi risiko baru.

Risiko proses dan hukum pada bank syariah semakin meningkat

karena penekanannya pada penyusunan kontrak dan persyaratan akad

dimana semua tahapan dalam transaksi harus selalu dilakukan dalam

urutan tertentu. Kegagalan bank dalam mengelola risiko ini akan

menambah biaya operasional bank. Sehingga, pada tingkat yang

signifikan, kegagalan mengelola Shariah Non-Compliance Risk dapat

mengekspos bank pada risiko reputasi dan kebangkrutan (Global

Islamic Report, 2017).

Pada tabel 4.6 rincian dimensi risiko operasional bank syariah di

Indonesia menunjukkan secara jelas bahwa pengungkapan informasi

terkait proses bank dalam mengidentifikasi kejadian misal: kegagalan

dalam proses internal, ketidakpatuhan terhadap prinsip syariah) yang

akan mempengaruhi operasional bank berada pada tingkat yang lebih

rendah dibandingkan item pengungkapan lain. Pernyataan bahwa bank

telah mematuhi semua regulasi dan prinsip syariah juga hanya

mendapatan persentase pengungkapan sebesar 50% yang berarti

96
terdapat 50% laporan tahunan yang tidak menyatakan secara jelas

bahwa bank telah mematuhi prinsip syariah. Hal ini menjadi tantangan

bank syariah karena kegagalan dalam mengelola Shariah Non-

Compliance Risk akan berdampak secara langsung pada keputusan

nasabah untuk tidak mempercayakan uangnya pada bank syariah,

khususnya nasabah yang berpegang teguh pada prinsip-prinsip syariah.

Kepatuhan syariah merupakan aspek yang membedakan ekonomi

syariah dengan ekonomi konvensional atau antara perbankan syariah

dengan perbankan konvensional. (Rahman, 2008; Syafei, 2005;

Abduh, 2012; Ahmed H, 2014). Karakteristik nasabah bank syariah

yang berpegang pada nilai islam tidak akan menyimpan uangnya pada

bank syariah yang gagal menjalankan kepatuhan terhadap prinsip

syariah. Sehingga, keberhasilan bank dalam menangani Shariah Non-

Compliance Risk ini akan meningkatkan jumlah nasabah yang hanya

ingin menyimpan uangnya pada bank yang menjalankan prinsip-

prinsip Syariah dan akan menambah daya kompetitif bank syariah

dalam persaingan memperebutkan dana nasabah (Fatoni, dkk, 2019).

Tabel 4.6 Tingkat Pengungkapan pada dimensi Operational Risk


(EXT)

Jumlah Laporan
No Keterangan Mean Min Max
Tahunan

5 Operational Risk 72 62,80 42,86 85,71

97
Rincian Dimensi Operational Risk (7 item)

Persentase
No. Item Penilaian
Pengungkapan
Bank secara jelas telah mengidentifikasi kejadian
atau fenomena (misal: kegagalan dalam proses
1. 32
internal, ketidakpatuhan terhadap prinsip syariah)
yang akan mempengaruhi operasional bank.
Bank telah memiliki kerangka kerja yang baik
dalam mengembangkan dan mengimplementasikan
2. 83
lingkungan pengendalian manajemen risiko
operasional sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
Terdapat peninjauan secara periodik untuk
3. mendeteksi dan mengatasi defisiensi operasional 50
bank.
Terdapat penilaian auditor internal maupun
4. 100
eksternal atas pengendalian internal bank.
Pernyataan bahwa bank telah mematuhi semua
5. 50
regulasi dan prinsip syariah.
Bank telah memastikan bahwa semua
6. pendokumentasian kontrak telah mematuhi regulasi 50
dan prinsip syariah.
Bank telah menjalankan peninjauan atas kepatuhan
7. syariah minimal satu kali dalam satu tahun yang 74
dijalankan oleh departemen syariah.
Sumber: Data diolah

f. Dimensi Rate of Return Risk (EXT ROR)

Secara keseluruhan tingkat pengungkapan risiko tingkat imbal

hasil pada laporan tahunan bank syariah di Indonesia ada pada tingkat

yang rendah namun mendekati tingkat menengah. Hal ini dibuktikan

dengan skor rata-rata tingkat pengungkapan dimensi risiko imbal hasil

dari 72 sample laporan tahunan bank syariah sebesar 26,74. Nilai

pengungkapan minimum yang didapatkan dari sample laporan tahunan

bank syariah sebesar 12,50 dan skor maximum 62,50. Berdasarkan 72

sampel laporan tahunan bank syariah dapat disimpulkan bahwa bank

98
syariah di Indonesia secara umum telah mengungkapkan risiko kredit

dalam laporan tahunannya yang didasarkan pada pedoman IFSB-4.

Tabel 4.7 Tingkat pengungkapan pada dimensi


Rate of Return Risk (EXT)
Jumlah Laporan
No Keterangan Mean Min Max
Tahunan

6 Rate of Return Risk 72 26,74 12,50 62,50

Persentase
No. Item Penilaian
Pengungkapan
Pengungkapan tentang faktor-faktor yang
1. mempengaruhi tingkat pengembalian dan suku 47
bunga acuan.
Proses dan sistem untuk memantau dan mengukur
2. faktor-faktor yang menimbulkan risiko tingkat 39
pengembalian.
Indikator eksposur risiko tingkat pengembalian (data
pembayaran / penerimaan yang diharapkan pada
3. pembiayaan dan pendanaan, data biaya pendanaan 4
pada periode jatuh tempo yang berbeda untuk aset
atau pendanaan dengan suku bunga mengambang).
Analisis sensitivitas pendapatan bank dan tingkat
4. pengembalian harga atau pergerakan tingkat 17
profitabilitas di pasar.
Sumber: Data diolah

Namun, rendahnya tingkat pengungkapan risiko yang hanya

dihadapi bank syariah di Indonesia yaitu Rate of Return Risk, Displace

Commercial Risk dan Contract-Spesific Risk sangat bertolak belakang

dengan tingkat pengungkapan risiko umum yang juga dihadapi bank

konvensional. Kondisi ini menunjukkan bahwa terdapat permasalahan

yang jauh lebih kompleks dari sekedar rendahnya kualitas SDM. Salah

satunya adalah isu kritis terkait produk bank syariah yang di dominasi

99
murabahah dalam pembiayaan. Murabahah memang bukan transaksi

yang dilarang, tetapi seharusnya akad ini menjadi akad sekunder

karena bank syariah idealnya lebih banyak menggunakan akad bagi

hasil.

Selain itu, faktor rendahnya tingkat pengungkapan risiko unik yang

dihadapi bank syariah bukan hanya karena keengganan bank syariah

saja, tetapi juga disebabkan oleh paradigma masyarakat atau nasabah

yang juga belum siap dengan akad bagi hasil. Karakter nasabah bank

syariah di Indonesia masih belum siap dengan fluktuasi bagi hasil

murni atas tabungan atau deposito mereka, dimana produk ini sangat

lekat dengan Rate of Return Risk dan Displaced Commercial Risk

(DCR). Meski berdasarkan beberapa studi yang dilakukan ditemukan

bahwa DCR dapat dijumpai pada hampir seluruh produk pembiayaan

bank syariah di Indonesia (Hasanah, 2017).

Aset perbankan Syariah pada tahun 2016 tumbuh 20 persen dari

tahun sebelumnya, namun terus mengalami perlambatan menjadi 19

persen pada tahun 2017 dan 13 persen pada tahun 2018. Dana Pihak

Ketiga (DPK) sebagai sumber pendanaan utama perbankan syariah

juga mengalami hal yang sama. Pada tahun 2016, DPK perbankan

Syariah meningkat dari tahun sebelumnya dengan tingkat pertumbuhan

21 persen. Sementara pada tahun 2017-2018 DPK perbankan syariah

mengalami perlambatan dengan tingkat pertumbuhan masing-masing

20 persen dan 11 persen. Dari tiga sumber utama DPK, lebih dari 50

100
persen didominasi oleh deposito mudharabah yang secara prinsip

didasarkan pada bagi hasil (Fatoni, 2019).

Sementara itu Taswan (2011), Hasan dan Tendelilin (2012), Omet

dan Yaseen (2015), dan Alaeddin dkk (2014) melihat adanya perilaku

disiplin pasar (market discipline) yang dilakukan oleh deposan, dimana

deposan memberikan hukuman bagi bank yang mengambil risiko

tinggi dengan menarik dananya. Dengan demikian penarikan dana

yang dilakukan oleh deposan bukan hanya disebabkan oleh persaingan

imbal hasil yang diberikan, tetapi juga sebagai respon deposan atas

pengambilan risiko yang berlebihan oleh bank. Sehingga terdapat

kecenderungan bank tidak pengungkapan Rate of Return Risk pada

laporan tahunan untuk mencegah penurunan dana nasabah yang

masuk.

g. Dimensi Displaced-Commercial Risk (EXT DCR)

Secara keseluruhan tingkat pengungkapan displaced-commercial

risk pada laporan tahunan bank syariah di Indonesia ada pada tingkat

yang rendah. Hal ini dibuktikan dengan skor rata-rata tingkat

pengungkapan dimensi Displaced-Commercial Risk dari 72 sample

laporan tahunan bank syariah sebesar 26,74. Nilai pengungkapan

minimum yang didapatkan dari sample laporan tahunan bank syariah

sebesar 12,50 dan skor maximum 62,50. Berdasarkan 72 sample

laporan tahunan bank syariah dapat ditarik kesimpulan bahwa bank

101
syariah di Indonesia secara umum telah mengungkapkan risiko DCR

dalam laporan tahunannya yang didasarkan pada pedoman IFSB-4.

Tabel 4.8 Tingkat pengungkapan pada dimensi Displaced-


Commercial Risk (EXT)

Jumlah Laporan
No Keterangan Mean Min Max
Tahunan
Displaced-Commercial
7 72 16,57 7,14 21,43
Risk

Rincian Dimensi Displaced Commercial Risk (7 item)

Persentase
No. Item Penilaian
Pengungkapan
Pengungkapan kebijakan bank atas Displaced
Commercial Risk dan kerangka kerja yang
1. 0
digunakan untuk mengelola ekspektasi pemegang
saham dan pemegang rekening investasi
Pengungkapan data historis terkait dengan:
1. Total keuntungan Mudarabah yang tersedia untuk
dibagikan antara pemegang
rekening investasi dan pemegang saham
2. Keuntungan Mudarabah yang diperoleh dari
pemegang rekening investasi
2. 3. Keuntungan Mudarabah yang dibayarkan kepada 50
pemegang rekening investasi
4. Saldo dan fluktuasi nilai PER dan IRR
5. Variasi dalam rasio bagi hasil yang disepakati
Mudarib dengan rasio yang disepakati secara
kontrak
6. Harga acuan pasar
Perbandingan antara persentase tingkat
pengembalian pemegang rekening investasi dan
3. 0
persentase tingkat pengembalian pemegang saham
yang bersumber dari pendapatan Mudarabah
Bank menentukan rasio keuntungan di masa depan
4. 66
sesuai dengan ekspektasi kondisi pasar
Jumlah dan persentase pendapatan yang disesuaikan
5. 0
dengan PER dan IRR
Analisa perbedaan antara agregat keuntungan
6. pendapatan Mudharabah dengan pendapatan yang 0
didistribusikan kepada pemegang saham
Analisa proporsi ATMR yang didanai oleh
7. 0
pemegang rekening investasi
Sumber: Data diolah

102
Bank syariah perlu mengamati fluktuasi interest rate dan faktor-

faktor penentu lainnya dan tidak hanya fokus pada tingkat imbal hasil,

bank syariah di Indonesia perlu memperhatikan Displaced Commercial

Risk dengan melakukan inovasi produk yang tetap memperhatikan

kepatuhan syariah untuk meningkatkan loyalitas nasabah. Sehingga,

bank syariah dapat menghindari nasabah menarik atau mengalihkan

uang mereka ke bank-bank konvensional (Cipta, 2020). Diversifikasi

produk akan membantu mengurangi tingkat ketergantungan sumber

pendapatan bank syariah di Indonesia pada produk pembiayaan

murabahah.

h. Dimensi Contract-Spesific Risk (EXT CSR)

Secara keseluruhan tingkat pengungkapan Contract-Spesific Risk

pada laporan tahunan bank syariah di Indonesia ada pada tingkat yang

rendah bahkan tidak diungkapkan sama sekali berdasarkan indeks yang

mengacu pada pedoman IFSB-4 “Disclosures to Promote

Transparency And Market Discipline For Institutions Offering Islamic

Financial Services”. Hal ini dibuktikan dengan skor rata-rata tingkat

pengungkapan dimensi Contract-Spesific Risk dari 72 sample laporan

tahunan bank syariah sebesar 00,00.

Jenis risiko ini memang baru diatur menurut pedoman IFSB tahun

2007 yang merupakan pembaruan dari pedoman dengan judul yang

sama yang terbit di tahun 2005, sedangkan OJK mengadopsi jenis

103
risiko lain yang diatur menurut pedoman IFSB tahun 2005 sehingga

tidak ada bank Syariah di Indonesia yang menjelaskan risiko ini secara

detail. Item penilaian pada indeks pengungkapan risiko ini sejatinya

dijelaskan didalam laporan tahunan bank syariah pada umumnya

namun tidak dijelaskan secara mendetail per masing-masing jenis

kontrak pembiayaan.

Tabel 4.9 Tingkat pengungkapan pada dimensi


Contract Spesific Risk (EXT)

Jumlah Laporan
No Keterangan Mean Min Max
Tahunan

8 Contract-SpesificRisk 72 00,00 00,00 00,00

Persentase
No. Item Penilaian
Pengungkapan
Pengungkapan kebutuhan permodalan menurut
kategori risiko yang berbeda (risiko kredit dan risiko
1. 0
pasar) untuk setiap kategori kontrak pembiayaan
syariah.
Total ATMR (Aset Tertimbang Menurut Risiko)
2. yang diklasifikasikan menurut jenis kontrak 0
pembiayaan yang sesuai dengan Syariah.
Sumber: Data diolah

C. Uji Signifikansi Perbedaan

1. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov (EXT)

Sebelum melakukan uji beda, peneliti mengelompokkan ukuran bank

syariah kedalam kategori bank BUKU I, II, III dan IV yang mengacu pada

Peraturan OJK NO.6/POJK.03/2016. Kemudian peneliti melakukan

pemeringkatan (Hasmawati, 2012). Ukuran bank syariah dalam penelitian

104
ini dapat diketahui dari laporan keuangan dengan menggunakan modal inti

sebagai dasarnya (Adnan, 2016). Modal inti dapat diketahui dengan

melihat pengungkapan informasi bank BUKU pada Laporan Tahunan

masing-masing bank syariah atau dengan melihat informasi yang terdapat

di dalam Laporan Perkembangan Keuangan Syariah di Indonesia yang

diterbitkan oleh OJK setiap tahunnya. Jumlah Bank Syariah dalam setiap

kelas dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.10 Jumlah Bank Syariah di Indonesia


berdasarkan Bank BUKU

No Keterangan Jumlah Bank Syariah

1. Bank BUKU I 25
2. Bank BUKU II 40
3. Bank BUKU III 7
4. Bank BUKU IV 0
Sumber: Data diolah

Pengelompokkan menurut Peraturan OJK NO.6/POJK.03/2016

menempatkan bank syariah sebagai Bank BUKU I jika memiliki total

modal inti < Rp 1 triliun, bank syariah dikategorikan sebagai Bank BUKU

II jika memiliki total modal inti Rp 1-5 Triliun, bank syariah dikategorikan

sebagai Bank BUKU III jika memiliki total modal inti Rp 5-30 Triliun,

dan bank syariah dikategorikan sebagai Bank BUKU IV jika memiliki

total modal inti > Rp 30 Triliun.

105
Selanjutnya dilakukan pengujian statistik untuk mengetahui ada

tidaknya perbedaan rata-rata tingkat pengungkapan pada ketiga kelas

tersebut. Pertama yang harus dilakukan adalah menguji hasil perhitungan

tingkat pengungkapan dengan Uji Normalitas Kolmogrov-Smirnov, agar

dapat mengetahui apakah data yang telah diolah terdistribusi normal atau

tidak. Apabila data terdistribusi secara normal, maka pengujian statistik

akan menggunakan anova. Jika data tidak terdistribusi secara normal,

maka pengujian beda akan menggunakan Uji Kruskal-Wallis. Berikut

adalah hasil dari Uji Normalitas Kolmogrov-Smirnov menggunakan SPSS

22 sebagai berikut.

Tabel 4.11 Output Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov (EXT)

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova

Bank BUKU Statistic df Sig.


Rata-Rata EXT BUKU 1 ,168 25 ,066
BUKU 2 ,148 40 ,027
BUKU 3 ,355 7 ,008
Sumber: Data diolah

Berdasarkan Tabel 4.11, Uji Normalitas Kolmogrov-Smirnov

menunjukkan nilai asymp. sig. pada sampel bank syariah yang termasuk

kategori bank BUKU I sebesar 0.066. Nilai ini menjelaskan bahwa data

pada kategori bank BUKU I terdistribusi dengan normal karena nilai

asymp.sig > 0.05. Pada sample laporan tahunan bank syariah yang masuk

106
kedalam bank BUKU II mendapat nilai asymp.sig sebesar 0.027 dimana

nilai signifikansinya tidak lebih besar dari 0.05 yang menjelaskan bahwa

data pada sample bank syariah kategori bank BUKU II tidak terdistribusi

dengan normal.

Pada sampel laporan tahunan bank syariah kategori bank BUKU III

nilai asymp.sig yang didapatkan sebesar 0.008 yang menjelaskan bahwa

data pada sampel laporan tahunan bank syariah kategori bank BUKU III

tidak terdistribusi dengan normal. Tidak terdapat bank syariah di Indonesia

yang masuk kedalam kategori bank BUKU IV sehingga uji statistik tidak

dapat menunjukkan nilai signifikansi. Karena dua dari empat kategori

bank BUKU dalam penelitian ini tidak terdistribusi dengan normal, maka

pengujian signifikansi perbedaan akan menggunakan metode Uji Kruskal-

Wallis.

2. Uji Beda Kruskal-Wallis (EXT)

Berdasarkan hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov yang

menunjukkan adanya data yang tidak terdisribusi normal, maka pengujian

statistik signifikansi perbedaan antar kelompok menggunakan Uji Kruskal-

Wallis. Uji Kruskal-Wallis adalah model Uji Non-Parametrik yang

digunakan untuk membandingkan tiga atau lebih kelompok data sample.

Uji Kruskal-Wallis digunakan ketika asumsi normalitas tidak terpenuhi

atau nilai varians tidak sama. Ho dalam Uji Kruskal-Wallis adalah bahwa

107
sampel berasal dari populasi yang sama (Vania & Kuntardjo, 2016). Hasil

pengolahan menggunakan SPSS 22 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.12 Output Uji Beda Kruskal-Wallis (EXT)

Ranks
Bank BUKU N Mean Rank
Rata-Rata EXT BUKU 1 25 16,46
BUKU 2 40 43,61
BUKU 3 7 67,43
Total 72
Sumber: Data diolah

Test Statisticsa,b
Rata-Rata EXT
Chi-Square 42,918
df 2
Asymp. Sig. ,000
Sumber: Data diolah

Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa nilai asymp/sig sebesar

0,000. Nilai ini lebih kecil dari 0,05 yang artinya ada perbedaan antara

ketiga kelompok bank syariah karena P value berada dibawah batas nilai

kritis < 0,05 (Ho ditolak dan H1 diterima). Untuk mengetahui letak

perbedaan pada ketiga kelas, dilakukan Uji Post-Hoc.

3. Uji Post Hoc Mann-Whitney (EXT)

Selanjutnya jika kesimpulan Uji Kruskal-Wallis menerima H1 maka

bisa dilanjutkan dengan uji lanjut atau disebut juga Uji Post Hoc. Dari

108
hasil Uji Post Hoc menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara bank

BUKU I, BUKU II dan BUKU III. Uji Post Hoc setelah Uji Kruskall-

Wallis salah satunya adalah Uji Mann-Whitney u test. Dengan uji tersebut

kita bisa menilai antar kategori apakah yang ada perbedaan signifikan.

Namun Uji Mann-Whitney U Test mensyaratkan bahwa varians kedua

kelompok sama atau homogen. Karena data dalam penelitian ini tidak

terdistribusi dengan normal maka uji homogenitas yang akan digunakan

adalah Uji Levene’ Test. Berikut hasil dari Uji Homogenitas Levene’ Test:

Tabel 4.13 Output Uji Homogenitas Levene’ Test (EXT)

Test of Homogeneity of Variances

Rata-Rata EXT

Levene Statistic df1 df2 Sig.


1,528 2 69 ,224
Sumber: Data diolah

Nilai sig dalam Uji Homogenitas Levene’ Test mendapat nilai 0.224

karena nilai signifikansi > 0.05 maka hal ini menjelaskan bahwa kelompok

data berasal dari populasi yang memiliki varians yang sama (homogen).

Setelah memastikan bahwa data yang digunakan bersifat homogen, maka

Uji Post Hoc Mann-Whitney dapat dilakukan. Berikut merupakan hasil

dari Uji Post Hoc Mann-Whitney.

109
Tabel 4.14 Output Uji Post Hoc (EXT)

Bank BUKU Asymp. Sig. (2-tailed) Deskripsi

Uji Post Hoc BUKU I & BUKU II 0.000 Terdapat


Perbedaan

BUKU I & BUKU III 0.000 Terdapat


Perbedaan

BUKU II & BUKU III 0.000 Terdapat


Perbedaan

Sumber: Data diolah

Nilai sig dalam bank BUKU I dan bank BUKU II mendapat nilai 0.000

< 0.05 karena nilai signifikansi berada dibawah batas kritis sehingga dapat

disimpulkan terdapat perbedaan yang terjadi antara kelompok bank BUKU

I dan BUKU II dalam tingkat pengungkapan. Nilai sig dalam bank BUKU

I dan bank BUKU III mendapat nilai 0.000 < 0.05 karena nilai signifikansi

berada dibawah batas kritis sehingga dapat disimpulkan terdapat

perbedaan yang terjadi antara kelompok bank BUKU I dan BUKU III

dalam tingkat pengungkapan. Nilai sig dalam bank BUKU II dan bank

BUKU III mendapat nilai 0.000 < 0.05 karena nilai signifikansi berada

dibawah batas kritis sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang

terjadi antara kelompok bank BUKU II dan BUKU III dalam tingkat

pengungkapan.

Berdasarkan hasil tersebut, belum ada bank syarah di Indonesia yang

masuk kedalam kategori bank BUKU IV. Dari hasil Uji Post Hoc kita juga

dapat melihat bahwa terdapat perbedaan antara kelompok bank BUKU I,

110
BUKU II dan BUKU III dalam hal tingkat pengungkapan risiko pada

laporan tahunan. Kondisi ini menjelaskan bahwa ukuran bank yang

didasarkan pada modal inti berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan

risiko pada laporan tahunan bank syariah di Indonesia. Hasil ini didukung

oleh penelitian Marbun (2017), Nurdibah (2017), dan Badawi (2018).

Berdasarkan hasil penelitian ini, bank syariah perlu melakukan

peningkatan kapasitas modal inti pada masing-masing kelompok bank

BUKU agar tingkat pengungkapan pada laporan tahunan bank syariah di

Indonesia juga semakin meningkat. Namun pengembangan yang dilakukan

tidak dapat disamakan pada setiap kelas. Perlu ada penekanan yang lebih

kepada kelas kecil dan menengah untuk meningkatkan tingkat

pengungkapan risiko pada laporan tahunan sesuai standar yang berlaku.

Penekanan yang perlu dilakukan juga harus berfokus pada

pengungkapan jenis risiko unik yang hanya dihadapi oleh bank syariah.

Karena bank syariah hanya boleh terlibat dengan kegiatan yang sesuai

dengan landasan agama dan etika, dan karena sifat neraca mereka (Ahmed

& Khan, 2001), maka terdapat persyaratan luar biasa yang mengekspos

bank syariah pada risiko unik seperti Rate of Return Risk, Displaced-

Commercial Risk, Equity Investment Risk maupun Contract Spesific Risk.

Dapat dipahami bahwa tingkat kompleksitas dalam hal manajemen

risiko di sistem perbankan syariah lebih tinggi dari yang diterapkan pada

sistem perbankan konvensional, dan karena semakin pentingnya informasi

manajemen risiko, regulator di Indonesia melalui berbagai pihak terkait,

111
harus memikirkan cara untuk meningkatkan keterlibatan perusahaan dalam

pengungkapan risiko. Ukuran perusahaan memang penting dan terbukti

signifikan terhadap tingkat pengungkapan dalam laporan tahunan. Temuan

ini dijelaskan dalam teori Stakeholder Theory (Marbun, 2006). Ketika

perusahaan tumbuh lebih besar, maka akan terdapat kumpulan pemangku

kepentingan yang lebih besar yang akan tertarik untuk mengetahui

informasi perusahaan.

112
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang dilakukan, maka hasil dari penelitian dan

pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Tingkat pengungkapan manajemen risiko pada laporan tahunan bank

syariah di Indonesia tahun 2014-2019 berada pada tingkat yang tinggi.

b. Terdapat perbedaan diantara ketiga bank syariah kategori bank BUKU I,

BUKU II dan BUKU III. Bank syariah perlu terus meningkatkan kapasitas

modal inti agar tingkat pengungkapan manajemen risiko pada laporan

tahunan semakin meningkat. Perbedaan tingkat ukuran dan kemampuan

bank hal ini perlu menjadi perhatian OJK sebagai regulator bank syariah di

Indonesia bahwa untuk meningkatkan tingkat pengungkapan manajemen

risiko pada bank syariah perlu pengawasan yang lebih intens berdasarkan

tingkat kemampuan.

Berdasarkan dua kesimpulan diatas, penelitian ini secara lebih spesifik

menyimpulkan beberapa poin berikut:

a. Berdasarkan kesimpulan poin (a), meskipun tingkat pengungkapan

manajemen risiko bank syariah secara keseluruhan berada pada tingkat

yang tinggi. Namun jika dijabarkan lebih rinci, terlihat bahwa tingkat

pengungkapan risiko unik yang hanya dihadapi bank syariah seperti Rate

113
of Return Risk, Displaced Commercial Risk dan Contract Spesific Risk

berada pada tingkat yang rendah jika dibandingkan dengan tingkat

pengungkapan risiko umum seperti General Disclosure Risk Management,

Credit Risk, Liquidity Risk, Market Risk, dan Operational Risk yang

berada pada tingkat yang tinggi.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian Mukhibad (2019) yang

menyimpulkan bahwa tingkat pengungkapan risiko umum pada bank

syariah di Indonesia berdasarkan Peraturan Bank Indonesia

13/23/PBI/2011 berada pada tingkat yang tinggi. Sedangkan

pengungkapan risiko unik yaitu Rate of Return Risk berada pada tingkat

yang rendah. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian Badawi

(2018) dan Nurdibah (2017) yang menyimpulkan bahwa tingkat

pengungkapan risiko operasional bank syariah berada pada tingkat yang

tinggi.

b. Tingkat pengungkapan risiko unik yang rendah menjelaskan bahwa masih

banyak item dalam indeks pengungkapan risiko yang tidak diungkapkan

sepenuhnya pada laporan tahunan. Sejauh ini belum ada penelitian yang

membahas secara khusus tingkat pengungkapan risiko unik yang hanya

dihadapi bank syariah. Namun penelitian ini dapat berkaca pada hasil

penelitian dari Zakaria dalam Bening (2020) yang menyebutkan bahwa

tingkat pengungkapan secara keseluruhan institusi keuangan syariah masih

rendah (Aribi, Arun, & Gao, 2016).

114
c. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan

Shariah Non-Compliance Risk yang merupakan komponen risiko

operasional pada bank syariah di Indonesia masih rendah jika

dibandingkan dengan pengungkapan informasi risiko operasional lain

yang terdapat pada indeks pengungkapan. Hasil penelitian ini didukung

oleh penelitian Ariffin (2014) yang menemukan bahwa tingkat

pengungkapan risiko ketidak patuhan syariah sangat rendah sebagai akibat

dari bank syariah yang tidak benar-benar berkonsentrasi pada pembiayaan

berbasis ekuitas dibandingkan untuk pembiayaan berbasis utang.

Kondisi ini perlu menjadi perhatian karena dalam konteks tata kelola

syariah, pengungkapan ini dibutuhkan untuk meningkatkan kepercayaan

masyarakat terhadap perbankan syariah khususnya pada kepatuhannya

terhadap prinsip syariah dalam keseluruhan aktivitasnya. Terlebih lagi bank

syariah memiliki karakteristik nasabah yang sangat bergantung pada

kepatuhan bank syariah terhadap prinsip-prinsip syariah (Rama & Novella,

2015). Karena pada tingkat yang signifikan, kegagalan mengelola Shariah

Non-Compliance Risk dapat mengekspos bank pada risiko reputasi dan

kebangkrutan (Global Islamic Report, 2017).

Rendahnya tingkat pengungkapan risiko unik yang hanya dihadapi bank

syariah menunjukkan tingkat akuntabilitas pada dimensi risiko tersebut masih

rendah. Rendahnya tingkat akuntabilitas akan menyebabkan menurunnya

kepercayaan nasabah untuk menempatkan uangnya pada bank syariah yang

akan mengarah pada masalah likuiditas. Agar menjadi akuntabel, baik kepada

115
publik maupun kepada stakeholder, bank syariah harus sepenuhnya transparan

dalam mengungkapkan keseluruhan informasi risiko yang dihadapi. Selain

diungkapkan, informasi tersebut juga harus dapat diakses oleh pihak terkait,

terutama pemangku kepentingan sebagai kegiatan supervisi (Saad, dkk, 2014).

Meningkatnya akuntabilitas dan keberhasilan bank dalam mengelola risikonya

akan meningkatkan jumlah nasabah dan menambah daya kompetitif bank

syariah dalam persaingan memperebutkan dana nasabah (Fatoni, dkk, 2019).

B. Saran

Peneliti menyadari bahwa pengetahuan dan pengalaman peneliti baik

secara teori maupuk praktik masih jauh dari cukup. Peneliti menyadari bahwa

di dalam penelitian ini masih memiliki beberapa batasan seperti dinamisnya

dunia perbankan dan pembahasan tiap jenis risiko yang tidak terlalu

mendalam. Dengan melihat keterbatasan yang masih melekat dalam penelitian

ini, maka saran yang dapat peneliti sampaikan kepada beberapa kalangan

sebagai berikut:

1. Karena penelitian ini baru meneliti apakah terdapat perbedaan tingkat

pengungkapan manajemen risiko pada laporan tahunan bank syariah

berdasarkan kategori bank BUKU secara keseluruhan, peneliti selanjutnya

disarankan untuk meneliti lebih jauh apakah terdapat perbedaan tingkat

pengungkapan manajemen risiko pada laporan tahunan bank syariah

namun hanya berfokus pada jenis risiko tertentu seperti risiko kredit atau

risiko unik pada bank syariah seperti displaced-commercial risk.

116
2. Bagi regulator diharapkan meningkatkan fungi pengawasan untuk

memaksimalkan pengungkapan risiko pada bank syariah, terutama pada

aspek kepatuhan syariah. Selain itu, regulator perlu mengadopsi sistem

manajemen risiko bank konvesional yang disesuaikan dengan karakteristik

perbankan syariah. Dalam hal ini Islamic Financial Services Board

(IFSB), telah merumuskan prinsip-prinsip manajemen risiko bagi bank dan

lembaga keuangan dengan prinsip syariah yang mengacu pada Basel

Accord II (yang juga diterapkan perbankan konvensional) dan disesuaikan

dengan karakteristik lembaga keuangan dengan prinsip syariah.

3. Karena OJK sebagai regulator tidak membedakan kewajiban menerapkan

aturan pengungkapan manajemen risiko antara Bank BUKU I, II, III dan

IV dimana keempat kategori bank tersebut menunjukkan perbedaan

tingkat ukuran dan kemampuan bank, hal ini perlu menjadi perhatian OJK

sebagai regulator bank syariah di Indonesia bahwa untuk meningkatkan

tingkat pengungkapan risiko pada bank syariah perlu pengawasan yang

lebih intens berdasarkan tingkat kemampuan.

4. Bank syariah perlu memaksimalkan fungsi dan peran DPS di bank syariah,

yang memiliki relevansi kuat dengan manajemen risiko perbankan syariah.

Pelanggaran terhadap shariah complience yang dibiarkan atau luput dari

pengawasan DPS, akan merusak kredibilitas dan menurunkan kepercayaan

masyarakat. Sehingga, peran DPS harus diwujudkan secara formal dan

kualifikasi menjadi DPS harus diperketat

117
DAFTAR PUSTAKA

Abadi, Muhammad T., et al. (2020). "Implementasi Islamic Social Reporting


Index Sebagai Indikator Akuntabilitas Sosial Bank Syariah." Al-Insyiroh,
vol. 6, no. 1, pp. 1-25.

Abduh, M. Z. (2012). Bank Customer Classification in Indonesia: Logistic


Regression Vis-à-vis Artificial Neural Networks. World Applied Sciences
Journal, 18 (7), 933-938.

Abdullah, W. Amalina Wan, Percy, M., & Stewart, J. (2013). Shari’ah disclosures
in Malaysian and Indonesian Islamic banks: The Shari’ah governance
system. Journal of Islamic Accounting and Business Research, 4(2), 100–
131.

Adnan, dkk (2016). Pengaruh Ukuran Bank, Dana Pihak Ketiga, Capital
Adequacy Ratio, dan Loan to Deposit Ratio Terhadap Penyaluran Kredit
Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun
2011-2015. Jurnal Dinamika Akuntansi dan Bisnis (JDAB), Vol 3(2), pp 49-
64.

Afriyeni, A., & Susanto, R. (2019). Manajemen Risiko Pada Bank Syariah, 1–11.

Ahmed, H. (2014). Islamic Banking and Shari’ah Compliance: A Product


Development Perspective. Journal of Islamic Finance, 3(2), 15–29.

Ahmed, Habib & Khan, Tariqullah. (2007). Risk Management in Islamic


Banking. 144-158.

Ahmed, Habib, Ahmed, Z.U. dkk. (2005). Handbook of Islamic Banking.

Akhtaruddin, M & Rouf, M. Abdur. (2012). Corporate Governance. Cultural


Factors And Voluntary Disclosure: Evidence From Selected Companies In
Bangladesh. Corporate Board: Role, Duties & Composition. Volume 8 (1)

Alaeddin, Omar & Archer, Simon & Karim, Rifaat & Rasid, Mohd. (2017). Do
Profit-sharing Investment Account Holders Provide Market Discipline in an
Islamic Banking System?. Journal of Financial Regulation. 3. 210–232.

Ali, Masyhud. (2006). Manajemen Risiko:Strategi Perbankan dan Dunia Usaha


Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta

Ali, Mohamad. (1982). Penelitian Pendidikan Prosedur dan Strategi. Bandung:


Angkasa

118
Amran, A., Manaf Rosli Bin, A., & Che Haat Mohd Hassan, B. (2009). Risk
Reporting: An Exploratory Study on Risk Management Disclosure in
Malaysian Annual Reports. Managerial Auditing Journal, 24(1), 39–57.

Aprilia, Christina & Basuki, Basuki. (2017). Model Pemeringkatan Perusahaan


Berdasarkan Analisis dan Pemberian Bobot Pada Kualitas Karakteristik
Laporan Keuangan. Berkala Akuntansi dan Keuangan Indonesia. 02. 83-102.

Aribi, Z. A., Arun, T. G., & Gao, S. (2019). Accountability in Islamic Financial
Institution: the Role of the Shari'ah Supervisory Board Reports. Journal of
Islamic Accounting and Business Research, 10(1), 98114.

Arief, Ahmed and Ahmed N. Anees. (2012). "Liquidity Risk and Performance of
Banking System". Journal of Financial Regulation and Compliance. Vol. 20
Iss: 2, pp.182 - 195.

Ariffin, N. M., Kassim, S., & Sciences, M. (2014). Risk Management Practice in
Selected Islamic Banks. Aceh International Journal of Social Sciences, 3(1),
26–36.

Ayub, M. (2007). Understanding Islamic Finance (A-Z Keuangan Syariah).


Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Badawi, A., & Hidayah, N. (2018). The Effect of Liquidity, Quality of Productive
Assets and Company Size on the Operational Risk Disclosure of Sharia
Commercial Bank (Study on Sharia Banking in Indonesia). European
Journal of Business and Mangement, 10(18), 1–10.

Cham, T. (2018). "Determinants of Islamic banking growth: an empirical


analysis". International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and
Management, Vol. 11 No. 1, pp. 18-39.

Chapra, m. Umer & Khan Tariqullah. (2000). Regulation and Supervision of


Islamic Banks. Occasional Paper, No.3. Islamic Development Bank: Islamic
Research and Training Institute

Chow, C.W. and Wong-Boren, A. (1987) Voluntary Financial Disclosure by


Mexican Corporations. Accounting Review, 62, 533-541

Cipta, H. (2020). Rate of Return Risk pada Perbankan Syariah di Indonesia.


Edugama: Jurnal Kependidikan Dan Sosial Keagamaan, 6(2), 91–109.

Corporate Governance Practices in Islamic Banks. (2017). Corporate Governance


Practices in Islamic Banks.

119
Donaldson, T., & Preston, L. (2020). The Stakeholder Theory of the Corporation :
Concepts , Evidence and Implications. Academy of Management, 20(1), 65–
91.

Ellili, N., & Nobanee, H. (2017). Corporate Risk Disclosure of Islamic and
Conventional Banks. Banks and Bank Systems, 12(3), 247–256.

Fatoni, A., Dwi, K., Utami, S., & Nuzulul, I. (2019). Perilaku Deposan Perbankan
Syarian di Indonesia: Analisis Terhadap Displaced Commercial Risk dan
Market Discipline. Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis Islam Li Falah 4(1),
212–234.

Freeman, J., & Malik, S. I. (2013). Enterprise Risk Management ( ERM ): A New
Way of Looking at Risk Management at an Organisational Level.
EUROXXVI, (April 2017).

Freeman, R. E., Wicks, A. C., & Parmar, B. (2004). Stakeholder Theory and “The
Corporate Objective Revisited.” Organizatiion Science.

Ghozali, Imam dan Chariri, Ahmad. (20070. “Teori Akuntansi”. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.

Global Islamic Finance Report. (2019). Islamic Finance Country Index. London.

Handayani, D. L. (2016). Perbandingan Regulasi Manajemen Risiko pada


Perbankan Syariah di Indonesia dan Malaysia. UIN Sunan Kalijaga.

Harahap, Sofyan S. Wiroso dan Yusuf, Muhammad. (2010). Akuntansi Perbankan


Syariah. Jakarta: LPFE- Usakti.

Hasan; Tandelilin, Eduardus. (2012). “Banking Market Discipline in Indonesia an


Empirical Test on Conventional and Islamic Banks”. Journal of Indonesian
Economy & Business. Vol 27, No.2.

Hasanah. (2017). “Displaced Commercial Risk Apakah Sebuah Ancaman Bagi


Bank Islam?”. Diakses pada 28 September 2021. https://www.ibec-
febui.com/displaced-commercial-risk-apakah-sebuah-ancaman-bagi-bank-
islam/

Hasmawati, N.,and R. Rahardja. (2012). Pengaruh Ukuran Koperasi Dan Jenis


Koperasi Terhadap Kualitas Sistem Pengendalian Intern (Studi Kasus pada
Koperasi di Semarang). Diponegoro Journal of Accounting, vol. 1, no. 1, pp.
546-554.

Hassan, M. K. (2009). UAE Corporations-Specific Characteristics and Level of


Risk Disclosure. Managerial Auditing Journal, 24(7).

120
Herfian, I. M. (2018). Studi Komparatif Kinerja Keuangan Perbankan Syariah di
Indonesia dan Malaysia. Universitas Pendidikan Indonesia.

Hidayat, A. (2021). Statistikan. Diakses pada September 2021. Retrieved from


Statistikan:https://www.statistikian.com/2014/07/uji-kruskall-wallis-h.html#
Kruskall_Wallis_adalah_Uji_Non_Parametris.

Idroes, Ferry, 2008. Manajemen Risiko Perbankan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.

Ifham, Ahmad. (2015). “Ini Lho Bank Syariah!”. Gramedia Pustaka Utama:
Jakarta.

Ikatan Bankir Indonesia. (2014). Memahami Bisnis Bank Syariah. (F. Rohman,
Ed.) (1st ed.). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Iqbal, Munawar & Molyneux, Philip, (2005). "Banking and Financial Systems in
the Arab World." Palgrave Macmillan Studies in Banking and Financial
Institutions. Palgrave Macmillan.

Islamic Finance Development Report. (2019). Shifting Dynamics.

Islamic Financial Service Board. (2007). Disclosures to Promote Transparency


And Market Discipline For Institutions Offering Islamic Financial Services.

Ismail, R., Rahman, R. A., & Ahmad, N. (2013). Risk Management Disclosure In
Malaysian Islamic Financial Institutions: Pre and Post Financial Crisis. The
Journal of Applied Business Research, 29 (2). Jakarta.

Khan, Habib & Ahmad, Rubi & Chan, Sok-Gee. (2018). Market Structure, Bank
Conduct and Bank Performance: Evidence from ASEAN. Journal of Policy
Modeling.

Latifah, A. N. (2017). Regulasi dan Pengungkapan Shariah Governance:


Perbandingan Antara Indonesia dan Malaysia. UIN Sunan Kalijaga.

Linsley, P. M., & Shrives, P. J. (2006). Risk Reporting: A Study of Risk


Disclosures in the Annual Reports of UK Companies. British Accounting
Review, 38(4), 387–404.

Linsmeier, Thomas & Thornton, Daniel & Venkatachalam, Mohan & Welker,
Michael. (2001). The Effect of Mandated Market Risk Disclosures on
Trading Volume Sensitivity to Interest Rate, Exchange Rate, and Commodity
Price Movements. The Accounting Review.

121
Marbun, S. R. (2017). Pengaruh Kualitas Aset Produktif, Likuiditas, Ukuran
Perusahaan dan Profitabilitas terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko
pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI 2013-2015. Univesitas
Sumatera Utara.

Mardian, Sepky. (2015). "Tingkat Kepatuhan Syariah di Lembaga Keuangan


Syariah." Jurnal Akuntansi dan Keuangan Islam. vol. 3 No. 1.

Meutia, I., & Adam, M. (2019). Disclosure of Governance Practice by Islamic


Banks: An Application in Indonesia. International Journal of Islamic
Economics and Finance Studies, 2, 72–89.

Mukhibad, H., Nurkhin, A., & Rohman, A. (2020). Corporate Governance


Mechanism and Risk Disclosure by Islamic Banks in Indonesia. Banks and
Bank, 15(1), 1–10.

Mulyadi, Nur Afifah Kumalasari. (2020). Study Empiris Penilaian Laporan


Keuangan Bank Syariah Di Indonesia Berdasarkan Standar IFRS dan
AAOIFI. Jurnal Akuntansi, Vol 05 No. 02. STIE Muhammadiyah Palopo.

Murtanto, 2005, Akuntabilitas Korporasi: Kini dan Masa yang Akan Datang,
Media Akuntansi,

Ningsih, Lilis Sugi Rahayu. (2021). Manajemen Risiko dalam Perbankan Syariah.
Jurnal Ekonomi Syariah Tawazun, Vol 1 No.1. STAI Attanwir Bojonegoro

Nofitasari, W. A. (2015). Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perbankan


Syariah dengan Menggunakan Metode CAMELS (Studi Kasus Perbankan
Syariah Indonesia dengan Malaysia Periode 2013-2014). IAIN Salatiga.

Nurdibah, M. (2017). Pengaruh Likuiditas, Kualitas Aset Produktif dan Total Aset
Terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Operasional Bank Umum Syariah
Di Indonesia. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Nurintan, Y. (2019). Perbandingan Tata Kelola Perbankan Syariah Antara


Indonesia dan Malaysia. Universitas Lampung.

Oliveira, J., Lima Rodrigues, L. and Craig, R. (2011). "Risk‐related disclosures by


non‐finance companies: Portuguese practices and disclosure characteristics".
Managerial Auditing Journal, Vol. 26 No. 9, pp. 817-839.

Omet, Ghassan dan Yaseen, Hadeel. (2015). Market Discipline in Banking: The
Jordanian Experience. Journal of Business Economic and Finance Vol.4
No.2

122
Prasetiyo, L. (2012). Perkembangan Bank Syariah Pasca UU No.21 Tahun 2008.
Al-Tahrir, 12(1), 43–63.

Puneri, A., Chora, M., Ilhamiddin, N., & Benraheem, H. (2020). The Disclosure
of Sharia Non-Compliance Income: Comparative Study between Full-
fledged and Subsidiaries Malaysian Islamic Banks. JESI (Jurnal Ekonomi
Syariah Indonesia), 9(2), 104.

Radwan, M., Biancone, P. Pietro, & Shakhatreh, M. Z. (2016). Operational Risk


Management Disclosure in Islamic Banks. McGraw-Hill Education - Risk
Management: Perspectives and Open Issues. A Multi-Disciplinary Approach,
(July), 62–78.

Rahahleh, N. Al, Bhatti, M. I., & Misman, F. N. (2019). Developments in Risk


Management in Islamic Finance : A Review. Journal of Risk and Financial
Management.

Rahman, A. R. (2008). Shariah Audit for Islamic Financial Services: The Needs
and Challenges. ISRA Islamic Finance Seminar (IIFS), pp. 1-14. Kuala
Lumpur: ISRA.

Rahman, R. A., Alsmady, A., Ibrahim, Z., & Muhammad, A. D. (2014). Risk
Management Practices In Islamic Banking Institutions: A Comparative
Between Malaysia and Jordan. The Journal of Applied Business Research,
30(5), 1295–1304.

Rahman, R. A., Ibrahim, Z., Tohirin, A., Indonesia, U. I., & Learning, W. B.
(2016). Risk Management Practices in Islamic Banking Intitution: A
Comparative Study between Malaysia and Indonesia. International Journal
of Science and Research, 72(12).

Rahman, R.A. & Kighir, Apedzan & Oyefeso, L.O. & Salam, O.A.. (2013). Risk
management disclosure practices of Islamic banks in the MENA region: An
empirical analysis. Middle East Journal of Scientific Research. 15. 152-160.

Rama, A., & Novela, Y. (2015). Shariah Governance Dan Kualitas Tata Kelola
Perbankan Syariah. Signifikan: Jurnal Ilmu Ekonomi, 4(2), 111–126.

Riyadi, Selamet. (2014). “CAR (Capital Adequacy Ratio)”. https://dosen.


perbanas.id/car-capital-adequacy-ratio/. Diakses pada 24 Agustus 2021.

Rustam, B. R. (2013). Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia.


Jakarta: Salemba Empat.

123
Saad, Ram Al Jaffri & Abdul Aziz, Norazita & Sawandi, Norfaiezah. (2014).
Islamic Accountability Framework in the Zakat Funds Management.
Procedia - Social and Behavioral Sciences. 164. 508-515.

Sarkar, Jayati and Sarkar, Subrata and Sen, Kaustav. (2012) A Corporate
Governance Index for Large Listed Companies in India. Pace University
Accounting Research Paper No. 2012/08.

Sarma, M. (2008). Index of Financial Inclusion. Indian Council For Research On


International Economics Relations, 2015.

Saufanny, A. D., & Khomsatun, S. (2017). Corporate Governance dan


Pengungkapan Manajemen Risiko Bank Syariah di Indonesia. Jurnal
Akuntansi Dan Keuangan Islam, 5(April), 47–62.

Sekaran, Uma. (2011). Research Methods For Business (Metode Penelitian Untuk
Bisnis). Jakarta: Salemba Empat.

Srairi, S. (2015). Corporate Governance Disclosure Practices and Performance of


Islamic Banks in GCC Countries. Journal of Islamic Finance, 4(2), 1–17.

Subandi. (2011). Deskriptif Kualitatif Sebagai Satu Metode Dalam Penelitian


Pertunjukan. HARMONIA.

Sudjana, Nana, dan Ibrahim. (1989). Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif.


Bandung: Sinar Baru

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


PT Alfabet.

Sundararajan, V. (2005). “Risk Measurement, and Disclosure in Islamic Finance


and the Implications of Profit Sharing Investment Accounts.” The Sixth
International Conference on Islamic Economics, Banking and Finance.
November 22-24.

Syafei, A. W. (2005). The Responsibility and Independence of Shariah Advisors


and the Shariah Review Process ini Indonesia Islamic Banks. Master Degree
Thesis. Malaysia: IIUM.

Tamba, Handayani. G.E. (2011). Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap


Pengungkapan Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Studi empiris pada
Perusahaan Manufacturing Secondary Sectors yang terdaftar di BEI tahun
2009). Fakultas Ekonomi. Universitas Diponegoro. Semarang

124
Taures, Nabila S. I. (2011). Analisis Hubungan Antara Karakteristik Perusahaan
Dengan Penungkapan Risiko. Fakultas Ekonomi. Universitas Diponegoro.
Semarang

Towoliu, Wolly P. (2013) Fungsi Lembaga Perbankan Dalam Melindungi


Nasabah Melalui Aspek Kerahasiaan Bank. Jurnal Hukum Unsrat , I (2). pp.
11-24. ISSN 1410-2358

Triyanta, A. (2009). Implementasi Kepatuhan Syariah Dalam Perbankan Islam


(Syariah) (Studi Perbandingan Antara Malaysia Dan Indonesia). Ius Quia
Iustum Law Journal, 16, 209–228.

Vania Jennie & Kuntardjo Yuanita. (2010). Analisa Perbedaan Persepsi


Konsumen Terhadap Lingkungan Fisik Di Restoran Platimnum Grill
Surabaya. Surabaya: Jurusan Manajemen Perhotelan, Universitas Kristen
Petra.

Warno. (2016) Akuntabilitas Pengelolaan Zakat Infak Dan Shodaqoh (Zis) Dalam
Penerapan Uu Pengelolaan Zakat No. 23 Tahun 2011 Pada Lembaga
Pengelola Zakat. Jurnal STIE Semarang, Vol 8, No. 2.

Wijantini. (2006). Voluntary Disclosure in the Annual Reports of Financially


Distressed Companies in Indonesia. Gadjah Mada International Jurnal of
Business, Vol. 8, No. 3, pp. 343–365.

125
LAMPIRAN
ITEM DAN HASIL PENILAIAN
INDEKS PENGUNGKAPAN RISIKO

126
Lampiran 1.0 Item Indeks Pengungkapan Risiko berdasarkan IFSB-4
Nama Bank
No. Instrumen Pengungkapan
2019 2018 2017 2016 2015 2014
Dimensi General Risk Management Disclosure (14 items)
Penjelasan tentang tujuan, strategi,
kebijakan dan prosedur manajemen risiko
1
bank menurut kategori risiko atau secara
agregat.
2 Penjelasan kerangka manajemen risiko.
3 Penyajian terminologi risiko yang dihadapi.
Informasi tentang struktur manajemen
4
risiko.
Tanggung jawab jajaran Direksi atas
5
keseluruhan risiko.
Informasi tentang komite manajemen
6
risiko.
Ruang lingkup dan sifat dari sistem
7
pengukuran dan pelaporan risiko.
Terdapat pembahasan risiko teratas yang
8 muncul dari model bisnis dan aktivitas
bank.
Pengungkapan rentang dan ukuran risiko
yang dihadapi masing-masing Pemegang
9 Rekening Investasi Terikat (Restricted
Investment Account Holder) berdasarkan
kebijakan investasi spesifiknya.
Pengungkapan perlakuan atas aset yang
dibiayai oleh Pemegang Rekening Investasi
Terikat (Restricted Investment Account
10
Holder) dalam perhitungan Aset
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk
tujuan kecukupan modal.
Pengungkapan perlakuan atas aset yang
dibiayai oleh Akun Pemegang Rekening
Investasi Tidak Terikat (Unrestricted
11 Investment Account Holder) dalam
perhitungan Aset Tertimbang Menurut
Risiko (ATMR) untuk tujuan kecukupan
modal.
Komposisi pembiayaan menurut jenis
12 kontrak dalam bentuk persentase dari total
pembiayaan.
Pengungkapan nilai tercatat atas aset yang
dijaminkan (tidak termasuk jumlah yang
13 dijaminkan kepada bank sentral atau
otoritas moneter) serta syarat dan ketentuan
yang berkaitan.
Jumlah jaminan yang diberikan oleh
14 Lembaga Keuangan Islam dan persyaratan
yang menyertai jaminan tersebut.

127
Lampiran 1.0 Item Indeks Pengungkapan Risiko berdasarkan IFSB-4 (Lanjutan)
Nama Bank
No. Instrumen Pengungkapan
2019 2018 2017 2016 2015 2014
Dimensi Credit Risk (11 items)
Penjelasan tentang kebijakan dan tujuan
15
manajemen risiko kredit.
Informasi tentang struktur manajemen
16
risiko kredit.
Analisis kualitatif dan kuantitatif atas risiko
17 pihak rekanan bank yang muncul dari
transaksi derivatif.
Informasi kualitatif tentang mitigasi risiko
18
kredit.
Penjelasan tentang jenis agunan dan
19 mitigasi risiko kredit lainnya yang
dilakukan oleh bank.
Jika jaminan pihak ketiga diambil sebagai
langkah mitigasi risiko, maka bobot risiko
20
yang berlaku untuk penjamin harus
diungkapkan.
Pengungkapan total eksposur kredit bruto
21 dan rata-rata eksposur kredit bruto selama
suatu periode menurut kategori peringkat.
Total eksposur kredit bruto dan rata-rata
eksposur untuk struktur pembiayaan
22
berbasis ekuitas menurut jenis kontrak
pembiayaan.
Pengungkapan jumlah dan perubahan
23
provisi kerugian selama tahun buku.
Pengungkapan hukuman yang dikenakan
kepada pelanggan karena gagal bayar, dan
24
disposisi uang yang diterima sebagai
hukuman.
Pengungkapan nilai aset yang dijaminkan
oleh bank termasuk didalamnya syarat dan
25
ketentuan yang terkait dengan gadai/lelang
atas aset jaminan.
Dimensi Liquidity Risk (5 items)
Informasi tentang aset likuid bank yang
26 tersedia termasuk sumber dan penggunaan
dananya.
Informasi jatuh tempo tentang simpanan
27
dan kewajiban lainnya.
Ringkasan kerangka kerja manajemen
risiko likuiditas dalam menangani eksposur
28
risiko untuk setiap kategori pendanaan
secara individu maupun secara agregat.
Informasi umum tentang kebijakan untuk
mengatasi risiko likuiditas, dengan
29 mempertimbangkan kemudahan akses pada
sumber dana yang sesuai dengan Syariah
dan keragaman sumber pendanaan.
Lampiran 1.0 Item Indeks Pengungkapan Risiko berdasarkan IFSB-4 (Lanjutan)

128
Lampiran 1.0 Item Indeks Pengungkapan Risiko berdasarkan IFSB-4 (Lanjutan)
Nama Bank
No. Instrumen Pengungkapan
2019 2018 2017 2016 2015 2014
Dimensi Liquidity Risk (5 items) (Lanjutan)
Indikator eksposur risiko likuiditas seperti
aset jangka pendek terhadap kewajiban
30
jangka pendek, rasio aset likuid atau
volatilitas pendanaan.
Dimensi Market Risk (4 items)
Uraian umum dan pengungkapan kerangka
31 kerja yang tepat untuk manajemen risiko
pasar.
Pengungkapan rincian kualitatif dan
kuantitatif dari faktor risiko pasar
32 perdagangan dan non-perdagangan yang
signifikan dan relevan dengan portofolio
bank.
Pengungkapan kualitatif dan kuantitatif
yang menggambarkan risiko pasar yang
signifikan (seperti pengukuran, batasan
33
model, asumsi, prosedur validasi,
penggunaan proxy, perubahan ukuran
risiko dan model secara periodik).
Pengungkapan Value at Risk(VAR) dan
pendekatan sensitivitas lainnya untuk
34 berbagai jenis risiko pasar (risiko nilai
tukar mata uang asing, risiko harga
komoditas, dll).
Dimensi Operational Risk (5 items)
Bank secara jelas telah mengidentifikasi
kejadian atau fenomena (misal: kegagalan
35 dalam proses internal, ketidakpatuhan
terhadap prinsip syariah) yang akan
mempengaruhi operasional bank.
Bank telah memiliki kerangka kerja yang
baik dalam mengembangkan dan
36 mengimplementasikan lingkungan
pengendalian manajemen risiko operasional
sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
Terdapat peninjauan secara periodik untuk
37 mendeteksi dan mengatasi defisiensi
operasional bank.
Terdapat penilaian auditor internal maupun
38
eksternal atas pengendalian internal bank.
Pernyataan bahwa bank telah mematuhi
39
semua regulasi dan prinsip syariah.
Dimensi Rate of Return Risk (4 items)
Pengungkapan tentang faktor-faktor yang
42 mempengaruhi tingkat pengembalian dan
suku bunga acuan.
Proses dan sistem untuk memantau dan
43 mengukur faktor-faktor yang menimbulkan
risiko tingkat pengembalian.

129
Lampiran 1.0 Item Indeks Pengungkapan Risiko berdasarkan IFSB-4 (Lanjutan)
Nama Bank
No. Instrumen Pengungkapan
2019 2018 2017 2016 2015 2014
Dimensi Rate of Return Risk (4 items)(Lanjutan)
Indikator eksposur risiko tingkat
pengembalian (data pembayaran /
penerimaan yang diharapkan pada
44 pembiayaan dan pendanaan, data biaya
pendanaan pada periode jatuh tempo yang
berbeda untuk aset atau pendanaan dengan
suku bunga mengambang).
Analisis sensitivitas pendapatan bank dan
45 tingkat pengembalian harga atau
pergerakan tingkat profitabilitas di pasar.
Displaced Commercial Risk (7 items)
Pengungkapan kebijakan bank atas
Displaced Commercial Risk dan kerangka
46 kerja yang digunakan untuk mengelola
ekspektasi pemegang saham dan pemegang
rekening investasi
Pengungkapan data historis terkait dengan:
1. Total keuntungan Mudarabah yang
tersedia untuk dibagikan antara Pemegang
Rekening Investasi dan Pemegang Saham
2. Keuntungan Mudarabah yang diperoleh
dari Pemegang Rekening Investasi
47 3. Keuntungan Mudarabah yang dibayarkan
kepada Pemegang Rekening Investasi
4. Saldo dan fluktuasi nilai PER dan IRR
5. Variasi dalam rasio bagi hasil yang
disepakati Mudarib dengan rasio yang
disepakati secara kontrak
6. Harga acuan pasar
Perbandingan antara persentase tingkat
pengembalian pemegang rekening investasi
48 dan persentase tingkat pengembalian
pemegang saham yang bersumber dari
pendapatan Mudarabah
Bank menentukan rasio keuntungan di
49 masa depan sesuai dengan ekspektasi
kondisi pasar
Jumlah dan persentase pendapatan yang
50
disesuaikan dengan PER dan IRR
Analisa perbedaan antara agregat
keuntungan pendapatan Mudharabah
51
dengan pendapatan yang didistribusikan
kepada pemegang saham
Analisa proporsi ATMR yang didanai oleh
52
pemegang rekening investasi

130
Lampiran 1.0 Item Indeks Pengungkapan Risiko berdasarkan IFSB-4 (Lanjutan)
Nama Bank
No. Instrumen Pengungkapan
2019 2018 2017 2016 2015 2014
Contract Spesific Risk (2 items)
Pengungkapan kebutuhan permodalan
menurut kategori risiko yang berbeda
53
(risiko kredit dan risiko pasar) untuk setiap
kategori kontrak pembiayaan syariah.
Total ATMR (Aset Tertimbang Menurut
Risiko) yang diklasifikasikan menurut jenis
54
kontrak pembiayaan yang sesuai dengan
Syariah.

131
Lampiran 1.1 Skor Rata-Rata Tingkat Pengungkapan EXT
EXT
Dimensi
No. Nama Bank Tahun BUKU (%)
GRM CR LR MR OR ROR DCR CSR Total
1 BCA Syariah 2019 2 71.43 90.91 70.00 50.00 71.43 62.50 14.29 - 62.96
2 BNI Syariah 2019 3 71.43 86.36 70.00 62.50 78.57 37.50 14.29 - 62.04
3 BRI Syariah 2019 2 78.57 90.91 40.00 75.00 85.71 25.00 21.43 - 63.89
Bank Syariah
4 2019 3 71.43 95.45 90.00 100.00 71.43 37.50 21.43 - 68.52
Mandiri
5 BTPN Syariah 2019 2 78.57 90.91 70.00 87.50 71.43 25.00 14.29 - 64.81
6 Bank Muamalat 2019 2 71.43 81.82 90.00 87.50 64.29 12.50 21.43 - 62.04
Bank Mega
7 2019 2 64.29 68.18 80.00 62.50 57.14 12.50 14.29 - 52.78
Syariah
Bank Bukopin
8 2019 1 67.86 77.27 60.00 62.50 50.00 12.50 21.43 - 53.70
Syariah
Bank Dubai
9 2019 2 64.29 72.73 60.00 75.00 50.00 50.00 14.29 - 54.63
Panin Syariah
Bank Victoria
10 2019 1 60.71 59.09 50.00 37.50 50.00 25.00 14.29 - 45.37
Syariah
Bank Net
11 2019 1 57.14 63.64 70.00 75.00 50.00 25.00 14.29 - 50.00
Syariah
12 BJB Syariah 2019 1 57.14 59.09 80.00 62.50 64.29 25.00 21.43 - 51.85
13 BCA Syariah 2018 2 71.43 86.36 80.00 50.00 71.43 62.50 14.29 - 62.96
14 BNI Syariah 2018 2 71.43 81.82 70.00 62.50 78.57 37.50 14.29 - 61.11
15 BRI Syariah 2018 2 78.57 90.91 40.00 75.00 85.71 25.00 21.43 - 63.89
Bank Syariah
16 2018 3 71.43 95.45 90.00 100.00 71.43 37.50 21.43 - 68.52
Mandiri
17 BTPN Syariah 2018 2 78.57 81.82 70.00 87.50 71.43 25.00 14.29 - 62.96
18 Bank Muamalat 2018 2 71.43 81.82 90.00 87.50 64.29 12.50 21.43 - 62.04
Bank Mega
19 2018 2 64.29 68.18 80.00 62.50 57.14 12.50 14.29 - 52.78
Syariah
Bank Bukopin
20 2018 1 67.86 72.73 60.00 62.50 50.00 12.50 21.43 - 52.78
Syariah
Bank Dubai
21 2018 2 57.14 77.27 60.00 75.00 50.00 50.00 14.29 - 53.70
Panin Syariah
Bank Victoria
22 2018 1 60.71 59.09 50.00 37.50 50.00 25.00 14.29 - 45.37
Syariah
Bank Net
23 2018 1 57.14 63.64 70.00 75.00 50.00 25.00 14.29 - 50.00
Syariah
24 BJB Syariah 2018 1 57.14 59.09 80.00 62.50 64.29 25.00 21.43 - 51.85
25 BCA Syariah 2017 2 71.43 77.27 80.00 50.00 78.57 50.00 14.29 - 61.11
26 BNI Syariah 2017 2 64.29 86.36 70.00 62.50 78.57 37.50 14.29 - 60.19
27 BRI Syariah 2017 2 78.57 77.27 40.00 75.00 78.57 25.00 21.43 - 60.19
Bank Syariah
28 2017 3 71.43 95.45 90.00 100.00 71.43 37.50 21.43 - 68.52
Mandiri
29 BTPN Syariah 2017 2 78.57 77.27 60.00 87.50 71.43 25.00 14.29 - 61.11
30 Bank Muamalat 2017 2 71.43 77.27 90.00 87.50 64.29 12.50 21.43 - 61.11
Bank Mega
31 2017 2 64.29 68.18 80.00 62.50 57.14 12.50 14.29 - 52.78
Syariah
Bank Bukopin
32 2017 1 67.86 68.18 60.00 62.50 50.00 12.50 14.29 - 50.93
Syariah
Bank Dubai
33 2017 2 64.29 68.18 50.00 62.50 50.00 50.00 14.29 - 51.85
Panin Syariah
Bank Victoria
34 2017 1 57.14 54.55 50.00 37.50 50.00 12.50 14.29 - 42.59
Syariah
Bank Net
35 2017 2 57.14 59.09 70.00 75.00 50.00 25.00 14.29 - 49.07
Syariah
36 BJB Syariah 2017 1 57.14 59.09 60.00 62.50 64.29 25.00 21.43 - 50.00

132
Lampiran 1.1 Skor Rata-Rata Tingkat Pengungkapan EXT (Lanjutan)
EXT
Dimensi
No. Nama Bank Tahun BUKU (%)
GRM CR LR MR OR ROR DCR CSR Total
37 BCA Syariah 2016 2 64.29 63.64 70.00 50.00 71.43 50.00 14.29 - 54.63
38 BNI Syariah 2016 2 67.86 77.27 70.00 62.50 78.57 25.00 14.29 - 58.33
39 BRI Syariah 2016 2 75.00 77.27 40.00 87.50 78.57 25.00 21.43 - 60.19
Bank Syariah
40 2016 3 71.43 95.45 90.00 100.00 71.43 37.50 21.43 - 68.52
Mandiri
41 BTPN Syariah 2016 2 75.00 72.73 60.00 87.50 71.43 12.50 14.29 - 58.33
42 Bank Muamalat 2016 2 71.43 72.73 90.00 87.50 64.29 12.50 21.43 - 60.19
Bank Mega
43 2016 2 57.14 68.18 80.00 62.50 57.14 25.00 14.29 - 51.85
Syariah
Bank Bukopin
44 2016 1 57.14 63.64 50.00 50.00 50.00 37.50 14.29 - 47.22
Syariah
Bank Dubai
45 2016 2 57.14 63.64 50.00 50.00 50.00 37.50 7.14 - 46.30
Panin Syariah
Bank Victoria
46 2016 1 57.14 45.45 50.00 37.50 50.00 12.50 14.29 - 40.74
Syariah
Bank Net
47 2016 2 57.14 54.55 70.00 75.00 50.00 25.00 14.29 - 48.15
Syariah
48 BJB Syariah 2016 1 57.14 54.55 70.00 62.50 64.29 12.50 21.43 - 49.07
49 BCA Syariah 2015 2 50.00 63.64 50.00 50.00 78.57 62.50 14.29 - 50.93
50 BNI Syariah 2015 2 60.71 81.82 70.00 75.00 71.43 25.00 21.43 - 58.33
51 BRI Syariah 2015 2 75.00 68.18 40.00 87.50 64.29 25.00 14.29 - 55.56
Bank Syariah
52 2015 3 71.43 86.36 80.00 75.00 71.43 37.50 21.43 - 63.89
Mandiri
53 BTPN Syariah 2015 2 75.00 72.73 60.00 87.50 71.43 12.50 14.29 - 58.33
54 Bank Muamalat 2015 2 60.71 72.73 90.00 87.50 64.29 12.50 21.43 - 57.41
Bank Mega
55 2015 1 60.71 63.64 80.00 62.50 57.14 37.50 14.29 - 52.78
Syariah
Bank Bukopin
56 2015 1 57.14 54.55 50.00 50.00 50.00 12.50 14.29 - 43.52
Syariah
Bank Dubai
57 2015 2 53.57 50.00 50.00 50.00 50.00 37.50 7.14 - 42.59
Panin Syariah
Bank Victoria
58 2015 1 57.14 45.45 50.00 37.50 50.00 12.50 14.29 - 40.74
Syariah
Bank Net
59 2015 1 53.57 50.00 70.00 75.00 50.00 12.50 14.29 - 45.37
Syariah
60 BJB Syariah 2015 1 57.14 54.55 70.00 62.50 64.29 12.50 21.43 - 49.07
61 BCA Syariah 2014 2 50.00 68.18 60.00 25.00 71.43 50.00 14.29 - 49.07
62 BNI Syariah 2014 2 64.29 81.82 70.00 75.00 71.43 25.00 21.43 - 59.26
63 BRI Syariah 2014 2 75.00 72.73 40.00 87.50 64.29 25.00 14.29 - 56.48
Bank Syariah
64 2014 3 71.43 86.36 80.00 75.00 71.43 37.50 21.43 - 63.89
Mandiri
65 BTPN Syariah 2014 2 75.00 72.73 60.00 87.50 71.43 12.50 14.29 - 58.33
66 Bank Muamalat 2014 2 60.71 72.73 90.00 87.50 64.29 12.50 21.43 - 57.41
Bank Mega
67 2014 1 53.57 63.64 80.00 62.50 57.14 37.50 14.29 - 50.93
Syariah
Bank Bukopin
68 2014 1 39.29 50.00 50.00 50.00 50.00 12.50 14.29 - 37.96
Syariah
Bank Dubai
69 2014 1 53.57 50.00 50.00 50.00 50.00 37.50 7.14 - 42.59
Panin Syariah
Bank Victoria
70 2014 1 46.43 50.00 50.00 37.50 50.00 12.50 14.29 - 38.89
Syariah
Bank Net
71 2014 1 42.86 45.45 50.00 50.00 42.86 12.50 14.29 - 37.04
Syariah
72 BJB Syariah 2014 1 53.57 54.55 50.00 37.50 64.29 12.50 21.43 - 44.44

133
LAMPIRAN
HASIL PENGOLAHAN STATISTIK

134
Lampiran 1.2 Tampilan Output dan Bentuk Sebaran Data

Lampiran 1.3 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
Bank BUKU N Percent N Percent N Percent
Rata-Rata EXT BUKU 1 25 100,0% 0 0,0% 25 100,0%

BUKU 2 40 100,0% 0 0,0% 40 100,0%

BUKU 3 7 100,0% 0 0,0% 7 100,0%

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Bank BUKU Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Rata-Rata EXT BUKU 1 ,168 25 ,066 ,936 25 ,116
BUKU 2 ,148 40 ,027 ,943 40 ,044
BUKU 3 ,355 7 ,008 ,751 7 ,013
a. Lilliefors Significance Correction

135
Lampiran 1.4 Hasil Uji Beda Kruskal-Wallis

Kruskal-Wallis Test

Ranks
Bank BUKU N Mean Rank

Rata-Rata EXT BUKU 1 25 16,46

BUKU 2 40 43,61

BUKU 3 7 67,43

Total 72

Test Statisticsa,b
Rata-Rata EXT

Chi-Square 42,918

df 2

Asymp. Sig. ,000

a. Kruskal Wallis Test


b. Grouping Variable: Bank BUKU

Lampiran 1.5 Hasil Uji Levene

Test of Homogeneity of Variances

Rata-Rata EXT

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1,528 2 69 ,224

136
Lampiran 1.6 Hasil Uji Post Hoc Mann-Whitney BUKU I vs BUKU II

Mann-Whitney Test
Bank BUKU Asymp. Sig. (2-tailed) Deskripsi
Hasil Uji Post BUKU I & BUKU II 0.000 Terdapat
Hoc Perbedaan
BUKU I & BUKU III 0.000 Terdapat
Perbedaan
BUKU II & BUKU III 0.000 Terdapat
Perbedaan

Test Statisticsa
Rata-Rata EXT
Mann-Whitney U 86,500
Wilcoxon W 411,500
Z -5,582
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000

a. Grouping Variable: Bank BUKU


b. Not corrected for ties.

Lampiran 1.7 Hasil Uji Post Hoc Mann-Whitney BUKU I vs BUKU II

Mann-Whitney Test
Ranks
Bank BUKU N Mean Rank Sum of Ranks
Rata-Rata EXT BUKU 1 25 13,00 325,00
BUKU 3 7 29,00 203,00
Total 32

Test Statisticsa
Rata-Rata EXT
Mann-Whitney U ,000
Wilcoxon W 325,000
Z -3,998
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,000b

a. Grouping Variable: Bank BUKU

137
Lampiran 1.8 Hasil Uji Post Hoc Mann-Whitney BUKU II vs BUKU II

Mann-Whitney Test
Ranks
Bank BUKU N Mean Rank Sum of Ranks
Rata-Rata EXT BUKU 2 40 20,78 831,00
BUKU 3 7 42,43 297,00
Total 47

Test Statisticsa
Rata-Rata EXT
Mann-Whitney U 11,000
Wilcoxon W 831,000
Z -3,863
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,000b

a. Grouping Variable: Bank BUKU


b. Not corrected for ties.

138

Anda mungkin juga menyukai