Anda di halaman 1dari 114

HASIL AUDIT PEMERINTAHAN DAN TINGKAT KORUPSI

SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh
Liska Damiati
NIM: 1112082000065

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016
HASIL AUDIT PEMERINTAHAN DAN TINGKAT KORUPSI

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh
Liska Damiati
NIM: 1112082000065

Di Bawah Bimbingan

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016

ii
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif

Hari ini Senin Tanggal 09 Bulan Mei Tahun Dua Ribu Enam Belas telah
dilakukan Ujian Komprehensif atas mahasiswa:

1. Nama : Liska Damiati


2. NIM : 1112082000065
3. Jurusan : Akuntansi
4. Judul Skripsi : Hasil Audit Pemerintah dan Pengendalian Korupsi

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang


bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa
mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk
melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi pada jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 9 Mei 2016

iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama Lengkap : Liska Damiati
2. Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 1 Juli 1992
3. Alamat : Jl. Aliandong RT 01/13 No. 27
Bojongsari, Depok 16516
4. Telepon : 089605081158
5. Email : liska.damiati@gmail.com

II. PENDIDIKAN
1. SDN 02 Bojongsari Depok 1999-2004
2. SMPN 3 Tangerang Selatan 2004-2007
3. SMK Analis Kimia Nusa Bangsa Bogor 2007-2011
4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012-2016

III. PENGALAMAN ORGANISASI


1. Wakil Koordinator divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia
(PSDM) LDK Komda FEB, periode 2013-2014
2. Bendahara Umum Lingkar Studi Ekonomi Syariah (LiSEnSi) UIN
Jakarta, periode 2014-2015

IV. LATAR BELAKANG KELUARGA


1. Ayah : Dadang
2. Ibu : Satijah
3. Anak ke : 1 dari 1 bersaudara

vi
ABSTRACT

Government Auditing Result and Corruption Level

Agency theory assumes that there are many information asymmetries


between the agents (local government) who have direct access to information by
the principals (the public). The existence of information asymmetry that allows the
occurrence of corruption by local government. Government auditing is believed to
affect the level of local government corruption. The purpose of this research is to
analyze the influence of government auditing result such as audit opinion, audit
finding, and audit rectification to the level of provincial government corruption in
Indonesia.
This research uses secondary data from the audit result of Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Badan Pusat Statistik and the
prosecutor annual reports. This research uses purposive sampling and using
multiple linear regression analysis with the assistance of computer software for
Statistic SPSS version 22.0.
The study shows that partially, audit rectification has negative effect on
corruption level, audit finding and audit opinion has no effect on corruption level.
Simultaneously, these variables have significant influence on corruption level.

Key Words: Government auditing result, corruption level, audit opinion, audit
finding, audit rectification

vii
ABSTRAK

Hasil Audit Pemerintahan dan Tingkat Korupsi

Teori keagenan beranggapan bahwa banyak terjadi asimetri informasi antara


pihak agen (pemerintah daerah) yang mempunyai akses langsung terhadap
informasi dengan pihak prinsipal (masyarakat). Adanya asimetri informasi inilah
yang memungkinkan terjadinya korupsi oleh pemerintah daerah. Audit
pemerintahan dipercaya mampu mempengaruhi tingkat korupsi pemerintah
daerah. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hasil audit pemerintahan seperti
pengaruh opini audit, temuan audit dan tindak lanjut hasil audit terhadap tingkat
korupsi pemerintah provinsi di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari hasil audit
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Badan Pusat Statistik, dan
laporan tahunan kejaksaan. Penelitian ini menggunakan metode purposive
sampling dan menggunakan analisis regresi linier berganda dengan bantuan
software komputer untuk statistik SPSS versi 22.0.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial tindak lanjut hasil
audit berpengaruh negatif terhadap tingkat korupsi, temuan audit dan opini audit
tidak berpengaruh terhadap tingkat korupsi. Secara simultan, variabel-variabel ini
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat korupsi.

Kata kunci: Hasil audit pemerintahan, tingkat korupsi, opini audit, temuan audit,
tindak lanjut hasil audit.

viii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT, Ar-Rahman Ar-Rahim yang telah
melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan atas panutan
agung Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman yang telah menuntun umatnya
dengan penuh kesabaran menuju jalan yang diridhoi Allah SWT. Skripsi ini
disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan
terima kasih atas bantuan, bimbingan, dukungan, semangat dan doa, baik
langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini, kepada:
1. Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan dukungan, perhatian, kasih
sayang dan doa tiada henti kepada penulis.
2. Bapak Dr. Arief Mufraini, Lc., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Rini, Ak., CA selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan
waktu untuk berdiskusi dan memberikan pengarahan dalam penulisan skripsi.
4. Ibu Fitri Yani Jalil, SE., M.Sc selaku Dosen Pembimbing II yang telah
meluangkan waktu, memberikan bimbingan dan masukan untuk
kesempurnaan skripsi ini.
5. Ibu Yessi Fitri, SE., Ak., M.Si selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Hepi Prayudiawan, SE., Ak., MM selaku sekretaris Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu dan karyawan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah yang telah memberikan bantuan kepada penulis.
8. Sahabat-sahabat seperjuangan Fadilah Rahmatun Sholehah, Risma Cahyani,
Sista Choiriyah dan Tria Melani yang selalu memberikan dukungan dan
motivasi kepada penulis.

ix
9. Teman-teman KKN Madani, Akuntansi 2012, LDK Komda FEB dan
LiSEnSi UIN Jakarta yang telah memberikan doa, semangat serta dukungan
kepada penulis.
10. Kepada segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang ikut
membantu kelancaran pembuatan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan
kritik yang membangun dari berbagai pihak.
Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Jakarta, 9 Juni 2016

Liska Damiati

x
DAFTAR ISI

Halaman Judul .........................................................................................................i


Lembar Pengesahan Skripsi....................................................................................ii
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif .............................................................iii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi .........................................................................iv
Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah .........................................................v
Daftar Riwayat Hidup .............................................................................................vi
Abstract ......................................................................................................................vii
Abstrak ......................................................................................................................viii
Kata Pengantar ........................................................................................................ix
Daftar Isi ...................................................................................................................xi
Daftar Tabel..............................................................................................................xiv
Daftar Gambar .........................................................................................................xiv
Daftar Lampiran ......................................................................................................xv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..............................................................................1
B. Perumusan Masalah .....................................................................................9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................................10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan Literatur ........................................................................................12
1. Teori Keagenan (Agency Theory) .........................................................12
2. Teori Sinyal (Signaling Theory) ...........................................................15
3. Korupsi..................................................................................................16
a. Pengertian Korupsi .........................................................................16
b. Pola-pola Korupsi ...........................................................................18
c. Faktor-faktor Penyebab Korupsi.....................................................19
d. Dampak Korupsi .............................................................................20
4. Audit Pemerintahan ..............................................................................21
5. Opini Audit ...........................................................................................24

xi
6. Temuan Audit .......................................................................................26
7. Tindak Lanjut ........................................................................................31
8. Ukuran Pemerintahan (Variabel Kontrol dalam Tingkat
Korupsi Pemerintah Provinsi) ..............................................................32
B. Hasil Penelitian Terdahulu ...........................................................................33
C. Kerangka Pemikiran.....................................................................................41
D. Keterkaitan Antara Variabel dan Perumusan Hipotesis...............................42
1. Opini Audit dan Tingkat Korupsi .........................................................42
2. Temuan Audit dan Tingkat Korupsi .....................................................43
3. Tindak Lanjut Hasil Audit dan Tingkat Korupsi ..................................44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Ruang Lingkup Penelitian ...........................................................................46
B. Metode Penentuan Sampel ...........................................................................46
C. Metode Pengumpulan Data ..........................................................................47
D. Metode Analisa Data ...................................................................................47
1. Statistik Deskriptif ................................................................................47
2. Uji Asumsi Klasik .................................................................................48
a. Uji Normalitas.................................................................................48
b. Uji Multikolonieritas.......................................................................50
c. Uji Autokorelasi ..............................................................................50
d. Uji Heteroskedastisitas ...................................................................51
3. Analisis Regresi Linier Berganda .........................................................52
4. Uji Koefisien Determinasi ....................................................................54
5. Pengujian Hipotesis ..............................................................................54
a. Uji Signifikansi Simultan (Uji F) ......................................................54
b. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t) ...................................55
D. Operasionalisasi Variabel Penelitian ...........................................................55
1. Variabel Dependen ...............................................................................55
2. Variabel Independen .............................................................................55
3. Variabel Kontrol ...................................................................................58

xii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian .............................................................60
B. Hasil Uji Analisis Data Penelitian ...............................................................62
1. Statistik Deskriptif ................................................................................62
2. Uji Asumsi Klasik .................................................................................64
3. Hasil Uji Koefisien Determinasi ...........................................................71
4. Hasil Pengujian Hipotesis .....................................................................72
a. Hasil Pengujian Signifikansi Simultan (Uji F) ...............................72
b. Hasil Penguji Signifikansi Parameter Individual (Uji t) .................73
B. Hasil Uji Hipotesis dan Pembahasan ...........................................................75
1. Pengaruh Opini Audit (AUOPI) terhadap Tingkat
Korupsi (CORRUPT)............................................................................75
2. Pengaruh Temuan Audit (AUIRR) terhadap Tingkat
Korupsi (CORRUPT)............................................................................77
3. Pengaruh Tindak lanjut Hasil Audit (AUIREC) terhadap
Tingkat Korupsi (CORRUPT) ..............................................................78
4. Pengaruh Variabel Kontrol terhadap Tingkat
Korupsi (CORRUPT)............................................................................79

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................................80
B. Implikasi.......................................................................................................81
C. Saran.............................................................................................................81

DAFTAR PUSTAKA........ .......................................................................................83


Lampiran ..................................................................................................................88

xiii
DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman

2.1 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu ................................................................. 34

3.1 Operasionalisasi Variabel Penelitian........ ................................................... 58

4.1 Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria ............................................... 61

4.2 Hasil Statistik Deskriptif.............................................................................. 62

4.3 Hasil Uji Kolmogorov Smirnov ................................................................... 66

4.4 Hasil Uji Multikolonieritas .......................................................................... 67

4.5 Hasil Uji Autokorelasi ................................................................................. 68

4.6 Hasil Uji Heteroskedastisitas Metode Korelasi Spearmans rho ................. 69

4.7 Hasil Uji Koefisien Determinasi .................................................................. 71

4.8 Hasil Uji F ................................................................................................... 72

4.9 Hasil Uji Signifikansi Parameter Individual ............................................... 73

xiv
DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman

1.1 Penanganan Korupsi Berdasarkan Instansi Tahun 2009-2015........ ............ 2

1.2 Grafik Perkembangan Jumlah Kasus Korupsi yang Ditangani

oleh Kejaksaan di Setiap Provinsi Tahun 2011-2014 .................................. 5

1.3 Grafik Perkembangan Opini Audit BPK atas LKPD Tahun 2010-2014 ..... 6

2.1 Skema Hubungan Keagenan Antara Pemerintah dan Masyarakat .............. 14

2.2 Skema Kerangka Pemikiran ........................................................................ 42

4.1 Hasil Uji Normalitas dengan Histogram ..................................................... 65

4.2 Hasil Uji Normalitas dengan Grafik Normal Plot ....................................... 65

4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas Menggunakan Grafik Scatterplot ................. 69

xv
DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Halaman

1. Data Variabel Tingkat Korupsi (Jumlah kasus/10.000 penduduk).............. 88

2. Data Hasil Audit Pemerintah Provinsi 2011-2014 ...................................... 90

3. Data Variabel Ukuran Pemerintahan ........................................................... 92

4. Hasil Output SPSS ....................................................................................... 94

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Selama beberapa tahun terakhir, penyelenggaraan pemerintahan

secara umum dan pembangunan secara khusus telah mendapat sejumlah

kritikan mendasar, tidak hanya dari dalam negeri tetapi juga dari komunitas

internasional. Transparency International (TI) misalnya, melakukan

peringkat negara yang mengalami masalah besar dalam sektor publiknya,

mengidentifikasi Indonesia sebagai negara yang masih bermasalah dalam

korupsi di dunia. Data TI mengenai peringkat Corruption Perception Index

untuk Tahun 2015 menempatkan Indonesia pada ranking 88 dari 168

negara dengan nilai 36 dari skala nol sampai dengan 100, dimana nol

menunjukkan korupsi tingkat tertinggi dan 100 tingkat terendah. Peringkat

dan nilai tersebut menunjukkan adanya peningkatan upaya pemberantasan

korupsi di tanah air. Namun peringkat Indonesia masih berada di bawah

rata-rata Indeks Persepsi Korupsi (IPK) negara-negara di kawasan ASEAN,

Asia Pasifik dan komunitas G 20. Di ASEAN, Indonesia masih kalah

dibanding Singapura (85), Malaysia (50), dan Thailand (38).

Fakta di atas menunjukkan masih tingginya jumlah kasus korupsi di

Indonesia. Hal ini dikuatkan oleh laporan tren korupsi semester I 2015

Indonesia Corruption Watch (ICW), selama semester I 2015 terdapat 308

kasus korupsi memasuki tahap penyidikan yang melibatkan 590 orang

tersangka dan nilai kerugian Negara mencapai 1,2 triliun. Terjadi kenaikan

1
jumlah kasus pada semester pertama tahun 2015 dimana rata-rata kasus

korupsi yang masuk tahap penyidikan per semester adalah 253 kasus,

sedangkan jumlah kasus yang ditindak pada semester I 2015 adalah 308

kasus.

Salah satu penyebab utama dari keadaan di atas adalah semakin

meluasnya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di kalangan lembaga

pemerintahan. Kenyataan selama ini menunjukkan meluasnya KKN di

seluruh instansi pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang disajikan di

gambar 1.1 tindakan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah provinsi

semakin meningkat dalam tiga tahun terakhir.

50
45
40
35 Kementerian/Lembaga
30 Pemerintah Provinsi
25 Pemkab/Pemkot

20 DPR RI

15 BUMN/BUMD

10 Komisi

5
0
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Sumber: https://acch.kpk.go.id/berdasarkan-instansi

Gambar 1.1
Penanganan Korupsi Berdasarkan Instansi Tahun 2009-2015

2
Penerapan Otonomi daerah dimana pemerintah daerah memiliki

kewenangan untuk melakukan pengelolaan daerahnya secara mandiri

diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas

hingga mencapai good government governance. Namun menurut Lessmann

dan Markwardt, 2009 adanya desentralisasi dapat berkontribusi terhadap

tingginya tingkat korupsi. Penyelewengan atau korupsi yang sebelumnya

terpusat di pemerintah pusat berkembang ke tingkat pemerintah daerah. Hal

ini ditunjukkan oleh penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW) pada

tahun 2014 bahwa jumlah kasus korupsi pada sektor keuangan daerah

cukup tinggi, yaitu sektor kedua setelah sektor infrastruktur.

Upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi dilaksanakan

melalui beberapa kebijakan berupa peraturan perundang-undangan dari

yang tertinggi yaitu Undang-Undang Dasar 1945 dalam UU No. 20 tahun

2001 sampai dengan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, pemerintah juga membentuk institusi

pemeriksa untuk mencegah penyalahgunaan dan ketidakefisienan

penggunaan sumber daya. Fungsi pemeriksaan dapat dilaksanakan melalui

proses audit yang berperan dalam memberikan informasi atau mendeteksi

kecurangan, seperti adanya pengeluaran sumber daya publik yang

berlebihan atau hilang (Olken, 2007).

Melalui pekerjaan audit, auditor merupakan elemen yang signifikan

dalam mengurangi kecurangan dan korupsi. Secara lebih rinci, Menurut Liu

dan Lin, 2012

3
Government auditing, the fundamental purpose of which is to
monitor, ensure and appraise the accountability of government, is an
important institutional arrangement in modern government governance. By
monitoring the operation of public power, especially how public resources
are used, government auditing can strengthen accountability and reduce
the abuse of power and resources. The governance practices of many
countries also indicate that government auditing can play a unique role in
curbing corruption.

Dari pernyataan tersebut Liu dan Lin, 2012 mengungkapkan bahwa

audit pemerintahan bertujuan untuk memantau, meyakinkan, dan menilai

akuntabilitas pemerintahan. Melalui pemantauan penggunaan sumber daya

publik, audit pemerintahan dapat memperkuat akuntabilitas dan

mengurangi penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan. Dalam praktiknya,

di beberapa negara audit pemerintahan berperan secara unik dalam

mengekang laju korupsi.

Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) seharusnya

mampu menjadi tolak ukur kinerja serta media bagi suatu institusi yang

berperan mengurangi kecurangan dan korupsi. Namun, beberapa tahun

belakangan, opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diberikan oleh

BPK atas laporan keuangan Pemerintah Daerah marak menjadi sorotan.

Bukan tanpa alasan, beberapa pemerintah daerah, kementerian atau yang

mendapatkan opini WTP dari BPK masih terindikasi korupsi/suap yang

dilakukan oleh pejabat pada instansi tersebut.

4
6000
5500
5000
4500
Jumlah kasus korupsi 4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
2011 2012 2013 2014
Tahun

Sumber: Laporan Tahunan Kejaksaan RI 2011-2014

Gambar 1.2
Grafik Perkembangan Jumlah Kasus Korupsi yang Ditangani oleh
Kejaksaan di Setiap Provinsi Tahun 2011 - 2014

Berdasarkan gambar 1.2, terlihat adanya peningkatan jumlah kasus

korupsi dari tahun 2011 sebanyak 3.083 kasus menjadi 3.497 kasus di tahun

2012, 5.052 kasus di tahun 2013, hingga 5.289 kasus di tahun 2014.

Sementara pada gambar 1.3 hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan

(BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah daerah (LKPD) tahun 2014

menunjukkan sebanyak 47% pemerintah daerah mendapatkan opini Wajar

Tanpa Pengecualian (WTP), 46% mendapatkan opini Wajar Dengan

Pengecualian (WDP), 1% mendapat opini Tidak Wajar (TW), dan 6%

mendapat opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP). Jumlah ini telah

mengalami peningkatan dari tahun 2013 dimana hanya 30% LKPD saja yang

mendapatkan opini WTP. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan kualitas

laporan keuangan pemerintah provinsi yang dilihat dari peningkatan opini

5
audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah (LKPD), padahal jumlah korupsi di tingkat pemerintah

provinsi juga semakin meningkat.

70%
60%
Jumlah (Persentase)

50% 2010
40% 2011

30% 2012

20% 2013

10% 2014

0%
WTP WDP TW TMP
Opini Audit
Sumber: IHPS BPK Semester II, 2015

Gambar 1.3
Grafik Perkembangan Opini Audit BPK atas LKPD Tahun 2010 - 2014

Menurut Olken, 2007 tidak banyak studi yang membahas keterkaitan

antara audit pemerintahan dengan korupsi. Penelitian tentang bagaimana untuk

mengurangi korupsi jarang memberi perhatian khusus terhadap peran audit.

Sebaliknya, penelitian tentang audit pemerintahan lebih terfokus pada faktor-

faktor yang menentukan kualitas audit, opini audit, dan kinerja pemerintah.

Hanya beberapa studi yang menyentuh pada hubungan audit pemerintahan dan

korupsi. Namun, tidak satupun dari studi tersebut menjawab pertanyaan

tentang bagaimana audit pemerintah dapat membantu untuk memberantas

korupsi (Liu dan Lin, 2012).

6
Secara keseluruhan proses audit di sektor publik dapat meningkatkan

transparansi dan akuntabilitas (Dwiputrianti, 2008) serta membantu mencegah

adanya tindakan korupsi (Khan, 2006). Meskipun Khan, 2006 menekankan

bahwa auditor hanya berperan dalam membantu menunjukkan wilayah dimana

kemungkinan tindakan korupsi dapat terjadi. Lebih jauh lagi, pemeriksaan

dalam institusi pemerintahan juga berkontribusi untuk memastikan kepatuhan

terhadap hukum dan peraturan (Dwiputrianti, 2008).

Beberapa penelitian lainnya terkait korupsi menunjukkan bahwa

terdapat kaitan antara opini yang diberikan BPK RI dengan korupsi, yaitu

opini yang baik mengindikasikan bebas dari korupsi (Rini dan Sarah, 2014).

Penelitian Rini dan Sarah, 2014 mendukung penelitian Khair, 2015 yang

mengungkapkan bahwa opini audit dan sistem pengendalian internal

berpengaruh signifikan terhadap kerugian negara yang mengindikasikan

adanya penyimpangan. Hasil penelitian Masyitoh dkk, 2015 membuktikan

bahwa opini audit, temuan audit atas ketidakpatuhan terhadap peraturan

perundang-undangan serta tindak lanjut audit berpengaruh terhadap persepsi

korupsi. Selanjutnya Liu dan Lin, 2012 juga mengungkapkan melaui

penelitian yang mereka lakukan, bahwa jumlah ketidakberesan dalam

pendapatan dan belanja pemerintah yang dideteksi oleh institusi audit lokal

akan berkaitan secara signifikan dengan tingkat korupsi.

Hasil berbeda diungkapkan oleh Heriningsih dan Marita, 2013 dalam

penelitiannya yang menyatakan bahwa opini audit tidak berpengaruh terhadap

tingkat korupsi. Menurut Effendy, 2013 Opini atau hasil audit Badan

7
Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak dapat dipastikan bahwa dapat menjamin

baik dan buruknya pengelolaan keuangan.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti termotivasi untuk melakukan

penelitian ini karena pertama, maraknya korupsi yang terjadi di Indonesia

akan memberikan dampak pada menurunnya pertumbuhan ekonomi,

meningkatkan ketimpangan pendapatan yang pada akhirnya berdampak pada

naiknya tingkat kemiskinan. Terlebih korupsi di Indonesia yang didominasi

oleh korupsi sektor publik dapat menghilangkan kepercayaan publik terhadap

pemerintah. Di samping itu, adanya audit pemerintahan yang dilaksanakan

dengan baik mampu membantu meningkatkan akuntabilitas, transparansi serta

mencegah terjadinya korupsi. Hal ini diharapkan dapat menjadi salah satu

kunci untuk keluar dari permasalahan korupsi di Indonesia. Kedua, penelitian

yang membahas keterkaitan antara audit pemerintahan dengan korupsi belum

banyak dilakukan, terutama penelitian yang menggunakan pengukuran tingkat

korupsi secara langsung. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti melakukan

penelitian yang berjudul Hasil Audit Pemerintahan dan Tingkat Korupsi

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya,

yaitu penelitian yang dilakukan oleh Masyitoh dkk., 2015. Perbedaan

penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:

1. Variabel yang digunakan peneliti terdahulu adalah opini audit, temuan

audit atas sistem pengendalian internal, temuan audit atas ketidakpatuhan

terhadap peraturan dan perundang-undangan, dan tindak lanjut hasil audit

yang diduga mempengaruhi persepsi korupsi. Sedangkan dalam penelitian

8
ini, peneliti menggabungkan variabel temuan audit atas sistem

pengendalian internal dan temuan audit atas ketidakpatuhan terhadap

peraturan dan perundang-undangan menjadi satu variabel.

2. Model penelitian dalam penelitian terdahulu terbagi ke dalam tiga model

penelitian, sedangkan penelitian ini melakukan penggabungan ke dalam

satu model penelitian.

3. Populasi dalam penelitian ini adalah pemerintah daerah tingkat provinsi

yang ada di Indonesia. Sedangkan, populasi penelitian sebelumnya adalah

pemerintah daerah tingkat II.

4. Terdapat perbedaan proksi untuk mengukur tingkat korupsi, temuan dan

tindak lanjut hasil audit. Penelitian terdahulu menggunakan Indeks

Persepsi Korupsi yang bukan sebagai pengukur tingkat korupsi secara

langsung, melainkan mengukur persepsi atas tingkat korupsi. Sedangkan

dalam penelitian ini menggunakan data jumlah korupsi dari Kejaksaan

Agung RI.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan permasalahan yang

hendak diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah opini audit berpengaruh terhadap tingkat korupsi?

2. Apakah temuan audit berpengaruh terhadap tingkat korupsi?

3. Apakah tindak lanjut hasil audit yang dilaksanakan oleh pemerintah

provinsi berpengaruh terhadap tingkat korupsi?

9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk

menemukan bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut:

a. Pengaruh opini audit terhadap tingkat korupsi.

b. Pengaruh temuan audit terhadap tingkat korupsi.

c. Pengaruh tindak lanjut hasil audit yang dilaksanakan oleh pemerintah

provinsi terhadap tingkat korupsi.

2. Manfaat Penelitian

a. Kontribusi Teoritis

1) Mahasiswa jurusan Akuntansi, penelitian ini bermanfaat sebagai

bahan referensi penelitian selanjutnya dan pembanding untuk

menambah ilmu pengetahuan.

2) Masyarakat, sebagai sarana informasi tentang pengendalian

korupsi serta menambah pengetahuan akuntansi khususnya

auditing dengan memberikan bukti empiris tentang pengaruh dari

hasil audit pemerintahan seperti opini audit, temuan audit, dan

tindak lanjut atas rekomendasi audit terhadap tingkat korupsi .

3) Peneliti berikutnya, sebagai bahan referensi bagi pihak yang akan

melaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai topik ini.

4) Penulis, sebagai sarana untuk memperluas wawasan serta

menambah referensi mengenai auditing, terutama tentang

10
pengendalian korupsi sehingga diharapkan dapat bermanfaat bagi

penulis di masa yang akan datang.

b. Kontribusi Praktis

1) Bagi pemerintah pusat, penelitian ini diharapkan dapat memberi

gambaran mengenai salah satu solusi dalam mengurangi tindak

korupsi khususnya pada pemerintah tingkat provinsi di

Indonesia. Dengan demikian dapat menjadi bahan evaluasi

terhadap kebijakan yang diambil.

2) Regulator, diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam

membuat kebijakan untuk meningkatkan kualitas audit dan

tansparansi.

3) Bagi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas

Keuangan dan Pembangunan (BPKP), hasil penelitian ini

diharapkan bisa memotivasi untuk lebih meningkatkan kualitas

audit, meningkatkan pengendalian internal dan mendorong

dilaksanakannya tindak lanjut atas rekomendasi audit.

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Literatur
1. Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan (agency theory) merupakan landasan teori dalam

penelitian ini, karena dapat menjelaskan konsep corporate governance.

Menurut Jensen dan Meckling, 1976, teori keagenan adalah konsep yang

menjelaskan hubungan kontraktual antara prinsipal dan agen, yaitu

antara dua atau lebih individu, kelompok atau organisasi. Pihak prinsipal

adalah pihak yang mengambil keputusan dan memberikan mandat

kepada pihak lain (agen), untuk melakukan semua kegiatan atas nama

prinsipal. Inti dari teori ini adalah kontrak kerja yang didesain dengan

tepat untuk menyelaraskan kepentingan antara prinsipal dengan agen.

Teori keagenan berusaha mendeskripsikan hubungan antara agen

dan prinsipal dengan menggunakan mekanisme suatu kontrak. Teori

keagenan menggunakan penekanan pada penyelesaian dua masalah

yaitu: (1) masalah keagenan yang muncul ketika keinginan/tujuan antara

agen dan prinsipal bertentangan, dan sulit bagi prinsipal memverifikasi

hasil kerja agen yang sesungguhnya; (2) masalah pembagian risiko (risk

sharing) yang terjadi ketika prinsipal dan agen mempunyai preferensi

dan sikap yang berbeda terhadap suatu risiko (Eisenhardt, 1989).

12
Menurut Eisenhard, 1989 ada tiga asumsi mengenai teori

keagenan, yaitu:

1. Asumsi tentang sifat manusia, asumsi ini menekankan bahwa

manusia memiliki sifat untuk mementingkan diri sendiri (self

interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality),

dan tidak menyukai risiko (risk aversion).

2. Asumsi tentang keorganisasian, yaitu adanya konflik antar anggota

organisasi, efisiensi sebagai kriteria produktivitas, dan adanya

asymmetric information antara prinsipal dan agen.

3. Asumsi tentang informasi, yaitu bahwa informasi dipandang sebagai

barang komoditi yang bisa diperjual belikan.

Berdasarkan ketiga asumsi tersebut manusia akan bertindak

oportunistik, yaitu mengutamakan kepentingan pribadi daripada

kepentingan organisasi. Agen akan termotivasi untuk meningkatkan

kompensasi dan jenjang karir di masa mendatang, sedangkan prinsipal

termotivasi untuk meningkatkan utilitas dan profitabilitasnya. Konflik

antara agen dan prinsipal akan terus meningkat, karena prinsipal tidak

dapat memonitor kegiatan agen setiap hari. Sebaliknya agen memiliki

lebih banyak informasi penting mengenai kapasitas diri, lingkungan

kerja dan organisasinya secara keseluruhan. Hal inilah yang

menimbulkan asimetri informasi yaitu ketidakseimbangan informasi

antara prinsipal dan agen.

13
Agen
(Pemerintah)
Teori Asimetri
Agency
Keagenan Informasi
problem
Prinsipal
(Masyarakat)
Audit
Pemerintahan
dan
Pengungkapan

Gambar 2.1
Skema Hubungan Keagenan Antara Pemerintah dan Masyarakat

Teori keagenan dijadikan acuan utama dalam penelitian ini untuk

menjelaskan konflik yang terjadi antara pemerintah daerah yang

bertindak sebagai agen dan masyarakat selaku prinsipal berkaitan

dengan penggunaan Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah

(APBD).

Teori agensi berpendapat bahwa akan terjadi asimetri informasi

karena pemerintah memiliki lebih banyak informasi tentang sumber

daya yang dimiliki dalam bentuk APBD dibandingkan dengan

masyarakat. Asimetri inilah yang memungkinkan terjadinya

penyelewengan atau tindak korupsi oleh agen.

Sebagai konsekuensi adanya agency problem pemerintah harus

diawasi untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh

kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku. Salah

satu bentuk pengawasan adalah melakukan audit laporan keuangan dan

kinerja pemerintah. Selain itu pemerintah juga harus meningkatkan

14
akuntabilitas atas kinerjanya agar dapat mengurangi asimetri informasi.

Semakin berkurangnya asimetri informasi membuat kemungkinan untuk

melakukan korupsi juga menjadi lebih kecil.

2. Teori Sinyal (Signaling Theory)

Teori sinyal (Signaling Theory) dapat membantu pihak agen,

prinsipal dan pihak luar mengurangi asimetri informasi dengan cara

memberikan sinyal kepada masyarakat melalui pengungkapan laporan

keuangan yang berkualitas, peningkatan sistem pengendalian internal,

dan pengungakapan yang lebih lengkap (Wau dan Ratmono, 2015).

Untuk memastikan pihak-pihak yang berkepentingan meyakini

keandalan informasi keuangan yang disampaikan pihak agen, perlu

mendapatkan opini dari pihak yang lain yang bebas memberikan

pendapat tentang laporan keuangan.

Teori sinyal menjelaskan bahwa pemerintah sebagai pihak yang

diberikan amanah dari rakyat berkeinginan menunjukan sinyal kepada

masyarakat (Evans dan Patton, 1987). Pemerintah akan memberikan

sinyal ke masyarakat dengan cara memberikan laporan keuangan yang

berkualitas, peningkatan sistem pengendalian intern, dan pengungkapan

yang lebih lengkap. Pemerintah dapat juga mengemas informasi prestasi

dan kinerja keuangan dengan lebih lengkap untuk menunjukan bahwa

pemerintah telah menjalankan amanat yang diberikan oleh rakyat

(Puspita dan Martani, 2012).

15
Untuk mengurangi asimetri informasi antara pemerintah dan

rakyat, laporan keuangan pemerintah perlu diaudit oleh pihak yang

independen. Menurut Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang

pemeriksaan dan tanggung jawab keuangan negara, pemeriksaan

keuangan negara meliputi pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja

dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. BPKRI adalah lembaga yang

bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan

tanggung jawab keuangan negara. Laporan hasil pemeriksaan BPKRI

dapat memuat opini, temuan, kesimpulan dan rekomendasi tergantung

pada lingkup pemeriksaannya. Aspek yang menjadi perhatian dalam

pemeriksaan antara lain kesesuaian dengan standar akuntansi

pemerintahan, aspek kelemahan sistem pengendalian intern dan

kepatuhan terhadap peraturan perundangan, yang selanjutnya hasil

pemeriksaan ini disampaikan kepada lembaga perwakilan

(Setyaningrum, 2012).

3. Korupsi

a. Pengertian Korupsi

Korupsi sudah terjadi sejak zaman dahulu dan merupakan suatu

peristiwa universal yang dapat terjadi di seluruh dunia termasuk

Indonesia. Terminologi korupsi dari bahasa latin yaitu corruption

atau corruptus yang berarti kerusakan atau kebobrokan. Selanjutnya

istilah korupsi muncul dalam beberapa bahasa di Eropa seperti bahasa

Perancis dengan kata corruption, dan bahasa Belanda menggunakan

16
kata corruptie yang selanjutnya menjadi korupsi dalam bahasa

Indonesia (Jahja, 2012:7).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) korupsi

bermakna penyelewengan atau penggelapan (uang Negara atau

perusahaan) untuk keperluan pribadi atau orang lain. Sedangkan

pengertian yang dikeluarkan oleh Transparency International (TI)

mendefinisikan korupsi sebagai perilaku pejabat publik, politikus,

pegawai negeri, yang secara tidak wajar/legal memperkaya diri atau

memeperkaya mereka yang dekat dengan dirinya dengan

menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan.

Menurut perspektif hukum, definisi korupsi dijelaskan dalam

13 buah Pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan pasal-pasal

tersebut korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk/jenis tindak pidana

korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai

perbuatan yang bisa dikenakan sanksi pidana karena korupsi. Ketiga

puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya

dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1) Kerugian keuangan negara

2) Suap-menyuap

3) Penggelapan dalam jabatan

4) Pemerasan

17
5) Perbuatan Curang

6) Benturan kepentingan dalam pengadaan

7) Gratifikasi

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan

bahwa korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan secara melawan

hukum dalam mendapatkan keuntungan maupun manfaat pribadi atau

kelompok tertentu yang dapat merugikan kepentingan umum.

b. Pola-Pola Korupsi

Terjadinya korupsi pada suatu lembaga atau instansi pasti

memiliki pola-pola tertentu dalam pelaksanaannya. Menurut Fadjar,

2002 pola terjadinya korupsi dibedakan menjadi tiga, yaitu: Pertama,

mercenary abuse of power, penyalahgunaan wewenang yang

dilakukan oleh seseorang yang memiliki kewenangan tertentu dengan

pihak lain dengan cara suap, mengurangi standar spesifikasi, atau

volume dan penggelembungan dana. Biasanya penyalahgunaan

wewenang ini dilakukan oleh pejabat dengan level kedudukan yang

tidak terlalu tinggi dan bersifat non politis. Kedua Discretionary

abuse of power, pejabat yang memiliki kewenangan istimewa seperti

walikota/bupati menyalahgunakan wewenangnya dengan cara

mengeluarkan kebijakan atau peraturan tertentu yang bias menjadikan

pihak tersebut dapat bekerjasama dengan pihak tertentu. Ketiga

Ideological abuse of power, biasanya pada pejabat untuk tujuan dan

kepentingan tertentu dari kelompok atau partainya. Dapat juga terjadi

18
dukungan kelompok pada pihak tertentu demi mencapai jabatan

strategis pada birokrasi atau lembaga eksekutif dan pada waktu yang

akan datang mereka mendapatkan kompensasi atas tindakan tersebut.

c. Faktor-Faktor Penyebab Korupsi

Korupsi menurut para ahli terjadi karena beberapa faktor yang

tidak tunggal. Faktor penyebab korupsi dapat dikelompokkan

menjadi faktor penyebab langsung dan tidak langsung. Menurut

Tanzi, 1998 terdapat setidaknya enam faktor penyebab langsung dari

korupsi, yakni (1) pengaturan dan otorisasi; (2) perpajakan; (3)

kebijakan pengeluaran/anggaran; (4) penyediaan barang dan jasa

dibawah harga pasar; (5) kebijakan diskresi lainnya; serta (6)

pembiayaan partai politik. Sementara itu, penyebab tidak langsung

dari korupsi terdiri dari setidaknya enam faktor, yakni (1) kualitas

birokrasi; (2) besaran gaji di sektor publik, (3) sistem hukuman; (4)

pengawasan institusi; (5) transparansi aturan, hukum dan proses; serta

(6) teladan dari pemimpin.

Faktor lainnya menurut Fadjar, 2002 adalah tindak lanjut dari

setiap penemuan pelanggaran yang masih lemah dan belum

menunjukkan kesungguhan pimpinan instansi. Terbukti dengan

banyaknya penemuan yang ditutup secara tiba-tiba tanpa alasan yang

jelas serta tekad dalam pemberantasan korupsi dan dalam penuntasan

penyimpangan yang ada dari semua unsur tidak kelihatan. Disamping

itu, kurang memadainya sistem pertanggungjawaban organisasi

19
pemerintah kepada masyarakat yang menyebabkan banyak proyek

yang hanya sekedar pelengkap laporan kepada atasan.

Sementara itu, menurut pandangan Shah, 2007 terjadinya

korupsi di sektor publik akan sangat tergantung kepada sejumlah

faktor yakni (1) kualitas manajemen sektor publik; (2) sifat alamiah

(kondisi) hubungan akuntabilitas antara pemerintah dan masyarakat;

(3) kerangka hukum; serta (4) tingkatan proses sektor publik

dilengkapi dengan transparansi dan diseminasi informasi. Upaya

mengatasi korupsi tanpa mempertimbangkan keempat faktor ini

menurut Shah, 2007 akan menyebabkan hasil yang kurang mendalam

dan tidak berkelanjutan.

d. Dampak Korupsi

Korupsi memiliki dampak yang besar terhadap berbagai aspek

terutama dilihat dari aspek ekonomi. Menurut Chetwynd dkk., 2003

korupsi memiliki dampak terhadap kemiskinan yang kemudian dapat

dijelaskan melalui dua model yaitu model pemerintahan dan model

ekonomi. Model pemerintahan menjelaskan bahwa korupsi mengikis

kapasitas lembaga pemerintah dalam memberikan pelayanan publik

yang berkualitas, menurunkan kepatuhan terhadap peraturan

keselamatan dan kesehatan, meningkatkan tekanan anggaran

pemerintah, serta mengalihkan investasi publik jauh dari kebutuhan

publik terutama dalam proyek-proyek modal (dimana suap dapat

terjadi). Sedangkan model ekonomi menjelaskan bahwa korupsi

20
menciptakan inefisiensi dengan meningkatkan biaya untuk berbisnis,

mengurangi investasi, menghalangi kompetisi, dan meningkatkan

kesenjangan pendapatan. Sehingga akan menciptakan ketidakadilan,

melemahkan demokrasi, membuat yang kaya menjadi lebih kaya dan

mendukung para diktator, menyebabkan berkurangnya investasi

domestik dan asing, mengurangi penerimaan pajak dan melemahkan

jiwa wirausaha, menghambat penyediaan barang publik, melemahkan

pertumbuhan ekonomi, dan akan meningkatkan kemiskinan terutama

di negara-negara yang sedang berkembang.

4. Audit Pemerintahan

Menurut American Accounting Association, definisi auditing

adalah suatu proses sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi

bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan dan peristiwa

ekonomi, dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-

asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta

penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan

(Boynton dkk, 2003:5).

Pengertian audit sektor publik atau audit pemerintah menurut Rai,

2008 adalah kegiatan yang ditujukan terhadap entitas yang menyediakan

pelayanan dan penyediaan barang yang pembiayaannya berasal dari

penerimaan pajak dan penerimaan negara lainnya dengan tujuan untuk

membandingkan antara kondisi yang ditemukan dan kriteria yang

ditetapkan. Audit sektor Publik di Indonesia dikenal sebagai audit

21
keuangan negara, yang diatur dalam UU No. 15 Tahun 2004 tentang

pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara.

Menurut Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang

Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara,

pemeriksaan berfungsi untuk mendukung keberhasilan upaya

pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan

perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan

bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Secara umum audit sektor publik memiliki fungsi yang lebih luas

terutama kaitannya dengan tugas dan kewajiban untuk melaporkan

adanya indikasi kecurangan dan korupsi. Auditor merupakan elemen

yang signifikan dalam mengurangi kecurangan dan korupsi. Secara lebih

rinci, Menurut Liu dan Lin, 2012

Government auditing, the fundamental purpose of which is to


monitor, ensure and appraise the accountability of government, is an
important institutional arrangement in modern government governance.
By monitoring the operation of public power, especially how public
resources are used, government auditing can strengthen accountability
and reduce the abuse of power and resources.

Dari pernyataan tersebut Liu dan Lin, 2012 mengungkapkan

bahwa audit pemerintahan bertujuan untuk memantau, meyakinkan, dan

menilai akuntabilitas pemerintahan. Melaui pemantauan penggunaan

sumber daya publik, audit pemerintahan dapat memperkuat akuntabilitas

dan mengurangi penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.

22
Berdasarkan UU No. 15 Tahun 2004 dan Standar Pemeriksaan

Keuangan Negara (SPKN), terdapat tiga jenis audit keuangan negara,

yaitu:

1) Audit keuangan, merupakan audit atas laporan keuangan yang

bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable

assurance), apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar,

dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi

yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif

selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

2) Audit kinerja, meliputi audit ekonomi, efisiensi, dan efektivitas,

pada dasarnya merupakan perluasan dari audit keuangan dalam hal

tujuan dan prosedurnya. Audit kinerja memfokuskan pemeriksaan

pada tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi yang

menggambarkan kinerja entitas atau fungsi yang diaudit.

3) Audit dengan tujuan tertentu, merupakan audit khusus di luar audit

keuangan dan audit kinerja yang bertujuan untuk memberikan

simpulan atas hal yang diaudit. Audit dengan tujuan tertentu dapat

bersifat eksaminasi (examination), reviu (review), atau prosedur

yang disepakati (agrees-upon procedures). Audit dengan tujuan

tertentu mencakup audit atas hal-hal lain di bidang keuangan, audit

investigatif, dan audit atas sistem pengendalian internal.

Auditor pemerintah adalah auditor yang bertugas melakukan audit

atas keuangan pada instansi-instansi pemerintah. Di Indonesia, auditor

23
pemerintah terbagi menjadi dua yaitu auditor eksternal pemerintah yang

dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan auditor

internal pemerintah yang dilaksanakan oleh Badan Pengawasan

Keuangan dan Pembangunan (BPKP), inspektorat jenderal departemen

dan Badan Pengawas Daerah (BPD). Hasil audit pemerintahan oleh

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berupa opini audit, temuan audit

yang terdiri dari temuan efektivitas sistem pengendalian internal dan

temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan.

5. Opini Audit

Pengertian opini mengacu pada Pasal 1 angka 11 Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung

Jawab Keuangan Negara adalah pernyataan profesional sebagai

kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang

disajikan dalam laporan keuangan. Opini didasarkan pada kriteria:

a. Kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan;

b. Kecukupan pengungkapan (adequate disclosure);

c. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; dan

d. Efektivitas sistem pengendalian internal.

Sedangkan tipe opini untuk LKPD tetap mengacu pada UU Nomor

15 Tahun 2004 tersebut, yaitu: (Ismunawan, 2016)

a. Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)

Opini Wajar Tanpa Pengecualian (unqualified opinion)

menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar,

24
dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan

arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku

umum di Indonesia. Keadaan tertentu mungkin mengharuskan

pemeriksa menambahkan suatu paragraf penjelasan (atau bahasa

penjelasan yang lain) dalam laporan pemeriksaannya. Dalam kondisi

ini, BPK dapat memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian Dengan

Paragraf Penjelasan (WTP DPP).

b. Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP)

Opini Wajar Dengan Pengecualian (qualified opinion),

menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar,

dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan

arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku

umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan

dengan yang dikecualikan.

c. Opini Tidak Wajar (TW)

Opini Tidak Wajar (adverse opinion) menyatakan bahwa laporan

keuangan secara keseluruhan tidak menyajikan secara wajar posisi

keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan

prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

d. Pernyataan Menolak Memberikan Opini/Pendapat (TMP)

Pernyataan Menolak Memberikan Opini (disclaimer of opinion)

menyatakan bahwa pemeriksa tidak menyatakan pendapat atas

25
laporan keuangan. Opini ini dapat diterbitkan apabila pemeriksa tidak

yakin atau ragu akan kewajaran laporan keuangan karena pemeriksa

tidak dapat melaksanakan audit sesuai standar sebagai akibat

pembatasan ruang lingkup audit, pemeriksa berkedudukan tidak

independen terhadap pihak yang diauditnya dan adanya

ketidakpastian luar biasa yang sangat mempengaruhi kewajaran

laporan keuangan.

6. Temuan Audit

Selain menerbitkan laporan hasil pemeriksaan keuangan atas

LKPD yang berupa opini, BPK juga menerbitkan laporan hasil

pemeriksaan berupa temuan audit. Temuan audit dapat dikelompokkan

menjadi dua, yaitu temuan audit atas sistem pengendalian internal dan

temuan audit atas ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-

undangan.

Berdasarkan UU No. 15 Tahun 2014 dan Ikhtisar Hasil

Pemeriksaan Semester (IHPS) Badan Pemeriksa Keuangan, rincian

temuan audit atas sistem pengendalian internal adalah sebagai berikut:

a. Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan

1) Pencatatan tidak/belum dilakukan dengan akurat

2) Penyusunan laporan tidak sesuai ketentuan

3) Keterlambatan penyampaian laporan

4) Sistem informasi akuntansi dan pelaporan belum didukung sumber

daya manusia yang memadai.

26
b. Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan

dan belanja

1) Perencanaan kegiatan tidak memadai

2) Kegiatan yang tidak sesuai dengan aturan

3) Penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan

4) Pelaksanaan belanja di luar mekanisme APBD

5) Pelaksanaan kebijakan yang tidak tepat.

c. Kelemahan struktur pengendalian internal

1) Tidak memiliki SOP yang formal

2) SOP yang ada tidak berjalan secara optimal

3) Tidak adanya satuan pengawasan internal

4) Satuan pengawasan internal yang ada tidak memadai

5) Tidak ada pemisahan tugas.

Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan adalah

kelemahan sistem pengendalian yang terkait kegiatan pencatatan

akuntansi dan pelaporan keuangan. Kelemahan sistem pengendalian

pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja adalah kelemahan

pengendalian yang terkait dengan pemungutan dan penyetoran

penerimaan negara/daerah serta pelaksanaan program/kegiatan pada

entitas yang diperiksa. Kelemahan struktur pengendalian internal adalah

kelemahan yang terkait dengan ada atau tidak adanya struktur

pengendalian internal atau efektifitas struktur pengendalian internal

yang ada di dalam entitas yang diperiksa.

27
Menurut PP nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian

Intern Pemerintah, Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang

integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus

oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan

memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang

efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset

negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Coram et

al, 2008 menjelaskan bahwa organisasi yang memiliki fungsi internal

audit akan lebih dapat mendeteksi kecurangan akuntansi dan

melaporkannya sendiri.

Sedangkan rincian temuan audit untuk temuan atas ketidakpatuhan

terhadap peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut:

a. Temuan kerugian negara/indikasi kerugian negara

1) Belanja fiktif.

2) Tuntutan perbendaharaan.

3) Kemahalan harga (mark up) pengadaan barang/jasa oleh entitas

yang berbeda dari penyedia barang dan jasa yang sama pada

waktu dan tempat yang sama.

4) Kelebihan pembayaran.

5) Kekurangan volume pekerjaan.

6) Pembayaran honorarium dan atau biaya perjalanan dinas ganda.

7) Indikasi tindak pidana korupsi.

8) Pengadaan barang/jasa fiktif.

28
9) Barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan kontrak

(spesifikasi).

10) Rekanan penyedia barang/jasa wanprestasi.

11) Aset dikuasai pihak lain.

12) Penggunaan uang/barang untuk kepentingan pribadi.

b. Temuan kekurangan penerimaan

1) Pajak/Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)/denda

keterlambatan pekerjaan belum atau terlambat dipungut/disetor.

2) Penggunaan langsung PNBP/pendapatan (Retribusi).

3) Sisa Uang Yang Harus Dipertanggungjawabkan (UYHD) akhir

tahun anggaran tidak disetor/belum ke kas Negara/kas daerah.

4) Kelebihan pembayaran subsidi oleh pemerintah.

c. Temuan administrasi

1) Pencatatan tidak/belum dilakukan atau tidak akurat.

2) Pertanggungjawaban tidak akuntabel (buku tidak lengkap/tidak

sah).

3) Proses pengadaan barang/jasa/lelang proforma.

4) Pekerjaan dilaksanakan mendahului kontrak/Surat Perjanjian

Kontrak (SPK).

5) Mekanisme pemungutan dan penyetoran PNBP tidak sesuai

ketentuan.

6) Pengalihan anggaran antara MAK (Mata Anggaran

Keluaran)/pengeluaran tidak sah.

29
7) Entitas terlambat menyampaikan laporan pertangungjawaban.

8) Salah pembebanan anggaran.

9) Kebijakan tidak tepat.

10) Penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan bidang

pengelolaan perlengkapan atau barang milik Negara/daerah (aset

belum didukung oleh bukti kepemilikan yang sah, penghapusan

tidak sesuai ketentuan).

11) Penyimpangan dari peraturan tentang pedoman pelaksanaan

APBN/APBD.

d. Temuan kehematan dan efisiensi

1) Pengadaan barang/jasa melebihi kebutuhan.

2) Penetapan harga standar tidak realistis.

3) Penetapan kualitas dan kuantitas barang/jasa yang digunakan

tidak sesuai standar.

4) Ketidakhematan/pemborosan keuangan negara.

e. Temuan efektivitas

1) Penggunaan anggaran tidak tepat sasaran/tidak sesuai

peruntukkan.

2) Pemanfaatan barang/jasa dilakukan tidak sesuai dengan rencana

yang ditetapkan.

3) Barang yang dibeli tidak dimanfaatkan.

4) Pemanfaatan barang/jasa tidak berdampak terhadap pencapaian

tujuan organisasi.

30
5) Pelaksanaan kegiatan terlambat sehingga mempengaruhi

pencapaian tujuan organisasi.

Pengungkapan atas ketidakpatuhan terhadap peraturan dan

perundang-undangan dalam penyelenggaraan pemerintah daerah

dibutuhkan untuk memastikan bahwa proses penyelenggaraan

pemerintahan daerah telah sesuai dengan Undang-Undang dan peraturan

yang berlaku.

Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan tercermin

dari tindakan illegal yang terjadi atau ketidakpatuhan terhadap ketentuan

peraturan perundang-undangan yang ditemukan. Menurut Peraturan

BPK RI Nomor 1 Tahun 2007, ketidakpatuhan terhadap ketentuan

peraturan perundang-undangan dapat menyebabkan salah saji material

dari informasi dalam laporan keuangan atau data keuangan lain yang

secara signifikan terkait dengan tujuan pemeriksaan. Sehingga harus

dirancang pemeriksaan untuk mendeteksinya.

7. Tindak Lanjut Audit

Berdasarkan pasal 20 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004

tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan

Negara, menyatakan bahwa seluruh pihak yang diperiksa wajib untuk

memberikan respon terhadap hasil laporan BPK dan harus diserahkan

tidak lebih dari 60 hari setelah laporan diterima. Setelah melakukan

proses pemeriksaan atau audit, tahapan berikutnya adalah tahap

31
pemantauan tindak lanjut atas rekomendasi yang diberikan oleh auditor.

Tahapan ini penting untuk dilakukan agar rekomendasi yang diusulkan

oleh auditor dapat diimplementasikan dengan baik oleh pemerintah

provinsi.

Liu dan Lin, 2012 menyatakan bahwa pembetulan setelah adanya

proses audit (audit rectification) lebih penting dari deteksi atas temuan

audit itu sendiri karena upaya untuk melakukan pembetulan audit dapat

meningkatkan efektivitas proses audit. Pembetulan setelah proses audit

merupakan suatu bentuk tanggung jawab dari keuangan dan lembaga

atas kesalahan dalam pertanggungjawaban keuangan publik. Tanpa

adanya penyelesaian maka temuan audit tidak bermanfaat untuk

menciptakan akuntabilitas dalam proses audit pemerintahan.

8. Ukuran Pemerintahan (Variabel Kontrol dalam Tingkat Korupsi

Pemerintah Provinsi)

Ukuran pemerintahan dilihat dari proporsi realisasi belanja

terhadap PDRB. Menurut Liu dan Lin ukuran pemerintah berpengaruh

positif terhadap tingkat korupsi. Sementara menurut Masyitoh, dkk.,

2015 serta Lessmann dan Markwardt, 2009 ukuran pemerintahan

berpengaruh negatif terhadap persepsi korupsi.

32
B. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu

Adapun hasil-hasil sebelumnya dari penelitian-penelitian terdahulu

mengenai topik yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dilihat dalam

tabel 2.1

33
Tabel 2.1
Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu

Metodelogi Penelitian Variabel


No Peneliti dan Judul Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan X1 X2 X3 Y
1 Liu dan Lin (2012) a. Jenis penelitian: a. Sampel dan lokasi Temuan audit
Kuantitatif penelitian: berpengaruh positif
Government Auditing b. Sumber data: 31 provinsi di China tahun terhadap tingkat
1999-2008, sedangkan
and Corruption Sekunder korupsi di provinsi.
penelitian ini
Control: Evidence c. Metode Analisis data: menggunakan sampel 31 Tindak lanjut hasil
from Chinas Regresi berganda provinsi di Indonesia audit berpengaruh
Provincial Panel tahun 2011-2014. negatif terhadap
Data b. Metode sampling: tingkat korupsi di
Penelitian ini provinsi. Audit
menggunakan purposive pemerintahan
sampling, peneliti
berpengaruh dalam
sebelumnya tidak
c. Penambahan variabel mengurangi korupsi.
opini audit
2 Ferraz dan Finan a. Jenis penelitian: a. Sampel dan lokasi Peraturan dalam
(2011) Kuantitatif penelitian: pemerintahan dapat
b. Sumber data: 26 kotamadya di Brazil, meningkatkan
Electoral sedangkan penelitian ini akuntabilitas yang
Sekunder
Accountability and menggunakan sampel 31 memainkan peran
Corruption: provinsi di Indonesia penting dalam
Bersambung pada halaman selanjutnya

34
Tabel 2.1 (Lanjutan)

Metodelogi Penelitian Variabel


No Peneliti dan Judul Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan X1 X2 X3 Y
2 Tahun 2011-2014 Mengurangi korupsi
Ferraz dan Finan b. Metode sampling:
(2011) Menggunakan metode
Electoral random, sedangkan
Accountability and penelitian ini
Corruption: menggunakan purposive
Evidence from the sampling.
Audits of Local c. Metode analisis data:
Governments Regresi Ordinary Least
Square (OLS)
3 Olken (2007) a. Jenis penelitian: a. Sampel dan lokasi Probabilitas proyek
Monitoring Kuantitatif penelitian: jalan lintas desa yang
Corruption: 608 desa di Provinsi Jawa diaudit pemerintah
Evidence from a Barat dan Jakarta pada meningkat dari 4%
Field Experiment in September 2003 hingga menjadi 100%, korupsi
Indonesia Agustus 2004. Sedangkan (overspending) dalam
penelitian ini proyek tersebut turun
menggunakan sampel 31 sebesar 8%.
provinsi di Indonesia
tahun 2011-2014.

Bersambung pada halaman selanjutnya

35
Tabel 2.1 (Lanjutan)

Metodelogi Penelitian Variabel


No Peneliti dan Judul Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan X1 X2 X3 Y
3 b. Metode pengumpulan
Olken (2007) data:
Monitoring Field experiment
Corruption: survey
Evidence from a c. Metode analisis data:
Regresi Ordinary Least
Field Experiment in
Square (OLS)
Indonesia

4 Ismunawan a. Jenis penelitian: a. Sampel dan lokasi Secara simultan


(2016) Kuantitatif penelitian: variabel transparansi,
b. Sumber data: 50 kabupaten/kota di opini, kapabilitas
Pengaruh Faktor Non Indonesia, sedangkan internal auditor,
Sekunder
Keuangan dan penelitian ini belanja modal,
Keuangan terhadap c. Metode sampling: menggunakan sampel kekayaan daerah dan
Tingkat Korupsi Menggunakan purposive 31 provinsi di ketergantungan dana
Pemerintah Daerah sampling. Indonesia tahun 2011- pemerintah
di Indonesia d. Metode analisis data: 2014 berpengaruh terhadap
Regresi linier berganda b. Operasional variabel: korupsi. Secara parsial
dengan software SPSS Untuk variabel tingkat variabel transparansi,
Bersambung pada halaman selanjutnya

36
Tabel 2.1 (Lanjutan)

Metodelogi Penelitian Variabel


No Peneliti dan Judul Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan X1 X2 X3 Y
4 Ismunawan Korupsi menggunakan opini, kapabilitas
(2016) data Corruption internal auditor dan
Perception Index (CPI), ketergantungan dana
Pengaruh Faktor Non sedangkan dalam
pemerintah
Keuangan dan penelitian ini
Keuangan terhadap menggunakan data jumlah berpengaruh terhadap
Tingkat Korupsi korupsi yang ditangani korupsi
Pemerintah Daerah kejaksaan RI
di Indonesia

5 Masyitoh dkk. a. Jenis penelitian: a. Sampel dan lokasi Opini audit dan tindak
(2015) Kuantitatif penelitian: lanjut hasil audit
b. Sumber data: 50 kabupaten/kota di berpengaruh negatif
Pengaruh Opini Indonesia tahun 2008- terhadap persepsi
Sekunder
Audit, Temuan 2010, sedangkan korupsi. Temuan audit
Audit, dan Tindak c. Metode sampling: penelitian ini atas kelemahan
Lanjut Hasil Audit Menggunakan purposive menggunakan sampel 31 pengendalian internal
terhadap Persepsi sampling. provinsi di Indonesia tidak berpengaruh pada
Korupsi pada d. Metode analisis data: tahun 2011-2014 persepsi korupsi.
Pemerintah Daerah Regresi linier berganda b. Operasional variabel: Pengujian tambahan
Tingkat II Tahun Untuk variabel tingkat pada temuan audit
2008-2010 yang berhubungan
Bersambung pada halaman selanjutnya

37
Tabel 2.1 (Lanjutan)

Metodelogi Penelitian Variabel


No Peneliti dan Judul Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan X1 X2 X3 Y
5 Masyitoh dkk. Korupsi menggunakan dengan kelemahan
(2015) data Corruption akuntansi dan sistem
Perception Index (CPI), kendali pelaporan serta
Pengaruh Opini sedangkan dalam
temuan audit yang
Audit, Temuan penelitian ini
Audit, dan Tindak menggunakan data jumlah menyebabkan kerugian
Lanjut Hasil Audit korupsi yang ditangani Negara berpengaruh
terhadap Persepsi kejaksaan RI positif terhadap
Korupsi pada persepsi korupsi.
Pemerintah Daerah
Tingkat II Tahun
2008-2010
6 Rini dan Sarah a. Sumber data: a. Jenis penelitian: Kualitas pelaporan
(2014) Sekunder Kualitatif deskriptif, keuangan semakin
sedangkan penelitian ini meningkat. Tidak
Opini Audit dan terdapat kaitan antara
menggunakan jenis
Pengungkapan atas pengungkapan laporan
Laporan Keuangan penelitian kuantitatif. keuangan pemerintah
Pemerintah b. Metode analisis data: daerah kabupeten
Kabupaten serta Analisis isi konten, dengan opini yang
Kaitannya dengan sedangkan penelitian ini diberikan BPK.
Korupsi di Indonesia menggunakan Perkembangan korupsi
Bersambung pada halaman selanjutnya

38
Tabel 2.1 (Lanjutan)

Metodelogi Penelitian Variabel


No Peneliti dan Judul Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan X1 X2 X3 Y
6 Rini dan Sarah (2014) a. Operasional variabel: di Indonesia semakin
Untuk variabel tingkat bertambah.
Opini Audit dan Korupsi menggunakan Pengungkapan laporan
Pengungkapan atas data Corruption
keuangan daerah
Laporan Keuangan Perception Index (CPI),
Pemerintah Kabupaten sedangkan dalam kabupaten dan opini
serta Kaitannya dengan penelitian ini audit memiliki
Korupsi di Indonesia menggunakan data jumlah keterkaitan dengan
korupsi yang ditangani tingkat korupsi di
kejaksaan RI Indonesia
7 Heriningsih dan Marita a. Jenis penelitian: c. Sampel dan lokasi Variabel opini audit
(2012) Kuantitatif penelitian: dan kinerja keuangan
b. Sumber data: 13 kabupaten/kota di tidak berpengaruh
Pengaruh Opini Audit Indonesia tahun 2008- terhadap tingkat
Sekunder
dan Kinerja Keuangan 2010, sedangkan korupsi
Pemerintah Daerah penelitian ini
terhadap Tingkat Korupsi menggunakan sampel 31
Pemerintah Daerah (Studi provinsi di Indonesia
Empiris pada Pemerintah tahun 2011-2014
Kabupaten dan Kota di d. Operasional variabel:
Pulau Jawa) Untuk variabel tingkat
Bersambung pada halaman selanjutnya

39
Tabel 2.1 (Lanjutan)

Metodelogi Penelitian Variabel


No Peneliti dan Judul Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan X1 X2 X3 Y
7 Heriningsih dan Marita Korupsi menggunakan
(2012) data Corruption
Perception Index (CPI),
Pengaruh Opini Audit sedangkan dalam
dan Kinerja Keuangan penelitian ini
Pemerintah Daerah menggunakan data jumlah
terhadap Tingkat Korupsi korupsi yang ditangani
Pemerintah Daerah (Studi kejaksaan RI
Empiris pada Pemerintah
Kabupaten dan Kota di
Pulau Jawa)

Sumber: Data diolah (2016)

40
C. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam

Gambar 2.2

Adanya audit pemerintahan


dan pengungkapan laporan Maraknya kasus korupsi di
keuangan yang dapat lingkungan pemerintah
meningkatkan akuntabilitas daerah tingkat provinsi
dan transparansi

GAP

Basis Teori:
Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori Signal (Signaling Theory)

Variabel Independen Variabel Dependen


Audit Pemerintahan
Opini Audit (H1)

Temuan Audit (H2)

Tingkat Korupsi
Tindak Lanjut Hasil Audit (H3)

Karakteristik Pemerintah
Provinsi:
Ukuran pemerintahan

Bersambung pada halaman selanjutnya

41
Gambar 2.2 (Lanjutan)

Metode Analisis:
Regresi Berganda

Hasil Pengujian dan


Pembahasan

Kesimpulan dan saran

Gambar 2.2
Skema Kerangka Pemikiran

D. Keterkaitan Antara Variabel dan Perumusan Hipotesis

1. Opini Audit dan Tingkat Korupsi

Pemeriksaan atas laporan keuangan dilakukan untuk memberikan

pendapat/opini atas kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam

laporan keuangan. Opini audit laporan keuangan menunjukan tingkat

kewajaran yang mencerminkan tingkat akuntabilitas laporan keuangan yang

diyakini memberikan kontribusi dalam usaha mereduksi praktik korupsi.

Hubungan antara opini audit dan kinerja pemerintah daerah telah

dibuktikan secara empiris oleh Ismunawan, 2016 dimana opini audit

memiliki pengaruh terhadap korupsi pemerintah daerah. Penelitian ini

didukung oleh penelitian Masyitoh dkk., 2015 yang menyatakan bahwa

opini audit berpengaruh negatif terhadap persepsi korupsi. Semakin baik

opini audit yang diperoleh menunjukkan semakin rendah potensi korupsi di

lingkungan pemerintah daerah.

42
Hasil serupa juga dinyatakan dalam penelitian Rini dan Sarah, 2014

yang menyatakan bahwa terdapat kaitan antara opini yang diberikan oleh

BPK RI dengan korupsi. Oleh karena itu, hipotesis dalam penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut:

H1: Opini audit berpengaruh negatif terhadap tingkat korupsi.

2. Temuan Audit dan Tingkat Korupsi

Temuan audit merupakan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa

Keuangan (BPK) yang menunjukkan temuan audit baik temuan atas

pengendalian internal maupun temuan ketidakpatuhan atas perundang-

undangan. Huefner, 2011 melalui penelitiannya menyatakan bahwa cara

yang utama untuk mencegah terjadinya kecurangan yaitu dengan adanya

sistem pengendalian internal yang kuat. Sehingga semakin banyak temuan

kelemahan pengendalian internal akan meningkatkan kemungkinan

terjadinya korupsi.

Ferraz dan Finan, 2011 menyatakan peraturan dalam pemerintahan

dapat meningkatkan akuntabilitas yang memainkan peran penting dalam

mengurangi korupsi. Begitu pula dengan Najahningrum, 2013 yang

menyebutkan bahwa penegakan peraturan berpengaruh negatif terhadap

kecenderungan kecurangan pada dinas DIY. Hal ini menunjukkan bahwa

adanya ketidakpatuhan atas perundang-undangan akan mengakibatkan

meningkatnya kecenderungan kecurangan.

Penelitian lainnya terkait temuan audit dan tingkat korupsi dilakukan

oleh Masyitoh dkk., 2015 yang menyatakan bahwa temuan audit atas

43
ketidakpatuhan pada perundang-undangan berpengaruh positif terhadap

persepsi korupsi. Semakin banyak jumlah temuan audit ketidakpatuhan pada

perundang-undangan menunjukkan persepsi korupsi yang lebih tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, temuan audit dapat digunakan

untuk mendeteksi adanya korupsi. Oleh karena itu, hipotesis dalam

penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

H2: Temuan audit berpengaruh positif terhadap tingkat korupsi.

3. Tindak Lanjut Hasil Audit dan Tingkat Korupsi

Menurut Liu dan Lin, 2012, pembetulan setelah adanya proses audit

lebih penting dari deteksi atas temuan audit itu sendiri karena upaya untuk

melakukan pembetulan audit dapat meningkatkan efektivitas proses audit.

Hal serupa dikemukakan oleh Umar, 2012 bahwa dengan adanya masukan

dari auditor, pihak pengambil keputusan dapat menghentikan dan mencegah

terulangnya kembali kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, serta

pemborosan. Dengan melaksanakan apa yang telah direkomendasikan oleh

auditor, maka pemerintah daerah telah berupaya untuk memperbaiki

kesalahan dalam pertanggungjawaban penyelenggaraan negara.

Penelitian lainnya terkait hubungan tindak lanjut audit dengan tingkat

korupsi dilakukan oleh Masyitoh dkk., 2015 yang menyatakan tindak lanjut

hasil audit berpengaruh negatif terhadap persepsi korupsi. Hasil serupa

dikemukakan oleh Liu dan Lin, 2012 bahwa tindak lanjut hasil audit

berpengaruh negatif terhadap tingkat korupsi. Semakin banyak rekomendasi

auditor yang ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah menunjukkan persepsi

44
korupsi yang lebih rendah. Berdasarkan penelitian terdahulu, dapat

disimpulkan bahwa tindak lanjut hasil audit memiliki pengaruh terhadap

korupsi. Oleh karena itu, hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai

berikut:

H3: Tindak lanjut hasil audit yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi

berpengaruh negatif terhadap tingkat korupsi.

45
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan kausalitas yang

digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel independen, yaitu opini audit,

temuan audit, dan tindak lanjut hasil audit terhadap variabel dependen, yaitu

tingkat korupsi dengan variabel kontrol ukuran pemerintahan. Populasi

penelitian ini adalah seluruh pemerintah daerah provinsi yang berada di

Indonesia.

B. Metode Penentuan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah pemerintah daerah provinsi di

Indonesia yang berjumlah 34 provinsi. Tahun yang dijadikan dasar

pengambilan data adalah tahun anggaran 2011-2014. Metode pengambilan

sampel menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik penentuan

sampel dengan pertimbangan dan tujuan tertentu.

Kriteria pengambilan sampel adalah sebagai berikut:

1. Pemerintah daerah Provinsi dimana pada provinsi tersebut terdapat

kejaksaan tinggi RI yang menangani kasus korupsi.

2. Pemerintah daerah provinsi yang memperoleh opini dari BPK, memiliki

jumlah temuan audit dan nominal tindak lanjut hasil audit.

3. Memiliki data yang lengkap untuk seluruh variabel pada tahun anggaran

2011-2014.

46
C. Metode Pengumpulan Data

Dalam memperoleh data-data pada penelitian ini, peneliti menggunakan

dua cara yaitu penelitian pustaka dan dokumentasi.

1. Penelitian Pustaka (Library Research)

Peneliti memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang sedang

diteliti melalui buku, jurnal, skripsi, tesis, internet, dan perangkat lain yang

berkaitan dengan judul penelitian.

2. Dokumentasi

Data sekunder dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik

dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan,

mempelajari dan mencatat data tersebut. Data sekunder merupakan sumber

data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media

perantara. Data opini audit, temuan audit, dan tindak lanjut hasil audit yang

tertera dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) tahun 2011-2014

diperoleh dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia. Data

jumlah kasus korupsi provinsi diperoleh dari Kejaksaan Agung Republik

Indonesia. Serta data statistik Indonesia dari Badan Pusat Statistik (BPS).

D. Metode Analisis Data

Metode analisis data menggunakan statistik deskriptif, uji asumsi klasik,

uji koefisien determinasi (R2), uji statistik F dan uji statistik t.

1. Statistik Deskriptif

47
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data

yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum,

minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness (kemencengan distribusi)

(Ghozali, 2011:19). Statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian

ini menggunakan nilai rata-rata (mean), nilai median, nilai maksimum,

nilai minimum, serta standar deviasi (Ghazali, 2013:19). Sedangkan

metode analisis data dilakukan dengan bantuan software SPSS 22.

2. Uji Asumsi Klasik

Sebelum melakukan analisis regresi linier berganda terhadap data

yang diperoleh dalam penelitian, maka terlebih dahulu harus dilakukan uji

asumsi klasik untuk mendeteksi apakah data dalam penelitian ini terjadi

penyimpangan. Uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini

adalah uji multikolonieritas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas,

serta uji normalitas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,

variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Terdapat

dua cara untuk melakukan uji normalitas, yaitu analisis grafik dan uji

statistik.

1) Analisis Grafik

Salah satu cara untuk melihat normalitas residual adalah dengan

melihat grafik histogram yang membandingkan antara data

48
observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal.

Namun demikian, menguji normalitas hanya dengan melihat

histogram dapat menyesatkan khususnya untuk jumlah sampel yang

kecil. Metode yang lebih handal adalah dengan melihat normal

probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari

distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis

lurus diagonal dan ploting data residual akan dibandingkan dengan

garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang

menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis

diagonalnya (Ghazali, 2013:161)

2) Uji Statistik

Uji statistik sederhana dapat dilakukan dengan melihat nilai kurtosis

dan nilai skewness dari residual. Uji statistik lain yang dapat

digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik non

parametrik Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat dari:

(a) Nilai signifikansi atau probabilitas < 0.05, maka distribusi data

adalah tidak normal.

(b) Nilai signifikansi atau probabilitas > 0.05, maka distribusi data

adalah normal (Ghazali, 2013:163).

Uji normalitas yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis

grafik yang dilengkapi dengan uji statistik non parametrik Kolmogorov-

Smirnov. Nilai residual terstandarisasi berdistribusi normal jika nilai

Asymp. Sig. > Alpha.

49
b. Uji Multikolonieritas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen (Ghazali,

2013:105). Model regresi yang baik tidak terdapat korelasi diantara

variabel independen. Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau

tidaknya multikolonieritas di dalam model regresi adalah dilihat dari

nilai tolerance dan lawannya Variance Inflation Factor (VIF) dengan

ketentuan sebagai berikut:

1. Jika nilai tolerance < 0,1 dan VIF > 10, terjadi multikolonieritas.

2. Jika nilai tolerance > 0,1 dan VIF < 10, tidak terjadi

multikolonieritas.

c. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model

regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t

(saat ini) dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya).

Jika terjadi korelasi maka disebut ada permasalahan autokorelasi.

Model regresi yang baik adalah yang bebas dari permasalahan

autokorelasi (Ghazali, 2013:110). Salah satu cara yang digunakan untuk

mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi adalah dengan Uji Durbin

Watson (DW Test). DW Test digunakan untuk autokorelasi tingkat satu

(first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept

(konstanta) dalam model regresi serta tidak terdapat variabel lain

50
diantara variabel independen. Dasar pengambilan keputusan ada

tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut:

1) Apabila nilai DW terletak diantara batas atas atau upper bound (du)

dan (4-du) maka koefisien autokorelasi = 0, berarti tidak ada

autokorelasi.

2) Apabila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower

bound (dl) maka autokorelasi > 0, berarti ada autokorelasi positif.

3) Apabila DW lebih besar dari (4-dl) maka koefisien autokorelasi <

0, berarti ada autokorelasi negatif.

4) Apabila DW terletak antara (du) dan (dl) atau DW terletak antara

(4-du) dan (4-dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.

d. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah model regresi

terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika

berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah

homoskedastisitas. Cara mendeteksi ada atau tidaknya

heteroskedastisitas adalah dengan meilihat ada tidaknya pola tertentu

pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y

adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual yang telah

di-studentized. Dengan dasar analisis sebagai berikut: (Ghazali,

2013:139).

51
1) Jika grafik plot menunjukan suatu pola titik-titik, seperti titik yang

bergelombang atau melebar kemudian menyempit, maka

mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

2) Jika grafik plot tidak membentuk pola yang jelas, serta titik-titik

menyebar di atas dan bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak

terjadi heteroskedastisitas.

Selain menggunakan analisis grafik scatterplot untuk

membuktikan lebih lanjut apakah terdapat permasalahan

heteroskedastisitas pada model regresi, maka penelitian ini

menggunakan diagnosis spearman. Jika nilai signifikansi > 0,05 berarti

tidak terjadi gejala heteroskedastisitas.

3. Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui

pengaruh atau hubungan secara linier antara dua atau lebih variabel

independen dengan satu variabel dependen (Priyatno, 2014). Penelitian ini

menguji pengaruh opini audit, temuan audit dan tindak lanjut hasil audit

terhadap tingkat korupsi. Model dalam penelitian ini memiliki jumlah

kasus terkait korupsi di tingkat pemerintah provinsi yang disesuaikan

dengan ukuran populasinya menjadi variabel dependen, sedangkan

variabel independen dalam model penelitian ini terdiri dari:

a. Opini audit merupakan variabel dummy opini yang diperoleh

pemerintah provinsi diukur dengan skor WTP=1, Non WTP=0.

52
b. Temuan audit diukur dengan jumlah temuan audit yang disesuaikan

dengan jumlah populasi.

c. Tindak lanjut hasil audit, diukur dengan nilai rekomendasi hasil

pemeriksaan yang sudah ditindaklanjuti sesuai dengan sanksi dan

denda dalam rekomendasi, khususnya jumlah yang dikembalikan ke

kas negara disesuaikan dengan jumlah populasi.

Selain itu penelitian ini menggunakan variabel kontrol, yaitu ukuran

pemerintah provinsi. Variabel ukuran pemerintahan diukur dengan

proporsi realisasi belanja daerah terhadap PDRB. Persamaan regresi yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

CORRUPTi,t = o + 1AUOPIi,t + 2AUIRRi,t + 3AURECi,t +


4GOVSIZEi,t +

Keterangan

CORRUPTi,t : Tingkat korupsi provinsi i tahun ke-t

o : Konstanta

1, 2, 3, 4, : Koefisien regresi

AUOPIi,t : Opini audit provinsi i pada tahun ke-t

AUIRRi,t : Temuan audit provinsi i pada tahun ke-t

AURECi,t : Tindak lanjut audit provinsi i pada tahun ke-t

GOVSIZEi,t : Ukuran pemerintah provinsi i pada tahun ke-t

: Error (kesalahan pengganggu)

53
4. Uji koefisien Determinasi (R2)

Koefisien Deteminasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai

koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil

berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan

variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu

berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi

yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen (Ghozali, 2011).

Tetapi karena R2 mengandung kelemahan mendasar, yaitu bias terhadap

jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model, maka

penelitian ini menggunakan adjusted R2 berkisar antara nol dan satu. Jika

nilai adjusted R2 semakin mendekati satu maka makin baik kemampuan

model tersebut dalam menjelaskan variabel dependen.

5. Pengujian Hipotesis

d. Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

Menurut Ghozali, 2011, uji F pada dasarnya menunjukkan apakah

semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai

pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen.

Kriteria signifikansi simultan adalah:

Jika signifikansi > 0,05 maka H0 diterima

Jika signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak

54
e. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t)

Uji statistik t bertujuan untuk menunjukkan seberapa jauh

pengaruh satu variabel independen secara individual dalam

menerangkan variabel dependen. Nilai signifikansi () yang digunakan

dalam penelitian ini adalah 5%. Uji satistik t dapat dilakukan dengan

melihat nilai probabilitas signifikansi t masing-masing variabel yang

terdapat pada output hasil analisis regresi. Kriteria yang digunakan

dalam uji statistik t adalah sebagai berikut :

1) Apabila t hitung > t tabel dan nilai probabilitas lebih kecil dari nilai

signifikansi (sig. < 0,05), maka variabel independen berpengaruh

secara signifikan terhadap variabel dependen (Ha diterima dan Ho

ditolak).

2) Apabila t hitung < t tabel dan nilai probabilitas lebih besar dari

tingkat signifikansi (sig. > 0,05), maka variabel independen tidak

terpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (Ha

ditolak dan Ho diterima).

D. Operasionalisasi Variabel Penelitian

Pada bagian ini akan diuraikan operasional dan cara pengukuran dari masing-

masing variabel yang digunakan.

1. Variabel Dependen

a. Tingkat Korupsi

Tingkat korupsi diukur dengan menghitung jumlah kasus tindak pidana

korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan Tinggi di setiap provinsi,

55
disesuaikan dengan ukuran populasi (kasus per 10.000 penduduk) (Liu

dan Lin, 2012). Kasus korupsi dalam penelitian meliputi seluruh kasus

korupsi baik dalam tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.

Tingkat Korupsi = Jumlah Kasus Tindak Pidana Korupsi


. (kasus per 10.000 penduduk)

2. Variabel Independen

a. Opini Audit

Opini audit dalam penelitian ini diukur dengan skala nominal. Skala

nominal adalah skala pengukuran yang menyatakan kategori, atau

kelompok dari suatu subjek. Pada dasarnya opini audit yang baik di

sektor privat maupun sektor publik dibedakan menjadi empat kategori,

kemudian diurutkan dari opini terburuk hingga opini terbaik yaitu (1)

Tidak Menyatakan Pendapat (TMP), (2) Tidak Wajar (TW), (3) Wajar

Dengan Pengecualian; (4) Wajar Tanpa Pengecualian. Namun dalam

penelitian ini pengukuran untuk opini dikelompokan ke dalam dua

kategori (Masyitoh dkk., 2015) yaitu opini Wajar Tanpa Pengecualian

(WTP) akan diberi nilai 1, dan opini selainnya (wajar dengan

pengecualian, tidak wajar dan tidak memberikan pendapat) diberi nilai 0.

WTP = 1; Non WTP = 0

56
b. Temuan Audit

Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI berupa temuan audit

terbagi kedalam temuan atas kelemahan terkait kelemahan sistem

pengendalian internal dan temuan ketidakpatuhan atas perundang-

undangan. Temuan audit dalam penelitian ini diukur dengan total jumlah

temuan pemeriksaan BPK RI baik temuan kelemahan sistem

pengendalian internal dan temuan ketidakpatuhan atas perundang-

undangan, disesuaikan dengan jumlah populasi (Liu dan Lin, 2012).

Log Temuan Audit = Total jumlah temuan audit kelemahan


sistem pengendalian internal dan
ketidakpatuhan atas perundang-
undangan (temuan perkapita)

c. Tindak Lanjut Hasil Audit

Tindak lanjut hasil audit diukur dengan nilai penyetoran atau penyerahan

aset ke bendahara negara, menjumlahkan rekomendasi hasil audit yang

sudah ditindaklanjuti sesuai dengan sanksi dan denda dalam rekomendasi

tersebut, khususnya jumlah yang dikembalikan ke kas Negara

dikembalikan kepada saluran yang seharusnya (Liu dan Lin, 2012)

Tindak Lanjut Hasil Audit = Total Nilai yang diserahkan ke


kas Negara disesuaikan dengan jumlah populasi (rupiah
perkapita)

57
3. Variabel Kontrol

Penelitian ini menggunakan variabel kontrol, yaitu ukuran pemerintahan.

Ukuran pemerintahan diukur dengan proporsi realisasi belanja terhadap

Produk Domestik Regional Bruto (Masyitoh dkk., 2015).

Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel Penelitian

Skala
Jenis
No Variabel Indikator Pengu- Sumber Data
Variabel
kuran
1 Opini audit Independen WTP = 1 Nominal Ikhtisar Hasil
(X1) Non WTP = 0 Pemeriksaan
(Masyitoh Semester
dkk., 2015) (IHPS) BPK
2011-2014

2 Temuan Independen Jumlah temuan Rasio Ikhtisar Hasil


audit (X2) pemeriksaan BPK RI Pemeriksaan
(Liu dan yang disesuaikan dengan Semester
Lin, 2012) jumlah populasi (temuan (IHPS) BPK
perkapita) 2011-2014

3 Tindak Independen Total nilai yang Rasio Ikhtisar Hasil


lanjut hasil diserahkan ke kas Pemeriksaan
audit (X3) Negara (rupiah Semester
(Liu dan perkapita) (IHPS) BPK
Lin, 2012) 2011-2014

Bersambung pada halaman selan jutnya

58
Tabel 3.1 (Lanjutan)

Skala
Jenis
No Variabel Indikator Pengu- Sumber Data
Variabel
kuran
4 Tingkat Dependen Jumlah kasus tindak Rasio Laporan
korupsi (Y) pidana korupsi (kasus Tahunan
per 10.000 penduduk)
(Liu dan Kejaksaan
Lin, 2012) Agung RI
2011-2014
5 Ukuran Kontrol Rasio Badan Pusat
pemerin- Realisasi Statistik
belanja provinsi x100%
tahan
PDRB
(Masyitoh
dkk., 2015)
Sumber: Data diolah (2016)

59
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

Penelitian ini menggunakan populasi pemerintah daerah provinsi yang

ada di Indonesia pada tahun 2011-2014. Sampel pemerintah daerah provinsi

yang berhasil diperoleh dalam penelitian ini sebanyak 18 provinsi. Fokus

penelitian ini adalah mengetahui pengaruh dari opini audit, temuan audit dan

tindak lanjut hasil audit terhadap tingkat korupsi di pemerintah provinsi.

Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling untuk

menentukan sampel, sehingga sampel dalam penelitian ini merupakan

pemerintah daerah provinsi yang memiliki kriteria yang sesuai dengan tujuan

penelitian. Data yang digunakan adalah opini audit, temuan audit, tindak lanjut

hasil audit, jumlah kasus korupsi di setiap provinsi, realisasi belanja

pemerintah provinsi, jumlah populasi di setiap provinsi, dan PDRB.

Data opini audit, temuan audit dan tindak lanjut hasil audit setiap

provinsi diperoleh dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) BPK tahun

2011, IHPS BPK tahun 2012, IHPS BPK tahun 2013, dan IHPS BPK tahun

2014. Data jumlah kasus korupsi di setiap provinsi diperoleh dari Laporan

Tahunan Kejaksaan Agung Republik Indonesia tahun 2011-2014. Data jumlah

populasi di setiap provinsi, realisasi belanja, dan PDRB diakses melalui

website Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id).

60
Adapun proses seleksi berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan

ditampilkan dalam tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1
Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria

No Kriteria Jumlah
1 Jumlah pemerintah daerah provinsi 34
2 Dikali: jumlah tahun 4
3 Ukuran sampel awal 136
4 Pemerintah daerah provinsi yang dikeluarkan
- Provinsi dimana tidak terdapat kejaksaan tinggi (12)
- Data tidak lengkap (48)
- Outlier ekstrim (4)
5 Ukuran sampel akhir 72
Sumber: Data diolah (2016)

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dipilih secara purposive

sampling, sehingga sampel dalam penelitian ini merupakan pemerintah

provinsi yang memiliki kriteria sesuai tujuan penelitian. Provinsi dimana tidak

terdapat kejaksaan tinggi dikeluarkan dari sampel karena tidak tersedianya data

jumlah kasus korupsi yang diperoleh dari data kejaksaan RI di setiap provinsi.

Selain itu, terdapat data tindak lanjut hasil audit yang tidak tersedia secara

lengkap serta data yang terlalu tinggi (outlier) sehingga dikeluarkan dari

sampel. Sehingga ukuran sampel akhir adalah 72 pengamatan.

61
B. Hasil Uji Analisis Data Penelitian

1. Statistik Deskriptif

Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif diperoleh sebanyak 72 data

observasi yang berasal dari jumlah sampel pemerintah provinsi.

Tabel 4.2
Hasil Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
CORRUPT 72 .0406000 .8184000 .283358333 .1977574562
AUIRR 72 .0000005 .0000950 .000014582 .0000161444
AUREC 72 .0000010 .0090567 .001173961 .0017518686
AUOPI 72 0 1 .57 .499
GOVSIZE 72 1.07 8.16 3.0224 1.57142
Valid N (listwise) 72

Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS 22

Tabel 4.2 menunjukkan statistik deskriptif untuk seluruh variabel yang

digunakan dalam penelitian. Berdasarkan tabel tersebut, secara rata-rata

jumlah tindak pidana korupsi untuk setiap 10.000 penduduk pada provinsi

yang meliputi sampel adalah sebanyak 0,2834 kasus. Sehingga dapat

dikatakan terdapat 2,834 kasus untuk setiap 100.000 penduduk di suatu

provinsi. Provinsi Bangka Belitung memiliki jumlah kasus korupsi perkapita

paling tinggi yaitu sebanyak 0,82 kasus setiap 10.000 penduduk, sedangkan

Provinsi Jawa Barat memiliki jumlah kasus korupsi perkapita paling rendah

yaitu sebanyak 0,04 kasus setiap 10.000 penduduk. Standar deviasi untuk

variabel tingkat korupsi (CORRUPT) adalah 0,1978 kasus setiap 10.000

penduduk.

62
Berdasarkan tabel 4.2, diketahui bahwa secara rata-rata jumlah temuan

audit oleh BPK pada provinsi yang menjadi sampel adalah sebanyak

0,000015 kasus perkapita, atau 1,5 kasus untuk setiap 100.000 penduduk.

Jumlah rata-rata temuan audit terbilang cukup rendah yang menandakan

bahwa pemerintah provinsi yang menjadi sampel memiliki kinerja yang

cukup baik. Provinsi dengan temuan audit tertinggi adalah Maluku Utara

dengan jumlah 0,000095 temuan perkapita. Sedangkan provinsi dengan

temuan audit terendah adalah Provinsi Jawa Timur dengan jumlah

0,0000005 temuan perkapita. Standar deviasi untuk variabel temuan audit

(AUIRR) adalah 0,000016 temuan perkapita.

Tabel 4.2 menunjukan rata-rata nilai penyetoran atau penyerahan asset

ke kas Negara/daerah/perusahaan sebagai bentuk dari tindak lanjut

rekomendasi atas temuan audit yaitu sebesar Rp1.173,961 perkapita. Tindak

lanjut hasil audit yang tertinggi yaitu Provinsi Maluku Utara dengan nilai

Rp9.056,7 perkapita. Sedangkan tindak lanjut hasil audit yang terendah

yaitu Provinsi Lampung dengan nilai Rp1 perkapita. Standar deviasi untuk

variabel tindak lanjut hasil audit (AUREC) adalah Rp1.751,8686 perkapita.

Berdasar tabel 4.2, diketahui secara rata-rata opini yang didapatkan

oleh pemerintah provinsi yang menjadi sampel penelitian adalah WTP,

namun jumlah antara pemerintah provinsi yang mendapatkan opini WTP

dan selain WTP tidak berbeda jauh jumlahnya terlihat dari nilai rata-rata

sebesar 0,57. Standar deviasi untuk variabelopini audit (AUOPI) adalah

0,499.

63
Nilai rata-rata untuk ukuran pemerintah provinsi yang menjadi sampel

adalah 3,0224. Provinsi dengan nilai ukuran pemerintah tertinggi yaitu

Maluku Utara yaitu sebesar 8,16. Sedangkan provinsi dengan nilai ukuran

pemerintah terendah adalah Provinsi Jawa Barat sebesar 1,07. Standar

deviasi variabel ukuran pemerintah provinsi (GOVSIZE) adalah 1,5714.

2. Hasil Uji Asumsi Klasik

Tahapan dalam pengujian regresi berganda menggunakan beberapa uji

asumsi klasik yang harus dipenuhi meliputi: Uji normalitas, uji

multikolonieritas, uji autokorelasi, dan uji heterokedastisitas yang secara

rinci dijelaskan sebagai berikut:

a. Hasil Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data

berdistribusi normal atau tidak, sebab model regresi yang baik memiliki

data yang berdistribusi normal. Terdapat dua cara untuk mendeteksi

normalitas data, yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik. Untuk

menguji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan analisis

grafik histogram dan grafik normal plot serta uji statistik dengan

menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (K-S). Berikut ini grafik

histogram dan grafik normal plot dari hasil pengujian menggunakan

SPSS.

64
Sumber: Data diolah (2016)

Gambar 4.1
Hasil Uji Normalitas dengan Histogram

Berdasarkan gambar 4.1 di atas dapat dilihat bahwa grafik

histogram memberikan pola distribusi data yang normal, residual

terdistribusi secara normal dan berbentuk simetris, tidak melenceng ke

kanan atau ke kiri.

Sumber: Data diolah (2016)

Gambar 4.2
Hasil Uji Normalitas dengan Grafik Normal Plot

65
Berdasarkan gambar 4.2 di atas dapat dilihat bahwa grafik normal

P-Plot memberikan pola distribusi data yang normal, titik-titik menyebar

dan berhimpit di sekitar garis diagonal. Hasil uji normalitas juga dapat

dilihat dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov untuk meyakinkan

bahwa data telah distribusi secara normal. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov

dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 4.3
Hasil Uji Kolmogorov Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 72
a,b
Normal Parameters Mean .0000000
Std. Deviation .13277783
Most Extreme Differences Absolute .101
Positive .101
Negative -.070
Test Statistic .101
Asymp. Sig. (2-tailed) .065c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.

Sumber: Data diolah (2016)

Hasil uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji One

Sample Kolmogorov Smirnov. Berdasar tabel 4.3 dapat dilihat bahwa

nilai K-S sebesar 0,065. Dengan nilai signifikasi diatas 0,05 yang berarti

nilai residual terdistribusi secara normal dan memenuhi asumsi klasik.

66
b. Hasil Uji Multikolonieritas

Model regresi yang baik adalah regresi dengan tidak adanya gejala

korelasi yang kuat di antara variabel bebasnya. Berikut hasil uji

multikolonieritas yang dapat dilihat pada tabel 4.4 sebagai berikut:

Tabel 4.4
Hasil Uji Moltikolonieritas

Coefficientsa
Collinearity Statistics
Model Tolerance VIF
1 (Constant)
AUIRR .463 2.160
AUREC .609 1.641
AUOPI .902 1.109
GOVSIZE .681 1.468
a. Dependent Variable: CORRUPT

Sumber: Data diolah (2016)

Berdasarkan tampilan output SPSS pada tabel 4.4 menunjukan nilai

Variance Inflation Factor (VIF) kurang dari 10 dan nilai tolerance lebih

dari 0,1. Model regresi bebas dari permasalahan multikolonieritas apabila

memiliki nilai VIF kurang dari 10 dan nilai tolerance lebih dari 0,1,

sehingga dapat dikatakan bahwa model regresi dalam penelitian ini tidak

mengalami permasalahan multikolonieritas.

a. Uji Autokorelasi

Autokorelasi merupakan korelasi antara anggota observasi yang

disusun menurut waktu dan tempat. Model regresi yang baik seharusnya

tidak terjadi autokorelasi. Pengujian autokorelasi dalam penelitian ini

67
menggunakan uji Durbin-Watson (DW test). Hasil uji autokorelasi dapat

dilihat dalam tabel 4.5 sebagai berikut:

Tabel 4.5
Hasil Uji Autokorelasi

b
Model Summary
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
a
1 .741 .549 .522 .1366838981 1.865
a. Predictors: (Constant), GOVSIZE, AUOPI, AUREC, AUIRR
b. Dependent Variable: CORRUPT

Sumber: Data diolah (2016)

Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat diketahui nilai Durbin-Watson

sebesar 1,865. Nilai DU dan DL dapat diperoleh dari tabel statistik

Durbin Watson. Dengan n = 72, dan k = 4, didapat nilai DL sebesar

1,494 dan DU 1,735. Sehingga nilai 4-DU adalah 2,265 dan 4-DL adalah

2,506. Karena nilai DW terletak antara DU dan 4-DU (1,735 < 1,865 <

2,265) hasilnya tidak terdapat autokorelasi pada model regresi dalam

penelitian.

b. Uji Heteroskedastisitas

Model regresi yang baik adalah model regresi yang bebas dari

masalah heteroskedastisitas. Berdasarkan gambar 4.3 uji

heteroskedastisitas menggunakan grafik scatterplot terlihat bahwa titik-

titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah

angka 0 pada sumbu Y. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada model

68
regresi ini tidak terjadi heteroskedastisitas. Hasil uji heterokedastisitas

menggunakan grafik scatterplot dapat dilihat dalam gambar 4.3 sebagai

berikut:

Sumber: Data diolah (2016)

Gambar 4.3
Hasil Uji Heteroskedastisitas Menggunakan Grafik Scatterplot

Selain menggunakan grafik scatterplot, uji heteroskedastisitas

dalam penelitian ini menggunakan metode korelasi spearmans rho.

Tabel 4.6
Hasil Uji Heteroskedastisitas Metode Korelasi Spearmans rho

Unstandardized
Residual

Spearman's rho Unstandardized Correlation


1.000
Residual Coefficient

Sig. (2-tailed) .

N 72
Bersambung pada halaman selanjutnya

69
Tabel 4.6 (Lanjutan)

Unstandardized
Residual

AUIRR Correlation
.194
Coefficient

Sig. (2-tailed) .102

N 72

AUREC Correlation
.112
Coefficient

Sig. (2-tailed) .348

N 72

AUOPI Correlation
-.006
Coefficient

Sig. (2-tailed) .960

N 72

GOVSIZE Correlation
.089
Coefficient

Sig. (2-tailed) .457


N 72

Sumber: Data diolah (2016)

Berdasarkan hasil uji pada tabel 4.6 dapat dilihat bahwa korelasi

antara variabel AUIRR, AUREC, AUOPI, dan GOVSIZE dengan

Unstandardized Residual memiliki nilai signifikansi (Sig 2 tailed) lebih

dari 0,05. Karena signifikansi lebih besar dari 0,05 dapat disimpulkan

bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas.

70
3. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)

Pada penelitian ini, pengujian koefisien determinasi (R2) dilakukan

untuk mengukur variabel independen dalam menerangkan variasi variabel

dependen. Pada model regresi berganda penggunaan adjusted R2 (Adj R2)

lebih baik dalam melihat seberapa jauh kemampuan model menerangkan

variasi variabel dependen jika dibandingkan dengan R2. Hasil uji adjusted

R2 penelitian ini ditampilkan dalam tabel 4.7 sebagai berikut:

Tabel 4.7
Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)

Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
a
1 .741 .549 .522 .1366838981 1.865
a. Predictors: (Constant), GOVSIZE, AUOPI, AUREC, AUIRR
b. Dependent Variable: CORRUPT

Sumber: Data diolah (2016)

Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat diketahui angka koefisien

korelasi (R) menunjukan nilai sebesar 0,741 yang menandakan bahwa

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen adalah

kuat karena memiliki nilai R > 0,5.

Adapun nilai Adjusted R Square adalah sebesar 0,522. Hal ini berarti

sebesar 52,2% variabel dependen atau tingkat korupsi dipengaruhi oleh

variabel independen, yaitu opini audit, temuan audit, dan tindak lanjut

hasil audit. Nilai Adjusted R Square yang cukup besar menandakan cukup

kuatnya kemampuan variabel independen (opini audit, temuan audit, dan

71
tindak lanjut hasil audit) dalam menjelaskan variabel dependen (tingkat

korupsi). Sedangkan sisanya sebesar 47,8% dijelaskan oleh faktor-faktor

lain yang tidak dimasukan ke dalam penelitian ini, seperti pengungkapan

laporan keuangan (Rini dan Sarah, 2014), tingkat pertumbuhan ekonomi

(Masyitoh, dkk., 2015, Liu dan Lin, 2012), kapabilitas internal auditor

(Ismunawan, 2016) dan kinerja keuangan (Heriningsih dan Marita, 2012).

4. Hasil Pengujian Hipotesis

a. Hasil Pengujian Signifikansi Simultan (Uji F)

Uji F bertujuan mengetahui apakah seluruh variabel independen

secara bersama (simultan) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

variabel dependen. Signifikansi model regresi dalam penelitian ini diuji

dengan melihat nilai signifikansi (sig.) yang terdapat pada tabel 4.8

sebagai berikut:

Tabel 4.8
Hasil Uji F

a
ANOVA
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
b
1 Regression 1.525 4 .381 20.406 .000
Residual 1.252 67 .019
Total 2.777 71
a. Dependent Variable: CORRUPT
b. Predictors: (Constant), GOVSIZE, AUOPI, AUREC, AUIRR

Sumber: Data diolah (2016)

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa nilai F hitung 20,406 dengan nilai

sig sebesar 0,000. Hal ini menandakan bahwa model regresi dapat

72
digunakan untuk memprediksi tingkat korupsi karena nilai sig.< alpha

( = 5%). Dengan nilai df 1 = 4 dan df 2 = 67, diperoleh nilai F tabel

sebesar 2,509. Karena F hitung > F tabel (20,406 > 2,509) dan

signifikansi < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh

yang signifikan antara opini audit, temuan audit, dan tindak lanjut hasil

audit secara simultan terhadap tingkat korupsi.

b. Hasil Pengujian Signifikansi Parameter Individual (Uji t)

Uji t bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh variabel

independen secara individual (parsial) yaitu opini audit, temuan audit,

dan tindak lanjut hasil audit dalam menerangkan variabel dependen

yaitu tingkat korupsi. Signifikansi model regresi dalam penelitian ini

diuji dengan melihat nilai sig. pada tabel 4.8 sebagai berikut:

Tabel 4.9
Hasil Uji Signifikansi Parameter Individual

Coeficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) .002 .043 .041 .967
AUIRR 2003.073 1476.557 .164 1.357 .179
AUREC -33.256 11.861 -.295 -2.804 .007
AUOPI .025 .034 .063 .733 .466
GOVSIZE .092 .013 .729 7.330 .000

Sumber: Data diolah (2016)

73
Berdasarkan tabel 4.9 di atas, variabel temuan audit (AUIRR)

memiliki koefisien regresi sebesar 2003,073. Nilai t hitung sebesar

1,375 dengan tingkat signifikansi 0,179. Karena tingkat signifikansi di

atas 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa temuan audit tidak

berpengaruh terhadap tingkat korupsi.

Hasil uji t untuk variabel tindak lanjut hasil audit (AUREC)

menunjukan nilai koefisien regresi sebesar -33,256. Nilai koefisien

regresi yang negatif menunjukan tindak lanjut hasil audit berpengaruh

negatif terhadap tingkat korupsi provinsi. Nilai t hitung sebesar -2,804

dengan tingkat signifikansi sebesar 0,007. Hal tersebut menunjukan

tingkat signifikansi di bawah 0,05, sehingga dapat disimpulkan tindak

lanjut hasil audit berpengaruh terhadap tingkat korupsi.

Variabel opini audit (AUOPI) memiliki koefisien regresi sebesar

0,025, nilai t hitung sebesar 0,733 dengan tingkat signifikansi sebesar

0,466. Hal tersebut menujukan tingkat signifikansi di atas 0,05,

sehingga dapat disimpulkan bahwa opini audit tidak berpengaruh

terhadap tingkat korupsi.

Hasil uji t untuk variabel ukuran pemerintah provinsi (GOVSIZE)

memiliki koefisien regresi sebesar 0,092. Nilai koefisien regresi yang

positif menunjukan ukuran pemerintah berpengaruh positif terhadap

tingkat korupsi provinsi. Nilai t hitung sebesar 7,330 dengan tingkat

signifikansi sebesar 0,000. Hal tersebut menunjukan tingkat signifikansi

74
di bawah 0,05, seehingga dapat disimpulkan bahwa ukuran pemerintah

provinsi berpengaruh terhadap tingkat korupsi.

Berdasarkan tabel 4.9 maka model persamaan regresi berganda

adalah sebagai berikut:

CORRUPTi,t = 0,002 + 2003,073 AUIRRi,t - 33,256 AURECi,t +


0,025 AUOPIi,t + 0,092 GOVSIZEi,t +

Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan bahwa dari empat

variabel independen yang dimasukan dalam model dengan signifikansi

5% terdapat dua variabel (tindak lanjut hasil audit dan ukuran

pemerintah provinsi) yang berpengaruh signifikan terhadap variabel

tingkat korupsi, sedangkan variabel temuan audit dan opini audit tidak

berpengaruh terhadap variabel tingkat korupsi.

C. Hasil Uji Hipotesis dan Pembahasan

1. Pengaruh Opini Audit (AUOPI) terhadap Tingkat Korupsi

(CORRUPT) (H1)

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa variabel opini audit memiliki koefisien regresi

sebesar 0,025 dengan nilai t hitung 0,733 dan tingkat signifikansi sebesar

0,466. Hasil tersebut menunjukkan bahwa opini audit tidak berpengaruh

terhadap tingkat korupsi.

Opini atas audit yang diberikan kepada suatu provinsi tidak

memiliki pengaruh terhadap tingkat korupsi di provinsi tersebut, sehingga

75
hipotesis ke-1 tidak berhasil didukung. Hasil penelitian ini tidak

mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ismunawan,

2016 dan Masyitoh dkk., 2015 yang menyatakan opini audit berpengaruh

terhadap persepsi korupsi pemerintah daerah. Rini dan Sarah, 2014 yang

menyatakan terdapat kaitan antara opini audit dengan tingkat korupsi di

pemerintah daerah.

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Heriningsih dan Marita, 2012 yang menyatakan bahwa

opini audit tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat korupsi di

pemerintah daerah. Pemerintah provinsi yang mendapatkan opini Wajar

Tanpa Pengecualian (WTP) maupun disclaimer tetap terindikasi

melakukan tindak pidana korupsi.

Opini audit yang baik tidak menjadi jaminan bebasnya suatu

pemerintah provinsi dari korupsi. Hal ini disebabkan opini audit yang

diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hanya menilai tata

kelola keuangan yang dilakukan pemerintah provinsi adalah baik dan

penyajian laporan keuangannya wajar, bukan benar. Selain itu dalam

proses audit yang diperiksa hanya berupa sampel bukan secara

keseluruhan karena terkendala waktu dan biaya. Sehingga opini audit yang

baik tidak mampu menjadi jaminan bahwa tidak terdapat korupsi di

pemerintah provinsi.

76
2. Pengaruh Temuan Audit (AUIRR) terhadap Tingkat Korupsi

(CORRUPT) (H2)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel temuan audit

memiliki koefisien regresi sebesar 2003,073 dengan nilai t hitung 1,357

dan tingkat signifikansi sebesar 0,179. Hasil tersebut menunjukan bahwa

temuan audit tidak berpengaruh terhadap tingkat korupsi, sehingga

hipotesis ke-2 berhasil didukung.

Penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Liu dan Lin, 2012, yang menyatakan bahwa temuan audit

berpengaruh positif terhadap tingkat korupsi provinsi di China. Selain itu

Huefner, 2011 yang menyatakan bahwa temuan audit atas sistem

pengendalian internal dapat digunakan untuk mendeteksi adanya potensi

kecurangan di pemerintah daerah.

Hasil Penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang

dilakukan Masyitoh dkk., 2015 yang membuktikan bahwa temuan audit

atas kelemahan sistem pengendalian internal tidak berpengaruh terhadap

persepsi korupsi di pemerintah daerah.

Temuan audit tidak berpengaruh terhadap tingkat korupsi

pemerintah provinsi. Hal ini dikarenakan dalam penelitian ini temuan audit

termasuk temuan atas kelemahan sistem pengendalian internal yang bukan

merupakan suatu pelanggaran dan tidak menimbulkan kerugian berupa

materil dalam keuangan pemerintah daerah. Menurut Masyitoh, dkk., 2015

korupsi terjadi pada temuan pelanggaran yang mengakibatkan kerugian

77
dalam keuangan daerah baik yang terjadi secara nyata maupun yang masih

bersifat potensi. Sehingga hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya

pengaruh temuan audit terhadap tingkat korupsi.

3. Pengaruh Tindak lanjut Hasil Audit (AUIREC) terhadap Tingkat

Korupsi (CORRUPT) (H3)

Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa variabel tindak lanjut hasil

audit berpengaruh negatif dan signifikan terhadap variabel tingkat korupsi

yang dilihat dari tingkat signifikansi 0,007. Nilai ini lebih kecil dari tingkat

signifikansi 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa tindak lanjut hasil

audit berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat korupsi. Selain itu

dapat disimpulkan bahwa hipotesis ke-3 diterima karena didukung data

dan sesuai dengan ekspektasi penelitian. Dalam hal ini semakin banyaknya

tindak lanjut audit yang dilihat dari nilai perkapita yang diserahkan ke kas

Negara menyebabkan menurunnya tingkat korupsi.

Hasil ini sesuai dengan penelitian Masyitoh dkk., 2015 yang

menyatakan tindak lanjut hasil audit berpengaruh negatif terhadap persepsi

korupsi. Hal serupa diungkapkan oleh Liu dan Lin, 2012 yang menyatakan

bahwa tindak lanjut hasil audit berpengaruh terhadap tingkat korupsi

provinsi di China. Semakin banyak rekomendasi audit yang ditindaklanjuti

pemerintah menunjukkan tingkat korupsi yang lebih rendah.

Menurut Umar, 2012 dengan adanya masukan dari auditor, pihak

pengambil keputusan dapat menghentikan dan mencegah terulangnya

kembali kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, serta pemborosan.

78
Dengan melakukan apa yang telah direkomendasikan oleh auditor Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK), pemerintah provinsi telah berupaya untuk

memperbaiki kesalahan, pengendalian internal dan kinerjanya sehingga

pada akhinya tingkat korupsi provinsi menurun.

4. Pengaruh Variabel Kontrol terhadap Tingkat Korupsi (CORRUPT)

Variabel pengendali yang digunakan dalam penelitian ini adalah

ukuran pemerintahan (GOVSIZE). Hasil uji untuk variabel ukuran

pemerintah provinsi (GOVSIZE) memiliki koefisien regresi sebesar 0,092

dan nilai t hitung sebesar 7,330 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000.

Hal tersebut menunjukan bahwa ukuran pemerintah provinsi berpengaruh

positif terhadap tingkat korupsi.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Masyitoh

dkk., 2015 yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif antara

ukuran pemerintahan dengan tingkat korupsi. Hasil penelitian ini

mendukung penelitian Liu dan Lin, 2012 yang menyatakan bahwa terdapat

pengaruh positif antara ukuran pemerintahan dengan tingkat korupsi.

Semakin besar ukuran pemerintah provinsi yang dilihat dari proporsi

belanja terhadap PDRB, akan meningkatkan korupsi diprovinsi tersebut.

Hal ini disebabkan banyaknya belanja yang dilakukan, potensi

penyimpangan maupun penyelewengan akan semakin besar yang

mengakibatkan tingkat korupsi meningkat.

79
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh hasil audit

pemerintah berupa opini audit, temuan audit dan tindak lanjut hasil audit

terhadap tingkat korupsi pemerintah provinsi. Data sampel pengamatan

sebanyak 72 pengamatan pemerintah provinsi di Indonesia selama periode

2011-2014.

Hasil pengujian dan pembahasan pada bagian sebelumnya dapat

diringkas sebagai berikut:

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa opini audit tidak berpengaruh

terhadap tingkat korupsi. Hasil penelitian ini mendukung penelitian

Heriningsih dan Marita, 2012.

2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa temuan audit tidak berpengaruh

terhadap tingkat korupsi. Hasil penelitian ini mendukung penelitian

Masyitoh dkk., 2015.

3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindak lanjut hasil audit

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat korupsi. Hasil

penelitian ini mendukung penelitian Masyitoh dkk., 2015, Liu dan Lin,

2012, dan Umar, 2012.

80
B. Implikasi

Hasil penelitian ini memiliki beberapa implikasi yang mungkin bermanfaat

sebagai berikut:

1. Bagi pemerintah

Dari hasil penelitian ini ditemukan tingkat korupsi di pemerintah

provinsi yang cukup tinggi dan memiliki tren meningkat, sehingga

diharapkan hasil penelitian ini dapat memotivasi pemerintah

memperkuat pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan provinsi

untuk mengurangi tingkat korupsi.

2. Bagi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan

antara tindak lanjut hasil audit dengan tingkat korupsi. Sehingga

auditor diharapkan dapat meingkatkan pengawasan pelaksanaan

tindak lanjut hasil audit oleh pemerintah provinsi.

C. Saran

Penelitian mengenai tingkat korupsi pemerintah provinsi di masa

yang akan datang diharapkan mampu memberikan hasil penelitian yang

lebih berkualitas, dengan mempertimbangkan saran di bawah ini:

1. Pada penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan sampel dari

seluruh provinsi dan menggunakan tahun pengamatan yang lebih

panjang sehingga hasil penelitian dapat merealisasikan kondisi pada

seluruh provinsi di Indonesia.

81
2. Menambahkan variabel lain sebagai faktor yang diduga memiliki

keterkaitan dengan tingkat korupsi, seperti pengungkapan laporan

keuangan.

3. Melakukan pemisahan pada setiap variabel berdasarkan kategori agar

mendapatkan hasil penelitian yang mendalam. Opini audit dapat

dipisahkan menjadi WTP, WDP, TW dan TMP. Sedangkan temuan

audit dapat dipisah menjadi temuan audit atas kelemahan sistem

pengendalian internal dan temuan audit atas ketidakpatuhan terhadap

perundang-undangan.

82
DAFTAR PUSTAKA

Boynton, W.C dan Johnson. 2003. Modern Auditing. Jakarta: Erlangga.

Badan Pemeriksa Keuangan. 2015. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II

--------------------------------. 2014. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I

--------------------------------. 2014. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II

--------------------------------. 2013. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I

--------------------------------. 2013. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II

--------------------------------. 2012. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I

--------------------------------. 2012. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II

--------------------------------. 2011. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I

--------------------------------. 2011. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II

--------------------------------.2007. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara

Chetwynd, Eric, Frances Chetwynd, dan Bertram Spector. 2003. Corruption and
Poverty: A Review of Recent Literature. Washington, Dc USA:
Management System International

Coram, P. Ferguson, C. dan Moroney, R. 2008. Internal Audit, Alternative


Internal Audit Structures and The Level of Misapropriation of Assets Fraud.
Accounting and Finance, vol 48, hal. 543-559.

Dwiputrianti, Septiana. 2008. Efektivitas laporan hasil temuan pemeriksaan


dalam mewujudkan reformasi transparansi fiskal dan akuntabilitas sektor
publik di Indonesia. Jurnal Ilmu Administrasi, vol. V, no. 4, hal. 338-355.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia.


Jakarta: Balai Pustaka. hal. 462.

Effendy, Yuswar. 2013. Tinjauan Hubungan Opini WTP BPK dengan Kasus
Korupsi pada Pemda di Indonesia Kajian Manajemen Keuangan
Pemerintah, Hubungan antara Masyarakat, Pemerintah dan Pemeriksa
(Auditor). Jurnal Manajemen dan Bisnis. Vol 13 No. 01.

83
Eisenhardt, Kathleen M. 1989. Agency Theory: An Assesment and Review. The
Academy of Management Review, vol. 14, No. 1, hal 57-74.

Evans dan Patton. 1987, Signaling and Monitoring in Public Sector Accounting.
Journal of Accounting Research Vol 25.

Fadjar, Mukti. 2002. Korupsi dan Penegakan Hukum dalam pengantar


Kurniawan, L. 2002. Menyingkap Korupsi di Daerah. Intrans Malang.

Ferraz, C., and Finan, F. 2011. Electoral accountability and corruption: Evidance
from the audits of local government. American Economic Review 101 (4).

Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM


SPSS 19, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

------------------. 2013. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program IBM SPSS


21. Edisi 7. Semarang: Penerbit Universitas Diponegoro.

Heriningsih dan Marita. 2013. Pengaruh Opini Audit dan Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah Terhadap Tingkat Korupsi Pemerintah Daerah (Studi
Empiris pada Pemerintah Kabupaten dan Kota di Pulau Jawa). Buletin
Ekonomi Vol 11 No. 1.

Huefner, Ronald J. 2011. Fraud risks in local government: An analysis of audit


findings. Journal of Forensic & Investigative Accounting, vol. 3, issue 3,
hal. 111-125.

Indonesia Corruption Watch. 2015. Laporan Tren Korupsi Semester I 2015.

---------------------------------. 2014. Laporan Tren Korupsi Tahun 2014.

Ismunawan. 2016. Tesis: Pengaruh Faktor non Keuangan dan Keuangan


Terhadap Tingkat Korupsi Pemerintah Daerah di Indonesia. Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret.

Jahja, Juni Syafrien. 2012. Say No to Korupsi. Jakarta: Visimedia. 2012. Hal. 7-8.

Kejaksaan Republik Indonesia. 2011. Laporan Tahunan Kejaksaan Republik


Indonesia 2011.

------------------------------------. 2012. Laporan Tahunan Kejaksaan Republik


Indonesia 2012.

84
------------------------------------. 2013. Laporan Tahunan Kejaksaan Republik
Indonesia 2013.

------------------------------------. 2014. Laporan Tahunan Kejaksaan Republik


Indonesia 2014.

Khair, Almanna. 2015. The Effect of The Achievemments of The Financial


Statements Opinion, Internal Control System, and Evaluation Score of
Performance Accountability to The State Loses at The Public Sector
Instances in Indonesia.

Khan, Muhammad Akram. 2006. Role of audit in fighting corruption. Ad Hoc


Group Meetingon Ethics, Integrity, and Accountability in the Public
Sector: Re-buildingPublic Trust in Government through the Implementation
of the UN Convention against Corruption. St. Petersburg, Russia.

Komisi Pemberantasan Korupsi. 2015. Penanganan TPK Berdasarkan Instansi.


https://acch.kpk.go.id/berdasarkan-instansi. Diakses pada tanggal 30
Desember 2015.

Lessmann dan Markward. 2009. One Size Fits All? Decentralization, Corruption,
and the Monitoring of Bureaucrats. CESifo Working Paper No 2662.

Liu, J. and Lin, B. 2012. Government auditing and corruption control: Evidence
from Chinas provincial panel data. China Journal of Accounting Research,
vol. 5. Hal. 163-186

Masyitoh, Wardhani dan Setyaningrum. 2015. Pengaruh Opini Audit, Temuan


Audit, dan Tindak Lanjut Hasil Audit terhadap Persepsi Korupsi pada
Pemerintah Daerah Tingkat II Tahun 2008-2010. Simposium Nasional
Akuntansi 18 Medan

Meckling, William dan Jensen. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior,
Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics 3.
Hal 305-360.

Najahningrum, Anik F. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fraud: Persepsi


Pegawai Dinas Provinsi DIY. Accounting Anaysis Journal Vol 2 No. 3

Olken, Benjamin. A. 2007. Monitoring corruption: Evidence from a field


experiment in Indonesia. Journal of Political Economy, vol. 115, no. 2, hal
200-249

85
Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No 1 Tahun 2007

Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi


Pemerintahan.

Peraturan Pemerintah No 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern


Pemerintah

Priyatno, Duwi. 2014. SPSS 22: Pengolah Data Terpraktis. Yogyakarta: Andi.

Puspita, Rora dan Dwi Martani. 2012. Analisis Pengaruh Kinerja dan
Karakteristik Pemda terhadap Tingkat Pengungkapan dan Kualitas
Informasi dalam Website Pemda. Jurnal Simposium Nasional Akuntansi XV
Banjarmasin

Rini dan Sarah. 2014. Opini Audit dan Pengungkapan atas Laporan Keuangan
Pemerintah Kabupaten serta Kaitannya dengan Korupsi di Indonesia.
Jurnal Etikonomi Vol. 13 No. 1

Santoso, Urip dan Pambelum. 2010. Pengaruh Penerapan Akuntansi Sektor


Publik terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dalam
Mencegah Fraud. Jurnal Administrasi Bisnis vol. 4 FISIP Universitas
Parahyangan

Setyaningrum, Dyah. 2012. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kulaitas


Audit BPK. Universitas Indonesia. Tidak dipublikasi.

Shah, Anwar, (Editor). 2007. Performances Accountability and Combating


Corruption. Washington DC: The World Bank.

Siregar, Ren Adam dan Setyaningrum. 2015. Analisis Pengaruh Peran Badan
Pengawasan Keuangan Pemerintah (BPKP) terhadap Opini dan Temuan
Audit. Simposium Nasional Akuntansi 18

Tanzi, Vito. 1998. Corruption Around the World: Causes, Consequences, Scope,
and Cures. International Monetary Fund Staff Papers Vol. 45 No. 4.

Transparency International Indonesia. 2014. Corruption Perception Index Tahun


2014

---------------------------------------------. 2015. Corruption Perception Index Tahun


2015

86
Umar, Haryono. 2012. Pengawasan untuk Pemberantasan Korupsi. Jurnal
Akuntansi dan Auditing, vol. 8, no. 2.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana


Korupsi

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan dan Tanggung


Jawab Keuangan Negara

Wau, I dan Ratmono. 2015. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Ketersediaan dan Keteraksesan Internet Financial Reporting oleh
Pemerintah Daerah. Diponegoro Journal of Accounting. Vol 4 No. 4.

87
Lampiran 1
Data Variabel Tingkat Korupsi (Jumlah kasus/10.000 penduduk)

No Provinsi Tahun Jumlah kasus/10.000 penduduk


1 Sumatera Utara 2011 0.1311
2012 0.2009
2013 0.2867
2014 0.2957
2 Jambi 2011 0.2492
2012 0.4020
2013 0.4296
2014 0.2374
3 Sumatera Selatan 2011 0.1068
2012 0.1231
2013 0.2295
2014 0.3064
4 Bengkulu 2011 0.3729
2012 0.5209
2013 0.6178
2014 0.5306
5 Lampung 2011 0.1221
2012 0.0803
2013 0.1663
2014 0.2007
6 DKI Jakarta 2011 0.0431
2012 0.0687
2013 0.1628
2014 0.2181
7 Jawa Barat 2011 0.0406
2012 0.0646
2013 0.0732
2014 0.0708
8 Jawa Tengah 2011 0.0671
2012 0.0875
2013 0.1141
2014 0.0848
9 Jawa Timur 2011 0.0909
2012 0.0824
2013 0.0867
2014 0.1064
Bersambung pada halaman selanjutnya

88
Lampiran 1 (Lanjutan)

No Provinsi Tahun Jumlah kasus/10.000 penduduk


10 Bali 2011 0.1309
2012 0.0875
2013 0.1903
2014 0.2793
11 Kalimantan Tengah 2011 0.3333
2012 0.3712
2013 0.5360
2014 0.5362
12 Kalimantan Selatan 2011 0.2570
2012 0.1737
2013 0.3574
2014 0.3245
13 Sulawesi Tenggara 2011 0.2546
2012 0.2118
2013 0.5437
2014 0.5790
14 Sulawesi Selatan 2011 0.2634
2012 0.3010
2013 0.4419
2014 0.4467
15 Banten 2011 0.0430
2012 0.0775
2013 0.1089
2014 0.1073
16 Bangka Belitung 2011 0.5551
2012 0.2742
2013 0.6854
2014 0.8184
17 Gorontalo 2011 0.4797
2012 0.4357
2013 0.6269
2014 0.6082
18 Maluku Utara 2011 0.3386
2012 0.2305
2013 0.6292
2014 0.6920

89
Lampiran 2
Data Hasil Audit Pemerintah Provinsi 2011-2014

No Provinsi Tahun Temuan Audit Tindak Lanjut Opini Audit


1 Sumatera Utara 2011 0.0000040 0.0012238 0
2012 0.0000024 0.0006064 0
2013 0.0000040 0.0000899 0
2014 0.0000011 0.0000318 1
2 Jambi 2011 0.0000148 0.0001312 0
2012 0.0000113 0.0021761 1
2013 0.0000204 0.0000025 1
2014 0.0000056 0.0011320 1
3 Sumatera Selatan 2011 0.0000090 0.0005180 0
2012 0.0000091 0.0005207 0
2013 0.0000053 0.0003160 0
2014 0.0000053 0.0003777 1
4 Bengkulu 2011 0.0000275 0.0020149 1
2012 0.0000165 0.0001557 1
2013 0.0000330 0.0050121 1
2014 0.0000082 0.0000554 1
5 Lampung 2011 0.0000117 0.0023716 1
2012 0.0000027 0.0000010 1
2013 0.0000104 0.0011575 0
2014 0.0000026 0.0000135 1
6 DKI Jakarta 2011 0.0000422 0.0053490 1
2012 0.0000368 0.0066822 1
2013 0.0000276 0.0033627 0
2014 0.0000098 0.0014058 0
7 Jawa Barat 2011 0.0000023 0.0000707 1
2012 0.0000027 0.0000652 1
2013 0.0000010 0.0000239 1
2014 0.0000024 0.0000059 1
8 Jawa Tengah 2011 0.0000014 0.0000512 1
2012 0.0000014 0.0000918 1
2013 0.0000020 0.0000217 1
2014 0.0000006 0.0000244 1
9 Jawa Timur 2011 0.0000024 0.0001242 1
2012 0.0000015 0.0000707 1
2013 0.0000009 0.0007771 1
2014 0.0000005 0.0016900 0
Bersambung pada halaman selanjutnya

90
Lampiran 2 (Lanjutan)

No Provinsi Tahun Temuan Audit Tindak Lanjut Opini Audit


10 Bali 2011 0.0000181 0.0036007 0
2012 0.0000109 0.0024915 0
2013 0.0000075 0.0000161 1
2014 0.0000069 0.0007737 1
11 Kalimantan Tengah 2011 0.0000178 0.0032696 0
2012 0.0000178 0.0001557 1
2013 0.0000173 0.0011555 0
2014 0.0000080 0.0010454 1
12 Kalimantan Selatan 2011 0.0000119 0.0008799 0
2012 0.0000178 0.0027687 0
2013 0.0000150 0.0005225 1
2014 0.0000046 0.0001079 1
13 Sulawesi Tenggara 2011 0.0000329 0.0013655 0
2012 0.0000126 0.0004385 0
2013 0.0000217 0.0009710 1
2014 0.0000070 0.0000164 1
14 Sulawesi Selatan 2011 0.0000078 0.0006022 1
2012 0.0000056 0.0004352 1
2013 0.0000066 0.0003702 1
2014 0.0000025 0.0004895 1
15 Banten 2011 0.0000028 0.0003925 0
2012 0.0000046 0.0003121 0
2013 0.0000066 0.0010567 1
2014 0.0000056 0.0004083 1
16 Bangka Belitung 2011 0.0000222 0.0000875 0
2012 0.0000252 0.0003421 0
2013 0.0000260 0.0028014 0
2014 0.0000196 0.0000360 0
17 Gorontalo 2011 0.0000357 0.0006817 0
2012 0.0000340 0.0001800 0
2013 0.0000406 0.0003485 1
2014 0.0000132 0.0003623 1
18 Maluku Utara 2011 0.0000950 0.0023854 0
2012 0.0000469 0.0061804 0
2013 0.0000637 0.0090567 0
2014 0.0000175 0.0006936 0

91
Lampiran 3
Data Variabel Ukuran Pemerintahan Provinsi (Govsize)

No Provinsi Tahun Govsize


1 Sumatera Utara 2011 1.31
2012 2.03
2013 1.82
2014 2.03
2 Jambi 2011 1.79
2012 2.42
2013 2.69
2014 2.71
3 Sumatera Selatan 2011 1.84
2012 2.30
2013 2.44
2014 2.69
4 Bengkulu 2011 3.33
2012 4.69
2013 5.03
2014 5.24
5 Lampung 2011 1.60
2012 2.25
2013 2.15
2014 2.28
6 DKI Jakarta 2011 2.30
2012 2.58
2013 2.95
2014 4.72
7 Jawa Barat 2011 1.07
2012 1.65
2013 1.68
2014 1.84
8 Jawa Tengah 2011 1.18
2012 1.66
2013 1.75
2014 1.83
9 Jawa Timur 2011 1.11
2012 1.36
2013 1.40
2014 1.49
Bersambung pada halaman selanjutnya

92
Lampiran 3 (Lanjutan)

No Provinsi Tahun Govsize


10 Bali 2011 2.57
2012 3.33
2013 3.39
2014 3.69
11 Kalimantan Tengah 2011 2.52
2012 3.64
2013 4.22
2014 4.37
12 Kalimantan Selatan 2011 2.70
2012 4.14
2013 4.66
2014 4.93
13 Sulawesi Tenggara 2011 2.48
2012 2.87
2013 2.82
2014 3.20
14 Sulawesi Selatan 2011 1.71
2012 2.28
2013 2.26
2014 2.49
15 Banten 2011 1.34
2012 1.71
2013 1.59
2014 2.10
16 Bangka Belitung 2011 3.10
2012 3.32
2013 3.81
2014 4.56
17 Gorontalo 2011 4.35
2012 4.92
2013 5.43
2014 6.23
18 Maluku Utara 2011 4.53
2012 7.36
2013 7.62
2014 8.16

93
Lampiran 4
Hasil Output SPSS

Hasil Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
CORRUPT 72 .0406000 .8184000 .283358333 .1977574562
AUIRR 72 .0000005 .0000950 .000014582 .0000161444
AUREC 72 .0000010 .0090567 .001173961 .0017518686
AUOPI 72 0 1 .57 .499
GOVSIZE 72 1.07 8.16 3.0224 1.57142
Valid N (listwise) 72

Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) dan Autokorelasi

Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
1 .741a .549 .522 .1366838981 1.865
a. Predictors: (Constant), GOVSIZE, AUOPI, AUREC, AUIRR
b. Dependent Variable: CORRUPT

Hasil Uji F

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1.525 4 .381 20.406 .000b
Residual 1.252 67 .019
Total 2.777 71
a. Dependent Variable: CORRUPT
b. Predictors: (Constant), GOVSIZE, AUOPI, AUREC, AUIRR

94
Hasil Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t) dan Multikolonieritas
a
Coefficients
Unstandardized Standardized Collinearity
Coefficients Coefficients Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) .002 .043 .041 .967
AUIRR 2003.073 1476.557 .164 1.357 .179 .463 2.160
AUREC -33.256 11.861 -.295 -2.804 .007 .609 1.641
AUOPI .025 .034 .063 .733 .466 .902 1.109
GOVSIZE .092 .013 .729 7.330 .000 .681 1.468
a. Dependent Variable: CORRUPT

Hasil Uji Normalitas dengan Histogram

95
Hasil Uji Normalitas dengan Grafik Normal Plot

Hasil Uji Kolmogorov Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Unstandardized
Residual
N 72
a,b
Normal Parameters Mean .0000000
Std. Deviation .13277783
Most Extreme Differences Absolute .101
Positive .101
Negative -.070
Test Statistic .101
c
Asymp. Sig. (2-tailed) .065
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.

96
Hasil Uji Heteroskedastisitas Menggunakan Grafik Scatterplot

Hasil Uji Heteroskedastisitas Metode Korelasi Spearmans rho

Unstandardized
Residual
Spearman's Unstandardized Correlation
1.000
rho Residual Coefficient
Sig. (2-tailed) .
N 72
AUIRR Correlation
.194
Coefficient
Sig. (2-tailed) .102
N 72
AUREC Correlation
.112
Coefficient
Sig. (2-tailed) .348
N 72
Bersambung pada halaman selanjutnya

97
Hasil Uji Heteroskedastisitas Metode Korelasi Spearmans rho

Unstandardized
Residual
AUOPI Correlation
-.006
Coefficient
Sig. (2-
.960
tailed)
N 72
GOVSIZE Correlation
.089
Coefficient
Sig. (2-
.457
tailed)
N 72

98

Anda mungkin juga menyukai