Anda di halaman 1dari 132

PENGARUH KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT, UKURAN DEWAN,

DAN STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP FINANCIAL DISTRESS


(Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI) Tahun 2009-2011)

SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Disusun oleh :

DHIKA HARMAWAN
NIM. 109082000089

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
ii
iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama Lengkap : Dhika Harmawan
2. Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 6 Agustus 1991
3. Alamat : Jl. Raya Tengah Gg. Rukun RT 008/03 No.34
Kelurahan Gedong, Kec. Ps.Rebo Jakarta.
4. Telepon : 085692626341
5. Email : dhika_empatbelas@yahoo.co.id

II. PENDIDIKAN
1. TK Tat Twam Asi 1995-1997
2. SDN 07 Pagi Gedong 1997-2003
3. SMPN 223 Jakarta 2003-2006
4. SMAN 14 Jakarta 2006-2009
5. S1 Ekonomi Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah 2009-2013

III. PENGALAMAN ORGANISASI


1. Lembaga Semi Otonom Jurusan Akuntansi BEM Fakultas Ekonomi
dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah periode 2010-2011

IV. SEMINAR DAN WORKSHOP


1. Talkshow “The Key To a Successful Career” by English First
Education, July 9th, 2008, at STEKPI
2. Talkshow Pemberantasan Korupsi bersama KPK oleh BEMJ Akuntansi
Syarif Hidayatullah Jakarta, 9 September 2009.
3. Seminar Nasional oleh Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif
Hidayatullah, “Peran Asuransi dalam Era Globalisasi”, 20 Mei 2010.
4. Workshop Audit Perpajakan, oleh BEMJ Akuntansi, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 24 Maret 2011.

vi
5. Accurate Traning oleh BEMJ Akuntansi, UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta, 2011
6. Training of Accounting Software and Talkshow (TOAST) bersama
Zahir dan IAI oleh STAN, 17 Maret 2012.
7. Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah untuk Guru se-Jabotabek, oleh
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FITK, UIN Jakarta,
10 November 2012.
8. Seminar Audit National Acccounting Challenge oleh STAN,
“Implikasi Penerapan UU No.5 Tahun 2011 Tentang Akuntan Publik
Terhadap Perkembangan Profesi Akuntan Publik”, 6 Desember 2012.

V. LATAR BELAKANG KELUARGA


1. Ayah : Sanwani
2. Tempat tanggal Lahir : Jakarta, 3 Agustus 1960
3. Ibu : Titiek Amaliah
4. Tempat tanggal Lahir : Jakarta, 31 Maret 2966
5. Alamat : Jl. Raya Tengah Gg.Rukun RT 008/03 No.34
Kel. Gedong, Kec. Pasar Rebo. Jakarta Timur.
6. Telepon : (021) 8412801
7. Anak ke : 2 dari 3 bersaudara

vii
ABSTRACT
The Effect of Audit Committee Characteristic, Board Size, and Ownership
Structure on Financial Distress

This research purpose to examine the effects of variables audit committee


size, frequency of meeting audit committee, Proportion of audit committee
independent, director size, commissioner size, managerial ownership, and
institutional ownership. This research used sample of listing company in
Indonesia Stock Exchange during 2009-2011 period. The number of companies
that became sample in this study were 21 company with financial distress
condition and 21 company with non-financial distress company with 3 year
observation. Based on method purposive sampling, research sample total is 128
annual report. Hypothesis in this research are tested by logistic regression.
Result of this research indicates that audit committee size, frequency of
meeting audit committee, commissioner size, and institutional ownership
influences significantly on financial distress. On the other hand, independency of
audit committee, director size, and managerial ownership don’t influence
significantly on financial distress condition.
Keyword: Audit committee size, frequency of meeting audit committee,
independency audit committee, director size, commissioner size,
managerial ownership, institutional ownership, financial distress.

viii
ABSTRAK

Pengaruh Karakteristik Komite Audit, Ukuran Dewan, dan Struktur


Kepemilikan terhadap Financial Distress

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variabel ukuran komite


audit, frekuensi pertemuan komite audit, independensi komite audit, ukuran
dewan direksi, ukuran dewan komisaris, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan
institusional terhadap financial distress. Penelitian ini menggunakan sampel
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2009-
20111. Jumlah perusahaan yang dijadikan sampel penelitian ini adalah 21
perusahaan yang mengalami financial distress dan 21 perusahaan yang tidak
mengalami financial distress dengan pengamatan 3 tahun. Berdasarkan metode
purposive sampling, total sampel penelitian adalah 128 laporan tahunan.
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran komite audit, frekuensi
pertemuan komite audit, ukuran dewan komisaris, dan kepemilikan institusional
berpengaruh signifikan terhadap financial distress. Sedangkan komite audit
independen, ukuran dewan direksi, dan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh
signifikan terhadap kondisi financial distress.

Kata kunci: ukuran komite audit, pertemuan komite audit, komite audit
independen, dewan direksi, dewan komisaris, kepemilikan
manajerial, kepemilikan institusional

ix
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Segala puji bagi Allah SWT, Yang Maha Penganugerah, yang telah
memberikan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi
Muhammad SAW, nabi akhir zaman, yang telah membimbing umatnya menuju
jalan kebenaran. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan
terimakasih atas bantuan, bimbingan, dukungan, semangat dan doa, baik langsung
maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini, kepada:
1. Ayahanda Sanwani dan Ibunda Titiek Amaliah tercinta, yang selalu
mencurahkan perhatian, cinta dan kasih sayang, dukungan serta doa tiada
henti yang tertuju hanya untuk ananda, semoga semakin hari ananda semakin
mampu membuat bangga bapak dan ibu.
2. Saudara-saudaraku tercinta, Meidita dan Andini, yang selalu mendoakan dan
memberikan dukungan untuk kesuksesan penulis. Terimakasih atas semua
kasih sayang.
3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Dr. Rini.,SE.,Ak.,M.Si selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Hepi Prayudiawan,SE.,Ak.,MM. selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Dr. Yahya Hamja selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk berdiskusi, memberikan pengarahan dan
bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Terimakasih atas ilmu yang telah
Bapak berikan selama ini.

x
7. Ibu Wilda Farah, SE., Ak., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang
telah meluangkan waktu, mencurahkan perhatian, membimbing dan
memberikan pengarahan kepada penulis. Terima kasih atas semua saran yang
Ibu berikan selama proses penulisan skripsi sampai terlaksananya sidang
skripsi.
8. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu dan karyawan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah yang telah memberikan bantuan kepada penulis.
9. Annisa Ayu Fitria, terima kasih selama ini telah memberikan doa dan
dukungan penuh kepada penulis. Tetap berdoa kepada Allah SWT. dan selalu
berikhtiar secara maksimal.
10. Sahabat seperjuanganku, Silvia, Puspo, Zahra, Rizka, Laila, Galih, Hamdan,
Rachmat, dan Adi. Terima kasih atas dukungan dan kasih sayang yang
diberikan kepada penulis.
11. Keluarga besar Akuntansi C Angkatan 2009 (ACID). Terima kasih atas
dukungan, doa, semangat, dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis.
Semoga tali persahabatan tetap terjaga diantara kita.
12. Seluruh Rekan Akuntansi 2009 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan
kritik yang membangun dari berbagai pihak.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Jakarta, Mei 2013

Dhika Harmawan

xi
DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................... i


Lembar Pengesahan Skripsi.............................................................................. ii
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ....................................................... iii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ................................................................... iv
Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah .................................................... v
Daftar Riwayat Hidup ....................................................................................... vi
Abstract ............................................................................................................. viii
Abstrak ................................................................................................................ ix
Kata Pengantar .................................................................................................. x
Daftar Isi ........................................................................................................... xii
Daftar Tabel...................................................................................................... xv
Daftar Gambar ................................................................................................ xvi
Daftar Lampiran ............................................................................................ xvii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang Penelitian ............................................................. 1
B. Perumusan Masalah ..................................................................... 12
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 12
1. Tujuan Penelitian ..................................................................... 13
2. Manfaat Penelitian ....................................................................13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 15
A. Tinjauan Literatur ........................................................................ 15
1. Teori Keagenan (Agency Theory) .......................................... 15
2. Corporate Governance............................................................. 17
3. Komite Audit .......................................................................... 19
4. Dewan Direksi dan Dewan Komisaris ................................... 27
5. Struktur Kepemilikan .............................................................. 30
6. Financial Distress ……………………………………………31
B. Keterkaitan Antar Variabel dan Perumusan Hipotesis ................ 36
C. Penelitian Terdahulu ................................................................... 45
xii
D. Kerangka Konseptual .................................................................. 47

BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 49


A. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................... 49
B. Metode Penentuan Sampel ......................................................... 49
C. Metode Pengumpulan Data ........................................................ 51
D. Metode Analisis Data ................................................................... 51
1. Definisi Regresi Logistik ........................................................ 52
2. Tahapan Regresi Logistik .......................................................... 52
E. Definisi Opersionalisasi Variabel ................................................. 58
1. Ukuran Komite Audit .............................................................. 58
2. Frekuensi Pertemuan Komite Audit ........................................ 58
3. Komite Audit Independen ......................................................... 59
4. Ukuran Dewan Direksi ............................................................. 59
5. Ukuran Dewan Komisaris ........................................................ 60
6. Kepemilikan Manajerial ........................................................... 60
7. Kepemilikan Institusional ......................................................... 61
8. Financial Distress .................................................................... 61
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 63
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ................................ 63
1. Deskripsi Objek Penelitian ...................................................... 63
2. Deskripsi Sampel Penelitian ................................................... 64
B. Hasil Uji Analisis Data Penelitian ............................................... 66
1. Hasil Uji Statistik Deskriptif ................................................... 69
2. Hasil Uji Hipotesis Penelitian ................................................. 70
a. Hasil Uji Kesesuaian Model (Overall Model Fit ................. 70
b. Hasil Uji Koefisien Determinasi (Nagelkerke R. Square) .... 71
c. Hasil Uji Kelayakan Model Regresi ...................................... 72
d. Hasil Uji Multikolinearitas................................................... 72
e. Hasil Matriks Klasifikasi ..................................................... 73
f. Hasil Uji Regresi Logistik. ................................................... 74
xiii
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 87
A. Kesimpulan.................................................................................. 87
B. Saran ............................................................................................. 88
C. Implikasi …………………………………………………………89
Daftar Pustaka .................................................................................................. 91
Lampiran .......................................................................................................... 96

xiv
DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman


1.1. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya ................................................ 10
2.1. Penelitian Terdahulu ................................................................................. 45
3.1. Definisi Operasionalisasi Variabel .............................................................62
4.1. Tahapan Seleksi Sampel dengan Kriteria ..................................................64
4.2. Sampel Penelitian ...................................................................................... 65
4.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Sektor Industri .........................................66
4.4. Statistik Deskriptif .....................................................................................67
4.5 Menilai Keseluruhan Model .......................................................................71
4.6. Koefisien Determinasi................................................................................71
4.7. Menguji Kelayakan Model Regresi ...........................................................72
4.8. Hasil Uji Multikolinearitas .........................................................................73
4.9. Matriks Klasifikasi .....................................................................................73
4.10. Hasil Uji Koefisien Regresi Logistik .........................................................74

xv
DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman


2.1. Kerangka Konseptual .................................................................................48

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Halaman


1. Data sampel .................................................................................................... 97
2. Hasil Output SPSS ......................................................................................... 108

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat dan kompleks membuat

konsep mengenai corporate governance semakin dibutuhkan perusahaan.

Selama sepuluh tahun terakhir ini, istilah corporate governance semakin

popular. Hal ini karena corporate governance merupakan salah satu kunci

sukses perusahaan untuk dapat memperoleh profit dalam jangka panjang dan

memenangkan persaingan bisnis global (Rachmandy, 2012).

Menurut Achmad Syachroza (2002) dalam studi penerapan OECD

(Organization of Economic Cooperation and Development) mendefinisikan

corporate governance adalah suatu sistem yang dipakai board untuk

mengarahkan dan mengendalikan serta mengawasi (directing, controlling,

and supervising) pengelolaan sumber daya organisasi secara efisien, efektif,

ekonomis, dan produktif dengan prinsip-prinsip transparant, accountable,

responsible, independent, dan fairness dalam rangka mencapai tujuan

organisasi yaitu memperoleh profit yang sebesar-besarnya.

Teori keagenan merupakan landasan bagi penerapan corporate

governance sebagai suatu mekanisme pengawasan dan pengendalian. Hal itu

dikarenakan corporate governance dijalankan karena adanya masalah

keagenan antara agent dan principle, dimana masing-masing pihak

menginginkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Oleh karena itu, penerapan

1
konsep corporate governance diharapkan memberikan kepercayaan terhadap

agen (manajemen) dalam mengelola kekayaan pemilik (investor), dan pemilik

menjadi lebih yakin bahwa agen tidak akan melakukan suatu kecurangan

untuk kesejahteraan agen (Widyati, 2013).

Corporate governance merupakan seperangkat peraturan yang mengatur

hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak

kreditor, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan

ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau

dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan

(Forum Corporate Governance in Indonesia, 2002).

Forum Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2001) merumuskan

tujuan dari corporate governance adalah untuk menciptakan nilai tambah

bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Corporate governance

yang mengandung empat unsur penting seperti yang diuraikan oleh

Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD) yaitu

keadilan, transparansi, pertanggungjawaban dan akuntabilitas, diharapkan

dapat menjadi suatu jalan dalam mengurangi konflik keagenan. Dengan

adanya tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance),

diharapkan nilai perusahaan akan dinilai dengan baik oleh investor.

Ada empat mekanisme corporate governance yang sering dipakai dalam

berbagai penelitian mengenai corporate governance yang bertujuan untuk

mengurangi konflik keagenan, yaitu komposisi dewan, komite audit,

kepemilikan institusional, dan kepemilikan manajerial. Komposisi dewan

2
komisaris merupakan salah satu karakteristik dewan yang berhubungan

dengan kandungan informasi laba. Melalui perannya dalam menjalankan

fungsi pengawasan, komposisi dewan dapat mempengaruhi pihak manajemen

dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu laporan

laba yang berkualitas (Boediono, 2005). Berbagai skandal kasus korporasi

dunia pada perusahaan berskala besar seperti Enron, Xerox, dan WorldCom,

mengindikasikan bahwa kegagalan bisnis perusahaan tersebut akibat

corporate governance yang buruk (Cornett et al, 2006). Kegagalan bisnis

perusahaan tersebut akan mendorong terjadinya financial distress.

Menurut Widarjo dan Setiawan (2002), Kondisi financial distress adalah

tahap penurunan kondisi keuangan yang dialami oleh suatu perusahaan, yang

terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Kondisi ini pada

umumnya ditandai antara lain dengan adanya penundaan pengiriman, kualitas

produk yang menurun, dan penundaan pembayaran tagihan dari bank.

Apabila kondisi financial distress ini diketahui, diharapkan dapat dilakukan

tindakan untuk memperbaiki situasi tersebut sehingga perusahaan tidak akan

masuk pada tahap kesulitan yang lebih berat seperti kebangkrutan ataupun

likuidasi. Sedangkan menurut Brigham dan Daves (2003), financial

difficulties terjadi karena serangkaian kesalahan, pengambilan keputusan

yang tidak tepat, dan kelemahan-kelemahan yang saling berhubungan yang

dapat menyumbang secara langsung maupun tidak langsung kepada

manajemen serta tidak adanya atau kurangnya upaya mengawasi kondisi

keuangan sehingga penggunaan uang tidak sesuai keperluan.

3
Krisis yang terjadi tahun 1997 pada perusahaan-perusahaan yang berada

di Asia menunjukkan kegagalan penerapan corporate governance. Pada

masa-masa tersebut perusahaan banyak yang mengalami kebangkrutan karena

gagal membayar utang dan default yang disebabkan perubahan nilai kurs

rupiah terhadap mata uang asing (Wallace dan Zinkin, 2005). Kasus yang

menimpa perusahaan-perusahaan di Asia pada tahun 1997 s.d 1998 sesuai

dengan yang ungkapkan oleh Scott (1983) dalam Yang dan Lee (2008) bahwa

suatu perusahaan mengalami financial distress apabila perusahaan tersebut

tidak dapat memenuhi kewajiban finansialnya dengan dilanggarnya

persyaratan utang (debt covenants) disertai penghapusan atau pengurangan

pembiayaan deviden. Oleh karena itu keadaan krisis moneter pada tahun

tersebut merupakan contoh perusahaan yang mengalami financial distress.

Kasus lain yang menggambarkan kondisi financial distress yang baru-baru ini

terjadi adalah kasus Bank Century pada tahun 2008. Dimana dalam kasus

tersebut, Bank Century secara tiba-tiba dinyatakan pailit karena tidak dapat

memenuhi kewajiban kliringnya terhadap Bank Indonesia (Pattinassarany,

2010).

Akibat dari terjadinya krisis moneter pada tahun 1997 sampai dengan 1998

yang menimpa perusahaan-perusahaan di Asia termasuk Indonesia, Badan

Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melalui surat edaran No.SE-03/PM/2000

merekomendasikan perusahaan publik untuk membentuk komite audit.

Komite audit merupakan salah satu elemen yang penting untuk mewujudkan

kondisi tata kelola perusahaan yang baik. Komite audit dibentuk guna

4
melakukan pengawasan terhadap kinerja dan operasional perusahaan. Oleh

karena itu, Keberadaan komite audit dinilai semakin penting oleh Bapepam.

Dengan mengeluarkan surat Kep-339/BEJ/07-2001 Bapepam mewajibkan

semua perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk mempunyai

komite audit.

Komite audit bertugas memberikan suatu pandangan tentang masalah

akuntansi, pelaporan keuangan dan penjelasannya, sistem pengawasan

internal, serta auditor independen (FCGI, 2002). Tujuan dan manfaat

dibentuknya komite audit adalah untuk melaksanakan pengawasan

independen atas proses penyusunan pelaporan keuangan dan pelaksanaan

audit eksternal, memberikan pengawasan independen atas proses pengelolaan

risiko dan kontrol, serta melaksanakan pengawasan independen atas proses

pelaksanaan corporate governance. Mekanisme corporate governance yang

baik penting dalam meningkatkan kinerja keuangan perusahaan sehingga

perusahaan dapat menghindari permasalahan keuangan.

Efektivitas kinerja dari komite audit dapat diukur melalui karakteristik-

karakteristik yang dimiliki antara lain ukuran, independensi, aktivitas dari

komite audit, dan kompetensi yang dimiliki oleh anggota komite audit

(Anggraeni, 2010). Ukuran komite audit berhubungan dengan jumlah anggota

komite audit. Independensi komite audit berhubungan dengan seberapa besar

keterlibatan anggota komite audit dengan aktivitas perusahaan. Aktivitas dari

komite audit diwujudkan melalui frekuensi pertemuan komite audit dalam

satu tahun. Sedangkan kompetensi yang dimiliki oleh anggota komite audit

5
berhubungan dengan pengetahuan akuntansi, keuangan dan audit serta

pengalaman dalam tata kelola perusahaan. Melalui karakteristik komite audit

yang baik diharapkan akan memiliki hubungan negatif yang signifikan

dengan kesulitan keuangan.

Menurut Carcello dan Neal (2000) komite audit yang independen

membuktikan secara negatif terkait dengan going concern perusahaan yang

mengalami permasalahan keuangan. Semakin besar independensi dalam

komite audit, maka semakin rendah probabilitas perusahaan financially

distressed akan menerima opini going concern dari auditor eksternal. Mueller

dan Barker III (1997) mengidentifikasikan komite audit sebagai bagian dari

sumbangan strategi kepemimpinan perusahaan untuk keberhasilan upaya

perubahan arah perusahaan (Rahmat et al., 2008). Hal ini berkaitan erat

dengan kompetensi yang dimiliki anggotanya. Simpson dan Gleason (1999)

membuktikan komite audit yang berkompeten memiliki kapasitas untuk

mengurangi kesulitan keuangan suatu perusahaan (Rahmat et al., 2008).

Kompetensi yang dimiliki oleh komite audit akan membantu meningkatkan

kinerja perusahaan sehingga mengurangi kemungkinan perusahaan

mengalami kesulitan keuangan. Oleh karena itu, efektivitas komite audit

dapat dikaitkan dengan kemakmuran atau kesulitan keuangan perusahaan.

Mekanisme corporate governance lain yang tidak kalah penting adalah

dewan (board). Board disini diartikan sebagai pucuk pimpinan suatu

organisasi yang mengarahkan dan mengendalikan serta mengawasi

pemakaian sumber daya agar selalu selaras dengan tujuan organisasi yang

6
telah ditetapkan (Pembayun dan Januarti, 2012). Dalam konteks perusahaan

Indonesia yang dimaksud dengan board adalah dewan komisaris dan dewan

direksi. Dewan direksi dalam suatu perusahaan akan menentukan kebijakan

yang akan diambil perusahaan secara jangka pendek maupun jangka panjang.

Sedangkan peran dewan komisaris lebih ditekankan pada fungsi monitoring

dari implementasi kebijakan direksi. Peran komisaris diharapkan akan

meminimalisir permasalahan agensi yang timbul antara dewan direksi dan

pemegang saham (Wardhani, 2006). Penelitian Emrinaldi (2007) menyatakan

bahwa terdapat hubungan signifikan dan negatif ukuran dewan direksi dengan

kesulitan keuangan. Artinya, semakin besar jumlah dewan komisaris maka

semakin kecil potensi terjadinya kesulitan keuangan.

Masalah tentang keagenan biasanya berhubungan dengan struktur

kepemilikan perusahaan yang bersangkutan. Struktur kepemilikan

(kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional) merupakan salah satu

faktor yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan di masa yang akan

datang. Kepemilikan manajerial mampu mengurangi masalah keagenan yang

timbul pada suatu perusahaan. Kepemilikan manajerial merupakan proporsi

kepemilikan perusahaan oleh manajemen (direksi atau komisaris). Semakin

besar proporsi kepemilikan oleh manajemen maka semakin besar pula

tanggung jawab manajemen tersebut dalam mengelola perusahaan

(Triwahyuningtyas, 2012). Keputusan yang lahir dari manjemen diharapkan

merupakan keputusan bagi kepentingan perusahaan. Dengan demikian

perusahaan pun dapat terhindar dari potensi terjadinya financial distress.

7
Gotti et al. (2010) berpendapat bahwa kepemilikan saham manajerial

dapat berperan dalam menyelaraskan kepentingan manajemen dan pemegang

saham, tetapi terkadang manajer lebih memikirkan kepentingannya sendiri.

Sedangkan Lafond & Roychudhury (2008) menemukan bahwa konservatisme

akuntansi akan menurun dengan adanya managerial ownership.

Rozeff (1982) berpendapat bahwa kepemilikan manajerial yang tinggi

menyebabkan dividen yang dibayarkan pada pemegang saham rendah.

Penetapan dividen rendah disebabkan manajer memiliki harapan investasi di

masa mendatang yang dibiayai dari sumber internal. Distribusi saham antara

pemegang saham dari luar yaitu institusional investor dan shareholders dis-

persion dapat mengurangi agency cost karena kepemilikan mewakili suatu

sumber kekuasaan (source of power) yang berguna mendukung keberadaan

manajemen atau sebaliknya (Moh‟d, Perry & Rimbey, 1998). Hal ini

bertentangan dengan pendapat Jensen (1992) yang mengidentifikasi bahwa

peningkatan insider ownership akan mensejajarkan kepentingan antara

pemegang saham dan manajer, sehingga kepemilikan manajerial bisa

menggantikan peranan hutang dalam mengurangi agency cost.

Penelitian terdahulu oleh Emrinaldi (2007) menyatakan bahwa terdapat

hubungan signifikan dan negatif antara kepemilikan manajerial dengan

perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Hal ini berbeda dengan

Ayuningtyas (2013) yang meneliti hubungan antara kepemilikan manajerial

dan financial distress yang menyatakan bahwa prosentase kepemilikan

8
manjerial, yaitu kepemilikan oleh komisaris mempunyai hubungan positif dan

tidak signifikan terhadap kemungkinan terjadinya financial distress.

Di sisi lain, adanya kepemilikan oleh investor institusional seperti

perusahaan efek, perusahaan asuransi, perbankan, perusahaan investasi, dana

pensiun, dan kepemilikan institusi lain akan mendorong peningkatan

pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen perusahaan,

sehingga potensi terjadinya potensi financial distress dapat diminimalisir

karena perusahaan dengan kepemilikan institusional yang lebih besar (lebih

dari 5%) mengindikasi kemampuannya untuk memonitor manajemen.

Pernyataan ini didukung dengan hasil penelitian Emrinaldi (2007) yang

menyatakan bahwa peningkatan kepemilikan institusional dalam perusahaan

akan mendorong semakin kecilnya potensi kesulitan keuangan atau financial

distress.

Penelitian mengenai pengaruh ukuran dewan telah dilakukan oleh

Emrinaldi (2007) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan dan

negatif ukuran dewan direksi dengan kesulitan keuangan. Artinya, semakin

besar jumlah dewan komisaris maka semakin kecil potensi terjadinya

kesulitan keuangan. Hasil berbeda terjadi pada penelitian Wardhani (2006)

yang menyatakan adanya hubungan signifikan dan positif ukuran dewan

dalam menentukan kemungkinan perusahaan mengalami tekanan keuangan.

Penelitian Emrinaldi (2007) yang menyatakan bahwa peningkatan

kepemilikan institusional dalam perusahaan akan mendorong semakin

kecilnya potensi kesulitan keuangan. Hal ini sejalan dengan penelitian

9
Abdullah (2006) di Malaysia yang menyatakan bahwa kepemilikan oleh non

executive director mempunyai hubungan signifikan dan negatif pada

perusahaan yang mengalami kondisi financial distress. Namun, hasil berbeda

terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Parulian (2007) yang tidak dapat

membuktikan adanya hubungan antara kepemilikan institusional dengan

financial distress.

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian karena karakteristik komite audit dalam sebuah

perusahaan, ukuran dewan, dan struktur kepemilikan seringkali memengaruhi

sebuah perusahaan mengalami financial distress. Berdasarkan hal tersebut,

maka peneliti melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Karakteristik

Komite Audit, Ukuran Dewan, dan Struktur Kepemilikan terhadap

Financial Distress”.

Tabel 1.1
Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya

No. Perbedaan Penelitian sebelumnya Peneliti


Variabel - Ellomi et al. (Proporsi - Peneliti menggunakkan
outside director, Audit variabel ukuran komite
com, Blockholder, audit, frekuensi
Liquidity, Leverage) pertemuan komite audit,
- Abdullah (Board independensi komite
independence, CEO audit, ukuran dewan
duality, management direksi, ukuran dewan
interest, non-executive komisaris, kepemilikan
director’s interest, the saham manajerial dan
extent of director’s kepemilikan saham
blockholder interest) institusional yang diduga
- Ratna Wardhani (Ukuran berpengaruh terhadap
dewan direksi, proporsi financial distress
komisaris independen,
turnover direksi,
kepemilikan saham oleh

10
No. Perbedaan Penelitian sebelumnya Peneliti
bank, kepemilikan
saham oleh direksi)
- Emrinaldi (Kepemilikan
manajerial, kepemilikan
institusional, ukuran
dewan direksi, dewan
komisaris dan komite
audit)
- Pembayun dan Januarti
(Ukuran komite audit,
komite audit independen,
kompentensi komite
audit, dan frekuensi
pertemuan komite audit)
Populasi - Elloumi et al - Peneliti memilih
(Perusahaan publik yang populasi seluruh
di listing di bursa efek perusahaan yang
Canada periode 1994- terdaftar di Bursa Efek
1998) Indonesia (BEI) periode
- Abdullah (Seluruh 2009 s.d 2011
Perusahaan yang listing
Bursa Efek Malaysia)
- Wardhani (Perusahaan
manufaktur yang listing
di Bursa Efek Indoensia
periode 1999 s.d 2004)
- Emrinaldi (Seluruh
perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2000-
2002)
- Pembayun dan januarti
(Seluruh perusahaan
yang listing di Bursa
Efek indonesia periode
2007-2010)
Pengukuran - Elloumi et al - Pengukuran yang
financial (Perusahaan mengalamai digunakan peneliti dalam
distress laba negatif dua tahun variabel financial
berturut-turut) distress adalah
- Abdullah (Perusahaan perusahaan yang
mengalami NPV negatif) mengalami laba bersih
- Wardhani (Perusahaan negatif dua tahun
yang memiliki interest berturut-turut.
expense lebih kecil dari

11
No. Perbedaan Penelitian sebelumnya Peneliti
satu)
- Emrinaldi (Perusahaan
yang memiliki earning
per share/EPS negatif)
- Pembayun dan Januarti (
perusahaan yang
mengalami laba negatif
minimal satu tahun)
Sumber: hasil olahan data sekunder

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan permasalahan dalam

penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Apakah ukuran komite audit berpengaruh terhadap financial distress?

2. Apakah frekuensi pertemuan komite audit berpengaruh terhadap financial

distress?

3. Apakah proporsi komite audit independen berpengaruh terhadap financial

distress?

4. Apakah ukuran dewan direksi berpengaruh terhadap financial distress?

5. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap financial distress?

6. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap financial distress?

7. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh terhadap financial distress?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk

menemukan bukti empiris tentang:

12
1. Besarnya pengaruh ukuran komite audit terhadap financial distress

2. Besarnya pengaruh frekuensi pertemuan komite audit terhadap

financial distress

3. Besarnya pengaruh proporsi komite audit independen terhadap

financial distress

4. Besarnya pengaruh ukuran dewan direksi terhadap financial distress

5. Besarnya pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap financial

distress

6. Besarnya pengaruh kepemilikan manajerial terhadap financial

distress

7. Besarnya pengaruh kepemilikan institusional terhadap financial

distress

2. Manfaat Penelitian

a. Bagi ilmu pengetahuan dan akademisi, penelitian ini diharapkan

dapat memberikan kontribusi berupa bukti empiris mengenai

financial distress, karakteristik komite audit, ukuran dewan, dan

struktur kepemilikan.

b. Untuk manajemen perusahaan, penelitian ini dapat menjadi acuan

bagi pihak manajemen untuk meningkatkan kinerjanya sehingga

mampu menghindari perusahaan dari kondisi financial distress.

c. Untuk pihak eksternal, hasil penelitian ini diharapkan dapat

digunakan oleh para investor, pemegang saham, kreditor, dan

pemerintah dalam pengambilan keputusan.

13
d. Untuk pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

tambahan wawasan ilmu pengetahuan bagi pembaca terkait financial

distress.

e. Untuk pemegang saham, penelitian ini diharapkan dapat

memberikan tambahan ilmu mengenai financial distress sehingga

dapat meningkatkan pengawasan terhadap operasional perusahaan.

f. Untuk Bapepam, penelitian ini diharapkan dijadikan acuan bagi

Bapepam untuk mengambil keputusan dalam mengeluarkan

kebijakan.

g. Untuk masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi

tambahan ilmu bagi masyarakat mengenai financial distress.

14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Literatur

1. Teori Keagenan (Agency Theory)

Jensen dan Mekling pertama kali mencetuskan teori keagenan pada

tahun 1951. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa teori

keagenan menyangkut hubungan kontraktual antara dua pihak yaitu

prinsipal dan agen, dimana pemilik perusahaan atau investor menunjuk

agen sebagai manajemen yang mengelola perusahaan atas nama pemilik.

Prinsipal memberikan wewenang kepada manajemen untuk membuat

keputusan yang berhubungan dengan operasional perusahaan.

Manajemen diberi tanggung jawab oleh prinsipal untuk mengelola

sumber daya perusahaan. Manajemen diminta untuk mengoptimalkan

sumber daya yang dipercayakan kepada mereka untuk mensejahterakan

pemilik baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.

Manajemen sebagai agen mempunyai tanggung jawab dalam

operasional perusahaan sehari-hari dalam hal pengambilan keputusan

berdasarkan informasi yang diperoleh manajemen. Dengan demikian,

agen lebih banyak mempunyai informasi dibandingkan pemilik.

Ketimpangan informasi ini biasa disebut sebagai asimetri informasi.

Asimetri informasi dan konflik kepentingan yang terjadi antara prinsipal

dan agen mendorong agen untuk menyajikan informasi yang tidak

sebenarnya kepada prinsipal (Pamudji dan Trihartati, 2008).

15
Adanya asimetri informasi ini menimbulkan dua permasalahan yang

disebabkan oleh kesulitan prinsipal untuk memonitor dan melakukan

pengendalian terhadap tindakan-tindakan agen. Jensen dan Meckling

(1976) menyatakan permasalahan tersebut adalah:

1. Moral Hazard, yaitu permasalahan yang muncul jika agen tidak

melaksanakan hal-hal yang telah disepakati bersama dalam kontrak

kerja.

2. Adverse selection, yaitu suatu keadaan dimana prinsipal tidak dapat

mengetahui apakah suatu keputusan yang diambil oleh agen benar-

benar didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya, atau terjadi

sebagai sebuah kelalaian dalam tugas.

Setiawan (2007) menyatakan bahwa masalah keagenan akan muncul

jika kepemilikan dan pengelolaan perusahaan dijalankan secara terpisah.

Manajer yang bertindak sebagai pengelolaan dalam suatu perusahaan

diberi kewenangan untuk mengurus jalannya perusahaan dan mengambil

keputusan atas nama pemilik. Dengan kewenangan yang dimiliki ini,

manajer tidak bertindak yang terbaik untuk kepentingan pemilik karena

adanya perbandingan kepentingan (conflict of interest).

Pandangan teori keagenan bahwa terdapat pemisahan antara pihak

agen dan principal yang mengakibatkan munculnya potensi konflik dapat

mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan. Dengan demikian

diperlukan suatu mekanisme pengendalian yang dapat mensejajarkan

perbedaan kepentingan antara kedua belah pihak. Mekanisme corporate

16
governance merupakan mekanisme yang tepat dengan tujuan untuk

menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan,

sehingga tidak terjadi konflik antara pihak agen dan principal yang

berdampak pada penurunan agency cost (Tribodroastuti, 2009).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa teori keagenan muncul

karena adanya konflik kepentingan antara principle dan agent yang

saling ingin menguntungkan dirinya sendiri. Masalah keagenan timbul

karena adanya asimetri informasi, dimana agent memiliki informasi yang

lebih banyak daripada principle. Masalah keagenan sebenarnya dapat

diatasi melalui mekanisme corporate governance yang pada akhirnya

dapat memberikan nilai tambah bagi pihak-pihak yang berkepentingan

tersebut.

2. Corporate governance

FCGI (Forum Corporate Governance for Indonesia) dalam

publikasinya mendefinisikan corporate governance adalah seperangkat

peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,

manajemen, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang

kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak

dan kewajiban mereka. Oleh karena itu, dapat diambil kesimpulan

mengenai tujuan dari corporate governance adalah untuk menciptakan

nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).

Corporate governance biasanya mengacu pada sekumpulan

mekanisme yang mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh

17
manajer ketika ada pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian.

Beberapa dari pengendalian ini terletak pada fungsi dari dewan direksi,

pemegang saham institusional, dan pengendalian dari mekanisme pasar

(Larcker et al., 2005 dalam Yang dan Lee 2008). Mekanisme corporate

governance dalam suatu perusahaan dapat menentukan kesuksesan

perusahaan. Dewan memegang peranan yang sangat signifikan bahkan

peran yang utama dalam penentuan strategi perusahaan tersebut.

Indonesia merupakan negara yang menggunakan konsep two tier, di

mana dewan terdiri dari dewan direksi dan dewan komisaris. Istilah

dewan di Amerika lebih mengacu pada fungsi dari dewan komisaris.

Dalam hasil penelitian yang dilakukan di Amerika, yang dimaksud

dengan dewan (board) adalah dewan komisaris (Wardhani, 2006).

Struktur corporate governance yang akan digunakan dalam penelitian

ini adalah dewan, struktur kepemilikan perusahaan dan komite audit.

Struktur corporate governance adalah suatu kerangka dalam

organisasi yang mengatur bagaimana berbagai prinsip corporate

governance dapat dijalankan dan dikendalikan. Struktur corporate

governance harus didesain agar dapat mendukung berjalannya aktivitas

organisasi perusahaan secara bertanggung jawab dan terkendali. Hal yang

paling penting di dalam struktur corporate governance adalah masalah

pengendalian sehingga perlu adanya pemisahan yang tegas antara ”pihak

yang mengambil keputusan” (decision making) dan ”pihak yang

mengawasi keputusan tersebut” (decision control). Dengan demikian

18
struktur corporate governance harus dapat mendukung tata kelola

perusahaan berdasarkan empat pilar yang melandasi sebagaimana hasil

pengembangan Organization for Economic Corporation and

Development (OECD).

Dapat disimpulkan bahwa tujuan utama dari coporate governance

adalah menciptakan nilai tambah bagi para pemangku kepentingan.

Corporate governance melalui mekanismenya dapat menentukan

kesuksesan sebuah perusahaan. Mekanisme corporate governance yang

efektif akan meningkatkan tingkat pengawasan oleh principle sehingga

kinerja agent akan semakin terkendali.

3. Komite Audit.

Keberadaan komite audit pada perusahaan publik di Indonesia secara

resmi dimulai sejak bulan Juni 2000 yang ditandai dengan keluarnya

Keputusan Direksi BEJ No: Ke-315/BEJ/06/2000 perihal: Peraturan

Pencatatan Efek Nomor I-A: Tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek

Bersifat Ekuitas di Bursa. Pada bagian ini dinyatakan bahwa dalam

rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (good

corporate governance), perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta

(sekarang Bursa Efek Indonesia) wajib memiliki komisaris independen,

komite audit, sekretaris perusahaan, keterbukaan, dan standar laporan

keuangan per sektor. Pembentukan komite audit dilakukan dengan dasar

UU No.19 tahun 2003 pasal 70, yang dijabarkan lebih lanjut dalam

keputusan Bapepam No.29 tahun 2004 pasal 2. Pembentukan tersebut

19
berkaitan dengan review sistem pengendalian internal perusahaan,

memastikan kualitas laporan keuangan, dan meningkatkan efektivitas

fungsi audit.

Peran komite audit adalah untuk mengawasi dan memberi masukan

kepada dewan komisaris dalam hal terciptanya mekanisme pengawasan

(FCGI, 2002). Komite audit memberikan pendapat kepada dewan

komisaris terhadap laporan atau hal-hal yang disampaikan oleh direksi

kepada dewan komisaris, mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan

perhatian komisaris, dan melaksanakan tugas-tugas lain yang berkaitan

dengan tugas dewan komisaris.

Tanggungjawab komite audit mencakup pada tiga bidang (Surya

dan Yustiavandana, 2008) yaitu:

a) Laporan Keuangan (Financial Reporting)

b) Tata kelola perusahaan (corporate governance)

c) Pengawasan perusahaan (corporate control)

Ada delapan komponen audit committee charter yang dipakai sebagai

masukan pembuatan audit committee charter di BUMN dan perusahaan

publik di Indonesia. Delapan komponen tersebut (Alijoyo, 2003 dalam

Murtanto dan Maulana, 2005) adalah:

a) Tujuan umum dan otoritas komite audit (overall objectives and

authority)

b) Peran dan tanggungjawab komite audit (roles and responsibilities)

c) Fungsi dari pihak-pihak terkait dengan komite audit (function of

respective parties)

20
d) Struktur komite audit (structure)

e) Syarat-syarat keanggotaan (membership requirements)

f) Rapat-rapat komite audit (meetings)

g) Pelaporan komite audit (reporting)

h) Kinerja komite audit (performing)

a. Komite Audit yang Efektif

Komite audit yang efektif bekerja sebagai suatu alat untuk

meningkatkan efektifitas, tanggungjawab, keterbukaan dan objektifitas

dewan komisaris dan memiliki fungsi untuk:

1. Memperbaiki mutu laporan keuangan dengan mengawasi laporan

keuangan atas nama dewan komisaris

2. Menciptakan iklim disiplin dan kontrol yang akan mengurangi

kemungkinan penyelewengan-penyelewengan

3. Memungkinkan anggota non-eksekutif menyumbangkan suatu

penilaian independen dan memainkan suatu peranan yang positif

4. Membantu direktur keuangan, dengan memberikan suatu

kesempatan di mana pokok-pokok persoalan yang penting yang

sulit dilaksanakan dapat dikemukakan

5. Memperkuat posisi auditor eksternal dengan memberikan suatu

saluran komunikasi terhadap pokok-pokok persoalan yang

memprihatinkan dengan efektif

6. Memperkuat posisi auditor internal dengan memperkuat

independensinya dari manajemen

21
7. Meningkatkan kepercayaan publik terhadap kelayakan dan

objektifitas laporan keuangan serta meningkatkan kepercayaan

terhadap kontrol internal yang lebih baik.

Dezoort et al. (2002) berpendapat bahwa komite audit yang efektif

ditentukan dua hal, yaitu sisi input merupakan komposisi kualifikasi,

kewenangan dan jumlah sumber daya, serta dari sisi proses yaitu harus

memiliki etos kerja yang tinggi. Dari input dan proses tersebut

diharapkan komite audit dapat bekerja efektif sehingga mampu

menghasilkan output berupa laporan keuangan, pengendalian internal

dan manajemen risiko yang bisa dipercaya.

Dalam setiap audit committee charter yang dimiliki oleh masing-

masing anggota, komite audit akan mengadakan pertemuan untuk rapat

secara periodik dan dapat mengadakan rapat tambahan atau rapat-rapat

khusus bila diperlukan.

Pertemuan secara periodik ini sebagaimana ditetapkan oleh komite

audit sendiri dan dilakukan sekurang-kurangnya sama dengan ketentuan

rapat dewan komisaris yang ditentukan dalam anggaran dasar

perusahaan. Komite audit biasanya perlu untuk mengadakan pertemuan

tiga sampai empat kali dalam satu tahun untuk melaksanakan kewajiban

dan tanggung jawabnya (FCGI, 2002).

b. Karakteristik Komite Audit

Komite audit mempunyai peran yang cukup vital dalam proses

terlaksananya suatu mekanisme tata kelola perusahaan yang baik.

Tentunya agar komite audit dapat menjalankan tugasnya dengan benar

22
dan efektif, maka diperlukan kualifikasi-kualifikasi khusus yang

memadai agar maksimal dalam menjalankan tugas dan tanggung

jawabnya (Wardhani 2010). Kualifikasi atau karakteristik dari komite

audit ini diharapkan dapat menjadi suatu dasar kepercayaan terhadap

para anggota komite audit untuk nantinya dapat bekerja maksimal dan

sebaik mungkin. Karakteristik-karakteristik komite audit yang dapat

digunakan untuk menilai efektivitasnya, antara lain independensi dan

ukuran dari komite audit,serta keahlian keuangan dan ketekunan yang

dimiliki oleh anggota komite audit. Empat karakter ini diidentifikasi

oleh Xie et al (2003). Independensi komite audit berhubungan dengan

seberapa besar keterlibatan anggota komite audit dengan aktivitas

perusahaan.

Ukuran komite audit berhubungan dengan jumlah anggota komite

audit. Keahlian keuangan yang dimiliki oleh anggota komite audit

berhubungan dengan pengetahuan keuangan dan akuntansi. Sedangkan

ketekunan komite audit diwujudkan melalui frekuensi pertemuan

komite audit dalam satu tahun. Melalui karakteristik komite audit yang

baik diharapkan akan berpengaruh negatif terhadap financial distress.

1) Ukuran Komite Audit

Ukuran komite audit adalah jumlah seluruh anggota komite

audit. Jumlah anggota komite audit memiliki kaitan yang erat

dengan seberapa banyak sumber daya yang dialokasikan untuk

menghadapi permasalahan yang dihadapi perusahaan. Komite audit

haruslah memiliki jumlah yang memadai untuk mengemban

23
tanggung jawab pengendalian dan pengawasan aktivitas

manajemen puncak. Ukuran komite yang lebih besar menyebabkan

adanya pertukaran pengetahuan dan informasi (Tao dan

Hutchinson, 2011). Jumlah anggota komite audit disesuaikan

besar-kecilnya dengan perusahaan dan tanggung jawab. Menurut

Wallace dan Zinkin (2005) rentang yang efektif adalah sebesar 3 -

6 orang. Komite audit yang terlalu kecil akan mengalami kesulitan

dalam pendistribusian kerja. Namun, biasanya 3 - 5 anggota

merupakan jumlah yang cukup ideal (FCGI, 2002; KNKG, 2006).

Di Indonesia, berdasarkan Keputusan Ketua BAPEPAM No. Kep-

29/PM/2004 juga menyatakan bahwa perusahaan go public wajib

untuk memiliki komite audit dengan jumlah minimal tiga orang.

Jumlah tersebut mayoritas harus bersifat independen.

2) Komite Audit Independen

Komite audit independen adalah jumlah komite audit yang

independen dalam suatu perusahaan. Dalam keputusan ketua

Bapepam No.Kep-29/PM/2004 dinyatakan bahwa kedudukan

komite audit berada di bawah dewan komisaris dan salah seorang

komisaris independen sekaligus menjadi ketua komite audit.

Komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya satu orang komisaris

independen dan sekurang-kurangnya dua orang anggota lainnya

berasal dari luar perusahaan. Anggota komite audit dipersyaratkan

berasal dari pihak yang tidak terlibat dengan tugas sehari-hari dari

manajemen yang mengelola perusahaan dan memiliki pengalaman

24
untuk melaksanakan fungsi pengawasan secara efektif. Salah satu

dari beberapa alasan utama independensi ini adalah untuk

memelihara integritas serta pandangan yang objektif dalam laporan

serta penyusunan rekomendasi yang diajukan oleh komite audit,

karena individu yang independen cenderung lebih adil dan tidak

memihak serta obyektif dalam menangani suatu permasalahan

(FCGI, 2002).

3) Pertemuan Komite Audit

Pertemuan komite audit adalah frekuensi pertemuan komite

audit. Dalam setiap audit committee charter yang dimiliki oleh

masing-masing anggota, komite audit akan mengadakan pertemuan

untuk rapat secara periodik dan dapat mengadakan rapat tambahan

atau rapat-rapat khusus bila diperlukan. Pertemuan secara periodik

ini sebagaimana ditetapkan oleh komite audit sendiri dan dilakukan

sekurang-kurangnya sama dengan ketentuan rapat dewan komisaris

yang ditentukan dalam anggaran dasar perusahaan. Komite audit

biasanya perlu mengadakan pertemuan tiga sampai empat kali

dalam satu tahun untuk melaksanakan kewajiban dan tanggung

jawabnya (FCGI, 2002). Komite audit juga dapat mengadakan

pertemuan eksekutif dengan pihak-pihak luar keanggotaan komite

audit yang diundang sesuai dengan keperluan atau secara periodik.

Pihak-pihak luar tersebut antara lain komisaris, manajemen senior,

kepala auditor internal dan kepala auditor eksternal. Hasil rapat

komite audit dituangkan dalam risalah rapat yang ditandatangani

25
oleh semua anggota komite audit. Ketua komite audit bertanggung

jawab atas agenda dan bahan-bahan pendukung yang diperlukan

serta wajib melaporkan aktivitas pertemuan komite audit kepada

dewan komisaris. Apabila komite audit menemukan hal-hal yang

diperkirakan dapat mengganggu kegiatan perusahaan, komite audit

wajib menyampaikannya kepada dewan komisaris selambat-

lambatnya sepuluh hari kerja. Laporan yang dibuat dan

disampaikan komite audit kepada komisaris utama adalah:

(a) Laporan triwulanan mengenai tugas yang dilaksanakan dan

realisasi program kerja dalam triwulan bersangkutan.

(b) Laporan tahunan pelaksanaan kegiatan komite audit.

(c) Laporan atas setiap penugasan khusus yang diberikan oleh

dewan komisaris.

Dalam laporan komite audit kepada dewan komisaris, komite

audit memberikan kesimpulan dari diskusi dengan auditor eksternal

tentang temuan mereka yang berhubungan dengan peninjauan

tengah tahun dan laporan keuangan tahunan, rekomendasi atas

pengangkatan auditor eksternal dan setiap masalah pengunduran

diri, penggantian dan pemberhentian perikatannya, kesimpulan

tentang nilai fungsi audit internal dan tanggapan atas penemuan

audit internal, serta kesimpulan atas kinerja sistem kontrol internal.

Pertemuan komite audit berfungsi sebagai media komunikasi

formal anggota komite audit dalam mengawasi proses corporate

governance, memastikan bahwa manajemen senior membudayakan

26
corporate governance, memonitor bahwa perusahaan patuh pada

code of conduct, mengerti semua pokok persoalan yang mungkin

dapat mempengaruhi kinerja keuangan atau non-keuangan

perusahaan, memonitor bahwa perusahaan patuh pada tiap undang-

undang dan peraturan yang berlaku, dan mengharuskan auditor

internal melaporkan secara tertulis hasil pemeriksaan corporate

governance dan temuan lainnya (Anggraini, 2010).

Penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa komite audit yang dibuat

dengan tujuan mengawasi jalannya operasional perusahaan memegang

peranan yang cukup penting dalam mewujudkan good corporate

governance. Melalui karakteristik-karakteristiknya, komite audit diharapkan

dapat menjadi lebih efektif dalam mengawasi jalannya perusahaan.

Karakteristik-karakteristik yang dimaksud contohnya adalah ukuran komite

audit, frekuensi pertemuan komite audit, dan independensi komite audit.

Dalam karakteristik-karakteristik tersebut dibutuhkan kriteria-kriteria khusus

agar komite audit dapat menciptakan good corporate governance.

4. Dewan Direksi dan Dewan Komisaris

Dewan direksi (board of directors) berfungsi untuk mengurus

perusahaan, sementara dewan komisaris (board of commissioner)

berfungsi untuk melakukan pengawasan. Dewan direksi dan dewan

komisaris dipilih oleh pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang

Saham (RUPS) yang mewakili kepentingan para pemegang saham

tersebut. Peran direksi dan komisaris sangat penting dan cukup

menentukan bagi keberhasilan implementasi Good Corporate

27
governance. Diperlukan komitmen penuh dari dewan direksi dan

komisaris agar implementasi GCG dapat berjalan dengan lancar sesuai

dengan harapan (Effendi,2009).

Dewan direksi dalam suatu perusahaan akan menentukan kebijakan

yang akan diambil atau strategi perusahaan tersebut secara jangka pendek

maupun jangka panjang. Menurut Puspitasari (2009), dewan direksi

harus mampu merumuskan strategi agar bisnis dapat berjalan secara

efektif dan efisien dengan turbulensi kondisi internal dan eksternal.

Dewan direksi tidak mungkin dapat melakukan tugas dengan baik apabila

hanya mengedepankan self interest dan mengabaikan kepentingan para

stakeholders. Dengan demikian, anggota dewan direksi harus memiliki

reputasi moral yang baik dan kompetensi teknis yang mendukung. Oleh

karena itu, untuk memilih anggota dewan direksi diperlukan standar

profesionalisme. Dewan direksi memiliki kewajiban untuk menjaga

transparansi dalam menjalankan operasional perusahaan. Prinsip

transparansi tersebut tercermin dalam penyampaian informasi secara

jujur kepada seluruh stakeholders. Manajemen harus mampu

menyediakan informasi yang relevan kepada direktur, pengawas, dan

pemegang saham. Dewan komisaris berperan untuk memonitoring dari

implementasi kebijakan direksi. Dewan komisaris bertanggung jawab

mengawasi tindakan direksi dan memberikan nasehat kepada direksi jika

dipandang perlu.

28
Komposisi dewan komisaris harus sedemikan rupa sehingga

memungkinkan pengambilan keputusan yang efektif, tepat dan cepat

serta dapat bertindak secara independen dalam arti tidak mempunyai

kepentingan yang dapat mengganggu kemampuannya untuk

melaksanakan tugasnya secara mandiri dan kritis dalam hubungan satu

sama lain dan terhadap direksi. Peran komisaris ini diharapkan akan

meminimalisir permasalahan agensi yang timbul antara dewan direksi

dan pemegang saham. Oleh karena itu, dewan komisaris seharusnya

dapat mengawasi kinerja direksi sehingga kinerja yang dihasilkan sesuai

dengan kepentingan pemegang saham (Wardhani, 2006).

Komposisi dewan komisaris merupakan salah satu karakteristik

dewan yang berhubungan dengan kandungan informasi laba. Melalui

perannya dalam menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan dapat

mempengaruhi pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangan

(Boediono, 2005). Komposisi yang tepat berarti jumlah yang dianggap

proporsional untuk mewakili pemegang saham. Jadi, ukuran dewan

komisaris merupakan jumlah yang dianggap proporsional untuk mewakili

pemegang saham badan usaha agar dewan komisaris dapat bekerja secara

efektif dan menjalankan corporate governance dengan bertanggung

jawab kepada pemegang saham.

Menurut Wallace dan Zinkin (2005), perusahaan harus

mempertimbangkan ukuran dewan dengan tujuan menentukan efektifitas

29
jumlah dewan yang dimiliki perusahaan. Ukuran dewan yang efektif

adalah yang dapat memfasilitasi pengambilan keputusan yang efektif.

Dewan komisaris yang merupakan pemegang saham perusahaan

mempercayakan sumber daya yang mereka tanamkan untuk dikelola oleh

dewan direksi. Dalam mengelola sumber daya tersebut dewan direksi

berada dibawah pengawasan dewan komisaris. Dewan direksi harus

mampu memberikan informasi yang penuh kebenaran kepada pemegang

saham, maka jumlah dewan direksi dan dewan komisaris harus ideal agar

tercipta efisiensi.

5. Struktur kepemilikan

Davies et al. (2002) menyatakan bahwa: “Managerial ownership is

equity ownership by inside company managers in providing incentives to

maximize the value of their company”. Kepemilikan manajerial diukur

dengan persentase saham yang dimiliki oleh pihak manajerial (Li et al.

2008)

Struktur kepemilikan merupakan perbandingan antara jumlah

saham yang dimiliki oleh orang dalam (manajemen) dengan jumlah

saham yang dimiliki oleh investor (Triwahyuningtias, 2012). Struktur

kepemilikan dalam perusahaan merupakan salah satu faktor internal yang

mempengaruhi pencapaian tujuan perusahaan. Kepemilikan manajerial

didefinisikan sebagai kepemilikan saham yang dimiliki oleh manajemen,

dalam hal ini kepemilikan oleh dewan direksi dan dewan komisaris.

Kepemilikan manajerial diasumsikan mampu mengurangi tingkat

30
masalah keagenan yang timbul dalam perusahaan (Emrinaldi, 2007). Hal

ini disebabkan dengan adanya kepemilikan oleh manajerial, pengambilan

keputusan yang berkaitan dengan perusahaan akan dilakukan dengan

tanggung jawab penuh karena sesuai dengan kepentingan pemegang

saham dalam hal ini termasuk kepentingan manajemen sebagai salah satu

komponen pemilik perusahaan. Kepemilikan oleh manajemen juga akan

meningkatkan kontrol terhadap manajemen perusahaan itu sendiri.

Kepemilikan institusional adalah persentase saham yang dimiliki

oleh institusi dari keseluruhan saham perusahaan yang beredar.

Kepemilikan institusional akan mengurangi masalah keagenan karena

pemegang saham oleh institusional akan membantu mengawasi

perusahaan sehingga manajemen tidak akan bertindak merugikan

pemegang saham. Kepemilikan institusional yang besar (lebih dari 5%)

akan memberikan kemampuan yang lebih baik untuk memonitor

manajemen (Emrinaldi, 2007).

6. Financial distress

Para peneliti terdahulu memiliki penjabaran tersendiri dalam

mendefinisikan financial Distress. Menurut Kamaludin dan Karina

(2011), financial distress adalah tahap penurunan kondisi keuangan

sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuidasi. Perbedaan dalam

mendefinisikan konsep financial distress tergantung dari cara

pengukuran masing-masing peneliti. Classens et al. (1999),

mendefinisikan perusahaan yang berada dalam kesulitan keuangan

31
sebagai perusahaan yang memiliki interest coverage ratio kurang dari

satu. Almilia dan Kristijadi (2003), menyatakan bahwa perusahaan yang

mengalami financial distress adalah perusahaan yang selama beberapa

tahun mengalami laba bersih operasi (net operation income) negatif dan

selama lebih dari satu tahun tidak melakukan pembayaran deviden. Ross

et al. (2010) mengatakan bahwa financial distress situasi dimana arus kas

operasi tidak cukup untuk memenuhi kewajiban saat ini (seperti kredit

perdagangan atau beban bunga) Sedangkan Scott (1983) menyatakan

bahwa suatu perusahaan mengalami financial distress apabila perusahaan

tersebut tidak dapat memenuhi kewajiban finansialnya dengan

dilanggarnya persyaratan utang (debt ovenants) disertai penghapusan

atau pengurangan pembiayaan deviden (Kurniasari, 2009).

a. Dampak

Financial distress dapat membawa suatu perusahaan mengalami

kegagalan pembayaran (default), tidak sesuai dengan kontrak yang

telah disepakati. Kegagalan pembayaran tersebut, mendorong debitor

untuk mencari penyelesaian dengan pihak kreditor, yang pada

akhirnya dapat dilakukan restrukturisasi keuangan antara

perusahaan, kreditor dan investor (Ross et al, 2010). Perusahaan

yang mengalami financial distress (kesulitan keuangan) akan

menghadapi kondisi a) tidak mampu memenuhi jadwal atau

kegagalan pembayaran kembali utang yang sudah jatuh tempo

32
kepada kreditor. b) perusahaan dalam kondisi tidak solvable

(insolvency).

b. Faktor Penyebab Financial Distress

Menurut Damodaran (1997), kesulitan keuangan dapat

disebabkan oleh faktor internal dan eksternal perusahaan. Faktor-

faktor penyebab kesulitan keuangan perusahaan, yaitu:

1) Faktor internal kesulitan keuangan

Merupakan faktor dan kondisi yang timbul dari dalam

perusahaan yang bersifat mikro ekonomi. Faktor internal dapat

berupa:

a. Kesulitan arus kas

Disebabkan oleh tidak imbangnya antara aliran

penerimaan uang yang bersumber dari penjualan dengan

pengeluaran uang untuk pembelanjaan dan terjadinya

kesalahan pengelolaan arus kas (cash flow) oleh manajemen

dalam pembiayaan operasional perusahaan sehingga arus

kas perusahaan berada pada kondisi defisit.

b. Besarnya jumlah utang

Perusahaan yang mampu mengatasi kesulitan keuangan

melalui pinjaman bank, sementara waktu kondisi defisit

arus kas dapat teratasi. Pada masa depan akan menimbulkan

masalah baru yang berkaitan dengan pembayaran pokok dan

33
bunga pinjaman, sekiranya sumber arus kas dari operasional

perushaan tidak dapat menutupi kewajiban pada pihak bank.

Ketidakmampuan manajemen perusahaan dalam

mengatur penggunaan dana pinjaman akan berakibat

terjadinya gagal pembayaran (default) yang pada akhirnya

timbul penyitaan harta perusahaan yang dijadikan sebagai

jaminan pada bank.

c. Kerugian operasional

Kerugian operasional perusahaan selama beberapa

tahun merupakan salah satu faktor utama yang

menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan keuangan

(financial distress). Situasi ini perlu mendapat perhatian

manajemen dengan seksama dan terarah.

Sedangkan menurut Kamaluddin dan Pribadi (2011) faktor-

faktor yang mempengaruuhi financial distress antara lain:

sensitivitas pendapatan perusahaan terhadap aktivitas ekonomi secara

keseluruhan, proporsi biaya tetap terhadap biaya variabel, likuiditas

dan kondisi pasar dari asset perusahaan, kemampuan kas terhadap

bisnis perusahaan. Financial distress dapat ditinjau dari komposisi

neraca- jumlah asset dan kewajiban, dari laporan laba rugi – jika

perushaan terus menerus rugi, dan dari laporan arus kas – jika arus

kas masuk lebih kecil dari arus kas keluar. Semua laporan tersebut

34
merupakan hasil akhir dari siklus akuntasi atau pembukuan

perusahaan.

2) Faktor eksternal kesulitan keuangan

Faktor eksternal kesulitan keuangan merupakan faktor-

faktor diluar perusahaan yang bersifat makro ekonomi yang

mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung

terhadap kesulitan keuangan perusahaan. Faktor eksternal

kesulitan keuangan dapat berupa kenaikan tingkat bunga

pinjaman.

Sumber pendanaan yang berasal dari pinjaman lembaga

keuangan bank atau non-bank, merupakan solusi yang harus

ditempuh oleh manajemen agar proses produksi dan investasi

dapat berjalan lancar. Konsekuensi dari pinjaman, jika terjadi

kenaikan tingkat bunga pinjaman bagi para pelaku bisnis

merupakan suatu resiko dan ancaman bagi kelangsungan usaha.

Financial distress dapat disimpulkan sebagai suatu kondisi yang

dialami oleh sebuah perusahaan sebelum mengalami kebangkrutan. Para

peneliti terdahulu mempunyai pandangan yang berbeda-beda dalam

menafsirkan kondisi financial distress. Kondisi financial distress

mempunyai dampak kegagalan (default) perusahaan dalam menyelesaikan

kewajibannya kepada pihak ketiga. Kegagalan pembayaran ini akan memicu

pihak ketiga untuk mengambil tindakan hukum.

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya financial

distress baik itu faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal

35
berhubungan dengan kondisi mikro dan kinerja yang ada dalam perusahaan.

Faktor internal merupakan faktor yang perlu diperhatikan lebih ketat karena

banyak perusahaan yang mengalami financial distress yang disebabkan oleh

faktor internal ini. Mekanisme corporate governance yang tidak dijalankan

dengan baik juga bisa menjadi faktor terjadinya financial distress.

Sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar

perusahaan. Kondisi financial distress perusahaan yang disebabkan karena

faktor eksternal biasanya disebabkan oleh keputusan-keputusan yang

diambil oleh para regulator yang berdampak pada operasional perusahaan.

B. Keterkaitan Antar Variabel dan Perumusan Hipotesis

Hubungan atau keterkaitan antara variabel independen dan variabel

dependen dalam penelitian ini, dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Ukuran komite audit dengan financial distress

Sesuai dengan teori keagenan, kualitas pengawasan yang baik dapat

menurunkan perilaku oportunistik yang dilakukan oleh manajer sebagai

agen. Dalam rangka untuk membuat komite audit yang efektif dalam

pengendalian dan pemantauan atas kegiatan pengelolaan perusahaan,

komite harus memiliki anggota yang cukup untuk melaksanakan

tanggungjawab. Di Indonesia, pedoman pembentukan komite audit yang

efektif (KNKG, 2002) menjelaskan bahwa anggota komite audit yang

dimiliki oleh perusahaan sedikitnya terdiri dari 3 orang, diketuai oleh

komisaris independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang

independen terhadap perusahaan serta menguasai dan memiliki latar

36
belakang akuntansi dan keuangan. Jumlah anggota komite audit yang

harus lebih dari satu orang ini dimaksudkan agar komite audit dapat

mengadakan pertemuan dan bertukar pendapat satu sama lain. Hal ini

dikarenakan masing-masing anggota komite audit memiliki pengalaman

tata kelola perusahaan dan pengetahuan keuangan yang berbeda-beda.

Menurut Wallace dan Zinkin (2005) komite audit dibentuk untuk

membantu dewan dan direksi secara pribadi untuk melaksanakan tugas

mereka, khususnya yang berhubungan dengan pengendalian internal

perusahaan, melaporkan informasi keuangan, dan standar perilaku

perusahaan. Komite audit harus bisa memahami masalah dasar akuntansi

yang dihadapi perusahaan dan dapat memberi masukan kepada dewan

atas masalah tersebut. Oleh karena itu, semakin banyak anggota komite

audit, maka akan mempermudah komite audit dalam bertukar pikiran

untuk memecahkan masalah yang dihadapi perusahaan.

H1: Ukuran komite audit berpengaruh terhadap financial distress

2. Frekuensi pertemuan komite audit dengan financial distress

Sesuai dengan teori keagenan, pengawasan merupakan salah satu

komponen dalam GCG. Kualitas pengawasan yang baik dapat

menurunkan perilaku oportunistik yang dilakukan oleh manajer sebagai

agen. Efektivitas komite audit dalam melaksanakan peran pengawasan

atas proses pelaporan keuangan dan pengendalian internal memerlukan

pertemuan rutin. Pertemuan yang teratur dan terkendali dengan baik akan

membantu komite audit dalam memeriksa akuntansi berkaitan dengan

37
sistem pengendalian internal, dan dalam hal menjaga informasi

manajemen (McMullen dan Raghunandan, 1996) dalam Rahmat et al.

(2008). Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI)

mewajibkan komite audit untuk mengadakan pertemuan tiga sampai

empat kali dalam satu tahun. Frekuensi pertemuan tersebut harus jelas

terstruktur dan dikontrol dengan baik oleh ketua komite.

Collier dan Gregory (1999) dalam Pembayun dan Januarti (2012),

mengungkapkan bahwa komite audit yang menyelenggarakan frekuensi

pertemuan yang lebih sering memberikan mekanisme pengawasan dan

pemantauan kegiatan keuangan yang lebih efektif, meliputi persiapan dan

pelaporan informasi keuangan perusahaan. Hal ini didukung oleh

penelitian yang dilakukan McMullen dan Raghunandan (1996), yang

membuktikan bahwa komite audit perusahaan yang mengalami kesulitan

keuangan tidak mengadakan pertemuan sesering perusahaan yang tidak

mengalami kesulitan keuangan (Rahmat et al., 2008). Dengan melakukan

pertemuan secara periodik, komite audit dapat mencegah dan mengurangi

kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pembuatan keputusan oleh

manajemen karena aktivitas pengendalian internal perusahaan dilakukan

secara terus menerus dan terstruktur sehingga setiap permasalahan dapat

cepat terdeteksi dan diselesaikan dengan baik oleh manajemen.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dirumuskan hipotesis. Semakin

sering frekuensi pertemuan komite audit, maka semakin kecil financial

distress terjadi dalam sebuah perusahaan.

38
H2: Frekuensi pertemuan komite audit berpengaruh terhadap

financial distress

3. Proporsi komite audit independen dengan financial distress

Menurut teori keagenan, anggota independen merupakan pengawas

yang dapat menurunkan asimetri informasi dan menjembatani

kepentingan antara pemilik dan manajemen. Anggota independen dapat

dikatakan sebagai pengawas yang baik karena dianggap lebih objektif

dan kritis dalam hubungannya dengan kebijakan yang dibuat oleh

manajemen. Di samping itu, anggota independen memiliki kepentingan

untuk meningkatkan reputasi sebagai pengawas yang baik. Oleh karena

itu, anggota independen akan mengurangi terjadinya financial distress.

Peraturan BEI dan ketentuan pedoman corporate governance dalam

pembentukan komite audit yang efektif menyatakan bahwa komite audit

terdiri tidak kurang dari tiga anggota yang mayoritas independen, yaitu

sekurang-kurangnya satu orang komisaris independen dan sekurang-

kurangnya dua orang anggota lainnya berasal dari luar perusahaan.

Anggota komite audit dipersyaratkan berasal dari pihak ekstern

perusahaan yang independen, harus terdiri dari individu-individu yang

independen dan tidak terlibat dengan tugas sehari-hari dari manajemen

yang mengelola perusahaan, serta memiliki pengalaman untuk

melaksanakan fungsi pengawasan secara efektif. Independensi ini

bertujuan untuk memelihara integritas serta pandangan yang objektif

dalam laporan serta penyusunan rekomendasi yang diajukan oleh komite

39
audit, karena individu yang independen cenderung lebih adil dan tidak

memihak serta obyektif dalam menangani suatu permasalahan (FCGI,

2002).

Hasil beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan adanya

pengaruh positif atas komposisi anggota komite yang didominasi oleh

pihak-pihak independen terhadap kinerja komite audit. Seperti penelitian

McMullen dan Raghunandan (1996), yang membuktikan bahwa direktur

non-eksekutif akan mengurangi kemungkinan manipulasi laporan

keuangan (Rahmat et al., 2008). Kehadiran anggota yang independen

sebagai mayoritas anggota komite audit akan meningkatkan independensi

komite dan akan mengoptimalkan reputasi komite audit sebagai monitor

yang baik, karena anggota yang independen mampu memberikan opini

yang independen, lebih objektif dan lebih mampu menawarkan kritik

dalam hubungannya dengan kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh

manajemen (Porter dan Gendall, 1993) dalam Rahmat et al (2008).

Diperkirakan bahwa dengan adanya komite audit independen maka akan

menambah kepercayaan investor terhadap laporan keuangan dan akan

mengurangi kemungkinan perusahaan berada dalam kondisi kesulitan

keuangan karena sebuah kasus penyimpangan tata kelola perusahaan.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dirumuskan hipotesis bahwa

semakin banyak jumlah anggota komite audit yang independen, maka

semakin kecil financial distress terjadi dalam sebuah perusahaan.

40
H3: Proporsi komite audit independen berpengaruh terhadap

financial distress

4. Ukuran dewan direksi dengan financial distress

Dewan direksi dalam suatu perusahaan akan menentukan kebiijakan

yang akan diambil atau strategi perusahaan tersebut secara jangka pendek

maupun jangka panjang. Penelitian Wardhani (2006) menyatakan

semakin besar jumlah direksinya maka semakin tinggi kemungkinan

perusahaan mengalami kondisi tekanan keuangan. Namun hasil berbeda

terjadi pada penelitian Emrinaldi (2007) yang menyatakan semakin besar

jumlah dewan direksi semakin kecil potensi terjadinya kesulitan

keuangan. Hal ini sesuai dengan penelitian Pearch dan Zahra (1992)

dalam Emrinaldi (2007) yang menyatakan ukuran dan diversitas dewan

direksi memberikan manfaat bagi perusahaan karena terciptanya network

dengan pihak luar dalam menjamin ketersediaan sumber daya. Jadi,

dewan merupakan salah satu mekanisme yang sangat penting dalam

corporate governance, dimana keberadaannya menentukan kinerja

perusahaan. Bukti yang menyatakan efektifitas ukuran dewan masih baur

karena terjadi perbedaan hasil temuan. Dari hasil yang berbeda-beda

tersebut mungkin dapat dikatakan bahwa pengaruh ukuran direksi

terhadap kinerja perusahaan tergantung dari karakteristik dari masing-

masing perusahaan (Wardhani, 2006). Berdasarkan pernyataan diatas

tersebut, dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H4 : Ukuran dewan direksi berpengaruh terhadap financial distress

41
5. Ukuran dewan komisaris dengan financial distress

Dewan komisaris berperan untuk memonitoring dari implementasi

kebijakan direksi. Dewan komisaris bertanggung jawab mengawasi

tindakan direksi dan memberikan nasehat kepada direksi jika dipandang

perlu. Komposisi dewan komisaris harus sedemikan rupa sehingga

memungkinkan pengambilan keputusan yang efektif, tepat dan cepat

serta dapat bertindak secara independen dalam arti tidak mempunyai

kepentingan yang dapat menggangu kemampuannya untuk melaksanakan

tugasnya secara mandiri dan kritis dalam hubungan satu sama lain dan

terhadap direksi. Kecilnya jumlah komisaris berarti fungsi monitoring

yang dijalankan dalam perusahaan tersebut relatif lebih lemah,

dibandingkan dengan perusahaan yang tidak mengalami tekanan

keuangan sehingga hal itu tidak mempengaruhi potensi kesulitan

keuangan (financial distress). Sedangkan peran dewan komisaris dalam

suatu perusahaan lebih ditekankan pada fungsi monitoring dari

implementasi kebijakan direksi. Sehingga dapat ditarik hipotesis bahwa

kemungkinan ukuran dewan direksi komisaris berpengaruh terhadap

financial distress.

H5: Ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap financial

distress

6. Kepemilikan manajerial dengan financial distress

Struktur kepemilikan merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi kondisi perusahaan di masa yang akan datang.

42
Kemungkinan suatu perusahaan berada pada posisi tekanan keuangan

juga banyak dipengaruhi oleh struktur kepemilikan perusahaan tersebut.

Struktur kepemilikan menjelaskan komitmen dari pemiliknya untuk

menyelamatkan perusahaan (Wardhani, 2006). Kepemilikan manajerial

diasumsikan mampu mengurangi masalah keagenan yang timbul pada

suatu perusahaan. Short dan Keasey (1999) dalam Emrinaldi (2007)

menyatakan bahwa terdapat hubungan linear antara kepemilikan

manjerial dengan nilai perusahaan. Hubungan linear tersebut ditunjukan

dengan kinerja perusahaan. Menurut penelitian Emrinaldi (2007), dengan

terjadinya peningkatan pada kepemilikan manajerial maka akan mampu

mendorong turunnya potensi kesulitan keuangan. Hal ini akan mampu

menyatukan kepentingan antara pemegang saham dan manajer sehingga

mampu menurunkan potensi terjadinya kesulitan keuangan. Berdasarkan

penelitian terdahulu tersebut, dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H6: Kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap financial distress

7. Kepemilikan institusional dengan financial distress

Kepemilikan oleh institusional investor menghasilkan manajemen

yang fokus pada kinerja perusahaan (Elloumi dan Gueyie, 2001).

Kepemilikan institusional yang besar (lebih dari 5%) mengindikasi

kemampuan memonitor perusahaan. Semakin besar kepemilikan

institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan,

sehingga potensi kesulitan keuangan dapat diminimalkan. Hal ini

dikarenakan semakin besar kepemilikan institusional akan semakin besar

43
monitoring yang dilakukan terhadap perusahaan yang pada akhirnya akan

mampu mendorong semakin kecilnya potensi kesulitan keuangan yang

mungkin terjadi dalam perusahaan (Emrinaldi, 2007). Pernyataan ini

didukung dengan hasil penelitian Holderness dan Barclay (1991) dalam

Emrinaldi (2007) yang menyatakan bahwa terdapat peningkatan turnover

manajemen dan gains akibat pembelian saham oleh pihak luar. Menurut

penelitian yang dilakukan Parulian (2007), adanya kepemilikan saham

oleh investor institusional akan dapat lebih mengawasi manajemen dalam

melaksanakan operasi sehingga lebih terhindar dari kondisi financial

distress. Hal ini dikarenakan dengan kepemilikan oleh investor

institusional akan lebih ketat mengawasi manajemen dalam memenuhi

penyajian laporan keuangan, maka manajemen relatif tidak mudah

menutupi kinerja aktifnya dan harus melaporkan laba bersih dalam

laporan keuangan. Hal tersebut juga didukung oleh penelitian Emrinaldi

(2007) bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap

financial distress. Berdasarkan penelitian terdahulu tersebut, dirumuskan

hipotesis sebagai berikut:

H7: Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap financial

distress

44
C. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
NAMA JUDUL VARIABEL HASIL

Elloumi dan Financial Distress Variabel Adanya


Gueyie (2001) and Corporate dependen: kepemilikan
governance:an financial saham oleh
empirical analysis distress direktur dan
Variabel adanya audit
independen: committee,
board size, kehadiran CEO
board duality
independence, dan board
blockdown, kemungkinan
duality financial distress
(variabel
dummy),
dirown, audit
committee,
audit opinion
Shamsul Nahar Board Structure Board Board
Abdullah (2006) and Ownership in Independence, Independence
Malaysia: the case CEO duality Berpengaruh
of distressed listed structure, Signifikan terhadap
companies. management Distress. Dan ada
interest, non- pengaruh
executive director‟s signifikan antara
interest, extent of struktur
outside kepemilkan dan
blockholder‟s financial distress.
interests
Wardhani Mekanisme Financial Ukuran dewan
(2006) Corporate distress, ukuran direktur,
Governance dewan direksi turn over direksi
Dalam dan dewan mempunyai
Perusahaan komisaris, pengaruh
Yang independensi signifikan terhadap
Mengalami dewan financial
Permasalahan komisaris, Dewan distressed,
Keuangan komisaris, turn sedangkan
over direksi, Independensi
struktur dewan komisaris
kepemilikan, log dan struktur
total asset, dan kepemilikan tidak

45
NAMA JUDUL VARIABEL HASIL

dummy year berpengaruh secara


signifikan terhadap
financial distress.
Parulian Hubungan Komisaris Ukuran
(2007) Struktur Independen, perusahaan
Kepemilikan, Kepemilikan berpengaruh
Komisaris Institusional, negatif dan
Independen, kepemilikan signifikan dengan
dan Kondisi blockholders, kondisi financial
Financial kepemilikan distress. ,
Distress insider, ukuran Kepemilikan
Perusahaan perusahaan, blockholders,
Publik leverage dan komisaris
financial distress independen, dan
leverage
berpengaruh
positif dan
signifikan dengan
kondisi financial
distress.

Emrinaldi Analisis Kepemilikan Kepemilikan


(2007) Pengaruh manajerial, manajerial,
Praktek Tata kepemilikan kepemilikan
Kelola institusional, institusional,
Perusahaan ukuran dewan ukuran dewan
(Corporate direksi, dewan direksi, dewan
governance) dewan komisaris, komisaris, dan
terhadap komite komite audit
Kesulitan audit, dan berpengaruh
Keuangan kesulitan negatif dan
Perusahaan keuangan signifikan
(Financial terhadap
Distress): kesulitan
Suatu Kajian keuangan.
Empiris
Agatha Pembayun Pengaruh Ukuran komite Ukuran komite
dan Indira Karakteristik audit, komite audit audit dan
Januarti (2012) Komite Audit indpenden, kompentensi
Terhadap frekuensi komite audit
Finansial pertemuan komite berpengaruh
Distress audit, kompentensi negatif terhadap
komite audit, financial distress,
independensi

46
NAMA JUDUL VARIABEL HASIL

komite audit dan


pertemuan komite
audit tidak
berpengaruh
signifikan negatif
terhadap financial
distress
Sumber: data sekunder olahan

D. Kerangka Konseptual

Menurut Hamid (2007) mendefinisikan kerangka berpikir sebagai berikut:

“Kerangka pemikiran merupakan sintesa dari serangkaian teori


yangtertuang dalam tinjauan pustaka, yang pada dasarnya merupakan gambaran
sistematis dari kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternatif solusi dari
serangkaian masalah yang ditetapkan”.
Kerangka berpikir ini merupakan model konseptual tentang bagaimana teori

berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah

yang penting. Adapun masalah-masalah yang dianggap penting dalam penelitian

ini adalah ukuran komite audit, frekuensi pertemuan komite audit, proporsi komite

audit independen, ukuran dewan direksi, ukuran dewan komisaris, kepemilikan

manajerial, kepemilikan institusional, dan financial distress. Berdasarkan uraian

di atas gambaran menyeluruh penelitian ini yang mengangkat penelitian mengenai

pengaruh yang terjadi pada financial distress disajikan dalam gambar 2.1.

Kerangka pemikiran dari penelitian ini:

47
Gambar 2.1
Kerangka konseptual

Adanya perusahaan yang mengalami financial


distress pada perusahaan yang listing di BEI

Kewajiban perusahaan go public untuk


menerapkan good corporate governance

Basis teori

Variabel independen Variabel dependen

Ukuran Komite audit

Frekuensi pertemuan komite


audit
Proporsi komite audit
independen
Ukuran dewan direksi Financial Distress

Ukuran dewan komisaris

Kepemilikan manajerial

Kepemilikan institusional

Metode Analisis: Logistic Regression

Hasil pengujian dan pembahasan

Kesimpulan dan Saran

48
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kausalitas yaitu penelitian yang

bertujuan untuk mengetahui hubungan serta pengaruh antara dua variabel atau

lebih. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variabel independen,

yaitu ukuran komite audit, frekuensi pertemuan komite audit, persentase

komite audit independen, ukuran dewan direksi, ukuran dewan komisaris,

kepemilikan manajerial, dan kepemilikan institusional terhadap variabel

dependen, yaitu financial distress. Populasi dalam penelitian ini adalah

perusahaan go public yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI)

periode 2009 sampai dengan 2011.

B. Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan go public yang terdaftar

dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2009 sampai dengan 2011.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

metode purposive sampling, dalam hal ini lebih khusus pada penggunaan

metode judgement sampling. Judgement sampling merupakan tipe cara

pengambilan sampel secara tidak acak yang informasinya diperoleh dengan

menggunakan pertimbangan tertentu yang umumnya disesuaikan dengan

tujuan atau masalah penelitian (Indriantoro dan Supomo, 2002).

49
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan variabel dependen dummy .

Oleh karena itu, peneliti mengambil sampel dari 2 (dua) jenis perusahaan

dengan kritera yang berbeda. Jenis perusahaan tersebut adalah perusahaan

yang mengalami financial distress dan perusahaan yang tidak mengalami

financial distress.

1. Perusahaan financial distress

Adapun kriteria pemilihan sampel perusahaan financial distress pada

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Perusahaan terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia periode 2009

sampai dengan 2011 secara berturut-turut.

b) Perusahaan pernah mengalami laba bersih negatif sekurang-

kurangnya 2 tahun berturut-turut.

c) Perusahaan memiliki laporan komite audit yang lengkap yaitu

perusahaan yang memiliki laporan pertemuan komite audit dan

komposisi komite audit.

2. Perusahaan non-financial distress

Peneliti mengambil sampel perusahaan yang tidak mengalami financial

distress sebanyak sama dengan sampel perusahaan financial distress yang

digunakan. Adapun kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel

non-financially distress company adalah sebagai berikut:

a) Perusahaan berada dalam satu sektor industri yang sama dengan masing-

masing perusahaan financial distress

b) Perusahaan tidak pernah mengalami laba bersih negatif selama periode

2009 s.d 2011.

50
c) Perusahaan menerbitkan annual report periode 2009 s.d 2011.

d) Perusahaan menyajikan secara lengkap informasi mengenai komite audit

yaitu pertemuan komite audit dan komposisi komite audit.

C. Metode Pengumpulan Data

Dalam memperoleh data-data pada penelitian ini, peneliti menggunakan

dua cara yaitu penelitian pustaka dan penelitian lapangan.

1. Penelitian Pustaka (Library Research)

Peneliti memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang

sedang diteliti melalui buku, jurnal, majalah, tesis, internet, dan

perangkat lain yang berkaitan dengan judul penelitian.

2. Penelitian Lapangan (Field Research)

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.

Seluruh data bersumber dari laporan keuangan auditan dan laporan

tahunan perusahaan terdaftar di BEI tahun 2009 sampai dengan 2011

yang telah dipublikasikan secara lengkap. Data didapat dari BEI, ICMD,

dan pojok bursa FEB UIN.

D. Metode Analisis data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan teknik analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif dilakukan

dengan cara menganalisis suatu permasalahan yang diwujudkan dalam bentuk

angka.

51
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi

logistik (logistic regression) dengan bantuan software SPSS v.21. Alasan

penggunaan alat analisis regresi logistik (logistic regression) adalah karena

variabel terikat yang digunakan merupakan variabel binary, yaitu apakah

perusahaan tersebut mengalami kesulitan keuangan atau tidak. Asumsi

normal distribution tidak dapat dipenuhi karena variabel bebas merupakan

campuran antara variabel kontinyu (metrik) dan kategorial (non-metrik).

Dalam hal ini dapat dianalisis dengan regresi logistik (logistic regression)

karena tidak perlu asumsi normalitas data pada variabel bebasnya.

1. Definisi Regresi Logistik

Regresi logistik adalah bentuk khusus dimana variabel dependennya

menjadi dua bagian atau kelompok (binary).Walaupun formulanya dapat

saja lebih dari dua kelompok. Regresi logistik adalah regresi yang

digunakan untuk mencari persamaan regresi jika variabel dependennya

merupakan variabel yang berbentuk skala. Regresi logistik binary

digunakan untuk menemukan persamaan regresi dimana variabel

dependennya bertipe kategorial dua pilihan seperti: ya atau tidak, atau

lebih dari dua pilihan seperti: tidak setuju, setuju, sangat setuju.

2. Tahapan Regresi Logistik

Tahapan dalam pengujian dengan menggunakan uji regresi logistik

(logistic regression) adalah statistik deskriptif dan pengujian hipotesis

penelitian, adapun penjelasannya diuraikan dalam paragraf dibawah ini

(Ghozali, 2012):

52
a. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan deskripsi suatu

data yang dilihat dari rata-rata (mean), standar deviasi (standard

deviation), dan maksimum-minimum. Mean digunakan untuk

memperkirakan besar rata-rata populasi yang diperkirakan dari

sampel. Standar deviasi digunakan untuk menilai dispersi rata-rata

dari sampel. Maksimum-minimum digunakan untuk melihat nilai

minimum dan maksimum dari populasi. Hal ini perlu dilakukan untuk

melihat gambaran keseluruhan dari sampel yang berhasil dikumpulkan

dan memenuhi syarat untuk dijadikan sampel penelitian.

b. Pengujian Hipotesis Penelitian

Estimasi parameter menggunakan Maximum Likehood Estimation

(MLE).

Ho = b1 = b2 = b3 = ... = bi = 0

Ho ≠ b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ ... ≠ bi ≠ 0

Hipotesis nol menyatakan bahwa variabel independen (x) tidak

mempunyai pengaruh terhadap variabel respon yang diperhatikan

(dalam populasi). Pengujian terhadap hipotesis dilakukan dengan

menggunakan α= 5%. Nilai α dinyatakan sebagai besarnya tingkat

kesalahan yang dapat ditolerir. Umumnya, untuk ilmu sosial, termasuk

ekonomi dan keuangan, besarnya α adalah 5% (Ghozali, 2012).

Kaidah pengambilan keputusan adalah:

53
1) Jika nilai probabilitas (sig.) < α = 5% maka hipotesis alternatif

didukung.

2) Jika nilai probabilitas (sig.) > α = 5% maka hipotesis alternatif

tidak didukung.

1) Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit)

Langkah pertama adalah menilai overall model fit terhadap

data. Beberapa test statistik diberikan untuk menilai hal ini.

Hipotesis untuk menilai model fit adalah:

H0 : Model yang dihipotesiskan fit dengan data

HA : Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data

Dari hipotesis ini kita tidak akan menolak hipotesis nol agar

model fit dengan data. Statistik yang digunakan berdasarkan pada

fungsi likelihood. Likelihood L dari model adalah probabilitas

bahwa model yang dihipotesiskan menggambarkan data input.

Untuk menguji hipotesis nol dan alternatif, L ditransformasikan

menjadi -2LogL. Penurunan likelihood (-2LL) menunjukkan model

regresi yang lebih baik atau dengan kata lain model yang

dihipotesiskan fit dengan data.

2) Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square)

Cox dan Snell’s R Square merupakan ukuran yang mencoba

meniru ukuran R2 pada multiple regression yang didasarkan pada

teknik estimasi likelihood dengan nilai maksimum kurang dari

1(satu) sehingga sulit diinterpretasikan. Nagelkerke’s R square

54
merupakan modifikasi dari koefisien Cox dan Snell untuk

memastikan bahwa nilainya bervariasi dari 0 (nol) sampai 1 (satu).

Hal ini dilakukan dengan cara membagi nilai Cox dan Snell’s R2

dengan nilai maksimumnya. Nilai Nagelkerke’s R2 dapat

diinterpretasikan seperti nilai R2 pada multiple regression. Nilai

yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam

menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang

mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan

hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi

variasi variabel dependen.

3) Menguji Kelayakan Model Regresi

Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer

and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Hosmer and Lemeshow’s

Goodness of Fit Test menguji hipotesis nol bahwa data empiris

cocok atau sesuai dengan model (tidak ada perbedaan antara model

dengan data sehingga model dapat dikatakan fit). Jika statistik

Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test sama dengan atau

kurang dari 0,05, maka hipotesis nol ditolak yang berarti ada

perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya

sehingga Goodness fit model tidak baik karena model tidak dapat

memprediksi nilai observasinya. Jika nilai statistik Hosmer and

Lemeshow’s Goodness of Fit Test lebih besar dari 0,05, maka

hipotesis nol tidak dapat ditolak dan berarti model mampu

55
memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat

diterima karena cocok dengan data observasinya.

4) Uji Multikolinieritas

Dalam model regresi logistik, satu-satunya uji asumsi klasik

yang digunakan adalah uji multikoliniaritas. Hal tersebut

dikarenakan uji multikoliniaritas berhubungan hanya dengan

variabel independennya saja sehingga masih dapat terpenuhi dalam

model regresi logistik. Model regresi yang baik adalah regresi

dengan tidak adanya gejala korelasi yang kuat di antara variabel

bebasnya. Pengujian ini menggunakan matrik korelasi antar

variabel bebas untuk melihat besarnya korelasi antar variabel

independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka

variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah

variabel independen sama dengan nol.

5) Matriks Klasifikasi

Matriks klasifikasi menunjukkan kekuatan prediksi dari model

regresi untuk memprediksi kemungkinan terjadinya financial

distress oleh sebuah perusahaan.

6) Model Regresi Logistik yang Terbentuk

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

regresi logistik (logistic regression), yaitu dengan melihat pengaruh

ukuran komite audit, frekuensi pertemuan komite audit, jumlah

komite audit independen, ukuran dewan direksi, ukuran dewan

56
komisaris, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan institusional

terhadap financial distress pada perusahaan yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia (BEI). Model yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

FDISTRESS=β0+β1(SIZECA)+β2(FRECA)+β3

(INCA)+β4(SIZEDIR)+ β5(SIZECOM)+

β6(MANJ)+ β7(INST)+ ε… (1)

Dimana:

FDISTRESS= Financial Distress. (1 jika perusahaan

mengalami financial distress, 0 jika tidak

mengalami financial distress)

Βo = Konstanta

SIZECA = Ukuran komite audit. ( Jumlah komite audit

dalam 1 perusahaan)

FRECA =Frekuensi pertemuan komite audit (Jumlah

pertemuan komite audit selama 1 periode)

INCA = Persentase komite audit independen dalam

komite audit (Jumlah komite audit independen

dibagi dengan total komite audit keseluruhan)

SIZEDIR =Ukuran dewan direksi (1 Jika dewan direksi

mempunyai jumlah yang besar, 0 jika kecil )

57
SIZECOM =Ukuran dewan komisaris (1 Jika dewan

komisaris mempunyai jumlah yang besar, 0

jika kecil )

MANJ =Kepemilikan saham manajerial

INST =Kepemilikan saham institusional

E. Definisi Operasionalisasi Variabel

Pada bagian ini akan diuraikan definisi dari masing-masing variabel yang

digunakan yang disertai dengan operasional serta cara pengukurannya.

Adapun operasionalisasi variabel-variabel sebagai berikut :

1. Ukuran komite audit

Ukuran komite audit adalah total keseluruhan anggota komite audit

dalam satu perusahaan. Berdasarkan Surat Edaran Bapepam No. SE-

03/PM/2000 menyatakan bahwa komite audit pada perusahaan publik

Indonesia terdiri dari sedikitnya tiga orang anggota dan diketuai oleh

komisaris independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang

independen. Variabel ukuran komite audit dalam penelitian ini diukur

dengan jumlah anggota di dalam komite audit. Ukuran komite audit

dalam sebuah perusahaan dapat diketahui dari annual report perusahaan.

2. Frekuensi pertemuan komite audit

Berdasarkan pedoman FCGI (2002), menyatakan bahwa komite

audit harus mengadakan pertemuan paling sedikit setiap tiga bulan atau

minimal empat kali pertemuan dalam satu tahun. Variabel frekuensi

58
pertemuan komite audit dalam penelitian ini diukur dengan jumlah

pertemuan komite audit dalam 1 tahun. Informasi mengenai frekuensi

pertemuan komite audit didapat dari laporan tahunan perusahaan.

3. Proporsi Komite Audit Independen

Independensi dimaksudkan untuk memelihara integritas serta

pandangan yang objektif dalam laporan serta penyusunan rekomendasi

yang diajukan oleh komite audit,karena individu yang independen

cenderung lebih adil dan tidak memihak serta objektif dalam menangani

suatu permasalahan. Proporsi komite audit independen pada penelitian ini

diukur dengan menggunakan indikator jumlah anggota komite audit yang

independen terhadap jumlah seluruh anggota komite audit. Rumus untuk

mengukur variabel ini adalah:

4. Ukuran Dewan Direksi

Dewan direksi merupakan organ perusahaan yang menentukan

kebijakandan strategi yang diambil oleh perusahaan. Menurut Pedoman

Umum Good Corporate Governance Indonesia, jumlah anggota dewan

direksi harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap

memperhatikan efektifitas dalam pengambilan keputusan. Dalam

penelitian ini, ukuran dewan direksi diukur dengan menghitung jumlah

anggota dewan direksi yang ada dalam perusahaan pada periode t,

termasuk CEO (Wardhani, 2006). Variabel ini merupakan variabel

dummy yaitu mendapat nilai 1 jika perusahaan mempunyai ukuran dewan

59
direksi yang besar, dan 0 jika tidak. Ukuran dewan dikategorikan besar

apabila berjumlah lebih dari sama dengan lima (≥ 5) orang. Hal tersebut

berdasarkan yang diungkapkan oleh Suranta (2005) bahwa kualitas

laporan dianggap baik jika dewan direksi berjumlah 4-5 orang.

5. Ukuran Dewan Komisaris

Dewan komisaris merupakan organ perusahaan yang melakukan

fungsi monitoring dari implementasi kebijakan direksi. Menurut

Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia, jumlah

anggota dewan komisaris harus disesuaikan dengan kompleksitas

perusahaan dengan tetap memperhatikan efektifitas dalam pengambilan

keputusan. Dalam penelitian ini, ukuran dewan komisaris diukur dengan

menghitung jumlah dewan komisaris yang ada dalam perusahaan pada

perode t (Wardhani, 2006). Informai mengenai dewan komisaris

bersumber dari annual report perusahaan. Varibel ini merupakan variabel

dummy yaitu variabel yang diberi nilai 1 jika ukuran dewan komisaris

bersar, dan 0 jika tidak. Apabila jumlah dewan komisaris lebih dari sama

dengan lima ( ≥ 5) maka dikategorikan besar.

6. Kepemilikan manajerial.

Kepemilikan manajerial didefinisikan sebagai kepemilikan saham

yang dimiliki oleh manajemen. Kepemilikan manajerial dalam penelitian

ini diukur dari persentase tingkat kepemilikan oleh dewan direksi dan

dewan komisaris (Wardhani, 2006). Informasi mengenai kepemilikan

manajerial didapat dari annual report perusahaan.Variabel ini didapat

60
dengan membagi jumlah saham yang dimiliki manajemen dengan total

saham yang diterbitkan perusahaan. Rumus yang digunakan dalam

variabel ini adalah:

7. Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional merupakan persentase saham yang

dimiliki oleh institusi dari keseluruhan saham perusahaan yang beredar.

Dalam penelitian ini kepemilikan institusional diukur dengan besar

persentase kepemilikan institusional di dalam perusahaan amatan

(Emrinaldi, 2007). Informasi mengenai kepemilikan institusional

diperoleh dari annual report perusahaan. Variabel ini didapat dengan

membagi saham perusahaan yang dimiliki oleh institusional dengan total

saham yang diterbitkan perusahaan. Rumus yang digunakan dalam

variabel ini adalah:

8. Financial distress (Y)

Variabel terikat (dependent variable) merupakan variabel yang terikat

dan variabel yang dipengaruhi oleh variabel lainnya. Melalui analisis

terhadap variabel terikat adalah mungkin untuk menemukan jawaban atas

suatu masalah (Sekaran, 2006). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah

financial distress atau permasalahan yang terjadi pada perusahaan.

Penelitian ini mendefinisikan perusahaan yang mengalami financial distress

61
mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Elloumi dan Gueyie (2001),

mengkategorikan perusahaan dengan financial distress bila selama dua

tahun berturut-turut mengalami laba bersih negatif. Informasi mengenai

variabel financial distress didapat dari laporan laba rugi perusahaan dengan

membandingkan laporan laba rugi selama dua tahun. Variabel ini

merupakan dummy data yaitu bernilai 1 jika mengalami financial distress, 0

jika tidak mengalami financial distress.

Tabel 3.1
Definisi operasionalisasi variabel
NO VARIABEL PENGUKURAN SKALA
1. Financial Distress 1 Jika mengalami Nominal
(Variabel dependen) financial distress, 0 jika
tidak mengalami financial
distress
2. Ukuran komite audit Total keseluruhan anggota Rasio
(Variabel Independen) komite audit
3. Frekuensi pertemuan komite Total pertemuan komite Rasio
audit audit
(Variabel Independen)
4. Komite audit independen Jumlah komite audit Rasio
(Variabel Independen) independen dibagi total
seluruh anggota komite
audit
5. Ukuran dewan direksi 1 jika ukuran dewan Nominal
(Variabel Independen) direksi ≥ 5, 0 jika tidak.
6. Ukuran dewan komisaris 1 jika ukuran dewan Nominal
(Variabel Independen) komisaris ≥ 5, 0 jika tidak
7. Kepemilikan manajerial Persentase saham yang Rasio
(Variabel Independen) dimiliki manajemen
8. Kepemilikan Institusional Persentase saham yang Rasio
(Variabel Independen) dimiliki oleh institusional
lain.
Sumber: Data olahan

62
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Deskripsi Objek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan go public

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai tahun 2009 s.d 2011.

Perusahaan tersebut telah terdaftar di BEI sebelum 1 Januari 2009 dan

selama periode penelitian tersebut tidak keluar dari BEI atau mengalami

delisting. Seluruh perusahaan di BEI dipilih karena jumlah perusahaan

yang mengalami financial distress relatif sedikit dan untuk mendapatkan

jumlah sampel yang sesuai dengan keinginan peneliti. Fokus penelitian

ini adalah ingin melihat pengaruh ukuran dewan komite audit, frekuensi

pertemuan komite audit, proporsi komite audit independen, ukuran

dewan direksi, ukuran dewan komiaris, kepemilikan saham manajerial,

dan kepemilikan saham institusional terhadap financial distress.

Alasan penggunaan data tiga tahun mulai tahun 2009 s.d 2011

karena pengukuran yang digunakan pada variabel dependen financial

distress yaitu perusahaan yang mengalami laba bersih negatif selama dua

tahun berturut-turut. Dua tahun mengalami laba negatif berturut-turut

dari tiga tahun cukup untuk menggambarkan kondisi financial distress.

Tabel 4.1 di bawah ini menyajikan tahapan seleksi sampel

berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.

63
Tabel 4.1
Tahapan Seleksi Sampel dengan Kriteria

Jumlah perusahaan yang listing di BEI tahun 2009-2011 451


Perusahaan yang tidak mengalami financial distress (404)
Perusahaan yang mengalami financial distress 47
Perusahaan tidak menerbitkan annual report periode 2009- (22)
2011
Perusahaan tidak menyajikan informasi yang lengkap (4)
mengenai komite audit
Jumlah sampel perusahaan financial distress yang digunakan 21
Sampel perusahaan yang tidak mengalami financial distress 21
Jumlah sampel yang diolah dalam 1 tahun. 42
Sumber: Data olahan

Jumlah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode

2009 s.d 2011 berjumlah 451. Dari 451 perusahaan yang terdaftar di BEI

tersebut terdapat 404 perusahaan yang tidak mengalami financial distress

sehingga didapat 47 perusahaan yang mengalami financial distress. Dari

47 perusahaan yang mengalami financial distress sebanyak 22

perusahaan yang tidak menerbitkan dengan lengkap annual report

periode 2009 s.d 2011 dan 4 perusahaan yang tidak menyajikan secara

lengkap mengenai informasi komite audit sehingga didapat sampel

perusahaan financial distress yang dapat digunakan berjumlah 21

perusahaan. Hasil sampel tersebut dikalikan 2 sebagai sampel tandingan

yaitu perusahaan yang tidak mengalami financial distress.

2. Deskripsi sampel penelitian

Dalam penelitian ini sampel dipilih dengan metode purposive

sampling dengan menggunakan kriteria-kriteria yang telah ditentukan.

Sampel dipilih bagi perusahaan yang mengalami laba bersih negatif

selama dua tahun berturut-turut. Perusahaan yang diambil sebagai sampel

64
adalah perusahaan yang menyajikan informasi mengenai komite audit,

dewan komisaris dan direksi, dan struktur kepemilikan sahamnya. Selain

mengambil sampel dari financially distressed company, peneliti juga

mengambil non-financially distress company sebagai sampel penanding.

Sampel penanding dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.

Ringkasan sampel penelitian disajikan dalam Tabel 4.2.

Tabel 4.2
Sampel Penelitian

2009 2010 2011


Industri JMLH
FD NFD FD NFD FD NFD
Agriculuture 1 1 1 1 1 1 6
Basic Industry & Chemical 3 3 3 3 3 3 18
Finance 3 3 3 3 3 3 18
Infrastructur, utilities &
Transportation 5 5 5 5 5 5 30
Mining 1 1 1 1 1 1 6
Property, real estate & building
constructiom 3 3 3 3 3 3 18
Trade, service, & Investment 5 5 5 5 5 5 30
TOTAL 21 21 21 21 21 21 126
Sumber: Data olahan

Pada Tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa dari masing-masing

perusahaan financial distress terdapat sampel penanding dari perusahaan

non-financial distress yang berasal dari industri yang sama. Pada tabel

diatas jumlah sampel antara perusahaan financial distress dan perusahaan

non financial distress pada masing-masing tahun dan industri

menunjukkan jumlah yang sama.

Pada Tabel 4.3 dibawah ini dapat dilihat bahwa sampel yang

terpilih tersebar secara acak dan hampir tersebar merata pada 7 sektor

65
industri. Perusahaan yang paling banyak berasal dari sektor trade, service,

& Investment dan Infrastructure, Utilities, & Transportation, masing-

masing sebesar 23,81% dengan jumlah 10 perusahaan yang terdiri dari 5

perusahaan financial distress dan 5 perusahaan non-financial distress.

Tabel 4.3
Distribusi Sampel Berdasarkan Sektor Industri

Industri FD NFD Total %


Basic Industry & Chemical 3 3 6 14.29
Trade, service, & Investment 5 5 10 23.81
Finance 3 3 6 14.29
Property, real estate & building
constructiom 3 3 6 14.29
Infrastructur, utilities & Transportation 5 5 10 23.81
Agriculuture 1 1 2 4.762
Mining 1 1 2 4.762
TOTAL 21 21 42 100
Sumber: Data olahan

B. Hasil Uji Analisis Data Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan model regresi

logistik (logistic regression). Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran

yang menyeluruh mengenai variabel independen (ukuran komite audit,

frekuensi pertemuan komite audit, proporsi komite audit independen, ukuran

dewan direksi, ukuran dewan komisaris, kepemilikan saham manajerial, dan

kepemilikan saham institusional) terhadap variabel dependen yaitu financial

distress.

66
1. Hasil Uji Statistik Deskriptif

Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif diperoleh sebanyak 126 data

observasi yang berasal dari perkalian antara periode penelitian (3 tahun;

dari tahun 2009 sampai dengan 2011) dengan jumlah perusahaan sampel

(42 perusahaan).

Tabel 4.4
Statistik Deskriptif

All Sample Financially Distress Co. Non-financially Distress Co.


Min Max Mean Std Min Max Mean Std Min Max Mean Std
FDISTRESS 0 1 0.5 0.502 1 1 1 0 0 0 0 0
SIZECA 2 6 3.18 0.585 2 4 2.98 0.381 3 6 3.38 0.682
FRECA 1 34 6.16 4.796 1 12 4.43 2.227 2 34 7.89 5.944
INCA 0.334 1 0.649 0.155 0.334 1 0.642 0.188 0.334 1 0.656 0.115
SIZEDIR 0 1 0.54 0.5 0 1 0.43 0.499 0 1 0.65 0.481
SIZECOM 0 1 0.43 0.497 0 1 0.25 0.439 0 1 0.6 0.493
MANJ 0 0.936 0.041 0.114 0 0.936 0.041 0.138 0 0.393 0.041 0.084

INST 0 0.987 0.633 0.247 0 0.987 0.686 0.229 0 0.968 0.58 0.254
Valid N 126 63 63
Sumber: output SPSS

Tabel 4.4 menunjukkan statistik deskriptif masing-masing variabel

yang dibagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama yaitu seluruh sampel,

bagian kedua perusahaan yang mengalami financial distress, dan bagian

ketiga yang tidak mengalami financial distress.

Berdasarkan tabel diatas, ukuran komite audit dengan satuan orang

diperoleh nilai minimum dari seluruh sampel adalah 2 dan nilai

maksimun 6 dengan rata-rata 3,18 dan standar deviasi 0,585. Sedangkan

ukuran komite audit yang dimiliki oleh financially distressed company

memiliki nilai minimum 2 orang dan maksimum 4 orang dengan rata-rata

2,98 dan standar deviasi 0,381. Sedangkan pada non financially distress

67
company diperoleh nilai minimum 3 orang dan nilai maksimum 6 orang

dengan rata-rata 3,38 dan standar deviasi 0,682. Hasil statistik deskriptif

pada tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata ukuran komite audit pada

non financially distressed company lebih besar dibanding financially

distressed company.

Hasil statistik deskriptif variabel frekuensi pertemuan komite audit

(FRECA) pada seluruh sampel memiliki nilai minimum 1 kali dan nilai

maksimum 34 kali dengan rata-rata 6,16 kali dan standar deviasi 4,796.

Frekuensi pertemuan komite audit pada financially distressed company

memiliki nilai minimum 1 kali dan nilai maksimum 12 kali dengan rata-

rata 4,43 dan standar deviasi 2,227. Sedangkan pada non financially

distress company nilai minimum yang diperoleh adalah 2 kali dan nilai

maksimum 34 kali dengan rata-rata 7,89 dan standar deviasi 5,944. Jika

dilihat dari hasil statistik deskriptif pada tabel diatas menunjukkan bahwa

rata-rata pertemuan anggota komite audit pada non financially distressed

company lebih besar dibanding financially distressed company.

Proporsi komite audit independen (INCA) dengan satuan

persentase pada seluruh sampel memiliki nilai minimum 33,4 persen dan

nilai maksimum 100 persen dengan rata-rata 64,9 persen dan standar

deviasi 15,5 persen. Pada financially distressed company proporsi komite

audit independen memiliki nilai minimum 33,4 persen dan nilai

maksimum 100 persen dengan rata-rata 64,2 persen dan standar deviasi

18,8 persen. Sedangkan pada non financially distressed company

68
diperoleh nilai minimum 33,4 persen dan nilai maksimum 100 persen

dengan rata-rata 65,6 persen dan standar deviasi 11,5 persen.

Variabel SIZEDIR yang merupakan variabel dummy pada seluruh

perusahaan sampel memiliki nilai minimum 0 dan maksimum 1 dengan

rata-rata 0,54 dan standar deviasi 0,5. Pada financially distressed

company nilai minimum 0 dan maksimum 1 dengan rata-rata 0,43 dan

standar deviasi 0,499. Sedangkan pada non financially distressed

company menunjukkan nilai minimum 0 dan maksimum 1 dengan rata-

rata 0,65 dan standar deviasi 0,481.

Variabel SIZECOM yang merupakan variabel dummy memiliki

nilai minimum 0 dan maksimum 1 pada seluruh perusahaan sampel

dengan rata-rata 0,43 dan standar deviasi 0,497. Pada financially

distressed company nilai minimum 0 dan nilai maksimum 1 dengan rata-

rata 0,25 dan standar deviasi 0,439. Sedangkan pada non financially

distressed company diperoleh nilai minimum 0 dan nilai maksimum 1

dengan rata-rata 0,6 dan standar deviasi 0,493.

Variabel MANJ dengan satuan persentase memiliki nilai minimum

0 persen dan nilai maksimum 93,6 persen dengan rata-rata 4,1 persen dan

standar deviasi 11,4 persen. Pada financially distressed company,

memiliki nilai minimum 0 persen dan 93,6 dengan rata-rata 4,1 persen

dan standar deviasi 31,8 persen. Sedangkan pada non financially

distressed company, menunjukkan nilai minimal 0 persen dan nilai

maksimal 39,3 dengan rata-rata 4,1 dan standar deviasi 8,4. Jika dilihat

69
dari Tabel 4.4, menunjukkan rata-rata persentase kepemilikan saham

manajerial pada financially distressed company sama dengan non

financially distressed company.

Variabel INST dengan satuan persentase memiliki nilai minimum 0

persen dan nilai maksimum 98,7 persen dengan rata-rata 63,3 persen dan

standar deviasi 24,7 persen. Pada financially distressed company,

memiliki nilai minimum 0 persen dan 98,7 dengan rata-rata 68,6 persen

dan standar deviasi 29,9 persen. Sedangkan pada non financially

distressed company, menunjukkan nilai minimal 0 persen dan nilai

maksimal 96,8 persen dengan rata-rata 58 persen dan standar deviasi 25,4

persen.

2. Hasil Uji Hipotesis Penelitian

Karena variabel dependen bersifat dummy (mengalami financial

distress dan tidak mengalami financial distress), maka pengujian

terhadap hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistik.

Tahapan dalam pengujian dengan menggunakan uji regresi logistik dapat

dijelaskan sebagai berikut (Ghozali, 2012):

a. Hasil Uji Kesesuaian Keseluruhan Model (Overall Model Fit)

Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai antara -2 Log

Likelihood (-2LL pada awal (Block Number=0) dengan nilai -2 Log

Likelihood (-2LL) pada akhir (Block Number=1). Nilai -2LL awal

adalah sebesar 174.673. Setelah dimasukkan ketujuh variabel

independen, maka nilai -2LL akhir mengalami penurunan menjadi

70
128.747. Penurunan Likelihood (-2LL) ini menunjukkan model

regresi yang lebih baik atau dengan kata lain model yang

dihipotesiskan fit dengan data.

Tabel 4.5
Menilai Keseluruhan Model

Iteration -2 Log Coefficients


likelihood Constant SIZECA FRECA INCA SIZEDI SIZECO MANJ INST
R M
1 138.165 2.107 -.321 -.102 -1.154 -.227 -.918 .015 1.280
2 129.944 4.308 -.938 -.192 -1.950 -.203 -.951 .588 2.296
3 128.772 5.655 -1.318 -.234 -2.342 -.225 -1.004 .833 2.753
Step 1
4 128.747 5.894 -1.383 -.241 -2.404 -.232 -1.019 .859 2.812
5 128.747 5.900 -1.384 -.242 -2.405 -.232 -1.020 .860 2.813
6 128.747 5.900 -1.384 -.242 -2.405 -.232 -1.020 .860 2.813
Initial -2 Log Likelihood: 174.673
Sumber: output SPSS

b. Hasil Uji Koefisien Determinasi (Nagelkerke R. Square)

Besarnya nilai koefisien determinasi pada model regresi logistik

ditunjukkan oleh nilai Nagelkerke R. Square. Nilai Nagelkerke R.

Square adalah sebesar 0,407 yang berarti variabilitas variabel

dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen adalah

sebesar 40,7%, sedangkan sisanya sebesar 59,3% dijelaskan oleh

variabel-variabel lain di luar model penelitian, seperti ukuran

perusahaan, kinerja manajemen, kompentensi komite audit,

kepemilikan saham oleh publik, dan rasio-rasio keuangan.

Tabel 4.6
Koefisien Determinasi

Step -2 Log Cox & Snell R Nagelkerke R


likelihood Square Square
1 128.747a .305 .407
Sumber: output SPSS

71
c. Hasil Uji Kelayakan Model Regresi

Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer

and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Pengujian menunjukkan nilai

Chi-square sebesar 5.597 dengan signifikansi (p) sebesar 0,692.

Berdasarkan hasil tersebut, karena nilai signifikansi lebih besar dari

0,05 maka model dapat disimpulkan mampu memprediksi nilai

observasinya.

Tabel 4.7
Menguji Kelayakan Model Regresi
Step Chi-square Df Sig.
1 5.597 8 .692
Sumber: output SPSS

d. Hasil Uji Multikolinearitas

Model regresi yang baik adalah regresi dengan tidak adanya

gejala korelasi yang kuat diantara variabel bebasnya. Pengujian ini

menggunakan matriks korelasi antar variabel bebas untuk melihat

besarnya korelasi antar variabel independen.

Hasil Tabel 4.8 menunjukkan tidak ada nilai koefisien korelasi

antar variabel yang nilainya lebih besar dari 0,8, maka tidak ada

gejala multikolinearitas yang serius antar variabel bebas (Damayanti

dan Sudarma, 2008).

72
Tabel 4.8
Hasil Uji Multikolinearitas

Constant SIZECA FRECA INCA SIZEDIR SIZECOM MANJ INST

Constant 1.000 -.821 -.105 -.525 -.275 .051 -.221 -.158

SIZECA -.821 1.000 -.018 .130 .073 -.237 -.018 -.149

FRECA -.105 -.018 1.000 .094 -.188 .147 -.026 -.222

INCA -.525 .130 .094 1.000 .218 .119 -.019 -.101


Step 1
SIZEDIR -.275 .073 -.188 .218 1.000 -.127 .249 .180

SIZECOM .051 -.237 .147 .119 -.127 1.000 .039 .026

MANJ -.221 -.018 -.026 -.019 .249 .039 1.000 .561

INST -.158 -.149 -.222 -.101 .180 .026 .561 1.000


Sumber: output SPSS

e. Hasil Matriks Klasifikasi

Matriks klasifikasi menunjukkan kekuatan prediksi dari model

regresi untuk memprediksi kemungkinan terjadinya financial

distress pada sebuah perusahaan.

Tabel 4.9
Matriks Klasifikasi

Observed Predicted
FDISTRESS Percentage
0 1 Correct
0 46 17 73.0
FDISTRESS
Step 1 1 15 48 76.2
Overall Percentage 74.6
Sumber: Output SPSS

Kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi

kemungkinan perusahaan mengalami financial distress adalah

sebesar 76,2%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan

model regresi yang digunakan, terdapat sebanyak 48 sampel (76,2%)

73
yang diprediksi akan mengalami financial distress dari total 63

sampel yang mengalami financial distress. Kekuatan prediksi model

perusahaan yang tidak mengalami financial distress adalah sebesar

73% yang berarti bahwa dengan model regresi yang digunakan ada

sebanyak 46 sampel (73%) yang diprediksi tidak mengalami

financial distress dari total 63 sampel yang tidak mengalami

financial distress.

f. Hasil Uji Regresi Logistik

Model regresi logistik yang terbentuk disajikan pada tabel

dibawah ini:

Tabel 4.10
Hasil Uji Koefisien Regresi Logistik

B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)


SIZECA -1.384 .646 4.597 1 .032 .251
FRECA -.242 .075 10.409 1 .001 .785
INCA -2.405 1.508 2.545 1 .111 .090
SIZEDIR -.232 .473 .240 1 .624 .793
Step 1a
SIZECOM -1.020 .470 4.716 1 .030 .361
MANJ .860 2.050 .176 1 .675 2.363
INST 2.813 1.184 5.642 1 .018 16.658
Constant 5.900 2.396 6.061 1 .014 364.911
Sumber: output SPSS

Hasil pengujian terhadap koefisien regresi menghasilkan model

berikut ini:

FDISTRESS=5.900 – 1,384(SIZECA) - 0,242(FRECA) –

2,405(INCA) – 0,232(SIZEDIR) – 1.020(SIZECOM)

+ 0,860(MANJ) + 2,813(INST)+ ε

74
Berdasarkan pengujian regresi logistik (logistic regression)

sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, interprestasi

hasil pengujian disajikan dalam tujuh bagian. Bagian pertama

membahas pengaruh ukuran komite audit terhadap financial distress

(FDISTRESS) (H1). Bagian kedua membahas pengaruh frekuensi

pertemuan komite audit terhadap financial distress (FDISTRESS)

(H2). Bagian ketiga membahas pengaruh proporsi komite audit

independen terhadap financial distress (FDISTRESS) (H3). Bagian

keempat membahas pengaruh ukuran dewan direksi terhadap

financial distress (FDISTRESS) (H4). Bagian kelima membahas

pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap financial distress

(FDISTRESS) (H5). Bagian keenam membahas pengaruh

kepemilkan manajerial terhadap financial distress (FDISTRESS)

(H6). Bagian ketujuh membahas pengaruh kepemilikan institusional

terhadap financial distress (FDISTRESS) (H7). Adapun

penjelasannya adalah sebagai berikut:

1) Pengaruh ukuran komite audit (SIZECA) terhadap financial

distress (FDISTRESS)

Variabel SIZECA menunjukkan koefisien regresi negatif

sebesar -1.384 dengan tingkat signifikansi (p) sebesar 0,032,

lebih kecil dari α = 5%. Karena tingkat signifikansi (p) lebih

kecil dari α = 5% maka hipotesis ke-1 (H1) diterima. Penelitian

ini berhasil membuktikan bahwa ukuran komite audit

75
berpengaruh terhadap financial distress. Hasil penelitian ini

mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan

Pembayun dan Januarti (2012) tetapi bertolak belakang dengan

hasil penelitian yang dilakukan Kristanti dan Syafrudin (2012).

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa semakin besar

ukuran komite audit maka kemungkinan sebuah perusahaan

mengalami financial distress akan semakin kecil. Semakin besar

ukuran komite audit akan menambah keefektifan komite audit

dalam menjalankan tugasnya. Teori dasar yang dikemukakan

oleh (Pierce dan Zahra, 1992) menyatakan bahwa efektifitas

komite audit akan meningkat bila ukuran komite meningkat,

karena memiliki sumber daya lebih untuk menangani masalah-

masalah yang dihadapi oleh perusahaan. Semakin banyak

jumlah anggota komite audit perusahaan, maka pembagian tugas

dalam melakukan pengendalian dalam sebuah perusahaan akan

semakin jelas. Selain itu, jumlah anggota komite audit yang

relatif kecil akan kekurangan keragaman keterampilan dan

pengetahuan sehingga menjadi tidak efektif. Namun di lain

pihak, menurut Dalton et al. (1999) komite audit yang lebih

besar cenderung kehilangan fokus kurang partisipatif dibanding

dengan ukuran yang lebih kecil.

Perusahaan dengan ukuran komite audit yang relatif kecil

akan mengalami kesulitan dalam hal melakukan pembagian

76
tugas untuk mengawasi perusahaan karena kurangnya sumber

daya. Kurangnya pengawasan akan menjadi celah bagi

manajemen untuk bekerja tidak semaksimal mungkin. Sumber

daya yang kurang memadai juga akan menghambat para anggota

komite audit untuk bertukar pikiran dalam menyelesaikan

masalah yang ada dalam perusahaan. Masalah yang tidak dapat

segera diatasi bisa menjadi pemicu terjadinya financial distress.

2) Pengaruh frekuensi pertemuan komite audit (FRECA) terhadap

financial distress (FDISTRESS)

Variabel FRECA menunjukkan koefiesiensi regresi negatif

sebesar -0,242 dengan tingkat signifikansi (p) sebesar 0,001,

lebih kecil dari α = 5%. Karena tingkat signifikansi (p) lebih

kecil dari α = 5% maka hipotesis ke-2 (H2) diterima. Hasil

penelitian ini membuktikkan bahwa frekuensi pertemuan komite

audit mempunyai pengaruh terhadap financial distress sebuah

perusahaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Kristanti dan Syafrudin (2012).

Tetapi Pembayun dan Januarti (2012) menunjukkan hasil

berbeda bahwa frekuensi pertemuan komite audit tidak

berpengaruh terhadap financial distress.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertemuan anggota

komite audit mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

terjadinya financial distress sebuah perusahaan dengan

77
hubungan negatif. Hal ini berarti semakin sering komite audit

melakukan pertemuan maka kemungkinan terjadinya financial

distress akan semakin kecil.

Jika dilihat dari statistik deskriptif data penelitian ini rata-

rata frekuensi pertemuan pada perusahaan non financially

distressed adalah sebanyak 8 (delapan) kali, lebih besar

dibandingkan dengan perusahaan financially distressed company

yang hanya melakukan pertemuan rata-rata hanya 5 (lima) kali

dalam setahun. Hal ini dapat menjadi faktor bahwa frekuensi

pertemuan komite audit berpengaruh terhadap financial distress.

Hal diatas sesuai dengan yang diwajibkan FGCI bahwa

komite audit wajib untuk mengadakan pertemuan tiga sampai

empat kali dalam setahun. Selain itu Ikatan Komite Audit

Indonesia juga merekomendasikan bahwa frekuensi pertemuan

komite audit dilakukan minimal 2 (dua) kali dalam 1 (satu)

bulan. Frekuensi pertemuan tersebut harus jelas terstruktur dan

dikontrol dengan baik oleh ketua komite.

Setiap mengadakan pertemuan, komite audit seringkali

melakukan review atas kinerja yang dilakukan oleh auditor

internal dalam rangka menjaga pengendalian internal yang tetap

terlaksana dengan baik. Semakin sering komite audit melakukan

pertemuan, maka kesempatan untuk bertukar pikiran dalam

membahas permasalahan akan semakin sering sehingga

78
masalah-masalah yang ada dalam perusahaan dapat segera

diselesaikan. Masalah yang segera terselesaikan akan

meminimalisir kondisi financial distress.

3) Pengaruh proporsi komite audit independen (INCA) terhadap

financial distress.

Pada Tabel 4.10 menunjukkan koefiesien regresi variabel

INCA adalah negatif sebesar -2.405 dengan tingkat signifikansi

(p) sebesar 0,111, lebih besar dari α = 5%. Karena tingkat

signifikansi (p) lebih besar dari α = 5% maka hipotesis ke-3

(H3) ditolak. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa

prosentase komite audit independen tidak berpengaruh terhadap

terjadinya financial distress dalam sebuah perushaan. Hasil

penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan

Pembayun dan Januarti (2012) serta Wulandari (2010).Hasil ini

juga berhasil mendukung penelitian yang dilakukan oleh

Kristanti dan Syafrudin (2012) yang menyatakan bahwa komite

audit independen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

financial distress.

Di Indonesia, penentuan komposisi dan jumlah anggota

komite audit mengacu pada Keputusan Ketua Bapepam

No:KEP-29/PM/2004 tentang pembentukan dan pedoman

pelaksanaan kerja komite audit yang menyebutkan bahwa

jumlah komite audit minimal tiga orang yang seluruhnya adalah

79
anggota independen yang terdiri atas satu orang komisaris

independen dan dua orang anggota yang berasal dari luar

emiten. Proses penunjukkan anggota komite audit masih belum

jelas dan terbuka sehingga tingkat independensi komite audit

masih patut diragukan. Kemudian adanya ketentuan anggota

komite audit kemungkinan menyebabkan keberadaan anggota

komite audit pada perusahaan di Indonesia hanya sekedar

memenuhi ketentuan regulasi dan menghindari sanksi yang ada

sehingga belum efektif dalam menjalankan fungsinya.

4) Pengaruh ukuran dewan direksi (SIZEDIR) terhadap financial

distresss

Pada Tabel 4.10 menunjukkan bahwa Variabel SIZEDIR

memiliki koefisien regresi negatif sebesar -232 dengan tingkat

signifikansi (p) sebesar 0,624, lebih besar dari α = 5%. Karena

tingkat signifikansi (p) lebih besar dari α = 5% maka hipotesis

ke-3 (H3) ditolak. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa

ukuran dewan direksi mempunyai tidak berpengaruh terhadap

terjadinya financial distress sebuah perusahaan dengan

hubungan negatif. Hasil penelitian ini mendukung penelitian

sebelumnya yang dilakukan Adityaputra (2012). Tetapi hasil

penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang

dilakukan oleh Tribodroastuti (2009), Emrinaldi (2007), dan

Wardhani (2006) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh

80
negatif signifikan antara ukuran dewan direksi dengan

probabilitas terjadinya financial distress.

Penelitian ini menunjukkan bahwa berapapun jumlah dewan

direksi yang terdapat dalam sebuah perusahaan ternyata tidak

mampu mendeteksi kemungkinan terjadinya financial distress.

Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi kegagalan hasil

penelitian ini adalah efektifitas kinerja yang dilakukan dewan

direksi. Seperti yang diungkapkan oleh Bukhori (2012) bahwa

ukuran dewan direksi tidak berpengaruh signifikan terhadap

kinerja manajemen. Sehingga berapapun jumlah anggota dewan

direksi tidak akan mempengaruhi kinerja manajemen apabila

kinerja yang dilakukan kurang efektif. Semakin banyak anggota

dewan direksi membawa keuntungan bagi perusahaan dalam

mengelola sumber daya. Tetapi jumlah yang terlalu banyak akan

menimbulkan masalah komunikasi dan koordinasi.

5) Pengaruh ukuran dewan komisaris (SIZECOM) terhadap

financial distress (FDISTRESS)

Variabel ukuran dewan komisaris SIZECOM menunjukkan

koefisiensi regresi negatif sebesar -1.020 dengan tingkat

signifikansi (p) sebesar 0,030, lebih kecil dari α = 5%. Karena

tingkat signifikansi (p) lebih besar dari α = 5% maka hipotesis

ke-5 (H5) diterima. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa

ukuran dewan komisaris mempunyai pengaruh terhadap

81
financial distress. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Ayuningtyas (2013), Tribodroastuti (2009)

dan Wardhani (2006). Meskipun demikian penelitian lain yang

dilakukan Ellomi et al. (2001) dan Sulistyaningsih dan Indarto

(2011) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh dan signifikan

antara ukuran dewan komisaris dan financial distress.

Penelitian ini menunjukkan bahwa semakin besar ukuran

dewan komisaris akan mengurangi kemungkinan sebuah

perusahaan mengalami financial distress. Mengingat fungsi

komisaris adalah menjalankan fungsi monitoring maka

penelitian ini menjelaskan bahwa perusahaan yang sedang

mengalami kondisi financial distress cenderung memiliki dewan

komisaris yang lebih sedikit.

Jumlah dewan komisaris yang lebih sedikit akan

menyulitkan dewan komisaris melakukan monitoring secara

efektif terhadap kinerja manajemen. Apabila pengawasan yang

diberikan oleh dewan komisaris lemah maka kemungkinan

manajemen bekerja dengan tidak efektif akan mungkin terjadi.

Hal itu berdampak pada menurunnya profitabilitas perusahaan.

6) Pengaruh kepemilikan saham manajerial (MANJ) terhadap

financial distress (FDISTRESS)

Variabel kepemilikan manajerial (MANJ) menunjukkan

koefisiensi regresi positif sebesar 0,860 dengan tingkat

82
signifikansi sebesar 0,675, lebih besar dari α = 5%. Karena

tingkat signifikansi lebih besar dari α = 5% maka hipotesis ke-6

(H6) ditolak. Hasil penelitian membuktikan bahwa kepemilikan

manajerial tidak berpengaruh terhadap financial distress. Hasil

ini berhasil mendukung penelitian yang dilakukan oleh

Ayuningtyas (2013), Parulian (2007), Tribodroastuti (2009), dan

Abdullah (2006). Tetapi tidak konsisten dengan penelitian yang

dilakukan oleh Emrinaldi (2007) dan Sulistyaningsih (2011)

yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh

terhadap financial distress.

Rata-rata kepemilikan saham manajerial pada perusahaan

yang mengalami financial distress lebih besar dibandingkan

dengan perusahaan yang tidak mengalami financial distress. Hal

tersebut yang mungkin mempengaruhi koefisien regresi variabel

ini menjadi positif.

Secara umum kepemilikan saham manajerial dalam seluruh

perusahaan sampel menunjukkan rata-rata yang relatif kecil,

yaitu sebesar 0,266%. Oleh karena persentase kepemilikan

saham manajerial relatif kecil, maka hak suara manajerial dalam

rapat-rapat pemegang saham tidak terlalu dipertimbangkan.

Sehingga adanya kepemilikan saham oleh manajerial tidak

mempengaruhi keputusan yang diambil oleh para pemegang

saham atau perusahaan.

83
Dalam beberapa perusahaan, kepemilikan oleh pihak

manajerial hanya sebagai simbol saja yang hanya dimanfaatkan

untuk menarik perhatian investor. Jika investor mengetahui

bahwa suatu perusahaan memiliki kepemilikan oleh pihak

manajerial, maka investor akan beranggapan bahwa nilai dari

perusahaan tersebut akan meningkat seiring dengan adanya

kepemilikan oleh pihak manajerial itu tadi. Jika pengelola

perusahaan memiliki sebagian dari saham perusahaan, berarti

masalah-masalah keagenan antara pemilik perusahaan dengan

pihak pengelola dapat teratasi, dan pengelola perusahaan pasti

akan memaksimalkan nilai perusahaan (Xiaolon dan Zongjun

dalam Ayuningtyas, 2013). Tetapi kepemilikan saham

manajerial yang relatif kecil dan dimiliki oleh hanya segelintir

pihak manajerial tidak akan mampu mengatasi masalah

keagenan.

7) Pengaruh kepemilikan institusional (INST) terhadap financial

distress

Variabel kepemilikan institusional (INST) menunjukkan

koefisiensi regresi positif sebesar 2.813 dengan tingkat

signifikansi sebesar 0,018, lebih kecil dari α = 5%. Karena

tingkat signifikansi lebih kecil dari α = 5% maka hipotesis ke-7

(H7) diterima. Hasil penelitian membuktikan bahwa

kepemilikan institusional berpengaruh terhadap financial

84
distress. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan

oleh Ayuningtyas (2013), Emrinaldi (2007), serta

Sulistyaningsih & Indarto (2011). Namun hasil penelitian ini

tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Parulian

(2007) dan Tribodroastuti (2009).

Investor institusional adalah pemilik sementara (transfer

owner). Mereka biasanya melakukan spekulasi atas kinerja yang

dilakukan manajemen. Ketika kinerja menurun, harga saham

jatuh, dan nilai perusahaan menurun seringkali insvestor

institusional menarik sahamnya dan meninggalkan perusahaan

tersebut. Biasanya kepemilikan institusional memiliki persentase

yang cukup besar dalam struktur permodalan perusahaan. Ketika

investor institusional menarik sahamnya, akan kembali

mempengaruhi struktur permodalan perusahaan. Apabila

semakin kecil persentase kepemilikan institusional, penarikan

saham oleh investor tidak akan berpengaruh banyak terhadap

kinerja manajemen dan kecenderungan terjadinya financial

distress akan berkurang.

Menurut Pound dalam Diyah & Erman (2009), investor

institusional yang mayoritas memiliki kecenderungan untuk

berkompromi atau berpihak kepada manajemen dan

mengabaikan kepentingan pemegang saham minoritas. Dengan

adanya kondisi tersebut, maka keputusan-keputusan yang

85
diambil manajemen mungkin saja bukan keputusan yang

optimal sesuai kondisi perusahaan. Keputusan yang diambil

adalah keputusan untuk kepentingan mereka dan investor

institusioal tadi. Keadaan tersebut akan mengganggu kinerja

manajemen dan jalannya Good Corporate Governance di

perusahaan itu sendiri.

86
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Penelitian ini meneliti tentang pengaruh karakteristik komite audit,

ukuran dewan, dan struktur kepemilikan terhadap financial distress. Analisis

dilakukan dengan menggunakan analisis regresi logistik dengan program

Statistical Package for Social Science (SPSS) Ver. 21. Data sampel

perusahaan sebanyak 126 pengamatan perusahaan yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia (BEI) selama periode 2009-2011.

Hasil pengujian dan pembahasan pada bagian sebelumnya dapat

diringkas sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil uji regresi logistik (logistic regression) menunjukkan

bahwa ukuran komite audit secara statistik berpengaruh terhadap financial

distress selama tiga tahun pengamatan (2009-2011).

2. Berdasarkan hasil uji regresi logistik (logistic regression) menunjukkan

bahwa frekuensi pertemuan komite audit berpengaruh terhadap financial

distress selama tiga tahun pengamatan (2009-2011).

3. Berdasarkan hasil uji regresi logistik (logistic regression) menunjukkan

bahwa proporsi komite audit independen tidak berpengaruh terhadap

financial distress selama tiga tahun pengamatan (2009-2011).

4. Berdasarkan hasil uji regresi logistik (logistic regression) menunjukkan

bahwa ukuran dewan direksi tidak berpengaruh terhadap financial distress

selama tiga tahun pengamatan (2009-2011).

87
5. Berdasarkan hasil uji regresi logistik (logistic regression) menunjukkan

bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap financial distress

selama tiga tahun pengamatan (2009-2011).

6. Berdasarkan hasil uji regresi logistik (logistic regression) menunjukkan

bahwa kepemilikan saham manajerial tidak berpengaruh terhadap financial

distress selama tiga tahun pengamatan (2009-2011).

7. Berdasarkan hasil uji regresi logistik (logistic regression) menunjukkan

bahwa kepemilikan saham institusional berpengaruh terhadap financial

distress selama tiga tahun pengamatan (2009-2011).

B. Saran

Penelitian mengenai financial distress dimasa yang akan datang

diharapkan mampu memberikan hasil yang penelitian yang lebih berkualitas,

dengan mempertimbangkan saran dibawah ini:

1. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan lebih membatasi pada industri

tertentu sehingga mengurangi adanya industrial effect.

2. Menggunakan proxy lain untuk variabel financial distress agar lebih

menggambarkan kondisi financial distress, misalnya menggunakan proksi

Z-Score.

3. Menambah variabel karakteristik komite audit, misalnya kompetensi

komite audit.

88
C. Implikasi

Berdasarkan hasil penelitian diatas, terdapat implikasi untuk beberapa

pihak yang berkaitan dengan penelitian ini, diantaranya:

1. Manajemen.

Ketika perusahaan sedang mengalami kondisi financial distress,

maka manajemen perlu mengambil keputusan guna mengatasi kondisi

financial distress. Diantaranya menambah anggota dewan, mengurangi

kepemilikan saham oleh institusional lain, dan menambah komite audit.

2. Investor atau pemegang saham

Ketika investor menanamkan modal ke sebuah perusahaan tentu

mengharapkan deviden atas laba yang dihasilkan perusahaan. Namun,

ketika perusahaan mengalami financial distress maka perusahaan

cenderung tidak membagikan deviden kepada investor. Oleh karena itu

ketika perusahaan dalam kondisi financial distress investor perlu

menambah anggota dewan komisaris guna mengatasi financial distress.

3. Pihak ketiga (Kreditur dan debitur)

Penelitian ini berkaitan dengan prediksi financial distress dan

mempunyai relevansi kepada pihak ketiga untuk membuat keputusan

dalam memberikan atau meminta pinjaman. Karena sebuah perusahaan

yang sedang mengalami financial distress biasanya tidak dapat memenuhi

kewajibannya utangnya kepada pihak ketiga karena kekurangan kas.

89
4. Regulator (Pemerintah dan Bapepam)

Regulator mempunyai tanggung jawab mengawasi kesanggupan

membayar hutang dan menstabilkan perusahaan individu. Bagi

regulator, ketika banyak perusahaan yang terkena financial distress

maka harus segera mengambil keputusan/kebijakan agar dapat

mengatasi financial distress. Misalnya mengatur jumlah minimal

anggota dewan dalam sebuah perusahaan, atau mewajibkan rapat

komite audit 1 bulan sekali.

90
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, S.N. “Board Structure and Ownership in Malaysia: The Case of


Distressed Listed Companies” Corporate Governance”, 6(5): 582-594.
2006

Adityaputra,Stephanus Andi.”Pengaruh Penerapan Corporate Governance


Terhadap Kondisi Kesulitan Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur
Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI)”, Tesis, Fakultas
Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada, 2012.

Almilia,Luciana dan Spica Kristijadi.”Analisis Rasio Keuangan Untuk


Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta”, JAAI Vol 7 No.2 STIE Perbanas,
Surabaya, 2003

Anggarini, Tifani Vota.“Pengaruh Karakteristik Komite Audit terhadap Financial


Distress.” Skripsi, Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro.
Semarang, 2010

Ayuningtyas,”Analisis Pengaruh Struktur Kepemilikan, Board Composition, Dan


Agency Cost Terhadap Financial Distress.‟, Jurnal Manajemen, Fakultas
Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya, 2013

Bapepam, 2000. Pembentukan Komite Audit, Surat Edaran Bapepam


No.SE.03/PM/2000

Bodroastuti,Tri.” Pengaruh Struktur Corporate Governance terhadap Financial


Distress”, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Widya Manggala, 2009

Boediono, Gideon SB, ”Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate


Governance dan Dampak Manajemen Laba Dengan Menggunakan
Analisis Jalur.”, Seminar Nasional Akuntansi, Solo, 2005.

Brigham, Eugene F dan Philip R. Daves.”Intermediete Financial Management”.


Eight Edition, Thomson,South-Western.P. 837-859, 2003

91
Bukhori, Iqbal dan Raharja.”Pengaruh Good Corporate Governance dan Ukuran
Perusahaan terhadap Kinerja Perusahaan: Studi Empiris pada
Perusahaan yang Terdaftar di BEI 2010), Jurnal Akuntansi Fakultas
Ekonomika dan Bisnis, UNDIP, 2012.

Classens, S., Djankov, S. dan Lang.L.H. “The Separation of Ownership and


Control in East Asian Corporation”.Journal of Finance Economics,
Vol.58, 2000

Cornett M. M, J. Marcuss, Saunders dan Tehranian H.“Earnings Management,


Corporate Governance, and True Financial Turnaround and
Nonturnaround Declining Firms Performance”. Journal of Business
Research, Vol. 39, 2006

Dezoort, F. Todd, et al.”Audit Committee Effectiveness: A Synthesis of the


Empirical Audit Committee Literature”, Journal of Accounting
Literature.Vol.21, hlm.38-75, Gainesville, 2002

Effendi, Muh Arief. ”The Power of Good Corporate Governance: Teori dan
Implementasi”, Salemba Empat, Jakarta, 2009

Elloumi, F. dan Gueyie´ , J.P. „„Financial distress and corporate governance: an


empirical analysis’‟, Vol. 1 No. 1, pp. 15-23 Corporate Governance: The
International Journal of Business in Society, 2001,

Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI).”Peranan Dewan


Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance
(Tata Kelola Perusahaan)”, FCGI, Jakarta, 2002

Ghozali, Imam.”Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 20”,


Cetakan VI, Badan Penerbit Universitas Diponogoro, Semarang, 2012

Hamid Abdul, “Buku Panduan Penulisan Skripsi”, Fakultas Ekonomi dan Ilmu
Sosial Universitas Islam Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2012.

92
Jensen, M.C. dan Meckling, W.H. „„Theory of the firm: managerial behavior,
agency cost an ownership structure‟‟, Vol. 3, pp. 305-60,Journal of
Financial Economics, 1976

Kamaluddin, dan Pribadi, Karina Ayu.”Prediksi Financial Distress Kasus


Industri Manufaktur Pendekatan Model Regresi Logistik”, Forum
Bisnis dan Kewiraushaan Jurnal Ilmiah STIE MDP, FE Universitas
Bengkulu, 2011

Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta. Nomor: Kep-339/BEJ/07-2001 tentang


Ketentuan Umum Pencatatan Ekuitas di Bursa, http://www.idx.co.id

Lafond, Ryan, et all. ”Managerial Ownership and Accounting Conservatism”,


Journal of Accounting Research, volume 46 pages 101-135, 2008

Li, Hong-xia.”Ownership, independent directors, agency costs and financial


distress: evidence from Chinese listed companies”, Emerald Article, Vol
8, Iss:5, 2008

Lu, Yang-Cheng, dan Lee, Chung Jung, ”Macroeconomic, Financial, and


Corporate Governance Variables and Prediction of Financial Distress of
Listed Companies in Taiwan”, 2008

Moh‟d MA., Rimbey, ”The Impact of Ownership Structure on Corporate


DebtPolicy: A time Series Cross Sectional Analysis“, The Financial
Review , 33, pp. 85- 98, 1998

Murtanto,dan Maulana,Edi. ”Pengaruh Independensi, Integritas, dan Kompensasi


Terhadap Efektifitas Peranan Komite Audit”, Jurnal Bisnis &
Manajemen Vol.5 No.2 Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti, 2005

Nachrowi , ND, Hardius Usmas. Penggunaan teknik Ekonometri. Jakarta:PT Raja


Grafindo

Nur DP, Emrinaldi. ”Analisis Pengaruh Praktek Tata Kelola Perusahaan


(Corporate Governance) terhadap Kesulitan Keuangan Perusahaan

93
(Financial Distress): Suatu Kajian Empiris”, Jurnal Bisnis dan
Akuntansi Vol 9 Universitas Riau, 2007

Nur Indriantoro, Bambang Supomo.”Metode Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi


dan Manajemen”. Yogyakarta, BPFE, 2002

Pamudji, Sugeng dan Trihartati Aprillya.”Pengaruh Independensi Dan Efektifitas


Komite Audit Terhadap Manajemen Laba (Studi Empiris Pada
Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI), Jurnal Universitas
Diponogoro, 2010

Parulian, Safrida Rumondang. ”Hubungan Strukur Kepemilikan, Komisaris


Independen dan Kondisi Financial Distress Perusahaan Publik”. jurnal
akuntansi no 3, Universitas Indonesia, Jakarta, 2007
Pattinasarany, Chrisatanty A.I. “Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi
Kondisi Financial Distress Pada Perusahaan Go-Public”. Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas, 2010

Pembayun, Agatha Galuh dan Januarti, Indira.”Pengaruh Karakteristik Komite


Audit Terhadap Financial Distress”. Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, 2012

Platt, H., dan M. B. Platt. ”Predicting Financial Distres”, Journal of Financial


Service Professionals,56: 12-15,2002 pp. 119-34, 1997

Rachmandy, Galih. “Analisa Penerapan Prinsip Good Coorporate Governance


(GCG) Pada PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.”, Universitas
Surabaya, 2012.

Rahmat, M.M., Takiah M.I., and N.M. Saleh.“Audit Committee Characteristics in


Financially Distressed and Non-distressed Companies” Managerial
Auditing Journal, Vol. 24, No.7, pp-624-638, 2008

Rozeff, M. “Beta and Agency Cost as Determinants of Payout Ratio”. Journal of


Financia lResearch. Fall. 249-259, 1982

94
Simpson, W.G. dan Gleason, A.E. „„Board structure, ownership, and financial
distress in bankingfirms,‟‟, International Review of Economics and
Finance,Vol. 8, pp. 281-92, 1998

Suranta, Edy.”Corporate Governance, Earnings Dan Return Saham”,Simposium


Riset Ekonomi II Surabaya, 2005

Surya, Indra dan Yustiavandana, Ivan. “Penerapan Good Corporate Governance:


Mengesampingkan Hak-hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha”,
LKPMK Fakultas Hukum Universitas Indonesia,2008

Tim Studi Pengkajian Penerapan Prinsip-Prinsip OECD 2004 dalam Peraturan


Bapepam mengenai Corporate Governance.”Studi Penerapan Prinsip-
Prinsip Oecd 2004 Dalam Peraturan Bapepam Mengenai Corporate
Governance.”, Bapepam-LK, 2006

Wallace, Peter dan Zinkin, John. “Mastering Business in Asia Corporate


Governance”, John Willey & Sons, Singapore, 2005

Wardhani, Ratna.”Mekanisme Corporate Governance Dalam Perusahaan Yang


Mengalami Permasalahan Keuangan”,Simposium Nasional Akuntansi
IX, 2006

Widarjo,Wahyu dan Doddy Setiawan.”Pengaruh Rasio Keuangan terhadap


Financial Distress pada Perusahaan Otomotif”, Jurnal Bisnis dan
manajemen Vol.11, Universitas Sebelas Maret, 2009

Widyati, Maria Franciska,”Pengaruh Dewan Direksi, Komisaris Independen,


Komite Audit, Kepemilikan Manajerial Dan Kepemilikan Institusional
Terhadap Kinerja Keuangan .”Jurnal Manajemen Vol.1, FE UNS, 2013

Xie, Biao., Wallace N. Davidson and Peter J.”DaDalt.Earnings Management and


Corporate Governance: The Roles of the Board and the Audit
Committee”. 2001

95
LAMPIRAN

96
LAMPIRAN 1
DATA
SAMPEL

97
DAFTAR PERUSAHAAN YANG MENGALAMI FINANCIAL DISTRESS

Annual Report
No. Kode Nama Perusahaan Industri periode-
2009 2010 2011
1 AKKU Alam Karya Unggul Basic Industry & Chemical √ √ √
2 APOL Arpeni Utama Ocean Line Infrastructur, utilities & Transportation √ √ √
3 ARGO Argo Pantes Miscellaneous Industry √
4 ATPK ATPK Resource Mining √ √ √
5 BEKS Bank Pundi Indonesia Finance √ √ √
6 BIPP Bhuwanatala Indah Permai Property, real estate & building constructiom √ √ √
7 BKDP Bukit Darmo Property Property, real estate & building constructiom √ √ √
8 BLTA Berlian Laju Tanker Infrastructur, utilities & Transportation √ √
9 BMSR Bintang Mitra Semestaraya Property, real estate & building constructiom √ √ √
10 BRPT Barito Pasific Basic Industry & Chemical
11 BTEK Bumi Teknokultura Unggul Agriculuture √ √
12 CKRA Citra Kebun Raya Asri Agriculuture √ √ √
13 CNTX Centex Miscellaneous Industry √ √ √
14 DAVO Davomas Abadi Consumer Goods Industry √ √
15 DKFT Centra Omega Resource Mining √ √
16 ERTX Eratex Djaja Miscellaneous Industry √ √
Property, real estate & building
17 FMII Fortune Mate Indonesia constructiom √ √
18 FPNI Titan Kimia Nusantara Basic Industry & Chemical √ √ √
19 FREN Smartfern Telecom Infrastructur, utilities & Transportation √ √

98
Annual Report
No. Kode Nama Perusahaan Industri periode-
2009 2010 2011
Humpuss Intermoda
20 HITS Transportasi Infrastructur, utilities & Trnsportation √ √ √
21 IATA Indonesia Air Transport Infrastructur, utilities & Transportation √ √ √
22 ICON Islands Concepts Indonesia Trade, service, & Investment √ √ √
23 IIKP Inti Agri Resources Agriculuture √ √
24 IKAI Intikeramik Alamasri Indonesia Basic Industry & Chemical √ √
25 INCI Intan Wijaya Internasional Basic Industry & Chemical √ √
26 ITMA Sumber Energi Andalan Basic Industry & Chemical √
27 ITTG Leo Investment Trade, service, & Investment √ √ √
28 KARW Karwell Indonesia Miscellaneous Industry √
Kertas Baasuki Rahmat
29 KBRI Indonesia Basic Industry & Chemical √ √ √
Property, real estate & building
30 LCGP Laguna Cipta Griya constructiom √ √
31 META Nusantara Infrastructure Infrastructur, utilities & Transportation √ √ √
32 MIRA Mitra Internasional Resource Infrastructur, utilities & Transportation √ √ √
33 MYTX Apac Citra Centertex Miscellaneous Industry √ √
34 OCAP Onix Capital Finance √ √ √
35 PAFI Panasia Filament Inti Miscellaneous Industry √ √
36 PTSN Sat Nusa persada Miscellaneous Industry √ √
Property, real estate & building
37 PWSI Panca Jasa Wira sakti constructiom √ √
38 RIMO Rimo Catur Lestari Trade, service, & Investment √ √

99
Annual Report
No. Kode Nama Perusahaan Industri periode-
2009 2010 2011
39 SCPI Schering Plough Indonesia Consumer Goods Industry √ √ √
40 SIMA Siwani Makmur Basic Industry & Chemical √
41 SIMM Surya Intrindo Makmur Miscellaneous Industry √ √
42 SMMT Eatertainment Internasional Trade, service, & Investment √ √ √
43 TKGA Toko Gunung Agung Trade, service, & Investment √ √ √
44 TMAS Pelayaran Tempuran Mas Infrastructur, utilities & Transportation √ √ √
45 WAPO Wahana Phonix Mandiri Trade, service, & Investment √ √ √
46 YULE Yulie Sekurindo Finance √ √ √
47 ZBRA Zebra Nusantara Trade, service, & Investment √ √ √

100
DAFTAR PERUSAHAAN YANG MENYAJIKAN ANNUAL REPORT PERIODE 2009-2011

Informasi
No. Kode Nama Perusahaan Industri komite audit
Lengkap Tidak
1 AKKU Alam Karya Unggul Basic Industry & Chemical √
2 APOL Arpeni Utama Ocean Line Infrastructur, utilities & Transportation √
3 ATPK ATPK Resource Mining √
4 BEKS Bank Pundi Indonesia Finance √
Property, real estate & building
5 BIPP Bhuwanatala Indah Permai constructiom √
Property, real estate & building
6 BKDP Bukit Darmo Property constructiom √
Property, real estate & building
7 BMSR Bintang Mitra Semestaraya constructiom √
8 CKRA Citra Kebun Raya Asri Agriculuture √
9 CNTX Centex Miscellaneous Industry √
10 FPNI Titan Kimia Nusantara Basic Industry & Chemical √
Humpuss Intermoda
11 HITS Transportasi Infrastructur, utilities & Transportation √
12 IATA Indonesia Air Transport Infrastructur, utilities & Transportation √
13 ICON Islands Concepts Indonesia Trade, service, & Investment √
14 ITTG Leo Investment Trade, service, & Investment √
Kertas Baasuki Rahmat
15 KBRI Indonesia Basic Industry & Chemical √
16 META Nusantara Infrastructure Infrastructur, utilities & Transportation √

101
Informasi
No. Kode Nama Perusahaan Industri komite audit
Lengkap Tidak
17 MIRA Mitra Internasional Resource Infrastructur, utilities & Transportation √
18 OCAP Onix Capital Finance √
19 SCPI Schering Plough Indonesia Consumer Goods Industry √
20 SMMT Eatertainment Internasional Trade, service, & Investment √
21 TKGA Toko Gunung Agung Trade, service, & Investment √
22 TMAS Pelayaran Tempuran Mas Infrastructur, utilities & Transportation √
23 WAPO Wahana Phonix Mandiri Trade, service, & Investment √
24 YULE Yulie Sekurindo Finance √
25 ZBRA Zebra Nusantara Trade, service, & Investment √

102
DAFTAR SAMPEL PERUSAHAAN FINANCIAL DISTRESS

No Kode Nama Perusahaan Industri


1 CKRA Citra Kebun Raya Asri Agriculuture
2 AKKU Alam Karya Unggul Basic Industry & Chemical
3 FPNI Titan Kimia Nusantara Basic Industry & Chemical
4 KBRI Kertas Basuki Rahmat Indonesia Basic Industry & Chemical
5 BEKS Bank Pundi Indonesia Finance
6 OCAP Onix Capital Finance
7 YULE Yulie Sekurindo Finance
8 APOL Arpeni Utama Ocean Line Infrastructur, utilities & Transportation
9 HITS Humpuss Intermoda Transportasi Infrastructur, utilities & Transportation
10 META Nusantara Infrastucture Infrastructur, utilities & Transportation
11 MIRA Mitra Internasional Resource Infrastructur, utilities & Transportation
12 TMAS Titan Kimia Nusantara Infrastructur, utilities & Transportation
13 ATPK ATPK Resource Mining
14 Property, real estate & building
BIPP Bhuwanatala Indah Permai constructiom
15 Property, real estate & building
BKDP Bukit Darmo Property constructiom
16 Property, real estate & building
BMSR Bintang Mitra Semestaraya constructiom
17 ITTG Leo Investment Trade, service, & Investment
18 SMMT Eatertainment Internasional Trade, service, & Investment
19 TKGA Toko Gunung Agung Trade, service, & Investment
20 WAPO Wahana Phonix Mandiri Trade, service, & Investment
21 ZBRA PT Zebra Nusantara Trade, service, & Investment

103
DAFTAR PERUSAHAAN NON-FINANCIAL DISTRESS

No Kode Nama Persahaan Industri


1 LSIP PP London Sumatra Indonesia Agriculture
2 FASW Fajar Surya Wisesa Basic Industry & Chemical
3 BRNA Berlina Basic Industry & Chemical
4 UNIC Unggul Indah cahaya Basic Industry & Chemical
5 ABDA Asuransi Bina Dana Arta Finance
6 BACA Bank Capital Indonesia Finance
7 PEGE Panca Global Securities Finance
8 CMNP Citra Marga Nusaphala Persada Infrastructur, utilities & Transportation
9 SAFE Steady Safe Infrastructur, utilities & Transportation
10 TRAM Trada Maritime Infrastructur, utilities & Transportation
11 INDY Indika Energy Infrastructur, utilities & Transportation
12 PGAS Perusahaan Gas Negara Infrastructur, utilities & Transportation
13 BUMI Bumi resources Mining
Property, real estate & building
14 BCIP Bumi Citra Permai constructiom
Gowa Makasar Tourism Property, real estate & building
15 GMTD Development constructiom
16 HOME Hotel Mandiri Regency Trade, service, & Investment
17 CSAP Catur Sentosa Adiprama Trade, service, & Investment
18 KONI Persada Bangun Pusaka Trade, service, & Investment
Millennium Pharmacon
19 SDPC Internasional Trade, service, & Investment
20 OKAS Ancora Persada resources Trade, service, & Investment
21 TURI Tunas Ridean Trade, service, & Investment

104
VARIABEL PENELITIAN

KODE TAHUN FDISTRESS SIZECA FRECA INCA SIZEDIR SIZECOM MANJ INST
AKKU 2,011.00 1.00 3.00 4.00 0.67 0.00 0.00 0.00 0.95
APOL 2,011.00 1.00 3.00 4.00 0.67 1.00 0.00 0.00 0.70
ATPK 2,011.00 1.00 3.00 1.00 0.67 1.00 0.00 0.00 0.77
BEKS 2,011.00 1.00 3.00 4.00 0.67 1.00 0.00 0.00 0.99
BIPP 2,011.00 1.00 3.00 4.00 0.67 1.00 1.00 0.05 0.47
BKDP 2,011.00 1.00 3.00 3.00 0.33 1.00 1.00 0.08 0.36
BMSR 2,011.00 1.00 3.00 4.00 0.67 1.00 0.00 0.00 0.77
CKRA 2,011.00 1.00 3.00 8.00 0.67 0.00 0.00 0.00 0.92
FPNI 2,011.00 1.00 2.00 4.00 0.50 0.00 0.00 0.00 0.95
HITS 2,011.00 1.00 3.00 5.00 0.33 1.00 1.00 0.00 0.91
ITTG 2,011.00 1.00 3.00 3.00 0.67 0.00 0.00 0.00 0.56
KBRI 2,011.00 1.00 3.00 3.00 0.67 0.00 0.00 0.10 0.56
META 2,011.00 1.00 4.00 6.00 0.33 1.00 1.00 0.00 0.74
MIRA 2,011.00 1.00 3.00 4.00 0.33 1.00 1.00 0.00 0.40
OCAP 2,011.00 1.00 3.00 7.00 0.67 0.00 0.00 0.00 0.45
SMMT 2,011.00 1.00 3.00 4.00 0.67 0.00 1.00 0.00 0.96
TKGA 2,011.00 1.00 3.00 4.00 0.67 0.00 0.00 0.21 0.73
TMAS 2,011.00 1.00 3.00 12.00 0.33 1.00 0.00 0.00 0.88
WAPO 2,011.00 1.00 3.00 4.00 0.67 0.00 0.00 0.00 0.59
YULE 2,011.00 1.00 3.00 4.00 0.67 0.00 0.00 0.01 0.52
ZBRA 2,011.00 1.00 3.00 3.00 1.00 0.00 0.00 0.00 0.84
LSIP 2,011.00 0.00 3.00 14.00 0.33 1.00 1.00 0.00 0.60
BUMI 2,011.00 0.00 6.00 19.00 0.83 1.00 1.00 0.00 0.05
BRNA 2,011.00 0.00 3.00 4.00 0.67 0.00 1.00 0.11 0.51
UNIC 2,011.00 0.00 3.00 12.00 1.00 1.00 1.00 0.00 0.76
FASW 2,011.00 0.00 3.00 14.00 0.67 1.00 0.00 0.00 0.76
BCIP 2,011.00 0.00 3.00 2.00 0.67 1.00 0.00 0.00 0.52
GMTD 2,011.00 0.00 3.00 4.00 0.67 1.00 1.00 0.00 0.65
CMNP 2,011.00 0.00 4.00 7.00 0.50 1.00 1.00 0.05 0.24
SAFE 2,011.00 0.00 3.00 2.00 0.67 0.00 0.00 0.00 0.84
TRAM 2,011.00 0.00 3.00 4.00 0.67 1.00 0.00 0.00 0.51
INDY 2,011.00 0.00 3.00 4.00 0.67 1.00 1.00 0.08 0.63
PGAS 2,011.00 0.00 5.00 12.00 0.80 1.00 1.00 0.01 0.57
BACA 2,011.00 0.00 3.00 4.00 0.67 1.00 0.00 0.00 0.61
PEGE 2,011.00 0.00 3.00 4.00 0.67 0.00 0.00 0.30 0.15
KONI 2,011.00 0.00 3.00 5.00 0.67 0.00 0.00 0.06 0.72
SDPC 2,011.00 0.00 4.00 4.00 0.50 0.00 1.00 0.00 0.81
OKAS 2,011.00 0.00 4.00 6.00 0.75 0.00 1.00 0.00 0.80
CSAP 2,011.00 0.00 3.00 5.00 0.67 0.00 1.00 0.05 0.44
HOME 2,011.00 0.00 3.00 10.00 0.33 1.00 0.00 0.00 0.67

105
KODE TAHUN FDISTRESS SIZECA FRECA INCA SIZEDIR SIZECOM MANJ INST
ABDA 2,011.00 0.00 3.00 14.00 0.67 1.00 1.00 0.00 0.50
TURI 2,011.00 0.00 4.00 4.00 0.75 1.00 1.00 0.00 0.88
AKKU 2,010.00 1.00 3.00 4.00 0.67 0.00 0.00 0.00 0.95
APOL 2,010.00 1.00 3.00 4.00 0.67 1.00 0.00 0.00 0.70
ATPK 2,010.00 1.00 3.00 1.00 0.67 0.00 0.00 0.00 0.75
BEKS 2,010.00 1.00 2.00 4.00 1.00 0.00 0.00 0.00 0.85
BIPP 2,010.00 1.00 3.00 5.00 0.67 1.00 0.00 0.00 0.42
BKDP 2,010.00 1.00 3.00 3.00 0.33 1.00 1.00 0.08 0.36
BMSR 2,010.00 1.00 3.00 4.00 0.67 0.00 0.00 0.00 0.77
CKRA 2,010.00 1.00 3.00 4.00 0.67 1.00 0.00 0.00 0.96
FPNI 2,010.00 1.00 3.00 2.00 0.67 1.00 0.00 0.00 0.95
HITS 2,010.00 1.00 3.00 8.00 0.67 1.00 0.00 0.00 0.91
ITTG 2,010.00 1.00 3.00 4.00 0.67 0.00 0.00 0.00 0.56
KBRI 2,010.00 1.00 2.00 3.00 0.50 0.00 0.00 0.00 0.27
META 2,010.00 1.00 4.00 4.00 0.75 0.00 0.00 0.00 0.77
MIRA 2,010.00 1.00 3.00 4.00 0.33 1.00 1.00 0.00 0.71
OCAP 2,010.00 1.00 3.00 7.00 1.00 0.00 0.00 0.00 0.45
SMMT 2,010.00 1.00 3.00 4.00 0.67 0.00 1.00 0.00 0.96
TKGA 2,010.00 1.00 3.00 4.00 0.67 0.00 0.00 0.21 0.73
TMAS 2,010.00 1.00 3.00 12.00 1.00 0.00 0.00 0.00 0.88
WAPO 2,010.00 1.00 2.00 3.00 1.00 1.00 0.00 0.00 0.61
YULE 2,010.00 1.00 3.00 4.00 0.33 0.00 0.00 0.01 0.52
ZBRA 2,010.00 1.00 3.00 4.00 1.00 0.00 0.00 0.00 0.84
LSIP 2,010.00 0.00 3.00 16.00 0.33 1.00 1.00 0.00 0.60
BUMI 2,010.00 0.00 4.00 15.00 0.75 1.00 1.00 0.00 0.20
BRNA 2,010.00 0.00 3.00 3.00 0.67 0.00 1.00 0.11 0.51
UNIC 2,010.00 0.00 3.00 12.00 0.67 1.00 1.00 0.00 0.76
FASW 2,010.00 0.00 3.00 13.00 0.67 1.00 0.00 0.00 0.76
BCIP 2,010.00 0.00 3.00 4.00 0.67 1.00 0.00 0.00 0.21
GMTD 2,010.00 0.00 3.00 4.00 0.67 1.00 1.00 0.00 0.00
CMNP 2,010.00 0.00 4.00 12.00 0.50 1.00 1.00 0.05 0.34
SAFE 2,010.00 0.00 3.00 4.00 0.67 0.00 0.00 0.00 0.84
TRAM 2,010.00 0.00 3.00 6.00 0.67 0.00 0.00 0.00 0.54
INDY 2,010.00 0.00 3.00 4.00 0.67 1.00 1.00 0.08 0.61
PGAS 2,010.00 0.00 5.00 12.00 0.80 1.00 1.00 0.01 0.97
BACA 2,010.00 0.00 3.00 4.00 0.67 1.00 0.00 0.22 0.50
PEGE 2,010.00 0.00 3.00 4.00 0.67 0.00 0.00 0.39 0.15
KONI 2,010.00 0.00 3.00 5.00 0.67 0.00 0.00 0.06 0.72
SDPC 2,010.00 0.00 3.00 4.00 0.67 0.00 1.00 0.00 0.81
OKAS 2,010.00 0.00 4.00 6.00 0.75 0.00 1.00 0.00 0.80
CSAP 2,010.00 0.00 3.00 6.00 0.67 1.00 1.00 0.05 0.44
HOME 2,010.00 0.00 3.00 10.00 0.67 1.00 0.00 0.00 0.67
ABDA 2,010.00 0.00 3.00 17.00 0.67 1.00 0.00 0.00 0.91

106
KODE TAHUN FDISTRESS SIZECA FRECA INCA SIZEDIR SIZECOM MANJ INST
TURI 2,010.00 0.00 4.00 4.00 0.75 1.00 1.00 0.00 0.88
AKKU 2,009.00 1.00 3.00 4.00 0.67 0.00 0.00 0.01 0.95
APOL 2,009.00 1.00 3.00 4.00 0.67 1.00 0.00 0.00 0.78
ATPK 2,009.00 1.00 3.00 1.00 0.67 0.00 1.00 0.00 0.66
BEKS 2,009.00 1.00 3.00 4.00 0.67 0.00 0.00 0.94 0.00
BIPP 2,009.00 1.00 3.00 4.00 1.00 1.00 1.00 0.00 0.43
BKDP 2,009.00 1.00 3.00 3.00 0.67 1.00 1.00 0.15 0.43
BMSR 2,009.00 1.00 4.00 4.00 0.50 0.00 0.00 0.00 0.84
CKRA 2,009.00 1.00 3.00 4.00 0.67 1.00 1.00 0.00 0.94
FPNI 2,009.00 1.00 3.00 5.00 0.67 0.00 0.00 0.00 0.93
HITS 2,009.00 1.00 3.00 8.00 0.67 0.00 1.00 0.00 0.90
ITTG 2,009.00 1.00 3.00 4.00 0.67 1.00 0.00 0.00 0.56
KBRI 2,009.00 1.00 4.00 3.00 0.50 1.00 0.00 0.00 0.27
META 2,009.00 1.00 3.00 4.00 0.67 0.00 0.00 0.00 0.77
MIRA 2,009.00 1.00 3.00 4.00 0.33 1.00 1.00 0.00 0.68
OCAP 2,009.00 1.00 3.00 7.00 0.67 0.00 0.00 0.00 0.37
SMMT 2,009.00 1.00 3.00 4.00 0.67 0.00 1.00 0.47 0.18
TKGA 2,009.00 1.00 3.00 4.00 0.67 0.00 0.00 0.21 0.71
TMAS 2,009.00 1.00 3.00 12.00 0.33 1.00 0.00 0.00 0.88
WAPO 2,009.00 1.00 2.00 4.00 1.00 1.00 0.00 0.00 0.61
YULE 2,009.00 1.00 3.00 2.00 0.33 0.00 0.00 0.01 0.52
ZBRA 2,009.00 1.00 3.00 3.00 0.67 0.00 0.00 0.00 0.85
LSIP 2,009.00 0.00 4.00 11.00 0.50 1.00 1.00 0.00 0.66
BUMI 2,009.00 0.00 5.00 20.00 0.60 1.00 1.00 0.00 0.18
BRNA 2,009.00 0.00 3.00 3.00 0.67 0.00 1.00 0.11 0.51
UNIC 2,009.00 0.00 4.00 12.00 0.75 1.00 1.00 0.00 0.76
FASW 2,009.00 0.00 3.00 12.00 0.67 1.00 0.00 0.00 0.76
BCIP 2,009.00 0.00 3.00 4.00 0.67 1.00 1.00 0.00 0.00
GMTD 2,009.00 0.00 3.00 4.00 0.67 0.00 1.00 0.00 0.65
CMNP 2,009.00 0.00 4.00 12.00 0.50 1.00 1.00 0.05 0.35
SAFE 2,009.00 0.00 3.00 2.00 0.67 0.00 0.00 0.00 0.81
TRAM 2,009.00 0.00 3.00 2.00 0.67 1.00 0.00 0.00 0.54
INDY 2,009.00 0.00 3.00 4.00 0.67 1.00 1.00 0.08 0.07
PGAS 2,009.00 0.00 5.00 34.00 0.80 1.00 1.00 0.02 0.57
BACA 2,009.00 0.00 3.00 4.00 0.67 1.00 0.00 0.22 0.50
PEGE 2,009.00 0.00 3.00 4.00 0.67 0.00 0.00 0.36 0.15
KONI 2,009.00 0.00 3.00 5.00 0.67 0.00 0.00 0.06 0.72
SDPC 2,009.00 0.00 3.00 4.00 0.67 0.00 1.00 0.00 0.81
OKAS 2,009.00 0.00 4.00 7.00 0.75 0.00 1.00 0.00 0.89
CSAP 2,009.00 0.00 3.00 5.00 0.67 1.00 1.00 0.07 0.68
HOME 2,009.00 0.00 3.00 5.00 0.33 1.00 0.00 0.00 0.67
ABDA 2,009.00 0.00 3.00 20.00 0.67 0.00 0.00 0.00 0.91
TURI 2,009.00 0.00 4.00 4.00 0.75 1.00 1.00 0.00 0.88

107
LAMPIRAN 2
HASIL
OUTPUT SPSS

108
Logistic Regression

Case Processing Summary


a
Unweighted Cases N Percent

Included in Analysis 126 100.0

Selected Cases Missing Cases 0 .0

Total 126 100.0


Unselected Cases 0 .0
Total 126 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

0 0
1 1

Block 0: Beginning Block

a,b,c
Iteration History

Iteration -2 Log likelihood Coefficients

Constant

Step 0 1 174.673 .000

a. Constant is included in the model.


b. Initial -2 Log Likelihood: 174.673
c. Estimation terminated at iteration number 1 because
parameter estimates changed by less than .001.

109
a,b
Classification Table

Observed Predicted

FDISTRESS Percentage

0 1 Correct

0 0 63 .0
FDISTRESS
Step 0 1 0 63 100.0

Overall Percentage 50.0

a. Constant is included in the model.


b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant .000 .178 .000 1 1.000 1.000

Variables not in the Equation

Score df Sig.

SIZECA 14.602 1 .000

FRECA 16.531 1 .000

INCA .276 1 .600

Variables SIZEDIR 6.262 1 .012


Step 0
SIZECOM 15.685 1 .000

MANJ .001 1 .981

INST 5.911 1 .015

Overall Statistics 31.669 7 .000

110
Block 1: Method = Enter

a,b,c,d
Iteration History

Iteration -2 Log Coefficients


likelihood Constant SIZECA FRECA INCA SIZEDIR SIZECOM MANJ INST

1 138.165 2.107 -.321 -.102 -1.154 -.227 -.918 .015 1.280

2 129.944 4.308 -.938 -.192 -1.950 -.203 -.951 .588 2.296

3 128.772 5.655 -1.318 -.234 -2.342 -.225 -1.004 .833 2.753


Step 1
4 128.747 5.894 -1.383 -.241 -2.404 -.232 -1.019 .859 2.812

5 128.747 5.900 -1.384 -.242 -2.405 -.232 -1.020 .860 2.813

6 128.747 5.900 -1.384 -.242 -2.405 -.232 -1.020 .860 2.813

a. Method: Enter
b. Constant is included in the model.
c. Initial -2 Log Likelihood: 174.673
d. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001.

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 45.926 7 .000

Step 1 Block 45.926 7 .000

Model 45.926 7 .000

Model Summary

Step -2 Log likelihood Cox & Snell R Nagelkerke R


Square Square
a
1 128.747 .305 .407

a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter


estimates changed by less than .001.

111
Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.

1 5.597 8 .692

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test

FDISTRESS = 0 FDISTRESS = 1 Total

Observed Expected Observed Expected

1 13 12.706 0 .294 13
2 12 11.187 1 1.813 13

3 7 9.580 6 3.420 13

4 8 7.692 5 5.308 13

5 8 6.564 5 6.436 13
Step 1
6 5 4.951 8 8.049 13

7 3 3.978 10 9.022 13

8 3 3.181 10 9.819 13

9 2 2.180 11 10.820 13

10 2 .981 7 8.019 9

a
Classification Table

Observed Predicted

FDISTRESS Percentage

0 1 Correct

0 46 17 73.0
FDISTRESS
Step 1 1 15 48 76.2

Overall Percentage 74.6

a. The cut value is .500

112
Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

SIZECA -1.384 .646 4.597 1 .032 .251

FRECA -.242 .075 10.409 1 .001 .785

INCA -2.405 1.508 2.545 1 .111 .090

a
SIZEDIR -.232 .473 .240 1 .624 .793
Step 1
SIZECOM -1.020 .470 4.716 1 .030 .361

MANJ .860 2.050 .176 1 .675 2.363

INST 2.813 1.184 5.642 1 .018 16.658

Constant 5.900 2.396 6.061 1 .014 364.911

a. Variable(s) entered on step 1: SIZECA, FRECA, INCA, SIZEDIR, SIZECOM, MANJ, INST.

Correlation Matrix

Constant SIZECA FRECA INCA SIZEDIR SIZECOM MANJ INST

Constant 1.000 -.821 -.105 -.525 -.275 .051 -.221 -.158

SIZECA -.821 1.000 -.018 .130 .073 -.237 -.018 -.149

FRECA -.105 -.018 1.000 .094 -.188 .147 -.026 -.222

INCA -.525 .130 .094 1.000 .218 .119 -.019 -.101


Step 1
SIZEDIR -.275 .073 -.188 .218 1.000 -.127 .249 .180

SIZECOM .051 -.237 .147 .119 -.127 1.000 .039 .026

MANJ -.221 -.018 -.026 -.019 .249 .039 1.000 .561


INST -.158 -.149 -.222 -.101 .180 .026 .561 1.000

113
8 + +
I I
I I
F I I
R 6 + +
E I I
Q I0 1 I
U I0 1 I
E 4 +0 0 1 1 +
N I0 0 1 1 I
C I00 0 0 0 1 11 0 11 1 1 0 11 11 I
Y I00 0 0 0 1 11 0 11 1 1 0 11 11 I
2 +00 0 0 0 0 1 1 01 11011 1 0 01 1 1 11110 1 1111 1111 +
I00 0 0 0 0 1 1 01 11011 1 0 01 1 1 11110 1 1111 1111 I
I00 00000 00 0010 00 0011 10 0 10 010 0000 00001 00 1 00 01 10111100011 1 10101111001 1 I
I00 00000 00 0010 00 0011 10 0 10 010 0000 00001 00 1 00 01 10111100011 1 10101111001 1 I
Predicted ---------+---------+---------+---------+---------+---------+---------+---------+---------+----------
Prob: 0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1
Group: 0000000000000000000000000000000000000000000000000011111111111111111111111111111111111111111111111111

Predicted Probability is of Membership for 1


The Cut Value is .50
Symbols: 0 - 0
1 - 1
Each Symbol Represents .5 Cases.

b
Casewise List
a
Case Selected Status Observed Predicted Predicted Group Temporary Variable

FDISTRESS Resid ZResid

30 S 0** .883 1 -.883 -2.743


89 S 1** .159 0 .841 2.302
114 S 0** .874 1 -.874 -2.635

a. S = Selected, U = Unselected cases, and ** = Misclassified cases.


b. Cases with studentized residuals greater than 2.000 are listed.

114
115

Anda mungkin juga menyukai