Anda di halaman 1dari 108

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

VOLUME IMPOR CENGKEH DI INDONESIA

SKRIPSI

Syifa Rahmatunnisa
1112092000041

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M / 1439 H
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
VOLUME IMPOR CENGKEH DI INDONESIA

Syifa Rahmatunnisa
1112092000041

Skripsi

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agribisnis Pada
Program Studi Agribisnis

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M / 1439 H

i
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
VOLUME IMPOR CENGKEH DI INDONESIA

Skripsi

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agribisnis Pada

Program Studi Agribisnis

Oleh :

Syifa Rahmatunnisa

1112092000041

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

11 1Hidayatullah

Dr. Ir. Edmon Daris, MS


NIP. 19580429 198803 1 001

ii
PENGESAHAN PENGUJIAN

Skripsi berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume


Impor Cengkeh di Indonesia” yang ditulis oleh Syifa Rahmatunnisa NIM.
1112092000041, telah diuji dan dinyatakan lulus dalam sidang Munaqosyah
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta pada tanggal 09 Januari 2018. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis.

iii
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-

BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Januari 2018

Syifa Rahmatunnisa
NIM. 1112092000041

iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Diri

Nama : Syifa Rahmatunnisa

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 23 Mei 1994

Agama : Islam

Alamat : Perumahan Bumi Indah, Tahap 1 Jl. Anyelir III


Blok DB No. 1 RT 08 RW 06 Kutajaya, Pasar
Kemis Kabupaten Tangerang
No. Hp : 082114778233

Email : syifa.nisa23@gmail.com

Riwayat Pendidikan

1. 2012 – 2017 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


2. 2009 – 2012 : MA Negeri 2 Kota Serang
3. 2006 – 2009 : SMPs Boarding School Daar El Falaah Pandeglang
4. 2000 – 2006 : MI Al Husna Gembor Tangerang
5. 1999 – 2000 : TK Al Husna Gembor Tangerang

Pengalaman Organisasi

1. 2003 – 2006 : Pasukan Inti Pramuka MI Al Husna Gembor Tangerang


2. 2005 – 2006 : Group Marching Band Salsabila Al Husna – Anggota Bell
3. 2006 – 2007 : Pasukan Inti Pramuka LKBB Pandeglang
4. 2007 – 2008 : Group Marching Band Gita Nada el falaah – Anggota
Snair Drum
5. 2013 – 2014 : Himpunan Mahasiswa Jurusan Agribisnis UIN Syarif

v
Hidayatullah Jakarta – Staf Ahli Divisi Kerohanian
6. 2014 – 2015 : Himpunan Mahasiswa Jurusan Agribisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta – Staf Ahli Divisi Kewirausahaan

Pengalaman Kerja

1. 2013 – 2014 : SDIT Ibnu Arqom Tangerang – Guru

Prestasi

1. 2004 : Juara Dua Murid Teladan Tingkat MI Al Husna

vi
RINGKASAN

Syifa Rahmatunnisa. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Impor


Cengkeh di Indonesia: Dibawah bimbingan Siti Rochaeni dan Junaidi.

Cengkeh merupakan salah satu komoditas penting dalam sektor


perkebunan. Indonesia merupakan negara produsen cengkeh terbesar di dunia
(Kementerian Pertanian, 2016). Sementara dua negara lain yang cukup potensial
sebagai penghasil cengkeh adalah Madagaskar dan Tanzania (FAO, 2016). Peran
utama komoditi cengkeh di Indonesia adalah sebagai bahan baku tambahan
tembakau dalam pembuatan rokok kretek. Cukai rokok merupakan salah satu
penerimaan negara dari beberapa sumber penerimaan negara lainnya
(Kementerian Keuangan, 2016). Produksi cengkeh di Indonesia tidak sebanding
dengan jumlah konsumsi cengkeh sehingga pemerintah mengambil keputusan
untuk mengimpor cengkeh dari luar negeri.
Terjadinya kegiatan impor cengkeh yang berkelanjutan dikhawatirkan
akan mengurangi devisa negara, terjadi ketergantungan cengkeh dari negara lain,
serta mempengaruhi kesejahteraan petani cengkeh dalam negeri. Maka diperlukan
penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap
volume impor cengkeh di Indonesia. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh pada
penelitian ini adalah harga rill cengkeh dalam negeri, harga rill cengkeh impor,
nilai tukar rill rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, dan dummy kebijakan
pengendalian impor cengkeh di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan model regresi linear berganda menggunakan
data time series dalam kurun waktu tiga puluh tahun, mulai dari tahun 1986-2015.
Berdasarkan analisis yang dilakukan didapatkan nilai koefisien determinasi (R2)
sebesar 0,5860. Hal ini menunjukan bahwa variabel bebas meliputi harga rill
cengkeh dalam negeri, harga rill cengkeh impor, nilai tukar rill rupiah terhadap
dollar Amerika Serikat, dan dummy kebijakan pengendalian impor cengkeh
sebesar 58,60% dapat menjelaskan variabel terikatnya yaitu volume impor
cengkeh di Indonesia dan sebesar 41,40% dijelaskan oleh variabel-variabel lain di
luar penelitian. Hasil uji F menunjukan secara serentak (bersama-sama) variabel
bebas yang diteliti memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel
terikatnya. Faktor yang berpengaruh secara signifikan/nyata terhadap volume
impor cengkeh di Indonesia dengan taraf nyata (α) lima persen adalah harga rill
cengkeh dalam negeri, harga rill cengkeh impor, dan dummy kebijakan
pengendalian impor cengkeh.
Kata kunci : Volume Impor, Cengkeh, Indonesia.

vii
KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah wa shalatuwassalamu „ala rasulillah. Pertama-tama dengan

segala kerendahan hati penulis ucapkan puji serta syukur atas rahmat Allah SWT

yang telah memberikan nikmat iman, islam, serta kesehatan kepada penulis

sehingga dengan ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini yang

berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Impor

Cengkeh di Indonesia” dengan baik. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada

junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan kita sebagai

pengikutnya yang mudah-mudahan tetap istiqomah terhadap ajaran sunnah-

sunnahnya hingga akhir zaman, serta selalu mengharapkan syafa‟atnya di yaumil

qiyamah.

Skripsi ini penulis lakukan sebagai bentuk tanggung jawab mahasiswa

untuk turut serta dalam mengamalkan salah satu poin Tri Dharma Perguruan

Tinggi, yaitu melakukan penelitian. Penelitian ini bukanlah sesuatu yang instant,

melainkan berangkat dari proses yang panjang, menyita segenap tenaga, waktu,

dan pikiran. Tanpa adanya motivasi, semangat, kesabaran, kerja keras, dan do‟a

rasanya mustahil penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penulis menyadari

dalam menyusun skripsi ini tidak terlepas dari kontribusi berbagai pihak. Oleh

karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan

terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua penulis, Papah H. Lili Hambali dan Mamah Hj. Siti

Zaojah, Aa Didi Khurdi, Teh Siti Aisyah, Dede Wildan Mukholladun, serta

viii
seluruh keluarga Bani H. Saikin yang ada di Tangerang. Terima kasih atas

segala cinta, kasih sayang, pengorbanan, perhatian yang tak terhingga,

nasihat, dan dukungan baik moril maupun materil serta do‟a yang tiada

hentinya kepada penulis. Terima kasih selalu memberikan semangat,

kepercayaan, dan mengajarkan penulis untuk menjadi pribadi yang lebih

baik. Penyelesaian skripsi ini merupakan salah satu bakti serta wujud kasih

sayang dan cinta penulis kepada Papah dan Mamah serta keluarga. Mohon

maaf telah membuat Papah dan Mamah serta keluarga menunggu terlalu

lama untuk penulis menyelesaikan tugas skripsi ini.

2. Ibu Ir. Siti Rochaeni, M.Si dan Bapak Ir. Junaidi, M.Si selaku dosen

pembimbing skripsi yang telah mencurahkan tenaga, energi, pikiran, waktu,

serta memberikan ilmu, arahan serta dukungan yang besar kepada penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini sampai akhir.

3. Bapak Dr. Ir. Akhmad Riyadi Wastra, S.IP, MM dan Bapak Dr. Iwan

Aminudin, M.Si selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan arahan

serta ilmu kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini sampai akhir.

4. Bapak Dr. Ir. Edmon Daris, MS dan Bapak Dr. Iwan Aminudin, M.Si

selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Agribisnis yang telah

memberikan kesempatan dan dukungan kepada penulis untuk menuntut

ilmu lebih dalam.

5. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, para wakil dekan I, II,

dan III, beserta staf TU, Akademik, dan karyawan FST lainnya.

ix
6. Bapak Ir. Mudatsir Najamuddin, MM selaku dosen Pembimbing Akademik

yang telah memberikan bimbingan, motivasi, serta dukungan kepada penulis

selama masa perkuliahan.

7. Seluruh dosen Program Studi Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu, pengetahuan, wawasan,

dan pengalaman kepada penulis hingga mendapatkan gelar Sarjana

Agribisnis.

8. Seluruh staf Badan Pusat Statistik, Kementerian Pertanian, serta lembaga-

lembaga terkait penelitian yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk mengambil data-data yang diperlukan dalam penelitian.

9. Sahabat-sahabat penulis (Feby, Iffah, Dena, Dewi, Kamila) yang selalu ada

menemani penulis dan mendengarkan keluh kesah penulis selama

menyelesaikan skripsi ini. Khususon Feby yang telah menjadi teman

pertama saat kuliah dan menemani penulis dari awal menjadi Maba

(Mahasiswa Baru), KKN bersama, PKL bersama, menyelesaikan tugas akhir

pun bersama. Terima kasih untuk kalian telah menemani penulis selama

masa kuliah ini, semoga persahabatan kita tidak hanya sebatas teman kuliah

yaa, tapi selamanya sampai di surga. Aamiin..

10. Kepada Grup Bajaj (Ratu dan Anis) terima kasih telah menjadi sahabat

terbaik penulis mulai dari MAN hingga sekarang, setia mendengarkan keluh

kesah serta tak henti-hentinya memberikan semangat pada penulis.

x
11. Geng Kostan Wida (Dera, Nurul, Yuni) terima kasih telah menemani

penulis dalam menjalani hidup di Ciputat semasa kuliah, semoga kita sama-

sama sukses dunia akhirat, Aamiin..

12. KKN Satu Segi yang selalu memberikan perhatian dan semangat kepada

penulis, semoga persahabatan kita tetap terjaga sampai nanti yaa..

13. Teman-teman seperjuangan, para pejuang skripsi, keluarga besar Agribisnis

2012 yang telah membantu penulis selama perkuliahan dan telah berbagi

ilmu dan pengalaman selama di bangku perkuliahan.

14. Kakak-kakak senior yang selalu memberikan informasi mengenai seluk-

beluk skripsi, serta adik-adik junior 2013, 2014, dan 2015.

Sebagai penutup hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua urusan.

Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih terdapat kekurangan baik

implementasi maupun penulisan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan pembaca pada

umumnya. Semoga Allah SWT meridhoi langkah serta amal ibadah yang telah

kita lakukan. Aamin ya robbal „alamiin..

Wassalamu‟alaikum Wr. Wb

Jakarta, Januari 2018

Syifa Rahmatunnisa

xi
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................xv

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1


1.1 Latar Belakang .........................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................... 8
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 8
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................8
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................10
2.1 Tanaman Cengkeh .................................................................................10
2.2 Teori Permintaan ...................................................................................10
2.3 Perdagangan Internasional ......................................................................15
2.4 Teori Impor ........................................................................................... 19
2.4.1 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Impor .................................... 20
2.4.2 Definisi Harga.............................................................................. 21
2.4.3 Definisi Nilai Tukar ..................................................................... 21
2.4.4 Kebijakan Pemerintah ..................................................................22
2.4.5 Indeks Harga Konsumen ............................................................ 23
2.5 Penelitian Terdahulu ............................................................................. 24
2.6 Kerangka Pemikiran ............................................................................. 28
2.7 Hipotesis Penelitian ............................................................................... 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 31
3.1 Waktu Penelitian.....................................................................................31
3.2 Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 31
3.3 Metode Pengumpulan Data.................................................................... 32
3.4 Metode Pengolahan Data ....................................................................... 34

xi
3.5 Metode Analisis Data ............................................................................ 39
3.5.1 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ................................................40
3.5.2 Uji Statistik ................................................................................. 44
3.6 Definisi Operasional ............................................................................. 46

BAB IV GAMBARAN UMUM ......................................................................... 48


4.1 Sejarah Cengkeh ................................................................................... 48
4.2 Sentra Produksi Cengkeh di Indonesia ...................................................48
4.3 Perkembangan Harga Cengkeh di Indonesia ........................................ 52
4.4 Perkembangan Volume Impor Cengkeh di Indonesia .......................... 54
4.5 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat .. 56
4.6 Perkembangan Kebijakan Pengendalian Impor Cengkeh.......................57
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................59
5.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Impor Cengkeh di
Indonesia ................................................................................................59
5.1.1 Hasil Uji F ....................................................................................62
5.1.2 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) ...........................................62
5.1.3 Hasil Pengujian Asumsi Klasik ....................................................63
5.2 Pengaruh Harga Rill Cengkeh dalam Negeri Terhadap Volume Impor
Cengkeh di Indonesia ............................................................................68
5.3 Pengaruh Harga Rill Cengkeh Impor Terhadap Volume Impor Cengkeh
di Indonesia ...........................................................................................70
5.4 Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika Serikat
Terhadap Volume Impor Cengkeh di Indonesia....................................71
5.5 Pengaruh Dummy Kebijakan Pengendalian Impor Cengkeh Terhadap
Volume Impor Cengkeh di Indonesia ...................................................73
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................76
6.1 Kesimpulan .............................................................................................76
6.2 Saran .......................................................................................................77
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................80
LAMPIRAN .........................................................................................................83

xii
DAFTAR TABEL

1. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Cengkeh di Indonesia .....................2

2. Perkembangan Ekspor dan Impor Cengkeh di Indonesia ...............................5

3. Data dan Sumber Data Penelitian ................................................................32

4. Perkembangan Harga Cengkeh Impor dan Cengkeh dalam Negeri .............53

5. Perkembangan Volume Impor Cengkeh di Indonesia ..................................55

6. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika Serikat ........57

7. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda .......................................................60

xiii
DAFTAR GAMBAR

1. Kurva Permintaan .........................................................................................14

2. Keseimbangan Parsial dalam Perdagangan Internasional ............................19

3. Kerangka Pemikiran .....................................................................................29

4. Sentra Produksi Cengkeh Perkebunan Rakyat di Indonesia .........................49

5. Kabupaten Sentra Produksi Cengkeh di Provinsi Sulawesi Selatan .............50

6. Kabupaten Sentra Produksi Cengkeh di Provinsi Maluku ...........................51

7. Kabupaten Sentra Produksi Cengkeh di Provinsi Sulawesi Utara................52

8. Model Regresi Linear Berganda ..................................................................61

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

1. Indeks Harga Konsumen Indonesia 2012 = 100 ........................................83

2. Indeks Harga Konsumen Amerika Serikat 2012 = 100 ............................84

3. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda ...................................................85

4. Hasil Perhitungan Menggunakan Program Eviews 9 ...............................86

5. Kebijakan Pemerintah Pada Industri Cengkeh di Indonesia .....................88

6. Surat Keputusan Menperindag No. 528/MPP/Kep/7/2002 .......................90

xv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cengkeh merupakan salah satu komoditas pertanian dalam sektor

perkebunan di Indonesia. Indonesia merupakan negara produsen cengkeh terbesar

di dunia. Hal ini selain dikarenakan cengkeh merupakan tanaman asli Indonesia,

juga didukung oleh kondisi alam, iklim, dan topografi yang mendukung agribisnis

cengkeh di Indonesia (Kementerian Pertanian, 2007 dalam Situmeang, 2008 : 3).

Sementara dua negara lain yang cukup potensial sebagai penghasil cengkeh

adalah Madagaskar dan Tanzania yang seluruh produksinya mencapai berkisar

antara 20.000 – 27.000 ton per tahun (FAO, 2007 dalam Situmeang, 2008 : 3).

Peran utama komoditas cengkeh di Indonesia yaitu sebagai bahan baku

tambahan tembakau dalam pembuatan rokok kretek. Perusahaan rokok kretek di

Indonesia sangat menjanjikan dan memberi harapan bagi penerimaan negara

melalui cukai rokok dan kegiatan ekspornya. Cukai rokok merupakan salah satu

penerimaan bagi negara dari beberapa sumber penerimaan negara lainnya. Dilihat

dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2016 kontribusi

kapebeanan dan cukai dari total penerimaan negara adalah 12%, untuk porsi cukai

sendiri telah menyumbang sebesar 78% atau setara dengan Rp. 146,4 triliun.

(Kementerian Keuangan, 2016 : 12).

Selain sebagai bahan baku tambahan tembakau dalam pembuatan rokok


kretek, cengkeh juga digunakan untuk kebutuhan makanan, kosmetik,
penyulingan minyak cengkeh, dan kesehatan. Peran lain agribisnis cengkeh dalam

1
perekonomian adalah penyerapan tenaga kerja, penyumbang pendapatan petani,
dan mendukung berkembangnya industri (Kementerian Pertanian, 2007 dalam
Situmeang, 2008 : 4). Berikut data perkembangan produksi dan konsumsi cengkeh
di Indonesia pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Cengkeh di Indonesia Tahun
1986 – 2015
Tahun Produksi (Ton) Konsumsi (Ton)
1986 50.628 79.576
1987 71.002 81.293
1988 81.224 85.011
1989 56.398 66.189
1990 66.912 77.905
1991 80.253 89.763
1992 73.124 87.616
1993 67.366 75.364
1994 78.379 92.104
1995 90.007 92.196
1996 59.479 60.661
1997 59.192 61.188
1998 67.177 68.761
1999 52.903 75.513
2000 59.878 80.751
2001 72.685 89.584
2002 79.009 80.080
2003 76.471 77.726
2004 73.837 74.942
2005 78.350 79.468
2006 61.408 62.202
2007 80.405 81.105
2008 70.536 71.206
2009 81.988 82.478
2010 98.385 98.662
2011 72.207 87.186
2012 99.890 107.054
2013 109.695 117.184
2014 110.576 117.528
2015 111.516 122.447
Sumber : Kementerian Pertanian (2016)

2
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa produksi cengkeh di Indonesia

pada tahun 1986 hingga 2015 berfluktuasi namun cenderung mengalami

peningkatan setiap tahunnya. Jumlah penurunan produksi cengkeh terbesar terjadi

pada tahun 1989 dan 2011 yaitu 56398 ton dan 72.207 ton, dimana pada tahun

sebelumnya 81224 ton pada tahun 1988 dan 98.385 ton pada tahun 2010.

Kejadian tersebut dikarenakan pada tahun 1988 dan 2011 terjadi anomali cuaca

yang menyebabkan hasil produksi cengkeh menurun drastis.

Penggunaan cengkeh yang semakin meluas dan beragam di Indonesia,

baik sebagai bahan pangan maupun non pangan, turut mendorong kenaikan

konsumsi cengkeh dari tahun ke tahun. Cerahnya peluang Indonesia untuk

menghasilkan cengkeh tiap tahunnya dapat dilihat dari jumlah produksi dalam

negeri. Seiring dengan bertambahnya jumlah produksi cengkeh dalam negeri

membuat permintaan cengkeh dalam negeri terus bertambah.

Seperti yang terdapat pada Tabel 1 menjelaskan bahwa Indonesia

merupakan negara produsen dan konsumen cengkeh terbesar di dunia. Dimana

jumlah konsumsi cengkeh setiap tahunnya lebih tinggi daripada jumlah produksi

cengkeh dalam negeri. Hal ini perlu diantisipasi demi menghadapi lonjakan

konsumsi cengkeh pada tahun berikutnya.

Produksi cengkeh di Indonesia selain diekspor, juga diorientasikan untuk

memenuhi kebutuhan konsumsi cengkeh dalam negeri khususnya pada industri

rokok kretek, karena berdasarkan penggunaannya yaitu sebanyak 85% - 95%

konsumsi cengkeh dalam negeri digunakan untuk industri rokok kretek (Badan

Pusat Statistik, 2016).

3
Namun, semakin meluasnya konsumsi cengkeh di Indonesia tidak diikuti

dengan kualitas cengkeh yang baik dari tahun ke tahun. Hal tersebut dapat dilihat

dari kualitas cengkeh dari petani yang sampai ke tangan industri rokok kretek.

Cengkeh tersebut harus dilakukan pengeringan kembali sebelum dilakukan proses

pembuatan rokok kretek. Dikarenakan cengkeh yang berasal dari petani dalam

negeri memiliki tingkat kadar air yang masih lumayan tinggi. Meskipun mampu

menghasilkan jumlah cengkeh yang banyak, jika dari segi pemanenan hasil

cengkeh yang tidak diperhatikan akan membuat kualitas cengkeh menurun.

Hal tersebut membuat industri rokok kretek melakukan penambahan

jumlah cengkeh dari luar negeri (impor) dengan tujuan untuk memenuhi

permintaan konsumen, mendapatkan kualitas cengkeh yang lebih baik, dan

berinovasi dari rasa cengkeh yang diterapkan pada rokok kretek. Selera penikmat

rokok kretek semakin banyak seiring dengan bertambahnya penduduk di

Indonesia, sehingga permintaan cengkeh dalam negeri semakin bertambah.

Sehingga hal tersebut membuat pemerintah Indonesia melakukan

penambahan stock cengkeh dari luar negeri. Namun, selain melakukan impor

cengkeh dari negara penghasil cengkeh yang lain, Indonesia tetap melakukan

eskpor ke beberapa negara importir cengkeh di dunia guna menambah devisa

negara sebagai negara yang dapat menghasilkan cengkeh lebih banyak.

Kontribusi ekspor dan impor cengkeh selama tiga puluh tahun terakhir yaitu dari

tahun 1986 hingga tahun 2015 cenderung fluktuatif seperti yang terlihat pada

Tabel 2.

4
Tabel 2. Perkembangan Ekspor dan Impor Cengkeh di Indonesia Tahun 1986 –
2015
Ekspor Impor
Tahun Volume Nilai Volume (Ton) Nilai (000US$)
(Ton) (000US$)
1986 1.818 3822 28.948 89276
1987 1.836 3044 10.291 41592
1988 622 542 3.787 14322
1989 398 375 9.791 49330
1990 360 215 10.993 68049
1991 388 102 9.510 60921
1992 316 81,076 14.492 120014
1993 297 49,969 7.998 70156
1994 319 156,307 13.725 47401
1995 230 47,905 2.189 7829
1996 356 220,97 1.182 504657
1997 20.157 14.115 1.996 14003
1998 1.776 1.635 1.584 6452
1999 4.655 8.281 22.610 40066
2000 6.324 10.669 20.873 52390
2001 9.400 25.973 16.899 17365
2002 15.688 24.930 1.071 2977
2003 9.060 16.037 1.255 1963
2004 7.683 14.916 1.105 2035
2005 11.270 23.533 1.118 2312
2006 14.093 33.952 794 1157
2007 4.251 7.251 700 1109
2008 5.142 5.586 670 1917
2009 6.008 12.580 490 1728
2010 5.397 16.304 277 1.336
2011 5.941 24.767 14.979 345.151
2012 5.177 25.399 7.164 110.793
2013 9.136 33.834 7.489 172575
2014 12.889 46.484 6.952 61473
2015 12.754 41.569 10.931 127.205
Sumber : UN Comtrade (2016)

Berdasarkan pada Tabel 2 dapat dilihat kontribusi ekspor cengkeh di

Indonesia pada tahun 1986 hingga tahun 2015 cenderung fluktuatif. Disamping

Indonesia melakukan ekspor cengkeh, Indonesia juga melakukan impor cengkeh

5
setiap tahunnya dengan jumlah yang tidak sedikit. Peningkatan volume impor

yang sangat drastis terjadi pada beberapa tahun. Diantaranya pada tahun 1992,

1994, 1999, dan 2011. Untuk tahun 1992 Indonesia melakukan impor cengkeh

sebanyak 14.492 ton yang pada tahun sebelumnya sebanyak 9.510 ton. Hal

tersebut terjadi serupa pada tahun 1994, dimana Indonesia melakukan impor

cengkeh sebesar 13.725 ton yang pada tahun sebelumnya sebesar 7.998 ton.

Pada Tabel tersebut volume impor terus bertambah mulai dari tahun 1998 hingga

tahun 2001. Tahun 1998 Indonesia mengimpor cengkeh sebanyak 1.584 ton,

jumlah tersebut meningkat pada tahun selanjutnya di tahun 1999 sebesar 22.610

ton. Jumlah tersebut meningkat di tahun setelahnya dalam jumlah yang lumayan

besar.

Sehingga hal tersebut membuat pemerintah memandang perlu untuk

menetapkan ketentuan impor cengkeh pada tahun 2002, dalam rangka

mengantisipasi lonjakan impor cengkeh yang mengakibatkan terjadinya

penurunan harga cengkeh dan pendapatan petani di dalam negeri, yang diatur

melalui Surat Keputusan Menperindag No.528/MPP/Kep/7/2002 tertanggal 5

Juli 2002 tentang pengendalian impor cengkeh. Kebijakan ini ditetapkan untuk

meningkatkan kesejahteraan petani cengkeh dengan tetap memperhatikan

kepentingan industri pengguna cengkeh. Pada tahap awal, impor baru akan

diizinkan apabila harga cengkeh produksi dalam negeri sudah naik hingga

mencapai titik harga tertentu. Ketentuan impor cengkeh ini mengakibatkan

terjadinya penurunan volume impor cengkeh yang sangat signifikan pada tahun

6
2002 – 2008, yaitu pada tahun 2008 tidak melakukan impor hingga 0,796 ton

pada tahun 2002.

Namun, ditetapkannya kebijakan ketentuan impor cengkeh hanya oleh

importir produsen dan importir terbatas (Keputusan Menteri Perindustrian dan

Perdagangan No.528/MPP/Kep/7/2002 tanggal 5 Juli 2002). Kebijakan ini

memberikan hak oligopsonistik kepada pabrik rokok sehingga mampu

mengendalikan harga cengkeh di tingkat petani. Dengan rasional untuk meraih

laba sebesar-besarnya, industri rokok menghentikan impor cengkeh yang

menjadi hak eksklusifnya sehingga harga cengkeh dunia menurun.

Menurunnya harga cengkeh pada tahun 2002 bersamaan dengan

diberlakukannya kebijakan pengendalian impor cengkeh (Keputusan Menteri

Perindustrian dan Perdagangan No.528/MPP/Kep/7/2002 tanggal 5 Juli 2002).

Hal ini terjadi karena pada tahun-tahun sebelumnya industri rokok telah

menumpuk stock yang sangat banyak sementara industri rokok juga diberikan

hak untuk mengimpor cengkeh sehingga secara rasional industri rokok

menghentikan impor cengkeh yang menjadi pemicu anjloknya harga cengkeh

dunia dan tentunya juga di tingkat petani. Sehingga fluktuasi harga cengkeh

dalam negeri konkruen, artinya searah dan sebanding dengan fluktuasi harga

cengkeh dunia maupun impor Indonesia (Simatupang, 2003 : 298).

Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti ingin mengetahui faktor-faktor

apa saja yang mempengaruhi volume impor cengkeh di Indonesia dengan

kejadian yang telah terjadi di Indonesia, sehingga dilakukan penelitian dengan

7
judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Impor Cengkeh di

Indonesia”.

1.2 Perumusan Masalah

1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor cengkeh di

Indonesia periode 1986 - 2015?

2. Seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap volume impor

cengkeh di Indonesia periode 1986 - 2015?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka permasalahan yang menjadi

tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor

cengkeh di Indonesia periode 1986 - 2015.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor cengkeh di

Indonesia periode 1986 - 2015.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi berbagai pihak,

antara lain :

1. Bagi penulis

Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai aplikasi dari perkuliahan

yang diterima selama ini dan juga sebagai syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian dari Program Studi Agribisnis.

2. Bagi Akademisi

8
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dan informasi bagi

peneliti selanjutnya dengan materi dan topik yang sama.

3. Bagi Pemerintah

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi, masukan

dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam penyusunan kebijakan yang

terkait dengan kegiatan impor terutama impor komoditas yang diteliti.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Fokus dari penelitian ini adalah diarahkan untuk mengamati faktor-faktor

yang memengaruhi aliran perdagangan impor. Adapun komoditas yang diteliti

yaitu cengkeh. Cengkeh yang diimpor tidak dibatasi oleh varietas cengkeh

maupun negara pengekspor cengkeh ke Indonesia. Penelitian ini menggunakan

satu variabel terikat yaitu volume impor cengkeh Indonesia. Variabel bebas yang

digunakan dalam penelitian ini adalah (1) harga rill cengkeh dalam negeri, (2)

harga rill cengkeh impor, (3) nilai tukar rill rupiah terhadap dollar Amerika

Serikat, dan (4) dummy kebijakan pengendalian impor cengkeh. Dalam

pengambilan data penelitian ini menggunakan kode HS 09071000. Periode waktu

yang dianalisis dalam penelitian ini menggunakan data tahun 1986 sampai dengan

tahun 2015. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

kuantitatif deskriptif dengan regresi linear berganda yang menggunakan alat

analisis E-views9.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Cengkeh

Menurut Suwarto dan Yuke (2012 : 17) cengkeh dikenal dengan nama

ilmiah Eugenia aromatica, Syzigium aromaticum. Cengkeh berasal dari Filipina.

Namun, ada juga yang menyebutkan cengkih berasal dari Pulau Makian di

Maluku Utara. Selain dari Maluku, cengkih dianggap berasal dari Papua.

Tanaman cengkeh sangat populer di Indonesia. Tanaman ini sangat berperan

dalam beberapa industri. Cengkeh merupakan salah satu komoditas ekspor yang

mempunyai prospek menjanjikan dan perolehan devisa negara. Bahkan, Indonesia

tercatat pernah mengalami swasembada cengkih sekitar tahun 1990-an (Suwarto

dan Yuke, 2012 : 18).

2.2 Teori Permintaan

Menurut Masyhuri (2007 : 76) permintaan adalah keinginan konsumen

membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu.

Permintaan ada dua, yaitu permintaan individu (firm) dan permintaan pasar

(market). Permintaan induvidu adalah permintaan sejumlah barang oleh

konsumen pada berbagai tingkat harga barang. Sedangkan permintaan pasar

adalah penjumlahan dari permintaan-permintaan individu, dengan kata lain

kumpulan dari permintaan-permintaan individual membentuk permintaan pasar.

Jadi permintaan adalah dua unsur harga dan jumlah barang yang diminta atau

dibeli (quantety demanded) dengan asumsi jika tidak ada unsur lain yang ikut

berpengaruh (cateris paribus).

10
Teori ini dalam ilmu ekonomi menerangkan faktor-faktor yang menentukan

permintaan, dan bagaimana faktor-faktor ini mempengaruhi keseimbangan pasar.

Permintaan seseorang atau sesuatu masyarakat kepada sesuatu barang ditentukan

oleh banyak faktor (Sukirno, 2004 : 76).

Menurut Masyhuri (2007 : 77) faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan

ada sembilan, diantaranya adalah :

1. Harga barang itu sendiri

Jika harga barang murah, maka permintaan terhadap barang tersebut semakin

bertambah, begitu sebaliknya. Asumsi faktor lain dianggap konstan (cetris

paribus). Jadi hubungan jumlah barang yang diminta dengan harga barang

adalah negatif (berlawanan arah).

2. Harga barang lain, barang substitusi dan barang komplementer.

Barang substitusi adalah barang pengganti seperti beras disubstitusi dengan

jagung, daging ayam disubstitusi dengan daging kambing, dan sebagainya.

Jika terjadi kenaikan harga beras, maka akan menyebabkan permintaan beras

turun dan permintaan terhadap jagung naik, karena jagung merupakan barang

substitusi yang baik terhadap beras, dengan asumsi harga jagung relatif tetap.

Sedangkan barang komplementer adalah barang pelengkap, seperti kopi dan

gula, garpu dan sendok, bensin dan mobil. Jika harga gula naik, maka

permintaan terhadap gula turun dan permintaan terhadap kopi juga turun

karena gula merupakan barang komplemen daripada kopi. Oleh karenanya,

hubungan jumlah barang yang diminta dan harga barang lain ada dua; (i) jika

11
barang substitusi hubungannya adalah positif (searah), dan (ii) jika barang

komplementer hubungannya adalah negatif.

3. Tingkat pendapatan konsumen

Tingkat pendapatan mencerminkan kemampuan beli (daya beli) konsumen.

Makin tinggi pendapatan konsumen semakin besar permintaan terhadap suatu

barang karena daya belinya meningkat. Karena jenis barang dalam kaitannya

dengan pendaparan ini ada dua, yaitu barang normal dan barang inferior,

maka bentuk hubungan jumlah barang yang diminta dengan pendapatan juga

ada dua; (i) hubungan positif (searah) jika barang normal, dan (ii) hubungan

negatif (berlawanan arah) jika barang inferior (barang yang permintaannya

semakin berkurang apabila pendapat dari konsumen semakin naik).

4. Selera (taste) konsumen

Selera (taste) atau kebiasaan, akan mempengaruhi terhadap permintaan

barang. Seperti selera atau kebiasaan mengkonsumsi beras, jagung, sagu dan

sebagainya. Ukuran yang biasa dipakai dalam skala ordinal, misalnya 1-5; 1-

10 (skala ini bisa dinamakan antara tidak suka hingga sampai yang sangat

suka). Hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan selera adalah

searah (positif).

5. Jumlah penduduk

Semakin banyak jumlah penduduk akan semakin besar permintaan suatu

barang atau jasa. Penduduk disini dimaksudkan adalah konsumen potensial

dalam mengkonsumsi barang. Hubungan variabel jumlah barang yang

diminta dengan konsumen potensial adalah positif.

12
6. Usaha-usaha produsen meningkatkan penjualan

Usaha dalam meningkatkan penjualan seperti adanya promosi dengan iklan

akan mendorong untuk menambah jumlah barang yang diminta oleh

konsumen. Rangsangan (insentif) berupa hadiah-hadiah, juga mendorong

konsumen untuk meminta barang atau jasa tersebut. Demikian juga iklan,

akan memberikan dampak yang positif terhadap jumlah barang yang diminta

sehingga hubungan antara variabel jumlah barang yang diminta dengan iklan,

hadiah, atau atribut adalah berbentuk positif.

7. Distribusi pendapatan

Artinya ada sebagian kelompok masyarakat yang „menguasai‟ perekonomian,

yang menjadi mereka mempunyai daya beli lebih besar dibandingkan

kebanyakan kelompok masyarakat umum sehingga daya beli mereka lemah

dan berpengaruh pada permintaan suatu barang. Atau dapat dikatakan bahwa

dengan harapan (expectacion) konsumen pada pendapatannya yang akan

datang, akan menyebabkan permintaan terhadap barang akan naik, karena ia

mempunyai suatu harapan yang lebih baik. Jadi hubungan antar variabel

tersebut adalah positif.

8. Perkiraan (estimate)

Perkiraan disini adalah harapan konsumen pada harga dimasa yang akan

datang pada suatu barang. Jika perkiraan harga barang di masa yang akan

datang naik, maka ada kecenderungan saat ini permintaan terhadap barang

tersebut akan naik. Jadi berhubungan secara positif.

13
9. Harapan (expectation)

Harapan konsumen disini yaitu harapan pada ketersediaan barang atau jasa

yang akan datang. Ketersediaan barang dimasa yang akan datang dengan

jumlah barang yang diminta adalah negatif. Artinya jika ketersediaan barang

dimasa yang akan datang banyak, maka permintaan barang akan turun.

Sebaliknya, jika ketersediaannya sedikit, maka permintaan terhadap barang

akan naik. Kenyataan ini terjadi karena pada diri konsumen ada faktor

kekhawatiran terhadap ketersediaan tersebut.

Jumlah komoditas total yang ingin dibeli oleh semua rumah tangga meliputi

jumlah yang diminta (quantity demanded) untuk komoditas tersebut (Lipsey,

1997 : 62). Berdasarkan beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

permintaan tersebut, dapat digambarkan kurva permintaan sebagai berikut :

Gambar 1. Kurva Permintaan


Sumber : Lipsey (1997)

14
Keterangan :

P = Harga Komoditas

Q = Jumlah Komoditas yang diminta

Gambar 1 menunjukan bagaimana hubungan antara harga dengan jumlah

komoditas yang diminta. Suatu hipotesis ekonomi dasar menyatakan bahwa harga

suatu komoditas akan berhubungan negatif dengan kuantitas yang akan diminta,

dengan faktor lain tetap sama (ceteris paribus). Hal ini berarti semakin rendah

harga suatu komoditas maka jumlah yang akan diminta untuk komoditas tersebut

akan semakin besar, dan semakin tinggi harga suatu komoditas maka jumlah yang

akan diminta untuk komoditas tersebut akan semakin kecil.

2.3 Perdagangan Internasional

Menurut Suparmoko (1999 : 285) perdagangan internasional adalah suatu

perekonomian yang mengadakan hubungan perdagangan dengan negara lain, atau

dapat dikatakan bahwa perekonomian merupakan perekonomian terbuka;

sedangkan negara yang tidak melakukan hubungan perdagangan dengan negara

lain merupakan negara yang perekonomiannya bersifat tertutup.

Teori perdagangan internasional membantu menjelaskan arah serta

komposisi perdagangan antara beberapa negara serta bagaimana efeknya terhadap

struktur perekonomian suatu negara. Di samping itu, teori perdagangan

internasional juga dapat menunjukan adanya keuntungan yang timbul dari adanya

perdagangan internasional (gains from trade) (Nopirin, 1999 : 7).

Menurut Basri (2010 : 32) tak ada satu pun negara yang sepenuhnya dapat

mengisolasikan diri dari interaksi dengan luar negeri. Perkembangan teknologi

15
komunikasi dan informasi membuat batas-batas negara makin kabur. Kian

menatanya kesadaran akan nilai-nilai universal turut memacu keterbukaan. Setiap

negara tak akan dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri. Kalaupun

dipaksakan pasti biaya yang ditanggungnya sangat besar. Melalui perdagangan

dengan negara-negara lain, setiap negara bisa mencapai economics of scale dan

selanjutnya dapat menyalurkan kelebihan produksi yang tidak dapat diserap oleh

konsumen didalam negeri. Kelebihan produksi ini bisa diekspor. Devisa yang

diperoleh dari ekspor inilah yang digunakan untuk membiayai impor sehingga

dapat memenuhi berbagai kebutuhannya tanpa harus memproduksi seluruh yang

mereka butuhkan tersebut.

Perdagangan memiliki peranan yang sangat penting dalam memenuhi

kebutuhan manusia karena dapat menyalurkan barang hasil produksi dari

produsen ke konsumen. Perdagangan antar negara atau yang lebih dikenal dengan

perdagangan internasional sudah terjadi sejak zaman dulu namun dalam skala

yang masih relatif kecil.

Menurut Basri (2010 : 33) terdapat beberapa teori dalam perdagangan

internasional. Penjelasan teoritis dari perdagangan internasional adalah:

1. Teori Merkantilisme terjadi sekitar abad ke-16 sampai abad ke-18 di Inggris,

Perancis, Belanda, Spanyol. Merkantilisme belum mengenal konsep

keunggulan komparatif sebagai penentu pola perdagangan, dan karenanya juga

memengaruhi struktur produksi dan distribusi pendapatan. Teori ini merupakan

transisi menuju pemikiran klasik yang dimotori oleh Adam Smith. Konsep

kesejahteraan dari teori ini didasarkan kepada kekayaan yang dinilai dari

16
banyaknya stock emas yang dimiliki oleh suatu negara. Stok emas ini diperoleh

dari surplus perdagangan. Maka tak mengherankan jika hanya orang-orang

yang memberikan kontribusi kepada surplus perdagangan saja yang dianggap

sebagai produktif.

2. Teori Keunggulan Absolut (Adam Smith) mengajukan perdagangan bebas bagi

semua negara di dunia. Dengan demikian setiap negara dapat berspesialisasi

dalam produksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut, yaitu dapat

memproduksi lebih efisien daipada negara-negara lain untuk diekspor.

Kemudian negara tersebut mengimpor barang-barang yang kurang efisien

diproduksi di negaranya daripada di negara lain.

Ringkasnya teori Adam Smith menyarankan perdagangan bebas, masing-

masing negara berspesialisasi pada komoditi yang bisa berproduksi dengan

lebih efisien, komoditi yang kurang efisien jika diproduksi di dalam negeri

harus di impor, dan semua negara di dunia akan mendapat keuntungannya dari

perdagangan luar negeri.

3. Kemudian teori keunggulan komparatif (David Ricardo) menyempurnakan

teori yang dikemukakan oleh Adam Smith. Teori ini berpendapat bahwa

walaupun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi

dua jenis komoditas jika dibandingkan dengan negara lain, namun perdagangan

yang saling menguntungkan masih dapat berlangsung, selama rasio harga antar

negara masih berbeda jika dibandingkan tidak ada perdagangan.

Meskipun suatu negara mengalami kerugian atau ketidakunggulan absolut

dalam memproduksi kedua komoditi jika dibandingkan negara lain, tetapi

17
masih bisa memproduksi dan mengekspor komoditi yang mempunyai kerugian

absolut lebih kecil dan mengimpor komoditi yang mempunyai kerugian absolut

lebih besar.

4. Teori Heckscher Ohlin adalah teori modern sebagai lawan teori klasik, bahwa

negara-negara memiliki selera/taste yang sama, teknologi sama, skala

pertambahan hasil yang sama (dalam kata lain, dengan presentase ke tingkatan

tertentu dalam input akan meningkatkan output dengan presentase yang sama),

tetapi berbeda dalam faktor pemberian alam yang akan mengakibatkan

perbedaan harga relatif antara dua negara. Masing-masing negara akan

mengekspor faktor-faktor yang relatif murah dan melimpah di negaranya.

Pada Gambar 2, secara teoritis dapat dilihat dimana negara 1 adalah negara

pengekspor dan negara 2 adalah negara pengimpor. Negara 1 (eksportir) akan

mengekspor suatu komoditi ke negara 2. Saat sebelum terjadi perdagangan, harga

di negara 1 terletak pada P1 karena itu terjadi kelebihan penawaran (excess

supply). Adanya kelebihan penawaran dengan harga yang tergolong rendah

memberikan kesempatan kepada negara 1 untuk menjual kelebihan produksinya

ke negara 2.

Negara 2 sebagai negara pengimpor (importir) mengalami kekurangan supply

(penawaran) karena konsumsi domestiknya melebihi produksinya sehingga terjadi

kelebihan permintaan (excess demand). Harga yang terbentuk menjadi lebih tinggi

yaitu sebesar P3. Hal ini menyebabkan terjadinya perdagangan antarnegara. Kedua

negara melakukan perdagangan melalui pasar internasional sehingga terjadi

keseimbangan, dan harga yang terbentuk di pasar internasional berada pada P2.

18
Gambar 2. Keseimbangan Parsial dalam Perdagangan Internasional
Sumber : Salvatore (1997)

Keterangan :

Px/Py = Harga relatif komoditas X

P1 = Harga domestik komoditas X di negara 1, sebagai negara eksportir sebelum

terjadi perdagangan internasional

P2 = Harga yang terjadi di pasar internasional setelah terjadi perdagangan

internasional

P3 = Harga domestik komoditas X di negara 2, sebagai negara importir sebelum

terjadi perdagangan internasional

2.4 Teori Impor

Menurut Mankiw dkk (2012 : 184) impor (imports) adalah barang dan jasa

yang diproduksi di luar negeri dan dijual di dalam negeri. Berdasarkan teori

tersebut dan mengacu pada kurva perdagangan internasional, kegiatan impor

terjadi akibat adanya kelebihan permintaan suatu barang di dalam negeri namun

19
barang tersebut tidak mencukupi, sehingga pemerintah mendatangkan barang

tersebut dari negara lain agar dapat memenuhi permintaan dalam negeri.

Secara fisik, impor merupakan pembelian dan pemasukan barang dari luar

negeri ke dalam suatu perekonomian. Aliran barang ini akan menimbulkan aliran

keluar atau bocoran dari aliran pengeluaran dari sektor rumah tangga ke sektor

perusahaan. Aliran keluar atau bocoran ini pada akhirnya akan menurunkan

pendapatan nasional yang dapat dicapai. Besarnya impor yang dilakukan suatu

negara antara lain ditentukan oleh kesanggupan barang-barang yang diproduksi di

negara lain untuk bersaing dengan barang-barang yang dihasilkan di negara ini.

Apabila barang-barang dari luar negeri mutunya lebih baik, atau harganya lebih

murah daripada barang yang sama yang dihasilkan di dalam negeri, maka akan

terdapat kecenderungan bahwa negara tersebut akan mengimpor lebih banyak

barang dari luar negeri. Namun kecenderungan ini bergantung kepada

kesanggupan penduduk negara itu untuk membayar impor tersebut. Ini berarti

bahwa besarnya impor lebih dipengaruhi oleh besarnya pendapatan nasional

daripada oleh kemampuan barang-barang luar negeri untuk bersaing dengan

barang-barang produksi dalam negeri (Sukirno, 2004 : 203).

2.4.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor

Menurut Mankiw dkk (2012 : 185) berpendapat bahwa ada banyak faktor

yang mungkin mempengaruhi impor suatu negara. Faktor-faktor tersebut adalah

sebagai berikut :

1. Selera konsumen untuk barang-barang produksi dalam dan luar negeri

2. Harga barang di dalam negeri dan di luar negeri

20
3. Nilai tukar di mana orang-orang dapat menggunakan mata uang domestik

untuk membeli mata uang asing

4. Pendapatan konsumen di dalam dan luar negeri

5. Biaya transportasi barang dari satu negara ke negara lain

6. Kebijakan pemerintah terhadap perdagangan internasional

Karena variabel-variabel ini berubah seiring dengan berjalannya waktu,

jumlah perdagangan internasional juga berubah-ubah.

2.4.2 Definisi Harga

Kotler dan Amstrong (2004 : 79) menyatakan bahwa harga adalah

sejumlah uang yang dibebankan atas suatu produk, atau jumlah dari nilai yang

ditukar konsumen atas manfaat-manfaat karena memiliki atau menggunakan

produk tersebut. Suatu hipotesis ekonomi yang mendasar mengenai harga adalah

bahwa untuk kebanyakan suatu komoditi, harga komoditi dan kuantitas atau

jumlah yang akan ditawarkan berhubungan secara positif, dengan faktor yang lain

tetap sama.

2.4.3 Definisi Nilai Tukar

Kurs (exchange rate) diantara dua negara adalah harga dimana penduduk

kedua negara saling melakukan perdagangan. Para ekonom membedakan antara

dua kurs, yaitu kurs nominal dan kurs rill. Kurs nominal adalah nilai yang

digunakan seseorang saat menukar mata uang suatu negara dengan mata uang

negara lain. Dalam kurs nominal digunakan istilah apresiasi dan depresiasi.

Apresiasi adalah peningkatan nilai mata uang yang diukur oleh jumlah mata uang

asing yang dapat dibeli. Sedangkan depresiasi adalah penurunan nilai mata uang

21
yang diukur oleh jumlah mata uang asing yang dapat dibeli. Deskripsi ini

biasanya merujuk pada perubahan nilai tukar nominal terbaru. Ketika mata uang

terapresiasi, mata uang tersebut dikatakan menguat karena dapat membeli mata

uang asing lebih banyak. Begitu pula ketika suatu mata uang terdepresiasi, ia

dikatakan melemah karena dapat membeli mata uang asing lebih sedikit. Kurs rill

adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukarkan barang dan jasa suatu

negara dengan barang dan jasa negara lain (Mankiw, 2012 : 193).

Menurut Sukirno (2004 : 402) menyatakan perubahan dalam permintaan

dan penawaran sesuatu valuta, yang selanjutnya menyebabkan perubahan dalam

kurs valuta, disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya perubahan dalam citarasa

masyarakat, perubahan harga barang ekspor dan impor, kenaikan harga umum

(inflasi), dan perubahan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi. Untuk

perubahan harga barang ekspor dan impor adalah harga sesuatu barang merupakan

salah satu faktor penting yang menentukan apakah sesuatu barang akan diimpor

atau diekspor. Barang-barang dalam negeri yang dapat dijual dengan harga relatif

murah akan menaikkan ekspor dan apabila harganya naik maka ekspornya akan

berkurang. Pengurangan harga barang impor akan menambah jumlah impor, dan

sebaliknya, kenaikan harga barang impor akan mengurangi impor. Dengan

demikian perubahan harga-harga barang ekspor dan impor akan menyebabkan

perubahan dalam penawaran dan permintaan ke atas mata uang negara tersebut.

2.4.4 Kebijakan Pemerintah

Menurut Wahab (2012 : 13) kebijakan pemerintah adalah tindakan-

tindakan, tujuan-tujuan, dan pernyataan-pernyataan pemerintah mengenai

22
masalah-masalah tertentu, langkah-langkah yang telah/sedang diambil (atau gagal

diambil) untuk diimplementasikan, dan penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh

mereka mengenai apa yang telah terjadi (atau tidak terjadi). Konsep kebijakan

pemerintah, dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Kebijakan pemerintah lebih merupakan tindakan yang sengaja dilakukan

dan mengarah pada tujuan tertentu, daripada sekedar sebagai bentuk

perilaku atau tindakan menyimpang yang serba acak (at random), asal-

asalan, dan serba kebetulan.

2. Kebijakan pada hakikatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling terkait

dan berpola, mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh pejabat-

pejabat pemerintah, dan bukan keputusan-keputusan yang berdiri sendiri.

3. Kebijakan itu ialah apa yang nyatanya dilakukan pemerintah dalam bidang-

bidang tertentu.

2.4.5 Indeks Harga Konsumen

Menurut Mankiw (2012 : 26) Indeks Harga Konsumen adalah ukuran biaya

keseluruhan barang dan jasa yang dibeli oleh konsumen. Indeks harga konsumen

digunakan untuk mengamati perubahan dalam biaya hidup sepanjang waktu.

Indeks harga ini juga digunakan untuk menjadikan angka-angka ini menjadi

ukuran daya beli yang bermakna. Ketika indeks harga konsumen naik, maka

konsumen harus menghabiskan pengeluaran yang lebih banyak untuk menjaga

standar hidup yang sama. Para ekonom menggunakan istilah inflasi untuk

menggambarkan situasi saat tingkat harga perekonomian secara keseluruhan

meningkat.

23
2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu digunakan oleh peneliti untuk dijadikan sebagai acuan

untuk meneliti tentang faktor-faktor yang memengaruhi impor cengkeh di

Indonesia. Sumber acuan yang digunakan yaitu skripsi-skripsi yang meneliti

dengan berfokus pada faktor-faktor yang memengaruhi impor dan yang

menggunakan metodologi yang sama. Berikut penelitian terdahulu yang dijadikan

acuan oleh peneliti.

Iswahyuni (2015 : 4) melakukan penelitian dengan judul faktor-faktor yang

memengaruhi impor komoditas apel Indonesia. Dengan tujuan penelitian

mendeskripsikan perkembangan volume impor komoditas apel Indonesia tahun

2009-2013 dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi impor komoditas

apel Indonesia. Metode yang digunakan adalah panel data statis dengan

pendekatan gravity model dalam kurun waktu selama tahun 2009-2013 dari

delapan negara pengekspor terbesar. Hasil penelitian menunjukan bahwa harga

apel impor, harga apel domestik, produksi apel domestik, nilai tukar rill, GDP rill

per kapita Indonesia. GDP rill per kapita negara pengekspor, dan jarak ekonomi

memengaruhi volume impor apel Indonesia.

Manik (2012 : 5) melakukan penelitian dengan judul faktor-faktor yang

memengaruhi aliran perdagangan impor bawang merah dan kentang Indonesia

(periode 2001-2010). Tujuan pertama dari penelitian ini yaitu untuk

mendeskripsikan kondisi dan kecenderungan impor komoditas bawang merah dan

kentang Indonesia dan tujuan kedua yaitu menganalisis faktor-faktor yang

memengaruhi aliran perdagangan impor komoditas bawang merah dan kentang

24
Indonesia. Metodologi yang digunakan adalah gravity model. Berdasarkan hasil

estimasi dengan menggunakan model gravitasi diketahui dari tujuh variabel yang

digunakan hanya satu variabel yang tidak berpengaruh terhadap volume impor

bawang merah dan kentang Indonesia. Adapun variabel yang berpengaruh

terhadap volume impor bawang merah dan kentang Indonesia yaitu populasi

negara pengekspor, populasi Indonesia, harga impor, jarak ekonomi, GDP rill

Indonesia dan GDP rill negara pengekspor. Sedangkan variabel nilai tukar tidak

memengaruhi volume impor bawang merah dan kentang Indonesia.

Namira (2013 : 8) melakukan penelitian tentang analisis faktor-faktor yang

memengaruhi impor beras di Indonesia. Dengan tujuan penelitian

mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi impor beras di Indonesia dan

menganalisis pengaruh dari faktor-faktor tersebut terhadap impor beras di

Indonesia. Metodologi dan pengolahan data dilakukan dengan menggunakan

analisis regresi linear berganda menggunakan software SPSS. Hasil pengujian

diperoleh nilai R2 sebesar 0,829, menunjukan bahwa 82,9% impor beras dapat

dijelaskan oleh variabel bebas yang digunakan dalam model yaitu produksi beras,

konsumsi beras, stok beras, harga beras dalam negeri, harga beras internasional

dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika. Sedangkan sisanya 17,1%,

dijelaskan oleh variabel lain di luar model penelitian. Hasil pengujian secara

bersama-sama menunjukkan variabel produksi, konsumsi, stok beras, harga beras

domestik, harga beras internasional dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar

Amerika berpengaruh terhadap impor beras di Indonesia dengan nilai probabilitas

0,000 < 0,05.

25
Purwanto (2009 : 4) melakukan penelitian dengan judul analisis faktor-faktor

yang memengaruhi impor kacang kedelai nasional periode 1987-2007). Dengan

tujuan penelitian untuk menganalisis perkembangan impor kacang kedelai

nasional, faktor-faktor yang memengaruhi, dan besarnya pengaruh faktor-faktor

tersebut terhadap impor kacang kedelai nasional periode 1987-2007. Penelitian ini

menggunakan metode analisis deskriptif dan regresi linear berganda. Hasil

penelitian menunjukan bahwa impor kacang kedelai nasional selama periode

1987-2007 cenderung mengalami peningkatan tiap tahun, terutama setelah tahun

1999 ketika liberilasi perdagangan pada komoditas pangan mulai diberlakukan.

Pada tahun 2007 tingkat ketergantungan Indonesia pada kacang kedelai impor

telah mencapai 1,4 juta ton atau setara dengan kehilangan devisa negara sebesar

Rp. 4,4 triliun per tahun. Dari enam faktor yang diduga memengaruhi impor

kacang kedelai nasional periode 1987-2007, setelah dilakukan uji statistik

diperoleh tiga faktor berpengaruh signifikan. Dengan menggunakan metode

backward dihasilkan model persamaan terbaik yaitu Y = -47,064,102 – 0,684

Produksi + 0,823 Konsumsi + 93,334 Harga lokal + e , dengan nilai adjusted R

square sebesar 0,975 yang berarti bahwa sebanyak 97,5 persen keragaman impor

kacang kedelai nasional selama periode 1987-2007 dapat dijelaskan oleh ketiga

faktor penjelasan dan sisanya sebesar 2,5 persen dijelaskan oleh faktor lain.

Model terbaik diperoleh setelah mengeluarkan faktor harga kacang kedelai impor,

nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, dan harga kacang kedelai

dunia dari persamaan regresi yang terbentuk sebelumnya. Faktor yang paling

dominan memengaruhi impor kacang kedelai nasional adalah produksi dalam

26
negeri dengan nilai standardized coefficients beta sebesar -0,753, diikuti oleh

faktor konsumsi nasional, dan harga kacang kedelai lokal.

Handayani (2013 : 6) melakukan penelitian dengan judul analisis faktor-

faktor yang memengaruhi impor durian di Indonesia. Dengan tujuan penelitian

menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor durian di Indonesia dan

menganalisis respon (elastisitas) masing-masing faktor yang mempengaruhi impor

durian di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu analisis

deskriptif dan analisis kuantitatif dengan regresi linear berganda menggunakan

program IBM SPSS. Hasil penelitian yang diperoleh pada penelitian menunjukan

bahwa variabel harga durian impor berpengaruh negatif yang nyata dan signifikan

pada taraf kepercayaan 90%. Variabel harga durian lokal memiliki nilai positif

namun tidak berpengaruh nyata dan signifikan terhadap impor durian di

Indonesia. Untuk variabel nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika memiliki

nilai negatif namun tidak berpengaruh nyata dan signifikan terhadap impor durian

di Indonesia. Tetapi dari hasil uji elastisitas, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar

Amerika bersifat elastis, yang berarti konsumen respon akan perubahan nilai tukar

Rupiah terhadap volume impor durian di Indonesia. Sedangkan variabel PDB

berpengaruh positif yang nyata dan signifikan pada taraf kepercayaan 95%. Nilai

elastisitas pada harga durian impor dan harga durian lokal bersifat inelastis,

sedangkan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika dan PDB bersifat elastis

terhadap volume impor durian di Indonesia.

27
2.6 Kerangka Pemikiran

Cengkeh merupakan komoditas unggulan Indonesia dalam menambah

jumlah devisa negara. Permintaan cengkeh meningkat seiring dengan

bertambahnya jumlah penduduk serta meningkatnya konsumsi cengkeh dalam

negeri. Sehingga, produksi dalam negeri belum dapat memenuhi permintaan

cengkeh dalam negeri.

Kebijakan pemerintah untuk memenuhi permintaan cengkeh dilakukan

dengan cara mengimpor cengkeh dari beberapa negara penghasil cengkeh.

Namun, jika kegiatan impor cengkeh terus menerus dilakukan, dikhawatirkan

akan mengurangi devisa negara. Adanya cengkeh impor yang masuk ke Indonesia

dengan kapasitas yang banyak juga akan mengancam sustainabilitas produksi

cengkeh lokal serta menurunkan kesejahteraan petani cengkeh lokal. Maka dari itu

diharapkan dapat diketahui faktor-faktor yang memengaruhi impor cengkeh guna

meminimalisir kegiatan impor cengkeh Indonesia.

Kegiatan impor cengkeh dipengaruhi oleh beberapa faktor yang

mendukungnya. Berdasarkan teori faktor-faktor yang memengaruhi impor dari

Mankiw dkk (2012 : 184) dan penelitian terdahulu, maka beberapa faktor-faktor

yang diduga mempengaruhi volume impor cengkeh Indonesia diantaranya harga

rill cengkeh dalam negeri, harga rill cengkeh impor, nilai tukar rill rupiah terhadap

dollar Amerika Serikat, dan dummy kebijakan pengendalian impor cengkeh.

Faktor-faktor tersebut kemudian menjadi variabel dependen dan variabel

independen yang akan dianalisis secara kualitatif deskriptif dan kuantitatif dengan

metode regresi linear berganda. Selanjutnya akan diolah dengan menggunakan

28
program Eviews 9. Hasil dari pengujian alat analisis tersebut akan diketahui

faktor-faktor yang berpengaruh positif atau negatif terhadap impor cengkeh di

Indonesia. Berikut kerangka pemikiran peneliti dapat dilihat pada Gambar 3.

Permintaan cengkeh Produksi cengkeh dalam negeri


meningkat belum dapat memenuhi
permintaan

Impor Cengkeh

Teori faktor yang memengaruhi impor

Mankiw (2012)

1. Selera konsumen
2. Harga barang di dalam negeri dan di luar
negeri
3. Nilai tukar
4. Pendapatan konsumen di dalam dan luar
negeri
5. Biaya transportasi barang dari satu negara ke
negara lain
6. Kebijakan pemerintah

Faktor-faktor yang memengaruhi impor


cengkeh di Indonesia
Analisis
1. Harga rill cengkeh dalam negeri regresi linear
2. Harga rill cengkeh impor berganda
3. Nilai tukar rill rupiah terhadap
dollar Amerika Serikat
4. Dummy kebijakan pengendalian
impor cengkeh

Hasil faktor-faktor yang memengaruhi impor cengkeh di Indonesia

Gambar 3. Kerangka Pemikiran

29
2.7 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah yang sedang diteliti

atau proposisi atau dugaan yang belum terbukti yang secara tentatif menerangkan

fakta-fakta atau fenomena tertentu dan juga merupakan jawaban yang

memungkinkan terhadap suatu pertanyaan riset (Sarwono, 2013 : 70). Hipotesis

yang digunakan dalam variabel penelitian ini adalah :

1) Harga rill cengkeh dalam negeri berpengaruh positif terhadap volume

impor cengkeh Indonesia.

2) Harga rill cengkeh impor berpengaruh negatif terhadap volume impor

cengkeh Indonesia.

3) Nilai tukar rill rupiah terhadap dollar Amerika Serikat berpengaruh negatif

terhadap volume impor cengkeh Indonesia.

4) Dummy kebijakan pengendalian impor cengkeh berpengaruh positif

terhadap volume impor cengkeh Indonesia.

30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi impor

cengkeh Indonesia. Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di

wilayah Indonesia. Pengambilan data pada penelitian ini diperoleh dari beberapa

lembaga yang terkait dengan penelitian. Lembaga-lembaga tersebut meliputi

Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Pertanian, Direkorat Jenderal

Perkebunan, UNCTAD, dan UN Comtrade. Waktu untuk pengumpulan data ini

berlangsung pada bulan Maret – Oktober 2017.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

merupakan data deret waktu (time series) selama tiga puluh tahun dari tahun 1986

hingga tahun 2015 karena dengan adanya data selama tiga puluh tahun sudah

dapat memberikan gambaran tentang perkembangan impor cengkeh di Indonesia.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah volume impor dan nilai impor

cengkeh Indonesia, harga rill cengkeh dalam negeri, harga rill cengkeh impor,

nilai tukar rill rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, dan dummy kebijakan

pengendalian impor cengkeh.

Berdasarkan sumbernya, data-data yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan data sekunder. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber

yang menerbitkan, bersifat siap pakai dan mampu memberikan informasi dalam

pengambilan keputusan meskipun dapat diolah lebih lanjut (Nazir, 2009 : 174).

31
Sumber data sekunder diperoleh dari beberapa instansi yaitu Badan Pusat Statistik

(BPS), Kementerian Pertanian, dan Direktorat Jenderal Perkebunan, UN

Comtrade, dan UNCTAD yang ditelusuri menggunakan jaringan internet. Adapun

data-data yang dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat

pada Tabel 3.

Tabel 3. Data dan Sumber Data Penelitian


No Data Sekunder Penelitian Sumber Data

1 Volume impor cengkeh di Indonesia UN Comtrade dengan mengakses

(Ton) website www.comtrade.un.org

2 Harga rill cengkeh dalam negeri (Rp) Kementerian Pertanian

3 Harga rill cengkeh impor (US$/ton) UN Comtrade dengan mengakses

website www.comtrade.un.org

4 Nilai tukar rill rupiah terhadap dollar UNCTAD dengan mengakses

Amerika Serikat (Rp/US$) website www.unctad.org

3.3 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah berbagai cara yang digunakan untuk

mengumpulkan data, menghimpun, mengambil, atau menjaring data penelitian

(Suwartono, 2014 : 41). Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat

digunakan dalam peneliti untuk mengumpulkan data atau prosedur yang

sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Penelitian ini

menggunakan data sekunder dengan data-data kurun waktu (time series) dengan

skala tahunan mulai dari tahun 1986 hingga tahun 2015.

32
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dan informasi lainnya yang

menjadi pendukung dalam penelitian ini adalah :

1. Riset Kepustakaan (Library Research)

Riset Kepustakaan (Library Research) adalah teknik pengumpulan data

dengan cara mempelajari, mengkaji dan memahami sumber-sumber data yang

ada pada beberapa buku yang terkait dengan penelitian.

Studi kepustakaan, selain dari mencari sumber data sekunder yang akan

mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai ke mana ilmu

yang berhubungan dengan penelitian telah berkembang, sampai ke mana terdapat

kesimpulan dan degeneralisasi yang telah pernah dibuat, sehingga situasi yang

diperlukan dapat diperoleh (Nazir, 2009 : 93)

Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengunjungi lembaga-

lembaga yang terkait dalam pembuatan penelitian, seperti Perpustakaan (Institut

Pertanian Bogot, Kementerian Pertanian, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, dan Badan Pusat Statistik), kemudian mengumpulkan,

memilih dan memahami dengan cara membaca laporan atau jurnal penelitian

terdahulu, seperti skripsi dan jurnal-jurnal penelitian yang terkait dengan topik

pembahasan penulis.

2. Penelitian Internet (Internet Research)

Penelitian Internet (Internet Research) adalah kegiatan penggunaan internet

untuk penelitian. Terkadang literatur atau buku yang kita gunakan belum cukup

untuk menunjang suatu penelitian dan biasanya sudah tidak sesuai dengan

perkembangan, penulis melakukan penelitian dengan teknologi media internet

33
karena dapat ter up-date setiap saat, data yang diperoleh dari UN Comtrade dan

UNCTAD.

3.4 Metode Pengolahan Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dan analisis

kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan informasi-informasi

yang terkandung dalam data hasil analisis dan kecenderungan volume impor

komoditas cengkeh Indonesia. Analisis kuantitatif digunakan untuk melakukan

analisis terhadap faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan impor

komoditas cengkeh. Analisis kuantitatif pada penelitian ini menggunakan analisis

regresi linear berganda. Sunyoto (2010 : 195) menyatakan bahwa analisis regresi

linear berganda digunakan untuk menganalisis pengaruh lebih dari satu variabel

independen terhadap variabel dependen.

Data-data yang dibutuhkan untuk analisis kuantitatif dalam penelitian ini

meliputi data volume impor cengkeh di Indonesia, harga rill cengkeh dalam

negeri, harga rill cengkeh impor, nilai tukar rill rupiah terhadap dollar Amerika

Serikat, dummy kebijakan pengendalian impor cengkeh di Indonesia, dan indeks

harga konsumen sebagai data penunjang dalam penelitian ini. Metode pengolahan

data dalam penelitian ini yang meliputi beberapa variabel dijelaskan sebagai

berikut :

1. Data volume impor cengkeh di Indonesia dengan satuan ton dalam skala

tahunan mulai dari tahun 1986 hingga tahun 2015

2. Data harga rill cengkeh dalam negeri dengan satuan rupiah per ton (Rp/ton)

dalam skala tahunan mulai dari tahun 1986 hingga tahun 2015. Harga rill

34
cengkeh dalam negeri diperoleh dari pembagian harga cengkeh dalam

negeri dengan indeks harga konsumen (Indonesia tahun dasar 2012 = 100)

(Lampiran 1) kemudian dikali 100. Berikut rumus untuk mendapatkan harga

rill cengkeh dalam negeri :

Harga Cengkeh Dalam NegeriRill = Harga Cengkeh dalam negeri x 100

IHK Indonesia

Sumber : Pindyck, dkk (2007 : 14) (Diolah)

Keterangan :

Harga cengkeh dalam negeriRill = Harga rill cengkeh dalam negeri (Rp/ton)

Harga Cengkeh dalam negeri = Harga cengkeh dalam negeri (Rp/ton)

IHK Indonesia = Indeks Harga Konsumen Indonesia tahun

dasar 2012=100

3. Data harga rill cengkeh impor dengan satuan 000US$ per ton

(000US$/ton) dalam skala tahunan mulai dari tahun 1986 hingga tahun

2015. Harga cengkeh impor didapatkan dari pembagian nilai impor

cengkeh Indonesia dengan volume impor cengkeh Indonesia. Sedangkan

untuk harga rill cengkeh impor didapatkan dari pembagian harga impor

cengkeh Indonesia dengan indeks harga konsumen (Amerika Serikat tahun

dasar 2012=100) (Lampiran 2). Indeks harga konsumen yang digunakan

karena pada penelitian ini tidak memfokuskan negara yang dijadikan

negara pengekspor cengkeh, sehingga digunakan indeks harga konsumen

Amerika Serikat dikarenakan alat transaksi yang digunakan di pasar

35
international adalah dollar (US$). Berikut rumus yang digunakan untuk

memperoleh harga rill cengkeh impor :

Harga ImporRill = Harga Impor

IHK Pengekspor

Sumber : Pindyck, dkk (2007 : 14) (Diolah)

Keterangan :

Harga ImporRill = Harga rill cengkeh impor (000US$/ton)

Harga Impor = Harga cengkeh impor (000US$/ton)

IHK Pengekspor = Indeks Harga Konsumen Amerika Serikat tahun dasar

2012=100

4. Data nilai tukar rill rupiah terhadap dollar Amerika Serikat dengan satuan

rupiah per dollar Amerika Serikat (Rp/US$) dalam skala tahunan mulai dari

tahun 1986 hingga tahun 2015. Nilai tukar rill rupiah terhadap dollar

Amerika Serikat didapatkan dari nilai tukar nominal dikalikan dengan

pembagian indeks harga konsumen negara pengekspor (IHK Amerika

Serikat tahun dasar 2012=100) dengan indeks harga konsumen negara

pengimpor (IHK Indonesia tahun dasar 2012=100). Indeks harga konsumen

negara pengeskpor menggunakan IHK Amerika Serikat tahun dasar

2012=100 karena pada penelitian ini tidak memfokuskan negara pengekspor

cengkeh ke negara Indonesia, sehingga digunakan IHK Amerika Serikat

dikarenakan alat transaksi yang berlaku di pasar international yaitu US$.

Berikut rumus yang digunakan untuk memperoleh data nilai tukar rill rupiah

terhadap dollar Amerika Serikat :

36
Nilai Tukar Rill = Nilai Tukar Nominal x IHK Pengekspor

IHK Pengimpor

Sumber : Pindyck, dkk (2007 : 15) (Diolah)

Keterangan :

Nilai tukar rill = Nilai tukar rill rupiah terhadap dollar Amerika Serikat

(Rp/US$)

Nilai tukar nominal = Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat

(Rp/US$)

IHK Pengekspor = Indeks Harga Konsumen Amerika Serikat tahun dasar

2012 = 100

IHK Pengimpor = Indeks Harga Konsumen Indonesia tahun dasar 2012=100

5. Kebijakan pengendalian impor cengkeh Indonesia merupakan kebijakan

yang dikeluarkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan

(Menperindag) melalui surat keputusan no: 528/MPP/Kep/7/2002 tentang

pengendalian impor cengkeh. Variabel ini dijadikan sebagai dummy variabel

yang menjelaskan tentang pemberlakuan kebijakan pengendalian impor

cengkeh sebelum ditetapkan dan setelah ditetapkan di Indonesia. Adapun

penjelasannya untuk angka 1 mewakili data setelah pemberlakuan

pengendalian impor cengkeh dan angka 0 mewakili data sebelum

pemberlakuan pengendalian impor cengkeh di Indonesia.

6. Indeks harga konsumen adalah ukuran biaya keseluruhan barang dan jasa

yang dibeli oleh konsumen (Mankiw, dkk 2012 : 26). Indeks harga

konsumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu indeks harga

37
konsumen Indonesia tahun dasar 2012 = 100 dan indeks harga konsumen

Amerika Serikat tahun dasar 2012 = 100 sebagai negara yang nilai mata

uangnya digunakan sebagai alat transaksi di pasar internasional. Adapun

cara menghitung indeks harga konsumen sebagai berikut :

a. Cara mendapatkan nilai indeks harga konsumen pada waktu berikutnya

(teknik tarik maju)

IHK x = IHK χ – 1 x (100 + inflasi x)

100

Sumber : Badan Pusat Statistik dalam Rosita (2016 : 49)

Keterangan :

IHK x = Indeks Harga Konsumen pada t-yang ditanyakan

IHK x-1 = Indeks Harga Konsumen pada t-sebelumnya

Inflasi x = Inflasi pada t-yang ditanyakan

b. Cara mendapatkan nilai indeks harga konsumen pada waktu sebelumnya

(teknik tarik mundur)

IHK x = IHK χ + 1 x 100

100 + (Inflasi χ + 1)

Sumber : Badan Pusat Statistik dalam Rosita (2016 : 50)

Keterangan :

IHK x = Indeks Harga Konsumen pada t-yang ditanyakan

IHK χ + 1 = Indeks Harga Konsumen pada t-setelahnya

Inflasi χ + 1 = Inflasi pada t-setelahnya

c. Cara mendapatkan nilai indeks harga konsumen dengan teknik

mengubah tahun dasar dari data indeks yang lama

38
IHK baru = IHK lama x 100

IHK lama yang dijadikan tahun dasar

Sumber : heryanto dan lukman (2008 : 223)

Proses pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer

Microsoft Excel dan program Eviews 9, kemudian dilanjutkan dengan tahapan

interpretasi data. Pemilihan alat pengolahan data dilakukan atas dasar kemudahan

dan kemampuannya dalam mengolah data.

3.5 Metode Analisis Data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear

berganda. Merupakan suatu analisis asosiasi yang digunakan secara bersamaan

untuk meneliti pengaruh dua variabel bebas atau lebih terhadap satu variabel

terikat dengan skala pengukuran yang bersifat metrik baik untuk variabel bebas

maupun variabel terikatnya (Sarwono, 2013 : 10).

Analisis regresi linear berganda digunakan peneliti dengan bermaksud

meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel independen (kriterium),

bila dua atau lebih variabel independen sebagai faktor prediktor dimanipulasi

(dinaik turunkan nilainya). Analisis regresi linear berganda dilakukan bila jumlah

variabel independennya minimal 2 variabel (Sugiyono, 2008 : 275).

Sebuah model regresi terdiri dari variabel tak bebas atau dependen (Y),

variabel bebas atau independen (X1, X2, X3, X4) konstanta, parameter (koefisien),

dan error (variabel yang tidak dijelaskan dalam model). Variabel tak bebas adalah

variabel yang perubahannya dipengaruhi oleh variabel lain (variabel bebas). Pada

penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor

cengkeh di Indonesia, berikut model rumusnya :

39
Y = a + b1X1 - b2X2 - b3X3 + b4X4 + e

Hipotesis : X1, X4 > 0 dan X2, X3 < 0

Dimana :

Y = Volume impor cengkeh indonesia

a = Konstanta

b1 – b4 = Koefisien

X1 = Harga rill cengkeh dalam negri

X2 = Harga rill cengkeh impor

X3 = Nilai tukar rill rupiah terhadap dollar Amerika Serikat

X4 = Dummy kebijakan pengendalian impor cengkeh

e = Error

3.5.1 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas

Uji kenormalan diperlukan pada pengujian hipotesis dan penyusunan selang

kepercayaan bagi parameter. Dimana uji normalitas akan menguji data variabel

bebas (X) dan data variabel terikat (Y) pada persamaan regresi yang dihasilkan.

Berdistribusi normal atau berdistribusi tidak normal. Persamaan regresi dikatakan

baik jika mempunyai data variabel bebas dan data variabel terikat berdistribusi

mendekati normal atau normal sama sekali (Sunyoto, 2010 : 103).

Salah satu asumsi yang sering digunakan di dalam analisis runtun waktu

(dan analisis statistika secara umum) adalah adanya asumsi data mengikuti

distribusi normal. Dalam melakukan pengujian kenormalan dari data maka dapat

digunakan metode/pendekatan grafik dan pendekatan inferensi statistika dengan

uji hipotesis. Model distribusi normal yang mungkin cocok untuk data dapat

40
digunakan pendekatan ukuran numerik (rata-rata, median, modus, skewnes,

kurtosis, dan lain-lain) atau menggunakan pendekatan grafis (histogram,

estimating density, empirical cummulative distribution function). Dari pengujian

awal ini dapat dilihat kecocokan sifat-sifat empiris dari data terhadap sifat-sifat

teoretis dari suatu distribusi normal. Pengujian terhadap residual terdistribusi

normal atau tidak pada penelitian ini menggunakan uji Jarque-Bera (JB). (Rosadi,

2012 : 29).

2. Uji Multikolinearitas

Multikolinieritas merupakan ada atau tidaknya suatu hubungan linear antar

variabel independen dalam suatu model regresi. Terdapatnya multikolinieritas

dalam suatu model memiliki pengertian bahwa hubungan yang signifikan diantara

beberapa atau seluruh variabel independen dalam model regresi. Multikolinieritas

menyebabkan sulitnya untuk memperoleh estimator dengan standar error yang

kecil. Multikolinieritas bertujuan untuk melihat apakah ada hubungan diantara

variabel yang saling menjelaskan, konsekuensi dari multikolinieritas adalah nilai

hitung statistik uji t akan kecil sehingga akan membuat variabel independen

secara statistik tidak signifikan memengaruhi variabel dependen dan koefisien

determinasi (R2) masih bisa relatif tinggi (Widarjono, 2013 : 121).

Menurut Sunyoto (2010 : 97) multikolinieritas diterapkan untuk analisis

regresi berganda yang terdiri atas dua atau lebih variabel bebas, dimana akan

diukur tingkat asosiasi (keeratan) hubungan/pengaruh antar variabel bebas

tersebut melalui besaran koefisien koralasi (r). Dikatakan terjadi multikolinieritas,

jika koefisien korelasi antar variabel bebas lebih besar dari 0,60 (pendapat lain :

41
0,5 dan 0,90). Dikatakan tidak terjadi multikolinieritas jika koefisien korelasi

antar variabel bebas lebih kecil atau sama dengan 0,60 (r ≤ 0,60).

Atau dalam menentukan ada tidaknya multikolinieritas dapat digunakan

cara lain yaitu dengan nilai tolerence dan nilai variance inflation factor (VIF).

Nilai tolerence adalah besarnya tingkat kesalahan yang dibenarkan secara statistik

(α). Sedangkan nilai variance inflation factor (VIF) adalah faktor inflasi

penyimpangan baku kuadrat. Variabel bebas terjadi multikolinieritas, jika α hitung

< α dan VIF hitung > VIF. Variabel bebas tidak mengalami multikolinieritas jika :

α hitung > α dan VIF hitung < VIF (Sunyoto 2010 : 98)

3. Uji Heteroskedastisitas

Menurut Gujarati (2000 : 309) heteroskedastisitas merupakan suatu kondisi

pelanggaran terhadap asumsi regresi linear klasik yang terjadi apabila terdapat

ketidaksamaan varians dari residual atau kesalahan gangguan dalam sebuah model

regresi. Suatu model regresi linear harus memiliki model varians (penyebaran)

yang sama. Jika asumsi ini tidak dipenuhi maka akan terdapat masalah

heteroskedastisitas. Pengujian heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat apakah

ada variabel yang diamati mengandung informasi yang lebih dibandingkan

dengan variabel yang lainnya, apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan

varian residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Jika varian residual satu

pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, maka disebut homoskedastisitas dan

jika berbeda disebut heteroskedastisitas.

Pendeteksian dalam uji heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan

pengujian statistika. Beberapa statistik uji yang dapat digunakan untuk menguji

42
terjadi atau tidak terjadinya heteroskedastisitas antara lain menggunakan uji

Breusch-Pagan-Godfrey, Harvey, Glejser, ARCH dan White (Setiawan dan

Kusrini, 2010 : 115). Pada penelitian ini menggunakan uji Breusch-Pagan-

Godfrey. Keputusan terjadi atau tidaknya heteroskedastisitas pada model regresi

dengan melihat nilai probabilitas F-statistic (F hitung). Apabila nilai probabilitas

F-hitung lebih besar dari tingkat alpha 0,05 (5%), maka H0 diterima yang artinya

homoskedastisitas, sedangkan apabila nilai probabilitas F-hitung lebih kecil dari

tingkat alpha 0,05 (5%) maka H0 ditolak yang artinya terjadi heteroskedastisitas

(Rosadi, 2012 : 76).

4. Uji Autokorelasi

Menurut Nachrowi (2008 : 135) autokorelasi adalah adanya korelasi antara

variabel itu sendiri, pada pengamatan yang berbeda waktu atau individu.

Umumnya kasus autokorelasi banyak terjadi pada data time series. Salah satu

langkah yang dapat dilakukan untuk mendeteksi autokorelasi adalah dengan

melihat pola hubungan antara residual (ui) dan variabel bebas atau waktu (X).

Menurut Sunyoto (2010 : 110) persamaan regresi yang baik adalah yang

tidak memiliki masalah autokorelasi, jika terjadi autokorelasi maka persamaan

tersebut menjadi tidak baik/tidak layak dipakai. Masalah autokorelasi baru timbul

jika ada korelasi secara linier antara kesalahan pengganggu periode t (berada)

dengan kesalahan pengganggu periode t-1 (sebelumnya).

Uji autokorelasi ini diuji dengan metode Breusch-Godfrey Serial

Correlation LM Test dan uji Durbin-Watson pada tingkat signifikansi 5%. Dalam

menentukan nilai Durbin Watson, terlebih dahulu harus diketahui nilai k (variabel

43
bebas), n (jumlah sample), dan tingkat signifikansi (α). Kemudian didapatkan nilai

dL dan dU yang dapat dilihat pada tabel statistik. Salah satu ukuran dalam

menentukan ada tidaknya masalah autokorelasi dengan uji Durbin-Watson (DW)

dengan ketentuan sebagai berikut :

1) Ada autokorelasi positif, jika nilai 0 < dw < dL

2) Tidak ada autokorelasi positif, jika dL ≤ dw ≤ dU

3) Tidak terjadi autokorelasi, positif atau negatif, jika nilai dU < dw < 4-dU

4) Tidak ada autokorelasi negatif, jika 4-dU ≤ dw ≤ 4-dL

5) Ada autokorelasi negatif, jika nilai 4-dL < dw < 4

(Ghozali, 2006 : 100).

3.5.2 Uji Statistik

1. Uji F (Pengujian Serentak)

Menurut Setiawan dan Kusrini (2010 : 63) koefisien regresi diuji secara

serentak dengan menggunakan ANOVA, untuk mengetahui apakah keserempakan

tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap model persamaan regresi.

Uji F juga dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen di dalam

model secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen yang diuji

pada tingkat signifikan 5% (0,05). Dasar pengambilan keputusan dalam uji F

adalah sebagai berikut :

a. Jika nilai probabilitas dibawah 0,05 maka semua variabel independen (harga

rill cengkeh dalam negeri, harga rill cengkeh impor, nilai tukar rill rupiah

terhadap dollar Amerika Serikat, dan dummy kebijakan pengendalian impor

44
cengkeh) mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel

dependen (volume impor cengkeh).

b. Jika nilai probabilitas diatas 0,05 maka semua variabel independen (harga rill

cengkeh dalam negeri, harga rill cengkeh impor, nilai tukar rill rupiah

terhadap dollar Amerika Serikat, dan dummy kebijakan pengendalian impor

cengkeh) tidak mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel

dependen (volume impor cengkeh).

2. Uji t (Pengujian Individu)

Menurut Setiawan dan Kusrini (2010 : 64) pengujian individu digunakan

untuk menguji apakah nilai koefisien regresi mempunyai pengaruh yang

signifikan. Uji t digunakan untuk melihat apakah koefisien regresi masing-masing

variabel bebas secara individu memiliki pengaruh nyata (signifikan) atau tidak

berpengaruh nyata (tidak signifikan) terhadap variabel tak bebas (harga rill

cengkeh dalam negeri, harga rill cengkeh impor, nilai tukar rill rupiah terhadap

dollar Amerika Serikat, dan dummy kebijakan pengendalian impor cengkeh) yang

terdapat pada model volume impor cengkeh di Indonesia. Hipotesis dari pengujian

secara individu adalah :

a. Jika nilai probabilitas dibawah 0,05 maka semua variabel independen (harga

rill cengkeh dalam negeri, harga rill cengkeh impor, nilai tukar rill rupiah

terhadap dollar Amerika Serikat, dan dummy kebijakan pengendalian impor

cengkeh) secara individual berpengaruh signifikan terhadap variabel

dependen (volume impor cengkeh).

45
b. Jika nilai probabilitas diatas 0,05 maka semua variabel independen (harga rill

cengkeh dalam negeri, harga rill cengkeh impor, nilai tukar rill rupiah

terhadap dollar Amerika Serikat, dan dummy kebijakan pengendalian impor

cengkeh) secara individual tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel

dependen (volume impor cengkeh).

3. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui sampai sejauh

mana ketepatan atau kecocokan garis regresi yang terbentuk dalam mewakili

kelompok data hasil observasi. Koefisien determinasi menggambarkan bagian dari

variasi total yang dapat diterangkan oleh model. Artinya koefisien determinasi

mengukur seberapa jauh kemampuan model volume impor cengkeh dalam

menerangkan variasi variabel dependen (harga rill cengkeh dalam negeri, harga

rill cengkeh impor, nilai tukar rill rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, dan

dummy kebijakan pengendalian impor cengkeh). Nilai koefisien determinasi

adalah antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nilai koefisien determinasi lebih besar dari 0,1

menunjukkan variabel bebas dapat menjelaskan variabel terikat. Semakin besar

nilai R2 (mendekati 1), maka ketepatannya dikatakan semakin baik (Setiawan dan

Kusrini, 2010 : 64)

3.6 Definisi Operasional

Penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel dependen dan variabel

independen. Menurut Suwarno (2013: 62) variabel bebas (Independent Variable)

merupakan variabel stimulus atau variabel yang memengaruhi variabel lain.

Variabel bebas merupakan variabel yang variabilitasnya diukur, dimanipulasi,

46
atau dipilih oleh peneliti untuk menentukan hubungannya dengan suatu gejala

yang diobservasi. Sedangkan variabel tergantung (Dependent Variable) adalah

variabel yang memberikan reaksi/respon jika dihubungkan dengan variabel bebas.

Variabel tergantung adalah variabel yang variabilitasnya diamati dan diukur untuk

menentukan pengaruh yang disebabkan oleh variabel bebas.

Variabel-variabel yang digunakan dalam persamaan regresi yang dituliskan

akan dapat dipahami dengan mudah dengan penjelasan menggunakan definisi

operasional, maka definisi operasional variabel-variabel tersebut adalah :

1. Volume impor komoditas cengkeh adalah total impor dari negara asal selama

jangka waktu satu tahun terhitung sejak tahun 1986 hingga tahun 2015,

dinyatakan dalam satuan ton (ton)

2. Harga rill cengkeh dalam negeri merupakan harga cengkeh yang digunakan

dalam transaksi perdagangan di dalam negeri. Harga rill cengkeh dalam

negeri dinyatakan dalam satuan Rupiah per ton (Rp/ton).

3. Harga rill cengkeh impor merupakan harga cengkeh yang digunakan dalam

transaksi perdagangan internasional. Harga cengkeh impor dinyatakan dalam

satuan dollar Amerika Serikat per ton (000US$/ton).

4. Nilai tukar rill rupiah terhadap dollar Amerika Serikat adalah nilai

perbandingan mata uang rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, dinyatakan

dalam Rp/US$.

5. Dummy kebijakan pengendalian impor cengkeh yang tertulis pada

Menperindag : 528/MPP/Kep/72002, tertanggal 5 Juli 2002 memberlakukan

ketentuan impor cengkeh.

47
BAB IV
GAMBARAN UMUM

4.1 Sejarah Cengkeh

Tanaman cengkeh sangat populer di Indonesia. Tanaman ini sangat berperan

dalam beberapa industri. Ada beberapa pendapat mengenai negara asal cengkeh.

Pendapat yang pertama menyebutkan bahwa cengkeh berasal dari Filipina.

Namun, ada juga yang menyebutkan cengkeh berasal dari Pulau Makian di

Maluku Utara. Selain dari Maluku, cengkih dianggap berasal dari Papua. Sampai

abad ke-18, hanya Maluku satu-satunya daerah penghasil cengkeh.

Tahun 1769, bibit cengkeh diselundupkan oleh seorang Kapten dari

Perancis ke Zanzibar, Pemba, dan Madagaskar. Tipe cengkeh yang dikenal

sebagai tipe Zanzibar sebenarnya berasal dari Indonesia. Awalnya Indonesia

sebagai produsen dan pengekspor utama cengkeh. Namun, sejak berkembangnya

industri rokok kretek di tahun 1930 Indonesia berubah menjadi pengimpor,

bahkan pengimpor cengkeh yang terbesar. Tahun 1977 impor telah banyak

berkurang. Pada tahun 2006-2008 ekspor cengkeh lebih besar daripada impor

(Suwarto dan Yuke 2012 : 16).

4.2 Sentra Produksi Cengkeh di Indonesia

Berdasarkan data produksi cengkeh perkebunan rakyat rata-rata tahun 2011-

2015 terdapat 8 provinsi sentra produksi yang mempunyai kontribusi kumulatif

hingga mencapai 77,31% dari produksi cengkeh Indonesia (Gambar 4.). Sebagian

besar cengkeh Indonesia berasal dari sulawesi. Provinsi sulawesi selatan

merupakan provinsi sentra terbesar dengan rata-rata produksi sebesar 11,99 ribu

48
ton atau berkontribusi sebesar 13,51% terhadap total produksi cengkeh Indonesia.

Provinsi Maluku, Sulawesi Utara dan Jawa Timur merupakan provinsi sentra

selanjutnya yang berkontribusi yaitu masing-masing sebesar 12,48%, 11,52%, dan

10,65%. Sementara Provinsi Sulawesi Tengah, Jawa Tengah, Sulawesi Tenggara

dan Jawa Barat memberikan kontribusi kurang dari 10%.

Sulawesi Selatan
13.51%
22.69% Maluku
12.75% Sulawesi Utara
6.15% Jawa Timur
6.51% 11.77% Sulawesi Tengah
6.83% Jawa Tengah
10.14%
9.65% Sulawesi Tenggara
Jawa Barat
Prov. Lainnya

Gambar 4. Sentra Produksi Cengkeh Perkebunan Rakyat di Indonesia


Sumber : Kementerian Pertanian (2015)

Sebaran produksi cengkeh Perkebunan Rakyat di kabupaten/kota di Provinsi

Sulawesi Selatan pada tahun 2015 dapat dilihat pada Gambar 5. Kabupaten

dengan produksi cengkeh terbesar adalah Kabupaten Luwu yaitu 9,62 ribu ton

atau 55,10% dari total produksi cengkeh di Provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten

penghasil cengkeh terbesar lainnya adalah Kabupaten Bone dengan produksi

sebesar 1,81 ribu ton dengan kontribusi sebesar 10,37%, diikuti oleh Kabupaten

Sinjai dan Kabupaten Wajo dengan produksi masing-masing sebesar 1,70 ribu ton

(9,70%) dan 1,48 ribu ton (8,46%). Sedangkan kabupaten/kota lainnya di provinsi

Sulawesi Selatan memberikan kontribusi sebesar 16,37% (Kementerian Pertanian,

2016 : 1).

49
16.37%

8.46% Luwu
Bone
9.70% 55.10%
Sinjai

10.37% Wajo
Kab. Lainnya

Gambar 5. Kabupaten Sentra Produksi Cengkeh di Provinsi Sulawesi


Selatan
Sumber : Kementerian Pertanian (2015)

Sementara itu sebaran produksi cengkeh di Provinsi Maluku yang

merupakan sentra produksi cengkeh terbesar kedua di Indonesia terdapat di 3

(tiga) kabupaten sentra yaitu Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Seram

Bagian Timur dan Kabupaten Seram Bagian Barat (Gambar 6.). Ketiga kabupaten

tersebut memberikan kontribusi kumulatif sebesar 79,84% dari total produksi

cengkeh di Provinsi Maluku. Kabupaten Seram bagian Timur menempati

peringkat pertama dengan produksi cengkeh sebesar 20,66 ribu ton dan

memberikan kontribusi sebesar 44,84% terhadap total produksi cengkeh di

Provinsi Maluku. Peringkat kedua ditempati oleh Kabupaten Maluku Tengah

dengan produksi sebesar 9,41 ribu ton (20,42%), dan Kabupaten Seram bagian

Barat dengan produksi cengkeh sebesar 6,72 ribu ton (14,58%). Sementara

provinsi lain memberikan kontribusi sebesar 20,16% terhadap produksi cengkeh

di provinsi Maluku (Kementerian Pertanian, 2016 : 1).

50
20.16%

44.84%
Maluku Tengah
14.58%
Seram Bagian Timur
Seram Bagian Barat
20.42% Kab. Lainnya

Gambar 6. Kabupaten Sentra Produksi Cengkeh di Provinsi Maluku


Sumber : Kementerian Pertanian (2015)

Provinsi Sulawesi Utara sebagai sentra produksi terbesar ketiga mempunyai

sebaran produksi pada tahun 2015 dapat dilihat pada Gambar 7. Kabupaten

dengan produksi cengkeh terbesar adalah Kabupaten Minahasa dengan produksi

sebesar 4,00 ribu ton atau berkontribusi sebesar 46,51% terhadap total produksi

cengkeh di Provinsi Sulawesi Utara diikuti dengan Kepulauan Sangihe,

Kepulauan Talaud dan Kabupaten Minahasa Tenggara dengan produksi masing-

masing sebesar 2,00 ribu ton (23,29%), 0,86 ribu ton (9,97%) dan 0,58 ribu ton

(6,79%). Keempat kabupaten tersebut memberikan kontribusi kumulatif sebesar

85,57% dari total produksi cengkeh di Sulawesi Utara (Kementerian Pertanian,

2016 : 1).

51
13.43%
6.79%
Minahasa
46.51%
9.97% Kep. Sangihe
Kep. Talaud
Minahasa Tenggara
23.29%
Kab. Lainnya

Gambar 7. Kabupaten Sentra Produksi Cengkeh di Provinsi Sulawesi Utara


Sumber : Kementerian Pertanian (2015)

4.3 Perkembangan Harga Cengkeh di Indonesia

Perkembangan harga cengkeh di Indonesia, baik untuk cengkeh impor

maupun cengkeh dalam negeri pada kurun waktu tahun 1986 hingga tahun 2015

mengalami fluktuasi. Peningkatan harga cengkeh dalam negeri terjadi pada tahun

1990, sebesar Rp. 6.898.000/ton dimana ditahun sebelumnya yaitu Rp.

5.035.000/ton. Pada tahun 1991 hingga tahun 1993 harga cengkeh dalam negeri

turun menjadi Rp. 3.748.000/ton. Peningkatan harga cengkeh dalam negeri dalam

jumlah yang besar terjadi pada tahun 1999 menjadi Rp. 20.000.000/ton dimana

pada tahun sebelumnya sebesar Rp. 7.420.000/ton. Namun pada tahun selanjutnya

yaitu tahun 2000 dan tahun 2001 harga cengkeh dalam negeri kembali naik

menjadi Rp. 30.875.000/ton dan Rp. 57.698.000/ton. Tahun 2002 dan tahun 2003

harga cengkeh dalam negeri turun menjadi Rp. 54.731.000/ton dan 2003 sebesar

Rp. 26.088.000/ton. Tetapi pada tahun-tahun selanjutnya yaitu tahun 2004 hingga

tahun 2015 harga cengkeh dalam negeri terus mengalami kenaikan kecuali di

tahun 2007 yang mengalami penurunan harga. Untuk tahun 2004 harga cengkeh

dalam negeri sebesar Rp. 26.458.000/ton, harga tersebut terus meningkat setiap

52
tahunnya hingga pada tahun 2015 menjadi Rp. 75.897.000/ton. Berikut data harga

cengkeh impor dan cengkeh dalam negeri di Indonesia (Kementerian Pertanian,

2015 : 1).

Tabel 4. Perkembangan Harga Cengkeh Impor dan Cengkeh dalam Negeri di


Indonesia Tahun 1986-2015
Harga Cengkeh Impor Harga Cengkeh dalam Negeri
Tahun
(Rp/ton) (Rp/ton)
1986 3.955.432 7.896.000
1987 6.643.767 6.179.000
1988 6.375.124 5.091.000
1989 8.918.094 5.035.000
1990 11.407.384 6.898.000
1991 12.493.738 6.573.000
1992 16.810.573 4.690.000
1993 18.307.400 3.748.000
1994 7.462.420 3.838.000
1995 8.042.196 3.624.000
1996 1.000.050 3.685.000
1997 20.410.846 3.827.000
1998 40.787.719 7.420.000
1999 13.919.701 20.000.000
2000 21.138.171 30.875.000
2001 10.543.850 57.698.000
2002 25.881.804 54.731.000
2003 13.415.861 26.088.000
2004 16.462.045 26.458.000
2005 20.069.194 29.176.000
2006 13.346.767 32.298.000
2007 14.481.956 32.104.000
2008 27.750.606 40.697.000
2009 36.640.300 43.642.000
2010 43.844.095 46.430.000
2011 202.091.106 51.914.000
2012 145.164.734 57.577.000
2013 241.065.775 61.897.000
2014 104.912.761 68.529.000
2015 155.813.615 75.897.000
Sumber : UN Comtrade (2016) dan Kementerian Pertanian (2016)

53
Berdasarkan Tabel 4 menjelaskan bahwa harga cengkeh impor memiliki

harga terendah sebesar Rp. 1.000.050/ton yang terjadi pada tahun 1996 dan harga

tertinggi cengkeh impor terjadi pada tahun 2015 yaitu sebesar Rp.

155.813.615/ton. Kenaikan harga cengkeh impor yang terus menerus dimulai pada

tahun 1989 hingga tahun 1993. Pada tahun 1989 harga cengkeh impor sebesar Rp.

8.918.094/ton naik menjadi Rp. 11.407.384/ton pada tahun 1990 hingga sebesar

Rp. 18.307.400/ton pada tahun 1993. Untuk tahun-tahun selanjutnya harga

cengkeh impor mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Pada tahun 2008 hingga

tahun 2015 harga cengkeh impor kembali mengalami peningkatan setiap tahunnya

kecuali di tahun 2012 dan 2012 yang mengalami penurunan.

4.4 Perkembangan Volume Impor Cengkeh di Indonesia

Berdasarkan data yang diperoleh dari UN Comtrade dan Kementerian

Pertanian tentang perkembangan volume impor cengkeh Indonesia sejak tahun

1986 sampai dengan tahun 2015 cukup berfluktuasi. Indonesia mulai rutin

melakukan kegiatan impor cengkeh pada tahun 1980-an sampai dengan saat ini.

Cengkeh impor Indonesia berasal dari negara-negara penghasil dan pengekspor

cengkeh seperti Madagaskar dan Tanzania. Dua negara tersebut merupakan dua

negara penghasil cengkeh terbesar setelah Indonesia. Tingginya permintaan

cengkeh di Indonesia membuat volume impor cengkeh di Indonesia terus terjadi.

Untuk lebih jelasnya berikut data perkembangan volume impor cengkeh di

Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.

54
Tabel 5. Perkembangan Volume Impor Cengkeh di Indonesia Tahun 1986-2015
Tahun Volume Impor Cengkeh (ton)
1986 28.948
1987 10.291
1988 3.787
1989 9.791
1990 10.993
1991 9.510
1992 14.492
1993 7.998
1994 13.725
1995 2.189
1996 1.182
1997 1.996
1998 1.584
1999 22.610
2000 20.873
2001 16.899
2002 1.071
2003 1.255
2004 1.105
2005 1.118
2006 794
2007 700
2008 670
2009 490
2010 277
2011 14.979
2012 7.164
2013 7.489
2014 6.952
2015 10.931
Sumber : UN Comtrade (2016)

Berdasarkan data pada Tabel 5 menjelaskan bahwa walaupun Indonesia

merupakan negara penghasil cengkeh terbesar dengan jumlah produksi cengkeh

yang terus meningkat, namun jumlah impor cengkeh pun meningkat setiap

55
tahunnya. Hal ini menggambarkan kebutuhan cengkeh Indonesia juga meningkat.

Dari data tersebut dapat dilihat jumlah impor cengkeh terbesar terjadi pada tahun

1986 yaitu sebesar 28.948 ton. Pada tahun 1999 hingga tahun 2001 jumlah impor

cengkeh di Indonesia terus menurun yaitu sebesar 20.873 ton pada tahun 2000 dan

16.899 ton pada tahun 2001. Untuk jumlah impor terendah terjadi pada tahun

2010 yaitu sebesar 277 ton.

4.5 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat

Perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat memiliki

nilai yang tidak stabil. Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika digunakan

karena nilai tersebut termasuk nilai yang sering digunakan dalam perdagangan

Internasional. Jika nilai tukar rupiah mengalami penurunan atau rupiah melemah

maka hal tersebut dapat merugikan negara Indonesia sebagai negara importir

karena harga yang dibayarkan menjadi lebih mahal. Sebaliknya, jika nilai tukar

rupiah terhadap dollar Amerika mengalami peningkatan atau rupiah menguat

maka hal tersebut dapat menguntungkan negara Indonesia karena harga yang

dibayarkan untuk cengkeh impor menjadi lebih murah. Nilai tukar rupiah terhadap

mata uang asing sangat berpengaruh terhadap besarnya volume impor yang masuk

ke Indonesia. Rupiah melemah terjadi mulai dari tahun 1986 hingga tahun 1998

hingga sebesar Rp. 10.014. Penguatan rupiah yang terjadi pada tahun 2002 hingga

tahun 2003 yaitu Rp. 9.311 menjadi 8.577. Hal tersebut pun terjadi pada tahun

2006, 2007, 2010, dan tahun 2011. Hingga pada tahun 2015 rupiah melemah

hingga sebesar Rp. 13.389. Berikut data nilai tukar rupiah terhadap dollar

Amerika Serikat pada tahun 1986 hingga tahun 2015

56
Tabel 6. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat,
Tahun 1986-2015
Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika
Tahun
(Rp/US$)
1986 1.282
1987 1.644
1988 1.686
1989 1.770
1990 1.843
1991 1.950
1992 2.030
1993 2.087
1994 2.161
1995 2.249
1996 2.342
1997 2.909
1998 10.014
1999 7.855
2000 8.422
2001 10.261
2002 9.311
2003 8.577
2004 8.939
2005 9.705
2006 9.159
2007 9.141
2008 9.699
2009 10.390
2010 9.090
2011 8.770
2012 9.387
2013 10.461
2014 11.865
2015 13.389
Sumber : UNCTAD (2016)

4.6 Perkembangan Kebijakan Pengendalian Impor Cengkeh

Kebijakan pengendalian impor cengkeh dikeluarkan oleh Menteri

Perindustrian dan Perdagangan (Menperindag) Rini M Sumarno Soewandi,

57
melalui surat keputusan no : 528/MPP/Kep/7/2002, tertanggal 5 Juli 2002

memberlakukan ketentuan impor cengkeh. Kebijakan tersebut dimaksudkan

sebagai langkah untuk mengantisipasi lonjakan impor cengkeh yang dapat

mengakibatkan terjadinya penurunan harga cengkeh dan pendapatan petani

cengkeh di dalam negeri, dan untuk meningkatkan kesejahteraan petani cengkeh

dengan tetap memperhatikan kepentingan industri pengguna cengkeh. Namun,

pada kenyataannya dengan diberlakukannya kebijakan pengendalian impor

cengkeh memberikan hak oligopsonistik kepada industri rokok sehingga mampu

mengendalikan harga cengkeh di tingkat petani.

Penetapan kebijakan pengendalian impor cengkeh tersebut menunjukan

perubahan pada kebijakan pengendalian impor cengkeh. Angka 1 mewakili data

setelah pemberlakuan pengendalian impor cengkeh (tahun 2002 sampai tahun

2015) dan angka 0 mewakili data sebelum pemberlakuan pengendalian impor

cengkeh (tahun 1996 sampai tahun 2002) (Kementerian Pertanian, 2016 : 1).

58
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Impor Cengkeh Indonesia

Penelitian yang berjudul faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor

cengkeh di Indonesia pada tahun 1986-2015 ini dianalisis dengan menggunakan

regresi linear berganda yang dibantu dengan program Eviews 9. Pada penelitian

ini menggunakan data deret waktu (time series) selama 30 tahun mulai dari tahun

1986 hingga tahun 2015.

Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap volume impor cengkeh

Indonesia dimasukkan dalam model regresi sebagai variabel independen, dimana

volume impor cengkeh Indonesia sebagai variabel dependen. Variabel-variabel

independen yang digunakan dalam model regresi ada empat variabel, yaitu harga

rill cengkeh dalam negeri, harga rill cengkeh impor, nilai tukar rill rupiah terhadap

dollar Amerika Serikat, dan dummy kebijakan pengendalian impor cengkeh

Indonesia. Seluruh data dirillkan terlebih dahulu untuk memperhitungkan dampak

inflasi yang terjadi di Indonesia dengan menggunakan deflator Indeks Harga

Konsumen (IHK) tahun dasar 2012.

Beberapa pengujian harus dilakukan pada model volume impor cengkeh

Indonesia sebelum menghasilkan analisis data yang dibutuhkan, pengujian

tersebut yaitu pengujian ekonometrik (uji asumsi klasik) dan pengujian statistik

(uji hipotesis). Setelah dilakukan beberapa pengujian menggunakan analisis

regresi linear berganda dengan bantuan program Eviews 9, maka dihasilkan

faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor cengkeh di Indonesia.

59
Berdasarkan hasil uji analisis regresi linear berganda pada model volume

impor cengkeh di Indonesia dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi

volume impor cengkeh di Indonesia periode 1986 - 2015. Faktor-faktor tersebut

mempengaruhi volume impor cengkeh di Indonesia sebagai variabel terikat

dengan tingkat kepercayaan 95% dan batas signifikansinya 5% atau 0,05. Berikut

hasil uji analisis regresi linear berganda dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda


Variabel Koefisien Std. Error t-Statistik Prob
C 5833,277 3881,759 1,502741 0,1454
X1 0,000158 4,080005 3,879078 0,0007
X2 4,600005 1,880005 2,441654 0,0220
X3 -0,328176 0,312375 -1,050582 0,3035
X4 -10579,95 2221,577 -4,762360 0,0001

R2 0,5860 Prob (F-statistik) 0,000135


Sumber : Data Sekunder (Diolah) (Lampiran 3)

Pada Tabel 7 menjelaskan bahwa hasil analisis regresi linear berganda pada

model faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor cengkeh di Indonesia

memiliki persamaan sebagai berikut :

Y = 5833,277 + 0,000158 X1 + 4,600005 X2 + (-0,328176) X3 + (-10579,95) X4 + e

Keterangan :

Y = Volume impor cengkeh di Indonesia

X1 = Harga rill cengkeh dalam negeri

X2 = Harga rill cengkeh impor

X3 = Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat

X4 = Dummy kebijakan pengendalian impor cengkeh

e = error (5%)

60
Dari hasil perhitungan menggunakan program Eviews 9 terdapat dua

parameter koefisien regresi yang bertanda positif yaitu harga rill cengkeh dalam

negeri (X1) dan harga rill cengkeh impor (X2). Sedangkan variabel lainnya yaitu

nilai tukar rill rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (X3) dan dummy kebijakan

pengendalian impor cengkeh (X4) memiliki parameter koefisien regresi bertanda

negatif. Secara matematis, tanda positif memiliki arti setiap perubahan salah satu

variabel independen akan mengakibatkan perubahan pada variabel dependen

dengan arah yang sama, dengan syarat variabel independen yang lainnya dianggap

konstan. Sebaliknya, bila tanda negatif memiliki arti setiap perubahan salah satu

variabel independen akan mengakibatkan perubahan pada variabel dependen

dengan arah yang berlawanan, dengan syarat variabel independen yang lainnya

dianggap konstan. Berikut model faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor

cengkeh yang dapat digambarkan pada Gambar 8.

0,000158 X1

4,600005 X2
Y
-0,328176 X3

-10579,95 X4

Gambar 8. Model Regresi Linear Berganda

61
5.1.1 Hasil Uji F

Uji F dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari seluruh

variabel bebas terhadap variabel terikat dalam model. Menurut Sunyoto (2010 :

37) uji F dilakukan untuk mengetahui apakah koefisien regresi dari seluruh

variabel bebas secara serentak (bersama-sama) berpengaruh signifikan atau tidak

berpengaruh terhadap variabel terikat. Apabila nilai probabilitas F hitung lebih

kecil dari tingkat kesalahan/alpha 0,05 (5%) maka dapat dikatakan secara

bersama-sama variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat.

Namun jika nilai probabilitas F hitung lebih besar dari tingkat kesalahan/alpha

0,05 (5%) maka dapat disimpulkan secara bersama-sama variabel bebas tidak

berpegaruh terhadap variabel terikat.

Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui hasil uji F yang dapat dilihat pada nilai

Prob (F-statistic) sebesar 0,000135 yang artinya nilai tersebut lebih kecil dari 0,05

(tingkat kesalahan). Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel bebas secara

serentak (bersama-sama) berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat pada

tingkat kepercayaan 95% atau dengan tingkat signifikan sebesar 5%.

5.1.2 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)

Uji koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui sampai sejauh

mana variabel bebas (harga rill cengkeh dalam negeri, harga rill cengkeh impor,

nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, dan dummy kebijakan

pengendalian impor cengkeh) dapat mewakili atau menjelaskan dari data variabel

terikat (volume impor cengkeh Indonesia). Semakin besar nilai R2 (mendekati 1),

maka ketepatannya dikatakan semakin baik (Setiawan dan Kusrini, 2010 : 64).

62
Menurut Rosadi (2012 : 57) nilai koefisien determinasi pada program Eviews 9

dapat diukur oleh nilai R-Square.

Berdasarkan pada Tabel 7 menunjukan nilai R-Square (R2) sebesar 0,5860.

Hal ini menjelaskan bahwa proporsi pengaruh variabel X1 (harga rill cengkeh

dalam negeri), X2 (harga rill cengkeh impor), X3 (nilai tukar rupiah terhadap

dollar Amerika Serikat), X4 (dummy kebijakan pengendalian impor cengkeh)

terhadap variabel volume impor cengkeh Indonesia sebesar 58,60%. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa harga rill cengkeh dalam negeri, harga rill cengkeh

impor, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, dan dummy kebijakan

pengendalian impor cengkeh memiliki proporsi pengaruh terhadap volume impor

cengkeh Indonesia sebesar 58,60% sedangkan sisanya 41,40% (100% - 58,60%)

dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak ada dalam model volume impor cengkeh

Indonesia.

5.1.3 Hasil Pengujian Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya

penyimpangan asumsi klasik dalam model volume impor cengkeh di Indonesia.

Uji asumsi klasik meliputi uji normalitas, uji multikolonieritas, uji

heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi.

1. Hasil Uji Normalitas

Uji normalitas yang dimaksud adalah (data) residual yang dibentuk model

regresi linear terdistribusi normal. Pengujian terhadap residual terdistribusi

normal atau tidak pada penelitian ini menggunakan uji Jarque-Bera (JB). Uji JB

63
merupakan salah satu jenis uji yang populer dikalangan komunitas ahli

ekonometri dalam melakukan uji normalitas terhadap data (Rosadi, 2012 : 35).

Berdasarkan hasil uji normalitas pada model volume impor cengkeh di

Indonesia (Lampiran 3), dapat terlihat pada tampilan ringkasan nilai statistik

untuk data residual dan histogram data. Hal tersebut menunjukan bahwa hasil uji

normalitas model volume impor cengkeh Indonesia terdistribusi normal.

Keputusan terdistribusi normal atau tidak residual secara sederhana dengan

membandingkan nilai Probabilitas JB (Jarque-Bera) hitung dengan tingkat alpha

0,05 (5%).

Nilai Probabilitas JB hitung sebesar 0,3647 > 0,05 sehingga dapat

disimpulkan bahwa residual terdistribusi normal yang artinya asumsi klasik

tentang kenormalan telah dipenuhi, sedangkan bila nilai Probabilitas JB lebih

kecil dari nilai tingkat alpha, maka residual terdistribusi tidak normal. Menurut

Rosadi (2012 : 35) apabila Prob. JB (Jarque-Bera) lebih besar dari 0,05 maka

dapat disimpulkan bahwa residual terdistribusi normal. Distribusi normal juga

bisa dilihat dari nilai skewnes dan kurtosis. Distribusi normal yang bersifat tidak

menceng (non-skewed) atau simetris dengan skewness dari data bernilai 0, ekor

yang relatif tidak tebal, dan bersifat unimodal dengan kurtosis = 3 (atau excess

kurtosis = 0).

2. Hasil Uji Multikolonieritas

Menurut Setiawan dan Kusrini (2010 : 82) multikolonieritas adalah adanya

hubungan linear yang sempurna atau pasti diantara beberapa atau semua variabel

penjelas (bebas) dari model regresi ganda. Dalam menentukan ada tidaknya

64
multikolonieritas dapat digunakan cara melihat nilai Variance Inflation Factor

(VIF) atau tolerance (α). Apabila variabel bebas mengalami multikolonieritas

dilihat dari nilai α hitung < α dan VIF hitung > VIF, sebaliknya jika variabel

bebas tidak mengalami multikolonieritas dilihat dari nilai α hitung > α dan VIF

hitung < VIF. Pada penelitian ini, model volume impor cengkeh menggunakan

alpha/tolerance = 5% atau 0,05 maka VIF = 5.

Berdasarkan hasil uji multikolonieritas pada model volume impor cengkeh

di Indonesia (Lampiran 3), dapat disimpulkan bahwa hasil dari uji

multikolonieritas dapat dilihat pada kolom Centered VIF. Nilai VIF dari masing-

masing variabel bebas bernilai kurang dari 5 (VIF < 5). Karena nilai VIF untuk

variabel X1 (harga rill cengkeh dalam negeri), X2 (harga rill cengkeh impor), X3

(nilai tukar rill rupiah terhadap dollar Amerika Serikat), dan X4 (dummy kebijakan

pengendalian impor cengkeh) tidak ada yang lebih dari 5, maka dapat disimpulkan

bahwa antar variabel bebas tidak terjadi multikolonieritas.

3. Hasil Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji sama atau tidak varians

dari residual dari observasi yang satu dengan observasi yang lain. Jika residualnya

mempunyai varians yang sama disebut terjadi homoskedastisitas dan jika

variansnya tidak sama (berbeda) disebut terjadi heteroskedastisitas (Sunyoto,

2010 : 100). Pada penelitian ini ntuk menguji ada atau tidaknya

heteroskedastisitas menggunakan uji Breusch-Pagan-Godfrey.

Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas dengan metode uji Breusch-

Pagan-Godfrey (Lampiran 3), menunjukan bahwa nilai probabilitas F-statistic (F

65
hitung) bernilai lebih besar dari 0,05 (0,1567 > 0,05). Hal ini berarti dapat

disimpulkan bahwa H0 diterima atau tidak terjadi heteroskedastisitas dalam model

volume impor cengkeh di Indonesia.

4. Hasil Uji Autokorelasi

Pada model volume impor cengkeh di Indonesia, uji autokorelasi dengan

menggunakan program Eviews 9 dapat menggunakan metode Bruch-Godfey atau

LM (Lagrange Multiplier) Test. Deteksi ada atau tidaknya autokorelasi dapat

dilihat dari nilai probabilitas F-statistic (F hitung). Apabila nilai probabilitas F-

statistic lebih besar dari tingkat signifikansi 0,05 (5%) maka H0 diterima yang

artinya tidak terjadi autokorelasi. Sebaliknya jika nilai probabilitas F-statistic

lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05 (5%) maka H0 ditolak yang artinya terjadi

autokorelasi.

Berdasarkan hasil uji autokorelasi pada model volume impor cengkeh di

Indonesia (Lampiran 3), menunjukan nilai probabilitas F-statistic (F hitung)

sebesar 0,1009. Hal ini dapat disimpulkan bahwa nilai F hitung lebih besar dari

tingkat alpha 0,05 (0,1009 > 0,05) maka H0 diterima yang artinya tidak terjadi

autokorelasi.

Selain menggunakan LM Test, dalam menentukan ada atau tidaknya

masalah autokorelasi dapat juga menggunakan uji Durbin-Watson (DW). Dalam

model volume impor cengkeh di Indonesia, nilai k (variabel bebas) = 4 dan n

(jumlah samplenya) = 30 dengan tingkat signifikansi (α) = 5%, sehingga

didapatkan nilai dL = 1,143 dan nilai dU = 1,739.

66
Berdasarkan hasil uji autokorelasi (Lampiran 3) dengan metode Durbin-

Watson, menunjukan nilai Durbin-Watson dalam model volume impor cengkeh di

Indonesia yaitu 2,029. Untuk lebih jelasnya dalam mengetahui ada atau tidaknya

autokorelasi dapat dilihat rincian pada kolom sebagai berikut :

Nilai DW
Autokorelasi Tanpa 2,029 tidak Autokorelasi
Tanpa kesimpulan
Positif Kesimpulan terjadi negatif
autokorelasi

0 dL dU 4-dU 4-dL 4

1,143 1,1739 2,261 2,857

Dapat diketahui bahwa nilai dw hitung sebesar 2,029 lebih besar dari nilai

dU = 1,1739 dan lebih kecil dari nilai 4-dU = 2,261. Sehingga dapat disimpulkan

nilai dw berada diantara dU dan 4-dU yang artinya dalam model volume impor

cengkeh di Indonesia tidak terjadi autokorelasi. Hasil pengujian autokorelasi

dengan menggunakan dua pendekatan memberikan hasil yang sama.

Seluruh uji asumsi klasik model volume impor cengkeh di Indonesia telah

terpenuhi, sehingga model tersebut layak digunakan untuk menjelaskan pengaruh

variabel bebas (harga rill cengkeh dalam negeri, harga rill cengkeh impor, nilai

tukar rill rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, dan dummy kebijakan

pengendalian impor cengkeh) terhadap variabel terikat (volume impor cengkeh

Indonesia).

67
5.2 Pengaruh Harga Rill Cengkeh dalam Negeri Terhadap Volume Impor

Cengkeh di Indonesia

Hasil analisis regresi linear berganda pada penelitian ini untuk harga rill

cengkeh dalam negeri (X1) menunjukan tanda koefisien pada harga rill cengkeh

dalam negeri adalah positif. Artinya jika harga rill cengkeh dalam negeri

mengalami peningkatan maka akan menyebabkan volume impor cengkeh

meningkat begitu juga jika volume impor cengkeh mengalami peningkatan maka

akan menyebabkan harga rill cengkeh dalam negeri meningkat. Berdasarkan hasil

analisis regresi linear berganda tersebut, variabel bebas harga rill cengkeh dalam

negeri pada model volume impor cengkeh memiliki nilai koefisien regresi sebesar

0,000158. Hal ini menyatakan apabila harga rill cengkeh dalam negeri mengalami

peningkatan sebesar 1 rupiah per ton maka menyebabkan volume impor cengkeh

di Indonesia meningkat sebesar 0,000158 ton dengan asumsi variabel independen

lainnya tetap sama, cateris paribus.

Berdasarkan hasil uji t pada penelitian ini menghasilkan nilai probabilitas t

hitung dari variabel bebas X1 (harga rill cengkeh dalam negeri) sebesar 0,0007

yang artinya nilai tersebut lebih kecil dari nilai 0,05 (0,0007 < 0,05). Sehingga

dapat disimpulkan variabel bebas harga rill cengkeh dalam negeri (X1)

berpengaruh secara signifikan atau berpengaruh nyata terhadap variabel terikat

(volume impor cengkeh Indonesia) pada tingkat signifikansi 5% dengan taraf

kepercayaan 95%. Hal ini menunjukan tingginya harga rill cengkeh dalam negeri

menentukan tingginya volume impor cengkeh di Indonesia, dan rendahnya harga

68
rill cengkeh dalam negeri menentukan rendahnya volume impor cengkeh di

Indonesia

Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis awal dan didukung oleh teori

Kotler dan Amstrong (2004) yang menyatakan kebanyakan suatu komoditi, harga

komoditi dan kuantitas atau jumlah yang akan ditawarkan berhubungan positif,

dengan faktor yang lain tetap sama. Hasil tersebut terjadi diduga karena

disebabkan lebih mahalnya harga rill cengkeh dalam negeri dibandingkan dengan

harga rill cengkeh impor. Harga rill cengkeh impor yang lebih murah sehingga

membuat konsumen cengkeh beralih ke cengkeh impor, didukung dengan

tingginya kebutuhan cengkeh dalam negeri. Meskipun Indonesia merupakan

produsen cengkeh namun Indonesia juga merupakan konsumen cengkeh dan tetap

melakukan Impor cengkeh. Selain itu, dengan tetapnya melakukan impor cengkeh

diduga karena proses pengeringan cengkeh yang dilakukan kurang maksimal,

sehingga dalam penggunaan cengkeh lokal sebagai bahan baku tambahan untuk

pembuatan rokok kretek harus dilakukan dua kali pengeringan, hal tersebut

dianggap industri rokok kretek dilihat dari segi waktu kurang efisien. Selanjutnya

hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Purwanto (2009) yang membahas

tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor kacang kedelai Nasional

Periode 1987-2007. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa harga kacang kedelai

impor, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, dan harga kacang

kedelai dunia tidak berpengaruh nyata terhadap impor kacang kedelai Nasional.

Dan yang berpengaruh terhadap impor kacang kedelai yaitu produksi kacang

kedelai, konsumsi kacang kedelai dan harga kacang kedelai lokal.

69
5.3 Pengaruh Harga Rill Cengkeh Impor Terhadap Volume Impor

Cengkeh di Indonesia

Hasil analisis regresi linear berganda pada penelitian ini untuk harga rill

cengkeh impor (X2) menunjukan tanda koefisien pada harga rill cengkeh impor

adalah positif. Artinya jika harga rill cengkeh impor mengalami peningkatan

maka akan menyebabkan volume impor cengkeh meningkat begitu juga ketika

volume impor cengkeh mengalami peningkatan maka akan menyebabkan harga

rill cengkeh impor meningkat. Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda

tersebut, variabel bebas harga rill cengkeh impor memiliki nilai koefisien regresi

sebesar 4,600005. Hal ini menyatakan apabila harga rill cengkeh impor

mengalami peningkatan sebesar 1 US$ per ton maka menyebabkan volume impor

cengkeh di Indonesia meningkat sebesar 4,600005 ton dengan asumsi variabel

independen lainnya tetap sama, cateris paribus.

Berdasarkan hasil uji t pada penelitian ini menghasilkan nilai probabilitas t

hitung dari variabel bebas X2 (harga rill cengkeh impor) sebesar 0,0220 yang

artinya nilai tersebut lebih kecil dari nilai 0,05 (0,0220 < 0,05). Sehingga dapat

disimpulkan variabel bebas harga rill cengkeh impor (X2) berpengaruh secara

signifikan atau berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (volume impor

cengkeh Indonesia) pada tingkat signifikansi 5% dengan taraf kepercayaan 95%.

Hal ini menunjukan tingginya harga rill cengkeh impor menentukan tingginya

volume impor cengkeh di Indonesia, dan rendahnya harga rill cengkeh impor

menentukan rendahnya volume impor cengkeh di Indonesia.

70
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian awal. Hal ini

mungkin disebabkan oleh kualitas cengkeh impor yang lebih baik, dari segi kadar

air dari bunga cengkeh, pemamenan cengkeh, pengemasan cengkeh hingga

sampai ke tangan pengimpor cengkeh. Sehingga mengakibatkan konsumen

cengkeh terbanyak yaitu industri rokok kretek cenderung membeli cengkeh impor

meskipun harganya naik. Sebagian besar hasil cengkeh dalam negeri dikonsumsi

oleh industri rokok sebagai bahan baku tambahan untuk membuat rokok.

Sehingga demi memenuhi permintaan cengkeh dalam negeri untuk membuat

rokok kretek, kekurangan bahan baku cengkeh diperoleh dari negera lain. Hasil

penelitian ini sesuai dengan teori Lipsey (1997) yang menyatakan bahwa semakin

rendah harga suatu komoditas maka jumlah yang akan diminta untuk komoditas

tersebut akan semakin besar, dan semakin tinggi harga suatu komoditas maka

jumlah yang akan diminta untuk komoditas tersebut akan semakin kecil. Selain itu

hasil dari penelitian ini serupa dengan penelitian Iswahyuni (2015) yang

membahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi impor komoditas apel

Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa variabel harga apel impor yang

paling berpengaruh terhadap volume impor apel di Indonesia.

5.4 Pengaruh Nilai Tukar Rill Rupiah Terhadap Dollar Amerika Serikat

Terhadap Volume Impor Cengkeh di Indonesia

Hasil analisis regresi linear berganda pada penelitian ini untuk nilai tukar rill

rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (X3) menunjukan tanda koefisiensi pada

nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat adalah negatif. Artinya jika

nilai tukar rill rupiah terhadap dollar Amerika Serikat mengalami peningkatan

71
maka akan menyebabkan volume impor cengkeh di Indonesia menurun begitu

juga ketika nilai tukar rill rupiah terhadap dollar Amerika Serikat mengalami

penurunan maka akan menyebabkan volume impor cengkeh di Indonesia

meningkat. Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda tersebut, variabel

bebas nilai tukar rill rupiah terhadap dollar Amerika Serikat memiliki nilai

koefisien regresi sebesar -0,328176. Hal ini menyatakan apabila nilai tukar rill

rupiah terhadap dollar Amerika Serikat mengalami peningkatan sebesar 1 US$

maka akan menyebabkan volume impor cengkeh di Indonesia menurun sebesar

0,328176 ton dengan asumsi variabel independen lainnya tetap sama, cateris

paribus.

Berdasarkan hasil uji t pada penelitian ini menghasilkan nilai probabilitas t

hitung dari variabel bebas X3 (nilai tukar rill rupiah terhadap dollar Amerika

Serikat) sebesar 0,3035 yang artinya nilai tersebut lebih besar dari nilai 0,05

(0,3035 > 0,05). Sehingga nilai tukar rill rupiah tehadap dollar Amerika Serikat

tidak berpengaruh secara signifikan atau tidak berpengaruh nyata terhadap

variabel terikat (volume impor cengkeh di Indonesia) pada tingkat signifikansi 5%

dengan taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukan tingginya nilai tukar rill

rupiah terhadap dollar Amerika Serikat tidak menentukan tingginya volume impor

cengkeh di Indonesia, dan rendahnya nilai tukar rill rupiah terhadap dollar

Amerika Serikat tidak menentukan rendahnya volume impor cengkeh di

Indonesia. Melemah ataupun menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar

Amerika Serikat tidak akan menentukan besar atau kecilnya volume impor

cengkeh di Indonesia.

72
Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis awal dan didukung oleh teori

Sukirno (2004) bahwa nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat

berhubungan dengan neraca perdagangan suatu negara. Apabila terjadi depresiasi

nilai mata uang rupiah artinya terjadi kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dollar

Amerika Serikat, yang berakibat harga barang-barang dalam negeri akan lebih

murah dan barang-barang dari luar negeri akan lebih mahal. Dan apabila terjadi

apresiasi nilai mata uang rupiah artinya terjadi penurunan nilai tukar rupiah

terhadap dollar Amerika Serikat, yang berakibat harga barang-barang dalam

negeri akan lebih mahal dan barang-barang dari luar negeri akan lebih murah,

sehingga penduduk akan lebih banyak membeli barang impor dari negara lain.

Selanjutnya hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Manik (2012) yang

melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi aliran

perdagangan impor bawang merah dan kentang Indonesia (periode 2001-2010).

Hasil penelitiannya menunjukan hanya variabel nilai tukar rupiah terhadap dollar

Amerika Serikat yang tidak mempengaruhi aliran perdagangan impor bawang

merah dan kentang di Indonesia.

5.5 Pengaruh Dummy Kebijakan Pengendalian Impor Cengkeh Terhadap

Volume Impor Cengkeh di Indonesia

Hasil analisis regresi linear berganda pada penelitian ini untuk dummy

kebijakan pengendalian impor cengkeh (X4) menunjukan tanda koefisiensi pada

dummy kebijakan pengendalian impor cengkeh adalah negatif. Artinya jika

dummy kebijakan pengendalian impor cengkeh diterapkan maka akan

menyebabkan volume impor cengkeh di Indonesia menurun begitu juga ketika

73
dummy kebijakan pengendalian impor cengkeh tidak diterapkan maka akan

menyebabkan volume impor cengkeh di Indonesia meningkat. Berdasarkan hasil

analisis regresi linear berganda tersebut, variabel bebas dummy kebijakan

pengendalian impor cengkeh memiliki nilai koefisien regresi sebesar -10579,95.

Hal ini menyatakan apabila dummy kebijakan pengendalian impor cengkeh

diterapkan di Indonesia maka akan menyebabkan volume impor cengkeh di

Indonesia menurun sebesar 10579,95 ton dengan asumsi variabel independen

lainnya tetap sama, cateris paribus.

Berdasarkan hasil uji t pada penelitian ini menghasilkan nilai probabilitas t

hitung dari variabel bebas X4 (dummy kebijakan pengendalian impor cengkeh)

sebesar 0,0001 yang artinya nilai tersebut lebih kecil dari nilai 0,05 (0,0001 >

0,05). Sehingga dummy kebijakan pengendalian impor cengkeh berpengaruh

secara signifikan atau berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (volume impor

cengkeh di Indonesia) pada tingkat signifikansi 5% dengan taraf kepercayaan

95%. Hal ini menunjukan dengan diterapkannya dummy kebijakan pengendalian

impor cengkeh di Indonesia menentukan tingginya volume impor cengkeh di

Indonesia, dan tidak diterapkannya dummy kebijakan pengendalian impor

cengkeh menentukan rendahnya volume impor cengkeh di Indonesia. Sebelum

atau sesudah diterapkannya kebijakan pengendalian impor cengkeh di Indonesia

akan menentukan besar atau kecilnya volume impor cengkeh di Indonesia.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis awal. Kebijakan

pengendalian impor cengkeh dilakukan oleh pemerintah dimaksudkan sebagai

langkah untuk mengantisipasi lonjakan impor cengkeh yang dapat mengakibatkan

74
terjadinya penurunan harga cengkeh dan pendapatan petani cengkeh di dalam

negeri, dan untuk meningkatkan kesejahteraan petani cengkeh dengan tetap

memperhatikan kepentingan industri pengguna cengkeh. Namun, pada

kenyataannya dengan diberlakukannya kebijakan pengendalian impor cengkeh

memberikan hak oligopsonistik kepada industri rokok sehingga mampu

mengendalikan harga cengkeh di tingkat petani. Jadi, diberlakukan maupun tidak

diberlakukannya kebijakan pengendalian impor cengkeh di Indonesia akan

menyebabkan pengurangan atau penambahan dari impor cengkeh di Indonesia.

75
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan untuk menjawab rumusan

masalah yang ditentukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor cengkeh di Indonesia

adalah harga rill cengkeh dalam negeri, harga rill cengkeh impor, nilai tukar

rill rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, dan dummy kebijakan

pengendalian impor cengkeh yang tercantum pada kemenperindag :

528/MPP/Kep/7/2002. Faktor-faktor tersebut memiliki pengaruh dengan

ditunjukan oleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,5860. Hal tersebut

menjelaskan bahwa volume impor cengkeh di Indonesia mampu dijelaskan

oleh variabel-variabel bebas (harga rill cengkeh dalam negeri, harga rill

cengkeh impor, nilai tukar rill rupiah terhadap dollar Amerika, dan dummy

kebijakan pengendalian impor cengkeh) sebesar 58,60% sedangkan 41,40%

dijelaskan oleh variabel bebas lainnya yang tidak termasuk dalam model

penelitian. Untuk uji F menunjukan secara serentak (bersama-sama) variabel

bebas yang diteliti memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel

terikat.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor cengkeh di Indonesia :

a. Harga rill cengkeh dalam negeri memiliki pengaruh positif dan

berpengaruh nyata terhadap volume impor cengkeh di Indonesia pada

tingkat signifikansi 5% dengan taraf kepercayaan 95%.

76
b. Harga rill cengkeh impor memiliki pengaruh positif dan berpengaruh

nyata terhadap volume impor cengkeh di Indonesia pada tingkat

signifikansi 5% dengan taraf kepercayaan 95%.

c. Nilai tukar rill rupiah terhadap dollar Amerika Serikat memiliki

pengaruh negatif dan berpengaruh tidak nyata terhadap volume impor

cengkeh di Indonesia pada tingkat signifikansi 5% dengan taraf

kepercayaan 95%. Hal ini berarti bahwa jika terjadi depresiasi nilai mata

uang rupiah terhadap dollar Amerika Serikat maka akan menurunkan

volume impor cengkeh di Indonesia karena harga cengkeh dalam negeri

lebih murah dibandingkan dengan harga cengkeh impor.

d. dummy kebijakan pengendalian impor cengkeh memiliki pengaruh

negatif dan berpengaruh nyata terhadap volume impor cengkeh di

Indonesia pada tingkat signifikansi 5% dengan taraf kepercayaan 95%.

Hal ini berarti sebelum atau sesudah diterapkannya kebijakan

pengendalian impor cengkeh di Indonesia akan menentukan besar atau

kecilnya volume impor cengkeh di Indonesia.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini tentang

analisis faktor-faktor yang memepengaruhi volume impor cengkeh di Indoesia,

maka ada beberapa saran yang dapat diberikan sebagai berikut :

1. Pada proses pengeringan cengkeh diperlukan proses pengeringan yang lebih

baik agar dapat meningkatkan kualitas cengkeh Indonesia, yang merupakan

salah satu negara penghasil cengkeh terbesar. Peningkatan kualitas cengkeh

77
Indonesia dapat berpengaruh terhadap meningkatnya harga cengkeh

Indonesia di pasar Internasional. Hal tersebut akan lebih mengefektifkan

kebijakan pengendalian impor cengkeh yang telah ditetapkan oleh

pemerintah. Kebijakan pengendalian impor cengkeh dilakukan oleh

pemerintah dimaksudkan sebagai langkah untuk mengantisipasi lonjakan

impor cengkeh yang dapat mengakibatkan terjadinya penurunan harga

cengkeh dan pendapatan petani cengkeh di dalam negeri, dan untuk

meningkatkan kesejahteraan petani cengkeh dengan tetap memperhatikan

kepentingan industri pengguna cengkeh. Namun, pada kenyataannya dengan

diberlakukannya kebijakan pengendalian impor cengkeh memberikan hak

oligopsonistik kepada industri rokok sehingga mampu mengendalikan harga

cengkeh di tingkat petani.

2. Industri rokok kretek merupakan konsumen utama cengkeh dalam negeri,

maka dari itu demi menghindari penurunan harga cengkeh dalam negeri

diharapkan industri rokok menetapkan harga pembelian di tingkat petani

cengkeh dengan dukungan dana talangan dari pemerintah, menetapkan tarif

dan liberalisasi impor cengkeh, meminta asosiasi industri rokok menetapkan

harga pembelian cengkeh minimum di tingkat petani, dan membentuk

wadah masyarakat dan kemitraan strategis triparit Petani-GAPPRI-

Pemerintah (Dewan Percengkehan Nasional).

3. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini hanya menggunakan

empat variabel bebas, yaitu harga rill cengkeh dalam negeri, harga rill

cengkeh impor, nilai tukar rill rupiah terhadap dollar Amerika, dan dummy

78
kebijakan pengendalian impor cengkeh dalam kurun waktu tiga puluh tahun,

yaitu dari tahun 1986 hingga 2015. Oleh karena itu, perlu dilakukan

penelitian lanjutan dengan menambahkan variabel bebas ataupun rentan

waktunya, sehingga diharapkan menghasilkan pengaruh yang lebih besar

terhadap volume impor cengkeh di Indonesia.

79
DAFTAR PUSTAKA

Basri, Faisal. 2010. Dasar-Dasar Ekonomi Internasional : Pengenalan & Aplikasi


Metode Kuantitatif. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Direktorat Jenderan Perkebunan. 2016. Statistik Perkebunan Indonesia Cengkeh.


Jakarta : Kementerian Pertanian Republik Indonesia

Djalal, Nachrowi. 2008. Penggunaan Teknik Ekonometri : Pendekatan Populer


dan Praktis dilengkapi Teknik Analisis dan Pengolahan Data dengan
Menggunakan Paket Program SPSS. Jakarta : Rajawali Pers.

Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Ananlisis Multivariate dengan Program SPSS.


Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Handayani, Malisa Rachma. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Impor Durian di Indonesia. [Skripsi]. Jakarta. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.

Heryanto dan Lukman. 2008. Statistik Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penelitian


Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Iswahyuni. 2015. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impor Komoditas Apel


Indonesia. [Skripsi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Kementerian Pertanian. 2014. Buku Statistik Perkebunan Indonesia. Jakarta :


Direktorat Jenderal Perkebunan

Kotler dan Amstrong. 2004. Prinsip-Prinsip Marketing, Edisi Ketujuh. Jakarta :


Salemba Empat.

Lipsey, Richard. G. 1997. Pengantar Mikroekonomi Edisi Kedelapan. Jakarta :


PT Gelora Aksara Pratama

Manik, Lusiana. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan


Impor Bawang Merah dan Kentang Indonesia (periode 2001-2010).
[Skripsi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor

Mankiw, N. Gregory, Euston Quah, dan Peter Wilson. 2012. Pengantar Ekonomi
Makro Edisi Asia Volume 2. Penerjemah Biro Bahasa Alkemis. Jakarta :
Salemba Empat.

Masyhuri. 2007. Ekonomi Mikro. Malang : UIN-Malang Press

80
Namira, Yona. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor Beras di
Indonesia. [Skripsi]. Jakarta. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta

Nazir. 2009. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia

Nopirin, Ph. D. 1999. Ekonomi Internasional Edisi ketiga. Yogyakarta : BPFE-


Yogyakarta

Pindyk, Robert S., Daniel L. Rubinfeld. 2007. Mikroekonomi Edisi Keenam.


Jakarta : PT. Indeks

Purwanto, Tri. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor Kacang


Kedelai Nasional Periode 1987-2007. [Skripsi]. Bogor. Institut Pertanian
Bogor

Rosadi, Dedi. 2012. Ekonometrika dan Analisis Runtun Waktu Terapan dengan
Eviews. Yogyakarta : CV ANDI OFFSET

Rosita, Ilma Yuni. 2016. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume


Ekspor Biji Kakao Indonesia ke Malaysia. [Skripsi]. Jakarta. Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sarwono, Jonathan. 2013. Statistik Multivariat Aplikasi Untuk Riset Skripsi.


Yogyakarta : CV ANDI OFFSET

Setiawan dan Dwi Endah Kusrini. 2010. Ekonometrika. Yogyakarta : CV. Andi
Offset.

Simatupang, Pantjar. 2003. Opsi Kebijakan Memulihkan Anjlok Harga Cengkeh.


Bogor : Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian. Vol. 1, No. 4 : 49-61.

Situmeang, Tati Herlina. 2008. Analisis Produksi, Konsumsi, dan Harga Cengkeh
Indonesia. [Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Sugiyono. 2008. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : CV ALFABETA

Sukirno, Sadono. 2004. Makro Ekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga. Jakarta :
PT RajaGrafindo Persada

Sunyoto, Danang. 2010. Uji KHI Kuadrat & Regresi Untuk Penelitian.
Yogyakarta : Graha Ilmu

Suparmoko, M. 1999. Pengantar Ekonomika Makro. Edisi 4. Yogyakarta : BPFE-


Yogyakarta

81
Suwarto dan Oktavianty Yuke, 2012. “Budidaya 12 Tanaman Perkebunan
Unggulan”, Jakarta : Penebar Swadaya

Suwartono. 2014. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta : CV ANDI


OFFSET

Wahab, Solichin Abdul. 2012. Analisis Kebijakan Dari Formulasi ke Penyusunan


Model-Model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta : PT Bumi Aksara

Widarjono, Agus. 2013. Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya. Yogyakarta :


UPP STIM YKPN

Badan Pusat Statistik (BPS). 2016. Data Indeks Harga Konsumen Indonesia,
1996 – 2015. 1 Halaman. http://www.bps.go.id//. Diakses pada 18
September 2017. Pukul 12.32 WIB.

________________________. 2016. Statistik Harga Produsen Pertanian


Subsektor Tanaman Pangan, 1996 - 2015 Halaman 1.
http://www.bps.go.id//. Diakses pada 26 Januari 2017. Pukul 13.30 WIB.

________________________. 2016. Statistik Industri Manufaktur – Bahan Baku,


2006 – 2015. 1 Halaman. http://www.bps.go.id//. Diakses pada 26 Januari
2017. Pukul 15.00 WIB

Indikator Ekonomi. 2016. Data Indeks Harga Konsumen Amerika Serikat, 1996 –
2015. 1 Halaman. http://tradingeconomics.com//. Diakses pada 18
September 2017. Pukul 15.00 WIB.

Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2016. Informasi APBN 2016. 56


halaman. http://www.fiskal.depkeu.go.id//. Diakses pada 19 Januari 2017.
Pukul : 14.41 WIB.

UN Comtrade. 2016. Data Volume Impor Cengkeh Indonesia, 1996 – 2015. 1


Halaman. http://comtrade.un.org//. Diakses pada 23 Desember 2016. Pukul
09.30 WIB

____________. 2016. Data Harga Impor Cengkeh Indonesia, 1996 – 2015. 1


Halaman. http://comtrade.un.org//. Diakses pada 23 Desember 2016. Pukul
10.00 WIB

UNCTAD. 2014. Data Nilai Tukar Rupiah. 1 Halaman. http://unctad.org//.


Diakses pada 23 Desember 2016. Pukul 10.00 WIB

82
Lampiran 1. Indeks Harga Konsumen Indonesia 2012 = 100
Tahun IHK Indonesia 2012 = 100
1986 8,29
1987 9,07
1988 9,81
1989 10,43
1990 11,24
1991 12,30
1992 13,23
1993 14,51
1994 15,74
1995 17,22
1996 18,61
1997 19,76
1998 31,23
1999 38,73
2000 40,18
2001 44,79
2002 50,15
2003 53,55
2004 56,76
2005 62,67
2006 71,06
2007 75,61
2008 83,32
2009 87,03
2010 91,49
2011 96,42
2012 100,55
2013 106,99
2014 113,86
2015 123,08
Sumber : Badan Pusat Statistik (2017)

Keterangan : perhitungan indeks harga konsumen Indonesia 2012 = 100 ini


dengan menggunakan teknik tarik mundur dari tahun 2013 hitung
mundur hingga tahun 1986.

83
Lampiran 2. Indeks Harga Konsumen Amerika Serikat 2012 = 100
Tahun IHK Amerika Serikat 2012 = 100
1986 47,74
1987 49,52
1988 51,51
1989 53,99
1990 56,91
1991 59,32
1992 61,11
1993 62,92
1994 64,56
1995 66,38
1996 68,32
1997 69,91
1998 70,99
1999 72,55
2000 75,00
2001 77,12
2002 78,34
2003 80,12
2004 82,27
2005 85,05
2006 87,80
2007 90,31
2008 93,78
2009 93,44
2010 94,97
2011 97,97
2012 100
2013 101,46
2014 103,11
2015 103,23
Sumber : Indikator Ekonomi (2017)

Keterangan : perhitungan indeks harga konsumen Amerika Serikat 2012 = 100


dengan menggunakan teknik mengubah tahun dasar karena data
IHK Amerika Serikat yang diperoleh adalah data IHK Amerika
Serikat 2010 = 100

84
Lampiran 3. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda

Hasil Uji Multikolonieritas


Variable Coefficient Variance Uncentered VIF Centered VIF
C 15068056 16,17859 NA
X1 1,660009 6,061448 1,073602
X2 3,550010 2,152184 1,319613
X3 0,097578 14,22953 1,069894
X4 4935403 2,472936 1,318899

Hasil Uji Heteroskedastisitas


F-Statistic 1,819122 Prob. F(4,25) 0,1567
Obs*R-Squared 6,763273 Prob. Chi-Square(4) 0,1489
Scaled explained SS 5,067937 Prob. Chi-Square(4) 0,2804

Hasil Uji Autokorelasi


F-Statistic 2,538298 Prob. F(2,23) 0,1009
Obs*R-squared 5,424371 Prob. Chi-Square(2) 0,0664
Durbin-Watson stat 2,0292

85
Lampiran 4. Hasil Perhitungan Menggunakan Program Eviews 9

1. Hasil Uji Normalitas

2. Hasil Uji Multikolonieritas

3. Hasil Uji Heteroskedastisitas

86
Lampiran 4. Lanjutan.

4. Hasil Uji Autokorelasi

5. Hasil Uji Durbin Watson

6. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda

87
Lampiran 5. Kebijakan Pemerintah pada Industri Cengkeh di Indonesia
Tanggal Surat Keputusan Tentang
28 Desember 1969 Keppres RI tahun 1969 Impor Cengkeh
25 Juli 1970 SK Menperdag No. 167 Pelaksanaan Keppres RI
tahun 1970 tanggal 28 Desember
1969 dengan menetapkan
Badan Pengadaan
Cengkeh (BPC) sebagai
badan tunggal yang dapat
melakukan pengadaan
dan penyaluran cengkeh
di dalam negeri
Tahun 1980 Keppres No. 8 Tahun Tataniaga cengkeh hasil
1980 produksi dalam negeri
yang mengatur harga
dasar dan tataniaga
cengkeh dalam negeri
Tahun 1990 SK Menperdag No. 306 Pembentukan Badan
tahun 1990 Penyangga dan
Pemasaran Cengkeh
(BPPC)
Tahun 1990 SK Menperdag No. 307 Pembentukan Badan
tahun 1990 Cengkeh Nasional (BCN)
23 Januari 1991 SK Menperdag No. Struktur harga pembelian
23/KP/I/1991 cengkeh dari petani,
harga pembelian dari
KUD dan harga
penyerahan ke BPPC
30 Januari 1991 SKB Dirjen Perdagangan Harga pasti menurut
Dalam Negeri dan Dirjen tingkat kadar kotoran dan
Bina Usaha Koperasi No. kandungan air
1 tahun 1991
15 Mei 1991 SK Menperdag No. 125 Menentukan bahwa
tahun 1991 cengkeh adalah barang
yang diawasi,
penyimpanan,
pemindahan dan
pengangkutan harus
dengan ijin resmi
28 November 1991 SKB Menkeu dan Menetapkan keharusan
Menperdag No. 307 indsutri sigaret kretek
tahun 1991 untuk menyertakan tanda
bukti pembelian cengkeh
dari BPPC dalam
pemesanan pita cukai
sigaret kretek

88
Lampiran 5. Lanjutan.

Tahun 1992 Inpres No. 1 tahun 1992 Penetapan harga dasar


bagi pembelian cengkeh
oleh KUD
11 April 1992 Keppres No. 20 tahun Tataniaga cengkeh hasil
1992 produksi dalam negeri
22 April 1992 SK Menperdag No. Petunjuk pelaksanaan
19/IV/1992 Keppres No. 20 tahun
1992
29 April 1992 SKB Dirjen Perdagangan Petunjuk pelaksanaan
Dalam Negeri dan Dirjen Keppres No. 20 tahun
Koperasi No. 1992
03/DAGRI/KPB/IV/1992
dan No.
05/BUK/SKB/IV/1992
Tahun 1996 Inpres No. 04 tahun 1996 Tataniaga cengkeh hasil
produksi dalam negeri
Tahun 1996 SK Menperindag No. 114 Pengaturan kembali
tahun 1996 mengenai tataniaga
cengkeh hasil produksi
dalam negeri
Tahun 1996 SK Menkop/PPK No. Pengaturan kembali
335 tahun 1996 mengenai tataniaga
cengkeh hasil produksi
dalam negeri
Tahun 1998 Keppres No. 21 tahun BPPC resmi dibubarkan
1998 dan Keppres No. 20
tahun 1992 tidak berlaku
lagi
5 Juli 2002 Surat Keputusan Pengendalian Impor
Menperindag No. Cengkeh
528/MPP/Kep/7/2002

89
Lampiran 6. Surat Keputusan Menperindag No. 528/MPP/Kep/7/2002

KETENTUAN IMPOR CENGKEH


(Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 528/MPP/Kep/7/2002 tanggal 5
Juli 2002)
MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN RI.

Menimbang :
a. bahwa dalam rangka mengantisipasi lomjakan impor cengkeh yang mengakibatkan terjadinya
penurunan harga cengkeh dan pendapatan petani cengkeh di dalam negeri, maka untuk
meningkatkan kesejahteraan petani cengkeh� dengan tetap memperhatikan kepentingan
Industri pengguna cengkeh dipandang perlu untuk menetapkan ketentuan impor cengkeh;
b. bahwa untuk itu perlu dikeluarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan.

Mengingat :
1. Bedrijfreglementerings Ordonnantie 1934 (Staatsblad Tahun 1938 n0. 86) sebagaimana telah
diubah dan ditambah;
2. Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World
Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (LN Tahun
1994 No. 57, TLN No. 3564);
3. Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (LN Tahun 1995 No. 75, TLN No.
3612);
4. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (LN No. Tahun 1999
No. 42, TLN No. 38212);
5. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat (LN No. Tahun 1999 No. 33, TLN No. 3806);
6. Peraturan Pemerintah No. 81Tahun 1999 tentang Pengawasan Rokok Bagi Kesehatan
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 2000;
7. Keputusan presiden Republik Indonesia No. 260 Tahun 1967 tentang Penegasan Tugas dan
Tanggung Jawab Menteri Perdagangan Dalam Bidang Perdagangan Luar Negeri;
8. Keputusan presiden Republik Indonesia No. 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan
Kabinet Gotong Royong;
9. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen;
10. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan
Tugas Eselon I Departemen;
11. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 299/MPP/Kep/7/1997 tentang
Ketentuan Umum di Bidang Impor;
12. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 230/MPP/Kep/7/1997 tentang Barang
yang diatur Tata Niaga Impornya; sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 192/MPP/Kep/6/2000;
13. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 550/MPP/Kep/10/1999 tentang
Angka Pengenal Impor (API) sebagaimana telah diubah dengan keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan No. 253/MPP/Kep/7/2000;
14. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 86/MPP/Kep/3/2001 tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perindustrian dan Perdagangan;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK
INDONESIA TENTANG KETENTUAN IMPOR CENGKEH
Pasal 1

90
Lampiran 6. Lanjutan.
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
a. Cengkeh adalah Bunga cengkeh (Pos tarip HS. 0907.00.100) dan Cengkeh Lain-lain (Pos
tarip HS. 0907.00.900).
b. Importir Cengkeh adalah Industri Pengguna Cengkeh pemilik Angka Pengenal Impor
Produsen (API-P) atau Angka Pengenal Impor Terbatas (API-T) yang disetujui untuk
mengimpor cengkeh yang diperlukan semata-mata untuk proses produksinya.
c. Dirjen PLN adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen Perindustrian
dan Perdagangan.
d. Dirjen IKAH adalah Direktur Jenderal Industri Kimia, Agro dan Hasil Hutan Departemen
Perindustrian dan Perdagangan
e. Dirjen PDN adalah Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perindustrian
dan Perdagangan.
f. Rekomendasi adalah surat yang diterbitkan oleh instansi/unit terkait yang memberikan
penjelasan secara teknis dan bukan merupakan izin/persetujuan impor.

Pasal 2
Untuk dapat diakui sebagai Importir Cengkeh, perusahaan yang bersangkutan wajib mengajukan
permohonan kepada Dirjrn PLN, dengan melampirkan :
a. Izin Usaha Industri/Tanda Daftar Industri atau setara deri Departemen Teknis/Lembaga
Pemerintah Non Departemen yang membidangi usaha tersebut;
b. Angka Pengenal Impor Produsen (API-P) atau Angka Pengenal Impor Terbatas (API-T);
c. Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
d. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Pasal 3
(1) Perusahaan yang dapat mengimpor cengkeh adalah Importir cengkeh yang sudah mendapat
pengakuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(2) Setiap kali importasi harus mendapatkan persetujuan Impor yang memuat jumlah, jenis dan
waktu pengimporan.
(3) Persetujuan impor cengkeh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dikeluarkan oleh Dirjrn PLN
berdasarkan rekomendasi Dirjen IKAH dan sesuai dengan persetujuan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan.
Pasal 4
Importir Cengkeh yang mendapat persetujuan Impor wajib menyampaikan laporan realisasi impor
secara tertulis kepada Dirjrn PLN dengan tembusan kepada Dirjen IKAH dan Dirjen PDN.
Pasal 5
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam keputusan ini dapat dikenakan sanksi pembekuan atau
pencabutan API-P dan API-T.
Pasal 6
Bagi Perusahaan pemegang API yang membuka L/C-nya sebelum tanggal ditetapkan Keputusan
ini masih dapat melaksanakan Impor cengkeh dengan syarat barangnya harus sudah tiba di
pelabuhan tujuan Indonesia selambat-lambatnya tanggal 5 Agustus 2002.
Pasal 7
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman keputusan ini dengan


menempatkan dalam Berita Negara Republik indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 5 Juli 2002
MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
RINI M SUMARNO SOEWANDI

91

Anda mungkin juga menyukai