Larasati Hardian
1113092000037
Larasati Hardian
1113092000037
Skripsi
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada
Program Studi Agribisnis
DATA DIRI
No. HP : 089506185694
Email : rashardian@gmail.com
RIWAYAT PENDIDIKAN
PENGALAMAN ORGANISASI
PENGALAMAN KERJA
v
RINGKASAN
vi
Saran dari penelitian ini yaitu pengrajin sudah harus memikirkan untuk
mengembangkan usahanya, terutama untuk olahan opak singkong dengan nilai
tambah tertinggi dan tapai singkong dengan pendapatan tertinggi sebagai
pertimbangan untuk fokus pengembangan produk serta strategi yang dihasilkan
dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pengrajin dan pemerintah untuk
meningkatkan potensi dari agroindustri olahan singkong.
vii
KATA PENGANTAR
SWT, sang penguasa semesta alam, berkat rahmatnya, penulis dapat menyusun
keluarga dan para sahabatnya yang telah membawa dunia jahiliyah ke dunia
bimbingan dari berbagai pihak. Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
kepada:
1. Kedua orang tua, Bapak Muharjaya dan Ibu Widianengsih, berkat motivasi,
dukungan materi, dan tenaga dari keduanya, penulis dapat menyusun dan
2. Ibu Eny Dwiningsih STP, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah
3. Ibu Dewi Rohma Wati SP, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah
viii
dan membantu memberikan saran untuk menyempurnakan skripsi ini.
6. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi
7. Bapak Dr. Ir. Edmon Daris, MS selaku ketua program studi Agribisnis
Sepatan Timur yang telah menerima dan memberikan data kepada penulis
11. Ibu Lidya Sinabang dari Dinas Pertanian Kabupaten Tangerang yang telah
12. Ibu Dewiyanti dan Ibu Asma dari Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten
penulis butuhkan.
13. Ibu Syafreen Nuraeni sebagai owner ‘Keripik Dalma’ yang telah melayani
ix
penulis menyelesaikan skripsi.
15. Dhea Risqi Pentana yang sudah memberikan saran, semangat, kesabaran,
akhir.
16. Sahabat-sahabat Victual (Aulia, Arum, Mike, dan Anty), berkat saran,
semangat, dan kebersamaan yang telah tercipta selama lebih dari 10 tahun
membuat penulis lepas dari rasa jenuh dalam menyelesaikan tugas akhir.
17. Teman-teman satu kosan (Mumut dan Astrid) berkat semangat, saran,
sebagai teman curhat, dan selalu menemani saat di kosan sampai penulis
18. Teman-teman AKK (Ririn, Widya, Eka, Maw, dan Ayu) yang bersama-
Elma, Dohiyah, Molly, Aisyah, Anggi, Mutia, Iyong, Siska, Desi, Millah,
Ria, Eki, Egi, Adam, Ojan, Andika, Rizki, Kipli, Hardika, dan lainnya yang
tidak disebutkan satu persatu) yang terus saling mendukung satu sama lain.
20. Pihak lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan agar penulis menjadi lebih baik.
Akhir kata, semoga skripsi ini memberikan manfaat untuk berbagai pihak.
Penulis
x
DAFTAR ISI
RINGKASAN ................................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................... 5
1.5 Ruang Lingkup Penelitian........................................................ 6
xi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
xii
5.2.6 Analisis Pendapatan Tepung Gaplek ............................... 85
xiii
DAFTAR TABEL
No. Halaman
xiv
26. Analisis Pendapatan Kerupuk Singkong dalam Satu Bulan........................ 84
27. Analisis Pendapatan Tepung Gaplek dalam Satu Bulan ............................. 85
28. Hasil Penghitungan Nilai Tambah dan Pendapatan Tanpa
Menggunakan Upah Tenaga Kerja ............................................................ 87
29. Hasil Penghitungan Nilai Tambah dan Pendapatan dengan
Memasukkan Tenaga Kerja ....................................................................... 88
30. Nilai Tengah Produk Olahan Singkong ..................................................... 89
31. Kekuatan dan Kelemahan IRT Olahan Singkong di Kecamatan
Sepatan Timur........................................................................................... 90
32. Data Penggunaan Lahan di Kecamatan Sepatan Timur .............................. 93
33. Peluang dan Ancaman IRT Olahan Singkong di Kecamatan
Sepatan Timur........................................................................................... 95
34. Luas Lahan, Produktivitas, dan Produksi Singkong Kabupaten
Tangerang ................................................................................................. 98
35. Matriks SWOT Pengembangan Produk Olahan Singkong di
Kecamatan Sepatan Timur ........................................................................ 101
36. Implikasi Manajerial dan Strategi untuk Perbaikan Kelemahan di
Tingkat Produksi ....................................................................................... 109
xv
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
Agenda Prioritas (Nawa Cita) yang berfokus pada peningkatan agroindustri dan
agroindustri rumah tangga yang ada di Indonesia yaitu 2.437.624 rumah tangga
penyediaan barang dan jasa pendukung yang merupakan peluang usaha dan dapat
membuka lapangan pekerjaan. Salah satu daerah yang mempunyai rencana tata
1
Pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan pertanian di Kabupaten
Kawasan agropolitan yang dimaksud adalah kawasan yang meliputi satu atau lebih
pusat kegiatan pada wilayah pedesaan sebagai sistem produksi pertanian dan
pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan
fungsional dan hirarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.
ditanaman yaitu padi, sayur-sayuran, dan bawang merah. Tidak ada yang
petani tidak berminat dan tidak ada lahan kosong yang dapat digunakan. Padahal
terdapat banyak industri rumah tangga (IRT) yang membuat olahan singkong di
Kecamatan Sepatan Timur. Singkong atau ubi kayu merupakan tanaman yang
yaitu mudah diolah menjadi berbagai macam produk. Semua bagian dari singkong
dapat dimanfaatkan dan tidak ada yang terbuang jika pengolahaanya tepat, seperti
2
di Kecamatan Sepatan Timur, daging singkong dibuat menjadi berbagai macam
produk, hasil sampingan pengolahan tapai yaitu kerikan daging singkong dapat
diolah menjadi kerupuk dan ujung potongan singkong dapat diolah menjadi tepung.
singkong untuk diolah menjadi bahan makanan, yaitu tepung gaplek. Keterampilan
ini didapat secara turun temurun dari keluarga dan sudah ada selama puluhan tahun,
tepatnya sudah ada dari sebelum tahun 1990. Terdapat 84 industri rumah tangga
olahan singkong dan setiap pengrajin sudah mempunyai pelanggan tetap untuk
membeli produknya dan setiap harinya produk yang dihasilkan akan habis dibeli
konsumen. Dekatnya tempat produksi dengan konsumen karena dekat dengan pasar
Satu pengepul yang ada di Desa Gempol Sari, Kecamatan Sepatan Timur
dalam sehari dapat menurunkan singkong 1,5 ton dan di bulan Ramadhan
jumlahnya akan bertambah menjadi dua kali lipat menjadi 3 – 4 ton. Terdapat pula
pengepul singkong lain yang ada di pasar Kecamatan Sepatan Timur yang juga
berkembang walapun sudah ada sejak lama. Tingkat pendidikan yang rendah,
3
minimnya penguasaan teknologi, pengemasan yang masih sederhana, serta belum
tangga olahan singkong. Ketersediaan sumber daya manusia yang memadai yang
telah melakukan usaha selama bertahun-tahun ditambah dengan sudah adanya pasar
Timur. Enam produk olahan singkong yang ada, yaitu tapai, opak, enyek-enyek,
keripik, kerupuk, dan tepung perlu dianalisis produk mana yang mempunyai nilai
tambah tertinggi dan yang menghasilkan pendapatan terbesar untuk dijadikan fokus
rumah tangga yang memproduksi olahan singkong menjadi tapai, opak, keripik,
Kecamatan Sepatan Timur masih tergolong industri mikro atau rumah tangga yang
Perlu adanya fokus produk agar pemerintah lebih mudah dalam membina pengrajin
4
Kecamatan Sepatan Timur yang dihasilkan dan dapat dipilih untuk dijadikan fokus
1. Berapa nilai tambah per produk yang diperoleh dari pengolahan singkong di
Sepatan Timur?
sebagai berikut:
5
1. Bagi penulis, penelitian ini dapat dijadikan tambahan pengalaman dan
Tangerang.
3. Bagi pemilik usaha, diharapkan dapat menjadi bahan refrensi dan informasi
sejenis dan sumber informasi bagi yang ingin melakukan usaha olahan
singkong.
Tangerang. Komoditi yang menjadi objek penelitian yaitu produk olahan singkong
penelitian pada analisis nilai tambah, analisis pendapatan dan efisiensi usaha, serta
Sepatan Timur yang memproduksi tapai, keripik, enyek-enyek, opak, kerupuk, dan
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agroindustri
mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi
menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi penggunaannya, termasuk jasa
pertanian primer menjadi produk olahan baik produk antara (intermediate product)
agroindustri dapat diartikan dua hal, (1) agroindustri adalah industri yang berbahan
baku utama produk pertanian, (2) agroindustri yaitu suatu tahapan pembangunan
menengah, dan besar. Pengertian usaha mikro, kecil, menengah, dan besar sesuai
1. Usaha mikro
Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan
usaha perorangan yang memenuhi kriteria, yaitu : (a) memiliki kekayaan bersih
7
paling banyak Rp 50.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
2. Usaha Kecil
Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan anak perusahaan
atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung atau tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang
dan bangunan tempat usaha; atau (b) memiliki hasil penjualan tahunan lebih
3. Usaha Menengah
Usaha menegah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan anak perusahaan
atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung tau tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar dengan
jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam
tanah dan bangunan tempat usaha; atau (b) memiliki hasil penjualan tahunan
8
4. Usaha Besar
Usaha makro adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha
dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari
usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha
dalam perekonomian Indonesia. Usaha mikro atau industri rumah tangga memiliki
2015:9). Daun ubi kayu termasuk daun majemuk menjari dengan anak daun
ukuran akar akan membesar mengalahkan ukuran akar lainnya. Akar yang
membesar inilah yang disebut sebagai ubi kayu. Umbi ini memiliki kulit ari
9
berwarna coklat, sedangkan kulit dalamnya ada yang berwarna kemerahan atau
putih dengan warna daging kuning atau putih (Djaafar dan Siti, 2003:13).
ubi kayu atau biasa disebut singkong menjadi bahan pokok setelah beras dan
Ubi kayu atau singkong terbagi atas dua jenis, yaitu singkong pahit dan tidak
pahit. Singkong pahit mengandung hidrosianida (HCN) lebih dari 100 ppm (mg/kg
berat bahan basah) dan mengandung karbohidrat yang tinggi sehingga baik
hidrosianida (HCN) kurang dari 50 ppm sehingga aman untuk dikonsumsi dan
dalam ubi kayu akan mempengaruhi rasa. Terlihat pada Tabel 1, ubi kayu dengan
kandungan HCN kurang dari 50 ppm umumnya memiliki rasa yang enak
(cenderung agak manis), sedangkan ubi kayu dengan kandungan HCN lebih dari 50
ppm memiliki rasa pahit. Ubi kayu setelah dikukus matang, yang mempunyai
tekstur lunak dikategorikan ke dalam ubi kayu bertekstur remah, sedangkan ubi
Ubi kayu adalah tanaman yang memiliki adaptasi sangat luas sehingga
Tanaman ubi kayu dapat tumbuh dengan baik pada kondisi tanah masam, sampai
10
basa, kandungan Al dan berbagai hara mikro relatif tinggi (dimana untuk tanaman
lain mungkin dapat keracunan), kandungan hara makro (kecuali N dan K) rendah,
hara P yang rendah karena tanaman ubi kayu mempunyai michoriza yang sangat
efektif dalam menyediakan hara P, dan sifat fisik tanah yang kurang baik (Islami,
2015:35). Tanaman ubi kayu dapat tumbuh dengan baik di suhu yang relatif panas
(25-29oC) dengan suhu minimal sekitar 10oC, jika di bawah itu pertumbuhan
11
2.3 Produk Olahan Singkong
Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu bahan pangan yang mudah
dari daun, batang, hingga dagingnya. Produk turunan dari singkong dapat dilihat
pada Gambar 1.
diantaranya tapai, opak, enyek-enyek, keripik, dan kerupuk. Bahan makanan yang
1. Tapai Singkong
Tapai singkong adalah makanan yang berasal dari hasil proses fermentasi
singkong menggunakan ragi. Melalui proses fermentasi zat pati yang terdapat pada
singkong diubah menjadi gula, sehingga rasa asli singkong yang cenderung tawar
12
berubah menjadi manis keasam-asaman dan tekstur yang semula keras menjadi
Belanda menemukan bahwa ragi tapai yang terbuat dari sejenis jamur tertentu untuk
fermentasi singkong menjadi tapai hanya bisa ditemui di Indonesia, dan hanya bisa
bekerja di suhu hangat pada pada daerah beriklim tropis seperti Indonesia
(Handoko, 2009:71). Bisa dikatakan tapai singkong merupakan makanan khas asli
Indonesia.
Tapai singkong bisa dimakan langsung tanpa campuran apapun dan juga
dapat dicampurkan ke dalam aneka jenis minuman seperti es dawet dan es doger
serta digunakan untuk campuran makanan seperti roti dan bolu untuk menambah
2. Keripik Singkong
cukup digemari. Keunggulan keripik singkong adalah selain rasanya yang gurih,
renyah juga karena harganya yang terjangkau dan mudah didapatkan. Di pasaran
saat ini banyak beredar jenis keripik singkong dalam bungkus yang menarik
3. Opak Singkong
berbahan dasar singkong yang ditumbuk kemudian diberi bumbu rasa. Opak
13
singkong mempunyai rasa yang gurih sehingga cocok disajikan sebagai cemilan
saat bersantai.
4. Enyek-enyek
Enyek-enyek adalah olahan kering tradisional dengan bahan baku ubi kayu
dan penambahan bumbu seperti cabai dan daun bawang. Prinsip dasar pembuatan
5. Kerupuk Singkong
tersebut dibuat adonan dengan mencampur berbagai bumbu rasa dan sedikit tepung
Adonan yang telah dingin diiris tipis lalu dijemur hingga kering sebelum digoreng.
6. Tepung Gaplek
powder) dibuat dari singkong yang telah dikupas, dicuci, lalu di belah menjadi
beberapa irisan. Irisan singkong tersebut dijemur hingga kering. Singkong yang
kering inilah disebut gaplek atau tatal. Gaplek tersebut kemudian digiling hingga
suatu perubahan nilai yang terjadi karena adanya perlakuan terhadap suatu input
pada suatu proses produksi. Sedangkan menurut Badan Pusat Statistis (BPS, 2017)
nilai tambah adalah besarnya output dikurangi besarnya nilai input. Agroindustri
14
menjadi pusat rantai pertanian yang berperan penting dalam meningkatkan nilai
tambah produk pertanian di pasar (Austin dalam Marimin dan Slamet, 2010:172).
perlakuan untuk komoditas pertanian yang mudah rusak dan kamba, yaitu
kegunaan atau menambah nilai tambah sehingga harga produk komoditas pertanian
menjadi tinggi (Marimin dan Maghfiroh, 2010:129). Besarnya nilai tambah karena
proses pengolahan didapat dari pengurangan biaya bahan baku dan input lainnya
terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga kerja (Sudiyono
dalam Marimin dan Maghfiroh, 2010:130). Dengan kata lain, nilai tambah
menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal, dan manajemen yang dapat
K = Kapasitas produksi
H = Harga output
15
L = Nilai input lain (nilai dan semua korbanan yang terjadi selama proses perlakuan
Terdapat tiga cara dalam menganalisis nilai tambah, yaitu analisis nilai
tambah bruto, analisis nilai tambah neto, dan analisis nilai tambah metode hayami.
Menurut BPS (2017) terdapat dua jenis nilai tambah, yaitu Nilai Tambah Bruto
(NTB) dan Nilai Tambah Neto (NTN). NTB dari suatu unit produksi dihitung dari
nilai output bruto atas harga jual produsen dikurangi nilai input-antara atas dasar
harga pasar. Karena itu NTB juga disebut sebagai nilai tambah atas harga pasar.
Sedangkan NTN adalah NTB dikurangi pajak tak langsung dan penyusutan.
Namun, karena data pajak tak langsung dan penyusutan pada umumnya terbatas,
maka konsep nilai tambah yang digunakan pada umumnya adalah NTB. Dalam
perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB), NTB juga digunakan sebagai dasar.
yang dihasilkan dari satu-satuan input, faktor koefisien tenaga kerja yang
satu-satuan input, dan nilai produk yang menunjukkan nilai output yang dihasilkan
dari satu-satuan input. Kelebihan dari analisis nilai tambah oleh Hayami adalah:
kerjanya).
16
2.5 Konsep Biaya
usaha yaitu biaya tetap, biaya tidak tetap, biaya tunai, dan biaya tidak tunai (biaya
diperhitungkan).
a. Biaya tetap tidak akan berubah pada tingkat di mana dalam jangka pendek
jumlah dari biaya tetap berubah. Sepanjang tidak dibutuhkan suatu input tetap
dalam jangka panjang, biaya tetap hanya akan berharga untuk jangka pendek
b. Biaya Tidak Tetap (variable cost) yaitu biaya yang besar kecilnya dipengaruhi
oleh produksi yang diperoleh. Biaya tidak tetap berubah-ubah sesuai dengan
kebutuhan ouput. Contoh biaya tidak tetap yaitu biaya untuk sarana produksi
pembelian barang dan jasa bagi keperluan usaha. Contoh biaya tunai dari biaya
tetap dapat berupa pajak tanah dan pajak air. Biaya tunai yang sifatnya variabel
antara lain berupa biaya untuk pemakaian input, sewa mesin, dan tenaga kerja
d. Biaya Tidak Tunai (diperhitungkan) didefinisikan sebagai nilai barang dan jasa
yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit. Biaya diperhitungkan yang
17
termasuk biaya tetap antara lain sewa lahan, penyusutan alat-alat pertanian,
bunga kredit, dan lain-lain, sedangkan yang diperhitungkan dari biaya variabel
antara lain biaya untuk tenaga kerja, biaya pengupasan dan pengolahan tepung
dari keluarga.
penerimaan dan pengeluaran dengan beberapa ukuran pendapatan usaha antara lain:
a. Pendapatan kotor usaha didefinisikan sebagai nilai produk total usaha dalam
jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual atau ukuran
hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usaha. Jangka waktu
pembayaran, dan disimpan atau ada di gudang pada akhir tahun. Menghindari
tetapi dijual atau digunakan pada saat pembukuan, tidak dimasukkan ke dalam
pendapatan kotor. Istilah lain dari pendapatan kotor ialah nilai produksi (value
b. Pengeluaran total usaha adalah didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang
habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi tetapi tidak termasuk tenaga
kerja keluarga. Apabila data tersedia, maka cara yang dapat dilakukan ialah
18
c. Apabila dalam suatu usaha digunakan mesin-mesin atau peralatan, harus
d. Pendapatan bersih usaha adalah selisih antara pendapatan kotor usaha dengan
kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang
diinvestasikan.
penghasilan yang diperoleh dari usaha untuk keperluan keluarga dan merupakan
imbalan terhadap semua sumberdaya milik keluarga yang dipakai dalam usaha.
atau penaksiran kembali dengan mengkalikan jumlah produksi dan harga per
kesatuan.
menghasilkan pendapatan kotor kecuali upah tenaga kerja, bunga seluruh aktiva
19
e. Pendapatan bersih, adalah selisih dari pendapatan kotor dengan biaya
mengusahakan.
f. Pendapatan petani, yaitu pendapatan kotor dikurangi biaya alat-alat luar dan
kombinasi antara faktor produksi yang digunakan dalam kegiatan produksi untuk
menghasilkan output yang optimal. Tersedianya faktor produksi atau input belum
tentu membuat produktifitas yang diperoleh menjadi tinggi, tetapi harus ada upaya
perusahaan, agar biaya dan hasil yang didapatkan harus diadakan perhitungan untuk
mengetahui pendapatan dan efisiensi serta tingkat resiko dari usahatani tersebut
(Shinta, 2011:76).
1. Efisiensi teknis jika faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi yang
optimum.
20
2. Efisiensi alokatif (efisiensi harga) jika nilai produk marginal sama dengan harga
efisien jika mampu menghasilkan output yang lebih besar dengan menggunakan
input tertentu. Efisiensi dalam pekerjaan dapat dilihat dari hasil yang diperoleh dari
1. Segi hasil, suatu pekerjaan dapat dikatakan efisien bila dengan usaha tertentu
dapat diperoleh hasil yang maksimal, baik dalam kualitas maupun kuantitas
2. Segi usaha, suatu pekerjaan dikatakan efisien jika hasil tertentu dapat dicapai
Efisien tidaknya suatu usaha ditentukan oleh besar kecilnya hasil yang
diperoleh serta besar kecilnya biaya yang diperlukan untuk memperoleh hasil
dapat diukur dari besarnya nilai produksi yang dapat dicapai atas nilai produksi
tertentu sehingga dapat dilihat tambahan yang diperoleh dari setiap Rp 1 yang
perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya atau R/C ratio. Semakin
besar R/C ratio maka akan semakin besar pula keuntungan yang diperoleh sehingga
2013:58).
21
2.8 Pengembangan Produk
strategi untuk pertumbuhan perusahaan dengan menawarkan produk baru atau yang
Ketersediaan bahan baku untuk usaha agroindustri harus tersedia tepat waktu
dari segi kuantitas dan kualitas serta tersedia secara berkelanjutan (kontinuitas).
Secara kuantitas, bahan baku tersedia secara cukup setiap diperlukan. Hal ini
tidak mudah karena produk pertanian yang dipakai menjadi bahan baku
biasanya bersifat musiman. Dari sisi kualitas, bahan baku harus tersedia secara
bahan baku akan mempengaruhi proses produksi, untuk itu ketersediaan bahan
panjang.
22
bahan baku. Untuk itu perlu dikembangkan program kemitraan antra industri
3. Kemampuan berkompetisi
perlu diketahui agar dapat menentukan strategi yang harus diterapkan pelaku
usaha.
(2008:118) yaitu:
dengan menawarkan produk yang lebih baru dari pada produk sebelumnya.
2. Untuk mempertahankan daya saing terhadap produk yang sudah ada, yaitu
Bentuknya bisa bertambah terhadap lini yang sudah ada maupun revisi
23
b. Konsep produk didefinisikan dengan baik
Penelitian terkait nilai tambah dan pendapatan dari produk olahan sudah
banyak dilakukan, baik menggunakan metode yang sama maupun berbeda. Salah
Jawa Barat (studi kasus Desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat profitabilitas dan nilai
tambah yang diberikan dari industri kecil tapioka, serta mengetahui prospek
pengembangannya dilihat dari adanya ketersediaan input dan peluang pasar. Alat
analisis yang digunakan yaitu R/C ratio, analisis titik impas, analisis nilai tambah
menunjukkan bahwa rataan rendemen bahan baku menjadi tapioka yaitu sebesar
21,67% dan ampas sebesar 6,04% sehingga industri kecil tapioka masih
memberikan keuntungan kepada pengrajin tapioka dengan R/C rasio lebih dari 1.
Nilai tambah yang diberikan oleh industri kecil tapioka yaitu 17,09%. Potensi dan
prospek pasar tepung tapioka bagi industri kecil akan sangat cerah melihat semakin
berkembang industri olahan makanan di Jawa Barat dan Indonesia, serta tidak
24
Pekanbaru. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui besarnya biaya,
Pekanbaru serta mengetahui tingkat efisiensi dan besarnya nilai tambah produk dari
R/C rasio, analisis pendapatan usaha, dan analisis nilai tambah dengan metode
hayami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total biaya yang dikeluarkan oleh
dan nilai profitabilitas usaha agroindustri tapai singkong sebesar 57,85 persen.
Usaha agroindustri tapai singkong sudah efisien karena nilai R/C rasio lebih dari
satu yaitu sebesar 1,59 berarti bahwa setiap Rp 1.00 biaya yang dikeluarkan dalam
usaha agroindustri tapai singkong memberikan penerimaan sebesar 1,59 kali dari
biaya yang telah dikeluarkan. Nilai tambah yang diperoleh dari tapai singkong
penelitian mengenai analisis nilai tambah pengolahan ubi kayu menjadi tapai ubi
(studi kasus: Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota
Medan). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pengolahan ubi kayu
menjadi tapai ubi, menghitung dan menganalisis besarnya nilai tambah yang
dihasilkan dari proses pengolahan ubi kayu menjadi tapai ubi, serta menghitung dan
25
menganalisis besarnya pendapatan usaha tapai ubi di Kelurahan Baru Ladang
tambah digunakan metode nilai tambah netto. Nilai tambah yang dihasilkan dari
pengolahan ubi kayu menjadi tapai ubi pada skala industri rumah tangga di daerah
tapai ubi di daerah penelitian sebesar Rp3.548.018,78 per bulan atau lebih besar
tambah pengolahan ubi kayu menjadi tela-tela (studi kasus usaha tela steak di
ubi kayu menjadi tela-tela dengan perhitungan laba-rugi untuk satu bulan,
keuntungan sebesar Rp 30.828.000 per dua puluh tiga kali proses produksi selama
satu bulan dan menciptakan nilai tambah sebesar Rp 15.488/kg bahan baku.
bagian singkong dengan baik sehingga tidak ada yang terbuang. Kulit singkong
dijadikan pakan ternak, hasil kerikan dari pembuatan tapai diolah menjadi kerupuk,
dan hasil potongan ujung singkong dari pembuatan tapai dikeringkan lalu digiling
26
menjadi tepung. Keahlian mengolah singkong didapat secara turun temurun dari
Timur masih dalam skala rumah tangga dengan proses pengolahan masih
adanya pembinaan untuk pengrajin. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji berapa
besar nilai tambah olahan singkong, berapa keuntungan yang didapat pengrajin, dan
dilakukan dengan analisis nilai tambah dan finansial usaha. Analisis nilai tambah
produksi yang menghasilkan, seperti nilai tambah dan rasio nilai tambah yang
kerugian yang diperoleh pengrajin olahan singkong. R/C rasio untuk melihat
apakah usaha olahan singkong tersebut efisiensi atau tidak. Hasil analisis akan
diketahui produk yang memiliki nilai tambah dan pendapatan tertinggi. Produk
dengan nilai tambah dan pendapatan tertinggi akan dianalisis lebih lanjut
27
menggunakan matriks SWOT untuk mengetahui pengembangan produk tersebut di
Kecamatan Sepatan Timur. Kerangka pemikiran pada penelitian ini dapat dilihat
pada Gambar 1.
P
Analisis Pengembangan Produk Olahan Singkong
SWOT di Kecamatan Sepatan Timur
Keterangan :
28
BAB III
METODE PENELITIAN
Sepatan Timur terdapat 84 industri rumah tangga (IRT) olahan singkong. Data ini
diperoleh dari hasil wawancara dengan ketua RT, pengepul singkong, dan IRT
olahan singkong yang ditemui. Jumlah tersebut merupakan gabungan IRT yang
konsisten dan tidak konsisten berproduksi setiap minggu karena terdapat pengrajin
baku yang digunakan, jumlah tenaga kerja, upah tenaga kerja, harga output, harga
bahan baku, dan nilai output lain. Tenaga kerja, harga output, dan harga bahan baku
adalah homogen karena bernilai sama. Jumlah input singkong yang digunakan
29
sesuai dengan kapasitas produksi dari pengrajin sehingga kriteria untuk total sampel
Populasi yang ada diklasifikasikan sesuai dengan jenis produk dan jumlah
variasi input singkong. Total sampel ditentukan secara purposive karena populasi
jumlah sampel yang besar, bahkan cukup mengambil satu sampel sehingga peneliti
mengambil satu sampel dari setiap variasi input singkong yang digunakan.
penarikan sampel dengan cara sampel yang dipilih pertama akan diminta untuk
memilih sampel berikutnya dan seterusnya sampai data dirasa cukup memadai
30
3.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan
data kualitatif. Data kuantitatif adalah data yang mengandung angka-angka atau
numerik tertentu (Juliandi dkk, 2014:85), dalam penelitian ini berupa data untuk
menghitung nilai tambah produk (jumlah output per produksi, jumlah bahan baku
yang digunakan per produksi, jumlah tenaga kerja, harga produk, biaya bahan baku,
produksi, biaya pemasaran, dan biaya penyusutan alat), serta data untuk
pengembangan (data produksi singkong dan data lahan Kecamatan Sepatan Timur
dan Kabupaten Tangerang). Data untuk menghitung nilai tambah dan pendapatan
didapat dari hasil wawancara dengan pengrajin olahan singkong. Data produksi
singkong dan lahan Kecamatan Sepatan Timur didapat dari Dinas Pertanian
Kabupaten Tangerang.
31
Data kualitatif adalah data bukan angka (Juliandi dkk, 2014:85). Data
Sepatan Timur. Data kualitatif dalam penelitian ini didapat dari hasil wawancara
secara lisan dengan narasumber dari pengrajin olahan singkong, Dinas Pertanian
sebagai berikut :
1. Wawancara
sudah disiapkan sebelumnya serta wawancara mendalam sesuai dengan tujuan dan
kebutuhan penelitian. Daftar pertanyaan dibuat agar wawancara lebih terarah dan
menghasilkan data kuantitatif (data nilai tambah dan data pendapatan) serta data
2. Observasi
hanya sebatas pada orang tetapi juga objek-objek yang lain. Dalam penelitian ini,
32
peneliti melakukan observasi partisipan, yaitu pengamatan dengan terjun langsung
proses produksi mulai dari cara pembuatan, penggunaan bahan, dan penggunaan
alat-alat yang bertujuan untuk mencocokkan jawaban dari hasil wawancara kepada
3. Studi Pustaka
Analisis data dilakukan dibagi menjadi dua, yaitu analisis kuantitatif dan analisis
usaha, dan analisis efisiensi usaha, sedangkan analisis kualtitatif berupa analisis
Timur.
Metode analisis data yang digunakan untuk menghitung nilai tambah adalah
33
metode Hayami seperti pada Tabel 4 karena dengan metode Hayami, informasi
yang akan didapatkan lebih banyak. Analisis nilai tambah metode Hayami
2. Rasio nilai tambah terhadap jumlah produk yang dihasilkan dengan persen
3. Imbalan tenaga kerja dalam rupiah (Rp), menunjukkan upah yang diterima
4. Bagian tenaga kerja dalam persen (%), persentase imbalan tenaga kerja dari
nilai tambah.
diterima pemilik.
Menurut Hubeis dalam Nabilah, dkk (2015:14) terdapat tiga indikator rasio
1. Jika besarnya rasio nilai tambah kurang dari 15%, maka nilai tambahnya
rendah.
2. Jika besarnya rasio nilai tambah 15% - 40%, maka nilai tambahnya sedang.
3. Jika besarnya rasio nilai tambah lebih dari 40%, maka nilai tambahnya tinggi.
34
Tabel 4. Kerangka Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami
Variabel Nilai
Output, Input, dan Harga
1. Output (Kg/hari) A
2. Bahan Baku (Kg/hari) B
3.
2. Tenaga Kerja (jam/hari) C
4. Faktor Konversi D = A/B
5. Koefisien Tenaga Kerja (jam/kg) E = C/B
6. Harga Output (Rp/Kg) F
7. Upah Rata-rata Tenaga Kerja (Rp/jam) G
Pendapatan dan Keuntungan
8. Harga Bahan Baku (Rp/Kg) H
9. Harga Input Lain (Rp/Kg) I
10. Nilai Output (Rp/Kg) J = D×F
11. a. Nilai Tambah (Rp/Kg) K = J-H-I
b. Rasio Nilai Tambah (%) L% = ((K/J)×100%)
12. a. Pendapatan Tenaga Kerja (Rp/Kg) M = E×G
b. Pangsa Tenaga Kerja (%) N% = ((M/K)×100%)
13. a. Keuntungan (Rp/Kg) O = K-M
b. Tingkat Keuntungan (%) P% = ((O/J)×100%)
Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi
14. Marjin (Rp/Kg) Q = J-H
a. Imbalan tenaga kerja (%) R% = M/Q×100%
b. Sumbangan Input Lain (%) S% = I/Q×100%
c. Keuntungan Perusahaan (%) T% = O/Q×100%
Sumber: Marimin dan Maghfiroh (2010)
35
1. Struktur Penerimaan
yang diperoleh dengan harga jual, dituliskan secara matematis sebagai berikut:
TR = Y. Py
Keterangan :
TR = Total penerimaan
Biaya usaha adalah total dari biaya tetap dan biaya tidak tetap (Soekartawi,
TC = FC + VC
Keterangan :
TC = Total cost
3. Penyusutan Alat
Biaya penyusutan alat dihitung dengan metode garis lurus dengan rumus :
𝑁𝑏−𝑁𝑠
D=
𝑁
Keterangan :
Nb = Nilai baru
Ns = Nilai sisa
36
N = Usia ekonomis
4. Pendapatan Usaha
Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dan total biaya usaha (Soekartawi,
Pd = TR –TC
Keterangan :
Pd = Pendapatan usaha
TR = Total penerimaan
TC = Total biaya
Perhitungan efisiensi usaha digunakan Revenue Cost Ratio (R/C Ratio). R/C
rasio adalah perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya. Secara
Keterangan :
Jika R/C = 1 maka usaha olahan singkong impas, yaitu usaha memberikan
Nilai tengah adalah nilai yang tepat berada di tengah susunan bilangan.
Sebagai contoh, jika kita mempunyai hasil observasi yang terdiri dari nilai 7, 3, 6,
37
11, 5, kemudian menyusunnya kembali mulai dari yang terendah hingga tertinggi,
2006:95).
Dalam penelitian ini, nilai tengah ditentukan dari hasil analisis nilai tambah
per produk dan analisis pendapatan per produk. Hasil nilai tengah dari setiap produk
akan dibandingkan dan dilihat nilai yang tertinggi sehingga mendapatkan produk
dengan nilai tambah tertinggi dan pendapatan tertinggi. Produk dengan nilai tambah
industri.
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan serta peluang dan ancaman yang
1. Kekuatan (Strenghts)
yang berhubungan dengan para pesaing dan kebutuhan pasar yang diharapkan
perusahaan di pasar.
2. Kelemahan (Weakness),
38
keuangan, kemampuan manajemen dan keterampilan pemasaran dapat
3. Peluang (Opportunities)
perusahaan.
4. Ancaman (Threats)
Peluang
3. Mendukung 1. Mendukung
strategi turn strategi agresif
around
Kelemahan Kekuatan
Internal Internal
4. Mendukung 2. Mendukung
strategi strategi
defensif diversifikasi
Ancaman
39
Hasil analisis kekuatan (Strenghts) kelemahan (Weakness), peluang
memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah
40
menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang
pada Tabel 5.
Eksternal
Peluang Strategi SO Strategi WO
(Oppurtunities – O)
Menggunakan kekuatan Mengatasi kelemahan
Daftar peluang untuk memanfaatkan dengan memanfaatkan
eksteral peluang peluang
keripik, kerupuk, dan tepung gaplek yang dihasilkan dari proses produksi
dengan bahan singkong mentah menjadi bahan konsumsi yang dihitung dalam
satuan kg.
41
2. Industri rumah tangga adalah industri yang menggunakan tenaga kerja
3. Nilai tambah adalah perubahan nilai yang terjadi karena adanya perlakuan
4. Input adalah bahan baku utama yang digunakan dalam satu kali proses produksi
5. Output adalah produk olahan singkong yang dihasilkan dalam satu kali proses
6. Tenaga kerja adalah jumlah pekerja yang telibat dan waktu yang diperlukan
dalam produksi olahan singkong satu kali produksi, dinyatakan dalam HOK.
7. Koefisien tenaga kerja adalah hasil bagi dari tenaga kerja dengan bahan baku.
8. Upah rata-rata tenaga kerja adalah perbandingan jumlah upah yang dibar
dengan jumlah tenaga kerja dalam satu kali proses produksi (Rp/HOK). Upah
tenaga kerja menggunakan asumsi sama dengan upah minumum buruh tani di
9. Faktor konversi adalah besarnya produk olahan singkong yang dihasilkan dari
10. Harga output adalah harga jual produk olahan singkong per kilogram di daerah
penelitian.
11. Harga bahan baku adalah harga beli bahan baku singkong per kilogram di
daerah penelitian.
12. Harga input lain adalah biaya selain bahan baku dan tenaga kerja yang
42
13. Nilai output adalah nilai yang produk olahan singkong yang dihasilkan dari
14. Nilai tambah adalah hasil selisih nilai output dengan bahan baku singkong dan
input lain. Nilai ini merupakan keuntungan kotor yang diperoleh dari
15. Rasio nilai tambah menunjukkan persentase nilai tambah dari nilai produk.
16. Biaya tetap adalah biaya yang tidak dipengaruhi oleh kuantitas produksi.
17. Biaya variabel adalah biaya yang akan berubah mengikuti kuantitas produksi.
18. Pendapatan adalah penerimaan dari penjualan olahan singkong yang dikurangi
19. Efisiensi usaha adalah besarnya perbandingan antara total penerimaan dengan
total biaya atau R/C ratio. Perusahaan dikatakan efisien jika mampu
20. Agroindustri adalah industri pengolahan yang berbahan baku utama produk
pertanian.
produk baru atau yang dimodifikasi untuk segmen pasar sekarang dan segmen
43
BAB IV
GAMBARAN UMUM
merupakan dataran rendah dengan ketinggian 24-25 meter di atas permukaan laut.
Total jumlah penduduk pada tahun 2015 yaitu 90.852 orang. Kecamatan Sepatan
Timur secara admnistratif terdiri dari 8 Desa yaitu Lebak Wangi, Kedaung Barat,
Jati Mulya, Tanah Merah, Sangiang, Gempol Sari, Pondok Kelor, dan Kampung
sawah. Desa yang memiliki lahan sawah terluas yaitu Desa Lebak Wangi, Desa
Sangiang, dan Desa Gempol Sari. Luas wilayah menurut penggunaan dapat dilihat
pada Tabel 6. Komodi yang ditanam yaitu padi, sayuran daun (bayam, kangkong,
44
dan caisim), pare, terong, dan bawang merah. Industri pengolahan terbanyak di
daerah tersebut adalah industri rumah tangga (IRT) pengolahan singkong menjadi
Sesuai dengan data dari Statistik Daerah Kecamatan Sepatan Timur Tahun
berkembang secara turun temurun. Tidak diketahui secara pasti kapan dan siapa
usaha olahan singkong dan pengepul singkong di daerah tersebut, dari sebelum
adanya pengepul singkong tahun 1990, sudah terdapat industri olahan singkong
pengolahan singkong di daerah tersebut semakin banyak. Dari yang awalnya hanya
singkong dan opak singkong. Kemudian masyarakat juga memanfaatkan sisa yang
dihasilkan dari pengolahan tapai, yaitu kerikan dari singkong diolah menjadi
45
Alasan beberapa masyarakat memilih usaha olahan singkong karena hanya
itu keahlian yang dikuasai dan diajarkan turun temurun. Menurut pengrajin, hasil
yang diperoleh dapat memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Tidak semua desa
di daerah Kecamatan Sepatan Timur terdapat industri olahan singkong. Saat ini,
desa yang terdapat industri olahan singkong yaitu Desa Kampung Kelor, Desa
Sepatan Timur dan sekitarnya dengan harga produk yang sangat terjangkau untuk
semua segmen. Berikut produksi olahan singkong di Kecamatan Sepatan Timur dari
a. Tapai Singkong
Tapai singkong yang dijual dari hasil pemeraman singkong dengan ragi
selama 2 hari. Berikut adalah proses pembuatan tapai singkong sesuai dengan Tabel
7 dan Gambar 4:
2. Pemotongan ujung singkong : setiap ujung singkong dipotong agar bersih dari
46
Tabel 7. Proses Pembuatan Tapai Singkong
Input Input Output
Proses Alat Output
Utama Lainnya Sampingan
Pengupasan
- Pisau Kulit -
Kulit
Pemotongan Potongan
- ujung Pisau - ujung
singkong singkong
Ember,
Air Pencucian - -
spons
Pisau, Kerikan
- Pengerikan -
ember singkong
Singkong
Air Pencucian Ember - -
Air, Kayu Kuali,
Perebusan - -
Bakar Saringan
- Pendinginan - - -
Ragi Peragian - - -
Koran, kertas
Bakul, Tapai
nasi/daun Penyimpanan -
Keranjang Singkong
pisang
4. Pengerikan : dilakukan dengan alat kerik yang dibuat dari bambu, dilakukan di
dalam rendaman air di baskom agar hasil kerikan tidak berceceran. Pengerikan
5. Pencucian : dicuci kembali agar benar-benar bersih dari kotoran dan kerikan.
daging singkong satu per satu. Cara ini dilakukan agar ragi dapat menempel
47
9. Penyimpanan : singkong yang sudah diberi ragi dipotong-potong menjadi
beberapa bagian lalu disimpan di dalam keranjang yang telah dilapisi koran dan
kertas nasi, ditutup rapat dengan kertas nasi dan koran. Singkong tersebut
disimpan selama 2 hari sampai masak menjadi tapai sebelum dijual ke pasar.
Tapai singkong biasanya di jual ke pasar terdekat, seperti pasar anyar, pasar
baru, pasar malabar, cikokol, dan daerah sekitar Kecamatan Sepatan Timur. Tapai
singkong dijual dengan harga Rp 8.000/kg dan tapai yang sudah jadi dalam sekali
48
produksi akan habis terjual dalam sehari. Pembeli biasanya adalah pedagang es,
pedagang gorengan, pedagang kue, pengunjung pasar, dan pedagang tapai keliling.
b. Keripik Singkong
yang nantinya harus digoreng terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Keripik yang
dihasilkan tidak memakai bumbu sehingga pembeli dapat memberikan bumbu rasa
2. Pencucian : singkong yang telah dikuliti kemudian dicuci bersih dengan air
empuk.
49
5. Penjemuran : Irisan singkong dijemur hingga kering dibawah sinar matahari
sekitar 3-4 jam. Setelah kering, keripik singkong dapat langsung dijual.
tersebut akan menjual keripik yang dibeli ke pasar-pasar sekitar Kecamatan Sepatan
Timur.
c. Opak Singkong
Opak yang dijual adalah opak yang belum matang yang harus digoreng
Gambar 5, yaitu :
1. Pengupasan kulit : dilakukan dengan pisau hingga badan singkong bersih dari
kulit luar.
2. Pencucian : daging singkong kemudian dicuci bersih dengan air sampai tidak
50
3. Perebusan : singkong kemudian direbus sekitar 15 menit hingga singkong
menjadi empuk.
4. Penumbukan : singkong yang sudah empuk ditumbuk hingga halus agar mudah
dicetak.
5. Pemberian Bumbu : tumbukan singkong lalu diberi bumbu yaitu garam, bawang
putih dan ketumbar yang sudah dihaluskan untuk menambah cita rasa, serta
7. Penjemuran : hasil cetakan opak dijemur dibawah sinar matahari hingga kering,
51
Opak yang dihasilkan pengrajin dijual ke tengkulak yang tiap harinya
datang ke setiap rumah yang memproduksi opak. Opak dijual pe ikat (10 lembar
opak) dengan harga Rp 2.000/ikat. Opak yang dibeli tengkulak akan dijual kembali
d. Enyek-enyek
bersih.
2. Pencucian : singkong yang telah dikuliti kemudian dicuci bersih dengan air
52
garam, penyedap rasa, bawang putih dan ketumbar yang sudah dihaluskan
untuk menambah cita rasa enyek-enyek. Potongan cabai dan daun kucai untuk
4. Pengukusan : adonan kemudian digulung dalam plastik lalu dikukus selama 10-
6. Penjemuran : hasil cetakan opak dijemur dibawah sinar matahari hingga kering,
sekitar 3-4 jam. Enyek-enyek yang sudah kering siap untuk dijual.
harga Rp 2.000 per ikat atau 10 lembar enyek-enyek. Tengkulak setiap hari rutin
akan dijual kembali ke pasar-pasar atau daerah Kecamatan Sepatan Timur dan
sekitarnya.
e. Kerupuk
Kerupuk singkong dibuat dari output sampingan dari pembuatan tapai yaitu
dari hasil kerikan singkong. Kerupuk dijual dalam keadaan mentah. Cara
pembuatannya yaitu :
menambahkan garam, penyedap rasa, dan aci yang dihasilkan dari endapan air
53
kerikan singkong. Semua bumbu diaduk rata hingga menjadi adonan. Ambil
Sama seperti keripik, kerupuk hasil kerikan singkong dijual per liter dengan
harga Rp 2.000 kepada tengkulak. Tengkulak setiap hari rutin mendatangi pengrajin
54
untuk membeli kerupuk. Kerupuk tersebut juga akan dijual kembali ke pasar-pasar
f. Tepung Gaplek
Tepung gaplek atau yang biasa disebut oleh pengrajin tepung tatal berasal
dari output sampingan dari pembuatan tapai yaitu potongan ujung singkong. Cara
untuk membeli gaplek/tatal yang sudah kering. Tatal/gaplek dijual per bakul.
Tepung dijual per liter dengan harga Rp 4.000. Pengrajin sendirilah yang
55
kue atau pengunjung pasar tradisional. Penggilingan biasanya hanya dilakukan dua
kali dalam seminggu karena butuh waktu untuk mengumpulkan tatal atau ujung
Singkong yang digunakan untuk bahan baku utama yaitu jenis singkong
mentega. Menurut Atarlina dalan Djafaar dan Siti (2003:14) singkong mentega
memang memiliki tektur remah dan rasa yang enak sehingga dianggap paling cocok
singkong yang kadang juga dipakai oleh pengrajin yaitu singkong putih.
Singkong yang digunakan berasal dari daerah Bogor yang hampir setiap hari
dikirim ke Kecamatan Sepatan Timur. Biasanya singkong sampai pada siang hari
dan langsung habis dibeli oleh pengrajin hari itu juga. Terdapat dua pengepul
singkong yang ada di Kecamatan Sepatan Timur, yaitu di Desa Gempol Sari dan
56
Pasar Sepatan Timur. Pengepul singkong di Desa Gempol Sari khusus menurunkan
pasar dibeli pengrajin singkong dan masyarakat lain yang bukan pengrajin.
Pengepul singkong konsisten mendatangkan singkong 1,5 – 3 ton tiap harinya dan
Segi kontinuitas dan kuantitas bahan baku, pengepul hampir setiap hari
singkong. Namun, pada tahun 2013 terjadi kesulitan untuk mendapatkan bahan
baku karena kekeringan sehingga pengepul dari Bogor hanya membawa singkong
dengan jumlah yang sedikit atau bahkan tidak mengirimkan singkong. Pengrajin
tetap berproduksi namun disesuaikan dengan singkong yang ada, bahkan beberapa
pengrajin saat itu beralih profesi karena sulitnya mendapatkan bahan baku. Setelah
tahun 2013 sampai sekarang, ketersediaan singkong mulai stabil kembali dan
57
singkong diturunkan hampir setiap hari dengan jumlah yang cukup untuk
2.600/kg.
Pada Tabel 13, pendidikan pengrajin paling tinggi adalah Sekolah Dasar
(SD) dengan usia rata-rata diatas 30 tahun. Pengrajin mengaku belum pernah
daya manusia yang mempunyai keahlian dan kuantitas produksi yang cukup tinggi
bila digabungkan. Sumber daya manusia (SDM) untuk mengolah singkong yang
yang rendah dan belum adanya pembinaan membuat usaha warga tidak
berkembang walaupun industri rumah tangga (IRT) olahan singkong sudah ada
selama puluhan tahun. Jika tidak didukung oleh pemerintah, nantinya IRT olahan
singkong di Kecamatan Sepatan Timur bisa hilang karena sebagian besar pengrajin
adalah orangtua dan kurangnya minat remaja daerah tersebut untuk melanjutkan
usaha orang tuanya. Orangtua lebih mengharapkan anaknya untuk bekerja di bidang
lain.
58
Tabel 13. Data Sampel Pengrajin Olahan Singkong di Kecamatan Sepatan Timur
Jenis Pendidikan Jenis Lamanya
No. Nama Umur Desa
Kelamin Terakhir Usaha Usaha
Kampung Tapai
1 Bpk Ahmad LK 37 thn SD 15 tahun
Kelor Singkong
Kampung Tapai
2 Bpk Sadin LK 55 thn - 12 tahun
Kelor Singkong
Tapai
3 Bpk Asdawi LK 35 thn Jatimulya - 3 tahun
Singkong
Pondok Tapai
4 Bpk Armin LK 36 thn - 8 tahun
Kelor Singkong
Pondok Tapai
5 Bpk Syamsuri LK 35 thn SD 11 tahun
Kelor Singkong
Kampung Tapai
6 Ibu Rahmi PR 38 thn SD 16 tahun
Kelor Singkong
Opak
7 Ibu Eneng PR 30 thn Jatimulya SD 10 tahun
Singkong
Opak
8 Ibu Asa PR 60 thn Jatimulya - 20 tahun
Singkong
Keripik
9 Ibu Aam PR 45 thn Jatimulya SD 12 tahun
Singkong
Tepung
10 Bpk Asmadi LK 65 thn Gempol Sari - 20 tahun
Tatal
Kampung Enyek-
11 Ibu Misni PR 35 thn SD 17 tahun
Kelor enyek
Kampung Enyek-
12 Ibu Misna PR 37 thn SD 17 tahun
Kelor enyek
Kampung Enyek-
13 Ibu Munaya PR 33 thn SD 17 tahun
Kelor enyek
14 Ibu Annisa PR 30 thn Jatimulya SD Kerupuk 10 tahun
Kampung
15 Ibu Nur PR 32 thn SD Kerupuk 11 tahun
Kelor
Keterangan : LK = Laki-laki, PR = Perempuan
59
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang diperoleh per produk tidak dirata-rata, namun dilakukan analisis
sesuai input singkong yang digunakan agar terlihat hasil analisis antara input
terkecil sampai terbesar. Setelah diketahui nilai tambah dan pendapatan dari
masing-masing input, lalu dicari nilai tengah dari setiap produk. Upah tenaga kerja
menggunakan asumsi sama dengan upah buruh tani yaitu Rp 8.750/jam dikarenakan
sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga yang tidak diberikan upah. Harga
singkong yang digunakan adalah sama, yaitu Rp 2.600/kg karena sumber bahan
Produk keripik, kerupuk, dan tepung yang dijual per liter dikonversi
menjadi per kilogram, kemudian opak dan enyek-enyek yang dijual per ikat (10
opak/enyek-enyek) pun dikonversi menjadi per kilogram sesuai Tabel 14. Peneliti
mengetahui berat produk dalam kilogram. Sedangkan pada Tabel 15, terlihat input
60
dan output opak, keripik, enyek-enyek, kerupuk, dan tepung yang dihasilkan sudah
besar nilai tambah yang diberikan dari hasil mengolah singkong menjadi tapai,
keripik, opak, dan enyek-enyek serta pengolahan output sampingan dari hasil
pengolahan tapai yaitu kerikan singkong menjadi kerupuk dan potongan ujung
singkong yang dikeringkan menjadi tepung. Data yang digunakan adalah dalam
satuan kilogram.
61
5.2.1 Analisis Nilai Tambah Tapai Singkong
tapai singkong yaitu 50 kg, 70 kg, 100 kg, 150 kg, 200 kg, dan 300 kg. Setelah
diproses, berat input akan berkurang 40% - 50% dari berat semula. Dapat dilihat
pada Tabel 16, pengolahan tapai singkong dengan input 50 kg dan 70 kg mengalami
sebesar 40%.
Sesuai Tabel 16, hasil analisis dari masing-masing input tidak memiliki
perbedaan yang cukup besar. Faktor konversi didapatkan dari hasil pembagian
jumlah output dengan jumlah input. Median dari faktor konversi yaitu 0,6. Artinya
setiap satu kilogram singkong yang digunakan akan menghasilkan 0,6 kg tapai.
Penurunan berat yang cukup banyak dari singkong menjadi tapai dikarenakan
daging singkong. Koefisien tenaga kerja adalah hasil bagi antara tenaga kerja dan
jumlah bahan baku yang digunakan dalam sekali produksi. Nilai tengah koefisien
tenaga kerja pada industri olahan tapai yaitu 0,02 yang artinya setiap tenaga kerja
dalam 1 hari kerja mampu mengolah bahan baku sebanyak 0,02 kg.
Harga input lain didapatkan dari penjumlahan semua biaya kecuali biaya bahan
baku, dibagi dengan jumlah bahan baku yang digunakan dalam satu kali proses
produksi. Biaya input lain terdiri dari biaya pembelian ragi, kayu bakar, koran, dan
kertas nasi.
62
Tabel 16. Analisis Nilai Tambah Tapai Singkong
Nilai
No. Variabel
50 kg 70 kg 100 kg 150 kg 200 kg 300 kg Me
Output, Inptut, dan Harga
1 Output (Kg) 25 35 60 90 120 180
2 Bahan Baku (Kg) 50 70 100 150 200 300
3 Tenaga Kerja Langsung
0,5 1 1,3 2,3 3 3,5
(HOK)
4 Faktor Konversi 0,5 0,5 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6
5 Koefisien Tenaga Kerja
0,01 0,01 0,01 0,02 0,02 0,01 0,02
(HOK/Kg)
6 Harga Output (Rp/Kg) 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000
7 Upah Tenaga Kerja
70.000 70.000 70.000 70.000 70.000 70.000 70.000
(Rp/HOK)
Penerimaan dan Keuntungan
8 Harga Bahan Baku
2.600 2.600 2.600 2.600 2.600 2.600 2.600
(Rp/Kg)
9 Harga Input Lain
103 102 147 174 185 194 161
(Rp/Kg)
10 Nilai Output (Rp/Kg) 4.000 4.000 4.800 4.800 4.800 4.800 4.800
11 a. Nilai Tambah (Rp/Kg) 1.298 1.298 2.053 2.026 2.015 2.006 2.011
b. Rasio Nilai Tambah
32,4 32,4 42,8 42,2 42,0 41,8 41,9
(%)
12 a. Pendapatan Tenaga
700 1.000 875 1.050 1.050 816,7 1.050
Kerja (Rp/Kg)
b. Pangsa Tenaga Kerja
54 77,1 42,6 51,8 52,1 40,7 52
(%)
13 a. Keuntungan (Rp/Kg) 597 298 1.178 976 965 1.189 971
b. Tingkat Keuntungan
14,9 7,4 24,5 20,3 20,1 24,8 20,2
(%)
Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi
14 Marjin (Rp/Kg) 1.400 1.400 2.200 2.200 2.200 2.200 2.200
a. Pendapatan Tenaga
50 71,4 39,8 47,7 47,7 37,1 47,7
Kerja (%)
b. Sumbangan Input Lain
7,4 7,3 6,7 7,9 8,4 8,8 7,7
(%)
c. Keuntungan
42,6 21,3 53,5 44,3 43,9 54,1 44,1
Perusahaan (%)
Sumber : Data Primer, 2017 (Diolah)
Keterangan : Me = Median / Nilai Tengah
Nilai output didapat dari perkalian antara faktor konversi dan harga output.
Nilai output sama dengan penerimaan kotor pengrajin untuk setiap 1 kg input yang
digunakan. Nilai output yang dihasilkan yaitu Rp 4.800/kg, yang berarti setiap 1 kg
63
produksi tapai akan menghasilkan Rp 4.800. Nilai output diambil dari hasil nilai
Nilai tambah tapai singkong adalah Rp 2.011/kg dalam satu kali produksi.
Nilai tambah yang dihasilkan berdasarkan median dari hasil perhitungan per input.
Rasio nilai tambah yang dihasilkan yaitu 41,9%. Rasio nilai tambah ini sama
dengan tingkat keuntungan, yang berarti bahwa Rp 4.800 dari nilai output
mengandung 41,9 % untuk keuntungan. Hasil rasio nilai tambah yang dihasilkan
dari produksi tapai termasuk tinggi, karena menurut Hubeis dalam Nabilah, dkk
(2015:14), jika besarnya rasio nilai tambah lebih dari 40% maka nilai tambahnya
tinggi. Pendapatan tenaga kerja yang dihasilkan yaitu Rp 1.050/kg bahan baku
dengan pangsa tenaga kerja 52%. Keuntungan yang diperoleh dari proses
pengolahan ubikayu menjadi tapai sebesar Rp 971/kg bahan baku dengan tingkat
keuntungan 20,2%.
Margin didapatkan dari nilai output dikurangi dengan harga bahan baku,
distribusi margin berasal dari pendapatan tenaga kerja, yaitu sebesar 47,7%. Artinya
opak singkong yaitu 8 kg dan 10 kg. Hasil perhitungan antara input 8 kg dengan 10
kg perbedaannya tidak cukup besar karena selisih input juga tidak jauh berbeda.
64
Produksi opak tidak dalam jumlah besar karena pengrajin adalah ibu rumah tangga
yang dari segi tenaga terbatas karena dalam pembuatan opak masih dilakukan
dengan cara tradisional sehingga banyak menggunakan tenaga manusia seperti saat
65
Data yang dijelaskan merupakan hasil dari nilai tengah atau median dari
setiap input opak yang dihitung, sesuai Tabel 17. Faktor konversi didapatkan dari
hasil pembagian jumlah output dengan jumlah input. Median faktor konversi yaitu
0,5 yang artinya setiap satu kilogram singkong yang digunakan akan menghasilkan
0,5 kg opak. Penurunan berat yang cukup banyak dari singkong menjadi opak
dikarenakan adanya proses pembuangan kulit. Koefisien tenaga kerja pada industri
olahan opak yaitu 0,1 yang artinya setiap tenaga kerja dalam 1 hari kerja mampu
dan pengepul opak yang datang sehingga harga opak di desa tersebut adalah sama.
Harga input lain didapatkan dari penjumlahan semua biaya kecuali biaya bahan
baku, dibagi dengan jumlah bahan baku yang digunakan dalam satu kali proses
produksi. Biaya input lain terdiri dari biaya pembelian kayu bakar, minyak goreng,
Nilai output didapat dari perkalian antara faktor konversi dan harga output.
Nilai output sama dengan penerimaan kotor pengrajin untuk setiap 1 kg input yang
digunakan. Median dari nilai output yang dihasilkan yaitu Rp 7.000/kg, yang berarti
Nilai tambah opak adalah Rp 3.739/kg per sekali produksi yang didapat dari
hasil median. Rasio nilai tambah yang dihasilkan yaitu 53,4%. Rasio nilai tambah
ini sama dengan tingkat keuntungan, yang berarti bahwa Rp 7.000 dari nilai output
mengandung 53,4% untuk keuntungan. Hasil rasio nilai tambah yang dihasilkan
dari produksi opak termasuk tinggi, karena menurut Hubeis dalam Nabilah, dkk
66
(2015:14), jika besarnya rasio nilai tambah lebih dari 40% maka nilai tambahnya
tinggi. Pendapatan tenaga kerja yang dihasilkan yaitu Rp 3.739/kg bahan baku
dengan pangsa tenaga kerja 53,4%. Keuntungan yang diperoleh dari proses
dengan input 8 kg mengalami kerugian Rp. 704/kg bahan baku dengan tingkat
sebesar Rp 307/kg bahan baku dengan tingkat keuntungan 4,4%. Agar usaha opak
Margin didapatkan dari nilai output dikurangi dengan harga bahan baku,
distribusi margin berasal dari pendapatan tenaga kerja, yaitu sebesar 89,5%. Artinya
perusahaan. Distribusi marjin selanjutnya yaitu berasal dari sumbangan input lain
enyek-enyek yaitu 15 kg, 30 kg, dan 60 kg. Singkong untuk pembuatan enyek-
enyek diparut terlebih dahulu, diberi bumbu, kemudian dikukus. Produksi enyek-
enyek dapat lebih besar dari produksi opak karena terdapat alat yang memudahkan
Data yang dijelaskan dari hasil metode hayami enyek-enyek yaitu data
median atau nilai tengah dari hasil perhitungan setiap input, dimana nilai tengah
67
berada di input 30 kg sesuai Tabel 18. Faktor konversi didapatkan dari hasil
pembagian jumlah output dengan jumlah input. Faktor konversi yaitu 0,4 yang
artinya setiap satu kilogram singkong yang digunakan akan menghasilkan 0,4 kg
enyek-enyek. Penurunan berat yang cukup banyak dari singkong menjadi enyek-
enyek dikarenakan adanya proses pembuangan kulit dan pengeringan. Nilai tengah
koefisien tenaga kerja pada industri olahan enyek-enyek yaitu 0,03 yang artinya
setiap tenaga kerja dalam 1 hari kerja mampu mengolah bahan baku 0,03 kg.
hasil kesepakatan antara pengrajin dan pengepul enyek-enyek yang datang sehingga
harga enyek-enyek di desa tersebut adalah sama. Harga input lain didapatkan dari
penjumlahan semua biaya kecuali biaya bahan baku, dibagi dengan jumlah bahan
baku yang digunakan dalam satu kali proses produksi. Biaya input lain terdiri dari
biaya pembelian gas, minyak goreng, bawang putih, ketumbar, sasa, garam, cabai
Nilai output didapat dari perkalian antara faktor konversi dan harga output.
Nilai output sama dengan penerimaan kotor pengrajin untuk setiap 1 kg input yang
digunakan. Nilai output yang dihasilkan yaitu Rp 5.320/kg, yang berarti setiap 1 kg
nilai tambah yang dihasilkan yaitu 28,3%. Rasio nilai tambah ini sama dengan
tingkat keuntungan, yang berarti bahwa Rp 5.320 dari nilai output mengandung
28,3% untuk keuntungan. Hasil rasio nilai tambah yang dihasilkan dari produksi
68
(2015:14), jika besarnya rasio nilai tambah 15% - 40% maka nilai tambahnya
sedang.
69
Pendapatan tenaga kerja yang dihasilkan yaitu Rp 2.333/kg bahan baku
dengan pangsa tenaga kerja 155%. Keuntungan usaha yang diperoleh dari proses
baku dengan tingkat keuntungan 2,1%. Agar usaha enyek-enyek tidak mengalami
kerugian jika memasukkan upah tenaga kerja, batas minimal penggunaan bahan
Margin didapatkan dari nilai output dikurangi dengan harga bahan baku,
distribusi margin tertinggi yaitu pendapatan tenaga kerja sebesar 85,8%. Artinya
perusahaan. Distribusi marjin selanjutnya berasal dari sumbangan input lain 44,7%
yaitu 10 kg. Faktor konversi didapatkan dari hasil pembagian jumlah output dengan
jumlah input. Faktor konversi yang dihasilkan yaitu 0,5 yang artinya setiap satu
Penurunan berat yang cukup banyak dari singkong menjadi opak dikarenakan
adanya proses pembuangan kulit dan pencetakan opak menjadi lembaran tipis yang
dikeringkan. Koefisien tenaga kerja pada industri olahan keripik yaitu 0,04 yang
70
artinya setiap tenaga kerja dalam 1 hari kerja mampu mengolah bahan baku
dan pengepul keripik yang datang. Pengepul keripik biasanya sama dengan
pengepul opak atau enyek-enyek. Harga input lain didapatkan dari total biaya selain
biaya bahan baku dibagi dengan bahan baku yang digunakan. Biaya input lain
keripik paling kecil dibandingkan produk lainnya karena biaya yang dikeluarkan
71
hanya untuk membeli kayu bakar. Tidak ada tambahan bumbu lain karena sesuai
Nilai output didapat dari perkalian antara faktor konversi dan harga output.
Nilai output sama dengan penerimaan kotor pengrajin untuk setiap 1 kg input yang
digunakan. Nilai output yang dihasilkan yaitu Rp 5.750/kg, yang berarti setiap 1 kg
adalah Rp 1.483/kg. Rasio nilai tambah yang dihasilkan yaitu 25,8 %. Rasio nilai
tambah ini sama dengan tingkat keuntungan, yang berarti bahwa Rp 5.750 dari nilai
output mengandung 25,8 % untuk keuntungan. Hasil rasio nilai tambah yang
dihasilkan dari produksi keripik termasuk sedang, karena menurut Hubeis dalam
Nabilah, dkk (2015:14), jika besarnya rasio nilai tambah 15%-40% maka nilai
tambahnya sedang.
dengan pangsa tenaga kerja 155%. Terlihat bahwa pengolahan keripik dengan
19,9%. Agar usaha keripik tidak mengalami kerugian jika memasukkan upah
Margin didapatkan dari nilai output dikurangi dengan harga bahan baku,
input lain menyumbang Rp 83,3 dari setiap Rp 100 margin. Distribusi selanjutnya
yaitu sumbangan input lain sebesar 52,9 % dan terendah adalah keuntungan
perusahaan.
72
5.2.5 Analisis Nilai Tambah Kerupuk Singkong
yaitu 5 kg dan 10 kg. Bahan baku yang digunakan berasal dari hasil kerikan
untuk mengupas kulit singkong dan mengerik daging singkong. Hasil kerikannya
diberikan secara gratis sebagai imbalan sehingga tidak ada biaya untuk membeli
bahan baku.
Data yang dijelaskan dari hasil metode hayami kerupuk yaitu data median
atau nilai tengah dari hasil perhitungan setiap input, sesuai Tabel 20. Faktor
konversi didapatkan dari hasil pembagian jumlah output dengan jumlah input.
Faktor konversi yang dihasilkan yaitu 1 yang artinya setiap satu kilogram singkong
pada industri olahan kerupuk yaitu 0,07 yang artinya setiap tenaga kerja dalam 1
Harga bahan baku nol karena bahan baku berupa kerikan singkong tidak
diberi patokan harga oleh pengrajin tapai. Biasanya pengrajin kerupuk akan
membantu pengrajin tapai untuk mengupas kulit dan mengerik singkong, setelah
itu kerikan singkong akan diberikan kepada pengrajin kerupuk. Pengrajin kerupuk
pengepul. Harga input lain didapatkan dari penjumlahan semua biaya kecuali biaya
bahan baku, dibagi dengan jumlah bahan baku yang digunakan dalam satu kali
proses produksi. Biaya input lain yang digunakan dalam produksi kerupuk yaitu
73
pembelian kayu bakar, sasa, bawang putih, ketumbar, garam, kayu bakar, pewarna
Nilai output didapat dari perkalian antara faktor konversi dan harga output.
Nilai output sama dengan penerimaan kotor pengrajin untuk setiap 1 kg input yang
digunakan. Rata-rata nilai output yang dihasilkan yaitu Rp 6.000/kg, yang berarti
74
setiap 1 kg produksi kerupuk akan menghasilkan Rp 6.000. Nilai tambah kerupuk
singkong adalah Rp 4.102/kg. Rasio nilai tambah yang dihasilkan yaitu 68,4%.
Rasio nilai tambah ini sama dengan tingkat keuntungan, yang berarti bahwa Rp
6.000 dari nilai output mengandung 68,4% untuk keuntungan. Hasil rasio nilai
tambah yang dihasilkan dari produksi kerupuk termasuk tinggi, karena menurut
Hubeis dalam Nabilah, dkk (2015:14), jika besarnya rasio nilai tambah lebih dari
40% maka nilai tambahnya tinggi. Pendapatan tenaga kerja yang dihasilkan yaitu
Rp 4.211/kg bahan baku dengan pangsa tenaga kerja 103%. Keuntungan usaha yang
bahan baku dengan tingkat keuntungan 11,3%. Agar usaha kerupuk tidak
Margin didapatkan dari nilai output dikurangi dengan harga bahan baku,
marjin berasal dari pendapatan tenaga kerja sebesar 76,%. Artinya keuntungan
selanjutnya yaitu sumbangan input lain sebesar 25,4 % dan terendah adalah
keuntungan perusahaan.
75
yang digunakan berasal dari hasil potongan ujung singkong pembuatan tapai yang
telah dikeringkan. Hasil potongan ujung singkong akan dikeringkan oleh pengrajin
Input untuk pengolahan tepung gaplek hanya satu input yaitu 25 kg sehingga
tidak terdapat nilai tengah, sesuai Tabel 21. Faktor konversi didapatkan dari hasil
pembagian jumlah output dengan jumlah input. Faktor konversi yang dihasilkan
yaitu 1 yang artinya setiap satu kilogram singkong yang digunakan akan
76
gaplek yaitu 0,01 yang artinya setiap tenaga kerja dalam 1 hari kerja mampu
mengolah bahan baku sebanyak 0,01 kg. Harga output ditentukan oleh pengrajin
Harga input lain didapatkan dari total biaya selain biaya bahan baku dibagi
dengan bahan baku yang digunakan. Biaya input lain yang digunakan dalam
produksi tepung berasal dari biaya pembelian potongan singkong kering seharga
ukuran 50 kg. Nilai output didapat dari perkalian antara faktor konversi dan harga
output. Nilai output sama dengan penerimaan kotor pengrajin untuk setiap 1 kg
input yang digunakan. Nilai output yang dihasilkan dari produksi tepung yaitu Rp
Nilai tambah tepung gaplek adalah Rp 6.160/kg. Rasio nilai tambah yang
dihasilkan yaitu 77%. Rasio nilai tambah ini sama dengan tingkat keuntungan, yang
berarti bahwa Rp 6.160 dari nilai output mengandung 77% untuk keuntungan.
Dilihat dari hasil rasio nilai tambah yang dihasilkan dari produksi tepung termasuk
tinggi, karena menurut Hubeis dalam Nabilah, dkk (2015:14), jika besarnya rasio
nilai tambah lebih dari 40% maka nilai tambahnya tinggi. Pendapatan tenaga kerja
yang dihasilkan yaitu Rp 700/kg bahan baku dengan pangsa tenaga kerja 11,4%.
Keuntungan usaha yang diperoleh dari proses pengolahan ubi kayu menjadi
Margin didapatkan dari nilai output dikurangi dengan harga bahan baku,
77
perusahaan menyumbang Rp 78,4 dari setiap Rp 100 margin perusahaan. Distribusi
selanjutnya yaitu sumbangan input lain 11,5 % dan terendah adalah keuntungan
perusahaan 10,1%.
agroindustri yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap terdiri dari
biaya penyusutan alat, sedangkan biaya variabel terdiri dari biaya bahan baku, biaya
bahan penunjang, dan biaya pemasaran. Terakhir dilakukan perhitungan R/C rasio
Terlihat pada Tabel 22, besarnya input berbanding lurus dengan besarnya
pendapatan yang diperoleh oleh pengrajin tapai. Nilai tengah untuk pendapatan
tapai singkong tiap bulan yaitu input 100 kg dengan pendapatan Rp 3.115.868 dan
Selain dari hasil penjualan tapai singkong, penerimaan pengrajin tapai juga
berasal dari penjualan potongan ujung singkong kering (gaplek) dan aci yang
berasal dari hasil pengendapan air kerikan singkong. Pengrajin menjual gaplek ke
pengepul dengan harga Rp 13.000 per bakul, sedangkan untuk aci dijual dengan
harga Rp 5.000/liter ke pedagang kue. Menghasilkan satu bakul gaplek dan satu
78
liter aci diperlukan beberapa kali proses produksi tapai. Kerikan singkong
1 Penerimaan (TR)
Output x Rp 21.600.000 28.800.000
6.000.000 8.400.000 14.400.000 43.200.000
8.000/kg
Gaplek 78.000 97.500 97.500 130.000 195.000 390.000
Biaya Tetap
Biaya 147.000
94.417 106.333 163.417 182.000 227.833
penyusutan
Biaya Variabel
Biaya bahan 11.700.000
3.900.000 5.460.000 7.800.000 15.600.000 23.400.000
baku
Biaya bahan 785.010
155.010 215.010 440.715 1.110.000 1.770.000
penunjang
Biaya 720.000
540.000 750.000 480.000 750.000 1.260.000
pemasaran
Upah tenaga 4.725.000
1.050.000 2.100.000 2.625.000 6.300.000 7.350.000
kerja
Total Biaya 5.739.427 8.631.343 11.509.132 18.077.010 23.942.000 34.007.833
Pendapatan
3 413.573 -28.843 3.115.868 3.852.990 5.323.000 10.032.167 3.484.429
(TR-TC)
4 R/C Ratio 1,1 1,0 1,3 1,2 1,2 1,3 1,2
Sumber : Data Primer, 2017 (Diolah)
Keterangan : Me = Median / Nilai Tengah
Pada Tabel 22, terlihat bahwa komponen biaya tertinggi yang dikeluarkan
pengrajin tapai yaitu biaya bahan baku, sedangkan komponen biaya terendah yaitu
biaya penyusutan alat. Pendapatan dan R/C rasio tapai singkong yang dijelaskan
79
berasal dari nilai tengah atau median hasil perhitungan setiap input. Pendapatan
yang diterima pengrajin tapai yaitu Rp 3.484.429 per bulan sesuai Tabel 25. Hasil
pendapatan diperoleh dari total penerimaan dikurangi total biaya. Hasil R/C rasio
1,2 yang artinya pengorbanan tiap satu rupiah dari pengeluaran total dapat
memberikan penerimaan sebesar 1,2 kali dari biaya yang telah dikeluarkan. Dari
hasil R/C rasio terlihat bahwa usaha opak sudah efisien sesuai dengan pendapat
Soekartawi (2016:85) yang mengatakan bahwa jika R/C lebih dari 1 maka usaha
tergolong efisien. Nilai minus pada hasil perhitungan pendapatan dengan input
2.100 kg dikarenakan jumlah tenaga kerja yang kurang sesuai sehingga usaha
mengalami kerugian.
Pada Tabel 23, terlihat bahwa nilai tengah penerimaan opak yaitu Rp
Biaya bahan baku merupakan komponen biaya tertinggi, dilanjutkan biaya bahan
merupakan biaya terendah yang dikelurakan dalam produksi opak. Hal tersebut
karena biaya pemasaran hanya untuk pembelian tali rapia yang digunakan untuk
setiap harinya.
Pendapatan dan R/C rasio opak singkong yang dijabarkan berasal dari nilai
tengah atau median hasil perhitungan setiap input. Pendapatan kedua usaha tersebut
mengalami kerugian jika memperhitungkan upah tenaga kerja. Hasil R/C rasio juga
80
memperlihatkan bahwa usaha opak menjadi tidak efisien karena nilai R/C rasio
kurang dari 1.
biaya tetap dan biaya variabel. Biaya terbesar yang dikeluarkan berasal dari biaya
pembelian bahan baku, dilanjutkan dengan biaya bahan penunjang. Biaya terkecil
yaitu biaya pemasaran hanya untuk membeli tali rapia yang berfungsi mengikat
81
Pendapatan yang diterima pengrajin enyek-enyek dengan input 450 kg dan
produksi. Hasil R/C rasio terlihat bahwa usaha opak belum efisien karena R/C rasio
kurang dari 1.
bahan baku, sedangkan biaya terendah yang dikelurkan adalah biaya pemasaran
yaitu nol rupiah. Biaya pemasaran nol rupiah karena tidak ada biaya yang
82
dikeluarkan untuk penjualan keripik singkong. Tidak ada biaya pengemasan karena
pengepul sendiri yang membawa plastik untuk menampung keripik yang dibeli.
sertiap bulan. R/C rasio sebesar 1,0 yang artinya pengorbanan tiap satu rupiah dari
pengeluaran total dapat memberikan penerimaan sebesar 1,0 kali dari biaya yang
telah dikeluarkan. Hasil R/C rasio sama dengan 1, maka usaha keripik dengan input
300 kg per bulan (10 kg/hari) tidak mengalami kerugian maupun keuntungan.
bahan penunjang, dilanjutkan biaya pembelian bahan baku dan biaya pemasaran.
Biaya pembelian bahan baku menggunakan asumsi Rp 500/kg sesuai dengan hasil
83
wawancara dengan pengrajin jika menjual hasil kerikannya. Biaya pemasaran nol
rupiah karena tidak ada pengemasan untuk menjual kerupuk yang dihasilkan. Sama
input 150 kg/bulan (5 kg/hari) jika memasukkan upah tenaga kerja mengalami
kerugian Rp 192.667 dengan R/C rasio dibawah 1. Pendapatan dengan input 300
pengrajin lebih baik berproduksi dengan input 300 kg/bulan agar tidak mengalami
kerugian. R/C rasio input 300 kg/bulan sebesar 1,1 yang artinya pengorbanan tiap
satu rupiah dari pengeluaran total dapat memberikan penerimaan sebesar 1,1 kali
dari biaya yang telah dikeluarkan. Hasil R/C rasio dengan input 300 kg terlihat
84
bahwa usaha opak sudah efisien sesuai dengan pendapat Soekartawi (2016:85) yang
mengatakan bahwa jika R/C lebih dari 1 maka usaha tergolong efisien. Jadi,
pengrajin harus berproduksi diatas 10 kg/hari jika tidak ingin mengalami kerugian.
Pada Tabel 27, dapat dilihat bahwa komponen biaya tertinggi yang
dikeluarkan berasal dari biaya pembelian bahan baku, sedangkan biaya terendah
yang dikelurkan adalah biaya pembelian bahan baku dan biaya penunjang. Biaya
dibutuhkan dua bakul penuh gaplek sehingga total biaya untuk pembelian bahan
penggilingan gaplek, biaya pemasaran untuk bensin, kantong plastik, dan biaya
penyusutan alat.
85
Pengrajin melakukan penggilingan 3 hari sekali karena pengrajin
hanya terdapat sepuluh kali proses produksi. Penerimaan yang dihasilkan yaitu Rp
1.070.417/bulan. Hasil R/C rasio sebesar 2,2 yang artinya pengorbanan tiap satu
rupiah dari pengeluaran total dapat memberikan penerimaan sebesar 2,2 kali dari
biaya yang telah dikeluarkan. Hasil R/C rasio terlihat bahwa usaha opak sudah
efisien.
sebagai pekerja dan pekerja lain yang membantu dalam memproduksi olahan
singkong masih anggota keluarga sehingga tidak ada upah yang diberikan. Selain
itu, kerikan singkong untuk bahan baku pembuatan kerupuk didapatkan gratis dari
pengrajin tapai sehingga tidak ada biaya untuk pembelian bahan baku. Jika
Tabel 28.
nilai tambah tidak dipengaruhi oleh tenaga kerja kecuali nilai tambah kerupuk
karena dalam penghitungan Tabel 28, tidak diperhitungkan biaya bahan baku
sehingga hasil nilai tambahnya berbeda dengan Tabel 20. Sebagian besar distribusi
marjin lebih banyak untuk keuntungan perusahaan karena pemilik usaha merangkap
86
Tabel 28. Hasil Penghitungan Nilai Tambah dan Pendapatan Tanpa Memasukkan
Upah Tenaga Kerja
Nilai Distribusi Marjin
Input Pendapatan Usaha
Produk Tambah Pendapatan Sumbangan Keuntungan
(Kg) (Rp/bulan)
(Rp/kg) TK Input Lain Perusahaan
Berbeda dengan hasil pengitungan Tabel 28, distribusi marjin tertinggi jika
memperhitungkan upah tenaga kerja lebih banyak untuk pendapatan tenaga kerja
sesuai Tabel 29. Namun, beberapa usaha yang mengalami kerugian dilihat dari
pendapatan yang diterima, yaitu industri tapai dengan input 70 kg, industri opak
dengan input 8 kg dan 10 kg, industri enyek-enyek dengan input 15 kg dan 30 kg,
dan industri kerupuk dengan input 5 kg. Penghitungan Tabel 29 menandakan bahwa
penggunaan upah tenaga kerja dan jumlah tenaga kerja sangat mempengaruhi
pendapatan yang diterima pengrajin. Agar lebih jelas antara pengaruh upah tenaga
Gambar 8.
87
Tabel 29. Hasil Penghitungan Nilai Tambah dan Pendapatan dengan Memasukkan
Upah Tenaga Kerja
Distribusi Marjin
Input Nilai Tambah Pendapatan
Produk Pendapatan Sumbangan Keuntungan Usaha
(Kg) (Rp/kg) (Rp/bulan)
TK Input Lain Perusahaan
88
5.5 Pengembangan Produk Olahan Singkong
Hasil analisis nilai tambah dan analisis finansial usaha menghasilkan nilai
tengah dari nilai tambah dan pendapatan. Pada Tabel 30, nilai tambah tertinggi
untuk produk berbahan baku singkong adalah opak sebesar Rp 3.739 dengan rasio
nilai tambah tergolong tinggi yaitu 53,4%. Nilai tambah tertinggi untuk produk
berbahan baku sampingan adalah tepung sebesar Rp 6.160 dengan rasio nilai
penghitungan upah tenaga kerja maupun tidak yaitu produk berbahan baku
tepung.
sudah dikuasai oleh masyarakat, usulan produk berbahan baku utama singkong
yang dapat dikembangkan adalah opak singkong dan tapai singkong berdasarkan
nilai tambah tertinggi dan pendapatan tertinggi. Olahan sampingan yang dihasilkan,
89
hasil analasis memperlihatkan bahwa tepung memiliki nilai tambah dan pendapatan
tertinggi dibandingkan kerupuk. Jadi, usulan untuk produk sampingan yang dapat
bersamaan dengan adanya produksi tapai agar tidak ada bahan yang terbuang dari
bersamaan dengan ujung singkong dan digiling menjadi tepung. Usulan produk ini
Sepatan Timur agar lebih fokus untuk mengembangkan produk yang diusulkan.
opak dan tapai di Kecamatan Sepatan Timur, dapat diketahui informasi mengenai
Tabel 31. Kekuatan dan Kelemahan IRT Tapai dan Opak di Kecamatan Sepatan
Timur
Faktor-Faktor Internal
Kekuatan Kelemahan
1. Menghasilkan nilai tambah 1. Bahan baku dari Bogor dan tidak ada
tertinggi (opak) dan kerjasama yang jelas menyulitkan
pendapatan tertinggi (tapai) mengontrol kualitas singkong
2. Jumlah pengrajin 84 rumah 2. Minimnya penguasaan teknologi
tangga 3. Belum ada pengemasan yang baik
3. Kontinuitas produksi 4. Belum ada izin usaha / P-IRT
4. IRT olahan tapai dan opak 5. Pengrajin opak tidak bebas menentukan
sudah bertahan puluhan tahun harga karena tengkulak
5. Peluang pasar masih terbuka 6. Kelembagaan usaha belum terbentuk
lebar
90
a. Kekuatan
Kekuatan dari industri rumah tangga tapai singkong dan opak singkong di
Hasil analisis nilai tambah dengan metode Hayami didapatkan produk opak
235.262 dengan R/C rasio 2,1. Kedua produk tersebut dapat dijadikan fokus
Sepatan Timur.
91
3. Kontinuitas produksi
hampir dilakukan setiap hari. Hal ini dikarenakan beberapa pengrajin sangat
yang sudah menikah pada akhirnya juga memulai usaha mengolah singkong
beberapa keluarga.
Sampai saat ini, industri olahan tapai dan opak masih mempunyai peluang
produksi tapai dan opak yang dihasilkan setiap pengrajin pasti habis dibeli
konsumen setiap harinya. Penggunaan tapai yang dapat diolah kembali atau
menjadi tambahan makanan lain, serta opak yang sudah dikenal dari dulu
oleh masyarakat sebagai makanan ringan membuat kedua produk ini masih
92
b. Kelemahan
Kelemahan dari industri rumah tangga tapai singkong dan opak singkong di
1. Bahan baku dari Bogor dan tidak ada kerjasama yang jelas menyulitkan
berasal dari Bogor karena di Kecamatan Sepatan Timur tidak ada yang
93
3. Belum ada pengemasan yang baik
Pengemasan untuk menjual produk tapai dan opak dengan packaging yang
dengan cara diikat dengan tali rapia yang terlihat kurang menarik.
akan menarik konsumen untuk membeli dan jangkuan penjualan akan lebih
luas. Sesuai dengan hasil penelitian Syaputri (2015), kemasan, merek, dan
PIRT merupakan izin usaha khusus untuk usaha skala kecil. Para pengrajin
yang terpenting adalah jualan mereka habis dibeli dan keuntungannya dapat
94
kesepakatan antara tengkulak dan pengrajin. Hal ini menyebabkan harga
jual dari pengrajin lebih rendah dan pengrajin tidak bisa menentukan secara
berkembang.
Informasi mengenai peluang dan ancaman yang dihadapi IRT tapai dan
95
a. Peluang
Peluang dari industri rumah tangga tapai singkong dan opak singkong di
sosial, dan situs jual beli online sangat memudahkan produsen untuk
Jika menjual secara online, jangkauan pemasaran akan semakin luas. Hal
ini merupakan peluang yang sangat baik untuk memasarkan produk tapai
96
pengemasan produk dan pemasaran online. Pengrajin dapat melakukan
tersebut belum temasuk lahan yang dibawah satu hektar milik warga.
varietas yang tepat pada lahan yang sesuai produksi bisa mencapai 20-30
2016 bisa mencapai 2.420 – 3.630 ton/ha. Kecamatan Sepatan Timur dapat
sehingga harga bahan baku bisa lebih rendah dan memanfaatkan hasil
97
Tabel 34. Luas Lahan, Produktivitas, dan Produksi Singkong Kabupaten
Tangerang Tahun 2016
Luas Lahan Produktivitas Produksi
No. Kecamatan
(Ha) (ku/ha) (ton/tahun)
1 Cisoka - - -
2 Solear 17 131.5 224
3 Tigaraksa 27 130.9 353
4 Jambe 5 130.4 65
5 Cikupa 10 131.3 131
6 Panongan 8 131.4 105
7 Curug 4 131.6 53
8 Kelapa Dua 2 130.2 26
9 Legok 12 128.9 155
10 Pagedangan 14 130.2 182
11 Cisauk 9 129.2 116
12 Pasar kemis - - -
13 Sindang Jaya - - -
14 Balaraja 2 128.9 26
15 Jayanti - - -
16 Sukamulya - - -
17 Kresek 1 129.2 13
18 Gunung Kaler - - -
19 Kronjo - - -
20 Mekar Baru - - -
21 Mauk - - -
22 Kemiri 1 128.6 13
23 Sukadiri - - -
24 Rajeg 9 129.6 117
25 Sepatan - - -
26 Sepatan Timur - - -
27 Pakuhaji - - -
28 Teluknaga - - -
29 Kosambi - - -
Jumlah / Total 121 130,5 1.579
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Tangerang (2016)
produk UMKM
Saat ini, berbagai institusi banyak menggelar pameran atau bazaar yang
98
Pameran tersebut dapat membantu peserta untuk mengenalkan produk
usaha. Beberapa pameran atau bazar yang tiap tahun diselenggarakan yaitu
Jakarta IKM Expo, Agrinex Expo, serta Koperasi dan UMKM Expo.
b. Ancaman
1. Persaingan tapai dan opak dengan produk sejenis dari luar Kecamatan
Sepatan Timur
Produk tapai singkong dan opak singkong adalah makanan tradisional yang
daerah menjadi ketat, seperti tapai dari Bogor yang sudah masuk ke pasar-
salah satu ancaman bagi pelaku usaha. Terlebih jika kompetitor sudah lebih
dulu berkembang dengan brand dan kemasan yang baik sehingga menarik
konsumen, seperti produk tapai yang sudah mulai masuk ke pasar dan
99
Sepatan Timur. Tengkulak tidak akan membeli jika harga opak terlalu tinggi
walaupun harga bahan baku naik. Hal ini membuat pengrajin harus pintar
input lain.
kemudian dianalisis sehingga menciptakan strategi S-O, strategi W-O, strategi S-T,
dan strategi W-T, sebagaimana dijelaskan pada Tabel 35. Matriks ini didapat dari
dengan narasumber dari Dinas Pertanian, Dinas Koperasi dan UMKM, dan
lima peluang, dan dua ancaman yang ada dalam IRT tapai singkong dan opak
sesuai dengan Tabel 35 untuk pengembangan produk lebih lanjud. Terdapat tiga
strategi S-O, dua strategi S-T, empat strategi W-O, dan dua strategi W-T yang
dihasilkan. Strategi yang telah terbentuk dapat dipilih dan disesuaikan dengan
kondisi yang ada pada IRT tapai singkong dan opak singkong di Kecamatan
Sepatan Timur saat ini serta strategi tersebut memungkinkan dan mudah untuk
100
Tabel 35. Matriks SWOT Pengembangan Produk Tapai dan Opak Singkong di
Kecamatan Sepatan Timur
Kekuatan (S) Kelemahan (W)
1. Menghasilkan nilai tambah 1. Bahan baku dari Bogor
tertinggi (opak) dan dan tidak ada kerjasama
pendapatan tertinggi yang jelas menyulitkan
(tapai) mengontrol kualitas
2. Jumlah pengrajin 84 singkong
rumah tangga 2. Minimnya penguasaan
3. Kontinuitas produksi teknologi
4. IRT olahan tapai dan opak 3. Belum ada pengemasan
sudah bertahan puluhan yang baik
tahun 4. Belum ada izin usaha /
5. Peluang pasar masih P-IRT
terbuka lebar 5. Pengrajin opak tidak
bebas menentukan
harga karena tengkulak
6. Kelembagaan usaha
belum terbentuk
101
a. Startegi S-O
1. Deferensiasi produk
dan opak dapat lebih diterima oleh masyarakat. Produk opak yang dihasilkan
dapat dibuat menjadi beberapa ukuran. Ukuran besar yang biasa diproduksi
untuk konsumen saat ini serta ukuran kecil yang nantinya akan dikemas.
Ukuran kecil dapat dibuat sedikit lebih tebal agar tidak mudah hancur saat
dikemas. Produk tapai singkong dan opak singkong juga dapat ditambahkan
varian rasa agar konsumen memiliki banyak pilihan sehingga tidak kalah
dengan produk jajanan lain di pasaran. Tapai dapat ditambahkan rasa seperti
pandan, coklat, dan stroberi serta opak ditambahkan varian rasa seperti keju
dan pedas.
untuk menjual produk dan bebas menetapkan harga jualnya. Promosi dan
penjualan dapat dilakukan melalui media sosial dan webiste agar dapat
3. Mengikuti bazar
hasil industri rumah tangga yang biasa diadakan oleh institusi tertentu atau
102
DinKop dan UMKM Kabupaten Tangerang. pengenalan bahwa di Kecamatan
b. Strategi W-O
Jika proses produksi dan produk sudah baik dan memenuhi standar, maka
Adanya izin usaha menerangkan bahwa produk layak dan aman untuk
sejenis. Izin PIRT dapat diperoleh dari Dinas Kesehatan di Tigaraksa, khusus
103
SPP-PIRT (Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga) Kabupaten
Tangerang :
Tangerang
Pengadaan bahan baku akan lebih baik jika berasal dari daerah tersebut
karena harga bahan baku menjadi lebih rendah. Namun, ketersediaan lahan di
104
Menurut Soekartawi (2001:54), agar ketersediaan bahan baku terjamin,
cara :
partnership
menjual barang yang dihasilkan oleh anggotanya. Para pelaku usaha yang
c. Strategi S-T
Jika ingin menjangkau pasar yang lebih luas, peningkatan kuantitas dan
105
dengan memperbaiki kualitas dari segi kehigienisan produk, peningkatan
rasa, bentuk kemasan yang aman dan menarik, dan perbaikan bentuk produk
layak untuk mengikuti bazar atau pameran serta layak dimasukkan ke outlet
dan supermarket.
dan sekitarnya
olahan Kecamatan Sepatan Timur atau menitipkan tapai dan opak singkong
d. Strategi W-T
informasi tertulis yang dapat dibaca oleh konsumen sehingga konsumen dapat
dengan mudah mengenali dan mencari jika ingin melakukan repeat order.
karena dengan branding produk yang unik dan mempunyai ciri khas,
106
Penggunaan alat untuk pengemasan, seperti hand sealer sangat diperlukan
agar pengemasan lebih rapih dan pengerjaan lebih cepat jika ingin
keranjang untuk tapai dan plastik bentuk tabung untuk mini opak.
Kemitraan adalah komitmen atau kerjasama jangka panjang antara dua atau
dalam produksi tapai dan opak di Kecamatan Sepatan Timur. Implikasi manajerial
yang terbentuk lebih mengarah untuk perbaikan di tingkat produksi dari aspek
bahan baku, produk, penjualan, dan perizinan usaha agar produk yang dihasilkan
Sesuai dengan Tabel 36, masalah untuk kualitas bahan baku dapat diatasi
dengan petani atau pengepul di salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten
mengontrol kualitas singkong yang diturunkan setiap harinya. Harga bahan baku
107
yang berasal dari daerah yang lebih dekat dengan tempat produksi diharapkan akan
lebih murah sehingga dapat menekan biaya produksi. Bahan baku juga dapat
didatangkan lebih cepat sehingga pengrajin dapat melakukan produksi lebih awal.
Masalah dalam aspek produk yang belum dikemas dengan baik, minimnya
penguasaan teknologi, dan pengrajin opak tidak bebas menentukan harga dapat
diatasi dengan mengadakan pelatihan pengemasan produk oleh Dinas Koperasi dan
produk, dan meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi untuk memenuhi pasar
baru. Pelatihan dari Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Tangerang dapat
baik dan sesuai standar dengan desain menarik dan memiliki branding produk.
dengan biaya produksi dan tidak merugikan pengrajin. Kemitraan juga dapat
dalam hal penyediaan bahan baku, manajemen usaha, produksi, dan pemasaran.
Koperasi juga dapat berperan untuk meningkatkan kualitas pengrajin dari segi
usaha atau P-IRT juga perlu dilakukan agar produk yang dihasilkan terjamin
108
Tabel 36. Implikasi Manajerial dan Strategi untuk Perbaikan Kelemahan di Tingkat
Produksi
No. Kelemahan Alternatif Strategi Hasil
1. Bahan baku singkong dapat
Bahan baku dari
didatangkan dari Kabupaten
1 Bogor dan tidak
Tangerang
ada kerjasama Melakukan kemitraan untuk
2. Harga bisa lebih murah
yang jelas pengadaan bahan baku dari
3. Lebih mudah mengontrol kualitas
menyulitkan Kabupaten Tangerang
singkong karena didatangkan dari
mengontrol
daerah terdekat dan sudah menjalin
kualitas singkong
kerjasama atau kemitraan
Mengadakan pelatihan Menambah keterampilan pengrajin
pengemasan produk dan dalam pengemasan produk yang sesuai
Minimnya pemasaran online standar dan modern (terdapat nama
2 penguasaan produk, komposisi, tanggal produksi
teknologi dan kadaluarsa, dan call center) serta
menambah pengetahuan untuk
memasarkan online
Belum ada Membuat kemasan menarik Tapai dan opak mempunyai kemasan
3 pengemasan yang dengan branding produk yang lebih modern, menarik, dan
baik mempunyai brand
1. Produk lebih dikenal masyarakat luas
1. Melakukan promosi dan
2. Memudahkan dalam menjual tapai
pemasaran online
dan opak
2. Mengikuti bazar
3. Meningkatkan penjualan
3. Penjualan produk dengan
4. Pengrajin bebas menentukan harga
menitipkan ke outlet-
disesuaikan dengan biaya yang
outlet yang ada di
Pengrajin opak dikeluarkan
Tangerang dan
tidak bebas 5. Mendapat konsumen baru dari dalam
sekitarnya
3 menentukan dan luar Kecamatan Sepatan Timur
4. Melakukan kemitraan
harga karena 6. Produk yang dihasilkan lebih
untuk penjualan hasil
tengkulak bervariasi sehingga mendatangkan
produksi
kosumen baru karena mempunyai
5. Maningkatkan kuantitas
banyak pilihan
dan kualitas produksi
untuk memenuhi
permintaan pasar baru
6. Deferensiasi produk
109
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
disimpulkan bahwa :
1. Nilai tambah tertinggi tanpa menghitung upah tenaga kerja yaitu produk
berbahan baku singkong utuh opak singkong dengan nilai tambah Rp 3.739/kg
88,5%. Jika menghitung upah tenaga kerja, hasil nilai tambah tetap sama namun
distribusi marjin tertinggi untuk opak adalah pendapatan tenaga kerja sebesar
89,5% dan distribusi marjin tertinggi untuk tepung gaplek adalah keuntungan
7.057.860/bulan dengan R/C rasio 2,1 dan pendapatan produk berbahan baku
R/C rasio 2,9. Jika menghitung upah tenaga kerja, keuntungan tapai singkong
3. Usulan produk yang akan dikembangkan yaitu opak singkong dengan nilai
110
sampingan tepung gaplek dengan nilai tambah dan pendapatan tertinggi.
yaitu: (a) Deferensiasi produk; (b) Melakukan promosi dan pemasaran online;
pemasaran online; (e) Mengurus izin usaha/ P-IRT; (f) Mengadakan kemitraan
6.2 Saran
olahan opak singkong dengan nilai tambah tertinggi dan tapai singkong dengan
sampingan.
111
alternatif yang sesuai agar pengembangan produk olahan singkong yang terpilih
dapat terwujud.
tenaga kerja dan upah yang benar-benar sesuai pekerjaan yang dilakukan agar
112
DAFTAR PUSTAKA
113
Gujarati, Damonar R. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika Jilid 1. Penerbit Erlangga.
Jakarta.
Handoko, Haryo Bagus. 2009. Tempat Makanan dan Oleh-Oleh Khas Malang. PT
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hartoko, Alfa. 2010. 40 Tool Dahsyat untuk Mengelola Bisnis UKM. PT Elex
Media Komputindo. Jakarta.
Imani, Israwan. 2016. Analisis Keuntungan dan Nilai Tambah Pengolahan Ubi
Kayu Menjadi Tela-Tela (Studi Kasus Usaha Tela Steak di Kelurahan
Mandonga Kecamatan Mandonga Kota Kediri). [Skripsi]. Program Studi
Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo. Kendari.
114
Marimin dan Alim Setiawan Slamet. 2010. Analisis Pengambilan Keputusan
Manajemen Rantai Pasok Bisnis Komoditi dan Produk Pertanian. Pangan.
Vol. 19 No. 2; hal 169-188.
Maulidah Silvana. 2012. Pengantar Usahatani: Kelayakan Usahatani. [Modul].
Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. Malang.
Miftahudin, Husen. 2016. Kontribusi Sektor Pertanian ke PDB Tertinggi Kedua.
http://ekonomi.metrotvnews.com, 10 Agustus 2017, pk.12:58 WIB.
Murtiningsih dan Suryanti. 2011. Membuat Tepung Umbi dan Variasi Olahannya.
PT Agro Media Pustaka. Jakarta.
Nabilah, Sharfina dkk. 2015. Analisis Finansial Usahatani Kedelai dan Nilai
Tambah Tahu di Kabupaten Lombok Tengah. SEPA. Vol. 12 No.1; hal 11-
18.
Narbuko, Cholid dan Abu Achmadi. Metodologi Penelitian. 2010. PT Bumi
Aksara. Jakarta.
Purwono dan Heni Purnamawati. 2010. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan
Unggul. Swadaya. Depok.
Pratiwi dkk. 2015. Analisis Pendapatan dan Nilai Tambah Agroindustri Tape
Singkong di Kota Pekanbaru. Jom Faperta. Vol 2 No.1; hal 1-11.
Rangkuti, Freddy. 2008. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT
Gramedia. Jakarta.
Renstra (Rencana Strategis) Kementerian Pertanian. 2015. Rencana Strategis
Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019. Kementerian Pertanian RI.
Jakarta.
Rukmana, Rahmat dan Yuyun Yuniarsih. 2001. Aneka Olahan Ubi Kayu. Kanisius.
Yogyakarta.
Rustiadi, Ernan dkk. 2011. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Yayasan
Pustaka Obor. Jakarta.
Sari, Ade Silvana dkk. 2015. Analisis Nilai Tambah Pengolahan Ubi Kayu Menjadi
Tape Ubi (Studi Kasus: Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan
Tuntungan, Kota Medan). [Skripsi]. Program Studi Agribisnis Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.
Sensus Pertanian BPS. 2013. Laporan Hasil Sensus Pertanian 2013 (Pencacahan
Lengkap). http://st2013.bps.go.id/dev/st2013/index.php/site/index, 28 April
2017, pk.12:34 WIB.
Setiawan, Iwan. Agribisnis Kreatif. 2012. Penebar Swadaya. Jakarta.
115
Shinta, Agustina. 2011. Ilmu Usahatani. UB Press. Malang.
Soekartawi. 2001. Pengantar Agroindustri. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Soekartawi. 2016. Analisis Usahatani. UI Press. Jakarta.
Suratiyah, Ken. 2015. Ilmu Usahatani Edisi Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Syaputri, Ria. 2015. Pengaruh Kemasan, Merek, dan Harga Terhadap Loyalitas
Konsumen Pada UKM Keripik Singkong Sulis di Samarinda. e-Jurnal Ilmu
Administrasi Bisnis. Vol.3 No.1; hal 27-39.
Tjiptono, Frandy. 2008. Strategi Pemasaran. Andi. Yogyakarta.
Todaro, Michael P dan Stephen C Smith. 2006. Economic Development. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah.
Valentina, Oxy. 2009. Analisis Nilai Tambah Ubi Kayu Sebagai Bahan Baku
Keripik Singkong di Kabupaten Karanganyar (Kasus pada KUB Wanita Tani
Makmur). [Skripsi]. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret. Surakarta.
116
Lampiran 4. Penyusutan Alat-Alat Produksi
117
Penyusutan Alat-Alat Produksi Tape Singkong Input 100 Kg
No. Alat Jumlah Harga Jumlah Umur Ekonomis Nilai Penyusutan
(Rp) Biaya (Hari) Sisa (Rp/hari)
1 Pisau 4 5.000 20.000 365 0 54,8
2 Ember 4 15.000 60.000 365 0 164,4
3 Keranjang plastik 1 10.000 10.000 365 0 27,4
4 Kuali 1 200.000 200.000 3.650 0 54,8
5 Keranjang bambu 2 50.000 100.000 365 0 274
6 Blonjong 1 230000 230.000 365 0 630,1
7 Motor 1 5.000.000 5.000.000 1.460 0 3.424,7
8 Serokan 1 15.000 15.000 365 0 41,1
9 Spons 1 3.000 3.000 21 0 142,9
Jumlah 5.635.000 4.814,1
118
Penyusutan Alat-Alat Produksi Tape Singkong Input 200 Kg
Harga Jumlah Umur Ekonomis Nilai Penyusutan
No. Alat Jumlah
(Rp) Biaya (Hari) sisa (Rp/hari)
1 Pisau 5 5.000 25.000 365 0 68,5
2 Ember 8 20.000 160.000 365 0 438,4
3 Bakul 6 25.000 150.000 365 0 411
4 Kuali 1 190.000 190.000 3.650 0 52,1
5 Keranjang bambu 6 50.000 300.000 365 0 821,9
6 Blonjong 1 270.000 270.000 365 0 739,7
7 Motor 1 4.000.000 4.000.000 1.460 0 2.739,7
8 Saringan 1 15.000 15.000 365 0 41,1
9 Spons 1 3.000 3.000 21 0 142,9
Jumlah 5.110.000 5.455,2
119
Penyusutan Alat-Alat Produksi Opak Singkong Input 8 Kg
Harga Jumlah Umur Ekonomis Nilai Penyusutan
No. Alat Jumlah
(Rp) Biaya (Hari) sisa (Rp/hari)
1 Pisau 1 10.000 10.000 365 0 27,4
2 Mangkok 1 5.000 5.000 365 0 13,7
3 Kuali 1 200.000 200.000 3.650 0 54,8
4 Papan kayu 1 5.000 5.000 365 0 13,7
5 Geribik 6 7.500 45.000 30 0 1.500
6 Saringan Plastik 1 2.000 2.000 30 0 66,7
7 Ember 4 18.000 72.000 365 0 197,3
8 Cobek 1 50.000 50.000 365 0 137
Jumlah 389.000 2.010,5
120
Penyusutan Alat-Alat Produksi Enyek-Enyek Input 30 Kg
No. Alat Jumlah Harga Jumlah Umur Ekonomis Nilai Penyusutan
(Rp) Biaya (Hari) Sisa (Rp/hari)
1 Mesin Kerik 1 300.000 300.000 1.825 0 164,4
2 Sasak 22 2.500 55.000 180 0 305,6
3 Pisau 2 10.000 20.000 365 0 54,8
4 Kukusan 1 150.000 150.000 730 0 205,5
5 Papan kayu 1 5.000 5.000 365 0 13,7
6 Kompor 1 250.000 250.000 1.905 0 131,2
7 Ember 5 18.000 90.000 365 0 246,6
8 Cobek 1 80.000 80.000 365 0 219,2
Jumlah 950.000 1.340,9
121
Penyusutan Alat-Alat Produksi Kerupuk Input 5 Kg
Umur Ekonomis Nilai Penyusutan
No. Alat Jumlah Harga (Rp) Jumlah Biaya
(Hari) Sisa (Rp/hari)
1 Sasak 3 1.000 3.000 180 0 16,7
2 Kukusan 1 130.000 130.000 1.825 0 71,2
3 Bak ember 1 20.000 20.000 365 0 54,8
4 Papan kayu 1 10.000 10.000 730 0 13,7
5 Cobek 1 50.000 50.000 365 0 137
Jumlah 213.000 293,4
122
Lampiran 5. Harga Input Lain
Harga (Rp)
Input Lain
50 kg 70 kg 100 kg 150 kg 200 kg 300 kg
Ragi 1.666,7 2.500 3.333,3 7.500 10.000 15.000
Kayu Bakar 2.500 3.333,3 5.000 10.000 15.000 22.500
Koran 1.000 1.333,3 3.500 4.666,7 7.000 14.000
Kertas Nasi - - 2.857,1 4.000 5.000 6.667
Total 5.166,7 7.166,7 14.690,5 26.166,7 37.000 58.167
Harga
Input Lain
8 kg 10 kg
Daun kucai 1.000 1.000
Bawang putih 1.000 1.000
Ketumbar 1.000 1.000
Garam 400 500
Kayu bakar 1.428.6 1.428.6
Minyak goreng 1.000 1.000
Total 5.828,6 5.928,6
Harga (Rp)
Input Lain
15 kg 30 kg 60 kg
Sasa 1.500 3.000 5.000
Bawang putih 2.000 3.000 12.000
Ketumbar 3.000 6.000 10.000
Garam 1.000 2.000 5.000
Kayu bakar 6.666,7 10.000 20.000
Cabe merah 2.000 4.000 8.000
Minyak goreng 1.750 3.500 7.000
Kucai 2.500 5.000 10.000
Total 20.416,7 36.500 77.000
123
Harga Input Lain Keripik Singkong
Harga (Rp)
Input Lain
8 kg 10 kg
Sasa 1.000 2.000
Bawang putih 2.000 4.000
Ketumbar 1.000 2.000
Garam 500 1.000
Kayu bakar 1.428,6 1.666,7
Pewarna 571,4 800
Minyak goreng 875 1.750
Total 7.375 13.216,7
124
Lampiran 6. Penghitungan Upah Tenaga Kerja
Waktu Upah Per Jumlah Total Upah
No. Produk Input Upah/Jam HOK
Kerja Pekerja TK Upah Rata-Rata
50 8.750 4 35.000 1 35.000 0,5 70.000
70 8.750 4 35.000 2 70.000 1 70.000
100 8.750 5 43.750 2 87.500 1,3 70.000
1 Tapai
150 8.750 6 52.500 3 157.500 2,3 70.000
200 8.750 6 52.500 4 210.000 3 70.000
300 8.750 7 61.250 4 245.000 3,5 70.000
15 8.750 4 35.000 1 35.000 0,5 70.000
Enyek-
2 30 8.750 4 35.000 2 70.000 1 70.000
Enyek
60 8.750 7 61.250 2 122.500 1,8 70.000
8 8.750 4 35.000 1 35.000 0,5 70.000
3 Opak
10 8.750 4 35.000 1 35.000 0,5 70.000
4 Keripik 10 8.750 3 26.250 1 26.250 0,4 70.000
5 8.750 3 26.250 1 26.250 0,4 65.625
5 Kerupuk
10 8.750 4 35.000 1 35.000 0,5 70.000
6 Tepung 10 8.750 2 17.500 1 17.500 0,25 70.000
125
Lampiran 7. Daftar Pertanyaan Nilai Tambah dan Pendapatan Pengrajin
Tanggal :
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN
1. Nama :
2. Umur :
3. Pendidikan :
4. Jenis Usaha :
5. Desa :
B. PELAKSANAAN USAHA
Nilai Tambah
126
Pendapatan Usaha
No. Jenis Alat Jumlah Harga Satuan Jumlah Biaya Umur Pakai
(Unit) (Rp) (Rp) (thn)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
127
Lampiran 8. Daftar Pertanyaan Pengembangan Produk
128
2 Preferensi Preferensi Permintaan Dinas 1. Bagaimana minat
konsumen konsumen adalah konsumen Koperasi dan konsumen untuk
pilihan suka atau UMKM, produk olahan
tidaknya seseorang pengusaha singkong saat ini ?
terhadap produk olahan 2. Apa yang harus
yang dikonsumsi singkong diperhatikan pengrajin
agar konsumen
tertarik untuk
membeli produk?
129
non fisik pengrajin
(kemampuan mengajukan
bekerja, pelatihan?
pendidikan, 3. Kemampuan apa yang
keterampilan, dsb) sebaiknya dikuasai
pengrajin untuk
mengembangkan
produknya?
130
Lampiran 9. Dokumentasi Produksi Olahan Singkong dan Wawancara
Pengolahan Opak
131
Keripik Singkong Enyek-enyek
Pengolahan Kerupuk
Pengolahan Tepung
132
Wawancara
133