Anda di halaman 1dari 174

ANALISIS PENERAPAN GOOD MANUFACTURING

PRACTICES (GMP) DAN SANITATION STANDARD


OPERATING PROCEDURES (SSOP) PADA PRODUKSI
DAGING SAPI OLAHAN DI PT. TITIPIN AJA MEN

SKRIPSI

Rosanti
11170920000004

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2023 M / 1444 H
ANALISIS PENERAPAN GOOD MANUFACTURING
PRACTICES (GMP) DAN SANITATION STANDARD
OPERATING PROCEDURES (SSOP) PADA PRODUKSI
DAGING SAPI OLAHAN DI PT. TITIPIN AJA MEN

Rosanti
11170920000004

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Pada Program Studi Agribisnis

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2023 M / 1444 H
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA DIRI

Nama : Rosanti
Tempat, Tanggal Lahir : Purwakarta, 23 Agustus 1999
Jenis Kelamin : Perempuan
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Jl. BB Cipinang Muara No.45,
RT/RW 005/004, Kel. Cipinang
Muara, Kec. Jatinegara, Jakarta
Timur 13420

No. Hp : 088212254156
E-mail : rosantis926@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

2005 – 2011 : SDN 08 Cipinang Muara, Jakarta


2011 – 2014 : SMP N 52 Jakarta
2014 – 2017 : SMA Pusaka 1 Jakarta
2017 – 2023 : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

PENGALAMAN PELATIHAN DAN KERJA

2019 : Pelatihan Agropreneur Budidaya dan Bisnis Hidroponik


2020 : Praktek Kerja Lapang (PKL) di Forever Green

PRESTASI

2012 - 2017 : Penerima Beasiswa Kartu Jakarta Pintar (KJP)


2018 – 2021 : Penerima Beasiswa Kartu Jakarta Mahasiswa
Unggul (KJMU)
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur tercurahkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-
Nya penulis diberi kemudahan dan pertolongan dalam menyusun dan
menyelesaikan penelitian ini sebaik mungkin. Shalawat serta salam tidak lupa
penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah memberikan serta
membawa umat manusia dari zaman gelap gulita ke zaman terang benderang.
Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, doa dan motivasi,
semangat dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih atas bimbingan, arahan, motivasi, doa, semangat, bantuan moril
maupun material yang diberikan selama penyusunan skripsi ini. Pihak-pihak
tersebut antara lain:

1. Ibu Rizki Adi Puspita Sari, SP, M.M dan Ibu Titik Inayah, SP, M.Si selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Agribisnis UIN Jakarta yang selalu
memberikan dukungan, motivasi dan arahan mulai dari tahap perkuliahan
sampai dengan penyusunan skripsi.
2. Bapak Husni Teja Sukmana, ST, M.Sc, Ph.D selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.
3. Kedua orangtua tercinta Bapak Rochali dan Ibu Ade Tuti yang selalu
memberikan dukungan, doa, motivasi, semangat, izin serta restu sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Eny Dwiningsih, S.TP, M.Si selaku dosen pembimbing I serta Ibu Dewi
Rohma Wati, SP, M.Si selaku dosen pembimbing II yang senantiasa
membimbing dan memberikan saran, dukungan, arahan serta motivasi kepada
penulis.
5. Ibu Dr. drh. Zulmaneri, M.M selaku dosen penguji I serta Ibu Agustina
Senjayani, SP, M.Si, M.Si selaku dosen penguji II yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk memberikan nasihat, arahan, dan saran untuk
kesempurnaan skripsi penulis.
6. Ibu Dr. Ir Siti Rochaeni, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan akademik dan bimbingan rencana studi kepada
penulis dari awal hingga akhir perkualiahan.
7. Seluruh dosen Program Studi Agribisnis atas ilmu pengetahuan dan
pengalaman hidup yang dengan ikhlas diajarkan dan diberikan kepada
penulis.
8. Bapak Brian Hernawan selaku direktur perusahaan dan seluruh karyawan
yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di
perusahaan tersebut dan memberikan banyak informasi selama penelitian.
9. Teman seperjuangan penulis dikampus Sheilla, Zaza, Anggun, Rantri, Ina,
Anis, Missa, Dwi, Amel serta keluarga besar Agribisnis 2017, khususnya
kelas A agribisnis, dan teman-teman ku yang tidak dapat penulis sebutkan
satu per satu terimakasih banyak atas kebersamaan, do’a dan dukungan
kepada penulis selama ini.
10. Sahabat penulis yaitu Salsa, Rahima, Wina dan Dini yang selalu memberikan
semangat, dukungan, motivasi dan do’a kepada penulis.
11. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi yang tidak
disebutkan, namun tidak mengurangi rasa hormat dan ucapan terima kasih
penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan skripsi belum


sempurna. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan
saran dan kritik yang membangun. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis
maupun bagi pihak yang membutuhkan.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, Juni 2023

Rosanti

vii
RINGKASAN
Rosanti, Analisis Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation
Standard Operating Procedures (SSOP) Pada Produksi Daging Sapi Olahan di PT.
Titipin Aja Men. Di bawah Bimbingan Eny Dwiningsih. dan Dewi Rohma Wati.

Pemenuhan produk hewan ASUH menjadi tantangan bagi unit usaha produk
hewan dalam menjamin keamanan pangan asal hewan sesuai tuntuntan konsumen.
Salah satu upaya dalam menciptakan pangan asal hewan yang ASUH yaitu melalui
penerapan GMP dan SSOP. Penerapan GMP di Indonesia khususnya penerapan
SSOP pada unit usaha pangan asal hewan dapat dibuktikan dengan adanya sertifikat
NKV. PT. Titipin Aja Men belum memiliki sertifikat NKV, hal tersebut disebabkan
karena penerapan GMP dan SSOP belum dilaksanakan dengan baik, dan masih
ditemukan aspek-aspek yang belum sesuai dengan pedoman. Penelitian ini
bertujuan untuk (1) Menganalisis ketidaksesuaian antara penerapan GMP dan
SSOP di PT. Titipin Aja Men dengan Peraturan Menteri Perindustrian RI 75/M-
IND/PER/2010; (2) Menganalisis faktor penyebab ketidaksesuaian pada aspek
GMP dan SSOP di PT. Titipin Aja Men; dan (3) Merumuskan rekomendasi tindak
lanjut pada penerapan GMP dan SSOP di PT. Titipin Aja Men.
Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dengan data kualitatif
yaitu menggunakan GAP Analysis untuk menganalisis ketidaksesuaian antara
penerapan di perusahaan terhadap pedoman GMP dan SSOP. Mengetahui faktor
apa saja penyebab ketidaksesuaian aspek GMP dan SSOP menggunakan diagram
sebab-akibat, dan merumuskan rekomendasi tindak lanjut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan GMP dan SSOP yang
dilakukan oleh PT. Titipin Aja Men kurang sesuai dengan Peraturan Menteri
Perindustrian RI Nomor 75/M-IND/PER/2010. Hasil analisis formulir skoring
menunjukkan rata-rata penerapan GMP sebesar 27,30% dan SSOP 32,11%. Jumlah
tersebut menunjukkan bahwa secara keseluruhan penerapan GMP dan SSOP di PT.
Titipin Aja Men kurang memenuhi pedoman. Berdasarkan hasil pengelompokkan
ketidaksesuaian GMP dan SSOP ditemukan 0 ketidaksesuaian minor, 12
ketidaksesuaian mayor, dan 6 ketidaksesuaian serius. Hasil dari analisis diagram
sebab akibat yaitu dari faktor man yaitu kurangnya kesadaran, pengetahuan,
keperdulian, tanggung jawab, serta pengawasan oleh pemilik. Faktor machine yaitu
mesin dan peralatan produksi kurang terpelihara dengan baik. Faktor environment
yaitu tidak ada display sign, fasilitas sanitasi kurang memadai, dan tata letak
penyimpanan kurang tepat. Rekomendasi tindak lanjut berdasarkan analisis
5W+1H terhadap ketidaksesuaian mayor dan serius diperoleh sebanyak 13
rekomendasi tindak lanjut.
Kata Kunci: GMP, SSOP, Daging Olahan, PT.Titipin Aja Men, GAP Analysis
DAFTAR ISI
PENGESAHAN UJIAN .................................................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP .......................................................................... v

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi

RINGKASAN ..................................................................................................... viii

DAFTAR ISI .................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang............................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 5

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 6

1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 7

2.1 Manajemen Mutu........................................................................... 7

2.2 Sistem Keamanan Pangan ............................................................. 8

2.3 GMP (Good Manufacturing Practices) ......................................... 9

2.3.1 Tujuan dan Manfaat Penerapan GMP .............................. 10


2.3.2 Ruang Lingkup GMP ....................................................... 10

2.4 SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure) ..................... 13

2.5 Peraturan Cara yang Baik Pada Rantai Produksi Produk


Hewan ........................................................................................... 16

2.6 Agribisnis Daging Sapi ................................................................. 17

2.7 Analisis Kesenjangan (GAP Analysis).......................................... 20


2.8 Root Cause Analysis (RCA)......................................................... 20

2.9 Analisis 5W + 1H ......................................................................... 22

2.10 Penelitian Terdahulu..................................................................... 23

2.11 Kerangka Pemikiran ..................................................................... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 26

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 26

3.2 Jenis dan Sumber Data ................................................................. 26

3.3 Metode Pengumpulan Data .......................................................... 27

3.4 Metode Analisis Data ................................................................... 28

3.4.1 Analisis Kesenjangan (GAP Analysis) ............................. 29


3.4.2 Diagram Sebab Akibat ..................................................... 31
3.4.3 Rekomendasi Tindak Lanjut Analisis 5W+1H ............... 32

3.5 Informan ....................................................................................... 32

3.6 Definisi Operasional ..................................................................... 33

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ............................................ 34

4.1 Profil Perusahaan .......................................................................... 34

4.1.1 Sejarah dan Perkembangan PT. Titipin Aja Men ............. 34


4.1.2 Visi dan Misi Perusahaan ................................................. 35
4.1.3 Struktur Organisasi ........................................................... 36
4.1.4 Ketenagakerjaan PT. Titipin Aja Men ............................. 37

4.2 Produk PT. Titipin Aja Men ......................................................... 38

4.3 Proses Bisnis PT. Titipin Aja Men ............................................... 39

4.4 Proses Produksi Daging Olahan ................................................... 42

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 45

5.1 Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP dan SSOP


PT. Titipin Aja Men ..................................................................... 45

x
5.1.1 Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP ...................... 45
5.1.2 Analisis Ketidaksesuaian Penerapan SSOP ..................... 77

5.2 Analisis Faktor Penyebab Ketidaksesuaian Pada Aspek


GMP dan SSOP ............................................................................ 96

5.2.1 Ketidaksesuaian Mayor .................................................... 96


5.2.2 Ketidaksesuaian Serius .................................................... 105

5.3 Rekomendasi Tindak Lanjut Analisis 5W+1H............................ 111

BAB VI PENUTUP ........................................................................................... 122

6.1 Kesimpulan .................................................................................. 122

6.2 Saran ............................................................................................ 123

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 124

LAMPIRAN ....................................................................................................... 127

xi
DAFTAR TABEL

No Halaman
1. Laporan Hasil Audit Eksternal PT. Titipin Aja Men Tahun 2019 ................ 4
2. Komposisi Kimia Daging Sapi Per 100 gram .............................................. 18
3. Syarat Mutu Mikrobiologis Daging Sapi Menurut SNI 3932:2008 ............. 19
4. Tingkatan Mutu Daging Sapi Menurut SNI 3932:2008 ............................... 19
5. Varian Produk Daging Segar dan Daging Olahan PT. Titipin Aja Men ...... 38
6. Rekapitulasi GAP Analysis Pada Penerapan GMP di PT. Titipin Aja
Men .............................................................................................................. 46
7. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Lokasi ............................................................................................... 47
8. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Bangunan .......................................................................................... 49
9. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Fasilitas Sanitasi ............................................................................... 52
10. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Mesin dan Peralatan .......................................................................... 56
11. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Pengawasan Proses ........................................................................... 58
12. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Produk Akhir .................................................................................... 61
13. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Laboratorium .................................................................................... 62
14. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Karyawan .......................................................................................... 63
15. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Pengemas .......................................................................................... 65
16. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Label dan Keterangan Produk........................................................... 66
17. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Penyimpanan ..................................................................................... 68
18. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Pemeliharaan dan Program Sanitasi ................................................. 70
19. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Pengangkutan .................................................................................... 72
20. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Dokumentasi dan Pencatatan ............................................................ 73
21. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP dI PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Pelatihan ........................................................................................... 75
22. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Pelaksanaan Pedoman ....................................................................... 76
23. Rekapitulasi GAP Analysis Pada Penerapan SSOP di PT. Titipin Aja
Men .............................................................................................................. 77
24. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan SSOP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Keamanan Air ................................................................................... 78
25. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan SSOP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Bahan Pangan ........... 80
26. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan SSOP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Pencegahan Kontaminasi Silang ...................................................... 82
27. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan SSOP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Menjaga Fasilitas Cuci Tangan, Sanitasi dan Toilet ........................ 84
28. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan SSOP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Proteksi dari Bahan-bahan Penyebab Kontaminasi .......................... 86
29. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan SSOP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Pelabelan, Penyimpanan dan Penggunaan Bahan Toksin
yang Tepat .................................................................................................... 87
30. Analisis Ketidaksesuain Penerapan SSOP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Pengawasan Kondisi Kesehatan Personil ......................................... 89
31. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan SSOP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Pemberantasan Hama ........................................................................ 90
32. Analisis Kelompok Ketidaksesuaian Aspek GMP dan SSOP ...................... 93
33. Ketidaksesuaian Mayor ................................................................................. 96
34. Ketidaksesuaian Serius.................................................................................. 105
35. Rekomendasi Tindak Lanjut ......................................................................... 111

xiii
DAFTAR GAMBAR

No Halaman
1. Grafik Permintaan Daging Sapi di PT. Titipin Aja Men ............................... 3
2. Cause and Effect Diagram ............................................................................ 21
3. Kerangka Pemikiran Penelitian ..................................................................... 25
4. Kerangka Diagram Sebab Akibat.................................................................. 31
5. Struktur Organisasi PT. Titipin Aja Men ...................................................... 36
6. Proses Bisnis PT. Titipin Aja Men................................................................ 41
7. Diagram Alir Proses Produksi Daging Olahan ............................................. 42

8. Kondisi Jalan Menuju Tempat Produksi dan Kondisi Kebersihan


Lingkungan Produksi .................................................................................... 48

9. Tata Letak Bangunan PT. Titipin Aja Men................................................... 50


10. Kondisi Ventilasi Ruang Produksi Tanpa Kawat Kasa, Kondisi Pintu
dan Jendela Produksi, Atap Bocor dan Langit-langit Berlubang .................. 51
11. Kondisi Toilet, Tempat Pembilas Sepatu Kerja, Ruang Ganti Pakaian
dan Tempat Sampah Tanpa Penutup ............................................................. 55
12. Kondisi Permukaan Mesin yang Mengelupas ............................................... 57
13. Kondisi Karyawan Tanpa Menggunakan APD Lengkap .............................. 64
14. Kondisi Penyimpanan Bahan Pengemas Kurang Bersih dan Rapih ............. 66
15. Keterangan Produk, Label untuk Setiap Jenis Produk .................................. 67
16. Kondisi Penyimpanan Produk Akhir, Peralatan yang Kurang Rapih,
Bahan yang Menyentuh Lantai dan Dinding Ruangan, Label Produk ......... 69
17. Kondisi Kebersihan Box Container, Troli Pengangkut, dan Kondisi
Penyimpanan Wadah atau Alat Pengangkut ................................................. 73
18. Kondisi Sistem Pemipaan Air dan Penyaluran Air ....................................... 79

19. Kondisi Meja Produksi, Mesin Produksi,Wadah Penyimpanan Produk,


Kondisi Timbangan ....................................................................................... 81
20. Kegiatan Pencucian Mesin dan Peralatan ..................................................... 83
21. Kondisi Fasilitas Cuci Tangan dan Toilet ..................................................... 85
22. Tempat Penyimpanan Sabun Cuci Tangan, Cuci Peralatan dan
Desinfektan, Tempat Pembuangan Limbah Produk atau Bahan................... 86
23. Label dan Keterangan Bahan Kimia, Kondisi Tempat Penyimpanan
Bahan Kimia ................................................................................................. 88
24. Terdapat Lalat Pada Mesin Produksi dan Hewan Kucing di Sekitar
Ruang Produksi ............................................................................................. 92
25. Lokasi Perusahaan Terdapat Semak-Semak dan Sampah Daun Kering
yang Berserakan ............................................................................................ 97
26. Permukaan Atap dan Langit-langit Tidak Rata dan Terkikis ....................... 98

27. Jendela dan Ventilasi Tidak Dilengkapi Kawat kasa .................................... 99

28. Tidak Tersedia Wadah Khusus Pembuangan Limbah Bahan


Berbahaya ..................................................................................................... 99
29. Karyawan Produksi Kurang Konsisten dalam pengunaan APD .................. 100

30. Tidak Terdapat Prosedur Bagi Pengunjung yang Memasuki Tempat


Produksi ....................................................................................................... 101
31. Penyimpanan Bahan Baku Bersentuhan dengan Lantai dan Dinding .......... 101
32. Perusahaan Tidak Mendokumentasikan Seluruh Aktivitasnya .................... 102
33. Kegiatan Sanitasi Tidak Dilakukan Secara Rutin ........................................ 103
34. Tidak Ada Himbauan Tertulis Untuk Menjaga Kebersihan Tangan
Setelah Menggunakan Toilet ....................................................................... 103
35. Pelatihan atau Penyuluhan Kepada Karyawan Belum Maksimal ................ 104
36. Terdapat Hewan Kucing dan Serangga DiSekitar Ruang Produksi ............. 104
37. Tidak Tersedia Tempat Sampah yang Tetutup ............................................ 105
38. Mesin Produksi dan Alat Pengangkut Kurang Terpelihara.......................... 106
39. Pengawasan Internal Tidak Dilakukan Secara Rutin ................................... 107
40. Penyimpanan Peralatan, wadah dan Bahan Pengemas Tidak Selalu
Bersih, Rapih dan Tertutup .......................................................................... 108
41. Tidak Tersedia Penyimpanan Khusus Untuk Bahan Berbahaya dan
Label yang Jelas ........................................................................................... 109
42. Kegiatan Cuci Tangan Kurang Dilakukan Secara Konsisten Oleh
Karyawan Produksi ...................................................................................... 110

xv
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Gap Analysis Checklist Good Manufacturing Practices (GMP) .................. 127
2. Gap Analysis Checklist Sanitation Standard Operating Procedures
(SSOP) ......................................................................................................... 140
3. Rekapitulasi GAP Analysis Penerapan GMP dan SSOP .............................. 145
4. Pedoman Wawancara .................................................................................... 147
5. Sertifikat Halal PT. Titipin Aja Men ............................................................ 150
6. Surat Perizinan Usaha PT. Titipin Aja Men.................................................. 151
7. Surat Keterangan Hasil Pengujian Timbangan Elektronik ........................... 153
8. Hasil Uji Laboratorium Produk Akhir .......................................................... 154
9. Sertifikat Nomor Kontrol Veteriner RPH .................................................... 155
10. Contoh Surat Penarikan Produk ................................................................... 156
11. Contoh Form Pemeriksaan Bahan Baku ...................................................... 157
12. Contoh Form Stock Card Materials dan Finished Good .............................. 158
13. Form Penerimaan Bahan Baku dan Perawatan Fasilitas Bangunan............. 159
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuntutan konsumen terhadap mutu dan kualitas pangan kini kian


meningkat seiring meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam
mengkonsumsi pangan yang aman, sehat, dan bergizi. Salah satu produk pangan
yang banyak diminati oleh masyarakat yaitu pangan asal hewan. Pangan asal
hewan tentunya perlu memenuhi standar mutu dan keamanan pangan asal hewan
yaitu aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Pemenuhan produk hewan ASUH
menjadi suatu tantangan bagi unit usaha produk hewan dalam memenuhi jaminan
keamanan produk asal hewan sesuai tuntuntan konsumen (Sofyan dkk, 2021:22).
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan melalui Badan
Ketahanan Pangan (BKP) melakukan penarikan sampel produk pangan asal hewan
tahun 2020 untuk mengawasi keamanan dan kualitas produk pangan yang beredar
di masyarakat. Hasil pengujian yang memenuhi syarat (MS) sebanyak 16.367
sampel dan 2.533 sampel yang tidak memenuhi syarat (TMS) mutu dan
keamanannya. Hal ini dikarenakan masih banyak produk pangan asal hewan yang
belum memiliki standar keamanan pangan serta kurangnya pengetahuan produsen
terkait keamanan pangan hewani, untuk itu perlu dilakukan penyuluhan dan
pelatihan kepada produsen mengenai cara produksi pangan yang baik.
Berdasarkan tingkat resiko kesehatan, daging sapi termasuk kedalam
kategori pangan beresiko tinggi. Daging sapi merupakan produk pangan yang
mudah rusak dan terkontaminasi sehingga mempunyai resiko tinggi sebagai
penyebab keracunan (Setiarto, 2020: 173). Upaya unit usaha produk asal hewan
dalam meminimalisir resiko kontaminasi, menjamin keamanan produk dan
menciptakan produk hewan ASUH dapat diawali dengan menerapkan cara
produksi pangan yang baik (GMP). Good Manufacturing Practices (GMP)
sebagai persyaratan dasar keamanan pangan sangat penting diterapkan oleh setiap
industri pangan untuk menjamin keamanan dan keutuhan produk yang dihasilkan.

1
Prinsip penerapan GMP dimulai dari proses penerimaan bahan baku hingga
produk siap dikonsumsi. Pelaksanaan GMP melibatkan seluruh pihak baik
pemilik, pengelola maupun karyawan yang ikut terlibat dalam pengadaan produk
pangan. Persyaratan GMP di Indonesia tertuang dalam Peraturan Menteri
Perindustrian Repbulik Indonesia Nomor 75/M-IND/PER/2010 tentang Pedoman
Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik/CPPOB. Salah satu program yang dapat
menunjang keberhasilan pelaksanaan GMP ialah kegiatan higiene dan sanitasi
atau dikenal dengan SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures).
SSOP menjadi program sanitasi wajib suatu industri untuk meningkatkan
mutu produk dan menjamin sistem keamanan produksi pangan. Pelaksanaan GMP
dan SSOP dalam industri pangan dapat memberikan keuntungan diantaranya yaitu
mempertahankan konsistensi produk, meningkatkan mutu dan keamanan produk,
dan memperoleh sertifikasi yang dapat mendukung unit usaha untuk terus
beroperasi dan menghasilkan produk yang aman bagi konsumen.
Penerapan cara produksi pangan yang baik di Indonesia khususnya
penerapan higiene sanitasi pada unit usaha pangan asal hewan dibuktikan dengan
perolehan sertifikat NKV. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan
Kesejahteraan Hewan dijelaskan bahwa sertifikat NKV merupakan bukti tertulis
yang sah telah terpenuhinya persyaratan higiene dan sanitasi sebagai jaminan
keamanan produk hewan dengan menerapkan cara yang baik pada rantai produksi
produk hewan sebagai dasar kelayakan jaminan keamanan pangan asal hewan. Hal
ini juga dinyatakan pada penelitian Lestariningsih, et.al., (2020:181) membuktikan
bahwa untuk memperoleh sertifikat NKV unit usaha harus memenuhi Sanitation
Standard Operating Procedures (SSOP) dan Good Manufacturing Practices
(GMP) sebagai persyaratan dasar sebelum diterapkannya sistem jaminan mutu
seperti HACCP. Restoran, supermarket atau unit usaha besar lainnya memberikan
syarat sertifikat NKV kepada unit usaha produk hewan agar produk yang
diedarkan tetap terjamin keamanannya.

2
Salah satu unit usaha pangan asal hewan yang belum memiliki sertifikat
NKV yaitu PT. Titipin Aja Men. Selama perusahaan beroperasi hingga kini
perusahaan belum memiliki jaminan produk pangan asal hewan yang sah dan
tertulis, sehingga mempengaruhi tingkat kepercayaan konsumen terhadap jaminan
mutu produk yang diedarkan. Berikut merupakan grafik permintaan daging sapi di
PT. Titipin Aja Men pada tahun 2019 hingga 2021 yang disajikan pada Gambar 1.

Permintaan Daging Sapi (kg)


30
20
10
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

2019 2020 2021

Gambar 1. Grafik Permintaan Daging Sapi di PT. Titipin Aja Men


Tahun 2019-2021
Sumber : PT. Titipin Aja Men

Gambar 1 menunjukkan bahwa permintaan daging sapi di PT. Titipin Aja


Men pada tahun 2019 hingga 2021 mengalami fluktuasi. Hal ini dikarenakan
semakin meningkatnya tuntutan konsumen terhadap produk daging sapi yang
ASUH dan sudah memiliki jaminan tertulis mengenai mutu dan keamanan pada
produknya . PT. TAM juga sempat menjadi distributor dan supplier daging sapi di
salah satu industri pengolahan makanan, namun perusahaan diwajibkan untuk
memiliki sertifikat NKV sebagai jaminan keamanan produk. Berdasarkan hal
tersebut bahwa konsumen memiliki standar tertentu dalam pemenuhan produknya.
PT. TAM juga memiliki unit pengolahan yang digunakan sebagai tempat
kegiatan produksi. Kegiatan produksi di perusahaan terdiri dari beberapa tahap
mulai dari penerimaan bahan baku, penyortiran daging, proses pemotongan daging
sesuai jenis produk hingga proses pendinginan atau pembekuan. Setiap kegiatan
produksi perlu adanya sistem pengawasan mutu untuk meminimalisir timbulnya
bahaya pada saat proses berlangsung.

3
Salah satu bentuk pengawasan mutu produk pangan dapat dilakukan dengan
menerapkan prosedur pengolahan yang baik dan benar (GMP) serta melakukan
kegiatan higiene sanitasi (SSOP). PT. TAM berupaya untuk selalu memperhatikan
mutu dan keamanan produknya dengan menerapkan GMP dan SSOP. Pada
produksinya PT. TAM belum dapat menerapkan GMP dan SSOP dengan baik.
Berdasarkan hasil audit eksternal perusahaan ditemukan adanya ketidaksesuaian
dalam penerapan GMP dan SSOP. Audit eksternal dilakukan oleh salah satu
supplier PT. TAM yang bergerak dibidang industri pengolahan makanan. Adapun
hasil audit mendapatkan hasil kurang baik, sehingga perusahaan perlu
mengidentifikasi lebih lanjut terhadap penerapan GMP dan SSOP sebagai bentuk
persiapan NKV. Ketidaksesuaian yang teridentifikasi disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Laporan Hasil Audit Eksternal PT. Titipin Aja Men Tahun 2019
No Aspek Deskripsi
Ketidaksesuaian Ketidaksesuaian
1. Lokasi Kondisi area produksi tidak bersih dan terawatt
2. Karyawan Karyawan produksi tidak menggunakan alat
pelindung diri dengan lengkap
3. Pelatihan Belum ada prosedur pelatihan untuk karyawan
4. Pemeliharaan dan Fasilitas produksi yang digunakan oleh
Program Sanitasi perusahaan belum terjamin kebersihannya
5. Pemberantasan Hama Ditemukannya hama kecil seperti lalat disekitar
area tempat produksi
Sumber: PT. Titipin Aja Men (2019)
Kondisi ketidaksesuaian tersebut menunjukkan bahwa penerapan GMP dan
SSOP belum dapat terpenuhi sehingga dapat mempengaruhi keamanan dan mutu
produk. Berdasarkan permasalahan tersebut perlu dilakukan analisis lebih lanjut
mengenai penerapan GMP dan SSOP di PT. Titipin Aja Men untuk mengetahui
ketidaksesuaian pada penerapan GMP dan SSOP di perusahaan terhadap Peraturan
Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 75/M-IND/PER/2010, serta
dapat memberikan saran atau rekomendasi perbaikan terhadap aspek-aspek yang
tidak sesuai dengan pedoman.

4
1.2 Rumusan Masalah

PT. Titipin Aja Men sebagai pelaku usaha produk asal hewan sangat
penting dalam penyediaan produk hewan yang ASUH. Pemenuhan produk
hewan yang ASUH menjadi tuntutan konsumen kepada pelaku usaha, maka dari
itu pelaku usaha perlu menjaga kepercayaan konsumen terhadap mutu dan
keamanan produk yang dihasilkan. Upaya yang dapat dilakukan dalam
menciptakan produk asal hewan yang ASUH dan mempertahankan konsistensi
produk yang dihasilkan yaitu melalui penerapan cara produksi pangan yang baik
(GMP) dan higiene sanitasi (SSOP).
Penerapan GMP dan SSOP dalam industri pangan bertujuan untuk
menjamin mutu dan keamanan produk serta dapat memperbaiki penyimpangan
yang terjadi di perusahaan. Penerapan GMP dan SSOP di PT. Titipin Aja Men
perlu dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui ketidaksesuaian pada penerapan
GMP dan SSOP di perusahaan terhadap Peraturan Menteri Perindustrian
Republik Indonesia Nomor 75/M-IND/PER/2010. Ketidaksesuaian tersebut
dapat dicari faktor penyebabnya menggunakan diagram sebab-akibat, sehingga
dapat ditindaklanjuti dengan memberikan rekomendasi perbaikan kepada pelaku
usaha. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana tingkat ketidaksesuaian penerapan Good Manufacturing
Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) di
PT. Titipin Aja Men terhadap Peraturan Menteri Perindustrian Republik
Indonesia Nomor 75/M-IND/PER/2010?
2. Faktor apa saja yang menyebabkan ketidaksesuaian penerapan Good
Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating
Procedures (SSOP) di PT. Titipin Aja Men?
3. Apa rekomendasi tindak lanjut yang harus dilakukan pada penerapan Good
Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating
Procedures (SSOP) di PT. Titipin Aja Men?

5
1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dapat ditentukan tujuan penelitian sebagai


berikut:
1. Menganalisis ketidaksesuaian antara penerapan Good Manufacturing
Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) di
PT. Titipin Aja Men dengan Peraturan Menteri Perindustrian Republik
Indonesia Nomor 75/M-IND/PER/2010.
2. Menganalisis faktor penyebab ketidaksesuaian pada aspek Good
Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating
Procedures (SSOP) di PT. Titipin Aja Men.
3. Merumuskan rekomendasi tindak lanjut pada penerapan Good
Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating
Procedures (SSOP) di PT. Titipin Aja Men.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Bagi perusahaan, sebagai informasi dan rekomendasi perbaikan dalam
mengatasi ketidaksesuaian penerapan Good Manufacturing Practices
(GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP).
2. Bagi peneliti, sebagai sarana pengaplikasian ilmu-ilmu yang diperoleh
selama perkuliahan dan sebagai salah satu syarat kelulusan studi program
sarjana strata satu (S-1) Program Studi Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Bagi pembaca, sebagai sarana untuk menambah pengetahuan serta dapat
menjadi referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Mutu

Peningkatan kualitas produk pangan sangat penting bagi industri pangan


dalam meningkatkan kepuasan konsumen dalam mengkonsumsi produk.
Manajemen mutu sangat dibutuhkan oleh industri pangan untuk mengawasi
kegiatan produksi di perusahaan dengan tujuan untuk mempertahankan kualitas
produk. Menurut Subekti (2019:5) manejemen mutu sebagai sistem manajemen
dapat membantu perusahaan dalam mengawasi seluruh kegiatan produksi dan
memastikan kualitas produk yang dihasilkan dapat memberikan kepuasan kepada
pelanggan. Kebutuhan dan harapan pelanggan terhadap kualitas produk semakin
berkembang sehingga mendorong perusahaan untuk terus memperbaiki dan
meningkatkan mutu produk dan proses pengolahannya. Sistem manajemen mutu
dibutuhkan untuk membantu pengawasan kegiatan produksi di perusahaan.
Sistem manajemen mutu telah banyak dijadikan sebagai acuan bagi industri
pangan di Indonesia dalam mengelola GMP secara sistematik (Thaheer, 2005:52).
Namun sistem manajemen mutu bukan hanya diperuntukkan bagi pelaku industri,
tetapi juga bagi konsumen untuk memastikan produk yang diterimanya memenuhi
kriteria yang diinginkan. Sistem manajemen mutu didefinisikan bagaimana
organisasi menerapkan praktek manajemen mutu untuk memenuhi kebutuhan
pelanggan (Witara, 2018:19). Sistem manajemen mutu pada industri pangan
berprinsip pada sistem mutu salah satunya yaitu ISO 9001.
Sistem manajemen ISO seri 9001 merupakan standar mutu internasional
yang menjabarkan mengenai sistem manajemen mutu yang dikembangkan dari
ISO 9000 (Thaheer, 2005:52). Manajemen mutu memiliki 7 prinsip yang dapat
digunakan oleh perusahaan dalam menerapkan standar sistem manajemen mutu
yaitu, fokus kepada pelanggan, kepemimpinan, keterikatan karyawan, pendekatan
proses, perbaikan, pembuatan keputusan, dan manajemen relasi (Witara, 2018:38).
Prinsip tersebut menjadi acuan bagi perusahaan untuk meraih kepuasan pelanggan
dan menyediakan produk sesuai dengan keinginan pelanggan.

7
2.2 Sistem Keamanan Pangan

Tuntutan konsumen terkait mutu dan keamanan produk tidak hanya dapat
dilihat dari nilai gizi yang baik, rasa yang lezat, dan penampilan yang menarik,
namun juga aman dikonsumsi. Pelaku industri pangan perlu memiliki sistem
keamanan pangan untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada pangan. Menurut
Surono, et al., (2018:23) secara mikro sistem keamanan pangan mencakup aspek
yang sangat luas mulai dari sistem pengawasan dan pengendalian, analisis resiko
dan regulasi serta sebagai lingkup aplikasi di industri pengolahan pangan. Sistem
keamanan pangan memiliki cakupan yang luas dan rumit karena keragaman sifat
bahan baku dan jenis produk mulai dari yang sangat rumit dan beresiko tinggi
seperti produk olahan hasil ternak (susu, telur, daging dan lainnya) oleh industri
berskala besar. Tujuan keamanan pangan yaitu untuk mencegah pangan agar tidak
mudah terkontaminasi oleh zat asing baik secara fisik, biologi, maupun kimia
(Thaheer, 2005:56).
Jaminan keamanan pangan saat ini menjadi tuntutan utama bagi industri
pengolahan pangan, hal ini mendorong perkembangan salah satu sistem jaminan
mutu dan keamanan pada pangan yang dikenal dengan Hazard Analysis Critical
Control Point (HACCP). Sistem keamanan pangan berdasarkan HACCP
digunakan sebagai suatu pendekatan dalam sistem pengendalian mutu yang
berfokus pada pencegahan bahaya biologi, kimia dan fisik yang diterapkan pada
seluruh tahapan produksi mulai dari persiapan bahan baku hingga penggunaan
produk (Mamuaja, 2016:168).
Penerapan HACCP dalam industri pangan membutuhkan komitmen yang
tinggi manajemen perusahaan. Sistem HACCP merupakan sistem yang tidak dapat
berdiri sendiri, melainkan dibangun melalui penerapan persyaratan dasar berupa
Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating
Procedures (SSOP). Persyaratan dasar dapat mempermudah implementasi
penerapan HACCP, oleh sebab itu untuk mencapai HACCP industri pangan perlu
menerapkan GMP dan SSOP dengan baik (Setiarto, 2020:163).

8
2.3 GMP (Good Manufacturing Practices)

Good Manufacturing Practices (GMP) atau Cara Produksi Pangan Olahan


yang Baik (CPPOB) merupakan suatu pedoman cara memproduksi pangan
bertujuan agar produsen dapat memenuhi persyaratan yang telah ditentukan untuk
menghasilkan produk pangan yang aman dan bermutu sesuai tuntutan konsumen.
Menurut Pratama, et al., (2017:1) GMP sebagai salah satu prinsip dasar yang harus
dimiliki oleh setiap industri pengolahan pangan dan mencakup seluruh kondisi
yang dibutuhkan untuk meningkatkan mutu, menjamin keamanan dan keutuhan
produk yang dihasilkannya. GMP memiliki cakupan yang luas mengenai tahapan
penting dalam seluruh proses produksi yang digambarkan secara rinci dan
berfokus pada banyak aspek, baik aspek operasional pelaksanaan industri
pengolahan maupun operasional personal (Pudjirahaju, 2018:98).
Menurut Thaheer (2005:59) GMP terdiri dari beberapa aspek yang saling
berkaitan satu sama lain dan berpengaruh secara langsung terhadap produk yang
dihasilkan, aspek tersebut diantaranya yaitu desain dan kontruksi higienis untuk
pengolahan produk pangan, desain dan kontruksi higienis untuk peralatan yang
digunakan dalam proses pengolahan, pembersihan dan desinfeksi peralatan,
pemilihan bahan baku dan kondisi yang baik, pelatihan dan hygienitas pekerja
serta dokumentasi yang tepat. GMP bermanfaat bagi industri pangan baik yang
berskala kecil, sedang maupun skala besar. Penerapan GMP pada industri pangan
memiliki peran penting dalam menjamin keamanan pangan, syarat mutu pangan,
meningkatkan kualitas produk pangan dan daya saing produk (Prasetyo, 2017:14).
Pada industri pangan penerapan GMP bukan hanya dapat menghasilkan
produk pangan yang bermutu dan aman, namun juga dapat meningkatkan
kepercayaan dan ketentraman konsumen dalam mengkonsumsi produk. Bagi
Industri pengolahan pangan asal hewan dalam menjalankan cara produksi yang
baik juga memerlukan sebuah jaminan tertulis, berupa sertifikasi yang
menjelaskan bahwa usaha tersebut telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Sertifikasi yang dapat diperoleh oleh unit usaha pangan asal hewan yaitu berupa
sertifikat nomor kontrol veteriner (NKV).

9
2.3.1 Tujuan dan Manfaat Penerapan GMP

Menurut Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 75/M-


IND/PER/7/2010, tujuan dan manfaat penerapan GMP yaitu sebagai berikut:
1. Menghasilkan produk pangan olahan yang berkualitas, aman dan layak
untuk dikonsumsi sesuai dengan tuntutan konsumen.
2. Mendorong industri pengolahan pangan untuk ikut bertanggung jawab
terhadap kualitas dan keamanan pada produk yang dihasilkan.
3. Meningkatkan daya saing, produktivitas dan efisiensi industri pangan.

2.3.2 Ruang Lingkup GMP

Penerapan GMP di Indonesia berpedoman pada Peraturan Menteri


Perindustrian RI Nomor 75/M-IND/PER/7/2010. Secara umum terdapat 18 aspek
GMP yang ditetapkan sebagai acuan industri pengolahan pangan terdiri dari
lokasi, bangunan, fasilitas sanitasi, mesin dan peralatan, bahan, pengawasan
proses, produk akhir, laboratorium, karyawan, pengemas, label dan keterangan
produk, penyimpanan dan pemeliharaan program sanitasi, pengangkutan,
dokumentasi/pencatatan, pelatihan, penarikan produk dan pelaksanaan pedoman.
1. Lokasi
Pemilihan lokasi pabrik dapat mempengaruhi mutu dan keamanan produk
oleh karena itu perlu adanya pertimbangan lokasi dan keadaan lingkungan yang
terbebas dari sumber pencemaran seperti lokasi pembuangan sampah umum,
limbah, dan pemukiman penduduk yang kumuh. Lokasi tempat produksi juga
harus selalu bersih dan terawat untuk tetap menjaga keamanan produk.
2. Bangunan
Bangunan dan ruangan dirancang memenuhi persyaratan teknis dan higiene
sesuai dengan jenis pangan olahan yang di produksi dan sesuai urutan proses
produksi. Tujuannya untuk mengutamakan mutu dan keamanan produk, sehingga
dapat melindungi pangan dari kontaminasi silang selama proses poduksi.

10
3. Fasilitas Sanitasi
Fasilitas sanitasi pada tempat produksi dibuat berdasarkan persyaratan
teknik dan higiene. Fasilitas sanitasi merupakan sarana yang digunakan dalam
upaya pengendalian dan pencegahan kontaminasi pada produk pangan. Fasilitas
sanitasi terdiri dari sarana penyediaan air, sarana pembuangan air dan limbah,
sarana pembersihan/pencucian, sarana toilet dan sarana higiene karyawan.
4. Mesin dan Peralatan
Mesin dan peralatan yang kontak langsung dengan pangan dapat disesuaikan
dengan jenis produk yang diproduksi, tidak menimbulkan pencemaran dan mudah
dibersihkan. Tata letaknya harus diperhatikan sesuai dengan urutan proses produksi
untuk menghindari kontaminasi silang. Pengawasan pada mesin dan peralatan juga
dapat dilakukan oleh perusahaan untuk menjamin keamanan proses produksi.
5. Bahan
Bahan yang digunakan dalam proses produksi harus memenuhi persyaratan,
yaitu tidak rusak atau mengandung bahan berbahaya, serta memenuhi standar
mutu atau persyaratan yang ditetapkan.
6. Pengawasan Proses
Pengawasan yang ketat pada setiap tahapan proses produksi pangan olahan
dimaksudkan untuk mengurangi terjadinya produk yang tidak memenuhi syarat
mutu dan keamanan serta pangan olahan yang aman dan layak untuk dikonsumsi.
7. Produk Akhir
Produk akhir harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan tidak boleh
membahayakan kesehatan konsumen. Produk akhir juga harus memenuhi standar
mutu, jika belum memiliki standar mutu maka persyaratannya dapat ditentukan
oleh perusahaan yang bersangkutan.
8. Laboratorium
Perusahaan yang bergerak dibidang industri pangan sudah diharuskan untuk
memiliki fasilitas laboratorium untuk melakukan pengendalian mutu dan keamanan
bahan baku, bahan setengah jadi dan produk akhir.

11
9. Karyawan
Persyaratan yang wajib dipenuhi oleh setiap karyawan untuk menghindari
kontaminasi pada produk pangan karyawan harus dalam keadaan sehat, bebas dari
luka/penyakit, menggunakan alat pelindung diri, mencuci tangan sebelum dan
sesudah bekerja, tidak melakukan aktivitas lain selama proses produksi dan tidak
menggunakan benda yang dapat membahayakan keamanan produk.
10. Pengemas
Pengemas didesain sesuai dan memenuhi persyaratan yaitu untuk
mempertahankan mutu dan melindungi produk dari pengaruh luar terutama selama
penyimpanan dalam jangka lama. Desain dan bahan kemasan harus memberikan
perlindungan pada produk guna mencegah kontaminasi dan kerusakan produk.
11. Label dan Keterangan Produk
Label dan keterangan pada produk berfungsi sebagai identifikasi dan
pemberian keterangan yang lengkap mengenai produk sehingga dapat
memudahkan konsumen dalam memilih dan mengkonsumsi produk.
12. Penyimpanan
Penyimpanan produk akhir dan bahan lainnya disimpan pada ruangan yang
terpisah untuk menghindari terjadinya pencemaran, penurun mutu dan keamanan
produk pangan. Penerapan sistem FIFO juga digunakan dalam pedoman ini yaitu
bahan dan produk akhir yang masuk terlebih dahulu pada ruang penyimpanan,
maka dapat digunakan atau diedarkan terlebih dahulu.
13. Pemeliharaan dan Program Sanitasi
Pemeliharaan dan program sanitasi dapat dilakukan secara berkala untuk
menghindari kontaminasi silang pada produk. Seluruh fasilitas yang digunakan
selama proses produksi harus selalu dalam keadaan bersih dan terawat agar
prosedur sanitasi dapat berjalan dengan baik.
14. Pengangkutan
Pengangkutan pada produk akhir diperlukan pengawasan untuk menghindari
terjadinya kerusakan produk pangan. Wadah dan alat yang digunakan mampu
melindungi produk dari kontaminasi, mempertahankan kondisi penyimpanan,
tidak mencemari produk, dan dapat memisahkan produk dari bahan non-pangan.

12
15. Dokumentasi dan Pencatatan
Dokumentasi dan pencatatan proses produksi dan pendistribusian produk
pangan bertujuan untuk meningkatkan jaminan keamanan produk. Dokumentasi
dan catatan yang diperlukan meliputi proses produksi, distribusi, inspeksi,
penarikan produk, penyimpanan, pembersihan dan sanitasi, kesehatan karyawan,
pelatihan, kalibrasi dan lainnya.
16. Pelatihan
Program pelatihan dimulai dari prinsip dasar yang meliputi dasar higiene
karyawan, prinsip dasar pembersihan dan sanitasi, CPPOB dan pelatihan
penanganan bahan kimia yang berbahaya bagi karyawan.
17. Penarikan Produk
Penarikan produk dapat dilakukan oleh pihak perusahaan apabila produk
yang diedarkan tidak aman untuk dikonsumsi karena diduga dapat menimbulkan
penyakit atau keracunan pangan olahan. Produk yang ditarik dari peredaran harus
diawasi dan dimusnahkan sampai masalahnya teratasi.
18. Pelaksanaan Pedoman
Manajemen perusahaan dan seluruh karyawan harus bertanggung jawab dan
berkomitmen penuh atas penerapan GMP. Pihak perusahaan harus selalu
mendokumentasikan segala bentuk kegiatan pada pelaksanaan program GMP.

2.4 SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure)

Sanitasi pada industri pangan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan dalam
menunjang kebersihan permukaan yang kontak langsung dengan pangan melalui
perlakuan yang efektif dalam membasmi mikroba tanpa menggangu keamanan
pangan (Surono, et al., 2018). Sanitasi merupakan hal penting yang harus dimiliki
oleh setiap industri pangan dalam menerapkan GMP. Secara umum praktik
sanitasi terdiri dari kegiatan pembersihan baik yang dilakukan didalam atau diluar
area produksi, pengelolaan limbah, dan higiene karyawan yang terlibat dalam
kegiatan produksi. Higiene karyawan yang perlu diperhatikan yaitu menjaga
kebersihan tangan dan badan, melepas perhiasan, menggunakan pakaian bersih,
menggunakan topi, sarung tangan dan alas kaki yang tertutup (Thaheer, 2005:79).

13
Program higiene dan sanitasi yang efektif merupakan kunci untuk
membantu menghilangkan kontaminasi dari produk pangan dan mesin
pengolahan, pengontrolan pertumbuhan mikroba pada produk dan industri pangan
serta mencegah terjadinya kontaminasi kembali. Sumber kontaminasi dapat
berasal dari bahan baku, peralatan/mesin yang kontak langsung dengan pangan,
bangunan dan fasilitas perusahaan. Program sanitasi tentunya juga membutuhkan
suatu prosedur standar yang mencakup seluruh area produksi pada produk pangan.
Prosedur standar sanitasi yang digunakan dalam industri pangan yaitu
Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) (Thaheer, 2005:80). SSOP
merupakan prosedur standar sanitasi yang harus dipenuhi oleh setiap industri
pangan untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada bahan pangan. SSOP
merupakan faktor penunjang keberhasilan dalam implementasi sistem HAACP
sehingga produk yang dihasilkan bermutu dan sesuai dengan tuntutan konsumen.
SSOP disusun secara tertulis dan menjabarkan prosedur sanitasi untuk mencegah
kontaminasi selama proses produksi berlangsung (Adi dan Marianah, 2018:94).
Menurut Pratama, et al., (2017:12), SSOP umumnya memiliki 8 aspek, yaitu:
1. Keamanan Air
SSOP ini mencakup prosedur standar yang digunakan dalam menjamin
keamanan air. Pada dasarnya ssop untuk keamanan air memiliki prosedur yang
sudah ditetapkan sebagai bentuk perlakuan untuk keamanan air agar dapat
memperoleh kualitas air yang baik.
2. Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Bahan Pangan
Pembersihan dilakukan pada area permukaan yang kontak langsung dengan
pangan. Pelaksanaan program pembersihan dan disinfeksi secara rutin sangat
penting untuk keamanan pangan. Tujuannya untuk menghilangkan kontaminasi
yang berasal dari pangan maupun mesin pengolahan pangan.
3. Pencegahan Kontaminasi Silang
Kontaminasi silang disebabkan karena adanya kontak langsung dengan
bahan pangan. Tujuan pencegahan kontaminasi silang yaitu untuk menghindari
produk dari kontaminasi silang pada pekerja, bahan mentah, bahan pengemas, dan
permukaan yang kontak langsung dengan makanan.

14
4. Menjaga Fasilitas Cuci Tangan, Sanitasi dan Toilet
SSOP ini mencakup pembersihan dan pemeliharaan fasilitas sanitasi cuci
tangan, sanitasi dan toilet, prosedur monitoring, tindakan koreksi dan jenis
dokumen yang dimiliki seperti catatan atau rekaman terkait SSOP menjaga
fasilitas cuci tangan , sanitasi dan toilet.
5. Proteksi dari Bahan-bahan Penyebab Kontaminasi
SSOP ini mencakup prosedur monitoring terhadap bahan-bahan toksin
(pelumas, bahan bakar, senyawa pembersih, sanitizer) yang memiliki potensi
dapat mencemari bahan dan produk pangan dan tindakan koreksi apabila terjadi
kontaminasi terhadap bahan dan produk pangan.
6. Pelabelan, Penyimpanan dan Penggunaan Bahan Toksin yang Tepat
Label yang digunakan untuk bahan kimia pembersih dan sanitasi harus jelas
dengan memperlihatkan nama bahan atau larutan, nomor register, dan instruksi
cara penggunaan yang benar. Penyimpanannya diruang terpisah agar menghindari
kontak langsung dengan pangan. Pengunaannya juga disesuaikan berdasarkan
ketentuan yang sudah ditetapkan.
7. Pengawasan Kondisi Kesehatan Personil
Pengawasan terhadap kondisi kesehatan karyawan sangat penting untuk
menghindari pencemaran pada produk. Kesehatan dan higiene pekerja yang baik
dapat menjamin bahwa pekerja yang melakukan kontak langsung dengan bahan
pangan memiliki potensi yang kecil sebagai sumber kontaminasi pada pangan.
8. Pemberantasan Hama
Pemberantasan hama dilakukan untuk menjamin tidak adanya hama pada
fasilitas pengolahan pangan yang mencakup pada prosedur pencegahan hama,
pemusnahan hama dan penggunaan bahan kimia untuk mengendalikan hama.

15
2.5 Peraturan Cara yang Baik Pada Rantai Produksi Produk Hewan

Peraturan untuk unit usaha produk hewan dalam melaksanakan cara


produksi pangan yang baik membutuhkan suatu jaminan tertulis bahwa usaha
tersebut sudah memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Peraturan tersebut terdapat
dalam perundang-undangan peternakan dan kesehatan hewan. Menurut UU No. 18
Tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan dalam pasal 58 Ayat (1)
sampai (4) bahwa :

1. Ayat (1), Dalam rangka menjamin produk hewan yang aman, sehat, utuh, dan
halal, Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya melaksanakan
pengawasan, pemeriksaan, pengujian, standarisasi, sertifikasi dan registrasi
produk hewan.
2. Ayat (2), Pengawasan dan pemeriksaan produk hewan berturut-turut dilakukan
ditempat produksi, pada waktu pemotongan, penampungan, dan pengumpulan,
pada waktu dalam keadaan segar, sebelum pengawetan dan pada waktu
peredaran setelah pengawetan.
3. Ayat (3), Standarisasi, sertifikasi dan registrasi produk hewan dilakukan
terhadap produk hewan yang diproduksi atau dimasukkan ke dalam wilayah
Negara Indonesia untuk diedarkan atau dikeluarkan dari wilayah Negara
Indonesia.
4. Ayat (4), Produk hewan yang di produksi atau dimasukkan kedalam wilayah
Negara Indonesia untuk diedarkan wajib disertai sertifikat veteriner dan
sertifikat halal.

Pada ayat 4 menjelaskan bahwa produk hewan yang masuk atau diedarkan di
wilayah Negara Indonesia wajib disertai dengan sertifikat veteriner yang artinya
setiap unit usaha produk hewan wajib memiliki sertifikat Nomor Kontrol Vetriner
sebagai bukti telah terpenuhinya persyaratan higiene dan sanitasi sebagai kelayakan
dasar jaminan keamanan produk hewan. Pernyataan tersebut diamanatkan dalam
Peraturan Pemerintah No. 95 Tahun 2012 tentang kesehatan masyarakat veteriner
dan kesehatan hewan pada pasal 4 ayat (1) sampai ayat (3) bahwa :

16
1. Ayat (1), Penjaminan Higiene dan Sanitasi dilaksanakan dengan menerapkan
cara yang baik pada rantai produksi produk hewan.
2. Ayat (2), Cara yang baik pada rantai produksi produk hewan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi cara yang baik :
- di tempat budidaya;
- di tempat produksi pangan asal hewan;
- di tempat produksi produk hewan non pangan;
- di rumah potong hewan;
- di tempat pengumpulan dan penjualan; dan
- dalam pengangkutan.
3. Ayat (3), Unit usaha produk hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang
telah memenuhi persyaratan higiene dan sanitasi dengan menerapkan cara yang
baik pada rantai produksi produk hewan secara terus menerus, diberikan
Nomor Kontrol Veteriner.

Penjaminan higiene sanitasi dan keamanan pada pangan asal hewan dapat
dilakukan dengan menerapkan cara yang baik pada rantai produksi hewan yang
diamanatkan pada PP No. 95 Pasal 7 yaitu meliputi penjaminan kebersihan sarana,
prasarana, peralatan dan lingkungan, pencegahan hama penggangu, penjaminan
kesehatan dan kebersihan personel, serta pencegahan tercemarnya pangan asal
hewan oleh bahaya biologis, kimiawi dan fisik.

2.6 Agribisnis Daging Sapi

Menurut Maulidah (2012:11) agribisnis merupakan merupakan kegiatan


usaha berbasis pertanian atau bidang usaha lainnya yang membangun keseluruhan
subsistem agribisnis mulai dari hulu hingga hilir. Terdapat lima bidang yang
termasuk kedalam ruang lingkup agribisnis diantaranya yaitu pertanian,
peternakan, perkebunan, perikanan dan kehutanan. Bidang peternakan diketahui
sebagai salah satu usaha tani dengan membudidayakan ternak seperti peternakan
unggas, peternakan kecil ataupun ternak besar.

17
Subsistem agribisnis peternakan terdiri dari 4 (empat) subsistem, yaitu: 1)
subsistem agribisnis peternakan hulu yaitu kegiatan pengadaan sarana produksi
peternakan (sapronak), 2) subsistem budidaya peternakan yaitu kegiatan budidaya
yang menghasilkan komoditi peternakan primer, 3) subsistem agribisnis
peternakan hilir yaitu kegiatan pengolahan komoditas peternakan primer menjadi
produk olahan, 4) subsistem penunjang (Saragih, 2001).
Daging sapi merupakan hasil utama dari usaha budidaya ternak sapi yang
dipanen dengan proses pemotongan hewan secara halal hingga menjadi potongan
daging yang sehat, aman dan halal (Soekarto, 2020:13). Daging sapi salah satu
bahan pangan yang sering dikonsumsi keperluan konsumsi makanan. Menurut
Ernawati, et al., (2018:22) secara kimiawi daging sapi terdiri dari empat komponen
utama yaitu air, protein, lemak dan karbohidrat serta beberapa komponen kecil
lainnya yang meliputi vitamin, enzim, pigmen, dan senyawa pembentuk citarasa.
Komposisi kimia daging sapi segar per 100 gram dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Kimia Daging Sapi Per 100 gram


No Komponen Satuan Jumlah
1. Air % 60.0
2. Energi Kal 273
3. Protein G 17.5
4. Lemak G 22.0
5. Kalsium Mg 10
6. Fosfor Mg 150
7. Besi Mg 2.6
Sumber: Kementerian Kesehatan RI

Daging sapi dan produk olahannya memiliki keterkaitan dengan kondisi


sanitasi saat proses pengolahan. Adanya mikroba dalam daging dapat dijadikan
sebagai indikator utama dalam aspek kebersihan sanitasi dan pengolahan serta
keamanan pangan. Menurut Wulandari, et al., (2020:127) terdapat beberapa cara
yang dapat dilakukan untuk meminimalisir resiko terjadinya kontaminasi dan
menjamin keamanan pangan hasil ternak, antara lain yaitu GFP, GHP, GMP, GDP,
GRP, SSOP, dan HACCP.

18
Menurut SNI 3932: 2008 daging sapi merupakan bagian otot skeletal berasal
dari karkas sapi yang aman dan layak untuk dikonsumsi berupa daging segar,
daging segar dingin atau daging beku. Standar mutu pada daging sapi ditetapkan
oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) yaitu SNI 3932: 2008. Standar mutu
daging sapi meliputi dua komponen utama yang terdiri dari tingkatan mutu daging
sapi secara fisik dan syarat mutu mikrobiologis daging sapi. Syarat mutu
mikrobiologis daging sapi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Syarat Mutu Mikrobiologis Daging Sapi Menurut SNI 3932:2008


No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Total Plate Count cfu/g max 1x106
2 Coliform cfu/g max 1x102
3 Staphylococcus cfu/g max 1x102
4 Salmonella sp per 25 g Negative
5 Escherichia coli cfu/g max 1x101
Sumber: Badan Standarisasi Nasional (BSN)

Perubahan warna dan tekstur pada daging sapi dikarenakan adanya mikroba
yang menyebabkan kerusakan pada daging seperti pembusukan. Adapun
mikroorganisme yang menyebabkan kebusukan pada daging sapi yaitu Total Plate
Count, Coliform, Staphylococcus, Salmonella sp, dan Escherichia coli. Menurut
SNI 3932: 2008 tingkatan mutu pada daging sapi dapat dibedakan menjadi tiga
golongan utama diantaranya yaitu golongan I, II, dan III. Kualitas daging sapi yang
baik dapat ditandai dengan daging yang berwarna merah terang, lemak yang
berwarna putih, memiliki banyak serat atau marbling pada daging, memiliki
tekstur halus. Tingkatan mutu daging sapi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Tingkatan Mutu Daging Sapi Menurut SNI 3932:2008


No. Jenis Uji Persyaratan Mutu
I II III
1 Warna Merah Terang Merah Merah Gelap
Daging Kegelapan
2 Warna Putih Putih Kuning
Lemak Kekuningan
3 Marbling Banyak Sedikit Tidak ada
Marbling Marbling Marbling
4 Tekstur Halus Sedang Kasar
Sumber: Badan Standarisasi Nasional (BSN)

19
2.7 Analisis Kesenjangan (GAP Analysis)

Analisis kesenjangan (GAP Analysis) merupakan alat bantu suatu


perusahaan yang digunakan untuk membandingkan kinerja aktual dengan kinerja
yang diinginkan (Hery, 2019:136). Tujuannya untuk mengetahui kesenjangan
antara kondisi aktual dengan standar tertentu. Kesenjangan yang ada
menyebabkan adanya ketidaksesuaian yang dapat terjadi di perusahaan sehingga
menyebabkan ketidakefektifan pelaksanaan sistem manajemen mutu perusahaan
(Bakhtiar dan Purwonggono, 2009:166). Langkah awal yang dilakukan dalam
analisis ini yaitu menyusun GAP Analysis Checklist untuk mengidentifikasi
kesenjangan antara prosedur tertulis dengan prosedur yang sedang dikerjakan.
Langkah akhir yaitu mengidentifikasi cara yang dilakukan untuk dapat
menghubungkan antara kesenjangan yang terjadi dengan target (Admaja, 2013).
Berikut rumus perhitungan persentase penilaian gap dan indikatornya.
Persentase Nilai Gap = Skor x 100%
Total item ruang lingkup

2.8 Root Cause Analysis (RCA)

Root Cause Analysis (RCA) merupakan analis akar penyebab masalah yang
digunakan untuk mengidentifikasi faktor penyebab terjadinya masalah baik
permasalahan baru maupun yang sudah sering terjadi (Susendi, et al., 2021:311).
RCA dalam analisis perbaikan kinerja dapat memberikan kemudahan dalam
mengidentifikasi faktor penyebab yang dapat mempengaruhi kinerja. Menurut
Jing (2008) terdapat 5 jenis metode untuk mengidentifikasi akar penyebab masalah
diantaranya yaitu:

1. Cause and Effect Diagram, biasa disebut sebagai diagram sebab-akibat yang
berfungsi untuk membantu memecahkan permasalahan yang dapat
digambarkan kedalam kategori 4M+1E.
2. 5 Whys Analysis, merupakan alat analisis yang digunakan untuk
mengidentifikasi hubungan antara akar penyebab yang berbeda dari setiap
masalah. Prinsip dasar analisis 5 whys yaitu membentuk pernyataan mengenai
situasi dan memberikan pertanyaan mengapa kejadian tersebut dapat terjadi.

20
3. Cause and Effect Matrix, didefinisikan sebagai matrix sebab akibat yang
dijabarkan dalam bentuk tabel serta memberikan bobot skor pada setiap faktor
penyebab masalah.
4. Is/Is not Comparative, didefinisikan sebagai metode komperatif yang dapat
memberikan gambaran secara detail mengenai apa yang sedang terjadi dengan
memanfaatkan 5W+1H.
5. Root Cause Tree, didefinisikan sebagai metode analisis sebab akibat yang
digunakan hanya untuk permasalahan yang kompleks.

Dari kelima alat analisis, cause and effect diagram atau diagram sebab-akibat
merupakan alat analisis yang paling sederhana dan memungkinkan untuk
dilakukan analisis lebih terperinci dalam menemukan penyebab suatu masalah dan
ketidaksesuaian yang terjadi.
Menurut Adriani dan Tri Wijaya, (2018:33) cause and effect diagram
sebagai alat analisis untuk memecahkan permasalahan yang kompleks yang
memungkinkan dilakukan analisis lebih terperinci dalam mengidentifikasi faktor-
faktor penyebab masalah, ketidaksesuaian atau kesenjangan yang terjadi. Cause
and Effect Diagram dijuluki sebagai diagram tulang ikan karena bentuknya yang
menyerupai seperti kerangka tulang ikan. Dalam memecahkan suatu masalah
setiap perusahaan dapat menentukan dan menilai faktor-faktor utama dalam
penyusunan diagram sebab-akibat yang disesuaikan pada permasalahan yang
terjadi. Secara umum terdapat lima faktor utama sebab akibat yaitu lingkungan,
manusia, metode, bahan, dan mesin peralatan (Muhandri dan Kadarisman,
2012:117). Faktor sebab akibat dapat disajikan pada Gambar 2.

Manusia Metode

Masalah

Lingkungan Bahan Mesin Peralatan

Gambar 2. Cause and Effect Diagram

21
2.9 Analisis 5W + 1H

Menurut Gasperz (2002) dijelaskan bahwa analisis 5W+1H merupakan alat


analisis yang dapat digunakan untuk mengatasi setiap akar permasalahan dengan
memperjelas apa permasalahannya, mengapa permasalahan terjadi, dimana tempat
terjadinya, kapan perbaikannya, siapa yang memperbaiki dan bagaimana cara
memperbaikinya. Metode 5W+1H digunakan untuk mengumpulkan informasi dan
menganalisis permasalahan yang muncul, sehingga dapat diambil solusi yang tepat
untuk mengatasinya. Berikut adalah penjelasan berdasarkan analisis 5W+1H:

1. What
Apa yang menjadi permasalahan di perusahaan, kata “apa” dapat dijadikan
sebagai topik permasalahan yang terjadi diperusahaan.
2. Why
Mengapa permasalahan tersebut dapat terjadi dan apa saja faktor yang menjadi
penyebab timbulnya masalah, sehingga dapat menjadi alasan yang kuat untuk
dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
3. Where
Dimana tempat permasalahan terjadi dengan mempertimbangkan analisis yang
baik untuk dapat mengidentifikasi tempat dimana masalah terjadi dan
diharapkan dapat memberikan solusi terbaik.
4. When
Kapan pekerjaan akan dimulai atau diselesaikan dan waktu harus digunakan
sebaik mungkin untuk memecahkan permasalahan.
5. Who
Siapa yang akan dipilih dan diberi tanggung jawab untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut.
6. How
Bagaimana metode yang akan digunakan oleh perusahaan untuk menangani
dan menyelesaikan permasalahan yang ada.

22
2.10 Penelitian Terdahulu

Nurjanah, et al., (2021) melakukan penelitian mengenai evaluasi penerapan


GMP dan SSOP di RPH-U menggunakan metode Gap Analysis yang merujuk
pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 381/Kpts/OT.140/10/2005 melalui
Formulir Nomor Kontrol Veteriner tahun (NKV) 2005. Hasil penelitian
menunjukkan adanya ketidaksesuaian dalam pemenuhan aspek GMP dan SSOP
yang menandakan bahwa belum terpenuhinya aspek sanitasi dan higiene oleh
RPH-U. Secara keseluruhan nilai total bobot pada aspek GMP mencapai 100 dan
dan SSOP memiliki total bobot sebesar 36. Nilai persentase ketidaksesuaian
tersebut menunjukkan bahwa aspek-aspek GMP dan SSOP berpeluang menjadi
sumber pencemaran paling tinggi di RPH-U, sehingga perlu adanya tindakan
perbaikan untuk meningkatkan pemenuhan pada aspek-aspek GMP dan SSOP di
RPH-U sesuai dengan standar GMP dan SSOP.
Amin, et al., (2018) melakukan penelitian mengenai identifikasi tingkat
implementasi GMP dan SSOP pada pengolahan ikan teri nasi menggunakan
metode Gap analysis untuk mengevaluasi penerapan GMP dan SSOP serta menilai
ketidaksesuaian penerapan GMP dan SSOP di perusahaan menggunakan lembar
checklist. Hasil penelitian diperoleh total penyimpangan implementasi GMP pada
UPI A yaitu sebesar 29,3%, UPI B 10,7% dan UPI C 0,3%. Sedangkan untuk
implementasi SSOP diperoleh total tingkat penyimpangan pada UPI A yaitu
sebesar 79%, UPI B 49% dan UPI C 3,4%. Penilaian program kelayakan dasar
GMP dan SSOP belum memenuhi Peraturan Mentri Perindustrian Republik
Indonesia Nomor 75 Tahun 2010 dan secara keseluruhan belum memenuhi syarat
kelayakan dasar GMP dan SSOP.
Sucipto, et al., (2020) melakukan penelitian mengenai evaluasi penerapan
GMP dan SSOP pada unit pengolahan roti menggunakan metode Gap Analysis
untuk mencari rata-rata total penerapan GMP dan SSOP. Berdasarkan hasil
evaluasi masih ditemukan adanya ketidaksesuaian pada penerapan GMP dan
SSOP di bakery “X”. Hasil rata-rata total penerapan GMP sebesar 58,3% dan
SSOP sebesar 52,3% yang menunjukkan bahwa penerapan GMP dan SSOP belum
memenuhi standar penerapan minimal 60%, sehingga masih diperlukan

23
rekomendasi perbaikan untuk mendukung kegiatan produksi yang berkelanjutan
dengan menyediakan sarana dan fasilitas sanitasi yang memadai serta melakukan
evaluasi yang dapat dilakukan secara rutin untuk dapat memastikan bahwa
ketidaksesuaian tersebut dapat diatasi dan diperbaiki sesuai dengan saran dan
rekomendasi perbaikan yang sudah disepakati oleh kedua belah pihak.

2.11 Kerangka Pemikiran

PT. Titipin Aja Men merupakan salah satu industri pengolahan panga asal
hewan yang memiliki visi dan misi utama yaitu menjadi pemasok daging sapi
segar yang unggul dan penuh inovasi, menyediakan produk yang ASUH serta
dapat memberikan jaminan keamanan produk kepada konsumen. PT. Titipin Aja
Men berupaya menerapkan cara produksi pangan yang baik dan higienis (GMP
dan SSOP) dalam menjamin mutu dan keamanan produknya serta menghasilkan
produk ASUH. Penerapan GMP dan SSOP belum diterapkan dengan maksimal
sehingga perusahaan belum memiliki jaminan kemanan produk pangan asal hewan
yang sah dan tertulis serta masih ditemukan kondisi atau kegiatan produksi yang
berpotensi membahayakan keamanan produk.
Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui ketidaksesuaian pada penerapan
Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating
Procedures (SSOP) di PT. Titipin Aja Men menggunakan GAP Analysis. GAP
Analysis dilakukan untuk membandingkan antara penerapan GMP dan SSOP di
PT. Titipin Aja Men dengan standar GMP dan SSOP berdasarkan Peraturan
Menteri Perindustrian RI Nomor 75/M-IND/PER/2010. Ketidaksesuaian pada
penerapan GMP dan SSOP di perusahaan yang termasuk kedalam kategori
ketidaksesuaian mayor dan serius maka akan dicari faktor penyebabnya
menggunakan diagram sebab-akibat. Hasil analisis tersebut dapat menjadi acuan
bagi PT. Titipin Aja Men untuk memberikan rekomendasi perbaikan dalam
memenuhi persyaratan standar GMP dan SSOP. Kerangka pemikiran disajikan
pada Gambar 3.

24
PT. Titipin Aja Men

Visi dan Misi PT. Titipin Aja Men

Permasalahan :
- Belum adanya jaminan keamanan produk pangan
asal hewan yang sah dan tertulis
- Fasilitas produksi belum dapat memenuhi syarat
higiene dan sanitasi
- Kurangnya kesadaran karyawan terhadap
kebersihan personal dan lingkungan kerja

GMP SSOP

Peraturan Menteri Penerapan


Perindustrian RI GMP dan SSOP
Nomor 75/M- di Perusahaan
IND/PER/2010

Gap Analysis Observasi,


Analisis Penilaian wawancara,
Ketidaksesuaian dokumentasi

Mayor Serius

Diagram
Sebab Akibat
Faktor Penyebab
Observasi,
Ketidaksesuaian GMP
wawancara
dan SSOP
Metode
5W+1H
Rekomendasi Tindak Observasi,
Lanjut wawancara

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Penelitian

25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan yang dimulai pada bulan Februari
hingga bulan April 2022. Penelitian ini berlokasi di PT. Titipin Aja Men
Jaticempaka, Pondok Gede, Kota Bekasi. Pemilihan tempat penelitian ini
dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa selama 5 tahun beroperasi
hingga saat ini perusahaan belum memiliki sertifikat NKV sebagai jaminan
keamanan produk pangan asal hewan. Selain itu adanya permasalahan terkait
ketidaksesuaian pada penerapan GMP dan SSOP di perusahaan dengan standar
pemerintah, sehingga pada produksinya PT. TAM belum dapat menerapkan GMP
dan SSOP dengan baik dalam menunjang mutu dan keamanan produknya. Oleh
sebab itu penulis merasa perlu menjadikan lokasi ini sebagai objek penelitian.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif yaitu jenis


penelitian yang memanfaatkan data kualitatif dan dijabarkan secara deskriptif.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini merupakan data yang terkait dengan
penerapan GMP dan SSOP di perusahaan, diantaranya yaitu data produksi
perusahaan, prosedur kerja terkait penerapan GMP dan SSOP, pedoman GMP dan
SSOP menurut Peraturan Kementerian Perindustrian RI No.75 Tahun 2010 serta
dokumen lain yang mendukung penelitian.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui proses wawancara dan observasi secara
langsung dilapangan. Wawancara dilakukan secara langsung dengan direktur
perusahaan yaitu Bapak Brian dan kepala bagian produksi. Selain itu observasi
juga dilakukan oleh peneliti dengan melakukan pengamatan terhadap penerapan
GMP dan SSOP di PT. TAM. Sedangkan pengumpulan data sekunder diperoleh
dari dokumen perusahaan. buku, jurnal, artikel, peraturan perundang-unadangan
yang berkaitan dengan GMP dan SSOP.

26
3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini, yaitu sebagai
berikut:
1. Wawancara yang digunakan peneliti sebagai teknik pengumpulan data yaitu
wawancara terstruktur. Menurut Sugiyono, (2016:140) wawancara
terstruktur merupakan teknik pengumpulan data melalui instrument
penelitian berupa pertanyaan tertulis yang diajukan kepada setiap responden.
Dalam penelitian ini wawancara dilakukan secara langsung dengan direktur
PT. TAM dan kepala bagian produksi. Dalam melaksanakan kegiatan
wawancara, peneliti membuat daftar pertanyaan yang diajukan kepada
informan terkait penelitian berdasarkan hasil obervasi yang dilakukan
dilapangan. Metode wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk
mengambil data atau informasi mengenai penerapan GMP dan SSOP di
perusahaan secara detail, dan data perusahaan lainnya yang dibutuhkan.
2. Observasi merupakan aktivitas yang dilakukan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data terkait masalah penelitian. Penelitian ini menggunakan
observasi partisipatif, yaitu pengamatan secara langsung keadaan
dilapangan dan peneliti ikut terlibat secara langsung (Sugiyono, 2016:227).
Peneliti mengamati secara langsung penerapan GMP dan SSOP di PT. TAM
yang didampingi oleh karyawan dan melakukan konfirmasi kepada
karyawan mengenai data yang diperoleh sesuai kenyataannya. Observasi
dilakukan dengan memanfaatkan Formulir Gap Analysis Checklist sebagai
acuan yang berpedoman pada Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor
75/M-IND/PER/7/2010 dengan mengamati seluruh aktivitas mulai dari
kegiatan produksi hingga kegiatan lain yang mendukung penelitian.
3. Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu dan
berbentuk tulisan, gambar, atau karya monumental dari seseorang
(Sugiyono, 2016: 240). Hasil penelitian dari observasi dan wawancara yang
dilakukan oleh peneliti didukung juga dengan dokumen-dokumen berbentuk
tulisan, gambar atau dokumen lain yang mendukung fokus penelitian, seperti
data sejarah perusahaan, profil perusahaan, dan diagram alir proses.

27
4. Studi Kepustakaan merupakan kegiatan mengumpulkan informasi yang
relevan dengan topik atau masalah yang menjadi objek penelitian. Informasi
tersebut dapat diperoleh dari buku, karya ilmiah, tesis literatur, dan
penelitian terdahulu (Sugiyono, 2016:291). Pada penelitian ini peneliti dapat
mempelajari isi dokumen untuk menilai ketidaksesuaian pada penerapan
GMP dan SSOP perusahaan yang mengacu pada Peraturan Menteri
Perindustrian Republik Indonesia Nomor 75/M-IND/PER/7/2010 tentang
Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik.

3.4 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis
deskriptif, yang dimana analisis ini digunakan untuk menganalisis data dengan
mendiskripsikan dan mengumpulkan data yang terkumpul. Penelitian ini
menggunakan analisis deskriptif dengan data kualitatif, dimana data yang
diperoleh melalui hasil wawancara, obervasi, dokumentasi dan studi Pustaka.
Metode analisis deskriptif ini menggunakan tiga tools atau alat bantu yaitu analisis
kesenjangan (Gap Analysis), analisis akar permasalahan (cause and effect
diagram) dan analisis 5W + 1H. Analisis data pada penelitian ini dimulai dari
wawancara yang dilakukan oleh direktur PT. TAM dan kepala bagian produksi
dengan daftar pertanyaan yang telah dibuat.
Informasi dan data yang diperoleh dari hasil wawancara jumlahnya cukup
banyak, sehingga peneliti perlu menyesuaikan informasi yang dibutuhkan dan
tidak dibutuhkan oleh peneliti dengan cara mereduksi data. Reduksi data bertujuan
agar peneliti dapat memfokuskan data sesuai dengan tema dan tujuan penelitian.
Dalam penelitian kualitatif untuk mendapatkan data yang valid, objektif dan
reliable, maka diperlukan uji keabsahan data melalui uji credibility (validitas
internal). Uji kredibilitas data dapat dilakukan melalui beberapa teknik pengujian
diantaranya yaitu perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan, trianggulasi,
diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif dan membercheck
(Sugioyono, 2016: 270).

28
Teknik pengujian keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan teknik
trianggulasi. Trianggulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data dengan
menggabungkan teknik pengumpulan data dan sumber data yang ada. Trianggulasi
dibagi menjadi tiga, yaitu trianggulasi sumber, teknik dan waktu. Penelitian ini
menggunakan trianggulasi teknik, yaitu peneliti melakukan observasi partisipatif,
wawancara dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak.
3.4.1 Analisis Kesenjangan (GAP Analysis)

Analisis Kesenjangan (GAP Analysis) dalam penelitian ini membandingkan


antara kondisi penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation
Standard Operating Procedures (SSOP) di lapangan dengan Peraturan Menteri
Perindustrian Republik Indonesia Nomor 75/M-IND/PER/7/2010, Peneliti akan
menganalisis ketidaksesuaian pada penerapan GMP dan SSOP yang terjadi
ditempat penelitian melalui Formulir Gap Analysis Checklist yang dilengkapi
dengan instrument penelitian wawancara, observasi dan dokumentasi. Terdapat
dua jenis Formulir Gap Analysis Checklist yaitu formulir skoring dan rekapitulasi
Gap Analysis. Pada formulir skoring, peneliti akan memberikan bobot skor pada
setiap elemen yang diperiksa. Penentuan bobot skor dilakukan dengan cara
membandingkan antara penerapan GMP dan SSOP di PT. TAM dengan Perturan
Menteri Perindustrian RI Nomor 75/M-IND/PER/7/2010. Penjelasan mengenai
pemberian skor dalam Gap Analysis adalah sebagai berikut:
a. Skor (0) = Jika perusahaan sudah menjalankan aktivitas tersebut dengan baik
b. Skor (1) = Jika perusahaan sudah melakukan aktivitas tersebut namun belum
maksimal (baik dari segi dokumentasi maupun penerapannya)
c. Skor (2) = Jika perusahaan hanya melakukan aktivitas tersebut terkadang
saja atau belum konsisten dalam melakukannya (baik secara dokumen
maupun penerapannya).
d. Skor (3) = Jika perusahaan memahami aktivitas tersebut penting untuk
dilakukan, namun belum dapat melakukan aktivitas tersebut atau terdapat
persyaratan yang belum terpenuhi.
e. Skor (4) = Jika perusahaan tidak memiliki hal tersebut/ belum menjalankan
aktivitas tersebut.

29
Penentuan nilai tersebut disesuaikan berdasarkan hasil temuan baik melalui
wawancara, observasi, dokumentasi maupun kuisioner di setiap parameter.
Adapun langkah selanjutnya yaitu perhitungan persentase dengan menetukan
penjumlah bobot skor pada penerapan masing-masing aspek GMP dan SSOP.
Perhitungan persentase dari penjumlahan bobot adalah sebagai berikut:
( ∑Skor Tiap Parameter )
% Persentase Nilai Gap = x100%
( ∑Parameter x Skor Maksimal )

Tahap selanjutnya dilakukan perhitungan presentase ketidaksesuaian secara


keseluruhan. Nilai persentase yang diperoleh dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Nilai Presentase 0% : Memenuhi, artinya program GMP dan SSOP sudah
dijankan dengan baik serta seluruh persyaratan sudah terpenuhi dengan baik.
b. Nilai Presentase 1% - 25% : Cukup Memenuhi, artinya program GMP dan
SSOP di perusahaan hampir seluruhnya terpenuhi, namun masih terdapat
sedikit kelalaian dalam penerapannya.
c. Nilai Presentase 26% - 50% : Kurang Memenuhi, artinya program GMP dan
SSOP dijalankan cenderung sistematis namun tidak dilakukan dokumentasi
terhadap mekanisme.
d. Nilai Presentase 51% - 75% : Sangat Kurang Memenuhi, artinya beberapa
program GMP dan SSOP sudah dijalankan, namun prosedur belum
terdokumentasi dengan baik atau belum konsisten dalam menjalankannya.
e. Nilai Presentase > 75% : Tidak Memenuhi, artinya tidak ada dokumentasi
maupun aktivitas pada program GMP dan SSOP.
Pedoman GMP berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Republik
Indonesia No. 75 tahun 2010 terdiri atas 3 tingkatan persyaratan yaitu “harus”,
“seharusnya” dan “dapat”. Menurut Sridaryanti dan Hakiki (2021:14) penilaian
ketidaksesuaian dalam GMP sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian RI
No.75/M/IND/PER/7/2010 dikelompokkan menjadi 3 diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. Ketidaksesuaian Minor: ketidaksesuaian yang mengidikasikan apabila tidak
dipenuhi mempunyai potensi yang kurang berpengaruh terhadap keamanan
produk.

30
b. Ketidaksesuaian Mayor: ketidaksesuaian yang mengindikasikan apabila
tidak dipenuhi akan mempengaruhi keamanan produk.
c. Ketidaksesuaian Serius: ketidaksesuaian yang mengindikasikan apabila
tidak dipenuhi akan mempengaruhi keamanan produk secara langsung.

3.4.2 Diagram Sebab Akibat

Kondisi yang tidak sesuai memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap
mutu dan keamanan produk yang dihasilkan, maka dari itu perlu ditindaklanjuti
dengan menganalisis faktor penyebab ketidaksesuaian penerapan GMP dan SSOP
di PT. TAM untuk mencari dan menentukan aspek ketidaksesuaian yang tergolong
mayor dan serius. Parameter dengan penilaian skor 2-4 dan termasuk dalam
kelompok ketidaksesuaian mayor dan serius dapat dicari akar masalahnya
menggunakan diagram sebab akibat. Penyebab ketidaksesuaian dapat
diidentifikasi kembali oleh peneliti apakah penyebabnya berasal dari machine,
material, man, method atau environment. Hasil analisis dapat menjadi acuan bagi
perusahaan untuk memperbaiki faktor ketidaksesuaian yang ada, sehingga peneliti
dapat memberikan rekomendasi perbaikan dalam menjaga mutu dan keamanan
produk. Diagram sebab-akibat dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 4.

Material Machine Man

Ketidaksesuaian
Aspek GMP dan
SSOP

Method Environment

Gambar 4. Kerangka Diagram Sebab Akibat

31
3.4.3 Rekomendasi Tindak Lanjut Analisis 5W+1H

Rekomendasi perbaikan ditujukkan terhadap kondisi yang tidak sesuai pada


penerapan aspek GMP dan SSOP di perusahaan yang berpotensi mempengaruhi
keamanan produk secara langsung seperti pada aspek ketidaksesuaian yang
tergolong mayor dan serius. Rekomendasi tindak lanjut dirumuskan menggunakan
teknik diskusi yang dilakukan antara peneliti dan pemilik untuk mencari alternatif
yang tepat dalam memecahkan permasalahan yang terjadi di perusahaan. Diskusi
pada penelitian ini dilakukan dengan mempertimbangkan faktor 5W+1H yang
terdiri dari what,where,when,why,who,dan how.
1. What : Apa yang melatarbelakangi berbagai ketidaksesuaian yang terjadi pada
kegiatan produksi di perusahaan dan ketidaksesuaian apa saja yang menjadi
prioritas perbaikan atau tindak lanjut.
2. Where : Dimana tempat permasalahan itu terjadi.
3. When : Kapan perbaikan tersebut dilakukan.
4. Why : Mengapa ketidaksesuaian tersebut dipilih untuk dijadikan sebagai
prioritas perbaikan.
5. Who : Siapa yang bertanggung jawab untuk melakukan perbaikan atau tindak
lanjut terhadap ketidaksesuaian tersebut.
6. How : Bagimana metode atau cara yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
ketidaksesuaian tersebut.

3.5 Informan

Menurut Sugiyono (2014:18) informan merupakan seseorang yang berada


pada lingkup penelitian yang dapat memberikan informasi lengkap mengenai
kondisi latar belakang penelitian. Pada penelitian ini informan yang dipilih yaitu
pihak-pihak yang berpotensi dalam memberikan informasi secara lengkap terkait
pelaksanaan penerapan GMP dan SSOP di perusahaan. Informan yang dipilih
dalam penelitian ini berjumlah 2 orang yaitu bapak Brianca Hernawan selaku
direktur PT. TAM dan bapak Mujianto selaku kepala produksi.

32
3.6 Definisi Operasional

a. Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard


Operating Procedures (SSOP) di PT. Titipin Aja Men bertujuan untuk
menghasil produk pangan yang aman dan bermutu sesuai dengan Peraturan
Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 75/M-IND/PER/7/2010.
b. Good Manufacturing Practices (GMP) merupakan suatu pedoman cara
memproduksi pangan yang bertujuan agar produsen dapat memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk pangan yang
aman dan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen.
c. Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) merupakan suatu
prosedur standar operasi sanitasi yang harus dipenuhi oleh produsen untuk
mencegah terjadinya kontaminasi pada produk pangan.
d. Analisis Kesenjangan (Gap Analysis) merupakan metode analisis yang
digunakan untuk menentukan kesenjangan antara kinerja dilapangan dengan
pedoman GMP dan SSOP berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian
Republik Indonesia No. 75 Tahun 2010. Penelitian ini menggunakan dua
form Gap Analysis yaitu formulir skoring dan rekapitulasi penyimpangan
penerapan GMP dan SSOP di PT. Titipin Aja Men.
e. Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram) digunakan untuk
mengidentifikasi faktor penyebab ketidaksesuaian penerapan GMP dan
SSOP yang termasuk dalam kelompok ketidaksesuaian mayor dan serius
pada PT. Titipin Aja Men.
f. Analisis 5W + 1H digunakan untuk mengumpulkan informasi dan
menganalisis permasalahan yang muncul, sehingga dapat diambil solusi
yang tepat untuk mengatasinya.

33
BAB IV
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

4.1 Profil Perusahaan


4.1.1 Sejarah dan Perkembangan PT. Titipin Aja Men

PT. Titipin Aja Men merupakan salah unit usaha yang bergerak dibidang
distributor dan supplier daging sapi serta memproduksi berbagai macam produk
daging sapi olahan. Pada tahun 2013 usaha mulai dirintis oleh bapak Brian
Hernawan dengan mendirikan peternakan sapi yang terletak di daerah Cariu,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Usaha yang ditekuni pada saat itu yaitu menjual
hewan qurban, namun ternyata usaha tersebut tidak cukup memberikan keuntungan
sehingga dikembangkan kembali menjadi usaha ternak sapi potong yang dijual
harian kepada beberapa lost daging di pasar tradisional.
Permasalahan awal terjadi karena adanya utang piutang usaha yang tidak
berjalan dengan lancar sehingga mempengaruhi keberlangsungan usahanya dan
pemilik memutuskan untuk tidak melanjutkan usaha tersebut. Pada saat itu bapak
Brian berkeinginan untuk membangun usahanya kembali dan beliau berinisiatif
untuk membuat kios daging sendiri sebagai bentuk pengembangan usaha ternak
sapinya. Kios daging tersebut diberi nama BBF Meat Shop yang berada dibawah
naungan PT. Titipin Aja Men.
BBF Meat Shop mulai diidrikan pada tahun 2017 dengan menjual daging
sapi segar, daging olahan yang diperoleh dari Bri Bri Farm. Perkembangan usaha
yang cukup pesat sehingga kapasitas produksi dari Bri Bri Farm tidak mampu
mengimbanginya maka diputuskan untuk melakukan kerjasama dengan RPH
swasta dan pemerintah dalam pemenuhan bahan baku. Produk yang dihasilkan pada
saat itu hanya terdiri dari 4 jenis produk diantaranya yaitu daging sapi, iga, daging
sop dan has dalam. Pada tahun 2018 produk tersebut dikembangkan lagi menjadi
beberapa kategori diantaranya yaitu daging slice, iga, daging steak dan daging
lainnya dengan jumlah produk secara keseluruhan hingga saat ini sebanyak 26
produk termasuk daging olahan.

34
Tuntutan konsumen terhadap kualitas dan keamanan produk pangan asal
hewan dengan standar mutu dan keamanan pangan asal hewan yang aman, sehat,
utuh, dan halal (ASUH) kini kian meningkat. Oleh karena itu pada tahun 2018 PT.
Titipin Aja Men sudah mendapatkan sertifikat halal MUI dengan nomor LPPOM
MUI 03010021010618 sebagai bukti tertulis yang sah bahwa produk yang
diedarkan sudah dipastikan kehalalan dan keamanannya. Pada tahun 2021 PT.
Titipin Aja Men sudah memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) sebagai bentuk
perizinan berusaha agar legalitas usahanya tetap terjamin.

4.1.2 Visi dan Misi Perusahaan

PT. Titipin Aja Men menyadari perlu adanya visi dan misi sebagai acuan
dalam menjalankan suatu usaha. Adapun visi dan misi yang telah diterapkan PT.
Titipin Aja Men dalam usaha ini diantaranya yaitu sebagai berikut :

Visi :

Menjadi pemasok daging segar yang halal, unggul dan penuh inovasi, sehingga
dapat menciptakan nilai tambah dalam menyediakan protein hewani yang lebih baik
bagi masyarakat dan memberikan kesejahteraan bagi para stakeholder.

Misi :

a. Menyediakan daging yang mudah di jangkau dari aspek tempat dan harga.
b. Menyediakan daging yang halal, segar dan higienis.
c. Mengembangkan produk delivery yang penuh inovasi.
d. Memberikan pemahaman manfaat mengkonsumsi daging kepada
masayarakat.
e. Memberdayakan masyarakat sehingga menjadi sumber daya manusia yang
unggul di industry daging.
f. Menumbuhkan UMKM baru untuk bekerjasaman dalam jaringan distribusi
daging.

35
4.1.3 Struktur Organisasi

Struktur organisasi dapat diartikan sebagai gambaran dan susunan kedudukan


atau jabatan berdasarkan tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing
mulai dari jabatan yang paling tinggi hingga jabatan yang paling rendah. Tujuan
dibentuknya struktur organisasi adalah untuk mempermudah karyawan dalam
melakukan pekerjaannya sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Struktur organisasi PT. Titipin Aja Men dipimpin oleh direktur utama yang
memiliki kekuasaan penuh dalam setiap kebijakan perusahaan. Susunan
kepengurusan PT. Titipin Aja Men terdiri beberapa bagian diantaranya yaitu bagian
keuangan, bagian pembelian dan penjualan, bagian R&D, bagian QC dan Gudang,
kepala produksi, dan bagian operational. Struktur organisasi dalam PT. Titipin Aja
Men disajikan pada Gambar 5.

Direktur Utama
( Brianca Hernawan)

Keuangan
( Nindita Andari)

Pembelian dan R&D QC dan Kepala Operational


Penjualan Gudang Produksi
(Hana) (Syafiq) (Raihan) (Mujianto) (Oscar)

Tim Produksi
(Manarul)

Tim Produksi
(Arpanul)

Gambar 5. Struktur Organisasi PT. Titipin Aja Men

36
Tiap struktur organisasi memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda.
Adapun tugas dan tanggung jawabnya adalah sebagai berikut :
1. Direktur Utama. Merupakan pimpinan tertinggi di perusahaan yang
bertanggung jawab atas keseluruhan penyelenggaraan aktifitas di PT. Titipin
Aja Men.
2. Bagian Keuangan. Bertanggung jawab kepada direktur utama untuk
melaporkan kondisi keuangan perusahaan, membuat laporan keuangan secara
periodik, mencatat seluruh transaksi keuangan dalam buku jurnal.
3. Bagian R&D. Memiliki tugas dan tanggung jawab untuk segala aktivitas riset
dan pengembangan di PT. Titipin Aja Men dengan tujuan perbaikan dan
pengembangan produk di perusahaan.
4. Bagian QC dan Gudang. Memiliki tugas dan tanggung jawab dalam kegiatan
monitoring dan verifikasi kualitas produk yang akan didistribusikan serta
melakukan mengawasi dan mengontrol seluruh kegiatan operasional gudang.
5. Bagian produksi. Memilik tugas dan tanggung jawab dalam membuat
perencanaan produksi di PT. Titipin Aja Men dan mengawasi pelaksanaan
setiap tahapan proses produksi.
6. Bagian Operational. Memiliki tugas dan tanggung jawab dalam mengawasi
dan mengontrol seluruh kegiatan atau aktivitas di PT. Titipin Aja Men.

4.1.4 Ketenagakerjaan PT. Titipin Aja Men

PT. Titipin Aja Men memiliki karyawan yang bekerja di kantor dan tempat
produksi. Karyawan office memiliki jam kerja yang dimulai pada pukul 08.00
hingga pukul 17.00 dengan waktu istirahat pada pukul 13.00 - 14.00 secara
bergantian. Karyawan produksi memiliki jam kerja yang dimulai pada pukul 08.00
hingga pukul 17.00 dengan waktu istirahat pada pukul 11.30 - 13.00. Seluruh
karyawan di PT. TAM juga memiliki jadwal lembur yang dimulai pada pukul 17.00
hingga 20.00 dengan jadwal yang telah disesuaikan oleh perusahaan pada saat
terjadi peningkatan jumlah pemesanan produk.

37
Penetapan upah gaji karyawan di PT. TAM digolongkan berdasarkan posisi
jabatan dan lama waktu bekerja karyawan di perusahaan. Upah gaji yang diberikan
mencakup gaji pokok dan uang makan yang akan ditransfer melalui rekening bank
pada setiap karyawan perusahaan. Karyawan juga mendapatkan bonus sebanyak 2
kali dalam satu tahun berupa uang Tunjangan Hari Raya (THR) dan uang akhir
tahun. Setiap karyawan juga memiliki jatah cuti kerja sebanyak 12 kali dalam satu
tahun, namun jika melebihi batas waktu tersebut maka akan dikenakan sanksi.

4.2 Produk PT. Titipin Aja Men

PT. Titipin Aja Men memiliki beraneka ragam jenis produk terutama produk
yang berasal dari bahan baku daging segar. Produk yang diproduksi oleh PT. TAM
yaitu berupa daging sapi segar dan daging olahan dari bahan baku daging sapi segar.
Varian dari produk daging sapi segar dan olahan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Varian Produk Daging Segar dan Daging Olahan PT. Titipin Aja Men
Nama Produk Varian Produk Berat Produk
Daging Iris (Slice Beef) Daging Iris Teriyaki 500 gr / 1 kg
Daging Iris Sukiyaki 500 gr / 1 kg
Daging Iris Shabu-Shabu 500 gr / 1 kg
Daging Iris Tebal 500 gr / 1 kg
Lidah Iris 500 gr / 1 kg
Lidah Iris Tebal 500 gr / 1 kg
Daging Steak (Steak Cuts) Has Luar (Sirloin) 500 gr / 1 kg
Has Dalam (Tenderloin) 500 gr / 1 kg
Rib eye 500 gr / 1 kg
Daging Sapi (Local Cuts) Daging Sengkel 500 gr / 1 kg
Daging Paha Depan 500 gr / 1 kg
Daging Paha Belakang 500 gr / 1 kg
Rendang 500 gr / 1 kg
Rendang Spesial 500 gr / 1 kg
Empal 500 gr / 1 kg
Daging Sop, Rawon 500 gr / 1 kg
Daging Giling Spesial 500 gr / 1 kg
Daging Giling 500 gr / 1 kg
Lidah 500 gr / 1 kg

38
Lanjutan Tabel 5.
Nama Produk Varian Produk Berat Produk
Tulangan (Bone-In Beef) Sumsum 500 gr / 1 kg
Iga Konro 500 gr / 1 kg
Iga Sop 500 gr / 1 kg
Iga Bakar 500 gr / 1 kg
Buntut (End-tail Octail) 500 gr / 1 kg
Buntut (Whole-Cut Octail) 500 gr / 1 kg
Buntut (Center-Cut Octail) 500 gr / 1 kg
Sumber: Data Produk PT. Titipin Aja Men (2018)
Tabel 5 merupakan daftar produk yang dihasilkan oleh PT. Titipin Aja Men
dimana perusahaan ini memproduksi daging sapi segar atau olahan setiap harinya
sesuai dengan permintaan konsumen ataupun jadwal produksi yang telah ditetapkan
oleh kepala produksi. Setiap varian produk yang dihasilkan tentunya memiliki
ketentuan dan spesifikasi yang berbeda. Daging olahan yang di produksi oleh
perusahaan diantaranya yaitu daging giling dan daging slice. Produk jadi yang
dihasilkan perusahaan juga harus memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan
oleh perusahaan sebelum dipasarkan ke konsumen guna menghindari terjadi hal-
hal yang tidak diinginkan. Perusahaan menggunakan standar mutu daging sapi yang
mengacu pada SNI yaitu SNI 3932: 2008 yaitu memiliki tekstur daging yang halus,
warna daging merah terang, memiliki sedikit lemak kurang lebih hanya 5%, sedikit
marbling, tidak mengalami perubahan warna dan aroma.

4.3 Proses Bisnis PT. Titipin Aja Men

Proses bisnis yang dilakukan oleh PT. Titipin Aja Men dibagi menjadi lima
tahapan melalui proses bisnis yang saling terkait dan terstruktur yang dijalankan
oleh stakeholder untuk menghasilkan produk dan layanan yang akan diberikan
kepada pelanggan. Lima tahapan proses bisnis yang dilakukan oleh PT. TAM yaitu:

1. Supplier
Supplier yang terlibat dalam proses bisnis PT. TAM yaitu terdiri dari RPH
swasta dan pemerintah sebagai penyedia bahan baku utama yaitu daging sapi.
Industri plastik dan kemasan sebagai penyedia bahan kemasan yang digunakan oleh
perusahaan untuk mengemas produk.

39
2. Input
Input yang menjadi bahan utama dalam kegiata proses bisnis di PT. TAM
memiliki ruang lingkup yang meliputi persiapan bahan baku oleh kepala produksi,
pengecekan stok produk oleh karyawa, pembuatan rencana produksi sebelum
dilakukan proses produksi oleh kepala produksi, pengecekan kondisi mesin dan
peralatan produksi, audit keuangan oleh financial, pengelolaan pemasaran oleh
public relation, karyawan produksi yang terampil, kelengkapan bahan baku,
peralatan dan mesin produksi dan fasilitas sarana yang memadai.

3. Conversion
Conversion yang diperlukan utama dalam proses bisnis PT. TAM yaitu
pengolahan daging sapi segar menjadi daging olahan, pengemasan dan pelebelan
produk jadi, Produk jadi disimpan kedalam ruangan finished good dengan suhu
-10°C, serta pemasaran dilakukan secara langsung (offline) atau tidak langsung
(online) dengan ketersediaan akun pemesanan baik secara online maupun offline.

4. Output
Output yang menjadi hasil utama dalam proses bisnis PT. TAM yaitu pihak
perusahaan sebagai supplier dan distributor daging sapi yaitu menyediakan daging
sapi segar dan daging olahan yang akan dipasarkan kepada konsumen atau
pelanggan. Produk yang dihasilkan oleh PT. TAM terdiri dari 26 varian produk
yang dibagi menjadi 4 jenis produk yaitu daging iris (slice beef), daging steak (steak
cuts), daging sapi (local cuts), dan tulangan (bone-in beef).

5. Customer
Customer yang menjadi pelanggan utama dalam proses bisnis PT. TAM yaitu
terdiri dari B2C (Business to Customer) dengan pemesanan dapat dilakukan secara
langsung (datang langsung ke outlet) dan secara tidak langsung atau online melalui
market place (shopee, tokopedia, blibli, grab dan whatshapp order) dan B2B
(Business to Business) dengan pemesanan dilakukan secara langsung yaitu transaksi
dan negosiasi dilakukan secara langsung oleh pihak lain dengan datang langsung
ke outlet.

40
Supplier Input Conversion Output Customer

• Persiapan bahan baku


oleh kepala produksi • B2C (Business to
• Pengecekan stok produk Customer )
• Pengolahan dengan
oleh karyawan
daging segar
• Pembuatan rencana pemesanan
menjadi daging secara langsung
produksi oleh kepala
olahan (datang langsung
produksi
• Rumah Potong • Pengemasan dan • Produk daging
• Pengecekan kondisi ke outlet ) dan
Hewan (RPH) pelabelan Produk sapi segar secara tidak
mesin dan peralatan
pemerintah dan • Penyimpanan • Produk daging langsung atau
produksi
swasta produk pada olahan online (shopee,
• Industri plastik • Audit keuangan oleh
ruangan finished tokopedia, grab,
dan kemasan financial
good blibli, dan
• Pengelolaan pemasaran
• Pemasaran whatsapp order)
oleh public relation
• Karyawan yang terampil
dilakukan secara • B2B (Business to
online dan offline Business) dengan
• Kelengkapan bahan
pemesanan secara
baku, peralatan dan
langsung (datang
mesin produksi
ke outlet)
• Fasilitas sarana yang
memadai

Gambar 6. Proses Bisnis PT. Titipin Aja Men

41
4.4 Proses Produksi Daging Olahan

PT. Titipin Aja Men memproduksi berbagai macam jenis produk salah
satunya adalah daging olahan. Bahan baku utama yang digunakan yaitu daging sapi
segar sebagai bahan baku utama. Proses produksi daging olahan di PT. Titipin Aja
Men dilakukan menggunakan mesin pengolahan daging yang sudah modern dan
tentunya menggunakan aliran listrik untuk dapat menjalankan mesin tersebut.
Mesin yang digunakan yaitu berupa mesin grinder dan mesin slicer. Diagram alir
proses produksi daging olahan dapat dilihat pada Gambar 7.

Pemilihan Bahan Baku


( Daging Sapi Segar)
Daging yang
rusak atau
Penimbangan dan Penyortiran berubah warna
Daging

Pemotongan Daging Memperkecil


ukuran daging

Penggilingan atau Pengirisan


Daging

Penimbangan Produk Jadi

Pengemasan dan Pelabelan

Suhu -10°C
Pembekuan / Pendinginan hingga -25°C

Produk dalam
kemasan

Gambar 7. Diagram Alir Proses Produksi Daging Olahan

42
Diagram alir proses produksi diatas dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Tahap Pemilihan Bahan Baku
Pemilihan bahan baku dilakukan sebelum proses produksi berlangsung. Bahan baku
dipilih berdasarkan kebutuhan atau sesuai dengan pesanan konsumen dan stock di
display. Pemilihan bahan baku bertujuan untuk memastikan bahwa bahan baku
yang digunakan sudah sesuai dengan permintaan dari konsumen.

2. Tahap Penimbangan dan Penyortiran Bahan Baku


Pada tahap ini bahan baku ditimbang terlebih dahulu sebelum dilakukan proses
selanjutnya. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui jumlah keseluruhan berat
bersih bahan baku yang digunakan dalam satu kali produksi. Selanjutnya bahan
baku yang sudah ditimbang akan disortir terlebih dahulu oleh karyawan produksi.
Penyortiran dilakukan dengan melakukan pengecekan fisik pada daging dengan
cara melihat keutuhan tesktur daging dan juga aroma pada daging. Daging yang
tidak memenuhi standar mutu perusahaan akan dipisahkan untuk segera
dimusnahkan agar tidak dapat mencemari bahan baku yang lain.

3. Tahap Pemotongan Daging


Daging yang sudah di sortir selanjutnya akan dipotong menggunakan mesin potong.
Pemotongan daging disesuaikan dengan jenis produk dan kebutuhannya. Tujuan
pemotongan daging yaitu untuk memperkecil ukuran pada daging agar
mempermudah pada saat dilakukan proses pengolahan lebih lanjut.

4. Tahap Penggilingan atau Pengirisan Daging


Pada tahap ini daging yang sudah dipotong akan digiling menggunakan mesin
Grinder atau diiris menggunakan mesin Slicer. Pada proses penggilingan daging
perlu dipastikan daging yang digunakan dalam keadaan yang segar atau tidak beku
agar konsistensi produk tetep aman dan terjaga dengan baik. Sedangkan untuk
proses pengirisan daging harus dalam keadaan beku agar tidak merubah konsistensi
produk yang dihasilkan.

43
5. Tahap Penimbangan Produk
Pada tahap ini produk akhir akan ditimbang menggunakan timbangan digital.
Penimbangan produk disesuaikan dengan pesananan konsumen dan kebutuhan
stock di display. Setiap 1 bungkus kemasan memiliki rata-rata kelebihan berat 1-3
gram untuk mengantisipasi terjadinya penyusutan pada produk. Pada tahap
penimbangan diperlukan ketelitian agar berat pada produk sesuai dengan keinginan
konsumen.

6. Tahap Pengemasan dan Pelabelan


Pengemasan bertujuan untuk melindungi produk dari kontaminasi yang akan
mempengaruhi mutu dan kualitas produk. Pengemasan dilakukan per plastic
menggunakan plastic vacum dengan berat masing-masing 500 gr dan 1 kg. plastik
yang digunakan terbuat dari material nylon dengan bahan yang tebal sehingga
mampu melindungi produk agar tidak mudah rusak. Produk yang sudah dikemas
akan divakum menggunakan mesin vacum atau vakum sealer. Pada tahap
pengemasan juga dilakukan pelabelan pada setiap jenis produk dengan tujuan untuk
menginformasikan nama merk, jenis produk, berat produk, dan tanggal
kadaluwarsa.

7. Tahap Pembekuan atau Pendinginan


Produk akhir akan dibekukan terlebih dahulu sebelum dipasarkan. Produk akhir
akan dibekukan di ruangan finish good dengan suhu -10°C. Tujuan pembekuan
pada daging yaitu untuk tetap dapat mempertahankan mutu dan kualitas produk
akhir.

44
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP dan SSOP PT. Titipin Aja
Men

Analisis ketidaksesuaian pada penelitian ini dilakukan dengan


membandingkan antara penerapan GMP dan SSOP di PT. Titipin Aja Men dengan
panduan GMP dan SSOP. Panduan tersebut mengacu pada Peraturan Menteri
Perindustrian Republik Indonesia nomor 75/M-IND/PER/7/2010 tentang Pedoman
Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik yang menjadi intrumen dalam penelitian
ini. Intrumen tersebut digunakan untuk mengetahui ketidaksesuaian pada penerapan
GMP dan SSOP di perusahaan dengan cara memberikan skor pada setiap elemen
berdasarkan hasil observasi di lapangan.

5.1.1 Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP

Good Manufacturing Practices (GMP) merupakan suatu prinsip dasar yang


harus dimiliki oleh setiap industri pangan yang mencakup seluruh kondisi yang
dibutuhkan dalam rangka meningkatkan mutu, serta menjamin keamanan dan
keutuhan produk yang dihasilkan (Pratama, et al., 2017:1). Berdasarkan hasil
analisis GAP penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men diperoleh rata-rata skor
ketidaksesuaian secara keseluruhan sebesar 27,30%. Hal tersebut menunjukkan
bahwa secara keseluruhan penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men kurang
memenuhi persyaratan GMP. Terdapat beberapa variabel yang belum memenuhi
persyaratan GMP, sehingga perlu diperbaiki guna memenuhi persyaratan GMP
menurut Peraturan Menteri Perindustrian RI nomor 75/M-IND/PER/7/2010.
Berdasarkan hasil penelitian masih ditemukan adanya ketidaksesuaian pada
penerapan aspek-aspek GMP. Hasil analisis GAP pada penerapan aspek-aspek
GMP disajikan pada Tabel 6.

45
Tabel 6. Rekapitulasi GAP Analysis Pada Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men
No Variabel Good Jumlah ∑ Skor ∑ Skor Presentase
Manufacturing Parameter Tiap Maksimal Ketidaksesuain
Practices (GMP) (a) Parameter (c= ax4) (%)
(b) (b/c x 100%)
1. Lokasi 7 12 28 42,85 %
2. Bangunan 11 21 44 47,73%
3. Fasilitas Sanitasi 17 16 64 23,43%
4. Mesin dan Peralatan 10 12 36 33,33%
5. Bahan 2 0 8 0%
6. Pengawasan Proses 15 15 60 21,66%
7. Produk Akhir 3 2 12 16,67%
8. Laboratorium 3 3 12 25%
9. Karyawan 7 6 28 21,42%
10. Pengemas 4 2 16 12,5%
11. Label dan 3 2 12 16,67%
Keterangan Produk
12. Penyimpanan 9 13 36 36,11%
13. Pemeliharaan dan 8 8 32 25%
Program Sanitasi
14. Pengangkutan 3 6 12 50%
15. Dokumentasi dan 2 3 8 37,5%
Pencatatan
16. Pelatihan 5 8 20 40%
17. Penarikan Produk 3 1 12 8,33%
18. Pelaksanaan 3 4 12 33,33%
Pedoman
Rata – Rata Skor Keseluruhan 27,30%
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Berdasarkan rekapitulasi GAP Analysis penerapan GMP pada Tabel 6,


diketahui bahwa masih terdapat beberapa variable GMP yang belum memenuhi
persyaratan GMP. Adapun nilai presentasi ketidaksesuaian terendah yaitu pada
aspek bahan sebesar 0%. Hal ini dapat diartikan bahwa penerapan pada aspek
tersebut sudah memenuhi persyaratan GMP. Selain itu adapun nilai presentase
ketidaksesuaian tertinggi yaitu pada aspek pengangkutan sebesar 50%. Hal ini dapat
diartikan bahwa penerapan pada aspek tersebut kurang memenuhi persyaratan
GMP. Berikut ini akan dijabarkan penilaian yang disertai penjelasan mengenai
ketidaksesuaian dari masing-masing aspek GMP.

46
1. Lokasi
Lokasi merupakan salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan oleh
perusahaan. Lokasi perusahaan harus dalam kondisi dan tata letak yang terbebas
dari sumber pencemaran. Aspek lokasi di PT. Titipin Aja Men memiliki
persentase ketidaksesuaian sebesar 42,85% yang artinya penerapan pada aspek
lokasi kurang memenuhi persyaratan GMP, sehingga perlu dilakukan perbaikan
guna memenuhi persyaratan GMP. Hasil penilaian ketidaksesuaian pada aspek
lokasi disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Lokasi
No Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
1. Lokasi tempat produksi jauh dari √
pemukiman kumuh dan tempat Tempat produksi
pembuangan sampah (min. 2km) berada didalam area
2. Lokasi tempat produksi jauh dari √ komplek perumahan
daerah lingkungan yang tercemar atau yang hanya terdiri
tempat kegiatan industri yang dari rumah penduduk
menimbulkan pencemaran (min. 2km)
3. Lingkungan tempat produksi bersih, √ Lingkungan produksi
terawat dan bebas dari tumpukan kotor dan berdebu
sampah
4. Lingkungan tempat produksi terbebas √ Adanya semak-
dari semak-semak atau sarang hama semak dilingkungan
yang dapat menimbulkan pencemaran perusahaan
5. Pabrik tempat produksi tidak berada √ Perusahaan berada
didaerah yang mudah tergenang air atau didaerah rawan banjir
banjr
6. Kondisi jalan menuju tempat produksi √ Kondisi jalan yang
tidak menimbulkan debu atau genangan sedikit berlubang
air
7. Lingkungan diluar tempat produksi √ Tidak ada kegiatan
yang terbuka tidak digunakan untuk produksi diluar area
kegiatan produksi produksi
( ∑𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐓𝐢𝐚𝐩 𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 ) 𝟏𝟐
%GAP = x100% x 100% = 42,85
( ∑𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 𝐱 𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐌𝐚𝐤𝐬𝐢𝐦𝐚𝐥 )
𝟐𝟖
Sumber : Hasil Olah Data (2022)

47
Lokasi PT. Titipin Aja Men terletak didalam area komplek perumahan dan
berada jauh dari daerah pemukiman warga yang kumuh dan tempat pembuangan
sampah umum. Kondisi jalanan menuju tempat produksi tidak menimbulkan debu,
namun jalan menuju tempat produksi sedikit berlubang sehingga mudah tergenang
air apabila turun hujan. Area kawasan perusahaan hanya terdiri dari rumah
penduduk sehingga tidak ada kegiatan industri non pangan yang dapat mencemari
lingkungan perusahaan. Kondisi lingkungan PT. Titipin Aja Men disajikan pada
Gambar 8.

(a) (b)
Gambar 8. (a) Kondisi Jalan Menuju Tempat Produksi, (b) Kondisi Kebersihan
Lingkungan Produksi

Kondisi kebersihan lingkungan tempat produksi belum memenuhi


persyaratan standar GMP. Berdasarkan hasil obervasi masih ditemukan sampah
daun kering yang berserakan di area lingkungan produksi, sehingga menimbulkan
sarang hama di area tersebut yang dapat menjadi sumber pencemaran pada pangan.
Selain itu, lingkungan diluar area perusahaan yang terbuka tidak digunakan sebagai
tempat kegiatan produksi karena seluruh kegiatan produksi hanya dilakukan
didalam area perusahaan guna menghindari terjadinya kontaminasi pada pangan.
2. Bangunan
Bangunan merupakan sarana yang digunakan sebagai tempat kegiatan
produksi. Desain dan tata letak bangunan harus memenuhi persyaratan higiene
pangan olahan. Aspek bangunan di PT. Titipin Aja Men memiliki persentase
ketidaksesuaian sebesar 47,73% yang artinya penerapan pada aspek bangunan
kurang memenuhi persyaratan GMP. Hasil penilaian ketidaksesuaian pada aspek
bangunan disajikan pada Tabel 8.

48
Tabel 8. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Bangunan
NO Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
1. Desain bangunan dan tata letak bagian √ Tata letak bangunan
dalam ruangan dirancang sesuai memiliki pola melingkar
dengan urutan proses produksi atau FIFO dan sesuai
2. Desain bangunan dan ruangan √ dengan jenis produknya
disesuaikan dengan jenis produksi
3. Penerangan dalam ruangan produksi √ Penerangan yang cukup
dibuat dengan tingkat keterangan di ruang produksi
yang disesuaikan dengan keperluan.
4. Kontruksi lantai yang tahan lama, √ Lantai terbuat dari beton
tidak mudah tergenang air, yang kuat dan tidak licin
permukaanya rata tetapi tidak licin
dan mudah untuk dibersihkan
5. Dinding terbuat dari bahan yang tahan √ Dinding ruang produksi
lama, tidak mengelupas, mudah mudah terkikis dan
dibersihkan, tidak membentuk siku- mengelupas
siku dan memiliki jarak 2 m dari
permukaan lantai.
6. Kontruksi atap terbuat dari bahan √
yang tahan lama, tahan air dan tidak Atap dan langit-langit
bocor. diruang produksi
7. Kontruksi langit-langit yang tidak √ berlubang dan bocor
retak, tidak berlubang, tahan lama,
tidak mudah terkikis dan memiliki
jarak 3 m dari permukaan lantai.
8. Pintu terbuat dari bahan yang tahan √
lama, kuat, tidak mudah pecah,
dilengkapi kasa dan didesain dengan Pintu dan jendela terbuat
posisi membuka keluar/kesamping dari kaca dan tidak
9. Jendela terbuat dari bahan tahan lama, √ dilengkapi kawat kasa
tidak mudah pecah, dilengkapi kasa,
Jumlah dan ukuran jendela
disesuaikan dengan besarnya
bangunan (Jarak jendela dengan lantai
minimal 1 m).
10. Ventilasi yang cukup dan dapat √ Terdapat hanya 1
mengontrol peredaran udara dengan ventilasi yang belum
baik. Lubang ventilasi dilengkapi dilengkapi kawat kasa
kasa untuk mencegah masuknya debu
atau serangga.

49
Lanjutan Tabel 8.
NO Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
11. Permukaan tempat kerja yang kontak √ Sanitasi permukaan
dengan bahan pangan dalam kondisi tempat kerja oleh
baik, mudah dipelihara dan karyawan belum
dibersihkan. maksimal
( ∑𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐓𝐢𝐚𝐩 𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 ) 𝟐𝟏
%GAP = x100% x 100% = 47,73%
( ∑𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 𝐱 𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐌𝐚𝐤𝐬𝐢𝐦𝐚𝐥 )
𝟒𝟒
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Desain dan tata letak ruang di PT. Titipin Aja Men sudah sesuai dengan
urutan kegiatan produksi. Tata letak bangunan perusahaan didesain membentuk
pola melingkar yang dimulai dari bahan baku datang sebagai titik awal kegiatan
produksi hingga pada penyimpanan produk akhir sebelum diedarkan ke konsumen.
Pola tersebut bertujuan untuk mempermudah karyawan dalam melaksanakan
kegiatan produksi dan menghindari terjadinya kontaminasi silang pada bahan
pangan. Tata letak bangunan PT. Titipin Aja Men disajikan pada Gambar 9.

Jalan
Keterangan:
1. Cold Storage
8
2. Ruang Produksi

7 3. Ruang Finished Goods


4. Kantor
9 6
5. Area Pencucian
6. Gudang
4
7. Toilet

3 8. Area Pembuangan
5

9. Tempat parkir
1 2

Gambar 9. Tata Letak Bangunan PT. Titipin Aja Men

50
Kontruksi lantai bangunan terbuat dari beton yang cukup kuat sehingga tidak
mudah rusak atau retak, mudah dibersihkan dan tidak licin. Pertemuan antara lantai
dan dinding tidak membentuk sudut siku-siku sehingga dapat memudahkan
karyawan dalam melakukan kegiatan pembersihan. Kontruksi dinding terbuat dari
bahan yang tidak tahan lama sehingga mengakibatkan mengakibatkan dinding
retak, mudah terkikis dan mengelupas.
Kondisi atap dan langit-langit di ruang produksi ditemukan dalam kondisi
yang berlubang dan retak untuk itu perlu dilakukan perbaikan dan pemeliharaan
secara berkala. Hal ini belum memenuhi persyaratan GMP yang dimana seharusnya
kontruksi atap dan langit-langit terbuat dari bahan yang tahan lama dan tidak mudah
terkikis. Penerangan di ruang produksi sudah memenuhi persyaratan GMP, dimana
seluruh lampu diruang produksi dapat berfungsi dengan baik. Kontruksi bangunan
produksi disjikan pada Gambar 10.

(a) (b)

(c)
Gambar 10. (a) Kondisi Ventilasi Ruang Produksi Tanpa Kawat Kasa, (b) Kondisi
Pintu dan Jendela Produksi, (c) Atap Bocor dan Langit-langit Berlubang

51
Kondisi atap dan langit-langit di ruang produksi ditemukan dalam kondisi
yang berlubang dan retak untuk itu perlu dilakukan perbaikan dan pemeliharaan
secara berkala. Hal ini belum memenuhi persyaratan GMP yang dimana seharusnya
kontruksi atap dan langit-langit terbuat dari bahan yang tahan lama dan tidak mudah
terkikis. Penerangan di ruang produksi sudah memenuhi persyaratan GMP, dimana
seluruh lampu diruang produksi dapat berfungsi dengan baik.
Kontruksi pintu dan jendela belum memenuhi persyaratan GMP karena
terbuat dari material yang mudah pecah seperti kaca dan belum dilengkapi kawat
kasa, sehingga serangga mudah masuk dan dapat menyebabkan kontaminasi pada
saat proses produksi. Pintu dan jendela perlu dilakukan perbaikan dengan
melengkapi kawat kasa agar tetap steril dan bebas dari hama serta mengganti
material kaca pada pintu dan jendela.
Ventilasi di ruang produksi dan pengemasan hanya terdapat 1 ventilasi yang
tidak dilengkapi dengan kawat kasa. Hal ini belum memenuhi persyaratan GMP
karena seharusnya terdapat lebih dari 1 ventilasi untuk pertukaran sirklus udara
yang dilengkapi kawat kasa untuk menghindari masuknya hama atau serangga.
Kondisi permukaan tempat kerja yang kontak langsung dengan pangan dalam
kondisi yang baik, permukaan halus dan juga terbuat dari bahan yang mudah
dipelihara dan dibersihkan, namun sanitasi yang dilakukan masih kurang maksimal.
3. Fasilitas Sanitasi
Fasilitas sanitasi perlu diperhatikan oleh perusahaan sebagai bentuk sarana
pencegahan kontaminasi pada produk pangan. Aspek fasilitas sanitasi di PT.
Titipin Aja Men memiliki persentase ketidaksesuaian sebesar 23,43% yang artinya
penerapan pada aspek fasilitas sanitasi cukup memenuhi persyaratan GMP. Hasil
penilaian ketidaksesuaian pada aspek fasilitas sanitasi disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Fasilitas Sanitasi
NO Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
1. Tersedia pipa-pipa dan penampungan √ Pipa-pipa dan
air untuk mengalirkan air dengan penampungan air
kondisi baik, terawat dan bersih cukup bersih

52
Lanjutan Tabel 9.
NO Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
2. Sumber air bersih yang digunakan √ Air berasal dari
berasal dari sumur sumur bor
3. Air yang tidak digunakan untuk √ Air minum tidak
produksi atau kontak langsung dengan disalurkan melalui
pangan memiliki sistem yang terpisah pipa penampungan
dengan air minum air
4. Ketersediaan sumber air bersih yang √ Air yang digunkaan
digunakan untuk melakukan kegiatan untuk pencucian
pembersihan/pencucian dalam kondisi cukup bersih
yang layak
5. Tersedia sumber air yang mengalir √ Kurangnya fasilitas
(kran air), bak air, kloset, sabun serta cuci tangan
fasilitas cuci tangan diarea produksi
6. Tersedia tempat pembuangan limbah √
padat dan cair Tersedia saluran
7. Tersedia saluran pembuangan air, √ pembuangan air dan
limbah cair, semi padat/padat, dan limbah
limbah yang terolah
8. Tersedia wadah pembuangan limbah √ Tidak ada wadah
berbahaya yang diberi tanda dan khusus pembuangan
tertutup rapat limbah berbahaya
9. Sistem pembuangan air dan limbah √ Pembuangan air dan
didesain untuk dapat mencegah limbah sesuai dengan
pencemaran pada pangan olahan dan air tempat pembuangan
bersih yang tersedia
10. Kondisi toilet bersih dan terawat √ Toilet bersih
11. Letak toilet tidak terbuka langsung ke √ Toilet jauh dari ruang
ruang pengolahan dan selalu dalam pengolahan
keadaan tertutup
12. Tersedia penerangan dan ventilasi yang √ Adanya penerangan
cukup pada toilet dan ventilasi ditoilet
13. Terdapat tempat sampah tertutup √ Tempat sampah tidak
tertutup
14. Tersedia fasilitas cuci tangan (kran air, √ Tidak tersedia alat
sabun, dan alat pengering tangan) pengering tangan
didepan pintu masuk ruang produksi

53
Lanjutan Tabel 9.
NO Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
15. Tersedia fasilitas ganti pakaian untuk √ Fasilitas tersedia
karyawan yang dilengkapi dengan namun tidak
tempat menyimpan pakaian kerja digunakan dengan
16. Tersedia fasilitas pembilas sepatu kerja √ baik
didepan pintu masuk tempat produksi
( ∑𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐓𝐢𝐚𝐩 𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 ) 𝟏𝟓
%GAP = x100% x 100% = 23,43%
( ∑𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 𝐱 𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐌𝐚𝐤𝐬𝐢𝐦𝐚𝐥 )
𝟔𝟒
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Sarana penyediaan air di PT. Titipin Aja Men bersumber dari sumur yang
digunakan sebagai air bersih. Air yang digunakan belum teruji dilaboratorium
namun secara fisik air yang digunakan sudah cukup bersih dan tidak berbau
sehingga layak digunakan untuk kegiatan pencucian. Air yang digunakan untuk
pencucian disalurkan melalui saluran pipa menuju ruang produksi dan memiliki
sistem yang terpisah dengan air minum sesuai dengan persyaratan GMP. Air minum
yang dikonsumsi tidak disalurkan melalui pipa melainkan berasal dari air isi ulang.
Perusahaan memiliki sistem pengelolaan untuk limbah cair dan padat.
Limbah cair yang dihasilkan berupa limbah yang berasal dari kegiatan pencucian
mesin dan peralatan. Limbah cair dialirkan menuju tangki filtrasi sebelum dialirkan
keluar untuk mencegah terjadinya nya pencemaran di lingkungan sekitar. Limbah
padat yang dihasilkan berupa daging yang sudah membusuk atau rusak, plastik
kemasan dan kertas. Limbah daging akan dimasukan kedalam trash bag dan ruang
pendingin sampai petugas kebersihan datang untuk mengangkut, sedangkan untuk
limbah plastik dan kertas akan didaur ulang kembali untuk menghindari terjadinya
penumpukan sampah dilingkungan tempat produksi. Selain itu pihak perusahaan
juga belum menyediakan wadah khusus untuk pembuangan limbah bahan
berbahaya seperti pelumas, sabun dan bahan berbahaya lainnya. Kondisi toilet,
pembilas sepatu kerja dan ruang ganti pakaian disajikan pada Gambar 11.

54
(a) (b)

(c) (d)

Gambar 11. (a) Kondisi Toilet, (b) Kondisi Tempat Pembilas Sepatu Kerja, (c)
Kondisi Ruang Ganti Pakaian, (d) Kondisi Tempat Sampah Tanpa Penutup

Fasilitas lainnya yang belum tersedia yaitu tersedia tempat sampah yang
tertutup didalam ruang produksi dan disekitar area toilet. Wastafel juga belum
dilengkapi dengan alat pengering tangan dan sanitizer tangan, sehingga belum
dapat memenuhi persyaratan standar GMP. PT. Titipin Aja Men memiliki ruang
ganti pakaian karyawan yang terpisah dengan ruang produksi. Ruang tersebut
digunakan untuk menyimpan pakaian ganti serta untuk istirahat dan sholat. Kondisi
kebersihan ruang ganti pakaian kurang terjaga karena masih ditemukan adanya
debu diarea tersebut. Fasilitas pembilas sepatu kerja sudah tersedia, namun tidak
dipelihara dengan baik sehingga menimbulkan lumut diarea tersebut.
4. Mesin dan Perlatan
Mesin dan peralatan sebagai salah satu fasilitas yang digunakan untuk
membantu kegiatan produksi. Desain dan tata letak mesin perlu diperhatikan agar
tetap dapat menjamin mutu produk yang dihasilkan. Aspek mesin dan peralatan di
PT. Titipin Aja Men memiliki persentase ketidaksesuaian sebesar 33,33% yang
artinya penerapan pada aspek mesin dan peralatan kurang memenuhi persyaratan
GMP.

55
Tabel 10. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Mesin dan Peralatan
NO Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
1. Mesin dan peralatan yang digunakan √ Kegunaan mesin dan
sesuai jenis produk peralatan sesuai jenis
produknya
2. Mesin dan peralatan tidak menimbulkan √ Terdapat logam yang
pencemaran pada produk baik yang terlepas pada mesin
berasal dari jasad renik, minyak pelumas produksi
maupun bahan logam yang terlepas dari
mesin/peralatan
3. Mesin dan peralatan berfungsi sesuai √ Perusahaan memiliki
kegunaanya dalam proses produksi mesin dan peralatan
sesuai kegunaannya
4. Mesin dan peralatan yang digunakan √ Pengawasan pada
dalam kegiatan proses produksi mudah mesin dan peralatan
dipantau dan diawasi yang digunakan
belum maksimal
5. Kondisi permukaan mesin/perlatan yang √ Permukaan mesin
kontak langsung dengan pangan olahan tidak halus dan
halus, tidak berlubang, tidak mengelupas, mengelupas
tidak menyerap air, tidak karat dan
mudah dibersihkan
6. Mesin dan peralatan terbuat dari bahan √ Pemeliharaan pada
yang tahan lama, tidak beracun, mudah mesin dan peralatan
dipindah dan mudah dipelihara tidak rutin
7. Tata letak mesin dan peralatan √ Mesin dan peralatan
disesuaikan dengan urutan proses diletakkan sesuai
produksi urutan proses
produksi
8. Tindakan pengawasan, pemeriksaan, dan √ Tidak ada jadwal
pemantauan terhadap penggunaan mesin pemeriksaan rutin
dan peralatan dilakukan secara pada penggunaan
rutin/berkala oleh karyawan produksi mesin dan peralatan
9. Tindakan pemeriksaan keakuratan alat √ Adanya pemeriksaan
ukur yang terdapat pada mesin/peralatan keakuratan alat ukur
peralatan
( ∑𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐓𝐢𝐚𝐩 𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 ) 𝟏𝟐
%GAP = x100% x 100% = 33,33%
( ∑𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 𝐱 𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐌𝐚𝐤𝐬𝐢𝐦𝐚𝐥 )
𝟑𝟔
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

56
Mesin dan peralatan yang digunakan untuk kegiatan produksi terdiri dari
mesin pemotongan daging, mesin slicer, mesin giling dan mesin vakum. Mesin dan
peralatan terbuat dari bahan stainless steel serta mudah dibongkar pada saat
dilakukan pembersihan. Berdasarkan hasil observasi masih ditemukan permukaan
mesin yang mengelupas dan hal ini disebabkan karena kurang dilakukannya
perawatan dan pemeliharaan pada mesin dan peralatan sehingga dapat
menimbulkan kontaminasi terhadap bahan atau produk yang diproduksi. Hal itu
sejalan dengan penelitian Amin dkk (2018) bahwa selain proses pengolahan adapun
faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat mutu dan kualitas produk yaitu
kondisi kebersihan mesin dan peralatan yang digunakan pada saat proses produksi.
Berikut adalah kondisi permukaan mesin yang digunakan untuk kegiatan produksi
disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12. Kondisi Permukaan Mesin yang Mengelupas


Persyaratan GMP untuk mesin dan peralatan seharusnya memiliki kondisi
permukaan yang halus, tidak mengelupas dan tidak karat. Hal ini menghindari
bahan logam yang terlepas dari mesin dan peralatan yang dapat menimbulkan
pencemaran pada produk pangan. Kegiatan pengawasan, pemeriksaan, dan
pemantauan terhadap penggunaan mesin dan peralatan belum dilakukan dengan
maksimal oleh karyawan karena masih adanya kendala pada mesin saat kegiatan
poduksi berlangsung sehingga perlunya pengawasan oleh pemilik dalam kegiatan
pemeliharaan mesin dan peralatan. Alat ukur pada mesin dan peralatan dilakukan
pemeriksaan rutin setiap bulannya untuk memastikan tingkat keakuratannya.

57
5. Pengawasan Proses
Pengawasan proses merupakan upaya pencegahan timbulnya bahaya pada
setiap tahap proses produksi. Aspek pengawasan proses di PT. Titipin Aja Men
memiliki persentase ketidaksesuaian sebesar 21,66% yang artinya penerapan pada
aspek pengawasan proses cukup memenuhi persyaratan GMP. Hasil penilaian
ketidaksesuaian pada aspek pengawasan proses disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Pengawasan Proses
NO Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
1. Tindakan perancangan dan √ Pengawasan terhadap
pengawasan terkait kegiatan proses kegiatan produksi belum
produksi maksimal
2. Terdapat penjelasan mengenai √ Tidak terdapat petunjuk
petunjuk penggunaan, jenis dan penggunaan bahan pada
jumlah bahan yang digunakan, proses produksi
tahapan proses produksi, jumlah
produk yang diperoleh dalam satu
kali produksi, dan informasi lainnya
terkait proses produksi
3. Terdapat penjelasan mengenai nama √ Terdapat informasi dan
produk, tanggal pembuatan dan penjelasan yang lengkap
kode produksi, jenis dan jumlah terkait proses produksi di
bahan yang digunakan dalam satu perusahaan
kali produksi, jumlah produksi yang
diolah dan informasi yang
diperlukan
4. Pengawasan proses produksi oleh √ Proses produksi diawasi
kepala produksi dalam menjamin oleh kepala produksi
keamanan produk pangan
5. Pengawasan pada proses pengisian √ Proses pengemasan tidak
dan pengemasan produk dilakukan selalu diawasi oleh
setiap hari oleh kepala produksi kepala produksi
6. Pengawasan terhadap kondisi √ Pengawasan terhadap
kebersihan fasilitas sanitasi di area kebersihan fasilitas
produksi sanitasi tidak rutin
7. Karyawan produksi menggunakan √ Kurang konsisten dalam
APD lengkap selama kegiatan penggunaan APD
produksi berlangsung dan mencuci
tangan sebelum masuk tempat
produksi

58
Lanjutan Tabel 11.
NO Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
8. Lampu ditempat pengolahan, √ Masih ada lampu
pengemasan atau penyimpanan yang belum diberi
dilindungi dengan bahan yang tidak pelindung
mudah pecah
9. Pengawasan setiap hari oleh pemilik √ Tidak dilakukan
terhadap keadaan lingkungan produksi pengawasan terhadap
lingkungan produksi
10. Pemeriksaan dan pengujian terlebih √ Bahan pangan diuji
dahulu pada bahan yang akan dan diperiksa oleh
digunakan baik secara organoleptik, pihak perusahaan
fisik, kimia atau mikrobiologi di
laboratorium
11. Bahan yang digunakan dalam proses √ Bahan baku tidak
produksi sesuai persyaratan mutu rusak, berbau atau
berubah warna
12. Tersedia catatan atau dokumentasi √ Kurangnya catatan
bahan yang memenuhi persyaratan bahan yang sesuai
mutu syarat mutu pangan
13. Bahan berbahaya diletakkan jauh dari √ Bahan berbahaya
tempat produksi, penyimpanan pangan terkadang diletakkan
dan diberi label secara jelas diruang produksi.
14. Bahan baku disimpan secara terpisah √ Ruang penyimpanan
dengan bahan yang sudah diolah atau bahan baku dan
produk akhir produk akhir terpisah
15. Bahan yang tidak digunakan dalam √ Penyimpanan bahan
kegiatan produksi disimpan terpisah lain tidak terpisah
( ∑𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐓𝐢𝐚𝐩 𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 ) 𝟏𝟓
%GAP = x100% x 100% = 21,66%
( ∑𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 𝐱 𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐌𝐚𝐤𝐬𝐢𝐦𝐚𝐥 )
𝟔𝟎
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Pengawasan dilakukan terhadap seluruh kegiatan proses produksi. Kegiatan


ini dilakukan secara berkala oleh pemilik namun belum dapat berjalan dengan
maksimal. Perusahaan juga telah membuat perencanaan produksi sebelum memulai
aktivitas. Perencanaan tersebut dibuat oleh kepala produksi yang berisi penjelasan
mengenai nama produk, tanggal pembuatan dan kode produksi, jenis dan jumlah
bahan yang digunakan serta jumlah produk yang dihasilkan. Perencanaan tertulis
ini dijadikan sebagai acuan oleh penanggung jawab terhadap kegiatan pengawasan
proses produksi yang sedang berlangsung.

59
Pengawasan proses juga dilakukan terhadap bahan yang akan digunakan
dalam proses produksi dimana bahan tersebut selalu diperiksa terlebih dahulu
secara fisik oleh bagian Quality Control (QC). Pemeriksaan dilakukan untuk
memastikan bahan yang digunakan sudah memenuhi standar mutu perusahaan dan
perlu adanya catatan atau dokumentasi bahan yang memenuhi persyaratan mutu.
Pengawasan yang dilakukan terhadap lingkungan area produksi belum dapat
memenuhi persyaratan GMP. Terdapat sampah daun kering yang berserakan dan
adanya semak-semak disekitar area tempat produksi. Sampah tersebut tidak segera
dibersihkan oleh karyawan sehingga sampah terus menumpuk, dimana seharusnya
kondisi lingkungan area produksi harus selalu dalam keadaan bersih dan bebas dari
tumpukan sampah agar tidak menimbulkan sarang hama diarea tersebut.
Selain itu pengawasan juga dilakukan terhadap karyawan produksi agar
selalu mematuhi intsruksi kerja yang ditetapkan oleh perusahaan. Selama kegiatan
proses produksi berlangsung karyawan produksi sudah menggunakan alat
pelindung diri (APD) dan mencuci tangan sebelum melakukan kegiatan. Namun
masih terdapat beberapa karyawan yang belum mematuhi SOP perushaan seperti
tidak menggunakan masker, sepatu kerja dan belum konsisten untuk mencuci
tangan sebelum melakukan kegiatan produksi. Hal ini belum memenuhi persyaratan
GMP sehingga perlu ditindak lanjuti oleh pemilik agar karyawan dapat mematuhi
intruksi kerja yang ditetapkan oleh perusahaan.
Bahan berbahaya sudah diletakkan jauh dari tempat penyimpanan bahan baku
dan produk akhir yaitu disimpan dalam rak penyimpanan, namun masih terdapat
beberapa bahan kimia yang disimpan didalam ruang produksi. Hal tersebut dapat
membahayakan keamanan produk pangan. Selain itu bahan berbahaya tersebut
tidak diberi label secara jelas, sehingga perlu dilakukan pengawasan terkait
penjelasan mengenai nama bahan dan cara penggunaanya.
6. Produk Akhir
Produk akhir merupakan suatu makananan atau minuman yang dihasilkan
melalui proses tertentu. Produk akhir yang dihasilkan harus memenuhi standar mutu
yang telah ditetapkan oleh perusahaan sehingga dapat menjadi tolak ukur
perusahaan dalam memenuhi produk yang sesuai dengan standar mutu pangan.

60
Aspek produk akhir di PT. Titipin Aja Men memiliki persentase ketidaksesuaian
sebesar 16,67% yang artinya penerapan pada aspek produk akhir cukup memenuhi
persyaratan GMP. Hasil penilaian ketidaksesuaian pada aspek produk akhir
disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Produk Akhir
NO Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
1. Produk akhir yang dihasilkan √ Produk yang dihasilkan
memenuhi persyaratan, tidak memiliki kualitas yang
merugikan dan membayakan kesehatan baik, tidak cacat dan
konsumen tidak berbahaya
2. Pemantauan dan pemeriksaan secara √ Pemeriksaan pada
periodik terhadap mutu dan keamanan produk akhir masih
produk akhir sebelum diedarkan kurang maksimal
3. Produk akhir yang belum memenuhi √ Kurang dilakukan
persyaratan mutu segera dilakukan tindakan penanganan
tindakan penanganan pada produk yang tidak
memenuhi syarat mutu
%GAP =
( ∑𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐓𝐢𝐚𝐩 𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 )
x100% 𝟐
( ∑𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 𝐱 𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐌𝐚𝐤𝐬𝐢𝐦𝐚𝐥 ) x 100% = 16,67%
𝟏𝟐
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Perusahaan sudah memiliki spesifikasi produk yang dihasilkan sesuai dengan


Standar Nasional Indonesia (SNI). Berdasarkan hasil uji laboratorium yang
dilakukan oleh perusahaan pada produk akhir sudah memenuhi syarat mutu
mikrobiologis sesuai dengan SNI 3932:2008 yaitu tidak adanya pertumbuhan
koloni pada produk akhir, sehingga aman dan layak untuk dikonsumsi. Produk akhir
yang belum memenuhi persyaratan mutu produk dilakukan pemeriksaan oleh
bagian quality control (QC) sebelum produk diedarkan kepada konsumen.
Pemeriksaan dan penanganan pada produk yang belum memenuhi persyaratan mutu
belum maksimal karena kurangnya pengawasan oleh pemilik sehingga karyawan
tidak dapat menjalankan aktivitas tersebut dengan baik.

61
7. Laboratorium
Laboratorium merupakan bangunan yang digunakan untuk kegiatan
pengujian dan pengukuran keamanan produk yang dihasilkan. Aspek laboratorium
di PT. Titipin Aja Men memiliki persentase ketidaksesuaian sebesar 25% yang
artinya penerapan pada aspek laboratorium cukup memenuhi persyaratan GMP.
Hasil penilaian ketidaksesuaian pada aspek laboratorium disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Laboratorium
NO Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
1. Tersedianya laboratorium sendiri atau √ Perusahaan belum
penggunaan laboratorium pemerintah memiliki laboratorium
atau swasta yang dipercaya sendiri untuk pengujian
2. Penggunan laboratorium sesuai dengan √ Dokumentasi yang
Good Laboratory Practices (GLP) tersedia masih kurang
lengkap
3. Proses kalibrasi pada alat ukur yang √ Kalibrasi dilakukan
digunakan untuk menjamin keakuratan secara tertutup oleh
dan ketelitiannya pihak laboratorium
%GAP =
( ∑𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐓𝐢𝐚𝐩 𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 )
x100% 𝟑
( ∑𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 𝐱 𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐌𝐚𝐤𝐬𝐢𝐦𝐚𝐥 ) x 100% = 25%
𝟏𝟐
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

PT. Titipin Aja Men belum memiliki laboratorium sendiri, sehingga


pengujian dilakukan pada laboratorium pemerintah yang telah terakreditasi dari
Komite Akreditasi Nasional (KAN) yaitu laboratorium kesmavet. Berdasarkan
hasil wawancara dengan pemilik perusahaan, laboratorium yang digunakan sudah
terakreditasi ISO 17025 mengenai Standar Akreditasi Laboratorium Pengujian dan
Laboratorium Kalibrasi yang artinya laboratorium kesmavet sudah menerapkan
GLP, namun dokumentasinya belum lengkap karena laboratorium yang digunakan
bukan milik perusahaan. Pengujian oleh perusahan pada produk akhir dilakukan
setiap tiga bulan sekali dengan jenis pengujian mikrobiologi yang meliputi uji TPC,
Coliform, Eschericia coli, Staphylococcus aureus dan Salmonella sp.

62
8. Karyawan
Higiene dan kesehatan karyawan perlu diperhatikan karena sangat
berpengaruh terhadap mutu dan keamanan produk akhir yang dihasilkan. Aspek
karyawan di PT. Titipin Aja Men memiliki persentase ketidaksesuaian sebesar
21,42% yang artinya penerapan pada aspek karyawan cukup memenuhi persyaratan
GMP. Hasil penilaian ketidaksesuaian pada aspek karyawan disajikan pada Tabel
14.

Tabel 14. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Karyawan
NO Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
1. Karyawan dalam keadaan sehat, bebas √ Karyawan sehat dan
dari luka/penyakit yang dapat terbebas dari penyakit
mengakibatkan pencemaran pada
produk
2. Karyawan menggunakan pakaian √ Karyawan kurang
kerja/alat pelindung diri (sarung tangan, konsisten dalam
tutup kepala, masker dan sepatu) penggunaan APD
3. Karyawan tidak menggunakan √
perhiasan, jam tangan atau benda lain Karyawan produksi
yang dapat membahayakan produk menjalani proses
4. Karyawan tidak melakukan aktivitas √ produksi sesuai SOP
lain selama kegiatan produksi perusahaan
berlangsung
5. Tindakan pengendalian pada karyawan √ Adanya kebijakan dari
yang diduga memiliki riwayat penyakit perusahaan untuk dapat
akan diistirahatkan dan tidak mengistirahatkan
diperbolehkan masuk ke area produksi karyawan ketika sakit
6. Terdapat prosedur bagi pengunjung √ Tidak ada himbauan
yang akan memasuki tempat produksi untuk pengunjung
terkait higiene personal
7. Tersedianya penanggung jawab √ Terdapat penanggung
perusahaan untuk melakukan jawab khusus untuk
pengawasan keamanan pada produk mengawasi keamanan
pangan produk
( ∑𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐓𝐢𝐚𝐩 𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 ) 𝟔
%GAP = x100% x 100% = 21,42%
( ∑𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 𝐱 𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐌𝐚𝐤𝐬𝐢𝐦𝐚𝐥 )
𝟐𝟖
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

63
Karyawan produksi telah memenuhi persyaratan GMP yaitu tidak
menggunakan perhiasan, jam tangan atau benda lain yang dapat menyebabkan
kontaminasi pada produk pangan. Karyawan juga sudah menggunakan pakaian
kerja atau alat pelindung diri (APD) sesuai dengan intruksi kerja perusahaan
diantaranya yaitu pakaian kerja, sarung tangan, tutup kepala, apron dan sepatu.
Berdasarkan hasil observasi, peneliti masih menemukan karyawan produksi yang
tidak mematuhi instruksi kerja seperti tidak menggunakan sepatu, masker atau
pelindung kepala pada saat kegiatan produksi berlangsung.

Gambar 13. Kondisi Karyawan Tanpa Menggunakan APD Lengkap


Perusahaan belum memiliki prosedur khusus bagi pengunjung yang akan
memasuki ruang produksi. Hal ini belum memenuhi persyaratan GMP karena
memiliki potensi terjadinya kontaminasi atau pencemaran pada produk pangan.
Perusahan telah memiliki kebijakan untuk mengistirahatkan karyawan apabila
terdapat karyawan yang sakit. Pengawasan keamanan produk pangan belum
dilaksanakan secara rutin dan hanya dilakukan pada waktu tertentu saja.
9. Pengemas
Bahan pengemas yang digunakan harus memenuhi persyaratan yaitu dapat
melindungi dan mempertahankan mutu produk terhadap pengaruh dari luar. Aspek
pengemas di PT. Titipin Aja Men memiliki persentase ketidaksesuaian sebesar
12,5% yang artinya penerapan pada aspek pengemas cukup memenuhi persyaratan
GMP. Hasil penilaian ketidaksesuaian pada aspek pengemas disajikan pada Tabel
15.

64
Tabel 15. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Pengemas
NO Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
1. Bahan kemasan tidak mudah larut dan √
melepaskan senyawa tertentu yang
dapat mempengaruhi mutu produk Jenis dan bahan
2. Jenis kemasan yang digunakan dapat √ kemasan terbuat dari
melindungi, dan mempertahankan mutu bahan nylon dengan
produk dalam jangka waktu yang lama desain yang tepat
3. Desain kemasan dapat melindungi √ dalam menjaga mutu
produk, meminimalisir kontaminasi produk
dan mencegah terjadinya kerusakan
4. Bahan pengemas disimpan ditempat √ Tempat penyimpanan
yang higienis dan terpisah dari bahan bahan pengemas tidak
baku atau produk akhir rutin dibersihkan
( ∑𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐓𝐢𝐚𝐩 𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 ) 𝟐
%GAP = x100% x 100% = 12,5%
( ∑𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 𝐱 𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐌𝐚𝐤𝐬𝐢𝐦𝐚𝐥 )
𝟏𝟔
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Kemasan yang digunakan oleh perusahaan untuk produk akhir adalah plastik
vacum yang terbuat dari gabungan material nylon dan polyethylene (PE) dengan
ketebalan yang tepat dalam menjaga mutu dan keamanan produk. Plastik vacum
memiliki fungsi yang sangat baik untuk mempertahankan mutu dan keamanan
produk pangan. Keunggulan plastik vacum yaitu tidak mudah bocor dan larut, tidak
mudah sobek, dapat melindungi produk (daging) dari pengaruh luar serta dapat
memperpanjang umur simpan produk. Jenis dan bahan kemasan produk perusahaan
sudah memenuhi sertifikasi sesuai dengan persyaratan GMP. Kemasan yang belum
memenuhi sertifikasi, maka akan dilakukan pengemasan ulang dengan mengganti
kemasan yang baru untuk menghindari terjadinya kontaminasi dan kerusakan pada
produk. Penyimpanan bahan pengemas terpisah dari tempat penyimpanan bahan
baku dan produk akhir. Kondisi kebersihan tempat penyimpanan bahan pengemas
tidak cukup hygienis dan hanya disimpan didalam rak susun terbuka yang
memungkinkan terjadinya kontaminasi pada bahan pengemas.

65
Gambar 14. Kondisi Penyimpanan Bahan Pengemas Kurang Bersih dan Rapih
10. Label dan Keterangan Produk
Setiap perusahaan wajib mencantumkan label dan keterangan produk yang
jelas pada setiap kemasan produk untuk memberikan kemudahan bagi konsumen
dalam memilih dan mengkonsumsi produk. Aspek label dan keterangan produk di
PT. Titipin Aja Men memiliki persentase ketidaksesuaian sebesar 16,67% yang
artinya penerapan pada aspek label dan keterangan produk sudah memenuhi
persyaratan GMP. Hasil penilaian ketidaksesuaian pada aspek label dan keterangan
produk disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Label dan Keterangan Produk
NO Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
1. Pengunaan label yang berbeda untuk √ Label berbeda untuk
setiap jenis produk setiap jenis produknya
2. Adanya informasi terkait nama produk, √ Kurangnya informasi
bahan yang digunakan, berat bersih, alamat produsen dan
nama dan alamat produsen, logo halal, tanggal kadaluwarsa
tanggal dan kode produksi, tanggal
kadaluawarsa
3. Label yang digunakan memenuhi √ Label terdiri dari nama
ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor produk, berat bersih,
18 tahun 2012 kode dan tanggal
produksi, logo halal
( ∑𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐓𝐢𝐚𝐩 𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 ) 𝟐
%GAP = x100% x 100% = 16,67%
( ∑𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 𝐱 𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐌𝐚𝐤𝐬𝐢𝐦𝐚𝐥 )
𝟏𝟐
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

66
Produk yang dihasilkan oleh PT. Titipin Aja Men bukan termasuk kedalam
produk yang siap dikonsumsi melainkan akan dilakukan proses lebih lanjut oleh
konsumen sehingga label kemasan yang digunakan masih sederhana. Pada kemasan
produk terdapat label dan keterangan produk yang berisi informasi terkait nama
produsen, jenis produk, berat bersih (netto), bahan yang digunakan, logo, nomor
halal dan tanggal kadaluawarsa. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18
Tahun 2012 tentang pangan menjelaskan bahwa keterangan pada label berisi nama
produk, bahan yang digunakan, berat bersih, nama dan alamat produsen, logo halal,
tanggal dan kode produksi serta tanggal kadaluwarsa. Keterangan pada label
kemasan produk yang diberikan oleh PT. Titipin Aja Men cukup memenuhi
ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2012.

(a) (b)
Gambar 15. (a) Keterangan Produk, (b) label untuk Setiap Jenis Produk
11. Penyimpanan
Penyimpanan bahan baku dan produk akhir harus disimpan terpisah dengan
kondisi yang bersih, terbebas dari hama, penerangan yang cukup serta memiliki
aliran udara yang terjamin. Aspek penyimpanan di PT. Titipin Aja Men memiliki
persentase ketidaksesuaian sebesar 36,11% yang artinya penerapan pada aspek
penyimpanan kurang memenuhi persyaratan GMP. Hasil penilaian ketidaksesuaian
pada aspek penyimpanan disajikan pada Tabel 17.

67
Tabel 17. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Penyimpanan
NO Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
1. Penyimpanan bahan baku dan produk √ Bahan baku dan
akhir terpisah produk akhir disimpan
terpisah
2. Penyimpanan bahan baku/produk akhir √ Karyawan kurang
tidak menyentuh lantai (min. 15 cm), memperhatikan tata
tidak menempel dinding (min. 5 cm) letak penyimpanan
dan jauh dari langit-langit (min. 60 cm) bahan baku atau
produk akhir
3. Penyimpanan bahan dan produk akhir √ Tidak ada tanda antara
diberi tanda dan ditempatkan secara bahan yang sudah dan
terpisah antara bahan yang sudah belum diperiksa
diperiksa dan belum diperiksa
4. Penggunaan catatan dalam √ Kurangnya pencatatan
penyimpanan bahan/produk akhir dalam penyimpanan
untuk mempermudah identifikasi bahan/produk akhir
produk
5. Penyimpanan bahan berbahaya dipisah √ Bahan berbahaya
untuk menghindari pencemaran pada diletakkan cukup jauh
bahan dan produk akhir dari bahan atau produk
akhir
6. Tindakan pengawasan terhadap √ Tidak dilakukan
penyimpanan wadah, bahan pengemas, pengawasan rutin
label, bahan/produk akhir oleh tehadap kegiatan
karyawan setiap hari penyimpanan
7. Kondisi ruang penyimpanan bahan √ Ruang penyimpanan
baku/produk akhir bersih, rapih, suhu dalam kondisi yang
sesuai, penerangan cukup dan bebas kurang rapih
dari hama
8. Kondisi penyimpanan wadah, √ Wadah, pengemas dan
pengemas dan label dalam keadaan label masih disimpan
bersih, rapih dan teratur ditempat yang terbuka
9. Kondisi penyimpanan mesin dan √ Peralatan disimpan
peralatan selalu bersih, rapih dan teratur ditempat terbuka dan
kurang higienis
( ∑𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐓𝐢𝐚𝐩 𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 ) 𝟏𝟑
%GAP = x100% x 100% = 36,11%
( ∑𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 𝐱 𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐌𝐚𝐤𝐬𝐢𝐦𝐚𝐥 )
𝟑𝟔
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

68
Penyimpanan bahan baku, bahan pengemas, dan produk akhir diletakkan
secara terpisah. Ruang penyimpanan bahan berbahaya berada jauh dari tempat
penyimpanan bahan baku atau produk akhir. Pemasangan label atau tanda belum
dilakukan terhadap bahan baku atau produk akhir yang sudah diperiksa dan belum
diperiksa. Penggunaan catatan penyimpanan terhadap penyimpanan bahan baku
atau produk akhir belum dilakukan oleh perusahaan sehingga belum dapat
mengidentifikasi produk dengan baik dan benar.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 16. (a) Kondisi Penyimpanan Produk Akhir, (b) Kondisi Penyimpanan
Peralatan yang Kurang Rapih, (c) Kondisi Penyimpanan Bahan yang Menyentuh
Lantai dan Dinding Ruangan, (d) Kondisi Penyimpanan Label Produk

Penyimpanan bahan baku atau produk akhir cukup memenuhi persyaratan


GMP yaitu bahan atau produk selalu berada didalam box maupun kotak freezer,
namun penyimpanan bahan masih menyentuh lantai dan dinding karena ukuran
ruangan yang tidak terlalu besar sehingga tidak ada jarak antara satu sama lain.
Ruang penyimpanan dalam kondisi yang bersih, memiliki tingkat penerangan yang
cukup, suhu ruangan sudah disesuaikan berdasarkan jenis bahan atau produknya

69
yaitu -10°C, dan terbebas dari hama. Tata letak penyimpanan bahan atau produk
akhir belum tersusun dengan rapih sehingga perlu diatur kembali guna menghindari
terjadi kesalahan pada saat pengambilan produk atau bahan.
Penyimpanan peralatan, pengemas dan label cukup rapih dan teratur. Tata
letak penyimpanan peralatan, pengemas dan label terkadang masih diletakkan
secara sembarang atau diluar tempat penyimpanan yang seharusnya. Hal ini karena
belum dilakukan pengawasan secara rutin terhadap penyimpanan peralatan, label,
bahan pengemas dan bahan atau produk akhir sehingga perlu adanya jadwal bagi
penanggung jawab dalam memantau dan mengawasi kondisi penyimpanan.
12. Pemeliharaan dan Program Sanitasi
Pemeliharaan dan program sanitasi meliputi beberapa kegiatan diantaranya
yaitu pembersihan bangunan, penanganan limbah serta tindakan pemantauan
keefektifan program sanitasi. Aspek pemeliharaan dan program sanitasi di PT.
Titipin Aja Men memiliki persentase ketidaksesuaian sebesar 25% yang artinya
penerapan pada aspek pemeliharaan dan program sanitasi cukup memenuhi
persyaratan GMP. Hasil penilaian ketidaksesuaian pada aspek pemeliharaan dan
program sanitasi disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Pemeliharaan dan Program Sanitasi
NO Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
1. Fasilitas produksi dalam keadaan bersih √ Fasilitas produksi yang
dan terawat sesuai SOP perusahaan digunakan belum
cukup bersih
2. Mesin dan peralatan yang berhubungan √ Pembersihan mesin
dan tidak berhubungan langsung dan peralatan hanya
dengan bahan dan produk dalam menggunakan air dan
keadaan bersih sabun
3. Alat angkut barang atau produk dalam √ Alat angkut barang
keadaan bersih tidak rutin dibersihkan
4. Pemantauan oleh pemilik terhadap √ Pemantauan terhadap
keefektifan program sanitasi yang kegiatan sanitasi belum
dilakukan oleh karyawan setiap hari rutin

70
Lanjutan Tabel 18.
NO Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
5. Pengawasan terhadap bahan-bahan √ Bahan yang masuk
yang masuk ke tempat produksi belum diawasi dengan
maksimal
6. Kegiatan pembersihan dan sanitasi √ Kurangnya pencatatan
fasilitas produksi dilakukan secara rutin pada pelaksanaan
dan dicatat secara rutin oleh karyawan kegiatan sanitasi
7. Limbah hasil proses produksi segera √
ditangani, diolah atau dibuang setelah Limbah perusahaan
melakukan kegiatan produksi segera ditangani oleh
8. Limbah padat segera dikumpulkan √ karyawan
untuk dikubur, dibakar atau diolah
( ∑𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐓𝐢𝐚𝐩 𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 ) 𝟖
%GAP = x100% x 100% = 25%
( ∑𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 𝐱 𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐌𝐚𝐤𝐬𝐢𝐦𝐚𝐥 )
𝟑𝟐
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Kegiatan sanitasi dalam PT. Titipin Aja Men meliputi sanitasi mesin dan
peralatan, sanitasi karyawan dan sanitasi ruangan. Kegiatan sanitasi ruangan, mesin
dan peralatan dilakukan oleh karyawan setelah selesai produksi. Kegiatan sanitasi
mesin dan peralatan produksi hanya dilakukan menggunakan air bersih dan sabun
namun tidak dilakukan desinfeksi sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi.
Kegiatan pemeliharaan belum dilaksanakan dengan baik, dimana terdapat
fasilitas produksi seperti mesin dan peralatan masih dalam kondisi yang kurang
baik. Alat angkut produk jarang dilakukan pembersihan oleh perusahaan. Hal
tersebut belum memenuhi persyaratan GMP, dimana seharusnya seluruh fasilitas
produksi selalu dalam keadaan yang bersih dan bebas dari bahaya kontaminasi.
Pemantauan dan pengawasan pelaksanaan program sanitasi oleh karyawan
sudah dilaksanakan namun belum dilakukan secara rutin dan pencatatan kegiatan
sanitasi belum dilakukan oleh perusahaan. Hal ini kurang memenuhi persyaratan
GMP yang dimana seharusnya pengawasan kegiatan sanitasi dilakukan secara rutin
dan dicatat agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan efektif. Perusahaan telah
memiliki sistem pengelolaan limbah yang terbagi menjadi dua bagian yaitu limbah
padat dan cair. Limbah padat akan diserahkan kepada petugas kebersihan setempat
sedangkan limbah cair akan dialirkan secara langsung ke luar area produksi tanpa
mencemari lingkungan sekitar.

71
13. Pengangkutan
Pengangkutan merupakan kegiatan pemindahan barang atau produk dari satu
tempat ke tempat lain, sehingga perlu adanya pengawasan guna menghindari
terjadinya kerusakan pada produk. Aspek pengangkutan di PT. Titipin Aja Men
memiliki persentase ketidaksesuaian sebesar 50% yang artinya penerapan pada
aspek pengangkutan kurang memenuhi persyaratan GMP. Hasil penilaian
ketidaksesuaian pada aspek pengangkutan disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Pengangkutan
NO Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
1. Desain wadah/alat pengangkutan mudah √ Alat pengangkut
dibersihkan, tidak mencemari produk, belum disesuaikan
serta dapat mempertahankan suhu, dengan jenis
kelembaban dan penyimpanan produk produknya
akhir
2. Wadah/alat pengangkut terbebas dari √ Wadah atau alat
debu dan kotoran yang dapat mencemari pengangkut tidak
produk rutin dibersihkan
3. Wadah/alat pengangkut dibedakan untuk √ Tidak dilakukan
setiap jenis produk dan dibersihkan pembersihan pada
setiap hari oleh karyawan wadah yang kotor
%GAP =
( ∑𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐓𝐢𝐚𝐩 𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 )
x100% 𝟔
( ∑𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 𝐱 𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐌𝐚𝐤𝐬𝐢𝐦𝐚𝐥 ) x 100% = 50%
𝟏𝟐
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Pengangkutan produk dan bahan baku di PT. Titipin Aja Men menggunakan
box container dan troli besi yang telah didesain agar tidak mudah mencemari
produk sesuai dengan persyaratan GMP. Kondisi wadah atau alat pengangkut tidak
cukup bersih dan masih terdapat debu yang menempel. Hal ini disebabkan karena
tidak disimpan diruang yang tertutup dan belum adanya kegiatan pembersihan
wadah atau alat pengangkut secara rutin oleh karyawan sehingga memiliki potensi
pencemaran pada bahan atau produk akhir. Wadah atau alat pengangkut belum
dapat dibedakan untuk setiap jenis produknya dan hal ini belum memenuhi
persyaratan GMP, yang dimana seharusnya wadah untuk pengangkutan harus
dibedakan agar tidak mempengaruhi mutu dan keamanan produk yang dihasilkan.

72
(a) (b)

(c)

Gambar 17. (a) Kondisi Kebersihan Box Container, (b) Kondisi Kebersihan Troli
Pengangkut, (c) Kondisi Penyimpanan Wadah atau Alat Pengangkut

14. Dokumentasi dan Pencatatan


Dokumentasi dan pencatatan merupakan proses pengumpulan, pengolahan,
penyimpanan dan distribusi mengenai informasi tertentu yang digunakan untuk
meningkatkan sistem pengawasan pangan, meningkatkan mutu dan keamanan
pangan. Aspek dokumentasi dan pencatatan di PT. Titipin Aja Men memiliki
persentase ketidaksesuaian sebesar 37,5% yang artinya penerapan pada aspek
dokumentasi dan pencatatan kurang memenuhi persyaratan GMP. Hasil penilaian
ketidaksesuaian pada aspek dokumentasi dan pencatatan disajikan pada Tabel 20.

Tabel 20. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Dokumentasi dan Pencatatan
NO Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
1. Kegiatan pencatatan lengkap pada setiap √ Pencatatan tidak
proses produksi selalu dilakukan
pada setiap proses
produksi

73
Lanjutan Tabel 20.
NO Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
2. Tersedia dokumentasi terkait bahan yang √ Pengambilan
masuk, proses produksi, jumlah dan dokumentasi belum
tanggal produksi, distribusi, pengujian, dilakukan rutin
penyimpanan, pembersihan, pelatihan, untuk kegiatan
kesehatan karyawan, kalibrasi dan lainnya sanitasi
( ∑𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐓𝐢𝐚𝐩 𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 ) 𝟑
%GAP = x100% x 100% = 37,5%
( ∑𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 𝐱 𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐌𝐚𝐤𝐬𝐢𝐦𝐚𝐥 )
𝟖
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Dokumentasi dan pencatatan di PT. Titipin Aja Men tersedia dalam bentuk
hard copy dan soft copy. Dokumen dalam bentuk soft copy disimpan dalam
komputer pararel yang tersedia di perusahaan sedangkan untuk hard copy dikumpul
menjadi satu folder khusus kemudian disimpan dilemari khusus yang sudah
disediakan oleh perusahaan untuk menyimpan seluruh dokumen penting
perusahaan. Kegiatan pencatatan dan dokumentasi sudah dilakukan secara
konsisten oleh perusahaan namun belum maksimal karena masih ditemukan adanya
kegiatan perusahaan yang belum memiliki bukti dokumentasi atau pencatatan.
Dokumentasi yang dimiliki perusahaan terdiri dari seluruh kegiatan di perusahaan
termasuk kegiatan produksi yaitu mulai dari bahan yang masuk ke perusahaan,
proses produksi, jumlah produk yang diperoleh dalam satu kali proses produksi,
tanggal produksi, penarikan produk, pengujian bahan atau produk akhir dan
kalibrasi pada mesin atau peralatan produksi.

15. Pelatihan
Pelatihan merupakan kegiatan pengembangan keahlian dan pengetahuan
karyawan yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja karyawan di perusahaan.
Aspek pelatihan di PT. Titipin Aja Men memiliki persentase ketidaksesuaian
sebesar 40 % yang artinya penerapan pada aspek pelatihan kurang memenuhi
persyaratan GMP. Hasil penilaian ketidaksesuaian pada aspek pelatihan disajikan
pada Tabel 21.

74
Tabel 21. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Pelatihan
NO Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
1. Pelatihan dasar-dasar higiene karyawan √ Pelatihan belum
dan pangan olahan diadakan rutin setiap
2. Pelatihan penyuluhan cara produksi √ bulan oleh perusahaan
pangan yang baik mengenai keamanan
3. Pelatihan penyuluhan prinsip dasar √ pangan
sanitasi mesin. peralatan dan fasilitas
lainnya
4. Pelatihan penyuluhan faktor-faktor √ Tidak ada penyuluhan
yang mengakibatkan keracunan melalui rutin terkait faktor-
pangan dan penurunan mutu produk faktor penyebab
penurunan mutu pada
produk
5. Pelatihan penyuluhan penanganan √ Tidak dilakukan
bahan kimia berbahaya pelatihan/penyuluhan
terkait penanganan
bahan yang berbahaya
( ∑𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐓𝐢𝐚𝐩 𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 ) 𝟖
%GAP = x100% x 100% = 40%
( ∑𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 𝐱 𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐌𝐚𝐤𝐬𝐢𝐦𝐚𝐥 )
𝟐𝟎
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Penyuluhan terhadap karyawan mengenai higiene sanitasi dan cara produksi


pangan olahan yang baik belum dapat dilakukan secara maksimal. Perusahaan
hanya memberikan sosialiasi kepada karyawan mengenai teknis prinsip dasar cara
produksi pangan yang baik yang masih sangat mendasar, seperti pemakaian atribut
kerja yang lengkap, menjaga kebersihan lingkungan, pemeliharaan sarana dan
prasarana, teknis sanitasi yang baik, dan perilaku kerja yang baik. Hal itu didukung
juga oleh penelitian Sucipto dkk (2020) bahwa pelatihan yang dilakukan secara
rutin akan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran karyawan tentang pentingnya
menjaga keamanan pangan. Sosialiasi diberikan secara langsung oleh direktur
perusahaan, namun belum dapat dilakukan dengan maksimal karena belum adanya
jadwal tetap untuk pelaksanaan kegiatan sosialisasi dan penyuluhan.

75
16. Pelaksanaan Pedoman
Pelaksanaan pedoman merupakan kegiatan penerapan pedoman GMP yang
bertujuan untuk menghasillkan produk yang aman dan bermutu. Aspek pelaksanaan
pedoman di PT. Titipin Aja Men memiliki persentase ketidaksesuaian sebesar
33,33% artinya penerapan pada aspek pelaksanaan pedoman kurang memenuhi
persyaratan GMP. Hasil penilaian ketidaksesuaian pada aspek pelaksanaan
pedoman disajikan pada Tabel 22.
Tabel 22. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan GMP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Pelaksanaan Pedoman
NO Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
1. Mendokumentasikan operasionalisasi √ Kegiatan dokumentasi
program GMP yang dilakukan seluruh opersionalisasi GMP di
kegiatan produksi perusahaan perusahaan tidak rutin
2. Perusahaan bertanggung jawab atas √
seluruh karyawan untuk dapat Pemilik dan karyawan
menjamin penerapan GMP yang baik memililikik tanggung
3. Karyawan bertanggung jawab atas √ jawab yang kurang
pelaksanaan GMP diperusahaan sesuai pada pelaksanaan GMP
tugas dan fungsinya
%GAP =
( ∑𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐓𝐢𝐚𝐩 𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 )
x100% 𝟒
( ∑𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 𝐱 𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐌𝐚𝐤𝐬𝐢𝐦𝐚𝐥 ) x 100% = 33,33%
𝟏𝟐
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Menajemen perusahaan dan seluruh karyawan perusahaan dinilai masih


kurang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pedoman GMP. Hal tersebut dapat
dilihat dari kegiatan dokumentasi terkait operasionalisasi program GMP yang
belum dilakukan dengan baik serta ditemukan fasilitas produksi yang belum
tersedia dan kurang terpelihara, sehingga pelaksanaan GMP di perusahaan belum
dilakukan secara maksimal. Kekurangan yang sangat penting bagi keberlangsungan
penerapan GMP yaitu kurangnya pengetahuan karyawan mengenai CPPOB, pinsip
dasar higiene karyawan dan pangan olahan serta prinsip dasar sanitasi mesin,
peralatan dan fasilitas lain yang mendukung kegiatan produksi. Kurangnya
pengetahuan menyebabkan kurangnya kesadaran dan tanggung jawab karyawan
terhadap pelaksanaan GMP di perusahaan, sehingga diperlukan pelatihan GMP
kepada karyawan agar lebih bertanggung jawab dalam pelaksanaan GMP.

76
5.1.2 Analisis Ketidaksesuaian Penerapan SSOP

Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) merupakan prosedur


standar sanitasi yang harus dipenuhi oleh setiap industri pengolahan pangan untuk
mencegah terjadinya kontaminasi pada pangan (Adi dan Marianah, 2018: 94).
Berdasarkan hasil analisis GAP penerapan SSOP di PT. Titipin Aja Men diperoleh
rata-rata skor ketidaksesuain secara keseluruhan sebesar 32,11%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa penerapan SSOP secara keseluruhan kurang memenuhi
panduan SSOP, sehingga perlu diperbaiki guna memenuhi panduan SSOP menurut
Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor 75/M-IND/PER/7/2010. Berdasarkan
hasil penelitian masih adanya ketidaksesuaian pada penerapan aspek-aspek SSOP.
Hasil analisis GAP pada penerapan aspek-aspek SSOP disajikan pada Tabel 23.

Tabel 23. Rekapitulasi GAP Analysis Pada Penerapan SSOP di PT. Titipin Aja Men
No Variabel Sanitation ∑ ∑ Skor ∑ Skor Presentase
Standard Operating Parameter Tiap Maksimal Ketidaksesuaian
Procedures (SSOP) (a) Parameter (c= ax4) (%)
(b) (b/c x 100%)
1. Keamanan Air 6 7 24 29,16%
2. Kebersihan yang 6 5 24 25%
Kontak Dengan Bahan
Pangan
3. Pencegahan 9 13 36 36,12%
Kontaminasi Silang
4. Menjaga Fasilitas Cuci 4 6 16 37,5%
Tangan, Sanitasi dan
Toilet
5. Proteksi Dari Bahan- 5 5 20 25%
bahan Penyebab
Kontaminasi
6. Pelabelan, 4 6 16 43,75%
Penyimpanan, dan
penggunaan Bahan
Toksin yang Tepat
7. Pengawasan Kondisi 4 3 16 18,75%
Kesehatan Personil
8. Pemberantasan Hama 9 15 36 41,67%
Rata – Rata Keseluruhan 32,11%
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

77
Berdasarkan rekapitulasi GAP Analysis penerapan SSOP pada Tabel 23,
diketahui bahwa masih terdapat variabel SSOP yang belum memenuhi panduan
SSOP. Nilai presentase ketidaksesuaian terendah yaitu pada aspek pengawasan
kondisi kesehatan personal sebesar 18,75% artinya penerapan pada aspek ini cukup
memenuhi panduan SSOP. Nilai presentase ketidaksesuaian tertinggi yaitu pada
aspek pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan toksin yang tepat sebesar
43,75% artinya penerapan pada aspek ini kurang memenuhi panduan SSOP.
Berikut ini akan dijabarkan penilaian yang disertai penjelasan mengenai
ketidaksesuaian dari masing-masing aspek SSOP.
1. Keamanan Air
Keamanan air merupakan suatu upaya pencegahan terhadap kondisi air yang
digunakan oleh perusahaan agar terbebas dari cemaran kimia, fisika, dan bilogi
Aspek keamanan air di PT. Titipin Aja Men memiliki persentase ketidaksesuaian
sebesar 29,16 % yang artinya penerapan pada aspek keamanan air kurang
memenuhi panduan SSOP. Hasil penilaian ketidaksesuaian pada aspek keamanan
air disajikan pada Tabel 24.
Tabel 24. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan SSOP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Keamanan Air
NO Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
1. Sistem pemipaan air terpisah antara air √ Sistem yang terpisah
bersih dan tidak bersih untuk air bersih dan
tidak bersih
2. Kualitas air bersih/air minum √ Air yang digunakan
memenuhi persyaratan air bersih oleh perusahaan jernih
3. Dilakukan proses filtrasi pada air √ Adanya proses filtrasi
4. Kualitas air untuk kegiatan √ Air untuk pembersihan
pembersihan dan sanitasi sesuai dengan tidak kotor atau keruh
SOP perusahaan dan berbau
5. Tindakan koreksi apabila terdapat √ Adanya pemeriksaan
ketidaksesuaian terhadap standar jika air tidak jernih
6. Tersedia rekaman/catatan pengujian √ Tidak tersedia rekaman
kualitas air di perusahaan uji kualitas air
%GAP =
( ∑𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐓𝐢𝐚𝐩 𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 )
x100% 𝟕
( ∑𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 𝐱 𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐌𝐚𝐤𝐬𝐢𝐦𝐚𝐥 ) x 100% = 29,16%
𝟐𝟒
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

78
Penggunaan air untuk berbagai kebutuhan di PT. Titipin Aja Men berasal dari
air sumur yang telah melewati proses penyaringan (filtrasi) air sebelum ditampung
di dalam toren air. Pemeriksaan terhadap kualitas air di perusahaan hanya dilakukan
secara visual saja yaitu dengan melihat kondisi kebersihan air yang digunakan.
Kualitas air di perusahaan belum dilakukan pengujian di laboratorium sehingga
kurang memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 32 Tahun 2017. Kondisi kebersihan air yang digunakan sudah cukup bersih
dan tidak berbau sehingga layak digunakan sebagai air bersih.
Sistem pemipaan air untuk air bersih dan air tidak bersih memiliki sistem
yang terpisah. Pembersihan mesin dan peralatan dilakukan menggunakan air kran
yang disalurkan melalui pipa menuju ruang produksi dan memiliki sistem yang
terpisah dengan air minum sesuai dengan persyaratan SSOP. PT. Titipin Aja Men
hingga saat ini belum melakukan pengujian kualitas air sehingga perusahaan tidak
memiliki rekaman atau catatan terkait pengujian kualitas air.

(a) (b)
Gambar 18. (a) Kondisi Sistem Pemipaan Air, (b) Kondisi Sistem Penyaluran Air

2. Kebersihan Permukaan yang Kontak Dengan Bahan Pangan


Kebersihan permukaan yang kontak dengan pangan harus terbebas dari
cemaran yang dapat menimbulkan terjadinya kontaminasi secara langsung terhadap
produk. Aspek kebersihan permukaan yang kontak dengan makanan di PT. Titipin
Aja Men rmemiliki persentase ketidaksesuaian sebesar 25% yang artinya penerapan
pada aspek kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan cukup
memenuhi panduan SSOP. Hasil penilaian ketidaksesuaian pada aspek kebersihan
permukaan yang kontak dengan bahan pangan disajikan pada Tabel 25.

79
Tabel 25. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan SSOP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Kebersihan Permukaan yang Kontak Dengan Bahan Pangan
NO Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
1. Kondisi permukaan meja kerja, √ Permukaan yang
peralatan dan lantai produksi dalam kontak dengan pangan
keadaan yang bersih dan terawat kurang terjaga
kebersihannya
2. Kondisi sarung tangan yang digunakan √ Sarung tangan selalu
untuk kegiatan produksi dalam kondisi diganti
bersih dan layak
3. Kegiatan pembersihan dan sanitasi √ Sanitasi permukaan
terhadap permukaan yang kontak yang kontak dengan
langsung dengan pangan secara rutin pangan belum rutin
4. Pemantauan oleh pemilik terhadap √ Pemiliki hanya
kondisi kebersihan permukaan yang memantau secara
kontak langsung dengan pangan sekilas saja
5. Tindakan koreksi apabila kondisi √ Tindakan koreksi tidak
permukaan yang kontak langsung dilakukan rutin oleh
dengan pangan menimbulkan karyawan atau pemilik
kontaminasi
6. Pencatatan kegiatan pembersihan dan √ Kurangnya pencatatan
sanitasi permukaan yang kontak kegiatan pembersihan
langsung dengan pangan atau sanitasi
( ∑𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐓𝐢𝐚𝐩 𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 ) 𝟓
%GAP = x100% x 100% = 25%
( ∑𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 𝐱 𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐌𝐚𝐤𝐬𝐢𝐦𝐚𝐥 )
𝟐𝟒
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Permukaan yang kontak langsung dengan pangan secara keseluruhan sudah


dapat memenuhi panduan SSOP. Permukaan alat dan perlengkapan produksi
memiliki kondisi yang cukup baik, namun masih ditemukan permukaan mesin yang
mengelupas sehingga mengakibatkan permukaan menjadi tidak rata dan halus.
Permukaan alat dan perlengkapan yang digunakan dalam kegiatan produksi
seharusnya memiliki kondisi permukaan yang halus dan rata serta tidak
mengelupas. Hal ini perlu dilakukan pemeliharaan terhadap permukaan mesin dan
peralatan produksi agar dapat memenuhi persyaratan SSOP.

80
(a) (b)

(c) (d)
Gambar 19. (a) Kondisi Meja Produksi, (b) Kondisi Mesin Produksi, (c) Kondisi
Wadah Penyimpanan Produk, (d) Kondisi Timbangan

Kegiatan pembersihan dan sanitasi permukaan yang kontak langsung dengan


pangan sudah dilakukan secara rutin, namun belum dilakukan pemantauan secara
berkala. Perusahaan juga telah menggunakan bahan sanitasi sesuai dengan panduan
SSOP yaitu dengan menggunakan air bersih dan sabun yang dapat membantu
menghilangkan sisa kotoran produksi yang menempel pada mesin maupun
peralatan produksi. Perusahaan belum melakukan tindakan koreksi dan pencatatan
kegiatan pembersihan dan sanitasi permukaan yang kontak langsung dengan
pangan sehingga belum ada jadwal rutin untuk kegiatan pembersihan dan sanitasi.
3. Pencegahan Kontaminasi Silang
Pencegahan kontaminasi silang merupakan suatu upaya pencegahan
kontaminasi pada produk yang berasal dari pekerja, bahan baku, bahan pengemas
dan permukaan yang kontak langsung dengan pangan. Aspek pencegahan
kontaminasi silang di PT. Titipin Aja Men memiliki persentase ketidaksesuaian
sebesar 36,12% yang artinya penerapan pada aspek pencegahan kontaminasi silang
kurang memenuhi panduan SSOP. Hasil penilaian ketidaksesuaian pada aspek
pencegahan kontaminasi silang disajikan pada Tabel 26

81
Tabel 26. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan SSOP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Pencegahan Kontaminasi Silang
NO Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
1. Karyawan produksi selalu mencuci √ Kegiatan mencuci tangan
tangan sesuai prosedur higiene oleh karyawan tidak
karyawan dilakukan secara konsisten
2. Penggunaan pakaian kerja sesuai √ Karyawan kurang lengkap
dengan SOP perusahaan dalam penggunaan atribut
kerja
3. Pemantauan oleh pemilik kepada √
karyawan selama kegiatan proses Kegiatan Pemantauan dan
produksi berlangsung pemeriksaan oleh pemilik
4. Pemeriksaan setiap hari oleh √ hanya dilakukan sekilas
pemilik terhadap penyimpanan saja dan tidak rutin
bahan baku dan produk akhir
5. Kegiatan sanitasi area dan peralatan √ Sanitasi area belum
produksi setiap hari oleh karyawan dilakukan rutin oleh
produksi karyawan
6. Penyimpanan bahan baku, peralatan √
produksi, label, wadah pengemas, Penyimpanan pangan dan
peralatan pembersihan, bahan non pangan diletakkan
berbahaya dan produk akhir secara terpisah
terpisah
7. Penyimpanan bahan pangan dan √ Ruang penyimpanan
produk akhir yang bersih, bebas bahan baku dan produk
hama, penerangan cukup, suhu akhir bersih, bebas hama,
sesuai , terdapat aliran udara yang dan pintu tertutup rapat
cukup dan pintu tertutup rapat
8. Tindakan koreksi apabila terjadi √ Perusahaan lambat dalam
ketidaksesuaian yang menyebabkan memberikan tindakan
kontaminasi pada pangan koreksi jika terjadi
ketidaksesuaian
9. Pencatatan kegiatan permbersihan √ Tidak adanya pencatatan
dan sanitasi area dan peralatan kegiatan pembersihan dan
produksi sanitasi pada area maupun
peralatan
( ∑𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐓𝐢𝐚𝐩 𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 ) 𝟏𝟑
%GAP = x100% x 100% = 36,12%
( ∑𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 𝐱 𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐌𝐚𝐤𝐬𝐢𝐦𝐚𝐥 )
𝟑𝟔
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

82
Aktivitas karyawan belum memenuhi panduan SSOP, dimana karyawan
belum konsisten dalam mencuci tangan sebelum memasuki ruang produksi.
Penggunaan pakaian kerja karyawan cukup memenuhi panduan SSOP, namun
hampir seluruh karyawan produksi belum menggunakan masker dan sepatu kerja
melainkan hanya menggunakan sandal sebagai alas kaki. Hal ini memiliki
kemungkinan terjadinya kontaminasi silang pada pangan yang berasal dari pekerja.

Gambar 20. Kegiatan Pencucian Mesin dan Peralatan

Kegiatan pembersihan dan sanitasi area belum dilakukan secara rutin, dimana
peneliti masih menemukan tumpukan sampah daun kering di sekitar area produksi.
Pembersihan mesin dan peralatan produksi dilakukan setiap hari dengan
menggunakan air bersih dan sabun namun tidak dilakukan desinfeksi sehingga
masih memiliki peluang terjadinya kontaminasi. Penyimpanan bahan baku,
peralatan produksi, label, wadah pengemas, peralatan pembersihan dan produk
akhir dilakukan secara terpisah agar tidak terjadi kontaminasi silang.
Kondisi tempat penyimpanan bahan pangan dan produk akhir sudah cukup
memenuhi panduan SSOP yang dimana ruang penyimpanan tersebut memiliki
penerangan yang cukup, suhu yang sesuai, terbebas dari hama, memiliki aliran
udara yang cukup dan pintu selalu tertutup rapat. Kegiatan pemantaun dan
pemeriksaan terhadap kegiatan proses produksi serta penyimpanan bahan baku dan
produk akhir belum dilakukan setiap hari dan hal tersebut menyebabkan kurang
terjaminnya pangan bebas dari kontaminasi silang. Selain itu kepala produksi juga
kurang bertindak tegas dalam menegakkan tindakan perbaikan terhadap bentuk
ketidaksesuaian yang dianggap kategori ringan. Perusahaan belum melakukan
pencatatan pada kegiatan pembersihan sanitasi area dan peralatan produksi.

83
4. Menjaga Fasilitas Cuci Tangan, Sanitasi dan Toilet
Kondisi fasilitas cuci tangan, sanitasi dan toilet menjadi hal yang perlu
diperhatikan oleh pihak perusahaan agar fasilitas tersebut tetep terjaga dalam
mendukung kegiatan higiene sanitasi karyawan. Aspek fasilitas cuci tangan,
sanitasi dan toilet di PT. Titipin Aja Men memiliki persentase penerapan sebesar
37,5 % yang artinya penerapan pada aspek fasilitas cuci tangan, sanitasi dan toilet
kurang memenuhi panduan SSOP. Hasil penilaian ketidaksesuaian pada aspek
menjaga fasilitas cuci tangan, sanitasi dan toilet disajikan pada Tabel 27.

Tabel 27. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan SSOP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Menjaga Fasilitas Cuci Tangan, Sanitasi dan Toilet
NO Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
1. Kegiatan pembersihan fasilitas sanitasi √ Pembersihan fasilitas
cuci tangan dan toilet dilakukan secara cuci tangan dan toilet
rutin dilakukan secara rutin
2. Terdapat himbaun tertulis atau tanda √ Tidak ada poster cara
mencuci tangan dengan sabun setelah mencuci tangan yang
menggunakan toilet baik dan benar
3. Pemeriksaan kondisi kebersihan √ Pemeriksaan secara
fasilitas cuci tangan dan toilet sekilas pada kondisi
dilakukan setiap hari oleh pemilik kebersihan fasilitas
cuci tangan dan toilet
4. Adanya sosialisasi mengenai √ Sosialisasi tidak
pentingnya program mencuci tangan diberikan kepada
kepada karyawan dan pengunjung pengunjung
( ∑𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐓𝐢𝐚𝐩 𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 ) 𝟔
%GAP = x100% x 100% = 37,5%
( ∑𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 𝐱 𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐌𝐚𝐤𝐬𝐢𝐦𝐚𝐥 )
𝟏𝟔
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Kegiatan pembersihan fasilitas cuci tangan dan toilet sudah dilakukan secara
rutin setiap harinya. Fasilitas cuci tangan belum dilengkapi dengan sanitizer, alat
pengering tangan dan tanda peringatan untuk mencuci tangan dengan baik dan
benar disekitar toilet dan didepan pintu masuk ruang produksi. Tidak adanya tanda
peringatan mencuci tangan menyebabkan karyawan malas untuk mencuci tangan.
Hal tersebut belum memenuhi panduan SSOP yang dimana seharusnya perusahaan
dapat menyediakan fasilitas sanitasi dengan lengkap dalam mendukung kegiatan
higiene karyawan guna mencegah terjadinya kontaminasi dari pekerja.

84
(a) (b)
Gambar 21. (a) Kondisi Fasilitas Cuci Tangan, (b) Kondisi Fasilitas Toilet

Pemeriksaan kondisi fasilitas cuci tangan dan toilet belum dapat dilakukan
secara rutin, namun apabila ditemukan kondisi fasilitas sanitasi yang kurang bersih
maka segera disosialisikan kepada karyawan untuk tetap menjaga kebersihan
fasilitas cuci tangan dan toilet. Berdasarkan hasil obervasi, masih ditemukan
karyawan yang tidak mencuci tangan setelah menggunakan toilet. Hal ini
disebabkan kurangnya sosialiasi kepada karyawan mengenai pentingnya menjaga
kebersihan personal dengan mencuci tangan sebelum menangani produk dan
setelah menggunakan toilet sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Nurjanah dkk
(2021) mencuci tangan dinilai sangat penting untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya kontaminasi dari pekerja kedalam produk.
5. Proteksi dari Bahan-bahan Penyebab Kontaminasi
Proteksi dari bahan-bahan penyebab kontaminasi merupakan upaya
pencegahan kontaminasi yang berasal dari bahan non pangan seperti pelumas,
pembersih yang dapat berbahaya terhadap pangan. Aspek proteksi dari bahan-
bahan penyebab kontaminasi di PT. Titipin Aja Men memiliki persentase
ketidaksesuaian sebesar 25% artinya penerapan pada aspek ini cukup memenuhi
panduan SSOP. Hasil penilaian ketidaksesuaian pada aspek proteksi dari bahan-
bahan penyebab kontaminasi disajikan pada Tabel 28.

85
Tabel 28. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan SSOP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Proteksi dari Bahan-bahan Penyebab Kontaminasi
NO Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
1. Bahan non pangan diletakkan terpisah √ Tindakan pengawasan
dengan bahan dan produk pangan serta terhadap penyimpanan
dilakukan pengawasan selama kegiatan bahan non pangan
produksi berlangsung belum maksimal
2. Perusahaan melakukan kegiatan √ Sanitasi area produksi
pembersihan atau sanitasi seluruh area tidak dilakukan secara
produksi menyeluruh
3. Limbah produk atau bahan segera √ Kurang tersedia tempat
dibuang ke tempat sampah tertutup sampah yang tertutup
4. Pengawasan terkait penggunaan bahan √ Penggunaan bahan non
non pangan pangan kurang diawasi
oleh pemilik
5. Tindakan koreksi apabila terjadi √ Tindakan koreksi yang
kontaminasi pada produk pangan lambat jika terjadi
kontaminasi pada
pangan
( ∑𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐓𝐢𝐚𝐩 𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 ) 𝟓
%GAP = x100% x 100% = 25%
( ∑𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 𝐱 𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐌𝐚𝐤𝐬𝐢𝐦𝐚𝐥 )
𝟐𝟎
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Bahan non pangan di PT. Titipin Aja Men terdiri dari sabun cuci tangan,
pelumas mesin, desinfektan, serta sabun cuci mesin dan peralatan produksi.
Penggunaan dan penyimpanan bahan non pangan belum diawasi dan dipantau
secara ketat oleh kepala produksi, dimana pengawasan hanya dilakukan sekilas saja
tanpa memperhatikan bahaya dari bahan non pangan jika mencemari produk pangan
secara langsung. Kegiatan pembersihan area produksi sudah dijelaskan pada bagian
pembahasan aspek pencegahan kontaminasi silang.

(a) (b)
Gambar 22. (a) Tempat Penyimpanan Sabun Cuci Tangan, Cuci Peralatan dan
Desinfektan, (b) Tempat Pembuangan Limbah Produk atau Bahan

86
Ruang penyimpanan bahan non pangan diletakkan secara terpisah antara
bahan dan produk pangan. Sabun cuci tangan, cuci peralatan produksi dan
desinfektan disimpan diluar ruang produksi, sedangkan untuk bahan lainnya seperti
pelumas diletakkan diatas rak penyimpanan. Limbah produk atau bahan segara
dibuang ke tempat sampah, namun kondisi tempat sampah yang tersedia belum
dilengkapi penutup. Tempat pembuangan limbah seharusnya dilengkapi dengan
penutup untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada pangan. Tindakan koreksi
belum maksimal karena masih ditemukan kondisi yang tidak sesuai panduan SSOP.
6. Pelabelan, Penyimpanan dan Penggunaan Bahan Toksin yang Tepat
Kegiatan pelabelan, penyimpanan dan pengunaan bahan toksin yang tepat
dapat memastikan bahwa adanya proteksi dalam menjamin keamanan produk
yang dihasilkan. Aspek pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan toksin
yang benar di PT. Titipin Aja Men memiliki persentase ketidaksesuaian sebesar
43,75 % yang artinya penerapan pada aspek kurang memenuhi panduan SSOP.
Hasil penilaian ketidaksesuaian pada aspek pelabelan, penyimpanan dan
penggunaan bahan toksin yang tepat disajikan pada Tabel 29.

Tabel 29. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan SSOP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Pelabelan, Penyimpanan dan Penggunaan Bahan Toksin yang
Tepat
NO Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
1. Adanya label dan keterangan yang jelas √ Terdapat label dan
seperti nama bahan, nama dan alamat keterangan jelas pada
produsen, dan petunjuk penggunaan kemasan produk bahan
pada wadah asal bahan kimia kimia
2. Penyimpanan bahan kimia dalam box √ Tidak ada box khusus
tertutup dan dikelompokkan untuk penyimpanan
berdasarkan jenis bahan bahan kimia
3. Ruangan penyimpanan bahan kimia √ Ruang penyimpanan
selalu dalam keadaan yang tertutup dan bahan kimia tidak
jauh dari ruang produksi selalu tertutup

87
Lanjutan Tabel 29.
NO Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
4. Pemeriksaan secara rutin terhadap √ Penyimpanan dan
kegiatan dan kondisi penyimpanan penggunaan bahan
bahan kimia, penggunaan label dan kimia tidak selalu
bahan kimia diperiksa oleh pemilik
( ∑𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐓𝐢𝐚𝐩 𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 ) 𝟔
%GAP = x100% x 100% = 43,75%
( ∑𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 𝐱 𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐌𝐚𝐤𝐬𝐢𝐦𝐚𝐥 )
𝟏𝟔
Sumber: Hasil Olah Data (2022)
Bahan kimia yang tersedia di perusahaan hanya digunakan untuk kegiatan
non produksi seperti kegiatan higiene sanitasi mesin dan peralatan serta higiene
karyawan. Kemasan bahan kimia yang berasal dari produsen sudah dilengkapi
dengan label dan keterangan bahan yang meliputi informasi mengenai nama bahan,
nama produsen, tanggal produksi dan cara penggunaannya. Ruang penyimpanan
bahan kimia terpisah dari ruang penyimpanan lain, namun masih ditemukan adanya
bahan toksin yang diletakkan diruang produksi berdekatan dengan mesin produksi.

(a) (b)
Gambar 23. (a) Label dan Keterangan Bahan Kimia, (b) Kondisi Tempat
Penyimpanan Bahan Kimia

Kondisi tempat penyimpanan bahan kimia belum memenuhi panduan SSOP.


Perusahaan belum memiliki ruangan khusus sebagai tempat penyimpanan bahan
kimia. Bahan kimia hanya disimpan pada rak terbuka yang berada di gudang. Bahan
kimia seharusnya disimpan dalam box tertutup, diberikan identitas yang jelas serta
dikelompokkan berdasarkan jenisnya. Kegiatan pemeriksaan kondisi penyimpanan
bahan kimia, penggunaan label dan bahan kimia sudah dilakukan namun
perusahaan belum memiliki catatan tertulis terkait dengan kegiatan monitoring
terhadap kondisi penggunaan label, bahan kimia dan penyimpanan bahan kimia.

88
7. Pengawasan Kondisi Kesehatan Personil
Pengawasan terhadap kesehatan personil sangat penting untuk mencegah
kontaminasi pada pangan. Aspek di PT. Titipin Aja Men memiliki persentase
ketidaksesuaian sebesar 18,75% yang artinya penerapan pada aspek pengawasan
kondisi kesehatan personil cukup memenuhi panduan SSOP. Hasil penilaian
ketidaksesuaian pada aspek pengawasan kondisi kesehatan personil disajikan pada
Tabel 30.

Tabel 30. Analisis Ketidaksesuain Penerapan SSOP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Pengawasan Kondisi Kesehatan Personil
NO Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
1. Pekerja dalam kondisi baik, rapih dan √ Pekerja kurang
bersih melengkapi atribut
kerja sesuai SOP
perusahaan
2. Karyawan melaksanakan prosedur cara √ Karyawan kurang
mencuci tangan yang baik dan benar menjaga kebersihan
sebelum menangani produk tangannya
3. Pemeriksaan secara rutin pada √ Belum adanya jadwal
kesehatan karyawan sebelum pemeriksaan rutin
melakukan kegiatan produksi kesehatan karyawan
4. Perusahaan memiliki kebijakan √ Adanya kebijakan
mengistirahatkan atau memulangkan untuk memulangkan/
karyawan jika dalam kondisi sakit mengistirahatkan
karyawan jika sakit
( ∑𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐓𝐢𝐚𝐩 𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 ) 𝟑
%GAP = x100% x 100% = 18,75%
( ∑𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 𝐱 𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐌𝐚𝐤𝐬𝐢𝐦𝐚𝐥 )
𝟏𝟔
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Kesehatan karyawan sebagai salah satu aspek yang mendukung kegiatan


produksi sangat perlu diperhatikan agar proses produksi dapat berjalan dengan baik.
Higiene perorangan juga dapat menjadi tolak ukur perusahaan untuk memastikan
kondisi kebersihan pekerja sebelum melakukan kegiatan produksi. Kebersihan
pekerja dapat dilihat apabila higiene perorangan sudah dapat terpenuhi seperti
mencuci tangan dengan baik dan benar, pemakaian sarung tangan, serta kebersihan
dan kelengkapan pakaian kerja. Kondisi kebersihan pekerja di PT. Titipin Aja Men
cukup memenuhi panduan SSOP. Kelengkapan pakaian kerja yang digunakan oleh

89
karyawan produksi masih kurang memenuhi, dimana terdapat karyawan yang
belum menggunakan masker dan sepatu kerja selama kegiatan produksi
berlangsung serta praktik cuci tangan yang belum dilakukan dengan maksimal.
Pemeriksaan kesehatan karyawan sudah dilakukan namun belum adanya
jadwal pemeriksaan rutin terhadap kondisi kesehatan karyawan sebelum melakukan
kegiatan produksi. Pemeriksaan tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa
seluruh karyawan dalam kondisi yang baik dan tidak dalam keadaan sakit.
Karyawan yang sakit akan diizinkan untuk melakukan pemeriksaan ke klinik dan
biaya pemeriksaan akan ditanggung oleh pihak perusahaan. Perusahaan juga akan
memberikan waktu istirahat kepada karyawan hingga kondisinya pulih kembali.

8. Pemberantasan Hama
Pemberantasan Hama merupakan upaya pemusnahan hama dalam
meminimalkan resiko pencemaran terhadap pangan serta menciptakan kondisi
tempat produksi yang terbebas dari hama. Aspek pemberantasan hama di PT.
Titipin Aja Men memiliki persentase ketidaksesuaian sebesar 41,67% yang artinya
penerapan pada aspek pemberantasan hama kurang memenuhi panduan SSOP.
Hasil penilaian ketidaksesuaian pada aspek pemberantasan hama disajikan pada
Tabel 31.

Tabel 31. Analisis Ketidaksesuaian Penerapan SSOP di PT. Titipin Aja Men Pada
Aspek Pemberantasan Hama
NO Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
1. Kegiatan sanitasi dilakukan sesuai √ Kegiatan sanitasi tidak
dengan SOP perusahaan (area produksi, dilakukan secara
mesin dan peralatan produksi, toilet, menyuluruh oleh
dan fasilitas lain) pemilik atau karyawan
2. Tindakan pengawasan oleh pemilik √ Pemilik kurang
terhadap hewan disekitar area produksi mengawasi dan
dan adanya catatan kegiatan pembasmi mencatat kegiatan
hama pembasmian hama
3. Keadaan tempat produksi bersih dan √ Masih terdapat hama
terbebas dari hama disekitar area produksi
4. Saluran yang ada di dalam tempat √ Masih terdapat saluran
produksi dalam keadaan tertutup yang belum tertutup

90
Lanjutan Tabel 31.
NO Parameter SKOR Kenyataan
0 1 2 3 4
5. Terdapat kasa pencegah hama pada √ Tidak dipasang kawat
jendela dan ventilasi kasa
6. Pintu dan tempat sampah yang berada √ Tempat sampah tidak
disekitar didalam dan diluar ruang tertutup
produksi selalu dalam keadaan tertutup
7. Pemusnahan sarang hama (semak- √ Kegiatan pemusnahan
semak, wadah yang kotor, limbah dan sarang hama tidak
area produksi) dilakukan secara berkala dilakukan setiap hari
8. Pembasmian dilakukan menggunakan √ Pembasmian hama
bahan kimia, biologi dan fisik sesuai menggunakan bahan-
dengan petunjuk penggunaan bahan bahan yang aman dan
tanpa mempengaruhi mutu dan tidak mempengaruhi
keamanan produk keamanan produk
9. Tersedia rekaman atau catatan kegiatan √ Tidak ada catatan
pembasmi hama kegiatan pembasmian
hama
( ∑𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐓𝐢𝐚𝐩 𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 ) 𝟏𝟓
%GAP = x100% x 100% = 41,67%
( ∑𝐏𝐚𝐫𝐚𝐦𝐞𝐭𝐞𝐫 𝐱 𝐒𝐤𝐨𝐫 𝐌𝐚𝐤𝐬𝐢𝐦𝐚𝐥 )
𝟑𝟔
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Dokumentasi dan pencatatan kegiatan pembasmian hama belum dilakukan


oleh perusahaan karena belum tersedia jadwal untuk kegiatan pembasmian hama.
Upaya pengendalian hama yang dilakukan oleh perusahaan untuk mencegah
masuknya serangga yaitu melakukan penyebaran pest control di beberapa titik.
Pengawasan terhadap hewan disekitar area produksi belum dilakukan secara rutin
sehingga memiliki potensi masuknya serangga dan kucing disekitar ruang produksi.
Jendela dan ventilasi belum dilengkapi kawat kasa dan tempat sampah diruang
produksi tidak dilengkapi penutup. Kondisi tersebut kurang memenuhi panduan
SSOP karena mengundang hama untuk masuk dan mencemari produk pangan
secara langsung. Hal tersebut didukung oleh Amin dkk (2018) bahwa hama
merupakan hewan pengganggu yang membawa pencemaran secara biologis melalui
kotorannya, sehingga dapat menyebabkan penurunan mutu dan keamanan pada
produk pangan.

91
(a) (b)
Gambar 24. (a) Terdapat Lalat Pada Mesin Produksi, (b) Terdapat Hewan Kucing
di Sekitar Ruang Produksi

Berdasarkan observasi secara langsung, peneliti menemukan adanya


serangga yang masuk kedalam ruang produksi dan hal ini perlu dilakukan
pengawasan lebih ketat oleh kepala produksi terhadap pengendalian hama agar
dapat meminimalisir kontaminasi pada produk pangan. Kondisi kebersihan area
produksi kurang memenuhi panduan SSOP karena area produksi tidak selalu dalam
keadaan bersih, sehingga perlu dilakukan pembersihan secara rutin untuk
menghindari adanya kotoran atau tumpukan sampah yang dapat menjadi sarang
hama. Penggunaan pestisida atau bahan kimia pembasmi hama akan sangat efektif
apabila digunakan sesuai dengan dosis dan aturan pemakaiannya.

5.1.3 Kelompok Ketidaksesuaian

Penilaian ketidaksesuain dilakukan berdasarkan kriteria dari Peraturan


Menteri Perindustrian RI Nomor 75/M-IND/PER/7/2010 yang dibagi menjadi 3
tingkatan yaitu Minor, Mayor, dan Serius. Penilaian ketidaksesuaian bertujuan
untuk mengetahui seberapa besar pengaruh ketidaksesuaian terhadap keamanan dan
kualitas produk. Minor persyaratan “dapat” mengindikasikan bahwa apabila tidak
dipenuhi mempunyai potensi kurang berpengaruh terhadap keamanan produk.
Mayor persyaratan “seharusnya” mengindikasikan apabila tidak dipenuhi
mempunyai potensi berpengaruh terhadap keamanan produk. Serius persyaratan
“harus” mengindikasikan apabila tidak dipenuhi akan mempengaruhi keamanan
produk secara langsung. Berikut merupakan analisis kelompok ketidaksesuaian
aspek GMP dan SSOP PT. Titipin Aja Men yang disajikan pada Tabel 32.

92
Tabel 32. Analisis Kelompok Ketidaksesuaian Aspek GMP dan SSOP
No Kondisi Faktual Ketidaksesuaian Keterangan
1. Terdapat semak- Mayor Tempat produksi seharusnya
semak dan sampah terbebas dari semak-semak atau
daun kering yang daerah yang dapat menimbulkan
berserakan disekitar sarang hama. Semal-semak dan
area tempat produksi sampah yang berserakan dapat
menjadi sarang hama jika dibiarkan
sehingga dapat mempengaruhi
keamanan produk
2. Permukaan atap dan Mayor Permukaan atap dan langit-langit
langit-langit tidak seharusnya terbuat dari bahan yang
rata, berlubang dan tahan lama sehingga tidak mudah
terkikis retak, berlubang maupun terkikis.
Hal tersebut jika tidak dipenuhi akan
berpotensi mempengaruhi
keamanan produk
3. Jendela dan ventilasi Mayor Jendela dan ventilasi seharunsya
tidak dilengkapi dilengkapi kawat kasa untuk
dengan kawat kasa menvegah masuknya debu atau
serangga kedalam ruang produksi.
Hal tersebut jika tidak dipenuhi akan
berdampak terhadap keamanan
produk pangan
4. Tidak tersedia tempat Serius Tempat sampah harus tertutup agar
sampah yang tertutup tidak mengakibatkan sampah
berserakan dan menggundang
datangnya hama. Hal tersebut jika
tidak dipenuhi akan berdampak
langsung terhadap keamanan
produk
5. Tidak tersedia wadah Mayor Limbah bahan berbahaya
khusus untuk seharusnya memiliki wadah khusus
pembuangan limbah yang diberi tanda dan penutup
berbahaya karena jika tidak memiliki wadah
khusus, limbah akan tumpah dan
mempengaruhi keamanan produk
6. Mesin produksi dan Serius Mesin produksi dan alat pengangkut
alat pengangkut harus terpelihara dengan baik karena
kurang terpelihara mengalami kontak langsung dengan
dengan baik pangan sehingga mempengaruhi
keamanan produk secara langsung

93
Lanjutan Tabel 32.
No Kondisi Faktual Ketidaksesuaian Keterangan
7. Karyawan produksi Mayor Karyawan produksi seharusnya
kurang konsisten menggunakan APD lengkap saat
dalam penggunaan kegiatan produksi berlangsung. Hal
APD tersebut jika tidak dipenuhi akan
mempengaruhi keamanan produk
8. Tidak adanya Serius Tempat produksi harus selalu
pengawasan mendapat pengawasan dengan baik
internal secara rutin terutama pengawasan terhadap
keefektifan program sanitasi harus
dilakukan secara rutin. Hal tersebut
tentunya akan berdampak terhadap
keamanan produk secara langsung
9. Tidak terdapat Mayor Pengunjung yang memasuki tempat
prosedur bagi produksi seharusnya menggunakan
pengunjung yang pakaian pelindung dan mematuhi
memasuki tempat persyaratan higiene yang berlaku
produksi bagi karyawan. Hal ini jika tidak
terpenuhi akan akan mempengaruhi
keamanan produk
10. Penyimpanan Serius Tempat penyimpanan wadah,
peralatan, wadah peralatan dan pengemas harus dalam
dan bahan keadaan yang bersih, rapih dan
pengemas tidak tertutup. Hal ini jika tidak terpenuhi
selalu bersih, rapih akan mempengaruhi keamanan
dan tertutup produk secara langsung
11. Penyimpanan bahan Mayor Penyimpanan bahan baku
baku atau produk seharusnya tidak menyentuh lantai,
disimpan menempel dinding dan jauh dari
bersentuhan dengan langit-langit;Hal ini dapat
lantai dan dinding mempengaruhi keamanan produk
pangan
12. Tidak ada tempat Serius Bahan-bahan berbahaya harus
penyimpanan disimpan jauh dari tempat
khusus untuk bahan penyimpanan pangan dan diberi
berbahaya dan label secara jelas untuk menghindari
belum diberi label terjadinya kesalahan pada saat
secara jelas mengunakan produk

94
Lanjutan Tabel 32.
No Kondisi Faktual Ketidaksesuaian Keterangan
13. Perusahaan tidak Mayor Dokumentasi/catatan seharusnya
memiliki dimiliki dan dipelihara oleh
dokumentasi terkait perusahaan yang meliputi: catatan
penyimpanan, bahan masuk, proses produksi,
distribusi, higiene jumlah dan tanggal produksi,
sanitasi, kontrol distribusi, inspeksi dan pengujian,
hama, kesehatan penarikan produk, penyimpanan,
karyawan, pelatihan pembersihan dan sanitasi, kontrol
dan lainnya hama, kesehatan karyawan,
pelatihan, kalibrasi dan lainnya yang
dianggap penting.
14. Program higiene Mayor Kegiatan higiene sanitasi oleh
sanitasi tidak karyawan seharusnya dilakukan
dilakukan secara secara berkala serta dipantau
rutin ketepatan dan keefektifannya. Hal
tersebut jika tidak dipenuhi akan
mempengaruhi keamanan produk
15. Kegiatan mencuci Serius Karyawan harus mencuci tangan
tangan kurang sebelum melakukan pekerjaan. Hal
dilakukan secara tersebut jika tidak dipenuhi akan
konsisten oleh mempengaruhi keamanan produk
karyawan produksi secara langsung
16. Tidak ada himbauan Mayor Toilet seharusnya diberi tanda
tertulis tentang peringatan atau himbauan tertulis
menjaga kebersihan bahwa setiap karyawan harus
tangan setelah mencuci tangan dengan sabun
menggunakan toilet sesudah menggunakan toilet.
17. Pelatihan atau Mayor Pelatihan seharusnya dimulai dari
penyuluhan kepada prinsip dasar sampai praktek cara
karyawan belum produksi yang baik. Kurangnya
maksimal pelatihan terhadap karyawan dapat
menjadi ancaman terhadap mutu dan
keamanan produk yang dihasilkan.
18. Terdapat hewan Mayor Tempat produksi seharusnya
kucing dan diperiksa dan dipantau dari
serangga disekitar kemungkinan masuknya hama. Hal
ruang produksi tersebut jika tidak dipenuhi akan
mempengaruhi keamanan produk
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

95
Berdasarkan hasil penilaian ketidaksesuaian aspek GMP dan SSOP sesuai
dengan Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor 75/M-IND/PER/7/2010 terdapat
0 ketidaksesuaian minor, 12 ketidaksesuaian mayor, dan 6 ketidaksesuaian serius.
Ketidaksesuaian mayor dan serius memiliki pengaruh yang besar terhadap
keamanan pangan, sehingga perlu dilakukan tindak lanjut dengan mencari akar
penyebab permasalahannya.

5.2 Analisis Faktor Penyebab Ketidaksesuaian Pada Aspek GMP dan SSOP
Setelah mengetahui penilaian ketidaksesuaian aspek GMP dan SSOP yang
tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor 75 Tahun 2010,
kemudian menganalisis faktor penyebab ketidaksesuaian penarapan GMP dan
SSOP di PT. Titipin Aja Men. Selanjutnya metode yang digunakan untuk mencari
akar permasalahan dari aspek ketidaksesuaian mayor dan serius yaitu menggunakan
diagram sebab akibat. Faktor-faktor yang menyebabkan ketidaksesuaian mayor dan
kritis disebabkan oleh faktor material (bahan baku), faktor machine (mesin), faktor
method (metode), faktor man (manusia) dan faktor environment (lingkungan).

5.2.1 Ketidaksesuaian Mayor


Ketidaksesuaian mayor mengindikasikan apabila tidak dipenuhi akan
mempengaruhi keamanan produk. Berikut parameter yang termasuk ke dalam
kategori ketidaksesuaian mayor pada Tabel 33.
Tabel 33. Ketidaksesuaian Mayor
No Parameter
1. Lokasi perusahaan terdapat semak-semak dan sampah daun kering yang
berserakan
2. Permukaan atap dan langit-langit tidak rata dan terkikis.
3. Jendela dan ventilasi tidak dilengkapi kawat kasa
4. Tidak tersedia wadah khusus pembuangan limbah bahan berbahaya
5. Karyawan produksi kurang konsisten dalam penggunaan APD
6. Tidak terdapat prosedur bagi pengunjung yang memasuki tempat produksi.
7. Penyimpanan bahan baku atau produk disimpan bersentuhan dengan lantai
dan dinding
8. Perusahaan tidak mendokumentasikan seluruh aktivitasnya
9. Program higiene sanitasi tidak dilakukan secara rutin

96
Lanjutan Tabel 33.
No Parameter
10. Tidak ada himbauan tertulis tentang menjaga kebersihan tangan setelah
menggunakan toilet
11. Pelatihan atau penyuluhan kepada karyawan kurang maksimal
12. Terdapat hewan kucing dan serangga disekitar ruang produksi
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Adapun diagram sebab-akibat ketidaksesuaian mayor sebagai berikut:


1. Lokasi perusahaan terdapat semak-semak dan sampah daun kering yang
berserakan Tidak tersedia jadwal piket
Man tetap bagi karyawan

Kegiatan pembersihan
area produksi tidak
dilakukan secara rutin
Pemilik tidak melakukan Lokasi perusahaan
pengawasan secara rutin Kurangnya kesadaran dan terdapat semak-
pengetahuan karyawan semak dan sampah
daun kering yang
Tidak ada berserakan
himbaun tertulis
Environment
Gambar 25. Lokasi Perusahaan Terdapat Semak-Semak dan Sampah Daun Kering
yang Berserakan
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Berdasarkan Gambar 25, faktor-faktor penyebab ketidaksesuaian antara


kondisi real di lapangan dengan Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 75 Tahun
2010, yaitu disebabkan oleh faktor man (manusia) dan faktor environment
(lingkungan). Kondisi kebersihan lingkungan tempat poduksi kurang diperhatikan
dengan baik, dimana terdapat sampah daun kering yang berserakan. Selain itu juga
terdapat semak-semak disekitar area produksi yang akan menjadi sarang hama.
Permasalahan tersebut disebabkan akibat kurangnya kesadaran dan pengetahuan
karyawan akan kebersihan lingkungan produksi serta tidak adanya jadwal piket
tetap bagi karyawan. Pemilik belum melakukan pengawasan secara rutin terhadap
kegiatan pembersihan lingkungan produksi oleh karyawan, sehingga kebersihan
lokasi kurang optimal dan terkendali. Selain itu, tidak ada tanda peringatan atau
himbau tertulis untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan perusahaan.

97
2. Permukaan atap dan langit-langit tidak rata dan terkikis.

Man
Tidak ada jadwal tetap pemeliharaan
bangunan

Tidak dilakukan pemeliharaan


bangunan secara berkala

Kurangnya pengawasan
Permukaan atap
dan langit-langit
tidak rata dan
Atap dan terkikis
Langit-langit

Terbuat dari
material yang tidak
menyerap air

Environment

Gambar 26. Permukaan Atap dan Langit-langit Tidak Rata dan Terkikis
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Berdasarkan Gambar 26, faktor-faktor penyebab ketidaksesuaian antara


kondisi real di lapangan dengan Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 75 Tahun
2010, yaitu disebabkan oleh faktor man (manusia) dan faktor environment
(lingkungan). Permukaan atap dan langit-langit tidak rata dan terkikis disebabkan
karena kurangnya pengawasan oleh karyawan terhadap kondisi bangunan
perusahaan. Selain itu perusahaan belum memiliki jadwal tetap pemeriksaan dan
pemeliharaan bangunan secara tertulis, sehingga hal ini mengakibatkan karyawan
malas untuk melakukan kegiatan pemeliharaan terhadap bangunan perusahaan.
Material langit-langit (plafon) pada ruang produksi terbuat dari bahan yang tidak
dapat menyerap air, sehingga mengakibatkan plafon mudah bocor dan terkikis
ketika cuaca hujan. Hal tersebut dapat mempengaruhi keamanan produk pangan
jika dibiarkan dan tidak diperbaiki.

98
3. Jendela dan ventilasi tidak dilengkapi kawat kasa

Kurangnya pengetahuan dsn pengawasan pemilik


Man mengenai kegunaan kasa pencegah

Jendela dan
Pemilik tidak merasa ventilasi tidak
perlu dilengkapi kawat
kasa
Gambar 27. Jendela dan Ventilasi Tidak Dilengkapi Kawat kasa
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Berdasarkan Gambar 27, faktor-faktor penyebab ketidaksesuaian antara


kondisi real di lapangan dengan Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 75 Tahun
2010, yaitu disebabkan oleh faktor man (manusia). Pemilik merasa tidak perlu
melengkapi kawat kasa pencegah hama pada jendela dan ventilasi. Kurangnya
pengetahuan pemilik mengenai kegunaan kasa pencegah serangga atau debu dan
pengawasan yang belum dilakukan dengan maksimal terhadap penggunaan kawat
kasa dapat mengakibatkan jendela dan ventilasi yang berada di ruang produksi
mudah dimasuki oleh serangga kecil seperti lalat yang memiliki kemungkinan dapat
mengkontaminasi produk pangan.

4. Tidak tersedia wadah khusus pembuangan limbah bahan berbahaya

Man

Kurangnya kesadaran dan


pengetahuan karyawan Kurangnya pengawasan oleh karyawan
karyawan
Pemilik tidak menyediakan Tidak ada wadah
tempat wadah khusus khusus pembuangan
limbah bahan
berbahaya

Gambar 28. Tidak Tersedia Wadah Khusus Pembuangan Limbah Bahan


Berbahaya
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Berdasarkan Gambar 28, faktor-faktor penyebab ketidaksesuaian antara


kondisi real di lapangan dengan Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 75 Tahun
2010, yaitu disebabkan oleh faktor man (manusia). Pemilik tidak menyediakan

99
wadah khusus untuk pembuangan limbah berbahaya yang diberi tanda dan
dilengkapi dengan penutup. Wadah khusus tersebut bertujuan agar limbah tidak
tumpah dan mempengaruhi keamanan produk pangan. Selain itu masih kurangnya
kesadaran dan pengetahuan karyawan untuk melakukan proteksi produk pangan
dari limbah berbahaya yang dapat mencemari produk pangan. Sistem pembuangan
limbah untuk bahan berbahaya di belum dilakukan secara maksimal oleh karyawan.
Hal tersebut disebabkan akibat kurangnya pengawasan oleh karyawan produksi
terkait proteksi produk pangan dari limbah berbahaya.

5. Karyawan produksi kurang konsisten dalam penggunaan APD

Man

Penyuluhan dan pengawasan


Tingkat
belum maksimal
kesdaran rendah
kurangnya pengetahuan Karyawan produksi
kurang konsisten
dalam penggunaan
APD

Gambar 29. Karyawan Produksi Kurang Konsisten dalam pengunaan APD


Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Berdasarkan Gambar 29, faktor-faktor penyebab ketidaksesuaian antara


kondisi real di lapangan dengan Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 75 Tahun
2010, yaitu disebabkan oleh faktor man (manusia). Penyuluhan dan pengawasan
higiene karyawan di PT. Titipin Aja Men belum dapat dilakukan secara rutin,
sehingga kondisi higiene karyawan belum maksimal dan karyawan masih kurang
memperhatikan keamanan produk pangan. Karyawan produksi tidak selalu
menggunakan alat pelindung diri (APD) dengan lengkap seperti menggunakan
masker, pelindung kepala dan sepatu boots. Hal ini disebabkan kurangnya
pengetahuan karyawan produksi mengenai higiene karyawan dan kesadaran
karyawan pentingnya menggunakan APD lengkap pada saat produksi berlangsung.

100
6. Tidak terdapat prosedur bagi pengunjung yang memasuki tempat produksi.

Man
Kurangnya pengetahuan pemilik mengenai
pentingnya prosedur tetap bagi pengunjung
Pemilik merasa tidak perlu
memiliki prosedur tetap
bagi pengunjung Tidak terdapat prosedur
bagi pengunjung yang akan
memasuki tempat produksi.

Gambar 30. Tidak Terdapat Prosedur Bagi Pengunjung yang Memasuki Tempat
Produksi
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Berdasarkan Gambar 30, faktor-faktor penyebab ketidaksesuaian antara


kondisi real di lapangan dengan Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 75 Tahun
2010, yaitu disebabkan oleh faktor man (manusia). Prosedur bagi pengunjung yang
akan memasuki tempat produksi belum dapat diterapkan oleh perusahaan. Hal ini
disebabkan akibat kurangnya pengetahuan pemilik mengenai higiene personal bagi
pengunjung dan pemilik merasa tidak perlu memiliki prosedur bagi pengunjung.
Pengunjung merupakan orang asing yang berada di luar ruang lingkup area
produksi sehingga perusahaan perlu menyediakan APD lengkap bagi pengunjung
yang akan memasuki ruangan produksi untuk menghindari kontaminasi akibat
masuknya kotoran atau debu yang menempel dan terbawa oleh pengunjung.

7. Penyimpanan Bahan Baku Bersentuhan dengan Lantai dan Dinding.

Man

Tidak ada
Kurangnya
pengecekan oleh
pengawasan
pemilik

Penyimpanan bahan baku


Tempat bersentuhan dengan lantai
penyimpanan kurang dan dinding
luas

Environment

Gambar 31. Penyimpanan Bahan Baku Bersentuhan dengan Lantai dan Dinding
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

101
Berdasarkan Gambar 31, faktor-faktor penyebab ketidaksesuaian antara
kondisi real di lapangan dengan Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 75 Tahun
2010, yaitu disebabkan oleh faktor man (manusia) dan environment (lingkungan).
Kurangnya pengawasan oleh pemilik terhadap penyimpanan bahan baku. Kegiatan
pengawasan atau pengecekan hanya dilakukan sekilas saja dan belum dilakukan
rutin, sehingga kondisi penyimpanan bahan baku tidak dapat dikontrol dengan baik.
Ruangan tempat penyimpanan bahan baku memiliki ukuran yang kecil,
sehingga tidak ada jarak antara letak penyimpanan bahan baku dengan lantai dan
dinding ruangan. Bahan baku diletakkan secara sembarang diatas lantai ruangan
dan hanya dilapisi dengan plastik bening sebagai alas. Lantai dan dinding ruang
penyimpanan jarang dibersihkan oleh karyawan, maka memiliki kemungkinan
timbulnya kotoran atau debu yang dapat mempengaruhi keamanan produk pangan.

8. Perusahaan tidak mencatat dan mendokumentasikan seluruh aktivitasnya

Man
Pemilik tidak merasa perlu

Pemilik lebih mempercayai karyawan


Kurangnya tanggung jawab
Perusahaan tidak
mencatat dan
mendokumentasikan
seluruh aktivitasnya

Gambar 32. Perusahaan Tidak Mendokumentasikan Seluruh Aktivitasnya


Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Berdasarkan Gambar 32, faktor-faktor penyebab ketidaksesuaian antara


kondisi real di lapangan dengan Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 75 Tahun
2010, yaitu disebabkan oleh faktor man (manusia). Pemilik dan karyawan masih
kurang bertanggung jawab dalam kegiatan pencatatan dan dokumentasi. Pencatatan
dan dokumentasi belum dilakukan dengan maksimal sehingga perusahaan belum
memiliki dokumentasi kegiatan sanitasi dan produksi seperti penyimpanan, higiene
sanitasi, kontrol hama, kesehatan karyawan, pelatihan dan lainnya. Pemilik merasa
tidak perlu melakukan pencatatatan terhadap seluruh aktivitas di perusahaan karena
pemilik telah memberikan kepercayaan kepada karyawan untuk melaksanakan
seluruh aktivitas sesuai dengan pedoman atau SOP perusahaan.

102
9. Kegiatan higiene sanitasi tidak dilakukan secara rutin
Man

Kurangnya Tingkat kesadaran rendah


pengawasan
Kurangnya pengetahuan
Kegiatan higiene dan
sanitasi tidak
dilakukan secara rutin

Gambar 33. Kegiatan Sanitasi Tidak Dilakukan Secara Rutin


Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Berdasarkan Gambar 33, faktor-faktor penyebab ketidaksesuaian antara


kondisi real di lapangan dengan Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 75 Tahun
2010, yaitu disebabkan oleh faktor man (manusia). Kegiatan higiene sanitasi yang
dilakukan oleh karyawan belum dapat menjamin kebersihan seluruh fasilitas
produksi. Fasilitas produksi yang kurang bersih menandakan bahwa tingkat
kesadaran dan pengetahun karyawan yang cukup rendah akan kegiatan
pembersihan dan sanitasi fasilitas produksi. Selain itu pemilik juga tidak melakukan
pengawasan dan pemantauan pada kegiatan higiene sanitasi di perusahaan yang
mengakibatkan kegiatan tersebut tidak dilakukan secara rutin oleh karyawan.

10. Tidak ada himbauan tertulis untuk menjaga kebersihan tangan setelah
menggunakan toilet
Man
Pemilik tidak merasa perlu

Pemilik mempercayai karyawan


Kurangnya
pengetahuan
pemilik Tidak ada himbauan tertulis
untuk menjaga kebersihan tangan
setelah menggunakan toilet

Gambar 34. Tidak Ada Himbauan Tertulis Untuk Menjaga Kebersihan Tangan
Setelah Menggunakan Toilet
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Berdasarkan Gambar 34, faktor-faktor penyebab ketidaksesuaian antara


kondisi real di lapangan dengan Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 75 Tahun
2010, yaitu disebabkan oleh faktor man (manusia). Kurangnya pengetahuan pemilik
terhadap pentingnya himbauan tertulis bagi karyawan untuk selalu menjaga

103
kebersihan tubuh seperti mencuci tangan dengan sabun setelah menggunakan toilet.
Pemilik merasa tidak perlu untuk membuat himbauan atau tanda peringatan tertulis
untuk karyawan. Pemilik telah memberikan kepercayaan kepada karyawan untuk
selalu menjaga kebersihan tangan dan badan.

11. Pelatihan atau Penyuluhan Kepada Karyawan Belum Maksimal


Man
Kurangnya pengetahuan

Pemilik belum memiliki sertifikat Pelatihan atau


pelatihan atau penyuluhan Penyuluhan Kepada
Karyawan Belum
Maksimal

Gambar 35. Pelatihan atau Penyuluhan Kepada Karyawan Belum Maksimal


Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Berdasarkan Gambar 35, faktor-faktor penyebab ketidaksesuaian antara


kondisi real di lapangan dengan Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 75 Tahun
2010, yaitu disebabkan oleh faktor man (manusia). Pemilik perusahaan belum
pernah mengikuti kegiatan pelatihan atau penyuluhan terkait keamanan pangan
sehingga pengetahuan yang dimiliki oleh pemilik masih sangat terbatas. Pemilik
hanya dapat memberikan sosialiasi kepada karyawan mengenai teknis prinsip dasar
cara produksi pangan yang baik secara umum dan mendasar.

12. Terdapat hewan kucing dan serangga disekitar ruang produksi

Man

Kurangnya
Kurangnya pengetahuan
pengawasan

Terdapat hewan kucing


dan serangga disekitar
ruang produksi

Gambar 36. Terdapat Hewan Kucing dan Serangga DiSekitar Ruang Produksi
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

104
Berdasarkan Gambar 36, faktor-faktor penyebab ketidaksesuaian antara
kondisi real di lapangan dengan Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 75 Tahun
2010, yaitu disebabkan oleh faktor man (manusia). Kurangnya pengetahuan pemilik
dan karyawan terhadap faktor-faktor yang mengakibatkan penurunan mutu produk
terutama dalam upaya pencegahan dan pengendalian hama. Kurangnya pengawasan
juga memiliki potensi masuknya hama ke dalam ruang produksi. Bahan atau produk
akhir dapat terkontaminasi secara langsung akibat kotoran yang menempel pada
produk, sehingga mempengaruhi mutu produk.

5.2.2 Ketidaksesuaian Serius


Ketidaksesuaian serius mengindikasikan apabila tidak dipenuhi akan
mempengaruhi keamanan produk secara langsung. Berikut parameter yang
termasuk ke dalam kategori ketidaksesuaian serius pada Tabel 34.
Tabel 34. Ketidaksesuaian Serius
No Parameter
1. Tidak tersedia tempat sampah yang tertutup
2. Mesin produksi dan alat pengangkut kurang terpelihara
3. Tidak adanya pengawasan internal secara rutin
4. Penyimpanan peralatan, wadah dan bahan pengemas tidak selalu bersih,
rapih dan tertutup
5. Tidak ada tempat penyimpanan khusus untuk bahan berbahaya dan belum
diberi label secara jelas
6. Kegiatan mencuci tangan kurang dilakukan secara konsisten oleh karyawan
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

1. Tidak tersedia tempat sampah yang tertutup

Man

Pemilik merasa tidak perlu


menyediakan tempat sampah
tertutup

Pemilik dan karyawan tidak


mengetahui tentang higiene
Tidak tersedia tempat
sampah yang tertutup

Gambar 37. Tidak Tersedia Tempat Sampah yang Tetutup


Sumber: Hasil Olah Data (2022)

105
Berdasarkan Gambar 37, faktor-faktor penyebab ketidaksesuaian antara
kondisi real di lapangan dengan Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 75 Tahun
2010, yaitu disebabkan oleh faktor man (manusia). Pemilik merasa tidak perlu
untuk menyediakan tempat sampah yang tertutup. Tempat sampah di dalam ruang
produksi masih menggunakan tong sampah tanpa penutup yang dilapisi dengan
kantong plastik hitam berukuran besar serta tersedia tempat sampah yang terbuka
di luar ruang produksi. Tempat sampah yang digunakan belum sesuai dengan
pedoman GMP, karena ham dapat mempengaruhi keamanan produk pangan.

2. Mesin produksi dan alat pengangkut kurang terpelihara

Machine Man
Jarang dibersihkan
Tidak dilakukan
Mesin potong
Box container inspeksi secara rutin
daging
dan troli
Tingkat kesadaran
mengelupas rendah
Kurang pengetahuan
Mesin
Tidak ada jadwal piket
produksi dan
alat
Box container dan pengangkut
troli berdebu kurang
terpelihara
Area peletakkan
Environment

Gambar 38. Mesin Produksi dan Alat Pengangkut Kurang Terpelihara


Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Berdasarkan Gambar 38, faktor-faktor penyebab ketidaksesuaian antara


kondisi real di lapangan dengan Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 75 Tahun
2010, yaitu disebabkan oleh faktor man (manusia), machine (mesin) dan
environment (lingkungan). Mesin dan alat angkut yang kurang terpelihara akibat
tingkat kesadaran karyawan yang cukup rendah serta tidak adanya jadwal piket
rutin bagi karyawan untuk membersihkan wadah atau alat pengangkut yang
digunakan setelah selesai produksi. Pemilik belum melakukan inspeksi rutin
terhadap mesin dan alat angkut yang digunakan. Hal tersebut disebabkan akibat
kurangnya pengetahuan pemilik tentang higiene mesin dan peralatan.

106
Mesin yang digunakan untuk memotong daging terbuat dari besi yang kuat,
namun memiliki permukaan yang tidak halus dan mudah mengelupas. Selain itu,
box container dan troli yang digunakan sebagai alat angkut bahan dan produk jarang
dibersihkan sehingga memiliki kemungkinan dapat mengkontaminasi produk
secara langsung akibat permukaan alat angkut yang kotor dan berdebu. Area
peletakkan wadah dan alat pengangkut belum sesuai, box container dan troli masih
diletakkan diluar ruangan. Hal ini disebabkan karena pihak perusahaan belum
menyediakan tempat khusus dengan ruang yang besar untuk menyimpan peralatan
dan perlengkapan produksi.

3. Pengawasan internal tidak dilakukan secara rutin

Man

Tingkat kesadaran rendah


Tidak ada
jadwal tetap
Perusahaan tidak
Kurangnya memiliki penanggung
pengetahuan Pengawasan
jawab khusus
internal tidak
dilakukan
secara rutin

Gambar 39. Pengawasan Internal Tidak Dilakukan Secara Rutin


Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Berdasarkan Gambar 39, faktor-faktor penyebab ketidaksesuaian antara


kondisi real di lapangan dengan Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 75 Tahun
2010, yaitu disebabkan oleh faktor man (manusia). Pemilik tidak mengetahui dan
menyadari pentingnya pengawasan internal dalam kegiatan produksi. Pihak
perusahaan belum memiliki jadwal tetap yang tertulis untuk pelaksanaan kegiatan
pengawasan. Pemilik belum menetapkan penanggung jawab khusus dalam
melakukan pengawasan, sehingga turun langsung ke lapangan untuk memantau dan
mengawasi kegiatan produksi. Pengawasan hanya dilakukan setiap tiga minggu
sekali, sehingga kegiatan tersebut belum maksimal.

107
4. Penyimpanan peralatan, wadah dan bahan pengemas tidak selalu bersih, rapih
dan tertutup

Man
Kurangnya pengawasan oleh pemilik
Kurangnya pengetahuan
Pemilik tidak menyediakan tempat
penyimpanan yang tertutup
Kesadaran karyawan
rendah Penyimpanan peralatan,
wadah dan bahan
pengemas tidak selalu
bersih, rapih dan tertutup

Gambar 40. Penyimpanan Peralatan, wadah dan Bahan Pengemas Tidak Selalu
Bersih, Rapih dan Tertutup
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Berdasarkan Gambar 40, faktor-faktor penyebab ketidaksesuaian antara


kondisi real di lapangan dengan Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 75 Tahun
2010, yaitu disebabkan oleh faktor man (manusia). Tempat penyimpanan peralatan
dan bahan pengemas hanya terdiri dari rak susun terbuka yang terbuat dari bahan
plastik dan alumunium. Sedangkan wadah atau alat pengangkut diletakkan di ruang
terbuka sehingga debu atau kotoran mudah masuk. Pemilik tidak menyediakan
tempat penyimpanan khusus yang bersih, tertutup dan higienis untuk peralatan,
wadah dan bahan pengemas. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan pemilik
dan karyawan mengenai tempat penyimpanan yang bersih, higiensis dan tertutup.
Karyawan masih memiliki tingkat kesadaran yang rendah untuk melakukan
pembersihan pada rak penyimpanan peralatan dan bahan pengemas sehingga masih
ditemukan adanya kotoran, debu dan noda kuning di dalam rak penyimpanan.
Selain pengawasan dan pemantauan terhadap tata letak penyimpanan belum
maksimal, sehingga peralatan produksi dan bahan pengemas yang sudah digunakan
tidak tertata dengan rapih.

108
5. Tidak tersedia tempat penyimpanan khusus untuk bahan berbahaya dan label
yang jelas
Man
Kurangnya pengawasan oleh pemilik
Kurangnya kesadaran
karyawan

Kurangnya pengetahuan karyawan


Pemilik tidak
menyediakan tempat
penyimpanan khusus Tidak tersedia tempat
penyimpanan khusus
untuk bahan berbahaya
dan label yang jelas

Gambar 41. Tidak Tersedia Penyimpanan Khusus Untuk Bahan Berbahaya dan
Label yang Jelas
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Berdasarkan Gambar 41, faktor-faktor penyebab ketidaksesuaian antara


kondisi real di lapangan dengan Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 75 Tahun
2010, yaitu disebabkan oleh faktor man (manusia). Pemilik tidak menyediakan
tempat penyimpanan khusus seperti box yang dilengkapi dengan penutup. Bahan
berbahaya yang digunakan oleh perusahaan seperti pelumas, pembersih dan lain
sebagainya juga belum diberi label secara jelas mengenai nama bahan, cara
penggunaanya, dan cara penyimpanannya. Tujuan pelabelan pada bahan berbahaya
agar tidak keliru pada saat mengambil bahan tersebut. Selain itu masih kurangnya
kesadaran dan pengetahuan karyawan maupun pemilik tentang pencegahan produk
pangan dari bahan berbahaya yang dapat mempengaruhi keamanan produk. Pemilik
tidak melakukan pengawasan atau pemantauan secara rutin terhadap penyimpanan
bahan berbahaya, sehingga masih ditemukan bahan berbahaya yang disimpan
didalam ruang produksi. Penyimpanan bahan berbahaya yang tidak sesuai dengan
tempatnya tentunya memiliki potensi terjadinya kontaminasi pada produk pangan.

109
6. Kegiatan mencuci tangan kurang dilakukan secara konsisten oleh karyawan

Man
Kurangnya
Kebiasaan buruk keperdulian Kegiatan mencuci
karyawan karyawan tangan kurang dilakukan
secara konsisten oleh
karyawan
Fasilitas cuci tangan
kurang memadai Tidak ada tanda
peringatan
mencuci tangan

Environment

Gambar 42. Kegiatan Cuci Tangan Kurang Dilakukan Secara Konsisten Oleh
Karyawan Produksi
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

Berdasarkan Gambar 42, faktor-faktor penyebab ketidaksesuaian antara


kondisi real di lapangan dengan Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 75 Tahun
2010, yaitu disebabkan oleh faktor man (manusia) dan environment (lingkungan).
Kebiasaan buruk karyawan tidak mencuci tangan dengan baik dan benar sebelum
menangani produk dapat mengkontaminasi bahan atau produk akhir secara
langsung. Karyawan merasa mencuci tangan bukan suatu keharusan yang perlu
dijalankan sebelum melakukan kegiatan produksi. Hal tersebut disebabkan akibat
kurangnya rasa keperdulian karyawan terhadap kebersihan tangan.
Mencuci tangan dengan baik dan benar dapat mengurangi resiko
kontaminasi silang pada bahan atau produk pangan, sehingga diperlukan fasilitas
cuci tangan yang memadai. Fasilitas cuci tangan yang tersedia masih kurang
lengkap dan memadai. Pemilik tidak menyediakan alat pengering tangan dalam
bentuk kain atau tissue dan prosedur tertulis mencuci tangan yang baik dan benar
sebagai tanda peringatan mencuci tangan terlebih dahulu sebelum melanjutkan
kegiatan produksi. Ketersediaan sarana higiene karyawan sangat perlu diperhatikan
untuk tetap menjaga kebersihan karyawan dan mencegah terjadinya kontaminasi
pada saat menangani produk.

110
5.3 Rekomendasi Tindak Lanjut Analisis 5W+1H

Berdasarkan analisis ketidaksesuaian mayor dan serius, dapat disusun rekomendasi tindak lanjut yang bertujuan untuk
memberikan solusi yang tepat terhadap permasalahan yang terjadi serta dapat meningkatkan penerapan GMP dan SSOP di perusahaan
maupun kulitas produk yang dihasilkan. Berikut rekomendasi tindak lanjut untuk PT. Titipin Aja Men yaitu sebagai berikut :

Tabel 35. Rekomendasi Tindak Lanjut


No What Where When Akar Penyebab (Why) Who Rekomendasi tindak lanjut
Masalah (How)
Faktor Penyebab Terjadinya
Penyebab Ketidaksesuaian
Ketidaksesuaian Mayor
1. Lokasi Lokasi dan Ketika Man Kurangnya kesadaran Pemilik 1. Pemilik mengadakan pelatihan dan
perusahaan Lingkungan pembersihan dan pengetahuan PT.TAM penyuluhan kepada karyawan terkait
terdapat Perusahaan lingkungan karyawan tentang prinsip dasar pembersihan dan sanitasi
semak semak perusahaan keamanan pangan lingkungan perusahaan setiap satu
dan sampah Pemilik tidak bulan sekali
daun kering melakukan 2. Pemilik melakukan pengawasan rutin
yang pengawasan rutin terhadap keefektifan kegiatan
berserakan Tidak tersedia jadwal pembersihan lingkungan perusahaan
piket tetap bagi 3. Pemilik membuat jadwal piket tetap
karyawan untuk kegiatan pemeliharaan dan
Environment Tidak ada himbauan pembersihan lingkungan perusahaan
tertulis tentang 4. Membuat himbauan tertulis atau
menjaga kebersihan display sign untuk selalu menjaga
lingkungan kebersihan lingkungan perusahaan
Sumber: Hasil Olah Data (2022)

111
Lanjutan Tabel 35.
No What Where When Akar Penyebab (Why) Who Rekomendasi tindak lanjut
Masalah (How)
Faktor Penyebab Terjadinya
Penyebab Ketidaksesuaian
2. Permukaan Bangunan Ketika proses Man Pengawasan terhadap Pemilik 1. Karyawan perlu memperketat
atap dan di ruang pengawasan kondisi bangunan dan kegiatan pengawasan di perusahaan
langit-langit di produksi bangunan di perusahaan tidak Karyawan terhadap kondisi bangunan
ruang PT. TAM ruang dilakukan secara rutin PT.TAM perusahaan secara rutin
produksi produksi Tidak terdapat jadwal 2. Pemilik dapat membuat jadwal tetap
tidak rata dan tetap untuk kegiatan untuk kegiatan pemeliharaan atau
terkikis pemeliharaan perbaikan atap dan langit-langit
bangunan bangunan setiap satu bulan sekali
Environment Atap dan langit-langit 3. Pemilik perlu mengganti material
di ruang produksi langit-langit dengan bahan yang
terbuat dari material tahan lama, tidak mudah terkikis dan
yang tidak mudah mudah menyerap air
menyerap air
3. Jendela dan Di dalam Ketika proses Man Kurangnya Pemilik 1. Pemilik perlu melakukan pengawasan
ventilasi tidak ruang pengawasan pengetahuan dan PT.TAM rutin pada saat kegiatan produksi
dilengkapi produksi bangunan di pengawasan pemilik berlangsung
dengan kawat PT. TAM ruang terhadap penggunaan 2. Memasang kawat kasa pada jendela
kasa produksi kawat kasa dan ventilasi ruang produksi sebagai
upaya pencegahan kontaminasi akibat
masuknya hama atau serangga
kedalam ruang produksi

112
Lanjutan Tabel 35.
No What Where When Akar Penyebab (Why) Who Rekomendasi tindak lanjut
Masalah (How)
Faktor Penyebab Terjadinya
Penyebab Ketidaksesuaian
4. Tidak tersedia Di dalam Ketika proses Man Kurangnya Pemilik 1. Karyawan bagian produksi perlu
wadah khusus ruang pembuangan pengawasan oleh dan memperketat pengawasan terkait
pembuangan produksi limbah karyawan karyawan proteksi produk pangan dari limbah
limbah bahan Kurangnya kesadaran Produksi berbahaya.
berbahaya dan pengetahuan 2. Pemilik perlu membuat jadwal
karyawan pengawasan rutin minimal tiga kali
Pemilik tidak dalam satu minggu
menyediakan 3. Pemilik dapat menyediakan wadah
khusus yang tertutup untuk
pembuangan limbah bahan berbahaya
5. Karyawan Di dalam Ketika proses Man Kurangnya Pemilik 1. Karyawan mengikuti pelatihan dan
produksi ruang produksi pengetahuan dan dan penyuluhan rutin mengenai higiene
kurang produksi kesadaran karyawan Karyawan karyawan minimal satu bulan sekali
konsisten tentang higiene Produksi 2. Pemilik perlu memberikan peringatan
dalam karyawan kepada karyawan untuk selalu
penggunaan Penyuluhan dan menggunakan pakaian dan
menggunakan pengawasan oleh perlengkapan kerja yang lengkap dan
APD pemilik mengenai bersih
penggunaan APD 3. Pemilik perlu melakukan
belum dilakukan pengecekkan setiap hari terhadap
secara maksimal kelengkapan dan kondisi pakaian
pekerja sebelum memulai pekerjaan

113
Lanjutan Tabel 35.
No What Where When Akar Penyebab (Why) Who Rekomendasi tindak lanjut
Masalah (How)
Faktor Penyebab Terjadinya
Penyebab Ketidaksesuaian
6. Tidak terdapat Di luar ruang Ketika Man Kurangnya Pemilik 1. Pemilik dapat mengikuti penyuluhan
prosedur bagi produksi memasuki pengetahuan pemilik PT.TAM terkait higiene agar lebih memahami
pengunjung ruang tentang higiene tentang higiene personal baik
yang akan produksi personal karyawan maupun pengunjung
memasuki Pemilik merasa tidak 2. Pemilik perlu membuat prosedur
tempat perlu memiliki tertulis bagi pengunjung untuk
produksi prosedur higiene bagi mematuhi persyaratan higiene yang
pengunjung berlaku
7. Penyimpanan Di dalam Ketika proses Man Kurangnya Pemilik 1. Pemilik perlu melakukan pengawasan
bahan baku ruang penyimpanan pengawasan PT.TAM dan pengecekan rutin kepada
bersentuhan penyimpanan bahan baku Tidak ada pengecekan karyawan dalam penyimpanan bahan
dengan lantai bahan baku Environment Ruang penyimpanan baku agar tidak menyentuh lantai dan
dan dinding kurang luas dinding ruangan
2. Menyediakan ruang penyimpanan
khusus yang higienis
8. Perusahaan Ruang Ketika Man Kurangnya tanggung Pemilik 1. Pemilik dapat bertindak tegas kepada
tidak produksi melakukan jawab pemilik dan PT.TAM karyawan untuk lebih bertanggung
melakukan kegiatan karyawan jawab dalam mendokumentasikan
dokumentasi produksi dan Pemilik merasa tidak seluruh aktivitas di perusahaan
untuk seluruh higiene perlu 2. Pemilik perlu meluangkan waktu agar
aktivitasnya sanitasi tetap konsisten dalam
mendokumentasikan seluruh aktivitas
yang berlangsung di perusahaan

114
Lanjutan Tabel 35.
No What Where When Akar Penyebab (Why) Who Rekomendasi tindak lanjut
Masalah (How)
Faktor Penyebab Terjadinya
Penyebab Ketidaksesuaian
9. Kegiatan Ruang Ketika proses Man Kurangnya kesadaran, Pemilik 1. Pemilik membuat jadwal piket rutin
higiene produksi pengcekan pengetahuan PT.TAM untuk karyawan dalam pelaksanaan
sanitasi tidak kebersihan karyawan dan kegiatan higiene sanitasi di perusahaan
dilakukan pengawasan kegiatan 2. Memperketat pengawasan oleh pemilik
secara rutin higiene sanitasi oleh terhadap keberlangsungan kegiatan
pemilik higiene sanitasi di perusahaan terutama
dalam menjaga kebersihan lingkungan
dan tempat produksi
10. Tidak ada Toilet Ketika proses Man Pemilik tidak Pemilik 1. Pemilik dapat membuat himbauan
himbauan pengecekan menyediakan PT.TAM tertulis berupa poster terkait higiene
tertulis tentang toilet Pemilik lebih karyawan didekat toilet dan tempat cuci
menjaga mempercayai tangan
kebersihan karyawan dalam 2. Pemilik ikut bertanggung jawab atas
tangan setelah menjaga kebersihan kebersihan karyawan
menggunakan tangan 3. Pemilik harus lebih memahami tentang
toilet Kurangnya himbauan mencuci tangan untuk
pengetahuan pemilik karyawan
11. Pelatihan atau PT.TAM Ketika Man Kurangnya Pemilik 1. Pemilik mengadakan penyuluhan atau
penyuluhan penyuluhan pengetahuan pemilik PT.TAM pelatihan rutin minimal satu bulan sekali
kepada kepada (pemilik tidak 2. Pemilik mengikuti pelatihan tentang
karyawan karyawan memiliki sertifikat keamanan pangan untuk mendapatkan
belum pelatihan atau sertifikat pelatihan dan meningkatkan
maksimal penyuluhan) pengetahuan pemilik

115
Lanjutan Tabel 35.
No What Where When Akar Penyebab (Why) Who Rekomendasi tindak lanjut
Masalah (How)
Faktor Penyebab Terjadinya
Penyebab Ketidaksesuaian
12. Terdapat Lingkungan Ketika Man Kurangnya Pemilik 1. Pemilik perlu mengikuti penyuluhan atau
hewan kucing ruang kegiatan pengawasan pemilik PT.TAM pelatihan tentang pengendalian hama
dan serangga produksi produksi terhadap hama 2. Pemilik dapat melakukan pembersihan
disekitar ruang berlangsung Kurangnya semak-semak dan rumput liar dengan
produksi pengetahuan pemilik rutin.
terkait dengan 3. Pemilik perlu melakukan pemantauan
pengendalian hama rutin terhadap kegiatan pencegahan dan
dan hewan pembasmian hama
pengganggu 4. Pemilik dapat menutup area produksi
dengan memasang pagar tinggi yang
dilengkapi dengan jaring penghalang
atau ujung pagar yang meruncing
5. Pemilik dapat menempelkan yellow strep
untuk serangga disekitar ruang produksi
Ketidaksesuaian Serius
1. Tidak tersedia Ruang Ketika proses Man Pemilik tidak Pemilik 1. Pemilik perlu mengikuti pelatihan rutin
tempat produksi pembersihan mengetahui tentang PT.TAM minimal tiga bulan sekali
pembuangan higiene 2. Pemilik dapat menyediakan sarana dan
sampah yang Pemilik tidak merasa fasilitas yang memadai seperti tempat
tertutup perlu menyediakan pembuangan sampah yang dilengkapi
tempat sampah dengan penutup
tertutup

116
Lanjutan Tabel 35.
No What Where When Akar Penyebab (Why) Who Rekomendasi tindak lanjut
Masalah (How)
Faktor Penyebab Terjadinya
Penyebab Ketidaksesuaian
2. Mesin Ruang Ketika Man Tidak dilakukan Pemilik 1. Karyawan produksi dapat melakukan
produksi dan Produksi pengecekan inpeksi rutin dan pengawasan rutin terhadap kebersihan
alat peralatan Kurangnya karyawan peralatan produksi seperti mesin dan alat
pengangkut produksi pengetahuan dan produksi pengangkut
kurang kesadaran karyawan 2. Pemilik dapat membuat jadwal rutin bagi
terpelihara tentang higiene karyawan dan form checklist untuk
peralatan produksi kegiatan pemeliharaan pada mesin dan
Tidak ada jadwal alat pengangkut
piket untuk 3. Karyawan mengikuti pelatihan rutin
pemeliharaan mesin tentang higiene sanitasi mesin dan
dan alat pengangkut peralatan produksi
Machine Mesin produksi 4. Mengganti mesin dengan material yang
mengelupas dan kuat dan tidak mudah menyerap air
berkarat 5. Membuat prosedur pembersihan khusus
Alat pengangkut untuk wadah atau alat pengangkut
produk kotor dan 6. Menyediakan tempat penyimpanan
berdebu khusus yang layak dan higienis untuk alat
Environment Tempat penyimpanan pengangkut
yang tidak sesuai

117
Lanjutan Tabel 35.
No What Where When Akar Penyebab (Why) Who Rekomendasi tindak lanjut
Masalah (How)
Faktor Penyebab Terjadinya
Penyebab Ketidaksesuaian
3. Pengawasan Lingkungan Ketika Man Kurangnya kesadaran Pemilik 1. Pemilik mengikuti pelatihan rutin
internal tidak dan Ruang kegiatan dan pengetahuan PT.TAM minimal satu bulan sekali atau lebih
dilakukan Produksi produksi pemilik terhadap untuk lebih memahami dan menyadari
secara rutin berlangsung kegiatan pengawasan tentang pentingnya pengawasan internal
dalam kegiatan produksi
2. Menetapkan dan membuat jadwal tetap
secara tertulis untuk pelaksanaan
kegiatan pengawasan internal di
perusahaan
3. Melakukan pengawasan rutin minimal 3
minggu sekali
4. Memilih dan menetapkan karyawan
sebagai penanggung jawab khusus dalam
mengawasi seluruh kegiatan di
perusahaan

118
Lanjutan Tabel 35.
No What Where When Akar Penyebab (Why) Who Rekomendasi tindak lanjut
Masalah (How)
Faktor Penyebab Terjadinya
Penyebab Ketidaksesuaian
4. Pengawasan Lingkungan Ketika Man Kurangnya kesadaran Pemilik 1. Mengikuti pelatihan rutin minimal satu
internal tidak dan Ruang kegiatan dan pengetahuan PT.TAM bulan sekali untuk lebih memahami dan
dilakukan Produksi produksi pemilik terhadap menyadari pentingnya pengawasan
secara rutin berlangsung kegiatan pengawasan internal dalam kegiatan produksi
2. Membuat jadwal tetap secara tertulis
untuk pelaksanaan kegiatan
pengawasan internal
3. Memilih dan menetapkan karyawan
sebagai penanggung jawab khusus
dalam mengawasi seluruh kegiatan di
perusahaan
5. Tidak tersedia Tempat Ketika proses Man Kurangnya Pemilik 1. Pengawasan terhadap kondisi atau
tempat Penyimpanan pengawasan pengawasan terhadap dan kegiatan penyimpanan bahan kimia
penyimpanan Di Ruang penyimpanan penyimpanan bahan Karyawan secara rutin oleh pemilik
khusus untuk Produksi bahan berbahaya 2. Membuat jadwal pengawasan rutin
bahan berbahaya minimal tiga kali dalam satu minggu
berbahaya dan 3. Menyediakan tempat penyimpanan
label secara khusus yang tertutup seperti box yang
jelas dilengkapi dengan penutup agar produk
pangan tidak mudah tercemar oleh
bahan berbahaya/bahan kimia

119
Lanjutan Tabel 35.
No What Where When Akar Penyebab (Why) Who Rekomendasi tindak lanjut
Masalah (How)
Faktor Penyebab Terjadinya
Penyebab Ketidaksesuaian
6. Kegiatan cuci Di dalam Ketika Man Kebiasaan buruk Pemilik 1. Pemilik memberikan sosialisasi
tangan kurang Ruang memasuki karyawan dan rutin kepada karyawan tentang
dilakukan Produksi ruang Kurangnya keperdulian Karyawan pentingnya mencuci tangan
secara produksi karyawan terhadap Produksi dengan baik dan benar sebelum
konsisten oleh kebersihan tangan menangani produk, serta
karyawan Environment Fasilitas cuci tangan pentingnya higiene personal
kurang memadai 2. Karyawan dan pemilik
Tidak ada tanda mengikuti penyuluhan terkait
peringatan mencuci dengan keamanan pangan
tangan 3. Pemilik dapat melengkapi
sarana dan fasilitas cuci tangan
yang lengkap dan memadai
seperti penyediaan alat
pengering tangan dan
menempel tanda peringatan
mencuci tangan disekitar area
tempat cuci tangan

120
Berdasarkan tabel 35 dapat dirincikan beberapa prioritas rekomendasi untuk
mengatasi permasalahan yang ada di PT. Titipin Aja Men sesuai dengan tingkat
penerapan yang paling mudah, diantaranya yaitu sebagai berikut:

1. Pemilik perlu mengikuti pelatihan rutin tentang keamanan pangan untuk


mendapatkan sertifikat dan meningkatkan pengetahuan.
2. Memilih dan menetapkan karyawan sebagai penangung jawab khusus untuk
mengawasi seluruh kegiatan di perusahaan.
3. Melakukan pengawasan rutin oleh pemilik untuk memeriksa kondisi bangunan,
mesin/peralatan produksi, kebersihan lingkungan, tempat penyimpanan dan
kesehatan karyawan.
4. Melaksanakan kegiatan pembersihan dan sanitasi pada lingkungan, bangunan,
mesin dan peralatan produksi secara rutin.
5. Mengatur ulang tata letak penyimpanan bahan baku, produk akhir, bahan
kimia, bahan pengemas dan peralatan produksi sesuai dengan pedoman.
6. Membuat jadwal tetap bagi karyawan untuk kegiatan pembersihan dan
pemeliharaan.
7. Membuat himbauan tertulis atau display sign berupa poster tentang menjaga
kebersihan lingkungan dan personal.
8. Membuat prosedur tertulis bagi pengunjung untuk tetap menjaga kebersihan
tubuh dengan menggunakan APD lengkap saat memasuki ruang produksi.
9. Menyediakan wadah khusus yang kuat dan tertutup untuk pembuangan limbah
bahan berbahaya.
10. Melengkapi sarana higiene dan sanitasi seperti tempat sampah tertutup,
pengering tangan, serta pemasangan kawat kasa untuk ventilasi dan jendela.
11. Memasang pagar tinggi yang dilengkapi jaring penghalang atau pagar yang
meruncing untuk menghindari masuknya kucing kedalam ruang produksi.
12. Mengganti material bangunan dan mesin produksi dengan bahan yang tahan
lama, tidak mudah terkikis dan menyerap air.
13. Menyediakan ruang penyimpanan khusus yang tertutup dan higienis untuk
penyimpanan bahan pengemas, bahan pangan, label, produk akhir, wadah atau
alat pengangkut, dan peralatan produksi.

121
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai penerapan Good


Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedures
(SSOP) di PT. Titipin Aja Men, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Rata-rata skor ketidaksesuaian GMP dan SSOP secara keseluruhan diperoleh


hasil sebesar 27,30 % dan 32,11 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara
keseluruhan penerapan GMP dan SSOP di PT. Titipin Aja Men kurang
memenuhi persyaratan GMP, sehingga perlu diperbaiki guna memenuhi
persyaratan GMP menurut Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia
nomor 75/M-IND/PER/7/2010. Penentuan tingkat ketidaksesuaian GMP dan
SSOP hasilnya menunjukkan 0 ketidaksesuaian minor, 12 ketidaksesuaian
mayor, dan 6 ketidaksesuaian serius.
2. Penyebab ketidaksesuaian pada penerapan GMP dan SSOP berdasarkan
analisis diagram sebab-akibat yaitu faktor man yang disebabkan oleh
kurangnya kesadaran dan pengetahuan tentang keamanan pangan, kurangnya
keperdulian dan tanggung jawab, pemilik merasa tidak perlu, kurangnya
pengawasan oleh pemilik mengenai higiene bangunan, karyawan, mesin dan
peralatan produksi. Faktor machine disebabkan oleh mesin dan peralatan
produksi yang kurang terpelihara dengan baik. Faktor environment disebabkan
oleh tidak terdapat himbauan tertulis disekitar tempat produksi, fasilitas
sanitasi yang kurang memadai, serta tata letak penyimpanan yang kurang tepat.
3. Pada penerapan GMP dan SSOP di PT. Titipin Aja Men dapat dirumuskan
rekomendasi tindak lanjut menggunakan analisis 5W + 1H yang bertujuan
untuk mengatasi permasalahan yang ada di PT. Titipin Aja Men. Adapun
prioritas rekomendasi yaitu sebanyak 13 rekomendasi. Rekomendasi tersebut
diperoleh dari faktor-faktor penyebab ketidaksesuaian yang terbagi menjadi 3
faktor yaitu man, machine dan environment. Rekomendasi tindak lanjut harus
dirancang sedemikian rupa untuk memperbaiki kondisi atau keadaan yang
tidak sesuai sampai mencapai kondisi yang diinginkan oleh perusahaan.

122
6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan permasalahan yang terjadi pada PT. Titipin
Aja Men, maka penulis dapat memberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Pemilik sebaiknya melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap


penerapan GMP dan SSOP secara keseluruhan untuk menjamin penerapan
GMP dan SSOP yang efektik dan memenuhi standar GMP dan SSOP
berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia nomor 75/M-
IND/PER/7/2010.
2. Perusahaan sebaiknya mengimplementasikan rekomendasi tindak lanjut untuk
mengatasi penyimpangan atau ketidaksesuaian pada penerapan GMP dan
SSOP yang terjadi sesuai dengan ketentuan aspek-aspek GMP dan SSOP yang
berlaku.
3. Perusahaan hendaknya mengadakan pelatihan atau penyuluhan secara berkala
kepada karyawan tentang cara produksi pangan olahan yang baik (GMP) dan
higiene sanitasi (SSOP) sebagai salah satu bentuk upaya dalam meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran karyawan akan pentingnya GMP dan SSOP.

123
DAFTAR PUSTAKA

Admaja, A. F. S. (2013). Studi Kesiapan Direktorat Standarisasi dalam


Menerapkan SNI ISO/IEC 17065, Buletin Pas dan Telekomunikasi, Vol.
11, No. 3.
Adriani, Debriani, P., & Tri Wijaya, N, K. (2018). Teknik dan Manajemen
Kualitas: Teori, Strategi dan Aplikasi. Yogyakarta: Teknosain.
Amin, Mochamad, Z., Nugroho, Lilik, P, E., & Nurjanah. (2018). Kajian
Implementasi GMP dan SSOP Pengolahan Ikan Teri Nasi Setengah Kering
Di Kabupaten Tuban. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 21(3),
406 - 413.
Badan Standarisasi Nasional. 2008. SNI 3932:2008 tentang Mutu Karkas dan
Daging Sapi. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Bakhtiar, A. dan Purwonggono, B. 2009. Analisis Implementasi Sistem
Manajemen Kualitas ISO 9001:2000 Dengan Menggunakan Gap Analysis
Tools. Jurnal Universitas Diponegoro. Vol IV (3), 166-167
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Direktorat Gizi Masyarakat. 2018.
Tabel Komposisi Pangan Indonesia 2017. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2020. Laporan Kinerja Direktorat Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2020. Jakarta: Kementrian
Pertanian Republik Indonesia.
Ernawati, Fitrah., Nelis, I., Nunung, N., Ema, S., Dian, S., Aya, Y, A., & Mutiara,
P. (2018). Nilai pH dan Kualitas Zat Gizi Daging Beku dan Segar Pada
Pasar Tradisional dan Pasar Swalayan. Penelitian Gizi dan Makanan,
41(1), 21 - 30.
Hery. (2019). Manajemen Kinerja. Jakarta: PT Grasindo.
Jing, G. G. (2008). Digging for the Root Cause ASQ Six Sigma Forum Magazine,
7(3), 19-24.
Lestariningsih, Muhammad, S, N., Muhammad, Y, Y., Siti, R., Muhammad, K,
A. (2020). Peranan Nomer Kontrol Vteriner Terhadap Jaminan Mutu
Keamanan Produk Hasil Peternakan. Jurnal Riset dan Konseptual, 5(1),
180 - 188.
Mamuaja, Christine, F. (2016). Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan.
Manado: UNSRAT PRESS.

124
Maulidah, Silvana. (2012). Pengantar Manajemen Agribisnis. Malang: UB
Press.
Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Peraturan Menteri Perindustrian
Republik Indonesia Nomor: 75/M-IND/PER/7/2010 Tentang Pedoman
Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (Good Manufacturing
Practices). Jakarta. 2010.
Menteri Pertanian Republik Indonesia. Peraturan Menteri Pertanian Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Sertifikasi Nomor Kontrol
Veteriner Unit Usaha Produk Hewan. Jakarta. 2020.
Muhandri, Tjahja & Kadarisman, Darwin. (2012). Sistem Jaminan Mutu Industri
Pangan. Bogor: IPB Press.
Nurjanah, Siti., Winiati, P, R., & Rara, N, N. (2021). Evaluasi Penerapan Good
Manufacturing Practice dan Sanitation Standard Operating Procedure
pada Rumah Pemotongan Hewan Unggas di Bogor. Jurnal Ilmu Pertanian
Indonesia (JIPI), 26(1), 60-68.
Prasetyo, Andjar. (2017). Analisis Good Manufacturing Practices Olahan
Pangan. Jakarta: Indocamp.
Pratama, Rusky, I., Afrianto, & E., Iis Rostini. (2017). Pengantar Sanitasi
Industri Pengolahan Pangan. Yogyakarta: Depublish.
Pudjirahaju, Astutik. (2018). Pengawasan Mutu Pangan. Pusat Pendidikan
Sumber Daya Manusia Kesehatan. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Setiarto, R. Haryo Bimo. 2020. Konsep HACCP, Keamanan, Higiene dan
Sanitasi Dalam Industri Pangan. Bogor: Guepedia.
Saputrayadi, Adi., & Marianah. (2018). Pengawasan Mutu Bahan Pangan.
Yogyakarta: Deepublish Publisher.
Saragih, Bungaran. (2001). Suara dari Bogor: Membangun Sistem Agribisnis.
Yayasan USESE bekerjasama dengan Sucofindo. Bogor.
Subekti, Imam. (2019). Sistem Manajemen Mutu (Quality Management System).
Yogyakarta: Expert.
Sugiyono. (2014). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. (2016). Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.

125
Sridaryati, Euis., & Dini, N, H. (2021). Evaluasi Penerapan Good Manufaturing
Practices (GMP) Pada UKM Dimsum XYZ Di Kota Bandung. Jurnal of
Food Science and Technology, 1(1), 11-24.
Surono, Inggrid, S., Sudibyo, A., & Waspodo, P. (2018). Pengantar Keamanan
Pangan Untuk Industri Pangan. Yogyakarta: Deepublish.
Soekarto, S. T. (2020). Teknologi Hasil Ternak. Bogor: IPB Press.
Sofyan, M, S., Moh, S., & Siti, E, R. (2021). Peningkatan Usaha Produk Asal
Hewan Sesuai SNI Halal Pada Industri Rumah Tangga Di desa Laban
Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik. Jurnal Pengabdian Masyarakat,
2(1), 16-23.
Sucipto, S., Petri, W, S., & Claudia, G, P. (2020). Evaluation of Good
Manufacturing Practices (GMP) and Sanitation Standard Operating
Procedure (SSOP) Implementation for Supporting Sustainable Production
in Bakery SMEs. Turkish Journal of Agriculture-Food Science and
Technology, 8(1), 7-12.
Susendi, Nurike., Adrian., & Iyan, S. (2021). Kajian Metode Root Cause Analysis
yang Digunakan dalam Manajemen Resiko di Industri Farmasi. Majalah
Farmasetika, 6(4), 310-321.
Thaheer, Hermawan. (2005). Sistem Manajemen HACCP. Jakarta: Bumi Aksara.
Witara, Ketut. (2018). Cara Singkat Memahami Sistem Manajemen Mutu ISO
9001:2015 dan Implementasinya. Sukabumi: CV Jejak.
Wulandari, Zakiah., Tuti, S., Epi, T., Irma, I.A., Cahyo, B., Astari, A.,
Mochammad, S.S. (2020). Dasar Teknologi Hasil Ternak. Bogor: IPB
Press.

126
LAMPIRAN
Lampiran 1. Gap Analysis Checklist Good Manufacturing Practices (GMP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter SKOR INSTRUMEN
0 1 2 3 4 W O D
Lokasi Lokasi merupakan tempat suatu Letak tempat produksi - Lokasi tempat produksi jauh dari daerah √ √ √
usaha beroperasi dan melakukan yang jauh dari sumber pemukiman penduduk kumuh dan tempat
kegiatan untuk menghasilkan pencemaran pembuangan sampah (min. 2km)
barang atau jasa yang memiliki - Lokasi tempat produksi jauh dari daerah √ √ √
kondisi dan letak yang terbebas lingkungan yang tercemar atau tempat
dari pencemaran. kegiatan industri yang menimbulkan
pencemaran (min. 2km)
Kondisi lingkungan - Lingkungan tempat produksi bersih, terawat √ √
tempat produksi yang dan bebas dari tumpukan sampah
bebas dari sumber - Lingkungan tempat produksi terbebas dari √ √
pencemaran semak-semak atau sarang hama yang dapat
menimbulkan pencemaran
- Pabrik tempat produksi tidak berada didaerah √ √
yang mudah tergenang air atau banjr
- Kondisi jalan menuju tempat produksi tidak √ √
menimbulkan debu atau genangan air
- Lingkungan diluar tempat produksi yang √ √
terbuka tidak digunakan untuk kegiatan
produksi
Bangunan Bangunan merupakan tempat yang Desain ruangan tempat - Desain bangunan dan tata letak bagian dalam √ √
digunakan untuk melakukan produksi sesuai dengan ruangan dirancang sesuai dengan urutan
kegiatan produksi mulai dari persyaratan higiene proses produksi (FIFO system)
proses pengolahan, pengemasan pangan olahan.
dan penyimpanan.

Keterangan
W : Wawancara
O : Observasi
D : Dokumentasi 127
(Lanjutan) Lampiran 1. Gap Analysis Checklist Good Manufacturing Practices (GMP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter SKOR INSTRUMEN
0 1 2 3 4 W O D
Bangunan Bangunan merupakan Desain ruangan tempat - Desain bangunan dan ruangan disesuaikan dengan √ √
tempat yang digunakan produksi sesuai dengan jenis produksi
untuk melakukan kegiatan persyaratan higiene - Penerangan dalam ruangan produksi dibuat √ √
produksi mulai dari proses pangan olahan. dengan tingkat keterangan yang disesuaikan
pengolahan, pengemasan dengan keperluan.
dan penyimpanan. - Kontruksi lantai yang tahan lama, tidak mudah √ √
tergenang air, permukaanya rata tetapi tidak licin
dan mudah untuk dibersihkan
Tata letak ruangan - Kontruksi dinding terbuat dari bahan yang tahan √ √
tempat produksi sesuai lama, tidak mudah mengelupas, mudah
dengan persyaratan dibersihkan, membentuk siku-siku dan memiliki
higiene pangan olahan. jarak 2 m dari permukaan lantai.
- Kontruksi atap terbuat dari bahan yang tahan √ √
lama, tahan air dan tidak bocor.
- Kontruksi langit-langit yang tidak retak, tidak √ √
berlubang, tahan lama, tidak mudah terkikis dan
memiliki jarak 3 m dari permukaan lantai.
- Pintu terbuat dari bahan yang tahan lama, kuat, √ √
tidak mudah pecah, dapat ditutup dengan baik dan
didesain dengan posisi membuka keluar.
- Jendela terbuat dari bahan yang tahan lama, tidak √ √
mudah rusak, dan Jumlah dan ukuran jendela
disesuaikan dengan besarnya bangunan (Jarak
jendela dengan lantai minimal 1 m).

Keterangan
W : Wawancara
O : Observasi
D : Dokumentasi
128
(Lanjutan) Lampiran 1. Gap Analysis Checklist Good Manufacturing Practices (GMP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter SKOR INSTRUMEN
0 1 2 3 4 W O D
Bangunan Bangunan merupakan tempat Tata letak ruangan - Ventilasi yang cukup serta dapat √ √
yang digunakan untuk tempat produksi sesuai mengontrol peredaran udara dengan baik.
melakukan kegiatan produksi dengan persyaratan Lubang ventilasi dilengkapi dengan kasa
mulai dari proses pengolahan, higiene pangan olahan. untuk mencegah masuknya debu atau
pengemasan dan penyimpanan. serangga.
- Permukaan tempat kerja yang kontak √ √
dengan bahan pangan dalam kondisi baik,
mudah dipelihara dan dibersihkan.
Fasilitas Fasilitas sanitasi merupakan Sarana Penyediaan Air - Tersedia pipa-pipa dan penampungan air √ √
Sanitasi sarana yang digunakan dalam untuk mengalirkan air dengan kondisi
upaya pencegahan terjadinya baik, terawat dan bersih
penyebaran virus ataupun Sarana penyediaan air - Sumber air bersih yang digunakan √ √ √
penyakit yang dapat mencemari bersih dan air minum berasal dari sumur
pangan. memenuhi persyaratan - Air yang tidak digunakan untuk produksi √ √ √
mutu air. atau mengalami kontak langsung dengan
pangan memiliki sistem yang terpisah
dengan air minum.
- Ketersediaan sumber air bersih yang √ √
digunakan untuk melakukan kegiatan
pembersihan/pencucian dalam kondisi
yang layak
- Tersedia sumber air yang mengalir (kran √ √
air), tempat sampah yang dilengkapi
penutup, bak air, kloset, sabun serta
fasilitas cuci tangan diarea produksi.

Keterangan
W : Wawancara
O : Observasi
D : Dokumentasi 129
(Lanjutan) Lampiran 1. Gap Analysis Checklist Good Manufacturing Practices (GMP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter SKOR INSTRUMEN
0 1 2 3 4 W O D
Fasilitas Fasilitas sanitasi adalah Sarana pembuangan air - Tersedia tempat pembuangan limbah padat dan √ √ √
Sanitasi sarana yang digunakan dalam dan limbah yang didesain cair
upaya pencegahan terjadinya memenuhi persyaratan - Tersedia saluran pembuangan air, limbah √ √
penyebaran virus ataupun teknik dan higiene pangan cair, semi padat/padat, dan tempat pembuangan
penyakit yang dapat olahan untuk limbah yang terolah
mencemari pangan. - Tersedia wadah pembuangan limbah √ √
berbahaya yang diberi tanda dan tertutup rapat
- Sistem pembuangan air dan limbah didesain √ √
untuk dapat mencegah pencemaran pada
pangan olahan, air bersih maupun air minum
Sarana toilet memenuhi - Kondisi toilet bersih dan terawat √ √
dan didesain sesuai - Letak toilet tidak terbuka langsung ke ruang √ √
dengan persyaratan pengolahan dan selalu dalam keadaan tertutup
higiene - Penerangan dan ventilasi yang cukup pada area √ √
toilet
- Terdapat tempat sampah tertutup dan tanda √ √
peringatan mencuci tangan yang baik dan benar
sesudah menggunakan toilet
Sarana higiene karyawan - Tersedia fasilitas cuci tangan (kran air, sabun, √ √
memenuhi dan didesain dan alat pengering tangan) didepan pintu ruang
sesuai dengan persyaratan produksi
higiene karyawan - Tersedia fasilitas ganti pakaian untuk √ √
karyawan yang dilengkapi dengan tempat
menyimpan pakaian kerja
- Tersedia fasilitas pembilas sepatu kerja √ √
didepan pintu masuk tempat produksi

Keterangan
W : Wawancara
O : Observasi
130
D : Dokumentasi
(lanjutan) Lampiran 1. Gap Analysis Checklist Good Manufacturing Practices (GMP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter SKOR INSTRUMEN
0 1 2 3 4 W O D
Mesin dan Mesin dan peralatan Desain mesin dan peralatan - Mesin dan peralatan disesuaikan dengan √ √
Pelatan merupakan fasilitas yang yag dapat menjamin mutu dan jenis produk
digunakan untuk membantu keamanan produk yang - Mesin dan peralatan tidak menimbulkan
kegiatan produksi yang dihasilkan pencemaran pada produk baik berasal
memiliki desain dan tata dari jasad renik, pelumas maupun bahan
letak sesuai dengan logam yang terlepas dari mesin/peralatan
persyaratan higiene serta - Mesin dan peralatan berfungsi sesuai √ √
dapat menjamin mutu kegunaanya dalam proses produksi
produk yang dihasilkan. - Mesin dan peralatan yang digunakan √ √
dalam kegiatan proses produksi mudah
dipantau dan diawasi
- Kondisi permukaan mesin/perlatan yang √ √
kontak langsung dengan pangan olahan
halus, tidak berlubang, tidak mengelupas,
tidak menyerap air, tidak karat dan
mudah dibersihkan
Tata letak mesin dan peralatan - Mesin dan peralatan terbuat dari bahan √ √
bebas dari pencemaran dan yang tahan lama, tidak beracun, mudah
memenuhi persyratan higiene dipindah dan mudah dipelihara
pangan olahan
- Letak mesin dan peralatan disesuaikan √ √
dengan urutan produksi
- Tindakan pengawasan, pemeriksaan, dan √ √
juga pemantauan terhadap penggunaan
mesin dan peralatan dilakukan secara
rutin/berkala oleh karyawan produksi
Pemeriksaan pada seluruh - Tindakan pemeriksaan keakuratan alat √ √ √
mesin dan peralatan produksi ukur yang terdapat pada mesin/peralatan

Keterangan
W : Wawancara 131
O : Observasi
D : Dokumentasi
(lanjutan) Lampiran 1. Gap Analysis Checklist Good Manufacturing Practices (GMP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter SKOR INSTRUMEN
0 1 2 3 4 W O D
Bahan Bahan merupakan sebuah Tersedianya bahan baku, - Bahan yang digunakan √ √ √
masukan (bahan baku, bahan bahan tambahan dan memenuhi standar mutu yang
tambahan pangan, dan bahan bahan penolong yang ditetapkan dan tidak
penolong) yang digunakan oleh tidak membahayakan membahayakan kesehatan
industri pangan dalam proses kesehatan serta memenuhi - Bahan yang digunakan selalu √ √ √
produksi untuk menghasilkan standar mutu yang diperiksa agar tidak ada yang
produk akhir. ditetapkan rusak, busuk dan mengandung
bahan berbahaya
Pengawasan Pengawasan proses merupakan Pengawasan pengolahan - Tindakan perancangan dan √ √ √
Proses suatu tindakan upaya pencegahan proses produksi agar tidak pengawasan terkait kegiatan
melalui pengawasan yang ketat terjadinya kontaminasi proses produksi
terhadap kemungkinan timbulnya pada produk pangan - Terdapat penjelasan mengenai √ √
bahaya pada setiap tahap proses petunjuk penggunaan, jenis dan
produksi jumlah bahan yang digunakan,
tahapan proses produksi,
jumlah produk yang diperoleh
dalam satu kali produksi, dan
informasi lainnya terkait proses
produksi
- Terdapat penjelasan mengenai √ √
nama produk, tanggal
pembuatan dan kode produksi,
jenis dan jumlah bahan yang
digunakan dalam satu kali
proses produksi, jumlah
produksi yang diolah dan
informasi lain yang diperlukan

Keterangan
W : Wawancara
O : Observasi
D : Dokumentasi 132
(lanjutan) Lampiran 1. Gap Analysis Checklist Good Manufacturing Practices (GMP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter SKOR INSTRUMEN
0 1 2 3 4 W O D
Pengawasan Pengawasan proses Pengawasan pengolahan - Pengawasan proses produksi oleh kepala √ √ √
Proses merupakan suatu tindakan proses produksi agar tidak produksi dalam menjamin keamanan
upaya pencegahan melalui terjadinya kontaminasi produk pangan
pengawasan yang ketat pada produk pangan - Pengawasan pada proses pengisian dan √ √ √
terhadap kemungkinan pengemasan produk dilakukan setiap hari
timbulnya bahaya pada oleh karyawan
setiap tahap proses produksi - Pengawasan terhadap kondisi kebersihan √ √ √
fasilitas sanitasi di area produksi
- Karyawan produksi menggunakan APD √ √
lengkap (baju kerja, topi, sepatu) selama
kegiatan produksi berlangsung dan
mencuci tangan sebelum masuk tempat
produksi
- Lampu ditempat pengolahan, √ √
pengemasan atau penyimpanan
dilindungi dengan bahan yang tidak
mudah pecah
- Pengawasan setiap hari oleh pemilik √ √
terhadap keadaan lingkungan luar area
produksi
Pengawasan pada bahan - Pemeriksaan dan pengujian terlebih √ √ √
yang digunakan dalam dahulu pada bahan yang akan digunakan
proses pengolahan untuk baik secara organoleptik, fisik, kimia atau
menghindari terjadinya mikrobiologi di laboratorium
kontaminasi pada bahan - Bahan yang digunakan dalam proses √ √ √
sebelum digunakan produksi sesuai dengan persyaratan mutu

Keterangan
W : Wawancara
O : Observasi
D : Dokumentasi
133
(lanjutan) Lampiran 1. Gap Analysis Checklist Good Manufacturing Practices (GMP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter SKOR INSTRUMEN
0 1 2 3 4 W O D
Pengawasan Pengawasan proses merupakan Pengawasan pada bahan - Tersedia catatan atau dokumentasi untuk √ √
Proses suatu tindakan upaya pencegahan yang digunakan dalam bahan yang memenuhi persyaratan mutu
melalui pengawasan yang ketat proses pengolahan untuk - Bahan berbahaya diletakkan jauh dari √ √
terhadap kemungkinan timbulnya menghindari terjadinya penyimpanan pangan dan diberi label
bahaya pada setiap tahap proses kontaminasi pada bahan secara jelas
produksi sebelum digunakan - Bahan baku disimpan secara terpisah √ √
dengan bahan yang sudah diolah atau
produk akhir
- Bahan yang tidak digunakan dalam √ √
kegiatan produksi disimpan secara terpisah
Produk Akhir Produk akhir merupakan produk Produk akhir dengan mutu - Produk akhir yang dihasilkan memenuhi √ √
makanan atau minuman yang yang memenuhi standar persyaratan, tidak merugikan dan
dihasilkan dari proses atau metode yang telah ditetapkan membayakam kesehatan konsumen
tertentu atau tanpa bahan - Pemantauan dan pemeriksaan secara √ √ √
tambahan periodik terhadap mutu dan keamanan
produk akhir sebelum diedarkan
- Produk akhir yang belum memenuhi √ √
persyaratan mutu segera dilakukan
tindakan penanganan
Laboratorium Laboratorium merupakan suatu Laboratorium digunakan - Tersedianya laboratorium sendiri atau √ √
bangunan atau tempat yang untuk mengukur keamanan penggunaan laboratorium pemerintah atau
digunakan untuk kegiatan pada produk yang dihasilkan swasta yang dapat dipercaya
percobaan, pengujian yang - Penggunan laboratorium sesuai dengan √ √
berkaitan dengan ilmu kimia, Good Laboratory Practices
fisika maupun biologi - Proses kalibrasi pada alat ukur yang √ √
digunakan untuk menjamin keakuratan dan
ketelitiannya

Keterangan
W : Wawancara 134
O : Observasi
D : Dokumentasi
(lanjutan) Lampiran 1. Gap Analysis Checklist Good Manufacturing Practices (GMP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter SKOR INSTRUMEN
0 1 2 3 4 W O D
Karyawan Karyawan merupakan setiap Kondisi karyawan yang - Karyawan dalam keadaan sehat, bebas √ √
orang yang dalam kondisi tidak mencemari produk dari luka/penyakit yang dapat
yang baik dan mematuhi SOP mengakibatkan pencemaran pada produk
pekerjaan untuk menghasilkan Karyawan menggunakan - Karyawan menggunakan pakaian √ √
produk barang/jasa di suatu perlengkapan sesuai kerja/alat pelindung diri (sarung tangan,
perusahaan dengan SOP perusahaan tutup kepala , masker dan sepatu)
- Karyawan tidak menggunakan perhiasan, √ √
jam tangan atau benda lain yang dapat
membahayakan produk
- Karyawan tidak melakukan aktivitas lain √ √
(makan, minum, merokok, mengobrol)
selama kegiatan produksi berlangsung
Pengendalian perusahaan - Tindakan pengendalian pada karyawan √ √ √
terhadap karyawan agar yang diduga memiliki Riwayat penyakit
tidak mencemari produk akan diistirahatkan dan tidak
diperbolehkan masuk ke area tempat
produksi
- Terdapat prosedur yang diperuntukkan √ √
bagi pengunjung yang akan memasuki
tempat produksi untuk menghindari
pencemaran pada produk
- Tersedianya penanggung jawab √ √
perusahaan untuk melakukan
pengawasan keamanan pada produk
pangan

Keterangan
W : Wawancara
O : Observasi
D : Dokumentasi 135
(lanjutan) Lamp 1. Gap Analysis Checklist Good Manufacturing Practices (GMP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter SKOR INSTRUMEN
0 1 2 3 4 W O D
Pengemas Pengemas merupakan Bahan, desain dan jenis - Bahan kemasan tidak mudah larut dan √ √
wadah yang didesain untuk kemasan yang dapat melepaskan senyawa tertentu yang
melindungi produk terhadap mempertahankan mutu dan dapat mempengaruhi mutu produk
pengaruh dari luar (sinar melindungi produk - Jenis kemasan yang digunakan dapat √ √ √
matahari, panas, melindungi,mempertahankan mutu
kelembaban, kotoran atau produk dalam jangka waktu yang lama
benturan) dan dilengkapi - Desain kemasan dapat melindungi √ √
dengan informasi yang jelas produk,meminimalisir kontaminasi dan
terkait produk mencegah terjadinya kerusakan
Kondisi penyimpanan bahan - Bahan pengemas disimpan ditempat √ √
pengemas agar produk tidak yang higienis dan terpisah dari bahan
tercemar baku atau produk akhir
Label dan Label dan keterangan Label dan keterangan - Pengunaan label yang berbeda untuk √ √
Keterangan produk merupakan produk yang jelas pada setiap jenis produk
Produk mengenai produk yang setiap kemasan produk - Adanya informasi terkait nama produk, √ √
dijabarkan dalam bentuk tanggal dan kode produk, cara
gambar, tulisan maupun penyimpanan, cara penyajian.
keduanya - Label yang digunakan memenuhi √ √ √
ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor
18 tahun 2012
Penyimpanan Penyimpanan merupakan Cara penyimpanan bahan - Penyimpanan bahan baku dan produk √ √
upaya mengelola produk dan produk akhir yang dapat akhir terpisah
atau barang untuk menjamin mencegah penurunan mutu - Penyimpanan bahan baku/produk akhir √ √
ketersediaan produk jika produk tidak menyentuh lantai (min. 15 cm),
diperlukan tidak menempel dinding (min. 5 cm)
dan jauh dari langit-langit (min. 60 cm)

Keterangan
W : Wawancara
O : Observasi 136
D : Dokumentasi
(lanjutan) Lampiran 1. Gap Analysis Checklist Good Mnufacturing Practices (GMP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter SKOR INSTRUMEN
0 1 2 3 4 W O D
Penyimpanan Penyimpanan merupakan Cara penyimpanan - Penyimpanan bahan dan produk akhir √ √
upaya mengelola produk atau bahan dan produk akhir diberi tanda dan ditempatkan secara
barang untuk menjamin yang dapat mencegah terpisah antara bahan yang sudah
ketersediaan produk jika penurunan mutu produk diperiksa dan belum diperiksa
diperlukan - Penggunaan catatan penyimpanan √ √ √
bahan/produk akhir untuk mempermudah
identifikasi produk
- Penyimpanan bahan berbahaya dipisah √ √
untuk menghindari pencemaran pada
bahan dan produk akhir
- Pengawasan penyimpanan bahan/produk √ √ √
akhir oleh karyawan setiap hari
Kondisi penyimpanan - Kondisi ruang penyimpanan bahan √ √
dalam menjaga mutu baku/produk akhir bersih, suhu sesuai,
dan keamanan produk penerangan cukup dan bebas dari hama
olahan - Penyimpanan wadah, pengemas dan label √ √
dalam keadaan bersih, rapih dan teratur
- Kondisi penyimpanan mesin dan √ √
peralatan selalu bersih, rapih dan teratur
Pemeliharaan Pemeliharaan dan program Pemeliharaan dan - Fasilitas produksi dalam keadaan bersih √ √
dan Program sanitasi merupakan tindakan pengawasan kegiatan dan terawat sesuai SOP perusahaan
Sanitasi untuk menjaga kebersihan sanitasi dalam - Mesin dan peralatan yang berhubungan √ √
fasilitas produksi memelihara kebersihan dan tidak berhubungan langsung dengan
fasilitas produksi bahan dan produk dalam keadaan bersih

Keterangan
W : Wawancara
O : Observasi 137
D : Dokumentasi
(lanjutan) Lampiran 1. Gap Analysis Checklist Good Manufacturing Practices (GMP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter SKOR INSTRUMEN
0 1 2 3 4 W O D
Pemeliharaan Pemeliharaan dan program Pemeliharaan dan - Alat angkut barang atau produk dalam √ √
dan program sanitasi merupakan pengawasan kegiatan keadaan bersih
sanitasi Tindakan untuk menjaga sanitasi dalam - Pemantauan oleh pemilik terhadap √ √ √
kebersihan fasilitas produksi memelihara kebersihan keefektifan program sanitasi yang
fasilitas produksi dilakukan karyawan setiap hari
- Pengawasan terhadap bahan-bahan yang √ √ √
masuk ke tempat produksi
Pembersihan sanitasi dan - Kegiatan pembersihan dan sanitasi √ √ √
fasilitas produksi agar fasilitas produksi dilakukan secara rutin
terbebas dari kontaminasi oleh karyawan produksi
Tindakan pengendalian - Limbah hasil proses produksi segera √ √
limbah dalam menjaga ditangani, diolah atau dibuang setelah
kebersihan fasilitas melakukan kegiatan produksi
produksi - Limbah padat segera dikumpulkan untuk √ √
dikubur, dibakar atau diolah
Pengangkutan Pengangkutan merupakan Desain alat atau wadah - Desain wadah/alat pengangkut mudah √ √
suatu kegiatan pemindahan pengangkutan yang dapat dibersihkan, tidak mencemari produk,
barang atau produk dari satu menghindari penurunan mempertahankan suhu, kelembaban dan
tempat ke tempat lain mutu dan keamanan penyimpanan produk akhir
produk
Kondisi wadah atau alat - Wadah/alat pengangkut terbebas dari √ √
pengangkutan yang dapat debu dan kotoran yang dapat mencemari
menjaga keamanan produk
produk - Wadah/alat pengangkut dibedakan untuk √ √
setiap jenis produk dan dibersihkan setiap
hari oleh karyawan produksi

Keterangan
W : Wawancara
O : Observasi 138
D : Dokumentasi
(lanjutan) Lampiran 1. Gap Analysis Checklist Good Manufacturing Practices (GMP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter SKOR INSTRUMEN
0 1 2 3 4 W O D
Dokumentasi Dokumentasi dan Dokumentasi dan - Kegiatan pencatatan lengkap pada setiap proses √ √
dan pencatatan merupakan pencatatan digunakan produksi
Pencatatan proses pengumpulan, untuk meningkatkan - Tersedia dokumentasi terkait bahan yang masuk, proses √ √
pengolahan, penyimpanan mutu dan keamanan produksi, jumlah dan tanggal produksi, distribusi,
dan distribusi mengenai produk serta sistem pengujian, penyimpanan, pembersihan, pelatihan,
informasi tertentu pengawasan pangan kesehatan karyawan, kalibrasi dan lainnya
Pelatihan Pelatihan merupakan Adanya kegiatan - Pelatihan terkait dasar-dasar higiene karyawan dan √ √
kegiatan untuk pengembahan pangan olahan
meningkatkan keahlian dan keahlian dan - Pelatihan cara produksi pangan olahan yang baik √ √
pengetahuan karyawan pengetahuan yang - Pelatihan terkait prinsip dasar pembersihan dan sanitasi √ √
sehingga mampu berkaitan dengan mutu mesin/peralatan dan fasilitas lainnya
meningkatkan kinerja dan keamanan produk - Penyuluhan faktor-faktor yang menyebabkan √ √
karyawan penurunan mutu produk
- Penyuluhan faktor-faktor yang mengakibatkan √ √
keracunan melalui pangan olahan
Penarikan Penarikan produk Produk diindikasikan - Penarikan produk dilakukan oleh perusahaan apabila √ √ √
Produk merupakan suatu tindakan menimbulkan bahaya produk yang diedarkan tidak aman atau berbahaya
menarik produk dari penyakit atau - Terdapat prosedur yang jelas dan tertulis untuk √ √ √ √
peredaran keracunan pada melakukan penarikan produk yang telah diedarkan
produk pangan - Produk yang telah ditarik dari peredaran dan terbukti √ √ √
berbahaya ditindaklanjuti hingga masalahnya teratasi
Pelaksanaan Pelaksanaan pedoman Kontribusi dalam - Mendokumentasikan operasionalisasi program GMP √ √
Pedoman merupakan kegiatan pelaksanaan program yang dilakukan seluruh kegiatan produksi perusahaan
penerapan pedoman GMP GMP - Perusahaan bertanggung jawab stas seluruh karyawan √ √
dengan tujuan menghasilkan untuk dapat menjamin penerapan GMP yang baik
produk yang aman untuk - Karyawan bertanggung jawab atas pelaksanaan GMP √ √ √
dikonsumsi dan bermutu diperusahaan sesuai tugas dan fungsinya

Keterangan
W : Wawancara
O : Observasi 139
D : Dokumentasi
Lampiran 2. Gap Analysis Checklist Sanitation Standard Operating Procedues (SSOP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter SKOR INSTRUMEN
0 1 2 3 4 W O D
Keamanan Keamanan Air merupakan Saluran pemipaan air yang - Sistem pemipaan air terpisah antara air √ √
Air kondisi air yang terbebas bersumber dari pencemaran bersih dan tidak bersih
dari cemaran kimia, fisika, Sarana air produksi dan - Kualitas air bersih/air minum memenuhi √ √ √
maupun biologi sehingga sanitasi memenuhi persyaratan air bersih
tidak membahayakan persyaratan mutu air - Dilakukan proses filtersi pada air √ √
Kesehatan manuasia - Kualitas air untuk kegiatan pembersihan √ √ √
dan sanitasi sesuai dengan SOP
perusahaan
Tindakan koreksi terhadap - Tindakan koreksi apabila terdapat √ √
kondisi air yang bebas dari ketidaksesuaian terhadap standar
bahaya - Tersedia rekaman/catatan pengujian √ √
kualitas air di perusahaan
Kebersihan Kebersihan permukaan Kondisi permukaan yang - Kondisi permukaan meja kerja, peralatan √ √
permukaan yang kontak dengan bahan kontak langsung dengan dan lantai tempat produksi dalam
yang kontak pangan dan terbebas dari pangan bebas dari pencemaran keadaan bersih dan terawatt
dengan kotoran yang dapat - Kondisi sarung tangan yang digunakan √ √
untuk kegiatan produksi dalam kondisi
bahan menimbulkan kontaminasi
bersih dan layak
pangan pada produk pangan Aktivitas karyawan yang - Kegiatan pembersihan dan sanitasi √ √ √
dapat mencegah terjadi terhadap permukaan yang kontak
kontaminasi permukaan yang langsung dengan pangan secara rutin
kontak langsung dengan - Pemantauan oleh pemilik terhadap √ √ √
kondisi kebersihan permukaan yang
pangan
kontak langsung dengan pangan
- Tindakan koreksi apabila kondisi √ √
permukaan yang kontak langsung dengan
pangan menimbulkan kontaminasi
- Pencatatan kegiatan pembersihan dan √ √
sanitasi permukaan yang kontak langsung
dengan pangan

Keterangan
W : Wawancara
140
O : Observasi
D : Dokumentasi
(lanjutan) Lamp 2. Gap Analysis Checklist Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter SKOR INSTRUMEN
0 1 2 3 4 W O D
Pencegahan Pencegahan kontaminasi Tindakan pencegahan agar - Karyawan produksi selalu mencuci √ √ √
Kontaminasi silang merupakan suatu tidak terjadi perpindahan tangan sesuai prosedur higiene karyawan
Silang upaya pencegahan terhadap bahaya lain dari pekerja - Penggunaan pakaian kerja sesuai dengan √ √
pencemaran yang akan dan permukaan yang SOP perusahaan
terjadi dalam kegiatan kontak dengan pangan - Pemantauan oleh pemilik kepada √ √ √
produksi karyawan selama kegiatan proses
produksi berlangsung
- Pemeriksaan setiap hari oleh pemilik √ √
terhadap penyimpanan bahan baku dan
produk akhir
- Kegiatan pembersihan dan sanitasi area √ √ √
dan peralatan produksi setiap hari oleh
karyawan produksi
Tindakan pencegahan agar - Penyimpanan bahan baku, peralatan √ √
tidak terjadi perpindahan produksi, label, wadah pengemas,
bahaya lain dari bahan peralatan pembersihan, bahan berbahaya
baku, produk akhir dan dan produk akhir secara terpisah
penyimpanan seluruh - Penyimpanan bahan pangan dan produk √ √
aspek produksi akhir yang bersih, bebas hama,
penerangan cukup, suhu sesuai , terdapat
aliran udara yang cukup dan pintu
tertutup rapat
Tindakan koreksi dan - Tindakan koreksi apabila terjadi √ √ √
pencatatan pada kegiatan ketidaksesuaian yang menyebabkan
proses produksi agar kontaminasi pada pangan
terbebas dari bahaya - Pencatatan kegiatan permbersihan dan √ √ √
sanitasi area dan perlatan produksi

Keterangan
W : Wawancara
O : Observasi
D : Dokumentasi 141
(lanjutan) Lampiran 2. Gap Analysis Checklist Sanitation Standard Operating Procedures
Variabel Deskripsi Indikator Parameter SKOR INSTRUMEN
0 1 2 3 4 W O D
Menjaga Fasilitas yang tersedia di Tindakan pencegahan untuk - Kegiatan pembersihan fasilitas √ √ √
Fasilitas tempat produksi sebagai menjaga fasilitas cuci tangan dan sanitasi cuci tangan dan toilet
Sanitasi Cuci upaya dalam memelihara toilet agar tidak ada kontaminasi dilakukan secara rutin
Tangan kondisi fasilitas cuci pada proses produksi - Terdapat petunjuk cara mencuci √ √ √
dan Toilet tangan dan toilet tangan yang baik dan benar didekat
fasilitas cuci tangan
- Pemantauan dan pemeriksaan √ √
kelayakan fasilitas cuci tangan dan
toilet oleh pemilik
- Adanya sosialisasi mengenai √ √ √
pentingnya program mencuci
tangan kepada karyawan dan
pengunjung
Proteksi Dari Proteksi dari bahan-bahan Prosedur standar pencegahan - Bahan-bahan non pangan √ √ √
Bahan-bahan penyebab kontaminasi produk dan bahan pangan, bahan diletakkan secara terpisah dengan
Penyebab merupakan bentuk upaya pengemas, permukaan yang kontak bahan dan produk pangan serta
Kontaminasi pencegahan kontaminasi langsung dengan pangan dari dilakukan pengawasan selama
bahan-bahan non pangan kontaminasi fisik, kimia dan kegiatan produksi berlangsung
terhadap bahan dan mikroba - Perusahaan melakukan kegiatan √ √ √
produk pangan pembersihan seluruh area produksi
- Limbah produk atau bahan segera √ √ √
dibuang ke tempat sampah tertutup
Tindakan pemantauan dan - Pengawasan dan pemantau terkait √ √ √
pengawasan terhadap bahan toksin penggunaan bahan non pangan
Tindakan koreksi apabila terdapat - Tindakan koreksi apabila terjadi √ √
penyimpangan yang dapat kontaminasi pada produk pangan
mengkontaminasi produk

Keterangan
W : Wawancara 142
O : Observasi
D : Dokumentasi
(lanjutan) Lampiran 2. Gap Analysis Checklist Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter SKOR INSTRUMEN
0 1 2 3 4 W O D
Pelabelan, Kegiatan pemberian Tahapan yang dilakukan - Adanya label dan keterangan yang jelas seperti nama √ √
Penyimpanan label dan dalam pemeriksaan bahan, nama dan alamat produsen, dan petunjuk
dan Penggunaan penyimpanan bahan kegiatan pelabelan agar penggunaan
Bahan Toksin kimia dengan tepat tidak terjadi kesalahan
yang Tepat untuk menjamin
keamanan produk Upaya penyimpanan - Penyimpanan bahan kimia dalam box tertutup dan √ √
pangan bahan kimia yang tepat dikelompokkan berdasarkan jenis bahan
untuk menjamin
keamanan kegiatan
- Ruangan penyimpanan bahan kimia selalu dalam keadaan √ √
yang tertutup dan jauh dari ruang produksi
produksi
- Pemeriksaan secara rutin oleh pemilik terkait kondisi √ √ √
penyimpanan bahan kimia dan penggunaan label
Pengwasan Aktivitas pemantauan Kondisi dan aktivitas - Kondisi kebersihan pekerja dalam kondisi baik, rapih dan √ √
Kondisi dan pengawasan karyawan dalam bersih
Kesehatan mengenai kondisi menjaga kebersihan dan - Karyawan melaksanakan prosedur cara mencuci tangan √ √
Personil kesehatan karyawan tidak menyebabkan yang baik dan benar sebelum menangani produk
agar tidak menjadi kontaminasi pada - Pemeriksaan secara rutin pada kesehatan karyawan √ √
sumber kontaminasi produk sebelum melakukan kegiatan produksi
pada produk pangan - Perusahaan memiliki kebijakan mengisitirahatkan atau √ √
memulangkan karyawan jika dalam kondisi sakit
Pemberantasan Tindakan pemusnahan aktivitas perusahaan - Kegiatan sanitasi dilakukan sesuai dengan SOP √ √
Hama organisme dalam meminimalkan perusahaan (area produksi, mesin dan peralatan produksi,
pengganggu disekitar resiko pencemaran toilet, dan fasilitas lain)
area produksi akibat hama - Tindakan pengawasan oleh pemilik terhadap hewan √ √
disekitar area produksi dan adanya catatan kegiatan
pembasmi hama
Kondisi dan keadaan - Keadaan tempat produksi bersih dan terbebas dari hama √ √
tempat produksi yang - Saluran atau lubang yang ada di dalam tempat produksi √ √
terbebas dari hama dalam keadaan tertutup

Keterangan
W : Wawancara
O : Observasi 143
D : Dokumentasi
(lanjutan) Lampiran 2. Gap Analysis Checklist Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter SKOR INSTRUMEN
0 1 2 3 4 W O D
Pemberantasan Tindakan pemusnahan Kondisi dan keadaan - Keadaan tempat produksi bersih dan √ √ √
Hama organisme tempat produksi yang terbebas dari hama
pengganggu disekitar terbebas dari hama - Saluran atau lubang yang ada di dalam √ √ √
area produksi tempat produksi dalam keadaan
tertutup
- Terdapat kasa pencegah hama pada √ √ √
jendela, ventilasi dan pintu
- Pintu dan tempat sampah yang berada √ √ √
diluar dan didakam ruang produksi
selalu dalam keadaan tertutup
- Pemusnahan sarang hama (semak- √ √ √
semak, wadah yang kotor, limbah dan
area produksi) dilakukan secara berkala

- Pembasmian dilakukan menggunakan √ √ √


bahan kimia, biologi dan fisik sesuai
dengan petunjuk penggunaan bahan
tanpa mempengaruhi mutu dan
keamanan produk
Pencatatan pada kegiatan - Tersedia rekaman atau catatan kegiatan √ √
pembasmi hama untuk pembasmi hama
meminimalisir resiko
pencemaran akibat hama

Keterangan
W : Wawancara
O : Observasi
144
D : Dokumentasi
Lampiran 3. Rekapitulasi GAP Analysis Penerapan GMP dan SSOP
Rekapitulasi GAP Analysis Penerapan GMP
No Variabel Good Manufacturing ∑ Parameter (a) ∑ Skor Tiap ∑ Skor Maksimal Presentase (%)
Practices (GMP) Parameter (b) (c= ax4) Ketidaksesuaian
(b/c x 100%)
1. Lokasi dan Keadaan 7 12 28 42,85 %
Lingkungan
2. Bangunan 11 21 44 47,73%
3. Fasilitas Sanitasi 17 16 64 23,43%
4. Mesin dan Peralatan 10 12 36 33,33%
5. Bahan 2 0 8 0%
6. Proses Pengawasan 15 15 60 21,66%
7. Produk Akhir 3 2 12 16,67%
8. Laboratorium 3 3 12 25%
9. Karyawan 7 6 28 21,42%
10. Pengemas 4 2 16 12,5%
11. Label dan Keterangan Produk 3 2 12 16,67%
12. Penyimpanan 9 13 36 36,11%
13. Pemeliharaan dan Program 8 8 32 25%
Sanitasi
14. Pengangkutan 3 6 12 50%
15. Dokumentasi dan Pencatatan 2 3 8 37,5%
16. Pelatihan 5 8 20 40%
17. Penarikan Produk 3 1 12 8,33%
18. Pelaksanaan Pedoman 3 4 12 33,33%
Rata – Rata Keseluruhan 27,30%

145
Lanjutan Lampiran 3.
Rekapitulasi GAP Analysis Penerapan SSOP
No Variabel Sanitation Standard Operating ∑ Parameter ∑ Skor Tiap ∑ Skor Maksimal Presentase (%)
Procedures (SSOP) (a) Parameter (b) (c= ax4) Ketidaksesuaian
(b/c x 100%)
1. Keamanan Air 6 7 24 29,16%
2. Kebersihan yang Kontak Dengan Makanan 6 5 24 25%
3. Pencegahan Kontaminasi Silang 9 13 36 36,12%
4. Menjaga Fasilitas Sanitasi Cuci Tangan 4 6 16 37,5%
dan Toilet
5. Proteksi Dari Bahan-bahan Penyebab 5 5 20 25%
Kontaminasi
6. Pelabelan, Penyimpanan dan Penggunaan 4 6 16 43,75%
Bahan Toksin yang Tepat
7. Pengawasan Kondisi Kesehatan Personil 4 3 16 18,75%
8. Pemberantasan Hama 9 15 36 41,67%
Rata – Rata Keseluruhan 32,11%

146
Lampiran 4. Pedoman Wawancara
PEDOMAN WAWANCARA

Hari/Tanggal :
Lokasi : PT. Titipin Aja Men
Narasumber :
Posisi/Jabatan :
Pertanyaan
1. Kapan PT. Titipin Aja Men didirikan? Bagaimana sejarah berdirinya PT.
Titipin Aja Men?
2. Apa saja produk yang dihasilkan oleh PT. Titipin Aja Men?
3. Berapa jumlah produk yang dihasilkan oleh PT. Titipin Aja Men selama
beroperasi?
4. Bagaimana urutan alir proses produksi yang dilakukan oleh PT. Titipin Aja
Men?
5. Bagaimana kondisi bangunan perusahaan?
6. Apakah bangunan ini digunakan untuk kegiatan lain selain proses produksi?
7. Apakah terdapat petugas pembersih khsusus? Apakah terdapat jadwal piket
tetap untuk karyawan?
8. Apakah mesin dan peralatan produksi yang digunakan dilakukan pemeriksaan
secara berkala?
9. Bagaimana sanitasi yang dilakukan oleh karyawan pada peralatan produksi?
10. Apakah program higiene dan sanitasi dipantau secara berkala?
11. Apa saja sarana pembersihan yang tersedia di perusahaan?
12. Apakah perusahaan menyediakan westafel untuk karyawan? Apakah kondisi
westafel sudah dilengkapi sabun dan alat pengering tangan?
13. Apakah terdapat himbauan tertulis/ disply sign untuk menjaga kebersihan?
14. Bagaimanan system pembuangan limbah yang diterapkan?
15. Apakah tersedia tempat sampah tertutup? Bagaimana cara penanganan
sampahnya?
16. Apakah terdapat tempat penyimpanan khusus untuk bahan kimiawi ?

147
17. Apakah kegiatan sanitasi mesin dan peralatan produksi dilakukan secara
berkala?
18. Apakah terdapat hama atau hewan peliharaan disekitar ruang produksi?
Apakah sudah dilakukan pencegahan hama?
19. Apakah karyawan mengunakan APD lengkap selama kegiatan proses
produksi?
20. Apakah karyawan mencuci tangan terlebih dahulu sebelum dan sesudah
melakukan kegiata produksi?
21. Apakah karyawan yang dalam kondisi sakit tetap diizinkan untuk masuk
kedalam ruang produksi?
22. Bagaimana sistem kerja dan istirahat karyawan produksi? Apakah
diperbolehkan makan dan minum selama proses produksi?
23. Apakan perusahaan memiliki SOP bagi pengunjung yang akan memasuki
area produksi?
24. Bagaimana sistem penyimpanan bahan baku, peralatan, bahan pengemas dan
produk akhir? Bagaimana kondisi tempat penyimpanannya?
25. Bagaimana standar mutu bahan baku yang ditetapkan oleh perusahaan?
26. Apakah perusahaan menerapkan sistem FIFO dan FEFO?
27. Apakah proses produksi sudah sesuai dengan alurnya? Apakah terdapat bagan
alir di ruang produksi?
28. Apakah perusahaan memiliki catatan terkait bahan yang digunakan?
Bagaimana sistem pencatatannya?
29. Bahan pengemas seperti apa yang digunakan? Bagaimana kondisinya?
30. Bagaimana kondisi label produk? Apakah terdapat klaim tentang gizi?
31. Apakah perusahaan memilik penanggung jawab khusus untuk mengawasi
kegiatan produksi?
32. Apakah proses produksi terdapat pengawasan oleh penanggung jawab?
33. Bagaimana penerapan higiene dan sanitasi pangan menurut penanggung
jawab?
34. Apakah terdapat pengawasan internal secara rutin yang dilakukan oleh
perusahaan?

148
35. Apakah perusahaan melakukan penarikan produk jika ditemukan produk yang
tidak sesuaia dengan standar perusahaan?
36. Apakah pemilik memiliki catatan atau dokumentasi mengenai kegiatan
higiene sanitasi di perusahaan?
37. Apakah pemilik sudah pernah mengikuti kegiatan penyuluhan terkait
CPPOB?
38. Apakah pemilik memberikan pengetahuan dan pelatihan kepada karyawan
mengenai CPPOB?

149
Lampiran 5. Sertifikat Halal PT. Titipin Aja Men

150
Lampiran 6. Surat Perizinan Usaha PT. Titipin Aja Men

151
Lanjutan Lampiran 6.

152
Lampiran 7. Surat Keterangan Hasil Pengujian Timbangan Elektronik

153
Lampiran 8. Hasil Uji Laboratorium Produk Akhir

154
Lampiran 9. Sertifikat Nomor Kontrol Veteriner RPH

155
Lampiran 10. Contoh Surat Penarikan Produk

156
Lampiran 11. Contoh Form Pemeriksaan Bahan Baku

157
Lampiran 12. Contoh Form Stock Card Materials dan Finished Good

158
Lampiran 13. Form Penerimaan Bahan Baku dan Perawatan Fasilitas Bangunan

159

Anda mungkin juga menyukai