Anda di halaman 1dari 138

SKRIPSI

ANALISIS PENERAPAN CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK


(CPPB) KERIPIK SINGKONG UM. MAHARANI DI TAJURHALANG,
KAB. BOGOR

Ariny Wardah Mulkiyah


11160920000079

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021 M / 1443 H
SKRIPSI

ANALISIS PENERAPAN CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK


(CPPB) KERIPIK SINGKONG UM. MAHARANI DI TAJURHALANG,
KAB. BOGOR

Ariny Wardah Mulkiyah


11160920000079

Skripsi

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021 M / 1443 H
PENGESAHAN UJIAN

Skripsi ini berjudul “Analisis Penerapan Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB)
Keripik Singkong UM. Maharani di Tajurhalang, Kab. Bogor” yang ditulis oleh
Ariny Wardah Mulkiyah NIM. 11160920000079, telah diuji dan dinyatakan lulus
dalam Sidang Munaqosah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23 Desember 2021. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian (S.P)
pada Program Studi Agribisnis.

Menyetujui,

Penguji I Penguji II

Drh. Zulmaneri, MM Fadeli Muhammad Habibie, M.Sc


NIP.1967022 3201411 2 002 NIDN. 2004089105

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Achmad Tjachja Nugraha, SP, MP Eny Dwiningsih, S.TP. M.Si


NIP. 19740709 200701 1 026 NIP. 1976108 201411 2 002

Mengetahui,

Dekan Ketua
Fakultas Sains dan Teknologi Program Studi Agribisnis

Ir. Nashrul Hakiem, S.Si., M.T., Ph. D Akhmad Mahbubi S.P, M.M, Ph. D
NIP. 19710608 200501 1 005 NIP. 19811106201101 1 001

ii
SURAT PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR

HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN

SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN

TINGGI MANAPUN.

Jakarta, 22 Juli 2022

Ariny Wardah Mulkiyah


11160920000079

iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS DIRI

Nama : Ariny Wardah Mulkiyah

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat Tanggal Lahir : Bogor, 01 Oktober 1998

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jalan. Camat Kanang RT/RW 05/07 No. 18 Pabuaran,


Bojonggede, Bogor, Jawa Barat 16921

No. Telp/HP : 089658576772

Email : arinywardah@gmail.com

PENDIDIKAN

2004-2010 : SDIT Daarul Fataa

2010-2013 : MTsN. Cibinong

2013-2016 : SMAN. 2 Cibinong

2016-2021 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

PENGALAMAN ORGANISASI

2014-2016 : Anggota OSIS SMAN. 2 Cibinong

2016-2018 : Anggota Lembaga Semi Otonom (LSO) Saman Agribisnis

2018 : Voulunteer UIN Berwirausaha Bidang Hubungan Masyarakat

iv
RINGKASAN

ARINY WARDAH MULKIYAH. Analisis Penerapan Cara Produksi Pangan


yang Baik (CPPB) Keripik Singkong UM. Maharani di Tajurhalang, Kab. Bogor.
Dibawah bimbingan ACHMAD TJACHJA NUGRAHA dan ENY
DWININGSIH.

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan


pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia. Kualitas serta
keamanan pangan yang dikonsumsi penting diperhatikan karena dapat
mempengaruhi kualitas hidup dan karakter individu tersebut. Kondisi keamanan
pangan yang tidak sesuai dengan persyaratan dapat membahayakan kesehatan
konsumen. Maharani merupakan salah satu usaha mikro pangan dibidang pangan
olahan yang memproduksi keripik singkong juga perlu memberikan rasa aman
bagi konsumen. UM. Maharani memproduksi keripik singkong berbentuk bulat
sebanyak 1-3 ton per bulan dan keripik singkong berbentuk irisan panjang
sebanyak 10-15 ton per bulan. UM. Maharani masih kurang baik dalam
memenuhi pedoman Peraturan Kepala BPOM RI tahun 2012.
Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) Mengidentifikasi kondisi cara
produksi pangan yang baik di UM. Maharani saat ini menurut Peraturan Kepala
BPOM RI No. HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012, (2) Menganalisis tingkat
kesesuaian Cara Produksi Pangan yang Baik di UM. Maharani berdasarkan
Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012, dan (3)
Merumuskan rekomendasi perbaikan penerapan aspek CPPB berdasarkan kondisi
perusahaan dan pedoman Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.03.1.23.04.12.2206
tahun 2012.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer didapatkan dari wawancara, observasi, dokumentasi
perusahaan, dan instrumen penelitian terhadap aktivitas produksi keripik
singkong. Data sekunder didapatkan dari berbagai studi pustaka dan sumber
literatur yang mendukung penelitian. Metode analisis yang digunakan adalah gap
analysis yaitu untuk menganalisis kesenjangan yang terjadi terhadap penerapan
aspek CPPB di perusahaan dan formulir checklist yaitu untuk menganalisis
ketidaksesuaian yang terjadi serta pengelompokkan penyimpangan terhadap
penerapan CPPB di industri rumah tangga.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa maharani masih belum sesuai
menerapkan Pedoman CPPB-IRT Tahun 2012 dalam pengendalian kualitas
produk keripik singkong. Berdasarkan penilaian dari 37 parameter dalam 14 aspek
CPPB, presentase penyimpangan penerapan CPPB pada UM. Maharani sebesar
72%. Penentuan kelompok penyimpangan hasilnya terdapat 4 ketidaksesuaian
mayor, 12 ketidaksesuaian serius dan 11 ketidaksesuaian kritis. Kemudian, hasil
analisis dari 14 penyimpangan aspek CPPB menghasilkan 27 rekomendasi
perbaikan.
Kata Kunci : CPPB, Keripik Singkong, GAP analysis, UM. Maharani.

v
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Penerapan Cara Produksi

Pangan yang Baik (CPPB) Keripik Singkong UM. Maharani di Tajurhalang,

Kab. Bogor”

Selama proses penelitian berlangsung hingga selesainya penyusunan skripsi

ini, penulis memperoleh banyak bantuan baik berupa materi, bimbingan, dorongan

motivasi, semangat serta doa dari berbagai pihak yang terkait. Ucapan terima

kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada banyak pihak atas bantuan dan arahan

yang diberikan selama penyusunan skripsi. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini

penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Akhmad Mahbubi S.P, M.M, Ph. D selaku Ketua Program Studi dan

Ibu Rizki Adi Puspita Sari, S.P, M.M, selaku Sekertaris Program Studi

Agribisnis.

2. Bapak Dr. Achmad Tjachja N, MP, selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang

telah memberikan do’a, tenaga, bimbingan, kritik dan saran selama proses

penyusunan hingga selesainya skripsi.

3. Ibu Eny Dwiningsih, S.TP, M. Si, selaku Dosen Pembimbing Skripsi II dan

selaku pembimbing akademik yang senantiasa mendukung, memberikan doa,

motivasi, tenaga, bimbingan, kritik dan saran selama proses penyusunan

hingga selesainya skripsi.

vi
4. Ibu Zulmaneri, MM, selaku Dosen Penguji I yang telah bersedia memberikan

waktunya dan memberikan saran, motivasi, nasihat serta arahan untuk

kesempurnaan skripsi penulis.

5. Bapak Fadeli Muhammad Habibie, S.TP, M.P, M.Sc, selaku Dosen Penguji II

yang telah bersedia memberikan waktunya dan memberikan saran, motivasi,

nasihat serta arahan untuk kesempurnaan skripsi penulis.

6. Seluruh dosen pengajar Program Studi Agribisnis yang telah memberikan

ilmu dan pelajaran selama masa perkuliahan sehingga ilmunya dapat

bermanfaat untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak Nanan selaku pemilik UM. Maharani dan seluruh karyawan toko dan

bagian produksi yang telah memberikan izin dan dukungan untuk penelitian

ini.

8. Bapak Mursid, S.Pd dan Ibu Robeah Hadawiyah, S.Pd selaku kedua orang tua

serta para adik yaitu Arie Fatan Muttaqien dan Arina Zahrah Luthfiyah yang

selalu berdoa dan mendukung penulis untuk menyelesaikan yang sudah

dimulai.

9. Sahabat-sahabat penulis yaitu Isqi Rakhmah Santoso, Vira Mardhatillah,

Deby Ramadanthy dan May Sarah yang telah menjadi pendengar keluh

kesah, memberikan dukungan moril, warna serta drama dalam hari-hari

melewati semester tua.

10. Seluruh pihak yang membantu dan membimbing penulis dalam penyelesaian

skripsi namun tidak dapat disebutkan satu persatu.

vii
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun para pembaca

pada waktu selanjutnya sebagai referensi untuk penulisan tugas akhir skripsi di

masa mendatang. Terima kasih.

Jakarta, 22 Juli 2022

Penulis

viii
DAFTAR ISI
Halaman

RINGKASAN ........................................................................................................ v

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

DAFTAR ISI......................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 6
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 7
1.5 Batasan Penelitian .............................................................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 8

2.1 Agribisnis ........................................................................................... 8


2.2 Manajemen Produksi ......................................................................... 9
2.3 Agribisnis Singkong......................................................................... 10
2.4 Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) ....................................... 13
2.5 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah ................................................. 37
2.6 Pengendalian Kualitas ...................................................................... 39
2.7 Analisis Kesenjangan (Gap Analysis) .............................................. 44
2.8 Peraturan Produksi Pangan yang Baik ............................................. 45
2.9 Penelitian Terdahulu ........................................................................ 48
2.10 Kerangka Pemikiran .................................................................... 50

ix
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 52

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 52


3.2 Jenis dan Sumber Data ..................................................................... 52
3.3 Metode Pengumpulan Data .............................................................. 53
3.4 Metode Analisis Data ....................................................................... 53
3.5 Definisi Operasional ........................................................................ 57
BAB IV GAMBARAN UMUM ......................................................................... 59

4.1 Profil UM. Maharani ........................................................................ 59


4.2 Struktur Organisasi .......................................................................... 59
4.3 Ketenagakerjaan UM. Maharani ...................................................... 60
4.4 Produk UM. Maharani ..................................................................... 62
4.5 Proses Penerimaan Bahan Baku ....................................................... 62
4.6 Proses Produksi Keripik Singkong Maharani .................................. 64
4.7 Pemasaran Produk Keripik Singkong Maharani .............................. 68
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 69

5.1 Cara Produksi di UM. Maharani ...................................................... 69


5.2 Analisis Ketidaksesuaian Aspek CPPB Perusahaan ........................ 77
5.2.1 Hasil Analisis Kesenjangan ................................................... 77
5.2.2 Kelompok Penyimpangan ..................................................... 97
5.3 Rekomendasi Perbaikan ................................................................. 103
BAB VI PENUTUP .......................................................................................... 108

6.1 Kesimpulan .................................................................................... 108


6.2 Saran .............................................................................................. 108
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 110

LAMPIRAN ....................................................................................................... 113

x
DAFTAR TABEL

No. Halaman
1. Komposisi Kandungan Zat Gizi Singkong per 100 gram ................................. 11
2. Standar Mutu Keripik Singkong Menurut SNI 01-4305-1996 ......................... 12
3. Penelitian Terdahulu ......................................................................................... 48
4. Varian Produk Keripik Singkong...................................................................... 62
5. Hasil Gap Analysis Checklist ............................................................................ 77
6. Analisis Kelompok Penyimpangan Aspek CPPB ............................................. 98
7. Rekomendasi Perbaikan .................................................................................. 103

xi
DAFTAR GAMBAR

No. Halaman
1. Kerangka Pemikiran .......................................................................................... 51
2. Struktur Organisasi Maharani ........................................................................... 60
3. Penerimaan Bahan Baku Singkong ................................................................... 63
4. Kondisi Penerimaan Bahan Baku ..................................................................... 63
5. Pembuatan Keripik Singkong ........................................................................... 64
6. Lokasi Toko Keripik Singkong Maharani ........................................................ 69
7. Denah Lokasi UM. Maharani............................................................................ 70
8. Kondisi Bangunan Produksi ............................................................................. 71
9. Kondisi Peralatan Produksi ............................................................................... 71
10. Kondisi Tempat Cuci Tangan ......................................................................... 72
11. Kondisi Karyawan Produksi ........................................................................... 73
12. Kondisi Proses Fisik Penghilangan Kotoran ................................................... 73
13. Kondisi Penyimpanan Bahan dan Produk Akhir ............................................ 74
14. Kondisi Karyawan Pada Saat Proses Produksi ............................................... 74
15. Label Keripik Singkong Maharani .................................................................. 75
16. Pencatatan Manual Karyawan Bagian Penggorengan .................................... 76
17. Kondisi Penyimpanan Bahan Pengemas dan Produk Akhir ........................... 79
18. Kondisi Penyimpanan Bahan Baku ................................................................ 80
19. Kondisi Penyimpanan Peralatan ..................................................................... 81
20. Peringatan Tindakan Koreksi Proses Penggorengan ...................................... 82
21. Kondisi Lantai Produksi ................................................................................. 84
22. Kondisi Dinding Ruang Produksi ................................................................... 85
23. Kondisi Langit-Langit Ruang Produksi .......................................................... 86
24. Kondisi Pintu Gerbang Ruang Produksi ......................................................... 86
25. Kondisi Karyawan Produksi Tidak menggunakan APD ................................ 88
26. Proses Penggaraman Tanpa Takaran Baku ..................................................... 89
27. Kondisi Peralatan Kayu .................................................................................. 90

xii
28. Limbah Kulit Singkong................................................................................... 92
29. Lokasi Produksi di Pinggir Jalan .................................................................... 93
30. Desain Label Kemasan.................................................................................... 96

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman
1. Gap Analysis Checklist Skoring ...................................................................... 114
2. Gap Analysis Checklist Kelompok Ketidaksesuaian ...................................... 118
3. Peraturan Air Bersih ....................................................................................... 122

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan merupakan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air,

baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan

atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan

baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan,

dan/atau pembuatan makanan atau minuman (BPOM, 2012:3). Kualitas serta

keamanan pangan yang dikonsumsi penting diperhatikan karena dapat

mempengaruhi kualitas hidup dan karakter individu tersebut. Oleh karena itu,

setiap individu selayaknya mengkonsumsi pangan yang baik, sehat, utuh, aman

dan bergizi. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Maidah:88

َ ۡ ‫ِي أ َ ل‬
]88 :‫نتم بِهِۦ لمؤم لِنون [ المائدة‬ ٓ ‫ٱَّلل َّٱَّل‬
َ َّ ْ ‫ٱَّلل َح َل َٰ اٗل َطي ابا ۚ َو َّٱت لقوا‬ ‫َ ل ل ْ َّ َ َ َ ل‬
‫ك لم َّ ل‬ ‫وُكوا مِما رزق‬
ِ

“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan

kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”

Pemenuhan pangan yang aman dan bermutu merupakan hak asasi setiap

manusia, tidak terkecuali pangan yang dihasilkan oleh Industri Rumah Tanggan

Pangan (IRTP) (BPOM, 2018:10). Upaya yang harus dilakukan agar

menghasilkan produk pangan yang aman, layak dan berkualitas dengan cara

menerapkan suatu pedoman atau peraturan tentang Pedoman Cara Produksi

Pangan yang Baik berdasarkan Peraturan Kepala BPOM RI No.

HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 untuk Industri Rumah Tangga. Penerapan

1
produksi sesuai dengan pedoman secara terus menerus akan menciptakan sebuah

jaminan keamanan produk.

Maharani merupakan salah satu usaha mikro pangan dibidang pangan

olahan yang memproduksi keripik singkong juga perlu menerapkan cara produksi

pangan yang baik. Usaha yang sudah bergerak lebih dari 14 tahun ini, belum

memiliki izin edar untuk produk keripik singkong. Hal ini, dikarenakan kurangnya

pengetahuan pemilik akan pentingnya izin edar produk. Mengingat Undang-

Undang No. 18 tahun 2012 tentang Pangan, bahwa setiap pangan olahan yang

diproduksi di dalam negeri atau yang diimpor untuk diperdagangkan dalam

kemasan eceran sebelum diedearkan wajib memiliki izin edar. Pentingnya izin

edar diantaranya untuk produk beredar secara legal, meningkatkan daya saing, dan

meningkatkan kepercayaan masyarakat.

Kegiatan produksi keripik singkong maharani, dengan tenaga kerja yang

masih anggota keluarga serta warga lingkungan sekitar tempat produksi,

menghasilkan keripik singkong berbentuk bulat sebanyak 1-3 ton per bulan dan

keripik singkong berbentuk irisan panjang sebanyak 10-15 ton per bulan.

Mengingat banyaknya kapasitas produk yang diproduksi, maka penting

menerapkan tindakan pencegahan potensi bahaya yang ditimbulkan agar

menghasilkan produk aman, layak dan berkualitas.

Berdasarkan observasi awal, terdapat beberapa penyimpangan terkait

CPPB yang berpotensi dapat mencemari produk yang dihasilkan sehingga

berpengaruh pada kualitas dan keamanan pangan tersebut. Kondisi lingkungan

sekitar UM. Maharani terdapat sampah plastik yang berserakan karena tidak

2
terdapat tempat sampah yang tertutup. Bangunan dan fasilitas dari UM. Maharani,

terdapat bangunan semi permanen dengan dinding terbuat dari anyaman bambu

atau tidak memiliki dinding. Lantai pada ruang produksi kotor karena tanah dan

genangan air yang diakibatkan oleh pencucian singkong.

Pada ruang produksi, kondisi karyawan yang kontak langsung dengan

keripik tidak mengenakan pakaian kerja seperti celemek, penutup kepala, sarung

tangan, masker dan sepatu kerja. Karyawan juga terkadang makan dan minum

selama proses produksi. Melalui hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa belum ada

penerapan higiene pada karyawan UM. Maharani. Proses produksi yang dilakukan

tanpa menggunakan alat pengamanan diri yang mendukung, sehingga dapat

mengakibatkan terdapat bahaya potensial dari kontaminasi langsung dengan

produk pangan. Hal tersebut juga berdampak pada keluhan dari konsumen karena

terdapat temuan benda asing yaitu berupa rambut maupun kotoran lain. Keluhan

tersebut dituturkan oleh 7 dari 10 konsumen keripik singkong maharani. Hal ini

terjadi 2-3 kali keluhan dalam sebulan, berarti bisa jadi hal tersebut terjadi 2-3 kali

dalam sekali running produksi. Bahkan keluhan dari konsumen pada Bulan

Januari 2021 yaitu bahwa biasanya hanya ada 1-2 temuan benda asing dalam satu

bal keripik tetapi sekarang hampir setiap produk dalam satu bal terdapat benda

asing tersebut. Berdasarkan penuturan konsumen tersebut, berarti penemuan

benda asing di dalam kemasan telah terjadi sedari jumlah yang sedikit sampai saat

ini menjadi semakin banyak.

3
Keluhan yang diterima oleh UM. Maharani menunjukkan bahwa

konsumen yang mengkonsumsi keripik singkong maharani cukup peduli terhadap

kondisi keamanan serta kualitas keripik singkong yang diproduksi. UM. Maharani

sudah melakukan pengendalian proses pada persiapan bahan baku singkong

sebanyak kurang lebih 50-60 ton per bulan dengan berdasarkan ukuran singkong

dan memiliki kondisi yang baik atau tidak busuk, namun UM. Maharani belum

memiliki standar jenis bahan baku yang akan digunakan untuk produksi keripik.

Sejauh ini, tidak ada temuan penggunaan bahan baku yang rusak dalam proses

produksi.

Bahan baku yang belum ditetapkan standar jenis singkong yang jelas dan

hanya mempercayakan bahan baku singkong sepenuhnya ke pemasok. Hal ini

berakibat pada keluhan konsumen terkait inkonsistensi rasa pada produk keripik

singkong. Rasa yang tidak konsisten dalam produk keripik disebabkan oleh dua

kemungkinan yaitu berasal dari bahan baku singkong atau proses penggorengan

keripik. Kemungkinan bahan baku singkong yang diterima untuk produksi adalah

jenis singkong yang memiliki kadar asam sianida (HCN) yang tinggi (>50 mg/kg)

maka memiliki rasa singkong yang pahit (Balitbangtan, 2011:6). Teknik

penggorengan keripik singkong yang digunakan adalah dengan cara deep frying.

Teknik deep frying membutuhkan minyak dalam jumlah banyak sehingga keripik

dapat terendam seluruhnya di dalam minyak. Menurut Pudjihastuti dkk

(2019:451), reaksi kimia yang terjadi selama proses penggorengan bertanggung

jawab atas flavor suatu produk. Minyak goreng yang sudah digunakan berulang-

4
ulang kali (lebih dari 4 kali) yang telah mengoksidasi akan mengalami ketengikan

sehingga merusak tekstur dan cita rasa pangan yang digoreng.

Perusahaan pengolahan pangan yang dapat menjamin keamanan pangan dan

kepuasan pelanggan secara konsisten sangatlah penting. Keluhan sekecil apapun

yang tercipta dari kekurangan produk dipandangan konsumen menjadi

pertimbangan dalam bisnis. Jika produk yang dijual tidak berkualitas dan

berpotensi membahayakan maka UM. Maharani akan mendapatkan keluhan yang

lebih banyak.

UM. Maharani berpeluang untuk mengembangkan usaha di industri pangan

dengan memberikan jaminan bahwa produk yang ditawarkan aman, layak dan

berkualitas. Jika hal tersebut diabaikan, citra baik perusahaan dan kepercayaan

konsumen akan berangsur menghilang serta konsumen beralih kepada kompetitor

hanya tinggal menunggu waktu. Oleh karena itu, perlu adanya langkah awal

jaminan keamanan pangan bagi industri pangan yang dikenal dengan istilah Cara

Produksi Pangan yang Baik (CPPB).

5
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka perumusan

masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana cara produksi di UM. Maharani menurut aspek CPPB pada

Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012?

2. Bagaimana kesesuaian penerapan Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB)

perusahaan dengan Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.03.1.23.04.12.2206

tahun 2012?

3. Bagaimana rekomendasi perbaikan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki

penerapan aspek CPPB di UM. Maharani?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, penulis

memiliki tujuan yang hendak dicapai, sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi kondisi cara produksi pangan yang baik di UM. Maharani

menurut Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012.

2. Menganalisis tingkat kesesuaian Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) di

UM. Maharani berdasarkan Peraturan Kepala BPOM RI No.

HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012.

3. Merumuskan rekomendasi perbaikan penerapan aspek CPPB berdasarkan

kondisi perusahaan dan pedoman Peraturan Kepala BPOM RI No.

HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012.

6
1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk beberapa elemen yaitu antara

lain:

1. Bagi perusahaan, sebagai informasi untuk pihak manajemen UM. Maharani

dalam melaksanakan penerapan Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB)

pada produksi pangan olahan agar dapat berjalan lebih baik sesuai dengan

Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 serta

membantu perusahaan untuk mendapatkan izin edar P-IRT.

2. Bagi peneliti, yaitu dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam

mengaplikasikan ilmu-ilmu yang diperoleh selama perkuliahan dan sebagai

salah satu syarat kelulusan studi program sarjana strata satu (S-1) Program

Studi Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bagi pembaca, sebagai sarana untuk menambah wawasan pengetahuan serta

dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.

1.5 Batasan Penelitian

Penelitian ini berfokus tentang analisis penerapan Cara Produksi Pangan

yang Baik produk keripik singkong UM. Maharani ditinjau dari penerapan CPPB

perusahaan dan kesesuaian penerapan CPPB menggunakan Pedoman Cara

Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga dalam Peraturan

Kepala BPOM RI No. HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 serta merumuskan

rekomendasi perbaikan untuk memperbaiki penerapan CPPB perusahaan.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agribisnis

Agribisnis merupakan suatu konsep yang utuh, mulai dari proses produksi,

mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang berkaitan dengan kegiatan

pertanian (Soekartawi, 2007:2). Menurut Arsyad dalam Soekartawi (2007:2)

agribisnis adalah suatu kegiatan usaha yang meliputi salah-satu atau keseluruhan

dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya

dengan pertanian dalam arti luas. Kalimat ‘ada hubungannya dengan pertanian

dalam artian yang luas’ maksudnya adalah kegiatan usaha yang menunjang

kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian.

Agribisnis adalah suatu cara lain untuk melihat pertanian sebagai suatu

sistem bisnis yang terdiri dari empat subsistem yang terkait satu sama lain, antara

lain (Saragih, 2010:73-74):

a. Subsistem agribisnis hulu, yaitu mencakup semua kegiatan untuk

memproduksi dan menyalurkan input-input pertanian dalam arti luas

b. Subsistem agrbisnis usaha tani, yaitu kegiatan usahatani yang berupaya

mengelola input-input untuk menghasilkan produk pertanian

c. Subsistem agribisnis hilir, yaitu kegiatan industri yang menggunakan produk

pertanian sebagai bahan baku

d. Subsistem jasa penunjang, yaitu kegiatan jasa yang melayani pertanian

8
Memandang agribisnis sebagai sebuah sistem yang terdiri atas beberapa

subsistem. Sistem tersebut akan berfungsi baik apabila tidak ada gangguan pada

salah satu subsistem. Pengembangan agribisnis harus mengembangkan semua

subsistem di dalamnya karena tidak ada satu subsistem yang lebih penting dari

subsistem lainnya (Sa’id dan Intan, 2004:20-21).

2.2 Manajemen Produksi

Manajemen produksi merupakan perencanaan, pengimplementasian dan

pengendalian kegiatan-kegiatan produksi, termasuk sistem pembuatan barang,

yang dilakukan oleh organisasi usaha dengan terlebih dahulu telah menetapkan

sasaran-sasaran unjuk kerja yang dapat disempurnakan sesuai dengan kondisi

lingkungan yang berubah (Ogawa, 1986:3). Menurut Fahmi (2012:3), manajemen

produksi yaitu suatu ilmu yang membahas secara komprehensif bagaimana pihak

manajemen produksi perusahaan mempergunakan ilmu dan seni yang dimiliki

dengan mengarahkan dan mengatur orang-orang untuk mencapai suatu hasil

produksi.

Manajemen produksi tidak dibatasi hanya pada optimalisasi dari masing-

masing langkah seperti produksi dan persiapan produksi. Namun, merupakan

tindakan terpadu yang mencakup seluruh area kegiatan produksi yang tanggap

terhadap perubahan lingkungan dan mampu untuk meningkatkan efisiensi secara

menyeluruh (Ogawa, 1986:4).

9
2.3 Agribisnis Singkong

Ubi kayu atau singkong (Manihot esculenta Crantz) termasuk familia

Euphorbiaceae, genus Manihot, yang terdiri atas 100 spesies. Namun yang paling

komersial dan sering dimanfaatkan oleh manusia adalah Manihot esculenta

Crantz atau ubi kayu (Richana, 2018:57). Menurut Widaningsih dalam Rohaman

dan Yuliasri (2019:5), Ubi kayu berasal dari negara Amerika Latin atau tepatnya

dari negara Brazil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain Afrika,

Madagaskar, India, serta China. Ubi kayu diperkirakan masuk ke Indonesia pada

tahun 1852. Pada tahun 1852, Kebun Raya Bogor menerima bibit ubi kayu dari

Suriname yang pada tahun 1854 disebarkan ke seluruh karesidenan di Pulau Jawa

dan kawasan lain di luar Pulau Jawa, sedangkan pengembangannya dimulai

sekitar tahun 1914-1918. Pada tahun 2010-2014, Indonesia menjadi negara

penghasil ubi kayu nomor tiga di dunia.

Singkong atau ubi kayu dapat dipanen setelah berusia 7-12 bulan

tergantung varietas singkong. Berdasarkan umur panennya varietas singkong

dikelompokkan menjadi 3 yakni genjah (7-9 bulan), sedang (8-11 bulan) dan

dalam (10-12 bulan). Singkong yang siap panen memiliki ciri bentuk ubi sudah

besar dengan diameter 2-3 cm dan panjang 50-80 cm tergantung varietas singkong

yang ditanam (Rahayu dkk, 2017:1). Kandungan zat gizi singkong dapat dilihat

pada Tabel 1.

10
Tabel 1. Komposisi Kandungan Zat Gizi Singkong per 100 gram
Kandungan Gizi Nilai Satuan
Protein 1,2 gram
Lemak 0,3 gram
Karbohidrat 34,0 gram
Kalsium 33,0 mg
Fosfor 40,0 mg
Besi 0,7 mg
Total kalori 146,0
Sumber: Ditjen Gizi (1981) dan Made-Astawan (2005), dikutip dari Rahayu dkk (2017:14)

Olahan singkong dapat berupa olahan langsung maupun olahan setengah

jadi/produk antara (intermediate product). Berbagai industri makanan dengan

berbagai skala baik besar, menengah maupun rumah tangga sudah banyak yang

memanfaatkan singkong sebagai bahan baku dengan omset yang cukup besar

bahkan berorientasi ekspor (Rahayu dkk, 2017:5). Menurut Poyuono dalam

Rohaman dan Yuliasri (2019:13) Olahan makanan bisa dihasilkan dari singkong,

mulai dari makanan berat seperti nasi tiwul dan gethuk, produk antara yaitu

tepung mocaf, serta makanan ringan seperti keripik, balthek, karakromeo, tape

singkong dan berbagai olahan lainnya

Keripik singkong merupakan produk olahan makanan berupa keripik atau

ceriping. Keripik singkong merupakan kudapan yang terdapat hampir di semua

kota besar di Indonesia . Cara pembuatan keripik singkong sangat sederhana. Ubi

kayu yang telah dikupas dan dicuci kemudian diiris tipis-tipis dan dimasukkan ke

dalam air garam, selanjutnya digoreng. Setelah dingin, keripik dimasukkan ke

dalam pengemasan dan siap dijual atau dinikmati (Richana, 2018:88).

11
Menurut SNI 01-4305-1996 keripik singkong adalah produk makanan

ringan, dibuat dari umbi singkong (Manihot sp) diiris/dirajang, digoreng dengan

atau tanpa penambahan bahan makanan yang lain dan tambahan makanan yang

diizinkan. Standar mutu keripik singkong telah ditetapkan dan dikeluarkan oleh

Badan Standarisasi Nasional (BSN) yaitu SNI 01-4305-1996. Standar mutu

produk diperlukan agar konsumen memiliki jaminan rasa aman dengan produk

yang dikonsumsi. Standar mutu keripik singkong dapat dilihat pada Tabel 2:

Tabel 2. Standar Mutu Keripik Singkong Menurut SNI 01-4305-1996


No. Kriteria Satuan Persyaratan
1. Keadaan
1.1 Bau - Normal
1.2 Rasa - Khas
1.3 Warna - Normal
1.4 Tekstur - Renyah
2. Keutuhan, b/b % Min. 90
3. Air, b/b % Maks. 6,0
4. Abu, b/b % Maks. 2,5
5. Asam lemak bebas (dihitung % Maks. 0,7
sebagai asam laurat), b/b
6. Bahan tambahan makanan
6.1 Pewarna Sesuai SNI 01-0222-
1995 dan Peraturan
Menteri Kesehatan No.
722/Menkes/Per/IX/88
6.2 Pemanis buatan Tidak boleh ada
7. Cemaran logam
7.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1,0
7.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 10,0
7.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0
7.4 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,05
8. Arsen mg/kg Maks. 0,5
9. Cemaran mikroba
9.1 Angka lempeng total koloni/g Maks. 104
9.2 Coliform APM/g <3
9.3 Kapang koloni/g Maks. 104
Sumber: BSN

12
2.4 Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB)

Cara Produksi Pangan yang Baik adalah suatu pedoman yang menjelaskan

bagaimana memproduksi pangan agar bermutu, aman dan layak untuk dikonsumsi

(BPOM RI, 2012:3). Cara Produksi Pangan yang Baik merupakan salah satu

faktor penting untuk memenuhi standar mutu atau persyaratan keamanan pangan

yang ditetapkan untuk pangan. CPPB sangat berguna bagi kelangsungan hidup

industri pangan baik yang berskala kecil, sedang, maupun yang berskala besar.

Melalui CPPB ini, industri pangan dapat menghasilkan pangan yang bermutu,

layak dikonsumsi, dan aman bagi kesehatan. Dengan menghasilkan pangan yang

bermutu dan aman untuk dikonsumsi, kepercayaan masyarakat niscaya akan

meningkat, dan industri pangan yang bersangkutan akan berkembang pesat.

Dengan berkembangnya industri pangan yang menghasilkan pangan bermutu dan

aman untuk dikonsumsi, maka masyarakat pada umumnya akan terlindung dari

penyimpangan mutu pangan dan bahaya yang mengancam kesehatan (BPOM,

2012:1-2)

CPPB atau GMP termasuk dari salah satu bagian dalam sistem Hazard

Analysis Critical Control (HACCP) yang berfungsi untuk meminimalkan bahkan

menghilangkan masalah mutu pangan yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor

seperti, biologi,fisis dan kimia. Bagi industri kecil hingga industri menengah,

penerapan GMP berguna untuk mendapatkan sertifikat P-IRT. Cara Produksi

Pangan yang Baik mencakup 14 aspek yang terdiri dari lokasi dan lingkungan

produksi, bangunan dan fasilitas, peralatan produksi, duplai air atau sarana

penyediaan air, fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi, kesehatan dan higiene

13
karyawan, pemeliharaan dan program higiene sanitasi karyawan, penyimpanan,

pengendaliaan proses, pelabelan pangan, pengawasan oleh penanggungjawab,

penarikan produk, pencatatan dan dokumentasi serta pelatihan karyawan.

Adapun acuan penerapan CPPB-IRT di Indonesia diatur oleh Peraturan

Kepala BPOM RI Nomor HK.03.1.23.04.12.2206 Tahun 2012 yaitu sebagai

berikut:

1. Lokasi dan Lingkungan Produksi

Untuk menetapkan lokasi IRTP perlu mempertimbangkan keadaan dan

kondisi lingkungan yang mungkin dapat merupakan sumber pencemaran

potensial dan telah mempertimbangkan berbagai tindakan pencegahan yang

mungkin dapat dilakukan untuk melindungi pangan yang diproduksinya.

a. Lokasi IRTP

Lokasi IRTP seharusnya dijaga tetap bersih, bebas dari sampah, bau, asap,

kotoran, dan debu.

b. Lingkungan

Lingkungan seharusnya selalu dipertahankan dalam keadaan bersih

dengan cara-cara sebagai berikut :

(1) Sampah dibuang dan tidak menumpuk

(2) Tempat sampah selalu tertutup

(3) Jalan dipelihara supaya tidak berdebu dan selokannya berfungsi

dengan baik

14
2. Bangunan dan Fasilitas

Bangunan dan fasilitas IRTP seharusnya menjamin bahwa pangan tidak

tercemar oleh bahaya fisik, biologis, dan kimia selama dalam proses produksi

serta mudah dibersihkan dan disanitasi.

a. Bangunan Ruang Produksi

1) Disain dan Tata Letak

Ruang produksi sebaiknya cukup luas dan mudah dibersihkan.

a) Ruang produksi sebaiknya tidak digunakan untuk memproduksi

produk lain selain pangan

b) Konstruksi Ruangan :

(i) sebaiknya terbuat dari bahan yang tahan lama

(ii) seharusnya mudah dipelihara dan dibersihkan atau didesinfeksi,

serta meliputi: lantai, dinding atau pemisah ruangan, atap dan

langit-langit, pintu, jendela, lubang angin atau ventilasi dan

permukaan tempat kerja serta penggunaan bahan gelas, dengan

persyaratan sebagai berikut:

2) Lantai

a) Lantai sebaiknya dibuat dari bahan kedap air, rata, halus tetapi tidak

licin, kuat, memudahkan pembuangan atau pengaliran air, air tidak

tergenang, memudahkan pembuangan atau pengaliran air, air tidak

tergenang

b) Lantai seharusnya selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir,

dan kotoran lainnya serta mudah dibersihkan

15
3) Dinding atau Pemisah Ruangan

a) Dinding atau pemisah ruangan sebaiknya (3) dibuat dari bahan

kedap air, rata, halus, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah

mengelupas, dan kuat,

b) Dinding atau pemisah ruangan seharusnya selalu dalam keadaan

bersih dari debu, lendir, dan kotoran lainnya

c) Dinding atau pemisah ruangan seharusnya mudah dibersihkan.

4) Langit-langit

a) Langit-langit sebaiknya dibuat dari bahan yang tahan lama, tahan

terhadap air, tidak mudah bocor, tidak mudah terkelupas atau

terkikis,

b) Permukaan langit-langit sebaiknya rata, berwarna terang dan jika di

ruang produksi menggunakan atau menimbulkan uap air sebaiknya

terbuat dari bahan yang tidak menyerap air dan dilapisi cat tahan

panas,

c) Konstruksi langit-langit sebaiknya didisain dengan baik untuk

mencegah penumpukan debu, pertumbuhan jamur, pengelupasan,

bersarangnya hama, memperkeil terjadinya kondensasi,

d) Langit-langit seharusnya selalu dalam keadaan bersih dari debu,

sarang labah-labah.

5) Pintu Ruangan

a) Pintu sebaiknya dibuat dari bahan tahan lama, kuat, tidak mudah

pecah atau rusak, rata, halus, berwarna terang,

16
b) Pintu seharusnya dilengkapi dengan pintu kasa yang dapat dilepas

untuk memudahkan pembersihan dan perawatan.

c) Pintu ruangan produksi seharusnya didisain membuka ke luar / ke

samping sehingga debu atau kotoran dari luar tidak terbawa masuk

melalui udara ke dalam ruangan pengolahan.

d) Pintu ruangan, termasuk pintu kasa dan tirai udara seharusnya

mudah ditutup dengan baik dan selalu dalam keadaan tertutup.

6) Jendela

a) Jendela sebaiknya dibuat dari bahan tahan lama, kuat, tidak mudah

pecah atau rusak,

b) Permukaan jendela sebaiknya rata, halus, berwarna terang, dan

mudah dibersihkan.

c) Jendela seharusnya dilengkapi dengan kasa pencegah masuknya

serangga yang dapat dilepas untuk memudahkan pembersihan dan

perawatan.

d) Konstruksi jendela seharusnya didisain dengan baik untuk

mencegah penumpukan debu.

7) Lubang Angin atau Ventilasi

a) Lubang angin atau ventilasi seharusnya cukup sehingga udara segar

selalu mengalir di ruang produksi dan dapat menghilagkan uap, gas,

asap, bau dan panas yang timbul selama pengolahan,

b) Lubang angin atau ventilasi seharusnya selalu dalam keadaan

bersih, tidak berdebu, dan tidak dipenuhi sarang labah-labah,

17
c) lubang angin atau ventilasi seharusnya dilengkapi dengan kasa

untuk mencegah masuknya serangga dan mengurangi masuknya

kotoran,

d) Kasa pada lubang angin atau ventilasi seharusnya mudah dilepas

untuk memudahkan pembersihan dan perawatan.

8) Permukaan Tempat Kerja

a) Permukaan tempat kerja yang kontak langsung dengan bahan

pangan harus dalam kondisi baik, tahan lama, mudah dipelihara,

dibersihkan dan disanitasi;

b) Permukaan tempat kerja harus dibuat dari bahan yang tidak

menyerap air, permukaannya halus dan tidak bereaksi dengan bahan

pangan, detergen dan desinfektan.

9) Penggunaan Bahan Gelas (Glass)

Pimpinan atau pemilik IRTP seharusnya mempunyai kebijakan

penggunaan bahan gelas yang bertujuan mencegah kontaminasi bahaya

fisik terhadap produk pangan jika terjadi pecahan gelas.

b. Fasilitas

1) Kelengkapan Ruang Produksi

a) Ruang produksi sebaiknya cukup terang sehingga karyawan dapat

mengerjakan tugasnya dengan teliti.

b) Di ruang produksi seharusnya ada tempat untuk mencuci tangan

yang selalu dalam keadaan bersih serta dilengkapi dengan sabun

dan pengeringnya.

18
2) Tempat Penyimpanan

a) Tempat penyimpanan bahan pangan termasuk bumbu dan bahan

tambahan pangan (BTP) harus terpisah dengan produk akhir.

b) Tempat penyimpanan khusus harus tersedia untuk menyimpan

bahan-bahan bukan untuk pangan seperti bahan pencuci, pelumas,

dan oli.

c) Tempat penyimpanan harus mudah dibersihkan dan bebas dari hama

seperti serangga, binatang pengerat seperti tikus, burung, atau

mikroba dan ada sirkulasi udara.

3. Peralatan Produksi

Tata letak peralatan produksi diatur agar tidak terjadi kontaminasi silang.

Peralatan produksi yang kontak langsung dengan pangan sebaiknya didisain,

dikonstruksi, dan diletakkan sedemikian untuk menjamin mutu dan keamanan

pangan yang dihasilkan.

a. Persyaratan Bahan Peralatan Produksi

1) Peralatan produksi sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama,

tidak beracun, mudah dipindahkan atau dibongkar pasang sehingga

mudah dibersihkan dan dipelihara serta memudahkan pemantauan dan

pengendalian hama.

2) Permukaan yang kontak langsung dengan pangan harus halus, tidak

bercelah atau berlubang, tidak mengelupas, tidak berkarat dan tidak

menyerap air.

19
3) Peralatan harus tidak menimbulkan pencemaran terhadap produk

pangan oleh jasad renik, bahan logam yang terlepas dari mesin /

peralatan, minyak pelumas, bahan bakar dan bahanbahan lain yang

menimbulkan bahaya; termasuk bahan kontak pangan /zat kontak

pangan dar kemasan pangan ke dalam pangan yang menimbulkan

bahaya;

b. Tata Letak Peralatan Produksi

Peralatan produksi sebaiknya diletakkan sesuai dengan urutan prosesnya

sehingga memudahkan bekerja secara higiene, memudahkan pembersihan

dan perawatan serta mencegah kontaminasi silang.

c. Pengawasan dan Pemantauan Peralatan Produksi.

Semua peralatan seharusnya dipelihara, diperiksa dan dipantau agar

berfungsi dengan baik dan selalu dalam keadaan bersih.

d. Bahan Perlengkapan dan Alat Ukur/Timbang.

1) Bahan perlengkapan peralatan yang terbuat dari kayu seharusnya

dipastikan cara pembersihannya yang dapat menjamin sanitasi;

2) Alat ukur/timbang seharusnya dipastikan keakuratannya, terutama alat

ukur/timbang bahan tambahan pangan (BTP).

4. Suplai Air atau sarana Penyedia Air

Sumber air bersih untuk proses produksi sebaiknya cukup dan memenuhi

persyaratan kualitas air bersih dan / atau air minum. Air yang digunakan untuk

proses produksi harus air bersih dan sebaiknya dalam jumlah yang cukup

memenuhi seluruh kebutuhan proses produksi.

20
5. Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi

Fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi diperlukan untuk menjamin agar

bangunan dan peralatan selalu dalam keadaan bersih dan mencegah terjadinya

kontaminasi silang dari karyawan.

a. Fasilitas Higiene dan Sanitasi

1) Sarana Pembersihan/Pencucian

a) Sarana pembersihan/pencucian bahan pangan, peralatan,

perlengkapan dan bangunan (Iantai, dinding dan lain-lain), seperti

sapu, sikat, pel, lap dan / atau kemoceng, deterjen, ember, bahan

sanitasi sebaiknya tersedia dan terawat dengan baik.

b) Sarana pembersihan harus dilengkapi dengan sumber air bersih.

c) Air panas dapat digunakan untuk membersihkan peralatan tertentu,

terutama berguna untuk melarutklan sisa-sisa lemak dan tujuan

disinfeksi, bila diperlukan.

2) Sarana Higiene Karyawan

Sarana higiene karyawan seperti fasilitas untuk cuci tangan dan toilet /

jamban seharusnya tersedia dalam jumlah cukup dan dalam keadaan

bersih untuk menjamin kebersihan karyawan guna mencegah

kontaminasi terhadap bahan pangan.

3) Sarana Cuci Tangan seharusnya:

a) Diletakkan di dekat ruang produksi, dilengkapi air bersih dan sabun

cuci tangan

21
b) Dilengkapi dengan alat pengering tangan seperti handuk, lap atau

kertas serap yang bersih.

c) Dilengkapi dengan tempat sampah yang tertutup.

4) Sarana toilet/jamban seharusnya:

a) Didesain dan dikonstruksi dengan memperhatikan persyaratan

higiene, sumber air yang mengalir dan saluran pembuangan;

b) Diberi tanda peringatan bahwa setiap karyawan harus mencuci

tangan dengan sabun sesudah menggunakan toilet;

c) Terjaga dalam keadaan bersih dan tertutup;

d) Mempunyai pintu yang membuka ke arah luar ruang produksi

5) Sarana pembuangan air dan limbah

a) Sistem pembuangan limbah seharusnya didesain dan dikonstruksi

sehingga dapat mencegah resiko pencemaran pangan dan air

bersih;

b) Sampah harus segera dibuang ke tempat sampah untuk mencegah

agar tidak menjadi tempat berkumpulnya hama binatang pengerat,

serangga atau binatang lainnya sehingga tidak mencemari pangan

maupun sumber air.

c) Tempat sampah harus terbuat dari bahan yang kuat dan tertutup

rapat untuk menghindari terjadinya tumpahan sampah yang dapat

mencemari pangan maupun sumber air.

22
b. Kegiatan Higiene dan Sanitasi

1) Pembersihan/pencucian dapat dilakukan secara fisik seperti dengan

sikat atau secara kimia seperti dengan sabun / deterjen atau gabungan

keduanya.

2) Jika diperlukan, penyucihamaan sebaiknya dilakukan dengan

menggunakan kaporit sesuai petunjuk yang dianjurkan.

3) Kegiatan pembersihan / pencucian dan penyucihamaan peralatan

produksi seharusnya dilakukan secara rutin.

4) Sebaiknya ada karyawan yang bertanggung jawab terhadap kegiatan

pembersihan / pencucian dan penyucihamaan

6. Kesehatan dan Higiene Karyawan

Kesehatan dan higiene karyawan yang baik dapat menjamin bahwa karyawan

yang kontak langsung maupun tidak langsung dengan pangan tidak menjadi

sumber pencemaran

a. Kesehatan Karyawan

Karyawan yang bekerja di bagian pangan harus memenuhi persyaratan

sebagai berikut :

1) Dalam keadaan sehat. Jika sakit atau baru sembuh dari sakit dan diduga

masih membawa penyakit tidak diperkenankan masuk ke ruang

produksi.

2) Jika menunjukkan gejala atau menderita penyakit menular, misalnya

sakit kuning (virus hepatitis A), diare, sakit perut, muntah, demam,

sakit tenggorokan, sakit kulit (gatal, kudis, luka, dan lain-lain),

23
keluarnya cairan dari telinga (congek), sakit mata (belekan), dan atau

pilek tidak diperkenankan masuk ke ruang produksi.

b. Kebersihan Karyawan

1) Karyawan harus selalu menjaga kebersihan badannya.

2) Karyawan yang menangani pangan seharusnya mengenakan pakaian

kerja yang bersih. Pakaian kerja dapat berupa celemek, penutup

kepala, sarung tangan, masker dan / atau sepatu kerja.

3) Karyawan yang menangani pangan harus menutup luka di anggota

tubuh dengan perban khusus luka.

4) Karyawan harus selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum memulai

kegiatan mengolah pangan, sesudah menangani bahan mentah, atau

bahan / alat yang kotor, dan sesudah ke luar dari toilet / jamban;

c. Kebiasaan Karyawan

1) Karyawan yang bekerja sebaiknya tidak makan dan minum, merokok,

meludah, bersin atau batuk ke arah pangan atau melakukan tindakan

lain di tempat produksi yang dapat mengakibatkan pencemaran produk

pangan.

2) Karyawan di bagian pangan sebaiknya tidak mengenakan perhiasan

seperti giwang / anting, cincin, gelang, kalung, arloji / jam tangan, bros

dan peniti atau benda lainnya yang dapat membahayakan keamanan

pangan yang diolah

24
7. Pemeliharaan dan program Higiene Sanitasi Karyawan

Pemeliharaan dan program sanitasi terhadap fasilitas produksi (bangunan,

mesin / peralatan, pengendalian hama, penanganan limbah dan lainnya)

dilakukan secara berkala untuk menjamin terhindarnya kontaminasi silang

terhadap pangan yang diolah.

a. Pemeliharaan dan Pembersihan

1) Lingkungan, bangunan, peralatan dan lainnya seharusnya dalam

keadaan terawat dengan baik dan berfungsi sebagaimana mestinya

2) Peralatan produksi harus dibersihkan secara teratur untuk

menghilangkan sisa-sisa pangan dan kotoran

3) Bahan kimia pencuci sebaiknya ditangani dan digunakan sesuai

prosedur dan disimpan di dalam wadah yang berlabel untuk

menghindari pencemaran terhadap bahan baku dan produk pangan;

b. Prosedur Pembersihan dan Sanitasi

Prosedur Pembersihan dan Sanitasi sebaiknya dilakukan dengan

menggunakan proses fisik (penyikatan, penyemprotan dengan air

bertekanan atau penghisap vakum), proses kimia (sabun atau deterjen) atau

gabungan proses fisik dan kima untuk menghilangkan kotoran dan lapisan

jasad renik dari lingkungan, bangunan, peralatan

c. Program higiene dan sanitasi

1) Program Higiene dan Sanitasi seharusnya menjamin semua bagian dari

tempat produksi telah bersih, termasuk pencucian alat-alat pembersih;

25
2) Program Higiene dan Sanitasi seharusnya dilakukan secara berkala serta

dipantau ketepatan dan keefektifannya dan jika perlu dilakukan

pencatatan;

d. Program Pengendalian Hama

1) Hama (binatang pengerat, serangga, unggas dan lain-lain) merupakan

pembawa cemaran biologis yang dapat menurunkan mutu dan

keamanan pangan. Kegiatan pengendalian hama dilakukan untuk

mengurangi kemungkinan masuknya hama ke ruang produksi yang

akan mencemari pangan.

2) Mencegah masuknya hama

a) Lubang-lubang dan selokan yang memungkinkan masuknya hama

harus selalu dalam keadaan tertutup.

b) Jendela, pintu dan lubang ventilasi harus dilapisi dengan kawat kasa

untuk menghindari masuknya hama

c) Hewan peliharaan seperti anjing, kucing, domba, ayam dan lain-lain

tidak boleh berkeliaran di sekitar dan di dalam ruang produksi.

d) Bahan pangan tidak boleh tercecer karena dapat mengundang

masuknya hama.

3) Mencegah timbulnya sarang hama di dalam ruang produksi

a) Pangan seharusnya disimpan dengan baik, tidak langsung

bersentuhan dengan lantai, dinding dan langit-langit

b) Ruang produksi harus dalam keadaan bersih

26
c) Tempat sampah harus dalam keadaan tertutup dan dari bahan yang

tahan lama

d) IRTP seharusnya memeriksa lingkungan dan ruang produksinya dari

kemungkinan timbulnya sarang hama.

e. Pemberantasan Hama

1) Sarang hama seharusnya segera dimusnahkan

2) Hama harus diberantas dengan cara yang tidak mempengaruhi mutu dan

keamanan pangan.

3) Pemberantasan hama dapat dilakukan secara fisik seperti dengan

perangkap tikus atau secara kimia seperti dengan racun tikus.

4) Perlakuan dengan bahan kimia harus dilakukan dengan pertimbangan

tidak mencemari pangan.

f. Penanganan Sampah

Penanganan dan pembuangan sampah dilakukan dengan cara yang tepat

dan cepat :

sampah seharusnya tidak dibiarkan menumpuk di lingkungan dan ruang

produksi, segera ditangani dan dibuang

8. Penyimpanan

Penyimpanan bahan yang digunakan dalam proses produksi (bahan baku,

bahan penolong, BTP) dan produk akhir dilakukan dengan baik sehingga tidak

mengakibatkan penurunan mutu dan keamanan pangan.

27
a. Penyimpanan Bahan dan Produk Akhir

1) Bahan dan produk akhir harus disimpan terpisah dalam ruangan yang

bersih, sesuai dengan suhu penyimpanan, bebas hama, penerangannya

cukup

2) Penyimpanan bahan baku tidak boleh menyentuh lantai, menempel ke

dinding maupun langit-langit

3) Penyimpanan bahan dan produk akhir harus diberi tanda dan

menggunakan sistem First In First Out (FIFO) dan sistem First

Expired First Out (FEFO), yaitu bahan yang lebih dahulu masuk dan /

atau memilki tanggal kedaluwarsa lebih awal harus digunakan terlebih

dahulu dan produk akhir yang lebih dahulu diproduksi harus

digunakan / diedarkan terlebih dahulu.

4) Bahan-bahan yang mudah menyerap air harus disimpan di tempat

kering, misalnya garam, gula, dan rempah-rempah bubuk

b. Penyimpanan Bahan Berbahaya

Bahan berbahaya seperti sabun pembersih, bahan sanitasi, racun serangga,

umpan tikus, dll harus disimpan dalam ruang tersendiri dan diawasi agar

tidak mencemari pangan

c. Penyimpanan Wadah dan Pengemas

1) Penyimpanan wadah dan pengemas harus rapih, di tempat bersih dan

terlindung agar saat digunakan tidak mencemari produk pangan.

2) Bahan pengemas harus disimpan terpisah dari bahan baku dan produk

akhir.

28
d. Penyimpanan Label Pangan

1) Label pangan seharusnya disimpan secara rapih dan teratur agar tidak

terjadi kesalahan dalam penggunaannya dan tidak mencemari produk

pangan.

2) Label pangan harus disimpan di tempat yang bersih dan jauh dari

pencemaran.

e. Penyimpanan Peralatan Produksi

Penyimpanan mesin / peralatan produksi yang telah dibersihkan tetapi

belum digunakan harus di tempat bersih dan dalam kondisi baik,

sebaiknya permukaan peralatan menghadap ke bawah, supaya terlindung

dari debu, kotoran atau pencemaran lainnya.

9. Pengendalian Proses

Untuk menghasilkan produk yang bermutu dan aman, proses produksi harus

dikendalikan dengan benar. Pengendalian proses produksi pangan industri

rumah tangga pangan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Penetapan spesifikasi bahan;

1) Persyaratan Bahan

a) Bahan yang dimaksud mencakup bahan baku, bahan tambahan,

bahan penolong termasuk air dan bahan tambahan pangan (BTP)

b) Harus menerima dan menggunakan bahan yang tidak rusak, tidak

busuk, tidak mengandung bahan-bahan berbahaya, tidak merugikan

atau membahayakan kesehatan dan memenuhi standar mutu

ataupersyaratan yang ditetapkan.

29
c) Harus menentukan jenis, jumlah dan spesifikasi bahan untuk

memproduksi pangan yang akan dihasilkan.

d) Tidak menerima dan menggunakan bahan pangan yang rusak.

e) Jika menggunakan bahan tambahan pangan (BTP), harus

menggunakan BTP yang diizinkan sesuai batas maksimum

penggunaannya.

f) Penggunaan BTP yang standar mutu dan persyaratannya belum

ditetapkan harus memiliki izin dari Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI)

g) Bahan yang digunakan seharusnya dituangkan dalam bentuk formula

dasar yang menyebutkan jenis dan persyaratan mutu bahan;

h) Tidak menggunakan Bahan Berbahaya yang dilarang untuk pangan

2) Persyaratan Air

a) Air yang merupakan bagian dari pangan seharusnya memenuhi

persyaratan air minum atau air bersih sesuai peraturan

perundangundangan;

b) Air yang digunakan untuk mencuci / kontak langsung dengan bahan

pangan, seharusnya memenuhi persyaratan air bersih sesuai

peraturan perundang-undangan;

c) Air, es dan uap panas (steam) harus dijaga jangan sampai tercemar

oleh bahan-bahan dari luar;

30
d) Uap panas (steam) yang kontak langsung dengan bahan pangan atau

mesin / peralatan harus tidak mengandung bahan-bahan yang

berbahaya bagi keamanan pangan; dan

e) Air yang digunakan berkali-kali (resirkulasi) seharusnya dilakukan

penanganan dan pemeliharaan agar tetap aman terhadap pangan

yang diolah.

b. Penetapan komposisi dan formulasi bahan;

1) Harus menentukan komposisi bahan yang digunakan dan formula untuk

memproduksi jenis pangan yang akan dihasilkan.

2) Harus mencatat dan menggunakan komposisi yang telah ditentukan

secara baku setiap saat secara konsisten.

3) Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang digunakan harus diukur atau

ditimbang dengan alat ukur atau alat timbang yang akurat.

c. Penetapan cara produksi yang baku ;

1) seharusnya menentukan proses produksi pangan yang baku,

2) seharusnya membuat bagan alir atau urut-urutan proses secara jelas,

3) seharusnya menentukan kondisi baku dari setiap tahap proses produksi,

seperti misalnya berapa menit lama pengadukan, berapa suhu

pemanasan dan berapa lama bahan dipanaskan,

4) seharusnya menggunakan bagan alir produksi pangan yang sudah baku

ini sebagai acuan dalam kegiatan produksi sehari-hari.

31
d. Penetapan jenis, ukuran, dan spesifikasi kemasan

Penggunaan pengemas yang sesuai dan memenuhi persyaratan akan

mempertahankan keamanan dan mutu pangan yang dikemas serta

melindungi produk terhadap pengaruh dari luar seperti: sinar matahari,

panas, kelembaban, kotoran, benturan dan lain-lain.

1) Seharusnya menggunakan bahan kemasan yang sesuai untuk pangan,

sesuai peraturan perundang-undangan;

2) Desain dan bahan kemasan seharusnya memberikan perlindungan

terhadap produk dalam memperkecil kontaminasi, mencegah kerusakan

dan memungkinkan pelabelan yang baik;

3) Kemasan yang dipakai kembali seperti botol minuman harus kuat,

mudah dibersihkan dan didesinfeksi jika diperlukan, serta tidak

digunakan untuk mengemas produk non-pangan.

e. Penetapan keterangan lengkap tentang produk yang akan dihasilkan

termasuk nama produk, tanggal produksi, tanggal kadaluwarsa.

1) seharusnya menentukan karakteristik produk pangan yan dihasilkan

2) Harus menentukan tanggal kedaluwarsa.

3) Harus mencatat tanggal produksi.

4) Dapat menentukan kode produksi

Kode produksi diperlukan untuk penarikan produk, jika diperlukan

32
10. Pelabelan Pangan

Kemasan pangan IRT diberi label yang jelas dan informatif untuk

memudahkan konsumen dalam memilih menangani menyimpan mengolah dan

mengkonsumsi pangan IRT. Label pangan IRT harus memenuhi ketentuan

yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang

Label dan Iklan Pangan atau perubahannya; dan peraturan lainnya tentang

label dan iklan pangan.

Label pangan minimal-kurangnya memuat :

a. Nama produk sesuai dengan jenis pangan IRT yang ada di Peraturan

Kepala Badan POM HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012 tentang

Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga.

b. Daftar bahan atau komposisi yang digunakan

c. Berat bersih atau isi bersih

d. Nama dan alamat IRTP

e. Tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa

f. Kode produksi

g. Nomor P-IRT

Label pangan IRT tidak boleh bolehkah klaim kesehatan atau klaim gizi.

11. Pengawasan Oleh Penanggungjawab

Seorang yang bertanggung jawab diperlukan untuk mengawasi seluruh tahap

proses produksi serta pengendaliannya untuk menjamin dihasilkannya produk

pangan yang bermutu dan aman.

33
a. Penanggung jawab minimal harus memiliki tentang prinsip-prinsip dan

praktik higiene dan sanitasi pangan serta proses produksi pangan yang

ditangani dengan pembuktian kepemilikan Sertifikat Penyuluhan

Keamanan Pangan (Sertifikat PKP).

b. Penanggungjawab harus melakukan pengawasan secara rutin yang

mencakup:

1) Pengawasan Bahan

a) Bahan yang digunakan dalam proses produksi harus memenuhi

persyaratan mutu dan keamanan pangan.

b) IRTP dapat memelihara catatan mengenai bahan yang digunakan.

2) Pengawasan Proses

a) Pengawasan memformulasikan persyaratan-persyaratan yang

diperlukan untuk melakukan proses yang berhubungan dengan

bahan baku, komposisi, proses pengolahan dan distribusi

b) Untuk setiap satuan pengolahan (satu kali proses) seharusnya

dilengkapi petunjuk yang menyebutkan tentang nama produk;

tanggal pembuatan dan kode produksi; jenis dan jumlah seluruh

bahan yang digunakan dalam satu kali proses pengolahan; jumlah

produksi yang diolah; dan lain-lain informasi yang diperlukan.

c. Penanggungjawab harus melakukan tindakan koreksi atau pengendalian

jika ditemukan adanya penyimpangan atau ketidak sesuaian terhadap

persyaratan yang ditetapkan.

34
12. Penarikan Produk

Penarikan produk pangan adalah tindakan yang berdampak pada peredaran

pangan karena diduga sebagai penyebab timbulnya penyakit/ keracunan atau

karena tidak memenuhi persyaratan/ peraturan perundang-undangan di bidang

pangan. Tujuannya adalah mencegah timbulnya korban yang lebih karena

mengkonsumsi pangan yang membahayakan kesehatan dan/atau melindungi

masyarakat dari produk pangan yang tidak memenuhi syarat-syarat keamanan

pangan.

a. Pemilik IRTP harus menarik produk pangan dari peredaran jika dipicu /

penyakit keracunan pangan dan / atau tidak memenuhi persayaratan

peraturan peraturan perundang-undangan di bidang pangan.

b. Pemilik IRTP harus menghentikan produksinya sampai masalah terkait

diatasi.

c. Produk lain yang dihasilkan pada kondisi yang sama dengan produk

penycbab bahaya yang seharusnya ditarik dari peredaran / pasaran.

d. Pemilik IRTP dilaporkan melaporkan hasil penjualan, khususnya yang

terkait dengan Pemerintah Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan

kepada Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat.

e. Pangan yang terbukti berbahaya bagi konsumen dimusnahkan dengan

disaksikan oleh DFI.

f. Penanggung jawab IRTP dapat mempersiapkan prosedur penarikan produk

pangan.

35
13. Pencatatan dan Dokumentasi

Pencatatan dan dokumentasi yang baik diperlukan untuk memudahkan

penelusuran masalah yang berkaitan dengan proses produksi dan distribusi,

mencegah produk kedaluwarsa, meningkatkan keefektifan sistem pengawasan

pangan.

a. Pemilik seharusnya mencatat dan mendokumentasikan :

1) Penerimaan bahan baku, bahan tambahan pangan (BTP), dan bahan

penolong minimal-kurangnya memuat nama bahan, jumlah, tanggal,

nama dan alamat pemasok.

2) Produk akhir sekurang-kurangnya memuat nama jenis produk, tanggal

produksi, kode produksi, jumlah produksi dan tempat distribusi/

penjualan

3) Penyimpanan, Pembersihan dan sanitasi, pengendalian hama,

kesehatan karyawan, pelatihan, distribusi dan penarikan produk dan

lainnya yang dianggap penting.

b. Catatan dan dokumen dapat disimpan selama 2 (dua) kali umur simpan

produk pangan yang dihasilkan.

c. Catatan dan dokumen yang ada sebaiknya dijaga agar tetap akurat dan

mutakhir.

36
14. Pelatihan Karyawan

Pimpinan dan karyawan IRTP harus mempunyai pengetahuan dasar mengenai

prinsip-prinsip dan praktik higiene dan sanitasi pangan serta proses

pengolahan pangan yang ditanganinya agar mampu mendeteksi resiko yang

mungkin terjadi dan bila perlu mampu memperbaiki penyimpangan yang

terjadi serta dapat memproduksi pangan yang bermutu dan aman.

a. Pemilik atau penanggungjawab harus sudah pernah mengikuti penyuluhan

tentang cara produksi pangan yang baik untuk industri rumah tangga.

b. Pemilik atau penanggungjawab tersebut harus menerapkannya serta

mengajarkan pengetahuan dan keterampilannya kepada karyawan yang

lain.

2.5 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dikelompokkan berdasarkan kriteria

modal usaha atau hasil penjualan tahunan. Berdasarkan PP No. 7 tahun 2021

tentang Kemudahan, Perlindungan dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro,

Kecil dan Menengah dibagi menjadi:

1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik produktif milik orang perorangan

dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha mikro yaitu

dengan:

a. Modal usaha paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

tidak termasuk tanah dan bangunan.

37
b. Hasil penjualan tahunan sampai paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua

miliar rupiah).

2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan

anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau

menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah

atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil yaitu dengan:

a. Modal usaha lebih dari Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sampai

dengan paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) tidak

termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b. Hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar

rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas

miliar rupiah).

3. Usaha Menengah adalah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,

yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan

merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,

dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari

Usaha Kecil atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Menengah yaitu

dengan:

a. Modal usaha lebih dari Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) sampai

dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) tidak

termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

38
b. Hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas

miliar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000,00 (lima

puluh miliar rupiah).

2.6 Pengendalian Kualitas

Pengendalian kualitas merupakan suatu upaya yang dilaksanakan secara

berkesinambungan, sistematis, dan objektif dalam memantau dan menilai barang,

jasa, maupun pelayanan yang dihasilkan perusahaan atau institusi dibandingkan

dengan standar yang ditetapkan serta menyelesaikan masalah yang ditemukan

dengan tujuan untuk memperbaiki mutu (Mamuaja, 2016:37). Menurut Ishikawa

(1985:53) melaksanakan pengendalian mutu adalah mengembangkan, mendesain,

memproduksi dan memberikan jasa produk bermutu yang paling ekonomis, paling

berguna, dan selalu memuaskan bagi konsumen.

Kegiatan pengendalian mutu menurut Kadarisman (2012:185) terdiri atas

kegiatan sebagai berikut:

1. Mengevaluasi kinerja nyata proses.

2. Membandingkan kinerja nyata proses dengan tujuan.

3. Mengambil tindakan jika dijumpai adanya tindakan penyimpangan kinerja

dengan tujuan.

Pengendalian mutu memilki peranan yang sangat penting karena dapat

meningkatkan indeks kepuasan mutu (quality satisfaction index), produktivitas

dan efisiensi, laba/keuntungan, pangsa pasar, moral dan semangat karyawan, serta

kepuasan pelanggan (Mamuaja, 2016:31). Maksud dan tujuan proses

pengendalian mutu yaitu mengendali dan memonitor terjadinya penyimpangan

39
mutu produk, memberikan peringatan dini sehingga dapat dicegah terjadinya

penyimpangan mutu produk lebih lanjut, memberi petunjuk waktu yang tepat

perlunya segera dilakukan tindakan koreksi untuk meluruskan proses yang

menyimpang, mengenali penyebab keragaman atau penyimpangan produk

(Mamuaja, 2016:109).

Pengendalian kualitas sangat dipengaruhi oleh faktor yang akan

menentukan bahwa suatu barang dapat memenuhi tujuannya. Berikut adalah

beberapa faktor yang mempengaruhi pengendalian kualitas adalah (Assauri,

2008:41) :

1. Fungsi Suatu Barang

Tingkat suatu kualitas tergantung pada tingkat pemenuhan fungsi kepuasan

penggunaan barang tersebut yang dapat dicapai.

2. Wujud Luar

Salah satu faktor yang penting atau sering dipergunakan oleh konsumen dalam

melihat suatu barang pertama kalinya, untuk menentukan suatu kualitas

barang tersebut adalah wujud atau bentuk luar barang tersebut.

3. Biaya Barang Tersebut

Umumnya biaya suatu barang akan dapat menemukan kualitas barang

tersebut. Barang-barang yang memiliki biaya yang mahal, dapat menunjukan

bawa kualitas tersebut relatif lebih baik, demkiian pula sebaliknya. Biaya

barang yang tinggi ini sering terjadi karena ingin mendapatkan kualitas yang

baik. Perlu kiranya disadari bahwa tidak semuanya biaya yang tinggi

sebenarnya sering tidak efisien.

40
2.5 Kerusakan Bahan Pangan

Bila ditinjau dari penyebabnya, maka kerusakan bahan pangan dapat

dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu kerusakan mikrobiologis, mekanis, fisik,

biologis, dan kimia.

1. Kerusakan mikrobiologis

Kerusakan biologis yang dialami bahan pangan dapat disebabkan oleh adanya

mikroba merugikan, bahan pangan sudah beracun, atau bahan pangan yang

menjadi beracun. Kerusakan biologis yang ditimbulkan oleh aktivitas mikroba

merugikan adalah meningkatnya kandungan senyawa racun atau penyakit yang

disebabkan oleh aktivitas mikroba patogen (Mamuaja, 2016:47).

Pada umumnya kerusakan mikrobiologis dapat terjadi pada bahan mentah,

pangan setengah jadi, dan pangan hasil olahan. Makanan dalam kaleng atau botol

dapat rusak dan bisa memproduksi racun. Bahan-bahan yang rusak oleh mikroba

dapat menjadi sumber kontaminasi yang berbahaya bagi bahan-bahan lain yang

masih sehat dan segar. Karena bahan yang membusuk mengandung mikroba-

mikroba yang masih muda dan dalam pertumbuhan ganas (log phase), sehingga

dapat menular dengan cepat ke bahan-bahan lain yang ada didekatnya (Razak dan

Muntikah, 2017:38).

2. Kerusakan mekanis

Kerusakan mekanis disebabkan adanya benturan-benturan mekanis, misalnya

benturan antara bahan itu sendiri atau karena benturan alat dengan bahan tersebut.

Penanganan bahan pangan khususnya buah dan sayur yang tidak tepat dapat

menyebabkan kerusakan mekanis (Razak dan Muntikah, 2017:39). Memar

41
dialami oleh bahan pangan yang disebabkan karena dipukul, terbanting atau

tergencet. Bahan pangan yang memar akan mudah mengalami proses

pembusukan. Rusaknya jaringan di bagian yang memar akan menyebabkan

peningkatan aktivitas enzim proteolitik (Mamuaja, 2016:54).

3. Kerusakan fisik dan kimia

Kerusakan fisik disebabkan karena perlakuan-perlakuan fisik, misalnya dalam

pengeringan terjadi case hardening, dalam pendinginan terjadi chilling injuries

atau freezing injuries dan freezer burn pada bahan yang dibekukan, pada

penggorengan atau pembakaran yang terlalu lama sehingga gosong. Chilling

injuries mungkin disebabkan oleh suatu toksin yang terdapat dalam jaringan

hidup. Dalam keadaan netral, toksin tersebut dapat dinetralkan (detoksifikasi) oleh

senyawa lain. Tetapi pada proses pendinginan kecepatan produksi toksin akan

bertambah cepat, sedangkan detoksifikasi menurun, sehingga sel-sel akan

keracunan, mati, dan kemudian membusuk. Freezing injuries disebabkan karena

air yang terdapat di antara sel-sel jaringan pada suhu pembekuan menjadi kristal

es makin lama menjadi besar dengan cara menyerap air dari dalam sel-sel

disekitarnya sehingga sel-sel menjadi kering, enzim akan kehilangan fungsinya

sehingga metabolism berhenti dan sel-sel akan mati dan membusuk (Razak dan

Muntikah, 2017:40).

Menurut Mamuaja (2017,60-62), kerusakan kimia dapat disebabkan oleh

pengaruh sinar. Terpaan sinar dapat merangsang terjadinya kerusakan bahan,

misalnya pada lemak. Reaksi Browning dan maillard non enzimatis dapat

menimbulkan warna kecokelatan, hal ini termasuk kerusakan kimiawi. Penurunan

42
kandungan senyawa kimia pada bahan pangan dapat terjadi selama proses

pencucian dan pemanasan. Bahan kimia berbahaya yang mungkin terdapat pada

produk pangan dibedakan kedalam dua kelompok yaitu bahan kimia yang

terbentuk secara alami pada bahan pangan dan bahan kimia yang ditambahkan

kedalam bahan pangan baik secara sengaja maupun secara tidak sengaja.

4. Kerusakan biologis

Kerusakan biologis adalah kerusakan yang disebabkan kerusakan fisiologis,

serangga, dan binatang pengerat (rodentia). Kerusakan fisiologis meliputi

kerusakan yang disebabkan reaksi-reaksi metabolisme dalam bahan atau oleh

enzim-enzim yang terdapat di dalamnya secara alami sehingga terjadi proses

autolisis yang berakhir dengan kerusakan dan pembusukan (Mamuaja, 2016:66).

Bila hewan ternak dipotong, akan terjadi penghentian sirkulasi darah yang

membawa oksigen ke jaringan otot (daging), hal ini akan membatasi terjadinya

metabolism aerobic. Karena keadaan tersebut sistem metabolisme menjadi

anaerob yang menghasilkan asam laktat, pH turun menjadi 5,6-5,8. Turunnya pH

menyebabkan metabolisme anaerob melambat, jumlah ATP menipis, daging

menjadi keras (rigor mortis) kemudian kembali melunak dan proses autolisis akan

berlangsung menjadi rusak dan busuk. Pada perubahan pH, misalnya suatu jenis

pigmen dapat mengalami perubahan warna seperti klorofil dan antosianin.

Penyimpangan warna normal sering diartikan dengan kerusakan. Demikian juga

terhadap protein yang oleh perbedaan pH dan adanya pemanasan dapat

mengalami denaturasi dan penggumpalan (Razak dan Muntikah, 2017:40).

43
2.7 Analisis Kesenjangan (Gap Analysis)

Gap analysis merupakan sebuah fase untuk dapat menyelesaikan suatu

masalah dengan menemukan kesenjangan serta mengisi kesenjangan tersebut agar

dapat mencapai kondisi yang diinginkan (Crismanto dan Nova, 2018:75). Secara

umum, gap analysis bermanfaat untuk menilai seberapa besar kesenjangan antara

kinerja aktual dengan suatu standar kerja yang diharapkan, mengetahui

peningkatan kinerja diperlukan untuk menutup kesenjangan tersebut dan menjadi

salah satu dasar pengambilan keputusan terkait prioritas waktu dan biaya yang

dibutuhkan untuk memenuhi standar pelayanan yang telah ditetapkan (Muchsam

dkk, 2011:96)

Menurut Admaja dalam Crismanto dan Noya (2018:75), langkah awal dari

tools ini adalah menyusun gap analysis checklist yang berfungsi untuk

mengidentifikasi gap antara prosedur tertulis dengan proses yang sedang

dikerjakan. Hasil penilaian analisis gap kemudian dibuat dalam bentuk presentase.

Presentase nilai tersebut dapat membantu dalam menyimpulkan penilaian kondisi

aktual penerapan CPPB perusahaan dengan beberapa indikator. Berikut

merupakan rumus perhitungan persentase penilaian gap dan indikatornya.

Skor
Persentase Nilai Gap = Total item ruang lingkup x 100%

44
2.8 Peraturan Produksi Pangan yang Baik

Peraturan perundang-undangan di bidang Pangan merupakan komponen

penting dalam perkembangan kebijakan terkait peningkatan keamanan pangan

pada produk industri rumah tangga. Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang

Pangan diamanatkan dalam pasal 86 ayat (1) sampai ayat (6) bahwa:

1. Ayat (1), Pemerintah menerapkan standar Keamanan Pangan dan Mutu

Pangan.

2. Ayat (2), Setiap Orang yang memproduksi dan memperdagangkan Pangan

wajib memenuhi standar Keamanan Pangan dan Mutu Pangan.

3. Ayat (3), Pemenuhan standar Keamanan Pangan dan Mutu Pangan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui penerapan sistem

jaminan Keamanan Pangan dan Mutu Pangan.

4. Ayat (4), Pemerintah dan/atau lembaga sertifikasi yang terakreditasi oleh

Pemerintah dapat memberikan sertifikat Jaminan Keamanan Pangan dan Mutu

pangan.

5. Ayat (5), Pemberian sertifikasi sebagaimana dimaskud pada ayat (4) dilakukan

secara bertahap sesuai dengan jenis Pangan dan/atau skala usaha.

6. Ayat (6), Ketentuan mengenai standar Keamanan Pangan dan Mutu Pangan

diatur dalam Peranturan Pemerintah

Menimbang bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 86 ayat (6) UU No. 18

Tahun 2012, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Keamanan Pangan

yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No.86 Tahun 2019. Industri rumah

tangga dalam menjalankan Cara Produksi Pangan yang Baik juga memerlukan

45
sebuah jaminan tertulis, berupa sertifikasi yang menjelaskan bahwa usaha tersebut

telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan, hal tersebut diamanatkan dalam PP

No. 86 Tahun 2019 pada Pasal 35 Ayat (1) sampai ayat (4) bahwa:

1. Ayat (1), Pangan Olahan tertentu yang diproduksi oleh industri rumah tangga

wajib memiliki izin produksi Pangan Olahan industri rumah tangga.

2. Ayat (2), Izin produksi Pangan Olahan yang diproduksi oleh industri rumah

tangga sebagaimana yang dimaksud oleh ayat (1) diberikan dalam bentuk

sertifikasi produksi Pangan Olahan industri rumah tangga yang diterbitkan

oleh bupati/wali kota.

3. Ayat (3), Penerbitan sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus

meenuhi persyaratan yang meliputi:

a. Jenis Pangan

b. Tata cara penilaian

c. Tata cara pemberian izin produksi

4. Ayat (4), Penerbitan sertifikasi produksi Pangan Olahan industri rumah tangga

dilaksanakan dengan mengacu pada pedoman sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Realisasi terhadap amanat tersebut adalah diterbitkannya Peraturan Kepala

Badan POM tentang Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah

Tangga Pangan (CPPB-IRT) No. HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012. Pedoman

ini menjelaskan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi tentang penanganan

pangan di seluruh mata rantai produksi mulai dari bahan baku sampai produk

akhir yang mencakup:

46
1. Lokasi dan Lingkungan Produksi

2. Bangunan dan Fasilitas

3. Peralatan Produksi

4. Suplai Air atau Sarana Penyediaan Air

5. Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi

6. Kesehatan dan Higiene Karyawan

7. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi Karyawan

8. Penyimpanan

9. Pengendalian Proses

10. Pelabelan Pangan

11. Pengawasan Oleh Penanggungjawab

12. Penarikan Produk

13. Pencatatan dan Dokumentasi

14. Pelatihan Karyawan

47
2.9 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan penelitian yang telah dilakukan oleh orang

lain. Penelitian terdahulu digunakan sebagai acuan untuk menyusun konsep-

konsep yang terdapat dalam penelitian ini dan digunakan sebagai rujukan untuk

penulis dalam melakukan penelitian-penelitian yang dijadikan acuan.

Tabel 3. Penelitian Terdahulu


No Uraian
1 Nama dan Sumber Pinka Saninta (2020)
Judul Analisis Penerapan Sanitation Standard
Operating Procedures (SSOP) dan Good
Manufacturing Pratices (GMP) pada Produksi
Nata de Coco di PT. Daya Agro Mitra Mandiri,
Jombang-Ciputat, Kota Tangerang Selatan
Metode Gap Analysis
Hasil Penerapan SSOP dan GMP di PT. DAMM
masing-masing masih harus diperbaiki. Rata-rata
skor penerapan SSOP keseluruhan sebesar
73,19% dan rata-rata skor penerapan GMP
keseluruhan sebesar 73,59%. Rekomendasi
tindak lanjut terhadap penerapan SSOP sebanyak
34 rekomendasi dan terhadap GMP sebanyak 63
rekomendasi untuk penyimpangan-penyimpangan
pada aspek, lokasi, bangunan, fasilitas sanitasi,
mesin dan peralatan, bahan, pengawasan proses,
karyawan, pengemas, penyimpanan,
pemeliharaan dan program sanitasi, dokumentasi
dan pencatatan, pelatihan, penarikan produk serta
pelaksanaan pedoman.
Perbedaan Jenis produksi yaitu nata de coco

48
Tabel 3. Penelitian Terdahulu (lanjutan)
No Uraian
2 Nama dan Sumber Yessie Darma Putri (2019)
Judul Evaluasi Good Halal Manufacturing Practices
(Studi Kasus: Pabrik Tahu)
Metode Gap analysis dan Root Cause Analysis
Hasil Evaluasi GHMP pada Pabrik Tahu Asli HB
menunjukkan bahwa presentase persyaratan
sesuai sebesar 58,38% dan tidak sesuai sebesar
41,61%. Selanjutnya tingakatan ketidaksesuaian
menunjukkan 9 ketidaksesuaian minor, 12
ketidaksesuaian mayor, 29 ketidaksesuaian serius
dan 21 ketidaksesuaian kritis.
Perbedaan Jenis produksi yaitu tahu
3 Nama dan Sumber Lulu Hana Salsabila (2019)
Judul Analisa Penerapan Sistem Hazard Analysis And
Critical Control Point (HACCP) Pada Produk
Kecap Manis PT.X
Metode Gap analysis
Hasil Rata-rata keseluruhan kesenjangan penerapan
HACCP sebesar 12,09%. Kesenjangan tertinggi
terdapat pada variabel pelaksanaan persyaratan
dasar meliputi GMP dan SSOP dengan nilai
masing-masing 17,64% dan 19,27%.
Perbedaan Jenis produksi yaitu kecap manis

49
2.10 Kerangka Pemikiran
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan

pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia. Kualitas serta

keamanan pangan yang dikonsumsi penting diperhatikan karena dapat

mempengaruhi kualitas hidup dan karakter individu tersebut. Kondisi keamanan

pangan yang tidak sesuai dengan persyaratan dapat membahayakan kesehatan

konsumen. Pelaku usaha perlu memberikan rasa aman bagi konsumen dalam

pemenuhan kebutuhan hidupnya. Bentuk perlindungan kosumen yang diberikan

pelaku usaha dapat berupa jaminan keamanan produk dari cemaran mikrobiologi,

fisik dan kimia.

Upaya yang harus dilakukan di Keripik Singkong Maharani, yang sudah

beroperasi selama 14 tahun, agar produk yang dihasilkan aman, layak dan

berkualitas yaitu dengan menerapkan Cara Produksi Pangan yang Baik. Hal ini

penting dilakukan agar konsumen merasa terjamin dengan produk dari Keripik

Singkong Maharani. Identifikasi kondisi penerapan Cara Produksi Pangan yang

Baik dengan cara analisis deskriptif kemudian membandingkan kesesuaian

penerapan kondisi nyata di lapangan dengan panduan yang mengacu berdasarkan

Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 tentang Cara

Produksi Pengolahan Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga.

50
Berdasarkan hasil temuan dari penilaian aspek yang tidak sesuai,

selanjutnya dilakukan perumusan rekomendasi perbaikan untuk penerapan Cara

Produksi Pangan yang Baik untuk perusahaan. Kerangka pemikiran penelitian

untuk memperoleh hasil sesuai dengan rumusan masalah disajikan pada Gambar

1.

UM. Maharani
• Belum terdapat izin usaha
• Bangunan dan Fasilitas yang
belum memadai

Bagian Produksi
• Inkonsistensi Rasa
• Temuan benda asing

Cara Produksi Perusahaan Saat Ini Analisis


Deskriptif

Kesesuaian Penerapan CPPB-IRT

Pedoman Cara Produksi Pangan Cara Produksi


yang Baik 2012 Perusahaan

Gap Analysis Checklist

Rekomendasi Perbaikan

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

51
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan bulan Februari hingga bulan Maret 2021. Penelitian

ini berlokasi di UM. Maharani Desa Nanggerang, Kecamatan Tajurhalang,

Kabupaten Bogor. Pemilihan tempat penelitian ini dilakukan secara sengaja

(purposive) dengan pertimbangan bahwa Keripik Singkong Maharani dalam

mejalankan usahanya selama 14 tahun belum memiliki izin P-IRT dan perusahaan

juga belum menerapkan standar pemerintah mengenai CPPB, Keripik Singkong

Maharani mendapatkan penghargaan menjadi Usaha Peningkatan Pendapatan

Keluarga Sejahtera (UPPKS) terbaik se-Kabupaten Bogor pada tahun 2015, serta

cakupan pasar yang cukup luas sekitar jabodetabek, sehingga penulis merasa perlu

untuk menjadikan lokasi ini sebagai studi kasus.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif yaitu jenis

penelitian yang memanfaatkan data kualitatif dan dijabarkan secara deskriptif.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh melalui proses wawancara dengan pemilik yaitu

Bapak Nanang serta karyawan dari UM. Maharani yang terlibat langsung dalam

proses produksi keripik berupa gambaran penerapan CPPB perusahaan terkait 14

aspek diantaranya adalah pengendalian proses, higiene karyawan dan sebagainya,

kemudian data sekunder diperoleh dari studi pustaka.

52
3.3 Metode Pengumpulan Data

. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Observasi adalah pendekatan untuk mendapatkan data dengan cara

mengamati langsung di UM. Maharani mulai dari kegiatan proses persiapan

bahan baku sampai pada proses penyimpanan produk. Proses pengamatan

dilakukan dengan membandingkan kesesuaian cara pengolahan di Keripik

Singkong Maharani dengan pedoman cara produksi pangan olahan yang baik

menurut Peraturan Kepala BPOM RI dalam proses produksi pangan olahan.

2. Wawancara terstruktur yang digunakan sebagai teknik pengumpulan data.

Kegiatan wawancara dilakukan secara langsung dengan pemilik UM.

Maharani serta karyawan yang terlibat dalam proses produksi. Dalam hal ini

wawancara dilakukan berdasarkan daftar wawancara yang dibuat, namun

dimungkinkan adanya variasi pertanyaan yang sesuai dengan situasi saat

wawancara dilaksanakan.

3. Studi Pustaka merupakan metode pengumpulan data dengan cara membaca

dan mempelajari sumber-sumber buku, literatur dan jurnal-jurnal yang

berkaitan dengan penelitian ini.

3.4 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

analisis deskriptif dimana data kualitatif dianalisis menggunakan tools yaitu

analisis kesenjangan. Proses menganalisis data dimulai dari wawancara yang

dilakukan oleh pemilik UM. Maharani, kemudian karyawan yang ikut serta dalam

53
proses produksi, dengan daftar pertanyaan yang terlah dibuat oleh peneliti.

Informasi yang diperoleh dalam wawancara jumlahnya cukup banyak, oleh karena

itu peneliti melakukan reduksi data atau mengurangi data. Hal ini dilakukan untuk

menyesuaikan informasi yang dibutuhkan dan tidak dibutuhkan dalam penelitian

ini.

Data yang diperoleh dalam wawancara masih bersifat subjektif, maka

keabsahan data tersebut akan diuji melalui metode triangulasi teknik. Metode ini

akan menguji keabsahan data dengan cara membandingkan dan memeriksa ulang

hasil wawancara dengan observasi yang dilakukan oleh penliti.

Pada penelitian ini, analisis kondisi penerapan CPPB perusahaan

menggunakan analisis deskriptif. Kemudian, dilakukan analisis kesenjangan

berupa aspek-aspek yang tidak sesuai dengan Peraturan Kepala BPOM RI No.

HK.03.1.23.04.12.2206 melalui form Gap Analysis Checklist. Terdapat dua buah

formulir Gap Analysis Checklist yaitu formulir skoring dan kelompok

penyimpangan. Hasil analisis tersebut akan menunjukkan ada dan tidak adanya

hal-hal yang harus diperbaiki dalam proses produksi keripik singkong maharani.

3.4.1 Analisis Kesenjangan (Gap Analysis)

Analisis kesenjangan (Gap Analysis) dalam penelitian ini dengan

membandingkan kondisi real lapangan dengan Peraturan Kepala BPOM RI.

Peneliti akan menganalisis kesenjangan yang terjadi di tempat penelitian melalui

form Gap Analysis Checklist. Terdapat dua jenis formulir ceklis yaitu formulir

skoring dan kelompok penyimpangan. Pada formulir skoring, setiap elemen yang

54
diperiksa akan diberi nilai atau skor. Berikut skor dan keterangan dari formulir

checklist:

a. Skor 1: Sangat Setuju

b. Skor 2: Setuju

c. Skor 3: Ragu-Ragu

d. Skor 4: Tidak Setuju

e. Skor 5: Sangat Tidak Setuju

Penentuan skor tersebut berdasarkan hasil observasi, wawancara maupun

kuesioner pada setiap parameter. Penjelasan terkait pemberian skor dalam gap

analysis, yaitu:

Skor satu (1) diberikan apabila perusahaan telah melakukan aktivitas yang

sesuai dengan ketentuan pada panduan CPPB-IRT sehingga tidak terdapat

kesenjangan antara panduan dengan penerapan di lapangan.

Skor dua (2) diberikan apabila perusahaan telah melakukan aktivitas

sesuai dengan panduan, namun masih terdapat kekurangan dalam aktivitas

tersebut.

Skor tiga (3) diberikan apabila perusahaan hanya melakukan aktivitas

tersebut terkadang saja atau belum terdapat konsistensi dalam melakukan

aktivitas.

Skor empat (4) diberikan apabila perusahaan tidak melakukan aktivitas

tersebut serta belum memiliki prosedur dan ketentuan terkait aktivitas tersebut.

55
Skor lima (5) diberikan apabila perusahaan tidak memahami aktivitas

tersebut diperlukan, tidak memiliki prosedur dan ketentuan terkait aktivitas

tersebut.

Tahap yang kedua dilakukan perhitungan persentase kesenjangan secara

keseluruhan. yaitu:

Jumlah Skor Tiap Parameter


Persentase Nilai Gap = x 100%
Total Skor Maksimal

Presentase ini dilakukan agar mengetahui seberapa besar ketimpangan


yang terjadi pada kondisi real lapangan dibandingkan dengan pedoman cara
produksi pangan yang baik. Nilai presentase yang didapat kemudian akan
diinterprestasikan sebagai berikut:
a. Nilai Presentase 20%: Memenuhi, artinya aktivitas CPPB-IRT dijalankan

dengan baik serta seluruh persyaratan terpenuhi.

b. Nilai Presentase 21-40%: Cukup Memenuhi, artinya aktivitas CPPB-IRT

hampir seluruhnya dipenuhi, namun masih terdapat sedikit kelalaian dalam

penerapan aktivitas.

c. Nilai Presentase 41-60%: Ragu-Ragu Memenuhi, artinya aktivitas CPPB-IRT

dijalankan cenderung sistematis namun tidak dilakukan dokumentasi terhadap

mekanisme.

d. Nilai Presentase 61-80%: Kurang Memenuhi artinya beberapa aktivitas sudah

dijalankan, namun prosedur belum terdokumentasi atau belum konsisten

dalam menjalankannya.

e. Nilai Presentase >80%: Tidak Memenuhi artinya tidak terdapat aktivitas

CPPB-IRT maupun dokumentasi terkait aktivitas tersebut.

56
Pada formulir kelompok penyimpangan yaitu setiap elemen yang diperiksa

akan dikelompokkan menjadi 4 kelompok ketidaksesuaian yang telah diatur

menurut Peraturan Kepala BPOM RI No HK. 03.1.23.04.12.2207 tahun 2012.

Kelompok penyimpangan tersebut sebagai berikut:

a. Ketidaksesuaian minor yaitu penyimpangan yang mengindikasikan apabila

tidak terpenuhi mempunyai potensi mempengaruhi produk.

b. Ketidaksesuaian mayor yaitu penyimpangan yang mengindikasikan apabila

tidak terpenuhi mempunyai potensi mempengaruhi efisiensi pengendalian

keamanan pangan.

c. Ketidaksesuaian serius yaitu penyimpangan yang mengindikasikan apabila

tidak terpenuhi mempunyai potensi mempengaruhi keamanan produk.

d. Ketidaksesuaian kritis yaitu penyimpangan yang mengindikasikan apabila

tidak terpenuhi akan mempengaruhi produk secara langsung.

3.5 Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Pengendalian kualitas yang digunakan dalam melaksanakan kualitas produk

pada UM. Maharani dengan penerapan Cara Produksi Pangan yang Baik pada

bagian produksi.

2. Cara Produksi Pangan yang Baik perusahaan adalah penerapan Peraturan

Kepala BPOM RI No. HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 pada UM.

Maharani.

57
3. GAP Analysis atau analisis kesenjangan dalam penelitian ini adalah

membandingkan kondisi real lapangan dengan pedoman kesesuaian 14 aspek

berdasarkan Peraturan Kepala BPOM RI tahun 2012 pada UM. Maharani

menggunakan dua form Gap Analysis Checklist yaitu formulir skoring dan

kelompok penyimpangan yang terlampir pada Peraturan Kepala BPOM RI

No. HK.03.1.23.04.12.2207 tahun 2012.

58
BAB IV
GAMBARAN UMUM

4.1 Profil UM. Maharani

Keripik Singkong Maharani adalah usaha yang bergerak dibidang pengolahan

pangan. Maharani berdiri dari tahun 2007 yang terletak di Desa Nanggerang,

Kecamatan Tajurhalang, Kabupaten Bogor. Awal mula berdiri UM. Maharani

karena pemilik yaitu Bapak Nanan melihat di sekitar lingkungan rumahnya

terdapat banyak kebun singkong.

Singkong yang semula hanya dijual dalam bentuk mentah kemudian diolah

menjadi keripik singkong oleh Bapak Nanan. Pak Nanan melihat adanya peluang

bisnis dalam produksi keripik singkong ini. Usaha yang dijalankan oleh Pak

Nanan semakin berkembang sampai menjadi Usaha Peningkatan Pendapatan

Keluarga Sejahtera (UPPKS) terbaik se-Kabupaten Bogor pada tahun 2015.

Walaupun usaha ini sudah berjalan lebih dari 14 tahun, namun Maharani masih

berstatus Usaha Mikro (UM) yang belum memiliki izin P-IRT.

4.2 Struktur Organisasi

Struktur organisasi merupakan garis yang bertingkat (hierarki) yang

menggambarkan kedudukan, fungsi, hak dan kewajiban dari masing-masing posisi

yang ada dalam lingkup perusahaan secara jelas. UM. Maharani juga memiliki

struktur organisasi sederhana yaitu hanya memiliki dua tingkatan. Tingkatan

dalam struktur organisasi ini adalah antara pemilik dan pekerja. Pengambilan

59
keputusan dilakukan oleh Bapak Nanan selaku pemilik sekaligus pemimpin

organisasi.

Ketua

Nanan

Sekertaris Bendahara

Rani Fitri

Seluruh Anggota Maharani

Gambar 2. Struktur Organisasi Maharani

4.3 Ketenagakerjaan UM. Maharani

Maharani memiliki karyawan yang bekerja di toko dan di tempat produksi.

Toko Maharani memiliki jam operasional dimulai dari pukul 07.00 sampai 21.00

WIB serta tidak memiliki hari libur. Jam kerja karyawan di toko terbagi menjadi 2

shift yaitu shift pagi dari jam 07.00 sampai jam 16.00 WIB, sedangkan shift siang

dari jam 13.00 sampai jam 21.00 WIB. Pergantian shift untuk karyawan yang

bekerja di toko diatur oleh pemilik dengan mengacak jadwal setiap seminggu

sekali. Maharani tidak menentukan jam istirahat khusus untuk karyawan yang

bekerja di toko. Karyawan yang bekerja di toko akan mengambil jam istirahat

bergantian satu sama lain.

60
Karyawan di tempat produksi memulai jam kerja sesuai dengan bagian

produksinya masing-masing. Karyawan pada bagian produksi pengupasan dan

pencucian singkong, perebusan singkong, pengirisan dan penjemuran singkong,

penggaraman keripik serta pengemasan keripik dimulai pada rentang jam 04.30

WIB hingga 12.00 WIB. Namun, untuk karyawan bagian penggorengan keripik

terbagi menjadi 2 shift yaitu shift pagi dan malam. Jam kerja pada shift pagi

dimulai pada jam 08.00 WIB hingga 15.00 WIB, sedangkan shift malam dimulai

pada 20.00 WIB hingga 24.00 WIB. Karyawan pada tempat produksi memiliki 2

hari libur kecuali karyawan pada proses penggorengan hanya memiliki 1 hari

libur. Hari libur produksi ditentukan oleh pemilik yaitu Bapak Nanan, biasanya

pada hari-hari weekend.

Kegiatan penetapan upah gaji karyawan Maharani digolongkan menjadi dua

jenis yaitu upah harian dan upah berdasarkan hasil kerja masing-masing.

Karyawan yang mendapatkan upah tetap dihitung dengan kehadiran hariannya

yaitu karyawan toko dan karyawan pada tahap perebusan. Sedangkan, karyawan

yang mendapatkan upah sesuai dengan hasil kerjanya yaitu karyawan pengupasan,

penggorengan, penggaraman dan packing. Semakin banyak produk yang

dihasilkan maka semakin banyak pula upah yang didapat.

61
4.4 Produk UM. Maharani

Produk yang dihasilkan oleh UM. Maharani adalah keripik singkong. Varian

dari keripik singkong maharani disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Varian Produk Keripik Singkong


Nama Produk Varian Rasa Berat Produk (gram)
Original 500
Keripik Singkong Bulat
Balado 400
Original 500
Keripik Singkong Irisan Original 250
Panjang Rujak 400
Cokelat 250

Keripik singkong yang diproduksi oleh UM. Maharani terdiri dari 2 jenis yaitu

keripik singkong bulat dan irisan panjang. Produk keripik singkong irisan panjang

original merupakan favorit konsumen, sehingga diproduksi hampir setiap hari.

Namun, untuk keripik singkong bulat original hanya diproduksi 2-3 hari sekali.

Kemudian, pada keripik singkong yang memiliki varian rasa biasanya diproduksi

setelah stock di toko habis yaitu sekitar seminggu sekali.

4.5 Proses Penerimaan Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan oleh UM. Maharani adalah singkong. Berikut

proses penerimaan bahan baku singkong yang ada di UM. Maharani disajikan

pada Gambar 3.

62
Bahan Baku Datang

Penimbangan Singkong

Tempat Pengupasan

Sortasi Singkong

Gambar 3. Penerimaan Bahan Baku Singkong


Berdasarkan Gambar 3, proses penerimaan bahan baku singkong di UM.

Maharani adalah sebagai berikut:

1. Bahan baku singkong datang dari mobil pick up menuju ke tempat pengupasan

2. Singkong dimasukkan dalam keranjang industri atau baskom besar kemudian

ditimbang pada timbangan duduk manual

3. Pemasok mencatat singkong yang ditimbang per keranjang

4. Setelah ditimbang, singkong dikeluarkan dari keranjang industri yang

kemudian diletakkan langsung di tengah ruang penguapasan beralaskan aspal

5. Lalu singkong disortasi, untuk melihat apakah terdapat singkong yang busuk

atau tidak, oleh karyawan bagian pengupasan sembari mengupas singkong

Gambar 4. Kondisi Penerimaan Bahan Baku

63
4.6 Proses Produksi Keripik Singkong Maharani

Pembuatan keripik singkong pada UM. Maharani terdapat dua jenis proses

yaitu untuk keripik singkong berbentuk bulat dan keripik singkong berbentuk

irisan panjang. Diagram alir pembuatan keripik singkong dapat dilihat pada

Gambar 5.

Bahan Baku (Singkong)

Pengupasan Kulit

Pencucian

Perebusan

Pengirisan

Penjemuran

Penggorengan

Garam dan
Penggaraman
Penyedap Rasa

Pengemasan

Keripik Singkong
Gambar 5. Pembuatan Keripik Singkong

Berikut merupakan deskripsi tentang proses pembuatan keripik singkong yang

dilakukan oleh UM. Maharani.

64
1. Tahap Pengupasan Kulit

Pengupasan kulit singkong dilakukan dengan menggunakan sebilah pisau.

Pengupasan dilakukan dengan cara membuat sayatan panjang dari ujung hingga

pangkal singkong. Pengupasan kulit ini akan dipisah antara kulit luar yg kotor

dengan kulit bagian dalam. Kulit bagian dalam akan dikumpulkan dan diberikan

kepada orang lain untuk pakan ternak. Sedangkan, singkong yang sudah bersih

diletakkan pada keranjang plastik.

2. Tahap Pencucian

Pencucian bahan baku ini dilakukan untuk menghilangkan kotoran-kotoran

yang masih tersisa di permukaan singkong. Singkong yang diletakkan pada

baskom plastik, kemudian mulai dicuci satu persatu menggunakan air mengalir.

Permukaan singkong juga dibersihkan menggunakan sikat agar menghilangkan

kotoran dan tanah yang menempel.

3. Tahap Perebusan

Tahap ini hanya dilakukan untuk keripik singkong irisan panjang. Tahap

perebusan menggunakan panci dandang besar. Kompor yang digunakan

menggunakan tungku dari batu bata dan sumber api yang digunakan yaitu dari gas

LPG 3 kg serta kayu bakar. Perebusan singkong dimulai saat singkong

dimasukkan ke dalam keranjang kayu kemudian direbus dalam dandang besar

yang sudah mendidih. Proses perebusan ini tidak memiliki waktu baku, perebusan

akan selesai jika singkong yang direbus sudah lunak. Pengecekan singkong yang

lunak menggunakan sebilah bambu yang akan ditusuk pada permukaan singkong.

4. Tahap Pengirisan

65
Perbedaan tahap pengirisan antara keripik singkong irisan panjang dengan

keripik singkong bulat adalah alat yang digunakan. Pada keripik singkong bulat,

pengirisan dilakukan dengan menggunakan mesin pemotongan singkong. Hasil

dari mesin pemotongan tersebut adalah irisan singkong tipis dan berbentuk bulat.

Sedangkan, untuk keripik singkong irisan panjang melalui proses pengirisan

manual menggunakan tangan dan pisau khusus. Pengirisan manual ini tidak

menggunakan sarung tangan. Ketebalan dan panjang irisan singkong ini tidak

seragam karena bergantung pada keterampilan karyawan dalam melakukan

pengirisan singkong. Irisan singkong, baik yang bulat atau irisan panjang,

ditampung dalam baskom plastik berukuran 25 liter.

5. Tahap Penjemuran

Tahap penjemuran hanya dilalui oleh keripik singkong irisan panjang.

Singkong yang telah diiris memanjang kemudian dijemur di bawah terik matahari.

Singkong tersebut dijejer secara rapih di atas terpal pada tanah lapang. Waktu

yang dihabiskan untuk menjemur singkong sekitar 3-4 jam apabila matahari

bersinar terang. Jika cuaca sedang hujan tak menentu maka penjemuran singkong

akan terhambat sehingga singkong tersebut masih terdapat banyak kadar air.

Singkong yang belum sepenuhnya kering, kemudian dirapihkan kembali ke dalam

keranjang plastik.

6. Tahap Penggorengan

Penggorengan singkong dilakukan dengan teknik deep frying yaitu mengoreng

keripik dengan menggunakan minyak dalam jumlah banyak sehingga keripik

dapat terendam seluruhnya. Setelah minyak panas, kemudian dimasukkan irisan

66
singkong ke dalam wajan besar sambil sesekali diaduk menggunakan saringan

minyak berukuran besar. Penggorengan singkong ini berlangsung selama 1-2

menit. Setelah terlihat adanya perubahan warna menjadi kuning keemasan

kemudian diangkat dan ditiriskan beberapa menit. Hal ini dilakukan agar sisa-sisa

minyak yang masih ada di keripik singkong, tidak ikut terbawa dalam kemasan.

7. Tahap Penggaraman

Tahap ini merupakan pemberian rasa terhadap keripik singkong yaitu dengan

cara menaruh keripik singkong diatas nampan berlapiskan karung berukuran

sedang. Kemudian, ditaburkan campuran garam dan penyedap rasa di atas keripik

singkong. Penguat rasa yang digunakan yaitu jenis BTP Mononatrium L-glumate

Kode E-Numbers 621.

8. Tahap Pengemasan

Pengemasan keripik singkong dengan menggunakan plastik zip dengan isi

seberat 500 gram. Tahap ini dilakukan dengan memasukkan keripik ke dalam

plastik zip kemudian disusun 20 bungkus dalam satu bal. Pengemasan keripik

tidak menggunakan sarung tangan maupun masker.

Terdapat sedikit perbedaan tahap untuk pembuatan keripik singkong bulat

dengan keripik singkong irisan panjang. Perbedaan tahap yang dilalui keripik

singkong irisan panjang lebih lama dibanding keripik singkong bulat. Keripik

singkong irisan panjang melalui seluruh 8 tahap proses produksi, sedangkan

keripik singkong bulat hanya melalui 6 tahap proses produksi. Keripik singkong

bulat tidak melalui tahap perebusan dan tahap penjemuran.

67
4.7 Pemasaran Produk Keripik Singkong Maharani

UM. Maharani memproduksi pangan olahan yaitu keripik singkong. Keripik

singkong yang terdiri dari dua bentuk yaitu keripik singkong bulat dan keripik

singkong irisan panjang. Harga produk yang dipasarkan adalah Rp. 10.000 per

500 gram dan kemasan yang sudah menggunakan plasik zip. Hal tersebut,

menarik minat konsumen untuk membeli produk keripik singkong maharani.

Produk UM. Maharani memiliki jaringan pemasaran yang cukup luas, yaitu

mencakup wilayah Jabodetabek. Tempat produksi yang berada dipinggir jalan

raya sehingga memudahkan akses konsumen untuk datang langsung ke toko UM.

Maharani. Jaringan pemasaran tersebut didapat oleh UM. Maharani dengan

promosi via status whatsapp dan penyampaian langsung dari lisan ke lisan (word

of mouth).

Produk yang dipasarkan oleh UM. Maharani belum memperoleh izin P-IRT.

Hal tersebut dapat berakibat pada konsumen maupun usaha pengolahan pangan

ini. Produk yang belum mendapatkan izin edar maka secara legalitas belum siap

dan layak untuk beredar di pasaran. Produk UM. Maharani yang belum mendapat

izin edar, belum terjamin keamanan dan mutu produknya serta dapat

menghilangkan kepercayaan konsumen.

Izin edar adalah hal yang penting untuk diperhatikan baik bagi produsen,

konsumen, dan juga distributor karena merupakan salah satu instrumen utama

dalam alur pemasaran produk. Kepemilikan izin P-IRT menjadi penting dalam

upaya peningkatan jaringan pemasaran. Kepemilikan sertifikat P-IRT bagi

produsen dapat mengakibatkan produk dapat masuk ke ritel besar.

68
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Cara Produksi di UM. Maharani

Penerapan Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) yang merujuk pada

Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.03.1.23.04.12.2206 Tahun 2012, berdasarkan

membandingkan kondisi real lapangan dengan 14 ruang lingkup atau aspek CPPB

ditemukan masih terdapat aspek yang belum terpenuhi dan terlaksana dengan

baik.

Lokasi dan lingkungan produksi merupakan aspek penting yang harus

diperhatikan karena dapat berpotensi menjadi sumber pencemaran. UM. Maharani

terletak di Kecamatan Tajurhalang, Kabupaten Bogor. Lokasi produksi dan

penjualan keripik singkong masih terletak di kawasan yang sama. Walaupun

berada dalam kawasan yang sama, namun setiap proses produksi berjalan di

bangunan yang berbeda-beda.

Gambar 6. Lokasi Toko Keripik Singkong Maharani

69
Bangunan II Keterangan:
J F A = Tempat penjemuran
Bangunan I B = Tempat packing
a
C = Penyimpanan produk
A B C l E G H D = Tempat
a penggorengan
n E = Area parkir
D F = Toilet
G = Tempat packing
H = Penyimpanan produk
R I = Tempat pengupasan
Bangunan III a Bangunan IV J = Tempat perebusan
y K = Toko Maharani
I K L L = Tempat
a penggorengan
M = Tempat perebusan
J M N N = Rumah pemilik

Gambar 7. Denah Lokasi UM. Maharani


Berdasarkan Gambar 7, dapat dilihat bahwa lokasi produksi dan penjualan

keripik singkong terletak di pinggir jalan raya. Jalan tersebut cenderung hanya

digunakan oleh warga sekitar dan tidak terlalu banyak kendaraan lalu lalang serta

kondisi jalan yang sudah disemenisasi atau diaspal. Ketinggian tanah di lokasi

bagian kiri pada gambar (Bangunan I dan III) lebih tinggi daripada jalan raya,

sedangkan pada bagian kanan sejajar dengan jalan raya.

Aspek kedua yaitu Bangunan dan Fasilitas. Berdasarkan observasi dan

wawancara pada tanggal 17 Maret 2021, bangunan ruangan produksi UM.

Maharani terdiri dari beberapa konstruksi jenis bangunan. Terdapat beberapa

fasilitas yang belum disediakan sepenuhnya UM. Maharani seperti tempat

penyimpanan dan tempat cuci tangan. Ruang produksi pada bagian sebelah kiri

gambar (Bangunan I dan III) cenderung lebih luas dibanding bagian sebelah

kanan.

70
Gambar 8. Kondisi Bangunan Produksi

Aspek yang ketiga yaitu Peralatan Produksi. Peralatan produksi yang

digunakan ada yang terbuat dari besi, plastik maupun kayu. Wadah yang

digunakan untuk menyimpan keripik singkong yaitu menggunakan plastik besar

yang dipakai berulang-ulang. Plastik yang digunakan yaitu ukuran 30kg dan 10kg.

Tata letak peralatan produksi diletakkan sesuai dengan masing-masing proses

produksinya.

Gambar 9. Kondisi Peralatan Produksi

Pada aspek Suplai Air dan Sarana Penyediaan Air, berdasarkan observasi

dan wawancara pada tanggal 17 maret 2021, sumber air yang digunakan adalah

air tanah dengan jumlah yang cukup untuk kegiatan produksi. Seluruh kegiatan

pencucian bahan, sanitasi karyawan maupun peralatan produksi berasal dari

sumber yang sama. Maharani memiliki standar air yang akan digunakan dengan

71
uji organoleptik yaitu air yang digunakan tidak berwarna, tidak berbau dan tidak

keruh secara kasat mata.

Aspek yang kelima yaitu Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi.

UM. Maharani menyediakan sarana pembersihan/pencucian bahan pangan,

peralatan, perlengkapan dan bangunan yaitu berupa sikat, sapu, pel dan cairan

pembersih. Kegiatan higiene dan sanitasi berupa pembersihan peralatan produksi

dilakukan setelah alat tersebut digunakan. Sarana higiene karyawan yang tersedia

berupa fasilitas 1 ruang toilet dan 4 buah sarana cuci tangan sederhana.

Gambar 10. Kondisi Tempat Cuci Tangan

Pada aspek Kesehatan dan Higiene Karyawan, karyawan yang kontak

langsung maupun tidak langsung dengan pangan sebaiknya terjamin kondisi

kesehatan dan higiene karyawannya agar tidak menjadi sumber pencemaran.

Berdasarkan observasi dan wawancara pada tanggal 17 Maret 2021, Perusahaan

memberikan izin kepada karyawan produksi, jika merasa kurang sehat maka

diharuskan untuk istirahat di rumah. Kebersihan karyawan yang masih belum

dapat menjamin bukan sumber pencemaran. Permasalahan yang sering terjadi

adalah kebiasaan buruk karyawan saat proses produksi berlangsung yang masih

dilakukan terus menerus.

72
Gambar 11. Kondisi Karyawan Produksi

Aspek yang ketujuh yaitu Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi.

Berdasarkan observasi dan wawancara pada 17 Maret 2021, prosedur sanitasi

peralatan sudah diterapkan menggunakan proses fisik (penyikatan dan

penyemprotan dengan air), proses kimia (penggunaan sabun) ataupun gabungan

kedua proses tersebut untuk menghilangkan kotoran. Pembuangan sampah di

sekitar ruang produksi ditangani dengan cara dibuang setiap 2 hari sekali.

Gambar 12. Kondisi Proses Fisik Penghilangan Kotoran


Pada aspek Penyimpanan, UM. Maharani sudah menerapkan sistem First

In First Out (FIFO) pada produk akhir. Kemudian, pada Bahan Tambahan Pangan

(BTP) juga menggunakan sistem First Expired First Out (FEFO). Penyimpanan

bahan yang mudah menyerap air seperti garam sudah disimpan dalam tempat

kering. Layout lokasi UM. Maharani yang belum teratur mengakibatkan

penyimpanan bahan maupun peralatan masih terdapat yang bercampur.

73
Gambar 13. Kondisi Penyimpanan Bahan dan Produk Akhir

Aspek kesembilan yaitu Pengendalian Proses. Berdasarkan observasi dan

wawancara pada 17 Maret 2021, bahan baku yang digunakan untuk proses

produksi keripik singkong memiliki kondisi yang tidak rusak, tidak busuk, dan

tidak merugikan. Proses produksi yang telah berlangsung secara konsisten selama

14 tahun tanpa menentukan kondisi baku. Produk akhir berupa keripik singkong

menggunakan bahan kemasan plastik PP (polipropilena) jenis zip dengan desain

kemasan yang memperkecil kontaminasi dan mencegah kerusakan.

Gambar 14. Kondisi Karyawan Pada Saat Proses Produksi

74
Pada aspek Pelabelan Pangan, Maharani sudah memiliki desain label

kemasannya sendiri. Desain tersebut mencakup informasi nama produk, maskot

dan slogan. Label kemasan digunakan saat ada keperluan tertentu seperti acara

pameran, bazar, dll. Namun, pada produk keripik singkong yang dihasilkan dan

dijual setiap harinya oleh UM. Maharani belum menggunakan label pada setiap

kemasan produk.

Gambar 15. Label Keripik Singkong Maharani

Aspek kesebelas yaitu Pengawasan Oleh Penanggungjawab. Berdasarkan

observasi dan wawancara pada 17 Maret 2021, pengawasan karyawan dilakukan

langsung oleh pemilik yaitu Bapak Nanan. Selama proses produksi, pemilik

sesekali memantau masing-masing bagian proses produksi keripik singkong.

Pemantauan dilakukan juga untuk kegiatan yang berada di toko.

Aspek kedua belas yaitu Penarikan Produk. Berdasarkan observasi dan

wawancara pada 17 Maret 2021, maharani tidak melakukan penarikan produk

terhadap produk-produk yang ditemukan benda asing di dalam kemasan. Produk

yang sudah terjual tersebut menjadi bahan evaluasi untuk memperbaiki proses

produksi selanjutnya.

75
Pada aspek Pencatatan dan Dokumentasi, maharani melakukan pencatatan

terhadap gaji karyawan yang berdasarkan produk yang dihasilkan. Pada bagian

penggorengan, karyawan mencatat sendiri penghasilan yang didapat per hari pada

papan tulis putih. Setelah itu akan direkap penghasilannya oleh karyawan toko.

Sedangkan, pada karyawan bagian pengupasan, penggorengan, penggaraman dan

packing harus melaporkan langsung produk yang dihasilkan pada hari itu kepada

karyawan toko.

Gambar 16. Pencatatan Manual Karyawan Bagian Penggorengan

Aspek keempat belas yaitu Pelatihan Karyawan. Berdasarkan observasi

dan wawancara pada 17 Maret 2021, pemilik belum pernah mengikuti penyuluhan

tentang Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga sehingga

karyawan yang memproduksi keripik singkong juga belum mendapatkan pelatihan

karyawan.

76
5.2 Analisis Ketidaksesuaian Aspek CPPB Perusahaan

Penilaian ketidaksesuaian berupa aspek-aspek yang tidak sesuai dengan

peraturan pemerintah melalui formulir Gap Analysis Checklist. Terdapat dua jenis

formulir ceklis yaitu formulir skoring dan kelompok penyimpangan. Penilaian

diukur dengan membandingkan kondisi real lapangan dengan panduan Peraturan

Kepala BPOM RI No. HK. 03.1.23.04.12.2206 tahun 2012.

5.2.1 Hasil Analisis Kesenjangan

Hasil analisa yang dilakukan menggunakan formulir skoring yang

mengacu pada panduan Peraturan Kepala BPOM RI tahun 2012 akan ditampilkan

dalam bentuk rangkuman hasil analisis pada Tabel 19.

Tabel 5. Hasil Gap Analysis Checklist


𝚺 Skor 𝚺 Skor Presentase
𝚺 Para Maksimal
Variabel Cara Produksi Tiap Penyimpangan
No meter
Pangan yang Baik (CPPB) Parameter (c= ax5) (%)
(a)
(b) (b/c x 100%)
1. Lokasi dan Lingkungan
1 3 5 60
Produksi
2. Bangunan dan Fasilitas 3 12 15 80
3. Peralatan Produksi 3 10 15 67
4. Suplai Air atau Sarana
2 6 10 60
Penyediaan Air
5. Fasilitas dan Kegiatan Higiene
4 13 20 65
dan Sanitasi
6. Kesehatan dan Higiene
5 19 25 76
Karyawan
7. Pemeliharaan dan Program
4 12 20 60
Higiene Sanitasi Karyawan
8. Penyimpanan 2 9 10 90
9. Pengendalian Proses 5 17 25 68
10. Pelabelan Pangan 2 6 10 60
11. Pengawasan Oleh
2 8 10 80
Penanggungjawab
12. Penarikan Produk 1 4 5 80
13. Pencatatan dan Dokumentasi 2 6 10 60
14. Pelatihan Karyawan 1 5 5 100
Rata-Rata Keseluruhan 72%
Sumber: Data diolah, 2021.

77
Berdasarkan tabel tersebut, presentase penyimpangan penerapan CPPB pada

UM. Maharani sebesar 72%. Hal ini berarti, UM. Maharani masih kurang baik

dalam memenuhi Cara Produksi Pangan yang Baik artinya beberapa aktivitas

sudah dijalankan, namun prosedur pelaksanaannya belum terdokumentasi dan

atau belum konsisten dalam menjalankannya.

Berikut ini akan dijelaskan penyimpangan yang terjadi pada aspek-aspek

tersebut.

1. Pelatihan Karyawan

Aspek Pelatihan Karyawan belum sesuai dengan persyaratan pedoman CPPB-

IRT tahun 2012. Penyimpangan yang terjadi sebesar 100%, hal ini dikarenakan

pemilik belum pernah mengikuti penyuluhan tentang Cara Produksi Pangan yang

Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT). Pemilik hanya pernah

mensosialisasikan tentang cara memproduksi keripik singkong sesuai dengan

bagian tahapan proses serta menghimbau tentang kebersihan tempat kerja.

Menurut pedoman CPPB-IRT tahun 2012, pemilik seharusnya mempunyai

pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan praktik higiene dan sanitasi pangan serta

proses resiko yang mungkin terjadi. Kurangnya pengetahuan pemilik UM.

Maharani terhadap penerapan CPPB-IRT sehingga tidak dapat menerapkan serta

mengajarkan pengetahuan dan keterampilannya kepada karyawan yang lain.

Proses produksi berlangsung tanpa adanya pengetahuan terkait CPPB-IRT dapat

berakibat pada produk yang dihasilkan tidak terjamin mutu dan keamanan

pangannya.

78
2. Penyimpanan

Aspek Penyimpanan belum sesuai dengan pedoman CPPB-IRT tahun 2012.

Presentase penyimpangannya sebesar 90%, hal ini dikarenakan UM. Maharani

belum menyediakan ruangan khusus untuk penyimpanan.

Bahan tambahan pangan (BTP) disimpan dalan ruangan yang sama dengan

produk akhir pada bangunan (II) (Gambar 7). Penyimpanan produk akhir

disimpan di 3 tempat terpisah yaitu tempat penyimpanan 1 dan 2 serta di toko.

Keripik singkong yang sudah disusun dalam kemasan per bal, di dasar kemasan

terdapat kemasan sekunder yang kokoh yaitu kardus. Setiap produk dalam

kemasan per bal terdapat label tanggal produksi di depan barisan produk-produk

tersebut. Kemudian, bahan pengemas selalu disimpan berdampingan dengan

produk akhir, karena dianggap memudahkan dalam tahap packing produk.

Penyimpanan bahan pengemas di dalam karung atau dibiarkan tergeletak di atas

produk akhir dapat mencemari produk pangan. Hal tersebut, dimana seharusnya

bahan pangan, bahan pengemas dan produk akhir disimpan terpisah dalam

ruangan yang bersih, sesuai dengan suhu penyimpanan, dan penerangan yang

cukup. Penyimpanan yang kurang baik dapat mengakibatkan penurunan mutu dan

keamanan pangan serta tidak memenuhi pedoman CPPB-IRT tahun 2012.

Gambar 17. Kondisi Penyimpanan Bahan Pengemas dan Produk Akhir

79
Menurut pedoman CPPB-IRT tahun 2012, penyimpanan bahan baku tidak

boleh menyentuh lantai, menempel ke dinding maupun langit-langit. Berdasarkan

observasi dan wawancara, saat bahan baku singkong datang kemudian diletakkan

di ruang pengupasan. Bahan baku tersebut diletakkan langsung dengan aspal,

tanpa alas seperti terpal, kayu maupun plastik. Bahan baku yang datang langsung

habis diproses dalam sekali produksi, sehingga tidak terdapat ruang penyimpanan

khusus untuk bahan baku singkong.

Gambar 18. Kondisi Penyimpanan Bahan Baku


Pada penyimpanan peralatan, maharani belum memiliki ruang peralatan

khusus sehingga peralatan produksi diletakkan sesuai dengan bagian produksinya

masing-masing. Peralatan keranjang kayu disimpan dalam posisi menggantung

dengan permukaan menghadap ke atas. Dandang besar diletakkan di atas dipan

kayu dengan menghadap ke bawah. Keranjang industri bekas pakai diletakan

berdampingan dengan ruang penggorengan, letaknya berantakan dan menyentuh

langsung pada lantai. Mesin pengirisan dibiarkan di ruang terbuka dan hanya

ditutupi dengan terpal saja. Hal tersebut dapat mengakibatkan pencemaran dari

debu dan kotoran lain serta belum memenuhi pedoman CPPB-IRT tahun 2012.

80
Gambar 19. Kondisi Penyimpanan Peralatan
3. Penarikan Produk

Presentase penyimpangan pada aspek penarikan produk sebesar 80% artinya

penerapan perusahaan kurang memenuhi pedoman CPPB-IRT. Hal ini

dikarenakan, UM. Maharani tidak melakukan penarikan produk disebabkan oleh

sistem beli putus yang diterapkan oleh perusahaan dan menimbang terdapat

kerugian jika melakukan penarikan produk yang sudah terjual. Pemilik menyiasati

dengan memberikan arahan kepada reseller untuk mengecek kembali produk yang

akan dibeli.

Menurut pedoman CPPB-IRT tahun 2012, penarikan produk harus dilakukan

agar mencegah lebih banyak timbul korban lainnya karena produk yang

membahayakan kesehatan. Meskipun sejauh ini di UM. Maharani belum terdapat

kasus keracunan pangan. Namun, keluhan terkait adanya benda asing di dalam

produk keripik seharusnya ditindak lanjut dengan evaluasi cara produksi keripik

singkong tersebut.

4. Pengawasan Oleh Penaggungjawab

Aspek Pengawasan Oleh Penanggungjawab belum sesuai dengan pedoman

CPPB-IRT tahun 2012. Penyimpangan yang terjadi antara pedoman CPPB-IRT

dengan kondisi real lapangan sebesar 80%. Pemilik UM. Maharani belum pernah

81
mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP). Pentingnya seorang

penanggungjawab, dalam hal ini pemilik UM. Maharani, untuk memiliki

pengetahuan terkait prinsip-prinsip dan praktik higiene dan sanitasi pangan yang

ditangani. Mengingat seluruh aktivitas pengawasan internal, monitoring dan

tindakan koreksi dilakukan oleh pemilik keripik singkong maharani. Namun,

pengawasan internal yang dilakukan oleh pemilik belum terjadwal secara rutin.

Menurut pedoman CPPB-IRT tahun 2012, setiap proses produksi yang

berlangsung, pemilik seharusnya memiliki petunjuk yang menyebutkan tentang

nama produk, tanggal pebuatan dan kode produksi, jenis dan jumlah bahan yang

digunakan dalam satu kali proses pengolahan. Hal ini sejalan dengan penelitian

Lulu Hana Salsabila (2019), bahwa perusahaan seharusnya melakukan

perencanaan produksi terlebih dahulu sebelum memulai kegiatan. Perencanaan

tesebut dibuat agar produk yang diproduksi sesuai dengan formula yang

ditetapkan. Namun, karyawan produksi UM. Maharani hanya menuliskan

informasi tentang tanggal produksi pada satu kali produksi. Pemilik terkadang

memberikan tindakan koreksi saat merasa produk akhir yang dihasilkan sedikit

menurun kualitasnya. Tindakan koreksi tersebut dibuat dalam bentuk peringatan

tertulis dan ditempel pada ruang produksi.

Gambar 20. Peringatan Tindakan Koreksi Proses Penggorengan

82
5. Bangunan dan Fasilitas

Aspek Bangunan dan Fasilitas belum sesuai dengan pedoman CPPB-IRT

tahun 2012. Penyimpangan yang terjadi sebesar 67%, hal ini dikarenakan

bangunan dan fasilitas UM. Maharani belum menjamin sepenuhnya bahwa

pangan tidak akan tercemar oleh bahaya fisik, biologis, dan kimia selama proses

produksi serta sulit dibersihkan dan disanitasi. Ruang produksi keripik singkong

cukup luas dan tidak dipergunakan selain untuk memproduksi produk keripik

singkong. Konstruksi ruang produksi yang terbagi menjadi bangunan permanen,

semi permanen dan kerangka bangunan.

Pada bangunan permanen yaitu bangunan yang berbahan batako kuat yg

disemenisasi terdiri dari bangunan untuk toko dan bangunan untuk memproduksi

keripik singkong (proses penggorengan, pengemasan dan penyimpanan).

Bangunan semi permanen yaitu bangunan yang konstruksinya sebagian tembok

sebagian papan dengan lantai semen terdiri dari ruang penggorengan dan ruang

pengemasan. Kemudian, bangunan yang hanya kerangka bangunan saja yaitu

digunakan sebagai ruang pengupasan, ruang perebusan dan tempat penjemuran

singkong.

Menurut pedoman CPPB-IRT tahun 2012, lantai produksi terbuat dari bahan

rata, halus tetapi tidak licin dan memudahkan pengaliran air sehingga tidak

tergenang. Hasil observasi di UM. Maharani pada unsur lantai produksi belum

sesuai dengan pedoman CPPB-IRT tahun 2012. Lantai produksi pada beberapa

ruang produksi keripik singkong sedikit sulit dibersihkan karena lantai berupa

plasteran tidak rata dan terdapat retakan-retakan. Kemudian, pada lantai ruang

83
perebusan singkong dalam kondisi berlubang sehingga menyebabkan terdapat

tanah di area produksi. Kondisi lantai yang tidak rata juga menyebabkan aliran air

yang tidak sempurna sehingga masih terdapat genangan air di ruang produksi

keripik singkong.

Gambar 21. Kondisi Lantai Produksi

Dinding atau pemisah ruang produksi seharusnya mudah dibersihkan dan

terjaga kebersihannya dari debu, lendir dan kotoran lainnya. Dinding ruangan

sebaiknya dibuat dari bahan tahan lama, rata, halus, berwarna terang, kuat dan

tidak mudah mengelupas. Berdasarkan observasi di UM. Maharani pada unsur

dinding produksi, beberapa bangunan produksi belum sesuai dengan pedoman

CPPB-IRT tahun 2012. Pada bangunan semi permanen, sebagian dinding terbuat

dari susunan bilah bambu dan atau wiremesh ulir (anyaman besi).

Kondisi dinding bilah bambu pada ruang penggorengan berwarna gelap

disebabkan oleh terkena asap dan hawa panas dari proses penggorengan keripik

singkong. Perusahaan belum memiliki perlakuan khusus untuk pembersihan

bahan kayu, termasuk dinding bambu, sehingga noda yang tertinggal dalam

jangka waktu yang panjang menjadi sulit untuk dibersihkan. Dinding pada

bangunan semi permanen, baik susunan bilah bambu dan atau wiremesh ulir,

memiliki celah yang cukup banyak. Hal ini, dapat mengakibatkan debu dan

kotoran dari luar ruang produksi masuk dan dapat mengkontaminasi produk

84
keripik singkong. Sama halnya dengan bangunan yang hanya kerangka bangunan

saja. Proses produksi yang berlangsung, seperti pengupasan singkong, pencucian,

perebusan, dan penjemuran singkong dapat dengan mudah terkontaminasi debu,

polusi asap maupun kotoran dari luar ruang produksi atau pinggir jalan raya.

Gambar 22. Kondisi Dinding Ruang Produksi

Langit-langit pada ruang produksi menurut pedoman CPPB-IRT tahun 2012

sebaiknya dibuat dari bahan yang tahan lama, tidak mudah bocor, permukaan rata,

berwarna terang dan dilapisi cat tahan panas. Hasil observasi di UM. Maharani

pada unsur langit-langit belum sesuai dengan pedoman CPPB-IRT tahun 2012.

Seluruh bangunan produksi keripik singkong memiliki langit-langit yang

berbahan asbes atau genting, sehingga tahan lama, tidak mudah bocor dan tidak

mudah terkelupas. Namun, langit-langit ruang produksi belum memakai flapon,

asbes berwarna abu gelap, tidak dilapisi cat tahan panas dan rangka bangunan

yang cukup tinggi mengakibatkan langit-langit sulit dan jarang dibersihkan. Pada

tempat penjemuran singkong, kondisi rangka langit-langit dan asbes beningnya

sudah banyak yang rusak. Kondisi ini dapat mengakibatkan, potongan singkong

yang sedang dijemur dapat langsung basah terkena air hujan.

85
Gambar 23. Kondisi Langit-Langit Ruang Produksi

Bangunan produksi di UM. Maharani mayoritas tidak memiliki pintu.

Sehingga unsur pintu di UM. Maharani belum sesuai dengan pedoman CPPB-IRT

tahun 2012. Bangunan yang memiliki pintu produksi hanya toko dan satu

bangunan produksi (Bangunan II pada Gambar 7). Menurut pedoman CPBB-IRT

tahun 2012, pintu ruangan produksi seharusnya selalu dalam keadaan tertutup,

dilengkapi dengan pintu kasa dan didisain membuka ke luar/ ke samping sehingga

debu atau kotoran dari luar tidak terbawa masuk melalui udara ke dalam ruangan

pengolahan. Sedangkan, pintu toko berupa rolling door yang terbuka ke atas dan

pintu gerbang ruang produksi didisain terbuka ke dalam. Kedua pintu tersebut

tidak dilengkapi dengan pintu kasa. Selama proses produksi berlangsung, pintu

gerbang ruang produksi tidak tertutup.

Gambar 24. Kondisi Pintu Gerbang Ruang Produksi


Ruang produksi keripik singkong maharani memiliki penerangan yang cukup,

yaitu cahaya matahari yang masuk sempurna dan ditambah dengan penerangan

lampu. Menurut pedoman CPBB-IRT tahun 2012, ruang produksi seharusnya

86
dilengkapi dengan tempat untuk mencuci tangan beserta sabun dan pengeringnya.

Hasil observasi menunjukkan di ruang produksi keripik singkong maharani

terdapat tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun. Namun, ketersediaan

air dan sabun terkadang tidak selalu dikontrol sehingga ada hari dimana tempat

cuci tangan tersebut air dan sabunnya kosong. Maharani juga belum menyediakan

pengering tangan baik berupa lap atau tissue.

6. Kesehatan dan Higiene Karyawan

Pada aspek Kesehatan dan Higiene Karyawan kurang memenuhi pedoman

CPPB-IRT tahun 2012 dengan presentase penyimpangan sebesar 72%. Parameter

yang sudah dipenuhi pada kesehatan karyawan yaitu pemilik memberikan izin

kepada karyawan yang sakit untuk tidak masuk kerja terlebih dahulu.

Menurut pedoman CPPB-IRT tahun 2012, karyawan seharusnya menjaga

kebersihan badannya serta memakai pakaian kerja yang bersih. Namun,

perusahaan keripik singkong maharani belum menyediakan pakaian kerja berupa

celemek, penutup kepala, sarung tangan, masker ataupun sepatu kerja. Karyawan

yang menangani pangan berkontak langsung tanpa memakai APD akan

menimbulkan kotaminasi potensial pada produk keripik singkong. Kebersihan

karyawan UM. Maharani dalam kegiatan mencuci tangan, telah dilakukan

sebelum dan sesudah kegiatan produksi. Kendala dalam kegiatan sanitasi ini

adalah ketersediaan air dan sabun yang tidak selalu tersedia. Sehingga, terkadang

karyawan hanya mencuci tangan menggunakan air saja.

87
Gambar 25. Kondisi Karyawan Produksi Tidak menggunakan APD

Kebiasaan karyawan di area produksi juga penting diperhatikan karena

mempengaruhi produk pangan. Beberapa karyawan maharani masih melakukan

kebiasaan yang kurang baik, yaitu merokok, makan ataupun minum disela-sela

proses produksi berlangsung. Karyawan dibagian pengolahan juga masih ada yang

memakai perhiasaan berupa gelang dan cicin serta memakai arloji. Hal ini, dapat

membahayakan keamanan pangan yang diolah. Ketegasan pemilik sebagai

pengawas dan penanggungjawab merupakan hal yang penting karena kesadaran

karyawan yang masih kurang baik. Hal tersebut dituturkan juga dalam penelitian

Pinka Saninta (2020) bahwa pengawasan atau pengontrolan yang ketat oleh

kepala produksi atau bagian QC terhadap kondisi kesehatan, kegiatan dan kondisi

higiene karyawan dapat meningkatkan kesadaran karyawan untuk lebih menjaga

kondisi kesehatan dan higienitasnya.

7. Pengendalian Proses

Presentase penyimpangan pada aspek Pengendalian Proses sebesar 68%

artinya penerapan perusahaan kurang memenuhi pedoman CPPB-IRT.

Berdasarkan observasi dan wawancara, UM. Maharani belum mempunyai catatan

terkait spesifikasi bahan baik jenis maupun jumlahnya. Bahan yang dimaksud

adalah bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong termasuk air dan bahan

88
tambahan pangan (BTP). Bahan yang digunakan baik bahan baku singkong atau

bahan tambahan pangan (BTP) belum dituangkan dalam formula dasar yang

menyebutkan jenis dan persyaratan mutu bahan.

UM. Maharani juga belum memenuhi penetapan cara produksi yang baku,

penetapan komposisi dan formulasi bahan yang sesuai dengan pedoman CPPB-

IRT 2012. Berdasarkan observasi dan wawancara, usaha mikro ini belum belum

memiliki bagan alir atau urutan proses secara jelas. Proses produksi keripik

singkong yang berlangsung secara konsisten tahap per tahap, sehingga pemilik

merasa tidak perlu membuat diagram alir. Pada setiap tahap proses produksi juga

tidak memiliki ketetapan waktu atau kondisi baku. Seperti pada tahap proses

perebusan singkong, kematangan singkong hanya diukur berdasarkan

keempukkan singkong menggunakan tusukan bambu. UM. Maharani juga belum

mempunyai komposisi bahan dan formula untuk memproduksi keripik singkong.

Bahan tambahan pangan (BTP) yang digunakan tidak pernah diukur atau

ditimbang dengan alat ukur atau alat timbang yang akurat, melainkan hanya

ditaburkan berdasarkan feeling karyawan saja. Hal ini berdampak pada cita rasa

keripik singkong yang bisa saja tidak merata antara running produksi satu dengan

yang lain.

Gambar 26. Proses Penggaraman Tanpa Takaran Baku

89
8. Peralatan Produksi

Pada aspek Peralatan Produksi belum sesuai dengan pedoman CPPB-IRT

tahun 2012 dengan presentase penyimpangan sebesar 67%. Terdapat

penyimpangan pada persyaratan bahan peralatan produksi yang digunakan oleh

UM. Maharani serta pengawasan dan pemantauan peralatan produksi.

Mesin pemotong singkong tidak mudah dibongkar sehingga sedikit sulit untuk

dibersihkan bagian dalam alat pemotongnya, dimana sebaiknya mesin tersebut

mudah dipindah atau dibongkar pasang sehingga mudah dibersihkan dan

dipelihara. Pisau yang digunakan untuk mengupas maupun memotong singkong

beberapa sudah ada yang berkarat. Peralatan yang terbuat dari kayu, seperti meja

kayu, tusukan bambu dan keranjang kayu memiliki sifat menyerap air. Beberapa

keranjang kayu bahkan sudah rusak tetapi tetap dipakai dalam produksi keripik

singkong. Penggunaan peralatan kayu ini dapat berpotensi muncul kontaminasi

yang membahayakan keamanan pangan. Hal ini dituturkan dalam penelitian Lulu

Hana Salsabila (2019), bahwa peralatan kayu dapat menyebabkan terdapat rayap

atau jamur yang tumbuh sehingga dapat memungkinkan terjadinya kontaminasi

terhadap produk. Hal tersebut tidak sesuai dengan pedoman CPPB-IRT tahun

2012.

Gambar 27. Kondisi Peralatan Kayu

90
Pengawasan dan pemantauan peralatan produksi yang juga belum sesuai

dengan pedoman CPPB-IRT tahun 2012. Hal tersebut dikarenakan pemilik tidak

melakukan pemantauan secara berkala terhadap peralatan produksi yang

digunakan. Pemilik juga kurang tangkas untuk mengganti peralatan yang sudah

rusak dengan peralatan yang baru.

9. Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi

Aspek Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi belum sesuai dengan

pedoman CPPB-IRT tahun 2012. Presentase penyimpangannya sebesar 65%, hal

ini dikarenakan masih terdapat beberapa sarana yang belum terpenuhi. Sarana

yang dimaksud adalah sarana higiene karyawan, sarana cuci tangan dan sarana

toilet/jamban.

Kondisi kebersihan sarana higiene karyawan, seperti fasilitas untuk cuci

tangan dan toilet, tersedia dalam jumlah yang cukup tetapi kurang terawat. Sarana

cuci tangan sudah diletakkan di dekat ruang produksi, dilengkapi air bersih dan

sabun cuci tangan. Namun, belum terlengkapi dengan alat pengering tangan

seperti handuk, lap, atau kertas serap yang bersih. Sarana toilet untuk karyawan

yang tersedia sudah dilengkapi sumber air yang mengalir dan saluran

pembuangan. Keran air sudah tersedia di sebelah toilet, tetapi tidak ada display

sign untuk peringatan kepada karyawan agar mencuci tangan dengan sabun

sesudah menggunakan toilet. Kurangnya kesadaran akan kebersihan dan tidak

terdapat jadwal piket mengakibatkan sarana higiene karyawan dalam kondisi

kotor dan kurang terawat. Keadaan sarana higiene tersebut tidak dapat menjamin

kebersihan karyawan dalam mencegah kontaminasi terhadap bahan pangan.

91
Limbah yang tercipta dari bahan baku singkong yaitu kulit singkong paling

luar. Kulit ari singkong dimanfaatkan kembali untuk pakan ternak. Kemudian,

kulit terluar singkong segera diangkut dan dibuang pada saat selesainya proses

pengupasan singkong. Pengangkutan sampah kulit singkong menggunakan mobil

pick up. Sedangkan, sampah-sampah produksi yang lain dibuang dalam tempat

sampah yang disediakan. Tempat sampah tersebut hanya dari plastik berukuran

10kg, dimana seharusnya perusahaan menyediakan pembuangan sampah yang

kuat dan tertutup rapat. Hal ini belum sesuai dengan pedoman CPPB-IRT dan

dapat menyebabkan terjadinya tumpahan sampah yang dapat mencemari pangan

maupun sumber air.

Gambar 28. Limbah Kulit Singkong


10. Lokasi dan Lingkungan Produksi

Aspek Lokasi dan Lingkungan Produksi belum sesuai dengan pedoman

CPPB-IRT tahun 2012 dengan presentase penyimpangan sebesar 60%. Lokasi

IRTP yang seharusnya menurut pedoman CPPB-IRT yaitu bersih, bebas dari

sampah, bau, asap, kotoran, dan debu. Berdasarkan observasi dan wawancara,

UM. Maharani belum terbebas dari sampah dan debu. Terdapat sampah-sampah

yang masih berserakan di sekitar lokasi produksi. Letak lokasi yang berada di

pinggir jalan raya membuat debu-debu masuk ke dalam ruang produksi. Saluran

92
irigasi yang belum tertata dengan baik juga dapat mengakibatkan pencemaran

potensial yang membahayakan keamanan pangan.

Gambar 29. Lokasi Produksi di Pinggir Jalan


Penetapan lokasi IRTP seharusnya memerlukan pertimbangan keadaan dan

kondisi lingkungan yang mungkin dapat merupakan sumber pencemaran

potensial. Namun, UM. Maharani tidak melakukan pertimbangan terkait keadaan

dan kondisi lingkungan. Tempat produksi UM. Maharani di sekitar pemukiman

warga. Hal ini disebabkan, tempat produksi keripik singkong masih menjadi satu

dengan rumah pemilik.

11. Suplai Air atau Sarana Penyediaan Air

Aspek Suplai Air atau Sarana Penyediaan Air belum sesuai dengan pedoman

CPPB-IRT tahun 2012. Presentase penyimpangannya sebesar 60%, hal ini

dikarenakan UM. Maharani belum pernah melakukan tes laboratorium terhadap

air yang digunakan.

Menurut pedoman CPPB-IRT tahun 2012, air yang digunakan untuk proses

produksi harus air bersih. Air yang digunakan untuk mencuci/kontak langsung

dengan bahan pangan, seharusnya memenuhi persyaratan air bersih sesuai dengan

perundang-undangan. Berdasarkan observasi dan wawancara, UM. Maharani

93
sudah memenuhi parameter fisik rasa dan bau dengan standar baku mutu yaitu air

yang tidak berasa dan tidak berbau.

Standar baku mutu kesehatan lingkungan untuk media air, untuk keperluan

higiene sanitasi, menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 32 Tahun 2017 meliputi parameter fisik, biologi dan kimia. Parameter

tersebut dapat berupa parameter wajib dan parameter tambahan. Berdasarkan

peraturan PMK No. 32 tahun 2017 tersebut, UM. Maharani belum terjamin

memenuhi standar air bersih yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan

pada Lampiran 3.

12. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi Karyawan

Aspek Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi Karyawan belum sesuai

dengan pedoman CPPB-IRT tahun 2012 dengan presentase penyimpangan sebesar

60%. Permasalahan besar yang terjadi pada aspek ini adalah terkait konsistensi

pemilik maupun karyawan produksi dalam menjalankan aktivitasnya.

Pada pemeliharaan lingkungan, bangunan, dan peralatan belum dirawat

secara maksimal. Masih terdapat penyimpangan-penyimpangan yang terjadi

seperti yang sudah dijelaskan pada aspek lokasi dan lingkungan produksi,

bangunan dan fasilitas, serta aspek peralatan produksi.

Setelah proses produksi selesai, peralatan produksi dibersihkan

menggunakan air, sikat, spons, dan sabun cuci piring. Tujuannya adalah untuk

menghilangkan sisa-sisa pangan dan kotoran. Namun, kegiatan tersebut tidak

dilakukan secara berkala serta tidak dipantau ketepatan maupun keefektifannya.

Hal tersebut tidak sesuai dengan program higiene dan sanitasi pada CPPB-IRT

94
tahun 2012. Kemudian, peralatan yang sudah bersih tidak dapat diletakkan di

tempat yang menjamin kebersihan peralatan tersebut. Pemilik belum menyediakan

ruang penyimpanan khusus untuk peralatan, sehingga peralatan produksi disimpan

di ruangan yang terbuka dan dapat berpotensi terjadi pencemaran pada peralatan

yang akan digunakan.

Bahan kimia pencuci yaitu sabun cuci piring disimpan dalam wadah yang

berlabel, namun untuk penyimpanan sabun tersebut hanya digantung di dalam

plastik yang terletak di ruang pengupasan. Hal ini dapat membahayakan dengan

terjadi pencemaran maupun kontaminasi silang dengan bahan baku maupun

produk akhir.

13. Pelabelan Pangan

Aspek Pelabelan Pangan belum sesuai dengan pedoman CPPB-IRT tahun

2012 dengan presentase penyimpangan sebesar 60%. Kemasan label pangan

seharusnya diberi yang jelas untuk memudahkan konsumen dalam memilih,

menangani, menyimpan, mengolah dan mengkonsumsi pangan IRT. Berdasarkan

observasi dan wawancara, label yang digunakan UM. Maharani belum memenuhi

persyaratan minimal sekurang-kurangnya sebuah label. Label keripik singkong

maharani tidak memuat daftar bahan atau komposisi yang digunakan, berat bersih,

alamat IRTP, expired date, kode produksi, maupun nomor P-IRT. Konsumen

yang kurang informasi terkait expired date suatu produk, dapat menyebabkan hal

fatal seperti keracunan pangan dari produk yang sudah menurun kualitasnya. Hal

tersebut membahayakan dan dapat mempengaruhi keamanan produk secara

langsung.

95
Gambar 30. Desain Label Kemasan
14. Pencatatan dan Dokumentasi

.Aspek Pencatatan dan Dokumentasi belum sesuai dengan pedoman CPPB-

IRT tahun 2012. Presentase penyimpangannya sebesar 60%, hal ini dikarenakan

UM. Maharani belum memiliki dokumen produksi yang akurat.

Pencatatan penerimaan bahan baku hanya dilakukan oleh pemasok saja. UM.

Maharani mempercayakan sepenuhnya dan tidak memiliki salinan dari catatan

penerimaan bahan baku singkong. UM. Maharani tidak melakukan pencatatan

pada bahan tambahan pangan (BTP) karena bahan tersebut dibeli langsung oleh

pemilik di pasar terdekat. Hal tersebut belum sesuai dengan pedoman CPPB-IRT

tahun 2012, dimana seharusnya pencatatan dan dokumentasi bahan pangan

memuat nama bahan, jumlah, tanggal, nama dan alamat pemasok.

Pencatatan produk akhir hanya tertulis tanggal dan jumlah produksi dengan

tujuan mencatat gaji karyawan, dimana seharusnya produk akhir sekurang-

kurangnya memuat nama jenis produk, tanggal produksi, kode produksi, jumlah

produksi dan tempat distribusi/penjualan. UM. Maharani juga tidak memiliki

catatan dan dokumentasi terkait penyimpanan, pembersihan dan sanitasi,

pengendalian hama, kesehatan karyawan, pelatihan, distribusi dan penarikan

96
produk. Hal tersebut belum sesuai dengan pedoman CPPB-IRT tahun 2012 karena

dapat menyulitkan penelusuran masalah yang berkaitan dengan proses produksi

dan distribusi.

5.2.2 Kelompok Penyimpangan

Penilaian ketidaksesuaian menggunakan formulir kelompok

penyimpangan yang terdiri dari 4 tingkatan, yaitu minor, mayor, serius dan kritis.

Ketidaksesuaian Minor dengan persyaratan “dapat” yaitu di dalam CPPB-IRT

yang mempunyai potensi mempengaruhi mutu (wholesomeness) produk pangan

IRTP. Ketidaksesuaian Mayor dengan persyaratan yaitu “sebaiknya” di dalam

CPPB-IRT yang mempunyai potensi mempengaruhi efesiensi pengendalian

keamanan produk pangan IRTP. Ketidaksesuaian Serius dengan persyaratan

"seharusnya" yaitu di dalam CPPB-IRT yang mempunyai potensi mempengaruhi

keamanan produk pangan IRTP. Ketidaksesuaian Kritis dengan persyaratan

"harus" yaitu di dalam CPPB-IRT yang akan mempengaruhi keamanan produk

pangan IRTP secara langsung dan atau merupakan persyaratan yang wajib

dipenuhi (BPOM RI, 2012:4). Berikut merupakan analisis kelompok

penyimpangan aspek CPPB terhadap UM. Maharani pada Tabel 6.

97
Tabel 6. Analisis Kelompok Penyimpangan Aspek CPPB
No. Parameter Ketidaksesuaian Keterangan
Sampah yang berserakan
Lokasi pada IRTP
dan sebu dapat berpotensi
terdapat sampah plastik
mempengaruhi keamanan
1. yang berserakan dan Serius
produk jika dibiarkan
berdebu karena
dalam jangan waktu yang
kendaraan yang melintas
lama
Ruang produksi sebaiknya
cukup luas agar ruang
Ruang perebusan sempit
geraknya juga luas
2. sehingga sedikit ruang Mayor
sehingga tidak
gerak
bertabrakan satu dengan
yang lain
Lantai yang kotor dalam
Lantai pada ruang
ruangan produksi akan
penggorengan kotor dan Serius
mempengaruhi keamanan
berdebu
produk
Dinding terbuat dari
anyaman bambu yang
Dinding ruang
tidak tahan air, tidak
penggorengan terbuat
Serius berwarna terang serta sulit
dari anyaman bambu
dibersihkan dapat
3. yang tidak tahan air
mempengaruhi keamanan
pangan
Proses produksi tanpa
Ruang perebusan dan adanya pemisah dari
pengupasan tidak lingkungan luar dapat
memiliki dinding Serius mengakibatkan debu dari
sehingga dapat terkena luar masuk dan
debu dari luar mengkontaminasi produk
pangan
Ruang produksi tanpa
pintu dan pelapis kassa
Ventilasi, pintu, dan
dapat menimbulkan
4. jendela tidak terawat, Serius
sampah dan debu masuk
kotor, dan berdebu
ke dalam ruangan
produksi
Peralatan berkarat yang
Permukaan pisau yang
tetap digunakan terus
digunakan untuk
menerus dapat
5. pengupasan dan Kritis
menyebabkan serpihan
pemotongan ada yang
karat besi tercampur
berkarat
dengan bahan pangan
Sumber: Data diolah, 2021

98
Tabel 6. Analisis Kelompok Penyimpangan Aspek CPPB (lanjutan)
No. Parameter Ketidaksesuaian Keterangan
Alat rusak yang masih
digunakan berpotensi
Peralatan perebusan
mengelupas dan
terbuat dari anyaman
6. Serius meninggalkan serat-serat
bambu dengan kondisi
halus pada bahan baku
beberapa telah rusak
sehingga mempengaruhi
keamanan pangan
Air bersih yang Air untuk sanitasi bahan
digunakan belum pangan hanya memenuhi
7. Kritis
terjamin sesuai parameter fisik rasa dan
perundang-undangan bau saja
Kegiatan cuci tangan
Sarana cuci tangan tidak dengan hanya
lengkap dengan sabun menggunakan air tidak
8. Serius
dan alat pengering dapat menghilangkan
tangan bakteri sehingga higiene
karyawan tidak terjamin
Toilet hanya tersedia satu
Sarana toilet kurang
unit dan jarang
9. bersih dan kurang Serius
dibersihkan sehingga
terawat
terlihat kurang terawat
Tempat sampah yang
tidak tertutup dapat
Tempat sampah yang
mengakibatkan sampah
tersedia hanya dari
10. Kritis berserakan, mengundang
plastik besar dan tidak
lalat atau hama lain yang
tertutup
berpotensi mempengaruhi
keamanan pangan
Produk yang kontak
Karyawan produksi tidak langsung dengan
menggunakan pakaian karyawan dapat
11. Serius
kerja dan memakai membahayakan karena
perhiasan dapat terjadi kontaminasi
potensial pada produk
Karyawan dengan tangan
kotor yang bersentuhan
Kebiasaan cuci tangan langsung dengan produk
12. karyawan yang belum Kritis tanpa mencuci tangan
konsisten dilakukan terlebih dahulu dapat
mempengaruhi keamanan
produk
Sumber: Data diolah, 2021.

99
Tabel 6. Analisis Kelompok Penyimpangan Aspek CPPB (lanjutan)
No. Parameter Ketidaksesuaian Keterangan
Karyawan tidak menjaga
Terdapat karyawan yang kesterilan produk di ruang
13. makan dan minum saat Mayor produksi sehingga dapat
produksi berlangsung mengganggu keamanan
produk
Dengan tidak adanya yang
bertanggung jawab untuk
Tidak terdapat
menjaga kebersihan
14. penanggungjawab Mayor
produksi maka
higiene karyawan
keefektifan higiene
karyawan akan terganggu
Bahan kimia pencuci jika
Bahan pencuci disimpan tidak diletakkan di ruang
15. menggantung pada ruang Mayor khusus dapat
pengupasan mengkontaminasi bahan
pangan dan produk akhir
Tidak ada kesadaran dan
jadwal piket karyawan
Kegiatan higiene dan
produksi sehingga banyak
16. sanitasi tidak dilakukan Serius
tempat yang masih lalai
secara berkala
dalam kegiatan higiene
dan sanitasi
BTP dan bahan
Dapat terjadi kontaminasi
pengemas disimpan
Kritis kontaminasi silang
bersamaan dengan
dengan produk akhir
produk akhir
Kemasan yang menempel
17.
Penyimpanan produk dengan dinding dapat
akhir di simpan mengakibatkan kemasan
Kritis
menempel di dinding rusak dan kotor sehingga
ruangan mempengaruhi keamanan
produk
Peralatan yang bersih
Peralatan yang bersih dapat terkontaminasi debu
18. disimpan di tempat yang Kritis ataupun kotoran dari
kotor tempat penyimpanan yang
kotor
Produksi yang dilakukan
tanpa menggunakan
IRTP tidak memiliki
catatan baku pada
19. catatan baku terkait Kritis
komposisi dapat
komposisi bahan
mempengaruhi kualitas
produk
Sumber: Data diolah, 2021.

100
Tabel 6. Analisis Kelompok Penyimpangan Aspek CPPB (lanjutan)
No. Parameter Ketidaksesuaian Keterangan
Kegiatan produksi tanpa
IRTP tidak mempunyai adanya bagan alir dapat
20. bagan alir produksi Serius berakibat pada tindakan
pangan yang tidak sesuai dengan
standar yang ditetapkan
BTP yang digunakan
IRTP tidak memiliki alat
tanpa ukuran baku dapat
21. ukur untuk menimbang Serius
membahayakan
BTP
konsumen
Tidak menggunakan
label pada kemasan
berakibat pada
kurangnya informasi
Tidak terdapat label
yang diterima oleh
22. identitas pada produk Kritis
konsumen dan dapat
akhir
berpotensi
mempengaruhi kualitas
produk yang ada
dipasaran
Penanggung jawab yang
tidak memiliki
pengetahuan tentang
IRTP tidak mempunyai
keamanan pangan
23. penanggung jawab yang Kritis
berakibat pada rendahnya
memiliki Sertifikat PKP
kepedulian terhadap
keamanan produk pangan
yang dihasilkan
Dengan tidak adanya
pengawasan maka
Tidak terdapat
kefisiensian
24. pengawasan internal Serius
pengendalian kualitas
secara rutin
dan keamanan produk
akan terganggu
Produk yang tidak aman
Pemilik tidak melakukan jika tidak ditarik dari
penarikan produk pasaran akan
25. Kritis
terhadap produk yang mengakibatkan
tidak aman keamanan konsumen
terganggu
Sumber: Data diolah, 2021.

101
Tabel 6. Analisis Kelompok Penyimpangan Aspek CPPB (lanjutan)
No. Parameter Ketidaksesuaian Keterangan
Tidak terdapat catatan
IRTP tidak memiliki perusahaan maka akan
26. catatan dan dokumen Serius sulit untuk menelusur
produksi jika terdapat kejadian
luar biasa di perusahaan
Karyawan yang tidak
mengerti tentang
Tidak terdapat program keamanan pangan dapat
27. pelatihan keamanan Kritis berakibat pada rendahnya
pangan untuk karyawan tingkat kepedulian
karyawan terhadap
produk yang dihasilkan
Sumber: Data diolah, 2021

Berdasarkan hasil ketidaksesuaian CPPB-IRT, mengacu pada peraturan

BPOM No. HK.03.1.23.04.12.2207 Tahun 2012, tentang tata cara pemeriksaan

sarana produksi pangan industri rumah tangga, hasilnya menunjukkan terdapat 27

ketidaksesuaian. Ketidaksesuaian itu terbagi menjadi 4 ketidaksesuaian mayor, 12

ketidaksesuaian serius dan 11 ketidaksesuaian kritis.

102
5.3 Rekomendasi Perbaikan

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara penerapan CPPB maharani yang

menujukkan masih terdapat beberapa parameter yang belum sesuai. Oleh karena

itu, disusun rekomendasi perbaikan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi.

Perbaikan yang diberikan, diharapkan dapat meningkatkan penerapan CPPB

perusahaan. Berikut rekomendasi perbaikan tersebut, yaitu:

Tabel 7. Rekomendasi Perbaikan


Rekomendasi
No Penyimpangan Rekomendasi Teknis
Manajerial
Ketidaksesuaian Mayor
Ruang perebusan Menyediakan ruang
1. sempit sehingga tertutup khusus untuk
sedikit ruang gerak perebusan
- Membuat display sign
untuk tidak makan dan Menindak karyawan
Terdapat karyawan minum di ruang yang makan dan
yang makan dan produksi
2. minum saat produksi
minum saat produksi
- Melakukan pengawasan berlangsung berupa
berlangsung
terhadap karyawan ketika sanksi tegas
produksi berlangsung
Menunjuk
Tidak terdapat penanggungjawab
3. penanggungjawab higiene untuk
higiene karyawan mengontrol kegiatan
higiene karyawan
Menyediakan ruang
Bahan pencuci
penyimpanan khusus
disimpan
4. untuk bahan kimia dan
menggantung pada
bahan berbahaya
ruang pengupasan
lainnya
Sumber: Data diolah, 2021

103
Tabel 7. Rekomendasi Perbaikan (lanjutan)
Rekomendasi
No Penyimpangan Rekomendasi Teknis
Manajerial
Ketidaksesuaian Serius
Lokasi pada IRTP - Menjaga kebersihan
terdapat sampah lingkungan pabrik dari
plastik yang sampah plastik dan
5. berserakan dan menyiapkan tempat
berdebu karena sampah tertutup
kendaraan yang - Menyiram air ke jalan
melintas jika terasa sangat berdebu
- Melakukan pembersihan,
perawatan serta
pengawasan terhadap
lantai, dinding dan
langit-langit secara rutin
- Memperbaiki desain
Lantai, dinding, dan
bangunan yang sulit
6. langit-langit, tidak
dibersihkan
terawat, kotor dan
- Memasang plafon
berdebu
dengan dilapisi cat tahan
panas
- Mengganti material
dinding dengan yang
lebih kuat serta mudah
dibersihkan
- Melakukan pembersihan,
perawatan serta
pengawasan terhadap
Ventilasi, pintu, dan
7. ventilasi, pintu dan
jendela tidak terawat,
jendela secara rutin
kotor, dan berdebu
- Melapisi ventilasi, pintu
dan jendela dengan
kawat kasa
- Menerapkan perlakuan - Menetapkan masa
Peralatan kayu yang pembersihan khusus pakai peralatan
digunakan beberapa untuk peralatan kayu
8.
rusak serta menyerap - Mengawasi serta
air mengganti perlatan yang
mulai rusak
Sumber: Data diolah, 2021

104
Tabel 7. Rekomendasi Perbaikan (lanjutan)
Rekomendasi
No Penyimpangan Rekomendasi Teknis
Manajerial
Sarana cuci tangan Menyediakan dan
tidak lengkap dengan memeriksan secara
9. sabun dan alat berkala ketersediaan
pengering tangan air, sabun cuci tangan
dan lap tangan
Melakukan perawatan dan
pembersihan pada toilet
Sarana toilet kurang dan membuat serta
10. bersih dan kurang menempelkan display sign
terawat terkait himbauan mencuci
tangan setelah
menggunakan toilet
Karyawan produksi Menyediakan pakaian
tidak menggunakan kerja untuk seluruh
pakaian kerja dan karyawan dan
11. memakai perhiasan membuat peraturan
tegas agar karyawan
wajib memakai
pakaian kerja
Program higiene dan Melakukan pengawasan
sanitasi tidak dan inspekasi dalam
12.
dilakukan secara pelaksanaan program
berkala higiene dan sanitasi
Membuat dan
IRTP tidak menempelkan bagan
13. mempunyai bagan alir proses produksi
alir produksi pangan keripik singkong di
ruang produksi
Menyediakan alat ukur
Alat ukur / timbangan untuk menimbang
untuk mengukur/ BTP serta menentukan
14.
menimbang BTP ukuran baku yang
tidak tersedia akan digunakan setiap
produksi
Tidak terdapat Melakukan pengawasan
pengawasan internal rutin dengan mencakup
15.
secara rutin pengawasan bahan dan
pengawasan proses
Sumber: Data diolah, 2021

105
Tabel 7. Rekomendasi Perbaikan (lanjutan)
Rekomendasi
No Penyimpangan Rekomendasi Teknis
Manajerial
Membuat catatan
terkait penerimaan
IRTP tidak memiliki bahan, produk akhir,
16. catatan dan dokumen penyimpanan dsb yang
produksi dapat disimpan
minimal 2 bulan
Ketidaksesuaian Kritis
Permukaan pisau Mengganti peralatan yang
yang digunakan untuk permukaannya sudah
17. pengupasan dan berkarat dengan peralatan
pemotongan ada yang yang baru
berkarat
Melakukan uji
Air bersih yang laboratorium yang
digunakan belum membuktikan bahwa air
18.
terjamin sesuai bersih yang digunakan
perundang-undangan lolos parameter fisik,
biologi dan kimia
Tidak tersedia tempat Membuang sampah setiap Menyediakan tempat
19. pembuangan sampah hari secara rutin sampah tertutup
tertutup
Kegiatan cuci tangan Menyediakan sarana
kurang konsisten cuci tangan yang
dilakukan oleh memadai dan
20. karyawan membuat serta
menempel himbauan
tentang menjaga
kebersihan badan
BTP dan bahan Membuat layout lokasi Menambah atau
pengemas disimpan dengan ruangan yang membuat ruangan
21.
bersamaan dengan lebih tertata terpisah khusus BTP
produk akhir dan bahan pengemas
Menentukan ruangan
Peralatan yang bersih khusus yang terjamin
22. disimpan di tempat higiene untuk
yang kurang higienis menyimpan peralatan
yang sudah bersih
Sumber: Data diolah, 2021

106
Tabel 7. Rekomendasi Perbaikan (lanjutan)
Rekomendasi
No Penyimpangan Rekomendasi Teknis
Manajerial
IRTP tidak memiliki Membuat dan
catatan baku terkait mencatat komposisi
23. komposisi bahan. baku yang digunakan
dalam sekali produksi
keripik singkong
Tidak terdapat label Menggunakan label pada
24. identitas pada produk setiap produk akhir yang
akhir. dijual ke konsumen
IRTP tidak Mengikuti Penyluhan
mempunyai Keamanan Pangan
penanggung jawab (PKP) yang diadakan
25. yang memiliki oleh dinkes setempat
Sertifikat Penyuluhan
Keamanan Pangan
(PKP)
Pemilik tidak Melakukan penarikan
melakukan penarikan produk yang berbahaya
26.
produk pangan yang serta melaporkan ke
tidak aman BPOM setempat
Tidak terdapat Mengikuti dan
program pelatihan membagikan
27.
keamanan pangan keterampilan terkait
untuk karyawan PKP kepada karyawan
Sumber: Data diolah, 2021

107
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data, maka dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut:

1. Cara produksi pangan pada UM. Maharani terdapat beberapa aspek yang

belum terpenuhi dan terlaksana dengan baik menurut pedoman CPPB

Peraturan Kepala BPOM RI Tahun 2012.

2. Penilaian ketidaksesuaian CPPB berdasarkan hasil analisis formulir skoring

menunjukkan penyimpangan yang terjadi pada kondisi real lapangan sebesar

72%. Hal ini berarti UM. Maharani masih kurang baik dalam memenuhi Cara

Produksi Pangan yang Baik artinya beberapa aktivitas sudah dijalankan,

namun prosedur pelaksanaannya belum terdokumentasi dan atau belum

konsisten dalam menjalankannya.. Kemudian, penilaian ketidaksesuaian

CPPB berdasarkan kelompok penyimpangan yaitu terdapat 4 ketidaksesuaian

mayor, 12 ketidaksesuaian serius dan 11 ketidaksesuaian kritis.

3. Rekomendasi perbaikan berdasarkan hasil analisis kesenjangan terdapat 27

rekomendasi dari 14 aspek yang terlibat untuk penerapan CPPB perusahaan.

6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian pada UM. Maharani, berikut beberapa saran yang

diberikan yaitu:

108
1. UM. Maharani dapat melakukan upaya perbaikan, dalam memenuhi

persyaratan pedoman Kepala BPOM RI No. HK.03.1.23.04.12.2206 tahun

2012, dengan mengimplementasikan rekomendasi perbaikan untuk mengatasi

penyimpangan yang terjadi.

2. Pemilik UM. Maharani dapat mengikuti dan mengadakan pelatihan tentang

Cara Produksi Pangan yang Baik serta keamanan pangan agar pemilik dan

karyawan UM. Maharani mempunyai pengetahuan dasar mengenai prinsip-

prinsip dan praktik higiene dan sanitasi pangan serta proses pengolahan

pangan.

3. UM. Maharani dapat melakukan perbaikan dan perawatan khususnya

bangunan dan mesin peralatan yang digunakan saat proses produksi. Hal ini

dilakukan agar penerapan CPPB-IRT dapat berjalan lebih maksimal.

109
DAFTAR PUSTAKA

Anggrahini, Sri. 2015. Keamanan Pangan. Penerbit: PT. Kanisius. Daerah


Istimewa Yogyakarta.

Assauri, Sofjan. 2008. Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta: Fakultas


Ekonomi Universitas Indonesia.

Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2012. Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Tentang Cara Produksi
Pangan Yang Baik untuk Industri Rumah Tangga Nomor
HK.03.1.23.04.12.2206.

Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2012. Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Tentang Tata Cara
Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan Industri Rumah Tangga Nomor
HK.03.1.23.04.12.2207.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI. 2021. Laporan Tahunan Badan POM
2020.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI. 2018. Peraturan Badan Pengawasan
Obat dan Makanan Nomor 23 Tahun 2018 Tentang Pedoman Pengawasan
Pangan Industri Rumah Tangga.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2011. Varietas Unggul Ubi Kayu
untuk Bahan Pangan dan Bahan Industri. Sinar Tani Edisi 29 Juni-5 Juli
2011 No. 3421 Tahun XLI.

Badan Standarisasi Nasional. 1996. Keripik Singkong (SNI 01-4305-1996).

Crismanto, Yoan dan Sunday Noya. 2018. Analisis Kesenjangan Terhadap


Penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2015 Pada CV. Tirta
Mangkok Merah. Jurnal Teknologi, Informasi, dan Industri Vol.I No.2.

Fahmi, Irham. 2012. Manajemen Produksi dan Operasi. Bandung: Penerbit


Alfabeta.

Ishikawa, Kaoru. 1985. Pengendalian Mutu Terpadu. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Kadarisman, Darwin. 2012. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Bogor: IPB
Press.

Kementrian Kesehatan RI. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 32 Tahun 2017 tentang Standar baku Mutu Kesehatan

110
Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air untuk Keperluan Higiene
Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, dan Pemandian Umum. Jakarta.

Mamuaja, Christine F. 2016. Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan. Manado:


UNSRAT PRESS.

Muchsam, Yoki. Falahah dan Galih Irianto Saputro. 2011. Penerapan Gap
Analysis Pada Pengembangan Sistem Pendukung Keputusan Penilaian
Kinerja Karyawan (Studi Kasus PT.XYZ). Seminar Nasional Aplikasi
Teknologi Informasi 2011 (SNATI 2011).

Ogawa, Eiji. 1986. Manajemen Produksi Modern, Pengalaman Jepang. Jakarta:


Penerbit FEUI dan Lembaga SIUP Jakarta.

Pebilivya, Nurunnisa. Analisis Pengendalian Kualitas Produksi Keripik Pisang


pada UD. Suponyono Karang Pucung, Way Sulan, Lampung Selatan.
(skripsi). Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pudjihastuti, Isti., Siswo Sumardino, Oky Dwi Nurhayati, dan Yusuf Arya
Yudanto. 2019. Pengaruh Perbedaan Metode Penggorengan Terhadap
Kualitas Fisik dan Organoleptik Aneka Camilan Sehat. Prosiding Seminar
Nasional Vol.2. Universitas Muhammadiyah Semarang.

Pudjirahaju, Astutik. 2018. Pengawasan Mutu Pangan. Pusat Pendidikan Sumber


Daya Manusia Kesehatan. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia Kesehatan. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.

Putri, Yessie Dharma. 2019. Evaluasi Good Halal Manufacturing Practices (Studi
Kasus: Pabrik Tahu). Pekanbaru: Universitas Islam Negeri Syarif Kasim
Riau Pekanbaru.

Rahayu, Wiwit., Erlyna Wida R, Choiroel Anam, dan Intan Husna N. 2017.
Prospek Usaha Keripik singkong Rasa Gadung. Surakarta: CV. Indotama
Solo.

Razak, Maryam dan Muntikah. 2017. Ilmu Teknologi Pangan. Pusat Pendidikan
Sumber Daya Manusia Kesehatan. Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

Republik Indonesia. 2012. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun


2012 Tentang Pangan. Jakarta.

Republik Indonesia. 2019. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86


Tahun 2019 Tentang Keamanan Pangan. Jakarta.

111
Republik Indonesia. 2021. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 2021 Tentang Kemudahan, Perlindungan dan Pemberdayaan
Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Jakarta.

Richana, Nur. 2018. Menggali Potensi Ubi Kayu dan Ubi Jalar. Bandung:
Penerbit Nuansa Cendekia.

Rohaman, M. Maman dan Yuliasri RM. 2019. Hilirisasi Pengolahan Ubi Kayu di
Bidang Pangan Menuju industri 4.0. Bogor: PT. Penerbit IPB Press.

Sa’id, E. Gumbira dan A. Harizt Intan. 2004. Manajemen Agribisnis. Jakarta:


Penerbit Ghalia Indonesia.

Saninta, Pinka. 2020. Analisis Penerapan Sanitation Standard Operating


Procedures (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) pada
Produksi Nata de Coco di PT. Daya Agro Mitra Mandiri, Jombang-
Ciputat, Kota Tangerang Selatan. (skripsi). Jakarta: Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saragih, Bungaran. 2010. Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi


Berbasis Pertanian. Bogor: PT. Penerbit IPB Press.

Soekartawi. 2003. Agribisnis: Teori dan Aplikasinya. Jakarta: PT. RajaGrafindo


Persada.

Thaheer, H. 2005. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control


Point). Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Salsabila, Lulu H. 2019. Analisis Penerapan Sistem HACCP Pada Produk Kecap
Manis PT.X. (skripsi). Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


Penerbit Alfabeta.

112
LAMPIRAN

113
Lampiran 1. Gap Analysis Checklist Skoring
FORMULIR GAP ANALYSIS CHECKLIST

Nama IRTP : UM. Maharani


SKOR
ELEMEN YANG DIPERIKSA
NO 1 2 3 4 5
A. Lokasi dan Lingkungan Produksi
Lokasi dan lingkungan IRTP terawat dan
1.
bersih
B. Bangunan dan Fasilitas
Ruang produksi luas, mudah dibersihkan,
2. dan digunakan khusus untuk
memproduksi produk pangan
Lantai, dinding, dan langit-langit, terawat,
3.
bersih dan atau tidak berlendir
Ventilasi, pintu, dan jendela terawat dan
4.
bersih
C. Peralatan Produksi
Permukaan yang kontak langsung dengan
5.
pangan bersih dan tidak berkarat
Peralatan dipelihara baik, dalam keadaan
6.
bersih, dan terjamin efektifitas sanitasinya
Alat ukur/timbangan untuk mengukur
7. /menimbang berat bersih/isi bersih
tersedia dan akurat.
D. Suplai Air atau Sarana Penyediaan Air
Air bersih tersedia dalam jumlah yang
8. cukup untuk memenuhi seluruh
kebutuhan produksi
9. Air berasal dari suplai yang bersih
E. Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi
Sarana untuk pembersihan/pencucian
bahan pangan, peralatan, perlengkapan
10.
dan bangunan tersedia dan terawat dengan
baik.
Tersedia sarana cuci tangan lengkap
11.
dengan sabun dan alat pengering tangan.
Sarana toilet/jamban bersih, terawat dan
12.
tidak terbuka langsung ke ruang produksi.
Tersedia tempat pembuangan sampah
13.
tertutup.

114
SKOR
NO. ELEMEN YANG DIPERIKSA
1 2 3 4 5
F. Kesehatan dan Higiene Karyawan
Seluruh karyawan di bagian produksi
14. pangan merawat kebersihan badan dan
kesehatannya
Karyawan di bagian produksi pangan
15. mengenakan pakaian kerja dan/atau tidak
mengenakan perhiasan
Karyawan selalu mencuci tangan dengan
bersih sewaktu memulai mengolah
16. pangan, sesudah menangani bahan
mentah, atau bahan/ alat yang kotor, dan
sesudah ke luar dari toilet/jamban.
Karyawan bekerja dengan perilaku yang
baik (seperti tidak makan dan minum)
17.
sehingga mencegah pencemaran produk
pangan.
Terdapat Penanggungjawab higiene
18.
karyawan
G. Pemeliharaan dan Program Higiene dan Sanitasi
Bahan kimia pencuci ditangani dan
19. digunakan sesuai prosedur, disimpan di
dalam wadah dengan label keterangan
Program higiene dan sanitasi dilakukan
20.
secara berkala
Tidak terdapat hewan peliharaan yang
21. berkeliaran di sekitar dan di dalam ruang
produksi pangan.
Sampah di lingkungan dan di ruang
22.
produksi segera dibuang.
H. Penyimpanan
Bahan pangan, bahan pengemas disimpan
terpisah dengan produk akhir dalam
23. ruangan penyimpanan yang bersih dan
terang dan tidak kontak langsung dengan
lantai atau dinding.
Peralatan yang bersih disimpan di tempat
24.
yang bersih.

115
SKOR
NO ELEMEN YANG DIPERIKSA
1 2 3 4 5
I. Pengendalian Proses
IRTP memiliki catatan; menggunakan
bahan baku dengan kondisi baik dan
25.
bahan tambahan pangan yang sesuai
dengan persyaratan penggunaannya.
IRTP mempunyai atau mengikuti bagan
26.
alir produksi pangan
IRTP menggunakan bahan kemasan
27.
khusus untuk pangan.
28. BTP diberi penandaan dengan benar
Alat ukur / timbangan untuk mengukur/
29.
menimbang BTP tersedia dan akurat.
J. Pelabelan Pangan
Label pangan mencantumkan nama
produk, daftar bahan yang digunakan,
30. berat bersih/isi bersih, nama dan alamat
IRTP, masa kedaluwarsa, kode produksi
dan nomor P-IRT
Label tidak mencantumkan klaim
31.
kesehatan atau klaim gizi
K. Pengawasan Oleh Penanggung Jawab
IRTP mempunyai penanggung jawab
32. yang memiliki Sertifikat Penyuluhan
Keamanan Pangan (PKP)
IRTP melakukan pengawasan internal
33. secara rutin, termasuk monitoring dan
tindakan koreksi
L. Penarikan Produk
Pemilik IRTP melakukan penarikan
34.
produk pangan yang tidak aman
M. Pencatatan dan Dokumentasi
35. IRTP memiliki dokumen produksi
Dokumen produksi IRTP mutakhir,
akurat, dapat ditelusuri dan mampu
36.
disimpan selama 2 (dua) kali umur
simpan produk pangan yang diproduksi.

116
SKOR
NO ELEMEN YANG DIPERIKSA
1 2 3 4 5
N. Pelatihan Karyawan
IRTP memiliki program pelatihan
37.
keamanan pangan untuk karyawan

Rekapitulasi Penyimpangan Penerapan CPPB

𝚺 Skor 𝚺 Skor Presentase


𝚺 Para Maksimal
Variabel Cara Produksi Tiap Penyimpangan
No meter
Pangan yang Baik (CPPB) Parameter (c= ax5) (%)
(a)
(b) (b/c x 100%)
1. Lokasi dan Lingkungan
Produksi
2. Bangunan dan Fasilitas
3. Peralatan Produksi
4. Suplai Air atau Sarana
Penyediaan Air
5. Fasilitas dan Kegiatan Higiene
dan Sanitasi
6. Kesehatan dan Higiene
Karyawan
7. Pemeliharaan dan Program
Higiene Sanitasi Karyawan
8. Penyimpanan
9. Pengendalian Proses
10. Pelabelan Pangan
11. Pengawasan Oleh
Penanggungjawab
12. Penarikan Produk
13. Pencatatan dan Dokumentasi
14. Pelatihan Karyawan
Rata-Rata Keseluruhan

117
Lampiran 2. Gap Analysis Checklist Kelompok Ketidaksesuaian
FORMULIR GAP ANALYSIS CHECKLIST

Nama IRTP : UM. Maharani


KETIDAKSESUAIAN
ELEMEN YANG DIPERIKSA
NO MI MA SE KR
A. Lokasi dan Lingkungan Produksi
Lokasi dan lingkungan IRTP terawat dan
1.
bersih
B. Bangunan dan Fasilitas
Ruang produksi luas, mudah dibersihkan,
2. dan digunakan khusus untuk
memproduksi produk pangan
Lantai, dinding, dan langit-langit, terawat,
3.
bersih dan atau tidak berlendir
Ventilasi, pintu, dan jendela terawat dan
4.
bersih
C. Peralatan Produksi
Permukaan yang kontak langsung dengan
5.
pangan bersih dan tidak berkarat
Peralatan dipelihara baik, dalam keadaan
6.
bersih, dan terjamin efektifitas sanitasinya
Alat ukur/timbangan untuk mengukur
7. /menimbang berat bersih/isi bersih
tersedia dan akurat.
D. Suplai Air atau Sarana Penyediaan Air
Air bersih tersedia dalam jumlah yang
8. cukup untuk memenuhi seluruh
kebutuhan produksi
9. Air berasal dari suplai yang bersih
E. Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi
Sarana untuk pembersihan/pencucian
bahan pangan, peralatan, perlengkapan
10.
dan bangunan tersedia dan terawat dengan
baik.
Tersedia sarana cuci tangan lengkap
11.
dengan sabun dan alat pengering tangan.
Sarana toilet/jamban bersih, terawat dan
12.
tidak terbuka langsung ke ruang produksi.
Tersedia tempat pembuangan sampah
13.
tertutup.

118
KETIDAKSESUAIAN
NO. ELEMEN YANG DIPERIKSA
MI MA SE KR
F. Kesehatan dan Higiene Karyawan
Seluruh karyawan di bagian produksi
14. pangan merawat kebersihan badan dan
kesehatannya
Karyawan di bagian produksi pangan
15. mengenakan pakaian kerja dan/atau tidak
mengenakan perhiasan
Karyawan selalu mencuci tangan dengan
bersih sewaktu memulai mengolah
16. pangan, sesudah menangani bahan
mentah, atau bahan/ alat yang kotor, dan
sesudah ke luar dari toilet/jamban.
Karyawan bekerja dengan perilaku yang
baik (seperti tidak makan dan minum)
17.
sehingga mencegah pencemaran produk
pangan.
Terdapat Penanggungjawab higiene
18.
karyawan
G. Pemeliharaan dan Program Higiene dan Sanitasi
Bahan kimia pencuci ditangani dan
19. digunakan sesuai prosedur, disimpan di
dalam wadah dengan label keterangan
Program higiene dan sanitasi dilakukan
20.
secara berkala
Tidak terdapat hewan peliharaan yang
21. berkeliaran di sekitar dan di dalam ruang
produksi pangan.
Sampah di lingkungan dan di ruang
22.
produksi segera dibuang.
H. Penyimpanan
Bahan pangan, bahan pengemas disimpan
terpisah dengan produk akhir dalam
23. ruangan penyimpanan yang bersih dan
terang dan tidak kontak langsung dengan
lantai atau dinding.
Peralatan yang bersih disimpan di tempat
24.
yang bersih.

119
KETIDAKSESUAIAN
NO ELEMEN YANG DIPERIKSA
MI MA SE KR
I. Pengendalian Proses
IRTP memiliki catatan; menggunakan
bahan baku dengan kondisi baik dan
25.
bahan tambahan pangan yang sesuai
dengan persyaratan penggunaannya.
IRTP mempunyai atau mengikuti bagan
26.
alir produksi pangan
IRTP menggunakan bahan kemasan
27.
khusus untuk pangan.
28. BTP diberi penandaan dengan benar
Alat ukur / timbangan untuk mengukur/
29.
menimbang BTP tersedia dan akurat.
J. Pelabelan Pangan
Label pangan mencantumkan nama
produk, daftar bahan yang digunakan,
30. berat bersih/isi bersih, nama dan alamat
IRTP, masa kedaluwarsa, kode produksi
dan nomor P-IRT
Label tidak mencantumkan klaim
31.
kesehatan atau klaim gizi
K. Pengawasan Oleh Penanggung Jawab
IRTP mempunyai penanggung jawab
32. yang memiliki Sertifikat Penyuluhan
Keamanan Pangan (PKP)
IRTP melakukan pengawasan internal
33. secara rutin, termasuk monitoring dan
tindakan koreksi
L. Penarikan Produk
Pemilik IRTP melakukan penarikan
34.
produk pangan yang tidak aman
M. Pencatatan dan Dokumentasi
35. IRTP memiliki dokumen produksi
Dokumen produksi IRTP mutakhir,
akurat, dapat ditelusuri dan mampu
36.
disimpan selama 2 (dua) kali umur
simpan produk pangan yang diproduksi.

120
KETIDAKSESUAIAN
NO ELEMEN YANG DIPERIKSA
MI MA SE KR
N. Pelatihan Karyawan
IRTP memiliki program pelatihan
37.
keamanan pangan untuk karyawan
Jumlah Ketidaksesuaian Kritis
Jumlah Ketidaksesuaian Serius
Jumlah Ketidaksesuaian Mayor
Jumlah Ketidaksesuaian Minor

121
Lampiran 3. Peraturan Air Bersih
Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi tersebut digunakan untuk
pemeliharaan kebersihan perorangan seperti mandi dan sikat gigi, serta untuk
keperluan mencuci bahan pangan, peralatan makan dan pakaian. Selain itu Air
untuk Keperluan Higiene Sanitasi dapat digunakan sebagai air baku air minum.

Parameter Fisik dalam Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk Media
Air untuk Keperluan Higiene sanitasi
Standar Baku Mutu
No. Parameter Wajib Unit
(kadar maksimum)
1. Kekeruhan NTU 25
2. Warna TCU 50
3. Zat padat terlarut (Total mg/l 1000
Dissolved Solid)
4. Suhu °C Suhu udara ±3
5. Rasa Tidak berasa
6. Bau Tidak berbau

Parameter Biologi dalam Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk Media
Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi
Standar Baku Mutu
No Parameter Wajib Unit
(kadar maksimum)
1. Total coliform CFU/100 ml 50
2. E. coli CFU/100 ml 0

122
Parameter Kimia dalam Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk Media
Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi
Standar Baku Mutu
No Parameter Wajib Unit
(kadar maksimum)
1. pH mg/l 6,8 - 8,5
2. Besi mg/l 1
3. Fluorida mg/l 1,5
4. Kesadahan (CaCO3) mg/l 500
5. Mangan mg/l 0,5
6. Nitrat, sebagai N mg/l 10
7. Nitrit, sebagai N mg/l 1
8. Sianida mg/l 0,1
9. Deterjen mg/l 0,05
10. Pestisida total mg/l 0,1
Tambahan
1. Air raksa mg/l 0,001
2. Arsen mg/l 0,05
3. Kadmium mg/l 0,005
4. Kromium (valensi 6) mg/l 0,05
5. Selenium mg/l 0,01
6. Seng mg/l 15
7. Sulfat mg/l 400
8. Timbal mg/l 0,05
9. Benzene mg/l 0,01
10. Zat organik (KMNO4) mg/l 10

123

Anda mungkin juga menyukai