Anda di halaman 1dari 41

ANALISIS PENERAPAN SSOP PROSES PEMBUATAN KRIPIK SINGKONG DI

HOME INDUSTRY NUSANTARA PUTRA

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh:

ALVIAN UMBU TARAPANDJANG

NIM. 2017340055

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG

2022
ANALISIS PENERAPAN SSOP PROSES PEMBUATAN KRIPIK
SINGKONG DI HOME INDUSTRY NUSANTARA PUTRA

Oleh:

ALVIAN UMBU TARAPANDJANG

NIM. 2017340055

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian
strata satu (s-1)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS ILMU PERTANIAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG

2022

PAGE \* MERGEFORMAT i
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

Judul Skripsi :ANALISIS PENERAPAN SSOP PROSES PEMBUATAN KERIPIK


SINGKONG DI HOME INDUSTRY NUSANATARA PUTRA
Nama : ALVIAN UMBU TARPANDJANG
Nim : 2017340055
Program Studi : Teknologi Industri Pertanian

Dosen Pembimbing Utama Dosen Pembimbing Pendamping

Dr.Ir. Sri Handayani,MP Lorine Tantalu, SPI., MP., MSC


NIDN. 0723086404 NIDN. 0702088603

Mengetahui:
Kepala Program Studi

Lorine Tantalu, SPi., MP., MSc

NIDN: 0702088603

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan ramat-Nya
telah menuntun penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Analisis
penerapan SSOP Proses Pembuatan Kripik Singkong Di Home Industry Nusantara
Putra ” suatu kebanggaan tak terhingga di sertai dengan rasa syukur atas selesainya
penulisan skripsi ini yang di angkat sebagai salah satu persyaratan ntuk menyelesaikan studi
di fakultas pertanian prongram studi peternakan Universitas Tribhawana Tunggadewi
Malang.
Penulisan menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat bantuan
dan dorongan dari banyak pihak.Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Bapak Prof.Dr.Ir.Eko Handayanto, M.Sc. Selaku Rektor, Universitas Tribhuwana
Tunggadewi Malang.
2. Bapak Dr.Ir.Amir Hamzah,MP. Selaku Dekan Fakultas Pertanian, Universitas
Tribhuwana Tunggadewi Malang.
3. Ibu Lorine Tantalu, SPi., MP., MSc. Selaku Ketua Prongram Studi Peternakan,
Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang.
4. Dr.Ir. Sri Handayani,MP . Selaku dosen pembimbing utama yang membimbing dan
mengarahkansya selama penulisan skripsi ini.
5. Ibu Lorine Tantalu, Spi., MP., MSc. Selaku dosen pembimbing pendamping yang
membimbing dan mengarhakan saya selam penulisan skripsi ini.
6. Semua sanak saudara, kerabat, keluarga, kawan-kawan yang telah mendukung.
Penulis berharap semoga hasil dari skripsi ini dapat bermanfaat bagi bayak orang dan
memberikan sumbangan pemikiran dalam kemajuan ilmu pengetahuan.

Malang, 16 juli 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..............................................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI...................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................................iii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iv
BAB I. PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian..............................................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian............................................................................................................4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................5
2.1 Singkong...........................................................................................................................5
2.2 Keripik..............................................................................................................................6
2.3. Proses Pembuatan Keripik Singkong..............................................................................6
2.4 Penerapan SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures)........................................8
2.4.1 Sanitasi Bangunan....................................................................................................10
2.4.2 Sanitasi Peralatan.....................................................................................................11
2.4.3 Sanitasi Karyawan...................................................................................................11
2.4.4 Sanitasi Selama Produksi.........................................................................................12
2.4.5 Sanitasi di Lingkungan Pabrik.................................................................................12
2.4.6 Penanganan Limbah.................................................................................................12
2.4.7 CPPB-IRT (Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga)....13
BAB III. METODE PENELITIAN......................................................................................20
3.2 Jenis Dan Sumber Data..................................................................................................20
3.4 Analisis Data..................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................24
LAMPIRAN............................................................................................................................26

iv
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


tuntutan jaminan keamanan pangan terus meningkat sesuai dengan tuntutan
konsumen yang terus meningkat seiring dengan kenaikan kualitas hidup manusia
pangan yang aman, menurut peraturan pemerintah RI No.28 tahun 2004 tentang
keamanan, mutu dan gizi pangan, adalah pangan yang memiliki kualitas dengan
mutu yang baik dan bergizi. Kondisi tersebut sangat penting peranannya bagi
pertumbuhan, pemeliharaan dan peningkatan derajad kesehatan, serta kecerdasan
masyarakat, sedangkan makanan yang tidak aman dapat menyebabkan terjadinya
penyakit bawaan makanan (foodborne diseases).
tuntutan konsumen atas jaminan keamanan pangan menjadi sangat vital bagi
industry dan bisnis pangan. Konsumen berkeyakinan bahwa produk yang aman
tidak dapat hanya dijamin dengan hasil uji produk di laboraturium, melainkan
dapat di peroleh dari bahan baku yang baik, di tangani dengan baik, diolah,
didistribusikan dengan baik dan di proses oleh tenaga yang kompeten. Usaha
menjamin keamanan pangan di tingkat manufaktur di awali dengan praktik cara
produksi pangan yang baik. Saat ini, usaha penganekaragaman pangan dalam
mewujudkan ketahanan pangan sangat diperlukan sebagai usaha untuk mengatasi
masalah ketergantungan pada satu produk pangan pokok saja. Pengolahan umbi-
umbian menjadi berbagai bentuk makanan yang mempunyai rasa khas dan tahan
lama untuk disimpan. Berbagai bentuk olahan tersebut dapat berupa tepung,
keripik, dan stik (Balitkabi, 2016).
Singkong adalah salah satu tanaman umbi-umbian yang umum ditemukan
hampir di semua wilayah Indonesia. Tanaman singkong memiliki nama ilmiah
yaitu Manihot esculenta merupakan salah satu tanaman yang dapat tumbuh di
berbagai daerah. Tanaman singkong merupakan tanaman yang cocok untuk
ditanam dalam lahan yang gembur, tanaman singkong juga mudah untuk
dibudidayakan. Bahkan singkong banyak ditemui di pedesaan dengan kondisi
lahan yang kritis, bagi tanaman lain tidak mungkin untuk dapat tumbuh dengan
kondisi tanah seperti itu (Sundari, 2010). Singkong merupakan tanaman yang
memiliki banyak manfaat dan bagian dari tanaman singkong yang dapat
dikonsumsi selain umbinya yaitu bagian daunnya. Singkong juga dapat
dimanfaatkan sebagai bahan dasar olahan makanan misalnya getuk, tiwul dan lain
sebagainya. Selain dimanfaatkan sebagai bahan dasar dalam olahan makanan,
singkong dapat digunakan sebagai bahan baku industri rumah tangga misalnya
bahan dasar tepung tapioca dan juga makanan ringan (keripik).
Keripik singkong merupakan produk makanan ringan yang renyah dan harga
relatif murah sehingga produk tersebut menjadi alternatif cemilan yang tepat
untuk menemani waktu santai maupun disela-sela waktu bekerja. Saat ini keripik
singkong mulai diinovasikan dalam berbagai rasa seperti keju, barbeque, asin
manis, dan pedas Tetapi rasa asli bumbu pencampur keripik sudah jarang
ditemukan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan

1
2

produk makanan tradisional seperti teknologi yang digunakan, manajemen usaha


dan pemasaran, sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pengolahan. Seperti
kasus di Afrika Barat, walaupun mereka mengalami kemajuan kecil dalam
mengolah beberapa makanan tradisional, akan tetapi pertumbuhan dan
pengembangan industri kecil makanan menjadi terhambat oleh teknologi yang
tidak efisien, manajemen yang buruk, modal kerja yang tidak memadai, akses
terbatas pada bank dan lembaga keuangan lainnya, tingkat bunga yang tinggi dan
margin keuntungan yang rendah (Aworh, 2008). kripik singkong merupakan
salah satu produk yang memiliki bahaya mutu dan keamanan pangan. Bahaya
yang mungkin muncul pada proses pembuatan kripik singkong yaitu terkait bahan
baku singkong pada saat proses pengupasan kulit singkong jika mengunakan
pisau yang berkarat maka akan karat akan larut dalam makanan selain itu juga
proses tersebut dilakukan sebagai usaha preventif terhadap kontaminasi bahan
kimia beracun (Indraswati,2016).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan pada kripik singkong yaitu factor
penyimpanan. lama penyimpanan dapat menyebabkan kerusakan pada singkong
atau bahan baku, adapun factor lain seperti kemasan produk yang terlalu besar
sehingga menyebabkan terjadinyan oksidasi sehingga umur simpannya menurun.
Kebocoran kemasan juga dapat merusak produk, kontaminasi dari mikroba pada
saat proses pengisian dan penutupan kemasan yang berasal dari udara atau
pekerja juga dapat mengontaminasi produk. pada usaha penyediaan makanan
selain faktor kuantitas yang harus dipenuhi untuk mencukupi kebutuhan
konsumen, faktor yang tidak kalah pentingnya adalah faktor kualitas makanan
yang erat kaitannya dengan higiene dan sanitasi.
Sanitasi merupakan bagian penting dalam proses pengolahan pangan yang
harus dilaksanakan dengan baik sehingga keamanan pangan dari produk yang
dihasilkan bisa terwujud. Menurut Undang- Undang Republik Indonesia Nomor
18 Tahun 2012 Tentang Pangan, dijelaskan bahwa penyelenggaraan keamanan
pangan untuk kegiatan atau proses produksi pangan untuk dikonsumsi harus
dilakukan melalui sanitasi pangan, pengaturan terhadap bahan tambahan pangan,
pengauran terhadap pangan produk rekayasa genetik dan iradiasi pangan,
penetapan standar kemasan pangan, pemberian jaminan keamanan pangan dan
mutu pangan, serta jaminan produk halal bagi yang dipersyaratkan. Pada produksi
industri rumah tangga sering ditemukan hal – hal yang tidak sesuai dengan
ketentuan bahkan ada beberapa yang keluar dari prosedur higiene dan sanitasi
yang telah ditetapkan. Kondisi sanitasi UMKM realatif kurang baik dapat
mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan, dapat menyebabkan kontaminan
pada produk makanan, menimbulkan gangguan kesehatan, penyakit bahkan
keracunan produk makanan yang dihasilkan, sehingga dalam proses produksi
makanan harus memperhatikan kondisi sanitasi lingkungan dan sanitasi produk
makanan yang dihasilkan. Selain itu sanitasi merupakan serangkaian proses yang
dilakukan untuk menjaga kebersihan. Prosedur-prosedur pelaksanaan sanitasi
tersebut dan pengendalian proses dalam program sanitasi didokumentasikan
dalam bentuk Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP). Prosedur
3

SSOP secara lengkap telah diberikan oleh Food and Drug Administration (FDA)
(1995) Dan National Seafood HACCP Alliance for Training and Education
(NSHATE) (1999) yang dapat digunakan oleh pelaku bisnis pangan sebagai
acuan. Penerapan cara oroduksi pangan yang baik dan higenis (SSOP) dilakukan
untuk menjamin produk pangan yang baik bagi konsumen dan untuk memenhui
persyartan tentang kebersihan dan keamanan dalam memproduksi suatu produk
pangan.
SSOP menjadi salah satu syarat dan menjabarkan prosedur perusahaan dalam
mengolah pangan dan juga sebagai penunjang kesuksesan perusahaan serta
kegiatan lain yang mendukungnya. Selain itu, SSOP juga berfungsi untuk
mengurangi produk cacat yang dihasilkan dan menjadi pedoman karyawan dalam
melakukan pekerjaannya dan merupakan suatu prosedur untuk memelihara
kondisi sanitasi yang umumnya berhubungan dengan seluruh fasilitas produksi
atau area dan tidak terbatas pada tahapan tertentu atau titik kendali kritis.
Implementasi SSOP pada UMKM Putra kripik singkong di Home Industry
Nusantara diharapkan dapat menjadikan keadaan produk menjadi lebih baik yaitu
dengan perbaikan sedikit saja di beberapa aspek sudah mempengaruhi kualitas
higiene dan sanitasi. pada UMKM Putra kripik singkong di Home Industry
Nusantara artinya SSOP dapat dikembangkan menjadi lebih baik dengan
mengacu penuh syarat CPPB (Cara Produksi Pangan yang Baik). berdasarkan
uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai Analisis Penerapan
SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure) Kripik Singkong di Home
Industry Nusantara Putra, dalam rangka penyediaan makanan tradisional yang
aman dan bergizi. Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat menghasilkan SSOP
yang terdiri dari analisis sanitasi bangunan, peralatan, tenaga kerja, proses
pengolahan, ruang produksi, kondisi lingkungan sekitar, air bersih, dan limbah
hasil pengolahan pada pengolahan kripik sing di Home Industry Nusantara Putra
Desa Pendem Kota Batu.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana Analisis penerapan Sanitation Standard Operating Procedures
( SSOP) proses pembuatan kripik singkong di home Industry Nusantara
Putra.
2. Apa rekomendasi tindak lanjut yang harus dilakukan untuk perbaikan
penerapan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) proses
pembuatan kripik singkong di home Industry Nusantara Putra.

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini yaitu:
4

1. Menganalisis Penerapan Sanitation Standard Operating Procedures ( SSOP)


proses pembuatan kripik singkong di home Industry Nusantara Putra.
2. Merumuskan rekomendasi tindak lanjut yang harus dilakukan perusahaan untuk
perbaikan penerapan SSOP proses pembuatan kripik singkong di home Industry
Nusantara Putra.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian analisis penerapan SSOP proses pembuatan kripik
singkong dihome Industry Nusantara Putra.adalah :
1. Bagi perusahaan, penelitian ini di harapkan dapt memberikan informasi dan
menjadi masukan ( rekomendasi) dalam mengatasi kesenjangan pada proses
penerapa SSOP agar dapat berjalan lebih baik.
2. Bagi penulis, penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat tugas akhir
dalam memperoleh gelar sarjana, serta sebagai wadah dalam menerapkan teori
yang telah di peroleh selama masa perkuliahan.
3. Bagi pembaca, penelitian ini di harapkan dapat menjadi bahan informasi dan
referensi untuk penelitian selanjutnya, atau penelitian yang berkaitan dengan
SSOP.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Singkong
Singkong (Manihot utilissima P) merupakan tanaman yang kandungan
karbohidrat serta energi cukup tinggi (Wardani, 2012), zat gizi yang terkandung
dalam bahan makanan, khususnya kandungan kadar air dan karbohidrat pada
singkong sebesar 60,00 gram dan 37,90 gram per 100 gram bahan. Singkong (M.
utilissima P) merupakan salah satu sumber karbohidrat lokal Indonesia yang
menduduki urutan ketiga terbesar setelah padi dan jagung.
Tabel 2.1 Komposisi zat gizi pada singkong (per 100 gram)
Komposis zat gizi Jumlah
Energi 154,00 kal
Protein (nabati) 1,00 g
Lemak 0,30 g
HA (Hidrat Arang) total 36,80 g
Kalsium 77,00 mg
Fosfor 24,00 mg
Fe 1,10 mg
Vitamin C 31,00 mg
Air 61,40 g
BDD (Bagian yang Dapat Dimakan) 85,00%
Sumber: Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI) (2009)
Di Indonesia, singkong merupakan produksi hasil pertanian pangan ke dua
terbesar setelah padi, sehingga singkong mempunyai potensi sebagai bahan baku
yang penting bagi berbagai produk pangan dan industri. Sebagai makanan
manusia, singkong mempunyai beberapa kekurangan diantaranya kadar protein
dan vitamin yang rendah serta nilai gizi yang tidak seimbang. Disamping itu
beberapa jesnis singkong mengandung racun HCN yang terasa pahit. Dari dasar
itulah secara lokal singkong dibagi menjadi singkong pahit dan singkong
manis.Berdasarkan hasil identifikasi tumbuhan oleh Herbarium Medanense
(2016) dan literatur pengantar dari Rukmana (2002), taksonomi singkong
diuraikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledoneae
Ordo : Euphorbiales
Familia : Euphorbiaceae
Genus : Manihot
Spesies : Manihot Utilissima Pohl.
Sejak dipanen, singkong merupakan komoditi yang mudah rusak yang praktis
tidak dapat disimpan lama sehingga pemanfaatannya harus secepat mungkin
sebelum rusak. Hal ini berarti bahwa singkong harus dipindahkan secara cepat
dari lading penanaman ke lokasi pengolahan singkong serta perlu ditangani

5
6

dengan cepat di lokasi pengolahan. Singkong dapat dimanfaatkan dalam berbagai


bentuk aneka olahan makanan. Berbagai olahan singkong ini dapat menjadi bisnis
yang menguntungkan. Aneka makanan olahan singkong tersebut antara lain
singkong goreng, singkong rebus, keripik singkong, tape maupun gethuk (Badan
Litbang Pertanian, 2011).

2.2 Keripik
Kripik singkong merupakan salah satu makanan hasil olahan dari tanaman
singkong yang dikukus menggunakan oven dengan teknis khusus tertentu.
Makanan ini sangat popular di seluruh daerah di Indonesia dengan cita rasa yang
khas dari ubi kayu pilihan, menjadi salah satu makanan yang diminati oleh
masyarakat. Singkong dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu singkong berwarna
putih dan kuning, jenis singkong yang di pilih untuk pembuatan keripik di home
industry nusantara putra yaitu singkong berwarna putih. Selain itu juga singkong
yang di pilih dalam pembuatan keripik yaitu singkong yang siap dipanen
sehingga rasa dari keripik tersebut lebih gurih dan kualitas keripik juga yang
paling terutama. Bahan baku pembuatan keripik ini yaitu singkong, untuk
pembutan keripik singkong yang pertama sediakan bahan baku seperti singkong,
tepung tapioka dan cita rasa lainnya, kemudian dilakukan pengupasan adan
pembersihan bahan baku singkong agar terhindar dari kontaminasi, dilanjutkan
dengan proses penggilingan dan pencampuran tepung lalu lanjut ke proses
pengukusan dan pemotongan adonan, pembentukan dan penjemuran keripik dan
yang terakhir dikemas atau pengemasan. Tujuan pengemasan supaya aroma dan
cita rasa dari produk tersebut tetap terjaga.

2.3. Proses Pembuatan Keripik Singkong


Proses pembuatan keripik singkaong di home industry nusantara putra
dilakukan diruangan produksi, pada tahap awal pembuatan keripik singkong
dilakukan penyiapan bahan baku yaitu: singkong yang sudah ditimbang lalu
dikupas, perendaman sekalian pencucian, penggilingan, packing menggunakan
karung, selanjutnya proses produksi yaitu penyiapan singkong yang sudah
digiling lalu pencaampuran tepung tapioka, gula, dan garam/natrium benzoat.
Lalu melakukan mixing dengan cara manual dan kemudian melakukan
pencetakan adonan, pengukusan adonan, pendinginan adonan, dan dilakukan
proses pembuatan keripik singkong yaitu adonan yang sudah dingin di potong
lalu kemudian melalukan proses penggilingan dan proses penggilingan untuk
dicetak dan setalah dicetakan akan dijemur penyimpanan dan kemudian di
packing menggunakan plastik dengan ukuran 5 kg perkemasan lalu di pasarkan
dan biasa pemasarannya diambil langsung oleh konsumen karena telah
melakukan kesepakatan kerja sama.
7

proses pembuatan keripik singkong dapat dilihat dari diagram alir sebagai
berikut:
1. Singkong
Singkong dengan nama latin monihot utilissima. Singkong merupakan
tanaman yang dapat tumbuh dimana saja bahkan ada yang menyatakan bahwa
selama batang singkong menyentuh tanah maka pasti akan tumbuh tunas.
Singkong banyak di jumpai didaerah pedesaan dan banyak ditanam ditanah kritis
yang biasanya tidak mungkin bias ditanami tanaman lain. Singkong memilki
banyak nama dibelahan dunia. Namun akan dikenal oleh siapa saja jika disebut
nama latin singkong dan nama-nama tradisional singkong diseluruh dunia.
Singkong mempunyai karbohidrat sehingga seringkali digunakan sebagai
pengganti makanan pokok.
2. Pengupasan
Pengupasan merupakan salah satu cara untuk memisahkan kulit dari isi
tujuannya agar terhindar dari kotoran saat melalukan proses penggilingan dan
pengupasan sendiri memerlukan waktu yang cukup lama dan tergantung dari
banyak singkong yang ingin di produksi
3. Perendaman
Perendaman merupakan salah satu cara untuk menghilangkan getah yang
terdapat pada singkong dan juga untuk membersihkan singkong dari kotoran yang
menempel pada singkong saat dikupas.
4. Penggilingan
Penggilingan merupakan salah cara untuk menghancurkan singkong sebelum
di kukus dn kemuadian di masukan kedalam packing/karung untuk di simpan lalu
kemudian di proses untuk di kuku
5. Mixing/Pencampuran
Mixing/pencampuran merupakan pecampuran singkong yang sudah digiling
halus dengan bahan tambahan lain seperti: tepung tapioca, natrium benzoat/garam
dan pemanis (gula halus) lalu di cetak menjadi adonan
6. Pengukusan
Pengukusan adalah salah satu proses yang bertujuan untuk mematangkan
adonan singkong, pengukusan dilakukan dalam sebuah oven dan biasa setiap
adonan memerlukan waktu kurang lebih 4 jam untuk matang dan menghabiskan 2
buah gas elpiji dalam sekalian pengukusan.
7. Pendinginan
Pendinginan dilakukan setelah adonan matang pendinginan sendiri di lakukan
dalam ruangan tempat pemasakan/pengukusan singkong, pendinginan biasa
disimpan sehari sebelum diproses tujuannya agar singkong adonan tersebut
benar-benar dingin
8. Pemotongan
Pemotongan dilakukan setelah adonan benar-benar dingin, pemotongan sendiri
bertujuan agar adonan lebih kecil dan mudah di giling oleh mesin penghalusan
8

adonan. Dalam proses pemotongan biasanya memotong 8 buah adonan dalam


seakale proses pemotongan

9. Penggilingan Adonan
Penggilingan adonan bertuajuan agar adonan menjadi lebih halus dan mudah
dalam proses pencetakan untuk menjadi keripik singkong.
10.Pencetakan
Pencetakan adonan dilakukan menggunakan alat khusus yang berbentuk bulat
dan dilakukan secara manual, setelah pencetak selesai lalu simpan dalam wadah
yang telah disediakan untuk melakukan penjemuran.
11. Penjemuran
Penjemuran merupakan adonan yang sudah di cetak dijemur dalam dalam
sinar matahari menggunakan bambu yang telah di rakit khusus untuk menjemur
adonan penjemuran sendiri memerlukan waktu kurang lebih 1 ata 2 hari
tergantung dari keadaan cuaca yang mendukung
12. Penyimpanan
Penyimpanan dilakukan setelah keripik singkong tersebut benar-benar kering,
dan di simpan menggunakan terpal dalam tempat penyimpanan agar terhindar
dari kotoran dan debu.
13. Packing Dan Penimbangan
Packing dan penimbangan dilakukan ketika ada konsumen atau langganan
yang membeli dan packing sendiri menggunakan plastik polypropiline dengan
berat 5 kg perkemasan.
14. Pemasaran
Pemasaran dilakukan ketika keripik yang kering sudah banyak dan biasa tidak
dipasarkan secara langsung karena keripiknya masih dalam tahap setengah jadi
dalam pemasaran itu sendiri bukan dipasarakan dalam pasar, pemasaran sendiri
dilakukan oleh konsumen atau langganan yang sudah bekerja sama dengan home
industri nusantara putra.

2.4 Penerapan SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures)


SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) Sanitasi didefinisikan
sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur
faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dalam rantai perpindahan penyakit
tersebut. Penerapan prinsip-prinsip sanitasi adalah untuk memperbaiki,
mempertahankan atau mengembalikan kesehatan yang baik pada manusia. Seperti
yang dijelaskan oleh Fathonah (2005), higiene dan sanitasi merupakan bagian
penting dalam proses pengolahan makanan yang harus dilaksanakan dengan baik.
Higiene mencakup upaya perawatan kesehatan termasuk ketepatan sikap. Sanitasi
merupakan penciptaan atau pemeliharaan kondisi yang mampu mencegah
9

terjadinya kontaminasi makanan atau terjadinya penyakit yang disebabkan oleh


makanan. Untuk menerapkan suatu sistem yang menjamin higiene sanitasi maka
sebuah perusahaan diwajibkan untuk menerapkan standar operasional prosedur
dimana menurut Sailendra (2015), Standar Operasional Prosedur (SOP)
merupakan panduan proses kerja yang harus dilaksanakan setiap elemen
perusahaan maupun instansi. SOP juga berperan sebagai panduan hasil kerja yang
ingin diraih oleh suatu perusahaan maupun instansi.
SOP yang dibuat untuk menangani masalah higiene dan sanitasi adalah
Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) dimana Menurut Keener
(2015), SSOP merupakan spesifikasi dari SOP dimana lebih merujuk kepada
prosedur yang dibutuhkan dalam menjamin sanitasi dalam penanganan makanan
dan ada langkah yang tertulis untuk proses pembersihan dan sanitasi untuk
mencegah adanya pencemaran atau kontaminasi silang bahan makanan. SSOP
merupakan prosedur-prosedur standar penerapan prinsip pengelolaan lingkungan
yang dilakukan melalui kegiatan sanitasi dan higiene. Dalam hal ini, SSOP
menjadi program sanitasi wajib suatu industri untuk meningkatkan kualitas
produk yang dihasilkan dan menjamin sistem keamanan produksi pangan.
Prinsip-prinsip sanitasi untuk diterapkan dalam SSOP dikelompokkan menjadi 8
aspek kunci sebagai persyaratan utama sanitasi dan pelaksanaannya. Menurut
Winarno dan Surono (2002), SSOP terdiri dari delapan kunci persyaratan sanitasi,
yaitu (1) keamanan air (2) kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak
dengan bahan pangan (3) pencegahan kontaminasi silang (4) menjaga fasilitas
pencuci tangan, sanitasi dan toilet (5) proteksi dari bahan-bahan kontaminan (6)
pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin yang benar (7)
pengawasan kondisi kesehatan personil yang dapat mengakibatkan kontaminasi
(8) menghilangkan hama pengganggu dari unit pengolahan.
Sanitasi pangan merupakan hal terpenting dari semua ilmu sanitasi karena
sedemikian banyak lingkungan kita yang baik secara langsung maupun tidak
langsung berhubungan dengan suplai makanan manusia. Dalam industri pangan,
sanitasi meliputi kegiatan-kegiatan secara aseptik dalam persiapan, pengolahan
dan pengemasan produk pangan, pembersihan dan sanitasi pabrik serta
lingkungan pabrik dan kesehatan pekerja. Kegiatan yang berhubungan dengan
produk pangan meliputi pengawasan mutu bahan mentah, penyimpanan bahan
mentah, penyediaan air, pencegahan kontaminasi pada semua tahap pengolahan
dari berbagai sumber kontaminasi, serta pengemasan dan penggudangan produk
akhir. Dengan adanya prosedur sanitasi diharapkan kondisi ruang, alat, personil
serta lingkungan selalu berada dalam keadaan bersih dan higienis sehingga
menunjang untuk dilakukannya proses pengolahan pangan yang baik.
SSOP akan memberikan beberapa manfaat bagi unit usaha dalam menjamin
sistem keamanan produksi pangannya, antara lain: (1) memberikan jadwal
berkesinambungan, (2) mendorong perencanaan yang menjamin dilakukan
koreksi bila diperlukan, (3) mngidentifikasi kecenderungan dan mencegah
10

kembali terjadinya masalah, (4) menjamin setiap personil mengerti sanitasi, (5)
memberikan sarana pelatihan yang konsisten bagi personil, (6)
mendemonstrasikan komitmen kepada pembeli dan inspektor, dan (7)
meningkatkan praktek sanitasi di unit usaha (Winarno dan Surono, 2002).
Sanitasi yang harus diperhatikan dalam sebuah perusahaan makanan antara lain
sanitasi bangunan, peralatan, tenaga kerja, lingkungan pabrik, dan limbah.

2.4.1 Sanitasi Bangunan


Bangunan dan konstruksi yang paling ideal untuk mencegah kontaminasi
adalah ruangan yang mempunyai air belt atau pintu ganda, sehingga ruang tidak
berkontak langsung dengan lingkungan luar. Ruangan sebaiknya mempunyai
tekanan positif, sehingga aliran udara hanya dari dalam ruangan, dan tidak boleh
sebaliknya (Winarno dan Surono, 2002). Ruang tempat pengolahan memerlukan
udara bersih. Udara menjadi kotor jika mendapat pencemaran debu, bau-bauan
atau gas pengotor atau mikroba. Spora mikroba biasanya mudah diterbangkan
oleh angin dan kemudian mengotori udara. Jadi udara kotor juga menjadi sumber
kontaminasi. Udara dalam ruangan pengolahan dibersihkan dengan penggantian
udara bersih secara terus menerus. Hal ini dapat dilakukan dengan sistem
ventilasi atau AC. Untuk itu diperlukan lingkungan yang dapat menjamin
persediaan udara bersih (Soekarto, 1990). Menurut Soekarto (1990), tata letak
peralatan disamping harus memenuhi urutan proses juga perlu memenuhi
persyaratan sanitasi yaitu mudah dibersihkan, mudah bongkar pasang dan mudah
operasinya. Rancangan kontruksi bangunan juga memegang peranan penting
dalam sanitasi terutama untuk memudahkan tindakan sanitasi. Tiap sudut ruang
harus mudah dibersihkan. Bangunan yang didirikan harus dibuat berdasarkan
perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan higienitas sesuai dengan
jenis produk, mudah dibersihkan, mudah dilaksanakan tindakan sanitasi dan
mudah dipelihara. Konstruksi bangunan harus mampu melindungi karyawan dari
kepenatan akibat panas atau kondisi yang terlalu dingin serta kondisi-kondisi
lainya yang mengganggu (Kartaraharja , 1980).
Berdasarkan bahan bangunan yang digunakan untuk membuat lantai, terdapat
beberapa jenis lantai : lantai beton, lantai ubin, lantai kayu, dan lantai aspal.
Lantai ruang produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Rapat air
2. Tahan terhadap air, garam, basa dan atau bahan kimia lainnya.
3. Permukaan rata serta halus, tetapi tida licin dan mudah dibersihkan.
4. Pertemuan antara lantai dengan dinding tidak boleh membentuk sudut mati dan
harus melengkung serta rapat air.
Konstruksi dinding ruangan didesain sedemikian rupa sehingga tahan lama
dan memenuhi praktek higien makanan yang baik, yaitu mudah dibersihkan dan
11

didisinfeksi, serta melindungi makanan dari kontaminasi selama proses.


Persyaratan untuk ruang pengolahan adalah sebagai berikut :
1. Dinding terbuat dari bahan yang tidak beracun.
2. Sekurang-kurangnya 20 cm di bawah dan 20 cm di atas permukaan lantai
tidak menyerap air, yang berarti fondasi banguann terbuat dari semen.
3. Permukaan bagian dalam terbuat dari bahan yang halus, rata, berwarna terang,
tahan lama, tidak mudah mengelupas dan mudah dibersihkan.
4. Sekurang-kurangnya 2 m dari lantai tidak bersifat menyerap air, serta tahan
terhadap garam, basa dan atau bahan kimia lainnya, yang berarti jika terkena
bahan-bahan tersebut dinding tidak larut, rusak atau menimbulkan reaksi.
Konstruksi langit-langit didisain sedemikian rupa sehingga memenuhi praktek
higien yang baik. Persyaratan untuk langit-langit adalah sebagai berikut :
a. Konstruksi langit-langit seharusnya didesain dengan baik untuk mencegah
penumpukan debu, pertumbuhan jamur, pengelupasan, bersarangnya hama,
memperkecil terjadinya kondensasi, serta terbuat dari bahan tahan lama dan
mudah dibersihkan.
b. Langit-langit harus selalu dalam keadaan bersih dari debu, serangga, laba-
laba dan kotoran lainnya (BPOM RI, 2003).

2.4.2 Sanitasi Peralatan


Alat pengolahan dan wadah pangan perlu selalu dijaga kebersihannya. Karena
ini juga merupakan sumber pencemaran. Peralatan untuk makan harus memenuhi
persyaratan sanitasi (baik desain maupun bahan konstruksinya) yaitu mudah
dibongkar pasang dan mudah dicuci. Bahan yang mudah berkarat atau kasar
permukaannya menjadi tempat berkembang biak mikroba. Cara pembersihan juga
disesuaikan dengan jenis pengotor dan jenis makanan yang dihadapi (Soekarto,
1990).
Menurut Winarno dan Surono (2002), permukaan peralatan dan perlengkapan
yang berhubungan langsung dengan bahan dan produk akhir harus halus, bebas
dari lubang dan celah-celah, semua sambungan rata dan tidak menyerap air, tidak
berkarat dan tidak beracun.

2.4.3 Sanitasi Karyawan


Kebersihan dan higiene pekerja industri makanan sangat penting. Pekerja juga
merupakan sumber pencemaran. Yang sangat penting dijaga ialah agar pekerja
tidak sampai menularkan mikroba patogen karena pencemaran ini tidak terlihat,
tetapi jika terjadi resikonya berat yaitu peracunan makanan. Kebersihan pekerja
dilakukan dengan pakaian dan badan bersih, sikap dan kebiasaan higienik,
pemeriksaan dokter dan penjagaan kesehatan umum secara teratur (Soekarto,
1990).
12

Kebersihan karyawan dapat mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan,


karena sumber cemaran terhadap produk dapat berasal dari karyawan. Karyawan
di suatu pabrik pengolahan yang terlibat langsung dalam proses pengolahan
merupakan sumber kontaminasi bagi produk pangan, maka kebersihan karyawan
harus selalu diterapkan. Faktor lingkungan yang tidak sesuai dengan kondisi
karyawan akan mengakibatkan gangguan yang akhirnya menghambat proses
produksi (Winarno dan Surono, 2002).
Menurut Rimbawan (2001), para pekerja yang menangani makanan seperti
menyimpan, mengangkut, mengolah, dan mempersiapkan makanan sering
menyebabkan kontaminasi bakteriologi pada makanan. Menurut Mukono (2000),
semua kegiatan pengolahan makanan harus terlindung dari kontak langsung
dengan tubuh. Perlindungan kontak langsung dengan tubuh dapat dilakukan
dengan memakai sarung tangan sekali pakai, menggunakan penjepit makanan.
Untuk menhindari pencemaran terhadap makanan dapat menggunakan apron atau
celemek, menggunakan tutup rambut, dan memakai sepatu khusus dapur serta
menerapkan perilaku sehat pada karyawan atau tenaga lain selama bekerja dengan
tidak merokok, tidak makan atau minum, tidak memakai perhiasan, selalu
mencuci tangan sebelum mulai bekerja, dan selalu memakai pakaian kerja atau
pakaian pelindung dengan benar.

2.4.4 Sanitasi Selama Produksi


Tindakan sanitasi pangan dalam praktek di indonesia meliputi (1)
pengendalian pencemaran, (2) pembersihan dan (3) tindakan aseptik.
Pengendalian pencemaran mencangkup pembuangan sampah dan menjauhi
pencemar. Pembersihan dilakukan dengan peralatan atau sarana untuk
menghindari mikroba. Di industri pangan tindakan sanitasi tidak dapat dilakukan
secara sepotong-potong melainkan harus di semua jalur dan mata rantai operasi
industri dari sejak pengadaan bahan mentah sampai produk akhir dipasarkan.
Tindakan sanitasi pangan bahkan juga diperlukan terhadap bahan mentah di
lapangan tempat produksi dan terhadap produk jadi di tingkat konsumen di rumag
tangga (Soekarto, 1990).

2.4.5 Sanitasi di Lingkungan Pabrik


Lingkungan produksi/pabrik pangan pada dasarnya penuh dengan pencemaran
baik pencemaran fisik, kimia, mikrobiologik, dan biologik. Sanitasi pangan
mengusahakan lingkungan pangan itu (sebelum, selama dan sesudah proses)
dijaga bersih dan agar dicegah terjadinya pencemaran terhadap produk pangan.
Jadi di mana ada produk pangan disitu diperlukan kondisi lingkungan yang
bersih. Dengan kondisi lingkungan yang bersih di samping produk pangan jauh
dari pencemaran, juga tampak bersih, rapi, menarik, tetap disenangi dan aman
dari bahaya penyakit. Dengan demikian mutu produk pangan terjaga tetap tinggi.
13

Sanitasi dalam pabrik makanan merupakan suatu sistem penjagaan lingkungan


yang meliputi penciptaan kebersihan lingkungan, kebiasaan dan tingkah laku
bersih karyawan. Kebersihan lingkungan pabrik makanan meliputi kebersihan
seluruh bangunan industri dan sekitarnya, kebersihan yang mendapat perhatian
istimewa ialah tempat pengolahan, fasilitas, dan manusia pekerja yang akan
bersinggungan atau dilewati produk pangan. Ada sarana atau fasilitas tertentu
dalam wilayah pabrik yang menjadi fokus sanitasi yaitu ruang pengolahan (lantai,
dinding, atap, udara), peralatan pengolahan, air sistem pembuangan sampah dan
limbah industri (Soekarto, 1990).

2.4.6 Penanganan Limbah


Sistem pembuangan air limbah adalah bagian dari sanitasi, yang khususnya
menyangkut pembuangan air kotor dari rumah tangga, kantor, hotel, pertokoan
(air buangan dari WC, air cucian, dan lain-lain). Selain berasal dari rumah tangga,
limbah juga dapat berasal dari sisa-sisa proses industri, pertanian, peternakan, dan
rumah sakit (sektor kesehatan).
Limbah adalah segala sesuatu yang dihasilkan sebagai sampingan akibat
proses produksi dalam bentuk padatan, gas, bunyi, cairan dan radiasi yang tidak
dapat dimanfaatkan sebagai produk. Limbah sisa hasil pengolahan ada 3 bentuk
yaitu limbah padat, limbah cair, limbah gas (Jenie BSL Betty dan Winiati, 1993).
Air limbah merupakan air buangan dari suatu daerah pemukiman yang telah
dipergunakan untuk berbagai keperluan, harus dikumpulkan dan dibuang untuk
menjaga lingkungan hidup yang sehat dan baik. Cara pengolahan industri pangan
beraneka tergantung pada beban yang ada, dapat berkisar dari pengolahan
lengkap terhadap air buangan sehingga menghasilkan sisa kotoran yang dapat
langsung dibuang ke dalam aliran sungai, sedang lainnya hanya mengalami
pengolahan sebagian sehingga hanya dapat diubah ke dalam saluran buangan
kotoran. Berbagai sisa industri pangan dapat berbentuk padatan atau cairan. Sisa
padatan yang biasanya dipisahkan dan diolah menjadi bahan sampingan yang
dapat dijual. Pembuangan sisa industri ke dalam sistem saluran pembuangan
kotoran kota praja, biasanya lebih menguntungkan dibanding bila harus dibuang
ke dalam sungai dimana perlakuan dan persyaratan banyak diperlukan (Winarno,
1986).
Identifikasi sumber-sumber limbah di dalam pabrik pengolahan memberikan
informasi untuk pemisahan air yang sedikit terkontaminasi, dan untuk pengaturan
kondisi proses yang menghasilkan limbah dalam jumlah yang besar atau pekat.

2.4.7 CPPB-IRT (Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga)
Menurut BPOM RI (2012), Cara Produksi Pangan Yang Baik (CPPB)
merupakan salah satu faktor penting untuk memenuhi standar mutu atau
persyaratan keamanan pangan yang ditetapkan untuk pangan. CPPB sangat
14

berguna bagi kelangsungan hidup industri pangan baik yang berskala kecil,
sedang, maupun yang berskala besar. Melalui CPPB ini, industri pangan dapat
menghasilkan pangan yang bermutu, layak dikonsumsi, dan aman bagi kesehatan
dan kepercayaan masyarakat niscaya akan meningkat, dan industri pangan yang
bersangkutan akan berkembang pesat. Dengan berkembangnya industri pangan
yang menghasilkan pangan bermutu dan aman untuk dikonsumsi, maka
masyarakat pada umumnya akan terlindung dari penyimpangan mutu pangan dan
bahaya yang mengancam kesehatan. CPPB-IRT menjelaskan persyaratan-
persyaratan yang harus dipenuhi tentang penanganan pangan di seluruh mata
rantai produksi mulai dari bahan baku sampai produk akhir yang mencakup :
1. Lokasi dan Lingkungan Produksi
Lokasi seharusnya dijaga tetap bersih, bebas dari sampah, bau, asap,
kotoran, dan debu. Lingkungan seharusnya selalu dipertahankan dalam
keadaan bersih dengan cara-cara sebagai berikut:
a. sampah dibuang dan tidak menumpuk,
b. tempat sampah selalu tertutup,
c. jalan dipelihara supaya tidak berdebu dan selokannya berfungsi dengan baik
2. Bangunan dan Fasilitas
a. Bangunan Ruang Produksi
1) Desain dan Tata Letak
Ruang produksi sebaiknya cukup luas dan mudah dibersihkan. Ruang
produksi sebaiknya tidak digunakan untuk memproduksi produk lain selain
pangan Konstruksi ruangan sebaiknya terbuat dari bahan yang tahan lama,
seharusnya mudah dipelihara dan dibersihkan atau didesinfeksi, serta
meliputi: lantai, dinding atau pemisah ruangan, atap dan langit-langit, pintu,
jendela, lubang angin atau ventilasi dan permukaan tempat kerja serta
penggunaan bahan gelas, dengan persyaratan sebagai berikut :
2) Lantai
Lantai sebaiknya dibuat dari bahan kedap air, rata, halus tetapi tidak
licin, kuat, memudahkan pembuangan atau pengaliran air, air tidak
tergenang, memudahkan pembuangan atau pengaliran air, air tidak
tergenang. Lantai seharusnya selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir,
dan kotoran lainnya serta mudah dibersihkan.
3) Dinding atau Pemisah Ruangan
Dinding atau pemisah ruangan sebaiknya dibuat dari bahan kedap air,
rata, halus, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas, dan
kuat. Dinding atau pemisah ruangan seharusnya selalu dalam keadaan
bersih dari debu, lendir, dan kotoran lainnya. Dinding atau pemisah ruangan
seharusnya mudah dibersihkan.
4) Langit-langit
Langit-langit sebaiknya dibuat dari bahan yang tahan lama, tahan
terhadap air, tidak mudah bocor, tidak mudah terkelupas atau terkikis.
15

Permukaan langit-langit sebaiknya rata, berwarna terang dan jika di ruang


produksi menggunakan atau menimbulkan uap air sebaiknya terbuat dari
bahan yang tidak menyerap air dan dilapisi cat tahan panas, Konstruksi
langit-langit sebaiknya didisain dengan baik untuk mencegah penumpukan
debu, pertumbuhan jamur, pengelupasan, bersarangnya hama, memperkeil
terjadinya kondensasi. Langit-langit seharusnya selalu dalam keadaan
bersih dari debu, sarang laba-laba
5) Pintu Ruangan
Pintu sebaiknya dibuat dari bahan tahan lama, kuat, tidak mudah pecah
atau rusak, rata, halus, berwarna terang. Pintu seharusnya dilengkapi
dengan pintu kasa yang dapat dilepas untuk memudahkan pembersihan dan
perawatan. Pintu ruangan produksi seharusnya didisain membuka ke luar
atau ke samping sehingga debu atau kotoran dari luar tidak terbawa masuk
melalui udara ke dalam ruangan pengolahan. Pintu ruangan, termasuk pintu
kasa dan tirai udara seharusnya mudah ditutup dengan baik dan selalu
dalam keadaan tertutup.

6) Jendela
Jendela sebaiknya dibuat dari bahan tahan lama, kuat, tidak mudah pecah
atau rusak. Permukaan jendela sebaiknya rata, halus, berwarna terang, dan
mudah dibersihkan. Jendela seharusnya dilengkapi dengan kasa pencegah
masuknya serangga yang dapat dilepas untuk memudahkan pembersihan
dan perawatan. Konstruksi jendela seharusnya didisain dengan baik untuk
mencegah penumpukan debu.
7) Lubang Angin atau Ventilasi
Lubang angin atau ventilasi seharusnya cukup sehingga udara segar
selalu mengalir di ruang produksi dan dapat menghilagkan uap, gas, asap,
bau dan panas yang timbul selama pengolahan. Lubang angin atau ventilasi
seharusnya selalu dalam keadaan bersih, tidak berdebu, dan tidak dipenuhi
sarang laba-laba. Lubang angin atau ventilasi seharusnya dilengkapi dengan
kasa untuk mencegah masuknya serangga dan mengurangi masuknya
kotoran. Kasa pada lubang angin atau ventilasi seharusnya mudah dilepas
untuk memudahkan pembersihan dan perawatan
8) Permukaan tempat kerja
Permukaan tempat kerja yang kontak langsung dengan bahan pangan
harus dalam kondisi baik, tahan lama, mudah dipelihara, dibersihkan dan
disanitasi. Permukaan tempat kerja harus dibuat dari bahan yang tidak
menyerap air, permukaannya halus dan tidak bereaksi dengan bahan
pangan, detergen dan desinfektan.
9) Penggunaan Bahan Gelas (Glass)
16

Pimpinan atau pemilik IRTP seharusnya mempunyai kebijakan


penggunaan bahan gelas yang bertujuan mencegah kontaminasi bahaya
fisik terhadap produk pangan jika terjadi pecahan gelas.
b. Fasilitas
1) Kelengkapan Ruang Produksi
Ruang produksi sebaiknya cukup terang sehingga karyawan dapat
mengerjakan tugasnya dengan teliti. Di ruang produksi seharusnya ada
tempat untuk mencuci tangan yang selalu dalam keadaan bersih serta
dilengkapi dengan sabun dan pengeringnya.
2) Tempat Penyimpanan
Tempat penyimpanan bahan pangan termasuk bumbu dan bahan
tambahan pangan (BTP) harus terpisah dengan produk akhir. Tempat
penyimpanan khusus harus tersedia untuk menyimpan bahan-bahan bukan
untuk pangan seperti bahan pencuci, pelumas, dan oli. Tempat
penyimpanan harus mudah dibersihkan dan bebas dari hama seperti
serangga, binatang pengerat seperti tikus, burung, atau mikroba dan ada
sirkulasi udara
3. Peralatan Produksi
a. Persyaratan Bahan Peralatan Produksi
Peralatan produksi sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama,
tidak beracun, mudah dipindahkan atau dibongkar pasang sehingga mudah
dibersihkan dan dipelihara serta memudahkan pemantauan dan
pengendalian hama. Permukaan yang kontak langsung dengan pangan harus
halus, tidak bercelah atau berlubang, tidak mengelupas, tidak berkarat dan
tidak menyerap air. Peralatan harus tidak menimbulkan pencemaran
terhadap produk pangan oleh jasad renik, bahan logam yang terlepas dari
mesin / peralatan, minyak pelumas, bahan bakar dan bahan-bahan lain yang
menimbulkan bahaya; termasuk bahan kontak pangan /zat kontak pangan
dar kemasan pangan ke dalam pangan yang menimbulkan bahaya.
b. Tata Letak Peralatan Produksi
Peralatan produksi sebaiknya diletakkan sesuai dengan urutan prosesnya
sehingga memudahkan bekerja secara higiene, memudahkan pembersihan
dan perawatan serta mencegah kontaminasi silang
c. Pengawasan dan Pemantauan Peralatan Produksi
Semua peralatan seharusnya dipelihara, diperiksa dan dipantau agar
berfungsi dengan baik dan selalu dalam keadaan bersih.
4. Suplai Air atau Sarana Penyediaan Air
Air yang digunakan untuk proses produksi harus air bersih dan sebaiknya
dalam jumlah yang cukup memenuhi seluruh kebutuhan proses produksi.
5. Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi
a. Fasilitas Higiene dan Sanitasi
1) Sarana Pembersihan / Pencucian
17

Sarana pembersihan/pencucian bahan pangan, peralatan, perlengkapan dan


bangunan (Iantai, dinding dan lain-lain), seperti sapu, sikat, pel, lap dan
atau kemoceng, deterjen, ember, bahan sanitasi sebaiknya tersedia dan
terawat dengan baik. Sarana pembersihan harus dilengkapi dengan sumber
air bersih. Air panas dapat digunakan untuk membersihkan peralatan
tertentu, terutama berguna untuk melarutklan sisa-sisa lemak dan tujuan
disinfeksi, bila diperlukan.
2) Sarana Higiene Karyawan
Sarana higiene karyawan seperti fasilitas untuk cuci tangan dan toilet /
jamban seharusnya tersedia dalam jumlah cukup dan dalam keadaan bersih
untuk menjamin kebersihan karyawan guna mencegah kontaminasi
terhadap bahan pangan.
3) Sarana Cuci Tangan
Diletakkan di dekat ruang produksi, dilengkapi air bersih dan sabun cuci
tangan. Dilengkapi dengan alat pengering tangan seperti handuk, lap atau
kertas serap yang bersih. Dilengkapi dengan tempat sampah yang tertutup.
4) Sarana toilet / jamban seharusnya
Didesain dan dikonstruksi dengan memperhatikan persyaratan higiene,
sumber air yang mengalir dan saluran pembuangan;
a. Diberi tanda peringatan bahwa setiap karyawan harus mencuci tangan
dengan sabun sesudah menggunakan toilet
b. Terjaga dalam keadaan bersih dan tertutup
c. Mempunyai pintu yang membuka ke arah luar ruang produksi
5) Sarana pembuangan air dan limbah
a. Sistem pembuangan limbah seharusnya didesain dan dikonstruksi
sehingga dapat mencegah resiko pencemaran pangan dan air bersih
b. Sampah harus segera dibuang ke tempat sampah untuk mencegah agar
tidak menjadi tempat berkumpulnya hama binatang pengerat, serangga
atau binatang lainnya sehingga tidak mencemari pangan maupun sumber
air
c. Tempat sampah harus terbuat dari bahan yang kuat dan tertutup rapat
untuk menghindari terjadinya tumpahan sampah yang dapat mencemari
pangan maupun sumber air.
b. Kegiatan Higiene dan Sanitasi
Pembersihan/pencucian dapat dilakukan secara fisik seperti dengan sikat
atau secara kimia seperti dengan sabun / deterjen atau gabungan keduanya.
1) Jika diperlukan, penyucihamaan sebaiknya dilakukan dengan
menggunakan kaporit sesuai petunjuk yang dianjurkan.
2) Kegiatan pembersihan / pencucian dan penyucihamaan peralatan
produksi seharusnya dilakukan secara rutin. Sebaiknya ada karyawan
yang bertanggung jawab terhadap kegiatan pembersihan / pencucian dan
penyucihamaan
18

6. Kesehatan dan Higiene Karyawan


a. Kesehatan Karyawan Karyawan yang bekerja di bagian pangan harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1) Dalam keadaan sehat. Jika sakit atau baru sembuh dari sakit dan diduga
masih membawa penyakit tidak diperkenankan masuk ke ruang
produksi.
2) Jika menunjukkan gejala atau menderita penyakit menular, misalnya
sakit kuning (virus hepatitis), diare, sakit perut, muntah, demam, sakit
tenggorokan, sakit kulit (gatal, kudis, luka, dan lain-lain), keluarnya
cairan dari telinga (congek), sakit mata (belekan), dan atau pilek tidak
diperkenankan masuk ke ruang produksi.
b. Kebersihan Karyawan
1) Karyawan harus selalu menjaga kebersihan badannya.
2) Karyawan yang menangani pangan seharusnya mengenakan pakaian
kerja yang bersih. Pakaian kerja dapat berupa celemek, penutup kepala,
sarung tangan, masker dan / atau sepatu kerja.
3) Karyawan harus selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum memulai
kegiatan mengolah pangan, sesudah menangani bahan mentah, atau
bahan / alat yang kotor, dan sesudah ke luar dari toilet / jamban;
c. Kebiasaan Karyawan
1) Karyawan yang bekerja sebaiknya tidak makan dan minum, merokok,
meludah, bersin atau batuk ke arah pangan atau melakukan tindakan
lain di tempat produksi yang dapat mengakibatkan pencemaran produk
pangan.
2) Karyawan di bagian pangan sebaiknya tidak mengenakan perhiasan
seperti giwang / anting, cincin, gelang, kalung, arloji / jam tangan, bros
dan peniti atau benda lainnya yang dapat membahayakan keamanan
pangan yang diolah.
7. Pemeliharaan dan Program Higiene dan Sanitasi
Pemeliharaan dan program sanitasi terhadap fasilitas produksi (bangunan,
mesin atau peralatan, pengendalian hama, penanganan limbah dan lainnya)
dilakukan secara berkala untuk menjamin terhindarnya kontaminasi silang
terhadap pangan yang diolah.
8. Penyimpanan
Penyimpanan bahan yang digunakan dalam proses produksi (bahan baku,
bahan penolong, BTP) dan produk akhir dilakukan dengan baik sehingga
tidak mengakibatkan penurunan mutu dan keamanan pangan. Penetapan
Pengendalian
proses Menghasilkan produk yang bermutu dan aman, proses produksi harus
dikendalikan dengan benar. Pengendalian proses produksi pangan industri
rumah tangga pangan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Spesifikasi bahan
19

2. Penetapan komposisi dan formulasi bahan.


3. Penetapan cara produksi yang baku.
4. Penetapan jenis, ukuran, dan spesifikasi kemasan
Penetapan keterangan lengkap tentang produk yang akan dihasilkan
termasuk nama produk, tanggal produksi, tanggal kadaluwarsa.
10. Pelabelan Pangan
Kemasan pangan diberi label yang jelas dan informatif untuk memudahkan
konsumen dalam memilih, menangani, menyimpan, mengolah, dan
mengkonsumsi pangan.
11. Pengawasan oleh Penanggung Jawab
Seorang penanggung jawab diperlukan untuk mengawasi seluruh tahap
proses produksi serta pengendaliannya untuk menjamin dihasilkannya
produk pangan yang bermutu dan aman.
12. Penarikan Produk
Penarikan produk pangan adalah tindakan menghentikan peredaran pangan
karena diduga sebagai penyebab timbulnya penyakit/keracunan pangan atau
karena tidak memenuhi persyaratan/ peraturan perundang-undangan di
bidang pangan.
13. Pencatatan dan Dokumentasi
Pencatatan dan dokumentasi yang baik diperlukan untuk memudahkan
penelusuran masalah yang berkaitan dengan proses produksi dan distribusi,
mencegah produk melampaui batas kedaluwarsa, meningkatkan keefektifan
sistem pengawasan pangan.
14. Pelatihan Karyawan
Pimpinan dan karyawan harus mempunyai pengetahuan dasar mengenai
prinsipprinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta proses
Pengolahan pangan yang ditanganinya agar mampu mendeteksi resiko yang
mungkin terjadi dan bila perlu mampu memperbaiki penyimpangan yang
terjadi serta dapat memproduksi pangan yang bermutu dan aman.
1. Pemilik / penanggung jawab harus sudah pernah mengikuti
penyuluhan tentang Cara Produksi Pangan Yang Baik untuk Industri
Rumah Tangga (CPPB-IRT)
2. Pemilik/penanggung jawab tersebut harus menerapkannya serta
mengajarkan pengetahuan dan ketrampilannya kepada karyawan
20

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Dan Waktu Penelitin


Penelitian ini dilaksanakan di Home Industry Nusantara Putra, Jalan Terusan
Wijaya kusuma, rt 38 rw ix, Dusun Sekar, Desa Pendem, Kecamatan Junrejo, Kota Batu.

3.2 Jenis Dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data kauliatatif yaitu data yang
tidak menggunakan analisis statistik, tetapi lebih banyak secara naratif (Yusuf, 2014:44)
data yang dibutuhkan dalam penelitian ini merupakan data yang terkait dengan panerapan
SSOP, pedoman SSOP menurut Food And Drug Administration (FDA) (1995) dan National
Seafood HACCP Alliance For Training And Education (1999),
Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer
adalah data yang diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan observasi, sedangakan data
sekunder di peroleh dari studi pustaka.

3.3 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
1. Wawancara
Wawancara (interview) merupakan teknik pengumpulan data dalam metode survey yang
menggunakan pertanyaan secara lisan kepada subjek penelitian
2. Observasi
Teknikn pengamatan (observasi) adalah kemampuan seseoarang untuk mengamati
kegiatan yang dilakukan langsung dalam lokasi penelitian
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan cara pengumpulan data sekunder yang merupakan pendukung
untuk melengkapi analisis yang di dapat dari Home Industry Nusantara Putra
4. Kuisioner Implementasi SSOP (Sanitation Standard Operating Producedures)
Perhitungan kuisioner yang dilakukan oleh 15 responden dihitung dalam bentuk
presentase dengan rumus :
f
p = - x 100
n
keterangan :
p : proseantase
f : frekuensi dari setiap jawaban angket
n : jumlah responden

3.4 Analisis Data


Adapun metode analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut, masing –masing
unsur kriteria yang dilakukan peniliaan dari faktor Penilaian SSOP (sanitation standard
21

operating producedures) dari parameter yang telah diberikan skor dari observasi langsung
terhadap penerapan SSOP.
1 perhitungan metode scoring system
Scoring system disebut juga sebagai skor skala, memerlukan suatu norma pembanding
agar dapat di interpretasikan secara kualitatif. Pada dasarnya interpretasi skor skala selalu
bersifat normative, artinya makna skor diacukan pada posisi relatif skor dalam suatu
kelompok yang telah dibatasi terlebih dahulu. Untuk mengukur diri serta mengevaluasi diri
terhadap materi kajian ilmu tasawuf yang diberikan oleh guru mursyid, maka proses
selanjutnya untuk menentukan kategorisasi didalam suatu kelompok ini dengan skala
prioritas jenjang (ordinal) menggunakan metode scoring system.
Kategori jenjang (ordinal) menurut Saifuddin Azwar (2003:107) kategori ini memiliki
tujuan menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok terpisah secara berjenjang
menurut suatu kontinum berdasar atribut yang diukur. Kontinum jenjang ini contohnya
adalah dari rendah ke tinggi, dari paling jelek ke paling baik, dari sangat tidak puas ke sangat
puas, dan semacamnya. Banyaknya jenjang kategori diagnosis yang akan dibuat biasanya
tidak lebih dari lima jenjang tetapi juga tidak kurang dari tiga jenjang. Misalnya
mengelompokkan individu-individu kedalam hanya dua jenjang diagnosis saja, yaitu
“semangat kerja rendah” dan “semangat kerja tinggi” akan mengakibatkan resiko kesalahan
yang cukup besar bagi skor-skor yang terletak disekitar mean kelompok.
Langkah– langkah penentuan kategorisasi berdasarkan jejang (ordinal) adalah sebagai
berikut dan
menggunakan persamaan 1 sampai 6.
1. Menentukan data statistik secara deskriptif berupa rentang minimum (X min), rentang
maksimum(X max), luas jarak sebaran, mean teoritis (μ), dan deviasi standard (σ).
2. Menghitung data statistic secara deskriptif sebagai berikut:
Xmin = n * nilai minimum
Xmax = n * nilai maksimum
Luas jarak sebaran=Xmax–Xmin.
σ = luas jarak sebaran / 6
μ = n * banyak kategori.
keterangan :
n = banyak pertanyaan
3. Menghitung p dengan menggunakan table distribusi normal, terlebih dahulu menentukan
Zmin& Zmax.
Zmin= (Xmin - μ ) / σ.
Zmax = (Xmax - μ ) / σ.
Untuk nilai p setelah ditemukan Zmax kemudian dicari dengan menggunakan Tabel
Distribusi nominal dengan tingkat kepercayaan 95%. Karena telah ditemukan Zmax–nya 3
(kategori yang digunakan)4. Memilih p dengan nilai maksimal antara pmin dan pmax
sehingga dapat ditemukan rentang skala prioritas dengan 3 kategori:
X<(μ-(p*σ)) kategori kinerja rendah
22

(μ-(p*σ))≤X<(μ+(p*σ)) Kategori kinerja sedang


(μ+(p*σ))≤X kategori kinerja baik
Tingkat kelayakan penerapan SSOP dapat diketahui dari banyaknya penyimpangan yang
terjadi.( table 1 ) Ketidaksesuaian atau menyimpang dalam SSOP dikategorikan sesuai
deangan peraturan mentri perindustrian NO. 75/M/IND/7/2010, sebagai berikut :
1 skor 4 = penyimpangan minor 76 – 100
2 skor 3 = penyimpangan mayor 51 – 75
3 skor 2 = penyimpangan serius 26 – 50
4 skor 1 = penyimpangan kritis 0 - 25
Table 1. tingkat kelayakan penerapan SSOP
Tingkat (rating) MN (minor) MJ (major) SR (serius) KT (kritis)
a. baik sekali 0-6 0-5 0 0
b. baik ˃7 6-10 1-2 0
c. kurang tb ˃11 3-4 0
d. jelek tb tb ˃5 ˃1

2. Diangram tulang ikan (Fishbone diagram)


Diagram tulang ikan sering disebut juga caused and effect diagram atau ishikawa
diagram yang di perkenalkan oleh Dr. Kauro Ishikawa seorang ahli pengendalian kualitas
dari jepang, sebagai salah satu dari tujuh alat kualitas dasar (7 basic quality tools). Fisebone
digunakan ketika kita ingin mengidentifikasi kemungkinan penyebab masalah terutama
ketika sebuah tim cenderung jatuh berpikir pada rutinitas(Tague, 2005).
Fisebone diagram akan mengidentifikasi berbagai sebab potensial dari berbagai efek
atau masalah dan menganalisa masalah tersebut melalui sesi brainstorming masalah akan di
pecahakan menjadi sejumlah kategori yang berkaitan, manusia, material, mesin, prosedur,
kebijakan dan sebagainya. Setiap kategori mempunyai sebab-sebab yang perlu uraikan
melalui sesi brainstorming.

Manusia Material Metode kerja

Penerapan SS0P
23

Lingkungan Michane

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Good Agricultural Practice for Cassava. National Bureau of Agricultural
Commodity and Food Standards Ministry of Agriculture and Cooperatives ICS 65.020.20
ISBN 978-974-403-715-29

Balitkabi. 2016. Panduan Budidaya Ubi Kayu di Indonesia (Monograf). Balai Penelitian
Tanaman Kacang dan Umbi, Malang.
24

Badan POM RI. 2012. Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga
(CPPB IRT). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor HK. 03.1.23.04.12.2206.

Badan Litbang Pertanian. 2011. Inovasi Pengolahan Singkong Menghasilkan Pendapatan dan
Diversivikasi Pangan. Jakarta: Agro Inovasi.

Badan POM. 2003. Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga
(CPPB IRT). Keputusan Kepala Badan POM Republik Indonesia Nomor:
HK.00.05.5.1639.

Fathonah, S. 2005. Higiene dan Sanitasi Makanan. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Food and Drug Administration (FDA). 2001. Guidance for Industry Bioanalytical Method
Validation. Center for Drug Evaluation and Research, Rockville, MD, USA. Pp 16.

Herbarium Medanense. 2016. Hasil Identifikasi Herbarium Medanense (MEDA). Medan:


Universitas Sumatera Utara.

Irwan J, Virginia A, Gerti D, Fidelia J, Reynaldo K, and Nugroho YWA. 2019. Penerapan
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada Produksi Brownies UMKM 3
Sekawan Cake and Bakery. Jurnal Bakti Saintek 3(1):23-30

Irwan J, Virginia A, Gerti D, Fidelia J, Reynaldo K, and Nugroho YWA. 2019. Penerapan
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada Produksi Brownies UMKM 3
Sekawan Cake and Bakery. Jurnal Bakti Saintek 3(1):23-30

Janie, B. S., Laksami, dan W. P. Rahayu. 1993. Penanganan Limbah Cair Industri Pangan.
Yogyakarta: Kanisius.

Keener, K. 2015. SSOP and GMP Practices and Programs. Unite States: Purdue University.

Kartaraharja, A. 1980. Higiene Bangunan Dalam usaha Pembangunan perusahaan dan


perumahan. Bandung.

Mukono, H. J. 2000. Prinsif Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Airlangga University


Press.

Wardani, A. N. 2012. Sumber Pati. http://www.kreasimarie.com. [Diakses pada 18 Februari


2018].

Widaningrum dan Winarti C. 2007. Studi Penerapan HACCP pada Proses Produksi Sari Buah
Apel. Jurnal Standarisasi Vol. 9 No. 3: 94-105

Winarno, F. G., Surono. 2002. GMP Cara Pengolahan Pangan Yang Baik. Bogor: M-Brio
Press.

Winarno, F. G. 1986. Air Untuk Industri Pangan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
25

Rimbawan, Hardiansyah, M. S,. 2001. Analisis Bahaya dan Pencegahan Keracunan Pangan.
Jakarta: Pergizi Pangan.

Sundari T. 2010. Petunjuk Teknis Pengenalan Varietas Unggul dan Teknik Budidaya Ubi
kayu (Materi Pelatihan Agribisnis bagi KMPH) Titik Sundari Balai Penelitian Kacang
Kacangan dan Umbi Umbian, Malang.

Sailendra, A. 2015. Langkah-langkah Praktis Membuat SOP. Yogyakarta: Trans Idea


Publishing.

Soekarto, S.T. 1990. Dasar-Dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor,
Bogor

Sailendra, A. 2015. Langkah-langkah Praktis Membuat SOP. Yogyakarta: Trans Idea


Publishing.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012. Pangan. 17 November 2012.


Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227. Jakarta.
26

LAMPIRAN

KUISIONER
PENERAPAN SSOP KERIPIK SINGKONG DI HOME INDUSTRI NUSANTARA
PUTRA

Penilaian
No Parameter
0 1 2 3 4
1. Keamanan Air
1. Penggunaan air dibedakan antara air yang kontak langsung dengan
bahan bahan dan air untuk pencucian alat
2. Kualitas air untuk pengolahan pangan sama dengan kualitas air minum
3. Pemeriksaan laboratorium yang sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 416/MENKES/Per/IX/1990 terhadap kualitas air
yang digunakan telah dilakukan minimal dua kali dalam setahun yaitu
pada musim kemarau dan musim hujan, pengambilan sampel air bersih
dilakukan pada sumber mata air, bak penampungan dan pada air kran
terjauh
4. Bagian QC (pengendalian kualitas) di UMKM mengambil sampel air
pada output air didalam ruang produksi dan memeriksa kualitasnya
(bau, rasa, warna, kekeruhan dan pH) setiap hari. Analisis kualitas
mikrobiologi dilakukan setiap 1 bulan sekali
5. Disediakan pencatatan hasil pemeriksaan
2. Kebersihan Permukaan yang Kontak langsung dengan (Peralatan
yang Digunakan) Dalam proses pembuatan keripik singkong
1. Peralatan yang digunakan harus dalam keadaan bersih, bebas karat,
jamur, minyak/oli, cat yang terkelupas, dan kotoran-kotoran lainnya
sisa proses sebelumnya
2. Frekuensi pelaksanaan tindakan sanitasi adalah setiap selesai
melaksanakan kegiatan proses produksi dan sebelum melaksanakan
kegiatan proses produksi
3. Bagian QC (pengendalian kualitas) di UMKM melakukan pengujian
mikrobiologis terhadap peralatan yang ada di area produksi setiap
bulan
4. Disediakan lembar observasi hasil pengecekan peralatan yang
digunakan
3. Pencegahan Kontaminasi Silang
1. Pakaian khusus produksi (seragam, masker, hair net, sepatu) harus
digunakan hanya pada saat melakukan produksi
2. Melaksanakan higien personal (tidak merokok, mengobrol,
menggunakan perhiasan, selalu mencuci tangan setelah dari toilet,
selalu mencuci tangan setiap bersentuhan dengan benda yang tidak
terjaga sanitasinya) setiap melakukan proses produksi
3. Pemisahan produk dan bahan dalam penyimpanan
4. Pemisahan yang cukup antara aktivitas penanganan dan pengolahan
bahan baku dengan produk jadi
5. Disiplin arus pergerakan pekerja, tidak ada pekerja yang menangani
proses diarea lain setelah menangani proses di area yang telah
27

ditentukan
4. Fasilitas Sanitasi
1. Sarana pencuci tangan diletakkan di tempat-tempat yang diperlukan,
dilengkapi dengan air mengalir, alat pengering tangan, dan tempat
pembuangan berpenutup
2. Kemasan dan bahan lainnya yang digunakan disimpan terpisah dari
bahan-bahan sanitasi dan produk akhir
5. Perlindungan produk keripik singkong Dari Bahan Cemaran
(Adulteran)
1. Selama proses produksi karyawan menjaga dan mengontrol bahan-
bahan non pangan yang dapat berpotensi menjadi adulteran (dapat
mencemari bahan pangan) tidak diperbolehkan berada didalam ruang
produksi maupun gudang seperti bahan-bahan sanitasi
2. Kemasan dan bahan lainnya yang digunakan disimpan terpisah dari
bahan-bahan sanitasi dan produk akhir
3. Tempat sampah bebas tumpukan sampah berlebihan, dapat tertutup
rapat dan diletakkan tidak berdekatan dengan area aktivitas proses
serta penyimpanan bahan
6. Pelabelan, Penggunaan Bahan Toksin dan Penyimpanan yang Tepat
1. Bahan toksin dikelompokkan dan disimpan didalam boks tertutup dan
boks diberi label identitas yang jelas
2. Bahan toksin memiliki label dan keterangan yang jelas mengenai
keamanan bahan serta anjuran pemakaian yang aman
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi produk saat proses penyimpanan
seperti waktu, suhu, tekanan dan sebagainya harus tercatat dan
memiliki pedoman
4. Bahan yang digunakan memenuhi standar mutu yang digunakan
7. Kontrol Kesehatan Pegawai
1. Kesehatan karyawan dicek secara rutin, untuk mengetahui kondisi
karyawan
2. Terdapat catatan riwayat kesehatan karyawan
8. Pencegahan Hama
1. Menutup lubang angin yang ada dengan kawat kasa
2. Menggunakan filter udara
3. Menyediakan fasilitas pest control
4. Dilakukan pembersihan ruang produksi secara berkala

Keterangan skor penilaian:


Skor 0 = penyimpangan yang terjadi 0% (sangat buruk).
Skor 1 = penyimpangan yang terjadi 1 -25% (buruk).
Skor 2 = penyimpangan yang terjadi 26 - 50% (cukup).
Skor 3 = penyimpangan yang terjadi 51 - 75% (baik).
Skor 4 = penyimpangan yang terjadi >75 % (baik sekali).

Keterangan tingkat penerapan skor penilaian:


Skor 0 = bila semua parameter tidak memenuhi.
28

Skor 1 = (enam) parameter yang memenuhi, seperti indikator parameter ke-1 berupa air
yang dipergunakan belum berasal dari air ledeng yang sumbernya cukup aman;
indikator parameter ke-2 berupa karyawan tidak memakai sarung tangan dan
pakaian luar yang bersih; indikator parameter ke-3 berupa karyawan tidak
menggunakan tutup kepala, sarung tangan (ganti sesuai kebutuhan), tidak
diperbolehkan memakai perhiasan dan; indikator parameter ke-4 berupa idak
tersedia bak cuci tangan dan fasilitasnya air mengalir, sabun pembersih berbentuk
cair dan penyediaan handuk/lap; indikator parameter ke-5 berupa belum dilakukan
perlindungan produk dan; indikator parameter ke-6 berupa Tidak ada proses
pelabelan.
Skor 2 = bila 4 (empat) parameter yang memenuhi, seperti indikator parameter ke-1 berupa
air yang dipergunakan belum berasal dari air ledeng yang sumbernya cukup aman;
indikator parameter ke-2 berupa karyawan tidak memakai sarung tangan dan
pakaian luar yang bersih; indikator parameter ke-3 berupa karyawan tidak
menggunakan tutup kepala, sarung tangan (ganti sesuai kebutuhan), tidak
diperbolehkan memakai perhiasan dan; indikator parameter ke-4 berupa tidak
tersedia bak cuci tangan dan fasilitasnya air mengalir, sabun pembersih berbentuk
cair dan penyediaan handuk/lap.
Skor 3 = bila 2 (dua) parameter yang memenuhi, seperti indikator parameter ke-1 berupa air
yang dipergunakan belum berasal dari air ledeng yang sumbernya cukup aman dan;
indikator parameter ke-2 berupa karyawan tidak memakai sarung tangan dan
pakaian luar yang bersih.
Skor 4 = bila semua parameter memenuhi.

Rincian Indikator Parameter Untuk Penerapan SSOP


Pada Produk keripik singkong

1. Keamanan Air
a. Indikator pemenuhan untuk penggunaan air meliputi:
- Penggunaan air dengan baik sekali apabila penggunaan air dibedakan antara air yang
kontak langsung dengan bahan baku dan untuk pencucian alat
- Penggunaan air dengan baik apabila penggunaan air tidak dibedakan antara air yang
kontak langsung dengan bahan baku dan pencucian alat
- Penggunaan air dengan cukup apabila semua penggunaan air sumur yang terkontrol
antara air kontak langsung dengan bahan bahan dan air untuk pencucian alat
29

- Penggunaan air dengan buruk apabila penggunakan air sumur dan tidak terkontrol
atau diperlakukan antara air yang kontak langsung dengan bahan bahan dan air untuk
pencucian alat.
b. Indikator pemenuhan untuk kualitas air meliputi:
- Kualitas air dengan baik sekali untuk pengolahan pangan sama dengan kualitas air
minum yaitu menggunakan air PDAM
- Kualitas air dengan baik untuk pengolahan pangan sama dengan kualitas air bersih
- Kualitas air dengan cukup untuk pengolahan pangan sama dengan kualitas air sumur
- Kualitas air dengan buruk untuk pengolahan pangan sama dengan kualitas air sungai
c. Indikator pemenuhan untuk pemeriksaan laboratorium meliputi:
- Pemeriksaan laboratorium baik sekali apabila sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 416/MENKES/Per/IX/1990 terhadap kualitas air yang digunakan
dan melalukan pemeriksaan minimal 2 kali setahun
- Pemeriksaan laboratorium baik apabila sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 416/MENKES/Per/IX/1990 terhadap kualitas air yang digunakan tetapi idak
melakukan pemeriksaan atau uji kualitas
- Pemeriksaan laboratorium cukup apabila sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 416/MENKES/Per/IX/1990 terhadap kualitas air yang digunakan tetapi
menggunakan air sumur
- Pemeriksaan laboratorium buruk tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 416/MENKES/Per/IX/1990 terhadap kualitas air yang digunakan.
d. Indikator pemenuhan untuk bagian QC (pengendalian kualitas) di UMKM
- pemenuhan QC (pengendalian kualitas) di UMKM baik sekali apabila selalu
mengambil sampel air pada output air dan memeriksa kualitasnya serta analisis
kualitas mikrobiologi setiap 1 bulan sekali
- pemenuhan QC (pengendalian kualitas) di UMKM baik apabila selalu melakukan
pergantian air pada ruangan produksi dan memeriksa secara manual
- pemenuhan QC (pengendalian kualitas) di UMKM cukup apabila melakukan
pergantian air saat mengalami kekeruhan, bau dan warna
- Bagian QC (pengendalian kualitas) di UMKM dengan buruk apabila tidak
melakukan pengambil sampel air dan tidak melakukan pergantian air saat mengalami
kekeruhan dan bau.
e. Indikator pemenuhan untuk pencatatan hasil pemeriksaan meliputi:
- Pencatatan hasil pemeriksaan baik sekali apabila dilakukan pemeriksaan secara
berkala
- Pencatatan hasil pemeriksaan baik ;apabila melakukan pemeriksaan tapi tidak
didokumentasi dengan baik,
- Pencatatan hasil pemeriksaan cukup; apabila lakukan dokumentasin tapi tidak di
simpan,
- Pencatatan hasil pemeriksaan buruk apabila tidak melakukan pemeriksaan sama
sekali
30

2. Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan (Peralatan yang Digunakan) untuk proses
pembuatan kerpik singkong
a. Indikator pemenuhan untuk peralatan yang digunakan meliputi:
- Peralatan yang digunakan baik sekali jika peralatan dalam keadaan bersih, tidak
berkarat dan tidak terdapat sisa kotoran dari hasil produksi
- Peralatan yang digunakan baik jika peralatan yang di gunakan di bersihkan setelah
proses produksi, tidak ada pengecekan lagi
- Peralatan yang digunakan cukup; selalu di bersihkan tetapi masih memiliki sedikit
karat atau terkelupas
- Peralatan yang digunakan buruk. Jika peralatan memiliki karat, dan tidak di
bersihkan baik sebelum dan sesudah proses produksi
b. Indikator pemenuhan untuk frekuensi pelaksanaan tindakan sanitasi meliputi:
- Frekuensi pelaksanaan tindakan sanitasi baik sekali jika setiap sebelum dan sesudah
melakukan kegiatan produksi dilakukan sanitasi dengan benar sehingga tidak ada
kotoran yang tersisa
- Frekuensi pelaksanaan tindakan sanitasi dengan baik dilakukan setiap selesai proses
produksi
- Frekuensi pelaksanaan tindakan sanitasi cukup setiap selesai produksi tetapi masih
terdapat kotoran pada alat maupun ruangan
- Frekuensi pelaksanaan tindakan sanitasi dengan buruk jika jarang melakukan sanitasi
sehingga peralatan dan ruangan produksi sangat kotor
c. Indikator pemenuhan untuk bagian QC (pengendalian kualitas) di UMKM
- Bagian QC (pengendalian kualitas) di UMKM baik sekali melakukan pengujian
mikrobiologis terhadap peralatan yang ada diarea produksi 6 bulan sekali agar
kualitas produksi selalu baik.
- Bagian QC (pengendalian kualitas) di UMKM dengan baik melakukan pengujian
mikrobiologis 12 bulan sekali tetapi masih belum terlalu memenuhi kriteria seperti
pada bagian pertama
- Bagian QC (pengendalian kualitas) di UMKM dengan cukup melakukan pengujian
mikrobiologis setiap bulan tetapi kualitas belum memenuhi
- Bagian QC (pengendalian kualitas) di UMKM dengan buruk tidak melakukan
pengujian mikrobiologis sehingga kualitas produk tidak memenuhi standar
d. Indikator pemenuhan untuk pencatatan hasil pemeriksaan meliputi:
- Penyediaan hasil pengecekan perelatan baik sekali jika selalu mencatat atau merekap
kualitas dari peralatan produksi dan menyediakan lembar observasi
- Pencatatan hasil pengecekan baik jika melekukan pemeriksaan tetapi tidak
menyaediakan lembar observasi terhadap hasil pemeriksaan alat produksi
- Pencatatan hasil pengecekan cukup jika jika peralatan produksi selalu di cuci setealah
proses produksi
- Pencatatan hasil pengecekan peralatan buruk Jika tidak di lakukan sama sekali
3. Pencegahan Kontaminasi Silang
31

a. Indikator pemenuhan untuk pakaian khusus produksi (seragam, masker, hair net,
sepatu) meliputi:
- Pakaian khusus (seragam, masker, hair net, sepatu) baik sekali jika hanya digunakan
saat produksi agar terhindar dari kontaminasi pada saat proses produksi
- Pakaian khusus (seragam, masker, hair net, sepatu) baik jika digunakan saat produksi
seperti seragam tapi tidak memakai masker, sama hair net
- Pakaian khusus (seragam, masker, hair net, sepatu) cukup jika hanya menggunakan
seragam saja saat produksi
- Pakaian khusus (seragam, masker, hair net, sepatu) buruk jika tidak menggunakan
seragam dan acd yang lain saat produksi.
b. Indikator pemenuhan untuk melaksanakan higyne personal (tidak merokok, mengobrol,
menggunakan perhiasan, selalu mencuci tangan setelah dari toilet, selalu mencuci
tangan setiap bersentuhan dengan benda yang tidak terjaga sanitasinya) meliputi:
- Melaksanakan higyne personal baik sekali jika (tidak merokok, mengobrol,
menggunakan perhiasan, selalu mencuci tangan setelah dari toilet, selalu mencuci
tangan setiap bersentuhan dengan benda yang tidak terjaga sanitasinya) setiap proses
produksi;
- Melaksanakan higyne personal baik (mengobrol, tetapi selalu mencuci tangan setelah
dari toilet, selalu mencuci tangan setiap bersentuhan dengan benda yang tidak terjaga
sanitasinya) setiap proses produksi;
- Melaksanakan higyne personal cukup (mengobrol, menggunakan perhiasan, dan
selalu mencuci tangan setelah dari toilet, selalu mencuci tangan setiap bersentuhan
dengan benda yang tidak terjaga sanitasinya) setiap proses produksi;
- Melaksanakan higyne personal buruk jika (merokok, mengobrol, menggunakan
perhiasan, dan tidak mencuci tangan setelah dari toilet, selalu mencuci tangan setiap
bersentuhan dengan benda yang tidak terjaga sanitasinya) setiap proses produksi.
c. Indikator pemenuhan untuk pemisahan produk dan bahan dalam penyimpanan meliputi:
- Pemisahan produk dan bahan dalam penyimpanan baik sekali jika produk dan bahan
dalam penyimpanan harus dipisah dalam ruangan berbeda agar tidak terjadi
kontaminasi
- Pemisahan produk dan bahan dalam penyimpanan baik jika produk dipisahkan tetapi
masih dalam ruangan yang sama
- Pemisahan produk dan bahan dalam penyimpanan cukup jika di simpan dalam
ruangan yang sama tetapi selalu di jaga kebersihannya
- Pemisahan produk dan bahan dalam penyimpanan buruk. Jika tidak melakukan
pemisahan produk dan dalam penyimpanan yang sama karena mengakibatkan
kontaminasi
d. Indikator pemenuhan untuk pemisahan yang cukup antara aktivitas penanganan dan
pengolahan meliputi:
- baik sekali jika pemisahan produk dan bahan dalam penyimpanan antara aktivitas
penanganan bahan baku dengan produk jadi dan harus mempunyai alur yang jelas
agar tidak menghambat proses lain
32

- baik jika melakukan pemisahan dalam ruang berbeda tetapi alur prosesnya tidak
beraturan sehingga mengganggu proses lain
- cukup jika melakukan pemisahan tetapi masih dalam ruang yang sama
- buruk. Jika tidak melakukan pemisahan apalagi dalam ruang yang sama
e. Indikator pemenuhan untuk disiplin arus pergerakan pekerja
- Disiplin arus pergerakan pekerja baik sekali jika emenangani proses di area yang
telah ditentukan dan tidak mengambil proses area lain
- Pemisahan produk dan bahan dalam penyimpanan baik jika menangani proses di area
lain tetap dalam keadaan yang di siplin setiap habis menangani proses lain
- Pemisahan produk dan bahan dalam penyimpanan cukup jika menangani proses di
area kareana meliki skil yang multi fungsi
- Pemisahan produk dan bahan dalam penyimpanan buruk jika menangani proses di
area lain yang dapat mengakibatkan kontaminasi apalagi tidak disiplin
4. Fasilitas Sanitasi
a. Indikator pemenuhan untuk sarana pencuci tangan meliputi:
- Sarana pencuci tangan yang baik sekali apabila tersedia tempat-tempat yang
diperlukan yang dilengkapi air mengalir, pengering dan tempat pembuangan penutup
- Sarana pencuci tangan yang baik apabila tersedia air mengalir dan pengering
- Sarana pencuci tangan yang cukup apabila tersedia air mengalir
- Sarana pencuci tangan yang buruk apabila tidak tersedia air mengalir, pengering, dan
tempat pembuatan penutup
b. Indikator pemenuhan untuk kemasan dan bahan lainnya yang digunakan meliputi:
- Kemasan dan bahan lainnya yang digunakan baik sekali apabila disimpan terpisah
dari bahan-bahan sanitasi dan produk akhir
- Kemasan dan bahan lainnya yang digunakan baik apabila disimpan dan di kontrol
antara bahan-bahan sanitasi dan produk akhir
- Kemasan dan bahan lainnya yang digunakan cukup apabila disimpan dalanm ruangan
bahan-bahan sanitasi dan produk akhir;
- Kemasan dan bahan lainnya yang digunakan buruk apabila tidak disimpan terpisah
dari bahan-bahan sanitiasi dan produk akhir yang dapat mengakibatkan kontaminasi
5. Perlindungan Produk keripik singkong dari Bahan Cemaran (Adulteran)
a. Indikator pemenuhan untuk sarana pencuci tangan meliputi:
- Karyawan menjaga dan mengontrol bahan-bahan non pangan yang dapat berpotensi
menjadi adulteran (dapat mencemari bahan pangan) selama proses produksi baik
sekali dengan tidak meletakkan didalam ruang produksi diletakkan pada ruangan
khusus
- Karyawan menjaga dan mengontrol bahan-bahan non pangan yang dapat berpotensi
menjadi adulteran (dapat mencemari bahan pangan) selama proses produksi yang
baik dengan tidak diletakkan diruangan produksi
- Karyawan menjaga dan mengontrol bahan-bahan non pangan yang dapat berpotensi
menjadi adulteran (dapat mencemari bahan pangan) selama proses produksi yang
cukup dengan tidak diletakkan pada ruang produksi
33

- Karyawan menjaga dan mengontrol bahan-bahan non pangan yang dapat berpotensi
menjadi adulteran (dapat mencemari bahan pangan) selama proses produksi yang
buruk, apabila diletakkan berada ruang produksi maupun gudang
b. Indikator pemenuhan untuk kemasan dan bahan lainnya yang digunakan meliputi:
- Kemasan dan bahan lainnya yang digunakan sudah baik sekali jika menggunakan
kemasan berkulitas sehingga meminimalkan kerusakan produk
- Kemasan dan bahan lainnya yang digunakan sudah baik jika menggunakan kemsan
berkulitas tapi tidak diperhatikan dengan baik
- Kemasan dan bahan lainnya yang digunakan sudah cukup jika menggunakan
kemasan yang baik
- Kemasan dan bahan lainnya yang digunakan buruk jika tidak menggunakan kemasan
dengan kualitas baik sehimgga merusak kualitas produk
C. Indikator pemenuhan untuk tempat sampah bebas tumpukan sampah berlebihan
meliputi:
- Tempat sampah bebas tumpukan, sampah berlebihan yang baik sekali apabila dapat
tertutup rapat dan diletakkan tempat pembuangan samapah yang jauh dari area
aktivitas proses serta penyimpanan bahan
- Tempat sampah bebas tumpukan sampah berlebihan yang baik apabila dapat tertutup
rapat dan diletakkan tidak berdekatan area aktivitas proses serta penyimpanan baha
- Tempat sampah bebas tumpukan sampah berlebihan yang cukup apabila dapat
tertutup rapat dan berdekatan area aktivitas proses serta penyimpanan bahan;
- Tempat sampah bebas tumpukan sampah berlebihan yang buruk, meskipun dapat
tertutup rapat dan diletakkan berdekatan area aktivitas proses serta penyimpanan
bahan yang mengakibatkan kontaminasi

6. Pelabelan, Penggunaan Bahan Toksin dan Penyimpanan yang Tepat


a. Indikator pemenuhan untuk bahan toksin meliputi:
- Bahan toksin yang baik sekali apabila dikelompokkan, disimpan didalam boks
tertutup dan boks diberi label identitas yang jelas agar tidak terjadi keleliruan yang
mengakibatkan kontaminasi
- Bahan toksin yang baik apabila dikelompokkan, disimpan didalam boks tertutup dan
dipisahkan
- Bahan toksin yang cukup dengan dikelompokkan, disimpan didalam boks tertutup
- Bahan toksin yang buruk apabila tidak dikelompokkan, dan disimpan didalam boks
tertutup dan boks diberi label identitas yang jelas.
b. Indikator pemenuhan untuk bahan toksin dengan label dan keterangan yang jelas
meliputi:
- Baik sekali jika bahan toksin yang digunakan diberi label dan keterangan yang jelas
dan keamanan bahan serta anjuran pemakaian yang aman
- Baik jika bahan toksin diberi keterangan yang jelas dan keamanan bahan serta anjuran
pemakaian yang aman
34

- Cukup jika bahan toksin dengan berikan ajuran pemain kepada suluruh karayawan
tentang keamanan bahan serta anjuran pemakaian yang aman
- Buruk jika bahan toksin tidak diberikan label, keterangan yang jelas dan keamanan
bahan serta anjuran pemakaian yang aman.
c. Indikator pemenuhan untuk faktor-faktor yang mempengaruhi produk saat proses
penyimpanan meliputi:
- Faktor-faktor yang mempengaruhi produk saat proses penyimpanan yang baik sekali
apabila disimpan di ruangan khusus dengan suhu yang di atur dan dalam waktu
penyimpanan yang baik
- Faktor-faktor yang mempengaruhi produk saat proses penyimpanan yang baik apabila
disimpan pada ruangan sendiri
- Faktor-faktor yang mempengaruhi produk saat proses penyimpanan yang cukup
apabila disimpan dengan pengaturan suhu, dan waktu penyimpanan
- Faktor-faktor yang mempengaruhi produk saat proses penyimpanan yang buruk
apabila tidak disimpan dalam ruangan khusus dengan suhu yang tidak teratur dan
tidak memperhatikan waktu penyimpanannya
d. Indikator pemenuhan untuk bahan yang digunakan meliputi
- Bahan yang digunakan baik sekali apabila memenuhi standar mutu yang yang
digunakan karena membantu dalam memenuhi kebutuhan akan mutu diperlukan
masayarakat
- Bahan yang digunakan baik apabila memenuhi standar mutu yang digunakan dengan
menjaga kuliatas dari bahan baku diproses pada tepat waktu
- Bahan yang digunakan cukup apabila memenuhi standar mutu yang digunakan tetapi
prosesnya agak lambat sehingga mengakibatkan mutu menurun
- Bahan yang digunakan buruk apabila tidak memenuhi standar mutu yang digunakan
dan proses pengolahan bahan lambat yang mengakibatakan kualitasnya menerun.
7. Kontrol Kesehatan Pegawai
a. Indikator pemenuhan untuk kesehatan karyawan meliputi:
- Kesehatan karyawan baik sekali apabila dilakukan pemeriksaan secara rutin, untuk
mengetahui kondisi karyawan
- Kesehatan karyawan baik apabila dilakukan periksaan tapi tidak secara rutin
- Kesehatan karyawan cukup apabila dalam keadaan sehat.
- Kesehatan karyawan buruk apabila tidak dilakukan pemeriksaan secara rutin dan
kondisi karyawan tidak sehat
b. Indikator pemenuhan untuk riwayat kesehatan karyawan meliputi:
- Catatan riwayat kesehatan karyawan baik sekali apabila karyawan sehat dan dicatatan
riwayat tidak memiliki penyakit
- Catatan riwayat kesehatan karyawan baik apabila karyawan sehat tetapi di riwayat
kesehatannya kurang sehat
- Catatan riwayat kesehatan karyawan cukup apabila karyawan dalam keadaan sehat
tidak memiliki riwayat kesehatan
35

- Catatan riwayat kesehatan karyawan buruk apabila karyawan tidak sehat dan
memiliki catatan penyakit pada riwayat kesehatan
8. Pencegahan Hama
a. Indikator pemenuhan untuk lubang angin meliputi:
- Pemenuhan lubang angin baik sekali apabila memiliki ventilasi menggunakan kawat
kasar agar terhindar dari serangga yang mengakibatkan kontaminasi
- Pemenuhan lubang angin baik apabila memiliki ventilasi tetapi tidak menggunakan
kawat sehingga serangga dapat masuk dan mengakibatkan kontaminasi
- Pemenuhan Lubang angin cukup apabila ventilasi dibuat tidak sesuai dengan baik
- Lubang angin buruk apabila tidak mempunyai ventilasi sehingga udara tidak dapat
masuk sehingga mengakibatkan pengap atau panas
b. Indikator pemenuhan untuk filter udara meliputi:
- pemenuhan filter udara baik sekali; apabila mempunyai penyaringan kotoran agar
terhindar dari debu
- pemenuhan filter udara baik; apabila mempunyai filter udara tidak dirawat dengan
baik sehingga cepat rusak
- pemenuhan filter udara cukup baik apabila mempunyai filter udara tidak tahan lama
- pemenuhan filter udara buruk. Apabila Tidak memiliki filter udara dan penyaring
karena bisa terkontaminasi dari debu
c. Indikator pemenuhan untuk fasilitas pest control meliputi:
- Pemenuhan untuk fasilitas pest control Baik sekali apabila terdapat penyediaan
fasilitas pest control lengkap dan dapat berfungsi dengan baik
- Pemenuhan fasilitas pest control Baik apabila penyediaan fasilitas pest control kurang
lengkap dan masih bisa digunakan
- Pemenuhan fasilitas pest control Cukup apabila penyediaan fasilitas pest control
yang kurang lengkap dan berfungsi dengan baik
- Pemenuhan fasilitas pest control Buruk apabila tidak memiliki penyediaan fasilitas
pest control
d. Indikator pemenuhan untuk ruang produksi meliputi:
- Pemenuhan ruang produksi baik sekali apabila memiliki ruangan produksi yang
lengkap, terawat dan bersih
- Pemenuhan ruang produksi baik apabila memiliki ruangan produksi yang lengkap
tetapi kurang terawat dan karung bersih
- Pemenuhan ruang produksi sudah cukup apabila memiliki ruangan produksi tetapi
tidak lengkap dan tidak bersih
- Pemenuhan ruang produksi masih buruk apabila tidak memiliki ruangan produksi
dan hanya menggunakan ruangan seadanya dan tidak terawat
36

Anda mungkin juga menyukai