Anda di halaman 1dari 28

KARAKTERISTIK EKSTERIOR DAN INTERIOR TELUR ITIK PEKING

MENGGUNAKAN MANGGOT (Hermetica illucens ) SEBAGAI SUMBER


PROTEIN

Oleh

M. Alfan Rezeki Ramadhan


B1D019147

Proposal Penelitian

Diajukan Untuk Menyusun Skripsi

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2023
KARAKTERISTIK EKSTERIOR DAN INTERIOR TELUR ITIK PEKING
MENGGUNAKAN MAGGOT (Hermetica illucens) SEBAGAI SUMBER
PROTEIN

Oleh

M. Alfan Rezeki Ramadhan


B1D019147

Menyetujui :

(Prof.Ir.BudiIndarsih,M.Agr.Sc.,Ph.D (Prof. Dr. Ir. Moh. Hasil Tamzil,M.Si)


NIP. 19560122 198503 2003 NIP. 196012311986031019
Pembimbing I Pembimbing II
Tanggal : Tanggal :

Mengesahkan :
Fakultas Peternakan Universitas Mataram
Program Studi Peternakan
Ketua,

Dr. Ir. I Wayan Wariata., M. Si


NIP. 196112311987030116

Tanggal :

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, tiada kata yang pantas untuk diucapkan selain puji syukur atas
kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya, Penulis berhasil
menyusun proposal penelitian tepat pada waktunya. Tidak lupa dengan penuh rasa
hormat Penyusun mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada Prof. Ir. Budi
Indarsih, M.Agr.Sc.,Ph.D selaku dosen pembimbing I dan Prof. Dr. Ir. Moh. Hasil
Tamzil, M.Si. selaku dosen pembimbing II penelitian yang senantiasa meluangkan
waktu untuk membimbing dengan penuh perhatian dan kesabaran, dan kepada orang
tua dan sahabat-sahabat yang senantiasa mendorong semangat dalam menyelesaikan
proposal ini.

Proposal penelitian ini merupakan langkah awal yang ditempuh Penulis guna
mendapatkan titel sarjana peternakan. Penelitian ini disusun berdasarkan data dan
informasi dari berbagai sumber yang kredibel, beberapa diantaranya yaitu buku-buku,
jurnal, penelitian sebelumnya dan penjelasan yang disampaikan oleh dosen pengajar
di Fakultas Peternakan Universitas Mataram.

Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga
kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi perbaikan
kedepannya.

Mataram, Januari 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI
JUDUL ............................................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iv

BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 3

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 4

2.1 Itik Peking ............................................................................................. 4

2.2 Kualitas Telur ........................................................................................ 5

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Telur .......................................... 7

2.4 Kebutuhan Nutrisi Itik Peking ............................................................... 9

2.5 Maggot................................................................................................... 10

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 12

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 12

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ..................................................................... 12

3.3 Rancangan Penelitian........ .................................................................... .12

iv
3.4 Pengambilan Sampel ………………………………………..................13

3.5 Metode Penelitian………………………………………..........………..13

3.6 Analisis Data………………………………………………..........…….15

BAB IV. JADWAL PENELITIAN ............................................................... 16

4.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian .............................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 17

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Subsektor peternakan adalah komponen yang tidak dapat dipisahkan dari


pembangunan sektor pertanian-peternakan yang diutamakan guna memenuhi
kebutuhan pangan dan gizi. Subsektor ini juga merupakan salah satu sektor yang
mampu bertahan ditengah pandemi Covid-19 sejak dua tahun silam. Hal ini
dikarenakan peternakan merupakan salah satu indikator penting dalam mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dalam segi kebutuhan panganan protein hewani. Beberapa
diantaranya seperti daging, susu dan telur yang merupakan komoditi peternakan
unggas.

Dewasa ini, industri perunggasan di Indonesia terus berpacu dalam memenuhi


kebutuhan dan permintaan masyarakat akan produk perunggasan, baik yang
bersumber dari peternakan rakyat skala kecil hingga peternakan industri dalam skala
besar. Salah satu produk perunggasan yang terus mengalami peningkatan
permintaan adalah telur itik. Hal ini selaras dengan peningkatan produksi dari telur
itik setiap tahunnya yang dibuktikan dengan data Badan Pusat Statistik tahun 2022
yang menyatakan bahwa telur itik mengalami peningkatan produksi yaitu sebanyak
4.288,8 ton per tahun 2021. Namun sayangnya, produktivitas itik yang relatif rendah
belum mampu menjadikannya sumber pangan andalan (Matitaputty, 2018).

Dalam menunjang keberhasilan industri unggas tidak terlepas dari salah satu
pilar utama usaha peternakan yaitu pakan. Hardianti (2017) menyatakan bahwa
pakan adalah komponen utama dalam usaha peternakan, sehingga hal ini sangat
diperhatikan guna memenuhi kebutuhan ternak. Tidak dipungkiri, 60-80 % biaya
dalam beternak unggas didominasi oleh biaya pakan dari seluruh komponen biaya
produksi yang harus dikeluarkan (Sari et al., 2014). Oleh karenanya, biaya pakan
secara langsung akan berpengaruh terhadap biaya produksi, bahkan terhadap
produktivitas ternak itu sendiri. Terlebih ketika berbicara tentang industri ternak

1
petelur yang cost pakannya terbilang cukup tinggi.

Dalam mengurangi biaya produksi yang cukup tinggi, penggunaan bahan


pakan lokal menjadi solusi yang tepat dan efisien. Secara ekonomipun, bahan pakan
lokal terbukti memberikan kontribusi yang besar dalam pengembangan peternakan
nasional. Bahan pakan lokal seharusnya mulai dintegrasikan terutama pada industri
peternakan rakyat skala kecil, tidak terkecuali industri peternakan telur. Keberadaan
pakan yang kaya nutrisi yang diberikan sesuai kebutuhan pada industri peternakan
telur sangat menentukan kualitas telur yang dihasilkan. Stadellman dan Kotteril
(1995) dalam Ismoyowati (2013) menyatakan bahwa ukuran dari suatu telur dapat
ditentukan oleh komposisi protein dalam ransum. Ransum dengan komposisi protein
yang tinggi akan menghasilkan kuning telur yang besar sehingga telur yang
dihasilkan akan besar pula, begitupun sebaliknya. Oleh karenanya, urgensi
pemilihan pakan sumber protein pada ransum peternakan industri petelur sangat
penting untuk diperhatikan. Tentunya pakan yang bersumber protein dipilih dari
bahan yang mudah ditemukan, murah dan berbasis pakan lokal.

Manggot merupakan salah satu pakan lokal sumber protein yang potensial
untuk dimanfaatkan. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa tepung maggot
dapat menjadi subtitusi dari tepung ikan hingga mencapai angka 100% untuk
campuran pakan dengan tidak menimbulkan efek negatif terhadap kecernaan bahan
kering (57,96-60,42%), energi (62,03-64,77%) dan protein (64,59-75,32%),
walaupun hasil yang terbaik diperoleh dari penggantian tepung ikan hingga 25%
atau 11,25% dalam pakan. Keberadaan maggot yang mudah dijumpai dengan harga
yang relatif rendah dapat membantu mengurangi cost pakan yang relatif tinggi
(Rambet et al., 2016).

Menurut literatur, penggunaan maggot sebagai bahan pakan sumber protein


telah diteliti pada ayam broiler (Awoniyi et al., 2003), entok (Gariglio et al., 2019)
dan pada beberapa jenis itik sebagaimana Hayati et al., (2022) melaporkan bahwa
penambahan maggot segar dalam ransum itik petelur mojosari pada protein 15% dan
21% ditemukan fakta bahwa perlakuan tersebut berpengaruh kualitas telur seperti

2
mampu meningkatkan berat kuning telur, indeks putih telur dan indeks kuning telur.
Kendati demikian, pada itik peking sebagai itik petelur belum ditemukan literatur
yang menyajikan formula tertentu dengan maggot sebagai bahan pakan sumber
protein dan menyajikan data kualitas telur karena kualitas yang lebih baik akan
menarik konsumen sebagai pengguna produk peternakan. Oleh karena itu penelitian
ini penting dilaksanakan guna mengetahui bagaimana pengaruh maggot sebagai
pakan sumber protein terhadap kualitas telur itik peking baik secara eksterior
maupun interior.
1.2 Rumusan Masalah
Pakan untuk unggas petelur berpengaruh terhadap kualitas produk (telur) baik
eksterior maupu interior yang akan menentukan pasarnya. Telur itik berbeda halnya
dengan telur ayam, demikian juga respon unggasnya terhadap pakan yang diberikan.
Telur itik secara genetik mempunyai aroma yang lebih amis (fishy). Oleh karena itu
penelitian pemberian maggot sebagai pakan subtitusi ikan dan bahan pakan sumber
protein lain yang umum digunakan apakah mampu memberikan pengaruh lebih baik
terhadap kualitas telur yang dihasilkan.
1.3 Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui karateristik eksterior dan interior telur itik peking yang
diberi pakan maggot sebagai sumber protein.
b. Untuk mengetahui kualitas telur itik peking yang diberi pakan maggot
sebagai sumber protein.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Sebagai bahan informasi tentang karateristik telur itik peking dengan pakan
maggot sebagai sumber protein.
b. Sebagai dasar referensi dan informasi penelitian berikutnya.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Itik Peking

Anas platyrhynchos domestica atau yang biasa dikenal dengan sebutan itik
peking merupakan salah satu jenis unggas penghasil daging dan telur konsumsi
(dwiguna). Itik peking merupakan jenis unggas yang produksinya terbilang cukup
cepat sehingga sangat digemari oleh sebagian peternak. Dengan potensi tersebut,
tidak heran itik peking sangat potensial untuk terus dikembangkan. Berdasarkan data
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan tahun 2017, di Indonesia
populasi itik secara keseluruhan sudah mecapai angka 49.709.000 ekor. Hal ini
menjadikan Indonesia menempati urutan kelima dengan negara populasi itik paling
tinggi.

Itik peking merupakan jenis unggas non lokal yang bisa ditemui hampir di
seluruh wilayah Indonesia. Itik peking secara umum mempunyai peforma yang
hampir sama dengan ayam broiler diantaranya konversi dan efisiensi konsumsi pakan
dalam membentuk daging serta pertambahan bobot badan (Andoko et al., 2013).
Kelebihan lain itik peking juga diungkapkan Kaleka (2015) yaitu pemeliharaan itik
cenderung sederhana dan dapat hidup dialam terbuka. Lebih lanjut Agus dan Sartono,
(2013) menambahkan itik peking memiliki karateristik seperti paruh berwarna kuning
pipih, bulu berwarna putih, kaki berselaput renang, tubuh yang cenderung besar,
tembolok yang pipih, bersifat tenang dan memiliki pertumbuhan yang sangat cepat.

Sebagai unggas dwiguna, itik peking tipe pedaging tergolong unggas yang
sangat baik dalam mengkonversi pakan sehingga mampu menghasilkan bobot yang
tinggi dalam waktu yang relatif singkat (Assad et al., 2016). Kaleka (2015)
menuturkan bahwa pada umur 45 hari atau setara dengan 1,5 bulan, itik peking dapat
mencapai bobot hingga 1,5 kg sedangkan pada umur 3 bulan bobot menyentuh
hingga angka 3,3 kg. Matitaputty (2010) juga menuturkan bahwa peforma tubuh itik
peking besar dengan bobot itik jantan dewasa mampu mencapai 3,6-4,1 kg sedangkan

4
untuk betina mampu mencapai 3,1-3,6 kg. Berdasarkan data yang ada, produktivitas
itik peking tipe pedaging tidak dapat diragukan.

Sama halnya dengan produktivitas itik tipe pedaging, itik petelur memiliki
memiliki kemampuan memproduksi telur yang baik. Hal ini dibuktikan dengan data
Badan Pusat Statistik Tahun 2022 yang menunjukan adanya kenaikan secara
signifikan produksi telur itik dari tahun ke tahun yaitu terjadi peningkatan 7,26%
pada tahun 2021. Galuh (2017) menyatakan bahwa secara umum itik peking mulai
bertelur diusia 5-6 bulan dengan frekuensi telur mencapai 110-120 butir. Berdasarkan
Tamzil (2017) ditemukan fakta bahwa itik peking mampu memproduksi telur hingga
mencapai angka rata-rata 200 butir per ekor per tahun.

2.2 Kualitas Telur

Telur merupakan sumber protein hewani yang sangat mudah dijumpai


ditengah masyarakat. Jenisnyapun sangat beragam mulai dari telur ayam, bebek,
puyuh, itik dan masih banyak lagi. Telur itik salah satu produk itik peking yang
merupakan jenis telur favorit masyarakat dikarenakan memiliki kualitas rasa yang
lezat, bergizi tinggi dan sangat mudah dicerna oleh tubuh (Haryanto et al., 2019).
Telur itik memiliki kerabang dengan warna putih hingga hijau kebiruan dengan
ukuran yang terbilang cukup besar. Berbeda halnya dengan telur ayam, telur itik
memiliki aroma yang cenderung amis (fishy).

Secara umum kualitas telur dapat diklasifikasikan ke dalam dua macam yaitu
kualitas telur bagian luar (eksterior) dan kualitas telur bagian dalam (interior). Sesuai
dengan penamaannya, kualitas eksterior adalah kualitas terluar yang dapat diukur
secara kasat mata. Beberapa komponen yang dapat menentukan kualitas telur bagian
luar diantaranya penilaian kerabang, berat telur dan indeks telur utuh.

Kualitas interior tentu adalah kebalikan dari eksterior yang berarti tidak dapat
diukur secara kasat mata. Idris (2014) menyatakan bahwa komponen yang dapat
diukur untuk menentukan kualitas internal telur diantaranya warna dan posisi kuning

5
telur, kekentalan putih telur, dan tidak adanya bintik darah pada telur itu sendiri.
Kualitas telur menjadi sangat penting dalam menentukan daya simpan dan juga
nutrisi yang terkandung di dalamnya. Pengelompokan telur dapat dibagi menjadi
empat kualitas yaitu kualitas AA, A, B dan C.

Lebih lanjut Saud (2014) menyatakan telur yang mendapatkan tingkat kualitas
AA adalah telur yang tergolong bersih, utuh atau tidak retak, memiliki kulit yang
halus dan normal dengan panjang rongga udara 0,32 cm. Rongga udara di posisi
tumpul telur dan tidak bergerak-gerak. Putih telur yang dihasilkan harus bersifat
encer dan bersih (tanpa kotoran), begitupun dengan kuning telur. Kualitas A
ditentukan dengan kulit telur yang bersih juga tidak berkerut apalagi retak, Sama
halnya dengan kualitas AA, rongga udara harus tepat berada pada bagian tumpul dari
telur dengan ukuran 0,48 cm. Putih telur yang dihasilkan agak encer dan bersih
begitupun dengan kuning telur. Kualitas B dapat diukur dari kulit telur yang terlihat
bersih, tidak pecah dan sedikit tidak normal seperti lonjong. 0,95 cm untuk besar
rongga udara dengan tingkat kekentalan putih telur yang lebih encer. Telur dengan
kualitas B biasanya memiliki ciri kuning telur yang memiliki bercak namun masih
dalam batas normal. Terakhir kualitas C, dengan tingkat kualitas terendah yang kulit
terluar dari telur terlihat bersih atau sedikit kotor dan tidak normal. Rongga udara
memiliki nilai sebesar 0, 95 cm dengan tingkat kekentalan putih telur yang tergolong
encer. Kulit telur dengan kualitas C biasanya juga ditemukan bercak-bercak pada
kuning telur.

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Telur

Suprapti (2002) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor yang


mempengaruhi kualitas telur diantaranya genetik, tatalaksana pemeliharaan, iklim,
lama penyimpanan dan kualitas nutrisi yang diberikan. Okama (2018) berpendapat
unggas petelur yang memiliki kualitas yang baik akan menghasilkan telur yang baik
pula. Iklim juga sangat berpengaruh terhadap kualitas telur. Mbajiorgu dalam Kinanti

6
(2021) mengungkapkan bahwa lingkungan menjadi salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap bobot telur yang dihasilkan, begitupun dengan berat kerabang.

Disisi lain penyimpanan telur juga sangat berpengaruh terhadap kualitasnya


sebagaimana Susanti dalam Okama (2018) menuturkan bahwa penyimpanan telur
dalam jangka waktu yang lama akan memicu terjadinya penguraian zat organik yang
berdampak pada kualitas internal telur. Hal serupa juga diungkapkan Kunaifi et al.,
(2018) yang menuturkan bahwa lama penyimpanan juga berpengaruh terhadap nilai
Haugh Unit (HU). Picky (2016) menambahkan bahwa lama penyimpanan juga dapat
memicu penurunan bobot telur yang memungkinkan tebal albumen dan nilai HU akan
mengalami penurunan. Telur dapat disimpan selama 14 hari di suhu kamar, selama
penyimpanan di suhu kamar dapat memicu penurunan berat kuning telur, berat Haugh
Unit (HU) telur (Akter et al., 2014).

Terdapat beberapa jenis telur yang rentan mengalami penurunan kualitas


sebagaimana pendapat Widjaya (2013) yang menyatakan bahwa telur itik adalah
salah satu dari sekian jenis telur yang mempunyai karateristik mudah rusak, sehingga
sangat rentan terjadi penurunan kualitas. Kerusakan biasanya terjadi secara fisik
ataupun dikarenakan faktor mikrooganisme. Sayangnya kedua faktor ini sangat
berpotensi dalam merusak telur itik karena itik merupakan salah satu dari unggas
yang bertelur disembarang tempat. Hal ini tentu sangat erat kaitannya dengan faktor
tatalaksana pemeliharaan. Faktor ini juga mengambil andil yang cukup besar dalam
mempengaruhi kualitas telur sebagaimana hasil penelitian Haryanto et al., (2019)
yang mengungkapkan bahwa tatalaksana pemeliharaan itik petelur semi intensif
mampu memproduksi telur dengan kualitas fisik yang lebih baik dibandingkan
dengan tatalaksana pemeliharaan intensif yang dapat dilihat dari warna kuning telur
dan indeks kuning telur.

Kualitas eksternal dan internal juga sangat dipengaruhi oleh kualitas nutrisi
yang diberikan. Konsumsi ransum dan kandungan zat gizinya sangat mempengaruhi
telur yang dihasilkan itik, karena kedua faktor ini merujuk pada asupan energi dan

7
protein yang merupakan zat gizi yang memiliki andil yang besar dalam produksi
telur. Ransum dengan tingkat protein rendah akan menghasilkan kuning telur yang
kecil sehingga telur yang diproduksi kecil begitupun sebaliknya (Sumiati & Piliang,
2005). Oleh karenanya banyak diintegrasi pakan yang diberikan guna memenuhi
tingkat kebutuhan nutrisi pada ransum terutama terkait kebutuhan protein.

Beberapa penelitian terdahulu seperti Purnamasari et al., (2015) melaporkan


bahwa pakan rajungan yang diberikan sampai taraf 8% kepada itik petelur mampu
meningkatkan tebal kerabang yang merupakan salah satu indikator kualitas eksternal
telur dan mampu meningkatkan kualitas internal telur yaitu warna kuning telur.
Penelitian Indarsih et al., (2016) mengungkapkan bahwa penggunaan ikan sapu-sapu
20% dalam ransum mampu meningkatkan kualitas telur. Penelitian Sukarne et al.,
(2020) terkait penambahan cacing tanah (Lumbricus rubellus) pada pakan basal 20%
mampu meningkatkan produktivitas telur itik. Penelitian Kustiningsih & Retnawati
(2020) terkait pemberian pakan indigofera kaya protein terhadap ayam petelur
kampung ditemukan fakta bahwa pemberian 10% mampu meningkatkan
produktivitas dan warna kuning telur. Penelitian terbaru Setiawan & Erita (2022)
terkait penggunaan bahan pakan lokal seperti keong emas dalam bentuk tepung
mampu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap warna kerabang dan berat
telur itik. Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang telah diuraikan, faktor pakan
terbukti mempengaruhi kualitas telur karena berkorelasi positif dengan tingkat
kebutuhan nutrisi dari ternak itu sendiri.

2.4 Kebutuhan Nutrisi Itik Peking

Kebutuhan nutrisi pada unggas umumnya sangat penting guna meningkatkan


efisiensi penggunaan pakan. Jika ternak unggas mengalami kekurangan pakan, baik
dari segi kualitas maupun kuantitas maka akan berdampak pada rendahnya produksi
ternak yang dihasilkan (Setiawan, 2017). Manalu (2019) menambahkan bahwa fungsi
pakan sangatlah penting dalam memenuhi kebutuhan harian, mendukung
pertumbuhan dan perkembangan serta reproduksi. Jika ditinjau dari segi ekonomis,

8
pakan yang diberikan harus diperhitungkan sedemikian rupa agar tidak memerlukan
biaya yang tinggi namun dapat memberikan dampak yang optimal. Muharlien (2015)
mengungkapkan pakan yang diberikan pada itik harus memuat nutrisi yang seimbang
seperti lemak, protein, karbohidrat, vitamin dan mineral. Faktor umur, energi dalam
pakan dan bobot badan juga berpengaruh terhadap konsumsi pakan.

Kebutuhan nutrisi itik petelur umur > 20 minggu disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Itik Peking Petelur pada Umur Tertentu

Starter Grower Layer


Kebutuhan (0-8 minggu) (9-20 minggu) (>20 minggu)

Protein Kasar % 17-20 (min. 18) 15-16 (min.14) 17-19 (min 15)
ME (kkal/kg) 3100 (min. 2700) 2.700 (min. 2600) 2.700 (min. 2600)
Ca (%) 0,6-1,0 0,6-1,0 2,90-3,25
P (%) 0,6 (min 0,40) 0,6 (min 0,40) 0,6 (min 0,35)

Sumber: Sinurat (2000)

Pada itik petelur, tingkat energi secara langsung akan berpengaruh terhadap
produksi telur, namun tidak berpengaruh terhadap bobot telur. Keberadaan mineral
seperti kalsium dan fosfor juga penting dalam pembentukan kerabang telur. Protein
sendiri berperan penting dalam memproduksi telur yang jauh lebih lebih baik
(Yuwono, 2012). Dalam praktiknya, industri unggas seperti ternak itik petelur masih
dominan mengggunakan pakan konvensional untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
ternaknya. Sebagian peternak juga memanfaatkan bahan pakal lokal seperti rajungan
(Purnamasari et al., 2015), limbah tahu tempe (Manalu, 2019), kepala udang, dedak,
jagung (Ndolu, 2020), keong (Subhan, 2016), cacing tanah (Sukarne et al., 2020),
batang pisang (Rahmadany, 2019) kangkung, duckweed eceng gondok (Anwar,
2016). Guna memenuhi kebutuhan mineral dan vitamin peternak juga biasanya
menambahkan premix dalam campuran pakan (Sukarne & Nursan, 2022).

9
Dewasa ini, efisiensi biaya pakan biaya terus menjadi prioritas peternak
apalagi dalam memenuhi kebutuhan protein unggas petelur. Terlebih pakan sumber
protein menjadi salah satu bahan baku pakan yang harganya terbilang mahal
(Hidayat, 2018). Disisi lain, sebagian besar harga bahan baku pakan impor terus
mengalami peningkatan seperti tepung ikan dan tepung tulang yang secara tidak
langsung akhirnya berdampak pada peningkatan harga ransum (Afikasari, 2022).
Penggunaan pakan alternatif sumber protein dari bahan baku lokal dapat menjadi
solusi bagi para peternak unggas guna menekan biaya produksi dengan tetap
memperhatikan kualitas. Hardianti (2017) mengungkapkan penggunaan bahan
inkonvensional dapat menjadi solusi bagi para peternak meskipun belum sepenuhnya
diterapkan.

2.5 Maggot Sebagai Sumber Protein

Hermetia illucens atau biasa dikenal dengan sebutan maggot adalah larva dari
jenis lalat Black Soldier Fly (BSF). Maggot merupakan lalat dengan jenis spesies
ordo Diptera, family Stratiomyidae, subfamili Hermatiinae dengan genus Hermetia.
Menurut Amandanisa and Suryadarma, (2020). Maggot merupakan salah satu jenis
serangga yang mulai banyak dipelajari kandungan nutriennya dan karakteristiknya.
Dari berbagai serangga yang dapat dikembangkan sebagai pakan ternak, kandungan
protein larva BSF cukup tinggi, yaitu 40-50% dengan kandungan lemak berkisar 29-
32% (Bosch et al., 2014). Maggot merupakan sumber protein dan energi yang baik
yang diperkaya asam amino esensial dan non esensial, asam lemak jenuh dan tak
jenuh, vitamin dan juga mineral (Chu et al., 2020)

Rambet et al., (2016) menyimpulkan bahwa tepung maggot berpotensi sebagai


pengganti tepung ikan hingga 100% untuk campuran pakan tanpa efek negatif
terhadap kecernaan bahan kering (57,96-60,42%), energi (62,03-64,77%) dan protein
(64,59-75,32%), walaupun hasil yang terbaik diperoleh dari penggantian tepung ikan
hingga 25% atau 11,25% dalam pakan. Abadi dalam Afikasari et al., (2022)
mengungkapkan semakin meningkatnya umur maggot maka semakin meningkat pula

10
kandungan nutrisi dan bahan kering manggot, hal ini dibuktikan melalui data 5 hari,
bahan kering BSF manggot sebesar 26,61% sedangkan pada umur 25 hari mengalami
kenaikan hingga 39,97%. Maggot biasanya berkembang biak pada media yang
memiliki kelembaban yang cukup. Adapun media yang umum dipakai untuk
menumbuhkan maggot diantaranya dedak padi, limbah pasar, kotoran unggas dan
lain-lain (Ariyanti, 2021).

Hasil dari beberapa penelitian menunjukan bahwa maggot tergolong serangga


dengan tingkat protein yang unggul dalam meningkatkan peforma pertumbuhan,
komposisi karkas, kualitas daging dan juga telur. Penelitian yang dilakukan
Schiavone et al., (2019) ditemukan fakta bahwa pakan yang mengandung 5% tepung
maggot yang diberikan kepada ayam broiler mampu mengurangi lemak perut,
sedangkan pada presentase 10% mampu menaikan berat karkas dan pada presentase
15 % mampu meningkatkan bobot badan, presentase lemak perut, presentase protein
daging, dan asam lemak tak jenuh tunggal. Penelitian yang dilakukan Vilela et al.,
(2021) dengan pemberikan pakan yang mengandung tepung maggot sebanyak 20%
pada ayam broiler jantan Ross 308 mampu meningkatkan kualitas daging dengan
meningkatkan asam laurat dan asam miristat. Hayati et al., (2022) melaporkan bahwa
penambahan maggot segar dalam ransum itik petelur mojosari pada protein 15% dan
21% ditemukan fakta bahwa perlakuan tersebut berpengaruh kualitas telur seperi
mampu meningkatkan berat kuning telur, indeks putih telur dan indeks kuning telur.

11
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian ini akan dilakukan di kelompok ternak Monggelemong,
Kelurahan Dasan Cermen Timur, Kecamatan Sandubaya, Kota Mataram dan
Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Ternak (TPHT) Fakultas Peternakan
Universitas Mataram.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah telur itik peking yang
diberi pakan maggot sebagai sumber protein sedangakan alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah baskom plastik, egg yolk colour fan, egg tray, cutimeter,
micrometer sekrup, yolk separator, piring, plat kaca, dan timbangan digital.
3.3 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah


menggunakan 120 ekor itik peking umur 20 minggu. Semua itik percobaan dibagi
menjadi 4 kelompok perlakuan dengan 3 kali pengulangan yang dipelihara di sepetak
kandang dengan kepadatan 10 ekor. Perlakuan pertama (kontrol) adalah ransum
dengan komposisi 0% (M0) maggot sedangkan kedua, ketiga dan keempat masing-
masing dalam ransum mengandung maggot sebesar 5% (M5), 10% (M10), dan 15%
(M15) sebagaimana tertera pada tabel 2.
Tabel 2. Perlakuan pakan itik mengandung maggot sebagai pengganti ikan sapu-
sapu

Bahan Pakan M0 (%) M5 (%) M10 (%) M15 (%)


Ikan sapu-sapu 15 10 5 0
Maggot 0 5 10 15
Dedak 50 50 50 50
Roti expired 35 35 35 35

12
3.4 Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil semua telur yang diproduksi
itik percobaan dalam 3 periode, yaitu pada akhir minggu pertama, pertengahan dan
akhir periode pemeliharaan. Telur tersebut kemudian di bawa ke Laboratorium
Teknologi Pengolahan Hasil Ternak (TPHT) Universitas Mataram untuk dilakukan
pengujian.
3.5 Metode Penelitian

Adapun metode yang dilakukan untuk mengetahui karateristik eksterior telur


dari beberapa variabel meliputi:
1) Warna kerabang, diperoleh dengan cara mengidentifikasi warna telur
masing-masing telur itik sampel.
2) Kebersihan kerabang, diperoleh dengan cara mengamati langsung
masing-masing telur itik sampel.

3) Kondisi kerabang, diperoleh dengan cara mengamati kondisi


kerabang masing-masing telur itik sampel.

4) Bentuk telur, diperoleh dengan cara mengidentifikasi bentuk dari


masing-masing telur itik sampel.

5) Berat telur, diperoleh dengan cara menimbang masing-masing telur


itik sampel dengan timbangan digital.

6) Indeks bentuk telur, diperoleh dengan cara mengukur lebar dan


panjang telur dengan jangka sorong, kemudian dimasukkan kedalam
rumus:

Indeks bentuk telur = Lebar telur (mm)


X 100%
Panjang telur (mm)
Sedangkan untuk mengamati karateristik interior telur dengan beberapa
variabel meliputi:
1) Bobot kerabang, diperoleh dengan cara mengukur bobot kerabang
telur itik sampel menggunakan timbangan digital dalam satuan gram.

13
2) Tebal kerabang, diperoleh dengan cara mengukur tebal kerabang
telur itik sampel menggunakan micrometer sekrup dalam satuan
milimeter.

3) Indeks albumen, diperoleh dengan cara mengukur panjang dan lebar


albumen menggunakan jangka sorong, kemudian dimasukkan
kedalam rumus (Wijaya et al., 2017).

Indeks putih telur = h

0,5 (d1 + d2)

Ket: : h = Tinggi Albumen

d1 dan d2 = Diameter Albumen

4) Indeks yolk, diperoleh dengan cara mengukur panjang dan lebar yolk
menggunakan jangka sorong, kemudian dimasukkan kedalam rumus
(Purnamasari et al., 2015)

Indeks kuning telur = h

0,5 (d1 + d2)

Ket: : h = Tinggi Yolk

d1 dan d2 = Diameter Yolk

5) Skor warna yolk, diperoleh dengan cara membandingkan kecerahan


warna yolk telur itik sampel menggunakan egg yolk colour fan
dengan skor 1-15.

6) Nilai Haugh Unit (HU) diperoleh dengan cara mengukur tinggi


albumen menggunakan mikrometer dan berat telur menggunakan
timbangan digital, kemudian dimasukkan kedalam rumus
(Juliambarawi et al., 2012).

Haugh Unit (HU) = 100 Log (H+7,37-1,7W0,37)

14
Ket: H = Tinggi Albumen (Putih Telur) (mm)

W = Berat Telur Utuh (gram)


3.6 Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam. Apabila terdapat hasil yang
berbeda nyata (P<0,05) maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan pada
taraf 5% (Steel dan Torrie, 1986).

15
BAB IV

JADWAL PENELITIAN

4.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian

No Bulan

Kegiatan Januari Februari Maret April Mei

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Persiapan

2 Penelitian

3 Analisis
Data
4 Penyusunan
Skripsi
5 Ujian
Skripsi

16
DAFTAR PUSTAKA

Afikasari, D., Angriawan, R., Candra, D. A., Maskur, C. A., Hana, C., & Darunaja,
A., 2022. Pelatihan Budidaya Maggot (BSF) Black Soldier Fly Sebagai Pakan
Alternatif Ayam Petelur Di Kelompok Ternak Sejahtera Farm Kediri. Jurnal
Pengabdian Kepada Masyarakat. 2(2): 98-103.

Agus, A., & Sartono, 2013. Beternak Itik Pedaging. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Amandanisa, A., & Suryadarma, P., 2020. Kajian Nutrisi dan Budi Daya Maggot
(Hermentia illucens L.) Sebagai Alternatif Pakan Ikan di RT 02 Desa
Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Jurnal Pusat Inovasi
Masyarakat (PIM). 2(5): 796-804.

Anwar, M. L., 2016. Pengaruh Kombinasi Eceng Gondok (Eichornia Cressipes) dan
Ikan Sapu-Sapu (Hypostomus plecostomus) Terhadap Berat Dan Ukuran
Saluran Pencernaan Itik Masa Pertumbuhan. Doctoral Dissertation.
Universitas Mataram.

Andoko, A., & Sartono. 2013. Beternak Itik Pedaging. Agromedia. Jakarta.

Ariyanti, J.M., 2021. Kajian Ketersediaan dan Kualitas Nutrisi Berbagai Sampah
Organik yang Berpotensi Sebagai Media Maggot Black Soldier Fly (Hermetia
illucens) di Kota Mataram. Skripsi. Universitas Mataram.

Assad, H. A., Rais, S. I. A., Fajar, M.Y., & Isroli, 2016. Total Leukosit dan
Diferensial Leukosit Itik Peking Jantan yang Diberi Tambahan Probiotik
(Starbio) Pada Ransum Kering dan Basah. Procedding Seminar Nasional
Peran Serta Pendidikan Magister Ilmu Peternakan dalam Menyiapkan
Sumber Daya Manusia Berkualitas. MIT FPP. Universitas Diponegoro.

Awoniyi, T. A. M., Aletor, V. A., & Aina, J. M., 2003. Performance Of Broiler -
Chickens Fed On Maggot Meal In Place Of Fishmeal. Int. J. Poult. Sci., 2 (4):
271-274.

17
Bosch, G., Zhang, S. Oonincx, D.G., and Hendriks, W.H., 2014. Protein Quality of
Insects as Potential Ingredients for Dog and Cat Foods. J. Nutr. Sci. 3(1): 1-4.

Badan Pusat Statistik. 2022. Produksi Telur Itik/Itik Manila Menurut Provinsi (Ton),
2019-2021. https://www.bps.go.id. Diakses 26 Desember 2022.

Ditjenak dan Keswan. 2017. Buku Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal


Peternakan dan Kesehatan Hewan. Departemen Pertanian RI.

Galuh, A., 2017. Beternak Itik Manila, Pasti Bisa Kaya. Cetakan Pertama. Zahra
Pustaka. Yogyakarta.

Gariglio, M., Dabbou, S., Biasato, I., Capucchio, M.T., Colombino, E., Hernández, F.,
Madrid, J., Martínez, S., Gai, F., Caimi, C. & Oddon, S.B., 2019. Nutritional
Effects of the Dietary Inclusion of Partially Defatted Hermetia Illucens Larva
Meal in Muscovy Duck. J. Anim. Sci. Biotechnol. 10(1): 1-10.

Hardianti, M., Sulistiyanto B., & Sumarsih S., 2017. Pengaruh Penambahan Bentonit
pada Proses Pelleting Limbah Penetasan terhadap Kandungan Nutrisi Produk
Pelet Pasca-Penyimpanan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. Hlm: 664-670.

Harmayanda O. P. A., Rosyidi D., & Sjofjan O., 2016. Evaluasi Kualitas Telur Dari
Hasil Pemberian Beberapa Jenis Pakan Komersial Ayam Petelur. J-PAL. 7(1):
25-32.

Haryanto, A. N., Sarengat W., & Sunarti D., 2019. Kualitas Fisik Telur Itik Tegal
yang Dipelihara Menggunakan Sistem Pemeliharaan Intensif dan Semi Intensif
di KTT Bulusari Kabupaten Pemalang. Jurnal Peternakan. 17 (1): 29-37.

Hayati, F.N., 2022. Kualitas Interior Telur Itik Mojosari Dengan Penambahan
Maggot Hidup Pada Tingkat Protein Yang Berbeda. Diploma Tesis.
Universitas Islam Kalimantan.

18
Hidayat, C., 2018. Pemanfaatan Insekta sebagai Bahan Pakan dalam Ransum Ayam
Pedaging. Jurnal Wartazoa. 28 (4): 161-174.

Idris, S., 2014. Daya Simpan Telur Ayam Ras Yang Diawetkan Dengan
Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Belimbi L). Tesis. Universitas Negeri
Gorontalo.

Indarsih, B., Asnawi & Purnamasari, D. K., 2016. Sapu-Sapu Fish (Hyposarcus
pardalis) As a Single Protein Source For Laying Mojosari Ducks. J.
Indonesian Trop. Anim. Agric. 41 (3): 117-124.

Ismoyowati, & Purwantini, D., 2013. Produksi dan Kualitas Telur Itik Lokal di
Daerah Sentra Peternakan Itik. Jurnal Pembangunan Pedesaan. 13(1):11-16.

J.S. Vilela, Andronicos N.M., Kolakshyapati, M., Hilliar, M., Sibanda T.Z., Andrew,
N.R., Swick, R.A., Wilkinson, S., & Ruhnke I., 2019. Black Soldier Fly Larvae
In Broiler Diets Improve Broiler Performance And Modulate The Immune
System. J.Anim. Nutr. 7 (3): 695-706.

Juliamabarwati, M., Ratriyanto, A., & Hanifah, A., 2012. Pengaruh Penggunaan
Tepung Limbanh Undang Dalam Ransum Terhadap Telur Itik. Jurnal Sains
Pertenakan. 10(1): 1-6.

Kaleka, N., 2015. Beternak Itik Tanpa Bau Tanpa Angon. Arcitra. Yogyakarta.

Kustiningsih H., & Retnawati, D.W., 2020. Pengaruh Penambahan Daun Indigofera
Segar Terhadap Produksi dan Warna Kuning Telur (Yolk) Ayam Petelur
Kampung Unggul Balitbangtan. Jurnal Pengembangan Penyuluhan
Pertanian. 17(32): 241-251.

Manalu, D.Y., 2019. Pengaruh Pemberian Daun Pepaya yang Dicampur pada
Ransum Terhadap Bobot Karkas dan Non Karkas Ternak Itik Peking. Skripsi.
Universitas Pembangunan Panca Budi Medan.

19
Matitaputty, P.R., & Suryana. 2010. The Characteristics of Meat Duck, Problems and
Prevention of Flavor Due to Lipid Oxidation. Wartazoa. 20(2).

Matitaputty, P. R. dan Bansi, H., 2018. Upaya Peningkatan Produktivitas Itik Petelur
Secara Intensif dan Pemberian Pakan Berbahan Lokal di Maluku. Jurnal
Peternakan Sriwijaya. Vol 7(2): 1-8.

Muharlien & Ani, 2015. Fisiologi Reproduksi Pada Mamalia dan Unggas.
Terjemahan Srigandono, B dan Praseno. Universitas Indonesia Jakarta.

Ndolu, D.A.J., & Jermias, J.A., 2020. Efektivitas Kombinasi Kepala Udang,
Gaplek dan Minyak Kelapa Sebagai Pengganti Sebagian Jagung Tepung
Terhadap Performans Itik Mojosari Jantan. J. Partner. 25(2): 1458-1467.

Okatama, M.S., Maylinda, S., & Nurgiartiningsih, V.M.A., 2018. Hubungan Bobot
Telur dan Indeks Telur dengan Bobot Tetas Itik Dabung. Journal of Tropical
Animal Production. 19(1): 1-8.

Purnamasari, D. K., Wiryawan K, G., Erwan & Paozan, L.A., 2015. Potensi Limbah
Rajungan (Portunus pelagicus) sebagai Pakan Itik Petelur. Jurnal Peternakan
Sriwijaya. 4(1): 11-19.

Rambet, V., Umboh, J.F., Tulung, Y.L.R., & Kowel, Y.H.S., 2016. Kecernaan
Protein dan Energi Ransum Broiler yang Menggunakan Tepung Maggot
(Hermetia illucens). Zootec. 36(1): 13-22.

Rahmadany, L., 2019. Pengaruh Pemanfaatan Batang Semu Pisang (Musa paradiaca
L.) Terfermentasi Terhadap Peningkatan Pertambahan Bobot Itik Peking (Anas
platyrhynchos domestica L.). Doctoral Dissertation. UIN Raden Intan
Lampung.

Sari, D. T. I., Sudjarwo, E. & Prayogi, H., 2014. Pengaruh Penambahan Cacing
Tanah (Lumbricusrubellus) Segar dalam Pakan terhadap Berat Telur, Haugh

20
Unit (HU) dan Ketebalan Cangkang Itik Mojosari. Jurnal Ternak Tropika. 15
(2): 23-30.

Saud, A., 2014. Studi Penggunaan Kulit Pisang kapok ( Musa paradisiacal normalis)
Sebagai Bahan Pengawet Telur Ayam Ras. Tesis. Universitas Negeri
Gorontalo.

Schiavone, A., Dabbou, S., De Marco, M., Cullere, M., Biasato, I., Biasibetti, E.,
Capucchio, M.T., Bergagna, S., Dezzutto, D., & Meneguz, M., 2019. Black
Soldier Fly Larva Fat Inclusion In Finisher Broiler Chicken Diet As
Analternative Fat Source. J. Animals. 12: 2032–2039.

Sinurat, A.P., 2000. Penyusunan Ransum Ayam Buras dan Itik. Pelatihan Proyek
Pengembangan Agribisnis Peternakan, Dinas Peternakan DKI Jakarta.

Soekarto, S.T., 2013. Teknologi Penanganan Telur. Cetakan 1. Alfabeta. Bandung.

Steel, R.G.D., & Torrie J.H., 1980. Principles and Procedures of Statistics
A Biometrical Approach. Second Edition. McGraw-Hill International
Book Company. Tokyo.

Subhan, A., 2016. Populasi Dan Potensi Keong Mas (Pomacea Canaliculata)
Sebagai Sumber Bahan Pakan Itik Alabio (Anas Plathyrinchos Borneo) di
Kalimantan Selatan. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi
Pertanian. Banjarbaru (ID) : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali.

Sukarne, S., Asnawi, A., & Rosyidi, A., 2020. Pengaruh Suplementasi Cacing
Tanah (Lumbricus rubellus) pada Pakan terhadap Produktivitas dan Kualitas
Telur Itik.Indonesian. Journal of Applied Science and Technology. 1(1): 39-
46.

Sukarne, S., & Nursan, M., 2022. Effectiveness Test of Duck Mie (Innovation of
Noodle-shaped Feed) on Peking Duck Productivity. Jurnal Biologi
Tropis. 22(2): 398-406.

21
Suprapti, 2002. Pengawetan Telur. Kanisius. Yogyakarta

Tamzil, M.H., 2017. Ilmu dan Teknologi Pengelolaan Plasma Nutfah Ternak Itik.
Mataram Press. Mataram.

Widjaya N., 2013. Pengaruh Perendaman Telur dengan Larutan Hidrogen Peroksida
Terhadap Penurunan Bobot Badan, Haugh Unit (HU) dan Indeks Putih Telur Itik
Konsumsi Selama Penyimpanan Pada Suhu Ruang. J. Sains Peternakan. 11 (1):
10-13.

Windhyarti, S.S., 2004. Beternak Itik Tanpa Air. Cetakan ke-22. PT. Penebar
Swadaya. Jakarta

22

Anda mungkin juga menyukai