PENDAHULUAN
1.1. Analisis Situasi
Dewasa ini, seiring dengan perkembangan penduduk yang pesat dan
pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi maka kebutuhan telur sebagai salah
satu sumber protein hewani turut meningkat. Masyarakat yang semakin maju, kini
telah meyadari arti dari peningkatan nilai gizi dalam makanan mereka. Untuk
memenuhi kebutuhan telur, terutama telur ayam maka peluang usaha ini banyak
diminati pengusaha untuk membuka usaha peternakan khususnya peternakan
ayam petelur.
Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus
untuk diambil telurnya. Asal mula ayam unggas adalah berasal dari ayam hutan
dan itik liar yang ditangkap dan dipelihara serta dapat bertelur cukup banyak.
Persilangan dan seleksi itu dilakukan cukup lama hingga menghasilkan ayam
petelur seperti yang ada sekarang ini. Dalam setiap kali persilangan, sifat jelek
dibuang dan sifat baik dipertahankan (terus dimurnikan). Inilah yang kemudian
dikenal dengan ayam petelur unggul.
Untuk memenuhi kebutuhan telur dari masyarakat maka produksi telur
juga harus ditingkatkan. Produksi telur ayam ras sangat dipengaruhi oleh faktor
pemberian pakan (feeding), pembibitan (breeding), dan system tata laksana
pemeliharaan ayam petelur (manajemen). Dalam pemeliharaan ayam petelur yang
baik, ayam akan mulai memproduksi telur pada umur 20 minggu sampai umur 72
minggu. Dalam hal ini manajemen pemeliharaan yang baik sangat diperlukan,
mulai dari pemeliharaan fase awal (starter), pembesaran (grower) atau (pullet),
dan fase petelur (layer) sampai afkir. Dimana dalam pemeliharaan tersebut
terdapat hal-hak pokok yang terdiri dari manajemen pemeliharaan, manajemen
perkandangan, manajemen pakan, dan manajemen kesehatan ternak maupun
lingkungan.
Untuk mengetahui manajemen pemeliharaan ayam petelur diperlukan ilmu
teori dan praktek yng didapat dari bangku perkuliahan maupun lapangan. Pada
suatu usaha peternakan khususnya ayam petelur sangat diperlukan suatu sistem
analisis usaha untuk mengetahui apakah usaha mengalami kerugian atau
keuntungan.
Pemeliharaan ayam petelur pada peternakan PT. JATINOM Indah Farm,
Desa Jatinom, Kecamatan Kanigoro, Blitar, Jawa Timur merupakan perusahaan
peternakan yang bergerak dalam industri penghasil telur dan bibit. Maka dari itu
PT. JATINOM Indah Farm, Desa Jatinom, Kecamatan Kanigoro, Blitar, Jawa
Timur adalah salah satu tempat magang yang potensial bagi mahasiswa yang ingin
memperdalam ilmu pemeliharaan ayam petelur untuk memenuhi rangkaian tugas
akhir perkuliahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Procurement (Pengadaan) Input Produksi
Subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness) usaha peternakan
adalah industri-industri yang menghasilkan sarana produksi bagi peternakan,
antara lain industri pembibitan hewan (breeding farm), industri pakan, industri
obatobatan/vaksin ternak, dan industri agro-otomotif (mesin dan peralatan
peternakan), serta industri pendukungnya, (Mappigau dan Ri esso. 2011).
Komoditi agribisnis yang paling kuat subsistem hulunya adalah agribisnis ayam
ras. Menurut Ditjen Peternakan, Indonesia memiliki industri pembibitan ayam ras
109 buah, yaitu galur murni (pure line) satu buah, grant parent stock 13 buah,
parent stock 95 buah dengan kapasitas produksi 600 juta day old chick (doc) Final
stock pertahun.
2.1.1. Perencanaan
2.1.1.1. Jumlah Pengadaan Bibit Ayam
Peternakan ayam petelur dibagi menjadi 3 peternakan ayam
petelur skala Besar, skala sedang dan skala kecil. pemesanan bibit ayam
biasanya disesuaikan dengan kapasitas kandang dan juga kebutuhan
Mengetahui jenis strain DOC yang dipelihara
pembibitan yang
diharapkan dapat menghasilkan bibit-bibit ayam yang unggul dan produksi
banyak, (Rahmadi, 2009).
2.1.1.2. Syarat Bahan Baku Bibit
Untuk persyaratan bahan baku ayam terdiri dari jenis strain DOC
yang dipelihara secara garis besar ada dua tipe ayam petelur yaitu ayam
petelur ringan dan ayam petelur medium serta jumlah DOC yang dipesan
pemesanan setiap berapa tahun atau perbulan sekali Rahmadi (2009).
Bibit (DOC) dipesan terlebih dahulu oleh peternak dengan maksud
menjaga ketersediaan stok bibit untuk mengganti ayam petelur ketika
memasuki masa afkir, Strategi peternak dalam usaha memperoleh harga
bibit yang layak (harga dibawah standar), pembelian bibit dilakukan pada
saat harga bibit turun yaitu pada masa berpuasa umat beragama muslim
dan sebulan sesudah hari raya idul fitri, (Salele.chintia,dkk. 2014).
2.1.1.3. Umur Pemesanan Ayam
Dalam pemesanan bibit di perhatikan adalah fasenya biasanya
peternak membeli ayam petelur pada saat Pullet karena jika beli DOC
ditakutkan angka mortalitas yang tinggi, pullet (umur 5 bulan) disediakan
dan dibeli sekitar 1 bulan sebelum ayam berproduksi. Umur ekonomis
ayam ras petelur dari mulai bertelur sampai diremajakan kembali selama
15 - 17 bulan (1,25 tahun dan 1,4 tahun), (Salele.chintia,dkk. 2014).
kelembaban terlalu tinggi; lantai dilengkapi alas dari kayu atau bahan
lainnya yang memiliki rongga agar tidak terjadi kontak langsung antara
lantai dan karung pakan. Pakan tidak boleh disimpan lebih dari 1 minggu,
dan pakan yang didatangkan lebih dulu ke gudang adalah yang digunakan
terlebih dahulu (CJ Feed Indonesia, 2008).
2.2.1.4. Nutrisi yang Diperlukan
Pakan unggas disusun dari bahan baku lokal dan impor dengan
menggunakan teknik formulasi pakan dengan biaya terendah untuk
memenuhi kebutuhan gizi unggas. Bahan baku dikelompokkan kedalam
sumber energi, protein, hasil samping industri pertanian, mineral dan
suplemen gizi (Tangendjaja, 2007).
Kualitas pakan yang baik dalam hal ini kandungan protein, asam
amino dan asam linoleat akan mempengaruhi bobot telur, karena pakan
dengan kualitas yang baik akan menghasilkan telur yang besar. Oleh
karena itu penurunan bobot telur dapat terjadi karena kandungan asam
amino dalam ransum tidak sesuai dengan kebutuhan (Mampioper dkk,
2008). Persyaratan mutu pakan untuk ayam ras petelur (layer) sesuai
dengan tabel berikut:
Tabel 1. Persyaratan Mutu Pakan Untuk Ayam Ras Petelur (Layer)
No.
Parameter
Satuan
Persyaratan
1
Kadar Air
%
Maksimal 14,0
2
Protein Kasar
%
Minimal 16,0
3
Lemak Kasar
%
Maksimal 7,0
4
Serat Kasar
%
Maksimal 7,0
5
Abu
%
Maksimal 14,0
6
Kalsium (Ca)
%
3,25-4,25
7
Fosfor (P) Total
%
0,60-1,00
8
Fosfor (P) tersedia
%
Minimal 0,32
9
Energi Metabolis (ME)
Kkal
Minimal 2650
10 Total Aflatoksin
g/Kg
Maksimal 50,0
11
Asam Amino :
Lisin
%
Minimal 0,80
Metionin
%
Minimal 0,35
Metionin + Sistin
%
Minimal 0,60
(Sumber : SNI 01-3929, 2006)
Mineral dibutuhkan untuk membentuk kerangka (tulang) tubuh,
membantu pencernaan dan metabolisme dalam sel serta untuk
pembentukan kerabang (kulit) telur. Zat kapur atau (Calcium = Ca) dan
fosfor (P) adalah zat mineral yang paling banyak dibutuhkan. Kedua zat
ini mempunyai hubungan yang saling terkait. Untuk itik yang sedang
bertelur dibutuhkan zat kapur dan fosfor yang cukup tinggi dalam
pakannya berkisar 3,0% Ca dan 0,60% P (Rochjat, 2000). Selain itu juga
sebanyak 2 kali sehari pada pagi dan sore hari, sedangkan pemberian air
minum dilakukan secara ad libitum (Prawitya dkk, 2009).
2.2.2.2. Frekuensi dan Waktu Pemberian Pakan
Pemberian pakan harus diberikan setiap hari sesuai dengan
kebutuhan ayam petelur, baik secara kuantitatif maupun kualitasnya.
Pemberian pakan yang salah dapat memicu stres dan defisiensi nutrisi
yang memicu timbulnya masalah terhadap ayam petelur (Fadilah, 2004).
Frekuensi pemberian pakan sebaiknya dilakukan sebanyak 2 kali sehari
pada pagi dan sore hari, sedangkan pemberian air minum dilakukan secara
ad libitum (Prawitya dkk, 2009).
Terdapat penurunan HDP jika ayam hanya diberi pakan pada pagi
atau siang hari saja. Ayam yang diberi ransum 100% pada pukul 11.00
memiliki produksi telur lebih rendah dibandingkan dengan pemberian
yang sama pada pukul 06.30 dan 15.30 dengan pemberian 50 : 50%. Akan
tetapi hasil survey yang dilakukan selama penelitian tentang waktu dan
pemberian ransum menunjukkan bahwa sebagian besar peternak
memberikan pakan sekali saat pagi hari. Hal ini disebabkan karena beban
panas pada ayam yang diberi ransum 100% pada pukul 11.00 lebih tinggi
dibanding dengan perlakuan lain. (Avilla et al, 2003).
Beban panas terdistribusi cukup rata dengan rasio pemberian
berbeda dengan waktu pemberian pukul 07.00 dan pukul 13.30, sehingga
tidak mempengaruhi HDP. Pemberian ransum dengan porsi berbeda pada
pagi dan siang tampak tidak mempengaruhi HDP karena konsumsi ransum
sama yang berarti kontribusi energi yang dikonsumsi untuk produksi telur
juga sama. Konsumsi energi sangat penting dalam produksi telur bahkan
lebih sensitif dibandingkan dengan protein (Indreswari et al. (2009)
2.2.2.3. Jenis Pakan yang Diberikan
Jenis pakan ada beberapa macam, yaitu mash dan limited grains
(campuran bentuk tepung dan butiran), all mash (bentuk tepung), pellet
(bentuk butiran dengan ukuran sama), crumble (bentuk butiran halus
dengan ukutan tidak sama). Di antara keempat macam bentuk tersebut,
bentuk pellet memiliki palatabilitas paling tinggi dan lebih tahan lama
disimpan. Bentuk all mash atau tepung digunakan untuk tempat ransum
otomatis, tetapi kurang disukai ayam, mudah tengik, dan sering
menyebabkan kanibalisme yang tinggi (Kartasudjana dan Suprijatna,
2006). Pakan untuk ayam petelur umur 0 6 minggu (fase starter)
sebaiknya menggunakan pakan jadi buatan pabrik yang memiliki
komposisi pakan yang tepat dan tekstur halus, sedangkan untuk fase
grower dan layer dapat digunakan pakan hasil formulasi sendiri
(Ditjennak, 2001).
10
11
lembab dan basah. Ketebalan litter berkisar 10-15 cm, untuk kandang dengan
sisitem litter panjang 1m dapat menampung 10 ekor ayam dewasa (Suprijatna
et al, 2005).
Kandang dibuat dari bahan-bahan yang berkualitas sehingga kuat dan
tahan lama penggunaannya. Misalnya, menggunakan bambu, kayu, kawat ram,
dan bahan bangunan lainnya seperti semen, pasir dan batu bata. Untuk sangkar
berukuran panjang 45 cm, lebar 25 cm, dan tinggi 40 cm (berisi 1 ekor ayam),
atau panjang 40 cm, lebar 60 cm, tinggi 40 cm (berisi 3 ekor ayam), atau
panjang 40 cm, lebar 45 cm, tinggi 40 cm (berisi 2 ekor ayam) (Cahyono,
1994 ; Samadi, 2010).
Umumnya kandang baterai untuk ayam petelur terbuat dari bambu dan
logam. Kandang bambu lebih cocok untuk usaha peternakan ayam petelur skala
rumah tangga, sementara kandang dari logam cocok untuk usaha peternakan
skala besar. Kandang bambu investasinya sangat rendah, namun penyusutannya
juga cepat. Sementara kandang logam biaya investasinya tinggi namun
penyusutannya juga lama. Hingga sebenarnya, kandang logam jatuhnya lebih
murah dibanding kandang dari bambu (Amazonise, 2012).
Konstruksi Kandang dapat memenuhi daya tampung untuk menjamin
masuknya udara segar dengan leluasa kedalam kandang dan keluarnya udara
kotor/berdebu secara bebas dari kandang serta dapat dicapai suhu optimal
26,5C dengan kelembaban maksimum 90%, memiliki saluran pembuangan
limbah; terbuat dari bahan yang ekonomis kuat namun dapat menjamin
kemudahan pemeliharaan, pembersihan dan desinfeksi kandang. (Krisno,
2013). Lantai kandang sistem baterai seharusnya dibuat miring tujuannya agar
telur dapat menggelinding ke depan sehingga memudahkan dalam koleksi telur.
(Rasyaf, 2003).
2.3.2. Tipe Kandang dan Jenis Litter
Pedoman dalam budidaya ternak ayam petelur yang baik, harus
memiliki kandang, pakan dan sebagainya. Untuk kandang dibagi menjadi 3
bagian yaitu jenis, kontruksi, dan tata letak ( A. Krisno, 2013).
A. Kandang Open House
Kandangn Open House adalah kandang yang dindingnya dibuat
dengan sistem terbuka, yang bias aterbuat dari kawat burung atau bambu
sehingga menjamin hembusan angin bisa masuk dalam kandang dan bisa
memanfaatkan pergantian sinar matahari. Dinding kandang ditutup dengan tirai
yang berfungsi sebagai ventilasi. Dilapangan bentuk kandang yang umum
dijumpai adalah kandang sistem terbuka atau open house baik sistem panggung
maupun sistem postal dengan lantai beralaskan sekam, serutan gergaji kayu dan
beberapa peternak pernah juga menggunakan jerami. Model kandang terbuka
memberikan kontribusi yang kurang bagus bila dibandingkan dengan model
kandang sistem tertutup (Ahmadi, 2008).
B. Kandang Close House
13
16
17
18
19
Jenis Vaksin
ND lasota + IB
Gumboro
Gumboro
AI
Aplikasi
Tetes + suntik
Tetes
Cekok/tetes mulut
Suntik/subkutan
19 hari
ND lasota
Minum
22 ahri
Gumboro
Minum
35 hari
ND+IB+ND Kill
Minum + suntik
Dosis
1tetes, 0,25 cc
1 tetes
1tetes
0,25 cc
1000 ekor
dicampur 10 L air
1000 ekor
dicampur 10 L air
0,55 cc,
intramusculair
21
42 hari
56 hari
71 hari
Coryza
AI
ND lasota
Suntik
Suntik
Minum
91 hari
Coryza
Suntik
105 hari
AI
Suntik
ND+IB
(ND+IB+EDS)
122 hari
Coryza
(Sumber: Nusyirwan, 2010).
112 hari
Minum
suntik
Suntik
0,55 cc
0,5 cc
0,5 cc
intamusculair
1000 ekor
dicampur 20 L air
0,5 cc
0,5 cc
2.5.3. Kontroling
2.5.3.1. Mortalitas (Angka Kematian Ternak)
Kegiatan ayam afkir berjumlah lebih sedikit dari kegiatan ayam
DOC, karena terjadi mortalitas 15% - 20% setiap stock dan lebih banyak
dari pemeliharaan ayam yang masih aktif, karena kegiatan itu dihitung dari
kegiatan-kegiatan 1 periode umur ayam atau 2 tahun sebelumnya.
(Andrecesar], dkk, 2013).
Untuk menghindari kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh
morbiditas dan mortalitas unggas karena infeksi virus Avian Influenza
maka diperlukan metode pengendalian secara imunoprofilaksis. Untuk
menerapkan pengendalian flu burung secara imunoprofilaksis haruslah
tersedia vaksin yang tepat, akurat, dan mujarab untuk mencapai tujuan
vaksinasi.
Menurut Rasyaf (1989) mengatakan bahwa nilai mortalitas di
Indonesia pada masa bertelur antara 0,03% hingga 0,5% per bulan.
Tingkat mortalitas yang wajar ini disebabkan karena sistem pemeliharaan
khususnya kebersihan dan kesehatan sudah baik dan memenuhi syarat.
(Nurcholis, dkk, 2009).
Jull (1979) berpendapat mortalitas umumnya disebabkan oleh
kesalahan manajemen seperti perkandangan, kepadatan ayam di dalam
kandang, sanitasi yang buruk, pemberian ransum yang tidak seimbang,
serta rendahnya daya tahan ternak terhadap penyakit. (Risnajati, D., 2014).
2.5.3.2. Jumlah Ternak yang Diculling
Dewasa ini yang dianggap lingkaran produksi yang optimal ialah
ayam-ayam umur 1,5 2 tahun. Ayam petelur yang lebih dari 2 tahun tidak
ekonomis lagi, sebab mereka tak mampu mengimbangi lagi makanan yang
dihabiskan. Itulah sebabnya maka ayam ayam yang sudah mencapai
umur 2 tahun harus diafkir. Penundaan pengafkiran berarti mengurangi
keuntungan. (Zulfikar, 2013)
2.6. Manajemen Pemasaran
22
Ukuran
Berat (gram)
1.
Jumbo
> 70,5
2.
Ekstra besar
63,7-70,4
3.
Besar
52,3-63,6
4.
Sedang
42,9-52,2
23
5.
Kecil
6.
Kecil sekali
34,4-42,8
<34,4
2.6.2. Implementasi
2.6.2.1. Saluran Pemasaran
Salah satu bentuk usaha untuk mencapai tujuan dan sasaran
dibidang pemasaran adalah dengan kegiatan pemilihan saluran pemasaran.
Pemilihan saluran pemasaran diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang
menyangkut pertimbangan pasar, pertimbangan barang, dan pertimbangan
perantara. Dengan pertimbangan tersebut saluran yang dipilih diharapkan
saluran yang paling efektif. Karena suatu peternakan bilamana salah dalam
memilih saluran pemasaran maka akan membawa akibat yang kurang
menguntungkan bagi peternakan tersebut (Mamilianti, 2008).
Dengan dipilihnya saluran pemasaran yang lebih efektif suatu
peternakan dapat melakukan perbaikan strategi pemasaran yang
sebelumnya sudah pernah diterapkan, bahkan dapat dipergunakan sebagai
alternatif strategi pemasaran yang baru dimana nantinya dapat
mewujudkan tujuan suatu peternakan yaitu dapat meningkatkan volume
penjualan dari produk peternakan tersebut, sehingga menjadikan
24
peternakan tersebut bisa tetap eksis, maju dan menang dalam dunia
persaingan (Mamilianti, 2008).
Secara fisik pola-pola pemasaran terbagi dalam mata rantai saluran
distribusi, yaitu saluran distribusi panjang, saluran distribusi sedang,
saluran distribusi pendek dan saluran distribusi langsung. Pola-pola
pemasaran tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut:
a. Pola saluran distribusi panjang (Pola I)
Produsen-Pedagang
Besar-Pedagang
Pasar-Pedagang
EceranKonsumen
b. Pola saluran distribusi sedang (Pola II)
ProdusenPedagang PasarPedagang EceranKonsumen
c. Pola saluran distribusi pendek (Pola III)
PeternakPedagang EceranKonsumen
d. Pola saluran distribusi langsung (Pola IV)
ProdusenKonsumen
(Mukson, dkk., 2005).
Jenis saluran pemasaran yang umum digunakan pada peternakan
ayam petelur yaitu 1. Produsen Pedagang besar Pengecer Konsumen,
2. Produsen Pedagang besar Konsumen. Saluran pemasaran yang
pertama merupakan saluran distribusi tradisional dan masih banyak
digunakan oleh produsen. Produsen hanya melayani dalam jumlah besar
saja, tidak menjual kepada pengecer. Tipe ini menggunakan mutli
midlement channel, yaitu perpindahan barang dari produsen sampai ke
konsumen melalui berbagai perantara. Saluran pemasaran kedua
menggunakan tipe single midlement channel, perpindahan barang dari
produsen melalui satu perantara yaitu pedagang besar dan pengecer kepada
konsumen (Wisaptiningsih, dkk. 1991).
Jumlah pedagang besar banyak mempengaruhi volume penjualan,
karena setiap pedagang besar mempunyai pelanggan sendiri-sendiri serta
dipengaruhi oleh pendapatan dan selera konsumen terhadap telur. Volume
penjualan telur pada masing-masing pedagang dipengaruhi oleh harga
yang ditetapkan oleh masing-masing pedagang besar dan pedagang
pengecer. Apabila jumlah konsumen bertambah, maka volume penjualan
meningkat dengan asumsi harga yang relatif stabil (Mamilianti, 2008).
2.6.2.2. Kontinyuitas Penjualan
Perlu adanya pelanggan atau konsumen tetap untuk
mengkontinyuitaskan penjualan, berhubung telur ialah bahan pangan yang
mudah sekali rusak jadi sebisa mungkin masa penyimpanan telur tidak
25
lebih dari satu minggu, hal ini dapat di tempuh jika suatu perusahaan
mempunyai konsumen tetap, selain konsumen tetap peternakan juga harus
ada konsumen yang setidaknya akan membeli telur setiap hari misalnya
saja penjual makanan serba telur atau industri yang menjual produk olahan
dari telur ayam.
2.6.3. Kontroling
2.6.3.1. Keuntungan (Laba/Rugi)
Total pendapatan diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan
total biaya dalam suatu proses produksi (Soekartawi, 2005). Keuntungan
atau pendapatan pada usaha peternakan ayam petelur merupakan selisih
antara penerimaan total dengan biaya total produksi yang dikeluarkan
(Asnawi, 2009). Jika selisih tersebut bernilai positif maka dapat dikatakan
bahwa usaha peternakan ayam petelur tersebut untung, sedangkan jika
diperoleh nilai yang negatif berarti usaha tersebut mengalami kerugian.
Adapun cara menghitung total pendapatan adalah sebagai berikut : = TR
TC (Keterangan : = Pendapatan, TR = Total revenue, dan TC = Total
cost).
BAB III
METODE PELAKSANAAN
3.1. Lokasi dan Waktu Kegiatan
Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan selama satu bulan, yaitu pada
bulan Juli 2016 sampai dengan Agustus 2016 di PT. JATINOM Indah Farm,Desa
jatinom, Kecamatan Kanigoro, Blitar, Jawa Timur.
3.2. Khalayak Sasaran
Khalayak Sasaran dari Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) adalah
manajemen pemeliharaan ayam petelur di PT. JATINOM Indah Farm,Desa
jatinom, Kecamatan Kanigoro, Blitar, Jawa Timur.
3.3. Metode Kegiatan
Metode yang digunakan untuk mendapatkan data-data, baik data primer
maupun data sekunder dilakukan dengan cara :
26
3.3.1. Observasi
Teknik observasi dilakukan dengan cara pengamatan dan peninjauan
secara langsung terhadap obyek kegiatan dalam manajemen produksi di
lapangan, serta survey ke lokasi fasilitas produksi dan utilitas.
3.3.2. Wawancara
Teknik wawancara dilakukan dengan tanya jawab secara langsung
dengan pembimbing lapang dan para pekerja yang ada di lokasi baik di fasilitas
produksi maupun manajemen.
3.3.3. Dokumentasi
Teknik dokumentasi dilakukan dengan cara pencarian dan pengumpulan
dokumen-dokumen, laporan-laporan, buku-buku yang berhubungan dengan
obyek pembahasan. Data yang dikumpulkan antara lain meliputi sejarah
perusahaan, struktur organisasi, ketenagakerjaan dan diagram alir proses.
3.3.4. Data yang Diamati
A. Manajemen Pengadaan Bibit:
1. Bahan baku yang digunakan ( DOC, pakan, mesin, dll).
2. Cara memperoleh Sumber bahan baku (pasar/ institusi swasta, intsutusi
pemerintah).
3. Jumlah pengadaan bahan baku yang dibutuhkan per bulan( DOC, pakan,
mesin, dll).
4. Kualitas pengadaan bahan baku (dilihat dari breed, performa,
kecanggihan).
5. Sistem pengadaan bahan baku (pertahun, bulan, hari).
6. Kemampuan supliyer untuk memenuhi bahan baku.
7. Ketepatan waktu supliyer untuk memenuhi pesanan( sesuai/ tidak).
8. Langkah- langkah untuk kontinyuitas bahan baku (kemitraan, kontrak
dengan supliyer, dll).
9. Jumlah supliyer bahan baku.
10. Jumlah pengadaan bahan baku.
11. Kesesuaian kualitas dari bahan baku (sesuai atau tidak dengan pesanan).
12. Kemampuan supliyer untuk memenuhi bahan baku.
13. Ketepatan waktu dari suplayer untuk memenuhi pesanan.
14. System pembayaran pesanan.
15. Jaminan ketepatan waktu pengiriman.
16. Sangsi keterlambatan.
17. Solusi jika terjadi keterlambatan.
18. Penyimpanan bahan baku
B. Manajemen Pakan:
1. Bahan baku pakan dan harga.
2. Pakan yang digunakan (pakan komersil/ buatan sendiri).
3. Kandungan nutrisi pakan.
4. Penggunaan zat additive (antibiotik/ probiotik/vitamin).
27
28
7. Proses pemasaran
3.4. Analisis Hasil Kegiatan
Data yang diperoleh dari kegiatan PKL akan dianalisis secara deskriptif
yaitu membandingkan antara teori dengan data dan fakta yang ada di lapang,
sehingga dapat memberikan gambaran nyata mengenai tata laksana pemeliharaan
ayam petelur di PT. JATINOM Indah Farm,Desa jatinom, Kecamatan Kanigoro,
Blitar, Jawa Timur. Data yang digunakan meliputi data primer dan sekunder. Data
primer diperoleh dari pengamatan di lapang secara langsung dan dari hasil
wawancara dengan staf karyawan, sedangkan data sekunder diperoleh dari
catatan-catatan yang dimiliki oleh perusahaan tersebut.
3.5. Batasan Istilah
a. DOC, adalah anak ayam atau pitik atau khutuk yang masih berusia 1-14
hari (0-2 minggu).
b. Dara atau stater, adalah anak ayam yang masih berusia 15-56 hari (3-8
minggu).
c. Grower, adalah ayam yang sudah berusia 57-112 hari (9-16 minggu).
d. Strain, adalah istilah yang digunakan untuk sekelompok ternak ayam yang
mempunyai nilai ekonomis produksi tinggi dan turun-temurun.
e. Nipple, adalah tempat minum untuk ternak yang di gantung memanjang.
f. Litter, adalah lantai kandang dengan serutan kayu.
g. HDP (Hen Day Production), adalah persentase perandingan jumlah
produksi telur dengan populasi ayam dalam satu kelompok pada satuan
waktu tertentu.
h. Vaksin adalah bahan anti genik yang digunakan untuk menghasilkan
kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau
mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau liar.
i. Sanitasi, adalah usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan
atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dalam rantai
perpindahan penyakit tersebut.
j. Biosecurity, adalah sejenis program yang dirancang untuk melindungi
kehidupan.
3.6. Peserta
Peserta kegiatan Praktek Kerja Lapangan di PT. JATINOM Indah
Farm,Desa jatinom, Kecamatan Kanigoro, Blitar, Jawa Timur adalah mahasiswa
Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang berjumlah 6 orang dengan
rincian sebagai berikut :
1. Dzunuraini Assalamah
2. Ely Ana Yusuf
3. Elza Dyani Agustin
4. Rahma Susanti
5. Mochamad Imam A
29
6. Taufik Hidayatuloh
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2003. Meningkatkan Produktivitas Ayam Ras Petelur. Agromedia:
Jakarta.
Akoso, B.T. 1998. Kesehatan Unggas: Panduan bagi Petugas Teknis.
Penyuluh dan Peternak. Kanisius: Yogyakarta.
Asnawi. 2009. Perbedaan Tingkat Keuntungan Usaha Peternakan Ayam Ras
Petelur Antara Sebelum dan Sesudah Memperoleh Kredit PT. BRI di
Kabupaten Pinrang. Buletin Ilmu Peternakan dan Perikanan. 13 (1) : 112
Badan Perijinan Dan Penanaman Modal Daerah (BPPMD) Provinsi Kalimantan
Timur.
2010.
Budidaya
Ayam
Petelur.
Samarinda.
http://www.bppmd.kaltimprov.go.id
Candra, S., Utami, H.D. dan Hartono, B. 2012. Analisis Ekonomi Usaha Ayam
Petelur CV. Santoso Farm Di Desa Kerjen Kecamatan Srengat Kabupaten
Blitar. Hal : 1-12
Downey, W.D. dan Erickson S.P. 1992. Manajemen Agribisnis. Edisi Kedua.
Alih
Dyah, L. P. 2014. Peternakan ayam ras petelur di kota singkawang. Vol 2(2) hal
74.
Eviana.B., Budi.H., dan Zaenal.F. 2014. Analisis Finansial Usaha Peternakan
Ayam Petelur Di Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan.
Fatoni. I. R. 2009. Manjemen Pemeliharaan Ayam Petelur Di Peternakan Dony
Farm Kabupaten Magelang. Tugas Akhir Diploma III.
Hartono, A. H.S. 1997. Beternak ayam Petelur. CV. Gunung Mas Pekalongan.
Jahja, J. 1998. Ayam Sehat Ayam Produktif. PT Medion Bandung
30
31
32