Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Analisis Situasi
Dewasa ini, seiring dengan perkembangan penduduk yang pesat dan
pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi maka kebutuhan telur sebagai salah
satu sumber protein hewani turut meningkat. Masyarakat yang semakin maju, kini
telah meyadari arti dari peningkatan nilai gizi dalam makanan mereka. Untuk
memenuhi kebutuhan telur, terutama telur ayam maka peluang usaha ini banyak
diminati pengusaha untuk membuka usaha peternakan khususnya peternakan
ayam petelur.
Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus
untuk diambil telurnya. Asal mula ayam unggas adalah berasal dari ayam hutan
dan itik liar yang ditangkap dan dipelihara serta dapat bertelur cukup banyak.
Persilangan dan seleksi itu dilakukan cukup lama hingga menghasilkan ayam
petelur seperti yang ada sekarang ini. Dalam setiap kali persilangan, sifat jelek
dibuang dan sifat baik dipertahankan (terus dimurnikan). Inilah yang kemudian
dikenal dengan ayam petelur unggul.
Untuk memenuhi kebutuhan telur dari masyarakat maka produksi telur
juga harus ditingkatkan. Produksi telur ayam ras sangat dipengaruhi oleh faktor
pemberian pakan (feeding), pembibitan (breeding), dan system tata laksana
pemeliharaan ayam petelur (manajemen). Dalam pemeliharaan ayam petelur yang
baik, ayam akan mulai memproduksi telur pada umur 20 minggu sampai umur 72
minggu. Dalam hal ini manajemen pemeliharaan yang baik sangat diperlukan,
mulai dari pemeliharaan fase awal (starter), pembesaran (grower) atau (pullet),
dan fase petelur (layer) sampai afkir. Dimana dalam pemeliharaan tersebut
terdapat hal-hak pokok yang terdiri dari manajemen pemeliharaan, manajemen
perkandangan, manajemen pakan, dan manajemen kesehatan ternak maupun
lingkungan.
Untuk mengetahui manajemen pemeliharaan ayam petelur diperlukan ilmu
teori dan praktek yng didapat dari bangku perkuliahan maupun lapangan. Pada
suatu usaha peternakan khususnya ayam petelur sangat diperlukan suatu sistem
analisis usaha untuk mengetahui apakah usaha mengalami kerugian atau
keuntungan.
Pemeliharaan ayam petelur pada peternakan PT. JATINOM Indah Farm,
Desa Jatinom, Kecamatan Kanigoro, Blitar, Jawa Timur merupakan perusahaan
peternakan yang bergerak dalam industri penghasil telur dan bibit. Maka dari itu
PT. JATINOM Indah Farm, Desa Jatinom, Kecamatan Kanigoro, Blitar, Jawa
Timur adalah salah satu tempat magang yang potensial bagi mahasiswa yang ingin
memperdalam ilmu pemeliharaan ayam petelur untuk memenuhi rangkaian tugas
akhir perkuliahan.

1.2. Rumusan Masalah


Permasalahan pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah :
1. Bagaimana manajemen pengadaan bibit di PT. JATINOM Indah Farm,
Desa Jatinom, Kecamatan Kanigoro, Blitar, Jawa Timur ?
2. Bagaimana manajemen pakan di PT. JATINOM Indah Farm, Desa
Jatinom, Kecamatan Kanigoro, Blitar, Jawa Timur ?
3. Bagaimana manajemen perkandangan di PT. JATINOM Indah Farm, Desa
Jatinom, Kecamatan Kanigoro, Blitar, Jawa Timur ?
4. Bagaimana manajemen kesehatan ternak di PT. JATINOM Indah Farm,
Desa Jatinom, Kecamatan Kanigoro, Blitar, Jawa Timur ?
5. Bagaimana manajemen sanitasi dan biosecurity di PT. JATINOM Indah
Farm, Desa Jatinom, Kecamatan Kanigoro, Blitar, Jawa Timur ?
6. Bagaimana manajemen pemasaran di PT. JATINOM Indah Farm, Desa
Jatinom, Kecamatan Kanigoro, Blitar, Jawa Timur ?
1.3. Tujuan
Tujuan dalam pelaksanaan PKL adalah:
1. Mengetahui manajemen pengadaan bibit di PT. JATINOM Indah Farm,
Desa Jatinom, Kecamatan Kanigoro, Blitar, Jawa Timur.
2. Mengetahui manajemen pakan di PT. JATINOM Indah Farm, Desa
Jatinom, Kecamatan Kanigoro, Blitar, Jawa Timur.
3. Mengetahui manajemen perkandangan di PT. JATINOM Indah Farm, Desa
Jatinom, Kecamatan Kanigoro, Blitar, Jawa Timur.
4. Mengetahui manajemen kesehatan ternak di PT. JATINOM Indah Farm,
Desa Jatinom, Kecamatan Kanigoro, Blitar, Jawa Timur.
5. Mengetahui manajemen sanitasi dan biosecurity di PT. JATINOM Indah
Farm, Desa Jatinom, Kecamatan Kanigoro, Blitar, Jawa Timur.
6. Mengetahui manajemen pemasaran di PT. JATINOM Indah Farm, Desa
Jatinom, Kecamatan Kanigoro, Blitar, Jawa Timur.
1.4. Kegunaan
Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) bagi mahasiswa diharapkan
dapat meningkatkan wawasan pengetahuan dan keterampilan manajerial
mengelola usaha ayam petelur. Manfaat bagi perusahaan dapat digunakan sebagai
bahan informasi dan masukan guna menunjang perkembangan di masa
mendatang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Procurement (Pengadaan) Input Produksi
Subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness) usaha peternakan
adalah industri-industri yang menghasilkan sarana produksi bagi peternakan,
antara lain industri pembibitan hewan (breeding farm), industri pakan, industri
obatobatan/vaksin ternak, dan industri agro-otomotif (mesin dan peralatan
peternakan), serta industri pendukungnya, (Mappigau dan Ri esso. 2011).
Komoditi agribisnis yang paling kuat subsistem hulunya adalah agribisnis ayam
ras. Menurut Ditjen Peternakan, Indonesia memiliki industri pembibitan ayam ras
109 buah, yaitu galur murni (pure line) satu buah, grant parent stock 13 buah,
parent stock 95 buah dengan kapasitas produksi 600 juta day old chick (doc) Final
stock pertahun.
2.1.1. Perencanaan
2.1.1.1. Jumlah Pengadaan Bibit Ayam
Peternakan ayam petelur dibagi menjadi 3 peternakan ayam
petelur skala Besar, skala sedang dan skala kecil. pemesanan bibit ayam
biasanya disesuaikan dengan kapasitas kandang dan juga kebutuhan
Mengetahui jenis strain DOC yang dipelihara
pembibitan yang
diharapkan dapat menghasilkan bibit-bibit ayam yang unggul dan produksi
banyak, (Rahmadi, 2009).
2.1.1.2. Syarat Bahan Baku Bibit
Untuk persyaratan bahan baku ayam terdiri dari jenis strain DOC
yang dipelihara secara garis besar ada dua tipe ayam petelur yaitu ayam
petelur ringan dan ayam petelur medium serta jumlah DOC yang dipesan
pemesanan setiap berapa tahun atau perbulan sekali Rahmadi (2009).
Bibit (DOC) dipesan terlebih dahulu oleh peternak dengan maksud
menjaga ketersediaan stok bibit untuk mengganti ayam petelur ketika
memasuki masa afkir, Strategi peternak dalam usaha memperoleh harga
bibit yang layak (harga dibawah standar), pembelian bibit dilakukan pada
saat harga bibit turun yaitu pada masa berpuasa umat beragama muslim
dan sebulan sesudah hari raya idul fitri, (Salele.chintia,dkk. 2014).
2.1.1.3. Umur Pemesanan Ayam
Dalam pemesanan bibit di perhatikan adalah fasenya biasanya
peternak membeli ayam petelur pada saat Pullet karena jika beli DOC
ditakutkan angka mortalitas yang tinggi, pullet (umur 5 bulan) disediakan
dan dibeli sekitar 1 bulan sebelum ayam berproduksi. Umur ekonomis
ayam ras petelur dari mulai bertelur sampai diremajakan kembali selama
15 - 17 bulan (1,25 tahun dan 1,4 tahun), (Salele.chintia,dkk. 2014).

2.1.1.4. Perencanaan Kerja Sama


Usaha peternakan ayam ras petelur skala kecil, kebanyakan
memperoleh bibit dari poultry shop dengan sistem pembayaran yang
sesuai keinginan peternak, sedangkan dalam perusahaan besar biasanya
mempunyai kerja sama dengan perusahaan grant parent stock atau
terkadang mempunyai pembibitan tersendiri, (Mappigau dan Ri esso.
2011).
2.1.2. Implementasi
2.1.2.1. Sumber Pengadaan Bibit
Pengadaan bibit dapat dilakukan melalui beberapa alternative
sebagai berikut : 1. Memelihara induk ayam Melalui cara ini, induk
dipelihara untuk memproduksi telur tetas. Masalahnya, dibutuhkan lahan
dan biaya awal yang cukup besar. Pada tahap awal dieperlukan waktu yang
cukup lama untuk mendapatkan ayam dedara. Selain itu, diperlukan
penguasaan cara memelihara induk ayam dan penetasan telurnya.
Keuntunggannya, bisa diketahui mengenai proses pembudidayaan ayam
kampung secara keseluruhan dan tidak tergantung pada kelangkaan ayam
dedara di pasar. 2. Membeli telur tetas Cara ini membutuhkan waktu yang
terlalu lama dan Pakan merupakan faktor pokok penunjang pemeliharaan
ayam petelur dan ditujukan untuk peningkatan produksi ayam petelur.. 3.
Penyediaan bibit ayam petelur/ pullet, karena harga yang relatif tinggi
yakni sebesar Rp. 24.000 karena Modal terbesar selanjutnya setelah pakan
adalah pembelian Bibit.
2.1.2.2. Kerjasama Antara Perusahaan dan Suplayer (Kemitraan)
Dalam pemesanan atau kerja sama antara penyedia bibit dengan
peternak harus ada kesepaatan atau perjanjian, perjanjian ini dimaksutkan
untuk komitmen bahwa pemesanan sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Kontinuitas ketersediaan bahan baku atau komponen dalam penyediaan
pullet perlu diperhatikan, sebaiknya ada kerjasama atau kemitraan dengan
penyuplai bahan baku, (Sarno dan Hartutik, 2007).
2.1.2.3. Sumber Pengadaan Bahan Baku Melalui Suplayer
Usaha peternakan ayam ras petelur skala kecil, kebanyakan
memperoleh bibit dari poltry shop dengan sistem pembayaran yang sesuai
keinginan peternak sedangkan Cara pembayaran pada peternakan ayam ras
skala besar melakukan pengadaan bibit dengan sistem pembayaran tunai,
alasan mereka adalah dengan sistem tunai mereka mendapatkan harga bibit
yang lebih murah dibandingkan sistem pembayaran kredit atau kemitraan
(Mappigau dan Ri esso. 2011).
2.1.3. Kontroling
4

2.1.3.1. Ketepatan Waktu Pengiriman Oleh Suplayer


2.1.3.2. Sanksi Keterlambatan Pengiriman
2.1.3.3. Kontinyuitas Pengadaan Bibit
Bibit (DOC) dipesan terlebih dahulu oleh peternak dengan maksud
menjaga ketersediaan stok bibit untuk mengganti ayam petelur ketika
memasuki masa afkir, (Salele.chintia,dkk. 2014).
2.2. Manajemen Pakan dan Minum
2.2.1. Perencanaan
2.2.1.1. Ketersediaan Pakan dan Minum
Pakan adalah campuran dari beberapa bahan baku pakan, baik yang
sudah lengkap maupun yang masih akan dilengkapi, yang disusun secara
khusus dan mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk
dapat dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya (SNI 01-3929, 2006).
Pakan merupakan faktor terpenting yang memiliki konstribusi 60-70% dari
total biaya produksi dalam usaha peternakan. Biaya produksi dapat ditekan
apabila efisiensi pakan yang diberikan meningkat (Prawitya dkk, 2009).
Dalam penyediaan continuitas pakan perusahan bisa bekerja sama
dengan beberapa perusahaan seperti halnya di sumatera Pakan ayam
petelur di Kalimantan Timur disuplai oleh agen yaitu pabrik pakan ternak
dari Surabaya. Nama merek pakan adalah Superfeed dan Gold Coin.
Superfeed diberikan pada anak ayam petelur umur 1 hari-13 minggu dan
ayam petelur dara umur 10 minggu-16 minggu, sedangkan Gold Coin
diberikan pada ayam petelur layer, (BPPMD KALTIM, 2010).
2.2.1.2. Sumber Pengadaan Pakan
Pakan memegang peranan penting dalam usaha atau produksi
peternakan yaitu meliputi 60- 70 % dari total biaya produksi (Sarno dan
Hastuti, 2007). Sumber pengadaan pakan ayam RAS petelur maupun
pedaging skala besar berasal dari pabrik pakan sendiri atau self mixing dan
melalui industri pakan dari perusahaan multinasional seperti Cargill,
Charoen Pokphand dan Gold Coin, Secara umum industri pakan ternak
nasional cukup memiliki peluang yang baik, mulai skala kecil hingga skala
besar farm. (Tangendjaja.2014).
2.2.1.3. Penyimpanan Pakan
Penyimpanan pakan perlu diperhatikan agar pakan tidak lembab
atau rusak. Tempat penyimpanan pakan diusahakan bebas dari hama, baik
serangga maupun tikus. Gudang pakan harus didesinfeksi serta kondisi
ruangan harus kering (Rusman dan Siarah, 2005).
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada penyimpanan pakan di
gudang antara lain: lokasi gudang harus bebas dari genangan air, tidak
boleh ada kebocoran atap, dan dilengkapi ventilasi cukup untuk mencegah

kelembaban terlalu tinggi; lantai dilengkapi alas dari kayu atau bahan
lainnya yang memiliki rongga agar tidak terjadi kontak langsung antara
lantai dan karung pakan. Pakan tidak boleh disimpan lebih dari 1 minggu,
dan pakan yang didatangkan lebih dulu ke gudang adalah yang digunakan
terlebih dahulu (CJ Feed Indonesia, 2008).
2.2.1.4. Nutrisi yang Diperlukan
Pakan unggas disusun dari bahan baku lokal dan impor dengan
menggunakan teknik formulasi pakan dengan biaya terendah untuk
memenuhi kebutuhan gizi unggas. Bahan baku dikelompokkan kedalam
sumber energi, protein, hasil samping industri pertanian, mineral dan
suplemen gizi (Tangendjaja, 2007).
Kualitas pakan yang baik dalam hal ini kandungan protein, asam
amino dan asam linoleat akan mempengaruhi bobot telur, karena pakan
dengan kualitas yang baik akan menghasilkan telur yang besar. Oleh
karena itu penurunan bobot telur dapat terjadi karena kandungan asam
amino dalam ransum tidak sesuai dengan kebutuhan (Mampioper dkk,
2008). Persyaratan mutu pakan untuk ayam ras petelur (layer) sesuai
dengan tabel berikut:
Tabel 1. Persyaratan Mutu Pakan Untuk Ayam Ras Petelur (Layer)
No.
Parameter
Satuan
Persyaratan
1
Kadar Air
%
Maksimal 14,0
2
Protein Kasar
%
Minimal 16,0
3
Lemak Kasar
%
Maksimal 7,0
4
Serat Kasar
%
Maksimal 7,0
5
Abu
%
Maksimal 14,0
6
Kalsium (Ca)
%
3,25-4,25
7
Fosfor (P) Total
%
0,60-1,00
8
Fosfor (P) tersedia
%
Minimal 0,32
9
Energi Metabolis (ME)
Kkal
Minimal 2650
10 Total Aflatoksin
g/Kg
Maksimal 50,0
11
Asam Amino :
Lisin
%
Minimal 0,80
Metionin
%
Minimal 0,35
Metionin + Sistin
%
Minimal 0,60
(Sumber : SNI 01-3929, 2006)
Mineral dibutuhkan untuk membentuk kerangka (tulang) tubuh,
membantu pencernaan dan metabolisme dalam sel serta untuk
pembentukan kerabang (kulit) telur. Zat kapur atau (Calcium = Ca) dan
fosfor (P) adalah zat mineral yang paling banyak dibutuhkan. Kedua zat
ini mempunyai hubungan yang saling terkait. Untuk itik yang sedang
bertelur dibutuhkan zat kapur dan fosfor yang cukup tinggi dalam
pakannya berkisar 3,0% Ca dan 0,60% P (Rochjat, 2000). Selain itu juga

di butuhkan vitamin sebagai pernbantu (katalis) dalam proses


pembentukan atau pemecahan zat gizi lain di dalam tubuh, jadi hanya
dibutuhkan dalam jumlah sedikit, dalam praktek sehari-hari digunakan
campuran mineral dan vitamin (premix) yang telah banyak
diperdagangkan dengan komposisi yang telah disesuaikan, sehingga hanya
perlu diberikan sebanyak 0,25 -0,5 Kg premix untuk tiap 100 Kg pakan
(Rochjat, 2000).
2.2.1.5. Kemitraan Pakan
Dalam penyediaan continuitas pakan perusahan bisa bekerja sama
dengan beberapa perusahaan seperti halnya di sumatera Pakan ayam
petelur di Kalimantan Timur disuplai oleh agen yaitu pabrik pakan ternak
dari Surabaya. Nama merek pakan adalah Superfeed dan Gold Coin.
Superfeed diberikan pada anak ayam petelur umur 1 hari-13 minggu dan
ayam petelur dara umur 10 minggu-16 minggu, sedangkan Gold Coin
diberikan pada ayam petelur layer, (BPPMD KALTIM.2010).
2.2.1.6. Persyaratan Kualitas Pakan dan Minum
Pakan yang diberikan harus mempunyai kandungan zat makanan
yang serasi. Pakan jadi atau konsentrat sebagai hasil industri pakan ternak
dan pemeliharaan sepenuhnya bertujuan ekonomi dengan produksi dan
pemasaran yang jelas, Salah satu usaha dalam menunjang sub sektor
paternakan adalah usaha pembuatan ransum ternak. Proses pembuatan
ransum ternak harus ditunjang dengan ilmu pengetahuan yang cukup.
Ransum merupakan salah satu faktor penting dalam usaha pemeliharaan
ternak. Keberhasilan maupun kegagalan usaha pemeliharaan ternak
banyak ditentukan oleh faktor ransum yang diberikan. Banyak peternak
yang memberikan ransum tanpa memperhatikan kualitas, kuantitas dan
teknik pemberiannya. Akibatnya, pertumbuhan maupun produktifitas
ternak yang dipelihara tidak tercapai sebagaimana mestinya (Sarno dan
Hastuti, 2007).
2.2.2. Implementasi
2.2.2.1. Cara Pemberian Pakan dan Minum
Pemberian pakan secara ad libitum memberikan kesempatan yang
sama pada ternak untuk mendapatkan makanan (Arifah dkk, 2013). Seperti
halya pada unggas lain, ayam petelur akan mengatur konsumsi pakan
sesuai dengan kebutuhan energi jika diberi pakan secara ad libitum. Jika
ayam petelur diberi pakan yang mengandung energi dengan rentangan
yang luas maka ia akan mengatur konsumsi pakan sehingga konsumsi
energinya relatif konstan. Oleh karena itu perlu untuk menentukan
kebutuhan zat makanan sesuai dengan kandungan energi dalam pakan
(Suharno dkk, 2003). Frekuensi pemberian pakan sebaiknya dilakukan

sebanyak 2 kali sehari pada pagi dan sore hari, sedangkan pemberian air
minum dilakukan secara ad libitum (Prawitya dkk, 2009).
2.2.2.2. Frekuensi dan Waktu Pemberian Pakan
Pemberian pakan harus diberikan setiap hari sesuai dengan
kebutuhan ayam petelur, baik secara kuantitatif maupun kualitasnya.
Pemberian pakan yang salah dapat memicu stres dan defisiensi nutrisi
yang memicu timbulnya masalah terhadap ayam petelur (Fadilah, 2004).
Frekuensi pemberian pakan sebaiknya dilakukan sebanyak 2 kali sehari
pada pagi dan sore hari, sedangkan pemberian air minum dilakukan secara
ad libitum (Prawitya dkk, 2009).
Terdapat penurunan HDP jika ayam hanya diberi pakan pada pagi
atau siang hari saja. Ayam yang diberi ransum 100% pada pukul 11.00
memiliki produksi telur lebih rendah dibandingkan dengan pemberian
yang sama pada pukul 06.30 dan 15.30 dengan pemberian 50 : 50%. Akan
tetapi hasil survey yang dilakukan selama penelitian tentang waktu dan
pemberian ransum menunjukkan bahwa sebagian besar peternak
memberikan pakan sekali saat pagi hari. Hal ini disebabkan karena beban
panas pada ayam yang diberi ransum 100% pada pukul 11.00 lebih tinggi
dibanding dengan perlakuan lain. (Avilla et al, 2003).
Beban panas terdistribusi cukup rata dengan rasio pemberian
berbeda dengan waktu pemberian pukul 07.00 dan pukul 13.30, sehingga
tidak mempengaruhi HDP. Pemberian ransum dengan porsi berbeda pada
pagi dan siang tampak tidak mempengaruhi HDP karena konsumsi ransum
sama yang berarti kontribusi energi yang dikonsumsi untuk produksi telur
juga sama. Konsumsi energi sangat penting dalam produksi telur bahkan
lebih sensitif dibandingkan dengan protein (Indreswari et al. (2009)
2.2.2.3. Jenis Pakan yang Diberikan
Jenis pakan ada beberapa macam, yaitu mash dan limited grains
(campuran bentuk tepung dan butiran), all mash (bentuk tepung), pellet
(bentuk butiran dengan ukuran sama), crumble (bentuk butiran halus
dengan ukutan tidak sama). Di antara keempat macam bentuk tersebut,
bentuk pellet memiliki palatabilitas paling tinggi dan lebih tahan lama
disimpan. Bentuk all mash atau tepung digunakan untuk tempat ransum
otomatis, tetapi kurang disukai ayam, mudah tengik, dan sering
menyebabkan kanibalisme yang tinggi (Kartasudjana dan Suprijatna,
2006). Pakan untuk ayam petelur umur 0 6 minggu (fase starter)
sebaiknya menggunakan pakan jadi buatan pabrik yang memiliki
komposisi pakan yang tepat dan tekstur halus, sedangkan untuk fase
grower dan layer dapat digunakan pakan hasil formulasi sendiri
(Ditjennak, 2001).

2.2.2.4. Jumlah Pemberian /Ekor/ Hari


Untuk pemberian pakan ayam petelur ada 2 (dua) fase yaitu fase starter
(umur 0-4 minggu) dan fase finisher (umur 4-6 minggu).
A. Kualitas dan kuantitas pakan fase starter adalah sebagai berikut:
Kualitas atau kandungan zat gizi pakan terdiri dari protein 2224%, lemak 2,5%, serat kasar 4%, Kalsium (Ca) 1%, Phospor (P)
0,7-0,9%,
ME
2800-3500
Kcal.
Kuantitas
pakan
terbagi/digolongkan menjadi 4 (empat) golongan yaitu minggu
pertama (umur 1-7 hari) 17 gram/hari/ekor; minggu kedua (umur
8-14 hari) 43 gram/hari/ekor; minggu ke-3 (umur 15-21 hari) 66
gram/hari/ekor dan minggu ke-4 (umur 22-29 hari) 91
gram/hari/ekor. Jadi jumlah pakan yang dibutuhkan tiap ekor
sampai pada umur 4 minggu sebesar 1.520 gram.
B. Kualitas dan kuantitas pakan fase finisher adalah sebagai berikut :
Kualitas atau kandungan zat gizi pakan terdiri dari protein 18,121,2%; lemak 2,5%; serat kasar 4,5%; kalsium (Ca) 1%; Phospor
(P) 0,7-0,9% dan energi (ME) 2900-3400 Kcal. Kuantitas pakan
terbagi/digolongkan dalam empat golongan umur yaitu: minggu
ke-5 (umur 30-36 hari) 111 gram/hari/ekor; minggu ke-6 (umut
37-43 hari) 129 gram/hari/ekor; minggu ke-7 (umur 44-50 hari)
146 gram/hari/ekor dan minggu ke-8 (umur 51-57 hari) 161
gram/hari/ekor. Jadi total jumlah pakan per ekor pada umur 30-57
hari adalah 3.829 gram. Pemberian minum disesuaikan dangan
umur ayam, dalam hal ini dikelompokkan dalam 2 (dua) fase
yaitu:
1. Fase starter (umur 1-29 hari) kebutuhan air minum terbagi
lagi pada masing-masing minggu, yaitu minggu ke-1 (1-7
hari) 1,8 liter/hari/100 ekor; minggu ke-2 (8-14 hari) 3,1
liter/hari/100 ekor; minggu ke-3 (15-21 hari) 4,5
liter/hari/100 ekor dan minggu ke-4 (22-29 hari) 7,7
liter/hari/ekor. Jadi jumlah air minum yang dibutuhkan
sampai umur 4 minggu adalah sebanyak 122,6 liter/100
ekor. Pemberian air minum pada hari pertama hendaknya
diberi tambahan gula dan obat anti stress kedalam air
minumnya. Banyaknya gula yang diberikan adalah 50
gram/liter air.
2. Fase finisher (umur 30-57 hari), terkelompok dalam
masing-masing minggu yaitu minggu ke-5 (30-36 hari) 9,5
lliter/hari/100 ekor; minggu ke-6 (37-43 hari) 10,9
liter/hari/100 ekor; minggu ke-7 (44-50 hari) 12,7

liter/hari/100 ekor dan minggu ke-8 (51-57 hari) 14,1


liter/hari/ekor. Jadi total air minum 30-57 hari sebanyak
333,4 liter/hari/ekor. (Warintek, 2016)
2.2.2.5. Waktu Pengambilan Telur
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa produksi telur paling
banyak dihasilkan pada waktu pengambilan siang hari pukul 12.00
sedangkan produksi terendah pada pengambilan pukul 07.00 lebih lanjut
dijelaskan oleh Ezieshi et al. (2003) menyatakan bahwa peneluran lebih
banyak dilakukan pada pukul 09.00-10.00 (pagi hari) dan nilai henday
production (HDP) terendah dihasilkan pada pukul 14.00-16.00 (siang
hari).
2.3.3. Kontrolling
2.3.3.1. Konsumsi Pakan /Ekor/Hari
Konsumsi pakan harian diperoleh berdasarkan selisih antara
jumlah pakan yang diberikan dikurangi sisa pakan dalam satu hari.
Kandungan serat kasar (SK) dari bahan baku pakan (Feed Stuffs) yang
berbeda pada tiap konsentrat mampu mempengaruhi tingkat konsumsi
pakan pada ayam petelur. Semakin tinggi kandungan serat kasar maka
konsumsi pakan semakin rendah, hal ini disebabkan serat kasar banyak
mengandung selulosa yaitu bagian kerangka tumbuh-tumbuhan yang tidak
dapat dicerna oleh unggas, karena unggas tidak mempunyai enzim selulosa
dalam saluran pencernaan. Keseimbangan nutrien yang lain seperti vitamin
dan mineral pada pakan juga mampu berpengaruh terhadap konsumsi
ayam dalam memenuhi kebutuhan (requirements). Ayam akan
menghentikan makan bila kebutuhan vitamin ataupun mineral sudah
terpenuhi dalam tubuh untuk berbagai metabolisme (Sultoni dkk, 2006).
Selain itu, adanya pengaruh nyata pada konsumsi pakan
menandakan bahwa kandungan energi dari tiap konsentrat pabrikan yang
diujikan berbeda-beda. Pemilihan bahan baku pakan (Feed Stuffs) dari tiap
pabrik yang berbeda dengan karakterisitik kandungan nutrien yang
berbeda pula juga bisa mempengaruhi konsumsi pakan, sehingga dalam
formulasi pakan yang diberikan walaupun dengan isoprotein sebesar 18
persen akan mempengaruhi jumlah energi pakan jadi (Complete Feed) dari
kombinasi antara konsentrat pabrikan dengan bekatul dan jagung. Apabila
kebutuhan energi terpenuhi, ayam menghentikan konsumsi pakan.
Sebaliknya, konsumsi pakan meningkat bila kebutuhan energi belum
terpenuhi. Pakan dengan energi tinggi dikonsumsi lebih sedikit
dibandingkan pakan dengan kandungan energi rendah (Suprijatna dkk,
2005).
Tinggi rendahnya kandungan energi pakan akan dapat
mempengaruhi banyak sedikitnya konsumsi pakan, di samping itu

10

konsumsi pakan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ; Macam


pakan (pakan yang berupa hasil sampingan akan berlainan dengan pakan
yang bukan hasil sampingan), Palatabilitas (pakan yang tercemar jamur
akan berlainan dengan pakan yang tidak tercemar), Faktor toksik (pakan
yang toksik akan dapat menghambat proses metabolisme), Pakan yang
volumeus (pakan yang volumeus atau pakan yang mengandung serat kasar
tinggi akan menurunkan konsumsi pakan) serta faktor faktor lain (Kamal,
2009).
2.3.3.2. FCR (Feed Convertion Ratio)
Feed Convertion Ratio (FCR) atau yang biasa disebut dengan
konversi pakan merupakan rasio antara jumlah pakan yang terkonsumsi
(Feed Intake) dengan produksi telur yang dihasilkan dalam periode dan
satuan yang sama. Fungsi dari perhitungan konversi pakan adalah untuk
mengevaluasi kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan dan selanjutnya
dikonversikan menjadi produksi dalam 1 kg telur. Semakin kecil nilai
konversi pakan maka akan semakin baik pula efisiensi produksi. Semakin
tinggi konsumsi pakan dengan hasil produksi yang sama dengan konsumsi
pakan yang rendah akan menyebabkan tidak efisien pakan (Sultoni dkk,
2006).
Faktor yang mempengaruhi konversi pakan dan laju pertumbuhan
antara lain : produksi telur, kandungan energi metabolisme ransum, besar
tubuh, kecukupan zat makanan dalam ransum, suhu lingkungan, dan
kesehatan ternak (Lokapinarsari dkk, 2012). Faktor lain yang bisa
mempengaruhi konversi pakan yaitu : bentuk pakan ternak, strain,
kandungan nutrisi ransum, jenis kelamin serta suhu. Suhu yang terlalu
tinggi mengakibatkan konversi pakan meningkat, demikian juga pada suhu
yang terlalu rendah (Anggorodi, H. S., 2005).
Konversi pakan pada unggas merupakan kemampuan ayam ras
petelur dalam memanfaatkan pakan. Konversi terhadap penggunaan pakan
dianggap cukup bagus apabila setiap 2,2 sampai 2,5 kg pakan dapat
menghasilkan 1 kg telur. Angka konversi tinggi menunjukkan penggunaan
ransum kurang efisien, sebaliknya jika angka mendekati satu berarti
penggunaan pakan semakin efisien (Rasyaf, 2001).
2.3.3.3. HDP (Hen Day Production)
Hen day production merupakan presentase produksi telur yang
didasarkan pada sekelompok ayam yang ada setiap saat dan hen house
production (HHP) merupakan presentase produksi telur yang didasarkan
kepada jumlah ayam yang mula mula dimasukan ke dalam kandang
(Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).
Perhitungan HDP dimulai setelah ternak telah berproduksi telur
sebanyak 5% dan berakhir setelah dibawah 45%, jadi tidak perlu

11

menunggu sampai produksi 0%. Biaya produksi terutama untuk ransum


dan kesehatan akan lebih besar dari keuntungannya bila produksi rendah,
namun masih dipelihara. HDP juda dapat menggambarkan kemampuan
produksi induk (Baktiningsih dkk, 2013).
2.3.3.4. HHP (Hen House Production)
Hen house dapat dihitung dari jumlah ayam hidup pada awal
periode 28-hari. Hal ini merupakan pendekatan praktis untuk
mengoptimalkan pemanfaatan data produksi dari kandang kelompok untuk
memperkirakan nilai pemuliaan untuk produksi telur. Hen house
dipengaruhi oleh tiga sifat komponen: usia pada saat awal bertelur, tingkat
dari awal produksi telur, viabilitas dan termasuk kematian atau faktor
lainnya yang menyebabkan produksi untuk berhenti (Nurgiartiningsih et
al, 2005).
2.3. Manajemen Perkandangan
2.3.1. Bahan Kandang
Kandang adalah lingkungan kecil tempat ayam hidup dan berproduksi,
oleh karena itu dibutuhkan kandang yang nyaman dan berpengaruh terhadap
kesehatan ayam serta hasil produksi yang maksimal (Abidin, 2003). Secara
makro kandang befungsi sebagai tempat tinggal ternak agar terhindar dari
pengaruh cuaca buruk (hujan, panas dan angin), hewan buas dan pencurian.
Secara mikro kandang berfungsi sebagai tempat untuk menyediakan
lingkungan yang nyaman agar terhindar dari stress sehingga kesehatan ternak
dapat terjaga dan produksi dapat maksimal (Suprijatno dan Atmomarsono,
2005).
Prinsip dasar pembuatan kandang ayam petelur harus di perhatikan
untuk menghadapi beberapa perubahan lingkungan dilapangan. Beberapa
prinsip dasar tersebut antara lain sirkulasi udara dipeternakan, kandang cukup
sinar matahari pagi dan jangan sampai terkena sinar matahari sepanjang masa,
permukaan lahan peternakan, sebaiknya kandang dibangun dengan sistem
terbuka agar hembusan angin dapat memberikan kesegaran didalam kandang
(Rasyaf, 1994). Kontruksi kandang yang baik harus bisa menciptakan
keamanan dan kenyamanan bagi ayam yang dipelihara (Sudaryani dan Santosa,
2004).
Konstruksi kandang yang menjamin kelangsungan hidup ayam yaitu
kandang yang memenuhi aspek kesehatan dan mempunyai daya tahan yang
kuat dan lama, sehingga dapat dipakai untuk proses produksi berikutnya
(Hartono, 1997). Kandang battery berbentuk kotak terbuat dari kawat atau
bambu. Ukuran setiap kotak 40x30x40, biasanya dibuat rangkaian terdiri dari
beberapa buah (4-5 buah) (Suprijatna et al, 2005). Kandang jenis litter
digunakan untuk fase starter dan grower lantainya diberi sekam padi, fungsi
litter sebagai absober atau penyerap cairan kotoran supaya kandang tidak
12

lembab dan basah. Ketebalan litter berkisar 10-15 cm, untuk kandang dengan
sisitem litter panjang 1m dapat menampung 10 ekor ayam dewasa (Suprijatna
et al, 2005).
Kandang dibuat dari bahan-bahan yang berkualitas sehingga kuat dan
tahan lama penggunaannya. Misalnya, menggunakan bambu, kayu, kawat ram,
dan bahan bangunan lainnya seperti semen, pasir dan batu bata. Untuk sangkar
berukuran panjang 45 cm, lebar 25 cm, dan tinggi 40 cm (berisi 1 ekor ayam),
atau panjang 40 cm, lebar 60 cm, tinggi 40 cm (berisi 3 ekor ayam), atau
panjang 40 cm, lebar 45 cm, tinggi 40 cm (berisi 2 ekor ayam) (Cahyono,
1994 ; Samadi, 2010).
Umumnya kandang baterai untuk ayam petelur terbuat dari bambu dan
logam. Kandang bambu lebih cocok untuk usaha peternakan ayam petelur skala
rumah tangga, sementara kandang dari logam cocok untuk usaha peternakan
skala besar. Kandang bambu investasinya sangat rendah, namun penyusutannya
juga cepat. Sementara kandang logam biaya investasinya tinggi namun
penyusutannya juga lama. Hingga sebenarnya, kandang logam jatuhnya lebih
murah dibanding kandang dari bambu (Amazonise, 2012).
Konstruksi Kandang dapat memenuhi daya tampung untuk menjamin
masuknya udara segar dengan leluasa kedalam kandang dan keluarnya udara
kotor/berdebu secara bebas dari kandang serta dapat dicapai suhu optimal
26,5C dengan kelembaban maksimum 90%, memiliki saluran pembuangan
limbah; terbuat dari bahan yang ekonomis kuat namun dapat menjamin
kemudahan pemeliharaan, pembersihan dan desinfeksi kandang. (Krisno,
2013). Lantai kandang sistem baterai seharusnya dibuat miring tujuannya agar
telur dapat menggelinding ke depan sehingga memudahkan dalam koleksi telur.
(Rasyaf, 2003).
2.3.2. Tipe Kandang dan Jenis Litter
Pedoman dalam budidaya ternak ayam petelur yang baik, harus
memiliki kandang, pakan dan sebagainya. Untuk kandang dibagi menjadi 3
bagian yaitu jenis, kontruksi, dan tata letak ( A. Krisno, 2013).
A. Kandang Open House
Kandangn Open House adalah kandang yang dindingnya dibuat
dengan sistem terbuka, yang bias aterbuat dari kawat burung atau bambu
sehingga menjamin hembusan angin bisa masuk dalam kandang dan bisa
memanfaatkan pergantian sinar matahari. Dinding kandang ditutup dengan tirai
yang berfungsi sebagai ventilasi. Dilapangan bentuk kandang yang umum
dijumpai adalah kandang sistem terbuka atau open house baik sistem panggung
maupun sistem postal dengan lantai beralaskan sekam, serutan gergaji kayu dan
beberapa peternak pernah juga menggunakan jerami. Model kandang terbuka
memberikan kontribusi yang kurang bagus bila dibandingkan dengan model
kandang sistem tertutup (Ahmadi, 2008).
B. Kandang Close House
13

Kandang close house adalah kandang yang dindingnya dibuat dengan


sistem tertutup dengan rapat sehingga sinar matahari, ventilasi dan kelembaban
kandangn diatur dengan mesin yang memerlukan konstruksi kandang tertentu.
Kandangn sistem tertutup atau close house merupakan sistem kandang yang
harus sanggup mengeluarkan kelebihan panas, kelebihan uap air, gas-gas yang
berbahaya seperti CO, CO2 dan NH3 yang ada dalam kandang, tetapi disisi lain
dapat menyediakan berbagai kebutuhan oksigen bagi ayam. Kandangn dengan
model sistem tertutup ini diyakini mampu meminimalkan pengaruh-pengaruh
buruk lingkungan dengan mengedapankan produktivitas yang dipunyai ayam
(Ahmadi, 2008)
Jenis lantai kandang terbagi atas 3 yaitu :
1. Kandang lantai litter , kandang ini dibuat dengan lantai yang dilapisi
kulit padi, pesak/sekam padi dan kandang ini umumnya diterapkan pada
sistem koloni. Biasanya dipakai sebagi kandang ayam starter atau
grower.
2. Kandang slat, kandang dengan lantai kolong berlubang, lantai untuk
sistem ini terdiri dari bambu atau kayu kaso dengan lubang-lubang
diantaranya yang nantinya untuk membuang feses ayam dan langsung
jatuh ketempat penampungan. Keunggulan kandang full slat yaitu
kotoran ayam yan jatuh ke kolong kandang sehingga lantai tetap kering
dan bersih.
3. Kandang dengan lantai campuran litter dengan kolong berlubang,
dengan perbandingan 40% luas lantai kandang untuk alas litter dan 60%
luas lantai dengan kolong berlubang (terdiri dari 30% dikanan dan 30%
dikiri) (Windasari, 2010)
2.3.3. Kontruksi Atap dan Tata Letak Kandang
Prinsip dasar pembuatan kandang ayam petelur harus di perhatikan
untuk menghadapi beberapa perubahan lingkungan di lapangan. Beberapa
prinsip dasar tersebut antara lain sirkulasi udara di peternakan, kandang cukup
sinar matahari pagi dan jangan sampai terkena sinar matahari sepanjang masa,
permukaan lahan peternakan, sebaiknya kandang di bangun dengan sistim
terbuka agar hembusan angin dapat memberikan kesegaran di dalam kandang
(Rasyaf, 1994).
Asas kandang bagi ayam meliputi ketercukupan oksigen, kemudahan
antisipasi pembuangan gas beracun seperti karbondioksida dan amonia,
sirkulasi udara, terpenuhinya cahaya yang ideal dan perlindungan ayam dari
sumber penyakit dan predator. (Mulyantono dan Isman, 2008). Bentuk atap
mempengaruhi sirkulasi udara dari luar kandang ke dalam kandang, dan
sebaliknya. Oleh karena itu atap harus sesuai dengan penggunaan kandang dan
fase pemeliharaan ayam. Kandang yang mempunyai tipe atap A, ruangan
kandang dalam lebih panas dari pada kandang tipe monitor. Kandang tipe A
cocok untuk pemeliharaan ayam fase starter yang butuh keadaan lebih hangat
(Sudarmono, 2003).
Pemakaian genting dapat mengakibatkan tampias dan rembesan air
hujan hal ini dapat membahayakan kesehatan ayam karena litter yang basah
akibat tampias dan rembesan tersebut menjadi lembab. Kelembapan litter dapat
14

mengakibatkan penyakit pernafasan dan jamur. (Mulyantono dan Isman, 2008).


Sirkulasi udara kandang yang berada di daerah tropis seperti Indonesia ini
sangat penting. Udara dalam kandang yang pengap dan bau dapat menurunkan
produksi. Sirkulasi udara kandang yang penting bertujuan untuk keluarnya CO 2
dan bau amonia yang dapat mengganggu kesehatan ayam (Rasyid, 2008).
Lokasi kandang harus tersedia sumber air yang cukup, terutama pada musim
kemarau. Air merupakan kebutuhan mutlak ayam karena kandungan air dalam
tubuh ayam mencapai 70% (Fadilah, 2004). Lokasi kandang harus tersedia
sumber air yang cukup, terutama pada musim kemarau. Air merupakan
kebutuhan mutlak ayam karena kandungan air dalam tubuh ayam mencapai
70% (Fadilah, 2004).
2.3.4. Tempat Pakan dan Minum
Guna menjamin kehidupan ternak ayam yang hidupnya selalu terkurung
dalam kandang, maka kandang tersebut harus memiliki perlengkapan kandang
seperti: tempat makan, tempat minum, ember, sapu, sekop, dan perlengkapan
kandang lainnya. (Salele, 2014). Tempat minum berada di atas tempat ransum
sebab ayam lebih sering makan dari pada minum dan agar tempat minum tidak
mudah kotor. Kandang Battery mempunyai lantai miring ke bawah sedikit
sekitar 10 dari garis horisontal, kemiringan ini tidak boleh terlalu tinggi
karena dapat merusak kerabang telur. (Rasyaf, 1995 dalam Sumarno, 2009).

2.4. Manajemen Biosecurity dan Sanitasi


2.4.1. Perencanaan
2.4.1.1. Program Biosecurity (Pencegahan Penyakit)
Biosekuriti merupakan suatu sistem untuk mencegah penyakit baik
klinis maupun subklinis, yang berarti sistem untuk mengoptimalkan
produksi unggas secara keseluruhan, dan merupakan bagian untuk
mensejahterakan hewan (animal welfare). Pada awalnya konsep
biosekuriti diterapkan untuk menghasilkan unggas yang bebas penyakit
tertentu (spesific patogen free) untuk keperluan penelitian secara
eksperimental. Tetapi saat ini telah diterapkan pada berbagai jenis
peternakan sebagi upaya praktis untuk mencegah masuknya organisme
penyebab penyakit (patogen) dari luar ke dalam peternakan. Bahkan
diterapkan juga di negara-negara berdaulat sebagai upaya untuk
melindungi industri peternakannya dari berbagai penyakit berbahaya yang
tidak ditemukan di wilayahnya (Hadi, 2013 : 1) dikutip oleh ( Dyah,
2014).

2.4.1.2. Program Sanitasi


Sanitasi adalah Program yang dijalankan di suatu kawasan
peternakan yang bertujuan untuk menjaga terjadinya perpindahan bibit
penyakit menular sehingga ternak yang dipelihara terbebas dari infeksi
penyakit serta selalu dalam kondisi sehat (Fadilah, 2005).
15

Sanitasi merupakan usaha pencegahan penyakit dengan cara


menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan
dengan perpindahan dari penyakit tersebut. Prinsip sanitasi yaitu bersih
secara fisik, kimiawi dan mikrobiologi (Astiti, 2010).
2.4.1.3. Tujuan Tindakan Biosecurity
Tujuan utama penerapan biosekuriti pada peternakan unggas yaitu,
1) meminimalkan keberadaan penyebab penyakit, 2) meminimalkan
kesempatan agen berhubungan dengan induk semang dan 3) membuat
tingkat kontaminasi lingkungan oleh agen penyakit seminimal mungkin
(Zainuddin dan Wibawan, 2007). Tujuan dari penerapan biosekuriti adalah
mencegah semua kemungkinan penularan dengan peternakan tertular dan
penyebaran penyakit (Ditjen Peternakan 2005).
2.4.1.4. Tujuan Tindakan Sanitasi
Tujuan sanitasi adalah sebagai memperbaiki, mempertahankan, dan
mengambalikan kesehatan yang baik pada manusia dan hewan, efisiensi
produksi dapat dimaksimalkan, menghasilkan produk yang aman dan sehat
dari pengaruh hazard yang dapat menyebabkan penyakit bagi manusia
(Rinaldi, 2011).
2.4.2. Implementasi
2.4.2.1. Tindakan Program Biosecurity
Manusia merupakan salah satu sumber pembawa bibit penyakit
masuk ke dalam area peternakan. Technical representative, sopir/personal
truk pengangkut (ayam, kotoran/limbah, serta hasil komoditas peternakan)
dan pengunjung lainnya, sedapat mungkin dilarang untuk masuk ke dalam
area peternakan (lokasi kandang) tanpa izin. Bila pengunjung harus masuk
ke dalam area peternakan, upayakan mengganti pakaian dan sepatu boot
yang sudah disiapkan oleh farm terlebih dahulu dan mencuci tangan serta
celup sepatu boot sebelum masuk ke dalam area peternakan atau ke dalam
kandang. Karyawan farm, terutama operator kandang diharuskan untuk
tidak pergi dari satu kandang ke kandang lainnya. Untuk dokter hewan
atau farm manager, jika yang bersangkutan memang harus melakukan
kontrol dari satu kandang ke kandang yang lain, terlebih bila melakukan
kontrol terhadap ayam yang berbeda umur, sebaiknya mengganti pakaian
dan sepatu boot dan mencuci tangan sebelum masuk ke dalam kandang
yang lain. (Dyah, 2014)
Prosedur biosecurity level 1 adalah :
1. Pastikan bahwa semua pegawai/karyawan peternakan sudah
mempunyai kepedulian tentang pentingnya biosecurity dan
sudah menerima pelatihan/ training praktis tentang pentingnya
biosecurity.

16

2. Kurangi dan batasi akses masuk terhadap orang, hewan,


binatang liar dan vektor lainnya termasuk rodensia. Dapat
dibuat peringatan di pintu masuk misalnya Biosecurity Area.
Yang tidak berkentingan dilarang masuk. Untuk
membersihkan peternakan dari vektor penyakit di antaranya
adalah unggas liar, ektoprasit dan serangga lainnya. Agen
patogen dapat ditularkan melalui muntahan atau feses, bulu dan
debu, dapat juga terbawa angin, air atau pakan. Agar prosedur
biosecurity menjadi efektif, maka harus dilakukan kontrol
terhadap tikus dan unggas liar. Tikus biasanya makan pakan
yang terkontaminasi dan dapat menyebarkan penyakit, selain
dapat juga merusak telur, DOC, unggas dan peralatan. Unggas
liar dapat dihindari dengan menutup semua ventilasi dengan
kawat kasa. Agar dilakukan kontrol tikus dan serangga secara
rutin.
3. Dipastikan disediakan/dibangun pembatas atau pagar sehingga
zona biosecurity menjadi jelas. Sebaiknya dipisahkan antara
area produksi dan pasca panen/pengeluaran ayam. Perlu ada
peta skematis yang menggambarkan tempat produksi,
pemeliharaan, dan pembuangan, dengan akses jalan yang
berbeda. Agar dipastikan bahwa skema tersebut selalu
diperbarui. Agar diusahakan drainase dari area pengeluaran
tidak melewati area produksi dan dipastikan drainase tersebut
lancar/tidak mampet (tergenang di suatu tempat tertentu). Pintu
masuk utama untuk area produksi agar dilengkapi dengan jalan
yang memudahkan kendaraan untuk masuk jika diperlukan dan
selalu dalam keadaan terkunci.
2.4.2.2. Tindakan Sanitasi
Program sanitasi bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Selalu menjaga kebersihan lingkungan peternakan, melakukan desinfektan
dan melarang atau mencegah lalu lalang orang, melarang masuknya
peralatan dan kendaraan yang tidak diizinkan, melaksanakan menejemen
pemeliharaan yang baik. Sanitasi dilakukan pada lingkungan peternakan,
areal perkandangan dan kandang, barang dan peralatan yang akan dibawa
masuk ke dalam areal peternakan atau perkandangan (Fatoni, 2009).
Tindakan Desinfeksi dan Sanitasi:
a. Desinfeksi dilakukan pada setiap orang, peralatan dan kendaraan yang
keluar masuk lokasi peternakan.
b. Tempat/bak untuk cairan desinfektan dan tempat cuci tangan
disediakan dan diganti setiap hari serta ditempatkan di dekat pintu
masuk lokasi kandang/peternakan.

17

c. Pembatasan secara ketat terhadap keluar masuk barang seperti produk


ternak, pakan, kotoran ternak, alas kandang dan litter yang dapat
membawa virus.
d. Semua barang sebelum masuk ke lokasi peternakan dilakukan
desinfeksi.
e. Setiap orang yang akan masuk ke lokasi kandang harus mencuci
tangan dengan sabun/desinfektan dan mencelupkan alas kaki ke dalam
tempat/bak cairan desinfektan .
f. Mencegah keluar masuknya tikus (rodensia), serangga, dan ternak lain
yang dapat berperan sebagai vektor penyakit ke lokasi peternakan.
g. Kandang, tempat makan dan minum, kotoran kandang dibersihkan
secara berkala sesuai prosedur.
h. Tidak membawa ayam mati atau sakit keluar dari areal peternakan.
i. Ayam yang mati di dalam area peternakan harus dibakar dan dikubur
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
j. Kotoran ayam diolah misalnya dibuat kompos sebelum dikeluarkan
dari area peternakan.
k. Air kotor hasil penyucian agar langsung dialirkan keluar kandang
secara terpisah melalui saluran limbah ke tempat penampungan limbah
(permentan, 2014).
2.4.2.3. Sanitasi Kandang dan Peralatan
Fumigasi sangat efektif untuk sanitasi kandang ayam dengan syarat
kandang harus di kosongkan dan seluruh sela-sela harus ditutup tirai
plastic cukup rapat didiamkan selama 3-5 hari. Dengan cara demikian
kandang akan bebas dari bakteri, virus, dan jamur yang dapat
menyebabkan wabah penyakit bagi ternak ayam (Suprijatna, 2005).
Kesehatan ternak sangat perlu diperhatikan untuk keberhasian
dalam usaha peternakan. Salah satu usaha untuk menjaga kesehatan ternak
yang tidak boleh ditinggalkan adalah sanitasi. Perlakuan terhadap ayam
agar selalu dalam keadaan sehat, ayam sebelum masuk ke dalam kandang
grower maka kandang grower di suci hamakan dahulu. Pembersihan
kandang yang baik harus bisa membuang setidaknya 80% mikroba, serta
20% protozoa dan lainnya. Pembersihan dilakukan di seluruh kandang,
termasuk lingkungan sekitar kandang dengan mengunakan desinfektan.
(Mulyantono dan Isman, 2008).
2.4.2.4. Penggunaan Bahan atau Zat Kimia dan Pengaplikasiannya
Program sanitasi harus terarah serta tergantung dari cara memilih
desinfektan yang sesuai dengan mikroorganisme yang dijadikan sasaran.
Desinfektan adalah bahan kimia yang dapat membasmi mikroorganisme,
khususnya mikroorganisme yang membahayakan ternak ayam (Sholikin,
2011).

18

Sanitasi kandang dan peralatannya sangat penting dilakukan,


langkah ini bertujuan untuk mencegah berkembangnya atau memotong
siklus hidup mikroorganisma yang merugikan kesehatan unggas. Cara
sanitasi yang umum dilakukan pada ternak unggas adalah dengan
menyapu, menyiram/ menyemprot dan menyikat. Sedangkan bagianbagian yang dibersihkan adalah langit-langit, dinding kandang, lantai
kandang, lingkungan kandang, tempat pakan-tempat minum serta tirai
kandang. Sanitasi kandang dilakukan baik pada masa brooding, dalam
kandang sistem litter yaitu pada saat unggas (pullet), ataupun pada masa
produksi yaitu saat unggas dalam kandang cage ( baterai). Sanitasi
kandang juga dilakukan pada saat ayam petelur baru diafkir atau proses
budidaya selesai. (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013).
2.4.3. Kontroling
2.4.3.1. Kontroling Program Biosecurity dan Sanitasi
Pencegahan ini secara umum memberlakukan kontrol tehadap lalu
lintas orang, seperti mengunci pintu dan melarang semua pengunjung, atau
mengizinkan masuk orang tertentu dan personil yang dibutuhkan
(profesional) setelah mereka didesinfeksi, mandi semprot, lalu memakai
sepatu khusus, baju penutup, dan topi khusus yang telah didesinfeksi.
Tangan orang bisa juga menyebabkan infeksi dan harus didesinfeksi
sebelum masuk bangunan kandang atau meninggalkannya. Pada
peternakan yang harus menjalankan biosekuritas dengan ketat (Grand
parent stock) akan menerapkan prosedur dengan sangat ketat misalnya
tamu yang akan masuk sebelumnya tidak boleh mengunjungi farm pada
level dibawahnya (Parent stock, komersial, prosesing dll) paling sedikit
tiga hari setelah kunjungan tersebut. (Upik, 2002).
Kontrol lalu lintas merupakan tindakan pencegahan penularan yang
disebabkan oleh manusia, peralatan dan alat angkut. Sanitasi adalah
tindakan penting yang tidak bisa dihindari dengan menggunakan sanitiser
yang disesuaikan dengan target mikroba/penyakit agar dapat dilakukan
secara efektif dan efisien (Badan litbang pertanian, 2012).
2.5. Manajemen Kesehatan Ternak
2.5.1. Perencanaan
Manajemen kesehatan adalah usaha pencegahan terhadap penyakit pada
suatu peternakan yang merupakan hal penting dan harus dilaksanakan dengan
baik meliputi pemeriksaan kondisi ayam, pengawasan kesehatan lingkungan
kandang, pemisahan ayam yang terkena penyakit, sanitasi, Program vaksinasi
dan pemberian obat, vitamin, anti biotik, maupun pemusnahan ayam yang mati
(Fatoni,2009).

19

Penyakit dalam pengertian umum dapat dinyatakan sebagai


penyimpangan dari kondisi normal dari seekor hewan, penyakit juga dapat
dikatakan sebagai perubahan kondisi normal dari seekor hewan yang
disebabkan oleh jasad hidup. Bentuk pengobatan terpenting adalah pencegahan
(preventif), yaitu suatu tindakan untuk melindungi individu terhadap serangan
penyakit atau menurunkan keganasannya (Akoso, 1998).
Pencegahan penyakit merupakan cara yang paling baik dan murah
dibandingkan pengobatan, pencegahan penyakit merupakan bagian dari tata
laksana peternakan yang harus dilaksanakan oleh setiap peternak. Tindakan
pencegahan penyakit sering diabaikan peternak sehingga terjadilah penyakit.
Tindakan pencegahan penyakit bertujuan menyelamatkan ayam dari gangguan
penyakit. Penyakit adalah salah satu kendala dalam usaha peternakan sehingga
sangat penting untuk diperhatikan. Penyebab penyakit dalam suatu usaha
peternakan merupakan penyebab kegagalan seluruh usaha peternakan (Fatoni,
2009).
2.5.2. Implementasi
2.5.2.1. Prosedur Pemberian Vaksin
Metode pemberian vaksinasi bisa dilakukan dengan tetes mata,
yaitu dengan meneteskan vaksin yang telah dilarutkan dalam cairan dapar
sebanyak satu tetes (1 dosis) kedalam mata anak ayam atau ayam dewasa.
Tanda bahwa vaksin tersebut masuk kedalam matanya, ayam tersebut
terlihat berkedip-kedip sebagai tanda ingin mengeluarkan cairan dari
dalam matanya. Vaksinasi tetes mata ini merupakan tahap permulaan.
Vaksinasi dengan melalui air minum dilakukan dengan cara tidak memberi
minum dulu sebelumnya selama 3 jam. Setelah 3 jam air minum yang
mengandung vaksin diberikan, dengan harapan bisa habis. Vaksinasi
dengan menggunakan suntikan, yaitu vaksin yang disuntikan pada daging
dada atau paha. Jumlah ayam yang dapat divaksin biasanya sudah diatur
dalam kemasan, misalnya dalam satu ampul cukup untuk 100 ekor, 500
ekor, 1000 ekor. Banyaknya volume yang disuntikan sangat tergantung
kepada ataran yang di anjurkan. Setelah vaksinasi sebaiknya diberikan
vitamin-vitamin agar kondisi tubuhnya tidak menurun. Juga obat cacing
perlu diberikan pada saat fase produksi dengan interval 2 bulan. Serangan
dari penyakit ini umumnya agak rendah apabila vaksinasi telah dilakukan
dengan baik yang disertai dengan sanitasi dan tatalaksana pemeliharan
yang baik pula. (Zulfikar, 2013).
Dua jenis vaksin yaitu vaksin in aktif (kill) dan vaksin aktif (live),
kemampuan vaksin aktif untuk menimbulkan kekebalan tubuh lebih tinggi
dibanding dengan vaksin in aktif karena virus akan berkembang biak
didalam tubuh merangsang terbentuknya kekebalan secara cepat,
sementara kekuatan vaksin in aktif merangsang terbentuknya antibodi
tergantung pada tergantung pada antigenik (sel-sel virus) yang terkandung
20

dalam dosis vaksin. Beberapa jenis penyakit yang telah ditemukan


vaksinnya antara lain : Mareks, Infectious Bursal Desease (IBD),
Newcastel Desease (ND), Infectious Bronchitis (IB), Infectious Coriza
(Snot), fowl Pox, Egg Drop Syndrome (EDS), Coccidiosis (Koksi) dan
Avian Influensa (AI) (Fatoni, 2009).
2.5.2.2. Dosis dan Waktu Vaksinasi
Vaksinasi dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti injeksi, air
minum, melalui tetes, semprot ataupun tusuk sayap. Vaksin secara tetes
dapat melalui mata, hidung, atau mulut. Untuk injeksi dapat dilakukan di
bagian subcutan atau dibawah kulit dan intra muscular atau dalam dagingotot. Injeksi subcutan dilakukan dengan memberikan vaksin di daerah
leher dengan jarum tidak sampai ke bagian daging melainkan berada di
antara daging dan kulit. Cara vaksin berikutnya dengan air mnum, dimana
dapat dilakukan dengan mencampur vaksin dengan air minum. Cara
terakhir yaitu dengan semprot atau spray, cara ini dapat dilakukan ketika
tidak ada angin sedang berhembus, sehingga vaksin akan terbawa angin,
tidak dihirup oleh ternak (Rasyaf, 2003).

Tabel 2. Dosis dan Waktu Vaksinasi


Umur/hari
4 hari
7 hahri
14 ahri
16 hari

Jenis Vaksin
ND lasota + IB
Gumboro
Gumboro
AI

Aplikasi
Tetes + suntik
Tetes
Cekok/tetes mulut
Suntik/subkutan

19 hari

ND lasota

Minum

22 ahri

Gumboro

Minum

35 hari

ND+IB+ND Kill

Minum + suntik

Dosis
1tetes, 0,25 cc
1 tetes
1tetes
0,25 cc
1000 ekor
dicampur 10 L air
1000 ekor
dicampur 10 L air
0,55 cc,
intramusculair
21

42 hari
56 hari
71 hari

Coryza
AI
ND lasota

Suntik
Suntik
Minum

91 hari

Coryza

Suntik

105 hari

AI

Suntik

ND+IB
(ND+IB+EDS)
122 hari
Coryza
(Sumber: Nusyirwan, 2010).
112 hari

Minum
suntik
Suntik

0,55 cc
0,5 cc
0,5 cc
intamusculair
1000 ekor
dicampur 20 L air
0,5 cc
0,5 cc

2.5.3. Kontroling
2.5.3.1. Mortalitas (Angka Kematian Ternak)
Kegiatan ayam afkir berjumlah lebih sedikit dari kegiatan ayam
DOC, karena terjadi mortalitas 15% - 20% setiap stock dan lebih banyak
dari pemeliharaan ayam yang masih aktif, karena kegiatan itu dihitung dari
kegiatan-kegiatan 1 periode umur ayam atau 2 tahun sebelumnya.
(Andrecesar], dkk, 2013).
Untuk menghindari kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh
morbiditas dan mortalitas unggas karena infeksi virus Avian Influenza
maka diperlukan metode pengendalian secara imunoprofilaksis. Untuk
menerapkan pengendalian flu burung secara imunoprofilaksis haruslah
tersedia vaksin yang tepat, akurat, dan mujarab untuk mencapai tujuan
vaksinasi.
Menurut Rasyaf (1989) mengatakan bahwa nilai mortalitas di
Indonesia pada masa bertelur antara 0,03% hingga 0,5% per bulan.
Tingkat mortalitas yang wajar ini disebabkan karena sistem pemeliharaan
khususnya kebersihan dan kesehatan sudah baik dan memenuhi syarat.
(Nurcholis, dkk, 2009).
Jull (1979) berpendapat mortalitas umumnya disebabkan oleh
kesalahan manajemen seperti perkandangan, kepadatan ayam di dalam
kandang, sanitasi yang buruk, pemberian ransum yang tidak seimbang,
serta rendahnya daya tahan ternak terhadap penyakit. (Risnajati, D., 2014).
2.5.3.2. Jumlah Ternak yang Diculling
Dewasa ini yang dianggap lingkaran produksi yang optimal ialah
ayam-ayam umur 1,5 2 tahun. Ayam petelur yang lebih dari 2 tahun tidak
ekonomis lagi, sebab mereka tak mampu mengimbangi lagi makanan yang
dihabiskan. Itulah sebabnya maka ayam ayam yang sudah mencapai
umur 2 tahun harus diafkir. Penundaan pengafkiran berarti mengurangi
keuntungan. (Zulfikar, 2013)
2.6. Manajemen Pemasaran

22

Usaha peternakan ayam petelur dapat berkembang dengan pesat karena


usaha ini selain dapat dilakukan pada lahan yang tidak terlalu luas, juga karena
ayam petelur memiliki kemampuan produksi telur yang cukup tinggi. Oleh karena
itu hal utama yang diperhatikan oleh peternak adalah manajemen pengelolaan
yang baik. Keberhasilan usaha peternakan selain tergantung dari sisi peternak
dalam hal pengelolaan dan pada besar kecilnya biaya produksi yang sangat
tergantung pada satu hal yaitu pemasaran produk yang telah dihasilkan.
Pemasaran merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan
dan kelangsungan hidup peternak karena apabila terlur yang diproduksi tidak
dapat dipasarkan tentunya akan mengakibatkan kerugian bagi peternak dan usaha
tersebut tidak dapat berjalan dengan lancar (Mamilianti, 2008).
2.6.1. Perencanaan
2.6.1.1. Sistem Pengolahan Hasil (Penentuan Kualitas/Grade Telur)
Jumlah produksi telur per harinya dapat dihitung setelah dilakukan
pengambilan (pemanenan). Telur dapat diambil 2 sampai 3 kali dalam
sehari, ini dilakukan karena waktu bertelur masing-masing ekor ayam
tidak sama. Pengambilan dapat dilakukan oleh anak kandang. Telur yang
diambil kemudian ditampung dalam egg tray. Kemudian dikumpulkan
terlebih dahulu didepan kandang untuk selanjutnya diambil secara
bersamaaan untuk dikumpulkan digudang tempat penyimpanan telur
sementara. Setelah tiba digudang telur, dialkukan penimbangan setiap satu
egg tray kemudian dapat diambil berat bersihnya. Dalam satu egg tray
berat rata-ratanya sekitar 16,5 kg, dengan berat bersih sekitar 15 kg.
Telur yang sudah mengalami penimbangan kemudina dilakukan
penyeleksian yang didasarkan (disesuaikan) atas bobot telurnya.
Penyeleksian terhadap telur-telur tersebut yang telah dilakukan kemudian
dapat dibagi kedalam beberapa grade yaitu:
Tabel 3. Penggolongan Telur Berdasarkan Berat
No.

Ukuran

Berat (gram)

1.

Jumbo

> 70,5

2.

Ekstra besar

63,7-70,4

3.

Besar

52,3-63,6

4.

Sedang

42,9-52,2

23

5.

Kecil

6.

Kecil sekali

34,4-42,8
<34,4

Telur yang sudah dilakukan penyeleksian, dimasukan kedalam egg


tray untuk selanjutnya dipasarkan. Egg tray yang umumnya digunakan
dalam peternakan ayam petelur terdiri atas dua jenis, yaitu egg tray yang
terbuat dari kardus dan egg tray yang terbuat dari plastik. Setiap egg tray
diisi berkapasitas 30 butir telur. Egg tray yang terbuat dari kardus
digunakan untuk penjualan ke daerah luar kota atau lokasi pasar yang jauh.
Sedangkan yang terbuat dari plastik untuk penjualan didaerah lokal atau
dalam kota.
2.6.1.2. Target Pasar (Kemitraan atau Mandiri)
Sebelum dilakukan pemasaran suatu produk, perlu dilakukan
penentuan target pasar atau lokasi penjualan produk. Untuk kemitraan
target pasar tidak begitu sulit karena biasanya target pasar ditentukan oleh
pusat atau pengusaha bisa juga ditampung oleh pusat, untuk mandiri target
penjualan telur bisa ke pabrik produk telur, ke penjual besar ataupun
penjualan kecil-kecilan. Tentunya harus ada target pasar yang jelas
sebelum mendirikan suatu usaha peternakan ayam petelur.

2.6.2. Implementasi
2.6.2.1. Saluran Pemasaran
Salah satu bentuk usaha untuk mencapai tujuan dan sasaran
dibidang pemasaran adalah dengan kegiatan pemilihan saluran pemasaran.
Pemilihan saluran pemasaran diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang
menyangkut pertimbangan pasar, pertimbangan barang, dan pertimbangan
perantara. Dengan pertimbangan tersebut saluran yang dipilih diharapkan
saluran yang paling efektif. Karena suatu peternakan bilamana salah dalam
memilih saluran pemasaran maka akan membawa akibat yang kurang
menguntungkan bagi peternakan tersebut (Mamilianti, 2008).
Dengan dipilihnya saluran pemasaran yang lebih efektif suatu
peternakan dapat melakukan perbaikan strategi pemasaran yang
sebelumnya sudah pernah diterapkan, bahkan dapat dipergunakan sebagai
alternatif strategi pemasaran yang baru dimana nantinya dapat
mewujudkan tujuan suatu peternakan yaitu dapat meningkatkan volume
penjualan dari produk peternakan tersebut, sehingga menjadikan

24

peternakan tersebut bisa tetap eksis, maju dan menang dalam dunia
persaingan (Mamilianti, 2008).
Secara fisik pola-pola pemasaran terbagi dalam mata rantai saluran
distribusi, yaitu saluran distribusi panjang, saluran distribusi sedang,
saluran distribusi pendek dan saluran distribusi langsung. Pola-pola
pemasaran tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut:
a. Pola saluran distribusi panjang (Pola I)
Produsen-Pedagang
Besar-Pedagang
Pasar-Pedagang
EceranKonsumen
b. Pola saluran distribusi sedang (Pola II)
ProdusenPedagang PasarPedagang EceranKonsumen
c. Pola saluran distribusi pendek (Pola III)
PeternakPedagang EceranKonsumen
d. Pola saluran distribusi langsung (Pola IV)
ProdusenKonsumen
(Mukson, dkk., 2005).
Jenis saluran pemasaran yang umum digunakan pada peternakan
ayam petelur yaitu 1. Produsen Pedagang besar Pengecer Konsumen,
2. Produsen Pedagang besar Konsumen. Saluran pemasaran yang
pertama merupakan saluran distribusi tradisional dan masih banyak
digunakan oleh produsen. Produsen hanya melayani dalam jumlah besar
saja, tidak menjual kepada pengecer. Tipe ini menggunakan mutli
midlement channel, yaitu perpindahan barang dari produsen sampai ke
konsumen melalui berbagai perantara. Saluran pemasaran kedua
menggunakan tipe single midlement channel, perpindahan barang dari
produsen melalui satu perantara yaitu pedagang besar dan pengecer kepada
konsumen (Wisaptiningsih, dkk. 1991).
Jumlah pedagang besar banyak mempengaruhi volume penjualan,
karena setiap pedagang besar mempunyai pelanggan sendiri-sendiri serta
dipengaruhi oleh pendapatan dan selera konsumen terhadap telur. Volume
penjualan telur pada masing-masing pedagang dipengaruhi oleh harga
yang ditetapkan oleh masing-masing pedagang besar dan pedagang
pengecer. Apabila jumlah konsumen bertambah, maka volume penjualan
meningkat dengan asumsi harga yang relatif stabil (Mamilianti, 2008).
2.6.2.2. Kontinyuitas Penjualan
Perlu adanya pelanggan atau konsumen tetap untuk
mengkontinyuitaskan penjualan, berhubung telur ialah bahan pangan yang
mudah sekali rusak jadi sebisa mungkin masa penyimpanan telur tidak

25

lebih dari satu minggu, hal ini dapat di tempuh jika suatu perusahaan
mempunyai konsumen tetap, selain konsumen tetap peternakan juga harus
ada konsumen yang setidaknya akan membeli telur setiap hari misalnya
saja penjual makanan serba telur atau industri yang menjual produk olahan
dari telur ayam.
2.6.3. Kontroling
2.6.3.1. Keuntungan (Laba/Rugi)
Total pendapatan diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan
total biaya dalam suatu proses produksi (Soekartawi, 2005). Keuntungan
atau pendapatan pada usaha peternakan ayam petelur merupakan selisih
antara penerimaan total dengan biaya total produksi yang dikeluarkan
(Asnawi, 2009). Jika selisih tersebut bernilai positif maka dapat dikatakan
bahwa usaha peternakan ayam petelur tersebut untung, sedangkan jika
diperoleh nilai yang negatif berarti usaha tersebut mengalami kerugian.
Adapun cara menghitung total pendapatan adalah sebagai berikut : = TR
TC (Keterangan : = Pendapatan, TR = Total revenue, dan TC = Total
cost).

BAB III
METODE PELAKSANAAN
3.1. Lokasi dan Waktu Kegiatan

Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan selama satu bulan, yaitu pada
bulan Juli 2016 sampai dengan Agustus 2016 di PT. JATINOM Indah Farm,Desa
jatinom, Kecamatan Kanigoro, Blitar, Jawa Timur.
3.2. Khalayak Sasaran
Khalayak Sasaran dari Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) adalah
manajemen pemeliharaan ayam petelur di PT. JATINOM Indah Farm,Desa
jatinom, Kecamatan Kanigoro, Blitar, Jawa Timur.
3.3. Metode Kegiatan
Metode yang digunakan untuk mendapatkan data-data, baik data primer
maupun data sekunder dilakukan dengan cara :

26

3.3.1. Observasi
Teknik observasi dilakukan dengan cara pengamatan dan peninjauan
secara langsung terhadap obyek kegiatan dalam manajemen produksi di
lapangan, serta survey ke lokasi fasilitas produksi dan utilitas.
3.3.2. Wawancara
Teknik wawancara dilakukan dengan tanya jawab secara langsung
dengan pembimbing lapang dan para pekerja yang ada di lokasi baik di fasilitas
produksi maupun manajemen.
3.3.3. Dokumentasi
Teknik dokumentasi dilakukan dengan cara pencarian dan pengumpulan
dokumen-dokumen, laporan-laporan, buku-buku yang berhubungan dengan
obyek pembahasan. Data yang dikumpulkan antara lain meliputi sejarah
perusahaan, struktur organisasi, ketenagakerjaan dan diagram alir proses.
3.3.4. Data yang Diamati
A. Manajemen Pengadaan Bibit:
1. Bahan baku yang digunakan ( DOC, pakan, mesin, dll).
2. Cara memperoleh Sumber bahan baku (pasar/ institusi swasta, intsutusi
pemerintah).
3. Jumlah pengadaan bahan baku yang dibutuhkan per bulan( DOC, pakan,
mesin, dll).
4. Kualitas pengadaan bahan baku (dilihat dari breed, performa,
kecanggihan).
5. Sistem pengadaan bahan baku (pertahun, bulan, hari).
6. Kemampuan supliyer untuk memenuhi bahan baku.
7. Ketepatan waktu supliyer untuk memenuhi pesanan( sesuai/ tidak).
8. Langkah- langkah untuk kontinyuitas bahan baku (kemitraan, kontrak
dengan supliyer, dll).
9. Jumlah supliyer bahan baku.
10. Jumlah pengadaan bahan baku.
11. Kesesuaian kualitas dari bahan baku (sesuai atau tidak dengan pesanan).
12. Kemampuan supliyer untuk memenuhi bahan baku.
13. Ketepatan waktu dari suplayer untuk memenuhi pesanan.
14. System pembayaran pesanan.
15. Jaminan ketepatan waktu pengiriman.
16. Sangsi keterlambatan.
17. Solusi jika terjadi keterlambatan.
18. Penyimpanan bahan baku
B. Manajemen Pakan:
1. Bahan baku pakan dan harga.
2. Pakan yang digunakan (pakan komersil/ buatan sendiri).
3. Kandungan nutrisi pakan.
4. Penggunaan zat additive (antibiotik/ probiotik/vitamin).
27

5. Metode pemberian zat additif.


6. Frekuensi pemberian zat additif.
7. Metode pemberian pakan.
8. Frekuensi pemberian pakan.
9. Fentuk pakan (crumble/ pellet/ mash).
10. Kebutuhan pakan per ekor per hari (sesuai fase).
11. Konsumsi pakan per ekor per hari (pemberian pakan dan sisa pakan).
12. Cara penyimpanan pakan.
13. Tempat pakan dan minum yang digunakan.
14. Kriteria/ standart air minum.
15. Treatment terhadap air minum yang akan digunakan.
16. Metode pemberian minum.
17. Bahan / zat tambahan dalam air minum (ada/tidak).
C. Manajemen Perkandangan:
1. Bahan kandang yang digunakan.
2. Tipe kandang semua fase pemeliharaan.
3. Daya tahan kandnagn.
4. Biaya pembuatan kandang awal
D. Manajemen Biosecurity:
1. Prosedur sanitasi.
2. Peralatan yang digunakan pada saat sanitasi.
3. Waktu pelaksanaan sanitasi.
4. Pengolahan limbah( dimanfaatkan/tidak).
5. Cara dan waktu pembersihan kandang dan lingkungan sekitar.
6. Pencegahan penyakit.
7. Ciri-ciri ternak yang terkena penyakit.
8. Cara menangani ternak yang sakit.
9. Pembelian obat-obatan.
10. Obat yang digunakan untuk mengobati penyakit (dosis dan cara
pemberian).
11. Jenis vaksin yang digunakan.
12. Cara pemberian dan dosis vaksin( didasarkan pada umur/ fase/kondisi
ternak).
13. Cara penyimpanan vaksin.
14. Waktu pemberian vaksin.
15. Pembelian vaksin
E. Manajemen Pemasaran
1. Perencanaan pemasaran (penentuan harga, pengemasan produk,
promosi).
2. Produk yang di jual.
3. Spesifikasi produk yang dijual (berdasar grade).
4. Model saluran pemasaran.
5. Sasaran konsumen (pedagang besar/ pengecer/ agen/ konsumen akhir).
6. Transportasi atau cara pendistribusian produk.

28

7. Proses pemasaran
3.4. Analisis Hasil Kegiatan
Data yang diperoleh dari kegiatan PKL akan dianalisis secara deskriptif
yaitu membandingkan antara teori dengan data dan fakta yang ada di lapang,
sehingga dapat memberikan gambaran nyata mengenai tata laksana pemeliharaan
ayam petelur di PT. JATINOM Indah Farm,Desa jatinom, Kecamatan Kanigoro,
Blitar, Jawa Timur. Data yang digunakan meliputi data primer dan sekunder. Data
primer diperoleh dari pengamatan di lapang secara langsung dan dari hasil
wawancara dengan staf karyawan, sedangkan data sekunder diperoleh dari
catatan-catatan yang dimiliki oleh perusahaan tersebut.
3.5. Batasan Istilah
a. DOC, adalah anak ayam atau pitik atau khutuk yang masih berusia 1-14
hari (0-2 minggu).
b. Dara atau stater, adalah anak ayam yang masih berusia 15-56 hari (3-8
minggu).
c. Grower, adalah ayam yang sudah berusia 57-112 hari (9-16 minggu).
d. Strain, adalah istilah yang digunakan untuk sekelompok ternak ayam yang
mempunyai nilai ekonomis produksi tinggi dan turun-temurun.
e. Nipple, adalah tempat minum untuk ternak yang di gantung memanjang.
f. Litter, adalah lantai kandang dengan serutan kayu.
g. HDP (Hen Day Production), adalah persentase perandingan jumlah
produksi telur dengan populasi ayam dalam satu kelompok pada satuan
waktu tertentu.
h. Vaksin adalah bahan anti genik yang digunakan untuk menghasilkan
kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau
mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau liar.
i. Sanitasi, adalah usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan
atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dalam rantai
perpindahan penyakit tersebut.
j. Biosecurity, adalah sejenis program yang dirancang untuk melindungi
kehidupan.
3.6. Peserta
Peserta kegiatan Praktek Kerja Lapangan di PT. JATINOM Indah
Farm,Desa jatinom, Kecamatan Kanigoro, Blitar, Jawa Timur adalah mahasiswa
Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang berjumlah 6 orang dengan
rincian sebagai berikut :
1. Dzunuraini Assalamah
2. Ely Ana Yusuf
3. Elza Dyani Agustin
4. Rahma Susanti
5. Mochamad Imam A

29

6. Taufik Hidayatuloh

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2003. Meningkatkan Produktivitas Ayam Ras Petelur. Agromedia:
Jakarta.
Akoso, B.T. 1998. Kesehatan Unggas: Panduan bagi Petugas Teknis.
Penyuluh dan Peternak. Kanisius: Yogyakarta.
Asnawi. 2009. Perbedaan Tingkat Keuntungan Usaha Peternakan Ayam Ras
Petelur Antara Sebelum dan Sesudah Memperoleh Kredit PT. BRI di
Kabupaten Pinrang. Buletin Ilmu Peternakan dan Perikanan. 13 (1) : 112
Badan Perijinan Dan Penanaman Modal Daerah (BPPMD) Provinsi Kalimantan
Timur.
2010.
Budidaya
Ayam
Petelur.
Samarinda.
http://www.bppmd.kaltimprov.go.id
Candra, S., Utami, H.D. dan Hartono, B. 2012. Analisis Ekonomi Usaha Ayam
Petelur CV. Santoso Farm Di Desa Kerjen Kecamatan Srengat Kabupaten
Blitar. Hal : 1-12
Downey, W.D. dan Erickson S.P. 1992. Manajemen Agribisnis. Edisi Kedua.
Alih
Dyah, L. P. 2014. Peternakan ayam ras petelur di kota singkawang. Vol 2(2) hal
74.
Eviana.B., Budi.H., dan Zaenal.F. 2014. Analisis Finansial Usaha Peternakan
Ayam Petelur Di Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan.
Fatoni. I. R. 2009. Manjemen Pemeliharaan Ayam Petelur Di Peternakan Dony
Farm Kabupaten Magelang. Tugas Akhir Diploma III.
Hartono, A. H.S. 1997. Beternak ayam Petelur. CV. Gunung Mas Pekalongan.
Jahja, J. 1998. Ayam Sehat Ayam Produktif. PT Medion Bandung

30

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Agribisnis ternak unggas


petelur. Ebook
Lubis, A.M. dan F.B. Paimin. 2001. 8 Kiat Mencegah Penurunan Produksi
Telur Ayam. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Mamilianti, W. 2008. Kajian Pemasaran Telur Ayam Di Kecamatan Sukorejo
Kabupaten Pasuruan. Hal: 75-87.
Mappigau dan Ri Esso. 2011. Analisis Strategi Pemasaran Telur Pada Peternakan
Ayam Ras Skala Besar Di Kabupaten Sidrap. Jurnal Agribisnis. Vol. X.
No 3. Pp. 14-31.
Masyrofie. 1994. Pemasaran Hasil Pertanian. Jurusan Sosial ekonomi Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
Muharlien dan Nurgiartiningsih, V. M. A. 2015. Pemanfaatan Limbah Daun
Pepaya Dalam Bentuk Tepung Dan Jus Untuk Meningkatkan Performans
Produksi Ayam Arab. Research Journal Of Life Science. E-Issn : 23559926. 2(2):93-100.
Munawir, S. 2002. Analisa Laporan Keuangan. Liberty. Yogyakarta.
Nusyirwan, I. 2010. Budidaya ayam petelur. Ebook.
Prayitno, D.S., dan W.E. Yuwono.1999. Manajmen Kandang Ayam Ras
Pedaging. PT. Trubus Agriwidya, Ungaran.
Ranupanjodo, H. 1990. Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan. AMPYKPN.
Rasyaf , 1994. Beternak Ayam Petelur . Penebar Swadaya . Jakarta.Yogyakarta.
Rasyaf, 1993. Manajemen Pemeliharaan Ayam Petelur. Kanisius. Yogyakarta.
Safingi, A., Mufti, M. Dan Iriyanti, N. 2015. Penggunaan Berbagai Jenis
Probiotik Dalam Ransum Ayam Arab Terhadap Konsumsi Pakan Dan
Income Over Feed Cost (The Use Variation Of Probiotics In Arabian
Chicken Diet On Feed Consumption And Income Over Feed Cost). Jurnal
Ilmiah Peternakan. 1 (3) : 970-975
Safingi, A., Mufti, M., dan Ning, I. 2013. Penggunaan Berbagai Jenis Probiotik
dalam Ransum Ayam Arab Terhadap Konsumsi Pakan dan Income Over
Feed Cost. Jurnal Ilmiah Peternakan. 1 (3) : 970-975.
Sarno dan Hartutik. 2007. Sistem Pengadaan Pakan Ayam Petelur Di
Perusahaan Populer Farm Desa Kuncen Kec. Mijen Kab.
Semarang. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian. Mediagro.Vol. 3. No. 1, Pp.
49-58.
Soekartawi. 2005. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. PT Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Sudaryani, T. dan H. Santoso. 2004. Pembibitan Ayam Ras. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Sudiyono, A. 2002. Pemasaran Pertanian. UMM Press. Malang.
Suprijatna, E., U. Atmowarsono dan R. Katasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak
Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta. Sudaryani dan Santosa, 2004

31

Upik , K. H. 2002. Pelaksanaan biosekurity pada peternakan ayam. Fakultas


kedokteran hewan. IPB.
Wisaptiningsih, U., Noegroho, dan Fanani, Z. 1991. Tataniaga Ternak. Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.
Zini. Ahmad. 2011. Analisis Prospek Pemasaran Ayam Petelur
Di Kalimantan Timur. Jurnal EPP. Vol. 8. No.1.Pp.1-8.
Zulfikar. 2013. Manajemen Pemeliharaan Ayam Petelur Ras. Fakultas
pertanian prodi peternakan dan praktisi kesehatan hewan unsyiah.

32

Anda mungkin juga menyukai