Anda di halaman 1dari 3

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus


untuk diambil telurnya, yang merupakan hasil dari berbagai perkawinan silang
dan seleksi yang sangat rumit dan diikuti upaya perbaikan manajemen
pemeliharaan secara terus menerus (Susilorini et al., 2009). Menurut Suprijatna
(2008), ayam ras petelur dipelihara secara intensif dimana ayam yang dipelihara
aktivitasnya terbatas dalam kandang dan semua kebutuhanya diatur dan
disediakan oleh peternak. Pemeliharaan ayam ras petelur umumnya dapat
dilakukan di dalam kandang batterai. Namun, sistem ini membutuhkan
manajemen yang baik agar produksi telur maksimal. Ayam ras petelur mulai
produksi pertama kali pada umur 18 minggu dan lama produksi telur sampai
umur 100 minggu (Hy-line, 2016). Ayam ras petelur menghasilkan telur
sebanyak 250-300 butir/ekor/tahun dengan rata-rata berat telur per butir 60 g
(Susilorini et al., 2009).
Ayam petelur mempunyai tahapan periode pemeliharaan berdasarkan
pertumbuhannya mulai dari fase starter, fase grower, dan fase layer. Ayam
petelur fase layer adalah ayam dewasa yang sedang menjalani masa bertelur atau
berproduksi (Purwaningsih, 2014). Lama masa produksi ayam petelur yaitu 80 –
90 minggu. Produksi akan meningkat pada saat ayam berumur 22 minggu dan
mencapai puncaknya pada umur 28-30 minggu, kemudian produksi telur
menurun dengan perlahan sampai 55% setelah umur 82 minggu (Maharani et al.,
2013).
Usaha ayam ras petelur merupakan salah satu komoditi unggas
yang memberi kontribusi besar dalam penyediaan protein hewani. Hal ini
disebabkan karena ayam ras petelur memiliki keunggulan komparatif dibanding
unggas dalam hal tingkat produksi dan ukuran telur. Disamping itu selain
menghasilkan telur, ayam petelur ini juga dapat menghasilkan daging pada
saat diafkir dengan kata lain merupakan tipe dwiguna. Jenis unggas ini
menempati populasi terbesar di Indonesia dan hampir seluruhnya
dikembangkan dengan sistem intensif dalam sistem kandang battery.
2

Budidaya ayam petelur adalah salah satu usaha yang banyak diminati
masyarakat Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia,
populasi ayam petelur di Provinsi Maluku mencapai 37.000 ekor di tahun
2018, tahun 2019 mencapai 43.883 ekor, tahun 2020 mencapai 70.377 ekor,
tahun 2021 mencapai 96.421 dan mengalami peningkatan pada tahun 2022
mencapai 115.020 Ekor. Populasi ayam ras petelur semakin meningkat dari
tahun ke tahun dikarenakan semakin meningkatnya pemintaan masyarakat akan
telur konsumsi. Menurut Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan, dalam kurun waktu 2017-2021 populasi ayam ras di Indonesia
mengalami rata-rata peningkatan sebesar 2,58 persen.
Peningkatan populasi ayam ras petelur saai ini belum diiringi dengan
peningkatan produktivitasnya. Oleh karena itu, untuk memperoleh performa yang
optimal, secara teknis hal yang harus diperhatikan adalah lingkungan farm,
sistem perkandangan, sistem pemeliharaan, lama pemeliharaan, manajemen
pemeliharaan, serta ketersediaan tenaga kerja yang baik. Selanjutnya hal-hal
yang harus dilakukan oleh pelaku usaha agar performa ayam yang dipelihara
tercapai adalah kesehatan ternak (sistem biosekuriti, program vaksinasi &
medikasi), berat badan (sesuai standard), penimbangan: keseragaman/uniformity
minimal 90%, kualitas pakan (kandungan asam amino, agar berat telur
standard), serta kebutuhan pakan berdasarkan produksi.
Usaha peternakan ayam petelur dapat dikatakan berhasil saat hasil
produktivitas ayam telah tercapai dan keuntungan diperoleh (Sahiman, 2011).
Masalah yang sering dihadapi peternak ketika menjalankan budidaya ayam ras
petelur adalah tidak tercapainya target produksi telur. Puncak produksi
adalah masa produksi telur ayam layer yang paling tinggi dalam satu periode
pemeliharaan. Masa tersebut diharapkan dapat dioptimalkan untuk memperoleh
keuntungan yang maksimal. Parameter keberhasilan usaha ayam layer adalah
tercapainya standar produktivitas meliputi Hen Day Production (HDP)
mencapai ≥ 90%, Feed Conversion Ratio (FCR) dengan nilai 2,0 – 2,1 , berat
telur rata-rata 60gr/butir ketika puncak produksi (Sahiman, 2011).
3

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik mengambil judul


PKL “Performa Ayam Ras Petelur Fase Layer Pada UPTD Balai Perbibitan
Ternak Desa Passo Kecamatan Baguala”.

1.2. Tujuan PKL

Tujuan dari praktek kerja lapangan ini adalah:


1. Untuk mengetahui dan mengamati performa ayam ras petelur dari segi
produksi telur, massa telur, konsumsi pakan, Feed Conversion Ratio (FCR)
yang dipelihara secara intensif.
2. Untuk menambah wawasan mahasiswa dalam rangka
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam mengelola
usaha ayam petelur komersial, serta untuk menumbuhkan jiwa
kewirausahaan bagi mahasiswa dibidang peternakan.

1.3. Manfaat PKL

Manfaat dari praktek kerja lapangan ini ialah agar mahasiswa mendapat
pengetahuan dan pengalaman lebih tentang bagaimana performa ayam ras
petelur pada fase layer, sehingga mahasiswa mendapatkan keterampilan dan
kealihan sebagai bekal dalam berwirausaha ataupun bekerja di dunia peternakan
setelah lulus nanti.

Anda mungkin juga menyukai