Anda di halaman 1dari 5

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia ayam tentunya tidak asing lagi, sejak zaman kerajaan Hindu
ada di Indonesia. Banyak masyarakat yang telah mengenal ayam petelur, karena
ayam ini merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Telur merupakan hasil
dari siklus reproduksi ayam betina atau suatu proses untuk menghasilkan
keturunan, namun pada ayam petelur untuk diambil telurnya. Ayam petelur
tersebut di Indonesia mulai dikenal menjelang perang dunia II (Nurcolis, 2009).

Industri ayam ras petelur telah berkembang pesat akibat tingginya


permintaan telur sebagai salah satu produk pangan hewani yang banyak
dibutuhkan masyarakat. Populasi ayam ras petelur komersil terus meningkat
setiap tahunnya (Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2015).

Di karenakan tingginya permintaan telur, maka populasi ayam ras petelur


semakin meningkat dari tahun ke tahun dikarenakan semakin meningkatnya
pemintaan masyarakat akan telur konsumsi. Menurut Direktorat Jenderal
Peternakan, dalam kurun waktu 2000-2012 populasi ayam ras di Indonesia
mengalami rata-rata peningkatan sebesar 0,61%. Namun peningkatan populasi ini
belum diiringi dengan peningkatan produktivitas ayam petelur. Oleh karena itu
perlu dilakukan usaham untuk meningkatkan produktivitas ayam petelur, salah
satunya melalui perbaikan sistem pemeliharaan.

Pemeliharaan ayam petelur membutuhkan penanganan khusus dan sangat


penting untuk diperhatian. Namun, pemeliharaan ayam ras petelur yang dilakukan
banyak peternak masih memiliki produktivitas yang belum optimal, disebabkan
belum tercapainya standar produksi dari genetik ayam. Karena dengan
pemeliharaan yang baik akan menghasilkan pertumbuhan ayam yang baik, kondisi
ayam yang sehat, tingkat mortalitas yang rendah dan pada akhirnya akan
menghasilkan ayam petelur dengan produksi telur yang tinggi.

1
Untuk mencapai produksi yang optimal peternak harus memperhatikan
faktor-faktor yang mempengaruhi produksi telur. Faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi telur adalah faktor umur, intake pakan dan berat badan.
Pada ayam yang berumur diatas 600 hari produksi telurnya semakin menurun, hal
ini disebabkan oleh faktor hormonal, alat reproduksi dan genetik. Jumlah pakan
yang diberikan serta komposisi didalamnya harus sesuai atau mendekati standar
yang telah ditetapkan agar kebutuhan ayam cukup untuk menunjang
produktifitasnya. selain itu faktor lingkungan, biosecurity, sanitasi kandang,
vaksinasi, pemberian vitamin dan obat - obatan, harus dilakukan dengan benar.

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi produktivitas ayam ras


petelur (Hudson, et al, 2001; Lacin, et al, 2008) dan jarang menjadi perhatian
peternak ialah keseragaman berat badan. Standar berat badan telah ditetapkan oleh
perusahaan pembibitan untuk setiap strain ayam yang diproduksi. Namun, ayam
yang sekalipun berasal dari pembibitan yang sama merespon berbeda terhadap,
kondisi lingkungan sehingga menyebabkan keseragaman berat badan yang rendah.

Rendahnya keseragaman berat badan dalam kelompok dapat


mempengaruhi performa produksi (Hudson, et al, 2001). Acap kali diasumsikan
bahwa berat badan ayam yang tinggi dapat menyebabkan gangguan reproduksi
sehingga berdampak pada rendahnya produktifitas. Pada breeder ayam tipe
pedaging misalnya, berat badan ayam yang melebihi standar, dapat mempercepat
kematangan seksual (Hocking, 2004) namun menyebabkan sekuensi bertelur yang
lebih pendek, sedangkan ayam yang lebih ringan menghasilkan rata-rata telur
yang lebih kecil (Romero, et al, 2009).

Telur merupakan hasil dari siklus reproduksi ayam betina atau bagi unggas
betina pada umumya dalam proses menghasilkan keturunan, namun pada ayam
petelur, khususnya ayam petelur untuk diambil telurnya. Di Indonesia sendiri
perkembangan ayam petelur ini mengalami tantangan dan melangkah dengan hati-
hati walaupun demikian, pekembangan selama ini tetap mengembirakan. Awal
kehadiran telur ayam ras kurang di minati konsumen, tapi kini telur ayam ras

2
hadir dalam kehidupan sehari –hari. Dari berbagai perusahaan yang bergerak di
bidang peternakan ayam petelur salah satunya Pt. Mabar Feed Indonesia yang
sudah sejak lama mengeluti di bidang tersebut.

B. Tujuan

Tujuan dari pelaksanaan magang koasistensi di Mabar Feed Indonesia


Divisi Layer Farm ini adalah, :

1. Menggali pengetahuan tentang manajemen pemeliharaan dan


kesehatan unggas layer di Mabar Feed Indonesia Divisi Layer Farm.
2. Menggali pengetahuan dan wawasan yang berkaitan dengan
managemen, pengawasan, pencegahan dan pengobatan di Mabar Feed
Indonesia Divisi Layer Farm.
3. Mempererat hubungan antar mahasiswa KBM FKH UNSYIAH
dengan instansi di sekitar lingkungan keprofesian kedokteran hewan.

C. Sejarah dan Gambaran Umum PT. Mabar Feed Indonesia

PT. Mabar Feed Indonesia awalnya merupakan bentuk usaha perorangan


yang didirikan oleh Bapak Rachman pada tanggal 15 Maret 1976. Perusahaan ini
didirikan sesuai dengan surat izin dari Kantor Dinas Perindustrian Provinsi
Daerah Tingkat I Sumatera Utara Medan untuk mendirikan dan menjalankan
perusahaan makanan ternak dengan No.14 / PERIND / IV / 76 dengan nomor
kode 3121 / 14 / 2A tertanggal 27 Mei 1976.

Pada tanggal 23 Mei 1985, perusahaan ini berubah nama dari bentuk usaha
perseorangan menjadi bentuk Persekutuan Komenditer (CV) dengan nama CV
Mabar. Seiring dengan kemajuan perusahaan, CV Mabar pun berubah bentuk
menjadi Perseroan Terbatas (PT) dengan nama PT. Shrimp Feed Indonesia dan
berstatus Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tanggal 6Juli 1988. Pada
tanggal 29 Juli 1988 PT. Shrimp Feed Indonesia akhirnya berubah nama menjadi
PT. Mabar Feed Indonesia. Perubahan status badan hukum perusahaan pada
perusahaan ini telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman RI dengan

3
dikeluarkannya Surat Keputusan /No. C2-175.HT.1.TH 1990 pada tanggal 19
Januari 1990. Pada tahun 2001, asset (aktiva) perusahaan ini sebesar Rp. 111,72
miliar. Asset (aktiva) pertahun sebesar Rp. 236,40 milyar.

PT. Mabar Feed Indonesia terdiri dari divisi feed farm, divisi expravet,
divisi layer farm, PT. Mabar Feed Indonesia divisi layer farm terletak di propinsi
sumatra utara, kabupaten deli serdang, kecamatan pancur batu, desa gunung
tinggi, dusun lau timah. Pada divisi layer farm ini terdiri dari tiga bagian yaitu
bagian DOC dan Grower, Open House dan Close House.

Ayam yang digunakan sebagai ayam petelur adalah genetik Isa brown.
Jenis ayam ini mulai belajar bertelur paling cepat pada umur ±15 minggu, paling
lama ±17 minggu, idealnya 16 minggu dan mencapai 5% dua minggu setelah
belajar bertelur. Puncak produksinya mulai dari umur 18 minggu sampai 100
minggu, masa afkir dari jenis layer ini berkisar antara 650-700 hari. Jenis layer Isa
Brown mampu menghasilkan 409 butir telur dalam satu periode produksi (hen
house).

Untuk mencapai produksi yang optimal peternak harus memperhatikan


faktor-faktor yang mempengaruhi produksi telur. Faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi telur adalah faktor umur, intake pakan dan berat badan.
Pada ayam yang berumur diatas 600 hari produksi telurnya semakin menurun, hal
ini disebabkan oleh faktor hormonal, alat reproduksi dan genetik. Jumlah pakan
yang diberikan serta komposisi didalamnya harus sesuai atau mendekati standar
yang telah ditetapkan agar kebutuhan ayam cukup untuk menunjang
produktifitasnya selain itu faktor lingkungan, biosecurity, sanitasi kandang,
vaksinasi, pemberian vitamin dan obat - obatan, harus dilakukan dengan benar.
Hal ini sangat erat kaitannya dengan motto perusahaan divisi layer farm yaitu
“ LAKUKAN DENGAN BENAR”.

Sistem manajemen yang di gunakan pada divisi ini adalah sistem yang
teratur, terstruktur, terjadwal, yang di sesuaikan dengan pengamatan dilapangan
serta laporan- laporan dari pengawas maupun anak kandang yang bertugas pada

4
bagian maupun subbagian, sehingga proses manajemen selalau di bawah kontrol
dan terkendali.

Divisi layer farm dipimpin oleh Ir. Marlon Ginting sebagai manager,
Junaidi sebagai kepala bidang produksi, drh. Adhe Pinem sebagai keswan. Serta
dibantu oleh beberapa pengawas disetiap bagian dan subbaagian. Bagian
laboratorium di awasi oleh Ibu Dewi, bagian DOC di awasi oleh Pak Suratman,
bagian Close house produksi di awasi oleh Pak Apriansyah, layer A diawasi oleh
Pak Wilson, layer B di awasi oleh Pak Endra Syahputra, layer C di awasi oleh Pak
Harianto, layer D di awasi oleh Pak Anto, dan para asisten serta anak kandang.

Anda mungkin juga menyukai