Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

MANAJEMEN TERNAK UNGGAS


TATALAKSANA PEMELIHARAAN AYAM BROILER
Disusun Oleh:
Kelas A
Kelompok 5
Rizki Budiman

200110130050

Shifana Dyah Saputri

200110130064

Rendi Perdana Putra

200110130071

Siti Cahliyanti

200110130243

Rahdian Abdi

200110130258

Muhammad Rifky

200110130302

LABORATORIUM PRODUKSI TERNAK UNGGAS


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
maka penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum Menajemen Ternak Unggas
dengan inti materi praktikum menajemen pemeliharaan broiler. Penyelesaian laporan
adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata
kuliah pengolahan limbag peternakan.
Dalam penulisan praktikum ini penulis merasa masih banyak kekurangankekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan
yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis
harapkan demi penyempurnaan pembuatan laporan ini.
Dalam penulisan laporan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan laporan
praktikum ini. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada keluarga
tercinta yang telah memberikan dorongan dan bantuan serta pengertian yang besar
kepada penulis dalam menyelesaikan laporan praktikum ini. Dan semua pihak yang
tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penulisan
laporan ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal
pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan
ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal Alamiin.

I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang semakin
meningkat setiap tahunnya, kebutuhan akan protein hewani seperti daging, susu, telur
semakin meningkat pula. Masyarakat semakin menyadari akan pentingnya protein
hewani bagi pemenuhan gizi.Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai
gizi tinggi adalah daging. Daging menduduki peringkat teratas sebagai salah satu
sumber protein hewani yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat, karena cita
rasanya yang enak dan kandungan zat gizinya yang tinggi. Sumber daging yang
paling familiar dan sangat sering dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat
Indonesia adalah ayam, salah satunya adalah ayam broiler.
Ayam broiler sebagai salah satu sumber daging yang memiliki nilai gizi tinggi
merupakan penyumbang terbesar protein hewani asal ternak dan merupakan
komoditas unggulan. Ayam broiler adalah ayam ras yang mampu tumbuh cepat
sehingga dapat menghasilkan daging dalam waktu relatif singkat yakni 4 (lima)
sampai 7(tujuh) minggu.
Meningkatnya konsumsi daging ayam terutama daging ayam broiler yang kini
menjadi primadona di Indonesia, tidak dibarengi dengan kenaikan populasi dan
produksi ayam broiler itu sendiri. Penyebab utama hal ini adalah manajemen
pemeliharaan yang kurang baik dan belum efektif dalam usaha peternakan ayam
broiler. Hanya sebagian kecil saja dari usaha peternakan ayam broiler yang sudah
menerapkan manajemen pemeliharaan yang sesuai dan diikuti dengan penerapan
teknologi. Sebenarnya jika dilihat, peluang peningkatan populasi dan produksi ayam
broiler di Indonesia masih sangat terbuka lebar.

1.2. Maksud dan Tujuan


1. Mengetahui cara mengerjakan penyiapan kandang untuk pemeliharaan
ayam broiler dan DOC sampai dipasarkan
2. Mengetahui cara menghitung kebutuhan luas

kandang sesuai dengan

jumlah ayam broiler yang akan dipelihara


3. Mengetahui cara mengatur pemanas untuk pemeliharaan ayam broiler
periode starter
4. Mengetahui tatalaksana pemeliharaan dari ayam broiler dari DOC sampai
dipasarkan
1.3. Waktu dan Tempat
Waktu

: Pukul 12.30-14.30

Tanggal

Tempat

II
KAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1

Ayam Broiler
Ayam broiler merupakan hasil teknologi yaitu persilangan antara ayam

Cornish dengan Plymouth Rock. Karakteristik ekonomis, pertumbuhan yang cepat


sebagai penghasil daging, konversi pakan rendah, dipanen cepat karena
pertumbuhannya yang cepat, dan sebagai penghasil daging dengan serat lunak
(Murtidjo, 1987). Menurut Northe (1984) pertambahan berat badan yang ideal 400
gram per minggu untuk jantan dan untuk betina 300 gram per minggu.
Menurut Suprijatna et al. (2005) Ayam broiler adalah ayam yang mempunyai
sifat tenang, bentuk tubuh besar, pertumbuhan cepat, bulu merapat ke tubuh, kulit
putih dan produksi telur rendah. Dijelaskan lebih lanjut oleh Siregar et al. (1980)
bahwa ayam Broiler dalam klasifikasi ekonomi memiliki sifat-sifat antara lain :
ukuran badan besar, penuh daging yang berlemak, temperamen tenang, pertumbuhan
badan cepat serta efisiensi penggunaan ransum tinggi.
Ayam broiler adalah ayam tipe pedaging yang telah dikembangbiakan secara
khusus untuk pemasaran secara dini. Ayam pedaging ini biasanya dijual dengan bobot
rata-rata 1,4 kg tergantung pada efisiensinya perusahaan. Menurut Rasyaf (1992)
ayam pedaging adalah ayam jantan dan ayam betina muda yang berumur dibawah 6
minggu ketika dijual dengan bobot badan tertentu, mempunyai pertumbuhan yang
cepat, serta dada yang lebar dengan timbunan daging yang banyak. Ayam broiler
merupakan jenis ayam jantan atau betina yang berumur 6 sampai 8 minggu yang
dipelihara secara intensif untuk mendapatkan produksi daging yang optimal. Ayam
broiler dipasarkan pada umur 6 sampai 7 minggu untuk memenuhi kebutuhan
konsumen akan permintaan daging. Ayam broiler terutama unggas yang
pertumbuhannya cepat pada fase hidup awal, setelah itu pertumbuhan menurun dan
akhirnya berhenti akibat pertumbuhan jaringan yang membentuk tubuh. Ayam broiler
mempunyai kelebihan dalam pertumbuhan dibandingkan dengan jenis ayam piaraan
dalam klasifikasinya, karena ayam broiler mempunyai kecepatan yang sangat tinggi

dalam pertumbuhannya. Hanya dalam tujuh atau delapan minggu saja, ayam tersebut
sudah dapat dikonsumsi dan dipasarkan padahal ayam jenis lainnya masih sangat
kecil, bahkan apabila ayam broiler dikelola secara intensif sudah dapat diproduksi
hasilnya pada umur enam minggu dengan berat badan mencapai 2 kilogram per ekor
(Anonimus, 1994).
Untuk mendapatkan bobot badan yang sesuai dengan yang dikehendaki pada
waktu yang tepat, maka perlu diperhatikan pakan yang tepat. Kandungan energi
pakan yang tepat dengan kebutuhan ayam dapat mempengaruhi konsumsi pakannya,
dan ayam jantan memerlukan energy yang lebih banyak daripada betina, sehingga
ayam jantan mengkonsumsi pakan lebih banyak, (Anggorodi, 1985). Hal-hal yang
terus diperhatikan dalam pemeliharaan ayam broiler antara lain perkandangan,
pemilihan bibit, manajemen pakan, sanitasi dan kesehatan, recording dan pemasaran.
Banyak kendala yang akan muncul apabila kebutuhan ayam tidak terpenuhi, antara
lain penyakit yang dapat menimbulkan kematian, dan bila ayam dipanen lebih dari 8
minggu akan menimbulkan kerugian karena pemberian pakan sudah tidak efisien
dibandingkan kenaikkan/penambahan berat badan, sehingga akan menambah biaya
produksi (Anonimus, 1994).
Daghir (1998) membagi tiga tipe fase pemeliharaan ayam broiler yaitu fase
starter umur 0 sampai 3 minggu, fase grower 3 sampai 6 minggu dan fase finisher 6
minggu hingga dipasarkan.
Ayam broiler ini baru populer di Indonesia sejak tahun 1980-an dimana
pemegang kekuasaan mencanangkan panggalakan konsumsi daging ruminansia yang
pada saat itu semakin sulit keberadaannya. Hingga kini ayam broiler telah dikenal
masyarakat Indonesia dengan berbagai kelebihannya. Hanya 5-6 minggu sudah bisa
dipanen. Dengan waktu pemeliharaan yang relatif singkat dan menguntungkan, maka
banyak peternak baru serta peternak musiman yang bermunculan diberbagai wilayah
Indonesia.

Banyak strain ayam pedaging yang dipelihara di Indonesia. Strain merupakan


sekelompok ayam yang dihasilkan oleh perusahaan pembibitan melalui proses
pemuliabiakan untuk tujuan ekonomis tertentu. Contoh strain ayam pedaging antara
lain CP 707, Starbro, Hybro (Suprijatna et al., 2005).
2.2.

Perkandangan
Kandang yang baik adalah kandang yang dapat memberikan kenyamanan bagi

ayam, mudah dalam tata laksana, dapat memberikan produksi yang optimal,
memenuhi persyaratan kesehatan dan bahan kandang mudah didapat serta murah
harganya. Bangunan kandang yang baik adalah bangunan yang memenuhi
persyaratan teknis, sehingga kandang tersebut biasa berfungsi untuk melindungi
ternak terhadap lingkungan yang merugikan, mempermudah tata laksana, menghemat
tempat, menghindarkan gangguan binatang buas, dan menghindarkan ayam kontak
langsung dengan ternak unggas lain (Anonimus, 1994).
Kandang serta peralatan yang ada di dalamnya merupakan sarana pokok untuk
terselenggarakannya pemeliharaan ayam secara intensive, berdaya guna dan berhasil
guna. Ayam akan terus menerus berada di dalam kandang, oleh karena itu kandang
harus dirancang dan ditata agar menyenangkan dan memberikan kebutuhan hidup
yang sesuai bagi ayam-ayam yang berada di dalamnya. Beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam hal ini adalah pemilihan tempat atau lokasi untuk mendirikan
kandang serta konstruksi atau bentuk kandang itu sendiri. Kandang merupakan modal
tetap (investasi) yang cukup besar nilainya, maka sedapat mungkin semenjak awal
dihindarkan kesalahan-kesalahan dalam pembangunannya, apabila keliru akibatnya
akan menimbulkan problema-problema terus menerus sedangkan perbaikan tambal
sulam tidak banyak membantu (Williamsons dan Payne, 1993).
Sistem perkandangan yang ideal untuk usaha ternak ayam ras meliputi:
persyaratan temperatur berkisar antara 32,2-35 derajat C, kelembaban berkisar antara
60-70%, penerangan/pemanasan kandang sesuai dengan aturan yang ada, tata letak

kandang agar mendapat sinar matahari pagi dan tidak melawan arah mata angin
kencang, model kandang disesuaikan dengan umur ayam, untuk anakan sampai umur
2 minggu atau 1 bulan memakai kandang box, untuk ayam remaja 1 bulan sampai 2
atau 3 bulan memakai kandang box yang dibesarkan dan untuk ayam dewasa bisa
dengan kandang postal atapun kandang bateray. Untuk kontruksi kandang tidak harus
dengan bahan yang mahal, yang penting kuat, bersih dan tahan lama(Bambang,1995).
Persiapan dalam perkandangan adalah :
a.

Lokasi kandang
Kandang ideal terletak di daerah yang jauh dari pemukiman penduduk, mudah

dicapai sarana transportasi, terdapat sumber air, arahnya membujur dari timur ke
barat.
b.

Pergantian udara dalam kandang.


Ayam bernapas membutuhkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida.

Supaya kebutuhan oksigen selalu terpenuhi, ventilasi kandang harus baik.


c.

Suhu udara dalam kandang.


Tabel 1. Suhu ideal kandang sesuai umur adalah :
Umur (hari) Suhu ( 0C )
01 - 07
08 - 14
15 - 21
21 - 28
29 - 35

d.

34 32
29 27
26 25
4 23
23 21

Kemudahan mendapatkan sarana produksi


Lokasi kandang sebaiknya dekat dengan poultry shop atau toko sarana

peternakan.
e.

Kepadatan Kandang

Pada awal pemeliharaan, kandang ditutupi plastik untuk menjaga kehangatan,


sehingga energi yang diperoleh dari pakan seluruhnya untuk pertumbuhan, bukan
untuk produksi panas tubuh. Kepadatan kandang yang ideal untuk daerah tropis
seperti Indonesia adalah 8-10 ekor/m2, lebih dari angka tersebut, suhu kandang cepat
meningkat terutama siang hari pada umur dewasa yang menyebabkan konsumsi
pakan menurun, ayam cenderung banyak minum, stress, pertumbuhan terhambat dan
mudah terserang penyakit.
Pengaturan kepadatan kandang dilakukan sedemikian rupa untuk mengatasi
kanibalisme akibat terlalu padatnya kandang. Hal ini juga bermanfaat untuk
kenyamanan ayam. Kepadatan kandang juga berpengaruh terhadap produksi,
performen dan tingkat kenyamanan ayam broiler (May dan Lott, 1992).
Tabel 2. Tingkat kepadatan kandang ayam per bobot hidup
Bobot Badan (kg)
1,4
1,8
2,3
2,7

Ekor/m2
13 17
10 13
8 10
68

Siregar et al., 1980


Tabel 3. Standar Bobot Badan Ayam Broiler Berdasarkan Jenis Kelamin pada Umur 1
sampai 6 Minggu ((NRC, 1994)
Umur (minggu)
1
2
3
4
5
6

Jenis Kelamin
Jantan (g)
152
376
686
1085
1576
2088

Betina (g)
144
344
617
965
1344
1741

Jika dilihat dari perbandingan table 2 dan 3 maka dapat dibandingkan


perbandingan antara umur dengan luas kandang yang dibutuhkan sesuai dengan jenis
kelamin dan bobot badan.
Kepadatan tinggi menurunkan berat badan pullet umur 18 minggu (Anderson
dan Adams, 1997), meningkatkan kerusakan dada pada broiler, menimbulkan
kanibalisme pada ayam, yakni ayam saling patuk mematuk sehingga menimbulkan
luka pada tubuh ternak sehingga memudahkan masuknya parasit dan menimbulkan
penyakit dan akhirnya meningkatkan angka kematian, pencapaian berat badan yang
rendah dan mengurangi konsumsi pakan pada broiler, sedangkan konsumsi pakan
broiler umur 7 minggu menurun sebesar 3,7% pada jantan dan 3,9% pada betina
ketika kepadatan kandang ditingkatkan dari 10 ekor/m 2 menjadi 15 ekor/m2.
Kepadatan tinggi yang diasumsikan dengan bobot badan perluasan lantai mengurangi
aktivitas broiler menjadi lebih sedikit berjalan, sebaliknya lebih banyak mengantuk
dan tidur (Cravener et al., 1992).
f.

Tipe Kandang

1.

Kandang postal.
Kandang ini tidak terdapat halaman umbaran sehingga dalam pemeliharaan

sistem ini ayam-ayam selalu terkurung sepanjang hari di dalam kandang. Litter yang
baik harus dapat memenuhi beberapa kriteria yakni: memiliki daya serap yang tinggi,
lembut sehingga tidak menyebabkan kerusakan dada, mempertahankan kehangatan,
menyerap panas, dan menyeragamkan temperatur dalam kandang (Prayitno dan
Yuwono, 1997). Litter merupakan sistem kandang pemeliharaan unggas dengan lantai
kandang ditutup oleh bahan penutup lantai seperti, sekam padi, serutan gergaji, dan
jerami padi (Rasyaf, 1994). Keuntungan sistem ini adalah biaya relatif rendah,
menghilangkan bau kotoran, jika litter kering maka pembuangan kotoran lebih mudah
dan dapat menahan panas didalam kandang. Kekurangannya adalah penyebaran

penyakit lebih mudah, Pengawasan kesehatan lewat kotoran sulit diamati (Campa,
1994).
2.

Cage
Bangunan kandang berbentuk sangkar berderet, menyerupai batere dan

alasnya dibuat berlubang (bercelah). Keuntungan sistem ini adalah tingkat produksi
individual dan kesehatan masing-masing terkontrol, memudahkan tata laksana,
penyebaran penyakit tidak mudah. Kelemahannya adalah biaya pembuatan semakin
tinggi, ayam dapat kekurangan mineral, dan sering banyak lalat (Rasyaf, 1994).
3.

Panggung
Sistem ini biasanya dibuat diatas kolam ikan. Bahan yang biasa digunakan

untuk alas lantai adalah bambu yang dipasang secara berderet agar ayam tidak
terperosok. Kelebihannya adalah sisa pakan dapat dimanfaatkan sebagai pakan ikan,
penyebaran penyakit relatif rendah. Kekurangannya jika jarak pemasangan bambu
untuk alas terlalu lebar, akan dapat mengakibatkan ayam terperosok, biaya pembuatan
relatif mahal (Martono, 2006).
2.3.

Pakan
Ayam broiler sebagai bangsa unggas umumnya tidak dapat membuat

makanannya sendiri. Oleh sebab itu ia harus makan dengan cara mengambil makanan
yang layak baginya agar kebutuhan nutrisinya dapat dipenuhi. Protein, asam amino,
energi, vitamin, mineral harus dipenuhi agar pertumbuhan yang cepat itu dapat
terwujud tanpa menunggu fungsi- fungsi tubuhnya secara normal. Dari semua unsur
nutrisi itu kebutuhan energi bagi ayam broiler sangat besar (Rasyaf, 1994).
Suprijatna et al. (2005) pakan adalah campuran dari berbagai macam bahan
organik maupun anorganik untuk ternak yang berfungsi sebagai pemenuhan
kebutuhan zat-zat makanan dalam proses pertumbuhan. Ransum dapat diartikan
sebagai pakan tunggal atau campuran dari berbagai bahan pakan yang diberikan pada
ternak untuk pemenuhan kebutuhan nutrisi ternak selama 24 jam baik diberikan

sekaligus maupun sebagian (Lubis, 1992). Rasyaf (1994) menyatakan ransum adalah
kumpulan dari beberapa bahan pakan ternak yang telah disusun dan diatur sedemikian
rupa untuk 24 jam.
Ransum memiliki peran penting dalam kaitannya dengan aspek ekonomi yaitu
sebesar 65-70% dari total biaya produksi yang dikeluarkan (Fadilah, 2004).
Pemberian ransum bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan,
pemeliharaan panas tubuh dan produksi (Suprijatna et al. 2005). Pakan yang
diberikan harus memberikan zat pakan (nutrisi) yang dibutuhkan ayam, yaitu
karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral, sehingga pertambahan berat badan
perhari (Average Daily Gain/ADG) tinggi. Pemberian pakan dengan sistem ad libitum
(selalu tersedia/tidak dibatasi). Apabila menggunakan pakan dari pabrik, maka jenis
pakan disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan ayam, yang dibedakan menjadi 2
(dua) tahap. Tahap pertama disebut tahap pembesaran (umur 1 sampai 20 hari), yang
harus mengandung kadar protein minimal 23%. Tahap kedua disebut penggemukan
(umur diatas 20 hari), yang memakai pakan berkadar protein 20 %. Jenis pakan
biasanya tertulis pada kemasannya. Efisiensi pakan dinyatakan dalam perhitungan
FCR (Feed Convertion Ratio). Cara menghitungnya adalah, jumlah pakan selama
pemeliharaan dibagi total bobot ayam yang dipanen.
Contoh perhitungan :
Diketahui ayam yang dipanen 1000 ekor, berat rata-rata 2 kg, berat pakan
selama pemeliharaan 3125 kg, maka FCR-nya adalah :
Berat total ayam hasil panen = 1000 x 2 = 2000 kg
FCR = 3125 : 2000 = 1,6
Semakin rendah angka FCR, semakin baik kualitas pakan, karena lebih efisien
(dengan pakan sedikit menghasilkan bobot badan yang tinggi).
Konsumsi pakan adalah kemampuan ternak dalam mengkonsumsi sejumlah
ransum yang digunakan dalam proses metabolisme tubuh (Anggorodi, 1985). Blakely

dan Blade (1998) menjelaskan bahwa tingkat konsumsi ransum akan mempengaruhi
laju pertumbuhan dan bobot akhir karena pembentukan bobot, bentuk dan komposisi
tubuh pada hakekatnya adalah akumulasi pakan yang dikonsumsi ke dalam tubuh
ternak. Kebutuhan ransum ayam broiler tergantung pada strain, aktivitas, umur, besar
ayam dan temperature( Ichwan , 2003). Faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan
antara lain umur, nutrisi ransum, kesehatan, bobot badan, suhu dan kelembaban serta
kecepatan pertumbuhan (Wahju, 1997).
Pakan pemula (starter) harus diberi setelah ayam memperoleh minum, pada
beberapa hari pertama pakan dapat diberi dengan cara ditaburkan pada katon box
DOC atau tempat pakan untuk anak ayam. Sisa pakan harus dibuang tiap pagi dan
jangan dibuang di litter karena akan membahayakan kesehatan ayam. Pada 2 hari
pertama gunakan air hangat bersuhu 16 sampai 200C. Untuk air minum larutkan 50
gram gula dan 2 gram vitamin (dalam 1 liter air minum untuk 12 jam pertama) Perlu
juga memakai meter air agar dapat diketahui dengan pasti berapa banyak air yang
digunakan pada 2 minggu pertama tempat minum dibersihkan 3 kali sehari setelah itu
2 kali sehari (Anonimus, 2004).
Pada ayam broiler fase starter kebutuhan energi adalah 3200 kcal/kg dengan
kebutuhan asam amino methionin 0,38%. Sedangkan pada finisher kebutuhan energi
sama tetapi kebutuhan protein berkurang dan kebutuhan asam amino methionin juga
berkurang menjadi 0,32% (NRC. 1994).
Faktor yang dapat mempengaruhi ransum pada ayam broiler, diantaranya yaitu
temperatur lingkungan, kesehatan ayam, tingkat energi ransum yang diberikan sistem
pemberian makanan pada ayam, jenis kelamin ayam dan genetik ayam (Rasyaf,
1994).
Bentuk fisik ransum yang diberikan pada ayam broiler ada tiga bentuk fisik
ransum yang diberikan yaitu bentuk halus seperti tepung (mesh) yang didalamnya
merupakan campuran berbagai bahan makanan yang telah diramu dalam suatu sistem

formula. Ransum berbentuk butiran lengkap atau pellet yang didasarkan pada sifat
ayam broiler yang memang gemar sekali makanan-makanan butiran dan ransum
bentuk butiran pecah atau crumble yang berbentuk butiran tetapi kecil-kecil (Rasyaf,
1994).
Menurut Bambang (1995) kualitas pakan ayam ras broiler ada 2 (dua) fase yaitu
fase starter (umur 0-4 minggu) dan fase finisher (umur 4-6 minggu):
a.

Kualitas pakan fase starter adalah terdiri dari protein 22-24%, lemak 2,5%, serat

kasar 4%, Kalsium (Ca) 1%, Phospor (P) 0,7-0,9%, ME 2800-3500 Kcal.
b.

Kualitas pakan fase finisher adalah terdiri dari protein 18,1-21,2%; lemak 2,5%,

serat kasar 4,5%, kalsium (Ca) 1%, Phospor (P) 0,7-0,9% dan energy (ME) 29003400 Kcal.
Tabel 4. Kebutuhan Nutrisi Pakan Ayam Broiler pada Periode Starter dan
PeriodeFinisher (NRC, 1994)

2.4.

Nutrisi
Periode Starter
Protein (%)
23,00%
Energi
Metabolis 2800-3200

Periode Finisher
20,00%
2900-3200

(kkal/ kg)
Kalsium (%)
Fosfor (%)

0,90
0,35

1,00
0,45

Manajemen Pemeliharaan
Pemeliharaan ayam daging ditujukan untuk mencapai beberapa sasaran yaitu

tingkat kematian serendah mungkin, kesehatan ternak baik, berat timbangan setiap
ekor setinggi mungkin dan daya alih makanan baik (hemat). Untuk mencapai hal-hal
tersebut ada beberapa hal pokok yang perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya dalam
pemeliharaan ayam pedaging yaitu perkandangan dan peralatan serta persiapannya,
pemeliharaan masa awal dan akhir, pemberian pakan, pencegahan dan pemberantasan
penyakit dan pengelolaan (Suyoto, 1983).

Ayam broiler atau ayam daging dipelihara selama kurang lebih 6 sampai 7
minggu. Ayam ini tidak dimaksudkan untuk produksi telur, tetapi diharapkan
dagingnya. Sampai umur 5 minggu beratnya kira-kira sama dengan ayam telur
dewasa yaitu kurang lebih 1,5 kg. Cara pemeliharaan ayam daging hampir sama
dengan ayam telur dari periode starter sampai grower (Jahja, 2000).
Pemeliharaan dilakukan dengan pembersihan secara tuntas terhadap kandang
dan peralatan yang akan dipakai didalamnya, baik tempat makanan, tempat
minuman,brooder, alat pelingkan dan lain-lain. Terutama pada kandang lama yang
sudah dipakai, sisa-sisa dari ternak yang lama, baik kotoran, bahan-bahan yang
tercecer harus dibersihkan secara tuntas sehingga tidak ada yang tertinggal, sebab
setiap butir sisa dari kawanan ayam yang lama akan ada kemungkinan akan
menularkan sesuatu penyakit kepada kawanan berikutnya. Pembersih dilakukan
dengan air dan bahan pencuci (sabun atau detergen) (Suyoto, 1983).
Kebersihan lingkungan kandang (sanitasi) pada areal peternakan merupakan
usaha pencegahan penyakit yang paling murah, hanya dibutuhkan tenaga yang
ulet/terampil saja. Tindakan preventif dengan memberikan vaksin pada ternak dengan
merek dan dosis sesuai catatan pada label yang dari poultry shoup. Agar bangunan
kandang dapat berguna secara efektif, maka bangunan kandang perlu dipelihara
secara baik yaitu kandang selalu dibersihkan dan dijaga/dicek apabila ada bagian
yang rusak supaya segera disulam/diperbaiki kembali. Dengan demikian daya guna
kandang bisa maksimal tanpa mengurangi persyaratan kandang bagi ternak yang
dipelihara.
Teknis pemeliharaan ayam broiler yang baik menurut (Anonimus, 2009), yaitu
minggu pertama (hari ke-1 sampai ke-7). DOC dipindahkan ke indukan atau
pemanas, segera diberi air minum hangat yang ditambah gula untuk mengganti energi
yang hilang selama transportasi. Pakan dapat diberikan dengan kebutuhan per ekor 13
gram atau 1,3 kg untuk 100 ekor ayam. Jumlah tersebut adalah kebutuhan minimal,

pada prakteknya pemberian tidak dibatasi. Pakan yang diberikan pada awal
pemeliharaan berbentuk butiran-butiran kecil (crumbles).
Mulai hari ke-2 hingga ayam dipanen sudah diberi air munum. Vaksinasi yang
pertama dilaksanakan pada hari ke-4. Minggu Kedua (hari ke-8 sampai ke-14).
Pemeliharaan minggu kedua masih memerlukan pengawasan seperti minggu pertama,
meskipun lebih ringan. Pemanas sudah bisa dikurangi suhunya. Kebutuhan pakan
untuk minggu kedua adalah 33 gram per ekor atau 3,3 kg untuk 100 ekor ayam.
Minggu Ketiga (hari ke-15 sampai ke-21). Pemanas sudah dapat dimatikan
terutama pada siang hari yang terik. Kebutuhan pakan adalah 48 gram per ekor atau
4,8 kg untuk 100 ekor. Pada akhir minggu (umur 21 hari) dilakukan vaksinasi yang
kedua menggunakan vaksin ND strain Lasotta melalui suntikan atau air minum. Jika
menggunakan air minum, sebaiknya ayam tidak diberi air minum untuk beberapa saat
lebih dahulu, agar ayam benar-benar merasa haus sehingga akan meminum air
mengandung vaksin sebanyak-banyaknya.
Minggu Keempat (hari ke-22 sampai ke-28). Pemanas sudah tidak diperlukan
lagi pada siang hari karena bulu ayam sudah lebat. Pada umur 28 hari, dilakukan
sampling berat badan untuk mengontrol tingkat pertumbuhan ayam. Pertumbuhan
yang normal mempunyai berat badan minimal 1,25 kg. Kebutuhan pakan adalah 65
gram per ekor atau 6,5 kg untuk 100 ekor ayam. Kontrol terhadap ayam juga harus
ditingkatkan karena pada umur ini ayam mulai rentan terhadap penyakit.
Minggu Kelima (hari ke-29 sampai ke-35). Pada minggu ini, yang perlu
diperhatikan adalah tatalaksana lantai kandang. Karena jumlah kotoran yang
dikeluarkan sudah tinggi, perlu dilakukan pengadukan dan penambahan alas lantai
untuk menjaga lantai tetap kering. Kebutuhan pakan adalah 88 gram per ekor atau 8,8
kg untuk 100 ekor ayam. Pada umur 35 hari juga dilakukan sampling penimbangan
ayam. Bobot badan dengan pertumbuhan baik mencapai 1,8 sampai 2 kg. Dengan

bobot tersebut, ayam sudah dapat dipanen. Maka dapat disimpulkan bahwa
kebutuhan pakan hingga berumur 5 minggu adalah 24,7 kg untuk 100 ekor ayam.
Minggu Keenam (hari ke-36 sampai ke-42). Jika ingin diperpanjang untuk
mendapatkan bobot yang lebih tinggi, maka kontrol terhadap ayam dan lantai
kandang tetap harus dilakukan. Pada umur ini dengan pertumbuhan yang baik, ayam
sudah mencapai bobot 2,25 kg.
Menurut Bambang (1995) untuk pemberian pakan ayam ras broiler ada 2
(dua) fase yaitu fase starter (umur 0-4 minggu) dan fase finisher (umur 4-6 minggu):
a.

Kuantitas pakan fase starter adalah terbagi/digolongkan menjadi 4 (empat) golongan


yaitu minggu pertama (umur 1-7 hari) 17 gram/hari/ekor, minggu kedua (umur 8-14
hari) 43 gram/hari/ekor, minggu ke-3 (umur 15-21 hari) 66 gram/hari/ekor dan
minggu ke-4 (umur 22-29 hari) 91 gram/hari/ekor. Jadi jumlah pakan yang
dibutuhkan tiap ekor sampai pada umur 4 minggu sebesar 1.520 gram.

b.

Kuantitas pakan fase finisher adalah terbagi/digolongkan dalam empat golongan umur
yaitu: minggu ke-5 (umur 30-36 hari) 111 gram/hari/ekor, minggu ke-6 (umut 37-43
hari) 129 gram/hari/ekor, minggu ke-7 (umur 44-50 hari) 146 gram/hari/ekor dan
minggu ke-8 (umur 51-57 hari) 161 gram/hari/ekor. Jadi total jumlah pakan per ekor
pada umur 30-57 hari adalah 3.829 gram.
Sedangkan Pemberian minum disesuaikan dangan umur ayam yang
dikelompokkan dalam 2 (dua) fase yaitu:

a.

Fase starter (umur 1-29 hari), kebutuhan air minum terbagi lagi pada masing-masing
minggu, yaitu minggu ke-1 (1-7 hari) 1,8 lliter/hari/100 ekor; minggu ke-2 (8-14 hari)
3,1 liter/hari/100 ekor, minggu ke-3 (15-21 hari) 4,5 liter/hari/100 ekor dan minggu
ke-4 (22-29 hari) 7,7 liter/hari/ekor. Jadi jumlah air minum yang dibutuhkan sampai
umur 4 minggu adalah sebanyak 122,6 liter/100 ekor. Pemberian air minum pada hari
pertama hendaknya diberi tambahan gula dan obat anti stress kedalam air minumnya.
Banyaknya gula yang diberikan adalah 50 gram/liter air.

b.

Fase finisher (umur 30-57 hari), terkelompok dalam masing-masing minggu yaitu
minggu ke-5 (30-36 hari) 9,5 liter/hari/100 ekor, minggu ke-6 (37-43 hari) 10,9
liter/hari/100 ekor, minggu ke-7 (44-50 hari) 12,7 liter/hari/100 ekor dan minggu ke-8
(51-57 hari) 14,1 liter/hari/ekor. Jadi total air minum 30-57 hari sebanyak 333,4
liter/hari/ekor.
Cara Pemberian Pakan:

a.

Untuk anak ayam umur 1 - 6 hari (kutuk), pakan ditabur atau sediakan pada wadah
yang mudah terjangkau, jenis pakan yang dipakai adalah ransum ayam ras starter
(pakan komersial).

b.

Ayam umur 7 hari s/d 1 bulan dapat diberikan pakan campuran yaitu pakan ayam ras
starter dicampur dengan katul dan dedak halus, dengan perbandingan 1: 1 atau jagung
giling dan katul dengan perbandingan 2 : 1 dan dapat di tambah protein hewani.

c.

Ayam umur 2-4 bulan dan seterusnya, diberikan pakan campuran, dedak halus, jagung
giling, dan pakan komersil dengan perbandingan 3:1:1 dan dapat di tambahan gabah,
gaplek dan tepung ikan.
2.5.

Vaksinasi dan Pencegahan Penyakit

2.5.1. Vaksinasi
Vaksinasi adalah pemasukan bibit penyakit yang dilemahkan ke tubuh ayam
untuk menimbulkan kekebalan alami. Vaksinasi penting yaitu vaksinasi ND/tetelo.
Dilaksanakan pada umur 4 hari dengan metode tetes mata, dengan vaksin ND strain
B1 dan pada umur 21 hari dengan vaksin ND Lasotta melalui suntikan atau air
minum.
Vaksin adalah mikroorganisme penyebab penyakit yang sudah dilemahkan
atau dimatikan dan mempunyai sifat immunogenik. Immunogenik artinya dapat
merangsang pembentukan kekebalan. Vaksinasi adalah proses memasukkan vaksin ke
dalam tubuh ternak dengan tujuan supaya ternak tersebut kebal terhadap penyakit

yang disebabkan organisme tersebut. Vaksin ada dua macam, yaitu vaksin aktif dan
vaksin inaktif. Vaksin aktif adalah vaksin yang mikroorganismenya masih aktif atau
masih hidup. Biasanya vaksin aktif berbentuk sediaan kering beku, contoh:
MEDIVAC ND LA SOTA, MEDIVAC ND-IB dan MEDIVAC GUMBORO A.
Vaksin inaktif adalah vaksin yang mikroorganismenya telah dimatikan. Biasanya
berbentuk sediaan emulsi atau suspensi, contoh: MEDIVAC ND-EDS EMULSION,
MEDIVAC CORYZA B (Jahja, 2000).
Pelaksanaan Kegiatan vaksinasi dapat dilakukan dengan cara membagi ayam
menjadi 2 kelompok besar dalam sekatan. Ayam kemudian digiring ke dalam 2
sekatan yang terbentuk. Vaksinasi dilakukan mulai dari pen terakhir hingga pen
pertama. Ayam yang telah divaksinasi diletakan diluar sekatan hingga kemungkinan
terjadinya pengulangan vaksinasi dapat diminimalisir.
Pemberian vaksin dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti tetes mata,
hidung, mulut (cekok), atau melalui air minum. Vaksinasi harus dilakukan dengan
benar sehingga tidak menyakiti, unggas dan mempercepat proses vaksinasi, dan tidak
meninggalkan sisa sampah dari peralatan vaksinasi seperti suntikan, sarung tangan,
masker maupun sisa vaksin yang digunakan (botol vaksin). Unggas yang divaksin
harus benar- benar dalam keadaan sehat tidak dalam kondisi sakit maupun stress
sehingga akan mendapatkan hasil yang maksimal dan tidak terjadi kematian dalam
proses vaksinasi. Tata cara vaksinasi harus ditempat yang teduh, bersih, vaksin tidak
dalam kondisi sakit maupun stress sehingga tidak merusak vaksin. Program vaksinasi
untuk unggas, harus disesuaikan dengan umur dari unggas tersebut dan harus berhatihati dalam memvaksin karena sangat sensitif terhadap jarum suntik dan dapat
menimbulkan stress dan kematian mendadak (Jahja, 2000).
2.5.2

Penyakit dan pencegahannya


Penyakit yang sering menyerang ayam broiler yaitu:

1)

Tetelo (Newcastle Disease/ND)

Pertama kali ditemukan oleh Kraneveld di Jakarta (1926). Setahun kemudian,


virus tetelo ditemukan juga di Newcastle (Inggris). Sejak saat itu, penyakit ini dikenal
sebagai newcastle disease (NCD) dan ditemukan di berbagai penjuru dunia. Di India,
penyakit ini dikenal dengan nama aanikhet. Penyakit ini merupakan suatu infeksi
viral yang menyebabkan gangguan pada saraf pernapasan. Disebabkan virus
Paramyxo yang bersifat menggumpalkan sel darah dan biasanya dikualifikasikan
menjadi:

1.

a.

Velogenik

b.

Mesogenic

c.

Lentogenik

Tipe Velogenik, yaitu Strain yang sangat berbahaya atau disebut dengan Viscerotropic
Velogenic Newcastle Disease (VVND) Tipe Velogenic ini menyebabkan kematian
yang luar biasa bahkan hingga 100%.

2.

Tipe Mesogenic, Kematian tipe mesogenic pada anak ayam mencapai 10% tetapi
ayam dewasa jarang mengalami kematian. Pada tingkat ini ayam akan menampakan
gejala seperti gangguan pernapasan dan saraf.

3.

Tipe Lentogenik, merupakan stadium yang hampir tidak menyebabkan kematian.


Hanya saja dapat menyebabkan produktivitas telur menjadi turun dan kualitas kulit
telur menjadi jelek. Gejala yang tampak tidak terlalu nyata hanya terdapat sedikit
gangguan pernapasan.
Virus ini tidak akan bertahan lebih dari 30 hari pada lokasi pemaparan.
Gejala: ayam sering megap-megap, nafsu makan turun, diare dan senang
berkumpul pada tempat yang hangat, ayam sulit bernafas, batuk-batuk, bersin, timbul
bunyi ngorok, lesu, mata ngantuk, Jengger dan kepala kebiruan, kornea menjadi
keruh, sayap turun, tinja encer kehijauan kadang berdarah. Setelah 1 sampai 2 hari
muncul gejala (tortikolis) syaraf, yaitu kaki lumpuh, leher berpuntir dan kepala ayam
berputar-putar yang akhirnya mati. Belum ada obat yang dapat menyembuhkan, maka

untuk mengurangi kematian, ayam yang masih sehat divaksin ulang atau dengan
melakukan vaksinasi melalui tetes mata atau hidung pada anak ayam umur 3-4 hari,
umur 3 minggu dan setiap 3 bulan secara teratur, peralatan dan kandang
dijaga supaya tetap bersih. Vaksinasi pertama ayam umur 3-4 hari dengan
vaksin Bl, diulangi setelah 3 minggu dengan vaksin Lasota dan kemudian setiap 3
bulan. Dan dijaga agar lantai kandang tetap kering.
Pengendalian: (1) menjaga kebersihan lingkungan dan peralatan yang
tercemar virus, binatang vektor penyakit tetelo, ayam yang mati segera
dibakar/dibuang; (2) pisahkan ayam yang sakit, mencegah tamu masuk areal
peternakan tanpa baju yang mensucihamakan/ steril serta melakukan vaksinasi NCD.
Sampai sekarang belum ada obatnya.
2)

Penyakit cacar ayam


Dengan memberikan vaksinasi, mencungkil kutil-kutil dengan gunting dan

diolesi dengan yodium tintur, atau obat anti infeksi dan cuci hamakan kandang.

3)

Gumboro (Infectious Bursal Disease/IBD)


Penyakit gumboro (Infectious Bursal Disease / IBD) ini ditemukan tahun

1962

oleh

Cosgrove

di

daerah

Delmarva

Amerika

Serikat.

Penyakit

Gumboro merupakan penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang


disebabkan virus golongan Reovirus. Ayam yang terkena penyakit Gumboro akan
menunjukkan gejala seperti hilangnya nafsu makan, gangguan saraf, merejan, suka
bergerak tidak teratur, diare, tubuh gemetar, peradangan disekitar dubur,bulu di
sekitar anus kotor dan lengket serta diakhiri dengan kematian ayam. Sering
menyerang pada umur 36 minggu. Dapat dilakukan adalah pencegahan dengan vaksin
Gumboro. Penyakit Gumboro menyerang kekebalan tubuh ayam, terutama bagian

fibrikus dan thymus. Kedua bagian ini merupakan pertahanan tubuh ayam. Pada
kerusakan yang parah, antibodi ayam tersebut tidak terbentuk. Karena menyerang
system kekebalan tubuh, maka penyakit ini sering disebut sebagai AIDSnya ayam.
Penyakit Gumboro sendiri sebenarnya memang tidak menyebabkan kematian secara
langsung pada ayam, tetapi karena adanya infeksi sekunder yang mengikutinya akan
menyebabkan

kematian

dengan

cepat

karena

virus Avibirnavirus

bersifat

imunosupresif yang menyebabkan kekebalan tubuhnya tidak bekerja sehingga


memudahkan kawanan ayam yang diserang oleh virus dan infeksi sekunder oleh
bakteri. penyakit Gumboro merupakan penyakit yang dapat merusak morfologi dan
fungsi organ limfoid primer, terutama bursa fabricius. Rusaknya bursa fabricius akan
mengakibatkan suboptimalnya pembentukan antibodi terhadap berbagai program
vaksinasi, sehingga kepekaan terhadap berbagai agen penyakit menjadi meningkat..
Penyakit ini menyerang bursa fabrisius, khususnya menyerang anak ayam umur 36
minggu.
Penularan penyakit Gumboro atau IBD dapat melalui kontak langsung antara
ayam yang muda dengan ayam yang sakit atau terinfeksi pada peternakan yang
mempunyai ayam berbagai umur dapat mengakibatkan infeksi ini terus menyebar dan
sangat sulit dikendalikan. Penularan secara langsung melalui kotoran dan tidak
langsung melalui pakan, air minum dan peralatan yang tercemar.
Peralatan, kandang, air minum dan pakaian petugas yang terkontaminasi
Gumboro dapat juga memperparah kejadian penyakit tersebut. Penyakit Gumboro
tidak menular dengan perantaraan telur dan ayam yanng sudah sembuh tidak menjadi
carrier.
Penanggulangan Gumboro ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu
vaksinasi, dan menjaga kebersihan lingkungan kandang. Tips yang dapat digunakan
untuk disinfeksi kandang ayam yang pernah tercemar virus gumboro. Disarankan
penggunaan formalin 10 % (1 bagian formalin 38 % dicampur ke dalam 9 bagian air)

atau dengan 0,25% larutan soda api (2,5 gram soda api kedalam 1 liter air).
Pengobatan Gumboro dapat dengan pemberian obat-obat untuk gumboro, juga ada
obat tradisional dengan penggunaan daun teh.
4)

Penyakit Ngorok (Chronic Respiratory Disease)


Merupakan infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri

Mycoplasma gallisepticum. Gejala yang nampak adalah ayam sering bersin dan ingus
keluar lewat hidung dan ngorok saat bernapas. Pada ayam muda menyebabkan tubuh
lemah, sayap terkulai, mengantuk dan diare dengan kotoran berwarna hijau, kuning
keputih-keputihan. Penularan melalui pernapasan dan lendir atau melalui perantara
seperti alat-alat. Pengobatan dapat dilakukan dengan obat-obatan yang sesuai. Untuk
ayam broiler atau ayam pedaging penyakit CRD masih menduduki posisi pertama
(yang sering menyerang ayam pedaging).
Berikut urutan penyakit yang sering menyerang ayam pedaging:
1.

CRD komplek 20.32%

2.

CRD 19.36%

3.

Korisa 17.97%

4.

Colibacillosis 14.12%

5.

Gumboro 8.24 %

6.

Koksi 4.49%

ND 3.85%

8.

Leucocytozoonosis 3.21%

9.

Kolera 2.14 %

10. AI 2.03%
Jadi kesimpulan dari data di atas bahwa penyakit CRD kompleks sangat
berbahaya pada ayam dewasa tidak sampai menimbulkan kematian yang terlihat
secara signifikan. walaupun kadar kesakitan terhadap ayam tersebut sangat tinggi.
Apabila sudah terlihat gejala dari penyakit ngorok maka segera mungkin untuk

ditangani karena dikhawatirkan penyakit E.coli akan masuk kedalam tubuh ayam dan
menjangkit secara perlahan dan akan terjadilah penyakit yang sangat berbahaya yang
di sebut dengan CRD komplek.
Dan dalam penggunaan obat, sangat di anjurkan sekali bahwa setiap 4 periode
pemeliharaan, pemakaian obat-obatan atau antibiotik harus di lakukan penggantian,
maksudnya untuk mencegah terjadinya resistensi obat pada ayam.
5)

Berak Kapur (Pullorum)


Disebut penyakit berak kapur karena gejala yang mudah terlihat adalah ayam

diare mengeluarkan kotoran berwarna putih dan setelah kering menjadi seperti serbuk
kapur. Disebabkan oleh bakteri Salmonella pullorum (Anonimus, 2009).
Kematian dapat terjadi pada hari ke-4 setelah infeksi. Penularan melalui
kotoran. Pengobatan belum dapat memberikan hasil yang memuaskan, yang
sebaiknya dilakukan adalah pencegahan dengan perbaikan sanitasi kandang. Infeksi
bibit penyakit mudah menimbulkan penyakit, jika ayam dalam keadaan lemah atau
stres. Kedua hal tersebut banyak disebabkan oleh kondisi lantai kandang yang kotor,
serta cuaca yang jelek. Cuaca yang mudah menyebabkan ayam lemah dan stres
adalah suhu yang terlalu panas, terlalu dingin atau berubah-ubah secara drastis.
Penyakit, terutama yang disebabkan oleh virus sukar untuk disembuhkan. Untuk itu
harus dilakukan sanitasi secara rutin dan ventilasi kandang yang baik (Anonimus,
2009). Pullorum merupakan penyakit menular pada ayam yang dikenal dengan nama
berak putih atau berak kapur (Bacilary White Diarrhea= BWD). Penyakit ini
menimbulkan mortalitas yang sangat tinggi pada anak ayam umur 1-10 hari. Selain
ayam, penyakit ini juga menyerang unggas lain seperti kalkun, puyuh, merpati,
beberapa burung liar.

Cara penularan
Penularan

-Secara

vertikal

penyakit
yaitu

induk

Pullorum

dapat

menularkan

melalui

kepada

anaknya

jalan

yaitu:

melalui

telur.

-Secara horizontal terjadi melalui kontak langsung antara unggas secara klinis sakit
dengan ayam karier yang telah sembuh, sedangkan penularan tidak langsung dapat
melalui kontak dengan peralatan, kandang, litter dan pakaian dari pegawai kandang
yang terkontaminasi.

Diagnosis
Isolasi dan identifikasi salmonella pullorum dapat diambil melalui hati, usus

maupun kuning telur dapat dilakukan pembiakan kedalam medium. Ayam karier yang
sudah sembuh dapat diidentifikasi dengan penggumpalan darah secara cepat (rapid
whole blood plate aglutination test).

Pengobatan
Pengobatan Berak Kapur dilakukan dengan menyuntikkan antibiotik seperti

furozolidon, coccilin, neo terramycin, tetra atau mycomas di dada ayam. Obat-obatan
ini hanya efektif untuk pencegahan kematian anak ayam, tapi tidak dapat
menghilangkan infeksi penyakit tersebut. Sebaiknya ayam yang terserang
dimusnahkan untuk menghilangkan karier yang bersifat kronis.
Pencegahan
Beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan oleh para peternak ayam
adalah :

Menjaga kebersihan lingkungan hidup ayam.


Menjaga kebersihan kandang dengan cara disucihamakan dengan menggunakan

larutan kaporit ( takaran 1 : 1.000 ).


Pengapuran kandang.
Pembuangan kotoran ayam jauh dari lokasi peternakan.
Perlindungan dari serangan berbagai macam hewan liar.
Pengkarantinaan ayam yang terserang penyakit.
Pemusnahan bangkai ayam ( dibakar atau dipendam ).
Ayam yang dibeli dari distributor penetasan atau suplier harus memiliki sertifikat

bebas salmonella pullorum.


Melakukan desinfeksi pada kandang dengan formaldehyde 40%.

Ayam yang terkena penyakit sebaiknya dipisahkan dari kelompoknya, sedangkan


ayam yang parah dimusnahkan.

6)

Berak darah (Coccidiosis)


Gejala: tinja berdarah dan mencret, nafsu makan kurang, sayap terkulasi, bulu

kusam menggigil kedinginan.


Pengendalian: (1) menjaga kebersihan lingkungaan, menjaga litter tetap
kering; (2) dengan Tetra Chloine Capsule diberikan melalui mulut; Noxal, Trisula
Zuco tablet dilarutkan dalam air minum atau sulfaqui moxaline, amprolium,
cxaldayocox.
7)

Pasteurellosis (Kolera unggas)


Kholera

atau

dikenal

juga

dengan

nama fowl

cholera,

avian

pasteurellosis dan avian hemorrhagic septicaemia merupakan salah satu penyakit


infeksius yang banyak menyebabkan masalah di peternakan ayam dan kalkun.
Kholera merupakan penyakit bakterial yang umum ditemukan pada peternakan kecil
di Asia. Mortalitas dapat mencapai 80% terutama pada musim penghujan. Penyakit
ini biasanya menyerang ayam diatas 6 minggu ditandai dengan adanya peningkatan
angka kematian yang mendadak dan tidak terduga. Kholera banyak ditemukan pada
ayam yang stress akibat sanitasi yang jelek, malnutrisi, kandang terlalu padat, dan
adanya penyakit lain. Kalkun lebih rentan terhadap penyakit ini dibandingkan dengan
ayam, dan ayam yang tua lebih rentan dibanding yang masih muda. Mengingat
tingkat kerentanan dan pengelolaan peternakan, kasus kholera di Indonesia lebih
banyak ditemukan pada ayam petelur dibandingkan dengan ayam pedaging. Hal ini
terkait dengan masa pemeliharaan ayam pedaging yang cukup pendek, serta
kebiasaan peternak yang akan memanen ayamnya lebih cepat apabila ditemukan
kasus penyakit untuk mencegah kerugian yang besar. Kholera disebabkan
olehPasteurella multocida, bakteri gram negatif yang ditemukan oleh Louis Pasteur
pada tahun 1880-an. P. multocida sangat rentan terhadap disinfektan biasa, sinar

matahari dan panas. Akan tetapi masih bisa bertahan sekitar 1 bulan di kotoran, 3
bulan di karkas dan antara 2-3 bulan di tanah yang lembab. Infeksi dapat terjadi
melalui rute mulut dan saluran pernafasan.
Kholera dapat masuk ke peternakan melalui burung, tikus, orang atau
peralatan yang pernah kontak dengan penyakit. Penyebaran antar flok dapat
disebabkan oleh minuman yang terkontaminasi, kotoran dan discharge hidung.
Pada kasus yang akut, kematian ayam merupakan gejala pertama yang
nampak. Demam, turunnya konsumsi pakan, discharge dari mulut, diare dan gejala
pernafasan dapat pula terlihat. Gejala lain termasuk sianosis dan pembengkakan
jengger. Ayam yang bertahan hidup menjadi kronis atau dapat pula sembuh,
sedangkan yang lain bisa mati karena dehidrasi. Pada kasus lebih lanjut, ayam akan
menunjukan gejala penurunan berat badan dan pincang karena infeksi pada
persendian.
Pada awal kasus angka kematian berkisar antara 5-15% bahkan bisa lebih
tinggi apabila terjadi bersamaan denga kasus penyakit lain. Angka kematian akan
menurun sampai 2-5% ketika kasusnya menjadi kronis. Ayam yang tertular secara
kronis dapat mati, tetap tertular dalam jangka waktu yang panjang atau sembuh.
Persentase yang tinggi dari ayam di dalam flok akan menjadi carriers walaupun
terlihat normal atau sehat dan merupakan sumber utama penularan. Penyebaran P
multocida didalam flok terjadi melalui eksresi dari mulut, hidung, dan konjungtiva
unggas yang sakit dan kemudian mengkontaminasi lingkungan. Selain dari ayam
yang selamat dari bentuk akut, kasus kronis ditemukan pada ayam yang tertular agen
yang tidak terlalu ganas.
Ayam yang tertular secara kronis akan mengeluarkan agen penyakit sepanjang
hidupnya. P. multocida dapat ditemukan dalam semua jaringan pada unggas yang
mati dengan gejala septicemia, sehingga praktek kanibalisme juga merupakan faktor
penyebaran yang sangat penting bagi penyakit ini.

Diagnosa
Diagnosa positif hanya dapat dilakukan apabila dilakukan isolasi serta

identifikasi P. Multocida di

laboratorium.

Diagnosa

tentatif

bisa

dilakukan

berdasarkan sejarah, gejala klinis dan patologi anatomi. Walaupun sejarah dan gejala
klinis menunjukan kemungkinan ditemukannya kholera, agen penyebab sebaiknya
tetap diisolasi sehinga isolat dapat diuji untuk tingkat kepekaannya terhadap
antibiotik.

Pencegahan
Pencegahan terbaik adalah melalui penerapan biosecuriti yang baik, kontrol

rodensia, dan hygiene peternakan. Selain itu sebagai alat pencegahan, bacterin dapat
digunakan pada umur 8 dan 12 minggu serta vaksin pada umur 6 minggu. Semua
langkah dasar dari program biosekuriti diperlukan untuk mencegah masuknya
penyakit. Orang sebagai sumber penularan yang paling dominan harus dikontrol
dengan baik. Hanya orang-orang yang perlu masuk kandang saja yang bisa masuk
kedalam kandang dan inipun harus melalu prosedur pencucian tangan dengan sabun
dan kalau memang memungkinkan untuk selalu memakai pakaian kandang yang baru
dan sepatu boot yang bersih. Program sanitasi yang baik untuk kandang dan peralatan
juga sangat penting, terutama ketika persiapan memasukan unggas baru. Hal yang
paling penting adalah pembersihan dan disinfeksi peralatan pakan dan minum.
Pengawasan yang ketat untuk tiap pemasukan pakan, peralatan kandang dan juga
orang sangat diperlukan untuk mencegah masuknya kholera.
Berikut hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah kasus kholera:
1.

Ayam yang sakit dan mati di pisahkan dari ayam yang sehat untuk kemudian di
musnahkan (disposal yang baik)

2.

Apabila wabah telah terjadi, dilakukan depopulasi, pembersihan dan desinfeksi


kandang serta peralatan kandang

3.

Jeda waktu antara ayam tua yang di afkir dan penggantinya

4.

Kontrol rodensia dan hama lainnya

5.

Sumber air minum yang aman dan bersih

6.

Mencegah kontak antara ayam dengan hewan lain dan burung liar

7.

Bacterin dan vaksinasi

8.

Pengobatan Jenis sulfa dan antibiotik (sulfadimethoxine, sulfaquinoxaline,


sulfamethazine, sulfaquinoxalene, penicillin, tetracycline, erythromycin,
streptomycin).

Penggunaan vaksin atau bacterin


Vaksinasi dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini, akan tetapi perlu
diingat bahwa vaksinasi hanya merupakan alat pencegahan bagi peternakan yang
berisiko tinggi terkena kholera karena berdekatan dengan peternakan tertular.
Vaksinasi kholera sendiri sebenarnya mempunyai risiko, sebagai contoh: vaksin hidup
walaupun akan memberikan pertahanan juga akan menghasilkan efek samping yang
tidak diharapkan. Bacterin killed, akan memberikan hasil tingkat antibodi yang baik,
tetapi hanya spesifik untuk strain yang digunakan.

Pengobatan
Pengobatan untuk kholera sebaiknya dijadikan alternatif terakhir. Pengobatan

hanya efektif apabila dilakukan pada awal-awal kasus sebelum terlalu banyak ayam
yang tertular dan penyakit menjadi kronis. Walaupun pengobatan dapat mengurangi
dampak dari wabah, ayam tertular dapat saja kambuh lagi apabila pengobatan
dihentikan. Sehingga pengobatan perlu diperpanjang dengan penambahan obat ke
pakan dan minuman. Perlu diingat bahwa penggunaan antibiotik atau sulfa harus
berdasarkan hasil tes sensitifitas terhadap agen yang diisolasi dari lokasi kasus.
Pengobatan dapat mengurangi angka kematian dan mempertahankan tingkat
produksi. Akan tetepi apabila infeksi kronis sudah ditemukan, keuntungan
pengobatan sangat sulit untuk dapat dilihat. Sulfaquinoxaline sodium dalam pakan

atau air minum biasanya dapat mengontrol angka kematian, begitu pula halnya
dengan sulfamethazine dan sulfadimethoxine.
Penggunaan tetracycline dosis tinggi dalam pakan (0.04%), air minum atau
injeksi dapat pula bermanfaat untuk pengobatan. Penicillin efektif digunakan untuk
infeksi yang resisten terhadap sulfa. Perlu diperhatikan bahwa pengobatan dengan
sulfa akan menghasilkan residu di daging dan telur. Antibiotik dapat digunakan
dengan menggunakan dengan dosis yang lebih tinggi dan jangka waktu yang cukup
panjang untuk menghentikan wabah. Mengingat adanya efek samping residu yang
tidak diharapkan, semua pengobatan sebaiknya dikonsultasikan dengan dokter hewan
yang dapat menilai efektifitas dan keamanan dari penggunaan sulfa dan antibiotik ini.
8)

Sindrom Kerdil Ayam


Masih kerap terdengar bila kita melakukan kunjungan lapangan ke peternak

peternak ayam pedaging (broiler), adanya keluhan mengenai ketidak seragaman


ayam yang dipeliharanya. Menurut penuturan mereka, pada saat doc tiba kondisinya
terlihat seragam, tetapi setelah ayam mulai menginjak usia di atas 14 hari, baru
terlihat adanya ayam yang terlambat pertumbuhannya.
Pertumbuhan yang tidak seragam pada ayam broiler memang banyak
penyebabnya seperti :

Doc berasal dari Bibit Muda atau Bibit Tua Sekali


Multi strain dalam satu flock / kandang
Kurang tempat pakan dan tempat minum
Kepadatan ayam di kandang yang terlalu tinggi
Penyakit infectious seperti Coccidiosis
Sindroma Kekerdilan pada Broiler ( Runting and Stunting Syndrome )
Pada umumnya para peternak berpendapat bahwa beberapa penyebab yang

menyebabkan ayamnya tidak seragam seperti karena doc, multistrain dalam satu
kandang, kurang peralatan makan dan minum, kepadatan ayam dalam kandang dan
penyakit coccidiosis, mereka sudah dapat mengatasinya di lapangan. Tetapi untuk

sindroma kekerdilan atau runting and stunting syndrome, para peternak masih
meraba-raba penyebabnya, karena kejadian di lapangan kadang ada dan kadang tidak
ada atau hilang dengan sendirinya.
Sindroma Kekerdilan pada Broiler mempunyai berbagai ragam nama lain
seperti :

Malabsorption Syndrome
Stunting Syndrome
Reovirus Malabsorption
Pale Bird Syndrome
Helicopter Disease
Brittle bone Disease
Sindroma kekerdilan didefinisikan sebagai : Sekelompok ayam (umumnya

terjadi 5-40% populasi ) yang mengalami laju pertumbuhan yang kurang pada kisaran
usia 4-14 hari. Dimana setelah pada awalnya pertumbuhan tertekan, kemudian
kembali normal, tetapi tetap lebih kecil dari yang normal.
Bila kondisi di atas dialami peternak broiler maka beberapa kerugian sudah
nampak di depan mata seperti : tingginya ayam culling; tingginya FCR; rataan berat
badan di bawah standar; berat badan yang sangat bervariasi, hal mana akan menjadi
masalah bila ada kontrak dengan slaughter house / rumah potong ayam; masalah
dengan penjualan karena banyaknya ayam yang kecil.
Penyebab
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya yaitu :

1.

Penyebab berasal dari Pembibitan


Penyebab berasal dari Penetasan / Hatchery
Penyebab berasal dari Manajemen Produksi
Penyebab berasal dari Pakan / Nutrisi
Penyebab berasal dari Lingkungan
Penyebab berasal Penyakit
Penyebab berasal dari Pembibitan.

Beberapa hal yang berasal dari Pembibitan yang dapat menyebabkan doc yang
dihasilkan mengalami sindroma kekerdilan antara lain :

Telur tetas kecil (telur tetas yang berasal dari usia induk < 35 minggu dan atau

biasanya pada saat puncak produksi)


Maternal antibodi Reo-virus yang diturunkan rendah, padahal DOC perlu

Maternal Antibodi yang tinggi


Akan lebih parah apabila induknya positif Salmonella enteritidis
Walaupun demikian kekerdilan bukan merupakan penyakit yang diturunkan

2.

Penyebab berasal dari Penetasan / Hatchery.


Beberapa hal yang berasal dari Penetasan / Hatchery yang dapat menyebabkan

doc yang dihasilkan mengalami sindroma kekerdilan antara lain :

Waktu koleksi telur tetas yang terlalu lama


Tidak dilakukannya grading telur tetas yang akan dimasukkan ke mesin tetas
Bercampurnya telur tetas yang berasal dari usia induk yang sangat jauh berbeda
Terlalu lama proses penanganan di ruang seleksi sehingga doc mengalami stress
Kurang representatifnya alat angkut doc (chick van) dari Hatchery ke Peternak /
kandang pemeliharaan.

3.

Penyebab berasal dari Manajemen Produksi


Manajemen Produksi juga dapat menjadi penyebab terjadinya sindroma

kekerdilan seperti :

4.

Biosecurity yang buruk


Farm terdiri dari beberapa usia (multi ages)
Kurang baiknya kualitas doc yang dipelihara
Penanganan doc yang kurang baik terutama waktu periode brooding
Cara pemberian, kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan tidak benar
Penyebab berasal dari Pakan / Nutrisi
Kandungan yang terdapat pada pakan jika kurang atau berlebihan kadang

menimbulkan pertumbuhan yang kurang baik bagi ayam yang dipelihara misalnya

Gejala sering seperti ayam yang terserang mycotoxicosis, khususnya

Aflatoxicosis
Penggunaan Bungkil Kacang Kedelai yang berkualitas rendah
Penggunaan Canola Meal dan Protein Hewani lebih daripada 8%
Tidak ada atau rendah kandungan Natrium (khusus di Asia)
Penggunaan vitamin yang kurang, khususnya pada pakan Breeder

5.

Penyebab berasal dari Lingkungan.


Menempatkan ayam pada kondisi lingkungan yang kurang kondusif akan juga

mengakibatkan ayam terkena sindroma kekerdilan, seperti :

Lingkungan kandang yang bersuhu dan kelembaban terlalu tinggi


Liingkungan kandang yang terlalu padat populasi ayamnya dan terdiri dari

berbagai usia
Lingkungan kandang merupakan daerah endemik penyakit yang bersifat

imunosupresif.
Penyebab berasal dari Penyakit.
Ada beberapa penyakit yang dapat memicu timbulnya sindroma kekerdilan,
dimana penyakit tersebut umumnya menimbulkan stress dan khususnya

bersifat immunosupresif, seperti :


Infeksi Reo virus
Infeksi Mareks Disease, hal ini dapat terjadi terutama di Asia karena Broiler di

Asia tidak divaksinasi


Chicken Anemia Virus, vaksinasi tidak dilakukan di beberapa negara
ALV J, diduga ada korelasi positif dengan sindroma kekerdilan
Infectious Bursal Disease / Gumboro, beberapa negara hanya memakai strain

klasik untuk vaksinasinya


Avian Nephritis Virus
Reaksi yang berlebihan dari vaksinasi ND dan IB
Penyebab utama yang paling berperanan adalah Reo virus dengan spesifikasi

sebagai berikut :
Virus tidak berselubung / amplop, tahan panas dan dapat hidup
pada 600 C selama 8 10 jam
pada 560 C selama 22 24 jam

pada 370 C selama 15 16 minggu


pada 220 C selama 48 51 minggu
pada 40 C selama lebih dari 3 tahun
pada - 630 C selama lebih dari 10 tahun

Penularan

Penularan dapat terjadi secara horizontal


Melalui jalur respirasi
Penularan secara vertikal dengan suatu percobaan dengan cara inokulasi induk
usia 15 bulan, ternyata pada doc hasil tetasannya (17 19 hari post inokulasi)
mengandung virus reo.

Gejala Klinis
Biasanya mulai terlihat pada usia 4 8 hari dengan ciri-ciri :

Malas bergerak
Bulu kusam
Coprophagia (faeces / litter eating)
Bila di uji gula darahnya Hypoglycaemic
Hanya sebagian populasi yang terkena dengan kategori :

5 10 % populasi dengan kategori RINGAN

10 30 % populasi dengan kategori BURUK

30 % populasi dengan kategori BENCANA

Biasanya terlihat pada usia 2 minggu :

Bulu sekitar kepala dan leher tetap Yellow Heads

Bulu primer sayap patah / dislokasi Helicopter Birds / Stress

Tulang kering / betis berwarna pucat

Jika diperiksa kotorannya masih utuh / makanan hanya lewat saja.

9) Colibacillosis
Collibacillosis adalah Penyakit infeksius pada unggas yang disebabkan oleh
kumanEcherichia coli yang pathogen / ganas baik secara primer maupun secara

sekunder. Colibacillosis pertama kali ditemukan pada tahun 1894, setelah itu banyak
kejadian-kejadian colibacillosis sehingga memperkaya dan saling melengkapi
mengenai penyakit ini baik kejadian di lapangan maupun penelitian di laboratorium.
Kuman pada umumnya menular secara horizontal, dan secara garis besar
dibagi menjadi 2 penyebab utama yaitu :

Dari dalam, yaitu yang berasal dari anak ayam / ayam itu sendiri, seperti kejadian
Radang

pusar

atau

Omphalitis,

Stress

ataupun

Dehydrasi

akibat

perjalanan. Dalam saluran pencernaan ayam ada 106 /gr, dimana 10 15 %

adalah berpotensi menjadi pathogen / ganas.


Dari luar, yaitu yang berasal dari kontaminan lingkungan sekitar / area kandang
dan atau yang berasal dari bahan sapronak yang tidak bersih misalnya kontaminan
berasal dari pakan, air dan udara yang tercemar Escherichia coli.
Walaupun penyebabnya sama yaitu infeksi bakteri Escherichia coli, tetapi di

lapangan banyak dikenal berbagai macam penyakit yang merupakan berbagai bentuk
manifestasi akibat terinfeksi bakteri ini, diantaranya adalah :
1.

Kematian Embrio / Omphalitis

2.

Air Sacculitis / Radang Kantung Hawa

3.

Colisepticemia/ Koliseptisemia

4.

Panophthalmitis

5.

Swolen Head Syndrome

Coli Granuloma / Hjarres Diseases


Pencegahan

Usahakan agar anak ayam yang dipelihara berasal dari pembibitan yang bebas

dari penyakit pernapasan seperti CRD, IB dan ND.


Jika anak ayam sudah terlanjur masuk di kandang, anak ayam yang sudah

terinfeksi dengan bakteri Escherichia coli agar diafkir.


Jalankan selalu prinsip water treatment / pengobatan air secara efektif dan
berkesinambungan, untuk menurunkan populasi bakteri dalam air minum.

Perhatikan selalu ventilasi, agar ayam selalu mendapat udara yang segar, bersih

dan sehat.
Laksanakan biosecurity secara terpadu, agar kondisi farm sesedikit mungkin

mengandung kontaminan khususnya bakteri Escherichia coli.


Jaga selalu kekeringan litter kandang agar tidak terlalu kering juga tidak terlalu
basah, Untuk itu perlu diperhatikan selalu kepadatan populasi agar kondisi

kekeringan litter mudah untuk dikendalikan.


Spray ruang kandang setiap hari menggunakan campuran air dengan BIODES100, SEPTOCID atau GLUTAMAS sangat berguna disamping untuk menjaga

kelembaban juga mengurangi density bakteri di ruang kandang.


Bila ayam selalu terserang infeksi Escherichia coli yang parah pada usia di atas
tiga minggu, tidak ada salahnya lakukan penyuntikan doc pada usia 4 hari
pertama dengan antibiotika secara subkutan bisa dengan memakai GENTIPRA

atau HIPRASULFA TS sesuai dengan dosis yang dianjurkan.


Alternatif vaksinasi inaktif kombinasi O2K1 dan O78K80, dalam pelaksanaannya
masih terjadi pro dan kontra akan efektifitas kegunaannya, karena belum ada hasil

yang sangat nyata.


Hal yang paling penting untuk dilakukan agar serangan infeksi bakteri
Escherichia coli tidak menjadikan ayam peliharaan menjadi menderita adalah
dengan cara menciptakan ayam senyaman mungkin tinggal dalam kandangnya,
dengan kata lain jangan sampai ayam mengalami stress, karena stress merupakan
pencetus utama ayam terserang infeksi bakteri ini.

Pengobatan
Kuman E. coli kebanyakan sensitif / peka terhadap beberapa antibiotika
seperti kelompok aminoglukosida (NEOXIN), polipeptida (MOXACOL), tetrasiklin,
Sulfonamida, trimethoprim (COLIMAS) dan Quinolon (CIPROMAS, ENROMAS).
Apabila setelah diobati dengan berbagai antimikroba tidak terjadi perubahan
kearah penyembuhan, maka perlu dilakukan uji sensitivitas.

Pencegahan dengan menggunakan obat suntik Hiprasulfa TS dan Gentipra,


serta spray kandang dengan desinfektan Biodes-100, Septocid dan Glutamas, maupun
pengobatan dengan menggunakan Neoxin, Moxacol, Colimas, Cipromas maupun
Enromas, agar diperhatikan benar cara dan dosis pemakaiannya dan dilaksanakan
sesuai dengan anjuran dari pembuatnya, agar mendapatkan efek pengobatan yang
maksimal.
10)

Pilek Pada Ayam


Penyakit pilek yang menyerang pada ayam masuk ke dalam kategori penyakit

yang berbahaya dikarenakan penyakit ini dapat menular dengan sangat cepat dan
dapat menyerang ke semua jenis ayam. Ayam yang menderita penyakit pilek
pergerakannya berubah menjadi pasif. Gejala lain yang muncul pada ayam yang
terserang pilek adalah nafsu makannya menghilang, kepalanya bergoyang goyang
dan sering bersin bersin. Jika kondisi ini dibiarkan berlarut larut, kondisi ayam
akan semakin parah. Dari lubang hidung dan kedua matanya akan keluar semacam
cairan yang pada akhirnya nanti dapat membuat hidung ayam tersumbat sehingga
membuat ayam menjadi susah bernafas. Penyakit ayam ini disebabkan oleh
bakterihaemophilus galloinarum dan dapat menyebar melalui makanan, minuman dan
udara. Untuk mengatasi penyebaran penyakit pilek ini, peternak ayam harus segera
memindahkan ayam yang sedang sakit ke kandang khusus untuk dikarantina.
Pengobatan
Beberapa obat yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit pilek pada
ayam adalahneofet, kapsul anti snot dan bubuk coryuit. Dosis pemakaian obat dan
cara pemberian obat harus disesuaikan dengan petunjuk yang ada dikemasan obat.
Selain itu, penyakit ini juga dapat disembuhkan dengan cara menyuntikkan
cairan streptomycim berdosis 0,2 cc / suntikkan / hari. Proses penyuntikkan
berlangsung selama 5 hari dengan bagian tubuh ayam yang disuntik adalah leher
bagian belakang. Beberapa jenis obat yang biasa dikonsumsi oleh manusia ditengarai

juga dapat digunakan untuk mengobati ayam yang sedang terserang penyakit pilek.
Mereka adalahrefagan dan bodrex. Caranya adalah : satu tablet obat dilarutkan ke
dalam 1 sendok air teh dan kemudian diminumkan kepada ayam.
Pencegahan
Pemberian antibiotik (streptomycin dan sulfanilamida) secara berkala dapat
membantu mencegah ayam tidak mudah terserang pilek. Vaksinasi (corryta
naccin dan vaksin snot) juga harus dilakukan ketika ayam masih berumur 2 minggu, 1
bulan, 3 bulan dan menjelang usia dewasa.

Hama

Tungau (kutuan)
Gejala: ayam gelisah, sering mematuk-matuk dan mengibas-ngibaskan bulu
karena gatal, nafsu makan turun, pucat dan kurus.
Pengendalian: (1) sanitasi lingkungan kandang ayam yang baik; pisahkan ayam
yang sakit dengan yang sehat; (2) dengan menggunakan karbonat sevin dengan
konsentrasi 0,15% yang encerkan dengan air kemudian semprotkan dengan
menggunakan karbonat sevin dengan konsentrasi 0,15% yang encerkan dengan air
kemudian semprotkan ketubuh pasien. Dengan fumigasi atau pengasepan
menggunakan insektisida yang mudah menguap seperti Nocotine sulfat atau Black
leaf 40.
2.6. Mortalitas
Mortalitas merupakan angka kematian dalam pemeliharaan ternak. Ada
banyak hal yang berpengaruh terhadap mortalitas dalam pemeliharaan unggas.
Misalnya, adalah karena penyakit, kekurangan pakan, kekurangan minum,
temperatur, sanitasi, dan lain sebagainya. Penyakit didefinisikan sebagai segala
penyimpangan gejala dari keadaan kesehatan yang normal. Tingkat kematian yang
disebabkan oleh penyakit tergantung dari jenis penyakit yang menyerang unggas.
Dalam pemeliharaan petelur yang berhasil, tingkat kematian 10 sampai 12% dianggap

normal dalam satu tahun produksi. Dalam kelompok pedaging, kematian maksimum
per tahun normalnya adalah sekitar 4%. Setiap kematian yang melebihi angka
tersebut harus dianggap sebagai kondisi yang serius yang harus mendapat perhatian
segera dari peternak yang bersangkutan (Blakely and Bade, 1991).
Menurut Sidadolog (2001) ayam dewasa dan merpati mampu bertahan hidup
tanpa makan selama 2 sampai 3 minggu. Kehilangan berat akibat kekurangan pakan
(kelaparan) pada merpati antara 38 sampai 42% dari berat badan semula, sedangkan
pada ayam setelah berpuasa selama 11 hari dan bebas minum, kehilangan berat 25%
dari berat semula. Pemberian pakan yang terkontrol dan teratur dapat menurunkan
mortalitas ayam dan daya hidup bertambah.
Kecukupan air minum pada ayam sangat penting diperhatikan. Ayam lebih
baik mengalami kelaparan daripada kehausan dan kehilangan air. Ayam akan mati
apabila kehilangan air 5 sampai 15% berat hidup. Kematian terjadi pada ayam akibat
kekurangan air dinyatakan sebagai berikut, ayam berumur 8 minggu selama 72 jam,
merpati dewasa selama 12 sampai 13 hari, ayam petelur selama 8 sampai 13 hari dan
ayam dewasa yang tidak bertelur sampai 32 hari. Pada periode starter, ayam broiler
yang dipelihara pada temperatur rendah (5 0C) terjadi kematian pada 4 minggu
pertama sekitar 18%, karena secara nyata temperature tubuh terlalu rendah di bawah
soll wert (Sidadolog, 2001).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menekan angka kematian adalah
mengontrol kesehatan ayam, mengontrol kebersihan tempat pakan dan minum serta
kandang, melakukan vaksinasi secara teratur, memisahkan ayam yang terkena
penyakit dengan ayam yang sehat, dan memberikan pakan dan minum pada waktunya
(Siregar et al., 1980).
2.7 Analisis Hubungan

Usaha perunggasan pada saat sekarang dan masa mendatang memiliki


prospek yang cukup baik. Hal ini karena produk unggas memiliki kemampuan
produksi yang cepat dan masal, produk daging dan telur disukai semua lapisan
masyarakat dan didukung oleh industri penunjang secara paripurna diantaranya
industry pembibitan, pabrik pakan, obat- obatan dan peralatan.
Untuk mendirikan suatu peternakan diperlukan adanya modal yang menurut
Kadarson (1992) merupakan salah satu faktor produksi yang disediakan, diolah dan
dikontrol di dalam suatu perusahaan agrobisnis maupun usaha tani yang masih
sederhana.
Berdasarkan arah pemakainnya, modal terbagi menjadi modal investasi dan
modal operasional (Kadarson, 1992). Modal operasional atau modal kerja disebut
juga modal lancar yang dipakai untuk membiayai semua pengeluaran yang
menyebabkan perusahaan aktif, misalnya untuk membeli bahan-bahan produksi,
perlengkapan-perlengkapan, upah pengawas borongan dan pengeluaran-pengeluaran
konsumtif pada masa operasional (Kadarson, 1992).
Menurut Rasyaf (1994) biaya ransum merupakan biaya terbesar dari seluruh
komponen biaya produksi unggas umumnya dan ayam broiler khususnya. Biaya ini
tergantung pada harga ransum dan konsumsi ransum secara kuantitatif dan kualitatif
ditentukan secara teknis dan sudah ada standarnya, maka yang pertama harus dilihat
dari sudut harga ransum itu sendiri.
Tujuan setiap perusahaan adalah meraih keuntungan semaksimal mungkin
dan mempertahankan kelestarian perusahaan (Kadarson, 1992). Oleh karena output
yang digunakan, maka perusahaan akan berusaha mencapai suatu tingkat produksi
yang dapat memberikan laba maksimal, yaitu suatu kondisi dimana marginal costnya
adalah sama dengan marginal revenue (Prawirokusumo, 1981).
2.8. Panen

Hasil Utama, untuk usaha ternak ayam pedaging, hasil utamanya adalah berupa
daging ayam

Hasil Tambahan, usaha ternak ayam broiler (pedaging) adalah berupa tinja atau
kotoran kandang dan bulu ayam.

2.9. Pasca Panen


1. Stoving
Penampungan ayam sebelum dilakukan pemotongan, biasanya ditempatkan di
kandang penampungan (Houlding Ground)
2. Pemotongan
Pemotongan ayam dilakukan dilehernya, prinsipnya agar darah keluar
keseluruhan atau sekitar 2/3 leher terpotong dan ditunggu 1-2 menit. Hal ini agar
kualitas daging bagus, tidak mudah tercemar dan mudah busuk.
3. Pengulitan atau Pencabutan Bulu
Caranya ayam yang telah dipotong itu dicelupkan ke dalam air panas (51,754,4 0C). Lama pencelupan ayam broiler adalah 30 detik. Bulu-bulu yang halus
dicabut dengan membubuhkan lilin cair atau dibakar dengan nyala api biru.
4. Pengeluaran Jeroan
Bagian bawah dubut dipotong sedikit, seluruh isi perut (hati, usus dan ampela)
dikeluarkan. Isi perut ini dapat dijual atau diikut sertakan pada daging siap dimasak
dalam kemasan terpisah.
5. Pemotongan Karkas
Kaki dan leher ayam dipotong. Tunggir juga dipotong bila tidak disukai.
Setelah semua jeroan sudah dikeluarkan dan karkas telah dicuci bersih, kaki
ayam/paha ditekukan dibawah dubur. Kemudian ayam didinginkan dan dikemas.

III
ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR KERJA
3.1. Alat
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Koran
Lampu BL (5 watt)
Sekat bambu
Sekam
Tempat makan dan minum
Timbangan analitis

3.2. Bahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Antiseptik
Air
5 ekor DOC (C.71, C72, C.73, C74, C75)
Pakan (mash dan crumble)
Vaksin (ND dan Gumboro)
Vitachick

3.3. Prosedur Kerja


1. Membersihkan kandang dari bekas kotoran atau litter dengan menggunakan
sekop.
2. Setelah bersih kandang dicuci dengan air sabun sampai bersih, lalu keringkan
satu sampai dua hari.
3. Kandang yang telah kering dikapur sampai merata.
4. Peralatan kandang seperti tempat ransum dan tempat minum dicuci dengan
larutan desinfektan yang telah disediakan.
5. Mengukur dan menghitung luas lantai sesuai dengan jumlah broiler yang akan
dipelihara.
6. Memasang sekam sebagai litter pada lantai kandang, dan kemudian dipasang
sekat pembatas(chick guard). Di atas sekam dilapisi kertas Koran.

7. Sehari sebelum ayam dating semua peralatan kandang dan perlengkapannya


seperti tempat ransum, tempat minum, kertas Koran, sekam dan brooder
disemprot dengan desinfektan.
8. Setelah penyemprotan selesai dan kering, nyalakan pemanas dan atur suhu
sesuai dengan yang di butuhkan DOC.
9. Menyiapkan air minum yang dicampur dengan gula merah.
10. Mengeluarkan DOC dari boks dan memasukkan ke dalam kandang sambil
ditimbang beratnya, dihitung jumlahnya serta di seleksi penampilan dan
kondisi fisiknya.
11. Biarkan DOC selama 30 menit di dalam kandang, jangan di beri makan atau
minum, agar anak ayam dapat mengurangi stress dalam perjalanan dan
beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.
12. Setelah 30 menit barulah DOC diberi ransum yang di tabur pada feed tray atau
bekas tutup boks anak ayam sebagai tempat ransum.
13. Pemeliharaan pada minggu pertama, ransum yang diberikan adlibitum dan
sehari diberikan 3 kali sehari pagi, siang dan sore, sedangkan air minum perlu
dikontrol agar tidak kehabisan.
14. Ransum yang diberikan ditabur pada feed tray atau bekas tutup boks selama
minggu pertama, serta alas koran yang menutupi sekam diganti setiap hari
selama minggu pertama.
15. Pada minggu pertama dilakukan vaksin ND dan vaksin gumboro yang
diberikan berbeda harinya, jangan dilakukan secara bersamaan.
16. Catat konsumsi ransum, bobot badan, konversi dan kematian (mortalitas)
setiap minggunya.
17. Pada minggu kedua, setiap harinya sama yang dilakukan pada minggu
pertama yaitu pemberian ransum sehari tiga kali, air minum secukupnya dan
pencatatan, namun tidak dilakukan vaksinasi.
18. Pemeliharaan minggu ketiga , pada minggu ketiga kegiatan setiap harinya
sama dengan minggu kedua.

19. Pemeliharaan minggu keempat, kegiatan setiap harinya sama dengan minggu
ketiga, namun pada awal minggu keempat dilakukan vaksinasi ND melalui air
minum
20. Buat format tabel yang didalamnya terdapat kolom bobot badan per minggu,
pbb perminggu, konsumsi ransum perminggu dan kumulatif, konversi
perminggu dan kumulatif.

IV
HASIL PENGAMATAN dan PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
No Tag

BB
Awal
(gram)

M1

M2

PBB

Konsums
i Pakan
(gram)

FCRi

FCR
FCRku
m

A.5.1
A.5.2
A.5.3
A.5.4
A.5.5
Jumlah

40
50
50
50
50
240

165
180
190
165
160
860

365
450
430
425
370
2040

200
270
240
260
210
1180

Konsumsi Pakan Total


gram

479
479
479
479
479
2395

Konsumsi Pakan Individu

i.

ii.

iii.

iv.

v.

A.5.1 =

A.5.2 =

A.5.3 =

A.5.4 =

A.5.5 =

10 e

= 479 gram/ekor

konsumsi individu
PBB

FCR individu =

479
2,395
200
479
1,774
270
479
1,995
240
479
1,842
260
479
2,281
210

FCR Kumuatif =

1,987

= 18.120-(5610+6875+845) = 4790
4790

2,395
1,774
1,995
1,842
2,281
10,28
7

Konsumsi Pakan Total


PBB Total

4790
1,987
2410

4.2 Pembahasan
4.2.1 Tata Laksana Pemeliharaan Ayam Broiler
Dalam pelaksanaan pemeliharaan ayam broiler tentunya perlu persiapan untuk
datangnya DOC. Persiapan tersebut mencakup persiapan kandang dan peralatannya.
Pada praktikum kali ini, persiapan kandang untuk DOC ialah dengan membersihkan
sekam/litter bekas dari kandang kemudian menyikat dan membersihkan lantai
kandang dengan menggunakan deterjen serta pemberian kapur sebagai bagian dari
sanitasi. Sanitasi

kandang dilakukan sudah sesuai dengan pendapat Rasyaf

(2000) yang menyatakan

bahwa

lingkungan

kandang

harus

bersih

dan

kebersihan kandang harus tetap dijaga. Membiarkan kandang selama 2-3 hari
hingga bagian dalam kandang dan sekitarnya kering. Selama tenggang waktu
tersebut, sebaiknya tidak ada orang yang keluar masuk kandang.
Sesuai pendapat dari Murtidjo (1987), persiapan yang baik merupakan modal
pertama yang harus dimiliki sebelum mendatangkan bibit ayam broiler yang akan
dipelihara. Tersedianya sarana yang lengkap akan memudahkan dalam pengelolaan
secara baik dan sempurna. Persiapan yang diperlukan antara lain yaitu tersedianya
boks atau kandang DOC, boks ini diletakkan di atas lantai kandang, tirai plastik
dipasang pada keempat sisi boks, lampu pemanas digantung 15 cm dari lantai boks,
termometer untuk mengontrol panas bisa digantung atau diikat pada kandang.
Pada pemeliharaan kali ini digunakan pagar bambu kecil dan koran sebagai
brood-house. Dilengkapi pula lampu sebagai pemanas. Fungsi koran ialah supaya
ayam tidak kedinginan akibat dari udara luar yang masuk. Bahan yang digunakan
sebagai litter ialah sekam. di atas sekam diberikan koran sebagai alas untuk ayam
yang baru datang sampai 3 hari setelah kedatangan ayam di kandang. Pemberian

koran ini dimaksudkan agar DOC tidak makan sekam yang bisa mengakibatkan
kematian Setelah itu, dilakukan pemasangan peralatan kandang seperti tempat pakan
dan minum.
Pemasangan tirai terdiri dari tirai dalam dan tirai luar. Tirai dalam
biasanya menggunakan plastik yang dipakai selama periode pemanasan selama 7
hari. Tirai luar luar menggunakan plastik dan kain yang terdiri dari tirai atas dan
bawah. Pembukaan tirai harus disesuaikan dengan temperatur dalam kandang.
Pakan yang digunakan dalam peternakan ayam pedaging dilakukan
secara ad libitum atau

secara

terus-menerus, dimana pengisian tempat makan

tidak melebihi separo dari tempat makan yang tersedia dan penambahan atau
pemberian pakan dilakukan pada sore hari. Pemberian pakan dilakukan secara
manual dimana pada waktu DOC datang tempat makan yang digunakan berupa box
bekas DOC kemudian setelah umur 7 hari tempat makan yang digunakan diganti
dengan bentuk

gantung

yang

menyerupai ember terbalik dengan dasar

menyerupai baki.
4.2.2 Vaksinasi
Vaksinasi pertama dilaksanakan setelah 1 minggu kedatangan DOC. Vaksin
yang diberikan ialah vaksin ND dengan metode tetes mata dan menggunakan
methylene blue sebagai pelarutnya. Kemudian dilakukan vaksinasi yaitu vaksinasi
untuk penyakit gumboro. Vaksinasi ini dilakukan setelah 14 hari atau 2 minggu
kedatangan DOC dan melalui air minum.
Hal tersebut telah sesuai dengan pendapat
menyatakan

bahwa vaksinasi

merupakan

suatu

Murtidjo
usaha

untuk

(1987)

yang

memberikan

kekebalan pada ayam agar ayam tersebut kebal terhadap serangan penyakit.
4.2.3 Pemanenan Ayam Broiler
Pemanenan dilakukan setelah ayam berumur 4 minggu dimana bobot badannya
sudah sekitar 1,2 - 2kg/ekor. Dari ayam yang telah dipelihara didapatkan berat ayam
A.5.1-A.5.5 berturut-turut 1,071 kg, 1,231 kg, 1,105 kg, 1,286 kg, dan 1,147 kg.

Dapat dilihat bobot badan pada saat panen sudah sesuai dengan bobot badan panen
pada umumnya yaitu 1,2-2 kg. Pemeliharaan juga dapat dikatakan berhasil karena
selama 4 minggu pemeliharaan tidak ada ayam yang mati atau bisa dikatakan angka
mortalitasnya 0%.

V
KESIMPULAN

Persiapan dalam perkandangan adalah lokasi kandang, pergantian udara dalam


kandang, suhu udara dalam kandang, kemudahan mendapatkan sarana

produksi dan kepadatan kandang.


Perhitungan luas kandang dapat didasarkan pada bobot badan awal dan batas
dari kepadatan kandang.
Tingkat kepadatan kandang ayam per bobot hidup
Bobot Badan (kg)
1,4
1,8
2,3
2,7

Ekor/m2
13 17
10 13
8 10
68

Penggunaan pemanas pada pemeliharaan ayam broiler yang baik menurut


yaitu minggu pertama (hari ke-1 sampai ke-7). DOC dipindahkan ke indukan
atau pemanas. Minggu Kedua (hari ke-8 sampai ke-14). Pemanas sudah bisa
dikurangi suhunya. Minggu Ketiga (hari ke-15 sampai ke-21). Pemanas sudah
dapat dimatikan terutama pada siang hari yang terik. Minggu Keempat (hari
ke-22 sampai ke-28). Pemanas sudah tidak diperlukan lagi pada siang hari
karena bulu ayam sudah lebat.

Tata laksana pemeliharaan ayam broiler meliputi perkandangan, pakan,


biosecuriti dan vaksinasi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2011 Pendahuluan. http://micksihite.blogspot.com/p/laporan-semesterpraktikum-produksi.html


Cahyono dan Bambang, 1995. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging (broiler).
Penerbit Pustaka Nusatama: Yogyakarta.
Fadillah. R, 2007. Sukses Berternak Ayam Broiler. PT.Agromedia Pustaka:. Ciganjur.
Kartini. 2011. Kandungan Zat Pakan Jagung. http://putramegatawang.com/kandungan-zat
pakan-jagung.html.

Murtidjo, B.A., 1987. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta.


Priatno, Martono.A, 2004. Membuat Kandanng Ayam. PT. Penebar Swadaya:. Jakarta
R, 2008. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial. Agromedia pustaka:
Jakarta
Rasyaf, M. 2000. Manajemen Peternakan Ayam Broiler. Penebar Jakarta: Swadaya.
Rasyaf. M, 1994. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya: Jakarta
Sugandi, 1978. Tatalaksana Pemeliharaan Ayam Pedaging Strain MB 202-p Periode
StarterFinisher. PT. Janu Putro Sentosa: Bogor.

Anda mungkin juga menyukai