Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peningkatan jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun berdampak pada peningkatan
konsumsi produk peternakan (daging, telur, susu). Meningkatnya kesejahteraan dan tingkat
kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani juga turut meningkatkan
angka perminataan produk peternakan. Daging banyak dimanfaatkan olehmasyarakat karena
mempunyai rasayang enak dan kandungan zat gizi yangtinggi.Salah satu sumber daging yangpaling
banyak dimanfaatkan olehmasyarakat Indonesia adalah ayam.Daging ayam yang sering dikonsumsi
oleh masyarakat diperoleh dari pemotongan ayam broiler, petelur afkir, dan ayam kampung.
Ayam broiler merupakan salah satu penyumbang terbesar protein hewani asal ternak dan
merupakan komoditas unggulan.Industri ayam broiler berkembang pesat karena daging ayam
menjadi sumber utama menu konsumen.Daging ayam broiler mudah didapatkan baik di pasar
modern maupun tradisional.Produksi daging ayam broiler lebih besar dilakukan oleh rumah potong
ayam modern dan tradisional.Proses penanganan di RPA merupakan kunci yang menentukan
kelayakan daging untuk dikonsumsi. Perusahaan rumah potong ayam (RPA) atau tempat
pendistribusian umumnya sudah memiliki sarana penyimpanan yang memadai, namun tidak dapat
dihindari adanyakontaminasi dan kerusakan selama prosesing dan distribusi.
Mengingat tingginya kewaspadaan masyarakat terhadap keamanan pangan, menuntut
produsen bahan pangan termasuk pengusaha peternakan untuk meningkatkan kualitas
produknya.Walaupun kualitas karkas tergantung pada preferensi konsumen namun ada standar
khusus yang dijadikan acuan.Karkas yang layak konsumsi harus sesuai dengan standar SNI mulai
dari cara penanganan, cara pemotongan karkas, ukuran dan mutu, persyaratan yang meliputi bahan
asal, penyiapan karkas, penglolahan pascapanen, bahan pembantu, bahan tambahan, mutu produk
akhir hingga pengemasan.Untuk itu perlu ada penerapan manajemen yang baik sejak masih di sektor
hulu sampai ke sektor hilir.

1.2 Tujuan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang
terjadi di peternakan ayam niaga pedaging, rumah potong ayam dan pasar yang berkaitan dengan
rendahnya kualitas karkas ayam niaga pedaging serta mencari solusi pemecahannya.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ayam Broiler


Ayam broiler merupakan hasil teknologi yaitu persilangan antara ayam Cornish dengan
Plymouth Rock. Karakteristik ekonomis, pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil daging,
konversi pakan rendah, dipanen cepat karena pertumbuhannya yang cepat, dan sebagai penghasil
daging dengan serat lunak (Murtidjo, 1987). Menurut Northe (1984) pertambahan berat badan yang
ideal 400 gram per minggu untuk jantan dan untuk betina 300 gram per minggu.
Menurut Suprijatna et al. (2005) Ayam broiler adalah ayam yang mempunyai sifat tenang,
bentuk tubuh besar, pertumbuhan cepat, bulu merapat ke tubuh, kulit putih dan produksi telur
rendah. Dijelaskan lebih lanjut oleh Siregar et al. (1980) bahwa ayam Broiler dalam klasifikasi
ekonomi memiliki sifat-sifat antara lain : ukuran badan besar, penuh daging yang berlemak,
temperamen tenang, pertumbuhan badan cepat serta efisiensi penggunaan ransum tinggi.
Ayam broiler adalah ayam tipe pedaging yang telah dikembangbiakan secara khusus untuk
pemasaran secara dini. Ayam pedaging ini biasanya dijual dengan bobot rata-rata 1,4 kg tergantung
pada efisiensinya perusahaan. Menurut Rasyaf (1992) ayam pedaging adalah ayam jantan dan ayam
betina muda yang berumur dibawah 6 minggu ketika dijual dengan bobot badan tertentu,
mempunyai pertumbuhan yang cepat, serta dada yang lebar dengan timbunan daging yang banyak.
Ayam broiler merupakan jenis ayam jantan atau betina yang berumur 6 sampai 8 minggu yang
dipelihara secara intensif untuk mendapatkan produksi daging yang optimal. Ayam broiler
dipasarkan pada umur 6 sampai 7 minggu untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan permintaan
daging. Ayam broiler terutama unggas yang pertumbuhannya cepat pada fase hidup awal, setelah itu
pertumbuhan menurun dan akhirnya berhenti akibat pertumbuhan jaringan yang membentuk tubuh.
Ayam broiler mempunyai kelebihan dalam pertumbuhan dibandingkan dengan jenis ayam piaraan
dalam klasifikasinya, karena ayam broiler mempunyai kecepatan yang sangat tinggi dalam
pertumbuhannya. Hanya dalam tujuh atau delapan minggu saja, ayam tersebut sudah dapat
dikonsumsi dan dipasarkan padahal ayam jenis lainnya masih sangat kecil, bahkan apabila ayam
broiler dikelola secara intensif sudah dapat diproduksi hasilnya pada umur enam minggu dengan
berat badan mencapai 2 kilogram per ekor (Anonimus, 1994).
Untuk mendapatkan bobot badan yang sesuai dengan yang dikehendaki pada waktu yang
tepat, maka perlu diperhatikan pakan yang tepat. Kandungan energi pakan yang tepat dengan
kebutuhan ayam dapat mempengaruhi konsumsi pakannya, dan ayam jantan memerlukan energy
yang lebih banyak daripada betina, sehingga ayam jantan mengkonsumsi pakan lebih banyak,
(Anggorodi, 1985). Hal-hal yang terus diperhatikan dalam pemeliharaan ayam broiler antara lain
perkandangan, pemilihan bibit, manajemen pakan, sanitasi dan kesehatan, recording dan pemasaran.
Banyak kendala yang akan muncul apabila kebutuhan ayam tidak terpenuhi, antara lain penyakit
yang dapat menimbulkan kematian, dan bila ayam dipanen lebih dari 8 minggu akan menimbulkan
kerugian karena pemberian pakan sudah tidak efisien dibandingkan kenaikkan/penambahan berat
badan, sehingga akan menambah biaya produksi (Anonimus, 1994).
2
Daghir (1998) membagi tiga tipe fase pemeliharaan ayam broiler yaitu fase starter umur 0
sampai 3 minggu, fase grower 3 sampai 6 minggu dan fase finisher 6 minggu hingga dipasarkan.
Ayam broiler ini baru populer di Indonesia sejak tahun 1980-an dimana pemegang
kekuasaan mencanangkan panggalakan konsumsi daging ruminansia yang pada saat itu semakin
sulit keberadaannya. Hingga kini ayam broiler telah dikenal masyarakat Indonesia dengan berbagai
kelebihannya. Hanya 5-6 minggu sudah bisa dipanen. Dengan waktu pemeliharaan yang relatif
singkat dan menguntungkan, maka banyak peternak baru serta peternak musiman yang bermunculan
diberbagai wilayah Indonesia.
Banyak strain ayam pedaging yang dipelihara di Indonesia. Strain merupakan sekelompok
ayam yang dihasilkan oleh perusahaan pembibitan melalui proses pemuliabiakan untuk tujuan
ekonomis tertentu. Contoh strain ayam pedaging antara lain CP 707, Starbro, Hybro (Suprijatna et
al., 2005).

2.2. Perkandangan
Kandang yang baik adalah kandang yang dapat memberikan kenyamanan bagi ayam, mudah
dalam tata laksana, dapat memberikan produksi yang optimal, memenuhi persyaratan kesehatan dan
bahan kandang mudah didapat serta murah harganya. Bangunan kandang yang baik adalah
bangunan yang memenuhi persyaratan teknis, sehingga kandang tersebut biasa berfungsi untuk
melindungi ternak terhadap lingkungan yang merugikan, mempermudah tata laksana, menghemat
tempat, menghindarkan gangguan binatang buas, dan menghindarkan ayam kontak langsung dengan
ternak unggas lain (Anonimus, 1994).
Kandang serta peralatan yang ada di dalamnya merupakan sarana pokok untuk
terselenggarakannya pemeliharaan ayam secara intensive, berdaya guna dan berhasil guna. Ayam
akan terus menerus berada di dalam kandang, oleh karena itu kandang harus dirancang dan ditata
agar menyenangkan dan memberikan kebutuhan hidup yang sesuai bagi ayam-ayam yang berada di
dalamnya. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam hal ini adalah pemilihan tempat atau
lokasi untuk mendirikan kandang serta konstruksi atau bentuk kandang itu sendiri. Kandang
merupakan modal tetap (investasi) yang cukup besar nilainya, maka sedapat mungkin semenjak
awal dihindarkan kesalahan-kesalahan dalam pembangunannya, apabila keliru akibatnya akan
menimbulkan problema-problema terus menerus sedangkan perbaikan tambal sulam tidak banyak
membantu (Williamsons dan Payne, 1993).
Sistem perkandangan yang ideal untuk usaha ternak ayam ras meliputi: persyaratan
temperatur berkisar antara 32,2-35 derajat C, kelembaban berkisar antara 60-70%,
penerangan/pemanasan kandang sesuai dengan aturan yang ada, tata letak kandang agar mendapat
sinar matahari pagi dan tidak melawan arah mata angin kencang, model kandang disesuaikan dengan
umur ayam, untuk anakan sampai umur 2 minggu atau 1 bulan memakai kandang box, untuk ayam
remaja 1 bulan sampai 2 atau 3 bulan memakai kandang box yang dibesarkan dan untuk ayam
dewasa bisa dengan kandang postal atapun kandang bateray. Untuk kontruksi kandang tidak harus
dengan bahan yang mahal, yang penting kuat, bersih dan tahan lama(Bambang,1995).
Persiapan dalam perkandangan adalah :
3
a. Lokasi kandang
Kandang ideal terletak di daerah yang jauh dari pemukiman penduduk, mudah dicapai sarana
transportasi, terdapat sumber air, arahnya membujur dari timur ke barat.
b. Pergantian udara dalam kandang.
Ayam bernapas membutuhkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Supaya
kebutuhan oksigen selalu terpenuhi, ventilasi kandang harus baik.
c. Suhu udara dalam kandang.
Tabel 1. Suhu ideal kandang sesuai umur adalah :
Umur (hari) Suhu ( 0C )
01 - 07 34 32
08 - 14 29 27
15 - 21 26 25
21 - 28 4 23
29 - 35 23 21

d. Kemudahan mendapatkan sarana produksi


Lokasi kandang sebaiknya dekat dengan poultry shop atau toko sarana peternakan.
e. Kepadatan Kandang
Pada awal pemeliharaan, kandang ditutupi plastik untuk menjaga kehangatan, sehingga
energi yang diperoleh dari pakan seluruhnya untuk pertumbuhan, bukan untuk produksi panas
tubuh. Kepadatan kandang yang ideal untuk daerah tropis seperti Indonesia adalah 8-10 ekor/m2,
lebih dari angka tersebut, suhu kandang cepat meningkat terutama siang hari pada umur dewasa
yang menyebabkan konsumsi pakan menurun, ayam cenderung banyak minum, stress, pertumbuhan
terhambat dan mudah terserang penyakit.
Pengaturan kepadatan kandang dilakukan sedemikian rupa untuk mengatasi kanibalisme
akibat terlalu padatnya kandang. Hal ini juga bermanfaat untuk kenyamanan ayam. Kepadatan
kandang juga berpengaruh terhadap produksi, performen dan tingkat kenyamanan ayam broiler
(May dan Lott, 1992).
Tabel 2. Tingkat kepadatan kandang ayam per bobot hidup
Bobot Badan (kg) Ekor/m2
1,4 13 17
1,8 10 13
2,3 8 10
2,7 68
Siregar et al., 1980
Tabel 3. Standar Bobot Badan Ayam Broiler Berdasarkan Jenis Kelamin pada Umur 1 sampai 6
Minggu ((NRC, 1994)

4
Umur (minggu) Jenis Kelamin
Jantan (g) Betina (g)
1 152 144
2 376 344
3 686 617
4 1085 965
5 1576 1344
6 2088 1741

Jika dilihat dari perbandingan table 2 dan 3 maka dapat dibandingkan perbandingan antara
umur dengan luas kandang yang dibutuhkan sesuai dengan jenis kelamin dan bobot badan.
Kepadatan tinggi menurunkan berat badan pullet umur 18 minggu (Anderson dan Adams,
1997), meningkatkan kerusakan dada pada broiler, menimbulkan kanibalisme pada ayam, yakni
ayam saling patuk mematuk sehingga menimbulkan luka pada tubuh ternak sehingga memudahkan
masuknya parasit dan menimbulkan penyakit dan akhirnya meningkatkan angka kematian,
pencapaian berat badan yang rendah dan mengurangi konsumsi pakan pada broiler, sedangkan
konsumsi pakan broiler umur 7 minggu menurun sebesar 3,7% pada jantan dan 3,9% pada betina
ketika kepadatan kandang ditingkatkan dari 10 ekor/m2 menjadi 15 ekor/m2. Kepadatan tinggi yang
diasumsikan dengan bobot badan perluasan lantai mengurangi aktivitas broiler menjadi lebih sedikit
berjalan, sebaliknya lebih banyak mengantuk dan tidur (Cravener et al., 1992).
f. Tipe Kandang
1. Kandang postal.
Kandang ini tidak terdapat halaman umbaran sehingga dalam pemeliharaan sistem ini ayam-
ayam selalu terkurung sepanjang hari di dalam kandang. Litter yang baik harus dapat memenuhi
beberapa kriteria yakni: memiliki daya serap yang tinggi, lembut sehingga tidak menyebabkan
kerusakan dada, mempertahankan kehangatan, menyerap panas, dan menyeragamkan temperatur
dalam kandang (Prayitno dan Yuwono, 1997). Litter merupakan sistem kandang pemeliharaan
unggas dengan lantai kandang ditutup oleh bahan penutup lantai seperti, sekam padi, serutan gergaji,
dan jerami padi (Rasyaf, 1994). Keuntungan sistem ini adalah biaya relatif rendah, menghilangkan
bau kotoran, jika litter kering maka pembuangan kotoran lebih mudah dan dapat menahan panas
didalam kandang. Kekurangannya adalah penyebaran penyakit lebih mudah, Pengawasan kesehatan
lewat kotoran sulit diamati (Campa, 1994).
2. Cage
Bangunan kandang berbentuk sangkar berderet, menyerupai batere dan alasnya dibuat
berlubang (bercelah). Keuntungan sistem ini adalah tingkat produksi individual dan kesehatan
masing-masing terkontrol, memudahkan tata laksana, penyebaran penyakit tidak mudah.
Kelemahannya adalah biaya pembuatan semakin tinggi, ayam dapat kekurangan mineral, dan sering
banyak lalat (Rasyaf, 1994).
3. Panggung

5
Sistem ini biasanya dibuat diatas kolam ikan. Bahan yang biasa digunakan untuk alas lantai
adalah bambu yang dipasang secara berderet agar ayam tidak terperosok. Kelebihannya adalah sisa
pakan dapat dimanfaatkan sebagai pakan ikan, penyebaran penyakit relatif rendah. Kekurangannya
jika jarak pemasangan bambu untuk alas terlalu lebar, akan dapat mengakibatkan ayam terperosok,
biaya pembuatan relatif mahal (Martono, 2006).
2.3. Pakan
Ayam broiler sebagai bangsa unggas umumnya tidak dapat membuat makanannya sendiri.
Oleh sebab itu ia harus makan dengan cara mengambil makanan yang layak baginya agar kebutuhan
nutrisinya dapat dipenuhi. Protein, asam amino, energi, vitamin, mineral harus dipenuhi agar
pertumbuhan yang cepat itu dapat terwujud tanpa menunggu fungsi- fungsi tubuhnya secara normal.
Dari semua unsur nutrisi itu kebutuhan energi bagi ayam broiler sangat besar (Rasyaf, 1994).
Suprijatna et al. (2005) pakan adalah campuran dari berbagai macam bahan organik maupun
anorganik untuk ternak yang berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan zat-zat makanan dalam proses
pertumbuhan. Ransum dapat diartikan sebagai pakan tunggal atau campuran dari berbagai bahan
pakan yang diberikan pada ternak untuk pemenuhan kebutuhan nutrisi ternak selama 24 jam baik
diberikan sekaligus maupun sebagian (Lubis, 1992). Rasyaf (1994) menyatakan ransum adalah
kumpulan dari beberapa bahan pakan ternak yang telah disusun dan diatur sedemikian rupa untuk 24
jam.
Ransum memiliki peran penting dalam kaitannya dengan aspek ekonomi yaitu sebesar 65-
70% dari total biaya produksi yang dikeluarkan (Fadilah, 2004). Pemberian ransum bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, pemeliharaan panas tubuh dan produksi
(Suprijatna et al. 2005). Pakan yang diberikan harus memberikan zat pakan (nutrisi) yang
dibutuhkan ayam, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral, sehingga pertambahan
berat badan perhari (Average Daily Gain/ADG) tinggi. Pemberian pakan dengan sistem ad libitum
(selalu tersedia/tidak dibatasi). Apabila menggunakan pakan dari pabrik, maka jenis pakan
disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan ayam, yang dibedakan menjadi 2 (dua) tahap. Tahap
pertama disebut tahap pembesaran (umur 1 sampai 20 hari), yang harus mengandung kadar protein
minimal 23%. Tahap kedua disebut penggemukan (umur diatas 20 hari), yang memakai pakan
berkadar protein 20 %. Jenis pakan biasanya tertulis pada kemasannya. Efisiensi pakan dinyatakan
dalam perhitungan FCR (Feed Convertion Ratio). Cara menghitungnya adalah, jumlah pakan selama
pemeliharaan dibagi total bobot ayam yang dipanen.
Contoh perhitungan :
Diketahui ayam yang dipanen 1000 ekor, berat rata-rata 2 kg, berat pakan selama pemeliharaan
3125 kg, maka FCR-nya adalah :
Berat total ayam hasil panen = 1000 x 2 = 2000 kg
FCR = 3125 : 2000 = 1,6
Semakin rendah angka FCR, semakin baik kualitas pakan, karena lebih efisien (dengan pakan
sedikit menghasilkan bobot badan yang tinggi).
Konsumsi pakan adalah kemampuan ternak dalam mengkonsumsi sejumlah ransum yang
digunakan dalam proses metabolisme tubuh (Anggorodi, 1985). Blakely dan Blade (1998)
6
menjelaskan bahwa tingkat konsumsi ransum akan mempengaruhi laju pertumbuhan dan bobot akhir
karena pembentukan bobot, bentuk dan komposisi tubuh pada hakekatnya adalah akumulasi pakan
yang dikonsumsi ke dalam tubuh ternak. Kebutuhan ransum ayam broiler tergantung pada strain,
aktivitas, umur, besar ayam dan temperature( Ichwan , 2003). Faktor yang mempengaruhi konsumsi
pakan antara lain umur, nutrisi ransum, kesehatan, bobot badan, suhu dan kelembaban serta
kecepatan pertumbuhan (Wahju, 1997).
Pakan pemula (starter) harus diberi setelah ayam memperoleh minum, pada beberapa hari
pertama pakan dapat diberi dengan cara ditaburkan pada katon box DOC atau tempat pakan untuk
anak ayam. Sisa pakan harus dibuang tiap pagi dan jangan dibuang di litter karena akan
membahayakan kesehatan ayam. Pada 2 hari pertama gunakan air hangat bersuhu 16 sampai 20 0C.
Untuk air minum larutkan 50 gram gula dan 2 gram vitamin (dalam 1 liter air minum untuk 12 jam
pertama) Perlu juga memakai meter air agar dapat diketahui dengan pasti berapa banyak air yang
digunakan pada 2 minggu pertama tempat minum dibersihkan 3 kali sehari setelah itu 2 kali sehari
(Anonimus, 2004).
Pada ayam broiler fase starter kebutuhan energi adalah 3200 kcal/kg dengan kebutuhan asam
amino methionin 0,38%. Sedangkan pada finisher kebutuhan energi sama tetapi kebutuhan protein
berkurang dan kebutuhan asam amino methionin juga berkurang menjadi 0,32% (NRC. 1994).
Faktor yang dapat mempengaruhi ransum pada ayam broiler, diantaranya yaitu temperatur
lingkungan, kesehatan ayam, tingkat energi ransum yang diberikan sistem pemberian makanan pada
ayam, jenis kelamin ayam dan genetik ayam (Rasyaf, 1994).
Bentuk fisik ransum yang diberikan pada ayam broiler ada tiga bentuk fisik ransum yang
diberikan yaitu bentuk halus seperti tepung (mesh) yang didalamnya merupakan campuran berbagai
bahan makanan yang telah diramu dalam suatu sistem formula. Ransum berbentuk butiran lengkap
atau pellet yang didasarkan pada sifat ayam broiler yang memang gemar sekali makanan-makanan
butiran dan ransum bentuk butiran pecah atau crumble yang berbentuk butiran tetapi kecil-kecil
(Rasyaf, 1994).
Menurut Bambang (1995) kualitas pakan ayam ras broiler ada 2 (dua) fase yaitu fase starter
(umur 0-4 minggu) dan fase finisher (umur 4-6 minggu):
a. Kualitas pakan fase starter adalah terdiri dari protein 22-24%, lemak 2,5%, serat kasar 4%,
Kalsium (Ca) 1%, Phospor (P) 0,7-0,9%, ME 2800-3500 Kcal.
b. Kualitas pakan fase finisher adalah terdiri dari protein 18,1-21,2%; lemak 2,5%, serat kasar
4,5%, kalsium (Ca) 1%, Phospor (P) 0,7-0,9% dan energy (ME) 2900-3400 Kcal.

Tabel 4. Kebutuhan Nutrisi Pakan Ayam Broiler pada Periode Starter dan Periode Finisher
(NRC, 1994)
Nutrisi Periode Starter Periode Finisher
Protein (%) 23,00% 20,00%
Energi Metabolis 2800-3200 2900-3200
(kkal/ kg)

7
Kalsium (%) 1,00 0,90
Fosfor (%) 0,45 0,35

2.4. Manajemen Pemeliharaan


Pemeliharaan ayam daging ditujukan untuk mencapai beberapa sasaran yaitu tingkat
kematian serendah mungkin, kesehatan ternak baik, berat timbangan setiap ekor setinggi mungkin
dan daya alih makanan baik (hemat). Untuk mencapai hal-hal tersebut ada beberapa hal pokok yang
perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya dalam pemeliharaan ayam pedaging yaitu perkandangan dan
peralatan serta persiapannya, pemeliharaan masa awal dan akhir, pemberian pakan, pencegahan dan
pemberantasan penyakit dan pengelolaan (Suyoto, 1983).
Ayam broiler atau ayam daging dipelihara selama kurang lebih 6 sampai 7 minggu. Ayam ini
tidak dimaksudkan untuk produksi telur, tetapi diharapkan dagingnya. Sampai umur 5 minggu
beratnya kira-kira sama dengan ayam telur dewasa yaitu kurang lebih 1,5 kg. Cara pemeliharaan
ayam daging hampir sama dengan ayam telur dari periode starter sampai grower (Jahja, 2000).
Pemeliharaan dilakukan dengan pembersihan secara tuntas terhadap kandang dan peralatan
yang akan dipakai didalamnya, baik tempat makanan, tempat minuman,brooder, alat pelingkan dan
lain-lain. Terutama pada kandang lama yang sudah dipakai, sisa-sisa dari ternak yang lama, baik
kotoran, bahan-bahan yang tercecer harus dibersihkan secara tuntas sehingga tidak ada yang
tertinggal, sebab setiap butir sisa dari kawanan ayam yang lama akan ada kemungkinan akan
menularkan sesuatu penyakit kepada kawanan berikutnya. Pembersih dilakukan dengan air dan
bahan pencuci (sabun atau detergen) (Suyoto, 1983).
Kebersihan lingkungan kandang (sanitasi) pada areal peternakan merupakan usaha
pencegahan penyakit yang paling murah, hanya dibutuhkan tenaga yang ulet/terampil saja. Tindakan
preventif dengan memberikan vaksin pada ternak dengan merek dan dosis sesuai catatan pada label
yang dari poultry shoup. Agar bangunan kandang dapat berguna secara efektif, maka bangunan
kandang perlu dipelihara secara baik yaitu kandang selalu dibersihkan dan dijaga/dicek apabila ada
bagian yang rusak supaya segera disulam/diperbaiki kembali. Dengan demikian daya guna kandang
bisa maksimal tanpa mengurangi persyaratan kandang bagi ternak yang dipelihara.
Teknis pemeliharaan ayam broiler yang baik menurut (Anonimus, 2009), yaitu minggu
pertama (hari ke-1 sampai ke-7). DOC dipindahkan ke indukan atau pemanas, segera diberi air
minum hangat yang ditambah gula untuk mengganti energi yang hilang selama transportasi. Pakan
dapat diberikan dengan kebutuhan per ekor 13 gram atau 1,3 kg untuk 100 ekor ayam. Jumlah
tersebut adalah kebutuhan minimal, pada prakteknya pemberian tidak dibatasi. Pakan yang diberikan
pada awal pemeliharaan berbentuk butiran-butiran kecil (crumbles).
Mulai hari ke-2 hingga ayam dipanen sudah diberi air munum. Vaksinasi yang pertama
dilaksanakan pada hari ke-4. Minggu Kedua (hari ke-8 sampai ke-14). Pemeliharaan minggu kedua
masih memerlukan pengawasan seperti minggu pertama, meskipun lebih ringan. Pemanas sudah
bisa dikurangi suhunya. Kebutuhan pakan untuk minggu kedua adalah 33 gram per ekor atau 3,3 kg
untuk 100 ekor ayam.

8
Minggu Ketiga (hari ke-15 sampai ke-21). Pemanas sudah dapat dimatikan terutama pada
siang hari yang terik. Kebutuhan pakan adalah 48 gram per ekor atau 4,8 kg untuk 100 ekor. Pada
akhir minggu (umur 21 hari) dilakukan vaksinasi yang kedua menggunakan vaksin ND strain
Lasotta melalui suntikan atau air minum. Jika menggunakan air minum, sebaiknya ayam tidak diberi
air minum untuk beberapa saat lebih dahulu, agar ayam benar-benar merasa haus sehingga akan
meminum air mengandung vaksin sebanyak-banyaknya.
Minggu Keempat (hari ke-22 sampai ke-28). Pemanas sudah tidak diperlukan lagi pada siang
hari karena bulu ayam sudah lebat. Pada umur 28 hari, dilakukan sampling berat badan untuk
mengontrol tingkat pertumbuhan ayam. Pertumbuhan yang normal mempunyai berat badan minimal
1,25 kg. Kebutuhan pakan adalah 65 gram per ekor atau 6,5 kg untuk 100 ekor ayam. Kontrol
terhadap ayam juga harus ditingkatkan karena pada umur ini ayam mulai rentan terhadap penyakit.
Minggu Kelima (hari ke-29 sampai ke-35). Pada minggu ini, yang perlu diperhatikan adalah
tatalaksana lantai kandang. Karena jumlah kotoran yang dikeluarkan sudah tinggi, perlu dilakukan
pengadukan dan penambahan alas lantai untuk menjaga lantai tetap kering. Kebutuhan pakan adalah
88 gram per ekor atau 8,8 kg untuk 100 ekor ayam. Pada umur 35 hari juga dilakukan sampling
penimbangan ayam. Bobot badan dengan pertumbuhan baik mencapai 1,8 sampai 2 kg. Dengan
bobot tersebut, ayam sudah dapat dipanen. Maka dapat disimpulkan bahwa kebutuhan pakan hingga
berumur 5 minggu adalah 24,7 kg untuk 100 ekor ayam.
Minggu Keenam (hari ke-36 sampai ke-42). Jika ingin diperpanjang untuk mendapatkan
bobot yang lebih tinggi, maka kontrol terhadap ayam dan lantai kandang tetap harus dilakukan. Pada
umur ini dengan pertumbuhan yang baik, ayam sudah mencapai bobot 2,25 kg.
Menurut Bambang (1995) untuk pemberian pakan ayam ras broiler ada 2 (dua) fase yaitu
fase starter (umur 0-4 minggu) dan fase finisher (umur 4-6 minggu):
a. Kuantitas pakan fase starter adalah terbagi/digolongkan menjadi 4 (empat) golongan yaitu
minggu pertama (umur 1-7 hari) 17 gram/hari/ekor, minggu kedua (umur 8-14 hari) 43
gram/hari/ekor, minggu ke-3 (umur 15-21 hari) 66 gram/hari/ekor dan minggu ke-4 (umur 22-
29 hari) 91 gram/hari/ekor. Jadi jumlah pakan yang dibutuhkan tiap ekor sampai pada umur 4
minggu sebesar 1.520 gram.
b. Kuantitas pakan fase finisher adalah terbagi/digolongkan dalam empat golongan umur yaitu:
minggu ke-5 (umur 30-36 hari) 111 gram/hari/ekor, minggu ke-6 (umut 37-43 hari) 129
gram/hari/ekor, minggu ke-7 (umur 44-50 hari) 146 gram/hari/ekor dan minggu ke-8 (umur
51-57 hari) 161 gram/hari/ekor. Jadi total jumlah pakan per ekor pada umur 30-57 hari
adalah 3.829 gram.
Sedangkan Pemberian minum disesuaikan dangan umur ayam yang dikelompokkan dalam 2
(dua) fase yaitu:
a. Fase starter (umur 1-29 hari), kebutuhan air minum terbagi lagi pada masing-masing
minggu, yaitu minggu ke-1 (1-7 hari) 1,8 lliter/hari/100 ekor; minggu ke-2 (8-14 hari) 3,1
liter/hari/100 ekor, minggu ke-3 (15-21 hari) 4,5 liter/hari/100 ekor dan minggu ke-4 (22-29
hari) 7,7 liter/hari/ekor. Jadi jumlah air minum yang dibutuhkan sampai umur 4 minggu
adalah sebanyak 122,6 liter/100 ekor. Pemberian air minum pada hari pertama hendaknya
9
diberi tambahan gula dan obat anti stress kedalam air minumnya. Banyaknya gula yang
diberikan adalah 50 gram/liter air.
b. Fase finisher (umur 30-57 hari), terkelompok dalam masing-masing minggu yaitu minggu
ke-5 (30-36 hari) 9,5 liter/hari/100 ekor, minggu ke-6 (37-43 hari) 10,9 liter/hari/100 ekor,
minggu ke-7 (44-50 hari) 12,7 liter/hari/100 ekor dan minggu ke-8 (51-57 hari) 14,1
liter/hari/ekor. Jadi total air minum 30-57 hari sebanyak 333,4 liter/hari/ekor.

Cara Pemberian Pakan:


a. Untuk anak ayam umur 1 - 6 hari (kutuk), pakan ditabur atau sediakan pada wadah yang
mudah terjangkau, jenis pakan yang dipakai adalah ransum ayam ras starter (pakan
komersial).
b. Ayam umur 7 hari s/d 1 bulan dapat diberikan pakan campuran yaitu pakan ayam ras starter
dicampur dengan katul dan dedak halus, dengan perbandingan 1: 1 atau jagung giling dan
katul dengan perbandingan 2 : 1 dan dapat di tambah protein hewani.
c. Ayam umur 2-4 bulan dan seterusnya, diberikan pakan campuran, dedak halus, jagung
giling, dan pakan komersil dengan perbandingan 3:1:1 dan dapat di tambahan gabah, gaplek
dan tepung ikan.

2.5. Vaksinasi dan Pencegahan Penyakit

2.5.1. Vaksinasi
Vaksinasi adalah pemasukan bibit penyakit yang dilemahkan ke tubuh ayam untuk
menimbulkan kekebalan alami. Vaksinasi penting yaitu vaksinasi ND/tetelo. Dilaksanakan pada
umur 4 hari dengan metode tetes mata, dengan vaksin ND strain B1 dan pada umur 21 hari dengan
vaksin ND Lasotta melalui suntikan atau air minum.
Vaksin adalah mikroorganisme penyebab penyakit yang sudah dilemahkan atau dimatikan
dan mempunyai sifat immunogenik. Immunogenik artinya dapat merangsang pembentukan
kekebalan. Vaksinasi adalah proses memasukkan vaksin ke dalam tubuh ternak dengan tujuan
supaya ternak tersebut kebal terhadap penyakit yang disebabkan organisme tersebut. Vaksin ada dua
macam, yaitu vaksin aktif dan vaksin inaktif. Vaksin aktif adalah vaksin yang mikroorganismenya
masih aktif atau masih hidup. Biasanya vaksin aktif berbentuk sediaan kering beku, contoh:
MEDIVAC ND LA SOTA, MEDIVAC ND-IB dan MEDIVAC GUMBORO A. Vaksin inaktif
adalah vaksin yang mikroorganismenya telah dimatikan. Biasanya berbentuk sediaan emulsi atau
suspensi, contoh: MEDIVAC ND-EDS EMULSION, MEDIVAC CORYZA B (Jahja, 2000).
Pelaksanaan Kegiatan vaksinasi dapat dilakukan dengan cara membagi ayam menjadi 2
kelompok besar dalam sekatan. Ayam kemudian digiring ke dalam 2 sekatan yang terbentuk.
Vaksinasi dilakukan mulai dari pen terakhir hingga pen pertama. Ayam yang telah divaksinasi
diletakan diluar sekatan hingga kemungkinan terjadinya pengulangan vaksinasi dapat diminimalisir.
Pemberian vaksin dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti tetes mata, hidung, mulut
(cekok), atau melalui air minum. Vaksinasi harus dilakukan dengan benar sehingga tidak menyakiti,
10
unggas dan mempercepat proses vaksinasi, dan tidak meninggalkan sisa sampah dari peralatan
vaksinasi seperti suntikan, sarung tangan, masker maupun sisa vaksin yang digunakan (botol
vaksin). Unggas yang divaksin harus benar- benar dalam keadaan sehat tidak dalam kondisi sakit
maupun stress sehingga akan mendapatkan hasil yang maksimal dan tidak terjadi kematian dalam
proses vaksinasi. Tata cara vaksinasi harus ditempat yang teduh, bersih, vaksin tidak dalam kondisi
sakit maupun stress sehingga tidak merusak vaksin. Program vaksinasi untuk unggas, harus
disesuaikan dengan umur dari unggas tersebut dan harus berhati-hati dalam memvaksin karena
sangat sensitif terhadap jarum suntik dan dapat menimbulkan stress dan kematian mendadak (Jahja,
2000).

5.2.2. Penyakit dan pencegahannya


Penyakit yang sering menyerang ayam broiler yaitu:
1) Tetelo (Newcastle Disease/ND)
Pertama kali ditemukan oleh Kraneveld di Jakarta (1926). Setahun kemudian, virus tetelo
ditemukan juga di Newcastle (Inggris). Sejak saat itu, penyakit ini dikenal sebagai newcastle disease
(NCD) dan ditemukan di berbagai penjuru dunia. Di India, penyakit ini dikenal dengan nama
aanikhet. Penyakit ini merupakan suatu infeksi viral yang menyebabkan gangguan pada saraf
pernapasan. Disebabkan virus Paramyxo yang bersifat menggumpalkan sel darah dan biasanya
dikualifikasikan menjadi:
a. Velogenik
b. Mesogenic
c. Lentogenik
1. Tipe Velogenik, yaitu Strain yang sangat berbahaya atau disebut dengan Viscerotropic
Velogenic Newcastle Disease (VVND) Tipe Velogenic ini menyebabkan kematian yang luar
biasa bahkan hingga 100%.
2. Tipe Mesogenic, Kematian tipe mesogenic pada anak ayam mencapai 10% tetapi ayam dewasa
jarang mengalami kematian. Pada tingkat ini ayam akan menampakan gejala seperti gangguan
pernapasan dan saraf.
3. Tipe Lentogenik, merupakan stadium yang hampir tidak menyebabkan kematian. Hanya saja
dapat menyebabkan produktivitas telur menjadi turun dan kualitas kulit telur menjadi jelek.
Gejala yang tampak tidak terlalu nyata hanya terdapat sedikit gangguan pernapasan.
a. Virus ini tidak akan bertahan lebih dari 30 hari pada lokasi pemaparan.
Gejala: ayam sering megap-megap, nafsu makan turun, diare dan senang berkumpul pada
tempat yang hangat, ayam sulit bernafas, batuk-batuk, bersin, timbul bunyi ngorok, lesu, mata
ngantuk, Jengger dan kepala kebiruan, kornea menjadi keruh, sayap turun, tinja encer kehijauan
kadang berdarah. Setelah 1 sampai 2 hari muncul gejala (tortikolis) syaraf, yaitu kaki lumpuh, leher
berpuntir dan kepala ayam berputar-putar yang akhirnya mati. Belum ada obat yang dapat
menyembuhkan, maka untuk mengurangi kematian, ayam yang masih sehat divaksin ulang atau
dengan melakukan vaksinasi melalui tetes mata atau hidung pada anak ayam umur 3-4 hari, umur 3
minggu dan setiap 3 bulan secara teratur, peralatan dan kandang dijaga supaya tetap bersih.
11
Vaksinasi pertama ayam umur 3-4 hari dengan vaksin Bl, diulangi setelah 3 minggu dengan vaksin
Lasota dan kemudian setiap 3 bulan. Dan dijaga agar lantai kandang tetap kering.
Pengendalian: (1) menjaga kebersihan lingkungan dan peralatan yang tercemar virus,
binatang vektor penyakit tetelo, ayam yang mati segera dibakar/dibuang; (2) pisahkan ayam yang
sakit, mencegah tamu masuk areal peternakan tanpa baju yang mensucihamakan/ steril serta
melakukan vaksinasi NCD. Sampai sekarang belum ada obatnya.
2) Penyakit cacar ayam
Dengan memberikan vaksinasi, mencungkil kutil-kutil dengan gunting dan diolesi dengan
yodium tintur, atau obat anti infeksi dan cuci hamakan kandang.

3) Gumboro (Infectious Bursal Disease/IBD)


Penyakit gumboro (Infectious Bursal Disease / IBD) ini ditemukan tahun 1962 oleh
Cosgrove di daerah Delmarva Amerika Serikat. Penyakit Gumboro merupakan penyakit yang
menyerang sistem kekebalan tubuh yang disebabkan virus golongan Reovirus. Ayam yang terkena
penyakit Gumboro akan menunjukkan gejala seperti hilangnya nafsu makan, gangguan saraf,
merejan, suka bergerak tidak teratur, diare, tubuh gemetar, peradangan disekitar dubur, bulu di
sekitar anus kotor dan lengket serta diakhiri dengan kematian ayam. Sering menyerang pada umur
36 minggu. Dapat dilakukan adalah pencegahan dengan vaksin Gumboro. Penyakit Gumboro
menyerang kekebalan tubuh ayam, terutama bagian fibrikus dan thymus. Kedua bagian ini
merupakan pertahanan tubuh ayam. Pada kerusakan yang parah, antibodi ayam tersebut tidak
terbentuk. Karena menyerang system kekebalan tubuh, maka penyakit ini sering disebut sebagai
AIDSnya ayam. Penyakit Gumboro sendiri sebenarnya memang tidak menyebabkan kematian
secara langsung pada ayam, tetapi karena adanya infeksi sekunder yang mengikutinya akan
menyebabkan kematian dengan cepat karena virus Avibirnavirus bersifat imunosupresif yang
menyebabkan kekebalan tubuhnya tidak bekerja sehingga memudahkan kawanan ayam yang
diserang oleh virus dan infeksi sekunder oleh bakteri. penyakit Gumboro merupakan penyakit yang
dapat merusak morfologi dan fungsi organ limfoid primer, terutama bursa fabricius. Rusaknya bursa
fabricius akan mengakibatkan suboptimalnya pembentukan antibodi terhadap berbagai program
vaksinasi, sehingga kepekaan terhadap berbagai agen penyakit menjadi meningkat.. Penyakit ini
menyerang bursa fabrisius, khususnya menyerang anak ayam umur 36 minggu.
Penularan penyakit Gumboro atau IBD dapat melalui kontak langsung antara ayam yang
muda dengan ayam yang sakit atau terinfeksi pada peternakan yang mempunyai ayam berbagai
umur dapat mengakibatkan infeksi ini terus menyebar dan sangat sulit dikendalikan. Penularan
secara langsung melalui kotoran dan tidak langsung melalui pakan, air minum dan peralatan yang
tercemar.
Peralatan, kandang, air minum dan pakaian petugas yang terkontaminasi Gumboro dapat
juga memperparah kejadian penyakit tersebut. Penyakit Gumboro tidak menular dengan perantaraan
telur dan ayam yanng sudah sembuh tidak menjadi carrier.
Penanggulangan Gumboro ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu vaksinasi, dan
menjaga kebersihan lingkungan kandang. Tips yang dapat digunakan untuk disinfeksi kandang
12
ayam yang pernah tercemar virus gumboro. Disarankan penggunaan formalin 10 % (1 bagian
formalin 38 % dicampur ke dalam 9 bagian air) atau dengan 0,25% larutan soda api (2,5 gram soda
api kedalam 1 liter air).
Pengobatan Gumboro dapat dengan pemberian obat-obat untuk gumboro, juga ada obat
tradisional dengan penggunaan daun teh.

4) Penyakit Ngorok (Chronic Respiratory Disease)

Merupakan infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Mycoplasma


gallisepticum. Gejala yang nampak adalah ayam sering bersin dan ingus keluar lewat hidung dan
ngorok saat bernapas. Pada ayam muda menyebabkan tubuh lemah, sayap terkulai, mengantuk dan
diare dengan kotoran berwarna hijau, kuning keputih-keputihan. Penularan melalui pernapasan dan
lendir atau melalui perantara seperti alat-alat. Pengobatan dapat dilakukan dengan obat-obatan yang
sesuai. Untuk ayam broiler atau ayam pedaging penyakit CRD masih menduduki posisi pertama
(yang sering menyerang ayam pedaging).
Berikut urutan penyakit yang sering menyerang ayam pedaging:
1. CRD komplek 20.32%
2. CRD 19.36%
3. Korisa 17.97%
4. Colibacillosis 14.12%
5. Gumboro 8.24 %
6. Koksi 4.49%
7 ND 3.85%
8. Leucocytozoonosis 3.21%
9. Kolera 2.14 %
10. AI 2.03%
Jadi kesimpulan dari data di atas bahwa penyakit CRD kompleks sangat berbahaya pada
ayam dewasa tidak sampai menimbulkan kematian yang terlihat secara signifikan. walaupun kadar
kesakitan terhadap ayam tersebut sangat tinggi.

Apabila sudah terlihat gejala dari penyakit ngorok maka segera mungkin untuk ditangani karena
dikhawatirkan penyakit E.coli akan masuk kedalam tubuh ayam dan menjangkit secara perlahan dan
akan terjadilah penyakit yang sangat berbahaya yang di sebut dengan CRD komplek.
Dan dalam penggunaan obat, sangat di anjurkan sekali bahwa setiap 4 periode pemeliharaan,
pemakaian obat-obatan atau antibiotik harus di lakukan penggantian, maksudnya untuk mencegah
terjadinya resistensi obat pada ayam.

13
5) Berak Kapur (Pullorum)
Disebut penyakit berak kapur karena gejala yang mudah terlihat adalah ayam diare
mengeluarkan kotoran berwarna putih dan setelah kering menjadi seperti serbuk kapur. Disebabkan
oleh bakteri Salmonella pullorum (Anonimus, 2009).
Kematian dapat terjadi pada hari ke-4 setelah infeksi. Penularan melalui kotoran. Pengobatan
belum dapat memberikan hasil yang memuaskan, yang sebaiknya dilakukan adalah pencegahan
dengan perbaikan sanitasi kandang. Infeksi bibit penyakit mudah menimbulkan penyakit, jika ayam
dalam keadaan lemah atau stres. Kedua hal tersebut banyak disebabkan oleh kondisi lantai kandang
yang kotor, serta cuaca yang jelek. Cuaca yang mudah menyebabkan ayam lemah dan stres adalah
suhu yang terlalu panas, terlalu dingin atau berubah-ubah secara drastis. Penyakit, terutama yang
disebabkan oleh virus sukar untuk disembuhkan. Untuk itu harus dilakukan sanitasi secara rutin dan
ventilasi kandang yang baik (Anonimus, 2009). Pullorum merupakan penyakit menular pada ayam
yang dikenal dengan nama berak putih atau berak kapur (Bacilary White Diarrhea= BWD). Penyakit
ini menimbulkan mortalitas yang sangat tinggi pada anak ayam umur 1-10 hari. Selain ayam,
penyakit ini juga menyerang unggas lain seperti kalkun, puyuh, merpati, beberapa burung liar.
Etiologi
Pullorum atau Berak kapur disebabkan oleh bakteri salmonella pullorum dan bakteri gram
negatif. Bakteri ini mampu bertahan ditanah selama 1 tahun.
Kejadian penyakit. Di Indonesia penyakit pullorum merupakan penyakit menular yang sering
ditemui. Meskipun segala umur ayam bisa terserang pullorum tapi angka kematian tertinggi terjadi
pada anak ayam yang baru menetas. Angka morbiditas pada anak ayam sering mencapai lebih dari
40% sedangkan angka mortalitas atau angka kematian dapat mencapai 85%.

Cara penularan
Penularan penyakit Pullorum dapat melalui 2 jalan yaitu:
-Secara vertikal yaitu induk menularkan kepada anaknya melalui telur.
-Secara horizontal terjadi melalui kontak langsung antara unggas secara klinis sakit dengan ayam
karier yang telah sembuh, sedangkan penularan tidak langsung dapat melalui kontak dengan
peralatan, kandang, litter dan pakaian dari pegawai kandang yang terkontaminasi.
Gejala klinis
Nafsu makan menurun
Feses (kotoran) kotoran berwarna putih seperti kapur
Kotorannya menempel di sekitar dubur berwarna putih
Kloaka akan menjadi putih karena feses yang telah kering
Jengger berwarna keabuan
Mata menutup dan nafsu makan turun
Badan anak ayam menjadi lemas
Sayap menggantung dan kusam
Lumpuh karena arthritis
Suka bergerombol
14
Diagnosis
Isolasi dan identifikasi salmonella pullorum dapat diambil melalui hati, usus maupun kuning
telur dapat dilakukan pembiakan kedalam medium. Ayam karier yang sudah sembuh dapat
diidentifikasi dengan penggumpalan darah secara cepat (rapid whole blood plate aglutination test).
Pengobatan
Pengobatan Berak Kapur dilakukan dengan menyuntikkan antibiotik seperti furozolidon,
coccilin, neo terramycin, tetra atau mycomas di dada ayam. Obat-obatan ini hanya efektif untuk
pencegahan kematian anak ayam, tapi tidak dapat menghilangkan infeksi penyakit tersebut.
Sebaiknya ayam yang terserang dimusnahkan untuk menghilangkan karier yang bersifat kronis.
Pencegahan
Beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan oleh para peternak ayam adalah :
Menjaga kebersihan lingkungan hidup ayam.
Menjaga kebersihan kandang dengan cara disucihamakan dengan menggunakan larutan kaporit (
takaran 1 : 1.000 ).
Pengapuran kandang.
Pembuangan kotoran ayam jauh dari lokasi peternakan.
Perlindungan dari serangan berbagai macam hewan liar.
Pengkarantinaan ayam yang terserang penyakit.
Pemusnahan bangkai ayam ( dibakar atau dipendam ).
Ayam yang dibeli dari distributor penetasan atau suplier harus memiliki sertifikat bebas
salmonella pullorum.
Melakukan desinfeksi pada kandang dengan formaldehyde 40%.
Ayam yang terkena penyakit sebaiknya dipisahkan dari kelompoknya, sedangkan ayam yang
parah dimusnahkan.

6) Berak darah (Coccidiosis)


Gejala: tinja berdarah dan mencret, nafsu makan kurang, sayap terkulasi, bulu kusam
menggigil kedinginan.
Pengendalian: (1) menjaga kebersihan lingkungaan, menjaga litter tetap kering; (2) dengan
Tetra Chloine Capsule diberikan melalui mulut; Noxal, Trisula Zuco tablet dilarutkan dalam air
minum atau sulfaqui moxaline, amprolium, cxaldayocox.

7) Pasteurellosis (Kolera unggas)


Kholera atau dikenal juga dengan nama fowl cholera, avian pasteurellosis dan avian
hemorrhagic septicaemia merupakan salah satu penyakit infeksius yang banyak menyebabkan
masalah di peternakan ayam dan kalkun. Kholera merupakan penyakit bakterial yang umum
ditemukan pada peternakan kecil di Asia. Mortalitas dapat mencapai 80% terutama pada musim
penghujan. Penyakit ini biasanya menyerang ayam diatas 6 minggu ditandai dengan adanya
peningkatan angka kematian yang mendadak dan tidak terduga. Kholera banyak ditemukan pada
ayam yang stress akibat sanitasi yang jelek, malnutrisi, kandang terlalu padat, dan adanya penyakit
15
lain. Kalkun lebih rentan terhadap penyakit ini dibandingkan dengan ayam, dan ayam yang tua lebih
rentan dibanding yang masih muda. Mengingat tingkat kerentanan dan pengelolaan peternakan,
kasus kholera di Indonesia lebih banyak ditemukan pada ayam petelur dibandingkan dengan ayam
pedaging. Hal ini terkait dengan masa pemeliharaan ayam pedaging yang cukup pendek, serta
kebiasaan peternak yang akan memanen ayamnya lebih cepat apabila ditemukan kasus penyakit
untuk mencegah kerugian yang besar. Kholera disebabkan oleh Pasteurella multocida, bakteri gram
negatif yang ditemukan oleh Louis Pasteur pada tahun 1880-an. P. multocida sangat rentan terhadap
disinfektan biasa, sinar matahari dan panas. Akan tetapi masih bisa bertahan sekitar 1 bulan di
kotoran, 3 bulan di karkas dan antara 2-3 bulan di tanah yang lembab. Infeksi dapat terjadi melalui
rute mulut dan saluran pernafasan.
Kholera dapat masuk ke peternakan melalui burung, tikus, orang atau peralatan yang pernah
kontak dengan penyakit. Penyebaran antar flok dapat disebabkan oleh minuman yang
terkontaminasi, kotoran dan discharge hidung.
Pada kasus yang akut, kematian ayam merupakan gejala pertama yang nampak. Demam,
turunnya konsumsi pakan, discharge dari mulut, diare dan gejala pernafasan dapat pula terlihat.
Gejala lain termasuk sianosis dan pembengkakan jengger. Ayam yang bertahan hidup menjadi
kronis atau dapat pula sembuh, sedangkan yang lain bisa mati karena dehidrasi. Pada kasus lebih
lanjut, ayam akan menunjukan gejala penurunan berat badan dan pincang karena infeksi pada
persendian.
Pada awal kasus angka kematian berkisar antara 5-15% bahkan bisa lebih tinggi apabila
terjadi bersamaan denga kasus penyakit lain. Angka kematian akan menurun sampai 2-5% ketika
kasusnya menjadi kronis. Ayam yang tertular secara kronis dapat mati, tetap tertular dalam jangka
waktu yang panjang atau sembuh. Persentase yang tinggi dari ayam di dalam flok akan menjadi
carriers walaupun terlihat normal atau sehat dan merupakan sumber utama penularan. Penyebaran P
multocida didalam flok terjadi melalui eksresi dari mulut, hidung, dan konjungtiva unggas yang
sakit dan kemudian mengkontaminasi lingkungan. Selain dari ayam yang selamat dari bentuk akut,
kasus kronis ditemukan pada ayam yang tertular agen yang tidak terlalu ganas.
Ayam yang tertular secara kronis akan mengeluarkan agen penyakit sepanjang hidupnya. P.
multocida dapat ditemukan dalam semua jaringan pada unggas yang mati dengan gejala septicemia,
sehingga praktek kanibalisme juga merupakan faktor penyebaran yang sangat penting bagi penyakit
ini.
Diagnosa
Diagnosa positif hanya dapat dilakukan apabila dilakukan isolasi serta identifikasi P.
Multocida di laboratorium. Diagnosa tentatif bisa dilakukan berdasarkan sejarah, gejala klinis dan
patologi anatomi. Walaupun sejarah dan gejala klinis menunjukan kemungkinan ditemukannya
kholera, agen penyebab sebaiknya tetap diisolasi sehinga isolat dapat diuji untuk tingkat
kepekaannya terhadap antibiotik.

16
Pencegahan
Pencegahan terbaik adalah melalui penerapan biosecuriti yang baik, kontrol rodensia, dan
hygiene peternakan. Selain itu sebagai alat pencegahan, bacterin dapat digunakan pada umur 8 dan
12 minggu serta vaksin pada umur 6 minggu. Semua langkah dasar dari program biosekuriti
diperlukan untuk mencegah masuknya penyakit. Orang sebagai sumber penularan yang paling
dominan harus dikontrol dengan baik. Hanya orang-orang yang perlu masuk kandang saja yang bisa
masuk kedalam kandang dan inipun harus melalu prosedur pencucian tangan dengan sabun dan
kalau memang memungkinkan untuk selalu memakai pakaian kandang yang baru dan sepatu boot
yang bersih. Program sanitasi yang baik untuk kandang dan peralatan juga sangat penting, terutama
ketika persiapan memasukan unggas baru. Hal yang paling penting adalah pembersihan dan
disinfeksi peralatan pakan dan minum. Pengawasan yang ketat untuk tiap pemasukan pakan,
peralatan kandang dan juga orang sangat diperlukan untuk mencegah masuknya kholera.
Berikut hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah kasus kholera:
1. Ayam yang sakit dan mati di pisahkan dari ayam yang sehat untuk kemudian di musnahkan
(disposal yang baik)
2. Apabila wabah telah terjadi, dilakukan depopulasi, pembersihan dan desinfeksi kandang serta
peralatan kandang
3. Jeda waktu antara ayam tua yang di afkir dan penggantinya
4. Kontrol rodensia dan hama lainnya
5. Sumber air minum yang aman dan bersih
6. Mencegah kontak antara ayam dengan hewan lain dan burung liar
7. Bacterin dan vaksinasi
8. Pengobatan Jenis sulfa dan antibiotik (sulfadimethoxine, sulfaquinoxaline, sulfamethazine,
sulfaquinoxalene, penicillin, tetracycline, erythromycin, streptomycin).

Penggunaan vaksin atau bacterin

Vaksinasi dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini, akan tetapi perlu diingat bahwa
vaksinasi hanya merupakan alat pencegahan bagi peternakan yang berisiko tinggi terkena kholera
karena berdekatan dengan peternakan tertular. Vaksinasi kholera sendiri sebenarnya mempunyai
risiko, sebagai contoh: vaksin hidup walaupun akan memberikan pertahanan juga akan
menghasilkan efek samping yang tidak diharapkan. Bacterin killed, akan memberikan hasil tingkat
antibodi yang baik, tetapi hanya spesifik untuk strain yang digunakan.
Pengobatan
Pengobatan untuk kholera sebaiknya dijadikan alternatif terakhir. Pengobatan hanya efektif
apabila dilakukan pada awal-awal kasus sebelum terlalu banyak ayam yang tertular dan penyakit
menjadi kronis. Walaupun pengobatan dapat mengurangi dampak dari wabah, ayam tertular dapat
saja kambuh lagi apabila pengobatan dihentikan. Sehingga pengobatan perlu diperpanjang dengan
penambahan obat ke pakan dan minuman. Perlu diingat bahwa penggunaan antibiotik atau sulfa
harus berdasarkan hasil tes sensitifitas terhadap agen yang diisolasi dari lokasi kasus. Pengobatan
17
dapat mengurangi angka kematian dan mempertahankan tingkat produksi. Akan tetepi apabila
infeksi kronis sudah ditemukan, keuntungan pengobatan sangat sulit untuk dapat dilihat.
Sulfaquinoxaline sodium dalam pakan atau air minum biasanya dapat mengontrol angka kematian,
begitu pula halnya dengan sulfamethazine dan sulfadimethoxine.
Penggunaan tetracycline dosis tinggi dalam pakan (0.04%), air minum atau injeksi dapat pula
bermanfaat untuk pengobatan. Penicillin efektif digunakan untuk infeksi yang resisten terhadap
sulfa. Perlu diperhatikan bahwa pengobatan dengan sulfa akan menghasilkan residu di daging dan
telur. Antibiotik dapat digunakan dengan menggunakan dengan dosis yang lebih tinggi dan jangka
waktu yang cukup panjang untuk menghentikan wabah. Mengingat adanya efek samping residu
yang tidak diharapkan, semua pengobatan sebaiknya dikonsultasikan dengan dokter hewan yang
dapat menilai efektifitas dan keamanan dari penggunaan sulfa dan antibiotik ini.

8) Sindrom Kerdil Ayam


Masih kerap terdengar bila kita melakukan kunjungan lapangan ke peternak peternak ayam
pedaging (broiler), adanya keluhan mengenai ketidak seragaman ayam yang
dipeliharanya. Menurut penuturan mereka, pada saat doc tiba kondisinya terlihat seragam, tetapi
setelah ayam mulai menginjak usia di atas 14 hari, baru terlihat adanya ayam yang terlambat
pertumbuhannya.
Pertumbuhan yang tidak seragam pada ayam broiler memang banyak penyebabnya seperti :
Doc berasal dari Bibit Muda atau Bibit Tua Sekali
Multi strain dalam satu flock / kandang
Kurang tempat pakan dan tempat minum
Kepadatan ayam di kandang yang terlalu tinggi
Penyakit infectious seperti Coccidiosis
Sindroma Kekerdilan pada Broiler ( Runting and Stunting Syndrome )
Pada umumnya para peternak berpendapat bahwa beberapa penyebab yang menyebabkan
ayamnya tidak seragam seperti karena doc, multistrain dalam satu kandang, kurang peralatan makan
dan minum, kepadatan ayam dalam kandang dan penyakit coccidiosis, mereka sudah dapat
mengatasinya di lapangan. Tetapi untuk sindroma kekerdilan atau runting and stunting syndrome,
para peternak masih meraba-raba penyebabnya, karena kejadian di lapangan kadang ada dan kadang
tidak ada atau hilang dengan sendirinya.
Sindroma Kekerdilan pada Broiler mempunyai berbagai ragam nama lain seperti :
Malabsorption Syndrome
Stunting Syndrome
Reovirus Malabsorption
Pale Bird Syndrome
Helicopter Disease
Brittle bone Disease
Sindroma kekerdilan didefinisikan sebagai : Sekelompok ayam (umumnya terjadi 5-40%
populasi ) yang mengalami laju pertumbuhan yang kurang pada kisaran usia 4-14 hari. Dimana
18
setelah pada awalnya pertumbuhan tertekan, kemudian kembali normal, tetapi tetap lebih kecil dari
yang normal.
Bila kondisi di atas dialami peternak broiler maka beberapa kerugian sudah nampak di depan
mata seperti : tingginya ayam culling; tingginya FCR; rataan berat badan di bawah standar; berat
badan yang sangat bervariasi, hal mana akan menjadi masalah bila ada kontrak dengan slaughter
house / rumah potong ayam; masalah dengan penjualan karena banyaknya ayam yang kecil.
Penyebab
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya yaitu :
Penyebab berasal dari Pembibitan
Penyebab berasal dari Penetasan / Hatchery
Penyebab berasal dari Manajemen Produksi
Penyebab berasal dari Pakan / Nutrisi
Penyebab berasal dari Lingkungan
Penyebab berasal Penyakit

1. Penyebab berasal dari Pembibitan.


Beberapa hal yang berasal dari Pembibitan yang dapat menyebabkan doc yang dihasilkan
mengalami sindroma kekerdilan antara lain :
Telur tetas kecil (telur tetas yang berasal dari usia induk < 35 minggu dan atau biasanya pada saat
puncak produksi)
Maternal antibodi Reo-virus yang diturunkan rendah, padahal DOC perlu Maternal Antibodi yang
tinggi
Akan lebih parah apabila induknya positif Salmonella enteritidis
Walaupun demikian kekerdilan bukan merupakan penyakit yang diturunkan
2. Penyebab berasal dari Penetasan / Hatchery.
Beberapa hal yang berasal dari Penetasan / Hatchery yang dapat menyebabkan doc yang
dihasilkan mengalami sindroma kekerdilan antara lain :
Waktu koleksi telur tetas yang terlalu lama
Tidak dilakukannya grading telur tetas yang akan dimasukkan ke mesin tetas
Bercampurnya telur tetas yang berasal dari usia induk yang sangat jauh berbeda
Terlalu lama proses penanganan di ruang seleksi sehingga doc mengalami stress
Kurang representatifnya alat angkut doc (chick van) dari Hatchery ke Peternak / kandang
pemeliharaan.
3. Penyebab berasal dari Manajemen Produksi
Manajemen Produksi juga dapat menjadi penyebab terjadinya sindroma kekerdilan seperti :
Biosecurity yang buruk
Farm terdiri dari beberapa usia (multi ages)
Kurang baiknya kualitas doc yang dipelihara
Penanganan doc yang kurang baik terutama waktu periode brooding
Cara pemberian, kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan tidak benar
19
4. Penyebab berasal dari Pakan / Nutrisi
Kandungan yang terdapat pada pakan jika kurang atau berlebihan kadang menimbulkan
pertumbuhan yang kurang baik bagi ayam yang dipelihara misalnya
Gejala sering seperti ayam yang terserang mycotoxicosis, khususnya Aflatoxicosis
Penggunaan Bungkil Kacang Kedelai yang berkualitas rendah
Penggunaan Canola Meal dan Protein Hewani lebih daripada 8%
Tidak ada atau rendah kandungan Natrium (khusus di Asia)
Penggunaan vitamin yang kurang, khususnya pada pakan Breeder.

5. Penyebab berasal dari Lingkungan.


Menempatkan ayam pada kondisi lingkungan yang kurang kondusif akan juga
mengakibatkan ayam terkena sindroma kekerdilan, seperti :
Lingkungan kandang yang bersuhu dan kelembaban terlalu tinggi
Liingkungan kandang yang terlalu padat populasi ayamnya dan terdiri dari berbagai usia
Lingkungan kandang merupakan daerah endemik penyakit yang bersifat imunosupresif.
Penyebab berasal dari Penyakit.
Ada beberapa penyakit yang dapat memicu timbulnya sindroma kekerdilan, dimana penyakit
tersebut umumnya menimbulkan stress dan khususnya bersifat immunosupresif, seperti :
Infeksi Reo virus
Infeksi Mareks Disease, hal ini dapat terjadi terutama di Asia karena Broiler di Asia tidak
divaksinasi
Chicken Anemia Virus, vaksinasi tidak dilakukan di beberapa negara
ALV J, diduga ada korelasi positif dengan sindroma kekerdilan
Infectious Bursal Disease / Gumboro, beberapa negara hanya memakai strain klasik untuk
vaksinasinya
Avian Nephritis Virus
Reaksi yang berlebihan dari vaksinasi ND dan IB
Penyebab utama yang paling berperanan adalah Reo virus dengan spesifikasi sebagai berikut :
Virus tidak berselubung / amplop, tahan panas dan dapat hidup
pada 600 C selama 8 10 jam
pada 560 C selama 22 24 jam
pada 370 C selama 15 16 minggu
pada 220 C selama 48 51 minggu
pada 40 C selama lebih dari 3 tahun
pada - 630 C selama lebih dari 10 tahun

Penularan
Penularan dapat terjadi secara horizontal
Melalui jalur respirasi

20
Penularan secara vertikal dengan suatu percobaan dengan cara inokulasi induk usia 15 bulan, ternyata
pada doc hasil tetasannya (17 19 hari post inokulasi) mengandung virus reo

Gejala Klinis
Biasanya mulai terlihat pada usia 4 8 hari dengan ciri-ciri :
Malas bergerak
Bulu kusam
Coprophagia (faeces / litter eating)
Bila di uji gula darahnya Hypoglycaemic
Hanya sebagian populasi yang terkena dengan kategori :
5 10 % populasi dengan kategori RINGAN
10 30 % populasi dengan kategori BURUK
30 % populasi dengan kategori BENCANA
Biasanya terlihat pada usia 2 minggu :
Bulu sekitar kepala dan leher tetap Yellow Heads
Bulu primer sayap patah / dislokasi Helicopter Birds / Stress Banding
Tulang kering / betis berwarna pucat
Jika diperiksa kotorannya masih utuh / makanan hanya lewat saja.

9) Colibacillosis
Collibacillosis adalah Penyakit infeksius pada unggas yang disebabkan oleh kuman
Echerichia coli yang pathogen / ganas baik secara primer maupun secara sekunder. Colibacillosis
pertama kali ditemukan pada tahun 1894, setelah itu banyak kejadian-kejadian colibacillosis
sehingga memperkaya dan saling melengkapi mengenai penyakit ini baik kejadian di lapangan
maupun penelitian di laboratorium.
Kuman pada umumnya menular secara horizontal, dan secara garis besar dibagi menjadi 2
penyebab utama yaitu :
Dari dalam, yaitu yang berasal dari anak ayam / ayam itu sendiri, seperti kejadian Radang pusar atau
Omphalitis, Stress ataupun Dehydrasi akibat perjalanan. Dalam saluran pencernaan ayam ada 106
/gr, dimana 10 15 % adalah berpotensi menjadi pathogen / ganas.
Dari luar, yaitu yang berasal dari kontaminan lingkungan sekitar / area kandang dan atau yang
berasal dari bahan sapronak yang tidak bersih misalnya kontaminan berasal dari pakan, air dan udara
yang tercemar Escherichia coli.
Walaupun penyebabnya sama yaitu infeksi bakteri Escherichia coli, tetapi di lapangan
banyak dikenal berbagai macam penyakit yang merupakan berbagai bentuk manifestasi akibat
terinfeksi bakteri ini, diantaranya adalah :
1. Kematian Embrio / Omphalitis
2. Air Sacculitis / Radang Kantung Hawa
3. Colisepticemia/ Koliseptisemia

21
4. Panophthalmitis
5. Swolen Head Syndrome
6. Coli Granuloma / Hjarres Diseases
Pencegahan
Usahakan agar anak ayam yang dipelihara berasal dari pembibitan yang bebas dari penyakit
pernapasan seperti CRD, IB dan ND.
Jika anak ayam sudah terlanjur masuk di kandang, anak ayam yang sudah terinfeksi dengan bakteri
Escherichia coli agar diafkir.
Jalankan selalu prinsip water treatment / pengobatan air secara efektif dan berkesinambungan, untuk
menurunkan populasi bakteri dalam air minum.
Perhatikan selalu ventilasi, agar ayam selalu mendapat udara yang segar, bersih dan sehat.
Laksanakan biosecurity secara terpadu, agar kondisi farm sesedikit mungkin mengandung
kontaminan khususnya bakteri Escherichia coli.
Jaga selalu kekeringan litter kandang agar tidak terlalu kering juga tidak terlalu basah, Untuk itu
perlu diperhatikan selalu kepadatan populasi agar kondisi kekeringan litter mudah untuk
dikendalikan.
Spray ruang kandang setiap hari menggunakan campuran air dengan BIODES-100, SEPTOCID atau
GLUTAMAS sangat berguna disamping untuk menjaga kelembaban juga mengurangi density
bakteri di ruang kandang.
Bila ayam selalu terserang infeksi Escherichia coli yang parah pada usia di atas tiga minggu, tidak
ada salahnya lakukan penyuntikan doc pada usia 4 hari pertama dengan antibiotika secara subkutan
bisa dengan memakai GENTIPRA atau HIPRASULFA TS sesuai dengan dosis yang dianjurkan.
Alternatif vaksinasi inaktif kombinasi O2K1 dan O78K80, dalam pelaksanaannya masih terjadi pro
dan kontra akan efektifitas kegunaannya, karena belum ada hasil yang sangat nyata.
Hal yang paling penting untuk dilakukan agar serangan infeksi bakteri Escherichia coli tidak
menjadikan ayam peliharaan menjadi menderita adalah dengan cara menciptakan ayam senyaman
mungkin tinggal dalam kandangnya, dengan kata lain jangan sampai ayam mengalami stress, karena
stress merupakan pencetus utama ayam terserang infeksi bakteri ini.
Pengobatan
Kuman E. coli kebanyakan sensitif / peka terhadap beberapa antibiotika seperti kelompok
aminoglukosida (NEOXIN), polipeptida (MOXACOL), tetrasiklin, Sulfonamida, trimethoprim
(COLIMAS) dan Quinolon (CIPROMAS, ENROMAS).
Apabila setelah diobati dengan berbagai antimikroba tidak terjadi perubahan kearah
penyembuhan, maka perlu dilakukan uji sensitivitas.
Pencegahan dengan menggunakan obat suntik Hiprasulfa TS dan Gentipra, serta spray
kandang dengan desinfektan Biodes-100, Septocid dan Glutamas, maupun pengobatan dengan
menggunakan Neoxin, Moxacol, Colimas, Cipromas maupun Enromas, agar diperhatikan benar cara
dan dosis pemakaiannya dan dilaksanakan sesuai dengan anjuran dari pembuatnya, agar
mendapatkan efek pengobatan yang maksimal.

22
10) Pilek Pada Ayam
Penyakit pilek yang menyerang pada ayam masuk ke dalam kategori penyakit yang
berbahaya dikarenakan penyakit ini dapat menular dengan sangat cepat dan dapat menyerang ke
semua jenis ayam. Ayam yang menderita penyakit pilek pergerakannya berubah menjadi pasif.
Gejala lain yang muncul pada ayam yang terserang pilek adalah nafsu makannya menghilang,
kepalanya bergoyang goyang dan sering bersin bersin. Jika kondisi ini dibiarkan berlarut larut,
kondisi ayam akan semakin parah. Dari lubang hidung dan kedua matanya akan keluar semacam
cairan yang pada akhirnya nanti dapat membuat hidung ayam tersumbat sehingga membuat ayam
menjadi susah bernafas. Penyakit ayam ini disebabkan oleh bakteri haemophilus galloinarum dan
dapat menyebar melalui makanan, minuman dan udara. Untuk mengatasi penyebaran penyakit pilek
ini, peternak ayam harus segera memindahkan ayam yang sedang sakit ke kandang khusus untuk
dikarantina.

Pengobatan
Beberapa obat yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit pilek pada ayam adalah
neofet, kapsul anti snot dan bubuk coryuit. Dosis pemakaian obat dan cara pemberian obat harus
disesuaikan dengan petunjuk yang ada dikemasan obat. Selain itu, penyakit ini juga dapat
disembuhkan dengan cara menyuntikkan cairan streptomycim berdosis 0,2 cc / suntikkan / hari.
Proses penyuntikkan berlangsung selama 5 hari dengan bagian tubuh ayam yang disuntik adalah
leher bagian belakang. Beberapa jenis obat yang biasa dikonsumsi oleh manusia ditengarai juga
dapat digunakan untuk mengobati ayam yang sedang terserang penyakit pilek. Mereka adalah
refagan dan bodrex. Caranya adalah : satu tablet obat dilarutkan ke dalam 1 sendok air teh dan
kemudian diminumkan kepada ayam.
Pencegahan
Pemberian antibiotik (streptomycin dan sulfanilamida) secara berkala dapat membantu
mencegah ayam tidak mudah terserang pilek. Vaksinasi (corryta naccin dan vaksin snot) juga harus
dilakukan ketika ayam masih berumur 2 minggu, 1 bulan, 3 bulan dan menjelang usia dewasa.
11) Hama
Tungau (kutuan)
Gejala: ayam gelisah, sering mematuk-matuk dan mengibas-ngibaskan bulu karena gatal, nafsu
makan turun, pucat dan kurus.
Pengendalian: (1) sanitasi lingkungan kandang ayam yang baik; pisahkan ayam yang sakit
dengan yang sehat; (2) dengan menggunakan karbonat sevin dengan konsentrasi 0,15% yang
encerkan dengan air kemudian semprotkan dengan menggunakan karbonat sevin dengan konsentrasi
0,15% yang encerkan dengan air kemudian semprotkan ketubuh pasien. Dengan fumigasi atau
pengasepan menggunakan insektisida yang mudah menguap seperti Nocotine sulfat atau Black leaf
40.

23
2.6. Mortalitas
Mortalitas merupakan angka kematian dalam pemeliharaan ternak. Ada banyak hal yang
berpengaruh terhadap mortalitas dalam pemeliharaan unggas. Misalnya, adalah karena penyakit,
kekurangan pakan, kekurangan minum, temperatur, sanitasi, dan lain sebagainya. Penyakit
didefinisikan sebagai segala penyimpangan gejala dari keadaan kesehatan yang normal. Tingkat
kematian yang disebabkan oleh penyakit tergantung dari jenis penyakit yang menyerang unggas.
Dalam pemeliharaan petelur yang berhasil, tingkat kematian 10 sampai 12% dianggap normal dalam
satu tahun produksi. Dalam kelompok pedaging, kematian maksimum per tahun normalnya adalah
sekitar 4%. Setiap kematian yang melebihi angka tersebut harus dianggap sebagai kondisi yang
serius yang harus mendapat perhatian segera dari peternak yang bersangkutan (Blakely and Bade,
1991).
Menurut Sidadolog (2001) ayam dewasa dan merpati mampu bertahan hidup tanpa makan
selama 2 sampai 3 minggu. Kehilangan berat akibat kekurangan pakan (kelaparan) pada merpati
antara 38 sampai 42% dari berat badan semula, sedangkan pada ayam setelah berpuasa selama 11
hari dan bebas minum, kehilangan berat 25% dari berat semula. Pemberian pakan yang terkontrol
dan teratur dapat menurunkan mortalitas ayam dan daya hidup bertambah.
Kecukupan air minum pada ayam sangat penting diperhatikan. Ayam lebih baik mengalami
kelaparan daripada kehausan dan kehilangan air. Ayam akan mati apabila kehilangan air 5 sampai
15% berat hidup. Kematian terjadi pada ayam akibat kekurangan air dinyatakan sebagai berikut,
ayam berumur 8 minggu selama 72 jam, merpati dewasa selama 12 sampai 13 hari, ayam petelur
selama 8 sampai 13 hari dan ayam dewasa yang tidak bertelur sampai 32 hari. Pada periode starter,
ayam broiler yang dipelihara pada temperatur rendah (5 0C) terjadi kematian pada 4 minggu pertama
sekitar 18%, karena secara nyata temperature tubuh terlalu rendah di bawah soll wert (Sidadolog,
2001).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menekan angka kematian adalah mengontrol
kesehatan ayam, mengontrol kebersihan tempat pakan dan minum serta kandang, melakukan
vaksinasi secara teratur, memisahkan ayam yang terkena penyakit dengan ayam yang sehat, dan
memberikan pakan dan minum pada waktunya (Siregar et al., 1980).

24
2.7 Analisis Hubungan
Usaha perunggasan pada saat sekarang dan masa mendatang memiliki prospek yang cukup
baik. Hal ini karena produk unggas memiliki kemampuan produksi yang cepat dan masal, produk
daging dan telur disukai semua lapisan masyarakat dan didukung oleh industri penunjang secara
paripurna diantaranya industry pembibitan, pabrik pakan, obat- obatan dan peralatan.
Untuk mendirikan suatu peternakan diperlukan adanya modal yang menurut Kadarson
(1992) merupakan salah satu faktor produksi yang disediakan, diolah dan dikontrol di dalam suatu
perusahaan agrobisnis maupun usaha tani yang masih sederhana.
Berdasarkan arah pemakainnya, modal terbagi menjadi modal investasi dan modal
operasional (Kadarson, 1992). Modal operasional atau modal kerja disebut juga modal lancar yang
dipakai untuk membiayai semua pengeluaran yang menyebabkan perusahaan aktif, misalnya untuk
membeli bahan-bahan produksi, perlengkapan-perlengkapan, upah pengawas borongan dan
pengeluaran-pengeluaran konsumtif pada masa operasional (Kadarson, 1992).
Menurut Rasyaf (1994) biaya ransum merupakan biaya terbesar dari seluruh komponen
biaya produksi unggas umumnya dan ayam broiler khususnya. Biaya ini tergantung pada harga
ransum dan konsumsi ransum secara kuantitatif dan kualitatif ditentukan secara teknis dan sudah ada
standarnya, maka yang pertama harus dilihat dari sudut harga ransum itu sendiri.
Tujuan setiap perusahaan adalah meraih keuntungan semaksimal mungkin dan
mempertahankan kelestarian perusahaan (Kadarson, 1992). Oleh karena output yang digunakan,
maka perusahaan akan berusaha mencapai suatu tingkat produksi yang dapat memberikan laba
maksimal, yaitu suatu kondisi dimana marginal costnya adalah sama dengan marginal revenue
(Prawirokusumo, 1981).

2.8. Panen

Hasil Utama, untuk usaha ternak ayam pedaging, hasil utamanya adalah berupa daging ayam
Hasil Tambahan, usaha ternak ayam broiler (pedaging) adalah berupa tinja atau kotoran
kandang dan bulu ayam.

2.9. Pasca Panen


1. Stoving
Penampungan ayam sebelum dilakukan pemotongan, biasanya ditempatkan di kandang
penampungan (Houlding Ground)
2. Pemotongan
Pemotongan ayam dilakukan dilehernya, prinsipnya agar darah keluar keseluruhan atau
sekitar 2/3 leher terpotong dan ditunggu 1-2 menit. Hal ini agar kualitas daging bagus, tidak mudah
tercemar dan mudah busuk.
3. Pengulitan atau Pencabutan Bulu

25
Caranya ayam yang telah dipotong itu dicelupkan ke dalam air panas (51,7- 54,4 0C). Lama
pencelupan ayam broiler adalah 30 detik. Bulu-bulu yang halus dicabut dengan membubuhkan lilin
cair atau dibakar dengan nyala api biru.
4. Pengeluaran Jeroan
Bagian bawah dubut dipotong sedikit, seluruh isi perut (hati, usus dan ampela) dikeluarkan. Isi perut
ini dapat dijual atau diikut sertakan pada daging siap dimasak dalam kemasan terpisah.
5. Pemotongan Karkas
Kaki dan leher ayam dipotong. Tunggir juga dipotong bila tidak disukai. Setelah semua jeroan sudah
dikeluarkan dan karkas telah dicuci bersih, kaki ayam/paha ditekukan dibawah dubur. Kemudian
ayam didinginkan dan dikemas.

26
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan
Ayam merupakan salah satu ternak yang potensial di daerah kita,dilihat dari segi konsumsi
masyarakat dan kebutuhan masyarakat akan daging dan telur ayam sangat tinggi karena hamper
setiap hari dikonsumsi,sehingga beternak ayam adalah salah satu peluang bisnis yang sangat
menguntungkan jika kita mau menekuninya dengan sungguh sungguh.
Beternak ayam juga memerlukan profesionalisme dan dedikasi yang penuh terhadap
peternakan ayamnya, agar hasil yang didapat juga maksimal dan sangat memuaskan. Dalam arti kita
mendapat keuntungan dari sisi ekonomi dan juga kita akan mendapatkan kepuasan batin dan itu
merupakan kebanggaan tersendiri dari diri kita atas usaha yang kita tekuni.

3.2. Saran
Semoiga makalah ini dapat menjadi panduan yang berguna bagi para peternak ayam baik bagi
pemula maupun yang professional.

27
DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2011 Pendahuluan. http://micksihite.blogspot.com/p/laporan-semester-praktikum-


produksi.html

Cahyono dan Bambang, 1995. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging (broiler). Penerbit
Pustaka Nusatama: Yogyakarta.

Fadillah. R, 2007. Sukses Berternak Ayam Broiler. PT.Agromedia Pustaka:. Ciganjur.

Kartini. 2011. Kandungan Zat Pakan Jagung. http://putramegatawang.com/kandungan-zat pakan-


jagung.html.

R, 2008. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial. Agromedia pustaka: Jakarta

Priatno, Martono.A, 2004. Membuat Kandanng Ayam. PT. Penebar Swadaya:. Jakarta

Rasyaf. M, 1994. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya: Jakarta

Sugandi, 1978. Tatalaksana Pemeliharaan Ayam Pedaging Strain MB 202-p Periode Starter
Finisher. PT. Janu Putro Sentosa: Bogor

28

Anda mungkin juga menyukai