1. Frans Kaiseipo Frans Kaisiepo (lahir di Wardo, Biak, Papua, 10 Oktober 1921 – meninggal di Jayapura, Papua, 10 April 1979 pada umur 57 tahun) adalah pahlawan nasional Indonesia dari Papua. Frans terlibat dalam Konferensi Malino tahun 1946 yang membicarakan mengenai pembentukan Republik Indonesia Serikat sebagai wakil dari Papua. Ia mengusulkan nama Irian, kata dalam bahasa Biak yang berarti tempat yang panas. Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Gubernur Papua antara tahun 1964-1973.[1] Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cendrawasih, Jayapura. Untuk mengenang jasanya, namanya diabadikan sebagai nama Bandar Udara Frans Kaisiepo di Biak Selain itu namanya juga di abadikan di salah satu KRI yaitu KRI Frans Kaisiepo. Bentuk-bentuk Perjuangan : a. Mempopulerkan lagu Indonesia Raya di Papua saat menjelang Indonesia merdeka. b. Pada 10 Juli 1946 mendirikan Partai Indonesia Merdeka (PMI) yang diketuai Lukas Rumkofen. c. Kaisiepo menjadi anggota delegasi Papua dalam konferensi Malino di Sulawesi Selatan,tahun 1946 yang membicarakan mengenai pembentukan Republik Indonesia Serikat. d. Ia mengusulkan nama IRIAN singkatan dari “Ikut Republik Indonesia Anti Netherland” untuk mengganti nama Papua. e. Menentang pembentukan Negara Indonesia Timur (NIT) karena NIT tidak memasukkan Papua ke dalamnya. f. Mengusulkan agar Papua dimasukkan ke dalam Keresidenan Sulawesi Utara. g. Tahun 1948 Kaisiepo ikut berperan dalam merancang pemberontakan rakyat Biak melawan pemerintah kolonial Belanda. h. Menolak menjadi ketua delegasi Nederlands Nieuw Guinea ke Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag. i. Tahun 1961 ia mendirikan partai politik Irian Sebagian Indonesia (ISI) yang menuntut penyatuan Nederlans Nieuw Guinea ke negara Republik Indonesia. j. Paruh tahun terakhir tahun 1960-an, Kaisiepo berupaya agar Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) bisa dimenangkan oleh masyarakat yang ingin Papua bergabung ke Indonesia. k. Pernah menjadi gubernur Papua antara tahun 1964-1973.
Nilai-nilai Yang Dapat diteladani :
a. Kegigihan dan pantang menyerah.
b. Jiwa Nasionalisme yang tinggi. c. Kukuh pada nilai yang dijunjung. 2. Silas Papare Silas Papare (lahir di Serui, Papua, 18 Desember 1918 – meninggal di Serui, Papua, 7 Maret 1973 pada umur 54 tahun) adalah seorang pejuang penyatuan Irian Jaya (Papua) ke dalam wilayah Indonesia. Ia adalah seorang pahlawan nasional Indonesia. Namanya diabadikan menjadi salah satu Kapal Perang Korvet kelas Parchim TNI AL KRI Silas Paparedengan nomor lambung 386. Selain itu, dididirkan Monumen Silas Papare di dekat pantai dan pelabuhan laut Serui. Sementara di Jayapura, namanya diabadikan sebagai nama Sekolah Tinggi Ilmu Sosial Politik (STISIPOL) Silas Papare, yang berada di Jalan Diponegoro. Sedangkan di kota Nabire, nama Silas Papare dikenang dalam wujud nama jalan. Bentuk-bentuk Perjuangan : a. Silas Papare membentuk Komite Indonesia Merdeka (KIM) hanya sekitar sebulan setelah Indonesia Merdeka.Tujuan KIM yang dibentuk pada bulan September 1945 ini adalah menghimpun kekuatan dan mengatur gerak langkah perjuangan dalam membela dan mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945. b. Mendirikan Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII). c. Mendirikan Badan Perjuangan Irian. d. Mempengaruhi Batalyon Papua bentukan sekutu untuk memberontak kepada belanda. e. Berusaha keras agar Papua menjadi bagian dari Republik Indonesia. f. Tahun 1962 mewakili Irian Barat duduk menjadi anggota delegasi RI dalam Perundingan New York antara Indonesia-Belanda dalam upaya penyelesaian masalah Papua. Berdasarkan perundingan tersebut Belanda akhirnya setuju untuk mengembalikan Papua ke Indonesia.
Nilai-nilai Yang Dapat diteladani :
a. Sifat rela berkorban b. Jiwa Nasionalisme yang tinggi c. Tekat yang kuat d. Sifat Berani melawan penjajah 3. Marthen Indey Marthen Indey (lahir di Doromena, 14 Maret 1912 – meninggal di Doromena, 17 Juli 1986 pada umur 74 tahun) merupakan putra Papua yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia sebagai pahlawan Nasional Indonesiaberdasar SK Presiden No.077 /TK/ 1993 tgl. 14 September 1993 bersama dengan dua putra Papua lainnya yaitu Frans Kaisiepo dan Silas Papare. Bentuk-bentuk Perjuangan : a. Antara tahun 1945-1947, Indey masih menjadi pegawai pemerintah Belanda dengan jabatan sebagai Kepala Distrik. Meski demikian, bersama-sama kaum nasionalis di Papua, secara sembunyi-sembunyi ia malah menyiapkan pemberontakan. Tetapi sekali lagi, pemberontakan ini gagal dilaksanakan. b. Sejak tahun 1946 Marthen Indey menjadi Ketua Partai Indonesia Merdeka (PIM). Ia lalu memimpin sebuah aksi protes yang didukung delegasi 12 Kepala Suku terhadap keinginan Belanda yang ingin memisahkan Papua dari Indonesia. c. Tahun 1962, saat Marthen Indey menyusun kekuatan gerilya sambil menunggu kedatangan tentara Indonesia yang akan diterjunkan ke Papua dalam rangka operasi Trikora. d. Beliau diangkat sebagai anggota MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) sejak tahun 1963 hingga 1968. Dan juga diangkat sebagai kontrolir diperbantukan pada Residen Jayapura dan berpangkat Mayor Tituler selama dua puluh tahun. e. Saat perang usai, ia berangkat ke New York untuk memperjuangkan masuknya Papua ke wilayah Indonesia, di PBB hingga akhirnya Papua (Irian) benar-benar menjadi bagian Republik Indonesia.
Nilai-nilai Yang Dapat diteladani :
a. Semangat juangnya dan keberaniannya dalam menentang pemerintah kolonial Belanda
b. Pendirian teguh untuk menegakkan kemerdekaan Indonesia c. Sikap pantang menyerah serta sabar dalam perjuangan d. Sikap cinta tanah air. B. Teladan Pahlawan dari Kalangan Bangsawan/Raja 1. Sultan Hamengkubuwono Sri Sultan Hamengkubuwana IX atau Gusti Raden Mas Dorodjatun,lahir di Ngayogyakarta Hadiningrat, 12 April 1912 – meninggal di Washington, DC, Amerika Serikat, 2 Oktober 1988 pada umur 76 tahun adalah seorang sultan yang pernah memimpin di Kesultanan Yogyakarta (1940–1988) dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang pertama setelah kemerdekaan Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia yang kedua antara tahun 1973 dan 1978. Dia juga dikenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia, dan pernah menjabat sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka. Bentuk-bentuk Perjuangan : a. Sebelum pelaksanaan Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, Komandan Brigade 10 daerah Wehrkreise III yaitu Letnan Kolonel Soeharto, meminta restu kepada Sultan Hamengkubuwono IX b. Tanggal 7 Mei 1949, Sultan Hamengkubuwono IX aktif dalam pelaksanaan Persetujuan Roem Royen. Salah satu hasil persetujuan tersebut adalah dilaksanakannya KMB (Konferensi Meja Bundar) untuk mewujudkan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda. c. Menyumbangkan 6.000 gulden untuk menjamin agar roda pemerintahan RI tetap berjalan. d. Mau mundur dari jabatan sebagai gubernur agar tidak diperalat oleh belanda. e. Memberikan bantuan logistik pada para pejuang RI. f. Memberikan tempat perlindungan bagi kesatuan TNI. Nilai-nilai Yang Dapat diteladani : a. Jiwa nasionalisme yang tinggi dan rela mengorbankan kedudukan dan kepentingan pribadi untuk kepentingan nasional b. Berjiwa demokrasi c. Loyal kepada Bangsa, Negara dan Pemerintah RI. d. Konsisten pada sikap dan tindakannya e. Rendah hati, sederhana, bijaksana dan memiliki integritas moral yang utuh. f. Sikap dan semangat perjuangannya 2. Sultan Syarif Kasim II dari Siak Yang Dipertuan Besar Syarif Kasim Abdul Jalil Saifuddin atau Sultan Syarif Kasim II (lahir di Siak Sri Indrapura, Riau, 1 Desember1893 – meninggal di Rumbai, Pekanbaru, Riau, 23 April 1968 pada umur 74 tahun) adalah sultan ke-12 Kesultanan Siak. Ia dinobatkan sebagai sultan pada umur 21 tahun menggantikan ayahnya Sultan Syarif Hasyim. Sultan Syarif Kasim II merupakan seorang pendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia.. Namanya kini diabadikan untuk Bandar Udara Internasional Sultan Syarif Kasim II di Pekanbaru. Bentuk-bentuk Perjuangan : a. Membangun kekuatan militer yang berawal dari barisan kehormatan pemuda-pemuda. Dilatih untuk membangkitkan semangat perlawanan dan mempertahankan diri serta membela nasib rakyat. b. Sultan Siak mengatur sebuah perlawanan bersenjata pada tahun1931 melalui pemberontakan dan perlawanan “si Kojan” yang terjadi di Sungai Pareban, Selat Akar, Merbau. c. Pada tahun 1917 Sultan Syarif Kasim II mendirikan Sekolah Agama Islam yang diberi nama Madrasah Taufiqiyah Al-Hasyimiah. d. Tidak lama setelah proklamasi dia menyatakan Kesultanan Siak sebagai bagian wilayah Indonesia, dan dia menyumbang harta kekayaannya sejumlah 13 juta gulden untuk pemerintah republik (setara dengan 151 juta gulden atau € 69 juta euro pada tahun 2011) . e. Bersama Sultan Serdang dia juga berusaha membujuk raja-raja di Sumatra Timur lainnya untuk turut memihak republik. f. Oktober 1945, Sultan Syarif Kasim II memprakarsai dibentuknya Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan Barisan Pemuda Republik di Siak Sri Inderapura (Riau). Nilai-nilai Yang Dapat diteladani : a. Setia kepada Republik Indonesia. b. Tidak segan menyumbangkan hartanya untuk Negara. c. Mencintai rakyatnya.