Anda di halaman 1dari 17

IMPLEMENTASI POLA HUBUNGAN INTI PLASMA

DAN PENDAPATAN PADA KEMITRAAN USAHA TERNAK AYAM


BROILER
(Studi Kasus pada PT Charoen Pokphand Indonesia di Kabupaten
Jombang)

OLEH
MUSNURHADI KURNIAWAN
2061271

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
PGRI DEWANTARA JOMBANG
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Peningkatan perekonomian di Indonesia sebagian besar dipengaruhi oleh
pertumbuhan disektor industri dan sektor pertanian. Sektor pertanian identik
dengan sistem agribisnis dengan berbagai subsektornya yaitu tanaman pangan dan
hortikultura, perkebunan, kehutanan dan peternakan. Agribisnis berbasis
peternakan adalah salah satu fenomena yang tumbuh pesat ketika ketersediaan
lahan menjadi terbatas, karena sistem usaha pertanian memerlukan lahan yang
luas namun ketersediaan lahan yang terbatas akan memicu efisiensi dan efektifitas
penggunaan lahan tersebut. Oleh karena itu usaha peternakan dapat dijadikan
salah satu alternative yang menjanjikan nilai keuntungan dimasa depan.
Usaha peternakan di Indonesia terdiri atas ternak sapi potong, sapi perah,
kerbau, kuda, kambing, domba, ayam buras, ayam ras petelur, ayam broiler (ayam
pedaging) dan itik. Salah satu komoditas peternakan yang paling popular di dunia
usaha agribisnis adalah ayam ayam broiler (ayam pedaging). Usaha ayam broiler
memiliki keuntungan yang tinggi karena minat masyarakat untuk mengkonsumsi
ayam broiler (ayam pedaging) cukup tinggi.
Pada usaha ternak ayam dengan modal yang kecil, peternak akan sangat
bergantung pada perusahaan pemilik modal karena perusahaan bisa menjamin
keberlangsungan produksi. Meskipun ada yang mempunyai modal sendiri namun
jumlahnya sangat terbatas, keadaan ini dikarenakan peternak harus menyediakan
bibit, pakan, obat-obatan, kandang, dan peralatan lainnya secara mandiri yang tak
mampu dipenuhi karena dihadapkan pada keterbatasan modal usaha.
Kemitraan usaha peternakan sudah dikembangkan di Indonesia sejak tahun
1984 melalui pola Perusahaan Inti Masyarakat (PIR) dalam bidang perunggasan.
Peran perusahaan peternakan berfungsi sebagai inti dan peran peternak rakyat
sebagai plasma yang kemudian dikenal dengan sebutan pola inti-plasma. Dengan
adanya kemitraan antara perusahaan inti dengan peternak rakyat, diharapkan hal
ini dapat menjadi solusi untuk mendorong tumbuhnya peternak di Indonesia
khususnya bagi peternak rakyat yang memiliki modal relatif kecil.
Daging ayam merupakan salah satu bahan makanan yang digemari oleh
masyarakat Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap daging ayam tidak pernah
ada matinya. Setiap hari masyarakat membutuhkannya untuk dikonsumsi, dan
didistribusikan sebagai bahan utama dalam memproduksi makanan, seperti; KFC
(Kentucky Fried Chicken), ayam geprek, mie ayam dan banyak lainnya.
Keberadaan ayam pedaging atau ayam potong atau lebih dikenal dengan sebutan
ayam broiler sudah tidak asing lagi bagi masyarakat. Selain termasuk jenis ayam
yang unggul kualitasnya, ayam broiler memiliki usia yang singkat dalam
pemeliharaan sehingga peternak dapat melakukan pemanenan dan mendapatkan
keuntungan dengan cepat. Beberapa keunggulan yang menjanjikan dalam
membudidayakan ayam pedaging (broiler) dibandingkan dengan usaha lain nya
(Rima Nastiti, 2012).
 Pertumbuhan ayam yang sangat cepat dengan waktu pemeliharaan relatif
pendek.
 Pertumbuhan ayam yang siap dipotong pada usia muda serta menghasilkan
daging yang kualitas.
 Memelihara ayam potong dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan
tersedianya daging ayam setiap harinya.
Masuknya perusahaan pakan asing di Indonesia merupakan ancaman besar
bagi kelangsungan industri pakan lokal. Perusahaan asing yang memiliki modal
besar dan teknologi merupakan saingan berat bagi perusahaan lokal. Pemerintah
memberikan syarat bagi perusahaan pakan untuk membuat kemitraan inti plasma,
pabrik pakan ternak diwajibkan untuk menjalin hubungan bisnis inti plasma
dengan peternak lokal.
Pemerintah mengharapkan terbukanya lapangan pekerjaan baru di pedesaan
yang akan membuat kesejahteraan penduduk desa meningkat. Namun ini menjadi
peluang baru bagi kaum kapitalisme yang begerak dalam bidang perunggasan.
Kemitraan yang dibuat merupakan kemitraan inti plasma, dimana perusahaan
pakan ternak sebagai inti dan peternak sebagai plama.
Perusahaan pakan sebagai inti memiliki tugas menyediakan Sapronak (Sarana
Produksi Ternak) dan obat-obatan kepada plasma, sedangkan peternak sebagai
plasma menyediakan kandang dan peralatan untuk produksi. Plasma akan
membayar biaya sapronak dan obat-obatan setelah panen dan plasma wajib
menjual hasil panen kepada inti, dalam hal ini plasma merasa diuntungkan karena
hasil panen dijamin dalam hal pemasaran sedangkan inti mendapat suplai hasil
panen secara kontinyu.
Sistem kemitraan inti plasma diharapkan akan mampu mengurangi jumlah
pengangguran di pedesaan dan mensejahterakan peternak. Namun kenyataannya
kesempatan ini menjadikan kapitalisme mulai merambah pedesaan, hubungan inti
plasma memiliki kebudayaan yang berbeda, pihak inti merupakan perusahaan
pakan ternak dengan budaya kapitalisme dan memaksimalkan keuntungan
sedangkan pihak plasma merupakan peternak kecil yang memiliki budaya
subsisten. Perbedaaan budaya inilah yang dikhawatirkan akan membuat hubungan
kemitraan inti-plasma yang terjalin menjadi tidak seimbang. Pihak inti
dimungkinkan akan mendominasi dan hubungan menjadi tidak seimbang (Rejeki,
2007).
Pelaku usaha agribisnis seperti petani dan peternak banyak mengalami kendala
dalam menjalankan produksinya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan dukungan
pendanaan dan masih sederhananya teknik produksi yang digunakan. Untuk
meningkatkan kinerja sektor agribisnis khususnya peternakan. Harus dipahami
bahwa usaha peternakan melibatkan hubungan antara perusahaan besar yang
memproduksi pakan ternak serta bibit dengan peternak lokal yang menjalankan
usahanya dengan budidaya. Kapasitas usaha yang besar
memudahkan sektor usaha dibidang pakan ternak serta pengadaan bibit
mendapatkan dukungan pendanaan usaha dibandingkan dengan usaha ternak lokal
yang minim pendanaan dari pemerintah maupun swasta. Ketimpangan kedua
kelompok usaha ini diperparah dengan krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997
yang mengakibatkan banyak perusahaan besar mengalami kebangkrutan
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pola hubungan kemitraan inti plasma pada usaha kemitraan
ayam broiler?
2. Bagaimana pendapatan peternak yang melakukan kemitraan dalam satu
periode?

1.3 TUJUAN PENELITIAN


1. Untuk mengetahui pola hubungan kemitraan inti plasma pada usaha
kemitraan ayam broiler yang terjadi
2. Untuk mengetahui dampak usaha kemitraan inti plasma ayam broiler
terhadap kehidupan sosial ekonomi peternak
3. Untuk mengetahui pendapatan peternak setelah melakukan kemitraan

1.3 MANFAAT PENELITIAN


.
1. Menambah pustaka ilmu sosiologi ekonomi, khususnya tentang sistem
pengelolaan usaha ternak kemitraan inti plasma ayam broiler dan dampak
sistem pengelolaan usaha ternak kemitraan inti plasma ayam broiler
terhadap kehidupan sosial ekonomi peternak plasma
2. Bagi Peneliti, penelitian ini dapat melatih kemampuan penulis dalam
menganalisis pola kemitraan, manfaat kemitraan,dan pendapatan peternak
ayam broiler berdasarkan data yang tersedia dan disesuaikan dengan
pengetahuan yang diperoleh saat kuliah.
3. Bagi perusahaan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan peninjauan
masukan dan pertimbangan dalam sistem kemitraan, sehingga hubungan
kemitraan dengan peternak dapat terus berkembang.
4. Bagi Peternak, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
pengambilan keputusan untuk bermitra
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Usaha Ternak Ayam Broiler
Ayam broiler atau sering juga disebut ayam ras pedaging adalah istilah
untuk menyebut strain ayam yang galurnya berasal dari rekayasa teknologi
yang memiliki karakteristik ekonomis. Ayam ini memiliki ciri pertumbuhan
cepat, sebagai penghasil daging, masa panen pendek (Nastiti 2015). Rasyaf
dalam Nizam (2013) menyebutkan bahwa ayam broiler memiliki pertumbuhan
yang sangat pesat pada umur 1-5 minggu dan sudah dapat dipasarkan pada
umur 5-6 minggu dengan bobot hidup antara 1,3-1,4 kg.
Ayam broiler merupakan bagian dari pertanian secara umum dan
merupakan makluk hidup yang tidak lepas dari waktu. Kenyataannya ayam
broiler dapat di jual setelah mengalami masa produksi 4 minggu. Bahkan di
antara beragam jenis unggas, hanya ayam broiler yang mampu memperpendek
pengaruh waktu dalam produksi. Dengan memperpendek waktu berarti
perputaran modal menjadi lebih cepat kembali. Biaya yang telah di keluarkan
selama 5 minggu produksi akan cepat kembali. Inilah sebabnya usaha
peternakan ayam broiler menarik perhatian banyak pemodal (Rasyaf, 1995).
Sedangkan munurut Lestari dalam Nizam (2013) bahwa ayam pedaging
adalah ayam yang berumur 8 minggu. Mempunyai pertumbuhan yang cepat,
kualitas daging yang baik dan lembut (empuk dan gurih) serta berat badan
akhir antara 1.5-2 kg. Adapun jenis yang banyak dikembangkan saat ini
merupakan hasil persilangan dominan dari pejantan ras White Cornish (asal
inggris) dengan betina Plymounth Rock (asal amerika). Cikal bakal (parent
stock) ayam pedaging ini merupakan tipe berat yang dikembangkan dari dua
ras tersebut untuk menghasilkan anak ayam umur sehari (DOC) dengan
kemampuan mengubah makanan menjadi daging dengan hemat.

2.1.2 Pola Kemitraan


Kemitraan adalah kerjasama usaha kecil termasuk koperasi dengan usaha
menengah atau usaha besar disertai pedoman dan pengembangan oleh usaha
menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling
memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Maksud dan
tujuan kemitraan adalah untuk meningkatkan pemberdayaan usaha kecil di
bidang manajemen produk, bidang pemasaran, bidang permodalan dan teknis
agar bisa mandiri demi kelangsungan usahanya sehingga bisa melepaskan diri
dari sifat ketergantungan (Tohar dalam Nizam, 2013).

Menurut Tohar (2000) kemitraan merupakan kerjasama antara usaha kecil


termasuk koperasi dengan usaha menengah atau besar yang disertai dengan
pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau besar dengan
prinsip saling membutuhkan, memperkuat dan menguntungkan. Selain itu
Kemitraan usaha juga merupakan salah satu instrumen kerjasama yang
mengacu pada terciptanya keseimbangan, keselarasan dan keterampilan yang
didasari rasa saling percaya sehingga terbentuk rasa saling membutuhkan,
saling menguntungkan dan memperkuat antara perusahaan mitra dan
kelompok (Martodireso, Widada 2002). Kemitraan dibentuk dengan tujuan
meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, jaminan supply,
kualitasproduksi, dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok mitra
(Martodireso, Widada 2002).

Definisi dan kebijaksanaan kemitraan usaha resmi telah diatur dalam


Undang – undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, yang kemudian
dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 44 Tahun 1997 tentang
kemitraan. Menurut Undang – undang Nomor 9 Tahun 1995, kemitraan adalah
kerjasama usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar
disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar
dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan
saling menguntungkan serta dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

Pengertian kemitraan selain diterangkan oleh para ahli juga terdapat


secara jelas pada peraturan perundang-undangan antara lain; Undang – undang
Nomor. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, Pasal 1 angka 8 menyatakan
bahwa kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha
menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan
oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperlihatkan prinsip saling
memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Kemudian
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang kemitraan, pasal 1 angka
1, kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha
menengah dan atau usaha besar dengan memperlihatkan prinsip saling
memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Adanya kedua
peraturan tersebut menjadikan kemitran sebagai suatu usaha kebersamaan
yang saling menguntungkan (Anwar dalam Handoko, 2003).

Pembangunan ekonomi dengan pola kemitraan dapat dianggap sebagai


usaha yang paling menguntungkan (maximum social benefit), terutama
ditinjau dari pencapaian tujuan pembangunan jangka panjang. Hal ini didasari
oleh perwujudan cita – cita pola kemitraan untuk melaksanakan sistem
perekonomian gotong royong antara mitra yang kuat dari segi permodalan,
pasar, dan kemampuan teknologi bersama petani golongan lemah yang tidak
berpengalaman. Tujuannya adalah meningkatkan produktivitas usaha dan
kesejahteraan atas dasar kepentingan bersama. Kemitraan dengan usaha kecil
juga memiliki tujuan diantaranya adalah dengan pembinaan dan
pengembangan usaha kecil melalui kemitraan usaha. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi dan produktivitas secara optimal.

Konsep kemitraan merupakan terjemahan dari partnership atau bagian dari


tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkunganya, sesuai dengan
konsep manajemen berdasarkan sasaran atau partisipatif, perusahaan besar
harus juga bertanggung jawab mengembangkan usaha kecil atau masyarakat
pelangganya karena pada akhirnya hanya konsep kemitraan ini yang akan
dapat menjamin eksistensi perusahaan besar, terutama untuk jangka panjang
(Anoraga, 2001). UU tentang usaha kecil, konsep kemitraan dirumuskan
dalam pasal 26,

Pola kemitraan tahap utama membutuhkan kemampuan penguasaan


manajerial usaha yang memadai serta penentuan bisnis yang luas bagi kedua pihak
yang bermitra. Dalam pola ini pengusaha kecil bersama-sama mempunyai
patungan atau menanamkan modal pada usaha besar mitranya dalam bentuk
usaha. Dengan demikian kedua belah pihak mempunyai tanggung jawab dan rasa
memiliki terhadap perkembangan usaha, pada pola ini telah memanfaatkan jasa
konsultan dalam pengembangan kedua belah pihak. Kemitraan usaha hanya dapat
berjalan dengan baik jika ada koordinasi antara inti-plasma dengan dasar saling
saling menguntungkan dan membutuhkan antara dua pihak dan berdasar pada
perjanjian yang telah dibuat sebelumnya (Firdaus, 2004).

Kemitraan yang dapat dikembangkan saat sekarang adalah pola kemitraan


sederhana (pemula), pola kemitraan sederhana secara garis besar perusahaan
mempunyai tanggung jawab terhadap pengusaha kecil memberikan bantuan atau
kemudahan memperoleh permodalan, penyediaan sarana produksi yang
dibutuhkan, bantuan teknologi dan pembinaan berupa pembinaan mutu produksi
dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia, serta pembinaan manajemen.
Pola kemitraan tahap madya merupakan pengembangan dari pola kemitraan
sederhana. Bantuan pembinaan dari usaha besar masih sangat diperlukan berupa
bantuan teknologi, alat mesin, peningkatan mutu dan produksi, industri
pengolahan (agroindustry) serta jaminan pasar. Bantuan permodalan tidak
diberikan lagi tetapi permodalan, manajemen usaha dan penyediaan sarana
produksi disediakan oleh usaha kecil (Hafsah, 1999).

Rumusan Pasal 26 di atas sangat ideal dan merupakan bagian dari


rumusan Pasal 33 UUD 1945, atau konsep kegotongroyongan dalam bidang usaha
secara nasional. Selanjutnya, konsep kemitraan tersebut diurai lebih lanjut dalam
pasal 27 berikut penjelasan yang cukup rinci. Disebutkan dalam pasal tersebut
bahwa kemitraan dilaksanakan dengan pola (Anoraga, 2001) :

Pola inti plasma

Pola inti plasma merupakan hubungan kemitraan antara usaha kecil menengah
dan usaha besar sebagian inti membina dan mengembangkan usaha kecil
menengah yang menjadi plasmanya dalam menyediakan lahan, penyediaan sarana
produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi,
penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi peningkatan
efisiensi dan produktivitas usaha. Dalam hal ini usaha besar mempunyai tanggung
jawab sosial untuk membina dan mengembangkan usaha jangka panjang.
Perusahaan mitra membina kelompok mitra dalam hal pemberian saprodi,
pemberian bimbingan teknis produksi, penguasaan dan peningkatan teknologi,
pembiayaan dan bantuan lain seperti efisiensi dan produktivitas usaha.

2.1.3 BIAYA

Biaya merupakan dasar dalam penentuan harga, sebab suatu tingkat harga
yang tidak dapat menutupi biaya akan mengakibatkan kerugian. Sebaliknya,
apabila suatu tingkat harga melebihi semua biaya, baik biaya produksi, biaya
operasi maupun biaya non operasi akan menghasilkan keuntungan. Biaya
dibedakan menjadi 2 yaitu biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel adalah
biaya yang berubah-ubah disebabkan karena adanya perubahan jumlah hasil.
Biaya tetap adalah biaya-biaya yang tidak berubah-ubah (konstan) untuk setiap
tingkatan atau hasil yang diproduksi. Biaya total adalah merupakan jumlah dari
biaya variabel dan biaya tetap.

Sedangkan Rasyaf dalam Nizar (2013) menyatakan bahwa, biaya dalam


usaha peternakan ayam broiler ditentukan atas dua macam yaitu biaya tetap dan
biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya tetap yang terlibat dalam produksi dan
tidak berubah meskipun ada perubahan jumlah daging yang dihasilkan. Termasuk
biaya penyusutan, seperti penyusutan alat-alat kandang (tempat makan, tempat
minum dan lain-lain), penyusutan kandang, bunga atas pinjaman, pajak dan
sejenisnya dan biaya lain-lainnya. Biaya variabel merupakan biaya yang
dikeluarkan karena ada ayam di peternakan, atau biaya yang berubah bila ada
perubahan daging yang dihasilkan. Biaya variabel terdiri atas:

 Biaya bibit ayam yaitu biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli bibit
ayam pedaging. Jumlah DOC bibit ayam yang dibutuhkan dikalikan
dengan harga DOC
 Biaya pakan.yaitu biaya yang tercipta dari hasil perkalian antara jumlah
konsumsi ransum dengan harga makanan. Harga makanan sudah
ditentukan dari kekuatan pasar, sedangkan konsumsi ransum harus sesuai
standar dari pembibit yang bersangkutan
 Biaya pengobatan, biaya yang dikeluarkan untuk menjaga performa ayam.
Pengobatan yang dilakukan meliputi ; pemberian vaksin, antibiotik,
vitamin, desinfektan,dsb)
 Biaya pemeliharaan misalnya untuk membeli energi (minyak, gas, atau
listrik) bagi indukan anak ayam, upah tenaga vaksinator dan lainya.
Sedangkan biaya tetap yang dimaksud adalah biaya tetap yang terlibat
dalam produksi ini. Termasuk biaya penyusutan, seperti penyusutan alat-
alat kandang (tempat makan, tempat minum dan lain-lain). Penyusutan
kandang, bunga atas pinjaman, pajak dan sejenisnya dan biaya lainya.

2.1.4 PENDAPATAN

Pendapatan merupakan salah satu indikator untuk mengukur kesejahteraan


seseorang atau masyarakat, sehingga pendapatan masyarakat ini
mencerminkan kemajuan ekonomi suatu masyarakat. Pendapatan individu
merupakan pendapatan yang diterima seluruh rumah tangga dalam
perekonomian dari pembayaran atas penggunaan faktor-faktor produksi
yang dimilikinya dan dari sumber lain (Sukirno 2000). Pendapatan adalah
jumlah penghasilan yang diterima oleh penduduk atas prestasi kerjanya
selama satu periode tertentu, baik harian, mingguan, bulanan maupun
tahunan. Kegiatan usaha pada akhirnya akan memperoleh pendapatan
berupa nilai uang yang diterima dari penjualan produk yang dikurangi
biaya yang telah dikeluarkan.

Untuk mengetahui seberapa besar pendapatan peternak dari usaha ayam broiler
digunakan rumus menurut Soekartawi (2006):

Pd = TR - TC

Yaitu Pd = Total Pendapatan (Rp)

TR = Total Penerimaan (Rp)

TC = Total Biaya (Rp)


Pendapatan bagi sejumlah pelaku ekonomi merupakan uang yang telah diterima
oleh pelanggan dari perusahaan sebagai hasil penjualan barang dan jasa.
Pendapatan juga di artikan sebagai jumlah penghasilan, baik dari perorangan
maupun keluarga dalam bentuk uang yang diperolehnya dari jasa setiap bulan,
atau dapat juga diartikan sebagai suatu keberhasilan usaha (Tohar 2000). Konsep
perhitungan pendapatan menurut Sukirno (2004) dapat dilakukan melalui tiga
pendekatan yaitu :

1. Production approach (pendekatan produksi), adalah menghitung seluruh


nilai tambah produksi barang atau jasa yang dihasilkan dalam ukuran
waktu tertentu.
2. Income approach (pendekatan pendapatan), adalah menghitung seluruh
nilai balas jasa yang diterima pemilik faktor produksi dalam ukuran waktu
tertentu.
3. Expenditure approach (pendekatan pengeluaran), adalah menghitung
seluruh pengeluaran dalam kurun waktu tertentu.

2.3 Kerangka pemikiran

Ketidakmampuan peternak kecil untuk mengembangkan usaha berasal dari


berbagai faktor. Dari berbagai faktor tersebut faktor utama yang menjadi
penyebab adalah keterbatasan modal, teknologi dan pasar. Keterbatasan inilah
yang membuat peternak tidak dapat berusaha secara mandiri dan pada akhirnya
akan mengurangi profitabilitas peternak. Kondisi ini menyebabkan mereka tidak
mampu mengembangkan skala usaha. Berangkat dari berbagai kendala ini maka
peternak perlu untuk menjalin kerjasama dengan perusahaan peternakan dalam
bentuk kemitraan. Keuntungan yang dapat diperoleh oleh peternak diantaranya
adalah ketersediaan sarana produksi ternak (sapronak) yang lebih terjamin karena
tersedia dalam kuantitas yang mencukupi, kualitas yang baik dan ketersediaan
yang terus-menerus.
Di dalam menjalankan usaha ternak ayam broiler peternak yang
melakukan kemitraan dengan perusahaan sekitar menjadi lebih terbantu dengan
adanya sistem kemitraan. Begitu juga dengan peternak ayam broiler yang ada di
Kota Tarakan, dimana dalam menjalankan usahanya menggunakan sistem
kemitraan. Dalam sistem kemitraan terdapat beragam jenis pola kemitraan.

Pola kemitraan yang dijalankan harus menguntungkan antara peternak


dan perusahaan sehingga dari berbagai pola kemitraan dipilih satu pola kemitraan
yang cocok dengan kondisi peternak dan kemampuan perusahaan. Penerimaan
peternak dihasilkan dari jumlah produksi ayam hidup dalam satuan kilogram (Kg)
dikalikan dengan harga ayam sesuai kesepakatan awal dengan perusahaan.
Pendapatan peternak plasma yaitu total penerimaan dari hasil panen dikurangi
dengan biaya sarana produksi yang telah ditentukan oleh perusahaan. Keuntungan
peternak didapatkan dari pengurangan pendapatan dikurangi biaya eksplisit yang
dikeluarkan oleh peternak sendiri.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Dan Waktu


Penentuan lokasi penelitian dilakukan di Kabpaten Jombang Penelitian
ini dilakukan pada bulan Mei selama dua puluh hari tahun 2023.
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja)
dengan pertimbangan hasil observasi lapangan pra penelitian sebagian
besar peternak di Kota Tarakan melakukan kemitraan dengan
perusahaan.

3.2 Metode Penentuan Sampel


Dalam melakukan penelitian ini metode pengambilan sampel yang
digunakan adalah metode purposive sampling dimana pemilik atau
pihak yang berwenang dalam perusahaan dijadikan responden inti, dan
plasma adalah peternak yang bermitra. Untuk responden plasma
diambil sebanyak 30% dari jumlah populasi dengan metode Ari Kunto.
Sehingga sebanyak 33 peternak mitra yang bekerjasama dengan PT.
charoen pokhpan Indonesia diambil dan dijadikan responden plasma

3.3 Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data
primer berupa hasil observasi dan wawancara langsung dilapangan
dengan pemilik ternak dan pemilik atau petugas yang berwenang pada
PT. charoen pokhpan Indonesia. Data Sekunder merupakan data yang
diperoleh dari instansi terkait seperti, Dinas Peternakan, jurnal, dan
literatur lainnya. Data primer adalah data yang langsung didapatkan
tidak melalui perantara sedangkan data sekunder merupakan sumber
data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media
perantara.
3.4 Metode Pengumpulan Data
 Wawancara
Pada penelitian ini menggunakan metode pengambilan data
secara langsung dilokasi pelaksanaan penelitian atau
wawancara. Teknik wawancara diajukan untuk menggali guna
memperoleh data tentang identitas peternak dan perusahaan
yang bersangkutan serta sistem kemitraan yang dijalankan oleh
kedua belah pihak
 Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan pengumpulan data
untuk melihat secara langsung proses atau aktivitas peternak.
Penggunaan teknik observasi atau pengamatan dimaksud untuk
dapat memperoleh gambaran secara lebih jelas mengenai
aspek-aspek yang dikaji dalam penelitian ini

 Dokumentasi
Dokumentasi gambar untuk mendukung kebenaran akan
penelitian yang dilakukan.

3.5 ANALISIS DATA


Metode analisis dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif
kuantitatif. Analisis deskrpitif digunakan peneliti untuk menggambarkan
pola kemitraan yang dijalankan antara perusahaan dan peternak. Analisis
pendapatan digunakan untuk menghitung biaya-biaya yang digunakan
selama proses produksi, input yang digunakan, penerimaan, dan
pendapatan yang diperoleh peternak. Untuk mengetahui seberapa besar
pendapatan peternak dari usaha ayam broiler digunakan rumus menurut
Soekartawi (2006):
Pd = TR – TC
Yaitu Pd = Total Pendapatan (Rp)
TR = Total Penerimaan (Rp)
TC = Total Biaya (Rp)
A. BIAYA TETAP
Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan oleh peternak yang tidak
dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi, yang terdiri atas biaya
peralatan, penyusutan peralatan, biaya kandang dan penyusutan
kandang yang dinyatakan dalam rupiah/periode.

B. Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh
jumlah produksi seperti bibit (DOC), pakan, vaksin dan obat-obatan,
listrik dan tenaga kerja yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).

3.6. DEFINISI OPRASIONAL

1) Kemitraan adalah kerjasama yang dilakukan oleh pihak tertentu dengan


peternak ayam broiler.
2) Usaha ternak ayam broiler merupakan sebuah bidang usaha yang bergerak
pada pembesaran ayam broiler dari bibit (DOC) sampai panen.
3) Ayam pedaging atau ayam broiler adalah ayam yang akan dimanfaatkan
dagingnya untuk suatu usaha dan mempunyai kriteria untuk dijadikan alat
produksi yang mampu menghasilkan daging dengan keuntungan lain
berupa feses (pupuk kandang) yang dipelihara oleh peternak.
4) Produksi merupakan hasil usaha ternak ayam broiler yang akan dijual dan
dihitung dalam satuan kilogram (Kg)
5) Biaya produksi adalah biaya yang digunakan untuk mengelola usaha
budidaya ayam broiler.
6) Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan oleh peternak yang tidak
dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi, yang terdiri atas biaya
penyusutan kandang, penyusutan peralatan, dan pajak bumi dan bangunan
yang dinyatakan dalam rupiah/periode.
7) Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh jumlah
produksi seperti bibit (DOC), pakan, vaksin dan obat-obatan, listrik dan
tenaga kerja yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).
8) Biaya total adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan selama satu periode
produksi yang meliputi biaya tetap dan biaya variabel yang dinyatakan
dalam rupiah (Rp).
9) Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan usaha ayam pedaging
(pendapatan kotor) dengan total biaya yang dikeluarkan selama prosess
pemeliharaan dinyatakan dalam rupiah (Rp) per Periode.
10) Satu periode produksi adalah mulai dari anak ayam berumur 1 hari (DOC),
hingga ayam tersebut dijual oleh peternak selama 25-35 hari atau berat
1,5-2 Kg

Anda mungkin juga menyukai