Anda di halaman 1dari 4

2.

Keberhasilan sistem kemitraan tergantung pada penerapan dan


kuncinya adalah peningkatan intensitas hubungan inti dan plasma
berdasarkan kepercayaan satu dengan yang lainnya. Artinya, dalam
kemitraan harus ada komitmen yang saling menguntungkan, baik petani
dan perusahaan inti. Selama ini pemerintah telah menggalakkan
program kemitraan dalam perkebunan sawit rakyat dan perkebunan
besar swasta. Dari studi kasus yang dilakukan,  disimpulan, perusahaan
milik negara maupun swasta di tiga kabupaten, yakni Kabupaten Paser,
Kutai Kartanegara dan Kutai Timur yang menjadi sampel telah
melaksanakan sistem kemitraan inti plasma sesuai dengan Peraturan
Menteri yang mewajibkan setiap perusahaan perkebunan sawit
mengalokasikan 20 persen lahan riil yang dimiliki untuk petani plasma.
Pola kemitraan inti plasma yang sudah dilaksanakan perusahaan milik
negara telah berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan petani
dengan memberikan manfaat berupa pendapatan, lapangan pekerjaan,
peningkatan pengetahuan dan  manajerial administrasi serta
keterampilan. Dari pola kemitraan tersebut, Balitbangda Kaltim
menyarankan agar dalam kesepakatan kerja sama antara perusahaan inti
dengan plasma perlu intervensi dari pemerintah daerah setempat,
melalui lembaga yang berwenang. Selain itu, perlu sosialisasi dari
berbagai pihak tentang sistim dan konsep inti plasma. Ada intervensi
dari pemerintah daerah agar persoalan sengketa batas ataupun
kepemilikan lahan serta perlu pembekalan atau pelatihan kepada para
pengurus koperasi yang menjadi mitra perusahaan.
3. Produksi susu pasteurisasi di KMS mengalami fluktuasi kuantitas
tergantung pada jumlah susu yang dihasilkan oleh peternak. KMS
dalam memproduksi susu pasteurisasi menyesuaikan dengan
permintaan pasar. Penerimaan susu oleh KMS menyesuaikan dengan
permintaan pasar. Jika permintaan pasar tinggi maka banyaknya susu
yang dihasilkan peternak akan ditampung semua oleh KMS, sedangkan
jika permintaan pasar turun maka pihak KMS akan mengurangi
kuantitas produksi susu pasteurisasinya meskipun produksi susu dari
peternak sedang tinggi. Bangsa sapi perah di Indonesia dapat dikatakan
tidak ada. Sapi perah di Indonesia berasal dari sapi impor dan hasil dari
persilangan sapi impor dengan sapi local. Pada tahun 1955 di Indonesia
terdapat sekitar 200000 ekor sapi perah dan hamper seluruhnya
merupakan sapi FH dan keturunannya (Prihadi,1997). Produksi susu
sapi FH di Indonesia tidak setinggi di tempat asalnya. Hal ini banyak
dipengaruhi oleh factor antara lain iklim, kualitas pakan, seleksi yang
kurang ketat, manajemen dan mungkin juga sapi yang dikirim ke
Indonesia kualitas genetiknya tidak sebaik yang diternakkan dinegeri
asalnya. Sapi FH murni yang ada di Indonesia rata-rata produksi
susunya sekitar 10 liter per hari dengan calving interval 12-15 bulan
dan lama laktasi kurang lebih 10 bulan atau produksi susu rata-rata
2500-3000 liter per laktasi (Prihadi,1997). Hasil persilangan antara sapi
lokal dengan sapi FH sering disebut sapi PFH (Peranakan Friesian
Holstein). Sapi ini banyak dipelihara rakyat terutama di daerah
Boyolali, Solo, Ungaran, Semarang, dan Jogjakarta. Juga dapat
dijumpai didaerah Pujon, Batu, Malangdan sekitarnya. Warna sapi PFH
seperti sapi FH tetapi sering dijumpai warna yang menyimpang
misalnya warna bulu kipas ekor hitam, kuku berwarna hitam dan
bentuk tubuhnya masih memperlihatkan bentuk sapi local, kadang-
kadang masih terlihat adanya gumba yang meninggi (Prihadi,1997)

REFERENSI

Iftauddin. 2005. Kajian Kemitraan dan Pengaruhnya Terhadap


Pendapaatn Usahatani dan efisiensi penggunaan Input (Studi Kasus di
desa Panji, Kabupaten Sidoarjo). Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Jakarta: Departemen Pertanian.

James, A dan J. Dean. 1992. Metode dan Masalah Penelitian Sosial.


Terjemahan: E. Koeswara. Eresco. Bandung.

Kartika, D. 2005. Analisis Kemitraan Pola Perusahaan Inti Rakyat


(PIR) Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging PT Inti Agro Prospek
Skripsi. Departemen Sosisl Ekonomi Industri Peternakan. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Kartini, K. 2002. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: Raja


Grafindo Persada.

Malayu. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta, Liberty

Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 03 Tahun 2008


tentang Kemitraan Pembangunan Perkebunan Di Provinsi Kalimantan
Timur.
Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor:
98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha
Perkebunan.

Purnaningsih, N. 2006. Inovasi Pola Kemitraan Agribisnis Sayuran di


Propinsi Jawa Barat. Disertasi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai