Keberhasilan sistem kemitraan tergantung pada penerapan dan
kuncinya adalah peningkatan intensitas hubungan inti dan plasma berdasarkan kepercayaan satu dengan yang lainnya. Artinya, dalam kemitraan harus ada komitmen yang saling menguntungkan, baik petani dan perusahaan inti. Selama ini pemerintah telah menggalakkan program kemitraan dalam perkebunan sawit rakyat dan perkebunan besar swasta. Dari studi kasus yang dilakukan, disimpulan, perusahaan milik negara maupun swasta di tiga kabupaten, yakni Kabupaten Paser, Kutai Kartanegara dan Kutai Timur yang menjadi sampel telah melaksanakan sistem kemitraan inti plasma sesuai dengan Peraturan Menteri yang mewajibkan setiap perusahaan perkebunan sawit mengalokasikan 20 persen lahan riil yang dimiliki untuk petani plasma. Pola kemitraan inti plasma yang sudah dilaksanakan perusahaan milik negara telah berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan petani dengan memberikan manfaat berupa pendapatan, lapangan pekerjaan, peningkatan pengetahuan dan manajerial administrasi serta keterampilan. Dari pola kemitraan tersebut, Balitbangda Kaltim menyarankan agar dalam kesepakatan kerja sama antara perusahaan inti dengan plasma perlu intervensi dari pemerintah daerah setempat, melalui lembaga yang berwenang. Selain itu, perlu sosialisasi dari berbagai pihak tentang sistim dan konsep inti plasma. Ada intervensi dari pemerintah daerah agar persoalan sengketa batas ataupun kepemilikan lahan serta perlu pembekalan atau pelatihan kepada para pengurus koperasi yang menjadi mitra perusahaan. 3. Produksi susu pasteurisasi di KMS mengalami fluktuasi kuantitas tergantung pada jumlah susu yang dihasilkan oleh peternak. KMS dalam memproduksi susu pasteurisasi menyesuaikan dengan permintaan pasar. Penerimaan susu oleh KMS menyesuaikan dengan permintaan pasar. Jika permintaan pasar tinggi maka banyaknya susu yang dihasilkan peternak akan ditampung semua oleh KMS, sedangkan jika permintaan pasar turun maka pihak KMS akan mengurangi kuantitas produksi susu pasteurisasinya meskipun produksi susu dari peternak sedang tinggi. Bangsa sapi perah di Indonesia dapat dikatakan tidak ada. Sapi perah di Indonesia berasal dari sapi impor dan hasil dari persilangan sapi impor dengan sapi local. Pada tahun 1955 di Indonesia terdapat sekitar 200000 ekor sapi perah dan hamper seluruhnya merupakan sapi FH dan keturunannya (Prihadi,1997). Produksi susu sapi FH di Indonesia tidak setinggi di tempat asalnya. Hal ini banyak dipengaruhi oleh factor antara lain iklim, kualitas pakan, seleksi yang kurang ketat, manajemen dan mungkin juga sapi yang dikirim ke Indonesia kualitas genetiknya tidak sebaik yang diternakkan dinegeri asalnya. Sapi FH murni yang ada di Indonesia rata-rata produksi susunya sekitar 10 liter per hari dengan calving interval 12-15 bulan dan lama laktasi kurang lebih 10 bulan atau produksi susu rata-rata 2500-3000 liter per laktasi (Prihadi,1997). Hasil persilangan antara sapi lokal dengan sapi FH sering disebut sapi PFH (Peranakan Friesian Holstein). Sapi ini banyak dipelihara rakyat terutama di daerah Boyolali, Solo, Ungaran, Semarang, dan Jogjakarta. Juga dapat dijumpai didaerah Pujon, Batu, Malangdan sekitarnya. Warna sapi PFH seperti sapi FH tetapi sering dijumpai warna yang menyimpang misalnya warna bulu kipas ekor hitam, kuku berwarna hitam dan bentuk tubuhnya masih memperlihatkan bentuk sapi local, kadang- kadang masih terlihat adanya gumba yang meninggi (Prihadi,1997)
REFERENSI
Iftauddin. 2005. Kajian Kemitraan dan Pengaruhnya Terhadap
Pendapaatn Usahatani dan efisiensi penggunaan Input (Studi Kasus di desa Panji, Kabupaten Sidoarjo). Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Jakarta: Departemen Pertanian.
James, A dan J. Dean. 1992. Metode dan Masalah Penelitian Sosial.
Terjemahan: E. Koeswara. Eresco. Bandung.
Kartika, D. 2005. Analisis Kemitraan Pola Perusahaan Inti Rakyat
(PIR) Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging PT Inti Agro Prospek Skripsi. Departemen Sosisl Ekonomi Industri Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Kartini, K. 2002. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Malayu. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta, Liberty
Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 03 Tahun 2008
tentang Kemitraan Pembangunan Perkebunan Di Provinsi Kalimantan Timur. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor: 98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.
Purnaningsih, N. 2006. Inovasi Pola Kemitraan Agribisnis Sayuran di
Propinsi Jawa Barat. Disertasi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.