Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH AGRIBISNIS PETERNAKAN

“SUBSISTEM HULU PETERNAKAN”

Disususn Oleh :
Nama : Andi Muahammad Ifraq Al Alaq
Nim : 105961102219

UNIVESITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR


FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN AGRIBISNIS
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan
sektor pertanian dalam arti luas yang bertujuan untuk pemenuhan pangan dan gizi serta
menambah pendapatan (kesejahteraan) Masyarakat. Hal ini dapat diwujudkan dengan
menggalakkan pembangunan pertanian dengan sistem agribisnis yang berbasis
peternakan; dimana pembangunan dengan sistem agribisnis ini diharapkan dapat
meningkatkan populasi, produktifitas, kualitas, pemasaran dan efisiensi usaha ternak,
baik yang dikelola secara mandiri maupun secara kemitraan.
Pembangunan sistem agribisnis berbasis peternakan mencakup 4 subsistem agribisnis
yaitu: subsistem agribisnis hulu peternakan yakni kegiatan ekonomi yang menghasilkan
sapronak yang menggunakan sapronak untuk menghasilkan komoditi peternakan primer;
subsistem agribisnis hilir peternakan yakni kegiatan ekonomi yang mengolah komoditi
peternakan primer menjadi produk olahan dan subsistem jasa penunjang yang dibutuhkan
ketiga subsistem agribisnis yang lain (Saragih,2001) Sementara ketergantungan
peternakan ayam ras yang relative tinggi terhadap bahan baku impor seperti bahan baku
utama pakan ternak. Sebagai ilustrasi, impor jagung mencapai 40 – 50%, bungkil kedelai
95%, tepung ikan 90 – 92% serta tepung tulang dan vitamin hampir 100% impor 2
(Tangenjaya,1998). Permasalahan diatas menyebabkan harga pakan unggas terutama
untuk ayam ras menjadi mahal. Padahal pakan merupakan faktor utama produksi yang
paling dominan yaitu 60 – 70% dari seluruh biaya produksi (Rasyaf, 1999).
Permasalahan tersebut diatas cukup berat bagi usaha peternakan rakyat yang umumnya
memiliki keterbatasan seperti: skala usaha masih kecil, permodalan lemah, teknologi
sederhana dan produksi berkualitas rendah sehingga peka terhadap guncangan pasar
(Suparta, 2001). Karena itu usaha peternakan rakyat membutuhkan penanganan dengan
pola kemitraan dalam rangka mewujudkan industry peternakan rakyat.
Kemitraan merupakan strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam
jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling
membutuhkan, saling menguntungkan dan saling menguatkan dengan memperhatikan
tanggung jawab moral dan etika bisnis (hafsah,1999). Kemitraan pada dasarnya harus
terjadi secara alamiah, tidak dapat dipaksakan oleh pihak eksternal, kemitraan seharusnya
muncul atas suatu kesadaran internal untuk saling memahami, saling membutuhkan,
saling melengkapi dan saling percaya. Kemitraan dimaksudkan untuk menciptakan profit
sustairability yakni diantara bermitra harus ada prinsip risk and profit sharing, kemitraan
memerlukan penegakan hokum dan birokrasi yang bersih dan berwibawa. 3 Banyak
perusahaan swasta yang melakukan hubungan pola kemitraan dengan peternakdalam
pemeliharaan ayam ras pedaging maupun ayam ras petelur. Namun CV. ANUGERAH
MITRA SENTOSA merupakan perusahaan swasta yang melaksanakan hubungan pola
kemitraan dengan peternak dalam pemeliharaan ayam ras pedaging. CV. AMS dalam
menumbuhkan kembali usaha peternakan rakyat melalui kerjasama pola kemitraan
bertindak sebagai inti yang memberikan kredit modal usaha atau sarana produksi
peternakan berupa bibit ayam (DOC), pakan dan obat-obatan serta membeli kembali
hasil produksi dengan sitem harga garansi atau kontrak. Peternak sebagai plasma
menyediakan kandang beserta perlengkapannya dan tenaga kerja, serta akan
mendapatkan bimbingan secara rutin dari inti mengenai aspek menejemen seperti system
perkandangan yang mengenai syarat, perlakuan terhadap DOC, penanganan pakan,
pemberian pakan dan air minum, sanitasi dan desinfeksi, vaksinasi serta pengobatan.
Dalam kenyataannya, pola kemitraan belum memenuhi harapan karena kurang disiplin
dalam mentaati peraturan antara mitra-mitra yang terlibat.
Ketidakdisiplinan antara kelompok yang bermitra kerja mengakibatkan konsep
tersebut tidak dijalankan seperti pola kemitraan sesuai dengan aturan yang disepakati
oleh pihak-pihak yang bersangkutan, namun persyaratan ditentukan oleh inti. Dalam
kondisi yang serba terbatas peternak terpaksa menerima apa yang dipersyaratkan oleh
inti, walaupun kerjasama tersebut lebih banyak menguntungkan inti dibandingkan
dengan peternak (Cayati, 1997). Ketidakserasian hubungan antara inti dan plasma pada
praktek 4 kemitraan seringkali terjadi. Pihak plasma merasa dirugikan karena pihak inti
melakukan tindakan sepihak dalam menentukan harga jual produk, sehingga peternak
ayam ras memperoleh margin keuntungan yang relative kecil sedangkan inti memperoleh
keuntungan yang lebih besar. Sebaliknya pihak inti sering menganggap pihak plasma
kurang professional mengelola peternakan dan ssering melakukan tindakan curang. Pada
saat harga bagus, plasma diam-diam menjual produknya ke luar (pasar) bukan
keperusahaan inti sebagaimana telah disepakati, sedangkan pada harga jatuh dipasaran,
plasma mendesak inti segera membeli produknya. Jika ditelusuri sebenarnya konflik
antara inti dengan plasma dapat dihindari apabila sejak awal kedua pihak mempunyai
Itikad untuk maju bersama-sama dengan mitra bisnis. Selain itu, keputusan untuk
melakukan kemitraan bukan didasari oleh alas an politis atau sekedar memenuhi anjuran
pemerintah. Keberhasilan kemitraan merupakan resultanse dari konsistensi dalam
penerapan etika bisnis, perencanaan yang selalu dimonitor, dievaluasi dalam lingkungan
dan kondisi yang kondusif serta hal yang tidak dipungkiri adanya factor keberuntungan.
Andil pemerintah sangat besar dalam memacu keberhasilan suatu pola kemitraan
terutama dalam menciptakan iklim yang kondusif serta meregulasi peraturan-peraturan
yang menghambat baik langsung maupun tidak langsung yang berhubungan dengan
menumbuhkembangkan kemitraan. Pola kemitraan ayam ras pedaging antara CV. AMS
sebagai sapronak (inti) dengan peternak (plasma) di Kabupaten Sukabumi mulai
dilaksanakan 5 pada tahun 2006.
Untuk mengetahui seberapa besar pendapatan yang diperoleh peternak dan seberapa
besar tingkat efisiensi usaha peternak selaku plasma maka perlu diadakan penelitian
tentang kelayakan usaha agribisnis ayam ras pedaging dengan pola kemitraan tersebut.
Indonesia merupakan negara agraris artinya pertanian menjadi urat nadi dan memegang
peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari
banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja pada sektor pertanian
atau dari produk nasional yang berasal dari pertanian. Kondisi pertanian yang mampu
mendukung terciptanya era tinggal landas ialah apabila terwujud sistem perekonomian
yang berimbang yang tercemin pada terealisasinya perkembangan industri maju yang
kuat, serta di dukung oleh pertanian yang tangguh. Pertanian mempunyai peranan yang
sangat strategis untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di pedesaan sehingga dapat
menunjang perekonomian nasional karena peran pertanian juga sangat menunjang
peningkatan ekonomi nasional. Untuk meningkatkan output, para petani akan menambah
luas lahan, bahan baku serta tenaga kerja. Luasnya lahan pertanian akan berpengaruh
pada hasil yang akan diperoleh, begitu juga ketersediaan bahan baku merupakan salah
satu faktor yang memperlancar kegiatan produksi, karena dengan produksi yang lancar
maka permintaan tidak sampai kosong atau dapat diisi oleh pihak lain. Serta ketersediaan
tenaga kerja juga salah satu faktor penunjang tercapainya hasil pertanian khususnya
sektor ternak unggas.
Dalam kaitannya dengan sumber daya manusia yang memadai serta memiliki
produktifitas tinggi maka sektor peternakan dituntut untuk dapat bersaing dalam
meningkatkan produksinya. Sebagaimana dijelaskan bagi pelaksanaan pembangunan
nasional yaitu bahwa manusia itu sendirilah yang merupakan suatu titik pusat dan segala
upaya pembangunan.Manusia sebagai sasaran tujuan pembangunan, yaitu sebagai
makhluk Tuhan yang paling mulia di muka bumi ini, yang hendak di bangun harkat dan
martabatnya. Di sisi lain manusia merupakan sumber daya pembangunan yang paling
utama diantara sumber daya yang lain juga harus terus dibangun kemampuan dan
kekuatannya sebagai pelaksana dan penggerak pembangunan. Menurut Sukirno (2001)
hukum permintaan pada hakekatnya merupakan hipotesa yang menyatakan: “makin
rendah suatu barang maka makin banyak permintaan atas barang tersebut, sebaliknya
makin tinggi harga suatu barang maka permintaan atas barang tersebut akan sedikit”.
Pola peternakan sekarang harus berorienasi pada produksi dan pendapatan dengan tingkat
pertumbuhan ekonomi. Ini merupakan program yang dilakukan untuk meningkatkan
pendapatan para peternak. Banyaknya penduduk Kabupaten Sukabumi khususnya
disektor peternakan untuk menambah kesejahteraan hidupnya yang sangat ditentukan
oleh produksi yang dapat dihasilkan. Bila produksi peternakan yang dihasilkan merosot
maka pendapatan yang diterima akan mengalami penurunan, sehingga kesejahteraan para
peternak menjadi kurang baik.
Maka dengan ini pemerintah memberikan peranan yang sangat penting. Dengan ini
pemerintah banyak memberikan penyuluhan,informasi,pengawasan dan pendampingan
serta mendorong pada pengusaha ternak unggas untuk mengembangkan usaha ternak
ayam broiler di daerah Kabupaten Sukabumi. Sesuai di atas maka upaya untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat di bidang peternakan terus dilakukan khususnya di
Kab. Sukabumi sebagai tempat penelitian karena Kabupaten Sukabumi sebagai sentra
peternak unggas Nasional dan penyangga bagi daerah JABODETABEK, banyak
masyarakat di Kab. Sukabumi yang menjadi pengusaha ternak unggas khususnya ayam
broiler.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini
adalah :
1. Seberapa besar tingkat pendapatan yang diperoleh oleh peternak kemitraan ayam
broiler CV.Anugerah Mitra Sentosa (AMS) di Kab. Sukabumi?
2. Seberapa besar tingkat efisiensi usaha dari peternak kemitraan ayam boiler
CV.Anugerah Mitra Sentosa (AMS) di Kab. Sukabumi?

C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas, maka yang menjadi tujuan
penelitian ini adalah :
1. Untuk menghitung tingkat pendapatan yang diperoleh peternak kemitraan ayam
broiler CV.AMS di Kab. Sukabumi?
2. Untuk mengetahui tingkat efisiensi usaha dari peternak kemitraan ayam broiler
CV. AMS di Kab. Sukabumi.

D. MANFAAT PENELITIAN
Adapun Kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah :
1. Dinas Peternakan Agar dapat digunakan sebagai tambahan informasi data yang
bermanfaat.
2. Bagi Peternak Dapat digunakan untuk bahan kajian maupun informasi yang
sangat bermanfaat bagi peternak ayam broiler.
3. Bagi Pihak lain
1. Diharapkan penelitian yang dilakukan dapat digunakan sebagai landasan
pemikiran selanjutnya dan dapat digunakan sebagai kajian pustaka bagi
penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka


2.1.1 Sistem Agribisnis Peternakan
Agribisnis sendiri berasal dari kata agri (agriculture) dan bisnis (usaha
komersial) sehingga pada prinsipnya pengertian agribisnis adalah merupakan usaha
komersial (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang
berkaitan langsung dengan pertanian tersebut. Bidang-bidang yang berkaitan itu
adalah sebagai berikut : 1) Usaha produksi dan distribusi alat-alat atau mesin
pertanian, sarana produksi pertanian dan input pertanian lainnya (agroindustri hulu);
2) Pengolahan dan manufacturing hasil pertanian serta pemasarannya (agroindustri
hilir); 3) Kegiatan penunjang seperti penyediaan kredit, asuransi pertanian pelatihan,
konsultasi, dan transportasi (Masyhuri, 2000).
Istilah agribisnis telah digunakan secara luas, baik satu sistem sebagai bidang
studi maupun sebagai bidang usaha. Menurut H. Najib (2000), sebagai satu sistem,
agribisnis memiliki pola keterpaduan antara agro input, produksi ternak (farming),
pengolahan hasil panen (processing), pemasaran (marketing) produk pertanian serta
dukungan (agroservices); sebagai bidang studi, agribisnis merupakan ilmu manajemen
lintas bidang yang mendukung bisnis seperti manajemen produksi, manajemen
sumberdaya manusia, manajemen keuangan, manajemen pemasaran, dan seterusnya
yang diterapkan di bidang pertanian dengan segala kekhususannya; dan sebagai
bidang usaha, agribisnis adalah usaha di bidang pertanian yang mencari laba dengan
menghasilkan produk pertanian dengan segala karakteristiknya.
Agribisnis peternakan (cattle raising) mulai dikenal dan berkembang di
Indonesia sekitar pertengahan tahun 1980an. Secara umum, tipe usaha peternakan
yang dapat dipilih jika ingin terjun dalam usaha tersebut seperti usaha sambilan,
cabang usaha, usaha pokok, usaha industri. (1) Usaha sambilan, seperti ayam petelur,
itik petelur, puyuh petelur, kambing perah, dan kambing pedaging; (2) Cabang usaha,
tidak hanya sekedar membantu pendapatan, tetapi sudah berperan sebagai salah satu
sumber pendapatan, sebagai contoh petani memelihara ikan di bawah kandang
ayamnya di mana keuntungan yang diperoleh dapat mengurangi

8
9

biaya pakan ikan karena kotoran ayam dapat dijadikan sebagai pakan; (3) Usaha
pokok, tipe usaha ini dapat dijadikan sebagai usaha pokok dan usaha lainnya
hanya sebagai sambilan; dan (4) Usaha industri, dapat dikelola secara industri
yang sudah berbadan hukum, seperti peternakan sapi potong, sapi perah, dan
ayam potong (F. Rahardi dan R. Hartono, 2000). Mata rantai sistem manajemen
agribisnis peternakan, meliputi subsistem input (pengadaan sapronak), subsistem
proses produksi (budidaya), subsistem output (Pengolahan/agroindustri dan
pemasaran), dan subsistem jasa penunjang (supporting institution), serta
manajemen.

Subsistem
Penyediaan
Sarana Produksi

Subsistem Jasa
Layanan Subsistem
Pendukung Usaha Tani
-Bank
Koperasi
Kebijakan
Pemerintah Subsistem
dll
Pengolahan

Subsistem
Pemasaran

Gambar 1. Keterkaitan Antar Subsistem Dalam


Agribisnis Sumber: Pram Andika, 2018.
Berikut penjelasan keterkaitan antar subsistem dalam agribisnis:
a. Subsistem Input (Pengadaan Sarana Produksi)
Subsistem Input merupakan kegiatan ekonomi yang menggunakan dan
menghasilkan sarana Produksi (bibit, pakan ternak, obat-obatan, dan peralatan
10

pelengkap). Dalam subsistem ini produk yang dihasilkan dapat berupa telur tetas,
bibit ternak puyuh, pakan, obat-obatan, dan peralatan ternak seperti alat vaksinasi
(Pram Andika, 2018). Sarana produksi tersebut yang baik harus dapat memenuhi
kriteria 6 tepat (waktu, jumlah, mutu, tempat, harga dan jenis).
b. Subsistem Usahatani (Budidaya)
Subsistem usahatani adalah kegiatan yang memanfaatkan sarana produksi
yang telah tersedia untuk menghasilkan produk pertanian yang memiliki nilai
ekonomi. Menurut A. Rahmi. dan D. Retno Dwi Hastuti (2008), usahatani adalah
ilmu yang mempelajari cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi
(tanah, tenaga kerja, modal, pupuk, benih) secara efektif, efisien dan kontinu
untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatannya meningkat.
Baik buruknya subsistem ini akan berdampak langsung terhadap situasi keuangan
subsistem input dan subsistem keluaran agribisnis (W. David Downey dan Steven
P. Erickson, 2009).
Subsistem Usahatani (Budidaya) dalam Peternakan kegiatan ekonomi yang
menggunakan sapronak untuk menghasilkan produk primer (daging segar, susu
segar, dan telur konsumsi). Usaha yang berkembang dalam subsistem tersebut
meliputi ayam ras pedaging, ayam ras petelur, itik, domba, dan sapi perah,
termasuk penggemukan ternak, seperti domba dan sapi potong.
c. Subsistem Pengolahan
Subsistem pasca produksi merupakan penanganan atau perlakuan-perlakuan
terhadap telur dan daging ayam yang telah afkir seperti pemilihan yang baik dan
yang kurang baik sebelum akan dijual atau diolah.
d. Subsistem Pemasaran
Kegiatan pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan pokok yang harus
dilakukan oleh pelaku usaha tani dalam usahanya untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya, mendapatkan laba dan untuk mengembangkan usahanya
(M. Firdaus, 2008). Adapun kegiatan yang dilakukan dalam subsistem pemasaran
yaitu memasarkan produk primer (daging segar, susu segar, dan telur konsumsi)
dan produk sekunder (olahan), seperti kornet, sosis, dan keju, baik melalui
perantara maupun langsung ke konsumen akhir dan instutional market.
11

P. Kotler dan G. Amstrong (1997) menyatakan, bahwa pemasaran akan


berjalan dengan baik apabila saluran pemasarannya didukung oleh tempat
penyalur (pasar). Keputusan yang dihadapi oleh produsen dan perantara yang
terdiri dari pada pemborong, pemilik, dan lain sebagainya untuk konsumen.
Saluran pemasaran barang konsumsi umumnya ada lima saluran yaitu:
1) Produsen – Konsumen
Saluran terpendek, saluran paling sederhana untuk distribusi barang-barang
konsumen tanpa melalui atau melibatkan perantara.
2) Produsen – Pengecer – Konsumen
Dalam saluran ini produsen menjual pada pengecer dalam jumlah yang
besar, tanpa menggunakan perantara.
3) Produsen – Wholesaler (Pedagang Besar) – Pengecer –Konsumen
Saluran ini banyak digunakan oleh produsen dan sering disebut distribusi
tradisional. Di sini produsen hanya melayani pembelian dalam jumlah yang
besar saja dan tidak menjual pada pengecer. Pembelian pengecer dilayani
pedagang besar dan pembelian konsumen dilayani pengecer.
4) Produsen – Agen – Pengecer – Konsumen
Banyak produsen lebih suka menggunakan manufacturer agen broker atau
perantara agen.

5) Produsen – Agen – Wholesaler (pedagang besar) – Pengecer – Konsumen


Produsen sering menggunakan agen sebagai perantara untuk menyalurkan
barangnya pada wholesaler yang kemudian menjualnya pada pengecer kecil.
e. Subsistem Lembaga Penunjang
Kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis, seperti lembaga keuangan,
lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga transportasi, lembaga
pendidikan, dan lembaga pemerintah (kebijakan fiskal dan moneter, perdagangan
internasional, kebijakan tata ruang, serta kebijakan lainnya) (Darius, 2010).
Subsistem Lembaga Penunjang merupakan lembaga yang menyediakan jasa
bagi ke empat subsistem peternakan meliputi perbankan dan transportasi. Begitu
pula dukungan dari penyuluh dan konsultan peternakan yang sangat dibutuhkan
12

oleh peternak dalam rangka peningkatan keterampilan pengelolaan (management


skill) usaha, reseach and development, dan kebijakan pemerintah.

2.1.2 Kinerja Agribisnis


Kinerja dapat diartikan sebagai : a) Sesuatu yang dicapai; b) Prestasi yang
diperlihatkan; dan c) Kemampan kerja (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Menurut
Salidi Samsudin (2005), menyebutkan kinerja adalah tingkat pelaksanaan tugas
yang dapat dicapai seseorang, unit atau devisi dengan menggunakan kemampuan
yang ada dan batasan-batasan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan
organisasi atau perusahaan.
Syarat agar suatu agribisnis berhasil (kinerja tinggi) maka diperlukan
keterpaduan antara subsistemnya. Kinerja agribisnis adalah performan (kinerja)
sebuah sistem merupakan resultan dari kinerja seluruh sistem secara bersama-
sama, meskipun setiap komponen memerlukan fungsi yang berbeda-beda. Dengan
kata lain, apabila kinerja salah satu komponen sistem tidak optimal, kinerja
seluruh sistem tidak akan maksimal (Bungaran Saragih, 2001).
Produk akhir yang dihasilkan komoditi merupakan hasil dari suatu tahapan-
tahapan produksi produk antara yang berbasis proses produksi dan produk
biologis. Antara proses produksi (hulu ke hilir) mempunyai ketergantungan yang
sangat tinggi, terutama dari segi mutu produk. Mutu produk akhir suatu agribisnis
ternak puyuh sangat ditentukan oleh bibit puyuh yang digunakan disediakan oleh
subsistem agribisnis hulu (penyediaan sarana produksi). Kinerja akhir suatu
agribisnis ditentukan oleh konfergensi berbagai aspek seperti teknologi dan
kelembagaan, mulai dari subsistem agribisnis hulu sampai subsistem agribisnis
hilir dan subsistem penyediaan jasa (Bungaran Saragih, 2001).
2.1.3 Konsep Usaha Peternakan
Pengertian peternakan tidak terbatas pada pemeliharaan saja, peternakan dan
pemeliharaan perbedaannya terletak pada tujuan yang ditetapkan. Tujuan
peternakan adalah mencari keuntungan dengan penerapan prinsip-prinsip
manajemen pada faktor-faktor produksi yang telah dikombinasikan secara
optimal. Kegiatan di bidang peternakan dapat dibagi atas dua golongan, yaitu
peternakan hewan besar seperti sapi, kerbau dan kuda, sedangkan kelompok
13

kedua yaitu peternakan hewan kecil seperti puyuh, ayam, kelinci dan lain-lain
(Pram Andika, 2018).
Peternakan sebagai salah satu subsektor pertanian memberikan kontribusi
bagi terpenuhinya kebutuhan gizi dan pangan bagi masyarakat. Selain itu, banyak
usaha produk olahan yang berbahan dasar dari hasil produk peternakan seperti
usaha sosis, usaha bakso, dan usaha nugget. Peternakan sebagai subsektor
pertanian yang memiliki peranan penting dalam kebutuhan gizi dan pangan bagi
masyarakat, usaha peternakan juga mampu memberikan kontribusi dalam hal
penyediaan lapangan pekerjaan dan sumber pendapatan bagi masyarakat sekitar.
Peningkatan produksi ternak dapat meningkatkan pendapatan masyarakat
peternak dari waktu ke waktu dengan cara mendorong peternak agar mampu
bersaing secara lokal, regional, nasional, internasional (Bungaran Saragih, 2000).
Peternakan puyuh mempunyai dua sisi yaitu sisi teknis dan sisi non teknis.
Sisi teknis mencakup seluruh aktivitas usaha peternakan mulai dari pengadaan
bibit puyuh sampai kegiatan pembesaraan puyuh hingga dewasa serta
pemeliharaan kandang dan perangkatnya. Hasil produksi peternakan ini harus
dipasarkan agar memberikan manfaat ekonomi bagi pelaku usaha peternakan
tersebut (M. Rasyaf, 1992).
2.1.4 Burung Puyuh (Coturnix Coturnix Japonica)
Puyuh pertama kali dijadikan sebagai hewan ternak pada tahun 1870 oleh
peternak di Amerika Serikat. Sejak saat itu, budidaya puyuh terus dikembangkan
hingga ke berbagai penjuru dunia. Di Indonesia sendiri, budidaya puyuh mulai
dikenal sejak tahun 1979 yang terus mengalami kemajuan dan menghasilkan
sentra-sentra budidaya puyuh di Pulau Sumatra dan Jawa (Dian Febiyanti, 2011)
Secara Ilmiah, burung puyuh dikelompokkan dalam kelas dan taksonomi
zoology sebagai berikut (Dian Febiyanti, 2011) :
Kingdom : Animalia

Filum : Chordata
Class : Aves
Familia : Phanasianidae
Ordo : Galliformes
14

Genus : Coturnix
Spesies : Coturnix – coturnix japonica
Puyuh merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah mengalami
domestikasi. Puyuh terdri atas beberapa jenis diantaranya adalah puyuh Jepang
(Coturnix coturnix japonica). Jenis puyuh ini yang paling popular diternakkan
oleh masyarakat sebagai penghasil telur dan daging. Kemampuan tumbuh dan
berkembang biak puyuh sangat cepat, dalam waktu sekitar 42 - 45 hari puyuh
telah mampu berproduksi dan dalam waktu satu tahun dapat menghasilkan tiga
sampai empat keturunan. Dalam setahun puyuh relatif sedikit (sekitar 20 gram per
ekor per hari). Hal ini sangat menguntungkan peternak karena dapat menghemat
biaya pakan (E. Listiyowati dan K. Roospitasari, 2009).
2.1.5 Ciri-ciri Puyuh
Ciri-ciri puyuh (Coturnix coturnix japonica) menurut Wheindrata (2014)
adalah sebagai berikut:

a. Paruh pendek dan kuat, badan lebih besar dibandingkan dengan puyuh lain,
panjang badan 18-19 cm, berbentuk bulat dengan ekor pendek.
b. Jari kaki empat buah, tiga jari kearah depan, satu jari kearah kebelakang,
dan warna kaki kekuning-kuningan.
c. Pada puyuh jantan dewasa, dibagian atas mata dan bagian alis mata ke
belakang terdapat bulu putih berbentuk garis melengkung yang tebal. Bulu
pada punggung campuran coklat gelap, abu-abu, dengan garis-garis putih
keabu-abuan. Warna sayap campuran cokelat abu-abu dengan bercak-bercak
atau belang cokelat kehitaman. Panjang sayap 89-90 mm. Bulu leher sangat
bervariasi antara cokelat muda sampai cokelat kemerahan atau kehitam-
hitaman. Bulu dada merah sawo matang, polos tanpa ada belang atau
bercak-bercak kehitaman. Suara burung puyuh jantan dewasa lebih keras
dibanding yang betina, sepanjang malam ia terus-menerus bersuara.
d. Warna bulu puyuh betina dewasa hampir sama dengan warna bulu puyuh
jantan, berbeda hanya pada dada warna asarnya agak pucat, bergaris-garis,
atau bercak-bercak kehitaman.
15

e. Bulu anak puyuh baru lengkap setelah berumur dua sampai tiga minggu.
Jenis kelamin puyuh dapat dibedakan dengan mengamati warna bulu dada,
suara dan beratnya.
f. Puyuh mencapai dewasa kelamin setelah berumur sekitar 40-42 hari, kurang
lebih enam minggu.
g. Berat badan puyuh betina dewasa 142-144 gram, sedangkan puyuh jantan
115-117 gram per ekor.
h. Puyuh betina dapat bertelur 200 sampai 300 butir dalam setahun.
i. Berat telur puyuh 9-10 gram perbutir.
j. Warna kerabang telur sangat variatif, dari yang memiliki warna dasar
cokelat muda, krem, biru muda, putih, dengan corak yang jelas berupa
bercak-bercak cokelat hitam atau hitam dengan variasi besar-kecil
2.1.6 Perkawinan Silang
Salah satu rahasia yang dilakukan oleh CV. SQF yaitu melakukan
perkawinan silang terhadap puyuhnya. Perkawinan silang pada ternak adalah
perkwinan antar individu yang tidak berkerabat, baik dalam kelompok yang sama
maupun antar kelompok genotip yang berbeda. Perkawinan antar kelompok
genotip yang berbeda dapat dilakukan antar galur, rumpun maupun antar bangsa,
dan biasanya dilakukan sebagai strategi produksi untuk memanfaatkan
keunggulan hibrida, yang disebut heterosis, dalam meningkatkan produktivitas
ternak yang bersangkutan (Prasetyo, 2007).
2.1.7 Produksi Puyuh
Menurut Panekanan Jusuf O. dkk (2013), hasil produksi dari ternak burung
puyuh meliputi telur dan dagingnya. Hasil produksi telur puyuh bisa mencapai
hingga 80 persen dari jumlah ternak burung puyuh betina produktif perharinya,
namun hal tersebut dapat terjadi apabila manajemen pemeliharaannya telah
dilakukan dengan baik, mulai dari kebersihan kandangnya, pemberian pakan dan
air minum, serta pencegahan dari penyakit yang dapat menyerang ternak. Untuk
hasil dagingnya diambil dari ternak burung puyuh jantan yang telah digemukkan
dan juga diambil dari puyuh betina yang sudah afkir atau sudah menurun
produktifitas telurnya
16

2.2 Pendekatan Masalah


Burung puyuh adalah salah satu komoditas usaha peternakan unggas yang
memiliki potensi yang tinggi dan bisa dilakukan mulai dari skala usaha rumah
tangga sampai skala besar. Di Indonesia puyuh mulai dikenal dan diternakkan
pada tahun 1979. Sentra peternakan burung puyuh banyak terdapat di Sumatera,
Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Jawa Barat peternak banyak
dijumpai di Yogyakarta dan Sukabumi. Puyuh pada awalnya tidak terlalu
diperhatikan oleh para peternak karena ukurannya yang kecil sehingga dianggap
tidak menghasilkan keuntungan, padahal jika usaha ini dilakukan secara komersial
maka usaha puyuh ini akan memberikan keuntungan yang tinggi dari segala
potensi yang dimiliki puyuh yaitu selain menghasilkan daging, puyuh juga
menghasilkan telur dengan produktivitas yang cukup tinggi dan kotorannya dapat
dijadikan pupuk atau pakan ikan.
Permintaan telur puyuh konsumsi dan daging puyuh kian meningkat dimana
permintaan daging puyuh di Pulau Jawa mencapai 1 juta ekor per bulan (Slamet
Wuryadi, 2016). Sedangkan untuk permintaan telur puyuh konsumsi diseluruh
Indonesia setiap minggunya mencapai 9,3 juta butir sedangkan baru bisa terpenuhi
sebanyak 3,4 juta butir per minggu, sehingga pasokan telur puyuh masih kurang
sebanyak 5,9 juta butir per minggu, dengan demikian masih sangat besar peluang
untuk dikembangkan puyuh di Indonesia (Slamet Wuryadi, 2013).
Dibalik keunggulan dan potensi yang ada ternyata terdapat sejumlah
tantangan yang dialami peternakan puyuh sehingga dapat menjadi penghambat
usaha yang bisa mengubah potensi keuntungan menjadi kerugian yaitu kinerja
sistem agribisnis masih sangat rendah seperti : a) Penyediaan sarana produksi
yang tidak tepat; b) Pakan yang masih bergantung pada pakan pabrik, sehingga
harga pakan bergantung pada fluktuasi harga pakan yang ada, dan sebagian besar
peternak masih belum mampu membuat pakan sendiri; c) Manajemen
pemeliharaan yang masih rendah, pemanfaatan sarana produksi belum
dimaksimalkan, dimana masih banyak peternak yang belum mengetahui pedoman
budidaya puyuh yang baik sehingga menyebabkan rendahnya produktivitas
puyuh, stress serta penyakit pada puyuh sehingga menyebabkan kematian; c)
17

Kemampuan pengelolaan dan pengolahan pascapanen yang masih rendah dan


belum memperhatikan kualitas, peternak masih jarang yang mengetahui
pengelolaan terhadap hasil panen yang baik seperti melakukan pembersihan,
penyortiran dan penyimpanan; d) Pemasaran pun belum memperhatikan kualitas
produk yang dijual. Kendala tersebut yang dapat menyebabkan kegagalan dalam
usaha, dan salah satu pemecahan masalah adalah dengan penerapan sistem
agribisnis.
Sistem agribisnis sangat penting dalam menjalankan suatu usaha agribisnis
khususnya pada usaha ternak puyuh ini, sehingga potensi yang ada pada
komoditas puyuh tersebut dapat didayagunakan semaksimal mungkin dan dapat
meminimalisir kerugian. Sistem agribisnis saling berkaitan dan keberhasilan
kinerja suatu sistem agribisnis akan tergantung dari kinerja pada masing-masing
subsistem. Keberhasilan subsistem akan tergantung pada kinerja subsistem
sebelumnya atau sebaliknya kinerja subsistem sekarang akan menentukan
keberlanjutan subsistem selanjutnya. Apabila terjadi kegagalan dalam sebuah
subsistem maka belumlah dapat dikatakan sebagai subsistem.
Menurut Rachmina (2015), terdapat dua keterkaitan dalam sistem agribisnis
yaitu sebagai berikut : a) Keterkaitan ke depan (Forward Linkage), Kegiatan
bisnis yang dijalankan memiliki keterkaitan dengan proses subsistem selanjutnya.
Jika fokus diarahkan pada kegiatan usahatani forward linkage maka terdapat
hubungan antara peternakan telur puyuh mempunyai keterkaitan ke depan dengan
pengusaha atau restoran kuliner olahan telur dan daging puyuh; b) Keterkaitan ke
belakang (Backward Linkage) dengan proses atau subsistem selanjutnya. Kegiatan
pada subsistem usahatani mempunyai keterkaitan dengan subsistem hulu seperti
pengadaan sarana produksi atau input (benih, pakan, pupuk, alat-alat, dan
lainnya).
18

Agribisnis Ternak Puyuh

- Penyediaan sarana prduksi tidak tepat.

- Pakan bergantung pada pakan pabrik


- Manajemen pemeliharaan rendah
- Pengelolaan pascapnen rendah dan
belum memikirkan kualitas.
- Manajemen pemasaran rendah.

Kinerja Sistem Agribisnis

1) Subsistem Penyediaan 2) Subsistem 3) Subsistem 4) Subsistem


Prasarana dan Sarana Produksi Pengelolaan Pemasaran
Produksi Budidaya Puyuh

5) Subsistem Lembaga
Penunjang

Kinerja Sistem Agribisnis

Kinerja Sangat Kinerja Rendah Kinerja Cukup Kinerja Tinggi Kinerja Sangat
Rendah Tinggi

Gambar 2. Diagram Alur Baku Tahapan Penelitian

Berdasarkan Gambar 2 alur penelitian ini akan dilakukan beberapa tahapan.


Analisis kinerja agribisnis, menggunakan alat analisis skala Likert. Skala Likert
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat seseorang atau sekelompok orang
tentang fenomena sosial dan bisa juga mencakup pengukuran pengetahuan,
kemampuan, dan kepribadian. Penilaian menggunakan 5 interval jawaban untuk
pernyataan positif yaitu 1 = Sangat Tidak Setuju, 2 = Tidak Setuju, 3 = Ragu-
Ragu, 4 = Setuju, 5 = Sangat Setuju, dan untuk pernyataan negatif yaitu 1 =
Sangat Setuju, 2 = Setuju, 3 = Ragu-Ragu, 4 = Tidak Setuju, 5 = Sangat Tidak
Setuju. Mengukur kinerja pada masing-masing subsistem yaitu subsistem
penyediaan sarana produksi, subsistem produksi budidaya puyuh, subsistem
pengelolaan pascapanen, subsistem pemasaran dan subsistem lembaga penunjang.
Masing-masing subsistem terdapat indikator-indikator yng kemudian indikator
19

tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrument yang dapat
berupa pernyataan yang akan dinilai menggunakan skala Likert, kemudian dibuat
skoring variabel kinerja masing-masing subsistem dimana dari skor tersebut kita akan
mengetahui apakah kinerja sistem agribisnis tersebut masuk ke kriteria kinerja sangat
rendah, kinerja rendah, kinerja cukup, kinerja tinggi atau kinerja sangat tinggi.
Kemudian hasil tersebut diinterpretasikan dengan alat bantu kontinum.

Anda mungkin juga menyukai