Anda di halaman 1dari 51

i

USULAN PENELITIAN

PENGARUH PROGRESIVE MUSCLE RELAXATION


(PMR) TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA
PASIEN KANKER PAYUDARA DI RSUP
DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO
MAKASSAR

FITRIA MAJID
NIM: 21706197

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
ii

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
I. JUDUL PENELITIAN................................................................................ 1

II. RUANG LINGKUP PENELITIAN............................................................ 1

III. PENDAHULUAN....................................................................................... 1

A. Latar Belakang....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian.................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian.................................................................................. 6

IV. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 7

A. Tinjauan Umum tentang Kanker Payudara............................................ 8


B. Tinjauan Umum tentang Nyeri Kanker.................................................. 13
C. Tinjauan Umum tentang Terapi PMR.................................................... 21
V. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS............................................... 32

A. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian..................................................... 32


B. Hubungan Antar Variabel...................................................................... 32
C. Identifikasi Variabel............................................................................... 32
D. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif............................................ 33
E. Hipotesis Penelitian................................................................................ 34

VI. METODE PENELITIAN............................................................................ 35

A. Jenis dan Metode Penelitian................................................................... 35


B. Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................................. 35
C. Populasi dan Sampel.............................................................................. 35
D. Cara Pengumpulan Data......................................................................... 37
E. Langkah Pengolahan Data...................................................................... 39
F. Pengujian Hipotesis................................................................................ 40
G. Etika Penelitian....................................................................................... 41
iii

VII. PERSONALIA DAN JADWAL PENELITIAN......................................... 43


A. Personalia Penelitian............................................................................. 43
B. Jadwal Penelitian................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 44
LAMPIRAN
1

USULAN PENELITIAN

I. JUDUL PENELITIAN

PENGARUH PROGRESIVE MUSCLE RELAXATION (PMR) TERHADAP

PENURUNAN NYERI PADA PASIEN KANKER PAYUDARA DI RSUP DR.

WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

II. RUANG LINGKUP PENELITIAN

KEPERAWATAN MEDIKAL KANKER BEDAH

III. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker dengan prevalensi

tertinggi di dunia. Data dari Global Burden Cancer (GLOBOCAN), kanker

payudara pada tahun 2012 merupakan kanker kedua tertinggi di dunia dan

diketahui kanker yang paling sering terjadi di kalangan wanita, dengan

perkiraan 1.67 juta kasus baru atau 25% dari seluruh kanker di dunia yaitu

14.1 juta kasus (Ferlay et al., 2015). Sedangkan, data dari World Health

Organization (WHO) tahun 2018, kanker payudara diseluruh dunia sekitar

2.09 juta kasus. Sementara itu, pada tahun 2017 di Amerika Serikat (AS),

sekitar 852.630 wanita terkena kanker dan 30% diantaranya adalah kanker

payudara yang merupakan kasus tertinggi (American Cancer Society, 2017).

Di Indonesia sampai tahun 2013, prevalensi kanker payudara sebesar

61.682 (1.4%) dan di Sulawesi Selatan sekitar 2.975 (0.7%) kasus kanker

payudara (Kemenkes RI, 2015). Sedangkan, di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.

Wahidin Sudirohusodo (RSWS), jumlah kanker payudara mulai bulan Januari

sampai Desember 2017 sejumlah 624 kasus. Sedangkan, pada tahun 2018
2

mulai Januari sampai September sejumlah 377 kasus (Profil RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo, 2018). Dengan demikian, kanker payudara

merupakan masalah kesehatan yang serius ditangani, melalui upaya

pencegahan dan berbagai metode pengobatan berdasarkan manifestasi klinik

yang ditimbulkan.

Manifestasi klinik dari kanker payudara, seperti eksudat, infeksi,

perdarahan, bau dan nyeri (Gibson & Green, 2013). Nyeri adalah salah satu

gejala yang paling umum dan ditakuti pada pasien dengan kanker (Higginson,

Murtagh, & Osborne, 2013). Nyeri merupakan gejala yang sangat umum pada

pasien dengan kanker. Pada skala global, nyeri kanker hampir tidak terkontrol

dan hampir 80% populasi kanker dunia menerima sedikit atau tanpa obat

sama sekali (Hanna & Zylicz, 2013).

Prevalensi rata-rata pasien kanker dengan nyeri pada stadium campuran

dan stadium awal dilaporkan sebesar 45.6% (kisaran 21.4-84.1%). Pasien

yang dilaporkan rata-rata prevalensi nyeri pada kanker stadium lanjut atau

metastasis diidentifikasi sekitar 73.9% (kisaran 53-100%). Nyeri biasanya

lebih sering dikaitkan dengan metastasis daripada kanker nonmetastatik.

Misalnya, 64% pasien dengan kanker payudara metastatik mengalami nyeri,

dibandingkan dengan 40% pasien dengan penyakit nonmetastatik (Higginson

et al., 2013)

Nyeri yang dirasakan pasien, berasal dari berbagai faktor yaitu infiltrasi

tumor, pengaruh langsung terhadap organ yang terkena, ulserasi jaringan,

kemoterapi, terapi radiasi dan pembedahan (National Cancer Institute, 2014).

Dalam buku Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif


3

(PERDATIN) menggambarkan bahwa nyeri pada kanker merupakan

gabungan dari berbagai faktor yaitu gejala fisik, psikologis, sosial, kultural

dan spiritual sehingga nyeri tersebut menghasilkan penderitaan yang

kompleks atau sebaliknya (PERDATIN, 2015). Melihat hal tersebut,

diperlukan penanganan yang optimal dan meminimalkan komplikasi pada

pasien kanker payudara.

Penanganan nyeri pada pasien kanker dapat ditangani dengan 2 cara,

yaitu terapi farmakologi (pemberian analgetik) dan terapi non farmakologi

(Vissers et al., 2011). Terapi non farmakologi yang dapat diberikan yaitu

hypnoterapi, terapi sentuhan, akupuntur, akupressur, terapi musik, terapi

murottal dan guided imagery. Salah satu, terapi non farmakologi yang dapat

dilakukan adalah terapi relaksasi yang merupakan salah satu jenis terapi

komplementer yang dinilai dapat mengelola stres, menurunkan nyeri dan

meningkatkan kesehatan. Banyak terapi relaksasi yang dapat digunakan,

seperti pernapasan diafragma dan progressive muscle relaxation (PMR)

(Pestka, Bee, & Evans, 2014)

PMR merupakan salah satu jenis terapi komplementer yang dinilai

dapat menurunkan tingkat nyeri pasien. Terapi relaksasi membantu

mengurangi ketegangan yang ada di otot dan ini sering menggeneralisasikan

ke area lain dari tubuh, termasuk pikiran. Terapi PMR diperkenalkan oleh

Jacobson pada tahun 1938 dan masih digunakan secara luas sampai saat ini.

Jacobson melaporkan bahwa PMR menurunkan konsumsi oksigen tubuh,

tingkat metabolisme, tingkat pernapasan, ketegangan otot, kontraksi ventrikel

prematur, dan tekanan darah sistolik dan diastolik serta meningkatkan


4

gelombang alfa di otak (Pestka et al., 2014). Sampai saat ini, banyak

penelitian yang malaporkan manfaat terapi PMR dalam menurunkan nyeri

pada pasien.

Penelitian dari Schmidt, Joyner, Tonyan, Reid, & Hooten (2012)

memberikan bukti bahwa menggunakan terapi relaksasi selama 10 menit

dilakukan selama 3 hari, secara signifikan mengurangi kecemasan, depresi,

kelelahan, kualitas tidur dan menurunkan nyeri. Studi lain, mengemukakan

bahwa terapi guided imagery dan PMR dapat menurunkan nyeri pada pasien

kanker (Kwekkeboom, Hau, Wanta, & Bumpus, 2008). Hasil penelitian yang

lain menunjukan, ada pengaruh yang signifikan kadar kortisol pasien yang

dilakukan terapi Islamic PMR. Penurunan kadar kortisol dalam batas normal

dapat memodulasi sistem imun sehingga memperkuat kekebalan tubuh,

sehingga, perawat dapat melakukan upaya yang efektif, mudah dan murah

untuk mengurangi stress pasien dengan tehnik Islamic PMR (Zahroh,

Khamida, & Saleh, 2018)

Sebuah penelitian menyatakan bahwa keadaan tidak rileks atau stress

seperti kecemasan dan depresi memiliki peranan penting terhadap persepsi

nyeri seseorang (Dedeli, Kaptan, & Programme, 2013). Oleh karena itu,

keadaan rileks sangat dibutuhkan pada orang yang mengalami nyeri. Kondisi

ini juga membawa atau merupakan jalur menuju ke perasaan bawah sadar

sehingga otak akan bekerja lebih optimal dan otak akan memproduksi

hormon serotonin dan endorphin, dimana hormon endorphin adalah morfin

alami tubuh yang berperan untuk menurunkan rasa sakit atau nyeri (Sentanu,

2016)
5

Begitu kompleksnya nyeri pada pasien kanker dan efek yang

ditimbulkan oleh nyeri tersebut, mengharuskan perawat untuk mencari

alternatif terapi lain untuk mengatasinya. Dari penelitian yang sebelumnya,

tidak ada yang memfokuskan pada pasien dengan nyeri kanker payudara.

Maka dari itu, penulis tertarik untuk menerapkan terapi PMR untuk

menurunkan nyeri pada pasien kanker payudara.

B. Rumusan Masalah

Terapi PMR dapat menurunkan konsumsi oksigen tubuh, tingkat

metabolisme, tingkat pernapasan, ketegangan otot, kontraksi ventrikel

prematur dan tekanan darah sistolik dan diastolik serta meningkatkan

gelombang alfa di otak. Selain itu, terapi relaksasi membantu mengurangi

ketegangan yang ada di otot dan ini sering menggeneralisasikan ke area lain

dari tubuh, termasuk pikiran. Sehingga, dapat menurunkan tingkat nyeri

pasien. Pemberian terapi Terapi PMR merupakan salah satu bentuk terapi

komplementer yang berdasarkan beberapa penelitian pada latar belakang,

dapat menurunkan nyeri pada pasien, namun belum ada yang meneliti tentang

penerapan terapi PMR secara khusus pada pasien dengan nyeri kanker yang

bersifat lebih kompleks. Dengan demikian pertanyaan penelitian ini adalah

apakah ada pengaruh terapi PMR terhadap penurunan nyeri pada pasien

kanker payudara?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh terapi PMR terhadap penurunan nyeri

pada pasien kanker payudara


6

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui intensitas nyeri sebelum pemberian terapi PMR

pada pasien kanker payudara

b. Untuk mengetahui intensitas nyeri setelah pemberian terapi PMR pada

pasien kanker payudara

c. Untuk mengetahui pengaruh terapi PMR terhadap penurunan nyeri

pada pasien kanker payudara.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah wawasan bagi peneliti mengenai penggunaan terapi

pencegahan dan penanganan nyeri pada pasien kanker menggunakan

terapi PMR

b. Sebagai sumber bagi peneliti selanjutnya yang ingin melanjutkan

penelitian dalam lingkup terapi komplementer terhadap penurunan

nyeri pada pasien kanker

2. Manfaat Praktisi

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan

pencegahan dan penanganan nyeri khususnya pada pasien kanker

payudara dengan menggunakan terapi PMR sebagai terapi

komplementer.
7

IV. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjuan Umum tentang Kanker Payudara

1. Defenisi Kanker Payudara

Kanker adalah pertumbuhan sel yang tidak terkendali yang dapat

menyusup ke jaringan sekitar, kemudian metastase ke area lain yang lebih

jauh di dalam tubuh. Sedangkan, kanker payudara merupakan tumor ganas

yang berasal dari sel-sel payudara yaitu sel kelenjar penghasil susu

(lobular), saluran kelenjar dari lobular ke puting payudara (duktus) dan

jaringan penunjang payudara yang mengelilingi lobular, duktus, pembuluh

darah dan pembuluh limfe, tetapi tidak termasuk kulit payudara (American

Cancer Society, 2016). Kanker payudara tidak disebabkan oleh efek tungga

saja, lebih tepatnya akibat dari kombinasi peristiwa hormonal, genetik, dan

mungkin lingkungan dapat berkontribusi terhadap perkembangannya

(Smeltzer et al 2013). Jadi, kanker payudara merupakan penyakit yang

disebabkan oleh sel ganas (kanker) yang tumbuh pada jaringan payudara.

2. Etiologi Kanker Payudara

Sampai saat ini penyebab pasti kanker payudara masih belum

diketahui, namun penelitian menyebutkan beberapa faktor yang

berhubungan dengan etiologi kanker payudara adalah sebagai berikut:

a. Umur dan Jenis Kelamin


8

Bertambahnya usia merupakan salah satu faktor risiko paling

kuat untuk kanker payudara. Meskipun kanker payudara dapat terjadi

pada wanita muda, secara umum merupakan penyakit penuaan.

Seorang wanita berusia 30-an risikonya kira-kira 1 dalam 250,

sedangkan untuk wanita pada usia 70-annya, adalah sekitar 1 dari 30.

Sebagian besar kanker payudara yang didiagnosis adalah setelah

menopause dan sekitar 75% dari kasus kanker payudara terjadi setelah

50 tahun (National Breast and Ovarian Cancer Centre, 2009).

Menjadi wanita adalah faktor risiko terkuat untuk kanker

payudara. Wanita 100 kali lebih mungkin terkena kanker payudara

daripada pria. Tidak semua wanita terkena kanker payudara, juga

tidak semua pria terhindar dari kanker payudara. Karena itu, seks

adalah penanda untuk kejadian dan eksposur yang terjadi lebih sering

atau lebih kuat pada wanita daripada pria (National Breast and

Ovarian Cancer Centre, 2009).

b. Riwayat keluarga dan Genetik

Riwayat keluarga dan faktor genetik merupakan risiko kanker

payudara yang diketaui. Kanker payudara yang disebabkan pewarisan

mutasi jalur germinal spesifik dari keluarga maternal maupun paternal

sangat jarang terjadi (Black & Hawks, 2014).

Adanya riwayat keluarga kanker payudara meningkatkan risiko

terjadinya kanker. Karena, sekitar 5-10 % dari kasus kanker payudara

merupakan faktor herediter akibat mutasi genetik yang di turunkan

langsung dari orang tua. Ada dua mutasi genetik paling umum pada
9

kanker payudara yaitu BRCA1 dan BRCA2. Gen BRCA1 terletak

dalam kromosom 17 dan gen BRCA 2 terletak dalam kromosom 11.

Kedua gen tersebut, merupakan gen penekan tumor yang saat

fungsinya normal akan menghambat perkembangan tumor.

Perempuan yang memiliki gen BRCA1 akan mempunyai resiko

kanker payudara 40-80%. Sedangkan, perempuan yang memiliki gen

BRCA2 akan berisiko terkena kanker payudara sebanyak 10-40% dari

semua kanker payudara yang diwarisi (Lewis et al., 2014). Menurut

National Cancer Institute (NCI), perempuan yang mewarisi gen

BRCA1 atau BRCA2 memiliki resiko terkena kanker payudara

ataupun kanker ovarium, begitupun dengan laki-laki dengan mutasi

gen ini juga memiliki peningkatan risiko kanker payudara (NCI,

2009). Sehingga, dapat disimpulkan baik perempuan maupun laki-laki

memiliki resiko terkena kanker payudara jika memiliki mutasi gen

BRCA1 atau BRCA2.

Menurut Cuzick (2008), resiko mendapat kanker payudara

dibanding wanita tanpa riwayat keluarga berlipat ganda sekiranya

mempunyai salah seorang diantara ibu atau saudara perempuan

mengalami kanker payudara. Resiko relatif bertambah dengan

bilangan ahli keluarga yang menderita kanker payudara. Usia

mendapat kanker pada ibu atau saudara perempuan juga

mempengaruhi resiko terutamanya jika didiagnosa menderita pada

usia muda. Resiko adalah tiga kali ganda pada wanita dengan onset

umur kurang dari 40 tahun.


10

c. Faktor Reproduksi dan Hormonal

Kehamilan pertama pada usia diatas 30 tahun, nulipara,

menstruasi pada usia dini (<12 tahun), riwayat menstruasi yang

panjang, menopause yang terlambat (>55 tahun) dan penggunaan

estrogen atau progesteron sebagai terapi hormon terutama pada

wanita pascamenopause berhubungan dengan peningkatan risiko dari

kanker payudara (Lewis et al., 2014). Selain itu, wanita yang

menggunakan kontrasepsi oral berisiko untuk mengalami kanker

payudara (Komen, 2017). Berdasarkan riset meta analisis, terjadi

peningkatan besar resiko kanker payudara pramenopause dengan

penggunaan kontrasepsi oral sebelum kehamilan pertama dan

penggunaan kontrasepsi oral dibawa lima tahun terahir dapat

meningkatkan risiko kanker payudara (Gierisch et al., 2013)

Hormon yang diproduksi oleh ovarium memiliki peran penting

dalam kanker payudara. Dua hormon ovarium kunci, estradiol dan

progesteron, diubah di lingkungan seluler oleh berbagai faktor, dan ini

dapat mempengaruhi faktor pertumbuhan untuk kanker payudara

(Smeltzer et al 2013). Walaupun faktor genetik, hormonal, atau

biokimia mungkin terlibat sebagai faktor resiko kanker payudara, 70%

perempuan dengan kanker payudara tidak memiliki faktor resiko yang

diketahui (Black & Hawks, 2014)

d. Faktor lingkungan dan diet

Asupan alkohol adalah faktor risiko diet bagi kanker payudara

yang tidak bisa dipungkiri pada penelitian epidemiologi. Korelasi


11

positif asupan alkohol dengan resiko kanker payudara telah

ditetapkan, dan tampak bahwa asupan alkohol sedang (1 hingga 2 kali

minum perhari) meningkatkan risiko kanker payudara dengan

mengubah metabolisme estrogen.

Terdapat hubungan yang positif antara berat badan dan bentuk

tubuh dengan kanker payudara pada wanita pasca menopause. Variasi

terhadap terjadinya kanker ini di negara-negara barat dan bukan barat

serta perubahan sesudah migrasi menunjukkan bahwa terdapat

pengaruh diet terhadap terjadinya keganasan ini (Nugroho, 2011).

Selain itu konsumsi lemak diperkirakan sebagai suatu faktor

resiko terjadinya kanker payudara. Willet dkk. melakukan studi

prospektif selama 8 tahun tentang konsumsi lemak dan serat dalam

hubungannya dengan kanker payudara pada wanita umur 34-59 tahun

(Nugroho, 2011).

e. Radiasi

Terpapar dengan radiasi, ionisasi selama atau sesudah

pubertas meningkatkan terjadinya resiko kanker payudara (Nugroho,

2011).

3. Manifestasi Klinik Kanker Payudara

Kanker payudara biasanya terdeteksi sebagai benjolan dan penebalan

di payudara atau melalui pemeriksaan mammografi yang abnormal. Paling

sering terjadi pada kuadran atas teluar dimana sebagian besar jaringan

kelenjar payudara terdapat. Tingkat perkembangan kanker payudara

berbeda-beda. Jika teraba, khas kanker payudara bersifat keras dengan


12

batasnya tidak teratur, kurang digambarkan, terfiksasi dan tidak lunak

(Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher, 2014).

Gejala lainnya adalah pelepasan puting susu secara unilateral,

biasanya berdarah ataupun tidak. Selain itu, Peau d'orange dapat terjadi

pada kelenjar limfatik kulit payudara, infiltrasi, indurasi, dan dimpling

diatas kulit juga terjadi pada kanker yang besar (Lewis et al., 2014).

4. Tahapan Kanker Payudara

American Joint Comitte of Cancer (AJCC) dan the International

Union for Cancer Control (UICC) menggunakan sistem Tumor Node

Metastasis (TNM) dalam mengklasifikasikan stadium kanker. Sistem TNM

menggolongkan kanker berdasarkan ukuran dan luas dari tumor (T),

keterlibatan kelenjar getah bening atau node (N) dan adanya metastasis (M)

(AJCC, 2010). Berikut tahapan kanker payudara berdasarkan TNM dari

AJCC (2010) yang dapat di lihat pada tabel 1 berikut ini.

Tabel. 1
Tahapan Kanker Payudara
Stadium Ukuran Keterlibatan Metastasis
Tumor (T) Nodus Limfe (N) (M)
0 TIS (Tumor in Tidak ada Tidak ada
situ)
I <2 cm Tidak ada Tidak ada

II A Tumor < 5 cm Tidak ada, atau 1-3 nodus Tidak ada


yang tidak aksilla dan/atau nodus di
terbukti dalam payudara
II B Mulai 2->5 cm Tidak ada, atau 1-3 nodus Tidak ada
aksilla dan/atau nodus di
dalam payudara
IIIA Tumor mulai dari Ada, 4-9 nodus aksilla Tidak ada
>5 cm yang tidak dan/atau nodus di dalam
terbukti payudara
13

IIIB Ukuran apapun Ada, 4-9 nodus aksilla Tidak ada


dengan ekstensi dan/atau nodus di dalam
ke dinding dada payudara
atau kulit
IIIC Ukuran apapun Ada, ≥ 10 nodus aksilla Tidak ada
dan/atau nodus di dalam
payudara atau
infraclavicular nodes
IV Ukuran apapun Keterlibatan nodul disetiap Ada
jenis

B. Tinjauan Umum tentang Nyeri Kanker

1. Definisi Nyeri Kanker

Nyeri kanker merupakan perasaan subjektif seseorang yang berasal

dari pengalaman sensorik dan emosional yang terkait dengan

perkembangan dan pengobatan kanker. Nyeri yang dirasakan bisa bersifat

ringan bahkan sampai berat (National Cancer Institude, 2014).

2. Jenis Nyeri Kanker

Berikut adalah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan

berbagai jenis nyeri:

a. Nyeri akut, berkisar dari ringan hingga parah. Muncul dengan cepat

dan berlangsung dalam waktu singkat.

b. Nyeri kronis, berkisar dari ringan hingga parah. Itu tidak akan hilang

atau sering kembali

c. Nyeri breakthrough adalah peningkatan rasa sakit yang tiba-tiba atau

dirasakan untuk waktu yang singkat. Itu bisa terjadi dengan sendirinya

atau dalam kaitannya dengan aktivitas tertentu. Ini mungkin terjadi


14

beberapa kali sehari, bahkan itu mungkin terjadi karena dosis obat

(National Cancer Institude, 2014).

3. Etilogi Nyeri Kanker

Kanker dan perawatannya menyebabkan sebagian besar nyeri

kanker. Penyebab utamanya meliputi:

Nyeri akibat tes medis. Beberapa metode yang digunakan untuk

mendiagnosis kanker atau melihat seberapa baik perawatan bekerja

adalah menyakitkan. Contohnya mungkin biopsi, spinal tap, atau tes

sumsum tulang (National Cancer Institude, 2014). Selain itu, nyeri

akibat pembedahan disebabkan oleh terpotongnya saraf dan jaringan,

respon langsung dari cedera serta perubahan perifer dan pengelolaan

nyeri pada sistem saraf pusat (Aasvang, Brandsborg, Christensen,

Jensen, & Kehlet, 2008)

a. Nyeri karena tumor. Jika kanker tumbuh lebih besar atau menyebar,

itu bisa menyebabkan rasa sakit dengan menekan jaringan di

sekitarnya. Sebagai contoh, tumor dapat menyebabkan rasa sakit jika

menekan tulang, saraf, sumsum tulang belakang, atau organ tubuh

(National Cancer Institude, 2014).

b. Kompresi sumsum tulang belakang. Ketika tumor menyebar ke tulang

belakang, itu dapat menekan pada sumsum tulang belakang dan

menyebabkan kompresi sumsum tulang belakang. Tanda pertama dari

ini adalah nyeri punggung atau leher, atau keduanya. Batuk, bersin,

atau gerakan lain bisa membuatnya lebih buruk (National Cancer

Institude, 2014).
15

c. Nyeri karena perawatan. Kemoterapi, terapi radiasi, operasi, dan

perawatan lain dapat menyebabkan rasa sakit bagi sebagian orang.

Nyeri pada pasien kanker tidak hanya disebabkan oleh metastase,

infiltrasi tumor, pengaruh langsung terhadap organ yang terkena,

ulserasi jaringan, akan tetapi nyeri tersebut dapat disebabkan karena

efek dari kemoterapi. (National Cancer Institude, 2014). Obat-obatan

kemoterapi dapat menyebabkan terjadinya neuropati periferal.

Kemoterapi dapat menginduksi perifer yang menyebabkan kerusakan

saraf. Manifestasi klinik dapat melibatkan sensorik, motorik, dan

sistem otonom (Park, 2014). Selain itu, radioterapi berpotensi

menimbulkan rasa nyeri di dua fase radioterapi kanker yaitu fase akut

dan akhir. Pada fase akut, menimbulkan radang mukosa atau kulit,

efek flare, dan nyeri prosedural merupakan penyebab utama

timbulnya nyeri radioterapi (Wandner, Scipio, Hirsh, Torres, &

Robinson, 2012). Beberapa contoh rasa sakit dari perawatan adalah:

1) Nyeri neuropatik. Ini adalah rasa sakit yang mungkin terjadi jika

pengobatan merusak saraf. Rasa sakit sering terbakar, tajam, atau

menembaki. Kanker itu sendiri juga bisa menyebabkan rasa sakit

semacam ini (National Cancer Institude, 2014).

2) Nyeri phantom. Pasien mungkin masih merasakan sakit atau

ketidaknyamanan lain yang berasal dari bagian tubuh yang telah

dihilangkan dengan pembedahan. Dokter tidak yakin mengapa ini

terjadi, tetapi itu nyata (National Cancer Institude, 2014).

4. Patofisiologi Nyeri Kanker


16

Etiologi nyeri kanker sangat kompleks dan multifaktorial. Nyeri

kanker dapat disebabkan oleh metastasis kanker, adanya tekanan,

peradangan atau infiltrasi saraf, tulang dan organ tubuh, pengobatan

kanker termasuk operasi, kemoterapi, dan radiasi yang juga potensial

merupakan sumber rasa sakit. Selain efek fisik, kanker pada jaringan dan

pengobatan, bahan kimia yang digunakan juga dapat berkontribusi

terhadap rasa sakit. Hal ini menyebabkan gangguan metabolik yang dapat

berkontribusi pada kedua nociceptive (kerusakan jaringan atau

peradangan somatik atau jaringan visceral) dan neuropatik nyeri (cedera

saraf) (Hoang, Shaw, Han, Fang, & Nimni, 2015)

Proses terjadinya nyeri kanker dimulai dari adanya stimulus pada

saraf aferen sensori dari jaringan perifer yang akan ditransmisikan ke

sumsum tulang belakang dan otak. Saraf ini mempersyarafi kulit dan

hampir semua bagian internal tubuh (Mantyh, Clohisy, Koltzenburg, &

Hunt, 2002)

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri pada pasien kanker

Persepsi nyeri seseorang bersifat subjektif yang dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu:

a. Usia

Penelitian yang dilakukan oleh Wandner et al (2012) tentang

pengaruh usia terhadap persepsi nyeri dan keinginan melaporkan nyeri

yang dirasakan, diperoleh hasil bahwa kelompok usia dewasa tua (47-

75 tahun) lebih sensitif terhadap rasa nyeri dan keinginan untuk


17

melaporkan nyeri yang dirasakan dibandingkan dengan kelompok usia

dewasa muda (17-27 tahun) dan dewasa pertengahan (30-45 tahun)

b. Pendidikan

Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi persepsi nyeri seseorang.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Haase, Kuhnt, &

Klimczyk (2012) menunjukkan bahwa dari 167 pasien terdapat 49%

pasien yang berpendidikan sekolah menengah ke atas mampu

mengontrol nyeri dengan baik dibandingkan dengan pasien yang

memiliki tingkat pendidikan sekolah menengah ke bawah (p=0.012).

c. Pengalaman nyeri sebelumnya

Seseorang yang memiliki pengalaman nyeri akan lebih mudah

mengatasi nyerinya saat nyeri kembali muncul. Mudah tidaknya

seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam

mengatasi nyeri. Seringkali individu yang lebih berpengalaman

dengan nyeri yang dialaminya, makin takut individu tersebut terhadap

peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan. Cara seseorang

berespon terhadap nyeri dipengaruhi oleh nyeri yang selama ini

dirasakan. Bagi beberapa orang, nyeri masa lalu dapat saja menetap

dan tidak terselesaikan, seperti pada nyeri berkepanjangan atau kronis

dan persisten. Efek yang tidak diinginkan yang diakibatkan dari

pengalaman sebelumnya menunjukkan pentingnya perawat untuk

waspada terhadap pengalaman masa lalu pasien dengan nyeri. Jika

nyerinya teratasi dengan tepat dan adekuat, individu tidak akan merasa
18

cemas terhadap nyeri dimasa mendatang dan mampu mentoleransi

nyeri dengan baik (Smeltzer & Bare, 2010)

d. Ansietas

Kecemasan yang dirasakan seseorang dapat meningkatkan persepsi

nyeri. Menurut Paice & Fine (2006) mengemukakan bahwa stimulus

nyeri dapat merangsang sistem limbik yang berperan dalam

pengaturan emosi. Sistem limbik yang mendapatkan stimulus nyeri

akan mempersepsikan nyeri dalam bentuk perasaan yang

memperburuk atau menghilangkan nyeri. Nyeri yang berkepanjangan

dapat menyebabkan gangguan psikologis.

6. Terapi farmakologi nyeri pada pasien kanker

Terdapat 3 golongan analgetik yang digunakan untuk pengobatan

nyeri kanker, yaitu analgetik non opioid, opioid dan adjuvant (National

Cancer Institude, 2014).

a. Analgetik Non Opioid

Obat analgetik non steroid merupakan golongan obat analgetik

yang digunakan untuk pasien dengan nyeri ringan sampai sedang,

demam dan pembengkakan. Obat ini memiliki efek samping yang

lebih minimal dibandingkan dengan golongan obat opioid. Jenis obat

ini yaitu paracetamol atau dipyrone, aspirin, NSAID (Non Steroidal

Anti Inflammatory Drugs). Obat ini akan menghambat sintesis

inhibitor cyclooxygenase (COX) dan sintesis prostaglandin yang

menambah kepekaan dan memperkuat input nosiseptif (PERDATIN,

2015)
19

Tabel.2
Analgetik non-opioid pada terapi nyeri akut:
Obat Dosis dewasa Interval (jam) Dosis
(mg.po) maksimal/hari
(mg)
Aspirin 500-1000 4-6 6000
Paracetamol 500-1000 4-6 4000
NSAIDS:
Ibuprofen 200-400 4-6 3200
Naproxen 250-500 12 1250
Indomethacin 25 8-12 150
Asam Mefenamat 250-500 6 1000
Piroksikam 10 12 30
Ketoprofen 50 6-8 300
Diclofenac 50-100 6-12 200
Ketorolac 30-60 4 150
Meloxicam 15 12 30
Parecoxib 40 12 80
Celecoxib 100-200 12 400
Sumber: (PERDATIN, 2015)

b. Analgetik Opioid

Opioid merupakan analgetik yang digunakan untuk

penatalaksanaan nyeri sedang hingga berat. Berdasarkan WHO

(World Health Organization) (1986), penggunaan obat analgetik

dimulai dengan golongan analgetik non opioid, opioid lemah

kemudian opioid kuat. Opioid pada terapi nyeri yaitu, codeine,

morphine, petidine, meperidine, fentanyl, sufentanil (PERDATIN,

2015).

c. Adjuvant Analgetik

Kombinasi analgetik opioid dan analgetik lokal akan menghasilkan

efek samping yang maksimal sehingga harus diberikan dalam dosis

yang rendah. Bupivacaine sangat tepat digunakan sebagai adjuvant

karena menyebabkan blok motorik yang minimal. Kombinasi ini


20

diberikan melalui infus secara kontinue 3-4 ml/jam melalui kateter

epidural. Kombinasi fentanyl 2-4 mcg/ml dan bupivacaine 0.0625%

diberikan melalui infus secara kontinue 5-20 ml/jam yang

menghasilkan efek analgetik yang baik pada pasien yang nyerinya

tidak dapat dikontrol dengan pemberian opioid epidural saja

(PERDATIN, 2015).

7. Pengkajian nyeri

Nyeri merupakan perasaan subjektif seseorang. Ada berbagai

macam tools yang dapat digunakan untuk menilai nyeri seseorang. Pada

penelitian ini, tools yang digunakan yaitu Numeric Rating Scale (NRS)

dan Visual Analogue Scale (VAS).

Numeric Rating Scale (NRS) adalah skala penilaian nyeri yang

terdiri dari 11 angka mulai dari 0-10. NRS ini telah diuji validitasnya

pada pasien nyeri kanker dengan menggunakan metode konvergensi dan

didapatkan hasil signifikan secara statistik dengan r=0.847 dan p<0.001

(Paice & Cohan, 1997).

Visual Analogue Scale (VAS) adalah skala penilaian nyeri secara

visual yang terdiri dari rentang garis yang diwakili 10 cm. Salah satu

ujungnya diberi tanda tidak nyeri dan diujung yang lain diberi tanda

sangat nyeri (Paice & Cohan, 1997).

Berikut beberapa cara yang dapat diminta tim perawatan kesehatan

untuk mendeskripsikan atau menilai nyeri pasien.


21

Gambar 1: 0–10 Skala Intensitas Nyeri Numerik, Skala Intensitas Nyeri Descriptif
Sederhana, dan Skala Analog Visual (VAS): Panel Pedoman Manajemen Nyeri Akut.
Manajemen Nyeri Akut pada Dewasa (National Cancer Institute, 2014)

C. Tinjaun Umum tentang Terapi PMR

1. Defenisi Terapi PMR

Terapi relaksasi digunakan untuk mengurangi ketegangan otot di

tubuh. Relaksasi telah ditunjukkan untuk mengelola stres, menawarkan

pereda nyeri, dan meningkatkan kesehatan. Mengajar teknik relaksasi

pasien memungkinkan mereka untuk menjadi mitra yang lebih aktif dalam

perawatan mereka sendiri. Sedangkan, Relaksasi otot progresif atau PMR

adalah terapi relaksasi dengan gerakan mengencangkan dan melemaskan

otot-otot pada bagian tubuh tertentu pada satu waktu dengan tujuan untuk

memeberikan relalsasi bagi tubuh. Gerakan mengencangkan dan

melemaskan secara progresif (Pestka et al., 2014). Jadi, dapat

disimpulkan bahwa PMR adalah salah satu teknik pengelolaan diri yang
22

dapat digunakan sebagai terapi alternatif pada klien untuk menurunkan

nyeri.

2. Teknik Terapi PMR

Banyak teknik untuk relaksasi otot telah dikembangkan sejak

Jacobson menerbitkan tekniknya pada tahun 1938. Seringkali prosedur

termasuk perhatian pada pernapasan (Schaffer & Yucha, 2004 dalam

Pestka et al., 2014).

Instruktur membantu pasien dalam mengidentifikasi tempat yang

tenang dan tenang untuk berlatih relaksasi. Dianjurkan menggunakan

kursi yang nyaman, sebab akan memberikan dukungan untuk tubuh.

Pakaian harus longgar dan lepasakan sepatu, kacamata, dan lensa. Pasien

disarankan jika ingin menggunakan kamar mandi sebelum berlatih

relaksasi otot.

Terapi PMR yang dikembangkan oleh Bernstein dan Borkovec

tahun 1973 secara luas digunakan. Mereka menggabungkan 108 otot dan

kelompok otot teknik asli Jacobson ke dalam ketegangan awal dan

relaksasi dari 16 kelompok otot. Selanjutnya, jumlah kelompok dikurangi

menjadi tujuh dan empat. Berikut pedoman terapi PMR untuk 14

Kelompok Otot adaptasi dari Bernstein and Borkovec 1973, dalam Pestka

et al., 2014).

a. Informasi Umum

Instruksikan pasien untuk menegangkan kelompok otot tertentu

ketika mereka mendengar "tegang" dan untuk melepaskan ketegangan

ketika mereka mendengar "santai." Ketegangan diadakan selama 7


23

detik. Tarik perhatian pada perasaan ketegangan dan relaksasi. Ketika

otot-otot rileks, pasien mulai belajar membedakan sensasi pada saat

otot dalam keadaan tegang dan rileks

b. Tensing Kelompok Otot Spesifik

1) Tangan dan lengan dominan: kepal tangan yang erat dan tahan.

2) Lengan atas yang dominan: Dorong siku ke lengan kursi.

3) Ulangi instruksi untuk lengan yang tidak dominan.

4) Dahi: Angkat alis setinggi mungkin. Wajah pusat (pipi, hidung,

mata): Mata juling dan hidung berkerut.

5) Wajah bawah dan rahang: Mengertakkan gigi dan melebarkan

mulut.

6) Leher: Tarik dagu ke arah dada tetapi jangan menyentuh dada.

7) Dada, bahu, dan punggung atas: Ambil napas dalam-dalam dan

tahan, tarik tulang belikat ke belakang.

8) Abdomen: Tarik perut dan cobalah melindunginya.

9) Paha dominan: Angkat kaki dan pegang lurus.

10) Betis dominan: Arahkan kaki ke arah langit-langit.

11) Ulangi instruksi untuk sisi yang tidak dominan.

Bernstein dan Borkovec mengusulkan menggunakan 10 sesi untuk

mengajar PMR. Namun, dalam banyak penelitian, instruksi terbatas pada

sesi yang lebih sedikit dengan hasil positif. Faktor penting dalam

menentukan jumlah sesi pengajaran yang dibutuhkan adalah memastikan

bahwa orang telah menguasai kelompok otot rileks dan telah

mengintegrasikan PMR ke dalam gaya hidup mereka. Faktor penting


24

dalam efektivitas PMR dan teknik relaksasi lainnya adalah latihan sehari-

hari. Setidaknya satu sesi latihan 15 menit sehari direkomendasikan.

Schaffer dan Yucha tahun 2004 menyarankan dua sesi 10 menit (Pestka

et al., 2014).

Relaksasi otot progresif dilakukan dengan cara mengencangkan

dan melemaskan sekelompok otot pada tubuh. Kontraksi otot diikuti oleh

relaksasi dari 14 kelompok otot, mulai dari otot tangan, lengan dominan

dan tidak dominan, dahi pipi atas dan hidung, pipi bawa, rahang, leher

dan tenggorokan, dada dan bahu punggung atas, perut dan paha dominan

dan tidak dominan, betis dominan dan tidak dominan serta kaki dominan

dan tidak dominan (Conrad & Roth, 2007; Ramdhani & Putra, 2006).

Berikut dipaparkan masing-masing gerakan dan penjelasan mengenai

oto-totot yang dilatih yaitu:

Gerakan pertama ditujukan untuk melatih otot tangan yang

dilakukan dengan cara menggenggam tangan kiri sambil membuat suatu

kepalan. Klien diminta membuat kepalan ini semakin kuat, sambil

merasakan sensasi ketegangan yang terjadi. Pada saat kepalan

dilepaskan, klien dipandu untuk merasakan rileks selama 10 detik.

Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga klien dapat

membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan relaks yang

dialami. Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kanan.


25

Gambar 2.1. Gerakan 1 Mengepalkan tangan

Gerakan kedua adalah gerakan untuk melatih otot tangan

bagianbelakang. Gerakan ini dilakukandengan cara menekuk kedua

lenganke belakang pada pergelangantangan sehingga otot-otot di

tanganbagian belakang dan lengan bawahmenegang, jari-jari menghadap

ke langit-langit.

Gambar 2.2. Gerakan 2 Untuk tangan bagian belakang


Gerakan ketiga adalah untuk melatih otot-otot Biceps. Otot biceps

adalahotot besar yang terdapat di bagian atas pangkal lengan.Gerakan

inidiawali dengan menggenggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan

kemudianmembawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot-otot biceps

akan menjaditegang.

Gambar 2.3. Gerakan 3 Otot-otot biceps

Gerakan keempat ditujukan untuk melatih otot-otot bahu. Relaksasi

untuk mengendurkan bagian otot-otot bahu dapat dilakukan dengan cara

mengangkatkedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan bahuakan dibawa


26

hingga menyentuh kedua telinga. Fokusperhatian gerakan ini adalah

kontras keteganganyang terjadi di bahu, punggung atas, dan leher.

Gambar 2.4. Gerakan 4.Untuk melatih otot bahu


Gerakan kelima. Gerakan untuk dahi dapat dilakukan dengan cara

mengerutkan dahi dan alis sampai otot-ototnya kulitnya terasa keriput

Gambar 2.5. Gerakan 5 Untuk dahi dan otot Dahi


Gerakan keenam. Gerakan yang ditujukan untuk mengendurkan

otot-otot mata diawali dengan menutup keras-keras mata sehingga dapat

dirasakan ketegangan di sekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan

gerakan mata

Gambar 2. 6. Gerakan 6 Untuk Mata


Gerakan ke tujuh bertujuan untuk mengendurkan ketegangan yang

dialamioleh otot-otot rahang dengan cara mengatupkan rahang, diikuti


27

dengan menggigitgigi-gigi sehingga ketegangan di sekitar otot-otot

rahang.

Gambar 2. 7. Gerakan 7 untuk Rahang


Gerakan 8 ini dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar

mulut. Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnyasehingga akan dirasakan

ketegangan di sekitar mulut.

Gambar 2.8. Gerakan 8 untuk Mulut


Gerakan kesembilan ditujukan untuk merilekskan otot-otot leher

bagian depan maupun belakang.Gerakan diawali dengan otot leher

bagian belakang. Meletakkan kepala sehingga dapat beristirahat,

kemudian diminta untukmenekankan kepala padapermukaan bantalan

kursisedemikian rupa sehinggaklien dapat merasakanketegangan di

bagianbelakang leher dan punggungatas.


28

Gambar 2.9. Gerakan 9 untuk Melatih otot- leher belakang


Gerakan ke sepuluh bertujuan untuk melatih otot leher bagian

depan. Gerakan ini dilakukan dengan cara membawa kepala ke muka,

kemudian klien diminta untuk membenamkan dagu ke dadanya.

Sehingga dapat merasakan ketegangan di daerah leher bagian muka.

Gambar 2.10. Gerakan 10 untuk Melatih otot leher Depan


Gerakan kesebelas bertujuan untuk melatih otot-otot punggung.

Gerakan ini dapatdilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran

kursi, kemudian punggung dilengkungkan, lalu busungkan dada. Kondisi

tegang dipertahankan selama 10 detik, kemudian rileks. Padasaat rileks,

letakkan tubuh kembali ke kursi, sambil membiarkan otot-otot

menjadilemas.

Gambar 2.11. Gerakan 11 untuk Melatih otot punggung


Gerakan berikutnya adalah gerakan keduabelas, dilakukan untuk

melemaskan otot-ototdada. Pada gerakan ini, model diminta untuk

menarik nafas panjang untukmengisi paru-paru dengan udara sebanyak-

banyaknya. Posisi ini ditahan selamabeberapa saat, sambil merasakan


29

ketegangan di bagian dada kemudian turun keperut. Pada saat ketegangan

dilepas, model dapat bernafas normal dengan lega.Sebagaimana dengan

gerakan yang lain, gerakan ini diulangi sekali lagi sehinggadapat

dirasakan perbedaan antara kondisi tegang dan rileks.

Gambar 2.12. Gerakan 12 Untuk melatih otot-otot Dada


Setelah latihan otot-otot dada, gerakan ketigabelas bertujuan untuk

melatih otot-ototperut. Gerakan ini dilakukan dengan cara menarik kuat-

kuat perut ke dalam,kemudian menahannya sampai perut menjadi

kencang dankeras. Setelah 10 detikdilepaskan bebas, kemudian diulang

kembali seperti gerakan awal untuk perut ini.

Gambar 2.13. Gerakan 13 Untuk melatih otot-otot Perut


Gerakan 14 dan 15 adalah gerakan-gerakan untuk otot-otot kaki.

Gerakan inidilakukan secara berurutan. Gerakan 14 bertujuan untuk

melatih otot-otot paha, dilakukan dengan cara meluruskan kedua belah

telapak kaki, sehingga otot paha terasa tegang. Gerakan ini dilanjutkan

dengan mengunci lutut, sedemikian sehingga kklien harus menahan

posisi tegang selama10 detik baru setelah itu melepaskannya. Setiap

gerakan dilakukan masing-masingdua kali.


30

Gambar 14. Gerakan 14 dan 15 Untuk melatih otot-otot paha


3. Pengaruh Terapi PMR Terhadap Penurunan Nyeri

Terapi relaksasi telah digunakan secara luas dalam manajemen

berbagai jenis rasa nyeri. Ketegangan otot meningkatkan persepsi rasa

sakit, sehingga mengurangi kecemasan dan ketegangan dapat membantu

dalam mengurangi nyeri (Pestka et al., 2014). Dalam sebuah studi oleh

Kwekkeboom et al (2008), pasien kanker positif melaporkan persepsi

mereka tentang efektivitas PMR untuk mengurangi intensitas rasa nyeri.

Studi lain menemukan, terapi PMR yang dilakukan selama ± 10 menit 1

kali per hari dilakukan selama 3 hari, terbukti dapat menurunkan nyeri

kepala (Rahmasari, 2015)

Relaksasi diciptakan setelah mempelajari sistem kerja saraf

manusia, yang terdiri dari sistem saraf pusat dan sistem saraf otonom.

Sistem saraf pusat berfungsi mengendalikan gerakan-gerakan yang

dikehendaki, misalnya gerakan tangan, kaki, leher, dan jari-jari pada saat

tubuh melakukan tugas tertentu. Sebaliknya, sistem saraf otonom

berfungsi mengendalikan gerakangerakan yang otomatis (self governing),

misalnya otot-otot halus (pengontrol pupil dan akomodasi lensa mata, dan

gairah seksual), proses kardiovaskuler, dan aktivitas berbagai kelenjar

dalam tubuh (Carlson, 1994 dalam Ramdhani & Putra, 2006)


31

Sistem saraf otonom ini terdiri dari dua subsistem yaitu sistem

saraf simpatetis dan sistem saraf parasimpatetis yang kerjanya saling

berlawanan. Sistem saraf simpatetis lebih banyak aktif ketika tubuh

membutuhkan energi. Misalnya pada saat terkejut, takut, cemas, atau

berada dalam keadaan tegang. Pada kondisi seperti ini, sistem syaraf akan

memacu aliran darah ke otot-otot skeletal, meningkatkan detak jantung

dan kadar gula. Sebaliknya, sistem saraf parasimpatetis mengontrol

aktivitas yang berlangsung selama penenangan tubuh, misalnya

penurunan denyut jantung setelah fase ketegangan (Carlson, 1994 dalam

Ramdhani & Putra, 2006).

Tujuan relaksasi adalah untuk menghasilkan respon yang dapat

memerangi stress. Dengan demikian, saat melakukan terapi PMR dengan

tenang, rileks dan penuh konsentrasi. Relaksasi otot yang dilatih akan

mensekresi CRH (cotricotropin releasing hormone) dan ACTH

(adrenocorticotropic hormone) di hipotalamus menurun. Sehingga,

menyebabkan aktivitas syaraf simpatis menurun dan terjadi pengeluaran

adrenalin dan noradrenalin berkurang (Sherwood, 2011).


32

V. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

A. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian

Nyeri pada pasien kanker payudara merupakan nyeri yang sifatnya

sangat kompleks yang disebabkan oleh infiltrasi tumor, pengaruh langsung

terhadap organ yang terkena, ulserasi jaringan, kemoterapi, terapi radiasi dan

pembedahan (National Cancer Institute, 2014). Melihat hal tersebut,

diperlukan penanganan yang optimal pada pasien kanker payudara untuk

menurunkan nyeri. Penanganan nyeri pada pasien kanker dapat ditangani

dengan 2 cara, yaitu terapi farmakologi (pemberian analgetik) dan terapi non

farmakologi (Vissers et al., 2011). Salah satu, terapi non farmakologi yang

dapat dilakukan adalah progressive muscle relaxation (PMR) yang

merupakan salah satu jenis terapi komplementer yang dinilai dapat

menurunkan tingkat nyeri pasien (Pestka et al., 2014).

B. Hubungan Antar Variabel

Variabel Independen Variabel Dependen

Terapi PMR Penurunan Nyeri


33

1. Usia
2. Pendidikan
4. Analgetik

Variabel moderator
Gambar 4: Kerangka Konsep Penelitian

C. Identifikasi Variabel

Variabel dari penelitian ini terdiri dari variabel variabel indipenden dan

variabel dependen. Yang termasuk ke dalam variabel tersebut yaitu:

1. Variabel independen, merupakan variabel yang dapat mempengaruhi atau

menjadi stimulus terjadinya perubahan pada variabel dependen (Sugiyono,

2016). Variabel independen dalam penelitian ini yaitu pemberian terapi

PMR

2. Variabel dependen merupakan variabel yang menjadi akibat atau yang

dipengaruhi setelah pemberian perlakuan (Sugiono, 2016). Variabel

dependen dalam penelitian ini adalah penurunan nyeri.

D. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel Independen: terapi PMR

Yang dimaksud dengan terapi PMR adalah tekhnik relaksasi

dengan gerakan mengencangkan dan melemaskan otot-otot pada bagian

tubuh tertentu pada satu waktu. Dilakukan dengan cara mengencangkan

dan melemaskan sekelompok otot pada tubuh. Kontraksi otot diikuti oleh

relaksasi dari 14 kelompok otot dengan 14 gerakan, mulai dari otot

tangan, lengan dominan dan tidak dominan, dahi pipi atas dan hidung,

pipi bawa, rahang, leher dan tenggorokan, dada dan bahu punggung atas,
34

perut dan paha dominan dan tidak dominan, betis dominan dan tidak

dominan serta kaki dominan dan tidak dominan. Terapi PMR dilakukan

oleh peneliti selama 10 menit, 1 kali/hari dan diterapkan selama 3 hari.

2. Variabel dependen: penurunan nyeri

Yang dimaksud penurunan nyeri dalam penelitian ini adalah

penurunan rasa sakit yang dirasakan oleh seseorang dengan kriteria

objektif: nyeri ini akan dinilai dengan menggunakan NRS, dimana 0

menyatakan tidak ada nyeri (responden dapat melakukan aktivitas sehari-

hari seperti biasanya), skala 1-3 menyatakan nyeri ringan (mengganggu

sedikit aktivitas responden), skala 4-6 menyatakan nyeri sedang (secara

signifikan mengganggu aktivitas seharisehari responden), skala 7-10

menyatakan nyeri berat (responden tidak dapat melakukan aktivitasnya

sehari-hari). Skala yang digunakan yaitu nominal/rasio.

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah terjadi penurunan nyeri pada

pasien kanker payudara setelah diberikan terapi PMR.


35

VI. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Metode Penelitian

Jenis penelitian dalam studi ini adalah penelitian eksperimen, yaitu

penelitian yang dilakukan dengan melakukan intervensi pada subyek

penelitian kemudian efek dari intervensi tersebut diukur dan dianalisis. Dalam

penelitian ini, menggunakan jenis penelitian quasi experiment desain pre and

post test without control, yaitu peneliti hanya melakukan intervensi pada satu

kelompok tanpa pembanding. Efektifitas intervensi dinilai dengan cara

membandingkan nilai post test dengan pre test (Dharma, 2017). Berikut

skema desain pre and post test without control:

R O1 X1 O2

Keterangan:
R : Responden penelitian
O1: Pre test pada kelompok perlakuan
O2: Post test setelah perlakuan
X1: Intervensi pada kelompok perlakuan sesuai protokol

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar pada bulan Desember 2018.


36

C. Pupulasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien kanker

payudara di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar yang berjumlah

377 orang.

2. Sampel

a. Besar sampel

Besar sampel menggunakan rumus perkiraan sampel untuk

populasi kecil atau apabila diketahui ukuran populasinya menurut

rumus Slovin dalam Notoatmodjo (2012) sebagai berikut:

N
n=
1+ N ¿ ¿

377
n=
1+377 ¿ ¿

377
n=
16.08

n=23.44

Keterangan:
n : ukuran sampel
N : ukuran populasi
d : persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan
pengambilan
sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan yaitu 20%

Dengan perhitungan berdasarkan rumus diatas didapatkan nilai

n=23.44 dibulatkan menjadi 24. Sehingga, sampel dalam penelitian ini

adalah 24 responden.

b. Sampling
37

Teknik sampling pada penelitian ini adalah consecutive sampling

yaitu suatu metode pemilihan sampe yang dilakukan dengan memilih

semua individu yang ditemui dan memenuhi kriteria pemilihan,

sampai jumlah sampel yang diinginkan terpenuhi (Dharma, 2017).

c. Kriteria Sampel

1) Kriteria Inklusi

a) Bersedia menjadi responden

b) Responden yang berusia 18-75 tahun

c) Klien dengan nyeri ringan sampai sedang

d) Sehat mental

e) Jenis kelamin perempuan

2) Kriteria Eksklusi

a) Responden yang melakukan terapi komplementer lain untuk

penanganan nyeri

b) Tidak bersedia menjadi responden

D. Cara Pengumpulan Data

1. Sumber Data

a. Data primer: Data yang diperoleh langsung dari responden yaitu

dengan mengunjungi lokasi penelitian.

b. Data sekunder: Data yang diperoleh dari rumah sakit yang akan

menjadi tempat penelitian.

2. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan screening pasien

sesuai kriteria inklusi di RSWS. Langkah-langkah yang dilakukan, yaitu:


38

a. Fase persiapan

Pada fase ini, ada beberapa langkah-langkah yang dilakukan, yaitu:

1) Memperoleh pengantar dari kampus bagian Prodi Keperawatan

2) Memperoleh izin dari Rumah sakit tempat pengambilan data awal

yaitu di RSWS

b. Fase pelaksanaan

Sebelum melakukan penelitian, peneliti akan melakukan screening

pasien dengan kanker payudara yang memenuhii kriteria inklusi dan

bersedia menjadi responden di RSWS. Setiap hari peneliti akan

melakukan kunjungan ke rumah sakit dan memastikan responden

kooperatif. Setelah diperoleh persetujuan dari responden, peneliti

menjelaskan tujuan dari penelitian, informed consent dibacakan oleh

peneliti. Semua respon fisiologi yaitu tanda-tanda vital (tekanan darah,

pernapasan dan nadi) diukur terlebih dahulu.

Data demografi responden dikumpulkan selama kuarang lebih 15

menit dan penilaian awal nyeri responden dengan NRS sebelum diberi

terapi PMR. Selanjutnya responden diberi posisi yang nyaman dan

memodifikiasi lingkungan dengan memasang sampiran, dan

melakukan terapi PMR. Peneliti juga memperhatikan jenis analgetik

yang dikonsumsi responden dan lama kerja analgetiknya sehingga

intervensi dilakukan setelah penurunan masa kerja obat analgetik.

3. Instrumen Pengumpulan Data

a. Lembar data demografi responden


39

Lembar data demografi responden yang terdiri dari pernyataan

pilihan ganda dan essai. Lembaran ini dikembangkan oleh peneliti

untuk mengumpulkan data demografi responden yang terdiri dari usia,

status perkawinan, tingkat pendidikan, lama menderita kanker

payudara dan jenis obat analgetik yang dikonsumsi.

b. Instrumen penilaian nyeri

Instrumen penilaian nyeri pada penelitian ini menggunakan alat

Unidimentional Pain Rating Scale (UPRS) yaitu Numeric Rating

Scale (NRS).

NRS merupakan skala sederhana penialian nyeri yang terdiri dari

skala 0 sampai 10 yang menandakan tingkatan nyeri seseorang. Skala

0 menyatakan tidak ada nyeri (responden dapat melakukan aktivitas

sehari-hari seperti biasanya), skala 1-3 menyatakan nyeri ringan

(mengganggu sedikit aktivitas responden), skala 4-6 menyatakan nyeri

sedang (secara signifikan mengganggu aktivitas sehari-sehari

responden), skala 7-10 menyatakan nyeri berat (responden tidak dapat

melakukan aktivitasnya sehari-hari) (Evans, 2012).

Numeric Rating Scale (NRS) adalah skala penilaian nyeri yang

terdiri dari 11 angka mulai dari 0-10. NRS ini telah diuji validitasnya

pada pasien nyeri kanker dengan menggunakan metode konvergensi

dan didapatkan hasil signifikan secara statistik dengan r=0.847 dan

p<0.001 (Paice & Cohan, 1997).


40

Gambar 5. Numeric Rating Scale

E. Langkah Pengolahan Data

Menurut Notoadmodjo (2012) pengolahan data dengan komputer, perlu

memperhatikan tahap-tahap sebagai berikut:

1. Menyusun data (editing)

Yaitu hasil wawancara, angket, atau pengamatan dari lapangan

harus dilakukan penyuntingan terlebih dahulu. Secara umum editing

adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir

atau kuesioner.

2. Membuat lembaran kodean (coding)

Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya

dilakukan pengkodean atau koding, yakni mengubah data berbentuk

kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Misalnya jenis

kelamin 1= laki-laki 2 = perempuan.

3. Memasukan data (data entry).

Yakni jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk

kode(angka atau huruf) dimasukan kedalam program atau softwere

komputer. Softwere yang digunakan dalam penelitian ini adalah SPSS for

Window.

4. Pembersihan data (cleaning).

Apabila semua data dari sumber atau responden selesai dimasukan,

perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode,


41

ketidak lengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau

koreksi.

F. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk melihat karakteristik dari

masing-masing variabel yang diteliti, baik variabel dependen maupun

independen dengan tabel frekuensi.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antar setiap

variabel independen dengan variabel dependen dengan menggunakan uji

statistic Sample Paired T-Test.

Sedangkan untuk memutuskan apakah terdapat hubungan antara

variabel bebas dengan variabel terikat, maka digunakan p value yang

dibandingkan dengan tingkat kemaknaan (alpha) yang digunakan yaitu

5% atau 0.05. Apabila p value < 0.05 maka Ho ditolak dan Ha (hipotesa

penelitian) diterima, yang berarti ada pengaruh antara variabel dependen

dan variabel independen. Sedangkan, bila p value > 0.05 maka Ho

diterima dan tidak ada pengaruh.

G. Etika Penelitian

Menurut Council for International Organizations of Medical Sciences

(CIOMS) & World Health Organization (WHO) (2002) semua penelitian

yang melibatkan makhluk hidup khususnya pada manusia harus


42

mempertimbangkan tiga prinsip dasar etika penelitian, yaitu respect for

persons, beneficence, dan justice.

a. Respect for persons

Respect for persons yaitu menghargai atau menghormati responden,

yang terdiri dari:

1) Menghormati autonomy

Responden dipersilahkan untuk menentukan keterlibatannya

dalam penelitian tanpa adanya paksaan. Responden yang memenuhi

kriteria inklusi diberikan lembar persetujuan (informed concent).

2) Anonymity

Peneliti menjaga kerahasiaan data responden dengan tidak

mencantumkan Nama responden dalam pengisian kuesioner dan

observasi serta pada tabulasi data. Peneliti hanya memberikan kode

atau inisial.

3) Confidentiality

Data responden yang telah diperoleh oleh peneliti tidak boleh

disebarluaskan untuk kepentingan apapun.

b. Beneficence

Prinsip beneficence mengarah pada manfaat dari penelitian.

Menjelaskan prosedur pelaksanaan treatment (terapi akupresur), manfaat

yang akan diperoleh dan tidak merugikan responden (non

malebeneficence).

c. Justice
43

Memperlakukan responden secara adil tanpa membedakan status

sosial, ras, agama, dan sebagainya. Dalam penelitian ini, setelah responden

bersedia, responden akan dipilih dengan teknik consecutive sampling dan

melakukan random untuk menentukan yang mana kelompok kontrol atau

intervensi. Kelompok intervensi akan diberikan terapi akupresur

sedangkan kelompok kontrol akan mendapatkan terapi akupresur setelah

pengumpulan data selesai.

VII.PERSONALIA DAN JADWAL PENELITIAN

A. Personalia Penelitian

1. Peneliti : Fitria Majid

2. Pembimbing I : Wahyuni Maria Prasetyo, S.Kep., Ns., M.Kes

3. Pembimbing II : Muhammad Yasir, S.Kep., Ns., M.Kes

B. Jadwal Penelitian

No Kegiatan Oktober Novembe Desember Januari


2018 r 2018 2018
2018

1 Pengusulan Judul
2 Konsultasi Proposal
3 Ujian Proposal
4 Perbaikan Proposal
5 Penelitian
6 Olah Data Penelitian
7 Konsultasi Hasil
Penelitian
8 Ujian Hasil
44

Penelitian
9 Perbaikan Hasil
Penelitian
10 Ujian Tutup

DAFTAR PUSTAKA

Aasvang, E. K., Brandsborg, B., Christensen, B., Jensen, T. S., & Kehlet, H.
(2008). Neurophysiological characterization of postherniotomy pain. Pain,
137(1), 173–181. https://doi.org/10.1016/j.pain.2007.09.026

AJCC. (2010). AJJ Cancer Staging Manual (7th ed.). Retrieved from
www.cancerstaging.org/staging/changes2010f

American Cancer Society. (2017). Cancer Facts and Figures 2017. Genes and
Development, 21(20), 2525–2538. https://doi.org/10.1101/gad.1593107

American Cancer Society. (2016). About Breast Cancer, Breast Cancer Basics.
Retrieved from https://www.cancer.org/content/dam/CRC/PDF/Public
/8577.00.pdf

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen


Klinis untuk Hasil yang Diharapkan (8th ed.). Singapura: Elsevier.

Conrad, A., & Roth, W. T. (2007). Muscle relaxation therapy for anxiety
disorders : It works but how ?, 21, 243–264.
https://doi.org/10.1016/j.janxdis.2006.08.001

Council for International Organizations of Medical Sciences (CIOMS), & World


Health Organization (WHO). (2002). International ethical guidelines for
biomedical research involving human subjects.

Cuzick, J. (2008). Assessing risk for breast cancer. Breast Cancer Research,
10(SUPPL. 4). https://doi.org/10.1186/bcr2173

Dedeli, O., Kaptan, G., & Programme, E. C. (2013). Spirituality and religion in
pain and pain management, 1, 7–9. https://doi.org/10.4082/hpr.2013.e29
45

Dharma, K. K. (2017). Metodologi Penelitian Keperawatan Panduan


Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta: Trans Info Media.

Evans, M. (2012). Pathophysiology of Pain and Pain Assessment Module 1 Pain


Management : Pathophysiology of Pain and Pain Assessment American
Academy of Orthopaedic Surgeons (Edisi 3, Vol. 7) (3rd ed.). Chicago:
American Medical Association.

Ferlay, J., Soerjomataram, I., Dikshit, R., Eser, S., Mathers, C., Rebelo, M., …
Bray, F. (2015). Cancer incidence and mortality worldwide: Sources,
methods and major patterns in GLOBOCAN 2012. International Journal of
Cancer, 136(5), E359–E386. https://doi.org/10.1002/ijc.29210

Gibson, S., & Green, J. (2013). Review of patients’ experiences with fungating
wounds and associated quality of life. Journal of Wound Care, 22(5), 265–
275. https://doi.org/10.12968/jowc.2013.22.5.265

Gierisch, J. M., Coeytaux, R. R., Urrutia, R. P., Havrilesky, L. J., Moorman, P. G.,
Lowery, W. J., … Myers, E. R. (2013). Oral Contraceptive Use and Risk of
Breast, Cervical, Colorectal, and Endometrial Cancers: A Systematic
Review. Cancer Epidemiology Biomarkers & Prevention, 22(11), 1931–
1943. https://doi.org/10.1158/1055-9965.EPI-13-0298

Haase, I., Kuhnt, O., & Klimczyk, K. (2012). Bedeutung des Bildungsniveaus für
die Wirksamkeit der multimodalen Schmerztherapie. Schmerz, 26(1), 61–68.
https://doi.org/10.1007/s00482-011-1120-6

Hanna, M., & Zylicz, Z. Ben. (2013). Cancer Pain. London: Springer.
https://doi.org/10.1007/978-0-85729-230-8_1,

Higginson, I. J., Murtagh, F. E. ., & Osborne, T. R. (2013). Cancer Pain;


Epidemiology of pain in Cancer. (M. Hanna & Z. Ben Zylicz, Eds.). London:
Springer. https://doi.org/10.1007/978-0-85729-230-8_1,

Hoang, B. X., Shaw, D. G., Han, B., Fang, J. Y., & Nimni, M. (2015). Acidosis
and Formaldehyde Secretion as a Possible Pathway of Cancer Pain and
Options for Improved Cancer Pain Control. Journal of Pain and Palliative
Care Pharmacotherapy, 29(3), 276–280.
https://doi.org/10.3109/15360288.2015.1063561

KemenkesRI. (2015). Buletin Jendela, Data dan Informasi Kesehatan, Situasi


Penyakit Kanker. Jakarta Selatan: Pusat data dan Informasi.

Komen, S. G. (2017). Facts For Life How Hormones Affect Breast Cancer Risk.
Retrieved from www.komen.org

Kwekkeboom, K. L., Hau, H., Wanta, B., & Bumpus, M. (2008). Patients’
46

perceptions of the effectiveness of guided imagery and progressive muscle


relaxation interventions used for cancer pain. Complementary Therapies in
Clinical Practice, 14(3), 185–194.
https://doi.org/10.1016/j.ctcp.2008.04.002.Patients

Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., & Bucher, L. (2014). Medical-
Surgical Nursing Assessment and Management of Clinical Problems. (M. M.
Harding, Ed.) (9th ed.). Canada: Elsevier.

Mantyh, P. W., Clohisy, D. R., Koltzenburg, M., & Hunt, S. P. (2002). Molecular
mechanisms of cancer pain. Nature Reviews Cancer, 2(3), 201–209.
https://doi.org/10.1038/nrc747

National Breast and Ovarian Cancer Centre. (2009). Breast cancer risk factors: a
review of the evidence. Retrieved from
https://canceraustralia.gov.au/system/tdf/publications/breast-cancer-risk-
factors-review-evidence/pdf/rfrw-breast-cancer-risk-factors-a-review-of-the-
evidence_1.15.pdf?file=1&type=node&id=3074

National Cancer Institude. (2014). Pain Control. United States of America:


Departement of Health and Human Service.

National Cancer Institute. (2014). Pain Control. Retrieved from


https://www.cancer.gov/publications/patient-education/paincontrol.pdf

Notoadmodjo, S. (2012). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nugroho, T. (2011). Buku Ajar Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Paice, J. A., & Cohan, F. L. (1997). Validity on Verbally Administreted Numeric


Rating Scale To Measure Cancer Pain Intensity. Cancer Nurs. Retrieved
from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9145556

Paice, J. A., & Fine, P. G. (2006). Pain At The End Of life. In B. R. Ferrell. &
N.Coyle Textbook Of Palliative Nursing (2nd ed.,pp. 131- 153). New York:
Oxford University Press.

Park, H. J. (2014). Chemotherapy induced peripheral neuropathic pain. Korean J


Anesthesiol July, 67(1), 4–7. https://doi.org/10.4097/kjae.2014.67.1.4

PERDATIN. (2015). Buku Ajar CPD Pain Management. Makassar: ISAPM &
P2KB PP PERDATIN.

Pestka, E. L., Bee, S. M., & Evans, M. M. (2014). Complementary & Alternative
Therapies in Nursing, Chapter 18: Relaxation Therapies. (R. Lindquist, M.
Snyder, & M. F. Tracy, Eds.) (7th ed.). New York: Springer Publishing
Company.
47

Profil RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Profil RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
(2018). Makassar.

Rahmasari, I. (2015). Relaksasi Otot Progresif dapat menurunkan nyeri kepala di


RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Indonesian Journal on Meical Science, 2(2),
65–70. Retrieved from
ejournal.ijmsbm.org/index.php/ijms/article/download/54/58

Ramdhani, N., & Putra, A. A. (2006). Pengembangan Multimedia “ Relaksasi.


Jurnal Psikologi Indonesia, 34. Retrieved from
neila.staff.ugm.ac.id/wordpress/wp-content/uploads/2008/05/relaksasi-
otot.pdf

Schmidt, J. E., Joyner, M. J., Tonyan, H. M., Reid, K. I., & Hooten, W. M.
(2012). Psychological and physiological correlates of a brief intervention to
enhance self-regulation in patients with fibromyalgia. Journal of
Musculoskeletal Pain, 20(3), 211–221.
https://doi.org/10.3109/10582452.2012.704142

Sentanu, E. (2016). Quantum Ikhlas: The Power Of Positive Feeling. Jakarta:


Elex Media Komputindo.

Sherwood, L. (2011). Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G., Hinkle, Janice L., Cheever, K. H. (2013).
Brunner & Suddarth Textbook of Medical Surgical Nursing.

Smeltzer, & Bare. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Jakarta: EGC.

Sugiono. (2016). Metode Penelitian Kuantitas, Kualitatif, dan R & D. Bandung:


Alfabeta.

Vissers, K. C., Besse, K., Wagemans, M., Zuurmond, W., Giezeman, M. J.,
Lataster, a, … Huygen, F. (2011). Evidence-based interventional pain
medicine. 23. Pain in patients with cancer. Pain Pract, 11, 453–475.
https://doi.org/10.1111/j.1533-2500.2011.00473.x

Wandner, L. D., Scipio, C. D., Hirsh, A. T., Torres, C. A., & Robinson, M. E.
(2012). The perception of pain in others: How gender, race, and age
influence pain expectations. Journal of Pain, 13(3), 220–227.
https://doi.org/10.1016/j.jpain.2011.10.014

WHO. (2018). Cancer. Retrieved from http://www.who.int/news-room/fact-


sheets/detail/cancer

Zahroh, C., Khamida, & Saleh, N. R. (2018). Pengaruh Islamic Progressive


48

Muscle Relaxation (IPMR) terhadap Penurunan Kadar Kortisol Pasien Pre


Operasi di Ruang Azzahra 2 RSI Jemursari Surabaya. Jurnal Ilmiah
Kesehatan, 13(1), 67–71. Retrieved from
http://journal.unusa.ac.id/index.php/jhs/article/view/572

Anda mungkin juga menyukai