Anda di halaman 1dari 6

1.

Mekanisme keamanan pangan dalam perdagangan nasional maupun international


Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari
kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan,
dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan,
dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi.
Dalam rangka pengawasan keamanan dan mutu pangan khususnya pangan segar, Badan
Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian melalui Pusat Penganekaragaman Konsumsi
dan Keamanan Pangan bertanggungjawab terhadap pelaksanaan kegiatan dimaksud.
Penetapan Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan sebagai institusi yang
berwenang dalam pengawasan keamanan pangan ditetapkan dalam Peraturan Presiden
Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2015 tentang Kementerian Pertanian dan Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 43 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Pertanian. Selain itu, dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Pertanian Republik
Indonesia No 568/Kpts/OT.010/9/2015 tentang Pelimpahan Kewenangan dalam Urusan
Tugas dan Fungsi di Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP) kepada
Kepala Badan Ketahanan Pangan, yang meliputi kewenangan sebagai Otoritas Kompeten
Pangan Organik (OKPO), penerbitan persetujuan nomor pendaftaran Pangan Segar Asal
Tumbuhan (PSAT) berasal dari pemasukan selaku ketua OKKPP atas nama Menteri
Pertanian, dan Ketua Otoritas Kompeten Keamanan Pusat (OKKPP). Dengan adanya
pengalihan kewenangan dari PPHP kepada BKP, maka bertambah juga tugas dan fungsi BKP,
khususnya Bidang Keamanan Pangan Segar.
Indikator kinerja hasil pengawasan keamanan pangan segar dituangkan dalam rekomendasi
pengawasan keamanan dan mutu pangan segar yang terdiri dari 1 (satu) rekomendasi di
pusat, 34 rekomendasi di provinsi dan 51 rekomendasi di kota/kabupaten yang terdiri dari
kegiatan-kegiatan yang telah direalisasikan. Pelaksanaan kegiatan pengawasan keamanan
dan mutu pangan di pusat dan daerah secara garis besar diarahkan pada kegiatan: (1)
koordinasi dan kelembagaan penanganan keamanan pangan segar; dan (2) pemantauan dan
pengawasan keamanan pangan segar.

2. Bagaimana cara menjaga mutu keamanan pangan dan sistem agribisnis peternakan?
pengawasan mutu pangan di Indonesia saat ini dilaksanakan oleh empat kementerian, yaitu
Kementerian Kesehatan RI merupakan unsur pelaksana pemerintah di bidang kesehatan,
dipimpin oleh Menteri Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Presiden RI. Kementerian Kesehatan mempunyai tugas membantu Presiden dalam
menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan di bidang kesehatan.
Badan POM, Sejak melepas status Direktorat Pengawas Obat dan Makanan (POM) pada
tahun 2001 sebagai Lembaga Negara Non Kementerian yang mandiri dan langsung
bertanggung jawab kepada Presiden, peran Kementerian Kesehatan RI pada pengawasan
mutu pangan tidak lagi bersifat strategis teknis, tetapi lebih kepada kebijakan. Ketua Badan
berkoordinasi dengan Menteri Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan. Sebelumnya,
pengawasan mutu pangan di Kementerian Kesehatan dilakukan oleh Direktorat Jenderal
POM, khususnya Direktorat Pengawasan Makanan dengan kegiatan-kegiatan sebagai
berikut: Legislasi (hukum), Perizinan (licencing), pengawasan, standarisasi, dan regulasi.
Keaktifan utama adalah pemberian izin untuk menjual makanan jenis tertentu, dan registrasi
bagi makanan terkemas atau terolah di Indonesia. Badan POM di bawah naungan
Kementerian Kesehatan RI mempunyai tugas pokok melaksanakan tugas pemerintah di
bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku. Dalam melaksanakan tugasnya, Badan POM menjalankan fungsi:
a. Pengaturan, regulasi, dan standarisasi.
b. Lisensi dan sertifikasi industri bidang farmasi berdasarkan cara-cara produksi yang baik.
c. Evaluasi produk sebelum diizinkan beredar.
d. Post marketing vigilance termasuk sampling dan pengujian laboratorium, pemeriksaan
sarana produksi dan distribusi, penyidikan, dan penegakan hukum.
e. Pre-audit dan post-audit iklan dan promosi produk.
f. Riset terhadap pelaksanaan kebijakan pengawas obat dan makanan.
g. Komunikasi, informasi, dan edukasi publik termasuk peringatan publik.

Kementrian Pertanian, Pengawasan mutu pangan oleh Kementerian Pertanian RI terutama


dilaksanakan oleh Ditjen Tanaman Pangan, Peternakan, dan Perikanan. Ditjen Tanaman
Pangan bertugas memantau hama penyakit, registrasi pestisida, pest control dan weed
control. Termasuk di dalamnya pengawasan penggunaan pestisida dan herbisida. Ditjen
Peternakan, khususnya Sub Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner (Veterinair Public
Health) bertanggung jawab terhadap inspeksi rumah potong hewan (RPH) yang kini
berjumlah sekitar 1.000 buah di seluruh Indonesia dan produk-produk yang berasal dari
hewani. Ditjen Peternakan juga bertanggung jawab terhadap penanganan segar hasil ternak
seperti chilling, freezing. Dalam hal susu sapi, bertanggung jawab terhadap susu segar,
pendinginan, serta sterilisasi susu cair. Apabila diproses lebih lanjut, maka susu tersebut
menjadi tanggung jawab Kementerian Perindustrian dan Perdagangan RI. Direktorat ini juga
bertanggung jawab terhadap pengendalian obat ternak dan dengan adanya laboratorium
analisis obat ternak di Bogor telah mulai melakukan kegiatan analisis residu obat-obatan
pada makanan. Sedangkan Ditjen Perikanan, bertanggung jawab terhadap produk ikan atau
hasil laut yang akan diekspor ke luar negeri.
Kementerian Perisdustrian dan Perdagangan RI mempunyai tugas membantu Presiden RI
dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintah di bidang industri dan perdagangan.
Pengawasan mutu pangan oleh Kementerian Perindustrian dan Perdagangan RI ditangani
oleh Direktorat Standarisasi dan Pengendalian Mutu, termasuk di dalamnya produk
pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan dan hasil hutan. Direktorat tersebut bertugas
mengendalikan mutu dari komoditi yang akan diekspor, diimpor, maupun yang akan beredar
di dalam negeri.

3. Pembinaan yang bagaimana untuk menjaga kualitas mutu dan keamanan pangan
hasil ternak dari kandang sampai meja makan konsumen?
Beberapa upaya dapat dilakukan untuk menghambat penurunan mutu. Upaya tersebut
dapat dilakukan sejak bahan pangan dipanen atau ditangkap, maupun selama pengolahan.

Selama Penanganan
Upaya kegiatan untuk menghambat penurunan mutu bahan pangan antara lain :
a. Precooling, yaitu Proses penurunan temperatur bahan pangan dengan tujuan untuk
memperkecil perbedaan antara temperatur bahan pangan dan ruang penyimpanan. Makin
kecil perbedaan temperatur tersebut, akan mengurangi beban panas yang akan diterima
oleh ruang penyimpanan dingin.
b. Penanganan steril, yaitu penanganan yang ditujukan untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya kontaminasi silang atau kontaminasi ulang (recontamination). Penanganan steril
dicirikan dengan penggunaan peralatan, lingkungan, dan karyawan yang steril.
c. Pencucian bahan pangan yang ditujukan untuk mengurangi populasi mikroba alami (flora
alami) yang terdapat dalam bahan pangan, sehingga populasinya tidak berpengaruh pada
proses selanjutnya.
d. Penyiangan, yaitu proses membersihkan. Pada produk perikanan penyiangan berarti
pembersihan sisik, pembuangan kepala (headless), pembuangan isi perut (gutting), atau
pembuangan kulit (skinning atau skinless). Pada produk buah-buah, penyiangan dilakukan
dengan pengupasan.
e. Blansing, yaitu penggunaan suhu tinggi dalam waktu singkat untuk tujuan tertentu. Pada
produk hewani, blansing dilakukan pada bagian yang dipotong untuk menghambat aktivitas
mikroba dan enzim proteolitik. Pada produk buah-buahan, blansing dilakukan untuk
menghilangkan lapisan seperti lendir penyebab bau busuk, mempertahankan warna alami,
mengkerutkan atau melunakan tekstur sehingga mudah dikemas, atau mengeluarkan udara
yang terperangkap dalam jaringan.
f. Pemiletan (Filleting) yaitu pemotongan daging sedemikian rupa sehingga tidak
menyertakan bagian yang keras, seperti duri, tulang, atau kulit. Pemiletan banyak dilakukan
pada produk perikanan dan unggas.
g. Pemisahan daging dari tulang atau kulit (meat bone separation) banyak dilakukan untuk
mempermudah proses penanganan atau pengolahan lebih lanjut. Pemisahan ini dapat
dilakukan dengan menggunakan tangan (manual) atau menggunakan mesin pemisah tulang
(meat bone separator). Produk yang dihasilkan adalah berupa daging cincang atau surimi.
Surimi adalah ikan cincang yang telah ditambah zat antidenaturasi untuk mempertahankan
kekenyalannya.
h. Sortasi, yaitu Pemisahan komoditi selama dalam aliran komoditas, misalnya sortasi di
lokasi pemanenan yang didasarkan pada jenis, ukuran yang diminta pasar.
i. Grading, yaitu proses pemisahan bahan pangan berdasarkan mutu, misalnya ukuran,
bobot, kualitas

Selama Pengawetan
a. Penggunaan suhu rendah dalam bentuk pendinginan dan pembekuan. Pendinginan
adalah penggunaan temperatur di bawah temperatur kamar tetapi belum mencapai
temperatur beku, biasanya berkisar pada 0 – 15oC. Pembekuan adalah penggunaan
temperatur di bawah temperatur beku, biasanya berkisar pada 0oC hingga -60oC.

b. Iradiasi misalnya sinar gamma, untuk menghambat atau membunuh mikroba sehingga
dapat memperpanjang masa simpan produk pangan.
c. Penggunaan bakteri antagonis yang ditujukan untuk menghambat atau membunuh
bakteri pembusuk, sehingga masa simpan bahan pangan dapat diperpanjang. Penggunaan
Lactobacillus plantarum dan bakteri lainnya sebagai bakteri antagonis telah terbukti dapat
menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk sehingga dapat memperpanjang masa simpan
bahan pangan.
Selama Pengolahan
a. Suhu tinggi, yaitu penggunaan suhu tinggi untuk menghambat mikroba pembusuk atau
mendenaturasi enzim Penggunaan suhu tinggi dalam pengolahan bahan pangan antara
lain :1) High Temperature Short Time (THTS) telah digunakan untuk proses sterilisasi
pada produk yang tidak tahan panas (susu misalnya) untuk membunuh mikroba
pembusuk sehingga dapat memperpanjang masa simpan; b) Perebusan adalah proses
pemanasan hingga suhu ± 100oC pada tekanan 1 atmosfir. Tujuan utama perebusan
adalah untuk menurunkan populasi mikroba, mendenaturasi protein, dan menurunkan
kadar air bahan pangan; c) Penguapan adalah penurunan kadar air dalam bahan pangan
dengan tujuan untuk mengurangi ketersediaan air di dalam bahan pangan sehingga tidak
dapat dimanfaatkan oleh mikroba pembusuk untuk tumbuh dan beraktivitas. Prinsip
dasar dari penguapan adalah penurunan kelembaban udara lingkungan sedemikian rupa
sehingga akan menyebabkan cairan di dalam bahan pangan akan keluar dalam bentuk
uap air. Selain dengan peningkatan suhu lingkungan, proses penguapan juga dapat
dilakukan dengan menggerakkan udara (angin) atau mengalirkan udara panas ke
permukaan bahan pangan; dan d) Penggorengan adalah bentuk lain dari penggunaan
suhu tinggi untuk mengolah bahan pangan. Tujuan penggorengan tergantung dari bahan
pangan, misalnya untuk kemekaran (kerupuk), mengurangi kadar air (bawang).

b. Penurunan kadar air sehingga mikroba pembusuk akan mengalami kesulitan untuk
tumbuh dan berkembang. Penurunan kadar air dapat dilakukan dengan cara : a)
Pengeringan : pengeringan adalah proses menurunkan kadar air dalam bahan pangan
berdasarkan perbedaan kelembaban, sehingga air yang tersedia tidak dapat
dimanfaatkan oleh mikroba merugikan untuk tumbuh dan berkembang. Proses
pengeringan dapat dilakukan dengan cara penguapan, pemanasan, penganginan
pengeringan beku dan b) Tekanan : pengaturan tekanan dapat menurunkan kandungan
air dalam bahan pangan. Bila tekanan lingkungan diturunkan (hipobarik), maka cairan
yang ada di dalam bahan pangan akan tertarik ke lingkungan. Bila tekanan lingkungan
ditingkatkan hingga 2 atmosfir atau lebih (hiperbarik) maka bahan pangan akan tertekan
sehingga cairannya akan keluar.

c. Penambahan senyawa kimia yang ditujukan untuk menghambat aktivitas mikroba


pembusuk atau mendenaturasi enzim. Penambahan senyawa kimia dapat dilakukan dengan
cara penambahan a) Asam: Penambahan asam dimaksudkan untuk menurunkan pH
sehingga aktivitas mikroba pembusuk menurun. Asam yang digunakan dapat berupa asam
benzoat, sorbat, propionat, sulfite, asetat, laktat, nitrat; b) Garam : Penambahan garam
dimaksudkan untuk menciptakan perbedaan tekanan osmotis antara di dalam bahan pangan
dengan lingkungannya. Peningkatan tekanan osmotis di luar bahan pangan akan
menyebabkan keluarnya cairan dari bahan pangan sehingga cairan di dalam bahan pangan
yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba pembusuk menurun. Selain itu, terjadi proses
masuknya komponen garam ke dalam bahan pangan. Ion Na+ dan Cl- yang bersifat racun
akan membunuh mikroba pembusuk dan menyebabkan proses denaturasi protein, termasuk
enzim; c) Gula : Penambahan gula dimaksudkan untuk menciptakan perbedaan tekanan
osmotis antara bahan pangan dan lingkungannya. Perbedaan tekanan osmotis akan
menyebabkan pergerakan cairan di dalam bahan pangan. Bila tekanan osmotis di luar lebih
tinggi (hipertonis) maka cairan dari dalam bahan pangan akan keluar (plasmolisis), bila lebih
rendah cairan akan masuk ke dalam sel mikroba sehingga sel akan pecah (plasmoptisis)
Antibakteri : Senyawa anti bakteri dapat menghambat atau membunuh bakteri. Proses
pengasapan akan meningkatkan senyawa fenol yang bersifat anti bakteri. Selain
meningkatkan senyawa anti bakteri, proses pengasapan juga akan menurunkan kandungan
air bahan pangan, sehingga bakteri pembusuk terhambat pertumbuhannya; dan e) Gas :
Penggunaan gasgas tertentu telah dilakukan untuk meningkatkan penanganan dan
pengelolaan bahan pangan. Fumigasi merupakan penggunaan gas untuk membunuh
mikroba merugikan yang mungkin ada di dalam bahan pangan. Penggunaan gas etilen telah
lama dipraktekan untuk mempercepat munculnya warna kuning pada buah pisang.
Fermentasi adalah proses perombakan senyawa kompleks menjadi senyawa lebih sederhana
yang dilakukan oleh enzim dalam lingkungan terkendali. Enzim yang berperan dalam proses
fermentasi dapat berasal dari bahan pangan itu sendiri, mikroba fermentasi, bahan nabati,
dan enzim murni. Penggunaan enzim murni untuk proses fermentasi jarang dilakukan
mengingat harganya yang mahal. Penggunaan mikroba fermentasi sebagai penghasil enzim
membutuhkan pengendalian kondisi lingkungan sehingga hanya mikroba fermentasi yang
tumbuh, sedangkan mikroba laiinya terhambat atau mati. Pengendalian kondisi lingkungan
dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa asam, meningkatkan konsentrasi garam,
atau meningkatkan populasi bakteri fermentasi. Pemilihan cara pengendalian lingkungan
disesuaikan dengan bahan pangan yang akan difermentasi. Beberapa bahan nabati telah
digunakan dalam proses fermentasi produk hewani. Bahan nabati tersebut diketahui
mengandung enzim proteolitik Bahan nabati tersebut misalnya papaya yang mengandung
enzim papain, dan nenas yang mengandung enzim bromelain.

4. Bagaimana Sistem Critical Control yang harus dilakukan untuk menjaga mutu dan
keamanan pangan?

Batas kritis didefinisikan sebagai batas toleransi yang dapat diterima untuk mengamankan
bahaya, sehingga titik kendali dapat mengendalikan bahaya kesehatan secara cermat dan
efektif. Batas kritis yang sudah ditetapkan ini tidak boleh dilanggar atau dilampaui nilainya,
karena bila suatu nilai batas kritis yang dilanggar dan kemudian titik kendali kritisnya lepas
dari kendali, maka dapat menyebabkan terjadinya bahaya terhadap kesehatan konsumen.
Beberapa contoh batas kritis yang perlu ditetapkan sebagai alat pencegah timbulnya bahaya,
misalnya adalah ; suhu dan waktu maksimal untuk proses thermal, suhu maksimal untuk
menjaga kondisi pendinginan, suhu dan waktu tertentu untuk proses sterilisasi komersial,
jumlah residu pestisida yang diperkenankan ada dalam bahan pangan., pH maksimal yang
diperkenankan, bobot pengisian maksimal, viskositas maksimal yang diperkenankan dan
sebagainya. Selain batas kritis untuk residu pestisida yang berasal dari komoditas pertanian,
batas kritis bahan kimia lain yang berpotensi sebagai bahaya kimia juga harus ditetapkan.
Dalam hal ini tim HACCP harus menggunakan peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan
sebagai panduan dalam menetapkan batas kritis untuk semua Bahan Tambahan Makanan
(BTM), termasuk bahan kimia yang digunakan dalam bahan pengemas yang bersentuhan
dengan produk pangan.

Prosedur dan metode monitoring harus efektif dalam memberi jaminan keamanan terhadap
produk pangan yang dihasilkan. Idealnya, monitoring pada CCP dilakukan secara kontinyu
hingga dicapai tingkat kepercayaan 100 persen. Namun bila hal ini tidak memungkinkan,
dapat dilakukan monitoring secara tidak kontinyu dengan syarat terlebih dahulu harus
ditetapkan interval waktu yang sesuai sehingga keamanan pangan benar-benar terjamin.
Biasanya agar pengukurannya dapat dilakukan secara cepat dan tepat, monitoring dilakukan
dengan cara pengujian yang bersifat otomatis dan tidak memerlukan waktu yang lama. Oleh
karena itu, pengujian dengan cara analisis mikrobiologis jarang digunakan sebagai prosedur
monitoring. Beberapa contoh pengukuran dalam pemantauan (monitoring) adalah :
observasi secara visual dan pengamatan langsung (misal : kebersihan lingkungan
pengolahan, penyimpanan bahan mentah), pengukuran suhu dan waktu proses, pH, kadar
air dsb.

5. Apa yang harus saudara lakukan untuk menjaga keamanan pangan jika saudara memiliki
salah satu jenis usaha makanan, jelaskan?
Memberikan jaminan mutu dan keamanan pangan sejak proses produksi hingga ke tangan
konsumen serta ISO-9000, QMP (Quality Management Program), HACCP (Hazard Analysis
Critical Control Point)

Anda mungkin juga menyukai