Para peternak sapi perah di Kota Batu menghadapi berbagai permasalahan dari
hulu hingga hilir. Salah satu permasalahan utama yang dihadapi adalah rendahnya
harga jual susu dan keuntungannya yang berakibat pada rendahnya tingkat
kesejahteraan peternak. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan pilihan-
pilihan strategi pemasaran yang dapat diterapkan oleh kelompok peternak sapi
perah di Kota Batu agar produk memiliki nilai yang lebih tinggi. Subjek penelitian
ini adalah para peternak sapi perah di yang menjual hasil susu sapi mereka ke
koperasi dalam bentuk susu sapi mentah. Informan kunci pada penelitian ini
sebanyak empat orang yang menjad ketua kelompok peternak sapi perah. Metode
pengambilan sampel menggunakan judgment sampling. Penelitian ini diawali
dengan menganalisa faktor internal dan faktor eksternal yang berada di
lingkungan para peternak. Tahap berikutnya dilakukan evaluasi strategi
pemasaran yang telah diterapkan oleh para peternak. Setelah dilakukan analisis
menggunakan matriks IFE, EFE, dan SWOT, maka hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa strategi pemasaran yang direkomendasikan untuk dilakukan
oleh para peternak sapi perah yaitu strategi integrasi ke depan, strategi penetrasi
pasar, strategi pengembangan pasar, strategi pengembangan produk, dan strtaegi
diversifikasi terkait.
Kata Kunci: formulasi strategi pemasaran, kelompok peternak, IFE, EFE, SWOT
Abstract
Dairy farmers in Batu face various problems from upstream to downstream. One
of the main problems faced is the low selling price of milk and its benefits which
results in the low level of welfare of farmers. This study aims to formulate
marketing strategy choices that can be applied by dairy farmer groups in Batu
City so that products have a higher value. The subjects of this research are the
dairy farmers who sell their cow's milk to cooperatives in the form of raw cow's
milk. The key informants in this study were four people who became the heads of
the dairy farmers group. The sampling method uses judgment sampling. This
research begins by analyzing internal and external factors that are in the
environment of the farmers. The next step is to evaluate the marketing strategies
that have been implemented by farmers. After analyzing using IFE, EFE, and
SWOT matrices, the results of this study indicate that the recommended
marketing strategies for dairy farmers are the future integration strategy, market
penetration strategy, market development strategy, product development strategy,
and related diversification strategy.
Keywords: marketing strategy formulation, dairy farmers groups, IFE, EFE,
SWOT
PENDAHULUAN
Perhatian pemerintah kepada sub sektor peternakan merupakan salah satu
prioritas dalam pembangunan sektor pertanian di Indonesia. Sapi perah
merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dan memiliki kontribusi
besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat (Pusdatin Kementan,
2016). Sub sektor ini diharapkan dapat menjawab tantangan dan tuntutan
pembangunan peternakan yaitu untuk meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat (Mukson et. al, 2009; Mandaka dan Hutagaol, 2015).
Hingga tahun 2020 diperkirakan konsumsi domestik susu sapi Indonesia
akan meningkat hingga 4,09% dari beberapa tahun terakhir (Pusdatin Kementan,
2016). Hal itu merupakan sebuah peluang besar bagi peternak sapi perah untuk
berupaya meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi susu sapi mereka demi
pemenuhan pasar. Peternak sapi perah harus mampu merespon peluang yang ada
untuk meningkatkan nilai tambah produknya.
Jawa Timur merupakan salah satu pusat populasi sapi perah terbesar di
Indonesia, dengan jumlah sapi perah mencapai 49,70% dari total populasi sapi
perah di Indonesia pada periode 2012 hingga 2015 (Pasaribu, et al, 2015). Kota
Batu merupakan salah satu kawasan pengembangan peternakan yang potensial di
Jawa Timur. Kota Batu memiliki kedudukan yang sangat strategis, baik sebagai
tujuan pariwisata serta sebagai lokasi perkembangan sektor pertanian dan
peternakan.
Suhu udara di Kota Batu berkisar antara 10 sampai 19 derajat celsius pada
musim hujan, dan 28 derajat celsius di musim kemarau. Kegiatan ekonomi Kota
Batu hampir 85% di sektor pertanian dan sektor pariwisata, karena sebagian besar
penduduk bermata-pencaharian di sektor jasa pariwisata, pertanian, holtikultura,
perkebunan, perikanan, dan industri kecil.Berdasarkan data dari Dinas Pertanian
dan Kehutanan Kota Batu (2017), populasi sapi perah di Kota Batu pada Tahun
2017 mencapai 11.950 ekor, lebih besar dibandingkan jumlah ternak besar. Salah
satu lokasi budidaya sapi perah yang cukup besar di Kecamatan Batu berada di
Dusun Toyomerto, Desa Pesanggrahan. Sebagian besar masyarakat Dusun
Toyomerto menjadikan hasil produksi sapi perah sebagai sumber pendapatan
utama mereka.
Peternak sapi perah menghadapi permasalahan-permasalahan serius dalam
menjalankan aktivitas bisnisnya. Secara umum, permasalahan-permasalahan yang
dihadapi oleh para peternak terbagi dalam tiga sektor yaitu hulu, tengah dan hilir
(Santosa et al., 2013). Permasalahan di sektor hulu meliputi produktivitas yang
masih rendah, kurangnya ketersediaan sapi perah karena usaha masih berskala
kecil, biaya pakan tinggi, mutu sumberdaya manusia masih rendah dan
pengolahan masih dilakukan dengan cara-cara tradisional (Dewi et al., 2015);
(M.R.N. Bruijnis, H. Hogeveen, C.J. Garforth, 2013) Brujinis, et.al, 2013;
Mandaka dan Hutagaol, 2005).
Permasalahan di sektor tengah meliputi tata cara budidaya ternak, konversi
lahan pertanian ke non pertanian, modal usaha masih rendah, kerjasama lintas
sektoral belum terpadu serta berkurangnya lahan untuk penanaman pakan ternak
(Musyafak dan Ibrahim, 2005; Pasaribu, et.al, 2015). Masalah ini juga dihadapi
oleh peternak sapi perah di Eropa. Para peternak sudah mulai beralih dari
peternakan padang rumput ke peternakan rumahan atau peternakan rakyat karena
proporsi lahan untuk pertumbuhan rumput sebagai sumber energi bagi sapi perah
terus mengalami penurunan ( (Talea, Manfred, Bettina, & Johannes, 2018)).
Permasalahan lain yang dihadapi oleh peternak sapi perah datangnya dari
sisi eksternal yaitu tingginya impor susu dari luar negeri yang mengakibatkan
timbulnya kerugian langsung pada peternakan sapi perah di Indonesia (Londa,
et.al, 2013; Pusdatin Kementan, 2016). Pada satu sisi peternak menghadapi
masalah-masalah internal yang mengakibatkan biaya produksi tinggi. Namun,
disisi lain kebijakan impor susu dengan harga lebih murah jelas menjadi ancaman
bagi peternak lokal.
Selain itu, harga beli susu dari Koperasi Unit Desa (KUD) kepada
kelompok peternak hanya Rp 5.000 hingga Rp 5.390 per liter untuk kualitas susu
super. Padahal susu segar tersebut nantinya akan dipasarkan lagi oleh KUD
dengan harga Rp 13.000 per liternya. Kebijakan harga ini tentu tidak berphak
kepada peternak, mengingat peternak mengandalkan pendapatan dari hasil
penjualan susu sapi setiap bulannya.
Hasil kemitraan antara peternak dengan KUD Batu memang telah
menghasilkan beberapa keuntungan seperti, terjadinya peningkatan populasi sapi
perah dan peningkatan jumlah produksi susu. Namun demikian, masih rendahnya
harga susu sapi yang dibeli dari peternak masih menjadi faktor penghambat dalam
meningkatkan ekonomi peternak. Para peternak menerima pendapatan yang cukup
rendah dibandingkan pengeluaran yang harus mereka gunakan untuk membeli
pakan ternak, terlebih lagi saat musim kemarau (Dewi et al., 2014); Zanto, 2004).
Pendapatan yang diterima oleh setiap peternak bervariasi tergantung pada
jumlah sapi perah yang produktif, jumlah sapi perah tidak produktif, serta
keragaman pakan yang diberikan. Misalnya untuk peternak yang memiliki sapi
perah produktif 4 ekor, dan memiliki tanggungan sapi perah non produktif 5 ekor,
serta jenis pakan yang diberikan ada pada kelas utama maka penghasilan yang
diperoleh dapat mencapai Rp 3.500.000, dengan pendapatan bersih hanya sekitar
Rp 1.000.000 per bulan.
Jika peternak tergantung pada KUD, maka peternak sulit untuk
meningkatkan pendapatannya. Sehingga, pada aspek pemasaran perlu untuk
dikelola dengan baik sehingga peternak mendapatkan nilai tambah yang lebih
besar dari produk yang dijualnya (Sunyoto, 2012). Herline (2017); Ischak, et.al,
(2017) menegaskan jika tidak ada strategi pemasaran yang baik, bukan tidak
mungkin akan menimbulkan pengaruh negatif bagi peternak. Berdasarkan
permasalahan-permasalahan diatas, maka perlu disusun formulasi strategi
pemasaran yang tepat bagi kelompok peternak untuk menghadapi persaingan di
pasar yang semakin ketat.
Formulasi Strategi
Proses perumusan strategi melibatkan pengumpulan data dan pertukaran
informasi secara terus menerus. Merumuskan strategi yang efektif adalah kunci
untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Menurut Pearce II dan Robinson (2011)
formulasi strategi memandu eksekutif dalam mendefinisikan bisnis dimana
perusahaan mereka berada, tujuan yang dicari, dan cara yang akan digunakan
untuk mencapai tujuan tersebut. Gelderen. (2000) berpendapat bahwa proses
perumusan strategi dan rencana strategis keduanya penting bagi perusahaan untuk
mencapai keunggulan kompetitif. Perumusan strategi melibatkan peninjauan
tujuan utama dan strategi organisasi, mengidentifikasi alternatif yang tersedia,
mengevaluasi alternatif dan memutuskan alternatif yang paling tepat (Wheelen &
Hunger, 2008).
Jenis-Jenis Strategi
Menurut David (2016), terdapat empat jenis strategi perusahaan yaitu:
1) Strategi Integrasi
a. Integrasi ke depan ialah sebuah usaha untuk memperoleh kendali yang lebih
besar atas distributor.
b. Integrasi ke belakang ialah sebuah strategi yang mengupayakan kepemilikan
atau kendali yang lebih besar atas pemasok perusahaan.
c. Integrasi horizontal ialah strategi yang mengupayakan kepemilikan atau
kendali yang lebih besar atas pesaing perusahaan.
2) Strategi Intensif
a. Penetrasi pasar adalah strategi yang berupaya meningkatkan pangsa pasar
untuk produk atau jasa yang ada di pasar saat ini melalui upaya-upaya
pemasaran yang lebih besar.
b. Pengembangan pasar ialah suatu strategi pengenalan produk atau jasa yang
ada saat ini pada wilayah-wilayah geografis yang baru.
c. Pengembangan produk ialah sebuah strategi yang mengupayakan
peningkatan penjualan dengan cara memperbaiki atau memodifikasi produk
atau jasa yang ada saat ini.
3) Strategi Diversifikasi
a. Diversifikasi terkait ditujukan untuk menambah produk atau jasa baru,
tetapi tetap berkaitan dengan bisnis inti perusahaan.
b. Diversifikasi tak terkait ditujukan untuk menambah produk atau jasa baru
yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan bisnis inti.
4) Strategi Defensif
a. Penciutan terjadi jika organisasi melakukan pengelompokan ulang melalui
pengurangan biaya dan aset untuk membalik penjualan dan laba menurun.
b. Divestasi ialah strategi menjual satu divisi atau bagian dari suatu organisasi.
Likuidasi adalah strategi menjual seluruh aset perusahaan secara terpisah-
pisah untuk kekayaan berwujudnya.
Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah alat analisis yang digunakan untuk
mengidentifikasi dan mengkategorisasi faktor internal dan eksternal organisasi.
Kekuatan dan kelemahan dalam analisis SWOT disebut sebagai faktor internal
sedangkan peluang dan ancaman disebut sebagai faktor eksternal (David, 2016).
Analisis SWOT terdiri dari:
a. Kekuatan mengacu pada karakteristik internal yang dapat dianggap
menguntungkan bagi organisasi.
b. Kelemahan mengacu pada karakteristik internal yang mungkin dianggap
tidak menguntungkan bagi organisasi.
c. Peluang adalah karakteristik eksternal yang dapat digunakan organisasi
untuk mendapatkan suatu keuntungan.
d. Ancaman adalah karakteristik eksternal yang dapat menjadi sumber
kegagalan bagi organisasi.
Strategi Pemasaran
Strategi merupakan keseluruhan konsep bagaimana sebuah perusahaan
mengatur dirinya sendiri dan semua kegiatan dengan tujuan agar bisnis yang
dijalankan berhasil, melakukan persaingan, dan melakukan imbal hasil kepada
pemegang saham (Charles, 2010). Sedangkan strategi pemasaran merupakan suatu
wujud rencana di bidang pemasaran yang memiliki ruang lingkup cukup luas
diantaranya adalah strategi menghadapi persaingan, strategi produk, strategi
harga, strategi tempat dan strategi promosi (Varadarajan, 2010; Assauri, 2018).
Jadi, strategi pemasaran ialah suatu proses dalam perusahaan guna
memperkenalkan produk ataupun jasa yang ditawarkan serta memasarkannya
kepada konsumen untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Strategi
pemasaran memiliki tiga komponen yakni segmenting, targeting dan positioning
(Tjiptono, 2012).
Pada sudut pandang yang berbeda, strategi pemasaran adalah suatu system
keseluruhan dari kegiatan usaha melalui perencanaan, penentuan harga,
mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan dan
memenuhi kebutuhan pembeli (Swasta, 2008). Dari pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa strategi pemasaran memberikan arah dalam kaitannya dengan
segmentasi pasar, identifikasi pasar sasaran, positioning dan bauran pemasaran
(Moutinho and Southern, 2010; O’Gorman, 2005; Trim and Lee, 2008;
Setiyaningrum & Efendi, 2015).
Marketing Mix
Marketing Mix (bauran pemasaran) adalah kombinasi dari variabel
pemasaran yang dapat dikontrol yang digunakan perusahaan untuk mengejar
tingkat penjualan yang pada target pasar (Kotler dan Keller, 2016). Unsur-unsur
bauran pemasaran telah diklasifikasikan menjadi empat elemen yaitu produk,
harga, tempat dan promosi. Itulah sebabnya bauran pemasaran dikatakan
kombinasi empat P. Keputusan yang berkaitan dengan produk meliputi
perancangan produk, pengemasan dan pelabelan, dan varietas produk. Keputusan
mengenai harga sangat penting karena penjualan sangat bergantung pada harga
produk. Elemen penting ketiga adalah tempat, yang mengacu pada keputusan
mengenai pasar di mana produk akan ditawarkan untuk dijual. Elemen keempat
adalah promosi berarti aktivitas yang menyampaikan manfaat produk dan
membujuk konsumen untuk membeli berupa iklan dan promosi penjualan.
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Penelitian ini mengambil lokasi di Dusun Toyomerto, Desa
Pesanggrahan, Kecamatan Batu, Kota Batu yang mayoritas penduduknya bermata
pencaharian sebagai petani dan peternak sapi. Peneliti menggunakan teknik
judgment sampling untuk menentukan informan-informan kunci. Hal itu
didasarkan pada kenyataan bahwa terdapat karakteristik yang telah ditentukan
oleh peneliti yang didasarkan pada kemampuan sampel dalam memberikan
kontribusi pada pemahaman tentang fenomena yang akan diteliti (Sekaran dan
Bougie, 2014). Subjek penelitian terkait dengan judul penelitian ini ialah ketua
kelompok peternak sapi perah di Dusun Toyomerto sebanyak empat orang.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data
yakni dengan metode wawancara terstruktur, metode observasi partisipan, serta
dokumentasi. Dalam proses pengolahan data dikerjakan berdasarkan pada
pendapat Miles, et.al (2014), yakni: pertama, reduksi data merujuk pada proses
pemilihan, pemfokusan, penyederhanaan, abstraksi, dan pentransformasian data
mentah yang terjadi dalam catatan-catatan lapangan tertulis. Kedua, model data
atau pemaparan data adalah kumpulan informasi yang tersusun yang
membolehkan pendeskripsian kesimpulan dan pengambilan tindakan. Berupa teks
naratif, matriks, grafik, jaringan kerja, dan bagan (Emzir, 2012). Ketiga,
penarikan simpulan merupakan hasil penelitian yang menjawab fokus penelitian
berdasarkan hasil analisis data.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Penelitian ini mengambil lokasi di Dusun Toyomerto, Desa
Pesanggrahan, Kecamatan Batu, Kota Batu yang mayoritas penduduknya bermata
pencaharian sebagai petani dan peternak sapi. Peneliti menggunakan teknik
judgment sampling untuk menentukan informan-informan kunci. Hal itu
didasarkan pada kenyataan bahwa terdapat karakteristik yang telah ditentukan
oleh peneliti yang didasarkan pada kemampuan sampel dalam memberikan
kontribusi pada pemahaman tentang fenomena yang akan diteliti (Sekaran dan
Bougie, 2014). Subjek penelitian terkait dengan judul penelitian ini ialah ketua
kelompok peternak sapi perah di Dusun Toyomerto sebanyak empat orang.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan
data yakni dengan metode wawancara terstruktur, metode observasi partisipan,
serta dokumentasi. Dalam proses pengolahan data dikerjakan berdasarkan pada
pendapat Miles, et.al (2014), yakni: pertama, reduksi data merujuk pada proses
pemilihan, pemfokusan, penyederhanaan, abstraksi, dan pentransformasian data
mentah yang terjadi dalam catatan-catatan lapangan tertulis. Kedua, model data
atau pemaparan data adalah kumpulan informasi yang tersusun yang
membolehkan pendeskripsian kesimpulan dan pengambilan tindakan. Berupa teks
naratif, matriks, grafik, jaringan kerja, dan bagan (Emzir, 2012). Ketiga,
penarikan simpulan merupakan hasil penelitian yang menjawab fokus penelitian
berdasarkan hasil analisis data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1.
Matriks Evaluasi Faktor Internal Kelompok Peternak Dusun Toyomerto
a. Kekuatan (Strength)
No. Variabel Bobot Rating Skor
1. Kualitas Susu yang Baik 0,13 4 0,52
2. Besarnya Tingkat Produksi Susu 0,10 3 0,30
3. Tingginya Populasi Sapi Perah 0,08 3 0,24
4. Kontrol dan Pengawasan terhadap 0,11 4 0,44
Kualitas Pemeliharaan Ternak Sudah
Optimal
5. Kemampuan Peternak dalam Menjaga 0,07 3 0,21
Produktivitas Sapi cukup Baik
6. Hubungan Komunikasi yang Baik 0,06 4 0,24
dengan Koperasi dan IPS
Total Kekuatan 0,55 1,95
b. Kelemahan (Weakness)
No. Variabel Bobot Ratin Skor
g
1. Pola Pikir Peternak Masih Tradisional 0,10 1 0,10
2. Biaya Operasional Relatif Besar 0,08 2 0,16
3. Minimnya Penggunaan Teknologi 0,05 2 0,10
4. Tidak ada Variasi Produk yang 0,09 1 0,09
Ditawarkan
5. Terbatasnya Segmen Pasar yang 0,07 1 0,07
Diketahui Peternak
6. Rendahnya Kemampuan Manajemen 0,06 2 0,12
Keuangan dalam Peternakan
Total Kelemahan 0,45 0,64
Total Keseluruhan 1,00 2,59
1. Kekuatan (Strength)
a. Kualitas Susu yang Baik. Sapi dapat menghasilkan susu yang baik jika
didukung oleh berbagai faktor termasuk intensitas pemerahan yang
dilakukan. Peternak Dusun Toyomerto selalu melakukan pemerahan rutin
dua kali sehari, setiap pagi antara pukul 04.30 hingga 07.00 serta sore hari
antara pukul 14.30 hingga 16.00 WIB. Susu sapi yang disetorkan oleh
peternak akan diukur dalam laboratorium yang ada di tempat penampungan
susu milik KUD BATU. Dalam pengecekannya, KUD BATU menetapkan
batas lemak dan Berat Jenis (BJ) susu terendah yakni 230 dengan Berat
Jenis tertinggi sebesar 250 dari hasil pengukuran.
b. Besarnya Tingkat Produksi Susu Sapi. Setiap harinya, KUD BATU
menampung 7000 hingga 10.000 liter susu yang berasal dari Dusun
Toyomerto. Hal itu menunjukkan jika produksi susu sapi dari Dusun
Toyomerto telah memenuhi 45 persen dari jumlah susu yang disetorkan
kepada Nestle selaku IPS.
c. Tingginya Populasi Sapi Perah Dengan jumlah peternak aktif mencapai 189
orang yang rata-rata memiliki 7 sapi perah produktif serta nonproduktif,
maka jumlah ternak di Dusun Toyomerto saat ini mencapai 1.323 ekor sapi
perah dengan sistem kepemilikan ternak milik peternak pribadi.
d. Kontrol & Pengawasan Pada Kualitas Pemeliharaan Ternak Sudah Optimal.
Kegiatan pengawasan dan kontrol yang dilakukan peternak meliputi
berbagai aspek operasional yang mendukung jalannya usaha peternakan
mereka, mulai dari pengontrolan dalam hal pakan, kebersihan, serta
kesehatan.
e. Kemampuan Peternak dalam Menjaga Produktivitas Sapi Cukup Baik.
Pembelajaran otodidak antar generasi telah diwariskan secara turun temurun
sejak tahun 1980-an hingga generasi sekarang, sehingga dalam segi
pengalaman beternak, penduduk Dusun Toyomerto sudah sangat menguasai
teknik beternak dan memerah susu secara tradisional.
f. Hubungan Komunikasi yang Baik dengan Koperasi dan IPS (Industri
Pengolahan Susu). Baik peternak ataupun pihak KUD selalu berusaha
membina hubungan komunikasi yang baik untuk menjaga loyalitas peternak
kepada KUD. Selain karena KUD sebagai tengkulak pertama di Dusun
Tuyomerto, banyak bantuan dan pembinaan yang telah diberikan baik oleh
KUD sendiri ataupun dari IPS kepada para peternak.
2. Kelemahan (Weakness)
a. Pola Pikir Peternak yang Masih Tradisional. Pola pikir peternak sulit
dipengaruhi oleh pemikiran moderen. Menurut ketua kelompok peternak
Dusun Toyomerto, Bapak Yatemo dan Bapak Darji, kurangnya pengetahuan
akan cara mengelola peternakan yang benar dan cara mengatur keuangan
yang sesuai membuat kebanyakan masalah yang dihadapi peternak ialah
kerugian yang dialami serta tidak adanya kemajuan dalam peternakan yang
mereka kelola.
b. Biaya Operasional yang Relatif Besar. Harga pakan konsentrat yang
semakin mahal membuat peternak harus mampu memperhitungkan
pemilihan pakan konsentrat yang terjangkau dengan kualitas yang baik.
Selain itu biaya operasional yang besar juga dikarenakan banyaknya sapi
tidak produktif yang menjadi tanggungan, mulai dari sapi jantan, pedet (sapi
kecil), sapi dara (siap kawin), ataupun sapi kering karena bunting.
c. Penggunaan Teknologi Perah yang Tradisional. Pemerahan dilakukan oleh
peternak secara manual tanpa menggunakan mesin perah, karena rata-rata
kepemilikan sapi produktif masih sedikit dan harga mesin yang mahal.
d. Tidak Ada Variasi Produk yang Ditawarkan. Seluruh peternak Dusun
Toyomerto hanya memasarkan susu sapi mereka dalam bentuk susu mentah
(Raw Milk) secara langsung kepada KUD.
e. Terbatasnya Segmen Pasar yang Diketahui Peternak. Saat ini sarana
pemasaran yang diketahui peternak hanya KUD BATU. Sulitnya masuk ke
segmen pasar lain karena kekurangan pengetahuan serta kurangnya modal,
membuat peternak tetap memilih untuk hanya menyasar segmen pasar
Nestle sebagai IPS mereka.
f. Rendahnya Kemampuan Manajemen Keuangan dalam Peternakan
Selama ini peternak cenderung mengalokasikan pendapatan mereka untuk
biaya operasional bagi ternak mereka saja. Sehingga rata-rata peternak
mengaku tidak memperoleh keuntungan yang dapat mereka gunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
1. Peluang (Opportunity)
a. Besarnya Peluang Pasar. Konsumsi susu segar maupun produk turunannya
diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi,
ekonomi, perbaikan tingkat pendidikan, kesadaran gizi dan perubahan gaya
hidup.
b. Daya Dukung Faktor Geografis. Dusun Toyomerto merupakan sebuah
wilayah yang berada di Lereng Gunung Panderman dengan tingkat
kesuburan tanahnya yang masih tinggi, ketersediaan lahan sebagai tempat
pertumbuhan rumput gajah, serta suhu udara khas pegunungan yang masih
terjaga.
c. Berkembangnya Kota Batu sebagai Kota Wisata. Peternak diharapkan
mampu memanfaatkan peluang untuk menarik minat wisatawan terhadap
produk utama mereka yakni susu sapi beserta produk olahannya.
d. Banyaknya Jumlah Peternak Aktif di Dusun Toyomerto. Peternak sapi perah
di Dusun Toyomerto terbagi menjadi empat kelompok besar yang berguna
untuk mempermudah koordinasi serta pembinaan yang berkaitan dengan
ternak. Dari data Tahun 2017 dapat dihitung jika jumlah peternak aktif yang
terdaftar di Dusun Toyomerto mencapai 189 keluarga peternak.
e. Adanya Dukungan dari Koperasi dan Pemerintah Daerah. Bantuan-bantuan
yang telah diberikan oleh KUD BA TU dan PEMDA Batu meliputi
penyediaan kredit modal, pengadaan subsidi periksa kesehatan dan suntik
bagi ternak, subsidi alat-alat peternakan mulai dari copper, bak minum, alat
perah, milk can serta karpet khusus kandang.
f. Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang Pesat. Biasanya
para peternak dapat memperoleh informasi mengenai peternakan dan
pemerahan susu sapi melalui media sosial ataupun media elektronik seperti
televisi ataupun internet.
2. Ancaman (Threats)
a. Harga Jual Susu yang Rendah. Susu sapi yang dijual oleh peternak memiliki
harga jual yang masih rendah. Untuk susu golongan rendah dibeli dengan
harga Rp 4.860 per liter, untuk golongan cukup baik seharga Rp 5.005 per
liter, golongan baik Rp 5.150 per liter, serta susu kualitas super atau
golongan sangat baik seharga Rp 5.395 per liter. Dengan harga tersebut
peternak masih berharap adanya kenaikan harga lagi demi mencukupi
kebutuhan sehari-hari mereka.
b. Tingginya Harga Pakan Tambahan. Beberapa jenis pakan tambahan atau
konsentrat merupakan hasil impor dari luar negeri, sehingga harga yang
ditentukan bergantung pada naik turunnya kurs dolar.
c. Kebijakan Pemerintah Akan Impor Susu. Bagi peternak, kebijakan impor
susu merugikan karena IPS cenderung memilih membeli susu impor karena
harga yang lebih rendah, dengan begitu maka hanya sedikit IPS yang
menerima pasokan susu dari peternak lokal.
d. Kondisi Ekonomi dan Politik yang Tidak Kondusif. Banyaknya kebijakan
yang telah dilakukan oleh pemerintah seperti MEA dirasa belum bisa
menjamin kesejahteraan kalangan bawah seperti peternak sapi berskala
kecil.
e. Adanya Pesaing dari Daerah Lain. Pesaing terbesar dari susu yang
diproduksi oleh sapi di Dusun Toyomerto berasal dari peternak daerah
Pujon, Malang, karena produksi susu di KOP SAE Pujon mencapai 100 ton
susu segar berkualitas setiap harinya.
f. Akses Transportasi. Kurang Memadai Dusun Toyomerto dikenal dengan
akses jalannya yang sangat menanjak dan menantang, hal itu tentu menjadi
pertimbangan tersendiri bagi pasar guna mendatangi sentra peternakan sapi
perah di Kota Batu tersebut.
Opportunity (O)
Backward, Upward and
Market Penetration horizontal Integration
Market Development Market Penetration
Product Development Conservative Market Development
4. Related Diversification Aggressive Product Development
e Related and Related
(0,66;0,68) Development
Dalam strategi agresif, terdapat beberapa hal yang bisa dilakukan oleh
peternak, diantaranya ialah:
a. Integrasi ke Depan. Guna memaksimalkan hasil yang diperoleh, peternak
Dusun Toyomerto harus mencari segmen pasar baru yang berkaitan dengan
segmen konsumen individu. dan melakukan pemasaran secara langsung
yang dilakukan oleh masyarakat sekitar dengan membuka cabang-cabang
atau toko-toko untuk menjual hasil olahan susu secara langsung kepada
konsumen individu. Selain itu, peternak juga dapat bekerja sama dengan
pemilik toko oleh-oleh yang banyak terdapat di kawasan Kota Wisata Batu.
b. Penetrasi Pasar (Market Penetration). Promosi menjadi salah satu upaya
meningkatkan strategi pemasaran yang penting untuk dilakukan. Pada era
digital seperti saat ini, media sosial juga menjadi sarana penunjang promosi
yang cukup efektif dalam menyasar berbagai segmen pasar.
c. Pengembangan Pasar (Market Development). Pada pencarian segmen yang
lebih luas, peternak dapat memanfaatkan perkembangan Kota Batu sebagai
Kota Wisata yang mana menjadi tujuan dari banyak wisatawan baik lokal
ataupun mancanegara untuk datang ke Kota Batu. Hal tersebut merupakan
peluang pasar baru yang dapat membuka usaha atau sentra pengolahan susu
mandiri berupa UMKM yang dikelola oleh masyarakat Dusun Toyomerto
sendiri.
d. Pengembangan Produk (Product Development). Saat ini telah banyak
inovasi produk olahan susu yang diciptakan oleh UKM-UKM dengan
variasi dan manfaat yang sangat beragam. Guna menarik minat konsumen,
peternak juga harus mampu menciptakan produk yang berdaya saing dan
berguna jika dipasarkan secara luas. Selain menjadi variasi makanan dan
minuman, juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik.
e. Diversifikasi Terkait. Salah satu upaya agar konsumen mengenal produk
susu sapi yang dihasilkan dari peternak Dusun Toyomerto ialah dengan
membuka usaha atau sentra pengolahan susu mandiri berupa UMKM yang
dikelola oleh masyarakat Dusun Toyomerto sendiri.
KESIMPULAN
Daftar Pustaka
Becker, T., Kayser, M., Tonn, B., & Isseltein, J., (2018). How German Dairy
Farmers Perceive Advantages and Disadvantages of Grazing and how it
Relates to Their Milk Production Systems. Livestock Science, 214, pp. 112-
119.