I. PENDAHULUAN
belum optimal, meskipun setiap rumah tangga peternak hanya memiliki 3-4 ekor sapi
yang sedang menyusui. Peningkatan produksi dapat dicapai dengan memaksimalkan
penggunaan faktor-faktor produksi yang lebih optimal. Keuntungan peternak dapat
ditingkatkan melalui penerapan yang efisien dari faktor produksi. Penelitian yang
berhubungan dengan faktor-faktor produksi digunakan untuk memahami kondisi
peternak di Kecamatan Pekuncen dalam mengoptimalkan faktor tersebut.
Untuk mengatasi situasi ini, secara teratur dilakukan penelitian yang akan
mengeksplorasi isu-isu berikut:
1. Apa skala penggunaan faktor produksi dalam produksi susu pada ternak sapi perah
di Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas?
2. Bagaimana dampak faktor-faktor produksi terhadap produktivitas usaha sapi perah
di Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas?
1. 3. Hipotesis
H0 : Tidak ada pengaruh signifikan antara variabel bebas, seperti pakan hijauan, pakan
konsentrat, lama beternak, periode laktasi, dan perkandangan, terhadap variabel
terikat (dependent), yaitu produksi susu.
H1 : Variabel bebas (independent) seperti jenis pakan yang diberikan, proporsi pakan
hijauan dan konsentrat, durasi beternak, periode laktasi, dan jenis perkandangan
memiliki dampak signifikan terhadap tingkat produksi susu.
1. 4. Tujuan Penelitian
1. Memperoleh informasi mengenai jumlah penggunaan faktor produksi yang
diterapkan di Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas.
2. Menelaah dampak faktor-faktor produksi terhadap produksi sapi perah di
Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas.
1. 5. Manfaat Penelitian
1. Informasi dari penelitian ini berperan penting dalam mendukung pembuatan
kebijakan oleh instansi pemerintah dalam upaya meningkatkan produksi susu dalam
sektor peternakan sapi.
2. Temuan dari penelitian ini dapat memberikan panduan yang konstruktif bagi
peternak dalam mengambil keputusan untuk meningkatkan produksi susu.
3
beberapa karakteristik yang masih konsisten hingga saat ini, salah satunya adalah
adanya usaha sapi perah oleh peternakan rakyat yang didasarkan pada keluarga
sebagai unit utama usaha (1-4 ekor sapi per peternak).
Penggunaan teknologi dianggap sebagai suatu jalan untuk meningkatkan
produktivitas dalam suatu usaha. Dalam konteksnya, usaha terkait peternakan sapi
perah memiliki sifat yang cerdas dan cermat dalam mengadopsi teknologi baru guna
meningkatkan produksi. Namun, dalam praktiknya, peternak tidak sepenuhnya
memahami cara yang tepat untuk menggunakan teknologi tersebut (Bustanul, 2004).
2.3. Fungsi Produksi
Fungsi produksi dapat didefinisikan sebagai keterkaitan antara faktor dan tingkat
produksi susu yang dihasilkan ternak. Dilihat dari teori ekonomi, dalam menganalisis
produksi susu terdapat tiga faktor produksi yang memiliki jumlah tetap yaitu tanah,
modal, dan keahlian usaha, sementara faktor produksi tenaga kerja dianggap
bervariasi dalam jumlahnya. Fungsi produksi sangat penting bagi seorang peternak
dalam mencapai hasil optimal dalam usaha peternakannya. Dalam peternakan,
terdapat input atau faktor produksi yang dibutuhkan untuk menghasilkan output atau
produksi. Menurut Soekartawi (2003).
Proses produksi merupakan serangkaian kegiatan yang memiliki tujuan untuk
menghasilkan suatu keluaran yang spesifik. Hasil produksi ini sangat tergantung pada
bahan masukan yang digunakan. Setiap proses produksi memiliki dasar teknis yang
disebut sebagai fungsi produksi. Fungsi produksi ini adalah hubungan fisik antara
variabel yang dijelaskan, yaitu keluaran (Y), dengan variabel yang menjelaskan, yaitu
masukan (X) (Soekartawi, 2003).
Variabel yang dijelaskan biasanya berupa jumlah produksi maksimum yang
dapat diproduksi. Menurut Arsyad (2008), salah satu kegunaan penting dari fungsi
produksi Cobb-Douglas adalah kemampuannya untuk dilinierkan secara logaritmik,
yang dapat mempermudah analisis dan penggunaan regresi linier. Oleh karena itu,
persamaan umum fungsi produksi dapat diubah menjadi Y = log a + b log X.
sesuai dengan kebutuhan sapi perah. Pengaruh jumlah pakan terhadap produksi susu
bersifat positif (Pasaribu, dkk, 2015).
Produksi susu sapi dapat dipengaruhi baik secara kualitatif maupun kuantitatif
oleh pakan yang diberikan. Karena itu, penting untuk mengatur pemberian pakan
dengan takaran yang tepat dan melakukan pengolahan pakan yang sesuai agar
menghasilkan hasil yang maksimal. Menurut Nurhayu dkk, (2017), pemberian pakan
memiliki peran yang penting, terutama pada induk sapi perah, karena pakan berperan
dalam meningkatkan produksi susu dan kadar lemak susunya.
Sapi yang sedang menyusui akan diberikan hijauan hingga 3 kali sehari pada
malam hari. Penting untuk memberikan hijauan dengan frekuensi yang sering dan
memulainya sekitar 1,5-2 jam setelah memberikan konsentrat. Penggunaan hijauan
harus dilakukan secara bertahap dan menggunakan jumlah yang kecil terlebih dahulu.
2.5. Pakan Konsentrat
Pengaruh pakan pada kualitas dan jumlah produksi susu sangat signifikan.
Peternak sapi perah dapat memilih pemberian pakan konsentrat sebagai salah satu
opsi untuk meningkatkan hasil produksi susu. Pakan konsentrat diberikan dengan
kandungan nutrisi yang lebih tinggi daripada pakan hijauan memiliki potensi untuk
meningkatkan pertumbuhan dan produksi susu. Faktor penentu yang memiliki tingkat
kepentingan terendah dalam hal ini adalah jumlah konsentrat. Pemberian konsentrat
sebagai suplemen pakan memainkan peran penting dalam meningkatkan produktivitas
susu sapi. Salah satu penyebab produksi susu yang rendah (sekitar 3 liter per ekor per
hari) adalah pemberian konsentrat yang tidak sesuai dengan kebutuhan ternak.
Menurut Simamora, dkk, 2015, diperkirakan bahwa pemberian konsentrat tanpa
tambahan mineral dapat menyebabkan banyak sapi mengalami lumpuh akibat
kekurangan mineral.
Dalam memberikan pakan konsentrat pastikan memiliki kualitas yang tinggi demi
mencapai kemampuan tinggi dalam berproduksi susu. Suplementasi dengan
konsentrat yang memiliki kandungan protein dan energi (2,00-2,50 kg/ekor/hari) lebih
tinggi dapat meningkatkan produksi susu sebanyak 2,70-3,00 liter. Terlebih lagi,
pemberian konsentrat perlu disesuaikan dengan ketersediaan pakan lokal di area
6
tersebut, termasuk onggok singkong, ampas tahu, ampas bir (Rusdiana dan Sejati,
2009).
2.6. Lama Beternak
Menurut Waris, dkk, (2015), biasanya pengalaman beternak akan membentuk
suatu rutinitas yang akan memengaruhi peternak dalam hal cara merawat ternak.
Kebiasaan yang telah diwariskan secara turun-temurun masih tetap dipertahankan
oleh peternak, meskipun mereka sebenarnya sudah mengetahui prinsip-prinsip yang
seharusnya diikuti. Sementara itu, ada beberapa faktor yang dapat menghambat
perkembangan peternakan di suatu daerah, antara lain berasal dari faktor-faktor
topografi, iklim, keadaan sosial, serta ketersediaan bahan makanan rerumputan,
disamping itu faktor pengalaman yang dimiliki peternak juga menentukan
perkembangan peternakan di daerah itu.
Keberhasilan meningkatkan pendapatan peternak tidak hanya ditentukan oleh
lamanya berternak, karena peternak biasanya menggunakan pengetahuan dan
ketrampilan yang sama dalam mengelola ternaknya. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Muatip, dkk, (2008), lamanya berternak tidak memiliki keterkaitan
dengan kompetensi kewirausahaan peternak. Semakin lama berternak, peternak akan
mendapatkan pengalaman yang lebih banyak, sehingga pengelolaan usaha peternakan
dapat menjadi lebih baik (Riadi, dkk, 2014).
Mastuti dan Hidayat, (2008) menyatakan bahwa Seiring bertambahnya
pengalaman dalam berternak, diharapkan pengetahuan juga semakin bertambah
sehingga keterampilan dalam mengelola usaha peternakan semakin meningkat. Lama
berternak tidak berdampak pada pendapatan, ini terjadi jika peternakan masih
menggunakan metode tradisional sehingga tidak ada perbedaan dalam pengelolaan
ternak antara peternak yang berpengalaman dan yang belum berpengalaman.
Jumlah susu yang diproduksi oleh ternak pada periode laktasi akan meningkat
seiring dengan berjalannya waktu hingga mencapai bulan keempat, setelah itu akan
terjadi penurunan laktasi pada ternak sampai masa kering (dry period) selama 2 bulan
sebelum melahirkan anak kembali. Selama periode laktasi, kandungan protein dalam
susu akan meningkat, sedangkan kandungan lemak awalnya akan menurun hingga
bulan ketiga, namun akan meningkat kembali setelahnya. Perubahan dalam komposisi
air susu dapat diamati sepanjang periode laktasi, dengan perubahan paling signifikan
terjadi pada awal dan akhir periode ini (Laryska dan Nurhajati, 2013).
Produksi susu mengacu pada total volume susu yang dihasilkan per hari setelah
mengalami fase kolostrum selama satu siklus laktasi. Nampaknya, variasi produksi susu
sapi perah tidak bergantung pada musim atau fase laktasi karena terdapat tumpang
tindih antara usia hewan dan periode laktasi. Hal ini dikarenakan adanya hubungan
positif yang signifikan antara usia hewan dan periode laktasi (Santosa, dkk, 2014).
2.8. Perkandangan
Perkandangan serta peralatan merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan
pada usaha budidaya ternak sapi perah. Kenyamanan kandang merupakan salah satu
hal yang penting paa ternak sapi perah karena berhubungan langsung dengan efisiensi
produksi susu sapi tersebut. Kondisi kandang, lokasi makan dan minum, pengaturan
ventilasi, serta peralatan kandang harus disesuaikan dengan kebutuhan dan
kenyamanan sapi perah guna mencapai hasil yang optimal (Wijayanti, 2018).
Kandang ternak umumnya terdiri dari struktur yang bersifat semi permanen,
mulai dari yang sederhana hingga menggunakan konstruksi beton. Konstruksi kandang
ini dirancang dengan kekuatan yang tinggi agar dapat menahan beban, benturan, serta
dorongan dari ternak. Penjagaan kebersihan kandang menjadi hal yang penting dalam
upaya pencegahan penyakit, salah satu caranya adalah melalui sanitasi kandang,
lingkungan, ternak, dan peralatan (Santosa, dkk, 2013).
Santoso, (1997) menyatakan bahwa terdapat dua jenis kandang sapi perah
dewasa yang umum digunakan, yaitu kandang tipe barak dan kandang tunggal.
Kandang tipe barak memiliki luas minimal 2 m per ekor, sedangkan kandang tunggal
memiliki ukuran 175 cm x 120 cm. Selain itu, kandang tunggal juga dilengkapi dengan
tempat pakan dan tempat minum berukuran 80 cm x 50 cm x 40 cm.
8
9
Efektivitas pada usaha sapi perah secara optimal dapat terlihat pada tingkat
keberhasilan produksi susu. Untuk mengetahui pengaruh faktor produksi terhadap
tingkat produksi susu, dapat dilakukan analisis munggunakan fungsi produksi Cobb
Douglas. Dengan menggunakan hasil analisis ini, akan dapat diketahui faktor-faktor
yang berperan penting dalam usaha peningkatan produksi susu sapi perah.
f. Pakan konsentrat merujuk pada jumlah konsentrat pakan yang diberikan kepada
hewan ternak sapi perah, diukur dalam satuan kilogram per ekor per hari.
g. Lama beternak adalah jumlah waktu yang diperlukan oleh peternak untuk
memelihara sapi perah dalam periode satu tahun.
h. Periode Laktasi merujuk pada kemampuan sapi perah untuk menghasilkan susu
selama periode laktasi yang berbeda.
i. Perkandangan merujuk pada besarnya kandang pemeliharaan sapi (m 2)
b1, b2, b3, …. b5 : Faktor-faktor yang dianggap berperan dalam produksi susu
seperti jenis dan kualitas pakan hijauan, pakan konsentrat,
lamanya periode beternak, periode laktasi, dan kondisi
perkandangan.
a : Faktor yang berperan sebagai nilai awal atau batas dalam
perhitungan (parameter).
Uji F
Penggunaan Uji F guna mengevaluasi efek bersama-sama dari vaariabel
independen terhadap variabel dependen. Cara untuk mendapatkan nilai Uji F, seperti
yang telah dijelaskan oleh Sudjana (2002), sebagai berikut :
R2 /k
F hitung =
(1 - R 2 )/( n-k-1)
Keterangan:
k : Jumlah Variabel
n : Jumlah Sampel
R2 : Koefisien Determinasi
Kriteria Pengujian:
13
1. Jika nilai statistik F yang dihitung lebih besar atau sama dengan nilai kritis F dari
table (Fhitung ≥ FTabel), maka hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis alternatif (H 1)
diterima. Ini menunjukkan adanya dampak yang signifikan secara keseluruhan atau
sebagian dari variabel independen terhadap variabel dependen pada produksi susu.
2. Jika nilai statistik F yang dihitung lebih kecil atau sama dengan nilai kritis F dari tabel
(Fhitung ≤ FTabel), maka hipotesis nol (H0) diterima dan hipotesis alternatif (H1) ditolak.
Hal ini mengindikasikan tidak adanya dampak yang signifikan dari variabel
independen terhadap variabel dependen pada produksi susu.
Uji t parsial
Sudjana (2002) menyatakan bahwa penggunaan uji t parsial adalah untuk
memeriksa secara terpisah pengaruh dari variabel depenen (X) terhadap variabel
independen (Y). Rumus yang digunakan adalah :
bi
t hitung=
Sbi
Keterangan :
t : distribusi t dengan derajat kebebasan tertentu (df)
bi : Koefisien regresi untuk setiap variabel dalam model yang diterapkan
Sbi : Kesalahan standar untuk setiap variabel dalam model yang diterapkan
Kriteria pengujian:
1. Jika nilai statistik t yang dihitung lebih besar atau sama dengan nilai kritis t dari table
(thitung ≥ tTabel), maka hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis alternatif (H1) diterima. Ini
menunjukkan adanya dampak yang signifikan secara keseluruhan atau sebagian dari
variabel independen terhadap variabel dependen pada produksi susu.
2. Jika nilai statistik t yang dihitung lebih kecil atau sama dengan nilai kritis t dari tabel
(thitung ≤ tTabel), maka hipotesis nol (H0) diterima dan hipotesis alternatif (H1) ditolak.
Hal ini mengindikasikan tidak adanya dampak yang signifikan dari variabel
independen terhadap variabel dependen pada produksi susu.
14
Data yang diperoleh akan dikategorikan menjadi data primer dan data
sekunder. Pengumpulan data primer akan dilakukan melalui wawancara menggunakan
kuesioner yang telah disusun dan mendapatkan persetujuan dari pembimbing
akademik, serta melalui pengamatan langsung terhadap peternak. Sebaliknya, data
sekunder akan diperoleh melalui pengambilan data dari Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Banyumas. Seluruh proses pengumpulan data ini akan
berlangsung selama kurun waktu tiga minggu.
Kabupaten Banyumas memiliki jumlah sapi perah sebanyak 2.287 ekor yang
tersebar di beberapa wilayah. Populasi sapi perah yang terdapat di wilayah Banyumas
antara lain terdapat di Kecamatan Wangon dengan populasi 20 ekor, Kecamatan
Pekuncen dengan populasi 369 ekor, Kecamatan Cilongok 233 ekor, Kecamatan
Karanglewas 61 ekor, Kecamatan Baturraden 1.454 ekor dan Kecamatan Sumbang 113
ekor (BPS, 2019).
Kecamatan Pekuncen menjadi daerah sentra pengembangan ternak sapi perah
yang masih dilakukan secara tradisoinal dengan skala kepemilikan yang kecil. Daerah
tersebut merupakan perbukitan dan daratan sehingga sangat cocok untuk ternak sapi
perah. Sebagian peternak yang ada di wilayah ini tergabung ke dalam kelompok
ternak. Beberapa kelompok ternak yang ada di Kecamatan Pekuncen antara lain yaitu
Lestari 1, Lestari 2, Puan Abadi dan Maju Rukun. Jumlah peternak sapi perah yang ada
di wilayah Pekuncen berkisar 62 orang.
Jumlah sapi perah yang terdapat di wilayah Kecamatan Pekuncen cukup banyak
dan juga didukung dengan lahan pakan hijauan yang luas. Lahan yang terdapat di
wilayah tersebut banyak ditanami rumput gajah maupun padi. Hal tersebut dapat
mendorong perkembangan sapi perah yang ada di Kecamatan Pekuncen.
Kecamatan Pekuncen memiliki populasi sapi perah yang cukup banyak
dibandingkan dengan kecamatan lain yang ada di Kabupaten Banyumas. Hal ini
menjadikan wilayah tersebut menjadi sentra pengembangan ternak sapi perah.
Populasi peternak sapii perah di kecamatan ini bertambah dengan seiringnya waktu
meskipun sangat perlahan dalam peningkatan jumlahnya.
Table 3. Jumlah Pakan Hijauan Yang Diberikan Per Ekor Per Hari
perah laktasi sebaiknya diberikan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari bobot
badannya. Pemberian konsentrat pakan dua kali sehari diharapkan dapat
meningkatkan produksi susu pada sapi perah. Namun, penggunaan pakan yang
berlebihan tidak akan memberikan peningkatan produksi susu yang lebih tinggi dari
kapasitas sapi. Sebaliknya, jika pakan tidak mencukupi, produksi susu akan mengalami
penurunan yang signifikan (Wijayanti, 2018).
perbedaan dalam kebutuhan induk sapi perah yang pertama kali melahirkan
(primipara) dan induk sapi perah yang telah melahirkan lebih dari satu kali (pluripara).
Peningkatan usia sapi menyebabkan produksi susu menurun secara bertahap.
Produksi susu pada laktasi pertama mencapai 70%, laktasi kedua sebesar 80%, laktasi
ketiga mencapai 90%, dan laktasi keempat mencapai 95% dari total produksi susu saat
mencapai usia dewasa dengan periode melahirkan setiap 12 bulan dan melahirkan
anak pertama pada usia 2 tahun.
4.2.6. Perkandangan
Kandang ideal untuk beternak sapi perah adalah kandang yang memenuhi
persyaratan kenyamanan serta dapat menjaga kesehatan sapi perah. Pandangan ini
sama dengan Abidin (2006) yang menyatakan bahwa kandang memiliki fungsi untuk
memberikan perlindungan pada sapi perah dari cuaca yang buruk, menjadi rumah
yang nyaman untuk sapi beristirahat, menjadi tempat untuk pengumpulan kotoran
sapi, menjaga sapi dari gangguan hewan lain, dan memudahkan peternak dalam
pemeliharaan sapi. Di Kelompok Ternak Lestari 1, ternak ditempatkan di dalam
kandang dan tidak digembalakan.
Bangunan kandang umumnya dibangun menggunakan bahan permanen yang
sederhana. Salah satu jenis kandang yang sering digunakan adalah tipe konvensional
dengan dua baris. Pada tipe kandang ini, ditempatkan sekat yang terbuat dari papan
kayu untuk memisahkan sapi perah dalam satu barisan. Sekat ini dimulai dari tempat
pakan dan berakhir tepat di sepanjang papan yang menjulang tinggi. Sapi ditempatkan
dalam dua baris kandang yang berseberangan (tail to tail) untuk memudahkan proses
pembersihan kandang. Untuk mempermudah pengelolaan, dibuatkan selokan pada
lantai kandang guna dijadikan saluran pembuangan untuk kotoran ternak. Di bawah ini
adalah informasi tentang luas kandang ternak yang ada di Kelompok Ternak Lestari 1.
23
Kandang sapi perah laktasi memiliki variasi luas dan jumlah ternak dalam satu
bangunan. Rata-rata luas kandang di Kelompok ternak Lestari 1 adalah 53,44 m2,
sesuai dengan penelitian oleh Sudono, dkk (2003). Penelitian ini menunjukkan bahwa
sapi perah memerlukan luas minimal 2,8 m2 agar ternak dapat berproduksi dengan
maksimal.
4.3. Analisis Fungsi Produksi
Dalam usaha ternak sapi perah, tujuan utamanya adalah memperoleh
keuntungan dari hasil produksi susu. Untuk meningkatkan produksi sapi perah,
peternak perlu memahami faktor-faktor yang mempengaruhinya. Beberapa faktor
produksi yang memiliki pengaruh signifikan terhadap produksi susu pada sapi perah
diantaranya adalah pakan hijauan (X1), pakan konsentrat (X2), lamanya beternak (X3),
periode laktasi (X4), dan perkandangan (X5). Analisis terhadap faktor-faktor ini dapat
menentukan seberapa besar pengaruhnya terhadap produksi susu sapi perah.
Penelitian menunjukkan bahwa pengamatan parameter fungsi produksi model
Cobb-Douglass dilakukan dengan melakukan transformasi logaritma terlebih dahulu.
Hasil analisis data kemudian dapat menunjukkan bagaimana model Cobb-Douglass
berlaku dalam hal ini. Informasi lebih detail dapat dilihat dalam Tabel 8.
24
0.304032133
R Square
4.28121 **Tingkat kepercayaan 95%
F
0.00261393**
Significance F * ***Tingkat kepercayaan 99%
Sumber: Data Primer Terolah, 2020
bobot badan antara 300-350 kg, sehingga pemberian pakan konsentrat secara
kuantitatif sudah memadai, namun masih dapat ditingkatkan secara kualitatif.
4.4.3. Variabel Lama Beternak (X3)
Berdasarkan analisis Cobb Douglas pada Tabel 9, dapat disimpulkan bahwa
variabel lama beternak tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap produksi susu,
dengan nilai t hitung menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara
responden yang memiliki pengalaman beternak di atas 10 tahun dengan mereka yang
memiliki pengalaman beternak di bawah 10 tahun dalam hal produksi susu. Meskipun
pengalaman beternak sangat penting dalam menangani berbagai masalah dalam usaha
peternakan, seperti pencegahan penyakit, pemberian pakan untuk sapi perah, dan
peningkatan produksi susu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata lama beternak adalah 15 tahun.
Usaha peternakan yang telah berlangsung lama biasanya masih terpengaruh oleh
penggunaan metode tradisional dalam beternak dan teknologi yang masih sederhana.
Namun, pandangan Mastuti dan Hidayat (2008) menyatakan bahwa semakin lama
dalam beternak, pengetahuan dan keterampilan dalam menjalankan usaha peternakan
akan semakin meningkat.
Makin dan Dwi pada tahun 2012, puncak produksi susu terjadi pada masa kedua dan
kemudian mengalami penurunan hingga laktasi kelima. Penurunan produksi susu
mungkin disebabkan oleh faktor genetik yang menurun, yang dapat dipengaruhi oleh
sistem reproduksi dan manajemen pakan yang kurang optimal, terutama dalam hal
variasi dan mutasi pakan.
4.4.5. Variabel Perkandangan (X5)
Menurut hasil analisis fungsi produksi pada Tabel 8, dapat disimpulkan bahwa
variabel perkandangan memiliki pengaruh signifikan terhadap produksi susu dengan
tingkat kepercayaan 90% (P<0,1). Nilai koefisien regresi untuk variabel perkandangan
terhadap produksi susu adalah 0,264, yang mana mengindikasikan bahwa setiap
kenaikan 1% dalam luas kandang akan menghasilkan kenaikan produksi susu sebesar
2,64%.
Menurut Pasaribu, dkk, (2015), penyelenggaraan kandang adalah faktor krusial
dalam menjaga efisiensi produksi ternak. Di Kecamatan Pekuncen, pemeliharaan sapi
perah dilakukan dengan pendekatan semi intensif yang melibatkan penempatan dalam
kandang. Hal ini dilakukan untuk memastikan kontrol mutu yang baik terhadap aspek
makanan, minuman, dan kandang, guna mempertahankan tingkat kekebalan tubuh
sapi perah dan mencapai hasil produksi yang maksimal.
28
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian fungsi produksi yang telah dilakukan oleh penulis,
dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Pemberian pakan hijauan pada usaha sapi perah di Kecamatan Pekuncen,
Kabupaten Banyumas adalah rata-rata 34,54 kg, sedangkan pakan konsentrat
yang diberikan adalah 6,60 kg. Sebagian besar beternak selama 15 tahun
dengan lama waktu laktasi rata-rata 3. Selain itu, luas kandang adalah rata-
rata 48,76 m2.
2. Pemberian pakan konsentrat pada ternak serta kondisi kandang memiliki
pengaruh tinggi terhadap produksi susu pada usaha sapi perah di Kecamatan
Pekuncen, Kabupaten Banyumas.
5.2. Saran
Untuk memperoleh hasil produksi susu yang tinggi di kecamatan Pekuncen,
kabupaten Banyumas, dapat dilakukan dengan cara meningkatkan tingkat konsumsi
pakan yang kaya nutrisi dan memaksimalkan pengelolaan serta pengaturan lingkungan
kandang, manajemen pemeliharaan yang baik, dan pemberian pakan yang optimal
pada sapi perah.