Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH HIGIENE PANGAN

(PROSES PEMERAHAN DAN PERLAKUAN


TERHADAP SUSU)

DISUSUN OLEH :

SUCI NURFITRIANI
O11112273

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah
Higine Pangan (Proses Pemerahan dan Perlakuan terhadap Susu) ini sebatas
pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai proses pemerahan serta pemberian
perlakuan setelah pemerahan terhadap susu. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa
di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami
harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana
yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya.Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Makassar, Maret 2015


Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................2
BAB I.............................................................................................................................4
PENDAHULUAN.........................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................6
1.3 Tujuan..................................................................................................................6
BAB II...........................................................................................................................7
PEMBAHASAN............................................................................................................7
2.1.1 Persiapan Pemerahan.....................................................................................7
2.1.2 Pelaksanaan Pemerahan................................................................................7
2.1.3 Penanganan Susu Pasca Produksi...............................................................14
2.2 Proses Perlakuan terhadap Susu.........................................................................15
2.2.1 Penanganan Susu Hasil Pemerahan.............................................................16
2.2.2. Pengolahan Produk Susu............................................................................17
Susu Homogen.............................................................................................................17
Krim dan Susu Skim....................................................................................................18
Susu Pasteurisasi..........................................................................................................20
Susu Steril....................................................................................................................20
Susu Bubuk..................................................................................................................20
Susu Kental..................................................................................................................21
BAB III........................................................................................................................23
PENUTUP...................................................................................................................23
3.1 Kesimpulan........................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................24

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan berkembangnya kesadaran masyarakat Indonesia akan
kebutuhan gizi dan bertambahnya tingkat pendapatan masyarakat, menyebabkan
permintaan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi meningkat.
Pemenuhan tingkat gizi tersebut diantaranya berasal dari produkproduk
peternakan. Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat
mendukung pemenuhan kebutuhan akan bahan pangan bergizi tinggi.
Pemeliharaan sapi perah beberapa tahun terakhir ini menunjukkan perkembangan
yang sangat pesat. Perkembangan ini senantiasa didorong oleh pemerintah agar
swasembada susu tercapai secepatnya. Untuk memenuhi kebutuhan susu secara
nasional, perkembangan sapi perah perlu mendapatkan pembinaan yang lebih
mantap dan terencana dari pada tahun - tahun yang sudah. Hal ini akan dapat
terlaksana apabila peternak - peternak sapi perah dan orang yang terkait dengan
pemeliharaan sapi perah bersedia melengkapi diri dengan pengetahuann tentang
pemeliharaan sapi perah. Susu yang diproduksi selama ini belum memenuhi
kebutuhan konsumsi, dikarenakan populasi sapi perah yang relatif masih sedikit,
produktivitas sapi perah yang sudah ada masih belum memuaskan karena
pemuliaannya belum dilaksanakan secara lebih terarah dan berkelanjutan serta
tingkat pengetahuan peternak sapi perah pada umumnya belum memadai dalam
pengelolaan sapi perah berproduksi tinggi. Proses pemerahan merupakan aspek
penting dalam peternakan sapi perah. Hal ini disebabkan karena susu adalah
produk utama dari sapi perah, dan jika tidak ditangani dengan baik, maka kualitas
susu yang dihasilkan tidak akan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Susu
sebagai bahan yang kaya dengan kandungan nutrisi menyebabkan mikroba akan
mudah berkembang biak pada susu, demikian juga berbagai pencemer lainnya
berupa material fisik dari lingkungan sekitar, dan juga susu sangat mudah
menyerap bau yang ada. Berdasarkan hal ini, maka dibutuhkan penangan khusus
sebelum, ketika, dan setelah proses pemerahan ternak, demikian juga susu yang

dihasilkan, harus segera ditangani dengan baik dan benar, tentu tujuan utamanya
adalah untuk menghindari kerusakan pada produk susu yang telah diperah.
Produk susu yang dihasilkan haruslah selalu dikontrol mutunya.
Populasi sapi perah di Indonesia terus meningkat dari 334.371 ekor pada
tahun 1997 menjadi 368.490 ekor pada tahun 2001 dan limbah yang dihasilkan
pun akan semakin banyak (BPS, 2001). Satu ekor sapi dengan bobot badan 400
500 kg dapat menghasilkan limbah padat dan cair sebesar 27,5-30 kg/ekor/hari.
Limbah peternakan umumnya meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu
kegiatan usaha peternakan, baik berupa limbah padat dan cairan, gas, ataupun sisa
pakan (Soehadji, 2002).
Pemeriksaan kualitas susu secara rutin merupakan prosedur standar yang
harus dilakukan agar dapat diketahui kualitas susu secara kontinyu. Analisa
keadaan dan kualitas susu meliputi berbagai uji, diantaranya uji fisik (bau, rasa,
warna, dan kekentalan), uji alkohol, pengukuran kadar protein, kadar lemak,
bahan kering, dan beberapa jenis pengujian lainnya. Intinya adalah sebagai
kontrol kualitas produk susu yang dihasilkan. Pengujian yang dilakukan tentunya
atas dasar menjaga kualitas produk yang dihasilkan. Hal ini sebagai kontrol mutu
sesuai dengan standar yang berlaku, yaitu SNI. Pemerahan ternak dapat
dilakukan dengan cara tradisional (dengan menggunakan tangan), dan dengan
cara modern (menggunakan mesin). Masing-masing cara memiliki keunggulan
tensendiri, sehingga perlu disesuaikan dengan keadaan peternakan yang dikelola.
Cara tradisional tidak membutuhkan biaya tinggi, tetapi kualitas susu perahan
yang dihasilkan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan cara
modern (Himam, 2008). Pemerahan merupakan satu kesatuan proses dari prapemerahan, saat pemerahan, dan setalah pemerahan, dan juga penangan hasil
pemerahan. Proses ini haruslah dilakukan secara sempurna dan selalu
memperhatikan semua aspek yang meliputinya. Penerapan prosedur pemerahan
yang baik dan benar diharapkan dapat meningkatkan kualitas susu yang
dihasilkan.

1.2 Rumusan Masalah


- Bagaimana proses pemeliharaan dan pemerahan susu di peternakan sapi
-

perah?
Bagaimana perlakuan terhadap susu (penyaringan susu) di peternakan sapi
perah?

1.3 Tujuan
- Untuk mengetahui proses pemeliharaan dan pemerahan susu di peternakan
-

sapi perah.
Untuk mengetahui bagaimana cara perlakuan terhadap susu (penyaringan
susu) di peternakan sapi perah

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Proses Pemerahan
Tujuan dari pemerahan adalah untuk mendapatkan jumlah susu maksimal dari
ambingnya, apabila pemerahan tidak sempurna sapi induk cenderung untuk menjadi
kering terlalu cepat dan produksi total cenderung menjadi kering terlalu cepat dan
produksi total menjadi menurun (Williamson dan Payne, 2003). Menurut Syarief dan
Sumoprastowo (2000), tujuan dari pemerahan adalah menjaga agar sapi tetap sehat
dan ambing tidak rusak karena pelaksanaan pemerahan yang kurang baik mudah
sekali menimbulkan kerusakan pada ambing dan puting karena infeksi mastitis yang
sangat merugikan hasil susu. Didalam hal pemerahan dengan tangan lebih baik
memerah dengan tangan kering daripada tangan basah, gerakan tangan harus
disempurnakan secepat mungkin, kalau tidak sapi induk menjadi a stripper dan
hanya mengeluarkan susunya dengan sangat lambat. Sapi induk yang diperah dengan
mesin dan bukan pemerahan melalui tangan (Williamson dan Payne, 2003).
2.1.1 Persiapan Pemerahan
Sapi yang akan diperah harus sudah bersih terutama ambing dan sekitarnya,
kandang dan lantai kandang juga sudah harus dibersihkan dari segala jenis kotoran
dan bau - bau yang tidak sedap (Siregar, 2005). Menurut Prihadi (2006) bahwa uji
CMT positif apabila dari sampel susu setelah ditambah dengan reagen CMT dan
digoyang - goyang hingga tercampur akan menghasilkan gel atau susu yang
menjendal, semakin kental jendalan susu yang terjadi berarti semakin banyak sel - sel
darah putih dan somatic sel terdapat dalam susu.
2.1.2 Pelaksanaan Pemerahan
Tujuan dari pemerahan adalah untuk mendapatkan jumlah susu maksimal dari
ambingnya (Williamson dan Payne, 2003). Menurut Prihadi (2006), proses
pemerahan yang baik harus menunjukkan ciri - ciri sebagai berikut : pemerahan

dilakukan dalam interval yang teratur, cepat, dikerjakan dengan kelembutan,


pemerahan dilakukan sampai tuntas, menggunakan prosedur sanitasi, efisien dalam
penggunaan tenaga kerja. Pemerahan dimulai pada kedua putting sebelah muka
bersama-sama sampai habis kering, kemudian pada kedua putting sebelah belakang
(Syarief dan Sumoprastowo, 2000). Pemerahan sapi dapat dilakukan dengan
menggunakan mesin pemerah (milking machine) atau dengan tangan (hand
milking) (Prihadi, 2006).
a) Pemerahan Menggunakan Tangan
Metode pemerahan dengan tangan terdiri dari tiga metode, yaitu
metode full hand (seluruh jari), knevelen dan strippen. Pemerahan dengan
menggunakan seluruh jari biasanya dilakukan pada sapi yang mempunyai
ambing dan puting yang panjang dan besar. Pemerahan dilakukan dengan cara
puting dipegang antara ibu jari dengan jari telunjuk pada pangkal puting
menekan dan meremas pada bagian atas, sedangkan ketiga jari yang lain
menekan dan meremas bagian tubuh puting secara berurutan, hingga air susu
memancar keluar dan dilakukan sampai air susu dalam ambing habis
(Abubakar, et. al., 2009).
Metode pemerahan

cara

strippen

adalah

metode

pemerahan

menggunakan dua jari sambil menarik puting. Cara ini sering dilakukan pada
sapi yang memiliki ukuran puting kecil, yaitu dilakukan dengan cara memijat
puting dengan ibu jari dan jari telunjuk pada pangkal puting dan diurutkan ke
arah ujung puting sampai air susu memancar keluar. Cara ini harus
menggunakan vaselin atau minyak kelapa sebagai pelicin, agar tidak terjadi
kelecetan pada puting.
Cara pemerahan knevelen adalah pemerahan dengan menggunakan
seluruh tangan. Cara ini mirip dengan cara full hand, tetapi ibu jari ditekuk
saat menekan bagian atas puting, sehingga bagian punggung ibu jari yang
menekan puting. Cara ini juga digunakan pada sapi yang memiliki ukuran
puting kecil. Semua cara pemerahan dengan tangan, pembersihan dan
disinfektan dilakukan pada masing-masing puting ketika proses pemerahan

telah selesai, hal ini untuk mencegah infeksi dan radang ambing (mastitis)
(Abubakar et. al., 2009).
(A) WHOLE HAND

Gambar 1. Metode pemerahan (A) Whole hand, (B) Strippen dan (C) Knevelen
(Syarief dan Sumoprastowo, 1990).

(B) STRIPPEN

(C) KNEVELEN

b) Pemerahan Menggunakan Mesin

Metode pemerahan dengan mesin perah modern dewasa ini menggunakan


cara mekanisasi, artinya pemerahan memakai mesin sebagai pengganti tangan.
Dalam peternakan sapi perah, mesin perah dibedakan menjadi 3 yaitu sistem
ember (bucket system), sistem pipa (pipe line system) dan sistem bangsal
pemerahan (milking parlor system) (Himam, 2008).
1) Sistem ember adalah salah satu sistem pemerahan yang menggunakan mesin
sebagai pengganti tangan yang dapat dipindah-pindah dari tempat satu ke
tempat lain (mobile). Sistem ini cocok digunakan untuk peternakan kecil.
Susu hasil perahan dari sistem ini ditampung di ember yang terdapat di setiap
mesin. Setelah itu, susu hasil perahan setiap ekor sapi ditakar terlebih dahulu,
kemudian dituang di tangki pendingin. Pemerahan dengan sistem ini dapat
diterapkan di Indonesia pada peternak sapi perah yang jumlah sapi induk
kurang dari 10 ekor atau pada peternak sapi perah rakyat yang kandangnya
berkelompok. Pemerahan dengan sistem ember ini perlu dirintis di Indonesia
dengan harapan dapat menekan kandungan mikroba dalam susu.
2) Sistem Pipa (Pipe line system), pada sistem ini pemerahan langsung juga
berada di dalam kandang dimana sapi yang yang akan diperah tetap terikat
ditempatnya. Mesin perah dipindah dari sapi satu ke sapi berikutnya. Sedang
susu hasil pemerahan langsung dialirkan ke dalam tangki pendingin melalui
pipa tanpa berhubungan dengan udara luar. Sistem pemerahan dengan cara ini
dilakukan pada peternakan sapi perah skala besar dengan kapasitas ratusan
hingga ribuan ekor sapi.
3) Sistem bangsal pemerahan (milking parlor system) berlangsung di suatu
bangsal atau ruang khusus yang disiapkan untuk pemerahan. Di bangsal ini
ditempatkan beberapa mesin perah. Setiap satu mesin melayani seekor sapi.
Sasu hasil pemerahan langsung ditampung di tangki pendingin (cooling unit)
sesudah melalui tabung pengukur produksi yang terdapat pada setiap mesin.
Sapi yang akan diperah digiring ke bangsal pemerah melalui suatu ternpat
(holding area) yang luasnya terbatas dan sapi berdesakan. Di holding area sapi
dibersihkan dengan sprayer dari segala arah, selanjutnya sapi satu per satu

masuk bangsal (milking parlor). Sistem ini biasanya digunakan oleh


peternakan dengan industri.
Pemerahan menggunakan mesin masih sangat jarang digunakan di Indonesia
karena peternakan sapi perah umumnya dalam skala kecil. Cara kerja pemerahan
menggunakan mesin perah hampir sama dengan pemerahan menggunakan tangan,
hanya bedanya adalah pemerahan dilakukan dengan mesin. Sebelum pemerahan,
ambing dibersihkan dan dirangsang terlebih dahulu menggunakan rabaan tangan,
kemudian diperiksa pancaran pertama air susu dari masing-masing puting. Apabila
ada penggumpalan, bernanah, berdarah dan kelainan yang lain, menandakan puting
ataupun ambing dalam keadaan tidak sehat. Sebaiknya tidak dilakukan pemerahan
dengan menggunakan mesin (Abubakar et. al., 2009).
Setalah ambing dipersiapkan (dibersihkan, dirangsang dan diperiksa),
kemudian mesin perah dipasangkan pada masing-masing puting lalu mesin di
jalankan (dionkan). Pemerahan berjalan dan susu yang dihasilkan ditampung
didalam ember ataupun tangki penampungan. Lamanya pemerahan untuk setiap
individu sapi kurang lebih selama delapan menit. Hal ini tergantung pada banyaknya
produksi susu yang dihasilkan dan kemampuan mesin perah. Apabila corong mesin
perah pada puting lepas, maka harus segera dipasang kembali, dan apabila aliran susu
mulai sedikit atau habis, maka segera corong puting harus segera dilepaskan.
Penuntasan sisa pemerahan dilakukan dengan menggunakan tangan. Pembersihan dan
disinfektan dilakukan pada masing-masing puting ketika proses pemerahan telah
selesai, hal ini untuk mencegah infeksi dan radang ambing (mastitis) (Abubakar et.
al., 2009).
Beberapa Hal Penting dalam Pemerahan
A) Pra-pemerahan
Alat-alat yang diperlukan untuk pemerahan susu harus disiapkan terlebih dahulu,
yaitu ember yang bermulut sempit untuk penampung susu, milk can, saringan dan alat
uji mastitis, dipersiapkan dalam keadaan kering dan bersih. Alat-alat sebelumnya
dicuci menggunakan air bersih bila perlu menggunakan deterjen dan dibilas dengan
air panas (60-70oC) untuk membunuh mikroba dan melarutkan lemak susu yang

menempel pada alat-alat, selanjutnya alat-alat dikeringkan. Peralatan yang tidak


bersih dapat mengakibatkan susu mengandung banyak mikroba. (Usmiati dan
Abubakar, 2009).
Ambing sapi dan daerah lipatan paha sapi terlebih dahulu dibersihkan dengan
kain bersih yang telah dibasahi air bersih hangat. Pemerahan menggunakan tangan,
maka untuk menghindari ekor sapi mengotori susu, ekor sapi diikat, dan rambut
daerah lipatan paha sapi perah diguntung untuk menghindari jatuhnya rambut ke
dalam susu sehingga menjamin kebersihan susu. Menurut Prihadi (1996) bahwa uji
CMT positif apabila dari sampel susu setelah ditambah dengan reagen CMT dan
digoyang - goyang hingga tercampur akan menghasilkan gel atau susu yang
menjendal, semakin kental jendalan susu yang terjadi berarti semakin banyak sel - sel
darah putih dan somatic sel terdapat dalam susu.
Susu merupakan bahan yang mudah terkontaminasi oleh mikroba dari
lingkungan, dan juga susu mudah menyerap bau-bauan yang berasal dari lingkungan
sekitar. Oleh karena itu, sebelum dilakukan pemerahan, perlu dilakukan pembersihan
kandang dan lingkungan sekitar sapi agar kontaminasi dapat diminimalisir. Proses
pemerahan menggunakan mesin, maka perlu memperhatikan kebersihan mesin
pemerah. Pembersihan dilakukan sebelum dan setalah pemerahan, sesuai dengan
petunjuk teknis dari produsen mesin pemerahan.
B) Saat Pemerahan
Pada saat pemerahan bagi pelaksana, maka perlu mempersiapkan kondisi fisik
yang sehat, sudah mencuci tangan dan menggunakan pakaian pemerahan yang bersih,
dan sebaiknya menggunakan topi. Perlu juga diperhatikan kuku jari tangan, agar
dipotong pendek untuk menghindari luka pada puting selama proses pemerahan.
Selama proses pemerahan, maka pemerah dilarang merokok, bersiul, makan makanan
ringan, dan bersenda gurau, ataupun mengeluarkan suara bising yang dapat
menggangu ketenganan sapi (Abubakar, et. al., 2009).
Selang waktu pemerahan harus diatur agar selalu konstan. Umumnya pemerahan
dilakukan sebanyak dua kali sehari, yakni pada pagi dan sore hari. Namun, jika
produksi susu yang dihasilkan lebih dari 25 liter/hari, pemerahan sebaiknya dilakukan

tiga kali sehari, yakni pagi, siang dan sore hari. Selang pemerahan dapat menentukan
jumlah susu yang dihasilkan. Jika jaraknya sama, yakni 12 jam, maka jumlah susu
yang dihasilkan pada pagi dan sore hari akan sama. Namun, apabila jarak pemerahan
tidak sama, maka jumlah susu yang dihasilkan pada sore hari akan lebih sedikit
daripada susu yang dihasilkan pada pagi hari.
C) Setelah Pemerahan
Setelah pemerahan, ternak sapi yang telah diperah harus segera diolesi larutan
iodin pada masing-masing putingnya. Hal ini untuk menghindari infeksi mikroba
yang dapat menyebabkan radang pada ambing. Puting yang baru selesai diperah
belum menutup secara sempurna, sehingga memudahkan masuknya mikroba dari
lingkungan. Segera setelah proses pemerahan selesai, semua peralatan yang
digunakan harus dicuci hingga bersih. Pencucian dengan cara menggunakan deterjen,
kemudian dibilas dengan air dingin, dan terakhir dibilas dengan air panas. Kemudian
peralatan disimpan kembali di tempat yang bersih (Abubakar, et. al., 2009).
2.1.3 Penanganan Susu Pasca Produksi
Susu segar yang dihasilkan harus segera ditangani dengan cepat dan benar.
Hal ini disebabkan sifat susu yang sangat mudah rusak dan mudah terkontaminasi.
Penanganan susu pasca produksi dapat dilakukan dengan cara pasteurisasi sehingga
susu

tetap

terjaga

kebersihannya

(Sudono,

2004).

Menurut

Syarief

dan

Sumoprastowo (2000) setelah susu diperah kemudian dibawa ke kamar susu,


penanganan susu yang dilakukan adalah penyaringan, pendinginan dan pemanasan.
Penyaringan susu bertujuan untuk mendapatkan susu yang terbebas dari kotoran.
Selain penyaringan dan pendinginan, pengujian kualitas susu juga dilakukan karena
merupakan hal yang penting untuk mengetahui kualitas susu yang dihasilkan (Siregar,
2005).
Produk susu yang dihasilkan juga harus segera ditangani dengan benar. Hal ini
disebabkan susu adalah produk yang mudah rusak dan terkontaminasi. Menurut Saleh
(2004), cara penanganan air susu sesudah pemerahan adalah sebagai berikut:

1. Air susu hasil pemerahan harus segera dikeluarkan dari kandang untuk
menjaga jangan sampai susu tersebut berbau sapi atau kandang. Keadaan
ini penting terutama jika keadaan ventilasi kandang tidak baik.
2. Air susu tersebut disaring dengan saringan yang terbuat dari kapas atau
kain putih dan bersih, susu tersebut disaring langsung dalam milk can.
Segera setelah selesai penyaringan milk can tersebut ditutup rapat. Kain
penyaring harus dicuci bersih dan digodok kemudian dijemur. Bila kain
penyaring tersebut hendak dipakai kembali sebaiknya disetrika terlebih
dahulu.
3. Tanpa menghiraukan banyaknya kuman yang telah ada, air susu perlu
didinginkan secepat mungkin sesudah pemerahan dan penyaringan
sekurang-kurangnya pada suhu 47oC selama 2 atau 3 jam. Hal ini
dilakukan untuk mencegah berkembangnya kuman yang terdapat didalam
air susu. Bila tidak mempunyai alat pendingin maka pendinginan tersebut
dilakukan dengan menggunakan balok es, dalam hal ini milk can yang
telah berisi susu dimasukkan kedalam bak yang berisi es balok dan ditutup
rapat.
2.2 Proses Perlakuan terhadap Susu
Penanganan susu segar sangat diperlukan untuk memperlambat penurunan
kualitas susu atau memperpanjang massa simpan susu. Didalam penanganan air susu
dituntut keterampilan dalam hal:
a. Penanganan kandang dan kamar air susu
Jangan biarkan air susu terlalu lama di daerah kandang pemerahan, dan jangan
simpan air susu pada ruang/kamar air susu yang berbau atau baru dicat.
b. Pengaturan ransum sapi yang sedang laktasi
Hendaknya makan yang diberikan kepada sapi sedang berlaktasi jangan
berbau, oleh karena bau dari makanan akan diserap air susu melalui peredaran
darah.
c. Teknis pemerahan

Baik tukang perah maupun alat-alat perah misalnya ember, bus, saringan
hendaknya bebas dari kuman. Untuk alat-alat perah dicuci dengan
desinfektan, kemudian dibilas dengan air sebersih mungkin dan dijemur.
Perlakuan terhadap ambing mendapat perhatian khusus. Ambing berfungsi
sebagai mesin memproduksi air susu. Bila terjadi kelainan maka produksi
dapat terganggu.
d. Pasca panen
Yang diartikan pasca panen ialah perawatan/penanganan air susu setelah
diperah hingga air susu dikonsumsi oleh konsumen. Hal ini meliputi
processing, storage, pachage, transportasi dan pemasaran. Setiap fase
penanganan diatas dengan mudah mengalami penurunan mutu dan jumlah.
2.2.1 Penanganan Susu Hasil Pemerahan
Cara penanganan air susu sesudah pemerahan adalah sebagai berikut:
1. Air susu hasil pemerahan harus segera dikeluarkan dari kandang untuk
menjaga jangan sampai susu tersebut berbau sapi atau kandang. Keadaan ini
penting terutama jika keadaan ventilasi kandang tidak baik.
2. Air susu tersebut disaring dengan saringan yang terbuat dari kapas atau kain
putih dan bersih, susu tersebut disaring langsung dalam milk can. Segera
setalah selesai penyaringan milk can tersebut ditutup rapat. Kain penyaring
harus dicuci bersih dan digodok kemudian dijemur. Bila kain penyaring
tersebut hendak dipakai kembali sebaiknya disetrika terlebih dahulu.
3. Tanpa menghiraukan banyaknya kuman yang telah ada, air susu perlu
didinginkan secepat mungkin sesudah pemerahan dan penyaringan sekurangkurangnya pada suhu 4oC7oC selama 2 atau 3 jam. Hal ini dilakukan untuk
mencegah berkembangnya kuman yang terdapat didalam air susu.bila tidak
mempunyai alat pendingin maka pendinginan tersebut dilakukan dengan
menggunakan balok es, dalam hal ini milk can yang telah berisi susu
dimasukkan kedalam bak yang berisi es balok dan ditutup rapat. Jika

peternakan tidak mempunyai alat pendingin, susu harus dibawa ke cooling


unit atau KUD yang mempunyai alat pendingin dalam waktu tidak lebih dari
2,5 jam sesudah pemerahan. Bila tidak dapat ditempuh dalam waktu 2,5 jam
maka dianjurkan menambahkan H2O2 (Hidrogen Peroksida) dengan
kepekatan 35% sebanyak 2 cc untuk setiap liter air susu. Dengan perlakuan
demikian air susu dapat tahan selama 24 jam di daerah tropis.
Tanpa perlakuan penanganan, susu tidak dapat disimpan lebih dari 12 jam.
Berdasarkan uji reduktase, penambahan H2O2 0,06%, air susu dapat disimpan selama
48 jam, sedangkan berdasarkan uji alkohol, susu dapat disimpan selama 24 jam. Susu
masak dan susu kukus dapat disimpan selama 24 jam berdasarkan uji reduktase dan
12 jam berdasarkan uji alkohol (Ernawati, et al., 2006).
Ernawati (2001) menyatakan hasil penelitiannya tentang pengaruh tata laksanan
pemerahan terhadap kualitas susu kambing, sebagai berikut: Tata laksana pemerahan
yang baik akan menghasilkan susu dengan jumlah mikroorganisme yang lebih sedikit
(3,86%) dibandingkan dengan tata laksana yang kurang baik. Selain itu dikatakan
bahwa tata laksana pemerahan tidak berpengaruh terhadap komposisi, keasaman dan
pH susu kambing.
2.2.2. Pengolahan Produk Susu
Susu Homogen
Susu homogen adalah susu yang telah mengalami homogenisasi. Proses
homogenisasi bertujuan untuk menyeragamkan besarnya globula-globula lemak susu.
Apabila setelah proses homogenisasi dilakukan penyimpanan pada suhu 10-15 C
selama 48 jam tidak akan terjadi pemisahan krim pada susu. Didalam susu yang
belum dihomogenisasi, globula-globula lemak ini besarnya tidak seragam yaitu antara
2-10 mikrometer. Alat untuk menyeragamkan globula-globula lemak tersebut disebut
homogenizer. Ketidakhomogenan didalam pembuatan produk-produk olahan susu
tertentu, salah satu misalnya es krim, karena hasilnya tidak akan terasa halus, tetapi
kerugian susu homogen adalah mudah mengalami creaming yaitu memisahnya kepala

susu (krim) dibagian atas terpisah dari serum yang terletak dibagian bawah.
Homogenisasi dapat meningkatkan viscositas (viscosity) + 10 %.
Tahapan proses homogenisasi dapat dilakukan dengan :
1. Single stage homogenization, digunakan untuk homogenisasi:
- Produk dengan kandungan lemak rendah
- Produk yang memerlukan homogenisasi berat (heavy)
- Produk yang memerlukan viscositas tinggi
2. Two stage homogenization, digunakan untuk:
- Produk dengan kandungan lemak tinggi
- Produk dengan kandungan bahan kering (konsentrasi susu) tinggi
- Produk dengan viscositas rendah.
Krim dan Susu Skim
Krim adalah bagian susu yang banyak mengandung lemak yang timbul ke
bagian atas dari susu pada waktu didiamkan atau dipisahkan dengan alat pemisah.
Ada pula yang menyebutnya kepala susu. Susu skim adalah bagian susu yang
banyak mengandung protein, sering disebut serum susu. Susu skim mengandung
semua zat makanan dari susu kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam
lemak. Krim dan susu skim dapat dipisahkan dengan alat yang disebut separator. Alat
ini bekerja berdasarkan gaya sentrifuge. Pemisahan krim dan susu skim dapat terjadi
karena kedua bahan tersebut mempunyai berat jenis yang berbeda. Krim mempunyai
berat jenis yang rendah karena banyak mengandung lemak. Susu skim mempunyai
berat jenis yang tinggi karena banyak mengandung protein, sehingga dalam
sentrifugasi akan berada dibagian dalam.
Susu skim dapat digunakan oleh orang yang menginginkan nilai kalori rendah di
dalam makanannya, karena susu skim hanya mengandung 55% dari seluruh energi
susu, dan susu skim juga digunakan dalam pembuatan keju dengan lemak rendah dan
yoghurt. Susu skim seharusnya tidak digunakan untuk makanan bayi tanpa adanya

pengawasan gizi karena tidak adanya lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam
lemak.
Ada enam macam krim, yaitu:
a. Half and half cream
Yaitu yang hanya mengandung lemak 10,5-16%. Krim ini biasanya diperoleh
dari mencampur krim yang kandungan lemaknya tinggi dengan susu segar
sehingga tercapai kadar lemak tersebut diatas.
b. Light cream
Yaitu krim yang mempunyai kadar lemak 18-22%. Biasanya telah mengalami
homogenisasi.
c. Light whipping cream
Yaitu krim yang mempunyai kandungan lemak 30-34%. Krim ini tidak
dihomogenisasi sebab perlakuan homogeniasi akan menyebabkan krim
mempunyai daya mengembang yang kecil.
d. Heavy whipping cream
Yaitu krim yang mempunyai kandungan lemak lebih besar dari pada 34%.
Krim ini juga tidak dihomogenisasi.
e. Sour cream (krim asam)
Yaitu krim yang kadar lemaknya tidak kurang daripada 18%. Yang diperam
dengan bakteri asam laktat. Krim dipasteurisasi.
f. Whips
Yaitu krim pasteurisasi yang mengandung gula. Bahan-bahan pemberi cita
rasa dan zat penstabil.
Susu Pasteurisasi
Produk olahan ini adalah susu yang telah mengalami proses pasteurisasi.
Proses pasteurisasi termasuk proses pemanasan yang dapat didefenisikan sebagai
berikut: pasteurisasi adalah proses pemanasan setiap komponen (partikel) dalam susu
pada suhu 62oC selama 30 menit, atau pemanasan pada suhu 72 oC selama 15 detik,
yang segera diikuti dengan proses pendinginan.

Ada 2 macam cara pasteurisasi yaitu:


1. Pasteurisasi lama (LTLT= Low Temperature Long Time) dengan suhu 62oC65oC selama 30 menit
2. Pasteurisasi sekejap (HTST= High Temperature Short Time) dengan suhu 85oC
95oC selama 1-2 menit
Susu Steril
Susu steril yang banyak dijual orang adalah susu ultra. Proses sterilisasi juga
termasuk pemanasan. Apabila pasteurisasi hanya bertujuan membunuh bakteri-bakteri
pathogen maka sterilisasi bertujuan untuk membunuh semua bakteri baik pathogen
maupun non pathogen. Suhu yang digunakan lebih tinggi dari suhu pasteurisasi yaitu
sekitar 104-140oC. dengan yang sangat pendek kurang lebih 1-4 detik saja. Alat yang
digunakan untuk sterilisasi misalnya otoklav (kapasitas kecil) dan retrot (kapasitas
besar).
Metode yang digunakan dalam proses sterilisasi ada 3 yaitu:
1. One stage (autoclave) dengan suhu 110-120oC selama 10-40 menit
2. Two stage (UHT) dengan suhu 135-155oC selama 2-5 detik
3. Continuous sterilisasi, yaitu dengan melakukan kedua metoda diatas.
Susu Bubuk
Prinsip pembuatan susu bubuk adalah menguapkan sebanyak mungkin
kandungan air susu dengan cara pemanasan (pengeringan). Tahap-tahap pembuatan
susu bubuk adalah perlakuan pendahuluan, pemanasan pendahuluan, pengeringan dan
pengepakan. Pada perlakuan pendahuluan yang harus dikerjakan adalah penyaringan,
separasi dan standarisasi. Penyaringan bertujuan memisahkan benda-benda asing
misalnya debu, pasir, bulu, dan sebagainya yang terdapat dalam susu. Separasi
bertujuan untuk memisahkan krim dan susu skim. Terutama dikerjakan apabila ingin
dibuat bubuk krim atau bubuk skim.

Tujuan pemanasan pendahuluan adalah

menguapkan sebagian air yang terkandung oleh susu, sampai mencapai kadar kurang
lebih 45-50% saja. Alat yang digunakan untuk pemanasan pendahuluan adalah
evaporator. Untuk memanaskan digunakan udara yang bersuhu antara 65-177oC
tergantung jenis produk yang dibuat. Standarisasi adalah membuat susu menjadi
sama komposisinya. Hasil susu dari peternak yang berbeda komposisinya dicampur
sampai homogen yaitu dengan cara mengaduk ataupun dengan menuang susu dari
wadah yang satu ke wadah yang lainnya.
Ada dua macam (tipe) alat yang digunakan dalam pengeringan yaitu:
1. silindris (drum dryer)
2. semprotan
Macam-macam susu bubuk:
1. Susu penuh yaitu susu bubuk yang dibuat dari susu segar yang tidak mengalami
separasi
- Kadar lemaknya 26%
- Kadar airnya 5%
2. Bubuk susu skim yaitu susu bubuk yang dibuat dari susu skim. Susu ini banyak
mengandung protein, kadar airnya 5%
3. Bubuk krim atau bubuk susu mentega. Dibuat dari krim yang mengandung
banyak lemak.
4. Bubuk whey, bubuk susu coklat, bubuk susu instant dan lain-lain.
Susu Kental
Susu kental diperoleh dengan cara mengurangi (menguapkan) kandungan air susu
sampai kandungan airnya tinggi sekitar 40%. Dengan kadar air yang rendah ini susu
dapat tahan disimpan lama dalam keadaan baik. Apabila akan diminum, susu kental
harus diencerkan lagi dengan air panas atau air hangat.
Beberapa contoh jenis susu kental adalah: susu kental tidak manis, susu kental manis,
susu skim kental dan krim kental. Beda susu kental manis dengan susu kental tidak
manis adalah penambahan gula sehingga terasa manis.

Tahapan pembuatan susu kental:


Penyaringan (klarifikasi)
Standarisasi (I)
Pemanasan untuk mengurangi kadar air susu sampai kadar tententu

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Proses pemerahan merupakan salah satu titik kritis dalam industri peternakan
sapi perah, maka sangat diperlukan pengetahuan yang baik dan benar tentang
prosedur pengelolaan pemerahan. Termasuk didalamnya adalah persiapan pemerahan,
saat pemerahan dan penanganan hasil serta peralatan setelah pemerahan. Hal ini
untuk mencapai mutu produk susu yang sesuai dengan standar yang berlaku (SNI).
Tujuan dari pemerahan adalah untuk mendapatkan jumlah susu maksimal dari
ambingnya, apabila pemerahan tidak sempurna sapi induk cenderung untuk menjadi
kering terlalu cepat dan produksi total cenderung menjadi kering terlalu cepat dan
produksi total menjadi menurun. Pemerahan sapi dapat dilakukan dengan
menggunakan mesin pemerah (milking machine) atau dengan tangan (hand
milking). Produk susu yang dihasilkan juga harus segera ditangani dengan benar.
Hal ini disebabkan susu adalah produk yang mudah rusak dan terkontaminasi.
Menurut Saleh (2004), cara penanganan air susu sesudah pemerahan adalah sebagai
berikut: Air susu hasil pemerahan harus segera dikeluarkan dari kandang untuk
menjaga jangan sampai susu tersebut berbau sapi atau kandang. Keadaan ini penting
terutama jika keadaan ventilasi kandang tidak baik; Air susu tersebut disaring dengan
saringan yang terbuat dari kapas atau kain putih dan bersih, susu tersebut disaring
langsung dalam milk can. Segera setelah selesai penyaringan milk can tersebut
ditutup rapat. Kain penyaring harus dicuci bersih dan digodok kemudian dijemur.
Bila kain penyaring tersebut hendak dipakai kembali sebaiknya disetrika terlebih
dahulu; Tanpa menghiraukan banyaknya kuman yang telah ada, air susu perlu
didinginkan secepat mungkin sesudah pemerahan dan penyaringan sekurangkurangnya pada suhu 47oC selama 2 atau 3 jam. Hal ini dilakukan untuk mencegah
berkembangnya kuman yang terdapat didalam air susu. Bila tidak mempunyai alat
pendingin maka pendinginan tersebut dilakukan dengan menggunakan balok es,
dalam hal ini milk can yang telah berisi susu dimasukkan kedalam bak yang berisi es
balok dan ditutup rapat.

DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, C. Sunarko, B. Sutrasno, Siwi S., A. Kumalajati, H. Supriadi, A. Marsudi
dan Budiningsih. 2009. Petunjuk Pemeliharaan Bibit Sapi Perah. Departemen
Pertanian. Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah, Baturraden.
Balai Pusat Statistik, 2001. Buku Statistik Peternakan Departemen Pertanian.
Jakarta.
Bishop, Paul L. 2000. Pollution Prevention : Fundamentals and Practice,
McGraw-Hill.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2008. Perlu Ditingkatkan Pemenfaatan Biogas
Dari Kotoran Ternak. Tabloid Sinar Tani, Edisi 4 10 Junu 2008, hal 18, PT.
Yudhagama Corp. Jakarta.
Hadiyarto, A. 2004. Pencegahan Pencemaran Lingkungan. Jurnal Ilmu Lingkungan
Universitas Diponegoro Vol 2: 7-11.
Hadi, Sudharto. P. 2005. Bahan Kuliah Metodologi Penelitian Sosial: Kuantitatif,
Kualitatif dan Kaji Tindak. Program Magister Ilmu Lingkungan UNDIP.
Semarang.
Himam, S. 2008. Alat Pemerahan Susu (Milking Machine). Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya, Malang
Imam, SM dan Rachman. 2002. Peternakan Ayam Tanpa Limbah. Majalah Poultry
Indonesia. Jakarta.
Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Ghalia indonesia. Bogor.
National Research Council(NCR). 1978. Nutrient Requirement of dairy Cattle. 6 th
Ricki, M.M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Graha Ilmu, Yogyakarta.
.
Prihadi, S. 2006. Tatalaksana dan Produksi Ternak Perah. Universitas
Wangsamangg ala, Yogyakarta.
Rahayu, I.D. 2003. Mastitis Pada Sapi Perah. Fakultas Pertanian Peternaka
Universitas Muhammadiyah Malang.
Saleh, E. 2004. Teknologi Pengolahan Susu Dan Hasil Ikutan Ternak. Fakultas
Peternakan Universitas Sumatera Utara. SNI 01-3141-1998. 1998. Susu Segar.

Badan Standarisasi Nasional. SNI 01-2782-1998. 1998. Metoda pengujian susu


segar. Badan Standarisasi Nasional.
Siregar, S. 2005. Sapi Perah, Jenis, Teknik Pemeliharaan dan Analisis Usaha. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Siregar , S. B. 2000. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta
Sudono, A. dan T. Sutardi. 2004. Pedoman Beternak Sapi Perah. Direktorat Jendral
Peternakan, Jakarta.
Syarief, M. Z dan C. D. A. Sumoprastowo. 2000. Ternak Perah. C.V. Yasaguna,
Jakarta.
Soehadji, 2002. Kebijaksanaan Pemerintah dalam Pengembangan Industri Peternakan
dan Penanganan Limbah Petemakan. Makalah Seminar. Direktorat Jenderal
Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta
Usmiati, S. dan Abubakar, 2009. Teknologi Pengolahan Susu. Balai Besar Penelitan
dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.
Williamson, G. dan W. J. A. Payne. 2003. An Introduction To Animal Husbandary in
The Tropic. Longman Group Limited, London.(Diterjemahkan : S.G.N. Dwija
Darmadja).
Wagini, Karyono dan Qomarul Huda. 2000. Studi Fisis Daur Ulang Limbah Industri
Peternakan Sapi Dengan Simulasi Pengenceran. Pusat Penelitian Lingkungan
Hidup, Universitas Gadjah mada, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai