Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

Pengukuran Suhu Secara Subjektif dan Objektif Terhadap Susu Yang Disimpan
di Suhu Ruang

Disusun Oleh :

KELOMPOK 2

Abdullah Hammam H0521001

Deni Ardiansyah H0521028

Faisa Chairunnisa H0521048

Farhan Ali Nursidik H0521052

Muhammad Ruhul Ghozi H0521090

Rio Ridwan Maulana H0521106

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARRA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Pengukuran Mutu Secara
Subjektif dan Objektif Terhadap Susu Yang Disimpan di Suhu Ruang”.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut
andil dalam penyusunan makalah ini sehingga makalah ini dapat selesai tepat waktu.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
yang kami miliki, untuk itu kami berterima kasih kepada semua pihak yang bersedia
memberikan kritik dan saran agar kami dapat memperbaiki penyusunan makalah ini.

Akhirnya kami mengharapkan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat


bagi pembaca.

Surakarta, 24 Februari 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persediaan dan permintaan susu di Indonesia terjadi kesenjangan yang
cukup besar, kebutuhan atau permintaan jauh lebih besar dari pada ketersediaan
susu yang ada. Kebutuhan susu olahan di Indonesia sebesar 5 kg/kapita/tahun,
tetapi baru terpenuhi dari dalam negeri sekitar 32%, sisanya 68% harus diimpor
dari luar negeri. Hal ini disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk dan
masyarakat. Persediaan dan permintaan susu di Indonesia terjadi kesenjangan
yang cukup besar, kebutuhan atau permintaan jauh lebih besar dari pada
ketersediaan susu yang ada. Kebutuhan susu olahan di Indonesia sebesar 5
kg/kapita/tahun, tetapi baru terpenuhi dari dalam negeri sekitar 32%, sisanya 68%
harus diimpor dari luar negeri. Kualitas susu merupakan faktor yang sangat
penting dalam upaya penyediaan susu sehat untuk konsumen dan dapat
menentukan kualitas produksi dalam pengolahannya. Oleh karena itu untuk
menjamin konsumen mendapatkan susu berkualitas baik, maka diperlukan suatu
peraturan yang mengatur syarat-syarat, tata cara pengawasan dan pemeriksaan
kualitas susu produksi dalam negeri.
Produk minuman susu sebagai salah satu sumber makanan bergizi sering
berpotensi menyebabkan keracunan (Suwito, 2010). Keracunan yang ditimbulkan
tersebut sebagai akibat adanya kontaminasi dan penanganan kurang tepat selama
proses pengolahan sehingga susu mengalami kerusakan dan tidak layak untuk
dikonsumsi. Beberapa kasus keracunan yang disebabkan oleh konsumsi minuman
susu terjadi di beberapa daerah di Indonesia, yakni pada bulan September 2004
pada 72 siswa Sekolah Dasar di Tulung Agung Jawa Timur, pada tanggal 2 Juni
2009 pada 10 siswa Sekolah Dasar di Cipayung Jakarta Timur, dan 293 siswa
Sekolah Dasar di Kecamatan Sindangkarta, Kabupaten Bandung.
Hasil analisis Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM)
menyimpulkan bahwa penyebabnya adalah Eschericia coli dan Staphylococcus
aureus (Suwito, 2010). Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan bakteri
patogen penyebab sebagian besar infeksi pada manusia, mulai dari infeksi kulit
yang sangat sederhana sampai mampu menginfeksi sistem kekebalan tubuh. Toxic
shock syndrome toxin-1 (TSST-1) merupakan satu dari beberapa toksin yang
dihasilkan oleh S. aureus. Toksin TSST-1 mampu mengakibatkan penyakit
multiorgan pada manusia yang disebut toxic shock syndrome (TSS). Toksin
TSST-1 disandikan oleh gen tst (toxic shock toxin) (See dan Chow, 1989). Gen tst
tersebut berlokasi pada kromosom bakteri dalam pola unsur genetik 15-19 kb
pathogenicity islands (SaPIs) (Ruzin et al., 2001).
Staphylococcus aureus merupakan bakteri utama yang ditemukan dalam
susu sapi dan susu kambing. Bakteri tersebut dapat menginfeksi hewan maupun
manusia dan dapat menimbulkan penyakit-penyakit yang berspektrum luas dan
dapat menyebahkan kematian. Tertelannya TSST-1 melalui makanan oleh
manusia merupakan penyebab terjadinya keracunan. Menurut hasil riset Yarwood
et al. (2002), diprediksi selain enterotoksin ditemukan juga TSST-1 dalam
aktivitas biologi dan beberapa kasus keracunan makanan. Hal serupa juga pernah
disampaikan oleh Orwin et al. (2001), bahwa TSST-1 yang dihasilkan oleh S.
aureus merupakan penyebab utama keracunan makanan, karena banyaknya
kemiripan aktivitas biologi antara TSST-1 dengan staphylococcal enterotoksin.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pengukuran mutu secara subjektif dan objektif ?
2. Bagaimana penilaian susu secara subjektif dan objektif ?
3. Bagaimana cara penanganan susu yang baik ?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengukuran mutu secara subjektif dan objektif
2. Mengetahui penilaian susu secara subjektif dan objektif
3. Mengetahui cara penanganan susu yang baik
BAB II
PEMBAHASAN

A. Susu
Susu adalah cairan berwarna putih yang disekresikan oleh kelenjar
mammae (ambing) pada binatang mamalia betina, untuk bahan makanan dan
sumber gizi bagi anakya. Sebagian besar susu yang dikonsumsi manusia berasal
dari sapi, yang biasa disebut susu sapi. Di dalam susu, terdapat zat gizi karbohidrat
berupa laktosa. Karena sifat gulanya yang tidak terlalu manis, gula laktosa susu
tidak terlalu merusak gigi. Zat gizi lain yang dikandung oleh susu adalah lemak,
sumber vitamin larut lemak seperti vitamin A, vitamin E, dan vitamin D. Susu
juga menjadi sumber asam lemak esensial dan hormon. Susu adalah sumber
kalsium dan fosfor yang sangat baik, yang penting untuk pertumbuhan tulang dan
gigi. Mineral seperti magnesium, zat besi, kalium, yodium, natrium, selenium, dan
zinc terkandung dalam susu.
Susu merupakan bahan pangan asal hewan yang tidak tahan lama disimpan
dan mudah rusak (pershable food) serta merupakan bahan pangan berpotensial
mengandung bahaya (potentially hazardous food). Kerusakan air susu teriadi
apabila telah disimpan dalam kurun waktu yang melebihi batas. Kerusakan susu
dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut, pertumbuhan dan aktifitas
bakteri, aktifitas enzim, pemanasan atau pendinginan, parasit, serangga, tikus,
sinar, udara dan lama penyimpanan, serta faktor-faktor yang mempengaruhi
pencemaran bakteri dalam susu misalnya faktor penyakit dan faktor perlakuan
seperti: alat yang digunakan tidak steril dan pemberian pakan yang kurang bersih.
Susu segar menurut Standar Nasional Indonesia (2011) adalah cairan yang
berasal dari ambing sehat dan bersih yang diperoleh dengan cara pemerahan yang
benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun
dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa
mempengaruhi kemurniannya. Susu sapi memiliki kandungan gizi yang lengkap
sehingga sangat menunjang untuk pertumbuhan, kecerdasan dan daya tahan tubuh
bagi bayi, bagi orang dewasa dan yang berusia lanjut karena kandungan zat
gizinya dapat diserap sempurna oleh tubuh.
B. Pengukuran Mutu Secara Subjektif dan Objektif
Susu adalah bahan pangan yang mengandung zat-zat nutrisi yang utama
untuk kehidupan manusia, antara lain protein, lemak, karbohidrat, mineral,
vitamin dan factor-faktor pertumbuhan. Susu mempunyai sifat lebih mudah rusak
dibandingkan dengan hasil ternak lainnya sehingga penanganan susu harus tepat
dan cepat. Selain itu susu merupakan medium untuk beberapa mikroorganisme
yang dapat merubah komposisi kimia susu selama penyimpanan. Mikroorganisme
yang berkembang didalam susu selain menyebabkan susu menjadi rusak juga
membahayakan kesehatan masyarakat sebagai konsumen akhir. Disamping itu
penanganan susu yang tidak benar juga dapat menyebabkan daya simpan susu
menjadi singkat, harga jual murah yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi
pendapatan peternak sebagai produsen susu. Kerusakan pada susu disebabkan
oleh terbentuknya asam laktat sebagai hasil fermentasi laktosa oleh koli.
Fermentasi oleh bakteri ini akan menyebabkan aroma susu menjadi berubah dan
tidak disukai oleh konsumen.
Secara umum Kualitas susu dapat dipengaruhi oleh proses sebelum dan
setelah pemerahan. Kualitas susu dapat ditentukan dari banyaknya 2 kandungan
bakteri di dalam susu, karena bakteri tersebut dapat merubah sifat kimia, fisik dan
organoleptik sehingga susu cepat menjadi rusak. Untuk mendapatkan susu yang
baik, sehat dan layak dikonsumsi maka penting dilakukan pengujian terhadap
kualitas susu diantaranya memeriksa total koloni bakteri, kadar pH, kadar lemak,
dan berat jenis sehingga dapat diperkirakan mutu dari bahan pangan tersebut.
Mutu diartikan sebagai sekumpulan sifat atau ciri dalam membedakan
suatu produk dengan produk lain untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen
(pembeli). Mutu pangan menurut Peraturan Perundangan Nomor 28 tahun 2004,
didefinisikan sebagai suatu nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan
pangan, kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan makanan.
makanan, dan minuman (Wikipedia, 2022. Penilaian atau pengukuran mutu
pangan dibagi menjadi 2 yaitu pengukuran mutu secara subjektif dan pengukuran
mutu secara objektif.
1. Pengukuran mutu secara subjektif
Penilaian dengan indra juga disebut penilaian subjektif (organoleptik atau
penilaian sensorik) merupakan suatu cara penilaian yang paling kuno.
Penilaian dengan indra menjadi bidang ilmu setelah prosedur penilaian
dibakukan, dirasionalkan, dihubungkan dengan penilaian secara obyektif,
analisa data menjadi lebih 19 sistematis, demikian pula metode statistik
digunakan dalam analisa serta pengambilan keputusan.
2. Pengukuran mutu secara objektif
Metode pengujian mutu secara objektif meliputi pengujian fisik, biologis,
kimia dan mikroorganisme.
1. Kualitas produk diukur secara objektif berdasarkan hal-hal fisik yang
nampak dari suatu produk. Metode pengukuran uji fisik digunakan
untuk menguji warna, volume, tekstur, viskositas atau kekentalan dan
konsistensi, keempukan dan keliatan serta bobot jenis.
2. Metode pengukuran uji kimia adalah uji di mana kualitas produk
diukur secara objektif berdasarkan kandungan kimia yang terdapat
dalam suatu produk. Metode pengukuran uji kimia dibagi menjadi dua
kelompok yaitu analisis proksimat yaitu kadar air dan kadar abu, dan
analisis kualitatif/kuantitatif yaitu protein, lemak, karbohidrat, asam
lemak, kadar gula reduksi maupun kadar asam amino.
3. Metode pengukuran uji mikrobiologis untuk mengukur jumlah bakteri,
kapang, ragi dan protozoa, contoh: uji total mikroba (Total Plate
Count/TPC). Uji mikrobiologi merupakan salah satu uji yang penting,
karena selain dapat menduga daya tahan simpan suatu makanan, juga
dapat 17 digunakan sebagai indikator sanitasi makanan atau indikator
keamanan makanan. Pengujian mikrobiologi di antaranya meliputi uji
kualitatif untuk menentukan mutu dan daya tahan suatu makanan, uji
kuantitatif bakteri patogen untuk menentukan tingkat keamanannya,
dan uji bakteri indikator untuk mengetahui tingkat sanitasi makanan
tersebut.
C. Penilaian Kualitas Susu berdasarkan Uji Sbjektif dan Objektif
1. Uji Subjektif
Demi mengembalikan konsumsi susu segar oleh masyarakat Indonesia,
maka harus ada perubahan dari segi organoleptik susu segar dan dari segi
kandungan susu sapi perah yang dikonsumsi. Oleh karena itu, pemberian
rekayasa suplemen pakan sapi perah dilakukan. Pakan yang diberikan pada
sapi perah memberikan pengaruh terhadap kandungan susu sapi perah. Aspek
nutrient yang diberikan meliputi PLM (Protein, Lemak, Mineral) dan DFM
(Direct Fed Microbial) guna mendukung pencernaan serat dalam rumen sapi
perah. Pengujian dilakukan selama tiga bulan. Materi dan metode yang
digunakan meliputi sapi perah, sebanyak 16 ekor untuk in vivo. Ransum
lengkap yang digunakan merupakan ransum yang difermentasi dengan
kandungan PK 15,08%, SK 19, 23%, LK 10,44%, dan TDN 69,61%.
Rancangan penelitian menggunakan RAL dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan.
Perlakuan sebagai berikut:
P1 = Ransum Lengkap
P2 = Ransum Lengkap + DFM
P3 = Ransum Lengkap + DFM + Protein by pass
P4 = Ransum Lengkap + DFM + PLM
Perlakuan tersebut diberikan pada sapi perah dengan periode bulan laktasi
4 sampai 7 bulan selama 3 bulan. Suplementasi yang digunakan adalah protein
by pass dari tepung ikan, sumber lemak dari sabun kalsium, dan mineral
organik. Cairan DFM yang digunakan tergolong probiotik (Lactobacillus sp.
dan Bacillus sp.) untuk ternak ruminansia. Parameter yang diuji terdiri atas
warna, rasa, dan aroma. Pengujian ini menggunakan panca indra untuk
mengetahui mutu bahan.
Sifat organoleptik merupakan sifat yang subjektif. tetapi merupakan sifat
yang sangat penting. Pengujian ini terdiri dari warna, rasa, dan aroma. Rasa
dan aroma dapat bersinergi membentuk citarasa (Maheswari, 2004). Standar
pengujian yang ditetapkan yaitu warna susu yang normal: putih kekuningan.
rasa manis dan gurih khas susu, serta aroma khas susu. Hasil pengujian
organoleptik susu pada awal dan akhir penelitian disajikan pada Tabel 1. Hasil
uji organoleptik pada Tabel 1 menunjukkan hasil pengujian (aspek warna,
rasa, dan aroma susu) berbeda nyata (p< 0,05) antara awal dan akhir
pengujian. Hasil pengujian komulatif terhadap setiap perlakuan dapat dilihat
pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa supplementasi ransum lengkap
dengan protein by pass berpengaruh terhadap organoleptik susu yang terbaik
pada setiap parameter warna, rasa, dan aroma berbeda-beda. Peringkat
pertama parameter warna susu diperoleh perlakuan suplementasi dengan
DFM (P2) dan Suplementasi dengan DFM dan PLM (P4). Peringkat pertama
parameter rasa diperoleh perlakuan (P3). Peringkat pertama parameter aroma
diperoleh perlakuan (P2). Peringkat secara akumulasi secara berurutan
diperoleh pada perlakuan (P2), (P3), (P4) dan peringkat terakhir kontrol (P1).
Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap perlakuan tersebut lebih baik
daripada kontrol.

Tabel 1. Hasil Pengujian Organoleptik Susu Berdasarkan


Sebelum dengan SetelahPerlakuan
Parameter Awal Akhir
Warna 3.50 b 3.60 a
Rasa 3.52 b 3.59 a
Aroma 3.39 b 3.653a
Keterangan: Superskrip huruf kecil berbeda ke arah kolom menyatakan berbeda nyata (p<0.05).

Tabel 2. Hasil Uji Organoleptik Susu Berdasarkan Peringkat


Komulatif SetiapPerlakuan
Perlakuan
Peringkat
P1 P2 P3 P4
Warna 4 2 3 1
Rasa 4 3 1 2
Aroma 3 1 2 4
Komulatif 3 1 1 2
Keterangan: Peringkat komulatif diperoleh secara subjektif dari rataan peringkat.

Uji organoleptik pada aspek warna, perlakuan (P4) dengan penambahan


DFM dan PLM menunjukkan peringkat pertama dengan kategori sangat suka,
karena tampilan warna susu yang disukai dengan warna susu kekuningan.
Perubahan warna susu dapat berubah dari satu warna ke warna yang lain,
tergantung dari bangsa ternak, jenis pakan, jumlah lemak, bahan padat, dan
bahan pembentuk warna. Hasil tersebut sejalan dengan uji organoleptik pada
setiap perlakuan ransum lengkap tersuplementasi, baik pada perlakuan (P2),
(P3), dan (P4). Pada perlakuan (P4) menunjukkan hasil uji organoleptik dari
aspek warna yang terbaik karena telah tersuplementasi DFM dan PLM. Uji
organoleptik pada aspek rasa, perlakuan (P3) yaitu dengan penambahan DFM
dengan sumber protein by pass menempati peringkat pertama disusul dengan
perlakuan (P4). Hasil tersebut dikarenakan DFM dan sumber protein memiliki
peranan penting dalam menciptakan rasa pada susu. Pada perlakuan (P4)
walaupun tersuplementasi DFM dan ada sumber protein juga, tetapi
tersuplementasi sumber lemak dan mineral. Sumber lemak yang berinteraksi
dengan sumber suplementasi yang lain bisa memungkinkan menghasilkan
rasa yang berbeda dengan rasa khas susu, sehingga peringkat dari hasil uji
organleptik menunjukkan hasil dibawah perlakuan (P3). Rasa manis pada air
susu juga dipengaruhi oleh adanya laktosa. Laktosa (karbohidrat) yang
dihasilkan pada sin tesis susu diperoleh dari serangkaian proses
pendegradasian serat kasar yang berperan penting dalam pembentukan laktosa
susu. Uji organoleptik pada aspek aroma, perlakuan (P2) menempati posisi
peringkat pertama. Perlakuan dengan suplementasi DFM dari hasil bioproses
memiliki aroma yang khas sehingga berpengaruh terhadap aroma susu sapi,
dibandingkan dengan ketika ditambahkan suplementasi yang lain. Ransum
lengkap yang digunakan merupakan ransum lengkap yang terfermentasi yang
memiliki aroma yang khas. Hasil uji organoleptik menyatakan bahwa pakan
dapat mempengaruhi aroma susu.
2. Penilaian Objektif
1. Sifat Fisik
Uji fisik pada susu perlu dilakukan untuk mengetahui apakah susu
tersebut layak atau tidak. Hal ini penting untuk dibandingkan dengan
ketetapan Standar Nasional Indonesia (SNI) no. 01-3141-1998.
a. Warna susu
Susu yang normal adalah susu yang berwarna putih kebiru-biruan
hingga agak kuning kecokelatan. Warna putih yang ada pada susu
adalah akibat penyebaran butiran-butiran koloid lemak, kalsium
kaseinat dan kalsium fosfat. Sedangkan bahan utama yang
memberikan warna kekuningan adalah karoten dan ribofl avin. Dan
juga jenis sapi dan jenis makanannya dapat juga mempengaruhi warna
susu.
b. Rasa susu
Rasa asli susu hampir tidak dapat diterangkan, tetapi yang jelas
enak dan agak manis. Rasa yang manis ini berasal dari laktosa
sedangkan rasa asin berasal dari klorida, sitrat dan garam-garam
mineral lainnya.
c. Bau
Bau susu dipengaruhi oleh pemberian pakan, macam bahan pakan
yang diberikan, persiapan sapi yang akan diperah. Pada akhir masa
laktasi, kadar protein dan mineral sangat tinggi, sehingga rasa susu
yang dihasilkan sedikit asin. Susu murni mempunyai rasa sedikit
manis ini disebabkan oleh laktosa dan kadar Cl yang rendah. Jika
terjadi penyimpangan terhadap bau susu maka dapat terjadi perubahan
seperti bau asam, tengik dan busuk serta rasa susu akan berubah seperti
rasa tengik disebabkan oleh kuman asam mentega, rasa sabun
disebabkan oleh Bacillus lactic saponacei, rasa lobak disebabkan oleh
kuman coli.
d. Kekentalan
Viskositas susu biasanya berkisar 1,5 – 2,0 cP. Pada suhu 20°C
viskositas whey 1,2 cP, viskositas susu skim 1,5 cP dan susu segar 2,0
cP. Bahan padat dan lemak susu mempengaruhi viskositas.
Temperatur ikut juga menentukan viskositas susu. Sifat ini sangat
menguntungkan dalam pembuatan mentega.
2. Sifat Kimia
Uji kimia pada kandungan nutrisi susu perlu dilakukan untuk
mengetahui kandungan nutrisi yang terdapat pada susu. Hal ini penting
untuk dibandingkan dengan ketetapan Standar Nasional Indonesia (SNI)
no. 01-3141-1998. Uji kimiawi yang dilakukan meliputi uji kadar lemak,
uji kadar protein, uji kadar laktosa, dan uji kadar air.
3. Sifat Biologi
Uji biologi pada susu perlu dilakukan untuk mengetahui
kandungan mikrobia yang terdapat pada susu. Hal ini penting untuk
dibandingkan dengan ketetapan Standar Nasional Indonesia (SNI) no. 01-
3141-1998.
Faktor yang berpengaruh terhadap kualitas susu segar adalah
adanya bakteri patogen (Shigella, Salmonella, Escherichia coli, S. colt,
Streptococcus Group B, dan Staphylococus aureus) maupun non patogen
(Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilu).
Namun yang sering dijumpai ialah Escherecia coli, namun bakteri
ini relatif peka terhadap panas dan dapat segera dihancurkan pada suhu
pasteurisasi dan dengan pemasakan yang tepat. Makanan yang umum
terkontaminasi adalah susu, air minum, daging, keju dan lain-lain.
D. Penanganan Susu
Jumlah kuman susu yang ditentukan dengan codex susu adalah 3 x 106
sel/ml. Jumlah bakteri dalam susu yang diproduksi dapat dihambat dengan
penanganan susu yang baik. Faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah
higenitasnya dengan cara melindungi susu dari kontak langsung ataupun tidak
langsung dengan sumber-sumber yang dapat mencemari air susu selama
pemerahan, pengumpulan dan pengangkutan. Selain itu perlu penanganan yang
tepat dalam proses pengolahan dan penyimpanan. Kriteria air susu sapi yang baik
setidak-tidaknya memenuhi hal-hal sebagai berikut (i) bebas dari bakteri
pathogen, (ii) bebas dari zat-zat yang berbahaya ataupun toksin seperti insektisida,
(iii) tidak tercemar oleh debu dan kotoran, (iv) zat gizi yang tidak menyimpang
dari codex air susu, dan (v) memiliki cita rasa normal. Zat-zat gizi yang
terkandung dalam susu sapi segar.
Pengolahan susu secara sederhana merupakan salah satu penanganan lepas
panen yang perlu dikembangkan karena untuk memperluas pemasaran susu
sebagai usaha perbaikan gizi masyarakat disamping para peternak tidak terlalu
tergantung pada Industri Pengolahan Susu. Produk susu olahan secara sederhana
yang sudah dikembangkan diantaranya adalah susu pasteurisasi dan yoghurt.
1. Susu pasteurisasi
Pasteurisasi merupakan salah satu usaha pengolahan susu dengan cara
pemanasan untuk mempertahankan mutu dan keamanan susu. Usaha ini
adalah proses pembasmian bakteri patogen yang mungkin masih terdapat
dalam air susu. Susu pasteurisasi merupakan bentuk lain dari susu segar dan
sebagai usaha untuk memperpanjang daya tahannya. Pasteurisasi susu perlu
dilakukan untuk mencegah pemindahan penyakit dan mencegah kerusakan
selama enzimatis. pembuatan susu pasteurisasi dapat dilakukan secara
sederhana dengan memanaskan susu dalam kemasan plastik polyethylene
(PE) dengan menggunakan dandang yang diisi air pada suhu 750C.
Pasteurisasi cara ini ternyata mampu menekan perkembangan jumlah bakteri
hingga dapat mempertahankan kualitas sekaligus daya simpan susu sampai 8
hari dengan penyimpanan dalam lemari pendingin. Pengemasan susu yang
telah dipasteurisasi sebaiknya dilakukan dengan segera setelah suhu dingin
dibawah 100C tercapai, ditempatkan dalam wadah yang tertutup untuk
menghindari kontaminasi dan pencemaran dari luar.
2. Yoghurt
Yoghurt adalah Salah satu cara pengawetan susu adalah dengan
mengasamkan melalui proses fermentasi oleh bakteri Streptococcus
thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus. Yoghurt bermanfaat bagi orang
yang tidak tahan terhadap gula susu (laktosa) yang dikenal sebagai penderita
lactose intolerance karena selama proses pembuatan yoghurt, kadar gula susu
diturunkan sampai seperempatnya. Pada dasarnya dalam pembuatan yoghurt,
susu yang akan difermentasikan perlu dipanaskan dulu untuk menurunkan
populasi mikroba untuk memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan
biakan dan mengurangi airnya agar diperoleh yoghurt yang lebih padat.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa pemanasan susu dilakukan sampai 85-
900C selama 10-15 menit atau 80-850C selama 15-20 menit, kemudian
didinginkan sampai 480C, selanjutnya diinokulasi biakan (starter) sebanyak
2-3% dan diinkubasikan pada suhu 450C sampai keasaman mencapai 0,85-
0,90% asam laktat.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kasus keracunan susu
yang dikarenakan kontaminasi bakteri patogen seperti Eschericia coli dan
Staphylococcus aureus. bakteri patogen tersebut mennkontaminasi bakteri apabila
melebihi batas waktu simpan karena susu mengandung banyak nutrient dan air
yang menjadi wadah untuk bakteri dengan cepat. Kontaminasi susu dapat diuji
melalui uji secara subjektif dan secara objektif.
B. Saran
Susu yang diletakkan di suhu ruang harus memperhatikan higenitasnya
dengan cara melindungi susu dari kontak langsung ataupun tidak langsung dengan
sumber-sumber yang dapat mencemari air susu selama pemerahan, pengumpulan
dan pengangkutan. Selain itu perlu penanganan yang tepat dalam proses
pengolahan dan penyimpanan, selain itu perlu memperhatikan lama penyimpanan
agar tidak melebihi batas waktu penyimpanan.
DAFTAR PUSTAKA

Damanik, I. S., Andani, S. R., & Sehendro, D. (2019). Teknik Data Mining Dalam
Clustering Produksi Susu Segar Di Indonesia Dengan Algoritma K-Means.
Brahmana: Jurnal Penerapan Kecerdasan Buatan, 1(1), 31-39.

Diastari, I. G. A. F., & Agustina, K. K. (2013). Uji organoleptik dan tingkat keasaman
susu sapi kemasan yang dijual di pasar tradisional kota Denpasar. Indonesia
Medicus Veterinus, 2(4), 453-460.

Ernawati, E. (2010). Isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat pada susu kambing segar
(Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim).

FITRIA, H. (2016). PENGARUH METODE PENCUCIAN PERALATAN TERHADAP


KUALITAS SUSU DI PETERNAKAN KELOMPOK TANI TERNAK
TUNAS BARU, TABEK GADANG PADANG PANJANG (Doctoral
dissertation, UNIVERSITAS ANDALAS).

Indonesia, S. N. (1998). Susu segar: sapi. SNI, 3141, 1998.

Indonesia, S. N. (2011). Susu segar-bagian 1: sapi. SNI, 3141, 2011.

Iolanda Hermenegildo da Costa, Kadek Karang Agustina, Ida Bagus Ngurah Swacita.
2022. Kualitas Daging Kambing yang Disimpan pada Suhu Dingin.
Mahasiswa Program Sarjana, Fakultas Kedokteran Hewan Kedokteran
Hewan, Universitas Udayana. Volume 14 No. 6: 631-643.

Mutaqin, B. K., Tasripin, D. S., Adriani, L., & Tanuwiria, U. H. (2020). Uji Organoleptik
Kandungan Air dan Titik Beku Susu Sapi Perah yang diberi Ransum Lengkap
Tersuplementasi Protein, Lemak, Mineral, dan Direct Fed Microbial. Jurnal
Teknologi Hasil Peternakan, 1(2), 67-73.

Navyanti, F., & Adriyani, R. (2015). Higiene sanitasi, kualitas fisik dan bakteriologi susu
sapi segar perusahaan susu x di Surabaya. Jurnal kesehatan lingkungan, 8(1),
36-47.
Resnawati, H. (2020). Kualitas susu pada berbagai pengolahan dan penyimpanan.
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas,
497, 502.

Vara Youlga Triesvana, Khoiron, Prehati Trirahayu N. 2016. Hubungan Higiene Sanitasi
dan Higiene Perorangan dengan Tingkat Cemaran Bakteri Staphylococcus
aureus pada Susu Segar di Peternakan Susu Sapi Perah di Kabupaten Jember.
Bagian Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Keselamatan Kerja, Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Jember.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai