Pengukuran Suhu Secara Subjektif dan Objektif Terhadap Susu Yang Disimpan
di Suhu Ruang
Disusun Oleh :
KELOMPOK 2
FAKULTAS PERTANIAN
SURAKARRA
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Pengukuran Mutu Secara
Subjektif dan Objektif Terhadap Susu Yang Disimpan di Suhu Ruang”.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut
andil dalam penyusunan makalah ini sehingga makalah ini dapat selesai tepat waktu.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
yang kami miliki, untuk itu kami berterima kasih kepada semua pihak yang bersedia
memberikan kritik dan saran agar kami dapat memperbaiki penyusunan makalah ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persediaan dan permintaan susu di Indonesia terjadi kesenjangan yang
cukup besar, kebutuhan atau permintaan jauh lebih besar dari pada ketersediaan
susu yang ada. Kebutuhan susu olahan di Indonesia sebesar 5 kg/kapita/tahun,
tetapi baru terpenuhi dari dalam negeri sekitar 32%, sisanya 68% harus diimpor
dari luar negeri. Hal ini disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk dan
masyarakat. Persediaan dan permintaan susu di Indonesia terjadi kesenjangan
yang cukup besar, kebutuhan atau permintaan jauh lebih besar dari pada
ketersediaan susu yang ada. Kebutuhan susu olahan di Indonesia sebesar 5
kg/kapita/tahun, tetapi baru terpenuhi dari dalam negeri sekitar 32%, sisanya 68%
harus diimpor dari luar negeri. Kualitas susu merupakan faktor yang sangat
penting dalam upaya penyediaan susu sehat untuk konsumen dan dapat
menentukan kualitas produksi dalam pengolahannya. Oleh karena itu untuk
menjamin konsumen mendapatkan susu berkualitas baik, maka diperlukan suatu
peraturan yang mengatur syarat-syarat, tata cara pengawasan dan pemeriksaan
kualitas susu produksi dalam negeri.
Produk minuman susu sebagai salah satu sumber makanan bergizi sering
berpotensi menyebabkan keracunan (Suwito, 2010). Keracunan yang ditimbulkan
tersebut sebagai akibat adanya kontaminasi dan penanganan kurang tepat selama
proses pengolahan sehingga susu mengalami kerusakan dan tidak layak untuk
dikonsumsi. Beberapa kasus keracunan yang disebabkan oleh konsumsi minuman
susu terjadi di beberapa daerah di Indonesia, yakni pada bulan September 2004
pada 72 siswa Sekolah Dasar di Tulung Agung Jawa Timur, pada tanggal 2 Juni
2009 pada 10 siswa Sekolah Dasar di Cipayung Jakarta Timur, dan 293 siswa
Sekolah Dasar di Kecamatan Sindangkarta, Kabupaten Bandung.
Hasil analisis Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM)
menyimpulkan bahwa penyebabnya adalah Eschericia coli dan Staphylococcus
aureus (Suwito, 2010). Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan bakteri
patogen penyebab sebagian besar infeksi pada manusia, mulai dari infeksi kulit
yang sangat sederhana sampai mampu menginfeksi sistem kekebalan tubuh. Toxic
shock syndrome toxin-1 (TSST-1) merupakan satu dari beberapa toksin yang
dihasilkan oleh S. aureus. Toksin TSST-1 mampu mengakibatkan penyakit
multiorgan pada manusia yang disebut toxic shock syndrome (TSS). Toksin
TSST-1 disandikan oleh gen tst (toxic shock toxin) (See dan Chow, 1989). Gen tst
tersebut berlokasi pada kromosom bakteri dalam pola unsur genetik 15-19 kb
pathogenicity islands (SaPIs) (Ruzin et al., 2001).
Staphylococcus aureus merupakan bakteri utama yang ditemukan dalam
susu sapi dan susu kambing. Bakteri tersebut dapat menginfeksi hewan maupun
manusia dan dapat menimbulkan penyakit-penyakit yang berspektrum luas dan
dapat menyebahkan kematian. Tertelannya TSST-1 melalui makanan oleh
manusia merupakan penyebab terjadinya keracunan. Menurut hasil riset Yarwood
et al. (2002), diprediksi selain enterotoksin ditemukan juga TSST-1 dalam
aktivitas biologi dan beberapa kasus keracunan makanan. Hal serupa juga pernah
disampaikan oleh Orwin et al. (2001), bahwa TSST-1 yang dihasilkan oleh S.
aureus merupakan penyebab utama keracunan makanan, karena banyaknya
kemiripan aktivitas biologi antara TSST-1 dengan staphylococcal enterotoksin.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pengukuran mutu secara subjektif dan objektif ?
2. Bagaimana penilaian susu secara subjektif dan objektif ?
3. Bagaimana cara penanganan susu yang baik ?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengukuran mutu secara subjektif dan objektif
2. Mengetahui penilaian susu secara subjektif dan objektif
3. Mengetahui cara penanganan susu yang baik
BAB II
PEMBAHASAN
A. Susu
Susu adalah cairan berwarna putih yang disekresikan oleh kelenjar
mammae (ambing) pada binatang mamalia betina, untuk bahan makanan dan
sumber gizi bagi anakya. Sebagian besar susu yang dikonsumsi manusia berasal
dari sapi, yang biasa disebut susu sapi. Di dalam susu, terdapat zat gizi karbohidrat
berupa laktosa. Karena sifat gulanya yang tidak terlalu manis, gula laktosa susu
tidak terlalu merusak gigi. Zat gizi lain yang dikandung oleh susu adalah lemak,
sumber vitamin larut lemak seperti vitamin A, vitamin E, dan vitamin D. Susu
juga menjadi sumber asam lemak esensial dan hormon. Susu adalah sumber
kalsium dan fosfor yang sangat baik, yang penting untuk pertumbuhan tulang dan
gigi. Mineral seperti magnesium, zat besi, kalium, yodium, natrium, selenium, dan
zinc terkandung dalam susu.
Susu merupakan bahan pangan asal hewan yang tidak tahan lama disimpan
dan mudah rusak (pershable food) serta merupakan bahan pangan berpotensial
mengandung bahaya (potentially hazardous food). Kerusakan air susu teriadi
apabila telah disimpan dalam kurun waktu yang melebihi batas. Kerusakan susu
dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut, pertumbuhan dan aktifitas
bakteri, aktifitas enzim, pemanasan atau pendinginan, parasit, serangga, tikus,
sinar, udara dan lama penyimpanan, serta faktor-faktor yang mempengaruhi
pencemaran bakteri dalam susu misalnya faktor penyakit dan faktor perlakuan
seperti: alat yang digunakan tidak steril dan pemberian pakan yang kurang bersih.
Susu segar menurut Standar Nasional Indonesia (2011) adalah cairan yang
berasal dari ambing sehat dan bersih yang diperoleh dengan cara pemerahan yang
benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun
dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa
mempengaruhi kemurniannya. Susu sapi memiliki kandungan gizi yang lengkap
sehingga sangat menunjang untuk pertumbuhan, kecerdasan dan daya tahan tubuh
bagi bayi, bagi orang dewasa dan yang berusia lanjut karena kandungan zat
gizinya dapat diserap sempurna oleh tubuh.
B. Pengukuran Mutu Secara Subjektif dan Objektif
Susu adalah bahan pangan yang mengandung zat-zat nutrisi yang utama
untuk kehidupan manusia, antara lain protein, lemak, karbohidrat, mineral,
vitamin dan factor-faktor pertumbuhan. Susu mempunyai sifat lebih mudah rusak
dibandingkan dengan hasil ternak lainnya sehingga penanganan susu harus tepat
dan cepat. Selain itu susu merupakan medium untuk beberapa mikroorganisme
yang dapat merubah komposisi kimia susu selama penyimpanan. Mikroorganisme
yang berkembang didalam susu selain menyebabkan susu menjadi rusak juga
membahayakan kesehatan masyarakat sebagai konsumen akhir. Disamping itu
penanganan susu yang tidak benar juga dapat menyebabkan daya simpan susu
menjadi singkat, harga jual murah yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi
pendapatan peternak sebagai produsen susu. Kerusakan pada susu disebabkan
oleh terbentuknya asam laktat sebagai hasil fermentasi laktosa oleh koli.
Fermentasi oleh bakteri ini akan menyebabkan aroma susu menjadi berubah dan
tidak disukai oleh konsumen.
Secara umum Kualitas susu dapat dipengaruhi oleh proses sebelum dan
setelah pemerahan. Kualitas susu dapat ditentukan dari banyaknya 2 kandungan
bakteri di dalam susu, karena bakteri tersebut dapat merubah sifat kimia, fisik dan
organoleptik sehingga susu cepat menjadi rusak. Untuk mendapatkan susu yang
baik, sehat dan layak dikonsumsi maka penting dilakukan pengujian terhadap
kualitas susu diantaranya memeriksa total koloni bakteri, kadar pH, kadar lemak,
dan berat jenis sehingga dapat diperkirakan mutu dari bahan pangan tersebut.
Mutu diartikan sebagai sekumpulan sifat atau ciri dalam membedakan
suatu produk dengan produk lain untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen
(pembeli). Mutu pangan menurut Peraturan Perundangan Nomor 28 tahun 2004,
didefinisikan sebagai suatu nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan
pangan, kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan makanan.
makanan, dan minuman (Wikipedia, 2022. Penilaian atau pengukuran mutu
pangan dibagi menjadi 2 yaitu pengukuran mutu secara subjektif dan pengukuran
mutu secara objektif.
1. Pengukuran mutu secara subjektif
Penilaian dengan indra juga disebut penilaian subjektif (organoleptik atau
penilaian sensorik) merupakan suatu cara penilaian yang paling kuno.
Penilaian dengan indra menjadi bidang ilmu setelah prosedur penilaian
dibakukan, dirasionalkan, dihubungkan dengan penilaian secara obyektif,
analisa data menjadi lebih 19 sistematis, demikian pula metode statistik
digunakan dalam analisa serta pengambilan keputusan.
2. Pengukuran mutu secara objektif
Metode pengujian mutu secara objektif meliputi pengujian fisik, biologis,
kimia dan mikroorganisme.
1. Kualitas produk diukur secara objektif berdasarkan hal-hal fisik yang
nampak dari suatu produk. Metode pengukuran uji fisik digunakan
untuk menguji warna, volume, tekstur, viskositas atau kekentalan dan
konsistensi, keempukan dan keliatan serta bobot jenis.
2. Metode pengukuran uji kimia adalah uji di mana kualitas produk
diukur secara objektif berdasarkan kandungan kimia yang terdapat
dalam suatu produk. Metode pengukuran uji kimia dibagi menjadi dua
kelompok yaitu analisis proksimat yaitu kadar air dan kadar abu, dan
analisis kualitatif/kuantitatif yaitu protein, lemak, karbohidrat, asam
lemak, kadar gula reduksi maupun kadar asam amino.
3. Metode pengukuran uji mikrobiologis untuk mengukur jumlah bakteri,
kapang, ragi dan protozoa, contoh: uji total mikroba (Total Plate
Count/TPC). Uji mikrobiologi merupakan salah satu uji yang penting,
karena selain dapat menduga daya tahan simpan suatu makanan, juga
dapat 17 digunakan sebagai indikator sanitasi makanan atau indikator
keamanan makanan. Pengujian mikrobiologi di antaranya meliputi uji
kualitatif untuk menentukan mutu dan daya tahan suatu makanan, uji
kuantitatif bakteri patogen untuk menentukan tingkat keamanannya,
dan uji bakteri indikator untuk mengetahui tingkat sanitasi makanan
tersebut.
C. Penilaian Kualitas Susu berdasarkan Uji Sbjektif dan Objektif
1. Uji Subjektif
Demi mengembalikan konsumsi susu segar oleh masyarakat Indonesia,
maka harus ada perubahan dari segi organoleptik susu segar dan dari segi
kandungan susu sapi perah yang dikonsumsi. Oleh karena itu, pemberian
rekayasa suplemen pakan sapi perah dilakukan. Pakan yang diberikan pada
sapi perah memberikan pengaruh terhadap kandungan susu sapi perah. Aspek
nutrient yang diberikan meliputi PLM (Protein, Lemak, Mineral) dan DFM
(Direct Fed Microbial) guna mendukung pencernaan serat dalam rumen sapi
perah. Pengujian dilakukan selama tiga bulan. Materi dan metode yang
digunakan meliputi sapi perah, sebanyak 16 ekor untuk in vivo. Ransum
lengkap yang digunakan merupakan ransum yang difermentasi dengan
kandungan PK 15,08%, SK 19, 23%, LK 10,44%, dan TDN 69,61%.
Rancangan penelitian menggunakan RAL dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan.
Perlakuan sebagai berikut:
P1 = Ransum Lengkap
P2 = Ransum Lengkap + DFM
P3 = Ransum Lengkap + DFM + Protein by pass
P4 = Ransum Lengkap + DFM + PLM
Perlakuan tersebut diberikan pada sapi perah dengan periode bulan laktasi
4 sampai 7 bulan selama 3 bulan. Suplementasi yang digunakan adalah protein
by pass dari tepung ikan, sumber lemak dari sabun kalsium, dan mineral
organik. Cairan DFM yang digunakan tergolong probiotik (Lactobacillus sp.
dan Bacillus sp.) untuk ternak ruminansia. Parameter yang diuji terdiri atas
warna, rasa, dan aroma. Pengujian ini menggunakan panca indra untuk
mengetahui mutu bahan.
Sifat organoleptik merupakan sifat yang subjektif. tetapi merupakan sifat
yang sangat penting. Pengujian ini terdiri dari warna, rasa, dan aroma. Rasa
dan aroma dapat bersinergi membentuk citarasa (Maheswari, 2004). Standar
pengujian yang ditetapkan yaitu warna susu yang normal: putih kekuningan.
rasa manis dan gurih khas susu, serta aroma khas susu. Hasil pengujian
organoleptik susu pada awal dan akhir penelitian disajikan pada Tabel 1. Hasil
uji organoleptik pada Tabel 1 menunjukkan hasil pengujian (aspek warna,
rasa, dan aroma susu) berbeda nyata (p< 0,05) antara awal dan akhir
pengujian. Hasil pengujian komulatif terhadap setiap perlakuan dapat dilihat
pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa supplementasi ransum lengkap
dengan protein by pass berpengaruh terhadap organoleptik susu yang terbaik
pada setiap parameter warna, rasa, dan aroma berbeda-beda. Peringkat
pertama parameter warna susu diperoleh perlakuan suplementasi dengan
DFM (P2) dan Suplementasi dengan DFM dan PLM (P4). Peringkat pertama
parameter rasa diperoleh perlakuan (P3). Peringkat pertama parameter aroma
diperoleh perlakuan (P2). Peringkat secara akumulasi secara berurutan
diperoleh pada perlakuan (P2), (P3), (P4) dan peringkat terakhir kontrol (P1).
Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap perlakuan tersebut lebih baik
daripada kontrol.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kasus keracunan susu
yang dikarenakan kontaminasi bakteri patogen seperti Eschericia coli dan
Staphylococcus aureus. bakteri patogen tersebut mennkontaminasi bakteri apabila
melebihi batas waktu simpan karena susu mengandung banyak nutrient dan air
yang menjadi wadah untuk bakteri dengan cepat. Kontaminasi susu dapat diuji
melalui uji secara subjektif dan secara objektif.
B. Saran
Susu yang diletakkan di suhu ruang harus memperhatikan higenitasnya
dengan cara melindungi susu dari kontak langsung ataupun tidak langsung dengan
sumber-sumber yang dapat mencemari air susu selama pemerahan, pengumpulan
dan pengangkutan. Selain itu perlu penanganan yang tepat dalam proses
pengolahan dan penyimpanan, selain itu perlu memperhatikan lama penyimpanan
agar tidak melebihi batas waktu penyimpanan.
DAFTAR PUSTAKA
Damanik, I. S., Andani, S. R., & Sehendro, D. (2019). Teknik Data Mining Dalam
Clustering Produksi Susu Segar Di Indonesia Dengan Algoritma K-Means.
Brahmana: Jurnal Penerapan Kecerdasan Buatan, 1(1), 31-39.
Diastari, I. G. A. F., & Agustina, K. K. (2013). Uji organoleptik dan tingkat keasaman
susu sapi kemasan yang dijual di pasar tradisional kota Denpasar. Indonesia
Medicus Veterinus, 2(4), 453-460.
Ernawati, E. (2010). Isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat pada susu kambing segar
(Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim).
Iolanda Hermenegildo da Costa, Kadek Karang Agustina, Ida Bagus Ngurah Swacita.
2022. Kualitas Daging Kambing yang Disimpan pada Suhu Dingin.
Mahasiswa Program Sarjana, Fakultas Kedokteran Hewan Kedokteran
Hewan, Universitas Udayana. Volume 14 No. 6: 631-643.
Mutaqin, B. K., Tasripin, D. S., Adriani, L., & Tanuwiria, U. H. (2020). Uji Organoleptik
Kandungan Air dan Titik Beku Susu Sapi Perah yang diberi Ransum Lengkap
Tersuplementasi Protein, Lemak, Mineral, dan Direct Fed Microbial. Jurnal
Teknologi Hasil Peternakan, 1(2), 67-73.
Navyanti, F., & Adriyani, R. (2015). Higiene sanitasi, kualitas fisik dan bakteriologi susu
sapi segar perusahaan susu x di Surabaya. Jurnal kesehatan lingkungan, 8(1),
36-47.
Resnawati, H. (2020). Kualitas susu pada berbagai pengolahan dan penyimpanan.
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas,
497, 502.
Vara Youlga Triesvana, Khoiron, Prehati Trirahayu N. 2016. Hubungan Higiene Sanitasi
dan Higiene Perorangan dengan Tingkat Cemaran Bakteri Staphylococcus
aureus pada Susu Segar di Peternakan Susu Sapi Perah di Kabupaten Jember.
Bagian Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Keselamatan Kerja, Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Jember.
LAMPIRAN