PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Mengetahui mutu dan kualitas susu sapi segar yang berasal dari
pasar merjosari.
1.4 Manfaat
1. Memperoleh wawasan tentang prosedur pemeriksaan susu segar.
2. Mengetahui kualitas susu segar yang beredar di pasaran.
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
2
BAB III
METODE KEGIATAN
3
3.1 Waktu dan Tempat
Koasistensi ini dilakukan mulai tanggal 15 Agustus sampai
dengan 2 September 2016 yang bertempat di Laboratorium Kesmavet
Program Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya Malang.
Prosedur Pengujian
Produk sampel susu ditaruh pada cawan petri. Setelah itu
diamati warna dan kebersihan kemudian dicium baunya dan
dicatat. Interpretasi: susu dianggap memiliki kualitas baik jika
tidak ditemukan perubahan warna, bau dan konsistensi.
4
2. Susu homogen dimasukkan 2/3 gelas ukur
3. Laktodensimeter dimasukan ke dalam gelas ukur. Ditunggu
sampai goyangan berhenti.
4. Dibaca BJ pada laktodensimeter dan suhu pada thermometer.
Kemudian dihitung.
3.5.3 Uji pH
Alat dan Bahan
pH meter, beker glass, dan sampel susu segar
Prosedur Pengujian
Diletakkan sampel susu 10 ml di atas beker glass.
Diletakkan pH meter di atas sampel dan catat pH yang tertera
pada pH meter. pH meter yang telah digunakan digunakan
dibersihkan bagian ujungnya dengan meggunakan aquades.
Prosedur pengujian
Diambil 1 ml susu kemudian dimasukkan ke dalam tabung
reaksi dan ditambahkan 1 ml alkohol. Diamati adanya gumpalan
pada dinding tabung reaksi.
5
atau menggumpal apabila dipanaskan sampai mendidih
(pemanasan suhu tinggi). Susu pecah pada uji didih juga dapat
ditemukan pada susu asam, kolostrum atau akibat perubahan
fisiologis pada sapi.
Alat dan bahan : Tabung reaksi, pembakar Bunsen, penjepit
kayu dan sampel susu.
Prosedur kerja :
1. Tabung reaksi di isi dengan 5 ml sampel susu kemudian
dengan menggunakan penjepit dipanaskan sampai
mendidih.
2. Intepretasi hasil : Hasil positif ditunjukan dari adanya
gumpalan atau butiran-butiran halus pada dinding tabung.
6
3.5.8 Uji Pemalsuan Susu (Penuntun praktikum Higiene makanan
2015 PKH UB)
1. Penambahan Air
Prinsip : Adanya penambahan air dalam susu dapat
menyebabkan berat jenis, kadar lemak dan bahan kering tanpa
lemak menurun. Sedangkan titik beku susu akan meningkat.
Alat dan bahan Cawan porselin, Erlenmeyer 500ml,
penangas air, kertas saring, larutan CaCl 2 20%, larutan H2SO4,
diphenilamin, akuades dan sampel susu.
Prosedur kerja : Penambahan air dalam susu dapat diuji
secara kimia dengan membuktikan adanya nitrat.
1. Membuat serum kalsium klorida dari susu : membuat
larutan CaCl2 20 % (20 gram CaCl2 dilarutkan dalam 80
ml akuades) : tambahkan150 ml sampel susu dengan
1,25 ml larutan CaCl2 didalam erlennmeyer dan dikocok.
Panaskan didalam air yang mendidih selama 20 sampai
30 menit. Dinginkan selama 30 menit.
2. Membuktikan adanya nitrat : 0,5 gram diphenilamin
didalam campuran 100 ml H2SO4 dan 20 ml akuades.
Larutan tersebut sebanyak 2 ml dimasukan kedalam
cawan porselin. Tambahkan 0,5 serum kalsium khlorida
dari susu perlahan-lahan sehingga tidak tercampur.
Reaksi positif apabila terbentuki cincin biru.
7
5. Lalu butirometer satu persatu dibungkus dengan lap dan
dikocok dengan sempurna sehingga tidak terdapat bagian-
bagian yang padat, warna menjadi keunguan.
6. Lalu masukkan butirometer ke dalam sentrifuge selama 5
menit dengan kecepatan 1200 rpm. Penyumbat diatur
sedemikian rupa sehingga lemak berada di bagian yang
berskala.
7. Langkah selanjutnya masukkan butirometer ke dalam
penangas air selama 5 menit dengan suhu 65C (bagian
skala harus selalu diatas).
8. Setelah selesai butirometer dilap, sumbat diatur sehingga
seluruh lemak berada dalam skala. dan skala dibaca. (SNI
01-2891-1992).
Hasil Uji :
Reaksi positif satu (+) : terbentuk lendir
Reaksi positif dua (++) : terbentuk lendir yang kental
Reaksi positif tiga (+++) : terbentuk lendir yang kental seperti
massa gelatin
8
1. Timbanglah sebanyak 1 ml sampel secara aseptic
kemudian masukkan ke dalam tabung reaksi.
2. Tambahkan larutan BPW 0,1 % hingga 10 ml kedalam
kantong steril yang sudah berisi sampel tersebut. Ini
merupakan larutan dengan pengenceran 10 -1.
3. Pindahkan 1 ml suspense pengenceran 10 -1 tersebut
dengan pipet steril ke dalam larutan 9 ml BPW untuk
mendapatkan pengenceran 10-2
4. Buat pengenceran 10-310-410-5 dan seterusnya dengan
cara yang sama seperti pada prosedur sebelumnya sesuai
kebutuhan.
5. Tambahkan 15 ml sampai dengan 20 ml PCA yang sudah
didinginkan hingga temperature 45oC 1oC pada masing-
masing cawan yang sudah berisi 3 pengenceran terakhir.
Tambahkan 15 ml sampai dengan 20 ml VRB yang sudah
didinginkan hingga temperature 45oC 1oC pada masing-
masing cawan yang sudah berisi 3 pengenceran awal.
Supaya larutan sampel dan media VRB/PCA tercampur
seluruhnya, lakukan pemutaran cawan ke depan dan ke
belakang atau membentuk angka depalan dan diamkan
sampai memadat.
6. Inkubasikan pada suhu 37C selama 24 jam sampai 48
jam dengan meletakkan cawan pada posisi terbalik.
7. Untuk perhitungan koloni, hitung jumlah koloni pada setiap
seri pengenceran kecuali cawan petri yang berisi koloni
menyebar (spreader colony). Pilih cawan yang
mempunyai jumlah koloni 25 sampai dengan 250.
8. Perhitungan
TPC (koloni/g) = N x F
Keterangan:
N : rata rata koloni dari 2 cawan petri dari satu
pengenceran
F : faktor pengenceran dari rata rata koloni yang dipakai
Prosedur Pengujian
Koloni pada hasil TPC di streak menggunakan ose pada
media EMBA. Cawan petri diinkubasi pada posisi terbalik pada
suhu 37oC selama 24 jam.
9
Alat dan bahan yang digunakan yaitu Cawan petri, jarum
inokulasi, bunsen, dan media Salmonella Shigella Agar (SSA).
Prosedur pengujian :
1. Hasil koloni bakteri pada media PCA atau pengenceran
sampel di streak dengan ose pada media SSA
2. Cawan petri diinkubasi pada suhu 36 0C selama 24 jam.
3. Setelah inkubasi, diamati koloni bakteri yang tumbuh pada
media SSA. Amati kemungkinan adanya koloni
Salmonella
10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
11
bersih, dan konsistensinya baik tidak ada butiran pada dinding plastik
atau kemasan. Hal ini menunjukan kesesuaian dengan SNI 01-3141-
1998.
Warna susu yang baik yaitu putih kekuning-kuningan. Warna
putih karena adanya penyebaran butiran-butiran koloid lemak, kalsium
kaseinat (disperse koloid yang tidak tembus cahaya). Sedangkan
warna kekuning-kuningan pada susu karena adanya karoten dan
riboflavin. Bau yang khas dan aromatis pada susu disebabkan karena
adanya perombakan protein menjadi asam-asam amino. Lemak susu
sangat mudah menyerab bau dari sekitarnya, seperti bau hewan asal
susu perah.
Pada uji Derajat keasaman (pH) dengan pH indikator 7,
sedangkan dengan pH meter yaitu 6,67. Berdasarkan SNI 01-3141-
1998 kadar pH normal susu segar yaitu 6,30-6,75. Pada Uji alkohol
dan uji didih didapatkan hasil yang negatif (tidak ada gumpalan pada
dinding tabung reaksi, hal ini menunjukan susu memiliki kualitas baik
dan susu tidak mengalami kerusakan, SNI 01-3141-1998 menunjukan
bahwa uji alkohol dan uji didih harus negatif (tidak ada gumpalan).
Uji didih memiliki prinsip yang sama dengan uji alkohol yaitu
untuk mengetahui susu yang pecah atau rusak. Susu segar yang
berkualitas baik tidak akan pecah atau menggumpal bila dipanaskan
atau didihkan. Sebaliknya susu yang bermutu jelek akan mengalami
penggumpalan bila dipanaskan. Hal tersebut terjadi karena adanya
asam yang dihasilkan oleh mikroba dari peruraian laktosa. Asam
tersebut mengakibatkan protein susu mudah mengalami denaturasi
dan penggumpalan dila dilakukan pemanasan. Sehingga susu yang
telah banyak ditumbuhi mikroba akan menjadi asam dan mudah
pecah bila dipanaskan (Milk Codex, 1977).
Pada Titrasi keasaman Soxhlet Henkel untuk mengetahui derajat
asam susu di peroleh hasil 4 0 SH, menurut SNI derajat asam susu
segar normalnya adalah 6-7 0 SH. Derajat keasaman menunjukkan
banyak sedikitnya asam yang terbentuk di dalam susu akibat
pertumbuhan mikroba. Semakin tinggi derajat keasaman maka
semakin buruk kualitas susu. Derajat keasaman berbanding terbalik
dengan nilai pH, semakin rendah derajat keasaman susu semakin
tinggi nilai pH dan sebaliknya.
Uji berat jenis diperoleh hasil 1,0247. Berdasarkan SNI BJ
normal susu minimal 1,028. Hal ini menunjukan bahwa susu sudah
dicampur dengan air. Maka dari itu dilakukan uji pemalsuan susu
dengan penambahan air. Pada uji pemalsuan susu dengan air
diperoleh hasil Positif (terbentuk cincin berwarna biru) hal ini
membuktikan bahwa susu tersebut sudah di campur dengan air.
Viskositas dan berat jenis merupakan sifat fisik susu yang
dipengaruhi oleh komposisi susu, nilai protein dan lemak
susu. Viskositas susu akan meningkat diikuti meningkatnya berat jenis
susu. Semakin kental susu maka semakin banyak jumlah padatan
didalam susu yang akan meningkatkan berat jenis susu. Oleh karena
itu, viskositas dan berat jenis selalu berbanding positif. Menurut
12
Herdiansyah (2011), jika berat jenis susu rendah maka kekentalan
susu tersebut sangat rendah, namun sebaliknya
jika viskositas kandungan bahan kering tinggi atau berat jenis susu
tinggi maka viskositas susu tersebut akan tinggi. Menurut Abubakar
(2000), berat jenis susu dipengaruhi oleh pakan, bahan kering yang
yang meningkat maka berat jenis dan visikositas akan meningkt.
Menurtu Julmiati (2002), kenaikan BJ susu disebabkan karena adanya
pelepasan CO2 dan N2 yang terdapat ppada susu tersebut, karena
sekitar 95% dari nitrogen pada susu berada dalam bentuk protein.
Pada uji CMT untuk mengetahui apakah susu terkena mastitis
atau tidak, pada uji CMT tidak ditemukan lendir kental, jadi susu yang
di uji normal. Pengujian kadar lemak dengan metode gerber
didapatkan kandungan lemak yaitu 3 % hal ini masih sesuai dengan
SNI 01-3141-1998 yaitu kadar lemak minimal 3 %.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kadar lemak yaitu jenis
sapi perah, umur sapi perah, jenjang laktasi, interval pemerahan serta
dua faktor utama yaitu keadaan iklim dan ransum yang diberikan.
Unsur-unsur iklim seperti suhu dan kelembaban udara akan dapat
mempengaruhi kadar lemak susu sapi perah. Diantara factor-faktor
diatas ransum yang diberikan mempunyai pengaruh terbesar terhadap
kadar lemak susu sapi perah (Basya, 1983).
Uji kadar bahan kering dengan rumus diperoleh hasil 16,08 %,
dan uji bahan kering tanpa lemak diperoleh hasil 13,08 %, persyaratan
bahan kering tanpa lemak berdasarkan SNI yaitu minimal 8 %. Uji
kadar protein dilakukan dengan menggunakan rumus diperoleh hasil
2,9 %. SNI kadar protein yaitu minimal 2,7 %. Pengujian residu
antibiotic diperoleh hasil yang negatif ditandai dengan tidak adanya
zona hambatan > 2 mm (Agustina et al.,2000). Pada pengujian
mikroba dengan metode TPC di peroleh hasil jumlah mikroba yaitu 2,4
x 104 Cfu/ml. Berdasarkan SNI 01-3141-1998 jumlah mikroba susu
normalnya maksimal 1x106 Cfu/ml. Hal ini menunjukan bahwa jumlah
bakteri dalam susu tersebut masih normal dibawah standar. Adanya
peningkatan jumlah bakteri dalam susu dapat disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya proses penanganan saat pemerahan
serta proses penyimpanan yang kurang higiene (Efendi, 2009). Selain
itu untuk dilanjutkan dengan uji E. coli, pada uji E. Coli diperoleh hasil
positif. Berdasarkan SNI 01-3141-1998 cemaran E.coli dalam susu
harus negatif. Hal ini menunjukan bahwa sampel susu tidak sesuai
dengan SNI. Pada uji Salmonela menunjukan hasil negatif.
13
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hasil pengujian kualitas susu segar diperoleh kesimpulan bahwa
susu tersebut tidak aman dan tidak layak untuk dikonsumsi karena
mengandung bakteri E.coli yang pathogen, ditemukannya residu
antibiotic, dan pada uji BJ serta pemalsuan susu diperoleh bahwa
susu tersebut telah di campur dengan air.
5.2 Saran
Perlu dilakukan pengujian serta pengawasan berkala untuk
memastikan bahwa susu segar yang beredear dipasaran bukan susu
yang di oplos dengan air.
14
DAFTAR PUSTAKA
15
LAMPIRAN
16
Gambar 6. Uji alkohol Gambar 7. Uji didih
17
Gambar 12. PCA Gambar 13. EMBA
Perhitungan :
= 1,025 0,0003
= 1,0247
=16,08 %
18
BKTL = BK-L
= 16,08-3
= 13,08 %
= 3/2 + 1,4
= 2,9 %
Uji TPC
Media VRB
Pengenceran I II
101 TBUD TBUD
102 311 166
103 207 119
Media PCA
Pengenceran I II
104 Kontrol kontrol
105 TBUD TBUD
106 TBUD TBUD
107 TBUD TBUD
19