Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Susu merupakan salah satu kebutuhan pangan harian yang
sangat penting bagi kesehatan dan metabolisme tubuh. Susu
merupakan sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi yang
lengkap seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin yang
sangat dibutuhkan oleh manusia (Matimu, 2010). Kandungan protein
yang tinggi dalam susu menyebabkan susu sebagai media
perkembangan serta pertumbuhan yang baik untuk mikrooganisme
sehingga apabila tidak ditangani dengan benar, dalam waktu yang
sangat singkat susu menjadi rusak dan tidak layak dikonsumsi
(Effendi, 2009).
Menurut SNI 01-3141-1998, susu segar merupakan susu murni
yang tidak mendapatkan perlakuan apapun kecuali proses
pendinginan dan tanpa memperngaruhi kemurniannya. Pada
umumnya susu segar yang beredar di masyarakat berasal dari ternak
sapi. Adanya kontaminasi mikroorganisme pada susu segar
mengakibatkan susu menjadi rusak sehingga tidak layak dikonsumsi
serta membahayakan kesehatan konsumen. Penanganan susu
sesudah pemerahan hendaknya menjadi perhatian utama peternak
untuk meminimalkan kontaminasi mikroorganisme serta menghambat
pertumbuhan bakteri. Kontaminasi mikroorganisme tersebut dapat
menimbulkan toxic sehingga menyebabkan timbulnya suatu penyakit
(Bowen, 2006).
Uji kualitas susu segar sangatlah perlu untuk mengetahui
kualitas susu segar yang beredar di masyarakat apakah sesuai
dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) serta aman tidaknya bahan
pangan tersebut untuk dikonsumsi oleh masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah susu sapi segar yang berasal dari pasar merjosari
memiliki mutu dan kualitas yang baik?

1.3 Tujuan
Mengetahui mutu dan kualitas susu sapi segar yang berasal dari
pasar merjosari.

1.4 Manfaat
1. Memperoleh wawasan tentang prosedur pemeriksaan susu segar.
2. Mengetahui kualitas susu segar yang beredar di pasaran.

BAB II

1
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Susu


Susu merupakan sekresi kelenjar ambing yang diperoleh dari
proses pemerahan ternak sapi, kerbau, kuda, kambing, dan hewan
lainnya yang mengandung komponen-komponen gizi penting terdiri
atas lemak, protein, laktosa, mineral, vitamin dan enzim-enzim, serta
beberapa mikroorganisme (Ernawati, 2010). Dalam berbagai spesies
komposisi susu tergantung pada berbagai faktor antara lain; bangsa,
masa laktasi, pakan, dan frekuensi pemerahan sehingga sengat sulit
menentukan komposisi susu normal (Darmajati, 2008). Menurut
Girisonta, 1995. Susunan zat gizi air susu adalah sebagai berikut ; air
87,7%; lemak 3,45%; protein 3,2%; laktosa 4,6%; mineral 0,85%;
serta vitamin-vitamin.
Komponen biokimia yang ada dalam susu merupakan zat-zat
yang diperlukan oleh bakteri sehingga dapat menjadi medium yang
baik bagi bakteri untuk tumbuh dan berkembang biak.

2.2 Susu Sapi


Susu sapi merupakan sekresi kelenjar ambing sapi yang
diperoleh dari proses pemerahan ternak sapi, umumnya berasal dari
jenis sapi perah FH (Friesian Holstein). Secara alami susu merupakan
suatu emulsi lemak dalam air. Kadar air susu sapi sangat tinggi yaitu
rata-rata 87.5 %, dan di dalamnya teremulsi berbagai zat gizi penting
meliputi protein, lemak, gula, vitamin dan mineral.
Susu sapi merupakan sumber protein dengan mutu yang sangat
tinggi, dengan kadar protein dalam susu segar 3.5 %, dan
mengandung lemak yang kira-kira sama banyaknya dengan protein.
Karena itu, kadar lemak sering dijadikan sebagai tolak ukur mutu
susu, karena secara tidak langsung menggambarkan juga kadar
proteinnya. Beberapa jenis sapi perah, khususnya dari Bos Taurus
misalnya Jersey dan Guernsey mampu memproduksi susu dengan
kadar lemak mendekati 5 %. Gula dalam susu disebut laktosa atau
gula susu, kadarnya sekitar 5 - 8 %. Laktosa memiliki daya kemanisan
sangat rendah, yaitu hanya 16 % daya kemanisan sukrosa. Laktosa
merupakan senyawa yang banyak digunakan dalam pembentukan sel
otak, khusunya bagi anak-anak usia di bawah 7 tahun, agar jumlah
maupun perkembangan sel otaknya berlangsung dengan normal dan
lancar.
Mineral yang banyak terdapat dalam susu sapi yaitu kalsium dan
posfor. Kedua mineral tersebut penting bagi pertumbuhan tulang.
Sehingga bagi bayi dan anak-anak yang sedang tumbuh dan
berkembang, susu merupakan sumber mineral yang penting.

Tabel 2.1 Syarat mutu susu segar berdasarkan SNI 01-3141-1998

2
BAB III
METODE KEGIATAN

3
3.1 Waktu dan Tempat
Koasistensi ini dilakukan mulai tanggal 15 Agustus sampai
dengan 2 September 2016 yang bertempat di Laboratorium Kesmavet
Program Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya Malang.

3.2 Peserta Dan Pembimbing


Peserta PPDH Rotasi Kesehatan Masyarakat Veteriner
(KESMAVET) adalah mahasiswa PPDH FKH UB.
Nama : Nurfahmi irfan Setiawan
NIM : 150130100011022
Yang berada dibawah bimbingan drh. Ajeng Erika P.H.,M.Si

3.3 Metode Kegiatan


Metode yang digunakan dalam koasistensi di Laboratorium
KESMAVET adalah:
1. Melaksanakan pengujian terhadap beberapa sampel susu sapi
segar.
2. Melaksanakan diskusi kelompok dan dengan dokter hewan
pembimbing koasistensi.

3.4 Jenis Pengujian


Berdasarkan SNI;01;2782;1998 tentang metode pengujian susu
segar yaitu dilakukan beberapa uji seperti uji organoleptik, uji berat, uji
lemak, uji berat jenis susu, uji pH, uji alkohol, uji titrasi keasaman
soxhlet henkel, uji didih, uji residu antibiotik. SNI;2897;2008 tentang
metode pengujian cemaran mikroba dalam daging, telur, dan susu,
serta hasil olahannya yaitu dilakukan uji perhitungan jumlah mikroba
(TPC) dan uji cemaran E. coli dan Salmonela.

3.5 Metode Pengujian


3.5.1 Uji Organoleptik
Alat dan Bahan
Cawan petri dan sampel susu segar.

Prosedur Pengujian
Produk sampel susu ditaruh pada cawan petri. Setelah itu
diamati warna dan kebersihan kemudian dicium baunya dan
dicatat. Interpretasi: susu dianggap memiliki kualitas baik jika
tidak ditemukan perubahan warna, bau dan konsistensi.

3.5.2 Uji Berat Jenis Susu


Alat dan bahan yang digunakan adalah gelas ukur,
laktodensimeter, sampel susu.
Prosedur pengujian yaitu :
1. Susu 250 ml diaduk dengan cara menuangkan dari gelas ukur
satu ke gelas ukur lainnya secara hati-hati tanpa menimbulkan
buih.

4
2. Susu homogen dimasukkan 2/3 gelas ukur
3. Laktodensimeter dimasukan ke dalam gelas ukur. Ditunggu
sampai goyangan berhenti.
4. Dibaca BJ pada laktodensimeter dan suhu pada thermometer.
Kemudian dihitung.

3.5.3 Uji pH
Alat dan Bahan
pH meter, beker glass, dan sampel susu segar

Prosedur Pengujian
Diletakkan sampel susu 10 ml di atas beker glass.
Diletakkan pH meter di atas sampel dan catat pH yang tertera
pada pH meter. pH meter yang telah digunakan digunakan
dibersihkan bagian ujungnya dengan meggunakan aquades.

3.5.4 Uji Alkohol


Alat dan bahan : tabung reaksi dan alkohol 70%.

Prosedur pengujian
Diambil 1 ml susu kemudian dimasukkan ke dalam tabung
reaksi dan ditambahkan 1 ml alkohol. Diamati adanya gumpalan
pada dinding tabung reaksi.

3.5.5 Uji Titrasi Keasaman Soxhlet Henkel


Prinsip yaitu Standar ini menetapkan metode pengukuran
derajat asam susu dengan cara titrasi. Derajat asam soxhlet
Henkel adalah jumlah ml NaOH 0,25 N yang diperlukan untuk
menetralisir asam yang berada dalam 100 ml susu dengan
phenolphthalein sebagai indicator.
Alat dan bahan yang digunakan yaitu larutan 0,25 N NaO,
larutan phenolphthalein 2 %, buret skala 0,05-0,1 ml, 2 buah labu
Erlenmeyer 50 ml, pipet berskala dan sampel susu.
Prosedur kerja yaitu kedalam labu erlenmeyer masing-
masing diisikan 50 ml sampel susu. Tambahkan 2 ml
phenolphthalein. Salah satu labu Erlenmeyer dititrasi dengan
0,25 N NaOH hingga terbentuk warna merah muda yang tetap
apabila dikocok. Hitung jumlah ml NaOH yang terpakai untuk
titrasi.
Derajat soxhlet Henkel adalah jumlah 0,25 N NaOH
dikalikan 2.

3.5.6 Uji Didih


Prinsip : Uji didih dilakukan untuk mengetahui dengan cepat
derajat keasaman susu. Kestabilan kasein susu berkurang jika
susu menjadi asam, sehingga susu yang tidak baik akan pecah

5
atau menggumpal apabila dipanaskan sampai mendidih
(pemanasan suhu tinggi). Susu pecah pada uji didih juga dapat
ditemukan pada susu asam, kolostrum atau akibat perubahan
fisiologis pada sapi.
Alat dan bahan : Tabung reaksi, pembakar Bunsen, penjepit
kayu dan sampel susu.
Prosedur kerja :
1. Tabung reaksi di isi dengan 5 ml sampel susu kemudian
dengan menggunakan penjepit dipanaskan sampai
mendidih.
2. Intepretasi hasil : Hasil positif ditunjukan dari adanya
gumpalan atau butiran-butiran halus pada dinding tabung.

3.5.7 Uji Residu Antibiotik


Prinsip uji ini yaitu residu antibiotic akan menghambat
pertumbuan mikroorganisme pada media agar. Penghambatan
dapat dilihat dengan terbentuknya daerah hambatan disekitar
kertas cakram atau silinder cup atau agar well. Besarnya
diameter daerah hambatan menujukkan konsentrasi residu
antibiotik. Pengujian dilakukan dengan kondisi aseptis
Alat dan bahan : media MHA, kertas cakram, cawan petri,
refrigerator, timbangan analitik, sentrifus, pinset, incubator, ose.
Prosedur uji :
a. Ambil 3 buah paper disk, paper disk kosongan, paper disk
dicelupkan pada sampel susu, paper disk antibiotic
(Amoxicilin).
b. Media Muellen-Hinton agar (MHA) yang ditambah kuman
standar (Bacillus subtillis) disiapkan dan didiamkan
sampai beku.
c. Paper disk tersebut ditempelkan pada media dan kontrol
(amoxicilin).
d. Kemudian diinkubasikan selama 18-24 jam pada suhu 37
C. Penghitungan hasil berdasarkan diameter zona
hambatan yang terbentuk disekeliling paper disk.
Interpretsi hasil : Apabila zona hambatan > 12 mm sampel
dianggap positif mengandung residu antibiotik (Agustina et
al.,2000).

6
3.5.8 Uji Pemalsuan Susu (Penuntun praktikum Higiene makanan
2015 PKH UB)
1. Penambahan Air
Prinsip : Adanya penambahan air dalam susu dapat
menyebabkan berat jenis, kadar lemak dan bahan kering tanpa
lemak menurun. Sedangkan titik beku susu akan meningkat.
Alat dan bahan Cawan porselin, Erlenmeyer 500ml,
penangas air, kertas saring, larutan CaCl 2 20%, larutan H2SO4,
diphenilamin, akuades dan sampel susu.
Prosedur kerja : Penambahan air dalam susu dapat diuji
secara kimia dengan membuktikan adanya nitrat.
1. Membuat serum kalsium klorida dari susu : membuat
larutan CaCl2 20 % (20 gram CaCl2 dilarutkan dalam 80
ml akuades) : tambahkan150 ml sampel susu dengan
1,25 ml larutan CaCl2 didalam erlennmeyer dan dikocok.
Panaskan didalam air yang mendidih selama 20 sampai
30 menit. Dinginkan selama 30 menit.
2. Membuktikan adanya nitrat : 0,5 gram diphenilamin
didalam campuran 100 ml H2SO4 dan 20 ml akuades.
Larutan tersebut sebanyak 2 ml dimasukan kedalam
cawan porselin. Tambahkan 0,5 serum kalsium khlorida
dari susu perlahan-lahan sehingga tidak tercampur.
Reaksi positif apabila terbentuki cincin biru.

3.5.9 Uji Kadar lemak Gerber (SNI 01-2891-1992)


Prinsip pengujian metode gerber adalah mereaksikan
cairan dengan H2SO4 dan amil alkohol, kemudian kadar lemak
dapat dibaca dari butirometer standar.
Alat dan bahan
Beker glass, pipet volumentrik, sentrifuse gerber,
butirometer, penangas air, sumbat karet, H 2SO4 91 % - 92 % ,
amyl alkohol, air panas (penangas air) dengan suhu 65 oC.
Prosedur pengujian
1. Air susu diaduk hingga sempurna bercampur, dituang
dalam beker gelas satu yang lain kemudian beri tanda
sampel pada butirometer dengan mulut diatas.
2. Langkah selanjutnya ke dalam masing-masing butirometer
diisi 10 ml H2SO4 dari pipet (mulut pipet diletakkan ke
dinding Butirometer) dan air susu 10,75 ml dialirkan pelan-
pelan hingga kedua cairan tersebut tetap terpisah.
3. Lalu isikan masing-masing 1 ml amyl alkohol ke dalam
butirometer.
4. Butirometer kemudian disumbat dengan penyumbat karet
yang diputar sedalam-dalamnya.

7
5. Lalu butirometer satu persatu dibungkus dengan lap dan
dikocok dengan sempurna sehingga tidak terdapat bagian-
bagian yang padat, warna menjadi keunguan.
6. Lalu masukkan butirometer ke dalam sentrifuge selama 5
menit dengan kecepatan 1200 rpm. Penyumbat diatur
sedemikian rupa sehingga lemak berada di bagian yang
berskala.
7. Langkah selanjutnya masukkan butirometer ke dalam
penangas air selama 5 menit dengan suhu 65C (bagian
skala harus selalu diatas).
8. Setelah selesai butirometer dilap, sumbat diatur sehingga
seluruh lemak berada dalam skala. dan skala dibaca. (SNI
01-2891-1992).

3.5.10 Uji Mastitis Subklinis Metode California Mastitis Test


(Penuntun praktikum Higiene makanan 2015 PKH UB)
Prinsip kerja
Pereaksi CMT akan bereaksi dengan DNA dari inti sel
somatis sehingga terbentuk massa kental seperti gelatin, semakin
kental massa yang terbentuk maka semakin tinggi tingkat
reaksinya yang berarti jumlah sel somatis semakin tinggi.
Alat dan bahan : Paddle , pereaksi CMT, sampel susu

1 Masukkan 2- 3 ml sampel susu ke dalam Paddle.


2 Tambahkan pereaksi CMT dalam jumlah yang sama kemudian
campurkan dengan cara memutar paddle secara horizontal
selama 20 -30 detik.
3 Amati reaksi yang terjadi. Waktu mulai mencampur sampai
pembacaan jangan melebihi 30 detik, sebab akan terjadi false
positif.

Hasil Uji :
Reaksi positif satu (+) : terbentuk lendir
Reaksi positif dua (++) : terbentuk lendir yang kental
Reaksi positif tiga (+++) : terbentuk lendir yang kental seperti
massa gelatin

3.5.11 Uji Pengukuran Jumlah Bakteri (TPC)


Alat dan bahan yang digunakan yaitu cawan petri, tabung
reaksi, pipet volumetric, botol media, colony counter, gunting,
pinset, jarum inokulasi, stomacher, Bunsen , pengocok tabung,
incubator, PCA, VRB, BPW (Buffer Pepton Water) 0,1 % dan
sampel.
Prosedur pengujian :

8
1. Timbanglah sebanyak 1 ml sampel secara aseptic
kemudian masukkan ke dalam tabung reaksi.
2. Tambahkan larutan BPW 0,1 % hingga 10 ml kedalam
kantong steril yang sudah berisi sampel tersebut. Ini
merupakan larutan dengan pengenceran 10 -1.
3. Pindahkan 1 ml suspense pengenceran 10 -1 tersebut
dengan pipet steril ke dalam larutan 9 ml BPW untuk
mendapatkan pengenceran 10-2
4. Buat pengenceran 10-310-410-5 dan seterusnya dengan
cara yang sama seperti pada prosedur sebelumnya sesuai
kebutuhan.
5. Tambahkan 15 ml sampai dengan 20 ml PCA yang sudah
didinginkan hingga temperature 45oC 1oC pada masing-
masing cawan yang sudah berisi 3 pengenceran terakhir.
Tambahkan 15 ml sampai dengan 20 ml VRB yang sudah
didinginkan hingga temperature 45oC 1oC pada masing-
masing cawan yang sudah berisi 3 pengenceran awal.
Supaya larutan sampel dan media VRB/PCA tercampur
seluruhnya, lakukan pemutaran cawan ke depan dan ke
belakang atau membentuk angka depalan dan diamkan
sampai memadat.
6. Inkubasikan pada suhu 37C selama 24 jam sampai 48
jam dengan meletakkan cawan pada posisi terbalik.
7. Untuk perhitungan koloni, hitung jumlah koloni pada setiap
seri pengenceran kecuali cawan petri yang berisi koloni
menyebar (spreader colony). Pilih cawan yang
mempunyai jumlah koloni 25 sampai dengan 250.
8. Perhitungan
TPC (koloni/g) = N x F
Keterangan:
N : rata rata koloni dari 2 cawan petri dari satu
pengenceran
F : faktor pengenceran dari rata rata koloni yang dipakai

3.5.12 Uji E. colli


Alat dan Bahan
Cawan petri, jarum inokulasi, bunsen, dan media EMBA.

Prosedur Pengujian
Koloni pada hasil TPC di streak menggunakan ose pada
media EMBA. Cawan petri diinkubasi pada posisi terbalik pada
suhu 37oC selama 24 jam.

3.5.13 Uji Salmonella Sp


Prinsip kerja pengujian ini yaitu sampel dideteksi dengan
menumbuhkan pada media agar selektif untuk meyakinkan ada
tidaknya bakteri salmonella.

9
Alat dan bahan yang digunakan yaitu Cawan petri, jarum
inokulasi, bunsen, dan media Salmonella Shigella Agar (SSA).

Prosedur pengujian :
1. Hasil koloni bakteri pada media PCA atau pengenceran
sampel di streak dengan ose pada media SSA
2. Cawan petri diinkubasi pada suhu 36 0C selama 24 jam.
3. Setelah inkubasi, diamati koloni bakteri yang tumbuh pada
media SSA. Amati kemungkinan adanya koloni
Salmonella

Morfologi koloni Salmonella :


Koloni berwarna coklat, abu abu hingga hitam dan
terkadang kilap logam. Apabila masa inkubasi bertambah maka
warna media sekitar koloni mula-mula coklat kemudian menjadi
hitam.

10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keterangan Sampel Susu Segar


Sampel : Susu sapi segar
Merk :-
Kemasan : Bungkus plastik

4.2 Hasil Pengujian Kualitas Susu Sapi Segar

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Kualitas Susu sapi


Jenis Uji Hasil Uji Standar
Organoleptik :
Bau Khas susu segar Khas susu/Aromatis
Warna Putih Putih kekuningan
Konsistensi Baik tidak ada butiran Tidak ada
kebersihan pada dinding butiran/tidak berlendir
Bersih Bersih
Derajat keasaman pH indikator 7 6,30-6,75
(pH) pH meter 6,67
Berat jenis 1,0247 Minimal 1,028
(27,50C)
Alkohol Negatif (tidak ada Negatif
gumpalan)
Uji Didih Negatif (tidak ada Negatif
gumpalan)
Titrasi keasaman 40SH 6-7 0 SH
Soxhlet Henkel
Uji Pemalsuan susu Positif (ada cincin Negatif
(Penambahan air) biru)
Uji residu antibiotik Negatif Sesuai aturan yang
berlaku
Uji kadar lemak 3 % Minimal 3 %
(Gerber)
BK 16,08 %
BKTL 13,08 % Minimal 8 %
Kadar protein 2,9 % Minimal 2,7 %
Uji CMT Negatif (tidak Negatif
terbentuk lendir
kental)
Uji vrb 2,4x104 Cfu/ml Maks. 1x106 Cfu/ml
Uji E. Coli Positif Negatif

Salmonella Negatif Negatif

Pengujian pada susu segar diperoleh hasil uji organoleptik susu


segar menunjukan bau yang khas atau aromatis, warna putih dan

11
bersih, dan konsistensinya baik tidak ada butiran pada dinding plastik
atau kemasan. Hal ini menunjukan kesesuaian dengan SNI 01-3141-
1998.
Warna susu yang baik yaitu putih kekuning-kuningan. Warna
putih karena adanya penyebaran butiran-butiran koloid lemak, kalsium
kaseinat (disperse koloid yang tidak tembus cahaya). Sedangkan
warna kekuning-kuningan pada susu karena adanya karoten dan
riboflavin. Bau yang khas dan aromatis pada susu disebabkan karena
adanya perombakan protein menjadi asam-asam amino. Lemak susu
sangat mudah menyerab bau dari sekitarnya, seperti bau hewan asal
susu perah.
Pada uji Derajat keasaman (pH) dengan pH indikator 7,
sedangkan dengan pH meter yaitu 6,67. Berdasarkan SNI 01-3141-
1998 kadar pH normal susu segar yaitu 6,30-6,75. Pada Uji alkohol
dan uji didih didapatkan hasil yang negatif (tidak ada gumpalan pada
dinding tabung reaksi, hal ini menunjukan susu memiliki kualitas baik
dan susu tidak mengalami kerusakan, SNI 01-3141-1998 menunjukan
bahwa uji alkohol dan uji didih harus negatif (tidak ada gumpalan).
Uji didih memiliki prinsip yang sama dengan uji alkohol yaitu
untuk mengetahui susu yang pecah atau rusak. Susu segar yang
berkualitas baik tidak akan pecah atau menggumpal bila dipanaskan
atau didihkan. Sebaliknya susu yang bermutu jelek akan mengalami
penggumpalan bila dipanaskan. Hal tersebut terjadi karena adanya
asam yang dihasilkan oleh mikroba dari peruraian laktosa. Asam
tersebut mengakibatkan protein susu mudah mengalami denaturasi
dan penggumpalan dila dilakukan pemanasan. Sehingga susu yang
telah banyak ditumbuhi mikroba akan menjadi asam dan mudah
pecah bila dipanaskan (Milk Codex, 1977).
Pada Titrasi keasaman Soxhlet Henkel untuk mengetahui derajat
asam susu di peroleh hasil 4 0 SH, menurut SNI derajat asam susu
segar normalnya adalah 6-7 0 SH. Derajat keasaman menunjukkan
banyak sedikitnya asam yang terbentuk di dalam susu akibat
pertumbuhan mikroba. Semakin tinggi derajat keasaman maka
semakin buruk kualitas susu. Derajat keasaman berbanding terbalik
dengan nilai pH, semakin rendah derajat keasaman susu semakin
tinggi nilai pH dan sebaliknya.
Uji berat jenis diperoleh hasil 1,0247. Berdasarkan SNI BJ
normal susu minimal 1,028. Hal ini menunjukan bahwa susu sudah
dicampur dengan air. Maka dari itu dilakukan uji pemalsuan susu
dengan penambahan air. Pada uji pemalsuan susu dengan air
diperoleh hasil Positif (terbentuk cincin berwarna biru) hal ini
membuktikan bahwa susu tersebut sudah di campur dengan air.
Viskositas dan berat jenis merupakan sifat fisik susu yang
dipengaruhi oleh komposisi susu, nilai protein dan lemak
susu. Viskositas susu akan meningkat diikuti meningkatnya berat jenis
susu. Semakin kental susu maka semakin banyak jumlah padatan
didalam susu yang akan meningkatkan berat jenis susu. Oleh karena
itu, viskositas dan berat jenis selalu berbanding positif. Menurut

12
Herdiansyah (2011), jika berat jenis susu rendah maka kekentalan
susu tersebut sangat rendah, namun sebaliknya
jika viskositas kandungan bahan kering tinggi atau berat jenis susu
tinggi maka viskositas susu tersebut akan tinggi. Menurut Abubakar
(2000), berat jenis susu dipengaruhi oleh pakan, bahan kering yang
yang meningkat maka berat jenis dan visikositas akan meningkt.
Menurtu Julmiati (2002), kenaikan BJ susu disebabkan karena adanya
pelepasan CO2 dan N2 yang terdapat ppada susu tersebut, karena
sekitar 95% dari nitrogen pada susu berada dalam bentuk protein.
Pada uji CMT untuk mengetahui apakah susu terkena mastitis
atau tidak, pada uji CMT tidak ditemukan lendir kental, jadi susu yang
di uji normal. Pengujian kadar lemak dengan metode gerber
didapatkan kandungan lemak yaitu 3 % hal ini masih sesuai dengan
SNI 01-3141-1998 yaitu kadar lemak minimal 3 %.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kadar lemak yaitu jenis
sapi perah, umur sapi perah, jenjang laktasi, interval pemerahan serta
dua faktor utama yaitu keadaan iklim dan ransum yang diberikan.
Unsur-unsur iklim seperti suhu dan kelembaban udara akan dapat
mempengaruhi kadar lemak susu sapi perah. Diantara factor-faktor
diatas ransum yang diberikan mempunyai pengaruh terbesar terhadap
kadar lemak susu sapi perah (Basya, 1983).
Uji kadar bahan kering dengan rumus diperoleh hasil 16,08 %,
dan uji bahan kering tanpa lemak diperoleh hasil 13,08 %, persyaratan
bahan kering tanpa lemak berdasarkan SNI yaitu minimal 8 %. Uji
kadar protein dilakukan dengan menggunakan rumus diperoleh hasil
2,9 %. SNI kadar protein yaitu minimal 2,7 %. Pengujian residu
antibiotic diperoleh hasil yang negatif ditandai dengan tidak adanya
zona hambatan > 2 mm (Agustina et al.,2000). Pada pengujian
mikroba dengan metode TPC di peroleh hasil jumlah mikroba yaitu 2,4
x 104 Cfu/ml. Berdasarkan SNI 01-3141-1998 jumlah mikroba susu
normalnya maksimal 1x106 Cfu/ml. Hal ini menunjukan bahwa jumlah
bakteri dalam susu tersebut masih normal dibawah standar. Adanya
peningkatan jumlah bakteri dalam susu dapat disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya proses penanganan saat pemerahan
serta proses penyimpanan yang kurang higiene (Efendi, 2009). Selain
itu untuk dilanjutkan dengan uji E. coli, pada uji E. Coli diperoleh hasil
positif. Berdasarkan SNI 01-3141-1998 cemaran E.coli dalam susu
harus negatif. Hal ini menunjukan bahwa sampel susu tidak sesuai
dengan SNI. Pada uji Salmonela menunjukan hasil negatif.

13
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Hasil pengujian kualitas susu segar diperoleh kesimpulan bahwa
susu tersebut tidak aman dan tidak layak untuk dikonsumsi karena
mengandung bakteri E.coli yang pathogen, ditemukannya residu
antibiotic, dan pada uji BJ serta pemalsuan susu diperoleh bahwa
susu tersebut telah di campur dengan air.
5.2 Saran
Perlu dilakukan pengujian serta pengawasan berkala untuk
memastikan bahwa susu segar yang beredear dipasaran bukan susu
yang di oplos dengan air.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abubakar Dkk. 2000. Pengaruh Suhu Dan Waktu Pasterurisasi Terhadap


Mutu Susu Selama Penyimpanan. Jurnall Ilmu Ternakdan
Veteriner. 6(1):45-50
Badan Standarisasi Nasional. 1998. Standar Nasional Indonesia susu
segar. (SNI) 01-3141-1998.
Badan Standar Nasional Indonesia. 2008. Metode Pengujian Cemaran
Mikroba Dalam Daging, Telur, Dan Susu, Serta Hasil Olahannya.
SNI 2897:2008. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional
Bowen, A.B., and C.R. Braden. 2006. Invasive Enterobacter sakazakii
Disease in Infants. Emerging Infectious Disease. 12 (8):1185-
1189.
Effendi, S. H. M. 2009. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan.
Alfabeta, Bandung.
Ernawati, Nenny Harijani dan Suwarno. 2010. Pemanfaatan Sari Rimpang
Jahe (Zingiber officinale) Sebagai Antibakterial Alami Pada Susu
Pasteurisasi Berdasarkan Penurunan Jumlah Bakteri Escherichia
coli. Artikel Ilmiah. Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas
Airlangga Surabaya, Surabaya.
Julmiiati. 2002 Perbandingan Kualitas Fisik Susu Pasterisasi
Konvensional Dan Mikrowave Dengan Lama Penyimpanan Yang
Berbeda. Skripsi Fakultas Peternakan. Unhas. Makasar
Mitimu, 2010. Karasteristik, kimia, fisik, dan organolaptik susu. Jurnal
aplikasi teknologi pangan vol. 2 no. 1

15
LAMPIRAN

Gambar 1. Organoleptik Gambar 2. Uji BJ

Gambar 3. pH Indikator Gambar 4. pH meter

Gambar 5. Titrasi keasaman Soxhlet Henkel

16
Gambar 6. Uji alkohol Gambar 7. Uji didih

Gambar 8. Uji pemalsuan susu Gambar 9. Uji lemak gerber

Gambar 10. Uji CMT Gambar 11. VRB

17
Gambar 12. PCA Gambar 13. EMBA

Gambar 14. SSA Gambar 15. Residu AB

Perhitungan :

BJ = 1,025 + (26-27,5) x 0,0002

= 1,025 0,0003

= 1,0247

BK = 1,311 x L + 2,738 x 100(BJ-1)


BJ
= 1,311 x 3% + 2,738 x 100(1,0247-1)
1,0247
= 6,67 % x 2,41

=16,08 %

18
BKTL = BK-L

= 16,08-3

= 13,08 %

Kadar protein = L/2 + 1,4

= 3/2 + 1,4

= 2,9 %

Uji TPC

Media VRB
Pengenceran I II
101 TBUD TBUD
102 311 166
103 207 119
Media PCA
Pengenceran I II
104 Kontrol kontrol
105 TBUD TBUD
106 TBUD TBUD
107 TBUD TBUD

19

Anda mungkin juga menyukai