Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU DAN TEKNOLOGI REPRODUKSI VETERINER


DAN SATWA AKUATIK
(INSEMINASI BUATAN PADA SAPI)

OLEH :

NAMA : MUHAMMAD FAUZIH ASJIKIN


NIM : O111 13 508
KELOMPOK : 3 (TIGA)
ASISTEN : WAHYU ANDRY LESMANA

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
1. Tujuan
Tujuan dari praktikum inseminasi buatan pada sapi ialah untuk mengetahui
prosedur pelaksanaan inseminasi buatan, keuntungan serta kerugiannya.

2. Tinjauan Pustaka
2.1. Teknologi Inseminasi Buatan
2.1.1. Pengertian Inseminasi Buatan
Inseminasi buatan adalah proses memasukkan sperma ke dalam saluran
reproduksi betina dengan tujuan untuk membuat betina jadi bunting tanpa perlu
terjadi perkawinan alami. Konsep dasar dari teknologi ini adalah bahwa seekor
pejantan secara alamiah memproduksi puluhan milyar sel kelamin jantan
(spermatozoa) per hari, sedangkan untuk membuahi satu sel telur (oosit) pada
hewan betina diperlukan hanya satu spermatozoon. Potensi terpendam yang
dimiliki seekor pejantan sebagai sumber informasi genetik, apalagi yang unggul
dapat dimanfaatkan secara efisien untuk membuahi banyak betina (Hafez, 1993).

Gambar 1. Teknik Inseminasi Buatan dan Hasil Radiografi

2.1.2. Sejarah Inseminasi Buatan


Sejarah Inseminasi Buatan dimulai sejak terjadinya peperangan di negeri
Arab pada awal abad ke 14. Perang pada waktu itu menggunakan kuda sebagai
alat transportasi, sehingga pihak yang mempunyai kuda-kuda yang kuat berharap
agar kudanya lebih lincah mengejar lawan sehingga dapat menang
(Ismaya, 2014). Kelompok yang mengalami kekalahan bepikir bahwa salah satu
faktor utama penyebab kekalahan adalah disebabkan oleh kuda-kuda yang
dimiliki kurang kuat/lincah, sehingga terjadilah ide pencurian sperma kuda milik
musuhnya yang relatif lebih kuat dan tangguh, yaitu dengan cara memasukkan
spon kedalam vagina induk kuda yang baru saja dikawini pejantan, kemudian
spon tersebut diambil dan dimasukkan kedalam kuda betina miliknya yang sedang
birahi, akhirnya terjadi kebuntingan dan melahirkan anak yang kuat, lincah dan
tangguh seperti milik musuhnya (Sugoro, 2009).
Tiga abad kemudian, yaitu pada tahun 1677, Antoni van Leeuwenhoek
seorang Belanda bersama temannya Johan Hamm berhasil melihat sel sperma
dengan menggunakan mikroskop. Kemudian Lazaro Spallanzani pada tahun 1780
berhasil melakukan kawin buatan pada anjing dan pada tahun 1803 ia mencoba
mengetahui pengaruh pendinginan (salju) terhadap kehidupan sel sperma
(spermatozoa). Ternyata hasilnya positif, sel sperma lebih lama hidup (Bearden
dan Fuquay, 1980). Elia I. Ivannof (Rusia) pada tahun 1899 menyimpulkan bahwa
inseminasi buatan menghasilkan angka konsepsi lebih baik daripada perkawinan
alami. Dari percobaannya dengan menggunakan 39 dan 23 ekor, masing-masing
dikawinkan secara buatan dan alami, dan hasilnya masing-masing 79% dan 43%
bunting. Ivannof juga merupakan orang yang pertama kali melakukan kawin
buatan pada ternak sapi dan domba (Bearden dan Fuquay, 1980).
Untuk menampung sperma dari yang paling sederhana, yaitu menampung
tetesan sperma saat ejakulasi, mengambil sperma dari dalam vagina ternak yang
baru saja kawin, dengan memasang kondom, penampungan terus berkembang
hingga Giuseppa Amantea (profesor dari Universitas Rome) pada tahun 1914
membuat vagina buatan pada anjing (Bearden dan Fuquay, 1980). Namun
demikian, pada tahun 1925, Case, seorang ahli yang berasal dari inggris,
menampung sperma sapi dengan mengurut (massage) pada bagian kelenjar
vesikularis dan ampularis dari bagian alat reproduksi sapi melalui rectum.
Tampaknya penampungan sperma dengan menggunakan vagina buatan dan
dengan cara pengurutan, Gunn (Australia) pada tahun 1936 menampung sperma
domba dengan menggunakan elektroejakulator (Ismaya, 2014).
Dengan perkembangan artificial insemination (AI) atau inseminasi buatan
(IB) dengan menggunakan sperma segar (undiluted semen) maupun sperma cair
(diluted semen) tersebut telah berkembang pula koperasi-koperasi IB seperti di
Denmark. Koperasi IB telah berdiri sejak tahun 1936. Karena sperma segar
maupun sperma cair mudah rusak dan tidak tahan lama disimpan, maka C. Polge
dan A. S. Parkes dalam percobaannya berhasil menyimpan sperma pada CO 2
padat dengan suhu -79ºC dan menambahkan glycerol sebagai bahan pelindung sel
sperma (Bearden dan Fuquay, 1980). Akhirnya pada tahun 1962 ditemukan N2
cair (nitrogen cair) sebagai penyimpan sperma dengan suhu -196ºC.
Inseminasi buatan telah lama berkembang di negara-negara maju, seperti di
Amerika, Belanda, Perancis, Inggris, Swedia, Rusia, Australia, dan Jepang. Di
negara-negara yang sedang berkembang seperti di Indonesia, IB baru
diperkenalkan pada tahun 1950 (Ismaya, 2014).
Di Indonesia IB pertama kali baru diperkenalkan oleh Prof.B.Seit
(Denmark) di FKH-Institut Pertanian Bogor/LPP Bogor pada tahun 1950. Pada
tahun 1951 berdirilah stasiun-stasiun IB di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali. Di
Jawa Tengah pada tahun 1953 berdiri "Balai Pembenihan Ternak" yaitu di daerah
Mirit Kebumen dan di Ungaran. Pada tahun 1970 di Ungaran Jawa Tengah berdiri
"Balai Inseminasi Buatan". Pada tahun 1973 sperma beku (frozen semen) masuk
ke Indonesia. Untuk mengembangkan IB di Indonesia maka pada tahun 1976
berdirilah Balai Inseminasi Buatan Lembang di Bandung Jawa Barat, yang
kemudian disusul Balai Inseminasi Buatan Singosari Malang Jawa Timur (Sugoro,
2009).

2.1.3. Kentungan dan Kerugian Inseminasi Buatan


Keuntungan penerapan bioteknologi IB pada ternak adalah sebagai berikut
(Hafez, 1993):
a. Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan
b. Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik
c. Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding)
d. Dengan peralatan dan teknologi yang baik spermatozoa dapat simpan dalam
jangka waktu yang lama
e. Semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun
pejantan telah mati
f. Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena fisik
pejantan terlalu besar
g. Menghindari ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang ditularkan
dengan hubungan kelamin.
Dampak negatif (kerugian) yang akan timbul apabila penerapan
bioteknologi IB tidak terkontrol dalam kaitannya dengan animal welfare, seperti
(Hafez, 1993):
a. Hilangnya/punahnya ternak lokal akibat terkikis oleh munculnya ternak
persilangan (crossbred animal). Hal ini bisa muncul karena persepsi
masyarakat (petani/peternak) yang lebih menyukai ternak persilangan karena
pertumbuhannya lebih cepat dan dampak akhirnya adalah nilai jual yang tinggi.
b. Dapat menyebabkan stress dan menimbulkan resiko pada animal welfare.
Pemilihan pejantan sebagai sumber semen yang tidak tepat (kemungkinan
mengandung gen letal) akan menimbulkan beberapa dampak negatif, antara
lain masa kebuntingan lebih panjang, meningkatnya kejadian kesulitan
melahirkan (distokia) dan tingginya frekuensi gen anomali dan anak yang
dilahirkan memiliki bobot lahir yang melebihi ukuran normal dan penurunan
daya reproduksi.
c. Apabila identifikasi birahi (estrus) dan waktu pelaksanaan IB tidak tepat maka
tidak akan terjadi terjadi kebuntingan.
d. Akan terjadi kesulitan kelahiran (distokia), apabila semen beku yang digunakan
berasal dari pejantan dengan breed / turunan yang besar dan diinseminasikan
pada sapi betina keturunan / breed kecil.
e. Bisa terjadi kawin sedarah (inbreeding) apabila menggunakan semen beku dari
pejantan yang sama dalam jangka waktu yang lama.
f. Dapat menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek apabila pejantan
donor tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik (tidak melalui suatu progeny
test).
g. Apabila identifikasi birahi (estrus) dan waktu pelaksanaan IB tidak tepat maka
tidak akan terjadi terjadi kebuntingan.
h. Akan terjadi kesulitan kelahiran (distokia), apabila semen beku yang digunakan
berasal dari pejantan dengan breed / turunan yang besar dan diinseminasikan
pada sapi betina keturunan / breed kecil.
i. Bisa terjadi kawin sedarah (inbreeding) apabila menggunakan semen beku dari
pejantan yang sama dalam jangka waktu yang lama.
j. Dapat menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek apabila pejantan
donor tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik (tidak melalui suatu progeny
test).
k. Hilangnya keanekaragaman akibat dipertahankan alel yang sama pada populasi
(hilangnya gen), sehingga rentan terhadap penyakit bila alel resisten hilang.

2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Inseminasi


Buatan
Penerapan bioteknologi IB pada ternak ditentukan oleh empat faktor utama,
yaitu semen beku, ternak betina sebagai akseptor IB, keterampilan tenaga
pelaksana (inseminator) dan pengetahuan zooteknis peternak. Keempat faktor ini
berhubungan satu dengan yang lain dan bila salah satu nilainya rendah akan
menyebabkan hasil IB juga akan rendah, dalam pengertian efisiensi produksi dan
reproduksi tidak optimal (Sugoro, 2009).
Faktor terpenting dalam pelaksanaan inseminasi adalah ketepatan waktu
pemasukan semen pada puncak kesuburan ternak betina. Puncak kesuburan ternak
betina adalah pada waktu menjelang ovulasi. Waktu terjadinya ovulasi selalu
terkait dengan periode berahi. Pada umumnya ovulasi berlangsung sesudah akhir
periode berahi. Ovulasi pada ternak sapi terjadi 15-18 jam sesudah akhir berahi
atau 35-45 jam sesudah munculnya gejala berahi. Sebelum dapat membuahi sel
telur yang dikeluarkan sewaktu ovulasi, spermatozoa membutuhkan waktu
kapasitasi untuk menyiapkan pengeluaran enzim-enzim zona pellucida dan masuk
menyatu dengan ovum menjadi embrio (Hafez, 1993). Waktu kapasitasi pada sapi,
yaitu 5-6 jam (Bearden dan Fuquay, 1980). Oleh sebab itu, peternak dan petugas
lapangan harus mutlak mengetahui dan memahami kapan gejala birahi ternak
terjadi sehingga tidak ada keterlambatan IB. Kegagalan IB menjadi penyebab
membengkaknya biaya yang harus dikeluarkan peternak (Hafez, 1993).

2.3. Tabel Persentase Keberhasilan Inseminasi Buatan Ditinjau


Dari Jarak Estrus
Menurut Prihatno (2006), pengamatan estrus merupakan salah satu faktor
penting dalam manajemen reproduksi sapi perah. Kegagalan dalam deteksi estrus
dapat menyebabkan kegagalan kebuntingan. Problem utama deteksi estrus
umumnya bila dijumpai sapi-sapi yang subestrus atau silent heat, karena tidak
semua peternak mampu mendeteksinya.
Menurut Sugoro (2009), deteksi estrus pada sapi dara biasanya sedikit lebih
sulit karena pendeknya periode estrus. Karena itu kemungkinan tanda-tanda
estrus pada sapi dara lebih sulit diamati dibandingkan dengan sapi yang pernah
bunting. Maka dari itu di sarankan pada para peternak untuk memeriksa tanda-
tanda estrus 3 kali sehari pada sapi dara. Semua sapi dara yang ditemukan
mengalami estrus harus direkording/dicatat tanggal dan identitasnya sehingga
dapat membantu untuk memprediksi periode estrus selanjutnya. Beberapa tanda-
tanda sapi estrus antara lain :
1. Sapi terlihat resah dan gelisah, beberapa mencari perhatian dengan
menempatkan kepalanya pada punggung sapi dewasa yang terdapat dalam
kelompok ternak.
2. Urinasi berkali-kali.
3. Pangkal ekor mengkerut, lumpur pada sisi dan punggung sapi dan vulva
terlihat berwarna merah, adanya mukus.
4. Sapi yang sedang estrus saling mengelilingi.
5. Mukus berdarah dari vulva menandakan bahwa sapi telah estrus beberapa
hari sebelumnya dan sekarang tidak estrus.
6. Tanda estrus sesungguhnya terlihat pada saat sapi betina dinaiki dan tidak
menolak, yang sering disebut standing heat.
Kemungkinan terjadinya konsepsi (kebuntingan) bila diinseminasi pada
periode-periode tertentu dari birahi telah dihitung oleh para ahli, perkiraannya
adalah (Modifikasi dari Susilawati, 2013) :
Tabel 1. Persentase Terjadinya Konsepsi
No
Waktu Persentase Keterangan
.
1. Awal Birahi 44 % Kurang
2. Pertengahan Birahi 82 % Sangat Baik
3. Akhir Birahi 75 % Baik
4. 6 Jam Sesudah Birahi 62,5 % Baik
5. 12 Jam Sesudah Birahi 32,5 % Kurang
6. 18 Jam Sesudah Birahi 28 % Kurang
7. 24 Jam Sesudah Birahi 12 % Sangat Kurang

2.4. Teknik Inseminasi Buatan


Teknik dalam inseminasi buatan yaitu (Susilawati, 2013):
1. Teknik IUI (Intrauterine Insemination)
Teknik IUI dilakukan dengan cara sperma diinjeksikan melalui leher
rahim hingga ke lubang uterine (rahim).
2. Teknik DIPI (Direct Intraperitoneal Insemination)
Teknik DIPI telah dilakukan sejak awal tahun 1986. Teknik DIPI
dilakukan dengan cara sperma diinjeksikan langsung ke peritoneal (rongga
peritoneum)
Teknik IUI dan DIPI dilakukan dengan menggunakan alat yang
disebut bivalve speculum, yaitu suatu alat yang berbentuk seperti selang dan
mempunyai 2 cabang, dimana salah satu ujungnya sebagai tempat untuk
memasukkan/menyalurkan sperma dan ujung yang lain dimasukkan ke dalam
saluran leher rahim untuk teknik IUI, sedangkan untuk teknik DIPI dimasukkan
kedalam peritoneal. Jumlah sperma yang disalurkan/diinjeksikan kurang lebih
sebanyak 0,5–2 ml. Setelah inseminasi selesai dilakukan, orang yang
mendapatkan perlakuan inseminasi tersebut harus dalam posisi terlentang selama
10–15 menit (Susilawati, 2013).

2.4.1. Penilaian Kelayakan Ternak Akseptor


Seleksi induk sapi calon akseptor IB dengan ketentuan sebagai berikut
(Elviwirda, 2015) :
1. Induk akseptor harus dalam kondisi fertil dan alat kelaminnya normal dan
berfungsi baik.
2. Induk akseptor tidak menderita penyakit menular.
3. Induk betina tidak pernah menderita distokia waktu melahirkan.
4. Induk mampu berproduksi secara normal.Induk tidak dalam kondisi
bunting dan tidak baru melahirkan.
Kriteria ternak sapi /kerbau yang masuk sebagai akseptor (Bidang Keswan,
2015) :
1. Pemeriksaan dan pemilihan sapi/Kerbau betina produktif dari
populasi/kelompok dengan kriteria Nilai Kondisi Tubuh (NKT) ≥ 2,5.
2. Melakukan anamnesa kepada pemilik ternak.
3. Pemeriksaan kondisi umum, eksterior tubuh, gejala klinis dan pemeriksaan
melalui eksplorasi rectal untuk menentukan status reproduksi maka sapi dapat
didiagnosa sebagai berikut : sapi/ Kerbau bunting, sapi tidak bunting dengan
organ reproduksi normal dan sapi mengalami gangguan reproduksi dan sapi
masih dara.
4. Sapi bunting, tidak dilakukan tindakan/ penanganan medis diberikan advis
untuk meningkatkan pemberian nutrisi.
5. Sapi/ Kerbau tidak bunting dengan organ reproduksi normal diberikan
advis untuk sebagai akseptor IB./ kawin alam.
6. Sapi/ Kerbau mengalami gangguan reproduksi dan sapi yang mengalami
kawin berulang 2 kali atau lebih, ditetapkan sebagai ternak target untuk
kegiatan penanganan gangguan reproduksi sesuai dengan hasil diagnosanya.
7. Sapi dara yang sudah berumur minimal 2 tahun dan belum nenunjukkan
tanda-tanda birahi dievaluasi kondisi organ reproduksinya dengan eksplorasi
rectal dan diberlakukan sesuai dengan statusnya.

2.4.2. Persiapan Peralatan Inseminasi Buatan


Persiapan alat dan bahan. Peralatan yang harus di siapkan meliputi
(Winarto, 2014) :
a. Insemination gun atau pistolet
b. Plastic sheath atau selubung plastik
c. Twizzer atau penjepit atau pinset
d. Gunting
e. Gloves
f. Liquit nitrogen refrigerator atau container
g. Vaseline/Pelicin
h. Ember berisi air
i. Straw
Thawing (Pencairan kembali straw). Straw mani beku di keluarkan dari
container dan di pindahakan ke ember berisi air menggunakan twizzer, (pastikan
bagian straw yang ada kapasnya berada di atas ) lama waktu thawing kurang lebih
15 detik (Winarto, 2014).
Persiapan straw. Ambilah straw dari tempat thawing dengan twizzer atau
jari tangan (peganglah selalu pada bagian ujungnya) dan keringkan straw dengan
tisu atau kapas. . masukan straw yang telah di keringkan kedalam gun atau
pistolet yang di pegang vertikal dengan ujung gun pistolet kira-kira setinggi mata
(Winarto, 2014).

2.4.3. Thawing Semen Beku


Sperma beku yang baru diambil dari penyimpanan di dalam container
dengan suhu -196ºC (di dalam nitrogen cair) harus segera dicairkan (thawing),
yaitu proses pencairan kembali dengan cara memasukkan sperma pada air hangat,
air keran, atau air es tergantung dari kebiasaan, keperluan, atau tersedianya air.
Kemudian ambil straw lalu keringkan dengan handuk dan longgarkan kapas
penyumbat dengan jari. Masukkan straw ke dalam pipet inseminasi (PI) atau
insemination gun dengan ujung bagian pabrik di bawah lalu ujung straw dipotong
kurang lebih 1 cm, lalu masukkan plastic sheath kemudian dikunci. Sebelum
diinseminasikan, ditekan sedikit alat penyemprotnya hingga sedikit keluar
spermanya (Ismaya, 2014).
Pada prinsipnya, kenaikan suhu saat thawing hingga dimasukkan ke dalam
vagina hendaknya meningkat secara linier, jangan sampai menunjukkan fluktuasi
yang nyata, sehingga dapat merusak atau mematikan spermatozoa (Ismaya, 2014).
Penggunaan air es, dan air keran sebagai bahan untuk thawing cukup bagus,
namun sperma harus segera dipakai dalam waktu 5 menit sesudah thawing.
Thawing pada suhu 4 sampai 5ºC lebih baik dari 15ºC dan ini lebih baik dari
30ºC, berdasarkan evaluasi hasil nonreturn rate (NRR). Menurut Bearden dan
Fuquay (1980) semen beku di dalam straw dapat dicairkan kembali pada suhu 32-
35ºC dengan water bath selama 12 sampai 15 detik, dan temperatur sperma dalam
straw akan mencapai 5ºC. Riset (research) baru menunjukkan bahwa thawing
pada air selama 30 detik dapat meningkatkan angka konsepsi. Organisasi
produsen sperma beku merekomendasikan untuk thawing dalam air selama 45-60
detik (Ismaya, 2014).

2.4.4. Setting Gun Inseminasi Buatan dan Straw


Ambillah straw dari tempat thawing dengan twizzer atau jari tangan
(peganglah selalu pada bagian ujungnya) dan keringkan straw dengan tisu atau
kapas. Masukan straw yang telah di keringkan ke dalam gun atau pistolet yang di
pegang vertikal dengan ujung gun pistolet kira-kira setinggi mata. Cara
memasukan straw (Winarto, 2014):
i. Tarik piston pistolet/gun sepanjang 15 cm, dan tahan dengan jari manis
tangan kiri.
ii. Pegang ujung straw bagian factory plug dengan ibu jari dan jari telunjuk.
iii. Tahan (fixed) ujung pistolet dengan jari manis, dan masukan straw kedalam
lubang pistolet.
iv. Tekan ujung straw kebagian laboratory plug sampai straw duduk pada
tempatnya dalam pistolet.
v. Gunting ujung straw di bagian rongga udara dibawah laboratory plug. Dan
sisakan bagian straw yang di luar pistolet sepanjang kira-kira 15 mm,
bersihkanlah mata gunting dari semen yang terlekat. Kemudian pasang
sheath menyelubungi straw, kemudian eratkan cincin kuncinya. Kemudian
siap untuk melakukan inseminasi. Kegiatan inseminasi di lakukan dengan
posisi setengah lingkaran.

2.4.5. Pelaksanaan Inseminasi Buatan


Prosedur Inseminasi Buatan adalah sebagai berikut (Bearden dan
Fuquay, 1980) :
 Sebelum melaksanakan prosedur Inseminasi Buatan (IB), semen harus
dicairkan (thawing) terlebih dahulu dengan mengeluarkan semen beku dari
nitrogen cair dan memasukkannya dalam air hangat atau meletakkannya
dibawah air yang mengalir. Suhu untuk thawing yang baik adalah 37oC.
 Jadi semen/straw tersebut dimasukkan dalam air dengan suhu badan 37oC,
selama 7-18 detik.
 Setelah di thawing, straw dikeluarkan dari air kemudian dikeringkan dengan
tissu.
 Kemudian straw dimasukkan dalam gun, dan ujung yang mencuat dipotong
dengan menggunakan gunting bersih.
 Setelah itu plastic sheath dimasukkan pada gun yang sudah berisi semen
beku/straw.
 Sapi dipersiapkan (dimasukkan) dalam kandang jepit, ekor diikat.
 Petugas Inseminasi Buatan (IB) memakai sarung tangan (glove) pada tangan
yang akan dimasukkan ke dalam rektum.
 Tangan petugas Inseminasi Buatan (IB) dimasukkan ke rektum, hingga dapat
menjangkau dan memegang leher rahim (cervix), apabila dalam rektum banyak
kotoran harus dikeluarkan lebih dahulu.
 Semen disuntikkan/disemprotkan pada badan uterus yaitu pada daerah yang
disebut dengan posisi ke empat.
 Setelah semua prosedur tersebut dilaksanakan maka keluarkanlah gun dari
uterus dan servix dengan perlahan-lahan.

3. Materi dan Metode


3.1. Materi
Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Kering Program Studi Kedokteran
Hewan Fakultas Kedokteran Unhas pada tanggal 11 November 2015 pukul 13.00
WITA dan di Balai UPTD Inseminasi Buatan Pucak Kabupaten Maros pada
tanggal 24 November 2015 pukul 13.00 WITA sampai selesai dengan
menggunakan beberapa media maupun bahan praktikum diantaranya :
- Organ reproduksi sapi betina
- Sapi betina
- Air hangat atau air keran
- Lubrikan atau Pelicin (Sabun sunlight)
- Cool box atau container yang berisi N2 cair
- Straw
- Insemination gun atau pistolet
- Plastic sheath atau selubung plastik
- Twizzer atau penjepit atau pinset
- Gunting atau pemotong straw
- Gloves
- Ember berisi air

3.2. Metode
Metode praktikum pada praktikum kali ini yaitu dengan menggunakan
metode deskriptif (penjelasan langsung) dan metode langsung, yakni dengan
melakukan palpasi rektal untuk menemukan cervix dari sapi betina setelah itu
dilakukan teknik inseminasi buatan dengan memasukkan gun yang berisi
straw/semen beku. Pada praktikum ini dilakukan juga tahapan-tahapan sebelum
melaksanakan IB yang dimulai dari mempersiapkan straw sampai mendeposisikan
semen di cervix sapi betina.
Adapun prosedur pelaksanaan inseminasi buatan yakni:
a. Semen harus dicairkan (thawing) terlebih dahulu dengan mengeluarkan semen
beku (straw) dari container yang berisi N2 cair dan memasukkannya ke dalam
air hangat atau meletakkannya dibawah air yang mengalir. Suhu untuk thawing
yang baik adalah 37oC dan dengan waktu sekitar 15 detik.
b. Setelah di thawing, straw dikeluarkan dari air kemudian dilap dengan
menggunakan tissue agar menjadi kering.
c. Kemudian straw dimasukkan dalam gun dan bagian yang memiliki kapas di
posisikan menghadap kebawah, dan ujung yang mencuat dipotong dengan
menggunakan gunting bersih atau pemotong straw.
d. Setelah itu plastic sheath dimasukkan pada gun yang sudah berisi semen
beku/straw.
e. Sapi betina dipersiapkan (dimasukkan) dalam kandang jepit.
f. Petugas Inseminasi Buatan (IB) atau biasa disebut sebagai inseminator
memakai sarung tangan (glove) pada tangan yang akan dimasukkan ke dalam
rektum kemudian diberikan sedikit pelicin atau pelumas agar memudahkan
untuk memasukkan tangan ke dalam rektum maupun tidak melukai rektum.
g. Tangan inseminator dimasukkan ke rektum, hingga dapat menjangkau dan
memegang leher rahim (cervix), apabila dalam rektum banyak kotoran harus
dikeluarkan lebih dahulu.
h. Semen dideposisikan pada bagian akhir dari cervix yaitu pada daerah yang
disebut dengan posisi ke empat atau cincin ke empat, sekitar 0,5 cm dari
cervix.
i. Setelah semua prosedur tersebut dilaksanakan maka keluarkanlah gun dari
vagina dan cervix secara perlahan-lahan.

4. Hasil dan Pembahasan


Hasil praktikum yang diperoleh sebagai berikut:

Gambar 2. Simulasi Inseminasi Buatan Pada Organ Reproduksi Betina


Pada praktikum Inseminasi buatan pertama yang dilakukan di Laboratorium
Kering Program Studi Kedokteran Hewan, pada saat itu dilakukan simulasi
inseminasi buatan dengan menggunakan organ reproduksi sapi betina untuk
mengenali letak serviks dan teknik inseminasi buatan yang bertujuan agar saat
melakukan inseminasi buatan pada sapi aslinya tidak terjadi luka atau berdarah
pada serviks.

Gambar 3. Alat dan Bahan Inseminasi Buatan

Pada gambar diatas merupakan alat dan bahan yang digunakan pada saat
akan melaksanakan inseminasi buatan. Alat dan bahan tersebut telah baik dan
sesuai dengan standar yang ada setiap melakukan inseminasi buatan.

Gambar 4. Pengambilan Straw Pada Container


Pada gambar tersebut merupakan prosedur pengambilan straw di container
yang berisi N2 cair dengan menggunakan pinset kemudian dilakukan proses
thawing, dimana pada saat dilapangan air yang digunakan dengan suhu kurang
lebih 32-35oC dan lama waktunya kurang dari 20 detik. Berdasarkan teori yang
ada bahwasanya dalam melaksanakan proses thawing sebaiknya menggunakan air
hangat dengan suhu 37ºC agar semen yang berada didalam straw bisa langsung
aktif. Jadi pada prosedur ini bisa dikatakan kurang sesuai dengan teori yang ada
bahkan dapat menyebabkan semen didalam straw tidak menjadi aktif akibat
proses thawing yang kurang maksimal.

Gambar 5. Pemasangan Straw Pada Gun

Pada gambar di atas merupakan proses pemasangan straw pada gun, dimana
pemasangan tersebut harus berhati-hati dan tidak menyentuh bagian ujung setelah
itu dilakukan pemotongan ujung straw yang tegak lurus kemudian dilanjutkan
dengan pemasukan plastic sheath yang digunakan untuk melindungi gun, agar
tidak melukai organ reproduksi kemudian setelah plastic sheath masuk maka gun
dikunci.
Gambar 6. Teknik Memegang Gun Inseminasi Buatan

Pada prosedur tersebut dilakukan teknik menggigit gun setelah melakukan


prosedur inseminasi sebelumnya sampai memasang plastic sheath. Hal ini jika
berkaitan dengan teori yang ada maka dapat dikatakan tidak sesuai dengan
prosedur yang ada dikarenakan kita tetap harus menjaga kebersihana atau
sterilisasi dari gun tersebut sedangkan jika diletakkan dimulut atau digigit maka
kemungkinan terkontaminan agen asing sangatlah besar.

Gambar 7. Palpasi Rektal

Pada gambar ini, dilakukan palpasi rektal untuk mengetahui maupun


mendapatkan serviks sehingga memudahkan untuk melakukan inseminasi buatan.
Ketika telah mendapatkan serviks maka dilakukanlah inseminasi buatan yang
dimana gun dimasukkan melalui vagina hingga sampai kebagian serviks, dan
setelah itu mendeposisikan semen dibagian cincin serviks ke empat.
Dari hasil praktikum diketahui bahwa pada waktu pelaksanaan inseminasi
buatan ternak harus dalam keadaan birahi, karena pada saat itu liang leher rahim
(cervix) pada posisi yang terbuka. Waktu yang tepat pelaksanaan IB adalah 9-18
jam setelah tanda-tanda estrus muncul. Pelaksanaan IB pada waktu tersebut akan
menghasilkan angka konsepsi yang tinggi. Untuk memperoleh hasil IB yang baik
inseminasi buatan lebih baik dilakukan 5 cm belum cornua, atau 0,5 cm setelah
cincin terakhir dari cervix.
Berdasarkan hasil praktikum yang dapat diketahui bahwa sebelum akan
dilakukan inseminasi buatan sangat penting diketahui yaitu deteksi birahi karena
deteksi birahi merupakan kunci utama keberhasilan inseminasi buatan, selanjutnya
yaitu kecepatan dan ketepatan pelayanan inseminasi buatan itu sendiri
dilaksanakan.
Keterlambatan pelayanan inseminasi buatan akan berakibat pada kerugian
waktu yang lama. Jarak antara satu birahi ke birahi selanjutnya adalah kira-kira 21
hari sehingga bila satu birahi terlewati maka kita masih harus menunggu 21 hari
lagi untuk melaksanakan IB.
Sebelum melaksanakan prosedur IB maka semen harus dicairkan (thawing)
terlebih dahulu dengan mengeluarkan semen beku dari nitrogen cair dan
memasukkannya dalam air hangat/dibawah air yang mengalir. Setelah thawing,
straw dikeluarkan dari air lalu di lap dengan tissu agar permukaannya menjadi
kering.
Straw dimasukkan kedalam gun dan ujung mencuat di potong dengan
menggunakan gunting bersih, lalu plastic sheath dimasukkan ke dalam gun yang
berisi semen beku (straw) sapi di persiapkan di kandang jepit kemudian tangan
kiri dimasukan ke rektum hingga menjangkau dan memegang leher rahim
(cervix), apabila rektum banyak kotoran maka kotoran harus dikeluarkan terlebih
dahulu. Selanjutnya dengan perlahan untuk mencari serviks.
Berdasarkan lampiran yang ada dalam pengenalan peralatan inseminasi
buatan itu sudah sangat baik, dijelaskan sedikit fungsinya akan tetapi

5. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini yaitu:
Inseminasi buatan pada ternak ditentukan oleh empat faktor utama untuk
mendukung keberhasilan terjadinya kebuntingan setelah inseminasi, yaitu semen
beku, ternak betina sebagai akseptor IB, keterampilan tenaga pelaksana
(inseminator) dan pengetahuan zooteknis peternak.

DAFTAR PUSTAKA

Bearden, H. J. and Fuquay, J. W. 1980. Applied Animal Reproduction. 6th. Ed.


USA: Reston Publishing Co., Inc. A Prentice Hall Co. Reston Virginia.
Bidang Keswan. 2015. “Pencanangan Pelaksanaan Program Gertak Birahi
Inseminasi Buatan (GBIB) dan Penanganan Gangguan Reproduksi
(GANGREP) Pada Ternak Sapi dan Kerbau Tingkat Provinsi Jawa
Tengah”. Jawa Tengah :
http://www.pertanian.go.id/dinakkeswan_jateng/berita-jawa-tengah-
canangkan-gerakan-gertak-birahi-inseminasi-buatan-dan-penanganan-
gangguan-reproduksi-.html (Diakses pada tanggal 2 Desember 2015).

Elviwirda. 2015. Pendekatan Teknik Pemuliabiakan Yang Mendukung


Peningkatan Produktivitas Ternak Sapi Melalui Teknologi Inseminasi
Buatan Terjadwal. Banda Aceh:
http://nad.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/info-teknologi/654-
pendekatan-teknik-pemuliabiakan-yang-mendukung-peningkatkan-
produktivitas-ternak-sapi-melalui-teknologi-inseminasi-buatan-terjadwal
(Diakses pada tanggal 2 Desember 2015).

Hafez, E. S. E. 1993. Reproduction in Farm Animal. 5 Edition. Philadelphia: Lea


and Febiger.

Ismaya. 2014. Bioteknologi Inseminasi Buatan Pada Sapi dan Kerbau.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Prihatno,A. 2006. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Jakarta: PT. Agromedia
Pustaka.

Sugoro, Irawan. 2009. Kajian Bioetika: Pemanfaatan Inseminasi Buatan untuk


Peningkatan Produktivitas Sapi. Bandung: Sekolah Ilmu dan Teknologi
Hayati. Insitut Teknologi Bandung.

Susilawati, T. 2013. Pedoman inseminasi buatan pada ternak. Malang: UB Press.

Winarto, Bagus. 2014. Makalah Fisiologi dan Teknik Reproduksi. Surabaya:


http://bagus-winarto-fkh13.web.unair.ac.id/artikel_detail-119207-Ternak
%20ruminansia-makalah%20fisiologi%20dan%20teknik
%20reproduksi.html (Diakses pada tanggal 2 Desember 2015).

LAMPIRAN
Gambar 2. Simulasi Inseminasi Buatan Pada Organ Reproduksi Betina

Gambar 3. Alat dan Bahan Inseminasi Buatan

Gambar 4. Pengambilan Straw Pada Container


Gambar 5. Pemasangan Straw Pada Gun

Gambar 6. Teknik Memegang Gun Inseminasi Buatan

Gambar 7. Palpasi Rektal

Anda mungkin juga menyukai