Anda di halaman 1dari 47

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Isu penting yang berkembang didunia saat ini adalah adanya penyakit
hewan yang bersifat pandemik (mendunia) dan lintas batas (transboundary
disease). Penyakit bergerak melintas dari suatu negara ke negara lain tanpa batas,
dari satu wilayah ke wilayah lainnya dan berpotensi menggagalkan usaha
peternakan. Kebutuhan produk hewan khususnya Pangan Asal Hewan (PAH) terus
mengalami peningkatan, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Keamanan pangan asal hewan perlu
mendapat perhatian serius, mengingat pangan asal hewan dapat menjadi media
pembawa agen penyakit hewan yang bersifat zoonotik. Menurut WHO (2005)
melaporkan, 75% penyakit - penyakit baru pada manusia bersumber dari hewan dan
produk asal hewan. Perkembangan perdagangan global yang semakin pesat dan
diikuti oleh peningkatnya arus lalu lintas hewan dan produk asal hewan yang juga
pesat maka diperlukan adanya lembaga negara yang mengontrol dan mengawasi
lalu lintas hewan dan bahan pangan hewan serta produk olahannya. Di Indonesia
lembaga negara yang mengontrol dan mengawasi lalu lintas hewan dan bahan
pangan hewan serta produk olahannya yaitu Balai Besar Karantina Pertanian.
Badan Karantina Pertanian sebagai pertahanan pertama (first line of
defence) dalam melindungi dan melestarikan sumber daya hayati hewani dari
ancaman Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK), yang berpengaruh terhadap
potensi produksi dan produktivitas komoditi peternakan serta sumber daya hayati
lainnya. Karantina hewan merupakan suatu tempat pengasingan dan tindakan
sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama penyakit atau organisme
yang mengganggu dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain didalam negeri
atau keluar dari dalam wilayah Indonesia dengan melakukan pengawasan lalu lintas
baik hewan, bahan asal hewan, hasil asal hewan dan benda asing (pupuk, vaksin)
(Suardana, 2004).
Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya merupakan salah satu balai
karantina yang mempunyai peranan penting dalam usaha mencegah masuk dan
keluarnya suatu penyakit hewan menular yang dibawa oleh hewan atau bahan
pangan asal hewan serta olahannya yang ditransportasikan melalui jalur udara, laut
dan darat. Dengan adanya hal tersebut untuk dapat menjaga dan mengawasi
keamanan hewan dan bahan pangan asal hewan serta olahannya yang ASUH maka
peran Balai Karantina menjadi sangat penting.
Berdasarkan latar belakang tersebut sebagai mahasiswa program Profesi
Pendidikan Dokter Hewan (PPDH) harus mengetahui dan mampu melaksanakan
prosedur karantina hewan. Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) Kedokteran
Hewan Universitas Brawijaya ini, merupakan proses pendidikan untuk
menghasilkan dokter hewan yang unggul dalam intelektual dan terampil dalam
lapangan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana peran dan kewenangan dokter hewan terhadap prosedur
pelayanan administrasi lalu lintas hewan, bahan pangan asal hewan dan
hasil bahan asal hewan di BBKP Surabaya ?
2. Bagaimana peran dan kewenangan dokter hewan dalam melakukan
tindakan karantina di BBKP Surabaya ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui peran dan kewenangan dokter hewan terhadap prosedur
pelayanan administrasi lalu lintas hewan, bahan pangan asal hewan dan
hasil bahan asal hewan di BBKP Surabaya.
2. Mengetahui peran dan kewenangan dokter hewan dalam melakukan
tindakan karantina di BBKP Surabaya.
1.4 Manfaat
1. Mampu mengetahui peran dan kewenangan dokter hewan terhadap prosedur
pelayanan administrasi lalu lintas hewan, bahan pangan asal hewan dan
hasil bahan asal hewan di BBKP Surabaya.
2. Mampu mengetahui peran dan kewenangan dokter hewan dalam melakukan
tindakan karantina di BBKP Surabaya.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Profil Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Surabaya


Pendirian Badan Karantina Pertanian (BARANTAN) merupakan amanat
dari Undang Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan
Tumbuhan. Keberadaan BARANTAN tidak lepas dari strategi pemerintah untuk
menjaga kelestarian sumberdaya alam hayati hewan dan tumbuhan melalui
penyelenggaraan perkarantinaan (Kementrian Pertanian, 2015). Menurut UU No.16
Tahun 1992, karantina sendiri berarti tempat pengasingan dan atau tindakan sebagai
upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit hewan atau
organisme pengganggu dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam
negeri atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia.
Berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 7 Tahun 2015 tentang
Organisasi Kementrian Negara, dan Peraturan Presiden RI Nomor 45 Tahun 2015
tentang Kementrian Pertanian, serta Peraturan Menteri Pertanian No.
61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian
Pertanian, menyatakan bahwa tugas pokok Badan Karantina Pertanian
(BARANTAN) adalah melaksanakan perkarantinaan Pertanian. Di dalam
melaksanakan tugas tersebut, BARANTAN menyelenggarakan fungsi :
1. Penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program perkarantinaan hewan
dan tumbuhan, serta pengawasan keamanan hayati;
2. Pelaksanaan perkarantinaan hewan dan tumbuhan, serta pengawasan hayati;
3. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan perkarantinaan hewan dan
tumbuhan, serta pengawasan keamanan hayati; dan
4. Pelaksanaan administrasi Badan Karantina Pertanian.
Tujuan perkarantinaan hewan dan tumbuhan di Indonesia adalah :
1. Mencegah masuknya hama dan penyakit hewan karantina (HPHK) dan
organisme pengganggu tumbuhan karantian (OPTK) ke dalam wilayah
Negara Republik Indonesia serta penyebarannya dari suatu area ke area lain
di dalam wilayah Negara Republik Indonesia;
2. Mencegah keluarnya HPHK ke luar negeri; dan
3. Mencegah keluarnya OPTK tertentu dari wilayah Negara Republik Indonesia
ke luar negeri apabila di persyaratkan oleh negara tujuan.
Karantina Pertanian merupakan garda depan pertanian untuk melindungi
kelangsungan sumber daya hayati hewani dan nabati. Keberadaan karantina yang
strategis mutlak diperlukan karena negara Indonesia merupakan negara agraris dan
kepulauan. Balai Besar Karantina terdapat di beberapa wilayah di Indonesia, salah
satunya yaitu di kota Surabaya. Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Surabaya
adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) lingkup Badan Karantina Pertanian
– Kementerian Pertanian sebagai hasil penggabungan antara UPT Balai Besar
Karantina Hewan Tanjung Perak dan UPT Balai Besar Karantina Tumbuhan
Tanjung Perak. UPT ini dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor:
22/Permentan/Ot.140/4/2008 tanggal 3 April 2008 Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian. Berdasarkan asal-usulnya, Balai
Besar Karantina Pertanian Surabaya pada tahun 1978 pertama kali dibentuk dengan
nama Balai Karantina Kehewanan Wilayah III Surabaya. Pada tahun 1980, nama
tersebut diubah menjadi Karantina Tumbuhan Cabang Pelabuhan Tanjung Perak.
Karantina pertanian merupakan garda depan pertanian untuk melindungi
kelangsungan sumber daya hayati hewani dan nabati. Keberadaan karantina yang
strategis mutlak diperlukan karena negara Indonesia merupakan negara agraris dan
kepulauan (www.karantinasby.pertanian.go.id).

2.2 Visi dan Misi Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Surabaya
Visi dari Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Surabaya yaitu menjadi
Garda Terdepan Pelayanan Karantina yang Tangguh, Profesional, Modern dan
Terpercaya di Jawa Timur pada tahun 2019. Sedangkan Misi dari Balai Besar
Karantina Pertanian (BBKP) Surabaya adalah sebagai berikut :
1. Melindungi kelestarian sumber daya hayati hewani dan nabati dari ancaman
serangan hama dan penyakit Hewan Karantina (HPHK) dan Organisme
Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) serta pengawasan lalu lintas
komoditi pertanian segar yang memenuhi standard keamanan pangan;
2. Meningkatkan manajemen operasional perkarantinaan hewan dan
tumbuhan;
3. Mewujudkan Sistem Manajeman Mutu Pelayanan dengan
mengimplementasikan secara konsisten ISO 9001:2015 / SNI 19- 9001-
2015;
4. Mewujudkan kompetensi sebagai Laboratorium Penguji (Testing
Laboratory) dengan mengimplementasikan secara konsisten ISO/IEC
17025:2008;
5. Mendorong terwujudnya peran perkarantinaan Surabaya dalam akselerasi
ekspor komoditas pertanian yang akseptabel dan mampu bersaing di pasar
internasional;
6. Mendukung keberhasilan program agribisnis dan ketahanan pangan Jawa
Timur;
7. Membangun masyarakat cinta karantina pertanian di Jawa Timur

2.3 Tugas Pokok dan Fungsi Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP)
Surabaya
Karantina Pertanian merupakan lembaga perkarantinaan yang didasarkan
atas pengawasan dan pemeriksaan terhadap jenis jenis media pembawa yang
berasal dari komoditas pertanian untuk dikonsumsi, maupun tidak dikonsumsi (non
pangan). Pada hakekatnya lembaga karantina berlandaskan atas dasar antisipasi
penyebaran hama dan penyakit. Karantina Pertanian memiliki dasar atau azas yang
jelas, tujuan dan fungsi yang jelas serta memiliki acuan dan mekanisme, ketentuan
dan dasar hukum dalam penyelenggaraannya. Berdasarkan Peraturan Menteri
Pertanian Nomor : 22/Permentan/Ot.140/4/2008 tanggal 3 April 2008 Tentang
Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian, Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya adalah UPT
Eselon II-b yang kedudukan berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala
Badan Karantina Pertanian. Dan mempunyai tugas pokok melaksanakan kegiatan
operasional perkarantinaan hewan dan tumbuhan, serta pengawasan keamanan
hayati, hewani dan nabati. Dalam Menjalankan Tugas tersebut di atas, Balai Besar
Karantina Pertanian Surabaya menyelenggarakan fungsi :
1. Penyusunan rencana, evaluasi dan laporan;
2. Pelaksanaan pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan,
penahanan, penolakan, pemusnahan, dan pembebasan media pembawa
hama penyakit hewan karantina (HPHK) dan organisme pengganggu
tumbuhan karantina (OPTK);
3. Pelaksanaan pemantauan daerah sebar HPHK dan OPTK;
4. Pelaksanaan pembuatan koleksi HPHK dan OPTK;
5. Pelaksanaan pengawasan keamanan hayati hewani dan nabati;
6. Pelaksanaan pemberian pelayanan operasional karantina hewan dan
tumbuhan;
7. Pelaksanaan pemberian pelayanan operasional pengawasan keamanan
hayati hewani dan nabati;
8. Pengelolaan sistem informasi, dokumentasi dan sarana teknik karantina
hewan dan tumbuhan;
9. Pelaksanaan pengawasan dan penindakan pelanggaran peraturan
perundang- undangan dibidang karantina hewan, karantina tumbuhan dan
keamanan hayati hewani dan nabati;
10. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

2.4 Landasan Hukum Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Surabaya


Karantina merupakan salah satu dari 3 (tiga) unsur teknis (Customs,
Imigration and Quarantine - CIQ) yang berdasarkan ketentuan internasional harus
ada di tempat pemasukan dan pengeluaran suatu Negara. Balai Besar Karantina
Pertanian memiliki landasan hukum yang kauat dalam operasionalnya, yang terdiri
dari Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan/Peraturan
Menteri serta Juklak/Juknis dan Manual :
1. Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 104, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 4421)
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, setiap
Kementerian/Lembaga menyusun Rencana Strategis;
2. Undang Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan
Tumbuhan;
3. Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah;
4. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 22/Permentan/OT.140/4/2008 Tentang
Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian
5. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina
Hewan;Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2002 tentang Karantina
Tumbuhan;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja
Pemerintah;
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2012 tentang
Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada
Kementerian Pertanian
8. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 3238 Tahun 2009 tentang
Penggolongan Hama dan Penyakit Hewan Karantina dan Media Pembawa
9. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18 Tahun 2011 tentang Pelayanan
Dokumen Karantina Pertanian Dalam Sistem Elektronik Indonesia National
Single Window (INSW)
10. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 94 Tahun 2011 tentang Tempat
Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa Hama Penyakit Hewan
Karantina (MP-HPHK) dan Organisme Pengganggu Tanaman Karantina
(OPTK)
11. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 62/Permentan/OT.140/5/2013 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor
52/Permentan/OT.140/9/2011 tentang Rekomendasi Persetujuan
Pemasukan dan Pengeluaran Ternak Ke Dalam dan Ke Luar Wilayah
Negara Republik Indonesia.
12. Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 63/Permentan/OT.140/5/2013 tentang
perubahan atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor
50/Permentan/OT.140/9/2011 tentang Rekomendasi Persetujuan
Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan, dan/atau Olahannya Ke Dalam
Wilayah Negara Republik Indonesia
13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 85/Permentan/PD.410/8/2013 tentang
Pemasukan Sapi Bakalan, Sapi Indukan, dan Sapi Siap Potong Ke Dalam
Wilayah Negara Republik Indonesia.
14. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 482/Permentan/PD.620/8/2006 tentang
Pemasukan Ternak Ruminansia dan Produknya dari Negara atau Bagian
dari Negara (Zone) Terjangkit Penyakit Bovine Spongioform
Encephalopathy (BSE) Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia.
15. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 367/Kpts/TN.530/12/2002 tentang
Negara Indonesia Tetap Bebas dari Penyakit Bovine Spongiform
Encephalopathy (BSE).
16. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 4026/OT.140/4/2013 tentang
Penetapan Jenis Penyakit Hewan Menular.
17. Keputusan Menteri PertanianNomor 4338/Kpts/PD.410/6/2013 tentang
Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan, dan/atau Olahannya Ke Dalam
Wilayah Negara Republik Indonesia.
18. Keputusan Menteri PertanianNomor 4339/Kpts/PD.410/6/2013 tentang
Pemasukan Ternak Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia.
19. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 4493/Kpts/PD.410/7/2013 tentang
Pemasukan Sapi Potong ke Wilayah RI.
20. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 94/Permentan/OT.140/12/2011 tentang
Tempat-tempat Pemasukan dan Pengeluaran Hama Penyakit Hewan
Karantina dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina.
21. Surat Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor
1953/Kpts/OT.160/L/10/2012 tentang Kategorisasi Tingkat Resiko Media
Pembawa Hama dan Penyakit Hewan Karantina dan Organisme
Pengganggu Tumbuhan Karantina serta Keamanan Hayati.
22. Surat Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor
2898.a/PD.670.320/L/10/07 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan dan
Tindakan Karantina Terhadap Bahan Patogen dan/atau Obat Hewan
Golongan Sediaan Biologik

2.5 Struktur Organisasi Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Surabaya


Struktur organisasi Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) meliputi
bagian umum, bidang karantina hewan, bidang karantina tumbuhan, bidang
pengawasan dan penindakan, serta kelompok jabatan fungsional dimana
keseluruhan bagian tersebut dipimpin oleh Kepala Balai Karantina Hewan. Bagian
umum terdiri atas tiga subbagian yang meliputi subbagian program dan evaluasi,
subbagian kepegawaian dan tata usaha, serta subbagian keuangan dan
perlengkapan. Bagian Umum mempunyai tugas melaksanakan penyusunan
rencana, evaluasi dan pelaporan, serta urusan tata usaha dan rumah tangga.
Bidang karantina hewan terdiri dari seksi pelayanan operasional karantina
hewan dan seksi informasi dan sarana teknik karantina hewan. Seksi pelayanan
operasional karantina hewan mempunyai tugas melaksanakan pemberian pelayanan
operasional karantina hewan dan pengawasan keamanan hayati hewani, sedangkan
seksi informasi dan sarana teknik karantina hewan mempunyai tugas melakukan
pengelolaan sistem informasi dan dokumentasi, serta pemberian layanan sarana
teknik karantina hewan. Bidang karantina tumbuhan terdiri dari seksi pelayanan
operasional karantina tumbuhan, dan seksi informasi dan sarana teknik karantina
tumbuhan. Bidang Karantina Tumbuhan mempunyai tugas melaksanakan
pemberian pelayanan operasional karantina tumbuhan, pengawasan keamanan
hayati nabati, dan sarana teknik, serta pengolahan sistem informasi dan
dokumentasi.
Bidang pengawasan dan penindakan terdiri dari seksi pengawasan dan
penindakan karantina tumbuhan dan seksi pengawasan dan penindakan karantina.
Bidang Pengawasan dan Penindakan mempunyai tugas melaksanakan pengawasan
dan penindakan pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang karantina
hewan dan karantina tumbuhan, serta keamanan hayati hewani dan nabati.
Kelompok Jabatan Fungsional terdiri Jabatan Fungsional Medik Veteriner,
Jabatan Fungsional Paramedik Veteriner dan Jabatan Fungsional Pengendalian
Organisme Pengganggu Tumbuhan, serta Jabatan Fungsional lain yang terbagi
dalam beberapa Kelompok Jabatan Fungsional berdasarkan bidang keahlian
masing-masing sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Diagram sususnan organisasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Dr. Ir. M Musyaffak Fauzi, SH. M.Si


Kepala Balai

Ir. Mohammad Samsul Hedar


Kepala Bagian Umum

Drh. Tri Handono RR. Ike Yustia Aprini, Wiwin Wibowo, SP


Kepala Subbag SP. M.Si Kepala Subbag
Program dan Evaluasi Kepala Subbag keuangan dan
kepegawaian dan tata perlengkapan
usaha

Drh. Cicik Sri Sukarsih Ir. Yusup Patiroy, MM Drh. Muhlis Natsir, M.Kes
Kepala Bidang Karantina Kepala Bidang Karantina Kepala Bidang Pengawasan
Hewan Tumbuhan dan Penindakan

Drh. Priyadi Drh. Budi Nur Agus Drh. Faisal Ir. Abdul
Kepala seksi Prasetya, Rachman, Mugiyanto, Moer, M.H. Munip
pelayanan dan M.Si SP, M.Si. SP Kepala seksi Kepala seksi
operasional Kepala seksi Pengawasan Pengawasan
Kepala seksi Kepala seksi
dan Penindakan
karantina informasi dan pelayanan dan informasi dan dan
karantina hewan
hewan sarana teknik operasional sarana teknik Penindakan
karantina karantina karantina karantina
hewan tumbuhan tumbuhan tumbuhan

Gambar ... Bagan Struktur Organisasi Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya
2.6 Wilayah Kerja dan Unit Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP)
Surabaya
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor :
22/Permentan/Ot.140/4/2008 tanggal 3 April 2008 Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Unit Pelaksanaan Teknis Karantina Pertanian, Balai Besar Karantina
Pertanian Surabaya, maka BBKP Surabaya memiliki Wilayah Kerja yang
melaksanakan tugas penyelenggaraan perkarantinaan di tempat pelabuhan
pemasukan dan pengeluaran serta kantor pos dalam rangka mengimplementasikan
operasionalisasi tindakan karantina dalam rangka pencapaian sasaran dan tujuan
organisasi. Balai Besar Karantina Pertanian dalam penyelenggaraannya berbasis
pada pelabuhan laut, pelabuhan penyeberangan, bandar udara dan kantor pos di
tempat pemasukan dan pengeluaran yang merupakan bagian sistem perkarantinaan
Internasional yang dikenal dengan “Costum, Immigration and Quarantine” (CIQ).
Wilayah Kerja BBKP Surabaya meliputi :
a. Bandara Udara
- Ir. H. Juanda (Internasional) dan Abdul Rahman Saleh
b. Pelabuhan Laut
- Tanjung Perak
- Gresik
- Jangkar
- Kalbut
- Kalibuntu
- Panarukan
- Probolinggo
- Sangkapura
- Sedayu-Lamongan
c. Pelabuhan Sungai
- Kalimas dan Tanjung Wangi
d. Pelabuhan Penyeberangan Ketapang
e. Kantor Pos Surabaya
Gambar ... Wilayah Kerja Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya
Dua wilayah kerja utama di Surabaya dengan lalu lintas operasional
terbesar yaitu wilayah kerja Pelabuhan Laut Tanjung Perak dan Bandar Udara
Juanda yang berfungsi sebagai bagian Unit Pelayanan Karantina Pertanian.
Pelabuhan Tanjung Perak memiliki dua unit kerja yaitu Unit Pelayanan I yang
merupakan unit pelayanan karantina tumbuhan dan Unit Pelayanan II yang
merupakan unit pelayanan karantina hewan. Sedangkan unit pelayanan yang
berlokasi di Bandar Udara Juanda adalah Unit Pelayanan III yang merupakan
unit pelayanan karantina hewan dan tumbuhan yang terletak di Cargo Area
Bandar Udara Internasional Juanda.
Kegiatan tindakan karantina hewan dilaksanakan di hampir
semua tempat pemasukan/pengeluaran seperti yang disebutkan pada Tabel 2.1,
kecuali Kantor Pos Kediri dan Pelabuhan Tanjung Tembaga Probolinggo.
Kegiatan pelayanan sertifikasi pada Kantor Pos Surabaya digabung dengan
Bandara Juanda, Kantor Pos Malang tergabung dengan Bandara Abdul Rahman
Saleh, Pelabuhan Paciran tergabung dengan Pelabuhan Sedayu Lawas,
Pelabuhan Jangkar tergabung dengan Pelabuhan Kalbut di Situbondo, dan
Pelabuhan Tanjung Wangi kegiatannya tergabung dengan Pelabuhan Ketapang
dengan alasan efisiensi operasional. Kegiatan operasional meliputi impor,
ekspor dan antar area (masuk domestik dan keluar domestik), khusus kegiatan
impor dan ekspor terdapat pada Pelabuhan Tanjung Perak, Bandara Juanda dan
Bandara Abdul Rahman Saleh yang melalui Kantor Pos Malang.
Tabel 2.1 Wilayah Kerja Dan Kegiatan Operasional Karantina Hewan Di Jawa Timur
Tempat Pemasukan / Antar
No. Lokasi Impor Ekspor
Pengeluaran Area
1. Bandar Juanda Surabaya √ √ √
Udara Abdul Malang √ √ √
Rachman
Saleh
2. Kantor Pos Surabaya Surabaya √ √ √
Kediri Kediri √ √ √
Malang Malang √ √ √
3. Pelabuhan Tanjung Surabaya √ √ √
Perak
Gresik Gresik √ √ √
Tanjung Banyuwangi √ √ √
Wangi
Tanjung Probolinggo √ √ √
Tembaga
Katapang Banyuwangi - - √
Kalibuntu Probolinggo - - √
Kalbut Situbondo - - √
Jangkar Situbondo - - √
Sangkapura Bawean - - √
Sedayu Lamongan - - √
Lawas
Paciran Lamongan - - √

2.7 Tugas dan Fungsi Dokter Hewan Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP)
Surabaya
Berdasarkan UU No. 16 tahun 1992 peranan dokter hewan dalam tindakan
karantina adalah melakukan 8P yaitu pemeriksaan, pengasingan, pengamatan,
perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan, dan pembebasan.
1. Pemeriksaan
Dilakukan untuk mengetahui kelengkapan isi dokumen dan mendeteksi
hama dan penyakit hewan karantina, status kesehatan dan sanitasi media
pembawa, atau kelayakan sarana prasarana karantina, alat angkut.
Pemeriksaan kesehatan atau sanitasi media pembawa dilakukan secara fisik
dengan cara pemeriksaan klinis pada hewan atau pemeriksaan kemurnian
atau keutuhan secara organleptik pada bahan asal hewan, hasil bahan asal
hewan dan benda lain.
2. Pengasingan
Dilakukan terhadap sebagian atau seluruhnya media pembawa untuk
diadakan pengamatan, pemeriksaan dan perlakuan dengan tujuan untuk
mencegah kemungkinan penularan hama penyakit hewan karantina selama
waktu tertentu.
3. Pengamatan
Lalu dilakukan deteksi lebih lanjut terhadap penyakit hewan karantina
dengan cara mengamati timbulnya gejala penyakit hewan karantina pada
media pembawa selama diasingkan dengan menggunakan sistem semua
masuk-semua keluar
4. Perlakuan
Merupakan tindakan untuk membebaskan dan mensucihamakan media
pembawa dari penyakit hewan karantina, atau tindakan lain yang bersifat
preventif, kuratif dan promotif.
5. Penahanan
Dilakukan terhadap media pembawa yang belum memenuhi persyaratan
karantina atau dokumen yang dipersyaratkan oleh menteri lain yang terkait
atau dalam pemeriksaan masih diperlukan konfirmasi lebih lanjut.
6. Penolakan
Dilakukan penolakan apabila media pembawa tersebut berasal dari
daerah/negara terlarang karena masih terdapat/tertular atau sedang wabah
penyakit, atau pada waktu pemeriksaan ditemukan gejala adanya penyakit,
atau pada waktu pemeriksaan tidak dilengkapi dengan dokumen karantina
(sertifikat kesehatan).
7. Pemusnahan
Pemusnahan dilakukan apabila media pembawa yang ditahan tersebut
melewati batas waktu yang ditentukan dan pemilik/kausanya tidak dapat
memenuhi persyaratan yang diperlukan, atau terhadap media pembawa
tersebut ditemukan adanya penyakit yang telah diobati tetapi tidak dapat
disembuhkan, atau hewan yang ditolak tidak segera diberangkatkan/tidak
mungkin dilakukan penolakan dan media pembawa tersebut berasal dari
daerah terlarang atau daerah yang tidak bebas dari penyakit.
8. Pembebasan
Pembebasan dilakukan apabila semua kewajiban dan persyaratan untuk
memasukkan/mengeluarkan media pembawa tersebut telah dipenuhi dan
dalam pemeriksaan tidak ditemukan adanya/dugaan adanya gejala penyakit
hewan karantina, atau selama pengasingan dan pengamatan tidak ditemukan
adanya penyakit hewan karantina. Pembebasan untuk masuk diberikan
dengan sertifikat pelepasan/pembebasan sedang pembebasan keuar
diberikan dengan sertifikat kesehatan.

2.8 Instalasi Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Surabaya


Instalasi Karantina hewan sebagaimana disebutkan dalam PP 82 Tahun
2000 Tentang Karantina Hewan adalah suatu bangunan berikut peralatan dan lahan
serta sarana pendukung yaang diperlukan sebagai tempat untuk melakukan tindakan
karantina. Instalasi Karantina Hewan (IKH) merupakan sarana lokasi sebagai
tempat pelaksanaan tindakan karantina hewan oleh petugas karantina. Keberadaan
Instalasi Karantina Hewan mutlak asanya dan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari keseluruhan dalam menunjang pelaksanaan tindakan karantina
hewan. IKH milik BBKP Surabaya berada di lokasi Banjarsugihan-Tandes sekitar
2,5 h.a dan kandang Kalimas yang sudah berusia lama dan hanya digunakan untuk
tindakan karantina Sapi Bibit Impor dan transit sapi lokal untuk tujuan DKI Jakarta.
Berdasarkan UU No. 16 tahun 1992, media pembawa HPHK dan OPTK
yang dimasukan, dibawa, dan atau dikeluarkan dari wilayah RI dikenakan tindakan
karantina, yaitu tindakan 8P yaitu pemeriksaan, pengasingan, pengamatan,
perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan, dan pembebasan. Tindakan
karantina tersebut dapat dilakukan di dalam atau diluar tempat pemasukan atau
tempat pengeluaran, dilaksanaan didalam instasi karantina. Tindakan karantina di
luar tempat pemasukan atau pengeluaran, dilaksanakan di dalam instalasi karantina.
Pelaksanaan tindakan karantina terhadap hewan yang masuk atau import
dilaksanakan di instalasi karantina hewan (IKH) yang dimilaki oleh BBKP.
Menurut Permentan No. 70 tahun 2015 Instalasi Karantina terbagi menjadi 6 yang
meliputi :
1. Instalasi Karantina Sementara adalah instalasi yang dibangun oleh
pemerintah atau pihak lain yang sifat penggunaannya satu atau beberapa
kali untuk pengiriman bertahap.
2. Instalasi Karantina Permanen adalah instalasi yang dibangun oleh
pemerintah atau pihak lain yang penggunaannya bersifat permanen.
3. Instalasi Karantina Pasca Masuk adalah instalasi yang dibangun oleh
pemerintah atau pihak lain yang dipergunakan untuk melaksanakan
tindakan karantina yang memerlukan waktu lama terhadap jenis media
pembawa yang cara pendeteksiannya belum dapat dilakukan, menunggu
pertumbuhan dan/atau perkembangan media pembawa.
4. Instalasi Karantina Pacsa Masuk Permanen adalah Instalasi Karantina yang
dibangun oleh Pemerintah atau Pihak Lain yang dipergunakan sebagai
tempat melakukan Tindakan Karantina terhadap satwa liar yang dipelihara
atau ditangkarkan secara in-situ dan/atau ex-situ, serta tindakan
karantinanya dilakukan secara rutin dan berkelanjutan pada wilayah tempat
pemeliharaan atau penangkaran.
5. Instalasi Karantina Pengamanan Maksimum adalah instalasi yang dibangun
oleh pemerintah atau pihak lain yang dipergunakan untuk melaksanakan
tindakan karantina terhadap media pembawa yang rentan dari negara, area,
atau tempat yang masih tertular hama penyakit hewan karantina demi
kepentingan nasional.
6. Instalasi Karantina Negara Asal atau Transit adalah instalasi yang dibangun
oleh pihak lain baik pemerintah maupun swasta negara asal atau transit yang
dipergunakan untuk melaksanakan tindakan karantina terhadap hewan atau
produk hewan yang dipersyaratkan dan akan dimasukkan ke dalam wilayah
negara Republik Indonesia.
2.9 Hama dan Penyakit Karantina (HPHK)
Menurut Permentan no. 17 tahun 2017, Hama dan Penyakit Hewan
Karantina yang selanjutnya disebut Hama Penyakit Hewan Karantina adalah semua
hama, hama penyakit dan penyakit hewan yang berdampak sosio-ekonomi nasional
dan perdagangan internasional serta menyebabkan gangguan internasional serta
menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat veteriner yang dapat digolongkan
menurut resikonya. Menurut Permentan no. 82 tahun 2000 hama penyakit hewan
karantina dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan daya epidemis dan patogenitas
penyakit, dampak sosio-ekonomi serta status dan situasinya di suatu area atau
wilayah negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Hama penyakit hewan karantina golongan I adalah hama penyakit hewan
karantina yang mempunyai sifat dan potensi penyebaran penyakit yang
serius dan cepat, belum diketahui cara penanganannya, belum terdapat di
suatu arena atau wilayah negara Republik Indonesia.
2. Hama penyakit hewan karantina golongan II adalah hama penyakit hewan
karantina yang potensi penyebarannya berhubungan erat dengan lalu lintas
media, sudah diketahui cara penanganannya dan telah dinyatakan ada di
suatu area atau wilayah negara Republik Indonesia
Jenis-jenis Hama dan Penyakit Hewan Karantina dapat dilihat pada Tabel 2.2
berikut ini.
Tabel 2.2 Golongan Penyakit HPHK

Golongan Penyakit Nama Penyakit

HPHK Golongan I African Horse Sickness, African Swine Fever,


Contagious Bovine Pleuropneumonia, Foot and
Mouth Disease, Highly Pathogenic Avian Influenza,
Johne Disease, Peste des Petits Ruminants, Porcine
Reproductive and Respiratory, Rift Valley Fever,
Rinderpest, Scrapie, Sheep and Goat Pox, Strangles,
Swine Vesicular Disease, dan Yersinia
Pseudotuberculosis Septicaemiae.

HPHK Golongan II Anthrax, Avian Infectious Bronchitis, Black Leg, Blue


Tongue, Bovine Tubercullosis, Bovine Virral
Diarrheae, Brucellosis, Canine Parvovirus Infection,
Enzootic Bovine Leucosis, Infectious Bursal Disease,
Japannese Enchepahalitis, Scabies, Lymphoid
Leucosis Compleks, Marek’s Disease, ORF,
Malignant Catarrhal Fever, Rabies, dan Sepiticemiae
Epizootica.

Status Jawa Timur sebagai gudang ternak nasional dan kawasan yang
bebas berbagai penyakit eksotik, meningkatkan tuntutan kepada BBKP Surabaya
untuk meningkatkan mekanisme pengawasannya terhadap lalu lintas operasional
khususnya lalu lintas media pembawa HPHK. Jawa Timur merupakan daerah yang
bebas penyakit antraks, sapi gila (BSE), PMK, Bovine Viral Diarrhea (BVD),
rabies, blue tongue, Contagious Bovine Pleuropneumonia (CBPP). Pengawasan
HPHK terutama ditujukan terhadap HPHK Golongan I dan II (Kepmentan
3238/Kpts/PD.630/9/2009).
Masuknya Hama dan Penyakit Hewan Karantina tidak lepas dari peran
media pembawanya. Menurut Permentan no. 17 tahun 2017, Media Pembawa
Hama Penyakit Hewan Karantina yang selanjutnya disebut Media Pembawa adalah
hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan dan/atau benda lain yang dapat
membawa Hama Penyakit Hewan Karantina. Penggolongan media pembawa dapt
dilihat pada Tabel ...
Tabel ...
Media Pembawa HPHK
No. Golongan
Klasifikaasi Jenis-Jenis
1. Hewan Hewan ternak besar Sapi, Kerbau, Kuda
Hewan ternak kecil Kambing, Domba, Babi
Hewan ternak unggas
- Unggas besar Burung unta, Kalkun, Angsa
- Unggas kecil Ayam, itik/bebek, belibis, merpati,
puyuh
- Unggas umur sehari DOC, DOD
Hewan kesayangan Kuda poni, pacu, tunggang, Anjing,
Kucing, Primata, Ayam bekisar,
Pelung, Angsa, Kalkun, Kasuari,
Burung beo, Kenari, Perkutut,
Kakatua, Cucak rawa, Reptil
Hewan Primata, Hamster, Kelinci, Marmot,
percobaan/laboratorium Tikus, Mencit
Hewan liar Gajah, Bison, Jerapah, Harimau,
Singa, Onta, Badak, Kuskus, Rusa,
Musang, Babi hutan, Babi rusa,
Anoa, Kambing hutan, Merak,
Kasuari, Pelikan, kakatua, Nuri, Beo,
Pipit, Bondol
Reptil
- Reptil besar Buaya, Komodo dan sejenisnya
Tokek, Kadal, Ular, Biawak, Iguana
dan sejenisnya
- Reptil kecil
Avertebrata Kumbang, Kalajengking, Lipan, dan
sejenisnya
Amphibia Katak/kodok, Kura-kura, dan
sejenisnya
Mamalia air Kuda Nil, Lumba-lumba, Pesut,
Anjing laut, Singa laut, Ikan paus,
dan sejenisnya
2. Bahan Asal BAH pangan Daging hewan sapi (buntut, cingur,
Hewan kikil, dan kulit), kerbau, kuda,
(BAH) kambing, domba, babi, rusa. Daging
unggas (kulit dan ceker) : ayam,
kalkun, burung unta, angsa,
itik/bebek, merpati, belibis. Susu :
susu sapi, kerbau, kambing, kuda.
Telur konsumsi, Madu, Sarang
burung walet, Jeroan konsumsi.
BAH non pangan Kulit sapi dan kerbau, kulit domba,
kambing, dan babi. Kulit reptil, kulit
satwa/reptil kecil, kulit burung unta,
telur bibit, bahan reproduksi (semen,
ova, embrio, sel hidup), BAH berupa
tulang, kuku, tanduk, bulu dan
ikutannya (gading, taring, bulu ekor,
thallo), BAH berupa tepung telur,
tepung darah, tepung daging, tepung
bulu, dan tepung kulit telur.
3. Hasil HBAH pangan Hasil bahan asal daging hewan, hasil
Bahan Asal bahan asal daging unggas, hasil
Hewan bahan asal susu, hasil bahan asal
(HBAH) telur, bahan asal hewan untuk
konsumsi (krupuk kulit, kikil, cingur)
dan hasil bahan asal hewan ikuta
(lemak, gelatine).
HBAH non pangan Kulit jadi, gelatine, malam, kelenjar,
jaringan, tepung tulang, tepung
darah, tepung daging, tepung kulit
telur.
4. Media Pakan hewan ternak Berupa hewan, BAH, HBAH, ikan,
pembawa tumbuhan yang dipakai sebagai
lain pakan hewan.
Pakan hewan kesayangan Berupa hewan, BAH, HBAH, ikan,
tumbuhan yang dipakai sebagai
pakan hewan.
5. Benda lain Bahan biologik Media pembawa selain hewan, BAH,
HBAH berupa vaksin, sera, hormon,
obat hewan
Bahan diagnostik Media pembawa selain hewan, BAH,
HBAH berupa abtigen, media
pertumbuhan
6. Alat angkut Alat angkut Alat angkut udara, perairan, dan
darat.
Kemasan Peti kemas, Kotak hewan, Kandang
hewan, Ruang pendingin

2.10 Alur Pelayanan Administrasi Balai Karantina Pertanian Surabaya


Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No.2/KPTS/OT.140/1/2007,
dokumen karantina terdiri dari 12 jenis, dimana dokumen karantina ini
menunjang pelaksanaan oprasional karantina. Dokumen-dokumen tersebut
antara lain:
KH-1: Surat pengajuan awal sebagai permohonan pemeriksaan karantina
Form tersebut wajib diisi oleh pemilik atau kuasa pemilik media
pembawa.
KH-2: Surat Penugasan dari kepala badan karantina kepada dokter hewan
karantina dan paramedis untuk melakukan pemeriksaan MP-HPHK
berdasarkan Permohonan Pemeriksaan Karantina Hewan (KH-1).
Hasil pemeriksaan/diagnosa oleh Dokter Hewan Karantina segera
dilaporkan kepada Kepala UPT Karantina Hewan setempat untuk
mendapatkan disposisi/perintah lebih lanjut.
KH-3: Surat keterangan muatan hewan dan produk hewan. Surat ini
disediakan oleh UPT Karantina Hewan untuk diisi oleh
nahkoda/pilot yang membawa media pembawa pada saat melakukan
pemeriksaan di atas alat angkut khusus (Kapal Laut atau Pesawat
Udara yang bermuatan hewan, produk hewan, produk asal hewan
dan benda lain) dan ditujukan kepada Kepala UPT atau Dokter
Hewan Karantina setempat.
KH-4: Surat keterangan penolakan bongkar muat hewan dan produk hewan.
Surat ini dibuat oleh Dokter Hewan Karantina berdasarkan hasil
pemeriksaan yang menyatakan bahwa media pembawa berupa
hewan/produk hewan/benda lain ditolak untuk
dibongkar/diturunkan dari alat angkut karena tidak memenuhi
persyaratan karantina.
KH-5: Surat keterangan persetujuan bongkar muat hewan dan produk
hewan. Surat ini dibuat oleh Dokter Hewan Karantina berdasarkan
hasil pemeriksaan yang menyatakan bahwa media pembawa berupa
hewan/produk hewan/benda lain disetujui dibongkar/diturunkan
dari alat angkut untuk dilakukan tindakan karantina lebih lanjut.
KH-6: Surat persetujuan muat hewan dan produk hewan. Dibuat oleh
Dokter Hewan Karantina berdasarkan hasil pemeriksaan yang
menyatakan media pembawa berupa hewan/produk hewan/benda
lain dinyatakan sehat dan disetujui untuk dimuat ke atas alat angkut.
KH-7: Surat perintah masuk hewan dan produk hewan ke karantina hewan,
misalnya dari pelabuhan laut ke instalasi. Dibuat oleh Dokter Hewan
Karantina berdasarkan hasil pemeriksaan yang menyatakan bahwa
media pembawa berupa hewan/produk hewan/benda lain disetujui
untuk dibongkar namun dengan ketentuan harus dimasukkan ke
Instalasi Karantina Hewan yang telah ditetapkan oleh Kepala Badan
Karantina Pertanian untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
KH-8A: Surat perintah berita acara penahanan. Dibuat oleh Dokter Hewan
Karantina berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata belum
memenuhi persyaratan dan perlu dilakukan penahanan dengan
berita acara penahanan dan ditandatangani oleh pemilik/kuasanya.
KH-8B: Surat perintah berita acara penolakan. Dibuat oleh Dokter Hewan
Karantina berdasarkan hasil pemeriksaan dokumen ternyata belum
memenuhi persyaratan dalam waktu yang telah ditetapkan dan/atau
hasil pemeriksaan kesehatan ditemukan HPHK golongan I, busuk,
rusak, tidak layak dan tidak aman dikonsumsi dan/atau dari
daerah/negara yang dilarang pemasukannya, pemasukannya tidak
melalui tempat yang telah ditetapkan yang dilakukan dengan berita
acara penolakan serta ditandatangani oleh saksi dan
pemilik/kuasanya.
KH-8C: Surat perintah berita acara pemusnahan. Dibuat oleh Dokter Hewan
Karantina berdasarkan hasil pemeriksaan dokumen ternyata belum
memenuhi persyaratan dalam waktu yang telah ditetapkan dan/atau
hasil pemeriksaan kesehatan ditemukan HPHK golongan I, busuk,
rusak, tidak layak dan tidak aman dikonsumsi dan/atau dari
daerah/negara yang dilarang pemasukannya, pemasukannya tidak
melalui tempat yang telah ditetapkan dan/atau tidak segera dibawa
keluar dari wilayah RI atau dari area tujuan, yang dilakukan dengan
berita acara pemusnahan serta ditandatangani oleh saksi – saksi dan
pemilik/kuasanya.
KH-9: Sertifikat Kesehatan Hewan yang dibuat oleh Dokter Hewan
Karantina berdasarkan hasil pemeriksaan dokumen dan kesehatan
dan dinyatakan sehat/bebas dari HPHK.
KH-10: Sertifikat Sanitasi Produk Hewan. Dibuat oleh Dokter Hewan
Karantina berdasarkan hasil pemeriksaan dokumen dan sanitasi
(kesehatan) produk hewan dinyatakan bebas dari HPHK gol I dan
gol II. Sertifikat ini berlaku untuk sertifikasi produk hewan yang
digunakan untuk keperluan konsumsi manusia, makanan hewan,
pertanian, industri, farmasi serta operasi (bedah) termasuk daging,
telur, susu, kulit, bulu, tanduk, telur tetas, telur SPF, semen, ova
(sel telur), tepung daging, tepung tulang, tepung darah, tepung
telur, tepung bulu dan produk hewan lainnya. Bagi produk hewan
untuk konsumsi manusia dinyatakan aman dan layak untuk
dikonsumsi serta dipisahkan antara yang halal dan yang tidak halal.
KH-11: Sertifikat untuk Benda Lain, misalnya pakan ternak yang dibuat
oleh Dokter Hewan Karantina berdasarkan hasil pemeriksaan
dokumen dan sanitasi (kesehatan) benda lain tersebut. Surat
Keterangan ini berlaku untuk sertifikasi bahan biologik, bahan
patogenik, pakan dan bahan baku pakan, biakan organisme, sarana
pengendalian hayati, kompos serta benda lain yang bukan
tergolong hewan, bahan asal hewan dan hasil bahan asal hewan
yang mempunyai potensi penyebaran HPHK.
KH-12: Sertifikat pelepasan hewan dan produk hewan (ekpor, impor, dan
domestik) yang dibuat oleh Dokter Hewan Karantina berdasarkan
hasil pemeriksaan dokumen dan kesehatan/sanitasi yang
menyatakan bahwa media pembawa berupa hewan/produk
hewan/benda lain tersebut telah memenuhi kelengkapan dokumen
karantina hewan yang dipersyaratkan dan dinyatakan sehat,
sanitasi yang baik, dan bebas dari ektoparasit.
1. Alur Pelayanan Ekspor
Pelayanan pengiriman keluar memiliki prosedur tertentu serta
persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengguna jasa. Selain itu terdapat
kelengkapan dokumen persyaratan tambahan yang harus dipenuhi oleh
pengguna jasa yaitu PEB, Invoice, Packing List, Fotokopi Identitas, Surat
Kuasa Pemilik (Opsional) dan Persetujuan Ekspor dari Kementan,
Kemendag, atau Kemenhut. BBKP memiliki petugas fungsional karantina
akan menjalankan tindakan yang meliputi Pemeriksaan Dokumen,
Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan Laboratorium, Pengasingan, Pengamatan,
Perlakuan, Penahanan, Penolakan dan/atau Pemusnahan. Berikut
merupakan Standar Operasional Prosedur Pelayanan Pengeluaran :
a. Pengguna jasa mengisi formulir permohonan pemeriksaan karantina
(PPK) / KH-01 disertai dengan kelengkapan dokumen yang
dipersyaratkan. Bagi pengguna jasa yang sudah memiliki registrasi
PPK on line dapat mengajukan permohonan pemeriksaan karantina
melalui media elektronik tanpa harus datang ke Unit pelayanan
Karantina Pertanian. Pengguna jasa yang menggunakan PPK on
linecukup datang pada saat menyerahkan dokumen asli setelah
ketentuan persyaratan secara elektronik terpenuhi.
b. Operator menginput data dan merekam Permohonan pemeriksaan
karantina dalam buku agenda.
c. Operator menyerahkan permohonan pemeriksaan karantina kepada
Supervisor
d. Supervisor menganalisa, menyusun dan menugaskan personel
sesuai dengan jenjang jabatan pejabat fungsional dengan
menerbitkan Surat Penugasan (KH-02).
e. Pejabat fungsional melakukan penyiapan bahan, peralatan dan
fasilitas pelayanan yang diperlukan dalam penyelenggaraan
tindakan karantina.
f. Pejabat fungsional yang diberi surat penugasan melaksanakan
pemeriksaan dokumen dan fisik. Pemeriksaan dokumen dilakukan
untuk mengetahui kelengkapan, keabsahan dan kebenaran isi
dokumen, selanjutnya dilakukan verifikasi terhadap kebenaran isi
dokumen melalui pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik juga
dilakukan untuk mendeteksi Hama Penyakit Hewan Karantina
(HPHK). Pemeriksaan fisik dapat dilakukan, di pintu pengeluaran
(exit point).
g. Untuk media pembawa yang memerlukan pemeriksaan di Instalasi
maka pejabat fungsional menandatangani Surat Perintah Masuk
Karantina Hewan (KH-07) untuk pemeriksaan lebih lanjut terhadap
media pembawa hama penyakit hewan atas disposisi supervisor.
h. Media pembawa yang masuk instalasi karantina hewan selama
pengasingan maka pejabat fungsional dapat melakukan pengamatan,
pengambilan sampel dan spesimen untuk pengujian laboratorium
serta dapat dilakukan tindakan perlakuan.
i. Lamanya waktu pengasingan bergantung pada lamanya waktu yang
dibutuhkan untuk pengamatan, pemeriksaan dan perlakuan terhadap
media pembawa mengacu pada standar waktu pelayanan yang telah
ditetapkan sesuai jenis dan volume media pembawa.
j. Bilamana media pembawa selama pengasingan dan setelah
dilakukan pengamatan, pengujian laboratorium serta dilakukan
tindakan perlakuan, pejabat fungsional dapat menjamin media
pembawa dinyatakan sehat dan sanitasi baik maka pejabat
fungsional dapat menerbitkan Persetujuan Muat (KH-6) ke atas alat
angkut atas disposisi Supervisor.
k. Sertifikat pembebasan (KH-9, KH-10, KH-11) dapat diterbitkan
oleh pejabat fungsional setelah pengguna jasa menyelesaikan
kewajiban pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
kepada bendahara penerima/petugas pemungut dan penyetor.
l. Bilamana dalam proses verifikasi terhadap kebenaran isi dokumen,
pejabat fungsional menemukan ketidaksesuaian (tidak memenuhi
persyaratan dokumen) media pembawa tersebut ditolak
pengeluarannya (KH-8.b) dan dikembalikan kepada pengguna jasa
atas disposisi Supervisor.

Gambar ... Alur pelayanan ekspor


2. Alur Pelayanan Impor
Pelayanan pemasukan memiliki prosedur tertentu serta persyaratan
yang harus dipenuhi oleh pengguna jasa. Selain itu terdapat kelengkapan
dokumen persyaratan tambahan yang harus dipenuhi oleh pengguna jasa
yaitu PIB, Invoice, Packing List, Fotokopi Identitas, Surat Kuasa Pemilik
(Opsional) dan Persetujuan Impor dari Kementan, Kemendag, atau
Kemenhut. BBKP memiliki petugas fungsional karantina akan menjalankan
tindakan yang meliputi Pemeriksaan Dokumen, Pemeriksaan Fisik,
Pemeriksaan Laboratorium, Pengasingan, Pengamatan, Perlakuan,
Penahanan, Penolakan dan/atau Pemusnahan. Berikut merupakan Standar
Operasional Prosedur Pelayanan Pemasukan :
a. Pengguna jasa mengisi formulir permohonan pemeriksaan karantina
(PPK) / KH-01 disertai dengan kelengkapan dokumen yang
dipersyaratkan. Bagi pengguna jasa yang sudah memiliki registrasi
PPK on line dapat mengajukan permohonan pemeriksaan karantina
melalui media elektronik tanpa harus datang ke Unit pelayanan
Karantina Pertanian. Pengguna jasa yang menggunakan PPK on
linecukup datang pada saat menyerahkan dokumen asli setelah
ketentuan persyaratan secara elektronik terpenuhi.
b. Operator menginput data dan merekam Permohonan pemeriksaan
karantina dalam buku agenda.
c. Operator menyerahkan permohonan pemeriksaan karantina kepada
Supervisor.
d. Supervisor menganalisa, menyusun dan menugaskan personel
sesuai dengan jenjang jabatan pejabat fungsional dengan
menerbitkan Surat Penugasan (KH-2).
e. Pejabat fungsional melakukan penyiapan bahan, peralatan dan
fasilitas pelayanan yang diperlukan dalam penyelenggaraan
tindakan karantina.
f. Pejabat fungsional yang diberi surat penugasan melaksanakan
pemeriksaan dokumen dan fisik. Pemeriksaan dokumen dilakukan
untuk mengetahui kelengkapan, keabsahan dan kebenaran isi
dokumen, selanjutnya dilakukan verifikasi terhadap kebenaran isi
dokumen melalui pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik juga
dilakukan untuk mendeteksi Hama Penyakit Hewan Karantina
(HPHK). Pemeriksaan fisik dapat dilakukan, diatas alat angkut dan
pintu pemasukan (entrypoint).
g. Apabila pemeriksaan fisik tidak dapat dilakukan diatas alat angkut
maupun di pelabuhan udara/laut maka pemeriksaan dapat dilakukan
di instalasi karantina hewan.
h. Apabila pemeriksaan dokumen dan fisik diatas alat angkut pejabat
fungsional tidak menemukan adanya penyakit hewan menular utama
(penyakit golongan I) dan berasal dari negara yang tidak dilarang
pemasukannya maka pejabat fungsional menandatangani Surat
Persetujuan Bongkar (KH-05), atas disposisi Supervisor.
i. Setelah menerbitkan persetujuan bongkar, maka pejabat fungsional
menandatangani Surat Perintah Masuk Karantina (KH-07) untuk
pemeriksaan lebih lanjut terhadap media pembawa hama penyakit
hewan atas disposisi supervisor.
j. Untuk media pembawa yang telah dilakukan pemeriksaan diatas alat
angkut atau pintu masuk pelabuhan udara/laut dan telah memenuhi
prosedur dan persyaratan serta menjamin kesehatan dan sanitasi
yang baik maka pejabat fungsional dapat langsung menerbitkan
sertifikat pembebasan (KH-12) atas disposisi Supervisor.
k. Media pembawa yang masuk instalasi karantina hewan selama
pengasingan, maka pejabat fungsional dapat melakukan
pengamatan, pengambilan sampel dan spesimen untuk pengujian
laboratorium serta dapat dilakukan tindakan perlakuan.
l. Lamanya waktu pengasingan bergantung pada lamanya waktu yang
dibutuhkan untuk pengamatan, pemeriksaan dan perlakuan terhadap
media pembawa mengacu pada standar waktu pelayanan yang telah
ditetapkan.
m. Bilamana media pembawa selama pengasingan dan setelah
dilakukan pengamatan, pengujian laboratorium serta dilakukan
tindakan perlakuan, pejabat fungsional dapat menjamin media
pembawa dinyatakan sehat dan sanitasi baik maka pejabat
fungsional dapat menerbitkan sertifikat pelepasan (KH-12) atas
disposisi Supervisor.
n. Sertifikat pelepasan (KH-12) dapat diterbitkan setelah pengguna
jasa menyelesaikan kewajiban pembayaran Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) kepada bendahara penerima/petugas
pemungut dan penyetor.
o. Bilamana dalam proses verifikasi terhadap kebenaran isi dokumen,
pejabat fungsional menemukan ketidaksesuaian (tidak memenuhi
persyaratan dokumen) media pembawa tersebut ditolak
pemasukannya (KH-04) dan (KH-8.b) atas disposisi Supervisor.
p. Media pembawa yang ditolak pemasukannya, dapat dilakukan
tindakan penahanan (KH-8a), apabila:

o Pengguna jasa menjamin dapat memenuhi persyaratan dokumen


dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari.
o Media pembawa tersebut bukan berasal dari negara, area atau
tempat yang pemasukannya dilarang.
o Pada pemeriksaan diatas alat angkut tidak ditemukan adanya
gejala HPHK golongan I dan resiko penularan HPHK golongan
II.

q. Apabila pengguna jasa tidak dapat memenuhi persyaratan dalam


batas waktu yang ditentukan, maka media pembawa tersebut ditolak
pemasukannya (KH.8b) atas disposisi Supervisor.
r. Jika media pembawa yang ditolak pemasukannya, tidak segera
dibawa ke luar dari wilayah negara Republik Indonesia atau dari
area tujuan oleh Pengguna Jasa dalam batas waktu paling lama 24
(dua puluh empat) jam, maka dilakukan pemusnahan oleh pejabat
fungsional dengan menerbitkan Berita Acara Pemusnahan (KH-8c)
atas disposisi Supervisor.

Gambar 2.5. Alur pelayanan impor

3. Alur Pelayanan Domestik


Pengiriman domestik memiliki prosedur tertentu serta persyaratan
yang harus dipenuhi oleh pengguna jasa. Selain itu terdapat kelengkapan
dokumen persyaratan tambahan yang harus dipenuhi oleh pengguna jasa
yaitu Invoice, Packing List, Fotokopi Identitas, dan Surat Kuasa Pemilik
(Opsional). BBKP memiliki petugas fungsional karantina akan menjalankan
tindakan yang meliputi Pemeriksaan Dokumen, Pemeriksaan Fisik,
Pemeriksaan Laboratorium, Pengasingan, Pengamatan, Perlakuan,
Penahanan, Penolakan dan/atau Pemusnahan. Berikut merupakan Standar
Operasional Prosedur Pelayanan Pemasukan :
a. Pengguna jasa/pemilik melaporkan rencana pemasukan media
pembawa kepada petugas karantina paling singkat 2 hari sebelumnya
untuk media pembawa berupa hewan dan 1 hari untuk media pembawa
berupa BAH, HBAH dan Benda lain. Saat kedatangan media pembawa
pengguna jasa menyerahkan media pembawa kepada petugas karantina
dengan mengajukan permohonan pemeriksaan karantina (KH-1) yang
telah diisi oleh pemilik atau kuasa pemilik.
b. Kepala UPT menerbitkan surat penugasan (KH-2) kepada dokter hewan
karantina dan atau paramedik karantina untuk melakukan tindakan
karantina pemeriksaan terhadap media pembawa. Apabila Pemilik atau
Kuasa Pemilik tidak melaporkan pemasukan media pembawa kepada
petugas karantina, maka dilakukan tindakan Penahanan dengan
menerbitkan KH-8a. Pemilik atau Kuasa Pemilik sendiri dikenakan
Sangsi Hukum sesuai dengan pasal 31 ayat 1 dan 2 UU No. 16 Tahun
1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan dan akan
dilakukan penyidikan oleh PPNS.
c. Pemeriksaan kelengkapan dokumen dilakukan untuk mengetahui
kelengkapan, kebenaran isi dan keabsahan dokumen, antara lain : a.
sertifikat kesehatan hewan untuk hewan, sertifikat sanitasi untuk
produk hewan, surat keterangan asal untuk benda lain yang diterbitkan
oleh dokter hewan karantina di negara asal/daerah pengeluaran ; b.
dokumen tambahan jika dipersyaratkan c. pemeriksaan fisik terhadap
media pembawa yang akan dimasukkan d. pemeriksaan laboratorium
jika diperlukan.
d. Dokumen yang tidak lengkap, benar, dan/atau sah akan dilakukan
penahanan dengan menerbitkan Berita Acara Penahanan (KH-8a) dan
diberikan kesempatan untuk melengkapi dengan jangka waktu 3 hari
(untuk dokumen dari karantina asal) dan 7 hari (untuk dokumen
tambahan), dan jika tidak bisa melengkapi dokumen dalam jangka
waktu tersebut maka dilakukan tindakan penolakan dengan
menerbitkan Berita Acara Penolakan (KH-8b).
e. Dokumen yang dinyatakan lengkap, benar dan sah, jika pemasukannya
berasal dari negara yang dilarang akan dilakukan penolakan.
f. Jika berasal dari area yang diperbolehkan akan dilakukan pemeriksaan
diatas alat angkut jika memungkinkan kondisinya (terutama dilakukan
untuk pemasukan hewan). Pemeriksaaan diatas alat angkut dilakukan
untuk mendeteksi adanya HPHK.
g. Jika ditemukan HPHK Gol I maka akan dilakukan penolakan.
h. Jika ditemukan HPHK Gol II maka akan diterbitkan surat Persetujuan
Bongkar (KH-5) dan dilanjutkan dengan menerbitkan Surat Perintah
Masuk Karantina (KH-7) untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan,
pengasingan, pengamatan, dan/atau perlakuan di Instalasi Karantina
Hewan sesuai keperluan.
i. Jika dalam pemeriksaan lanjutan ditemukan HPHK Gol I, atau
dinyatakan tidak sehat/tidak layak maka akan dilakukan pemusnahan
atau tidak bisa dibebaskan dari HPHK Gol II akan dilakukan
pemusnahan dengan menerbitkan Berita Acara Pemusnahan (KH-8c).
j. Jika dengan tindakan karantina di instalasi karantina hewan dapat
dibebaskan dari HPHK Gol II, dinyatakan sehat dan layak, maka akan
dilakukan pembebasan dengan menerbitkan Sertifikat Pelepasan
Karantina Hewan (KH-12).
k. Dalam hal pemeriksaan diatas alat angkut tidak ditemukan HPHK Gol
I dan II maka diterbitkan Surat Persetujuan Bongkar (KH-5) dan
diterbitkan surat perintah masuk karantina (KH 7) untuk dilakukan
pemeriksaan lanjutan, pengasingan, pengamatan, dan perlakuan sesuai
keperluan.
l. Jika terdeteksi HPHK Gol I, tidak sehat atau tidak layak, tidak bisa
dibebaskan dari HPHK Gol II, maka dilakukan pemusnahan dan
menerbitkan Berita Acara Pemusnahan (KH-8c). Jika dapat dibebaskan
dari HPHK Gol II, sehat dan layak maka dilakukan pembebasan dengan
menerbitkan Sertifikat Pelepasan Karantina Hewan (KH 12).
Gambar ... Alur Pelayanan Domestik
Tindakan karantina penolakan, dapat dilakukan saat media pembawa
masih berada di atas alat angkut, jika media pembawa sudah diturunkan dari
alat angkut, atau tidak dapat ditolak, maka dilakukan pemusnahan dengan
menerbitkan Berita Acara Pemusnahan (KH-8c). Untuk Media Pembawa
yang dilalulintaskan secara antar area penolakan dilakukan dengan
mengembalikannya ke area asal. Dalam hal penerbitan surat persetujuan
bongkar terhadap beberapa Media pembawa HPHK tertentu (misal: kulit
jadi, Premix, dll), setelah dilakukan pemeriksaan dan dinyatakan bebas
HPHK Gol II, sehat, layak, dilakukan pembebasan dengan menerbitkan
Sertifikat Pelepasan Karantina Hewan (KH 12).
4. Alur Pelayanan Low Risk
Salah satu langkah Balai Besar Karantina dalam mencegah masuk
dan keluarnya hama dan penyakit hewan karantina yaitu dengan
menganalisis resiko dari media pembawa. Berdasarkan resikonya media
pembawa dibagi menjadi 3 kategori yaitu resiko rendah, resiko sadang dan
resiko tinggi. Media pembawa yang termasuk dalam resiko rendah (Low
Risk) yaitu kulit jadi (wet blue), kulit jadi (finished leather), daging ayam
olahan, susu olahan (yoghurt), dan vaksin hewan (premix).
Alur dari pelayanan low risk yaitu pengguna jasa mengajukan
permohonan pemeriksaan karantina (PPK) secara online/manual dan
menyerahkan dokumen asli yang telah disyaratkan untuk dilakukan
pemeriksaan dan melakukan verifikasi dokumen oleh petugas fungsional
Balai Karantina, dilanjutkan dengan melakukan input data-data yang
diperlukan. Jika petugas karantina telah melakukan penyerahan, verifikasi
dan input data, maka pihak karantina akan mengeluarkan surat penugasan
atau KH-2. Kemudian petugas karantina melakukan verifikasi ulang
dokumen serta melakukan input surat persetujuan bongkar, selanjutnya
akan mengeluarkan surat persetujuan bongkar atau KH-5 dan melakukan
input data surat perintah masuk instalasi, setelah itu pihak karantina akan
menerbitkan surat perintah masuk instalasi dan menerbitkan surat perintah
masuk instalasi KH-7. Apabila semua berkas dokumen terpenuhi (lengkap,
sah, dan sesuai) petugas karantina akan melakukan pemeriksaan fisik/klinis
di IKT/IKHS/TPFT. Jika hasil pemeriksaan fisik/klinis sesua dokumen
maka dilakukan pembebasa. Sampel dinyatakan bebas HPHK jika pihak
karantina mengeluarkan sertifikat pelepasan atau KH-12 dan surat
pelunasan.
5. Alur Pelayanan Medium Risk
Media pembawa HPHK yang masuk kategori resiko sedang
(Medium Risk) yaitu madu, kulit sapi (salted), tandul, daging kanguru
(frozen), dan bulu bebek (duck feather). Alur dari pelayanan adminstrasi
untuk medium risk yaitu pengguna jasa mengajukan pemohon pemeriksaan
karantina (PPK) secara online/manual dan menyerahkan dokumen
persyaratan dan melakukan verifikasi dokumen. Pihak karantina akan
mengeluarkan surat penugasan KH-2 dan melakukan verifikasi ulang.
Pengguna jasa melanjutkan dengan melakukan input data surat persetujuan
bongkar dan melakukan input data surat perintah masuk instalasi sehingga
pihak karantina akan mengeluarkan surat persetujuan bongkar KH-5.
Petugas karantina menerbitkan surat perintah masuk instalasi dan dilakukan
pemeriksaan fisik/klinis di IKT/IKHS/TPFT serta dilakukan pengambilan
sampel untuk pengujian laboratorium. Hasil pemeriksaan laboratorium
negatif, selanjutnya dilakukan pembebasan. Sampel dinyatakan bebas dari
HPHK jika petugas mengeluarkan surat pembebasan KH-12 dan surat
pelunasan.
6. Alur Pelayanan High Risk
Media pembawa HPHK yang termasuk kategori resiko tinggi (High
Risk) yaitu hewan-hewan hidup yang memiliki risiko menularkan atau
membawa HPHK seperti kambing bibit, sapi bibit, anjing, burung, ular, dan
kucing. Alur dari pelayanan pada high risk adalah pengguna jasa
mengajukan permohonan pemeriksaan karantina (PPK) secara
online/manual dan menyerahkan dokumen persyaratan dan melakukan
verifikasi data serta menginput data surat penugasan. Pihak karantina akan
mengeluarkan surat penugasan KH-2 dan pemohon melakukan verifikasi
ulang data serta melakukan input data surat persetujuan bongkar muat.
Pihak karantina akan mengeluarkan surat persetujuan bongkar KH-5 dan
melakukan input data surat perintah untuk masuk instalasi kemudian
menerbitkan KH-7. Petugas karantina akan melakukan pemeriksaan
fisik/klinis di IKT/IKHS/TPFT. Kemudian dilakukan pengasingan,
pengamatan serta pengambilan sampe untuk pengujian laboratorium. Hasil
pemeriksaan laboratorium negatif, selanjutnya dilakukan pembebasan.
Sampel yang di uji bebas HPHK maka pihak karantina akan menerbitkan
surat pembebasan KH-12 dan surat pelunasan.
BAB 3 METODE KEGIATAN

3.1 Tempat dan Waktu Kegiatan


Kegiatan koasistensi PPDH rotasi Kesmavet akan dilakukan di Balai Besar
Karantina Pertanian Surabaya pada tanggal 10 - 14 April 2017.

3.2 Metode Kegiatan


Kegiatan ini dilakukan dengan cara mahasiswa berperan aktif dalam tata
laksana kegiatan di Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya. Metode kegiatan
yang dipakai dalam kegiatan koasistensi ini adalah metode survei dengan
pengambilan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer yang akan
digunakan dalam kegiatan ini melalui :
a. Observasi Partisipatori
Kegiatan observasi ini dilakukan secara langsung di lapangan. Hal-hal yang
diobservasi meliputi pemeriksaan hewan karantina, pengujian sampel
hewan karantina dan produk asal hewan, serta pengawasan hewan karantina.
b. Wawancara
Kegiatan ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan yang terkait dengan
hal-hal yang akan diamati kepada pihak-pihak yang bekerja sesuai dengan
bidang pekerjaan masing-masing untuk melengkapi informasi dan data yang
dibutuhkan. Waktu wawancara dan diskusi dapat dilakukan secara mandiri
(di luar waktu koasistensi) maupun pada saat melaksanakan kegiatan proses
praktek di lapang.
c. Studi Dokumentasi
Dalam pengumpulan data dan informasi juga dilakukan studi dokumentasi
yang dilakukan oleh mahasiswa, baik dokumen dalam bentuk elektronik
maupun tulisan. Hasil dari pelaksanaan koasistensi ini akan dilaporkan
secara tertulis kepada pihak Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya dan
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya.
3.3 Peserta Kegiatan
Peserta kegiatan Koasistensi Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH)
rotasi karantina di Balai Karantina Pertanian (BBKP) Surabaya adalah mahasiswa
Pendidikan Profesi Dokter Hewan Program Kedokteran Hewan Universitas
Brawijaya
Nama : Siti Qurnia Zakiyah, S. KH.
NIM : 170130100111037
Alamat Rumah : Jl. Kumis Kucing No. 28 Malang
No Telepon : 082334337417
E-mail : qurniazakiyah@gmail.com

3.4 Jadwal Kegiatan


Adapun kegiatan yang dilaksanakan selama koasistensi PPDH di Balai
Besar Karantina Pertanian Surabaya adalah seperti pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Jadwal kegiatan Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya
Hari/Tanggal Jenis Kegiatan Pelaksana
Senin, 23 1. Penerimaan mahasiswa PPDH - Pembimbing
Oktober 2017 2. Briefing jadwal kegiatan Lapang
3. Pemberian materi dan diskusi - Mahasiswa
4. Kegiatan laboratorium PPDH
Selasa, 24 1. Pengawasan lapang di Cargo - Pembimbing
Oktober 2017 Juanda. Lapang
2. Pemeriksaan bahan pangan asal - Mahasiswa
hewan, dan serta media PPDH
pembawa yang bukan tergolong
hewan (obat hewan, vaksin dan
media biologis).
3. Pemberian materi dan diskusi
4. Peninjauan lapang di pelabuhan
Gapura Surya Tanjung Perak
Rabu, 25 1. Pemeriksaan hewan, bahan - Pembimbing
Oktober 2017 pangan asal hewan, dan serta Lapang
media pembawa yang bukan - Mahasiswa
tergolong hewan (obat hewan, PPDH
vaksin dan media biologis).
2. Melakukan kegiatan di
Laboratorium
3. Diskusi dengan Pembimbing
lapang.
4. Peninjauan lapang di pelabuhan
Gapura Surya Tanjung Perak
Kamis, 26 1. Mengikuti kegiatan pemeriksaan - Pembimbing
Oktober 2017 fisik di Cargo Juanda. Lapang
2. Diskusi dengan Pembimbing - Mahasiswa
lapang. PPDH

Jumat, 27 1. Diskusi dan Presentasi hasil - Pembimbing


Oktober 2017 laporan. Lapang
2. Pelepasan mahasiswa PPDH. - Mahasiswa
PPDH

3.5 Bentuk Kegiatan


Bentuk kegiatan selama koasistensi di BBKP Surabaya adalah :
1. Pembelajaran tentang administrasi karantina hewan, yaitu seperti
informasi persyaratan dan prosedur ekspor impor karantina hewan, cara
mengajukan dokumen ekspor impor, dan cara memverifikasi dokumen
ekspor impor.
2. Pemeriksaan semua jenis hewan, bahan pangan asal hewan (daging, telur,
susu), hasil bahan pangan asal hewan (bakso, abon, keju), media
pembawa yang bukan tergolong hewan (obat hewan, vaksin dan bahan
biologik), alat angkut hewan dan produk yang berkaitan tentang hewan
serta bahan pakan asal hewan (Meat Bone Meal, pellet, pakan hewan
kesayangan) di Tanjung Perak dan Kargo Juanda.
3. Pemeriksaan uji kelayakan dan standarisasi alat angkut hewan dan media
pembawa hewan. Hal ini meliputi packaging hewan dengan
memperhatikan kesrawan dan prosedur keselamatan hewan serta
penumpang.
4. Melakukan pengambilan sampel darah hewan, bahan pangan asal hewan,
dan hasil bahan pangan asal hewan dan benda lain tanpa terkecuali
satupun. Kemudian, dilakukan pengujian sampel dapat dilakukan di
Laboratorium Virologi dan Serologi BBKP Juanda dan Laboratorium Uji
Pakan Unit Pelayanan II Tanjung Perak.
5. Melakukan pengawasan dan pengecekan kelengkapan surat hewan
karantina dan produk-produk asal hewan yang akan masuk atau keluar di
pos penjaga dan pelayanan karantina hewan di terminal pelabuhan.
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kegiatan Program Pendidikan Dokter Hewan (PPDH) di Pelayanan


Karantina Hewan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya (Balai Besar
Karantina Pertanian Surabaya Unit Pelayanan II)
4.1.2 Kegiatan di Laboratorium Balai Besar Karantina Pertanian
Surabaya Unit Pelayanan II
Kegiatan PPDH di Pelayanan Karantina Hewan Pelabuhan Tanjung
Perak Surabaya (Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya Unit Pelayanan II)
dimulai dengan pemeriksaan sampel darah sapi di laboratorium. Sampel darah
sapi yang telah diambil dikoleksi seruumnya untuk pengujian terhadap
penyakit ParaTB (Para-tuberculosis) dan Enzootic Bovine Leucosis (EBL).
Pengujian di laboratorium diberlakukan untuk media pembawa HPHK yang
termasuk medium risk dan high risk. Sapi merupakan media pembawa HPHK
yang termasuk kategori high risk, oleh karena itu wajid dilakukan pemeriksaan
laboratorium guna mengidentifikasi ada tidaknya hama penyakit hewan
karantina pada sapi tersebut. Sapi-sapi yang diperiksa merupakan sapi milik
PT. Grienfield yang didatangkan/import dari Australia. Jumlah sapi tersebut
sebanyak 2150 ekor. Serum yang dikoleksi nantinya dilakukan uji ELISA
untuk mendeteksi penyakit ParaTB dan EBL.
Alur penerimaan sapi import dimulai dengan melengkapi dokumen
import hewan diantaranya : rekom dari menteri pertanian, SIP menperindag,
Health Certificat dari negara asal, Certificate of Origin, Packing List, Bill of
Loading, serta Instalasi Karantina Hewan (IKH) baik milik perusahaan ataupun
milik Balai Karantina. Sebelum hewan datang kelengkapan dokumen harus
sudah lengkap dan IKH sudah siap untuk digunakan. Setelah hewan sampai,
petugas karantina yang berwewenang akan melakukan pemeriksaan dokumen.
Setelah dokumen dinyatakan lengkap, sah dan sesuai makan dilanjutkan
dengan dilakukannya pemeriksaan fisik/klinis dan diterbitkan KH5
(Persetujuan Bongkar) dan hewan dibawa ke IKH untuk diambil sampel darah
yang akan dilakukan uji terhadap penyakit paraTB dan EBL. Pengambilan
sampel darah dilakukan pada semua hewan yang diambil melalui vena
coccygea. Sapi dikarantina selama 14 – 21 hari sambil menunggu hasil
pemeriksaan laboratorium. Jika pemeriksaan laboratorium menunjukkan hasil
negatif maka akan diterbitkan KH 12 (sertifikat pembebasan), namun apabila
terdapat sampel yang menunjukan hasil positif, maka akan dilakukan uji ulang
dengan menggunakan PCR, apabila uji PCR menunjukan hasil positif maka
akan dilakukan stamping out dan pengawasan untuk hewan lainnya.
Pengamatan dilakukan selama proses tindakan karantina dilakukan dan sapi
diamati terhadap gejala HPHK oleh dokter hewan terkait.
Penolakan pada hewan import atau masuk domestik dapat dilakukan
apabila dokumen tidak lengkap, berasal dari daerah yang dilarang, atau
terindikasi HPHK gol 1. Jika dokumen pengguna jasa tidak lengkap maka
dilakukan penahan terlebih dahulu dengan diterbitkan KH 8a selanjutnya
petugas karantinya melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan pemilik
komoditi/pengguna jasa diberi waktu selama 3 hari untuk memenuhi
kelengkapan dokumen yang dibutuhkan. Jika dalam waktu yang ditentukan
pemilik komoditi belum bisa melengkapi dokumen tersebut, maka dilakukan
penolakan dengan diterbitkan KH 8b. Untuk hewan yang berasal dari daerah
yang dilarang atau terindikasi terkena HPHK maka akan dilakukan penolakan
atau dimusnahkan. Jika muatan yang berisi hewan sudah terlanjur dibongkar
atau ketika dilakukan penolakan komoditi tersebut tidak segera dibawa ke
luar/dikembalikan ke tempat asal oleh pemiliknya dalam batas waktu yang
ditetapkan, serta ketika komoditi tersebut diberi perlakuan tetapi tidak dapat
disembuhkan dan atau disucihamakan dari HPHK maka akan diterbitkan
dokumen berita acara pemusnahan (KH 8c). Hal ini telah tertera dalam
Undang-undang No. 18 tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan
yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang mengeluarkan dan/atau
memasukkan hewan, produk hewan, dan/atau media yang dimungkinkan
membawa penyakit hewan lainnya dari daerah tertular dan/atau terduga ke
daerah bebas.
Pada beberapa daerah di Indonesia memiliki kebijakannya masing-
masing dalam menjaga wilayahnya dari HPHK. Hal ini diberlakukan karena
beberapa daerah di Indonesia memiliki kondisi yang berbeda seperti pada
daerah Pontianak dan Batam jika akan memasukkan komoditi ke daerah
tersebut harus memiliki surat rekomendasi dari dinas asal, untuk daerah
Kalimantan Barat, Makasar dan Sorong harus dilakukan uji PCR untuk media
pembawa berupa unggas yang masuk, untuk daerah Bali, NTT, Maluku, dan
Papua menolak untuk pemasukan unggas dari daerah lain. Pulau Bali, NTB,
Papua, dan Papua Barat menolak pemasukan anjing dan kucing dari daerah lain
karena merupakan hewan pembawa rabies. Untuk pengiriman hewan
kesayangan seperti anjing dan kucing harus disertai buku vaksinasi untuk
setiap hewan, untuk wilayah Pontianak, Maluku, dan NTB harus menyertakan
hasil uji ELISA titer antibodi rabies dari anjing maupun kucing yang akan
dimasukkan, dengan hasil titer protektif.
4.1.2 Kunjungan ke Depo SPIL
Kegiatan lapang berikutnya yaitu kunjungan ke Depo milik
perusahaan bernama “SPIL”. Dalam kunjungan tersebut dilakukan
pemeriksaan peti kemas yang di dalamnya berisi barang/hewan/bahan yang
dikirim melalui kapal laut. Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan
pengawasa untuk meminimalisir adanya distribusi atau pengiriman bahan asal
hewan, hasil bahan asal hewan dan media pembawa lainnya yang dilakukan
oleh suatu perusahaan atau perorangan tanpa melalui filter BBKP Tanjung
Perak. Selain itu kegiatan ini juga bertujuan untuk mencegah terdistribusinya
media pembawa HPHK yang berbahaya bagi masyarakat masuk dan tersebar
dari luar negeri dan dari suatu Area ke Area lain di dalam negeri, atau keluarnya
dari dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Dalam hal ini pencegahan
yang dilakukan berasal dari pengiriman komoditi melalui jalur laut.
Kontainer yang digunakan memiliki ukuran 20ft mempunyai
kapasitas 13-15 ton dan untuk ukuran 40ft mempunyai kapasitas 30 ton.
Sebagian besar kegiatan ekspor dan impor dilakukan antar area adalah
pengiriman MBM, CPM (Chicken Product Meal), PPM (Poultry Product
Meal), Poultry by Product Meal (seperti jeroan, kepala dan ceker), BM (Blood
Meal) dikarenakan banyak sentra peternakan dan pakan yang berada di Jawa
Timur. Masuknya MBM, CPM, PPM, Poultry by Product Meal dan BM berada
di tingkat resiko rendah sehingga untuk pengujian di laboratorium hanya
memerlukan pemeriksaan organoleptik dan mikroskopik. Pemeriksaan
organoleptik berupa melihat warna, bau dan konsistensi, sedangkan untuk
pemeriksaan mikroskopik dilakukan pengujian Mikroskop compound dan
stereo yang berfungsi untuk mengetahui kebenaran jenis isi pakan tersebut.
Pemeriksaan pada peti kemas di depo dengan pengecekan nomor peti
kemas dan nomor segel kemudian di pastikan sesuai dengan data pada
dokumen pemohon jasa. Dokter hewan kemudian mengambil sampel media
pembawa untuk dilakukan uji laboratorium. Media pembawa berada di peti
kemas sebagai instalasi karantina selama menunggu hasil uji. Setelah hasil uji
keluar dokter hewan memutuskan apakah barang layak mendapatkan surat
pembebasan, dilakukan penahanan atau penolakan. Hasil pemeriksaan
menunjukkan nomor kontainer sesuai dengan dokumen pemohon jasa dan
seluruh dokumen dinyatakan lengkap, asli, dan benar sehingga dikeluarkan
sertifikat karantina KH-10, KH-12, dan media pembawa dapat dibebaskan.

4.2 Kegiatan Program Pendidikan Dokter Hewan (PPDH) di Pelayanan


Karantina Hewan dan Tumbuhan Kargo Bandara Juanda Sidoarjo (Balai
Besar Karantina Pertanian Surabaya Unit Pelayanan I)
Kegiatan PPDH di Unit Pelayanan Cargo Bandara Juanda meliputi
pelayanan administrasi, pemeriksaan fisik komoditi serta pengambilan sampel
untuk dilakukan uji laboratorium. Salah satu komoditi yang dikirim melalui
Bandara Juanda yaitu ayam jago dan burung. Baik ayam jago maupun burung
memiliki alur pelayanan yang sama. Keduanya akan dikirim ke luar pulau Jawa.
Alur pemeriksaan yang dilakukan yaitu, pengguna jasa mengajukan
SKKH ke dinas yang menaungi kesehatan hewan dari wilayah asal. Kemudian
pengguna jasa atau pemilik melaporkan rencana pemasukan media pembawa
kepada petugas karantina paling lambat 2 hari sebelumnya. Apabila media
pembawa berupa BAH, HBAH dan benda lain maka dapat dilakukan paling lambat
1 hari sebelumnya. Saat kedatangan media pembawa, pengguna jasa menyerahkan
media pembawa kepada petugas karantina dengan mengajukan Permohonan
Pemeriksaan Karantina (KH-1) yang telah diisi oleh pemilik atau kuasa pemilik.
Selanjutnya, Kepala BBKP menerbitkan Surat Penugasan (KH-2) kepada dokter
hewan dan atau paramedik karantina untuk melakukan tindakan karantina
pemeriksaan terhadap media pembawa. Dokumen-dokumen yang telah ditetapkan
bersama dengan form KH1 dilakukan pemeriksaan terkait kelengkapan, keabsahan,
dan kesesuainnya dengan fisik media pembawanya oleh petugas karantina. Apabila
dokumen yang diperiksa tidak lengkap, maka akan dilakukan penahanan dan
memberi waktu kepada pemilik selama 3 hari untuk melengkapi dokumen tersebut,
apabila tidak mampu melengkapi dokumen yang dipersyaratkan untuk media
pembawa dalam kurun waktu 3 hari, maka akan ditolak pengeluarannya atau
dikembalikan pada pemilik. Jika dalam pemeriksaan dokumen dinyatakan lengkap
selanjutnya dilakukan verifikasi terhadap kebenaran isi dokumen melalui
pemeriksaan fisik, pemeriksaan juga dilakukan untuk mendeteksi HPHK.
Pemeriksaan fisik diarahkan pada kecocokan jumlah, kondisi klinis, dan status
present pada hewan, dan kalau berupa Bahan Asal Hewan (BAH) maupun Hasil
Bahan Asal Hewan (HBAH) dilakukan pemeriksaan organoleptik (bau, warna, rasa
dan kekenyalan). Untuk pemeriksaan fisik dapat dilakukan ditempat pemasukan
maupun pengeluaran, lalu dilakukan karantina yang selanjutnya akan diuji
laboratorium pada BAH dan HBAH misalnya Total Plate Count (TPC) jika
diperlukan.
Pemeriksaan dilakukan oleh dokter hewan setalah keluar KH-2.
Pemeriksaan dilakukan dengan pengambilan sampel darah dan swab trakea.
Metode pengambilan sampel serum darah unggas yaitu dengan cara meng-handling
terlebih dahulu unggas yang akan diperiksa dengan posisi berbaring menyamping,
tahan kepala ayam satu sisi dan salah satu sayam ayam dibuka. Bagian yang akan
diambil darah dibersihkan dengan kapas alkohol, kemudian darah diambil dengan
cara menusukkan spuit 1 cc pada vena brachialis yang berada pada bagian dalam
sayap ayam. Sampel darah ayam diambil dari vena brachialis (Gambar 4.1). Darah
yang diambil sebanyak 0,1-0,3 cc. Kemudian darah yang tertampung didiamkan
beberapa menit hingga keluar serum. Metode swab feses dilakukan dengan
mengambil feses yang masih basah menggunakan cotton bud lalu dimasukan dalam
ependorf yang telah berisi PBS, setelah itu cotton bud digunting agar ependorf bisa
ditutup. Campuran PBS dan feses ini nanti akan diteteskan pada rapid test AI.
Sampel yang sudah diambil kemudian dikirimkan ke laboratorium kantor pusat
BBKP Surabaya untuk dilakukan pengujian. Untuk serum dilakukan uji HA/HI
untuk melihat titer antibodi protektif terhadap AI. Untuk burung atau unggas kecil
dilakukan swab feses yang akan dilakukan uji rapid tes AI. Selain itu untuk burung
dilakukan pengambilan sampel berupa swab trakea untuk uji Real Time PCR (Q-
PCR).
Hasil pemeriksaan laboratorium uji HA-HI dan qRT-PCR akan keluar
dalam waktu paling lambat 3 hari. Apabila hasil uji menunjukan hasil negatif, maka
akan diterbitkan KH 9 untuk hewan, KH 10 untuk BAH, dan KH 11 untuk HBAH
dan benda lain. Sertifikat tersebut dapat diterbitkan setelah pengguna jasa
menyelesaikan kewajiban pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
kepada petugas. Sertifikat inilah yang digunakan sebagai sertifikat kesehatan untuk
media pembawa. Alur ini digunakan untuk keluarnya media pembawa ke wilayah
lain atau negara lain, untuk masuknya media pembawa maka akan dilakukan
pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan fisik untuk media pembawa yang tergolong
Low Risk, dan dilanjutkan uji laboratorium untuk media yang tergolong Medium
dan High Risk. Apabila dokumen lengkap, sah dan sesuai maka dilanjutkan pada
tahap uji laboratorium. Jika pada uji laboratorium menunjkkan hasil negatif maka
akan diterbitkan KH 12 (Pembebasan) untuk media pembawa tersebut, sehingga
media pembawa dapat masuk.
BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil koasistensi Rotasi Kesehatan Mayarakat Veteriner yang
dilaksanakan di Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya didapatkan kesimpulan
sebagai berikut :
1. Peran dokter hewan di Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya yaitu untuk
mencegah masuk, dan menyebarnya Hama Penyakit Hewan Karantina antar
area di Indonesia maupun dari dan ke luar negara Republik Indonesia.
2. Pengiriman media pembawa baik pengiriman antar area di dalam
negeri/domestik, impor, dan ekspor memiliki alur pelayanan yang berbeda
dengan syarat dokumen yang bebeda pula.
3. Berdasarkan analisis resikonya, media pembawa dibedakan menjadi 3
kategori yaitu low risk, medium risk, dan high risk. Masiung-masing kategori
memiliki alur pelayanan yang berbeda, dimana semakin tinggi resikonya
semakin ketat pemeriksaannya.

5.2 Saran
Sebaiknya mahasiswa lebih dilibatkan dalam kegiatan karantina baik
dalam kegiatan administrasi, pelayanan, laboratorium, maupun kegiatan lapang.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian RI. 2006. Lampiran Surat


Keputusan Badan Karantina Pertanian No.344.b/kpts/P.D.670.370/L/12/06
tentang Petunjuk teknis persyaratan dan tindakan karantina hewan terhadap
lalulintas hewan penular rabies (anjing, kucing, kera dan sebangsanya).
Badan Karantina Pertanian. Jakarta.
Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian RI. 2007. Keputusan Menteri
Pertanian Nomor 02/Kpts/OT.140/I/2007 tentang Dokumen dan Sertifikat
Karantina Hewan.
Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian RI. 2007. Keputusan Kepala
Badan Karantina Pertanian Nomor 244/Kpts/PD.670.230/L/6/2007 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Dokumen dan Sertifikat Karantina
Hewan.
Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian RI. 2014. Profil Balai Besar
Karantina Pertanian Surabaya. Website: karantina.pertanian.go.id. Kantor
Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya. Surabaya.
Badan Karantina Pertanian. 2015. Laporan Kinerja Badan Karantina Pertanian
2014. Badan Karantina Pertanian. Jakarta.
Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya. 2015. Rencana Strategis 2015 – 2019.
Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya. Surabaya.
Badan Karantina Pertanian. 2016. Katalog Standar Pelayanan Publik Jangka Waktu
Layanan Karantina Pertanian (Service Level Agreement). Kementrian
Pertanian.
Badan Karantina Pertanian. 2018. Laporan Tahunan Badan Karantina Pertanian
2017. Badan Karantina Pertanian. Jakarta.
Karantina Surabaya. 2017. Profil Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya.
http://karantinasby.pertanian.go.id/id/profil/. Diakses pada tanggal 13
September 2017.
Kementrian Pertanian. 2015. Rencana Strategis Badan Karantina Pertanian Tahun
2015-2019. Kementrian Pertanian. Jakarta.
Suardana, I.W., 2004. Penuntun Karantina. M-Biro Yogyakarta.
WHO. 2005. Zoonoses and veterinary public health.
http://www.who.int/zoonoses/v%5Bh/en/6April2005. Diakses pada tanggal
13 September 2017.
[PKH] Pusat Karantina Hewan. 2002. Rencana Strategis dan Kebijakan Teknis
Karantina Hewan. Jakarta : Pusat Karantina Hewan.
[RI] Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta.
[RI] Republik Indonesia. 1992. Undang Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang
Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Sekretariat Negara. Jakarta.
[RI] Republik Indonesia. 2013. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
41/OT.140/3/2013 tentang Tindakan Karantina Hewan terhadap Pemasukan
atau Pengeluaran Sarang Walet ke dan dari Dalam Wilayah Negara
Republik Indonesia. Jakarta.
[RI] Republik Indonesia. 2015. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia
Nomor 70/Permentan/KR.100/12/2015 Tentang Instalasi Karantina Hewan.
Jakarta.
[RI] Republik Indonesia. 2017. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia
Nomor 17/Permentan/KR. 120/5/2017 Tentang Dokumen Karantina
Hewan. Jakarta.
[RI] Republik Indonesia. 2000. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000
tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Sekretariat Negara. Jakarta.
[RI] Republik Indonesia. 2008. Keputusan Menteri Pertanian Nomor
22/Permentan/OT.140/4/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis Karantina Pertanian. Jakarta
[RI] Republik Indonesia. 2008. Peraturan Menteri Pertanian Nomer :
13/Permentan/OT.140/2/2008 tentang Persyaratan dan Penetapan Pihak
Lain dalam membantu Pelaksanaan Tindakan Karantina Hewan. Jakarta.
[RI] Republik Indonesia. 2009. Keputusan Menteri Pertanian Nomor
3238/Kpts/PD.630/9/2009 Tentang Penggolongan Jenis-Jenis Hama
Penyakit Hewan Karantina, Penggolongan dan Klasifikasi Media Pembawa.
Jakarta
[RI] Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Pertanian Nomor:
44/Permentan/OT.140/3/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 94/PERMENTAN/OT.140/12/2011 Tentang Tempat
Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa Penyakit Hewan Karantina
dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina. Jakarta.
[RI] Republik Indonesia. 2015. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
70/Permentan/KR.100/12/2015 tentang Instalasi Karantina Hewan.

Anda mungkin juga menyukai