Anda di halaman 1dari 18

Laporan 1 Praktikum Kesehatan Ternak

PEMERIKSAAN INVESTASI CACING PADA FESES TERNAK METODE


NATIF, SEDIMEN DAN APUNG

Oleh:

NAMA : M. SIDIK
NIM : L1A119158
KELAS :D
KElOMPOK 5
ASISTEN : IKBAL

LAB. ILMU DAN TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK


JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan ternak adalah suatu keadaan dimana tubuh hewan dengan seluruh

sel yang menyusun dan cairan tubuh yang dikandungnya secara fisiologis berfungsi

normal. Salah satu bagian yang paling penting dalam penanganan kesehatan

ternak adalah melakukan pengamatan terhadap ternak yang sakit melalui

pemeriksaan ternak yang diduga sakit. Pemeriksaan ternak yang diduga sakit

adalas salah satu proses untuk menentukan dan mengamati perubahan yang

terjadi akibat penyakit malalui tanda-tanda atau gejala yang terlihat (Pratama,

2020).

Parasit cacing merupakan organisme yang dapat merugikan ternak.

Penyakit yang disebabkan parasit cacing pada hewan dipeternakan merupakan salah

satu permasalahan dihadapi peternak. Pola pemberian pakan, faktor-faktor

lingkuangan (suhu, kelembapan, dan curah hujan), serta sanitasi kandang yang

kurang baik dapat mempengaruhi berkembangnya parasit khususnya cacing

dalam saluran pencernaan pada hewan ternak. Kehadiran cacing dalam saluran

pencernaan dapat menyebabkan kerusakan mukosa usus yang dapat menurunkan

efesiensi penyerapan makanan (Larasati, 2017).

Feses merupakan hasil buangan dari usaha peternakan yang selama ini

menjadi salah satu sember masalah sebagai penyebab menurunnya mutu

lingkungan melalui pencernaan lingkungan. Salah satu cara untuk mengetahui

adanya telur cacing dengan identifikasi telur cacing dalam feses. Hal ini

dilakukan untuk deteksi dini adanya infeksi cacing parasit terutama parasit

pencernaan dengan cara yang cepat, mudah dan efektif (Nugraheni, 2015).
Pemeriksaan telur cacing berdasarkan hasil yang akan didapat secara umum

dibedakan menjadi pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif. Pemeriksaan kualitatif

dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya adalah metode natif (direct

slide), apung (Flotation methode), sedimentasi (Sedimentation methode),

modifikasi metode Methiolat Iodine Formaldehyde (MIF), metode selotip

(Cellotape methode), teknik sediaan tebal (Teknik Kato) dan metode konsentrasi.

Metode yang umum dipakai untuk pemeriksaan telur cacing pada feses hewan

ternak adalah metode natif, apung dan sedimentasi. Metode tersebut

menggunakan alat dan bahan yang mudah digunakan serta langkah pemeriksaan

yang cukup sederhana. Metode natif termasuk metode pemeriksaan yang cepat

dan baik untuk infeksi berat. Metode apung digunakan untuk pemeriksaan feses yang

mengandung sedikit telur cacing berdasarkan berat jenis larutan dan berat jenis

telur. Sedangkan metode sedimentasi baik untuk sampel feses yang harus

disimpan dahulu karena tidak bisa diperiksa secara langsung (Nezar, 2014).

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka perlu diadakan

praktikum mengenai pemeriksaa telur cacing pada feses ternak karena telur

cacing pada feses ternak sangat berbahaya bagi kesehatan ternak.

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum pemeriksaan telur cacing pada feses ternak

adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui cara pemeriksaan telur cacing pada feses ternak dengan

metode natif.
2. Untuk mengetahui cara pemeriksaan telur cacing pada feses ternak dengan

metode sedimen

3. Untuk mengetahui cara pemeriksaan telur cacing pada feses ternak dengan

metode apung

1.3. Manfaat

Adapun manfaat dari praktikum pemeriksaan telur cacing pada feses ternak

adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui cara pemeriksaan telur cacing pada feses ternak dengan

metode natif.

2. Untuk mengetahui cara pemeriksaan telur cacing pada feses ternak dengan

metode sedimen

3. Untuk mengetahui cara pemeriksaan telur cacing pada feses ternak dengan

metode apung
II. METODEOLOGI

2.1. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu 4 Desember 2021, pukul

08:00 WITA – Selesai. Yang bertempat di Laboratorium Ilmu dan Teknologi

Produksi Ternak Fakultas Peternakan Jurusan Peternakan Universitas Halu Oleo.

2.2.1. Alat dan Kegunaan

Adapun alat yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan telur cacing

pada feses sapi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Alat dan Kegunaannya


No. Nama Alat Kegunaannya
1. Mikroskop Untuk mengamati telur cacing
2. Gelas ukur Untuk menyimpan feses pada saat dicentrifuge
3. Pipet tetes Sebagai alat untuk mengambil feses dan mengaduk
feses
4. Rak tabung Untuk tempat menyimpan gelas ukur
5. Objeck glass Untuk menyimpan feses
6. Cover glass Untuk menutup feses pada saat diamati
7. Beaker glass Untuk menyimpan air
8. Alat Tulis Untuk mencatat data pengamatan
9. Camera/Hp Untuk mendokumentasi
10. Tabung sentrifuse Sebagai tempat tabung

2.2.2. Bahan dan Kegunaan

Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan telur cacing pada

feses sapi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Bahan dan Kegunaannya


No. Nama Bahan Kegunaannya
1. Feses ternak (Kambing, Sebagai objek pengamatan
Sapi dan Ayam)
2. Larutan NaCl Sebagai pelarut feses
3. Air Sebagai pelarut feses
2.2. Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada praktikum pemeriksaan telur cacing pada feses sapi bali

adalah sebagai berikut:

2.2.1. Metode Natif

1. Meletakkan sedikit feses ternak pada objeck glass yang bersih dengan

menggunakan pipet tetes lalu di teteskan 1-2 tetes air.

2. Dengan pipet tetes tadi, kita ratakan atau larutkan, kemudian ditutup dengan

cover glass.

3. Diperiksa dibawah mikroskop dengan perbesaran 40x.

2.2.2. Metode Sedimen

1. Memasukkan feses kedalam tabung sentrifuse

2. Menambahkan air hingga ¾ tabung atau ± 13 ml, lalu ditutup dan diaduk

sampai homogen

3. Memasukkan kedalam alat sentrifuse dengan kecepatan 1500 rpm ± 5 menit

4. Membuang bagian yang jernih dengan menuangkan tabung reaksi secara cepat

dan disisahkan sedikit

5. mengambil 1 tetes di simpan diatas objek glass dan ditutup dengan cover glass

6. Diperiksa dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x.


2.2.3. Metode Apung

1. Endapan Feses pada sentrifuse ditambahkan larutan garam jenuh sampai

kelihatan cembung. Lalu ditutup dengan cover glass dan dibiarkan selama 5

menit

2. Setelah 5 menit cover glass diambil dan menyimpannya pada objek glass

3. Mengamatinya dibawah mikroskop dengan perbesaran 40 x.


III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil Pengamatan

3.1.1. Sapi Bali

Hasil Pengamatan Pemeriksaan Investasi Telur Cacing pada Feses dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Pengamatan Pemeriksaan Investasi Telur Cacing pada Feses


Ternak Sapi Bali
N Percobaan Ha Gambar Keterangan
o sil
1 Metode Ditemukan Carmyerius
Natif Telur Spatiousus
Cacing dan Ascaris
vituloruna.

2 Metode Ditemukan Fasciolo


Sedimen Telur gigantica
Cacing

3 Metode Apung Ditemukan Telur Fasciolo


Cacing gigantica

3.1.2. Kambing

Hasil Pengamatan Pemeriksaan Investasi Telur Cacing pada Feses Kambing

dapat dilihat pada Tabel 4.


Tabel 4. Hasil Pengamatan Pemeriksaan Investasi Telur Cacing pada Feses Ternak
Kambing
No Percobaan Hasil Gambar Keterangan

1 Metode Natif Ditemukan Telur Thysaniezia giardi dan Trichuris


Cacing globalosa

2 Metode Sedimen Ditemukan Telur Fasciolo


Cacing gigantica

3 Metode Apung Ditemukan Telur Fasciolo


Cacing gigantica

3.1.3. Ayam

Hasil Pengamatan Pemeriksaan Investasi Telur Cacing pada Feses ayam

dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Hasil Pengamatan Pemeriksaan Investasi Telur Cacing pada Feses


Ayam
No Percobaan Hasil Gambar Keterangan

1 Metode Natif Ditemukan Telur Raillietina


Cacing erhinobolhrida

2 Metode Sedimen Ditemukan Telur Fasciolo


Cacing gigantica
3 Metode ApungDitemukan Telur
Cacing
Fasciolo
gigantica

3.2. Pembahasan

Berdasarkan pratikum yang telah kami lakukan pada hari Sabtu 04

Desember 2021, di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Produksi Ternak Fakultas

Peternakan tentang “Pemeriksaan Investasi Telur Cacing pada Feses Kambing, Sapi

dan Ayam”, dimana pratikum ini dilakukan dengan 3 metode kerja diantaraya

metode natif, metode sedimen dan metode apung. Ketiga metode ini dilakukan oleh

setiap kelompok dan feses yang digunakan pun juga berbeda disetiap kelompok.

Dalam pratikum ini kelompok kami menggunakan sample feses ayam yang masih

segar untuk melakukan pemeriksaan telur cacing dengan ke tiga metode tersebut.

Jenis-jenis telur cacing pada ternak sangat beragam, salah satunya yaitu telur

Fasciola hepatica. F. hepatica termasuk kelas trematoda filum Platyhelmintes dan

genus Fasciola. Cacing ini bermigrasi dalam parenkim hati, berkembang dan

menetap dalam saluran empedu. Fasciola sp merupakan cacing Trematoda yang

memiliki siklus hidup yang cukup panjang. Terdapat beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi infeksi Fasciola sp, antara lain faktor jenis kelamin, usia, makanan,

kebersihan lingkungan dan sistem pengolahan ternak (Majawati, 2018).

Dalam metode natif pemeriksaan telur cacing pada feses sapi bali ditemukan

telur cacing dengan jenis cacing Carmyerius Spatiousus Dan Ascaris vituloruna.

Ini menjunkana bahwa saluran pencernaan sapi mengalami infeksi berat karena
ditemukannya telur cacing pada fesesnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nezar

(2014) bahwa cacing yang menyerang organ pencernaan khususnya diusus halus

adalah seperti A. Lumbricoides, S. papillosus, B. phlebotomum, T. axei, Moniezia

sp. dan P. cervi yang berasal dari filum Nematoda dan berordo Ascaridida.

Metode natif, dalam pemeriksaan feses pada kambing yang kami periksa

menemukan telur cacing ditemukan jenis cacing Thysaniezia giardi dan Trichuris

globalosa yang menunjukan bahwa kambing ini memiliki kondisi usus yang kurang

sehat karena dalam fesesnya terdapat dua jenis telur cacing. Hal ini sesuai dengan

pendapat Kadarsan (2016), yang mengemukakan bahwa terdapatnya telu cacing

pada feses kambing karena kambing tersebut dalam kondisi yang kurang

sehat.Mukaratirwa (2013) menjelaskan bahwa cacing dari genus nematoda yang

peling sering menginfeksi ruminansia terutama sapi, domba, dan kambing.

Metode natif dalam pemeriksaan investasi cacing pada feses Ayam

ditemukan telur cacing dengan jenis cacing Raillietina erhinobolhrida.. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Silaban (2018), menyatakan bahwa endoparasit

merupakan parasit yang hidup di dalam tubuh host. Pada umumnya parasit terdiri

dari beberepa jenis diantaranya cacing, artropoda, bakteri, protozoa, dan virus.

Invasi parasit dapat menurunkan jumlah produk dan kualitas produk yang

dihasilkan. Parasit yang berada pada tubuh suatu ternak dapat menyebabkan

kerusakan organ ternak tersebut.

Metode Sedimen dalam pemeriksaan investasi cacing pada feses kambing

ditemukan telur cacing dengan jenis cacing Fasciolo gigantica. Metode sedimen

dilakukan dengan memusingkan sampel atau larutan uji menggunakan centrifuge


dengan waktu tertentu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wijdaja, (2014) bahwa

Metode sedimentasi menggunakan larutan dengan berat jenis yang lebih rendah dari

organisme parasit, sehingga parasit dapat mengendap di bawah. Metode ini terdiri

dari metode sedimentasi biasa yang hanya memanfaatkan gaya gravitasi, dan

metode sedimentasi Formol-Ether (Ritchie) yang menngunakan gaya sentrifugal 16

dan larutan formalin-eter pada cara kerjanya. Metode sedimentasi

biasamenggunakan reagensia NaOH 0,2% dan NaCl 0,9%.

Metode Apung yang kami gunakan untuk pemeriksaan telur cacing pada

feses kambing ditemukan telur cacing dengan jenis cacing Fasciolo gigantica.

Hal ini menujukkan bahwa feses kambing yang kami periksa terinfeksi cacing.

Metode Apung ini menggunakan garam jenuh yang didasarkan atas berat jenis

telur sehingga telur akan mengapung dan mudah diamati. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Tantri, (2015) bahwa Metode apung (Flotation methode) digunakan

untuk jenis telur cacing parasit yang dapat mengapung dengan mengunakan larutan

garam jenuh. Lebih lanjut Vivi, (2015) Mengambil sampel feses sebanyak 2

gram, meletakkan dalam botol pot plastik dan menambahkan garam jenuh

sebanyak 30 ml, mengaduk feses dan larutan pengapung sampai homogen.

Setelah campuran homogen, memasukkan hasil saringan ke dalam tabung

sentrifuge sampai volume

15 ml, kemudian sentrifuge dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit.

Menambahkan lagi sedikit garam jenuh sampai permukaan cairan tepat di atas

permukaan tabung. letakkan kaca penutup di atas tabung, membiarkan selama 5

menit. Setelah itu, mengambil kaca penutup letakkan ke dalam kaca preparat (object

glass) dan periksa di bawah mikroskop untuk melihat morfologi telur lebih jelas.
IV. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

 Cara pemeriksaan telur cacing menggunakan metode natif pada feses ternak

yaitu dengan cara mengambil sejeumlah kecil dari feses ternak menggunakan

lidi kemudian diletakkan di atas objek glass dan di teteskan dengan air, setelah

itu ditutup menggunakan cover glass kemudian diamati di bawah mikroskop

dengan pembesaran 100 X.

 Cara pemeriksaan telur cacing pada feses ternak menggunakan metode

sedimen yaitu dilakukan dengan mengambil sekitar 3 gram feses ternak

kemudian ditambahkan air diaduk sampai homogen, feses disaring dan

dimasukkan filtrate ke tabung sentrifugeen dan ditutup, lakukan sentrifus

dengan kecepatan 15x100 rpm selama 5 menit, buang supernatant dan sisakan

sedimen dalam tabung kemudian aduk sedimen hingga homogen setelah itu

ambil sedimen dengan pipet pasteur dan letakkan di object glass dan tutup

dengan cover glass lalu amati dibawah mikroskop dengan pembesaran 100

X.

 Cara pemeriksaan telur cacing menggunakan metode apung yaitu dengan

mengaduk sedimen yang sebelumnya sudah di tambahkan air, aduk hingga

homogen setelah itu buang supernatant dan sisakan sedimen yang jernih,

apabila telah jernih buang supernatant dan tambahkan larutan garam jenuh

hingga hamper penuh, aduk dengan cara bolak balik tabung, letakkan

tabung
sentrifus pada rak tabung dan tambahkan larutan garam jenuh sampai

permukaan cembung kemudian tutup dengan caver glass dan biarkan

selama 5 menit, ambil caver glass lalu letakkan di object glass dan periksa

di mikroskop dengan pembesaran 100 X.

4.2. Saran

Harapan saya laboratotium tetap menjaga alat-alatnya serta menjaga

kebersihan agar para praktikan nyaman dan nyaman dalam melaksanakan

praktikum. Diharapkan kepada asisten praktikum agar selalu berkomonikasi

dengan baik dengan praktikan. Kepada teman-teman praktikan agar menyiapakan

alat dan bahan-bahan lebih awal dan selalu mematatuhi peraturan-peraturan yang

ditetapkan sasiten selama melaksanakan praktikum di laboratorium.


DAFTAR PUSTAKA

Larasati, H., Madi, H., dan Siswanto. 2017. Prevalensi Cacing Saluran
Pencernaan Sapi Perah Periode Juni Juli 2016 pada Peternakan Rakyat di
Provinsi Lampung. Jurnal Penelitian Peternakan Indonesia. Vol 1 (1): 8-
15.

Majawati, E.S., dan Matatula, A.E. 2018. Identifikasi Telur Cacing Fasciola
Hepatice pada Sapi di Peternakan Sapi Daerah Tanggerang. Jurnal Kedokt
Meditek. 24 (68): 60-66.

Mukaratirwa, S., dan Pfukenyi, D.M. 2013. A Review of The Epidemiology and
Control of Gastrointestinal Nematode Infections In Cattle In Zimbabwe.
Joernal Onderstepoort Veterin Res. Vol 80 (1): 1-12.

Nezar, M.R. 2014. Jenis Cacing pada Feses Sapi di TPA Jatibarang dan KTT
Sidomulyo Desa Nongkosawit Semarang. Universitas Negeri Semarang.
Semarang.

Nezar, M.R. 2014. Jenis Cacing pada Feses Sapi di TPA Jatibarang dan KTT
Sidomulyo Desa Nongkosawit Semarang. Jurnal Of Life Science. Vol
3(2):93-102.

Nugraheni, N., Marlina, E.T., dan Hidayati, Y.A. 2015. Identifikasi Cacing
Endoparasit pada Feses Sapi Potong Sebelum dan Sesudah Proses
Pembentukan Biogas Digester Fixed Dome. Universitas Padjadjaran.
Bandung.

Silaban, R., Febriansyah, R., Pulungan, S. 2018. Identifikasi Endoparasit Nematoda


Pada Feses Ayam Broiler di Peternakan Submitra Indojaya Agrinusa
Desa Pudun Jae. Jurnal Grahatani. Vol. 04 (1).

Tantri N., Setyawati, T.R., dan Khotimah, S. 2015. Prevalensi dan Intensitas
Telur Cacing Parasit pada Feses Sapi Bos Sp. Rumah Potong Hewan RPH
Kota Pontianak Kalimantan Barat. Jurnal Protobiont. Vol 2 (2013): 102-
106.

Pratama, M.G.G., Pramudya, D., dan Endrawati, Y.C. 2020. Sosialisasi Penyakit
Hewan Ternak dan Penanggulangannya di Desa Ciseureuh Kecamatan
Ketanggungan Kabupaten Brebes. Jurnal Pusat Enovasi Masyarakati. Vol
2 (4).

Vivi, A. 2015. Kejadian Nematodiasis Gastrointestinal pada Pedet Sapi Bali di


Kecamatan Marioriwawo Kabupaten Soppeng. Universitas Hasanuddin
Makassar. Makasar.

Wijdaja, J. 2014, Prevelensi dan jenis cacing soil Transmintted Helminth (STH)
pada sayuran kemangi pedagang ikan bakar di kota palu, Jurnal
epidemiologi dan penyakit sumber Binatang, Vol 5 (2).
LAMPIRAN

1. Gambar Telur Cacing Pada Ternak Unggas


2. Dokumentasi Praktikum

3. Hasil Pengamatan

Gambar 1 dan 2 : Carmyerius Spatiousus dan Ascaris vituloruna


Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar 3 dan 4: Fasciolo giganlica dan Raillietina erhinobolhrida.
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Anda mungkin juga menyukai