Anda di halaman 1dari 17

Laporan Praktikum 1 Kesehatan Ternak

PEMERIKSAAN INVESTASI CACING PADA FESES TERNAK SAPI


DENGAN METODE NATIF, SEDIMEN, DAN APUNG

Oleh

NAMA : NUR HAFIFA ISTIQARA


NIM : L1A119168
KELAS : A
KELOMPOK : V1 (ENAM)
ASISTEN PRAKTIKUM : KASMAWATI

LABORATORIUM ILMU DAN TEKNOLOGI REPRODUKSI TERNAK


JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OELO
KENDARI
2021
l. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ternak adalah Hewan piara yang kehidupannya yakni mengenai tempat,

perkembang biakan serta manfaatnya diatur dan diawasi oleh manusia dan

dipelihara khusus sebagai penghasil bahan-bahan dan jasa-jasa yang berguna bagi

kepentingan hidup manusia. Kelompok hewan selain unggas dan mamalia yang

dipelihara manusia juga disebut (hewan) ternak, khususnya apabila dipelihara di

tempat khusus dan tidak dibiarkan berkelana di alam terbuka. Penyebutan "ternak"

biasanya dianggap "tepat" apabila hewan yang dipelihara sedikit banyak telah

mengalami domestikasi, tidak sekadar diambil dari alam liar kemudian dipelihara.

Ternak merupakan hewan yang dipelihara diperuntukkan sebagai sumber pangan,

sumber bahan baku industri, ataupun sebagai pembantu kegiatan atau pekerjaan

manusia. Usaha pemeliharaan ternak termasuk ke dalam kegiatan pertanian secara

umum dan disebut juga peternakan.

Feses adalah sisa pencernaan dari zat-zat yang tidak lagi berguna bagi

tubuh, seperti partikel makanan yang tidak tercerna, bakteri, dan garam. Beragam

zat yang terdapat dalam feses membuat warna, bentuk, konsistensi, dan baunya

menjadi berbeda-beda. Kotoran sapi adalah limbah hasil pencernaan sapi dan

hewan dari subfamily Bovinae lainnya.Kotoran sapi memiliki warna yang

bervariasi dari kehijauan hingga kehitaman, tergantung makanan yang

dimakannya.Setelah terpapar udara, warna dari kotoran sapi cenderung menjadi

gelap. Kotoran sapi adalah limbah dari usaha peternakan sapi yang bersifat padat
dan dalam proses pembuangannya sering bercampur dengan urin dan gas, seperti

metana dan amoniak. Kandungan unsur hara dalam kotoran sapi bervariasi

tergantung pada keadaan tingkat produksinya, jenis, jumlah konsumsi pakan, serta

individu ternak sendiri.

Dalam kesehatan ternak upaya pencegahan infeksi penyakit akibat cacing

harus dilakukan sebelum infeksi. Salah satu cara mengetahui ada tidaknya telur

cacing dengan identifikasi telur cacing dalam feses. Hal ini dilakukan untuk

dideteksi dini nilai adanya infeksi cacing parasite terutama parasite pencernaan

dengan cara yang tepat, mudah dan efektif. Pencegahan dapat dilakukan dengan

memutus siklus hidup telur cacing yang berkembangbiak didalam tubuh hewan

ternak sebelum berkemabng menjadi cacing yang berskala. Pemeriksaan feses di

maksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing ataupun larva infektif.

Pemeriksaan ini juga dimaksudkan untuk mendiagnosa tingkat infeksi cacing

parasit usus pada ternak yang diperiksa fesesnya. Pemeriksaan feses dapat

dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif dilakukan

dengan metode natif, metode apung,metode harada mori, dan metode kato.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan praktikum mengenai

pemeriksaan infeksi cacing pada feses ternak.

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dalam praktikum pemeriksaan investasi cacing pada feses

Sapi adalah Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan telur cacing pada feses

ternak dengan metode natif, metode sedimen dan metode apung.


1.3. Manfaat

Adapun manfaat dalam praktikum pemeriksaan investasi cacing pada feses

Sapi adalah Mahasiswa memiliki keterampilan melakukan pemeriksaan telur

cacing pada feses ternak dengan metode natif, metode sedimen dan metode apung.
II. METODOLOGI PRAKTIKUM

2.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Kesehatan Ternak ini dilaksanakan pada hari Rabu, 8 Desember

2021, Pukul 16.00 sampai selesai, bertempat di Di Laboratorium Unit Fisiologi,

Reproduksi Dan Kesehatan Ternak.

2.2 Alat dan Bahan Praktikum

Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu dapat dilihat pada Tabel 1.

berikut:

Tabel 1. Alat dan Kegunaannya


No Alat dan Bahan Kegunaan
1. Mikroskop Mengamati cacing atau telur cacing
2. Object glass Wadah Pada sampel feses
3. Cover glass Penutup sampel feses
4. Catton bud/ lidi Mengambil dan mengaduk sampel feses
5. Tabung sentrifus Mengencerkan sampel feses
6. Alat sentrifus Memisahkan larutan padat dan cair
7. Pipet pasteur Mengambil sampel feses
8. Saringan teh Menyaring feses
9. Gelas beaker Menampung feses

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu dapat dilihat pada Tabel.2

berikut:

Tabel 2. Bahan dan Kegunaannya


No Bahan Kegunaan
.
1. Sampel feses Sebagai objek pengamatan
2. Air Sebagai pelarut sampel
3. Larutan garam jenuh Sebagai campuran feses pada saat
pemeriksaan menggunakan metode apung
2.3 Prosedur Kerja

2.3.1. Metode Natif

1. Mengambil sejumlah kecil feses menggunakan catton bud/lidi dan

letakkan di object glass

2. Memberi 1 tetes air pada feses kemudian aduk menggunakan catton

bud/lidi

3. Kemudian tutup dengan cover glass

4. Segera periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 100X.

2.3.2. Metode Sedimen

1. Mengambil 3 gram sampel feses kemudian tambahkan 20 ml air dan aduk

sampai homogen

2. Menyaring feses kemudian masukan filtrate ke tabung sentrifus

3. Menutup tabung sentrifus kemudian lakukan sentrifus dengan kecepatan

1500 rpm selama 5 menit

4. Membuang supernatant dan sisakan sedimen dalam tabung

5. Aduk sedimen sampai homogen

6. Ambil sedimen dengan pipet pasteur kemudian letakkan di object glass

7. Tutup dengan cover glass segera amati di bawah mikroskop dengan

pembesaran 100X.

2.3.3. Metode Apung

1. Mengaduk sedimen yang didapatkan dari metode sebelumnya

2. Menambahkan air dan aduk sampai homogen


3. Lakukan sentrifus dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit

4. Membuang supernatant dan sisakan sedimen

5. Mengulangi metode di atas bila supernatant belum jernih

6. Bila supernatant sudah jernih, buang supernatant

7. Menambahkan larutan garam jenuh sampai hampir penuh, lalu aduk

dengan cara membolak-balik tabung

8. Meletakkan tabung sentrifus pada rak tabung

9. Menambhankan laritan garam jenuh sampai permukaannya cembung

10. Menutup permukaan tabung dengan cover glass, biarkan selama 5 menit

11. Mengambil Cover glass lalu diletakkan di object glass

12. Periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 100X.

2.4. Diagram Alir

Memasuki Laboratorium

Melakukan Respon

Melakukan Pemeriksaan
Fases Menggunakan
Mikroskop

Praktikum

Membuat Laporan
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan pemeriksaan investasi telur cacing pada feses sapi dapat

dilihat pada tabel 3. Berikut:

Tabel 3. Hasil Pengamatan


No Metode yang digunakan Hasil Keterangan
.
1. Metode Natif
Schistosoma nasalis

2. Metode sedimen
Moniezia expansa

3. Metode Apung
Haemonchus
Contortus

3.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan dimana pratikum ini dilakukan dengan tiga

metode kerja diantaranya metode natif, metode sedimen dan metode apung, ketiga

metode ini di lakukan oleh setiap kelompok .Dalam pratikum ini kami

menggunakan sampel feses ternak sapi yang masih segar untuk melakukan

pemeriksaan telur cacing dengan ketiga metode tersebut. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Regina (2018) bahwa dengan menggunakan tiga metode diantaranya

metode natif, sedimen dan apung merupakan pemeriksaan kualitatif tinja karena

sensitif, murah, mudah dan pengerjaan cepat namun kurang sensitive pada infeksi

ringan.

Metode natif (direct slide) merupakan gold standard pemeriksaan kualitatif

tinja karena sensitif, murah, mudah dan pengerjaan cepat, namun kurang sensitif

pada infeksi ringan. Metode lain yang sering digunakan untuk pemeriksaan

kualitatif tinja adalah metode sedimentasi. Dalam pengamatan metode natif

pemeriksaan telur cacing pada fases sapi ditemukan telur sapi dengan jenis cacing

Schistosoma nasalis, Schistosoma bovis, dan Schistosoma japonicum. Hal ini

sesuai dengan pernyataan (Dwinata, 2017) Kelebihan metode natif ini adalah

mudah dan cepat dalam pemeriksaan telur cacing semua spesies, biaya yang

diperlukan sedikit, serta peralatan yang digunakan juga sedikit. Sedangkan

kekurangan metode ini adalah dilakukannya hanya untuk infeksi berat, infeksi

ringan sulit dideteksi.

Metode sedimentasi adalah pemisahan larutan berdasarkan perbedaan BJ,

dimana partikel yang tersuspensi akan mengendap ke dasar wadah. Metode

sedimentasi dilakukan dengan memusingkan sampel atau larutan uji


menggunakan centrifuge dengan kecepatan (rpm) dan waktu tertentu dengan

metode sedimen didalam pemeriksaan untuk sampel feses disimpan terlebih

dahulu dan diendapkan. yang sering digunakan untuk pemeriksaan kualitatif tinja

adalah metode sedimentasi. Dalam pengamatan metode sedimen pemeriksaan

telur cacing pada fases sapi ditemukan telur sapi dengan jenis cacing Moniezia

expansa. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Sandjaja, 2010) menyatakan bahwa

Metode ini merupakan metode yang baik untuk memeriksa sampel feses yang

sudah lama. Prinsip dari metode ini adalah dengan adanya gaya sentrifugal dapat

memisahkan antara suspensi dan supernatanya sehingga telur cacing dapat

terendapkan. Metode sedimentasi cukup baik untuk memeriksa sampel feses yang

tidak bisa langsung diperiksa dan harus disimpan terlebih dahulu. Pengendapan

secara manual selama 15- 20 menit atau menggunakan sentrifuge selama 1-5

menit dengan putaran 100-3000 rpm.

Metode flotasi (pengapungan) adalah metode yang menggunakan larutan

NaCl jenuh yang didasarkan atas berat jenis telur sehingga akan mengapung ke

permukaan tabung dan ditutup dengan cover gelas sehingga telur cacing naik ke

permukaan larutan. Cover gelas tersebut dipindahkan ke objek glass yang bersih

dan kering di bawah mikroskop. Dalam pengamatan metode sedimen pemeriksaan

telur cacing pada fases sapi ditemukan telur sapi dengan jenis cacing Haemonchus

Contortus Hal Ini sesuai dengan pendapat (Muthiadin, 2018) bahwa fases dan

pengapungan diaduk sampai homogen dengan menggunakan mortar kemudian

disaring ke dalam tabung sntrifus hingga mencapai volume 15 ml. (Limpono

2014) juga berpendapat bahwa Secara umum pemeriksaan fases dipengaruhi oleh
jenis larutan pengapungan berat jenis, waktu apung (periode floktasi) dan

homogenesitas larutan setelah proses sentrifugasi. Larutan pengapungan berperan

penting dalam menyebabkan telur cacing dapat mengampung sehingga data

diamati. Cara kerja dilakukan atas perbedaan berat jenis larutan kimia tertentu dan

telur larva, sehingga telur-telur mengapung pada permukaan dan juga

memisahkan partikel-partikel besar yang terdapat dalam feses. Bahan

pengapungan yang lazim digunakan dalam pemeriksaan tinja metode floktasi

adalah larutan NaCL jenuh.


IV. PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat disimpulkan

bahwa, metode pemeriksaan yang dugunakan pada praktikum pemeriksaan

investasi telur cacing pada feses ternak kambing yaitu metode natif, metode

sedimen, metode apung. Hasil praktikum yang kami lakukan dengan mengunakan

tiga metode tersebut ditemukan telur cacing ( positif ) pada feses kambing tersebut

, ini dapat disebabkan ternak kambing tersebut kurang sehat dan lingkungannya

yang kurang baik.

4.2. Saran

Saran yang bisa saya berikan pada praktikum ini yaitu diharapkan pada

semua praktikan lebih teliti lagi dalam melakukan pemeriksaan telur cacing ini

agar dapat mendapatkan hasil yang diinginkan. Saran saya pada Asisten tidak ada,

karena menurut saya penjelasan yang di jelaskan mudah dimengerti.


DAFTAR PUSTAKA

Dwinata, 2017. Pemeriksaan Feses Untuk Penentuan Infeksi Parasit Di Rsud


Langsa (The Examination Of Feces For Determinate Parasite
Infections In Langsa Hospital). Jurnal Biologica Samudra. Volume 1
(2).
Limpono 2014. Perbandingan Pemeriksaan Tinja Antara Metode Sedimentasi
Biasa Dan Metode Sedimentasi Formolether Dalam Mendeteksi Soil-
Transmitted Helminth. Jurnal Kedokteran Diponegoro. Volume 7,
Nomor 2.
Muthiadin C, IR Aziz. 2018. Identifikasi dan Prevalensi Telur cacing Parasit pada
Feses Sapi yang Digembalakan Akhir Sampa h Tamangapa Makassar.
Biotopic The Journal of Tropical Biology. Vol 2(1).
Regina 2018. Prevalensi Helminthiasis Saluran Pencernaan Melalui Pemeriksaan
Feses pada Sapi Lokasi Pembuangan Akhir Kecamatan Benowo
Surabaya. Journal of Parasite Science. Vol 1(1).
Sandjaja, B. 2010. Helminthologi Kedokteran Buku ll. Prestasi Pustaka Publisher
Jakarta
LAMPIRAN
DOKUMENTASI PRAKTIKUM

Anda mungkin juga menyukai