Anda di halaman 1dari 11

Makalah Manajemen Reproduksi Ternak

Manajemen Pejantan Untuk Sapi IB

OLEH

LA ODE AJUDARSIN
L1A119009

JURUSAN PETERNAKA

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2022
BAB I

PENDAHULUAN

I.I. Latar belakang

Secara garis besar pola pemeliharaan sapi terdiri dari system ekstensif dan intensif dan

kombinasi keduanya. Pada sistem pemeliharaan ekstensif, ternak dipelihara secara bebas dan

merumput tumbuhan yang ada di alam.Pada system ini ternak di lepas dengan komposisi jantan

dan beberapa betina dalam satu populasi.Untuk sistem intensif yaitu ternak dipelihara dalam

kandang yang dibuat khusus. Sedangkan sistem pemeliharaan semi intensif merupakan

gabuangan cara pemeliharaan ekstensif dan intensif yang masih memerlukan campur tangan

manusia. Namun pola pemeliharaan sapi yang saya terapkan bersifat semi intensif karena

lingkungan yang masih mendukung serta ketersediaan pakan dan air yang masih bergantung

pada alam. Pemeliharaan sapi jantan tidak jauh berbeda dengan perawa tan yang diberikan

kepada sapi betina, namun yang membedakannya yaitu porsi makan sapi jantan harus lebih

banyak jumlahnya dari sapi betina terutama jenis makanan yang mengandung konsentrat.

Pemberian pakan bagi ternak atau bisa juga di katakana untuk ternak ruminansia

sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi ternak.Pemaberian hijauan sebaiknya dipotong

sekitar 3-5 cm lantaran pemotongan hijauan yang lebih pendek bisa menaikkan luas permukaan

menjadi meningkatkan penetrasi enzim terhadap substrat serta pada akhirnya bisa menaikkan

kecernaan bagi ternak.Pemberian hijauan dilakukan secara bertahap dan minimal 4 kali dalam

sehari semalam.

Tingkat keberhasilan Inseminasi Buatan IB sangat dipengaruhi oleh empat faktor yang

saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya yaitu pemilihan sapi
akseptor, pengujian kualitas semen, akurasi deteksi birahi oleh para peternak dan ketrampilan

inseminator. Sedangkan menurut Susilawati (2011) faktor yang menentukan keberhasilan IB

adalah ternak betina itu sendiri, ketrampilan inseminator dalam mendeposisikan semen,

ketepatan waktu IB, deteksi berahi, handling semen dan kualitas semen terutama motilitas pasca

thawing atau post thawing motility (PTM).


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sapi Pejantan

Sapi pejantan akan mencapai kedewasaan pada umur 1 tahun, saat umur pejantan

mencapai 1,5 tahun perkawinan pertama dapat dilakukan karena di dilihat dari kondisi tubuh

yang telah dewasa dan produksi semen yang sudah cukup baik. Agar kondisi pejantan selalu

prima dengan produksi semen yang bagus, pejantan harus diberi pakan yang berkualitas tinggi

(Rianto dan Purbowati, 2010). Pejantan yang digunakan adalah pejantan unggul yang lolos

dalam uji penjaringan pejantan. Secara teknis, pejantan harus memenuhi persyaratan yaitu

memiliki catatan silsilah yang jelas, terseleksi secara benar dan terarah sebagai pejantan unggul

berdasarkan kemampuan produksi, reproduksi dari garis keturunanya serta memenuhi

persyaratan kesehatan hewan.

Ciri sapi sehat harus diketahui oleh petugas peternakan atau peternak, karena hal ini

penting untuk menetapkan diagnosa awal dari status fisiologi sapi. Sapi yang sehat memiliki ciri

mata yang bersinar, kondisi tubuhnya normal, bagian tubuh aktif bergerak, serta tanggap dengan

keadaan sekitar (Akoso, 2006). Sapi yang sehat memiliki dada yang lebar dengan tulang rusuk

yang panjang serta tanpa adanya cacat pada tubuhnya, ciri lain dari ternak yang sehat adalah kulit

dan bulunya tampak bersih, mengkilap serta halus dan alat geraknya terutama ekor selalu aktif

mengibas

2.2. Pemeriksaan Sapi

Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pengamatan jarak jauh dan pengamatan jarak dekat

terhadap sapi. Sapi yang sehat akan menunjukkan sikap aktif, sigap dan tanggap terhadap
keadaan di lingkungan sekitarnya (Akoso, 2016). Sedangkan sapi yang tidak sehat akan

menunjukkan sikap yang bertentangan dengan sikap sapi sehat. Sapi yang sehat akan

menunjukkan sikap selayaknya, yaitu mata bersinar, mulut dan hidung tidak berlendir serta

bagian tubuh aktif bergerak.

2.3. Penyakit Pada Ternak

Penyakit merupakan hal yang sangat merugikan dalam usaha ternak baik dalam

pembibitan maupun penggemukan, contoh penyakit yang dapat menular melalui perkawinan

seperti Brucellosis, Leptospirosis, Enzootic Bovine Leucosis (EBL) dan Infectious Bovine

Rhinotracheitis (IBR) yang bisa berpengaruh 5 terhadap kualitas semen yang dihasilkan (Hartati

dkk., 2010). Ada dua belas penyakit yang harus bebas pada sapi jantan maupun betina dalam

usaha breeding yang dilakukan yaitu, Brucellosis, Infectious Bovine Rhinotracheitis,

Tuberculosis, Anthrax, Anaplasmosis, Leptospirosis, Salmonellosis, Bovine Genital

Campylobacteriosis, Johne’s Disease, Pink eye, dan Clostridial disease (Ditjen Peternakan dan

Kesehatan Hewan, 2012)

2.4. Pencegahan Penyakit

Pencegahan penyakit perlu dilakukan guna menghindari penularan penyakit berbahaya

yang dapat mengganggu produktifitas. Pencegahan penyakit pada penyakit menular dipusatkan

pada penggunaan agen biologis melalui suntikan, membunuh induk yang pembawa bibit

penyakit menggunakan bahan kimia, serta melakukan isolasi terhadap ternak yang terserang

penyakit guna mencegah penularan penyakit berbahaya terhadap ternak lain (Akoso dkk., 2018).

Pencegahan penyakit yang paling sederhana dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan sapi
dan kandang serta pemberian vaksinasi atau mengisolasi hewan yang terjangkit dan melakukan

pengobatan (Yulianto dan Saparinto, 2014)

2.5. Penanganan Penyakit

Pengobatan pada penyakit yang menyerang sapi salah satunya dapat dilakukan

menggunakan antibiotik yang berupa streptomisin, ampisilin, kloksalisin, neomisin,

oksitetrasiklin, ataupun tetrasiklin yang diberikan sesuai dengan anjuran dosis yang telah di

tentukan (Yulianto dan Saparinto, 2014). Pengobatan dapat mencegah penyebarluasan penyakit

menular kepada ternak lain 6 (Akoso dkk., 2008). Penanganan penyakit bisa juga dilakukan

dengan cara memindahkan ternak ke kandang isolasi atau kandang karantina untuk mencegah

penularan dan memberikan perlakuan khusus bagi ternak yang terserang penyakit.

2.6. Recording

Recording merupakan pencatatan terhadap riwayat ternak yang meliputi pencatatan identitas

ternak, status fisiologi ternak serta riwayat penyakit yang pernah menyerang ternak tersebut. Recording

sangat penting untuk mengetahui sejauh mana kondisi kesehatan ternak. Manfaat recording diantaranya

adalah sebagai data identifikasi, informasi produktifitas, informasi reproduksi serta data status kesehatan

ternak (Kurnianto dkk., 2008). Recording sangat diperlukan dalam usaha peternakan karena dapat

dijadikan evaluasi pengelolaan dan perencanaan pengelolaan suatu usaha peternakan.

2.7. Seleksi Kelayakan Embrio

Tujuan penyeleksian Embrio adalah untuk memilih Embrio yang berkualitas dan layak untuk

kriopreservasi. Tahapan seleksi ini adalah :


 Specimen yang diambil dari saluran rproduksi donor betina di taruh dalam media isotonic

selama 10 menit sebelum di evaluasi dengan menggunakan mikroskopik dengan

menggunakan pembesaran rendah untk memastikan kelayakan Embrio untuk di tranfer

misalnya rjadi terfertilisasi atau tidak, ada tidaknya kerusakan Embrio. Tahapan yang

sesuai untuk kriopreservasi adalah Embrio yang telah mencapai tahap morula sampai

blastosis. Yang tidak memnuhi kriteria di buang.

 Dengan menggunakan pembesaran lebih besar ( ≥ 50X), seleksi kelyakan Embrio

dilanjutkan dengan mengamati keutuha zona pelluzida. Jika zona pellucida pecah, tidak

ada atau ada materi lain yang menempel maka Embrio harus tidak dipakai.

2.8. Pencucian embrio

Tujuan pencucian Embrio untuk menghilangkan kemungkinan adanya penyakit terbawa.

Tahapan pencucian adalah:

 Embrio dalam medium di pindahkan ke dalam medium pencucian. Medium pencucian

yang dapat digunakan adalah Phosphate dalam larutan buffer garam (saline) yang

diaugmentasi dengan antibiotik dan serum albumin bovine, serum anak (calf)baru lahir 8

atau polyvinyl alkohol (dipastikan bahwa Embrio donor yang berbeda dipisahkan dan

dalam sekali pencucuan tidak lebih dari 10 Embrio..

 Embrio masih dalam sedikit medium pencucian dipindahkan ke setiap series pencucian

berikutnya sehingga pengenceran yang terjadi akibat pemindahan medium ke media

pencucian berikutnya lebih dari 1 : 100 (pengenceran yang terjadi sangat minimum). Seri

tahapan pencucuian dilakukan 4 seris/ ulangan dengan media pencucian berbeda.

 Selesai pencucian, Embrio ditempatkan dalam medium isotonic.


 Untuk menghilangkan kemungkinan terkontaminasi virus, sebelum dilakukan pencucin

Embrio terlebih dahulu dicuci dua kali dalam larutan trypsin (koncentrasi sekitar 0,25%)

dengan total waktu kedua pencuian tidak lebih dari 90 detik. Kemudian dilakukan lima

(5) seris pencucian dengan cara seperti dijelaskan sebelumnya

BAB III

KESIMPULAN

1. Calon pejantan di BIB Lembang diperoleh dari hasil seleksi di daerah atau juara kontes,

dan dibeli dari luar negeri. Dilakukan seleksi berdasarkan performan pejantan, reproduksi

pejantan, serta prestasi tetua jantan dan betina secara tercatat.

2. Pemberian pakan berdasarkan 2,5 – 3% BK dari bobot badan, pemberian tersebut sudah

mencukupi kebutuhan nutrisi untuk hidup pokok dan memproduksi semen.

3. Proses produksi semen beku di BIB lembang dilaksanakan sesuai prosedur yang sudah

ditetapkan untuk menghasilkan semen beku yang berkualitas dan sesuai dengan standrat

nasional.

4. Kemampuan pejantan dalam memproduksi semen beku untuk masing – masing pejantan

berbeda tergantung bangsa dan jenis pejantan. Produksi semen beku di BIB lembang

untuk semua jenis pejantan berkisar 166.746 dosis (straw) per bulan.
DAFTAR PUSTAKA

Adhyatma, M., Isnaini N. dan Nuryadi. 2013. Pengaruh Bobot Badan Terhadap Kualitas dan

Kuantitas Semen Sapi Simental. Laporan Penelitian. Universitas Brawijaya Malang.

Anonimus. 2013. Petunjuk Teknis Produksi Semen Beku. BIB lembang. Direktorat Jenderal

Bina Produksi Peternakan.

Hartati, Rasyid, A. dan Efendy, J. 2010. Petunjuk Teknis Pemeliharaan Pejantan Pemacek Sapi

Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Grati.


Iriani, A.M. 2011. Kecukupan Nutrien Makro pada Sapi Pejantan di Balai Inseminasi Buatan

Lembang Jawa Barat. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Mardiyah, E., Suarida, I., Pustaka, K. I. dan Hermawati, R. 2001. Penampungan dan Evaluasi

Mutu Semen Sapi dengan Vagina Buatan. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai