Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PKL TENTANG

LABORATORIUM VETERINER

Disusun Oleh :
1. NANANG SANJAYA 18800004
2. LUTFI MIFTAHUDIN 18800002
3. MOHAMMAD NAJID MUNIR 18800003
4. DARUS SALAM 18800007
5. MIFTAHOS SYAHRIL QUDSI 18800008
6. DIDIK HARIANTO 18800001
7. MUHAMMAD FIKRI FAHMI 18800005
8. ALEX YUSFIRNANDO 18800009
9. GHUFRON AMINULLAH 18800011
10. APRILIADI DWI ISWAYANTO 18800006

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


PRODI D3 KESEHATAN HEWAN DAN MASYARAKAT VEERINER
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2021

1
BAB 1

LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang

Laboratorium merupakan salah satu prasarana pendidikan, yang dapat

digunakan sebagai tempat berlatih para peserta didik dalam memahami konsep-

konsep dengan melakukan percobaan dan pengamatan. Dengan demikian,

laboratorium merupakan bagian yang integral tak dapat dipisahkan dari suatu

pengajaran di dalam perkuliahan. Keberadaan laboratorium diperlukan untuk

memberikan pengalaman langsung dari aplikasi teori yang diterima melalui

kegiatan laboratorium/praktikum, untuk menunjang kegiatan belajar mengajar di

kelas maupaun di perkuliahan,

Berkaitan dengan hal di atas maka peranan laboratorium menjadi sangat

penting, karena laboratorium merupakan pusat proses belajar mengajar untuk

mengadakan percobaan, penyelidikan, atau penelitian dalam perkuliahan. Dengan

demikian laboratorium mempunyai fungsi sebagai tempat kegiatan penunjang dari

kegiatan perkuliahan, atau sebaliknya kegiatan kelas menjadi penunjang kegiatan

laboratorium.

Dilihat dari fungsinya, pertama laboratorium menjadi tempat bagi pendidik

untuk mendalami konsep, mengembangkan metode pembelajaran, memperkaya

pengetahuan dan keterampilan, dan sebagainya. Kedua, sebagai tempat bagi

peserta didik untuk belajar, memahami, mengembangkan keterampilan, dan

2
mengaplikasikan tentang teori yang telah didapat waktu pembelajaran didalam

kelas

Laboratorium (disingkat lab) adalah tempat riset ilmiah, eksperimen,

pengukuran ataupun pelatihan ilmiah dilakukan. Laboratorium biasanya dibuat

untuk memungkinkan dilakukannya kegiatan-kegiatan tersebut secara terkendali.

Laboratorium ilmiah biasanya dibedakan menurut disiplin ilmunya, misal

laboratorium veteriner yang menangani masalah pemeriksaan hewan serta produk

yang berasal dari hewan

Berikut tugas dan Fungsi Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner

secara umum diantaranya yaitu Melakukan pemeriksaan laboratories kesmavet,

meliputi : fisikokimia, mikrobiologi, komposisi susu, residu antibiotika dan logam

berat, Melaksanakan kegiatan penyidikan dan survailans cemaran bahan pangan

asal hewan, Melakukan pelayanan kesmavet (aktif servis) ke wilayah kerja,

Memberikan pembinaan kepada lab kesmavet di Kab/Kota atau instansi terkait

lain.

Ruminansia merupakan salah satu kelompok hewan pemamah biak yang

terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok ruminansia besar dan ruminansia

kecil. Salah satu jenis hewan yang termasuk dalam kelompok ruminansia besar

adalah sapi. Sapi merupakan salah satu jenis hewan ternak yang banyak dipelihara

oleh petani di pedesaan, yang cara pemeliharaannya masih tradisional dan sifatnya

hanya sebagai usaha sampingan atau tabungan untuk menutupi kebutuhan bila

suatu waktu ada kerperluan yang mendadak seperti untuk memperbaiki rumah,

3
membeli sebidang tanah, menyekolahkan anak, atau pada musim paceklik. Karena

para petani tersebut belum banyak mengetahui tata cara pemeliharaan ternak yang

baik dan benar, maka ternak tersebut mudah sekah terserang penyakit terutama

penyakit yang disebabkan oleh parasit cacing

1.2 Tujuan

Praktek Kerja Lapangan (PKL) bertujuan menambah kemampuan untuk

mengamati, mengkaji serta menilai antara teori dengan kenyataan yang terjadi

dilapangan terutama yang ada labolatorium yang pada akhirnya dapat

meningkatkan kualitas managerial mahasiswa dalam mengamati permasalahan

dan persoalan, baik dalam bentuk aplikasi teori maupun kenyataan yang

sebenarnya.

4
BAB 11

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kucing

Kucing atau dalam bahasa lainnya disebut Felis Silvestris, adalah sejenis

karnivora (binatang pemakan daging) dari keluarga Felidae yang sudah dijinakkan

selama ribuan tahun. Kucing adalah hewan pemakan daging sejati. Kata kucing

biasanya merujuk kepada “kucing” yang telah dijinakkan, tetapi bisa juga merujuk

kepada kucing raksasa, seperti singa, harimau, macan, dan sebagainya

Kucing mempunyai banyak keluarga atau ras, diantaranya ras Turkish Van.

Ras Exotic Shorthair, ras Persia, ras Abyssinian, ras Siamese, ras American

Bobtail, ras Japanese Bobtail, ras Sphynx, ras Egyptian Mau, ras Munchkin, ras

Anggora, dan ras Norwegian Forest cat. Perbedaan utama antara kucing rumahan

dan kucing liar adalah perilaku mereka. Kucing rumahan hidup berkelompok dan

pada umumnya tidak takut manusia. Kucing rumahan termasuk kucing hias, yang

dinikmati dengan memandangnya dan menjadi teman bermain.

Di Indonesia, kucing ras Persia cukup banyak dikembangbiakkan

disbanding dengan ras lain. Mungkin disebabkan bulu yang panjang dan tebal

serta sifatnya yang tenang, anggun dan manja. Persia lebih mudah dikandangkan,

relative tidak berisik, dan lebih cocok hidup di dalam rumah.

5
B. Sapi

Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis – jenis hewan ternak yang

dipelihara manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan

kebutuhan manusia lainnya. Ternak sapi menghasilkan sekitar 50 % kebutuhan

daging di dunia, 95 % kebutuhan susu, dan kulitnya menghasilkan sekitar 85 %

kebutuhan kulit.Sapi merupakan mamalia berkaki empat dengan tapak belah.

Kebanyakan sapi memiliki tanduk. (Bayu Prasetyo, 2015)

Berikut ini adalah taksonomi pada sapi

Kerajaan: Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Artiodactyla

Famili : Bovidae

Genus : Bos

Spesies : Bos taurus

Sebagai hewan ruminansia, sapi memakan dan mencerna tumbuhan melalui

fermentasi dalam sistem pencernaannya. Lambung sapi terdiri atas empat ruangan,

yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasum. Pakan yang telah difermentasi

dalam rumen kemudian diregurgitasi (dikembalikan ke mulut) untuk dikunyah

lagi. Proses pengunyahan kembali inilah yang disebut ruminasi (Amir Sofyan,

2017)

Selain kawin secara alami, pada sapi juga dilakukan inseminasi buatan (IB)

untuk pemuliaan hewan. IB dilakukan dengan menempatkan semen dari sapi

6
jantan ke dalam rahim sapi betina pada masa estrus. Masa kebuntingan pada sapi

berlangsung sekitar 9 bulan. Terkadang, terjadi kesulitan melahirkan yang disebut

distokia. Di beberapa daerah di Indonesia, anak sapi yang baru lahir disebut pedet.

Secara alami, pedet akan menyusu selama 7-8 bulan sebelum disapih.

C. Kambing

Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

dikenal secara luas di Indonesia. Ternak kambing memiliki potensi produktivitas

yang cukup tinggi. Kambing di Indonesia telah dimanfaatkan sebagai ternak

penghasil daging, susu, maupun keduanya (dwiguna) dan kulit (Jamaludin, 2010) .

Kambing secara umum memiliki beberapa keunggulannya antara lain mampu

beradaptasi dalam kondisi yang ekstrim, tahan terhadap beberapa penyakit, cepat

berkembang biak dan prolifik (beranak banyak).

Berikut ini adalah taksonomi pada kambing

Kerajaan: Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Artiodactyla

Famili : Bovidae

Genus : capra

Spesies : C. A. Hircus.

7
Kambing yang ada di Indonesia dan dinyatakan sebagai kambing asli

Indonesia adalah: (1) Kambing Kacang, (2) Kambing Peranakan Ettawa (PE),

merupakan tipe dwiguna yaitu sebagai penghasil daging dan susu, (3) Kambing

Marica, terdapat di propinsi Sulawesi Selatan, merupakan kambing asli

Indonesiadan tipe pedaging.

D. Pemeriksaan Feses Ternak

Parasit cacing bisa ditemukan dalam hampir semua bagian dari tubuh induk

semangnya, oleh karena itu pemeriksaan umum pada hewan hidup harus

dilaksanakan setelitimungkin.baik bagian dalam maupun bagian luar.

Pengetahuan tentang habitat parasitpada/dalam tubuh hospes serta derah

penyebarannya akan sangat membantu diagnosis. Sebagian besar dari jenis jenis

cacing tinggal dalam saluran pencernaan atau dalam alattubuh yang berhubungan

dengan saluran pencernaan. Selama hidupnya parasi tmenghasilkan produk

biologis, misalnya telur, yang keluar bersama feses hospes (Dr. Drh. I Made

Dwinata , M. Kes, Dkk, 2017).

Pengambilan feses untuk keperluan diagnosis pada hewan besar seperti sapi

dilakukan secara rektal atau mengambil feses yang baru keluar. Diusahakan feses

tidaktercemar oleh urine dan bahan-bahan kimia yang dapat merusak dari telur

cacing, ookista,kista dan tropozoit. feses yang baru diambil ditempatkan pada pot

penampung feses ataukantong plastik dan dilengkapi dengan identitas sampel

(jenis hewan, umur, jenis kelamin )

8
E. Pemeriksaan Feses Kualiatif

1. Pemeriksaan Langsung (Nativ)

Metode natif dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik untuk

infeksi berat, tetapi untuk infeksi ringan sulit ditemukan telur-telurnya. Cara

pemeriksaan inimenggunakan larutan lugol atau eosin 2%. Penggunaan eosin

dimaksudkan untuk lebih jelas membedakan telur-telur cacing dengan kotoran di

sekitarnya. Kelebihan metode ini adalah mudah dan cepat dalam pemeriksaan

telur cacing semua spesies, biaya yang diperlukan sedikit, serta peralatan yang

digunakan juga sedikit. Sedangkan kekurangan metode iniadalah dilakukannya

hanya untuk infeksi berat, infeksi ringan sulit dideteksi. Metode natif dilakukan

dengan cara mencampur feses dengan sedikit air dan meletakkannya di atas gelas

obyek yang ditutup dengan deckglass dan memeriksa di bawah mikroskop

2. Pemeriksaan Sedimentasi

Prinsip pengendapan, menggunakan cairan yang memiliki berat jenis (BJ)

yanglebih rendah dibandingkan dengan BJ telur cacing, sehingga telur cacing

akan mengendap. Metode sentrifus dilakukan dengan cara 2 gram feses yang akan

diperiksa ditaruhdalam mortir, dan ditambahkan sedikit air ke dalamnya kemudian

diaduk sampai larut. Larutan ini dituangkan ke dalam tabung sampai ¾ tabung

dan disentrifuse selama 5 menit. Hasil dari proses sentrifuse adalah cairan jernih

dan endapan. Cairan jernih diatas endapan tersebut dibuang dan endapan diambil,

kemudian meletakkannya di atas gelas obyek yangditutup dengan deckglass dan

memeriksa di bawah mikroskop.

9
3. Pemeriksaan Pengapungan Dengan Garam Jenuh

Metode sentrifus dilakukan dengan cara 2 gram feses yang akan diperiksa

ditaruh dalam mortir, dan ditambahkan sedikit air ke dalamnya kemudian diaduk

sampai larut. Larutan ini dituangkan ke dalam tabung sampai ¾ tabung dan

disentrifuse selama 5 menit. Hasil dari proses sentrifuse adalah cairan jernih dan

endapan. Cairan jernih diatas endapan tersebut dibuang dan sebagai gantinya

dituangkan NaCl jenuh di atas endapan sampai ¾ tabung. Larutan ini diaduk

sampai merata dan disentrifuse lagi selama 5 menit. Setelah disentrifuse tabung

tersebut diletakkan diatas rak dengan posisi tegak dan ditambahkan lagi NaCl

jenuh sampai permukaan cairan menjadi cembung, diamkan selama 3 menit.

Untuk mendapatkan telur cacing, obyek gelas diletakkan pada permukaan yang

cembung dan dibalik dengan hati-hati, kemudian ditutup dengan deckglass dan

periksa dibawah mikroskop dengan perbesaran 10×10

4. Pemeriksaan Scabies

Penyakit kudis menular atau skabies adalah penyakit ektoparasit utama yang

menyerang bagian kulit hewan ternak ruminansia (kambing, domba, sapi dll).

Skabies terutama menyerang kambing dan kelinci, serta dapat menular ke

manusia (bersifat zoonosis). Penyakit kudis menular atau skabies ini sangat

populer di kalangan peternak hingga mempunyai banyak nama lain, yaitu; budug,

kurap, dan mange. Kejadian kudis menular atau skabies pada ternak telah tersebar

luas diseluruh Indonesia. Penyakit ini umumnya menyerang ternak pada keadaan

kekurangan pakan, musim kemarau dan di lingkungan kandang yang kotor dan

tidak terjaga kebersihanya secara rutin.

10
Penyebab penyakit kudis menular atau skabies pada ternak adalah tungau

Sarcoptes scabiei yang hidup di lorong-lorong lapisan kulit dan Psoroptes ovis

yang hidup di permukaan kulit. Meskipun angka pesakitannya relatifrendah, akan

tetapi apabila dalam satu kelompok kambing terdapat seekor yang menderita

penyakit skabies,maka dalam waktu cepat ternak lainnya akan tertular. Penyakit

inimenimbulkan kerugian ekonomi yang besar karena dapat menyebabkan

kerusakan kulit, kekurusan dan bahkan kematian. Penularan skabies umumnya

melalui kontak langsung dengan hewan sakit atau sarana prasarana kandang

tercemar seperti kandang, tempat makan, tempat minum, dll. Kondisi ternak yang

kurang baik akan mempercepat terjadinya penularan penyakit skabies. Umumnya

bagian tubuh yang diserang adalah daerah yang sedikit ditumbuhi rambut seperti :

moncong, telinga, dada bagian bawah, perut, pengkal ekor, sepanjang punggung,

leher, dan kaki.

Ternak yang terinfestasi tungau akan merasa gatal dan selalu menggaruk-

garuk, menggosok-gosokkan atau menggigit-gigit bagian tubuhnya yang teriritasi

sehingga terjadi luka dan lecet. Dalam keadaan parah maka seluruh tubuh dapat

terserang, kulit meradang dan mengeluarkan cairan membentuk kerak pada

permukaan kulit. Kulit penderita skabies akan mengeras, menebal dan melipat-

lipat. Pada tempat-tempat tersebut biasanya rambutnya rontok sehingga terjadi

Kerontokan bulu atau kegundulan. Diagnosis skabies berdasarkan gejala klinis

dan melakukan pemeriksaan mikroskopik pada kerokan kulit penderita

11
BAB 111

TATALAKSANA

A. Tempat Pelaksanaan Magang

Tempat magang dilakukangdi Labolatorium Klinik Veta Abadi dengan

melakukan uji pemeriksaan Feses ternak sapi, kambing dan Kucing menggunakan

metode pemeriksaan feses secara kualitatif yang meliputi pemeriksaan langsung

(natif), pemeriksaan sedimentasi dan pemeriksaan apung dengan garam jenuh dan

pemeriksaan darah uji toksoplakmosis

B. Waktu Pelaksanaan

Kegiatan magang Laboratorium Veteriner ini dilaksanakan mulai tanggal 12

April-23 April 2021 dimulai pada pukul 08.00 s/d 15.00.

C. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang dilakukan untuk pmeriksaan telur cacing pada feses

diantranya uji Natif, uji apung, uji sedimen dan Uji scabies adalah

1. Pot glas

2. Tabung reaksi

3. Objek glas

4. Kaca penutup

5. Label

6. Mikroskop

12
7. Sentrifus

8. Feses kambing, sapi dan kucing

D. Instumen Pelaksanaan

Instrumen penelitian ini terdiri dari cara kerja adalah:

1. Menyiapkan sampel feses sapi,kambing dan kucing yang akan dilakukan uji

intensitas telur cacing.

2. Mengamati sampel yang sudah disiapkan dan mencatat hasil pengamatan

tersebut.

3. Menghitung dan menyimpulkan hasil dari semua uji yang dilakukan.

13
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Uji Helmintiasis

kegiatan magang dilabolatorium Klinik Veta Abadi dilakukan pemeriksaan

feses hewan untuk mengetahui bahwa kotoran hewan tersebut ter infeksi cacing

atau tidaknya maka dilakukan beberapa uji diantaranya

1. Uji Nativ

Pada kegiatan uji natif langkah – langkah yang di lakukan diantaranya

a. Pengmpulan sampel kotoran kambing, domba, kucing dan sapi

b. Pengenceran kotoran atau feses mennggunakan aquades lalu di encerkan

dan ditaruh pada tabung reaksi

c. Dimabil 2,3 tetes dan ditaruh pada objek glas

d. Dilakukan pengamatan menggunakan mikroskop dengan perbandingan

400-1000

e. Maka hasilnya akan terlihat hasinya

No Hewan Positif Negatif

1 Sapi - 1

2 Kambing - 1

3 Domba - 1

4 Kucing - 1

14
pada pengujian sampel feses yang dilakukan pengujian hasilnya negatif

semua, dengan demikian hewan atau ternak yang dilakukan pengujian tidak

mengalami cacingan. Pada pemeliharaan ternak kesehatan hewan sangat perlu

diperhatian agar dalam kegiatan pemeliharaan hewan atau ternak dapat berjalan

dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan.Dalam kesehatan ternak upaya

pencegahaninfeksi penyakit akibat cacing harus dilakukansebelum infeksi. Salah

satu cara mengetahuiadanya telur cacing dengan identifikasi telurcacing dalam

feses (Muhammad Rofiq, 2014). Hal ini dilakukan untukdeteksi dini adanya

infeksi cacing parasitterutama parasit pencernaan dengan cara yangcepat, mudah

dan efektif.

b. Pemeriksaan sedimen

Pemeriksaan telur cacing menggunakan metode sedimen berfungsi untuk

memeriksa telur cacing kelas Trematoda dan Cestoda. Metode ini merupakan

metode yang baik untuk memeriksa sampel feses yang sudah tidak segar. Prinsip

dari metode ini adalah dengan adanya gaya sentrifugal dapat memisahkan antara

sedimen dan supernatannya sehingga telur cacing dapat terendapkan. Metode

sedimentasi kurang efisien dibandingkan dengan metode apung dalam mencari

kista protozoa dan banyak jenis telur cacing lainnya.

Berikut ini adalah langkah – langkah yang dilakukan pada kegiatan magang

di Klinik Veta Abadi :

a. Ambil ±3 gram sampel feses ke dalam tabung sentrifus kemudian

tambahkan ±20 ml air dan aduk sampai homogen

15
b. Tutup tabung sentrifus kemudian lakukan sentrifus dengan kecepatan

1500 rpm selama 5 menit

c. Buang supernatan dan sisakan sedimen dalam tabung

d. Aduk sedimen sampai homogen

e. Ambil sedimen dengan pipet Pasteur kemudian letakkan di kaca objek

f. Tutup dengan kaca penutup

g. Segera amati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100X

Pada hasil kegiatan pengamatan yang dilakukan pada saat kegiatan magang

hasil yang didapat adalah negatif

No Hewan Positif Negatif

1 Sapi - 1

2 Kambing - 1

3 Domba - 1

4 Kucing - 1

Pada hasil pemeriksaan uji sedimen yang dilakukan di Klinik Veta Abadi

yaitu hasilnya negatif semua, kemungkinan pada ternak yang diamati fesenya

sebelumya sudah dilakukan perlakuan pemberian obat cacing selama

pemeliharaan atau sebelum dilakuakan pengambilan sampel. Salah satu upaya

pencegahanhelminthiasis adalah dengan pemberian obatcacing secara teratur.

Obat cacing bisa resepdokter dan bisa secara herbal (Retno, dkk, 2016)

16
c. Uji Apung

Metode apung dilakukan dengan menggunakan larutan NaCl jenuh atau

larutan gula jenuh yang didasarkan atas BJ (Berat Jenis) telur sehingga telur akan

mengapung dan mudah diamati. Metode ini baik digunakan untuk pemeriksaan

feses yang mengandung sedikit telur.Metode ini baik digunakan untuk

pemeriksaan feses yang mengandung sedikit telur. Cara kerjanya didasarkan atas

berat jenis larutan yang digunakan, sehingga telur-telur terapung di permukaan.

Hal ini juga berfungsi untuk memisahkan partikel-partikel yang besar yang

terdapat dalam feses.

Berikut ini adalah langkah-langkah yang dilakukan pada saat kegiaatan

mangang di Klinik Veta Abadi

a. Aduk sedimen yang didapatkan dari metode sedimen

b. Tambahkan air dan aduk sampai homogen

c. Lakukan sentrifus dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit

d. Buang supernatan dan sisakan sedimen

e. Ulangi metode di atas bila supernatant belum jernih

f. Bila supernatan sudah jernih, buang supernatan

g. Tambahkan larutan garam jenuh sampai hampir penuh, lalu aduk dengan

cara membolak-balik tabung

h. Letakkan tabung sentrifus pada rak tabung

i. Tambakan larutan garam jenuh sampai permukaannya cembung

j. Tutup permukaan tabung dengan kaca penutup, biarkan selama 5 menit

k. Ambil kaca penutup lalu letakkan di kaca objek.

17
l. Periksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 100X

Maka hasil yang didapat pada pengujian tersebet sebagai berikut.

No Hewan Positif Negatif

1 Sapi - 1

2 Kambing - 1

3 Domba - 1

4 Kucing - 1

Pada uji apung yang dilakukan di Klini Veta Abadi hasilnya juga negatif,

hal ini menunjukan bahwa pola pemeliharaan ternak di daerah jember yang

dilakukan pengambilan sampel feses memeliki manajemen pemeliharaan yang

bagus. Menurut Sudarmono (2008) memutus siklus hidup telur cacing yang

berkembang biakdi dalam tubuh hewan ternak sebelum berkembang menjadi

cacing merupakan pencegahanyang dapat dilakukan. Salah satu cara untuk

mengatasi permasalahan tersebut yaitumelakukan identifikasi telur cacing dalam

feses hewan.

Penyebab utama hewan terinfeksi pasis cacing pada pemeliharaan di

kalangan peternak diantaranya yaitu pola pemenliharaan yang kurang bagus,

pakan yang mengandung larva cacing dan kebersihan kandang. Penyebab

terjadinya kecacingan pada hewan sapi antara lain mengkomsumsi hijauanyang

terkontaminasi larva (Handoko, 2002).

18
D. Uji Scabies

Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien kucing melalui

pengamatan langsung dengan melakukan pemeriksaan fisik hewan, dilanjutkan

diagnosa oleh Dokter Hewan di Klinik Veta Abadi, kemudian dilakukan

pengobatan skabies. Parameter yang diamati dalam kegiatan ini berupa kondisi

menyeluruh kucing yang diperiksa dan penanganan yang diberikan untuk kasus

yang menderita skabies.

Berikut ini adalah hasil pengamatan pada uji scabies pada kucing yang

dilakuan perawatan di Klini Veta Abadi dan setelah dilakukan pengobatan

menggunakan treatmen obat anti parasit dan anti histiamin dan 8 hari sebelum

dilakukuan uji tersebut.

Jenis Hewan Hasil

Kucing Negatif

Pada hasil pengamatan yang dilakukuan pada uji scabies yang dilakuan

menunjukan bahwa hasilnya negatif atau penyakit scabies pada kucing tersebut

sudah dapat disembukan setelah dilakukan pengobatan atau treatmen di Klinik

Veta Abadi.Penanganan penyakit skabiescukup sederhana, ada beberapa

faktoryang harus diperhatikan. Selain berfokuspada tungau parasit, nutrisi

danmanajemenpemeliharaanharusdiperhatikan. Nutrisi dan

manajemenpemeliharaan yang buruk akanmenyebabkan hewan menjadi stress

danmenurunkan imunitas hewan, sehinggamenyebabkan hewan rentan

terhadappenyakit lainnya.

19
Pada Gejala klinis pada hewan yang terkena scabies yaitu Hewan terlihat

tidak tenangkarena rasa gatal dengan menggaruk ataubahkan menggosok bagian

yang gatalpada benda keras. Ketika kucingmenggaruk bagian yang gatal,

haltersebut akan mengembangkan papulamerah yang pada akhirnya akanmengeras

seperti kulit mati. Adanya lesidengan tepi yang tidak merata disertaikeropeng,

kulit bersisik dan diikutiterjadinya jaringan kulit. Seiring denganberjalannya

waktu, kulit yang terjangkitSarcoptes scabiei akan mengeras danjuga menebal,

jika infeksi ini tidaksegera diobati pada akhirnya infeksiskabies pada kucing akan

menyebarkeseluruh tubuh.( Heri Susuanto, dkk, 2020), Nafsu makan hewanpun

akan menurun, dan pada akhirnyadiikuti penurunan berat badan sehinggakucing

tampak lebih kurus. Skabiesmerupakan salah satu penyakit zoonosis

20
BAB V

KESIMPULAN

Pada kegiatan magang yang dilakukan di Klinik Veta Abadi dilakukan

kegiatan pengamatan uji feses dengan beberapa metode pada beberapa feses

hewan yang hasilnya negatif dari cacing, hal ini menunjukan bahwa manajemen

pemeliharaan hewan di beberapa wilayah di kabupaten jember sudah mulai bagus,

sehingga tingkat keberhasilan dalam pemeliharaan ternak atau hewan di kalangan

masyarakat tingkat keberhasilan menjadi lebih maksimal dan keuntungan para

peternak menjadi lebih baik.

21
DAFTAR PUSTAKA

Bayu Prasetyo, 2015, Analisis Keuntungan Dan Strategi Pengembangan Usaha


Peternanakan Sapi Potong Rakyat Perdesaan Kecamatan Ampel
Kabupaten Boyolali, Jurusan Ilmu Ekonomi Dan Studi Pembangunan,
Fakultas Ekonomika Dan Bisnis, Universitas Diponegoro

Dr. Drh. I Made Dwinata , M. Kes, Dkk, 2017, Modul Identifikasi Parasit Cacing,
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana

Handoko, 2008, Dinas Kesehatan Hewan Pekan Baru

Heri Susanto, dkk, 2020, Kasus Scabies (Sarcoptes Scabies) Pada Kucing Di
Klinik Intimedipet Surabaya, Jurusan Biosain Pascasarjana,
Universitas Airlangga Surabaya

Januardi, 2010, Pertambahan Bobot Badan Dan Mortalitas Anak Kambing


Persilangan Boer -Jawarandu Pada Umur Indukan Yang Berbeda Di
UPTD Balai Pembibitan Ternak Ruminansia Kecil Dinas Peternakan
Kabupaten Kampar

Jhon Pampang, Dkk, 2014: Tingkah Laku Pada Kucing, Diagnosa Klinik,
Univeristas Hasanudin

Muhamad Rofiq,dkk, 2014, Jenis Cacing Pada Feses Sapi Di Tpa Jati Barang Dan
Ktt Sidomulyo Desa Nongko Sawit Semarang, Jurusan Biologi,
Fakultas MIPA, Universitas Negeri Semarang

Prayuani Dwi Agustin, J Mukono, Gambaran Keterpaparan Terhadap Kucing


Dengan Kejadian Toxoplasmosis Pada Pemeliharaan Dan Bukan
Pemeliharaan Kucing Di Kecamatan Mulyorejo Surabaya,
Departemen Kesehatan Lingkungan Vakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Airlangga Surabya

22
Retno Widyo, DKK, 2016, Jurnal Ilmu Ternak, Efektifitas Organik Supplement
Energizer (OSE) Terhadap Heltimiasis Pada Sapi Potong

Riski Nur Handayani, 2015, Ekspresi Kucing Sebagai Gagasan Berkarya Seni
Lukis, Univeristas Seni Indonesia

Sustikawati, Dkk, 2013: respon kucing ketika mendengar suara hewan lain,
Labolatorium Biologi Dasar, jurusan Pendidikan Biologi, Universitas
Negeri Yogyakarta

Sudarmono, A, S, 2008, Sapi Potong, Pola Pemeliharaan, Perbaikan Produksi,


Proses Bisnis Dan Analisa Penggemukan, Semarang

Sofyan Amir, 2017, Potensi Pengembangan Ternak Sapi Potong Di Desa


Balaksuka Kecamatan Tambolo Pao Kabopaten Goa, Jurusan Ilmu
Peternakan, fakultas Sain Dan Tehnologi, Universitas Islam Negeri
Alaudin Makasar

23
Lampiran Gambar kegiatan di Labolatorium Klinik Veta Abadi

24

Anda mungkin juga menyukai