Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kucing (Felis domesticus) merupakan predator yang berukuran kecil, yang
telah berasosiasi dengan manusia lebih dari 9.500 tahun. Seperti halnya binatang
domestikasi lain, kucing hidup dalam simbiosis mutualisme dengan manusia.
Kucing bermanfaat karena kemampuannya menyingkirkan tikus dan hamster dari
tempat penyimpanan makan manusia dan melindungi manusia dari binatang liar.
Sebagian besar kucing peliharaan mampu berburu dan membunuh kelinci,
rodentia, burung, kadal, katak, ikan dan insekta besar dengan instingnya.
(Rahman, 2008).
Kepemilikan hewan kesayangan di Indonesia khususnya kucing meningkat
pesat. Hal ini mengacu pada survey World Society for the Protection of Animal
(WSPA) pada tahun 2007 menunjukkan jumlah populasi hewan peliharaan kucing
bertambah sebesar 66% (peringkat 2 dari 58 negara) (Batson, 2008).
Perkembangan ini sejalan dengan munculnya komunitas dan yayasan yang
bergerak dalam hal pemeliharaan hewan di Indonesia, seperti Indonesian Cat
Association (ICA) dan Ikatan Pecinta Reptil dan Amfibi Indonesia (IPRAI) yang
berada dalam tingkat nasional hingga komunitas lokal seperti Malang Cat Lover
(MCL) di Malang dan Komunitas Pecinta Kucing (KPK) di Surabaya. Kucing
merupakan salah satu hewan piaraan yang sangat umum dipelihara oleh
masyarakat Indonesia terutama di kota-kota besar (Nurlayli, 2014).
Peningkatan masyrakat dalam memelihara kucing dapat mengakibatkan
pertambahan jumlah kucing yang tidak terkendali. Jumlah kucing yang tidak
terkendali dapat menyebabkan meningkatnya resiko penyebaran dan penularan
penyakit-penyakit kucing yang dapat menular ke manusia seperti toxoplasmosis
dan rabies. Salah satu cara untuk membatasi keberadaan kucing adalah dengan
cara kastrasi. Kastrasi merupakan salah satu aspek yang penting dalam tatalaksana
pemeliharaan dan perawatan pada hewan. Kastrasi adalah suatu tindakan yang
sengaja dilakukan untuk menghilangkan fungsi dari alat reproduksi dengan jalan

1
mematikan sel kelemin jantan sehingga hewan tidak mampu menghasilkan
keturunan (Pattiselanno, 2011). Kastrasi dapat menjadi pilihan dalam mengurangi
overpopulasi. Selain itu, kastrasi mempunyai efek yang menguntungkan seperti
mengurangi sifat agresif seperti berkelahi dengan kucing jantan yang lain,
menghindari luka akibat gigitan setelah berkelahi dengan kucing lain, mengurangi
sifat spraying, mencegah tumor yang dapat berkembang pada testes atau skrotum,
dan mengontrol abnormalitas hormonal dari kelenjar endokrin.
Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini mengacu pada tata laksana
tindakan kastrasi pada kucing yang ditangani oleh dokter hewan di Pethouse Drh,
Batu. Tata laksana kastrasi yang dimaksud meliputi tindakan pre dan post operasi,
serta prosedur yang dilaksanakan dalam tindakan kastrasi pada kucing,
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana tata laksana pre operasi kastrasi pada kucing di Pethouse drh
Batu?
2. Bagaimana tata laksana operasi kastrasi pada kucing di Pethouse drh
Batu?
3. Bagaimana tata laksana post operasi kastrasi pada kucing di Pethouse drh
Batu?
1.2 Tujuan
1. Mengetahui tata laksana pre operasi kastrasi pada kucing di Pethouse drh
Batu.
2. Mengetahui tata laksana operasi kastrasi pada kucing di Pethouse drh
Batu.
3. Mengetahui tata laksana post operasi kastrasi pada kucing Pethouse drh
Batu.
1.4 Manfaat
1. Menambah, wawasan, pengetahuan, dan keterampilan mahasiswa FKH UB
mengenai tata laksana kastrasi (orchidectomy) pada kucing di Pethouse
drh Batu.

2
2. Meningkatkan kerja sama antara FKH UB dengan Klinik Hewan Pethouse
Drh Batu dan berbagi ilmu tentang tata laksana kastrasi (orchidectomy)
pada Kucing di Pethouse drh Batu.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kucing
Kucing merupakan hewan peliharaan yang telah didomestikasi sejak 3000-
4000 tahun lalu pada zaman Mesir kuno. Kucing domestik (Felis domestica)
adalah hewan domestikasi, yang merupakan Kucing keturunan dari Eropa (Felis
sylvestris) dengan Kucing hutan Afrika (Felis lybica). Felis domestica memiliki
ciri–ciri, antara lain panjang tubuh 25-28 cm, berat badan jantan 3-6 kg, dan berat
badan betina 2,25–4,5 kg, dapat hidup selama 10-30 tahun, serta memiliki panjang
rambut 2–12,5 cm (Stone et. al., 2008). Kucing juga merupakan karnivora kecil
dari famili Felidae yang telah dijinakkan selama ribuan tahun (Suwed dan
Budiana, 2006). Kucing adalah salah satu hewan kesayangan yang sering
dijadikan sebagai hewan peliharaan. Gambar 2.1 adalah salah satu contoh Kucing
domestik. Menurut Fowler (1993), klasifikasi Kucing adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub-Filum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Sub-Kelas : Theria
Ordo : Karnivora
Sub-Ordo : Fissipedia
Famili : Felidae
Sub-Famili : Machairodonynae
Genus : Felis
Spesies : Felis domestika (Kucing Domestik)

Gambar 2.1. Kucing Domestik (Suwed dan Budiana, 2006)

4
Kucing yang sehat cenderung terlihat lincah, mempunyai rambut yang
cerah, serta sikap berdiri dan kondisi fisik yang baik. Menurut Widodo dkk.,
(2011) Kucing sehat memiliki suhu tubuh berkisar antara 38.0–39.3ºC, frekuensi
pernapasan 26-48 kali/menit, dan frekuensi nadi 110-130 kali/menit. Kucing yang
sering dipelihara adalah kucing domestik dan kucing ras. kucing domestik sering
dibiarkan bebas berkeliaran di lingkungan serta pemeliharaan yang mudah.
Berbeda dengan Kucing domestik pemeliharaan kucing ras lebih membutuhkan
pemeliharaan yang intensif (Saraswati dan Suwed, 2009).

2.2 Sistem Reproduksi Jantan


Sistem reproduksi pada jantan terdiri dari testis, saluran kelamin dengan
kelenjar kelamin, dan alat kopulasi (penis) dapat dilihat di gambar 2.2. Saluran-
saluran kelamin terdiri dari vas efferens, epididimis dan vas deferens. Kelenjar
kelamin terdiri dari vesikula seminalis, prostate, dan cowpers, namun pada kucing
jantan hanya terdapat kelenjar cowper dan kelenjar prostat. Organ primer/ testis
berjumlah dua buah dan pada mamalia secara normal terdapat di dalam kantung
luar yang disebut skrotum (Aspinall et al, 2009).

Gambar 2.2 Organ Reproduksi Jantan (Aspinall et al, 2009).

Testis kucing turun dan menempati skrotum antara minggu kedua dan
ketiga setelah kelahiran. Bentuk testis membulat dan beratnya 1/750 sampai
1/1850 dari bobot badan. Tunica albuginea testis kucing tebal dan mediastinum

5
testis terletak di tengah testis. Arteri-arteri yang berjalan dalam tunica albuginea
memberikan karakteristik pada permukaan testis (Schatten et al, 2007).
Epididimis melekat pada perbatasan dorsolateral dari testis. Caput
epididimis dimulai dari medial permukaan testis, namun saat mencapai posisi
dorsolateral dilanjutkan menjadi korpus dan kauda. Panjang duktus epididimis 1,5
sampai 3 mm dan berliku-liku. Kauda epididimis melekat pada ekor testis dengan
ligamentum pendek dari testis dan untuk fascia spermatic internal secara langsung
(karena fascia spermatic internal melekat pada cauda epididimis). Ligamen
skrotum bergabung dengan fascia spermatic internal menuju dartos. Ductus
deferens dimulai sebagai plexus sepanjang perbatasan epididimis dari testis dan
medial ke epididimis dengan arah caudocranial dari posisi testis. Sebelum
mencapai uretra, ductus deferens melintasi ureter di bagian ventral, kemudian
melintasi bagian dorsal dari ligamen lateral kandung kemih. Untuk mencapai
uretra, ductus deferens menembus kelenjar prostat (Schatten et al, 2007).
Kelenjar assesoris yang berkembang pada kucing adalah kelenjar prostat
dan bulbouretralis sedangkan kelenjar vesicularis tidak berkembang. Kelenjar ini
melekat pada dinding uretra bagian atap dan lateral. Bagian Kelenjar
bulbouretralis bentuknya sangat kecil (memiliki diameter lebih dari 5 mm) dan
melekat pada dinding uretra bagian dorsolateral yaitu pada arcus ischiadicus
(Schatten et al, 2007).
Penis pada kucing berada di ventral skrotum. Penis disusun oleh dua buah
corpora cavernosa, satu pada tiap sisi dan sebuah corpus spongiosum yang berada
di tengah. Pejantan dewasa memiliki glands penis pada bagian ujung penis dengan
panjang 5 sampai 10 mm, berbentuk kerucut yang mengarah ke caudal dan
memiliki 120 sampai 150 buah duri penis (penile spines) tergantung kadar
androgen setiap individu. Duri-duri penis dengan panjang dan diameter dasarnya
sebesar 0.1 sampai 0.7 mm ini berjejer membentuk 6 hingga 8 buah lingkaran
(Schatten et al, 2007).

6
2.3 Pengertian Kastrasi
Kastrasi adalah usaha mematikan sel kelamin dengan jalan operasi dan
mengikat atau memutus saluran sperma ataupun memasukan bahan kimia
dengan cara injeksi agar alat reproduksi tidak berfungsi. Bahasa kedokteran
sering disebut orchidektomi. Orchidektomi merupakan sebuah prosedur
operasi/bedah dengan tujuan membuang testis hewan. Kastrasi ini dilakukan
pada hewan jantan dalam keadaan tidak sadar (terbius umum) (Suwed, 2011).
Kastrasi tidak boleh dilakukan pada kucing yang jumlahnya sudah tidak
banyak atau terancam punah seperti pada Kucing Andean Mountain
(Leopardus jacobita), Margay (Leopardus wiedii), dan. fishing cat
(Prionailurus viverrinus), Flat-Headed Cats (Prionailurus planiceps).
Kastrasi juga tidak boleh dilakukan pada kucing yang mengalami hipotiroid
(kekurangan hormone tiroid) karena pengambilan testis mengakibatkan
metabolism hormone terganggu (Cord, 2010).
Syarat kastrasi yaitu kucing harus sehat, usia diatas 7 bulan, dan sudah
dipusakan 6-12 jam. Puasa dilakukan untuk menghindari muntah akibat efek
samping dari anastesi, muntah akan mengakibatkan jalan nafas terhambat
pada saat operasi. Kucing dilakukan pemeriksaan fisik untuk mengertahui
apakah kucing dalam keadaan sehat atau tidak. Pada kastrasi yang dilakukan
untuk mengangkat testis akibat adanya tumor atau kanker harus juga disertai
pemeriksaan penungjang seperti pemeriksaan darah dan radiologi. Kucing
sebaiknya dikastrasi pada usia diatas 7 bulan untuk mengurangi faktor resiko
fraktur phsyeal (Tobias, 2010).

2.3.1 Kastrasi Terbuka


Kastrasi terbuka dilakukan dengan cara menginsisi semua jaringan
skrotum dan tunika vaginalis, kemudian testis dan spermatic cord
dibuang tanpa tunika vaginalis. Kerugian utama cara ini adalah dengan
terbukanya tunika vaginalis menyebabkan adanya hubungan skrotum
dengan rongga abdomen sehingga memungkinkan terjadinya hernia

7
scrotalis yang terutama berisi usus. Keuntungan cara ini adalah
kekuatan ikatan pembuluh darah yang lebih kuat (Tobias, 2010).

2.3.2 Kastrasi Tertutup


Kastrasi tertutup adalah metode pembedahan dengan membuang
testis dan spermatic cord tanpa membuka tunika vaginalis. Sayatan
hanya sampai pada tunika dartos, sehingga testis masih terbungkus oleh
tunika vaginalis. Metode ini biasanya digunakan pada anjing yang
masih muda atau anjing ras kecil dan kucing. Keuntungan cara ini
adalah dengan tidak dibukanya tunika vaginalis, maka dapat
menghindari kemungkinan terjadinya hernia scrotalis (Tobias, 2010).

2.4 Stadium Anastesi


Stadium anestesi umum dibagi menjadi empat tingkatan (stadium).
Stadium I (analgesik) dimulai dari saat pemberian zat anastetik sampai
hilangnya kesadaran. Pada stadium ini penderita masih dapat mengikuti
perintah dan rasa sakit hilang (analgesik). Pada stadium ini dapat dilakukan
tindakan pembedahan ringan seperti cabut gigi, biopsi kelenjar dan
sebagainya (Fadhli, 2016).
Stadium II (delirium/eksitasi) dimulai dari hilangnya kesadaran sampai
permulaan stadium pembedahan. Pada stadium ini terlihat jelas adanya
eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, berteriak, pernafasan
tidak teratur, kadang-kadang apnea dan hipernea. Hal ini terutama terjadi
karena adanya hambatan pada sistem saraf pusat. Pada stadium ini dapat
terjadi kematian, karena itu stadium harus cepat dilewati (Fadhli, 2016).
Stadium III (pembedahan) dimulai dengan teraturnya pernafasan sampai
pernafasan spontan hilang. Tanda yang harus dikenal adalah pernafasan yang
tidak teratur pada stadium II menghilang, pernafasan menjadi spontan dan
teratur oleh karena tidak ada pengaruh psikis, sedangkan pengontrolan
kehendak hilang, refleks kelopak mata dan konjungtiva hilang, gerakan bola
mata yang tidak menurut kehendak merupakan tanda spesifik untuk

8
permulaan stadium III. Pada saat inilah dapat dilakukan pembedaan (Fadhli,
2016).
Stadium IV (paralisis medula oblongata), dimulai dengan melemahnya
pernafasan perut dibanding stadium III, tekanan darah tidak dapat diukur
karena kolaps pembuluh darah, berhentinya denyut jantung dan dapat disusul
kematian. Pada stadium ini kelumpuhan pernafasan tidak dapat diatasi dengan
pernafasan buatan (Fadhli, 2016).

2.5 Penanganan Kastrasi


2.5.1 Penanganan Pre Operasi
Hewan yang akan menjalani tindakan kastrasi harus melewati
serangkai kegiatan pre operasi, yaitu (Fossum, 2013) :
1. Analisis riwayat kesehatan hewan meliputi penyakit-penyakit
yang pernah maupun sedang diderita, catatan vaksinasi, dan
keterangan mengenai kemungkinan reaksi alergi terhadap obat
tertentu untuk memberikan gambaran kondisi pasien pada
operator yang akan mengoperasi.
2. Pemeriksaan fisik pada hewan secara menyeluruh dan teliti
dengan menggunakan catur indera pemeriksa, yaitu penglihatan,
perabaan, pendengaran, sertan penciuman. Palpasi pada rektal dan
daerah abdomen untuk memastikan pasien telan dipuasakan 3-12
jam sebelum dilakukannya tindakan kastrasi.
3. Siapkan alat – alat yang digunakan pada operasi kastrasi meliputi
masker, glove, nurse cap, kassa, spuit, blade dan scapel, arteri
klem, gunting tajam – tajam, gunting tanjam tumpul, pinset
anatomis dan cirugis. Lakukan seterilisasi pada alat alat yang
akan digunakan pada saat operasi. Sterilisasi dapat dilakukan
dengan basah, kering, dan kimiawi. Sterilisasi kering dapat
dilakukan menggunakan oven dengan suhu 180o C selama 45
menit. Sterilisasi basah dapat dilakukan menggunakan autoclave
dengan suhu 1210C selama 15 menit, dan dengan cara merebus

9
selama 30-60 menit. Sterlisasi kimiawi menggunakan disinfektan
seperti alkohol 96% selama 24 jam.
4. Siapkan bahan – bahan yang digunakan pada operasi kastrasi
meliputi antiseptik povidone iodine 10% (Nurdiantini,2017),
antibiotik amoxicillin, obat premedikasi atropine sulfat, sedativa
acepromazine, anastesi ketamine dan xylazine, bioplacenton yang
mengandung dua bahan aktif utama yaitu placenta extrak 10%
dan Neomycin sulfate 0,5% untuk membantu proses
penyembuhan luka, dan tolfemic acid sebagai analgesik.
5. Preparasi pada situs pembedahan dengan cara mencukur rambut
di daerah kulit skrotum yang sebelumnya sudah dibasahi dengan
air sabun. Apabila hewan tersebut sifatnya beringas sehingga
menyulitkan pencukuran, sebaiknya diberikan acepromazine
sebagai sedativa dengan dosis 0,05-0,010 mg/Kg BB secara
intramuscular (IM). Acepromazine bekerja menekan sistem saraf
pusat, termasuk pusat termoregulator dan pada umumnya
menguatkan kerja obat-obat anestesi, hipnotik dan sedatif-
analegesik (Plumb, 2008).
6. Pemberian obat premedikasi (atropine sulfat) pada hewan melalui
subcutan (SC) dengan dosis 0.02 – 0,04 mg/Kg BB. Pemberian
atropine sulfat dapat mengurangi sekresi saliva dan bronkial,
melindungi jantung dari efek vagal ihbition, mencegah efek
muskarinik anticholinestrase, dapat menurunkan peristaltik
intestinal, dan menyebabkan dilatasi pupil. Atropine sulfat dapat
diberikan secara rutin bersamaan dengan obat-obatan yang dapat
menimbulkan iritasi inhalasi atau pada penggunaan ketamine,
phenicyclidine, dan azaperone, tetapi pemberian tidak dianjurkan
pada pasien dengan kondisi takikardi (Plumb, 2008).
7. Pemberian obat anastesi melalui intramuscular (IM) berupa
kombinasi ketamine HCl dengan dosis 2,2-4.4 mg/kg BB dan
xylazine dengan perbandingan 1:1 lima belas menit setelah

10
pemberian premedikasi. Ketamine HCl merupakan larutan tidak
berwarna, stabil pada temperatur kamar, dan termasuk golongan
anestetik dissosiatif, serta dapat digunakan oleh hampir semua
spesies hewan. Ketamine HCl bersama xylazine dapat digunakan
sebagai anestesi bagus pada kucing. Ketaminen HCl dengan
pemberian tunggal kurang bagus dalam menganastesi karena
tidak merileksasi muskulus bahkan kadang-kadang menyebabkan
tonus. Pemberian ketamine HCl perlu dikombinasikan dengan
xylazine yang dapar menimbulkan efek relaksasi muskulus dan
memiliki efek analgesik. Efek samping pemberian xylazine pada
hewan kecil adalah bradikardi, penurunan cardiac output, vomite,
tremor, motilitas intestinal menurun, dapat mempengaruhi
keseimbangan hormonal, antara lain menghambat produksi
insulin dan antidieuretic hormone (ADH) (Hellebrekers et
al,2011)
8. Tubuh diposisikan rebah dorsal.
9. Keempat kaki difiksasi menggunakan tali.
10. Mulut dibuka dan ditahan dengan tampon.
11. Lidah dijulurkan keluarkan untuk mempermudah jalannya
respirasi.
12. Pemberian antiseptik dengan cara diusapkan menggunakan kassa
pada situs bedah menggunakan alcohol 70% dan povidone iodine
10%.

2.5.2 Penanganan Operasi Kastrasi

Kastrasi dapat dilakukan dengan menggunakan metode terbuka


atau tertutup, menggunakan spermatic cord untuk membuat simpul.
(Tobias,2010).

a. Kastrasi Tehnik Tertutup

11
1. Ditekan skrotum dengan ibu jari dan jari lainya untuk memaksa
testis mendekati kulit.
2. Dilakukan insisi pada raphae skrotum sepanjang kurang lebih 1 –
1,5 cm tanpa melukai testis.

Gambar 2.3 Insisi pada raphae scrotum (Tobias, 2010).

3. Testis dipegang dengan satu tangan, lalu ditarik yang kuat


menjauhi kucing dan pegang skrotum dengan sisi lain. Ditarik
sampai otot cremaster putus.

Gambar 2.4 Ditarik testis menjauhi kucing (Tobias, 2010).

4. Masukan hemostatic forcep yang melengkung, dimulai dari


bawah lalu berputar menuju ke atas spermatic cord, dikunci
hemostatic forcep dengan menghadap kearah kucing.
5. Geser hemostatic sedekat mungkin dengan kucing untuk
memudahkan mengikat simpul, lalu spermatic cord dijepit
diujung hemostatic forcep.

12
6. Dipotong spermatic cord pada bagian atas hemostatic forcep
untuk menghilangkan testis.

Gambar 2.5 Gunting berada dibagian atas hemostatic


forcep (Tobias, 2010).

7. Spermatic cord di gulung, lalu dorong hemostatic forcep untuk


membentuk simpul. Pegang ujung hemostatic sejajar dengan
spermatic cord untuk memfasilitasi pembentukan simpul.

Gambar 2.6 Pembentukan simpul dibantu dengan hemostatic forcep


(Tobias, 2010).

8. Lakukan cara yang sama pada testis yang satunya.

b. Kastrasi Terbuka
1. Ditekan skrotum dengan ibu jari dan jari lainya untuk memaksa
testis mendekati kulit.

13
2. Dilakukan insisi pada kulit bagian raphae skrotum sepanjang
kurang lebih 1 – 1,5 cm tanpa melukai testis. Dilakukan insisi
sampai pada tunika vaginalis parietal testis sampai testis terlihat.
3. Dipisahkan ligament epididimis dari tunika vaginalis.
4. Dilakukan ligasi berganda spermatic cord dengan benang
absorbable 3-0 atau lepaskan ductus deferens dari testes dan
ligasi dengan pembuluh darah. Lakukan lima sampai enam kali
ligasi.

Gambar 2.7 Pemotongan ductus deferens dan ligasi ductus


deferens dengan pembuluh darah (Fossum, 2013).

5. Dipotong spermatic cord pada bagian setelah ligasi untuk


menghilangkan testis.
6. Lakukan hal yang sama pada testis sebelahnya.

2.5.3 Manajemen Post Operasi


Manajemen post operasi perlu mendapakatkan perhatian khusus
untuk menghindari adanya komplikasi yang mungkin timbul setelah
pembedahan seperti pendarahan dan inflamsi pada skrotum terutama
pada teknik bedah terbuka. Kontrol suhu tubuh, nafsu makan,
defekasi, dan urinasi secara rutin dapat membantu mengetahui
kondisi hewan. Untuk terapi dilakukan pemberian povidone iodine
10% dengan cara diusapkan pada bagian luka menggunakan kassa
dan dioleskan bioplacenton pada luka guna mepercepat pengeringan

14
luka setiap hari satu kali selama lima hari, pemberian antibiotik
selama tiga sampai lima hari sebagai anti bakteri, dan pemberian
analgesik. Antibiotik yang dapat diberikan pada kucing adalah
amoxicillin per oral dengan dosis 20 mg/kg BB setiap hari satu kali
selama lima hari berturut-turut. Analgesik juga diberikan untuk
mengurangi rasa sakit pada kucing adalah tolfemic acid dengan dosis
4 mg/kg BB secara IM maupun SC. (Plumb, 2008). Analgesik
tersebut diberikan dua hari sekali selama lima hari. Selain itu pada
hewan juga perlu dilakukan pemasangan Elizabeth collar selama 4-7
hari/sampai lukanya sembuh untuk menghindari hewan menjilati
lukanya yang belum sembuh. Kesembuhan luka biasanya terjadi
selama empat sampai tujuh hari pasca operasi (Amiruddin, 2015).

15
BAB III
METODE KEGIATAN

3.1 Waktu dan Lokasi Kegiatan


Kegiatan PKL ini dilaksanakan selama 30 hari mulai tanggal 18 Desember
2017 sampai 18 Januari 2018 di Pethouse Drh Batu.

3.2 Metode Kegiatan dan Pengambilan Data


Kegiatan ini dilakukan dengan cara ikut aktif dalam aktivitas pelayanan.
Metode yang digunakan dalam PKL ini adalah dengan metode survei dan
pengambilan data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer yang
digunakan meliputi:
3.2.1 Kerja Praktek atau Studi Lapang
Kerja praktek atau studi lapang adalah cara untuk mendapatkan data
dengan mengikuti kegiatan pelayanan secara langsung di Pethouse Drh
Batu.
3.2.2 Wawancara dan Diskusi
Pelaksanaan PKL melalui kegiatan wawancara dan diskusi dengan
dokter hewan untuk melengkapi informasi dan data yang dibutuhkan.
Waktu wawancara dilakukan secara mandiri pada saat PKL maupun
pada saat melaksanakan kegiatan diagnosa dan penanganan.
Wawancara yang dilakukan melalaui serangkaian tanya jawab yang
bersifat terbuka, yang tercamtum pada Lampiran 1.

Sumber data sekunder diambil dari laporan pasien di Pethouse Drh,


catatan kegiatan kejadian penyakit hewan di Pethouse Drh, buku, jurnal serta
penelusuran, dengan memanfaatkan teknologi internet.

16
3.3 Rencana Jadwal Kegiatan
Jadwal kegiatan PKL FKH UB yang akan dilaksanakan seperti yang
tertera pada Tabel 3.1 dibawah ini.

Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan


Bulan
Oktober November Deseember Januari
Kegiatan Minggu ke Minggu ke Minggu ke Minggu ke
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
I. Persiapan
1.1 Observasi Tempat PKL
1.2 Pengajuan proposal
rencana pelaksanaan PKL
kepada pihak FKH UB
1.3 Pengajuan proposal
rencana pelaksanaan
PKL kepada pihak
Pethouse drh Batu

II. Pelaksanaan
2.1 Pelaksanaan PKL di
Pethouse drh Batu

III. Pengumpulan Data dan


Evaluasi Hasil
3.1 Pengumpulan Data
3.2 Evaluasi Hasil
3.3 Analisan dan Pengolahan
Data
3.4 Penarikan Kesimpulan dan
Penyusunan Laporan
Kegiatan

3.4 Biodata Peserta Kegiatan


Peserta yang melaksanakan PKL di Pethouse Drh Batu adalah :
Nama : Nadila Dwi Ashlina
NIM : 145130100111029

17
Program Studi : Pendidikan Dokter Hewan
Fakultas : Kedokteran Hewan
Universitas : Brawijaya
Alamat : Jl. Kota Bambu Selatan VI, Pal Merah Jakarta Barat
No. Telepon : 087888232789
Email : nadiladwiashlina@gmail.com

18
BAB IV
bPELAKSANAAN KEGIATAN

4.1 Tempat dan Waktu


Kegiatan PKL dilaksanakan oleh mahasiswa FKH UB di Pethouse drh
Batu. Kegiatan tersebut dilaksanakan selama satu bulan, terhitung mulai tanggal
20 Desember 2017 sampai tanggal 19 Januari 2018.

4.2 Jadwal Kegiatan


Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Pethouse drh Batu
NO Tanggal Kegiatan

1. 20/12/2017 1. Pengenalan Lingkungan PKL meliputi :


a. Briefing oleh drh.Anis Puji Lestari.
b. Pengenalan tata ruang klinik dan paramedis yang
bertugas.

2. 21/12/2017 a. Membantu penanganan pasien Kucing dengan


gejala nafsu makan turun.
b. Membantu penanganan pasien Kucing dengan
gejala muntah dan diare.

3. 22/12/2017 a. Membantu penanganan rawat inap hewan sehat


(kucing).

4. 23/12/2017 a. Membantu penanganan pasien Kucing diagnose


jamuran
b. Membantu penanganan pasien Kucing dengan
gejala tidak mau makan

5. 24/12/2017 a. Membantu penanganan rawat inap hewan sehat


(kucing).

6. 25/12/2017 a. Membantu penanganan rawat inap hewan sehat


(kucing).

7. 26/12/2017 a. Membantu penanganan rawat inap hewan sehat


(kucing).

8. 31/12/2017 a. Membantu penanganan rawat inap hewan sehat


(kucing).

19
9. 02/01/2018 a. Membantu Grooming kucing
b. Membantu penanganan rawat inap hewan sehat
(kucing).

10. 03/01/2018 a. Membantu penanganan pasien Kucing diagnosa


jamuran.
b. Membantu penanganan pasien Kucing diagnosa
ada kutu.
c. Membantu penanganan pasien Kucing cacingan.
d. Membantu Grooming kucing.

11. 04/01/2018 a. Membantu penanganan rawat inap hewan sehat


(kucing).

12. 05/01/2018 a. Membantu penanganan pasien Kucing dengan


gejala muntah, demam, dehidrasi.

13. 06/01/2018 a. Membantu penanganan pasien diagnosa prolapse


uterus
b. Membantu penanganan pasien dengan gejala
dehidrasi, feses cair
c. Membantu penanganan pasien burung kakak tua
dengan gejala kaki sudah kaku
d. Membantu penanganan rawat inap hewan sehat
(kucing).
e. Membantu penanganan pasien kastrasi pada kucing

14. 07/01/2018 a. Membantu penanganan pasien kucing diagnose


abses di kaki belakang
b. Membantu penanganan pasien ular flu
c. Membantu penanganan rawat inap hewan sehat
(kucing).

15. 08/01/2018 a. Membantu penanganan rawat inap hewan sehat


(kucing).

16. 09/01/2018 a. Membantu penanganan rawat inap hewan sehat


(kucing).
b. Membantu Grooming kucing.

17. 10/01/2018 a. Membantu penanganan jamur pada kucing

18. 12/01/2018 a. Membantu penanganan kucing mata merah karena


terkena benda asing
b. Membantu penanganan kucing scabies
c. Membantu penanganan kucing jamuran
d. Membantu penanganan kucing dengan gejala tidak

20
mau makan dan ada luka terbuka

19. 13/01/2018 a. Membantu penanganan rawat inap hewan sehat


(kucing).

20. 14/01/2018 a. Membantu penanganan rawat inap hewan sehat


(kucing).
b. Membantu penanganan kucing dengan gejala diare
cair, suhu rendah, dehidrasi.
c. Membantu penanganan kucing suspect keracunan.
d. Membantu penanganan kucing scabies dan
jamuran.

21. 15/01/2018 a. Membantu penanganan kontrol prolaps anus


b. Membantu penanganan kucing jamuran

22. 16/01/2018 a. Membantu menjaga rawat inap kucing sehat


b. Membantu penanganan kucing jamuran

23. 17/01/2018 a. Menjaga rawat inap kucing sehat

24. 18/01/2018 a. Menjaga rawat inap kucing sehat

25 19/01/2018 a. Melakukan housecall vaksin tetanus kuda


b. Melakukan housecall usg kuda

26. 20/01/2018 a. Penutupan PKL dan perpisahan dengan dokter


serta paramedis.

21
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Profil Pethouse DRH Batu


Kegiatan PKL yang dilakukan pada tanggal 20 Desember 2017 – 25
Januari 2018 bertempat di Pethouse drh Batu, di Jalan Brantas Gang 2 RT 04
RW 01 Kota Batu. Pethouse drh berdiri sejak tahun 2013 di kota Malang
tepatnya di Jalan Sengkaling. Sejak 2015 Pethouse drh pindah lokasi di Kota
Batu. Pethouse drh Batu bergerak di bidang petshop, petcare, pethotel,
petclinic, steril hewan/pengebirian pemancakan/ mengawinkan, homevisit,
emergency call, pethorse, horse breeding dan konsultasi kuda. Di pethouse
drh group memiliki tiga dokter hewan dan satu paramedis, dengan fasilitas
yang cukup lengkap dan memadai. Pethouse drh Batu ini membuka
pelayanan dari pukul 08.00 – 17.00 WIB setiap hari Jumat - Rabu.
Pethouse drh Batu dapat dilihat pada gambar 5.1 memiliki bangunan satu
lantai yang digunakan untuk ruang periksa dan operasi, ruang rawat inap,
ruang penitipan, dan petshop.
Pelayanan di Pethouse drh Batu dijalankan sesuai dengan Standar
Operasional (SOP) mulai dari klien membawa pasiennya datang, melakukan
anamnesa hingga pulang. Setiap hewan yang memeriksakan ke Pethouse drh
Batu akan dicatat dalam ambulator (lampiran 4) yang memuat informasi
rekam medis dan riwayat kesehatan sang hewan serta pengoobatan yang
diberikan. Selain pada hewan-hewan yang akan dilakukan bedah, maka klien
harus menanda tangani surat persetujuan operasi (lampiran 5). Sedangkan
pada hewan-hewan yang dititipkan di Pethouse drh Batu akan diberikan surat
persetujuan rawat inap (lampiran 6).

22
Gambar 5.1. Bagian Depan Pethouse drh Batu
(Dokumentasi Pribadi, 2018)
5.2

5.2 Tata Laksana Orchidectomy pada Kucing


5.2.1 Penanganan Pre Operasi
Manajemen pre operasi yang diterapkan di Pethouse drh Batu
meliputi persiapan ruang operasi, persiapan alat, persiapan hewan, dan
persiapan operator yang memiliki aspek medis yang jelas dan sesuai teori
yang sudah ada.

A.Persiapan Ruang Operasi


Hal yang pertama dilakukan sebelum di lakukan operasi yaitu
dengan mempersiapkan ruangan operasi. Persiapan meliputi
dekontaminasi serta desinfeksi ruang seta meja operasi. Dekontaminasi
yaitu membbuang semua material yang tampak pada benda,
lingkungan, dengan menggunakan sabun,air atau gesekan dengan tujuan
mencegah penyebaran infeksi melalui permukaan lingkungan.
Dekontaminasi dilakukan dengan membersihkan meja operasi, serta
menyapu lantai dan mengelapnya menggunakan cairan pembersih
lantai. Desinfeksi adalah menghancurkan atau membunuh organisme

23
patogen pada benda atau instrument dengan menggunakan campuran
zat kimia cair. Desinfektan dapat membunuh mikroorganisme patogen
pada benda mati.

B. Persiapan Alat
Persiapan alat operasi dilakukan dengan sterilisasi semua
peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan tindakan operasi.
Sterilisasi adalah suatu cara untuk membeskan sesuatu (alat, bahan,
media, dan lain-lain) dari mikroorganisme baik yang patogen maupun
yang non pantogen. Prinsip utama dari sterilisasi peratan operasi
sebelum digunakan adalah untuk mencegah kontaminasi pada luka saat
operasi berlangsung sehingga tujuan utama penyembuhan dapat
berlangsung dengan baik tanpa adanya infeksi (Ester, 2005)
Sterilisasi alat di Pethouse drh Batu menggunakan cara basah
yaitu dengan menggunakan air panas. Mensterikan peralatan dengan
cara merebus didalam air sampai mendidih (1000 C) dan ditunggu
antara 15 sampai 20 menit. Selain dengan cara merebus digunakan
alkohol 70 %.
Alkohol merupakan denaturan protein yang bersifat menghentikan
aktivitas antimikrobial. Disamping itu, alkohol juga merupakan pelarut
lipid sehingga dapat merusak membran sel. Alkohol yang dipakai untuk
sterilisasi adalah alkohol dengan konsentrasi 70% karena efektif
memecah protein yang ada dalam mikroorganisme. Keunggulan
golongan alkohol 70% adalah sifatnya yang stabil, tidak merusak
material, dapat dibiodegradasi, aman untuk kulit dan hanya sedikit
penurunan aktivasinya apabila berinteraksi dengan protein. Sedangkan
kerugiannya yaitu bahan yang mudah terbakar adalah beresiko tinggi
terhadap api atau ledakan, sangat cepat menguap, dan menimbulkan
perih pada luka terbuka (Adjie et al., 2007).

24
C. Persiapan Hewan
Sebelum operasi dilakukan, terlebih dahulu dilakukan
pemeriksaan kondisi tubuh hewan secara umum. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui apakah hewan memenuhi syarat operasi atau tidak.
Bila hewan dinyatakan memenuhi syarat, maka operasi dapat
dilaksanakan. Hewan harus dipuasakan makan selama 12 jam dan puasa
minum selama 6 jam sebelum operasi dilakukan dengan tujuan agar
kondisi usus dalam keadaan kosong sehingga tidak muntah. Sebelum
melaksanakan operasi, juga perlu ditimbang berat badan kucing tersebut
untuk menentukan dosis anastesi yang akan digunakan. Pemberian obat
anastesi melalui intramuscular (IM) berupa kombinasi ketamine HCl
dengan dosis 10 mg/kg BB dan xylazine dengan dosis 2 mg/kg BB.
Perhitungan dosis dan data pasien dapat dilihat pada Lampiran 3.
Selama lima belas menit ditunggu obat anastesi hingga bereaksi.
Setelah itu dilakukan pencukuran rambut, bagian tempat yang akan
diinsisi yaitu daerah skrotum, dibasahi dengan air sabun untuk
memudahkan pencukuran. Rambut tersebut dicukur searah dengan arah
rebah rambut menggunakan clipper yang tajam lalu dibersihkan dengan
air kemudian ditutup kain drape dan diolesi povidone iodine 10%
secara sirkuler dari sentral ke perifer utnuk menghindari kontaminasi.
Povidone Iodine

25
Gambar 5.2. Preperasi hewan sebelum dilakukan kastrasi
(Dokumentasi Pribadi, 2018).

D. Persiapan Operator
Persiapan operasi yang optimal dilakukan oleh tiga orang, yaitu
seorang operator dan dua orang asisten. Namun jika tenaga yang ada
terbatas atau telah mahir maka cukup dilakukan oleh operator dan
seorang asisten saja. Persiapan yang dilakukan tergantung pada tugas
masing-masing yaitu :
1. Tugas Operator
- Bertindak sebagai pemimpin operasi.
- Melakukan informed concent dan menilai kelayakan operasi.
- Melakukan tindakan anestesi, insisi, hemostatis sampai menjahi
luka insisi.
- Mengatasi permasalahan yang terjadi.
- Melakuka Follow up paska operasi.

2. Tugas Asisten I
- Mitra kerja operator di zona steril.
- Melakukan tindakan aseptik dan antiseptik.
- Selangkah lebih maju dari operator dalam memppersiapkan alat
dan bahan yang diperlukan pada tiap tahapan operasi.
- Menjaga lingkungan tetap bersih dari darah dan material yang
tidak diperlukan.

26
3. Tugas Asisten II
- Mitra kerja operator pada zona non steril.
- Mempersiapkan pasien sebelum operasi.
- Menata tempat operasi
- Menenangkan pasien.
- Monitoring pasien.
-Mengikuti jalannya operasi, memperhatikan, dan mempersiapkan
keperluan selama dan setelah operasi.
- Melakukan dokumentasi jika diperlukan.
Persiapan operator dan asisten I di Pethouse drh Batu meliputi
mencuci tangan dengan sabun pencuci tangan, menggunakan
pakaian/jas operasi, masker, dan hand gloves yang bertujuan untuk
mencegah infeksi dari operator terhadap pasien dan melindungi
operator dari penyakit yang dipat ditularkan oleh pasien. Serta
dilanjutkan dengan menyemprotkan alkohol 70% pada telapak tangan
yang sudah memakai glove.

5.2.2 Penanganan Operasi


Tehnik operasi kastrasi (orchidectomy) dibagi menjadi tehnik tertutup
dan terbuka. Namun tehnik kastrasi (orchidectomy) pada kucing yang
diterapkan pada Pethouse drh Batu menggunakan tehnik terbuka sebagai berikut
(Brunswick,2010) :
1. Testis dipegang dan lakukan insisi pertama dibuat sepanjang 2 cm pada
skrotum dari arah cranial ke arah caudal dengan hati – hati. Insisi
diperdalam sampai tunika dartos.

27
Gambar 5.3. Insisi pada kulit skrotum (Dokumentasi Pribadi,
2018).
2. Testis didorong keluar dari rongga inguinal.
3. Insisi kedua dibuat pada tunika vaginalis sehingga testis dan epididymis
dapat terlihat.

Gambar 5.4. Insisi bagian tunika vaginalis (Dokumentasi Pribadi,


2018).

4. Dilakukan pemisahan ataran ductus deferens dari pembuluh darah testis.


5. Klem pembuluh darah testis dan ductus deferens masing - masing dengan
hemostatic forcep mosquito.

28
Gambar 5.5. Dipisahkan ductus deferens dengan pembuluh darah
(Dokumentasi Pribadi, 2018).

6. Ligasi pembuluh darah menggunakan benang cat gut chromic 3-0.


7. Ligasi ductus deferens menggunakan benang cat gut chromic 3-0

Gambar 5.6. ligasi dengan cat gut chromic 3-0 spermatic cord dengan
pembuluh darah (Dokumentasi Pribadi, 2018).

8. Ductus deferens dan pembuluh darah dipotong pada bagian setelah ligasi
dan dikembalikan ke rongga inguinal
9. Rongga dalam skrotum diberikan antibiotik amoxicillin sediaan cair secara
topical untuk menghindari adanya kontaminasi bakteri.
10. Testis lainnya dibuang dengan cara yang sama melalui insisi kulit skrotum
yang sama.

29
11. Kulit ditutup dengan jahitan interrupted sederhana menggunakan benang
non absorbable (silk).
12. Tempat jahitan diberikan antibiotik enbatic powder.

Gambar 5.7. Tempat jahitan yang sudah diberikan enbatic powder


(Dokumentasi Pribadi, 2018).

5.2.3 Penanganan Post Operasi


Penanganan post operasi dilakukan untuk menghindari adanya
komplikasi yang mungkin timbul paska pembedahan seperti terjadinya
infeksi pada daerah pembedahan dan inflamasi. Pada operasi kastrasi
(orchidectomy), jahitan luka pada sayatan skrotum dibiarkan terbuka tanpa
ditutup dengan bandage, kebersihan luka harus dikontrol setiap hari untuk
menghindari infeksi (fossum, 2007). Tindakan post operasi pada pasien
rawat inap kastrasi (orchidectomy) yang diterapkan di Pethouse drh Batu
adalah sebagai berikut :
1. Pasien ditempatkan di kandang yang bersih, dan hangat di dalam
ruangan.
2. Luka operasi dibersihkan setiap hari
3. Diberikan obat secara oral antibiotik Amoxicillin tiga kali sehari selama
lima hari dan ketoprofen sebagai antipiretik dan analgesik satu kali
sehari selama tiga hari.
4. Pakan dan minum diberikan secara teratur untuk mencukupi kebutuhan
gizi dan nutrisi post operasi. Pakan yang dianjurkan yaitu pakan
recorvery.

30
5. Diberikan obat secara oral antibiotik Amoxicillin tiga kali sehari selama
lima hari dan ketoprofen sebagai antipiretik dan analgesik satu kali
sehari selama tiga hari.
6. Jaitan dilepas pada hari ke empat sampai ke tujuh paska operasi.

Gambar 5.6. Skrotum yang dijahit setelah empat hari, siap untuk dilepas.
(Dokumentasi Pribadi, 2018).

5.3 Obat – obat yang Digunakan


1. Ketamin (Anastesi)
Ketamine merupakan derivat sikloheksil dengan rumus mirip
fensiklidin. Ketamine merupakan larutan tidak berwarna, stabil pada suhu
kamar dan relatif aman. Ketamine memiliki sifat analgesik, anastetik, dan
kataleptik dengan kerja singkat (Gunawan, 2009). Neurofarmakologi
ketamine cukup kompleks, berikatan dengan beberapa neurotransmiter
yaitu reseptor N-methyl-D-aspartate
(NMDA) dan reseptor non NMDA glutamate, reseptornicotinic dan
muscarinic cholinergic, reseptor mono aminergik dan opoid. Ketamine
berefek meningkatkan kontraksi dan spasmus otot, kombinasi dengan
alpha-2 agonis, acepromazine dan benzodiazepine akan menurunkan efek
tersebut.
Efek ketamine pada sistem kardiovaskular yaitu meningkatkan
frekuensi jantung (heart rate), tekanan darah, dan cardiac output (CO).
Peningkatan hemodinamika ini bervariasi tergantung pada peningkatan

31
kerja otot jantung dan kebutuhan oksigen. Pada jantung sehat peningkatan
suplai oksigen terjadi karena ada vasodilatasi dari pembuluh darah koroner
dan peningkatan cardiac output (Seymour and Novakovski, 2007).
Pemberian ketamine secara intra muskular pada kucing dan anjing akan
mencapai level puncak pada 10-15 menit setelah pemberian. Ketamine
didistribusikan keseluruh jaringan tubuh dengan cepat, dengan level paling
tinggi dapat ditemukan di otak, hati, paru dan lemak. Ketamine
dimetabolisme di hati dan menghasilkan metabolit berupa demethylation,
hydroxylation dan sebagian dalam bentuk utuh akan dieleminasi melalui
urin. Waktu paruh eliminasi ketamine pada kucing, anjing, sapi, dan kuda
sekitar 1 jam. Dosis ketamine pada kucing yaitu 10-30 mg/kg BB dengan
pemberian secara intra muskuler (Plumb, 2008).

2. Xylazin (Sedativa)

Xylazine bekerja pada reseptor alpha-1 dan 2. Efek agonist


xylazine pada reseptor alpha terletak di jantung yaitu dengan mendepres
sistem kardiovascular (Seymour and Novakovski, 2007). Pada pemberian
dengan rute intra muskular absorbsi xylazine cukup cepat. Pada kucing
dan anjing onset pemberian obat ini baik secara intra muscular maupun
sub kutan sekitar 10 – 15 menit dan 2 – 5 menit pada pemberian dengan
rute intra vena. Efek analgesik yang ditimbulkan hanya sekitar 15-30
menit, akan tetapi efek sedativ yang dihasilkan dapat bertahan sekitar 1-2
jam tergantung dari besarnya dosis yang diberikan. Dosis xylazine pada
kucing yaitu 1,1 mg/kg BB secara intra vena dan 1,1-2,2 mg/kg BB
secara intra muscular atau sub kutan (Plumb, 2008).

3. Enbatic Powder (Antibiotik)


Enbatic powder adalah obat yang digunakan untuk pengobatan
penyakit kulit dan mukosa terutama yang disebabkan oleh infeksi bakteri.
Enbatic powder mengandung neomycin sulfat, obat yang termasuk

32
antibiotik aminoglikosida dan, Zn bacitacin, suatu obat yang efektif
mengobati infeksi oleh bakteri gram negatif maupun gram positif.
Neomycin adalah antibiotic golongan aminoglikosida yang digunakan
untuk mengobati infeksi-infeksi yang disebabkan terutama oleh bakteri
gram negatif. Neomycin bekerja dengan cara mengikat secara reversible
terhadap sub unit 30s dari ribosom bakteri sehingga menghambat sintesa
protein yang pada akhirnya menghambat pertumbahan bakteri. Neomycin
lebih banyak digunakan untuk mengobati infeksi kulit dan mukosa.
Bacitracin adalah antibiotik yang dihasilkan dari organisme kelas
licheniformi bacillus subtilis var tracy. Obat ini mempunyai spektrum
luas, aktif terhadap bakteri gram negatif maupun positif. Cara kerja
bacitracin yaitu menghancurkan selaput peptidoglikan pada bakteri yang
menyebabkan lisisnya dinding sel bakteri (Plumb, 2008).

4. Amoxicillin (Antibiotik)
Amoksisilin adalah turunan dari ampisilin dan memiliki spektrum
antibakteri yang serupa yaitu termasuk antibakteri spectrum luas. Diserap
Lebih baik daripada ampisilin ketika diberikan melalui oral. Memberikan
konsentrasi plasma dan jaringan yang lebih tinggi, tidak seperti ampisilin,
penyerapan tidak dipengaruhi oleh adanya makanan di perut. Menghambat
sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat satu atau lebih pada ikatan
penisilin-protein (PBPs – Protein binding penisilin’s), sehingga
menyebabkan penghambatan pada tahapan akhir transpeptidase sintesis
peptidoglikan dalam dinding sel bakteri, akibatnya biosintesis dinding sel
terhambat, dan sel bakteri menjadi pecah (lisis). (Plumb, 2008).

5. Ketoprofen (Antipiretik dan Analgesik)

Ketoprofen adalah obat nonsteroidal anti-inflammatory drug


(NSAID) derivat asam propionat yang mempunyai aktivitas antiinflamasi,
analgesik, dan antipiretik. Mekanisme kerja ketoprofen yaitu menghambat
sintesis prostaglandin pada tingkat siklooksigenase. Selain itu, Ketoprofen

33
menghambat lipoxygenase yang memiliki aktivitas antibradikinin,
menstabilkan membran lisosom yang mencegah pelepasan enzim yang
terlibat dalam proses inflamasi. (Plumb, 2008).

BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Tata laksana kastrasi (orchidectomy) pada kucing yang dilakukan di
Pethouse drh Batu meliputi dari tiga tahapan yaitu pre operasi, operasi dan post
operasi. Penanganan dan prosedur pre operasi meliputi persiapan tempat, persiapan
alat, persiapan hewan dan persiapan operator. Prosedur operasi yang digunakan ialah
tehnik kastrasi terbuka menggunakan benang absorable. Penanganan Post operasi
berupa pengobatan berupa antibiotik, NSAID secara oral serta kontrol luka. Secara
umum, tata laksana kastrasi kucing di Pethouse drh Batu telah memiliki aspek medis
yang jelas dan sesuai dengan teori.

6.2 Saran

34

Anda mungkin juga menyukai