Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Populasi hewan kecil yang tidak terkontrol menjadi suatu masalah yang
harus dipecahkan. Populasi hewan kecil yang tidak terkontrol juga dapat
mengakibatkan penyakit yang bersifat zoonosis sehingga menjadi perhatian
khusus. Namun masih sebagian orang yang peduli dalam penekanan populasi
hewan baik dengan cara sterilisasi pada hewan jantan maupun betina.
Sterilisasi adalah operasi pengangkatan organ reproduksi yang masih memiliki
resiko yang tinggi pada hewan kesayangan sehingga diperlukan metode yang
terbaik yang memiliki efek samping paling sedikit, murah, mudah, dan lebih
efektif.
Kucing menjadi hewan peliharaan manusia sudah berlangsung selama
ribuan tahun lalu, bahkan kucing maupun anjing sering kali dianggap sebagai
anggota keluarga. Indonesia mengikuti perubahan gaya hidup dengan
terlihatnya kepemilikan hewan peliharaan seperti anjing dan kucing yang
semakin meningkat. Kucing sebagai hewan kesayangan merupakan salah satu
hewan yang tumbuh dan berkembang di perkotaan. Sebagai hewan
kesayangan, kucing memerlukan perawatan dari segi kesehatan. Kesehatan
kucing sangat penting untuk dijaga agar terhindar dari berbagai macam
penyakit yang mengancam.
Menurut Sardjana (2013), pola penyebaran kucing yang tidak terbatas
sehingga menyebabkan peningkatan angka populasi. Peningkatan angka
populasi kucing dapat berpotensi menularkan dan membawa berbagai agen
penyebaran zoonosis. Menurut Baraniah (2009) dan Soedarto (2003), zoonosis
merupakan suatu penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia dan atau
sebaliknya dan dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan menyebabkan
kematian. Selain itu, peningkatan angka populasi kucing berdampak pula
terhadap kesejahteraan hewan, terutama kucing liar kerap mendapat tindakan
kekerasan oleh sebagian masyarakat yang tidak menyukai kucing (Madyantari
et al.2016).

1
Kucing (Felis catus) merupakan mamalia crepuscular predator
berukuran kecil yang tergabung dalam famili Felidae. Kucing telah melalui
proses domestikasi selama lebih dari 9.500 tahun dan hidup dalam simbiosis
mutualisme dengan manusia (Rahman 2008). Salah satu metode pengendalian
terhadap populasi kucing dapat dilakukan melalui kastrasi pada hewan jantan
dan ovariohisterektomi pada hewan betina. Kastrasi merupakan prosedur
bedah dengan tujuan membuang testis hewan jantan dari rongga skrotum.
Secara umum, teknik bedah kastrasi dibagi menjadi dua metode, antara lain
metode terbuka dengan menginsisi tunika vaginalis dan metode tertutup atau
tanpa perdarahan (Frandson 2003). Sedangkan untuk pengendalian kucing
betina dapat dilakukan Ovariohisterectomy dan tindakkan ovariohisterectomy
juga dapat menghindari dari berbagai macam penyakit organ reproduksi pada
hewan betina contohnya adalah pyometra, endometritis dan masih banyak lagi
penyakit yang dapat di hindari dari hewan kesayangan yang dipelihara

1.2. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah antara lain untuk memelajari sistem
reproduksi pada hewan jantan ataupun betina. Selain mempelajari sistem
reproduksinya juga untuk mengetahui sterilisasi / menghilangkan kemampuan
reproduksi pada hewan jantan dan betina. Mempelajari dan mengetahui cara
pengobatan berbagai penyakit reproduksi pada hewan kesayangan meliputi
pyometra dan mempelajari cara penanganan partus pada hewan kesayangan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kucing

Kucing (Felis catus) Menurut Mason (1984), kucing merupakan


hewan karnivora yang banyak tersebar di berbagai belahan dunia. Kucing
domestik atau kucing lokal (Felis catus) merupakan kucing hasil persilangan
antara Felis silvetris dengan Libica yang merupakan keturunan dari Felis
silves Ciri khas kucing domestik yakni berbulu pendek dengan berbagai
macam variasi warna. Klasifikasi kucing domestik menurut Myers et al.
(2017) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
Sub kingdom : Eumetazoa
Superfilum : Deuterostomia
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Superkelas : Gnasthostomata
Kelas : Sarcopterygii
Sub kelas : Theria
Ordo : Karnivora
Sub ordo : Feliformia
Famili : Felidae

3
Sub famili : Felinae
Genus : Felis
Spesies : Felis catus

2.2. Morfologi Organ Reproduksi Hewan Jantan


Alat kelamin jantan pada kucing terbagi dalam empat sub bagian. Sub
bagian pertama meliputi testis, epididimis, duktus deferens, korda
spermatikus, dan tunika. Subbagian kedua terdiri dari kelenjar asesoris, sub
bagian ketiga penis, dan yang terakhir uretra. Testis pada kucing turun dan
menempati skrotum. Epididimis melekat pada perbatasan dorsolateral dari
testis. Duktus deferens merupakan saluran berdinding otot tebal dan berfungsi
menyalurkan sperma dari kauda epididimis ke dalam uretra (Schatten dan
Constantinescu 2007). Kelenjar asesoris yang berkembang pada kucing
adalah kelenjar prostat dan bulbouretralis. Kelenjar vesikular tidak
berkembang pada kucing. Kelenjar prostat kucing terdapat dua bagian yaitu
bagian badan dan diseminasi. Kelenjar bulbouretralis berukuran sangat kecil
dengan diameter kurang lebih dari 5 mm (Schatten dan Constantinescu 2007).
Penis pada kucing berada di ventral skrotum. Penis disusun oleh dua
buah korpus cavernosum dan sebuah korpus spongiosum yang berada di
tengah. Pejantan dewasa memiliki glans penis pada bagian ujung penis
dengan panjang 5-10 mm, berbentuk kerucut yang mengarah ke kaudal dan
memiliki 120-150 buah duri penis (penile spines). Duri pada penis berfungsi
memberikan stimulasi seksual pada betina, menghalangi penarikan penis dari
vagina, atau meningkatkan stimulasi betina untuk menginduksi ovulasi. Os
penis pada kucing berukuran panjang 3-5 mm dan berada di ujung glans penis
kucing jantan yang telah dewasa (Johnston et al. 2001).

4
Gambar anatomi kelamin reproduksi jantan ( Tanudimadja, 1983).

2.3. Morfologi Organ Reproduksi Hewan Betina


Organ reproduksi kucing betina antara lain ovary (indung telur), tuba
Falopi, tanduk uterus, serviks, vagina, muara uretra, vulva (saluran uretra),
uretra, ureter, kandung kemih, jaringan lemak. Sistem  reproduksi pada
betina terdiri  atas  ovarium, saluran kelamin dan alat penggantungnya.
Saluran kelamin terdiri dari :  tuba  fallopii (oviduk), tanduk rahim (kornua
uteri), badan rahim (korpus uteri),  leher  rahim (servik uteri), vagina dan
vulva. Sistem reproduksi pada betina tidak hanya menerima sel-sel telur yang
diovulasikan oleh ovarium dan membawa sel-sel telur tersebut ke tempat
implantasi  yaitu rahim, tetapi juga menerima  sperma  dan
membawanya ke tempat fertilisasi yaitu tuba fallopii ( Tanudimadja, 1983).
Ovarium dan bagian saluran  kelamin  dari sistem reproduksi tidak
berhubungan satu  dengan  yang lain dan melekat pada dinding tubuh
dipertautkan oleh alat penggantungnya.  Ovarium menerima suplai darah dan
suplai saraf  melalui hilus yang juga melekat pada uterus.   Tuba fallopii
berada di dalam lipatan mesosalping, sedangkan mesosalping  melekat  pada
ligamen ovarium.   Ligamen  ini melanjutkan diri ke ligamen inguinal, yang
homolog  dengan gubernakulum  testis.  Bagian lain ligamen  ini membentuk
ligamen  bulat pada uterus yang kemudian  melebarkan  diri dari uterus ke
daerah inguinal ( Tanudimadja, 1983).

5
Gambar anatomi kelmain reproduksi betina ( Tanudimadja, 1983).

2.4. Premedikasi dan anastesi


 Premedikasi merupakan suatu tindakan pemberian obat sebelum
pemberian anastesi yang dapat menginduksi jalannya anastesi. Premedikasi
dilakukan beberapa saat sebelum anastesi dilakukan. Tujuan premedikasi
adalah untuk mengurangi rasa takut, amnesia, induksi anastesi lancar dan
mudah mengurangi keadaan gawat anastesi saat operasi seperti hipersalivasi,
bradikardia dan muntah. Premidikasi yang digunakan adalah Acepromazine
dan Atropin. Acepromazine dengan dosis 0,025-0,05 mg/kg BB secara
intramuskuler (IM) sedangkan Atropin sulfat dengan dosis 0,02 mg/kg BB
secara subkutan selama 15 menit kemudian dilanjutkan dengan pemberian
ketamin dengan dosis 10-20 mg/kgBB, secara intramuskular.
Anastesi berasal dari bahasa Yunani yaitu An berarti tidak dan
Aesthesis yang berarti rasa atau sensasi nyeri. Agar anestasi umum dapat
berjalan dengan sebaik mungkin,  pertimbangan utamanya adalah memilih
anestetika ideal. Pemilihan ini didasarkan pada beberapa  pertimbangan yaitu
keadaan penderita, sifat anestetika, jenis operasi yang dilakukan, dan
peralatan serta obat yang tersedia. Sifat anestetika yang ideal antara lain
mudah didapat, murah, tidak menimbulkan efek samping terhadap organ vital
seperti saluran pernapasan atau jantung, tidak mudah terbakar, stabil, cepat
dieliminasi, menghasilkan relaksasi otot yang cukup baik, kesadaran cepat
kembali, tanpa efek yang tidak diingini (Gan, 1987).

6
Obat anestesi umum yang ideal menurut Norsworhy (1993)
mempunyai sifat-sifat yaitu : Pada dosis yang aman mempunyai daya
analgesik relaksasi otot yang cukup, cara pemberian mudah, Mulai kerja obat
yang cepat. Tidak mempunyai efek samping yang merugikan. Selain itu obat
tersebut harus tidak toksik, mudah dinetralkan, mempunyai batas keamanan
yang luas, tidak dipengaruhi oleh variasi umur dan kondisi hewan. Obat
anastesi yang sering digunakan pada hewan antara lain Ketamin dan Xylasin.
Ketamin merupakan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan
relative aman dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk
sistim somatik tetapi lemah lemah untuk sistim visceral, tidak menyebabkan
relaksasi otot lurik bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Secara
kimiawi, ketamin analog dengan phencyclidine. Ketamin HCl berwarna putih
dan berbentuk  bubuk kristal yang mempunyai titik cair 258-261ºC. Satu
gram ketamin dilarutkan dalam 5 ml aquades dan 14 ml alkohol. Ketamin
yang digunakan sebagai agen anestesi untuk injeksi dipasaran biasanya
mempunyai pH antara 3,5-5,5.
Ketamin HCl bekerja dengan memutus syaraf asosiasi serta korteks
otak dan thalamus optikus dihentikan sementara, sedangkan sistem limbik
sedikit dipengaruhi. Ketamin HCl merupakan analgesia yang tidak
menyebabkan depresi dan hipnotika pada syaraf pusat tetapi  berperan
sebagai kataleptika. Setelah pemberian ketamin, refleks mulut dan menelan
tetap ada dan mata masih terbuka. Ketamin dapat dipakai oleh hampir semua
spesies hewan. Ketamin bersama xylazine dapat dipakai untuk anastesi pada
kucing. Ketamin dengan pemberian tunggal bukan anastetik.
McKelvey dan Hollingshead (2003) dan Tranquilli et al. (2007)
stadium anastesi di menyatakan bahwa untuk monitor anastesi dilakukan
pengamatan tahap anastesi umum, Tahap-tahap Anestesi Stadium anestesi
dibagi dalam 4 yaitu; Stadium I (stadium induksi atau eksitasi volunter),
dimulai dari pemberian agen anestesi sampai menimbulkan hilangnya
kesadaran. Rasa takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus, dilatasi
pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi. Stadium II (stadium eksitasi
involunter), dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan stadium

7
pembedahan. Pada stadium II terjadi eksitasi dan gerakan yang tidak menurut
kehendak, pernafasan tidak teratur, inkontinensia urin, muntah, midriasis,
hipertensi, dan takikardia. Stadium III (pembedahan/operasi), terbagi dalam 3
bagian yaitu; Plane I yang ditandai dengan pernafasan yang teratur dan
terhentinya anggota gerak. Tipe pernafasan thoraco-abdominal, refleks pedal
masih ada, bola mata bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva dan kornea
terdepresi. Plane II, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola
mata ventro medial semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut. Plane
III, ditandai dengan respirasi regular, abdominal, bola mata kembali ke tengah
dan otot perut relaksasi. Stadium IV (paralisis medulla oblongata atau
overdosis),ditandai dengan paralisis otot dada, pulsus cepat dan pupil dilatasi.
Bola mata menunjukkan gambaran seperti mata ikan karena terhentinya
sekresi lakrimal (Munaf, 2008).

2.4.1. Atropin Sulfat


Atropin merupakan obat anestetikagen preanestesi yang digolongkan
sebagai antikolinergik atau parasimpatik, namun paling sering digunakan
sebagai antikolinergik, dengan fungsi utama mengurangi sekresi kelenjar
saliva terutama bila dipakai obat anestetik yang menimbulkan hipersekresi
kelenjar saliva. Atropin sebagai antimuskurinik mempunyai kerja
menghambat efek asetilkolin pada syaraf postganglionik kolinergik dan otot
polos. Hambatan ini bersifat reversible dan dapat diatasi dengan pemberian
asetilkolin dalam jumlah berlebihan atau pemberian antikolinesterase.
Atropin sebagai premedikasi diberikan pada kisaran dosis 0.02-
0.04 mg/kg, yang diberikan baik secara subkutan, intra vena maupun
intramuskuler (Plumb,1998), sedangkan menurut Rossof (1994), atropin
sebagai premedikasi diberikan dosis 0,03-0,06 mg/kg. Pada dosis normal,
atropin dapat mencegah bradikardia dan sekresi berlebih saliva serta
mengurangi motilitas gastrointestinal.
Atropin dapat menimbulkan efek, misalnya pada susunan syaraf
pusat, merangsang medulla oblongata, dan pusat lain di otak,
menghilangkan tremor, perangsangan respirasi akibat dilatasi bronkus,

8
pada dosis yang besar menyebabkan depresi nafas, eksitasi, halusinasi dan
lebih lanjut dapat menimbulkan depresi dan paralisa medulla oblongata.
Efek atropin pada mata menyebabkan midriasis dan siklopegia. Pada
saluran nafas, atropin dapat mengurangi sekresi hidung, mulut, dan
bronkus. Efek atropin pada sistem kardiovaskuler (jantung) bersifat bifasik
yaitu atropin tidak mempengaruhi pembuluh darah maupun tekanan darah
secara langsung dan menghambat vasodilatasi oleh asetilkolin. Pada
saluran pencernaan, atropin sebagai antispasmodik yaitu menghambat
peristaltik usus dan lambung, sedangkan pada otot polos atropin
mendilatasi pada saluran perkencingan sehingga menyebabkan retensi urin
(Ganiswarna, 2001). Sebelumnya hewan di puasakan minimal 6 jam
sebelum operasi untuk menghindari refleks vomit, sebelumnya dilakukan
PE (Physical examination). Hewan selanjutnya diberikan pre-anastesi
dengan atropine :
Atropine Sulfat = Dosis x BB / kg
Sediaan (mg/ml)
= kg x 0.02 mg/kg
0. mg/ml
= 0. ml
2.4.2. Acepromazine
Acepromazine tergolong phenothiazine yang berwarna kuning,
tidak berbau, rasanya pahit dan berbentuk bubuk dan cair (Plumb 2008).
Menurut Mckelvey dan Wayne (2003) ada tiga macam kelas sedasi
(tranquilizer) yang digunakan dalam kedokteran hewan yaitu
phenothiazine, benzodiazepine dan alpha-2 agonist. Golongan ini bekerja
pada susunan syaraf pusat dan menghasilkan efek penenang pada hewan.
Obat-obat ini dapat juga menyebabkan ataksia, dan prolapsus membran
niktitan. Hanya alpha-2 agonist yang mempunyai efek analgesik,
sedangkan yang lainnya tidak punya. Efektif pada berbagai spesies hewan
dan dapat dikombinasikan dengan obat lainnya, yakni atropin, opoid dan
ketamin. Pemberian phenothiazine dapat melalui per oral, intra muscular,
intra vena dan sub kutan. Efek yang ditimbulkan golongan phenothiazine

9
antara lain sedasi, antiemetik, antiaritmia, antihistamin, vasodilatasi
pembuluh darah, perubahan perilaku dan prolapsus penis pada kuda. Efek
samping acepromazine yaitu hipotensi, anemia dan dehidrasi. Pada kuda
dan anjing ras boxer penggunaan acepromazine sebaiknya dihindari.
Acepromazine digunakan sebagai transquilizer pada anjing, kucing dan
kuda. Acepromazine bersifat anti-kholinergik, anti-emetik, antispasmodik,
antihistamin, dan memblok alpha-adrenergik. Acepromazine menyebabkan
hipotensi dan menurunkan vasomotorik. Dapat juga berpengaruh terhadap
respirasi, denyut jantung dan suhu tubuh (Forney 2004). Acepromazine
adalah golongan phenothiazine neuroleptik yang mempunyai potensi
untuk memblok postsinapsis reseptor dopamin. Dopamin terutama
berfungsi sebagai penghambat aktivitas otak (Adams 2008).
Acepromazine mendepres susunan syaraf pusat (CNS) sehingga
menghasilkan efek sedasi, relaksasi otot, dan menurunkan aktifitas refleks.
Selain itu efek lainnya adalah anti kholinergik, antihistamin dan memblok
alpha-adrenergik. Acepromazine seperti golongan phenothiazine lainnya
dimetabolisme di hati dan ekresinya melalui urin. Acepromazine
digunakan sebagai agen preanestesi, sebagai pengontrol satwa liar,
antiemetik pada anjing dan kucing dan sebagai tranquilizer pada kuda.
Acepromazine akan lebih efektif apabila dikombinasikan dengan
tranquilizer lainnya dan dengan senyawa yang mempunyai potensi sebagai
anestesi general. Tranquilizer harus diberikan dalam dosis yang kecil
selama anestesi general dan hewan yang lemah, hewan dengan penyakit
jantung, hypovolemik atau shock. Acepromazine jangan digunakan pada
hewan yang lemah, betina bunting, breed giant, greyhound, dan boxer.
Hasil penelitian menyatakan pada pengerat acepromazine menyebabkan
embryotoxycity. Phenothiazine tidak boleh digunakan pada hewan yang
mempunyai depresi tulang belakang (Crowell-Davis dan Murray 2005).
Crowell-Davis dan Murray (2005) menyatakan bahwa phenothiazine
mendepres sistem reticular aktif dan bagian otak yang mengontrol
pergerakan tonus otot, tingkat metabolisme basal, dan keseimbangan
hormonal. Efek samping pada cardiovascular adalah hipotensi,

10
bradicardia, pembuluh darah kolaps, dan tachicardya. Acepromazine
onsetnya 15 sampai dengan 60 menit setelah pemberian dan durasinya
antara 3 sampai dengan 7 jam pada anjing dan kucing.
Castran = Dosis X BB / kg BB
Sediaan (mg/ml)
= kg x 0.02 mg/kg
0. mg/ml
= 0. ml
2.4.3. Ketamin
Ketamin merupakan jenis obat anestesi yang dapat digunakan pada
hampir semua jenis hewan (Hall dan Clarke, 1983). Ketamin dapat
menimbulkan efek yang membahayakan, yaitu takikardia, hipersalivasi,
meningkatkan ketegangan otot, nyeri pada tempat penyuntikan, dan bila
berlebihan dosis akan menyebabkan pemulihan berjalan lamban dan
bahkan membahanyakan (Jones dkk., 1997).
Ketamin berbentuk larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu
kamar dan relative aman dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat
kuat untuk sistem somatik tetapi lemah untuk sistem visceral, tidak
menyebabkan relaksasi otot lurik bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit
meninggi. Ketamin dapat dipakai oleh hampir semua spesies hewan.
Ketamin bersama xilazyne dapat dipakai untuk anastesi pada kucing.
Ketamin dengan pemberian tunggal bukan anestetik yang bagus.
Ketamin = BB x dosis / kg BB
Sediaan (mg/ml)
= kg x 0.02 mg/kg
0. mg/ml
= 0. ml
2.5. Kastrasi
Kastrasi atau orchiectomi adalah tindakan bedah yang dilakukan pada
testis, berupa pengambilan atau pemotongan testis dari tubuh. Hal ini
umumnya dilakukan untuk sterilisasi (mengontrol populasi), pencegahan
terhadap penyakit pada sistem reproduksi, osteoporosis pada hewan yang

11
sudah tua, penggemukan hewan, mengurangi sifat agresif, serta salah satu
pilihan terapi dalam menangani kasus-kasus patologi pada testis atau scrotum.
Kasus-kasus yang sering ditemukan antara lain: oedema scrotalis, tumor
scrotalis, orchitis (peradangan pada testis), tumor testis (sertoli cell tumor),
monorchyde, cryptorchyde, dermatitis scrotalis (exzeem scrotalis) (Nahl,
2010).
Pada hewan yang muda kastrasi dilakuklan dengan maksud
mengurangi sifat agresif dan menggemukkan hewan, sedangkan pada hewan
tua kastrasi cenderung dilakukan pada kasus-kasus yang berkaitan dengan
senilitas pada testis (Nahl, 2010). Kastrasi ini dilakukan pada hewan jantan
dalam keadaan tidak sadar (anastesi umum) (Zaki, 2012).
Menurut Rasul (2007) Metode kastrasi dibagi menjadi dua macam
yaitu:
1. Metode terbuka.
Sayatan dilakukan sampai tunika vaginalis communis,
sehingga testis dan epididimis tidak lagi terbungkus.
2. Metode tertutup.
Sayatan hanya sampai pada tunika dartos, sehingga testis
masih terbungkus olehtunika vaginalis communis. Pengikatan dan
penyayatan pada funiculus spermaticus Kucing yang akan dikebiri
harus dalam keadaan sehat.

2.5.1. Adapun Keuntungan kastrasi, antara lain :


1. Mencegah Kelahiran Anak Kucing Yang Tidak Diinginkan.
Salah satu keuntungan mengkebiri kucing adalah mencegah
kelahiran anak kucingyang tidak diinginkan.Selain menjaga populasi
kucing tetap terkendalikan, tindakan ini juga memungkinkan pemilik
kucing bisa merawat kucing-kucingnya dengan maksimal.
2. Kurang Agresif Terhadap Kucing Lain.
Testosteron adalah hormon kelamin jantan. Hormon ini
mempengaruhi banyak pola- pola perilaku pada kucing jantan.Salah satu

12
perilaku yang banyak dipengaruhi hormon testosteron adalah perilaku
agresi.Setelah kebiri, perilaku ini cenderung berkurang banyak.
3. Spraying/Urine marking.
Spraying/urine marking adalah salah satu perilaku alami kucing
jantan yang tidak di kebiri.Sebagian besar perilaku ini hilangsetelah
kucing di kebiri.
4. Tidak Suka Berkeliaran
Kucing betina yang sedang birahi mengeluarkan feromon yang
dapat menyebar melalui udara. Feromon ini dapat mencapai daerah yang
cukup jauh. Kucing jantandapat mengetahui dimana letak kucing betina
yang sedang birahi melalui feromonini, lalu kemudian mencari dan
mendatangi sang betina meskipun jaraknya cukup jauh. Kucing jantan
yang telah dikebiri cenderung tidak bereaksi terhadap feromon ini dan
lebih suka diam di dalam rumah.
5. Lebih Jarang Terluka.
Keuntungan medis lain dari kebiri adalah jarangnya kucing terluka
akibat berkelahi dengan kucing lain.Semakin jarang terluka semakin kecil
juga kemungkinan terkena penyakit yang dapat menular melalui
luka/kontak.
6. Peningkatan Genetik
Beberapa kucing dikebiri karena mempunyai/membawa cacat
genetik. Diharapkan kucing-kucing cacat tersebut tidak dapat lagi
berkembang biak, sehingga jumlahkucing-kucing cacat dapat dikurangi.
7. Mengurangi Resiko Tumor & Gangguan Prostat
Tumor dan gangguan prostat lebih sering terjadi pada anjing, pada
kucing jarangsekali terjadi.Sebagian besar gangguan pada prostat
berhubungan dengan hormontestosteron yang dihasilkan oleh testis.
Tindakan kebiri menyebabkan hewan tidak lagi menghasilkan hormon
tersebut, sehingga resiko tumor dan gangguan pada prostat dapat
dikurangi.
8. Cenderung Lebih Manja.

13
Sebagian besar perilaku agresif pada kucing jantan dipengaruhi
hormon testosteron.Kucing yang dikebiri cenderung tidak agresif dan lebih
manja.

2.5.2. Adapun kelemahan dari kucing yang dikastrasi antara lain:


1. Kegemukan atau obesitas.
Rata-rata seekor kucing jantan yang dikastrasi membutuhkan
asupan kalori sebanyak 25% untuk menjaga berat badannya dan
karena kucing yang dikastrasi memiliki rata- rata proses
metabolisme makanan yang rendah maka asupan nutrisi tersebut
akan disimpan menjadi lemak, sehingga menimbulkan kegemukan.
2. Kucing tidak dapat menghasilkan keturunan
3. Penurunan kadar testosterone
Penurunan kadar testosterone mengakibatkan kehilangan
sifat maskulinasi dan penurunan fungsi otot-otot badan. Penurunan
kadar testosteron juga mengakibatkan penundaan penutupan
pertumbuhan tulang panjang, sehingga kucing yang dikastrasi
pertumbuhan tulang-tulang ekstremitasnya lebih panjang
dibandingkan yang tidak dikastrasi.

2.6.  Ovariohisterectomy
Ovariohisterectomy (OH) istilah kedokteran yang terdiri dari
ovariectomy dan histerectomy. Ovariectomy adalah tindakan
pengamputasian, mengeluarkan dan menghilangkan ovarium dari rongga
abdomen. Sedangkan Hysterectomy adalah tindakan pengamputasian,
mengeluarkan dan menghilangkan organ uterus dari dalam tubuh. Jadi
ovariohisterectomy merupakan tindakan bedah / operasi pengangkatan organ
reproduksi betina dari ovarium sampai dengan uterus. Ovariohisterectomy ini
menggunakan teknik laparotomi posterior dimana dengan sayatan medianus
sesuai dengan posisi ovarium uterus. Uterus tersebut berada pada daerah
abdominal (flank) bagian posterior, tepatnya di anterior dari vesica urinaria
( Saunders, 2003).

14
Adapun indikasi dari ovariohisterectomy (OH) yaitu : Sterilisasi,
penyembuhan penyakit saluran reproduksi (pyometra, tumor ovary,
cysteovary) tumor uterus (leiomyoma, fibroma, fibroleiomyoma). Tumor
mammae, veneric sarcoma, prolapsus uterus dan vagina c. Hernia inguinalis,
modifikasi tingkah laku agar mudah dikendalikan. Penggemukan. Modifikasi
tingkah laku yaitu, lebih mudah dikendalikan, lebih jinak, membatasi jumlah
populasi (Rice, 1996).
2.6.1. Keuntungan Ovariohisterectomy
Menurut Nash (2008), Keuntungan Secara umum
keuntungan melakukan ovariohisterectomy adalah menghilangkan
‘keributan’ hewan pada periode estrus, mencegah lahirnya anak
anjing/kucing yang tidak diinginkan. Menghilangkan stress akibat
kebuntingan. Mengurangi resiko terkena kanker mammae, ovarium
dan uterus. Menghilangkan resiko pyometra dan infeksi uterus lain.
Terapi terhadap penyakit-penyakit uterus dan ovarium.
2.6.2. Kerugian Ovariohisterectomy
Kerugian Adapun kerugian dari dilakukannya
ovariohisterectomy yaitu terjadinya obesitas, hilangnya potensi,
breed dan nilai genetic. Tindakan operasi yang dilakukan tanpa
memperhatikan prosedur dan kebersihan maka secara tidak sengaja
akan menimbulkan berbagai hal misalnya : Terjadinya komplikasi
akibat perdarahan (hemoragi) karena pembuluh ovarium yang
rupture ketika ligamentum suspensorium ditarik. Terjadinya
Ovariant remnant syndrome sehingga dapat menyebabkan hewan
tetap estrus  pasca ovariohysterectomy karena pengambilan
ovarium pada saat operasi yang tidak sempurna. Uterine stump
pyometra, inflamasi dan granuloma. Fistula pada traktus
reproduksi terjadi karena berkembang dari adanya respon inflamasi
terhadap material operasi (benang). Urinary incontinence
menyebabkan tidak dapat mengatur spincter vesica urinary karena
adanya perlekatan (adhesi) atau granuloma pangkal uterus (sisa)
yang mengganggu fungsi spincter vesica urinary (Nash 2008).

15
2.7. Partus
Kelahiran atau partus merupakan rangkaian proses-proses
fisiologis yang berhubungan dengan pengeluaran anak dan plasenta dari
induk pada akhir masa kebuntingan (tholihere, 1981). Proses kelahiran
dapat di bagi menjadi tiga, tahap. Tahap pertama diawali dengan dilatasi
servix dan di akhirinya dengan masuknya fetus kedalam servix. Pada
tahapan ini terjadi konraksi uterus terjadi diantara 2 sampai 6 jam
(Bearden, et al 2004).
Tahap kelahiran di tandai dengan dilatasi yang sempurna dari
serviks, selama tahapan ini, kontraksi uterus terjadi seara regular dan kuat.
Pengeluaran plasnta merupakan bagian dari tahap ketiga dalam proses
kelahiran. Kontraksi uterus masi berlangsung sampai tahap ini, akan tetapi
intensitas semakin rendah di bandingkan dengan tahap kedua, proses ini
dapat berlangsung selama 3 sampai 5 jam pada hewan.
Ada beberapa aktir yang terlibat dalam mengawali proses
kelahiran, terutama perubahan-perubahan tingkat hormone, seperti yang
terukur pada plasma darah maternal. Pada hewan tingkat progesterone
akan menurun cepat dalam 48 jam terakhir sebelum kelahiran. pada saat
yang meningkat estrogen, kortiko steroid dan prolactin meningkat tetapi
sesaat sebelum kelahiran menigkat cepat, sedangkan kadar LH tetap tidak
berubah. (Frandson, R.D., 1992). Dystocia/distokia penyebabnya bisa dari
genetik. Hal ini dapat terjadi akibat faktor yang terdapat pada induk yang
memiliki kecenderungan mengalami distokia. Adanya gen-gen resesif
pada induk dan jantan  yang dapat menghasilkan foetus yang tidak
sempurna.(AKK,1995). Penyebab tatalaksana dan pakan. Bagi hewan
anakkan yang sedang tumbuh tetapi kurang mendapatkan makanan yang
cukup sehingga kekurangan zat makanan dapat menghambat pertumbuhan
tubuh dan pevis. Ukuran tubuh hewan yang kekecilan dapat
mengakibatkan distokia.  Hewan yang dikawinkan terlalu awala atau
terlalu muda dapat menimbulkan distokia. Hewan yang terkurung terus-
menerus dalam kandang (AKK,1995). Sebab lain hewan yang alat
reproduksinya seperti dinding uterus terkena infeksi yang parah, sehingga

16
kesanggupan berkontraksi hilang, Posisi fetus yang tidak benar di dalam
uterus, karena kaki terlipat, atau leher dan kepala terlipat kesamping
(AKK,1995).
Upaya mengatasi distokia merupakan suatu kondisi stadium
pertama kelahiran (dilatasi cervik) dan kedua (pengeluaran fetus) lebih
lama dan menjadi sulit dan tidak mungkin lagi bagi induk untuk
mengeluarkan fetus. Sebab – sebab distokia diantaranya herediter, gizi,
tatalaksana, infeksi, traumatic dan berbagai sebab lain. Penanganan yang
dapat dilakukan diantaranya, mutasi, mengembalikan presentasi, posisi
dan postur fetus agar normal dengan cara di dorong (ekspulsi), diputar
(rotasi) dan ditarik (retraksi). Penarikan paksa, apabila uterus lemah dan
janin tidak ikut menstimulir perejanan. Pemotongan janin (Fetotomi),
apabila presentasi, posisi dan postur janin yang abnormal tidak bias diatasi
dengan mutasi/ penarikan paksa dan keselamatan induk yang diutamakan.
Operasi Secar (Sectio Caesaria), merupakan alternative terakhir apabila
semua cara tidak berhasil. Operasi ini dilakukan dengan pembedahan perut
(laparotomy) dengan alat dan kondisi yang steril. (Lestari,2006).
2.7.1. Fisiologis partus
Menurut Satria (2015), Fisiologi kelahiran adalah proses fisiologik
dimana uterus yang bunting mengeluarkan anak dan plasenta melalui
saluran kelahiran perejanan kuat dari urat daging uterus, perut dan
diafragma. Sebelum kelahiran didahului dengan beberapa tanda-tanda
akan datangnya kelahiran antra lain :
1. Letak fetus pada waktu lahir pada semua spesies hewan dikenal
dua macam letak fetus dalam kandungan yaitu letak muka
(anterior) dan letak sungsang (posterior). Yang dimaksud letak
muka adalah fetus dalam kandungan menghadap ke vulva
induk, kedua kaki depan dan kepala masuk ke dalam ruang
pelvis dengan bagian punggung fetus menghadap kearah
punggung induk.
2. Letak sungsang adalah letak fetus dalam kandungan dimana
kedua kaki belakang dan ekor masuk ke dalam ruang pelvis dan

17
punggung fetus menghadap punggung induk. Proses kelahiran
yang mudah tanpa memerlukan pertolongan disebut eutokia,
sedangkan proses kelahiran yang sulit dan memerlukan
pertolongan disebut distokia.

Tahap-tahap kelahiran
1. Tahap permulaan / tahap persiapan
2. Tahap pengeluaran fetus dan plasenta / perejanan. Persiapan perejanan.
Perejanan kuat untuk mengeluarkan fetus. Perejanan untuk mengeluarkan
plasenta dan puerpurium.
3. Tahap permulaan / tahap persiapan pada kelahiran normal, tahap
permulaan berlangsung lebih lama dari tahap perejanan. Tahap permulaan
dapat berlangsung beberapa jam atau hari sedang tahap perejanan dapat
berlangsung dalam hitungan menit.
4. Teori tahap permulaan teori yang mencoba menerangkan bagaimana
proses kelahiran dimulai yang pertama adalah adanya faktor mekanik
berupa pembesaran fetus dalam kandungan. Kedua, faktor hormonal yaitu
progesteron, estrogen dan oksitosin. Ketiga, faktor intern fetus dan
keempat, gabungan dari teori-teori diatas.
Faktor mekanik semakin tua umur kebuntingan semakin besar pula
volume fetus dalam kandungan. Kebuntingan kembar pada hewan
monotocous umumnya mengalami proses kelahiran lebih awal. Tetapi
pada hewan polytocous, bila terjadi pengurangan jumlah anak yang
dikandungnya tidak terjadi perlambatan atau kelahiran lebih awal. Teori
mekanik ini dapat dibantah karena adanya kejadian hydrops yaitu suatu
kejadian patologik dimana volume cairan allantois atau amnion atau
keduanya mengalami pertambahan yang abnormal. Pertambahan ini terjadi
secara lambat tetapi tetap dan melebihi volume normal. Pertambahan
volume cairan allantois atau amnion ini menyebabkan peregangan uterus
yang bisa melebihi peregangan yang disebabkan oleh pertambahan volume
fetus (Satria, 2015).

18
Faktor hormonal oksitosin dinyatakan sebagai hormon yang
memegang peranan penting dalam merangsang uterus untuk memulai
berkontraksi. Progesteron merupakan hormon yang memegang peranan
penting dalam menjaga kebuntingan dengan jalan mencegah terjadinya
kontraksi urat daging uterus hingga uterus menjadi tenang. Estrogen
sejak plasenta terbentuk estrogen juga mulai terbentuk. Pertambahan
estrogen dalam darah ada korelasi positif dengan pertambahan berat
plasenta. Semakin berat plasenta semakin tinggi kadar estrogen dalam
darah. Peran prostaglandin dan hormon lokal. Peranan hormon yang
beredar dalam tubuh fetus yang telah mencapai umur tertentu dalam
kandungan dan peristiwa dimulainya kontraksi uterus untuk memulai
proses kelahiran (Satria, 2015).
Faktor fetus makin besar uterus makin meregang rangsangan
kortisol fetus. Teori gabungan pertama kali muncul faktor progesteron
yang secara fisiologik menghambat kontraksi myometrium. Volume fetus
dalam kandungan menyebabkan dinding uterus meregang. Beberapa hari
sebelum fetus dilahirkan, terjadi rangsangan dari pusat otak fetus yang
menimbulkan reaksi berantai ke hipotalamus, hipofisa anterior, kelenjar
adrenal. Dan berakhir dengan diproduksinya corticosteroid secara
berlebihan yang dapat mencapai peredaran darah induk. Rangsangan
corticosteroid ini selanjutnya akan merangsang pembentukan PGF2 alfa,
menaikkan kadar estrogen dan menurunkan kadar progesteron. Karena
meningkatnya kadar estrogen maka sensitifitas myometrium bertambah
terhadap rangsangan oksitosin. Hal ini menyebabkan myometrium mulai
berkontraksi. Semakin tinggi kadar oksitosin semakin kuat kontraksi
uterus. Tahap ini disebut sebagai tahap permulaan dan berlangsung
selama beberapa hari sampai beberapa jam sebelum kelahiran (Satria,
2015).
Tahap perejanan tahap ini terjadi secara berkesinambungan tetapi
umumnya terbagi menjadi 3 stadium yaitu tahap persiapan perejanan,
perejanan untuk mengeluarkan fetus dan perejanan untuk mengeluarkan
plasenta. Stadium persiapan stadium ini ditandai dengan intensitas

19
kontraksi dari myometrium stadium pengeluaran fetus stadium kedua ini
bila tidak terjadi hambatan akan berlangsung sangat singkat. Stadium
persiapan berakhir dengan tersembulnya kantong allantois keluar dari
vulva stadium pengeluaran plasenta beberapa saat sebelum proses
kelahiran fetus dimulai, yaitu pada tahap permulaan vili-vili plasenta di
beberapa tempat telah mengalami degenerasi puerpurium waktu dan
perubahan-perubahan yang terjadi pada induk hewan setelah selesai
melahirkan anak beserta plasentanya sampai hewan itu kembali masuk ke
dalam siklus birahinya yang normal (Satria, 2015).
Menurut Satria (2015), Perubahan dalam puerpurium regenerasi
endometrium involutio uteri birahi postpartum. Regenerasi endometrium
(7 minggu) setelah plasenta terlepas kripta dalam endometrium
mendangkal vili plasenta anak yang tersisa terlepas bercampur dengan
serum, limfe, reruntuhan sel endometrium dalam lumen uterus epitel
degenerasi, terlepas bercampur dengan cairan uterus, endometrium
memadatkan diri, pembuluh darah uterus menyempit . Involusio uteri
( 60 hari) adalah peristiwa pengecilan uterus dari volume pada waktu
gravid menjadi ukuran normal dalam pengecilan ini termasuk regenerasi
epitel endometrium pengecilan otot myometrium pengecilan pembuluh
darah uterus. Birahi post partum (30-70hari) korpus graviditatum
mengalami regresi dengan cepat jarak bisa panjang pada hewan
menyusui atau terdapat kelainan saat melahirkan. Menghadapi kelahiran
pertimbangan partus akan berjalan normal jika :
1. Mengenal tanda-tanda partus
2. Memperhitungkan waktu/umur kebuntingan
3. Perhatikan tahap dan stadium kelahiran.

20
21
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 HASIL

Hasil kasus yang di dapat selama di klinik

3.1.1 kastrasi pada kucing (Kasus I)

Data Pasien

Kelompok : Kelompok I Ketua Kelompok : Fajar Aulia S.KH

Tanggal : 19 Agustus 2020

Data Pemilik
Nama Ny. Adelia
Alamat Jl. Sidujoyo, Gresik
Data Pasien
Nama hewan Rom

Umur dan berat badan 1 Tahun dan BB 3,0 kg


Jenis (breed) Domestik
Jenis kelamin Jantan

Anamnesia : Kucing keadaan sehat dan sudah dipuasakan minimal 6

jam sebelum operasi

Diagnosa : Kastrasi

Terapi :

Operasi atau pembedahan Obat rawat jalan


Premedikasi : R/ Amoxicilin 1/5 tab
1. Atropin sulfat 0,1X 3,0 = 0,3 ml

22
2. Acepromazine 0,1 X 3,0 = 0,3 Asam Mefenamat ¼ tab
ml Vit. B Complek ¼ tab
Anastesi : ketamin 0,1 X 3,0 = 0,3 ml
m.f.la. Pulv Dtd Da In Caps No. X
Terapi post operasi :
Injeksi antibiotik (limoxin) 0,3 ml ʃ . t.d.d. Caps I
Injeksi viamin 0,6 ml # Paraf.

Penanggung Jawab Klinik Go Pet Care Gresik

( drh. Ahmad Nur Huda)

Data Pemilik
Nama Ny. Diana
Alamat Perumahan Gresik Kota Baru, Gresik
Data Pasien
Nama hewan Moly

Umur dan berat badan 1,5 Tahun dan BB 2,0 kg


Jenis (breed) Domestik
Jenis kelamin Jantan
Anamnesia : Kucing keadaan sehat dan sudah dipuasakan minimal 6

jam sebelum operasi

23
Diagnosa : Kastrasi

24
Terapi :

Operasi atau pembedahan Obat rawat jalan


Premedikasi : R/ Amoxicilin 1/5 tab
3. Atropin sulfat 0,1X 2,0 = 0,2 ml
Asam Mefenamat ¼ tab
4. Acepromazine 0,1 X 2,0 = 0,2
Vit. B Complek ¼ tab
ml
Anastesi : ketamin 0,1 X 2,0 = 0,2 ml m.f.la. Pulv Dtd Da In Caps No. X
Terapi post operasi : ʃ . t.d.d. Caps I
Injeksi antibiotik (limoxin) 0,3 ml
Injeksi viamin 0,6 ml # Paraf.

Penanggung Jawab Klinik Go Pet Care Gresik

( drh. Ahmad Nur Huda)

25
3.1.2 Kastrasi pada kucing (Kasus I)

Data Pasien

Kelompok : Kelompok I Ketua Kelompok : Fajar Aulia S.KH

Tanggal : 20 Agustus 2020

Data Pemilik
Nama Tn. Romi
Alamat Jl. Sunan Giri, Gresik
Data Pasien
Nama hewan Roy

Umur dan berat badan 2 Tahun dan BB 2,5 kg


Jenis (breed) Domestik
Jenis kelamin Jantan

Anamnesia : Kucing keadaan sehat dan sudah dipuasakan minimal 6

jam sebelum operasi

Diagnosa : Kastrasi

Terapi :

Operasi atau pembedahan Obat rawat jalan


Premedikasi : R/ Amoxicilin 1/5 tab
5. Atropin sulfat 0,1X 2,5 = 0,25
Asam Mefenamat ¼ tab
ml
Vit. B Complek ¼ tab
6. Acepromazine 0,1 X 2,5 = 0,25
m.f.la. Pulv Dtd Da In Caps No. X
ml
Anastesi : ketamin 0,1 X 2,5 = 0,25 ml ʃ . t.d.d. Caps I
Terapi post operasi : # Paraf.
Injeksi antibiotik (limoxin) 0,3 ml
Injeksi viamin 0,6 ml

Penanggung Jawab Klinik Go Pet Care Gresik

26
( drh. Ahmad Nur Huda)

27
Data Pemilik
Nama Ny. Amel
Alamat Jl. Dewi Sekar Dadu, Gresik
Data Pasien
Nama hewan Frey

Umur dan berat badan 2 Tahun dan BB 2,5 kg


Jenis (breed) Domestik
Jenis kelamin Jantan

Anamnesia : Kucing keadaan sehat dan sudah dipuasakan minimal 6

jam sebelum operasi

Diagnosa : Kastrasi

28
Terapi :

Operasi atau pembedahan Obat rawat jalan


Premedikasi : R/ Amoxicilin 1/5 tab
7. Atropin sulfat 0,1X 2,5 = 0,25
Asam Mefenamat ¼ tab
ml
Vit. B Complek ¼ tab
8. Acepromazine 0,1 X 2,5 = 0,25
m.f.la. Pulv Dtd Da In Caps No. X
ml
Anastesi : ketamin 0,1 X 2,5 = 0,25 ml ʃ . t.d.d. Caps I
Terapi post operasi : # Paraf.
Injeksi antibiotik (limoxin) 0,3 ml
Injeksi viamin 0,6 ml

Penanggung Jawab Klinik Go Pet Care Gresik

( drh. Ahmad Nur Huda)

29
Data Pemilik
Nama Ny. Fuji
Alamat Surabaya
Data Pasien
Nama hewan Milo

Umur dan berat badan 2 Tahun dan BB 2,5 kg


Jenis (breed) Domestik
Jenis kelamin Jantan
Anamnesia : Kucing keadaan sehat dan sudah dipuasakan minimal 6

jam sebelum operasi

Diagnosa : Kastrasi

Terapi :

Operasi atau pembedahan Obat rawat jalan


Premedikasi : R/ Amoxicilin 1/5 tab
9. Atropin sulfat 0,1X 2,5 = 0,25
Asam Mefenamat ¼ tab
ml
Vit. B Complek ¼ tab
10. Acepromazine 0,1 X 2,5 = 0,25
m.f.la. Pulv Dtd Da In Caps No. X
ml
Anastesi : ketamin 0,1 X 2,5 = 0,25 ml ʃ . t.d.d. Caps I
Terapi post operasi : # Paraf.
Injeksi antibiotik (limoxin) 0,3 ml
Injeksi viamin 0,6 ml

Penanggung Jawab Klinik Go Pet Care Gresik

( drh. Ahmad Nur Huda)

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam operasi/bedah kastrasi ini sebagai
berikut :

30
 Alat
Alat yang digunakan dalam operasi adalah scalpel, blade, arteri klam,
pinset, needle holder, gunting lurus tumpul-lancip, spuit, tampon, ultrafix,
kasa dan benang safil ukuran 3.0.
 Bahan
Obat-obtan yang digunakan dalam operasi adalah anastesi menggunakan
ketamin sedangkan premedikasi yang menggunakan atropin sulfat dan
acepromazine. Obat post operasi menggunakan injeksi intertim LA dan
vitimin, sedangkan obat untuk minum dibuat dalam bentuk resep yaitu
amoxicillin, asam mefenamat, vitamin B complek. Nebazetin, alkohol 70%
dan povidon iodine.
 Prosedur operasi
Persiapan operasi (pra operasi) sebelum melalukakan operasi bedah kastrasi
ada 3 hal yang perlu dipersiapakan yaitu sebagai berikut: 
1. Persiapan Pasien
Pasien adalah kucing domestik bernama toto , jenis kelamin jantan,
berat badan 3,0 kg. Sebelum pelaksanaan operasi pasien telah diperiksa
keadaan fisik dengan menggunakan stetoskop dan thermometer. Hewan
seharusnya dipuasakan selama 6  jam.
2. Persiapan Tempat, Alat dan Bahan
Sebelum melakukan operasi, ruangan dan peralatan operasi harus
dibersihkan dan dalam keadaan steril. 
3. Persiapan Operator dan Co-Operator 
Sebelum melakukan operasi, baik operator maupun co-operator
harus terlebih dahulu melepaskan semua assesoris yang dapat
mengganggu jalannya operasi. Tangan dicuci dari telapak tangan hingga
mencapai siku dengan menggunakan air bersih dan sabun, setelah itu
dapat dicuci kembali dengan larutan seperti sabun atau alkohol 70%,
kemudian siap memakai  baju operasi, masker dan glove.

A. Premidikasi dan Anastesi 

31
Premidikasi yang digunakan adalah atropin sulfat dengan dosis 0,3
ml secara subkutan dan acepromazine dengan dosis 0,3 ml. 5 menit
kemudian dilanjutkan dengan pemberian ketamin dengan dosis 0,3 ml,
secara subcutan atau intramuskular. Setelah kucing sudah teranastesi
operasi/ pembedahan dapat dilakukan.
 Operasi
1. Kucing direbah dorsal, ke tempat ekstremitas, difiksasi dalam posisi
simetri.
2. Basahi bulu-bulu scrotum dan daerah sekitar scrotum dengan air sabun
lalu cukur dan bersihkan dengan alcohol 70% dan beri povido iodine pada
daerah insisi.
3. Buat sayatan/insisi dari cranial ke caudal pada scrotum testis
4. Pemisahan dan penyayatan skrotum dari ligamen-ligamen seperti tunika
dartos dan tunika vaginalis yang menempel pada pembungkus testis 
5. Penarikan funiculus spermaticus sampai maksimal
6. Kemudian fiksasi menggunakan klem arteri serta penjahitan funiculus
spermaticus 
7. Pemotongan funiculus spermaticus pada bagian kaudal simpul jahitan
8. Pengembalian sisa funiculus spermaticus dan pemberian antibiotik
nebazetin pada skrotum.
9. Jahit scrotum dengan menggunakan metode sederhana terputus. Bersihkan
daerah jahitan, olesi povidon iodine.
10. Tutup menggunakan ultrafix.

3.1.3 Ovariohisterektomi pada kucing (Kasus II)

Data Pasien

Kelompok : Kelompok I Ketua Kelompok : Fajar Aulia, S.KH

Tanggal : 22 Agustus 2020

Data Pemilik

32
Nama Tn. Ali
Alamat Jl. Dewisekar Dadu, Gresik
Data Pasien
Nama hewan Srintil

Umur dan berat badan 6 bulan dan BB 2,5 kg


Jenis (breed) Domestik
Jenis kelamin Betina

Anamnesia : Kucing keadaan sehat dan sudah dipuasakan minimal 6

jam sebelum operasi

Diagnosa : Ovariohisterektomi

33
Terapi :

Operasi atau pembedahan Obat rawat jalan


Premedikasi : R/ Amoxicilin 1/5 tab
1. Atropin sulfat 0,1X 2,5 = 0,25 ml
Asam Mefenamat ¼ tab
2. Acepromazine 0,1 X 2,5 = 0,25 ml
Anastesi : ketamin 0,1 X 2,5 = 0,25 ml Vit. B Complek ¼ tab
Terapi post operasi : m.f.la. Pulv Dtd Da In Caps No. X
Injeksi antibiotik (limoxin) 0,1 X 2,5 =
ʃ . t.d.d. Caps I
0,25 ml
Injeksi viamin 0,1 X 2,5 = 0,25 ml # Paraf.

Penanggung Jawab Klinik Go Pet Care Gresik

( drh. Ahmad Nur Huda)

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam operasi/bedah ini sebagai berikut :
 Alat
Alat yang digunakan dalam operasi adalah alat bedah minor yang
terdiri dari scalpel, blade, pinset anatomis, pinset sirugis, gunting lurus
tumpul-lancip, klem arteri, needle holder, spuit, tampon, ultrafix dan
benang safil ukuran 3.0.
 Bahan
Obat-obatan yang digunakan dalam operasi adalah anastesi
menggunakan ketamin sedangkan premedikasi yang menggunakan atropin
sulfat dan acepromazine. Obat post operasi menggunakan injeksi limoxin
LA dan viamin sedangkan untuk obat minum di buat resep sebagai berikut,
amoxicillin, asam mefenamat, vitamin B complek. Nebazetin, alkohol
70% dan povido iodine.
 Prosedur operasi
Persiapan operasi (pra operasi) sebelum melalukakan operasi bedah
kastrasi ada 3 hal yang perlu dipersiapakan yaitu sebagai berikut: 

34
1. Persiapan Pasien
Pasien adalah kucing domestik bernama meme , jenis kelamin
betina, berat badan 2,5 kg. Sebelum pelaksanaan operasi pasien telah
diperiksa keadaan fisik dengan menggunakan stetoskop dan
thermometer. Hewan seharusnya dipuasakan selama 6  jam.
2. Persiapan Tempat, Alat dan Bahan
Sebelum melakukan operasi, ruangan dan peralatan operasi harus
dibersihkan dan disterilkan. 
3. Persiapan Operator dan Co-Operator 
Sebelum melakukan operasi, baik operator maupun co-operator
harus terlebih dahulu melepaskan semua assesoris yang dapat
mengganggu jalannya operasi. Tangan dicuci dari telapak tangan
hingga mencapai siku dengan menggunakan air bersih dan sabun,
setelah itu dapat dicuci kembali dengan larutan seperti sabun atau
alkohol 70%, kemudian siap memakai  baju operasi, masker dan glove.
A. Premidikasi dan Anastesi 
Premidikasi yang digunakan adalah atropin sulfat dengan
dosis 0,25ml secara subkutan dan acepromazine dengan dosis 0,25
ml. 5 menit kemudian dilanjutkan dengan pemberian ketamin dengan
dosis 0,25 ml, secara subcutan atau intramuskular. Setelah  teranestesi
kucing sudah dapat dilakukan bedah/operasi.
 Metode operasi  
1. Setelah kucing tersebut teranastesi atau pingsan dengan baik, kucing
tersebut diletakkan diatas meja operasi dengan posisi dorsal
recumbency. 
2. Kemudian bersihkan bulu dengan air sabun dan semprotkan terlebih
dahulu sabun pada area yang akan dicukur, kemudian cukur di daerah
abdomen, posterior umbilical.
3. Bersihkan dan disinfeksi daerah sekitar dengan menggunakan povidon
iodine pada daerah insisi.
4. Setelah itu, buatlah sayatan pada midline di posterior umbilikal lebih
tepatnya puting terakhir 1 cm ke cranial dan 1 cm kecaudal dengan

35
panjang kurang lebih 2-3 cm. Lapisan pertama yang disayat adalah
kulit kemudian subkutan.
5. Daerah di bawah subkutan kemudian dipreparir sedikit hingga bagian
muskulus terlihat dan sayat sampai peritoneum dapat terlihat. Setelah
itu, bagian peritoneum tersebut dijepit menggunakan pinset kemudian
disayat sedikit tepat pada bagian linea alba sekitar 2-3 cm dengan
menggunakan scalpel hingga ruang abdomen terlihat.
6. Kemudian, sayatan tersebut diperpanjang ke arah anterior dan
posterior menggunakan gunting tajam - tumpul (bertujuan agar tidak
melukai organ bagian dalam), dengan panjang sesuai dengan sayatan
yang telah dilakukan pada kulit. Setelah rongga abdomen terbuka,
kemudian dilakukan pencarian organ uterus dan ovarium
7. Pencarian uterus dan ovarium dilakukan dengan menggunakan jari
telunjuk yang dimasukkan ke rongga abdomen. Setelah itu, uterus
ditarik keluar dari rongga abdomen hingga posisinya adalah ekstra
abdominal.
8. Pada bagian ujung tanduk uteri ditemukan ovarium dan dipreparir
hingga posisinya ekstra abdominal.
9. Saat mempreparir penggantung uterus (mesometrium), penggantung
tuba falopi (mesosalphinx), dan  penggantung ovarium (mesoovarium).
Pada saat mempreparir uterus dan jaringan sekitarnya, dinding uterus
tetap dijaga jangan sampai robek atau rupture.
10. Dengan menggunakan klem arteri, dilakukan penjepitan pada bagian
penggantung ovarium dan termasuk pembuluh darahnya. Penjepitan
dilakukan menggunakan dua klem arteri yang dijepitkan pada
penggantung tersebut secara bersebelahan.
11. Pada bagian anterior dari klem arteri yang paling depan, dilakukan
pengikatan menggunakan benang safil.
12. Setelah itu, dilakukan pemotongan pada penggantung tersebut
menggunakan scalpel pada posisi diantara dua klem arteri tadi.

36
13. Klem arteri yang menjepit penggantung dan berhubungan dengan
uterus tidak dilepas sedangkan klem arteri yang satunya lagi dilepas
secara perlahan-lahan, sebelumnya  pastikan tidak ada perdarahan lagi.
14. Berikan cairan infuse agar organ tidak terlalu kering. Dan lakukan hal
yang sama pada  bagian uterus yang disebelahnya. Dilakukan
penjepitan, pengikatan,dan pemotongan dengan cara yang sama.
15. Setelah kedua tanduk uteri beserta ovariumnya dipreparir, maka
selanjutnya adalah bagian corpus uteri yang dipreparir. Pada bagian
corpus uteri, dilakukan penjepitan menggunakan klem yang agak
besar. Kemudian diligasi dengan penjahitan corpus uteri menggunakan
benang safil ukuran 3,0. Dilakukan pengikatan dengan kuat melingkar
pada corpus uteri menggunakan benang safil, dan pada ikatan terakhir
dikaitkan pada corpus uteri agar ikatan lebih kuat.
16. Setelah itu, dilakukan pemotongan menggunakan scalpel pada bagian
corpus uteri yaitu pada posisi diantara dua klem tadi.  
17. Kemudian, uterus dan ovarium dilepas dan diangkat keluar tubuh, dan
jika sudah tidak ada  perdarahan, klem yang satunya lagi dapat dilepas
secara perlahan dan sebelum ditutup  jangan lupa berikan antibiotik
( nebazetine).
18. Selanjutnya dilakukan teknik penjahitan dengan menuggunakan
benang safil ukuran 3,0 dilakukan penjahitan muskulus obliqous
abdominis externus m. abdominis externus dengan menggunakan
teknik terputus sederhana (simple interrupted). Pastikan melukai atau
mengenai organ didalamnya, gunakan alice forcep untuk membantu
penjahitan.
19. Penjahitan subkutan dilakukan dengan teknik jahitan terputus
sederhana menggunakan benang safil, dan dilanjutkan dengan jahitan
tunggal sederhana menggunakan benang safil pada kulit dengan teknik
terputus sederhana.
20. Dalam proses menjahit jangan lupa diberi nebazetine sebagai antibiotik
pada bagian dalam organ sedikit demi sedikit secara merata pada
semua bagian. Setelah operasi selesai, desinfeksi jahitan dengan

37
mengusap bagian jahitan dengan povidon iodine dan kemudian tutup
dengan hypavix dan melindungi jahitan supaya kering, tidak ada
kontaminasi dan tidak digigit sehingga jahitan tidak lepas.

3.1.4 Partus pada kucing (Kasus III)

Data Pasien

Kelompok : Kelompok I Ketua Kelompok : Fajar Aulia, S.KH

Tanggal : 18 Agustus 2020

Data Pemilik
Nama Ny. Rika
Alamat Jl. Sulawesi No. 25, Gresik.
Data Pasien
Nama hewan Cintya

Umur dan berat badan 1,5 Tahun dan BB 3,5 kg


Jenis (breed) Persia medium
Jenis kelamin Betina
Umur kebuntingan 63 hari
Kelahiran Normal
Panjang stadium 1. 30 menit
2. 15 menit
3. 24 jam
4. 1 jam
Berat anak 75 gram – 80 gram
Jumlah anak 6 anak
Jumlah anak jantan 4 ekor
Jumlah anak betina 2 ekor
Anak setelah lahir mulai menyusui 30 menit setelah melahirkan

Anamnesia : usia kebuntigan 63 hari, pernah USG masa kehamilan 1

bulan anak 6 ekor, dirumah sudah melahirkan 2 anak dan


masih tersisah 4 anak yang belum lahir. Keluar cairan dari
vagina dan bau anyir.

38
Diagnosa : Partus

39
Terapi : Injeksi oksitosin sebanyak 1 ml secara intramuskular,

injeksi biodin sebanyak 0,3 ml secara intra muskular.

Penanggung Jawab Klinik Go Pet Care Gresik

( drh. Ahmad Nur Huda)

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penanganan partus dan abortus
pada kucing ini sebagai berikut :
 Alat
Alat yang digunakan dalam penanganan partus adalah spuit,
underpad, masker dan glove.
 Bahan
Obat-obatan yang digunakan dalam penanganan partus dan abortus
adalah oksitosin, cairan Nacl Fisiologis, povidon iodine, biodin dan
antibiotik intertim LA.
 Metode penanganan
1. Kucing di injeksi oksitosin sebanyak 0,5 ml dan di tunggu sampai
merejan dan,
2. Kemudian kucing diamati dan di bantu dalam mengeluarkan fetus
dengan cara tarik fetus secara perlahan-lahan dengan di barengin
dengan induk yang merejan dan di injeksi biodin o,3 ml secara
intramuskular.
3. Perut kucing di urut secara perlahan untuk membantu mengelurkan
fetus

40
4. Setelah fetus keluar kucing di palpasi untuk memastikan masih ada
fetus di dalam atau tidak
5. Flasing menggunakan campuran povidon iodine dengan cairan Nacl
Fisiologis kedalam vagina
6. Setelah itu masukkan obat flagystatin secara intra vagina.

3.2 PEMBAHASAN
A. Premedikasi
Sebelum dioperasi, kucing diberikan obat preanestetik. Obat-obatan
preanastesik yang disebut juga dengan premedikasi digunakan untuk
mempersiapkan pasien sebelum pemberian obat anastesi baik itu anastesi lokal,
regional maupun umum. Manfaat pemberian premedikasi adalah untuk membuat
hewan menjadi lebih tenang dan terkendali, mengurangi dosis anastesi,
mengurangi efek-efek otonomik yang tidak diinginkan seperti saliva yang
berlebihan, mengurangi efek-efek samping yang tidak diinginkan seperti vomit,
dan mengurangi rasa nyeri preoperasi.
Obat-obatan premedikasi diberikan maksimal 10 menit atau kurang lebih
setengah sampai satu jam sebelum pemberian anestesi umum atau anestesi lokal.
Obat-obatan tersebut disuntikkan secara intramuskular, subkutan, dan bahkan
intramuskular. Menurut Sardjana dan Kusumawati (2004) pada umumnya obat-
obat preanastesi bersifat sinergis terhadap anastetik namun penggunaanya harus
disesuaikan dengan umur, kondisi dan temperamen hewan, ada atau tidaknya rasa
nyeri, teknik anastesi yang dipakai, adanya antisipasi komplikasi, dan lainnya.
Obat premedikasi yang biasa digunakan adalah atropin sulfat dan acepromazine.
 Anestesi
Anestesi menurut arti kata adalah hilangnya kesadaran rasa sakit, namun
obat anestesi umum tidak hanya menghilangkan rasa sakit akan tetapi juga
menghilangkan kesadaran. Pada operasi-operasi daerah tertentu seperti perut,
maka selain hilangnya rasa sakit dan kesadaran, dibutuhkan juga relaksasi otot
optimal agar operasi dapat berjalan dengan lancar. Hampir semua obat anestetik
menghambat aktivitas sistem saraf pusat secara bertahap diawali fungsi yang
kompleks yang dihambat dan yang paling akhir dihambat adalah medula

41
oblongatan dimana terletak pusat vaso motor dan pusat respirasi yang vital.
Depresi umum pada sistem saraf pusat tersebut akan menimbulkan hipnosis,
analgesi, dan depresi pada aktivitas refleks.
Onset adalah waktu mulai pemberian anastesi ke dalam tubuh sampai
mulai menunjukkan hilangnya kesadaran dan tidak merasakan sakit. Terdapat dua
waktu pada onset, waktu onset pertama adalah waktu anastesi diinjeksikan sampai
hewan tidak dapat berdiri, pada waktu onset kedua adalah waktu antara anastesi
diinjeksikan sampai keadaan hewan tidak ada reflek atau hewan sudah tidak
merasakan sakit atau pada stadium operasi (Swarayana, 2015). Pemilihan obat
anestesi didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu keadaan penderita, sifat
anestetika, efek samping terhadap hewan coba, jenis operasi yang dilakukan dan
peralatan yang akan digunakan (Gan, 1987).
Kesadaran hilang dihubungkan dengan pemeliharaan normal atau hanya
refleks berkenaan dengan depresi faringeal dan laringeal. Kembalinya kesadaran
pada umumnya terjadi 10 sampai 15 menit yang mengikuti suatu dosis induksi
ketamin intravena, tetapi kesadaran yang komplit dapat tertunda lama. Amnesia
dapat menetap untuk sekitar 1 jam setelah kembalinya kesadaran, tetapi ketamin
tidak menyebabkan amnesia retrograd (Reves, 2000).
Obat anestesi umum yang ideal menurut Norsworhy (1993) mempunyai
sifat-sifat antara lain, pada dosis yang aman mempunyai analgesik relaksasi otot
yang cukup, cara pemberian mudah, mulai kerja obat yang cepat dan tidak
mempunyai efek samping yang merugikan. Selain itu, obat tersebut harus tidak
toksik, mudah dinetralkan, mempunyai batas keamanan yang luas, tidak
dipengaruhi oleh variasi umur dan kondisi hewan.
a. Castrasi
Orchidektomi atau castrasi adalah sebuah prosedur operasi/bedah dengan
tujuan membuang testis hewan. Kastrasi ini dilakukan pada hewan jantan dalam
keadaan tidak sadar (anastesi umum) (Fossum 2002). Kastrasi
(Orchidektomy/Orchiectomy) adalah prosedur pembedahan untuk membuang
testis dan spermatic cord (cordaspermatic). Tujuan dilakukan pembedahan untuk
sterilisasi seksual, adanya neoplasma dan kerusakan akibat traumatik. Terdapat
dua jenis kastrasi, yaitu kastrasi tertutup dan kastrasi terbuka.

42
Kastrasi tertutup adalah tindakan bedah dimana testis dan speratic cord
dibuang tanpa membuka tunika vaginalis yang biasanya dilakukan pada anjing ras
kecil atau msih mudah dan kucing. Keuntungan cara ini adalah dengan tidak
dibuangnya tunika vainalis, makan kemungkinan terjdinya hernia scrotalis dapat
dihindari. Sedangkan kastrasi terbuka adalah tindakan bedah dimana semua
jaringan skrotum dan tunika vaginalis diinsisi dan testis serta spermatic cord di
buang tanpa pembungkusnya (tunika vaginalis). Keuntungan cara ini adalah
ikatan pembulu darah terjamin. Akan tetapi kerugiannya dapat menyebakan hernia
scrotalis karenan dengan terbukanya tunica vaginalis menyaebabkan adanya
hubungan denga rongga abdomen (Wyaputri dkk, 2014).
Menurut Komang et al (2011), Metode kastrasi terbagi 2 macam yaitu
metode terbuka, metode ini sayatan dilakukan sampai tunika vaginalis communis,
sehingga testis dan epididimis tidak lagi terbungkus. Metode tertutup yaitu
sayatan hanya sampai tunika dartos, sehingga testis masih terbungkus oleh tunika
vaginalis communis. Peningkatan dan penyayatan pada funiculus spermaticus.
Kenuntungan dari castrasi anak kucing sejak usia 10-12 minggu adalah
mencegah penyebaran kucing secara berlebihan dan mengurangi kemungkina
penyakit kanker. Usia yang masih sangat mudah membutuhkan waktu bedah yang
lebih singkat dan pendarahan lebih sedikit sehinga akan sembuh lebih cepat. Pada
akhirnya kucing dan pemiliknya akan mengalami stress yang lebih sedikit
(Chandler, 1985).
Kucing yang akan dikebiri harus dalam keadaan sehat. Sebagian besar
kucing dikebiri pada umur 5-8 bulan atau lebih aman jika semua testis sudah
terlihat turun semua kedalam scrotum. Para ahli perilaku hewan menyarankan
mengkebiri kucing sebelum memasuki masa puber, karena dapat mencegah
munculnya sifat/perilaku kusing yang tidak di inginkan (Ibrahim, 2000).
Sterilisasi dilakukan setelah anjing dan kucing telah di vaksin lengkap, setelah
sistem imunitas (kekebalan) mereka bekerja dengan baik, tetapi sebelum masuk
masa pubertas (4-6 bulan). Sterilisasi memiliki kelemahan dan manfaat.

43
b. Ovariohisterectomy
 Hysterotomy merupakan tindakan pembedahan berupa insisi uterus yang
dilakukan melalui dinding abdomen atau melalui vagina sedangkan Hysterectomy
merupakan operasi pemotongan dan pengambilan keseluruhan uterus.
Ovariohisterectomy merupakan tindakan pembedahan untuk pengangkatan atau
pembuangan ovarium dan atau bersama uterus. Operasi ini dilakukan untuk
mensterilkan hewan betina dengan maksud menghilangkan fase estrus atau untuk
terapi penyakit yang terdapat pada uterus seperti resiko tumor ovarium, serviks,
dan uterus. Selain itu, operasi juga dilakukan untuk memperkecil terjadinya
pyometra pada betina yang tidak steril. Sterilisasi biasanya dilakukan saat hewan
masih berumur muda. Pada kasus pyometra sterilisasi dilakukan sebagai terapi
karena ketidak seimbangan cairan sehingga melalui tindakan bedah ini dapat
menyembuhkan penyakit tersebut. Ovariohisterectomy atau OH, dapat dilakukan
pada hampir semua fase siklus reproduksi, tetapi paling baik dilakukan sebelum
pubertas dan selama fase anestrus. Sedangkan paling berbahaya dilakukannya
ovariohisterectomy pada fase estrus dan pada fase laktasi atau setelah melahirkan.
Jika OH dilakukan pada fase estrus maka sangat berbahaya karena pada fase ini
pembuluh darah yang berada pada saluran reproduksi betina membesar dan
banyak darah yang mengalir.
Ovariohisterectomy ini menggunakan teknik laparotomi posterior dimana
dengan sayatan medianus sesuai dengan posisi ovarium uterus. Uterus tersebut
berada pada daerah abdominal (flank) bagian posterior, tepatnya di anterior dari
vesica urinaria. lokasi insisi yang aman atau tepat untuk insisi yaitu pada puting
terakhir dengan melakukannya tepat di tengah-tengah puting terakhir untuk lokasi
insisinya. Adapun indikasi dari ovariohisterectomy (OH) yaitu : Sterilisasi,
penyembuhan penyakit saluran reproduksi (pyometra, tumor ovary, cysteovary)
tumor uterus (leiomyoma, fibroma, fibroleiomyoma). Tumor mammae, veneric
sarcoma, prolapsus uterus dan vagina.
c. Partus
Kelahiran atau partus merupakan rangkaian proses-proses fisiologis yang
berhubungan dengan pengeluaran anak dan plasenta dari induk pada akhir masa
kebuntingan. Pada kasus kucing cila kelahiran yang di alami secara normal pada

44
anak pertama kucing dapat melahirkan dengan baik tetapi ketika melahirkan yang
kedua kucing cila mengalami kesulitan untuk melahirkan dan fetus atau anak yang
dilahirkan mati. Untuk melahirkan anak yang ketiga cila mengalami kesulitan
melahirkan dan jarak antara anak ke dua dan ketiga sangat jauh. Pada saat
melahirkan anak ketiga kucing diberi oxytoksin sebanyak 0,5 ml dengan tujuan
untuk menbantu untuk memicu atau memperkuat kontraksi pada otot rahim. Oleh
karena itu oksitoksin dapat digunakan untuk merangsang (meninduksi)
melahirkan dan menghentikan pendarahan setelah melahirkan.
Kasus kucing cila dapat dikata anak ketiga dan keempat mengalami
abortus. Karena anak yang dikelurkan dalam keadaan sudah mati dan tulang pada
fetus sudah mengalami kehancuran pada bagian tulang dan fetus sudah berbau
busuk. Prognosa untuk kasus ini adalah fausta. Pada saat penangan kasus ini
terakhir dimasukkan obat flagstatin ini berfungsi sebagai antibiotik yang
dimasukkan intra vagina. Komposisi atau kandungan dari flagystatin adalah
metronidazole dan nystatin.

45
DAFTAR PUSTAKA

Adams HR. 2008. Veterinary Pharmacology and Therapeutics. United


Kingdom: Blackwell Publishing.

Birchard SJ dan Sherding RG. 2000. Saunders Manual of Small Animal

Practice. Edisi ke-2. Pennsylvania: W. B. Saunders Company. Hlm. 913-

957.

Blendinger, K. 2010. Medical Treatmant of The Canine Pyometra


www.Blendivet.de.

Crowell-Davis, SL, Murray T. 2005. Veterinary Psychopharmacology. United


Kingdom: Blackwell Publishing.

Chandler EA.1985. Feline Medicine and Theraupetic. London. Hikman, Jhon


dkk.1995n Atlas of Veterinary Surgery. Universitas Press,
Cambridge: Great Britain.

Christiansen, Ib. J. 1984. Reproduction in the Dog and Cat. Bailliere Tindall.

Evans, KM., VJ. Adams. 2010. Proportion of Litters of Purebred Dogs Born
By caesareaan section. Journal Of Small Animall Practice. 51 : 113-
118.

Fossum. T.W. (2002). Smal Animal Surgery. 2nd ed. Mosby ST, London.

Ganiswarna SG.2001. Farmakologi dan Terapi. FKUI. Jakarta.


Gan, S . 1987. Farmakologi dan Terapi, Edisi 3. Bagian Farmakologi, Fakultas
Kedokteran, Universitas Indonesia.
Hall, L. W and K. W. Clarke. 1983. Veterinary Anaesthesia 9th. Ed. Bailliere
Tindall. London.58, 60, 308.

46
Hostutler RA, Chew DJ, DiBartola SP. 2005. Recent Concepts In Feline

Lower Urinary Tract Disease. Veterinary Clinics Small Animal. 35:147-

170.

I Komang W.S, Diah K. 2004. Anestesi Veteriner Jilid 1. Gadjah Mada


University Press: Yogyakarta.
I Komang W.S, Diah K. 2011. Bedah Veteriner. Pusat Penerbitan dan
Percetakan Unair: Surabaya.
I Komang W.S, Diah K. 2004. Anestesi Veteriner Jilid 1. Gadjah Mada
University Press: Yogyakarta.
Johnston SD, Kustritz MVR, Olson PNS. 2001. Canine and Feline
Theriogenology. Philadelphia (US): W. B. Saunders Company.
Jones, L. M., N. H, Booth, and L. E. McDonald. 1997. Veterinary
Pharmacology and Therapeutics. Oxford and IBH Pub. Co. New
Delhi. Pp292- 365.

Lapote, C. 2010. Pyometrain the bitch. www the reproductiverevolution.com

Mckelvey D, Wayne K. 2003. Veterinary anesthesia and analgesia. Amerika:


Occation the veterinarian.

McKelvey D, Hollingshead KW. 2003. Veterinary anasthesia and analgesia.


Ed ke-3. United State of America: Mosby, 448 hlm.

Merck, 2005. The Merck Veterinary Manual, Ninth Edition, National

Publishing, Inc. Philadelphia.

Munaf, S., 2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Palembang EGC.

Musal, B. Dan Tuna. 2005. Surgical therapy of complicated uterine stump

pyometra in five bitches : a case report. Ved.med-crezt. 12: 558-562

Muzarok (2012), veteriner blog ilmu bedah khusus veteriner.

Nash H DVM. 2008. Spaying-Why it’s a Good Ideal.

47
http:/www.peteducation.com. [ diunduh 03 April 2019].

Nelson, R.W. and Couto, C.G. 2003. Small Animal Internal Medicine 3rd

Edition, Mosby Inc. Missoury, London.

Plumb DC. 2008. Veterinary Drug Handbook. United Kingdom: Blackwell


Publishing.

Plumb’s DC. 2005. Veterinary Drug Handbook. Blackwell Publishing.United


States of America. 'WahiD' WeB at Kamis, Januari 14, 2010

Pirade, P.F. 2015. Perbandingan Pengaruh Anastesi Ketamin-Xylazin dan

Ketamin-Zoeletil Terhadap Fisologis Kucing Lokal (Felis domestica).


Makassar. Skripsi.

Reves GJ, Glass ASP, Lubarsky AD. Nonbarbiturate Intravenous


Anesthetics.In: Miller DR. Anesthesia. 5th Ed. Philadelpia: Churchill
Livingstone; 2000:p229-72.

Rice, Dan. 1996. He Complete Book of Dog Breeding. China. Barron’s


Educationl Series.

Rootwelt-Andersen,V dan W. Farstad. 2006. Treatmant pyometra in the bitch :


A suvey Among Norwegia Small Animal Prectisioner. EJCAP. 16 :
195-198

Satria . 2015. siklus reproduksi 3 Plasentasi Fisiologi kebuntingan.

https://slideplayer.info/slide/3669663/. [ diunduh 13 April 2019].

Sardjana IKW dan D Kusumawati. 2004. Anastesi Veteriner Jilid I Gama


Press.
Smith, FO. 2006, Canine Pyometra. Sciance direct. 66: 610-61.

Saunders. 2003. Text Book of Small Animal Surgey. Philadelpia. The Curtis

Center Independence squere west.

48
Schendel Pam, B,S., R.V.T. 2015. Are you Missing Out On A Golden

Opportunity? Performing In- House Urinalysis – Sediment Evaluation.

School of Veterinary Medicine. Purdue Universty. West Lafayette. IN.

Sudsman, IGN. 2006. Ilmu Bedah Veteriner dan Tehnik Operasi. Edisi I.
cetakan 1. Palawa Sari. Denpasar

http://www.merckvetmanual.com/mvm/index.jsp?
cfile=htm/bc/112009.htm. Diperoleh 2006/12/14.

Suwed MA dan Budiana NS. 2006. Membiakkan Kucing Ras. Jakarta: Penebar

Swadaya. Hlm. 5-10.

Swaryana, I. M. I.2015. Pemeliharaan Status Teranastesi dengan Kombinasi


Xilasin-ketamin Secara Subkutan pada Anjing. Tesis. Universitas
Udayana. Bali.
Tanudimadja, K. 1983. Biologi Reproduksi. Institut Pertanian Bogor.
Tilley P, Larry dan Francis W.K Smith. 2011. Five Minute Veterinary Consult
Canine andFeline. Wiley Blackwell, USA.
A b "Pyometra". The Merck Veterinary Manual. 2006.

Widmer WR, Biller DS dan Larry GA. 2004. Ultrasonography of the Urinary
Tract in Small Animals. Journal of the American Veterinary Medical
Association. 225(1): 46-54.

Widodo Setyo, Sajuthi Dondin, Choliq Chusnul, Wijaya Agus, Wulansari


Retno, Lelana Agus, 2011. Diagnostik Klinik Hewan Kecil. IPB Press:
Bogor.

49
50
LAMPIRAN

Kastrasi pada kucing (kasus I)

Kulit scrotum di insisi Pembuluh darah dan vas deferen di


klem menggunakan klem arteri

Ligasi pada pembuluh darah Scrotum di tutup dengan jahitan


terputus sederhana

Testis yang sudah diangkat

51
Ovariohisterektomi pada kucing (Kasus II)

Buka rongga abdomen Mencari ovarium dan meligasinya

Mencari bicornua uteri Abdomen di tutup dengan jahitan


terputus sederhana

52
Partus (kasus III)

Induk yang kesulitan melahirkan. Induk diinjeksikan Oxytocin secara SC

Anak dalam keadaan hidup.

Induk diinjeksikan Biodin.

Anak (6 ekor) sedang menyusui

53

Anda mungkin juga menyukai