Anda di halaman 1dari 61

Daftar isi

BAB 12
Taenia saginata
12.1 Gambar

12.2 Morfologi
morfologi. Taenia saginata dewasa mempunyai tubuh yang berwarna putih, tembus sinar. Panjang
badannya dapat mencapai 24 meter dengan segmen yang dapat mencapai 2000 buah.

Kepala (scolex). Kepala cacing berbentuk segiempat dengan ukuran garis tengah antara 1 sampai 2
milimeter. Terdapat 4 alat isap (sucker) di kepala tetapi tidak mempunyai rostelum maupun kait.

Leher. Leher berbentuk sempit memanjang dengan lebar sekitar 0.5 milimeter.

Segmen. Seekor cacing dewasa mempunyai sejumlah besar segmen yang yang dapat mencapai 2000
buah. Segmen matur mempunyai berbentuk segi empat panjang dengan ukuran panjang yang 3-4 kali
ukuran lebarnya. Segmen gravid yang terletak paling ujung berukuran sekitar 0.5 cm x 2 cm,
mempunyai lubang genital yang terletak di dekat ujung posterior segmen.

Uterus. Uterus yang terdapat pada segmen gravid berbentuk batang memanjang, terletak di
pertengahan segmen, mempunyai 15-30 cabang di setiap sisi segmen. Berbeda dari Taenia solium,
segmen gravid pada Taenia saginata dilepaskan satu demi satu, dan tiap segmen gravid dapat bergerak
sendiri di luar anus.

Telur. Mirip dengan telur Taenia solium, dan hanya infektif untuk sapi.(Soedarto,2011)
Proglottid dari semua cacing pita yang dibuang diikat dalam etanol> 70% dan spesies cacing pita
diidentifikasi dengan analisis DNA mitokondria (gen cox1) untuk diferensiasi T. saginata dan T. solium,
dan T. Asiatica.(Swastika,2017)

Nama Taenia berasal dari bahasa Yunani yang berarti tape atau pita. Ini pada awalnya digunakan untuk
merujuk pada kebanyakan cacing pita, tetapi sekarang terbatas pada anggota Genus Taenia.
(Paniker,2013)

Tahap cysticercal dari T. saginata terjadi pada sapi dan belum didokumentasikan pada manusia. Kista
tembus pandang berisi cairan berdiameter 5–10 mm.(Nabarro,2019)

12.3 Siklus Hidup


Daur hidup. Manusia merupakan hospes definitif Taenia saginata sedangkan yang bertindak selaku
hospes perantara adalah sapi atau kerbau. Infeksi pada manusia terjadi jika makan daging sapi atau
daging kerbau yang masih mentah atau kurang matang memasaknya sehingga cysticercus bovis yang
terdapat di dalam daging masih infektif.

Gambar . Daur hidup Taenia saginata(Soedarto,2011)


BAB 13
Taenia solium
13.1 Gambar

13.2 Morfologi
morfologi. Taenia solium dewasa mempunyai ukuran panjang badan antara 2 sampai 3 meter. Di dalam
usus manusia cacing ini dapat hidup sampai 25 tahun lamanya. Tubuh cacing pita babi tersusun dari
kepala, leher dan proglotid yang mempunyai ciri-ciri anatomi dan Morfologi yang khas.

Skoleks (scolex). Kepala cacing khas bentuknya, berbentuk bulat, dengan garis tengah 1 mm dan
mempunyai mempunyai alat isap. Kepala juga memiliki rostelum (rostellum) yang dilengkapi oleh 3
deret kait yang tersusun melingkar.

Leher. Cacing ini mempunyai leher di belakang kepala yang pendek ukurannya, dengan panjang antara
5 mm sampai 10 mm.

Proglotid (proglottid). Jumlah segmen Tenia solium pada umumnya kurang dari 1000 buah. Segmen
matur yang berukuran sekitar 12 mm x 6 mm, mempunyai lubang genital yang terletak di dekat
pertengahan segmen. Berbeda dari Taenia saginata yang mempunya lebih dari 10 cabang lateral, cacing
pita babi mempunyai uterus gravid yang hanya memiliki 5-10 cabang lateral di tiap sisi segmen. Taenia
solium melepaskan segmen gravid dalam bentuk rantai yang terdiri dari 5-6 segmen setiap kali
dilepaskan.
Telur. Bentuk telur Taenia solium berbentuk bulat dengan kulit telur yang tebal dan mempunyai garis-
garis radialyang tidak dapat dibedakan dari bentuk telur Taenia saginata.(soedarto,2011)

T. solium juga tersebar di seluruh dunia kecuali di negara dan masyarakat, yang melarang babi sebagai
tabu.(Paniker,2013)

Tahap larva cysticercoid terjadi pada babi, menimbulkan 'babi yang sangat sedikit'. Manusia
mendapatkan cacing pita dengan menelan daging yang tidak cukup matang.(Nobarra,2019)

Taenia solium, juga dikenal sebagai cacing pita babi, adalah parasit zoonosis yang endemik di negara
berkembang Afrika, Asia dan Amerika Latin di mana babi dipelihara sebagai sumber makanan dan
dipelihara dalam kondisi bebas .(Chembensofu,2017)

13.3 Siklus Hidup


Daur hidup. Taenia solium termasuk parasit zoonosis, yang dapat ditularkan dari babi ke manusia dan
sebaliknya Manusia bertindak selaku hospes definitif yang menjadi tempat hidup cacing dewasa,
sedangkan larva cacing ( cysticercus cellulosae) terdapat dalam bentuk kista di dalam jaringan dan organ
babi yang bertindak sebagai hospes perantara.

Cacing dewasa melepaskan segmen-segmen gravid yang paling ujung dalam bentuk rantai, yang
pecah di dalam usus sehingga telur cacing dapat dijumpai pada tinja penderita. Telur cacing yang ke luar
tubuh manusia bersama tinja jika dimakan babi, di dalam usus babi dinding telur akan pecah, dan
onkosfer akan terlepas. Karena mempunyai kait, onkosfer dapat menembus dinding usus lalu masuk ke
dalam aliran darah. Onkosfer akan menyebar ke jaringan dan organ-organ tubuh babi, terutama otot
lidah, leher, otot jantung, dan otot gerak. Dalam waktu 60-70 hari pasca infeksi, onkosfer akan berubah
menjadi larva sistiserkus (cysticercus cellulosae).
Gambar. Daur hidup Taenia solium

Infeksi pada manusia terjadi karena makan daging babi mentah atau kurang masak, yang mengandung
larva sistiserkus. Di dalam usus manusia, skoleks akan mengadakan eksvaginasi dan melekatkan diri
dengan alat isapnya pada dinding usus. Skoleks lalu tumbuh menjadi cacing dewasa dan kemudian
membentuk strobila. Dalam waktu 2-3 bulan cacing telah tumbuh menjadi cacing dewasa yang telah
mampu memproduksi telur untuk meneruskan daur hidupnya.
BAB 14
Echinococcus granulosus
14.1 Gambar

14.2 Morfologi
morfologi. Echinococcus granulosus termasuk cacing pita yang berukuran kecil. Cacing dewasa panjang
tubuhnya antara 3-6 mm, terdiri dari skoleks, leher dan strobila yang terdiri dari 3 buah segmen.
Segmen pertama adalah segmen imatur, yang kedua segmen matur dan segmen ketiga adalah segmen
gravid. Segmen gravid merupakan segmen yang terletak paling ujung dan merupakan segmen yang
terpanjang dan terbesar ukurannya, dengan panjang antara 2-3 mm dan lebar sekitar 0,6 mm.

Skoleks (scolex). Kepala cacing ini memiliki 4 alat isap (sucker) dengan rostelum yang mempunyai 2
deret kait yang tersusun melingkar.

Leher. Bagian leher berukuran pendek dan bentuknya melebar.

Telur. Echinococcus granulosus mempunyai telur yang mirip dengan telur Taenia lainnya, berbentuk
ovoid dengan ukuran panjang 32-36 mikron dan lebar 25-32 mikron. Di dalam telur terdapat embrio
yang mempunyai 3 pasang kait (hexacanth embryo). Telur ini hanya infektif untuk herbivora (misalnya
domba, kambing, sapi dan kuda) dan manusia yang bertindak sebagai hospes perantara.

Larva. Di dalam tubuh hospes perantara telur cacing yang termakan akan tumbuh menjadi larva hidatid
(hydatid larva) tetapi tidak dapat berkembang menjadi cacing dewasa. (Soedarto,2011)

Cacing dewasa hidup di jejunum dan duodenum anjing dan karnivora anjing lainnya (serigala dan rubah).
¾¾ Stadium larva (kista hidatidosa) ditemukan pada manusia dan hewan herbivora (domba, kambing,
sapi dan kuda).(Paniker,2013)
CE memiliki distribusi di seluruh dunia. Prevalensi tertinggi ditemukan di komunitas pastoral, khususnya
di Cina dan Asia Tengah prevalensi yang dilaporkan mencapai 9%. (Dari Pengendalian Penyakit Tropis
yang Terabaikan. © Organisasi Kesehatan Dunia, 2011.(Nobarra,2019)

Cystic echinococcosis (CE) disebabkan oleh metacestodes tahap larva Echinococcus granulosus (sensu
lato) dimana canids adalah inang definitif sementara berbagai ungulata domestik bertindak terutama
sebagai inang perantara.(Ohiolei,2019)

14.3 Siklus Hidup


Daur hidup. Daur hidup Echinococcus granulosus berlangsung pada dua macam hospes. Sebagai hospes
definitif tempat hidup cacing dewasa adalah golongan anjing misalnya serigala, sedangkan yang
bertindak sebagai hospes perantara adalah herbivora, terutama domba. Manusia dapat bertindak
sebagai hospes perantara pada daur hidup cacing ini.

Dari usus anjing yang terinfeksi Echinococcus granulosus telur-telur cacing ke luar bersama tinja
Herbivora atau manusia yang tertelan telur infektif bersama makanannya misalnya rumput yang
dimakan herbivora. Infeksi pada manusia juga terjadi karena telur cacing tertelan, misalnya pada anak
yang mengisap jarinya yang tercemar tinja anjing yang sakit, atau karena adanya kontak erat manusia
dengan anjing peliharaannya. Di dalam duodenum embrio heksakan menetas, lalu menembus dinding
usus dan bersama aliran darah akan terbawa masuk ke organ hati, paru-paru, dan organ tubuh lainnya.
Paru-paru dan organ hati merupakan organ-organ yang paling sering dapat ditemukan embrio cacing ini.
Embrio kemudian akan tumbuh menjadi larva di dalam jaringan organ tubuh hospes perantara, dan lalu
berkembang dengan membentuk kista hidatid. Dari bagian dalam kista hidatid akan terbentuk brood
capsule disertai pembentukan sejumlah besar skoleks. Dari satu kista hidatid yang berasal dari satu
embrio dapat terbentuk ribuan skoleks baru.
Gambar . Daur hidup Echinococcus granulosus.

1. Cacing dewasa di usus anjing


2. Telur cacing di dalam tinja anjing
3 .Telur cacing tertelan domba, berkembang menjadi kista hidatid. Kista

hidatid di dalam daging domba termakan anjing, daur hidup selanjutnya

berlangsung. 4. Jika manusia tertelan telur cacing, kista hidatid terjadi pada

manusia (hidatidosis).
BABA 15
Hymenolepis diminuta
15.1 Gambar

Gambar. Cacing H. diminuta.

(a) skoleks dan proglotid bagian anterior.(b) sistiserkoid

15.2 Morfologi
morfologi. Hymenolepis diminuta dewasa mempunyai ukuran panjang badan antara 10-60 cm dengan
lebar badan antara 3-5 mm. Cacing ini mempunyai jumlah segmen tubuh yang berkisar antara 800 dan
1000 buah.

Skoleks. Kepala cacing berbentuk gada, dengan rostelum yang telah mengalami kemunduran dan tidak
mempunyai kait. Kepala mempunyai 4 alat isap yang berukuran kecil.

Proglotid. Cacing ini mempunyai segmen matur yang panjangnya sekitar 2,5 mm, yang bentuknya mirip
segmen matur Hymenolepis nana, sedangkan segmen gravid berisi uterus berbentuk kantung yang
penuh berisi telur.

Telur. Telur cacing bulat bentuknya mirip dengan bentuk telur H.nana. Telur mempunyai ukuran sekitar
58 x 86 mikron, tidak mempunyai filamen. (Soerganto,2011)
Ini disebut cacing pita tikus dan merupakan parasit umum pada tikus dan tikus. Jarang, infeksi pada
manusia terjadi setelah tertelannya kutu tikus yang terinfeksi secara tidak sengaja. Infeksi manusia tidak
bergejala.(Paniker,2013)

Cysticercoid dari Hymenolepis diminuta pada arthropoda. Cysticercoid berkembang di inang arthropoda
perantara dan menular ke tikus dan manusia.(Nobarra,2019)

H. diminuta adalah perwakilan dari kelas Cestoda, kelompok besar cacing pipih parasit yang termasuk
anggotanya yang dikenal sebagai patogen serius pada hewan vertebrata dan manusia.(Nowak,2019)

15.3 Siklus Hidup


Daur hidup. Tikus, mencit, dan kadang-kadang manusia merupakan hospes definitif cacing ini,
sedangkan yang menjadi hospes perantara adalah pinjal tikus, pinjal mencit, dan kumbang tepung
dewasa. Berbagai serangga lainnya, misalnya pinjal hewan lain, lipas (famili Blattidae), miriapoda dan
berbagai jenis lepidoptera, dapat bertindak sebagai hospes perantara.

Embrio cacing menetas di dalam tubuh serangga menjadi larva sistiserkoid yang infektif. Sistiserkoid
yang tertelan oleh hospes definitif dalam waktu 20 hari berkembang menjadi cacing dewasa. Infeksi
cacing pada manusia terjadi karena makan makanan atau minuman yang tercemar serangga yang
mengandung sistiserkoid infektif.
Gambar. Daur hidup Hymenolepis diminuta
BAB 16
Dphylidium caninum
16.1 Gambar

Gambar . Cacing Dipylidium caninum.

Skoleks dan segmen cacing dewasa (kiri).Telur (egg balls), kanan

16.2 Morfologi
morfologi. Panjang cacing dewasa dapat mencapai 70 cm dengan strobila yang terdiri dari 60- 175
proglotid.

Skoleks. Kepala cacing berbentuk belah ketupat (rhomboidal scolex), mempunyai 4 alat isap yang
lonjong dan menonjol. Terdapat rostelum yang bersifat retraktil, mempunyai bentuk seperti kerucut
yang dilengkapi dengan 30-150 kait yang berbentuk duri mawar yang tersusun melengkung transversal.

Proglotid matur. Segmen ini berbentuk tempayan atau vas bunga, yang masing-masing segmen
mempunyai dua perangkat organ reproduksi dan satu lubang kelamin yang terletak di tengah-tengah
segmen.

Proglotid gravid. Segmen gravid yang terletak di bagian ujung penuh berisi telur yang tersimpan di
dalam kantung telur (egg ball) yang masing-masing kantung berisi 15-25 butir telur. Seperti halnya
Taenia, segmen gravid dapat bergerak aktif dan terlepas satu demi satu atau dalam bentuk rangkaian
segmen.
Telur. Telur cacing bulat bentuknya dengan garis tengah sekitar 35-60 mikron mengandung onkosfer
yang mempunyai 6 buah kait. Telur cacing terbungkus dalam kantung yang masing-masing kantung
berisi 15-25 butir telur.(Soerganto,2011)

Proglottid aktif dikeluarkan dari anus inang secara tunggal atau berkelompok.(paniker,2013)

Scolex memiliki empat pengisap dan rostellum kerucut yang dapat ditarik membawa hingga 150 kait
dalam satu hingga tujuh baris.(Nobarra,2019)

Dipylidium caninum adalah parasit cestode yang biasanya menginfeksi anjing dan kucing.1 Host definitif
menjadi terinfeksi setelah menelan metacestode dalam host perantara arthropoda.(Chelladurai,2018)

16.3 Siklus Hidup


Daur hidup. Hospes definitif alami cacing ini adalah anjing, kucing dan karnivora lainnya. Kadang-kadang
manusia dapat bertindak sebagai hospes definitif. Sebagai hospes perantara dalam daur hidup
Dipylidium caninum adalah pinjal (flea) anjing, pinjal kucing dan tuma anjing (Trichodectes canis).

Sesudah telur cacing termakan oleh larva pinjal atau hospes perantara lainnya, onkosfer akan ke luar
dari bungkusnya, menembus dinding usus dan tumbuh menjadi larva sistiserkoid yang infektif. Kalau
pinjal dewasa yang berasal dari larva pinjal yang mengandung larva sistiserkoid termakan oleh hospes
definitif, dalam waktu sekitar 20 hari sistiserkoid akan tumbuh dan berkembang menjadi cacing dewasa.
Gambar. Daur hidup Dipylidium caninum
BAB 17
Diphylobothrium latum
17.1 Gambar

Gambar 59. Diphyllobothrium latum

(a) kepala (b) segmen

17.2 Morfologi
morfologi. Diphyllobothrium latum dewasa memiliki panjang badan yang dapat mencapai 10 meter.
Segmen tubuhnya berwarna kelabu kekuningan, dengan bagian tengah tubuhnya berwarna gelap
karena adanya uterus yang penuh berisi telur.
Skoleks (scolex). Skoleks cacing ini berbentuk mirip sendok, dengan panjang antara 2-3 mm dan lebar 1
mm. Di bagian kepala terdapat dua lekukan yang berbentuk celah (bothria), yang pertama terletak di
permukaan bagian dorsal dan celah yang lain terletak di permukaan tubuh sebelah ventral. Skoleks
tidak mempunyai rostelum maupun kait.

Leher. Cacing mempunyai leher yang kecil yang jauh lebih panjang dari ukuran panjang skoleks dan tidak
bersegmen.

Proglotid (proglottids). Diphyllobothrium latum mempunyai 3000 sampai 4000 buah segmen yang
bentuknya melebar.

Segmen matur (mature segments). Segmen yang penuh berisi alat reproduksi jantan dan betina ini
ukuran panjangnya antara 2-4 mm dengan lebar segmen antara 10-20 mm.

Terminal segment. Segmen yang terletak paling ujung yang mengerut karena kosong, sudah tidak lagi
berisi telur yang secara terus menerus dikeluarkan oleh induk cacing melalui uterine pore. Terminal
segment akan terlepas secara berantai dan keluar bersama tinja penderita.

Ovarium. Ovarium tampak melingkar di bagian tengah segmen, berbentuk roset dan mempunyai dua
lobus yang berukuran besar.

Telur. Telur yang berukuran sekitar 70x 45 mikron ini berbentuk lonjong, berwarna coklat, mempunyai
operkulum pada salah satu ujungnya dan terdapat tonjolan kecil (knob) di ujung lainnya.
Larva. Sesudah telur menetas di air terbentuk tiga stadium larva yaitu korasidium ( coracidium) yang
merupakan larva stadium pertama, yang kedua adalah larva proserkoid (procercoid) dan pleroserkoid
(plerocercoid) sebagai stadium yang ketiga.(Soerganto,2011)

Diphyllobothriasis (infeksi Diphyllobothrium) terjadi di Eropa tengah dan utara, terutama di negara-
negara Skandinavia. Itu juga ditemukan di Siberia, Jepang, Amerika Utara, dan Afrika Tengah. ¾¾ Di
negara-negara seperti India, di mana ikan hanya dimakan setelah dimasak, infeksi tidak terjadi.
(Paniker,2013)

D. latum adalah cacing pita manusia terbesar, berukuran hingga 25 m dan panjang 4000 segmen. Infeksi
paling umum terjadi di Eropa utara, bekas Uni Soviet dan Jepang, terutama di daerah di mana ikan
mentah atau setengah matang dikonsumsi.(nobarra,2019)

Diphyllobothrium latum (D. latum) adalah salah satu cacing pita usus terpanjang yang menginfeksi
manusia.(Sharma,2018)

17.3 Siklus Hidup


Daur hidup. Dalam daur hidupnya Diphyllobothrium latum melibatkan satu hospes definitif dan dua
hospes perantara. Manusia, anjing atau kucing adalah hospes definitif cacing ini. Cacing dewasa dapat
hidup sampai 13 tahun lamanya di dalam usus halus manusia. Hospes perantara pertama dalam daur
hidup cacing ini adalah siklops (cyclops, diaptomus) yang termasuk golongan crustacea, sedangkan ikan
bertindak sebagai hospes perantara yang kedua.

Bersama tinja penderita telur cacing yang berada di dalam usus akan dikeluarkan dari tubuh hospes .
Telur yang masuk ke dalam air akan menetas menjadi larva korasidium (coracidium), yang kemudian
akan berenang bebas di dalam air. Korasidium yang dimakan oleh siklops, dalam waktu 3 minggu di
dalam tubuh siklops korasidium berubah menjadi larva proserkoid (procercoid). Di dalam tubuh ikan
(hospes perantara kedua) yang memakan siklops dalam waktu 3 minggu larva proserkoid akan berubah
menjadi larva pleroserkoid (plerocercoid) yang infektif untuk hospes definitif (manusia, anjing atau
kucing). Pleroserkoid akan berkembang menjadi cacing dewasa di dalam usus hospes definitif.
Gambar . Daur hidup Diphyllobothrium latum
DAFTAR PUSAKA
Soedarto.2011.Buku Ajar Parasitologi Kedokteran.handbook of medical parasotilogy.
Swastika, K., Wandra, T., Dharmawan, N. S., Sudarmaja, I. M., Saragih, J. M., Diarthini, L. P.
E., ... & Sutisna, P. (2017). Taeniasis caused by Taenia saginata in Gianyar town and Taenia
solium in Karangasem villages of Bali, Indonesia, 2011–2016: How to detect tapeworm carriers,
anamnesis or microscopy?. Acta Tropica, 174, 19-23.

Paniker,J,K,C.2013. Paniker’s Textbook of Medical Parasitology SEVEnth Edition. Jaypee


Brothers Medical Publishers (P) Ltd.New Delhi

Nabarro,L,Jones,M,S,Moore,J,A,D.2019. Peters’ Atlas of Tropical Medicine and Parasitology


Seventh Edition.Elsevier.United Kingdom
Chembensofu, M., Mwape, K. E., Van Damme, I., Hobbs, E., Phiri, I. K., Masuku, M., ... & Van
Hul, A. (2017). Re-visiting the detection of porcine cysticercosis based on full carcass
dissections of naturally Taenia solium infected pigs. Parasites & vectors, 10(1), 572.

Ohiolei, J. A., Yan, H. B., Li, L., Magaji, A. A., Luka, J., Zhu, G. Q., ... & Muku, R. J. (2019).
Cystic echinococcosis in Nigeria: first insight into the genotypes of Echinococcus granulosus in
animals. Parasites & vectors, 12(1), 392.

Nowak, R. M., Jastrzębski, J. P., Kuśmirek, W., Sałamatin, R., Rydzanicz, M., Sobczyk-Kopcioł, A., ... &
Tkach, V. V. (2019). Hybrid de novo whole-genome assembly and annotation of the model tapeworm
Hymenolepi

Chelladurai, J. J., Kifleyohannes, T., Scott, J., & Brewer, M. T. (2018). Praziquantel resistance in
the zoonotic cestode Dipylidium caninum. The American journal of tropical medicine and
hygiene, 99(5), 1201-1205.

Sharma, K., Wijarnpreecha, K., & Merrell, N. (2018). Diphyllobothrium latum mimicking
subacute appendicitis. Gastroenterology research, 11(3), 235.

Anda mungkin juga menyukai