Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cacing pita, taenia solium kebanyakan merupakan parasit yang mana pada tingkat dewasanya
hidup dalam saluran pencernaan manusia. Spesies lain yang hampir mirip adalah
taeniarinychus (taenia) saginata yang juga merupakan parasit pada manusia. Setiap cacing
pita dewasa merupakan flatform yang terdiri dari sebuah kepala sebagai holdfast organ.
Scolex dan sebagian besar tubuhnya disusun oleh segmen-segmen dalam garis lurus yang
berentet. Hewan ini melekat pada dinding saluran pencernaan inangnya menggunakan alat
pelekat dan penghisap yang ada pada scolexnya, bagian belakag scolex disebut leher dengan
ukuran yag pendek yang diikuti oleh sebuah benang proglotid dimana ukurannya secara
berangsur-angsur bertambah dari anterior dan berakhir pada posterior. Cacing ulat
panjangnya mungkin mencapai 1 kaki dan mengandung 800-900 segmen. Sejak itu proglotid
tumbuh dari leher posterior dan berakhir setelah sangat tua. Proglotid yang dihasilkan
mungkin sebanding dengan pembentukan ephyrae oleh scyphistom, aurelia dan disebut
dengan strobilisasi.
Anatomi dari cacing pita ini disesuaikan dengan kebiasaannya sebagai parasit, dimana dia
tidak punya saluran pencernaan sehingga makanannya akan langsung diserap oleh dinding
tubuhnya. Sistem syarafnya mirip dengan planaria dan faciola hepatica tetapi tidak
berkembang dengan baik Saluran pengeluarannya membujur, bercabang dan berakhir
didalam sel api. Ujung posteriornya terbuka sehingga zat-zat sisa langsung di eksresikan
keluar tubuh.
Setiap lembar segmen pada cacing pita dewasa hampir semua memiliki organ reproduksi.
Spermatozoa mula-mula dalam spherical testis yang mana tersebar dan dibentuk terus pada
setiap segmen yang dikumpulkan dalam sebuah tabung kemudian di bawa ke genital pori
melaui vas deferens. Telur berasal dari ovari yang didorong masuk kedalam saluran rahim.
Dimana nantinya telur tersebut masuk pada proses pembuahan oleh spermatozoa yang
mungkin datang dari proglotid yang sama dan turun pada vagina seperti proglotid tua. Uterus
menjadi di gembungkan dengan telur dan dikirimkan pada cabang yang mati, dimana organ
reproduksinya istirahat pada saat diserap. Ketika proglotid matang maka proglotid tersebut
akan dihancurkan dan dikeluarkan bersama feces.
Telur pada taenia akan berkembang menjadi embrio dengan 6 alat pelekat ketika ada diluar
segmen. Jika mereka dimakan oleh babi mereka akan masuk kedalam saluran pencernaannya
kemudian akan berkembang biak didalam tubuh babi tersebut, dimana larvanya akan
dikeluarkan bersama dengan feces.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian dan siklus hidup taenia saginata & taenia solium?
2. Bagaimana daur ulang?
3. Apa patologi dan gejala klinis taenia saginata & taenia solium?
4. Apa diagnosis dan bagaimana pemeriksaan laboratorium?
5. Apa dampak terhadap kesehatan?
6. Apa pengobatan dan pencegahan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian taenia saginata & taenia solium
2. Untuk mengetahui daur ulang
3. Untuk mengetahui patologi dan gejala klinis pada taenia saginata & taenia solium
4. Untuk mengetahui diagnosa dan pemeriksaan laboratorium

1
5. Untuk mengetahui dampak terhadap kesehatan
6. Untuk mengetahui pengobatan dan pencegahan

BAB II
PEMBAHASAN

Cestoda adalah salah satu klass dari phyllum Plathyehelminthes, yang merupakan salah satu
kelompok parasit pada ikan dan juga pada manusia. Parasit ini menyebabkan kerugian secara
ekonomi terutama pada penurunan kualitas hasil perikanan, dan dapat merugikan kesehatan
manusia. Studi tentang parasit cestoda pada ikan yang berhubungan dengan siklus hidupnya
dan kesehatan manusia telah banyak dilakukan di negara maju yang berada di daerah sub
tropis.
Taenia saginata atau cacing pita sapi baru dapat teridentifikasi secara jelas setelah pada tahun
1782 berkat Goeze dan Leuckart. Pada saat itu diketahui adanya hubungan antara infeksi
cacing Taenia saginata dengan larva sistisercus bovis yang ditemukan pada daging babi dan
daging sapi. Hospes definitive dari cacing pita Taenia saginata adalah manusia, sedangkan
hewan memamah biak dari keluarga Bovidae, seperti sapi dan kerbau adalah hospes
perantaranya . Nama penyakitnya disebut taeniasis Taenia saginata . Taenia saginata bersifat
kosmopolit. Paling banyak terdapat di daerah Afrika, Timur Tengah, Eropa Barat, Meksiko
dan Amerika Selatan .
Ukuran cacing ini tergolong dalam kategori besar. Ukuran tubuhnya yang panjang dapat
mencapai 4 s.d. 12 meter. Terdiri dari kepala yang disebut skoleks, leher dan strobila yang
merupakan rangkaian ruas-ruas proglotid sebanyak 1000 s.d. 2000 buah. Skoleks hanya
berukuran 1 s.d. 2 milimeter, mempunyai empat batil isap dengan otot-otot yang kuat tanpa
kait-kait. Bentuk leher sempit, ruas-ruas tidak jelas dan di dalamnya tidak terlihat struktur
tertentu. Strobilus terdiri rangkaian proglotid yang teribagi menjadi tiga bagian, proglotid
yang belum dewasa (immature), dewasa (mature) dan yang mengandung telur (gravid).
Cacing pita termasuk sub kelas cestoda, kelas cestoidean, filum platyhelminthes. Cacing
dewasanya menempati saluran usus vertebrata dan larvanya hidup di jaringan vertebrata dan
invertebrate. Bentuk badan cacing dewasa memanjang menyerupai pita. Bentuknya pipih
dorsoventral, tidak mempunyai alat cerna atau saluran askular dan biasanya terbagi menjadi
segmen-segmen yang disebut proglotid yang apabila dewasa nanti, akan berisi alat-alat
reproduksi baik jantan maupun betina. Ujung-ujung bagian anterior berubah menjadi sebuah
alat pelekat, disebut skoleks. Skoleks dilengkapi dengan alat penghisap dan kait-kait. Spesies
penting yang dapat menimbulkan kelainan pada manusa umumnya adalah : Diphyllobothrium
latum, Hymenolepis nana, Echinococcus granulosus, Echinococcus multilocularis, Taenia
saginata, dan Taenia solium.Sifat-sifat umum untuk sub kelas ini antara lain, badan cacing
dewasa yang terdiri dari skoleks, leher dan strobila. Skoleks yaitu kepala yang merupakan
alat untuk melekatkan, dilengkapi dengan batil isap atau dengan lekuk isap. Leher yaitu
tempat pertumbuhan badan. Dan strobila merupakan badan yang terdiri atass segmen-segmen
yang disebut proglotid. Tiap proglotid dewasa mempunyai susunan alat kelamin jantan dan
betina yang lengkap, keadaan ini disebut hermafrodit.

2.1 Pengertian dan Siklus Hidup Taenia Saginata & Taenia Solium
Cacing pita adalah parasit pada manusia maupun hewan ternak. Ada dua jenis cacing pita
yang menjadikan manusia sebagai inang antara maupun inang permanen:
a. Taenia saginata (cacing pita sapi)

2
Taenia saginata adalah raksasa di antara semua cacing parasit. Panjang taenia saginata bisa
mencapai 8 meter, hampir sepanjang saluran pencernaan manusia dewasa. Cacing pita ini
berwarna putih pucat, tanpa mulut, tanpa anus dan tanpa saluran pencernaan. Badannya tidak
berongga dan terdiri dari segmen-segmen berukuran 1X1,5 cm. Taenia saginata bisa hidup
sampai 25 tahun di dalam usus inangnya

Siklus hidup Taenia Saginata:

Cacing pita sapi memiliki siklus yang rumit dan berakhir pada manusia sebagai inang
tetapnya. Cacing pita dewasa melepaskan telur-telurnya bersama segmen badannya. Segmen
ini bila mengering di udara luar akan melepaskan telur-telur cacing yang dapat termakan oleh
sapi saat merumput. Enzim pencernaan sapi membuat telur menetas dan melepaskan zigot
yang kemudian menembus lapisan mukosa saluran pencernaan untuk memasuki sirkulasi
darah. Dari pembuluh darah, zigot akan menetap di otot membentuk kista, seperti pada cacing
cambuk. Bila daging sapi berisi kista tersebut dimakan manusia dalam keadaaan mentah atau
setengah matang, enzim-enzim pencernaan akan memecah kista dan melepaskan larva cacing.
Selanjutnya, larva cacing yang menempel di usus kecil akan berkembang hingga mencapai 5
meter dalam waktu tiga bulan.

Selain masalah gizi, kehadiran cacing pita umumnya menyebabkan gejala perut ringan
sampai sedang (mual, sakit, dll).

b. Taenia solium (cacing pita babi)

Taenia solium (cacing pita babi) adalah cacing pita pipih seperti taenia saginata yang
berwarna putih. Taenia solium adalah kerabat dekat Taenia saginata yang memiliki siklus
hidup hampir sama, namun inang perantaranya adalah babi. Manusia terinfeksi dengan
memakan daging babi berisi kista Taenia solium. Cacing ini sedikit lebih kecil dari Taenia
saginata (3-4 m panjangnya), tetapi lebih berbahaya. Berbeda dengan Taenia saginata yang
hanya membentuk kista di daging sapi, Taenia solium juga mengembangkan kista di tubuh
manusia yang menelan telurnya. Kista tersebut dapat terbentuk di mata, otak atau otot
sehingga menyebabkan masalah serius. Selanjutnya, jika tubuh membunuh parasit itu, garam
kalsium yang terbentuk di tempat mereka akan membentuk batu kecil di jaringan lunak yang
juga mengganggu kesehatan. Skoleks taenia solium memiliki 4 pengisap besar dengan dua
baris pengait. Cacing pita dewasa tumbuh menjadi sekitar 6 mm lebar dan 2-7 m panjangnya,
dengan sekitar 800 segmen yang disebut proglotida. Saat cacing pita tumbuh di usus,

3
proglotida matang yang disebut proglotida gravid akan dilepas keluar tubuh manusia. Setiap
proglotida gravid berisi organ reproduksi jantan dan betina dan 30-40 ribu rumah telur berisi
embrio.Taenia solium memiliki pola penularan yang sangat mirip dengan taenia saginata.
Manusia adalah inang definitif dengan babi sebagai hospes perantara. Infeksi pada manusia
dimulai dengan mengkonsumsi daging babi mentah atau kurang matang yang terinfeksi.

2.2 Daur Hidup


Sebuah proglotid gravid berisi kira-kira 100.000 buah telur. Pada saat proglotid terlepas dari
rangkaiannya dan menjadi koyak, terdapat cairan putih susu yang mengandung banyak telur
mengalir keluar dari sisi anterior proglotid tersebut, terutama jika proglotid berkontraksi pada
saat bergerak. Telur-telur ini akan melekat pada rumput bersama dengan tinja, bila orang
berdefekasi di padang rumput atau karena tinja yang hanyut dari sungai pada saat banjir.
Ternak yang makan rumput ini akan terkontaminasi dan dihinggapi cacing gelembung,
karena telur yang tertelan bersama rumput tersebut akan dicerna dan embrio heksakan akan
menetas di dalam tubuh ternak. Embrio heksakan yang menetas di saluran pencernaan ternak
akan menembus dinding usus, masuk ke saluran getah bening atau darah dan ikut dengan
aliran darah ke jaringan ikat di sela-sela otot untuk tumbuh menjadi cacing gelembung yang
disebut sistiserkus bovis, yaitu larva Taenia saginata yang terbentuk setelah 12 s.d. 15
minggu.
Bila cacing gelembung yang ada di otot hewan ini termakan oleh manusia, karena proses
pemasakan yang tidak atau kurang matang, maka skoleknya akan keluar dari cacing
gelembung dengan cara evaginasi. Skolek akan melekat pada mukosa usus halus seperti
jejunum. Cacing Taenia saginata dalam waktu 8 s.d. 10 minggu akan menjadi dewasa.
Telur dilepaskan bersama proglotid atau tersendiri melalui lubang uterus. Embrio di dalam
telur disebut onkosfer berupa embrio heksakan yang tumbuh menjadi bentuk infektif dalam
hospes perantara. Infeksi terjadi jika menelan larva bentuk infektif atau menelan telur. Pada
Cestoda dikenal dua ordo, yang pertama Pseudophyllidea dan yang kedua adalah
Cyclopyllidea.

2.3 Patologi dan Gejala Klinis


Telur taenia solium (cacing pita babi) bisa menetas di usus halus, lalu memasuki tubuh atau
struktur organ tubuh., sehingga muncul penyakit Cysticercosis, cacing pita cysticercus sering
berdiam di jaringan bawah kulit dan otot, gejalanya mungkin tidak begitu nyata ; tetapi kalau
infeksi cacing pita Cysticercus menjalar ke otak, mata atau ke sumsum tulang akan
menimbulkan efek lanjutan yang parah.
Infeksi oleh cacing pita genus Taenia di dalam usus biasanya disebut Taeniasis. Ada dua
spesies yang sering sebagai penyebab-nya, yaitu Taenia solium dan Taenia saginata. Menurut
penelitian di beberapa desa di Indonesia, angka infeksi taenia tercatat 0,8–23%., frekuensinya
tidak begitu tinggi. Namun demikian, cara penanganannya perlu mendapat perhatian,
terutama kasus-kasus taeniasis Taenia solium yang sering menyebabkan komplikasi
sistiserkosis.
Cara infeksinya melalui oral karena memakan daging babi atau sapi yang mentah atau
setengah matang dan me-ngandung larva cysticercus. Di dalam usus halus, larva itu menjadi
dewasa dan dapat menyebabkan gejala gastero- intestinal seperti rasa mual, nyeri di daerah
epigastrium, napsu makan menurun atau meningkat, diare atau kadang-kadang konstipasi.
Selain itu, gizi penderita bisa menjadi buruk se-hingga terjadi anemia malnutrisi. Pada
pemeriksaan darah tepi didapatkan eosinofilia. Semua gejala tersebut tidak spesifik bahkan
sebagian besar kasus taeniasis tidak menunjukkan gejala (asimtomatik).

4
Cacing dewasa taenia saginata (cacing pita sapi) biasanya menyebabkan gejala klinis yang
ringan, seperti sakit ulu hati, perut merasa tidak enak, mual, muntah, mencret, pusing atau
gugup. Gejala-gejala tersebut disertai dengan ditemukannya proglotid cacing yang bergerak-
gerak lewat dubur bersama dengan atau tanpa tinja. Gejala yang lebih berat dapat terjadi,
yaitu apabila proglotid menyasar masuk apendiks, atau terdapat ileus yang disebabkan
obstruksi usus oleh strobilla cacing. Berat badan tidak jelas menurun. Eosinofilia dapat
ditemukan di darah tepi.
Meskipun infeksi ini biasanya tidak menimbulkan gejala, beberapa penderita merasakan nyeri
perut bagian atas, diare dan penurunan berat badan. Kadang-kadang penderita bisa merasakan
keluarnya cacing melalui duburnya.

2.4 Diagnosis dan Pemeriksaan Laboratorium


Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan ditemukannya cacing di dalam tinja. Sepotong
selotip ditempelkan di sekeliling lubang dubur, lalu dilepas dan ditempelkan pada sebuah
kaca obyek dan diperiksa dibawah mikroskop untuk melihat adanya telur parasit. Melalui
mikroskop memeriksa sample tinja apakah ada telur cacing parasit, ookista protozoa dan
takizoit.
Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis: penderita pernah mengeluarkan benda pipih berwarna putih seperti “ampas
nangka” bersama tinja atau keluar sendiri dan bergerak-gerak. Benda itu tiada lain adalah
potongan cacing pita (proglotid). Cara keluarnya proglotid Taenia solium berbeda dengan
Taenia saginata. Proglotid Taenia solium biasanya keluar bersama tinja dalam bentuk
rangkaian 5–6 segmen. Sedangkan Taenia saginata, proglotidnya keluar satu-satu bersama
tinja dan bahkan dapat bergerak sendiri secara aktif hingga keluar secara spontan.
Pemeriksaan laboratorium
Secara makroskopis (melihat tanpa menggunakan alat), yang diperhatikan dalam hal ini
adalah bentuk proglotidnya yang keluar bersama tinja. Bentuknya cukup khas, yaitu
segiempat panjang pipih dan berwarna putih keabu-abuan.
Pemeriksaan secara mikroskopis untuk mendeteksi telurnya dapat dikerjakan dengan preparat
tinja langsung (directsmear) memakai larutan eosin. Cara ini paling mudah dan murah, tetapi
derajat positivitasnya rendah. Untuk mendapatkan hasil positivitas yang lebih tinggi,
pemeriksaan dikerjakan dengan metoda konsentras (centrifugal flotation) atau dengan cara
perianal swab memakai cellophane tape.
Jika hanya menemukan telur dalam tinja, tidak bisa dibedakan taeniasis Taenia solium dan
taeniasis Taenia saginata. Agar dapat membedakannya, perlu mengadakan pemeriksaan
scolex dan proglotid gravidnya. Scolex dan proglotid gravid dibuat preparat permanen
diwarnai dengan borax carmine atau trichrome, kemudian dilihat di bawah mikroskop.
Dengan memperhatikan adanya kait-kait (hooklet) pada scolex dan jumlah percabangan
lateral uterusnya, maka dapat dibedakan spesies Taenia solium dan Taenia saginata. Pada
scolex Taenia solium terdapat rostellum dan hooklet, sedangkan pada Taenia saginata tidak
terdapat. Percabangan lateral uterus Taenia solium jumlahnya 7–12 buah pada satu sisi, dan
Taenia saginata 15-30 buah.
Ada cara yang lebih sederhana untuk memeriksa proglotid gravid, yaitu dengan memasukkan
proglotid itu ke dalam larutan carbolxylol 75%. Dalam waktu satu jam, proglotid menjadi
jernih dan percabangan uterusnya tampak jelas. Cara lainnya yang paling sederhana dan
gampang dikerjakan ialah dengan menjepitkan proglotid yang masih segar di antara dua
objek gelas secara pelan dan hati-hati. Proglotid akan tampak jernih dan percabangan

5
uterusnya yang penuh berisi telur tampak keruh. Pemeriksaan bisa gagal apabila percabang-
an uterusnya robek dan semua telurnya keluar .

2.5 Dampak Terhadap Kesehatan


Cacing pita Taenia dapat menimbulkan penyakit yang disebut taeniasis dan sistiserkosis.
Gejala klinis terbanyak yang dikeluhkan adalah:
 Pengeluaran segmen tubuh cacing dalam fesesnya (95%)
 Gatal-gatal pada anus (77%)
 Mual (46%)
 Pusing (42%)
 Peningkatan nafsu makan (30%)
 Sakit kepala (26%)
 Diare (18%)
 Lemah (17%)
 Merasa lapar (16%)
 Sembelit (11%)
 Penurunan berat badan (6%)
 Rasa tidak enak di lambung (5%)
 Letih (4%)
 Muntah (4%)
 Tidak ada selera makan saat lapar (1%)
 Pegal-pegal pada otot (1%)
 Nyeri di perut, mengantuk, serta kejang-kejang, gelisah, gatal-gatal di kulit dan gangguan
pernapasan (masing-masing <1%).

Sistiserkosis pada otak

Taenia saginata pada usus buntu

Sistiserkosis menimbulkan gejala dan efek yang beragam sesuai dengan lokasi parasit dalam
tubuh. Manusia dapat terjangkit satu sampai ratusan sistiserkus di jaringan tubuh yang
berbeda-beda. Sistiserkus pada manusia paling sering ditemukan di otak (disebut
neurosistiserkosis), mata, otot dan lapisan bawah kulit.Dampak kesehatan yang paling
ditakuti dan berbahaya akibat larva cacing Taenia yaitu Neurosistiserkosis yang dapat
menimbulkan kematian. Neurosistiserkosis adalah infeksi sistem saraf pusat akibat sistiserkus
dari larva Taenia solium. Neurosistiserkosis merupakan faktor risiko penyebab stroke baik
pada manusia yang muda maupun setengah baya, epilepsi dan kelainan pada tengkorak.
Sistiserkosis merupakan penyebab 1% kematian pada rumah sakit umum di Meksiko City dan
penyebab 25% tumor dalam otak.

6
2.6 Pengobatan Dan Pencegahan
Cara pengobatan berbagai penyakit parasit usus berbeda, harus memakai obat cacing menurut
resep dokter. Obat-obat untuk memberantas cacing pita dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
taeniafuge dan taeniacide. Taeniafuge ialah golongan obat yang menyebabkan relaksasi otot
cacing sehingga cacing menjadi lemas. Contohnya: kuinakrin hidroklorid (atabrin), bitionol
dan aspidium oleoresin. Pemakaian obat ini mutlak memerlukan purgativa untuk
mengeluarkan cacingnya. Sedangkan taeniacide adalah golongan obat yang dapat membunuh
cacing. Contohnya: niklosamid (yomesan), mebendazol dan diklorofen. Pemakaian obat ini
tidak mutlak memerlukan purgativa.
Tujuan pengobatan taeniasis ialah untuk mengeluarkan semua cacing beserta scolex-nya dan
juga mencegah terjadinya sistiserkosis, terutama pada kasus taeniasis Taenia solium. Obat-
obat yang kini lazim dipakai adalah niklosamid dan mebendazol. Sedangkan kuinakrin
hidroklorid dan aspidium oleoresin walaupun cukup efektif, tetapi karena bersifat toksik
maka sekarang jarang dipakai. Selain itu, ada beberapa obat tradisional yang cukup ampuh
buat membasmi cacing pita, yaitu biji labu merah dan getah buah manggis muda.
Niklosamid hingga saat ini masih dianggap obat paling baik untuk taeniasis dari segi
efektivitasnya. Obat tersedia dalam bentuk tablet 500 miligram. Dosis dan cara pemberian: 2
gram dibagi dua dosis dengan interval pemberian 1 jam. Obat harus dikunyah sebelum
diminum. Dua jam setelah pemberian obat, penderita diberi minum purgativa
magnesiumsulfat 30 gram untuk mencegah terjadinya sistiserkosis. Keuntungan dari obat ini
ialah tidak memerlukan persiapan diet ataupun puasa, dan efek sampingnya juga ringan.
Namun menurut pengalaman penulis, efektivitas obat ini akan lebih baik apabila penderita
dipuasakan sebelum meminumnya. Angka kesembuhan tercatat 95% lebih. Kerugiannya:
obat ini tidak beredar resmi di pasaran sehingga sulit didapatkan. Di samping itu harganya
pun mahal.
Agaknya mebendazol merupakah salah satu taeniacide yang mempunyai masa depan cerah
dan kini masih dalam penyelidikan. Mebendazol adalah anthelmintik berspektrum lebar.
Dosisnya 300 miligram dua kali sehari selama tiga hari berturut-turut. Dua hari setelah
pengobatan, penderita diberi minum purgativa magnesiumsulfat 30 gram, terutama pada
kasus taeniasis Taenia solium untuk mencegah terjadinya sistiserkosis. Menurut beberapa
hasil penelitian, angka kesembuhan tercatat 50 — 100%. Dilaporkan pula bahwa efek
samping obat ini sangat ringan. Untuk memperoleh hasil yang lebih baik, beberapa peneliti
menganjurkan dosis lebih tinggi (sampai 1200 miligram per hari selama lima hari). Praktek
pengobatan taeniasis dengan mebendazol cukup memuaskan. Namun beberapa peneliti masih
menyangsikan keampuhan mebendazol, bahkan ada yang melaporkan gagal sama sekali.
Dengan demikian, efektivitas mebendazol pada taeniasis masih perlu diselidiki lebih lanjut
(Ketut Ngurah, 1987). Tinja diperiksa kembali setelah 3 dan 6 bulan untuk memastikan
bahwa infeksi telah terobati.
Obat alternative untuk infeksi tenia ada yang dalam bentuk obat alami. Obat alami atau obat
tradisional ini antara lain dengan mengkonsumsi biji labu merah, biji pinang dan lain-lain.
Pencegahan
Cara untuk mencegah agar tidak menderita gangguan yang disebabkan oleh Taenia saginata
antara lain sebagai berikut :

 Tidak makan makanan mentah (sayuran,daging babi, daging sapi dan dagiikan), buah
dan melon dikonsumsi setelah dicuci bersih dengan air.
 Minum air yang sudah dimasak mendidih baru aman.
 Menjaga kebersihan diri, sering gunting kuku, membiasakan cuci tangan menjelang
makan atau sesudah buang air besar.

7
 Tidak boleh buang air kecil/besar di sembarang tempat, tidak menjadikan tinja segar
sebagai pupuk; tinja harus dikelola dengan tangki septik, agar tidak mencemari
sumber air.
 Di Taman Kanak Kanak dan Sekolah Dasar harus secara rutin diadakan pemeriksaan
parasit, sedini mungkin menemukan anak yang terinfeksi parasit dan mengobatinya
dengan obat cacing.
 Bila muncul serupa gejala infeksi parasit usus, segera periksa dan berobat ke rumah
sakit.
 Meski kebanyakan penderita parasit usus ringan tidak ada gejala sama sekali, tetapi
mereka tetap bisa menularkannya kepada orang lain, dan telur cacing akan secara
sporadik keluar dari tubuh bersama tinja, hanya diperiksa sekali mungkin tidak
ketahuan, maka sebaiknya secara teratur memeriksa dan mengobatinya.

8
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Taenia merupakan salah satu marga cacing pita yang termasuk dalam Kerajaan
Animalia, Filum Platyhelminthes, Kelas Cestoda, Bangsa Cyclophyllidea, Suku Taeniidae.
Anggota-anggotanya dikenal sebagai parasit vertebrata penting yang menginfeksi manusia,
babi, sapi, dan kerbau.
Cestoda atau cacing pita kebanyakan darinya adalah parasit. Hampir semua merupakan
endoparasit dengan hidup dalam sistem pencernaan pada vertebrata dan larvanya ada di
dalam jaringan vertebrata dan invertebrata. Tidak ada sistem pencernaan yang didalamnya
terdapat termatoda sederhana seperti cacing pita dan nutrisi diserapnya melalui permukaan
tubuhnya. Kebanyakan cacing pita berbentuk seperti pita dan terdiri dari banyak segmen yang
disebut proglotid. Walau bagaimanapun segmen-segmen tersebut tidak seperti segmen yang
terdapat pada segmen hewan tak bertulang belakang yang lebih tinggi tingkatannya, seperti
anelida. Cacing pita dewasa biasanya terdiri atas kepala/scolex, leher yang pendek, dan
deretan proglotid yang disebut strobila.

B. SARAN
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
saya sangat membutuhkan saran serta kritik dari pembaca agar penulisan makalah selanjutnya
dapat lebih baik lagi. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

9
10

Anda mungkin juga menyukai