1102019051
PBL SK4
Sasaran Belajar
1. MM Zoonosis
1.1 Definisi
1.2 Etiologi dan cara penularan
1.2.1 Virus
1.2.2 Bakteri
1.2.3 Parasit
1.2.3.1 Bentuk infektif
1.2.3.2 Siklus hidup
1.3 Patogenenesis
1.4 Cara pencegahan
2. MM Penyakit Antraks
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
2.3 Patogenesis dan virulensi
2.4 Diagnosis
2.5 Tatalaksana
2.6 Pencegahan
4. MM Hewan Kurban
4.1 Definisi
4.2 Syarat Sah kurban
1. MM Zoonosis
1.1 Definisi
Zoonosis atau penyakit zoonotik adalah penyakit yang secara alami dapat menular
dari hewan vertebrata ke manusia atau sebaliknya. Zoonosis disebabkan oleh patogen
seperti bakteri, virus, fungi, serta parasit seperti protozoa dan cacing. Diperkirakan lebih dari
60% penyakit infeksius pada manusia tergolong zoonosis.
1. Secara langsung. Manusia menjadi sakit akibat mengalami kontak dengan hewan
terinfeksi (misalnya rabies atau ringworm) atau aerosol saat hewan
terinfeksi bersin atau batuk.
2. Secara tidak langsung. Penularan zoonosis terjadi melalui perantara, baik
hewan artropoda yang bertindak sebagai vektor (misalnya penyakit ensefalitis
Jepang) maupun perantara yang berupa benda mati, seperti air, tanah, atau benda
lainnya.
3. Konsumsi pangan yang berasal dari hewan terinfeksi. Patogen yang paling banyak
menyebabkan keracunan makanan (foodborne illness) di
antaranya Salmonella, Escherichia coli, dan Campylobacter. Selain itu, penyakit
seperti bruselosis, listeriosis, toksoplasmosis juga dapat diderita oleh manusia yang
mengonsumsi pangan yang berasal hewan terinfeksi
1.2.1 Virus
1.2.2 Bakteri
1.2.3 Parasit
Cacing Hati
Fasciola Hepatica
Cacing dewasa Fasciola spp berbentuk pipih sepeti daun tanpa rongga tubuh. Perbedaan dari
kedua jenis cacing Fasciola spp adalah pada bentuk tubuh dan ukuran telur. Telur cacing hati
(Fasciola spp) berbentuk oval, berdinding halus dan tipis berwarna kuning dan bersifat sangat
permiabel, memiliki operkulum pada salah satu kutubnya. Operkulum merupakan daun pintu
telur yang terbuka saat telur akan menetas dan larva miracidium yang berslia dibebaskan
(Noble dan Elmer 1989). Cacing dewasa Fasciola spp berbentuk pipih seperti daun tanpa
rongga tubuh.Fasciola hepatica memiliki ciri-ciri : batil isap mulut dan kepala yang letaknya
bedekatan, divertikulum usus alat kelaimin jantan (testis) yang bercabang dan berlobus.
Sedangkan alat kelamin betina mempunyai kelenjar vitellaria yang memenuhi sisi lateral
tubuh. Memiliki sebuah pharing dan oesphagus yang pendek, uterus pendek dan bercabang-
cabang (Soulsby 1986). Metabolisme Fasciola hepatica secara anaerob, mendapat makanan
dari sekresi empedu dan dapat hidup selama 10 tahun (brown 1979). Fasciola hepatica
dewasa berukuran 20 mm samapai 50 mm (Noeble dan Elmer 1989).
1.2.3.2 Siklus hidup
Taenia Solium
1. Telur atau proglotid yang matang terbawa oleh kotoran manusia ke lingkungan luar.
2. Inang perantara, yaitu babi memakan makanan yang terkontaminasi telur atau
proglotid Taenia solium.
3. Dalam tubuh babi, telur menetas menjadi onkosfer lalu menjadi heksakant, lalu di otot
membentuk sistiserkus.
4. Sistiserkus pada daging babi yang tidak dimasak dengan benar dimakan oleh manusia.
5. Dalam usus, Taenia solium muda berkembang menjadi dewasa dan menempel
menggunakan skoleks.
6. Setelah reproduksi, proglotid matang yang berisi telur mulai “gugur” dan terbawa
kotoran.
7. Telur cacing pita babi termakan oleh manusia. Ini bisa terjadi karena makanan yang
terkontaminasi, atau autoinfeksi (infeksi sendiri) karena tidak mencuci tangan dengan bersih
setelah buang air.
8. Dalam tubuh manusia, telur menetas menjadi onkosfer lalu menjadi heksakant.
9. Sistiserkus dapat berkembang di semua organ manusia, umumnya pada jaringan di
bawah kulit, juga mata dan otak.
Taenia saginata
1. Telur atau proglotid yang matang terbawa oleh kotoran manusia ke lingkungan luar.
2. Inang perantara, yaitu sapi memakan rumput yang terkontaminasi telur atau
proglotid Taenia saginata.
3. Dalam tubuh sapi, telur menetas menjadi onkosfer lalu menjadi heksakant, lalu di otot
membentuk sistiserkus.
4. Sistiserkus pada daging sapi yang tidak dimasak dengan benar dimakan oleh manusia.
5. Dalam usus, Taenia saginata muda berkembang menjadi dewasa dan menempel
menggunakan skoleks.
6. Setelah reproduksi, proglotid matang yang berisi telur mulai “gugur” dan terbawa
kotoran.
Fasciola hepatica
Telur yang dihasilkan cacing dewasa akan keluar dari tubuh hewan ternak bersama
feses/kotoran hewan ternak.
Apabila telur berada di lingkungan yang tepat/tempat yang basah, telur akan menjadi
larva bersilia yang disebut mirasidium. Larva tersebut akan berenang mencari hewan
perantara sementara yaitu siput Lymnea auricularis dan akan menempel pada mantel
siput.
Setelah berada pada tubuh kemudian larva berkembang dan berubah
menjadi sporokista.
Selanjutnya (masih di dalam tubuh siput), sporokista yang akan berkembang secara
parthenogenesis menjadi redia (larva II).
Redia kemudian melakukan metamorfosis (berkembang secara paedogenesis)
menjadi larva berekor yang disebut serkaria.
© Perkembangan parthenogenesis pada Fasciola hepatica (cacing
hati): sporokista → redia.
© Perkembangan paedogenesis pada Fasciola hepatica (cacing hati): redia → serkaria.
Berikutnya, serkaria akan meninggalkan tubuh siput. Kemudian akan tumbuh
menjadi metaserkaria (kista) yang menempel pada rumput. Metaserkaria yang
menempel pada rumput akan termakan oleh domba, sapi atau hewan ternak lainnya
kemudian berkembang menjadi cacing dewasa Fasciola hepatica.
Cacing dewasa tersebut akan menghasilkan telur dan selanjutnya akan masuk dalam
daur hidup Fasciola hepatica berikutnya, begitu seterusnya.
1.3 Patogenenesis
Sistiserkosis
Sistiserkus hidup menimbulkan sedikit peradangan jaringan sekitar dan hanya sedikit
mononuklear serta jumlah eosinofil yang bervariasi. Untuk melengkapi siklus hidupnya,
sistiserkus harus mampu hidup di dalam otot babi selama berminggu – minggu sampai
bulanan. Oleh karena itu kista telah mengembangkan mekanisme untuk mengatasi respon
imun penjamu. Hewan yang telah terinfeksi sebelumnya dengan stadium kista kebal terhadap
reinfeksi onkosfer. Imunitas ini dimediasi oleh antibodi dan komplemen. Meskipun begitu
dalam infeksi alami, respons antibodi dibangun hanya setelah parasit berubah menjadi bentuk
metacestoda yang lebih resiten.
Metacestoda sudah membangun mekanisme untuk menghadang destruksi yang dimediasi
komplemen. Paramiosin dari parasit mengikuti C1q dan menghambat jalur klasik aktivasi
komplemen. Parasit juga mensekresi inhibitor protease serin yang disebut taeniestatin,
menghambat jalur aktivasi klasik atau alternatif, berinterferasi dengan kemotaksis leukosit,
dan menghambat produksi sitokin. Polisakarida sulfa, yang melapisi dinding kista,
mengaktivasi komplemen menjauhi parasit, menurunkan deposisi komplemen, dan
membatasi jumlah sel radang ke parasit. Antibodi tidak dapat membunuh metacestoda
matang. Kista hidup sebenarnya juga menstimulasi produksi sitokin yang dibutuhkan untuk
produksi immunoglobulin yang kemudian sebagai sumber protein.
1.4 Cara pencegahan
Upaya untuk mencegah penularan penyakit zoonosis pada manusia meliputi:
• Mengendalikan zoonosis pada hewan dengan eradikasi atau eliminasi hewan yang positif
secara serologis dan melalui vaksinasi.
• Memantau kesehatan ternak dan tata laksana peternakan di tingkat peternak.
• Mensosialisasikan gejala klinis awal penyakit zoonosis di peternakan atau rumah potong
hewan dan sesegera mungkin melaporkan dan mengambil tindakan terhadap ternak maupun
pekerja yang tertular penyakit.
• Memperketat pengawasan lalu lintas ternak dengan menerapkan sistem karantina yang
ketat, terutama dari negara tertular.
• Melarang impor sapi dan produknya, pakan ternak, hormon, tepung tulang, dan gelatin yang
berasal dari sapi dari negara yang belum bebas penyakit menular.
• Menjaga kebersihan kandang dengan menyemprotkan desinfektan.
• Menggunakan alat pelindung seperti sarung tangan, masker hidung, kaca mata pelindung,
sepatu boot yangdapat didesinfeksi, dan penutup kepala bila mengurus hewan yang sakit.
• Menjaga kebersihan dengan mencuci tangan sebelum mengolah pangan setelah memegang
daging mentah, menangani karkas atau mengurus ternak.
• Memasak dengan benar daging sapi, daging unggas, dan makanan laut serta menghindari
mengonsumsi makanan mentah atau daging yang kurang masak.
• Menjaga makanan agar tidak terkontaminasi hewan piaraan atau serangga.
• Menggunakan sarung tangan bila berkebun, menghindari feses kucing saat menyingkirkan
bak pasir yang tidak terpakai.
• Memantau nyamuk dan lalat di daerah endemis dan mengawasi lalu lintas ternak.
• Jika tergigit anjing atau kucing, segera mencuci luka bekas gigitan dengan sabun di bawah
kucuran air mengalir selama 1015 menit agar dinding virus yang terbuat dari lemak rusak
oleh sabun.
• Segera ke dokter atau ke rumah sakit untuk mendapat vaksinasi.
2. MM Penyakit Antraks
2.1 Definisi
Antraks merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthraci dan
termasuk salah satu dari penyakit zoonosis. Bakteri Bacillus anthraci menyebarkan infeksi
dalam bentuk spora dan manusia dapat terinfeksi melalui kulit (kontak dengan lesi hewan
terkontaminasi), inhalasi (spora B. antrhacis) atau melalui ingesti (konsumsi hewan
terkontaminasi). Spora B. anthraci akan membentuk kapsul dan toksin guna mempertahankan
diri dan merusak sel tubuh penderita. Toksin ini terdiri dari: Protective antigen (PA), Edema
factor (EF) dan Lethal factor (LF).
4. MM Hewan Kurban
4.1 Definisi
4.2 Syarat Sah kurban