KELOMPOK : A-13
ANGGOTA :
1. Alaric Casta Rafi 1102019009
2. Annisa Amelia 1102019023
3. Avia Nurul Azzahra 11020190
4. Dafa Zenobia 1102019053
5. Dira Khoirunnisa Salsabila 1102018140
6. Dwi Wisnu 11020190
7. Fetrichia catharina 11020100079
8. Hasyajogi tiara harahap 110201900
9. Khaura Tsabitha Baraba 1102019107
10. Maygel Nahren 110201911
UNIVERSITAS YARSI
FAKULTAS KEDOKTERAN
2019
DAFTAR ISI
I. SKENARIO 2
GATAL DAN BENTOL MERAH DI SELURUH TUBUH
Seorang perempuan berusia 25 tahun datang ke dokter dengan keluhan
demam dan sakit menelan sejak 2 minggu yang lalu.Dokter memberikan
antibiotika golongan penisilin.Setelah minum antibiotika tersebut timbul
gatal dan bentol-bentol merah yang hampir merata di seluruh tubuh,
timbul bengkak pada kelopak mata dan bibir.Ia memutuskan untuk
kembali berobat ke dokter.Pada pemeriksaan fisik didapatkan
angioedema di mata dan bibir, dan urtikaria di seluruh tubuh. Dokter
menjelaskan keadaan ini diakibatkan oleh reaksi alergi (hipersensitivitas
tipe cepat), sehingga ia mendapatkan obat anti histamin dan
kortikosteroid. Dokter memberikan saran agar selalu berhati-hati dalam
meminum obat.
II. BRAINSTORMING
KATA SULIT
1. Angioedema : bengkak tanpa nyeri dibawah kulit yang dipicu alergi
terhadap bulu binatang, serbuk sari, obat-obatan, racun, makanan.
2. Hipersensitivitas : reaksi yang merusak jaringan imunologis yang
mengacu pada respon sistem imun yang berlebihan pada antigen.
3. Anti histamin : agen yang melawan kerja histamin
4. Kortikosteroid : obat yang mengandung hormonsteroid yang berguna
untuk menambah hormonsteroid serta meredakan peradangan atau
inflamasi.
5. Urtikaria : reaksi vascular lapisan dermis bagian atas yang ditandai
dengan lembaran sementara yang menonjol dan lebih merah atau
pucat dari kulit sekitarnya.
6. Penisilin : antibiotik yang digunakan untuk menangani bakteri.
7. Antibiotika : segolongan molekul naik secara alami atau sintetik yang
mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia
pada organisme khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri.
PERTANYAAN
1. Bagaimana urtikaria dapat terjadi ?
2. Mengapa keadaan pasien dikatakan hipersensitivitas cepat ?
3. Apa saja tipe hipersensitivitas?
4. Apa penyebab hipersensintivitas ?
5. Apa efek samping dari pemberian obat anti histamin dan
kortikosteroid?
6. Mengapa penisilin mnyebabkan alergi?
7. Apa faktor penyebab reaksi alergi ?
8. Mengapa diberikan golongan antibiotic penisilin ?
9. Mengapa angioedema terjadi di mata dan bibir
10. Bagaimana cara dokter menegakkan diagnosis?
11. Apa saja obat yg termasuk anti histamin?
12. Penanganan selain farmako ?
13. Apakah angioedema dapat terjadi selain di mata dan bibir?
14. Apa saja gejala reaksi alergi penisilin?
15. Bagaimana Mekanisme hipersensitivitas tipe cepat?
16. Apa saja obat yang termasuk kortikosteroid?
JAWABAN SEMENTARA
1. (ketrin) Saat hipersensitivitas reaksi yang terjadi di reaksi oleh sel
mast dan mensekresi mediatornya. Alergi merangsang APC, sel Th yang
mengeluarkan sitokin untuk merangsang pengeluaran sel B, sel mast
akan mengeluarkan histamin stlh di rangsang sel B yg menyebabkan
kemerahan dan bentol.
2. (kadira) Karna saat meminum obat reaksi alergi berupa gatal dan
bentol langsung terjadi.
3. (alaric) Ada 4 Cepat, sitotoksik, kompleks imun, reaksi lambat
4. (jogi) obat, faktor genetic, makanan
5. (lia) anti histamin : mengantuk, sakit kepala.
(dapa, jogi) kortikosteroid: hipertensi, meningkatnya kadar gula darah
6. (avia) karna punya riwayat alergi atopic kek asma, ruam kulit.
(dapa) krn dia melepas histamin oleh sel mast sehingga muncul
bentol2
7. (ketrin)Gigitan atau sengatan serangga, obata2an, makanan, partikel di
udara
8. (lia)krn penisislin itu antibiotic ntuk menangani infeksi bakteri. Bbrp
kondisi yg dpt diobati yaitu rdng tenggorokan dan demam rematik.
9. (dafa) Krn jaringan ikat pada kelopak mata dan bibir merupakan
jaringan ikat longar dan terjadi pd mukosa dan submucosa tbh.
10. (avia) melakukan uji sensitivitas
(dapa) patch test, skin prick test, pemeriksaan darah untuk ukur kdr
IgE
11. (lia) ada 2 generasi, 1 prometazin 2 cetrizin sama loratadine
12. (lia,avia,dafa ) di kompres air dingin, es batu, berjemur dibawah
matahari
13. (Avia) kaki, tangan, genetalia
14. (baraba) gatal, batuk, bentol, demam, kemerahan
(avia kadira) diare mual muntah
15. (jogi)
a. Paparan trhdp allergen
b. Adanya aktivasi sel Th dan Merangsang perubahan IgE pd sel B
c. Produksi IgE
d. Pengikatan IgE pd Fc di sel mast
e. Terjadi paparan berulang
f. Aktivasi sel mast, pelepasan mediator
g. Aminvasoaktif, mediator lipid
h. Terjadi reaksi hipersensitivitas
16. (alaric, lia) Betametason, deksametason, prednisone, metilprednisolon
III. HIPOTESIS
Hipersensitivitas adalah reaksi yang merusak jaringan imunologis yg
mengacu pd respon system imun yg berlebihan pd antigen. Disebabkan
oleh obat, faktor genetic, makanan. Hipersensitivitas memiliki 4 tipe,
diantaranya Cepat, sitotoksik, kompleks imun, reaksi lambat. Dapat
ditangani dengan cara pemberian prometazin,cetrizin,loratadine,
Betametason, deksametason, prednisone, dan metilprednisolon.
IV. SASARAN BELAJAR
LO 1. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas
L.O 1.1 Definisi
o Keadaan perubahan reaktivitas dimana tubuh bereaksi secara berlebihan
terhadap benda asing. (Dorland, W.A Newman (1996) Kamus Kedokteran
Dorland Edisi 26. Jakarta, EGC.)
o Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap
antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya. ( Imunologi UI )
o Hipersensitivitas adalah keadaan berubahnya reaktivitas, ditandai dengan reaksi
tubuh berupa respons imun yang berlebihan terhadap sesuatu yang dianggap
sebagai benda asing.(Kamus Dorland, Edisi 29)
o Hipersensitvitas adalah refleksi dari sistem imun yang berlebihan (Imunologi
Abbas,2016)
a. Reaksi lokal
Reaksi hipersensitivitas tipe 1 lokal terbatas pada jaringan atau organ
spesifik yang biasanya melibatkan permukaan epitel tempat alergan
masuk. Kecenderungan untuk menunjukkan reaksi Tipe 1 adalah
diturunkan dan disebut atopi. Sedikitnya 20% populasi menunjukkan
penyakit yang terjadi melalui IgE seperti rinitis alergi, asma dan
dermatitis atopi. IgE yang biasanya dibentuk dalam jumlah sedikit,
segera diikat oleh sel mast/basofil. IgE yang sudah ada pada
permukaan sel mast akan menetap untuk beberapa minggu. Sensitasi
dapat pula terjadi secara pasif bila serum (darah) orang yang alergi
dimasukkan ke dalam kulit/sirkulasi orang normal. Reaksi alergi
yang mengenai kulit, mata, hidung dan saluran nafas.
- Reaksi Opsionasi
Sel normal terinfeksi oleh antigen → IgG berikatan dengan antigen →
Sel di opsonisasi agar mudah di fagosit → Pengaktifan komplemen
yang menghasilkan C3B dan C4B yang dapat meningkatkan
fagositosis → Sel yang di opsonisasi dikenali oleh Fc receptor → Sel
di fagositosis oleh makrofag dan neutrofil.
Lalu antigen ditangkap oleh limfosit b. Selanjutnya, limfosit B aktif dan berubah
menjadi sel plasma.Lalu sel plasma menghasilkan antibodi. Antibodi akan berikatan
dengan sel killer yang memiliki reseptor antibodi. Sel killer bersama dengan antibodi
yang menempel di permukaannya selanjutnya menyerang sel target yang memasang
antigennya di permukaannya. Antibodi berikatan dengan antigen di permukaan dan
selanjutnya menyebabkan sel target tersebut lisis.
3.2 Manifestasi
a. Reaksi transfusi
A. Anemia Hemolitik
B. Agranulositosis
C. Trombositopenia
D. Pemfigus
E.Sindrom Goodpasture
Penyakit autoimun yang menyebabkan inflamasi pada glomerulus pada
ginjal dan alveolus pada paru-paru. Sindrom Goodpasture merupakan
penyakit yang serius yang dapat menyebabkan pendarahan pada paru-
paru dan gagal ginjal. Sindrom ini banyak terjadi pada pria muda, tetapi
dapat juga berkembang pada usia berapapun dan dapat menjangkiti
wanita.
1. Fase sensitasi
2. Fase efektor
Pajanan ulang dapat menginduksi sel efektor sehingga mengaktifkan
sel Th1 dan melepas sitokin yang menyebabkan :
1. 1) Aktifnya sistem kemotaksis dengan adanya zat kemokin
(makrofag dan sel inflamasi). Gejala biasanya muncul
nampak 24 jam setelah kontak kedua.
2. 2) Menginduksi monosit menempel pada endotel vaskular,
bermigrasi ke jaringan sekitar.
3. 3) Mengaktifkan makrofag yang berperan sebagai APC, sel
efektor, dan menginduksi sel Th1 untuk reaksi inflamasi dan
menekan sel Th2.
Mekanisme kedua reaksi adalah sama, perbedaannya terletak pada sel T yang
teraktivasi. Pada Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV, sel Th1 yang teraktivasi dan
pada T Cell Mediated Cytolysis, sel Tc/CTL/ CD8+ yang teraktivasi.
5.2 Manifestasi
● Dermatitis kontak
Penyakit CD4+ yang terjadi akibat kontak dengan bahan yang tidak
berbahaya seperti formaldehid, nikel, bahan aktif pada cat rambut
(contoh reaksi DTH) .
● Hipersensitivitas tuberkulin
Bentuk alergi bakterial spesifik terhadap produk filtrat (ekstrak/PPD)
biakan Mycobacterium tuberculosis yang apabila disuntikan ke
kulit (intrakutan), akan menimbulkan reaksi berupa kemerahan dan
indurasi pada tempat suntikan dalam 12-24 jam. Pada individu yang
pernah kontak dengan M. tuberkulosis, kulit akan membengkak pada
hari ke 7-10 pasca induksi. Reaksi ini diperantarai oleh sel limfosit T
CD4+ .
A. Tuberkulosis
Respon seluler terhadap antigen protein Mycobacterium tuberculosis
menjadi kronis akibat infeksi sulit dieradikasi. Sehingga akan terjadinya
inflamasi kronik seperti granulomatus.
B. Diabetestipe1
C. Artritisreumatoid
Respon seluler terhadap antigen tidak dikenal pada sendi sehingga
mengakibatkan inflamasi sinovium dan erosi kartilago dan tulang di
sendi.
6.1.2 Farmakodinamik
6.2 Antihistamin 2
- Farmakokinetik
Bioavailabilitas oral simetidin sekitar 70%. Absorpsi simetidin
diperlambat oleh makan, sehingga simetidin diberikan bersama atau
segera setelah makan dengan maksud untuk memperpanjang efek pada
periode pasca makan. Simetidin masuk ke dalam SSP dan kadarnya
dalam cairan spinal 10-20% dari kadar serum. Sekitar 50-80% dari dosis
IV dan 40% dari dosis oral simetidin di eksresi dalam bentuk asal dalam
urin. Masa paruh eliminasi berlangsung sekitar 2 jam.
- Farmakodinamik
Menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan
reseptor H2 akan merangsang dan sekaligus menghambat sekresi asam
lambung dan juga mengganggu volume dan kadar pepsin cairan
lambung.
- Efek Samping
Efek sampingnya rendah, yaitu penghambatan terhadap reseptor H2,
seperti nyeri kepala, pusing, malaise, mialgia, mual, diare, konstipasi,
ruam, kulit, pruritus, kehilangan libido dan impoten.
6.2.2 Famotidin
- Farmakokinetik
- Farmakodinamik
Seperti halnya dengan simetidin dan ranitidin, famotidin merupakan
AH2, sehingga dapat menghambat sekresi asam lambung pada keadaan
basal, malam dan akibat distimulasi oleh pentagastrin. Famotidin tiga
kali lebih poten daripada ranitidin dan 20 kali lebih poten daripada
simetidin.
- Efek Samping
Efek samping famotidin biasanya ringan dan jarang terjadi, misalnya
sakit kepala,pusing,konstipasi dan diare.Seperti halnya dengan
renitidin,famotidin nampaknya kebih baik dari simetidin karena tidak
menimbulkan efek antiandrogenik.
6.2.3 Nizatidin
- Farmakokinetik
Bioavailabilitas oral nizatidin lebih dari 90% dan tidak dipengaruhi oleh
makan atau antikolinergik. kadar puncak dalam serum setelah pemberian
oral dicapai dalam 1 jam, masa paruh plasma sekitar 1 setengah jam dan
lama kerja sampai dengan 10 jam. Nizatidin dieksresikan terutama
melalui ginjal, 90% dari dosis yang digunakan ditemukan di urin dalam
16 jam.
- Farmakodinamik
Potensi nizatidin dalam menghambat sekresi asam lambung kurang lebih
sama dengan ranitidin.
- Efek Samping
Efek samping ringan saluran cerna dapat terjadi, peningkatan kadar
asam urat dan tranminase serum ditemukan pada beberapa pasien yang
nampaknya tidak menimbulkan gejala klinik yang bermakna, dan tidak
memiliki efek antiandrogenik.
7.2 Klasifikasi
1. Cortisone
2. Hydrocortisone
Hydrocortisone adalah kostikosteroid topical yang mempunyai
efek anti-inflamasi, anti alergi dan antipruritus pada penyakit
kulit. Indikasi pemberian obat ini adalah untuk penderita
dermatitis atopi, dermatitis alergik, dermatitis kontak, pruritus
anogenital dan neurodermatitis. Hydrocortisone tidak boleh
diberikan kepada penderita yang hipersensitif, herpes simplex,
varicella dan infeksi jamur. Efek samping yang mungkin
ditimbulkan dari obat ini adalah rasa terbakar, gatal, kekeringan,
atropi kulit dan infeksi sekunder.
1. Prednisolone
2. Triamcinolone
Triamcinolone mempunyai efek antiinflamasi dan pembentukan
glikogen yang lebih besar, dan berkurangnya efek samping
retensi garam. Efek samping yang dapat timbul adalah fraktur
spontan, ulkus peptik/tukak lambung, perubahan cushingoid,
purpura, flushing, sering berkeringat, jerawat, striae, hirsutisme,
vertigo, sakit kepala, tromboembolisme, nekrosis aseptik,
pangkreatitis akut, kelemahan otot, esofagitis ulseratif,
peningkatan tekanan intrakranial, papiledema, katarak
subkapsular.
3. Methylprednisolone
Methylprednisolone adalah suatu obat glukokortikoid alamiah
(memiliki sifat menahan garam (salt retaining properties)),
digunakan sebagai terapi pengganti pada defisiensi
adrenokortikal. Methylprednisolone dikontraindikasikan pada
infeksi jamur sistemik dan pasien yang hipersentitif terhadap
komponen obat. Fludrocortisone
1. Dexamethasone
Obat ini digunakan sebagai glucocorticoid khususnya untuk Anti
inflamasi, Pengobatan rematik arthritis, dan penyakit kolagen
lainnya, Alergi dermatitis, Penyakit kulit, dll. Pengobatan yang
berkepanjangan dapat mengakibatkan efek katabolik steroid
seperti kehabisan protein, osteoporosis, dan penghambatan
pertumbuhan anak. Penimbunan garam, air dan kehilangan
potassium jarang terjadi bila dibandingkan dengan glucocorticoid
lainnya. Penambahan nafsu makan dan berat badan lebih sering
terjadi.
2. Betamethasone
Betamethasone digunakan untuk meringankan inflamasi dari dermatosis yan
responsive terhadap kortikosteroid. Penggunaan kostikosteroid topical dapat
menyebabkan efek samping local seperti kulit kering, gatal-gatal, rasa terbakar,
iritasi, hipopigmentasi, dermatitis alergi.
7.3 farmakokinetik
Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi,
mulai kerja dan lama kerja karena juga mempengaruhi afinitas
terhadap reseptor dan ikatan protein. Kortisol dan analog sintetiknya
pada pemberian oral diabsorpsi cukup baik. Untuk mencapai kadar
tinggi sebaiknya diberikan secara IV, untuk mendapatkan efek yang
lama kortisol dan esternya diberikan secara IM. Perubahan struktur
kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mula kerja dan lama
kerja karena juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor, dan
ikatan protein. Prednison adalah prodrug yang dengan cepat diubah
menjadi prednisolon bentuk aktifnya dalam tubuh. Glukokortikoid
dapat di absorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan ruang sinovial.
Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas dapat
menyebabkan efek sistematik, antara lain supresi korteks adrenal.
7.4 Farmakodinamik
dari 12 jam.
12-36 jam.
jam.
7.6 kontraindikasi
Sebenarnya sampai sekarang tidak ada kontraindikasi absolut
kortikosteroid. Pemberian dosis tunggal besar bila diperlukan selalu dapat
dibenarkan, keadaan yang mungkin dapat merupakan kontraindikasi relatif
dapat dilupakan, terutama pada keadaan yang mengancam jiwa pasien.
Bila obat akan diberikan untuk beberapa hari atau beberapa minggu,
kontraindikasi relatif yaitu diabetes melitus tukak peptik/duodenum, infeksi
berat, hipertensi atau gangguan system kardiovaskular lainnya.