Anda di halaman 1dari 13

TUGAS PORTOFOLIO

ASUHAN KEPERAWATAN HIPERSENSITIVITAS


(ALERGI)

NAMA : MOCHAMAD DAFA IKHSANA


NIM : G2A017090

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

TAHUN AJARAN 2018/2019


A. Defenisi
Alergi atau hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh di
mana tubuh seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi
terhadap bahan-bahan yang umumnya non imunogenik. Dengan kata lain,
tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan
yang oleh tubuh dianggap asing atau berbahaya. Bahan-bahan yang
menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut alergen.

B. Etiologi
Faktor yang berperan dalam alergi makanan yaitu :

1. Faktor Internal
a. Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam
lambung, enzym-enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi
imunologis (misalnya : IgA sekretorik) memudahkan penetrasi alergen
makanan. Imaturitas juga mengurangi kemampuan usus mentoleransi
makanan tertentu.
b. Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini mulai
janin sampai masa bayi dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan
norma kehidupan setempat.
c. Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan
penyerapan alergen bertambah.
2. Fakor Eksternal
a. Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih,
stress) atau beban latihan (lari, olah raga).
b. Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut
prevalensinya: ikan 15,4%; telur 12,7%; susu 12,2%; kacang 5,3% dll.
c. Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat
menimbulkan reaksi alergi.

C. Patofisiologi
Saat  pertama kali masuknya alergen (ex. telur ) ke dalam tubuh 
seseorang  yang mengkonsumsi makanan tetapi dia belum pernah terkena
alergi. Namun ketika untuk kedua kalinya orang tersebut mengkonsumsi
makanan yang sama barulah tampak gejala-gejala timbulnya alergi pada kulit
orang tersebut. Setelah tanda-tanda itu muncul maka antigen akan mengenali
alergen yang masuk yang  akan memicu aktifnya sel T, dimana sel T tersebut
yang akan merangsang sel B untuk  mengaktifkan antibodi (Ig E). Proses ini
mengakibatkan melekatnya antibodi pada sel mast yang dikeluarkan oleh
basofil. Apabila seseorang mengalami paparan untuk kedua kalinya oleh
alergen yang sama maka akan terjadi 2 hal  yaitu,:
1. Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T. Sitokin memberikan efek
terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel – sel radang misalnya
netrofil dan eosinofil, sehingga menimbulkan reaksi peradangan yang
menyebabkan panas.
2. Alergen  tersebut akan langsung mengaktifkan antibodi ( Ig E ) yang
merangsang sel mast kemudian melepaskan histamin dalam jumlah yang
banyak, kemudian histamin tersebut beredar di dalam tubuh melalui pembuluh
darah.   Saat mereka mencapai kulit, alergen akan menyebabkan terjadinya
gatal, prutitus, angioderma, urtikaria, kemerahan pada kulit dan dermatitis.
Pada saat mereka mencapai paru paru, alergen dapat mencetuskan terjadinya
asma. Gejala alergi yang paling ditakutkan dikenal dengan nama anafilaktik
syok. Gejala ini ditandai dengan tekanan darah yang menurun, kesadaran
menurun, dan bila tidak ditangani segera dapat menyebabkan kematian.

D. Manifestasi Klinik
1. Reaksi tahap I
Dapat terjadi sebagai suatu gangguan sistemik atau reaksi lokal.
Pemberian antigen protein atau obat (misalnya, penisilin) secara sistemik
(parental) menimbulkan anafilaksis sistemik. Dalam beberapa menit setelah
pajanan, pada pejamu yang tersensitisasi akan muncul rasa gatal, urtikaria
(bintik merah dan bengkak), dan eritems kulit,diikuti oleh kesulitan
bernafas berat yang disebabkan oleh bronkokonstriksi paru dan diperkuat
dengan hipersekresi mukus. Edema laring dapat memperberat persoalan
dengan menyebabkan obstruksi saluran pernafasan bagian atas. Selain itu,
otot semua saluran pencernaan dapat terserang, dan mengakibatkan
vomitus, kaku perut, dan diare. Tanpa intervensi segera,dapatterjadi
vasodilatasi sistemik (syok anafilaktik ), dan penderita dapat mengalami
kegagalan sirkulasi dan kematian dalam beberapa menit.
Reaksi lokal biasanya terjadi bila antigen hanya terbatas pada tempat
tertentu sesuai jalur pemajanannya, seperti di kulit (kontak, menyebabkan
urtikaria), traktus gastrointestinal (ingesti,menyebabkan diare), atau paru
(inhalasi, menyebabkan bronkokonstriksi).
2. Reaksi tahap II
Umumnya berupa kelainan darah, seperti anemia hemolitik,
trombositopenia, eosinofilia dan granulositopenia.
3. Reaksi tahap III
1) Urtikaria, angioedema, eritema, makulopapula, eritema multiforme
dan lain-lain. gejala sering disertai pruritis.
2) Demam
3) Kelainan sendi, artralgia dan efusi sendi
4) Limfadenopati
 Kejang perut, mual
 Neuritis optic
 Glomerulonefritis
 Sindrom lupus eritematosus sistemik
 Gejala vaskulitis lain
4. Reaksi tahap IV
Dapat berupa reaksi paru akut seperti demam, sesak, batuk dan efusi
pleura. Obat yang tersering menyebabkan reaksi ini yaitu nitrofuratonin,
nefritis intestisial, ensafalomielitis. hepatitis juga dapat merupakan
manifestasi reaksi obat.
Adapun Gejala klinis umumnya :
 Pada saluran pernafasan : asma
 Pada saluran cerna: mual,muntah,diare,nyeri perut
 Pada kulit: urtikaria. angioderma, dermatitis, pruritus, gatal, demam,
gatal
 Pada mulut: rasa gatal dan pembengkakan bibir

E. Penatalaksanaan

1. Terapi farmakologis
a. Adrenergik
Yang termasuk obat-obat adrenergik adalah katelokamin ( epinefrin,
isoetarin, isoproterenol, bitolterol ) dan nonkatelomin ( efedrin, albuterol,
metaproterenol, salmeterol, terbutalin, pributerol, prokaterol dan
fenoterol ). Inhalasi dosis tunggal salmeterol dapat menimbulkan
bronkodilatasi sedikitnya selam 12 jam, menghambat reaksi fase cepat
maupun lambat terhadap alergen inhalen, dan menghambat
hiperesponsivitas bronkial akibat alergen selama 34 jam.
b. Antihistamin
Obat dari berbagai struktur kimia yang bersaing dengan histamin pada
reseptor di berbagai jaringan. Karena antihistamin berperan sebagai
antagonis kompetitif mereka lebih efektif dalam mencegah daripada
melawan kerja histamine.
c. Kromolin Sodium
Kromolin sodium adalah garam disodium 1,3-bis-2-hidroksipropan. Zat
ini merupakan analog kimia obat khellin yang mempunyai sifat
merelaksasikan otot polos. Obat ini tidak mempunyai sifat bronkodilator
karenanya obat ini tidak efektif unutk pengobatan asma akut. Kromolin
paling bermanfaat pada asma alergika atau ekstrinsik.
d. Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah obat paling kuat yang tersedia untuk pengobatan
alergi. Beberapa pengaruh prednison nyata dalam 2 jam sesudah
pemberian peroral atau intravena yaitu penurunan eosinofil serta limfosit
prrimer. Steroid topikal mempunyai pengaruh lokal langsung yang
meliputi pengurangan radang, edema, produksi mukus, permeabilitas
vaskuler, dan kadar Ig E mukosa.
2. Imunoterapi
Imunoterapi diindikasikan pada penderita rhinitis alergika, asma yang
diperantarai Ig E atau alergi terhadap serangga. Imunoterapi dapat
menghambat pelepasan histamin dari basofil pada tantangan dengan antigen E
ragweed in vitro. Leukosit individu yang diobati memerlukan pemaparan
terhadap jumlah antigen E yang lebih banyak dalam upaya melepaskan
histamin dalam jumlah yang sama seperti yang mereka lepaskan sebelum
terapi. Preparat leukosit dari beberapa penderita yang diobati bereaksi seolah-
olah mereka telah terdesensitisasisecara sempurna dan tidak melepaskan
histamin pada tantangan dengan antigen E ragweed pada kadar berapapun
3. Profilaksis
Profilaksis dengan steroid anabolik atau plasmin inhibitor seperti
traneksamat, sering kali sangat efektif untuk urtikaria atau angioedema.

F. Pengkajian Fokus
1. Data Demografi
 Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan,
agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis,
sumber biaya, dan sumber informasi).
 Identitas Penanggung (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan,
agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan
dengan pasien)
2. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengkaji data subjektif yaitu data yang didapatkan dari klien,
meliputi:
 Keluhan utama
1) Pasien mengeluh sesak nafas
2) Pasien mengeluh bibirnya bengkak
3) Pasien mengaku tidak ada nafsu makan, mual dan muntah
4) Pasien mengeluh nyeri di bagian perut
5) Pasien   mengeluh gatal-gatal dan timbul kemerahan di sekujur
tubuhnya.
6) Pasien mengeluh diare
7) Pasien mengeluh demam
 Kronologis keluhan
Pasien mengeluh nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya
bengkak,tibul kemerahan pada kulit,mual muntah,dan terasa gatal
tertahankan lagi sehingga pasien dibawa ke rumah sakit.
2) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Mengkaji apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit yang
sama atau yang berhubungan dengan penyakit yang saat ini diderita.
Misalnya, sebelumnya pasien mengatakan pernah mengalami nyeri
perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada
kulit,mual muntah,dan terasa gatal dan pernah menjalani perawatan di
RS atau pengobatan tertentu.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji apakah dalam keluarga pasien ada/tidak yang mengalami
penyakit yang sama.
4) Riwayat Psikososial dan Spiritual
Mengkaji orang terdekat dengan pasien, interaksi dalam keluarga,
dampak penyakit pasien terhadap keluarga, masalah yang
mempengaruhi pasien, mekanisme koping terhadap stres, persepsi
pasien terhadap penyakitnya, tugas perkembangan menurut usia saat
ini, dan sistem nilai kepercayaan.
3. Data fokus
1) Data Subjektif
a. Sesak nafas
b. Mual, muntah
c. Meringis, gelisah
d. Terdapat nyeri pada bagian perut
e. Gatal – gatal
f. Batuk
2) Data objektif
a. Penggunaan O2
b. Adanya kemerahan pada kulit
c. Terlihat pucat
d. Pembengkakan pada bibir
e. Demam ( suhu tubuh diatas 37,50C)
4. Pemeriksan Penunjang
1. Uji kulit : Sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen
hirup seperti tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari
rumput, atau alergen makanan seperti susu, telur, kacang, ikan).
2. Darah tepi: Bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi.
Hitung leukosit 5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan
pada alergi makanan.
3. IgE total dan spesifik: Harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai
umur 20 tahun. Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya
menunjukkan bahwa penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi
parasit atau keadaan depresi imun seluler.
4. Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.
5. Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.
6. Biopsi usus: Sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food
chalenge didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan
limfosit intraepitelial dan IgM. IgE ( dengan mikroskop
imunofluoresen ).
7. Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.
8. Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa
pasti.
G. Pathways
Obat-obatan, debu, bulu binatang, makanan

Masuk ke tubuh

Difagositosis

Masuk ke sel Th di kelenjar limfe

Pelepasan sitiklinin oleh sel Th

Sel beta terangsnag membentuk IgE

Sel-sel resektor IgW mengikat IgA

Degranulasi sel mast

Degranulasi mengeluarkan berbagai mediator kimia

Histamin, trakinin, prostaglandin

Gejala hipersensitivitas alergi

Kardiovaskuler Respiratoris Gastrointestinal Integumen

Hipotensi Inflamasi alergi Inflamasi alergi Reaksi alergi


saluran nafas saluran cema

lemah, letih Udema laring Gangguan reabsor- Masuk pembuluh


lesu bsi usus darah perifer

Intoleransi Asma bronkial Diare Urikaria, pruritus


Aktivitas

Gangguan pola Kekurangan volume Gangguan integri-


nafas cairan tas kulit
H. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan  terpajan allergen
2. Hipertermi berhubungan dengan  proses inflamasi
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal, intrademal
sekunder
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi (allergen, ex: makanan)

I. Fokus Intervensi dan Rasional


N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi dan Rasional
O Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif Tujuan : Setelah diberikan Intervensi :Kaji frekuensi,
berhubungan dengan  askep selama 1.x15 menit. kedalaman pernapasan dan
terpajan allergen diharapkan pasien ekspansi paru. Catat upaya 
menunjukkan pola nafas pernapasan, termasuk
efektif dengan frekuensi pengguanaan otot bantu/
dan kedalaman rentang pelebaran masal.
normal.
Kriteria hasil : Rasional  : Kecepatan
a. Frekuensi biasanya meningkat.
pernapasan pasien Dispenea dan terjadi
normal (16-20 kali peningakatan kerja napas.
per menit) Kedalaman pernapasan
b. Pasien tidak berpariasi tergantung derajat
merasa sesak lagi gagal napas. Ekspansi dada
c. Pasien tidak terbatas yang berhubungan
tampak memakai alat dengan atelektasis atau nyeri
bantu pernapasan dada pleuritik.

d. Tidak terdapat
tanda-tanda sianosis

2. Hipertermi -Tujuan : Setelah diberikan 1. Intervensi : Pantau suhu


berhubungan dengan askep selama 1.x.24 jam pasien ( derajat dan
proses  inflamasi diharapkan suhu tubuh pola ).
pasien menurun. Rasional  : Suhu 38,9-
-Kriteria hasil : 41,1C menunjukkan
Suhu tubuh pasien kembali proses penyakit
o o
normal ( 36,5 C -37,5 C), infeksius akut.
Bibir pasien tidak bengkak 2. Intervensi : Pantau suhu
lagi. lingkungan, batasi atau
tambahkan linen tempat
tidur sesuai indikasi.
Rasional : Suhu
ruangan/jumlah selimut
harus diubah untuk
mempertahankan
mendekati normal.
3. Intervensi : Berikan
kompres mandi hangat,
hindari penggunaan
alcohol.
Rasional : Dapat
membantu mengurangi
demam.
3. Kerusakan integritas Tujuan : Setelah diberikan 1. Intervensi : Lihat kulit,
kulit berhubungan askep selama  2 x24 jam adanya edema, area
dengan infalamasi diharapkan pasien tidak sirkulasinya terganggu
dermal, intrademal akan mengalami kerusakan atau pigmentasi.
sekunder integritas kulit lebih parah. Rasional: Kulit berisiko
Kriteria hasil : karena gangguan
-Tidak terdapat sirkulasi perifer.
kemerahan, bentol-bentol 2. Intervensi : Hindari
dan udema. obat intramaskular.
-Tidak terdapat tanda- Rasional : Edema
tanda urtikaria, pruritus
interstisial dan
dan angioderma.
gangguan sirkulasi
-Kerusakan integritas kulit
memperlambat absorpsi
berkurang.
obat dan predisposisi
untuk kerusakan kulit
4. Nyeri akut -Tujuan : Setelah dilakukan 1. Intervensi : Ukur TTV.
berhubungan dengan  tindakan keperawatan Rasional : untuk
agen cedera biologi selama 2 x 24 jam mengetahui kondisi
(alergen,ex: makanan). diharapkan nyeri pasien umum pasien.
teratasi. 2. Intervensi : Kaji tingkat
-Kriteria hasil : nyeri (PQRST).
Pasien menyatakan dan Rasional : Untuk
menunjukkan nyerinya mengetahui faktor
hilang, wajah tidak pencetus nyeri.
meringis, skala nyeri 0 3. Intervensi : Berikan
posisi yang nyaman
sesuai dengan
kebutuhan.
Rasional  : memberikan
rasa nyaman kepada
pasien.
4. Intervensi : Ciptakan
suasana yang tenang.
Rasional : membantu
pasien lebih relaks.
5. Intervensi : Bantu
pasien melakukan
teknik relaksasi.
Rasional : membantu
dalam penurunan
persepsi/respon nyeri.
6. Intervensi : Observasi
gejala-gejala yang
berhubungan, seperti
dyspnea, mual muntah,
palpitasi, keinginan
berkemih.
Rasional  : tanda-tanda
tersebut menunjukkan
gejala nyeri yang
dialami pasien.
7. Intervensi : Kolaborasi
dengan dokter dalam
pemberian analgesic.
Rasional : Analgesik
dapat meredakan nyeri
yang dirasakan oleh
pasien.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 3,
Jakarta:EGC..
Price & Wilson.2003.Patofisiologi konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Vol 2.Edisi
6.Jakarta:EGC.
https://www.academia.edu/9766262/ASKEP_HIPERSENSITIVITAS

MIND MAP HIPERSENSITIVITAS (ALERGI)

Anda mungkin juga menyukai