Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN GANGGUAN
HIPERSENSITIVITAS

1. FITRIANINGRUM PUSPITAWATI (2001018)


2. GRAHARISKA AMELIA PRAMESTI (2001019)
3. IKA SRI WAHYUNINGRUM (2001020)
DEFINISI HIPERSENSITIVITAS
Alergi/hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh, di mana tubuh seseorang menjadi
hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang umumnya non
imunogenik.
Dengan kata lain, tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang
oleh tubuh dianggap asing atau berbahaya. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas
tersebut disebut alergen.
 
ETIOLOGI

01 02
Faktor
Faktor Internal
Eksternal
 Imaturitas usus secara
 Faktor pencetus : faktor fisik,
fungsional maupun
faktor psikis, atau beban
fungsi imunologis
latihan.
 Genetik
 makanan yang dapat
 Mukosa dinding saluran
memberikan reaksi alergi
cerna belum matang
menurut prevalensinya.
yang menyebabkan  Hampir semua jenis
penyerapan alergen
makanan dan zat tambahan
bertambah.
pada makanan dapat
menimbulkan reaksi alergi.
 
TANDA GEJALA
 Reaksi tipe I dapat terjadi sebagai suatu gangguan sistemik atau reaksi
lokal. Dalam beberapa menit setelah pajanan, pada pejamu yang
tersensitisasi akan muncul rasa gatal, urtikaria (bintik merah dan bengkak),
dan eritems kulit,diikuti oleh kesulitan bernafas berat yang disebabkan
oleh bronkokonstriksi paru dan diperkuat dengan hipersekresi mukus.
 Reaksi tipe II umumnya berupa kelainan darah, seperti anemia hemolitik,
trombositopenia, eosinofilia dan granulositopenia.
 Reaksi tipe III dapat berupa urtikaria, angioedema, eritema, makulopapula,
eritema multiforme.
 Reaksi tipe IV dapat berupa reaksi paru akut seperti demam, sesak, batuk
dan efusi pleura.
PATOFISIOLOGI
Saat  pertama kali masuknya alergen (ex. telur ) ke dalam tubuh 
seseorang  yang mengkonsumsi makanan tetapi dia belum pernah
terkena alergi. Namun ketika untuk kedua kalinya orang tersebut
mengkonsumsi makanan yang sama barulah tampak gejala-gejala
timbulnya alergi pada kulit orang tersebut. Setelah tanda-tanda itu
muncul maka antigen akan mengenali alergen yang masuk yang 
akan memicu aktifnya sel T, dimana sel T tersebut yang akan
merangsang sel B untuk  mengaktifkan antibodi (Ig E). Proses ini
mengakibatkan melekatnya antibodi pada sel mast yang dikeluarkan
oleh basofil.
KLASIFIKASI HIPERSENSITIFITAS
a) Tipe I
Hipersensitifitas tipe I disebut juga sebagai hipersensitivitas langsung atau anafilaktik.
Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan bronkopulmonari, dan
saluran gastrointestinal. Hipersensitifitas tipe I disebut juga sebagai hipersensitivitas
langsung atau anafilaktik. Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan
bronkopulmonari, dan saluran gastrointestinal.
b) Tipe II
Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa imunoglobulin G (IgG) dan
imunoglobulin E (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel dan matriks
ekstraseluler. . Pada umumnya, antibodi yang langsung berinteraksi dengan antigen
permukaan sel akan bersifat patogenik dan menimbulkan kerusakan pada target sel.
c) Tipe III
Hipersensitivitas tipe III merupakan hipersensitivitas kompleks imun. Hal ini disebabkan
adanya pengendapan kompleks antigen-antibodi yang kecil dan terlarut di dalam jaringan.
Hal ini ditandai dengan timbulnya inflamasi atau peradangan.
Lanjutan …
d) Tipe IV

Hipersensitivitas tipe IV dikenal sebagai hipersensitivitas yang diperantarai sel atau


tipe lambat (delayed-type). Reaksi ini terjadi karena aktivitas perusakan jaringan oleh
sel T dan makrofag. Dibutuhkan waktu yg cukup lama dalam reaksi ini untuk aktivasi
dan diferensiasi sel T, sekresi sitokin dan kemokin, serta akumulasi makrofag dan
leukosit lain pada daerah yang terkena paparan.
Beberapa contoh umum dari hipersensitivitas tipe IV adalah hipersensitivitas
pneumonitis, hipersensitivitas kontak (kontak dermatitis), dan reaksi hipersensitivitas
tipe lambat kronis (delayed type hipersensitivity, DTH).
PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Uji kulit
2. Darah tepi
3. IgE total dan spesifik
4. Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.
5. Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.
6. Biopsi usus dan IgM. IgE ( dengan mikroskop imunofluoresen ).
7. Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.
8. Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge )
untuk diagnosa yg pasti.
 
 
DIAGNOSTIK
1. Gangguan saluran cerna dengan diare dan atau mual muntah
2. Reaksi karena kontaminan dan bahan-bahan aditif
3. Reaksi psikologi
 

TERAPI
1) Adrenergik, yang termasuk obat-obat adrenergik adalah katelokamin dan nonkatelomin.
Inhalasi dosis tunggal salmeterol dapat menimbulkan bronkodilatasi sedikitnya selam 12
jam, menghambat reaksi fase cepat maupun lambat terhadap alergen inhalen, dan
menghambat hiperesponsivitas bronkial akibat alergen selama 34 jam.
2) Antihistamin, obat dari berbagai struktur kimia yang bersaing dengan histamin pada
reseptor di berbagai jaringan. Karena antihistamin berperan sebagai antagonis kompetitif
mereka lebih efektif dalam mencegah daripada melawan kerja histamine.
3) Kromolin Sodium adalah garam disodium 1,3-bis-2-hidroksipropan. Zat ini merupakan
analog kimia obat khellin yang mempunyai sifat merelaksasikan otot polos. Kromolin
paling bermanfaat pada asma alergika atau ekstrinsik.
Lanjutan ….

4) Kortikosteroid adalah obat paling kuat yang tersedia untuk pengobatan alergi. Beberapa
pengaruh prednison nyata dalam 2 jam sesudah pemberian peroral atau intravena yaitu
penurunan eosinofil serta limfosit prrimer.

5) Imunoterapi diindikasikan pada penderita rhinitis alergika, asma yang diperantarai Ig E atau
alergi terhadap serangga. Imunoterapi dapat menghambat pelepasan histamin dari basofil
pada tantangan dengan antigen E ragweed in vitro.

6) Profilaksis dengan steroid anabolik atau plasmin inhibitor seperti traneksamat, sering kali
sangat efektif untuk urtikaria atau angioedema.
ASKEP
HIPERSENSITIFITAS
Pengkajian
1. Data Demografi
 
2.      Riwayat Kesehatan Sekarang
 
a)      Alasan masuk rumah sakit
 
b)      Keluhan utama
 
c)      Kronologis keluhan
 
3.      Riwayat Kesehatan Masa Lalu
 
4.      Riwayat Kesehatan Keluarga
 
5.      Riwayat Psikososial dan Spiritual
 
Analisa Data
Data Subjektif Data objektif
a. Sesak nafas a. Penggunaan O2
   
b.      Mual, muntah b.      Adanya kemerahan pada kulit
   
c.       Meringis, gelisah c.       Terlihat pucat
   
d.      Terdapat nyeri pada bagian perut d.      Pembengkakan pada bibir
   
e.       Gatal – gatal e.       Demam ( suhu tubuh diatas
  37,50C)
f.       Batuk
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan  terpajan alergen


 
2.      Hipertermi berhubungan dengan  proses inflamasi
 
3.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal, intrademal
sekunder
 
4.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan  cairan berlebih
 
5.      Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi (alergen, ex: makanan)
 
INTERVENSI
KEPERAWATAN
N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
o Keperawatan
1. Ketidakefektifan Tujuan :  1. Kaji frekuensi, 1.Kecepatan biasanya
pola napas b.d Setelah diberikan askep kedalaman pernapasan meningkat. Dispenea
terpejan alergen selama 1.x15 menit. dan ekspansi paru. dan terjadi
diharapkan pasien Catat upaya  peningakatan kerja
menunjukkan pola nafas pernapasan, termasuk napas. Kedalaman
efektif dengan frekuensi penggunaan otot pernapasan berpariasi
dan kedalaman rentang bantu/pelebaran masal. tergantung derajat
normal.   gagal napas. Ekspansi
Kriteria hasil : 2. Auskultasi bunyi dada terbatas yang
- Frekuensi pernapasan napas dan catat adanya berhubungan dengan
pasien normal (16-20 bunyi napas adventisius atelektasis atau nyeri
x/menit) seperti krekels, mengi, dada pleuritik.
- Pasien tidak merasa gesekan pleura.
sesak lagi   2.Bunyi napas
- Pasien tidak tampak 3.Tinggikan kepala dan menurun/ tak ada bila
memakai alat bantu bantu mengubah posisi. jalan napas obstruksi
pernapasan Bangunkan pasien turun sekunder terhadap
- Tidak terdapat tanda dari tempat tidur dan pendarahan,
tanda sianosis ambulansi sesegera
mungkin.
4. Observasi pola bekuan/ kolaps jalan
batuk dan karakter napas kecil (atelektasis).
secret. Ronci dan mengi
  menyertai obstruksi jalan
5. Memberikan napas/ kegagalan
oksigen tambahan pernapasan.
  3.Duduk tinggi
6. Berikan humidifikasi memungkinkan ekspansi
tambahan, mis: paru dan memudahkan
nebulizer ultrasonic pernapasan.
  Pengubahan posisi dan
ambulansi meningkatkan
pengisian  udara
segmen paru berbeda
sehingga memperbaiki
difusi gas.
4. Kongesti alveolar
mengakibatkan batuk
kering atau iritasi.
Sputum berdarah dapat
diakibatkan oleh
kerusakan jaringan atau
antikoagulan berlebihan.

5. Memaksimalkan
bernapas dan
menurunkan kerja napas

6. Memberikan
kelembaban pada
membran mukosa dan
membantu pengenceran
secret untuk
memudahkan
pembersihan.
2. Hipertermi b.d Tujuan :  1. Pantau suhu pasien 1. Suhu 38,9-41,1C
proses Setelah diberikan askep ( derajat dan pola ) menunjukkan
inflamasi selama 1.x.24 jam proses penyakit
diharapkan suhu tubuh 2. Pantau suhu infeksius akut.
pasien menurun. lingkungan, batasi atau 2. Suhu
  tambahkan linen tempat ruangan/jumlah
Kriteria hasil : tidur sesuai indikasi selimut harus
 - Suhu tubuh pasien diubah untuk
kembali normal ( 36,5 oC - 3. Memberikan kompres mempertahankan
37,5 oC) mandi hangat, hindari mendekati normal
- Bibir pasien tidak penggunaan alcohol 3. Dapat membantu
bengkak lagi mengurangi
demam
3. Kerusakan Tujuan :  1. Lihat kulit, adanya 1. Kulit berisiko karena
integritas kulit Setelah diberikan askep edema, area gangguan sirkulasi perifer
b.d inflamasi selama  2 x24 jam sirkulasinya terganggu  
dermal, diharapkan pasien tidak atau pigmentasi 2. Edema interstisial dan
intrademal akan mengalami   gangguan sirkulasi
sekunder kerusakan integritas kulit 2. Hindari obat memperlambat absorpsi
lebih parah. intramaskular obat dan predisposisi
  untuk kerusakan kulit
Kriteria hasil :
  -  Tidak terdapat
kemerahan, bentol-
bentol dan odema
 
 - Tidak terdapat tanda-
tanda urtikaria, pruritus
dan angioderma

 - Kerusakan integritas
kulit berkurang
4. Kekurangan Tujuan :  1. Mengukur dan pantau 1. Peningkatan suhu
volume cairan Setelah diberikan TTV, contoh atau memanjangnya
b.d kehilangan askep selama 1 x 24 peningakatan suhu/ demam meningkatkan
cairan berlebih jam diharapkan demam memanjang, laju metabolic dan
kekurangan volume takikardia, hipotensi kehilangan cairan
cairan pada pasien ortostatik. melalui evaporasi. TD
dapat teratasi.   ortostatik berubah dan
  2.Kaji turgor kulit, peningkatan takikardia
kelembaban membrane menunjukkan
Kriteria hasil : mukosa (bibir, lidah). kekurangan cairan
- Pasien tidak   sistemik.
mengalami diare lagi 3.Monitor intake dan 2. Indicator langsung
- Pasien tidak output  cairan. keadekuatan volume
mengalami mual dan   cairan, meskipun
muntah 4.Beri obat sesuai membrane  mukosa
- Tidak terdapat tanda- indikasi misalnya mulut mungkin kering
tanda dehidrasi antipiretik, antiemetic. karena napas mulut
 - Turgor kulit kembali   dan oksigen.
normal 5.Beri cairan tambahan 3. Mengetahui
IV sesuai keperluan keseimbangan cairan
4. Berguna
menurunkan kehilangan
cairan
 
5. Pada adanya
penurunan masukan/
banyak kehilangan,
penggunaan parenteral
dapat memperbaiki
atau mencegah
kekurangan.
5. Nyeri akut b.d Tujuan : 1. Mengukur TTV 1. Mengetahui kondisi
agen cidera Setelah dilakukan 2.Kaji tingkat nyeri umum pasien.
biologi tindakan keperawatan (PQRST) 2. Mengetahui faktor
(alergen,ex: selama 2 x 24 jam 3.Berikan posisi yang pencetus nyeri.
makanan) diharapkan nyeri pasien nyaman sesuai dengan 3. Memberikan rasa
teratasi kebutuhan nyaman kepada
  4.Ciptakan suasana pasien.
  yang tenang 4. Membantu pasien
Kriteria hasil : 5.Bantu pasien merasa lebih relaks.
- Pasien menyatakan melakukan teknik 5. Membantu dalam
dan menunjukkan relaksasi penurunan
nyerinya hilang 6.Observasi gejala- persepsi/respon nyeri.
- Wajah tidak meringis gejala yang 6. Memberikan kontrol
- Skala nyeri 0 berhubungan, seperti situasi meningkatkan
- Hasil pengukuran dyspnea, mual muntah, perilaku positif.
TTV dalam batas normal palpitasi, keinginan 7. Tanda-tanda
berkemih. tersebut menunjukkan
7.Kolaborasi dengan gejala nyeri yang di
dokter dalam pemberian alami pasien.
analgesic 8. Analgesik dapat
meredakan nyeri
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai