Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

HIPERSENSITIVITAS.
Oleh
Yuliana Syam, S.Kep,Ns

Pendahuluan:

Reaksi hipersentifitas artinya reaksi imun yang belebihan

(hiper= lebih),

Biasanya juga disebut sebagai alergi.

Reaksi hipersentifitas dapat terjadi bila jumlah antigen

yang masuk relative banyak atau bila status neurologik

seseorang baik selular maupun humoral meningkat.

Reaksi ini tidak pernah timbul pada pemaparan pertama dan

merupakan cirri khas individu bersangkutan.

Coomb dan Gell membagi reaksi hipersentifitas menjadi empat

golongan yaitu:

1. Reaksi tipe I (reaksi anafilaktik)

2. reaksi tipe II (reaksi sitotoksik)

3. Reaksi tipe III ( immunocompleks mediated)

4. Reaksi tipe IV (delayed type hypersensitivity)

-1-
@ Reaksi tipe I

Reaksi tiep I ad: reaksi imunologik yang cepat yang terjadi

dalam beberapa menit sesuadh terjadi kombinasi antigen

yang melekat pd sel mast atau basofil pd individu yang

sebelumnya telah disensitasi dgn antigen.

Antibody yang berperan pd reaksi tipe I ini adalah

immunoglobulin E (IgE).

Reaksi tipe I bisa sistemik dan dapat pula local.

Reaksi sistemik sesudah pemberian antigen secara

parenteeral. Antigen itu bisa protein asing, misalnya

hormone, enzim, atau obat-obatan misalnya penicillin.

Beratnya reaksi tergantung pd derajat sensitasi orang yang

menerima antigen tersebut. Dosis yang menyebabkan syok

bisa kecil sekali, misalnya saja pd saat melakukan skin test.

Dlm beberapa menit bisa terjadi sesak nafas, edema laryns,

tekanan darah menurun dan akhirnya meninggal.

Reaksi local biasanya disenut atopik dermatitis.

Pd penderita atopik allergi immunoglobulin E lebih tinggi

dibandingkan org normal.

Reaksi local biasanya berupa allergi kulit, konjungtifitis,

asthma bronchial, dan gastroenteritis, dan allergen biasanya

-2-
berupa serbuk bunga, bulu binatang, debu rumah, ikan dan

lainnya.

Reaksi local umumnya berjalan dlm 2 fase fase permulaan

terjadi vasodilatasi, kebocoran pembuluh darah vascular

lekage, dan tergantung pd lokasi reksi, bisa terjadi

kontraksi otot polos atau sekresi kelenjar. Keadaan ini

biasanya muncul 15 30 mnt sesudah kontak dgn allergen

dan biasanya menghilang sesudah 60 mnt.

Pada fase berikutnya terjadi 2 8 jam sesudah kontak

antigen dan tdk perlu lagi kontak baru dgn antigen dan fase

ini bisa berjalan beberapa jam, dimana terjadi infiltrasi

eosinofil, neutrofil, basofil dan monosit yang lebih padat

dan bisa terjadi kerusakan jaringan berupa kerusakan epitel

mukosa. Pada fase kedua ini bisa berlangsung beberapa hari.

Mediator pada pada reaksi tipe I ada dua jenis yaitu:

mediator primer dan mediator sekunder.

Mediator primer terdpt dlm granul sel mast, t.d

histamine, adenosine. Khemotactic factor.

-3-
Mediator sekunder leukotrin merupakan vasoaktif dan

spasmogenik yang sangat poten. Sifatnya sangat

kemoktaktik thdp eosinofil, netrofil dan monosit.

@. Reaksi tipe II (reaksi sitotoksik)

dilaksanakan oleh antibody dan antigen yang ada pada

permukaan sel atau komponen jaringan lain.

Reaksi ini bisa terjadi karena terjadai pembentukan

antibody thdp antigen pada permukaan sel. Pada paparan

berikutnya maka antibody yang biasanya IgG atau IgM akan

bereaksi thdp antigen pd permukaan sel.

Melalui berbagai proses imunologik maka akhirnya terjadi

nekrosis atau lisis dari sel.

Keadaan ditemukannya reaksi tipe II adalah reaksi

transfusi, autoimmune hemolitik anemia, miastenia grafis.

@ Reaksi tipe III

reaksi diinduksi kompleks antigen antibody yang

menyebabkan kerusakan jaringan sebagai akibat kemampuan

untuk mengaktifkan mediator serum terutama komplemen.

-4-
Antigen bisa berasal dari luar seperti protein asing, bakteri

atau vius. Akan tetapi bisa juga berasal dari dlm tubuh

sendiri.

Proses terjadinya reaksi tipe 3, terjadi dlm 3 fase, yaitu

fase pembentukan Ag-AB kompleks, fase deposisi antigen

antibody kompleks, dan fase ketiga terjadinya reaksi

imflamasi.

@ Reaksi tipe IV

Reaksi tipe IV dilakukan oleh sel T yang telah disensitasi.

Reaksi ini biasa terjadi pd bakteri intraselluler, misalnya M.

TBC, virus, jamur, dan parasit.

Contoh reaksi tipe iv adalaah reaksi tuberculin, y.i suatu

test utk mengetahui apakah telah pernah disuntikkan

protein lipopolysakarida dari M. TBC. Seudah disuntikkan ,

maka bila oknum itu telah pernah disentasi dgn kuman TBC,

maka akan terjadi indurasi, yang mencapai makimal sesudah

24 sampai 72 jam.

-5-
@. Pengkajian.

Pengkajian pasien dengan alergi, diperlukan data dasar yang

lengkap. Termasuk riwayat pasien yang lengkap, pemeriksaan

fisik, diagnostic test dan skin test terhadap allergen.

@. Riwayat kesehatan.

- Riwayat kesehatan mencakup riwayat keluarga yang

mengalami alergi, alergi pd saat ini, faktor sosial dan

lingkungan. Informasi dapat diperoleh dari pasien.

- Riwayat keluarga, termasuk informasi tentang reaksi atopik

termasuk informasi ttg reaksi atopik, terutama penting

faktor resiko npada pasien. Gangguan tertentu manifestasi

klinik, dan penyebarannya harus dikaji

- Riwayat alergi pd masa lalu dan saat ini harus dicatat,

mengidentifikasi allergen yang memicu reaksi adalah penting

utk mengontrol rreaksi alergi. Menentukan waktu utk

riwayat alergi yang diderita masa lalu, hal ini dpt membantu

menentukan allergen. Informasi juga dapat diperoleh

tentang obat yang pewrnah digunakan dengan riwayat alergi.

- Manifestasi klinik akibat reaksi alkergi misalnya jika pasien

wanita, kaji riwayat hamil, menstruasi atau menopause.

-6-
- Kaji keadaan lingkungan, pertanyaan yang berhubungan dgn

pepohonan, binatang, polusi udara atau ditempat pekerjaan,

juga makanan atau obata-obatan lainnya yang berhubungan

dgn pola hidup dan tingkat stress dapat dipandang sebagai

zat allergen dlm timbulnya alergi.

@. Pemeriksaan Fisik.

- Pemeriksaan secara menyeluruh pd pasien alergi, terutama

berikan perhatian pd masnifestasi alergi, pengkajian

menyeluruh meliputi subyektif dan obyektif, misalnya

gangguan pernafasan yang berlulang; batuk, sesak nafas,

batuk, sputum kental, stridor, reaksi pengobatan,

intoleransi makanan, muntah, diare, gatal, kemerahan pd

kulit. Macula. Papula, vesikel, bulla, iritasi, konjungtifitis,

lakrimasi, pengobatan berkurang, infeksi telinga, rhinitis,

filek dan lain-lain.

@. Diagnostik Test.

-7-
- ketidak normalan dari limfosit, eosinofil, immunoglobin, juga

pemeriksaan darah dan test serologis. Jumlah esinofil

meningkat tipe I termasuk Ig E, test allergen. Test

kapasitas vital paru, volume pernafasan.

@. Penatalaksanaan medik.

- Disamping pengobatan pentingnya menghindari allergen bila

sudah diketahui akan tetapi mengetahui jenis allergen

kadang sangat kulit.

- Antihistamin, digunakan untuk pengobatan menghilangkan

gejala dan mengurangi kongesti hidung, kortikosteroid, anti

imflamasi dapat digunakan pada gejala yang berhubungan

dengan alergi.

- Prinsip uatama dalam penanganan pada reaksi anafilaktif :

1. kenali tanda dan gejala anafilaktik

2. pertahankan jalan nafas bebas

3. cegah penyebaran allergen dengan menggunakan

turniket

4. berikan pengobatan

5. tangani syok.

- Jika terjadi pruritus dan urtikaria dapat dikontrol dengan

pemberian epinefrin 0,2 sampai 0,5 diencerkan 1 : 1000,

-8-
berikan secara subcutan setiap 20 menit atau sesuai dengan

petunjuk protocol.

- Jika terjadi hipoksia dapat dipertimbangkan pemberian O2

atau pemasangan ETT guna pemenuhan kebutuhan oksigen

- Jika terjadi hipovolemik dapat diberikan cairan

intravena/infuse.

- Kortikosteroid spray sangat efektif mengurangi gejala

rhinitis alergi.

- Penanganan pada dermatitis kontak, pendidikan ditujukan

terutama perawatan kulit, pencegahan infeksi yang terjadi

pada kulit, dan peningkatan kenyamanan . Pendidikan antara

lain:

1. untuk peningkatan penyembuhan luka sebaiknya luka

terkena langsung udara dan matahari.

2. hindari kontak langsung dengan orang yang menderita

penyakit infeksi

3. gunakan pencahayaan, jangan gunakan pakaian

berbulu, hindarai iritasi pada area kulit. Hindarai

menggunakan pakaian wool karena dapat mengiritasi kulit

da meningkatakan produksi panas yang dapat merangsang

timbulnya gatal-gatal.

-9-
4. hindarai paparan panas atau dingin yang berlebihan.

5. saat mandi, gunakan sabun yang tidak iritan

6. pertahankan lingkungan yang sejuk guna mencegah

pruritus.

7. potong kuku untuk mencegah risiko kerusakan kulit

akibat garukan.

@. Diagnosa Keperawatan.

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d bronkospasme atau

edema laring.

Tujuan: pertahankanjalan nafas tetap bebas .

Intervensi:

- Tempatkan klien pada posisi fowler atau semi fowler

(posisi ini memungkinkan ekspansi paru optimal dan

bernafas lebih mudah).

- Berikan oksigen per nasal 2 4 L/mnt( tindakan ini

meningkatakan peningkatan oksigen pada alveolus dan

tersedianya oksigen yang cukup pada sel tubuh).

- Kaji jalan nafas melalui observasi frekwensi nafas dan

pola nafas, tingkat kesadaran, penggunaan otot

asesoris pada saat bernafas, gerakan dinding dada,

- 10 -
suara stridor, auskultasi bunyi nafas tambahan

misalnya adanya wheezing. (cemas yang berlebihan

atau agitasi, stridor, menurunnya bunyi napas sebagai

indikasi iar hunger dan kemungkinan terjadi terjadi

sumbatan jalan napas,shg perlu penanganan segera.

- Pasang endotracheal intubasi (sesuai petunjuk) bila

ada indikasi.

- Berikan epineprin 1:1000, 0,3 sampai 0,5. Dapat

diulangi 20 sampai 30 menit bila diperlukan. Berikan

suntikan diphenhydramine (IM yang dalam atau intra

vena) sesuai petunjuk. Epineprin berpengaruh

vasokontriksi bronchodilator dan menghambat

pengaruh histamine. Diphenhydramine adalah

antihistamin yang memblok receptor histamine dan

pengaruhnya. Obat ini diperlukan secara cepat

danefektif untuk manifestasi anflatik.

2. Penurunan curah jantung b/d vasokinriksi perifer dan

peningkatan permabialitas kapiler.

Tujuan : Curah jantung kembali normal

Intervensi :

- Monitor tanda-tanda vital sesering mungkin.

- 11 -
- Kaji warna kulit, tempratur pengisian kapiler,edema

dan indicator lain adanya gangguan perfusi perifer.

- Monitor tingkat kesadaran klien.

- Berikan cairan infuse seperti ringer laktat atau NaCl

0,9% sesuai petunjuk.

- Pasang indwelling kateter dan monitor output urine

(penurunan curah jantung dan GFR digambarkan

dengan berkurangnya produk urine. Jika out put

kurang dari 30 ml perjam beresiko mengalami gagal

ginjal akut akibat adanya iskemia).

- Bila perlu tempatkan klien pada posisi datar dengan

bagian tungkai ditinggikan, posisi ini dapat

meningkatkan perfusi pada organ sentral yaitu oyak,

jantung dan ginjal.

Diagnosa keperawatan lainnya yang berhubungan dsengan

reaksi hipersensitivitas termasuk :

1. Resiko gangguan berfikir berhubungan dengan penurunan

darah cerebral.

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan reaksi

hipersensitivitas.

- 12 -
3. Kecemasan berhubungan dengan kesulitan bernapas

4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan respon

hipersensitivitas.

- 13 -

Anda mungkin juga menyukai