Anda di halaman 1dari 55

KONSEP ALERGI DAN

SKIN TEST

Nss. Sri Suparti, S. Kep., M. Kep


Tujuan Pembelajaran

Setelah mengikuti perkuliahan diharapkan mahasiswa:


 Mampu memahami konsep imunitas

 Mampu memahami konsep alergi dan skin test

 Menjelaskan konsep alergi dan skin test

 Menjelaskan jenis jenis reaksi hipersensitifitas/alergi

 Menjelaskan mediator dan reseptor reaksi alergi

 Menganalisis jenis pemeriksaan alergi dan


interpretasinya
PENDAHULUAN

 Imunologi:
Ilmu yang mempelajari proses-proses yang dipergunakan oleh hospes untuk
mempertahankan kestabilan dalam lingkungan internalnya bila dihadapkan
pada benda asing
 Sistim imun:
Mekanisme yang dipergunakan tubuh untuk mempertahankan keutuhan tubuh
sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan oleh
berbagai bahan dalam lingkungan hidup
 Imunitas:
Semua mekanisme fisiologis yang membantu untuk
 Mengenal benda asing (self/non-self)
 Menetralkan dan mengeliminasi benda asing
 Memetabolisme benda asing tanpa menimbulkan
kerusakan jaringan sendiri
FUNGSI SISTIM IMUN
1. Pertahanan (defence)
 Imunitas selulerkarena adanya invasi mikroorganisme
 Hipoaktif karena defisiensi imun
 Hiperaktif terjadi karena hipersensitivitas/alergi
2. Homeostasis
Mempertahankan keseragaman dari jenis sel tertentu
untuk memenuhi segala kebutuhan umum organisme
multiseluler. Jika ada penyimpangn bisa karena masalah
autoimun
3. Pengawasan (surveilance)
Memonitor pengenalan jenis-jenis sel abnormal (mutan)
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
SISTIM IMUN

1. Genetik
Kerentanan seseorang thd penyakit ditentukan oleh gen hla/mhc
2. Umur
Hipofungsi sistim imun pada bayi mudah infeksi, pada ortu seperti
autoimun & kanker
3. Metabolik
Penderita peny. Metabolik/ pengobatan kortikosteroid rentan thd
infeksi
4. Anatomis : pertahanan thd invasi melalui : kulit, mukosa
5. Lingkungan dan nutrisi
Mudah peny. Infeksi krn: -eksposur-Berkurang daya tahan krn
malnutrisi
6. FISIOLOGIS ; - cairan lambung - silia trakt.Resp - aliran urin
- sekresi kulit bersifat bakterisid – enzim – antibodi
7. Mikrobial
Keadaan fisiologis:
 Tubuh mengenal bahan / zat kimia sebagai diri
sendiri (self ) dan asing ( non self )
 Antigen:
 Bahanyang asing untuk tubuh dan dapat
menimbulkan pembentukan antibodi terhadapnya
 Antibodi:
 Disebut juga imunoglobulin
 IgG, IgA, IgM, IgE, IgD
Imonoglobulin G Imonoglobulin A

 Diproduksi terbanyak  Terdapat dalam air ludah,


pada reaksi sekunder keringat, air mata, lendir
hidung, kolostrom, sekresi
 Mampu menembus saluran pernafasan dan
plasenta pencernaan
 Menetralisir toksin dan  Fungsi: bergabung dengan
melekat pada kuman antigen pada
untuk difagositosis mikroorganisme utk
mencegah melekatnya
 Kolostrom banyak mikroorganisme pada sel
mengandung IgG mukosa
Imonoglobulin M
 Timbulnya cepat
setelah adanya infeksi Imonoglobulin D
 Sangat efisisen untuk  Terdapat pada

reaksi aglutinasi dan permukaan sel


sitolitik limfosit pada bayi
Imonoglobulin E dan merupakan
 Kadarnya dalam serum sangat reseptor pertama
rendah sebelum Ig M
 Kadarnya akan naik pada infeksi
 Sebagai antibodi
cacing
terhadap inti sel
EFEK MERUGIKAN OBAT
 Semua obat berpotensi menimbulkan bahaya,
meskiun zat tersebut sudah dilakukan uji coba dan
penelitian. Obat tersebut dapat menyebabkan
reaksi luar biasa, banyak diantaranya lebih berat
dari yang terlihat sebelumnya.
 Efek meugikan adalah efek yang tidak diinginkan
yang mungkin bisa bersifat menyenangkan atau
bahkan membahayakan .
 Efek-efek tersebut dapat terjadi karena banyak
alasan termasuk hal-hal seebagai berikut:
 Obat dapat memiliki efek lain pada tubuh selainn efek
terpeutik
 Pasien sensitif terhadap obat yang diberikan
 Kerja obat pada tubuh meyebabkan respon lain ynag
tidak diinginkan atau tidak menyenangkan
 Pasien minum obat terlalu banyak atau sedikit yang
menimbulkan efek merugikan. Efek obat yang
merugikan dapat terdiri dari beberapa jenis yaitu:
1. Aksi primer
2. Aksi sekunder
3. hipersensitivitas
Efek Obat yang merugikan
Aksi primer Hal yg paling umum terjadi pada terapi obat , yaitu timbulnya
efek samping karena kelebihan dosis. Contoh: minum obat anti HT
dapat merasa pusing, lemah atau mau pingsan dengan dosis yang
“dianjurkan” namun membaik ketika dosis diturunkan

Aksi sekunder Dapat menimbulkan berbagai macam efek selain efek


farmakologis yang diinginkan. Contoh; banyak anatihistamin
sangat efektif dan mengeringkan sekresi dan membnatu
pernafasan, namun dapat menyebabkan ngantuk

hipersensitivitas Beberapa orang sangat responsif terhadap efek primer maupun


efek sekunder dari suatu obat kondisi ini disrebut hipersensitivitas.
Dapat terjadi akibat kondisi patologis atau penyakit. Contoh
banyak obat yg diekskresikan melalui ginjal , pasien tersebut
mempunyai masalah dengan ginjal munkin tidakmampu
mengekskresikan obat sehingga akan terakumulasi sehingga
menyebabkan toksik
Drug Induce tissue and organ damage
(page: 33-43) Focus on nursing pharmacology)
ALERGI
 Alergi adalah rangsangan berlebihan terhadap
reaksi peradangan yang terjadi sebgai suatu
respon terhadap antigen lingkungan spesifik.
 Alergi obat terjadi ketika tubuh membentuk
antibodi terhadap obat tertentu, menyebabkan
timbulnya respon imun ketika orang tersebut
terpajan kembali dengan obat tersebut.
 Suatu antigen yang menyebabkan alergi disebut
alergen
 Reaksi alergi dapat diperantarai oleh antibodi
atau sel T
PENYEBAB ALERGI
 Tidak jelas tetapi predisposisisnya berhubungan
dengan genetik
 Predisposisi tersebut dapat berupa pengikatan ig e
yang berlebihan, mudahnya sel mast dipicu untuk
berdegranulasi atau respon sel T helper yang
berlebihan
 defisiensi sel T
 feedback mediator yang abnormal
 faktor lingkungan
 faktor-faktor non-genetik: jumlah eksposure, nutrisi,
penyakit infeksi kronik, penyakit virus akut
Etiologi
alergi

Dan pada pemaparan adanya benda asing atau


berikutnya terjadi reaksi alergen yang masuk ke dalam
antigen-antibodi tubuh

Jika jaringan yang rentan


berulang kali terpapar Alergen bersifat antigenik,
dengan alergen, maka menyebabkan pembentukan
dapat mengakibatkan antibodi atau mempunyai
jaringan tersensitisasi kemampuan untuk
sehingga terjadi menginduksi respon imun
pembentukan antibodi
Patofisiologi dan Etiologi
Patofisiologi

mekanisme imunologis mekanisme non imunologis


(reaksi hipersensitivitas) (toksisitas obat, over dosis, interaksi antar obat dan
. perubahan dalam metabolism tubuh)
HIPERSENSITIVITY

 Bila respon imun adaptif terjadi secara berlebihan


sehingga menimbulkan kerusakan jaringan
 Bersifat individual
 Reaksi timbul pada kontak kedua dengan antigen
yang sama
 MENURUT COOMBS & GELL TDP 4 TIPE:
1. TIPE I (ANAPHYLACTIC HYPERSENSITIVITY)
2. TIPE II (ANTIBODY-DEPENDENT CYTOTOXIC HYPERSENSITIVITY)
3. TIPE III (IMMUNE COMPLEX-MEDIATED HYPERSENSITIVITY)
4. TIPE IV (CELL- MEDIATEDHYPERSENSITIVITY)
Mekanisme imunologis
Tipe I (Reaksi anafilaksis)

terjadi pada
pemberian kedua Mediator yang
dan selanjutnya dilepaskan ini akan
Yang berperan obat yang sama, menimbulkan
ialah Ig E yang obat tersebut akan bermacam-macam
dianggap sebagai
mempunyai afinitas antigen yang akan efek, misalnya
yang tinggi merangsang urtikaria. Reaksi
terhadap mastosit pelepasan anafilaksis yang
dan basofil. paling ditakutkan
bermacam-macam adalah timbulnya
mediator seperti syok.
histamin, serotonin,
bradikinin, heparin.
SEL-SEL YANG MERUPAKAN RESEPTOR IgE

 SEL MAST DAN BASOFIL (EFEKTOR UTAMA)


 SEL T DAN B

 MONOSIT

 MAKROFAG

 EOSINOFIL DAN TROMBOSIT

SEL MAST
1. CONECTIVE TISSUE MAST CELL
- Sitoplasma birutua
- Granul kecoklatan
- Terdapat di sekitar pembuluh darah,peritoneum, kulit
2. MUCOSAL MAST CELL
- Sitoplasma biru muda
- Granul biru
- Terdapat di mukosa git dan pulmo
MEDIATOR YANG DILEPAS OLEH SEL EFEKTOR

1. HISTAMIN
vasodilatasi, peningkatan permeabilitas kapiler, kemokin,
bronkokonstruksi
2. HEPARIN
antikoagulan
3. ENZIM
proteolitik, C3 convertase, residu glikosamin
4. FK KEMOTAKTIK & AKTIVATING
kemotaksis dari eosinofil dan netrofil, aktivasi trombosit
5. LEUKOTRIN
vasoaktif, br-konstr, kemotaktik/kemokinetik
6. PROSTAGLANDIN DAN TROMBOKSAN
kontraksi otot bronkial, agregasi trombosit, vasodilatasi
GAMBARAN KLINIK HIPERSENSITIVITAS
TIPE I (COCA & COOKE 1923): ATOPY

 ASMA BRONKIAL
 HAY FEVER
 EKSIM
 URTIKARIA
 RIWAYAT KEL. DG RX KULIT WHEAL & FLARE THD
INHALASI ALERGEN
Tipe II (Reaksi Autotoksis)

Adanya ikatan antara Ig G dan Ig M dengan


antigen yang melekat pada sel. Aktivasi sistem
komplemen ini akan memacu sejumlah reaksi
yang berakhir dengan lisis
HIPERSENSITIVITAS TIPE II

 disebut RX SITOTOKSIK, terjadi karena antibodi


IGG/IGM berikatan langsung dg antigen pd permukaan
sel/jaringan
 Terjadi interaksi dg molekul jalur komplemen dan
berbagai sel efektor kerusakan sel dan jaringan sekitar

MEKANISME KERUSAKAN
komplemen (CLQ) melalui jalur klasik mengakibatkan
1. LISIS DARI MEMBRAN SEL YANG SUDAH DISENSITISASI Ab
2. AKTIVASI C3 MELALUI SEL EFEKTOR, PEMBENTUKAN KOMPLEKS C5b6789 YANG
MENYERANG JARINGAN
 FRUSTRATED PHAGOCYTIC
KELAINAN KLINIS HIPERSENSITIVITAS TIPE II

1. REAKSI TRANSFUSI
2. HAEMOLITIC DISEASE OF THE NEWBORN (hdnb)
3. RX INDUKSI OBAT THD KOMPONEN DARAH
4. RX TERHADAP LEUKOSIT
5. PENOLAKAN PENCENGKOKAN HIPERAKUT
6. MYASTENIA GRAVIS
REAKSI TRANSFUSI
 Terjadi karena ketidak cocokan transfusi gol.Darah abo
 Resepien membentuk antibodi terhadap eritrosit donor segera setelah transfusi
 Igm mengaktifkan komplemen, aktivasi c5,6,7,8,9 menghancurkan (lisis) eritrosit
intravaskuler

 TERDAPAT 3 JENIS REAKSI TRANSFUSI


1. Reaksi hemolitik berat
2. Reaksi panas
3. Reaksi alergi: shock, urtikaria
 BERATNYA RX TRANSFUSI TERGANTUNG PADA:
1. Klas antibodi
2. Jumlah antibodi
 RX TRANSFUSI THD KOMPONEN DARAH : RINGAN
MEKANISME HIPERSENSITIVITAS TIPE II PD RX
TRANSFUSI

 ANTI BODI YANG TERBENTUK PADA INKOMPATIBILITAS SISTEM ABO: igM , SISTEM
lain:igG
 Destruksi eritrosit menyebabkan shock sirkulasi
 Bagian eri yang hancur menyebabkan ATN pada ginjal

GEJALA KLINIS
 DEMAM

 HIPOTENSI

 LBP

 RASA TERTEKAN DIDADA

 MUAL, MUNTAH

 ANEMIA DAN JAUNDICE


REAKSI INDUKSI OBAT TERHADAP KOMPONEN DARAH

 Obat2an dapat memprofokasi rx alergi atau autoalergi


 Mekanisme:
OBAT DIABSORBSI MEMBRAN SEL  PERMUKAAN SEL BERUBAH 
TERBENTUK ab  AKTIVASI KOMPLEMEN  LISIS
 Jenis obat :
sedormid : mengikat trombosit  destruksi
purpura
Chlorampenikol : mengikat leukosit
Fenasetin dan cpz : mengikat eri
Penisilin, kina, sulfanamid: lisis eri
MYASTENIA GRAVIS

 Kelelahan otot yg extrim


 terdapat antibodi terhadap reseptor acetyl pada
membran otot.
 Reseptor actylcholin berada motor end plate
 transmisi impuls terganggu
Tipe III (Reaksi Kompleks Imun)

Aktivasi sistem
Kompleks komplemen
Antibodi yang antigen antibodi merangsang
berikatan yang terbentuk pelepasan
dengan antigen akan berbagai
akan mengendap mediator oleh
membentuk pada jaringan mastosit.
kompleks Sebagai
tubuh dan akan akibatnya, akan
antigen antibodi mengakibatkan terjadi
reaksi radang kerusakan
jaringan
HIPERSENSITIVITAS TIPE III

 RX KOMPLEKS IMUN
 terjadi bila kompleks AG-AB tidak dieliminasi oleh sistem
res sehingga berada di jaringan/ dinding p.darah
 KOMPLEKS IMUN BERADA DI JARINGAN :
Ukuran <
menetap dalam sirkulasi
Proses hemodinamik
Peningkatan permeabilitas kapiler
Menembus dinding pembuluh darah
Aktivasi komplemen
 ANTIBODI YANG TERBENTUK: IgM ATAU IgG
KELAINAN/PENYAKIT TERJADI KARENA:

 adanya infeksi persisten (streptokokus, stafilokokus,


plasmodium vivax, virus hepatitis)
 adanya penyakit autoimun
 kompleks imun pada permukaan (paru2), karena
inhalasi antigen berulang (debu, tumbuhan, bulu
binatang), memicu igg

bentuk reaksi hipersensitivitas tipe iii


(eksperimental)

 reaksi arthus
 reaksi serum sickness
Tipe IV (Reaksi Alergi Seluler Tipe Lambat)

Limfosit yang Reaksi ini disebut


Reaksi ini tersensitisasi reaksi tipe lambat
melibatkan mengadakan karena baru timbul
limfosit reaksi dengan 12-48 jam setelah
antigen perjalanan terhadap
antigen
HIPERSENSITIVITAS TIPE IV

 Disebut reaksi hipersensitivitas tipe lambat/ cell


mediated immunity/ delayed hypersensitivity
 Timbul rx setelah 24 jam
 Rx terjadi karena respon sel T yang sudah
disensitisasi Antigen tertentu (2 minggu) melalui
APC (Antigen Presenting Cell), Alergen menembus
kulit

 Rx tergantung pada sitokin (limfokin)


EMPAT TIPE DELAYED HYPERSENSITIVITY
REAKSI WAKTU MAKSIMAL

 JONES-MOTE  24 JAM

 CONTACT  48-72 JAM

 TUBERCULIN  48-72 JAM

 GRANULOMATOUS  >14 HARI


KELAINAN KLINIS
 JONES-MOTE (EKSPERIMENTAL)
DIINDUKSI OLEH ag SOLUBEL, OEDEMA KULIT TERJADI 24 JAM
SESUDAH KONTAK DG ag
 CONTACT
EKSIM PADA MANUSIA DI KULIT TEMPAT TERJADI KONTAK DG ag,
SESUDAH 48 JAM
Ag UTAMA: NIKEL, AKRILIK, BAHAN KIMIA PADA KARET, GETAH
POHON
 TUBERCULIN
Rx injeksi tuberkulin pada pasien tb
bengkak pada tempat injeksi
 GRANULOMATOUS
Rx terhadap M. TUBERKULOSIS/ M.LEPRAE
Mekanisme non imunologis

 Pelepasan mediator sel mast dengan cara


langsung
 Aktivasi langsung dari sistem komplemen

 Pengaruh langsung pada metabolisme enzim

asam arachidonat
TES KLINIK ALERGI
 Skin test
Uji kulit sampai saat ini masih dilakukan secara luas
untuk menunjang diagnosis alergi terhadap alergen-alergen
tertentu
1. Skin prick test
2. Skin patch test
- KONTAK ALERGEN LANGSUNG PD KULIT igE
BERIKATAN DG SEL MAST PADA KULIT (CTMC) PELEPASAN
MEDIATOR
- Respon skin test klasik pada atopik: wheal&flare
 Provocative test
 Puncture, prick dan scratch test biasa dilakukan
untuk menentukan alergi oleh karena allergen
inhalan, makanan atau bisa serangga.
 Tes intradermal biasa dilakukan pada alergi obat
dan alergi bisa serangga.
 Patch test (epicutaneus test) biasanya untuk
melakukan tes pada dermatitis kontak.
Scracth : Epicutaneus Tes
merupakan tehnik yang paling awal ditemukan oleh Charles Blackley pada tahun
1873. Pemeriksaan ini didasari dengan membuat laserasi superficial kecil dari 2
mm pada kulit pasien dan diikuti dengan menjatuhkan antigen konsentrat.
Keuntungan :
 Aman, jarang menyebabkan reaksi sistemik

 Terdapat kekurangan pada reaksi kulit tipe lambat

 Konstrate yang digunakan nilai ekonominya lebih baik dan mempunyai daya
hidup yang lama.
Kerugian :
 Terjadi false positif (akibat iritasi pada kulit dibandingkan dengan reaksi
alergi)
 Lebih menyakitkan

 Tidak reproducible sebagai intradermal skin test

Karena kurang reproducibility dan berbagai gambaran dibelakang, bentuk tes ini
tidak direkomendasikan lagi sebagai prosedur diagnostik pada Alergi panel
dari AMA Council Of Scientific Affairs.
Prick : Epicutaneus

 Tehnik ini pertama kali dijelaskan oleh Lewis dan Grant pada
tahun 1926. Hal ini digambarkan dimana satu tetesan konsentrat
antigen ke dalam kulit . kemudian jarum steril 26 G melalui
tetesan tadi ditusukkan ke dalam kulit bagian superficial
sehingga tidak berdarah. Variasi dari tes ini adalah dengan
menggunakan applikator sekali pakai dengan delapan mata
jarum yang bisa digunakan. Digunakan secara simultan dengan
6 antigen dan control positif (histmin) dan kontrol negative
(glyserin).
Keuntungan :
 Cepat
 Mempunyai korelasi yang baik dengan tes intradermal
 Relative lebih aman
Kerugian :
 Hanya memberikan penilaian kualitatif pada alergi

 Bisa terjadi kesalahan pada keadaan alergi yang lemah


(false – negatif)
 Grade pada kulit bersifat subjektif

Kontraindikasi Skin Prick Test


 Penderita dengan riwayat yang meyakinkan adanya reaksi
anafilaksis terhadap allergen.
 Penderita dengan gejala alergi terhadap makanan sampai
dengan gejala yang timbul stabil.
 Penderita dengan penyakit kulit misalnya urtikaria, SLE dan
lesi yang luas pada kulit.
Interpretasi test

 Untuk menilai ukuran bentol berdasarkan The


Standardization Committee of Northern
(Scandinavian)Society of Allergology dengan
membandingkan bentol yang timbul akibat alergen
dengan bentol positif histamin dan bentol negatif
larutan kontrol. Adapun penilaiannya sebagai berikut :
 Bentol histamin dinilai sebagai +++ (+3)
 Bentol larutan kontrol dinilai negatif (-)
 Derajat bentol + (+1) dan ++(+2) digunakan bila
bentol yang timbul besarnya antara bentol histamin dan
larutan kontrol.
 Untuk bentol yang ukurannya 2 kali lebih besar dari
diameter bento histamin dinilai ++++ (+4).
Intradermal test

 Tes intradermal atau tes intrakutan secara umum biasa digunakan ketika
terdapat kenaikan sensitivitas merupakan tujuan pokok dari pemeriksaan
(misalnya ketika skin prick test memberikan hasil negatif walaupun mempunyai
riwayat yang cocok terhadap paparan).

 Tes intradermal lebih sensitive namun kurang spesifik dibandingkan dengan skin
prick test terhadap sebagian besar alergen, tetapi lebih baik daripada uji
kulit lainnya dalam mengakses hipersensitivitas terhadap Hymenoptera (gigitan
serangga) dan penisilin atau alergen dengan potensi yang rendah.

 Pada saat ini prosedur tes intradermal digambarkan dengan menggunakan


jarum 26 G untuk menyuntikkan secara intradermal sebagian dari antigen,
berbagai macam laporan mengatakan batasannya 0,01 – 0,05 ml. Test di nilai
setelah 10 – 15 menit. Pada kasus tertentu baru dapat dibaca setelah 24 – 48
jam. Eritem dan bentol merupakan tanda dan tingkatan dalam skala subjektif
adalah 0 - +4.
Keuntungan dan kerugian
Keuntungan :
 Lebih sensitive (dapat mendeteksi alergi dengan kadar
rendah)
 Lebih reproducible dalam satu tempat

Kerugian :
 Lebih bersifat kualitatif daripada kuantitatif

 Tingkat dalam respon lebih bersifat subjektif

 Tidak ada standarisasi dalam banyaknya dosis atau


konsentrasinya
 Mungkin dapat muncul reaksi positif palsu pada
sensitivitas tinggi
Skin patch test

 Tes pacth merupakan metode yang digunakan untuk mendeteksi zat


yang memberikan alergi jika terjadi kontak langsung dengan kulit.
Metode ini sering digunakan oleh para ahli kulit untuk mendiagnosa
dermatitis kontak yang merupakan reaksi alergi tipe lambat, dimana
reaksi yang terjadi baru dapat dilihat dalam 2 – 3 hari
 Pemeriksaan pacth tes biasa dilakukan jika pemeriksaan dengan
menggunakan skin prick tes memberikan hasil yang negative. Pada
pelaksanaan pemeriksaan disiapkan 25 – 150 material yang
dimasukkan ke dalam kamar plastic atau aluminium dan di letakkan di
belakang punggung.
 Sebelumnya pada punggung diberikan tanda tempat-tempat yang
akan ditempelkan bahan allergen tersebut. Setelah ditempelkan,
kemudian dibiarkan selama 48 sampai 72 jam. Kemudian diperiksa
apakah ada tanda reaksi alergi yang dilihat dari bentol yang muncul
dan warna kemerahan.
Hasil
Hasil yang dinilai atau didapatkan bisa berupa : Negatif (-
), Reaksi iritasi (IR), Meragukan/tidak pasti (+/-), Positif
lemah (+), Positif kuar (++), Reaksi yang ekstrem (+++)
 Reaksi iritasi terdiri dari sweat rash, follicular pustules dan
reaksi seperti terbakar. Reaksi yang meragukan berupa
warna merah jambu dibawah kamar tes.
 Reaksi positif lemah berupa warna merah jambu yang
sedikit menonjol atau plak berwarna merah. Reaksi
positif kuat berupa papulovesicle dan reaksi ekstrem
berupa kulit yang melepuh atau luka. Reaksi yang
relevan tergantung dari jenis dermatitis dan allergen
yang spesifik. Interprestasi dari hasil yang didapatkan
membutuhkan pengalaman dan latihan.
Contoh Tes dan hasil
 A & B Hasil positif dari tes tempel (Pacth Tes)
 C. Reaksi ++
 D. Reaksi +++
Pemeriksaan Uji Provokasi Hidung
(Nasal Provocation Test)
 Tes ini merupakan cara menilai yang paling baik untuk rhinitis alergi. Hanya
ini metode yang digunakan dengan menempatkan secara langsung
allergen spesifik terhadap mukosa hidung.
 Metode ini menimbulkan gejala utama atau tanda dari pasien dengan
cara mengontrol antigen yang diduga dapat menimbulkan alergi dengan
aplikasi langsung ke membrane mucous hidung. Dan evaluasi dari respon
pasien di catat.
 Tehnik ini meliputi aplikasi yang selektif atas solution allergen ke kepala
turbin inferior. Sebelumnya dilakukan rhinomanometri dan 20 menit setelah
pemberian allergen. Untuk mengkonfirmasi efek alergi dari zat yang dites
dengan menampakkan reduksi yang significant dari kemampuan hidung
untuk pembengkakan mukosa yang reaktif.
 Sejak tes provokasi meliputi penempatan allergen secara langsung pada
turbin, mungkin dapat menimbulkan reaksi alergi yang hebat atau mungkin
syok anafilaksis, dan sepantasnya alat emergency tersedia pada ruang
pemeriksaan.
PENGOBATAN ALERGI
 FARMAKOLOGIS
 HIPO SENSITISASI
pemberian/injeksi ekstrak alergen mulai
dengan dosis rendah
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai