Anda di halaman 1dari 10

PATOFISIOLOGI

GANGGUAN SISTEM IMUN

KELOMPOK 4

Farah Fadhilah Junaedi


Srimaya Winahyu
Siti Aliyah

Jurusan TLM Reguler Pegawai Tingkat 1


POLTEKKES KEMENKES BANTEN
2020
BAB I

PENDAHULUAN

Tubuh manusia tidak mungkin terhindar dari lingkungan yang mengandung mikroba
pathogen disekelilingnya. Mikroba tersebut dapat menimbulkan penyakit infeksi pada manusia.
Mikroba patogen yang ada bersifat poligenik dan kompleks. Oleh karena itu respon imun tubuh
manusia terhadap berbagai macam mikroba patogen juga berbeda. Umumnya gambaran biologic
spesifik mikroba menentukan mekanisme imun mana yang berperan untuk proteksi. Begitu juga
respon imun terhadap bakteri khususnya bakteri ekstraseluler atau bakteri intraseluler mempunyai
karakteriskik tertentu pula.
Tubuh manusia akan selalu terancam oleh paparan bakteri, virus, parasit, radiasi matahari,
dan polusi. Stress emosional atau fisiologis dari kejadian ini adalah tantangan lain untuk
mempertahankan tubuh yang sehat. Biasanya kita dilindungi oleh system pertahanan tubuh, sistem
kekebalan tubuh, terutama makrofag, dan cukup lengkap kebutuhan gizi untuk menjaga kesehatan.
Kelebihan tantangan negatif, bagaimanapun, dapat menekan system pertahanan tubuh, sistem
kekebalan tubuh, dan mengakibatkan berbagai penyakit fatal.
Respon imun yang alamiah terutama melalui fagositosis oleh neutrofil, monosit serta
makrofag jaringan. Lipopolisakarida dalam dinding bakteri Gram negative dapat mangativasi
komplemen jalur alternative tanpa adanya antibody. Kerusakan jaringan yang terjadi ini adalah
akibat efek samping dari mekanisme pertahanan tubuh untuk mengeliminasi bakteri. Sitokin juga
merangsang demam dan sintesis protein.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Alergi
Alergi adalah suatu reaksi yang berlebihan dari tubuh terhadap partikel-
partikel tertentu dari luar yang memasuki tubuh.

 Penyebab alergi
Alergi umumnya disebabkan partikel-partikel yang menimbulkan alergi masuk ake dalam
tubuh dan kemudian menimbulkan reaksi. Partikel-partikel penyebab alergi ini disebut Allergen
penyebab alergi ini biasanya berasal dari berbagai sumber yang ada dilingkungan, seperti: serbuk-
serbuk sari tanaman, bulu-bulu hewan, racun dari serangga, ataupun bahan-bahan makanan seperti
susu, telur, kacang-kacangan, dll. Dapat pula faktor allergen itu dari bahan- bahan kimia, seperti
pewangi, sabun, bedak, obat-obatan, maupun logam, seperti kelang, kalung ataupun anting-anting.
Di samping itu faktor lingkungan penyebab alergi seperti: polusi udara dan terkadang rokok juga
dapat menyebabkan alergi pada seseorang.

Partikel-partikel penyebab alergi dapat masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara, seperti:
a) Melalui saluran pernapasan: Pada saat bernapas, disamping menghirup Oksigen, dapat juga
menghirup partikel-partikel lain yang ada di udara.
b) Melalui makanan: Ketika tubuh mengonsumsi makanan atau pun obat-
c) obatan, kemungkinan faktor allergen pun bisa masuk melalui saluran pencernaan di dalam
tubuh, dan kemudian menyatu dengan aliran darah dan bisa meransang timbulnya alergi.
d) Melalui sentuhan dengan kulit: Ketika penyebab alergi bersentuhan dengan kulit, maka
kulit pada orang yang sensitif itu pun akan bereaksi. Hal ini terjadi karena saat kulit
bersentuhan dengan faktor allergen, partikel-partikel itu diserap oleh kulit dan masuk ke
dalam tubuh.
e) Melalui suntukan ke tubuh: Reaksi yang paling berat terjadi adalah ketikaallergen
penyebab alergi ini secara tidak sengaja disuntikkan ke tubuh dan mendapat akses langsung
ke dalam aliran darah

B. Hipersenslivitas
Definisi hipersensitivitas
Hipersensitivitas yaitu reaksi imun yang patologik, terjadi akibat respon imun yang berlebihan
sehingga menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. Reaksi hipersensitivitas menurut Coombs dan
Gell dibagi menjadi 4 tipe reaksi berdasarkan kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi, yaitu
tipe I, II, III, dan IV.
Klasifikasi
1. Hipersensitivitas tipe I
Hipersensitivitas tipe I disebut juga sebagai hipersensitivitas langsung
atau anafilatik. Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan bronkopulmunari
dan saluran gastrointestinal. Reaksi ini dapat mengakibatkan gejala yang beragam mulai dari
ketidaknyamanan kecil hingga kematian. Waktu reaksi berkisar antara 15-30 menit setelar terpapar
antigen, namun juga dapat mengalami keterlambatan awal hingga 10-12 jam. Hipersensitivitas tipe
1 diperantarai oleh IgE. Komponen seluler utama pada reaksi ini adalah mastosit atau basofil.
Reaksi ini diperkuat dan dipengaruhi oleh keping darah, neutrofil, dan eosinofil. Peningkatan kadar
IgE merupakan salah satu penanda terjadinya alergi akibat hipersensitivitas pada bagian yang tidak
terpapar langsung oleh alergen). Namun, peningkatan IgE juga dapat dikarenakan beberapa
penyakit non-atopik seperti infeksi cacing, mieloma, dll.

2. Hipersensitivitas tipe II
Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa
imunoglobulin G (IgG) dan imunoglobulin E (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel
dan matriks ekstraseluler. Kerusakan akan terbatas atau spesifik pada sel atau jaringan yang
langsung berhubungan dengan antigen tersebut. Pada umumnya, antibodi yang langsung
berinteraksi dengan antigen permukaan sel akan bersifat patogenik dan menimbulkan kerusakan
pada target sel.
Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi komplemen (atau reaksi silang) yang berikatan
dengan antibodi sel sehingga dapat pula menimbulkan kerusakan jaringan. Beberapa tipe dari
hipersensitivitas tipe II adalah: Pemfigus (IgG bereaksi dengan senyawa intraseluler di antara sel
epidermal), Anemia hemolitik autoimun (dipicu obat-obatan seperti penisilin yang dapat
menempel pada permukaan sel darah merah dan berperan seperti hapten untuk produksi antibodi
kemudian berikatan dengan permukaan sel darah merah dan menyebabkan lisis sel darah merah),
danSindrom Goodpasture (IgG bereaksi dengan membran permukaan glomerulus sehingga
menyebabkan kerusakan ginjal).

3. Hipersensitivitas Tipe III


Hipersensitivitas tipe III merupakan hipersensitivitas kompleks imun. Hal ini disebabkan
adanya pengendapan kompleks antigen-antibodi yang kecil dan terlarut di dalam jaringan. Hal ini
ditandai dengan timbulnya inflamasi atau peradangan. Pada kondisi normal, kompleks antigen-
antibodi yang diproduksi dalam jumlah besar dan seimbang akan dibersihkan dengan adanya
fagosit. Namun, kadang-kadang, kehadiran bakteri, virus, lingkungan, atau antigen (spora fungi,
bahan sayuran, atau hewan) yang persisten akan membuat tubuh secara otomatis memproduksi
antibodi terhadap senyawa asing tersebut sehingga terjadi pengendapan kompleks antigen-antibodi
secara terus-menerus. Hal ini juga terjadi pada penderita penyakit autoimun.
Pengendapan kompleks antigen-antibodi tersebut akan menyebar pada membran sekresi
aktif dan di dalam saluran kecil sehingga dapat memengaruhi beberapa organ, seperti kulit, ginjal,
paru-paru, sendi, atau dalam bagian koroid pleksus otak.
Patogenesis kompleks imun terdiri dari dua pola dasar, yaitu kompleks imun karena
kelebihan antigen dan kompleks imun karena kelebihan antibodi. Kelebihan antigen kronis akan
menimbulkan sakit serum (serum sickness) yang dapat memicu terjadinya artritis atau
glomerulonefritis. Kompleks imun karena kelebihan antibodi disebut juga sebagai reaksi Arthus,
diakibatkan oleh paparan antigen dalam dosis rendah yang terjadi dalam waktu lama sehingga
menginduksi timbulnya kompleks dan kelebihan antibodi. Beberapa contoh sakit yang diakibatkan
reaksi Arthus adalah spora Aspergillus clavatus dan A
4. Hipersensitivitas Tipe IV
Hipersensitivitas tipe IV dikenal sebagai hipersensitivitas yang
diperantarai sel atau tipe lambat (delayed-type). Reaksi ini terjadi karena aktivitas perusakan
jaringan oleh sel T dan makrofag. Waktu cukup lama dibutuhkan dalam reaksi ini untuk aktivasi
dan diferensiasi sel T, sekresi sitokin dan kemokin, serta akumulasi makrofag dan leukosit lain
pada daerah yang terkena paparan. Beberapa contoh umum dari hipersensitivitas tipe IV adalah
hipersensitivitas pneumonitis, hipersensitivitas kontak (kontak dermatitis), dan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat kronis (delayed type hipersensitivity, DTH).

C. Imuodefisiensi
 Definisi
Imunodefisiensi adalah istilah umum yang merujuk pada suatu kondisi di mana kemampuan
sistem imun untuk melawan penyakit dan infeksi mengalami gangguan atau melemah. Oleh karena
itu, pasien imunodefisiensi akan rawan terkena berbagai infeksi atau timbulnya sel tubuh yang
ganas.Secara umum, sindrom imunodefisiensi dapat dikategorikan berdasarkan komponen dari
sistem imun yang mengalami gangguan.
Kelainan pada sel B akan menyebabkan kegagalan imunitas humoral. Jenis imunodefisiensi
ini akan menyebabkan hypogammaglobulinemia (berkurangnya jumlah antibodi) atau
agammaglobulinemia (tidak adanya antibodi). Sementara itu, kelainan
pada sel T akan menyebabkan kegagalan imunitas yang dimediasi oleh sel, yang akan
menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi virus. Jenis imunodefisiensi ini biasanya dikaitkan
dengan sindrom imunodefisiensi sekunder. Imunodefisiensi kombinasi parah (severe combined
immunodeficiency/SCID) adalah jenis imunodefisiensi yang paling parah dan fatal. Pada kasus
SCID, sel B dan sel T tidak dapat berfungsi dengan normal, sehingga pasien akan rentan terhadap
segala jenis infeksi. Walaupun lebih jarang terjadi, namun komponen lain dari sistem imun, seperti
granulosit dan sistem komplemen tubuh, juga dapat mengalami gangguan akibat sindrom
imunodefisiensi.
 Jenis penyakit
Mulai dari kondisi yang ringan dan menyebabkan penyakit ringan yang berulang sampai
penyakit yang parah dan membahayakan nyawa. Penyakit imunodefisiensi ringan relatif sering
terjadi, dengan 1 penderita dari setiap 600 orang di Amerika Serikat dan Eropa. Namun secara
umum, jenis imunodefisiensi yang parah jarang terjadi dan biasanya bersifat fatal, terutama apabila
terjadi pada masa kanak-kanak.
 Penyebab Imunodefisiensi
Imunodefisiensi dapat bersifat primer atau sekunder. Imunodefisiensi primer adalah penyakit
bawaan; hal ini berarti bahwa penyakit ini sudah diderita pasien sejak lahir dan kemungkinan
didapatkan dari orangtuanya. Dalam imunodefisiensi primer, faktor genetik memiliki peran yang
penting. Pasien dengan jenis imunodefisiensi ini dilahirkan dengan kelainan pada komponen
tertentu di sistem imun mereka. Saat ini, ada 80 jenis imunodefisiensi primer yang telah
diidentifikasi.Sementara itu, imunodefisiensi sekunder adalah penyakit yang didapatkan. Ada
berbagai faktor eksternal yang dapat menyebabkan kondisi ini, termasuk usia lanjut dan
kekurangan nutrisi.

Penyakit yang dapat menyebabkan imunodefisiensi adalah infeksi kronis, tuberkulosis


diseminata, acquired immune deficiency syndrome (AIDS) dan kanker, terutama sel ganas yang
ada di sel darah dan sumsum tulang. Splenektomi, yang merupakan operasi untuk mengangkat
limpa karena alasan tertentu, juga dapat menyebabkan sindrom imunodefisiensi. Selain faktor-
faktor tersebut, ada obat-obat tertentu yang dapat mengganggu sistem imun, sehingga
menyebabkan melemahnya sistem imun. Obat tersebut meliputi obat kemoterapi, obat untuk
cangkok, steroid, dan lain-lain. Imunodefisiensi sekunder lebih sering terjadi dibandingkan
imunodefisiensi primer.
 Gejala Utama Imunodefisiensi
Gejala utama dari sindrom imunodefisiensi adalah pasien semakin rentan terhadap infeksi.
Pasien dengan kegagalan imunitas humoral akan rentan terhadap infeksi bakteri. Pasien dengan
jenis imunodefisiensi ini akan mengalami infeksi pernapasan yang berulang, termasuk pneumonia,
infeksi pada saluran pencernaan, dan meningitis. Infeksi kronis, seperti otitis media, juga dapat
terjadi. Pasien dengan agammaglobulinemia cenderung terkena infeksi yang parah dan biasanya
menyebabkan kondisi yang fatal.Sementara itu, pasien dengan kegagalan imunitas yang dimediasi
oleh sel akan rentan terhadap infeksi akibat virus dan jamur. Pada pasien dengan penyakit ini,
infeksi virus yang belum aktif, misalnya Varicella zoster dan Herpes simplex dapat menyebar.
Infeksi jamur juga cenderung akan memengaruhi seluruh fungsi tubuh. Kandidiasis atau infeksi
ragi juga sering terjadi, biasanya pada membran mukosa.
Respon imun merupakan respon yang terjadi dengan interaksi antara sel B dan sel T; sehingga
biasanya pasien akan mengalami gejala yang berbeda pada saat yang bersamaan. Oleh karena itu,
pasien yang terkena imunodefisiensi humoral juga dapat mengalami infeksi virus yang berulang
dan kronis, sedangkan pasien yang terkena imunodefisiensi yang dimediasi sel juga rentan terkena
infeksi bakteri piogenik. Pasien dengan imunodefisiensi kombinasi parah biasanya akan
mengalami beberapa infeksi pada saat yang bersamaan.
D. Auto imun
 Pengertian Autoimunitas
Autoimunitas adalah respon imun terhadap antigen tubuh sendiri yang disebabkan oleh
menkanisme normal yang gagal berperan untuk mempertahankan self-tolerance sel B, sel T atau
keduanya. Respon imun terlalu aktif menyebabkan disfungsi imun, menyerang bagian dari tubuh
tersebut dan merupakan kegagalan fungsi sistem kekebalan tubuh yang membuat badan
menyerang jaringannya sendiri. Sistem imunitas menjaga tubuh melawan pada apa yang
terlihatnya sebagai bahan asing atau berbahaya. Bahan seperti itu termasuk mikro-jasad, parasit
(seperti cacing), sel kanker, dan malah pencangkokkan organ dan jaringan.
 Penyebab Utama Penyakit Autoimmun
Reaksi autoimun dapat dicetuskan oleh beberapa hal :
 Senyawa yang ada di badan yang normalnya dibatasi di area tertentu (disembunyikan dari
sistem kekebalan tubuh) dilepaskan ke dalam aliran darah. Misalnya, pukulan ke mata bisa
membuat cairan di bola mata dilepaskan ke dalam aliran darah. Cairan merangsang sistem
kekebalan tubuh untuk mengenali mata sebagai benda asing dan menyerangnya.

 Senyawa normal di tubuh berubah, misalnya, oleh virus, obat, sinar matahari, atau radiasi.
Bahan senyawa yang berubah mungkin kelihatannya asing bagi sistem kekebalan tubuh.
Misalnya, virus bisa menulari dan demikian mengubah sel di badan. Sel yang ditulari oleh
virus merangsang sistem kekebalan tubuh untuk menyerangnya.
 Senyawa asing yang menyerupai senyawa badan alami mungkin memasuki badan. Sistem
kekebalan tubuh dengan kurang hati-hati dapat menjadikan senyawa badan mirip seperti
bahan asing sebagai sasaran. Misalnya, bakteri penyebab sakit kerongkongan mempunyai
beberapa antigen yang mirip dengan sel jantung manusia. Jarang terjadi, sistem kekebalan
tubuh dapat menyerang jantung orang sesudah sakit kerongkongan (reaksi ini bagian dari
demam rheumatik).

Sel yang mengontrol produksi antibodi misalnya, limfosit B (salah satu sel darah putih)
mungkin rusak dan menghasilkan antibodi abnormal yang menyerang beberapa sel badan.
Keturunan mungkin terlibat pada beberapa kekacauan autoimun. Kerentanan kekacauan, daripada
kekacauan itu sendiri, mungkin diwarisi. Pada orang yang rentan, satu pemicu, seperti infeks virus
atau kerusakan jaringan, dapat membuat kekacauan berkembang. Faktor hormonal juga mungkin
dilibatkan, karena banyak kekacauan autoimun lebih sering terjadi pada wanita.
DAFTAR PUSTAKA

Ballow M. Primary immunodeficiency diseases. In: Goldman L, Schafer AI, eds. Goldman’s Cecil
Medicine. 24th ed. Philadelphia, PA: Elsevier Saunders; 2011:chap 258.
Graha, Chairinniza. 2010. 100 Questions & Answers: Alergi pada Anak. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo. https://materi78.files.wordpress.com/2014/04/imun_bio3_4.pdf

Anda mungkin juga menyukai